ANATOMIS DAN MIKROBIOLOGIS SALURAN AKAR TANTANGAN UNTUK MENCAPAI
KESUKSESAN DENGAN PERAWATAN ENDODONTIK : LAPORAN KASUS
Rujukan : Ricucci D, Siqueira JF. Anatomic and Microbiologic
Challenges to Achieving Success with Endodontic Treatment: A Case
Report. JOE 34 (10), 2008 : 1249-52.
Pembimbing : 1. Prof. Trimurni Abidin, drg., M. Kes., Sp. KG (K)
2. Widi Prasetya, drg.
Mahasiswa 1. Simfo Ferawati
DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
ANATOMIS DAN MIKROBIOLOGIS SALURAN AKAR TANTANGAN UNTUK MENCAPAI
KESUKSESAN DENGAN PERAWATAN ENDODONTIK : LAPORAN KASUS
ABSTRAKArtikel ini menggambarkan suatu kasus periodontitis apikal
yang persisten yang memerlukan beberapa pendekatan non-bedah dan
bedah untuk pemecahan masalah. Seorang wanita berumur 28 tahun
dengan adanya lesi periodontitis apikal simptomatis yang meluas
sehubungan dengan Insisivus lateral maksila kiri meskipun
sebelumnya telah dilakukan perawatan endodontic non-bedah dan
bedah. Perawatan ulang pada saluran akar telah dilakukan, tetapi
lesi hanya menunjukkan sedikit penurunan ukuran lesi setelah 18
bulan. Empat puluh enam bulan setelah perawatan ulang, pasien
kembali karena gejala darurat kembali. Secara radiografi, lesi
masih tampak tidak berubah. Bedah periradikular kembali dilakukan,
dan biopsi spesimen yang terdiri dari lesi dan bagian apikal akar
gigi dikumpulkan untuk dianalisis. Gambaran radiografi dan evaluasi
klinis dilakukan kembali setelah 4 tahun menunjukkan penyembuhan
yang sempurna. Observasi histopatologis dan histobakteriologis
menunjukkan bahwa lesi adalah sebuah kista, dan bahwa kemungkinan
alasan untuk kegagalan perawatan adalah adanya bakteri dalam
tubulus dentin dan kanal lateral sedikit ke koronal pada tambalan
amalgam untuk restorasi akhir setelah perawatan saluran akar.
Laporan kasus ini secara jelas menjelaskan beban kesulitan oleh
kompleksitas anatomi dalam pencapaian level desinfektan yang cocok
dengan penyembuhan jaringan periradikular. (J Endod 2008;34:1249
1254) Kata kunci: Periodontitis apikal, infeksi endodontik, bedah
periradicular, perawatan ulang saluran akar.
Pendahuluan Pengeliminasian atau setidaknya pengurangan beban
mikrobial dalam sistem saluran akar dianggap memiliki peran penting
untuk keberhasilan pengobatan baik non-bedah dan bedah endodontik
(1,2). Meskipun pembersihan, pembentukan, disinfeksi, dan obturasi
saluran akar dilakukan secara teliti, perawatan endodontik masih
mungkin gagal dalam beberapa kasus, dan penyebab kegagalan sebagian
besar terkait dengan keberadaan bakteri di saluran apikal pada
daerah yang tidak terpengaruh oleh prosedur perawatan (3,4). Dalam
hal ini, penyimpangan bentuk anatomi dan / atau masalah patologis
seperti kalsifikasi mungkin menghalangi kemampuan untuk mencapai
hasil pengobatan yang diinginkan. Artikel ini
1
menjelaskan beberapa upaya non-bedah dan bedah untuk mengobati
beberapa gigi dengan periodontitis apikal persisten. Kasus klinis
ini biasanya memberi contoh keterbatasan yang disebabkan oleh
kompleksitas anatomi dalam mencapai desinfeksi yang cukup selama
perawatan saluran akar non-bedah (4-6). Laporan Kasus Seorang
wanita 28 tahun dirujuk dari dokter umum yang telah dilakukan
operasi periradicular untuk "menghilangkan kista" di sekitar apeks
akar gigi Insisivus sentral dan lateral rahang atas. Dua bulan
setelah operasi, pasien merasakan rasa sakit yang parah dan bengkak
di sebelah vestibular. Pemeriksaan oral menunjukkan pembengkakan
vestibular serta bekas luka di mukosa sebagai akibat dari operasi
sebelumnya (Gambar 1A). Analisa radiografi menunjukkan bahwa gigi
insisivus lateral dan sentral kiri telah dilakukan tindakan
endodontik non-bedah dan bedah. Restorasi akhir amalgam pada gigi
yang telah dilakukan perawatan saluran akar ditunjukkan, dan
radiolusensi besar mencakup kedua ujung akar dan meluas hingga gigi
kaninus kiri (Gambar 1B). Gigi kaninus memberi respon terhadap uji
sensitivitas (tes pulpa termal dan elektrik) dalam batas normal.
