HTA Indonesia_2004_Tatalaksana Ikterus Neonatorum_hlm 1/22 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, pada tahun 1997 tercatat sebanyak 41,4 per 1000 kelahiran hidup. Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka salah satu tolok ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada tahun 2025 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek. Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis). Di Amerika Serikat, sebanyak 65 % bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Di Malaysia, hasil survei pada tahun 1998 di rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan di bawah Departemen Kesehatan mendapatkan 75% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. 1 Di Indonesia, insidens ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan di beberapa RS pendidikan antara lain RSCM, RS Dr. Sardjito, RS Dr. Soetomo, RS Dr. Kariadi bervariasi dari 13,7% hingga 85%. B. Permasalahan Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena peningkatan bilirubin. Biasanya mulai tampak pada kadar bilirubin serum > 5 mg/dL. Ikterus biasanya fisiologis, namun pada sebagian kasus dapat menyebabkan masalah; yang paling ditakuti adalah ensefalopati bilirubin. Mengingat belum adanya definisi yang universal, maka diperlukan kesepakatan definisi, pendekatan diagnosis, serta tata laksana yang tepat. Berbagai teknik diagnostik telah digunakan untuk menilai ikterus pada bayi baru lahir. Pengukuran bilirubin serum dianggap sebagai metode paling tepercaya, tetapi memiliki keterbatasan karena bersifat invasif dan juga keterbatasan dalam hal peralatan dan biaya. Pemeriksaan langsung secara visual tidak dapat dipercaya sepenuhnya dan dapat menyebabkan kesalahan diagnosis. Metode pemeriksaan non- invasif lain seperti transcutaneus bilirubinometry (TcB) merupakan alternatif pemeriksaan (skrining) pengukuran bilirubin serum. Sampai saat ini belum ada keseragaman tata laksana ikterus neonatorum di Indonesia. Kadar serum bilirubin untuk memulai masing-masing jenis terapi (terapi sinar, transfusi tukar, obat-obatan) masih menjadi pertanyaan. Di satu sisi kelambatan terapi dapat berakibat buruk di masa datang, di lain sisi terapi yang berlebihan berarti menyia-nyiakan sumber daya yang tidak perlu. Dengan latar belakang permasalahan di atas, diperlukan kajian rinci serta rekomendasi untuk merumuskan batasan, diagnosis, dan tata laksana ikterus neonatorum di Indonesia. C. Tujuan Terwujudnya kajian ilmiah sebagai dasar rekomendasi pemerintah dalam menetapkan kebijakan mengenai diagnostik dan tata laksana ikterus neonatorum di Indonesia.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
hierarchy of evidence dan derajat rekomendasi. Hierarchy of evidence dan derajat rekomendasi
diklasifikasikan berdasarkan definisi Scottish Intercollegiate Guidelines Network, sesuai dengan
definisi yang dinyatakan oleh US Agency for Health Care Policy and Research.
Hierarchy of evidence: Ia. Meta-analysis of randomised controlled trials. Ib. Minimal satu randomised controlled trials. IIa. Minimal penelitian non-randomised controlled trials. IIb. Cohort dan Case control studies IIIa. Cross-sectional studies IIIb. Case series dan case report IV. Konsensus dan pendapat ahli
Derajat rekomendasi : A. Evidence yang termasuk dalam level Ia dan Ib.
B. Evidence yang termasuk dalam level IIa dan II b.
C. Evidence yang termasuk dalam level IIIa, IIIb
dan IV.
C. Pengumpulan Data Lokal
Data lokal didapatkan dari beberapa rumah sakit
pendidikan. Data yang diambil antara lain insidens ikterus neonatorum (kuning yang tampak atau
bilirubin serum total > 5mg/dL), insidens ikterus pada bayi cukup bulan dan kurang bulan, insidens
hiperbilirubinemia (bilirubin serum total >13 mg/dL)
dan angka kematian terkait hiperbilirubinemia.
