~'Pikiran Rakyat 23 19 iJPeb ... ~~...::,:;.~ ~. ~~ l'\! C) Setasa () Rabu .) Kamis ,_) Jumat C) Sabtu () Minggu '-J 4 5 6 7 <D 9 10 11 12 13 14 15 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 ()Mar ----- ClApr :lMei (--,IJun .Jut nAgs OSep ':\Okt ONov I.. "j \ ~ ~ • t. >.~ --.. x", Piala Dunia dan Komunikasi Antarbuda P IAIA Dunia 2010 di Afrika Selatan sebenarnya meru- pakan fenomena komunikasi antarbudaya yang masif. Diberbagai kota di ujung selatan Benua Afrika ini terjadi komunikasi intensif antarpe- main, antarpendukung yang berasal dari berbagai budaya, juga antara pendatang dan warga lokal. Tanpa kehadiran para pemain dan para pendukung dari luar Afrika Selatan, negara ini sendiri sudah multibudaya. Penduduknya yang berjumlah 49 juta jiwa terdiri atas 75 persen berkulit hi- tarn, 13,6persen berkulit putib, sisanya dari ras lainnya, termasuk orang-orang keturunan India, Cina, dan Melayu. Terdapat sebelas bahasa resmi di Afrika Selatan. Inggris adalah bahasa utarna, lainnya adalah: Afrikaans (varian atau dipengaruhi basa Belanda), Ndebele, Sotho Utara, Sotho Selatan, Swazi,Tsongo, Swana, Venda, Xhosa, dan Zulu. Dengan mempertimbangkan ba- hasa-bahasa tidak resmi yang digu- nakan warga lainnya, bisa dibayang- kan rumitnya komunikasi antarbu- daya di Afrika Selatan, bukan hanya bahasa verbalnya tetapi juga bahasa nonverbal yang menyertainya. Tidak jarang seorang warga Afrika Selatan berbicara beberapa bahasa di luar ba- hasa Inggris, misalnya seorang dosen pria bemama Tshamano Makhadi asal Pretoria yang menghadiri World Journalism Education Congress (WJEC) di Rhodes University, Gra- hamstown atau bahkan seorang ma- hasiswi Rhodes University bemama Andiswa Stoyiieyang belajar keuang- an dan saat WJEC berlangsung men- jadi resepsionis wanita yang bekerja di WlSma Penginapan Ruth First di universitas tersebut. Maka memang sulitjuga untuk menggeneralisasikan etiket umum warga Afrika Selatan sa- at mereka berkomunikasi. Bukan hal yang aneh jika seorang Afrika Selatan berbicara beberapa bahasa dan me- nerapkan berbagai ragam etiket, ber- gantung pada siapa orang yang mere- kahadapi. ' Seperti orang Amerika, orang Jer- man, atau orang Australia, kelugasan orang Afrika Selatan tidak berarti bahwa mereka kasar. Malah orang Afrika cenderung menunjukkan gaya komunikasi antarpribadi yang sangat bersahabat dan hangat. Keramah- tarnahan mereka itu tercermin dalam filosofibersahaja: Ubuntu, yang ber- arti kemanusiaan (humanness). Se- mentara orang Asia cenderung kaku karena mereka harus memperhatikan tata krama dan sering berdiam diri karena harus menunjukkan rasa hor- mat ** BANGSA-BANGSAAfrika ber- kulit hitarn punya cara beragam un- tuk berkomunikasi. Namun dalam keragaman itu kadang ada kemirip- an. Sebagaimana, Eropa Barat dan Amerika Utara, umumnya warga Afrika Selatan berkomunikasi kon- teks rendah. Mereka berbicara lugas dan apa adanya. Jika berbisnis, mere- ka langsung bertransaksi tanpa pen- dekatan penuh basa-basi, seperti orang Sunda atau orang Jawa. Na- mun hubungan antarpribadi dan je- jaring sosial tetap penting untuk bis- nis jangka-panjang. Berbeda dengan bangsa kita yang tak pemah membu- ka langsung hadiah yang mereka