Top Banner
i TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP GANTI KERUGIAN PENGEMBALIAN UANG ATAS PEMBATALAN PENERBANGAN SECARA SEPIHAK RESPONSIBILITY OF AIRLINES COMPANY ON REFUND COMPENSATION FOR ONE PARTY FLIGHT CANCELLATION RAHMAWATI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
136

tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

Apr 27, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

i

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP GANTIKERUGIAN PENGEMBALIAN UANG ATAS PEMBATALAN

PENERBANGAN SECARA SEPIHAK

RESPONSIBILITY OF AIRLINES COMPANY ON REFUNDCOMPENSATION FOR ONE PARTY FLIGHT CANCELLATION

RAHMAWATI

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2015

Page 2: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

ii

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP GANTIKERUGIAN PENGEMBALIAN UANG ATAS PEMBATALAN

PENERBANGAN SECARA SEPIHAK

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program StudiKENOTARIATAN

Disusun dan Diajukan oleh

RAHMAWATI

Kepada

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2015

Page 3: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

iii

\

Page 4: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Nama : RAHMAWATI

Nim : P3600212062

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul

“TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP GANTI

KERUGIAN PENGEMBALIAN UANG ATAS PEMBATALAN

PENERBANGAN SECARA SEPIHAK” adalah benar-benar karya sendiri.

Hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan

ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya di atas tidak

benar, maka sy bersedia menerima sanksi akademik yang berupa

pencabutan tesis dan gelar yang telah diperoleh dari tesis tersebut.

Makassar, 27 Mei 2015

Yang membuat pernyataan,

RAHMAWATI

Page 5: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Wr Wb.,

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, Dzat yang

Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Pencipta Ilmu dan pengetahuan

yang Maha Mengetahui. Shalawat dan salam senantiasa penulis

hanturkan kepada Rasullullah SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Alhamdulillah dengan pertolongan Allah SWT dan rahmatNya,

penulis dapat menyelesaikan tesis yang merupakan salah satu syarat

untuk menyelesaikan studi pada Program Pasca Sarjana Magister

Kenotariatan Universitas Hasanuddin Makassar.

Dalam pembuatan tesis ini, penulis mendapatkan banyak bantuan

dari berbagai pihak hingga tesis ini dapat selesai. Untuk itu penulis

dengan kerendahan hati menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya

dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda dan Ibunda penulis yang tercinta, Haji Ibrahim dan Hajjah

Marhumi yang selama ini telah sabar membesarkan dan mendidik

penulis untuk menjadi pribadi yang tekun, jujur dan sabar dalam

menuntut ilmu serta senantiasa memberi semangat dan doa hingga

selesainya tesis ini.

2. Suamiku tercinta dan Anakku yang saya banggakan, Herman Winata

dan Fazila Elvina Faida yang selalu setia, berkorban, serta selalu

mendoakan yang terbaik untuk penulis.

Page 6: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

vi

3. Mertuaku, Ibunda Sukarti yang senantiasa memberi semangat dan

doa hingga selesainya tesis ini.

4. Kakak kandung dan Kakak Ipar tersayang, Muhammad Rusdan,

Burhaen, Mbak Nur, Mbak See dan Mas Agus yang senantiasa

memberikan semangat dan tawa di kala penulis mengalami rintangan

dalam penyelesaian tesis ini.

5. Rektor Universitas Hasanuddin dan segenap jajarannya

6. Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H.,M.H selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin beserta Pembantu Dekan I, Prof. Dr.

Ahmadi Miru, S.H.,M.S., Pembantu Dekan II, DR. Syamsuddin

Muchtar S.H.,M.H., dan Pembantu Dekan III, Dr. Hamzah

Halim,S.H.,M.H.

7. Dr. Nurfaidah Said, S.H.,M.H.,M.Si., selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan, dan Kahar Lahae, S.H.,M.H., selaku

Sekertaris Program Studi Magister Kenotariatan, beserta staff Alfiah

Firdaus dan Aksa atas bantuannya selama penulis menempuh

pendidikan Magister Kenotariatan.

8. Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H.,M.S., selaku Ketua Komisi Penasehat

dan Dr. Nurfaidah Said, S.H.,M.H.,M.Si., selaku Anggota Komisi

Penasehat yang telah menyediakan waktunya untuk membimbing

penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

Page 7: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

vii

9. Prof. Dr. Abdullah Marlang,S.H.,M.H., Prof. Dr. Badriyah Rifai, S.H.,

dan Dr. Oky Deviany, S.H.,M.H., selaku komisi penguji yang telah

memberikan saran dan kritik dalam penyempurnaan tesis ini.

10. Bapak/Ibu tim pengajar pada Program Studi Magister Kenotariatan

yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang

bermanfaat kepada penulis.

11. Muhammad Said Sutomo (ketua YLKI Surabaya) beserta Staf, Siti

Mulyani (Kepala Bagian Umum dan Data BPKN Jakarta) beserta staf,

Yohannes L. Tobing (Anggota Majelis Konsumen BPKS Jakarta)

beserta stafnya yang telah baik hati memberikan informasi terkait

tesis penulis

12. Tante Riani, Tante Ida, Nenek Ani, Om Fikar, Sepupuku Risma dan

Sopyan yang telah memberikan tumpangan tempat tinggal dan

membantu menjaga anak penulis disaat penulis sibuk diluar rumah.

13. Sahabatku, Ija, Mami Ija, Ega, Ati, Nunu, Kendy, Rani, dan teman-

teman di Moment yang telah menjadi sahabat sekaligus

penyemangat penulis untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

14. Teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan

Universitas Hasanuddin angkatan Tahun 2012 khususnya Amirah

Lahaya yang telah baik hati meluangkan waktunya untuk berdiskusi

serta anak-anak gazebo kampus yang senantiasa memberikan

saran, semangat, tawa dan tempat diskusi yang menyenangkan

Page 8: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

viii

dalam menyelesaikan tesis ini dan semua pihak yang tidak sempat

penulis sebutkan satu persatu.

Makassar, 27 Mei 2015

RAHMAWATI

Page 9: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

ix

Page 10: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

x

Page 11: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................ ...................... I

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................... II

PERNYATAN KEASLIAN TESIS ................................ ... III

KATA PENGANTAR ................................ .................... IV

ABSTRAK ................................ ................................ .. VI

ABSTRACT ................................ ................................ VII

DAFTAR ISI ................................ ........................... VIII

BAB I PENDAHULUAN............................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................... 7

C. Tujuan Penelitian ...................................................... 8

D. Manfaat Penulisan .................................................... 8

E. Keaslian Penulisan ................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTKA ..................................................... 11

A. Hukum Perlindungan Konsumen Penerbangan........ 11

B. Para Pihak dalam Penerbangan....................... ........ 32

C. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Penerbangan........ 37

D. Kerangka Pikir .......................................................... 48

E. Definisi Operasional.................................................. 52

BAB III METODE PENELITIAN................................................... 54

A. Lokasi Penelitian....................................................... 54

Page 12: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

xii

B. Tipe Penelitian.......................................................... 54

C. Populasi dan Sampel................................................ 55

D. Jenis dan Sumber Data ............................................ 56

E. Tekhnik Pengumpulan Data ..................................... 56

F. Analisis Data............................................................. 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................... 58

A. Tanggung Jawab Ganti Rugi Materil dan Immateriil

Penyedia Jasa Kepada Konsumen Penerbangan Jika

Terjadi Pembatalan Penerbangan Secara Sepihak .. 58

B. Penyelesaian Sengketa Pembatalan Penerbangan

Melalui Jalur Litigasi dan Non Litigasi....................... 88

BAB V PENUTUP....................................................................... 118

A. Kesimpulan............................................................... 118

B. Saran ........................................................................ 119

DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 120

LAMPIRAN

Page 13: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara

kepulauan yang terdiri dari beribu pulau, terletak memanjang di

garis khatulistiwa, di antara dua benua dan dua samudera, serta

ruang udara yang luas. Kedudukan Indonesia sebagai negara

kepulauan mengharuskan Indonesia untuk mempunyai sarana

yang memfasilitasi keadaan tersebut.

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional

sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945, mewujudkan Wawasan Nusantara

serta memantapkan ketahanan nasional, diperlukan sistem

transportasi nasional yang memiliki posisi penting dan strategis

dalam pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan.

Transportasi juga merupakan sarana dalam memperlancar roda

perekonomian, membuka akses ke daerah pedalaman atau

terpencil, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa,

menegakkan kedaulatan negara, serta mempengaruhi semua

aspek kehidupan masyarakat.1

1 Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

Page 14: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

2

Pentingnya transportasi tercermin pada semakin

meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta

barang di dalam negeri, dari dan ke luar negeri, serta berperan

sebagai pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah dan

pengembangan wilayah. Oleh karena itu penyelenggaraan

penerbangan harus ditata dalam satu kesatuan sistem transportasi

nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan penyediaan jasa

transportasi yang seimbang dengan tingkat kebutuhan, selamat,

aman, efektif, dan efisien.2

Berkembangnya industri di bidang angkutan udara dewasa

ini berdampak pada semakin banyaknya maskapai penerbangan

komersial (airlines) di Indonesia. Peningkatan maskapai

penerbangan yang pesat ini berawal dari diratifikasinya World

Trade Organization/General Agreement on Tariffs and Trade

Service (WTO/GATTs) oleh Indonesia yang menyebabkan

pemerintah Indonesia dilarang melakukan monopoli dibidang

perusahaan jasa penerbangan. Hal tersebut berdampak kepada

para pelaku usaha yang berlomba-lomba untuk mendirikan

perusahaan angkutan udara hinga pada tahun 2007 terdapat

sekitar dua puluh maskapai domestik baik berjadwal maupun tidak

berjadwal yang telah berdiri.3

2 Ibid3 Syaifullah Wiradipraja. 2006. Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan terhadap

penumpang menurut hukum udara Indonesia. Jurnal Hukum Bisnis Volume 25. Hal 5

Page 15: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

3

Tingginya tingkat persaingan di bidang transportasi

penerbangan Indonesia mengakibatkan para pelaku usaha dalam

hal ini masakapai penerbangan semakin meningkatkan produk

mereka baik dari aspek pelayanan maupun harga. Hal ini

menyebabkan munculnya berbagai perusahaan penerbangan yang

menerapkan pola penerbangan berbiaya murah atau yang dapat

disebut dengan Low Cost Carrier (LCC) seperti PT Lion Mentari

Airlines (biasa dikenal dengan Lion Air).

Low Cost Carrier sering juga dikenal dengan sebutan no

frills, discout atau budget carrier adalah angkutan udara berjadwal

yang dalam menjalankan kegiatannya dikelompokkan dalam

pelayanan dengan standar minimum (no frills). LCC adalah sebutan

bagi maskapai penerbangan yang menawarkan biaya penerbangan

yang relatif lebih murah dibandingkan maskapai penerbangan pada

umumya. Dalam pola LCC tingkat pelayanan yang diberikan

kepada konsumen sangat terbatas, misalnya tidak tersedia

pelayanan selama penerbangan, seperti makanan dan minuman.4

Peraturan mengenai penerbangan di Indonesia secara

umum telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009

Tentang Penerbangan (untuk selanjutnya disingkat Undang-

Undang Penerbangan). Aturan ini memberikan definisi mengenai

angkutan udara niaga yang artinya adalah angkutan udara untuk

4 Saefullah Wiradipraja. 1999. Hukum Transportasi Udara dari Warsawa 1929 keMontreal. Bandung. PT. Kiblat Buku Utama. Hal 21

Page 16: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

4

umum dengan memungut pembayaran. Maskapai penerbangan

Lion Air merupakan salah satu angkutan udara niaga tersebut.

Terdapat dua pihak penting dalam pelaksanaan kegiatan

penerbangan yaitu penumpang dan maskapai penerbangan.

Penumpang dan maskapai penerbangan terikat dalam suatu

hubungan perjanjian yaitu perjanjian pengangkutan. Pihak

penumpang berkewajiban untuk membayar sejumlah uang dan

pihak maskapai penerbangan berkewajiban mengantarkan

penumpang dengan selamat ke tempat tujuan yang telah

disepakati.

Pelaksanaan penerbangan seringkali tidak dapat dilakukan

baik dari pihak penumpang, maupun dari pihak maskapai

penerbangan. Pembatalan penerbangan yang dilakukan oleh pihak

maskapai penerbangan merupakan salah satu bentuk

keterlambatan angkutan udara selain dari keterlambatan

penerbangan dan tidak terangkutnya penumpang dengan alasan

kapasitas pesawat udara. Berdasarkan Pasal 2 (e) Peraturan

Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung

Jawab Pengangkut Angkutan Udara (untuk selanjutnya disingkat

PerMenHub 77/2011) mengatur bahwa pengangkut yang

mengoprasikan angkutan udara wajib bertanggungjawab atas

kerugian terhadap keterlambatan angkutan udara.

Page 17: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

5

Mengenai keterlambatan penerbangan yang dilakukan oleh

maskapai penerbangan sebelumnya juga telah diatur dalam

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 Tentang

Penyelenggaraan Angkutan Udara (selanjutnya disingkat

PerMenHub 25/2008). Aturan ini mewajibkan maskapai

penerbangan untuk memberikan sejumlah ganti rugi baik berupa

minuman, makanan, atau dialihkan pada penerbangan berikutnya

atau dipindahkan pada maskapai penerbangan lainnya.5

Selanjutnya, dalam PerMenHub 77 Tahun/2011, Maskapai

penerbangan diwajibkan untuk memberikan ganti rugi sebesar

Rp.300.000 (tiga ratus ribu rupiah) kepada penumpang jika terjadi

keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam. Aturan ini juga mewajibkan

kepada pihak maskapai penerbangan untuk mengembalikan

seluruh uang tiket yang telah dibayarkan oleh penumpang jika

dilakukan pembatalan penerbangan yang pembatalannya

diberitahukan kepada penumpang paling lambat 7 (tujuh) hari

sebelum pelaksanaan penerbangan.6

Terkait Pengaturan mengenai pengembalian uang tiket telah

diatur dalam Pasal 12 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Nomor 77

Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara yaitu:

5 Lihat Pasal 36 PerMenhub 25/20086 Lihat Pasal 10 dan Pasal 12 PerMenHub 77/2011

Page 18: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

6

1. Dalam hal terjadi pembatalan penerbangan, pengangkut wajib

memberitahukan kepada penumpang paling lambat 7 (tujuh)

hari kelender sebelum pelaksanaan penerbangan.

2. Pembatalan penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), pengakutan wajib mengembalikan seluruh uang tiket yang

telah dibayarkan oleh penumpang.

Peraturan Menteri tersebut jelas mensyaratkan bahwa

maskapai penerbangan selaku pelaku usaha memiliki tanggung

jawab untuk memberikan informasi akan pembatalan suatu

penerbangan kepada penumpang sesuai dengan waktu yang telah

ditentukanyaitu 7 (tujuh) hari.

Aturan terkait ganti rugi kepada penumpang yang mengalami

keterlambatan pengakutan akibat kesalahan maskapai

penerbangan pada kenyataannya cenderung rumit dan

mempersulit penumpang. Keluhan terhadap penundaan

penerbangaan, pelayanan jika terjadi penundaan penerbangan,

serta pengembalian uang tiket jika terjadi pembatalan penerbangan

seringkali dialami oleh penumpang.7

Pembatalan penerbangan yang dilakukan oleh maskapai

penerbangan disebabkan beberapa faktor/alasan tertentu sehingga

maskapai tersebut tidak dapat mengoperasikan penerbangan

seperti yang sudah dijadwalkan. Salah satu alasan maskapai

7 Pra Penelitian pada Bulan Desember 2013

Page 19: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

7

penerbangan tidak dapat melaksanakan penerbangan adalah faktor

yang berada di luar kendali manusia atau force majeur seperti

cuaca buruk atau rusaknya sistem pesawat atau dengan kata lain

karena alasan teknis dimana pesawat tersebut tidak dapat terbang

sebagaimana yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Apabila

pembatalan penerbangan yang terjadi akibat cuaca buruk dan

alasan teknis, pengangkur atau maskapai penerbangan tidak

diberikan kewajiban untuk bertanggung jawab atau memberikan

ganti kerugian kepada penumpangnya. Selain itu, faktor niaga yang

dapat menyebabkan terjadinya pembatalan penerbangan dari

maskapai penerbangan adalah karena proses boarding yang

bermasalah dan karena kelebihan penumpang akibat overbooking.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis menemukan

issu hukum bahwa ada kecenderungan tanggung jawab terkait

ganti rugi akibat keterlambatan pengangkutan belum berjalan

sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, penulis perlu menganalisis

dan mengkaji lebih lanjut mengenai permasalahan ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah tanggung jawab penyedia jasa kepada

konsumen penerbangan jika terjadi pembatalan penerbangan

secara sepihak?

Page 20: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

8

2. Bagaimanakah penyelesaian sengketa antara penyedia jasa

dengan konsumen penerbangan jika terjadi pembatalan

penerbangan secara sepihak?

C. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui dan memahami tanggung jawab penyedia

jasa kepada konsumen penerbangan jika terjadi pembatalan

penerbangan secara sepihak.

b. Untuk mengetahui dan memahami penyelesaian sengketa

antara penyedia jasa dengan konsumen jasa penerbangan jika

terjadi pembatalan penerbangan secara sepihak.

D. Manfaat Penulisan

a. Kegunaan Teoretik

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum khususnya tentang

perlindungan konsumen terhadap ganti kerugian pengembalian

uang atas pembatalan penerbangan secara sepihak sekaligus

sebagai bahan kepustakaan bagi penelitian yang berkaitan

dengan judul dan permasalahan yang akan dibahas dalam

tesis. Disamping itu diharapkan bermanfaat pula bagi

pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu

hukum pada khususnya.

Page 21: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

9

b. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini dimaksudkan dapat dipakai sebagai masukan

kepada masyarakat sehingga dapat dipakai sebagai bahan

pertimbangan untuk menghindarkan hal-hal yang dapat

merugikan masyarakat pengguna jasa penerbangan serta

memberikan sumbangan pemikiran juridis terhadap

pertanggungjawaban penyedia jasa dalam pengangkutan

penumpang melalui jasa penerbangan.

E. Orisinalitas Penelitian

Dari hasil penelusuran yang telah dilakukan terhadap tulisan atau

penelitian mengenai ”Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan

Terhadap Ganti Kerugian Pengembalian Uang Atas Pembatalan

Penerbangan Secara Sepihak”, belum pernah ada yang melakukan

penelitian sebelumnya. Akan tetapi pernah ada yang meneliti

berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan penerbangan, yaitu

Penulis Skripsi Mutmainnah Maggu, Program Studi Sarjana Hukum

bagian Perdata, Universitas Hasanuddin dengan judul “Tanggung

Jawab Perusahaan Penerbangan Atas Tindakan yang

menimbulkan Kerugian Terhadap Penumpang”. Skripsi tersebut

membahas lebih luas menengai tanggung jawab perusahaan

penerbangan terkait segala kerugian yang ditimbulkan oleh

perusahaan penerbangan dengan sampel Merpati Airlines yang

mengacu pada pasal 144 ayat (1) Undang – undang Nomor 1

Page 22: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

10

Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Pasal 42 Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara.

Sedangkan Tesis Penulis membahas mengenai tanggung jawab

maskapai penerbangan terhadap ganti kerugian pengembalian

uang atas pembatalan penerbangan secara sepihak yang mengacu

pada Permenhub 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab

Pengangkutan Udara.