D. Ruang Lingkup Pembahasan
Tata laksana ikterus neonatorum yang dimulai dari
diagnosis dan terapi beserta modalitas yang dipilih untuk berbagai keadaan, alur tata laksana dan
analisis biaya. Untuk memudahkan satuan konsentrasi bilirubin yang digunakan adalah mg/dL.
mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara
ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi
substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan
bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.10
Seperti telah diketahui bahwa pada
pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini,
maka pengukuran konsentrasi CO yang
dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.3
Tabel 1. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus
Usia Kuning terlihat pada:
Tingkat Keparahan
Ikterus
Hari 1 Bagian tubuh manapuna
Berat
Hari 2 Lengan dan Tungkaia
Hari 3 dan seterusnya
Tangan dan Kaki
a Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada
hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar .
F. Tata laksana
1. Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif, minum kuat,
cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil.
Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:2
- Minum ASI dini dan sering - Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO
- Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol
lebih cepat (terutama bila tampak kuning).
Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL
dapat digunakan sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada
minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan
membutuhkan biaya yang cukup besar.
Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum7
(WHO)
Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan
sebagai ikterus berat pada tabel 1. Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko
berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir sebelum usia
kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan golongan
darah bayi dan lakukan tes Coombs:
o Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi
sinar. o Bila kadar bilirubin serum berada pada atau
di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar,
lakukan terapi sinar o Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO
bukan merupakan penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga,
lakukan uji saring G6PD bila
memungkinkan. Tentukan diagnosis banding
2. Tata laksana Hiperbilirubinemia
Hemolitik
Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas
faktor Rhesus atau golongan darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada
bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun
penyebabnya.7
Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria
untuk dilakukannya terapi sinar, lakukan
terapi sinar . Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar
memungkinkan:
o Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar (tabel 4),
kadar hemoglobin < 13 g/dL
(hematokrit < 40%) dan tes Coombs positif, segera rujuk bayi.
o Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk
dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi
bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit
< 40%). o Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar:
Persiapkan transfer Segera kirim bayi ke rumah sakit
cukup bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan.
Terapi sinar dihentikan, dan lakukan
pemeriksaan penunjang untuk mencari
penyebab. Bila buang air besar bayi pucat atau urin
berwarna gelap, persiapkan kepindahan
bayi dan rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk evaluasi lebih lanjut,
bila memungkinkan.
Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi
sebagai sifilis kongenital
Indikasi: Tabel 2. Indikasi Terapi sinar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum7
Usia Bayi Cukup Bulan Sehat Dengan Faktor Risikoa
mg/dL µmol/l mg/dL µmol/l
Hari ke-1 Kuning terlihat pada bagian tubuh manapunb
Hari ke-2 15 260 13 220
Hari ke-3 18 310 16 270
Hari ke-4 dan seterusnya
20 340 17 290
a faktor risiko meliputi: bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan berusia 37 minggu), hemolisis dan sepsis. b Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat parah dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar .
Tabel 3. Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah11 Berat Badan (gr) Kadar Bilirubin (mg/dL)
< 1000 Fototerapi dimulai dalam usia 24 jam pertama
1. Personel. Seorang dokter dan minimal 2 orang perawat untuk membantu persiapan,
pelaksanaan dan pencatatan serta pengawasan penderita.
2. Lokasi. Sebaiknya dilakukan di ruang NICU atau kamar operasi dengan penerangan dan
pengaturan suhu yang adekuat, alat monitor dan resusitasi yang lengkap serta terjaga
sterilitasnya.
3. Persiapan Alat.
a. Alat dan obat-obatan resusitasi lengkap b. Lampu pemanas dan alat monitor
c. Perlengkapan vena seksi dengan sarung tangan dan kain penutup steril
d. Masker, tutup kepala dan gaun steril
e. Nier bekken (2 buah) dan botol kosong, penampung darah
f. Set tranfusi 2 buah g. Kateter umbilikus ukuran 4, 5, 6 F sesuai
berat lahir bayi atau abbocath h. Three way stopcock semprit 1 mL, 5 mL, 10
mL, 20 mL, masing-masing 2 buah
i. Selang pembuangan j. Larutan Calsium glukonas 10 %, CaCl2 10
% dan NaCl fisiologis k. Meja tindakan
Indikasi
Hingga kini belum ada kesepakatan global mengenai kapan melakukan transfusi tukar pada
hiperbilirubinemia. Indikasi transfusi tukar
berdasarkan keputusan WHO tercantum dalam tabel 5.
Tabel 5. Indikasi Transfusi Tukar Berdasarkan
Kadar Bilirubin Serum7
Bila transfusi tukar memungkinkan untuk dilaksanakan di tempat atau bayi bisa dirujuk secara cepat dan aman ke fasilitas lain, dan kadar bilirubin bayi telah mencapai kadar di atas, sertakan contoh darah ibu dan bayi.
