Page 1
TALAK TIGA SEKALIGUS
(Kajian Takhrij atas Hadis Talak Tiga Sekaligus
dalam Kutub Al-Sittah)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Abdul Kholik
NIM 211-12-028
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
Page 3
i
TALAK TIGA SEKALIGUS
(Kajian Takhrij atas Hadis Talak Tiga Sekaligus
dalam Kutub Al-Sittah)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Abdul Kholik
NIM 211-12-028
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
Page 4
ii
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan
dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa
Nama : Abdul Kholik
NIM : 211-12-028
Judul : TALAK TIGA SEKALIGUS: Kajian Takhrij Atas
Hadits Talak Tiga Sekaligus Dalam Kutub Al-Sittah
Dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan
dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 13 Maret 2017
Pembimbing,
Dr. Muhammad Irfan Helmy, Lc., MA.
NIP. 197401042000031003
Page 5
iii
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:
TALAK TIGA SEKALIGUS: Kajian Takhrij Atas Hadits Talak Tiga
Sekaligus Dalam Kutub Al-Sittah
Oleh:
Abdul Kholik
NIM: 211-12-028
telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari’ah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Jum’at, tanggal 24 Maret
2017, dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
sarjana dalam hukum Islam.
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang : Dr. Muhammad Irfan Helmy, Lc., MA. .................................
Sekretaris Sidang : Drs. Machfud, M.Ag. .................................
Penguji I : M. Yusuf Khummaini, S.HI., M.H. .................................
Penguji II : Heni Satar Nurhaida, S.H., M.Si. .................................
Salatiga, 29 Maret 2017
Dekan Fakultas Syari’ah
Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.
NIP. 19670115 199803 2 002
KEMENTRIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARI’AH Jl. Nakula Sadewa V No.9 Telp.(0298) 3419400 Fax 323433 Salatiga 50722
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
Page 6
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Abdul Kholik
NIM : 211-12-028
Jurusan : Ahwal Al-Syakhshiyyah
Fakultas : Syari’ah
Judul Skripsi : TALAK TIGA SEKALIGUS: Kajian Takhrij Atas
Hadits Talak Tiga Sekaligus Dalam Kutub Al-Sittah
Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 13 Maret 2017
Yang menyatakan,
Abdul Kholik
NIM: 211-12-028
Page 7
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi yang lainnya.
PERSEMBAHAN
Untuk kedua orang tuaku,
para dosenku, saudara-saudaraku,
sahabat-sahabat seperjuanganku,
istriku tercinta yang selalu mendukungku,
dan anakku tersayang yang selalu menyemangatiku.
Page 8
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi Takhrij Hadits Talak Tiga Sekaligus ini dengan baik. Shalawat dan salam
semoga terus terlimpahkan kepada Rasulullah SAW, guru dan teladan utama kita
semua. Dan semoga kita dapat meneladani dan menjalankan sunnah-sunnah
Beliau sehingga kita layak mendapatkan syafa’at Beliau SAW kelak pada hari
perhitungan amal. Aaamiiin...
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Skripsi ini merupakan hasil penelitian
penulis tentang talak tiga sekaligus yang terdapat dalam Al-Kutub Al-Sittah.
Penulis meneliti dan mengkritik sanad dan matan hadits-hadits tersebut, sehingga
dapat diambil hukum fiqihnya dan dapat diimplementasikan dalam hukum
perkawinan.
Selain itu, dalam skripsi ini penulis sedikit membahas tentang praktek
talak tiga sekaligus menurut Undang-Undang Perkawinan Indonesia, KHI, dan
pelaksanaannya di Pengadilan Agama, sebagai tambahan pengetahuan. Akhirnya, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. selaku rektor IAIN Salatiga. 2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag selaku ketua Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga. 3. Bapak Sukron Ma’mun, M.SI. selaku ketua Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah
IAIN Salatiga.
Page 9
vii
4. Ibu Luthfiana Zahriani, MH. Selaku Kepala Laboratorium IAIN Salatiga. 5. Bapak Dr. Muhammad Irfan Helmy, Lc, MA. selaku dosen pembimbing
skripsi. 6. Semua Civitas IAIN Salatiga.
7. Kedua orang tuaku yang senantiasa mendoakan perjuangan anaknya.
8. Istri dan anakku tercinta yang selalu mendukung dan menyemangatiku. 9. Teman-teman Ahwal Al-Syakhshiyah senasib seperjuangan. 10. Semua pihak yang telah berjasa dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Akhir kata, penulis mendoakan, semoga semua pihak yang telah
membantu penulis menyelesaikan skripsi ini selalu mendapat limpahan rahmat,
berkah dan hidayah Allah SWT. Aaamiiin...
Salatiga, 13 Maret 2017
Penulis
Abdul Kholik
211-12-028
Page 10
viii
ABSTRAK
Kholik, Abdul. 2017. Talak Tiga Sekaligus (Kajian Takhrij atas Hadits Talak
Tiga Sekaligus Dalam Kutub Al-Sittah). Skripsi. Fakultas Syari’ah.
Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Dr. Muhammad Irfan Helmy, Lc, MA.
Kata Kunci: takhrij hadits talak tiga sekaligus
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka untuk menganalisis sanad
dan matan hadits tentang talak tiga sekaligus. Ketertarikan peneliti bermula ketika
peneliti mendapati bahwa ada ulama Syria Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu
Qayim al-Jauzi, begitu juga kaum Syi’ah Imamiyah dan sebagian Syi’ah Zaidiyah,
dengan berlandaskan hadits telah memfatwakan bahwa talak tiga sekaligus hanya
jatuh satu. Padahal menurut Madzahib al-Arba'ah dan merupakan fatwa jumhur,
bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga, sehingga suami istri tidak boleh lagi kembali
dengan rujuk, baik dalam masa ‘iddah maupun setelah masa ‘iddah berakhir,
kecuali kalau istri sudah kawin lagi dengan laki-laki lain, didukhul oleh suaminya
yang baru, dan diceraikan oleh suaminya yang baru tersebut. Pertanyaan yang
ingin dijawab melalui penelitian ini adalah bagaimana keabsahan dan kualitas
hadits-hadits yang dijadikan dalil oleh Madzahib al-Arba’ah dalam memberikan
fatwa bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga dan juga oleh Ibnu Taimiyah dan
pengikutnya dalam memberikan fatwa bahwa talak tiga sekaligus jatuh satu?.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan
pendekatan takhrij hadits, yaitu melakukan analisa terhadap reputasi sanad dan
matan dengan maksud menemukan status hadits yang di-takhrij. Peneliti
melakukan tahap-tahap penelitian sebagai berikut: (1) mengumpulkan beberapa
hadits tentang talak tiga sekaligus dari berbagai kitab hadits, (2) menulis hadits
lengkap dengan sanad dan matan, (3) membuat bagan sanad, (4) memaparkan
hasil penilaian terhadap kualitas seluruh perawi (tajrih dan ta’dil) dari berbagai
kitab al-Jarh wa al-Ta’dil secara objektif, (4) melakukan telaah terhadap matan
hadits dengan pendekatan takhrij hadits, (5) menyimpulkan hasil takhrij dan
telaah matan hadits.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa hadits-hadits yang diajukan
oleh ulama-ulama Madzahib al-Arba’ah adalah shahih sesuai dengan kriteria
hadits shahih yang telah ditetapkan oleh para ahli hadits mengenai sanad-nya.
Mengenai matan-nya, sangat jelas dan kuat, saling mendukung antara hadits yang
satu dengan yang lainnya, bahkan kuantitas haditsnya cukup banyak. Sedangkan
hadits-hadits yang dijadikan landasan oleh Ibnu Taimiyah dan pengikutnya
terbukti adalah dha’if (lemah), karena dalam sanadnya terdapat seorang perawi
yang namanya tidak diketahui, sehingga tidak bisa dilacak keshahihannya. Selain
itu, matannya pun dha’if, karena matannya bertentangan dengan banyak hadits
yang menyatakan talak tiga sekaligus jatuh tiga.
Page 11
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
NOTA PEMBIMBING ................................................................................. ii
PENGESAHAN ............................................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
ABSTRAK ................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
D. Kegunaan Penelitian .......................................................................... 4
E. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 5
F. Metode Penelitian .............................................................................. 6
1. Jenis Penelitian ............................................................................ 6
2. Sumber Data ................................................................................ 6
a. Sumber Data Primer .............................................................. 6
b. Sumber Data Sekunder ........................................................... 6
3. Pengumpulan Data ...................................................................... 7
a. Data Primer ........................................................................... 7
Page 12
x
b. Data Sekunder ....................................................................... 7
4. Analisa Data ................................................................................ 7
5. Pendekatan ................................................................................... 7
a. Pendekatan Normatif ............................................................. 7
b. Pendekatan Historis ............................................................... 7
6. Langkah Penelitian ....................................................................... 9
G. Penegasan Istilah ............................................................................... 9
H. Sistematika Penulisan ....................................................................... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA TAKHRIJ HADITS TALAK TIGA SEKALIGUS
A. Studi Takhrij ..................................................................................... 13
1. Definisi Takhrij ........................................................................... 13
2. Sekilas Sejarah Takhrij ................................................................ 16
3. Urgensi, Manfaat dan Orientasi Takhrij....................................... 18
4. Proses Takhrij .............................................................................. 18
a. Menelusuri, di Buku Mana Hadits yang Diteliti Berada ........ 18
b. Membuat Bagan Sanad Periwayat Hadits ............................. 18
c. Memeriksa Persambungan Sanad dan Reputasi Para
Periwayat ................................................................................ 19
5. Metode-metode Takhrij dan Kitab-kitab Penunjangnya ............. 19
a. Takhrij dengan jalan mengetahui sahabat perawi hadits....... 19
b. Takhrij dengan jalan mengetahui lafadz pertama dari matan
hadits ..................................................................................... 23
c. Takhrij dengan jalan mengetahui kata-kata yang jarang
Page 13
xi
digunakan dari suatu bagian matan hadits ............................ 27
d. Takhrij dengan jalan mengetahui topik hadits ...................... 28
e. Takhrij dengan jalan memperhatikan keadaan matan dan sanad
hadits ..................................................................................... 29
B. Kritik Sanad Hadits ............................................................................ 31
1. Definisi Sanad ............................................................................. 32
2. Nilai Sanad dan Urgensinya ......................................................... 32
3. Keshahihan Sanad ....................................................................... 33
a. Unsur-Unsur Kaidah Keshahihan Sanad Hadits .................... 34
b. Macam-Macam Hadits Yang Tidak Memenuhi Unsur-Unsur
Kaidah Keshahihan Sanad Hadits .......................................... 37
4. Ilmu Al-Jarh Wa Al-Ta’dil ........................................................... 40
a. Pengertian dan Kegunaan ....................................................... 40
b. Tingkatan Al-Ta’dil ................................................................ 42
c. Tingkatan Al-Jarh .................................................................. 43
d. Al-Jarh Kontra Al-Ta’dil ....................................................... 44
C. Kritik Matan Hadits............................................................................ 45
1. Pengertian Kritik Matan Hadits .................................................. 45
2. Kemunculan dan Perkembangan Kritik Matan Hadits ................ 45
3. Kaidah Keshahihan Matan Hadits ................................................ 47
a. Terhindar dari syadz ............................................................... 47
b. Terhindar dari ‘illat ................................................................ 48
D. Talak Tiga Sekaligus Dalam Fiqih .................................................... 49
Page 14
xii
1. Pendapat Madzhab Maliki .......................................................... 50
2. Pendapat Madzhab Syafi’i .......................................................... 52
3. Pendapat Madzhab Hanbali ......................................................... 53
4. Pendapat Para Sahabat Nabi Terkemuka ..................................... 54
BAB III KRITIK SANAD HADITS TALAK TIGA SEKALIGUS
A. Hadits-hadits Tentang Talak Tiga Sekaligus Jatuh Tiga ................... 58
1. Hadits Riwayat Al-Bukhari .......................................................... 58
2. Hadits Riwayat Ibnu Majah ......................................................... 58
a. Bagan Sanad .......................................................................... 59
b. Biografi Perawi dan kebersambungan Sanad ........................ 60
1) Dari Jalur al-Bukhari ....................................................... 60
a) Sa’id bin ‘Ufair ......................................................... 60
b) Al-Laits ..................................................................... 62
c) ‘Uqail ......................................................................... 63
d) Ibnu Syihab ............................................................... 65
e) ‘Urwah bin Zubair ..................................................... 67
f) ‘Aisyah ...................................................................... 69
2) Dari Jalur Ibnu Majah ...................................................... 71
a) Abu Bakar bin Abi Syaibah ...................................... 72
b) Sufyan bin ‘Uyainah ................................................. 73
c) Al-Zuhri/Ibnu Syihab ................................................ 75
d) ‘Urwah bin Zubair ..................................................... 75
e) Aisyah ........................................................................ 75
Page 15
xiii
c. Kualitas Pribadi dan kapasitas Intelektual Perawi ................ 76
1) Jalur Al-Bukhari ............................................................... 76
a) Sa’id bin ‘Ufair ......................................................... 78
b) Al-Laits ..................................................................... 75
c) ‘Uqail ......................................................................... 81
d) Ibnu Syihab ................................................................ 82
e) ‘Urwah bin Al-Zubair ............................................... 84
f) ‘Aisyah ....................................................................... 85
2) Jalur Ibnu Majah ............................................................. 85
a) Abu Bakar bin Abu Syaibah ...................................... 85
b) Sufyan bin ‘Uyainah ................................................. 88
c) Al-Zuhri...................................................................... 89
d) ‘Urwah bin Al-Zubair ............................................... 89
e) ‘Aisyah ....................................................................... 90
d. Meneliti Syadz dan ‘Illat pada Sanad Hadits ......................... 90
e. Penilaian Terhadap Kualitas Sanad Hadits ............................ 90
3. Hadits Riwayat Al-Bukhari ......................................................... 91
4. Hadits Riwayat Al-Nasai.............................................................. 91
a. Rangkaian Sanad .................................................................... 92
b. Biografi dan Kebersambungan Sanad .................................... 92
1) Dari Jalur Al-Bukhari ....................................................... 90
a) Muhammad bin Basysyar ........................................... 93
b) Yahya ......................................................................... 96
Page 16
xiv
c) ‘Ubaidullah ................................................................. 102
d) Al-Qasim bin Muhammad.......................................... 107
e) ‘Aisyah ....................................................................... 108
2) Dari Jalur Al-Nasai .......................................................... 108
a) Muhammad bin Al-Mutsanna .................................... 109
b) Yahya ......................................................................... 112
c) ‘Ubaidullah ................................................................. 112
d) Al-Qasim bin Muhammad.......................................... 112
e) ‘Aisyah ....................................................................... 112
c. Kualitas Pribadi dan Kapasitas Intelektual Perawi ................ 112
1) Dari jalur Al-Bukhari ....................................................... 112
a) Muhammad bin Basysyar .......................................... 112
b) Yahya ........................................................................ 114
c) ‘Ubaidillah ................................................................. 115
d) Al-Qasim binMuhammad .......................................... 115
e) ‘Aisyah ....................................................................... 116
2) Dari jalur Al-Nasa’i ......................................................... 116
a) Muhammad bin Al-Mutsanna ................................... 116
b) Yahya ........................................................................ 117
c) ‘Ubaidillah.................................................................. 117
d) Al-Qasim bin Muhammad ......................................... 117
e) ‘Aisyah ...................................................................... 118
d. Meneliti Syadz dan ‘Illat pada Sanad Hadits ........................ 118
Page 17
xv
e. Penilaian Terhadap Kualitas Sanad Hadits ........................... 118
5. Hadits Riwayat Al-Nasa’i ........................................................... 119
a. Rangkaian Sanad ................................................................... 119
b. Biografi dan Kebersambungan Sanad ................................... 119
1) Sulaiman bin Daud .......................................................... 120
2) Ibnu Wahab ..................................................................... 121
3) Makhramah ..................................................................... 125
4) Mahmud bin Labid .......................................................... 127
c. Kualitas Pribadi dan Kapasitas Intelektual Perawi ............... 129
1) Sulaiman bin Daud .......................................................... 129
2) Ibnu Wahab ..................................................................... 130
3) Makhramah ..................................................................... 131
4) Mahmud bin Labid ........................................................... 132
d. Meneliti Syadz dan ‘Illat pada Sanad Hadits ........................ 132
e. Penilaian Terhadap Kualitas Sanad Hadits ........................... 132
6. Hadits Riwayat Ibnu Majah ........................................................ 133
a. Rangkaian Sanad ................................................................... 134
b. Biografi dan Kebersambungan Sanad ................................... 134
1) Muhammad bin Rumhin ................................................. 135
2) Al-Laits bin Sa’ad ........................................................... 137
3) Ishaq bin Abu Farwah ..................................................... 137
4) Abu Al-Zinad .................................................................. 139
5) ‘Amir Al-Sya’bi .............................................................. 142
Page 18
xvi
6) Fathimah binti Qais ......................................................... 147
c. Kualitas dan Kapasitas Intelektual Perawi ............................ 148
1) Muhammad bin Rumhin ................................................. 148
2) Al-Laits bin Sa’ad ........................................................... 149
3) Ishaq bin Abi Farwah ...................................................... 150
4) Abu Al-Zinad .................................................................. 151
5) ‘Amir Al-Sya’bi .............................................................. 152
6) Fathimah binti Qais ......................................................... 152
d. Meneliti Syadz dan ‘Illat pada Sanad Hadits ........................ 153
e. Penilaian Terhadap Kualitas Saad Hadits ............................. 153
7. Hadits Riwayat Al-Nasa’i ........................................................... 154
a. Rangkaian Sanad ................................................................... 155
b. Biografi dan Kebersambungan Sanad ................................... 155
1) ‘Amar bin ‘Utsman ......................................................... 156
2) Baqiyah ........................................................................... 156
3) Abu ‘Amar (Al-Auza’i) ................................................... 161
4) Yahya .............................................................................. 166
5) Abu Salamah ................................................................... 168
6) Fathimah binti Qais ......................................................... 171
c. Kualitas Pribadi dan Kapasitas Intelektual Perawi ............... 171
1) ‘Amar bin ‘Utsman ......................................................... 171
2) Baqiyah ........................................................................... 172
3) Abu ‘Amar/Al-Auza’i ..................................................... 173
Page 19
xvii
4) Yahya .............................................................................. 174
5) Abu Salamah ................................................................... 175
6) Fathimah binti Qais ......................................................... 176
d. Meneliti Syadz dan ‘Illat pada Sanad Hadits ........................ 176
e. Penilaian Terhadap Kualitas Sanad Hadits ........................... 177
B. Hadits-hadits Tentang Talak Tiga Sekaligus Jatuh Satu ................... 177
1. Hadits Riwayat Abu Daud .......................................................... 177
a. Rangkaian Sanad ................................................................... 179
b. Biografi Perawi dan Kebersambungan Sanad ....................... 179
1) Ahmad bin Shalih ............................................................ 180
2) ‘Abdul Razzaq ................................................................. 184
3) Ibnu Juraij ....................................................................... 189
4) Anggota Bani Abu Rafi’ ................................................. 190
5) ‘Ikrimah ........................................................................... 190
6) Ibnu ‘Abbas ..................................................................... 201
c. Kualitas Pribadi dan Kapasitas Intelektual Perawi ............... 206
1) Ahmad bin Shalih ............................................................ 206
2) ‘Abdul Razzaq ................................................................. 210
3) Ibnu Juraij ........................................................................ 213
4) Ba’dhu Bani Abi Rafi’ .................................................... 215
5) ‘Ikrimah ........................................................................... 215
6) Ibnu ‘Abbas ..................................................................... 217
d. Meneliti Syadz dan ‘Illat pada Sanad Hadits ........................ 217
Page 20
xviii
e. Penilaian Terhadap Kualitas Hadits ...................................... 218
2. Hadits Riwayat Muslim .............................................................. 218
a. Bagan Sanad Hadits .............................................................. 219
b. Biografi Perawi dan Kebersambungan Sanad ....................... 220
1) Ishaq bin Ibrahim ............................................................ 220
2) Muhammad bin Rafi’ ...................................................... 224
3) ‘Abdul Razzaq ................................................................. 226
4) Ma’mar ............................................................................ 227
5) Thawus ............................................................................ 229
6) Thawus bin Kaisan .......................................................... 230
7) Ibnu ‘Abbas ..................................................................... 232
c. Kualitas Pribadi dan Kapasitas Intelektual Perawi ............... 232
1) Ishaq bin Ibrahim ............................................................ 232
2) Muhammad bin Rafi’ ...................................................... 233
3) ‘Abdul Razzaq ................................................................. 233
4) Ma’mar ............................................................................ 234
5) Ibnu Thawus .................................................................... 235
6) Thawus ............................................................................ 235
7) Ibnu ‘Abbas ..................................................................... 236
d. Meneliti Syadz dan ‘Illat pada Sanad Hadits ........................ 236
e. Penilaian terhadap Kualitas Sanad Hadits ............................. 236
BAB IV TELAAH MATAN HADITS TALAK TIGA SEKALIGUS
A. Kajian Matan ..................................................................................... 238
Page 21
xix
1. Hadits-hadits Talak Tiga Sekaligus Jatuh Tiga ........................... 238
a. Hadits Riwayat Al-Bukhari .................................................... 238
b. Hadits Riwayat Ibnu Majah .................................................. 240
c. Hadits Riwayat Al-Bukhari ................................................... 241
d. Hadits Riwayat Al-Nasa’i ..................................................... 242
e. Hadits Riwayat Al-Nasa’i ..................................................... 244
f. Hadits Riwayat Ibnu Majah .................................................. 247
g. Hadits Riwayat Al-Nasa’i ..................................................... 249
2. Hadits-hadits Talak Tiga Sekaligus Jatuh Satu ........................... 250
a. Hadits Riwayat Abu Daud .................................................... 250
b. Hadits Riwayat Muslim ........................................................ 251
B. Kandungan Hukum ........................................................................... 255
C. Kesimpulan Telaah Matan ................................................................ 256
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 257
1. Tentang kualitas sanad ................................................................ 259
a. Hadits Riwayat Al-Bukhari ................................................... 259
b. Hadits Riwayat Ibnu Majah .................................................. 259
c. Hadits Riwayat Al-Bukhari ................................................... 260
d. Hadits Riwayat Al-Nasa’i ..................................................... 261
e. Hadits Riwayat Al-Nasa’i ..................................................... 261
f. Hadits Riwayat Ibnu Majah .................................................. 262
g. Hadits Riwayat Al-Nasa’i ..................................................... 263
Page 22
xx
h. Hadits Riwayat Abu Daud .................................................... 263
i. Hadits Riwayat Muslim ........................................................ 265
2. Istibath Hukmi talak tiga sekaligus ............................................. 265
a. Talak tiga sekaligus jatuh tiga ............................................... 265
b. Talak tiga sekaligus jatuh satu .............................................. 266
3. Derajat hadits-hadits talak tiga sekaligus .................................... 266
a. Hadits-hadits talak tiga sekaligus jatuh tiga .......................... 266
b. Hadits-hadits talak tiga sekaligus jatuh satu ......................... 266
B. Rekomendasi ..................................................................................... 267
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 269
Page 23
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Telah diketahui bersama bahwa al-Qur’an dan al-Hadits merupakan
dua sumber tasyri’ utama dalam Islam, dengan urutan al-Qur’an sebagai
sumber tasyri’ yang pertama, dan al-Hadits sebagai sumber tasyri’ yang kedua.
Keduanya merupakan pegangan yang siapapun berpegang teguh kepada
keduanya tidak akan tersesat selamanya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
(الله وسنة نبي ه )رواه مالك تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh
kepada keduanya, maka kalian tidak akan tersesat selamanya, yaitu kitabullah
dan Sunnah nabi-Nya.” (HR. Malik)
Walaupun keduanya merupakan sumber tasyri’ yang utama, namun
tingkat autentik keduanya berbeda satu sama lain. Al-Qur’an lebih terjaga
keasliannya dibanding al-Hadits. Karena al-Qur’an telah ditulis pada masa
Nabi Muhammad SAW masih hidup dan beliau sendiri yang
memerintahkannya. Beliau secara langsung mengawasi dan membimbing para
sahabat dalam penulisan al-Qur’an, dan para sahabatpun selalu
mengkonfirmasikan secara langsung akan keaslian dan kebenaran wahyu Allah
SWT kepada beliau sebagai penerima wahyu Allah SWT melalui perantara
Malaikat Jibril AS. Dan berkaitan dengan keterjagaan al-Qur’an ini, Allah
SWT sendiri telah menegaskankannya dalam Surat al-Hijr: 9.
Page 24
2
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya.”
Sedangkan al-Hadits, penulisannya sempat dilarang oleh Rasulullah
SAW pada masa permulaan Islam, walaupun tidak secara mutlak, bahkan
beliau memerintahkan para sahabat agar menghapus catatan-catatan mereka
yang telah terlanjur dicatat selain al-Qur’an, agar al-Qur’an tetap terjaga
keasliannya, tidak tercampur dengan apapun. Dan penulisan serta
pengkodifikasiannya baru mendapat perhatian yang serius sekitar akhir abad
pertama setelah melihat situasi dan kondisi yang memaksa agar tidak
musnahnya al-Hadits bersama wafatnya para sahabat dan juga semakin luasnya
kekuasaan Islam dan tersebarnya para sahabat yang mengakibatkan tidak
bisanya para sahabat untuk berkumpul dan berdiskusi ketika menjumpai suatu
masalah hukum.
Jauhnya jarak antara masa Rasulullah SAWdan masa penulisan hadits
secara lengkap dan resmi ini telah memberi peluang munculnya para pemalsu
hadits dengan berbagai macam latar belakang dan kepentingan, sehingga
muncullah hadits maudhu’ yang bisa mengancam keberadaan hadits sebagai
sumber tasyri’. Hal ini menjadi sebuah keprihatinan yang sangat serius bagi
para ulama pada masa itu, yang kemudian membangkitkan semangat mereka
untuk menjaga kelestarian dan kemurnian hadits, terhindar dari hadits-hadits
maudhu’, dengan membuat dasar epistemologi hadits yang diprakarsai oleh
Imam al-Syafi’i sebagai Nashir al-Sunnah pada akhir abad kedua hijriyah,
Page 25
3
yang terhimpun dalam karya-karya beliau, antara lain: al-Risalah, al-Umm,
Mukhtalif al-Hadits, Musnad al-Syafi’i.
Baru pada awal abad ketiga Hijriyah, proses pen-tashhih-an hadits
marak dilakukan oleh para ulama yang berkompeten, utamanya al-Bukhari.
Pada masa al-Bukhari inilah dikenal istilah hadits marfu’, mauquf, mursal dan
sebagainya, hingga sampai pada masa al-Tirmidzi dikenal istilah hadits Shahih,
Hasan, dan Dha’if. (Mukhtar Yahya, 1979:33)
Diantara hadits-hadits yang masih kontoversi hingga saat ini adalah
hadits-hadits tentang talak tiga sekaligus, yang menimbulkan perbedaan
dikalangan ulama dalam menghasilkan produk hukum talak tiga sekaligus,
yang mengakibatkan kebingungan kalangan masyarakat awam.
Bagaimana tidak, walaupun madzahib al-arba’ah yang merupakan
kesepakatan jumhur ulama, berdasarkan sejumlah hadits, menfatwakan bahwa
talak tiga sekaligus jatuh tiga, Ibnu Taimiyah dan kawan-kawannya justru
menfatwakan bahwa talak tiga sekaligus jatuh satu, dan fatwa itupun
didasarkan pada hadits. Hal inilah yang melatar belakangi penulis tertarik
untuk melakukan sebuah penelitian takhrij atas hadits-hadits tentang talak tiga
sekaligus, yaitu meniliti sanad dan matan hadits-hadits tersebut, sehingga dapat
diketahui kualitas dan keabsahannya. Penulis dalam hal ini mengangkat judul
Talak Tiga Sekaligus: Kajian Takhrij atas Hadits Talak Tiga Sekaligus Dalam
Kutub Al-Sittah Dalam Perspektif Yuridis.
B. Rumusan Masalah
Page 26
4
Dari paparan latar belakang di atas, selanjutnya dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah kualitas sanad hadits-hadits tentang talak tiga sekaligus?
2. Bagaimanakah pemaknaan terhadap matan hadits-hadits tentang talak tiga
sekaligus?
3. Bagaimanakah derajat hadits-hadits tentang talak tiga sekaligus?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian hadits tentang talak tiga sekaligus
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kualitas sanad hadits-hadits tentang talak tiga sekaligus.
2. Mengetahui pemaknaan terhadap matan hadits-hadits tentang talak tiga
sekaligus.
3. Mengetahui derajat hadits-hadits tentang talak tiga sekaligus.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan atau manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Penambahan ilmu pengetahuan tentang studi sanad hadits.
2. Penambahan pemahaman kepada masyarakat muslim mengenai hukum
talak tiga sekaligus dan keabsahan dasar hukumnya.
3. Memperkaya khazanah keilmuan, khususnya dibidang Perdata Islam.
E. Penelitian Terdahulu
Page 27
5
Mengenai penelitian terdahulu yang berkaitan tentang talak, penulis
mengutip dari jurnal yang ditulis Ika Lestari sebagai berikut.
Berdasarkan dalil-dalil Q.S al-Baqarah ayat 229 dan 231, apabila laki-
laki (suami) mentalak isterinya pada bilangan talak satu atas dua talak yang
sudah dicampurinya dan tanpa ada imbalan harta terhadap suami yang
mentalak (bukan talak khulu‟), maka suami yang mentalak tersebut boleh
merujuk isterinya selama sang isteri masih berada dalam masa iddah. Allah
membatasi bolehnya rujuk hanya pada talak satu dan dua. Adapun pada talak
tiga, maka tidak ada rujuk lagi sampai mantan isteri yang telah dicerai itu
dinikahi oleh orang lain. Namun, masyarakat di Desa Medelan, khususnya
pelaku rujuk dari talak ba‟in kubra, melakukan rujuk tanpa adanya seorang
muhallil.
Praktik seperti itu, menurut Jumhur ulama tidak sah. Hal ini sesuai
dengan kisah Rifa‟ah dalam al-Hadits yang diriwayatkan Sayyidah Aisyah ra.:
“Aisyah ra. berkata : “Suatu ketika isteri Rifa'ah al-Qurozhiy datang kepada
Nabi Saw. Ia berkata:”Aku adalah isteri Rifa'ah, kemudian ia menceraikanku
dengan talak tiga atau ba‟in kubra. Setelah itu aku menikah dengan
„Abdurrahman bin az-Zubair al-Qurozhiy. Akan tetapi sesuatu yang ada
padanya seperti hudbatuts-tsaub (ujung kain)”.8 ”Abdurrahman menyangkal:
“Dia bohong ya Rasulallah, demi Allah saya menidurinya seperti menggosok
kulit yang dimasak. Rasulullah Saw. tersenyum mendengarnya lantas beliau
bersabda: "Apakah kamu ingin kembali lagi kepada Rifa‟ah? tidak boleh,
Page 28
6
kecuali kamu telah mencicipi/merasakan madunya (Abdurrahman) dan ia pun
telah mencicipi/merasakan madumu.”
Kasus ini menurut Jumhur ulama fiqih Amshar dalam kitab Bidayatul
Mujtahid yang ditaklif oleh Ibnu Rusyd tidak boleh dilakukan dan hukumnya
adalah haram hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Baqarah ayat
229.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah library research atau penelitian pustaka.
Dalam hal ini penulis melakukan penelitian dengan membaca, mencermati
dan menelaah kitab –kitab hadits, khususnya Kutub Al-Sittah, kitab-kitab
fiqih, buku-buku dan berbagai media yang ada kaitannya dengan masalah
talak tiga sekaligus.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini ada dua, yaitu:
a. Sumber data primer, yaitu kitab-kitab hadits, yang dalam hal ini
penulis hanya menggunakan 6 (enam) kitab hadits yang dikenal
dengan Kutub Al-Sittah yang memuat hadits-hadits tentang talak tiga
sekaligus.
b. Sumber data sekunder, yaitu literatur-literatur pustaka yang ada
hubungannya dengan data primer, dan dapat membantu menganalisa
Page 29
7
dan memahami data primer tersebut. Dalam hal ini, yang menjadi
sumber data sekunder adalah kitab-kitab fiqih, buku-buku dan kajian-
kajian diberbagai media yang membahas talak tiga sekaligus.
3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini:
a. Data primer, dikumpulkan dari Kutub Al-Sittah yang mencantumkan
hadits-hadits talak tiga sekaligus.
b. Data sekunder, dikumpulkan dari literatur-literatur pustaka yang ada
hubungannya dengan data primer, dan dapat membantu menganalisa
dan memahami data primer tersebut. Dalam hal ini, yang menjadi
sumber data sekunder adalah kitab-kitab, buku-buku dan kajian-
kajian diberbagai media yang membahas talak tiga sekaligus.
4. Analisis Data
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas masing-masing
hadits talak tiga sekaligus yang dijadikan landasan tasyri’ oleh sebagian
ahli fatwa untuk menfatwakan bahwa talak tiga sekaligus merupakan talak
ba’in, dan juga sebagian ahli fatwa untuk menfatwakan bahwa hal itu
merupakan talak raj’i, melalui penelitian kualitas perawi dan telaah matan-
nya. Oleh karena itu, penulis berusaha menelaah sanad-sanadnya dari
berbagai jalur periwayatan yang ada.
Page 30
8
Oleh karena penelitian ini merupakan penelitian dengan spesifikasi
data kepustakaan tentang hadits, maka penulis menggunakan metode
analisa takhrij hadits, yaitu dengan menelaah hadits-hadits terkait di dalam
Kutub Al-Sittah yang telah diakui oleh dunia Islam dengan kaidah-kaidah
yang telah ditetapkan oleh para ilmuwan hadits dalam ilmu hadits.
Sehingga dapat diketahui dengan jelas kualitas dan keabsahan atau
kevalidan hadits-hadits talak tiga sekaligus yang menjadi dasar tasyri’
menentukan talak ba’in atau raj’i talak tiga sekaligus tersebut.
5. Pendekatan
Sesuai dengan jenis penelitian ini, yaitu library research, penulis
menggunakan dua macam pendekatan dalam penelitian, yaitu:
a. Pendekatan normatif yuridis, yang dilakukan penulis dengan membaca
kitab-kitab hadits sebagai sumber kajian utama, kitab-kitab fiqih
sebagai sumber praktis yuridis, dan bahan pustaka lainnya yang
berkaitan dengan talak tiga sekaligus sebagai sumber pendukung.
b. Pendekatan historis, yang dilakukan penulis dengan mendiskripsikan
secara terpadu dari keadaan-keadaan para perawi hadits talak tiga
sekaligus dengan cara mengumpulkan dan mengakses biografi para
perawi hadits-hadits talak tiga sekaligus dari kitab Tahdzib Al-Tahdzib
yang ditulis Imam Ahmad Al-‘Asqalani, yang merupakan ringkasan
dari kitab Tahdzib Al-Kamal tulisan beliau juga, yang tentunya telah
diketahui dan diakui dalam dunia Islam.
Page 31
9
6. Langkah Penelitian
Langkah-langkah yang penulis lakukan dalam penelitian takhrij
hadits ini adalah sebagai berikut:
a. Menentukan tema yang akan dikaji, yaitu talak tiga sekaligus.
b. Mencari hadits tentang talak tiga sekaligus dalam Ensiklopedi Hadits
Mu’jam Mufahrus Li Alfadh al-Hadits an-Nabawi karya A.J. Wensink
dan diterjemahkan oleh Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi ke dalam
Bahasa Arab.
c. Mengumpulkan seluruh hadits tentang talak tiga sekaligus dari Kutub
Al-Sittah.
d. Membuat bagan sanad hadits untuk mempermudah dalam memahami
paparan data.
e. Meneliti kualitas setiap perawi dari seluruh jalur periwayatan
sebagaimana yang tercantum dalam kitab-kitab al-Jarh wa al-Ta’dil.
f. Menelaah matan hadits dari seluruh jalur periwayatan dengan
pendekatan yuridis.
g. Dan yang terakhir memberikan kesimpulan hasil takhrij dan telaah
matan.
G. Penegasan Istilah
1. Takhrij hadits
“Kata takhrij menurut bahasa ada beberapa arti, mengeluarkan (istinbat),
melatih/meneliti (tadrib), menghadapkan (taujih).” (Zuhri,1997:149).
Page 32
10
Dengan demikian takhrij hadits adalah menjelaskan tentang hadits kepada
orang lain tentang periwayat dalam sanad hadits tersebut.
2. Sanad
“Secara bahasa, sanad berarti sandaran, yang dapat dipercaya, atau kaki
bukit. Adapun menurut istilah ilmu hadits, sanad berarti yang
menghubungkan matan atau teks hadits kepada Nabi saw. Jadi, sanad
adalah rangkaian rawi yang mengantarkan matan hingga kepada Nabi saw.”
(Tihami, 2008: 24)
3. Matan
“Secara bahasa, matan (al-matn) berarti punggung jalan, tanah yang keras
dan tinggi. Menurut istilah ulama hadits, matan berarti teks hadits yang
mengandung makna dan terletak di pnghujung sanad.” (Syukur, 2003: 30)
4. Rawi
“Dalam istilah ilmu hadits, rawi berarti orang yang menyampaikan atau
memindahkan suatu hadits kepada orang lain yang menjadi rangkaian
berikutnya pada suatu hadits.” (Tihami, 2008:26)
5. Hadits Shahih
“Menurut Ibnu Shalah, hadits shahih adalah:
حيح فهو الحديث المسند ، الذي يتصل إسناده بنقل العدل االحديث الص أم
ابط عن ابط إلى منتهاه ، ولا يكون شاذا ، ولا معل ل الض العدل الض
Artinya: Hadits shahih adalah hadits musnad (hadits yang mempunyai
sanad) yang bersambung sanadnya, dan dinukil oleh seorang yang adil dan
Page 33
11
dhabith dari orang yang adil dan dhabith hingga akhir sanadnya, tanpa ada
kejanggalan yang cacat.” (Syukur, 2003:39-40)
6. Talak tiga
Siradjuddin Abbas (2005:268) menyatakan bahwa talak tiga adalah talak
yang mana suami istri tidak boleh lagi kembali dengan rujuk, baik dalam
masa iddah atau sesudah masa iddah, kecuali kalau istri sudah kawin lagi
dengan pria lain, dan cerai lagi.
H. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini mengacu kepada buku
pedoman penulisan skripsi dan tugas akhir yang telah ditetapkan oleh Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga tahun 2008. Sistematika yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
Bab I pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan
istilah dan sistematika penulisan.
Bab II kajian pustaka yang memaparkan uraian tentang studi takhrij
hadits yang meliputi studi sanad, studi matan, dan pembahasan tentang talak
tiga sekaligus dalam fiqih.
Bab III pelaksanaan takhrij hadits yang merupakan inti dari penelitian
hadits tentang talak tiga sekaligus. Bab ini berisi tentang rangkaian sanad,
kajian kualitas sanad, dan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan pada bab
ketiga ini.
Page 34
12
Bab IV telaah matan hadits, berisi kompilasi dan arti matan hadits,
kritik matan, kandungan hukum dan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan
bab keempat ini.
Bab V penutup, merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini.
Pada bab ini akan disimpulkan secara keseluruhan isi skripsi hasil penelitian
takhrij hadits tentang talak tiga sekaligus, serta rekomendasi dari penulis untuk
seluruh civitas dan akademika lembaga kampus IAIN Salatiga pada umumnya,
jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah (AS) pada khususnya.
Page 35
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
TAKHRIJ HADITS TALAK TIGA SEKALIGUS
A. Studi Takhrij
1. Definisi Takhrij
Banyak ahli hadits yang mendefinisikan kata takhrij. Dalam hal
ini penulis hanya mengutip beberapa saja, karena menurut penulis sudah
cukup mewakili definisi takhrij para ahli hadits.
“Kata takhrij secara bahasa dapat digunakan untuk beberapa arti,
mengeluarkan (istinbath), melatih/meneliti (tadrib), menghadapkan
(taujih)”. (Zuhri, 1997:149).
Sedangkan secara istilah menurut Al Thahhan (1983:18), “Takhrij
ialah petunjuk jalan ke tempat/letak hadits pada sumber-sumbernya yang
orisinal yang takhrijnya berikut sanadnya kemudian menjelaskan
martabatnya jika diperlukan”.
لالة على موضع الحديث فى مصادره الصلية التى أخرجته بسنده ثم الد
مرتبته عند الحاجة . بيان
Kemudian Al Thahhan (1983:19) menjelaskan, yang dimaksud
petunjuk tempat/letak hadits hadits ( لالة على موضع الحديث ialah (الد
menyebut sejumlah kitab yang didapati hadits itu didalamnya, seperti
perkataan kita contohnya: “hadits itu telah ditakhrij (dikeluarkan) oleh
Page 36
14
Bukhari dalam shahihnya” atau “ hadits ini telah ditakhrij oleh Thabrani
dalam Mu’jam-nya”, atau “ hadits ini telah ditakhrij oleh Thabrani dalam
Tafsirnya”, dan ungkapan-ungkapan lain yang sejenis.
Dan yang dimaksud sumber-sumber hadits yang orisinal ( مصادر
الصلية الحديث ), Al-Thahhan (1983: 20) menjelaskan sebagai berikut:
1. Kitab-kitab sunnah yang dihimpun penyusunnya setelah menerima
langsung dari guru-gurunya berikut sanad-sanadnya yang bersambung
sampai kepada Nabi. Seperti kitab-kitab hadits yang enam, Muwatha’
Malik, Musnad Ahmad, Mustasdrak Al-Hakim, Mushannaf Abdur
Razaq, dan lain sebagainya.
2. Kitab-kitab sunnah pengiring kitab-kitab tersebut pada alinea pertama,
seperti kitab yang terhimpun dalam sejumlah kitab terdahulu. Seperti
“Al-Jam’u Baina Ash-Shahihain” karangan Al-Humaidi, atau kitab
yang menghimpun Al-Athraf (hadits-hadits yang disebut awal
matannya saja) semacam kitab “Tuhfatul Asyraf Bima’rifatil Athrof”
karangan Al-Mizzy. Atau kitab ringkasan dari sejumlah kitab sunnah,
seperti kitab”Tahdzib Sunan Abi Daud” karangan Al-Mundziri. Kitab
terakhir ini meskipun Al-Mundziri membuang sanad-sanadnya tetapi
secara hukum tetap ada. Karena orang yang ingin mencari sanad dapat
merujuk ke Sunan Abi Daud.
3. Kitab-kitab yang berhubungan dengan disiplin ilmu-ilmu lain, seperti
tafsir, fiqih dan sejarah – yang diperkuat oleh hadits-hadits. Dengan
syarat, penyusunnya meriwayatkannya dengan sanad-sanadnya secara
Page 37
15
independen. Artinya ia tidak mengambilnya dari kitab-kitab lain
sebelumnya. Di antara kitab ini adalah “Tafsir At-Thabari” dan
sejarahnya, dan kitab “Al-Umm” karangan Imam Syafi’i.
Kitab-kitab ini tidak dikhususkan penyusunnya untuk menghimpun
teks-teks sunnah. Mereka hanya menyusunnya berkaitan dengan
disiplin ilmu-ilmu lain; tetapi mereka memperkuatnya dengan teks-teks
hadits yang relevan; baik itu dalam menafsirkan ayat-ayat,
menjelaskan hokum-hukum ataupun yang lainnya. Ketika itu mereka
memperkuat denga hadits-hadits yang mereka riwayatkan dari guru-
guru mereka berikut sanad-sanadnya yang bersambung sampai kepada
Nabi. Mereka tidak mengambilnya dari kitab-kitab lain yang sudah
lebih dulu. Inilah yang dimaksud sumber-sumber hadits yang orisinal.
Adapun mengacu pada kitab-kitab yang menghimpun sebagian
hadits bukan dengan menerima langsung dari guru-guru, tetapi dari kitab-
kitab yang sudah ada; maka megacu kepadanya tidak disebut takhrij
menurut terminologis disiplin ilmu takhrij.
Diantara kitab-kitab sunnah yang tidak dianggap sumber orisinal
(asli) menurut Al-Thahhan (1983:21) adalah kitab yang menghimpuan
hadits-hadits hukum. Seperti “Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam”
karangan Ibnu Hajar. Begitu juga kitab yang menghimpun hadits yang
berdasar urutan alfabetis seperti “Al-Jami’ Al-Shaghir” karangan Suyuthi,
kemudian sejumlah kitab lain yang menghimpun hadits-hadits dari kitab-
kitab sunnah terdahulu, apapun bentuknya. Seperti “Al-Arba’in Al-
Page 38
16
Nawawiyah”, “Riyadh Al- Shalihin” keduanya karangan Imam Nawawi;
dan masih banyak lagi kitab-kitab lainnya. Tetapi kitab-kitab ini tidak
dianggap petunjuk sumber asli hadits.
Dan yang dimaksud menjelaskan martabat hadits ketika
dibutuhkan ( مرتبته عند الحاجة بيان ) adalah menjelaskan tingkatan suatu
hadits; shahih, dha’if, dan lain sebagainya jika diperlukan. Karena itu,
menjelaskan martabat tersebut bukan hal pokok dalam takhrij, hanya
sebagai pelengkap, dan dibutuhkan ketika diperlukan.
2. Sekilas Sejarah Takhrij
Menurut Al Thahhan (1983:22), dulu ulama dan peminat hadits
belum memerlukan pengetahuan hadits, kaidah dan asal-usul yang kini
disebut “asal-usul takhrij”; sebab telaah mereka terhadap sumber-sumber
sunnah sangat luas. Kontak mereka dengan sumber-sumber asli hadits
sangat kuat. Ketika mereka memerlukan kesaksian (penguatan) suatu hadits
segera mungkin mereka ingat letaknya pada kitab-kitab sunnah, bahkan
mereka hafal jilidnya. Karena itu mudah bagi mereka memanfaatkan dan
merujuk kepadanya untuk mentakhrij hadits. Hal ini berlangsung beberapa
abad sampai terbatasnya waktu bagi banyak ulama dan peminat hadits
untuk menelaah kitab-kitab sunnah dan sumber-sumbernya yang asli;
ketika itulah mereka mengalami kesulitan mengetahui letak hadits yang
dijadikan penguat oleh para penyusun kitab ilmu-ilmu syar’I dan ilmu-
ilmu lainnya, seperti fiqih, tafsir dan sejarah. Lalu sebagian ulama (hadits)
Page 39
17
bangkit dan saling bahu-membahu. Mereka mentakhrij hadits-hadits yang
ada pada sebagian kitab bukan hadits dan mengacu hadits-hadits tersebut ke
sumbernya dari kitab-kitab sunnah yang asli dan mereka menyebut metode-
metodenya. Mereka mengatakan, sebagian kitab tersebut atau seluruhnya
shahih dan dha’if berdasar ketentuan yang berlaku. Lalu mucullah apa yang
disebut “kitab-kitab takhrij”.
Masih menurut Al Thahhan (1983:22), kitab pertama jenis ini
adalah kitab-kitab yang hadits-haditsnya ditakhrij oleh Khatib Al-Baghdadi
(-463 H). yang paling terkenal adalah “Takhrij Al-Fawaid Al-Muntakhabah
Al-Shihah wa Al-Gharaib” karangan Syarif Abi Qasim al-Maharwany.
Keduanya masih berbentuk manuskrip. Kitab “Takhrij Ahaadits Al-
Muhadzdzab” karangan Muhammad bin Musa Al-Hazimy Asy-Syafi’i,
wafat 584 H, dan kitab al-Muhadzdzab merupakan kitab fiqih Syafi’i
karangan Abu Ishaq Asy-Syairazi. Setelah itu kitab-kitab takhrij
bermunculan dan menyebar hingga mencapai puluhan kitab. Dengan
demikian ulama hadits telah melakukan usaha besar terhadap kitab-kitab
hadits yang mereka takhrij.
3. Urgensi, manfaat dan Orientasi Takhrij
Tidak diragukan lagi bahwa mengetahui disiplin ilmu takhrij
sangat penting bagi orang yang menggeluti ilmu-ilmu syar’i, mempelajari
kaidah-kaidahnya dan metodenya, agar ia mengetahui bagaimana sampai
kepada hadits tersebut pada sumber-sumbernya yang orisinal.
Page 40
18
Manfaat takhrij sangat besar, terutama bagi mereka yang
berkecimpung dalam hadits dan ilmu-ilmu hadits. Sebab dengan
perantaraannya seseorang mendapat petunjuk kepada salah satu sumber
hadits pertama yang disususn oleh para tokoh/imam hadits.
Kebutuhan terhadap takhrij, supaya pencari ilmu dapat diperkuat
oleh suatu hadits atau ia meriwayatkannya setelah ia mengetahui ulama –
para penyusun yang meriwayatkan hadits dalam kitabnya sebagai musnad
(sandaran).
4. Proses Takhrij
a. Menelusuri, di Buku Mana Hadits yang Diteliti Berada
Sesuai dengan tujuan bahwa takhrij adalah mengetahui di mana
hadits itu dimuat, maka hadits itu dilihat didalam kitab kamus atau
ensiklopedi (Al-Mu’jam). Pekerjaan semacam ini sudah masuk dalam
kategori takhrij al-hadits.
b. Membuat Bagan Sanad Periwayat Hadits
Informasi kitab al-mu’jam kita tindaklanjuti dengan menelusuri
hadits sesuai dengan petunjuknya. Kalau al-mu’jam itu menunjuk dua
kitab, kita mencarinya di kedua kitab itu, begitu seterusnya. Kemudian
kita membuat bagan sanad hadits, sejak dari perawi terakhir sampai
dengan Nabi.
c. Memeriksa Persambungan Sanad dan Reputasi Para Periwayat
Page 41
19
Setelah bagan riwayat kita buat lengkap, kemudian kita
mengambil kitab Rijal Al-Hadits untuk memeriksa satu demi satu
periwayat yang terdapat di dalam bagan tersebut.
5. Metode-metode Takhrij dan Kitab-kitab Penunjangnya
Jika kita mendapatkan sebuah hadits dan ingin men-takhrij-nya,
mengetahui keberadaannya pada sumbernya yang asli, atau jika kita
diminta men-takhrij sebuah hadits, maka pertama kai yang kita lakukan –
sebelum mencarinya pada kitab-kitab adalah memperhatikan status hadits
yang kita jumpai atau hadits yang kita diminta men-takhrij-nya, dengan
jalan memperhatikan orang-yang meriwayatkannya – jika disebutkan dalam
hadits – atau memperhatikan judulnya, atau memperhatikan sifat spesifik
yang dikandung hadits tersebut pada sanadnya, atau pada matannya. Yang
demikian untuk memudahkan kita mendapatkan takhrij-nya.
Menurut Al Thahhan (1983:38-41), metode-metode takhrij tidak
lebih dari lima hal, yaitu:
a. Takhrij dengan jalan mengetahui sahabat perawi hadits.
Metode ini digunakan ketika nama sahabat tersebut disebut
pada sebuah hadits yang hendak ditakhrij. Jika nama sahabat tidak
disebut pada hadits dan tidak mungkin mengetahuinya, metode ini
tidak dapat digunakan. Jika nama sahabat disebut pada hadits, atau kita
mengetahuinya dengan jalan tertentu, lalu kita tetapkan langkah-
Page 42
20
langkah mentakhrijnya setelah mengetahui sahabat-perawinya. Untuk
hal ini kita memerlukan tiga macam kitab:
1) Al-Masanid (musnad-musnad)
Musnad ialah kitab-kitab hadits yang disusun para
pengarangnya bersandar pada nama-nama sahabat. Mereka
menghimpun hadits-hadits tiap sahabat secara kritis.
Musnad-musnad yang disusun para ahli hadits cukup
banyak, lebih dari seratus. Dalam “Ar-Risalah al-Mutatharrifah”
Al-Kattany menyebut 82 musnad. Kemudian beliau berkata:
كثيرة سوى ما ذكرناه و المسانيد
“Dan musnad-musnad itu banyak selain yang kami sebutkan”.
Para ahli hadits, musnad diklasifikasikan kitab yang
tersusun berdasarkan bab atau huruf, bukan berdasarkan sahabat.
Berikut nama-nama sebagian musnad:
a) Musnad Ahmad bin Hanbal (-241 H)
b) Musnad Abu Bakar Abdullah bin Zubair al-Humaidi(219 H)
c) Musnad Abu Daud Sulaiman bin Daud at-Thayalisy(-204 H)
d) Musnad Asad bin Musa al-Umawi (-212 H)
e) Musnad Musaddad bin Musarhad al-Asady al-Bashri (-228 H)
f) Musnad Nu’aim bin Hammad
g) Musnad Ubaidillah bin Musa al-Absy
h) Musnad Abu Khoitsamah Zuhair bin Harb
Page 43
21
i) Musnad Abu Ya’la Ahmad bin ali al-Matsna al-Mushili (-307
H)
j) Musnad ‘Abd Ibnu Humaid (-249)
2) Al-Ma’ajim (mu’jam-mu’jam)
Al-Ma’ajim bentuk jamak dari Al-Mu’jam. Menurut istilah
ahli hadits mu’jam ialah kitab yang padanya disusun hadits-hadits
berdasarkan musnad-musnad sahabat, guru-guru, negeri dan
seterusnya.
Biasanya, penyusunan nama-nama tersebut berdasarkan
huruf-huruf ensiklopedis.
Dari sejumlah kitab ensiklopedia (mu’jam) yang paling
terkenal adalah:
a) Al-Mu’jam Al-Kabir karangan Abu al-Qasim Sulaiman bin
Ahmad At-Thabarany (-360 H).
b) Al-Mu’jam Al-Ausath karangan Abu al-Qasim juga.
c) Al-Mu’jam Ash-Shaghir karangan Abu al-Qasim juga.
d) Mu’jam Ash-Shahabah karangan Ahmad bin Ali al-Hamadani
(-394 H)
e) Mu’jam Ash-Shahabah karangan Abu Ya’la Ahmad bin Ali al-
Mushili (-307)
Page 44
22
3) Kitab-kitab Al-Athraf
Kata al-Athraf bentuk jamak dari al-Tharf . Tharaf al-
hadits artinya bagian dari matan hadits yang menunjukkan kata-
kata berikutnya. Seperti hadits “ كم راع .dan lain sebagainya “ كل
Kitab al-Athraf merupakan salah satu rumpun (jenis) kitab
hadits dimana penyusunnya membatasi diri hanya menyebut
permulaan bunyi hadits yang mengindikasikan bunyi selanjutnya.