Kedua gigi insisivus sentral dan lateral kiri terasa sakit terhadap
perkusi dan palpasi dan menunjukkan mobiliti derajat satu. Pasien
tersebut mengkonsumsi Amoksisilin (2 g per hari) untuk mengatasi
rasa sakit selama ini. Secara klinis, pembengkakan jaringan lunak
tidak berfluktuasi dan tidak sesuai untuk insisi dan drainase, dan
kelanjutan dari terapi antibiotik dipertimbangkan. Satu minggu
kemudian, pasien datang tanpa gejala, dan keputusan
2
dibuat dengan melakukan tindakan non-bedah kembali untuk
mengobati gigi insisivus lateral karena lesi tersebut terutama
berpusat di sekitar apeks akar tersebut, sedangkan gigi insisivus
sentral hanya sebagian yang terlibat. Selain itu, kualitas
pengobatan sebelumnya pada gigi insisivus lateral tampaknya rendah.
Oleh karena itu, hal tersebut beralasan bahwa lesi berhubungan
dengan gigi insisivus lateral. Gigi diisolasi dengan rubber dam,
salurannya diakses, dan guttapercha dibongkar dengan
hand-instrumen. Panjang kerja ditentukan untuk pengisian saluran
akar (Gambar 1C), dan saluran akar sudah dibersihkan dan dibentuk
dengan GatesGlidden bur dan file Hedstrom. Tiga ukuran file yang
lebih besar digunakan setelah file pertama yang pas dengan panjang
kerja (Initial Apical File / IAF). Dengan demikian, file akhir yang
digunakan untuk preparasi apikal pada panjang kerja adalah K-file
no. 100. Irigasi dilakukan dengan sodium hipoklorit 1% (NaOCl).
Saluran itu kemudian diisi dengan bubuk kalsium hidroksida murni
dan ditahan dengan IRM (Dentsply DeTrey GmbH, Konstanz, Jerman).
Tiga minggu kemudian, kalsium hidroksida dibersihkan, dan saluran
akar yang sudah dibersihkan dan dimedikasi sekali lagi seperti
sebelumnya. Pendekatan ini diulang 2 kali lagi sampai pasien bebas
dari gejala. Setelah 75 hari pengobatan kalsium hidroksida, saluran
akar diinstrumentasi sekali lagi dan diisi serta dipadatkan ke
lateral dengan gutta perca dan sealer (Gambar 1D). Selama perawatan
ulang, sebagian dari amalgam pada ujung akar berpindah ke dalam
jaringan periradicular. Akhirnya, mahkota gigi direstorasi dengan
resin komposit.
3
Pasien diperiksa ulang setelah 6 bulan, dan gigi terasa nyaman.
Pada bulan ke18 pemeriksaan follow-up, radiolusensi telah sedikit
menurun dalam ukuran dan difokuskan hampir pada gigi seri lateral,
namun, margin radiolusen sekarang terlihat dibatasi dan dikelilingi
oleh jaringan sklerotik yang tebal berupa garis radiopak (Gambar
1E). Pasien dimotivasi kembali untuk evaluasi tahunan lebih lanjut.
