DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA BELUM DIKOREKSI R I S A L A H RAPAT KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEHUTANAN Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat Ke Sifat Rapat D e n g a n Hari/tanggal W a k t u Ketua Rapat Sekretaris Rapat A c a r a KOMISI III DPR-RI : 1. Ir. Umbu Mehang Kunda 2. Slamet ST 1999 - 2000 I 5 Terbuka Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Kamis, 26 Agustus 1999 Pukul 10.00 - 20.30 WIB Ir. Umbu Mehang Kunda Ni'mat Nurdin, BcHk Pembahasan DIM RUU Tentang Kehutanan 54 dari 63 orang Anggota 3. Ir. H. Sjahrani Sjahrin, SE, MM 4. H. Zain Badjeber 5. Drs. Sebastian Massardy Kaphat 6. S r id on o 7. Sedaryanto 8. Dalam Sinuraya, S.Sos 9. Achmadi, SE 10. Ign. Mulyono 11. Sukandar Arun, SE 12. Uddy Rusdilie, SH 13. Dra. Noldy Ratta 14. H. Baharuddin Lubis
179
Embed
t Ketua Rapat Sekretaris Rapat 2. Slamet ST 4. H. Zain Badjeber 8. …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20200618... · 2020. 6. 18. · Sifat Rapat D e n g a n Hari/tanggal
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
BELUM DIKOREKSI R I S A L A H
RAPAT KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG KEHUTANAN
Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat Ke Sifat Rapat D e n g a n
Hari/tanggal W a k t u Ketua Rapat Sekretaris Rapat A c a r a
KOMISI III DPR-RI : 1. Ir. Umbu Mehang Kunda 2. Slamet ST
1999 - 2000 I
5 Terbuka Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Kamis, 26 Agustus 1999 Pukul 10.00 - 20.30 WIB Ir. Umbu Mehang Kunda Ni'mat Nurdin, BcHk Pembahasan DIM RUU Tentang Kehutanan 54 dari 63 orang Anggota
3. Ir. H. Sjahrani Sjahrin, SE, MM 4. H. Zain Badjeber 5. Drs. Sebastian Massardy Kaphat 6. S r id on o 7. Sedaryanto 8. Dalam Sinuraya, S.Sos 9. Achmadi, SE 10. Ign. Mulyono 11. Sukandar Arun, SE 12. Uddy Rusdilie, SH 13. Dra. Noldy Ratta 14. H. Baharuddin Lubis
2
15. Drs. HM Syarfi Hutauruk 16. Sutan Moehammad Taufiq Thaib, SH 17. Ir. Suwatri Dato Bandaro Sati 18. Ir. Amrin Kahar 19. Fachruddin Razy, SH 20. M. Akip Renatin, SE 21. PHM Siahaan 22. Drs. Selamat Limbong 23. Drs. H. Amin Ibrahim, MA 24. Drs. H. Dede Suganda Adiwinata 25. Dra. Hj. Oki Hidayati Marahdjani 26. Ir. H. Awal Kusumah, MSc 27. Ny. Hj. Oetarti Soewasono, SH 28. Ny. Hj. Rosbiatri Agus Sumadi, SH 29. Ir. Gatot Adji Soetopo 30. Ir. Gatot Murdjito, MS 31. Jasman Ismail, SE 32. Yanto, SH 33. Drs. Noorwendo Haricahyadi, SE 34. Drs. H. Syarif Said Alkadrie 35. Drs. Martinus T. Tennes 36. M. Erham Amin, SH 37. Ir. Wayan Windia 38. Drs. Alo Jong Joko 3 9 .. Prof. Dr. Ir. H. Fachrudin 40. Prof. Dr. drh. Frederic Patta Sumbung, MSc 41. Drs. HM Andi Fachri Leluasa 42. H. Moh. Hagi Latjambo 43. Achmad Hoesa Pakaya, Se, MBA 44. Jozef Pieter Yoseano Waas 45. H. Masrur Javas 46. Drs. H. Muzanni Noor 47. Ny. Hj. Chodidjah 48. HM Harminto Agus Purwotenoyo, BA 49. Ir. HR Soelaiman SO. Drs. M. Syaiful Masjkur 51. Syamsu Rizal, SH 52. HM Djafar Siddiq 53. Drs. Markus Wauran 54. Sajid Soetjoro, BSc 55. Drs. Anthonius Rahail PEMERINTAH : Menteri Kehutanan dan Perkebunan beserta Staf
dan jajarannya.
3
KETUA RAPAT (IR. UMBU MEHANG KUNDA) :
Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian, dari daftar hadir yang direkam oleh Sekretariat Komisi III maka jumlah anggota yang hadir di ruangan ini telah memenui korum untuk kita lanjutkan Rapat Kerja kita, dan oleh karena itu skros saya cabut dan rapat saya buka kembali.
(RAPAT DIBUKA KBMBALI PUKUL 10.00 WIB)
Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian. Sesuai dengan kesepakatan kita kemarin, maka pada hari
ini perlu saya sampaikan bahwa Laporan Singkat Rapat Kerja Komisi III dari rapat yang ke-3 Selasa, 24 Agustus 1999 saya tawarkan kepada kita sekalian untuk kita sahkan tetap dengan catatan manakala disana-sini ada kekeliruan dapat kita perbaiki bersama untuk kita sepakati.
Oleh karena itu pada kesempatan ini, saya menawarkan Laporan Singkat Rapat Kerja Komisi III DPR-RI Pembicaraan Tingkat III RUU Tentang Kehutanan, jenis Rapat Kerja, Hari/tanggal 24 Agustus 1999 yang kita laksanakan dari pukul 09.00 - 18.10 WIB saya tawarkan apakah dapat kita tetapkan untuk kita putuskan sebagai keputusan Rapat Kerja kita tetap dengan catatan manakala disana-sini ada perbaikan akan kita perbaiki bersama.
· Saya tawarkan kepada kita sekalian, setuju ?
( RAPAT : SETUJU )
Terima kasih. Dengan demikian Laporan Singkat Rapat Ke-3 saya sahkan. Bersamaan dengan itu Laporan Singkat Rapat yang ke-4
saya kira sudah ada didepan kita sekalian, mohon untuk dikoreksi bersama-sama dengan Risalah Rapat.
Baik, Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian. Tadi malam telah dapat kita selesaikan DIM-DIM kita
sampai dengan butir 89. Oleh karena itu saat ini sudah tiba saatnya untuk kita lanjutkan dengan DIM butir No. 97 halaman 108 Nomor DIM-nya 90 pada halaman 108.
4
Yang melakukan usulan perubahan atau hanya penyempurnaan hanyalah FKP sedangkan FABRI, FPP, FPDI kelihatannya tetap hanya sekedar menyesuaikan nomor yang telah kita sepakati untuk kita atur kemudian melalui Timsin.
Oleh karena itu saya persilakan FKP.
FKP (Ir. AMRIN KAHAR) :
Terima kasih Pak Pimpinan. Assalamu'alikum Wr. Wb. Selamat Pagi. Bapak Pimpinan, Bapak Menteri, Bapak-bapak dan Ibu dan
ibu serta Hadirin yang saya muliakan. Sebagai pembicara pertaman pagi ini, kami mewakili FKP
akan menjelaskan mengenai DIM No. 90 Pasal 26. Bapak Pimpinan dan Pak Menteri. Dari FKP melihat Pasal 26 ini kalau kita cermati ter
diri dari 1 pasal dan ada 2 butir a dan b. Kami bermaksud dari FKP hanya "penyempurnaan saja seperti diutarakan Pak Ketua tadi. Kami mengusulkan perubahan atau penyempurnaan Pasal 26 dipecah menjadi 2 pasal, dan sesuai dengan kebutuhannya. Setelah mengadakan perubahan kami langsung saja membacakan usul pasal-pasal yang kami maksudkan. Pasal yang pertama yaitu berisi pemanfaatan kawasan hutan dalam hutan lindung dapat berupa pemanf aatan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.
Kemudian kami mengusulkan ditambah pasal berikutnya juga sebagai penjabaran saja dari naskah RUU yang diajukan oleh Pemerintah, yaitu pemanfaatan kawasan hutan dalam hutan produksi dapat berupa pemanfaatan hasil hutan yang berupa kayu, bukan kayu dan atau jasa lingkungan.
Jadi demikian Bapak dan Ibu sekalian, ini hanya memperj elas saja maksudnya, mudah-mudahan Pemerintah maupun Bapakbapak dari Fraksi lain dapat menerima usul kami ini.
Terima kasih.
6
FPP (Ny. Hj. CHODIDJAH) :
Terima kasih Bapak Pimpinan. Bapak-Ibu sekalian yang kami hormati. Untuk FPP didalam pembahasan Pasal 26 ini kecuali tadi
tel ah disampaikan oleh rekan kami Yth. KH Muzanni Noor, menanggapi masalah DIM dan pasal baru 2 6 a maupun 2 6 yang aslinya.
Menurut hemat FPP ini perlu ada kejelasan dari Pemerintah karena pada konsep awal ini adalah menyinggung masalah ij in pemanf aatan j asa 1 ingkungan. Kami tidak tahu persis apakah dengan masyarakat memanfaatkan jasa lingkungan ini dengan diatur dengan ijin harus ijin itu, apakah terkesan mempersulit masyarakat sekitarnya sehingga nampak sekali birokrasinya. Tetapi juga harus ada satu pemikiran apakah dengan ijin justru lebih efektif untuk pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan-kerusakan yang selama ini memang kita khawatirkan bersama.
Oleh karena itu FPP dengan tidak mengurangi hormat kami kepada FKP, mohon karena sekaligus tadi dalam putaran ini rekan kami sudah langsung menanggapi, sehingga kami menambah.
Terima kasih, waktu kami haturkan kembali. Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
· KBTUA RA.PAT :
Memang harus sekalian Bu, disamping harus ngomong tetap saja, lebih ditanggapi sekalian supaya kita tetapkan. Itu betul sesuai dengan harapan Ketua.
Baik selanjutnya FABRI.
FABRI (IGN. MULYONO)
Terima kasih. Bapak Pimpinan, Bapak Menteri dan Hadirin yang kami
hormati. FABRI terhadap DIM No. 90 ini memang tetap, karena dari
apa yang dituliskan pada RUU ini sudah lebih luas dalam rangka langsung memberikan perlakuan dalam proses pemanfaatan kawasan hutan yang dimaksud khususnya kawasan hutan lindung. Oleh sebab itu kami langsung untuk menanggapi terhadap apa yang telah disampaikan rekan-rekan dari FKP.
7
Kalau yang disampaikan dari FKP disini pada Pasal 26 perubahan ini kita lihat hanya memberikan suatu pengantar bahwa dapat berubah sehingga relatif sebenarnya masih bisa diperluas langsung dalam proses pemberian hak dalam pemungutan hasil hutan maupun dalam pemberian ijin.
Jadi oleh sebab itu kami kira hal ini perlu dipertimbangkan kembal i, sedangkan terhadap usulan tamabahan yang berkait pada Pasal 26 a pasal baru. Disini sebetulnya kita sudah tertampung pada Pasal 3 O, dimana ki ta dalam konteks pembahasan terhadap kawasan hutan produksi. Sehingga dengan demikian kita seyogianya kita pada konteks sekarang ini baru membahas segala sesuatu yang terkait dengan pemanfaatan terhadap hutan lindung. Sehingga disini dengan demikian maka kalau kita dari Pasal 26 agaknya kita juga harus secara langsung juga melihat pada Pasal 27, 28 dan 29. Disana keseluruhan daripada proses pemanf aatan kawasan hutan lindung 1n1 betul-betul secara konprehensif sudah tersusun secara baik.
Demikian tanggapan dari FABRI. Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Bagus sekali Pak, jadi mengingatkan kita sekalian. Ternyata Pak Mul rupa-rupanya Pasal 26 a itu ternyata
terkandung maksud ada kaitannya dengan pertanyaan di DIM berikutnya. Jadi memang ini umpan dulu atau bagaimana, jadi ada pertanyaan di Pasal 27 karena rencana FKP 27 sampai 32, itu saja.
Jadi tentunya itu nantinya terkait sehingga tinggal bagaimana kita mengatur, apalagi Bapak-bapak sekalian perlu kita ingatkan pasal-pasal tadi malam yang usulan mungkin juga kita bisa kelompokkan sedemikian rupa dalam bagian bisa terjadi begitu. Sehingga yang penting nanti barangkali dalam pembahasan yang penting substansi-substansinya yang kita sepakat, sehingga kita tata bersama misalnya. Misalnya saja kita sepakati tempatnya disini karena yang paling dekat disini, yang pasal-pasal yang tadi malam itu.
Baik, sehingga mudah-mudahan dicermati oleh FKP dalam hubungannya dengan pasal-pasal selanjutnya.
FPDI silakan Pak Kaphat.
8
FPDI (Drs. SEBASTIAN MASSARDY KAPHAT)
Terima kasih Pak Ketua. Mengenai DIM No. 90 ini, ini kita harus hati-hati sebab
pengalaman-pengalaman yang lalu bahwa banyak pembabatanpembabatan hutan lindung ini. Untuk itu kalau didalam hal ini kita kurang hati-hati didalam merumuskan Pasal 26 ini, ini bisa disalahgunakan oleh para pengusaha maupun pemegang ijin ini.
Oleh karena itu memang ini didalam Pasal 27 ada yang membatasinya, namun didalam hal 1n1 kami hanya sekedar mengingatkan bahwa selama ini yang terj adi HPH yang dekat hutan lindung itu yang banyak membabat hutan lindung ini banyak yang terjadi dimana-mana.
Oleh karena itu kami sependapat apa yang diusulkan oleh FKP bahwa ini saya kira itu sudah sangat bagus sekali, untuk itu saya kira ini untuk mencegah hal-hal yang tidak kita ingini didalam penyimpangan pengusahaan hutan ini.
Saya kira sekian Pak Ketua. Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih. Demikian Pak Menteri beberapa pikiran, mudah-mudahan
kita· nanti dalam pembicaraan selanjutnya untuk kita, mudahmudahan disinilah mudah-mudahan tempat yang pas untuk kita ramu sedemikian rupa, sehingga apapun yang terj adi dalam substansi bisa disepakati tapi dikaitkan dengan pembicaraan sebelumnya.
Silakan Pak.
PEMERINTAH (MENIRITBUN)
Terima kasih Bapak Pimpinan dan Bapak-bapak sekalian. Saya kira mengenai hak-hak ini sudah kita bahas kemarin
jadi mungkin disini kami dapat menerima saran dari FKP untuk merubah menjadi pemanfaatan kawasan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.
Saya kira ini sudah tidak merubah substansi inti dari a dan b tapi sekarang merinci tentang pemanfaatan. Sekaligus juga mengenai butir 26 a mengenai pemanfaatan kawasan hutan
9
dalam hutan produksi dapat berupa pemanfataan hasil hutan yang berupa kayu, bukan kayu dan atau jasa lingkungan, kami juga dapat menerima usul ini.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian.
FPP (Ny. Hj • CHODIDJAH)
Interupsi Pak.
KETUA RAPAT :
Yang sebentar ini baru habis Pemerintah toh 'kan saya putar balik tidak apa-apa.
Jadi kelihatannya Pemerintah bisa menerima usulan FKP untuk diramu seperti itu, namun Pimpinan tetap saja mengingatkan dengan catatan bahwa tetap saja akan kita serasikan dengan yang tadi malam sehingga jangan sampai overlap, apalagi yang disampaikan tadi dari FABRI. Sehingga dengan demikian walaupun substansi kita sepakati bisa saja 1n1 karena yang tadi malam kita Panja-kan, kita Panja-kan saja bersama ini, sehingga ini akan tertata dengan baik.
· Interupsinya FPP, interupsi atau putaran pendapat saja. Silakan saya kembalikan ke FPP.
FPP (Ny. Hj • CHODIDJAH)
Terima kasih Bapak Pimpinan. Tadikan sudah kami tanyakan lewat Bapak Pimpinan tentu
saja tentang masalah ijin pada Pemerintah. Tadi Pemerintah sudah menj awab baru pendapatnya FKP,
pertanyaan dari kami FPP belum terjawab. Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, silakan Pak Menteri. Maksudnya soal ijin-ijin, sebetulnyakan.
10
FPP (Ny. Hj. CHODIDJAH)
Kami melihat didalam konsep aslinya DIM ini pada butir b ini menyangkut masalah ijin. Masalah ijin ini kami tidak tahu persis, apakah dengan adanya pengaturan pemanfaatan yang dimaksud dalam butir 26 maupun 26 a dari FKP itu akan mempersulit masyarakat sekitarnya didalam pemanfaatan sekitar hutan itu, hasil-hasil hutan itu. Bahkan terkesan terlalu birokratis, ataukah memang harus dipertimbangkan. Karena dengan ij in ini lalu untuk meningkatkan pengawasan terhadap kemungkinan, kalau bahasanya Pak Kaphat tadi penyelewengan apa penyalahgunaan begitu, kerusakan-kerusakan yang lebih parah sebagaimana diderita saat ini. Ini yang belum dijawab Pak.
Terima kasih atas kebijaksanaannya.
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih. Ini dihutan lindung. Silakan Pak Menteri.
PBMERINTAH (MENHUTBUN)
Saya mohon Bu, jadi kelewatan menjawabnya. Memang kalau dia sudah memperoleh hak pengelolaan dia
tidak perlu lagi iJin, karena pengelolaan itu termasuk daripadanya. Jadi karena itu kami menangkap usul dari FKP kata ij in itu sudah tidak kita pakai langsung kita bicara tentang pemanfaatan kawasan hutan. Kalau ijin ini pengelolaan misalnya, jadi memang betul jadi tidak perlu lagi ijin kalau sudah mendapat hak pengelolaan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Ada tambahan Pak Djafar, silakan.
FPP (H.M. DJ'AFAR SIDDIQ) :
Kaitan ini ada 2 poin sebenarnya Pasal 26 ini. Satu pemanfaatan, hutan lindung itu dimanfaatkan apa saja, itu sebuah statemen. Kemudian yang ke 27 memanfaatkannya harus
11
bagaimana begitu, ada hak, ada iJin dan segala macam. Karena letak, saya tahu pikiran Pemerintah sebelumnya, ini sebelum revisi sebelum reformasi, artinya ij in disini ini bukan hasil hutannya. Hasil hutannya memang sudah wewenang hak daripada pengelolaan, tapi kalau menyangkut pemanfaatan jasa hutan, ini juga ada aturannya, jasa lingkungan ini sangat besar dampaknya. Pengaruhnya.juga besar, oleh karena itu apa memang ada ij in atau tidak ada ij in dalam rangka penggunaan pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata misalnya.
Dalam konferensi pariwisata di Den Haag, saya ikut menghadirinya ada beberapa ketentuan disana dalam rangka pemanfaatan kawasan hutan, ada aturannya, ada kekerapan yang datang. Kalau yang datang itu terlalu banyak, itu diatur jangan sampai terlalu banyak karena akan merusak identitas tanah dan itu akan merusak keadaan.
Sehingga diatur, ada waktunya tidak boleh, pada waktu misalnya keadaan binatang sedang beranak segala macam, stop dulu, nanti dulu. Jadi ini ada aturannya, sehingga dengan demikian maka upaya-upaya kita melestarikan kawasan wisata dalam kerangka hutan lindung itu terjadi betul. Kalau masalah pemanfaatan hasilnya fauna, flora yang bukan kayu menjadi wewenang dari pengusaha dari pengelola this no problem, tapi menyangkut masalah pemanfaatan jasa lingkungan dalam rangka pariwisata ini punya dampak, karena akan banyak masuk orang kesana, akan banyak peneliti masuk kesana, dan banyak hal-hal yang kalau tidak dijaga tidak yakin bahwa dalam dunia yang konfrontatif sekarang ini logika akan jalan.
Mereka kasih saja beberapa ekor binatang yang bisa berkembang itu hutan akan hancur, ini masalah-masalah yang antisipatif dalam rangka kita melestarikan sebuah kawasan yang kita anggap strategis untuk lahan pariwisata.
Oleh karena itu, terserah Pemerintah mau ijin atau tidak, tapi kami hanya memberikan gambaran dalam pertemuan di Den Haag itu ada kesan keras sekali bahwa kawasan itu harus dijaga bayarnyapun, orangnyapun, waktunyapun, jumlahnyapun. Sehingga dengan demikian maka apa perlu ada ijin apa tidak, sebab ijin ini bukan-bukan ijin, mungkin pengelola yang punya ini tidak mengelola kawasan ini untuk katakanlah pengelola mau mengelola disini tentu harus memberitahu, harus segala macamlah, apa ijin apa tidak.
12
Pengelola itukan ijin, mengelola kawasan untuk sebuah pemanfaatan jasa lingkungankan ijin, apa tidak ijin, 1n1 masalahnya. Kalau ijin tidak ijin, kalau ijin ada dampaknya memang birokrasi, kalau tidak ijin dalam konteks globalisasi arus wisata besar yang memang ingin kita raih, sebab kita ingin menggunakan hutan lindung sebagai bagian daripada pufosing pariwisata datang, ekotourism segala macam yang sekarang ini rnasih tertutup.
Oleh karena itu rnohon perhatian. Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Terirna kasih, Pak Djafar Siddiq; Makanya tadi Pimpinan mengatakan ini akan kita kaitkan
dengan apa yang tadi malarn. Jadi ij in itu nanti adalah dalarn pengelolaan ij in, sehingga disini adalah pernanfaatan itu apa saja yang bisa dimanfaatkan.
Oleh karena itu apapun kita setuju disini kita tidak boleh ketok putus final, harus diserasikan dengan pengelolaan.
Jadi rnisalnya seseorang rnengelola sebuah unit pengelolaan itulah yang diberikan oleh pernerintah ijin juga, hanya yang disini kalau pada kawasan hutan lindung pengelolaan itu yang bisa dirnanfaatkan hanya hasil non (pemungutan hasil hutan dan jasa lingkungan) . Jadi nanti itu akan kita serasikan tetap, catatan Pak Djafar saya kira itu rnenjadi pencermatan kita bersarna sehingga kita rnenyisir bagian yang tadi malam kita bawa ke Panja itu dengan hal-hal yang diatur sampai dengan Pasal 32.
Jadi ij in itu tetap apalagi dikawasan hutan lindung, bukan dalarn rangka rnernpersulit, Bu, karni kira tidak. Barangkali dari pernerintah ada tarnbahan, silakan.
PBMBRIN'I'AH
Hak pengelolaan itu ijin, jadi sudah tentu didalamnya ada ketentuan-ketentuan atau rarnbu-rarnbunya dalam waktu rnernberikan ijin, tentunya. Saya kira tidak berbeda pendapat, dengan Pak Djafar.
13
KETUA RAPAT :
Bapak/Ibu/Saudara sekalian, apakah ?
FRAKSI ABRI ( IGN. MULJONO)
Interupsi, Pak. Mohon maaf Bapak Ketua; Sebetulnya masalah tadi belum tuntas agaknya dalam
diskusi kita, karena FABRI masih menilai pembahasan kita pada saat ini adalah dalam konteks pemanf aatan yang merupakan bagian dari pengelolaan. Oleh sebab itu kita perlu ada satu penegasan terlebih dahulu bahwa hak yang akan diberikan itu pada konteks pengelolaan atau pada konteks pemanfaatan.
Kalau itu nanti diberikan dalam konteks pengelolaan tentunya pasal-pasal yang berkait pada pemanfaatan ini mestinya menjadi pertimbangan kita selanjutnya. Karena kita lihat kalau pada Pasal 20 kita berbicara masalah pengelolaan memiliki empat kegiatan dan pada Pasal 22 itu diangkat adanya Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan, dan Pasal 23 kita sudah mulai bicara masalah Pemanfaatan dan Penggunaan dari kawasan hutan yang dikelola.
Dan mulai dari Pasal 2 6 ini ki ta khusus bisa pada masalah kawasan hutan dalam hutan lindung, jadi secara sistimatis dan komperhensif saya lihat dari pihak pemerintah melalui RUU nya sudah diatur sedemikian rupa dan sudah bagus pengaturannya, juseru saya tanda tanya pada pihak pemerintah sendiri, dalam konteks perencanaan yang sudah disusun dalam RUU nya. Padahal RUU yang ditampilkan pemerintah menurut kami itu sudah cukup sistimatis dan komperehensif, tinggal kita kemukakan dengan masukan-masukan apa yang kita barangkali kemarin sudah kita bahas.
Namun demikian, ada tambahan dari Bapak Sridono. Terima kasih.
FABRI (SRIOONO)
Terima kasih Bapak Pimpinan; Kami ingin sediki t memberikan pandangan kepada Panj a
nanti, mohon dibedakan antara pengurusan pengelolaan pemanfaatan pengguna dan sebagainya. Kalau kami cermati dari RUU ini nampaknya sudah urut mempunyai skop yang istilahnya saling berkait dan beruntut. Jadi kalau ini belum satu
14
mungkin barangkali juga sulit penaf sirannya, oleh karena itu mohon dicermati kembali supaya kita tidak rancu.
Kalau istilah ini sudah kita pegang dan mungkin barangkali pengertian umum definisi itu kita jelaskan apa yang dimaksud dengan pengelolaan, apa yang dimaksud dengan pengurusan pengelolaan, pemanfaatan, penggunaan, barangkali akan lebih memudahkan nanti kita mengisi mana yang harus kita pakai.
Karena terus terang saj a bahasa Ind6nesia ini agak sulit mana manajemen dan mana pengurusan kita lihat juga ada pengelolaan-pengelolaan juga ada pengurusan, bolak-balik. Jadi karena substansi bahasanya itu tidak tepat kita ambil dari definisi yaitu di pengertian pertama tadi.
Kalau i tu sudah ketemu saya pikir yang lain kebawah tidak akan terlalu sulit, demikian terima kasih.
KETUA RAPAT
Jadi kalau boleh saya terjemahkan pikiran kawan-kawan; Ketika keterangan pemerintah terus jawaban pemerintah
diungkapkan soal kedepan ki ta bukan lagi bukan lagi tim bermanajemen, maka kita mengharapkan bahwa kedepan yang namanya pengusahaan hutan yang selama ini kita kenal HPH kita harapkan dia dalam wujud pengelolaan, itu yang kita cermati. Sehingga tentunya sebetulnya dibagian pemanfaatan ini memang harus kita atur apa saja yang bisa kita manfaatkan.
Tentunya akan berubah substansi pengaturan disini, harus kita cermati bahwa dibagian Pemanfaatan yang kita rumuskan apa saja yang bisa dimanfaatkan pada masing-masing kawasan, baik pada lindung, pada produksi, dann pada konservasi.
Sedangkan hak untuk mengusahakan itu semuanya diatur dalam wujud hak pengelolaan saja sehingga arah timber manajemen itu kita tinggalkan, sehingga oleh karena itu dalam salah satu kesepakatan kita semalam ada yang substansi bahwa pengelolaan itu terdiri dari penanaman dan segala macam. Kesana arah kita sehingga dalam pengelolaan unit-unit pengelolaan nanti itu hak yang diberikan oleh pemerintah itu adalah hak pengelolaan. Sehingga dalam bagian-bagian Pemanfaatan ini, tetapi sekarang Pemerintah sepakat dengan cara pikiran itu atau tidak, ini barangkali yang butuh penegasan dari pemerintah. Sehingga dalam rangka kita
I
I ,
I
I
15
mencermati pasal-pasal berikut kita bisa sama rasa dan sama bahasa, sehingga dengan demikian kita tidak berbala dengan konsep naskah RUU.
Saya kira itu pikiran kawan-kawan kalau boleh diterjemahkan dan mudah-mudahan benar dan kita menunggu jawaban Pemerintah.
KETUA RAPAT
Terima kasih Bapak Ketua; Saya kira itulah yang kita maksud juga pengelolaan
dalam pengertian bukan lagi kalau dulu tebang, itu bukan. Pengelola itu masuk perlindungan, masuk konservasi, masuk rehabilitasi itu dalam satu unit.
Jadi saya kira kita sama dan itu yang kita maksud, terima kasih.
FPP (DJAFAR SIDDIQ)
Jadi Pasal 26 ini tentu tidak berkait dengan hak dan ijin tetapi dimensi pemanfaatan, mungkin pemerintah apakah cukup pemanfaatannya dua dimensi ini atau ada lagi misalnya. Ini juga satu perkembangan yang fotoristik kita tidak tahu, ungkapan yang paling mudah disini ini.
Jadi Pasal 26 itu merupakan statment Pemanfaatan Kawasan ·Hutan, mungkin nanti kita juga merumuskan masalah pengelolaan pengurusan penguasaan, ini kadang-kadang rancu. Pengelolaan itu apa saja.
Pengusaha itu apa saja, Pengusaha Hutan itu memang wajar sekarang karena mereka tidak melakukan reboisasi dan penghijauan mereka sudah menyerahkan duitnya ke negara tinggal mengusahakan saja. Tetapi kalau pengelolaan harus semua tuntas dalam satu proses bagaimana pelestarian dan sebagainya.
Jadi mari kita coba ratakan pikiran kita ini pengusahaan ini, ini, 1n1. Ini Pengelolaan ini,ini,ini, jangan sampai nanti rancu. Pemanfaatan itu tidak ada hak tidak ada apa.
Memanfaatkan, apa saja yang dimanfaatkan. Setelah itu dalam rangka Pemanfaatan itu siapa yang boleh dan siapa yang tidak boleh, ada hak dan ada ijin, saya kira itu nanti dalam Pengelolaan segala macam.
Teri~a kasih.
16
KETUA RAPAT :
Terima kasih; Oleh karena itu saya katakan tadi apa yang kita ini
tidak boleh kita ketok supaya kita serasikan nanti khusus bagian ini karena nanti terkait dengan yang lalu, yang penting kita sepakat untuk kita bahas tetapi kita bawa bersama-sama dengan yang tadi malam untuk kita cermati, kalau nanti sudah satu alur pikir barangkali akan lebih bagus.
Untuk butir 90 ini boleh kita tawarkan untuk dibawa ke Panja saja, setuju?
(RAPAT SBTUJU)
Terima kasih.
Selanjutnya kita masuk pada DIM Nomor 91 sampai dengan Pasal 32 RUU, apakah kita sepakati untuk kita bawa bersamasama dengan bahan tadi malam.
FABRI ( IGN. MULJONO) :
Interupsi Bapak Ketua. · Untuk Pasal 34 itu masih berkait pada pemanfaatan, jadi
kami kira kalau mau dituntaskan sekalian dengan yang tadi malam itu kita langsung sampai dengan Pasal 35 sehingga kita mulai lagi Bagian Keempat, halaman 127 Pasal 36.
KBTUA RAPAT
Kalau Pasal 35 saya kira sudah agak beda sedikit, Pak; Jadi Pasal 35 kita bahas ini agak substansi lain sedi
kit, jadi sampai dengan Pasal 34 barangkali boleh Pak Muljono.
Karena ini sudah penggunaan kawasan diluar, walaupun nanti kita ikutkan juga tidak apa-apa tetapi kita bahas ini ada yang prinsip barangkali.
17
Jadi sampai dengan DIM Nomor 109 kita bawa ke Panja bersama-sama dengan pembicaraan tentang pengelolaan sebagaimana tadi malam kita laksanakan, setuju?
(RAPAT : SETUJU)
Bapak/Ibu/Saudara sekalian; Pimpinan m.engucapkan terima kasih atas pengertiannya.
Kita masuk pada DIM Nomor 110, FABRI hanya nomor pasal, FKP tetap, FPP tetap. Ini saya kira termasuk yang harus sudah diketok, tetapi catatan Pak Mul tadi apabila ada hal-hal yang akibat kesepakatan pada pasal-pasal sebelumnya menyebabkan ada perubahan disana sini saya kira dari awal kita sudah sepakati demikian pada waktu kita ketok pasal yang tidak ada usulan perubahan.
FABRI ( IGN. MULJONO)
Terima kasih; Kita hanya minta satu tambahan perlu penjelasan penger
tian tentang pembangunan diluar kegiatan kehutanan. Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Setuju, kita catat itu sebagai keputusan untuk kita rumuskan Penjelasan pasal, setuju?
(RAPAT : SETUJU)
Terima kasih. Untuk butir 111 karena ada penambahan ayat baru dari
FPP, saya persilakan kepada FPP.
FPP (H. MASRUR JAVAS) :
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pada DIM Nomor 110 FPP mengusulkan ditambah ayat (2)
baru yang bunyinya "Penggunaan Kawasan Hu tan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) khusus untuk keperluan pertambangan diberikan dengan batasan luas dan waktu secukupnya dengan tidak melakukan pola pertambangan terbuka.
18
Ini rnernang satu usul yang rnendasar dan berat rnungkin sebab alasan ini karni kernukakan rnengingat kenyataan yang ada sekarang ini hutan-hutan kita itu rnenjadi hancur rusak berantakan disarnping adanya penebangan-penebangan kayu yang sudah tidak terkendali tetapi juga penambangan-penambangan baik penambangan yang liar rnaupun penambangan yang tidak liar yang rnenggarap areal kehutanan yang sangat rawan itu. Mengapa diusulkan tidak melakukan pertambangan terbuka FPP rnelihat satu perbandingan yang ada diluar negeri.
Mernang ini negara-negara maju, karena sangat hatihatinya terhadap kerusakan hutan rnereka rnenambang itu dengan tidak rnenambang barang tambang ini secara terbuka dan konsekuensinya rnemerlukan investasi yang tinggi dengan teknologi yang tinggi dan 1n1 harapan masa depan untuk FPP mengantisipasi kernajuan-kemajuan tehnologi yang sekarang ini memerlukan barang-barang tambang yang begitu besarnya dimana hutan-hutan kita itu didalamnya juga mengandung kekayaan yang begitu besar pula, ini antisipasi kedepan dan secara terus terang memang kita akui bahwa masalah ini memang berat. Walaupun demikian perlu FPP kemukakan mencoba untuk kemukakan pada kesempatan yang sebaik-baiknya itu untuk kita bahas bersarna.
Terima kasih.
FPP (H. DJAFAR SIDDIQ)
Tambahan Bapak Ketua; Kita merasakan tekanan dari para pengusaha dengan dalih
ekonomi utamanya misalnya Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, depositnya sekitar 400 juta M3 batubara, kita minta itu mengapa kekayaan tidak dimanfaatkan bongkar saja kan dapat duit kita, itu masalahnya.
Masalahnya saya katakan bahwa bukit Soeharto itu merupakan sebuah area untuk tiga kota, Balik Papan, Tenggarong dan Sarnarinda. Begi tu dibongkar habis ceri tanya habis pula, situasi lingkungan dan penyangga kehidupan yang utama, ini masalahnya.
Oleh karena itu saya katakan bahwa Jerman yang punya hutan dibawahnya Batubara tidak rnau rnembongkar hutan, dia impor batubara, itu konsekuensi didalam menjaga resistensi dari sebuah penyangga kehidupan.
19
Seperti pengalaman yang kita rasakan di Kalimantan Timur didaerah hutan produksi kita dimana pertambangan dilakukan, mereka bongkar saja kemudian mereka tanam seenaknya tanam. Kalau tadi mereka tanam hutan tropis basah disana ada binatang-binatang fauna yang langka, sekarang tinggal hanya pohon akasia dengan apa-apa lagi dibawahnya dan tidak ada burung yang datang.