Tabel 6. Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi
Berat Badan Lahir Rendah11 Berat Badan (gram)
Kadar Bilirubin (mg/dL)
< 1000 10 – 12
1000 – 1500 12 – 15
1500 – 2000 15 – 18
2000 – 2500 18 – 20
Keterangan: Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi
tukar apabila ada indikasi: a. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar
Hb < 11 gr/dL b. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam
walaupun sedang mendapatkan terapi sinar
c. Selama terapi sinar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam dan kadar Hb 11 – 13 gr/dL
d. Didapatkan anemia yang progresif walaupun kadar bilirubin dapat dikontrol secara adekuat
infus albumin terutama jika kadar albumin < 2,5 gr/dL. Diharapkan kapasitas ikatan albumin-
bilirubin di dalam darah meningkat sebelum tranfusi tukar sehingga resiko kernikterus
menurun, kecuali ada kontra indikasi atau
tranfusi tukar harus segera dilakukan e. Pemeriksaan laboratorium pra tranfusi tukar
antara lain semua elektrolit, dekstrostik, Hb, hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar bilirubin
indirek, albumin, golongan darah, rhesus, uji coombs direk dan indirek, kadar G6PD dan
enzim eritrosit lainnya serta kultur darah
f. Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum memulai tranfusi tukar
g. Periksa ulang apakah donor yang diminta telah sesuai dengan permintaan (cek label darah)
Jumlah Darah Donor yang Dipakai Jika darah donor yang diberikan berturut-turut 50
mL/kgBB, 100 mL/kgBB, 150 mL/kgBB dan 200 mL/kgBB maka darah bayi yang terganti berturut-
turut adalah sebagai berikut: 45%, 70%, 85-85% dan 90%.
Pemasangan Kateter Vena Umbilikalis/Abbocath
a. Bayi diletakkan dalam posisi terlentang. Fiksasi lengan dan tungkai, dijaga agar tidak banyak
bergerak (diikat longgar)
b. Pasang alat monitor yang dibutuhkan (neonatal monitoring). Suhu bayi dipertahankan pada
suhu optimal atau jika ada meja resusitasi bayi diletakkan di bawah lampu pemanas/sorot
dengan jarak 2 meter
c. Semua tindakan harus dilaksanakan secara aseptik dan antiseptik, personil yang terlibat
langsung harus memakai gaun, sarung tangan, dan masker steril
d. Bersihkan daerah sekitar tali pusat atau tempat lain yang akan dipasang abbocath dengan
cairan antiseptik, tutup dengan kain steril yang
berlubang ditengahnya sehingga tampak tali pusat/ daerah yang akan dipasangkan abbocath
e. Jika dilakukan melalui vena umbilikalis, bersihkan dengan betadine 10%, tali pusat
dipotong kurang lebih 1 cm di atas dasar/kulit
abdomen dengan skalpel/pisau steril f. Jika tali pusat kering, lunakkan dengan kompres
NaCl fisiologis selama ½ - 1 jam g. Vena umbilikalis dicari dan masukkan kateter
vena sesuai ukuran bayi, diisi NaCl fisiologis. Kateter dimasukkan sampai (1) tampak ada
darah mengalir dari tubuh bayi atau (2) pada
posisi aman, yaitu ujung kateter sedikit di atas diafragma dan di dalam vena cava inferior
(ukuran sekitar panjang dari bahu kiri/kanan ke
tali pusat kemudian diukur ke diagram khusus
ukuran kateter tali pusat). Kateter harus diisi cairan untuk mencegah emboli udara
h. Setelah kateter vena umbilikalis terpasang dilakukan fiksasi dengan jahitan melingkari
kulit/tali pusat diameter 1,5 cm dengan benang
sutra steril i. Jika kateter gagal dipasang di vena umbilikalis,
tranfusi dapat dilakukan di vena saphena magna j. Kateter atau abbocath dihubungkan dengan
three way stopcock, bagian depan dengan selang infus donor dan bagian belakang dengan
selang infus pembuangan yang telah
dihubungkan dengan botol kosong di bawah botol tindakan
Pelaksanaan Tranfusi Tukar
a. Mula-mula darah bayi dihisap sebanyak 10 – 20
mL atau tergantung berat badan bayi, jangan melebihi 10 % dari perkiraan volume darah bayi
b. Darah dibuang melalui pipa pembuangan dengan mengatur klep pada three way stopcock. Jika ada pemeriksaan yang belum lengkap dapat memakai darah ini karena belum
bercampur dengan darah donor
c. Masukkan darah donor dengan jumlah yang sama secara perlahan-lahan. Kecepatan
menghisap dan mengeluarkan darah sekitar 2 mL/kgBB/menit
d. Setelah darah masuk ke tubuh ditunggu selama
20 detik, agar beredar dalam sirkulasi e. Hisap dan masukkan darah berulang kali
dengan cara yang sama sampai target transfusi tukar selesai
f. Catat setiap kali darah yang dikeluarkan dan
yang masuk pada lembaran observasi transfusi tukar
g. Jika memakai darah dengan pengawet asam sitrat atau stearat fosfat (ACD/PCD) setiap
tranfusi 100 mL diberikan 1 mL kalcium glukonas 10 % intra vena perlahan-lahan.