Dua puluh delapan bulan kemudian (46 bulan setelah pengobatan
ulang), pasien kembali karena pembentukan abses pada daerah operasi
sebelumnya (Gambar 1F). Radiografi menunjukkan bahwa ukuran lesi
tetap relatif tidak berubah (Gambar 1G). Pasien diberi tambahan
Amoksisilin. Insisi untuk drainase tidak diperlukan karena drainase
spontan tampak jelas pada saat itu. Setelah pengurangan gejala,
operasi periradicular dijadwalkan. Selama prosedur bedah, tulang
kortikal dengan hati-hati dibuang, dan jaringan lunak dikuret
setelah bagian akar apikal direseksi untuk mendapatkan spesimen
utuh untuk biopsi dan evaluasi. Sebuah kavitas restorasi akhir pada
perawatan ujung akar dilakukan preparasi dan kemudian diisi dengan
amalgam (Gambar 1H). Biopsi apikal direndam dalam fiksatif dan
dipersiapkan untuk evaluasi histopatologi yang rutin. Evaluasi
ulang setelah 4 tahun menunjukkan bahwa pasien datang tanpa gejala,
dan lesi benar-benar digantikan oleh tulang baru yang terbentuk
(Gambar 1I).
4
Gambar 1. Pasien yang mengalami flare-up 2 bulan setelah operasi
periradicular "untuk menghilangkan kista". (A) Sebuah bekas luka
linier terlihat pada mukosa. (B) Radiografi menunjukkan lesi apikal
periodontitis yang luas. Kedua gigi Insisivus sentral dan lateral
telah dilakukan apikoektomi, dan ujung akar direstorasi amalgam.
(C) Pengobatan ulang non-bedah dilakukan pada gigi insisivus
lateral, dengan panjang kerja yang dibentuk pada pengisian ujung
akar. (D) Pengisian saluran akar setelah 75 hari dari medikasi
kalsium hidroksida. Perhatikan bahwa restorasi amalgam pada ujung
akar benar-benar berpindan ke dalam jaringan periradicular. (E)
Delapan belas bulan evaluasi pasien follow-up. Lesi menurun dalam
hal ukuran tapi sekarang tampak adanya margin sklerotik. Gigi tanpa
gejala. (F) Tiga tahun 10 bulan setelah perawatan ulang, pasien
mengalami pembengkakan dan terasa sakit sekali. (G) radiografi
menunjukkan bahwa ukuran lesi secara substansial tetap tidak
berubah bila dibandingkan dengan (E). (H) operasi ulang
periradicular dilakukan, dan bagian apikal dengan lesi melekat itu
direseksi dan dianalisis lebih lanjut. Sebuah kavitas baru dibuat
dan diisi dengan amalgam. (I) Empat tahun pasien di follow-up,
radiografi menunjukkan penyembuhan lesi periodontitis apikal.
5
Persiapan Jaringan Spesimen biopsi segera direndam dalam 10%
formalin dan difiksasi selama 48 jam. Demineralisasi terjadi dalam
larutan yang terdiri dari campuran 22,5% (v / v) asam formiat dan
10% (w/ v) natrium sitrat selama 3 minggu. Ujung akar ditentukan
secara radiografi. Pada akhir proses demineralisasi, amalgam secara
hati-hati dibuang dari apikal dan jaringan lunak. Spesimen biopsi
dicuci pada air mengalir selama 48 jam, didehidrasi dengan
menaikkan konsentrasi etanol, dibersihkan dalam xilena, dan
diinfiltrasi dan ditanam dalam parafin (titik lebur 56 C) sesuai
dengan prosedur standar. Dengan mikrotom yang ditempatkan pada
ukuran 4 -5 m, sayatan diteliti secara membujur diambil pada
sayatan bukolingual sampai spesimen itu habis. Setiap lima sayatan
diwarnai dengan hematoxylin-eosin untuk tujuan skrining dan untuk
penilaian peradangan. Perhatian khusus dilakukan untuk menemukan
bagian kavitas apikal dan saluran akar yang berlanjut dengan
jaringan periradicular patologis. Sebuah teknik modifikasi Brown
dan Brenn untuk pewarnaan bakteri (7) dilakukan untuk potongan yang
dipilih. Ketepatan metode pewarnaan bakteri diuji dengan spesimen
yang dijelaskan oleh Ricucci dan Bergenholtz (8). Potongan diamati
di bawah mikroskop cahaya. Pengamatan Histopatologis dan
Histobakteriologis Dengan perbesaran yang rendah, potongan yang
diwarnai dengan modifikasi teknik Brown dan Brenn terlihat adanya
kanal lateral yang sedikit koronal pada pengisian ujung akar dengan
amalgam. Percabangan ini dapat diikuti sepanjang
6
dinding saluran akar pada ligamentum periodontal (Gambar 2 A-D).