Ia menyebut sanad-sanadnya yang ada pada matan dimaksud;
adakalanya dikaitkan dengan kitab-kitab khusus. Sebagian
penyusun menyebut sanad-sanad matan tersebut secara lengkap,
sebagian lagi menyederhanakan menyebut guru penyusun saja.
Kitab al-Athraf banyak jumlahnya. Yang paling terkenal
adalah:
a) Athraf Ash-Shahihain (اطراف الصحيحين), karangan Abu Mas’ud
Ibrahim bin Muhammad Ad-Dimasyqy, wafat 401 H.
b) Athraf Ash-Shahihain (اطراف الصحيحين) karangan Abu
Muhammad Khalaf bin Muhammad al-Wasithy, wafat 401 H.
c) Al-Asyrof ‘Ala Ma’rifat al-Athraf (الشرف على معرفة الطراف)
atau Athraf As-Sunnah – yang empat karangan al-hafidz Abu
Qasim Ali bin Hasan yang terkenal dengan nama Ibnu Asaakir
Ad-Dimasyqy, wafat 571 H.
Page 45
23
d) Tuhfat al-Asyraf Bi Ma’rifat al-Athraf ( تحفة الشراف بمعرفة
atau Athraf al-Kutub as-Sittah karangan Abu al-Hajaj (الطراف
Yusuf Abdur Rahman al-Mizzy, wafat 742 H.
e) Ittihaf al-Maharah Bi Athraf al-‘Asyarah ( اتحاف المهرة بأطراف
karangan Ahmad bin Ali bin Hajar al-‘Asqalany, wafat (العشرة
852 H.
f) Athraf al-Masanid al-‘Asyarah (اطراف المسانيد العشرة) karangan
al-Abbas Ahmad bin Muhammad al-Bushairy, wafat 840 H.
g) Dzkhair al-Mawaarits Fi Ad-Dilalat ‘Ala Mawadhi’i al-Hadits
karangan Abdul Ghany (ذخائر المواريث فى الدلالة على مواضع الحديث)
Al-Nabulsy, wafat 1142 H.
b. Takhrij dengan jalan mengetahui lafadz pertama dari matan hadits.
Metode ini digunakan ketika kita akan memperkuat
pengetahuan akan kata-kata pertama matan hadits, karena tanpa hal ini
kita kehilangan banyak waktu.
Untuk menggunakan metode ini kita memerlukan tiga jenis
kitab penunjang, yaitu:
1) Kitab-kitab yang khusus memuat hadits-hadits yang terkenal dan
beredar luas dari mulut ke mulut.
Yang dimaksud dengan hadits-hadits yang popular dari
mulut ke mulut adalah pembicaraan yang banyak beredar di
masyarakat dan mereka saling mengutipnya yang dinisbatkan
kepada Nabi. Sebagian hadits ini shahih, dan sebagiannya lagi
Page 46
24
hasan. Tetapi yang terbanyak adalah dha’if, maudhu’ (palsu) atau
yang tidak mempunyai sumber sama sekali.
Tersebarnya hadits-hadits dha’if atau maudhu’
dikalangan awam umat Islam akan merusak agama mereka, karena
mereka yakin hal itu diriwayatkan dari Nabi mereka. Berikutnya
perbuatan mereka sesuai dengan tuntunan hadits palsu tersebut,
dan mereka mengira hadits-hadits selainnya tidak benar. Karena
itu, banyak ulama spesialis hadits pada abad-abad berikutnya
mengarang sejumlah kitab yang didalamnya mereka kumpulkan
hadits-hadits popular yang beredar dari mulut ke mulut pada masa
itu. Mereka menjelaskan mana yang shahih dan mana yang tidak
shahih. Mereka jelaskan orang yang meriwayatkannya dan kitab
yang men-takhrij-nya jika hadits-hadits itu mempunyai asal
(sumber). Hal demikian untuk mengingatkan banyak orang awam
umat Islam agar berhati-hati dalam mengamalkan hadits-hadits
dha’if atau hadits palsu, dan menjelaskan hal itu dusta atau tidak
bersumber jika kenyataannya – setelah diselidiki dengan cermat –
memang demikian.
Kata “popular” ()الشهرة dalam hal ini berbeda artinya
dengan kata “Masyhur” istilah hadits yang berarti suatu hadits
diriwayatkan dari tiga jalan atau lebih.
Adapun kitab-kitab yang memuat hadits-hadits yang
terkenal dari mulut ke mulut cukup banyak, yang popular adalah:
Page 47
25
a) At-Tadzkirah Fi al-Ahadits al-Musytahirah karangan
Badruddin Muhammad bin Abdullah Zarkasyi.
b) Ad-Durar al-Muntatsirah Fi al-Ahadits al-Musytahirah
karangan Jamaluddin Abdul Rahman Al-Suyuthi (-911 H).
c) Al-Lai al-Mantsurah Fi al-Ahadits al-Musytahirah karangan
Ibnu Hajar (852 H).
d) Al-Maqashid al-Hasanah Fi Bayani Katsirin Min al-Ahadits
al-Musytahirati ‘Ala al-Alsinah karangan Muhammad bin
Abdur Rahman as-Sakhawi (-902 H).
e) Tamyiz at-Thayyib Min al-Khabits Fi Ma Yaduru ‘Ala
Alsinati an-Nas Min al-Ahadits karangan Abdur Rahman bin
Ali bin Diba’ Asy-Syaibai (-944 H).
f) Al-Badr al-Munir Fi Gharib Ahadits al-Basyir a-Nadzir
karangan Abdul Wahab bin Ahmad Asy-Sya’rani (-973 H).
g) Tashil as-Sabil Ila Kasyf al-Iltibas ‘Amma Dar Min al-
Ahadits Baina an-Nas karangan Muhammad bin Ahmad al-
Khalili (1057 H)
h) Itqan Ma Yahsunu Min al-Ahadits ad-Dairi ‘Ala al-Alsun
karangan Najmuddin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali
(-985 H)
i) Kasyf al-Khafai Wa Muzil al-Ilbas ‘Amma Isytahara Min al-
Ahadits ‘Ala Alsinah al-Nas karangan Ismail bin Muhammad
al-‘Ajluiy (-1162 H).
Page 48
26
j) Asna al-Mathalib Fi Ahadits Mukhtalifah al-Maratib
karangan Muhammad bin Darwisy, terkenal dengan nama al-
Hut al-Bairuti (-1276 H).
2) Kitab-kitab yang memuat hadits-hadits yang tersusun berdasar
urutan huruf mu’jam (ensiklopedis).
Diantara kitab-kitab yang memuat hadits-hadits yang
tersusun berdasar urutan huruf mu’jam adalah kitab al-Jami’ ash-
Shaghir Min Hadits al-Basyir a-Nadzir, disusun oleh Jalaluddin
Abdur Rahman bin Abu Bakar as-Suyuthi (-911 H).
3) Kunci-kunci dan daftar isi yang disususn oleh para ulama untuk
kitab-kitab tertentu.
Sebagian ulama mutaakhirin sudah mengarang “kunci
atau daftar isi” untuk kitab-kitab tertentu. Mereka susun hadits-
hadits pada kitab-kitab tersebut berdasar huruf ensiklopedi. Hal
demikian untuk memudahkan para perujuk kitab-kitab tersebut,
dan menghemat waktu untuk menemukan hadits yang mereka
inginkan. Diantara sejumlah kitab kunci dan daftar isi adalah:
a) Miftah Ash-Shahihain karangan Muhammad Syarif bin
Mushthafa at-Tauqady, selesai disusun tahun 1312 H.
b) Miftah at-Tartib Li Ahadits Tarikh al-Khathib karangan
Sayid Ahmad bin Sayid Muhammad bin Sayid Shiddiq al-
Ghumary al-Maghribi.
Page 49
27
c) Al-Bughyah Fi Tartib Ahadits al-Hilyah karangan Sayid
Abdul Aziz bin Sayid Muhammad bin Sayid Shiddiq al-
Ghumary.
d) Fahras Litartib Ahadits Shahih Muslim al-Qauliyah karangan
Muhammad Fuad Abdul Baqi.
e) Miftah Li Ahadits Muwatha’ Malik karangan Muhammad
Fuad Abdul Baqi.
f) Fahras Litartib Ahadits Sunan Ibnu Majah karangan
Muhammad Fuad Abdul Baqi.
c. Takhrij dengan jalan mengetahui kata-kata yang jarang digunakan dari
suatu bagian matan hadits.
Dalam metode ini diperlukan kitab penunjang, yaitu kitab al-
Mu’jam al-Mufahras Li Alfadh al-Hadits an-Nabawi. Kitab ini
merupakan kamus daftar isi lafadz-lafadz hadits Nabi yang terdapat
pada Sembilan referensi dari sejumlah referensi terkenal kitab-kitab as-
Sunnah.
Kamus ini disusun oleh sejumlah orientalis dan didistribusikan
oleh salah seorang dari mereka bernama DR.A.J. Weinsck (-1939 M)
guru besar Bahasa Arab di Universitas Leiden. Dicetak oleh percetakan
Brill, Leiden, Belanda. Ikut terlibat mentakhrijnya adalah Muhammad
Fuad Abdul Baqi. Proyek besar ini dapat terealisir berkat bantuan dari
Komunitas Ilmiah Inggris, Denmark, Swedia, Belanda, Unesco, Alez
F.S, dan Pergerakan Belanda untuk pembahasan ilmu murni dan PBB
Page 50
28
bidang perkumpulan ilmiah. Kamus ini terdiri tujuh jilid. Yang
pertama dicetak pada tahun1936 M, dan jilid terakhir –jilid ke tujuh –
pada tahun 1969 M. proses pencetakannya memakan waktu 33 tahun.
d. Takhrij dengan jalan mengetahui topik hadits.
Metode ini digunakan oleh orang yang memiliki ketajaman
ilmu yang memungkinkannya menemukan topik hadits, atau
menentukan letakya jika hadits tersebut mempunyai lebih luas dan
banyak bergelut dan mengamati kitab-kitab hadits.
Dalam mentakhrij hadits dengan menggunakan metode ini
diperlukan kitab-kitab hadits penunjang yang tersusun berdasarkan
bab-bab dan topik-topik. Kitab jenis ini banyak sekali, dan
diklasifikasikan menjadi tiga bagian sebagai berikut:
a. Kitab-kitab yang bab dan topiknya mencakup semua bab agama.
Kitab ini beraneka ragam, yang paling terkenal adalah: Al-
Jawami’, al-Mustakhrajat wa al-Mustadrakat ‘Ala al-Jawami’,
al-Majami’, az-Zawaid, Miftah Kunuz as-Sunnah.
b. Kitab-kitab yang bab dan topiknya umumnya berkenaan dengan
hal ihwal agama. Kitab ini beberapa macam, yang paling terkenal
adalah: as-Sunan, al-Mushannafat, al-Muwaththa’at, al-
Mustakhrajat ‘Ala as-Sunan.
c. Kitab-kitab khusus yang menyangkut bab-bab agama atau salah
satu aspeknya. Jeis kitab-kitab ini banyak sekali, yang paling
terkenal ialah: al-Ajza’, at-Targhib wa at-Tarhib, az-Zuhdu wa al-
Page 51
29
Fadhail wa al-Akhlaq, al-Ahkam, Maudhu’at khashshah, Kutub
al-Funun al-Ukhra, Kutub at-Takhrij, asy-Syuruh al-Haditsiyah
wa at-Ta’liqat ‘alaiha.
e. Takhrij dengan jalan memperhatikan keadaan matan dan sanad hadits.
Maksud metode ini adalah memperhatikan hal ihwal hadits dan
sifat-sifatnya yang terdapat pada matan hadits itu atau sanadnya. Lalu
mencari makhroj (sumber takhrij) hadits itu dengan jalan mengetahui
keadaan itu atau sifat itu pada matan atau sanad.
1) Matan
Jika pada matan hadits terdapat gejala-gejala palsu,
adakalanya dari segi kerancuan lafadz, rusaknya arti, bertentangan
dengan nash al-Qur’an atau dari segi lainnya, maka cara yang
paling singkat untuk mengetahui makhrojnya adalah melihat kitab-
kitab al-Maudhu’at, akan ditemukan takhrijnya, komentar atasnya
dan pemalsunya sekaligus.
Kitab-kitab al-Maudhu’at ada yang tersusun berdasar
huruf dan ada yang berdasar bab-bab. Diantara yang tersusun
berdasar huruf ialah: al-Mashnu’ Fi Ma’rifat al-Hadits al-
Maudhu’, yang disebut al-Maudhu’at ash-Shughra karangan
Syekh Ali al-Qadri al-Harawi (-1014 H). dan diantara kitab yang
tersusun berdasar bab ialah kitab Tanzih asy-Syari’at al-Marfu’ah
‘An Ahadits asy-Syani’ah al-Maudhu’ah karangan Abu Hasan Ali
bin Muhammad bin Iroq al-Kinay (-963 H)
Page 52
30
Jika hadits itu hadits qudsy, maka sumber tercepat untuk
mencarinya adalah kitab-kitab yang khusus menghimpun hadits-
hadits qudsy. Kitab-kitab ini terkadang menyebut hadits dan
menyebut pentakhrijnya. Antara lain sebagai berikut: Misykat al-
Anwar Fi Ma Ruwiya ‘An Allah SWT Min al-Akhbar karangan
Muhyiddin Muhammad bin Ali bin ‘Arabi al-Hatimy al-Andalusy
(-638 H), al-Ittihaf as-Saniyah Bi al-Ahadits al-Qudsiyah
karangan Syekh Abdur Ra’uf al-Manawi (-1031 H).
2) Sanad
Jika pada sanad terdapat salah satu isyarat sanad, seperti:
a) Terdapat ayah yang meriwayatkan hadits dari putranya, maka
sumber tercepat untuk mentakhrijnya adalah kitab-kitab yang
khusus menghimpun hadits-hadits yang diriwayatkan bapak
dari anak-anaknya, seperti kitab Riwayat al-Aaba ‘An al-
Abnaa’ karangan Abu Bakr Ahmad bin Ali al-Khathib al-
Baghdadi (-463 H).
b) Jika isnad itu berangkai, diperlukan kitab-kitab yabg
menghimpun hadits-hadits yang berangkai, seperti kitab al-
Musalsalat al-Kubra karangan as-Suyuthi, kitab al-Manahil
as-Silsilah karangan Muhammad bin Abdul Baqi al-Ayyubi
(-1364 H).
c) Jika sanad itu mursal, maka diperlukan kitab-kitab al-
Marosil, seperti kitab al-Marasil karangan Abu Daud as-
Page 53
31
Sajistany, kitab al-Marasil karangan Ibnu Abi Hatim Abdur
Rahman bin Muhammad al-Handhaly al-Razy (-327 H). atau
terdapat perawi yang dha’if pada sanad, dapat dicari pada
kitab ad-Dhu’afa wa al-Mutakallamu Fihim, seperti kitab
Mizan al-I’tidal karangan Dzahabi.
3) Matan dan Sanad sekaligus
Ada sifat dan hal ihwal yang terjadi terkadang pada
matan, terkadang pada sanad. Yang demikian seperti ‘illat dan
ibham. Jika dijumpai hadits seperti ini hendaknya dicari pada
kitab-kitab yang dikhususkan para ulama untuk membicarakan
masalah ini. Diantara kitab-kitab jenis ini adalah:
1) ‘Ilal al-Hadits karangan Ibnu Abi Hatim al-Razy.
2) Al-Asmaa’ al-Mubhamah Fi al-Anbaa’ al-Muhkamah
karangan Khathib al-Baghdadi.
3) Al-Mustafad Min Mubhamat al-Matn Wa al-Isnad karangan
Abu Za’rah Ahmad bin Abdur Rahim al-‘Iraqi (-862 H).
B. Kritik Sanad Hadits
Yang dimaksud kritik sanad hadits (دراسة السانيد) menurut Al-Thahhan
adalah mempelajari rangkaian tokoh-tokoh isnad dengan merujuk pada
biografi masing-masing, mengetahui yang kuat dan yang dha’if diantara
mereka secara detail, menemukan ketersambungan atau keterputusan diantara
Page 54
32
tokoh-tokoh rangkaian isnad dengan cara mengetahui kelahiran dan wafat para
rawi, mengetahui tadlis sebagian rawi, terutama yang ber ‘an’an.
Menurut Sumbulah (2008:31), “kritik sanad merupakan upaya
meneliti kredibilitas seluruh jajaran perawi hadits dalam suatu jalur sanad,
yang meliputi aspek kebersambungan (muttashil), kualitas pribadi dan
kapasitas intelektual perawi, serta aspek syadz dan ‘illat-nya.
1. Definisi Sanad
Kata “sanad” menurut bahasa adalah “sandaran”, atau sesuatu
yang kita jadikan sandaran. Dikatakan demikian, karena hadits bersandar
kepadanya. (Suparta, 2010:45)
Menurut istilah, sanad ialah rangkaian tokoh-tokoh hadits yang
menghubungkan ke matan ( الرجال الموصلة للمتنسلسلة ). (Al-Thahhan, 1983:25)
2. Nilai Sanad dan Urgensinya
Isnad merupakan keistimewaan bagi umat Muhammad SAW.
Umat-umat sebelumnya tidak mempunyai isnad. Karena itu, kitab-kitab
samawi mereka telah hilang dan sudah diputarbalikkan, berita benar nabi-
nabi mereka sudah hilang diganti dengan dusta dan berita-berita fiktif dari
tangan-tangan jahil yang sengaja menjual ayat-ayat Allah dengan harga
yang murah.
Perhatian terhadap isnad dalam menukil kabar merupakan salah
satu sunnah muakkadah umat Islam, karena itu wajib bagi seorang muslim
Page 55
33
berpegang padanya dalam menukil hadits dan kabar. Ibnu al-Mubarak
mengatakan: “Isnad adalah bagian dari agama, kalaulah tidak ada isnad,
niscaya semua orang akan berbicara seenaknya”. Ats-Tsaury mengatakan:
“Isnad merupakan senjata orang mukmin”.
Jelaslah nilai dan urgensi isnad bagi orang yang ingin mengetahui
tokoh-tokoh isnad, dengan jalan membahas keadaan mereka pada kitab-
kitab biografi para rawi. Sebagaimana tampak urgensinya untuk
mengetahui isnad yang bersambung dan yang terputus. Jika tidak ada isnad,
hadits yang shohih dan yang dha’if batasannya kabur dan masuklah untuk
menggunakan kesempatan ini dalam berdusta dengan membuat yang tidak-
tidak setiap para mubtadi’ (orang yang suka mengada-ada), mubthil (orang
yang suka membuat kebatilan), dan jadilah perkaranya seperti yang
diungkapkan oleh Ibnu al-Mubarak di atas.
3. Keshahihan Sanad
Untuk kepentingan penelitian hadits, ulama telah menciptakan
berbagai kaidah dan ilmu hadits. Dengan kaidah dan ilmu hadits itu, ulama
mengadakan pembagian kualitas hadits. Diantara kaidah yang telah
diciptakan oleh ulama adalah keshahihan sanad hadits, yakni segala syarat
atau kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu sanad hadits yang berkualitas
shahih. Segala syarat atau kriteria keshahihan sanad hadits tersebut, ada
yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus yang melingkupi seluruh
bagian sanad.
Page 56
34
a. Unsur-Unsur Kaidah Keshahihan Sanad Hadits
Menurut Ismail (1995:120), ulama hadits dari kalangan al-
mutaqaddimun, yakni ulama hadits sampai abad III H, belum
memberikan pegertian (definisi) yang eksplisist (sharih) tentang hadits
shahih. Mereka pada umumnya hanya memberikan penjelasan tentang
penerimaan berita yang dapat dipegangi. Pernyataan-pernyataan
mereka, misalnya berbunyi:
1) Tidak boleh diterima suatu riwayat hadits, terkecuali yang berasal
dari orang-orang yang siqat.
2) Hendaklah orang yang memberikan riwayat hadits itu diperhatikan
ibadah shalatnya, perilakunya dan keadaan dirinya; apabila
shalatnya, perilakunya dan keadaan orang itu tidak baik, agar tidak
diterima riwayat haditsnya;
3) Tidak boleh diterima riwayat hadits dari orang yang tidak dikenal
memiliki pengetahuan hadits;
4) Tidak boleh diterima riwayat hadits dari orang-orang yang suka
berdusta, mengikuti hawa nafsunya dan tidak mengerti hadits yang
diriwayatkannya;
5) Tidak boleh diterima riwayat hadits dari orang yang ditolak
kesaksiannya.
Pernyataan-pernyataan tersebut tertuju kepada kualitas dan
kapasitas periwayat, baik yang boleh diterima maupun yang harus
ditolak riwayatnya.
Page 57
35
Ismail (1995:121) melanjutkan, Imam asy-Syafi’i telah
mengemukakan penjelasan yang lebih kongkret dan terurai tentang
riwayat hadits yang dapat dijadikan hujah. Ia mengatakan, khabar al-
khashshah (hadits ahad) tidak dapat dijadikan hujah, kecuali apabila
hadits itu:
1) Diriwayatkan oleh para periwayat yang:
a) Dapat dipercaya pengamalan agamanya;
b) Dikenal sebagai orang yang jujur dalam menyampaikan berita;
c) Memahami dengan baik hadits yang diriwayatkan;
d) Mengetahui perubahan makna hadits bila terjadi perubahan
lafalnya;
e) Mampu menyampaikan riwayat hadits secara lafal, tegasnya,
tidak meriwayatkan hadits secara makna;
f) Terpelihara hafalannya, bila ia meriwayatkan secara hafalan,
dan terpelihara catatannya, bila ia meriwayatkan melalui
kitabnya;
g) Apabila hadits yang diriwayatkannya diriwayatkan juga oleh
orang lain, maka bunyi hadits itu tidak berbeda;
h) Terlepas dari perbuatan menyembunyikan cacat (tadlis).
2) Rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi, atau dapat
juga tidak sampai kepada Nabi.
Kriteria yang dikemukakan oleh asy-Syafi’i tersebut sangat
menekankan pada sanad dan cara periwayatan hadits.
Page 58
36
Menurut Ahmad Muhammad Syakir, kriteria yang
dikemukakan oleh asy-Syafi’i telah mecakup seluruh aspek yang
berkenaan dengan keshahihan hadits. Kata Syakir, asy-Syafi’i-lah
ulama yang mula-mula menerangkan secara jelas kaidah keshahihan
hadits.
Ismail (1995:126-127) menyatakan, “unsur-unsur kaidah
umum keshahihan sanad hadits ialah:
1) Sanad bersambung;
2) Seluruh periwayat dalam sanad bersifat adil;
3) Seluruh periwayat dalam sanad bersifat dhabith;
4) Sanad hadits itu terhindar dari syudzudz; dan
5) Sanad hadits itu terhindar dari ‘illat
Sedangkan unsur-unsur kaidah khususnya sebagai berikut:
1) Untuk sanad bersambung:
a) Muttashil (maushul);
b) Marfu’;
c) Mahfuzh;
d) Bukan Mu’all (bukan hadits yang ber-‘illat).
2) Untuk periwayat bersifat adil:
a) Beragama Islam;
b) Mukallaf;
c) Melaksanakan ketentuan agama;
d) Memelihara Muru’ah.
Page 59
37
3) Untuk periwayat bersifat dhabith dan atau tamm al-dhabth:
a) Hafal dengan baik hadits yang diriwayatkannya;
b) Mampu dengan baik menyampaikan hadits yang dihafalnya
kepada orang lain;
c) Terhindar dari syudzudz;
d) Terhindar dari ‘illat.
b. Macam-Macam Hadits Yang Tidak Memenuhi Unsur-Unsur
Kaidah Keshahihan Sanad Hadits
Kaidah keshahihan hadits yang telah disampaikan oleh M.
Syuhudi Ismail di atas merupakan acuan utama untuk penelitian
kualitas sanad hadits. Hadits yang memenuhi semua unsur dari kaidah
itu disebut sebagai hadits shahih sanadnya. Sedangkan yang tidak
memenuhi sebagian atau seluruh unsur dari kaidah, hadits itu tidak
termasuk berkualitas shahih sanadnya. Sanad hadits yang tidak shahih,
diantanya ada yang disebut sebagai hadits hasan dan ada yang disebut
sebagai hadits dha’if.
Hadits yang sanadnya hasan, menurut mayoritas ulama hadits,
ialah hadits yang sanadnya bersambung, para periwayatnya bersifat
adil, tetapi kurang sedikit sifat ke-dhabith-annya (khafif al-dhabth),
tidak terdapat syudzudz dan ‘illat. (Isma’il, 1995:170)
Page 60
38
Adapun yang dimaksud hadits dha’if menurut Ismail
(1995:171) ialah hadits yang tidak memenuhi salah satu atau seluruh
syarat hadits shahih atau hasan.
Ismail (1995:176-177) melanjutkan, dalam hubungannya
dengan tidak terpenuhinya unsur sanad bersambung, secara garis besar
Ibnu Hajar al-‘Asqalaniy membagi hadits dha’if kepada lima macam.
Yakni, hadits mu’allaq, hadits mursal, hadits mu’dhal, hadits
munqathi’, hadits mudallas.
Yang dimaksud hadits mu’allaq ialah hadits yang periwayat
diawal sanadnya (periwayat yang disandari oleh penghimpun hadits)
gugur (terputus), seorang atau lebih secara berurut. Di segi yang lain,
hadits mu’allaq adalah hadits marfu’, karena hadits itu disandarkan
kepada Nabi.
Selanjutnya yang dimaksud hadits mursal menurut mayoritas
ulama hadits, ialah hadits yang disandarkan langsung kepada Nabi oleh
tabi’in, baik tabi’in besar maupun tabi’in kecil, tanpa terlebih dahulu
hadits itu disandarkan kepada sahabat Nabi.
Jenis hadits lain yang terputus sanadnya ialah hadits mu’dhal.
Yakni hadits yang terputus sanadnya, dua orang periwayat atau lebih
secara berurut.
Selanjutnya hadits munqathi’. Ulama berbeda pendapat dalam
hal ini. Pendapat-pendapat ulama tersebut sebagai berikut:
Page 61
39
a. Hadits Munqathi’ ialah hadits yang sanadnya terputus dibagian
mana saja, baik dibagian periwayat yang berstatus sahabat, maupun
periwayat yang bukan sahabat;
b. Hadits munqathi’ ialah hadits yang sanadnya terputus, karena
periwayat yang tidak berstatus tabi’in dan sahabat Nabi telah
menyatakan menerima hadits dari sahabat Nabi;
c. Hadits munqathi’ ialah hadits yang bagian sanadnya sebelum
sahabat, jadi periwayat sesudah sahabat, hilang atau tidak jelas
orangnya;
d. Hadits munqathi’ adalah hadits yang dalam sanadnya ada periwayat
yang gugur seorang atau dua orang tidak secara berurutan;
e. Hadits munqathi’ ialah hadits yang dalam sanadnya ada seorang
periwayat yang terputus atau tidak jelas;
f. Hadits munqathi’ ialah hadits yang sanadnya di bagian sebelum
sahabat, jadi periwayat sesudah sahabat, terputus seorang atau lebih
tidak secara berurut dan tidak terjadi di awal sanad;
g. Hadits munqathi’ ialah pernyataan atau perbuatan tabi’in.
Isma’il (1995:178) menjelaskan bahwa jenis hadits lain yang
sanadnya terputus juga ialah hadits mudallas. Dikatakan mudallas,
karena dalam hadits itu terdapat tadlis. Menurut ulama hadits, jenis
tadlis secara umum ada dua macam, tadlis al-isnad dan tadlis al-
syuyukh.
Page 62
40
Yang dimaksud dengan tadlis al-isnad ialah periwayat hadits
menyatakan telah menerima hadits dari periwayat tertentu yang
sezaman dengannya, padahal mereka tidak pernah bertemu. Dan yang
dimaksud tadlis al-syuyukh ialah periwayat hadits menyebut secara
salah identitas guru atau syaikh hadits yang menyampaikan hadits
kepadanya.
Selain macam-macam hadits yang telah kami kemukakan,
masih ada lagi jenis hadits yang termasuk terputus sanadnya. Yakni
hadits mauquf, maqthu’, syadz, dan mu’all (mu’allal). Hadits mauquf
dan maqthu’, sanadnya tidak sampai kepada Nabi. Sedangkan hadits
syadz dan mu’all, bentuk keterputusan sanadnya cukup beragam.
4. Ilmu Al-Jarh Wa Al-Ta’dil
a. Pengertian dan Kegunaan
Menurut bahasa, al-jarh artinya cacat. Istilah ini digunakan
untuk menunjukkan “sifat jelek” yang melekat pada periwayat hadits,
seperti pelupa, pembohong dan lain sebagainya. Apabila sifat itu dapat
dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat tersebut cacat. Hadits
yang dibawa oleh periwayat semacam ini ditolak, dan haditsnya
dinilai lemah (dha’if).
Menurut al-Fayyad (1998:57), jarh ada dua macam, yaitu:
1) Jarh material, yaitu suatu bentuk jarh (luka) yang menimbulkan
bekas cedera atau luka pada fisik manusia yang disebabkan oleh
Page 63
41
benda tajam dan lain sebagainya. Bentuk jarh ini tidak di
butuhkan dalam takhrij al-hadits.
2) jarh immaterial, yaitu suatu bentuk jarh (luka) nonfisik, seperti
menyebutkan sifat-sifat kejelekan seseorang dengan
menggunakan ucapan atau bentuk tulisan. Bentuk jarh inilah yang
digunakan dalam takhrij al-hadits.
Al-Ta’dil menurut al-Fayyad (1998:57) secara bahasa artinya
menilai adil kepada orang lain. Istilah ini digunakan untuk
menunjukkan sifat baik yang melekat pada periwayat, seperti kuat
hafalan, terpercaya, cermat dan lain sebagainya. Orang yang mendapat
penilaian seperti ini disebut ‘adil. Sehingga hadits yang di bawanya
dapat diterima sebagai dalil agama. Haditsnya dinilai shahih. Sesuai
dengan fungsinya sebagai sumber ajaran Islam, maka yang diambil
adalah hadits shahih.
Ilmu al-jarh wa al-ta’dil dibutuhkan oleh para ulama hadits
karena dengan ilmu ini akan dapat dipisahkan, mana informasi yang
benar datang dari Nabi dan mana yang bukan. Sesuai dengan fakta
sejarah, pemalsuan hadits telah terjadi semenjak dini, dan menonjol
pada masa perebutan kekuasaan politik Islam. Fakta itu menunjukkan
bahwa tidak semua pembawa hadits dapat dipercaya. Menunjukkan
cacat periwayat hadits bukan dimaksudkan untuk menjatuhkan
martabat individu, apalagi ulama, tetapi untuk melindungi informasi
Nabi dari kepalsuan. Para ulama sadar sepenuhnya bahwa
Page 64
42
menunjukkan aib orang lain itu dilarang oleh agama. Akan tetapi, bila
al-jarh (kritik) tidak dilakukan, maka bahaya yang timbul akan lebih
besar, dan hadits Nabi tidak dapat diselamatkan.
Namun demikian, para ulama juga menggunakan tata krama
dalam menunjukkan cacat periwayat. Misalnya, bila dengan sebuah
ungkapan target menunjukkan cacat itu sudah terpenuhi, mereka tidak
akan membuka cacat-cacat yang lainnya, kendati mereka
mengetahuinya.
b. Tingkatan Al-Ta’dil
Zuhri (1997:127-128) mengatakan, tingkatan ta’dil adalah
sebagai berikut.
1) Ta’dil dengan menggunakan ungkapan/kata pujian yang
bersangatan, seperti أوثق الناس ، وأضبط الناس، وليس له نظير ada juga
فلن لا يسأل عنه .
2) Ta’dil dengan mengulangi kata pujian, baik dengan kata yang
sama atau mirip, seperti مأمون ، أو ثقة حافظ ، أو ثقة ثبت ، أو ثقة ثقة ، أو ثقة
ثقة متقن .
3) Ta’dil dengan menggunakan kata-kata pujian tanpa pengulangan,
seperti فلن ثقة ، أو ضابط ، أو حافظ ، أو حجة ، أو إمام
4) Ta’dil dengan menggunakan kata-kata yang menggambarkan
kebaikan seseorang, tetapi tidak melukiskan kecermatan atau
kekuatan hafalan, seperti kata yang digunakan untuk ta’dil diatas,
misalnya صدوق ، أو مأمون ، أو لا بأس به
Page 65
43
5) Ta’dil dengan menggunakan kata yang agak dekat kepada tajrih.
Misalnya ليس ببعيد من الصواب ، أو صويلح ، أو صدوق إن شاء الله ، أو رووا
عنه ، أو محله الصدق .
c. Tingkatan Al-Jarhu
Menurut Zuhri (1997:129) tingkatan Al-Jarh adalah sebagai
berikut:
1) Jarh dengan menggunakan ungkapan yang sangat buruk dan
sangat memberatkan kepada orang yang cacat karena
kedustaannya. Misalnya أكذب الناس ، أو كذاب ، أو يضع الحديث ، أو وضاع
الحديث
2) Jarh dengan menggunakan kata yang sedikit lebih lunak, juga
berkisar pada dusta. Misalnya فلن متهم بالكذب ، أو فلن ساقط ، أو فلن
هالك ، أو فلن متروك ، أو تركوه ، أو فلن ذاهب الحديث
3) Jarh dengan menggunakan kata yang lebih lunak dari poin 2,
yang menunjukkan bahwa haditsnya ditolak oleh orang banyak,
atau tidak ditulis haditsnya. Seperti يث ، أو فلن رد حديثه ، أو مردود الحد
ضعيف جد ، أو فلن ليس بشيء
4) Jarh dengan menggunakan kata yang lebih lunak lagi. Seperti فلن
الحديثضعيف ، أو ضعفوه ، أو لا يحتج به ، أو منكر
5) Jarh dengan menggunakan kata-kata yang menunjukkan cacat
ringan. Seperti ، فلن يقال فيه ، أو فيه ضعف ، أو فلن بالقوي ، أو ليس بحجة
أو سيء الحفظ ، أو ليس بالمتين ، أو لين الحديث
d. Al-Jarh Kontra Al-Ta’dil
Page 66
44
Apabila ada seorang periwayat hadits, yang pada dirinya
terdapat jarh dan ta’dil sekaligus, maka menurut Zuhri (1997:130) ada
beberapa pendapat:
1) pendapat pertama mendahulukan al-jarh dari at-ta’dil.
2) Pendapat kedua mengambil penilaian yang didukung oleh suara
terbanyak.
3) Pendapat ketiga mengambil/mendahulukan pujian atas celaan,
kecuali apabila celaan disertai penjelasan tentang seabb-sebab
celaan.
4) Pendapat keempat menangguhkan penilaian sampai ada bukti lain
yang menguatkan, apakah periwayat kontroversi itu termasuk
orang ‘adil atau orang cacat.
C. Kritik Matan Hadits
1. Pengertian Kritik Matan Hadits
Sumbulah (2008:94) mengatakan bahwa istilah kritik matan hadits,
difahami sebagai upaya pengujian atas keabsahan matan hadits, yang
dilakukan untuk memisahkan antara matan-matan hadits yang shahih dan
yang tidak shahih. Dengan demikian, kritik matan tersebut, bukan
dimaksudkan untuk mengoreksi atau menggoyahkan dasar ajaran Islam
Page 67
45
dengan mencari kelemahan sabda Rasulullah, akan tetapi diarahkan kepada
telaah redaksi dan makna guna menetapkan keabsahan suatu hadits. Karena
itu kritik matan merupakan upaya positif dalam rangka menjaga kemurnian
matan hadits, disamping juga untuk mengantarkan kepada pemahaman
yang lebih tepat terhadap hadits Nabi.
2. Kemunculan dan Perkembangan Kritik Matan Hadits
Menurut Sumbulah (2008:94),“Secara praktis, aktivitas kritik
matan telah dilakukan oleh generasi sahabat”. Mereka menolak berbagai
riwayat hadits yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah dasar keagamaan.
Sebagai contoh dapat diperhatikan reaksi Aisyah tatkala mendengar
sebuah hadits yang disampaikan oleh Ibnu Abbas dari Umar, bahwa
menurut beliau versi Umar, Rasulullah bersabda:
إن الميت ليعذب ببكاء أهله عليه
dengan serta merta ‘Aisyah membantahnya dengan berkata: semoga Umar
dirahmati Allah, Rasulullah tidak pernah bersabda bahwa mayat orang
mukmin itu akan disiksa karena ditangisi keluarganya, tetapi beliau
bersabda:
إن الله يزيد الكافر عذابا ببكاء أهله عليه
Kritik matan di era sahabat ternyata tidak hanya dilakukan oleh
Aisyah, namun juga oleh sahabat-sahabat lainnya. Al-Adlabi membuat
klasifikasi besar tentang nama-nama sahabat yang terlibat pada aktifitas
kritik matan, yakni kritik matan yang dilakukan umm al-mu’minin, Aisyah,
Page 68
46
dan kritik matan yang dilakukan oleh para sahabat selain Aisyah. Untuk
kritik Aisyah ditujukan kepada hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah, Umar, Ibnu Umar, Jabir, dan Ka’ab al-Akhbar. Sedangkan para
sahabat selain Aisyah dapat disebut misalnya kritik matan yang dilakukan
Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud da Abdullah
bin Abbas.
Jika di era sahabat dan tabi’in kritik matan masih dalam bentuk
yang sangat sederhana, maka pada era atba’ al-tabi’in kritik matan mulai
menemukan model baru yang lebih sempurna. Kesempurnaan bentuk kritik
matan di era ini, dapat ditunjukkan dengan adanya upaya yang dilakukan
oleh para ulama untuk mulai menspesialisasikan dirinya sebagai kritikus
hadits, seperti Malik, Al-Tsauri dan Syu’bah. Kemudian disusul dengan
munculnya kritikus hadits lainnya seperti ‘Abdullah ibn Al-Mubarak,
Yahya bin Sa’id Al-Qattan, Abdul Rahman bin Mahdi dan Al-Imam Al-
Syafi’i. jejak mereka juga diikuti oleh Yahya bin Ma’in, ‘Ali bin al-Madini
dan Al-Imam Ahmad.
3. Kaidah Keshahihan Matan Hadits
Sumbulah (2008:106) mengatakan bahwa mengenai kaidah
keshahihan matan ini, Al-Adlabi menyatakan bahwa sebuah matan hadits
dikatakan shahih apabila tidak bertentangan dengan al-Qur’an al-Karim,
tidak bertentangan dengan hadits Rasulullah yang memiliki bobot akurasi
yang lebih tinggi, tidak bertentangan dengan akal, indera dan sejarah, serta
menunjukkan ciri-ciri sabda Rasulullah jika ditilik secara redaksional.
Page 69
47
sedangkan Al-Baghdadi, ia menyatakan bahwa sebuah hadits tidak
dikatakan shahih bila bertentangan dengan rasio, ayat al-Qur’an yang telah
muhkam, hadits al-mutawatir, amaliah ulama salaf yang disepakati, dalil
yang dihukumi pasti, serta bertentangan dengan hadits ahad yang bobot
akurasinya lebih kuat.
Penelitian terhadap aspek matan hadits menurut Sumbulah
(2008:107) mengacu kepada kaidah keshahihan matan hadits sebagai tolok
ukur, yakni terhindar dari syadz dan ‘illat.
a. Terhindar dari syadz
Syadz pada matan hadits didefinisikan sebagai adanya
pertentangan atau ketidaksejalanan riwayat seorang perawi yang
menyendiri dengan seorang perawi yang lebih kuat hafalan dan
ingatannya. Pertentangan atau ketidaksejalanan itu adalah dalam hal
menukil matan hadits, sehingga terjadi penambahan, pengurangan,
perubahan tempat (maqlub) dan berbagai bentuk kelemahan dan cacat
lainnya.
b. Terhindar dari ‘illat
Yang dimaksud dengan ‘illat pada matan hadits adalah suatu
sebab tersembunyi yang terdapat pada matan hadits yang secara lahir
tampak berkualitas shahih. Sebab tersembunyi disini dapat berupa
masuknya redaksi hadits lain pada hadits tertentu, atau redaksi
dimaksud bukan lafal-lafal yang mencerminkan sebagai hadits
Page 70
48
Rasulullah, sehingga pada akhirnya matan hadits tersebut sering kali
menyalahi nash-nash yang lebih kuat bobot akurasinya.
Sumbulah (2008:108-109) menukil apa yang dikemukakan
oleh al-Salafi, kriteria dan tata cara untuk mengungkap ‘illat pada
matan adalah:
1) Mengumpulkan hadits yang semakna serta mengkomparasikan
sanad dan matannya sehingga diketahui ‘illat yang terdapat
didalamnya.
2) Jika seorang perawi bertentangan riwayatnya dengan seorang
perawi yang lebih tsiqah darinya, maka riwayat perawi tersebut
dinilai ma’lul.
3) Jika hadits yang diriwayatkan seorang perawi bertentangan dengan
hadits yang terdapat dalam tulisannya, atau bahkan hadits yang
diriwayatkannya itu ternyata tidak terdapat dalam kitabnya,
sehingga oleh karenanya riwayat yang bertentangan tersebut
dianggap ma’lul.
4) Melalui penyeleksian seorang syekh bahwa ia tidak pernah
menerima hadits yang diriwayatkannya itu, atau dengan kata lain
hadits yang diriwayatkannya itu sebenarnya tidak pernah sampai
kepadanya.
5) Seorang perawi tidak mendengar dari gurunya secara langsung.
6) Hadits tersebut bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh
sejumlah perawi yang tsiqah.
Page 71
49
7) Hadits yang telah umum dikenal oleh sekelompok orang, namun
kemudian dating seorang perawi yang haditsnya menyalahi hadits
yang telah mereka kenal itu, maka hadits yang dikemukakan itu
dianggap memiliki cacat.
8) Adanya keraguan bahwa tema inti hadits tersebut berasal dari
Rasulullah.
D. Talak Tiga Sekaligus Dalam Fiqih
Al-Jaziri (2003:341) menyebutkan,
جل زوجته فإذا طلق الر بأن قال لها : أنت طالق ثلثا ثلثا لزمه دفعة واحدة
)كتاب الفقه على . ما نطق به من العدد في مذاهب الربعة وهو رأي الجمهور
(143، ص 2مذاهب الربعة : ج
“Apabila seorang laki-laki menceraikan istrinya tiga sekaligus, dengan
mengatakan: engkau saya ceraikan tiga sekaligus, maka jatuhlah sebanyak
bilangan yang ia ucapkan itu menurut Madzhab yang empat, dan itulah
pendapat Jumhur (golongan besar kalangan ulama).”
Untuk lebih rincinya kami nukilkan pendapat-pendapat ulama madzhab
yang empat dari kitab-kitab yang mu’tamad dikalangan mereka, sebagai
berikut:
1. Pendapat Madzhab Maliki
Malik (1995:76-77) menyatakan:
قها ثلثا فى لا يجوز عند مالك وكذالك كلمة واحدة فإن فعل لزمه ، أن يطل
فل تعتدوها ومن يتعد حدودالله فقد بدليل قول الله عز و جل ) تلك حدود الله
Page 72
50
ج عة فجعلها فائتة ظلم نفسه لاتدري لعل الله يحدث بعد ذالك أمرا ( وهي الر
وجة كليمة واحدة إذ لم يقع فىبإيقاع الثلث ولا كان ولا يلزمه لم تفته الز
ولم يلزم رسول الله صلى الله عليه وسلم عبد الله بن عمر ظالما على نفسه
: مره فليراجعها دل ذالك أيضا على المطلقة التى طلقها في الحيض ، فقال
ة العلماء ولا يشد فى أن الطلق لسنة أو لغير سنة وهو مذهب الفقهاء وعام
(66-67، ص 2)مقدمة: ج ذالك منهم إلا من لا يعتد بخلفه منهم .
“dan seperti itu juga tidak boleh dalam madzhab Malik, menceraikan tiga
sekaligus, tetapi kalau dikerjakan maka talaknya jatuh tiga, dengan dalil
firman Allah (itulah hukum-hukum Allah. Dan barang siapa yang
melanggar hokum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat
zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah
mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru). Suatu hal yang baru itu
adalah rujuk, maka Allah menjadikan perempuan yang diceraikan sekaligus
perempuan yang hilang (tidak dapat didekati lagi oleh suami) dengan sebab
jatuhnya talak tiga sekaligus dengan satu ucapan. Kalau umpamanya tidak
jatuh tiga dan tidak mengikat perkataannya itu tentu ia tidak kehilangan istri
dan juga tidak menganiaya dirinya. Dan juga kalau talak seperti itu tidak
mengikat atau tidak sah tentu Rasulullah SAW tidak memperdulikan talak
yang dijatuhkan ketika haid. Nabi bersabda: suruhlah supaya ia rujuk. Itu
juga menjadi bukti bahwa talak yang menurut hukum atau yang tidak
menurut hukum semuanya jatuh. Itulah madzhab para ahli fiqih dan para
ulama pada umumnya, tidak ada yang keluar dari pendapat itu kecuali
orang-orang yang tidak masuk hitungan walaupun mereka berpendapat
lain.”
Dari keterangan dalam “Al-Muwaththa” kitab Muqaddimah di atas
dapat diambil pengertian bahwa:
a. Menurut madzhab Maliki tidak boleh menjatuhkan talak tiga sekaligus.
b. Kalau sampai terjadi talak tiga sekaligus, maka talaknya sah dan jatuh
tiga.
Page 73
51
c. Firman Allah dalam surat Ath-Thalaq ayat 1 menyatakan bahwa orang-
orang yang menjatuhkan talak dengan cara diluar ketentuan Allah,
maka ia telah menganiaya dirinya sendiri, karena tidak boleh lagi
kembali, padahal sewaktu-waktu ia bisa saja berubah fikiran ingin
kembali lagi. Akan tetapi hal itu sudah terlarang oleh perbuatannya
sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa talak tiga sekaligus yang tidak
sesuai dengan ketentuan Allah itu jatuh tiga. Karena kalau seandainya
hal itu tidak berdampak hukum, maka tidak disebut menganiaya diri
sendiri.
d. Nabi Muhammad SAW memerintahkan Ibnu ‘Umar untuk kembali
kepada istrinya yang diceraikannya pada waktu istrinya sedang haid,
dan cerainya itu dihitung satu kali. Walaupun talak itu tidak sesuai
dengan ketentuan Allah, talaknya tetap jatuh.
e. Pendapat yang demikian itu adalah pendapat para ahli fiqih dan ulama-
ulama pada umumnya. Orang-orang yang berbeda dengan pendapat
tersebut adalah orang-orang yang tidak masuk hitungan.
2. Pendapat Madzhab Syafi’i
Al-Syafi’i (2001:467) menuliskan:
تان فإمساك بمعروف أو تسريح بإحسان قال الله تبارك وتعالى : الطلق مر
بعد حتى تنكح زوجا غيره ، فقال تبارك وتعالى : فإن طلقها فل تحل له من
والله أعلم على أن من طلق زوجة له دخل بها أو لم يدخل بها . والقرآن يدل
Page 74
52
جل لامرأته ثلثا لم تحل له حتى تنكح : أنت طالق زوجا غيره . فإذا قال الر
مت عليه حتى تنكح زوجا غيره . ثلثا ، فقد حر
“Allah berfirman: ‘talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh
rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang
baik’. Dan Allah berfirman: ‘kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah
talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia
kawin dengan suami yang lain’. Al-Qur’an menunjukkan –Allah yang lebih
tahu- bahwa orang yang menceraikan istrinya tiga kali, baik setelah dukhul
maupun belum, tidak halal lagi baginya sampai ia kawin lagi dengan suami
yang lain. Maka apabila seorang suami berkata kepada istrinya: engkau
tertalak tiga, maka haramlah perempuan itu baginya hingga ia kawin dengan
suami yang lain”.
Dalam nukilan diatas, dapat difahami bahwa Imam Syafi’i
menfatwakan bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga.
Selanjutnya, Abbas (2006:277) menuliskan bahwa Syaikh Abu
Zakariya bin Syaraf An-Nawawi yang terkenal dengan panggilan Imam
Nawawi (wafat: 675 H) dalam kitab “Minhaj” dalam bab talak menyatakan:
“Kalau ia berkata: “saya ceraikan engkau” atau “engkau tercerai” dan ia
niatkan bilangan (dua atau tiga) jatuhlah dua atau tiga itu, dan serupa itu
pula lafadh kinayah”.
Dari pernyataan Imam Nawawi diatas dapat difahami bahwa talak
dengan lafadz sharih atau kinayah, kalau diniatkan berapa bilangannya,
maka jatuhlah talak sebanyak yang dilafadzkan atau diniatkan itu.
3. Pendapat Madzhab Hanbali
Qudamah (1995:803) menerangkan:
قال لزوجته أنت طالق ثلثا فهي ثلث وإن نوى واحدة لن لفظه نص إذا
فى الثلث لا يحتمل غيرها .
Page 75
53
“apabila seorang suami berkata kepada istrinya: engkau saya talak tiga,
maka jatuhlah tiga. Walaupun niatnya satu, karena perbuatan itu nash untuk
menunjukkan tiga, tidak yang lain”.
Selanjutnya Qudamah (1995:804) menerangkan:
أو منتهاه طلقت ثلثا . أو أكثره وإن قال أنت طالق كل الطلق أو جميعه
يح أو التراب أو كألف طلقت ثلثا .و إن قال أنت طالق كعدد الماء أو الر
“kalau seorang suami berkata kepada istrinya: engkau diceraikan dengan
seluruh talak, atau dengan sekalian talak, atau dengan talak yang paling
banyak, atau dengan talak yang paling akhir, maka jatuhlah talak tiga. Dan
jika suami berkata kepada istrinya: engkau diceraikan dengan talak
sebanyak air, atau sebanyak angin, atau sebanyak tanah, atau seperti seribu,
maka jatuhlah talak tiga”.
4. Selain pendapat imam madzhab di atas, ada beberapa pendapat para sahabat
Nabi terkemuka, yaitu Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan ‘Abdullah bin ‘Umar
ra.
Al-Syafi’i(2001:467), menuliskan:
د بن عياس ثلثا قبل أن يدخل بن البكير ، قال : طلق رجل ارأته عن محم
بها ثم بداله أن ينكحها فجاء يستفتي ، فذهبت معه أسأل له ، فسأل أبا هريرة
تى ح و عبد الله بن عباس رضي الله عنهم عن ذالك فقالا ، لانرى أن تنكحها
ما طلقي إياها واحدة . فقال ابن عباس : تنكح زوجا غيرك . فقال : إن
إنك أرسلت من يدك ماكان لك من فضل .
“Dari Muhammad bin ‘Iyas bin Bakir, ia berkata: seorang laki-laki mentalak
istrinya dengan talak tiga sekaligus sebelum ia mencampurinya. Kemudian
ia ingin kembali menikahinya, maka ia lebih dahulu minta fatwa, maka saya
pergi bersamanya . maka ia bertanya kepada Abu Hurairah dan ‘Abdullah
Page 76
54
bin ‘Abbas ra, maka keduanya menjawab: kami berpendapat engkau tidak
boleh menikahinya kecuali jika ia menikah dengan suami selain engkau.
Laki-laki itu berkata: saya mentalaknya dengan talak satu. Ibnu ‘Abbas
menjawab: engkau telah melepaskan semua yang engkau genggam dalam
tanganmu, tidak ada lagi sisa untukmu”.
Dalam nukilan di atas jelas Abu Hurairah dan ‘Abdullah bin
‘Abbas dengan tegas menyatakan bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga.
Al-Syafi’i (2001:467) melanjutkan tulisannya:
أن عطاء ومجاهدا جريح قال الشافعي رحمه الله : أخبرنا سعيد عن ابن
أن رجل أتى ابن عباس ، فقال : طلقت امرأتي مائة . فقال ابن عباس قالا :
: تأخذ ثلثا وتدع سبعا وتسعين .
“Imam Syafi’i berkata: telah menceritakan kepada kami Sa’id dari Ibnu
Juraij, bahwasannya’Atha dan Mujahid berkata: seorang laki-laki
mendatangi Ibnu ‘Abbas dan berkata: saya telah mentalak istri saya dengan
talak seratus. Ibnu ‘Abbas berkata: ambillah tiga dan tinggalkan yang 97”.
Dari pernyataan Ibnu ‘Abbas di atas dapat difahami bahwa talak seratus
hanya jatuh tiga.
Masih dari Al-Syafi’i (2001:467):
جاء رجل يستفتي عبد الله بن عمر عن رجل عن عطاء ابن يسار قال :
طاء : فقلت : إنما طلق البكر قبل أن يمسها . فقال ع طلق امرأته ثلثا
. فقال عبد الله بن عمر : إنما أنت قاص الواحدة تبينها وثلث واحدة
Page 77
55
حين تحرمها حتى تنكح زوجا غيرها ولم يقل له عبد الله بئسما صنعت
لقت ثلثا .ط
“Dari ‘Atha bin Yasar, ia berkata: seorang laki-laki datang minta fatwa
kepada ‘Abdullah bin ‘Umar tentang seorang laki-laki yang mentalak
istrinya dengan talak tiga sekaligus sebelum ia menyentuhnya. ‘Atha
berkata: saya berkata bahwasannya talaknya seorang gadis adalah satu.
Maka ‘Abdullah bin ‘Umar berkata: pendapatmu terlalu jauh, talak satu
menjadikannya ba’in, talak tiga menjadikannya tidak halal lagi, hingga ia
kawin dengan suami lain. Pada waktu itu ‘Abdullah tidak berkata
kepadanya: perbuatanmu mentalak tiga sekaligus adalah perbuatan yang
jelek”.
Dari pernyataan diatas dapat penulis fahami bahwa ‘Abdullah bin
‘Umar, seorang sahabat Nabi yang utama, ahli hadits, berpendapat bahwa
talak tiga sekaligus jatuh tiga.