Pemberian tersebut terutama bila kadar kalsium
sebelum tranfusi < 7,5 mg/dL. Bila kadarnya di atas normal maka kalsium glukonas tidak perlu
diberikan. Pemberian larutan kalsium glukonas harus dilakukan secara perlahan-lahan karena
bila terlalu cepat dapat mengakibatkan
timbulnya bradikardi/ cardiac arest. Beberapa peneliti menganjurkan untuk tidak memberikan
kalsium kecuali pada pemeriksaan fisik dan elektrokardiografi menunjukkan adanya tanda-
tanda hipokalsemia h. Selama tindakan semua tanda-tanda vital harus
diawasi dengan neonatal monitoring
i. Setelah transfusi tukar selesai, darah bayi diambil untuk pemeriksaan pasca transfusi tukar
Mayor - Hasil pemeriksaan TSB atau TcB pada zone risiko tinggi
- Ikterus muncul pada 24 jam pertama kehidupan - Inkompatibilitas golongan darah
- Usia gestasi 35-36 minggu
- Riwayat saudara kandung menerima terapi sinar - Hematoma sefal atau memar luas
- ASI eksklusif, terutama jika ASI tidak lancar, dan kehilangan berat badan. - Ras Asia timur
Minor
- Hasil pemeriksaan TSB atau TcB pada zone risiko sedang
- Usia gestasi 37-38 minggu - Ikterus muncul sebelum dipulangkan.
- Saudara kandung mengalami ikterus neonatorum - Makrosomia dengan ibu diabetes
- Usia ibu > 25 tahun
- Bayi laki-laki
Risiko rendah - TSB atau TcB pada zone risiko rendah
- Usia gestasi > 41 minggu - Susu botol eksklusif
- Kulit hitam (ditentukan warna kulit ibu)
- Pulang dari RS setelah 72 jam
Gambar 5. Nomogram
Gambar 5 Nomogram dibuat berdasarkan pemeriksaan 2830 bayi baru lahir usia gestasi 36 minggu atau lebih, dengan berat lahir 2000g atau lebih; atau 35 minggu atau lebih dengan berat lahir 2500g atau lebih, dari pemeriksaan serum bilirubin tiap jam. Bilirubin serum diperiksa sebelum bayi dipulangkan.
Gambar 6. Pedoman terapi sinar bagi bayi yang dirawat dengan usia gestasi 35 minggu atau lebih.
Gunakan bilirubin serum total. Tidak perlu memeriksakan bilirubin bebas maupun bilirubin konjugasi. Faktor risiko = penyakit hemolitik isoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi, suhu tubuh tidak stabil, sepsis,
asidosis, albumin < 3.0g/dL. Untuk bayi sehat dengan usia gestasi 35-36 6/7 minggu, tindakan dilakukan apabila nilai bilirubin serum total
melewati zone risiko sedang. Intervensi dapat dilakukan pada nilai bilirubin serum total lebih rendah untuk bayi dengan usia gestasi lebih muda.
Dapat pula dilakukan terapi sinar konvensional di RS maupun terapi sinar di rumah, pada nilai bilirubin serum total 2-3mg/dL (30-35mmol/L) di bawah nilai yang ditentukan. Namun terapi sinar di rumah tidak boleh dilakukan pada bayi dengan faktor risiko.
