BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi pesantren merupakan kerangka sistem pendidikan Islam, tradisi di Jawa dan Madura yang dalam perjalanan sejarahnya telah menjadi obyek para sarjana yang mempelajari Islam di Indonesia. 1 Penelitian terhadap pesantren selalu menyisakan bagi para peneliti berikutnya, termasuk pula di dalamnya pesantren Suryalaya. Hal ini disebabkan pesantren Suryalaya mempunyai peranan yang dapat dilihat dari berbagai aspek. Bentuk pesantren itu sendiri, tarekat yang diamalkan dalam pesantren, pengobatan/terapi maupun sejarah perkembangan pesantren Suryalaya sering kali menjadi obyek penelitian baik peneliti dari dalam negeri maupun dari dunia Barat. 2 1 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1985), hal. 16. 2 Telah dilakukan beberapa penelitian, diantaranya Martin Van Bruinessen meneliti tentang tarekat yang ada di pesantren Suryalaya dalam bentuk ritualnya, Zamakhsyari Dhafir dalam penelitiannya tentang Tradisi Pesantren menyinggung tentang perkembangan tarekat ini, Haryanto meneliti terhadap peranan Inabah dalam peranannya sebagai pengobatan terhadap ketergantungan narkotika, Kharisudin Aqib meneliti peranan TQN Suryala dalam bentuk tazkiyatun nafsi sebagai metode penyadaran diri dan dalam meneliti sejarah asal usul dan perkembangan tarekat ini dilakukan oleh Harun Nasution, lihat Kharisudin Aqib, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah Suryalaya Studi Tentang Tzkiyatun Nafsi Sebagai Metode Penyadaran Diri, Disertasi UIN Jakarta, Tahun 2001. hal. 17-19
Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah adalah dua tarekat yang berbeda, baik pendirinya maupun bentuk ajarannya. Perpaduan dua tarekat ini merupakan jasa dari seorang ulama Indonesia yang berasal dari Sambas Kalimantan Barat bernama Syeikh Ahmad Khatib As Sambasi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tradisi pesantren merupakan kerangka sistem
pendidikan Islam, tradisi di Jawa dan Madura yang dalam
perjalanan sejarahnya telah menjadi obyek para sarjana
yang mempelajari Islam di Indonesia.1 Penelitian terhadap
pesantren selalu menyisakan bagi para peneliti berikutnya,
termasuk pula di dalamnya pesantren Suryalaya. Hal ini
disebabkan pesantren Suryalaya mempunyai peranan yang
dapat dilihat dari berbagai aspek. Bentuk pesantren itu
sendiri, tarekat yang diamalkan dalam pesantren,
pengobatan/terapi maupun sejarah perkembangan pesantren
Suryalaya sering kali menjadi obyek penelitian baik
peneliti dari dalam negeri maupun dari dunia Barat.2
1 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren studi tentang Pandangan Hidup
Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1985), hal. 16. 2 Telah dilakukan beberapa penelitian, diantaranya Martin Van Bruinessen
meneliti tentang tarekat yang ada di pesantren Suryalaya dalam bentuk ritualnya, Zamakhsyari Dhafir dalam penelitiannya tentang Tradisi Pesantren menyinggung tentang perkembangan tarekat ini, Haryanto meneliti terhadap peranan Inabah dalam peranannya sebagai pengobatan terhadap ketergantungan narkotika, Kharisudin Aqib meneliti peranan TQN Suryala dalam bentuk tazkiyatun nafsi sebagai metode penyadaran diri dan dalam meneliti sejarah asal usul dan perkembangan tarekat ini dilakukan oleh Harun Nasution, lihat Kharisudin Aqib, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah Suryalaya Studi Tentang Tzkiyatun Nafsi Sebagai Metode Penyadaran Diri, Disertasi UIN Jakarta, Tahun 2001. hal. 17-19
2
Pesantren yang didirikan oleh Kyai Sepuh yang
terkenal dengan panggilan Abah sepuh bernama Abdullah
Mubarak Ibn Nur Muhammad 3 , mempunyai tradisi
kepesantrenan layaknya pesantren yang lain 4 . Namun
dengan tarekat yang menjadi sumber utama pengajaran,
menyebabkan pesantren ini identik dengan tarekat yang
dianutnya. Nama tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN)
seringkali menggantikan nama pesantren Suryalaya yang
saat ini dipimpin oleh Abah Anom yang bernama Shahibul
Wafa Tajul Arifin.
Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah adalah dua tarekat
yang berbeda, baik pendirinya maupun bentuk ajarannya.
Perpaduan dua tarekat ini merupakan jasa dari seorang
ulama Indonesia yang berasal dari Sambas Kalimantan
Barat bernama Syeikh Ahmad Khatib As Sambasi (lahir
3 Pesantren Suryalaya didirikan pada tanggal 7 Rajab 1323 H atau 5
September 1905 M oleh Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad dengan modal awal sebuah mesjid yang terletak di kampung Godebag, desa Tanjung Kerta. Pondok Pesantren Suryalaya itu sendiri diambil dari istilah sunda yaitu Surya = Matahari, Laya = Tempat terbit, jadi Suryalaya secara harfiah mengandung arti tempat matahari terbit, www.suryalaya.org/sejarah.html diakses tanggal 1 Mei 2010
4 Dibawah naungan Yayasan Serba Bakti yang didirikan pada 11 Maret 1961 telah didirikan pula lembaga pendidikan formal sesuai dengan keperluan dan kepentingan masyarakat. Lembaga pendididkan yang diselenggarakan dari mulai tingkat taman kanak-kanak hingga ke perguruan tinggi. Selain untuk menunjang pendidikan formal, yayasan juga berusaha mendukung berbagai kepentingan pesantren antara lain; mengatur pengajian bulanan yang biasa disebut manaqib, baik di Suryalaya maupun di tempat-tempat lainnya, www.suryalaya.org/yayasan.html diakses tanggal 1 Mei 2010
3
tahun 1802 M), yang bermukim dan meninggal di Mekkah
pada tahun 1878 M.5
Tarekat Qadiriyah berasal dari Syeikh Abd. Qadir
Jailani. Ia adalah seorang ulama besar sunni yang
bermazhab Hanbali, lahir pada tahun 470 H/1077 M di
Jilan wilayah Iraq sekarang dan meninggal di Baghdad
pada tahun 561 H/1166 M6 . Syeikh Abd. Qadir Jailani
memimpin madrasah dan ribatnya di Baghdad, pelestarian
tarekatnya didukung penuh oleh putra putrinya hingga
mengakhiri eksistensi madrasah dan ribathnya di Baghdad7.
Salah satu yang membedakan tarekat ini dengan
tarekat lainnya adalah dzikir jahr atau dzikir dengan suara
keras. Dalam melantunkan dzikir jahar, digunakan dengan
tekanan keras, dimaksudkan agar gema suara dzikir yang
kuat dapat mencapai rongga batin mereka yang berdzikir,
5 Hawas Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di
Nusantara, Surabaya, al Ikhlas, 1980, hal 177. 6 HAR. Gibb and J.H. Karamers, Shorter Encyclopedia of Islam, Leiden :
E.J. Eril, 1961, hal. 115. 7 Zurkani Yahya, Asasl Usul Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah dan
perkembangannnya dalam Harun Nasution (ed) Tareqat Qadiriyah wa Naqsabandiyah: Sejarah Asal Usul dan Perkembangannya, Tasikmalaya : IAILM, 1990, h. 63.
4
sehingga memancarlah nur dzikir dalam jiwanya. 8
Demikian pula gerakan dzikir pada dzikir tersebut di ulang-
ulang secara pelan-pelan, kemudian semakin lama semakin
cepat. Setelah terasa meresap dalam jiwa maka terasa
panasnya dzikir itu ke seluruh bagian tubuh9.
Sementara itu tarekat Naqsabandiah yang dipadukan
dengan tarekat Qadiriyah juga sering disebut dengan
tarekat Khawajakiyah. Penamaan Naqsabandiyah
dinisbahkan kepada seorang sufi besar bernama
Muhammad Ibn Muhammad Bahauddin al Uwaisi al
Bukhari al Naqsabandi10 suatu daerah di Bukhara wilayah
Yugoslavia saat ini. Adapun penamaan yang kedua
(Khawajakiyah) dinisbahkan kepada Abd. Khaliq
Ghujdawani yang wafat pada tahun 1220 M. Sebenarnya
ulama kedua inilah peletak dasar tarekat Naqsabandiyah.
An Naqsabandy menambahkan ajaran dari Abd Khaliq
Ghujdawani 3 ajaran pokok sehingga seluruhnya menjadi
Bakar Atjeh, Kunci Pembuka Dada, Kutamas, Sukabumi, t.t, hlm. 24. 9 Asmaran AS.,Pengantar Studi Tasawuf, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1994,hlm.81. 10 Ulama besar ini hidup antara tahun 717 H/1317 M-791H/1389M, lihat
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat, Solo, Ramadhani, 1992, hal. 319. 11 J. Spencer Trimingham, hal. 62-63.