Al-Alusi (tanpa tahun:119) mengatakan:
عن سويد بن غفلة قال : كانت عائشة الخثعمية عند الحسن بن علي رضي
م الله وجهه ، فقالت لتهنك الخلفة ، قال: الله عنهما ، فقال لها: قتل علي كر
بثيابها ظهرين الشماتة ، اذهبي فأنت طالق ثلثا . فتلفقت يقتل علي وت
وقعدت حتى قضت عدتها ، فبعث إليها بقية لها من صداقها وعشرة آلاف
سول قالت: ا جاء الر ا بلغ قولها متاع قل صدقة. فلم . فلم يل من جيب مفارق
ي يقول : ي أو حدثني أبي أنه سمع جد بكى ، ثم قال: لو لا أن ي سمعت جد
تحل له حتى أيما رجل طلق امرأته ثلثا عند الإقراءء أو ثلثا مبهمة لم
تنكح زوجا غيره لرجعتها. )رواه الطبرانى والبيهقى(
Page 78
56
“Dari Suwaid bin Ghaflah, ia berkata: bahwasannya ‘Aisyah Al-
Khats’amiyah istri Hasan bin ‘Ali ra. Pada suatu hari beliau (Hasan bin ‘Ali)
berkata kepada istrinya:’Ali karromallahu wajhah telah dibunuh. Istrinya
menjawab: engkau akan disulitkan oleh soal khilafah. Hasan berkata: ‘Ali
telah dibunuh, dan engkau banyak bicara, pergilah engkau, engkau ditalak
tiga. Suwaid berkata: maka ia membungkus badannya dengan kain dan ia
duduk menunggu ‘iddahnya. Kemudian Hasan mengirimkan kepadanya apa
yang tersisa dari maharnya dan ditambah dengan sedekah 10.000 dirham.
Ketika utusan itu sampai kepada ‘Aisyah, ‘Aisyah berkata: harta yang
sedikit dari seorang kekasih yang mentalak. Ketika perkataan ‘Aisyah itu
disampaikan kepada Hasan, Hasan menangis dan berkata: kalaulah saya
tidak mendengar dari kakek saya (Rasulullah), atau kalaulah saya tidak
mendengar kabar dari ayah saya, dari kakek saya, bahwa barang siapa yang
mentalak istrinya dengan talak tiga sekaligus ketika suci atau pada waktu
apapun, maka perempuan itu tidak lagi halal baginya, kecuali kalau ia kawin
dengan suami lain. Kalau tidak begitu, saya akan merujuknya”.
Hadits yang diriwayatkan Imam Thabrani dan Imam Baihaqi ini
merupakan dalil yang memperkuat bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga.
Dalam kitab Al-Muwaththa”, karya Imam Malik disebutkan:
ة منها شيئا . من قال قال عمر بن العزيز : لو كان الطلق ألفا ما أبقت البت
فقد رمى الغاية القصوى .البتة
“’Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata: kalaulah ada talak seribu, maka perkataan
“Al-Battah” telah mencakup semuanya. Siapa yang mengatakan “talak al-
battah” maka itu sudah tujuan yang paling jauh”.
Masih dalam kitab Al-Muwaththa, dikatakan:
علي عن مالك ، أنه بلغه أن علي بن أبى طالب كان يقول لامرأته أنت
تطليقات . حرام إنها ثلث
Page 79
57
“dari Malik, telah sampai kepadanya, bahwasannya ‘Ali bin Abu Thalib kw,
menfatwakan tentang laki-laki yang mentalak istrinya dengan berkata:
“engkau haram bagiku”, maka perkataan itu menjadi talak tiga sekaligus”.
Dapat difahami dari ucapan Sayidina ‘Ali ini bahwa beliau
menfatwakan bahwa ucapan “engkau haram bagiku” merupakan talak tiga
sekaligus dan jatuh tiga.
BAB III
KRITIK SANAD HADITS TALAK TIGA SEKALIGUS
A. Hadits-hadits Tentang Talak Tiga Sekaligus Jatuh Tiga
1. ، قال: حدثني الليث، قال : حدثني عقيل، عن ابن حدثنا سعيد بن عفير
بير، أن عائشة، أخبرته: أن امرأة شهاب ، قال: أخبرني عروة بن الز
صلى الله عليه وسلم، جاءت إلى رسول الل فقالت: يا رفاعة القرظي
حمن ، إن رفاعة طلقني فبت طلقي، وإن ي نكحت بعده عبد الر رسول الل
صلى الله عليه ، وإنما معه مثل الهدبة، قال رسول الل بير القرظي بن الز
ريدين أن ترجعي إلى رفاعة؟ لا، حتى يذوق عسيلتك وسلم: لعلك ت
، ص 1: من أجاز طلق الثلث ج البخاري صحيح) .وتذوقي عسيلته
(0275، ر 402
قال: حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة قال: حدثنا سفيان بن عيينة، عن الز .2 هري
جاءت إلى رسول الل أخبرني عروة، عن عائشة، أن امرأة رفاعة القرظي
Page 80
58
صلى الله عليه وسلم، فقالت: إن ي كنت عند رفاعة فطلقني فبت طلقي،
ح جت عبد الر بير، وإن ما معه مثل هدبة الثوب، فتبسم فتزو من بن الز
النبي صلى الله عليه وسلم، فقال: أتريدين أن ترجعي إلى رفاعة؟ لا، حتى
الرجل يطلق : بابإبن ماجه سنن) . تذوقي عسيلته، ويذوق عسيلتك
، ص 3إمرأته ثلثا فتزوج فيطلقها قبل أن يدخل بها أترجع إلى الول ج
(3312، ر 723
a. Rangkaian Sanad
عائشة
عروة بن زبير
سفيان بن عيينة
إبن شهاب/
الزهري
عقيل
الليث
البخاري
سعيد بن عفير
أبو بكر بن أبي
شيبة
إبن ماجه
رسول الله
Page 81
59
b. Biografi Perawi dan kebersambungan Sanad
1) Dari Jalur al-Bukhari
Hadits yang di-takhrij Al-Bukhari dalam kitab shahihnya
juz 3, hal. 402, bab man ajaaza thalaaq al-tsalats, hadits nomor
5260 ini, diriwayatkan oleh enam orang perawi, yakni: Sa’id bin
‘Ufair, Al-Laits, ‘Uqail, Ibnu Syihab, ‘Urwah bin Zubair dan
‘Aisyah.
a) Sa’id bin ‘Ufair
Mengenai biografi Sa’id bin ‘Ufair, Al-‘Asqalani
(1995:39) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya adalah Sa’id bin Katsir bin ‘Ufair
bin Muslim bin Yazid bin Al-Aswad. Panggilannya Abu
‘Utsman. Beliau adalah anak saudara perempuan Al-
Mughirah bin Hasan bin Rasyid Al-Hasyimi, Al-Mishri.
Beliau meriwayatkan hadits dari Bustham bin Harits
Al-Makki, Rasyidin bin Sa’d, Sulaiman bin Bilal, ‘Abdullah
bin Lahi’ah, ‘Abdullah bin Wahab, Al-Laits bin Sa’d, Nafi’
bin Yazid Al-Mishri, Yahya bin Rasyid Al-Barra’, Yahya bin
Falih, Ya’qub bin Al-Hasan Al-Tsaqafi, Ya’qub bin
‘Abdurrahman Al-Askandarani.
Page 82
60
Orang-orang yang meriwayatkan hadits dari beliau
antara lain Al-Bukhari, Ibrahim bin Al-Husain bin Daizil Al-
Hamdzni, Ahmad bin Hammad, Ahmad bin Daud Al-Makki,
Ahmad bin ‘Ashim Al-Balkhi, Ahmad bin Muhammad bin
Al-Hajjaj bin Rasyidin bin Sa’d, Ahmad bin Yahya bin Wazir
bin Sulaiman Al-Mishri, anaknya Asad bin Sa’id bin Katsir
bin ‘Ufair, Isma’il bin Abdillah Al-‘Abdi, dan lainnya.
Abu Hatim berkata, Sa’id bin ‘Ufair bukan orang
yang tsabit, ia Shaduq.
Abu Ahmad bin ‘Addi berkata, saya mendengar
Ibnu Hammad berkata: berkata Al-Sa’di: tidak ada pada diri
Sa’id bin ‘Ufair kebid’ahan.
Ibnu Yunus berkata, Sa’id bin Katsir termasuk
paling alimnya manusia tentang ansab, hadits, hari-hari
penting Arab, peristiwa-peristiwanya, sejarah, manaqib,
matsalib, beliau menakjubkan dalam bidang-bidang tersebut.
Selain itu, beliau sangat sopan, fasih lisannya, bagus
penjelasannya, orang yang bisa mendatangkan hujjah,
majelisnya tidak membosankan, tidak akan habis terkuras
ilmunya, beliau ahli syair yang indah dan beragam syairnya.
Ketika ‘Abdullah bin Thahir berada di Mesir, ia menghadiri
majelis Sa’id bin ‘Ufair dengan senang, ‘Abdullah bin Thahir
Page 83
61
sangat takjub dengan Sa’id bin ‘Ufair. Sa’id bin ‘Ufair
dilahirkan pada tahun 146 H, wafat pada tahun 226 H.
b) Al-Laits
Mengenai biografi Al-Laits, Al-‘Asqalani
(1995:481-484) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkap Al-Laits bin Sa’ad ialah Abul Harits
Al-Laits bin Sa’ad bin ‘Abdurrahman Al-Fahmi, merupakan
seorang Imam mujtahid yang terkenal di Mesir dalam bidang
fiqih dan hadits.
Dikatakan Al-Syafi’i dan Ibnu Bukair, “Al-Laits
lebih ahli dalam bidang fiqih daripada Malik, namun
pengikut Al-Laits tidak mengatakan demikian”. Dikatakan
Imam Ahmad, “di Mesir tidak ada orang yang lebih shohih
haditsnya dari pada Al-Laits”. Al-Laits dalam pandangan
Ibnu Hibban adalah tokoh ahli pada zamannya. Ahli dalam
bidang fiqih, wara’, berilmu, terhormat dan dermawan. Para
ulama mengatakan bahwa Al-Laits dalam setiap tahunnya
menyumbang 80.000 dinar untuk dibagikan kepada orang-
orang yang membutuhkan dari warga penduduknya. Itu
hanya berupa zakatnya saja. Para kritikus sepakat bahwa Al-
Laits adalah seorang Imam mujahid dimasanya. Pendapat ini
Page 84
62
tidak ada yang membantahnya. Beliau seorang tsiqat dan
teguh, tidak ada suatu perbuatan untuk mendekatkan diri pada
Allah yang tidak dikerjakan olehnya.
Beliau meriwayatkan hadits dari Yahya bin Sa’id
Al-Anshari’ Sa’id Al-Muqri, ‘Atha bin Abi Rabah, Qatadah,
Az-Zuhri, Shafwan bin Sulaim, semua orang tsiqat yang
hidup dimasanya dan lain-lain.
Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh kedua gurunya
Hisyam bin Sa’ad dan Muhammad bin ‘Ajlan, oleh orang-
orang semasanya, seperti Ibnu Lahi’ah dan Husyaim bin
Basyir, Ibnu Al-Mubarak, Ibnu Wahab, Al-Walid bin
Muslim, Abul Walid At-Thayalisi, dan lain-lain.
Beliau dilahirkan pada tahun 94 H. dan wafat di
Mesir pada tahun 175 H.
c) ‘Uqail
Mengenai biografi ‘Uqail, Al-‘Asqalani (1995:130-
131) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya adalah ‘Uqail bin Khalid bin
‘Aqil Al-Ailiy, biasa dipanggil Abu Khalid Al-Amawiy atau
Maula ‘Utsman.
Ia meriwayatkan hadits dari ayahnya, pamannya
Ziyad, Nafi’ Maula Ibnu ‘Umar, ‘Ikrimah, Hasan, Sa’id bin
Page 85
63
Abi Sa’id Al-Khudri, Sa’id bin Sulaiman bin Zaid bin Tsabit,
Salamah bin Kuhail, Az-Zuhri dan lainnya.
Yang meriwayatkan hadits darinya adalah anaknya
Ibrahim, anak saudaranya Salamah bin Rauh, Al-Mufadhdhal
bin Fadhalah, Al-Laits bin Sa’d, Ibnu Lahi’ah, Jabir, Ibnu
Isma’il, ‘Abdurrahman bin Salman Al-Hijri, Sa’id bin Abi
Ayyub, Nafi’ bin Yazid, Yahya bin Ayyub, Al-Hajjaj bin
Farafishah, Yunus bin Yazid Al-Aili, dan lainnya.
Berkata Ahmad, Muhammad bin Sa’d, dan Al-
Nasa’i: ia seorang yang tsiqat.
Dari Ibnu Ma’in dalam riwayat Al-Duri: orang yang
paling tsabit dalam meriwayatkan hadits dari Az-Zuhri:
Malik, Ma’mar, Yuus, ‘Uqail, Syu’aib dan Sufyan.
Ishaq bin Rahawaih berkata: ‘Uqail seorang yang
hafidz, dan Yunus sahabat yang banyak menulis.
Berkata Abu Zur’ah: ‘Uqail seoranh yang shoduq
tsiqat.
Ibnu Abi Hatim berkata: saya bertanya kepada ayah
saya: engkau lebih menyukai ‘Uqail atau Yunus ? ia berkata:
saya lebih menyukai ‘Uqail. Ia seorang berstatus laa ba’sa
bih.
Page 86
64
Al-Majisyun berkata: ‘Uqail adalah seorang opas
(penjaga kantor/agen polisi) ditempat kami di Madinah, dan
ia wafat di Mesir tahun 141 H.
Muhammad bin ‘Uzaiz Al-Aili berkata: ia wafat
tahun 2 H.
Ibnu Al-Sarh berkata, dari pamannya: ia wafat tahun
44 H.
Berkata Al-‘Ijliy: Ailiy seorang yang tsiqat.
Al-Bukhari berkata: berkata ‘Ali dari Ibnu ‘Uyainah,
dari Ziyad, dari Sa’d: ‘Uqail seorang yang yahfadz.
d) Ibnu Syihab
Mengenai biografi Ibnu Syihab, Al-‘Asqalani
(1995:696-700) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkap Ibnu Syihab adalah Muhammad bin
Muslim bin ‘Ubaidillah bin ‘Abdullah bin Syihab bin
‘Abdillah bin Al-Harits bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah Al-
Qurasyi. Masyhur dengan nama Muhammad bin Syihab Az-
Zuhri, beliau adalah seorang yang faqih. Menurut Abu Bakar
Al-Hafidz Al-Madani, beliau merupakan salah seorang
Imam, palinh alimnya orang alim di Hijaz dan Syam.
Ibnu Syihab meriwayatkan hadits dari ‘Abdullah bin
‘Umar bin Al-Khaththab, ‘Abdullah bin Ja’far, Rabi’ah bin
‘Abbad, Misywar bin Makhramah, ‘Abdurrahman bin Azhar,
Page 87
65
‘Abdullah bin ‘Amir bin Rabi’ah, Sahl bin Sa’d, Anas, Jabir,
Abi Al-Thufail, Sa’ib bin Yazid, Mahmud bin Al-Rabi’,
Mahmud bin Lubaid, Tsa’labah bin Abi Malik, Abu Umamah
bin Sahl bin Hunaif dan lain-lain.
Telah meriwayatkan hadits dari Ibnu Syihab, antara
lain: ‘Atha bin Abi Rabah, Abu Al-Zubair Al-Makki, ‘Umar
bin ‘Abdul ‘Aziz, ‘Amru bin Dinar, Shalih bin Kaisan, Aban
bin Shalih, Yahya bin Sa’id Al-Anshari, Ibrahim bin Abi
‘Ablah, Yazid bin Abi Habib, Ja’far bin Rabi’ah, saudaranya
‘Abdullah bin Muslim Az-Zuhri, Al-Auza’i, Ibnu Juraij,
Ishaq, ‘Ubaidillah bin ‘Umar, Hisyam bin ‘Urwah, Maik,
Ma’mar, Az-Zubaidi, ‘Uqail, Al-Laits dan lain-lain.
Al-Bukhari berkata, dari ‘Ali ibn Al-Madani: ia
memiliki 2000 hadits.
Al-Ajri berkata, dari Abu Daud: semua hadits Az-
Zuhri berjumlah 1002 hadits, sebagiannya adalah musnad
dengan derajat pujian para perawinya adalah tsiqat. Adapun
hadits-haditsnya yang ikhtilaf tidak mencapai 50 hadits.
Az-Zuhali berkata, dari ‘Abdurrazzaq: saya bertanya
kepada Ma’mar: apakah Az-Zuhri mendengar hadits dari
Ibnu ‘Umar ? ia menjawab: ya, Az-Zuhri mendenggar hadits
dari Ibnu ‘Umar dua hadits.
Page 88
66
Berkata Al-‘Ajliy: Az-Zuhri meriwayatkantiga
hadits dari Ibnu ‘Umar.
Ibnu Sa’d berkata: para ulama berkata: bahwasannya
Az-Zuhri adalah seorang yang tsiqat, banyak hadits, ilmu,
dan riwayat yang ia kuasai keseluruhannya.
Abu Az-Zinad berkata: dahulu kami menulis tentang
halal dan haram, dan bahwasannya Ibnu Syihab menulis
semua apa yang ia dengar, ketika saya butuh saya pergi
kepadanya, sehingga saya tahu ia adalah manusia paling
alim.
Ibnu Al-Munadi berkata: ia wafat pada tahun 65 H.
e) ‘Urwah bin Zubair
Mengenai biografi ‘Urwah bin Zubair, Al-‘Asqalani
(1995:92-95) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkap ‘Urwah bin Az-Zubair ialah Abu
‘Abdillah ‘Urwah bin Az-Zubair bin Al-Awwam bin
Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qusyay Al-Asadi
Al-Qurasy.
Ayahnya, Az-Zubair bin Al-Awwam adalah salah
seorang putra dari bibi Rasulullah SAW, yang bernama
Shafiyah binti ‘Abdil Muthalib. Az-Zubair adalah seorang
hawari Rasulullah, salah seorang sahabat 10 yang mendapat
surge, salah seorang sahabat 6 yang ditunjuk menjadi ash-hab
Page 89
67
asy-syura (anggota permusyawaratan). Ibunda beliau
bernama Asma binti Abu Bakar Ash-Shiddiq yang dijuluki
Dzat Al-Nithaqain (yang mempunyai dua sabuk). Rasulullah
memberikan julukan itu karena Asma membelah sabuknya
menjadi dua bagian pada saat hijrah, satu untuk mengikat
makanan dan yang satu untuk mengikat minuman. Beliau
salah satu dari fuqaha 7 Madinah dan salah satu ulama
tabi’in.
‘Urwah mengikuti politik Ibnu ‘Umar dengan
menjauhi keterlibatan dan campur tangan negara yang terjadi
antara sesame sahabat tentang kekhalifahan yang menjauhkan
mereka dari nilai-nilai ajaran Islam yang tinggi. ‘Urwah bin
Az-Zubair adalah seorang tabi’in yang sangat luas
pengetahuannya bagaikan air laut yang tak habis-habis,
sebagaimana dikatakan Ibnu Syihab, ‘Urwah yang berkata
kepada anaknya, “Kami adalah orang-orang kecil yang
sekarang menjadi orang-orang besar. Kalian sekarang adalah
orang-orang yang akan menjadi orang-orang besar maka
tuntutlah ilmu yang nanti akan membimbingmu dan
diperlukan olehmu”. Dikatakan Ibnu Dzuaib, “’Urwah selalu
mengunjungi ‘Aisyah untuk belajar, dan ‘Aisyah adalah
seorang yang sangat pintar (alim)”. Dan dikatakan Ibnu Sa’ad
tentang kemampuan ‘Urwah, “’Urwah adalah seorang yang
Page 90
68
tsiqat, banyak menghafal hadits, seorang yang faqih, alim dan
terpercaya, beliau seorang yang zuhud, ahli puasa, sering
shalat malam(tahajud) dan tahan ujian bila mendapat cobaan
dari Allah terhadap dirinya maupun terhadap anak-anaknya.
Beliau tidak merasa sakit atau berubah jalan hidupnya,
bahkan Allah menjadikan dirinya sebagai seorang yang sabar
dan tabah dan akan mendapat pahala tanpa hisab”. ‘Urwah
meninggal dalam keadaan berpuasa pada tahun93 H atau
tahun 95 H dalam usia 71 tahun. Beliau dilahirkan pada akhir
masa pemerintahan Umar, (th 22).
Beliau menerima hadits dari ayahnya, Az-Zubair,
bibinya ‘Aisyah, saudaranya ‘Abdullah, ibunya Asma, ‘Ali
bin Abi Thalib, Sa’id bin Zaid, ‘Amr bin Al-‘Ash, Abu
Hurairah, Ummu Salamah, Ummu Habibah, Jabir bin
‘Abdillah Al-Anshari, dan lain-lain.
Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh kelima putranya,
‘Abdullah, ‘Utsman, Hisyam, Muhammad, dan Yahya dan
oleh cucunya ‘Umar bin ‘Abdullah, dan juga oleh anak
saudaranya Muhammad bin Ja’far bin Az-Zubair, Sulaiman
bin Yasar, Abu Burdah, ‘Ubaidillah bin ‘Abdillah bin ‘Utbah,
Shalih bin Kiasan, ‘Atha bin Abi Rabah, dan lain-lain.
f) ‘Aisyah
Page 91
69
Mengenai biografi ‘Aisyah, Al-‘Asqalani (1995:680-
681) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkap ‘Aisyah ialah’Aisyah binti Abi Bakar
Ash-Shiddiq. ‘Aisyah dilahirkan sesudah Nabi diangkat
menjadi Rasul. Nabi menikahi beliau dalam usia 6 tahun,
sebulan setelah Nabi menikah dengan Siti Saudah, yaitu tiga
tahun sebelum hijrah, pada bulan Syawal sesudah 8 bulan
Nabi hijrah ke Madinah dikala itu ‘Aisyah berusia 9 tahun.
‘Aisyah adalah satu-satunya gadis diantara istri-istri Rasul. Ia
yang paling dicintai diantara istri-istri Rasul sesudah
Khadijah. Ia anak wanita yang paling disayangi Nabi dan
yang menemaninya di Gua Hira – Abu Bakar Ash-Shiddiq.
‘Aisyah ditinggal wafat Rasulullah dalam usia 18 tahun.
Sepeninggal Rasul, ‘Aisyah hidup kira-kira 50 tahun dan
meninggal pada tahun 58 H.
Diriwayatkan ulama bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “ambillah kalian separuh agamamu dari Al-
Humairaa”. Maksudnya banyak sahabat yang menerima
berbagai macam hokum dan etika dari ‘Aisyah. Ada pendapat
yang mengatakan bahwa seperempat hokum syariat diperoleh
dari beliau. Dikatakan Masruq, “saya melihat sahabat-sahabat
senior Nabi Muhammad menanyakan tentang soal-soa faraid
kepada ‘Aisyah”. Dikatakan Abu Burdah,”masalah-masalah
Page 92
70
yang sulit dipecahkan sahabat-sahabat Nabi dengan mudah
dipecahkan ‘Aisyah, karena ‘Aisyah mempunyai
pengetahuan yang luas tentang fiqih, syair Arab, dan obat-
obatan. Beliau juga merupakan orang yang paling baik dalam
berpendapat”.
‘Aisyah meriwayatkan 2210 hadits, 174 hadits
disepakati Bukhari dan Muslim. 54 hadits oleh Bukhari
sendiri dan 68 hadits oleh Muslim.
‘Aisyah menerima hadits dari Nabi SAW, dari
ayahnya Abu Bakar Ash-Shiddiq, dari ‘Umar bin Khathab,
Hamzah Al-Aslami, Sa’id bin Abi Waqash dan dari Fathimah
Az-Zahra.
Hadits ‘Aisyah diriwayatkan banyak sahabat laki-
laki maupun perempuan, Amr bin Al-‘Ash, Al-Asy’ari, Zaid
Al-Juhani, Abu Hurairah, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas,
saudaranya sendiri Ummu Kultsum binti Abi Bakar, saudara
sesusuannya ‘Auf bin Al-Harts bin Al-Thufail, dan anak
saudaranya Muhammad Al-Qasim dan ‘Abdullah.
Juga diriwayatkan para tabi’in, yaitu Sa’id bin
Musayyab, ‘Abdullah bin Rabi’ah, Shafiyah binti Syaibah,
‘Urwah, Asy-Sya’bi, ‘Atha, Mujahid, ‘Ikrimah, Mu’adzah
binti ‘Abdullah Al-‘Adawiyah Al-Zahidah, Nafi’ maula Ibnu
‘Umar, dan sebagian besar ahlu ilmi.
Page 93
71
2) Dari Jalur Ibnu Majah
Hadits ini terdapat dalam kitab Sunan Ibnu Majah juz I,
bab al-rajulu yuthalliqu imraatahu tsalaatsan fatuzawwaju
fayuthalliquhaa qabla ayyadkhula bihaa atarji’u ila al-awwal,
hal. 621, hadits nomor 1932. Diriwayatkan oleh lima orang, yaitu:
Abu Bakar bin Abu Syaibah, Sufyan bin ‘Uyainah, Al-Zuhri,
‘Urwah bin Zubair dan ‘Aisyah.
a) Abu Bakar bin Abi Syaibah
Mengenai biografi Abu Bakar bin Abi Syaibah, Al-
‘Asqalani (1995:419-420) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya ‘Abdullah bin Muhammad bin
Ibrahim bin ‘Utsman bin Khawasati Al-‘Abusi. Biasa di
panggil dengan nama Abu Bakar. Laqabnya Ibnu Abi
Syaibah.
Ia meriwayatkan hadits dari Ahmad bin Ishaq Al-
Hadhrami, Ahmad bin ‘Abdullah bin Yunus, Ahmad bin
‘Abdul Malik bin Waqid Al-Harrani, Ahmad bin Al-
Mufadhdhil Al-Hafri, Ishaq bin Sulaiman Al-Razi, Ishaq bin
Manshur Al-Saluli, Ishaq bin Yusuf Al-Arzaq, Isma’il bin
‘Ilyah, Isma’il bin ‘Iyasy, Jarir bin ‘Abdul Hamid, Ja’far bin
‘Aun, Hatim bin Isma’il Al-Madani, dan lainnya.
Yang meriwayatkan hadits darinya diantaranya Al-
Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, Ibrahim bin Ishaq
Page 94
72
Al-Harabi, anaknya Abu Syaibah Ibrahim bin Abu Bakar bin
Abi Syaibah, Ahmad bin Hasan bin ‘Adul Jabbar Al-Shufi,
Abu Bakar Ahmad bin ‘Ali bin Sa’id Al-Marwazi al-Qadhi,
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Ishaq bin Al-Khalil Al-
Baghdadi dan lainnya.
Berkata ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, saya
mendengar ayah saya berkata: Abu Bakar bin Abi Syaibah
adalah shoduq, ia lebih saya sukai daripada ‘Utsman.
Berkata Al-‘Ajali, Abu Hatim, Ibnu Kharras, ia
seorang tsiqat. Al-‘Ajali menambahkan, ia seorang yang
hafidz lilhadits.
Berkata Al-Bukhari, Mathin, dan ‘Ubaid bin Khalaf
Al-Bazzar: Abu Bakar bin Abi Syaibah wafat pada bulan
Muharram tahun 235 H.
b) Sufyan bin ‘Uyainah
Mengenai biografi Sufyan bin ‘Uyainah, Al-
‘Asqalani (1995:59-61) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Sufyan
bin ‘Uyainah bin Abi ‘Imran Al-Hilali Al-Kufi. Beliau
tinggal di Mekah, yakni Iraqi Hijaz. Para ulama diantaranya
Al-Syafi’i, Al-‘Ajali, Abu Hatim, Ibnu Hibban, Yahya Al-
Qathan, sepakat bahwa Sufyan bin ‘Uyainah adalah seorang
tsiqat, tsabt, seorang hakim yang menguasai bidang hadits,
Page 95
73
seoranh hafidz dan mutqin, wara’, dan ahli dalam bidang
agama. Dikatakan Imam Al-Syafi’i, “andaikata tak ada Imam
Malik dan Sufyan bin ‘Uyainah, lenyaplah ilmu ulama
Hijaz”. Karena tidak akan ditemukan pada zamannya orang
yang mempunyai ilmu yang luas dan cermat dalam berfatwa.
Dinyatakan oleh Al-Qathan bahwa Sufyan bin ‘Uyainah
tertimpa musibah satu tahun sebelum kematiannya, yaitu
kerusakan otak pada tahun 197 H. oleh sebab itu, setiap orang
yang mendengar periwayatan darinya menganggap sia-sia
dan tidak boleh meriwayatkannya. Ketika berdiam di Mekah
– sebelum beliau berada di Al-‘Iraq beliau pindah ke Hijaz
pada tahun 163 H, dan menetap sampai dengan meninggalnya
pada tahun 198 H, dalam usia 91 tahun. Dengan ini
tampaklah kepada kita bahwa kehidupan ilmiah Sufyan bibn
‘Uyainah sewaktu tinggal di Kufah sebagai tempat I’tibar
(berprestasi) adalah tidak cacat, sedangkan kehidupannya di
Mekah sampai dengan tahun 197 H, dan satu tahun
menjelang kematiannya adalah cacat sehingga semua
periwayatannya tidak bisa diterima.
Beliau meriwayatkan hadits dari ‘Abdul Malik bin
‘Umar Abu Ishaq Al-Suba’i, Ziyad bin ‘Alaqah, Al-Aswad
bin Qais, Musa in ‘Uqbah dan saudaranya Ibrahim, Ishaq bin
Abi Thalhah, Ibnu Abi Khalid, Ja’far Al-Shadiq, Humaid Al-
Page 96
74
Thawil, Al-A’raj, Sulaiman Al-Ahwal, Sulaiman Al-Tamimi,
‘Abdullah bin Dinar, Az-Zuhri, dan lain-lain.
Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh Al-A’masy,
Ibnu Juraij, Syu’bah, Al-Tsauri, Mus’ir, dan orang-orang
yang satu generasi, yaitu Waki’, Abu Ishaq Al-Fuzari, Abu
Al-Ahwash, Hammad bin Sulaiman, Ibnu bin Abi Raid yang
semuanya telah meninggal pada saat Suyfan bin ‘Uyainah
masih hidup.
Sesudah itu hadits-haditsnya diriwayatkan oleh Al-
Syafi’i, Ibnu Wahab, Yahya Al-Qathan, Ibnu Mahdi, Abu Al-
Walid Al-Thayalisi, Rauh bin ‘Ubadah, Abu Usamah, Ibnu
Al-Mahdi, Ibnu Hanbal, Ibnu Ma’in, ‘Ali Ibnu Al-Madini,
Ibnu Rahawaih, ‘Amr Al-Fallas, Al-Zubair bin Bakar dan
Muhammad bin Hibban.
Beliau termasuk dalam golongan ulama yang
membukukan hadits. Beliau dilahirkan pada tahun 107 H, dan
wafat tahun 198 H, di Mekah.
c) Al-Zuhri/Ibnu Syihab
Mengenai biografi Al-Zuhri dapat dilihat pada jalur
Al-Bukhari pada halaman 65-67.
d) ‘Urwah bin Zubair
Biografi ‘Urwah bin Zubair dapat dibaca pada jalur
Al-Bukhari pada halaman 67-69.
Page 97
75
e) ‘Aisyah
Biografi tentang ‘Aisyah dapat dibaca pada jalur Al-
Bukhari pada halaman 69-71.
c. Kualitas Pribadi dan kapasitas Intelektual Perawi
1) Jalur Al-Bukhari
a) Sa’id bin ‘Ufair
Kritik para ulama terhadap kualitas pribadi dan
kapasitas intelektual Sa’id bin ‘Ufair disampaikan oleh Al-
Dzahabi (1995:224-225) sebagai berikut:
(1) Ibrahim bin Ya’qub Al-Jawazjani berkomentar: ia
bukan ahli bid’ah, haditsnya bercampur, ia tidak
tsiqah. Ibnu ‘Addi berkata: laa ma’na lah. Saya tidak
mendengar seseorang atau sampai kepada saya
seseorang berkomentar tentang Sa’id bin Katsir bin
‘Ufair.
(2) Abu Ahmad bin ‘Addi Al-Jarjani berkomentar: ia
shaduq, tsiqah. Saya mendapatinya apabila
meriwayatkan hadits, ia meriwayatkan dari orang
yang tsiqah, mustaqim, shalih. Adapun apa yang
dikatakan oleh Al-Sa’di, la ma’na lah. Tidak pernah
sampai kepada saya dari seseorang komentar tentang
Page 98
76
Sa’id. Ia tsiqah dan bukan pelaku bid’ah, bukan
pembohong. Dan setelah berpisah, saya tidak
menjumpai dalam haditsnya sesuatu yang munkar
selain dua hadits.
(3) Abu Hatim Al-Razi berkomentar: ia tidak tsabat, tapi
ia shaduq.
(4) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya
dalam Al-Tsiqat. Ia berkata: Sa’id adalah orang Mesir.
(5) Abu ‘Abdullah Al-Hakim berkata: dikatakan:
sesungguhnya di Mesir tidak ada yang bisa
mengumpulkan ilmu lebih dari pada Sa’id.
(6) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasa’I berkomentar: ia orang
shalih. Tapi Ibnu Abu Maryam lebih saya sukai dari
pada dia.
(7) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkomentar dalam kitab
“Al-Taqrib”: ia shaduq, alim dalam ilmu nasab.
(8) Al-Daruquthni berkomentar: ia termasuk al-huffadh
al-tsiqat. Dalam kitab “Sualaat” Abu ‘Abdurrahman
Al-Sulami berkomentar: ia shalih.
(9) ‘Ali bin Al-Madini berkata: ia bukan pelaku bid’ah,
haditsnya bercampur, ia tidak tsiqah.
Menelaah penilaian para ulama di atas, dapat disimpulkan
bahwa Sa’id bin ‘Ufair tergolong perawi dengan
Page 99
77
predikat ta’dil, meski dengan peringkat yang beragam
dan tidak mencapai derajat tertinggi. Dengan
demikian, Sa’id bin ‘Ufair dalam kapasitasnya
sebagai transmitter hadits tidak dapat dijadikan
hujjah, namun haditsnya bisa tetap ditulis dan diteliti
ulang.
b) Al-Laits
Menyangkut kualitas pribadi dan kapasitas
intelektual Al-Laits, para kritikus hadits memberi
penilaian mereka, yang disampaikan oleh Al-Dzahabi
(1995:515-516) sebagai berikut:
(1) Abu Al-Fath Al-Azdi berkomentar: ia shaduq.
(2) Abu Bakar Al-Baihaqi menyebutkannya dalam “Al-
Sunan Al-Kubra”, dan berkata: ia seorang imam yang
hafidz. Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata:
ia orang alim dari Mesir yang ahli fiqih, salah satu
ulama dimasanya, banyak dan kuat hafalannya.
(3) Abu Hatim Al-Razi berkomentar: ia tsiqah. Saya lebih
menyukainya dari pada Al-Mufadhdhal bin Fadhalah
Al-Mishri.
(4) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya
dalam “Al-Tsiqat”, dan berkata: ia termasuk seorang
Page 100
78
yang di hormati pada masanya karena ahli fiqih,
wira’i, alim, dan penuh keutamaan.
(5) Abu Daud Al-Sijistani berkata: tidak ada seorangpun
yang menulis hadits dihadapannya yang bisa
menduduki posisinya.
(6) Abu Zur’ah Al-Razi berkomentar: ia tsiqah. Murrah
berkomentar: ia shaduq, haditsnya bisa dijadikan
hujjah.
(7) Abu ‘Abdullah Al-Hakim menyebutkannya dalam
“Ma’rifat ‘ulum Al-Hadits” dan berkomentar: tsiqah.
Dan menyebutkannya dalam “Al-Mustadrak” dan
berkata: Imam.
(8) Abu Yu’la Al-Khalili berkomentar: ia seorang Imam
tidak ada yang menolakya.
(9) Ahmad bin Hanbal berkomentar: tsiqah, tsabat. Suatu
waktu ia berkata: tidak ada dikalangan penduduk
Mesir yang lebih tsabit dari pada Al-Laits bin Sa’ad.
Suatu waktu ia berkata: tsiqah, akan tetapi ia terlalu
mudah dalam mengambil riwayat. Suatu waktu ia
berkata: banyak ilmunya, shahih haditsnya.
(10) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasa’i berkomentar: tsiqah.
(11) Ahmad bin Shalih Al-Mishri berkata: ia Imam yang
telah Allah wajibkan kepada kita menunaikan haknya.
Page 101
79
(12) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli berkomentar: tsiqah.
(13) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam :Al-Taqrib”:
tsiqah, tsabat, faqih, imam masyhur.
(14) Al-Daruquthni berkata: ia termasuk orang yang paling
tsabit dalam meriwayatkan hadits Sa’id Al-Maqburi.
(15) Al-dzahabi berkomentar: tsabit, dalam pandangan
Malik.
(16) ‘Abdurrahman bin Yusuf bin Kharrasy berkomentar:
shaduq, shahih al-hadits.
(17) ‘Abdullah bin Wahab Al-Mishri berkata: kalau tidak
ada Al-Laits dan Malik, niscaya kami tersesat.
(18) ‘Ali Al-Madini berkomentar: tsiqah, tsabit. Suatu
waktu ia berkata: tidak ada orang yang lebih tsabit
dalam meriwayatkan hadits Sa’id bin Abi Sa’id Al-
Maqburi dari pada Abu Dzunab, Laits bin Sa’ad, dan
Muhammad bin Ishaq. Mereka bertiga men-sanad-kan
hadits-hadits Ibnu ‘Ajlan.
(19) ‘Amar bin ‘Ali Al-Fallas berkomentar: shaduq.
Mendengarkan dari Al-Zuhri.
(20) Muhammad bin Idris Al-Syafi’i berkata: Al-Laits
lebih faqih dari pada Malik.
(21) Muhammad bin Sa’ad sekretaris Al-Waqidi berkata:
tsiqah, banyak haditsnya yang shahih.
Page 102
80
(22) Yahya bin Bukair berkata: saya tidak melihat orang
sepertinya. Suatu waktu ia berkata: Al-Laits lebih
faqih dari pada Malik.
(23) Yahya bin Ma’in berkomentar: tsiqah. Suatu waktu ia
berkata: ia lebih tsabit dari Al-Maqburi.
(24) Ya’qub bin Syaibah Al-Sudusi berkomentar: tsiqah.
c) ‘Uqail
Para kritikus hadits mengemukakan penilaian
terhadap ‘Uqail, disampaikan oleh Al-Dzahabi (1995:111-
112) dengan term-term sebagai berikut:
(1) Abu Ja’far Al-‘Uqaili berkomentar: shaduq, ia tidak
ada bandingannya dari Al-Zuhri dalam beberapa
hadits.
(2) Abu Hatim Al-Razi berkomentar: la ba’sa bih.
(3) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menuturkannya
dalam “Al-Tsiqat”
(4) Abu Zur’ah Al-Razi berkomentar: tsiqah, shaduq.
(5) Ahmad bin Hanbal berkomentar: tsiqah. Ia pernah
berkata: shalih al-hadits, la ba’sa bih.
(6) Ahmad bin Syu’aib berkomentar: tsiqah.
(7) Ahmad bin ‘Abdullah berkomentar: tsiqah.
(8) Ishaq bin Ibrahim Al-Farisi berkomentar: hafidz.
(9) Ishaq bin Rahawaih berkomentar: tsiqah.
Page 103
81
(10) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”:
ia tsiqah, tsabat. Dan dalam “Huda Al-Sari”: ia salah
satu orang yang tsiqah, tsabat diantara sahabat Al-
Zuhri berdasarkan pengukuhan oleh orang banyak.
(11) Al-Dzahabi berkomentar: hafidz, shahih kitabnya.
(12) Ziyad bin Sa’ad berkomentar: hafidz.
(13) Muhammad bin Sa’ad, sekretaris Al-Waqidi berkata:
tsiqah.
(14) Yahya bin Sa’id Al-Anshari men-dha’if-kannya.
(15) Yahya bin Ma’in berkomentar: tsiqah, hujjah. Dalam
riwayat Ibnu Mahruz: ia termasuk orang yang paling
tsabat dalam hadits Al-Zuhri setelah Malik dan
Ma’mar.
d) Ibnu Syihab
Menyangkut kualitas pribadi dan kapasitas
intelektual Ibnu Syihab, para kritikus hadits memberi level
dan penilainnya sebagaimana yang penulis kutip dari
aplikasi Gawami AlKalem V4.5 berikut:
(1) Abu Hatim Al-Razi: Al-Zuhri lebih saya sukai dari
pada Al-A’masy (Ibnu Syihab). Haditsnya bisa
dijadikan hujjah dan ia sahabat Anas Al-Zuhri yang
paling tsabat.
Page 104
82
(2) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya
dalam “Al-Tsiqat” dan berkata: saya melihat sepuluh
sahabat Rasulullah SAW, ia termasuk orang yang
paling hafidz pada masanya, paling baik, faqih, fadhil,
banyak orang yang meriwayatkan darinya.
(3) Abu Daud Al-Sijistani: ia orang yang paling baik
haditsnya.
(4) Abu Zur’ah Al-Razi ditanya tentanh Al-Zuhri dan
‘Amar bin Dinar. Ia berkomentar: Al-Zuhri lebih
hafidz.
(5) Abu ‘Abdullah Al-Hakim menyebutkannya dalam
“Al-Mustadrak” dan berkomentar: tsiqah.
(6) Ahmad bin Al-Farrat Al-Razi: tidak ada yang lebih
utama musnad-nya dibanding Al-Zuhri. Ia
meriwayatkan seribu hadits.
(7) Ayyub bin Abu Tamimah Al-Sakhtiyani: saya tidak
melihat satu orangpun yang lebih alim dari Al-Zuhri.
(8) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”:
ia al-faqih, al-hafidz, disepakati kemuliaan dan
kekuatan hafalannya.
(9) Ibnu Manjuwaih Al-Ashbahani: ia orang yang paling
hafidz pada masanya.
Page 105
83
(10) Al-Dzahabi: ia salah seorang imam yang alim, ia
orang alim penduduk Hijaz dan Syam.
(11) Al-Suyuthi: ia salah satu orang yang sangat aim.
(12) Al-Laits bin Sa’ad Al-Mishri: saya tidak melihat sama
sekali orang alim yang lebih ijma’ dan lebih banyak
ilmunya dibanding Ibnu Syihab.
(13) Sabath bin Al-Jauzi: ia terkenal penipu.
(14) Sufyan bin ‘Uyainah: tidak ada orang yang lebih alim
dalam ilmu sunnah dibanding dia.
(15) ‘Ali bin Al-Madini: tidak ada di Madinah setelah
pemuka Tabi’in yang lebih alim dari Ibnu Syihab,
Yahya bin Sa’id, Abu Al-Zunad dan Bakir bin
‘Abdullahbin Al-Asyji.
e) ‘Urwah bin Al-Zubair
Penilaian para kritikus hadits menyangkut pribadi
‘Urwah bin Al-Zubair sebagaimana yang penulis kutip
dari aplikasi Gawami AlKalem V4.5 adalah sebagai
berikut:
(1) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya
dalam “Al-Tsiqat”.
(2) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli: tsiqah. Ia orang shalih.
Tidak ada fitnah tentangnya.
Page 106
84
(3) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”:
tsiqah, faqih, masyhur.
(4) Ibnu Syihab Al-Zuhri: saya tidak melihat orang yang
lebih istimewa haditsnya dibanding ‘Abdullah bin
‘Abdullah.
(5) Muhammad bin Sa’ad, sekretaris Al-Waqidi: tsiqah,
banyak meriwayatkan hadits, faqih, alim, tsabit,
ma’mun.
f) ‘Aisyah
Menyangkut kualitas pribadi dan kapasitas
intelektual ‘Aisyah, para kritikus hadits memberi level dan
penilaiannya sebagaimana sebagaimana yang penulis kutip
dari aplikasi Gawami AlKalem V4.5 berikut:
(1) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti: ia Istri Rasulullah
SAW.
(2) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”:
ia Ummul Mukminin. Perempuan paling faqih secara
mutlak. Istri Nabi SAW yang paling utama, selain
Khadijah.
(3) Al-Dzahabi berkata dalam “Tahdzib Al-Tahdzib”: ia
Ummul Mukminin, al-faqih, al-rabbani, istri
Rasulullah SAW.
(4) Al-Suyuthi: ia Ummul Mukminin, istri kekasih Allah.
Page 107
85
2) Jalur Ibnu Majah
a) Abu Bakar bin Abu Syaibah
Para kritikus hadits mengemukakan penilaian
terhadap Abu Bakar bin Abu Syaibah sebagaimana yang
penulis kutip dari aplikasi Gawami AlKalem V4.5 berikut:
(1) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya
dalam “Al-Tsiqat” dan berkata: mutqin, hafidz al-din,
termasuk orang yang menulis, mengumpulkan,
mengarang dan pengingat. Ia orang paing hafidz pada
masanya dalam hadits-hadits maqthu’.
(2) Abu Hafash ‘Umar bin Syahin: shaduq.
(3) Abu Zur’ah Al-Razi: saya tidak melihat orang yang
lebih hafidz dari dia.
(4) Ahmad bin Humaid Al-Jahmi: ia paling hafidz
penduduk Kufah.
(5) Ahmad bin Hanbal: shaduq. Saya lebih suka dia dari
pada ‘Utsman.
(6) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasa’i: tsiqah.
(7) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli: ia orang Kufah, tsiqah,
banyak hafalan haditsnya.
(8) Ibnu Abi Hatim Al-Razi menyebutkannya dalam “Al-
Jarhu Wa Al-Ta’dil” dan berkata: ia orang Kufah
Page 108
86
yang tsiqah. Ia meriwayatkan dari Syarik, Abu Al-
Ahwash, ‘Ubad dan Hasyim.
(9) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”:
tsiqah, hafidz, shahib tashanif.
(10) Al-Khathib Al-Baghdadi: ia mutqin, hafidz, muktsir.
Ia mengarang Al-Musnad, Al-Ahkam dan Al-Tafsir.
(11) Al-Dzahabi: ia pemuka Al-Hafidz, ke-tsiqah-an
berakhir padanya.
(12) Ja’far bin Muhammad Al-Firyabi: saya bertanya
kepada Muhammad bin Numair dari Bani Abu
Syaibah, ia berkata: dikalangan ulama ada komentar
yang saya tidak suka untuk menuturkannya.
(13) ‘Abdul Baqi bin Qani’ Al-Baghdadi: tsiqah, tsabat.
(14) ‘Abdul Rahman bin Yusuf bin Kharrasy: tsiqah.
(15) ‘Amar bin ‘Ali Al-Fallas: saya tidak melihat orang
yang lebih hafidz darinya.
(16) Qutaibah bin Sa’id: saya menulis segala sesuatu
darinya.
(17) Yahya bin ‘Abdul Hamid Al-Hammani: anak-anak
Ibnu Abi Syaibah merupakan ahli ilmu. Mereka
menyempitkan kita dalam ilmu hadits.
(18) Yahya bin Ma’in: orang Kufah banyak yang rusak
kecuali dua orang anak Abu Syaibah: Abu Bakar dan
Page 109
87
‘Utsman. Ia berkata: Abu Bakar menurut kami
shaduq.
(19) Ya’qub bin Syaibah Al-Sudusi menyebutkannya
dalam “Su’alaatu ‘Utsman bin Muhammad bin Abu
Syaibah” dan berkata: ia memudah-mudahkan hadits.
b) Sufyan bin ‘Uyainah
Para kritikus hadits mengemukakan penilaian
terhadap Sufyan bin ‘Uyainah sebagaimana yang penulis
kutip dari aplikasi Gawami AlKalem V4.5 berikut:
(1) Abu Bakar Al-Baihaqi menyebutkannya dalam “Al-
Sunan Al-Kubra” dan berkomentar: tsiqah, hafidh,
hujjah.
(2) Abu Hatim Al-Razi: tsiqah, imam, tsabat.
(3) Abu ‘Abdullah Al-Hakim menyebutkannya dalam
“Al-Mustadrak”, dan berkomentar: hafidh, tsiqah,
tsabat.
(4) Ahmad bin Hanbal: tsabat.
(5) Ahmad bin ‘AbdullahAl-‘Ijli: tsiqah, tasabat.
(6) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam”Al-Taqrib”:
tsiqah, hafidh, faqih, imam, hujjah.
(7) Al-Daruquthni: tsiqah, hafidh.
(8) Al-Dzahabi: tsiqah, tsabat, hafidh, imam.
Page 110
88
(9) ‘Abdul Rahman: tsiqah, ma’mun, tsabat.
(10) Muhammad bin Sa’ad 9sekretaris Al-Waqidi): tsiqah,
tsabat, katsiral-hadits, hujjah.
c) Al-Zuhri
Para kritikus hadits mengemukakan penilaian
terhadap Al-Zuhri sebagaimana yang penulis kutip dari
aplikasi Gawami AlKalem V4.5 berikut:
(1) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya
dalam “Al-Tsiqat”.
(2) Abu Daud Al-Sijistani: ahsan al-hadits.
(3) Abu Zur’ah Al-Razi: hafidh.
(4) Abu ‘Abdullah Al-Hakim menyebutkannya dalam
“Al-Mustadrak”, dengan komentar: tsiqah.
(5) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”:
al-faqih, al-hafidh.
(6) Ibnu Manjuwaih Al-Ashbahani: hafidh.
(7) Sabath bin Al-Jauzi: masyhur bi al-tadlis.
(8) Syu’aib Al-Arnauth: hafidh.
(9) Muhammad bin Sa’ad: tsiqah, katsir al-hadits wa al-
‘ilm, faqih.
Page 111
89
(10) Yahya bin Sa’id: hafidh.
d) ‘Urwah bin Al-Zubair
Para kritikus hadits mengemukakan penilaian
terhadap ‘Urwah bin Al-Zubair sebagaimana yang penulis
kutip dari aplikasi Gawami AlKalem V4.5 berikut:
(1) Abu Hatim bin Hibban menyebutkannya dalam “Al-
Tsiqat”.
(2) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli: tsiqah.
(3) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”:
tsiqah, faqih, masyhur.
(4) Ibnu Syihab Al-Zuhri: bahrun.
(5) Muhammad bin Sa’ad: tsiqah, katsir al-hadits, faqih,
alim, tsabit, ma’mun.
e) ‘Aisyah
Para kritikus hadits mengemukakan penilaian
terhadap ‘Aisyah dapat dibaca pada halaman 85.
d. Meneliti Syadz dan ‘Illat pada Sanad Hadits
Meneliti dua sanad hadits ini, semua perawinya
memperoleh nilai tsiqah dari para kritikus hadits, masuk dalam
kategori ta’dil, tidak ada yang menggolongkan satu perawipun
dalam kategori jarh. Oleh karena itu penulis berkesimpulan,
dalam sanad hadits ini tidak terdapat syadz dan juga ‘illat.
e. Penilaian Terhadap Kualitas Sanad Hadits
Page 112
90
Dari kelima perawi tersebut semuanya dinilai tsiqah,
tidak ada yang tidak tsiqah, sehingga semua perawi tergolong
perawi dalam tingkatan ta’dil. Mencermati lambang periwatan
yang digunakan masing-masing perawi, meskipun terdapat dua
perawi yang menggunakan shighat ‘an, namun sanad hadits
tersebut muttashil, karena terbukti ada pertemuan langsung
antara perawi yang diantarai dengan shighat ‘an tersebut.
Dengan mengacu pada kaidah keshahihan sanad hadits,
penulis berkesimpulan bahwa sanad hadits ini shahih al-sanad.
، حدثن .3 د بن بشار ، قال: حدثني القاسم بن ا يحيى، عن عبيد الله حدثني محم
، عن د جت فطلق، فسئل محم عائشة، أن رجل طلق امرأته ثلثا، فتزو
ل؟ قال: لا، حتى يذوق عسيلتها كما النبي صلى الله عليه وسلم: أتحل للو
ل ، ر 452، ص 1)صحيح البخاري: من أجاز طلق الثلث ج .ذاق الو
0273)
، قال: .4 د بن المثنى، قال: حدثنا يحيى، قال: حدثني عبيد الل أخبرنا محم
جت زوجا حدثني القاسم، عن عائشة: أن رجل طلق امرأته ثلثا فتزو
ل؟ صلى الله عليه وسلم، أتحل للو فطلقها قبل أن يمسها، فسئل رسول الل
ل باب إحلل : النسائي سنن) فقال: لا، حتى يذوق عسيلتها كما ذاق الو
(1433، ر 025، ص المطلقة ثلثا والنكاح الذي يحلها به
Page 113
91
a. Rangkaian Sanad
b. Biografi dan Kebersambungan Sanad
1) Dari Jalur Al-Bukhari
Hadits ini terdapat dalam kitab Shahih Al-Bukhari, juz
III, bab man ajaaza thalaaq al-tsalaats, hal.402, Hadits nomor
5261. Diriwayatkan oleh lima orang, yaitu: Muhammad bin
رسول الله
القاسم بن محمد
عائشة
محمد بن المثنى
عبيد الله
النسائي البخاري
يحيى
محمد بن بشار
Page 114
92
Basysyar, Yahya, ‘Ubaidullah, Al-Qasim bin Muhammad dan
‘Aisyah.
a) Muhammad bin Basysyar
Mengenai biografi Muhammad bin Basysyar, Al-
‘Asqalani (1995:519-520) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin
Basysyar bin ‘Utsman bin Daud bin Kaisan Al-‘Abdiy.
Beliau dikenal dengan nama Abu Bakar Al-Hafidz Al-Bashri
Bundar.
Beliau meriwayatkan hadits dari ‘Abdul Wahab Al-
Tsaqafi, Ghundar, Rauh bin ‘Ubadah, harami bin ‘Umarah,
Ibnu Abi ‘Addi, Mu’adz bin Hisyam, Yahya Al-Qaththan,
Ibnu Mahdi, Abi Daud Al-Thayalisi, Yazid bin Zurai’, Yazid
bin Harun, Ja’far bin ‘Aun, Yahzu bin Asad, Salim bin Nuh,
Hammad bin Mas’adah, Sahal bin Yusuf, ‘Abdul A’la bin
‘Abdul A’la, ‘Umar bin Yunus Al-Yamami, Muhammad bin
‘Ar’Arah, Mu’adz bin Mu’adz, Abi ‘Amir Al-‘aqadi, Abi
‘Ali Al-Hanafi, ‘Utsman bin ‘Umar bin Faris, Muhammad
bin Bakar Al-Bursani, Ummiyah bin Khalid, Abi ‘Ashim,
‘Abdul Malik bin Al-Shabbah, ‘Abdu Al-Shamad bin ‘Abdul
Warits, dan banyak yang lainnya.
Page 115
93
Telah meriwayatkan hadits dari beliau Al-Jama’ah,
Al-Nasa’i dari Abu Bakar Al-Marwazi dan ZakariyaAl-Sajzi,
Abu Zur’ah, Abu Hatim, Baqi bin Makhlad, ‘Abdullah bin
Ahmad, Ibnu Najiyah, Ibrahim Al-Harbi, Ibnu Abi Al-Dunya,
Zakariya Al-Saji, Abu Khulaifah, Ibnu Khuzaimah, Al-Qasim
bin ZakariyaAl-Mutharriz, Muhammad bin Musayyab Al-
Arghani, Ibnu Sha’id, Al-Baghawi dan lain-lain.