Jaringan nekrotik dan koloni bakteri terlihat di tepi lateralyang
berhubungan (Gambar 2 C). Kolonisasi bakteri pada tubulus dentin
juga diamati (Gambar 2D-F). Bakteri (alga biru) jelas dapat
dibedakan dari sisa amalgam (partikel hitam) (Gambar 2E, F).
Pandangan cross-sectional dari beberapa tubulus dentin
memperlihatkan visualisasi yang lebih baik dari kolonisasi bakteri
intratubular (Gambar 2D). Bakteri tidak ditemukan dalam rongga
kista dan jaringan patologis sekitarnya. Atas dasar pewarnaan
hematoxylin-eosin, lesi didiagnosis sebagai kista apikal. Penampang
melintang menunjukkan bahwa sebenarnya kista hanya menempati
sekitar setengah dari diameter lesi keseluruhan. Kista apikal
sering dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis (9). Dalam kasus ini,
epitel silindris atau kubik berlapis tanpa keratinisasi terlihat
(Gambar 3A-C), dengan lapisan basal yang jelas (Gambar 3D). Lebih
dangkal, degenerasi sel epitel terlihat mengelupas ke dalam lumen
kista (Gambar 3E).
7
Gambar 2. Analisa histobakteriologis dari spesimen bedah. Bagian
yang melintang dipotong secara bukolingual (teknik pewarnaan Taylor
modifikasi Brown dan Brenn). (A) perbesaran rendah menunjukkan
adanya jalan keluar dari sebuah kanal lateral pada dinding saluran
akar palatal. Perhatikan bevel akar yang dihasilkan pada operasi
pertama. Pengisian ujung akar dengan amalgam telah dibuang setelah
dekalsifikasi (pembesaran asli, 25x). (B-D) Bagian yang diambil
pada kedalaman yang berbeda menunjukkan kanal lateral meluas dari
saluran utama ke permukaan akar eksternal (pembesaran asli, 25x).
Potongan di (C) adalah pembesaran yang lebih tinggi dari pengisian
saluran lateral yang menunjukkan jaringan nekrotik dan koloni
bakteri (pembesaran asli, 1000x). Potongan di (D) adalah pembesaran
yang lebih tinggi dari tubulus dentin dalam penampang melintang
menunjukkan kolonisasi bakteri intratubular (pembesaran asli,
1000x). (E) perbesaran lebih tinggi pada area yang dibatasi oleh
persegi panjang dalam (A). daerah yang ditunjukkan tanda panah
dalah perbesaran yang lebih tinggi dalam potongan tepi. Potongan
longitudinal dari tubulus dentin terlihat kolonisasi bakteri
(pembesaran asli, 100x; pembesaran aslidari potongan tepi, 1000x).
(F) Perbesaran yang lebih tinggi dari dinding saluran akar. Sel
bakteri yang berwarna biru secara jelas dibedakan dari warna gelap
cokelat / hitam dari partikel amalgam (pembesaran asli, 1000x).
8
Gambar 3. Analisa histopatologi dari lesi periodontitis apikal
(hematoxylin-eosin). (A, B) Rongga kista dibatasi oleh epitel dan
menunjukkan debris jaringan nekrotik dalam lumennya (pembesaran
asli masing-masing, 50x dan 100x). (C) Detail dari dinding kista
menunjukkan epitel kubus berlapis nonkeratinisasi (pembesaran asli,
400x). (D) perbesaran yang lebih tinggi menunjukkan lapisan basal
yang berbeda (pembesaran asli, 1000x). (E) sel epitel bergenerasi
hingga mencapai lapisan superfisial, pengelupasan ke dalam lumen
kista (pembesaran asli, 1000x).