5
Tarekat Naqsabandiyah menggunakan dzikir khafi/
sirr (tidak terdengar). Dzikir ini juga diamalkan dalam
TQN. Dzikir khafi dilakukan dengan tanpa suara dan kata-
kata, hanya hati yang mengucapkan (lafadz Ismudzat).
Dzikir ini hanya memenuhi qalbu dengan kesadaran yang
sangat dekat dengan Allah, seirama dengan detak jantung
serta mengikuti keluar-masuknya nafas. Caranya mula-
mula mulut berdzikir Allah, Allah diikuti hadirnya hati.
Lalu lidah berdzikir sendiri, dengan dzikir tanpa sadar-
kekuatan akal tidak berjalan melainkan terjadi sebagai
ilham yang tiba-tiba masuk ke dalam hati, kemudian naik
ke mulut sehingga lidah bergerak sendiri mengucapkan
Allah-Allah12 . Pada dzikir ini, pikiran diarahkan kepada
hati, dan hati kepada Allah. Selama dzikir berlangsung,
perlu adanya wuquf al-qalbi (keterjagaan hati), dan dzikir
harus banyak diucapkan agar kesadaran dan keberadaan
Allah, yang merupakan esensi hakekat manusia, bisa lahir
dalam hati.13
Masuknya tarekat qadiriyah dan naqsabandiyah ke
daerah haramain diterangkan oleh berbagai ilmuwan.
12 M. Zain Abdullah, op. cit., hlm. 66. 13 Mir Valiuddin, Contemplative Disiplines in Sufism, Terj. M.S.
Nasrullah, Dzikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf, Pustaka Hidayah, Bandung 2000, hlm. 144.
6
Snouck Hurgronje memberitakan ketika ia belajar di
Mekah menyamar sebagai seorang muslim, melihat adanya
markas besar tarekat Naqsabandiyah di kaki gunung Jabal
Qais 14 . Demikian pula menurut Trimingham seorang
Syaikh dari Minangkabau dibai’at di Mekah pada tahun
1845 15 . Menurut Van Bruneissen baik tarekat qadiriyah
maupun naqsabandiyah dibawa ke tanah mekkah melalui
para pengikutnya dari India.16
Di Makkah ini dan khususnya di Masjid al-Haram,
muncul pusat-pusat diskusi (halaqah-halaqah) atau ribâth-
ribâth dalam berbagai disiplin ilmu agama termasuk
pengembangan ajaran-ajaran tarekat. Dan kemudian dalam
perkembangan selanjutnya pada abad ke-18 muncul sebuah
tarekat yang dimodifikasi dari gabungan Tarekat Qadiriyah
dan Naqsabandiyah oleh Syekh Ahmad Khatib Sambasi
dengan nama Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah17.
Syeikh Akhmad Khatib As Sambasi yang berhasil
memadukan kedua tarekat tersebut tidak memakai namanya
14 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesntren studi tentang Pandangan Hidup
Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1985), hal.141 15 J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam (London, Oxford,
New York, Oxfor University Press, 1971), hal. 122 16 Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Survey Historis,
Geografis, dan Sosiologis, (Bandung: Mizan, 1996), hal. 72-73 17 Shohimun Faisol dan Muhammad, dalam makalah Kontribusi Tarekat
Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Dalam Dakwah Islamiyah Di Lombok, hal 5
7
untuk perpaduan kedua tarekat tersebut. Syeikh Akhmad
Khatib as Sambasi yang notabene berasal dari Indonesia
berusaha menyebarkan TQN kepada orang-orang yang
berasal dari Indonesia.
Sebagai seorang guru tarekat, ia mengangkat
muridnya yang dianggap dipercaya atau sering disebut
khalifah yang sewaktu-waktu menjadi asistennya dalam
memperlancar proses transformasi ajarannya. Mereka para
khalifah tersebut adalah tiga orang yang dianggap paling
berpengaruh dan menonjol yaitu; Syekh Abdul Karim yang
berasal dari Banten, Syekh Ahmad Hasbullah ibn
Muhammad yang berasal dari Madura, dan Syekh Tholhah
yang berasal dari Cirebon. 18 Syekh Tholhah merupakan
guru dari “Abah Sepuh” pendiri pondok pesantren
Suryalaya. Pada tahun 1908 Syeikh Tholhah memberikan
khirqoh (legitimasi penguatan sebagai guru mursyid)
kepada “Abah Sepuh” atau tepatnya tiga tahun setelah
pesantren berdiri.19
Zamakhsyari Dhofier menyebutkan bahwa di tahun
tujuh puluhan, empat pusat utama TQN di Jawa, yaitu:
Rejoso, Jombang di bawah pimpinan Kiai Tamim;
18 Dadang Rahmad, Tarekat Dalam Islam Spiritualitas Masyarakat
Modern, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hal. 100 19 www.suryalaya.org/sejarah.html diakses tanggal 1 Mei 2010
8
Mranggen dipimpin oleh Kiai Muslih, Suryalaya,
Tasikmalaya di bawah pimpinan K.H. Shohibul wafa Tajul
‘Arifin (Abah Anom); dan Pegentongan,Bogor dipimpin
Kiai Thohir Falak. Silsilah Rejoso didapat dari jalur Ahmad
Hasbullah, Suryalaya dari jalur Kiai Tolhah. Cirebon dan
yang lainnya dari jalur Syaikh Abd. Al-Karim Banten dan
khalifah-khalifah.20
Kepemimpinan Abah Anom telah memberikan
perkembangan bagi TQN pada Pesantren Suryalaya.
Pesantren tidak hanya sebagai pusat pengembangan TQN
tetapi juga mempunyai peranan dalam penyembuhan anak-
anak remaja yang mempunyai ketergantungan terhadap
narkotika dan zat terlarang lainnya. Dengan menggunakan
metode riyadlah dalam tarekat ini, Abah Anom
mengembangkan psikoterapi alternatif untuk kesembuhan
bagi mereka yang mempunyai penyakit psikis dan
penyakit-penyakit fisik akibat gangguan psikhis
(psikosomatik) karena penyalahgunaan obat-obatan
terlarang21.
20 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesntren studi tentang Pandangan Hidup
Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1985), hal. 90. 21 Shahibul Wafa Tajul Arifin, Uqud al Juman, Tanbih, Jakarta, Yayasan
Serba Bhakti, Ponpes suryalaya, 1995, hal 84-85.
9
Untuk kepentingan terapi ini, kemursyidan TQN
membuka “cabang-cabang pondok pesantren” dalam
bentuk inabah 22 yang menurut Kharisudin Aqib pondok
inabah ini merupakan suatu bentuk “ijtihad” metode suluk
atau khalwat yang lazim dipraktekkan dalam tradisi
tasawuf dalam rangka pembersihan jiwa (tazkiyatun
nafsi)23. Pada saat ini inabah-inabah tersebut berjumlah 25
buah, 6 (enam) diantaranya tidak aktif.24
TQN di Pesantren Suryalaya telah menjelma dalam
bentuk tarekat perpaduan dengan berbagai tradisi yang
dimilikinya. Amalan-amalan tarekat yang terdapat TQN
dapat digolongkan pada amalan khusus dan amalan umum.
Amalan khusus adalah amalan yang harus benar-benar
diamalkan oleh pengikut sebuah tarekat dan tidak
diamalkan oleh orang di luar tarekat atau pengikut tarekat
lain, amalan ini bisa bersifat individual ataupun kolektif.
Yang termasuk individual adalah dzikir, muroqabah,
22 Inabah adalah istilah yang berasal dari Bahasa Arab anaba-yunibu
(mengembalikan) sehingga inabah berarti pengembalian atau pemulihan, maksudnya proses kembalinya seseorang dari jalan yang menjauhi Allah ke jalan yang mendekat ke Allah. Istilah ini digunakan pula dalam Al-Qur’an yakni dalam Luqman surat ke-31 ayat ke-15, Surat ke-42, Al-Syura ayat ke-10; dan pada surat yang lainnya, lihat www.suryalaya.org/inabah.html diakses tanggal 1 Mei 2010.
23 Kharisudin Aqib, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah Suryalaya Studi Tentang Tzkiyatun Nafsi Sebagai Metode Penyadaran Diri, Disertasi UIN Jakarta, Tahun 2001. hal. 151
24 www.suryalaya.org/inabah.html diakses tanggal 1 Mei 2010.
ontent&view=category&layout=blog&id=49&Itemid=92 diakses tanggal 1 Mei 2010
20
Dalam penelitian ini perlu dibatasi mengenai
pengertian masjid sebagai tempat ibadah di mana di tempat
itu dilakukan ibadah shalat jum’at. Akar kata dari masjid
adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk.
Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Arab. Kata masgid
(m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5
Sebelum Masehi. Kata masgid (m-s-g-d) ini berarti "tiang
suci" atau "tempat sembahan" 34 Dalam kajian sosiologi
agama35, kedudukan masjid mempunyai nilai sentral untuk
mengetahui perilaku seseorang sebagai pemeluk agama
Islam, maupun untuk mengetahui praktek-praktek
34 Hillenbrand, R "Masdjid. I. In the central Islamic lands".
Encyclopaedia of Islam Online. 35 Sosiologi secara umum adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari masyarakat secara empiris untuk mencapai hukum kemasyarakatan yang seumum-umumnya. Sosiologi juga dapat diartikan sebagai ilmu tentang perilaku social ditinjau dari kecenderungan individu dengan individu lain, dengan memperhatikan symbol-simbol interaksi. Agama dalam arti sempit ialah seperangkat kepercayaan, dogma, pereturan etika, praktek penyembahan, amal ibadah, terhadap tuhan atau dewa-dewa tertentu. Dalam arti luas, agama adalah suatu kepercayaan atau seperangkat nilai yang minmbulkan ketaatan pada seseorang atau kelompok tertentu kepada sesuatu yang mereka kagumi, cita-citakan dan hargai. Sosiologi agama adalah studi tentang fenomena social, dan memandang agama sebagai fenomena social. Sosiologi agama selalu berusaha untuk menemukan pinsip-prinsip umum mengenai hubungan agama dengan masyarakat, lihat pengertian, tempat, fungsi dan aliran-aliran serta metode penelitian dalam sosiologi agama, http://orthevie.wordpress.com/2010/02/13/ pengertian-tempat-fungsi-dan-aliran-aliran-serta-metode-penelitian-dalam-sosiologi-agama/
21
keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya.
Kajian sosiologi Islam pada dasarnya ingin memahami
tentang sesuatu praktek keagamaan yang telah teratur dan
terjadi secara berulang-ulang dalam masyarakat sebagai
suatu kesatuan yang didasarkan pada ikatan-ikatan yang
sudah teratur atau stabil.36
Kajian sosiologis pedesaan menjadi bagian terpenting
dalam memahami sebuah praktek keagamaan ataupun ritual
tarekat ketika terjadinya perbedaan antara satu lokasi
penelitian dengan penelitian lainnya. Pada tahun 1970
Smith dan Zopt melahirkan sosiologi pedesaan untuk
mengkaji hubungan anggota masyarakat di dalam dan
antara kelompok-kelompok di lingkungan pedesaan. Roger
yang mempelajari ilmu kemasyarakatan dengan setting
pedesaan perlu untuk mengungkapkan unsur-unsur yakni
Daerah, Tanah yang produktif, lokasi, luas dan batas yang
merupakan lingkungan geografis. Unsur penduduk, jumlah
penduduk, pertambahan penduduk, persebaran penduduk
dan mata pencaharian penduduk. Unsur tata kehidupan pola
36 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja
Grapindo Persada, 2009), hal. 392.
22
tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa
termasuk seluk beluk kehidupan masyarakat desa.37
37 Sosiologi Pedesaan, http://blog.unila.ac.id/rone/mata-kuliah/sosiologi-pedesaan/ diakses tanggal 5 Mei 2010
BAB II
HUBUNGAN TAREKAT DAN TASAWUF
A. Makna Tarekat
Tarekat (tarekat, jamaknya.: thuruq atau tharaiq)
secara bahasa berarti "jalan" atau "cara".38 Dalam bahasa
Arab berarti juga kaifiyyah yang bermakna metode, atau
sistem al-uslûb, juga bermakna mazhab, aliran, haluan al-
mazhab, atau keadaan al-halah dan bermakna tiang tempat
pengertian tarekat adalah metode khusus yang dipakai oleh
sâlik (orang-orang berjalan) menuju Allãh Ta’ala melalui
tahapan-tahapan melewati maqamat-maqamat.
Kata tarekat seringkali disandingkan dengan syari’ah
dan tasawuf. Tarekat tidak membicarakan filsafat
tasawwuf, tetapi merupakan amalan (tasawwuf) atau
prakarsanya. Pengamalan tarekat merupakan suatu
kepatuhan secara ketat kepada peraturan-peraturan syariat
Islam dan mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, baik
yang bersifat ritual maupun sosial, yaitu dengan
38 Ibnu Manzur, Lisân al-Arab, (Bairut: Dar Ihya al-Turats al-
'Araby. T.th ), h. 155.
24
menjalankan praktek-praktek dan mengerjakan amalan
yang bersifat sunnah, baik sebelum maupun sesudah sholat
wajib, dan mempraktekkan riyadhoh.
Penggunaan kata tarekat kemudian secara
terminologis ditujukan pada suatu organisasi sosial
maupun kewajiban-kewajiban yang ditujukan untuk
maksud khusus yang menjadi basis ritual dan struktur
kelompok. Maka kelompok sufi atau tarekat mencakup
spektrum aktivitas yang luas dalam sejarah dan masyarakat
muslim.39 Pengertian tarekat dalam arti membina Tarbiyah
ini dapat dijumpai dalam tulisan al-Junaid (w.819), al-
Hallâj (w.922), al-Sarâjj (w.988), al-Hujwirî (w.1072), dan
al-Qusyairî (w.1074). Maka dengan demikian tarekat abad
ke 9 dan 10 M lebih berorientasi pada perorangan
(individu) dengan kehidupan sufistik sebagai ciri
utamanya.
Tarekat dalam pengertian lain sebagai persaudaraan
kaum sufi (sufi brotherhood) tumbuh sejalan dengan
semakin mantapnya berbagai-bagai teori dan amalan-
amalan sufistik. Hal ini ditandai dengan terjadinya
perubahan hubungan Syeikh dan murîd sejak abad ke-10
39 John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Moderen,
jilid 5 (Bandung , Mizan, 2001), h. 215.
25
dengan adanya hubungan yang lebih formal melalui
lembaga zâwiyah, rîbâth, atau khânaqâh sebagai pusat
kegiatannya. Selanjutnya lahir pula konsep ijâzah, silsîlah
yang semua ditujukan untuk menopang kokohnya sistem
persaudaraan sufi yang telah melembaga itu. Bahkan, pada
masa-masa berikutnya, seorang murid tidaklah sekedar
pengikut syaikh akan tetapi mereka juga harus menerima
bai’ah (sumpah setia) kepada sang Syeikh ataupun pendiri
tarekat sesuai dengan garis lurus silsîlah yang diterimanya
dari Syeikh, maka dengan begitu seorang murid
memperoleh legitimasi dalam pengetahuan tarekat dan
jalinan silsîlah persaudaraan, yang berarti sudah berada
dalam satu keluarga besar tarekat yang dimasukinya.
Pada abad ke 12 tarekat dalam pengertian paguyuban
ini semakin mapan, maka kemudian tarekat menjadi suatu
komunitas dari orang-orang yang diikat sejumlah aturan-
aturan tertentu (misalnya gaya hidup, amalan-amalan
keagamaan khusus, bahkan cita-cita) dalam bingkai
syarî’ah. Dari sinilah kemudian tarekat menjadi sesuatu
yang menggejala seantero dunia Islam, lebih-lebih lagi
ketika kondisi sosial politik ummat Islam memberikan
ruang yang cukup tumbuhnya kehidupan sufistik,
disebabkan jatuhnya Baghdad ke tangan Hulagu Khan di
26
abad ke-13. Kemudian muncullah beberapa tarekat sesuai
dengan nama tokoh pendirinya.
B. Makna Tasawuf
Pentingnya pembahasan tentang tarekat tidak dapat
dilepaskan dari tasawuf. Nicholson, seorang orientalis
yang kompeten dalam bidang ini, menjelaskan bahwa
sufisme bukanlah sistem yang tersusun atas aturan atau
sains, namun menurutnya adalah merupakan aturan moral.
Bila tasawuf merupakan sebuah sains, tentu hanya akan di
ketahui melalui serangkaian instruksi, sedangkan akhlak
kepada Tuhan tidak akan dapat di wujudkan hanya melalui
serangkaian aturan atau sains.40
Tarekat merupakan bagian terpenting daripada
pelaksanaan tasawuf. Mempelajari tasawuf dengan tidak
mengetahui dan melakukan tarekat merupakan suatu usaha
yang hampa. Hamka juga mendifinisikan tasawuf, ialah
keluar dari budi pekerti yang tercela dan masuk kepada
budi pekerti yang mulia atau terpuji. 41 Dalam tasawuf
diterangkan bahwa syari’at itu hanya peraturan belaka,
40 Mahfud Junaidi dalam MEDIA, Jurnal Ilmu dan Pendidikan Islam, Benang Merah Sufisme dan Pendidikan Dalam Islam,Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2000, hal. 38.