Ibnu Khuzaimah berkata: Bundar berkata: saya
berbeda pendapat dengan Yahya bin Sa’id Al-Qaththan lebih
dari 20 tahun. Seandainya Yahya hidup pada zaman sesudah
itu maka pasti saya akan mendengarkan darinya banyak hal.
Al-Ajri berkata, dari Abi Daud: saya menulis dari
Bundar hamper 50.000 hadits, dan saya mencatat dari abi
Musa suatu hal, kalaulah Bundar tidak salamah, maka tentu
haditsnya ditinggalkan.
Berkata Ibnu Sayyar: Bundar dan Abu Musa,
keduanya adalah tsiqat. Abu Musa lebih dapat dijadikan
hujjah karena ia tidak membaca kecuali dari kitabnya sendiri,
sedangkan Bundar membaca dari banyak kitab.
‘Abdullah bin ‘Ali bin Al-Madini berkata: saya
mendengar ayah saya, kemudian saya bertanya kepadanya
tentang hadits yang diriwayatkan oleh Bundar dari Ibnu
Mahdi dari Abu Bakar bin ‘Abbas dari ‘Ashim bin Ziran dari
Page 116
94
‘Abdullah, dari Nabi SAW bersabda: makan sahurlah kalian,
karena sesungguhnya dalam makan sahur ada keberkahan.
Ayah saya berkata: ini dusta, ayah saya sangat
mengingkarinya, kemudian ayah saya berkata: Abu Daud
telah menceritakan kepadaku (hadits ini) mauquf.
Al-Azadi berkata: banyak orang telah mencatat
(riwayat hadits) dari Bundar, dan mereka menerimanya.
Tidak ada ucapan Yahya dan Al-Qawariri yang mencacatnya.
San saya tidak melihat satu orangpun yang menyebutnya
kecuali dengan baik dan shidq.
Al-‘Ijli berkata: Bashri, tsiqat, banyak hadits, ia
seorang penenun.
Abu Hatim berkata: (Bundar) shaduq.
Al-Nasa’i berkata: (Bundar) shalih, laa ba’sa bih
Berkata Al-Siraj: saya mendengar Abu Sayyar
berkata: saya mendengar Bundar berkata: saya dilahirkan
pada tahun yang pada tahun itu Hammad bin Sil’ah wafat.
Hammad wafat pada tahun 67 H.
Al-Bukhari berkata, tanpa didukung seorangpun:
(Bundar) wafat pada bulan Rajab tahun 252 H.
Ibnu Hibban berkata: (Bundar) hafal haditsnya dan
membacanya dari hafalannya.
Page 117
95
Berkata Ibnu Khuzaimah dalam “Al-Tauhid”: telah
menceritakan kepada kami Imam ahli dizamannya
Muhammad bin Basysyar.
Al-Bukhari berkata dalam “Shahih”nya: Bundar
telah menuliskan kepadaku, ia menuturkan hadits musnad,
kalaulah ia tidak sangat tsiqat maka tidak diriwayatkan hadits
darinya dengan jalan mukatabah, bersamaan bahwasannya ia
berada pada thabaqat ke empat dari guru-gurunya, banyak
ditemukan padanya apa yang tidak ditemukan pada orang
lain.
Maslamah bin Qasim berkata: Ibnu Al-Mahrani
telah mengkhabarkan kepada kami tentangnya, ia seorang
yang tsiqat masyhur.
Al-Daruquthni berkata: ia termasuk salah seorang
dari al-hiffadz al-atsbat.
Dalam kitab “Al-Zahrah” Al-Bukhari meriwayatkan
hadits darinya 205 hadits, Muslim meriwayatkan hadits
darinya 460 hadits.
b) Yahya
Mengenai biografi Yahya, Al-‘Asqalani (1995:357-
359) menyatakan sebagai berikut:
Page 118
96
Nama lengkapnya adalah Yahya bin Sa’id bin
Farukh Al-Qaththan Al-Tamimi dikenal dengan nama Abu
Sa’id Al-Bashri Al-Ahwal Al-Hafidz.
Beliau meriwayatkan hadits dari Sulaiman Al-Taimi,
Humaid Al-Thawil, Isma’il bin Abi Khalid, ‘Ubaidillah bin
‘Umar, Yahya bin Sa’id Al-Ashari, Hisyam bin ‘Urwah,
‘Ikrimah bin ‘Ammar, Yazid bin Abi ‘Ubaid, Aban bin
Sham’ah, Bahar bin Hakim, Ja’far bin Muhammad bin ‘Ali
bin Al-Husain, Ja’far bin Maimun, Al-A’masy, Husain Al-
Mu’allim, Ibnu Juraij, Al-Auza’i, Malik, Ibnu ‘Ajlan, Abi
Shakhar Humaid bin Ziyad, Al-Hasan bin Dzakwan, Hatim
bin Abi Shaghirah, Khutsaim bin ‘Irak, Salim bin Hayyan,
Syu’bah, Sufyan Al-Tsauri, Ibnu Abi ‘Arubah, Saif bin
Sulaiman, ‘Abdullah bin Sa’id bin Abi Hindun, ‘Abdul
Hamid bin Ja’far, ‘Abdul Malik bin Abi Sulaiman, ‘Utsman
bin Ghiyats, ‘Utsman bin Al-Aswad, ‘Ubaidillah bin Al-
Akhmas, ‘Auf Al-A’rabi, ‘Imran Al-QashirQurah bin Halid,
Fudhail bin Ghazwan, Yazid bin Kaisan, Mutsanna bin Sa’id
Al-Dhuba’i, dan banyak yang lainnya.
Orang-orang yang meriwayatkan hadits darinya:
putranya Muhammad bin Yahya bin Sa’id, cucunya Ahmad
bin Muhammad, Ahmad, Ishaq, ‘Ali ibnu Al-Madini, Yahya
bin Ma’in, ‘Amar bin ‘Ali Al-Fallas, Musaddad, Abu Bakar
Page 119
97
bin Abi Syaibah, Abu Khaitsamah, Bisyir bin Al-Hakim,
Shadaqah ibn Al-Fadhil, Abu Qudamah Al-Surkhasi,
‘Ubaidillah bin ‘Umar Al-Qawariri, Bundar, Abu Musa,
Ya’qub Al-Dauriqi, Muhammad bin Abu Bakar Al-
Muqaddami, Abu Kamil Al-Jahdari, Abu Ya’la bin Syaddad
Al-Masma’i, dan meriwayatkan hadits darinya dari guru-
gurunya Syu’abh, Sufyanani, dan orang pada zamannya
Mu’tamar bin Sulaiman dan ‘Abdurrahman bin Mahdi.
Berkata ‘Abdurrahman bin Mahdi: suatu hari para
ulama berselisih dengan Syu’bah. Para ulama berkata:
jadikan seorang hakim diantara kami dan engkau. Syu’bah
berkata: saya rela (yang menjadi hakim) Al-Ahwal, yakni
Yahya bin Sa’id Al-Qaththan.
Khalid bin Al-Harits berkata: kami mengunggulkan
Yahya dari pada Sufyan Al-Tsauri.
Berkata Al-Qawariri, dari Ibnu Mahdi: saya belum
melihat orang yang lebih bagus dalam pengambilan hadits
dan lebih bagus dalam dimintai hadits darinya selain Yahya
Al-Qaththan dan Sufyan bin Habib.
Ibnu ‘Ammar berkata: ‘Abdurrahman bin Mahdi
meriwayatkan hadits dari Yahya bin Sa’id sebanyak 2000
hadits, sedangkan Yahya bin Sa’id masih hidup
Page 120
98
Berkata Al-Saji: saya meriwayatkan hadits dari ‘Ali
bin Al-Madini, ia berkata: saya tidak melihat orang yang
paling alim tentang rijal hadits selain Yahya Al-Qaththan,
dan saya tidak melihat orang yang paling alim dalam benar
dan salahnya hadits selain Ibnu Mahdi, apabila keduanya
sepakat meninggalkan rijal (periwayat hadits), maka sayapun
meninggalkannya, dan apabila salah satunya mengambil
hadits dari rijal itu, maka sayapun meriwayatkan hadits dari
rijal tersebut.
Ahmad bin Yahya bin Al-Jarud berkata, dari Ibnu
Al-Madini: saya tidak melihat orang yang lebih tsabit dari
Yahya Al-Qaththan.
Ibrahim bin Muhammad Al-Taimi berkata: saya
tidak melihat orang yang lebih alim dalam ilmu rijal daripada
Yahya Al-Qaththan.
‘Abdullah bin Ahmad berkata: saya mendengar ayah
saya berkata: Yahya Al-Qaththan telah meriwayatkan hadits
kepadaku, dan kedua mataku tidak pernah melihat orang yang
sepertinya.
berkata Shalih bin Ahmad, dari ayahnya: Yahya bin
Sa’id paling tsabit dari pada mereka - yakni Ibnu Mahdi,
Waki’ dan selain mereka berdua – ia telah meriwayatkan
Page 121
99
hadits dari 50 Syekh. Diantara orang yang meriwayatkan
hadits darinya adalah Sufyan.
Abu Daud berkata, dari Ahmad: saya tidak melihat
padanya kitab, ia meriwayatkan hadits kepada kami dari
hafalannya.
Berkata Hanbal, dari Ahmad: saya tidak melihat
orang yang paling sedikit salahnya selain Yahya, ia salah
hanya dalam beberapa hadits.
Al-Duri berkata, dari Ibnu Ma’in: Yahya Al-
Qaththan lebih tsabit daripada Ibnu Mahdi menurut Sufyan.
Abu Zur’ah Al-Dimasyqi berkata: saya bertanya
kepada Ibnu Ma’in: Yahya Al-Qaththan diatasnya Ibnu
Mahdi ? ia menjawab: ya.
Ishaq bin Ibrahim bin Habib bin Al-Syahid berkata:
saya melihat Yahya Al-Qaththan sedang shalat Ashar,
kemudian ia bersandar. Tiba-tiba berdiri dihadapannya ‘Ali
bin Al-Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Al-
Syadzikuni, dan ‘Amar bin ‘Ali, mereka bertanya tentang
sebuah hadits, mereka berdiri karena segan kepadanya.
Ibnu ‘Ammar berkata: ketika saya melihat Yahya
Al-Qaththan, saya mengira tidak ada kebaikan padanya,
ketika ia berkata, para ahli fiqih mendengarkannya dengan
penuh perhatian.
Page 122
100
Berkata cucunya: kakek saya tidak pernah bercanda,
tidak tertawa kecuali tersenyum, dan tidak pernah masuk
pemandian sama sekali.
Berkata Abu Daud, dari Yahya bin Ma’in: Yahya
Al-Qaththan istiqamah mengkhatamkan Al-Qur’an setiap
malam selama 20 tahun, dan tidak pernah melewati waktu
zawal di Masjid dalam waktu 40 tahun.
Ibnu Sa’ad berkata: Yahya Al-Qaththan seorang
yang tsiqah, ma’mun, rafi’, hujjah.
Berkata Al-‘Ijli: Bashri seorang yang tsiqah, bersih
haditsnya, tidak meriwayatkan hadits kecuali dari jalur yang
tsiqah.
Abu Zur’ah berkata: Yahya Al-Qaththan termasuk
al-tsiqat al-huffadz.
Abu Hatim berkata: Yahya Al-Qaththan seorang
yang tsiqah, hafidz.
Al-Nasa’i berkata: Yahya Al-Qaththan seorang yang
tsiqah, tsabit, mardhi.
Berkata ‘Amar bin ‘Ali: saya mendengar Yahya bin
Sa’id berkata: saya dilahirkan pada awal tahun 120 H. dan ia
wafat pada tahun 198 H.
Tidak ada yang member tanggal wafatnya. ‘Ali bin
Al-Madini menambahkan: pada bulan Shafar.
Page 123
101
Al-Duri berkata, dari Ibnu Ma’in dari ‘Affan bin
Muslim: seorang laki-laki melihat Yahya bin Sa’id 20 tahun
sebelum wafatnya.
Ibnu Al-Manjuwaih berkata: Yahya Al-Qaththan
termasuk pimpinan masyarakat pada masanya, hafidz, wara’i,
faham, istimewa, pakar agama, dan alim. Ia adalah Mahdi
bagi penduduk Irak, penulis hadits, sangat memperhatikan
ke-tsiqah-an hadits, dan meninggalkan hadits-hadits dha’if.
Ibnu Hibban menambahkan: telah belajar Ahmad,
Yahya, ‘Ali dan dan para Imam kami kepada Yahya Al-
Qaththan.
Al-Khalili berkata: ia adalah Imam yang tidak
terbantahkan, ia adalah orang yang paing mulia diantara
sahabat-sahabat Malik di Bashrah. Al-Tsauri ta’jub akan
hafalannya. Para Imam ber-hujjah dengannya. Mereka
berkata: orang yang ditinggalkan periwayatannya oleh
Yahya, kami tinggalkan.
c) ‘Ubaidullah
Mengenai biografi ‘Ubaidullah, Al-‘Asqalani
(1995:22-23) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya ‘Ubaidillah bin ‘Umar bin Hafash
bin ‘Ashim bin ‘Umar bin Al-Khaththab Al-‘Adawi Al-
Page 124
102
‘Umri Al-Madani. Kuniyahnya Abu ‘Utsman. Salah satu dari
7 ahli fiqih.
Meriwayatkan hadits dari Ummu Khalid binti
Khalid bin Sa’id bin Al-‘Ash, bapaknya, pamannya Khubaib
bin ‘Abdurrahman, Salim bin ‘Abdullah bin ‘Umar,
anaknyaAbu Bakar bin Salim, Nafi’ budak Ibnu ‘Umar,
anaknya ‘Umar bin afi’, Al-Qasim bin Muhammad bin Abu
Bakar, anaknya ‘Abdurrahman bin Al-Qasim, Sumayya
budak Abu Bakar bin ‘Abdurrahman bin Al-Harits, Abu
Hazim bin Dinar, Sa’id Al-Maqburi, ‘Ubadah bin Al-Walid
bin ‘Ubadah bin Al-Shamit, ‘Abdullah bin Dinar, Abu Al-
Zinad, ‘Atha bin Abu Rabah, Tsabit Al-Bunani, Muhammad
bin Al-Munkadir, Muhammad bin Yahya bin Habban, Yazid
bin Ruman, Al-Zuhri, Wahab bin Kaisan, dan lainnya.
Yang meriwayatkan hadits darinya: saudaranya
‘Abdullah, Humaid Al-Thawil dari guru-gurunya, Ayub Al-
Sukhtiyani wafat sebelumnya, yahya bin Sa’id Al-Anshari
yang lebih besar dari ‘Ubaidillah, Jarir bin Hazim, dua
Hammad, dua Sufyan, Syu’bah, Ma’mar bin Rasyid, Zaidah,
Sufyan bin Husain, Sulaiman bin Bilal, Hafash bin Ghiyats,
Kalid bin Al-Harits, Sulaim bin Akhdhar, ‘Ubbad bin
‘Ubbad, ‘Abdullah bin Idris, ‘Abdullah bin Al-Mubarak,
‘Abdullah bin Numair, ‘Abdul A’la bin ‘Abdul A’la, Ibnu
Page 125
103
Juraij, Abu Ishaq Al-Fazari, ‘Abdul ‘Aziz Al-Majisyun, Al-
Darawardi, Mu’tamar bin Sulaiman, Wuhaib, Yahya bin Abi
Zaidah, Yahya Al-Qaththan, Abu Khalid Al-Ahmar, ‘Abdul
Wahab Al-Tsaqafi, ‘Uqbah bin Khalid Al-Sakuni, ‘Isa bin
Yunus, ‘Ali bin Muhir, ‘Abdah bin Sulaiman, Al-Fadhal bin
Musa Al-Sinani, Al-Qasim bin Yahya bin ‘Atha bin
Muqaddam, Al-Laits bin Sa’ad, Isma’il bin Zakariya Al-
Khulqani, Abu Dhamrah Anas bin ‘Iyadh, Abu Usamah,
Hammad bin Mas’adah, ‘Abdurrahim bin Sulaiman,
Muhammad bin Bisyir Al-‘Abdi, Muhammad bin ‘Ubaid Al-
Thanafasi, ‘Abdurrazaq bin Hammam, dan yang lainnya.
‘Amar bin ‘Ali berkata: saya menuturkan kepada
Yahya bin Sa’id ucapan Ibnu Mahdi: sesungguhnya Malik
lebih tsabit menurut Nafi’ daripada ‘Ubaidillah, maka ia
marah dan bertanya: ia lebih tsabit dari ‘Ubaidillah ?!
Berkata Abu Hatim, dari Ahmad: ‘Ubaidillah paling
tsabit, hafidz, dan palinh banyak meriwayatkan hadits
daripada mereka.
‘Utsman Al-Darimi berkata: saya bertanya kepada
Ibnu Ma’in: apakah Malik dalam meriwayatkan hadits dari
Nafi’ yang lebih engkau suka atau ‘Ubaidillah? Ia berkata:
masing-masing keduanya sama-sama utama.
Page 126
104
Berkata ‘Abdullah bin Ahmad, dari Ibnu Ma’in:
‘Ubaidullah bin ‘Umar termasuk diantara orang-orang yang
tsiqah.
Al-Nasa’i berkata: ia orang yang tsiqah, tsabit.
Abu Zur’ah dan Abu Hatim berkata: ia seorang yang
tsiqah.
Al-Haitsam bin ‘Adi berkata: ia wafat pada tahun
147 H. Lainnya berkata, ia wafat pada tahun 144 atau 145 H.
Ahmad bin Shalih berkata: ia orang yang tsiqah,
tsabat, ma’mun. Tidak ada seorangpun yang lebih tsabat
dalam meriwayatkan hadits Nafi’ selain dia.
d) Al-Qasim bin Muhammad
Mengenai biografi Al-Qasim bin Muhammad, Al-
‘Asqalani (1995:419-420) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya Al-Qasim bin Muhammad bin
Abu Bakar Al-Shiddiq. Panggilannya Abu Muhammad dan
juga Abu ‘Abdurrahman.
Ia meriwayatkan hadits dari ayahnya, bibinya
‘Aisyah, ‘Abadilah, ‘Abdullah bin Ja’far, Abu Hurairah,
‘Abdullah bin Khabbab, Mu’awiyah, Rafi’ bin Khadij, Shalih
bin Khawwat bin Jubair, Aslam budak ‘Umar,
‘Abdurrahman, dua anak laki-laki Yazid bin Jariyah,
Fathimah binti Qais, dan lainnya.
Page 127
105
Periwayat yang meriwayatkan hadits darinya:
putranya ‘Abdurrahman, Al-Sya’bi, Salim bin ‘Abdullah bin
‘Umar, mereka berdua semasa dengannya, Yahya dan Sa’ad
putra Sa’id Al-Anshari, Ibnu Abi Mulaikah, Nafi’ budak Ibnu
‘Umar, Al-Zuhri, ‘Ubaidullah bin ‘Umar, Sa’ad bin Ibrahim,
‘Ubaidullah bin Miqsam, Ayub, Ibnu ‘Aun, Rabi’ah, Abu Al-
Zinad, Aiman bin Nabil, Aflah bin Humaid, Tsabit bin
‘Ubaid, Handzalah bin Abu Sufyan, Rabi’ah bin ‘Atha,
‘Ashim bin ‘Ubaidillah, ‘Ubbad bin Manshur, ‘Abdullah bin
‘Ala bin Zabar, ‘Ikrimah bin ‘Ammar, ‘Umar bin ‘Abdullah
bin ‘Urwah bin Al-Zubair, Mudzahir bin Aslam, Musa bin
Sarjis, Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amar bin Hazm,
Malik bin Dinar, ‘Isa bin Maimun, Al-Wasithi dan lainnya.
Ibnu Sa’ad berkata: ibunya adalah Ummu Walad
yang dipanggil Saudah. Ia orang yang tsiqah, luhur, alim,
faqih, imam, wira’i, banyak meriwayatkan hadits.
Berkata Al-Bukhari: ayahnya dibunuh, sehingga ia
menjadi yatim dalam asuhan ‘Aisyah ra.
Wuhaib berkata, dari Ayub: saya tidak melihat orang
yang lebih utama dari Al-Qasim.
Al-Bukhari berkata dalam kitab “Al-Shahih”: ‘Ali
bercerita kepada kami, Ibnu ‘Uyainah bercerita kepada kami,
‘Abdurrahman bin Al-Qasim bercerita kepada kami, Al-
Page 128
106
Qasim orang yang paling utama dimasanya, bahwasannya ia
mendengar ayahnya, ia orang yang paling utama dimasanya.
Abu Al-Zinad berkata: saya tidak melihat orang
yang paling alim dalam al-sunnah selainnya.
Khalid bin Nizar berkata (dari Ibnu ‘Uyainah): orang
yang paling alim dalam meriwayatkan hadits dari ‘Aisyah
ada tiga, yaitu: Al-Qasim, ‘Urwah dan ‘Amrah.
Yunus bin Bukair berkata, dari Ibnu Ishaq: saya
melihat Al-Qasim shalat, kemudian datang kepadanya
seorang a’rabi, lalu a’rabi itu bertanya kepadanya: siapa
yang lebih alim, engkau atau Salim? Ia berkata: Maha Suci
Allah, dan mengulang-ulangnya. Lalu ia berkata: itu Salim,
bertanyalah engkau kepadanya. Ibnu Ishaq berkata: Al-Qasim
tidak suka mengatakan: saya lebih alim daripada Salim. Ia
membersihkan hatinya. Ia tidak suka mengatakan: Salim
lebih alim daripada saya, maka ia berbohong. Yunus bin
Bukair berkata: Al-Qasim lebih alim diantara keduanya.
Ibnu Wahab berkata, dari Malik: Al-Qasim adalah
salah satu fuqaha umat ini. Ibnu Wahab berkata:Ibnu Sirin
memerintahkan siapa yang ingin ber-hujjah untuk
memperhatikan petunjuk Al-Qasim, maka ikutilah ia.
Mush’ab Al-Zubairi dan Al-‘Ijli berkata: Al-Qasim
termasuk orang pilihan dari kalangan tabi’in.
Page 129
107
Al-‘Ijli berkata juga: Al-Qasim adalah orang
Madinah, golongan tabi’in, tsiqah, nazih, shalih.
Dhamrah berkata: Al-Qasim wafat setelah ‘Umar
bin ‘Abdul ‘Aziz, pada tahun 101 atau 102 H.
‘Abdullah bin ‘Umar berkata: Al-Qasim dan Salim
wafat, satunya pada tahun 5 H, lainnya tahun 6 H.
Khalifah berkata: Al-Qasim wafat pada tahun 6 H
atau awal tahun 7 H.
Ibnu Abi Khaitsamah berkata, dari Yahya bin Ma’in,
dan Ibnu Al-Madini: Al-Qasim wafat pada tahun 108 H.
Demikian kata banyak orang. Sebagian mereka
menambahkan “Al-Qasim berusia 70 tahun”.
Ibnu Sa’ad berkata: Al-Qasim wafat pada tahun 112
H, komentar lain bukan tahun itu.
Ibnu Hibban berkata dalam kitab tsiqat al-tabi’in:
Al-Qasim termasuk tokoh tabi’in, paling utamanya orang
dimasanya, alim, sopan, faqih. Ia seorang pendiam. Ketika
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz hendak mengangkat seorang wali,
penduduk Madinah berkata: pada hari ini Al-‘Adzra’ akan
berbicara, yang mereka maksudkan adalah Al-Qasim.
e. ‘Aisyah
Mengenai biografi ‘Aisyah, dapat dibaca pada
halaman 69-71.
Page 130
108
2) Dari Jalur Al-Nasa’i
Hadits ini terdapat dalam kitab Sunan Al-Nasa’i, bab
ihlaal al-muthallaqah tsalaatsan wa al-nikaah alladzi yuhilluhaa
bih, hal. 528, hadits nomor 3411. Diriwayatkan oleh lima orang,
yaitu: Muhammad bin Al-Mutsanna, Yahya, ‘Ubaidullah, Al-
Qasim bin Muhammad, dan ‘Aisyah.
a) Muhammad bin Al-Mutsanna
Mengenai biografi Muhammad bin Al-Mutsanna,
Al-‘Asqalani (1995:687) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya Muhammad bin Al-Mutsanna bin
‘Ubaid bin Qais bin Dinar Al-‘Anzi. Kuniyahnya Abu Musa
Al-Bashri.
Meriwayatkan hadits dari: ‘Abdullah bin Idris, Abu
Mu’awiyah, Khalid bin Al-Harits, Yazid bin Al-Zurai’,
Husain bin Hasan Al-Bashri, Mu’tamar, Hafash bin Ghiyats,
Ishaq bin Yusuf Al-Azraq, Ummiyah bin Khalid, Azhar Al-
Samman, Au Al-Nu’manAl-‘Ijli, Hammad bin Mas’adah,
Rauh bin ‘Ubadah, Abu ‘Ashim, Ibnu Numair, Ibnu Mahdi,
Al-Qaththan, Ghundar, ‘Umar bin Yunus Al-Yamami, Al-
Fadhal bin Musawir, Muhammad bin Abu ‘Adi, Muhammad
bin Fudhail, Muadz bin Muadz, Mu’adz bin Hisyam, Wahab
bin Jarir, Salim bin Nuh, Ibnu ‘Uyainah, ‘Abdul Wahab Al-
Tsaqafi, ‘Abdullah bin Humran, ‘Abdul A’la bin ‘Abdul
Page 131
109
A’la, ‘Utsman bin ‘Utsman Al-Ghathafani, ‘Utsman bin
‘Umar bin Faris, ‘Affan, Muhammad bin Jahdham,
Muhammad bin ‘Ar’arah, Muhammad bin ‘Abdullah Al-
Anshari, Makki bin Ibrahim, dan banyak lainnya.
Yang meriwayatkan hadits darinya: Al-Jama’ah, Al-
Nasa’i juga meriwayatkan darinya dari Zakariya Al-Sajzi,
Abu Zur’ah, Abu Hatim, Al-Dzuhali, Baqi bin Makhlad,
Zakariya Al-Saji, Ibnu Abi Al-Dunya, Ibnu Kharrasy,
Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah,Ibnu Najiyah, Shalih
bin Muhammad, Abu Ya’la, Ja’far Al-Firyabi, Muhammad
bin Harun Al-Ruyani, Muhammad bin Shalih bin Al-Walid
Al-Narsi, Ibnu Sha’id, Abu ‘Arwiyah, Husain bin Isma’il Al-
Mahamili dan lainnya.
‘Abdullah bin Ahmad berkata, dari Ibnu Ma’in: ia
seorang yang tsiqah.
Abu Sa’ad Al-Harawi berkata: saya bertanya kepada
Al-Dzahili tentang Abu Musa. Ia berkata: ia merupakan
hujjah.
Abu Hatim berkomentar: ia seorang yang bagus
periwayatan haditsnya, shaduq.
Abu ‘Arwiyah berkata: saya tidak melihat di
Bashrah orang yang lebih tsabit daripada Abu Musa dan
Yahya bin Hakim.
Page 132
110
Al-Nasa’i berkomentar: ia berstatus laa ba’sa bih.
Ada perubahan dalam kitabnya.
Abu Al-Husain Al-Simanani berkata: penduduk
Bashrah mendahulukan Abu Musa atas Bundar. Orang-orang
asing mendahulukan Bundar.
Berkata Ibnu ‘Uqdah: saya mendengar Ibnu Khirasy
berkata: Muhammad bin Al-Mutsanna telah menceritakan
kepada kami, ia termasuk orang yang tsabit.
Ibnu Hibban menuturkan dalam kitab “Al-Tsiqat”
dan berkata: ia seorang pengarang kitab, ia tidak pernah
membaca selain dari kitabnya sendiri.
Al-Khathib berkomentar: ia seorang yang tsiqah,
tsabat. Para Imam ber-hujjah dengan haditsnya.
Abu Musa dilahirkan pada tahun 167 H, wafat pada
tahun 252 H bulan Dzul Qa’dah. Pendapat lain: ia wafat pada
tahun 51 H, pendapat lain: tahun 50 H.
Al-Dzahili berkomentar: ia merupakan hujjah.
Al-Sulami berkata, dari Al-Daru Quthni: ia salah
satu orang yanh tsiqah dan didahulukan atas Bundar. Al-
Sulami berkata:’Amar bin ‘Ali ditanya tentang Abu Musa. Ia
berkata: keduanya tsiqah. Segala sesuatu dari keduanya
diterima kecuali hal yang salah satunya mengomentari yang
lainnya. Al-Sulaim berkata: Abu Musa selamat.
Page 133
111
Maslamah berkomentar: ia seorang yang tsiqah
terkenal dari kalangan huffadh.
Di dalam kitab “Al-Zahrah” Al-Bukhari telah
meriwayatkan darinya 103 hadits, dan Muslim meriwayatkan
772 hadits.
b) Yahya
Mengenai biografi dapat dibaca pada halaman 96-
102.
c) ‘Ubaidillah
Mengenai biografi dapat dibaca pada halaman 102-
107.
d) Al-Qasim bin Muhammad
Mengenai biografi Al-Qasim bin Muhammad dapat
dibaca pada halaman 107-108.
e) ’Aisyah
Mengenai biografi ‘Aisyah dapat dibaca pada
halaman 69-71.
c. Kualitas Pribadi dan Kapasitas Intelektual Perawi
1) Perawi pada jalur Al-Bukhari:
a) Muhammad bin Basysyar
Para kritikus hadits mengemukakan penilaian
terhadap Muhammad bin Basysyar, sebagaimana yang
Page 134
112
penulis kutip dari aplikasi Gawami AlKalem V4.5 dengan
term-term berikut:
(1) Abu Hatim Al-Razi: shaduq.
(2) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya
dalam “Al-Tsiqat, dan berkomentar: hafidh.
(3) Abu ‘Abdillah Al-Hakim menyebutkannya dalam
“Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadits”, dan berkomentar: tsiqah,
faqih. Dan dalam “Al-Mustadrak” ia berkomentar:
hafidz, taqwa, tsabit.
(4) Abu ‘Ali Al-Ghassani menyebutkannya dalam
“Tasmiyatu Syuyukhi Abi Dawud”, dan berkomentar:
tsiqah, masyhur.
(5) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasai: shalih, la ba’sa bih.
(6) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli: tsiqah, katsir al-hadits.
(7) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam Al-Taqrib:
tsiqah.
(8) Al-Khathib Al-Baghdadi: hafidh.
(9) Al-Daruquthni: hafidz, tsabit.
(10) Al-Dzahabi: saya berharap la ba’sa bih.
(11) ‘Abdul Rauf Al-Manawi: tsiqah.
(12) Muslim bin Hajjaj Al-Naisaburi: tsiqah.
(13) Maslamah bin Al-Qasim Al-Andalusi: tsiqah, masyhur.
(14) Yahya bin Ma’in: la ya’bau bih.
Page 135
113
b) Yahya
Para kritikus hadits mengemukakan penilaian
terhadap Muhammad bin Basysyar, sebagaimana yang
penulis kutip dari aplikasi Gawami AlKalem V4.5 dengan
term-term berikut:
(1) Abu Bakar Al-Baihaqi menyebutkannya dalam”Al-
Sunan Al-Kubra”, dan berkomentar: haditsnya tsiqah.
(2) Abu Hatim Al-Razi: tsiqah, hafidz.
(3) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya
dalam “Al-Tsiqat.
(4) Abu Zur’ah Al-Razi: tsiqah, hafidh.
(5) Abu Ya’la Al-Khalili menjadikannya hujjah.
(6) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasai: tsiqah, tsabat.
(7) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli: tsiqah.
(8) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani menyebutkannya dalam “Al-
Taqrib”: tsiqah, mutqin, hafidh, imam, qudwah.
(9) Ibnu Manjuwaih Al-Ashbahani: hafidh, wara’, fahim,
fadhil.
(10) ‘Ali bin Al-Madani: tsabit.
(11) Muhammad bin Basysyar Al-‘Abdi: imam.
Page 136
114
(12) Muhammad bin Sa’ad: tsiqah, ma’mun, rafi’, hujjah.
c) ‘Ubaidillah
Para kritikus hadits mengemukakan penilaian
terhadap ‘Ubaidillah, sebagaimana yang penulis kutip dari
aplikasi Gawami AlKalem V4.5 dengan term-term berikut:
(1) Abu Al-Hasan Al-Himyari: tsiqah, hafidh, muttafaqun
‘alaih.
(2) Abu Bakar Al-Baihaqi: banyak pertimbangan salahnya.
(3) Abu Hatim Al-Razi: tsiqah.
(4) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya
dalam “Al-Tsiqat.
(5) Abu Zur’ah Al-Razi: tsiqah.
(6) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasai: tsiqah, tsabat.
(7) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli: tsiqah, tsabat.
(8) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”:
tsiqah, tsabat.
(9) Al-Dzahabi: tsabat.
(10) Muhammad bin Sa’ad: tsiqah, hujjah.
(11) Yahya bin Ma’in: tsiqah, hujjah.
d) Al-Qasim binMuhammad
Page 137
115
Para kritikus hadits mengemukakan penilaian
terhadap ‘Ubaidillah, sebagaimana yang penulis kutip dari
aplikasi Gawami AlKalem V4.5 dengan term-term berikut:
(1) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti: alim, adib, faqih.
(2) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli: tsiqah.
(3) Ayyub bin Abu Tamimah Al-Sakhtiyani: fadhil.
(4) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”:
tsiqah.
(5) Al-Dzahabi: imam, alim.
(6) Malik bin Anas: faqih.
(7) Muhammad bin Sa’ad: tsiqah.
(8) Muhammad bin ‘Umar Al-Waqidi: tsiqah.
e) ‘Aisyah
Penilaian para kritikus hadits terhadap ‘Aisyah,
dapat dibaca dihalaman 85.
2) Perawi dari jalur Al-Nasai:
a) Muhammad bin Al-Mutsanna
Para kritikus hadits mengemukakan penilaian
terhadap Muhammad bin Al-Mutsanna, sebagaimana yang
penulis kutip dari aplikasi Gawami AlKalem V4.5 dengan
term-term berikut:
(1) Abu Hatim Al-Razi: shalih al-hadits, shaduq.
Page 138
116
(2) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam
“Al-Tsiqat”.
(3) Abu ‘Arwibah Al-Harrani: tsabit
(4) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasai: la ba’sa bih.
(5) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani menyebutkannya dalam “Al-
Taqrib”: tsiqah, tsabat.
(6) Al-Khathib Al-Baghdadi: shaduq,wara’, fadhil, ‘aqil,
tsiqah, tsabit, hujjah.
(7) Al-Daruquthni: tsiqah.
(8) Al-Dzahabi: tsiqah, hafidh.
(9) Shalih bin Muhammad Jazrah: shaduq.
(10) ‘Abdul Rahman bin Yusuf bin Kharrasy: tsabit.
(11) ‘Amar bin ‘Ali Al-Fallas: tsiqah.
(12) Muhammad bin Yahya Al-Dzuhali: hujjah.
(13) Muhammad bin Yahya Al-Naisaburi: hujjah.
(14) Musallamah bin Al-Qasim Al-Andalusi: tsiqah, masyhur,
hafidh.
(15) Yahya bin Ma’in: tsiqah.
b) Yahya
Penilaian para kritikus hadits terhadap Aisyah dapat
dibaca dihalaman 114.
c) ‘Ubaidillah
Page 139
117
Penilaian para kritikus hadits terhadap Aisyah dapat
dibaca dihalaman 115.
d) Al-Qasim bin Muhammad
Penilaian para kritikus hadits terhadap Aisyah dapat
dibaca dihalaman 115.
e) ‘Aisyah
Penilaian para kritikus hadits terhadap Aisyah dapat
dibaca dihalaman 85.
d. Meneliti Syadz dan ‘Illat pada Sanad Hadits
Apabila seluruh sanad diperhatikan, maka tampak jelas
bahwa seluruh sanad, baik sanad Al-Bukhari maupun sanad Al-Nasai
yang masing-masing berjumlah lima, merupakan sanad-sanad yang
lebih pendek daripada sanad-sanad dari para mukharrij lain, yang
tentunya menjadikannya tidak mengandung syadz dan ‘illat. Karena
seluruh periwayat yang terdapat dalam sanad yang diteliti, masing-
masing dari mereka bersifat tsiqah, dan sanadnya dalam keadaan
bersambung mulai dari mukharrij-nya sampai kepada sumber utama
berita, yakni Nabi Muhammad SAW.
Dengan alasan tersebut, sangat kecil kemungkinannya bahwa
kedua sanad yang diteliti mengandung syadz ataupun ‘illat.
e. Penilaian Terhadap Kualitas Sanad Hadits
Hadits yang diteliti merupakan hadits ahad, karena melihat
jumlah periwayatnya belum memenuhi syarat hadits mutawatir.
Page 140
118
Setelah para periwayatnya diteliti, ternyata seluruh periwayatnya
bersifat tsiqah (adil dan dhabith), sanadnya bersambung, terhindar
dari syadz dan ‘illat, maka penulis berkesimpulan bahwa sanad hadits
ini shahih al-isnad (sanadnya shahih).
أخبرنا سليمان بن داود، عن ابن وهب ، قال: أخبرني مخرمة، عن أبيه، .5
، قال: أ صلى الله قال: سمعت محمود بن لبيد عليه وسلم خبر رسول الل
أيلعب »عن رجل طلق امرأته ثلث تطليقات جميعا، فقام غضبانا ثم قال:
وأنا بين أظهركم؟ ، ألا أقتله « بكتاب الل حتى قام رجل وقال: يا رسول الل
لمجموعة وما فيه من كتاب الطلق، باب الثلث ا :النسائي سنن) ؟
(1453، ر 027التغليظ، ص
a. Rangkaian Sanad
رسول الله
محمود بن لبيد
مخرمة
ابن وهب
سليمان بن داود
النسائي
Page 141
119
b. Biografi dan Kebersambungan Sanad
Hadits ini terdapat dalam Sunan Al-Nasa’i, Kitab Al-Thalaq,
hal. 526, bab al-tsalaats al-majmu’ah wa ma fih min al-taghlidz.
Hadits nomor 3401. Hadits ini diriwayatkan oleh empat orang, yaitu:
Sulaiman bin Daud, Ibnu Wahab, Makhramah, Mahmud bin Labid.
1) Sulaiman bin Daud
Mengenai biografi Sulaiman bin Daud, Al-‘Asqalani
(1995:92-93) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya Sulaiman bin Daud bin Hammad bin
Sa’ad Al-Mahri. Kuniyahnya Abu Al-Rabi’ Ibnu Akhi Risydin
Al-Mishri.
Ia meriwayatkan hadits dari ayahnya, kakek dari ibunya,
Al-Hajjaj bin Risydin bin Sa’ad, ‘Abdul Malik Al-Majisyun,
‘Abdullah bin Wahab, ‘Abdullah bin Nafi’, dain lainnya.
Yang meriwayatkan hadits darinya: Abu Daud, Al-
Nasa’i, ‘Umar bin Bujair, Abu Bakar bin Abu Daud, Zakariya Al-
Saji, Muhammad bin Zabban Al-Hadhrami, Ibrahim bin Yusuf
Al-Hisinjani dan lainnya.
Al-Ajri berkata: dituturkan kepada Abu Daud tentang
Abu Al-Rabi’ bin Akhi Rusydin, ia berkomentar: sedikit orang
yang kulihat dalam keutamaannya.
Page 142
120
Al-Nasa’i berkomentar: ia seorang yang tsiqah.
Ibnu Abi Hatim berkata: ayah saya mendengar hadits
darinya ketika dalam perjalanan kedua.
Ibnu Yunus berkata: ia seorang yang zuhud, faqih dalam
mazhab Maliki. Muhammad bin Ahmad bin Risydin
menceritakan kepadaku, dari ayahnya, bahwa kelahiran Abu Al-
Rabi’ pada tahun 78 H, dan Abu Al-Rabi’ memberi kabar
kepadanya demikian. Ia wafat pada hari Ahad tanggal 1 Dzul
Qa’dah tahun 253 H.
Al-Dzahabi berkata: Ibnu Hibban telah menyebutkannya
dalam kitab “Al-Tsiqat”.
2) Ibnu Wahab
Mengenai biografi Ibnu Wahab, Al-‘Asqalani (1995:453-
455) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya ‘Abdullah bin Wahab bin Muslim Al-
Qurasyi, budak orang-orang Quraisy. Kuniyahnya Abu
Muahammad Al-Mishri. Ia seorang yang faqih.
Ia meriwayatkan hadits dari ‘Amar bin Al-Harits, Ibnu
Hani’, Hubai bin ‘Abdullah Al-Ma’afiri, Bakar bin Mudhar,
Haiwah bin Syuraih, Sa’id bin Abi Ayub, Al-Laits bin Sa’ad,
Ibnu Lahi’ah, ‘Iyadh bin ‘Abdullah Al-Fihri, ‘Abdurrahman bin
Syuraih, dan lainnya dari penduduk Mesir, Malik, Sulaiman bin
Bila, Yunus bin Yazid, Salmah bin Wardan, Sa’id bin
Page 143
121
‘Abdurrahman Al-Jumahi, Ibnu Juraij, ‘Umar bin Muhammad bin
Zaid Al-‘Umari, Mu’awiyah bin Shalih, Hisyam bin Sa’ad, Daud
bin ‘Abdurrahman Al-‘Aththar, Al-Tsauri, Ibnu ‘Uyainah, Hafash
bin Maisarah dan Jama’ah.
Meriwayatkan hadits darinya: putra saudaranya Ahmad
bin ‘Abdurrahman bin Wahab, gurunya Al-Laits bin Sa’ad,
‘Abdurrahman bin Mahdi, ‘Abdullah bin Yusuf Al-Tunisi,
Ahmad bin Shalih Al-Mishri, Yahya bin Yahya Al-Naisaburi,
‘Ali Ibnu Al-Madini, Sa’id bin Abi Maryam, Yahya bin Bukair,
Ibrahim bin Al-Mundzir, Asbagh bin Al-Faraj, Abu Thahir bin
Al-Sarah, Harmilah bin Yahya, Qutaibah, ‘Isa bin Hammad
Rughbah, Harun bin Ma’ruf, Yahya bin Ayub Al-Maqabiri,
Muhammad bin Salamah Al-‘Uradi, Bahar bin Nashar Al-
Khaulani, Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Abdul Hakim, Yunus
bin ‘Abdul A’la, Al-Rabi’ bin Sulaiman Al-Muradi dan lain-lain.
Berkata Al-Maimuni, dari Ahmad: Ibnu Wahab memiliki
akal (kecerdasan), agama (ahli ibadah) dan Kebagusan (akhlak).
Ahmad bin Shalih berkata: Ibnu Wahab meriwayatkan
hadits sebanyak 100.000 hadits.
Ibnu Abi Khaitsamah berkata, dari Ibnu Ma’in: ia tsiqah.
Abu Zur’ah berkata: saya mendengar Ibnu Bukair
berkomentar: Ibnu Wahab lebih faqih daripada Ibnu Al-Qasim.
Page 144
122
‘Ali bin Al-Husain bin Al-Junaid berkata: saya
mendengar Abu Mush’ab Yu’addham bin Wahab berkata:
masalah hadits Ibnu Wahab dari Malik adalah shahih.
Ibnu Abi Hatim berkata, dari ayahnya: Ibnu Wahab
adalah orang yang bagus periwayatan haditsnya, shaduq, lebih
saya sukai daripada Al-Walid bin Muslim, haditsnya banyak yang
lebih shahih daripada Al-Walid bin Muslim.
Berkata Harun bin ‘Abdullah Al-Zuhri: pernah penduduk
Madinah berselisih tentang sebuah hadits dari Malik, maka
mereka menunggu kedatangan Ibnu Wahab, sehingga ia
menaksirkannya dari Malik.
Al-Harits bin Miskin berkata: saya menyaksikan Ibnu
‘Uyainah berkata: inilah ‘Abdullah bin Wahab gurunya penduduk
Mesir.
Berkata Ibnu Abi Hatim, dari Abu Zur’ah: saya melihat
sekitar 300.000 hadits Ibnu Wahab di Mesir dan di luar Mesir.
Saya tidak tahu bahwasannya saya melihat hadits yang tidak ada
asal. Ia seorang yang tsiqah.
Abu Hatim bin Hibban berkata: Ibnu Wahab
mengumpulkan dan menulis hadits, ia hafal hadits-hadits
penduduk Hijaz dan Mesir. Semua yang ia riwayatkan adalah
hadits-hadits yang bersanad dan maqthu’. Ia seorang ahli ibadah.
Page 145
123
Ibnu ‘Addi berkata: Ibnu Wahab adalah seorang yang
mulia tsiqah diantara manusia. Hadits Hijaz dan Mesir berputar
pada riwayat Ibnu Wahab. Ia mengumpulkan hadits untuk mereka
hadits-hadits sanad dan maqthu’ penduduk Hijaz dan Mesir. Ia
tidak ada bandingannya selain para guru dalam periwayatan
hadits-hadits yang tsiqah dan yang dhaif. Saya tidak tahu darinya
hadits munkar. Apabila meriwayatkan hadits darinya maka itu
termasuk hadits tsiqah.
Hatim bin Al-Laits Al-Jauhari berkata, dari Khalid bin
Khidasy: dibacakan kepada Ibnu Wahab kitab “Ahwal Al-
Qiyamah”, yaitu karangannya – ia langsung jatuh pingsan. Ia
tidak berbicara sepatah katapun hingga wafat setelah beberapa
hari. Hatim bin Al-Laits Al-Jauhari berkata: saya melihat Wallahu
a’lam hatinya terbelah, kemudian ia wafat di Mesir tahun 197 H.
Ibnu Yunus berkata: ayah saya bercerita kepada saya,
dari kakek saya, ia berkata: saya mendengar Ibnu Wahab berkata:
saya dilahirkan pada tahun 125 H, saya menutut ilmu pada usia 17
tahun.
Berkata Ibnu Yunus: ia wafat pada hari Ahad, empat hari
terakhir bulan Sya’ban.
Al-Saji berkata: ia shaduq, tsiqah, ahli ibadah, mudah
dalam mendengarkan karena mazhab penduduk negerinya adalah
Page 146
124
ijazah. Ia berkata dalam memberikan ijazah: fulan telah
menceritakan kepada saya.
Abu Al-Thahir bin Al-Sarah berkata: Ibnu Wahab terus
mendengarkan Malik sejak tahun 48 H sampai Malik meninggal.
Al-Khalili berkomentar: ia tsiqah, disepakati. Dan “Al-
Muwaththa’”nya menambahi orang yang meriwayatkan hadits
dari Malik.
3) Makhramah
Mengenai biografi Makhramah, Al-‘Asqalani (1995:39-
40) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya adalah Makhramah bin Bukair bin
‘Abdullah bin Al-Asyji Al-Qurasyi, budak Bani Makhzum.
Kuniyahnya Abu Al-Miswar Al-Makhzumi Al-Madani.
Meriwayatkan hadits dari ayahnya, ‘Amir bin ‘Abdullah
bin Al-Zubair.
Meriwayatkan darinya: Malik, Ibnu Lahi’ah, Qudamah
bin Muhammad Al-Khasyrami, Al-Qasim bin Risydin bin
‘Umair, Ibnu Al-Mubarak, Ibnu Wahab, Ma’an bin ‘Isa, Al-
Waqidi, Al-Qa’nabi dan lain-lain.
Zaid bin Bisyir berkata, dari Ibnu Wahab: saya
mendengar Malik berkata: bercerita kepadaku Makhramah bin
Bukair. Ia seorang laki-laki yang shalih.
Page 147
125
Abu Hatim berkata:saya bertanya kepada Isma’il bin Abi
Uwais, saya bertanya: ini yang dikatakan Malik bin Anas
bercerita kepadaku orang yang tsiqah, siapa dia? Ia berkata:
Makhramah bin Bukair bin Al-Asyji.
Berkata Abu Thalib: saya bertanya kepada Ahmad
tentang Makhramah. Ia menjawab: tsiqah, ia tidak medengarkan
hadits dari ayahnya, ia meriwayatkan dari kitab ayahnya.
Al-Duri berkata, dari Ibnu Ma’in: Dha’if, haditsnya dari
kitab ayahnya, ia tidak mendengarkan langsung dari ayahnya.
Abu Daud berkata: ia tidak mendengar langsung dari
ayahnya kecuali satu hadits, yaitu hadits witir.
Berkata Sa’id bin Abu aryam, dari pamannya Musa bin
Salamah: saya mendatangi Makhramah, saya bertanya: ayahmu
meriwayatkan hadits kepadamu? Ia menjawab: saya tidak
menjumpai ayah saya. Ini kitab-kitabnya.
Al-Nasa’i berkomentar: ia statusnya laisa bih ba’s.
Ibnu Abi Hatim berkata, dari ayahnya: ia seorang yang
bagus periwayatan haditsnya.
Ibnu Abi Hatim berkata: berkata Ibnu Abi Uwais: saya
menemukan dalam kitab Malik: saya bertanya kepada
Makhramah hadits yang diriwayatkan dari ayahnya, apakah ia
mendengarkannya langsung dari ayahnya, ia lalu bersumpah
Page 148
126
kepadaku, demi Tuhan Al-Baniyah ini saya dengar dari ayah
saya.
Dikatakan kepada Ahmad bin Shalih: Makhramah
termasuk orang yang tsiqah? Ia menjawab: ya.
Ibnu Hibban menyebut Makhramah dalam kitab “Al-
Tsiqat”, ia berkata: Makhramah meninggal pada tahun 157 H, di
akhir kekuasaan Al-Mahdi.
Ibnu Sa’ad berkomentar: Makhramah itu tsiqah, banyak
meriwayatkan hadits. Ia meninggal pada awal pemerintahan Al-
Mahdi, selesai. Dan inilah yang benar, karena Al-Mahdi penguasa
khilafah pada akhir-akhir tahun 58 H, dan berkuasa selama 10
tahun. Tidak digambarkan akhir riwayatnya.... tahun 59 H.
Ibnu Qani’ memberi tanggal kewafatan Makhramah pada
tahun 58 H.
Al-Saji berkomentar: shaduq, yudallis.
4) Mahmud bin Labid
Mengenai biografi Mahmud bin Labid, Al-‘Asqalani
(1995:37) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya Mahmud bin Labid bin ‘Uqbah bin
Rafi’ bin Amri Al-Qais bin Zaid bin ‘Abdul Asyhal Al-Ausi Al-
Anshari Al-Asyhili, kuniyahnya Abu Nu’aim Al-Madani. Ibunya
Ummu Mandzur binti Mahmud bin Maslamah.
Page 149
127
Meriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW beberapa
hadits, tidak shahih bahwa ia melihat Nabi dan mendengarkan
langsung dari Nabi SAW. Ia juga meriwayatkan hadits dari ‘Umar
‘Utsman, Syaddad bin Aus, Rafi’ bin Khadij, Qatadah, Ibnu Al-
Nu’man, Abu Sa’id Al-Khudri, Salamah bin Salamah bin
Waqasy, Jabir, ‘Abdullah bin Abu Umamah bin Tsa’labah,
Rufaidah sahabat wanita dan Jama’ah.
Meriwayatkan darinya: Al-Zuhri, ‘Ashim bin ‘Umar bin
Qatadah, Ja’far bin ‘Abdullah bin Al-Hakim, Muhammad bin
Ibrahim Al-Taimi, Shalih bin Ibrahim bin ‘Abdurrahman bin
‘Auf, Hushin bin ‘Abdurrahman Al-Asyhuli, Bukair bin Asyji,
Munib bin ‘Abdullah bin Abu Umamah bin Tsa’labah dan
lainnya.
Ibnu Sa’ad menyebutkannya dalam thabaqat pertama
dari kalangan tabi’in yang dilahirkan pada masa Nabi SAW. Ibnu
Sa’ad berkata: ia mendengar hadits dari ‘Umar, ia wafat di
Madinah tahun 96 H, ia seorang yang tsiqah, sedikit dalam
meriwayatkan hadits.
Al-Waqidi berkata: ia meninggal pada usia 99 tahun.
Ibnu Abi ‘Ashim dan lainnya berkata: ia meninggal pada
tahun 97 H.
Ibnu Abi Khaitsamah berkata mengikuti Haitam bin
‘Addi: ia meninggal pada masa kekhalifahan Ibnu Al-Zubair.
Page 150
128
Ibnu Abi Khaitsamah menambahkan: telah disampaikan,
ia meninggal pada tahun 96 H.
Al-Dzahabi berkata: yang tepat adalah ucapan Al-Waqidi
dalam tahunnya, ia meninggal pada hari meninggalnya Nabi
SAW 13 tahun kemudian. Hal ini dikuatkan oleh ucapan sahabat
yang lebih tsabit. Al-Bukhari berkata: Abu Nu’aim berkata: telah
bercerita kepada kami ‘Abdurrahman ibnu Al-Ghasil, dari ‘Ashim
bin ‘Umar, dari Mahmud bin Labid: saya bergegas kepada Nabi
SAW hingga putus sandal-sandal kami pada hari meninggalnya
Sa’ad bin Mu’adz.
Muslim menyebutkannya dalam thabaqah kedua dari
kalangan tabi’in.
Ya’qub bin Sufyan berkomentar: tsiqah.
Ibnu ‘Abdul Bar berkata: ucapan Al-Bukhari lebih
utama, yakni dalam menetapkannya dalam kalangan sahabat.
Demikian juga Ibnu Hibban menyebutkannya dalam
kalangan sahabat.
Al-Tirmidzi berkata: ia telah melihat Nabi SAW pada
waktu ia masih anak kecil.
c. Kualitas Pribadi dan Kapasitas Intelektual Perawi
1) Sulaiman bin Daud
Page 151
129
Penilaian para kritikus hadits menyangkut pribadi
Sulaiman bin Daud sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi
Gawami AlKalem V4.5 adalah:
a) Abu hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam “Al-
Tsiqat”.
b) Abu Sa’id bin Yunus Al-Mishri: ia faqih dalam madzhab
Maliki, ia seorang yang zuhud.
c) Abu ‘Ali Al-Ghassani menyebutkannya dalam “Tasmiyatu
Syuyukhi Abi Daud”, dan berkomentar: tsiqah.
d) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasai: tsiqah.
e) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”: tsiqah.
f) Al-Dzahabi: tsiqah, faqih.
g) Al-Qadhi ‘Iyadh menyebutkannya dalam kitab “Tartib Al-
Madarik” dan berkomentar: faqih, zahid.