Terjadi proses degradasi kualitas dari hutan tropis menjadi hutan yang tidak berdaya lagi dan tidak ada gunanya. Menanam akasia, menanam pinus gampang, anak kecilpun gampang, tetapi menanam kembali hutan tropis basah kita ini bukan gampang karena dia memerlukan satuan dengan bawahnya atau dengan semak-semak dan sebagainya. Begitu kita buka kawasan dibawah dari sebuah pohon di trocarpase matilah dia, karena dia tidak punya sahabat.
Inilah yang menjadi pengalaman kita di Kalimantan Timur, dimana kawasan-kawasan Batubaru itu hancur tidak karuan, berongga-rongga dan mereka tanam. Alasan mereka, kan saya sudah hijaukan, tetapi hijaunya dalam kualitas apa, kualitas yang sangat buruk, anak kecil pun bisa menanam. Masalah-masalah ini menjadi bagian strategis dalam mengantisipasi perkembangan tuntutan global dan tuntutan lingkungan hidup masa depan. Oleh karena itu mungkin pemerintah bisa mencermati tehnologi apa bahwa hutan lindung kita tetap hutan lindung dalam eksistensi tetap mereka bisa menggunakan melalui terowongan tertentu dengan kedalaman tertentu dengan tehnologi tertentu bisa mengambilnya. Itupun harus dijaga jangan sampai terowongan itu justeru akan menimbulkan bencana baru, artinya saat terowongan itu roboh maka hutan yang diataspun aka roboh karena tidak ada lagi penyangga dibawah, tinggal air, hampa udara segala macam.
Kalau hutan lindung itu merupakan sebuah ekosistim yang sangat langka yang tidak mungkin diganti oleh siapapun juga, saya kira bagaimanapun didalam nantilah sejuta tahun lagi manfaatkan itu, untuk generasi yang akan datang. Tetapi untuk sekali ini dan untuk kita sekarang ini kita perlukan hutan lindung dengan spesif ikasi yang khas yang langka untuk tidak boleh diapa-apakan.
20
Saya kira pikiran semacam itu melatarbelakangi bahwa kita menjaga hutan lindung, sebab hutan lindung kita terus terang rusak sekarang ini. Kalau tidak ada batasan dan tidak ada law enforcemen dan hambatan-hambatan yang kuat kita akan menghadapi satu bencana. Terima kasih.
Terima kasih Saudara Pirnpinan; Senada dengan kekhawatiran yang dikemukakan oleh rekan
rekan dari FPP, "FKPpun sesungguhnya mengungkap hal yang sama pada tambahan ayat yaitu ayat (3) dan ayat (4) .
Mernang kita rnenyadari sepenuhnya bahwa banyak kerusakan pada daerah hutan, baik hutan lindung rnisalnya karena pertambangan terbuka dan untuk melakukan reklamasi nampaknya diupayakan tetapi hasilnya tidak banyak yang kita lihat, rnisalnya saja di Freeport, kernudian di IMCO juga dernikian Kalirnantan Timur dan sebagainya.
Oleh sebab itu rnaka tambahan ayat sesungguhnya mengacu ke hal-hal dernikian, ayat (3) yang rnerupakan penambahan adalah penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dilakukan melalui pemberian hak pakai. Kemudian dilanjutkan dengan ayat (4) Pemberian hak pakai sebagairnana dimaksud ayat (3) diberikan oleh Menteri atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Ini untuk memberikan suatu atau katakanlah rnengarnankan bahwa dalarn pemberian hak itu bagairnanapun ada peranan dari rakyat yang diwakili oleh Dewan.
Saya rasa sekian Saudara Ketua, terima kasih.
KBTUA RAPAT
Baik; Yang Dewan i tu mungkin dikai tkan dengan kalau kuasa
penambangan itukan juga dibicarakan di Komisi V, jadi kalau buat KP dia perolah lewat Kornisi V diatas kawasan hutan, Komisi yang rnembidangi hutan juga ikut itulah kira-kira arahnya begitu.
21
Demikian Bapak/Ibu/Saudara sekalian; FPP dan FKP telah menyampaikan usul perobahan, kalau
FPP itu ayat (2) menjadi ayat (2) baru sedangkan ayat (2) naskah menjadi ayat (3) . Sedangkan FKP ayat (2) baru tetap seperti itu hanya penambahan ayat (3), (4) baru, sama maknanya kelihatannya begitu.
Silakan FABRI untuk menanggapi ini.
PABRI (SRIDONO)
Terima kasih. Memang sebetulnya pembicara tambahan dari ayat (2) baru
FPP ini jeli, karena juga ada peluang di ayat (2) RUU ini juga memperbolehkan adanya suatu usaha lain dibidang main hutan dalam hutan.
Ini sebetulnya terus terang saja kalau menurut praktek sehari-hari kalau tidak salah koordinasi itu gampang tapi dilapangan mahalanya bukan main, dan tetapi kelemahan kita ini di pengawasan itu, banyak contohnya barangkali tambang sudah dibuka dan sebagainya katanya mau dihijaukan yaitulah jadinya.
Jadi memang disini memang agak mohon diperhatikan dengan benar apakah ya kita bisa memberikan dua kepentingan dalam satu kawasan yang anunya juga berbeda jauh.
Justru itulah sebetulnya kalau apa yang dikatakan oleh Bapak Dja' far tadi itu kalau kita mau menghurus hutan ya hutan saja sebaiknya begitu, niat itikad kita itu, dipertahankan saja begitu.
Apalagi di kita, dunia saja sudah berteriak bahwa hutan itu sebetulnya harus dipertahankan,dilestarikan dan lain sebagainya, paru-paru dunia dan lain sebagainya, tetapi juga untuk kepentingan ekonomi pun mungkin saya pikir juga penting tetapi juga tidak boleh lepas dari itu.
Oleh karena itu ini mohon dicermati benar dengan Pemerintah, apa mungkin bisa dilaksanakan.
Demikian dan dari teman akan menambah.
22
FABRI (DAI.AM SINURAYA, S.SOS) :
Kami menambahkan sedikit tentang kawasan hutan ini apa yang kami lihat dengan mata kepala sendiri dan apa yang dirasakan oleh masyarakat Pulau Singkep setelah pulau itu ditambang timah beberapa puluh tahun. Pulau itu menjadi danau-danau kecil yang tidak bisa diapa-apakan.
Setelah timah juga tidak berkembang pulau yang dulu begitu terang benderang dan rakyatnya berkilau sekarang menangis tanpa ada perbaikan terhadap pulau itu maupun nasib rakyat, yang kalau diantara kita ini ada yang dari Pulau Singkep, betapa sekarang miskinnya rakyat di Pulau Singkep setelah Pulau itu diolah oleh Pertambangan,
Ini menurut pendapat kami perlu kita perhatikan sebagaimana disampaikan oleh Pemerintah tadi. Kami sering ke Pulau itu karena kebetulan menjadi daerah latihan karena sudah tidak bisa berguna, jadi karena tidak berguna serdadu disuruh latihan disana.
Ini sebagai bahan pertambangan, terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, terima kasih dan dipersilakan FPDI.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN) :
Diilhami oleh kejelian dari FPP dan FKP ini maka apa yang diungkap tadi ya sekaligus pakar dan pengamat Bapak Dja•far mengenai keberadaan hutan kita kerusakan lingkungan lingkungan yang sangat parah dan saya kira bukan hanya di Singkep, di Kalimantan juga Bapak lihat, jangankan di Kalimantan di Tangerang. Kebetulan kami sudah pernah keliling kesana tanah-tanah yang lobang begitu jadi danau sudah banyak.
Jadi memang kerusakan lingkungan kita ini khusus menyangkut penambangan sudah sangat parah dan oleh karena itu diilhami oleh kejelian dari kedua fraksi itu walaupunm tidak ada dalam DIM kami kenapa Pemerintah juga tidak begitu lebih tegas, jangan memberikan peluang.
Indonesia 1n1 diatur saja dilanggar, apalagi kalau tidak di atur. Oleh karena itu kami dalam kitan dengan ini Pasal 35 penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan ayat (1) ini Pembangunan kawasan hutan untuk kepentingan diluar
24
Contoh yang paling konkrit, mungkin masih ingat beberapa bulan yang lalu polemik ramai di TV, Menteri Pertambangan mengijinkan mengijinkan eksplorasi Lorens, Menteri lingkungan mengijinkan eksplorasi lorenz, menteri risek mengijinkan ekplorasi lorenz, tiga Menteri, Menteri Kehutanan tidak boleh disentuh apalagi dieksplorasi.
Eksplorasinya tidak boleh karena begitu dieksplorsi nanti buntutnya panj ang, dia bilang cuma ekplorasi dari satelit, tidak memnggangg, karena nanti ketemu makin kaya maki banyak akal-akalannya untuk masuk kesitu, diakal-akalan macam-macam, entah diubah lagi nanti taman ASEAN lorens, paahal disamping sudah freeport itu.
Jadi kami setuju bangat kalau memang bisa artinya nanti dengan pertambangan. Kalau kita memang diputuskan begitu nantinya saya katakan the low nanti mungkin ketemu tehnologi baru yang dari laut dibawah ambil tambang laut, boleh-boleh saja barangkali tidak tahu. Minyak juga bisa begitu, minyak kan nggak lurus bisa dari samping, nanti jadi tahun 2000 berapa lah nanti itu ditambang.
Jadi biarlah kan forest for the next generation, prinsip kita hutan untuk generasi besok. Ini kalaupun ada pertimbangan harus kita lihat dari neraca sumber daya. kalau kita dari neraca sumber daya lebih untung kita tidak mungkin ditambang itu.Kan neraca sumber daya itu luas sekali kalau dilihat tidak dihitung dari neraca sumber daya, hanya dilihat ·sesaat memang mungkin tambang itu, tetapi kalau dilihat dari total neraca sumber daya tidak bisa digali.
Jadi kalaiu memang kita ingin pertegas hutan lindung dan hutan kiservasi, tidak boleh, tidak boleh kalaupun boleh harus syaratnya macam-macam, tidak karuan harus DPR, harus macam-macam,harus dikapling betul.
Jadi pada prinsipnya kami setuju hanya tinggal kita merumuskan saja, sayangnya kalau pertambangan pasti akan againts misalnya open beat marmer itu penting, kadangkadang di daerah hutan lindung itu seperti di NTT itu kepercayaan orang, tapi negerinya makmur, ada itu yang dipujapuja itu lupa saya namanya, itu kan jadi rebutan terus, tapi itu jadi religi lagi, religi bagus, open beat, ngamuk terus masyarakat NTT sampai datang ke saya, saya bilang tidak, Gubernur bilang ya, saya bilang tidak, kan itu wewenang Gubernur karena type C tambang di atas, tidak itu hutan lindung, itu saja.
....------------------ ---
25'
Jadi kami bahagia kalau memang ini bisa kita putuskan kalaupun diberikan di hutan lindung rambu-rambunya harus banyak, harus ketat sekali.
Terima kasih.
KBTUA RAPAT :
Baik, kelihatnanya gayung bersambut, sehingga barangkali kita perlu cermati saja bagaimana rumusannya.
PPDI (DRS. MARKUS WAURAN) :
Tertarik memang yang dikatakan oleh Bapak Menteri tadi, barangkali termasuk pejabat kita itu wawasan lingkungannya sesaat saja.
Jangan kita menilai hanya kepentingan sesaat dalam rangka meningkatkan devisa ekspor segalka macam tetapi uini untuk next generation, buat apa kita kelola sekarang generasi kia berikut mati semua itu, karena itu kami dalam kaitannya ini kami tegas hutan lindung jangan digugat, kalau juga mau dengan konservasi sekalian itu, karena penduduk kita banyak, pertambahannya juga cukup tinggi, kalau umpamanya kita los sekarang, janganlah kita mau enak sekarang, generasi kita nanti menderita.
Oleh karena itu usul kami untuk Pasal 35 ini dilakukan dida·lam kawasan hutan produksi titik, hutan lindung dihapus, jadi tidak boleh itu.
Kemudian usul daripada FKP maupun FPP saya kira i tu bisa ditampung.
Terima kasih.
FABRI { IGN. MULYONO)
Dari FABRI pak.
KBTUA RAPAT
Ya sebentar pak, jadi ya saya serahkan saja dulu macet pak saya.
26
FABRI (IGN. MULYONO):
Mudah-mudahan ini bisa untuk membuka kemacetan Ketua. Kami kira keseluruhan dari fraksi-fraksi bahkan
Pemerintah sendiri juga sudah sepaham dengan apa yang disampaikan oleh FKP.
Hanya FABRI memberikan satu pandangan tambahan bahwa kalau yang sekarang ini yang ditemukan hanya konteks masalah khusus pertambangan, tapi barangkali ada halk-hal lain lagi yang perlu menjadikan perhatian kita untuk perlindungan ini, ini barangkali msih bisa dikmukkan lagi untuk hal-hal lain yang msih kita cermati lagi, selain pertambangan itu apa.
Yang kedua, berangkat dari masalah soal kepentingan hutan atau perlindungan terhadap hutan tetapi kita juga memerlukan pemikiran kita juga yang lebih luas kepentingan bangsa secara keseluruhan.
Oleh sebab itu usulan dari FPDI yang berkaitan masalah dibatasi pada hutan poroduksi saja hal ini perlu kita pertimbangkan lebih mendalam lagi. Bagaimana kalau kita beri rambu-rambu yang lebih ketat saja tapi dilindung kalau memang itu sesuatu yang sangat penting bagi bangsa kita jangan langsung diputus habis disitu tapi diberikan ramburambu yang demikian ketat.
Jadi masih ada terbuka tetapi begitu sempit terbukanya itu, sehingga ini kan yang dikehendaki semua pihak kan ?
· Jadi kami kira hal ini jangan langsung ditutup habis karena betul-betul kalau memang yang da dibawah hutan lindung ktu merupakan segala sesuatu yang sangat memberikan konstribusi yang begitu besar demi kepentingan bangsa, kita pun juga memerlukan pertimbangan lebih lanjut.
Ini saya minta mohon dipertimbangkan lagi, jangan diputus habis. Demikian tambahan kami.
KETUA RAPAT :
Saya kira benar melancarkan yang macet disini saya. Saya kira memang begitu, jadi nanti kita pertimbangkan lagi apa yang terakhir dari Bapak Markus, karena sebetulnya memang yang di ayat (1) Pasal 35 itu kalau kita kunci titik seperti itu produksi titik saya kira ada hal-hal yang tidak sampai merusak fungsi hutan, misalnya. Itu barangkali masih mungkin.
I
l 27
Oleh karena itu pada hal-hal yang cenderung merusak lingkungan apa segala macam, itu yang harus kita cermati bersama barangkali itu yang ditawarkan untuk rambu-rambunya oleh FKP harus persetujuan misalnya begitu.
Namun demikian itu nanti akan kita ramu lebih lanjut, saya kira bersamaan dengan ayat (1) walaupoun itu posisi itu tetap semua fraksi karena ini ada kaitannya dengan DIM 111, saya kira kita ramu bersama dulku kira cari siapa tahu kita termasuk yang Bapakj Mulyono katakan tadi, mungkin bukan hanya pertambangan yang membuat rusak, mungkin kalau kita atemukan.
Saya kira itu nanti akan kita tawarkan kita lanjutkan di Panja bersama dengan Pasal-pasal lain.
Saya persilakan Bapak Menteri.
PEMERINTAH :
Terima kasih. Memang sulit usul FABRI, sempit tapi tidak bisa masuk,
jadi percuma saja. Ingin kami tambahkan mengenai yang dimaksud pembangunan
diluar kegiatan kehutanan itu nanti selain pertambangan juga ada jaringan listrik yang masuk, kemudian ada jaringan telekomunikasi, yang rawan lagi jalan. Padahal kalau tidak jalan mau keliling kemana dia mau nembus-nembusnya, boleh masuk atau tidak masuk hati-hati, nebang kayu dia.
Jadi mungkin nanti selain pertambangan hal-hal bisa merubah peluang untuk mengundang kerusakan hutan dung dan konservasi mungkin dalam Panja sekaligus masukkan nanti dalam diskusi Panja.
KETUA RAPAT :
yang linkita
Baik, ada tawaran menarik kita bawa ke Panja bersamasama, untuk kita ramu.
Setuju ya ?
{RAPAT SETUJU)
Terima kasih.
28
Selanjutnya kita lanjutkan, saya kira 112 kita langsung Timsin, setuju Ya ?
(RAPAT SETUJU)
FABRI {DALAM SINDRAYA, S.SOS) :
Perlu dikemukakan pada nomor yang tadi pak, di 111 yang tadi pak.
KETUA RAPAT
Oh ya, kita cabut kembali yang itu tidak kelihatan. Terima kasih atas peringatannya. Pasal baru tentang itu sebetulnya ada substansi yang
sama-sama di itu terkait, jadi bersama-sama dengan pasal yang tadi malam sampai dengan yang 3 o sekian yang 1n1 khusus, substansinya sudah ada, tapi mau disampaikan sekarang silakan.
FABRI (IGN. MCJLYONO)
Terima kasih. FABRI menyampaikan pasal baru ini dengan pertimbangan
bahwa apa yang berlangsung saat ini betul-betul antara pihak perindustrian dan kehutanan itu rasanya belum sinkron didalam proses memberikan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pada masyarakat.
Ini kita lihat banyak ijin-ijin yang dikeluarkan oleh pihak perindustrian didalam proses pengelolaan hasil kayu ini. Ini demikian besar sehingga tidak mempertimbangkan terhadap kemampuan daeri daya dukung hutan setempat.
Justru disinilah nantinya sebagai akibat akhir terjadinya berbagai pencurian dan pengrusakan hutan yang sulit untuk di atasi.
Oleh sebab itu FABRI -menyampaikan bahwa dalam rangka pembeian ijin industri kayu hulu yang menggunakan bahan baku kayu harus mendapatkan persetujuan dari Metneri Kehutanan. Ini kita harapkan dengan demikian koordinasi harus diwujudkan dlam bentuk penegasan dalam RUU ini.
Terima kasih.
29
KETUA RAPAT :
Terima kasih, jadi sebetulnya ini memperkuat usulan FKP pada Pasal 21c kali, jdi nanti akan diramu bersama dalam Panja, saya kira bisa kita tawarkan langsung kita masukkan ke Panja.
FPP {H.M. DJA'FAR SIDDIQ)
Saudara Ketua, kita tanya dulu kepada Pemerintah selama ini dalam pendirian industri kayu itu sej auhmana peranan oihak kehutanan, apa saja yang dikeluarkan,rekomendasi apa saja.
Kalau memang rekomendasinya itu tidak meyakinkan sehingga akhirnya dipakai oleh industri untuk oper capacity, ini yang kebanyakan terjadi.
Oleh karena i tu usul yang diaj ukan oleh FABRI memang selama ini tidak ada point itu, sehingga terjadilah negosiasi bawah tangan tetapi dengan adanya Undang-undang ini maka berarti bahwa betapapun, siapapun yang kalau sudah menggunakan hutan itu, ij in Menteri Kehutanan mutlak. Apakah ij in Mentei Kehutanan bentuknya semacam apa teserah, tetapi mutlak harus ada kepastian persertujuan dari Mentei Kehutanan kalau tidak nanti kita mengembangkan industri dengan oper capasity terus menerus dan akibat itu dalam keadaan krisis dia hancur sendiri.
Terima kasih.
KBTUA RAPAT :
Ya Bapak Dja'far, silakan Bapak Menteri.
PEMERINTAH :
Ini memang merupakan beban yang paling berat karena seharusnya ini yang terjadi itu, ijin itu diberikan oleh Memperindag berdasarkan PP nomor 17 /1986, dan kami sangat keberatan, karena inmdustri yang dikeluarkan itu untuk kepasitas terpasang itu lebih dari 67 juta meter kubik.
Sedangkan kapasitas hutan kita cuma 20-23 juta, berlomba-loma apalagi ijin saw mile dan ijin-ijin itu seumur hidup sifatnya karena seumur hidup kita ini ada kesulitan kalau kita cabut sekarang kita di PTUN-kan karena dia punya
30
ijin sedangkan Undang-undang ini tidak bisa berlaku surut, itu yang jadi kita setengah mati, itu kasus tanjung puting macam-macam, itu karena sepanjang sungai itu sudah ada sawmile dicabut ada ijinnya, dia bisa PTUN kan kita, dan kita sudah berkali-kali bicarakan dan saya kira baik Menke EKUWASBANGPAN pun menyattakan 1n1 tidak benar, PP nomor 17/1986, itu sudah ingin dicabut karena itu saya kira kalau kita langsung kesini sudah benar.
Terima kaish.
KETUA RAPAT
Baik. Jadi itu kalau kita ingat kembali dalam Pemandangan
Umum FKP, PP itu jelas diungkapkan sehingga jawaban Pemerintah bisa mmpertimbnagkan.
Dengand dengan demikian bersatu dengan FP dan FABRI tinggal kita ramu bagaimana rumuan yang baik.
Jadi setuju yang Pasal 35 usulan FABRI untuk kita bawa sama-sama ke Panja ?
Terima kasih. Yang DIM 112
Timsin, setuju ?
(RAPAT SBTUJU)
saya tawarkan untuk kita langsung ke
(RAPAT : SBTUJU)
Yang DIM 113, yang menyempurnakan hanya FPDI, kalau FPP hanya Pasal saja materi tetap begitu DIM-nya.
Baik FPDI saya persilakan.
FPDI {DRS. MARKUS WAURAN):
Usul FPDI hanya menyempurnakan saj a kalimatnya untuk mempermoi kalimat ini.
Kita menambah, mempertahankan fungsi hutan tapi sumber daya hutan dan lahan dan seterusnya kemudian sebagai sistem ekologi penyangga kehidupan masyarakat.
Saya kira ini kita bisa bawa di Timus saja, kalau dietujui.
Terima kasih.
31
KETUA RAPAT :
Kalau fraksi pengusulm sudah langsung ke TIMUS, apakah bisa langsung ktia terima ?
{RAPAT : SBTUJU)
Terima kasih. Selanjutnya butir DIM 114,115 memang pada dasarnya
sudaha tetap semua, saya perlu tawarkan untuk kita ketok satu kali.
Setuju ya ? (RAPAT : SBTUJU)
Butir 116, materi tetap disempurnakan juga FPDI, silakan FPDI.
FPDI {DRS. MARKUS WAURAN) :
Jadi ada penyempurnaan kelimat sehinga bunyi lengkapnya adalah area dan kawasan hutan dilaksanakan berdasarkan kondisi speesifik geo fisik dan potensi masyarakat setempat.
Itu usul penyempurnaan saja.
· KETUA RAPAT
Boleh Timus tidak pak ?
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Lebih bagus.
KETUA RAPAT :
Apakah sama dengan tadi ?
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Ya.
32
KETUA RAPAT :
Bapak ibu sekalian Timus ?
FABRI (IGN. MULYONO) :
Nanti dulu pak, FABRI.
KETUA RAPAT :
Makanya saya tanya, silahak FABRI.
FABRI (IGN. MULYONO) :
Permasalahan rehabilitasi hutan, ini berkait masalah aspek tehnis, kami kira apa yang disampaikan oleh FPDI dengan memperhatikan potensi masyarakat setempat ini justru nanti semua jadi kita itu susah untuk membedakan kegiatan kita ini.
Ini dalam proses rehabilitasi itu dari kondisi yang kurang baik atau tidak baik dijadikan lebih baik.
Jadi kalau harus juga memikirkan kondisi potensi masyarakat setempat itu saya jadi tanda tanya, ini lingkup bahasan kita pada aspek tehnis atau yang lain, itu saja.
· KETUA RAPAT :
Terima kasih FABRI.Saya tawwarkan ke fraksi lain, siapa tahu setuju yang FABRI punya begitu. Sekarang ada dua pendapat supaya kita cepat ini barang gampang ini, FKP ?
FKP (DRS. DEDE SUGANDA ADIWINATA ) :
Saya kira apa yang disampikan oleh FABRI setuju saja dan kita DIM nya tetap.
Terima kasih.
KBTUA RAPAT
Baik, FPP
FPP (H. M. HARMIN'I'O A. PURWOTENOYO, B. A. )
I
I I ••
I 33
Kalau melihat pasal aslinya itu memang ini lebih berkaitan dengan masalah fisik hutan. Adapun masalah potensi sosial masyarakat itu sudah diatur sejak awal, sehingga saya kira untuk rehabilitasi hutan ini tidak perlu kita mengkaitkaitan dengan itu lagi, sebab itu sudah menjadi bahasan yang cukup dalam di dalam pasal-pasal yang terdahulu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Terima kasih Pak Harminto dari FPP. Selanjutnya saya persilakan Pemerintah.
PBMERINTAH (MBNHUTBUN) :
Kami cenderung untuk tetap saja, seperti juga telah disampaikan oleh FPP, itu 'kan masalahnya nanti kalau dalam rangka pelaksanaannya, itu 'kan nanti melibatkan masyarakat setempat, lokal spesifik, partisipatif, macam-macam itu Pak. Komponen-komponen 'kan harus tetap memperhatikan itu, tapi kalau pelaksanaan teknisnya saya kira cukup dengan apa yang ada.
Terima kasih.
· KBTUA RAPAT :
Baik, terima kasih Pak Menteri. Selanjutnya saya kembalikan kepada FPDI, silakan.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN) :
Jadi Ketua begini, umpamanya ada satu lahan atau kawasan hutan yang rusak perlu direhabilitasi menjadi hutan kembali. Tapi mungkin ada sebagian yang tidak perlu diproses karena potensi masyarakat, umpamanya karena dia butuh itu untuk pertanian atau kemudian barangkali perkembangan penduduk sehingga dia butuhkan itu. Ini soal faktor-faktor ini perlu diperhitungkan, umpamanya ada hutan yang rusak 10 hektµr, dekatnya ada perkampungan, kemudian mau direhabilitasi, barangkali 5 hektar saja yang direhabilitasi, yang 5 hektar untuk kepentingan pertanian penduduk karena dia butuh, karena dalam rangka perkembangan dan sebagainya.
34
Itu maksudnya kami cantumkan disitu potensi masyarakat. Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Terima kasih Pak Markus dari FPDI. Tapi di ayat (2) sudah ada sebetulnya Pak, yang FPDI
sendiri mengatakan tetap, potensi masyarakat sudah ada disitu.
Jadi barangkali benar semua teman-teman katakan bahwa ini hanya dari sisi teknis dulu, f isik. Dalam pelaksanaannya nanti di ayat (2) itu sudah malah melalui mendekati partisipatif dalam kerangka pengembangan potensi masyarakat. Yang Pak Menteri katakan tadi yang dalam pelaksanaan itu perlu masyarakat.
Coba di ini Pak, siapa tahu bisa putus langsung yang ini, DIM nomor 116.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Kami sudah lihat Pak Ketua. Hanya kalau mau digabung saja dua, dua ayat ini, ters
erahlah. Memang ada, kenapa di pisah-pisah begini, maunya satu dia. Kalau di pisah oke, kalau di satu juga oke, terserah Ketualah.
· Teri ma kas ih.
KETUA RAPAT
Kalau saya diberikan mandat, saya tawarkan agar DIM nomor 116 ini tetap tanpa bermaksud bahwa potensi masyarakat itu tidak penting, karena itu kita masukan dalam ayat (2). Saya tawarkan, apakah ini kita langsung setuju ?
(RAPAT : SBTUJU)
Terima kasih. Selanjutnya kita masuk ke DIM nomor 117 ayat (2), dari
FPP ada penyempurnaan. Silakan FPP.
35
FPP (H. MASRUR. JAVAS) :
Terima kasih Pak Ketua. FPP menyempurnakan saja, dan ini barangkali memperkuat
harapan dari teman FPDI tadi. Jadi menambah kata-kata "mengembangkan" itu kita tambah lagi dengan "memperdayakan", jadi "mengembangkan dan memperdayakan potensi masyarakat sekitar", itu tambahannya. Cuma karena didalam RUU yang asli ini ada mungkin ini masalah bahasa, tapi karena kita punya ahli bahasa barangkali sekali-kali ini mulai.
Jadi ingin saya tanyakan, partisipasi dalam kerangka pengembangan potensi (pakai awal "pe", ini oleh FPP dirubah menjadi awal 11 me 11
), mengembangkan dan memperdayakan potensi masyarakat sekitar, kira-kira bagaimana ini nasehatnya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, tapi yang ini jangan sekitar saja dong boss, siapa tahu ada konglomerat mau bantu rehabilitasi 'kan bagus, kalau yang di obok-obok yang di situ-situ juga takut nanti kita rehabilitasi, tapi yang kalimat lainnya kita serahkan kepada Fraksi-fraksi lain untuk menanggapi ini.
Silakan FABRI.
· FABRI (IGNATIUS MULYONO) :
Kami kira apa yang disampaikan oleh FPP, ini memang memberikan tambahan terhadap hal-hal yang menjadikan tanggungjawab dalam proses rehabilitasi hutan ini. Hanya saja kita mengharapkan segala sesuatu yang kita inginkan tentunya jangan sampai nanti menghambat didalam proses akan penyelenggara rehabilitasi hutan itu sendiri. Karena sebetulnya dengan pengembangan potensi masyarakat, itu saja sebetulnya ini sudah muatan yang cukup berat bagi para penyelenggara rehabilitasi itu. Kalau tambaha lagi nanti yang mengembangkan, yang memperdayakan, ini kami kira jangan-jangan malah kentekan (kehabisan) duit kesitu, hutannya tidak jadi rehabilitasi.
Cobalah kita, apakah didalam pengembangan itu tidak terkandung sudah ada upaya peningkatan dari kondisi yang kurang menj adi kondisi yang lebih baik. Ini saya min ta untuk dipertimbangkan, karena kalau secara eksplisit ditu-
36
liskan "memperdayakan" ini, wah ini lebih anu lagi, memang sangat, kalau bisa.
Ini barangkali hal yang perlu dipertimbangkan, Pak. Terima kasih.
KBTUA RAPAT :
Terima kasih Pak Mul dari FABRI, memang ini terkait langsung dengan selero bahasa saja, nanti ada ahli bahasa barangkali.
Masih ada tambahan dari FABRI, silakan.
FABRI (DALAM SINORAYA, S.Sos)
Terima kasih Saudara Ketua. Kami sangat memahmi aspirasi dari rekan FPP. Menurut
FABRI, dalam pengertian pengembangan potensi masyarakat, disana sudah terkandung pengertian pemberdayaan. Kalau dia berdaya saja tidak bisa bagaimana bisa dikembangkan. Jadi dalam rumusan yang diusulkan oleh Pemerintah, lampiran ini sudah tercakup didalamnya.
Sedangkan masyarakat sekitar menurut pendapat kami, kita jadi mempersempit. Sedangkan potensi masyarakat itu masyarakat di sekitar dan juga di luar kawasan hutan itu.
Demikian Saudara Ketua, terima kasih.
KBTUA RAPAT :
Terima kasih memperkuat. Silakan FKP.
FKP (PROF. DR. IR. H. FACHRUDIN)
Terima kasih Pimpinan. FKP memang tetap tidak ada perubahan, namun untuk
memberikan tanggapan pada rekan dari FPP, kami dapat memahami apa yang dimaksudkan adalah untuk lebih memberikan kekuatan. Namun pengertian masyarakat setempat ini memang akan sangat mempersempit, padahal diharapkan 1n1 bukan hanya masyarakat setempat yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan dalam melaksanakan rehabilitasi. Jadi kami menganggap kurang tepat untuk masukan masyarakat setempat.
37
Sedangkan, meskipun Pak Dalam sudah, sebagai ahli bahasa juga ini sudah menjelaskan, namun mungkin ada baiknya kita dengarkan keterangan dari para ahli bahasa ini. Penggunaan mengembangkan potensi, institut pengembangan yang ada dalam naskah ini.
Terima kasih Saudara Ketua.
KBTUA RAPAT :
Baik, jadi perubahan kata itu memang kalau naskahnya "dalam kerangka pengembangan", memang dalam kerangka. Tapi kalau dirubah "dalam rangka" memang harus "me", begitu barangkali, tapi nanti dipertegas oleh lewat Pak Menteri, oleh ahli bahasa.
Silakan FPDI.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Jadi Ketua, apa yang diusul FPDI tadi belum tertampung disini soal pengembangan potensi masyarakat. Yang disini 'kan partisipasi masyarakat dalam rangka rehabilitasi artinya apa, dia umpamanya bentuk kelompok usaha, saya masuk disitu ikut rehabilitasi umpamanya yang populer sekarang itu apa namanya Pak, penghijauan atau reboisasi kita ada, umpamanya koperasi segala macam itu, dapat duit 'kan. Tetapi yang· disisi lain juga yang kami katakan luas lahan umpamanya yang tadi itu, umpamanya ada 10 hektar mau rehabilitasi, jangan direhabilitasi semua jadi hutan, yang lainnya karena potensi pengembangan masyarakat dan sebagainya, kebutuhan dia untuk bertani hanya 5 hektar, j angan 10 hektar. Ini dimana kepentingan semua ini bisa masuk.
Pertama, dengan memperhatikan bio fisik dan pengembangan potensi masyarakat.
Kedua, dia partisipasi untuk ikut didalam rehabilitasi lahan itu, masyarakat setempat. 'kan biasa kalau rehabilitasi lahan, banyak itu Ketua, umpamanya Ketua ada perusahaan mint a sama Pak Menteri, sayalah yang kesana. Masyarakat sekitar itu hanya nengok-nengok saja, jadi buruh. Mungkin ada koperasi disitu, kami ikut berpartisipasi untuk rehabilitasi lahan ini.
, .. 38
Ini yang dimaksud barangkali di ayat (2) ini, Pak. Tapi yang tadi pengembangan potensi masyarakat, artinya mengadakan rehabilitasi lahan, kita juga memperhatikan potensi masyarakat. Jangan semua, mungkin hanya setengah atau tiga perempat, karena yang lain mau dipakai masyarakat. Supaya itu bisa terjangkau semuanya Pak.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, jadi mungkin kita bisa pertegas melalui partisipatif itu diterjemahkan dalam makna yang disampaikan FPDI nanti.
Saya kira Fraksi-fraksi sudah selesai, Pak Menteri. Silakan Pak Menteri.
PEMBRINTAH (MBNHUTBUN)
Terima kasih. Saya rasa usul dari FPP tentang istilah pemberdayaan
masyarakat, saya kira ini memang kata-kata yang lebih mantap daripada peningkatan potensi, empowerment. Apapun kelemahan semua karena masyarakat tidak berdaya, tidak berdaya punya ekses, dibuat tidak berdaya. Justru konsep Undang-undang ini memberdayakan masyarakat, terutama masyarakat sekitar hutan dan masyarakat. Jadi 'kan konsep ini memperdayakan masyarakat dengan istilah yang lebih terkenal itu empowerment.
Jadi kami mungkin cenderung kalau pun itu mengenai masalah dalam rangka memperdayakan masyarakat, i tu mungkin lebih kena, jadi artinya lebih luas dan itu bahasa sudah dipegang sebagai bahasa yang baku dalam konteks f ormasi ini memperdayakan masyarakat.
Yang kedua, mungkin mengenai daeah itu 'kan ada Dirjen Rehabilitasi dan Reboisasi, Pak Harsono mungkin tolong dijelaskan kepada Pak Markus seizin melalui Pimpinan.