41 HAMKA, Tasawuf Modern, Pustaka Panjimas, Jakarta, 2000, hal. 13
27
tarekatlah yang merupakan perbuatan untuk melaksanakan
syariat itu, apabila tarekat dan tasawuf sudah dapat
dikuasai, maka lahirlah hakikat yang tidak lain dari pada
perbaikan keadaan atau ahwal, sedang tujuan yang terakhir
ialah ma’rifat yaitu mengenal dan mencintai Tuhan dengan
sebaik-baiknya.42
Ibnu Khaldun mengungkapkan, pola dasar
tasawuf adalah kedisiplinan beribadah, konsentrasi
tujuan hidup menuju Allah (untuk mendapatkan ridla-
Nya), dan upaya membebaskan diri dari keterikatan
mutlak pada kehidupan duniawi, sehingga tidak
diperbudak harta atau tahta, atau kesenangan duniawi
lainnya. Beberapa ciri tasawuf yang merupakan ajaran
terpenting adalah 43:
1. Peningkatan moral. Setiap tasawuf memiliki nilai-nilai
moral tertentu yang bertujuan untuk membersihkan
jiwa, untuk perealisasian nilai-nilai itu.
2. Pemenuhan fana’ dalam realitas mutlak. Yang
dimaksud fana’ adalah kondisi seorang sufi dimana
seorang sufi tidak lagi merasakan adanya diri ataupun 42 Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1976), h. 57. 43 Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal ila al- Tashawwuf al-Islam,Terjemahan, cetakan keempat, Pustaka, Bandung, 1985, h. 138-139
28
keakuannya, bahkan dia merasa kekal abadi dalam
realitas yang tertinggi, dia telah meleburkan
kehendaknya begai kehendak yang mutlak.
3. Pengetahuan intuitif langsung. Para sufi berkeyakinan
atas terdapatnya metode yang lain bagi pemahaman
hakikat realitas di balik persepsi inderawi dan
penalaran intelektual yang disebut dengan kasf atau
intuisi.
4. Ketentraman dan kebahagiaan. Tasawuf diniatkan
sebagai pengenadali berbagai dorongan hawa nafsu
dan pembangkit keseimbangan psikis bagi diri seorang
sufi.
5. Penggunaan simbol dalam ungkapan-ungkapan. Ini
mengandung dua pengertian. Pertama, pengertian
yang di timba dari harfiah kata-kata. Kedua,
pengertian di peroleh dari analisa yang mendalam.
Nilai-nilai tasawuf sebagai kesederhanaan dan
kezuhudan sudah terlihat di masa sahabat oleh Abu Dzar al
Ghifari ra. Dalam suatu kunjungan ke Da`maskus pada 32
H/652 M, Abu Dzarr menyaksikan Gubernur Mu’awiyah
Ibn Abi Sufyan membangun istana gubernur yang sangat
megah. Abu Dzarr berkata kepada Mu’awiyah, "Kalau
engkau membangun istana dengan hartamu, itu berlebih-
29
lebihan. Kalau engkau membangun dengan harta rakyat,
engkau berkhianat."
Karena kritiknya yang pedas itu, Abu Dzarr
ditangkap dan dikirim oleh Mu’awiyah kepada Khalifah
Utsman di Madinah. Oleh Khalifah Utsman, Abu Dzarr
beserta keluarganya dibuang ke Rabadzah, sebuah padang
gersang jauh di luar kota Madinah. Dalam perjalanan
menuju pembuangan itu, Ali ibn Abi Talib, sahabatnya
yang turut mengantarnya di samping para petugas berkata,
"Wahai Abu Dzarr, engkau takut kepada mereka karena
dunianya. Mereka takut kepada engkau karena
keyakinanmu."
Kecenderungan seperti ini secara umum terjadi pada
kalangan kaum muslim angkatan pertama. Pada angkatan
berikutnya (abad 2 H) dan seterusnya, secara berangsur-
angsur terjadi pergeseran nilai sehingga orientasi
kehidupan duniawi menjadi lebih berat. Ketika itulah
angkatan pertama kaum muslim yang mempertahankan
pola hidup sederhananya lebih dikenal sebagai kaum
sufiyah. Sufi-sui besar yang mengajarkan tarekat kepada
murid, secara individual dan kolektif. Para murid
berkumpul dan melakukan latihan bersama-sama dibawah
bimbingan guru mursyid. Inilah cikal bakal tarekat sebagai
30
organisasi sufi. Sejak itu mucullah dalam sejarah
kumpulan sufi dengan seorang sufi yang bertindak sebagai
guru tertinggi dan disebut syaikh atau Mursyid. Kumpulan
ini kemudian berkembang dalam bentuk organisasi dengan
peratuarn sendiri sejak abad ke-20 M.
Mengenai kelompok tasawuf ada dua pendapat.
Pertama, mereka adalah kelompok spiritual dalam umat
Islam yang berada di tengah-tengah dua kelompok lainnya
yang disebut kelompok formal dan kelompok Intelektual.
Kelompok intelektual ini terdiri dari ulama-ulama
mutakallim (ahli teologi), sedangkan kelompok formal
terdiri dari ulama-ulama muhaddits dan fuqaha. Kedua,
bahwa tasawuf itu hanyalah suatu kecenderungan spiritual
yang membentuk etika moral dan lingkungan sosial
khusus. Sehingga seharusnya dikatakan seorang
muhaddttsin sekaligus juga ulama sufiyah, begitu pula
seorang mutakallimin sekaligus juga ulama sufiyah.44
C. Tasawuf dan Tarekat di Indonesia
Sejarah mencatat bahwa para pendakwah yang
datang ke Indonesia berasal dari Gujarat India yang
44 Syari'ah, Thariqah, Haqiqah, dan Ma'rifah Ali Yafie, http://www.tasawufpositif.com/qudwah/bimbingan-fiqh-
51 Jangan memvonis aliran tarekat dan tasawuf sesat http://www.kocarkacir.info/?p=578
40
2. Tarekat Khalwatiyah.
Tarekat yang di propagandakan dalam abad -18 oleh
Syaikh Musthofa al Bakri di Mesir dan Suriah. Salah
seorang tokoh tarekat ini ialah Ahmad At Tijani yang
berasal dari Aljazair.
3. Tarekat Mu'tabaroh Nahdliyin.
Para kiai pada tanggal 10 Oktober 1957 M mendirikan
suatu badan federal bernama Pucuk Pimpinan
Jam'iyah Ahli Tarekah Mu'tabaroh, sebagai tindak
lanjut keputusan Muktamar NU 1957 di Magelang.
Belakangan dalam muktamar NU 1979 di Semarang
ditambahkan kata Nahdliyin, untuk menegaskan
bahwa badan ini tetap berafiliasi kepada NU. Dalam
anggaran dasarnya dinyatakan bahwa badan ini
bertujuan :\
a. Meningkatkan pengamalan syareat Islam di
kalangan masyarakat.
b. Mempertebal kesetian masyarakat kepada ajaran-
ajaran dari salah satu madzhab yang empat.
c. Menganjurkan para anggota agar meningkatkan
amalan-amalan ibadah dan mu'amalah, sesuai
dengan yang dicontohkan ulama' sholihin.
41
Alasan ulama' mendirikan badan federasi ini adalah
untuk membimbing organisasi-organisasi tarekat yang
dinilai belum mengajarkan amalan-amalan yang sesuai
dengan Al Qur'an dan hadist dan untuk mengawasi
organisasi-organisasi tarekat agar tidak menyalah-
gunakan pengaruhnya untuk kepentingan yang tidak di
benarkan oleh ajaran-ajaran agama.
4. Tarekat Maulawiyah.
Tarekat yang didirikan oleh Maulawi Jalaluddin Ar
Rumi, meninggal dunia di Anatolia, Turki. Dzikirnya
disertai tarian mistik dengan cara keadaan tak sadar,
agar dapat bersatu dengan Tuhan. Penganut-
penganutnya bersifat pengasih dan tidak mengharap-
kan kepentingan diri sendiri, serta hidup sederhana
menjadi teladan bagi orang lain.
5. Tarekat Naqsabandiyah.
Tarekat ini mula-mula didirikan di Turkistan oleh
Bahauddin Naqsyabandy (sumber lain menyebutkan,
Muhammad bin Muhammad Bahauddin Al Bukhori
1317-1389 M, bukan imam Al Bukhori perowi
hadits), dan di Indonesia tarekat yang paling
berpengaruh. Pada umumnya tarekat ini paling banyak
pengikutnya di Jawa sejak abad ke-19 sampai saat ini.
42
Terekat ini adalah tarekat terbesar di dunia, juga di
Indonesia,dan di anggap paling terawat baik. Ada
seleksi untuk jadi pengikutnya. Markasnya di Jawa
ada di Jombang, Semarang dan Sukabumi serta
Labuhan Haji (Aceh) di Pesantren Syaikh Waly,
Khalidi.
6. Tarekat Qadiriyah.
Asal mulanya di Baghdad, dan dipandang paling tua.