2) Ibnu Wahab
Penilaian para kritikus hadits menyangkut pribadi Ibnu
Wahab sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi Gawami
AlKalem V4.5 adalah:
a) Abu Ahmad bin ‘Addi Al-Jarjani: tsiqah.
b) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam “Al-
Tsiqat”.
c) Abu Ya’la Al-Khalili: tsiqah, muttafaq ‘alaih.
d) Ahmad bin Hanbal: shahih al-hadits.
Page 152
130
e) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasai: tsiqah.
f) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli: tsiqah, shalih.
g) Ibnu Abi Hatim Al-Razi menyebutkannya dalam “Al-Jarhu
wa Al-Ta’dil”, dan berkata: shalih al-hadits, shaduq.
h) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”: tsiqah,
hafidh, ‘abid, faqih.
i) Al-Daruquthni menyebutkannya dalam “Kitab Al-Sunan”,
dan berkomentar: tsiqah.
j) Zakariya bin Yahya Al-Saji: shaduq, tsiqah, mudah dalam
mendengarkan.
3) Makhramah
Penilaian para kritikus hadits menyangkut pribadi
Makhramah sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi
Gawami AlKalem V4.5 adalah:
a) Abu Ahmad bin ‘Addi Al-Jarjani: saya berharap la ba’sa bih.
b) Abu Al-Qasim Al-Thabrani menyebutkannya dalam “Al-
Mu’jam Al-Shaghir” dan berkomentar: ia salah satu orang
yang tsiqah.
c) Abu Al-Qasim bin Bisykuwal menyebutkannya dalam
“Syuyukhu “Abdillah bin Wahab” dan berkomentar: tsiqah.
d) Abu Ja’far Al-‘Uqaili menyebutklannya dalam “Al-Dhu’afa”
e) Abu Hatim Al-Razi: shalih al-hadits.
Page 153
131
f) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam “Al-
Tsiqat”.
g) Ahmad bin Hanbal: tsiqah.
h) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasai: laisa bih ba’s.
i) Ahmad bin Shalih Al-Misri: termasuk orang yang tsiqah.
j) Malik bin Anas: tsiqah.
4) Mahmud bin Labid
Penilaian para kritikus hadits menyangkut pribadi
Mahmud bin Labid sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi
Gawami AlKalem V4.5 adalah:
a) Abu Zur’ah Al-Razi: tsiqah.
b) Abu ‘Isa Al-Tirmidzi: ia pernah melihat Rasulullah SAW
ketika ia masih kecil.
c) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”: ia
golongan sahabat kecil.
d) Muhammad bin Sa’ad menyebutkannya dalam “Kubbar Al-
Tabi’in”, dan berkata: tsiqah, sedikit haditsnya.
e) Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawi: tsiqah
d. Meneliti Syadz dan ‘Illat pada Sanad Hadits
Page 154
132
Apabila seluruh sanad diperhatikan, masing-masing dari
perawi semuanya bersifat tsiqah, dan sanadnya dalam keadaan
bersambung mulai dari mukharrij-nya sampai kepada sumber utama
berita, yakni Nabi Muhammad SAW. Sehingga sangat kecil
kemungkinan bahwa sanad yang diteliti mengandung syadz ataupun
‘illat. Oleh karena itu, penulis berkesimpulan bahwa sanad yang
diteliti tidak mengandung syadz ataupun ‘illat.
e. Penilaian Terhadap Kualitas Sanad Hadits
Hadits yang diteliti merupakan hadits ahad, karena melihat
jumlah periwayatnya belum memenuhi syarat hadits mutawatir.
Setelah para periwayatnya diteliti, ternyata seluruh periwayatnya
bersifat tsiqah (adil dan dhabith), sanadnya bersambung, terhindar
dari syadz dan ‘illat, maka penulis berkesimpulan bahwa sanad hadits
ini berkualitas shahih isnad.
د ب .6 ، عن إسحاق بن أبي فروة، عن حدثنا محم ن رمح ، حدثنا الليث بن سعد
ثيني عن : حد ، قال: قلت لفاطمة بنت قيس ناد، عن عامر الشعبي أبي الز
ى اليمن، فأجاز ذلك طلقك، قالت: " طلقني زوجي ثلثا وهو خارج إل
ب من طلق ثلثا فى با :إبن ماجه سننصلى الله عليه وسلم . ) رسول الل
(2524، ر 105-143مجلس واحد، ص
Page 155
133
a. Rangkaian Sanad
رسول الله
فاطمة بنت قيس
عامر السعبي
أبو الزناد
إسحاق بن أبي
فروة
سعدالليث بن
محمد بن رمح
ابن ماجه
Page 156
134
b. Biografi dan Kebersambungan Sanad
Hadits ini terdapat dalam Sunan Ibnu Majah, bab man
thallaqa tsalatsan fi majlis wahid, hal. 349-350, hadits nomor
2024. Hadits ini diriwayatkan oleh enam orang, yaitu: Muhammad
bin Rumhin, Al-Laits bin Sa’ad, Ishaq bin Abu Farwah, Abu Al-
Zinad, ‘Amir Al-Sya’bi, Fathimah binti Qais.
1) Muhammad bin Rumhin
Mengenai biografi Muhammad bin Rumhin, Al-
‘Asqalani (1995:562) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya Muhammad bin Rumhin bin Al-
Muhajir bin Al-Muharrar bin Salim Al-Najibi. Kuniyahnya
Abu ‘Abdullah Al-Mishri, ia seorang hafidh. Ia mengambil
hikayat dari Malik.
Ia meriwayatkan hadits dari Maslamah bin ‘Ali Al-
Khutsani, Ibnu Lahi’ah, Al-Laits, Mufadhdhal bin Fadhalah,
Nu’aim bin Hammad dan Jama’ah.
Meriwayatkan hadits darinya: Muslim, Ibnu Majah,
‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin ‘Abdul Hakim, ‘Ali bin
Ahmad bin Sulaiman ‘Allan, ‘Ali bin Al-Husain bin Al-Junaid,
Page 157
135
Baqi bin Makhlad, Abu Al-Rabi’ Sulaiman bin Daud Al-
Mahri, Muhammad bin Wadhdhah Al-Qurthubi, Abu Al-‘Ila’
Muhammad bin Ahmad bin Ja’far Al-Dzuhali, Ahmad bin
Daud bin ‘Abdul Ghaffar Al-Harrani, Ahmad bin ‘Abdul
Warits bin Jarir Al-‘Assal, Ahmad bin Yunus Al-Dhabi, Al-
Hasan bin Sufyan, Muhammad bin Al-Hasan bin Qutaibah,
Muhammad bin Zabban bin Habib Al-Hadhrami dan lain-lain.
Ibnu Al-Junaid berkomentar: ia lebih tsiqah daripada
Ibnu Zughbah.
Abu Daud berkomentar: ia tsiqah, tapi saya tidak
menulis darinya sesuatu.
Al-Nasa’i berkata: ia tidak pernah salah dalam satu
haditspun, walaupun ia menulis dari Malik, ia tetap paling
tsabit dalam thabaqat al-ula dari kalangan sahabat.
Ibnu Makula berkomentar: ia seorang yang tsiqah,
ma’mun.
Ibnu Hibban menyebutkannya dalam kitab “Al-
Tsiqat”, ia berkata: Muhammad bin Rumhin meninggal pada
tahun 243 H.
Al-Bukhari dan Ibnu Qudaid berkata: ia meninggal
pada bulan Syawal tahun 42 H.
Al-Dzahabi berkata: Ibnu Abi ‘Ashim memberi
tanggal meninggalnya sebagaimana Ibnu Hibban.
Page 158
136
Ibnu Al-Sam’ani menyebutkan dalam kitab “Al-
Ansab” bahwasannya Al-Bukhari meriwayatkan hadits
darinya.
Muhammad bin Wadhdhah berkata: saya berjumpa
dengannya di Mesir. Ia sebaik-baik guru.
Maslamah berkata: tidak hanya satu orang yang
meriwayatkan hadits darinya kepada kami. Ia tsiqah.
Dalam kitab “Al-Zahrah”, Muslim telah
meriwayatkan hadits darinya sebanyak 161 hadits.
2) Al-Laits bin Sa’ad
Biografi Al-Laits dapat dilihat dihalaman 62-63.
3) Ishaq bin Abu Farwah
Mengenai biografi Ishaq bin Abu Farwah, Al-
‘Asqalani (1995:123-124) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya Ishaq bin ‘Abdullah bin Abu
Farwah, ‘Abdurrahman bin Al-Aswad. Kuniyahnya Abu
Sulaiman Al-Amawi, budak keluarga ‘Utsman, Al-Madini,
sempat bertemu dengan Mu’awiyah.
Meriwayatkan hadits dari: Abu Al-Zinad, ‘Amar bin
Syu’aib, Al-Zuhri, Nafi’, Makhul, Kharijah bin Zaid bin
Tsabit, Hisyam bin ‘Urwah dan lainnya.
Page 159
137
Meriwayatkan hadits darinya: Al-Laits bin Sa’ad,
Ibnu Lahi’ah, Al-Walid bin Muslim, Isma’il bin ‘Iyasy,
‘Abdussalam bin Harb, Abu Ma’syar Al-Madani dan lain-lain.
Berkata Ibnu Sa’ad: ia banyak meriwayatkan hadits.
Ia meriwayatkan beberapa hadits munkar. Para ulama tidak
ber-hujjah dengan haditsya.
Al-Bukhari berkomentar: para ulama
meninggalkannya.
Ahmad berkata: tidak halal bagi saya meriwayatkan
hadits darinya.
Dalam riwayat Abu Daud, dan Ghalabi dari Abu
Daud: ia tidak termasuk perawi yang tsiqah.
Al-Duri berkata dari Abu Daud: keturunan Abu
Farwah semuanya tsiqah kecuali Ishaq.
Dalam riwayat ‘Ali bin Al-Hasan Al-Hisinjani dari
Abu Daud: ia kadzdzab, dan demikian juga yang dikatakan
Ibnu Khirasy.
Isma’il Al-Qadhi dari ‘Ali berkomentar: hadits yang
diriwayatkannya munkar al-hadits.
Ibnu ‘Ammar berkomentar: ia dha’if, dzahib.
‘Amar bin ‘Ali dan Abu Zur’ah, Abu Hatim,Al-Nasa’i
berkomentar: ditinggalkan haditsnya.
Page 160
138
Al-Nasa’i berkomentar ditempat yang lain: ia tidak
tsiqah, tidak ditulis haditsnya.
Abu Zur’ah menambahkan: ditinggalkan haditsnya.
Ibnu Khuzaimah berkata: tidak bisa dijadikan hujjah
haditsnya.
Al-Daruquthni dan Al-Barqani berkomentar: ia
ditinggalkan.
Ibnu ‘Addi berkata: tidak ada yang mengikuti sanad-
sanadnya, juga matan-matannya. Ia jelas termasuk perawi yang
dha’if.
Ibnu Abu Fudaik berkata: ia meninggal pada tahun
136 H. Al-Bukhari menukilnya.
Khalifah bin Khiyath berkata, dari Muhammad bin
Sa’ad: ia meninggal pada tahun 44 H.
Al-Mizzi berkomentar: inilah yang benar, yang awal
adalah pertimbangan yang salah.
Al-Dzahabi berkata: Al-Khalili berkata dalam “Al-
Irsyad” para ulama sangat men-dha’if-kannya. Malik dan Al-
Syafi’i meninggalkannya.
Al-Saji berkomentar: haditsnya dha’if, tidak bisa
dijadikan hujjah.
4) Abu Al-Zinad
Page 161
139
Mengenai biografi Abu Al-Zinad, Al-‘Asqalani
(1995:329-330) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya ‘Abdullah bin Dzakwan Al-
Qurasyi. Kuniyahnya Abu ‘Abdurrahman Al-Muduni. Dikenal
dengan nama Abu Al-Zinad, budak Ramlah. Ada yang
mengatakan ‘Aisyah binti Syaibah bin Rabi’ah. Ada yang
mengatakan: ia adalah budak ‘Aisyah binti ‘Utsman, ada yang
mengatakan: budak keluarga ‘Utsman.
Ada yang mengatakan: ayahnya adalah saudara Abu
Lu’lu’ah yang membunuh ‘Umar.
Ia meriwayatkan hadits dari Anas, ‘Aisyah binti
Sa’ad, Abu Umamah bin Sahal bin Hunaif, Sa’id bin Musib,
Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, Aban bin ‘Utsman bin
‘Affan, Kharijah bin Zaid bin Tsabit, ‘Ubaid bin Hunain,
‘Urwah bin Al-Zubair, ‘Ali bin Al-Husain, ‘Amar bin
‘Utsman, Al-A’raj (Rawiyah), ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin
‘Utbah, Muhammad bin Hamzah bin ‘Amar Al-Aslami dan
lainnya. Ia juga meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, ‘Umar bin
Abu Salamah ibnu ‘Abdul Asad. Dikatakan ia mursal.
Meriwayatkan darinya: kedua putranya
(‘Abdurrahman dan Abu Al-Qasim), Shalih bin Kaisan, Ibnu
Abi Mulaikah (keduanya lebih besar dari Abu Al-Zinad), Al-
A’masy, ‘Ubaidullah bin ‘Umar, Ibnu ‘Ajlan, Hisyam bin
Page 162
140
‘Urwah, Syu’aib bin Abu Hamzah, Ibnu Ishaq, Musa bin
‘Uqbah, Sa’id bin Abu Hilal, Zaidah bin Qudamah, Tsaur bin
Yazid Al-Dailami, Malik, Muhammad bin ‘Abdullah bin
Hasan bin Hasan, Warqa’ bin ‘Umar, dua Sufyan dan lainnya.
‘Abdullah bin Ahmad dari ayahnya berkomentar: ia
tsiqah.
Harb berkata, dari Ahmad: Sufyan menamainya
amirul mukminin.
Harb berkata: ia diatasnya ‘Ila’ bin ‘Abdurrahman,
Suhail bin Abu Shalih dan Muhammad bin ‘Amar.
Abu Zur’ah Al-Dimasyqi, dari Ahmad berkata: Abu
Al-Zinad lebih alim dari Rabi’ah.
Ibnu Abu Maryam berkata, dari Ibnu Ma’in: ia tsiqah,
hujjah.
Ibnu Al-Madini berkata: tidak ada ulama-ulama besar
di Madinah yang lebih alim darinya, dan dari Ibnu Syihab
Yahya bin Sa’id dan Bukair bin Al-Asyji.
Abu Hatim berkomentar: tsiqah, faqih, shalih al-
hadits, shahib al-sunnah. Ia termasuk orang yang teguh dalam
hujjah. Apabila meriwayatkan darinya pasti tsiqah.
Al-Bukhari berkata: sanad-sanad Abu Hurairah yang
paling shahih: Abu Al-Zinad dari Al-A’raj dari Abu Hurairah.
Page 163
141
Al-Laits berkata, dari ‘Abdu Rabbih bi Sa’id: saya
melihat Abu Al-Zinad masuk Masjid Nabi SAW, bersamanya
sebagian pengikut seperti pengiring Sultan.
Berkata Khalifah dan lainnya: ia meniggal tahun 130
H, bulan Ramadhan, umurnya 66 tahun.
Demikian Ibnu Sa’ad berkata, dan ia menambahkan:
Abu Al-Zinad tsiqah, banyak meriwayatkan hadits, fashih,
alim, aqil.
Ibnu Ma’in dan lainnya berkata: ia meninggal tahun
131 H. Ada yang mengatakan: ia meninggal tahun 132 H.
Al-Dzahabi berkata: Al-Nasa’i, Al-‘Ijli, Al-Saji, Abu
Ja’far dan Al-Thabari berkomentar: ia tsiqah.
Ibnu Hibban berkata dalam kitab “Al-Tsiqat”: Abu
Al-Zinad seorang yang faqih, punya kitab.
Ibnu ‘Addi berkata: hadits-haditsnya semua lurus.
5) ‘Amir Al-Sya’bi
Mengenai biografi ‘Amir Al-Sya’bi, Al-‘Asqalani
(1995:264-267) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya ‘Amir bin Syarahil bin ‘Abd. Ada
yang mengatakan ‘Amir bin ‘Abdullah bin Syarahil Al-Sya’bi
Al-Himyari. Kuniyahnya Abu ‘Amar Al-Kufi.
Meriwayatkan hadits dari ‘Ali, Sa’ad bin Abi
Waqash, Sa’id bin Zaid, Zaid bin Tsabit, Qais bin Sa’ad bin
Page 164
142
‘Ubadah, Qaradhah bin Ka’ab, ‘Ubadah bin Al-Shamit, Abu
Musa Al-Asy’ari, Abu Mas’ud Al-Anshari, Abu Hurairah,
Mughirah bin Syu’bah, Abu Juhaifah Al-Suwa’i, Al-Nu’man
bin Basyir, Abu Tsa’labah Al-Khutsni, Jarir bin ‘Abdullah Al-
Bajali, Buraidah bin Al-Hushaib, Al-Barra’ bin ‘Azib,
Mu’awiyah, Jabir bin ‘Abdullah, Jabir bin Samrah, Al-Harits
bin Malik ibnu Al-Barsha’, Hubsyi bin Junadah, Al-Husain,
Zaid bin Arqam, Al-Dhahhak bin Qais, Samrah bin Jundub,
‘Amir bin Syahr, Al-‘Ubadalah Al-Arba’ah, ‘Abdullah bin
Muthi’, ‘Abdullah bin Yazid Al-Khathmi, ‘Abdurrahman bin
Samrah, ‘Addi bin Hatim, ‘Urwah bin Al-Ja’di Al-Baraqi,
‘Urwah bin Mudharris, ‘Amar bin Ummiyyah, ‘Amar bin
Huraits, ‘Imran bin Hushain, ‘Auf bin Malik, ‘Iyadh Al-
Asy’ari, Ka’ab bin ‘Ujrah, Muhammad bin Shaifi, Al-Miqdam
bin Ma’di Karb, Wabishah bin Ma’bad, Abu Jubairah bin Al-
Dhahhak, Abu Suraihah Al-Ghifari, Abu Sa’id Al-Khudri,
Anas, ‘Aisyah, Ummu Salamah, Maimunah binti Al-Harits,
Asma’ binti ‘Umais, Fathimah binti Qais, Ummu Hani’ binti
Abu Thalib dan lain-lainnya dari kalangan sahabat.
Juga meriwayatkan dari kalangan tabi’in: Al-Harits
Al-A’war, Kharijah bin Al-Shulti, Zirun bin Hubaisy, Al-Rabi’
bin Khutsaim, Sufyan bin Al-Lail, Sam’an bin Mutsannaj,
Suwaid bin Ghaflah, Syuraih Al-Qadhi, Syuraih bin Hani’,
Page 165
143
‘Abdu Khair Al-Hamdani, ‘Abdurrahman bin Abu Laili,
‘Urwah bin Al-Mughirah bin Syu’bah, ‘Alqamah bin Qais,
‘Amar bin Maimun Al-Audi, Masruq bin Al-Ajdza’, Al-
Muharrar bin Abu Hurairah, Warad sekretaris Al-Mughirah,
Abu Burdah bin Abu Musa dan lainnya.
Meriwayatkan darinya: Abu Ishaq Al-Sabi’i, Sa’id bin
‘Amar bin Asywa’, Isma’il bin Abu Khalid, Bayan bin Bisyir,
Asy’ats bin Sawwar, Taubah Al-‘Anbari, Hushain bin
‘Abdurrahman, Daud bin Abu Hind, Zuaid Al-Yami, Zakariya
bin Abu Zaidah, Sa’id bin Masruq Al-Tsauri, Salamah bin
Kuhail, Abu Ishaq Al-Syaibani, Al-A’masy, Manshur,
Mughirah, Simak bin Harb, Shalih bin Hayy, Sayyar Abu Al-
Hakam, ‘Abdullah bin Buraidah, ‘Ashim Al-Ahwal, Abu Al-
Zinad, ‘Abdullah bin Abu Al-Safar, Ibnu ‘Aun, ‘Abdul Malik
bin Sa’id bin Abjar, Abu Hushain Al-Asadi, Abu Farwah Al-
Hamdani, ‘Umar bin Abu Zaidah, ‘Aun bin ‘Abdullah bin
‘Utbah, Firas bin Yahya Al-Hamdani, Fudhail bin ‘Amar Al-
Fuqaimi, Qatadah, Mujalid bin Sa’id, Mutharraf bin Tharif,
Manshur bin ‘Abdurrahman Al-Ghudani, Abu Hayyan Al-
Taimi dan Jama’at.
Manshur Al-Ghudani berkata, dari Al-Sya’bi: saya
menjumpai 500 sahabat.
Page 166
144
Makhul berkata: saya tidak melihat orang yang lebih
faqih darinya.
Abu Ma’in, Abu Zur’ah berkata: Al-Sya’bi tsiqah.
Al-‘Ijli berkata: Al-Sya’bi mendengarkan hadits dari
48 sahabat. Ia lebih tua dua tahun dari Abu Ishaq. Abu Ishaq
lebih tua dua tahun dari ‘Abdul Malik. Al-Sya’bi tidak
mendekati hadits mursal kecuali yang shahih.
Ibnu Abi Hatim berkata, dari ayahnya: Al-Sya’bi
tidak mendengarkan hadits dari Samrah bin Jundub, ia tidak
berjumpa dengan ‘Ashim bin ‘Addi.
Dikatakan bahwa Al-Sya’bi meninggal pada tahun 3
H, pendapat lain: 4 H, pendapat lain: 5 H, pendapat lain: 6 H
pendapat lain: 7 H, pendapat lain: 110 H.
Ahmad bin Hanbal berkata, dari Yahya bin Sa’id Al-
Qaththan: Al-Sya’bi meninggal sebelum Al-Hasan. Al-Hasan
disepakati meninggal pada tahun 10 H.
Perbedaan pendapat mengenai umurnya, ada pendapat
77 tahun, pendapat lain 79 tahun, pendapat lain 82 tahun.
Pendapat yang masyhur bahwasannya kelahirannya enam
tahun setelah tidak adanya kekhalifahan ‘Umar.
Al-Dzahabi berkata: ucapan yang dipilih tentang
meninggalnya dan ucapan yang masyhur tentang kelahirannya,
ia berumur 90 tahun. Abu Sa’ad bin Al-Sam’ani berkata: ia
Page 167
145
dilahirkan pada tahun 20 H, pendapat lain tahun 31 H. Ia
meninggal pada tahun 109 H. Menurut cerita Ibnu Sa’ad dari
Al-Sya’bi, ia berkata: saya dilahirkan pada tahun Jalula’, yaitu
tahun 19 H.
Al-Hakim berkata dalam kitab “’Ulumih”: ia tidak
mendengarkan hadits dari ‘Aisyah, Ibnu Mas’ud, Usamah bin
Zaid, dan tidak juga dari ‘Ali (hanya pernah melihatnya), tidak
juga dari Mu’adz bin Jabal dan Zaid bin Tsabit.
Ibnu Al-Madini berkata dalam kitab “Al-‘Ilal”: ia
tidak mendengarkan hadits dari Zaid bin Tsabit, dan tidak
berjumpa dengan Abu Sa’id Al-Khudri dan Ummu Salamah.
Al-Turmudzi berkata dalam kitab “Al-‘Ilal Al-Kabir”:
berkata Muhammad: saya tidak mengetahui Al-Sya’bi
meriwayatkan hadits dari Ummu Hani’ secara sima’i.
Al-Bukhari meriwayatkan hadits tentang rajam
darinya dari ‘Ali ketika seorang perempuan dirajam, ‘Ali
berkata: saya merajamnya sesuai dengan sunnah Nabi SAW.
Al-Daruquthni berkata dalam kitab “ Sualat
Hamzah”: ia tidak mendengarkan hadits dari Ibnu Mas’ud, ia
hanya pernah melihatnya.
Ibnu Hibban berkata dalam kitab Tsiqat Al-Tabi’in: ia
seorang yang faqih, lahir pada tahun 20 H dan meninggal pada
tahun 109 H.
Page 168
146
Ibnu Abi Khaitsamah menceritakan dalam kitab
“Tarikhih”, dari Abu Hushain, ia berkata: saya tidak melihat
orang yang lebih alim dari Al-Sya’bi. Abu Bakar bin ‘Iyasy
bertanya kepadanya: apakah tidak juga Syuraih? Ia berkata:
maksudmu saya berbohong kalau saya mengatakan saya tidak
melihat orang yang lebih alim dari Al-Sya’bi.
6) Fathimah binti Qais
Mengenai biografi Fathimah binti Qais, Al-‘Asqalani
(1995:685) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya Fathimah binti Qais bin Khalid Al-
Qurasyiyah Al-Fihriyah, saudara perempuan Al-Dhahhak bin
Qais. Ia lebih tua 10 tahun dari Al-Dhahhak.
Ia meriwayatkan hadits dari Nabi SAW.
Meriwayatkan hadits darinya: Al-Aswad bin Yazid
Al-Nakha’i, budaknya Tamim Abu Salamah, Sa’id bin Al-
Musayyab, Sulaiman bin Yasar, ‘Amir Al-Sya’bi, ‘Abdullah
Al-Bahi, ‘Abdurrahman bin ‘Ashim bin Tsabit, ‘Ubaidullah
bin ‘Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud, ‘Urwah bin Al-Zubair,
Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Al-Shiddiq,
Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Tsauban, Abu Bakar bin
Abu Al-Jahmi, Abu Salamah bin ‘Abdurrahman.
Page 169
147
Abu ‘Umar bin ‘Abdul Barr berkata: ia termasuk
perempuan yang hijrah pertama kali, ia memiliki kecantikan,
kecerdasan dan kesempurnaan. Para sahabat berkumpul
bermusyawarah di rumahnya ketika ‘Umar bin Khaththab
terbunuh.
Al-Zubair bin Bukar berkata: ia adalah perempuan
yang pemberani, pemberani yang besar. Dulu ia istri Abu
‘Amar bin Hafash bin Al-Mughirah. Abu ‘Amar
menceraikannya, kemudian Mu’awiyah dan Abu Jaham bin
Hudzaifah melamarnya. Kemudian ia menceritakannya kepada
Nabi SAW tentang keduanya: lalu Nabi memberi isyarat
kepadanya untuk menikah dengan Usamah bin Zaid. Ia
menikah dengan Usamah. Perceraian dan pernikahannya
setelah beberapa tahun lamanya menjanda.
c. Kualitas dan Kapasitas Intelektual Perawi
1) Muhammad bin Rumhin
Penilaian para kritikus hadits menyangkut pribadi
Muhammad bin Rumhin sebagaimana yang penulis kutip dari
aplikasi Gawami AlKalem V4.5 adalah:
a) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam
“Al-Tsiqat”.
b) Abu Daud Al-Sijistani: tsiqah.
Page 170
148
c) Abu Sa’id bin Yunus Al-Mishri: tsiqah, tsabat dalam
hadits.
d) Abu Nashar Ibnu Makula: tsiqah, ma’mun.
e) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”:
tsiqah, tsabat.
f) Al-Dzahabi: al-hafidh.
g) ‘Ali bin Al-Junaid Al-Razi: orang yang shalih, lebih
tsiqah dari pada Ibnu Zaghbah.
h) Muhammad bin Wadhah: saya berjumpa dengannya di
Mesir. Ia sebaik-baik syaikh.
i) Musallamah bin Al-Qasim Al-Andalusi: tsiqah.
2) Al-Laits bin Sa’ad
Penilaian para kritikus hadits menyangkut pribadi Al-
Laits bin Sa’ad sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi
Gawami AlKalem V4.5 adalah:
a) Abu Al-Fath Al-Azdi: shaduq.
b) Abu Hatim Al-Razi: tsiqah.
c) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam
“Al-Tsiqat”.
d) Abu Zur’ah Al-Razi: tsiqah, shaduq, hujjah.
e) Abu Sa’id bin Yunus Al-Mishri: al-faqih.
f) Abu ‘Abdillah Al-Hakim menyebutkannya dalam
“Ma’rifat ‘Ulum Al-Hadits”, dan berkomentar: tsiqah.
Page 171
149
g) Abu Ya’la Al-Khalili: imam.
h) Ahmad bin Hanbal: tsiqah, tsabat.
i) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasai: tsiqah.
j) Ahmad bin Shalih Al-Mishri: imam.
k) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli: tsiqah.
3) Ishaq bin Abi Farwah
Penilaian para kritikus hadits menyangkut pribadi Ishaq
bin Abi Farwah sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi
Gawami AlKalem V4.5 adalah:
a) Abu Al-‘Arabi Al-Qairuwani menyebutkannya dalam “Al-
Dhu’afa”.
b) Abu Basyar Al-Daulabi menyebutkannya dalam “Al-
Dhu’afa”.
c) Abu Bakar Al-Barqani: matruk.
d) Abu Bakar Al-Bazzar menyebutkannya dalam “Al-Bahru
Al-Zakhkhar” dan berkata: ia laisa biqawiy.
e) Abu Bakar Al-Baihaqi menyebutkannya dalam”Al-Sunan
Al-Kubra” dan “Ma’rifat Al-Sunan” dan berkomentar:
dha’if.
f) Abu Hatim Al-Razi: matruk al-hadits.
Page 172
150
g) Abu Hafash ‘Umar bin Syahin menyebutkannya dalam
“Al-Dhu’afa.
h) Abu Zur’ah Al-Razi: matruk al-hadits.
i) Abu Ya’la Al-Khalili: sangat dha’if.
j) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”:
matruk al-hadits.
4) Abu Al-Zinad
Penilaian para kritikus hadits menyangkut pribadi Abu
Al-Zinad sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi
Gawami AlKalem V4.5 adalah:
a) Abu Ahmad bin ‘Addi Al-Jarjani: Abu Al-Zinad adalah
salah seorang faqih penduduk Madinah.
b) Abu Ja’far Al-‘Uqaili menyebutkannya dalam “Al-
Dhu’afa”.
c) Abu Hatim Al-Razi: tsiqah
d) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam
“Al-Tsiqat, dan berkata: ia faqih.
e) Ahmad bin Hanbal: tsiqah.
f) Ahmad bin Syu’aib: tsiqah,
g) Ahmad bin ‘Abdillah Al-‘Ijli: tsiqah.
Page 173
151
h) Ibnu Abi Hatim Al-Razi menyebutkannya dalam “Al-
Jarhu Wa Al-Ta’dil”, dan berkomentar: tsiqah, shalih al-
hadits, faqih.
i) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”:
tsiqah, faqih.
j) Al-Dzahabimenyebutkannya dalam”Al-Kasyif”, dan
berkomentar: imam, tsiqah, tsabat.
k) Zakariya bin Yahya Al-Saji: tsiqah.
l) Muhammad bin Jarir Al-Thabari: tsiqah.
m) Muhammad bin Sa’ad: tsiqah, katsir al-hadits.
n) Yahya bin Ma’in: tsiqah, hujjah.
5) ‘Amir Al-Sya’bi
Penilaian para kritikus hadits menyangkut pribadi
‘Amir Al-Sya’bi sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi
Gawami AlKalem V4.5 adalah:
a) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam
“Al-Tsiqat”.
b) Abu Zur’ah Al-Razi: tsiqah.
c) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”:
tsiqah, masyhur, faqih, fadhil.
d) Al-Dzahabi: seorang yang sangat alim.
e) Makhul Al-Syami: saya tidak melihat orang yang lebih
faqih darinya.
Page 174
152
f) Yahya bin Ma’in: tsiqah.
6) Fathimah binti Qais
Penilaian para kritikus hadits menyangkut pribadi
Fathimah binti Qais sebagaimana yang penulis kutip dari
aplikasi Gawami AlKalem V4.5 adalah:
a) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam
“Al-Tsiqat”.
b) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”: ia
sahabat wanita Nabi yang terkenal dalam kaum
perempuan yang ikut hijrah pertama.
c) Ibnu ‘Abdi Al-Barr Al-Andalusi: ia sahabat perempuan
yang ikut hijrah pertama kali, dan para sahabat
bermusyawarah di rumahnya.
d) Al-Mazi: ia shahabiyah.
d. Meneliti Syadz dan ‘Illat pada Sanad Hadits
Mengacu kepada informasi kitab kamus Al-Mu’jam dan Miftah
Kunuz Al-Sunnah, hadits ini hanya bisa ditemukan pada satu jalur
sanad. Berpegang pada formulasi syadz versi Al-Syafi’i bahwa
kemungkinan terdapatnya syadz itu adalah pada hadits yang tidak
hanya memiliki satu jalur sanad, tetapi pada hadits yang memiliki
lebih dari satu jalur, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada syadz
dan ‘illat pada hadits ini.
e. Penilaian Terhadap Kualitas Saad Hadits
Page 175
153
Apabila seluruh sanad diperhatikan, maka tampak jelas bahwa
seluruh perawi bernilai tsiqah kecuali Ishaq bin Abu Farwah yang
dinilai matruk al-hadits oleh kritikus hadits. Akan tetapi sanadnya
dalam keadaan bersambung mulai dari mukharrij-nya sampai kepada
sumber utama berita, yakni Nabi Muhammad SAW.
Dengan mengacu kepada kaedah keshahihan sanad hadits,
penulis berkesimpulan bahwa terdapat kaedah keshahihan hadits
yang tidak terpenuhi oleh sanad hadits ini, yakni aspek keadilan
dan ke-dhabith-an perawi. Oleh karena itu, penilaian akhir penulis
bahwa sanad hadits tersebut tergolong lemah (dha’if al-isnad).
7. ، و وهو الوزاعي أخبرنا عمرو بن عثمان، قال: حدثنا بقية، عن أبي عمر
: أن قال: حدثنا يحيى، قال: حدثني أبو سلمة، قال: حدثتني فاطمة بنت قيس
مي طلقها ثلثا، فانطلق خالد بن الوليد في نفر أبا عمرو بن حفص المخزو
، صلى الله عليه وسلم من بني مخزوم إلى رسول الل فقال: " يا رسول الل
فقة ؟ فقال: " ليس لها إن أبا عمرو بن حفص طلق فاطمة ثلثا، فهل لها ن
باب الرخصة فى ذالك، : كتاب الطلق، النسائي سنن)نفقة، ولا سكنى
(1400، ر 026ص
Page 176
154
a. Rangkaian Sanad
b. Biografi dan Kebersambungan Sanad
رسول الله
أبو سلمة
فاطمة بنت قيس
يحيى )ابن أبي
كثير(
أبو عمري
)الوزاعي(
بقية
النسائي
عثمانعمرو بن
Page 177
155
Hadits ini terdapat dalam Sunan Al-Nasa’i, kitab al-thalaq,
bab al-rukhshah fi dzalika, setelah bab al-tsalats al-majmu’ah wa ma
fih min al-taghlidz, hal 527, hadits nomor 2405. Hadits ini
diriwayatkan oleh enam orang, yaitu: ‘Amar bin ‘Utsman, Baqiyah,
Abu ‘Amar (Al-Auza’i), Yahya, Abu Salamah, dan Fathimah binti
Qais.
1) ‘Amar bin ‘Utsman
Mengenai biografi ‘Amar bin ‘Utsman, Al-‘Asqalani
(1995:291) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya ‘Amar bin ‘Utsman bin Sa’id bin
Katsir bin Dinar Al-Qurasyi. Kuniyahnya Abu Hafash, ia budak
Bani Umiyah, saudara Yahya.
Ia meriwayatkan hadits dari ayahnya, Muhammad bin
Harb Al-Khaulani, Al-Walid bin Muslim, Marwan bin
Mu’awiyah, Marwan bin Muhammad, Isma’il bin ‘Iyasy,
Baqiyah, Sufyan bin ‘Uyainah, Muhammad dan Ahmad putra
Khalid Al-Wahbi, dan Jama’ah.
Meriwayatkan hadits darinya: Abu Daud, Al-Nasa’i,
Ibnu Majah, Al-Nasa’i meriwayatkan darinya dalam kitab “Al-
Yaum wa Al-Lailah” dari Zakariya Al-Sajzi, Abu Zur’ah, Abu
Hatim, Al-Dzahili, Baqi bin Makhlad, Abnu Au ‘Ashim, Ja’far
Al-Firyabi, ‘Abdan Al-Ahwazi, Abu Bakar bin Abu Daud, Abu
Page 178
156
‘Urwiyah, ‘Umar bin Muhammad bin Bujair, Muhammad bin
‘Ubaidullah bin Al-Fudhail Al-Kala’i dan lain-lain.
2) Baqiyah
Mengenai biografi Baqiyah, Al-‘Asqalani (1995:239-
241) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya Baqiyah bin Al-Walid bin Sha’id bin
Ka’ab bin Hariz Al-Kala’i Al-Maitami. Kuniyahnya Abu Yuhmid
Al-Himshi.
Meriwayatkan hadits dari: Muhammad bin Ziyad Al-
Alhani, Shafwan bin ‘Amar, Hariz bin ‘Utsman, Al-Auza’i, Ibnu
Juraij, Malik, Al-Zubaidi, Mu’awiyah bin Yahya Al-Shadafi,
Mu’awiyah bin Yahya Al-Tharabalsi, Abu Bakar bin Abu
Maryam, dan banyak lainnya.
Meriwayatkan darinya: Ibnu Al-Mubarak, Syu’bah, Al-
Auza’i, Ibnu Juraij (mereka adalah guru-gurunya), dua Hammad,
Ibnu ‘Uyainah (mereka lebih tua darinya), Yazid bin Harun,
Waki’, Isma’il bin ‘Iyasy, Al-Walid bin Muslim (mereka
sebayanya), Ishaq bin Rahawaih, Haiwah bin Syuraih, Daud bin
Rasyid, ‘Isa bin Al-Mundzir Al-Himshi, ‘Ali bin Hujr, putranya
‘Athiyah bin Baqiyah, Hisyam bin ‘Ammar, Yazid bin ‘Abdu
Rabbih, Katsir bin ‘Ubaid, dan Jama’ah lainnya, Abu ‘Utbah
Ahmad bin Al-Faraj Al-Himshi.
Page 179
157
Ibnu Al-Mubarak berkata: apabila Isma’il bin ‘Iyasy dan
Baqiyah berkumpul dalam suatu hadits, maka Baqiyah lebih saya
sukai.
Ibnu Ma’in berkata: Syu’bah senang terhadap Baqiyah
sekiranya ia masuk ke Baghdad.
Yahya bin Ma’in berkata: ia meriwayatkan hadits dari
orang-oranh dhaif sebanyak 100 hadits sebelum ia meriwayatkan
hadits dari orang-orang tsiqah.
Ya’qub berkomentar: Baqiyah tsiqah, bagus periwayatan
haditsnya jika ia meriwayatkan dari orang-orang yang dikenal. Ia
meriwayatkan haditsnya dari orang-orang yang ditinggalkan
hadits mereka, dari orang-orang yang dha’if, ia cenderung kepada
kuniyah mereka daripada nama-nama mereka, nama-nama mereka
daripada kuniyah mereka, ia meriwayatkan hadits dari orang yang
lebih muda darinya. Ia meriwayatkan hadits dari Suwaid bin Sa’id
Al-Hadatsani.
Ibnu Sa’ad berkata: ia tsiqah dalam riwayatnya dari
orang-orang tsiqah, dha’if dalam riwayatnya dari orang-orang
yang tidak tsiqah.
Al-‘Ijli berkata: ia tsiqah dalam hadits yang diriwayatkan
dari orang-orang yang dikenal. Dalam hadits yang diriwayatkan
dari orang-orang yang tidak dikenal maka dha’if.
Page 180
158
Abu Zur’ah berkata: Baqiyah menakjubkan, apabila
meriwayatkan dari orang-orang tsiqah maka ia tsiqah.
Abu Zur’ah berkata pada tempat yang lain: ia tidak
memiliki cacat, kecuali banyak riwayatnya dari orang-orang yang
tidak dikenal. Apabila ia meriwayatkan dari orang-orang tsiqah,
maka ia tsiqah.
Abu Hatim berkata: haditsnya ditulis, tapi tidak dijadikan
hujjah. Ia lebih saya sukai daripada Isma’il bin ‘Iyasy.
Al-Nasa’i berkata: apabila ia berkata: haddatsana atau
akhbarana, maka ia tsiqah. Apabila ia berkata: dari fulan, maka
jangan ambil darinya, karena tidak diketahui dari siapa ia
mengambilnya.
Ibnu ‘Addi: sebagian riwayat-riwayatnya tidak tsiqah,
apabila ia meriwayatkan dari penduduk Syam maka ia tsabit,
apabila ia meriwayatkan dari yang lain maka riwayatnya
bercampur, apabila ia meriwayatkan dari orang-orang yang tidak
dikenal maka itu adalah pengakuan dari mereka, bukan darinya.
Baqiyah adalah periwayat hadits, ia meriwayatkan dari orang-
orang muda dan tua. Telah meriwayatkan darinya orang-orang
tua, inilah sifat Baqiyah.
Yazid bin ‘Abdu Rabbih berkata: saya mendengar
Baqiyah berkata: saya dilahirkan pada tahun 110 H.
Ibnu Sa’ad berkata: ia meninggal pada tahun 197 H.
Page 181
159
Al-Dzahabi berkata: Ishaq bin Ibrahim bin ‘Ila’ berkata:
ia meninggal pada tahun 198 H.
Muslim meriwayatkan satu hadits darinya, matannya:
“man du’iya ila ‘ursin au nahwihi falyajib”.
Al-Daruquthni berkata: para ahli hadits berkata tentang
kuniyahnya: Abu Yahmad – ya’-nya di fathah – yang benar
adalah ya’-nya di dhammah.
Ibnu Khuzaimah berkata: saya tidak berhujjah dengan
Baqiyah. Ahmad bin Al-Hasan Al-Tirmidzi bercerita kepadaku:
saya mendengar Ahmad bin Hanbal berkata: pertimbanganku
salah bahwa Baqiyah tidak meriwayatkan hadits-hadits munkar
kecuali dari orang-orang yang tidak dikenal. Ketika ia
meriwayatkan hadits-hadits munkar dari orang-orang yang
dikenal, maka saya tahu dari mana datangnya, saya berkata:
datang dari orang yang cacat.
Abu Ahmad Al-Hakam berkata: ia tsiqah dalam hadits
yang diriwayatkan dari orang-orang yang tsiqah yang diketahui,
tetapi terkadang ia meriwayatkan dari beberapa kaum seperti Al-
Auza’i, Al-Zubaidi, ‘Abaidullah Al-‘Umari hadits-hadits syubhat
dengan jalan maudhu’. Ia mengambilnya dari Muhammad bin
‘Abdurrahman, Yusuf bin Al-Sufr dan dari selain keduanya dari
orang-orang dhaif.
Page 182
160
Ibn Al-Madini berkata: ia bagus dalam meriwayatkan
hadits dari penduduk Syam. Adapun dari penduduk Hijaz dan
Irak, ia sangat dhaif.
Al-Hakim berkata dalam “su’alat mas’ud”: ia tsiqah
ma’mun.
Al-Saji berkata: masih ada perselisihan tentang dia.
Al-Baihaqi berkata dalam ”al-khilafiyat”: para ulama
sepakat bahwa Baqiyah tidak bisa dijadikan hujjah.
‘Abdul Haq berkata dalam “Al-Ahkam”: Baqiyah tidak
boleh dijadikan hujjah.
3) Abu ‘Amar (Al-Auza’i)
Mengenai biografi Abu ‘Amar Al-Auza’i, Al-‘Asqalani
(1995:537-539) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya ‘Abdurrahman bin ‘Amar bin Abu
‘Amar (Yuhmad Al-Syami). Kuniyahnya Abu ‘Amar Al-Auza’i,
ia seorang faqih. Pada akhir hayatnya, ia tinggal di Beirut, dan
meninggal di sana.
Ia meriwayatkan hadits dari Ishaq bin ‘Abdullah bin Abu
Thalhah, Syaddad bin ‘Ammar, ‘Abdah bin Abu Lubabah, ‘Atha
bin Abu Rabah, Qatadah, Abu Al-Najasyi ‘Atha bin Syuhaib,
Nafi’ budak Ibnu ‘Umar, Al-Zuhri, Muhammad bin Ibrahim Al-
Taimi, Muhammad bin Sirin, Al-Muththalib bin ‘Abdullah bin
Hanthab, Yahya bin Sa’id Al-Anshari, Yahya bin Abu Katsir,
Page 183
161
Abu ‘Ubaid Al-Madzhiji, Abu Katsir Al-Suhaimi, Salman bin
Habib Al-Muharibi, Hasan bin ‘Athiyah, Rabi’ah bin Abu
‘Abdurrahman, ‘Abdurrahman bin Al-Qasim bin Muhammad,
‘Amar bin (Sa’ad Al-Qadri, ‘Amar bin Syu’aib, ‘Amar bin Qais
Al-Sakuni), Al-Walid bin Hisyam Al-Mu’ithi, Yazid bin Yazid
bin Jabir, dan lainnya.
Meriwayatkan darinya: Malik, Syu’bah, Al-Tsauri, Ibnu
Al-Mubarak, Ibnu Abi Al-Zinad, ‘Abdurrazzaq, Baqiyah, Bisyir
bin Bakar, Muhammad bin Harb, Hiqil bin Ziyad, Yahya bin Said
Al-Qaththan, Syu’aib bin Ishaq, Abu Dhamrah Al-Madani,
Dhamrah bin Rabi’ah, Isma’il bin ‘Abdullah bin Sama’ah, Abu
Ishaq Al-Fazari, Isma’il bin ‘Ayasy, ‘Abdullah bin Katsir Al-
Dimasyqi Al-Qari’, ‘Abdullah bin Numair, ‘Umar bin Abi
Salamah Al-Tunisis, Mubasysyir bin Isma’il, Muhammad bin
Syu’aib bin Syabur, Muhammad bin Mush’ab Al-Quraqsani,
Makhlad bin Yazid Al-Harrani, Al-Haisyam bin Humaid, Al-
Walid bin Muslim, Al-Walid bin Mazid Al-‘Udzri, Yahya bin
Hamzah Al-Hadhrami, Yazid bin Al-Sumthi, Yahya bin
‘Abdullah bin Al-Dhahhak Al-Babulti, Musa bin A’yan Al-Jazari,
‘Isa bin Yunus, ‘Umar bin ‘Abdul Wahid Al-Sulami, ‘Abdul
Hamid bin Habib bin Abu Al-‘Isyrin, Abu ‘Ashim Al-Nabil,
Muhammad bin Yusuf Al-Firyabi, Al-Mughirah Al-Khaulani,
‘Ubaidullah bin Musa Al-‘Absi, Muhammad bin Katsir Al-
Page 184
162
Mishishi, dan Jama’ah. Meriwayatkan darinya guru-gurunya (Al-
Zuhri, Yahya bin Abu Katsir, Qatadah dan lainnya).
Al-Hakim Abu Ahmad berkata dalam “Al-Kuni”: Al-
Auza’i berasal dari Himyir. Ada yang berpendapat: Al-Auza’
adalah sebuah desa di Dimasyqi. Saya minta pendapat tentang
informasi ini kepada Ahmad bin ‘Umair, ia tidak meng-iya-
kannya, ia berkata: ia dipanggil Al-Auza’i karena ia berasal dari
kabilah-kabilah Auza’.
Abu Sulaiman bin Zabar berkata: Al-Auza’i adalah nama
tempat yang terkenal di Dimasyqi yang dikenal dengan nama Al-
Auza’, termasuk wilayah Islam, termasuk kabilah-kabilah yang
menetap pada musim dingin.
Abu Zur’ah Al-Dimasyqi berkata: nama Al-Auza’i
adalah ‘Abdul ‘Aziz, lalu ia menamakan dirinya ‘Abdurrahman
yang asalnya merupakan garis sanad. Ia tinggal di Al-Auza’ yang
kemudian nama itu menjadi kebiasaan baginya. Kepadanya
penduduk Syam meminta fatwa tentang fiqih, karena
keutamaannya dan banyak riwayat-riwayat haditsnya. Ia berusia
70 tahun. Ia seorang yang fasih, dan surat-suratnya dijadikan
sumber kabar.
‘Amar bin ‘Ali berkata: Imam-imam hadits ada empat:
Al-Auza’i, Malik, Al-Tsauri, Hammad bin Zaid.
Page 185
163
Abu ‘Ubaid berkata, dari Ibnu Mahdi: di Syam tidak ada
yang lebih alim daripada Al-Auza’i.
‘Utsman Al-Darimi, dari Ibnu Ma’in berkomentar: ia
tsiqah, tidak sedikit hadits yang diriwayatkannya dari Al-Zuhri.
Abu Mushir, dari Hiql bin Ziyad berkata: Al-Auza’i bisa
menjawab kurang lebih 70.000 masalah.
Ibnu ‘Uyainah berkomentar: ia adalah seorang Imam
pada masanya.
Ibnu Sa’ad berkata: ia dilahirkan pada tahun 88 H, ia
seorang yag tsiqah, ma’mun, shaduq, fadhil, khair, banyak hadits,
ilmu dan fiqinya. Ia belajar di Yamamah dan meninggal di Beirut
pada tahun 157 H.
Al-Ajri dari Abu Daud berkata: Al-Auza’i meninggal
dalam kamar mandi.
‘Isa bin Yunus berkata: Al-Auza’i adalah seorang al-
hafidh.
Ibnu Hibban berkata dalam “Al-Tsiqat”: ia termasuk ahli
fiqihnya penduduk Syam, ahli qira’ dan orang-orang zuhudnya
penduduk Syam. Sebab meninggalnya adalah ketika ia mengawal
diperbatasan di Beirut, ia masuk kamar mandi, ia terpeleset, jatuh,
pingsan dan tidak sadar sampai ia meninggal. Ia telah
meriwayatkan dari Ibnu Sirin sebuah nuskhah (kitab tulisan
Tangan). Ia tidak pernah mendengarkan hadits dari Ibnu Sirin.
Page 186
164
Kemudian diriwayatkan dari Al-Walid dari Al-Auza’i, ia berkata:
saya masuk kota Bashrah setelah meninggalnya Al-Hasan sekitar
40 hari, saya masuk ke rumah Muhammad bin Sirin, ia memberi
syarat kepada kami agar kami tidak duduk, maka kami memberi
salam kepadanya dengan berdiri.
Abu Zur’ah Al-Dimasyqi berkata: tidak shahih apa yang
diriwayatkan oleh Al-Auza’i dari Nafi’.
Demikian juga yang dikatakan oleh ‘Abbas dari Abu
Ma’in: Al-Auza’i tidak pernah mendengar dari Nafi’. Ia
mendengar dari ‘Atha.
Ibnu Abi Hatim berkata dalam “Al-Marasil”: saya
mendengar ayah saya berkata: Al-Auza’i tidak berjumpa
‘Abdullah bin Abu Zakariya, tidak mendengar dari Abu
Mushabbah, Khalid bin Al-Lajlaj. Ia meriwayatkan dari
‘Abdurrahman bin Yazid dari Khalid bin Al-Lajlaj. Al-Walid bin
Mazid telah salah dalam mengumpulkan antara Al-Auza’i dan
‘Abdurrahman bin Yazid bin Jabir dari Khalid bin Al-Lajlaj.
Al-Nasa’i berkata dalam “Al-Kuniy”: Abu ‘Amar Al-
Auza’i adalah Imam penduduk Syam dan ahli fiqih mereka.
Al-Syafi’i berkata: saya tidak melihat orang yang
menyerupai kefahamannya dalam hadits daripada Al-Auza’i.
Al-Fallas berkomentar: Al-Auza’i tsabit.
Page 187
165
Al-Khalili berkata dalam “Al-Irsyad”: ia menjawab
80.000 masalah fiqih dari hafalannya.
Mengenai tahun wafatnya, selain yang telah dikemukakn
didepan, telah terjadi perbedaan pendapat, ada yang mengatakan
tahun 155 H, ada yang mengatakan tahun 151 H, ada yang
mengatakan tahun 156 H. Wallahu a’lam.
4) Yahya
Mengenai biografi Yahya, Al-‘Asqalani (1995:383-384)
menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya Yahya bin Abu Katsir Al-Tha’i.
Kuniyahnya Abu Nashar Al-Yamani. Nama ayahnya Shalih bin
Al-Mutawakkil. Ada yang mengatakan Yasar. Ada yang
megatakan Nasyith. Ada yang mengatakan Dinar.
Ia meriwayatkan hadits dari: Anas (ia telah berjumpa),
Abu Salamah bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Hilal bin Abu
Mai’unah, Muhammad bin Ibrahim Al-Taimi, Ya’la bin Hakim,
Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Sa’ad bin Zurarah,
Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Tsauban, Abu Qilabah Al-
Jarmi, Abu Nadhrah Al-‘Abdi, Zaid bin Salam, Dhamdham bin
Jaus, ‘Abdullah bin Abu Qatadah, Ishaq bin ‘Abdullah bin Abu
Thalhah, Ya’jah bin ‘Abdullah bin Badr Al-Juhani, Ibrahim bin
‘Abdullah bin Qaridh, Hayyah bin Habis Al-Tamimi, Abu Katsir
Al-Suhaimi, Abu Syu’bah budak Al-Mahri, Abu Ja’far Al-
Page 188
166
Mu’adzdzin, ‘Uqbah bin ‘Abdul Ghafir, ‘Ikrimah, ‘Atha,
‘Ubaidullah bin Miqsam.
Meriwayatkan darinya: putranya ‘Abdullah, Ayyub Al-
Sakhtiyani, Yahya bin Sa’id Al-Anshari (keduanya sebaya
dengannya), Al-Auza’i, Husain Al-Mu’allim, Ma’mar bin Rasyid,
Hisyam bin Hisan, Hisyam Al-Dastuwa’i, Hamam, Ayyub bin Al-
Najjar, Aban Al-‘Aththar, Harb bin Syadad, Hajjaj bin Abu
‘Utsman Al-Shawaf, Syaiban Al-Nahwi, ‘Ikrimah bin ‘Ammar,
‘Ali bin Al-Mubarak, ‘Imran Al-Qaththan, Abu Isma’il Al-
Qannad dan lainnya.
Wuhaib berkata, dari Ayyub: tidak ada di atas bumi yang
seperti Yahya.
Ibnu ‘Uyainah berkata: Ayyub berkata: saya tidak
mengetahui orang yang paling alim dalam hadits penduduk
Madinah setelah Al-Zuhri selain Yahya.