Page 23: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hukum Perlindungan Konsumen Penerbangan

Perkembangan hukum penerbangan di Indonesia banyak

dipengaruhi oleh perkembangan hukum penerbangan di dunia

internasional. Secara formil, hukum penerbangan internasional lahir

sejak Konvensi Paris tahun 1919. Konvensi Paris ini dikenal

dengan nama Convention Relating to International Aerial

Navigation yang ditanda tangani pada tanggal 13 Oktober 1919 di

Paris.8

Konvensi ini kemudian disempurnakan dengan Konvensi

Havana 1928 yang dikenal pula dengan nama Convention on

Commercial Aviation yang ditanda tangani di Havana tanggal 20

Pebruari 1928. Pada akhirnya, konvensi ini terdiri dari 96 pasal,

dimana hanya 5 pasal yang mengatur bisnis transportasi udara dan

selebihnya mengatur mengenai keselamatan penerbangan dan

organisasi Penerbangan Sipil International (International Civil

Aviation Organization disingkat ICAO)9

Secara formil, hukum penerbangan di Indonesia lahir pada

tahun 1933 dengan Staatsblad 1933 No. 118. Staatsblad ini

8 Kamis Martono, Introduction to The International and National Air Law (Jakarta : JointKaw Socialisation between Departement of law and Human Right and Indonesia Aviation StudyIntitute, 2005) hlm. 22)9 Ibid, hlm. 23

Page 24: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

12

kemudian disempurnakan dengan Staatsblad 1936 No. 425 dan

Staatsblad 1936 No. 246. Pada tahun 1958 lahirlah Undang-

undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan, yang

kemudian diganti Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang

Penerbangan, dan tahun 2009 kembali tentang undang-undang

penerbangan tersebut disempurnakan dalam Undang-undang No, 1

Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Penerbangan yang mempunyai karakteristik dan keunggulan

tersendiri, perlu dikembangkan agar mampu meningkatkan

pelayanan yang lebih luas, baik domestik maupun internasional.

Pengembangan penerbangan ditata dalam satu kesatuan sistem

dengan mengintegrasikan dan mendinamisasikan prasarana dan

sarana penerbangan, metoda, prosedur, dan peraturan sehingga

berdaya guna serta berhasil guna10.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang

Penerbangan perlu disempurnakan guna menyelaraskan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan

paradigma dan lingkungan strategis, termasuk otonomi daerah,

kompetisi di tingkat regional danglobal, peran serta masyarakat,

persaingan usaha, konvensi internasional tentang penerbangan,

perlindungan profesi, serta perlindungan konsumen.

10 Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Penerbangan

Page 25: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

13

Dalam penyelenggaraan penerbangan, Undang-Undang ini

bertujuan mewujudkan penerbangan yang tertib, teratur, selamat,

aman, nyaman, dengan harga yang wajar, dan menghindari praktek

persaingan usaha yang tidak sehat, memperlancar arus

perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan

mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka

memperlancar kegiatan perekonomian nasional, membina jiwa

kedirgantaraan, menjunjung kedaulatan negara, menciptakan daya

saing dengan mengembangkan teknologi dan industri angkutan

udara nasional, menunjang, menggerakkan, dan mendorong

pencapaian tujuan pembangunan nasional, memperkukuh kesatuan

dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan

Nusantara, meningkatkan ketahanan nasional, dan mempererat

hubungan antarbangsa, serta berasaskan manfaat, usaha bersama

dan kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, keserasian dan

keselarasan, kepentingan umum, keterpaduan, tegaknya hukum,

kemandirian, anti monopoli dan keterbukaan, berwawasan

lingkungan hidup, kedaulatan negara, kebangsaan, serta

kenusantaraan.

Atas dasar hal tersebut disusunlah undang-undang tentang

penerbangan yang merupakan penyempurnaan dari Undang-

Undang nomor 15 tahun 1992, sehingga penyelenggaraan

penerbangan sebagai sebuah sistem dapat memberikan manfaat

Page 26: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

14

yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat, bangsa dan negara,

serta memupuk dan mengembangkan jiwa kedirgantaraan dengan

mengutamakan faktor keselamatan, keamanan, dan kenyamanan.

Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai hak, kewajiban,

serta tanggung jawab hukum para penyedia jasa dan para

pengguna jasa, dan tanggung jawab hukum penyedia jasa terhadap

kerugian pihak ketiga sebagai akibat dari penyelenggaraan

penerbangan serta kepentingan internasional atas objek pesawat

udara yang telah mempunyai tanda pentaran dan kebangsaan

Indonesia. Di samping itu, dalam rangka pembangunan hukum

nasional serta untuk lebih memantapkan perwujudan kepastian

hukum, Undang-Undang ini juga memberikan perlindungan

konsumen tanpa mengorbankan kelangsungan hidup penyedia jasa

transportasi serta memberi kesempatan yang lebih luas kepada

daerah untuk mengembangkan usaha-usaha tertentu di bandar

udara yang tidak terkait langsung dengan keselamatan

penerbangan.

Dalam Undang-Undang ini telah dilakukan perubahan

paradigma yang nyata dalam rangka pemisahan yang tegas antara

fungsi regulator, operator, dan penyedia jasa penerbangan. Di

samping itu, juga dilakukan penggabungan beberapa

penyelenggara yang ada menjadi satu penyelenggara pelayanan

navigasi serta untuk sertifikasi dan registrasi pesawat udara juga

Page 27: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

15

dibentuk unit pelayanan otonom, dengan mengutamakan

keselamatan dan keamanan penerbangan, yang tidak berorientasi

pada keuntungan, secara finansial dapat mandiri, serta biaya yang

ditarik dari pengguna dikembalikan untuk biaya investasi dan

peningkatan operasional (cost recovery).

Penerbangan sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri atas

pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara,

angkutan udara, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup,

serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya yang pokok-

pokoknya dapat diuraikan sebagai berikut :11

1. Pemanfaatan wilayah udara merupakan implementasi dari

kedaulatan Negara Republik Indonesia yang utuh dan eksklusif

atas ruang udaranya, yang memuat tatanan ruang udara

nasional, penyelenggaraan pelayanan, personel dan fasilitas

navigasi penerbangan, serta pengaturan tentang tata cara

navigasi, komunikasi penerbangan, pengamatan dan larangan

mengganggu pelayanan navigasi penerbangan, termasuk

pemberian sanksi.

Tatanan ruang udara nasional ditetapkan untuk mewujudkan

penyelenggaraan pelayanan navigasi penerbangan yang andal

dalam rangka keselamatan penerbangan dengan mengacu pada

peraturan nasional dan regulasi Organisasi Penerbangan Sipil

11 Ibid, Op,.Cit

Page 28: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

16

Internasional (International Civil Aviation Organisation/ICAO)

yang terkait dengan penetapan dan penggunaan ruang udara.

Dalam penggunaan ruang udara tersebut, diberikan pelayanan

oleh Pemerintah selaku penyelenggara pelayanan navigasi

penerbangan, terdiri atas pelayanan lalu lintas penerbangan,

komunikasi penerbangan, informasi aeronautika, informasi

meteorologi penerbangan, serta informasi pencarian dan

pertolongan. Guna mendukung kelancaran kegiatan

penerbangan serta keselamatan penerbangan, penyelenggara

pelayanan navigasi penerbangan menyiapkan personel yang

kompeten, memasang dan mengoperasikan serta merawat

fasilitas navigasi penerbangan.

Untuk menjaga keselamatan penerbangan, dalam tata cara

bernavigasi, penyelenggara dan pengguna pelayanan navigasi

penerbangan diwajibkan mematuhi semua ketentuan yang

berlaku. Di samping itu, diatur izin penggunaan frekuensi radio

yang dialokasikan untuk penerbangan, dan pemberian

rekomendasi penggunaan frekuensi radio di luar alokasi

frekuensi yang sudah ditetapkan untuk kegiatan penerbangan,

serta dilakukan pembatasan, larangan, dan sanksi terhadap

kegiatan yang mengganggu pelayanan navigasi penerbangan.

Wilayah udara Republik Indonesia yang pelayanan navigasi

penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan

Page 29: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

17

perjanjian sudah harus dievaluasikan dan dilayani oleh lembaga

penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan paling lambat

15 (lima belas) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.

2. Karena penting dan strategisnya peranan penerbangan untuk

hajat hidup orang banyak, penerbangan dikuasai oleh negara

yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dengan

memperkuat kelembagaan yang bertanggung jawab di bidang

penerbangan berupa penataan struktur kelembagaan,

peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia,

peningkatan pengelolaan anggaran yang efektif, efisien, dan

fleksibel berdasarkan skala prioritas, peningkatan kesejahteraan

sumber daya manusia, pengenaan sanksi kepada pejabat

dan/atau pegawai atas pelanggaran dalam pelaksanaan

ketentuan Undang-Undang ini. Pembinaan yang dilakukan oleh

Pemerintah tersebut meliputi pengaturan, pengendalian, dan

pengawasan.

3. Dalam rangka menghadapi perkembangan dunia penerbangan

tanpa batas hak angkut (open sky policy), kerja sama bilateral,

multilateral, dan plurilateral, asas resiprokal, keadilan (fairness),

dan cabotage, aliansi penerbangan, jaringan rute pengumpul

(hub) dan pengumpan (spoke), serta perkuatan industri

penerbangan dalam negeri, pengaturan angkutan udara

difokuskan untuk menciptakan iklim yang kondusif di bidang jasa

Page 30: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

18

angkutan udara, dengan menetapkan hak dan kewajiban yang

seimbang, standar pelayanan prima, dengan mengutamakan

perlindungan terhadap pengguna jasa.

Dalam Undang-Undang ini juga diatur persyaratan badan usaha

angkutan udara agar mampu tumbuh sehat, berkembang, dan

kompetitif secara nasional dan internasional. Selanjutnya, untuk

membuka daerah-daerah terpencil di seluruh wilayah Indonesia,

Undang-Undang ini tetap menjamin pelayanan angkutan udara

perintis dalam upaya memberikan stimulus bagi daerah-daerah

guna peningkatan kegiatan ekonomi.

Dalam upaya pemberdayaan industri penerbangan nasional,

Undang-Undang ini juga memuat ketentuan mengenai

kepentingan internasional atas objek pesawat udara yang

mengatur objek pesawat udara dapat dibebani dengan

kepentingan internasional yang timbul akibat perjanjian

pemberian hak jaminan kebendaan, perjanjian pengikatan hak

bersyarat dan/atau perjanjian sewa guna usaha.

Pengaturan tersebut mengacu pada Konvensi Internasional

dalam peralatan bergerak (Convention on international interest in

mobile equipment) dan protokol mengenai masalah-masalah

khusus pada peralatan pesawat udara (Protocol to the

convention on interest in mobile equipment on matters specific to

Page 31: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

19

Aircraft equipment), sebagai konsekuensi diratifikasinya konvensi

dan protokol yang biasa disebut Cape Town Convention.

4. Dalam rangka menjamin penyelenggaraan kebandarudaraan

sebagai pusat kegiatan pelayanan angkutan udara dan unit

bisnis yang efektif, efisien, dan mampu menggerakkan

perekonomian wilayah, Undang-Undang ini mengatur

persyaratan, prosedur, dan standar kebandarudaraan, tatanan

kebandarudaraan nasional, penetapan lokasi, pengoperasian,

fasilitas dan personel bandar udara, pengendalian daerah

lingkungan kerja, dan kawasan keselamatan operasi

penerbangan di sekitar bandar udara untuk kepentingan

keselamatan dan keamanan penerbangan, serta kelestarian

lingkungan.

Dalam penyelenggaraan bandar udara diatur juga pemisahan

yang tegas antara regulator dan operator bandar udara dengan

dibentuknya Otoritas Bandar Udara, serta memberi peluang lebih

luas terhadap peran serta swasta dan pemerintah daerah dalam

penyelenggaraan bandar udara.

5. Untuk menjamin terwujudnya penyelenggaraan penerbangan

yang memenuhi standar keselamatan dan keamanan, Undang-

Undang ini mengatur penetapan program keselamatan

penerbangan nasional, program keamanan penerbangan

nasional, dan program budaya tindakan keselamatan yang

Page 32: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

20

mengacu pada regulasi Organisasi Penerbangan Sipil

Internasional (ICAO). Program keselamatan penerbangan

nasional memuat peraturan keselamatan, sasaran keselamatan,

sistem pelaporan keselamatan, analisis data dan pertukaran

informasi keselamatan (safety data analysis and exchange),

kegiatan investigasi kecelakaan dan kejadian (accident and

incident investigation), promosi keselamatan (safety promotion),

pengawasan keselamatan (safety oversight), dan penegakan

hukum (law enforcement). Sedangkan program keamanan

penerbangan nasional memuat peraturan keamanan, sasaran

keamanan, personel keamanan, pembagian tanggung jawab

keamanan, perlindungan bandar udara, pesawat udara, dan

fasilitas navigasi, pengendalian dan penjaminan keamanan

terhadap orang dan barang di pesawat udara, penanggulangan

tindakan melawan hukum, penyesuaian sistem keamanan

terhadap tingkat ancaman keamanan, dan pengawasan

keamanan penerbangan.

6. Dalam upaya memberikan jaminan pelayanan sertifikasi dan

inspeksi keselamatan yang kredibel, transparan, dan akuntabel,

serta meningkatkan kompetensi sumber daya manusia untuk

penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik, Undang-Undang

ini mengatur pembentukan penyelenggara pelayanan umum

yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan pola

Page 33: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

21

penganggaran berbasis kinerja dengan skala prioritas, efisiensi,

dan efektivitas.

7. Untuk mengetahui penyebab setiap kecelakaan dan kejadian

serius pesawat udara sipil dan dalam rangka menegakkan etika

profesi, melaksanakan mediasi, dan menafsirkan penerapan

regulasi di bidang penerbangan untuk mencegah terjadinya

kecelakaan dengan penyebab yang sama, diatur pula

pembentukan komite nasional yang bertanggung jawab kepada

Presiden, dan untuk keperluan penyelidikan lanjutan, komite

tersebut membentuk majelis profesi penerbangan.

8. Dalam Undang-Undang ini diatur pula sistem informasi

penerbangan melalui jaringan informasi yang efektif, efisien, dan

terpadu dengan memanfaatkan perkembangan teknologi

informasi dan komunikasi. Selanjutnya dalam rangka

meningkatkan penyelenggaraan penerbangan secara optimal,

diatur peran serta masyarakat dengan prinsip keterbukaan dan

kemitraan.12

Selanjutnya pengaturan mengenai penerbangan khususnya

terkait penyelenggaraan angkutan udara, pemerintah telah

menerbitkan Permenhub 25/2008 untuk mengatur secara umum

mengenai angkutan udara niaga di Indonesia. Sedangkan dalam

Permenhub 77/2011, pemerintah mengatur mengenai tanggung

12 Ibid, Op,.Cit

Page 34: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

22

jawab maskapai penerbangan kepada penumpang. Ketiga regulasi

tersebut merupakan aturan terkait tanggung jawab maskapai

penerbangan yang sampai saat ini masih berlaku di Indonesia.

Kata perlindungan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia

memiliki arti “tempat berlindung (bersembunyi dsb), atau perbuatan

(hal dsb) melindungi; pertolongan (penjagaan dsb)”13. Sedangkan

pengertian hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah sebagai

suatu himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa,

berisikan suatu perintah, larangan atau izin untuk berbuat atau

tidak berbuat sesuatu, serta dengan maksud untuk mengatur tata

tertib dalam kehidupan bermasyarakat14

Berdasarkan hal di atas, pengertian perlindungan hukum

dalam arti sempit adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada

subjek hukum dalam bentuk perangkat-perangkat hukum, baik yang

bersifat preventif maupun bersifat represif, baik yang tertulis

maupun yang tidak tertulis. Dengan kata lain bahwa perlindungan

hukum sebagai suatu gambaran dan fungsi hukum adalah suatu

konsep dimana hukum dapat memberikan keadian, ketertiban,

kepastian, kemanfaatan, kedamaian bagi segala kepentingan

manusia yanga ada dalam masyarakat, sehingga di dalamnya

tercipta keselarasan dan keseimbangan hidup dalam masyarakat.

13 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1995, Kamus Umum Bahasa Indonesia, BalaiPustaka, Jakarta, hlm. 59514 Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, hlm. 37

Page 35: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

23

Dalam arti luas, lingkup perlindungan hukum tidak saja diberikan

kepada subjek hukum, akan tetapi dapat juga diberikan kepada

lingkungan dan alam semesta beserta seluruh isinya. Jadi

perlindungan konsumen berfungsi untuk menyeimbangkan

kedudukan konsumen dan pelaku usaha, dengan siapa mereka

saling berhubungan dan saling membutuhkan. Keadaan seimbang

tersebut, lebih menerbitkam dan menserasikan keselarasan

materiil, tidak sekedar formil, dan dalam kehidupan manusia

indonesia seutuhnya sebagaimana dikehendaki oleh falsafah

bangsa dan negara indonesia.15

M.J.Leder berkomentar mengenai hukum konsumen yaitu Ina sense there is no such creature as consumer law.16

Sekalipun demikian, secara umum sebenarnya hukumkonsumen dan hukum perlindungan konsumen itu sepertiyang dinyatakan oleh Lowe yakni : rules of law whichrecognize the bergaining weakness of the individualconsumer and which ensure that weakness in not unfairlyexploited.17

Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus

dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat sekaligus tujuan hukum itu

adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada

masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum

perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit

dipisahkan dan ditarik batasnya.

15 Az Nasution, Op.Cit,. Hlm. 1616 M.J.Leder, Cunsumer Law (Plymouth: Macdonald and Evans), 1980, Hlm. 1 dalam Shidarta, Ibid.17 R. Lowe, Commeercial Law,ed. 6 (London : sweet & Maxwell, 1983), 23 dalam Shidarta,Ibid

Page 36: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

24

Ada juga yang berpendapat bahwa hukum perlindungan

konsumen merupakan bagian dari perlindungan konsumen yang

lebih luas itu. Az Nasution misalnya, Ia berpendapat bahwa hukum

konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat

mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi sifat yang

melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen

diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum

yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu

sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen di

dalam pergaulan hidup.18

Az Nasution mengakui bahwa asas-asas dan kaidah-kaidah

hukum yang mengatur hubungan dan masalah konsumen itu

tersebar dalam berbagai bidang baik tertulis maupun tidak tertulis.

Ia menyebutkan, seperti hukum perdata, hukum dagang, hukum

pidana, hukum administrasi negara, dan hukum internasional

terutama konvensi-konvensi yang berkaitan dengan kepentingan-

kepentingan konsumen.

Adapun yang masih belum jelas dari pernyataan Az Nasution

berkaitan dengan kaidah-kaidah hukum perlindungan konsumen

yang senantiasa bersifat mengatur. Apakah kaidah yang bersifat

memaksa, tetapi memberikan perlindungan kepada konsumen tidak

18 Shidarta, Op.Cit, Hlm 9-10

Page 37: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

25

termasuk dalam hukum perlindungan konsumen? Untuk itu jelasnya

dapat dilihat ketentuan Pasal 383 KUHP berikut ini :

Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahunempat bulan, seorang penjual yang berbuat curang terhadappembeli : (1) karena sengaja menyerahkan barang laindaripada yang ditunjuk pembeli, (2) mengenai jenis keadaanatau banyaknya barang yang diserahkan denganmenggunakan tipu muslihat.

Seharusnya ketentuan memaksa dalam Pasal 383 KUHP

juga memenuhi syarat untuk dimasukkan ke dalam wilayah hukum

perlindungan konsumen. Artinya, ini persoalannya bukan terletak

pada kaidah kaidah yang harus mengatur atau memaksa.

Dengan demikian, seyogianya dikatakan, hukum konsumen

berkala lebih luas meliputi aspek hukum yang terdapat kepentingan

pihak konsumen di dalamnya. Kata aspek hukum ini sangat

bergantung pada kemauan kita mengartikan.

Asas hukum perlindungan konsumen termuat dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen selanjutnya disingkat Undang-undang Perlindungan

Konsumen yang berbunyi :

“Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,

keseimbangan, keamanan, dan keselamatan kosumen serta

kepastian hukum.”

Page 38: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

26

Artinya, perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai

usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam

pembangunan nasional, yaitu :

1. Asas manfaat dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa

segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan

konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi

kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat

dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan

kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk

memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara

adil.

3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan

keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelauku usaha,

dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan

untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan

kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan

pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau

digunakan.