teri- ma, karena menganggap hal itu tidak sopan, orang Afrika Selatan langsung membuka hadiah yang mereka teri- ma dari orang lain. Komunikasi konteks rendah yang lugas juga dipraktikkan di berbagai negara Afrika lainnya. Sebagai ilus- trasi, di kalangan suku Wolof di Sene- gal Barat, lebih sopan mengatakan "Geser ya" daripada ''Maaf, Anda ke- beratan nggak untuk bergeser sedikit supaya saya bisa duduk?" kepada wa- nita lain yang tidak Anda kenal yang duduk di bangku. Alasannya, karena permohonan ini di mata orang Wolof bukan pada apakah orang itu mau begeser atau tidak (seperti yang mungkin kita persepsikan), melain- kan pada keharusan bahwa orang yang duduk di bangku itu memang harus bergeser. Situasi saat itu me- nuntut wanita yang duduk itu untuk bergeser, jadi tidak ada alasan untuk dinisbahkan pada kesediaan orang yang diminta (Hall, 2002). Kontras dengan warga Afrika Sela- tan, kebanyakan bangsa Asia seperti Jepang, Cina, Korea, India dan tentu Indonesia, sering berbicara berbelit- belit dan berbasa-basi. "Orang Korea mementingkan citra, apa yang tarn- pak di luar. Status sosial begitu pen- ting bagi mereka, termasuk di mana Anda tinggal. Mereka berwajah plas- Kliping Humas Unpad 2010 tik,"ujar seorang perempuan Afrika Selatan di Bandara Johannesburg yang baru pulang dari Korea setelah kontraknya mengajar bahasa In . habis di negara itu. ''Mereka berko- munikasi konteks-tinggi, mirip de- ngan di Indonesia. Bahkan cara du- duk pun bisa bermasalah," tukas sa Seperti bagi kebanyakan orang Amerika dan Eropa, berjabat tang adalah cara yang lazim di Afrika Se - tan untuk menyapa saat orang-o bertemu.Mereka bertegur sapa de- ngan suara nyaris berteriak, suatu ea- ra yang mungkin dianggap tak so di Indonesia. Pelukan sesamajenis pun lazim dilakukanjika mereka p - nya hubungan akrab, seperti yang sa- ya lihat di Bandara Johannesburg - tara sesama pria berkulit hitarn dan antara pria dan wanita berkulit hi "Jika kita bertemu kitajuga bisa saling mempertemukan kepalan ta- ngan sambil berkata Hola," kata Tshamano yang saya singgung di atas. Tshamano yang lahir di Afrika Selatan danjuga berbahasa Venda itu menuturkan bahwajika dua pria berbahasa Venda bertemu mereka lazim saling menyapa dengan uca ''Ndaa,'' masing-masing memper- tautkan kedua telapak tangannya. Orang muda biasanya melakukaan, hal itu sambil berjongkok saat be e- mu dengan orang tua. Iajuga menambahkanbahwa di Afrika Sela- tan, sapaan khusus ditunjukkan ngan tiga gerakan: jabatan tangan pertama, saling menyentuhkanje - pol, dan jabatan tangan kedua. Me- nurut dia, orang Afrika Selatan nunjukkan acungan jempol untuk menggambarkan bahwa sesuatu i ''bagus.'' Namunjika halyang dimak- sud bagus sekali, maka orang akan menunjukkan duajempol sambil berkata, "Sharp! Sharp!" Menurut literatur, beberapa cara unik untuk menyapa ditemukan . beberapa wilayah lainnya di Afrika. Misalnya orang Masai meludah ke tanah untuk menyatakan "Saya senang bertemu denganAnda." Ada juga orang-orang Afrika yang sali g menyentuhkan ujung-ujung hid g untuk menyapa, seperti orang-o g Inuit (Eskimo), Sami (Lapp) di Arctic, dan orang Maori di Selandia B Karena pengaruh budaya Eropa cukup kuat di Afrika Selatan, ada be- l