PEMBRINTAH (DIR.JEN RRL)
Terima kasih Bapak Menteri, Bapak Pimpinan. Kami menyampaikan yang pertama, kalau terjadi atau ada
rehabilitasi hutan khususnya pada kawasan hutan, kemudian dengan memperhatikan potensi masyarakat, konotasi kami bukan
39
melakukan perubahan fungsi hutan. Karena kalau yang 10 hektar itu harus direhabilisir, kemudian 5 hektar dilaksanakan, yang 5 hektar memperhatikan potensi masyarakat karena akan melakukan kegiatan pertanian, maka kami ingin sampaikan bahwa justru pada kawasan yang 10 hektar itu potensi masyarakat yang ada itu sudah diikutsertakan seperti halnya kemarin kami sampaikan, bahwa dalam kerangka bangunan rehabilitasi kita tidak hanya mengacu kepada pembangunan infrastruktur fisiknya, tetapi juga infrastruktur sosialnya.
Dalam hubungan ini maka kami mempunyai beberapa modal rehabilitasi hutan, misalnya saja yang kami kenal dengan hutan kemasyarakatan memang ini memerlukan satu aspek kegiatan, dimana disitu kalau memperhatikan potensi masyarakat berarti masyarakat diajak masuk didalam hutan dalam kerangka melakukan kegiatan hutan kemasyarakatan.
Hutan kemasyarakatan ini yang ditanam dalam kerangka rehabilitasi dan nanti ada teknologinya melalui konservasi dan sebagainya, bukan hanya hutan saj a, bukan hanya kayu, bukan hanya pohon tapi bisa dilakukan secara campuran, baik dari kayu, kebun dan pertanian sehingga menjadi multilier.
Jadi potensi masyarakatnya disini justru untuk mendukung keseluruhan dari lahan yang 10 hektar tadi, hanya caranya saja Pak. Oleh karenanya apabila disini ada tekanan potensi masyarakat, tadi telah disampaikan bahwa sebenarnya semuanya dalam kerangka untuk melakukan kegiatan pembangunan yang didukung atau mengikutsertakan masyarakat.
Demikian Pak, terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, silakan Pak Menteri.
PEMBRINTAH (MENHOT.BUN)
Terima kasih. Saya hanya nambah saja Pak, mungkin pada Bapak-bapak
saya sudah menyampaikan buku-buku urutan sebagai sumber pangan nasional itu merupakan bagian-bagian itu, koperasinya. Ada lima buku yang kami sampaikan, mudah-mudahan sudah dapat.
Mengenai usulnya Pak Dja•far sudah itu, hutan, iman dan taqwa. Itu khusus, kita kasih gambar-gambar khusus, bagaimana memproses sebagai amanah, jadi mungkin konkritnya
40
itulah kira-kira pelaksanaan, nanti kita pegang pada lima buku itu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Silakan ahli bahasa.
PBMERINTAH (AHLI BAHASA)
Terima kasih Pak Menteri. Saya sebenarnya mendukung apa yang dikatakan Pak Men
teri dengan penj elasan, kalau ki ta memakai mengembangkan potensi masyarakat, pengertian itu sangat umum, lebih spesifik, lebih tegas kalau kita mengatakan "memperdayakan masyarakat".
Kemudian apakah pakai disini "dalam rangka" dan "dalam kerangka". "Kerangka" itu prem, jadi lebih tepat sebagai kata penghubung 1n1, "dalam rangka memperdayakan masyarakat", saya kira itu lebih tepat untuk mengganti kata "potensi" itu. Tapi kalau kedua-duanya juga dipakai, satu yang lebih umum, berati satu yang lebih tegas, lebih khusus.
Terima kasih.
INTERUPSI FPP (H.M. DJA'FAR SIDDIQ) :
Saya ingin tanya kepada ahli bahasa. Kalau kita gabungan dua komponen itu setelah kita
perdayakan kemudian kita kembangkan keperdayaannya itu, apa lebih bagus dari sekedar hanya memperdayakan atau kita berdayakan kemudian kita kembangkan. Jadi keperdayaan itu kita kembangkan. Memang kalau dikembangkan dulu belum berdaya, saya kira lebih bagus memperdayakan dulu kemudian dikembangkan. Bagaimana kalau dua itu disatukan begitu .
.KBTUA RAPAT :
Betul, saya kira kalau pemberdayaan, dalam posisi manapun kita mulai itu Pak. Kalau yang nol sama sekali diperdayakan, nanti ini diperdayakan, mungkin berkelanjutan saya kira.
Silakan ahli bahasa dijawab dulu.
I I .~
I 41
PEMERINTAH (AHLI BAHASA) :
Sebenarnya dalam kata "memperdayakan" itu sudah ada konsep pengembangan, tapi kalau kita mau mengatakan dari nol tidak berdaya sama sekali )adi berdaya lalu dikembangkan, itu bisa diterima. Tetapi dalam kata "memberdaya" sebenarnya itu sudah memberi pengembangan, ada makna perkembangan, pengembangan disitu.
KETUA RAPAT :
Saya kira cukup Pak, jadi saya kira. FKP (DRS. H. AMIN IBRAHIM, M.A.) :
Interupsi. Jadi kami hanya ingin menanggapi FPDI. Jadi j angan
sampai dalam pikiran kita dalam rehabilitasi itu mengurangi areal, ini nanti bisa berkepanjangan itu.
Jadi menurut kami, dalam rehabilitasi kita memberdayakan masyarakat itu, bisa jangan dalam mengurangi areal karena untuk sawah. Jadi untuk sawahnya ditukar dengan dia ikut serta didalam rehabilitasi. Saya kira dari Pak Dirjen itu sudah bagus sekali.
Terima kasih.
· KETUA RAPAT :
Saya kira dengan pikiran-pikiran yang berkembang tadi, langsung memperdayakan saya kira kita bisa pakai, dan saya kira kita finalkan di Timus saja, belum. Masih mau tetap mengembangkan dan memperdayakan, makanya bawa Timus saja.
FPP (H. MASRUR JAVAS) :
Tidak itu. Jadi tentang memperdayakan dan potensi itu tadi sudah jelas, tapi cuma masyarakat itu apa sempit, apa luas, kadang-kadang sepanjang kita membahas ini yang sempitsempit itu koq ditolak-tolak terus begitu.
Saya ingin memperoleh pertimbangan yang sangat arif dan bijaksana dari Bapak-bapak sekalian, ingin saya kemukakan alasannya mengapa ada sekitar itu ?
Jadi kalau kita baca pelan-pelan mungkin, pas ayat ini, disitu diutamakan. Diutamakan pelaksanaannya melalui pende-
... 42
katan parsipatif, dan selanjutnya ada pengembangan pemberdayaan tadi, potensi masyarakat sekitar, ditambah sekitar.
Menurut pendapat Fraksi kami, ini sudah tepat. Sebab apa ? Salah satu contoh misalnya rehabilitasi satu hutan misalnya dari rehabilitasi itu, ini yang diutamakan ini, pelaksanaannya ini diutamakan, memberikan manfaat dan sebagainya. Kalau masyarakat apa mungkin masyarakat Jakarta ini lebih dulu nanti daripada masyarakat sekitarnya sana dalam rangka rehabilitasi. Dengan rangka rehabilitasi sesuai dengan dari Pak Amin tadi, itu ada semacam nilai tambah, sehingga bisa masyarakat sekitarnya pertama kali ini yang harus diperhatikan. Disini sudah ada ini diutamakan masyarakat sekitarnya dulu, maksud FPP 'kan begitu. Ini pandangan FPP. Kemudian kalau masyarakat yang lain-lain terserah nanti itu kemudian. Jadi harus yang diutamakan lebih dulu masyarakat sekitar itu yang diikutsertakan, yang menikmati nilai tambah dan segalanya. Jangan sampai nanti masyarakat secara luas tadi masyarakat Jakarta pada urutannya di Tenggarong sana.
Ini maksudnya, mohon klarifikasi sajalah kalau sudah memang itu cocok, silakan.
Terima kasih.
KBTUA RAPAT :
· Ini jauh dari soal manfaat ini. Jadi ini 'kan sebetulnya kita mau melakukan kegiatan rehabilitasi, jadi 1n1 keluar duit, keluar tenaga. Hanya ketika kita lakukan itu kita manfaatkan potensi masyarakat, dalam artian tidak ada yang mau kasih duit barangkali begitu lho yang kita tutup. Tapi itulah saya maksud kita tawarkan lebih lanjut di Timus sehingga hal-hal yang berkembang itu bisa kita ramu sedimikian rupa termasuk menampung ayat (1} FPDI tadi, bagaimana kita ramunya sehingga maknanya juga bisa kita ini.
Baik, apakah kita tawarkan ke Timus ini ?
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN) :
Pak Ketua, barangkali ada dengan catatan, saya kira ketegasan bahasa seperti itu, memperdayakan sudah termasuk pengertian didalamnya pengembangkan. Tetapi bagaimana juga kalau memperdayakan dan mengembangkan potensi masyarakat, saya kira tidak ada masalah itu.
43
Mengenai pemikiran FPDI tadi, kami setelah dijelaskan bagian bisa pahami karena itu ada masalah pengalihan fungsi, sehingga tentunya nanti jadi masalah lain lagi itu.
Terima kasih Pak Ketua.
KETUA RAPAT :
Baik, jadi maksud kita, kita ramu pikiran-pikiran itu di Timus sehingga yang kita maksud itu bisa ter-cover begitu.
Baik, kita Timus kan ini berdasarkan usulan dari temanteman FPP, setuju ?
(RAPAT SBTUJU)
Terima kasih. DIM nomor 118, FABRI tetap, FKP juga tetap hanya berta
nya, FPP hapus, FPDI buat pasal tersendiri. Saya persilakan FPDI.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Ini sebenarnya tidak perlu dijelaskan Pak Ketua, hanya usul saja untuk dibuat pasal, redaksinya sama saja.
KBTUA RAPAT :
Terima kasih. Yang mau hapus silakan FPP.
FPP (H.M. HARMINTO A. PURWOTENOYO, B.A.)
Terima kasih. Jadi sebenarnya mengapa kalau ada PP koq kita selalu
hapus itu, memang alergi itu. Dari masa lalu yang ternyata banyak PP-PP yang menyimpang daripada maksud dari pasal yang di-PP-kan itu. Akhirnya kami masih tetap seperti yang dulu lagi, yang kemarin-kemarin. Pasal yang harus diatur dengan PP, itu kemudian Pemerintah memberikan penjelasan secara rinci, apa yang akan diatur didalam PP itu. Sehingga yang kemarin kami sampaikan itu tidak usah saya ulang lagi.
Sekian, terima kasih.
I .~
44
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih. Jadi konkordan dengan kesepakatan dulu barangkali nanti arahnya.
Selanjutnya FKP silakan.
FKP (DRA. Hj. OKI HIDAYATI MARAHDJANI)
Para peserta rapat yang kami horrnati. Saya kira apa yang disampaikan Pimpinan tadi mengenai
FKP tetap atau tidak berkeberatan dengan isi RUU ini bunyi kalimatnya, hanya saya kira kali ini sama dengan FPP. Kami pun ingin mempertanyakan hal-hal apa saja yang kiranya ingin dimasukan lagi oleh Pemerintah yang merupakan muatan materi yang akan diatur oleh Pemerintah didalam ketentuan tersebut.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, silakan FABRI.
FABRI (IGNATIUS MULYONO)
Terima kasih Bapak Ketua. FABRI tetap karena berangkat
segala sesuatu yang dimuat dengan sesuai dengan ketentuan bersama, dilengkapi dengan aturan-aturan Peraturan Pemerintah itu sendiri, begitu.
dari keyakinan FABRI bahwa Peraturan Pemerintah mesti kesepakatan bersama akan yang mengikat terhadap
sehingga tidak eek kosong
Oleh sebab itu FABRI tetap, terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, saya persilakan Pak Menteri. digongin saja Pak.
PEMERINTAH/MENHUTBUN
Mudah-mudahan
Mohon maaf, seperti kemarin kami sampaikan Bapak Pimpinan bahwa PP-nya ini kan kita suka merigius, jadi tidak membengkak tapi diklover. Sedang nantipun mungkin kita muat
45
dalam penjelasan setiap peraturan pemerintah yang akan dikeluarkan apa saja isinya itu kesepakatan kita kemarin dan isinya itu tentunya diantaranya mengenai masalah kewajiban, tata cara, kriteria yang akah direhabilitasi, pengaturan DAS-nya karena ini mengenai DAS, DAS turitas, kita ada DAS ada DAS turitasnya kemudian masalah penyusunan rencana koordinasi sektor pusat dan daerah karena menyangkut beberapa kegiatan termasuk stikuldesnya.
Jadi say a kira i tu yang harus dimasukkan dipertegas dalam PP.
Terima kasih.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Ada juga Pak termasuk pengundangan teknologi j angan sampai teknologi juga ikut merusak lingkungan atau mencemarkan lingkungan.
KETUA RA.PAT
·Lain kali lewat Pimpinan. Oke, baik j adi saya kira walaupun rumusan ini tidak
tepat sepenuhnya sesuai dengan kesepakatan kemarin kata 11 dalam 11 kita ganti dengan kata "pada".
Jadi ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah kita sepakat seperti itu dengan menambahkan penjelasn pasal dan hal-hal yang akan diatur dalam peraturan Pemerintah.
Setuju ?
(RAPAT SETUJU)
Terima kasih. Bapak/Ibu dan Saudara-saudara sekalian, Saya tidak mau mengganggu program berikut, saya tawar
kan apakah kita skors sampai dengan pukul 13.30 ? Setuju ?
(RAPAT : SETUJU)
(RAPAT DITUNDA PUKUL 12.00 WIB)
,.
46
KETUA RAPAT :
Bapak/Ibu dan Saudara-saudara sekalian, Skors saya cabut dan rapat saya buka kembali.
(RAPAT DIBUKA KEMBALI PUKUL 13.30 WIB)
Terakhir tadi kita telah menyelesaikan butir 118, oleh karena itu kita lanjutkan dengan butir 119 dimana ABRI tetap, FKP hanya merubah pasal, rumusan dirubah sedikit, PP juga merubah FPDI juga merubah.
Silahakn PDI
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN) :
Tunggu Pak, kami belum dapat.
KETUA RAPAT
Halaman 130 oleh karena itu kalau Karya Pembangunan sudah siap silakan.
FKP (YOZEF PIETER YOSEANO WAAS) :
Baik, terima kasih Saudara Pimpinan, Saudara Menteri Kehutanan yang kami hormati, Setelah mengamati Pasal 39 berkenaan dengan melakukan
memperhatikan tentang tanah kritis ini karena terjadinya tanah itu kritis adalah ulah manusia.
Oleh sebab itu FKP merasa perlu merubah susunan daripada naskah ini adalah bahwa setiap orang yang mempunyai hak pengelolaan hutan yang mengakibatkan hutan menj adi kritis dan atau tidak produktif, waj ib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan dan konservasi. Nah tentunya ini merupakan satu ikatan tanggung-jawab bersama bahwa hutan itu harus kita pelihara bersama-sama. Nah jadi memang siapapun yang diiberi kesempatan untuk mengelola hutan dia harus mempunyai tanggung-jawab untuk memelihara hutan itu juga.
Barangkali dari kami sementara cukup sekian.
47
KETUA RAPAT :
Terima kasih Karya Pembangunan, Selanjutnya
FKP (PROF. DR. IR. H. FACHRUDIN)
Ketua, ada tambahan sedikit.
KETUA RAPAT :
Silakan Pak.
FKP (PROF. DR. IR. H. FACHRUDIN)
Terima kasih Saudara Pimpinan, Menambahkan apa yang telah dikemukakan oleh rekan
kami Pak Pieter Waas ada satu kerangka berpikir yang selama ini dianut oleh FKP bahwa mengertian memiliki atau menguasai ini diganti dengan satu frame yang kemerin kita sudah usulkan adalah hak pengelolaan. Ini yang merupakan inti daripada selain yang dikemukakan oleh rekan kami tadi.
Terima kasih Saudara Ketua.
KETUA RAPAT
Oke, terima kasih FKP. Selanjutnya Persatuan Pembangunan
FPP (H. MASRUR JAVAS)
Terima kasih Ketua, FPP ini agak lain muatannya juga Pak, substansinya juga
menj adi berubah walaupun hanya menambahkan beberapa kata. Setelah dirubah ini substansi itu berubah menjadi demikian. Setelah perubahan Ayat ( 1) Pemerintah membantu setiap orang yang meliiden atau menguasai hutan yang kritis atau tidak produktif dalam rangka melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan dan konservasi. Jadi dalam hal ini ada dua kandungan maksud, yang pertama setiap pemilik atau penguasa hutan yang kritis itu harus melaksanakan rehabilitasi tapi juga faktor utama pemerintah membantunya untuk
48
melaksanakan itu, mendorong mernbantunya dan kadar bantuannya itu bagaimana itu yang memang tidak ada tapi prinsipnya untuk mendorong agar itu direhabilitasi hutan-hutan yang kritis dan produktif maka pemerintah mernberikan bantauannya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Tambahkan sekalian dengan ralatnya Pak. Ada ayat (2) disitu, di DIM 119. Jadi kelihatannya merubah yang bunyi naskah dengan catatan ada perubahan ditambah ayat (2), supaya sekalian Pak sebelum nanti dilanjutkan Panja Pak.
FPP (H. MASRUR JAVAS} :
Sebentar Pak, cari ralatnya dulu Pak.
KETUA RAPAT :
Saya bacakan saja.
FPP (H. MASRUR JAVAS)
Pada ayat (2) 11 hak pengelolaan dan pemanfaatan hutan dicabut apabila tidak melakukan kewajiban rehabalitasi membiarkan terj adinya degradasi mu tu hutan serta rusaknya eko sistem11
•
Jadi ada "membiarkan" salah tempat ini sudah dibetulkan dalam ralatnya, membiarkan terjadinya degradasi mutu hutan serta rusaknya eko sistem. Jadi sebagai imbangan daripada pemberi bantuan dari pemerintah tadi apabila itu tidak dilaksanakan ada sanksi yaitu dicabutlah haknya itu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Silahkan Pak Djafar
49
FPP (H.M. DJA'FAR SIDDIQ)
Sedikit, mungkin perlu dipilah nanti ya, di dalam kontek pemikiran kita, ini belum mengacu kepada masalah pengelolaan. Kalau itu hutan rakyat, hutan adat yang didalam kenyataannya kritis sehingga mereka tidak berdaya untuk melakukan rehabilitasi dan segala macam maka tidak mustahil kewajiban pemerintah untuk membantu.
Jadi ini skupnya masyarakat dulu, masyarakat adat, masyarakat yang memang punya milik bukan pemberian hak itu ya tapai milik mere.ka, mereka punya hutan tapi mereka tidak mampu karena kritis atau masyarakat adat punya kawasan hutan karena sudah lama dimakan oleh HPH Pak, kritis, maka tentu adalah kewajiban kita untuk membantu dia, membantu bagaimana supaya mereka bisa melakukan perlindungan dan konservasi. Mungkin nanti di dalam kaitan pembahasan selanjutnya bahwa kalau itu pemegang pengelola hak hutan, pengusaha misalnya, penggarap HPH atau yang diberikan kewenangan pemerintah untuk mengelola hutan dan ternyata memang mereka melakukan tindakan-tindakan tidak sesuai dengan apa yang ditentukan dalam melakukan proses kerusakan degradasi, pembakaran dan sebagainya, berhentikan, ambil, cabut.
Jadi mohon ini ada dua nuansa disini, nuansa bagi rakyat biasa yang memiliki hutan dan masyarakat hukum adat yang memiliki hutan yang selama ini terbengkalai akibat proses eksplotasi oelh HPH maka kewajiban pemerintah membantu memberdayakan mereka sesuai apa yang kita kemukakan tadi, memberdayakan untuk supaya mereka bisa merehabilitir kemudian juga bisa berfungsi sebagai wilayah konservasi.
Sedang kepada pemegang HPH yang diberi hak untuk mengambil kayu segala macam hutan yang diberikan oleh pemerintah, ternyata seperti HPH seperti sekaranglah mereka melakukan tindakan-tindakan degradir, merusak, membakar dan sebagainya dan tidak melakukan ketentuan apa yang ditetapkan dalam fores agrement maka ternyata memang sudah berkali-kali diberikan, cabut. Ini, jadi mungkin ini karena kami tergesagesa jadi perlu ada pemilahan. Kepada rakyat yang biasa kita bantu sebab ini mengantisipasi bahwa kita akan memberikan kepada mereka pengakuan hak hukum adat.
..
50
Sedangkan kawasan hukum adat selama ini berada dalam kawasan HPH dan sebagian sudah rusak, terbakar dan segala macam mereka diberikan kewajiban kita meberdayakan, saya kira itu arahnya.
Saudara Ketua, Pasal ini lebih dijabarkan oleh PDI secara rinci, kita
jabarkan menjadi 3 (tiga) ayat yang pertama, Pemerintah mengatur mengenai masalah reputasi ini baik di dalam maupun diluar kawasan dan kemudian dan ada yang bertujuan untuk konservasi dan perlindungan dan pemilik hutan itu wajib untuk melaksanakannya.
Yang kedua, bahwa pemilik hutan itu berhak memperoleh pendampingan atau pelayanan dari pihak ketiga maupun daripada pemerintah. Tadi barangkal i lebih j el as yang dikatakan oleh Bapak kita itu kalau dia itu tidak mampu atau karena akibat ulah orang lain hutannya rusak kemudian dia tidak mampu untuk merehabilitasinya maka pihak ketiga itu atau pemerintah berkewajiban untuk membantunya.
Ayat ketiga disitu kita tahan atas permintaan daripada mereka maka pemerintah waj ib untuk memberikan pendampingan atau pelayanan dalam rangka rehabilitasi hutan tersebut.
Demikia Ketua, terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, nanti akan kita cermati karena khusus ayat (1) khususnya di pasal-pasal sebelumnya sudah kita atur itu.
Selanjutnya ABRI
FABRI { IGN. MULYONO}
Terima kasih, ABRI sebetulnya menilai apa yang ditampilkan pada Pasal
..
51
39 ini, ini karena merupakan hal yang tidak terlepas dari pasal-pasal sebelumnya, maka ABRI menilai ini sudah cukup bahwa apa-apa yang diberikan di RUU ini memang kepada mereka yang memiliki atau yang menguasai terhadap hutan yang pada kondisi kritis itu mendapatkan tanggung-jawab sebagai wajib melaksanakan rehabilitasi hutan.
Sedangkan terhadap bantuan pemerintah i tu sebetulnya juga ataupun baik dalam bentuk pengendalian dan sebaginya itu sudah dijelaskan di dalam penjelasan dari pasal 39 ini sendiri jadi maka oleh ABRI dinilai cukup dengan apa yang disampaikan pada muatan pasal 39 ini kiranya sudah memadai.
Terima kasih.
KBTUA RAPAT :
Baik, terima kasih
FABRI (SUKANDAR ARUN, SE)
Ada tambahan Pak,
KETUA RAPAT
Pak Kandar, silahkan
FABRI (SUKANDAR ARUN, SE) :
Terima kasih Pak Pimpinan, Seperti yang dij elaskan oleh teman kami dari Fraksi
ABRI sebetulnya kewaj iban pemerintah itu oleh Fraksi ABRI dirumuskan di dalam BAB Hak dan Kewajiban Masyarakat. Jadi isi substansi bahwa setelah yang pertama itu di dalam butir atau Bab rehabilitasi memang dijelaskan seperti ini sehingga ABRI tidak memberikan perubahan adapun kewajiban pemerintah itu diuraikan oleh Fraksi ABRI di dalam hak dan kewaj iban masayarakat dimana didalamnya sana ada bahwa pemerintah di dalam rangka rehabilitasi berkewaj iban memberikan pendampingan sehingga substansi tidak ada masalah hanya nanti dimasukkan dimana, apakah kita titik berat kepada rehabilitasinya atau kita titik berat kepada hak dan kewajiban masyarakat.
Terima kasih.
I I I ..
52
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih Fraksi ABRI Saya kira Pak Menteri demikian, fraksi-fraksi telah
menyampaikan. ABRI seyogyanya naskahnya tetap, FKP merubah sedikit, FPP meramunya dalam 2 ayat sedangkan PDI dalam 4 ayat.
Terima kasih, silahkan Pak Menteri.
PEMERINTAH (MENHUTBUN)
Terima kasih Bapak Pimpinan, Saya tidak terlalu sulit karena semuanya mempunyai
substansi-substansi yang berbeda tetapi mengkait kepada kepentngan pengelolaan karena ini menyangkut langsung pengelolaan perkenan kami minta Dirjen Rehabilitasi Lahan untuk menyampaikan keterangan.
PEMERINTAH (DIRJEN RRL)
Terima kasih Pak Menteri, Pak Pimpinan dan bu sekalian yang saya hormati, Ada dua hal saya kira yang perlu kami berikan penjela
san. Yang pertama adalah sisi masyarakatnya dan yang kedua adalah sisi pemerintah. Di dalam konsep 1n1 dikemukakan bahwa setiap orang yang memiliki dana atau menguasai hutan yang kritis dan tidak produktif wajib melaksanakan rehablitasi hutan, ini dalam konteks yang berhubungan dengan masalah lingkungan.
Saya ingin menyampaikan bahwa di beberapa negara mungkin juga di Indonesia walaupun secara tidak jelas tersirat di dalam peraturan peundangan yang ada bahwa setiap orang yang mempunyai katakanlah disini pohon hutan dan sebagainya prinsipnya tidak boleh dimanfaatkan, digunakan sehingga mengganggu kepentingan orang lain. Ini saya kira dalam konteks keperluan DAS akan jelas sekali karena dengan menebang pohon walaupun itu miliknya sendiri maka juga akan menggaggu kepentingan orang lain, apalagi lokasi atau kepemilikannya sudah menjadi kritis sehingga perlu ada langkahlangkah rehabilitasi.
..
53
Kemudian yang kedua dari sisi pemerintah tadi dikemukakan hanya satu kewajiban untuk membantu dan sebagainya kami sependapat dengan beberapa penjelasan hal-hal yang saya kira telah dilakukan oleh selama ini olh pemerintah khususnya Departemen Kehutanan dan Perkebunan dimana dalam membantu masyarakat atau membantu rakyat di dalam melakukan rehabili tasi bentuknya paling tidak ada dua yaitu yang sifatnya sistensi teknis jadi kalau tadi disinggung hutan rakyat maka · oisntitusi kelembagaan kehutanan dan perkebunan di daerah misalnya Dinas PKT, ini telah memberikan bantuan-bantuan teknis kepada masyarakat misalnya dalam hal menyusun rencana dimana memilih bibit yang baik dan sebagainya dan sebagainya. Jadi ini sudah diberikan kepada mereka dan ini sekarang berjalan sampai dengan saat ini.
Demikian pula yang sif atnya non teknis maksud saya adalah yang berkaitan dengan dana maka di Departemen Kehutanan dan Perkebunan juga menyediakan dana-dana khusus untuk pembangunan hutan rakyat dan sebagainya dan juga tidak hanyaaaaaa dari dana-dana khusus tersebut tetapi juga dari APBN ataupun dana-dana yang lain misalnya pada Inpres dan sebagainya.
Dari kedua kegiatan perbantuan tersebut yang sif atnya teknis dan juga yang masalah pendanaan maka dengan sendirinya ada bantuan lain dimana di dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat yaitu ditempatkannya beberapa maskud saya ditempatnya penyuluh kehutanan di lapangan. Jadi penyuluh kehutanan di lapangan akan memberikan asistensi teknis kepada katakanlah kelompok tani masyarakat setempat yang akan melakukan kegiatan rehabilitasi.
Kemudian disamping itu juga sudah dilakukan dengan model-model pendampingan yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat.
KETUA RAPAT
Pak Dirjen, jadi langsung saja kira-kira usulan rumusan ini masuk apa tidak, begitu saja, tidak usah diceriterakan yang itu.
54
PEMERINTAH (DIRJEN RRL) :
Baik Pak, jadi untuk klarifikasi saja saya kira ini bisa masuk, jadi baik perbantuan yang diberikan oleh pemerintah.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Pak Menteri,
PEMERINTAH (MENHUTBUN)
Pemerintah kalau dimasukkan dalam undang-undang pemerintah membantu itu sudah bisa mengikat itu. Ini yang konsekuensinya di anggaran, yang beratnya disana nanti kalau wajib sudah berarti jadi kalau sudah ada dana ini yang katakata ini yarig agak.
Terima kasih Pak, mungkin tambahan saja.
KETUA RAPAT :
Baik, saya kira pertimbangan yang terakhir barangkali patut kita cermati sehingga dengan demikian saya kembalikan dulu kepada rekan-rekan fraksi untuk kita kembangkan lebih lanjut masalah ini sehingga istilah membantu ini j angan sampai nanti tiba-tiba satu ketika tidak ada anggarannya bahwa walaupun itu sebetulnya sudah berjalan itu Pak.
Baik, silahkan dari PP.
FPP (Ny. Hj. CHODIDJAH}
Terima kasih Bapak Pimpinan, Atas penjelasan dari Pak Menteri kami sampaikan terima
kasih. Menurut hemat dari FPP sebagaimana tadi telah dikemukakan oleh senior kami Yth. Pak Dja'far Siddiq, jadi kalau kami memahami, mencermati dan memahami dari apa yang diajukan oleh FKP ini memang arahnya pada pemegang hak sehingga diwajibkan.
..
Kemudian konsep atau menguasai yang hemat FPP, memiliki murni.
55
dari Pemerintah, ini ada langsung diadopsi oleh dipilah arahnya kepada
memiliki dan FPP . Menuru t hutan rakyat
Kemudian menguasai dipilah arahnya kepada masyarakat hutan adat yang memang pada prinsipnya adalah dikuasai oleh negara kemudian masyarakat hutan adat itu diberikan penguasaan untuk pemanfaatan.
Oleh karena itu ada dua nuansa di dalam hal ini kemudian dalam tambahan ayat baru itu hampir sama maksudnya dengan apa yang disampaikan oleh rekan kami dari FKP.
Untuk FPDI ini memang menurut hemat FPP sudah rinci sekali.
Bapak Pimpinan dan Bapak Menteri beserta Staf, Kami memang memahami betul bahwa yang selama ini ada
yang namanya RRKT (Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah) yang memang kami merasakan bahwa lewwat APBN atau APBD itu telah memberikan kepada rakyat untuk kepentingan ini.
Oleh karena itu pemikiran kami kalau sekarang ini saja sudah bisa dilaksanakan walaupun "keberhasilannya" kenyataannya rusak parah tidak tahu itu dananya kemana tetap;i. kita tidak mempermasalahkan kemananya tetapi kalau selama ini saja tidak ada perhatian dari APBN maupun APBD atas nama pemerintah maupun pemerintah daerah mumpung sekarang ini lagi membahas undang-undang, tidak jeleklah bahkan diharapkan sekali apabila di dalam undang-undang ini lalu ditegaskan kekhawatiran dari sementara pihak kalau nanti kemudian dicantumkan di dalam naskah undang-undang ini dengan katakata "waj ib", ini memang menambah berat beban APBN maupun APBD.
Oleh karena itu FPP menyelipkan satu kata sehingga di dalam ayat (1) ada kata-kata "dapat". Pemerintah dapat membantu setiap orang dan seterusnya.
Oleh karena itu di dalam putaran ini FPP masih tetap berpendirian pada konsepnya, mudah-mudahan dpat dicermati dan dipahami.
Terima kasih atas perhatiannya, waktu kami haturkan kembali.
KETUA RAPAT
Baik, terima kasih Bu
56
FPP (H.M. DJ'AFAR SIDDIQ) :
Tambahan, jadi penekanannya
KETUA RAPAT :
Sebentar, jangan langsung ditarik. Tak bagus ini yunior kalau. Baik Pak, jadi silahkan ditambah yang penting yang
dikhawatirkan disini baru jangan Pemerintah membantu setiap orang, ini kan kaya barangkali makna yang diterangkan tadi saya kira itu bisa kita cermati lebih lanjut nanti, yang penting bagimana kita menemukan nanti kalimat yang ingat tidak terkesan bahwa setiap orang itu wajib memperoleh bantuan, barangkali begitu Pak.
Jadi selanj utnya Pak Dj a' far, silahkan asal bumbunya jangan terlalu panjang.
FPP (H.M. DJA'FAR SIDDIQ)
Mohon dipilah nanti dalam pembahasan, apakah di Panja, dipilah mana porsi masyarakat adat dan pemilik hutan rakyat, dan mana mereka yang dibebani hak untuk mengelola, itu lain. Itu saja mohon nanti.
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih Pak. Sehingga memang ini kita, Pasal ini rupa-rupanya harus
dikembangkan Pak Awal, bagi pemilikan yang tadi masyarakat apa segala macam, terus yang hak, kalau yang hak boleh-boleh saja kita wajibkan ini, sehingga bila perlu nanti keterkaitan dengan usulan FPP yang dicabut itu, misalnya Pak.
Baik, saya persilakan berikutnya, sudah dua orang cukup.
FPP (DRS. H. HARMINTO AGUSTONO) :
Kalau diizinkan, diizinkan, terima kasih. Jadi jiwa dan semangat dari usulan FPP, ialah bahwa
seseorang memilik hutan kritis tapi dia tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan hutan itu kritis. Oleh
,.
57
karena itu Pemerintah yang harus proaktif untuk merehabilitasi tanah itu supaya kekritisannya itu bisa ditingkatkan menjadi lebih baik, bukan ditingkatkan makin kritis. Ini sekedar tambahan.
Oleh karena itu kalau tadi Saudara Menteri merasa keberatan dengan kata-kata 11 membantu 11 karena disini ada konsekuensi Pemerintah harus menyediakan dana yang cukup, maka saya kira bisa kita tanyakan pada ahli bahasa untuk mengganti kata-kata 11 membantu 11 yang mendekati tapi tidak merupakan kewajiban, diselipkan kata 11 dapat 11
• Diselipkan kata "dapat" itu berarti tidak wajib.
Oleh karena itu saya kira wajar kalau usulan dari FPP ini bisa diterima dengan senang hati.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Karena terlalu banyak ngomong, jadi kita berpikir banyak ini.
Saya kira itu, substansinya sudah setuju kita, hanya bagaimana merumuskannya saja nanti, itu gampang itu. Jadi pak Harminto bukan menambah, mengulang saja ini.
Pak Sukandar dulu ya, jadi kita putar saja sekalian ini.
FABRI silakan.
FABRI (SUKANDAR ARUN, SE)
Terima kasih Pak Ketua. Yang pertama tadi untuk menghindari agar tidak orang
seorang mendapat bantuan dan bersifat wajib, sudah disampaikan kata 11 dapat 11
• Namun apabila dalam bentuk masyarakat, itu sudah tertampung didalam Pasal 53 ayat (2), jadi didalam peran serta masyarakat a tau hak dan kewaj iban masyarakat. Disana dicantumkan bahwa didalam melaksanakan rehabilitasi hutan masyarakat dapat meminta pendampingan pelayanan dan dukungan kepada lembaga swadaya masyarakat atau Pemerintah. Jadi rumusan itu sudah ada dan sudah disana ada penyempurnaan-penyempurnaan.
Ini hanya untuk informasi saja Pak Ketua. Terima kasih.