Pendirinya ialah Syaikh Abdul Qadir al Jailani (1077-
1166 M). Mula-mula ia seorang ahli bahasa dan fiqih
dari Madzhab Hambali.
Pelajaran tarekat Qadariyah tidak jauh berbeda dari
pelajaran Islam pada umumnya. Hanya saja tarekat ini
mementingkan kasih sayang terhadap semua makhluq,
rendah hati dan menjahui fanatisme dalam keagamaan
maupun politik. Keistemewaan tarekat ini ialah dzikir
dengan menyebut-nyebut nama Tuhan. Kaum
Qadariyah terlalu menyamakan Tuhan dengan
manusia. Paham Qadariyah pada hakikatnya adalah
sebagian dari paham Mu'tazilah, karena imam-
imamnya dari Mu'tazilah.
Ada anggapan bahwa membaca Manaqib Syaikh
Abdul Qadir Jailani pada tanggal 10 malam tiap bulan
43
bisa melepaskan kemiskinan. Karena itu manaqibnya
popular baik di Jawa maupun di Sumatra.
Kadangkala tarekat ini digabung dengan
Naqsabandiyah menjadi terekat Qadiriyah
Naqsabandiyah. Seperti halnya di Suryalaya
(Tasikmalaya Jawa Barat, dipimpin Abah Anom yang
sering dikunjungi Harun Nasutiaon, Dan Jombang
(Jawa Timur).
7. Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah.
Gabungan ajaran dua tarekat, yaitu tarekat Qadariyah
dan tarekat Naqsabandiyah, Secara etimologis TQN
berasal dari dua istilah yakni tarekat Qadiriyyah dan
Naqsabandiyyah. Secara eksplisit kedua tarekat ini
dipadukan oleh seorang maha guru tarikat, yaitu
Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Qadiriyyah adalah
nama sebuah tarekat yang dinisbahkan kepada
pendirinya yaitu Sultan al-Auliya Syaikh Abdul Qadir
al-Jilani. Sementara Naqsabandiyah adalah tarekat
yang dinisbahkan kepada pendirinya, yaitu Syaikh
Bahauddin an-Naqsabandi. Tarekat ini merupakan
sarana yang sangat penting bagi penyebaran agama
Islam di Indonesia dan Malaya dari pusatnya di
44
Makkah antara pertengahan abad ke-19 sampai
dengan perempatan pertama abad ke-20.
Syekh Ahmad Khatib Sambas adalah seorang ulama
yang sangat disegani pada masanya dan menjadi
panutan dari murid-murid (penuntut ilmu) khususnya
yang berasal dari Nusantara. Beliau berasal dari
Sambas, Kalimantan Barat dan tinggal di Makkah
sampai wafat disana sekitar tahun 1878.52
Jabatan guru di dalam tarekat tidak boleh di emban
oleh sembarang orang. Ia merupakan orang pilihan
yang telah berhasil menguasai pokok ajaran ilmu
tarekat. Dalam pada itu juga peranan guru di dalam
tarekat juga merupakan sosok yang wajib di hormati,
di patuhi dan tidak boleh di ganggu gugat.53 Sebagai
seorang guru tarekat, ia mengangkat khalifah yang
sewaktu-waktu menjadi asistennya dalam mem-
perlancar proses transformasi ajarannya. Mereka para
khalifah tersebut adalah tiga orang yang dianggap
paling berpengaruh dan menonjol yaitu; Syekh Abdul
52 Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia
Survei Historis,Geografis dan Sosiologis, Mizan, Bandung, 1992, h. 91.
53 Drs. Saifudin Zuhri, MA., Pengaruh Tarekat di Dunia Islam, Makalah disampaikan dalam diskusi bulanan dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, tanggal 28 Nopember 1994, hal. 4.
45
Karim yang berasal dari Banten, Syekh Ahmad
Hasbullah ibn Muhammad yang berasal dari Madura,
dan Syekh Tholhah yang berasal dari Cirebon. 54
Disamping itu ada beberapa khalifah-nya yang kurang
begitu penting; Muhammad Ismail ibn Ibrahim dari
Bali, Syekh Yassin dari Kedah (Malaysia), dan juga
beberapa orang yang berjasa dalam mengembangkan
ajarannya yaitu; Haji Ahmad Lampung, dan
Muhammad Ma’ruf ibn ‘Abdullah Khatib dari
Palembang.55
Tarekat Qadiriyyah wa an-Naqsabandiyah (TQN)
adalah salah satu aliran dalam tasawuf yang substansi
ajarannya merupakan gabungan dari dua tarekat, yaitu
Qadiriyyah dan Naqsabandiyah. Secara keilmuan, dari
akidah lahir ilmu aqaid, tauhid, teologi Islam, dan
ilmu kalam, dari syariat lahir ilmu fikih dengan segala
cabangnya dan dari aspek hakikat lahir ilmu tasawuf
dan tarekat Al-Gazali biasanya menggunakan istilah
tauhid, fikih, dan tasawuf untuk memberikan padanan
pada ketiga aspek akidah, syariat, dan hakikat.
Menurut Elizabeth K. Notingham simbol-simbol
54 Dadang Rahmad, Tarekat Dalam Islam Spiritualitas Masyarakat Modern, ( Bandung: Pustaka Setia, 2002 ), 100
55 Martin Van Bruinessen, Tarekat.., h. 92..
46
tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah fungsinya lebih
besar untuk mempersatukan komunitas ketimbang
definisi-definisi intelektual yang sering memiliki
keterbatasan arti56
8. Tarekat Rifaiyah.
Didirikan oleh Syaikh Ahmad bin Ali Abul Abas
(wafat 578 H/1183 M). Syaikh Ahmad yang konon
guru Syaikh Abdul Qadir jailani, begitu asyik
berdzikir hingga tubuhnya terangkat keatas angkasa.
Tangannya menepuk-nepuk dadanya. Kemudian Allah
memerintahkan kepada bidadari-bidadari untuk
memberinya rebana di dadanya, daripada menepuk-
nepuk dada. Tapi syaikh Ahmad tidak ingat apa-apa,
begitu khusuknya, sehingga ia tidak mendengar suara
rebananya yang nyaring itu. Padahal seluruh dunia
mendengar suara rebana itu.
Terakat ini agak fanatik dan anggotanya dapat
melakukan hal-hal yang ajaib, misalnya makan
pecahan kaca, berjalan di atas api, dan sebagainya.
Rifaiyah, yang memang merinci tarekatnya dengan
rebana, di Acah dulu pernah berkembang besar dan
56 Elizabeth K Notingham, Sosiologi Agama , ( Jakarta: Rajawali,
1990), h. 16-17
47
disebut Rapa'i sudah sulit mencarinya yang asli, yang
masih berpegang teguh pada ajaran.
9. Tarekat Samaniyah.
Tarekat yang dikenal di Jawa Barat dan Aceh,
didirikan oleh Syaikh Muhammad Saman dari
Madinah, Arab Saudi yang wafat tahun 1702 M.
Manaqib (riwayah hidup) Syaikh Saman banyak di
baca orang yang mengharap berkah. Manakib itu
ditulis oleh Syaikh Siddiq al madani, murid beliau.
Disitu tertulis "barang siapa berziyarah ke makam
Rosulullah tanpa meminta izin kepada Syaikh Saman
ziarahnya sia-sia. Juga disebutkan "siapa yang
menyeru nama Syaikh tiga kali, hilang kesedihannya.
Siapa yang makan makanannya masuk surga. Siapa
yang berziarah kemakamnya serta membaca doa-doa
untuknya, diampuni dosanya. Tarekat Saman sekarang
menjadi tari Seudati di Aceh. Dzikir Saman mulanya
hampir sama dengan dzikir-dzikir yang lain. Namun
kemudian berkembang menjadi dzikir yang ekstrim.
10. Tarekat Sanusiah.
Tarekat yang didirikan oleh Syaikh Muhammad bin
Ali as Sanusi, tahun 1837 M, di Aljazair, meninggal
dunia tahun 1957 M. pusat tarekat ini di Libia.
48
11. Tarekat Siddiqiyah.
Asal usul tarekat ini tidak begitu jelas, dan tidak
terdapat di negara-negara lain. Muncul dan
berkembang di Jombang, Jawa Timur, dimulai oleh
kegiatan Kiai Mul\khtar Mukti yang mendirikan
tarekat ini tahun 1953.
12. Tarekat Syattariah.
Tarekat yang dibangun oleh Syaikh Abdullah Syattari
di India. Tarekat ini di Jawa masih ada, misalnya di
sekitar Madiun. Di Aceh dulu mengalami puncaknya
di zaman Sultanah (ratu) Safiatuddin. Tarekat ini
dibawah oleh Syaikh Abdurrouf Singkil yang
kemudian menggelar Syiah Kuala.
13. Tarekat Syaziliah.
Tarekat yang didirikan oleh Ali As Syazili, terdapat di
Afrika Utara, Arab dan Indonesia, walaupun tidak luas
tersebarnya dan pengaruhnya relative kecil.