Al-Qaththan berkata: saya mendengar Syu’bah berkata:
Yahya lebih baik haditsnya daripada Al-Zuhri.
‘Abdullah bin Ahmad berkata , dari ayahnya: Yahya
adalah orang yang palinh tsabit. Jikalau dibandingkan Al-Zuhri
dan Yahya bin Sa’id, apabila Al-Zuhri menyelisihinya maka lebih
kuat ucapan Yahya.
Abu Hatim berkata:Yahya seorang Imam yang tidak
meriwayatkan hadits kecuali tsiqah. Ia meriwayatkan hadits dari
Page 189
167
Anas secara Mursal, ia telah melihat Anas shalat di Masjid Al-
Haram, tapi tidak mendengar langsung hadits darinya.
Ibnu Hibban menyebutkannya dalam “Al-Tsiqat” dan
berkomentar: ia seorang ahli ibadah.
Al-‘Uqaili berkomentar: ia disebut seorang mudallis.
Abu Bakar bin Abu Al-Aswad berkata, dari Yahya bin
Sa’id: hadits-hadits mursal Yahya bin Abu Katsir menyerupai
angin.
‘Amar bin ‘Ali berkata: tidak menceritakan kepada kami
Yahya bin Sa’id dari Qatadah, tidak juga dari Yahya bin Abu
Katsir suatu hadits mursal, ‘Abdurrahman juga menceritakannya
kepada kami.
‘Amar bin ‘Ali berkata: ia meninggal pada tahun 129 H.
Lainnya berkata: ia meninggal pada tahun 132 H.
Al-Dzahabi berkata: ucapan Ibnu Hibban: ia mudallis.
Hadits-hadits yang diriwayatkannya dari Anas merupakan hadits
mudallis. Ia tidak mendengar dari Anas dan juga dari sahabat.
Al-Atsram berkata: saya bertanya kepada Abu
‘Abdullah: apakah Yahya mendengar dari Anas? Ia menjawab: ia
berjumpa dengan Anas, tapi saya tidak tahu ia mendengar atau
tidak dari Anas. Ada yang berkata: ia mendengar dari Abu
Qalabah.
5) Abu Salamah
Page 190
168
Mengenai biografi Abu Salamah, Al-‘Asqalani
(1995:531-532) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya adalah Abu Salamah bin
‘Abdurrahman bin ‘Auf Al-Qurasyi Al-Zuhri Al-Madani. Ada
yang mengatakan namanya ‘Abdullah. Ada yang mengatakan
Isma’il, ada yang mengatakan nama dan kuniyahnya Wahid.
Meriwayatkan hadits dari Usamah bin Zaid, Anas bin
Malik, Tsauban budak Rasulullah SAW, Jabir bin ‘Abdullah Al-
Anshari, Ja’far bin ‘Amar Ummiyah Al-Dhamiri, Hisan bin
Tsabit Al-Anshari, Himran bin Aban, Hamzah bin ‘Amar Al-
Aslami, Rafi’ bin Khudaij, Rabi’ah bin Ka’ab Al-Aslami, Rawad
Al-Laitsi’, Zaid bin Tsabit, Zaid bin Khalid, Salim budak Al-
Mihri, Sa’id bin Zaid bin ‘Amar bin Nufail, Salman bin Shakhar,
Al-Syarid bin Suwaid Al-Tsaqafi, Thalhah bin ‘Ubaidillah (ada
yang mengatakan, Abu Salamah tidak mendengar darinya),
‘Ubadah bin Al-Shamit, ‘Abdullah bin Ibrahim bin Qaridh,
‘Abdullah bin Salam, ‘Abdullah bin ‘Abbas dan lain-lain.
Meriwayatkan darinya: Isma’il bin Ummiyah, Al-Aswad
bin Al-‘Ila’ bin Jariyah Al-Tsaqafi, Bukair bin ‘Abdullah bin Al-
Asyaj, Tsamamah bin Kilab, Ja’far bin Rabi’ah, Al-Harits bin
‘Abdurrahman Al-Qurasyi, Al-Hasan bin Yazid Abu Yunus Al-
Qawi, putra saudaranya Zurarah bin Mush’ab bin ‘Abdurrahman
bin ‘Auf, Zaid bin Abu ‘Itab dan lainnya.
Page 191
169
Muhammad bin Sa’ad menyebutkannya dalam “Al-
Thabaqat Al-Tsaniyah”, ia termasuk penduduk Madinah, ia
tsiqah, faqih, banyak meriwayatkan hadits.
Ibunya bernama Tamadhir binti Al-Asbagh bin ‘Amar
bin Tsa’labah bin Hishan bin Dhamdham bin ‘Addi bin Jundub
bin Habal bin Kilab penguasa perempuan Daumah Al-Jandal dari
pinggiran Dimasyqa. Ada yang mengatakan ia (ibunya) sempat
berjumpa dengan Nabi SAW, tapi kita tidak tahu adanya riwayat
itu. Ia adalah orang pertama Bani Kilab yang dinikahi oleh orang
Quraisy.
Abu Zur’ah berkata: ia tsiqah, ia seorang Imam.
Malik bin Anas berkata: ia bagi kami seorang laki-laki
yang ahli ilmu. Salah satu namanya adalah kuniyahnya,
diantaranya adalah Abu Salamah bin ‘Abdurrahman.
Muhammad bin ‘Abdullah bin Abu Ya’qub Al-Dhabi
berkata: Abu Salamah bin ‘Abdurrahman Al-Bashrah dalam
wilayah Bisyir bin Marwan masuk kepada kami, ia datang pagi-
pagi, wajahnya seperti dinar Raja Rum.
Ma’mar berkata, dari Al-Zuhri: empat orang dari Quraisy
yang saya temukan mereka sangat mencengangkan, yaitu: Sa’id
bin Al-musayyab, ‘Urwah bin Al-Zubair, Abu Salamah bin
‘Abdurrahman dan ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah. Ma’mar berkata:
Abu Salamah banyak berselisih dengan Ibnu ‘Abbas.
Page 192
170
‘Uqail bin Khalid berkata, dari Al-Zuhri: saya masuk
kota Mesir wilayah kekuasaan ‘Abdul ‘Aziz bin Marwan, dan
saya meriwayatkan hadits dari Sa’id bin Al-Musayyab, Ibrahim
bin ‘Abdullah bin Qaridh berkata kepada saya: apakah engkau
tidak mendengar selain dari riwayat Ibnu Al-Musayyab? Saya
menjawab: iya. Ia lalu berkata: engkau telah meninggalkan dua
orang laki-laki dari kaummu yang saya tidak tahu orang yang
lebih banyak haditsnya daripada mereka, yaitu ‘Urwah bin Al-
Zubair dan Abu Salamah bin ‘Abdurrahman. Ketika saya kembali
ke Madinah saya menemukan Urwah dengan mencengangkan.
Al-Haitsam bin ‘Addi berkata: ia wafat pada tahun 94 H.
Muhammad bin Sa’ad berkata: ia wafat di Madinah pada
tahun 94 H pada masa kekhalifahan Al-Walid, ketika itu ia
berusia 72 tahun.
Al-Waqidi berkata: ia meninggal pada tahun 104 H,
usianya 72 tahun.
6) Fathimah binti Qais
Biografi Fathimah binti Qais dapat dibaca pada halaman
147-148.
c. Kualitas Pribadi dan Kapasitas Intelektual Perawi
1) ‘Amar bin ‘Utsman
Page 193
171
Penilaian para kritikus hadits menyangkut pribadi ‘Amar
bin ‘Utsman sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi
Gawami AlKalem V4.5 adalah:
a) Abu Hatim Al-Razi: shaduq.
b) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam “Al-
Tsiqat”.
c) Abu Daud Al-Sijistani: tsiqah.
d) Abu Zur’ah Al-Razi: lebih hafidh daripada Muhammad bin
Al-Mushoffa.
e) Abu ‘Ali Al-Ghassani menyebutkannya dalam “Tasmiyatu
Syuyukhi Abi Daud”, dan berkomentar: tsiqah.
f) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasai: tsiqah.
g) Ibnu Al-‘Amad Al-Hanbali: tsiqah, ‘adil.
h) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”: shaduq.
i) Al-Dzahabi: shaduq, hafidh.
j) Musallamah bin Al-Qasim Al-Andalusi: tsiqah.
2) Baqiyah
Penilaian para kritikus hadits menyangkut pribadi Baqiyah
sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi Gawami AlKalem
V4.5 adalah:
a) Abu Ahmad Al-Hakim: tsiqah apabila meriwayatkan dari
orang-orang tsiqah, tapi terkadang ia meriwayatkan dari Al-
Page 194
172
Auza’i, Al-Zubaidi, ‘Ubaidullah Al-‘Amri hadits-hadits
syubhat, maudhu’.
b) Abu Ahmad bin ‘Addi Al-Jarjani: dalam sebagian riwayat ia
bertolak belakang dengan orang-orang yang tsiqah. Apabila
ia meriwayatkan dari orang Syam maka ia tsabat. Apabila
dari penduduk Hijaz dan ‘Iraq, ia bertolak belakang dari
orang-orang tsiqah.
c) Abu Al-Hasan bin Al-Qaththan Al-Fasi: yudallis dari
dhu’afa.
d) Abu Bakar Al-Baihaqi: tidak bisa dijadikan hujjah.
e) Abu Hatim Al-Razi: haditsnya boleh ditulis, tapi tidak boleh
berhujjah dengannya.
f) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti: tsiqah, ma’mun, tapi
mudallis.
g) Abu Zur’ah Al-Razi menyebutkannya dalam “Al-Jarhu wa
Al-Ta’dil” dan berkata: apabila meriwayatkan dari orang-
orang tsiqah maka ia tsiqah.
h) Abu ‘Abdillah Al-Hakim: tsiqah, ma’mun. Apabila
meriwayatkan dari orang-orang masyhur maka ia ma’mun,
maqbul.
i) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli: tsiqah
j) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”: shaduq,
katsir al-tadlis ‘an al-dhu’afa.
Page 195
173
3) Abu ‘Amar/Al-Auza’i
Penilaian para kritikus hadits menyangkut pribadi Abu
‘Amar/Al-Auza’i sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi
Gawami AlKalem V4.5 adalah:
a) Abu Bakar Al-Baihaqi: imam, tsiqah.
b) Abu Hatim Al-Razi: faqih.
c) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti: menyebutkannya dalam”Al-
Tsiqat” dan berkomentar: salah seorang faqih dari Syam dan
zuhud.
d) Abu ‘Abdillah Al-Hakim menyebutkannya dalam “Al-
Mustadrak” dan berkomentar: tsiqah.
e) Ahmad bin Hanbal: haditsnya dha’if.
f) Ahmad bin Syu’aibAl-Nasai: imam penduduk Syam.
g) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli: tsiqah.
h) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”: tsiqah,
jalil.
i) Al-Dzahabi: syaikh al-islam, al-hafidh, al-faqih, al-‘abid.
j) Al-Mazi: imam penduduk Syam dalam hadits dan fiqih.
k) Sufyan bin ‘Uyainah: imam.
l) ‘Abdul Rahman bin Mahdi: imam al-hadits.
m) ‘Umar bin ‘Ali Al-Fallas: tsabat.
n) ‘Isa bin Yunus Al-Sabi’i: hafidh.
o) Muhammad bin Sa’ad: tsiqah, ma’mun, shaduq, fadhil, khair.
Page 196
174
p) Yahya bin Ma’in: tsiqah.
q) Ya’qub bin Syaibah Al-Sadusi: tsiqah, tsabat.
4) Yahya
Penilaian para kritikus hadits menyangkut pribadi Yahya
sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi Gawami AlKalem
V4.5 adalah:
a) Abu Ja’far Al-Thahawi menyebutkannya dalam “Syarh
Ma’ani Al-Atsar” dan menukil dari Ayyub Al-Sakhtiyani, ia
berkata: tidak ada orang dimuka bumi ini yang seperti Yahya
bin Abi Katsir.
b) Abu Ja’far Al-‘Uqaili menyebut tadlis.
c) Abu Hatim Al-Razi: imam, tidak meriwayatkan hadits
kecuali dari orang yang tsiqah.
d) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam “Al-
Tsiqat” dan berkomentar: ia mudallis.
e) Abu ‘Abdillah Al-Hakim menyebutkannya dalam “Al-
Mustadrak” dan berkomentar: tsiqah.
f) Ahmad bin Hanbal: seorang yang atsbat.
g) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli: tsiqah.
Page 197
175
h) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”: tsiqah,
tsabat, tetapi ia mudallis dan mursal.
5) Abu Salamah
Penilaian para kritikus hadits menyangkut pribadi Abu
Salamah sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi Gawami
AlKalem V4.5 adalah:
a) Abu Al-Qasim bin ‘Asakir menyebutkannya dalam “Tarikh
Dimasyqa”.
b) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam “Al-
Tsiqat”.
c) Abu Zur’ah Al-Razi: tsiqah, imam. Haditsnya dari ayahnya
mursal.
d) Ahmad bin ‘ib Al-‘Ijli: tsiqah.
e) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam Al-Taqrib: tsiqah,
muktsir.
f) Al-Dzahabi: salah seorang imam besar.
g) ‘Ali bin Al-Madini: tsiqah, imam, haditsnya dari ayahnya
mursal.
h) Muhammad bin Sa’ad: tsiqah, faqih, banyak haditsnya.
i) Muhammad bin ‘Umar: tsiqah, faqih, banyak haditsnya.
j) Yahya bin Ma’in: tsiqah, imam. Haditsnya dari ayahnya
mursal.
d. Fathimah binti Qais
Page 198
176
Penilaian para kritikus hadits menyangkut pribadi
Fathimah binti Qais dapat dibaca pada halaman 152-153.
d. Meneliti Syadz dan ‘Illat pada Sanad Hadits
Apabila seluruh sanad diperhatikan, maka tampak jelas bahwa
seluruh periwayat yang terdapat dalam sanad yang diteliti, masing-
masing dari mereka bersifat tsiqah, dan sanadnya dalam keadaan
bersambung mulai dari mukharrij-nya sampai kepada sumber utama
berita, yakni Nabi Muhammad SAW.
Dengan alasan tersebut, yakni para periwayatnya tsiqah dan
sanadnya muttashil, juga riwayatnya tidak bertentangan dengan
riwayat yang dikemukakan oleh banyak periwayat yang tsiqah juga,
sehingga sangat kecil kemungkinannya bahwa sanad yang diteliti
mengandung syadz ataupun ‘illat.
e. Penilaian Terhadap Kualitas Sanad Hadits
Setelah diteliti, ternyata seluruh periwayat hadits ini tsiqah
(adil dan dhabith), sanadnya bersambung, terhindar dari syadz dan
‘illat. Dengan demikian, penulis berkesimpulan sanad hadits tersebut
berkualitas shahih Isnad.
B. Hadits-hadits Tentang Talak Tiga Sekaligus Jatuh Satu
اق، أخبرنا ابن جريج ، أخبرني .1 ز حدثنا أحمد بن صالح ، حدثنا عبد الر
بعض بني أبي رافع مولى النبي عن عكرمة مولى صلى الله عليه وسلم الل
Page 199
177
، قال ، عن ابن عباس : طلق عبد يزيد أبو ركانة وإخوته أم ابن عباس
ركانة ونكح امرأة من مزينة، فجاءت النبي الت: فق صلى الله عليه وسلم الل
ق كما تغني هذه الشعرة لشعرة أخذت ما يغني عن ي إلا ها من رأسها ففر
بيني وبينه، فأخذت النبي حمية فدعا بركانة صلى الله عليه وسلم الل
وإخوته، ثم قال لجلسائه: " أترون فلنا يشبه منه كذا وكذا من عبد يزيد،
وفلنا يشبه منه كذا وكذا؟ " قالوا: نعم، قال النبي صلى الله عليه وسلم الل
قها "، ففعل، ثم قال: " راجع امرأتك أم ركانة وإخوته "، لعبد يزيد: " طل
، قال: " قد علمت، راجعها "، وتل: فقال: إن ي طلقته ا ثلثا يا رسول الل
". قال أبو داود: وحديث قيأيها النبي إذا طلقتم الن ساء فطل قوهن لعدتهن
بن يز بن علي ه، نافع بن عجير و عبد الل يد بن ركانة، عن أبيه، عن جد
أن ركانة طلق امرأته البتة، فردها إليه النبي صلى الله عليه وسلم الل
جل وأهله أعلم به إن ركانة، إنما طل ، لن ولد الر ق امرأته البتة، أصح
فجعلها النبي د: كتاب داو سنن أبى) . واحدة صلى الله عليه وسلم الل
(2330، ر 152د التطلقات الثلث، ص ، باب نسخ المراجعة بعالطلق
Page 200
178
a. Rangkaian Sanad
b) Biografi Perawi dan Kebersambungan Sanad
رسول الله
عكرمة
ابن عباس
أبي بعض بني
رافع
ابن جريج
اق ز عبد الر
ابو داود
أحمد بن صالح
Page 201
179
Hadits ini terdapat dalam Sunan Abu Daud, Kitab Al-
Thalaq, bab Nusikha Al-Muraja’ah Ba’da Al-Tathliqat Al-Tsalats,
hal. 382, hadits nomor 2195.
Hadits ini diriwayatkan oleh enam orang yaitu: Ahmad bin
Shalih, ‘Abdurrazzaq, Ibn Juraij, anggota bani Abu Rafi’ (budak
Nabi SAW), ‘Ikrimah (budak Ibnu ‘Abbas), dan Ibnu ‘Abbas.
1) Ahmad bin Shalih
Mengenai biografi Ahmad bin Shalih, Al-‘Asqalani
(1995:27-28) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya Ahmad bin Shalih Al-Mishri.
Kuniyahnya Abu Ja’far. Ia seorang Al-Hafidh. Dikenal dengan
nama Ibnu Al-Thabrani. Ayahnya penduduk Thabaristan.
Ia meriwayatkan hadits dari: ‘Abdullah bin Wahab,
‘Unaisah bin Khalid, Ibnu Abi Fudaik, Ibnu ‘Uyainah,
‘Abdurrazzaq dan lain-lain.
Meriwayatkan hadits darinya: Al-Bukhari, Abu
Dawud, Al-Tirmidzi, Muhammad bin ‘Abdullah in Numair,
‘Amar bin Muhammad Al-Naqid, Abu Musa, Mahmud bin
Ghailan (mereka semua sebaya dengannya), Abu Zur’ah, Al-
Dzuhali, Shalih Jazarah, Ibnu Warah, Ya’qub bin Sufyan, Abu
Al-Ahwash Al-‘Ukbari, Isma’il, Musa bin Sahal Al-Ramli dan
lainnya, Abu Bakar bin Abu Daud (teman terakhirnya). ‘Abbas
Al-‘Anbari meriwayatkan darinya, dari seorang laki-laki: Al-
Page 202
180
Nasa’i mendengar hadits darinya tapi tidak meriwayatkan
hadits darinya.
Abu Nu’aim berkata: tidak ada seorangpun yang
masuk kepada kami yang paling alim tentang hadits penduduk
Hijaz selain ia.
Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawi berkata: saya menulis
1000 orang guru dan orang tua (alim) yang semuanya tsiqat.
Saya tidak mengambil satu orangpun diantara mereka untuk
menjadi hujjah ‘inda Allah kecuali Ahmad bin Shalih di Mesir
dan Ahmad bin Hanbal di Irak.
Al-Bukhari berkomentar: ia tsiqah shaduq. Saya tidak
melihat seseorang yang membicarakannya dengan bantahan.
Ahmad bin Hanbal dan ‘Ali binNumair serta lainnya men-
tsabat-kan Ahmad bin Shalih. Yahya berkata: bertanyalah
kalian kepada Ahmad, karena ia seorang yang paling tsabit.
Shalih bin Muhammad berkata: di Mesir tidak ada
seorangpun yang bagus periwayatan haditsnya dan hafal selain
Ahmad bin Shalih. Padanya berkumpul pengetahuan fiqih,
hadits dan nahwu. Ia mengingat hadits Al-Zuhri dan
menghafalnya.
Al-‘Ijli berkomentar: ia tsiqh, shahib al-sunnah.
Abu Hatim berkomentar: ia tsiqah, saya menulis
hadits darinya.
Page 203
181
Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Sahal berkata: ia
termasuk huffadh al-hadits, menguasai ilmu ‘ilal, ia shalat
sesuai dengan madzhab Al-Syafi’i, dan tidak ada sahabat-
sahabat Ibnu Wahab yang lebih alim darinya tentang atsar.
Abu Sa’id bin Yunus berkata: Al-Nasa’i menyebutnya
kemudian menuduhnya, menjelekkannya dan
berkata:Mu’awiyah bin Shalih bercerita kepada kami: saya
mendengar Yahya bin Ma’in berkata: Ahmad bin Shalih
seorang pembohong.
Abu Sa’id berkata: kami tidak bertahmid sebagaimana
Al-Nasa’i, ia tidak memiliki cacat selain sombong.
‘Abdul Karim bin Al-Nasa’i berkata, dari ayahnya: ia
tidak tsiqah, juga tidak ma’mun. Muhammad bin Yahya
meninggalkan haditsnya, dan Yahya menuduhnya pembohong.
Ibnu ‘Addi berkata: Ahmad bin Shalih termasuk
orang yang banyak hafal hadits, termasuk orang yang terkenal
pengetahuan haditsnya. Telah meriwayatkan hadits darinya Al-
Bukhari dan Al-Zuhri, keduanya berpegang kepadanya dalam
banyak hadits Hijaz. Ucapan Ibnu Ma’in tentangnya adalah
penganiayaan. Adapun mengenai Al-Nasa’i menjelek-
jelekkannya, saya mendengar Muhammad bin Harun bin Hisan
Al-Barqi berkata: orang Kharrasan ini (Al-Nasa’i) berbicara
tentang Ahmad bin Shalih, saya hadir di majelis Ahmad, lalu ia
Page 204
182
mengusir saya dari majelisnya, boleh jadi itulah yang
menyebabkan ucapan-ucapan (Al-Nasa’i) tentang Ahmad bin
Shalih.
Ibnu ‘Addi berkata: Ahmad bin Hanbal telah
memujinya, dan hadits (al-din al-nashihah) telah
diriwayatkannya dari Ibnu Wahab Yunus bin ‘Abdul A’la. Dan
telah meriwayatkannya dari Malik, Muhammad bin Khalid bin
‘Atsmah.
Al-Khathib berkata: semua Imam ber-hujjah dengan
Ahmad kecuali Al-Nasa’i. dikatakan: cacat Ahmad adalah
sombong, Al-Nasa’i memperoleh darinya hal-hal yang tidak
menyenangkan dalam majelisnya. Itulah yang menjadi sebab
rusaknya keadaan diatara keduanya.
Abu Sa’id bin Yunus berkata: ia dilahirkan di Mesir
tahun 170 H.
Al-Bukhari berkata: ia wafat pada bulan Dzul Qa’dah
tahun 248 H.
Para huffadz sepakat bahwa perkataan Al-Nasa’i
tentang Ahmad bin Shalih adalah aniaya. Abu Hatim bin
Hibban berkata dalam “Al-Tsiqat”: Ahmad bin Shalih dalam
hadits dan hafalannya bagi penduduk Mesir seperti Ahmad bin
Hanbal bagi penduduk Irak, akan tetapi ia suka memuji dirinya
secara berlebihan. Dan yang diriwayatkan dari Mu’awiyah bin
Page 205
183
Shalih dari Yahya bin Ma’in bahwa Ahmad bin Shalih adalah
pembohong, itu adalah Ahmad bin Shalih Al-Syammumi,
seorang syaikh di Mekah yang haditsnya ditinggalkan.
Mu’awiyah bertanya kepada Yahya tentang Ahmad bin Shalih.
Adapun yang ini, ia sebaya dengan Ibnu Ma’in dalam hafalan
dan kekuatan hafalannya. Selesai.
Ibnu Hibban menguatkan: bahwa Yahya bin Ma’in
tidak menolak penulis kitab “Al-Tarjamah”, apa yang
dikemukakan dari Al-Bukhari bahwa Yahya bin Main men-
tsabat-kan Ahmad bin Shalih Al-Mishri penulis kitab “Al-
Tarjamah”.
2) ‘Abdul Razzaq
Mengenai biografi ‘Abdul Razzaq, Al-‘Asqalani
(1995:572-574) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya ‘Abdul Razzaq bin Hammam bin
Nafi’ Al-Himyari, budak suku Himyar. Kuniyahnya Abu
Bakar Al-Shan’ani.
Ia meriwayatkan hadits dari: ayahnya, pamannya
Wahab, Ma’mar, ‘Abdullah bin ‘Umar Al-‘Umari, saudaranya
‘Abdullah bin ‘Umar Al-‘Umari, Aiman bin Nabil, ‘Ikrimah
bin ‘Ammar, Ibnu Juraij, Al-Auza’i, Malik, dua Al-Sufyan,
Zakariya bin Ishaq Al-Makki, Ja’far bin Sulaiman, Yunus bin
Page 206
184
Sulaim Al-Shan’ani, Ibnu Abu Rawwad, Isra’il, Isma’il bin
‘Ayyasy.
Meriwayatkan darinya: Abu ‘Uyainah, Mu’tamar bin
Sulaiman (keduanya adalah gurunya), Waki’, Abu Usamah
(keduanya sebaya dengannya), Ahmad, Ishaq, ‘Ali, Yahya,
Abu Khaitsamah, Ahmad bin Shaih, Ibrahim bin Musa,
‘Abdullah bin Muhammad Al-Musnadi, Salamah bin Syabib,
‘Amar Al-Naqid, Ibnu Abi ‘Umar, Hajjaj bin Al-Sya’ir, Yahya
bin Ja’far Al-Baikandi, Yahya bin Musa Khatstsa, Ishaq bin
Ibrahim Al-Sa’di, Ishaq bin Manshur Al-Kausaj, Ahmad bin
Yusuf Al-Sulami, Al-Hasan bin ‘Ali Al-Khallal,
‘Abdurrahman bin Bisyir bin Al-Hakam, ‘Abd bin Humaid,
Muhammad bin Rafi’, Muhammad bin Mihran Al-Jammal,
Mahmud bin Ghailan, Muhammad bin Yahya Al-Dzuhali, Abu
Mas’ud Al-Razi, Ishaq bin Ibrahim Al-Dubari dan lainnya.
Ahmad bin Shalih Al-Mishri berkata: saya bertanya
kepada Ahmad bin Hanbal: apakah engkau melihat seseorang
yang lebih bagus haditsnya dibanding ‘Abdurrazzaq ? ia
menjawab: tidak.
Abu Zur’ah Al-Dimasyqi berkata: ‘Abdurrazzaq salah
satu orang yang tsabat haditsnya.
Page 207
185
Abu Zur’ah Al-Dimasyqi berkata: saya bertanya
kepada Ahmad: siapa yang lebih tsabat, Ibnu Juraij
‘Abdurrazzaq atau Al-Bursani ? ia menjawab: ‘Abdurrahman.
Abu Zur’ah berkata juga: Ahmad bercerita kepadaku:
kami mendatangi ‘Abdurrazzaq sebelum tahun 200 H, ia masih
bisa melihat. Siapa yang mendengar darinya setelah ia
kehilangan penglihatannya maka itu riwayat dengan
mendengar yang dha’if.
‘Abbas Al-Dauri berkata, dari Ibnu Ma’in:
‘Abdurrazzaq sangat tsabat dalam hadits Ma’mar dari Hisyam
bin Yusuf. Hisyam lebih pandai membaca kitab daripada Ibnu
Juraij.
Ya’qub bin Syaibah berkata, dari ‘Ali ibnu Al-
Muduni: Hisyam bin Yusuf berkata kepadaku: ‘Abdurrazzaq
paling alim dan paling hafidh diantara kami. Ya’qub berkata:
keduanya tsiqah (tsabat).
Al-Hasan bin Jarir Al-Shuri berkata, dari ‘Ali bin
Hasyim dari ‘Abdurrazzaq: tiga orang telah menulis dariku,
saya tidak perduli yang lainnya tidak mau menulis dariku.
Telah menulis dariku: Ibnu Al-Syadzukuni, orang yang paling
hafal diantara manusia, Yahya bin Ma’in, orang yang paling
mengetahui ilmu al-rijal, Ahmad bin Hanbal, orang paing
tsabat diantara manusia.
Page 208
186
Ja’far Al-Thayalisi berkata: saya mendengar Ibnu
Ma’in berkata: saya mendengar dari ‘Abdurrazzaq ucapan
yang menunjukkan kepadaku tentang madzhabnya. Saya
bertanya kepadanya: sesungguhnya guru-guru engkau yang
engkau belajar kepada mereka adalah orang-orang yang tsiqat,
semuanya ahli hadits: Ma’mar, Malik, Ibnu Juraij, Al-Tsauri,
Al-Auza’i. Dari siapa engkau mengambil madzhab ini ? ia
berkata: Ja’far bin Sulaiman masuk kepada kami, saya
melihatnya banyak keutamaan, bagus petunjuknya, maka saya
mengambil madzhab ini darinya.
Muhammad bin Abu Bakar Al-Muqaddami berkata:
saya mendapati ‘Abdurrazzaq tidak lebih fasid dari Ja’far.
Yakni dalam pengakuannya sebagai Syi’ah.
Ibnu Abi Khaitsamah berkata: saya mendengar Yahya
bin Ma’in ketika dikatakan kepadanya: Ahmad berkata:
sesungguhnya ‘Ubaidullah bin Musa menolak hadits
‘Abdurrazzaq karena ia Syi’ah. Ia berkata: ‘Abdurrazzaq –
demi Allah yang tiada Tuhan selain Ia – lebih sangat daripada
‘Ubaidullah dengan 100 hadits dhaif. Saya telah mendengar
dari ‘Abdurrazzaq hadits-hadits dhaif yang tidak saya dengar
dari ‘Ubaidullah.
‘Abdullah bin Ahmad berkata: saya bertanya kepada
ayah saya: apakah ‘Abdurrazzaq itu Syi’ah dan mengaku
Page 209
187
Syi’ah ? ia berkata: adapun saya, saya belum mendengar
darinya sesuatu tentang hal ini.
‘Abdullah bin Ahmad berkata: saya mendengar
Salamah bin Syabib berkata: saya mendengar ‘Abdurrazzaq
berkata: demi Allah dada saya tidak lapang sama sekali untuk
mengutamakan ‘Ali atas Abu Bakar dan ‘Umar. Semoga Allah
mengasihi Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman. Siapa yang tidak
mencintai mereka maka ia tidak beriman. Dan ia berkata:
paling kokohnya amal-amalku adalah cintaku kepada mereka.
Ahmad dan lainnya berkata: kelahirannya pada tahun
126 H.
Al-Bukhari berkata: ia meninggal pada tahun 211 H.
Ibnu Sa’ad menambahkan: pada bulan Syawal.
Abu Hatim berkata: haditsnya ditulis, tapi tidak
dijadikan hujjah.
Ibnu Hibban menyebutkannya dalam “Al-Tsiqat”, ia
berkata: ‘Abdurrazzaq termasuk orang yang khatha’ (salah)
apabila meriwayatkan hadits dari hafalannya karena Syi’ah. Ia
orang yang mengumpulkan, menulis, menghafal dan
menuturkan hadits.
Al-Ajri berkata, dari Abu Daud: Al-Firyabi lebih saya
sukai daripada ‘Abdurrazzaq. ‘Abdurrazzaq tsiqah.
Page 210
188
Diriwayatkan dari ‘Abdurrazzaq, ia berkata: saya
berhujjah, maka para ahli hadits meninggalkan saya tidak
kembali kepada saya selama tiga hari. Terus saya bergantung
di Ka’bah dan saya berkata: Wahai Tuhanku apa salahku,
apakah aku seorang pembohong, ataukah aku seorang penipu ?
kemudian saya kembali ke rumah, lalu mereka mendatangi
saya.
Al-‘Ijli berkomentar: ia tsiqah-nya Syi’ah.
Demikian juga komentar Al-Bazzar.
Al-Dzuhali berkata: ‘Abdurrahman paling ingat
tentang hadits, ia hafal. Ibrahim bin ‘Abbad Al-Daburi berkata:
‘Abdurrazzaq hafal sekitar 17.000 hadits.
Al-‘Abbas Al-‘Anbari berkata, ketika ia masuk dari
Shana’a: saya telah menempuh bahaya dan susah untuk pergi
kepada ‘Abdurrazzaq, ternyta ia seorang pembohong. Al-
Waqidi lebih shaduq darinya.
3) Ibnu Juraij
Mengenai biografi Ibnu Juraij, Al-‘Asqalani
(1995:616-618) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya ‘Abdul Malik bin ‘Abdul ‘Aziz bin
Juraij Al-Umawi, budak suku Umawi. Kuniyahnya Abu Al-
Walid dan Abu Khalid Al-Makki. Ia berasal dari Romawi.
Page 211
189
Meriwayatkan hadits dari: Hukaimah binti Ruqaiqah,
ayahnya ‘Abdul ‘Aziz, ‘Atha bin Abu Riyah, Ishaq bin Abu
Thalhah, Zaid bin Aslam, Al-Zuhri, Sulaiman bin Abu Muslim
Al-Ahwal, Shalih bin Kaisan, Shafwan bin Sulaim, Thawus,
Ibnu Abi Mulaikah, ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil,
‘Atha Al-Khurasani, ‘Ikrimah (ada yang mengatakan ia tidak
mendengar dari ‘Ikrimah), ‘Amar bin Dinar, Sa’id bin Al-
Huwairits, Abu Al-Zubair, Muhammad bin Al-Munkadir,
Nafi’ budak Ibnu ‘Umar, Hisyam bin ‘Urwah, Musa bin
‘Uqbah, Manshur bin ‘Abdurrahman Al-Hajabi, Abu Bakar bin
Abu Mulaikah, Isma’il bin Ummiyah, Isma’il bin Muhammad
bin Sa’ad, Ayyub Al-Sakhtiyani, Ja’far Al-Shadiq, Al-Harits
bin Abu Dzubab, Al-Hasan bin Muslim bin Yannaq, Zitad bin
Sa’ad Al-Khurasani, Sulaiman Al-Ahwal, Suhail ibnu Abi
Shalih, Abu Quza’ah Suwaid bin Hujair, ‘Amir bin Mush’ab,
‘Abdullah bin Abu Bakar bin Hazm, ‘Abdullah bin Thawus,
‘Abdullah bin ‘Ubaid bin ‘Umair, ‘Abdullah bin Kaisan,
Muhammad bin ‘Umar, ‘Abdul Hamid bin Jubair bin Syaibah,
‘Utsman bin Abu Sulaiman, ‘Ikrimah bin Khalid Al-
Makhzumi, ‘Umar bin ‘Abullah bin ‘Urwah, ‘Amar bin ‘Atha
bin Abu Al-Khawar, ‘Amar bin Yahya bin ‘Umarah, ‘Abdullah
bin ‘Abdurrahman bin Abu Husain,
4) Anggota Bani Abu Rafi’
Page 212
190
Tidak diketahui siapa orang yang dimaksud.
5) ‘Ikrimah
Mengenai biografi ‘Ikrimah, Al-‘Asqalani (1995:134-
138) menyatakan sebagai berikut:
Namanya adalah ‘Ikrimah Al-Barbari. Kuniyahnya
Abu ‘Abdullah Al-Madani. Ia seorang budak Ibnu ‘Abbas.
Asalnya dari Al-Barbar. Sebelumnya ia adalah budak Hushain
bin Abu Al-Har Al-‘Anbari dan diberikan kepada Ibnu ‘Abbas
ketika menjadi Wali khalifah ‘Ali di Bashrah.
Ia meriwayatkan hadits dari: tuannya, ‘Ali bin Abu
Thalib, Al-Hasan bin ‘Ali, Abu Hurairah, ibnu ‘Umar, Ibnu
‘Amar, Abu Sa’id, ‘Uqbah bin ‘Amir, Al-Hajjaj bin ‘Amar bin
Ghaziyah, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Shafwan bin Umiyah,
Jabir, Ya’la bin Umiyah, Abu Qatadah, ‘Aisyah, Hamnah binti
Jahsyin, Ummu ‘Umarah, Yahya bin Ya’mar.
Meriwayatkan darinya: Ibrahim Al-Nakhaiy
(meninggal sebelum ‘Ikrimah), Abu Sya’tsa’, Jabir bin Zaid,
Al-Sya’bi (keduanya sebaya dengan ‘Ikrimah), Abu Ishaq, Al-
Sabi’i, Abu Al-Zubair, Qatadah, Simak bin Harb, ‘Ashim Al-
Ahwal, Hushain bin ‘Abdul Rahman, Ayyub, Khalid Al-
Hadzdza’, Dawud bin Abu Hindun, ‘Ashim bin Bahdalah,
‘Abdul Karim Al-Jazari, ‘Abdul Rahman bin Sulaiman bin Al-
Ghasil, Humaid Al-Thawil, Isma’il bin Abu Khalid, Isma’il
Page 213
191
Al-Suddi, ‘Amar bin Abu ‘Amar (budak Al-Muththalib) Musa
bin ‘Uqbah, ‘Amar bin Dinar, ‘Atha bin Al-Saib, Yahya bin
Sa’id Al-Anshari, Yazid bin Abu Habib, Abu Ishaq Al-
Syaibani, Hisyam bin Hisan, Yahya bin Abu Katsir, Tsaur bin
Zaid Al-Dibali, Al-Hakam bin Abban, Al-Hakam bin ‘Utaibah,
Khushoif Al-Jazari, Dawud bin Al-Hushain, Al-Zubair bin Al-
Khirrits, Sufyan bin Ziyad Al-‘Ushfuri, ‘Ubbad bin Manshur,
Abu Hariz (qadhi Sijistan), ‘Abdullah bin ‘Isa bin ‘Abdul
Rahman bin Abu Laili, ‘Abdul ‘Aziz bin Abu Rawwad, ‘Abdul
Muluk bin Abu Basyir Al-Madaini, ‘Utsman bin Ghayyats,
‘Utsman bin Sa’ad Al-Katib, ‘Umarah bin Abu Hafshah,
‘Amar bin Harim Al-Asadi, Fudhail bin Ghazwan, Abu Al-
Aswad Muhammad bin ‘Abdul Rahman bin Taufil,
Muhammad bin Abu Yahya Al-Aslami, Muhdi bin Abu Mahdi
Al-Hajri, Muhammad bin ‘Ali bin Yazid bin Rukanah, Hilal
bin Khabbab, Yazid bin Abu Sa’id Al-Nahwi, Abu Yazid Al-
Madani, Ya’la bin Muslim Al-Makki, Ya’la bin Hakim Al-
Tsaqafi, Yazid bin Abu Ziyad, Al-Hasan bin Zaid bin Al-
Hasan bin ‘Ali, Salamah bin Wahram, Laits bin Abu Sulaim,
Al-Nadhar Abu ‘Umar Al-Khazaz, Abu Sa’ad Al-Baqqal dan
lainnya.
‘Abbas Al-Durri berkata dari Ibnu Ma’in: ketika Ibnu
‘Abbas meninggal, ‘Ikrimah masih seorang budak yang belum
Page 214
192
merdeka. Lalu ‘Ali bin ‘Abdullah bin ‘Abbas membaiatnya
kemudian membebaskannya. Dalam riwayat lain:
memerdekakannya.
Al-‘Abbas bin Mush’ab Al-Marwazi berkata:
‘Ikrimah adalah murid Ibnu ‘Abbas yang paling alim dalam
tafsir.
Muhammad bin Fudhail berkata, dari ‘Utsman bin
Hakim: ketika saya sedang duduk bersama Abu Umamah bin
Sahal bin Hunaif, tiba-tiba ‘Ikrimah dating dan bertanya:
wahai Abu Umamah, demi Allah apakah engkau mendengan
Ibnu ‘Abbas berkata: apapun yang disampaikan ‘Ikrimah
dariku kepada kalian maka benarkanlah, sesungguhnya ia
tidak berbohong ?. Abu Umamah menjawab: iya.
‘Amar bin Dinar berkata: Jabir bin Zaid menyodorkan
beberapa masalah kepadaku yang aku tanyakan kepada
‘Ikrimah, yang membuat ia berkata: inilah ‘Ikrimah budak
Ibnu ‘Abbas, inilah samudera, maka bertanyalah kalian
kepadanya.
Ibnu ‘Uyainah berkata: apabila ‘Ikrimah berkata
dalam Al-Maghazi, maka orang-orang akan mendengarkannya.
ia seperti pembesar mereka.
Page 215
193
Jarir berkata, dari Mughirah: ditanyakan kepada Sa’id
bin Jubair: apakah engkau tahu orang yang lebih alim dari pada
engkau ? ia menjawab: iya, ‘Ikrimah.
Isma’il bin Abu Khalid berkata: saya mendengar Al-
Sya.bi berkata: tidak ada orang yang lebih alim dalam bidang
kitab Allah selain ‘Ikrimah.
Sa’id bin Abu Aruwaih berkata, dari Qatadah: orang
yang paling alim dalam tafsir diantara mereka adalah ‘Ikrimah.
Ayyub berkata: para huffadh hadits Ibnu ‘Abbas
sepakat atas ‘Ikrimah, mereka diantaranya adalah Sa’id bin
Jubair, ‘Atha, Thawus. Duduklah kalin bersamanya, jadikan ia
rujukan tempat bertanya tentanh hadits Ibnu ‘Abbas.
Zaid bin Al-Hubbab berkata: saya mendengar Al-
Tsauri di Kufah berkata: ambillah oleh kalian tafsir dari empat
orang. Ia menuturkan ‘Ikrimah diantara mereka.
Yahya bin Ayyub Al-Mishri berkata: Ibnu Juraij
bertanya kepadaku: apakah kalian menulis riwayat dari
‘Ikrimah ? saya menjawab: tidak. Ia berkata: kalian telah
melewatkan sepertiga ilmu.
Ma’mar berkata, dari Ayyub: ketika saya hendak
melakukan perjalanan menuju ‘Ikrimah, ketika itu saya berada
di pasar Bashrah, tiba-tiba ada yang berkata: ini ‘Ikrimah.
Ma’mar berkata: maka saya berdiri di samping himarnya,
Page 216
194
sementara orang-orang bertanya kepadanya, saya
menghafalkannya.
Al-A’masy berkata, dari Habib bin Abu Tsabit:
‘Ikrimah melewati ‘Atha dan Sa’id bin Jubair, lalu ia
meriwayatkan hadits kepada mereka. Ketika ‘Ikrimah telah
pergi, saya bertanya kepada ‘Atha dan Sa’id bin Jubair: apakah
kalian berdua mengingkari sesuatu dari haditsnya ? mereka
berdua berkata: tidak.
Ya’qub bin Sufyan berkata: saya mendengar Ibnu
Bukair berkata: dahulu ‘Ikrimah di Mesir. ia ingin pergi ke
Maghrib meninggalkan Mesir. Maka kaum Khawarij di
Maghrib mengambil riwayat darinya.
Mush’ab Al-Zubairi berkata: ‘Ikrimah berpendapat
dengan pendapat kaum Khawarij. Ia mengira bahwasannya
tuannya seperti itu.
Abu Khalaf Al-Kharraz berkata, dari Yahya Al-
Bakka’: saya mendengar Ibnu ‘Umar berkata kepada Nafi’:
bertaqwalah kepada Allah wahai Nafi’, jangan engkau
berbohong kepadaku seperti ‘Ikrimah berbohong kepada Ibnu
‘Abbas.
Ishaq bin ‘Isa Al-Thubba’ berkata: saya bertanya
kepada Malik bin Anas: apakah saya sudah menyampaikan
kepada engkau bahwa Ibnu ‘Umar berkata kepada Nafi’:
Page 217
195
jangan engkau berbohong kepadaku seperti ‘Ikrimah telah
berbohong kepada Ibnu ‘Abbas? Ia menjawab: tidak, tetapi
telah sampai kepadaku bahwa Sa’id Al-Musayyab mengatakan
hal itu kepada Burdun budaknya.
Jarir bin ‘Abdul Hamid berkata, dari Yazid bin Abu
Ziyad: saya dating kepada ‘Ali bin ‘Abdullah bin ‘Abbas,
sedangkan ‘Ikrimah diikat di pintu pemotongan. Jarir bin
‘Abdul Hamid berkata: saya bertanya: ada apa ini? ‘Ali bin
‘Abdullah bin ‘Abbas berkata: ‘Ikrimah telah berbohong
kepada ayah saya.
Hisyam bin Sa’ad berkata, dari ‘Atha Al-Khurasani:
saya berkata kepada Sa’id bin Al-Musayyab: sungguh ‘Ikrimah
menyangka bahwasannya Rasulullah SAW memperistri
Maimunah, sedangkan Rasulullah adalah muhrim. Sa’id bin
Al-Musayyab berkata: Makhbatsan (orang kotor) telah
berbohong.
Fithrun bin Khalifah berkata: saya berkata kepada
‘Atha: sesengguhnya ‘Ikrimah berkata: usaplah kedua khuf
(sepatu kulit ) kalian sebelum memegang Al-Kitab. Maka
‘Atha berkata: ‘Ikrimah telah berbohong. Saya mendengar
Ibnu ‘Abbas berkata: usaplah kedua khuf kalian apabila telah
keluar dari jamban.
Page 218
196
Wuhaib bin Khalid berkomentar, dari Yahya bin Sa’id
Al-Anshari: ‘Ikrimah seorang pembohong.
Ibrahim bin Al-Mundir berkata, dari Ma’an bin ‘Isa
dan lainnya: bahwasannya Imam Malik tidak berpendapat
bahwa ‘Ikrimah tsiqah. Dan ia memerintahkan untuk tidak
mengambil riwayat darinya.
Al-Rabi’ berkata, dari Al-Syafi’i: ia (Malik bin Anas)
berpendapat jelek kepada ‘Ikrimah. Ia berkata: saya tidak
merekomendasikan kepada seorangpun untuk mengambil
hadits darinya.
Hanbal bin Ishaq berkata, dari Ahmad bin Hanbal:
‘Ikrimah (Ibnu Khalid Al-Makhzumi) lebih tsiqah dari pada
‘Ikrimah budak Ibnu ‘Abbas.
Ibnu ‘Ulyah berkata: Ayyub menyebutkannya dan
berkata: akalnya sedikit.
Al-A’masy berkata, dari Ibrahim: saya berjumpa
‘Ikrimah, saya bertanya kepadanya tentang al-bathsya al-
kubra. Ia menjawab: yaitu hari kiamat. Saya berkata:
sesungguhnya ‘Abdullah berkata: yaitu hari perang Badar.
Lalu orang yang bertanya kepadanya setelah itu menceritakan
kepadaku, ‘Ikrimah menjawab: hari perang Badar.
‘Abbas bin Hammad bin Zaidah dan Rauh bin
‘Ubadah berkata, dari ‘Utsman bin Murrah, saya berkata
Page 219
197
kepada Al-Qasim: sesungguhnya ‘Ikrimah budak Ibnu ‘Abbas
berkata begini dan begitu. Al-Qasim berkata: wahai anak
saudaraku, sesungguhnya ‘Ikrimah seorang pembohong.
Al-Marudzi berkata: saya bertanya kepada Ahmad:
apakah hadits ‘Ikrimah bisa dijadikan hujjah ? ia menjawab:
iya, bisa.
‘Utsman Al-Darimi berkata: saya bertanya kepada
Ibnu Ma’in: apakah ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas yang lebih
engkau sukai ataukah ‘Ubaidullah? Ia menjawab: keduanya. Ia
tidak memilih. Kemudian saya bertanya: ‘Ikrimah atau Sa’id
bin Khubair? Ia menjawab: satunya tsiqah yang lain juga
tsiqah. Ia tidak memilih.
‘Utsman Al-Darimi berkata: maka saya bertanya
kepadanya (Ibnu Ma’in) tentang ‘Ikrimah bin Khalid. Apakah
ia lebih shahih haditsnya atau ‘Ikrimah budak Ibnu ‘Abbas? Ia
menjawab: keduanya tsiqah.
Al-Bukhari berkata: tidak ada seorangpun dari sahabat
kami kecuali berhujjah dengan hadits ‘Ikrimah.
Al-Nasai berkomentar: ‘Ikrimah tsiqah.
Ibnu Abu Hatim berkata: saya bertanya kepada ayah
saya tentang ‘IIkrimah, bagaimanakah ia? Ayah menjawab: ia
tsiqah. Saya bertanya: apakah haditsnya bisa dijadikan hujjah?
Ayah menjawab: iya, jika meriwayatkan darinya orang-orang
Page 220
198
tsiqah. Orang yang mengingkarinya adalah Yahya bin Sa’id
Al-Anshari dan Malik. Ditanyakan: bagaimana budak-budak
Ibnu ‘Abbas? Ia menjawab: ‘Ikrimah paling tinggi derajatnya
diantara mereka.
Al-Bukhari dan Ya’qub bin Sufyan berkata dari ‘Ali
bin Al-Madini: ‘Ikrimah meninggal di Madinah pada tahun
104 H.
Ya’qub menambahkan dari ‘Ali: tidak lebih dari
empat orang yang membawa jenazah ‘Ikrimah. Saya
mendengar dari sebagian penduduk Madinah berkata: para
penta’ziyah jenazah ‘Ikrimah dan jenazah Kutsair bertepatan di
pintu masjid pada hari pertama. Maka tidak ada seorangpun
yang menta’ziyahinya. ‘Ali berkata: orang-orang menyaksikan
jenazah Kutsair dan meninggalkan jenazah ‘Ikrimah.
Dari Ahmad seperti itu, tapi ia berkata: tidak banyak
yang menyaksikan ‘Ikrimah.
Al-Darawardi berkata seperti keterangan yang
sebelumnya, tapi ia menambahkan: tidak ada yang
menyaksikan ‘Ikrimah kecuali Al-Sudan.
Malik bin Anas berkata, dari Ayahnya, seperti riwayat
sebelumnya, ia berkata: saya tidak mengetahui bahwa satu
orang dari orang-orang yang berada di masjid menghalalkan
pemberiannya kepada ‘Ikrimah.
Page 221
199
‘Amar bin ‘Ali berkata: ‘Ikrimah meninggal pada
tahun 105 H.
Al-Waqidi berkata: putrinya Ummu Dawud
menceritakan kepadaku bahwa ‘Ikrimah wafat pada tahun 105
H, ia berumur 80 tahun.
Abu ‘Umar Al-Dharir dan Al-Haitsam bin ‘Addi
berkata: ‘Ikrimah meninggal pada tahun 106 H.
‘Utsman bin Abu Syaibah berkata: ‘Ikrimah
meninggal pada tahun 107 H.
Ada yang mengatakan bahwasannya ia meninggal
pada tahun 110 H.
Saya (Al-Dzahabi) berkata: Al-Isma’ili menukil
dalam kitab “Al-Madkhal”, disebutkan kepada Ayyub bahwa
‘Ikrimah shalatnya tidak bagus. Maka Ayyub bertanya: adakah
ia shalat?
Dari jalur Hisyam bin ‘Ubaidillah Al-Makhzumi, saya
mendengar Ibnu Abi Dza’bin berkata: ‘Ikrimah tidak tsiqah,
saya sudah melihatnya.
dari Ahmad, ia berkata: Maimun bin Mahran lebih
tsiqah dari pada ‘Ikrimah.
Abu ‘Abdullah Muhammad bin Nashr Al-Marwazi
berkata: para ahli ilmu hadits telah sepakat atas kehujjahan
hadits ‘Ikrimah. Diantara mereka: Ahmad bin Hanbal, Ibnu
Page 222
200
Rahawaih, Yahya bin Ma’in, Abu Tsaur. Saya telah bertanya
kepada Ishaq bin Rahawaih tentang kehujjahan hadits-hadits
‘Ikrimah. Ia menjawab: ‘Ikrimah bagi kami seorang imam di
dunia. Ia takjub dengan pertanyaan saya kepadanya.
Seseorang telah menceritakan kepada kami bahwa mereka
menyaksikan Yahya bin Ma’in, dan bertanya kepadanya
sebagian orang tentang berhujjah dengan hadits ‘Ikrimah,
maka jelas ketakjubannya.
Abu ‘Abdillah berkata: telah tetap sifat keadilan
‘Ikrimah dengan persahabatannya dengan Ibnu ‘Abbas dan
pengabdiannya kepada Ibnu ‘Abbas. Dan dengan tidak ada
satu ulamapun yang tidak meriwayatkan darinya dan
menganggapnya adil.
6) Ibnu ‘Abbas
Mengenai biografi Ibnu ‘Abbas, Al-‘Asqalani
(1995:364-366) menyatakan sebagai berikut:
Namanya adalah ‘Abdullah bin ‘Abbas bin ‘Abdul
Muththalib Al-Hasyimi, putra paman Rasulullah SAW,
laqabnya adalah Al-Habru dan Al-Bahru karena banyaknya
ilmunya.
Ia meriwayatkan dari: Nabi SAW, ayahnya, ibunya
(Ummu Al-Fadhl), saudara laki-lakinya (Al-Fadhl), bibinya
(Maimunah), Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, ‘Abdul
Page 223
201
Rahman bin ‘Auf, Mu’adz bin Jabal, Abu Dzar, Ubai bin
Ka’ab, Tamim Al-Dari, Khalid bin Al-Walid (anak bibinya),
Usamah bin Zaid, Dzuaib (ayah Qabishah), Al-Sha’b bin
Jatstsamah, ‘Ammar bin Yasir, Abu Sa’id Al-Khudri, Abu
Thalhah Al-Anshari, Abu Hurairah, Mu’awiyah bin Abu
Sufyan, ‘Aisyah, Asma’ binti Abu Bakar, Juwairiyah binti Al-
Harits, Saudah binti Zam’ah, Ummu Hani’ binti Abu Thalib,
Ummu Salamah dan jama’ah.