I ••
I
KETUA RAPAT :
Terima kasih FABRI. FPDI silakan.
58
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Ketua, disini kata "wajib Pemerintah" perlu Pak, karena disatu pihak disini kita juga mengatur bahwa pemilik hutan wajib melaksanakan rehabilitasi. Nah, ada pemilik hutan yang kira-kira hutannya menjadi kritis atau rusak bukan karena ulahnya, mungkin karena ulang HPH, karena kebarakan, karena bencana, macam-macam. Tetapi keadaan itu kita wajibkan menurut Undang-undang ini dia wajib.
Nah untuk mencapai keseimbangan, nah Pemerintah juga wajib membantu dia dengan berbagai cara tentunya. Nah, barangkali didalam penjelasan nanti supaya ini tidak melebar berlaku 1 uas, nah kewaj iban Pemerintah i tu diarahkan pada siapa, umpamanya pada pemilik hutan yang hutannya menjadi kritis karena rusak, karena kebakaran, karena bencana alam, atau karena ulah HPH segala macam itu, sehingga tidak meluas. Sebab jangan kita satu pihak.wajibkan orang lain nah ini orang lain, Pemerintah tidak diwaj ibkan. Nah tentunya bantuan Pemerintah disini bukan selalu terbatas dana, Pemerintah bisa jadi konsultan, atau barangkali sumber manusia dia bisa bantu untuk memberikan pendapat, saran atau petugas lapangan dan lain-lain, bukan terkait dana atau mungkin ada sarana/prasa-rana pinjam traktor dan lain-lain itu Pak.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, selanjutnya FKP.
FKP (JOZEF PIETER YOSEANO WAAS) :
Baik, kami mencermati tentang istilah membantu, "pemerintah membantu" kita harus teliti sekali, jangan pengertian membantu itu nanti bisa diobjekan. Tadi rakyat yang merasa memiliki lahan itu, nah ini kalau betul-betul rakyat yang kita bela itu benar, tetapi ada rakyat yang pakai dasi ini, ini bisa mencari j al an bantuan pemerintah
59
itu selalu konotasinya dana. Nah tentunya saya mengharapkan bahwa istilah bantuan
Pemerintah itu, pemerintah membantu dan mengawasi, dan soal istilah 11 wajib 11 itu kami pertahankan. Karena wajib itu adalah suatu pembinaan supaya masyarakat itu bersama-sama merasa bertanggung jawab memiliki hutan itu untuk dipelihara bersama-sama.
Sehingga kalau istilah pemerintah membantu, dan tidak ada wajib, istilah "wajib" itu, ini benar-benar kita sudah memanjakan mereka-mereka yang sebenarnya tidak layak untuk mendapat bantuan.
Saya setuju dengan penj elasan Pak Dj a' far, memang itu harus kita pilah mana yang layak dibantu dalam arti yang luas bukan hanya dana, tetapi bantuan penyuluhan dan peralatan barangkali yang mempercepat proses rehabilitasi hutan itu dapat dilaksanakan.
Oleh sebab itu, sekali lagi kami mohonkan istilah 11 membantu 11 itu harus secara cermat dan kita mempertahankan kata "waj ib".
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Jadi yang menjadi soal yang "wajib" itu, itu hanya "wajib membantu" itu yang, sedangkan "wajib melaksanakan" itu saya kira sudah termasuk misalnya pikiran FABRI bahwa sebetulnya kalau saya harap bantuan dari masyarakat itu, tempatnya ditempat lain.
Sebelum kita ini, barangkali Pak Menteri ada pikiran, Pak Menteri.
PEMERINTAH/MENHUTBUN
Silakan Pak Dirjen.
PEMERINTAH/DIRJEN RLPS DEPHUTBUN
Terima kasih Pak. Jadi memang tadi kalau praktek lapangannya seperti itu,
jadi memang sudah dilakukan bantuan-bantuan teknis ataupun yang lainnya termasuk masalah pendanaan dan sebagainya, termasuk bibit. Hanya sekarang apakah harus ditekankan
,. 60
pengertian "wajib", kalau kami sendiri cenderung mengatakan "bisa dapat membantu", atau mugkin juga "dalam melaksanakan rehabilitasi dengan bantuan Pemerintah", bisa begitu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Jadi sudah hampir ketemu ini, barangkali cara menghidarkan konotasi seolah-olah wajib Pemerintah memberi, mungkin ditambah dibagian belakang dengan "setelah melaksanakan itu dengan bantuan Pemerintah" misalnya begitu, ini sementara dulu.
Sedangkan bagi yang memang memiliki hak sebagaimana tercantum dalam substansi ayat (2), ayat (2) FPP dan Pasal perubahan dari FKP, itu saya kira nanti kita makin kita sempurnakan itu memang wajib mereka lakukan. Melalui Undangundang ini kita yang memperoleh hak itu, ya saya kira ini.
Apakah dua substansi ini kita ramu seperti itu untuk kita rumuskan lebih lanjut, saya tawarkan kepada Saudara sekalian, Panja atau Timus, Panja ya ? Panja bisa kita sepakati ?
(RAPAT SETUJU)
Panja. Selanjutnya Bapak Ibu dan Saudara-saudara sekalian. Ada perubahan sedikit barangkali, kalau saya tidak
salah dari FPDI. Sedangkan ketiga Fraksi yang lain tetap, kelihatannya hanya nomor Pasal yang menyesuaikan.
Kami persilakan FPDI.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Ketua, memang dalam Pasal 40 ini agak umum, kabur ya, sehingga FPDI lebih terfokus, yang sebenarnya merusak reklamasi ini dilaksanakan karena umumnya itu dilaksanakan oleh para penambang, sehinga FPDI menembak langsung saja rumusannya bunyi begini : "Reklamasi lahan pada kawasan hutan bekas areal pertambangan waj ib dilaksanakan oleh pemegang kuasa pertambangan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan".
Itu usul rumusan kami mengenai Pasal 40 ini, terima kasih.
'
I
I I ••
I
61
KETUA RAPAT :
Baik, apabila nanti kita sepakat bahwa reklamasi itu hanya pada kawasan yang rusak karena pertambangan, saya kira boleh nanti kita pertimbangkan, tapi bisa juga kegiatan lain barangkali bikin rusak. Kalau kegiatan lain juga bikin rusak, berarti kita.
Baik, FPP ada ralat, sehingga ada rumusan tambahan, disamping nomor Pasal, silakan.
FPP (NY. HJ. CHODIDJAH) :
Terima kasih Bapak Pimpinan. Didalam DIM semula ini memang hanya perubahan penulisan
dalam penomoran ayat maupun pasal. Didalam ralat, ini memang tertulis perlu penjelasan Pasal.
Jadi kami memandang bahwa tentang reklamasi kawasan hutan yang tertulis didalam DIM 120 masih memerlukan penjelasan. Namun demikian apabila nan ti setelah Pak Menteri mungkin menj elaskan pada forum ini dianggap cukup j el as, juga kami memahami tidak usah tertulis didalam Undang-undang.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Silakan.
FPP (H.M. DJA'FAR SIDDIQ)
Saudara Ketua. Jadi kita juga ingin mengetahui dari pemerintahlah,
reklamasi yang ada selama ini dalam pemerintah itu ada saja, akibat dari apa saja. Sehingga dengan demikian dapat kita ketahui kualitasnya, mana yang kita kaitkan dengan Pasal ini, mana yang tidak, ini masalahnya.
Terima kasih.
...
62
KETUA RAPAT :
Terima kasih. Selebihnya kalau mau dimanfaatkan kesempatan, FABRI.
FABRI (IGNATIUS MULYONO)
FABRI masih dalam hal ini DIM-nya tetap Pak, karena memang dalam Pasal ini kita sendiri menggaris-bawahi hanya penjelasan aktivitas reklamasi kalau kita lihat dari Pasal 40 dari ayat (1) sampai ayat (3), nanti kuncinya itu pada Peraturan Pemerintah yang akan disampaikan oleh Pemerintah, ini jadi kuncinya ada disana. Sehingga untuk ayat (1) ini maka FABRI tetap begini saj a, karena ini hanya penj elasan pada segala sesuatu yang berkait pada proses reklamasi. ,
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Kami persilakan FKP.
FKP (JOZEF PIETER YOSEANO WAAS)
Saya rasa hampir sama ya artinya dengan dari FPP dan FABRI ya, kita memerlukan kejelasan tentang masalah reklamasi kasawasan hutan ini, sehingga walaupun kami menyatakan disini rumusan Pasal 40 tetap, tapi kami ingin merinci lagi uraian daripada ayat (1) Pasal 40 ini, sekian.
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih Fraksi-fraksi. Dengan demikian persoalan disamping menjawab perta
nyaan-pertanyaan Fraksi-fraksi, yang persoalan barangkali tentang mengarah kita ke DIM FPDI, dalam artian apakah memang bisa steat langsung ke bekas pertambangan untuk Pasal ini, silakan Pak.
63
PEMERINTAH/MENHUTBUN
Terima kasih Pak. Jadi yang dimaksud di DIM 40 ayat ( 1) ini kan dia
berlaku umum, termasuk bencana alam, gunung merapi yang perlu direklamasi kembali. Tapi juga masalah yang disampaika oleh rekan dari FPDI, pertambangan ini juga yang terbanyak juga akibat pertambangan, apakah nanti dibuat dua ayat atau dimasukan dalam Penjelasan, tapi perlu kita tampung.
Tapi mungkin detilnya Pak Harsono Dirjen Reklamasi ini, supaya ikut ini.
PEMERINTAH/DIRJEN RLPS DEPHUTBUN
Terima kasih Bapak Menteri. Jadi saya kira, apa yang disampaikan Pak Menteri,
antara lain bahwa reklamasi yang sekarang ini memang yang ditujukan terutama memang pada kegiatan-kegiatan pertambangan. Sekarang misalnya yang menonjol Pualu Bangka dan Balitung itu yang sudah kelihatan, kemudian juga ada di Sumatera Utara, ini kegiatan pertambangan.
Namun demikian, seperti yang disampaikan Pak Menteri bahwa reklamasi tidak hanya pada akibat pertambangan, tapi juga akibat kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan misalnya becana alam, longsor, kemudian ada gunung meletus akibat sebagai gunung berapi dan lain sebagainya, dan juga mungkin juga adanya kekeliruan didalam pembukaan lahan karena bisa terjadi bahwa pengembangan wilayah terjadi kerusakan pembukaan lahannya.
Jadi itu yang saya kira perlu dilakukan, tadi_Pak Irjai menyinggung mestinya masalah pembukaan lahan gambut di Kalimantan Tengah mungkin juga terjadi karena kekeliruan pembukaan, pengembangan wilayah sehingga perlu dilakukan reklamasi, j adi tidak hanya rehabilitas, tapi juga sudah menyangkut pada reklamasi.
Demikian Pak Menteri, Bapak Pimpinan Terima kasih.
PEMERINTAH/MENHUTBUN :
Terima kasih Pak Dirjen. Saya kira ini yang tinggal yang harus kita beri dia
PERT! ini Pertambangan Tanpa Izin yang paling banyak ini
64
nanti bagaimana, siapa yang reklamasi, pemerintah juga akhirnya kan.
Terima kasih Pak, sebagai tambahan reklamasi.
KETUA RAPAT : .
Kalau yang tanpa izin pasti Pemerintah Pak. Saya kira, khusus Pasal 40 memang kelihatannya ayat (1)
dari FPDI penting juga kita atur itu, sehingga apakah Pasal 40 ini kita tambah lagi satu ayat baru sehingga ayat (1)-nya tetap, ayat (2)-nya nanti misalnya kita pasang FPDI punya, dan selanjutnya. Saya tawarkan begitu khusus yang ini.
Silakan FKP dulu.
FKP (PROF. DR. IR. H. FACHRUDDIN)
Apa yang dikemukakan oleh rekan FPDI ini memang hal yang sangat penting, namun sesungguhnya substansi yang dimaksudkan dalam usul tambahan ayat itu, sudah tertampung dalam Pasal 41 RUU, "Penggunaan kawasan hutan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 itu penggunaan diluar kepentingan kehutanan mengakibatkan kerusakan hutan wajib dilakukan reklamasi atau dana untuk rehabilitasi".
Apakah belum tertapung disini, sehingga kita tadi perlu membuat satu yang baru.
Terima kasih Bapak Pimpinan.
KETUA RAPAT
Benar juga, jadi barangkali boleh tidak kita tunda substansi ini ke Pasal 41, sehingga nanti kalau dia disitu kita sempurnakan Pasal 41 atau kita tambah ayat (1), karena ini mengatur secara umum dulu begitu, ini pikiran saya kira bagus j uga ini, tanpa bermaksud untuk ki ta membuang ini karena substansinya bagus mengacu langsung ke pertambangan.
Apakah dengan demikian ayat (1) kita sepakat dulu tetap seperti naskah RUU, saya tawarkan.
65
FPDI (DRS . MARKUS WAURAN)
Ketua begini, kan ini ada terkai t j uga dengan Pasal sebelunmya, yaitu "waj ib daripada penunjuk hutan", ini kan terarah orangnya, kalau Pasal 41 itu umum, siapa yang harus mengadakan rehabilitasi dan reklamasi tidak disebut disitu di Pasal 41. Sedangkan kalau disini didalam sebelum Pasal 40, Pasal 39 "Setiap orang memiliki menguasai hutan yang kritis" itu karena setiap orangnya sudah diaturlah siapa itu, tapi kan Pasal 41 tidak.
Oleh karena itu kalau disini yang usul kami kan lebih cocok, karena sudah disebut siapa itu, tapi terserah Ketua mau ditampung dimana, tapi bagi kami ini penting dan sekaligus kalau ini kita cantumkan, beban Pemerintah berkurang Pak. Sebab kalau nanti di Pasal kita sebut perlu ada bantuan pemerintah atau waj ib kita bantu dan segala macam, tapi dengan kita cantumkan ini, pemerintah tidak akan memberikan bantuan, karena memang tanggungjawab mereka ini.
Terima kasih.
KBTUA RAPAT :
Terima kasih FPDI. Justru saya sebetulnya sungguh sama dengan FPDI ini,
hanya kan kalau Pasal 40 itu Pak Markus, Pasal 40 itu adalah penggunaan dalam bidang kehutanan ini, umum. Sedangkan Pasal 41 adalah langsung mengacu kepada penggunaan diluar, sebagaimana dimaksud Pasal 35, ini kan penggunaan di luar kehutanan, sehingga langsung kena dengan usulan, setuju Pak ya, terima kasih.
Jadi dengan demikian, ayat (1) Pasal 40 kita tetap.
FPP (H.M. DJA'FAR SIDDIQ) :
Sedikit, dengan penjelasan nanti dibuat Penjelasan.
KETUA RAPAT :
Terima kasih, dengan Penjelasan.
(RAPAT : SETUJU)
66
Pasal 40 ayat (1) dulu. Sedangkan ayat (2)-nya apakah bisa kita tarik semuanya
ke Pasal 41 usula FPDI ? Iya di Pasal 41 nanti maksudnya kita bahas sama-sama, sehingga substansi ini apa kita bahas nanti pada Pasal 41 begitu, pada butir 1, 2, 3 kita tunda begitu, kita geser, bisa dari FPDI, kalau tidak, sekarang boleh juga tapi belum kita bahas masuk 1, 2, 3.
FPDI {DRS. MARKUS WAURAN) :
Ya, karena terkait dengan Pasal sebelumnya, saya kira ke Pa.sal 41 tidak ada masalah Pak itu.
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih, dengan demikian saya tawarkan. Tambah apa lagi Pak, yang khusus ayat (2).
FPP (H.M. DJA'FAR SIDDIQ)
!ya, kaitannya begini, artinya saya melihat Pak Menteri responsip apa yang diusulkan dari pihak FPDI sebab perkembangan yang akan datang ini, justru lebih banyak menghadapi masalah pertambangan, pertama tambang emas, ini yang berat sekali. Oleh karena itu perlu kita ungkapkan secara terang dalam Undang-undang ini.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Benar Pak, sudah sepakat kita itu Pak, cuma nanti kita bahas pada waktu Pasal 41.
Jadi dengan demikian ayat (2) kita sepakati ya tetap ya
(RAPAT : SETUJU)
Terima kasih. Kemudian ayat (3), saya kira ini hanya FPP yang suruh
hapus, saya kira sama dengan penjelasan Pak Harminto tadi, jadi tidak perlu kita masuk lagi ulang-ulang ini, oke setuju ?
(RAPAT : SETUJU)
67
Hanya perubahan kata "dalam" menjadi "pada". Baik, Bapak Ibu dan Saudara-saudara sekalian. Selanjutnya kita masuk pada butir 1,2,3 Pasal 41,
sehingga dengan demikian usulan FPDI dari DIM sebelumnya ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) ini bisa kita kawinkan dengan pembahasan Pasal ini.
Saya persilakan FPP dulu, karena yang lain hanya rubahrubah angka saja.
FPP (H. MASRUR JAVAS)
Terima kasih. FPP hanya menambah kalimat terakhir saja itu pak,
dengan sesuai dengan pola yang ditentukan Pemerintah, sehingga kalimatnya menjadi "Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal (pasalnya disesuaikan) yang mengakibatkan kerusakan hutan wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi" ditambah usulan baru "sesuai dengan pola yang ditentukan oleh pemerintah".
Mengapa kita tambahi kata-kata ini, FPP khawatir reklamasi dan rehabilitasi ini semau-maunya sendiri saja tanpa ada pendoman bagaimana itu dilaksanaka.
Terima kasih.
KETUA RA.PAT :
Baik, apakah usulan ayat (2) barunya tidak jadi, ya sakalian itu pak dalam satu kolom.
FPP {H. MASRUR JAVAS) :
Ayat (1) kemudian ada usulan baru menambah menjadi ayat (2) baru yaitu bunyinya : Fihak-fihak yang menggunakan kawasan hutan di luar kepentingan pembangunan kehutanan wajib membayar dana jamina nreklamasi dan rehabilitasi.
KETUA RA.PAT :
Terima kasih. Sekarang barangkali saya persilahkan FPDI untuk, tadi
kan baru ayat (1), padahal ada (1), (2), (3), (4), yang
68
saling berkait barangkali supaya kita cermati kecocokannya dalam pasal ini, saya persilahkan.
FPDI {DRS. MARKUS WAURAN) :
Tadi inikan mengenai masalah kegiatan pertambangan dikawasan hutan, tadi kita sepakat untuk menampung didalam Pasal 41 ini Ketua, nanti bagaimana rumusannya, apakah kita nanti ke Panja atau ke Timus, FPDI tidak keberatan apabila ini juga nanti disempurnakan kalimat-kalimatnya, yang penting substansinya mengenai pertambangan ini kita masukan.
Fraksi ABRI sebetulnya dari substansi tidak ada perubahan pak, hanya permasalahan yang perlu kita renungkan kembali bahwa di Pasal 41 ini sebetulnya pembulatan dari reklamasi dan rehabilitasi, itu yang dari depan tadi mulai dari Pasal 35 tadi disini ada penekanan bahwa terhadap kegiatan yang mengakibatkan kerusakan tersebut, ini waj ib dilakukan hal tersebut, sehingga dengan demikian sebetulnya muatanmuatan yang disampaikan dari FPDI itu sangat bagus sekali hanya saja kalau ditempatkan disini, ini jadi pembulatanya hanya khusus reklamasi, padahal disitu juga mengandung ada muatan rehabilitasi, padahal yang diinginkan kita tadi adalah masalah reklamasi, j adi oleh sebab itu perlu coba kita renungkan kembali dimana letak yang paling tepat untuk usulan dari FPDI tadi.
Bahwa disamping itu dari FABRI ini ada pemikiran baru, seyogyanya pada penutupan di Pasal 41 ini nanti, ini diharapkan dari pemerintah, Peraturan Pemerintah yang berkait pada masalah rehabilitasi dan reklamasi itu berada pada satu Peraturan Pemerintah sendiri, jadi jangan diputus-putus supaya beradanya sehingga Peraturan Pemerintah itu berada pada akhir dari bagian ketiga ini.
..
69
Jadi ini barangkali satu usulan dalam rangka untuk jangan sampai ada aturan-aturan yang nantinya itu ada kegiatan yang belum termasuk dalam aturan tersebut.
Terima kasih pak.
FABRI (DAI.AM SINURAYA, S.Sos)
Ada tambahan sedikit pak. Karena mau sudah habis ini pak, reklamasi dan rehabi
litasi ini. Apa yang disampaikan rekan kami tadi, bukan membantah
itu tapi kami menyampaikan suatu fakta di lapangan pak, tidak ada pada DIM kita semua, kerusakan ini selama ini banyak kita lihat, juga dilaksanakan oleh pertambanganpertambangan yang tanpa 1z1n, jadi barangkali dalam PP, karena kita ini tidak ada DIM-nya, karena rnasyarakat itu tidak ada izin dan selama ini, kami lihat di lapangan, ini sangat banyak merusak hutan dan tidak ada yang merehabilitasi. Ini menurut pendapat kami perlu menjadi perhatian kita bersama, apakah nantinya ditampung dalam PP yang ditur oleh pemerintah ini kami serahkan.
Terima kasih.
KBTUA RAPAT :
Terima kasih. Kalau khusus 41 ini pak, saya kira ini bukan pasal
pembulatan dan lain-lain ini, jadi memang menunjuk ke 35, Jadi pasal yang mengatur penggunaan kawasan diluar kehuta-' nan, sehingga itu tadi yang kita sepakati, sehingga barangkali usulan rekan-rekan FPDI kita padukan . disini, karena pertambangan itu adalah kegiatan di luar kehutanan, kalau 35 naskah RUU, sehingga dengan demikian saya kira mudah-mudahan nanti kuta padukan, di Timus-kan atau di Panja-kan, bagi FPDI tidak masalah, nanti kita serasikan bersama-sama, FKP silahkan.
FKP {DRA. Hj . OKI HIDAYATI MARAHDJANI)
Saudara Ketua, Pak Menteri, beserta seluruh hadirin. Untuk FKP, kami mempunyai sedikit saja perubahan,
70
sedangkan isi daripada kalimat hampir tetap yaitu kata ayat (1) angka 1 dihapus sehingga bunyinya itu menjadi: Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 yang mengakibatkan kerusakan hutan wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi,
Selanjutnya perlu kami sampaikan juga tanggapan kami mengenai usul daripada FPP, yaitu pada Pasal 2 kami sangat menghargai dan barangkali ini merup,akan usul yang baik yang berbunyi: Fihak-fihak yang menggunakan kawasan hutan di luar kepentingan pembangunan kehutanan wajib .membayar jaminan dana reklamasi dan rehabilitasi, disini barangkali yang dimaksudkan sebelum dipergunakan.
Dal am hal ini kami mengusulkan hendaknya barangkal i dapat disusun dibagian mana saja yang baik untuk bisa ditempatkan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, silahkan Pak Prof.
FKP (PROF. DR. IR. H. FACHRUDIN)
Kenapa FKP menghilangkan ayat {1) oleh karena usul FKP pada Pasal 35 itu ada penambahan dua ayat, dimana ayat ketiga itu mengenai masalah pertambangan, jadi sesungguhnya sudah menampung usul rekan dari FPDI sama.
Terima kasih Saudara Pimpinan.
FKP (PROF. DR. DRH. F.P. SUMBUNG, M.Sc)
Tambahan saja Pak ketua. Terim kasih. Jadi saya kira kita berterima kasih karenba FPDI ini
terus-terus mengembangkan masalah pertambangan itu dan akan ditampung didalam Pasal 41 ini, hanya yang kami ingin ingatkan bahwa istilah yang digunakan sebagai kuasa pertambangan itu, pemegang kuasa pertambangan menurut RUU Migas itu adalah negara atau pemerintah, yang ada itu adalah izin, jadi pemegang izin pertambangan, mungkin cuma itu saja pak.
Terima kasih.
71
KETUA RAPAT
Baik, nanti utnuk kita cermati ketika kita memfinalisasi, bagus itu,
Saya kira Bapak Ibu dan saudara sekalian demikian Fraksi-fraksi, selanjutnya saya persilahkan Pak Menteri, terutama yang usul tambahan FPDI dan FPP, sehingga apabila ini kita ramu secara bersama-sama mungkin bagus saja mudahmudahan dalam Pasal 41 ini, silahkan pak.
PEMERINTAH :
Terima kasih Bapak Pimpinan. Kedua usul baik dari FPP maupun FPDI ini justru memper
kaya daripada konsep yang kami sampaikan, tapi pada prinsipnya kami tidak menolak usul ini, tinggal ramuannya ini yang pas ini yang harus ki ta susun. Namun demikian tetap kami mohon dan diperkenankan Pak Dirjen, Reboisasi, reklamasi dan ini untuk metnberikan sedikit penekanan-penekanan yang supaya nanti lebih pas lagi termasuk dana konservasi.
PEMERINTAH
Terima kasih pak. Saya mungkin yang pertama memang daripada reklamasi ini
seperti tadi diusulkan oleh FPDI bahwa perlu adanya pengaturan lebih lanjut, saya kira kita sependapat, hanya nanti dimasukan pada bagian yang mana, karena di atas sudah dikemukakan di pasal sebelumnya bahwa hal-hal yang berkaitan dengan reklamasi akan diatur lebih lanjut dengan dengan PP.
Kemudian yang kedua, yang berkaitan dengan pungutan dana, pungutan ataupun dana yang harus disiapkan saya kira i tu sudah sesuai dan ini sebenarnya hanya pernah dicoba misalnya di Inalum, di Bangka dan sebagainya, hanay tinggal nanti pengaturan selanjutnya saya kira perlu melalui PP tersendiri, dana ini saya kira tidak termasuk dana reboisasi yang sekarang sudah dipungut, dana ini memang khusus ditujukan untuk reklamasi sesuai dengan maksud reklamasi itu sendiri. Terima kasih pak.
72
PEMERINTAH :
Terima kasih Pak.
KETUA RAPAT
Baik, Bapak Ibu dan Saudara sekalian, Pemerintah setuju kalau ada dana jaminan reklamasi itu,
kalau setuju berarti barangkali harus ada pasal pengaturan lebih lanjut, oleh karena itu, saya lihat semua fraksi mangguk-mangguk, dengan demikian naskah RUU Pasal 41 ditambah dengan usulan FPP dan FPDI, disamping penyesuaian nomor dan segala ma cam dari FABRI dan FKP, ki ta rumuskan lebih lanjut dalam Timus, dan oleh karena menyangkut dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi, maka kita tambahkan ayat baru, ayat terakhir nanti menganut PP, kita setuju ini ?
{RAPAT SETUJU)
Terima kasih. Kita langsung ke Timus saja ya pak, FPP, FPDI, FKP,
FABRI, tambah ayat pengaturan, OK kita setuju ya.
(RAPAT SETUJU)
Terima kasih. Sekarang kita masuk pada butir 124, mengenai bagian
bagiannya kita langsung saja ke Timsin. Dengan demikian kita lanjutkan ke butir 125, oh ya terima kasih atas peringatannya. butir 125 FABRI tetap, FKP tetap, FPP tetap, FPDI yang penyempurnaan, silahkan FPDI.
FPDI {DRS. MARKUS WAURAN)
Ini hanya perubahan redaksi yang bunyinya, perlindungan hutan dimaksudkan untuk menj aga kawasan hutan dan sumber daya alam maka dapat berfungsi secara optimal dan lestari serta mengamankan hak-hak negara, hak-hak masyarakat, hak perorangan atas hutan dan hasil hutan, lebih merinci Ketua, perlindungan ini untuk siapa.
Terima kasih.
73
KETUA RAPAT :
Baik silahkan rekan-rekan fraksi yang lain, FPP.
FPP (DRS. H. MUZZANI NOOR)
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pasal ini FPP tetap, menaggapi FPDI baik juga rincian
nya ditaruh di Penjelasan. Terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, FPP berpendapat tarnbahannya itu ditampung saja di
Penjelasan sehingga naskahnya tetap, saya lanjutkan FKP.
FKP (DRS. H. DEDE SUGANDA ADIWINATA)
Bapak Pimpinan, Bapak Nenteri dan rekan-rekan yang saya hormati, DIM dari FKP itu tetap, kalaupun akan diperjelas seper
ti apa yang disampaikan oleh FPDI itu bisa disampaikan di dalam Penjelasan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Terima kasih, selanjutnya FABRI.
FABRI (IGNATIUS MULYONO) :
FABRI seperti DIM yang disampaikan pak, ini tetap dan menanggapi apa yang disampaikan oleh FPDI ini sebetulnya juga bagus pak, hanya perlu kita tinjau di dalam konteks perlindungan hutan dan kawasan hutan ini, ini apakah juga sampai dengan kaitan masalah pengamanan terhadap hak-hak yang berkaitan, karena stratanya kok berbeda, tujuan utamanya disini kan masalah soal optimalisasi dan kelestarian hutan, bukan haknya dari masing-masing, apakah itu hak negara dan sebagainya, ini kalau akan ditampung apa yang di
I ,,
I
74
sampaikan dari FPDI yang bagus ini, ini tentunya perlu masih ada pendalaman sedikit masalah haknya.
Terima kasih pak.
KBTUA RAPAT :
Terima kasih FABRI, mengingatkan kita, Jadi ini perlindungan hutan bukan maksudnya pengemanan,
itu yang dipertegas FABRI sehingga mudah-mudahan menjadi pencermatan kita.
Demikian Pak Menteri dan saya persilahkan pak.
PEMBRINTAH :
Khusus untuk FABRI dan FKP karena tidak banyak permasalahn yang saya agak sedikit ini tadi yang juga disinggung oleh rekan yang tadi yang mengenai hak-hak ini pak, kalau ini maka semuanya harus masuk ini, karena semua harus memperhatikan hak-hak atau mengamankan hak-hak negara, hak masyarakat, hak perorangan dan atas hasil hutan.
Jadi saya kira 1n1 mungkin apakah sudah dimasukan dipayung bahwa semua ini harus menampung aspirasi, publik clircountable, bertanggung gugat, macam-macam ini semuakan ada disana, tapi kalau boleh diperkenalkan juga mungkkin ada tambahan dari Pak Rojak sebagai Sekjen ini.
PEMBRINTAH :
Terima kasih Bapak Menteri, Bapak Pimpinan. Usul dari FPDI 1n1 saya rasa sangat bagus dan ini
memang merupakan hal-hal yang saya rasa kita alami seharihari, Namun demikian apabila kita cermati di Pasal 43 hal itu mungkin sudah tercantum hal yang berkaitan dengan hakhak tersebut pak, hanya barangkali nanti perumusannya perlu diperhalus atau ditambah dan sebaginya, demikian pak.
Terima kasih.
KBTUA RAPAT :
Jadi yang perlu kita pertegas Pak Menteri, inikan baru perlindungan hutan, bukan pengamanan hak-hak, itu saya kira
.. 75
yang dimaksud teman-teman FABRI tadi, karena jangan kita rancu, di Pasal 43 itu Pak Sekjen, itu adalah kerusakan yang disebabkan oleh manusia, ternak, daya-daya alam, hama dan penyakit, maksudnya kita mau lindungi hutan dari kerusakankerusakan itu pak, jadi saya kira apakah perlindungan hutannya atau pengamanan, FPP silahkan.
FPP (H.M. HARMINTO A. PURWOTENOYO, BA)
Terima kasih. Saya agak repot juga karena agak berbeda dengan teman
subtaji, Jadi dalam pasal ini perlindungan hutan dan kawasan
hutan adalah pada fisik hutan, sedangkan mengenai hak-hak dan sebagainya itu, itu seperti yang Pak Menteri katakan itu sudah diatur secara komprehensif di dalam pasal yang terdahulu, Jadi oleh karena itu, maaf Pak Markus tidak saya tidak sependapat itu kalau didalam pasal ini dimaksudkan juga perlindungan terhadap hak-hak hutan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, Ini kita anggap putaran saja kedua ini, FKP tolong
semakin diperjelas ini, khusus menyangkut usulan ini, karena memang dari segi substansinya ada cuma benar disini atau tidak, silahkan.
FKP (IR. H. AWAL KUSUMAH, M.Sc)
Terima kasih Saudara Ketua. Kalau kita melihat substansi apa yang disampaikan oleh
rekan FPP, ada benarnya Ketua, karena bagian yang kita bahas pada pasal ini adalah bagian perlindungan hutan dan konservasi alam, jadi kita tidak membahas masalah hak yang menyangkut pada fisik hutan tersebut, maka dengan demikian kami mengusulkan kiranya usulan dari FPDI tersebut kalau memungkinkan kita anulir hanya memang kita melihat bahwa di Penjelasan Pasal pun disini cukup jelas saja ini Ketua, jadi kalau memang kita perlukan penjelasan pada Pasal 42 ini kita harapkan justru menyangkut pada bagian yang tidak terpisah-
76
kan dari Pasal 42 ini yaitu perlindungan hutan dan konservasi alam, jadi fisiknya bukan hak-haknya, Ketua.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik terima kasih. Sekali lagi barangkali saya putar dulu ke FABRI, sete
lah tadi dijelaskan, silahkan.
FABRI {IGNATIUS MULYONO)
Terima kasih pak. Agaknya Penjelasan semakin jelas bahwa apa yang
bahas pada Pasal 42 ini berkait masalah fungsi pak, fungsi hutan dan kawasan hutan, jadi tentunya apa disampaikan dari FPDI yang sangat bagus ini barkait hak, kita carikan tempat ditempat lain pak.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
kita jadi yang pada
Baik sebelum pemerintah barangkali FPDI saya persilah-kan.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN) :
Terserah mau ditampung dimana tapi saudara-saudara, bagi kami 1n1 penting, kami merasa cocok disini karena begini, hutan ini dilindungi, kita lindungi ini agar supaya fungsinya dia dapat berfungsi secara optimal dan lestari tetapi juga kan kita tahu hutan ini ada yang punya, hutan negara di pasal status itu pak, hutan hak dan hutan negara, Jadi kita melindungi hutan itu sekaligus juga melindungi yang memiliki 1n1, kalau kita melanggar itukan ada sanksisanksinya, bahwa tadi dikatakan sudah diatur di depan, saya bolak-balik tidak ada diatur didepan. Ini terkait juga dengan sanksi nanti bahwa seseorang yang merusak hutan sehingga merusak fungsinya dan segala macam itu ada sanksinya, artinya bahwa hak orang yang memiliki hutan itu juga perlu dilindungi, bukan fungsinya.
Terima kasih.
77
KETUA RAPAT :
Kalau hak itu tidak disini gitu, jadi kita carikan tempat lain, substansinya betul, 1n1 yang kita lindungi hutan supaya jangan ada hama penyakit, tidak ada yang bikin rusak, kebakaran, itu maksudnya disini 1n1, bukan kita mengamankan hak, kasihan nanti kalau ada yang nyrobot, kalau nyrobot kan lain itu maknanya, itu aspek pengamanan itu kalau penyerobotan, security kalau itu, kalau di pertanian itu perlindungan tanaman gitulah sebetulnya, jadi ini juga saya kira sama.
Bagaimana Pak Markus, ki ta carikan tempat lain yang usulan bapak ini.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Substansi ini mau ditaruh diman terserah.
KETUA RAPAT
Jadi dengan demikian kita setuju sambil kita cermati.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Ketua, Ini ada terkait juga kalau kita baca Pasal 5 disitu
juga tersangkut pemegang hak, walaupun di dalam Pasal 45 itu lebih titik berat pada kewajiban ya, tetapi ada menyangkut pemegang hak disini.