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha

maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan

Page 39: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

27

dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen serta

negara menjamin kepastian hukum.

Memperhatikan substansi Pasal 2 Undang-undang

Perlindungan Konsumen demikian pula penjelasannya, tampak

bahwa perumusannya mengacu pada filosofi pembangunan

nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang

berlandaskan pada falsafah negara Republik Indonesia.19

Sedangkan tujuan dari perlindungan konsumen termuat dalam

Pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen sebagai berikut :

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian

konsumen untuk melindungi diri.

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang

dan/atau jasa.

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,

menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung

unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses

untuk mendapatkan informasi.

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha.

19 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, Hlm. 26

Page 40: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

28

6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen ini

merupakan isi pembangunan nasional sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 2 sebelumnya karena tujuan perlindungan konsumen

yang ada itu merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam

pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan

konsumen.

Ahmad Ali mengatakan masing-masing undang-undang

memiliki tujuan khusus.20 Hal itu juga tampak dari pengaturan Pasal

3 Undang-undang Perlindungan Konsumen yang mengatur tujuan

khusus perlindungan konsumen sekaligus membedakan dengan

tujuan umum sebagaimana dikemukakan berkenaan dengan

ketentuan Pasal 2 di atas.

Keenam tujuan khusus perlindungan konsumen disebutkan

bila dikelompokkan ke dalam tiga tujuan hukum secara umum maka

tujuan hukum untuk mendapatkan keadilan terlihat dalam rumusan

huruf c dan huruf e. Sementara tujuan untuk memberikan

kemanfaatan dapat terlihat dalam rumusan huruf a dan huruf b

termasuk huruf c dan d serta huruf f. Terakhir tujuan khusus yang

diarahkan untuk tujuan kepastian hukum terlihat dalam rumusan

20 Achmad Ali, 1996, Menguak Tabir Hukum, Chandra Pratama, Jakarta, Hlm. 95

Page 41: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

29

huruf d. Pengelompokan ini tidak berlaku mutlak karena seperti

yang dapat kita lihat dalam rumusan pada huruf a sampai dengan

huruf f terdapat tujuan yang dapat dikualifikasi sebagai tujuan

ganda.21

Kesulitan memenuhi ketiga tujuan hukum (umum) sekaligus

sebagaimana dikemukakan sebelumnya menjadikan sejumlah

tujuan khusus dalam huruf a sampai dengan huruf f dari Pasal 3

tersebut hanya dapat tercapai secara maksimal apabila didukung

oleh keseluruhan subsistem perlindungan yang diatur dalam

undang-undang ini tanpa mengabaikan fasilitas penunjang dan

kondisi masyarakat. Termasuk dalam hal ini substansi ketentuan

Pasal demi Pasal yang akan diuraikan dalam Pasal selanjutnya.

Unsur masyarakat sebagaimana dikemukakan berhubungan

dengan persoalan kesadaran hukum dan ketaatan hukum yang

seterusnya menentukan efektivitas Undang-undang Perlindungan

Konsumen sebagaimana dikemukakan oleh Achmad Ali bahwa

kesadaran hukum, ketaatan hukum, dan efektivitas perundang-

undangan adalah tiga unsur yang saling berhubungan.22

Adapun beberapa aspek perlindungan konsumen pada

penerbangan adalah : 23

1. Aspek Keselamatan Penerbangan

21 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op. Cit. Hlm. 3422 Achmad Ali, 1998, Menjelajahi Kajian Empiris terhadap Hukum, Yarsif Watampone, Jakarta,Hlm.19123 E. Suherman, Wilayah Udara dan Wilayah Dirgantara, (Bandung : Alumni, 1984), hlm. 163

Page 42: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

30

Tujuan utama kegiatan penerbangan komersil adalah

keselamatan penerbangan. Aspek ini berkaitan dengan

perlindungan konsumen terhadap penggunan jasa transportasi

udara. Dalam konteks ini, maka semua perusahaan

penerbangan wajib untuk mengantisipasi segala kemungkinan

yang dapat mencelakakan penumpangnya. Oleh karena itu,

setiap perusahaan penerbangan komersil dituntut untuk

menyediakan armada pesawatnya yang handal dan dalam

keadaan layak terbang.

Keselamatan penerbangan berkaitan erat dengan fisik pesawat

terbang serta aspek pemeliharaan sehingga terpenuhi

persyaratan teknik penerbangan. Selain itu, aspek keselamatan

penerbangan juga berkenaan erat dengan faktor sumber daya

manusia yang terlibat dalam penerbangan. Keselamatan

penerbangan merupakan hasil keseluruhan dari berbagai

kombinasi faktor yaitu faktor pesawat udara, personil, sarana

penerbangan, operasi penerbangan dan badan-badan pengatur

penerbangan. 24

2. Aspek Keamanan Penerbangan.

Secara fisik aspek keamanan merupakan suatu aspek yang

paling terasa oleh konsumen pengguna jasa angkutan udara di

24 Ibid.

Page 43: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

31

samping aspek kecelakaan pesawat udara.25 Keamanan

penerbangan maksudnya adalah aman dari berbagai gangguan,

baik secara teknis maupun gangguan dari perampokan,

perampasan dan serangan teroris. Dalam aspek keamanan ini

perusahaan penerbangan wajib menjamin keamanan selama

melakukan penerbangan.

3. Aspek Kenyamanan Selama Penerbangan

Dalam aspek kenyamanan dalam penerbangan, terkandung

makna bahwa keseimbangan hak dan kewajiban diantara para

pihak baik pengangkut maupun penumpang.

4. Aspek Pengajuan Klaim

Dalam kegiatan penerbangan seringkali terjadi risiko kecelakaan

yang menimbulkan kerugian bagi penumpang. Sehubungan

dengan hal tersebut, diperlukan perlindungan konsumen bagi

penumpang yaitu adanya prosedur penyelesaian klaim yang

mudah, cepat, dan memuaskan. Prosedur yang mudah berarti

bahwa penumpang atau ahli warisnya yang sudah jelas haknya

tidak perlu menempuh prosedur yang berbelit dan rumit dalam

merealisasikan hak-haknya. Sedangkan prosedur yang murah

berarti para penumpang atau ahli waris yang mengalami

kecelakaan tidak perlu mengeluarkan biaya-biaya yang mahal

untuk menyelesaikan ganti rugi. Penyelesaian sengketa yang

25 E.Suherman, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan (Himpunan Makalah 1961-1995),(Bandung : Mandar Madju, 2000) hal 195

Page 44: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

32

cepat mengandung makna bahwa prosedurnya tidak memakan

waktu yang lama. Dalam kaitan ini, menggunakan penyelesaian

sengketa melalui jalur pengadilan memakan waktu lama.

5. Aspek Perlindungan Melalui Asuransi

Pada umumnya perusahaan penerbangan mengasuransikan

dirinya terhadap risiko-risiko yang kemungkinan akan timbul

dalam penyelenggaraan kegiatan penerbangan

mengasuransikan risiko tanggung jawab terhadap penumpang.

Di samping asuransi yang ditutup oleh perusahaan penerbangan

tersebut, di Indonesia dikenal juga Asuransi Jiwa Jasa Raharja.

Dalam asuransi ini, yang membayar adalah penumpang sendiri

sedangkan perusahaan penerbangan hanyalah bertindak

sebagai pemungut saja.26

B. Para Pihak dalam Penerbangan

a. Penumpang

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,

Ordonasi Pengangkutan Udara maupun Konvensi Warsawa tidak

memberikan definisi tentang “penumpang”. Namun, beberapa

upaya untuk memperbaiki Perjanjian Warsawa antara lain

dengan dibuatnya Draft Convencion 1950, yang membuat

definisi sebagai berikut : “Penumpang adalah setiap orang yang

diangkut dalam suatu pesawat udara berdasarkan suatu

26 Ibid., hlm 201

Page 45: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

33

perjanjian pengangkutan”. Dari pengertian tersebut, yang

dikategorikan penumpang tidak mencakup orang-orang yang ada

hubungan kerja dengan pengangkut udara, yang diangkut

karena tugas mereka. Sedangkan Draft Convention 1964,

memberikan pengertian seagai berikut : “Penumpang, adalah

setiap orang yang diangkut dalam pesawat udara kecuali awak

pesawat (termasuk cabin crew) sedangkan pegawai pengangkut

udara baik dalam tugas maupun tidak, dianggap sebagai

penumpang.

Meskipun tidak ada aturan yang menjelaskan secara pasti

definisi dari penumpang, namun secara umum penumpang dapat

dikategorikan sebagai konsumen, sehingga definisi dari

penumpang juga dapat dilihat dari definisi konsumen itu sendiri.

Dalam UUPK dijelaskan pengertian konsumen dalam Pasal 2

yakni : “Setiap orang pemakai barang dan / atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan.”

Dari definisi di atas, menjelaskan bahwa yang dapat

dikategorikan sebagai penumpang hanyalah orang yang

membeli jasa dari perusahaan penerbangan,sedangkan pilot dan

Page 46: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

34

awak pesawat lainnya masuk dalam kategori personel

penerbangan. 27

b. Maskapai Penerbangan

Menurut R.S. Damardjati dalam bukunya Istilah-Istilah Dunia

Pariwisata (2001: 06)28 mengemukakan pengertian perusahaan

penerbangan sebagai berikut :

“Perusahaan penerbangan adalah perusahaan miliki swastaatau pemerintah yang khusus menyelenggarakan pelayananangkutan udara untuk penumpang umum baik yang berjadwal(schedule service / regular flight) maupun yang tidak berjadwal(non schedule service). Penerbangan berjadwal menempuhrute penerbangan berdasarkan jadwal waktu, kota tujuanmaupun kota-kota persinggahan yang tetap. Sedangkanpenerbangan tidak berjadwal sebaliknya, dengan waktu, rute,maupun kota-kota tujuan dan persinggahan bergantungkepada kebutuhan dan permintaan pihak penyewa.”

Dari F.X. Widadi A. Suwarno (2001 : 7)29 berpendapat bahwa

“Perusahaan penerbangan atau airlines adalah perusahaan

penerbangan yang menerbitkan dokumen penerbangan untuk

mengangkut penumpang beserta bagasinya, barang kiriman

(kargo), benda pos (mail) dengan pesawat udara.”

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

perusahaan penerbangan adalah suatu perusahaan angkutan

udara yang memberikan dan menyelenggarakan pelayanan jasa

angkutan udara yang mengoperasikan dan menerbitkan

27 Martono, 2000, Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Status Hukum dan TanggungJawab Awak Pesawat Udara Sipil. Jakarta, hal.80

28 http://necel.wordpress.com/2009/06/28/pengertian-perusahaan-penerbangan/(diakses, Selasa 12 Desember 2014)29 Ibid

Page 47: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

35

dokumen penerbangan dengan teratur dan terencana untuk

mengangkut penumpang, bagasi penumpang, barang kiriman

(kargo), dan benda pos ketempat tujuan.30

Sedangkan undang-undang No.1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan, memberikan definisi tentang perusahaan

penerbangan dalam pasal 1 ayat (20), yakni :

“Badan Usaha Angkutan Udara adalah badan usaha miliknegara, badan usaha milik daerah, atau badan hukumIndonesia berbentuk perseroan terbatas atas koperasi, yangkegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untukdigunakan mengangkut penumpang, kargo, dan / atau denganmemungut pembayaran.

Hak dari pemakai jasa angkutan penumpang udara pada

umumnya adalah :

1. Penumpang atau pemakai jasa angkutan dapat naik pesawat

terbang atau udara sampai ke tujuan yang dikehendaki.

2. Penumpang atau ahli waris dapat menuntut ganti rugi apabila

mendapat kerugian yang diakibatkan kecelakaan pesawat

terbang dalam penerbangan, dan kelalaian pengangkutan.

Berdasarkan Pasal 4 UUPK, hak-hak konsumen sebagai

berikut:31

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengonsumsi barang / jasa.

30 Ibid31 Happy Susanto, 2008. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta Selatan : Transmedia

Pustaka, hal 23.

Page 48: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

36

2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang / jasa sesuai

dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang / jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang /

jasa yang digunakan.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesain sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif.

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau

penggantian, jika barang / jasayang diterima tidak sesuai

dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

Hak dan Kewajiban Maskapai Penerbangan

Sebagai salah satu pihak dalam perjanjian angkutan udara maka

penumpang memiliki kewajiban-kewajiban sebagai berikut :

1. Membayar uang angkutan, kecuali ditentukan sebaliknya.

2. Mengindahkan petunjuk-petunjuk dari pengangkut udara atau

dari pegawai-pegawainya yang berwenang untuk itu.

3. Menunjukkan tiketnya kepada pegawai-pegawai pengangkut

udara setiap saat apabila diminta.

Page 49: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

37

4. Tunduk kepada peraturan-peraturan pengangkut udara

mengenai syarat-syarat umum perjanjian angkutan muatan

udara yang disetujui.

5. Memberitahukan kepada pengangkut udara tentang barang-

barang berbahaya atau barang-barang terlarang yang dibawa

naik sebagai bagasi tercatat atau sebagai bagasi tangan,

termasuk pula barang-barang terlarang yang ada pada dirinya.

Secara umum penumpang sebagai konsumen atau suatu jasa

juga memiliki kewajiban, seperti yang terdapatdalam pasal 5

UUPK, yaitu :

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi pemakaian dan

pemanfaatan barang / jasa. Tujuannya adalah untuk menjaga

keamanan dan keselamatan bagi konsumen itu sendiri.

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang /

jasa. Itikad baik sangat diperlukan ketika konsumen akan

bertransaksi.

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

Konsumen perlu membayar barang dan jasa yang telah dibeli,

tentunya dengan nilai tukar yang disepakati.

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum dan sengketa

perlindungan konsumen secara patut.

Page 50: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

38

C. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Penerbangan

Prinsip tanggung jawab merupakan perihal yang sangat

penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus

pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam

menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa

tangung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.32

Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum

penerbangan adalah sebagai berikut :

1. Prinsip Tanggung Jawab Hukum Berdasarkan Kesalahan (Based

on Fault Liability

Tanggung jawab hukum atas dasar kesalahan terdapat dalam

pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pasal

tersebut yang dikenal sebagai tindakan melawan hukum

(onrechtsmatigdaad) berlaku umum terhadap siapa pun juga,

termasuk perusahaan penerbangan. Menurut pasal tersebut

setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian

terhadap orang lain mewajibkan orang yang karena

perbuatannya menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian (to

compensate the damage). Berdasarkan kententuan tersebut

setiap orang harus bertanggung jawab secara hukum atas

perbuatan sendiri artinya apabila orang karena perbuataanya

mengakibatkan kerugian kepada orang lain, maka orang tersebut

32 Shidarta, Op.Cit.,hlm.72

Page 51: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

39

harus bertanggung jawab untuk membayar ganti kerugian yang

diderita oleh orang tersebut.

Menurut pasal 1367 Kitab Undang-undang Hukum Perdata,

tanggung jawab hukum kepada orang yang menderita kerugian

tidak hanya terbatas kepada perbuatan sendiri, melainkan juga

perbuatan karyawan, pegawai, agen, perwakilannya apabila

menimbulkan kerugian kepada orang lain, sepanjang orang

tersebut bertindak sesuai dengan tugas dan kewajiban yang

dibebankan kepada orang tersebut. Tanggung jawab atas dasar

kesalahan harus memenuhi unsur ada kesalahan, ada kerugian,

yang membuktikan adalah korban yang menderita kerugian,

kedudukan tergugat dengan penggugat sama tinggi dalam arti

saling dapat membuktikan, bilamana terbukti ada kesalahan

maka jumlah ganti kerugian tidak terbatas. Apabila ada

kesalahan, tetapi tidak mengakibatkan kerugian, maka

perusahaan tidak akan bertanggung jawab, demikian pula ada

kerugian tetapi tidak ada hubungannya dengan kesalahan

pengangkutan, maka perusahaan juga tidak akan

bertanggungjawab.33

2. Prinsip Tanggung Jawab Praduga Bersalah (Presumption of

Liability)

33 K. Marton dan Amad Sudiro, Hukum Angkutan Udara beradasarkan UU RI No. 1 Tahun2009, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2011), hal. 219-221

Page 52: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

40

Menurut konsep tanggung jawab hukum atas dasar praduga

bersalah (presumption of liability), Bahwa seorang pengangkut

atau perusahaan penerbangan dianggap bertanggung jawab

atas kerugian yang ditimbulkan pada penumpang dan/atau

pengiriman barang tanpa dibuktikan kesalahan lebih dahulu,

kecuali perusahaan penerbangan membuktikan tidak bersalah.

Jadi penumpang dan/atau pengirim barang yang dirugikan tidak

perlu membuktikan kesalahan perusahaan penerbangan, cukup

memberi tahu adanya kerugian yang terjadi pada saat

kecelakan.34

3. Prinsip Tanggung Jawab Hukum Tanpa Bersalah (Presumption

of Non Liability)

Prinsip ini dijumpai dalam Konvensi Warsawa dan Ordonansi

Pengangkutan udara, meskipun tidak dengan tegas-tegas

dinyatakan, dan berlaku untuk apa yang disebut “bagasi tangan”,

yaitu barang-barang yang di bawah pengawasan penumpang

sendiri, sebagai istilah lawan dari “bagasi tercatat”, yaitu bagasi

yang oleh penumpang sebelum keberangkatan pesawat udara

diserahkan kepada pengangkut untuk diangkut. Dalam Konvensi

Warsawa dinyatakan bahwa mengenai barang-barang yang di

34 K. Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional,(Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2013), hal. 13

Page 53: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

41

bawah pengawasan sendiri, tidak tunduk pada konvensi,

penumpanglah yang mengawasi dan menanggung risikonya35

4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Absolute Liability)

Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas

setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang

diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya

kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal beban

pembuktian dan unsur kesalahan dari tanggung jawab dengan

alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu.36

5. Prinsip Tanggung Jawab Terbatas (Limitation of Liability)

Prinsip ini menguntungkan para pelaku usaha karena

mencantukna klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang

dibuatnya. Prinsip ini dilarang berdasarkan pasal 18 ayat 1 huruf

a dan g Undang-undang Perlindungan Konsumen.

Shidarta mengatakan bahwa :37

Prinsip tanggung jawab terbatas ini sangat merugikankonsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh pelakuusaha. Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumenyang baru, seharusnya pelaku usaha pelaku usaha tidakboleh secara sepihak menentukan klausula yangmerugikan konsumen, termasuk membatasi maksimaltanggung jawab. Jika ada pembatasan mutlak harusberdasarkan pada peraturan perundang-undangan.

35 E. Suherman, 1979, Masalah Tanggung Jawab Pada Charter Pesawat Udara danBeberapa Masalah Lain Dalam Bidang Penerbangan, Bandung : Offset Alumni

36 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung, Citra Aditya Bakti ;2008), hal. 5637 Shidarta, Op.Cit., hlm 50

Page 54: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

42

Sebelum membahas mengenai bentuk-bentuk pelanggaran

dalam penyelengaraan jasa penerbangan perlu diketahui terlebih

dahulu pengertian pelanggaran menurut pendapat sarjana.

Andi Hamzah berpendapat bahwa :

“Pelanggaran adalah perbuatan yang hanya dilarang oleh

peraturan perundang-undangan namun tidak memberikan

efek yang berpengaruh secara langsung kepada orang lain.”

Moeljatno berpendapat bahwa :

“Pelanggaran hukum merupakan tindakan yang terjadi karen

adanya keinginan untuk mencari celah hukum terhadap

ketentuan yang diatur dalam undang-undang.”

Adapun yang menjadi kriteria sebuah perbuatan dapat

dinyatakan sebagai suatu pelanggaran hukum :38

1. Adanya ketidaksesuaian antara perbuatan yang dilakukan

dengan kriteria-kriteria serta ketentuan-ketentuan yang diatur

dalam undang-undang.

2. Adanya pertentangan yang menimbulkan ketidak sesuaian

dengan rasa dan kepribadian yang ada dalam masyarakat

sehingga menimbulkan perbuatan yang bertentangan dengan

peraturan undang-undang.