Catatan: pedoman ini dibuat berdasarkan bukti ilmiah yang terbatas, dan nilai yang dicantumkan merupakan nilai yang paling mendekati. Pedoman ini ditujukan untuk terapi sinar intensif apabila nilai bilirubin serum total melewati garis tindakan bagi tiap kategori. Bayi dimasukkan dalam kelompok risiko tinggi dari potensi efek negatif berdasarkan ikatan
albumin pada bilirubin, sawar darah otak, dan kecenderungan kerusakan sel otak akibat bilirubin. Terapi sinar intensif merupakan penyinaran menggunakan spektrum biru-hijau (panjang gelombang 430-490 nm) sebesar 30 µW/cm2 per nm (dinilai pada kulit bayi tepat di pusat unit terapi sinar ) dan diberikan pada permukaan tubuh bayi sebanyak mungkin. Apabila bilirubin serum tidak turun atau bahkan terus meningkat dengan terapi sinar, maka sangat mungkin terjadi hemolisis. Bayi yang menerima terapi sinar dan mengalami peningkatan bilirubin direk atau bilirubin konjugasi (ikterus kolestasis) sangat mungkin akan mengalami sindroma Bronze-baby.
Gambar 7. Pedoman Transfusi tukar untuk bayi dengan usia gestasi 35 minggu atau lebih.
Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukkan adanya rentang yang cukup besar pada kondisi klinis dan
respon terhadap terapi sinar Tindakan transfusi tukar sangat direkomendasikan apabila bayi menunjukkan tanda-tanda bilirubin ensefalopati
akut (hipertoni, opistotonus, retrocoli, demam, tangis melengking) atau apabila serum bilirubin total > 5mg/dL (85 µmol/L)
Faktor risiko – penyakit hemolitik isoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi, temperatur tidak stabil, sepsis, asidosis.
Periksa albumin serum dan nilai rasio bilirubin / albumin Gunakan bilirubin serum total, tidak perlu membagi bilirubin direk atau bilirubin bebas. Apabila bayi sehat dan usia gestasi 35-37 minggu (risiko sedang) dapat dilakukan dibuat nilai acuan individual
berdasarkan usia gestasi aktual.
Perhatikan bahwa pedoman ini merupakan konsensus anggota komite namun bukti ilmiah yang mendasarinya masih sangat terbatas dan angka yang tercantum adalah nilai yang mendekati. Selama perawatan di RS, transfusi tukar direkomendasikan apabila bilirubin serum total terus meningkat mencapai level yang tercantum meskipun sudah mendapatkan terapi sinar intensif. Untuk bayi yang datang kembali, jika bilirubin serum total berada di atas level transfusi tukar, ulang pemeriksaan bilirubin serum total tiap 2-3 jam dan pertimbangkan tindakan transfusi tukar bila kadarnya tetap tinggi setelah pemberian terapi sinar intensif selama 6 jam. Rasio Bilirubin/Albumin (B/A) berikut dapat digunakan bersama dengan kadar bilirubin serum total untuk menentukan perlu tidaknya tindakan transfusi tukar. Tabel 8. Indikasi transfusi tukar berdasarkan rasio B/A
Kategori Risiko Rasio B/A di mana tindakan transfusi tukar sebaiknya dilakukan
dengan risiko tinggi atau penyakit hemolitik isoimun atau defisiensi G6PD
Bayi 35 0/7 – 37 6/7 mgg dengan risiko tinggi atau penyakit hemolitik isoimun atau defisiensi G6PD
8.0 7.2
6.8
0.94 0.84
0.80
Apabila nilai TSB mencapai level transfusi tukar, segera kirim contoh darah untuk pemeriksaan golongan darah dan crossmatch. Darah yang digunakan untuk transfusi adalah modifikasi darah lengkap (eritrosit dan plasma) yang telah dicocokkan (crossmatched) dengan darah ibu dan sesuai dengan darah bayi.
Analisis biaya untuk penatalaksanaan ikterus neonatorum di rumah sakit saat ini belum dapat dilakukan.
Untuk menyusun suatu analisis biaya, dibutuhkan tiga komponen biaya, yaitu direct cost, indirect cost dan intangible cost. Data yang diperoleh tim pengkaji saat ini masih terbatas pada direct cost beberapa rumah
sakit.