Terima kasih.
KBTUA RAPAT :
Jadi sudah setuju kita carikan tempatnya soal ini, yang ini kita tetap dulu setuju ?
(RAPAT SBTUJU)
,•
78
Terima kasih. Pasal 43 pada butir DIM 125, kelihatannya FABRI tetap,
FKP tetap, FPP tetap, FPDI tetap, kita ketok ya ?
( KETOK SATU KALI)
DIM 126, sekarang DIM 127 juga ini adalah poin yang tetap juga, saya ketok.
( KETOK SATU KALI)
Selanjutnya butir 128, FKP rumusan disempurnakan, FPDI juga ada perubahan, silahkan FKP.
FKP (DRS. H. DEDE SUGANDA ADIWINATA)
Bapak Pimpinan, Kalau substansinya tetap, kemudian FKP mengusulkan ada
penyempurnaan, penyempurnaannya demikian, perlindungan hutan sebagimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan perlindungan atas kawasan hutan, tanah hutan, hasil hutan dan terjadinya kerusakan hutan, demikian itu jadi kerusakan hutan-pun itu harus dilindungi jangan sampai mengakibatkan satu hal yang merugikan.
Saya kira demikian.
KBTUA RAPAT
Baik, Ini hanya pemindahan tempat saja, jadi bukab soal
kerusakan hutan, tidak ada sudah ada jug-a hanya pindah didahulukan, hasil hutan supaya paralel dengan yang itu, lebih manis ini, baik selanjutnya FPDI.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN) :
Ketua sekaligus koreksi barangkali ya. Jadi FPDI lebih memberatkan pada perlindungan fungsi
fungsi pokok kawasan htuan itu, sehingga rumusannya :
79
Perlindungan hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kegiatan perlindungan kawasan dengan fungsi-fungsi pokok kawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal yang sudah diatur terlebih dahulu.
Barangkali mengenai RUU ini, masa kita melindungi kerusakan hutan Pak, apa benar kata itu, perlindungan kerusakan, kalau kita melindungi hasil hutan, melindungi kawasan hutan, melindungi tanah hutan tapi kerusakan hutan masa kita mau lindungi. Apa betul istilah itu, barangkali ahli bahasa itu. Barangkali kalau perlindungan untuk mencegah kerusakan hutan itu benar, kerusakan hutan masa mau dilindungi, malahan kita harus perbaiki itu.
Terima kasih.
KBTUA RAPAT :
Terima kasih senior. Itulah yang mau dirubah oleh FKP walaupun entah nanti
sudah sempurna atau ndak, sehingga dipasang ke belakang kerusakan itu ditambah dengan terjadinya.
Baik, silakan FABRI.
FABRI ( IGN. MOBLYONO )
Terima kasih. Pada dasarnya tetap Pak, hanya mencermati apa yang
disampaikan Oleh FKP, ini agak memang didukung oleh ahli bahasa yang bagus juga karena ada pengelompokkanpengelompokkan yang baik di sini kawasan hutan, tanah hutan, hasil hutan dan baru kita bicara soal kerusakan hutan. Memang ini agaknya tokoh-tokoh ahli bahasa juga di sana. Namun demikian, apa yang disampaikan dari FPDI betul Pak 1n1, kita juga renungkan kembali, oleh karena apa yang disampaikan oleh FPDI ini agaknya oleh FABRI tidak sej auh apa yang disampaikan oleh FPDI, betul juga kok kerusakan hutan dilindungi. Perlu bahas lebih mendalam lagi PAk.
Terima kasih.
,,•
80
FABRI ( SUKANDAR ARON, SE )
Terima kasih Pak. Memang pembacaan ini, pengertiannya tergantung dimana
titik koma dan nafasnya dimana, sebetulnya apabila kalau perlindungan atas, itu selanjutnya itu sebetulnya bisa mengalir. Namun dapat saja dirumuskan dengan atas titik dua itu juga dapat tetapi diulang juga bisa kata-kata atas itu. Jadi contohnya Perlindungan hutan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi kegiatan perlindungan atas kawasan hutan, tanah hutan, hasil hutan dan terjadinya kerusakan hutan.
Terima kasih Pak.
KETUA RAPAT :
Jadi bagus yang FKP punya begitu ? Terima kasih. Manalagi FPP silakan.
FPP ( H.M. DJAFAR SIDDIQ ) :
Sedikit, memang juga ini perlu dipikirkan, perlindungan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan perlindungan atas kawasan hutan, kegiatan perlindungan atas tanah hutan, kegiatan perlindungan atas hasil hutan, kegiatan atas terjadinya kerusakan hutan. Jadi kalau bahasa sepintas memang begitu ya, bahasa sepintas kita seolah-olah ikut melindungi adanya terjadinya kerusakan hutan. Jadi suatu UU tidak boleh membuat suatu yang membuat orang berangka-angka I bersangka-sangka, mohon kita cermati bahasanya, runtunnya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, Jadi mungkin juga bisa disempurnakan nanti Pak ini. Perlindungan atas kawasan hutan, tanah hutan, hasil
hutan dari kerusakan apa gitu misalnya, karena kerusakan hutan ini juga yang disebut di depan itu loh. Jadi kerusakan hutan ini kan sebetulnya kerusakan dan item-item ini yang kita jaga supaya jangan rusak.
.. 81
Tapi baiklah kita cermati lebih lanjut, silakan Pak Menteri.
PBMERINTAH / MBNHUTBUN :
Terima kasih Bapak Pimpinan, Saya kira tidak ada masalah substansial di masalah
hanya tata bahasa yang paling kena karena semua komponennya ada di sini. JAdi mungkin ini mungkin lebih baik kita sahkan pada ahlinya, ahli bahasa ini, bagaimana dia supaya lebih bisa menampung semuanya.
Terima kasih Pak.
KETUA RAPAT :
Silakan Pak.
PBMERINTAH/AHLI BAHASA :
Terima kasih Pak Menteri. Di sini ada 2 kelompok yang harus dilindungi. Yang
pertama itu kelompok kawasan hutan, tanah hutan dan hasil hutan. Yang kedua, kegiatan perlindungan hutan dari kerusakan. Jadi supaya hutan itu tidak rusak. Jadi itu tidak salah kalau meliputi kegiatan perlindungan atas kawasan hutan, tanah hutan dan hasil hutan serta perlindungan hutan dari kerusakan. Soalnya kalau kita mengatakan kegiatan perlindungan kawasan hutan, tanah hutan dan hasil hutan dari kerusakan, apakah kita melindungi hasil hutan itu dari kerusakan, supaya tidak rusak, kan bukan. Yang di lindungi seharusnya memang hanya kawasan hutan dan tanah hutannya, apakah hasilnya juga dilindungi.
Kalau begitu memang hanya ditambah di belakang, kegiatan perlindungan atas kawasan hutan, tanah hutan dan hasil hutan dari kerusakan.
FKP { DRS. AMIN IBRAHIM, MA ) :
Interupsi Pak Ketua, dari FKP mungkin barangkali bisa menambah sedikit. Itu ditambah kata kemungkinan terjadinya kerusakan hutan.
Terima kasih.
..
82
KETUA RAPAT :
Tidak ada mungkin-mungkin, tidak boleh. Bahasa hukum tidak boleh. Saya kita cermati juga Pak Ahli Bahasa untuk nanti ditimus semakin kita sempurnakan ini daripada kita berputar-putar ini. Okey, apakah nanti kegiatannya ke depan atau apa silakanlah. Timus ya ?
(RAPAT : SETUJU)
Terima kasih. Kita sampai pada butir 129. FABRI tetap, FKP ada peru
bahan dikit, FPDI ada dijadikan pasal tersendiri. Saya persilakan duku FPDI.
FPDI ( DRS. MARKUS WAURAN )
Ini kita hanya jabarkan Sdr. Ketua. Jadi kita bikin 2 ayat. Kita rinci satu persatu, ini demikian.
Perlindungan hutan pada kawasan hutan negara dilaksanakan oleh pemegang hak pengelolaan hut an, pelaksana us aha perhutanan, pemegang hak pemungutan basil hutan dan pada pihak lainnya.
Ayat (2) : Perlindungan hutan pada kawasan hutan milik dilaksanakan oleh pemiliknya. Karena hutan negara itu diberikan pada banyak pihak. Banyak pihak inilah yang berkewaj iban untuk melindungi hutan itu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, Jadi ini kelihatannya adalah tambahan pasal baru yang
apabila nanti kita anggap perlu menjadi sendiri ini bukan di lembaga dan badan usaha. Oke.
Selanjutnya saya persilakan FKP.
FKP ( DRS. H. DEDE SUGANDA ADIWINATA ) :
Bapak Pimpinan, Bapak Menteri dan Rekan-rekan yang kami hormati.
83
FKP di sini mengusulkan kata Banda Usaha itu diganti Badan Hukum. Kalau Badan Hukum saya kira termasuk perorangan sebagaimana disebut dalam pasal terdahulu termasuk juga koperasi, badan usaha swasta, badan usaha negara. Sedangkan kalau badan usaha taf sirannya saya takutkan bahwa perorangan dimana Pak Menteri sangat menaruh perhatian untuk memberikan suatu kesempatan, itu tidak termasuk di dalam badan usaha. Jadi lebih baik, lebih luas badan usaha diganti dengan badan hukum.
Kemudian kata : Hak pengusahaan hutan diganti dengan kata : Hak pengelolaan hutan. Jadi kalau arti kata pengelolaan saya kira lebih luas pengusahaan itu termasuk di dalam pengelolaan dalam arti kata yang lebih luas, sehingga setelah perubahan : Lembaga atau Badan Hukum diberi hak pengelolaan hutan, hak pemungutan hasil hutan dan atau ijin untuk memanfaatkan hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal (disesuaikan ini) wajib melakukan upaya perlindungan hutan.
Saya kira demikian, terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, hanya dirubah sama dengan perubahan FPDI dan memang kalau kita mau lihat alur enaknya dari atas, bagus kita cermati juga itu karena substansinya tidak hanya, malah mempertegas barangkali diusulkan FPDI asal kita sebutkan pasal-pasal yang diatur karena itu nanti menunjuk hak-hak itu.
Terima kasih, Baik FABRI silakan Pak menanggapi 2 komentar yang
nafasnya sama sebetulnya, hanya FPDI dipecah hanya memulai dengan kata perlindungan. Memang konsisten dari atas itu. Jadi kalau itu sepakat tinggal kita rumuskan nanti.
FABRI { SUKANDAR ARUN, SE ) :
Terima kasih Bapak Pimpinan. Sebetulnya dalam DIM 129 ini, apabila hanya penataan
kalimat kami sepakat untuk dimasukkan dalam timus. Namun untuk DIM dari FPDI khusus Pasal 61 yang ayat (2) di halaman 139, perlindungan hutan pada kawasan hutan milik dilaksanakan oleh pemiliknya, ini perlu kita cermati bersama.
Terima kasih.
.. 84
KETUA RAPAT :
Baik kita cermati ya karena dia memang penting jadi kita cermati kan begitu.
Baik, FPP silakan.
FPP ( NY. HJ. CHODIDJAH ) :
Baik bapak Pimpinan. Untuk DIM-nya FPP ini tetap. Tetapi mengikuti penjelasan tadi, baik dari FKP maupun FPDI nampaknya juga tidak jauh dari substansi yang telah disajikan oleh Pemerintah, kami melihat bahwa fokusnya adalah wajib melakukan upaya perlindungan hutan. Siapa yang wajib melakukan, ada 3 :
Pertama, Lembaga atau Badan Usaha. Kedua, Mereka yang diberikan hak untuk pemungutan hasil
hutan, dan Ketiga, Mereka yang diberi ijin untuk memanfaatkan
hasil hutan. Hanya ini tadi yang disampaikan oleh FABRI yang
terakhir masalah hutan milik ini Pak, memang belum tercover di sini dan ini juga penting untuk melakukan upaya perlindungan hutan pada hutan miliknya. Oleh karena i tu saran kami, usul kami supaya masuk timus saja Pak.
Terima kasih.
KETUA RA.PAT :
Baik, walaupun fraksi-frkasi belum mengomentari soal menjadikan pasal tersendiri, mudah-mudahan itu tidak terlalu prinsip yang penting substansi, saya persilakan Pak Menteri.
PEMERINTAH / MENHUTBUN
Terima kasih Pak. Terhadap pengganti dari Badan Usaha menjadi Badan
Hukum, saya kira memang tepat sekali, karena nanti kalau Badan Usaha yang perorangan tidfak bisa masuk, yang perorangan bukan Badan Usaha tetapi Badan Hukum.
Kemudian mengenai dipihak pengelolaan, kami bisa menerima untuk menggantikan hak pengusahaan. Cuman mengenai hak
85
pemungutan mungkin nanti kita bahas tersendiri karena tidak tepat kalau di sini.
Kemudian yang usul dari FPDI juga bisa kita tampung perlindungan hutan pada kawasan hutan hak bukan pada milik, dilaksanakan oleh pemiliknya atau pemegang haknya. Jadi saya kira ini tidak ada masalah Pak tinggal apakah kita masuk dalam penjelasan atau kita buatkan butir di bawahnya.
KE'IUA RAPAT
Dengan demikian karena memang tidak ada perbedaan substansi yang perlu kita perdebatkan lagi, saya tawarkan apakah kita bisa bersepakat untuk kita timuskan sekalian dengan ayat-ayat sebelumnya, setuju ?
( RAPAT : SE'IUJU )
Kita lanjutkan 130 termasuk butir-butir yang tetap saya minta ijin untuk kita ketok.
Selanjutnya butir 131, langganan ini, yang hapus saya tidak suruh lagi nanti.
Baik silakan FABRI.
FABRI ( SUKANDAR ARUN, SE )
Terima kasih Pimpinan. Di dalam DIM 131 ini, FABRI ingin menonjolkan dalam
konteks otonomi daerah sehingga penjabaran lebih lanjut terhadap aturan-aturan yang telah dimuat di dalam pasal tersebut dijabarkan dalam Peraturan Daerah.
Terima kasih.
KE'IUA RAPAT ;
Baik, mudah-mudaham ini posisinya kaya kemarin. Selanjutnya FKP.
FKP ( NY. DRA. HJ. OKI HIDAJATI MARAHJANI ) :
Sediki t perubahan saj a, setelah ayat ketiga ditambah perubahan bunyinya :
kata "dan" dihapus. Kemudian kata " dan ayat (4)" setelah
Ketentuan ayat (1), (2), Pemerintah.
86
lebih lanjut (3) dan ayat
sebagaimana dimaksud dalam (4) diatur dengan Peraturan
Seperti biasa barangkali mohon kejelasan lebih lanjut hal-hal yang perlu diatur tersebut di dalam penjelasan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, memang ayat (5) ini soal nomornya, nomor yang diatur dalam rumusan ayat itu sangat tergantung pada hasil perumuskan yang kita timuskan itu, sehingga dengan demikian barangkali FPDI silakan.
FPDI ( DRS. MARKUS WAURAN ) :
Ini Saudara Ketua, FPDI ada tambahan pasal baru yang menyangkut uraian perlindungan terhadap masing-masing kawasan.
Pertama, perlindungan hutan di kawasan hutan produksi diselenggarakan untuk menjamin kepastian fungsi produksi dan kepastian fungsi lainnya serta mengamankan instansi pengelolaan terhadap kebakaran, penebangan liar, pencurian, perambahan, penjarahan, penggembalaan liar serta gangguan dan ancaman lainnya.
Dua, Perlindungan hutan di kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan taman buru, kawasan hutan lindung serta kawasan hutan dengan tujuan khusus diselenggarakan untuk menjamin kelestarian fungsi kawasan tersebut terhadap kebakaran, penebangan liar, pencurian, perambahan, penjarahan, penggembalaan liar, hama dan penyakit serta gangguan dan ancaman lainnya.
Jadi lebih rinsi, karena memang dalam praktek lapangan inilah yang terjadi-terjadi yang merusak hutan. Oleh karena itu, perlu dilindungi.
terima kasih Ketua.
KBTUA RAPAT :
Baik, terima kasih FPDI. Nanti mudah-mudahan, ya tergantung kitalah. FPP silakan, paling kurang komentarnya jangan yang itu-itu saja.
87
FPP ( H. HARMINTO AGUSTONO PURWOTENOYO, BA ) :
Saya tidak akan ngomentari mengapa harus dihapus FPP, kalau Saudara Ketua minta tinggal nyetel kasetnya di atas Pak, hanya masalahnya adalah apa yang dikemukakan oleh FABRI tentang Peraturan Pemerintah Daerah. Karena ini adalah UU, hirarkinya adalah diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kemudian kalau ini diberi penj elasan mengenai rincian mengenai apa yang akan diatur oleh Peraturan Pemerintah di situ disebutkan : dengan menampung aspirasi Daerah. Di situ sudah tercover juga itu diatur dalam Peraturan Daerah. Dengan demikian usul dari FABRI saya kira bisa tertampung, hanya di dalam penjelasan.
Sekian dan terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih. Bapak-Ibu sekalian, demikian ke-4 fraksi. Yang jadi soal adalah soal FABRI Peraturan Pemerintah
Daerah, mudah-mudahan sama dengan kemarin dan yang tambahan pasal-pasalnya FPDI itu Pak, akeh banyak.
Silakan Pak Menteri.
PEMERINTAH / MENHUTBUN
Khusus untuk yang FABRI yang saya kira j uga diputar kasetnya FPP, saya kira mungkin di sini agak sulit kalau diberikan pada Peraturan Pemerintah Daerah (PERDA), kan barang itu bergerak perlindungan terhadap hasil produksi kayu, masing-masing daerah bikin Perda masing-masing, blepotan kita semua untuk mengenakan sanksinya. Jadi mungkin ini saya kira agak sulit Pak, kecuali kalau mengenai masalah karena dia bergerak hasil-hasilnya yang dilindungi 1n1, pengankutan kayu, apakah yang disebutkan perlindungan diberikan dengan self assasment atau official assesment, jadi agak sulit mungkin.
88
Mengenai khusus usul dari FPDI prinsipnya kami dapat mengerti betul maknanya ini, tapi kan agak panj ang. Kalau disempurnakan mohon kami minta yang ahlinya Pak Dirjen yang pernah pengalaman di sana Pak Soemarsono untuk merumuskan perlindungan ini Pak.
Silakan Pak.
KETUA RAPAT
Pak Marsono coba ceritakan bagaimana kita menampungnya bagaimana. Terima kasih.
Silakan Pak.
PEMERINTAH/STAF AHLI MENTER! ( IR. SOEMARSONO )
Terima kasih Pak Menteri. Bapak Pimpinan dan Bapak, Ibu sekalian yang saya
hormati. Saya ingin memberikan tambahan penjelasan mengenai
pengertian dan skup daripada perlindungan hutan yang dimaksudkan di dalam UU ini. Jadi kalau kita berbicara mengenai perlindungan hutan, itu hutan dengan segala isinya termasuk hasil hutannya, termasuk kawasannya, dan tanahnya dan sebagainya dan termasuk hak-hak apakah itu hak negara yaitu kawasan hutan maupun hak perorangan yang ada atau Badan Usaha.
Jadi ini yang dimaksudkan dan dari segala gangguan, apakah gangguan manusia, gangguan dari satwa, dan sebagainya. Di sini sangat luas sekali, sehingga dengan demikian kalau tadi dari FPDI itu menambahkan bahwa ini termasuk hakhak negara, itu sudah benar. Jadi sudah tertampung di dalam perlindungan hutan. Jadi perlindungan termasuk mengamankan, termasuk hasil hutan yang mungkin sudah beredar di luar kawasan hutan tetapi kalau tidak dilindungi dengan dokumen yang sah termasuk juga kegiatan perlindungan hutan. Jadi hasil hutan ini, baik yang masih di dalam kawasan maupun sudah di luar. Di sinilah yang berkaitan dengan usaha-usaha perlindungan hutan.
Sa ya kira demikian Pak Menteri untuk kej elasan dari pengertian secara umum bahwa 1n1 mencakup hutan dengan segala isinya, termasuk hak-hak yang terkandung di dalam peraturan tersebut, apakah itu hak negara, ataukah hak-hak
89
yang diberikan kepada negara kepada yang lain atau hak milik dan sebagainya,
Terima kasih Pak.
PEMERINTAH / MENHUTBUN
Terima kasih Pak Soemarsono. Jadi ini saya kira makin lebih j el as lagi mengenai
perlindungan itu termasuk orang hutan yang sudah sampai di Jepang sana itu masih harus dilindungi itu dalam pengertian perlindungan ini.
Demikian mungkin tambahan keterangan, kalaupun mungkin kita tambahkan lagi masuk di dalam penj elasan mungkin perlindungan, kita masukan semua yang dimaksud dengan perlindungan di sini adalah ini, ini, ini jadi butir yang tambahan dari FPDI bisa kita masukan dengan yang dimaksudkan, semua kan menjelaskan ini.
terima kasih Pak.
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih Pak Menteri. Dengan demikian mudah-mudahan posisinya sudah menjadi
jelas, usulan FABRI mudah-mudahan sama dengan kemarin, sedangkan apa yang dirinci oleh rekan-rekan FPDI kita ramu menjadi penjelasan pasal ini karena bagaimanapun kawasan apa segala macam itu, itulah dalam unit-unit pengelolan seperti yang kita maksud kemarin itu sehingga bisa saja kita ramu dalam penjelasan Pasal 41, kita ramu secara keseluruhannya ini karena ini sebetulnya rincian lebih detil ini saja memang, benar ini substansinya sehingga kalau bisa kita sepakati begitu akan baik. Pasal berapa itu, 42 ya.
Baik sekali lagi saya kembalikan kepada fraksi-fraksi pengusul, FABRI silakan.
FABRI ( IGNATIUS MOELJONO )
Terima kasih Pak. Agaknya ada nuansa lain yang di dalam menanggapi perma
salahan ini. Kita sudah terjadi suatu bias yang cukup agak lebar ini karena kita berangkat bahwa awal kesepakatan kita bahwa perlindungan hutan itu berkait pada optimalisasi
90
terhadap fungsi. Jadi kita 1n1 kaitan perlindungan dan kawasan hutan ini pada fungsi, maka FABRI menyampaikan bahwa ini ditetaopkan oleh Perda karena karakteristik daerah itu lain-lain Pak.
Jadi kalau ini nanti dipukul rata oleh Peraturan Pemerintah, oleh Pusat ini barangkali untuk diterapkannya di daerah ya disesuaikan lagi sehingga dengan demikian kalaulah harus berupa Peraturan Pemerintah, maka Peraturan Pemerintah ini harus nantinya diharapkan mengakomodasi terhadap hal-hal spesif ikasi daerah karena kita konteksnya sekali lagi perlindungan hutan dan kawasan hutan dari fungsinya Pak. Jadi mohon jangan kita, mohon maaf dari Pak Menteri penjagaan hasil hutan sampai di jepang dan lain sebagainya, kita ini fungsinya dalam konteks pembahasan kita Pak.
Terima kasih Pak.
KBTUA RAPAT
Jadi bukan melindung fungsi saja ya Pak, melindungi hutan dan kawasan hutan supaya bisa berfungsi begitu lho, bedakan kalau maksudnya begitu, karena adanya fungsi konservasi, fungsi lindung, fungsi produksi, kalau itu fungsi. Yang kita lindungi ini belum tentu hilang fungsinya tetapi juga sudah mulai rusak itu juga termasuk yang harus dilindungi, misalnya hama penyakit, itukan termasuk yang dilindungi dari hama penyakit. Belum tentu sudah hilang fungsinya sama sekali belum, baru dalam proses harus tindakan harus jalan.
Itulah maksudnya bagian ini.
FABRI (IGNATIUS MULYONO) :
Betul Pak, mohon maaf FABRI mohon waktu tambahan sedi-kit.
Tadi sudah dijelaskan oleh Bapak Menteri kaitannya sampai hasil hutan yang ada di Jepang itu sebagai contoh saja. Padahal konteksnya kita itu fisik daripada hutan dan kawasan hutan itu. Ini mohon maaf kalau FABRI keliru di dalam mengambil rumusan ini.
Terima kasih.
91
KETUA RAPAT :
Ya saya tudak mau bilang keliru, mungkin istilah yang benar rodo saja, karena hasil hutan termasuk yang kita sepakati tadi di pasal 128, kita lindungi termasuk hasil hutan. Itulah makna dari hak yang dikatakan Pak Marsono tadi, jadi kalau orang sudah punya hak atas hasil hutan itu termasuk yang terlindungi betul, asal jangan dikacaukan dengan ide FPDI yang tadi lain, nanti repot lagi mentah lagi.
FABRI (IGNATIUS MULYONO)
Mahon maaf Pak Ketua. Terlebih lagi supaya lebih anulah, menurut hemat kami
yang dimaksudkan hasil hutan disini kami kira hasil hutan yang berada di hutan itu yang harus kita lindungi. Jadi kalau yang sudah berubah menjadi konsumsi keluar itu tidak sama dengan lingkup pada perlindungan hutan disini pada hutan dan kawasan hutan. Jadi hutan perlindungan hutan dan kawasan hutan itu segala sesuatu yang ada di dalam hutan itu di dalam masih konteks fisik hutan itu sendiri.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Nanti kita serahkan Pemerintah, mungkin nanti dikaitkan dengan soal sat-sat, apakah masih dalam fungsi itu apa tidak bagaimana, karena biasanya kita eek itu sat a, sat b, sat c barangkali dalam kaitan itu barangkali dengan pertanyaan FABRI.
Silakan.
PEMERINTAH (MENHUTBUN) :
Saya gantian ini saya bagi supaya jangan ngantuk, saya bagi-bagi kelihatannya sudah agak redup-redup, jadi karena itu yang redup-redup dikasih tugas sama Pak Sekjen.
Silakan tambah Pak.
.· 92
PEMERINTAH (SEKJEN KEHUTANAN)
Terima kasih. Bapak Pimpinan, Memang yang kita lindungi itu adalah hutan, kawasan
hutan dan hasil hutan. Hasil hutan tidak hanya yang berada dalam hutan yang tidak diapa-apakan, tapi hutan yang sudah dieksploitasi juga dibawa keluar atau kita lindungi. Makanya ada satko sat b perjalanan peredaran hasil hutan, seperti usaha kayu dan sebagainya itu harus kita lindungi juga, karena kalau tidak kayu sampai ke Jepang ilegal segala macam itu.
PEMERINTAH {MENHUTBUN) :
Itulah tadi, j adi menurut saya mengenai administrasi peredaran hasil hutan dilindungi.
Terima kasih Pak, saya kira tidak ada perbedaan yang mendasar.
KETUA RAPAT
Baik, terima kasih Pak. Selanjutnya saya kembali ke FPDI dulu yang tadi itu.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN) :
Tadi keterangan Pemerintah yang diwakili Sekjen tadi membenarkan rumusan FPDI, artinya bahwa perlindungan ini termasuk hasil hutan, bukan hanya di dalam hutan, tapi juga sudah keluar hutan karena penebangan liar, karena pencurian, karena perambahan dan segala macam, itu yang lebih rinci disini.
Jadi perlu ditampung barangkali, karena ini juga sesuai dengan penjelasan Pemerintah, juga perlindungan hak-hak. Tadi juga pakar sudah jelaskan, ini cocok sekali FPDI ini dengan beliau-beliau, terserah mau ditaruh dimana sudah sepakati tadi itu. Tapi untuk memperkuat sebenarnya beliau ini sudah bicara dari tadi, supaya lebih meyakinkan Ketua tidak ragu-ragu ketok tadi.
Kalau mau ditampung dimana ini Sdr. Ketua terserah, di pasal atau dimana memang sangat ideal di pasal atau di ayat,
.·
93
tapi toh juga kalau di penjelasan karena ini memang rinci supaya memberikan penjelasan bahwa perlindungan hutan itu bukan hanya hasil hutan di dalarn, tapi juga yang keluar dari hutan yang secara tidak sah. Hasilnya kita ada dasar hukum untuk rnelacak itu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Jadi terserah nanti kita carikan tempat yang bagus, di penjelasan umum bila perlu ada satu alinea barangkali khusus ini kalau dianggap penting atau di penjelasan pasal. Yang penting substansi-substansinya itu kita ramu sedemikian rupa untuk termuat di dalam naskah UU ini.
Tinggal sekarang persoalan FABRI saya kembalikan sekali lagi, kalau berkenan untuk kembali ke FPP selesai dengan muatan apa-apa itu seperti yang lalu-lalu.
Silakan Pak.
FABRI (IGNATIUS MULYONO)
Terima kasih Pak. Dengan mencermati segala sesuatu yang disampaikan oleh
berbagai pihak, bagi FABRI bisa menyesuaikan.
KETUA RAPAT :
Terima kasih banyak, namun.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN) :
Pak Ketua, Barangkali untuk meyakinkan FABRI dalam soal peraturan
daerah itu, nanti di dalarn peraturan pernerintah itu nanti disebut bahwa ketentuan supaya nanti diatur dalam peraturan daerah, sehingga memang daerah itu kita perdayakan dan kita berikan hak, jangan diatur semua dalam peraturan pemerintah.
Nanti dalam peraturan pemerintah akan disebut itu, ini diatur lebih lanjut oleh peraturan daerah supaya kesangsian FABRI itu bisa hilang.
Terima kasih.
.· 94
KETUA RAPAT :
Bagus sudah membantu Ketua untuk menjelaskan, kata-kata tadikan konkordan dengan kemarin, sehingga demikian penjelasan kalau ada manfaatnya diterima, dianggap mengulang ya diterima jugalah.
karena dengan kalau
Namun demikian karena membutuhkan penyesuaianpenyesuaian, maka ayat (5) tidak kita langsung ketok tapi langsung kita Timus-kan untuk nanti kita sesuaikan dengan kesepakatan-kesepakatan sebelumnya, setuju Timus.
( RAPAT SETUJU )
Terima kasih. Dengan catatan-catatan sebagaimana yang disampaikan Pak
Markus tadi. Di halaman 141, Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian. Ada penambahan aduh asal jangan nomornya 6 saja ya Pak,
kalau kita sepakat nanti, jadi bisa kita urut lagi, oh karena tadi peraturan daerah barangkali.
Baik, dari FABRI ada mengusulkan penambahan satu butir atau satu ayat dalam pasal ini.
Saya persilakan.
FABRI (IGNATIUS MULYONO)
Terima kasih Pak. Berdasarkan pada f ungsi hut an yang sampai saat ini
semakin dibutuhkan semua pihak, baik dalam dan luar negeri, maka dari FABRI menambahkan satu ayat nanti dikasih nomor berapa kita sesuaikan, yang isinya sebagai berikut : "Dalam perlindungan dan pemeliharaan hutan sebagai paru-paru dunia, Pemerintah mengusahakan partisipasi dunia internasional". Hal ini tentunya sangat diharapkan nantinya bahwa segala sesuatu yang berkait pada tanggung jawab Pemerintah Indonesia di dalam menjaga paru-paru dunia ini adalah subsidi dari negara internasional.
Terima kasih, sebagai kontribusi Pak.
I _,
95
KETUA RAPAT
Baik terirna kasih. Mernang itu bagian dari berbagai kesepakatan interna
sional, silakan Fraksi-fraksi rnenanggapi persoalannya bukan persoalan substansi di pasal pengaturan hanya itu saja. Sehingga kalau kita sepakat nanti kalau ternpatnya dirnana saya persilakan Fraksi-fraksi.
FPP silakan, halarnan 141, rnustinya suhu turun gunung. Silakan.
FPP (H.M. DJ'AFAR SIDDIQ)
Saudara-saudara sekalian. Didalarn beberapa konferensi, rnernang rnasalah hutan bukan
lagi rnasalah nasional tapi rnasalah global. Bahkan siapa yang akan rnernelihara hutan nantinya akan rnendapatkan sernacarn insentif, kalau tidak salah dalarn beberapa ekspose ~tu US $ 20 per rnetrik ton per tahun, artinya dihitung atas dasar serapan karbon, berapa banyak begitu berapa banyak juga insentif.
Oleh karena ki ta sekarang ini rnenyadari bahwa dunia selalu rnenghadapkan rnasalahnya ke Indonesia. Oleh karena itu tapi tidak pernah secara tegas ada kata-kata 11 rnernbantu" hanya melalui bilateral saja, rnelalui perjanjian bilateral, dan rnernang ini nuansa globalisasi ini rnewajibkan sebenarnya satu bukan lagi satu istilah sukarela sebenarnya, bahkan rnenj adi sebuah kewaj iban untuk rnernbantu perlindungan hutan ini. Curna apakah bahasanya rnengusahakan partisipasi dunia internasional ataukah merupakan statement, saya tidak mengerti secara sebaiknya supaya lernbaran UU ini tidak sifatnya meminta begitu, itu sifatnya. Tapi ada statement lain mungkin bahwa mungkin di dalarn f ilosof isnya bahwa hutan adalah ini ini, rnerupakan bagian dari kebutuhan dunia, disitu nanti terikat, dan biasanya rnernang di dalarn perternuan-pertemuan itu selalu kita minta peranan dunia internasional, seperti perternuan waktu di Lima juga kita rninta bahwa El-Nino dan La-Nina itu akibat dampak daripada proses pemanasan industri, wajib rnembantu Indonesia, wajib mernbantu negara-negara yang terkena, dan itu disepakati oleh pihak-pihak lain begitu. Ada semacam kesadaran untuk ikut serta berperan, saya kira pikiran ini mernang bagus suatu hirnbauan tetapi
96
j uga himbauan ini tidak hanya himbauan saj a. ada kegiatan aktif Pemerintah untuk melakukannya itu yang penting, dan ini merupakan pendekatan dari semua pihak bahwa masalah ini adalah action Pemerintah untuk banyak mengadakan lobby mengadakan pendekatan pada lembaga-lembaga internasional atau negara-negara maju yang menghasilkan macam-macam zat asam untuk membantu, ini saya kira satu keinginan dari FABRI supaya Pemerintah untuk lebih action.
Saya kira itu saja dulu.
KETUA RAPAT :
Terima kasih. Walaupun belum menyelesaikan persoalan, substansi saya
kira itu tidak ada yang meragukan, ini penting substansinya persoalan kita adalah tidak diatur di dalam pasal-pasal pengaturan begitu karena ini terkait dengan dunia luar hanya itu. Kalau substansinya saya kira tadi penjelasan Pak Djafar sudah semakin memperkuat, pemikiran kita bahwa ini benar.
Baik selanjutnya FKP, mudah-mudah ahli hukum juga dikasih kesempatan juga terjun, terima kasih.
Silakan.
FKP (Drs. H. DEDE SUGANDA ADIWINATA) :
Lebih dulu kita lihat daripada ayat-ayat. Ayat (1)-nya pemerintah mengatur perlindungan dalam
maupun luar kawasan hutan, satu. Barangkali kalau internasional diikutsertakan disini secara bagaimana memang tepat. Yang kedua, meliputi kegiatan perlindungan atas kawasan hutan, tanah hutan, kerusakan hutan dan hasil hutan, disini tidak seluruhnya tepat.
Kemudian ayat (3), lebih-lebih disini, perlindungan atas lembaga atau badan hukum yang diberi hak, ini barangkali internasionalnya sudah intervensi kalau ikut sini lebihlebih mengatur badan hukum.