3. Adanya sikap batin dari seseorang yang terkadang ingin

melakukan tindakan untuk mencari celah hukum dari ketentuan

38 Andi Hamzah, Pelanggaran dalam Undang-undang, (Jakarta : Grafindo, 1988), hlm.

Page 55: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

43

yang telah diatur dalam ketentuan undang-undang padahal

sesungguhnya bahwa tindakan tersebut dilarang.

Adapun bentuk-bentuk pelanggaran hukum yang sering

dilakukan penyedia jasa penerbangan terhadap hak konsumen

pengguna jasa penerbangan :39

1. Penundaan Penerbangan (Delay) dengan Alasan Faktor Cuaca

dan Teknik Operasional

Penundaan penerbangan delay dengan faktor cuaca dan teknik

operasional diatur dalam UU Penerbangan soal kompensasi bagi

penumpang yang dirugikan oleh servis maskapai penerbangan.

Dalam aturannya wajib memberi kompensasi dan informasi yang

jelas jika jadwal keberangkatan tertunda. Untuk keterlambatan

30-90 menit, maskapai wajib memberikan makanan dan

minuman ringan. Untuk keterlambatan 90-180 menit,

kompensasinya makan besar dan memindahkan penumpang ke

penerbangan berikutnya bila diminta. Sedangkan, delay 180

menit maskapai wajib memberikan fasilitas akomodasi hingga

penumpang diangkut penerbangan hari berikutnya.

Dengan terjadinya penundaan, jadwal penerbangan jelas

merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak konsumen yang

diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen

39 http://kartono-13.blogspot.com, diakses tanggal 17 Januari 2014

Page 56: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

44

khususnya hak konsumenbarang atau jasa yang sesuai dengan

nilai tukar yang dijanjikan.

2. Pembatalan Penerbangan Secara Sepihak Tanpa Adanya

Pemberitahuan

Untuk pembatalan penerbangan karena kesalahan pihak

maskapai, penumpang dimungkinkan mengambil akomodasi

hingga hari berikutnya atau meminta kembali biaya tiket secara

penuh (refund). UU Penerbangan juga merumuskan apa saja

“faktor cuaca dan teknis operasional”. Kedua alasan ini sering

dipakai sebagai alasan dasar pembatalan penerbangan padahal

penumpang tak memiliki kemampuan membuktikan kebenaran

alasan tersebut. Setiap maskapai tidak boleh menggunakan dalih

ini untuk delay keberangkatan:

a. Keterlambatan pilot, co pilot, dan awak kabin.

b. Keterlambatan jasa boga.

c. Keterlambatan penanganan di darat.

d. Menunggu penumpang baik yang baru melapor, pindah

pesawat, atau penerbangan lanjutan.

e. Ketidaksiapan pesawat udara.

Timbul pertanyaan bagaimana jika pembatalan penerbangan

yang terjadi dikarenakan adanya tindakan penyedia jasa

menyembunyikan informasi yang sebenarnya tentang kondisi

maskapai penerbangan. Seperti pada kasus pembatalan

Page 57: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

45

penerbangan sepihak yang dilakukan oleh Mandala Airlines.

Pada kasus pembatalan penerbangan sepihak tersebut sama

sekali tidak ada masalah menyangkut faktor cuaca maupun

teknis operasional. Yang terjadi adalah pihak Mandala tidak

menginformasikan kepada penumpangnya bahwa maskapai

mereka telah dicabut izin terbangnya oleh pemerintah.

Di dalam undang-undang tentang penerbangan tidak diatur

mengenai masalah tersebut, tetapi hal tersebut diatur dalam

Undang-undang Perlindungan Konsumen terutama mengenai

kewajiban yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa yaitu

penyedia jasa penerbangan serta penyedia jasa berkewajiban

untuk memberikan informasi yang benar, jujur, dan jelas

mengenai jasa penerbangan yang ditawarkan.

3. Menjual Tarif Tiket dengan Batas Atas

Pelanggaran lain yang juga sering terjadi adalah pihak maskapai

menjual tiket dengan tarif batas atas maksudnya adalah

maskapai penerbangan menjual tiket kepada penumpang

dengan berpedoman pada tarif batas atas kelas ekonomi dimana

seharusnya pihak maskapai memberikan range harga tiket

kepada konsumen mulai dari tarif batas bawah sampai tarif batas

atas kelas ekonomi. Namun karena jumlah penumpang yang

membludak terutama pada hari libur dan hari besar nasional,

pihak maskapai mengambil kesempatan dengan meniadakan

Page 58: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

46

tarif tiket batas bawah sehingga menyebabkan harga tiket

menjadi sangat mahal dan merugikan konsumen.40

4. Letak atau Posisi Kursi Tidak Sesuai dengan Tiket

Dalam Undang-Undang No.1 tahun 2009, tiket penumpang

berisi:41

a. Nomor, tempat, tanggal penerbitan.

b. Nama penumpang dan nama pengangkut.

c. Tempat, tanggal, waktu pemberangkatan, dan tujuan

pentaran.

d. Nomor penerbangan.

e. Tempat pendaratan yang direncanakan antara tempat

pemberangkatan dan tempat tujuan.

f. Pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan dalam

undang-undang ini.

Dari ketentuan ini tidak dijelaskan mengenai posisi kursi

penumpang di dalam tiket pesawat, tetapi pada kenyataanya

pihak maskapai penerbangan menyertakan posisi kursi di dalam

tiket. Namun, seringkali pihak maskapai tidak melakukan

pengawasan lebih lanjut sehingga pihak konsumen ada yang

merasa dirugikan.

5. Kehilangan Barang di Bagasi

40 http://bataviase.co.id/node/354137, diakses tanggal 17 Januari 201441 H. M. N. Purwositjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta :

Djambatan, 1991), hlm. 192

Page 59: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

47

Pelanggaran terakhir yang sering terjadi kehilangan barang

bawaan penumpang dibagasi. Pelanggaran ini telah diatur dalam

Undang-undang No.1 Tahun 2000 tentang Penerbangan

disingkat UUP pasal 144 yang menyatakan bahwa pengangkut

bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang

karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang

diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat

berada dalam pengawasan pengangkut dimana pengawasan

bagasi oleh pengangkut dapat dibuktikan dengan adanya tiket

bagasi. Tiket bagasi adalah tanda bukti penitipan barang yang

nanti bila penumpang turun dari pesawat terbang, barang bagasi

itu akan diminta kembali.

Tiket bagasi berhubungan erat dengan perjanjian angkutan,

merupakan accessoire verbintenis. Tiket bagasi berhubungan

dengan barang-barang bagasi. Barang-barang adalah barang-

barang yang dilaporkan kepada pengangkut dan untuk itu

penumpang mendapat tiket bagasi. Tetapi meskipun begitu,

dengan tidak adanya tiket bagasi, suatu kesalahan didalamnya

atau hilangnya tiket bagasi tidak mempengaruhi adanya atau

berlakunya perjanjian pengangkutan udara yang tetap tunduk

pada ketentuan UUP. Akan tetapi bila pengangkut udara

menerima bagasi untuk diangkut tanpa memberikan suatu tiket,

ia tidak berhak mempergunakan ketentuan-ketentua pasal 135

Page 60: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

48

UUP. Dari ketentuan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk

kepentingan sendiri, pengangkut udara harus memberikan tiket

bagasi kepada penumpang sebab kalau tidak dia akan rugi bila

barang bagasi itu hilang atau rusak.42

Barang-barang yang dibawa penumpang dalam perjalanan

dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Barang bawaan ialah barang-barang kecil yang dapat dibawa

serta oleh penumpang dalam tempat duduknya. Misalnya

koper tangan (hand bag). Adanya barang-barang ini tidak

perlu lagi dilaporkan kepada pengangkut dan terhadap

barang-barang ini tidak dipungut biaya.

b. Barang-barang bagasi ialah barang-barang yang dilaporkan

pengangkut dan untuk itu penumpang mendapat tiket abgasi.

Sampai berat tertentu penumpang dapat melaporkan barang

bagasi tanpa biaya.

Sehingga yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa

penerbangan jika terjadi terjadi kehilangan adalah barang-barang

bagasi yang dpaat dibuktikan dengan adanya surat bagasi.

D. KERANGKA PIKIR

Dalam kegiatan transportasi udara, terdapat dua pihak yang

terkait di dalamnya yaitu pihak perusahaan atau maskapai

penerbangan yang bertindak sebagai pengangkut, dan pihak

42 Ibid, Op,.Cit

Page 61: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

49

pengguna jasa yaitu penumpang. Pihak maskapai penerbangan

selaku pelaku usaha yang menyediayakan jasa pengangkut dan

penumpang selaku konsumen masing-masing memiliki hak dan

kewajiban yang telah diatur dalam undang-undang. Secara umum

hak dan kewajiban, baik pelaku usaha maupun konsumen telah

diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen dan secara khusus dalam Undang-

undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan dengan

beberapa peraturan pelaksananya berupa Peraturan Pemerintah,

keputusan Menteri Perhubungan, Ordonantie 1939, dan beberapa

konvensi internasional misalnya Konvensi Warsawa 1929.

Dalam pelaksanaan transportasi udara, jika salah satu pihak

dalam hal ini penumpang membatalkan penerbangan tersebut

secara sepihak dan tanpa konfirmasi terlebih dahulu maka tindakan

tersebut tidak akan memberikan kerugian kepada pihak maskapai

penerbangan. Akan tetapi, tidak demikian halnya jika pihak

maskapai yang membatalkannya, maka pihak penumpang akan

mengalami kerugian baik kerugian materi maupun inmateri.

Bertitik tolak dari hal tersebut maka penulis ingin mengkaji

mengenai tanggung jawab dari maskapai penerbangan atas

pembatalan tiket yang dilakukannya tanpa memberikan konfirmasi

terlebih dahulu kepada pihak penumpang. Tanggung jawab pelaku

usaha tersebut didasarkan pada prinsip tanggung jawab mutlak,

Page 62: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

50

dimana menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab

atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang

diselenggarakannya tanpa keharusan membuktikan ada tidaknya

kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal beban

pembuktian atau unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan.

Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan

alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu. 43

Oleh karena itu bagi penumpang yang merasa mengalami

kerugian dapat mengajukan gugatan atau klaim kepada

perusahaan penerbangan. Penyelesaian gugatan atau sengketa

dapat ditempuh melalui dua jalur yaitu :

1. Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan

2. Penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan dapat

melalui:

a) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

b) Penyelesaian sengketa konsumen melalui Lembaga

Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)

43 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung, Citra Aditya Bakti ;2008), hal. 56

Page 63: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

51

Bagan Kerangka Pikir

Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan TerhadapGanti Kerugian Pengembalian Uang Atas Pembatalan

Penerbangan Secara Sepihak

Terwujudnya pemenuhan hak-hak konsumen gantikerugian pengembalian uang atas pembatalan

penerbangan

Tanggung jawab penyedia jasa kepadakonsumen penerbangan jika terjadipembatalan penerbangan secarasepihak- Tanggung jawab materil- Tanggung jawab immateril

Penyelesaian sengketa antarapenyedia jasa dengan konsumen jasapenerbangan jika terjadi pembatalanpenerbangan secara sepihak- Litgasi- Non Litigasi

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang PerlindunganKonsumen

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan3. Pasal 12 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011

tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara4. Teori Tanggung Jawab

Page 64: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

52

E. DEFINISI OPERASIONAL

1. Tanggung jawab adalah perbuatan wajib dalam menanggung

segala sesuatu atas tindakan yang dilakukan baik segaja

maupun tidak segaja.

2. Maskapai penerbangan adalah suatu perusahaan penyedia

layanan transportasi udara untuk perjalanan penumpang atau

barang.

3. Penumpang adalah orang atau sekelompok orang yang

melakukan perjalanan dengan menggunakan jasa transportasi.

4. Perlindungan Konsumen adalah suatu aturan hukum yang

diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen.

5. Pengembalian uang adalah suatu proses pengembalian

sejumlah uang untuk produk jasa yang pernah dibeli tetapi tidak

dipergunakan, yang disebabkan karena adanya halangan dari

konsumen itu sendiri ataupun halangan dari maskapai

penerbangan.

6. Pembatalan penerbangan secara sepihak adalah tindakan yang

dilakukan secara sepihak oleh pihak maskapai penerbangan

tanpa memberikan informasi terlebih dahulu kepada konsumen

pengguna jasa penerbangan sehingga pihak konsumen tidak

mendapat atau menikmati apa yang seharusnya menjadi

haknya.

Page 65: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

53

7. Ganti rugi adalah suatu kewajiban yang harus ditanggung

karena tindakan melakukan kelalaian atau kesalahan kepada

pihak yang menderita kerugian.

Page 66: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

54

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian di Kota

Jakarta dan Surabaya. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan

pertimbangan bahwa lokasi tersebut terdapat lembaga atau instansi

yang berkaitan dengan penelitian penulis yaitu Yayasan Lembaga

Konsumen Indonesia (YLKI) di Surabaya, Badan Perlindungan

Konsumen Nasional (BPKN) di Jakarta, Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen (BPSK) di Jakarta, dan Kantor PT. Lion Air di

Jakarta, Penumpang/konsumen pengguna jasa penerbangan Lion

Air.

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian hukum ini adalah penelitian hukum empiris,

yaitu mengkaji dan menganalisis kenyataan yang ada di

masyarakat. Mengkaji mengenai implementasi ketentuan hukum

normatif (Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-

Undang Penerbangan, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25

Tahun 2008, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun

2011) dalam setiap peristiwa hukum terkait keterlambatan

pengakutan.

Page 67: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

55

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Yayasan Lembaga

Konsumen Indonesia (YLKI), Badan Perlindungan Konsumen

Nasional (BPKN), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK), Kantor Maskapai Penerbangan PT. Lion Air, dan

Penumpang/konsumen pengguna jasa penerbangan Lion Air.

b. Sampel

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah Purposive Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel

data dengan pertimbangan tertentu yakni sumber data dianggap

paling tahu tentang apa yang diharapkan, sehingga

mempermudah peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial

yang sedang diteliti. Sampel dalam penelitian yaitu :

a. 1 orang padaYayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)

Muhammad Said Sutomo selaku Ketua YLKI Surabaya

b. 1 Orang pada Badan Perlindungan Konsumen Nasional

(BPKN)

Siti Mulyani selaku Kepala Bagian Umum dan Data BPKN

c. 1 Orang pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK)

Yohanes L. Tobing selaku Anggota Majelis Konsumen BPSK

Jakarta

Page 68: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

56

d. 1 orang pada Kantor Maskapai Penerbangan PT. Lion Air

Indah selaku staf bagian refund Kantor Pusat PT. Lion Air

Jakarta

e. 10 Penumpang atau konsumen pengguna jasa maskapai

penerbangan Lion Air

4. Jenis dan Sumber Data

Mengenai jenis sumber data yang digunakan adalah sebagai

berikut :

1. Data Primer yakni data yang diperoleh secara langsung dari

hasil penelitian dengan pihak responden yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian dengan cara interview, yaitu

pengumpulan data dengan wawancara lansung kepada Ketua

YLKI Surabaya, Kepala Bagian Umum dan Data BPKN,

Anggota Majelis Konsumen BPSK Jakarta, Pegawai Kantor

Pusat PT. Lion Air Jakarta, dan penumpang maskpai

penerbangan Lion Air.

2. Data Sekunder yakni data yang diperoleh berupa sumber-

sumber tertulis seperti dokumen-dokumen termasuk juga

literatur-literatur bacaan yang berkaitan dengan peneltian ini.

5. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara, dimana penulis melakukan wawancara langsung

kepada pihak-pihak yang terkait dan sesuai dengan objek

penelitian; dan

Page 69: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

57

2. Dokumentasi yaitu dokumen-dokumen yang diperoleh secara

langsung dari lapangan dan berkaitan erat dengan penelitian ini.

6. Analisis Data

Data yang diperoleh dari lapangan baik data primer maupun data

sekunder merupakan data mentah yang harus diolah dan dianalisis

secara kualitatif, selanjutnya disajikan secara deskriptif, yaitu

dengan menguraikan, menggambarkan, dan menjelaskan

permasalahan serta penyelesaian yang berkaitan erat dengan

penulisan tesis ini.

Page 70: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

58

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Tanggung Jawab Penyedia Jasa Kepada Konsumen

Penerbangan Jika Terjadi Pembatalan Penerbangan Secara

Sepihak

Sebagai salah satu maskapai penerbangan di Indonesia,

Lion Air menyediakan banyak armada pesawat dengan rute dan

jadwal dari dan ke berbagai kota di Indonesia. Banyaknya pesawat,

rute dan jadwal tersebut di satu sisi menjadi kelebihan karena

masyarakat memiliki alternatif sarana transprortasi. Akan tetapi, di

sisi lain jika kelebihan tersebut tidak ditunjang dengan pelayanan

dari pihak maskapai Lion Air maka penumpang yang merupakan

konsumen akan dirugikan.

Penumpang dan Maskapai penerbangan adalah pihak yang

akan saling bersinggungan jika terdapat masalah dalam

penerbangan. Salah satu masalah yang sering terjadi adalah

keterlambatan penerbangan. Penumpang yang seharusnya dapat

berangkat sesuai dengan jadwal penerbangan yang telah

disepakati tidak dapat berangkat karena adanya pembatalan dari

pihak maskapai. Pembatalan penerbangan tersebut merupakan

salah satu bentuk keterlambatan penerbangan.

Pada dasarnya pembatalan penerbangan dapat dilakukan

baik dari pihak maskapai maupun dari pihak penumpang. Akan

Page 71: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

59

tetapi, jika pihak penumpang yang membatalkan penerbangan

tersebut tidak akan merugikan pihak maskapai karena penumpang

telah membayar sepenuhnya biaya dari tiket penerbangan tersebut.

Lain halnya, jika pihak maskapai yang membatalkan penerbangan

secara sepihak apalagi jika pembatalan itu dilakukan saat hari

keberangkatan penumpang.

Dalam hal terjadi pembatalan penerbangan oleh pihak

maskapai penerbangan, sesuai dengan Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab

Pengangkut Angkutan Udara, merupakan tanggung jawab

pengangkut untuk memberikan ganti kerugian.

Pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib

bertanggung jawab atas kerugian terhadap:44

1. penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka;

2. hilang atau rusaknya bagasi kabin;

3. hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat

4. hilang, musnah, atau rusaknya kargo;

5. keterlambatan angkutan udara; dan

6. kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.

Pembatalan penerbangan merupakan salah satu bentuk

keterlambatan angkutan udara. Berdasarkan Undang-Undang

Penerbangan, definisi keterlambatan adalah terjadinya perbedaan

44 Lihat Pasal 2 PerMenHub 77/2011

Page 72: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

60

waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang

dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau

kedatangan.45

Keterlambatan angkutan udara sebagaimana diatur dalam

PerMenHub 77/2011 Pasal 9, terdiri atas :

1. Keterlambatan penerbangan (flight delayed);

2. Tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas

pesawat udara (denied boardingpassanger); dan

3. Pembatalan penerbangan (cancelation offlight).

Sehubungan beberapa keterlambatan yang dilakukan oleh

Maskapai Lion Air, maka penulis akan mengkajinya berdasarkan

PerMenHub 77/2011 tersebut, sebagai berikut :

1. Keterlambatan Penerbangan (Flight Delayed);

a. Keterlambatan penerbangan di bawah 4 jam

Salah satu penumpang Lion Air atas nama Marhumi yang

berangkat pada tanggal 15 Oktober 2014 dengan tujuan

Makassar-Palu, seharusnya berangkat pada pukul 06.15

WITA akan tetapi harus menunggu hingga pukul 08.15

WITA.46

b. Keterlambatan keberangkatan di atas 4 jam

Penumpang Nur Amelia yang berangkat pada tanggal 19

Oktober 2014 dengan tujuan Jakarta – Makassar

45 Lihat Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Penerbangan46 Wawancara dengan Marhumi pada tanggal 20 Oktober 2014

Page 73: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

61

menggunakan pesawat udara Lion Air JT 798 – 737-900ER

yang berangkat pada pukul 21.40 WIB harus menunggu

hingga pukul 01.50 WIB.47

Terhadap kedua keterlambatan tersebut petugas Lion Air tidak

menjelaskan dengan jelas penyebab keterlambatan dan tidak

mendapatkan ganti rugi dalam bentuk apapun dari pihak Lion

Air.