Diskusi Kegagalan perawatan saluran akar non-bedah biasanya
terkait dengan keberadaan sisa bakteri (infeksi persisten) atau
infeksi ulang dari lingkungan saluran akar yang sudah terinfeksi
(infeksi sekunder). Kondisi ini, tampak bahwa infeksi persisten
paling umum menjadi penyebab pasca perawatan periodontitis apikal
(10). Untuk pertahanan hidup bakteri dan terlibat dalam infeksi
persisten, bakteri harus (A) melawan antimikroba dalam prosedur
perawatan saluran akar. dan (B) mampu bertahan dalam kondisi
lingkungan yang berubah drastis di mana nutrisi hampir tidak
9
ada (11). Bakteri terletak di kompleks anatomi seperti tubulus
dentin, bentuk tak teratur, isthmus, dan percabangan dapat
terlindungi dari efek instrumentasi dan zat kimia yang digunakan
dalam saluran akar utama (12). Agar bakteri dapat bertahan hidup
untuk mempertahankan atau menginduksi periodontitis apikal, bakteri
harus (A) beradaptasi dengan lingkungan baru dengan mengisi saluran
akar, (B) memiliki sumber nutrisi tetap (sisa-sisa jaringan
biasanya bersifat sementara, tetapi cairan yang merembes melalui
ramifikasi dan kebocoran saluran bersifat permanen), (C) memiliki
ruang yang tersedia untuk berkembang biak, dan (D) mencapai jumlah
yang cukup tinggi untuk menimbulkan kerusakan jaringan. Kasus yang
dilaporkan dalam artikel ini, bahkan setelah preparasi khemomekanis
dengan NaOCl sebagai bahan irigasi dan aplikasi kalsium hidroksida
selama total 75 hari, bakteri bertahan dalam sistem saluran akar
apikal dalam tubulus dentin dan dalam kanal lateral yang menjadi
penyebab kegagalan, yang paling mungkin. Prosedur khemomekanis
tidak berhasil dalam merawat saluran akar bebas bakteri sekitar
setengah dari kasus (13-15). Meskipun tambahan desinfeksi dengan
kalsium hidroksida diantara bahan-bahan dressing dapat meningkatkan
insidens kultur negatif, bakteri masih terdeteksi dalam beberapa
kasus (13,15). Kegagalan kalsium hidroksida dalam menghilangkan
bakteri dalam tubulus dentin dan ramifikasi mungkin berhubungan
dengan kelarutan rendah dan inaktivasi oleh materi dentin, cairan
jaringan, dan bahan organik, yang semuanya bisa menghambat difusi
dan selanjutnya pH berkaitan dengan efek antimikroba dari kalsium
hidroksida (16,17).
10
Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah bahwa lesi
periodontitis apikal menunjukkan penurunan ukuran pada 18-bulan
evaluasi follow-up setelah perawatan ulang, tapi setelah satu
periode tertentu stabil, dan tidak ada indikasi lebih lanjut dari
penyembuhan ini terbukti karena tetap tidak berubah pada evaluasi
46 bulan. Karena ukuran lesi periodontitis apikal berkorelasi
dengan keragaman dan kepadatan bakteri dalam saluran akar (18,19),
alasan yang mungkin dalam penurunan awal dalam ukuran lesi adalah
pengurangan beban dari bakteri iritasi dalam saluran akar dalam
prosedur perawatan ulang. Sebuah evaluasi follow-up jangka pendek
dapat keliru dalam menafsirkan lesi ini sebagai penyembuhan. Namun,
persistensi dan stabilisasi lesi setelah evaluasi jangka panjang
menunjukkan bahwa bakteri tidak sepenuhnya tereliminasi atau
setidaknya berkurang. Dengan kata lain, ukuran lesi berhubungan
dengan tingkat infeksi, jika lesi terakhir berkurang tetapi tidak
dihilangkan,
perawatan sebelumnya juga dapat berkurang namun tidak dapat
disembuhkan sepenuhnya. Hal ini rupanya terjadi di laporan ini,
dimana instrumen dan bahan yang digunakan selama perawatan ulang
mungkin telah terkontaminasi bakteri yang ada di saluran akar
terutama bagian koroner untuk perawatan ujung akar tetapi tidak
mampu mengeliminasi bakteri yang terletak di ramifikasi apikal dan
dalam tubulus sepanjang dinding dentin. Operasi Periradicular
menunjukkan tingkat kegagalan sekitar 10% dari kasus (20 -23).
Persistensi periodontitis apikal setelah perawatan bedah biasanya
berkaitan dengan ketidakmampuan untuk menghilangkan atau setidaknya
menahan sisa bakteri
11
dalam sistem saluran akar untuk mencegah bakteri mencapai
jaringan periradikular. Dalam laporan kasus ini, hubungan antara
residu bakteri dan jaringan periradikular mungkin telah ditetapkan
dengan berbagai cara: (A) bakteri dalam percabangan apikal secara
langsung kontak dengan jaringan periradikular, dimana bakteri
mungkin memiliki nutrisi yang diperoleh untuk bertahan hidup,
berkembang biak, dan kemudian mempertahankan agresi jaringan; (B)
tubulus dentin yang terinfeksi mungkin telah terkena setelah
reseksi akar dan / atau dibuat jelas oleh resorpsi sementum, dan
(C) akhirnya, kemampuan pencegahan rendah dari amalgam memungkinkan
terjadinya kebocoran, memberikan nutrisi bagi bakteri yang tersisa
dan menciptakan jalur di mana bakteri dan / atau produknya mungkin
mencapai jaringan periradikular dan menyebabkan peradangan (24).
Amalgam merupakan bahan yang paling sering digunakan untuk
restorasi akhir perawatan saluran akar selama beberapa tahun (2),
tetapi telah menurun secara signifikan dalam popularitas karena
keterbatasan yang dilaporkan, terutama penampilan klinis yang
buruk(25). Meskipun amalgam juga memiliki masalah biokompatibilitas
(26), korosi, dan pewarnaan (27), penampilan klinis yang jelek
berkaitan dengan penggunaannya dalam bedah periradikular sangat
mungkin berhubungan dengan kekurangan dalam kemampuan penyembuhan
(28). Kasus yang dipaparkan memperkuat asumsi ini, karena tubulus
dentin yang terinfeksi sebagian besar berada di dinding rongga yang
terisi dengan amalgam, dan kebocoran melalui bahan tersebut mungkin
telah memberikan efek seperti yang dijelaskan di atas.
12
Telah
dikatakan
bahwa
penempatan
pengisian
akhir
saluran
akar
meningkatkan hasil bedah endodontik, terutama ketika persistensi
infeksi adalah penyebab kegagalan (24). Untuk menggunakan pengaruh
tersebut pada hasilnya, diharapkan bahwa bahan pengisi akhir
saluran akar, menghambat masuknya cairan yang kaya protein atau
eksudat masuk ke dalam kanal atau jalan keluar bakteri dari kanal
ke jaringan periradikular. Karena infeksi intraradikular persisten
/ sekunder yang tidak terbantahkan menjadi penyebab utama kegagalan
perawatan, dalam hal pendekatan pembedahan diperlukan untuk
mengelola kasus yang gagal, pengisian akhir saluran akar harus
kemudian ditempatkan untuk meningkatkan prognosis. Kegagalan bedah
dapat dikelola dengan perawatan ulang saluran akar nonbedah,
perawatan ulang bedah, atau kombinasi keduanya. Kasus saat ini
harus secara berurutan mendekati 2 modalitas untuk hasil yang
sukses. Meskipun hasil dari perawatan bedah biasanya lebih jelek
dibandingkan dengan pertama kali operasi, sejumlah kasus yang wajar
masih berhasil (sekitar 60%) (20, 29). Hasil dari kasus ini
dilaporkan menegaskan bahwa bedah ulang periradicular adalah
alternatif yang baik untuk ekstraksi (20). Di sini, keberhasilan
pendekatan bedah ulang sebagian besar dijelaskan oleh pembersihan
infeksi setelah pemotongan tambahan dari apeks akar. Hal ini
harusmenunjukkan bahwa pilihan pertama untuk pengelolaan pasca
perawatan periodontitis apikal yang tidak memenuhi standar
perawatan saluran akar non-bedah harus perawatan ulang non-bedah.
Dengan kata lain, perawatan ulang nonbedah harus selalu dilakukan
ketika itu mungkin dilakukan dan dapat memberikan
13
prognosis yang lebih baik karena kualitas perawatan dapat
ditingkatkan. Dalam konteks ini, pilihan pendekatan bedah pertama
dalam kasus ini melaporkan, dimana kualitas perawatan saluran akar
secara radiografi tidak memadai dan perawatan ulang jelas dapat
layak dilakukan, dapat dianggap sebagai kesalahan dalam rencana
perawatan. Sekitar dua pertiga dari kegagalan perawatan dapat
menjadi sukses setelah perawatan ulang orthograde (30). Bahkan
dalam hal kegagalan perawatan ulang nonbedah, peningkatan kualitas
perawatan saluran akar dapat berdampak positif terhadap hasil
operasi, karena keberhasilan untuk bedah periradicular dianggap
bergantung pada kualitas perawatan saluran akar yang baik (2, 23,
29). Analisa histopatologi lesi periodontitis apikal dapat
didiagnosis sebagai kista apikal. Tergantung pada hubungan antara
rongga kista dan foramen apikal, kista apikal dapat dikategorikan
secara histopatologis sebagai kista sejati (rongga-benar dilapisi
oleh epitel dan tidak tergantung pada saluran akar) dan lekukan
(atau saku) kista (rongga yang terhubung dengan saluran akar
melalui foramen apikal) (31, 32). Telah dikatakan bahwa karena
kista sejati memiliki dinamika sendiri tidak tergantung dari
saluran akar dan dengan demikian mandiri, mereka dapat menjadi
sulit diatasi dengan perawatan saluran akar non-bedah (9). Namun ,
pernyataan ini spekulatif dan tidak didukung oleh bukti ilmiah
(33-35) . Laporan pada saat ini , lesi merupakan kista , tapi
perlekatan jaringan sekitar ujung akar tidak dapat dibedakan antara
kista sejati atau saku kista. Namun, ini tampaknya tidak ada
relevansi untuk kasus ini,
14
karena itu tampaknya jelas bahwa alasan kegagalan adalah infeksi
pada sistem saluran akar apikal, dan kista itu hanya akibat dari
infeksi. Kesimpulannya, sistem saluran akar apikal kompleks
ditampilkan dalam kasus ini menggambarkan kesulitan perawatan
sepenuhnya pada pembersihan dan desinfeksi sistem saluran akar. Hal
ini penting untuk menunjukkan bahwa dampak dari anatomi pada hasil
perawatan ini kebanyakan diamati ketika hal tersebut menjadi sulit
atau bahkan tidak mungkin untuk mencapai keadaan desinfeksi yang
diperlukan untuk penyembuhan jaringan periradikular.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. 2. 3.
4.
5. 6.
7.
8.
9. 10.
11. 12.
Siqueira JF Jr. Reaction of periradicular tissues to root canal
treatment: benefits and drawbacks. Endod Topics 2005;10:123 47.
Gutmann ME, Harrison JW. Surgical endodontics. Cambridge, MA:
Blackwell, 1991. Fukushima H, Yamamoto K, Hirohata K, Sagawa H,
Leung KP, Walker CB. Localization and identification of root canal
bacteria in clinically asymptomatic periapical pathosis. J Endod
1990;16:534 8. Nair PN, Sjogren U, Krey G, Kahnberg KE, Sundqvist
G. Intraradicular bacteria and fungi in root-filled, asymptomatic
human teeth with therapyresistant periapical lesions: a long-term
light and electron microscopic followup study. J Endod 1990;16:580
8. Ida RD, Gutmann JL. Importance of anatomic variables in
endodontic treatment outcomes: case report. Endod Dent Traumatol
1995;11:199 203. Lin LM, Pascon EA, Skribner J, Gangler P,
Langeland K. Clinical, radiographic, and histologic study of
endodontic treatment failures. Oral Surg Oral Med Oral Pathol
1991;71:60311. Taylor RD. Modification of the Brown and Brenn Gram
stain for the differential staining of gram-positive and
gram-negative bacteria in tissue sections. Am J Clin Pathol
1966;46:472 6. Ricucci D, Bergenholtz G. Bacterial status in
root-filled teeth exposed to the oral environment by loss of
restoration and fracture or caries: a histobacteriological study of
treated cases. Int Endod J 2003;36:787 802. Nair PN. New
perspectives on radicular cysts: do they heal? Int Endod J
1998;31:155 60. Fabricius L, Dahln G, Sundqvist G, Happonen RP,
Mller AJR. Influence of residual bacteria on periapical tissue
healing after chemomechanical treatment and root filling of
experimentally infected monkey teeth. Eur J Oral Sci 2006;114:278
85. Siqueira JF Jr. Aetiology of root canal treatment failure: why
well-treated teeth can fail. Int Endod J 2001;34:110. Nair PN,
Henry S, Cano V, Vera J. Microbial status of apical root canal
system of human mandibular first molars with primary apical
periodontitis after one-visit endodontic treatment. Oral Surg Oral
Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2005;99:23152.
16
13.
14.
15.
16. 17.
18. 19.
20.