Oleh karena itu substansi erkuat Ketua saja. Substansi tepat kalau ditaruh di ayat (6)
Sekian, terima kasih.
ini sesuai, saya hanya mempini barangkali agak kurang Pasal 44.
I ..
97
KETUA RAPAT :
Ada yang tambah tidak, selanjutnya FPDI.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN) :
Memang kenyataannya bahwa Indonesia di dalarn forurnforum internasional selalu dipojokkan mengenai masalah hutan kita dalam arti bahwa kita ini pandai merusak hutan sehingga mempengaruhi paru-paru
0
dunia, mengkhawatirkan dunia yang tidak ada hutan. Walaupun tuduhan-tuduhan itu memang banyak benarnya, cuma kita kalau judulnya internasional kita membela bobrok itu artinya demi gengsi membawa negara kita, dan kita selalu sangkal itu walaupun dongkol juga HPH kita bela di dunia internasional kita-kita yang bela, ini tidak benar juga.
Kami FPDI bisa menampung pasal ini, tetapi jangan ada kesan kita merengek disini mengemis. Jadi dalam perlindungan dan pemeliharaan hutan sebagai paru-paru dunia, Pemerintah mengusahakan partisipasi. Partisipasi ini jangan ada kesan barangkali kita bisa sempurnakan ini, sebagai berikut "Dalam perlindungan pemeli'haraan hutan sebagai paru-paru dunia perlu dukungan dunia internasional ", nanti di dalam penjelasan itu ada penugasan pada Pemerintah bagaimana bunyinya penjelasan, tapi dalam penjelasan juga jangan sampai ada kesan kita mengemis, tetapi bahwa ini ada timbal balik. Ya kalian memang nuduh macam-macam ke kita dan sadar memang ada kebenaran kita sekarang berupaya untuk rnembuat hutan ini makin baik, yang manfaatnya juga kalian rasakan, timbal baliknya kalian juga memperhatikan kita, itu intinya daripada pasal ini. Tapi jangan ada kesan Pemerintah mengusahakan partisipasi, inikan ada kesan mengemis, barangkali Pemerintah disini kita coret, perlu dukungan internasional. Nanti dalam penjelasan itu dalam rangka ini Pemerintah mengupayakan mengenai dukungan itu, bagaimana kita bisa buat rumusannya, tapi jangan ada kesan seolah-olah kita mengemis.
Kita harus yakinkan dunia internasional, ini lho kita sudah UU dalam UU ini keras, tegas untuk rnengadakan perlindungan hutan, mengadakan rehabilitasi dan reklamasi hutan kita yang rusak, kita sudah berupaya tapi kita terbatas, ini juga untuk kepentingan anda, anda harus ada imbangan untuk membantu kita.
.· 98
Itu kira-kira intinya, dan usul FABRI ini kami setuju untuk ditampung apakah dalam ayat pasal tersendiri, monggo Pak Ketua.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih Pak. Silakan Pemerintah.
PEMERINTAH (MENHUTBUN)
Terima kasih Bapak Pimpinan. Kalau kita lihat posisi hutan kita, justru kita itu
paling di atas angin, kita nomor 3 mega biodivercity yang terkaya, jadi mereka itu harus tunduk hanya pada kita, bukan kita yang tunduk pada dunia. Dalam konteks ini tentunya kita harus hati-hati karena keinginan semua dari mereka ikut-ikut cawe-cawenya World Bank macam-macam kekita itu kita jadikan musiumlah, jangan dikutak-katik seolah-olah itulah untuk apalagi setelah paru-paru dunia, kamu paru-paru dunia, itu berbahaya kalau kita termasuk disitu karena mereka ikut ngatur-ngatur kita untuk kepentingan mereka bukan untuk kepentingan kita. Jadi keterlibatan mereka itu sekarang kan masuk dalam agreement-agreemet world bank itu ngatur-ngatur apa itu yang kadang-kadang saya tidak setuju juga dengan mereka, ngapain urusan hutan kita. Karena mereka berkepentingan jadikanlah museum sajalah katakan, jadi dalam menempatkan ini posisi kita sangat berat, kita yang jelas kita ikuti agenda Rio de Jenero, agenda 21 oke, IQQO oke, itu dalam ketahanan internasinal.
Jadi mungkin disini kita harus sangat hati-hati, apalagi mereka berkepentingan ambil di Eropa semua tidak punya virgin forest, kita yang punya virgin forest kita yang paling kaya di dunia kita punya plasma nuftah yang paling kaya.
Jadi mereka harus membantu kita wajib hukumnya, wajib hukumnya seperti yang saya statementkan soal kebarakan hut an. Kenapa ki ta diprotes-protes oleh Singapura, dia tidak menghitung oksigen yang kita kirim itu bertahun-tahun, sekali kirim asap ributnya setengah mati itukan tidak benar, tidak fair namanya, dia tidak punya hutan oksigennya praktis
.·
99
dari kita. Karena anginnya nakal sekali tidak tahu itu dia tidak ke Pasif ic larinya ke Singapura mbo lari ke lain tapi larinya angin ini memang cari sasaran ke Singapura tidak ini kenapa, angin ini ngerti dia mencari sumber penyakit.
Jadi saya kira kita harus hati-hati sekali, apalagi nanti ada sertifikasi, itu akalan-akalan dunia barat sertifikasi mengenai ekolabel, itu akalan-akalan mereka aspek lingkungan oleh mereka.
Saya kira saya setuju, tapi tidak di pasal kalau bisa hanya penjelasan tapi justru dibalik seperti apa yang dikatakan Pak Markus tadi, justeru mereka yang harus bergantung pada kita bukan kita yang bergantung pada mereka, jadi wajib hukumnya mereka itu mereka tahu persis itu world bank sangat konsen selalu takut hutan kita.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih Pak Menteri. Jadi dari aspek yang Pak Menteri katakan benar juga,
dari aspek kepentingan tadi kita katakan kita punya atau dia orang harus tergantung kita punya harus tanggung jawab mereka.
Oleh karena itu barangkali kita cermati lebih dalam, bila perlu kita bawa ke Panja ini.
Silakan Pak Markus.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Kami memahami jangan memang rumusan ini menjadi senjata bagi mereka untuk menekan kita, tapi barangkali juga ada irnbangan di pasal lain Pak, kan kita rnenetapkan bahwa apa narnanya kawasan hutan kita ini sekian persen dari wilayah daratan atau wilayah propinsi dan segala macarn. Sehingga kalau mereka rnenekan hutan kita 70%, 50% ngapain lu ini ada dalarn UU juga bisa sebagai salah satu alat. Tapi barangkali bagaimana perurnusannya kalau rnernang ini bisa rnenj adi al at rnereka untuk menekan kita ya saya kira kita bisa pahami barangkali juga FABRI bisa dernikian, curna aspek artinya yang Pak Menteri katakan tadi bagairnana juga ada dalam UU ini ada satu rurnusan yang aspeknya bahwa mewaj ibkan mereka ban tu kita. Karena kita sudah rnenciptakan memelihara paru-paru
100
dunia yang bukan untuk kepentingan kita tapi juga untuk kepentingan mereka dunia barat termasuk Singapura itu. Biarlah Singapura itu marah-marah, sekali-kalilah kasih kerja dia, cuma memang Pak Menteri barangkali di luar konteks tapi barangkali Pemerintah sekarang perlu memperhatikan secara serius mengenai kebakaran hutan ini. Dulu Pak ada usul Komisi X Pak Fachrudin dalam rangka menuntaskan kebakaran hutan itu tidak mungkin 100%, tapi mengurangi sedapat mungkin baik upaya pencegahan maupun pemadaman. Kalau Astralia dan Malaysia, janganlah Australia, Malaysia itu hutannya berapa sih tapi ada armada pemadam kebakaran, di Indonesia ini hutannya nomor 3 di dunia ini armadanya tidak ada. Itu sudah dari tahun 1990 sudah kita usulkan dan memang biaya ini mahal tapi hasil hutan itu besar sumbangsih untuk pendapatan negara kita ini. Tinggal sekarang bagaimana koordinasi antara Bapak-bapak Menteri Lingkungan, Menristek, Menteri Kehutanan dan sebagainya itu, bagaimana kirakira bisa satu pendapat. Dulu dana reboisasi banyak, kalau beli pesawat itu berapa biji itu dapat untuk armada membasmi kebakaran sebagaimana dimiliki Australia dan Malaysia. Dulu dua tahun yang lalu waktu hutan kita terbakarkan minta bantuan mereka, barangkali Australia negara maju tetapi Malaysia hutannya kecil dia ada armada kebakaran.
Itu barangkali titipan Pak. Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, jadi mana Pak Jasman.
FKP (JASMAN ISMAIL, SE) :
Terima kasih Bapak Ketua. Saudara Menteri, Memang pasal ini saya kira lebih banyak dipertimbangkan
lagilah, karena ini terlalu mengikat. Kalau kita sudah menyatakan kita sebagai paru-paru dunia, hutannya sudah mereka yang menentukan nanti jadi kita tidak bisa berbuat apa-apa. Lebih baik seperti kata Menteri tidak usahlah pasal ini, kita pelihara saja, kalau kita sudah mencantumkan
.-
101
ini saya khawatir nanti kita tidak bisa apa-apa dengan hutan kita sendiri. Karena UU kita yang sudah mengaturnya.
Sekian Pak, terima kasih.
KETUA RAPAT
Ya, terima kasih. Silakan Pak.
FPP (H,M, DJAFAR SIDDIQ) :
Memang kita harus membuat statement tapi bukan di UU ini, statement itu adalah dalam rangka bahwa kewajiban dunia untuk membantu negara yang mampu memelihara kawasan hutannya dalam rangka sebagai filter terhadap C02 dan itu sudah bakal akan terjadi nantinya. Bahwa kita akan mendapat insentif bahwa dunia berkewajiban membantu negara yang memelihara hutannya dengan insentif per dollar itu berapa nanti itu masih dalam perjuangan. Tapi sudah ada tekad itu dan itu kita tarik ini, disini letak Pemerintah mencoba melakukan kegiatan-kegiatan.
Saya kira itu saja dulu.
KETUA RAPAT
Baik, jadi sebagaimana saya katakan tadi ini penting tapi ada resikonya. Oleh karena itu saya kira kita dalami lebih lanj ut dalam Panj a. Sa ya tawarkan ke FABRI sebagai Fraksi pengusul.
FABRI (IGNATIUS MULYONO)
Setuju Pak.
KETUA RAPAT
Jadi FABRI telah setuju usulan untuk kita bawa dan lebih didalami di Panja, setuju.
( RAPAT SETUJU
Terima kasih.
102
FKP (PROF. DR. IR. H. FACHRUDIN)
Terima kasih Saudara Pimpinan, Bapak Menteri, Bapak ibu sekalian yang kami hormati. Assalamu'alaikum Wr. Wb. Saya rasa setelah kita istirahat ini kita membahas satu
masalah yang sangat aktual, sangat penting yang terjadi kahir-akhir ini malah barangkali sekarang ini masih terjadi karena tadi pagipun di jakarta dipenuhi asap ini, kita tirlak tahu asapnya dari mana ini.
Saya rasa bapak-bapak sekalian karena pentingnya masalah ini maka tentunya mempunyai perhatian yang sangat serius tentang 1n1, kita tidak usah menunggu reaksi dari luar negeri tetapi kalau menyangkut masalah rusaknya sumber daya kita maka tentunya kita akan prihatin, oleh sebab itu maka dalam usul FKP kita ingin tegas saja, kita ingin mempertegas kalimatnya singkat tetapi katakanlah menggigit gitulah kirakira, tidak ada kecuali-kecuali, karena juga nampaknya teman-teman ahli hukum yang ada di FKP, kalau kecuali itu tidak ada didalam undang-undang, oleh sebab itu maka dalam usul FKP Pasal 45 sebagai berikut, pemegang hak atau izin bertanggungjawab atas terjadinya kebakaran hutan diareal kerjanya. Sehingga kalimat yang dibelakang mulai dari kecuali pemegang hak atau izin dan sebagainya itu kita tiadakan, sekian Saudara Ketua.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik saya lanjutkan yang memiliki nafas yang sama, FABRI.
FAl3RI (IGNATIUS MOLYONO)
Sama pak, karena FABRI senang yang menggigit juga, ditambah lagi FABRI mempunyai pendapat bahwa masalah pembuktian tidak bersalah itu letaknya di Pengadilan pak, jadi oleh sebab itu sama dengan FKP FABRI menyampaikan perubahan sebagai berikut, pemegang hak atau izin bertanggungjawab atas hak atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya.
Terima kasih.
103
KETUA RAPAT :
Terima kasih. Saya lanjutkan juga dengan nafas yang sama, hanya ada
tambahan tapi semakin memperjelas, FPP silahkan.
FPP (Ny. Hj. CHODIDJAH) :
Terima kasih Bapak Pirnpinan. Sebagairnana rekan-rekan fraksi, baik dari FKP maupun
FABRI, FPP yang pertama menanggapi masalah substansi ini, pertarna rnenyernpurnakan dari kalimat izin ada penegasan pengelolaan hutan.
Kemudian yang kedua, kalau mernpelaj ari dari DIM yang disiapkan oleh pemerintah, kami menilai bahwa belum bertindak sudah mernperlernah diri sendiri, oleh karena itu kami mohon tegas saja pak.
Yang ketiga, sebagaimana tadi telah dikemukakan oleh rekan kami dari FABRI yang terhorrnat Pak Mulyono, pernbuktian
,~ tentang kesalahan a tau kelalaian, kami berpendapat melalui proses hukum, oleh karena itu ada Pasal 55, lebih lengkapnya, pernegang hak atau izin pengelolaan hutan bertanggunga jawab atas terjadinya kebakaran hutan diareal kerjanya.
Terima kasih, waktu kami haturkan kernbali.
KETUA RAPAT :
Baik, selanjutnya FPDI.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Kalau tidak salah FPDI tidak ada komentar Ketua mengenai Pasal 45 ini, hanya ada tarnbahan pasal saja.
Saya kira apa yang disarnpaikan oleh ketiga f~aksi tadi itu, FABRI, FKP, dan FPP substansinya sama semua tidak ada pengecualian, curna rnernang dalarn kenyataan dilapangan bahwa ada juga terjadi kebakaranikebakaran yang diluar kemampuan atau diluar keinginan daripada para pernegang izin ini, tetapi kami sependapat apabila ini titik saja, tidak ada pengecualian Ketua, karena pengecualian itu selalu oleh mereka yang memiliki areal besar, bagaimana kami ini areal besarkan tidak begini, nah siapa suruh ambil besar, kasihlah
104
sama orang lain kan supaya pengawasannya lebih berdaya guna, daripada ambil besar-besar kemudian tidak berdayaguna apalagi merugikan rakyat, kami sependapat dengan usul daripada rekan-rekan fraksi ini, titik saja disitu pak, di areal kerjanya titik, kalau toh nanti ada pengecualian jangan dipasal, barangkali bisa ditampung di Penjelasan supaya ada keseimbangan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Terima kasih FPDI, pemerintah silahkan pak.
PEMERINTAH :
Terima kasih pak. Memang kata-kata ini terus terang kami punya pengalaman
pahit sekali, habis kebakaran elnino kemarin, 44 dimasukan di Polisi, semua bebas, tinggal dua pak, di Pengadilan, bebas semua karena pengadilan kita meminta pembuktian materiil, pembuktian materiil itu, siapa yang bakar, bakarnya kapan, pakai apa bakarnya, pakai korek api atau bensin, itukan tidak pernah bisa dibuktikan, ini selalu lolos, padahal dalam penelitian kita 99,7 persen kebakaran itu akibat perbuatan manusia, jadi saya kira masalah kebakaran ini perlu kita pertegas, kami cenderung untuk menerima ketiga usul ini karena kata-kata kecuali ini mengundang permasalahan hukum yang agak berat, ini berarti ada nafas praduga bersalah, dengan hilangkan ini maka kita tidak mengenai masalah, kita ingin mencoba juga karena kita sendiri masih ragu, berarti kita membuat hukum baru, kita mengenal hukum praduga tak bersalah, TAP-MPR kemarin tentang KKN juga dibelakang buntutnya hak asasi manusia dan praduga tak bersalah, sekarang kita mau bikin praduga bersalah, bertentangan juga saya kira diaspek hukumnya ini, jadi kalau langsung begini dibuang kata kecualinya mungkin tidak ada debat lagi antara praduga bersalah, tak bersalah. Inikan tangkap dulu kalau mau membuktikan salah atau tidak, jadi sama dengan, kamu punya arloji baru harus buktikan bahwa itu bukan kan setengah mati kita, inikan kami pakai tapi kalau begini pokoknya tanggungjawab saja akhirnya, bahwa dia harus bermacam-macam dia harus bertanggungjawab.
.· 105
Jadi kami pada prinsipnya bisa menerima usul ini, jadi debat antara praduga tak bersalah dan praduga bersalah dengan demikian hilang ini, mudah-mudahan ahli hukum bisa membenarkan ini, kalau masih ada kata kecuali itu ada praduga bersalah, jadi buktikan dulu bahwa kamu tidak membakar. Jadi memang kita praduga bersalah, tapi kalau bertentangan dengan azas-azas HAM atau macam-macam, nanti bisa bikin repot nanti nih, karena itu kami serahkan ahli-ahli hukumnya, mungkin yang tiga ini sudah dibahas oleh ahli-ahli hukum kami, digugat pak, kami tidak ahli hukum pak silahkan saja.
Terima kasih pak.
KETUA RAPAT :
Baik, Mudah-mudahan tinggal persoalan sekarang adalah perlu
ditambah pengelolaan hutan ataukah cukup dengan hak atau ijin kan bisa juga ada hak ijin pemanfaatan jasa di satu tempat. tetapi akibat dia berbuat terbakar. Sehingga kelihatannya kalau kita tambah pengelolaan hutan terbatas pada kita mempersempit, tinggal ini pikirannya. Saya kembalikan ke FPP.
FPP (NY. HJ. CHODIDJAH)
Tidak prinsip Pak, kalau itu dianggap mempersempit.
KETUA RAPAT :
Tidak prinsip, jadi kita hilangkan kata pengelolaan hutan sehingga dengan demikian pemegang hak atau ijin bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya. Apakah dengan demikian kita bisa setuju?
(RAPAT SETUJU) Terima kasih, Selanjutnya kita masuk ke DIM nomor 133, tambahan pasal
baru dulu sebelum Pasal 33, "Pemerintah mengatur perlindungan hak-hak. Silakan FPDI.
106
FPDI {DRS. MARKUS WAURAN)
Saudara Ketua, Ini mengenai perlindungan hak tadi juga sudah diperkuat
oleh pemerintah kita sudah tampung tadi, tinggal bagaimana ini mau ditaruh dimana terserah. Terirma kasih.
KETUA RAPAT
Baik, Jadi mengikuti kesepakatan sebelumnya kita lanjutkan
Ini hanya penyempurnaan rumusan, setiap orang dilarang merusak prasarana sarana dan perangkat pengelolaan dan perlindungan hutan.
KETUA RAPAT
Bagus, Saya kira usulan ini dari teman-teman mudah-mudahan
kita cermati. Silakan fraksi-fraksi lain, ini melengkapi untuk semakin memperjelas. Silakan kepada FPP.
FPP (NY. HJ. CHODIDJAH) :
Terima kasih Bapak Pimpinan; DIM dari FPP tetap, menanggapi dari FPDI menambah
perangkat pengelolaaan. Ini merupakan satu penyempurnaan pada Saudara sendiri, tidak apa-apa. Terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, FPP sependapat, Selanjutnya kepada FKP, silakan.
--- -- --------
107
FKP (PROF.DR.IR.H. FACHRUDIN) :
Terima kasih Saudara Pimpinan; Pada dasarnya saya rasa substansinya kita bisa pahami
dan bisa terima, mungkin hanya susunan kalimatnya saja, "Setiap orang dilarang merusak prasarana sarana dan perangkat pengelolaan dan perlindungan hutan", ini rasanya agak rancu disini, ada dua dan, kata 11 dan 11 yang di belakang ini apakah tepat. Sementara demikian Saudara Pimpinan.
KETUA RAPAT :
Baik, Nanti kita tanya ahli bahasa apakah perlu kita robah
serta perangkat pengelolaan dan perlindungan atau bagaimana. Silakan Fraksi ABRI.
FABRI (IGNATIUS MULJONO)
Terima kasih Pak; Pada dasaranya Fraksi ABRI sependapat, hanya minta
penjelasan kepada FPDI masalah yang dimaksud dengan perangkat pengelolaan. Terima kasih.
KETUA RAPAT
Nanti pada putaran berikut akan dijelaskan, Pak; Kami persilakan kepada pemerintah terlebih dahulu.
PEMERINTAH :
Ini kembali ke ahli bahasa, apakah sarana dan perangkat itu sama atau tidak, ini saya agak rancu kalau tidak salah sarana sama dengan perangkat. Kalaupun mau ditambah juga mungkin setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan serta perangkat pengelolaan hutan. Pada prinsipnya setuju menambahkan pengelolaan hutan ini, tinggal bahasanya yang enak bagaimana. Terima'kasih.
108
KETUA RAPAT :
Terima kasih kepada Bapak Menteri; Ada usulan modifikasi "Setiap orang dilarang merusak
prasarana sarana perlindungan hutan dan perangkat pengelolaan". Baik saya kira ini kita finalkan saja, tetapi sebelumnya saya kira FPDI tolong dijawab dulu supaya ABRI cepat bersikap.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Terima kasih Bapak Ketua; Sebelum FABRI tanya saya sedang pikir-pikir mengingat
diskusi di intern fraksi, perbedaan a tau tambahan sarana prasarana dan perangkat apa bedanya, sampai sekarang saya belum ingat sudah lupa Ketua. Mohon maaf kepada FABRI barangkali kalau bisa besok saya tanya kepada teman dan bisa dijelaskan. Barangkali ini bisa masuk qi Timus saja Ketua, saran kami.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, Sebetulnya substansinya pengelolaan
kalau memang kita sepakat itu bisa saja. ahli bahasa disempurnakan kalimatnya.
AHLI BAHASA :
Terima kasih;
dan · perlindungan, Jadi tolong kepada
Disini ada tiga hal kalau mengikuti usul FPDI, ada tiga hal yang dibicarakan yaitu prasarana sarana dan perangkat. Pertama, kata sarana dan perangkat, kata perangkat itu lebih spesifik lagi Pak. Kalau perangkat dalam mengajar itu misalnya kertas gambar itu lebih spesiik lagi. Kalau sarana itu kelas, ruang. Jadi kalau mau itu yang dimaksud benar dan di rumusannya hanya perlu ditambah koma pada sebelum perangkat, jadi bunyinya "Setiap orang dilarang merusak prasarana, sarana, dan perangkat pengelolaan dan perlindungan hut an. Kata "dan" nya tetap dua karena yang ketiga itu perangkat pengelolaan perlindungan hutan atau
109
mungkin lebih baik begini "Sarana dan Prasarana Perlindungan Hutan dan Perangkat Pengelolaan Hutan".
Jadi yang ditambah oleh FPDI itu langsung dibelakang perlindungan hutan.
KETUA RAPAT :
Tetapi pengelolaan j uga puny a sarana dan prasarana, punya juga perangkat.
FABRI (DALAM SINURAYA, S.Sos)
Saudara Ketua; Di Penjelasan itu sudah jelas sekali penjelasan dari
ayat ini, jadi baik sarana maupun perangkat tadi itu jelas sampai palbatas saj a lebih spesif ik itu Pak. Jadi pada Penjelasan pasal pada ayat ini disebutkan sarana pengelolaan perlindungan hutan misalnya palbatas, tanda batas kawasan, menara pengawas, gardu pos, gardu pos itu lebih spesifik daripada tanda batas. Terima kasih.
KETUA RAPAT
Cuma ada tambahan, naskahnya kan perlindungan, ini ada ditambah kata pengelolaan. Makanya dari Penjelasan ditarik kedepan oleh PDI.
FABRI (IGNATIUS MULJONO)
Tambahan Bapak Ketua; Disamping apa yang telah disampaikan oleh rekan kami
tadi memang kalau kita cermati sendiri konteks kita pada perlindungan hutan, perlindungan hutan kita itu mencakup perlindungan terhadap kegiatan-kegiatan pengelolaan terhadap kegiatan pemanfaatan dan sebagainya. Barangkali kalau umpama itu sudah dianggap sebagai bagian daripada apa yang harus dilindungi kami kira sudah tercakup didalam aktifitas proses perlindungan hutan sendiri.
Terima kasih.
I )'
110
FPP (H.M. DJA'FAR SIDDIQ}
Interupsi Ketua; Saya kira bahwa yang namanya sarana dan prasarana itu
sudah lazim, kemudian perangkat pengelolaan itu mengecil dari besar mengecil lagi, sarana pengelolaan besar, perangkat pengelolaan mengecil. Tetapi masalahnya sekarang adalah aspek perlindungan, Jadi semua sarana prasarana yang berkaitan dengan upaya perlindungan terhadap pengelolaan hutan, pemeliharaan hutan, konservasi hutan harus diawasi.
Jadi perlindungan itu mencakup semua dimensi, sebab kita melindungi hutan dari kerusakan pengelolaan, dari kerusakan kebakaran, dari konservasi dan dari macam-macam, itu aspek perlindunganya. Cuma nanti kalau mau lebih tajam dalam Penjelasan ditambah dan dalam Penjelasan itu sudah banyak rinciannya. Terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, Saya kira kembali sadar barangkali, bagian ini adalah
bagian perlindungan. Jadi kalaupun mau menambah barangkali kita tambah perangkat tidak apa-apa karena ada maknanya sendiri, sehingga prasarana,sarana dan perangkat perlindungari hutan.
FPP (H.M. DJAFAR SIDDIQ)
Saya tambah sedikit; Semua ini dalam rangka ada pidananya, ada kai tannya
dengan pidana karena tugas disini adalah melindungi hutan dengan segala macam kegiatan apapun, termasuk pengelolaan apa saja, ancamannya dipidana. Karena itu konsernnya adalah perlindungan, nanti saya kira kalau mau perangkat lainlainnya itu dimasukkan dalam Penjelasan. Terima kasih.
KETUA RAPAT
Saya kembalikan ke FPDI dulu, siapa tahu kita bisa sepakat ini. Jadi teman-teman mengharapkan agar inikan
I #
111
bagian perlindungan hutan, jadi ini perangkat kalaupun perangkat adalah perangkat perlindungan hutan bukan melebar atau menyempit ke pengelolaan. Kalau bisa kita putuskan.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Terima kasih Ketua; Setelah coba merenung-renung kami tidak keberatan
apabila Pasal 46 ini rumusannya seperti itu tetap. Terima kasih.
FKP {IR. AWAL KUSUMAH, MSc)
Interupsi Saudara Ketua; Kami mohon klarifikasi saja dari pemerintah Ketua,
karena di Penj elasan ini ada kata "prasarana pengelolaan hutan", prasarana pengelolan hutan misalnya pagar-pagar batas kawasan hutan dan ilaran api. Ini adalah prasarana pengelolaan hutan. Kalau kita lanjutkan sarananya juga ada disini, sarana pengelolaan perlindungan hutan, jadi dalam Penj elasan ada prasarana pengelolaan hutan dan ada sarana pengelolaan perlindungan hutan. Terima kasih Ketua.
KETUA RAPAT :
Jadi tanpa bermaksud membatalkan kesepakatan kita seal Penjelasan nanti kita sesuaikan, bisa begitu? Jadi DIM Nomor 133 tetap seperti RUU, Penjelasan disesuaikan.
(RAPAT SETUJU)
Namun demikian Pak Awal boleh juga dijawab, Pak.
PEMERINTAH :
Terima kasih Bapak Pimpinan; Memang yang dimaksudkan disini sebenarriya prasarana dan
sarana perlindungan, jadi bukan pengelolaan hutan, jadi pagar-pagar batas itu ilaran api dalam rangka perlindungan hutan. Sarana pengelolaan perlindungan, pengelolaan perlindungan ini mungkin agak rancu karena ini kita belum
I r
112
sampai membahas disini, saya kira sarana perlindungan, semua itu perlindungan saja kita gantinya. Terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, terima kasih; Kita lanjutkan dengan butir 134 FABRI tetap, FKP ada
Terima kasih Saudara Pimpinan; Sesungguhnya hanya sekedar penyempurnaan, namun kalau
diijinkan dalam hubungan ini kami ingin menanyakan sesuatu kepada pemerintah, memang tidak ada dalam DIM tetapi kalau diijinkan dalam hubungan dengan pasal ini.
Disini dikatakan bahwa setiap orang yang diberikan hak pengusahaan hutan atau hak pemungutan hasil hutan atau ijin pemanfaatan dilarang melakukan kegiatan-kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan. Dilain pihak pemegang hak a tau ij in itu diberikan ketentuan-ketentuan untuk dia lakukan, kalau seandainya para pemegang hak itu tidak melakukan ketentuan-ketentuan itu dan kalau tidak mau melakukan ketentuan-ketentuan itu dapat menimbulkan kerusakan hutan. Bagaimana cara mengaturnya, ini hanya pertanyaan Saudara Ketua. Terima kasih.
KETUA RAPAT
Jadi memang harus dijelaskan sejelas-jelasnya itu nanti Pak; sebab kalau orang dapat hak tidak potong disisi lain merusak, juga, tetapi disisi lain kan memang tujuannya itu.
Baik saya kira fraksi lain, ada perubahan tadi pengusahaan dan pengelolaan.
Silakan kepada FPP.
I /:
113
FPP (NY. HJ. CHODIDJAH)
Bapak Pimpinan; Untuk FPP didalam ayat (2) ini walaupun kosong tadi
Saudara Pimpinan sudah membaca tetap, terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, silakan FPDI;
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Saya kira kita konsisten apa yang juga tadi sudah disetujui oleh pemerintah kalau tidak salah ada dalam pasalpasal terdahulu kata pengusahaan itu sudah setuju kita tetapkan sebagai pengelolaan, sehingga ini supaya seragam semua. Terima kasih.
KETUA RAPAT
Terima kasih; Selanjutnya kepada Fraksi ABRI, silakan.
FABRI (IGNATIUS MULJONO) :
Terima kasih; Dari DIM Fraksi ABRI adalah tetap, tetapi mencermati
apa yang disampaikah dari FKP bahwa kita berpindah tidak lagi kita berorientasi pada hanya lingkungan pengusahaan tetapi juga berkembang menjadi pengelolaan dalam rangka kelestarian dan sebagainya. Fraksi ABRI bisa memahami betul apa yang dimaksudkan oleh FKP.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Terima kasih kepada Fraksi ABRI; Selanjutnya kepada pemerintah, hanya merubah pengusa
haan dan untuk menghilangkan apa tadi itu, ditambahkan dibawah dan atau perbuatan yang menimbulkan kerusakan. Silakan kepada Pemerintah.
-- --- -----------------
114
PEMERINTAH :
Terima kasih Bapak Pimpinan; Karena ini banyak sekali menyangkut PHP di kita karena
itu dengan seij in Pimpinan kami mohon Pak Waskito kiranya dapat memberikan tanggapan dan penjelasan.
PEMERINTAH (WASKITO) :
Terima kasih Bapak Menteri; Mengenai ketentuan-ketentuan ini nanti akan kita lan
jutkan dalam petunjuk tehnis, apa-apa yang dilarang dan apaapa yang diijinkan dalam kaitan menjaga untuk tidak menimbulkan kerusakan hutan tadi. Misalnya caranya membuat jalan kita batasi, cara menebang kita batasi juga, kemudian cara menanampun kita batasi, termasuk ... dan sebagainaya.
Kalau dalam kaitannya pengelolaan misalnya kawasan wisata, disitu mungkin dia juga merusak situs-situs purbakala dan sebagainya, Dalam kaitan ini mungkin kita akan mencoba dalam bentuk PP yang lebih lanjut. Terima kasih.
PSM:ERINTAH
Terima kasih Pimpinan; Kira-kira itulah penjelasan kami.
KETUA RAPAT :
Apakah dengan demikian usulan FKP dapat kita sepakati? Jadi usulan perubahannya hanya pengelolaan dan setelah
kegiatan itu ditambah dan atau perbuatan.
FPP (NY. HJ, CHODIDJAH) :
Belum, Pak! Terima kasih Bapak Pimpinan; FPP masih berpendapat bahwa sesuai dengan konsep dari
Pemerintah sebab pengelolaan hutan atau hak pemungutan hasil hutan atau iJin pemanfaatan hasil hutan yang dilarang. Didalam konsep FKP ini ada tambahan dan a tau perbuatan. Kami rasa perbuatan ini adalah masih menyatu dengan sesuatu
. .
115
tindakan yang ada dan tidak perlu ditambah. Latar belakang pemikiran kami karena pada ayat ini sebagaimana tadi dimaksudkan dalam ayat ( 1) ini merupakan satu perbuatan a tau tindakan yang membawa konsekuensi hukum. Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Tolong sekalian dengan pengelolaan, gimana?
FPP (H. MASRUR JAVAS) :
Terima kasih Saudara Pimpinan; Saya kira tambahan pengelolaan 1n1 tidak diperlukan
lagi, kemudian memperjelas penjelasan dari Ibu Chodidjah tadi tambahan dan atau perbuatan, dan atau perbuatan itu adalah juga satu kegiatan. Jadi kegiatan itu sebenarnya sudah mengandung perbuatan-perbuatan itu, sebab tanpa ada perbuatan-perbuatan itu tidak ada kegiatan.
Karena pasal ini ada resiko sangsi hukum, supaya jangan rancu kami mengusulkan tambahan ini ditarik lagi atau bagaimana.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Yang pengelolaan tidak juga?
FPP (NY.CHODIDJAH)
Jadi tegasnya, Pak; Itu kembali ke konsep pemerintah, terima kasih.
KETUA RAPAT
Kita sudah sepakat rubah kemarin, Bu! Pengusahaan itu kita rubah menjadi hak pengelolaan. Jadi kami kembalikan kepada fraksi pengusul, kelihatan-
nya kalau soal pengelolaan bisa kita terima dan atau perbuatan seyogyanya menurut rekan-rekan kita buang saja karena bisa menimbulkan tafsir yang macam-macam. Saya kembalikan kepada FKP.
116
FKP (PROF.DR.IR.H. FACHRUDDIN) :
Kalau dapat menimbulkan taf sir yang macam-macam kenapa harus kita pertahankan.
KETUA RAPAT :
. Baik, Kalau demikian, setelah dan atau perbuatan dicabut
kembali dengan demikian saran yang satunya itu pengelolaan dapat kita terima, dan dengan demikian setiap orang yang diberikan hak pengelolaan dan seterusnya seperti naskah. Apakah dapat disetujui?
(RAPAT SETUJU)
Terima kasih. Kelihatannya DIM Nomor 135 dan 136 adalah butir-butir
yang seluruhnya tetap. Setuju kita ketok?
(RAPAT SETUJU)
Terima kasih.
DIM Nomor 13 7 ada tambahan perubahan a tau perbaikan dari rekan FPDI.