2. Tidak Terangkutnya Penumpang Dengan Alasan Kapasitas

Pesawat Udara (Denied Boardingpassanger);

Kasus tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas

Pesawat Udara pada Lion Air terjadi pada tanggal 19 Oktober

2011. Rolas Budiman merupakan salah satu penumpang dari

Maskapai Lion Air tujuan Manado-Makassar tidak dapat

berangkat dengan alasan kursi penuh atau overseat.48

3. Pembatalan Penerbangan (Cancelation Offlight)

Dalam hal terjadi pembatalan penerbangan,berdasarkan Pasal

12 PerMenHub 77/2011, pengangkut wajib memberitahukan

kepadapenumpang paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sebelum

pelaksanaanpenerbangan. Pembatalan penerbangan yang

dilakukan kurang dari 7 (tujuh) hari kelender sampai dengan

waktu keberangkatan yang telah ditetapkan apabila maskapai

47 Wawancara dengan Nur Amelia pada tanggal 23 Oktober 201448 Penumpang Rolas budiman tidak terangkut menuju Makassar karena kursi penumpang yangpenuh. Hukumonline.com dalam artikel Lion Air ganti rugi ultah penumpang

Page 74: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

62

penerbangan melakukan perubahan jadwal penerbangan

(retimingatau rescheduling).

Aturan ini membedakan antara pembatalan penerbangan

dengan keterlambatan penerbangan dan tidak terangkutnya

penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara. Akan

tetapi menurut penulis, salah satu bentuk pembatalan

penerbangan khususnya pembatalan penerbangan yang

dilakukan pada hari keberangkatan penumpang adalah

penundaan penerbangan (delay) dan tidak terangkutnya

penumpang karena over seat. Hal ini disebabkan, baik

pembatalan penerbangan maupun penundaan penerbangan dan

tidak terangkutnya penumpang karena over seat memiliki

kesaamaan yaitu tidak diberangkatkannya penumpang ke tempat

tujuan.

Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa penundaan

penerbangan dan tidak terangkutnya penumpang karena over

seat merupakan bentuk pembatalan penerbangan secara

sepihak dari pihak maskapai penerbangan. Bahkan, dari hasil

penulusuran penulis, penumpang yang mengalami penundaan

penerbangan49 dan tidak terangkutnya penumpang karena over

seat, seringkali membatalkan tiketnya dan akibat dari

pembatalan tiket tersebut menjadi tanggunggan penumpang

49 Masnaida Said, Penumpang Lion Air pada tanggal 14 Oktober 2014 tujuan Jakartamembatalkan penerbangannya yang mengalami penundaan hingga 2 jam

Page 75: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

63

yang mana seharusnya merupakan tanggung jawab maskapai

penerbangan.

Hal ini menunjukkan bahwa pihak maskapai penerbangan secara

tidak langsung membatalkan penerbangan dengan adanya

pembatalan penerbangan yang dilakukan oleh pihak penumpang

karena adanya penundaan penerbangan (delay) dan tidak

terangkutnya penumpang karena over seat.

Hubungan hukum antara penumpang dan maskapai

penerbangan adalah hubungan hukum yang terjadi karena

adanya perjanjian antara penumpang dan maskapai

penerbangan. Hubungan tersebut menimbulkan hak dan

kewajiban bagi masing-masing pihak. Sesuatu yang menjadi hak

pada satu pihak merupakan kewajiban di pihak lainnya dan

kewajiban pada satu pihak merupakan hak di pihak lainnya.

Penumpang berkewajiban membayar biaya pengangkutan yang

merupakan hak dari maskapai penerbangan dan sebaliknya

maskapai penerbangan berkewajiban mengangkut penumpang

dengan selamat hingga tempat tujuan merupakan hak dari

penumpang.

Hak konsumen secara umum diatur dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen. Hak konsumen yang diatur dalam Pasal

4 UUPK, jika dikaitkan dengan hak konsumen penerbangan yaitu:

Page 76: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

64

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barangdan/atau jasa;

Hak konsumen ini, jika dikaitkan dengan uraian mengenai

keterlambatan yang dilakukan oleh maskapai penerbangan Lion

Air, maka penulis berpendapat bahwa pihak Lion Air telah

melanggar hak atas kenyamanan konsumen. Fakta-fakta yang

diuraikan sebelumnya bahwa pihak Lion Air membiarkan

konsumen dalam kondisi yang tidak pasti karena tidak adanya

penjelasan kepada penumpang mengenai penundaan

keberangkatan. Para penumpang merasa tidak nyaman karena

tidak diberikan arahan tempat untuk menunggu dan lama waktu

penundaan. Selain ketidaknyamanan dalam menunggu

ketidakpastian keberangkatan, pihak maskapai Lion Air juga

tidak menyediakan ganti rugi berupa pemberian makanan dan

minuman kepada para penumpang.

Penumpang Oktaviona dan Zulfikar yang merupakan

penumpang maskapai Lion Air dengan tujuan Surabaya-

Makassar, mengalami penundaan keberangkatan selama 2 jam,

mengaku sangat tidak nyaman atas kondisi yang tidak pasti pada

saat terjadi delay keberangkatan.50

50 Wawancara dengan Oktaviona dan Zulfikar pda tanggal 16 Oktober 2014

Page 77: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

65

2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa

sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan

Dalam kasus tidak terangkutnya penumpang, Rolas budiman,

yang tidak dapat berangkat dengan alasan kursi penuh atau

overseat telah melanggar hak konsumen untuk mendapatkan

jasa sesuai dengan yang dijanjikan.

Penumpang yang seharusnya berangkat dengan jadwal

penerbangan yang telah dijanjikan tidak dapat diberangkatkan

karena kesalahan pihak maskapai Lion Air dalam hal kapasitas

kursi penumpang yang penuh atau overseat. Kejadian ini

sepatutnya tidak terjadi pada penumpang, khususnya kepada

penumpang yang akan berangkat pada hari keberangkatan.

Merupakan kesalahan dari maskapai penerbangan dalam hal

mengecek jumlah penumpang dan jumlah kursi yang tersedia.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa

Para penumpang Lion Air mempunyai hak untuk mengetahui

kondisi jasa penerbangan yang diberikan oleh Maskapai

penerbangan. Informasi tersebut dapat berupa tipe pesawat

yang digunakan, terminal tempat pemberangkatan atau semua

hal yang berkaitan dengan jasa penerbangan. Hak informasi

penumpang juga meliputi alasan-alasan pembatalan atau

Page 78: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

66

penundaan keberangkatan penerbangan sesuai dengan jadwal

yang telah disepakati oleh para pihak dalam tiket.

Tindakan pihak Lion Air yang tidak memberikan penjelasan

kepada penumpang mengenai alasan pembatalan

keberangkatan merupakan pelanggaran hak atas informasi bagi

penumpang. Pelanggaran hak atas informasi juga terjadi apabila

pihak maskapai Lion Air tidak memberikan penjelasan mengenai

tindakan yang seharusnya dilakukan oleh penumpang jika terjadi

pembatalan penumpang. Pihak Lion Air harus menjelaskan

prosedur yang ditempuh bagi penumpang dalam menuntut hak-

haknya. Membiarkan penumpang dalam kondisi yang tidak jelas

akan membuat penumpang panik dan tidak tenang.

Dalam beberapa kasus pembatalan atau penundaan pihak Lion

Air sebagaimana yang diuraikan sebelumnya, Pihak Lion Air

hanya mengumumkan penundaan atau pembatalan

penerbangan. Para penumpang hanya mengetahui penundaan

tersebut melalui pengumuman suara dan melalui layar TV yang

disediakan di Bandara. Penulis menganggap hal tersebut belum

memenuhi hak untuk memperoleh informasi yang layak bagi

para penumpang. Pihak Lion Air setidaknya harus

mengumumkan hal-hal sebagai berikut:

a. Alasan penundaan atau pembatalan

b. Lama waktu penundaan atau pembatalan

Page 79: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

67

c. Hak-hak para penumpang misalnya makan danminum, uang

ganti rugi, dan penginapan

d. Langkah-langkah yang ditempuh oleh para penumpang untuk

mendapatkan hak-hak tersebut.

Namun, jika melihat fakta yang terjadi, para penumpang sendiri

yang banyak mendatangi pihak Lion Air untuk meminta

informasi. Pihak Lion Air yang seharusnya aktif memberikan

informasi bukan hanya saat penumpang mendatangi dan

meminta informasi.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang

dan/atau jasa yang digunakan;

Hak ini erat kaitannya dengan hak untuk mendapatkan informasi

yang benar. Hak ini diberikan karena seringkali informasi yang

diberikan oleh pihak penyedia jasa tidak cukup memuaskan

konsumen. Oleh karena itu konsumen berhak mengajukan

permintaan informasi lebih lanjut.

Para penumpang memiliki hak untuk memberikan pendapat dan

memberikan keluhan atas jasa penerbangan Pihak Lion Air.

Keluhan tersebut dapat berupa layanan jasa Pihak Lion Air yang

tidak sesuai dengan penawarannya. Kondisi jasa penerbangan

dapat dilihat pada tiket atau iklan yang publikasikan pihak Lion

Air. Ketidaksesuaian kondisi antara tiket atau iklan dengan

layanan yang diberikan kepada penumpang dapat menjadi

Page 80: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

68

alasan bagi penumpang untuk memberikan keluhan kepada

pihak Lion Air.

Beberapa kasus penundaan atau pembatalan dapat

mengakibatkan masalah jika pihak Lion Air tidak segera

mendengarkan keluhan-keluhan yang disampaikan oleh para

penumpang. Pihak Lion Air harus cepat merespon jika terdapat

keluhan dari penumpang.

Kurangnya respon dari pihak Lion Air akan membuat para

penumpang bertindak menyampaikan keluhannya dengan cara

demonstrasi yang tentunya hal ini juga akan merugikan pihak

Lion Air. Oleh karena itu pihak penyedia jasa seharusnya

menyediakan cara untuk menyalurkan hak para penumpang

untuk menyampaikan keluhan atas pelayanan yang telah

diberikan.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya

penyelesaian sengkata perlindungan konsumen secara patut;

Penumpang Lion Air seharusnya mendapatkan sarana untuk

menyelesaikan masalah yang dialaminya dengan maskapai

penerbangan khususnya terkait keterlambatan penerbangan.

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

Bentuk dari pemenuhan hak ini adalah memberikan

pengetahuan mengenai prosedur untuk pengembalian ganti rugi

yang dilakukan oleh maskapai penerbangan jika terjadi

Page 81: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

69

keterlambatan penerbangan. Penumpang Lion Air seharusnya

diberikan penjelasan mengenai tata cara untuk mendapatkan

hak mereka yaitu ganti rugi dari maskapai penerbangan.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif;

Pelaku usaha harus memberikan pelayanan yang sama kepada

semua konsumennya jika terjadi keterlambatan penerbangan.

Pihak maskapai penerbangan seharusnya melayani dan

memperlakukan penumpang secara benar dan jujur, baik

mengenai alasan keterlambatan maupun prosedur untuk

mendapatkan ganti rugi jika terjadi keterlambatan penerbangan.

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak

sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

Hak ini secara jelas menunjukkan bahwa pelaku usaha memiliki

kewajiban untuk memenuhi hak penumpang dalam hal

mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian jika

terjadi keterlambatan penerbangan.

Bentuk-bentuk tanggung jawab penyedia jasa penerbangan, yaitu :

1. Tanggung jawab perdata atas dasar perjanjian atau kontrak dari

maskapai penerbangan kepada penumpang.

Page 82: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

70

Tanggung jawab ini terdapat pada tiket penerbangan yang

merupakan perjanjian pengangkutan antara pihak Maskapai Lion

Air dan pihak penumpang.

2. Tanggung jawab perdata atas kerugian yang dialami konsumen

akibat menggunakan jasa maskapai penerbangan.

Pertanggungjawaban ini didasarkan pada perbuatan melawan

hukum. Unsur dalam perbuatan melawan hukum ini adalah

kesalahan, kerugian dan hubungan kasualitas antara perbuatan

melawan hukum dengan kerugian yang timbul.

Tanggung jawab ini terjadi jika salah satu pihak melakukan

kesalahan yang merugikan pihak lainnya. Dalam hal ini

kesalahan tertundanya keberangkatan, tidak terangkutnya

penumpang dengan alasan overseat dan pembatalan

penerbangan merupakan kesalahan dari pihak maskapai

sehingga menjadi tanggung jawabnya kepada pihak yang

dirugikan yaitu penumpang.

Kewajiban maskapai penerbangan yang menjadi tanggung

jawabnya terhadap konsumen terdiri dari:

1. Pihak maskapai penerbagan wajib memberikan informasi atas

semua hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan jasa

penerbangan yang ditawarkan kepada konsumen, agar

konsumen memahami benar dalam pemanfaatan jasa

penerbangan tersebut. Ketentuan umum mengenai informasi

Page 83: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

71

yang harus di beritahukan kepada konsumen adalah mengenai

harga, jenis atau kelas penerbangan, jadwal penerbangan, dan

keterangan-keterangan lain yang dapat membantu konsumen

dalam memutuskan untuk membeli tiket penerbangan sesuai

dengan kebutuhannya.

2. Pihak maskapai penerbangan wajib bertanggungjawab atas

kerugian yang dialami konsumen akibat menggunakan jasanya

secara langsung.

3. Penyelenggaraan jasa penerbangan harus memiliki kemampuan

untuk menjamin kenyamanan dan keamanan dalam

pelaksanaannya. Pelaku usaha harus menyediakan mekanisme

yang aman dan nyaman serta pelayanan yang maksimal pada

penumpang.

Selanjutnya, dalam konsep tanggung jawab, pihak maskapai

penerbangan yang merupakan pelaku profesional dalam pelayanan

jasa pengangkutan memiliki tanggung jawab profesional.

Tanggung jawab profesional adalah tanggung jawab hukum

dalam hubungan dengan jasa profesional yang diberikan kepada

klien. Tanggung jawab profesional ini dapat timbul karena para

penyedia jasa profesional tidak memenuhi perjanjian yang mereka

sepakati dengan klien mereka atau akibat dari kelalaian penyedia

Page 84: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

72

jasa tersebut mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan

hukum.51

Profesional itu, pertama bertanggung jawab kepada diri

sendiri, artinya dia bekerja karena integritas moral, intelektual dan

profesional sebagai bagian dari kehidupannya dan kepada

masyarakat. Kedua, bertanggung jawab kepada masyarakat.

Artinya kesediaan memberikan pelayanan sebaik mungkin tanpa

membedakan antara pelayanan bayaran dan pelayanan cuma-

cuma serta menghasilkan pelayanan yang bermutu, yang

berdampak positif bagi masyarakat. Pelayanan yang diberikan tidak

semata-mata bermotif keuntungan, melainkan juga pengabdian

kepada sesama manusia. Kelalaian dalam melaksanakan profesi

menimbulkan dampak yang membahayakan atau mungkin

merugikan diri sendiri, orang lain, dan berdosa kepada tuhan.52

Tanggung jawab merupakan suatu refleksi tingkah laku

manusia. Penampilan tingkah laku manusia terkait dengan kontrol

jiwanya, merupakan bagian dari bentuk pertimbangan

intelektualnya, atau mentalnya. Bilamana suatu keputusan telah

diambil atau ditolak, sudah merupakan bagian dari tanggung jawab

dan akibat pilihannya. Tidak ada alasan lain mengapa hal itu

51 Shidarta. 2006. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia,Jakarta. Edisi Revisi. GramediaWidiasarana Indonesia. Hal 8252 Abdul Kadir Muhammad. 2001. Etika Profesi Hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti. Hal 60

Page 85: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

73

dilakukan atau ditinggalkan. Keputusan tersebut dianggap telah

dipimpin oleh kesadaran intelektualnya.53

Mengkaji konsep tanggung jawab profesional jika dikaitkan

dengan tindakan maskapai penerbangan lion air yang melakukan

penundaan penerbangan, tidak terangkutnya penumpang karena

overseat, dan pembatalan penerbangan adalah tindakan yang tidak

profesional.

Prinsip tanggung jawab, dalam doktrin hukum pengangkutan

khususnya pengangkutan udara, pengangkut dapat dibebaskan

dari tanggung jawabnya dalam hal, yaitu :

1. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab ini,

jika kerugian yang timbulkan oleh hal-hal diluar kekuasaanya.

2. Pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawab jika ia dapat

membuktikan, ia mengambil suatu tindakan yang diperlukan

untuk menghindari kerugian.

3. Pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawab jika ia dapat

membuktikan, kerugian yang timbul bukan karena kesalahannya.

4. Pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawab jika ia dapat

membuktikan, jika kerugian disebabkan kelalaian/kesalahan

penumpang.

53 Mashyur Efendi. 1994. Dimensi/Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional danInternasional. Jakarta. Ghalia Indonesia. Hal 121

Page 86: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

74

Maskapai penerbangan dapat dibebaskan dari tanggung

jawabnya jika memenuhi syarat sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 142 UU Penerbangan yaitu:

1. Pengangkut tidak bertanggung jawab dan dapat menolak untuk

mengangkut calon penumpang yang sakit, kecualidapat

menyerahkan surat keterangan dokter kepadapengangkut yang

menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan dapat diangkut

dengan pesawat udara.

2. Penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

didampingi oleh seorang dokter atau perawat yang bertanggung

jawab dan dapat membantunya selama penerbangan

berlangsung.

Penjelasan mengenai pembebasan tanggung jawab jika

terjadi kerugian atas keterlambatan penerbangan diluar kuasa

pengangkut, diatur dalam Undang-Undang Penerbangan dan

PerMenHub 77/2011.

Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita

karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau

kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa

keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis

operasional.54

54 Lihat Pasal 146 Undang-Undang Penerbangan

Page 87: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

75

Lebih lanjut, pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab

atas ganti kerugian akibat keterlambatan penerbangan dalam hal:55

1. Faktor cuaca antara lain hujan Iebat, petir, badai, kabut, asap,

jarak pandang di bawah standar minimal, atau kecepatan angin

yang melampaui standar maksimal yang mengganggu

keselamatan penerbangan.

2. Teknis Operasional antara lain:

a. bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat

digunakan operasional pesawat udara;

b. lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu

fungsinya misalnya retak, banjir, atau kebakaran;

c. terjadinya antrian pesawat udara lepas landas (take off),

mendarat (landing), atau alokasi waktu keberangkatan

(departure slot time)di bandar udara; atau

d. keterlambatan pengisian bahan bakar (refuelling).

Sedangkan yang tidak termasuk dengan teknis operasional

antara lain:

1. keterlambatan pilot, co pilot, dan awak kabin;

2. keterlambatan jasa boga (catering);

3. keterlambatan penanganan di darat;

55 Lihat Pasal 13 PerMenHub 77/2011

Page 88: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

76

4. menunggu penumpang, baik yang baru melapor (check in),

pindah pesawat (transfer) atau penerbangan lanjutan

(connecting flight); dan

5. ketidaksiapan pesawat udara.

Aturan tersebut telah memberikan pembatasan dalam hal

pembebasan tanggung jawab maskapai penerbangan yang berarti

jika memang pihak maskapai Lion Air memilki alasan keterlambatan

penerbangan yang diperbolehkan oleh undang-undang maka pihak

Lion Air dapat menyampaikannya secara langsung kepada

penumpang. Akan tetapi, tidak adanya penjelasan yang diberikan

oleh pihak maskapai Lion Air mengindikasikan bahwa

keterlambatan penerbangan tersebut disebabkan oleh kesalahan

dari maskapai Lion Air.

