MAKSUD TAZKIYATUN NAFSI Secara bahasa , Tazkiyyatun Nafsi bererti membersihkan atau menyucikan , atau menumbuhkan atau mengembangkan . Sedangkan secara istilah Tazkiyatun Nafs bererti menyucikan hati dari sifat-sifat tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji . Sarana Tazkiyatun Nafs adalah melalui ibadah dan berbagai amal baik . Sedangkan hasilnya adalah akhlak yang baik kepada ALLAH dan pada manusia , serta terpeliharanya anggota badan, senantiasa dalam batas-batas syari’at ALLAH SWT.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MAKSUD TAZKIYATUN NAFSI
Secara bahasa , Tazkiyyatun Nafsi bererti membersihkan atau menyucikan , atau
menumbuhkan atau mengembangkan . Sedangkan secara istilah Tazkiyatun Nafs
bererti menyucikan hati dari sifat-sifat tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji .
Sarana Tazkiyatun Nafs adalah melalui ibadah dan berbagai amal baik . Sedangkan
hasilnya adalah akhlak yang baik kepada ALLAH dan pada manusia , serta
terpeliharanya anggota badan, senantiasa dalam batas-batas syari’at ALLAH SWT.
TAZKIYATUN NAFSI
Menyucikan
MembersihkanMengembang
Menumbuhkan
CARA –CARA MEMBERSIHKAN
JIWA OLEH USTAZ AHMAS FAIZ
Tazkiyyatun Nafsi termasuk hal terpenting yang dibawa oleh para Rasul Hal ini
sebagaimana yang ALLAH ingatkan dalam firman-Nya berikut ini:
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang
akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada
mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah [2]
: 129).
Di dalam beberapa ayat juga dijelaskan, antara lain pada surat Al-Baqarah [2] ayat 151,
surat Ali Imran [3] ayat 164, surat Al-Jumu’a [62] ayat 2, dan surat An-Nazi’at [79] ayat
1.Tazkiyyatun Nafsi yang dibawa oleh para Rasul ini adalah melalui:
Tadzkiir : Terhadap ayat-ayat ALLAH di setiap ufuk dan dalam diri manusia,
terhadap perbuatan ALLAH atas ciptaan-NYA dan terhadap hukuman dan
siksaan-NYA.
Ta’liim : Mempelajari Kitab dan Sunnah.
Tazkiyyah : Membersihkan hati dan memperbaiki tingkah-laku.
2. Tazkiyyatun Nafsi merupakan tujuan orang beriman.
Allah SWT berfirman:
“… di dalamnya ada orang-orang yang cinta untuk sentiasa membersihkan dirinya …”
(QS. At-Taubah [9]: 108).
Di ayat lain Allah SWT juga berfirman:
“… dan sungguh akan kami selamatkan orang yang paling bertaqwa dari neraka, yaitu
orang yang memberikan hartanya karena ingin mensucikan dirinya.” (QS. Al-Lail [92]:
17-18).
3. Tazkiyyatun Nafsi merupakan kebahagiaan atau kebinasaan.
Allah SWT berfirman:
“…sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syam [91]: 9-10).
4. Tazkiyyatun Nafsi untuk mengenal penyakit zaman dan cara mengubatinya.
Salah satu penyakit zaman saat ini adalah hilangnya khusyuk’, cinta dunia dan takut
mati (wahn). Penyelesaiannya adalah melalui tarbiyyah Islamiyyah. Dimana dalam
tarbiyah tersebut diberikan tadzkiir, ta’liim dan tazkiyyah.
Dalam hal ini tidak ada cara-cara tertentu yang
diperbolehkan selain cara-cara syari’at. Bahkan seluruh syari’at Islam, baik
yang menyangkut masalah aqidah maupun masalah hukum, dari masalah yang
paling besar hingga masalah paling kecil, semuanya berujung pada,
ketakwaan, pembersihan jiwa dan peribadatan hanya kepada Allah semata.
Penjelasannya adalah melalui contoh-contoh berikut:
1- Tauhid merupakan pembersihan jiwa.
Tauhid ialah meng-Esakan Allah dengan melakukan ibadat dan penyembahan
hanya kepadaNya saja. Segala ibadat yang berbentuk permohonan, cinta,
takut, tawakal, taat, malu dan lain-lain dari gerakan-gerakan hati, lidah maupun
anggauta badan, hanya untuk Allah saja, dengan mengikuti ketentuan syariat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja.
Tauhid yang intinya adalah penyembahan hanya kepada Allah saja ini
merupakan penyucian jiwa yang paling besar dan paling penting. Sebab itulah
tujuan utama dicipta manusia dan jin. Orang yang bersih tauhidnya adalah
orang yang bersih jiwa dan hatinya.
Lawan dari tauhid adalah syirik. Jika tauhid merupakan kebersihan jiwa yang
paling besar, maka kemusyrikan merupakan kotoran jiwa yang paling besar.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
س�� ن�ج� ك�ون� ر ش� ال�م� ا ن�م� : إ ٢٨التوبة
Sesungguhnya orang-orang musyrik adalah orang-orang yang najis. (QS. At-
Taubah/9 : 28)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah dan Imam asy-Syaukani rahimahullah
menjelaskan bahawa yang dimaksud najis dalam ayat itu bukanlah najis dalam
erti fisik. Tetapi najis jiwa dan agamanya.
Dengan demikian, jika orang ingin melakukan proses pembersihan jiwa, maka
hal pertama dan paling utama untuk dilakukan olehnya adalah membersihkan
tauhidnya dari segala macam syirik. Misalnya tidak datang untuk meminta
sesuatu kepada dukun atau orang ‘pintar’, tidak meminta-minta pada
perkuburan orang soleh dan tidak mengharap berkat ditempat-tempat keramat
atau perkuburan yang diagungkan.
2- Wuduk
Wuduk juga merupakan proses penyucian jiwa, di samping membersihkan
fizikal dari kotoran yang melekat pada anggota fizikal tertentu. Imam Nawawi
rahimahullah, dalam Riyadhus Shalihin, membawakan satu ayat tentang
keutamaan wuduk’ ini, yang ertinya:
Wahai orang-orang yang beriman! , Apabila kamu hendak melaksanakan solat,
maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah
kepalamu, dan basuhlah kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu
junub maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali
dari tempat buang air atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang suci; usaplah
wajahmu dan tanganmu dengan debu itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu,
tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmatNya
bagimu, agar kamu bersyukur. (Al-Ma’idah/5 : 6)
Beliau juga membawakan hadis-hadis yang menjelaskan bahwa barangsiapa
berwuduk dengan benar dan baik, maka kotoran-kotoran jiwanya, berupa dosa
dan kesalahan-kesalahannya akan lenyap.
Di antaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: