TANGGUNG J MENGGUN Diajukan S Gelar Sarja Fa B P JAWAB PELAKU USAHA SABLON BAJU Y NAKAN MEREK TERDAFTAR TANPA IZI SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh ana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum akultas Hukum Universitas Halu Oleo OLEH : AYU PRAYANTI AKHMAD H1A1 13 300 BAGIAN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017 YANG IN h m
76
Embed
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA SABLON BAJU YANG …sitedi.uho.ac.id/uploads_sitedi/H1A113300_sitedi_SKRIPSI AYU.pdf · TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA SABLON BAJU YANG MENGGUNAKAN MEREK
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA SABLON BAJU YANGMENGGUNAKAN MEREK TERDAFTAR TANPA IZIN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo
OLEH :
AYU PRAYANTI AKHMAD
H1A1 13 300
BAGIAN HUKUM KEPERDATAANPROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI2017
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA SABLON BAJU YANGMENGGUNAKAN MEREK TERDAFTAR TANPA IZIN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo
OLEH :
AYU PRAYANTI AKHMAD
H1A1 13 300
BAGIAN HUKUM KEPERDATAANPROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI2017
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA SABLON BAJU YANGMENGGUNAKAN MEREK TERDAFTAR TANPA IZIN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo
OLEH :
AYU PRAYANTI AKHMAD
H1A1 13 300
BAGIAN HUKUM KEPERDATAANPROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI2017
ii
iii
iv
ABSTRAK
Ayu Prayanti Akhmad (H1 A1 13 300) “Tanggung Jawab Pelaku Usaha SablonBaju Yang Menggunakan Merek Terdaftar Tanpa Izin”. Di bawah bimbinganBapak Guswan Hakim sebagai Pembimbing I dan Bapak Haris Yusuf sebagaiPembimbing II.
Adapun tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah untukmengetahui tanggung jawab pelaku usaha sablon baju terhadap penggunaan merekterdaftar tanpa izin.Adapun manfaat dari penelitian ini meliputi manfaat akademisdan manfaat praktis.
Penelitian ini menggunkan tipe penelitian hukum normatif denganmenggunakan sumber bahan hukum primer dan sekunder yang dianalisis secarakualitatif agar dapat menghasilkan suatu uraian yang deskriftif kualitatif, yaitudengan memberikan gambaran yang berkaitan dengan tanggung jawab perdatapemberi jasa layanan sablon baju yang menggunakan merek terdaftar tanpa izinsebagai objek.
Penelitian ini menghasilkan suatu kesimpulan yaitu : “bahwa sesuai denganketentuan dalam Pasal 83 (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merekdan Indikasi Geografis vide Pasal 1 angka 5 pada Undang-Undang yang sama makabentuk tanggung jawab yang harus diterima oleh pelaku usaha sablon baju yangmenggunakan merek terdaftar tanpa izin adalah ganti kerugian dan/atau penghentiansemua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek. Hal ini juga sejalandengan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata yang memberikan kewajiban penggantiankerugian terhadap pelaku perbuatan melawan hukum. Penggantian kerugian dapatberupa penggantian kerugian materiil dan immaterial. Sebagai pelaku usahaperseorangan, bentuk tanggung jawab untuk membayar ganti kerugian akibatsengketa merek yang digunakan adalah harta perusahaan atau dapat jugamenggunakan harta milik pribadi.
Kata Kunci : Tanggung Jawab, Sablon Baju, Merek Terdaftar
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sebesar-besarnya Penulis panjatkan kehadirat Allah Swt atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Sablon Baju yang Menggunakan
Merek Terdaftar Tanpa Izin” sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
menyelesaikan pendidikan S-1 Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Halu
Oleo.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi
kualitas maupun kuantitasnya, hal ini karena keterbatasan yang dimiliki oleh Penulis.
Maka saran-saran dan kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak khususnya
pembaca sangat Penulis harapkan.
Terimakasih terkhusus pada kedua orang tua penulis, Ayah saya Akhmad dan
Ibu saya Supiana yang sudah sangat luar biasa dalam memberikan saya dukungan
baik berupa dukungan berbentuk materi maupun dukungan moril yang tidak terkira
jumlahnya. Terima kasih telah menjadi penyemangat yang luar biasa untuk saya.
Ucapan terima kasih juga penulis hanturkan kepada Bapak Dr. Guswan
Hakim, S.H., M.H., selaku dosen Pembimbing I dan Bapak Haris Yusuf, S.H.,
M.H., selaku dosen Pembimbing II yang tanpa lelah telah memberikan petunjuk,
arahan,ilmu, dan waktu luang untuk mengarahkan dan membimbing saya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
vi
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ruliah, S.H., M.H.,
Ibu Jumiati Ukkas, S.H., M.H., dan Ibu Nur Intan, S.H., M.H. selaku dosen
penguji yang telah banyak memberikan masukan-masukan yang bermanfaat kepada
Penulis baik dari segi penulisan maupun isi dari skripsi ini.
Selanjutnya tak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Supriadi Rustad, M.Si sebagai pelaksana tugas Rektor
Universitas Halu Oleo.
2. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Djufri, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Halu Oleo.
3. Bapak Rizal Muchtasar, S.H., L.LM., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik
Fakultas Hukum, Bapak Herman, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan Bidang
Keuangan Fakultas Hukum, dan Bapak Jabal Nur, S.H., M.H. selaku Wakil
Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Hukum.
4. Ibu Heriyanti, S.H., M.H. selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Halu Oleo.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Halu
Oleo yang telah bersedia memberikan ilmu dan bantuannya selama penulis
menempuh studi, khususnya Bapak Dr. Kamaruddin Djafar, S.H., M.H., Bapak
Ian Parma Saputra, S.H., M.H., Bapak Randy Renaldi, S.H., M.H., Ibu Endah
Widyastuti, S.H., M.H., dan Ibu Isnayanti, S.H., M.H.
6. Teman-teman kelas D angkatan 2013 yang senantiasa memberikan dukungan
moril kepada Penulis, khususnya Siti Nafsiah Khoirani, Siti Sarah, Siti Fatimah,
D. Tinjauan Umum tentang Tanggung Jawab................................................. 38
1. Konsep Tanggung Jawab .................................................................... 39
2. Tanggung Jawab dalam Hukum Perdata............................................. 39
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian .......................................................................................... 42
B. Jenis dan Sumber Bahan Hukum .............................................................. 42
C. Metode Pendekatan ................................................................................... 43
D. Teknik Memperoleh Bahan Hukum.......................................................... 43
E. Analisis Data ............................................................................................. 44
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tanggung Jawab Pelaku Usaha Sablon Baju yang Menggunakan Merek
Terdaftar Tanpa Izin ......................................................................................... 45
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 62
B. Saran ........................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara substantif pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dapat
dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena
kemampuan intelektual manusia. Karya-karya intelektual di bidang ilmu
pengetahuan, seni, sastra ataupun teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan
tenaga, waktu dan bahkan biaya. Pengorbanan tersebut menjadikan karya yang
dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi
yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan
konsepsi kekayaan terhadap karya-karya intelektual. Bagi dunia usaha, karya-
karya itu dikatakan sebagai aset perusahaan. Tumbuhnya konsepsi kekayaan
atas karya-karya intelektual pada akhirnya menimbulkan suatu perlindungan
yang dibutukan untuk melindungi atau mempertahankan kekayaan tersebut.
Kebutuhan ini melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan tadi,
termasuk pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakekatnya pula, HKI
dikelompokan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud
(Intangible).
Salah satu contoh dari Hak Kekayaan Intelektual adalah penggunaan
tanda sebagai pembeda antara barang dan jasa yang dihasilkan oleh seseorang
dalam bentuk produk barang dan jasa yang lazim kita sebut dengan merek.
Merek menjadi suatu hal yang dianggap penting karena digunakan untuk
membedakan antar produk yang dimiliki seorang produsen dengan para
2
pesaingnya. Dalam hal ini merek memegang peran penting dalam pencitraan
dan strategi pemasaran perusahaan serta memberikan kontribusi terhadap citra
dan reputasi terhadap produk dari sebuah produk dimata kosumen. Citra dan
reputasi suatu produk merupakan salah satu hal mendasar yang wajib dimiliki
suatu produsen untuk meningkatkan jumlah konsumen yang berdampak pada
meningkatnya nilai jual terhadap produk tersebut.
Mengingat karena merek bukan hanya semata–mata menunjukkan
nama dari sebuah produk, namun lebih dari itu merek menunjukkan nilai
tambah dari produk dalam berbagai dimensi, yang membedakan produk
tersebut dengan produk lain hal ini menyebabkan setiap produsen suatu
produk akan berusaha meningkatkan kekuatan mereknya di pasaran dari
waktu ke waktu. Dalam hal ini produsen akan berusaha memperkenalkan
produknya terutama keunggulan produk yang tidak dimiliki oleh produk lain.
Kesuksesan dalam membangun merek yang kuat akan tercipta apabila elemen-
elemen pendukung merek mendukung dan memberikan kontribusi yang positif
guna terciptanya merek yang kuat di pasaran. Elemen–elemen yang
dimaksudkan di sini adalah kualitas produk yang baik, kemampuan produk
dalam memenuhi kebutuhan ataupun keinginan konsumen, kemampuan
strategi marketing yang handal untuk terus memperkenalkan merek di pasaran
melalui segala program–program marketing, sampai pada kemasan produk
yang benar, baik dan menarik, harga produk yang sesuai dengan kualitas
produk yang ditawarkan. Dengan demikian, merek dapat terus dikenal,
3
menjadi perhatian dan terus dikonsumsi oleh masyarakat, dipercaya, sehingga
merek tersebut menjadi merek yang kuat di pasaran.
Pada dasarnya sebagai suatu hak yang dihasilkan oleh kemampuan
intelektual manusia, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) wajib mendapat
perlindungan hukum yang memadai. Tujuannya adalah untuk memberikan
perlindungan HKI dan prosedur penegakan hak dengan menerapkan tindakan
menuju perdagangan yang sehat. Sebagai salah satu bagian dari HKI yang
memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan
barang dan jasa dalam kegiatan perdagangan dan investasi, merek juga wajib
untuk mendapat suatu perlindungan hukum. Merek ( dengan “brand image”-
nya) dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda pengenal atau daya
pembeda yang sangat penting dan merupakan jaminan kualitas produk atau
jasa dalam suasana persaingan bebas. Oleh karena itu merek dapat
menghasilkan keuntungan besar, tentunya bila didayagunakan dengan
memperhatikan aspek bisnis dan proses manajemen yang baik. Demikian
pentingnya peranan merek ini maka terhadapnya dilekatkan perlindungan
hukum, yakni sebagai objek yang terhadapnya terkait hak- hak perseorangan
atau bahan hukum.
Tanpa perlindungan hukum, para pesaing dapat meniru merek orang
lain tanpa harus mengeluarkan biaya untuk proses menghasilan atau
mengkreasikan suatu merek. Hukum merek telah dikenal lama di Indonesia,
bahkan sejak masa penjajahan Belanda. Hukum merek yang sekarang berlaku
adalah ketentuan- ketentuan yang dipengaruhi oleh perkembangan kegiatan
4
perdagangan internasional yang terjadi pada abad ke-20, terutama melalui
perundingan dagang global yang diatur dalam Agreement on Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) yang merupakan
lampiran dalam Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
(World Trade Organization/WTO) yang telah diratifikasi melalui Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing
the World Trade Organization1. Perjanjian TRIPs merupakan perjanjian
internasional yang sangat penting yang mengatur norma-norma standar di
bidang HKI yang di dalamnya terdapat merek yang merupakan salah satu
bidang HKI. Dengan telah diratifikasinya Persetujuan TRIPs, pada tanggal 7
Mei 1997 pemerintah Indonesia telah meratifikasi kembali Konvensi Paris dan
Trademark Law Treaty (Traktat Hukum Merek)2.
Di Indonesia, perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang
Merek mengalami banyak perubahan karena di anggap tidak sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan aturan-aturan yang terdapat dalam Persetujuan
TRIPs maupun konvensi-konvensi internasional di bidang HKI. Diawali
dengan Undang- undang Merek Kolonial Tahun 1912 yang berlaku pertama
kali di Indonesia pada masa Indonesia menjadi jajahan Belanda. Kemudian
Undang- undang Merek Kolonial Tahun 1912 diganti dengan Undang-
undang Nomor 21 Tahun 1961 Tentang Merek Perusahaan dan Merek
1 Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran NegaraNomor 3564, UU No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World TradeOrganization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), Jakarta, 2 November1994.2 Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt & Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual SuatuPengantar, Bandung : Alumni, 2011, hlm. 132.
5
Perniagaan dan diperbaharui dengan UU Nomor 19 Tahun 1992 Tentang
Merek; dan kemudian setelah Indonesia meratifikasi Persetujuan TRIPs pada
tahun 1994, maka Undang- undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek
disempurnakan kembali disesuaikan dengan aturan-aturan Persetujuan TRIPs
menjadi Undang- undang Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas
Undang- undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Dengan
pertimbangan dan memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-
undang Merek yang berlaku saat itu dan agar sejalan dengan konvensi-
konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, maka Undang-
undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek sebagaimana telah diubah
dengan Undang- undang Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas
Undang- undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek diganti dengan
Undang- undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Terakhir di
penghujung tahun 2016 Undang- undang yang mengatur tentang Merek
kembali mengalami perubahan akibat adanya perkembangan kegiatan
perdagangan barang dan jasa yang mengalami peningkatan yang cukup tinggi
dan berdampak pada maraknya pelanggaran dan pemalsuan Merek3. Setelah
melewati beberapa tahapan maka lahirlah Undang- undang Nomor 20 Tahun
2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis tepat pada tanggal 25 Desember
2016.
Meskipun secara yuridis, Negara Indonesia telah cukup produktif
dalam memberikan perlindungan hukum terhadap para pemegang merek tetapi
3 Cita Citrawinda Noerhadi, Diskusi Publik Naskah Akademik RUU Tentang Merek, disampaikanpada Seminar oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, tanggal 4 Oktober 2012, Hotel SofyanBetawi, Jakarta, hlm. 1.
6
pada kenyataannya hal ini belum bisa secara serta merta menjamin hapusnya
suatu pelanggaran merek. Di Negara kita masih banyak sekali dijumpai
adanya pelanggaran terhadap hak atas merek. Pelanggaran tersebut terjadi
sejak dahulu sampai sekarang dengan menggunakan teknologi yang lebih
maju dan dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tingginya tingkat konsumtif akan gaya hidup yang tinggi dalam
penggunan merek terkenal yang dapat menunjang dan menentukan status
sosial dalam pergaulan. Merek merupakan gengsi bagi kalangan tertentu,
karena gengsi seseorang teletak pada barang yang dipakai, semakin terkenal
merek yang digunakan semakin tinggi pula status sosialnya , terlebih lagi jika
merek itu terkenal yang merupakan produk asli yang sulit didapat dan
dijangkau oleh kebanyakan orang dapat menjadi kebanggan tersendiri. Suatu
produk dengan merek yang terkenal tidak akan lepas dengan harga yang
cukup tinggi dan harga yang tinggi menjadi penghambat bagi para konsumen
dalam memenuhi gengsinya untuk menggunkan produk dengan merek
terkenal.
Saat ini tengah ramai bermunculan para pelaku usaha yang bergerak
dibidang sablon baju. Jenis usaha sablon baju ini seakan menjadi jawaban
untuk memenuhi keinginan para konsumen yang kondisi keuangannya
dibawah rata-rata tetapi mempunyai gengsi yang cukup tinggi untuk
menggunakan produk yang dilabeli merek terkenal. Sablon baju merupakan
salah satu teknik membuat gambar atau tulisan dengan menggunakan alat
tertentu untuk mencetak grafis dengan menggunakan kain gasa pada suatu
7
bidang sasaran cetak. Biasanya para pelaku usaha sablon baju akan menerima
pesanan untuk mencetak suatu desain pada baju kaos yang sebelumnya masih
polos. Terkait dengan bagaimana model desain yang dimaksud akan
diserahkan sepenuhnya pada pemesan untuk secara bebas menggunakan
desain apapun.
Pemberian kesempatan yang seluas-luasnya kepada pemesan untuk
mendesain sendiri baju yang akan disablonnya inilah yang membuka peluang
terjadinya pelanggaran terhadap salah satu jenis Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) yaitu merek. Dalam menentukan desain, tidak sedikit konsumen yang
memilih untuk menggunakan suatu merek terdaftar untuk dijadikan objek
berupa merek sebuah baju sudah terkenal seperti Peter Says Denim, Kiddrock,
dan lain-lain. Dan pelaku usaha sablon baju akan serta-merta menerima
desain tersebut untuk dicetak pada media berupa baju polos tanpa label
ataupun merek apapun.
Sebagai imbas dari maraknya pelaku usaha sablon baju yang tidak
mensortir terlebih dahulu objek dari pesanan yang akan disablonnya maka
lahirlah beragam kaos yang diproduksi secara illegal dengan menggunakan
merek terdaftar sebagai desain baju. Di Indonesia sendiri tercatat bahwa
pakaian masuk dalam tujuh komoditas produk yang yang paling banyak
dipalsukan yaitu sebesar 38,90%, sedikit lebih tinggi di banding dengan
barang kulit dengan persentas 37,20%.4 Dan pelaku usaha jasa sablon baju
adalah salah satu usaha yang sangat mendukung semakin tumbuh suburnya
4 Fiki Ariyanti , Liputan 6 Explore “Ini Dia 7 Produk yang Paling Banyak Dipaluskan”http://m.liputan6.com/21810=45/read/bisnis/ ini-dia-7-produk-yang-paling-banyak-dipalsukan, 25Februari 2015, diakses pada tanggal 20 Februari 2016.
8
pemalsuan merek terdaftar di Indonesia mengingat karena teknik sablon baju
adalah cara termudah untuk memproduksi baju dengan menggunakan desain
sendiri dengan hasil yang sangat menyerupai aslinya.
Jika hanya dibandingkan melalui foto, kedua kaos tersebut terlihat
sangat identik dengan aslinya. Untuk mempermudah dalam membedakannya,
berikut Penulis paparkan beberapa hal yang dapat menjadi unsur pembeda
diantaranya keduanya :5
1. Dilihat dari harganya.
Faktor harga bisa menjadi dasar dalam membedakannya. Kaos asli
jelas dibuat dengan ketelitian tinggi dengan bahan yang berkualitas, wajar
harganya menjadi mahal dengan rata-rata harga di atas 100 ribu rupiah.
Sedangkan untuk yang palsu biasa dijual dengan harga murah sesuai
dengan kualitas barangnya. Jika anda mendapati perbedaan harga dengan
terpaut sangat jauh mencolok maka anda bisa dengan gampang untuk
membedakannya. Tetapi ada juga barang palsu dijual dengan harga mahal
agar pembeli tidak begitu curiga. Menanggapi permasalahan itu, sebelum
membeli ada baiknya anda mencari informasi harga barang asli nya
terlebih dahulu.
2. Cek logo atau lambangnya.
Kaos asli memiliki logo/ lambang kenamaan kaos tersebut yang
terletak pada kerah kaos, atau pada bagian bawahnya. Cek ketahanan pada
5 Roma Doni, Cermat Membedakan Kaos ORI dan KW, http://blog.kaos101.com/2013/09/cermat-membedakan-kaos-ori-dan-kw.html, 10 September 2013, diakses pada tanggal 7 Maret 2017.
9
logonya apakah dijahit secara benar atau hanya asal tempel saja. Kaos
palsu logo/lambangnya terlihat buram dan tulisan kurang jelas.
3. Periksa kualitas bahan kainnya
Terkhusus kaos bersablon dapat dicek bagian sablonnya apakah
tersablon rapi dan desain yang dihasilkan tidak pecah. Keuntungan dari
kaos asli kita mendapat kualitas kaos yang mumpuni, rajutan kain rapi
sehingga kaos terasa lebih kuat dan nyaman dipakai.
4. Tempat penjualannya
Tanpa bermaksud menimbulkan kesan tidak baik, tapi biasanya
kaos-kaos palsu banyak dijual oleh pedagang-pedagang kaki lima. Karena
perlu modal yang besar bagi produsen untuk bisa menjual kaos-kaos asli,
sebab harga dasar dari pabriknya juga tidak murah. Untuk yang kaos asli
sesuai kualitasnya, produsen kaos yang membeli juga akan menyesuaikan
dengan tempat yang lebih baik seperti distro, planet surf, toko mewah
dengan tujuan menambah keyakinan bagi pembeli bahwa barang-barang
yang dijual merupakan barang yang asli.
Pelanggaran terhadap hak merek yang terjadi dalam transaksi jual beli
jasa dalam usaha sablon baju ini tentu akan menimbulkan kerugian bagi
pemilik hak merek baik berupa kerugian materil dan immateril. Kerugian
materil meliputi pemasukan, penurunan harga pasar, dan omzet penjualan bagi
pemilik merek sebenarnya karena sebagian konsumen akan beralih untuk
menggunakan produk baju palsu yang didesain dengan menggunakan suatu
merek melalui teknik sablon. Sedangkan kerugian immaterial meliputi kualitas
10
yang berimbas ke nama baik pemilik merek terdaftar, kualitas tersebut
merupakan jaminan nilai produksi merek. Sehubungan dengan adanya
kerugian yang lahir dari pelanggaran merek seperti ini maka Undang-undang
telah memberikan kesempatan bagi pemilik Merek terdaftar untuk dapat
mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan
Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
untuk barang dan/atau jasa yang sejenis sesuai dengan ketentuan dalam Pasal
83 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis.
Maraknya pemalsuan merek yang dilakukan oleh para pelaku usaha
sablon baju telah memberikan pengaruh terhadap dunia bisnis. Perdagangan
tentu tidak akan berkembang dengan baik dan akan semakin memperburuk
citra Indonesia sebagai pelanggar HKI. Oleh karena itu, permasalahan tentang
perlindungan hukum atas merek menjadi menarik untuk dibahas, mengingat
dunia akan terus berkembang, dan didalamnya merek mempunyai peran yang
cukup diperhitungkan khususnya dalam proses perdagangan barang dan jasa
di era global. Maka dari itu perlu diadakan penelitian yang berhubungan
dengan masalah pertanggung jawaban para pelaku usaha sablon baju yang
menggunkan suatu Merek terdaftar secara illegal dengan harapan jika
diketahui bagaimana bentuk tanggung jawab dari pelanggaran merek akan
dilakukan tindakan-tindakan preventif untuk meminimalisir pelanggaran
sejenis di masa yang akan datang. Untuk itu penulis menuangkan tulisan ini
dalam bentuk skripsi dengan judul : TANGGUNG JAWAB PELAKU
11
USAHA SABLON BAJU YANG MENGGUNAKAN MEREK
TERDAFTAR TANPA IZIN.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka dapat
dirumuskan permasalahan dalam penulisan ini, adalah “Bagaimana tanggung
jawab pelaku usaha sablon baju terhadap penggunaan merek terdaftar tanpa
izin ?”
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah untuk
mengetahui tanggung jawab pelaku usaha sablon baju terhadap penggunaan
merek terdaftar tanpa izin.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat akademis
a) Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu
hukum, khususnya yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual
yang menyangkut tanggung jawab pelaku usaha sablon baju yang
menggunakan merek terdaftar tanpa izin.
b) Memberikan informasi bagaimana peraturan perundang- undangan
yang terkait dengan pelanggaran hak Merek pada usaha sablon baju.
2. Manfaat praktis
a) Hasil penelitian dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran
bagi pihak yang berkepentingan.
12
b) Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, dan untuk
mengetahui kemampuan Penulis dalam menerapkan ilmu yang
diperolehnya.
13
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Hak Kekayaan Intelektual
1. Pengetian Hak Kekayaan Intelektual
Istilah Hak Kekayaan Intelektual terdiri dari dua kata, yakni hak
kekayaan dan intelektual. Hak kekayaan adalah kekayaan berupa hak yang
mendapat perlindungan hukum, dalam arti orang lain dilarang
menggunakan hak itu tanpa izin pemiliknya, sedangkan kata intelektual
berkenaan dengan kegiatan intelektual bedasarkan kegiatan daya cipta dan
daya pikir dalam bentuk ekspresi, ciptaan, dan penemuan dibidang
teknologi dan jasa6.
Hak Kekayaan Intelektual adalah suatu hak kebendaan, hak atas
sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil
dari pekerjaan rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa
benda immateril, benda tidak berwujud.7. HAKI merupakan hak eksklusif
yang diberikan negara kepada seseorang, sekelompok orang, maupun
lembaga untuk memegang kuasa dalam menggunakan dan mendapatkan
manfaat dari kekayaan intelektual yang dimiliki atau diciptakan. Istilah
HAKI merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR),
sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
pengesahan WTO (Agreement Establishing The World Trade
Organization). Pengertian Intellectual Property Right sendiri adalah
6 Elsi Kartika Sari, Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi, Jakarta : Grasindo, 2008, hlm112.7 Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Jakarta :RajaGrafindo Persada, 2013, hlm 9.
14
pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang timbul dari kemampuan
intelektual manusia, yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang
secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right)8.
Hak kekayaan intelektual (HKI) merupakan padanan dari
intellectual property right, berdasarkan WIPO, the legal rights which
result from intellectusl sctivity in the industrial scientific, literary or
artistic fields. Dengan demikian, intellectual property rights (IPR)
merupakan perlindungan terhadap hasil karya manusia, baik hasil karya
yang berupa aktivitas dalam ilmu pengetahuan, industry, kesusasteraan,
dan seni9.
Perlindungan dan penegakan hukum HKI bertujuan untuk
mendorong timbulnya inovasi, pengalihan, penyebaran teknologi, dan
diperolehnya manfaat bersama antara penghasil dan penggunaan
pengetahuan teknologi, menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi,
serta keseimbangan antara hak dan kewajiban10.
2. Prinsip- Prinsip Hak Kekayaan Intelektual
Untuk menggetahui konsep perlindungan hak milik intelektual,
maka dapat diketahui dari prinsip- prinsip utama hak milik intelektual.
Dengan memahami prinsip- prinsip ini maka sekaligus akan diketahui latar
belakang perlunya perlindungan terhadap hak milik inteletual. Djumhana
mengemukakan konsep perlindungan hak milik intelektual menurut
8 Andasialagan , Hak Kekayaan Intelektual https://andasiallagan92. /2014/04/15/hak--kekayaan-intelektual/, 15 April 2014, diakses pada tanggal 12 Januari 2016.9 Elsi Kartika Sari, Advendi Simanunsong, Op. cit., hal 113.10 Ibid
15
system Romawi. Menurutnya dalam system hukum Romawi, suatu hasil
kreasi dari pekerjaan dengan memakai kamampuan intelektual, maka
pribadi yang menghasilkannya mendapatkan kepemilikan berupa hak
amaliah. Pendapat ini terus didukug dan dianut banyak sarjana11.
Adapun prinsip- prinsip yang terdapat dalam hak kekayaan
inteletual adalah sebagai berikut 12 :
a) Prinsip Keadilan (principle of natural justice), yaitu bahwa pencipta
sebuah karya atau orang lain yang bekerja dan membuahkan hasil dari
kemampuan intelektualnya sehingga wajar mendapat imbalan. Imbalan
tersebut dapt berupa materi maupun bukan materi, seperti rasa aman
karena dilindungi dan diakui hasil karyanya.
b) Prinsip Ekonomi ( The economic argument), yaitu bahwa hak milik
intelektual ini merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif
suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada
khalayak umum dalam berbagai bentuk yang memiliki manfaat sera
berguna dalam menunjang kehidupan manusia. Maksudnya
kepemilikan itu wajar karena sifat ekonomis manusia yang
menjadikan hal itu sebagai suatu keharusan untuk menunjang
kehidupan.
c) Prinsip Kebudayaan (The cultural argument), yaitu bahwa karya
manusia pada hakekatnya bertujuan untuk kebutuhan kehidupan.
Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan seni dan sastra
11 Neni Sri Imaniyari, Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam, Bandung : Mandar Maju, 2002, hlm.126 dan 127.12 Ibid
16
sangat besar artinyabagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan
martabat manusia.
d) Prinsip Sosial ( The social argument), yaitu bahwa hukum mengatur
kehidupan manusia sebagai warga masyarakat, manusia dalam
hubungannya dengan manusia lain. Oleh karena itu hak apapun yang
diakui oleh hukum kepada manusia orang perorangan atau persekutuan
maka hak tersebut untuk kepentingan seluruh masyarakat.
3. Tinjauan Umum tentang Merek
1. Istilah dan Pengertian Merek
Secara yuridis telah dijelaskan definisi tentang merek yaitu13:
“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupagambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalambentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram,atau kombinasi dar 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untukmembedakan barang dan/jasa yang diproduksi oleh orang ataubadan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”
Dari rumusan pasal tersebut, dapat diketahui bahwa merek merupakan :
a) Tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama,
kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi
dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dar 2 (dua)
atau lebih unsur tersebut;
b) Memiliki daya pembeda (distinctive) dengan merek lain;
c) Digunakan dalam kegiatan perdaangan barang atau jasa yang sejenis.
Selain menurut batasan yuridis, beberapa sarjana ada juga
memberikan pendapatnya tentang merek, yaitu sebagai berikut :
13 Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2016 Nomor 252, UU No. 20, Jakarta, 25November 2016, Pasal 1 angka 1.
17
a) H.M.N Purwo Sutjipto, memberikan pendapat bahwa, merek adalah
suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga
dapat dibedakan dengan bendalain yang sejenis.14
b) R. Soekardono, memberikan pendapat bahwa, merek adalah sebuah
tanda dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu
juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kaulitetnya barang
dalam perbandingan dengan barang- barang sejenis yangn dibuat atau
diperdagangkan oleh orang-orang atau badan- bandan perusahaan
lain.15
c) Mr. Tirtaamidjaya yang mensitir pendapat Vollmar, memberikan
pendapat bahwa, suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah
suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya,
gunanya membedakan barang itu dengan barang-barang yang sejenis
lainnya.16
d) Iur Soeryati memberikan pendapat bahwa ditinjau dari fungsinya
merek dipergunakan untuk membedakan baranng dan jasa
bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu, barang yang
besangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai : tanda asal, nama,
jaminan terhadap mutunya.17
e) Essel R. Dillavou, Sarjana asal Amerika Serikat, sebagimana dikutipoleh Pratasius Daritan, menerjemahkan sekaligus memberikankomentar bahwa :
“No complete definition can be givenfor a trade markgenerally it is any sign, symbol mark, work or arrangement ofwords in the form of a label adopted and used by amanufacturer of distribution to designate his particular goods,and which no other person has the legal right to use it. Aslily,the sign or trade mark, indicated origin, but to day it is usedmore as an adveristing mechanism.(Tidak ada definisi yang lengkap yang dapat diberikan untuksuatu merek dagang, secara umum adalah suatu lambang,symbol, tanda, perkataan atau susunan kata-kata di dalambentuk suatu etiket yang dikutip dan dipakai oleh seseorangpengusaha atau distributor untuk mengadakan barang- barangkhususnya, dan tidak ada orang lain mempunyai hak sah untukmemekainya desain atau trade mark menunjukkan keasliantetapi sekarang itu dipakai sebagai suatu mekanismeperiklanan)18.
2. Jenis Merek
Undang- Undang Merek Tahun 2016 telah mengatur tentang jenis-
jenis merek, yaitu sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 2, angka 3,
dan angka 4 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan
Indikasi Geografis yaitu merek dagang, merek jasa, dan merek kolektif.
Pasal 1 angka 2 :
“Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barangyang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orangsecara bersama-sarna atau badan hukum untuk membedakandengan barang sejenis lainnya.”
Pasal 1 angka 3 :
“Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pacta jasa yangdiperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secarabersarna-sarna atau badan hukum untuk membedakan denganjasa sejenis lainnya.”
Pasal 1 angka 4 :
18 Prataius Daritan, Hukum Merek dan Persengketaan Merek di Indonesia, Skripsi, TidakDipublikasikan, hlm 7.
19
“Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barangdanjatau jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat,ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannyayang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badanhukum secara bersama-sama untuk membedakan denganbarang danjatau jasa sejenis lainnya.”
Khusus untuk merek kolektif tidak dapat dikatakan sebagai jenis
merek yang baru oleh karena merek kolektif ini sebenarnya juga terdiri
dari merek dagang dan jasa. Hanya saja merek kolektif ini pemakaiannya
digunakan secara kolektif19.
Selain itu terdapat perbedaan kemasyuran suatu merek yang
membedakan pula tingkat derajat kemasyuran yang dimiliki oleh berbagai
merek. Ada 3 (tiga) jenis yang dikenal oleh masyarakat, yaitu20:
a) Merek Biasa
Merek biasa atau normal mark yang tergolong kepada merek
biasa adalah merek yang tidak memiliki reputasi tinggi dan jangkauan
pemasarannya sangat sempit dan terbatas pada lokal. Merek normal
tidak menjadi incaran pedagang ataupun pengusaha untuk ditiru atau
dipalsukan karena permintaan yang rendah. Merek biasa bukan
disebabkan oleh faktor kualitas yang rendah tetapi kemungkinan merek
normal tidak memiliki dana yang memadai sehingga menyebabkan
pengenalan masyarakat kurang.
b) Merek Terkenal
19 Saidin, Op. Cit., hlm. 34620 Sekar Hayu Ediningtyas, Perlindungan Hukum Terhadap Pemalsuan Merek Dagang TerkenalAsing Di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (StudiDi Pasar Johar Semarang), Skripsi, 2015 hlm. 39-40.
20
Merek terkenal atau well known mark. Merek terkenal memiliki
reputasi tinggi karena lambangnya memiliki kekuatan untuk menarik
perhatian dan pengetahuan masyarakat mengenai suatu merek di dalam
maupun di luar negeri.
c) Merek Termasyhur
Sedemikian rupa terkenalnya suatu merek sehingga
dikategorikan sebagai famous mark. Famous mark dan well known
mark pada umumnya susah dibedakan namun famous mark
pemasarannya hampir seluruh dunia dengan reputasi internasional,
produksinya hanya untuk golongan tertentu saja dengan harga yang
sangat mahal.
3. Fungsi Merek
Merek dikatakan sebagai salah satu cara untuk mencegah
terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Dengan merek, produk barang
atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnyaa serta
keterjaminan bahwa produk itu original. Kadangkala yang membuat yang
membuat harga suatu produk menjadi mahak bukan produknya, tetapi
mereknya. 21
Ada empat hal yang menjadi fungsi utama merek, yaitu 22:
a) Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum
dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya.
21 Saidin, Op.Cit. hlm. 329.22 Wikipedia, Merek, http://id.wikipedia.org/wiki/Merek, 7 Oktober 2016, diakses tanggal 12Januari 2016.
21
b) Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya
cukup dengan menyebutkan mereknya.
c) Sebagai jaminan atas mutu barangnya.
d) Menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan.
Sedangkan P.D.D Darmawan mengemukakan bahwa ada tiga
fungsi merek, yaitu23 :
a) Fungsi Indikator Sumber, artinya merek berfungsi untuk menunjukan
bahwa suatu produk bersumber secara sah pada suatu unit usaha dan
karenanya juga berfungsi untuk memberikan indikasi bahwa produk itu
dibuat secara profesional;
b) Fungsi Indikator Kualitas, artinya merek berfungsi sebagai jaminan
kualitas khususnya dalam kaitan dengan produk-produk bergengsi;
c) Fungsi Sugestif, artinya merek memberikan kesan akan menjadi
kolektor produk tersebut.
4. Pendaftaran Merek
Menurut pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang
Merek dan Indikasi Geografis, merek tidak dapat didaftarkan apabila
mengandung salah satu unsur dibawah ini :
a) bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan,
moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
b) sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang danjatau
jasa yang dimohonkan pendaftarannya;
23 Sekar Hayu Ediningtyas, Op.Cit, hlm. 40.
22
c) memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal,
kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang danjatau jasa
yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas
tanaman yang dilindungi untuk barang danjatau jasa yang sejenis;
d) memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau
khasiat dari barang danjatau jasa yang diproduksi;
e) tidak merniliki daya pembeda; dan / atau
f) merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.
Mr. Sudargo Gautama juga telah memberikan pendapat terkait
dengan jenis merek yang tidak dapat didaftar , yaitu24 :
a) Bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum
b) Tanda-tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban
umum tidak dapat diterima sebagai merek. Dalam merek bersangkutan
tidak boleh terdapat lukisan-lukisan atau kata-kata yang bertentangan
dengan kesusilaan yang baik dan ketertiban umum. Di dalam lukisan-
lukisan ini kiranya tidak dapat dimasukkan juga berbagai gambaran-
gambaran yang dari segi keamanan atau segi penguasa tidak dapat
diterima karena dilihat dari segi kesusilaan maupun dari segi politis
dan ketertiban umum. Lukisan-lukisan yang tidak memenuhi norma-
norma susila, juga tidak dapat digunakan sebagai merek jika tanda-
tanda atau kata-kata yang terdapat dalam sesuatu yang diperkenankan
sebagai “merek” dapat menyinggung atau melanggar perasaan,
24 Saidin, Op.Cit., hlm. 349-350.
23
kesopanan, ketentraman atau keagamaan, baik dari khalayak umumnya
maupun suatu golongan masyarakat tertentu.
c) Tanda-tanda yang tidak mempunyai daya pembedaan.
d) Tanda-tanda yang tidak mempunyai daya pembeda atau yang dianggap
kurang kuat dalam pembedaannya tidak dapat dianggap sebagai merek.
e) Tanda Milik Umum.
f) Tanda – tanda yang karena telah dikenal dan dipakai secara luas serta
bebas dikalangan masyarakat tidak lagi cukup untuk dipakai sebagai
tanda pengenal bagi keperluan pribadi dari orang – orang tertentu.
g) Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimintakan pendaftaran.
h) Yang dimaksud dengan merupakan keterangan atau berkaiatan dengan
barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran seperti merek “kopi atau
gambar kopi” untuk produk kopi.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan
Indikasi Geografis Permohonan Pendaftaran Merek dapat dilaksanakan
dengan dua macam yang dapat ditempuh yaitu dengan cara biasa atau bersifat
umum dan dengan hak prioritas. Permohonan pendaftaran dengan cara biasa
dilakukan karena merek yang dimohon pendaftaranya belum pernah
didaftarkan sama sekali. Sedangkan permohonan pendaftaran dengan hak
prioritas dilakukan karena merek yang didaftarkan di Indonesia sudah pernah
didaftarkan di negara lain.
a) Dengan cara biasa
24
Permohonan diajukan kepada Kementerian Hukum dan HAM yang
diajukan secara tertulis dengan bahasa Indonesia. Adapun isi surat
permohonan pendaftaran merek yang harus dimuat di dalamnya sesuai
dengan Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang
Merek dan Indikasi Geografis yaitu :
1) tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;
2) nama lengkap, kewarganegaraan, dan alarnat Pemohon;
3) nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan melalui
Kuasa;
4) warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan
unsur warna;
5) nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam
hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; dan
6) kelas barang darr/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau
jenis jasa.
b) Dengan hak prioritas
Syarat-syarat mengajukan permohonan pendaftaran merek dengan
hak prioritas juga harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana dalam
pengajuan permohonan pendaftaran dengan cara biasa. Namun
permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam
waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan
permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali diterima di negara lain
yang merupakan anggota Konvensi Paris tentang Pelindungan Kekayaan
25
Industri (Paris Convention for the Protection of Industrial Property) atau
anggota Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
(Agreement Establishing the World Trade Organization).
Terhadap Pemilik yang mendaftarkan mereknya akan mendapat hak
atas merek yang dilindungi oleh hukum, hal ini bersesuaian dengan ketentuan
pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis . Sedangkan pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang tersebut
disebutkan bahwa hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh
negara kepada pernilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu
dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada
pihak lain untuk menggunakannya. Dan berdarkan ketentuan Pasal 35 ayat 1
dan 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis hak ini melekat pada pemegang merek terdaftar selama 10 (sepuluh)
tahun sejak Tanggal Penerimaan, setelah itu jangka waktu perlindungan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.
5. Pengalihan Merek
Dalam Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
Tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa merek dapat
dialihkan karena alasan :
a) Pewarisan;
b) Wasiat;
c) Wakaf;
d) Hibah;
26
e) Perjanjian; atau
f) Sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Pengalihan hak merek dalam bentuk wasiat, wakaf, dan hibah di
Indonesia masih bersifat pluralism. Hukum waris, hibah, dan wasiat belum
ada yang berlaku secara unifikasi, masih berbeda untuk setiap golongan
penduduk. Ada yang tunduk kepada hukum adat, ada yang tunduk kepada
hukum Islam, dan ada yang tunduk kepada hukum perdata yang termuat
dalam KUH Perdata. Oleh karena itu, jika pengalihan harus dilengkapai
dengan dokumen-dokumen yang mendukungnya sesuai dengan ketentuan
Pasal 41 ayat 4 Undang-Undang Merek Tahun 2016 maka pertama-tama
yang harus diperhatikan adalah dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
peristiwa pelepasan hak tersebut dengan berbagai pilihan terhadap kaedah
hukum dan berbagai akibat hukum yang ditimbulkannya sesuai dengan
sifat kaedah hukumnya yang pluralistis tersebut25. Sedangkan pengalihan
melalui perjanjian, oleh karena perjanjian menganut asas kebebasan
berkontrak maka haruslah diperhhatikan syarat-syarat sahnya suatu
perjanjian dan syarat-syarat umum lainnya26.
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar
kepada pihak lain berdasarkan perjanjian secara tertulis sesuai peraturan
perundang-undangan untuk menggunakan Merek terdaftar27. Pemilik
merek terdaftar berhak memberikan lisensi kepada pihak lain dengan
25 Ibid, hlm. 380-381.26 Subekti, Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Cetakan Ketigapuluhlima,Jakarta ,Pradnya Paramita: 2004.27 Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2016 Nomor 252, Op. Cit, Pasal 1 angka 8.
27
perjanjian bahwa penerima lisensi nakan menggunakan merek tersebut
untuk sebagian atau seluruh jenis barang dan jasa. Sementara itu,
perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat
Jenderal Merek. Dengan demikian, pemilik merek terdaftar yang
memberikan lisensi kepada pihak lain tetap dapat menggunakan atau
memberikan lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk menggunakan
sendiri atau menggunakan merek tersebut, kecuali bila diperjanjikan lain28.
6. Pelanggaran Merek
Pelanggaran terhadap merek termotivasi dari keinginan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi secara mudah dengan mencoba atau
melakukan tindakan meniru atau memalsukan merek-merek yang sudah
terkenal di masyarakat tanpa memikirkan hak-hak orang lain yang hak-
haknya telah dilindungi sebelumnya. Tentu saja hal-hal demikian sangat
mengacaukan roda perekonomian dalam skalam nasional dan skala lokal29.
Menurut Molegraf, persaingan tidak jujur adalah peristiwa di
dalam mana seseorang untuk menarik para langganan orang lain kepada
perusahaan dirinya sendiri atau demi perluasaan penjualan omzet
perusahaanya, menggunakan cara-cara yang bertetangan dengan itikad
baik dan kejujuran di dalam perdagangan30.
Praktik perdagangan tidak jujur meliputi31:
a) Praktik Peniruan Merek Dagang (Trademark piracy)
28 Elsi Kartika Sari, Advendi Simanusong,Op. Cit, hlm. 126.29 Saidin, Op. Cit,hlm 357.30 R.M. Suryodiningrat, Aneka Hak Milik Perindustrian, Tarsito, Bandung, 1981, hlm.66.31 Saidin, Op.Cit.hlm 357-358.
28
Berupaya mempergunakan merek dengan meniru merek terkenal
(well know trade mark) yang sudah ada sehingga merek atas barang atau
jasa yang sudah terkenal dengan maksud menimbulkan kesan kepada
khalayak ramai, seakan-akan barang atau jasa yang diproduksinya sama
dengan barang atau jasa yang terkenal.
b) Praktik Pemalsuan Merek Dagang (Counterfeiting)
Berupaya dengan cara memproduksi barang-barang dengan
mempergunakan merek yang sudah dikenal secara luas di dalam
masyarakat yang bukan merupakan haknya.
c) Perbuatan-perbuatan yang dapat mengacaukan publik berkenaan
dengan Sifat dan Asal Usul Merek (Imitations of labels and
packaging).
Berupaya dengan cara mencantumkan keterangan tentang sifat dan
asal-usul barang yang tidak sebenarnya, untuk mengelabui konsumen,
seakan-akan barang tersebut memiliki kualitas yang baik karena berasal
dari daerah penghasil barang yang bermutu.
Sehubung dengan pelanggaran merek dalam Pasal 83 ayat 1
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis menyatakan bahwa:
“Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merekterdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yangsecara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaanpada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasayang sejenis berupa:a. gugatan ganti dan/atau
29
b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan denganpenggunaan Merek tersebut.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, pelanggaran merek
pada umumnya dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :
a) Menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek
terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/ atau jasa sejenis yang
diproduksi dan/ atau diperdagangkan.
b) Menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya
dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/ atau jasa
sejenis yang diproduksi dan/ atau diperdagangkan.
c) Menggunakan merek yang mempunyai persamaan sebagian atau
keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang
dan/ atau jasa sejenis yang diproduksi dan/ atau diperdagangkan yang
jenis barangnya mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan
lingkungan hidup, dan/ atau kematian manusia.
Pendapat lain mengatakan bahwa ada dua macam pemeriksaan
kasus pelanggaran. Jika salah satu cara terpenuhi, penggugat akan menang.
Dalam hal ini penggugat harus membuktikan bahwa merek tergugat 32 :
a) Memiliki persamaan pada pokoknya terhadap merek yang dmiliki
penggugat.
Cara membandingkan kedua merek yang memiliki persamaan
pokoknya dengan merek lain adalah dengan melihat persamaan dan
32 Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Op.Cit. hlm. 147
30
perbedaannya, memperhatikan ciri-ciri penting dan kesan kemiripan atau
perbedaan yang timbul. Jika merek-merek tersebut sama atau hampir sama
artinya pelanggaran merek telah terjadi.
b) Persamaan yang menyesatkan konsumen pada saat membeli produk atau
jasa tergugat.
Penjualan produk yang dapat menyesatkan/menyebabkan
kebingungan bagi konsumen sampai pada batas dimana mereka
kemungkinan keliru membeli produk tergugat, padahal mereka
sebenarnya bermaksud membeli produk penggugat.
C. Tinjauan Umum tentang Pelaku Usaha Sablon Baju
1. Konsep Sablon Baju
Pengertian Sablon secara umum adalah screen printing yaitu salah
satu teknik membuat gambar atau tulisan dengan mencetak dengan alat
bukan mesin. Secara verbal, sablon dapat diartikan sebagai kegiatan cetak-
mencetak grafis dengan menggunakan kain gasa pada suatu bidang sasaran
cetak (bisa kaos, kertas, plat, atau media lainnya). Dalam
perkembangannya sablon yang paling popular adalah yang menggunakan
alat berupa saringan, sehingga muncullah istilah cetak saring. Dengan
adanya sablon, pekerjaan cetak-mencetak menjadi lebih cepat dan
mudah.33
Cetak sablon merupakan proses stensil untuk memindahkan suatu
citra ke atas berbagai jenis media atau bahan cetak seperti : kertas,
33 Konveksian Semarang, Pengertian dan Teknik Dalam Proses Sablon Baju,http://konveksiansemarang.com/2015/05/19/pengertian-dan-teknik-dalam-proses-sablon-baju/,19Mei 2015,diakses tanggal 15 Januari 2017.
31
kayu,metal, kaca, kain, plastik, kulit, dan lain-lain. Stensil tersebut
selanjutnya merupakan gambar negatif dari gambar asli dimana detail-
detail gambar yang di reproduksi memiliki tingkat keterbatasan terutama
dalam memproduksi detail-detail yang lebih halus.adakalanya para
perancang grafis melakukan tahapan desain secara langsung pada
permukaan alat penyaring yang disebut “tusche” dan kemudian menutup
keseluruhan sablonan dengan lem. Tusche selanjutnya dicuci dengan
bahan pelarut agar diperoleh bagian yang dapat mengalirkan tinta pada
permukaan alat penyaring.34
Pengertian Cetak saring adalah salah satu teknik proses cetak yang
menggunakan layar (screen) dengan kerapatan tertentu dan umumnya
berbahan dasar nilon atau sutra. Sebagian dari layar ini kemudian diberi
pola yang salah satunya berasal dari negative desain/klise yang dibuat
sebelumnya. Kain ini direntangkan dengan kuat agar menghasilakan layar
dan hasil cetakan yang datar. Setelah diberi fotoresis/zat kimia peka
cahaya dan disinari, akan terbentuk bagian-bagian tidak tertutup dan
tertutup yang bisa dilalui tinta dan tidak. Proses eksekusinya adalah
dengan menuangkan tinta di atas layar dan kemudian disapu menggunakan
palet atau rakel yang terbuat dari karet. Satu layar untuk satu warna.35
2. Jenis-jenis Sablon
Meningkatnya popularitas penyedia jasa sablon baju tentu saja
berakibat pada jenis-jenis sablon yang yang banyak digunakan. Pada
34 Ibid35 Ibid
32
umumnya jenis sablon kaos manual yang akan kami ulas ini biasa
digunakan oleh para pelaku jasa sablon kaos yang berada di Indonesia.
Adapun jenis-jenis balon yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a) Rubber atau Karet GL
Sablon jenis ini merupakan jenis sablon manual yang paling
sering dipakai. Sesuai namanya, rubber, sablon kaos berbahan dasar
karet ini mempunyai tingkat elastisitas dan kerapatan yang tinggi.
Alhasil, rubber pun dapat menutup permukaan warna kain dengan
baik. Hal ini membuat rubber semakin difavoritkan karena cocok
digunakan untuk menyablon kain kaos dengan warna apapun.
Selain digunakan untuk sablon utama, biasanya sablon rubber
dimanfaatkan sebagai underbase. Underbase adalah istilah tinta dasar
sebagai penutup warna kain sebelum penyablonan warna lainnya.
Underbase biasanya berlaku pada kaos hitam dan kaos berwarna gelap
lainnya.
Selain fleksibel dan elastis, keunggulan lain dari cat sablon ini
ialah cenderung awet dan bisa disetrika. Apalagi jika ditambah dengan
coating atau lapisan tambahan, maka cat rubber yang sudah disablon
dapat mengikuti kelenturan kain dan berdaya tahan lebih lama.
b) Pigmen
Pigmen adalah bubuk pewarna tinta sablon yang bersifat
meresap kedalam serat kain. Jenis sablon ini hanya bisa dipakai untuk
bahan kaos berwarna terang saja. Bahan ini tidak bisa disablon pada
33
kain kaos yang berwarna gelap dikarenakan karakternya tidak mampu
mengalahkan karakter pewarna serat kaos. Sehingga warna yang
dibawa tinta pigmen pun tidak muncul. Karena memiliki karakter tipis
dan menyerap, biasanya pada kaos bersablon pigmen akan tetap
terlihat tekstur kainnya walaupun sudah disablon. Warna yang
dihasilkan oleh cat pigmen cenderung lebih rata dan solid bila
dibandingkan dengan tinta lain. Sablon pigmen sangat cocok untuk
diaplikasikan pada desain kaos yang besar atau lebar karena hanya
menggunakan sedikit tinta sablon.
c) Superwhite
Hampir serupa dengan sablon pigmen, sablon jenis ini
memiliki karakter menembus serat kain. Bedanya, tinta sablon
superwhite bersifat lebih transparan dan bisa diaplikasikan pada kain
berwarna gelap. Tinta sablon superwhite terdiri dari dua jenis varian,
yaitu white untuk tinta putih dan tinta warna lainnya.
Salah satu ciri khas yang dihasilkan tinta model ini adalah
warnanya yang cenderung pudar (turun warna). Hal ini membuat
Superwhite sangat cocok untuk desain vintage yang bernuansa
oldschool. Tinta Superwhite juga bisa diracik menjadi tinta sablon
manual jenis discharge jika dicampur dengan bahan–bahan tertentu.
d) Plastisol
Jenis sablon ini merupakan jenis tinta sablon berbasis minyak /
PVC (oil based). Salah satu keistimewaan sablon plastisol yang tidak
34
dimiliki jenis sablon lain adalah kemampuannya untuk mencetak dot
atau raster ukuran super kecil dengan hasil yang prima.
Namun sayangnya Sablon Plastisol menjadi salah satu jenis
sablon yang tinggi harga bahan baku dan biaya peralatannya. Hasil
sablonan Plastisol yang tidak bisa kering dibawah suhu 160 derajat
cecius membuat Plastisol membutuhkan peralatan tambahan untuk
mengeringkannya. Untuk mengeringkan dengan maksimal, setidaknya
tinta sablon ini butuh beberapa peralatan seperti conveyor curing, flash
curing, sinar infra merah atau hot gun. Sebab tinta ini berbasis minyak
dan tidak dapat kering dengan sendirinya seperti tinta waterbase pada
umumnya. Setelah pengeringan dengan benar, barulah tinta plastisol
ini memiliki daya rekat yang sangat baik.
e) Glow in the Dark
Hasil sablon jenis ini sempat booming pada awal
penemuannya. Sablon jenis ini memiliki keistimewaan mampu
menyala di tempat yang gelap. Jika dilihat ditempat gelap, sablon
dengan tinta Glow in the Dark akan menyala karena cat yang dipakai
mengandung fosfor. Karakter fosfor bisa menyerap cahaya kemudian
memancarkannya kembali.
Untuk bisa menghasilkan efek terbaik, sablon Glow in the Dark
harus dikombinasikan dengan tinta lainnya sebagai mediasi. Tinta
yang dipakai dapat berupa tinta extender atau pigmen dengan
underbase dari rubber atau Plastisol. Sampai saat ini, tinta sablon
35
Glow in the Dark yang dijual umum di pasaran baru menyediakan dua
jenis varian warna: Green Glowing (nyala hijau) dan Orange Glowing
(nyala jingga).
f) Discharge
Sablon discharge atau kerap disebut dengan sablon cabut
warna adalah teknik sablon manual yang hasil tintanya mengubah
warna bahan kaos dengan warna tintanya. Misalnya kaos berwarna
hitam disablon tinta discharge warna putih. Maka setelah disablon
bahan kaos yang disablon akan berubah menjadi putih.
Tinta sablon discharge merupakan hasil campuran dari tinta
Superwhite dengan bubuk atau binder pendukung khusus. Bubuk atau
binder tersebut diformulasikan untuk menonaktifkan zat warna yang
digunakan pada kain alami. Hasil sablon dengan teknik discharge ini
sangat lembut dan terlihat seperti warna kain kaos alami.
Namun sayangnya sablon discharge tidak berfungsi dengan
baik pada semua bahan kaos. Sablon discharge hanya akan maksimal
jika diaplikasikan pada bahan kaos katun murni yang reaktif. Tinta
sablon discharge ini juga tidak cocok dengan kain sintetis yang banyak
mengandung polyester. Tinta sablon discharge paling cocok di
gunakan untuk bahan kaos yang berwarna, terutama hitam dan biru
dongke.
Selain hanya bisa berfungsi pada sablon discharge yang reaktif
saja, terdapat setidaknya tiga warna kaos yang sulit dicabut warnanya
36
dengan sablon discharge. Di antaranya adalah warna hijau, ungu dan
biru. Selain warna tersebut, selama masih tergolong kaos gelap dan
reaktif, masih aman dan bisa disablon dengan teknik discharge.
g) Beludru (Flocking)
Sablon flocking, atau yang biasa disebut dengan sablon beludru
atau emboss adalah sablon model manual yang menghasilkan efek
Beludru. Pada dasarnya beludru merupakan bahan plastik sintesis yang
berserat seperti kulit. Sablon flocking berbeda dari yang lain karena
baru bisa diaplikasikan pada satu warna dan hanya berbentuk tulisan
sederhana saja. Gambaran umum teknis penyablonan model flocking
adalah dengan menambahkan kertas atau taburan bubuk di atas lem
flocking atau pasta dan membiarkannya tersisa mengikuti lem sesuai
bentuknya. Biasanya flock atau beludru memiliki efek timbul dan
ketebalannya berkisar 1 sampai 20 milimeter. Dalam teknik
pengerjaanya, sablon flocking membutuhkan mesin heat press.
h) Timbul (Puffy atau Foaming)
Sering disebut dengan puff print, sablon dengan bahan karet
yang menghasilkan efek timbul ini membutuhkan proses pemanasan
khusus agar efek timbul yang dihasilkan bisa maksimal. Cat karet yang
dihasilkan oleh tinta sablon foaming akan timbul seperti foam.
Jenis sablon ini tersedia dalam dua jenis basis cairan, baik
berbasis air maupun berbasis minyak. Oleh karenanya, sablon timbul
bisa dikombinasikan dengan cat rubber dan juga plastisol. Akan tetapi
37
hasil akhirnya akan berbeda. Namun sayangnya kualitas sablon timbul
kurang mumpuni, apalagi setelah dicuci. Biasanya sablon timbul hanya
bisa bertahan paling banyak hingga delapan sampai sepuluh kali
cucian. Itulah mengapa sablon timbul kurang laku di pasaran.
i) Glitter
Glitter adalah pewarna yang terbuat dari micca yang digunakan
untuk menghasilkan efek kerlap kerlip pada lapisan terakhir sablon
kaos. Biasanya sablon glitter menggunakan bahan medium yang
dicampur dengan glitter itu sendiri. Hasil sablon dari glitter akan
tampak modern dan glamor karena unsur transparan yang dihasilkan.
Sablon glitter memiliki beragam jenis permukaan, dari mulai yang
berbentuk paling halus hingga yang berbentuk paling kasar.
j) Foil
Sesuai dengan namanya, Foil adalah teknik sablon manual
dengan menggunakan lapisan bahan kertas logam (seperti alumunium
foil). Jenis sablon ini memberikan efek mengkilat dan memantul pada
sablon. Dalam proses penyablonannya, sablon dengan metode foil
menggunakan lapisan kertas logam yang direkatkan dengan perekat
khusus. Bahan kertas untuk sablon foil pun hanya tersedia dalam
pilihan beberapa warna saja. Bahan ini juga hanya bisa diaplikasikan
pada desain kaos yang sederhana. Untuk satu pesanan hanya bisa
menggunakan satu warna. Dibandingkan dengan bahan sablon manual
38
lainnya, Foil lebih membutuhkan perhatian khusus dalam
perawatannya.
k) High Density
High density adalah jenis sablon kaos manual berbahan dasar
plastiol. Bedanya, dalam proses pembuatannya sablon high density
menggunakan keramik sebagai screen. Hal Ini berfungsi agar cat
plastisol menghasilkan efek sablon timbul yang tajam.
Ketinggian efek timbul dari sablon high density berkisar antara
sepuluh hingga tiga puluh milimeter.Cara pembuatan sablon high
density adalah dengan digesut atau disablon berulang-ulang hingga
mencapai efek timbul yang diinginkan. Selain menghasilkan efek
timbul transparan, tinta ini juga menghasilkan efek sablon yang
mengkilap dan terkesan basah. Namun sablon high density juga dibuat
dengan settingan agar terlihat doff.
l) Reflektif
Jenis sablon ini menggunakan cat khusus yang memiliki efek
menyala jika disinari cahaya atau lampu. Efek menyala ini akan
tertampak terlihat jelas jika disinari dari jarak kurang lebih tiga meter.
Jenis sablon reflektif biasanya menggunakan cat produksi pabrik 3M.
Namun sablon kaos dengan model ini jarang ditawarkan produsen
sablon kaos, mengingat bahan baku yang sulit ditemukan di toko
supplier peralatan sablon kaos.
39
D. Tinjauan Umum tentang Tanggung Jawab
1. Konsep Tanggung Jawab
Secara teoritis, ada dua jenis pemaknaan terhadap tanggung jawab
yaitu tanggung jawab dalam makna responsibility atau tanggung jawab
moral atau etis dan tanggung jawab liability atau tanggung jawab yuridis
atau hukum.36
Konsep tanggung jawab dalam makna responsibility meliputi dua
hal yaitu :
a) Harus ada kesanggupan untuk menetapkan sesuatu perbuatan.
b) Harus ada kesanggupan untuk memikul resiko dari sesuatu perbuatan.
Jadi pada prinsipnya, tanggung jawab dalam arti responsibility lebih
menekankan pada suatu perbuatan yang harus atau wajib dilakukan secara
sadar dan siap untuk menanggung segala resiko dan konsekuensi apapun
dari perbuatan yang didasarkan pada atas moral tersebut. Sedangkan
tanggung jawab dalam makna liability, berarti bicara tanggung jawab
dalam konteks hukum, dan biasanya dijudulkan dalam bentuk tanggung
jawab keperdataan. 37
2. Tanggung Jawab dalam Hukum Perdata
Dalam hukum keperdataan prinsip-prisip tanggung jawab dapat
dibedakan sebagai berikut :38
36 Isa Wahyudi, Busyra Azheri, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, In-Trans Publishing,Malang: 2008, hlm. 2.37 Ibid, hlm. 2-438 Ibid, hlm. 4-8
40
a) Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Adanya Unsur Kesalahan
(liability based on fault)
Di Indonesia diberlakukan prinsip tanggung jawab berdasarkan
kesalahan adalah atas kesalahan ini dituangkan dalam pasal 1365
KUH Perdata. Meskipun pasal ini tidak menjelaskan perbuatan
melawan hukum (onrechtmatige daad), tetapi hanya
mengemukakan unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu suatu
perbuatan dapat dikuantifikasikan sebagai perbuatan melawan
hukum. Adapun unsur-unsur perbuatan melawan hukum itu adalah
sebagi berikut :
1) Adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat.
2) Perbuatan itu dapat dipersalahkan kepadanya.
3) Adanya kerugian yang diderita penggugat sebagai akibat
kesalahan tersebut.
b) Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Praduga (Presumption of
Liability)
Menurut prinsip ini, tergugat dianggap bertanggung jawab atas
segala kerugian yang timbul, tetapi tergugat dapat membebaskan diri
dari tanggung jawabnya, apabila ia dapat membuktikan bahwa dirinya
tidak bersalah. Sebenarnya prinsip tanggung jawab berdasarkan
praduga adalah prinsip tanggung jawab yang juga didasarkan atas
adanya kesalahan, tetapi dengan menekankan pada pembalikan beban
pembuktian.
41
c) Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Absolute Liability atau Strict
Liability)
Pada prinsipnya, lahirnya tanggung jawab mutlak tidak terlepas
dari doktrin onrechtmatige daad sebagaimana dimaksud Pasal 1365
KUH Perdata yang mengedepankan adanya unsur kesalahan (fault).
Dalam arti kata harus ada ketentuan peraturan perundang-undangan
yang dilanggar. Pada fakta empiris, tidak semua unsur fault dapat
dibuktikan, bahkan ada yang tidak dapat dibuktikan sama sekali.
Untuk itu mengatasi keterbatasan fault based liabilty tersebut
dikembangkanlah cara pertanggung jawaban mutlak (strict Liability).
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe
penelitian hukum normatif atau penelitian perpustakaan, yaitu meneliti asas-
asas hukum, kaidah-kaidah hukum, dan sistematika hukum dengan cara
meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder. Pada penelitian jenis
ini, seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan
perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai
kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang
dianggap pantas.
B. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Sumber data yang digunakan dalam penulisan proposal ini adalah :
1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas.
Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-
catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan yang
antara lain :
a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan
Indikasi Geografis.
c) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization
(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
43
d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
e) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
f) Undang-Undang 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah.
g) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.06/2003 tentang
Pendanaan Usaha Kecil dan Menengah.
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum berupa semua publikasi
tentang hukum, meliputi buku-buku, jurnal-jurnal hukum, artikel-artikel
hukum, internet, skripsi hukum. Sumber bahan sekunder merupakan
bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan mengenai sumber
hukum primer, dimana untuk memberikan penjelasan isu hukum yang
dihadapi.
C. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode pendekatan konseptual dan pendekatan undang-undang (statute
approach) yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan
regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.39
D. Teknik Memperoleh Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang dibutuhkan dalam penelitian
ini terdiri dari :
39 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta: 2005, Pranamedia Group,hlm.133.
44
1. Bahan Hukum Primer
Untuk memperoleh bahan hukum primer yang dibutuhkan, dilakaukan
dengan studi pustaka terhadap peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan judul penelitian ini.
2. Bahan Hukum Sekunder
Untuk memperoleh bahan hukum sekunder, dilakukan dengan mencari
bahan hukum seluas-luasnya yang terkait dengan judul penelitian ini di
internet hingga ditemukan beberapa jurnal maupun artikel-artikel hukum
yang dibutuhkan.
E. Analisis Hukum
Terhadap bahan hukum yang diperoleh, Penulis menganalisis secara
kualitatif yaitu hanya mengambil norma dan konsep yang ada kaitannya
dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Sehingga
diharapkan dapat menghasilkan suatu uraian yang deskriftif kualitatif, yaitu
dengan memberikan gambaran yang berkaitan dengan tanggung jawab
perdata pemberi jasa layanan sablon baju yang menggunakan merek
terdaftar tanpa izin.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tanggung Jawab Pelaku Usaha Sablon Baju Yang Menggunakan Merek
Terdaftar Tanpa Izin
Sablon baju merupakan salah satu teknik membuat gambar atau tulisan
dengan menggunakan alat tertentu untuk mencetak grafis dengan menggunakan
kain gasa pada suatu bidang sasaran cetak. Biasanya para pelaku usaha sablon
baju akan menerima pesanan untuk mencetak suatu desain pada baju kaos yang
sebelumnya masih polos. Terkait dengan bagaimana model desain yang dimaksud
akan diserahkan sepenuhnya pada pemesan untuk secara bebas menggunakan
desain apapun. Dalam menentukan desain, tidak sedikit konsumen yang memilih
untuk menggunakan suatu merek terdaftar untuk dijadikan objek dan pelaku usaha
sablon baju akan serta-merta menerima desain tersebut untuk dicetak pada media
berupa baju polos tanpa label ataupun merek apapun.
Sebagai imbas dari maraknya pelaku usaha sablon baju yang tidak
mensortir terlebih dahulu objek dari pesanan yang akan disablonnya maka lahirlah
beragam kaos yang diproduksi secara illegal dengan menggunakan merek
terdaftar sebagai desain baju. Hal inilah yang menyebabkan lahirnya hubungan
hukum antara pelaku usaha sablon bersama dengan pemiik merek.
Kenyataan pelanggaran merek yang terjadi dalam praktek sablon baju
mendorong adanya campur tangan instrument hukum berupa kejelasan kaidah
hukum di bidang merek sebagai salah satu bagian dari Hak Kekayaan Intelektual.
Salah satunya dengan melahirkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
46
Tentang Merek dan Indikasi Geografis yang memberikan perlindungan hukum
melalui pemberian hak eksklusif sebagai hak atas pemilik merek seperti yang
terdapat pada ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
Tentang Merek dan Indikasi Geografis :
“Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negarakepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentudengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izinkepada pihak lain untuk menggunakannya.”
Berdasarkan bunyi Pasal di atas, ada beberapa ahli yang memberikan
penafsiran terkait dengan jenis pelanggaran merek, yaitu sebagai berikut :40
Berupaya dengan cara memproduksi barang-barang dengan mempergunakan
merek yang sudah dikenal secara luas di dalam masyarakat yang bukan
merupakan haknya.
3. Perbuatan-perbuatan yang dapat mengacaukan publik berkenaan dengan Sifat
dan Asal Usul Merek (Imitations of labels and packaging).
Berupaya dengan cara mencantumkan keterangan tentang sifat dan asal-usul
barang yang tidak sebenarnya, untuk mengelabui konsumen, seakan-akan
40 Saidin, Op.Cit.hlm 357-358
47
barang tersebut memiliki kualitas yang baik karena berasal dari daerah
penghasil barang yang bermutu.
Pendapat lain mengatakan bahwa ada dua macam pemeriksaan kasus
pelanggaran merek. Jika salah satu cara terpenuhi, maka penggugat akan menang.
Dalam hal ini penggugat harus membuktikan bahwa merek tergugat 41 :
1. Memiliki persamaan pada pokoknya terhadap merek yang dmiliki penggugat.
Cara membandingkan kedua merek yang memiliki persamaan pokoknya
dengan merek lain adalah dengan melihat persamaan dan perbedaannya,
memperhatikan ciri-ciri penting dan kesan kemiripan atau perbedaan yang
timbul. Jika merek-merek tersebut sama atau hampir sama artinya pelanggaran
merek telah terjadi.
2. Persamaan yang menyesatkan konsumen pada saat membeli produk atau jasa
tergugat.
Penjualan produk yang dapat menyesatkan/menyebabkan kebingungan bagi
konsumen sampai pada batas dimana mereka kemungkinan keliru membeli
produk tergugat, padahal mereka sebenarnya bermaksud membeli produk
penggugat.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, Penulis menyimpulkan bahwa pada
dasarnya dikatakan pelanggaran merek ketika ada pihak yang menggunkan
sebagian atau seluruhnya unsur merek pada satu objek yang sama sehingga hal ini
dapat menyesatkan konsumen.
41 Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Op.Cit. hlm. 147
48
Selanjutnya, jika hendak menghubungkan antara unsur tersebut dengan
apa yang telah dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju maka secara konseptual
mereka telah memenuhi hal tersebut dalam hal ketika mereka mencetak sebuah
unsur merek baju kaos terdaftar kedalam media serupa yaitu baju kaos polos
sehingga hal ini dapat menyebabkan orang akan menganggap bahwa baju tersebut
adalah baju asli sesuai dengan merek yang terpampang di baju tersebut. Hal lain
yang semakin mendukung bahwa desain baju tersebut dapat menyesatkan
konsumen adalah karena tersedianya berbagai jenis sablon yang akan membantu
para pelaku usaha sablon baju dapat lebih mudah dalam menyesuaikan jenis
sablon yang akan digunakan sesuai dengan apa yang digunakan pada baju versi
asli. Hal ini tentunya akan menyebabkan kebingungan bagi konsumen sampai
pada batas dimana mereka kemungkinan akan keliru membeli produk hasil sablon
biasa, padahal sebenarnya mereka bermaksud membeli produk asli milik pemilik
hak merek.
Berbicara tentang pelanggaran tidak akan lepas dengan pembahasan terkait
dengan tannggung jawab oleh pelanggarnhya. Tanggung jawab menurut kamus
umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya.
Berkewajiban menanggung, memikul tanggung jawab, menanggung segala
sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab
Hukum adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang
49
disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat
sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya42.
Secara khusus dalam Undang-undang Merek tahun 2016 disebutkan
tentang bentuk upaya tanggung jawab terhadap pelanggar hak merek. Dalam Pasal
83 (1) dikatakan bahwa :
“Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merekterdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yangsecara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaanpada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasayang sejenis berupa:a. gugatan ganti dan/ataub. penghentian semua perbuatan yang berkaitan denganpenggunaan Merek tersebut.”
Pada pokoknya Pasal 83 (1) Undang-Undang Tentang Merek dan Indikasi
Geografis telah memberikan kesempatan kepada para pemegang Hak Merek untuk
mengajukan gugatan ganti rugi dan/atau penghentian semua perbuatan yang
berkaitan dengan penggunaan Merek terhadap pihak yang menggunakan Merek
yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang
dan/atau jasa yang sejenis.
Ganti rugi yang dimaksud dapat berupa ganti rugi mateliil dan ganti rugi
immaterial. Ganti rugi materiil yaitu berupa kerugian yang nyata dapat dinilai
dengan uang. Misalnya akibat pemakaian merek oleh pihak yang tidak berhak
tersebut menyebabkan produk berangnya menjadi sedikit terjual oleh konsumen
membeli produk barang yang menggunakan merek palsu yang diproduksi oleh
42 Tanpa nama, Pengertian dan Tanggung JAwab Hukum Menurut Ahli,http://infodanpengertian.blogspot.co.id/2015/11/pengertian-tanggung-jawab-hukum-menurut.html,diakses tanggal 29 Meret 2017.
50
pihak yang tidak berhak tersebut. Jadi, secara kuantitas barang-barang dengan
merek yang sama menjadi banyak beredar dipasaran.43
Sedangkan ganti rugi immaterial yaitu berupa tuntutan ganti rugi yang
disebabkan oleh pemakaian merek dengan tanpa hak sehingga pihak yang berhak
menderita kerugian secara moril. Misalnya pihak yang tidak berhak atas merek
tersebut memproduksi barang dengan kualitas (mutu) yang rendah,untuk
kemudian berakibat kepada konsumen sehingga ia tidak akan lagi mengkonsumsi
produk yang dikeluarkan oleh pemilik merek yang bersangkutan44.
Pengertian tanggung jawab hukum menurut hukum perdata berupa
tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan
melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan
perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan
yang bertentangan dengan undang undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan
tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan
ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan
dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan
ganti rugi kepada pihak yang dirugikan45.
Adapun bentuk tanggung jawab ini dapat didapatkan oleh pemilik hak
merek dengan menempuh langkah-langkah hukum melalui Pengadilan Niaga
sesuai dengan ketentuan Pasal 83 (3) Undang-undang Merek. Namun sebelum
menempuh jalur litigasi, Undang-undang Merek juga telah memberikan alternatif
lain melalui Pasal 93 berupa arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa
lainnya yang dikehendaki oleh pemilik hak merek.
Dahulu pengertian melawan hukum menganut faham yang sempit, hal ini
dapat diketahui dari putusan Mahkamah Agung Belanda (hoge raad) sebelum
tahun 1919 yang merumuskan perbuatan melawan hukum itu sebagai :
“suatu perbuatan yang melanggar hak orang lain atau jika orangberbuat bertentangan dengan kewajiban hukummya sendiri.”
Dalam rumusan ini harus diperhatikan hak dan kewajiban hukum
berdasarkan undang-undang (wet). Jadi, perbuatan itu harus melanggar hak orang
lain atau bertentangan dengan kewajiban hukummnya sendiri yang diberikan oleh
undang-undang, dengan demikian melaranggar hukum sama dengan melanggar
undang-undang (onwet matig ). Dengan tafsiran sempit itu banyak kepentingan
orang dirugikan tetapi tidak dapat menuntut apa-apa46.
Berdasarkan Arrest tahun 1919 Mahkamah Agung telah berpandangan
luas terhadap rumusan perbuatan melawan hukum, tidak hanya perbuatan yang
melanggar kaedah-kaedah hukum tertulis, yaitu perbuatan yang bertentangan
dengan kewajiban hukum si pelaku dan melanggar hak subjektif orang lain, tetapi
juga perbuatan yang melanggar kaedah hukum yang tidak tertulis. Seperti, kaedah
yang mengatur tata kesusilaan,kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian yang
seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan hidup dalam masyarakat atau
terhadap harta benda warga masyarakat47.
46 Ramon Wahyudi, Perbuatan Melawan Hukum dalam Perjanjian Transaksi Lindung Nilai, TesisUI 2013, hlm. 27.47 Ibid.
52
Secara teoritis, ada dua jenis pemaknaan terhadap tanggung jawab yaitu
tanggung jawab dalam makna responsibility atau tanggung jawab moral atau etis
dan tanggung jawab liability atau tanggung jawab yuridis atau hukum48.Dalam
hukum keperdataan prinsip-prisip tanggung jawab dapat dibedakan sebagai
berikut :49
1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Adanya Unsur Kesalahan (liability
based on fault)
Di Indonesia diberlakukan prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan
adalah atas kesalahan ini dituangkan dalam pasal 1365 KUH Perdata.
Meskipun pasal ini tidak menjelaskan perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad), tetapi hanya mengemukakan unsur-unsur yang harus
dipenuhi agar suatu suatu perbuatan dapat dikuantifikasikan sebagai perbuatan
melawan hukum. Adapun unsur-unsur perbuatan melawan hukum itu adalah
sebagi berikut :
a. Adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat.
b. Perbuatan itu dapat dipersalahkan kepadanya.
c. Adanya kerugian yang diderita penggugat sebagai akibat kesalahan
tersebut.
2. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Praduga (Presumption of Liability)
Menurut prinsip ini, tergugat dianggap bertanggung jawab atas segala
kerugian yang timbul, tetapi tergugat dapat membebaskan diri dari tanggung
jawabnya, apabila ia dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
48 Isa Wahyudi, Busyra Azheri, Op.Cit.49 Ibid, hlm. 4-8
53
Sebenarnya prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga adalah prinsip
tanggung jawab yang juga didasarkan atas adanya kesalahan, tetapi dengan
menekankan pada pembalikan beban pembuktian.
3. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Absolute Liability atau Strict Liability)
Pada prinsipnya, lahirnya tanggung jawab mutlak tidak terlepas dari doktrin
onrechtmatige daad sebagaimana dimaksud Pasal 1365 KUH Perdata yang
mengedepankan adanya unsur kesalahan (fault). Dalam arti kata harus ada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilanggar. Pada fakta empiris,
tidak semua unsur fault dapat dibuktikan, bahkan ada yang tidak dapat
dibuktikan sama sekali. Untuk itu mengatasi keterbatasan fault based liabilty
tersebut dikembangkanlah cara pertanggung jawaban mutlak (strict Liability).
Terhadap dugaan kasus pelanggaran merek yang dilakukan oleh pelaku
usaha sablon baju, maka akan cenderung menggunakan prinsip tanggung jawab
berdasarkan adanya unsur kesalahan (liability based on fault) sebagai bentuk
tanggung jawab yang banyak digunakan di Indonesia. Prinsip tanggung jawab
berdasarkan kesalahan berpatokan berdasarkan kesalahan yang dituangkan dalam
pasal 1365 KUH Perdata :
“Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkankerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannyamenyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”
Meskipun pasal ini tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan
perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), tetapi pasal ini telah
mengemukakan unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu suatu perbuatan dapat
54
dikuantifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum. Adapun unsur-unsur
perbuatan melawan hukum itu adalah sebagai berikut :
1. Adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat.
2. Perbuatan itu dapat dipersalahkan kepadanya.
3. Adanya kerugian yang diderita penggugat sebagai akibat kesalahan tersebut.
Jika dihubungkan kembali dengan pelanggaran hak merek yang dilakukan
oleh pelaku usaha sablon baju maka ketiga unsur yang dimaksud sudah terpenuhi,
yaitu pada unsur pertama tentang adanya perbuatan melawan hukum telah
terjawab melalui uraian sebelumnya terkait pemenuhan unsur pelanggaran merek
menurut para ahli dan juga dalam Pasal 83 (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis vide Pasal 1 angka 5 Undang-
Undang yang sama dikatakan bahwa pihak lain yang secara tanpa hak
menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dapat digugat oleh
pemegang hak merek.
Tidak hanya itu, salah satu jenis perbuatan melawan hukum menurut
Munir Fuady adalah perbuatan melawan hukum berupa perbuatan persaingan
tidak sehat dalam berbisnis50. Perbuatan melawan hukum yang berhubungan
dengan bisnis dan ekonomi, termasuk perbuatan persaingan tidak sehat dalam
berbisnis atau dapat juga dalam berbagai bentuk lain sehingga pihak tersaing
merasa dirugikan. Misalnya dilakukan dalam bentuk mencuri rahasia dagang,
melakukan kartel, dan lain-lain51.
Pendapat diatas juga sejalan dengan ketentuan Pasal 1 huruf f Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat :
“Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usahadalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barangdan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawanhukum atau menghambat persaingan usaha.”
Tidak ada kesatuan pendapat di antara ahli hukum kartel mengenai
definisi persaingan usaha yang sehat. Oleh karena itu, di dalam UU Antimonopoli
ditetapkan definisi persaingan usaha tidak sehat. Definisi tersebut terlalu sempit,
karena hanya menjangkau persaingan usaha antara pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan/atau jasa tertentu
yang dilakukan secara tidak jujur atau melawan hukum saja52.
Secara sederhana, persaingan usaha tidak sehat terjadi pada pasar yang
bersangkutan, apabila tindakan pelaku usaha tertentu menghambat terwujudnya
persaingan usaha yang sehat. Jadi pasar menjadi terdistorsi, baik itu dalam proses
produksi atau pemasaran barang, maupun hambatan pasar bagi pelaku usaha lain.
Tindakan pelaku usaha yang mendistorsi pasar akibatnya nyata langsung
dirasakan oleh pesaingnya maupun pendatang baru53.
51 Ibid.52 M. Udin Silalahi, Monopoli dan Perbuatan Curang,http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol8378/monopoli-dan-perbuatan-curang, 18 Juli 203,diakses tanggal 29 Maret 2017.53 Ibid.
56
Berkaitan dengan apa yang kerap dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju
dalam mencetak suatu merek yang terdaftar atas nama pelaku usaha lain sebagai
objek sablonan, maka hal ini bisa saja menjadi salah satu wujud persaingan tidak
sehat mengingat karena kegiatan produksi yang dilakukannya berpotensi
merugikan pemilik merek. Dimana semakin banyak baju yang diproduksi dengan
menggunakan merek milik pelaku usaha lain, maka akibat nyata yang diterima
oleh pelaku usaha lain sebagai pemilik hak merek adalah menurunnya pasar dari
baju yang diproduksi secara legal.
Unsur selanjutnya adalah, dapat dipersalahkan kepadanya dan sudah
merupakan tafsiran umum dalam ilmu hukum bahwa unsur kesalahan tersebut
dianggap ada jika memenuhi salah satu diantara 3 (tiga) syarat berikut54 :
1. Ada unsur kesengajaan, atau
2. Ada unsur kelalaian (negligence, culpa), dan
3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgroud),
seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain-lain.
Suatu perbuatan dilakukan dengan sengaja jika terdapat “maksud” (intent)
dari pihak pelakunya. Adakalanya seorang pelaku perbuatan melawan hukum
melakukan sesuatu perbuatan tanpa maksud untuk merugikan pihak korban, tetapi
akibatnya korban benar-benar dirugikan, dan pelaku tahu pasti atau patut sekali
menduga bahwa akibat tersebut akan terjadi karena perbuatannya itu55. Hal ini
sejalan dengan apa yang dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju dimana
pihaknya dianggap telah tanpa maksud untuk merugikan pihak lain mengingat
karena desain telah disediakan oleh pengguna jasa sablonnya, akan tetapi sangat
patut diduga pelaku usaha sablon baju ini mengetahui bahwa ada beberapa desain
yang merupakan bagian dari merek yang seharusnya tidak ia gunakan secara
bebas. Pertimbangan tersebutlah yang menjadi alasan Penulis untuk
menyimpulkan bahwa dalam hal ini pelaku usaha sablon baju telah memenuhi
unsur kesengajaan.
Untuk dapat membuktikan sepenuhnya bahwa kesalahan yang dilakukan
oleh pelaku usaha sablon baju ini dapat dipersalahkan kepadanya, maka unsur
tidak adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgroud),
seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain-lain haruslah turut
dibuktikan. Hal ini dapat diuji dengan melihat intensitas dari pelanggaran merek
yang dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju. Apabila telah dilakukan berulang-
ulang maka sangat patut diduga bahwa tidak ada lagi alasan berdasarkan unsur
alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat digunakan membela diri.
Berdarkan alasan-alasan diatas, maka tepatlah jika penulis mengasumsikan
bahwa benar dalam melakukan kegiatan usahanya pelaku usaha sablon baju dapat
berpotensi untuk melakukan kesalahan-kesalahan yang dapat dipersalahkan
kepadanya.
Terakhir, untuk dapat memastikan bahwa benar apa yang dilakuan oleh
pelaku usaha adalah suatu bentuk perbuatan melawan hukum disyaratkan agar ada
kerugian yang diderita oleh pemegang hak merek baik itu kerugian meteriil
maupun kerugian immateriil. Sejak awal telah Penulis paparkan bahwa adanya
pelanggaran terhadap hak merek ini telah memberikan kerugian materiil dan
58
kerugian immateriil kepada pemegang hak merek. Kerugian materil meliputi
pemasukan, penurunan harga pasar, dan omzet penjualan bagi pemilik merek
sebenarnya karena sebagian konsumen akan beralih untuk menggunakan produk
baju imitasi yang didesain dengan menggunakan suatu merek melalui teknik
sablon. Sedangkan kerugian immaterial meliputi kualitas yang berimbas ke nama
baik pemilik merek terdaftar, kualitas tersebut merupakan jaminan nilai produksi
merek.
Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, maka Penulis menyimpulkan
bahwa terbukti seorang pelaku usaha sablon baju yang menggunakan suatu merek
terdaftar tanpa izin sebagai objek dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan
melawan hukum dan dapat dimintai pertanggung jawaban sesuai dengan
ketentuan pasal 1365 KUH Perdata.
Akibat dari adanya perbuatan melawan hukum adalah timbulnya kerugian
bagi korban. Kerugian tersebut harus diganti oleh orang-orang yang dibebankan
oleh hukum untuk mengganti kerugian tersebut. Bentuk ganti rugi terhadap
perbuatan melawan hukum yang dikenal oleh hukum adalah sebagai berikut56 :
1. Ganti rugi nominal
Jika adanya perbuatan melawan hukum yang serius, seperti perbuatan yang
mengandung unsur kesengajaan, tetapi tidak menimbulkan kerugian yang
nyata bagi korban.
2. Ganti Rugi Kompensasi
56 Ibid, hlm. 134-135.
59
Merupakan ganti rugi berupa pembayaran kepada korban atas dan sebesar
kerugian yang benar-benar telah dialami oleh pihak korban dari suatu
perbuatan melawan hukum. Karena itu, ganti rugi seperti ini disebut juga
dengan ganti rugi aktual.
3. Ganti Rugi Penghukuman
Merupakan suatu ganti rugi dengan jumlah yang melebihi dari jumlah
kerugian yang sebenarnya. Ganti rugi penghukkuman ini layak diterapkan
terhadap kasus-kasus kesengajaan yang berat atau sadis yang dilakukan tanpa
prikemanusiaan.
Terhadap apa yang dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju yang
terkategori sebagai salah satu jenis perbuatan melawan hukum yang dilakukan
dengan kesengajaan dan dapat menimbulkan kerugian yang nyata bagi korban
maka akan dimintai pertanggung jawaban berupa ganti rugi dalam bentuk ganti
rugi kompensasi yang berupa pembayaran kepada korban atas dan sebesar
kerugian yang benar-benar telah dialami oleh pihak korban dari suatu perbuatan
melawan hukum.
Dilansir oleh salah satu situs yang secara khusus membahas terkait dengan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), modal yang dibutuhkan untuk
membuka usaha sablon baju hanyalah berkisar Rp. 9.000.000,00- Rp.
15.000.000,00 dengan keuntungan bersih bisa mencapai Rp. 1.500.000,00- Rp.
5.000.000,00 setiap bulannya57. Usaha sablon baju ini dikelola oleh seorang
57 Redaksi Bisnis UMKM, Usaha Sablon Kaos, http://bisnisumkm.com/usaha-sablon-kaos/.html//07 Mei 2016, diakses tanggal 23 Maret 2017.
60
pemilik dengan dibantu oleh beberapa pekerja yang biasanya tidak lebih dari 3
orang pekerja58.
Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen
dikatakan bahwa :
“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha,baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukumyang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalamwilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupunbersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatanusaha dalam berbagai bidang ekonomi.”
Dengan melihat karesteristik lain sebagaimana yang telah dipaparkan
sebelumnya maka usaha sablon baju masuk kedalam kategori usaha mikro. Hal ini
sesuai dengan ketentuan Pasal 6 (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008
Tentang UMKM :
“Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluhjuta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; ataub.memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tigaratus juta rupiah)”
Sejalan dengan isi Pasal di atas, sebelumnya pada tahun 2003 Menteri
Keuangan telah mengeluarkan Keputusan Nomor 40/KMK.06/2003 tentang
Pendanaan Usaha Kecil dan Menengah yang juga memberikan informasi tentang
pengertian usaha mikro tepatnya dalam ketentuan Pasal 3 (2) huruf a. Dalam
keputusan ini dikatakan bahwa usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga
atau perorangan Warga Negara Indonesia yang memiliki hasil penjualan paling
banyak seratus juta rupiah per tahun.
58 Ibid.
61
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam aturan-aturan di atas, maka
Penulis menyimpulkan bahwa sesuai dengan kriterianya pemilik usaha sablon
baju terkategori sebagai salah satu pelaku usaha perseorangan yang berbentuk
mikro.
Dan mengingat karena pelaku usaha sabon baju adalah salah satu pelaku
usaha perseorangan, dimana modal dalam usahanya berasal dari seseorang yang
merupakan pemilik perusahaan sekaligus pengelola, pengusaha dan pemimpin
perusahaan. Perusahaan perorangan tidak memerlukan anggaran dasar untuk
membiayai dan mengembangkan usahanya, yang bersangkutan dapat
menggunakan modal pinjaman. Perusahaan perorangan tidak mengenal adanya
pemisahan antara kekayaan perusahaan dan kekayaan pribadi. Segala harta
kekayaan pemilik menjadi jaminan semua utang-utang perusahaan atau dengan
kata lain pengusaha tersebut memiliki tanggung jawab tidak terbatas59.
59 Akifa P. Nayla, Komplet Akuntansi Untuk UKM dan Waralaba, Jakarta : 2014, Laksana,hlm.107.
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka Penulis menyimpulkan bahwa
sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 83 (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun
2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis vide Pasal 1 angka 5 pada
Undang-Undang yang sama maka bentuk tanggung jawab yang harus diterima
oleh pelaku usaha sablon baju yang mengguna kan merek terdaftar tanpa izin
adalah ganti kerugian dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan
dengan penggunaan merek. Hal ini juga sejalan dengan ketentuan Pasal 1365
KUH Perdata yang memberikan kewajiban penggantian kerugian terhadap
pelaku perbuatan melawan hukum. Penggantian kerugian dapat berupa
penggantian kerugian materiil dan immaterial. Sebagai pelaku usaha
perseorangan, bentuk tanggung jawab untuk membayar ganti kerugian akibat
sengketa merek yang digunakan adalah harta perusahaan atau dapat juga
menggunakan harta milik pribadi.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan, maka Penulis memberikan saran kepada
pelaku usaha sablon baju untuk kedepannya lebih selektif dalam menerima
desain yang dibuat oleh konsumennya. Selain itu diharapkan pula kepada
pihak-pihak yang turut bertanggung jawab terhadap peningkatan
efektivitas Undang-ndang Merek agar lebih produktif dalam memberikan
pengetahuan kepada masyarakat khususnya para pelaku usaha sablon baju
63
tentang jenis pelanggran Merek yang kemungkinan dapat dilakukan oleh
mereka.
64
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Azyhadie, Zaeni.2014. “Hukum Bisnis, Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia,Edisi Revisi”.Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Ediningtyas, Sekar Hayu.2015. “Perlindungan Hukum Terhadap PemalsuanMerek Dagang Terkenal Asing Di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Studi Di Pasar JoharSemarang), Skripsi. Semarang..
Elsi, Kartika dan Simanunsong, Advendi. 2008. “Hukum dalamEkonomi”.Jakarta: Grasindo.
Fuady,Munir. 2003. “Perbuatan Melawan Hukum”. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Imaniyati, Neni Sri. 2002. “ Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam”.Bandung:Mandar Maju.
Lindsey, Tim.2011. “ Hak Kekayaan Intelektual, Suatu Pengantar”. Bandung:Alumni.
Maulana, Insan Budi. 2000. “ Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual (II)”.Jakarta. Pustaka Pelajar Offset.
Marzuki, Peter Mahmud.2005. “Penelitian Hukum Edisi Revisi”. Jakarta. PrenadaMediaGrup.
Nayla, Akifa. 2014. “Komplet Akuntansi untu UKM dan Waralaba”. Jakarta.Laksana.
Noerhadi, Cita Citrawinda.2012. “ Diskusi Publik Naskah Akdemik RUU TentangMerek”, disampaikan pada Seminar oleh Badan Pembinaan HukumNasional. Jakarta, 4 Oktober 2012.
Saidin, OK.2013. “ Aspek Hukum Kekayaan Intelektual”.Jakarta: RajaGrafindoPersada.
Saliman, Abdul.2015. “ Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Teori dan ContohKasus, Edisi Kelima”. Jakarta: Prenadamedia Group.
Sutedi, Adrian. 2009. “ Hak Atas Kekayaan Intelektual”. Jakarta: Sinar Grafika.
Wahyudi,Isa dan Azheri,Bursya.2008. “ Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”.Malang: In-Trans Publishing.
65
Wahyudi, Ramon. 2013. “Perbuatan Melawan Hukum dalam PerjanjianTransaksi Lindung Nilai”, Tesis.
Sumber Perundang-Undangan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)[Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23].
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 tentang PengesahanAgreement Establishing The World Trade Organization (PersetujuanPembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3564).
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 252).
Undang-Undang 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93).
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42).
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli danPraktek Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1999 Nomor 33).
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.06/2003 tentang Pendanaan UsahaKecil dan Menengah.
Sumber Lainnya
Andasialagan. “Hak atas Kekayaan Intelektual”.http://andasialagan.com/2014/04/15/hak-atas-kekayaan-intelektual-haki/,15 April 2014, diakses pada tanggal 12 Januari 2017.
Fiki Ariyanti , “Liputan 6 Explore “Ini Dia 7 Produk yang Paling BanyakDipaluskan” http://m.liputan6.com/21810=45/read/bisnis/ ini-dia-7-produk-yang-paling-banyak-dipalsukan, 25 Februari 2015, diakses padatanggal 20 Februari 2016.
KonveksianSemarang. “Pengertian dan Teknik Dalam Proses Sablon Baju”.http:// konveksiansemarang.com/2015/05/19/pengertian-dan-teknik-dalam-proses-sablon-baju, 19 Mei 2015, diakses pada tanggal 15 Januari 2017.
66
M. Udin Silalahi, Monopoli dan Perbuatan Curang,http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol8378/monopoli-danperbuatan-curang, 18 Juli 203, diakses tanggal 29 Maret 2017.
Roma Doni, “Cermat Membedakan Kaos ORI dan KW”,http://blog.kaos101.com/2013/09/cermat-membedakan-kaos-ori-dankw.html, 10 September 2013, diakses pada tanggal 7 Maret 2017.
Wikipedia. “Merek”, http://id.wikipedia.org/wiki/Merek, 7 Oktober 2016,diakses pada tanggal 12 Januari 2017.