Salah satu kasus keterlambatan penerbangan, dialami oleh

penumpang Lion Air, Jubedah, dengan tujuan Surabaya-Jakarta.

Jubaedah harus menunggu selama 2 jam tanpa adanya alasan

yang jelas mengenai penyebab keterlambatan penerbangan

tersebut.56

Penjelasan mengenai pembebasan tanggung jawab tersebut

jika dikaitkan dengan konsep tanggung jawab yang ada dalam

Undang-Undang Penerbangan maka tanggung jawab maskapai

penerbangan adalah tanggung jawab hukum praduga bersalah

56 Wawancara dengan Jubaedah Tanggal 23 Oktober 2014

Page 89: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

77

(Presumption of Liability) dengan sistem beban pembuktian terbalik.

Dasar pemikiran teori ini adalah seorang dianggap bersalah,

sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya,

sehingga jika teori ini digunakan maka yang berkewajiban untuk

membuktikan kesalahan itu ada pada maskapai penerbangan.

Penumpang secara otomatis memperoleh ganti rugi dari maskapai

penerbangan tanpa perlu membuktikan kesalahan pihak maskapai

penerbangan. Namun dalam konsep ini posisi konsumen selalu

terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha.

Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UUPK, pelaku usaha

bertanggung jawab memberikan ganti kerugian atas kerusakan,

pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi

barang dan/atau jasa yang dihasilkannya atau diperdagangkannya.

Pasal ini secara umum mengatur bahwa maskapai penerbangan

bertanggungjawab terhadap kerugian yang dialami oleh

penumpang.

Tanggung jawab atas ganti kerugian yang dialami oleh

penumpang secara umum terdapat dalam Pasal 146 Undang-

Undang Penerbangan yaitu, pengangkut bertanggung jawab atas

kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan

penumpang, bagasi,atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat

membuktikanbahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor

cuaca dan teknis operasional.

Page 90: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

78

Kalimat pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang

diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang dapat

diartikan secara luas. Menurut penulis, kerugian yang dimaksud

dalam Pasal ini bukan hanya meliputi kerugian senilai tiket tetapi

meliputi kerugian akibat keuntungan yang akan didapatkan jika

tidak terjadi keterlambatan penerbangan. Kerugian dalam hukum

dapat berupa kerugian materil dan kerugian imateril.

1. Tanggung Jawab Kerugian Materil

Ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) UUPK

dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang

dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan

kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya, terkait keterlambatan pengangkutan yang dilakukan

oleh pihak maskapai penerbangan Lion Air dengan aturan yang

berlaku maka beberapa hal yang perlu dikaji yaitu:

a. Keterlambatan penerbangan

Ganti rugi yang wajib diberikan oleh maskapai penerbangan

kepada penumpang sebelumnya telah diatur dalam Pasal 36

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008

tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara (Permenhub

25/2008) yaitu:

Page 91: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

79

1. Keterlambatan lebih dari 30 (tiga puluh) menit sampai

dengan 90 (sembilan puluh) menit, maskapai penerbangan

wajib memberikan minuman dan makanan ringan;

2. Keterlambatan lebih dari 90 (sembilan puluh) menit sampai

dengan 180 (seratus delapan puluh) menit, maskapai

penerbangan wajib memberikan minuman, makanan

ringan, makan siang atau malam dan memindahkan

penumpang ke penerbangan berikutnya atau ke maskapai

penerbangan lainnya, apabila diminta oleh penumpang;

Keterlambatan penerbangan ini dialami oleh Ahmad

Syaifullah, penumpang yang mengalami penundaan

keberangkatan selama 2 jam (120 menit). Penumpang

dengan tujuan Makassar-Surabaya ini tidak mendapatkan

ganti rugi dalam bentuk apapun dari pihak maskapai Lion

Air.57

Lebih lanjut, penumpang pada penerbangan yang sama

yaitu Haslindah Hasan, membatalkan penerbangan

tersebut disebabkan penundaan keberangkatan yang

dilakukan oleh pihak Lion Air.58

3. Keterlambatan lebih dari 180 (seratus delapan puluh) menit,

maskapai penerbangan wajib memberikan minuman,

makanan ringan, makan siang atau malam dan apabila

57 Wawancara dengan Ahmad Syaifullah pada tanggal 5 maret 201558 Wawancara dengan Haslindah Hasan pada tangal 5 Mei 2015

Page 92: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

80

penumpang tersebut tidak dapat dipindahkan ke

penerbangan berikutnya atau ke maskapai penerbangan

lainnya, maka kepada penumpang tersebut wajib diberikan

fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut pada

penerbangan hari berikutnya.

Keterlambatan penerbangan ini dialami oleh Nur Amelia,

penumpang yang mengalami penundaan selama lebih dari

4 jam (240 menit). Nur Amelia tidak mendapatkan ganti rugi

dalam bentuk apapun dari pihak maskapai Lion Air.59

Kemudian, pemerintah melengkapi ketentuan ganti rugi yang

diatur dalam Pasal 10 PerMenHub 77/2011, yaitu:

1. Keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam diberikan ganti rugi

sebesar Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per

penumpang;

2. Ganti kerugian sebesar 50% (lima puluh persen) dari

ketentuan di atas apabila pengangkut menawarkan tempat

tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir

penumpang (re-routing), dan pengangkut wajib

menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan

transportasi lain sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada

moda transportasi selain angkutan udara;

59 Wawancara dengan Nur Amelia pada tanggal 23 Oktober 2014

Page 93: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

81

3. Dalam hal dialihkan kepada penerbangan berikutnya,

penumpang dibebaskan dari biaya tambahan, termasuk

peningkatan kelas pelayanan (up grading class) atau

apabila terjadi penurunan kelas atau sub kelas pelayanan,

maka terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang

kelebihan dari tiket yang dibeli.

Aturan mengenai ganti rugi yang wajib diberikan oleh

maskapai penerbangan terkait keterlambatan penerbangan,

baik yang diatur oleh PerMenHub 25/2008 maupun

PerMenhub 77/2011 menunjukkan bahwa penumpang yang

mengalami penundaan selama lebih dari 4 jam memiliki

beberapa hak. Hak tersebut berupa mendapatkan minuman,

makanan ringan, makan siang, dan makan malam serta ganti

rugi sebesar Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah).

Hak penumpang tersebut, jika dikaitkan dengan keterlambatan

penerbangan yang dialami oleh Nur Amelia, penumpang yang

tidak mendapatkan ganti kerugian dalam bentuk apapun,

menunjukkan bahwa aturan ini tidak dilaksanakan oleh pihak

maskapai Lion Air. Demikian pula dengan penundaan

keterlambatan lainnya seperti yang telah diuraikan

sebelumnya.

Selain itu, terkait keterlambatan pengangkutan udara yang

penumpangnya merupakan penumpang lanjutan untuk

Page 94: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

82

penerbangan berikutnya pernah dialami oleh Tommy

Suprapto, penumpang maskapai Lion Air dengan tujuan

Surabaya-Makassar.

Penumpang Tommy Suprapto mengalami penundaan

keberangkatan dari Surabaya menuju Makassar selama 2 jam

padahal penumpang tersebut harus melanjutkan

penerbangannya menuju Jayapura dengan jadwal yang hanya

berselang 1 jam 30 menit dari waktu kedatangannya di

Makassar. Keterlambatan penerbangan yang dilakukan oleh

pihak Lion Air secara otomatis akan mempengaruhi jadwal

kedatangannya di Makassar sehingga penumpang tersebut

tidak dapat berangkat untuk penerbangannya menuju

Jayapura.60

Pihak Lion Air yang diwakili oleh Indah, pegawai kantor pusat

Lion Air Jakarta, mengatakan bahwa pihak Lion Air tidak

bertanggungjwab atas penumpang lanjutan yang

menggunakan jasa penerbangan selain Lion Air. Pihak Lion

Air hanya bertanggungjawab jika maskapai penerbangan

lanjutan yang digunakan oleh penumpang juga menggunakan

Lion Air.61

Dari penjelasan di atas, kejadian yang dialami oleh

penumpang Tommy Suprapto tentu sangat merugikan. Pihak

60 Wawancara dengan Tommy Suprapto Tanggal 23 Oktober 201461 Wawancara dengan Indah tanggal 25 Oktober 2014

Page 95: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

83

Lion seharusnya bertanggungjawab terhadap keterlambatan

yang berakibat tidak terangkutnya penumpang pada

penerbangan lanjutannya.Ganti rugi tersebut setidaknya harus

menyediakan penerbangan lanjutan yang seharusnya diikuti

oleh penumpang tersebut meskipun maskapai penerbangan

yang digunakannya berbeda.

b. Tidak Terangkutnya Penumpang Dengan Alasan Kapasitas

Pesawat Udara (Denied Boardingpassanger);

Ganti rugi akibat tidak terangkutnya penumpang dengan

alasan kapasitas pesawat udara diatur dalam Pasal 11

PerMenHub 77/2011 yaitu:

1. mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya

tambahan; dan/atau

2. memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi

apabila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan;

Kasus tidak terangkutnya penumpang karena kursi penuh

atau overseat yang dialami oleh penumpang Lion Air,

Prasetyo Agung Wahyu dan Budi Santoso sampai kepada

pengadilan menunjukkan lambatnya tindakan yang diberikan

oleh pihak maskapai Lion Air sehingga kedua penumpang

tersebut harus menuntut ganti rugi melalui pengadilan.

Padahal sudah sepatutnya pihak Lion Air untuk segera

mengalihkan penumpang ke penerbangan lainnya jika kursi

Page 96: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

84

penumpang pada penerbangan tersebut penuh atau

overseat.62

c. Pembatalan Penerbangan

Ganti rugi akibat pembatalan penerbangan telah diatur dalam

Pasal 12 PerMenHub 77/2011 yaitu:

1. Pembatalan penerbangan yang dilakukan paling lambat 7

(tujuh) hari kalender sebelum pelaksanaan penerbangan

wajib mengembalikan seluruh uang tiket yang telah

dibayarkan oleh penumpang.

2. Pembatalan penerbangan yang dilakukan kurang dari 7

(tujuh) hari kelender sampai dengan waktu keberangkatan

yang telah ditetapkan berlaku ketentuan Pasal 10 huruf b

dan c.

3. Pembatalan penerbangan yang dilakukan kurang dari 7

(tujuh) hari kelender sampai dengan waktu keberangkatan

apabila maskapai penerbangan melakukan perubahan

jadwal penerbangan (retimingatau rescheduling).

Mengenai pembatalan penerbangan yang dilakukan paling

lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari keberangkatan dan ganti

rugi senilai harga tiket, menurut penulis , sudah cukup adil

karena dapat memberikan kesempatan kepada penumpang

62 Penumpang Prasetyo Agung Wahyu dan Budi Santoso tidak terangkut menuju Manado karenakursi penumpang yang penuh. Hukumonline.com dalam artikel Lion Air ganti rugi ultahpenumpang

Page 97: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

85

untuk mecari alternatif penerbangan lainnya. Akan tetapi, jika

pembatalan tersebut dilakukan kurang dari 7 (tujuh) hari maka

ada beberapa hal perlu dikaji yaitu:

1. PerMenHub 77/2011 hanya memperbolehkan pembatalan

penerbangan yang dilakukan kurang dari 7 (tujuh) hari jika

maskapai penerbangan ingin melakukan perubahan jadwal

penerbangan. Hal ini berarti pembatalan di luar perubahan

jadwal penerbangan tidak diperbolehkan.

2. Ketentuan ganti rugi akibat pembatalan penerbangan pada

Pasal 12 ayat (3) yaitu, pembatalan yang dilakukan kurang

dari 7 (hari) berlaku ketentuan Pasal 10 huruf (b) dan (c).

Pasal 10 huruf (b) mengatur diberikan ganti kerugian

sebesar 50% (lima puluh persen) dari ketentuan huruf (a)

apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yang

terdekat dengan tujuan penerbangan akhir penumpang (re-

routing),dan pengangkut wajib menyediakan tiket

penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain

sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada moda

transportasi selain angkutan udara;

Ketentuan dalam Pasal ini tidak jelas yang dapat

menimbulkan penafsiran yang berbeda. Pertama, jika

menyesuaikan dengan maksud Pasal 10 huruf (b) bahwa

diberikan ganti kerugian sebesar 50% dari huruf (a) yaitu Rp.

Page 98: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

86

300.000 apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain

yang terdekat dari tujuan penerbangan akhir, maka tentu

nominal ganti ruginya sangat kecil yaitu 50% dari Rp 300.000

yaitu Rp 150.000. Selain itu, Pasal ini juga menggunakan

kata apabila yang artinya ganti rugi tersebut merupakan

pilihan yang dapat digunakan pengangkut sehingga tidak

ada kewajiban untuk mengikuti ketentuan tersebut. Akan

tetapi tidak jelas mengenai berapa jumlah nominal ganti rugi

yang diberikan oleh pihak pengangkut jika tidak menawarkan

penerbangan dengan tujuan terdekat dari penerbangan

akhir. Kedua, jika yang dimaksudkan oleh Pasal ini adalah

50% dari harga tiket apabila pengangkut menawarkan

tempat tujuan lain yang terdekat dari tujuan penerbangan

akhir, maka selain hanya merupakan pilihan dan bukan

kewajiban pihak pengangkut, nominal ganti rugi jika tidak

menawarkan penerbangan dengan tujuan terdekat dari

penerbangan akhir juga tidak jelas. Lebih lanjut, jika yang

dimaksudkan oleh Pasal ini adalah ganti rugi yang sama

dengan nilai harga tiket maka aturan dalam Pasal ini tidak

memiliki perbedaan dengan pembatalan penerbangan yang

dilakukan paling lambat 7 (hari). Pasal 12 ayat (3) ini hanya

memberikan pilihan lain kepada pengangkut jika terjadi

pembatalan kurang dari 7 (tujuh) hari dari hari

Page 99: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

87

keberangkatan. Hal ini menunjukkan bahwa ganti rugi yang

diberikan kepada penumpang yang mengalami pembatalan

penerbangan kurang dari 7 (tujuh) hari adalah tidak adil.

Seharusnya aturan ini memberikan ganti kerugian yang lebih

besar nominalnya kepada penumpang yang mengalami

pembatalan kurang dari 7 (tujuh) hari.

Penggunaan prinsip tanggung jawab mutlak dalam

kasus keterlambatan pengangkutan oleh pihak maskapai

penerbangan terdapat penerapan yang disebut risk liability

yang mempunyai arti kewajiban untuk mengganti kerugian

serta beban pembuktian ada pada pelaku usaha dalam hal

ini maskapai penerbangan. Pembatalan penerbangan secara

sepihak harus memenuhi beberapa kriteria agar dapat

dikatakan sebagai suatu pelanggaran hukum yang dapat

dimintai pertanggungjawabanya antara lain terjadinya

keterlambatan penerbangan tersebut menyebabkan

terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak konsumen.

Keterlambatan penerbangan oleh pihak Lion Air dalam

bentuk penundaan atau pembatalan penerbangan berlaku

tanggung jawab mutlak bagi pihak Lion Air. Seharusnya

pihak Lion Air segera memberikan kompensasi atau ganti

rugi kepada para penumpang karena berlaku prinsip

tanggung jawab mutlak. Apalagi jika melihat tidak adanya

Page 100: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

88

alasan yang pasti terkait penundaan atau pembatalan

penerbangan yang dilakukan oleh pihak Lion Air bukan

karena factor cuaca atau alasan teknis operasional. Dengan

demikian tidak ada alasan bagi pihak Lion Air untuk tidak

memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada para

penumpangnya.

2. Tanggung Jawab Kerugian Immateriil

Keterlambatan pengangkutan dapat menimbulkan

kerugian yaitu kerugian materil dan kerugian immaterial.

Kerugian immaterial adalah kerugian moril yang tidak bisa dinilai

dalam jumlah yang pasti meskipun tetap dinilai secara materil

atau uang. Contoh kerugian immaterial rasa ketakutan,

kehilangan kenyamanan atau kehilangan kesenangan.

Tanggung jawab terhadap kerugian immaterial seperti

yang dialami oleh Victoria yang mengalami keterlambatan dalam

menghadiri perkawinan cucunya, dan kasus Rolas yang tidak

dapat berangkat ke Manado untuk melaksanakan ulang tahun

anaknya.63

B. Penyelesaian Sengketa antara Penyedia Jasa dengan

Konsumen Penerbangan jika Terjadi Pembatalan Penerbangan

secara Sepihak

63 Wawancara dengan Victoria pada tanggal 23 Oktober 2014 dan artikel mengenai Lion Air gantiultah penumpang Rolas Budiman pada hukumonine.com

Page 101: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

89

Berdasarkan Pasal 45 ayat (1) UUPK, setiap konsumen

yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga

yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan

pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan

peradilan umum. Pasal ini melanjutkan ketentuan dalam Pasal 4

huruf (f) UUPK mengenai hak konsumen untuk mendapatkan

kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau

tidak sebagaimana mestinya.

Konsumen diberikan pilihan untuk menyelesaikan sengketa

konsumen yaitu melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan

sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui

peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Hal ini

menunjukkan bahwa dalam penyelesaian sengketa konsumen

dapat ditempuh melalui pengadilan (litigasi) atau di luar pengadilan

(non litigasi) sesuai dengan pilihan para pihak yang bersengketa.

1. Penyelesaian Sengketa secara Litigasi

Penumpang yang mengajukan gugatan di peradilan umum

dalam hal ini adalah peradilan perdata yang berada di

Pengadilan Negeri. Dalam kasus perdata di Pengadilan

Negeri, bukan hanya pihak konsumen yang diberikan hak untuk

mengajukan gugatan. Menurut Pasal 46 UUPK mengatur yaitu:

Page 102: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

90

a. Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan

oleh:

1. seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang

bersangkutan;

2. kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang

sama;

3. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat

yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum

atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya

menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya

organisasi tersebut adalah untuk kepentingan

perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan

sesuai dengan anggaran dasarnya;

4. pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang

dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan

mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau

korban yang tidak sedikit.

b. Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen,

lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau

pemerintah diajukan kepada peradilan umum.

c. Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar

dan/atau korban yang tidak sedikit diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Page 103: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

91

Pada klasifikasi kedua, gugatan dapat dilakukan oleh

sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang

sama. Ketentuan ini harus dibedakan dengan gugatan yang

mewakilkan kepada orang lain seperti diatur dalam Pasal 123

ayat (1) HIR. Penjelasan Pasal 46 UU No 8 Tahun 1999

menyebutkan gugatan kelompok ini dengan istilah class action.

Pada kasus pembatalan penerbangan yang dilakukan oleh

Pihak Lion Air, konsumen yang merasa dirugikan lebih dari satu

orang dapat mengajukan gugatan dengan menggunakan

mekanisme gugatan class action. Model gugatan class action

bertujuan agar para penumpang dalam jumlah yang banyak

dan memiliki fakta serta kerugian yang sama diwakili oleh

perwakilan kelompok. Class action lebih memudahkan para

penegak hukum khususnya hakim dalam menyelesaikan

perkara. Jumlah penggugat yang banyak akan membuat

penyelesaian kasus yang rumit karena harus mengidentifikasi

para penggugat.

Gugatan penumpang yang diajukan di pengadilan merupakan

sengketa yang masuk dalam lingkup hukum perdata.

Persengketaan perdata adalah persengkataan yang dapat

terjadi pada perseorangan atau badan hukum. Dalam sengketa

perdata di pengadilan, Sebelum menempuh penyelesaian

melalui jalur persidangan, disarankan untuk menyelesaikan

Page 104: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

92

sengketa yang terjadi melalui proses musyawarah /mediasi.

Bila ternyata mediasi tidak dapat menyelesaikan sengketa yang

ada, barulah penyelesaian sengketa dapat melalui pengadilan.