Saya persilakan dari FPDI halarnan 145 dibawah.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Hanya memperjelas saja Ketua; Jadi setelah akhir kata kita tambah dengan kata-kata
"yang terletak di kawasan hutan". Jadi "melakukan penebangan pohon dalam radius cara tertentu dari ma ta air, tepi jurang, tepi danau, waduk, tepi pantai, tepi sungai dan anak sungai yang terletak di kawasan hutan". Ya, yang terletak dalam. Untuk mernperjelas saja, kalau diterirna syukur, kalau tidak diterima ya apa boleh buat.
Terirna kasih.
117
KETUA RAPAT
Memang yang dimaksud ini, memang bisa gawat ini memang. Baik, silakan Fraksi-fraksi lain. Jadi FPDI memperte
gas dalam kawasan hutan. Jadi kalau sungai bukan kawasan hutan, sebab pengertian sungai di masing-masing wilayah beda-beda, di kampung saya bilang 11 kali 11 bisa juga.
Silakan FPP.
FPP (NY. Hj. CHODIDJAH) :
Terima kasih Bapak Pimpinan. Kalau membaca sekilas pada butir ini memang ngeri Pak,
oleh karena itu walaupun didalam DIM-nya tetap, dan tadi dari FPDI juga sudah mulai mengusulkan ada satu tambahan.
Yang perlu kami mintakan penjelasan secara lisan biar mendengar semuanya untuk bahan pertimbangan walaupun saya secara pribadi sudah baca didalam naskah rencana penjelasan ini, yaitu tentang radius atau jarak tertentu sampai sejauhmana kilometernya itu.
Terima kasih, waktu kami haturkan kembali.
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih. FABRI silakan.
PABRI (SUKANDAR ARON, S.E.)
Terima kasih Pak Ketua. Dalam DIM FABRI tetap dengan rumusan, namun dari FPDI
dengan adanya kawasan hut an memang disini ada dua sisi. Benar memang apabila itu hanya di kawasan hutan, itu lebih tepat memang tidak boleh, tetapi yang dipersoalkan adalah apabila didalam masuk didalam tanah hak, misalnya katakanlah Das Berantas. Das Berantas justru memang disekitarnya justru harus ada program penghijauan. Apabila kita masukan dengan kata-kata "hanya dalam kawasan hutan", berarti didalam tanah hak bebas untuk memperlakukan itu.
Sementara program Pemerintah sendiri didalam kaitan untuk mengurangi sedimentasi, Das itu kita melakukan program penghijauan.
118
Oleh sebab itu kita juga perlu cermati, kemungkinannya agaknya cenderung tidak perlu dimasukan didalam kawasan hutan, namun akan mengandung konserkonsekuensi.
Jadi karena Dasnya sudah ditentukan, sehingga tampaknya bebas apabila tidak perlu dicantumkan dalam kawasan hutan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Saya kira nanti kita dengarkan keterangan Pemerintah. FKP silakan.
DRA. Hj • OKI HIDAYATI MARAHDJANI)
Terima kasih Pimpinan. Saya kira apa yang disampaikan oleh FABRI memang perlu
mendapatkan perhatian. Didalam salah satu buku yang pernah saya baca mengenai masalah perairan dan sungai itu, juga ditekankan perlunya pemeliharaan dan penertiban daripada tanaman-tanaman yang ada disekitar bukan sungai saja, tetapi juga danau-danau dan sebagainya, didalam rangka atau usaha tidak adanya longsor (erosi), kecuali itu juga untuk menambah tentu saja adanya air didalamnya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, saya kira demikian. Memang kalau sebatas larangan asal ancamannya tidak terlalu banyak tidak apa-apa itu, sebab ini orang kampung banyak. Kalau ada ancaman orang kampung banyak masuk bui kalau hanya bunyinya begini, sebab kebanyakan ladang-ladang itu ada juga disepanjang pinggir sungai itu. Kalau itu dia kena bui sampai ora.ng kampung masuk semua nanti.
Silakan Pemerintah. PEMERINTAH (MENHUTBUN)
Terima kasih Saudara Pimpinan. Menyangkut masalah rehabilitasi kembali juga erat
kaitannya, Pak Harsono silakan.
•' 119
PEMERINTAH (DIRJEN RLPS) :
Terima kasih Pak Menteri, dan Bapak Ketua. Bapak-Ibu yang saya hormati. Kalau menanyakan jarak yang tepat itu saya kira harus
dipertimbangkan dari berbagai aspek misalnya masalah tanahnya, kele- rengannya, curah hujan dan sebagainya. Oleh karenanya dalam pengertian dalam radius atau jarak tertentu, itu mesti dinilai, diatur, diteliti secara khusus termasuk misalnya saja di tepi pantai untuk daerah-daerah rawa, bako dan sebagainya, biasanya ditentukan sejumlah 500 meter dari pantai. Demikian pula untuk tepi sungai ada yang sampai 200 meter, tapi ada juga hanya SO meter tergantung kepada kembali lagi tadi struktur tanah, kemudian curah hujan serta kelerengannya.
Jadi dengan demikian ini saya kira ketentuannya secara teknis akan diatur secara tersendiri.
Kalau tadi ditanyakan dalam kaitannya dengan rakyat, memang sebenarnya dalam pengelolaan Das dimana disitu ada hutan rakyat dan sebagainya, harus selalu juga mengacu kepada ketentuan-ketentuan dalam mengelola Das. Jadi memang kalau Pak Ketua tadi mengatakan mungkin banyak yang melanggar peraturan ini, itu memang demikian, seperti saya kira dilihat untuk di~eberapa daerah pada daerah-daerah tertentu yang sangat curam itu telah ditanami. Oleh karenanya untuk mengantisipasi 1n1, maka diberikan asistensi teknis yang berkaitan dengan konservasi tanah dan air dimana, bagaimana caranya mengelola lahan yang baik sehingga tidak menimbulkan banjir, tidak menimbulkan erosi (longsor) dan sebagainya. Ini kita kenal sebagai konservasi tanah dan air.
Saya kira demikian Pak Menteri, terima kasih.
PEMERINTAH (MENHUTBUN)
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Terima kasih. Jadi saya kira bukan soal apa ini, kita tidak persoal
kan tepi-tepinya, cuma harus ada dalam kawasan mana begitu lho yang secara tegas. Sebagai kalau hanya begini bunyinya,
--~· ~--·
I
.. ..J
120
kalau pada daerah aliran sungai kita cantumkan daerah aliran sungai, barangkali yang idenya Pak Kandar tadi aman, tapi tidak semua sungai adalah daerah aliran sungai, saya kira belum di taken semua 'kan Pak, sungai di tempat saya tidak ada Pak. Karena ini Undang-undang harus berlaku seluruhnya, Das Kamaniru bet.ul tetapi yang sungai- sungai tadi, 'kan sungai ceritanya.
Ini kita takut rakyat, karena ancamannya ngeri Pak Menteri, ancamannya itu huruf "d" Rp 1 milyar, 10 tahun. Ini bukan main-main ini. Sehingga barangkali usulan FPDI itu adalah dalam rangka, jadi tepi sungai-sungai itu padang apa begitu. Jadi itu maksud makna dari FPDI saya kira itu, kalau memang dalam kawasan hutan atau di daerah aliran sungai, kita setuju itu begitu lho, supaya dia jangan berlaku umum begitu saja.
Silakan FPDI kalau mau tambah.
FPDI {DRS. MARKUS WAURAN) :
Jadi memang Pak Ketua seperti itu, kenapa kita perlu taruh di kawasan hutan ? Karena itu berbahaya itu. Sebab rakyat yang daerah aliran sungai bisa juga dia koq, yang penting bahwa sumber air dari sungai itu yang kita lindungi yaitu pasti di kawasan hutan itu. Tapi kalau dia sudah di hilir, rakyat itu suka potong-potong kayu itu Pak, dan itu sumber penghidupan dia, kayu bakar bukan untuk dia jual, beli balok-balok tapi untuk kayu bakar segala macam itu. Tapi kalau umpamanya rumusan seperti ini, bahayanya seperti itu. Dan saya kira yang dirugikan disini rakyat-rakyat kecil, yang kita mau lindungi 'kan seperti mata air barangkali kalau tepi jurang, tapi semua itu dalam kawasan hutan.
Terima kasih.
KETUA RAP~T :
Baik, mungkin ada kejelasan lain dari FABRI. Silakan.
- ·I
121
FABRI (SUKANDAR ARUN, S.E.}
Terima kasih Pak Ketua. Menyimak apa yang dij elaskan oleh FPDI memang benar,
sehingga nampaknya pasal ini perlu dipisahkan karena ini berkaitan dengan ancaman jadi satu kawasan seperti yang disampaikan FPDI, itu dengan ancaman seperti tercantum dalam pasal-pasal ancaman, namun perlu juga dicantumkan substansinya bahwa untuk daerah aliran sungai harus dilarang memotong pohon-pohon bahkan perlu diprogramkan penghijauan karena tidak hanya sumber saja sebetulnya air itu bisa sampai dibawah, tetapi bahwa fungsi-fungsi yang ada dalam sungai itu sendiri tidak bisa optimal karena sidimentasi.
Oleh karena itu didalam kaitan perlindungan ini nampaknya perlu substansinya, tidak tahu diwadahi dimana sehingga mungkin masih dalam taraf pemasyarakatan atau himbauan atau ajakan, sehingga tidak didalam kaitan ancaman.
Terima kasih Pak Ketua.
KETUA RAPAT
Baik, masih ada yang komentar lagi. Silakan Pak Yos.
FKP (JOZEF PIETER YOSEANO WAAS)
Terima kasih. Saya ingin klarifikasi istilah'dari Departemen Transmi
grasi Pemukiman dan Perambah Rutan, itu pasti dilarang kalau menurut keterangan ini. Jadi perambah hutan untuk transmigrasi itu bagaimana itu, kami mohon penjelasan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Kalau kawasan sudah ditetapkan oleh transmigrasi pasti ada izinnya, jadi tentu tidak terkena, saya sajalah yang jawab itu.
Jadi sebetulnya yang ada kekhawatiran kita adalah kalau tidak ada lokasi, jadi kalau misalnya daerah aliran sungai kita sepakat, kita sepakat, jadi kalau dalam kawasan hutan, oke. Jadi ada faktor apanya begitu lho Pak, pembatasnya,
.· 122
jadi tidak sembarang pinggir sungai begitu lho, tidak sembarang tepi pantai.
Silakan Pak Sekjen Dephutbun.
PEMERINTAH (SEKJEN DEPHUTBUN)
Terima kasih Bapak Pimpinan. Masalah ini begitu penting Pak, karena ini masalah
konservasi tanah dan air. Oleh karena itu keberlakuan daripada ayat ini sebetulnya di dalam dan di luar kawasan hutan. Karena kenyataannya sekarang paling parah adalah justru yang ada di luar kawasan hutan itu, oleh karena itu kita ngatur bagaimana agar juga daerah-daerah yang ada di luar kawasan hutan ini bisa dikonservasikan demi tanah dan air.
Sebagai contoh di Jawa Barat, ini kebetulan orang Jawa Barat, situ-situ yang ada di Jawa Barat sekarang sudah banyak hilang karena tidak terlindungi oleh masalah ini.
Mengenai jarak berapa, ini masalah teknis Pak. Sementara ini dari Keppres-keppres yang misalkan disekitar mata air itu 50-100 meter, tapi itu tergantung kepada situasi, kondisi setempat.
Kemudian juga barangkali yang menjadi permasalahan adalah masalah hukumannya a tau ancaman hukumannya. Ini barangkali nanti kita bisa dimodif ikasi di tahap-tahap mana yang hukuman ini hukumannya bagaimana, yang berat bagaimana, barangkali disitu saja nanti. Tapi ini sangat penting Pak, karena ini melindungi tanah dan air.
Kita sekarang ini sudah, maaf Pak sebagai gambaran, 39 daerah aliran sungai kita ini dalam super kritis sekarang ini, karena erosinya begi tu tinggi, kemudian kalau huj an sediki t saj a banj ar, tapi musim kering j uga cepat kering, dan malah bertambah menurut Pak Harsono sekarang bertambah daerah aliran sungai yang kritis ini.
Ini sangat penting Pak, hanya barangkali sisi hukumannya yang harus kita pilah-pilah nanti.
Demikian Pak, terima kasih.
KETUA RAPAT :
Sisi hukuman itu hanya konsekuensi saja Pak, kita kalau pada kawasan konservasi, setuju memang. Pada daerah aliran
.
123
sungai, setuju. Jadi saya kira ini kita rumuskan lagi di Timus. Kita setuju pengaturannya, cuma harus jelas supaya hukuman itu kalau memang pada hutan konservasi, pada daerah aliran sungai barangkali silakan itu.
Tapi 'kan tidak semua sungai saya katakan, itu adalah daerah aliran sungai.
FPP (NY. Hj. CHODIDJAH}
Interupsi Bapak Pimpinan. Jadi nanti apabila ini akan masuk Timus ada satu keje
lasan didalam butir 11 c 11 itu sendiri. Sebab kalau tidak menunjuk lokasi sebagaimana tadi telah disebutkan antaranya ada DAS, ada kawasan hutan, sedang tadi belum sepakat antara di dalam dan di luar hutan.
Kami membaca sekilas, kalau tidak diselesaikan didalam butir 11 c 11 kej elasan areal mana yang nantinya akan terkena hukum walaupun dengan dipilah-pilah. Ini ngeri betul Pak, akibat ini nanti banyak rakyat yang tidak tahu apa-apa karena menebang lalu masuk penjara, apalagi disebut disini bukan hanya sungai saja, sampai anak sungai pun, tepi pantai hanya 50 meter.
Jadi kami setuju Timus, tetapi nanti ada kejelasan didalam butir 11 c 11 ini Pak, klasifikasinya harus jelas.
Terima kasih, waktu kami haturkan kembali.
KETUA RAPAT :
Silakan FABRI.
FABRI (SR!DONO)
Terima kasih. Kami ingin menyoroti dirnana dilempar ini, apa ke Timus
apa ketempat lain begitu. Kalau memang, terus terang saja mohon maaf, dari Pemerintah belum menyakinkan kita. Jangan di-Timus-lah, di-Panja-lah biar Pemerintah memikir yang pasti dan kita tinggal bisa meyakini, dengan demikian nanti kemana larinya lebih mudah.
Kalau ini berkaitan dengan sanksi pidana tadi Pak, itu saya mohon di Panja sajalah supaya kita betul-betul Pemerintah bisa mendalami masalah ini.
I
I
I f
124
Apa yang dikhawatirkan oleh Ibu Chodidjah tadi dengan yang lain-lain, saya pikir dari FPDI juga itu bisa ditampung.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih.
FKP (IR. GATOT ADJI SOETOPO)
Interupsi Pak. Kami menyadari Jiwa yang terkandung disini dari Pemer
intah. Memang apa yang dikemukakan oleh Pak Sekjen tadi itu benar, apabila kita mengacu pada tanaman turus jalan katakanlah, itu yang tidak mendapatkan izin dari PU tidak bisa di tebang.
Sekarang dalam hal ini saya ingin klarif ikasi, yang dimaksud pohon ini pohon yang mana. Kalau pohon dalam arti umum seperti yang dipikirkan Pak Ketua tadi, masyarakat akan terkena denda yang sangat berat sekali. Tetapi kalau pohon turus jalan dimana semua penebang turus jalan yang ditetapkan oleh PU, i tu tidak boleh di tebang tanpa izin dari pada PU.
Ini kami mohon klarifikasi, terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baiklah, ada tawaran Panja, apa bisa kita Panjakan saja ini.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Pak Ketua, saya setuju Panja. Tapi barangkali untuk pedalaman begini, saya kira apa
yang dikatakan oleh FABRI juga perlu ditampung karena itu juga ditegaskan oleh Pak Sekjen tadi, yang pertama perlindungan yang ada dalam kawasan hutan tetapi di luar kawasan hutan itu juga penting seperti DAS termasuk anak sungainya itu. Ini semua dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
125
Oleh karena itu mulai sekarang juga rakyat kita harus kita sadarkan dan ajarkan dia, bahwa 11 kau juga jangan sembarang, termasuk rakyat NTT disana jangan sembarang kau potong-potong hutan, sudah mulai tertib sekarang". Sebab ini untuk kelestarian fungsi lingkungan, dampaknya juga untuk kehidupan manusia di masa yang akan datang. Jangan rakyat lagi secara liar tebang sini, tebang sana, kita harus didik dia. Untuk itu juga ada ancaman hukuman tapi tidak seberat yang itu Pak, tidak seberat yang Rp 1 milyar, 1 tahun, tapi ada ancaman ya mungkin 1 minggu atau ditegor atau apa, itu kita bawa di Panja nanti.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, setuju Panja. Silakan FKP.
FKP (PROF. DR. IR. H. FACHRUDIN)
Terima kasih Pimpinan. Memang masalah ini saya rasa masalah yang tidak terlalu
mudah, oleh karena pertama ada sanksinya. Tadi kita sudah mendengarkan bahwa semula kita berpikir hanya dalam kawasan hutan, tetapi kemudian dijelaskan oleh Pak Sekjen bahwa ini berlaku umum. Sehingga barangkali kita perlu mencermati peraturan-peraturan lain yang ada yang mungkin berada di luar bidang hutan tetapi yang mengatur masalah ini.
Oleh sebab itu FKP mengusulkan di-Panja-kan saja, supaya kita ada waktu untuk mecermati lebih jauh.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Soalnya ini 'kan UU tentang Kehutanan, kalau pohon di kampung di depan saya kebetulan dekat kali masa tidak boleh, 'kan begitu. Nanti kita Panja, setuju ?
(RAPAT : SETUJU)
. . 126
DIM nomor 138, FABRI disempurnakan, FKP tetap, FPP memenggal, dan FPDI tetap.
Saya persilakan FABRI.
FABRI (DRA. NOLDY RATTA)
Bapak Pimpinan yang kami hormati. Bapak Menteri yang terhormat. Kalau kita lihat ini konsekuen dengan yang di depan itu
kebakaran, kalau kita lihat saat kebakaran ini sudah mempunyai dampak yang sedemikian luasnya, sehingga kita perlu menaruh perhatian terhadap masalah kebakaran ini. Ini sudah tercantum di depan pasal sebelumnya, dimana menghilangkan hal-hal yang melemahkan yaitu ada kecuali dan sebagainya, sehingga kita hanya mengganti menjadi "melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan terj adinya kebakaran hutan 11
• Kalau kita tulis hanya 11 membakar hutan 11
, maka ini cukup sempit. Kalau kita 11 melakukan kegiatan" siapapun yang melakukan
kegiatan yang dapat menimbulkan terjadinya kebakaran hutan. Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Mudah-mudahan sudah dikaji sesuai hukum pidana.
FABRI (DRA. NOLDY RATTA} Sudah Pak.
KETUA RAPAT
Soalnya siapa yang bisa mengklasifikasi, gara-gara kegiatan itu jadi terbakar.
Selanjutnya dari FPP.
FPP (H. MASRUR JAVAS}
Terima kasih Saudara Ketua. FPP ini memandang huruf ini tidak sederhana, ini penuh
dengan delematis ini. Oleh karena itu FPP sengaja mengusulkan kata-kata "kecuali", "dengan kewenangan yang sah" itu di ha pus. Ini berkai tan ki ta kalau ki ta hubungkan dengan penjelasan pasal 46 huruf "d", ini saya coba baca penjela-
:
127
sannya ini "yang dimaksud dengan kewenangan yang sah adalah kewenangan yang diberikan oleh pejabat yang berwenang seperti Menteri atau pejabat kehutanan lainnya".
Kita mengerti mungkin dalam keadaan emergency itu perlu, tapi selanjutnya untuk membakar hutan tertentu, untuk pengendalian kebakaran hutan. Jadi untuk pengendalian hutan itu dengan dibakar, itu agak rancu kita. Pertama.
Kedua, dan untuk pembukaan hut an yang sah. Padahal kalau tidak salah kebijaksanaan pembukaan hutan dengan pembakaran itu kita cegahlah sekarang ini, bahkan itu praktek secara teknis bening zero kalau tidak salah, itu saja 'kan sudah sulit sekali, saking hati-hatinya kita jangan sampai tetangga-tetangga itu panen asap terus. Itu pun sekarang itu masih dilanggar.
Dengan penjelasan ini seolah-olah untuk pembukaan yang sah itu juga bisa digunakan dengan membakar, ini 1 kan sudah anu lagi ini. Jadi kalau tadi Ibu dari FABRI sudah sempit, ini dipersempit lagi Pak, membakar sudah sempit dipersempit lagi dengan pintu samping itu, kecuali-kecuali itu tadi. Tapi ini delematislah.
FPP menyadari mungkin dalam saat-saat emergency perlu mungkin, tapi membuka ini, pintu-pintu samping, pintu-pintu belakang untuk yang demikian-demikian ini. Ini alasan Pak, terserah nanti kita bagaimana baiknya, kami cuma membuka saja cakrawala yang sedikit luaslah ini, bagaimana membakar hutan ini.
Salah satu contoh, ini bukan mengomentari FABRI Pak, melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan terjadinya kebakaran hutan ini lebih seram lagi ini, jadi merokok saja tidak boleh koq, makanya, saking ininya, tapi disini bisa membakar pembukaan hutan dalam penjelasan pasal ini. Saya rangkaiankan sajalah dengan penjelasan.
Mari kita bersama-sama membahasnya dengan penuh kecermatan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih. Selanjutnya saya persilakan FPDI, langsung komentari
dua saja ini.
:
128
FPDI (DRS,. MARKUS WAURAN)
Kalau FKP kan hanya merubah susunan kalimat saja, menyempurnakan tetapi yang prinsip barangkali yang dikatakan oleh rekan kita dari FPP dan memang kalau dikasih kewenangan ini bis a banayk rekayasa dan bisa terj adi macam-macam di lapangan, bakar-membakar ini. Barangkali apa namanya untuk pasal ini Ketua, sebagaimana juga tadi siapa yang bilang? Ketua barangkali itu bahawa dalam uadang-undang itu tidak ada kecuali-kecuali, kita juga pakai saja kalau kita mau konsisten ya kita pakai disini. Dilarang membakar hutan. (titik) . Nanti kalau terjadi di lapangan macam-macam ya itu ada proses hukum tersendiri tentunya tapi jangan memberikan kewenangan ya barangkali kalau Pak Menteri kita ini kita persiapkan orang lain ini yang bisa macam-macam itu apalagi kepada Gubernur, Kepala Daerah atau apa ada sekongkol apa semua sehingga apa namanya bisa terjadi hal-hal yang merugikan di lapangan. Jadi kami mi rip saudara Ketua, setuj u apa yang menjadi pendapat dari FPP. Terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, yang bagus nanti untuk
saya hanya kasih tunj uk saj a bahwa ada contoh di butir 11 e 11 kalau kita cermati misalnya begitu
penyempurnaan ini. Jadi tanpa memiliki hak atau izin begitu Pak, dan kewenangan kan sama dengan izin sebetulnya.
Baik, FKP silahkan
FKP (PROF. DR. IR. H. FACHRUDIN)
Terima kasih Saudara Pimpinan, Meskipun dalam apa namanya dalam DIM ini FKP tetap
tetapi sesungguhnya sejak dari tadi FKP yang konsisten sekali until tidak memakai 11 kecuali 11 di dalam undang-undang ini sehingga FKP cenderung untuk ki ta agak tegas saj al ah setelah membakar hutan. Namun demikian barangkali kita perlu mendengarkan penjelasan dari pemerintah karena mungkin ada hal-hal tertentu yang kita tidak paham disini ini yang dimaksud dengan kecuali kewenangan yang sah untuk apa begitu itu. Karena kalau teman dekat saya ini yang pengelola per-
129
kebunan itu biasa rnernbakar apa narnanya tetapi itu biasanya setelah di tebar, dikurnpul-kurnpulkan i tu baru ada prosedur tertentu begitu itu, tetapi bukan membakar hutan.
Terima kasih Saudara Pimpinan.
KETUA RAPAT :
Kalau itu bakar kayu, bukan bakar hutan. Jadi membakar hutan kalau memang hutan ya nggak boleh dibakarlah begitu.
Baik, saya kira demikian keempat fraksi ..
FABRI (DRA. NOLDY RATTA}
Tambahan Pak mengenai soal tadi.
KETUA RAPAT :
Belum dijawab sudah ditambah Baik, silahkan Bu
FABRI (DRA. NOLDY RATTA}
Soal membakar dan melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan terjadinya kebakaran. Membakar ini kita membakar berarti sudah ada niat membakar. Sudah niat, apa sengaja disini penjatuhan hukumannya inipun lain, ada yang secara sengaja ada yang karena lalainya tetapi jelas dampaknya ini sama yaitu berdampak yang cukup besar kepada lingkungan. Untuk itu memang kita melakukan kegiatan, jadi kalau kita melakukan kegiatan memang kita sengaja melakukan kegiatan sehingga menimbulkan kebakaran atau kita menimbulkan melakukan kegiatan yang sebenarnya kita tidak ingin membakar itu, tidak sengaja karena lalainya. Jadi ini di dalam penjatuhan hukumannyapun lain ini Pak, kalau kita memang membakar memang dia agak lebih tinggi dan karena lalainya. Ini konsekuen nanti kepada DIM 144 ini Pak, ini juga disini ada membuang benda-benda yang dapat rnenyebabkan kebakaran. Jadi untuk itu FABRI untuk DIM berikutnya ini rnemang dihapus juga Pak mungkin untuk sekedar menambah Pak.
Terima kasih.
. '
130
KETUA RAPAT :
Baik, silahkan Pernerintah, tinggal kita pilih saja rnana yang benar ini. Mernang kalau sudah masuk ke Bab begini ini biasanya pusing. Saya yakin Pak Menteri sama dengan saya juga bingung.
FPP (H.M. DJA'FAR SIDDIQ)
Saudara Ketua, Sebelurn Pemerintah saya ingin bertanya Pemerintah
supaya jelas. Izin khusus itu apa saja kecuali ada dengan kewenangan yang sah itu apa saja selama ini.
KETUA RAPAT :
Baik, silakan
PEMERINTAH (MENHUTBUN)
Terima kasih Bapak Pimpinan dan Bapak sekalian, Karena kebetulan kita juga baru menyelesaikan ke suatu
study yang besar dengan IGGO soal kebakaran nanti yang dipmpin oleh IPB nanti kami minta juga Dekan Fakultas Kehutanan dari IPB Pak Koto untuk bisa menyampaikan, tetapi sebelum itu ini memang agak sulit Pak. Di beberapa dari kalau tidak salah ini masala~ teknis sipil kultur ini juga untuk penanganan kadang-kadang dibakar dululebih baik daripada tidak. Di Australi itu yang disebut dengan RCD itu dibakar dulu hutan kemudian baru disemprot bibit. Kalau kita sudah melayang, tapi yang saya lebih tidak khawatir, kami tidak lebih khawatir itu, yang khawatir karena kita selalu berpihak rakyat ini yang punya satu hektar, dua hektar itu modalnya cuma korek api itu. Dia kalau suruh nanarn, kalau rnau bakar itu dia dari 40 persen daripada cost. Kalau pengusaha perkebunan kita bisa deshiping dulu untuk ditanam kalau rakyat kecil-kecil yang bakar paling banyak kita lihat itu yangkecil ini, wah kalau itu yang ditangkepin semua kemana keberpihakan kita, ini kadanag-kadang ada dilematis ini kepada yang kecil ini kita apain. Memang kami dari pihak Pemerintah sekarang rnalakukan bagairnana yang kecil-kecil bergabung jadi satu seperti koperasi dan kehutanan supaya
131
j angan membakar. Yang paling susah ini kan pembakar liar yang kecil-kecil ini, ladang berpindah itu yang paling besar. Kalau pengusaha besar ini kita bisa lihat di Noa satelit langsung dikejar disana, nanti apalagi kena hukuman yang keras tadi membakar hutan salah saja, kalau HPH pekebun salah dia, itu kita lindungi tapi yang kecil nanti. Kalau diperkenankan saya minta supaya hasil pembahsan kita dengan IGGO yang kemerin kesepakatan dari Pak Dekan Fakultas Kehutanan ini Pak Kosogodo.
PEMERINTAH (NARA SUMBER)
Terima kasih Bapak Menteri, Bapak ketua serta Bapak-bapak Ibu Anggota DPR yang kami
hormati, Jadi seperti diberitahukan bahwa kami mempunyai suatu
proyek besar yang sudah selesai dua tahun daalm rangka penanggulangan kebakaran. Nah yang dimaskud dengana izin ini apakah izin itu diberikan atau dapat dilakukan itu adalah misalnya dalam pengendalian kebakaran sendiri kadang-kadang diperlukan kita membakar di belakangnya dengan angin sehingga api yang mengarah kesini-ini terputus nanti di tempat yang sudah kita bakar. Ini sama maislanya logikanya kalau ada kebakaran di kampung kita runtuhin rumah ini kan secara hukum dilarang, tidak boleh tapi demi supaya api tidak menj alar rumah-rumah diantara itu diruntuh-runtuhin dulu. Saya kira logika disitu.
Yang kedua memang dari segi ilmu atau teknologi seharusnya ada yang diizinkan itu dibakar seperti dikatakan tadi di hutan-hutan Kemiri jaman dulu berapa tegalan lainnya maka perlu dibara supaya di tumbuh, kalau tidak itu sukar dia bekecambah misalnya begitu dan atau memang ada juga di tempat-tempat yang musin-musim kebakaran yang serasahnya banyak dibakar dulu supaya bahana bakarnya istilahnya serasah itu habis jaadi api tidak menjalar. Nah ini memang barangkali masalahnya nanti dalam pengaturan yang kami pikir dan kepada masyarakat kecil tadi bagaimana kita mengaturnya.
Terima kasih Pak.
i :
132
KETUA RAPAT :
Baik, mernang itu tadi kita bagairnanakan ini atau kita renungkan dulu.
Silakan Pak PDI
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN}
Jadi dari penjelasan ringkasan ini bahwa izin mernbakar hutan juga itu ada rnanfaatnya, baik untuk fungsi hutan itu sendiri maupun untuk pengelolaan hutan itu sendiri. Jadi apa narnanya barangkali ini juga menjadi bahan kita di Panja nanti.
Yang kedua memang benar Pak, kita melindungi rakyat kecil berikan kebebasan kita tetapi jangan sampai kita apa namanya rnernbantu rakyat kecil atau mernberikan izin kepada rakyat kecil tetapi kemudian dimanfaatkan oleh yang besarbesar ini. Artinya dia rnau bakar hutan tetapi karena dia takut dia suruh rakyat yang bakar, itu yang HPH-HPH Pak yang apa sebenarnya dua tahun yang lalu waktu Pak Sarwono Menteri Ligkungan banyak yang rnernang pengusaha-pengusaha itu diseret untuk diadili tapi dia bebas semua itu. Dengan undang-undang ini barangkali sudah lebih rnempersernpit atau tidak rnemberikan peluang kepada rnereka tetapi waktu yang lalu kan rnereka tunggangi itu rakyat kecil supaya tidak terjadi. Jadi saya kira Saudara Ketua pengalaman ini di Panja karena ada manfaatnya juga untuk suruh bakar hutan itu.
Terirna kasih.
KETUA RAPAT :
Jadi sebetulnya surnber persoalan kan hanya kata "kecuali 11 ini, akhirnya rnencari-cari kan. Oleh karena itu akhirnya maka tadi saya hirnbau untuk kita coba tiru butir "e", tapi di Panja saja nanti. Butir "e" itu ada juga menebang pohon "tanpa". Jadi ini kan sama juga sebetulnya dilarang membakar hutan tanpa izinatau kewenangan yang sah misalnya begitu nanti. Nanti saja itu kita putuskan di Panja. Okey, di Panja saja supaya sama dengan ayat-ayat lainnya. Setuju ?
(RAP AT SETUJU)
;
133
DIM Nomor 139 adalah tetap, saya ketok saja. DIM Nomor 140 PDI ada tambahan kalau ditarik kita ketok.
Silakan Pak PDI.
FPDI {DRS. MARKUS WAURAN}
Ini salah-salah tulis ini prasa, pasal kali. Ini istilah teknis ya soalnya yang masukan dari pakar ini. Jadi saudara Ketua,
Ada perubahan menerima, membeli atau menjual,menerima tukar, menerima titipan, menyimpan atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau sepatutnya {bahasa hukum ini) atau sepatutnya harus diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil secara tidak sah. Jadi kata-kata "dipungut" itu kita coret itu. Kalau dipungut biasanya kan dipungut bea, dipungut apa namanya tapi ini kan hasil hutan, jadi itu apa namanya diambil itu.
Terima kasih. Ke Timus saja Ketua
KETUA RAPAT :
Timus langsung ?
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Ya
KETUA RAPAT :
Timus saja terus, kita Timuskan saja ini. Setuju ? setuju ? Timus saja
FPP (H.M. HARMINTO A. PURWOTENOYO, BA)
Sebentar Pak. Kalau bisa dipermudah kenapa harus dipersulit. Saya menilai bahwa usul dari FPDI itu sudah sesuai dengan bahasa hukum, sepatutnya dapat diduga itu di dalam hukum pidana hukum perdata itu ada.Oleh sebab itu saya setuju dengan konsep dari PDI dan itu kita setujui, itu saja.
Terima kasih.
:
134
KETUA RAPAT :
Jadi tambahan itu Bapak-bpak sekalian coba kita cermati supaya kita ketok juga harus ini. Jadi setelah hasil hutan atau memiliki hasil hutan yang diketahui berasal dari hutan itu kalimat yang ditambah itu. Jadi atau memiliki hasil hutan yang diketahui ditambah disitu atau sepatutnya harus diduga.
FABRI (DRA. NOLDY RATTA)
Patut diduga, bukan sepatutnya
KETUA RAPAT :
Ya kalimatnya PDI kan seharusnya begini, sepatutnya kalimatnya. Dibacain disitu Bu, sepatutnya. Kalau Ibu nanti mau perbaiki bagus, kita sempurnakan lagi atau patut diduga itu katanya Polisi. Kalau itu yang benar kita ikut yang benar.
Baik, silakan fraksi lain berpendapat tadi PP katakan benar kalu bisa kita putus bagus kita putus begitu, tetapi kita cermatilah, kita sekaligus kita sempurnakan. ABRI silakan.
FABRI (DRA. NOLDY RATTA}
Jadi kami memang setuju dengan usulan daripada PDI tapi untuk kata "atau sepatutnya harus diduga berasal" ini kalau biasanya bahasa hukumnya yang diketahui dan pa tut diduga. Jadi tahap patut diduga Pak.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Atau, atau dan Bu
FABRI (DRA. NOLDY RATTA)
Atau, atau Pak, atau patut diduga
. . 135
KETUA RAPAT :
Jadi Pak PDI, usulan Bapak disempurnakan a tau pa tut di dug a berasal, memang lebih manis j uga sih. Kalau Bapak bekenan okey, kita ketok.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Ya karena memang yang bicara tadi itu hari-haari urusan ini, jadi saya percaya itu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Oleh karena itu usulan PDI kita sempurnakan dan kita sepakati sesuai perubahan tadi.
Setuju ? (RAPAT SETUJU)
Terima kasih Kalau sudah setuju mau apa lagi ? Yang perlu-perlu saja
kita tanya Pak Menteri, kalau yang kata-kata itu sudahlah. Baik, kita lanjutkan DIM Nomor. satu empat perlu isti
rahat kita sudah. Memang masih panjang juga ini. Belum mahrib kan, daripada kita nganggur, Pak Menteri puasa kok. Kita sambung satu lagilah, ya satu kita selesaikan satu halaman ini.