Komponen direct cost dalam penatalaksanaan Ikterus Neonatorum di rumah sakit, meliputi:
1. Pemeriksaan laboratorium 2. Fototerapi
3. Transfusi tukar 4. Rawat inap
5. Penggunaan inkubator/radiant heater 6. Konsultasi dokter
Tabel 9.
Biaya penatalaksanaan Ikterus Neonatorum di RS Karyadi Semarang, RS Hasan Sadikin Bandung dan RS Dr. Sardjito, Yogyakarta
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, maka disusun rekomendasi sebagai berikut:
1. Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa, sedangkan
hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL
Rekomendasi C
2. Ikterus neonatorum, pada umumnya fisiologis, kecuali: a. Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan
b. Bilirubin total untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan > 10 mg/dL c. Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/hari
d. Bilirubin direk > 2 mg/dL
e. Ikterus menetap pada bayi cukup bulan > 1 minggu atau pada bayi kurang bulan > 2 minggu f. Terdapat faktor risiko
Ikterus fisiologis tidak diterapi. Rekomendasi C
3. Diagnosis ikterus neonatorum ditegakkan dengan: a. Serum bilirubin
b. Bila tidak tersedia alat untuk melakukan pemeriksaan serum bilirubin, dapat digunakan cara visual (sesuai panduan WHO), kemudian pasien harus segera dirujuk.
Rekomendasi C
4. Tata laksana hiperbilirubinemia neonatorum:
a. Fototerapi - apabila fasilitas memadai, dilakukan sesuai pedoman dari AAP
- fasilitas tidak memadai, dilakukan sesuai pedoman dari WHO b. Transfusi tukar
1. Health Technology Assessment Unit Medical Development Division Ministry of Health Malaysia, 2002. Management of neonatal hyperbilirubinemia.
2. Masukan berdasarkan hasil rapat tim ahli HTA Indonesia. 3. Dennery PA, Seidman DS, Stevenson DK. Neonatal hyperbilirubinemia. N Engl J Med 2001;344:581-90. 4. Suradi R, Situmeang EH, Tambunan T. The association of neonatal jaundice and breast-feeding. Paedatr Indones
2001;41:69-75. 5. Laporan RS Dr. Sardjito Yogyakarta. 6. Laporan RS Dr. Kariadi Semarang. 7. Managing newborn problems:a guide for doctors, nurses, and midwives. Departement of Reproductive Health and
Research, World Health Organization, Geneva 2003. 8. Briscoe L, Clark S. Yoxall CW. Can transcutaneous bilirubinometry reduce the need for blood tests in jaundiced full
term babies? Arch Dis Child Fetal Neonatal 2002;86:F190-2. 9. Suresh GK, Clark RE. Cost-effectiveness of strategies that are intended to prevent kernicterus in newborn infants.
Pediatrics 2004;114:917-24.
10. Surjono A. Hiperbilirubinemia pada neonatus:pendekatan kadar bilirubin bebas. Berkala Ilmu Kedokteran 1995;27:43-6.
11. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal Hyperbilirubinemia. In: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care, 5th edition. Philadelphia, Lippincott Williams and Wilkins;2004,185-222.
12. Masukan Dr. Ali Usman, SpA(K) 13. American Academy of Pediatrics. Clinical Practice Guideline. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant
35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004;114:297-316.
PANEL AHLI Prof.dr. Moeslichan, SpA(K) Divisi Hematologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof.dr. Achmad Surjono, SpA(K) Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit dr. Sardjito Yogyakarta Prof.dr. Rulina Suradi, SpA(K) Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr. Kamillah Budhi Rahardjani, SpA(K) Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang dr. Ali Usman, SpA(K) Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung dr. Rinawati, SpA(K) Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Laurensia Lawintono Ikatan Bidan Indonesia Ina Yuniati Direktorat Binkesmas Departemen Kesehatan Republik Indonesia TIM TEKNIS Ketua : Prof.Dr.dr. Sudigdo Sastroasmoro, SpA(K) Anggota : dr. Santoso Soeroso, SpA(K), MARS dr. Ratna Mardiati, SpKJ dr. Wuwuh Utami N., MKes dr. Monalisa Nasrul dr. Mutiara Arcan dr. Nastiti Rahajeng