21. 22. 23. 24.
25. 26.
Siqueira JF Jr, Guimares-Pinto T, Ras IN. Effects of
chemomechanical preparation with 2.5% sodium hypochlorite and
intracanal medication with calcium hydroxide on cultivable bacteria
in infected root canals. J Endod 2007;33:800 5. Sjgren U, Figdor D,
Persson S, Sundqvist G. Influence of infection at the time of root
filling on the outcome of endodontic treatment of teeth with apical
periodontitis. Int Endod J 1997;30:297306. McGurkin-Smith R, Trope
M, Caplan D, Sigurdsson A. Reduction of intracanal bacteria using
GT rotary instrumentation, 5.25% NaOCl, EDTA, and Ca(OH). J Endod
2005;31:359 63. Siqueira JF Jr, Lopes HP. Mechanisms of
antimicrobial activity of calcium hydroxide: a critical review. Int
Endod J 1999;32:3619. Haapasalo M, Qian W, Portenier I, Waltimo T.
Effects of dentin on the antimicrobial properties of endodontic
medicaments. J Endod 2007;33:917 25. Sundqvist G. Bacteriological
studies of necrotic dental pulps (Odontological Dissertation no.7).
Umea, Sweden: University of Umea, 1976. Siqueira JF Jr, Ras IN,
Paiva SSM, Magalhes KM, Guimares-Pinto T. Cultivable bacteria in
infected root canals as identified by 16S rRNA gene sequencing.
Oral Microbiol Immunol 2007;22:266 71. Gagliani MM, Gorni FG,
Strohmenger L. Periapical resurgery versus periapical surgery: a
5-year longitudinal comparison. Int Endod J 2005;38:320 7.
Rubinstein RA, Kim S. Long-term follow-up of cases considered
healed one year after apical microsurgery. J Endod 2002;28:378 83.
Zuolo ML, Ferreira MO, Gutmann JL. Prognosis in periradicular
surgery: a clinical prospective study. Int Endod J 2000;33:91 8.
Grung B, Molven O, Halse A. Periapical surgery in a Norwegian
county hospital: follow-up findings of 477 teeth. J Endod
1990;16:4117. Friedman S. Expected outcomes in the prevention and
treatment of apical periodontitis. In: rstavik D, Pitt Ford T, eds.
Essential endodontology. Oxford, UK: Blackwell Munksgaard Ltd,
2008:408 69. Dorn SO, Gartner AH. Retrograde filling materials: a
retrospective successfailure study of amalgam, EBA, and IRM. J
Endod 1990;16:3913. Baek SH, Plenk H Jr, Kim S. Periapical tissue
responses and cementum regeneration with amalgam, SuperEBA, and MTA
as root-end filling materials. J Endod 2005;31:444 9.
17
27. 28. 29. 30. 31.
32. 33. 34.
35.
Harrison JD, Rowley PS, Peters PD. Amalgam tattoos: light and
electron microscopy and electron-probe micro-analysis. J Pathol
1977;121:8392. Chong BS, Pitt Ford TR, Watson TF, Wilson RF.
Sealing ability of potential retrograde root filling materials.
Endod Dent Traumatol 1995;11:264 9. Wang N, Knight K, Dao T,
Friedman S. Treatment outcome in endodontics: the Toronto
Studyphases I and II: apical surgery. J Endod 2004;30:751 61.
Sjgren U. Success and failure in endodontics (Odontological
Dissertation no.60). Umea, Sweden: University of Umea, 1996. Nair
PN, Pajarola G, Schroeder HE. Types and incidence of human
periapical lesions obtained with extracted teeth. Oral Surg Oral
Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 1996;81:93102. Simon JH.
Incidence of periapical cysts in relation to the root canal. J
Endod 1980;6:845 8. Lin LM, Ricucci D, Rosenberg PA. Fate of
radicular cysts after nonsurgical root canal therapy. J Endod 2008;
in press. Ricucci D, Pascon EA, Ford TR, Langeland K. Epithelium
and bacteria in peria pical lesions. Oral Surg Oral Med Oral Pathol
Oral Radiol Endod 2006; 101:239 49. Lin LM, Huang GT, Rosenberg PA.
Proliferation of epithelial cell rests, formation of apical cysts,
and regression of apical cysts after periapical wound healing. J
Endod 2007;33:908 16.
18