Tari Badui Tarian Daerah Sleman Yogyakarta
Tari Baduiadalah salah satu kesenian yang berasal dari daerah
Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tari ini merupakan
jenis tarian rakyat yang menggambarkan suatu adegan peperangan atau
serombongan prajurit yang sedang latihan perang. Dalam penyajian
tari ini dilakukan secara kelompok dan berpasangan.
Seni Badui yang kini masih hidup dan berkembang di daerah
kabupaten Sleman kebanyakan berasal dari daerah Kedu, sedang di
daerah Kedu sendiri juga merupakan kesenian rakyat yang semula
dibawa oleh seseorang dari tanah Arab.
Komposisi yang dipakai berbentuk barisan, Kadang-kadang
membentuk dua barisan, kadang-kadang pula melingkar berhadapan.
Fungsi dari kesenian ini di samping sebagai alat dakwah agama Islam
juga hiburan bagi masyarakat.Seni Badui yang kini masih hidup dan
berkembang di daerah kabupaten Sleman kebanyakan berasal dari
daerah Kedu, sedang di daerah Kedu sendiri juga merupakan kesenian
rakyat yang semula dibawa oleh seseorang dari tanah Arab.
Kisah kedatangan kesenian ini adalah sebagai berikut:
Dulu ada orang Indonesia yang lama tinggal di tanah Arab. Selama
di sana dia mengetahui dan banyak melihat kesenian Badui tersebut.
Di samping itu, ia juga melihat kesenian suhanul Muslim, yaitu
kesenian orang/bangsa Arab Qurais. Kemudian setelah ia kembali ke
tanah air, ia tinggal di desa Mendut, sebelah utara
Borobudur/Kedu.
Di desanya ia mengembangkan kesenian Badui tersebut yang thema
dan bentuknya masih sama dengan asal mulanya yang dilihat di tanah
Arab, namun sementara itu ada bagian-bagian yang diselaraskan
dengan keadaan masyarakat kita, terutama syair-syair dan kata-kata
yang dilagukannya.
Seni Badui yang sekarang ini telah banyak mengalami perkembangan
terutama di dalam lagu dan syairnya.
Bagian-bagian Pendukung Tari Badui
Jumlah para pendukung pementasan kesenian Badui tidak menentu.
Berikut Bagian bagian pendukung tari Badui.
1. Bagian Instrumen Musik dan Vokalis. Biasanya terdiri dari 10
orang ( jumlahnya kadang tidak menentu)
2. Penari. Terdiri dari kurang lebih 30 orang penari
3. Penari terdiri dari laki-laki yang usianya rata-rata antara
12 - 30 tahun.
4. Kostum yang dipakai pemain terdiri dari peci Turki berwarna
merah (kanigoro) atau kuluk temanten yang berwarna merah yang ada
kucirnya, baju putih lengan panjang, rompi, celana panji, kain
(rampekan) stagen dan ikat pinggang, kaos kaki dan sepatu
putih.
5. Para penari membawa godo/gembel (senjata dan kayu).
6. Vokal disampaikan dalam bentuk lagu dan dibawakan secara
bergantian antara penari dengan vokalis, bersama dengan pemegang
instrumen musik (saut-sautan, Jawa). Syair yang dibawakan ada yang
diambil dari Kitab Kotijah Badui tetapi ada juga yang disusun
sendiri, dan berisikan uraian tentang budi pekerti, kepahlawanan,
persatuan/kesatuan dan lain-lain.
Instrumen yang dipergunakan adalah genderang (tambur) satu buah,
terbang genjreng 3 buah dan satu jedor/bedug. Kadang-kadang
ditambah sebuah peluit yang berfungsi untuk memberi aba-aba akan
dimulainya pementasan, pergantian posisi, maupun berhenti /
selesainya pertunjukan.Lagu-lagu yang dibawakan bernafaskan Islami
dan sholawat puji-pujian.
Tari ini biasanya dipentaskan pada malam hari namun sering juga
di pentaskan pada siang hari, selama kurang lebih 4,5 jam. Alat
penerangan yang digunakan adalah lampu petromak. Ada kalanya pula
tarian ini diselingi dengan pencak silat, dan dalam tarian pencak
silat ini para pemainnya kadang ada yang dapat mencapai trance.
Posisi kaki penari umumnya terbuka, sedangkan posisi lengan
rendah dan tinggi. Konsep pentas yang digunakan ialah arena dengan
desain lantai lingkaran dan lurus. Instrumen yang dipergunakan
adalah genderang (tambur) satu buah, terbang genjreng 3 buah dan
satu jedor.
Kadang-kadang ditambah sebuah peluit yang berfungsi untuk
memberi aba-aba akan dimulainya pementasan, pergantian posisi,
maupun berhenti / selesainya pertunjukanTari Angguk Tarian Daerah
Yogyakarta
Tarian Daerah Yogyakarta Tari Angguk. Tari Anggukadalah tari
tradisional yang berasal dariKulon Progo Yogyakarta. Dalam tarian
ini menceritakan kisah tentang Umarmoyo-Umarmadi dan Wong Agung
Jayengrono dalamSerat Ambiyo. Tarian ini dimainkan secara
berkelompok oleh 15 penari wanita yang berkostum menyerupai
serdaduBelandadan dihiasi gombyok barangemas, sampang, sampur, topi
pet warna hitam, dan kaos kaki warna merah atau kuning dan
mengenakan kacamata hitam. Tarian ini biasanya dimainkan selama
durasi 3 hingga 7 jam. Tarian Angguk diperkirakan muncul sejak
jaman Belanda, yang digambarkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada
Tuhan setelah panen padi.