14. Tarekat Tijaniyah.
Tarekat yang didirikan oleh Ahmad at Tijani. Tarekat
ini dengan cepat meluas di Afrika Barat dan dinegara-
negara lain, diantaranya Indonesia. Di Afrika tarekat
ini telah banyak yang mengislamkan orang-orang
Negro.
49
15. Tarekat Wahidiyah.
Tarekat yang ini didirikan oleh Kiai Majid Ma'ruf di
Kedonglo, Kediri Jawa Timur, 1963 M. Teoritis
tarekat ini terbuka sifatnya, karena orang tidak usah
mengucapkan sumpah untuk menjadi anggota, siapa
saja yang mengamalkan Dzikir salawat Wahidiyah
sudah dianggap sebagai anggota. Motivasi mendirikan
tarekat ini adalah meningkatkan ketaatan orang Islam
kepada perintah-perintah agama. Pendirinya meng-
anggap masyarakat Jawa dewasa ini mengalami
kekosongan agama dan kejiwaan. Itulah sebabnya ia
mengajak masyarakat islam agar meningkatkan
ketaqwaannya kepada Tuhan dengan setiap kali
mengucapkan dzikir, ( fafirruu ila llaha ) "marilah kita
kembali kepada Allah" (lihat Tasawwuf Belitan Iblis
hal:119-127).
Selain memahami beberapa jenis tarekat tersebut,
perlu pula memahami beberapa kriteria Tariqah
Mu’tabaroh antara lain :
1. Silsilah, Hirqah dan Wasiat
Silsilah bagi seorang syaikh atau guru tarikat
yang acap kali dinamakan mursyid, karena ia memberi
petunjuk kepada murid-muridnya, merupakan syarat
50
terpenting untuk mengajarkan atau memimpin suatu
tarikat, hendaklah mengetahui sungguh-sungguh nisbah
atau hubungan guru-guru itu sambung-bersambung
antara satu sama lain sampai kepada nabi. Karena yang
demikian itu dianggap perlu dan tidak boleh tidak,
sebab bantuan kerohanian yang diambil dari guru-
gurunya harus benar, dan jika tidak benar tidak
berhubungan dengan Nabi, maka bantuan itu dianggap
terputus dan tidak merupakan warisan daripada Nabi.
Silsilah itu merupakan hubungan nama-nama
yang sangat panjang, yang satu bertali dengan yang
lain, biasanya tertulis rapi dengan bahasa arab diatas
sepotong kertas yang diserahkan kepada murid terekat,
sesudah ia melakukan latihan dan amal-amal, dan
sesudah menerima petunjuk-petunjuk, irsyad dan
peringatan-peringatan, talkin, dan sesudah membuat
janji untuk tidak melakukan maksiat-maksiat yang
dilarang oleh gurunya, ahd dan menerima ijazah atau
hirqah, sebagai tanda boleh meneruskan lagi pelajaran
terekat itu kepada orang lain. Sebagi contoh silsilah
Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi, salah seorang syeh
terekat naqsabandiyah terkenal, Mgl. 1332 H.
pengarang kitab Tanwirul Qulub, yang menerangkan
51
bahwa ia mengambil terekat Naqsabandiyah itu dari
syaikh Umar, yang mengambil dari ayahnya Usman,
selanjutnya sambung menyambung mengambil dari
syaikh kholid, Syaih abdulloh ad-Dahlawi, dari
habibbulloh janjanan Mazhur, dari Muhammad al-
Badwani, dari Muhammad Syaifudin, dari Muhammad
Ma’sum, dari ayhnya Ahmad al-Faruqi as sarhandi, dari
Muhammad al-Baqi Billah, dari Muhammad Khawajiki
as-Samarqandi, dari ayahnya Darwis Muhammad as-
samarqandi, dari Muhammad az-Zahid, dari Ubaidillah
as-Samarqandi, dari Zaqubal-Jarkhi, dari Muhammad
bin Muhammad “alauddin al-ahtar al-Bukhari al-
khawarismi, yang mengambil dari pencipta terekat
Naqsabandiyah sendiri, bernama Syahnaqsaban sendiri,
bernama Syahnaqsaban Bahauddin Muhammaddin
Muhammad al-Uwaisi al-Bukhari, yang mengambil
pula dari Amir kalal, dari Muhammad Baba as-Samasi,
dari Ali ar-Ramitani, yang termasyhur dengan nama
syaikh Azinan, dari syaih Mahmud al-anjir Faghnawi,
dari syekh Ari far-Riyukiri, dari Syaih Abdul Khaliq al-
Khojuwani dari Syaikh Abu Yaqub yusuf al-Hamadani,
dari Syaikh Abu Ali al-Fadhol at-Thussi, dari Syaikh
Abul Hasan Ali bin ja’far al harqani dari syaikh Abu
52
Yazid Taifur al-Bistami, dari Imam Ja’far as-Shadiq,
dari Qassim bin Muhammad bin Abu Bakar assidiq dari
salman al-Farisi, sahabat Nabi yang mengambil pula
dari Abu Bakar as-Siddiq sahabat Nabi dan Khalifah
yang pertama, yang akhirnya mengambil dari Nabi
Muhammad SAW, yang menerima pula melalui jibril
dari Allah SWT.
Jika seorang mursyid mempunyai silsilah
semacam itu, maka berhaklah ia mengajar tarekat
tersebut kepada orang lain. Perbedaan antara ijazah dan
khirqah kadang-kadang terletak pada perbedaan bentuk,
ijazah biasanya merupakan surat keterangan yang
memberikan kekuasaan pada seseorang untuk
selanjutnya mengajarkan tarekat itu kepada orang lain,
baik bersama-sama dengan beberapa wasiat dan
nasehat, Khirqah kadang-kadang merupakan sepotong
kain atau pakaian dari bekas gurunya, yang biasanya
oleh murid dianggap setengah suci dan menjadi kenag-
0kenangan baginya.
Wasiat dan nasehat merupakan suatu kesenian
susunan kata-kata yang indah, yang dapat member
kesan yang dalam kepada orang yang dinasehati, dan
dapat menjadi tali ikatan peraudaraan yang kokoh yang
53
tidak akan putus-putus antara guru dan muridnya,
antara orang yang member nasehat dengan orang yang
dinasehati atau yang menerima wasiat terakhir.
2. Wasilah dan Rabitah.
Wasilah atau tawasul acapkali juga kita dengar
dalam lmu sufi. Istilah ini, yang kemudian ini
mempunyai arti tertentu, pada mulanya hamper dapat
diterjemahkan dengan penghubung atau hubungan,
khususnya hubungan dengan guru. Yang dijadikan
alasan terpokok untuk wasilah ini ialah ayat Qur’an
yang menerangkan : “Tuntut olehmu akan wasilah”
(Q.S V:35) Kemudian diambil pula perbandingan dari
kisah Nabi mi’raj ke langit menemui Tuhanya yang
diantaranya melalui malaikat Jibril. Pengantaran ini
dianggap wasilah sehingga dalam kalangan ahli tarekat
adalah Masjid As-Salam. As-Shofa, Nurul Falah, Nurul
Ulum, dan Al-Amin.
113
DATA MASJID DESA TANJUNGKERTA YANG
MEMPRAKTEKKAN AMALAN TQN
PESANTREN SURYALAYA NO MASJID PENGAJIAN MANAQIB KETUA DKM
1. As-Salam Tanggal 13 malam 14
Hijriyah
H. Endang S.
2. As-Shofa Tanggal 20 malam 21
Hijriyah
Ohim
Abdurrohim
3. Nurul Falah Tanggal 19 malam 20
Hijriyah
Agus Sopyan
4. Nurul Asror Tanggal 11 Hijriyah KH. A. Shohibul
Wafa Tajul Arifin
5. Nurul Ulum Tanggal 18 malam 19
Hijriyah
Yusup Hamzah
6. Al-Amin Tanggal 23 malam 24
Hijriyah
Taryudin
Selain praktek tarekat dilakukan di masjid, juga
dilakukan di mushalla-mushalla sebagaimana data
berikut ini :
NO MUSHALA PENGAJIAN KETERANGAN
1. Al-Hidayah Hari Minggu Pengajian Umum
2. Pa Juhandi Hari Jum’at Pengajian Umum
3. Ciseupan Hari Rabu Pengajian Umum
4. Miftahul Jannah Jum’at keempat Pengajian Umum
114
5. Al-Munawaroh Tanggal 16 malam
17 Hijriyah
Pengajian Manaqib
6. H. Rosid Tanggal 6 malam
7 Hijriyah
Pengajian Manaqib
7. Nurul Iman Tanggal 24 malam
25 Hijriyah
Pengajian Manaqib
8. Al-Hidayah Hari Minggu Pengajian Umum
9. Baiturrahman Tanggal 18 malam
19 Hijriyah
Pengajian Manaqib
10. H. Tanu Tanggal 24 malam
25 Hijriyah
Pengajian Manaqib
11. Pa Suhadma Tanggal 7 malam
8 Hijriyah
Pengajian Manaqib
12. Pa Usman Tanggal 14 malam
15 Hijriyah
Pengajian Manaqib
13. Desa Minggu ke 2
setelah Suryalaya
Pengajian Manaqib
Masjid-masjid dan mushala-mushala yang ada di
desa Tanjungkerta semuanya mengikuti dan
mengamalkan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN)
Pesantren Suryalaya baik yang bersifat amalan harian,
mingguan dan bulanan.