Tahapan-tahapan dalam proses peradilan perdata di

pengadilan apabila para penumpang ingin mengajukan gugatan

di pengadilan:

a. Pentaran Gugatan; Jika surat gugatan telah dibuat dan telah

memenuhi syarat formal (Lihat pasal 121 ayat (4) HIR, 145

Rbg, Zegelverordening 1921), maka surat gugatan tersebut

kemudian ditarkan ke panitera pengadilan di wilayah

pengadilan yang ingin dituju untuk mendapatkan nomor

perkara dan oleh panitera kemudian akan diajukan kepada

ketua pengadilan negeri.

b. Pengajuan Gugatan; Langkah selanjutnya adalah

mengajukan gugatan di lokasi yang tepat. Untuk menentukan

pengadilan yang tepat untuk mengadili perkara yang

diajukan, maka haruslah berdasarkan kompetensi absolute

dan kompetensi relatif yang ada sehingga perkara perdata

tersebut dapat segera cepat ditangani.

c. Persiapan Sidang; Dengan surat penetapan, Hakim yang

menangani perkara anda akan menentukan hari sidang dan

melalui juru sita akan memanggil para pihak agar

menghadap ke pengadilan pada hari yang telah ditetapkan.

Page 105: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

93

d. Persidangan; Susunan persidangan perdata yang lazim

adalah sebagai berikut :

1. Sidang Pertama; Pada sidang pertama Hakim akan

membuka persidangan dengan menanyakan identitas

para pihak, kemudian mengusahakan dan menghimbau

para pihak untuk melakukan mediasi/perdamaian. Bila

mediasi tidak tercapai maka persidangan akan dilanjutkan

ke tahap berikutnya. Namun bila mediasi tercapai maka

akan dibuat akta perdamaian dan persidangan selesai.

2. Sidang Kedua; Pada sidang kedua agendanya adalah

penyerahan jawaban dari pihak Tergugat atas gugatan

dari pihak Penggugat.

3. Sidang Ketiga; Agenda sidang ketiga adalah penyerahan

Replik. Replik adalah tanggapan Penggugat terhadap

jawaban dari Tergugat.

4. Sidang Keempat; Agenda sidang keempat adalah

penyerahan Duplik. Duplik adalah tanggapan Penggugat

terhadap Replik.

5. Sidang Kelima; Agenda sidang kelima adalah acara

pembuktian oleh pihak Penggugat terhadap dalil-dalil

(posita) yang telah ia kemukakan sebelumnya untuk

menguatkan gugatannya.

Page 106: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

94

6. Sidang Keenam; Agenda sidang keenam adalah acara

pembuktian oleh pihak Tergugat untuk menguatkan

jawabanya.

7. Sidang Ketujuh; Agenda sidang ketujuh adalah

penyerahan kesimpulan oleh para pihak sebagai langkah

akhir untuk menguatkan dalil masing-masing sebelum

hakim menjatuhkan putusan.

8. Sidang Kedelapan; Agenda sidang kedelapan adalah

putusan Hakim.

e. Eksekusi adalah pelaksanaan putusan hakim dalam

sengketa perdata. Setelah Hakim membacakan putusan dan

membagikannya kepada para pihak, maka saat itu jugalah

putusan tersebut berlaku dan dapat dilaksanakan eksekusi.

Terdapat 3 (tiga) jenis pelaksanaan putusan eksekusi:

1. Eksekusi untuk membayar sejumlah uang

2. Eksekusi untuk melakukan suatu perbuatan

3. Eksekusi Riil

f. Upaya Hukum; Apabila saat menerima putusan terdapat

salah satu pihak yang merasa tidak puas terhadap hasil

putusan yang ada, maka pihak tersebut dapat melakukan

upaya hukum. Terdapat 4 (empat) upaya hukum, yaitu :

Banding Kasasi Peninjauan Kembali (PK)

Page 107: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

95

Sengketa konsumen yang diajukan langsung di

pengadilan mengikuti hukum acara perdata sebagaimana yang

diatur dalam peraturan perundang-undangan. Namun ada hal

yang khusus dalam sengketa konsumen yang ditentukan oleh

UUPK yaitu;

1. Kompetensi Relatif pengadilan negeri yang mengadili

sengketa tersebut adalah pengadilan negeri tempat

konsumen berdomisili. Hal ini bertujuan untuk lebih

melindungi konsumen. Para penumpang yang mengajukan

ganti rugi berdasarkan UU no 8 Tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen mengajukan gugatan di pengadilan

negeri tempat konsumen berdomisili. Prinsip mengabaikan

prinsip actor sequitor forum rei yaitu dimana tempat tergugat

berdomisili maka pengadilan yang berwenang mengadili

adalah tempat tergugat. Namun UU No 8 Tahun 1999 adalah

ketentuan khusus yang mengenyampingkan atauran umum

mengenai kompetensi relatif.

2. Mengenai sistem pembuktian. Dalam prinsip umum hukum

acara perdata yang harus dibebani pembuktian adalah pihak

penggugat. Namun jika didasarkan pada UU No 8 Tahun

1999 tentang perlindungan konsumen, maka yang harus

membuktikan adalah pelaku usaha dalam hal ini Pihak Lion

Air.

Page 108: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

96

Penyelesaian kasus melalui pengadilan telah diupayakan

oleh beberapa penumpang Maskpai Lion Air, yaitu:

1. Kasus penundaan keberangkatan yang dialami oleh

penumpang Maskapai Lion Air, David Tobing, selama 3 jam

30 menit. David Tobing menggugat pihak Lion Air atas

penundaan keberangkatan (delay) yang dilakukan oleh Lion

Air. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum

pihak Lion Air untuk membayar ganti rugi Rp 718.500 (Tujuh

Ratus Delapan Belas Ribu Lima Ratus)64

2. Kasus Lion Air yang tidak mengangkut penumpang Rolas

Budiman menuju Manado dengan alasan kursi penuh atau

overseat. Rolas Budiman menggugat Pihak Maskpai Lion Air

untuk membayar ganti rugi material sebesar Rp 25.814.000

(Dua Puluh Lima Juta Delapan Ratus Empat Belas Ribu

Rupiah) dan ganti rugi immaterial sebesar Rp 500.000.000

(Lima Ratus Juta Rupiah). Hakim Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat menghukum pihak Lio Air untuk mebayar ganti rugi

sebesar 23.528.000 (Dua Puluh Tiga Juta Lima Ratus Dua

Puluh Delapan Ribu Rupiah)65

3. Kasus pembatalan penerbangan secara sepihak yang

dialami oleh De Neve Mizan Allan yang membeli tiket pada

23 Mei 2011 dengan rute Papua ke Jakarta. Namun, pada

64 Hukumonline.com dalam artikel David Tobing ajukan Aanmaning atas perkara delay pesawat65 Hukumonline.com dalam artikel Lion Air ganti rugi ultah penumpang

Page 109: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

97

tanggal 24 Mei 2011, Lion Air melakukan refund atau

pembatalan tiket penerbangan tersebut tanpa ada

pemberitahuan kepada penumpang tersebut. De Neve Mizan

Allan menggugat Lion Air untuk membayar ganti rugi materil

sebesar Rp 1.800.000 (Satu Juta Delapan Ratus Ribu

Rupiah) dan ganti rugi immaterial Rp 10.000.000.000

(Sepuluh Miliar Rupiah). Tuntutan tersebut didasarkan

penumpang mengalami keterlambatan dan pengeluaran

biaya tambahan.66

Pada tingkat pengadilan negeri, hakim menolak gugatan dari

penumpang dengan pertimbangan tindakan yang dilakukan

oleh Lion Air adalah wanprestasi dan bukan perbuatan

melawan hukum. Sampai saat ini proses hukum yang

berlanjut hingga kasasi belum mendapat putusan yang

pasti.67

4.Kasus penumpang, Umbu S. Samapathy yang menggugat

Maskapai Lion Air karena telah menghilangkan koper

miliknya. Kasus yang terjadi Tahun 2012 ini, dalam

gugatannya menuntut pihak Lion Air untuk membayar ganti

rugi senilai Rp 2.900.000.000 (Dua Miliar Sembilan Ratus

Juta Rupiah). Akan tetapi pada putusan Pengadilan Negeri

66 Hukumonline.com dalam artikel kasus penumpang vs Lion Air masuk kasasi67 Ibid

Page 110: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

98

Jakarta Pusat, Hakim hanya menghukum Maskapai Lion Air

untuk membayar senilai Rp 4.000.000 (Empat Juta Rupiah)68

Kelemahan dari sistem penyelesaian sengketa di

pengadilan menurut penulis adalah proses penyelesaiannya

yang sangat lama. Upaya hukum yang tersedia mulai dari

tingkat pengadilan negeri sampai dengan mahkamah agung

memungkinkan prosesberperkara di pengadilan berlangsung

lama. Jika semua upaya hukum yang tersedia itu ditempuh

maka proses berperkara dapat berlangsung selama bertahun-

tahun. Para penumpang yang ingin haknya dipenuhi oleh pihak

lion Air harus menunggu selama bertahun-tahun jika

menggunakan penyelesaian sengketa di Pengadilan. Proses di

pengadilan ini selain lama juga membutuhkan biaya yang

besar.

Pada umumnya tujuan untuk memperkarakan suatu

sengketa yaitu:

a. Untuk menyelesaikan masalah dengan memuaskan

b. Penyelsaian masalah denga cara yang mudah, cepat dan

biaya murah

Jika mengacu tujuan penyelesaian sengketa di atas

maka penyelesaian sengketa melalui pengadilan tidak

memenuhi tujuan penyelesaian sengketa sebagaimana yang

68 Hukumonline.com dalam artikel Kalah gugatan Lion Air tidak dihukum Miliaran

Page 111: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

99

disebutkan tersebut. Hal ini karena penyelesaian sengketa di

pengadilan kurang memberikan rasa keadilan atau tidak

memberikan kepuasan kepada para pihak. Berdasarkan kasus-

kasus yang diuraikan sebelumnya Penyelesaian sengketa

melalui pengadilan justru akan membuat lebih lama karena

banyak prosedur yang harus diikuti. Biaya yang dikeluarkan

bahkan lebih banyak dibandingkan dengan ganti rugi yang

diterima oleh para penumpang melalui putusan pengadilan.

Para penumpang dalam hal ini konsumen pihak Lion Air

yang merasa hak-haknya dilanggar atau tidak dipenuhi dapat

mengajukan gugatan ke pengadilan agar hak-hak tersebut

dapat dipenuhi oleh pihak tergugat atau Lion Air. Gugatan yang

diajukan ke Pengadilan disebut sebagai penyelesaian sengketa

di pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan

adalah model penyelesaian sengketa yang sering digunakan

oleh masyarakat.

2. Penyelesaian Sengketa Konsumen di Luar Pengadilan (Non

Litigasi)

Berdasarkan Pasal 47 UUPK, penyelesaian sengketa

konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai

kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi

dan/atau mengenai tidankan tertentu untuk menjamin tidak

akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian

Page 112: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

100

yang diderita oleh konsumen. Pasal ini mengatur bahwa tujuan

dari penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah untuk

mencapai kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen

terkait ganti rugi juga untuk menjamin yaitu dalam bentuk

pernyataan tertulis yang menerangkan bahwa perbuatan yang

telah merugikan konsumen tersebut tidak akan terulang

kembali.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Badan

Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), dan Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah lembaga-

lembaga yang memiliki peranan penting dalam perlindungan

konsumen dan penyelesaian sengketa konsumen.

a. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)

Pada Tahun 2014 pengaduan mengenai terhadap Maskapai

Penerbangan yang diterima oleh YLKI berupa kehilangan

bagasi dan penundaan penerbangan (delay).69

Proses dan mekanisme penanganan pengaduan di YLKI

yaitu:

1. Pengaduan melalui saran telepon, surat atau datang

lansung. Pengaduan melalui telepon dikategorikan

menjadi dua yaitu:

69 Wawancara dengan Muhammad Said Sutomo, Ketua YLKI Surabaya pada tanggal 14 Oktober2014

Page 113: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

101

a. Meminta informasi atau saran (advice), maka

pengaduan itu dijawab secara langsung dan diberikan

saran. Pengaduan selesai pada saat itu

b. Meminta pengaduannya untuk ditindaklanjuti. Jika

konsumen meminta pengaduannya ditindaklanjuti,

maka si penelepon diharuskan mengirim surat

pengaduan secara tertulis ke YLKI yang berisi :

1. Identitas dan alamat lengkap konsumen

2. kronologis kejadian yang dialami sehingga

merugikan konsumen

3. menyertakan barang bukti atau fotocopy dokumen

pelengkap lainnya (kwitansi pembelian, kartu

garansi, surat perjanjian, dll)

4. mencantumkan tuntutan dari pengaduan konsumen

Jika konsumen belum pernah mengajukan pengaduan

kepada pelaku usaha yang bersangkutan, maka

konsumen dianjurkan untuk melakukan pengaduan secara

tertulis ke pelaku usaha terlebih dahulu.

2. Setelah surat pengaduan diterima oleh YLKI, maka surat

tersebut akan diregister (register I) dan diberikan kepada

Pengurus Harian dan akan dikategorikan menjadi:

a. ditindaklanjuti/ tidak ditindaklanjuti

b. bukan sengketa konsumen

Page 114: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

102

c. bukan skala prioritas.

Selanjutnya surat akan diserahkan ke Bidang Pengaduan

Konsumen sebagai data pengaduan (register II)

3. Setelah surat sampai keBidang Pengaduan Konsumen

akan dilakukan seleksi kelengkapan administrasi.

4. Setelah proses administrasi dilanjutkan dengan analisis

substansi, yaitu korespondensi kepada pelaku usaha dan

instansi terkait pengaduan konsumen.

Pada tahap pertama korespodensi, akan diminta

tanggapan dan penjelasan mengenai kebenaran dan

pengaduan konsumen tersebut. YLKI akan memberikan

kesempatan untuk mendengarkan kedua belah pihak yaitu

versi konsumen dan versi pelaku usaha. Dalam tahap ini

umumnya masing-masing pihak akan memberikan

jawaban surat kepada YLKI yang isinya merupakan

permintaan maaf kepada konsumen dan sudah dilakukan

penyelesaian langsung kepada konsumennya.Namun

demikian, tidak menutup kemungkinan dalam

korespodensi ini masing-masing pihak tidak menjawab

persoalan dan tetap pada pendapatnya. Dalam kondisi ini

YLKI akan mengambil inisiatif dan pro aktif untuk menjadi

mediator. YLKI membuat surat undangan untuk mediasi

Page 115: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

103

kepada para pihak yang sedang bersengketa untuk

mencari solusi terbaik.

5. Proses Mediasi; YLKI memberi kesempatan kepada

kedua belah pihak untuk menjelaskan duduk perkara yang

sebenarnya. Setelah masing-masing pihak menyampaikan

masalahnya, maka YLKI memberikan waktu untuk

klarifikasi dan koreksi tentang apa yang disampaikan oleh

masing-masing pihak.

Setelah permasalahannya diketahui, maka masing-masing

pihak berhak menyampaikan opsi atau tuntutan yang

diinginkan, sekaligus melakukan negosiasi atas opsi atau

tuntutan tersebut untuk mencapai kesepakatan. Apabila

telah dicapai kesepakatan, maka isi kesepakatan itu

dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan. Tahap akhir

dari proses mediasi adalah mengimplementasikan hasil

kesepakatan.

Dalam melakukan penyelesaian kasus secara mediasi,

ada dua kemungkinan yang bisa terjadi yaitu :

a. terjadinya kesepakatan berarti selesai

b. tidak terjadi kesepakatan alias deadlock, artinya kasus

selesai dalam tingkatan litigasi.

Dari kasus yang ditemui di bidang pengaduan, mayoritas

kasus dapat diselesaikan dengan tercapainya

Page 116: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

104

kesepakatan damai. Walaupun juga terdapat beberapa

kasus yang mengalami deadlock.

b. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)

BPKN menyediakan fasilitas callcenter untuk memfasilitasi

konsumen dan masyarakat yang membutuhkan pelayanan.

Konsumen dapat memanfaatkan layanan callcenter di nomor

153 selain melakukan pengaduan secara konvensional.

Pada Tahun 2014, BPKN menerima 250 (dua ratus lima

puluh) pengaduan konsumen. Pengaduan perbankan

sejumlah 123 (seratus dua puluh tiga)

pengaduan.Pengaduan ini berupa permintaan penjadwalan

ulang pembayaran angsuran konsumen, keterlambatan

mengangsur kredit karena kondisi ekonomi yang menurun

dan mengenai akumulasi bunga berbunga yang dibebankan

tidak dimengerti cara perhitungannya oleh komsumen.70

Pengaduan komoditi pembiayaan konsumen sebanyak 87

(delapan puluh tujuh) aduan, pengaduan terkait perumahan

atau properti sebanyak 6 (enam), asuransi sebanyak 4

(empat)aduan, dan listrik sebanak 3(tiga) aduan.Pada

komoditi perumahan, konsumen mengeluh adanya

pengurangan fasilitas-fasilitas apartemen tidak seperti yang

dijanjikan. Sedangkan pada asuransi konsumen mengeluh

70 Wawancara dengan Siti Mulyani, Kepala Bagian Umum dan Data BPKN tanggal 13 Oktober2014

Page 117: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

105

mengenai klaim asuransi yang dipersulit perusahaan

asuransi, serta untuk listrik konsumen mengeluhkan tagihan

yang tidak sesuai pemakain dengan catatan meteran

petugas PLN.71

Selanjutnya pengaduan di komoditi provider selular

sebanyak 3 (tiga) aduan, TV berbayar dan transportasi ada

2(dua) aduan. Pada provider selular, konsumen

mengeluhkan soal lonjakan tagihan akibat roaming. Untuk

TV berbayar konsumen mengadu karena adanya saluran

televisi yang tidak sesuai, dan pengaduan mengenai

transportasi mengenai informasi yang tidak jelas terhadap

fasilitas kapal laut.72

Kemudian pada komoditi alat kesehatan, PDAM, kendaraan

bermotor, travel dan restoran masing-masing mendapat satu

keluhan dari konsumen. Keluhan terhadap komoditi tersebut

berupa pembayaran dan barang yang tidak sesuai apa yang

dijanjikan, seperti khasiat alat kesehatan yang tidak sesuai,

kendaraan yang dijual tidak sesuai promosinya dan

pembayaran yang tidak sesuai tagihan serta struk belanja

yang membingungkan konsumen. BPKN juga menerima 15

(lima belas) keluhan lainnya misalnya penipuan undian

71 Ibid72 Ibid

Page 118: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

106

berhadiah, permintaan bantuan hukum dan perikatan jual

beli.73

Berdasarkan data yang diuraikan diatas, tidak terdapat

keluhan secara khusus kepada Maskapai Lion Air baik

mengenai keterlambatan penerbangan (delay) maupun

pembatalan penerbangan. Hal ini menunjukkan bahwa

konsumen yang mengalami keterlambatan pengangkutan

tidak menggunanakan layanan yang disediakan oleh BPKN

untuk melakukan pengaduan.

c. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

Penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK melalui cara

mediasi atau konsiliasi atau arbitrasi dilakukan atas pilihan

dan persetujuan para pihak yang bersangkutan.

Penyelesaian sengketa konsumen ini bukan merupakan

proses penyelesaian sengketa secara berjenjang.

Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi

dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan

didampingi oleh majelis yang bertindak pasif sebagai

konsiliator. Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara

mediasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa

dengan didampingi oleh majelis yang bertindak aktif sebagai

mediator. Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara

73 Ibid

Page 119: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

107

arbitrasi dilakukan sepenuhnya dan diputuskan oleh majelis

yang bertindak sebagai arbiter.

Majelis dibentuk oleh Ketua BPSK, yang jumlah anggotanya

ganjil dan sedikit-dikitnya 3 (tiga) yang memenuhi semua

unsur, yang unsur pemerintah, unsur pelaku usaha dan

unsur konsumen, serta dibantu oleh seorang panitera.

Putusan majelis bersifat final dan mengikat.

Prosedur Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui BPSK

yaitu:

1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat mengajukan

permohonan penyelesaian sengketa konsumen kepada

BPSK, baik secara tertulis maupun lisan melalui

sekretariat BPSK.