Meriwayatkan darinya: dua putranya (‘Ali dan
Muhammad), cucunya (Muhammad bin ‘Ali), saudaranya
(Katsir bin Al-‘Abbas), anak saudaranya (‘Abdullah bin
‘Ubaidillah bin ‘Abbas), para sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar bin
Khaththab, Tsa’labah bin Al-Hakam Al-Laitsi, Al-Miswar bin
Makhramah, Abu Al-Thufail, Abu Umamah bin Sahal bin
Hunaif, Sa’id bin Al-Musayyab, ‘Abdullah bin Al-Harits bin
Nufail dan anaknya (‘Abdullah bin ‘Abdullah bin Al-Harits),
‘Abdullah bin Syaddad bin Al-Had, Yazid bin Al-Asham, Abu
Salamah bin ‘Abdul Rahman, Abu Hamzah Al-Dhuba’I, Abu
Mijlaz Lahiq bin Humaid, Abu Raja’ Al-‘Utharidi, Al-Qasim
bin Muhammad bin Abu Bakar, ‘Ubaid bin Al-Sabaq,
‘Alqamah bin Waqqash, ‘Ali bin Al-Husain bin ‘Ali,
‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah bin Abu Waqqash,
‘Ikrimah, ‘Atha, Thawus, Kuraib, Sa’id bin Hubair, Mujahid,
Page 224
202
‘Amar bin Dinar, Abu Al-Jauza’, Aus bin ‘AbdullahAl-Rabi’i,
Abu Al-Sya’tsa Jabir bin Zaid, Bakar bin ‘Abdullah Al-
Muzani, Abu Dhabyan Hushain bin Jundub, Al-Hakam bin Al-
A’raj, Abu Al-Juwairiyah Hiththan bin Khufaf, Humaid bin
‘Abdul Rahman bin ‘Auf, Rufai’ Abu ‘Aliyah, Miqsam (budak
Bani Hasyim), Abu Shalih Al-Samman, Sa’ad bin Hisyam bin
‘Amir, Sa’id bin Abu Al-Hasan Al-Bashri, Sa’id bin Al-
Huwairits, Sa’id bin Abu Hindun, Abu Al-Hibban Sa’id bin
Yasar, Sulaiman bin Yasar, Abu Zumail Simak bin Al-Walid,
Sinan bin Salamah bin Al-Muhabbiq, Shuhaib Abu Al-
Shahba’, Thalhah bin ‘Abdullah bin ‘Auf, ‘Amir Al-Sya’bi,
‘Abdullah bin ‘Ubaidillah bin Abu Mulaikah, ‘Abdullah bin
Ka’ab bin Malik, ‘Abdullah bin ‘Ubaid bin ‘Umair, ‘Ubaid bin
Hunain, Abu Al-Minhal ‘Abdul Rahman bin Muth’im, ‘Abdul
Rahman bin Wa’lah, ‘Abdul ‘Aziz bin Rufai’, ‘Abdul Rahman
bin ‘Ayis Al-Nakha’i, ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin Abu
Tsaur, ‘Ubaidullah bin Abu Yazid Al-Makki, ‘Ali bin Abu
Thalhah, ‘Amar bin Murrah, ‘Amar bin Maimun Al-Audi,
‘Imran bin Hiththan, ‘Ammar bin ‘Ammar (budak Bani
Hasyim), Muhammad bin Sirin, Muhammad bin ‘Abbad bin
Ja’far, Abu Al-Dhuha Muslim bin Shubaih, Muslim Al-Qurri,
Musa bin Salamah bin Al-Muhabbiq, Maimun bin Mihran Al-
Jazari, Nafi’ bin Jubair bin Muth’im, Na’im (budak Ummu
Page 225
203
Salamah), Al-Nadhar bin Anas bin Malik, Yahya bin Ya’mar,
Abu Al-Bakhtari Al-Thai, Abu Hassan Al-A’raj, Yazid bin
Huramuz, Abu Hamzah Al-Qashshab, Abu Al-Zubair Al-
Makki, Abu ‘Umar Al-Bahrani, Abu Al-Mutawakkil Al-Naji,
Abu Nadhrah Al-‘Abdi, Fathimah binti Al-Husain bin ‘Ali dan
lain-lain.
Nabi SAW telah mendoakannya untuk memperoleh
ilmu hikmah sebanyak dua kali.
Ibnu Mas’ud berkata: sebaik-baik penafsir Al-Qur’an
adalah Ibnu ‘Abbas.
Sa’id bin Jubair meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia
berkata: Nabi SAW wafat waktu umurku 13 tahun. Dalam
riwayat lain ia berkata: saya baru dikhitan. Dalam riwayat yang
lain: saya berumur 10 tahun. Dalam riwayat yang lain: saya
berumur 15 tahun, ini yang dibenarkan Imam Ahmad bin
Hanbal.
Abu Nu’aim berkata: Ibnu ‘Abbas meninggal pada
usia 68 tahun. Muhammad bin Al-Hanafiyah menshalatinya
dan berkata: pada hari ini telah meninggal pendidik umat ini.
Ia meninggal di Thaif. Ada yang mengatakan, ia meninggal
pada tahun 69 H. ada juga yang mengatakan pada tahun 70 H.
Page 226
204
Ibnu ‘Abdul Barr membenarkan ucapan penduduk Al-
Sair bahwa ketika Nabi SAW meninggal, Ibnu ‘Abbas berusia
13 tahun.
Ibnu Abi Khaitsamah meriwayatkan dengan sanad
yang di dalamnya terdapat Jabir Al-Ju’fi, bahwasannya Ibnu
‘Umar berkata: Ibnu ‘Abbas orang paling alim dari umat Nabi
Muhammad terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad.
Ibnu Sa’id meriwayatkan dengan sanad yang shahih
bahwa Abu Hurairah berkata pada waktu Zaid bin Tsabit
meninggal: pada hari ini telah meninggal habru al-ummah
(tintanya umat), semoga Allah menjadikan Ibnu ‘Abbas
penggantinya.
Ibnu Abi Al-Zinad berkata, dari Hisyam bin ‘Urwah,
dari ayahnya: saya sama sekali tidak melihat seseorang yang
menyamai Ibnu ‘Abbas.
Abu Yazid bin Al-Asham berkata:ketika Mu’awiyah
pergi haji, Ibnu ‘Abbas pun pergi haji. Mu’awiyah memiliki
pengiring. Ibnu ‘Abbas diiringi oleh orang yang mencari ilmu.
‘Aisyah berkata: Ibnu ‘Abbas adalah orang yang
paling alim tentang haji.
Al-Zubair bin Bakkar meriwayatkan dalam kitab “Al-
Ansab” dengan sanadnya yang dhaif, dari Ibnu ‘Umar, ia
Page 227
205
berkata: ‘umar memanggil Ibnu ‘Abbas dan mendekatinya, lalu
berkata: sesungguhnya saya melihat Rasulullah SAW
memanggilmu pada suatu hari, lalu mengusap kepalamu dan
meludah di mulutmu dan berdoa: “ya Allah fahamkanlah ia
tentang agama dan ajarilah ilmu ta’wil”.
Ahmad meriwayatkan, matan hadits ini la ba’sa bih
dari jalur ‘Abdullah bin ‘Utsman bin Khutsaim dari Sa’id bin
Jubair dari Ibnu ‘Abbas. Ahmad menaruhnya dalam kitab
Shahih.
Al-Thabrani meriwayatkannya dengan maknanya dari
jalur Maimun bin Mihran dari Ibnu ‘Abbas.
Diriwayatkan dari Ghundar bahwasannya Ibnu
‘Abbas tidak mendengar langsung hadits dari Nabi SAW
kecuali 9 hadits. Dari Yahya Al-Qaththan: 10 hadits. Al-
Ghazali berkata dalam “Al-Mustashfa”: 4 hadits.
c. Kualitas Pribadi dan Kapasitas Intelektual Perawi
1) Ahmad bin Shalih
Mengenai kualitas pribadi dan kapasitas
intelektual Ahmad bin Shalih, para ahli hadits member
penilaian sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi
Gawami AlKalem V4.5 berikut:
a) Abu Ahmad bin ‘Addi Al-Jarjani berkomentar: ia
termasuk huffadh al-hadits, khususnya hadits al-hijaz.
Page 228
206
Ia termasuk orang yang terkenal akan
pengetahuannya. Al-Nasai mengingkari beberapa
hadits darinya. Al-Nasai termasuk al-huffadh yang
terkenal akan pengetahuan haditsnya.
b) Abu Al-Faraj Ibnu Al-Jauzi berkata: Ahmad dan Abu
Nu’aim memujinya. Al-Bukhari meriwayatkan hadits
darinya.
c) Abu Ja’far Al-‘Uqaili berkomentar: ia imam yang
tsiqah.
d) Abu Hatim Al-Razi berkomentar: ia tsiqah.
e) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya
dalam “Al-Tsiqat” dan berkata: Al-Nasai tidak
meriwayatkan hadits dari Yahya bin Ma’in dalam hak
Ahmad bin Shalih. Ia orang yang terduga.
f) Abu Sa’id bin Yunus Al-Mishri berkata: ia termasuk
huffadh dalam hadits. Ia tidak memiliki cacat kecuali
sombong.
g) Abu Nu’aim Al-Fadhal bin Dakin berkomentar: sejak
dulu tidak ada diantara kami seorang yang yang
sangat mengetahui hadits penduduk Al-Hijaz dari
pada pemuda ini.
Page 229
207
h) Abu Ya’la Al-Khalili berkata: para huffadz sepakat
bahwa ucapan Al-Nasai tentang dia adalah
penganiayaan.
i) Ahmad bin Hanbal berkomentar: ia tsabit.
j) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasai berkomentar: ia tidak
tsiqah juga tidak bisa dipercaya. Al-Khathib menukil
dari Al-Nasai dalam “Tarikh” nya, bahwasannya Al-
Nasai berkata: kami tidak bersyukur sebagaimana apa
yang dikatakan oleh Ibnu Mu’in tentang Ahmad bin
Shalih. Ia tidak memiliki cacat selain sombong.
k) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli berkomentar: ia tsiqah.
l) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani menilainya tsiqah, hafidh. Ia
berkata dalam “Hadyu Al-Sari”: ia adalah salah satu
imam hadits yang huffadh, al-mutqinin, al-jami’in
antara ilmu fiqh dan hadits. Al-Nasai menganiaya ia.
Yahya bin Mu’in tidak membenarkan penyacatan
kepadanya.
m) Al-Bukhari menilainya tsiqah, shaduq. Saya tidak
menemukan orang yang mengkritiknya dengan hujjah.
Ahmad dan ‘Ali bin Numair juga lainnya men-tsabit-
kannya.
n) Al-Khathib Al-Baghdadi menyebutkannya dalam
kitab “Tarikh Baghdad”, dan berkata: seluruh imam
Page 230
208
berhujjah dengan hadits-haditsnya kecuali Al-Nasai.
Al-Nasai meninggalkan hadits-hadits yang
diriwayatkan darinya. Ia orang yang fasih dalam
hadits, ia salah seorang huffadh, alim tentang cacat
hadits, teliti dalam perbedaan hadits.
o) Al-Daruquthni berkata dalam kitab “sualaat Abi
‘Abdillah bin Bakir Al-Baghdadi”: ia tsiqah.
p) Al-Mazi berkata: ia salah seorang huffadz yang
dilebihkan dan salah seorang imam yang disebut-
sebut.
q) Shalih bin Muhammad Jazrah mengatakan: di Mesir
tidak ada yang bagus periwayatan haditsnya dan
hafidh selain Ahmad bin Shalih. Ia faham hadits dan
bagus dalam mengambil riwayat.
r) ‘Ali bin Al-Madini menilainya tsabat.
s) Maslamah bin Al-Qasim Al-Andalusi berkata: banyak
orang menyepakati atas tsiqah-nya Ahmad bin Shalih
karena ilmunya, kebaikannya dan keutamaannya. Ia
tidak meriwayatkan hadits kepada seseorang hingga
orang itu mempersaksikannya dua orang laki-laki
muslim bahwasannya ia adalah ahli kebaikan dan
memiliki sifat adil. Maka Al-Nasai datang untuk
mendengarkan hadits darinya, maka ia masuk tanpa
Page 231
209
izin dan tidak mendatangkan dua orang laki-laki yang
menjadi saksi baginya dalam keadilannya. Maka ia
melihat Al-Nasai dalam majelisnya, ia mengingkari
dan menyuruh Al-Nasai untuk keluar. Maka Al-Nasai
men-dha’if-kannya karena hal ini.
t) Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawi menilainya dapat
dijadikan hujjah.
2) ‘Abdul Razzaq
a) Abu Ahmad bin ‘Addi Al-Jarjani berkata: saya berharap ia
la ba’sa bih .
b) Abu Bakar Al-Bazzar menilainya tsiqah dengan
pengakuan Syi’ah.
c) Abu Hatim Al-Razi menulis haditsnya tapi tidak berhujjah
dengannya.
d) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti mengatakan, ia termasuk
orang yang mengumpulkan, mengarang, menghafalkan
dan orang yang mengingat-ingat hadits. Ia termasuk orang
yang salah apabila bercerita dari hafalannya atas
pengakuan ke-syi’ah-annya.
e) Abu Daud Al-Sijistani menilainya tsiqah. Tapi Al-Faryabi
lebih saya sukai dari pada Ahmad bin Shalih.
f) Abu Zur’ah Al-Dimasyqi mengatakan, ia termasuk
seorang yang tsabit haditsnya.
Page 232
210
g) Abu Zur’ah Al-Razi menyebutkannya dalam kitab “Al-
Dhu’afa wa Al-Kadzdzabin wa Al-Matrukin”, dan berkata:
jauh perjalanannya, bagus haditsnya dan saya menemukan
beberapa hadits darinya.
h) Abu ‘Abdillah Al-Hakim menyebutkannya dalam kitab
“Al-Mustadrak”, dan menilainya tsiqah.
i) Ahmad bin Hanbal berkata: saya tidak melihat
seorangpun yang lebih bagus periwayatan haditsnya
disbanding dia. Ia masih cerdas setelah ia buta. Siapa yang
mendengarkan catatannya maka itu shahih. Setelah
penglihatannya hilang ia dha’if (dalam meriwayatkan
hadits).
j) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasai berkata: ia dipertimbangkan.
Bagi orang yang menulis hadits darinya dari akhir
catatannya maka hadits-hadits itu munkar.
k) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli menilainya tsiqah dalam
pengakuan ke-syi’ah-annya.
l) Ibnu Al-Kiyal Al-Syafi’i menyebutkannya dalam kitab
“Al-Kawakib Al-Nirat” dalam bab ma’rifat man
ikhtalatha min al-rawati al-tsiqat.
m) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam kitab “Al-Taqrib”:
ia tsiqah, hafidh, mushannif yang terkenal buta pada akhir
hayatnya dan berubah menjadi Syi’ah. Ibnu Hajar Al-
Page 233
211
‘Asqalani berkata dalam “Hadyu Al-Sari”: ia salah
seorang hafidh yang tsabit, pengarang dan salah seorang
yang tsiqah diantara para imam kecuali Al-‘Abbas bin
‘Abdul ‘Adhim Al-‘Anbari yang berkomentar dengan
komentar yang melampaui batas yang tidak ada
seorangpun yang sependapat dengannya.
n) Ibnu ‘Abdil Barr Al-Andalusi menyebutkannya kitab
“Jami’ Bayan Al-‘Ilm wa Fadhlih”, dan berkata: ia lebih
tsabit dibanding ‘Abdul Hamid bin Abu Al-‘Isyrin.
o) Al-Bukhari berkata: apa yang ia sampaikan dari
catatannya itu shahih.
p) Al-Daruquthni menilainya tsiqah, dan berkata dalam kitab
“Sualat Abi ‘Abdillah bin Bukair Al-Baghdadi”, ia tsiqah.
Terjadi kesalahan pada akhir hayatnya dalam hadits-
haditsnya, bukan pada catatannya.
q) Al-Daruquthni menilainya tsiqah.
r) Al-Dzahabi mengatakan, ia salah satu orang alim dan
pengarang.
s) Sufyan bin ‘Uyainah berkata: saya khawatir ia termasuk
orang-orang yang yang tersesat jalannya dalam kehidupan
dunia.
t) ‘Abbas bin ‘Abdul ‘Adhim Al-‘Anbari menilainya seorang
pembohong. Dan Al-Waqidi lebih shaduq dibanding dia.
Page 234
212
Al-Dzahabi berkata: dalam hal shaduq ini imam Muslim
sependapat dengan Al-‘Iyas.
u) Hisyam bin Yusuf Al-Shan’ani berkata: ia orang paling
alim dan hafidh diantara kami.
v) Yahya bin Ma’in berkata: ia lebih tsabit dalam hadits
Ma’mar disbanding Hisyam bin Yusuf.
w) Ya’qub bin Syaibah Al-Sudusi menilainya tsiqah, tsabit.
3) Ibnu Juraij
a) Abu Al-Qasim Bin Basykuwal menyebutkannya dalam
“Syuyukh ‘Abdillah bin Wahb”, dan berkomentar tsiqah.
b) Abu Bakar Al-Baihaqi m,enyebutkannya dalam
“Ma’rifah Al-Sunan wa Al-Atsar”, dan berkomentar
hafidh, tsiqah. Dan dalam “Al-Sunan Al-Kubra”, dan
berkomentartsiqah.
c) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti men-tsiqah-kannya dan
berkomentar: ia mudallis.
d) Abu Zur’ah Al-Razi menilainya bagus, termasuk seorang
imam.
e) Ahmad bin Hanbal berkata: Ibnu Juraij adalah bejana
ilmu, orang paling tsabat dalam riwayat ‘Atha.
f) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli menilainya tsiqah dalam
setiap apa yang diriwayatkan darinya dari kitab.
Page 235
213
g) Ibnu Abi Hatim Al-Razi berkata: ditanyakan kepada
‘Atha: menurutmu siapa orang yang akan
menggantikanmu kelak dalam majelis ini? Ia menjawab:
ini, dengan memberi isyarat kepada Ibnu Juraij. Mereka
berkata: ia tsiqah.
h) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”, ia
tsiqa, faqih, fadhil. Ia mudallis dan mursal.
i) Al-daruquthni menjauhi tadlis-nya. Ia orang yang jelek
tadlis-nya. Ia tidak tadlis kecuali dalam hadits yang
didengarnya dari Majruh.
j) ‘Abdul Rahman bin Yusuf bin Karrasy menilainya
shaduq.
k) ‘Ali bin Al-Madini berkata: Ibnu Juraij lebih tsabit
dibanding Malik dalam riwayat Nafi’. Tidak ada dimuka
bumi orang yang lebih alim dalam riwayat ‘Atha
dibanding Ibnu Juraij.
l) ‘Amar bin Dinar menilainya paling tsabit-nya manusia
dalam riwayat ‘Atha.
m) Malik bin Anas berkata ia pencari kayu bakar diwaktu
malam.
n) Muhammad bin Sa’ad, sekretasis Al-Waqidi menilainya
tsiqah. Banyak sekali hadits yang diriwayatkannya.
Page 236
214
o) Yahya bin Sa’id Al-Qaththan berkata: kami menamai
kitab-kitab Ibnu Juraij dengan kitab-kitab para imam.
Kalau Ibnu Juraij tidak menyampaikan hadits kepadamu
dari kitabnya, maka engkau tidak akan memperoleh
manfaat. Tidak ada orang yang lebih tsabit dalam riwayat
Nafi’ dibanding Ibnu Juraij.
p) Yahya bin Ma’in berkata: shahib al-hadits itu ada 5 orang.
Ia menyebutkan Ibnu Juraij diantara mereka. Ibnu Juraij
lebih tsabit dibanding “Amar bin Dinar. Ibnu Juraij tsiqah
dalam apa-apa yang diriwayatkan darinya dari Al-Kitab.
q) Yazid bin Zurai’ Al-‘Aisyi berkata: ia seorang teman
‘Atha.
4) Ba’dhu Bani Abi Rafi’
Tidak ada komentar, karena tidak diketahui orangnya.
5) ‘Ikrimah
Mengenai ‘Ikrimah, para ulama hadits memberi
penilaian sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi
Gawami AlKalem V4.5 berikut:
a) Abu Ahmad bin ‘Addi Al-Jarjani menilainya la ba’sa bih.
b) Abu Isma’il Al-Anshari menilainya seorang laki-laki yang
shaduq.
Page 237
215
c) Abu Al-Qasiom bin Mundah Al-Ashbahani berkata:
bandingannya adalah umat dari kalangan tabi’in ditambah
70 laki-laki pilihan diantara mereka.
d) Abu Ja’far Al-‘Uqaili menyebutkannya dalam “Al-
Dhu’afa”.
e) Abu Hatim Al-Razi menilainya tsiqah. Bisa dijadikan
hujjah apabila orang-orang tsiqah meriwayatkan darinya.
f) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam
“Al-Tsiqat”, dan berkomentar tsiqah. Ia adalah ulama’nya
manusia pada masanya dalam bidang Al-Qur’an dan fiqh.
Ia meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas. Al-‘Awam bin
Hausyab meriwayatkan darinya.
g) Ahmad bin Hanbal berhujjag dengannya.
h) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasai menyebutkannya dalam “Al-
Sunan Al-Kubra”, dan berkomentar: tsiqah.
i) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli menilainya tsiqah.
j) Ishaq bin Rawahaih berhujjah dengannya.
k) Ayyub bin Abi TamimahAl-Sakhtiyani menilainya tsiqah.
l) Ibnu Abi Hatim Al-Razi menyebutklannya dalam “Al-
Jarhu wa Al-Ta’dil”, dan berkata, ayah saya berkata: ia
meriwayatkan dari Abu Hurairah. Dan Al-‘Awam bin
Hausyab meriwayatkan darinya.
Page 238
216
m) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”, ia
tsiqah, tsabat, alim dalam tafsir. Tidak ada
kebohongannya dari Ibnu ‘Umar, juga tidak berbuat
bid’ah.
n) Al-Bukhari berkata: tidak ada seorang sahabatpun dari
kami kecuali ia berhujjah dengan ‘Ikrimah. Al-Bukhari
menyebutkannya dalam “Al-Tarikh Al-Kabir” dan
berkata: ia mendengarkan langsung hadits dari Abu
Hurairah. ‘Awam bin Hausyab meriwayatkan darinya.
o) Al-Dzahabi menilainya tsabat.
p) Yahya bin Ma’in menilainya tsiqah.
6) Ibnu ‘Abbas
Mengenai Ibnu ‘Abbas para ahli hadits memberi
penilaian sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi
Gawami AlKalem V4.5 berikut:
a) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam
“Al-Tsiqat” dan berkata: ketika Nabi SAW wafat, Ibnu
‘Abbas berusia 14 tahun. Ia lahir 4 tahun sebelum Nabi
Hijrah.
b) Ibnu Abi Hatim Al-Razi menyebutkannya dalam “Al-Jarh
wa Al-Ta’dil” dan berkata: ia termasukl kalangan sahabat.
c) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib” dan
“Al-Ishabah”, ia termasuk kalangan sahabat. Ia lahir 3
Page 239
217
tahun sebelum hijrah. Rasulullah SAW mendoakannya
dengan kefahaman dalam Al-Qur’an. Ia termasuk salah
satu ahli fiqih dari kalangan sahabat.
d) Al-Dzahabi menyebutkannya dalam “Al-Kasyif” dan
berkata: Sa’id bin Jubair, Mujahid dan Abu Jamrah Al-
Dhabi’i belajar tafsir Al-Qur’an darinya. Ia wafat pada
usia 68 tahun.
d. Meneliti Syadz dan ‘Illat pada Sanad Hadits
Mengacu kepada informasin kitab kamusAl-Mu’jam dan
Miftah Kunuz Al-Sunnah, hadits ini hanya bisa ditemukan pada satu
jalur sanad, yakni dalam Sunan Abu Daud, Kitab Al-Thalaq, bab
Nusikha Al-Muraja’ah Ba’daAl-Tathliqat Al-Tsalats, hal. 448,
hadits nomor 2196.
Terdapat syadz dalam hadits ini, yaitu hadits ini
bertentangan dengan hadits lain yang lebih kuat
atau lebih tsiqah perawinya. Kondisi ini dianggap syadz karena
bila ia berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya, baik
dari segi kekuatan daya hafalannya atau jumlah
mereka lebih banyak, maka para rawi yang lain itu harus
diunggulkan, dan ia sendiri disebut syadz.
e. Penilaian Terhadap Kualitas Hadits
Melihat penilaian para ahli hadits terhadap perawinya dengan
sebagian besar bernilai tsiqah, tsabit. Dan lambang periwayatan yang
digunakan masing-masing perawinya menggunakan shighat
Page 240
218
haddatsana dan akhbarana, dan terdapat dua perawi yang
menggunakan shighat ‘an, sanad hadits ini munqathi’, karena
terdapat satu perawinya yang tidak disebutkan karena tidak dikenal
namanya. Maka dengan mengacu kepada kaedah keshahihan sanad
hadits, penulis berkesimpulan bahwa sanad hadits ini tergolong lemah
(dha’if al-isnad), masuk dalam kategori hadits munqathi’,
فظ لابن رافع ، قال إسحاق: .2د بن رافع ، والل حدثنا إسحاق بن إبراهيم، ومحم
اق، أخبرنا معمر، عن ابن ز أخبرنا، وقال ابن رافع : حدثنا عبد الر
، قال: كان ، عن أبيه، عن ابن عباس طاوس الطلق على عهد رسول الل
، وسنتين من خلفة عمر، طلق الثلث: واحدة، فقال عمر بن وأبي بكر
الخطاب: " إن الناس قد استعجلوا في أمر قد كانت لهم فيه أناة، فلو
: كتاب الطلق، باب مسلم صحيح. )اه عليهم، فأمضاه عليهم أمضين
(3462، ر 766الطلق الثلث، ص
a. Bagan Sanad Hadits
رسول الله
/أبيه بن طاوس
كيسان
ابن عباس
ابن طاوس
معمر
اق ز عبد الر
Page 241
219
b. Biografi Perawi dan Kebersambungan Sanad
Hadits diatas terdapat dalam Shahih Muslim, Kitab Al-
Thalaq, bab kedua, bab Thalaq Al-Tsalats, hadits nomor 1472,
halaman 677. Hadits ini diriwayatkan dalam satu jalur periwatan,
yaitu jalur Imam Muslim, oleh enam orang, yaitu Ishaq bin Ibrahim,
Muhammad bin Rafi’, ‘Abdul Al-Razzaq, Ma’mar, Ibnu Thawus,
Thawus bin Kaisan dan Ibnu ‘Abbas.
1) Ishaq bin Ibrahim
Mengenai biografi Ishaq bin Ibrahim, Al-‘Asqalani
(1995:112-113) menyatakan sebagai berikut:
Nama lengkapnya adalah Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad
bin Ibrahim bin Mathar. Kuniyahnya Abu Ya’qub Al-Handhali.
Dikenal dengan nama Ibnu Rahawaih Al-Marwazi. Ia tinggal di
Page 242
220
Naisabur. Ia merupakan salah satu Imam yang suka berkeliling
Negara.
Ia meriwayatkan dari: Ibnu ‘Uyainah, Ibnu ‘Ulayah,
Jarir, Bisyir bin Al-Mufadhdhal, Hafash bin Ghiyats, Sulaiman
bin Nafi’ Al-‘Abdi, Ayahnya (Ru’yah), Mu’tamir bin Sulaiman,
Ibnu Idris, Ibnu Al-Mubarak, ‘Abdul Razzaq, Al-Darawardi,
‘Attab bin Basyir, ‘Isa bin Yunus, Abu Mu’awiyah, Ghundar,
Baqiyah, Syu’aib bin Ishaq dan lainnya.
Meriwayatkan darinya: semua Imam Hadits kecuali Ibnu
Majah, Baqiyah bin Al-Walid, Yahya bin Adam (keduanya adalah
gurunya), Ahmad bin Hanbal, Ishaq Al-Kausaj, Muhammad bin
Rafi’, Yahya bin Ma’in (mereka sebaya dengannya), Al-Dzuhli,
Zakariya Al-Sajzi, Muhammad bin Aflah, Abu Al-‘Abbas Al-
Sirraj dan lain-lain.
Muhammad bin Musa Al-Basyani berkata: Ishaq bin
Ibrahim dilahirkan pada tahun 161 H, ia mendengarkan langsung
Ibnu Al-Mubarak menyampaikan hadits, tetapi ia meninggalkan
riwayat dari Ibnu Al-Mubarak.
Musa bin Harun berkata:Ishaq dilahirkan pada tahun 166
H sesuai yang kulihat.
Muhammad bin Aslam Al-Thusi ketika akan meninggal:
Ishaq orang yang paling alim, seandainya Al-Tsauri masih hidup
ia akan berhujjah dengan Ishaq.
Page 243
221
Al-Nasai berkata: Ishaq adalah salah seorang Imam. Dan
berkomentar: ia tsiqah, ma’mun.
Ibnu Khuzaimah berkata: demi Allah, seandainya Ishaq
berada dikalangan Tabi’in, tentu mereka akan membaca dari
hafalannya, ilmunya dan kefaqihannya.
Abu Daud Al-Khaffaf berkata: saya mendengar Ishaq
berkata: sepertinya saya melihat 100.000 hadits dalam kitab saya,
yang saya baguskan 30.000.
Abu Daud Al-Khaffaf berkata: Ishaq mendiktekan
kepada kami 11.000 hadits dari hafalannya. Kemudian ia
membacakannya kembali kepada kami tanpa menambah satu
hurufpun juga tidak mengurangi.
Abu Hatim berkata: saya menyebutkan tentang Ishaq dan
hafalannya dalam sanad dan matan kepada Abu Zur’ah. Lalu Abu
Zur’ah berkata: apa yang saya riwayatkan saya hafalkan dari
Ishaq.
Ahmad bin Salamah berkata: saya berkata kepada Abu
Hatim: bahwasannya Ishaq mendiktekan Tafsir diluar kepala. Abu
Hatim berkomentar: saya sangat takjub. Kepandaian dalam hadits
dan sanad-sanadnya lebih mudah dan ringan dibanding
kepandaian dalam sanad-sanad tafsir dan lafadh-lafadhnya.
Page 244
222
Ibrahim bin Abu Thalib berkata: ia mendiktekan “Al-
Mustadrak” secara keseluruhan secara hafalan sekali dan
membacakan hafalannya sekali.
Al-Ajurri berkata: saya mendengar Abu Daud berkata:
Ishaq bin Rahawaih berubah 5 bulan sebelum ia meninggal. Saya
mendengarnya pada hari-hari tersebut, dan saya menganggapnya
cacat. Ia meninggal pada tahun 237 atau 238 H.
Husain Al-Qabbani beerkata: ia meninggal pada malam
Nishfu Sya’ban tahun 238 H.
Al-Bukhari berkata: ia meninggal pada usia 77 tahun.
Saya (Al-Dzahabi) berkata: dalam “Al-Tarikh Al-
Bukhari”: ia meninggal pada malam sabtu, tanggal 14 Sya’ban.
Dalam “Al-Kuni” Al-Daulabi: ia meninggal pada malam nishfu
Sya’ban.
Al-Daulabi menyusun nasab Ishaq bin Ibrahim sampai
kepada Handhalah bin Malik bin Zaid Manah bin Tamim. Ia
berkata: Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad bin Ibrahim bin
‘Abdullah bin Bakar bin ‘Ubaidullah bin Ghalib bin ‘Abdul
Warits bin ‘Abdullah bin ‘Athiyyah bin Murrah bin Ka’ab bin
Hammam bin Asad bin Murrah bin ‘Amar bin Handhalah.
Ibnu Hibban berkata dalam “Al-Tsiqat” bahwasannya
Ishaq termasuk orang terkemuka pada masanya dalam ke-faqiha-
annya, keilmuannya, hafalannya, mengarang kitab, dan cabang al-
Page 245
223
sunnah, memelihara al-sunnah, anti orang yang menyalahi al-
sunnah, dan kuburannya terkenal diziyarahi.
Al-Dzahabi menyebutkan dalam “Al-Mizan” hadits
Ishaq dari Syababah: dari Al-Laits, dari ‘Uqail, dari Ibnu Syihab,
dari Anas: bahwasannya Rasulullah SAW apabila sedang dalam
perjalanan dan matahari telah condong, beliau shalat Dhuhur dan
Ashar, kemudian melanjutkan perjalanan. Ia berkata: hadits
tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dari ‘Amar Al-Naqid
dari Syababah, lafadhnya: apabila Rasulullah SAW sedang berada
dalam perjalanan dan menghendaki menjama’ shalat, beliau
mengakhirkan shalat Dhuhur hingga masuk awal waktu shalat
Ashar, kemudian beliau menjama’ keduanya.
2) Muhammad bin Rafi’
Mengenai biografi Muhammad bin Rafi’, Al-‘Asqalani
(1995:560-561) menyatakan sebagai berikut:
Muhammad bin Rafi’ bin Abu Zaid namanya adalah
Sabur, julukannya Muhammad bin Rafi’ Al-Qusyairi, dan
Kuniyahnya Abu ‘Abdillah Al-Naisaburi, beliau seorang yang
zuhud.
Meriwayatkan dari: Ibnu ‘Uyainah, Abu Mu’awiyah Al-
Dharir, Abu Ahmad Al-Zubairi, Abu Daud Al-Hafari, Abu Daud
Al-Thayalisi, Husain bin ‘Ali Al-Ju’fi, Abu Usamah, Abu ‘Amir
Al-‘Aqadi, Azhar bin Sa’ad Al-Samman, Zaid bin Al-Hibban,
Page 246
224
Muhammad bin Isma’il bin Abu Fudaik, Abu Al-Nadhar, Husain
bin Muhammad, ‘Abdul Razzaq (sangat banyak periwayan
darinya), ‘Abdullah bin Ibrahim bin ‘Umar bin Kaisan, Ibrahim
bin ‘Umar Al-Shan’ani, Ishaq bin Sulaiman Al-Razi, Abu Al-
Mundzir Isma’il bin ‘Umar, Ishaq bin ‘Isa, Ibnu Al-Thubba’,
Hujain bin Al-Mutsanna, Zakariya bin ‘Addi, Suraij bin Al-
Nu’man, Syababah bin Syawwar, Qurad Abu Nuh, Mush’ab bin
Al-Miqdam, Muhammad bin Al-Hasan bin Atasy, Hisyam bin
Sa’id Al-Thaliqani, Yahya bin Adam, Yahya bin Ishaq Al-
Sailakhini, Abu Bakar Al-Hanafi, Abu Bakar bin Abu Uwais, dan
banyak lainnya.
Meriwayatkan darinya: semua ulama hadits kecuali Ibnu
Majah, Abu Zur’ah, Abu Hatim, Ibrahim bin Abu Thalib,
Muhammad bin Yahya Al-Dhuhali, Ibnu Khuzaimah, Abu Al-
‘Abbas Al-Sirraj, Abu Bakar bin Abu Daud, Muhammad bin
‘Uqail Al-Khuza’i, Hajib bin Ahmad Al-Thusi dan lainnya.
‘Abdullah bin ‘Abdul Wahab Al-Khawarizmi berkata,
dari Ahmad: Muhammad bin Yahya lebih hafidh, Muhammad bin
Rafi’ lebih wara’.
Al-Bukhari berkata: Muhammad bin Rafi’ bin Sabur
telah menyampaikan hadits kepada kami, beliau adalah hamba
Allah yang terpilih.
Page 247
225
Al-Nasai berkata: Muhammad bin Rafi’ telah
menyampaikan hadits kepada kami, ia orang yang tsiqah,
ma’mun.
Ibnu Hibban menyebutkannya dalam “Al-Tsiqat”, dan
berkata: ia meninggal pada tahun 245 H, ia seorang yang taqwa
dan utama.
Saya (Al-Dzahabi) berkata: Al-Hakim berkata: ia
seorang Syaikh yang benar di Khurasan pada zamannya yang
suka bepergian. Ibnu Shalih telah menceritakan kepada kami,
Ibnu Raja menceritakan kepada kami, ia berkata: saya bertanya
kepada ‘Utsman bin Abu Syaibah: apakah engkau mengenal
Muhammad bin Rafi’? ia menjawab: dia itu orang yang zuhud.
Ja’far bin Ahmad bin Nashar Al-Hafidh berkata: saya
tidak melihat diantara para ahli hadits yang sangat disegani
dibanding dia. Ketika ia bersandar lalu mengambil Al-Qur’an dan
membacanya, maka tidak ada orang yang berbicara dan
tersenyum. Saya mendengar Muhammad bin Shalih berkata: saya
mendengar Ahmadbin Salamah berkata: saya mendengar Muslim
bin Al-Hajjaj berkata: Muhammad bin Rafi’ tsiqah, ma’mun,
kitabnya shahih.
Ibnu Shalih berkata: Muhammad bin Syadzan bercerita
kepada kami: Muhammad bin Rafi’ tsiqh, ma’mun.
Page 248
226
Ahmad bin Sayyar berkata dalam menyebutkan para
Syaikh Naisabur: Muhammad bin Rafi’ tsiqah, periwayatannya
dari penduduk Yaman bagus.
Al-Nasai berkata dalam “Masyikhatuh” dan Maslamah
dalam “Al-Shilah”: ia tsiqah, tsabat.
Dalam kitab “Al-Zuhrah”: Imam Bukhari meriwayatkan
17 hadits darinya, Imam Muslim meriwayatkan 362 hadits
darinya.
3) ‘Abdul Razzaq
Biografi ‘Abdul Razzaq dapat dibaca pada halaman 184-
188.
4) Ma’mar
Mengenai biografi Ma’mar, Al-‘Asqalani (1995:125-
126) menyatakan sebagai berikut:
Namanya Ma’mar bin Rasyid Al-Azdi Al-Huddani.
Kuniyahnya ‘Urwah bin Abi “amar Al-Bashri. Tinggal di Yaman.
Ia turut menyaksikan jenazah Imam Hasan Bashri.
Meriwayatkan dari: Tsabit Al-Banani, Qatadah, Al-
Zuhri, ‘Ashim Al-Ahwal, Ayyub, Al-Ja’du Abu ‘Utsman, Zaid
bin Aslam, Shalih bin Kaisan, ‘Abdullah bin Thawus, Ja’far bin
Burqan, Al-Hakam bin Abban, ‘Asyats bin ‘Abdullah Al-
Page 249
227
Huddani, Isma’il bin Ummiyyah, Hisyam bin ‘Urwah dan
lainnya.
Meriwayatkan darinya: gurunya (Yahya bin Abu Katsir),
Ishaq Al-Subi’i, Ayyub, ‘Amar bin Dinar, Sa’id bin Abu
‘Urwiyah, Abban Al-“aththar, Ibnu Juraij, ‘Imran Al-Qaththan,
Hisyam Al-Distiwai, Syu’bah, Al-Tsauri, Ibnu Al-Mubarak, Ibnu
‘Uyainah, ‘Abdul Razzaq, Hisyam bin Yusuf Muhammad bin
Katsir dan lain-lain.
‘Abdul Razzaq berkata, dari Ma’mar: saya menunjtut
ilmu baru satu tahun, Imam Hasan meninggal. Ia juga berkata:
saya ikut majelis Qatadah ketika masih berumur 14 tahun. Saya
tidak mendengar darinya satu hadits kecuali seakan-akan terukir
dalam hati saya.
Al-Duri berkata, dari Ibnu Ma’in: Ma’mar atau Ibnu
‘Uyainah atau Shalih bin Kaisan atau Yunus yang lebih engkau
sukai dalam periwayatan Al-Zuhri? Ia menjawab: dari mereka
semua: Ma’mar.
Al-Ghalabi berkata: saya mendengar Ibnu Ma’in
mengunggulkan Malik bin Anas diatas sahabat-sahabat Al-Zuhri,
kemudian Ma’mar. Ia berkata: Ma’mar termasuk tsabit tapi
dha’if.
Mu’awiyah bin Shalih berkata, dari Ibnu Ma’in: Ma’mar
tsiqah.
Page 250
228
‘Amar bin ‘Ali berkata: Ma’mar orang yang sangat
shaduq.
Ya’qub bin Syaibah berkata: Ma’mar tsiqah, Shalih
tsabat, dalam periwayatan Al-Zuhri.
Al-Nasai berkata: ia tsiqah, ma’mun.
Ibnu Hibban menyebutkannya dalam “Al-Tsiqat”, dan
berkata: ia orang yang faqih, hafidh, mutqin, wara’. Ia meninggal
pada bulan Ramadhan tahun 152 atau 153 H.
Al-Waqidi dan mayoritas ulama berkata: ia meninggal
pada tahun 153 H.
Ahmad, Yahya, ‘Ali berkata: ia meninggal pada tahun
154 H. Dan Ahmad menambahkan: ia berumur 58 tahun.
5) Ibnu Thawus
Mengenai biografi Ibnu Thawus, Al-‘Asqalani
(1995:360-361) menyatakan sebagai berikut:
Namanya ‘Abdullah bin Thawus bin Kaisan Al-Yamani,
kuniyahnya Abu Muhammad Al-Abnawi.
Meriwayatkan dari: ayahnya, ‘Ayha, ‘Amar bin Syu’aib,
‘Ali bin ‘Abdullah bin ‘Abbas, Muhammad bin Ibrahim bin Al-
Harits, Al-Muthalib bin ‘Abdullah bin Hanthab, Wahab bin
Mutbah, Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amar bin Hazm,
‘Ikrimah bin Khalid Al-Makhzumi dan Simak bin Yazid.
Page 251
229
Meriwayatkan darinya: kedua anaknya (Thawus dan
Muhammad), ‘Amar bin Dinar, Ayyub Al-Sakhtiyani, Ibnu Ishaq,
Ma’mar, Rauh bin Al-Qasim, Ibnu Juraij, Wuhaib, Yahya bin
Ayyub, Ibrahim bin Nafi’ Al-Makki, Hammad bin Zaid, Zam’ah
bin Shalih, Nadhar bin Katsir dan lainnya.
Abu Hatim dan Al-Nasai berkata: ia tsiqah.
‘Abdul Razzaq berkata, dari Ma’mar: Ayyub berkata
kepadaku: jika engkau melakukan perjalanan menuju seseorang,
maka engkau harus menuju kepada Ibnu Thawus. Ini adalah
perjalananku menuju dia. Ia juga berkata: saya belum melihat
anak yang faqih seperti Ibnu Thawus. Saya bertanya kepadanya:
apakah tidak juga Hisyam bin ‘Urwah? Ia menjawab: cukuplah
bagimu Hisyam, tetapi saya tidak berpendapat begitu. Ibnu
Thawus orang yang sangat alim di tanah Arab, dan paling bagus
akhlaknya.
Ibnu Sa’ad berkata, dari Al-Haitsam bin ‘Addi: Ibnu
Thawus meninggal pada masa khalifah Abu Al-‘Abbas.
Ibnu ‘Uyainah berkata: ia meninggal pada tahun 132 H.
Al-Nasai berkata dalam kitab “Al-Kuni”: ia tsiqah,
ma’mun. Al-Daruquthni juga berkata demikian dalam kitab “Al-
Jarhu wa Al-Ta’dil”.
Al-‘Ijli berkata: ia tsiqah.
Page 252
230
Ibnu Hibban menyebutkannya dalam “Al-Tsiqat”, dan
berkata: ia meninggal setelah satu tahun Ayyub meninggal.
6) Thawus bin Kaisan
Mengenai biografi Thawus bin Kaisan, Al-‘Asqalani
(1995:235-236) menyatakan sebagai berikut:
Namanya Thawus bin Kaisan Al-Yamani. Kuniyahnya
Abu ‘Abdul Rahman Al-Himyari Al-Janadi. Iatinggal di Al-
Janad.
Ibnu Hibban berkata: ibunya dari Faras, dan ayahnya dari
Al-Tamrin. Ada yang mengatakan: namanya Dzakwan, Thawus
adalah laqabnya.
Meriwayatkan hadits dari: ‘Abu Hurairah, ‘Aisyah, Zaid
bin Tsabit, Zaid bin Arqam, Musaraqah bin Malik, Shafwan bin
Ummiyah, ‘Abdullah bin Syaddad bin Al-Hadi, Jabir dan lain-
lain.
Meriwayatkan darinya: anaknya (‘Abdullah), Wahab bin
Munabbih, Sulaiman Al-Taimi, Sulaiman Al-Ahwal, Abu Al-
Zubair, Al-Zuhri, Ibrahim bin Maisarah, Habib bin Abu Tsabit,
Al-Hakam bin ‘Utaibah, Al-Hasan bin Muslim bin Yannaq,
Sulaiman bin Musa Al-Dimasyqi, ‘Abdul Karim Al-Jazari,
‘Abdul Karim Abu Ummiyah, ‘Abdul Malik bin Maisarah, ‘Amar
bin Syu’aib dan lainnya.
Page 253
231
‘Abdul Malik bin Maisarah berkata, dari Thawus: saya
masih menjumpai 50 sahabat.
Ibnu Juraij berkata, dari ‘Atha, dari Ibnu ‘Abbas:
sesungguhnya saya mengira Thawus adalah ahli surga.
Laits bin Abu Sulaim berkata: Thawus menerima hadits
huruf demi huruf.
Ishaq bin Manshur berkata, dari Ibnu Ma’in: ia tsiqah.
Demikianjuga komentar Abu Zur’ah.
Ibnu Hibban berkata: ia adalah ahli ibadahnya penduduk
Yaman, ia termasuk pemuka Tabi’in, ia telah berhaji sebanyak 40
kali, doanya mustajab, ia meninggal pada tahun 101 H. Ada yang
mengatakan: tahun 106 H.
Dhamrah berkata,dari dari Ibnu Syaudzab: saya
menyaksikan jenazah Thawus di Mekah pada tahun 100 H.
‘Amar bin ‘Ali berkata: ia meninggal pada tahun 106
H.Al-Haitsam bin ‘Addi berkata: ia meninggal pada tahun 110 H.
7) Ibnu ‘Abbas
Biografi Ibnu ‘Abbas dapat dibaca pada halaman 201-
206.
c. Kualitas Pribadi dan Kapasitas Intelektual Perawi
1) Ishaq bin Ibrahim
Page 254
232
Mengenai Ishaq bin Ibrahim, para ahli kritik hadits
menilainya sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi Gawami
AlKalem V4.5 berikut:
a) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam “Al-
Tsiqat” dan berkata: ia termasuk tokoh yang faqih, alim dan
hafidh dizamannya.
b) Abu Daud Al-Sijistani berkata: ia mengalami kegoncangan
fikiran lima bulan sebelum ia meninggal.
c) Ahmad bin Syu’aib berkomentar: ia salah seorang Imam yang
tsiqah, ma’mun.
d) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”: ia tsiqah,
hafidh, mujtahid semasa dengan Ahmad bin Hanbal.
e) Al-Mazi berkomentar: ia salah satu imam kaum muslimin,
ulama agama yang mengumpulkan hadits, fiqih, hafidh,
shiddiq, wara’ dan zuhud.
2) Muhammad bin Rafi’
Penilaian ulama hadits terhadap Muhammad bin Rafi’
adalah sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi Gawami
AlKalem V4.5 berikut:
a) Abu Hatim menyebutkannya dalam kitab “Al-Tsiqat”.
b) Abu Zur’ah Al-Razi berkomentar: ia Syaikh yang shaduq.
Page 255
233
c) Abu Nu’aim Al-Ashbahani menyebutkannya dalam”Akhbar
Ashbahan”, dan menukil dari Abu Bakar Al-Jarwadi,
bahwasannya ia berkata: ia seorang yang tsiqah.
d) Ahmad bin Sayyar Al-Marwazi berkomentar: tsiqah, hasan al-
riwayah dalam hadits penduduk Yaman.
e) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasai: tsiqah, ma’mun, tsabat.
f) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib” : tsiqah,
‘abid.
g) Al-Dzahabi: Al-hafidh.
h) Shalih bin Muhammad Jazrah: tsiqah, ma’mun.
i) Muslim bin Al-Hajjaj Asl-Naisaburi: tsiqah, ma’mun, shahih al-
kitab.
j) Maslamah bin Al-Qasim Al-Andalusi: tsiqah, tsabat.
3) ‘Abdul Razzaq
Nilai yang diberikan ahli kritik hadits terhadap kualitas
diri dan kapasitas keilmuan ‘Abdul Razzaq dapat dibaca pada
halaman 210-213.
4) Ma’mar
Para ahli hadits menilai kepribadian dan kapasitas
keilmuannya sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi Gawami
AlKalem V4.5 berikut:
Page 256
234
a) Abu Bakar Al-Baihaqi menyebutkannya dalam kitab
“Ma’rifah Al-Sunan wa Al-Atsar” dan berkomentar: hafidh,
hujjah.
b) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam “Al-
Tsiqat”.
c) Abu ‘Abdullah Al-Hakim menyebutkannya dalam kitab
“Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadits” dan berkomentar:tsiqah,
ma’mun.
d) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasai: tsiqah, ma’mun.
e) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli: tsiqah, orang shalih.
f) Ibnu Hajar Al-‘Asqaklani berkata dalam “Al-Taqrib”: tsiqah,
tsabat, fadhil.
g) Ibnu HazmAl-Andalusi: tsiqah.
h) Al-Daruquthni: tsiqah.
i) ‘Amar bin ‘Ali Al-Fallas: shaduq.
j) Muhammad bin Idris Al-Syafi’i: atsna ‘alaih.
k) Yahya bin Ma’in: tsiqah.
l) Ya’qub bin Syaibah Al-Sudusi: tsiqah, shalih, tsabat.
5) Ibnu Thawus
Ibnu Thawus dinilai para ahli kritik hadits sebagaimana
yang penulis kutip dari aplikasi Gawami AlKalem V4.5 berikut:
Page 257
235
a) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam kitab
“Al-Tsiqat”.
b) Ahmad bin Syu’aib Al-Nasai menyebutkannya dalam “Al-
Sunan Al-Kubra” dan berkomentar: tsiqah, ma’mun.
c) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli: tsiqah.
d) Ibnu Abu Hatim Al-Razi menyebutkannya dalam kitab “Al-
Jarhu Wa Al-Ta’dil” dan berkomentar: tsiqah.
e) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”: tsiqah,
fadhil, ‘abid.
f) Al-Daruquthni dalam “Sualat Al-Barqani” berkomentar:
tsiqah, ma’mun.
6) Thawus
Kritikus hadits menilai kepribadian dan keilmuan Thawus
sebagaimana yang penulis kutip dari aplikasi Gawami AlKalem
V4.5 berikut:
a) Abu Hatim bin Hibban Al-Basti menyebutkannya dalam “Al-
Tsiqat”.
b) Abu Zur’ah Al-Razi: tsiqah.
c) Abu Sa’ad Al-Sam’ani: hujjah.
d) Ahmad bin ‘Abdullah Al-‘Ijli: tsiqah.
e) Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam “Al-Taqrib”: tsiqah,
faqih, fadhil.
f) Yahya bin Ma’in: tsiqah.
Page 258
236
7) Ibnu ‘Abbas
Penilaian terhadap Ibnu ‘Abbas dapat dibaca pada
halaman 217.
d. Meneliti Syadz dan ‘Illat pada Sanad Hadits
Berpegang pada rumusan syadz imam Syafi’i bahwa
kemungkinan terdapatnya syadz adalah pada hadits yang tidak hanya
memiliki satu jalur sanad, tetapi pada hadits yang memiliki lebih dari
satu jalur. Dan setelah meneliti jalur sanad yang lain dan
membandingkannya, penulis tidak menemukan keganjilan dan kontra
dalam sanad-sanad tersebut, bahkan saling menguatkan, maka penulis
berkesimpulan bahwa tidak ada syadz dan ‘illat dalam sanad tersebut.
e. Penilaian terhadap Kualitas Sanad Hadits
Dari ketujuh perawi, semuanya dinilai tsiqah. Mencermati
lambang periwayatan yang digunakan masing-masing perawi, meskipun
terdapat tiga perawi yang menggunakan shighat ‘an, namun sanad
hadits tersebut muttashil, karena benar-benar terbukti ada pertemuan
langsung antara perawi yang diantarai shighat ‘an tersebut. Bukti
tersebut ditemukan dengan menelusuri dan menganalisisnya dari masa
hidup perawi dan terjadinya hubungan guru-murid diantara mereka,
bahkan ayah-anak.
Dengan mengacu kepada kaidah keshahihan sanad hadits,
penulis berkesimpulan sanad hadits ini shahih al-isnad, karena para
perawinya adalah orang yang dikenal dan memenuhi kriteria shahih.
Page 259
237
BAB IV
TELAAH MATAN HADITS TALAK TIGA SEKALIGUS
Page 260
238
A. Kajian Matan
1. Hadits-hadits Talak Tiga Sekaligus Jatuh Tiga
a. قال: حدثني الليث، قال : حدثني عقيل، عن ابن ، حدثنا سعيد بن عفير
بير، أن عائشة، أخبرته: أن امرأة شهاب ، قال: أخبرني عروة بن الز
صلى الله عليه وسلم، فقالت: يا جاءت إلى رسول الل رفاعة القرظي
، إن رفاعة طلقني فبت طلقي، وإن ي نكحت بعده عبد رسول الل
، وإنما معه مثل الهدبة، قال رسول الل بير القرظي حمن بن الز الر
صلى الله عليه وسلم: لعلك تريدين أن ترجعي إلى رفاعة؟ لا، حتى
(رواه البخاري) .عسيلته يذوق عسيلتك وتذوقي
”Telah bercerita kepada kami Sa’id bin ‘Ufair, ia berkata: telah
bercerita kepadaku al-Laits, ia berkata: telah bercerita kepadaku
‘Uqail dari Ibnu Syihab, ia berkata: telah mengkhabarkan kepadaku
‘Urwah bin az-Zubair, sesungguhnya ‘Aisyah telah mengkhabarkan
kepadanya: sesungguhnya istri Rifa’ah al-Quradhi datang kepada
Rasulullah SAW, lalu ia berkata: wahai Rasulullah, sesungguhnya
Rifa’ah telah mentalak saya, maka ia jadikan talakku putus habis, dan
saya menikah setelahnya dengan ‘Abdurrahman bin az-Zubair al-
Quradhi, dan bergaul dengan dia seperti ujung kain yang layu. Berkata
Rasulullah SAW: Engkau mau kembali kepada Rifa’ah ? tidak boleh,
hingga ia merasakan madumu da engkau merasakan madunya”. (HR.
Shahih al-Bukhari).
Di dalam hadits ini, jelas bahwa talak tiga sekaligus jatuh
tiga, karena Nabi SAW mengatakan bahwa perempuan itu tidak boleh
lagi kawin dengan suaminya yang telah menceraikannya, kecuali
kalau sudah kawin dengan laki-laki lain dan sudah dukhul dengan
laki-laki (suaminya yang kedua) tersebut, dan diceraikan oleh
Page 261
239
suaminya yang kedua tersebut. Inilah maksud ucapan Nabi SAW:
“hingga ia merasakan manisannya sebagaimana yang dirasakan oleh
suaminya yang pertama”.
Dalam hadits ini diterangkan bahwa suami pertama tersebut
bernama Rifa’ah Al-Quradhi, dan suaminya yang kedua bernama
‘Abdul Rahman bin Zabir.