Sejarah Tari Angguk
Tari yang berasal dari Kulon Progo ini adalah pengembangan dari
Tari Dolalak yang berasal dari Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa
Tengah. Menurut cerita , istilah Dolalak diambil dari modus (tangga
nada) diatonis Barat, Do Re Mi Fa Sol La Si. Melihat urutan tangga
nada tersebut, maka nada Do dan La merupakan asal mula Tari
Dolalak. Nggak jelas siapa pihak yang membawa, mengkreasikan, dan
kemudian mempopulerkan Tari Dolalak hingga akhirnya bisa berbentuk
Tari Angguk dan diakui sebagai salah satu kebudayaan Kabupaten
Kulon Progo.
Pada mulanya Tari Angguk adalah tari permainan atau hiburan yang
biasa dimainkan oleh muda- mudi. Namun dalam perkembangannya Tari
Angguk mulai disisipin hal-halmistis. Konon, Tari Angguk juga
dianggap bisa mengundang roh halus untuk ikut bermain dengan
menggunakan media tubuh sang penari.Kata anggguk ini diambil dari
gerakan para penari yang mengangguk-anggukan kepalanya. Gerakan
Tari Angguk pada awalnya terinspirasi dari gerakan baris-berbaris
serdadu Belanda. Maka nggak mengherankan jika kostum yang dipakai
oleh para penari ini juga mirip dengan seragam serdadu Belanda.
Jenis-jenis Angguk dan Pemain
Tari Angguk terdiri dari dua Jenis macam, yaitu :
Tari Ambyakan
Merupakan tari angguk yang dimainkan oleh banyak penari. Tarian
ambyakan terdiri dari tiga macam yaitu: Tari Bakti, Tari Srokal dan
Tari Penutup
Tari Pasangan
Merupakan tari angguk yang dimainkan secara berpasangan. Tari
pasangan ini terdiri dari delapan macam, yaitu: Tari Mandaroka,
Tari Kamudaan, Tari Cikalo Ado, Tari Layung-layung, Tari
Intik-intik, Tari Saya-cari, Tari Jalan-jalan dan Tari
Robisari.
Awalnya tarian ini hanya dimainkan oleh kaum laki-laki saja.
Namun, dalam perkembangan selanjutnya tarian ini juga dimainkan
oleh kaum perempuan. Para pemain angguk ini mengenakan busana yang
terdiri dari dua macam, yaitu busana yang dikenakan oleh kelompok
penari dan busana yang dikenakan oleh kelompok pengiring.
Busana yang dikenakan oleh kelompok penari mirip dengan busana
prajurit Kompeni Belanda, yaitu:- baju berwarna hitam berlengan
panjang yang dibagian dada dan punggungnya diberi hiasan
lipatan-lipatan kain kecil yang memanjang serta berkelok-kelok
- celana sepanjang lutut yang dihiasi pelet vertikal berwarna
merah-putih di sisi luarnya
- topiberwarna hitam dengan pinggir topi diberi kain berwarna
merah-putih dan kuning emas. Bagian depan topi ini memakai jambul
yang terbuat dari rambut ekorkudaatau bulu-bulu
- selendangyang digunakan sebagai penyekat antara baju dan
celana
- kacamatahitam
- kaos kaki selutut berwarna merah atau kuning
- rompiberwarna-warni
Sedangkan busana yang dikenakan oleh kelompok pengiring
adalah:
- baju biasa
- jas
- sarung
- kopiah
Peralatan musik yang digunakan untuk mengiringi tari Angguk
diantaranya adalah:
- kendang
- bedug
- tambur
- kencreng
- rebana(2 buah)
- terbang besar
- jedor
KEISTIMEWAAN
Keistimewaan tari Angguk adalah memadukan unsur Islam, Barat
(Belanda), dan Timur (Yogyakarta).
Unsur Islam
Dalam Tari Angguk terlihat ketika lagu Shalawat Nabi selalu
menjadi pembuka pertunjukan. Selain itu, penggunaan peralatan musik
berupa bedug dan rebana semakin mengukuhkan bahwa kesenian ini
memang sedikit dapat pengaruh dari agama Islam.
Unsur Barat
Terlihat pada gerakan para penari yang meniru gerakan
baris-berbaris yang dilakukan oleh para serdadu militer pada zaman
Belanda. Selain gerakan, kostum yang dipakai oleh para penari juga
mirip dengan seragam militer serdadu Belanda. Bedanya para penari
pakai celana pendek bukan celana panjang.
Unsur Timur
Sangat terlihat dalam Tari Angguk yang lebih menitikberatkan
pada keluwesan gerakan. Tingkat keluwesan gerakan inilah yang
menjadi ciri khas budaya Timur, khususnya Jogjakarta. Ditambah
lagi, tarian ini membawakan cerita Umarmoyo-Umarmadi dan Wong Agung
Jayengrono yang tertulis dalamSerat Ambiyo. Di sinilah kebudayaan
dari beberapa kutub yang berbeda yang bisa berpadu. Sisi militer
yang lebih kaku namun serempak dipadukan dengan tarian yang sangat
luwes dan paduan peralatan.