Berkas permohonan tersebut, baik tertulis maupun

tidak tertulis dicatat oleh sekretariat BPSK dan dibubuhi

tanggal dan nomor registrasi. Permohonan penyelesaian

sengketa konsumen secara tertulis harus memuat secara

benar dan lengkap mengenai:

a. Nama dan alamat lengkap konsumen, ahli waris atau

kuasanya disertai bukti diri;

b. Nama dan alamat lengkap pelaku usaha;

c. Barang atau jasa yang diadukan;

d. Bukti perolehan (bon, kwitansi dan dokumen bukti lain);

Page 120: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

108

e. Keterangan tempat, waktu dan tanggal diperoleh

barang dan jasa tersebut;

f. Saksi yang mengetahui barang dan jasa tersebut

diperoleh;

g. Foto-foto barang dan kegiatan pelaksanaan jasa, bila

ada.

2. Dalam hal permohonan diterima, maka dilanjutkan dengan

persidangan. Ketua BPSK memanggil pelaku usaha

secara tertulis disertai dengan copy permohonan

penyelesaian sengketa konsumen, selambat-lambatnya

dalam waktu 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan

penyelesaian sengketa diterima secara benar dan

lengkap. Dalam surat panggilan dicantumkan secara jelas

mengenai hari, jam dan tempat persidangan serta

kewajiban pelaku usaha untuk memberikan surat jawaban

terhadap penyelesaian sengketa konsumen dan

disampaikan pada hari persidangan pertama, yang

dilaksanakan selambat-lambatnya pada hari kerja ke-7

(tujuh) terhitung sejak diterimanya permohonan

penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK. Majelis

bersidang pada hari, tanggal dan jam yang telah

ditetapkan, dan dalam persidangan majelis wajib menjaga

ketertiban jalannya persidangan.

Page 121: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

109

3. Konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa

konsumen di luar pengadilan dengan perantaraan BPSK

untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa dan

penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak. Majelis

dalam menyerahkan sengketa konsumen dengan cara

konsiliasi mempunyai tugas:

a. Memangggil konsumen dan pelaku usaha yang

bersangkutan;

b. Memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;

c. Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha,

perihal peraturan perundan-undangan dibidang

perlindungan konsumen;

Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara

konsiliasi adalah:

a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian

sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha yang

bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah

ganti rugi;

b. Majelis bertindak sebagai konsiliator;

c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan

pelaku usaha dan mengeluarkan keputusan;

4. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa konsumen

di luar pengadilan dengan perantaraan BPSK sebagai

Page 122: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

110

penasihat dan penyelesaiannya diserahkan kepada para

pihak. Dalam persidangan dengan cara mediasi, majelis

dalam menyelesaikan sengketa dengan cara mediasi,

mempunyai tugas:

a. Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang

bersengketa;

b. Memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;

c. Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha

yang bersengketa;

d. Secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku

usaha yang bersengketa;

e. Secara aktif memberikan saran atau anjuran

penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan

peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan

konsumen.

Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara

mediasi adalah:

a. Majelis menyerhkan sepenuhnya proses penyelesaian

sengketa konsumen dan pelaku usaha yang

bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah

ganti rugi;

Page 123: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

111

b. Majelis bertindak aktif sebagai mediator dengan

memberikan nasihat, petunjuk, saran dan upaya-upaya

lain dalam menyelesaikan sengketa;

c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan

pelaku usaha dan mengeluarkan kekuatan;

5. Arbitrasi adalah proses penyelesaian sengketa konsumen

di luar pengadilan yang dalam hal ini para pihak yang

bersengketa menyerahkan sepenuhnya penyelesaian

sengketa kepada BPSK. Dalam penyelesaian sengketa

konsumen dengan cara arbitrasi, para pihak memilih

arbitrator dari anggota BPSK yang berasal dari unsur

pelaku usaha, unsur pemerintah dan konsumen sebagai

anggota majelis. Arbitrator yang dipilih oleh para pihak,

kemudian memilih arbitrator ke-tiga dari anggota BPSK

yang berasal dari unsur pemerintah sebagai ketua majelis.

Di dalam persidangan wajib memberikan petunjuk kepada

konsumen dan pelaku usaha yang bersangkutan. Dengan

izin ketua majelis, konsumen dan pelaku usaha yang

bersangkutan dapat mempelajari semua berkas yang

berkaitan dengan persidangan dan membuat kutipan

seperlunya.

Pada hari persindangan 1 (pertama), ketua majelis wajib

mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa, dan

Page 124: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

112

bilamana tidak tercapai perdamaian, maka persidangan

dimulai dengan membacakan isi gugatan konsumen dan

surat jawaban pelaku usah. Ketua majelis memberikan

kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha yang

bersengketa untuk menjelaskan hal-hal yang

persengketakan.

Pada hari persindangan 1 (pertama) sebelum pelaku

usaha memberikan jawabannya, konsumen dapat

mencabut gugatannya dengan membuat surat

pernyataan. Dalam hal gugatan dicabut oleh konsumen,

maka dalam persindangan, pertama majelis wajib

mengumumkan bahwa gugatan dicabut. Apabila dalam

proses penyelesaian sengketa konsumen terjadi

perdamaian antara konsumen dan pelaku usaha yag

bersengketa, majelis membuat putusan dalam bentuk

penetapan perdamaian.

Dalam hal pelaku usaha dan konsumen tidak hadir pada

hari persidangan 1 (pertama) majelis memberikan

kesempatan terakhir kepada konsumen dan pelaku

usaha untuk hadir pada persidangan 2 (kedua) dengan

membawa alat bukti yang diperlukan. Persidangan ke 2

(kedua) diselenggarakan selambat-lambatnya dalam

waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak hari persidangan

Page 125: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

113

1 (pertama) dan diberitahukan dengan surat panggilan

kepada konsumen dan pelaku usaha oleh sekretariat

BPSK. Bilamana pada persidangan ke 2 (dua),

konsumen tidak hadir, maka gugatannya dinyatakan

gugur demi hukum, sebalikmya bila pelaku usaha yang

tidak hadir, maka gugatan konsumen dikabulkan oleh

majelis tanpa kehadiran pelaku usaha.

Hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan

konsiliasi atau mediasi dibuat dalam perjanjian tertulis

yang ditanda tangani oleh konsumen dan pelaku usaha.

Perjanjian tertulis dikuatkan dengan keputusan majelis

yang ditanda- tangani oleh ketua dan anggota majelis.

Begitu juga, hasil penyelesaian konsumen dengan cara

arbitrasi dibuat dalam bentuk putusan majelis yang

ditanda-tangani oleh ketua dan anggota majelis. Putusan

majelis adalah putusan BPSK. Putusan BPSK dapat

berupa:

a. Perdamaian;

b. Gugatan ditolak dan

c. Gugatan dikabulkan.

Dalam hal kegiatan dikabulkan, maka amar putusan

ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku

usaha. Kewajiban tersebut berupa pemenuhan:

Page 126: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

114

a. Ganti rugi;

b. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi

paling banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

Ketua BPSK memberitahukan putusan majelis secara

tertulis kepada alamat konsumen dan pelaku usaha yang

bersengketa, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja

sejak putusan dibacakan. Dalam waktu 14 (empat belas)

hari kerja terhitung sejak putusan BPSK diberitahukan,

konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa wajib

menyatakan menerima dan menolak putusan BPSK.

Konsumen dan pelaku usaha yang menolak putusan

BPSK dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan

negeri selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat

belas) hari kerja terhitung sejak keputusan BPSK

dibacakan. Tata cara pengajuan keberatan terhadap

putusan BPSK diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung

Nomor 1 Tahun 2006. Di sisi lain, pelaku usaha yang

menyatakan menerima putusan BPSK, wajib

melaksanakan putusan tersebut selambat-lambatnya

dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak

menyatakan menerima putusan BPSK. Pelaku usaha

yang menolak putusan BPSK, tetapi tidak mengajukan

keberatan, setelah batas waktu 7 (tujuh) hari dianggap

Page 127: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

115

menerima putusan dan wajib melaksanakan putusan

selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah batas

waktu mengajukan keberatan dilampaui. Apabila pelaku

usaha tidak menjalankan kewajibannya, maka BPSK

menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk

melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

Putusan BPSK merupakan putusan yang final dan telah

mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Terhadap

perbuatan BPSK, dimintakan penetapan eksekusi oleh

BPSK kepada pengadilan negeri di tempat konsumen

yang dirugikan. Eksekusi atau pelaksanaan sudah

mengandung arti bahwa pihak yang dikalahkan tidak

mau menaati putusan itu secara sukarela, sehingga

putusan harus dipaksakan kepadanya dengan bantuan

kekuatan hukum.74 Penetapan eksekusi diatur juga

dalam Pasal 7 Perma Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata

Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Konsumen mengajukan permohonan eksekusi atas

putusan BPSK yang tidak diajukan keberatan kepada

pengadilan negeri di tempat kedudukan hukum

74 R.Subekti. 1989. Hukum Acara Perdata. Bandung. Bina Cipta. Hal 130

Page 128: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

116

konsumen yang bersangkutan atau dalam wilayah

hukum BPSK yang mengeluarkan putusan. Permohonan

eksekusi atas putusan BPSK yang telah diperiksa

melalui prosedur keberatan, ditetapkan oleh pengadilan

negeri yang memutus perkara keberatan bersangkutan.

Pengadilan negeri wajib mengeluarkan putusan atas

keberatan dalam waktu paling lambat 21 (dua puluh

satu) hari sejak diterimanya keberatan. Terhadap

putusan pengadilan negeri tersebut, para pihak dalam

waktu paling lambat 14 (empat belas) hari dapat

mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Mahkamah

Agung wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling

lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan

kasasi.

Berdasarkan Data dari BPSK, terdapat beberapa

pengaduan terkait maskapai penerbangan Lion Air yaitu

keterlambatan penerbangan (delay), kehilangan bagasi,

ketinggalan pesawat tanpa ada pemberitahuan, dan

pembatalan penerbangan.75

Kasus kehilangan bagasi yang dialami oleh Noviana

Dewi Utari yang berisi seragam sebanyak 40 buah.

Kasus ini ditangani oleh Badan Penyelesaian Sengketa

75 Wawancara dengan Yohannes L. Tobing, Anggota Majelis Konsumen BPSK Jakarta pada tanggal13 Oktober 2014

Page 129: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

117

Surabaya dengan cara mediasi. Mediasi yang dilakukan

sebanyak 5 (lima) kali dimulai sejak tanggal 27 Februari

2014 hingga 10 April 2014, telah memperoleh

kesepakatan dan memutuskan bahwa pihak Lion Air

harus membayar ganti rugi senilai Rp 8.000.000

(delapan juta rupiah) kepada penumpang tersebut.

Nominal ganti rugi tersebut senilai dengan harga dari

bagasi yang hilang.

Page 130: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

118

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tanggung jawab pihak maskapai penerbangan Lion Air kepada

pihak penumpang jika terjadi pembatalan sepihak yang

merupakan salah satu bentuk keterlambatan penerbangan

adalah tanggung jawab kerugian materil dan tanggung jawab

kerugian immateriil. Tanggung jawab kerugian materil yaitu

tanggung jawab terhadap kerugian tiket pesawat dan kerugian

terhadap keuntungan yang dapat diperoleh jika tidak terjadi

keterlambatan penerbangan. Sedangkan kerugian immaterial

merupakan kerugian moril berupa kehilangan kenyamanan atau

kesenangan akibat keterlambatan penerbangan.

2. Bentuk penyelesaian sengketa yang dapat diupayakan oleh

penumpang maskapai Lion Air untuk menuntut ganti kerugian

akibat keterlambatan penerbangan yaitu dengan melalui

pengadilan (litigasi) dan diluar pengadilan (non litigasi).

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan yaitu penyelesaian

dengan mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri tempat

konsumen berdomisili sedangkan penyelesaian sengketa di luar

pengadilan yaitu melalui Yayasan Lembaga Konsumen

Indonesia (YLKI), Badan Perlindungan Konsumen Nasional

(BPKN), dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Page 131: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

119

Penyelesaian tersebut dapat berupa Mediasi, Konsiliasi, dan

Arbitrasi.

B. SARAN

Sebagai akhir dari penulisan tesis ini, penulis akan menyampaikan

beberapa saran yang dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam mencermati permasalahan pengangkutan

udara yang menyangkut tanggung jawab perusahaan penerbanan

terhadap penumpang, yaitu :

1. Pihak Maskapai penerbangan harus lebih meningkatkan

profesionalisme kinerjanya dalam hal penanganan penumpang

jika terjadi keterlambatan penerbangan agar hak-hak dari

penumpang dapat terpenuhi.

2. Hendaknya pemerintah dapat bersikap tegas dan memberikan

sanksi terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh

penyedia jasa penerbangan.

3. Hendaknya masyarakat khususnya Notaris, mengetahui haknya

sebagai penumpang jika terjadi keterlambatan pengangkutan

dan sarana yang dapat digunakan dalam menyelesaikan

sengketa dengan pihak maskapai penerbangan.

Page 132: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

120

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad. 2001. Etika Profesi Hukum. Bandung. Citra AdityaBakti.

______. 2008. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung. PT. Citra AdityaBakti

Ahmadi Miru. 2001. Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum bagi Konsumendi Indonesia. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Ahmadi Miru dan Yodo Sutarman. 2009. Hukum Perlindungan Konsumen.Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Ahmad Ali. 1996. Menguak Tabir Hukum. Jakarta. Chandra Pratama.

____. 1998. Menjelajahi Kajian Empiris terhadap Hukum. Jakarta. YarsifWatampone.

Andi Hamzah. 1988. Pelanggaran dalam Undang-undang. Jakarta. PTGrafindo.

Happy Susanto. 2008. Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan. JakartaSelatan. Transmedia Pustaka

Martono K, Introduction. 2005. To The International and National Air Law(Jakarta : Joint Kaw Socialisation between Departement of lawand Human Right and Indonesia Aviation Study Intitute.

Martono K dan Amad Sudiro. 2009. Hukum Angkutan Udara beradasarkanUU RI No. 1 Tahun. Jakarta. RajaGrafindo Persada.

Martono K dan Agus Pramono. 2013. Hukum Udara Perdata Internasionaldan Nasional. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Nasution, Az. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar.Jakarta. Diadit Media.

Suherman, E. 1979. Masalah Tanggung Jawab Pada Charter PesawatUdara dan Beberapa Masalah Lain Dalam Bidang Penerbangan.Bandung. Offset Alumni.

______. 1984. Wilayah Udara dan Wilayah Dirgantara. Bandung. PTAlumni.

Page 133: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

121

Suherman, E. 2000. Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan (HimpunanMakalah 1961-1995). Bandung. PT Mandar Madju.

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. 2000. Hukum tentang PerlindunganKonsumen. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

Purwositjipto, H. M. N. 1991. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia.Jakarta. PT Djambatan.

Ridwan. 2000. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung. Alfabet

Subekti. 2002. Hukum Perjanjian. Jakarta. PT Intermasa

Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum. Yogyakarta. Liberty.

Saefullah Wiradipradja. 2008. Hukum Transportasi Udara dari Warsawa1929 ke Montreal 1999. Bandung. PT Kiblat Buku Utama.

Shidarta. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta. PTGrasindo.

______. 2006. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta.Gramedia Widiasarana Indonesia

Siahaan, N. H. T. 2005. Hukum Konsumen. Jakarta. PT Pantai Rei.

MAKALAH dan JURNAL

Agus Brotosusilo, makalah “ Aspek-aspek Perlindungan terhadapKonsumen dalam Sistem Hukum di Indonesia”, dalam percakapantentang pendidikanKonsumen dan kurikulum Fakultas Hukum,Editor Yusuf Shofie, (Jakarta : YLKI-USAID, 1998).

Johannes Gunawan, Product Liability” dalam Hukum Bisnis Indonesia, proJustitia, Tahun XII, Nomor 2, April 1994.

Wiradipradja Saefullah, Tanggung Jawab Perusahaan PenerbanganTerhadap Penumpang menurut Hukum Udara Indonesia, JurnalHukum Bisnis, Volume 25, No.1, 2006

Nurmadjito, 2000, Makalah “Kesiapaan Perangkat Peraturan Perundang-Undangan tentang Perlindungan Konsumen dalam MenghadapiEra Perdagangan Bebas” dalam Buku Hukum PerlindunganKonsumen, Mandar Maju, Bandung.

Page 134: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

122

ARTIKELhttp://arsipberita.com/arsip/perkembangan-industri-penerbangan

indonesia.html diakses tanggal 12 Januari 2014

Krisman Kaban, Industri penerbangan dan janji-janji palsu,http://www.Sinarharapan.co.id, diakses 12 Januari 2014

Jurnal online http://www.kagama-mn.com/artikel.php?id=hal2 : diaksestanggal 12 Januari 2014

BeritaSatuhttp://www.beritasatu.com/fokus/106479-industri-penerbangann-yang-kian-kompetitif.html : diaksestanggal 5 Mei2014

http://id.wikipedia.org/wiki/Klausula_Baku diakses tanggal 17 Januari 2014

http://kartono-13.blogspot.com, diakses tanggal 17 Januari 2014

http://bataviase.co.id/node/354137, diakses tanggal 17 Januari 2014

Hukum online - Lion Air Ganti Rugi Ultah Penumpang(http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50f6831f68f14/lion-air-ganti-rugi-ultah-penumpang) diakses tanggal 24 November 2014

Hukum online - David TobingajukanAanmaningatasperkara delaypesawat(http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20535/david-tobing-ajukan-aanmaning-atas-perkara-idelayi-pesawat-) diakses24 November 2014

Hukum online - Kasuspenumpang Vs Lion Air masuk kasasi(http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51a167d2c75c1/kasus-penumpang-ivs-i-lion-air-masuk-kasasi) diakses 24 November2014

Hukum online - Kalahgugatan Lion Air tidak dihukum Miliaran(http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50e443a42a876/kalah-gugatan--lion-air-tidak-dihukum-miliaran) diakses 24 November2014

Page 135: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

123

Page 136: tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap ganti

124

TABEL 1. Daftar Penumpang Lion Air yang mengalami keterlambatan penerbangan dan bentuk ganti ruginya

TABEL 2. Daftar Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Pengadilan Oleh Penumpang Lion Air

No Nama PenumpangJenis Gugatan Tuntutan Ganti

RugiGanti Rugi

yang diperolehKeterlambatan Tidak Terangkut Pembatalan KehilanganBagasi

1 David Tobing Keterlambatanselama 3 jam Rp Rp 718.500

2 Rolas Budiman Over Seat Rp 525.814.000 Rp 23.528.000

3 Sutan Erwin SihombingPembatalan

pada harikeberangkatan

2 miliar 75 jutarupiah 40 juta rupiah

4 Umbu S. Samapathy Kehilangankoper

2,9 MiliarRupiah Rp 4.000.000

NO Nama Penumpang

KeterlambatanPenerbangan

Bentuk ganti rugi yang seharusnyadiperoleh Bentuk ganti rugi yang diperoleh

< 4 jam > 4 jam Minuman/makanan

PengalihanPenerbangan

UangRp 400.000

Minuman/makanan

PengalihanPenerbangan

UangRp 400.000

1 Marhumi 2 jam √ √ Tidak ada Tidak ada2 Nur Amelia 4 jam 10 menit √ √ √ Tidak ada Tidak ada Tidak ada3 Oktaviona 2 jam √ √ Tidak ada Tidak ada4 Zulfikar 2 jam √ √ Tidak ada Tidak ada5 Jubaedah 2 jam √ √ Tidak ada Tidak ada6 Ahmad Syaefullah 2 jam √ √ Tidak ada Tidak ada7 Haslindah Hasan 2 jam √ √ Tidak ada Tidak ada8 Tommy Suprapto 2 jam √ √ Tidak ada Tidak ada9 Victoria 3 jam √ √ Tidak ada Tidak ada10 Usman 1 jam √ Tidak ada