Dalam shahih Imam Bukhari, haditsini diiringi lagi dengan
hadits yang serupa, yaitu hadits yang ke 5261, yang lebih memperjelas
arti dan maksudnya, yaitu:
د حدثني ، بن محم حدثني : قال ، الله عبيد عن ، يحيى حدثنا بشار
، بن القاسم د جت ، اث ثل امرأته طلق ل رج أن عائشة، عن محم فتزو
ل؟ أتحل : وسلم عليه الله صلى النبي فسئل ، فطلق لا،: قال للو
ل ذاق كما عسيلتها يذوق حتى . )رواه البخاري( الو“Muhammad bin Basysyar bercerita kepadaku, Yahya bercerita
kepada kami, dari ‘Ubaidillah, ia berkata: Al-Qasim bin Muhammad
bercerita kepadaku, dari ‘Aisyah, bahwasannya seorang laki-laki
mentalak istrinya dengan talak tiga sekaligus, kemudian istrinya
menikah lagi (dengan laki-laki lain) dan diceraikan lagi. Nabi SAW
ditanya: apakah ia boleh kawin lagi dengan suami yang pertama?
Nabi SAW menjawab: tidak, sampai laki-laki (suami yang kedua)
merasakan madunya, sebagaimana suaminya yang pertama telah
merasakan madunya”. (HR. Bukhari)
Hadits ini merupakan hadits shahih karena diriwayatkan
oleh Muhammad bin Basysyar yang dinilai tsiqah, hafidh, Yahya
yang dinilai tsiqah, mutqin, hafidh, imam, qudwah, ‘Ubaidillah yang
dinilai tsiqah, tsabat, Al-Qasim bin Muhammad yang dinilai tsiqah,
afdhal, dan ‘Aisyah istri Rasulillah yang tidak diragukan lagi
keshahihan haditsnya.
Page 262
240
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari ini, yang
diiringkan dengan hadits sebelumnya, semakin memperjelas bahwa
talak tiga sekaligus jatuh tiga.
b. هري حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة قال: حدثنا سفيان بن عيينة، عن الز
جاءت إل قال: أخبرني ع ى روة، عن عائشة، أن امرأة رفاعة القرظي
صلى الله عليه وسلم، فقالت: إن ي كنت عند رفاعة فطلقني رسول الله
بير، وإن م حمن بن الز جت عبد الر ا معه مثل هدبة فبت طلقي، فتزو
الثوب، فتبسم النبي صلى الله عليه وسلم، فقال: أتريدين أن ترجعي
إبن رواه) . إلى رفاعة؟ لا، حتى تذوقي عسيلته، ويذوق عسيلتك
ماجه(
“Telah bercerita kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah, ia berkata:
telah bercerita kepada kami Sufyan bin ‘Uyainah dari az-Zuhri ia
berkata: telah mengkhabarkan kepadaku ‘Urwah, dari ‘Aisyah:
sesungguhnya istri Rifa’ah al-Quradhi datang kepada Rasulullah
SAW, lalu ia berkata: wahai Rasulullah, sesungguhnya saya dahulu
istri Rifa’ah, ia telah mentalak saya, maka ia jadikan talakku putus
habis, lalu saya menikah dengan ‘Abdurrahman bin az-Zubair al-
Quradhi, dan bergaul dengan dia seperti ujung kain yang layu. Maka
tersenyum Nabi SAW kemudian berkata: apakah engkau hendak
kembali kepada Rifa’ah ? tidak boleh, hingga engkau merasakan
madunya dan ia merasakan madumu”. (HR. Ibnu Majah)
Dalam syarah Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi dijelaskan
bahwa yang dimaksud " فبت طلقي " adalah ia mentalak saya tiga
sekaligus. Dan yang dimaksud " هدبة الثوب " adalah ujung kain yang
tidak bisa ditenun, yaitu lembek atau kecil atau seperti ujung kain
yang tidak bisa digunakan. kalimat " عسيلته " artinya adalah sebagian
Page 263
241
kecil madu. Menggunakan huruf “ta’” karena “Al-‘Asal” bisa
menunjukkan mudzakkar dan mu’annats. Dan yang dimaksudkan
adalah kelezatan, yaitu kelezatan jima’.
Dalam hadits dan penjelasan dalam kitab syarah diatas,
sangat jelas bahwa seorang perempuan yang ditalak suaminya dengan
talak tiga sekaligus jatuh tiga, yaitu dengan perkataan Nabi SAW
“apakah engkau hendak kembali kepada Rifa’ah ? tidak boleh, hingga
engkau merasakan madunya dan ia merasakan madumu”.
c. حدثن ، د بن بشار حدثني ، قال: ا يحيى، عن عبيد الله حدثني محم
جت ، عن عائشة، أن رجل طلق امرأته ثلثا، فتزو د القاسم بن محم
ل؟ قال: لا، فطلق، فسئل النبي صلى الله عليه وسلم: أتحل للو
(رواه البخاري) ل حتى يذوق عسيلتها كما ذاق الو
“Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Basysyar, telah bercerita
kepada kami Yahya, dari ‘Ubaidillah, ia berkata: telah bercerita
kepadaku al-Qasim bin Muhammad, dari ‘Aisyah: sesungguhnya
seorang laki-laki telah mentalak istrinya tiga sekaligus. Lalu istrinya
menikah dengan seorang suami. Kemudian suaminya mentalakya.
Rasulullah SAW ditanya, apakah ia halal untuk suami yang pertama?
Rasulullah SAW bersabda: tidak, hingga suami yang kedua merasakan
madunya sebagaimana telah merasakannya suami yang pertama”.
(HR. Bukhari)
Hadits ini telah penulis jelaskan diatas untuk menjelaskan
hadits pada poin (a) dan sudah sangat jelas.
d. :قال ، د بن المثنى، قال: حدثنا يحيى، قال: حدثني عبيد الل أخبرنا محم
جت زوجا حدثني القاسم، عن عائشة: أن رجل طلق امرأته ثلثا فتزو
Page 264
242
صلى الله عليه وسلم، أتحل فطلقها قبل أن يمسها، فسئل رسول الل
ل؟ فقال: ل لا، حتى يذوق عس »للو )رواه «يلتها كما ذاق الو
(النسائي
“Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna, ia
berkata: telah bercerita kepada kami Yahya, ia berkata: telah bercerita
kepadaku ‘Ubaidullah, ia berkata: telah bercerita kepadaku al-Qasim
dari ‘Aisyah: sesungguhnya seorang laki-laki telah mentalak istrinya
tiga sekaligus. Lalu istrinya menikah dengan seorang suami.
Kemudian suaminya mentalakya sebelum menyentuhnya (dukhul).
Rasulullah SAW ditanya, apakah ia halal untuk suami yang pertama?
Rasulullah SAW bersabda: tidak, hingga suami yang kedua merasakan
madunya sebagaimana telah merasakannya suami yang pertama”.
(HR. an-Nasa’i)
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Nasa’i ini, dengan
redaksi yang sedikit berbeda dengan hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari, yaitu dengan tambahan kalimat “sebelum
menyentuhnya (dukhul)”. Akan tetapi ternyata talak tiga sekaligus,
baik sebelum atau setelah dukhul sama jatuh talak tiga. Hal ini telah
dijelaskan dalam kitab “Al-Umm” karangan Imam Syafi’i juz V
halaman 138-139:
بير عن النعمان بن أبى عياش أنه كان جالسا عند عبد الله بن الز
د بن عياش بن البكير فقال : إن رجل وعاصم ابن عمر فجاء هما محم
قبل أن يدخل بها فماذا تريان ؟ فقال طلق امرأته ثلثا من أهل البادية
بير : إن هذا المر مالنا فيه قول. اذهب إلى ابن عباس وأبى ابن الز
هب هريرة فإن ي تركتهما عند عائشة فسلهما ثم ائتنا فأخبرنا. فذ
Page 265
243
ابن عباس لبى هريرة أفته يا أبا هريرة فقد جاءك فسألهما. فقال
تبينها والثلثة لة. فقال أبو هريرة رضي الله عنه : الواحدة معض
قال ابن عباس مثل ذالك ولم يعيبا تحرمها حتى تنكح زوجا غيره . و
عليه الثلث ولا عائشة .
“ dari Nu’man bin Abi ‘Iyasy, bahwa suatu hari ia duduk dekat
‘Abdullah bin Al-Zubair dan ‘Ashim bin ‘Umar, maka datang
Muhammad bin ‘Iyasy bin Bakir, ia berkata: bahwasannya seorang
laki-laki Badui mentalak istrinya dengan talak tiga sekaligus sebelum
ia dukhul (bercampur) dengan istrinya tersebut. Maka bagaimana
pendapat tuan-tuan berdua? Ibnu Al-Zubair menjawab: tentang hal ini,
kami tidak punya pendapat, pergilah keapad Ibnu ‘Abbas dan Abu
Hurairah, mereka saya tinggalkan di sisi ‘Aisyah, maka tanyalah
kepada keduanya, kemudian datanglah lagi kepada kami dan ceritakan
kepada kami. Kemudian ia (Muhammad bin ‘Iyasy bin Bakir)
mengabarkan kepada kami bahwa ia telah pergi dan telah bertanya
kepada keduanya tentang hal ini. Maka Ibnu ‘Abbas berkata: wahai
Abu Hurairah, berilah ia fatwa, ia ia telah datang kepada engkau
dengan keraguan. Maka Abu Hurairah berkata: yang satu menjadikan
perempuan itu ba’in (ba’in sughra yang tidak boleh rujuk lagi, karena
perempuan itu belum dicampurinya), dan yang tiga tidak
menghalalkan dia untuk kawin dengan mantan suaminya, kecuali
kalau ia kawin dengan suami lain. Dan Ibnu ‘Abbas berfatwa juga
seperti itu, juga ia tidak mencela talak tiga sekaligus. ‘Aisyah juga
tidak mencela (talak tiga sekaligus)”.
Jadi kesimpulan penulis menanggapi hadits Al-Nasa’i di atas
tetap sama, bahwa talak tiga sekaligus tetap jatuh tiga.
e. :أخبرني مخرمة، عن أخبرنا سليمان بن داود، عن ابن وهب ، قال
، قال: أ صلى الله عليه أبيه، قال: سمعت محمود بن لبيد خبر رسول الل
وسلم عن رجل طلق امرأته ثلث تطليقات جميعا، فقام غضبانا ثم
Page 266
244
وأنا بين أظهركم؟ حتى قام رجل وقال: يا قال: أيلعب بكتاب الل
، ألا أقتله النسائي( رواه) ؟ رسول الل
“Telah mengkhabarkan kepada kami Sulaiman bin Daud, dari Ibnu
Wahab, ia berkata: telah mengkhabarkan kepadaku Makhramah, dari
apaknya, ia berkata: saya telah mendengar Mahmud bin Labid, ia telah
berkata: Rasulullah SAW telah dikhabarkan tentang seorang laki-laki
yang telah mentalak istrinya dengan talak tiga sekaligus, maka Nabi
berdiri dalam keadaan marah, kemudian Beliau bersabda: kenapa
kitab Allah dipermainkan sedangkan saya masih ada diantara kaian ?
seorang laki-laki berdiri dan berkata: wahai Rasulullah, bolehkah saya
membunuhnya?”. (HR. an-Nasa’i)
Dalam hadits ini dapat penulis fahami bahwa pada masa
Rasulullah ada seorang laki-laki yang mentalak istrinya dengan talak
tiga sekaligus. Dan hal itu dikabarkan kepada Rasulullah SAW.
Rasulullah marah mendengar cara talak yang seperti itu, karena tidak
sesuai dengan talak yang digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu
talak dijatuhkan satu demi satu. Dan kalau kemudian berubah fikiran
boleh rujuk kembali sebanyak dua kali.
Rasulullah marah kepada orang tersebut, merupakan bukti
bahwa talak tiga sekaligus yang dijatuhkannya jatuh tiga. Kalau
seandainya ucapan laki-laki itu tidak mengikat hukum jatuh talak tiga,
maka tentunya Rasulullah tidak akan marah dengan sia-sia. Sebagai
contoh, diumpamakan ada seorang laki-laki melakukan jual beli
sesudah terdengar azan Jum’at. Kalau Rasulullah tahu, tentu
Rasulullah akan marah. Karena laki-laki tersebut melakukan jual beli
tidak sesuai atau melanggar ketentuan Allah, yaitu melakukan jual beli
pada waktu yang haram, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh
Page 267
245
Allah dalam Surat Al-Jum’ah untuk meninggalkan jual beli setelah
azan Jum’at dikumandangkan. Akan tetapi marahnya Rasulullah ini
tidak menjadikan jual belinya tidak sah. Jual belinya tetap sah tapi
haram.
Sama halnya dalam hal ini, sabda Rasulullah SAW yang
menyatakan bahwa:
(أبو داود)رواه اق الطل تعالى الله ى إلل الحل أبغض
“perkara halal yang paling dimurkai Allah adalah talak”. (HR. Ibnu
Majah)
Menurut penelusuran penulis hadits ini terdapat dalam 19
kitab dengan redaksi yang sedikit berbeda tapi semakna. Diantaranya
adalah dalam kitab “Sunan Abu Dawud” yang diriwayatkan oleh
Katsir bin ‘Ubaid yang dinilai tsiqah, Muhammad bin Khalid yang
dinilai tsiqah, Mu’arrif bin Washil yang dinilai tsiqah, Maharib bin
Ditsar yang dinilai tsiqah dan Ibnu ‘Umar, seorang sahabat yang jelas
tsiqah. Sehingga hadits ini shahih baik sanad maupun matannya,
karena tidak bertentangan dengan sanad yang lain juga tidak
melanggar Al-Qur’an dan hadits lain.
Dalam hadits yang shahih ini, jelas bahwa Allah sangat
murka terhadap talak walaupun talak itu adalah perkara halal. Akan
tetapi kemurkaan Allah pada perkara talak ini tidak menjadikan talak
menjadi tidak sah jika dilakukan. Karena pada kenyataannya, dalam
syariat Nabi Muhammad SAW yang berlaku sampai saat ini dan akan
Page 268
246
tetap berlaku sampai hari kiamat, talak tetap sah dan mengikat hukum,
walaupun sangat dimurkai Allah.
Dalam kasus lain, Nabi SAW pernah marah kepada
‘Abdullah bin ‘Umar ketika ia menjatuhkan talak kepada istrinya yang
sedang haid. Ketika Nabi mengetahui hal ini, Nabi marah dan
menyuruh ‘Abdullah bin ‘Umar untuk rujuk kepada istrinya. Nabi
SAW marah bukan karena talaknya tidak sah. Justru Nabi marah
karena talaknya sah. Dan Nabi marah karena ‘Abdullah bin ‘Umar
menjatuhkan talak kepada istrinya dengan cara yang tidak digariskan
dalam syariat Allah, yaitu mentalak istrinya pada waktu istrinya
sedang haid. Kalau seandainya talaknya tidak sah, tentu Nabi SAW
tidak memerintahkannya untuk rujuk, tapi cukup mengatakan bahwa
talaknya tidak sah.
Jadi penulis berkesimpulan bahwa hadits Mahmud bin Labid
dalam jalur Imam Al-Nasai diatas menunjukkan bahwa talak tiga
sekaligus jatuh tiga, walaupun Nabi SAW marah mendengarnya
karena caranya yang tidak sesuai dengan aturan Allah.
f. ،عن إسحاق بن أبي فروة ، د بن رمح ، حدثنا الليث بن سعد حدثنا محم
: ، قال: قلت لفاطمة بنت قيس ناد، عن عامر الشعبي عن أبي الز
ثيني عن طل قك، قالت: " طلقني زوجي ثلثا وهو خارج إلى حد
إبن ماجه( رواهصلى الله عليه وسلم . ) اليمن، فأجاز ذلك رسول الل
Page 269
247
“Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Rumh, telah bercerita
kepada kami al-Laits bin Sa’ad, dari Ishaq bin Abu Farwah, dari
apakku az-Zinad, dari ‘Amir asy-Sya’bi, ia berkata: saya berkata
kepada Fathimah binti Qais: ceritakanlah kepadaku tentang talakmu,
ia berkata: suamiku telah mentalak aku dengan talak tiga sekaligus
sedang ia pergi ke Yaman, maka Rasulullah SAW membolehkan hal
itu”. (HR. Ibnu Majah)
Penulis telah menyampaikan bahwa hadits ini dapat
ditemukan dalam kitab “Sunan Ibnu Majah” juz I, bab man thallaqa
tsalatsan fi majlis wahid (orang yang mentalak tiga dalam satu
tempat) halaman 652, hadits nomor 2024.
Dari hadits ini dapat difahami bahwa:
1. seorang laki-laki bernama Abu ‘Umar bin Hafash dari Bani
Makhzum, mengirimkan surat talak kepada istrinya Fathimah
binti Qais dari Bani Khalid bin Walid.
2. Fathimah binti Qais menuntut kepada keluarga Abu ‘Umar bin
Hafash (mantan suaminya) untuk memberikan nafkah ‘iddah dan
rumah tempat tinggal selama ‘iddah.
3. Fathimah binti Qais bersama keluarganya, yaitu Khalid bin
Walid, dan keluarga mantan suaminya dari Bani Makhzum
bersama-sama datang kepada Nabi SAW menanyakan masalah
ini.
4. Fathimah binti Qais menjelaskan bahwa ia telah ditalak oleh
suaminya Abu ‘Umar bin Hafash dengan talak tiga sekaligus
melalui surat, karena ia sedang berada di Yaman.
Page 270
248
5. Rasulullah SAW menetapkan bagi perempuan yang sudah ditalak
tiga sekaligus itu tidak wajib lagi bagi mantan suaminya untuk
member nafkah selama masa ‘iddah, juga tidak wajib
menyediakan rumah. Karena yang masih wajib memberikan
nafkah dan rumah adalah perempuan yang ditalak raj’i (talak
yang masih bisa dirujuk)
6. Nabi Muhammad SAW menetapkan bahwa talak tiga sekaligus
yang dikirim dengan surat adalah jatuh tiga.
Dari hadits ini, penulis berkesimpulan bahwa talak tiga
sekaligus jatuh tiga walaupun hanya melalui surat, sebagaimana
ketetapan Nabi Muhammad SAW dalam hadits diatas.
g. و وهو أخبرنا عمرو بن عثمان، قال: حدثنا بقية، عن أبي عمر
، قال: حدثنا يحيى، قال: حدثني أبو سلمة، قال: حد ثتني الوزاعي
: أن أبا عمرو بن حفص المخزومي طلقها ثلثا، فاطمة بنت قيس
صلى فانطلق خالد بن الوليد في نفر من بني مخزوم إلى رسول الل
، الله عليه وسلم إن أبا عمرو بن حفص طلق فقال: " يا رسول الل
رواه)فاطمة ثلثا، فهل لها نفقة ؟ فقال: " ليس لها نفقة، ولا سكنى
النسائي(
“Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Amar bin Utsman, ia berkata:
telah bercerita kepada kami Baqiyah, dari Abu ‘Amar, dia adalah
Auza’I, ia berkata: telah bercerita kepada kami Yahya, ia berkata:
telah bercerita kepadaku Abu Salamah, ia berkata: telah bercerita
kepadaku Fathimah binti Qais: bahwasanya Abu Amar bin Hafash al-
Page 271
249
Makhzumi telah menceraikannya tiga kali sekaligus. Maka pergi
Khalid bin Walid dengan sekelompok orang dari Bani Makhzum
kepada Rasulullah SAW, lalu berkata: wahai Rasulullah, bahwasanya
Abu ‘Amar bin Hafash telah menceraikan Fathimah tiga kali
sekaligus, maka apakah ada baginya nafkah? Rasulullah SAW
bersabda: tidak ada baginya nafkah dan tidak juga tempat tinggal”.
(HR. an-Nasa’i)
hadits ini semakna dengan hadits pada poin (f) diatas. Hadits
ini semakin memperkuat dalil bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga.
2. Hadits-hadits Talak Tiga Sekaligus Jatuh Satu
a. اق، أخبرنا ابن جريج ، أخبرني ز حدثنا أحمد بن صالح ، حدثنا عبد الر
بعض بني أبي رافع مولى النبي عن عكرمة صلى الله عليه وسلم الل
، قال: طلق عبد يزيد أبو ركانة ، عن ابن عباس مولى ابن عباس
وإخوته أم ركانة ونكح امرأة من مزينة، فجاءت النبي صلى الله الل
كما تغني هذه الشعرة لشعرة أخذتها عن ي إلا فقالت: ما يغني عليه وسلم
ق بيني وبينه، فأخذت النبي حمية صلى الله عليه وسلم من رأسها ففر
لنا يشبه منه كذا وكذا فدعا بركانة وإخوته، ثم قال لجلسائه: " أترون ف
من عبد يزيد، وفلنا يشبه منه كذا وكذا؟ " قالوا: نعم، قال النبي الل
لعبد يزيد: " طل قها "، ففعل، ثم قال: " راجع صلى الله عليه وسلم
Page 272
250
، قال: " امرأتك أ م ركانة وإخوته "، فقال: إن ي طلقتها ثلثا يا رسول الل
يأيها النبي إذا طلقتم الن ساء فطل قوهن فقد علمت، راجعها "، وتل:
بن ". قال أبو داود: وحديث ن قلعدتهن بن علي افع بن عجير و عبد الل
ه، أن ركانة طلق امرأته البتة، فردها يزيد بن ركانة، عن أبيه، عن جد
إليه النبي ، لن ولد الر صلى الله عليه وسلم الل جل وأهله أعلم به أصح
إن ركانة، إنما طلق امرأته البتة، فجعلها النبي صلى الله عليه وسلم الل
(داود رواه أبو) . واحدة
“Telah bercerita kepada kami Ahmad bin Shalih, bercerita kepada kami
‘Abdul Razzaq, menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, menceritakan
kepada kami sebagian Bani Abu Rafi (budak Nabi Muhammad SAW),
dari ‘Ikrimah (budak Ibnu ‘Abbas), dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: ‘Abdu
Yazid Abu Rukanah dan saudaranya telah menthalak Ummu Rukanah.
Kemudian ia menikahi seorang wanita dari Bani Muzainah. Maka
Ummu Rukanah mendatangi Nabi SAW dan berkata: ia tidak lagi
membutuhkan saya kecuali hanya seperti butuhnya sehelai rambut -ini
kepada rambut yang lain. Ia mengambil rambut itu dari kepalanya-
pisahkanlah saya dan dia. Maka ia meminta Nabi SAW untuk
memanggil Rukanah. Kemudian Nabi SAW bertanya kepada orang-
orang yang hadir dalam majelis beliau SAW: apakah kalian melihat si
fulan menyerupai ‘Abdu Yazid seperti ini seperti iyu dan ‘Abdu Yazid
menyerupai si fulan seperti ini seperti itu? Mereka menjawab: iya. Nabi
SAW bersabda kepada ‘Abdi Yazid: ceraikan dia. Kemudian ia
melakukannya. Lalu Nabi SAW bersabda: rujuklah kepada istrimu
Ummu Rukanah. Ia berkata: sesungguhnya saya telah menthalaknya
dengan talak tiga wahai Rasulullah. Nabi bersabda: saya sudah tahu,
rujuklah kepadanya. Kemudian Nabi membaca ayat:
أيها النبي إذا طلقتم الن ساء فطل قوهن لعدتهن “. (HR. Abu Daud)
Penulis tidak menelaah hadits ini karena dari sanadnya penulis
sudah berkesimpulan bahwa sanad hadits ini dha’if al-isnad, karena
dalam sanadnya terdapat perawi yang tidak diketahui nama perawinya,
Page 273
251
hanya menyebutkan sebagian anggota Bani Abu Rafi’. Sehingga hadits
ini termasuk hadits mudhtharib yang merupakan salah satu jenis dari
hadits dha’if.
b. فظ لابن رافع ، قالد بن رافع ، والل حدثنا إسحاق بن إبراهيم، ومحم
اق، أخبرنا معمر، عن ز إسحاق: أخبرنا، وقال ابن رافع : حدثنا عبد الر
، قال: كان الطلق على عهد ابن طا ، عن أبيه، عن ابن عباس وس
، وسنتين من خلفة عمر، طلق الثلث: واحدة، وأبي بكر رسول الل
قد كانت لهم فقال عمر بن الخطاب: " إن الناس قد استعجلوا في أمر
" )رواه مسلم(فيه أناة، فلو أمضيناه عليهم، فأمضاه عليهم
“Ishaq bin Ibrahim dan Muhammad bin Rafi’ bercerita kepada kami,
dalam lafadh Ibnu Rafi’, ia berkata: Ishaq bercerita kepada kami, ibnu
Rafi’ berkata: telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Razzaq,
menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Ibnu Thawus, dari ayahnya,
dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: bahwasannya talak pada masa Rasulullah
SAW dan Abu Bakar, dan dua tahun kekhalifahan ‘Umar, talak tiga itu
jatuh satu. Kemudian ‘Umar bin Khaththab berkata: sesungguhnya
masyarakat telah tergesa-gesa dalam urusan yang seharusnya boleh
pelan-pelan. Maka ‘umar meluluskan kehendak mereka. (HR. Muslim)
Dari hadits ini dapat difahami bahwa Ibnu ‘Abbas atau
‘Abdullah bin ‘Abbas mengabarkan bahwa pada masa Rasulullah SAW,
dan pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar, dan dua tahun
pertama pada masa pemerintahan khalifah ‘Umar, talak tiga sekaligus
jatuh satu.
Secara redaksi, matan hadits dari Ibnu ‘Abbas ini tampak jelas
bertentangan dengan sejumlah hadits yang telah penulis temukan dari
Page 274
252
Kutub Al-Sittah dan telah penulis paparkan dalam penelitian hadits ini,
bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga. Juga berlawanan dengan
keterangan Ibnu ‘Abbas sendiri yang tersebut dalam banyak kitab hadits
lainnya. Diantaranya, ditulis oleh Imam Syafi’i dalam kitab “Al-Umm”
jilid V, halaman 138.
د بن عياس بن البكير ، قال : طلق رجل ارأته ثلثا قبل أن عن محم
يدخل بها ثم بداله أن ينكحها فجاء يستفتي ، فذهبت معه أسأل له ، فسأل
أبا هريرة و عبد الله بن عباس رضي الله عنهم عن ذالك فقالا ، لانرى
ما طلقي إياها واحدة أن تنكحها ح تى تنكح زوجا غيرك . فقال : إن
. فقال ابن عباس : إنك أرسلت من يدك ماكان لك من فضل .
“Dari Muhammad bin ‘Iyas bin Bakir, ia berkata: seorang laki-laki
mentalak istrinya dengan talak tiga sekaligus sebelum ia
mencampurinya. Kemudian ia ingin kembali menikahinya, maka ia
lebih dahulu minta fatwa, maka saya pergi bersamanya . maka ia
bertanya kepada Abu Hurairah dan ‘Abdullah bin ‘Abbas ra, maka
keduanya menjawab: kami berpendapat engkau tidak boleh
menikahinya kecuali jika ia menikah dengan suami selain engkau. Laki-
laki itu berkata: saya mentalaknya dengan talak satu. Ibnu ‘Abbas
menjawab: engkau telah melepaskan semua yang engkau genggam
dalam tanganmu, tidak ada lagi sisa untukmu”.
Dalam nukilan di atas jelas Abu Hurairah dan ‘Abdullah bin
‘Abbas dengan tegas menyatakan bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga.
Masih dalam kitab “Al-Umm” jilid V, halaman 138:
جريح أن عطاء قال الشافعي رحمه الله : أخبرنا سعيد عن ابن
ومجاهدا قالا : أن رجل أتى ابن عباس ، فقال : طلقت امرأتي مائة .
فقال ابن عباس : تأخذ ثلثا وتدع سبعا وتسعين .
Page 275
253
“Imam Syafi’i berkata: telah menceritakan kepada kami Sa’id dari Ibnu
Juraij, bahwasannya’Atha dan Mujahid berkata: seorang laki-laki
mendatangi Ibnu ‘Abbas dan berkata: saya telah mentalak istri saya
dengan talak seratus. Ibnu ‘Abbas berkata: ambillah tiga dan tinggalkan
yang 97”.
Dari pernyataan Ibnu ‘Abbas di atas dapat difahami bahwa
talak seratus hanya jatuh tiga.
Di dalam kitab “Al-Muwaththa’” karangan Imam Malik pada
jilid II, halaman 79 diterangkan fatwa Ibnu ‘Abbas sebagai berikut:
باس : إن ي بد الله بن ع ال لع ق طلقت امرأتي مائة أن رجل
، وسبع تطليقة فماذا ترى علي ؟ فقال له ابن عباس : طلقت منك لثلث
وتسعون إتخذت بها آيات الله هززوا .
“seorang laki-laki bertanya kepada ‘Abdullah bin ‘Abbas: saya telah
mentalak istri saya dengan 100 talak, bagaimana pendapat engkau
terhadap saya? Ibnu ‘Abbas menjawab: perempuan itu telah tertalak
darimu tiga kali. Dan yang 97 engkau mempermainkan ayat Allah”.
Jadi antara hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim diatas
dengan hadits-hadits yang lain terjadi kontradiksi hukum. Padahal
semua hadits ini sama-sama shahih.
Untuk menghilangkan kemusykilan ini, penulis mengacu
kepada kitab “Sunan Al-Nasai” karya Imam Al-Nasai. Dalam kitab
tersebut Imam Al-Nasai menyebutkan hadits yang semakna dengan
hadits Imam Muslim diatas dalam “Sunan Al-Nasai” Juz II, Kitab Al-
Thalaq, Bab Thalaq Al-Tsalats Al-Mutafarriqah Qabla Al-Dukhul bi
Al-Zaujati (Talak Tiga Yang Dijatuhkan Secara Terpisah Kepada Istri
Yang Belum Digauli), halaman 556. Jadi jelas bahwa yang dimaksud
Page 276
254
oleh Ibnu ‘Abbas dengan ucapan beliau ini adalah talak dengan satu
kalimat talak yang dijatuhkan tiga kali berulang-ulang dalam satu
tempat. contohnya sang suami berkata: “saya ceraikan engkau, saya
ceraikan engkau, saya ceraikan engkau”. Bukan kalimat talak “saya
talak engkau dengan talak tiga” atau kalimat semisalnya. Talak seperti
ini hanya jatuh satu, karena kalimat yang kedua dan yang ketiga
dianggap kalimat ta’kid, yaitu kalimat penegasan atau penguatan atas
kalimat yang pertama.
Kalau seandainya kalimat talak seperti tersebut dijatuhkan
kepada istri yang belum digauli, maka kalimat yang kedua dan ketiga
dianggap lagha (percuma), karena kalimat talak yang pertama telah
menjadikan sang istri menjadi tertalak dengan talak ba’in sughra, yaitu
talak satu yang hukumnya hampir sama dengan talak tiga (ba’in kubra).
Jadi kesimpulan penulis matan hadits ini shahih dan tidak
bertentangan dengan hadits lain yang sama-sama shahih. Hanya saja
hadits ini berbeda bab pembahasan dengan bab talak tiga sekaligus.
Hadits ini membahas tentang talak tiga yang diucapkan secara terpisah
dalam satu tempat.
B. Kandungan Hukum
Setelah menelaah matan-matan hadits talak tiga sekaligus, baik yang
jatuh satu maupun tiga, penulis memahami bahwa fatwa talak tiga sekaligus
jatuh tiga, dengan didukung hadits-hadits yang sanad dan matan-nya yang
Page 277
255
shahih juga, tentu lebih shahih dari pada fatwa talak tiga sekaligus jatuh satu,
yang sanad haditsnya dha’if dan matannya bertentangan dengan banyak hadits
shahih.
C. Kesimpulan Telaah Matan
Kesimpulan akhir penulis tentang matan talak tiga sekaligus, setelah
menelaah matan-matan hadits talak tiga sekaligus adalah:
1. Seluruh matan hadits talak tiga sekaligus jatuh tiga yang dikutip penulis
adalah shahih, karena para perawinya dari berbagai jalur bersifat tsiqah
dan matannya saling mendukung.
2. Matan hadits yang menyatakan talak tiga sekaligus jatuh satu dalam kasus
Abu Rukanah dan Ummu Rukanah adalah dha’if, karena sanadnya dha’if
dan tidak ada hadits pendukung lainnya.
3. Matan hadits yang memuat perkataan Ibnu ‘Abbas tentang talak tiga
sekaligus yang diriwayatkan Imam Muslim adalah shahih. Akan tetapi
yang dimaksud Ibnu ‘Abbas, sebagaimana yang diungkapkan Imam Al-
Nasai, adalah talak tiga yang diucapkan dengan satu kalimat talak yang
ulang-ulang sebanyak tiga kali, bukan kalimat talak tiga sekaligus.
Sehingga tidak bisa dijadikan dalil ataupun hujjah untuk melegalkan talak
tiga sekaligus jatuh satu.
Page 278
256
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Telah diketahui bersama bahwa al-Hadits merupakan sumber tasyri’
utama kedua dalam Islam setelah Al-Qur’an, yang penulisannya sempat
dilarang oleh Rasulullah SAW pada masa permulaan Islam, walaupun tidak
secara mutlak, bahkan beliau memerintahkan para sahabat agar menghapus
catatan-catatan mereka yang telah terlanjur dicatat selain al-Qur’an, agar al-
Qur’an tetap terjaga keasliannya, tidak tercampur dengan apapun. Dan
penulisan serta pengkodifikasiannya baru mendapat perhatian yang serius
sekitar akhir abad pertama setelah melihat situasi dan kondisi yang memaksa
agar tidak musnahnya al-Hadits bersama wafatnya para sahabat dan juga
semakin luasnya kekuasaan Islam dan tersebarnya para sahabat yang
mengakibatkan tidak bisanya para sahabat untuk berkumpul dan berdiskusi
ketika menjumpai suatu masalah hukum.
Jauhnya jarak antara masa Rasulullah SAWdan masa penulisan hadits
secara lengkap dan resmi ini telah memberi peluang munculnya para pemalsu
hadits dengan berbagai macam latar belakang dan kepentingan, sehingga
muncullah hadits maudhu’ yang bisa mengancam keberadaan hadits sebagai
sumber tasyri’. Hal ini menjadi sebuah keprihatinan yang sangat serius bagi
para ulama pada masa itu, yang kemudian membangkitkan semangat mereka
Page 279
257
untuk menjaga kelestarian dan kemurnian hadits, terhindar dari hadits-hadits
maudhu’, dengan membuat dasar epistemologi hadits yang diprakarsai oleh
Imam al-Syafi’i sebagai Nashir al-Sunnah pada akhir abad kedua hijriyah,
yang terhimpun dalam karya-karya beliau, antara lain: al-Risalah, al-Umm,
Mukhtalif al-Hadits, Musnad al-Syafi’i. Baru pada awal abad ketiga Hijriyah,
proses pen-tashhih-an hadits marak dilakukan oleh para ulama yang
berkompeten, utamanya al-Bukhari. Pada masa al-Bukhari inilah dikenal istilah
hadits marfu’, mauquf, mursal dan sebagainya, hingga sampai pada masa al-
Tirmidzi dikenal istilah hadits Shahih, Hasan, dan Dha’if. (Mukhtar Yahya,
1979:33)
Diantara hadits-hadits yang masih kontoversi hingga saat ini adalah
hadits-hadits tentang talak tiga sekaligus, yang menimbulkan perbedaan
dikalangan ulama dalam menghasilkan produk hukum talak tiga sekaligus,
yang mengakibatkan kebingungan kalangan masyarakat awam.
Bagaimana tidak, walaupun madzahib al-arba’ah yang merupakan
kesepakatan jumhur ulama, berdasarkan sejumlah hadits, menfatwakan bahwa
talak tiga sekaligus jatuh tiga, Ibnu Taimiyah dan kawan-kawannya justru
menfatwakan bahwa talak tiga sekaligus jatuh satu, dan fatwa itupun
didasarkan pada hadits. Hal inilah yang melatar belakangi penulis tertarik
untuk melakukan sebuah penelitian takhrij atas hadits-hadits tentang talak tiga
sekaligus, yaitu meniliti sanad dan matan hadits-hadits tersebut, sehingga dapat
diketahui kualitas dan keabsahannya dan dapat digali hukumnya.
Page 280
258
Setelah melakukan serangkaian penelitian kritik sanad dan matan
hadits tentang talak tiga sekaligus yang terdapat dalam Al-Kutub Al-Sittah,
penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Tentang kualitas sanad:
a. قال: حدثني الليث، قال : حدثني عقيل، عن حدثنا ، سعيد بن عفير
بير، أن عائشة، أخبرته: أن ابن شهاب ، قال: أخبرني عروة بن الز
صلى الله جاءت إلى رسول الل عليه وسلم، امرأة رفاعة القرظي
، إن رفاعة طلقني فبت طلقي، وإن ي نكحت فقالت: يا رسول الل
، وإنما معه مثل الهدبة، قال بير القرظي حمن بن الز بعده عبد الر
صلى الله عليه وسلم: لعلك تريدين أن ترجعي إلى رفاعة؟ رسول الل
صحيح البخاري: من أجاز ) .لا، حتى يذوق عسيلتك وتذوقي عسيلته
(0275، ر 42، ص 6طلق الثلث ج
Sanad hadits ini semua perawinya memperoleh nilai tsiqah dari para
kritikus hadits, tidak terdapat syadz dan juga ‘illat’ sanadnya muttashil,
sehingga sanad hadits ini shahih al-sanad.
b. هري حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة قال: حدثنا سفيان بن عيينة، عن الز
جاءت قال: أخبرني عروة، عن عائشة، أن امرأة رفاعة القرظي
صلى الله عليه وسلم، ف قالت: إن ي كنت عند رفاعة إلى رسول الل
Page 281
259
بير، وإن ما معه حمن بن الز جت عبد الر فطلقني فبت طلقي، فتزو
مثل هدبة الثوب، فتبسم النبي صلى الله عليه وسلم، فقال: أتريدين أن
سنن) . عي إلى رفاعة؟ لا، حتى تذوقي عسيلته، ويذوق عسيلتك ترج
: باب الرجل يطلق إمرأته ثلثا فتزوج فيطلقها قبل أن إبن ماجه
(3312، ر 723، ص 3يدخل بها أترجع إلى الول ج
Sanad hadits ini semua perawinya memperoleh nilai tsiqah dari para
kritikus hadits, tidak terdapat syadz dan juga ‘illat’ sanadnya muttashil,
sehingga sanad hadits ini shahih al-sanad.
c. حدثن ، د بن بشار ، قال: حدثني القاسم ا يحيى، عن عبيد الله حدثني محم
، عن د جت فطلق، بن محم عائشة، أن رجل طلق امرأته ثلثا، فتزو
ل؟ قال: لا، حتى يذوق فسئل النبي صلى الله عليه وسلم: أتحل للو
ل صحيح البخاري: من أجاز طلق الثلث ج) .عسيلتها كما ذاق الو
(0273، ر 41، ص 6
Sanad hadits ini tidak mengandung syadz ataupun ‘illat. Seluruh
periwayatnya bersifat tsiqah (adil dan dhabith), sanadnya bersambung,
hadits ini shahih al-isnad (sanadnya shahih).
d. د بن المثنى، قال: حدثنا ، قال: أخبرنا محم يحيى، قال: حدثني عبيد الل
جت زوجا حدثني القاسم، عن عائشة: أن رجل طلق امرأته ثلثا فتزو
Page 282
260
صلى الله عليه وسلم، أتح ل فطلقها قبل أن يمسها، فسئل رسول الل
ل ل؟ فقال: لا، حتى يذوق عسيلتها كما ذاق الو )سنن النسائي: ج للو
، ر 006باب إحلل المطلقة ثلثا والنكاح الذي يحلها به، ص 2
1420)
Sanad hadits ini tidak mengandung syadz ataupun ‘illat. Seluruh
periwayatnya bersifat tsiqah (adil dan dhabith), sanadnya bersambung,
hadits ini shahih al-isnad (sanadnya shahih).
e. أخبرنا سليمان بن داود، عن ابن وهب ، قال: أخبرني مخرمة، عن
، قال: أ صلى الله عليه خبر رسول أبيه، قال: سمعت محمود بن لبيد الل
وسلم عن رجل طلق امرأته ثلث تطليقات جميعا، فقام غضبانا ثم
وأنا بين أظهركم؟»قال: حتى قام رجل وقال: يا « أيلعب بكتاب الل
، ألا أقت ، كتاب الطلق، باب الثلث 2: ج النسائي سنن) ؟ له رسول الل
(1434، ر 000المجموعة وما فيه من التغليظ، ص
Sanad hadits ini tidak mengandung syadz ataupun ‘illat. Hadits ini
merupakan hadits ahad, yang seluruh periwayatnya bersifat tsiqah
(adil dan dhabith), sanadnya bersambung, sanad hadits ini berkualitas
shahih al-isnad.
Page 283
261
f. ،عن إسحاق بن أبي فروة ، د بن رمح ، حدثنا الليث بن سعد حدثنا محم
، قال: قلت لفاطمة بنت ناد، عن عامر الشعبي : عن أبي الز قيس
ثيني عن طلقك، قالت: " طلقني زوجي ثلثا وهو خارج إلى حد
: ج إبن ماجه سننصلى الله عليه وسلم . ) اليمن، فأجاز ذلك رسول الل
(2524، ر 702، باب من طلق ثلثا فى مجلس واحد، ص 3
Tidak ada syadz dan ‘illat pada hadits tersebut, seluruh perawi bernilai
tsiqah kecuali Ishaq bin Abu Farwah yang dinilai matruk al-hadits
oleh kritikus hadits. Akan tetapi sanadnya dalam keadaan bersambung
mulai dari mukharrij-nya sampai kepada sumber utama berita, yakni
Nabi Muhammad SAW. Dengan mengacu kepada kaedah keshahihan
sanad hadits, penulis berkesimpulan bahwa terdapat kaedah
keshahihan hadits yang tidak terpenuhi oleh sanad hadits ini, yakni
aspek keadilan dan ke-dhabith-an perawi. Oleh karena itu, penilaian
akhir penulis bahwa sanad hadits tersebut tergolong lemah (dha’if al-
isnad).
g. و وهو أخبرنا عمرو بن عثمان، قال: حدثنا بقية، عن أبي عمر
، قال: حدثنا يحيى، قال: حدثني أبو سلمة، قال: حدثتني الوزاعي
: أن أبا عمرو بن حفص المخزومي طلقها ثلثا، فاطمة بنت قيس
صلى الله فانطلق خالد بن الوليد في نفر من بني مخزوم إلى رسول الل
Page 284
262
عليه وسلم ، إن أبا عمرو بن حفص طلق فاطمة فقال: " يا رسول الل
: النسائي سنن)ثلثا، فهل لها نفقة ؟ فقال: " ليس لها نفقة، ولا سكنى
(1435، ر 007، كتاب الطلق، باب الرخصة فى ذالك، ص 2ج
Para periwayatnya tsiqah dan sanadnya muttashil, tidak mengandung
syadz ataupun ‘illat. Sanad hadits ini berkualitas shahih Isnad.
h. اق، أخبرنا ابن جريج ، أخبرني ز حدثنا أحمد بن صالح ، حدثنا عبد الر
بعض بني أبي رافع مولى النبي عن عكرمة عليه وسلم صلى الله الل
، قال: طلق عبد يزيد أبو ركانة ، عن ابن عباس مولى ابن عباس
وإخوته أم ركانة ونكح امرأة من مزينة، فجاءت النبي صلى الله الل
كما تغني هذه الشعرة لشعرة الت: ما يغني عن ي إلا فق عليه وسلم
ق بيني وبينه، فأخذت النبي أخذتها من رأسها ففر صلى الله عليه الل
لسائه: " أترون فلنا يشبه حمية فدعا بركانة وإخوته، ثم قال لج وسلم
منه كذا وكذا من عبد يزيد، وفلنا يشبه منه كذا وكذا؟ " قالوا: نعم،
قال النبي قها "، ففعل، ثم قا صلى الله عليه وسلم الل ل: لعبد يزيد: " طل
" راجع امرأتك أم ركانة وإخوته "، فقال: إن ي طلقتها ثلثا يا رسول
، قال: " قد علمت، راجعها "، وتل: يأيها النبي إذا طلقتم الن ساء الل
". قال قفطل قوهن لعدتهن أبو داود: وحديث نافع بن عجير و عبد الل
Page 285
263
ه، أن ركانة طلق امرأته بن يزيد بن ركانة، عن أبيه، عن جد بن علي
البتة، فردها إليه النبي جل أص صلى الله عليه وسلم الل ، لن ولد الر ح
وأهله أعلم به إن ركانة، إنما طلق امرأته البتة، فجعلها النبي صلى الل
. )سنن أبى داود: كتاب الطلق، باب نسخ واحدة الله عليه وسلم
(2337، ر 445 المراجعة بعد التطلقات الثلث، ص
Terdapat syadz dalam hadits ini, yaitu hadits ini bertentangan
dengan hadits lain yang lebih kuat atau lebih tsiqah perawinya.
Kondisi ini dianggap syadz karena bila ia berbeda dengan rawi
lain yang lebih kuat posisinya, baik dari segi kekuatan daya
hafalannya atau jumlah
mereka lebih banyak, maka para rawi yang lain itu harus
diunggulkan. Sanad hadits ini munqathi’, karena terdapat satu
perawinya yang tidak disebutkan atau tidak dikenal namanya
sehingga sanad hadits ini tergolong lemah (dha’if al-isnad), masuk
dalam kategori hadits munqathi’,
i. فظ لابن رافع ، قالد بن رافع ، والل حدثنا إسحاق بن إبراهيم، ومحم
اق، أخبرنا معمر، عن إسحاق ز : أخبرنا، وقال ابن رافع : حدثنا عبد الر
، قال: كان الطلق على عهد ، عن أبيه، عن ابن عباس ابن طاوس
، وسنتين من خلفة عمر، طلق الث وأبي بكر لث: واحدة، رسول الل
Page 286
264
فقال عمر بن الخطاب: " إن الناس قد استعجلوا في أمر قد كانت لهم
. )صحيح مسلم: كتاب فيه أناة، فلو أمضيناه عليهم، فأمضاه عليهم
(3462، ر 766الطلق، باب الطلق الثلث، ص
Tidak ada syadz dan ‘illat dalam sanad hadits ini. Dari ketujuh perawi,
semuanya dinilai tsiqah. Sanad hadits ini muttashil. hadits ini shahih
isnad karena memenuhi kriteria shahih.
2. Mengacu pada hasil penelitian sanad dan matan hadits tentang talak tiga
sekaligus, maka istinbath al-hukmi-nya adalah:
a. Hukum talak tiga sekaligus jatuh tiga lebih mu’tamad dan shahih,
karena didukung oleh sejumlah hadits yang shahih sanad dan
matannya, walaupun ada satu hadits yang sanadnya dha’if, yaitu
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah karena dalam sanadnya
terdapat Ishaq bin Abu Farwah yang dinilai matruk oleh kritikus
hadits. Tapi dha’if-nya satu sanad ini tidak berpengaruh besar
terhadap istibath al-hukmi karena masih banyak hadits yang lebih
shahih sanad dan matannya yang membenarkan talak tiga sekaligus
jatuh tiga. Dan ini sejalan dengan pendapat para Imam madzahib Al-
Arba’ah.
b. Adapun hukum talak tiga sekaligus jatuh satu, setelah meneliti sanad
dan matannya, menurut penulis adalah dha’if, karena hadits yang
dijadikan hujjah adalah hadits dha’if.
3. Adapun derajat hadits-hadits talak tiga sekaligus:
Page 287
265
a. Semua hadits talak tiga sekaligus yang menyatakan jatuh tiga dalam
skripsi ini adalah shahih lidzatih, kecuali hadits yang diriwayatkan
Imam Abu Daud yang dalam sanadnya terdapat Ishaq bin Abu
Farwah yang dinilai matruk oleh para ilmuwan hadits. Walaupun
sanadnya dha’if tidak berarti matannya juga dha’if. Karena matannya
tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadits-hadits shahih
lainnya, bahkan matannya didukung oleh matan-matan hadits lain
yang cukup banyak dan lebih shahih, sehingga derajat hadits ini
adalah shahih lighairih.
b. Adapun hadits talak tiga sekaligus yang menyatakan jatuh satu,
derajatnya dha’if, karena sanadnya munqathi’, yaitu adanya seorang
perawi yang tidak dikenal namanya, dan matannya bertentangan
dengan matan-matan hadits yang shahih.
B. Rekomendasi
Sebelum penulis memberikan rekomendasi kepada para pembaca,
pembaca ingin menyampaikan sedikit hal tentang aplikasi talak tiga sekaligus
di Pengadilan Agama sesuai dengan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan, melalui Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang talak tiga
sekaligus sebagai berikut:
Page 288
266
TALAK TIGA SEKALIGUS
بسم الله الرحمن الرحيم
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam rapatnya tanggal 27
Dzulhijjah 1402 H, bertepatan dengan tanggal 24 Oktober 1981 M setelah :
Membaca : Permintaan tertulis dari Direktorat Urusan Agama Islam, Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Urusan Haji No. D II/02/4468/1981 tanggal 22 September 1981 tentang masalah Talak Tiga Sekaligus.
Menimbang: 1. Pendapat Jumhur Sahabat dan Tabi’in serta Imam Mazhab al-
Arba’ah bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga. Ibnu Hazm dari Mazhab Zahiri juga berpendapat demikian. 2. Pendapat Thawus, Mazhab Imamiyah, Ibnu Taimiyah, dan Ahlu az-Zahir, talak tiga sekaligus jatuh satu. 3. Dilihat dari segi dalil, pendapat yang pertama lebih kuat. 4. Di Indonesia sudah berlaku UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana putus perkawinan dengan talak dan tata cara talak bagi yang beragama Islam sudah diatur pada Pasal 10 Jo 31 UU tersebut dan Pasal 14/sd 18 PP No. 9/1975.
Membaca : UU Perkawinan No. 1/1974 dan PP No.9/1975, jika dilaksanakan dengan baik tidak akan terjadilagi talak tiga sekaligus di Indonesia.
MEMUTUSKAN
Berdasarkan hal-hal yang kami sebutkan diatas, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia berpendapat : 1. Harus diusahakan dengan sungguh-sungguh supaya kasus talak tiga sekaligus
jangan sampai terjadi lagi. 2. Untuk mencapai maksud tersebut di atas ialah dengan melaksanakan UU No.
1/1977 dan PP No. 9/1975. 3. Peranan Pengadilan Agama sangat menetukan bagi tercapainya maksud itu. 4. Kecuali itu, penyuluhan Undang-undang Perkawinan dan Peraturan
Pelaksanaannya bagi masyarakat harus dilaksanakan secara sungguh.
Ditetapkan : Jakarta, 27 Dzulhijah 1402 H 24 Oktober 1981 M
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Sekretaris
Ttd ttd
Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML H. Musytari Yusuf, LA
Page 289
267
Selanjutnya penulis mengacu pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia
diatas, merekomendasikan kepada para pembaca sekalian:
1. Jangan sekali-kali bermain-main dengan talak. Apalagi talak tersebut
dilakukan di luar sidang Pengadilan Agama, karena talak diluar Pengadilan
Agama termasuk tindakan menciderai lembaga peradilan.
2. Walaupun talak tiga sekaligus jatuh tiga hukumnya sah, sebaiknya talak
tiga sekaligus ini dihindari karena dapat memungkinkan tumbuh suburnya
nikah tahlil di masyarakat (walaupun haram), karena tidak ada kesempatan
untuk rujuk.
3. Menghadapi pemohon yang mendalilkan telah mentalak istrinya dengan
talak tiga sekaligus, hakim Pengadilan Agama harusnya kembali pada
khiththah-nya, yaitu hukum formil dan materiil.
DAFTAR PUSTAKA
AL-Qur’an dan Terjemahannya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an,
Departemen Agama RI.
Al Thohhan, Mahmud. 1983. Dasar-dasar Ilmu Takhrij dan Studi Sanad.
Terjemahan oleh Al Munawar, Agil Husin & Masykur Hakim. 1995.
Semarang: Dina Utama.
Page 290
268
Fayyad, Mahmud Ali. 1957. Metodologi Penetapan Kesahihan Hadis.
Terjemahan oleh Chumaidy, Zarkasyi. 1998. Bandung: CV Pustaka
Setia.
Ismail, M. Syuhudi. 1995. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis:Telaah kritis dan
Tinjauan dengan pendekatan Ilmu Sejarah. Jakarta: PT. Bulan Bintang.
_______________ 2007. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: PT. Bulan
Bintang.
Sumbulah, Umi. 2008. Kritik Hadis: Pendekatan Historis Metodologis. Malang:
UIN-Malang Press.
Zuhri, Muh. 1997. Hadis Nabi: Telaah Historis dan Metodologis. Yogyakarta:
PT. Tiara Wacana Yogya.
Abbas, Siradjuddin. 2006. 40 Masalah Agama 1. Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru.
Al-Jaziri, ‘Abdurrahman. 2003. Kitab Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah.
Bairut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah.
Wensinck, A.J. 1936. Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfadh Al-Hadits Al-Nabawi.
Laden: Brill.
Al-Syafi’i, Muhammad. 2001. Al-Umm Lil Imam Muhammad bin Idris Al-Syafi’i.
Makkah: Dar Al-Wafa.
Al-‘Asqalani, Ahmad. 1995. Tahdzib Al-Tahdzib. Beirut: Muassasah Al-Risalah.
Al-Dzahabi, Muhammad. 1995. Mizan Al-I’tidal fi Naqdi Al-Rijal. Beirut: Dar Al-
Kutub Al-‘Ilmiyyah.
Al-Bukhari, Muhammad. 1422 H. Shahih Al-Bukhari. Beirut: Dar Thauq Al-
Najah.
Al-Hajjaj, Abul Husain. Tanpa tahun. Shahih Muslim.Riyadh: Dar Ibnu Hisyam.
Page 291
269
Al-Nasa’i, Abu ‘Abdurrahman. Tanpa tahun. Sunan Al-Nasa’i. Beirut: Darul
Hadits.
Al-Quzwini, Abu ‘Abdillah. Tanpa tahun. Sunan Ibnu Majah. Beirut: Dar Ihya
Al-Kutub Al-‘Arabiyah.
Sulaiman, Abu Dawud. 1997. Sunan Abi Dawud. Beirut: Dar Ibnu Hazm.
Al-Alusi, Mahmud. Tanpa tahun. Ruh Al-Ma’ani. Beirut: Dar Ihay’ Turast Al-
Arabi.
Net, Islam Web. Tanpa Tahun. Gawami Alkalem V4.5. Al-Idarah Al-‘Ammah Lil
Auqaf.