115
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan
sebelumnya, sampailah pada kesimpulan seperti di bawah
ini :
1. Tarekat Qadiriah wa Naqsabandiah yang terdapat
pada pesantren Suryalaya menggabungkan dua
tarekat yaitu Qadiriyah dan Naqsabandiah
dengan melakukan dzikir jahar dan khafi. Selain
itu Tarekat ini juga melakukan “ritual” ubudiyah
lainnya di samping sebagai upaya alternatif
dalam pengobatan korban Narkoba.
2. Pelaksanaan Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiah
ternyata berpengaruh terhadap kehidupan
beragama di lingkungan sekitarnya yaitu di Desa
Tanjungkerta yang dapat dilihat dari seluruh
aktifitas yang dilakukan oleh jamaah di Masjid-
masjid dan mushalla.
116
B. Saran
Dengan memperhatikan hasil dari penelitian ini yang
menunjukkan adanya pengaruh tarekat dari Pesantren
Suryalaya terhadap lingkungan sekitarnya (Desa
Tanjungkerta), maka dimohonkan kepada para peneliti
berikutnya dapat melakukan penelitian dengan dimensi
yang lebih luas lagi.
117
LAMPIRAN I
Tanbih (Bahasa Sunda)
Ieu pangeling-ngeling ti Pangersa Guru Almarhum, Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, panglinggihan di Patapan Suryalaya Kajembaran Rahmaniah. Dawuhananakhusus kangge ka sadaya murid-murid pameget, istri, sepuh, anom, muga-muga sing ginanjar kawilujengan, masing-masing rahayu sapapanjangna, ulah aya kebengkahan jeung sadayana.Oge nu jadi Papayung Nagara sina tambih kamulyaananan, kaagunganana tiasa nagtayungan ka sadaya abdi-abdina, ngauban ka sadaya rakyatna dipaparin karaharjaan, kajembaran, kani’matan ku Gusti Nu Maha Suci dlohir bathin.Jeungna sim kuring nu jadi pananyaan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, ngahaturkeun kagegelan wasiat ka sadaya murid-murid poma sing hade-hade dina sagala laku lampah, ulah aya carekeun Agama jeung Nagara.Eta dua-duanana kawulaan sapantesna samistina, kudu kitu manusa anu tetep cicing dina kaimanan, tegesna tiasa ngawujudkeun karumasaan terhadep agama jeung nagara ta’at ka Hadorot Ilahi nu ngabuktikeun parentah dina agama jeung nagara. Inget sakabeh murid-murid, ulah kabaud ku pangwujuk napsu, kagendam ku panggoda syetan, sina awas kana jalan anu matak mengparkeun kana parentah agama jeung nagara sina telik kana diri bisi katarik ku iblis anu nyelipkeun dina bathin urang
118
sarerea. Anggurmah buktikeun kahadean sina medal tina kasucian :
Kahiji : ka saluhureun ulah nanduk boh saluhureun harkatna atawa darajatna, boh dina kabogana estu kudu luyu akur jeung batur-batur.
Kadua : ka sasama tegesna ka papantaran urang dina sagala-galana ulah rek pasea, sabalikna kudu rendah babarengan dina enggoning ngalakukeun parentah agama jeung nagara, ulah jadi pacogregan pacengkadan, bisi kaasup kana pangandika :Adzabun alim”, anu hartina jadi pilara salawasna, tidunya nepi ka akherat (badan payah ati susuah)
Katilu : Ka sahandapeun ulah hayang ngahina atawa nyieun deleka culika, hentau daek ngajenan, sabalikna kudu heman, kalawan karidloan malar senang rasana gumbira atina, ulah sina ngarasa reuwas jeung giras, rasa kapapas mamaras, anggur ditungtun dituyun ku nasehatr anu lemah lembut, nu matak nimbulkeun nurut, bisa napak dina jalan kahadean.
Kaopat : Kanu pakir jeung miskin kudu welas asih someah, tur budi beresih, sarta daek mere maweh, ngayatakeun hate urang sareh. Geura rasakeun awak urang sorangan kacida ngerikna ati ari dina kakurangan. Anu matak ulah rek kajongjonan ngeunah dewek henteu lian, da pakir miskin teh lain kahayangna sorangan, estu kadaring Pangeran.
Tah kitu pigeusaneun manusa anu pinuh karumasaan, sanajan jeung sejen bangsa, sabab tungal turunan ti Nabi Adam a s. Numutkeun ayat 70 surat Isro anu pisundaeunana kieu : “Kacida ngamulyakeunana Kami ka turunan Adam, jeung Kami nyebarkeun sakabeh daratan oge lautan, jeung ngarijkian Kami ka maranehanana, anu aya di darat jeung lautan, jeung
119
Kami ngutamakeun ka maranehanana, malah leuwih utama ti mahkluk anu sejenna.”
Jadi harti ieu ayat nyaeta akur jeung batur-batur ulah aya kuciwana, nurutkeun ayat tina surat Almaidah anu Sundana.
“Kudu silih tulungan jeung batur dina enggoning kahadean jeung katakwaan terhadep agama jeung nagara, soson-soson ngalampahkeunana, sabalikna ulah silsih tulungan kana jalan perdosaan jeung permusuhan terhadep parentah agama jeungnagara.”
Ari sebagi agama, saagamana-saagamana, nurutkeun surat Alkafirun ayat 6: “agama anjeun keur anjeun, agama kuring keur kuring”, surahna ulah jadi papaseaan “ kudu akur jeung batur-batur tapi ulah campur baur”. Geuning dawuhan sepuh baheula “ Sina logor dina liang jarum, ulah sereg di buana”. Lamun urangna henteu kitu tangtu hanjakal diakhirna. Karana anu matak tugeunah terhadep badan urang masing-masing eta teh tapak amal perbuatanana. Dina surat Annahli ayat 112 diuynggelkeun anu kieu :
“Gusti Allah geus maparing conto pirang-pirang tempat, boh kampungna atawa desana atawa nagarana, anu dina eta tempat nuju aman sentosa, gemah ripah loh jinawi, aki-kari pendudukna (nu nyicinganana) teu narima kana ni’mat ti Pangeran, maka tuluy bae dina eta tempat kalaparan, loba kasusah, loba karisi jeung sajabana, kitu teh samata-mata pagawean maranehanana”.
Ku lantaran kitu sakabeh murid-murid kudu arapik tilik jeung pamilih, dina nyiar jalan kahadean lahir bathin dunya akherat sangkan ngeunah nyawa betah jasad, ulah jadi kabengkahan
120
anu disuprih “cageur bageur”.
Teu aya lian pagawean urang sarerea Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah amalkeun kalawan enya-enya keur ngahontal sagala kahadean dlohir bathin, keur nyingkahan sagala kagorengan dlohir bathin, anu ngeunaan ka jasad utama nyawa, anu dirungrung ku pangwujuk napsu, digoda ku dayana setan. Ieu wasiat kudu dilaksanakaeun ku sadaya murid-murid, supaya jadi kasalametan dunya rawuh akherat.
Patapan4 Suryalaya, 13 Februari 1956 Ieu Wasiat kahatur ka sadaya akhli-akhli
(KH.A Shohibulwafa Tajul Arifin)
RANGGEUYAM MUTIARA Ulah ngewa ka ulama sajaman
Ulah nyalahkeun kana pangajaran batur Ulah mariksa murid batur
Ulah medal sila upama kapanah Kudu asih ka jalma nu mikangewa ka maneh
121
LAMPIRAN II
Tanbih (Bahasa Indonesia)
Tanbih ini dari Syaekhuna Almarhum Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang bersemayam di Patapan Suryalaya Kajembaran Rahmaniyah.
Sabda beliau kepada khususnya segenap murid-murid pria maupun wanita, tua maupun muda: “Semoga ada dalam kebahagiaan, dikaruniai Allah Subhanahu Wata’ala kebahagiaan yang kekal dan abadi dan semoga tak akan timbul keretakan dalam lingkungan kita sekalian. Pun pula semoga Pimpinan Negara bertambah kemuliaan dan keagungannya supaya dapat melindungi dan membimbing seluruh rakyat dalam keadaan aman, adil dan makmur dhohir maupun bathin.Pun kami tempat orang bertanya tentang Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, menghaturkan dengan tulus ikhlas wasiat kepada segenap murid-murid : berhati-hatilah dalam segala hal jangan sampai berbuat yang bertentangan dengan peraturan agama maupun negara. Ta’atilah kedua-duanya tadi sepantasnya, demikianlah sikap manusia yang tetap dalam keimanan, tegasnya dapat mewujudkan kerelaan terhadap Hadlirat Illahi Robbi yang membuktikan perintah dalam agama maupun negara. Insyafilah hai murid-murid sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan nafsu, terpengaruh oleh godaan setan, waspadalah akan jalan penyelewengan terhadap perintah agama maupun negara, agar dapat meneliti diri, kalau kalau tertarik oleh bisikan iblis yang selalu
122
menyelinap dalam hati sanubari kita. Lebih baik buktikan kebajikan yang timbul dari kesucian :
1. Terhadap orang-orang yang lebih tinggi daripada kita, baik dlohir maupun batin, harus kita hormati, begitulah seharusnya hidup rukun dan saling menghargai.
2. Terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya, jangan sampai terjadi persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati, bergotong royong dalam melaksanakan perintah agama maupun negara, jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaan, kalau-kalau kita terkena firman-Nya “Adzabun Alim”, yang berarti duka-nestapa untuk selama-lamanya dari dunia sampai dengan akhirat (badan payah hati susah).
3. Terhadap oarang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah hendak menghinakannya atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh, sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar, bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun dibimbing dengan nasehat yahng lemah-lembut yang akan memberi keinsyafan dalam menginjak jalan kebaikan.
4. Terhadap fakir-miskin, harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa hati kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri sendirilah yang senang, karena mereka jadi fakir-miskin itu bukannya kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.
Demikanlah sesungguhnya sikap manusia yang penuh kesadaran, meskipun terhadap orang-orang asing karena mereka itu masih keturunan Nabi Adam a.s. mengingat ayat 70 Surat Isro yang artinya:
“Sangat kami mulyakan keturunan Adam dan kami sebarkan segala yang berada di darat dan di lautan, juga kami mengutamakan
123
mereka lebih utama dai makhluk lainnya.”
Kesimpulan dari ayat ini, bahwa kita sekalian seharusnya saling harga menghargai, jangan timbul kekecewaan, mengingat Surat Al-Maidah yang artinya :
“Hendaklah tolong menolong dengan sesama dalam melaksanakan kebajikan dan ketaqwaan dengan sungguh-sungguh terhadap agama maupun negara, sebaliknya janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan terhadap perintah agama maupun negara".
Adapun soal keagamaan, itu terserah agamanya masing-masing, mengingat Surat Al-Kafirun ayat 6 :”Agamamu untuk kamu, agamaku untuk aku”, Maksudnya jangan terjadi perselisihan, wajiblah kita hidup rukun dan damai, saling harga menghargai, tetapi janganlah sekali-kali ikut campur. Cobalah renungakan pepatah leluhur kita: “ Hendaklah kita bersikap budiman, tertib dan damai, andaikan tidak demikian, pasti sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna”. Karena yang menyebabkan penderitaan diri pribadi itu adalah akibat dari amal perbuatan diri sendiri.Dalam surat An-Nahli ayat 112 diterangkan bahwa :
“Tuhan yang Maha Esa telah memberikan contoh, yakni tempat maupun kampung, desa maupun negara yang dahulunya aman dan tenteram, gemah ripah loh jinawi, namun penduduknya/penghuninya mengingkari nikmat-nikmat Allah, maka lalu berkecamuklah bencana kelaparan, penderitaan dan ketakutan yang disebabkan sikap dan perbuatan mereka sendiri”.
Oleh karena demikian, hendaklah segenap murid-murid bertindak teliti dalam segala jalan yang ditempuh, guna kebaikan dlohir-bathin, dunia maupun akhirat, supaya hati tenteram, jasad nyaman, jangan sekali-kali timbul persengketaan, tidak lain tujuannya “ Budi Utama-Jasmani Sempurna “ (Cageur-Bageur).
124
Tiada lain amalan kita, Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, amalkan sebaik-baiknya guna mencapai segala kebaikan, menjauhi segala kejahatan dhohir bathin yang bertalian dengan jasmani maupun rohani, yang selalu diselimuti bujukan nafsu, digoda oleh perdaya syetan.
Wasiat ini harus dilaksanakan dengan seksama oleh segenap murid-murid agar supaya mencapai keselamatan dunia dan akhirat.Amin.
Patapan Suryalaya, 13 Pebruari 1956.
Wasiat ini disampaikan kepada sekalian ikhwan
(KH.A Shohibulwafa Tadjul Arifin)
UNTAIAN MUTIARA Jangan membenci kepada ulama yang sejaman Jangan menyalahkan kepada pengajaran orang lain Jangan memeriksa murid orang lain Jangan mengubah sikap walau disakiti orang Harus menyayangi orang yang membenci kepadamu
125
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat, Ramadhani, Solo, 1992.
Abubakar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Ramadhani, Jakarta, 1992.
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Raja Grapindo Persada, Jakarta, 2009.
Al Ghozali, Ikhya Ulum al Din, Juz I, Dar Al Ma’arif, Bairut
Alwi Shihab, Islam Sufistik:: Islam Pertama dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia, Mizan, Bandung, 2001.
Andito, Atas Nama Agama, Wacana Agama Dalam Dialog Bebas Konflik, Pustaka Hidayah, Bandung, 1998.
Asmaran AS.,Pengantar Studi Tasawuf, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994.
Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, Bandung: Mizan, 2002.
Buletin LPM Edukasi Quantum, melirik Pendidikan Sufistik di Indonesia,Edisi 3/Th.2/XI/2003
Cecep Alba, Cahaya Tasawuf, CV. Wahana Karya Grafika, Bandung, cetakan pertama, 2009.
126
Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Dadang Rahmad, Tarekat Dalam Islam Spiritualitas Masyarakat Modern, Pustaka Setia, Bandung, 2002.
Drs. Saifudin Zuhri, MA., Pengaruh Tarekat di Dunia Islam, Makalah disampaikan dalam diskusi bulanan dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, tanggal 28 Nopember 1994.
Elizabeth K Notingham, Sosiologi Agama, Rajawali, Jakarta, 1990.
HAMKA, Tasawuf Modern, Pustaka Panjimas, Jakarta, 2000.
HAR. Gibb and J.H. Karamers, Shorter Encyclopedia of Islam, Leiden : E.J. Eril, 1961
Harun Nasution, Filasafat dan Mistisime dalam Islam, Bulan Binatang, Jakarta, 1973.
Hawas Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh- tokohnya di Nusantara, al Ikhlas, Surabaya, 1930.
Ibnu Manzur, Lisân al-Arab, Dar Ihya al-Turats al-'Araby. Beirut, T.th.
J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam (London, Oxford, New York, Oxfor University Press, New York, 1971
127
John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Moderen, jilid 5, Mizan, Bandung, 2001.
KH. Shohibul Wafa’ Tadjul Arifin, Miftah al-Shudur, Terj. H. Aboe Bakar Atjeh, Kunci Pembuka Dada, Kutamas, Sukabumi, t.t,
------------- Kitab Uquudul Jumaan, PT. Mudawwamah Warohmah, Tasikmalaya, cetakan pertama, 2007.
-------------- Ibadah Sebagai Mathoda Pembinaan Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Kenakalan Remaja, khusus untuk ikhwan TQN, PT. Mudawwamah Warohmah, Tasikmalaya, 1985.
Kharisudin Aqib, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah Suryalaya Studi Tentang Tzkiyatun Nafsi Sebagai Metode Penyadaran Diri, Disertasi UIN Jakarta, Tahun 2001
Mahfud Junaidi dalam MEDIA, Jurnal Ilmu dan Pendidikan Islam, Benang Merah Sufisme dan Pendidikan Dalam Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2000.
Mir Valiuddin, Contemplative Disiplines in Sufism, Terj. M.S. Nasrullah, Dzikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf, Pustaka Hidayah, Bandung, 2000.
Shohimun Faisol dan Muhammad, dalam makalah Kontribusi Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Dalam Dakwah Islamiyah Di Lombok.
128
Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2004.
Unang Sunardjo, Naskah Buku Pesantren Suryalaya dalam Perjalanan Sejarahnya, Yayasan Serba Bhakti Suryalaya, 1985.
Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Survey Historis, Geografis, dan Sosiologis, Mizan, Bandung, 1996.
www.suryalaya.org/sejarah.html diakses tanggal 1 Mei 2010
Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren studi tentang Pandangan Hidup Kyai, LP3ES, Jakarta, 1985.
Zurkani Yahya, Asal Usul Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah dan perkembangannya dalam Harun Nasution (ed) Tareqat Qadiriyah wa Naqsabandiyah: Sejarah Asal Usul dan Perkembangannya, IAILM, Tasikmalaya, 1990.