DIM Nomor. 141 FABRI penyelidikan, penelitian waduh tidak ngerti pusing kita. PDI seizin pemiliknya.
Saya persilakan dahulu PDI.
PDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Saya kira apa namanya ini terkait dengan yang memiliki hutan itu, ituada negara dan perorangan sehingga kita sempurnakan bunyinya "melakukukan kegiatan penyidikan umum atau eksplorasi atau eksplotasi bahan tambang di dalam kawasan hutan kecuali mendapat izin dari pejabat yang berwenang atau seizin pemiliknya atau apa pemegang haknya, pemegang hak Pak ya. Karena hutan itu kan hutan negara,jadi pemegang hak ini. Terima kasih.
;
136
KETUA RAPAT :
Kali ini mungkin agak keliru FPDI; Baik, dilanjutkan ke Fraksi ABRI.
FABRI (IGNATIUS MULJONO)
Terima kasih Bapak Ketua; FABRI ini enteng-enteng saja, hanya kata "penyelidikan"
diganti dengan kata "penelitian" karena kegiatan yang berkait dengan penyelidikan itu biasa digunakan pada hal-hal yang terhadap yang bersangsi hukum ataupun yang berkait kepada suatu kegiatan-kegiatan dari pihak lain tertentu, itu adalah penyelidikan, karena berkait segala sesuatu yang akan kita hadapi.
Sedangkan kalau untuk penelitian ini berkait pada halhal yang kepentingan-kepentingan untuk kegiatan seperti kelanjutan disini, Pak, untuk melihat daripada hal-hal yang ki ta butuhkan apakah kondisi bahan tambang ataupun bahanbahan yang lain atau tumbuh-tumbuhan dan sebagainya itu biasanya kita menggunakan kata "penelitian" disitu, Pak.
Oleh sebab itu Fraksi ABRI merubah kata "penyelidikan" dengan kata "penelitian". Sehingga menjadi melakukan keg.iatan penelitian umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang dikawasan hutan kecuali mendapat ij in dari pejebat yang berwenang.
Hanya perubahan itu saja, terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih; Dua fraksi yang melakukan usul perubahan; Selanjutnya mohon FPP sekalian ditanggapi usul dua
fraksi ini.
FPP (HARMINTO AGUSTONO)
Terima kasih; Jadi Fraksi kami cenderung pada apa yang diusulkan oleh
FABRI,memang penyelidikan itu biasanya dengan kriminal atau hukum, untuk itu diganti dengan penelitian umum. Kemudian
137
ijin itu dari yang berwenang, kalau perniliki itu bisa saja rnernberikan rekornendasi tetapi ijin untuk penelitian itu adalah yang berwewenang.
Terirna kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, terirna kasih; Selanjutnya FKP.
FKP (DEDE SUGANDA ADIWINATA)
Bapak Pimpinan/Bapak Menteri dan rekan-rekan yang saya hormati;
Penyelidikan diganti dengan penelitian saya kira cocok, jadi mendukung FABRI. Kemudian umum dihilangkan, kecuali dihilangkan tetapi susunan kalimat belum siap kami, diserahkan kepada ahli bahasa atau kecuali mungkin tanpa mendapat ij in dari kecuali diganti tanpa. Jadi kalimat lengkapnya "Melakukan kegiatan penelitian atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tarnbang didalam kawasan hutan tanpa mendapat ijin dari pejabat yang berwenang". Terima kasih.
FKP (FREDERIK SUMBUNG)
Terima kasih; Kami cenderung disini tetap menggunakan kata penyelidi
kan oleh karena disini kalau kita katakan penelitian barangkali terlalu ilrniah dan digunakan untuk data-data ilmiah jadinya. Sedangkan penyelidikan itu sesuai dengan Penjelasan itu adalah bentuk survey untuk rnemperoleh data-data potensi. Jadi karni cenderung bahwa digunakan disini penyelidikan dan penyelidikan tidak selalu berarti bahwa itu berkaitan dengan rnasalah hukurn.
Didalarn scientific juga menggunakan penyelidikan, jadi saya kira kami cenderung kalau boleh menggunakan tetap kata 11 penyelidikan 11 disini.
Terima kasih.
138
KETUA RAPAT :
FKP tolong koordinasi; Jadi dua fraksi sudah menanggapi; Silakan kepada pemerintah.
PEMERINTAH :
Bapak Pimpinan; Tadi saya sudah ngeri-ngeri karena kalau saya melawan
tiga fraksi, empat fraksi itu rasanya berat sekali dihati, untung ada yang melawan sendiri dari dalam, pembelotan dari dalam.
Jadi sebetulnya kami ingin bertahan dengan istilah penyelididkan karena penyelidikan disini berarti survey pendahuluan atau riset atau inventarisasi dan indentifikasi, dan istilah dipertambangaan pun selalu menggunakan penyelidikan umum, bukan penelitian. Jadi ini berbeda dengan penelitian, itu maksudnya jadi kalau tadi disetujui dari FKP yang terakhir kami setuju dengan FKP yang terakhir.
Kedua, kata kecuali mendapat itu setuju FKP awal, jadi supaya adil. FKP satunya kecuali mendapat dicoret diganti dengan tanpa setuju, jadi supaya adil dua-duanya tertampung disini.
KETUA RAPAT :
Yang FPDI, tolong Pak! Atau seijin pemiliknya itu
PEMERINTAH
Tadi sudah ada pemiliknya belum itu, mungkin rekomendasi istilahnya, bukan ijin pemiliknya, tadi oleh Fraksi ABRI sudah dijelaskan.
KETUA RAPAT :
Dari FPP, Pak, jangan salah katanya; Baik, Bapak/Ibu/Saudara sekalian;
Kelihatan dari pembicaran ini kelihatan hampir ketemua sehingga dengan demikian apakah kita sempurnakan kalimat
•'
139
ini, "Melakukan kegiatan penyelidikan umum a tau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang didalam kawasan hutan tanpa ijin dari pejabat yang berwenang".
Apakah dapat kita sepakati?
FPDI (MARKUS WAURAN)
Ketua; Jadi FPDI setelah mendengar tanggapan-tanggapan dari
rekan-rekan termasuk Pak Menteri memang ada alasan kenapa FPDI juga cantumkan yang mempunyai hak itu, karena memang yang berhak inikan haknya sudah lama ditekan-tekan. Karena itu kita mau kasih hak tetapi rupanya keliru juga, itu yang pertama.
Kedua, saya minta sebaiknya kita konsisten karena disini bisa terjadi benturan, di pasal-pasal awal kita jelaskan disini pokoknya yang mau masuk hutan itu 1)1n Menteri, sebab kalau soal tambang kan ada Menteri Pertambangan, kalau mau masuk hutan lain kali tanpa ij in Menteri Kehutanan dia seenak saj a dia olah tambang. Jadi disini ada pasal-pasal sebelumnya, seperti dijelaskan bahwa siapapun harus ada ij in dari Menteri. Jadi j angan tanpa ij in dari pejabat yang berwenang, bisa saja begini tetapi dalam Penjelasan yang dimaksud pejabat berwenang adalah Menteri, memang inikan bisa Menteri Pertambangan, Pak.
Jadi sebaiknya, tanpa ijin dari Menteri, supaya tegas Ketua.
Terima kasih. Kalau Menteri yang dimaksud dengan Menteri dalam Un
dang-undang ini adalah Menteri Kehutanan.
KETUA RAPAT
Tetapi kalau hanya cuma masuk penyelidikan umum masa sampai Menteri, bisa harus Menteri Pak?
PEMERINTAH
Seperti yang disampaikan tadi mereka mau masuk ke land, Menristek bilang boleh, Menteri Lingkungan boleh, Menteri Pertambangan apalagi boleh, kita bilang tidak boleh karena kalau mau masuk rumah kita musti minta ijin kita, tidak ada
' . 140
yang boleh mengijinkan. Penyidikan Umum saja kita tidak kasih, jadi saya setuju sekali supaya jangan pejabat berwenang siapa, Menteri Riset nanti katanya berwenang karena dia masalah riset penyidikan.
FPDI (MARKUS WAURAN)
Mengenai masa lalu Pak, yang Irian kernarin;
KETUA RAPAT
Jadi ini ada usulan menarik, sebentar Pak kita selesaikan dulu ini, intrupsi potong hilang lagi ini. Jadi ijin dari Menteri ada tambahan, sekaligus itu Pak.
Silakan.
FPP (H.M. DJA'FAR SIDDIQ)
Saya kira sudah saatnya, kalau selama ini ijin pejabat ini folitng mengambang, siapa yang kuat itulah, siapa yang berkepentingan itulah tapi hutan tetap rusak.
Oleh karena itu bagaimana pun juga kali ini UU ini menegaskan ijin itu Menteri Kehutanan.
KETUA RAPAT
Baik, jadi tanpa ijin Menteri tidak pakai dari. Jadi itu tawar menarik dari Pak Markus, disambut.
Kita sudah bisa sepakat ijin pakai z atau pakai j. Ahli Bahasa.
PEMERINTAH/AHLI BAHASA
Kalau dilihat dikamus dua-duanya ada, tetapi kita pakai z.
KETUA RAPAT
Diberbagai undang-undang katanya yang baru dari Pansus lain pakai z, silakan.
141
FABRI (IGNATIUS MOELYONO}
Terima kasih. Kami kira kita perlu mengecek dulu di dalam UU pertam
bangan yang juga dalam proses penyusunan, karena itu menggunakan peristilah apa, karena ini kaitannya dengan masalah tambang-menambang Pak.
Jadi saran kami bagaimana kalau ki ta Timuskan saj a, sambil kita lihat bagaimana yang diputuskan pertambangan apakah menggunakan penyelidikan umum atau penyidikan, penelitian maksud kita.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Yah, kalau pertambangan, urusan tambang Pak.
FABRI (IGNATIUS MOELYONO}
Terima kasih Pak. Betul, memang rnasalahnya kalau tambang tanggung jawab
tarnbang, ta pi yang ki ta rnasukan disini, ini adalah segala sesuatu yang berkait dengan masalah kegiatan pertambangan Pak.
Jadi barangkali untuk menjadi, agar jangan keliru kita nanti apakah penyelidikan ataupun penelitian sejogyanya kita lihat dulu Pak nanti, supaya sama Pak .
Terima kasih
KETUA RAPAT
Ok, saya kira bisa itu. Silakan.
FABRI (UDDY RUSLIDIE)
Tambahan Pak. Jadi kami mohon i]in menambahkan. Masalah kata-kata penyelidikan dan penelitian ini
memang mohon untuk dicermati Pak, tadi Prof. di FKP bahwa penilitian itu aksi kepada masalah ilmu, sebenarnya seluruhnya penelitian harus kepada ilmial saja.
142
Jadi memang disini Pak, kalau kai tannya dengan huruf lain-lain yang berikutnya dibawahnya ini menang kaitannya kalau penenyelidikan itu konotasinya kepada pidana ataupun hukum
Jadi memang alangkah tepatnya ini memang perlu diganti dengan penelitian, jadi kegiatan penelitian, kalau penyelidikan, setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan, kecual i ada ij in yang berwenang tadi . Jadi memang ini penelitian yang paling tepat, karena konotasinya kalau penyelidikan adalah hukum.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, saya kira saya mohon pengertian kawan-kawan untuk kita Timuskan soal penyelidikan atau penelitian, sedangkan yang soal ij in menteri sepakat kita yah, okey kita ketok yang khusus menteri.
(KETOK 1 X)
Sedangkan yang kita Timuskan untuk kita telusuri lebih lanjut apakah penelitian atau penyidikan, setuju yah.
Silakan Pak.
PEMERIINTAN (MENHUTBUN)
Kalau gitu yang e juga dari pej abat yang berwenang, kita ganti juga yang syah dari menteri, yang e nya, yang sebelumnya, ketoknya angkat lagi cabut lagi, e Pak yang sebelumnya, itu juga dari pejabat yang berwenang, itu bisa Bupati, bisa diartikan macam-macam, bisa repot.
KETUA RAPAT
Kalau yang ini tidak terlalu prinsip Pak, bisa Bapak punya Kepala Dinas itu yang kasih, kalau cuman pohon misalnya Pak, menebang kan, di penjelasan saja kita ini, di deleger ..
Jadi kalau kita sepakat saja sekalian, kita ganti menteri, setuju.
143
FPDI (Drs. MARKUS WAURAN)
Kita ganti Menteri, nanti di dalam penjelasan bisa di delegasi.
FABRI (IGN. MOELYONO)
Mohon dicek di UU nomor 22 Pak, di UU Nomor 22 yang berkait masalah hak otonomi diberikan pada daerah dalam memberikan perijinan masuk pemungutan hasil dan sebagainya ini, itu ada juga disana.
Jadi di dalam penjelasan itu sudah juga termasuk didalam nya.
Jadi mohon kalau memang perlu diteliti lebih dalam jangan tergesa-gesa, nanti akhirnya segela sesuatu mengalami hambatan kita ini, padahal kita sudah mengeluarkan UU juga UU Nomor 22
Kami kira mari kita cermati dengan baik Pak. Terima kasih.
FPDI (Drs. MARKUS WAURAN)
Ketua, memang benar itu kita perlu lihat di dalam UU nomor 22, tetapi disini tidak masalah kita taruh menteri nanti dalam penjelasan ini bisa diberikan kepada pejabat di daerah atau kalau itu menyangkut kewenangan otonomi daerah diberikan kepada daerah.
Jadi kita buat seragam lah disini, jangan kita kasih istilah-istilah pejabat yang berwenang, siapa dia, itukan rancu, menteri tetapi ada batas-batasnya, ada pedelgasiannya.
Terima kasih.
FKP (Ir. AWAL KUSUMAH, MSc)
Intrupsi Ketua. Saya agak sependapat dengan pendapat dengan pendapat
Ketau. Jadi pejabat yang berwenang ini, menteri ini jangan
dimurah-murah gitu, kalau memang bisa didelegasikan oleh anak buah Pak Menteri di daerah, saya pikir bisa dilakukan, karena kita ingin melihat sekup permasalahan yang menyangkut
144
di dalam kelosul ini Ketua, kalau ki ta membicarakan pada titik j tadi, ini memang harus Menteri, ini sekupnya sangat strategis sekali menyangkut eksplotasi, eksplorasi, tapi kalau menyangkut urusan menebang pohon, memanen ini, saya pikir anak buah Pak Menteri di daerah pun bisa memberikan kewenangan ini.
Terima kasih, Ketua.
KETUA RAPAT
Yah, saya memang agak cocok itu, jadi jangan semuasemua menteri nanti akhirnya keblinger.
FPP (HM. HARMINTO AGUSTONO POERWOTENOYO, BA)
Intrupsi, Saudara Ketua. Jadi tadi sudah ada rumusan yang tepat bahwa Menteri
tetap dicantumkan pada huruf e ini, kemudian di dalam penjelasan, yang sudah diputuskan yang tadi j, yang ini menebang pohon dan sebagainya itu tetap Menteri dengan di delgasikan, itu di dalam penjelasan. Terima kasih.
KETUA RAPAT
Ini belum diputus Pak, ini tadi kita tetap seperti naskah RUU.
Jadi begini Pak Harminto, Pak Menteri menawarkan kalau e itu apa tidak boleh Menteri juga, itu yang baru saya umbar, jadi belum kita putus, jangan kita rancu.
Pak Moel mengatakan hati-hati kita ada 22, dari sana mengatakan setuju untuk pejabat yang berwenang saja, karena mungkin, kalau misalnya saja dia ambil kopi di Manggarai mantan Kakanwil NTT kebetulan dalam kawasan hutan itu tanaman kopi, yah misalnya begitu, apakah perlu harus Menteri. Kan ini persoalan.
Jadi ini belum diputus, oleh karena itu saya kira ini bawa sekalian saj a dibicarakan kembali, karena waktu ini sudah.
Jadi kita cata butir e untuk kita kaji kembali, apakah menteri atau pejabat yang berwenang, yah yang kita itu, atau kita bawa sekalian ke Timus
145
Khusus yang 139 ini kita ketok saja sekalian Timus, nanti kita kaji lebih lanjut.
Pak Taufiq dulu tadi intrupsi, silakan.
FKP (SM. TAUFIQ THAIB, SH)
Terima kasih. Jadi kami memang sependapat dan mendukung apa yang
saudara ketua sampaikan supaya ijin itu tetap pada pejabat yang berwenang.
Dasar kami, kita dari awal sudah ingin mengatakan, termasuk Pak Menteri bahwa dalam UU ini kita harus menampung semangat dan arus reformasi, kalau soal menebang pohon/kayu saja harus ke departemen ini sudah sentralisitis lagi.
Oleh karenanya, saya kira tetap sajalah seperti yang sudah diputuskan tadi, apalagi yang tadi sudah kita putuskan sudah diketok.
Terima kasih.
FABRI (IGN. MOELYONO) Terima kasih. Sebetulnya kalau kita bicara di penjelasan e ini sudah
sangat jelas sekali Pak, yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah pejabat pemerintah yang diwewenang oleh UU ini.
Jadi dimasukan disini nanti dalam proses UU Nomor 22, ini susunan dari organisasi dari Dephut pun barangkali akan berubah juga Kanwil apa itu barangkali sudah tidak kita temukan lagi, yang ada Kadis dibawah Kepala Daerah.
Jadi hal ini barangkali perlu kita cermati, kalau hal itu terjadi.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, maka saya kira walaupun sudah kita ketok, tapi kalau kita mencari yang terbaik itu apa salahnya.
Oleh karena itu kita bawa bersama-sama ke dalam Timus untuk kita cermati khusus yang ini 139, mudah-mudahan tidak ada yang tetap kita bongkar kembali, khusus yang ini saja.
Setuju, yah. {KETOK 1 X)
146
Terirna kasih. Bapak-bapak dan Ibu-ibu, serta Saudara-saudara sekali-
an. Terkahir tadi adalah 141 dan menterinya sudah kita
sepakat jang dikutak-katik di Timus, yang di Timus hanya penyelidikan atau penelitian, saya ingat itu saja.
Dan rapat saya skors sampai dengan pukul 19.00, pukul 19.00 Wib kita mulai kembali.
FKP.
(RAPAT DISKOR SAMPAI PUKUL 19.00 WIB)
Bapak dan Ibu, Saudara sekalian. Setelah kita istirahat skor saya cabut kembali.
(KETOK 1 X)
Bapak Menteri dan hadirin sekalian., Kita sampai pada butir 142. FABRI, FKP dan FPDI tetap, hanya ada perubahan dari
Oleh karena itu, saya persilakan, Surta keterang.
FPP {H. MASRUR JAVAS)
Terima kasih. Ini substansinya hampir sama, hanya kita ingi usul
kalimat yang lebih cantik begitu barangkali. Jadi kalau yang asli itu mengangkut, menguasai atau
memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi, disertai atau bersama-sarna dengan surat keterangan, bersama-sama ini gandeng tangan begitu maksudnya.
Surat keterangan misalnya hasil hutan, ini kita ingin merubahnya, itu mungkin ada ralat, disitu dilengkapi, dilengkapi itu cuma satu yang dipakai. Jadi berubah rnenjadi megangkut, mengusai a tau memiliki hasil hutan yang tidak disertai atau dilengkapi surat keterang sahnya hasil hutan. Jadi dilengkapi yang pertama itu dihapus, itu usul perubahan.
Terima kasih.
' . 147
KETUA RAPAT :
Terima kasih. Jadi yang tidak dilengkapi, disertai atau bersama-sama. Baik, fraksi-fraksi lain saya persilakan.
Oh, belum yah.
FPP (H. MASRUR JAVAS)
Nanti dulu Pak, belum. Kami usulkan untuk di Timuskan.
KETUA RAPAT :
Kalau bisa rampung; ngapain Timus. Okey, karena kalimat ini kelihatannya jadi bagus. FPDI, menanggapi langsung saj a Pak. Jadi dengan
demikian mengangkut, menguai atau memiliki hasil hutan yang tida disertai atau dilengkapi surat keterangan sahnya hasil hutan, itu kalimat penyempurnaannya.
FPDI (Drs. MARKUS WAURAN)
Terima kasih. Ini hanya perubahan redaksi, yah kalau menurut FPP
kalimat ini lebih moy dari yang RUU, kenapa tidak, kami tidak keberatan, tapi barangkali ahli bahasa bisa nilai mana yang paling baik, paling moy dari pada dua konsep ini.
Teririla kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih. Masing-masing kita cermati terutama dari sisi bahasa
hukum. Silakan FKP.
FKP (Prof. Dr. Ir. H. FACHRUDIN)
Terima kasih, Bapak Pimpinan. Setelah dikoreksi oleh rekan dari FPP, maka ini nampak
nya lebih manis ini, dan lebih mudah kita menangkap dari
148
pada ada kata bersama-sama ini memang agak memusingkan. Terima kasih.
KETUA RAPAT : Baik, terkahir FABRI. Silakan Pak.
FABRI {IGN. MOELYONO)
Terima kasih. FABRI memberikan pada DIM-nya tetap, tetapi setelah
mengikuti apa yang dijelaskan dari FPP, FPP ini memang paling lihay di dalam mengatur supaya lebih enak untuk dibaca dan dimengerti.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, demikian Pak Menteri. Fraksi pengusul dan kelihatannya fraksi mendukung,
karena kelihatannya lebih moy. Silakan Pak.
PEMERINTAH (MENHUTBUN)
Ini memang seleranya masing-masing, yang moy untuk Pak Markus dimana tidak tahu saya, diakan setis masing-masing ini, cuma setisnya beda ini moy-moy yang lain untuk kami agak beda ini.
Jadi kata-kata bersama-sama ini sulit ini Pak, karena sering yang kejadian sekarang ini ditangkap baru nanti menyusul ada tapi dibuat belakangan, jadi kata-kata bersama itu harus imbordit jangan dilepaskan dia dari barangnya, yang kejadian sekarang ditangkapin, terus ditahan, terus oh suratnya ada sudah tapi ketinggalan nanti menyusul, nah disusul dibikin baru, itu yang bikin kacau kita sekarang ini.
Jadi kata-kata bersama-sama itu maksudnya supaya tidak bisa susul menyusul surat yang selalu dibuat, kenyataan ditangkap begitu umumnya, kalau tidak ditangkap yah tidak ada cerita apa-apa, begitu ditangkap baru suratnya ada dokumennya ketinggalan atau apa dibuat menyusul, lepas. Jadi
' '
149
itu. Mungkin disertai bersarna-sarna atau apalah, pokoknya dia irnbordit itu.
Terirna kasih.
KETUA RAPAT
Mernang yang lain-lain tetap, narnun karena rnoynya tadi itu.
Jadi ternyata nanti kita cerrnati, ternyata yang ernoy itu belurn tentu tidak selamanya baik, tidak selamanya benar, mari kita cerrnati kembali.
Jadi rupanya hasil hutan yang tidak dilengkapi, tidak disertai, rnisalnya begitu rnaksudnya itu, atau bersarna-sarna dengan surat keterang sahnya hasil hutan.
Jadi hasil hutan tidak bersama-sama dengan suratnya. Baik, coba kita putar sambil kita cermati kembali apa
yang disampaikau Pak Menteri, siapa tahu kita menemukan kebenaran yang betul-betul baik.
Silakan, kita kernbali dulu ke FPP.
FPP {H. MASRUR JAVAS) , :
Terima kasih. Coba kita lihat penjelasan pasal ini, yang dimaksud
dengan dilengkapi disertai atau bersama-sama adalah bahwa pada saat diperiksanya setiap hasil hutan yang bersangkutan terhadap hasil hutan tersebut harus dapat menunjukan dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan sebagai bukti yang sah.
Apabila antara isi dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan tersebut tidak sama dnegan f isik hasil hutan baik jenis, jumlah maupun volume, rnaka hasil hutan tersebut dianggap tidak mempunyai surat keterangan sahnya hasil hutan yang dimaksud.
Menurut tafsiran FPP, yang disertai dan dilengkapi itu harusnya sudah, ikut serta itu hkan sudah ikut Pak, kalau tidak ikut ketinggalan dirumah yah tidak disertai itu namanya, atau dikantor misalnya suratnya tertinggal, kalau tidak dilengkapi itu juga tidak ada suratnya artinya.
Jadi pengertian kami disertai dan dilengkapi, itu sudah bersama-sama dengan barang itu lengkap disertai diikutilah disertai itu, diikuti suratnya ada disitu, itu baru sahlah itu. Kalau tidak, ini apalagi dijelaskan disini panjang
150
lebar, sehingga penjelasan itu maksudnya tidak mubazir begitulah bersama-sama itu dipenjelasan sudah lengkap, tafsiran kitalah, tapi terserahlah, mari supaya lebih moy lagi.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, justru karena ada dibatang tubuhnya bersama-sama baru dijelaskan Pak, kalau dibatang tubuhnya tidak ada bersama-sama berarti penjelasan tidak itu lagi. Baik, kita putar lagi.
FABRI silakan, Pak Moel ini biasanya cermat.
FABRI (IGNATIUS MOELYONO)
Terima kasih. Jadi kalau dari FABRI, sebenarnya letak yang harus
dimoykan itu justru nanti di penjelasan Pak, setelah kata yang diusulkan dari pihak FPP itu digunakan.
Jadi kita barangkali cukup Pak, dengan memberikan sebutan disertai dan dilengkapi itu kami kira sudah bawa dokumen itu harus betul-betul lengkap dan disertakan disitu.
Jadi makna dari disertai dan dilengkapi ini dijelaskan di dalam penjelasan ini dlaam prosesnya itu harus menempel terus Pak, tidak bisa ada susul menyusul, itu baru moynya disitu Pak.
Jadi kami kira agar juga tidak membingungkan bagi yang membaca Pak, kami kira di batang tubuh cukup seperti apa yang disampaikan dari FPP, hanya dipenjelasannya saja yagn diinginkan oelh Pemerintah itu di uraikan secara lebih mantik lagi, sehingga kemoy yang diharapkan dari FPDI tadi betul-betul bisa ditampilkan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Terima kasih Pak Moel, memperjelas ini. Jadi justru disertai atau dilengkapi itu maskudnya
bersama-sama, dengan demikian menjadi moy, gitu yah.
151
FABRI (IGNATIUS MOELYONO)
Betul Pak, hanya kata bersama-samanya dimuculkannya dipenjelasan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Yah, makanya. Jadi itu adalah ketika kita menjelaskan maksud disertai
atau dilengkapi itu, artinya itu bersarna-sama dengan surat dan barangnya.
Selanjutnya, langsung saja kita mau kasih ke FKP.
FKP (Ors. H. AMIN IBRAHIM, MA)
Jadi kalau menurut saya kita harus tegas saja. JAdi mengangkut, mengusai, memiliki hasil hutan yang
tidak dilengkapi bersarna-sama dengan surat keterangan, disertai buang saja, jadi tidak dilengkapi bersama-bersarna dengan surat keterangan sahnya hasil hutan. Ini untuk rnenghindari bahwa disertai itu bisa saja belakangan.
Jadi disertai ataunya dibuang saja, tidak dilengkapi bersarna-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan. Jadi tegas.
Barangkali itu salah satu pernikiran. Terirna kasih.
KETUA RAPAT
Baik, jadi kalau itu ceritanya lain, jadi seolah-olah kita nagkut.
Silakan FPDI.
FPDI (Drs. MARKUS WAURAN)
Saya kira rnirip yang diusulkan oleh FKP, sebab kalau dalam konsep ini karni coba dalami ini rnalah sangat lernah Pak, artinya kata bersama-sarna yang dibutuhkan Pernerintah dalam rangka rnenjawab persoalan di lapangan, tapi kalau pakai kata ini dia kan j adi begini yang tidak dilengkapi dnegan surat keterangan sahnya hasil hutan yang tidak diser-
152
tai dengan surat keterangan sahnya hasil hutan yang tidak bersama dengan surat, itu pengertiannya kalimat ini.
Sehingga kami lebih mirip apa yang dikatakan oleh FKP tadi dan sebaiknya kata bersama-sama jangan di penjelasan, dibatang tubuh, karena sangat penting, apa yang dijelaskan Pemerintah tadi karena banyak persoalan dilapangan, sehingga kata bersama-sama ini perlu, sehingga yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keteranga sahnya, kalau toh juga yang tidak dilengkapi, atau disertai bersama-sama dengan surat keterangan, tapi yang saya mi rip dengan tadi Ketua, lebih tegas, yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan titik.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Pak Amin, coba kalimant lengkapnya Pak. Memiliki hasil hutan.
FKP (Drs. H. AMIN IBRAHIM, MA}
Mengangkut, menguasai a tau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan, jadi tidak ada alternatif lain. Kalau tidak ada sama-sama ada, putus saja dia. Begitu kira-kira.
KETUA RAPAT
Yah, salah satu alternatif dalam rangka kita cermati usulan rekan-rekan FPP.
Jadi yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan.
Silakan. Bapak Menteri, barangkali ada.
PEMERINTAH (MENHUTBUN)
Kami pokoknya itu, barangnya sama orang ini, sama-sama lah gitu, mungkin gaya bahasanya supaya tegas saya kira ini, karena kalau tidak selalu dimanipulir disini ini, mungkin kalau kita minta tolong ahli bahasa ini supaya mengalir,
153
tapi misinya tegas kelihatan, tidak bisa dikuti, kalau diijinkan Pak, mungkin kita bisa minta, dimana Pak.
FPP (HM. DJA'FAR SIDDIQ)
Sebelumnya bisa, kalau ditambah dengan tidak disertai bersama dengan surat keterangan, bisa tidak ahli bahasa, tidak disertai bersama, tidak disertai bersama dengan surat keterangan yang sah.
KETUA RAPAT
Silakan Pak ahli bahasa.
PEMERINTAH (AHLI BAHASA)
Terima kasih. Saya buka kamus, kata serta itu artinya ikut turut,
tetapi beserta itu artinya bersama-sama. Jadi rumusan yang diberikan oleh FKP, untuk menggati
disertai dengan bersama, karena Pemerintah mau lebih menekankan bermasa-sama, itu mungkin rumusan yang lebih baik.
Jadi tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan, karena beserta, disertai sudah ganti dengan bersamasama.
KETUA RAPAT :
Hanya disertai atau bersama-sama, memang satu makna itu.
PEMERINTAH/AHLI_BAHASA :
Supaya jangan pakai disertai lebih baik karena pengertian beserta itu sama dengan bersama-sama. Kalau pakai beserta mungkin ada pengertian lain yang diikutkan tapi sebab memakai bersama-sama lebih tepat.
Jadi tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan.
154
KETUA RAPAT :
Jadi yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan. Yang tidak dilengkapi bersama dengan surat begitu, coba.
PEMERINTAH/AHLI BAHASA
Begitu juga bisa, tidak dilengkapi bersama karena disini bersama (sama tambat samanya), jadi yang keduanya bisa dibuang.
FABRI (IGN. MULYONO)
Interupsi Pak. Disarankan dilanuutkan di Timus saja.
KETUA RAPAT :
Katan ya tadi kalau bis a selesai kenapa sulit begitu.
Coba alternatif terakhir kalau kita bisa OK, tapi kalau tidak kita bawa ke Timus.
Jadi mengangkut,menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan.
Ndak kita sudah dirubah tadi, kalau sepakat, kalau tidak Timus. Timus ?
(RAPAT : SETUJU)
Lanjut 143, tinggal persoalan adalah secara liar di fraksi PDI, perubahannya. Silakan FPDI.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN) :
Jadi lengkapnya menggembalakan ternak secara liar didalam kawasan hutan dan seterusnya sesuai dengan kosepnya itu ditambah kata secara liar.Biasa juga dia mengembalakan ternak umpamanya berburu ternak dalam hutan. Berburu dengan menggunakan ternak dalam hutan tapi secara liar tidak memakai ijin maksud saya begitu, tapi kalau ada ijin itu bisa.
155
Umpamanya berburu Babi hutan, ada ijin tidak apa-apa, kalau tidak ijin itu dianggap liar itu tidak boleh.
!tu kira-kira contohnya,terima kasih.
KETUA RAPAT :
Ya menggembalakan ternak kawasan hutan. Secara liar itu bukan ternak liar, begitu.
secara liar betul didalam dimaksudkan tanpa ijin, jadi
Baik, silakan teman-teman FPP dahulu.
FPP (Ny.Hj. CHODIDJAH)
Terima kasih. Didalam konsepnya FPP tetap, sebab FPP berpendapat
bahwa kalau secara liar ini berarti yang tidak liar juga boleh. Padahal disini adalah secara keseluruhan menggembalakan ternak didalam kawasan hutan dilarang, kecuali ditempattempat yang ditunjuk secara khusus artinya Pemerintah itu sudah menyediakan satu tempat atau kawasan tertentu untuk tempat penggembalaan ternak.
Jadi kalau sudah disitu disediakan, selain itu tidak boleh baik i tu ternaknya liar maupun ternaknya j inak sama saja.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Cuma memang ini ya bukan kebetulan saya orang di daerah ternak, ini menggambarkan.
Jadi kawasan hutan kalau di kampung disana bapak Waskito tahu itu belum tentu ada hutannya tetapi itu memang karena segi topograf i apa segala mac am dia memang berada dalam kawasan hutan dan itu isinya adalah padang rumput, sehingga kalau itu memang bukan penggembalaan baran gkali tapi kan ternak sana dilepas begitu kalau masuk kalau sampai salah ini barangkali kita aturlah yang baik.
Karena menggembala berarti yang diikuti, tapi yang orang lepas itu pasti dia pergi sendiri hewan itu mencari rumput tetapi dia masuk ke kawasan hutan, ini kalau sampai salah berat.
156
Tapi baik, kita cari alternatif soal kata kecuali dan silakan FKP.
FKP (DRS. DEDE SUHANDA ADIWINATA)
Baik saya kira Pimpinan, bapak Menteri dan rekan-rekan yang saya hormati.
Didalam DIM-nya FKP tetap namun demikian menurut perkembangan dan kesepakatan tidak mau menggunakan kecuali sehingga menggembalakan ternak didalam kawasan hutan di luar tempat yang khusus diperuntukkan untuk maksud tersebut.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih. Selanjutnya FABRI.
FABRI (DRA. NOLDY RATTA)
Ini kita bisa sempurnakan untuk menghilangkan 11 kecuali 11
• Menggembalakan ternak didalam kawasan hutan yang tidak pada tempat-tempat yang ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut yang bukan pada tempat.
KETUA RAPAT :
Baaimana kalau kita Timus-kan saja ini sekalian karena tidak ada substansinya, supaya enaknya saja.
Kita timus ?
(RAPAT SETUJU)
Terima kasih. OK, butir 144-j ya sama juga ini, dikampungnya ahli
bahasa setiap bergerak parang dipinggang terus. Baik yang mengusulkan perubahan tadi FABRI soal kebaka
ran, silakan.
157
FABRI (DRA. NOLDY RATTA)
Pimpinan yang kami hormati. Ini memang konsisten dengan yang didepan, kita menghi
langkan yang kebakaran karena tadi sudah dimasukkan untuk kebakaran yang kita lihat daripada dampaknya bukan sebabnya.
Kalau sebab itu bisa ada yang sengaja maupun karena lalai dan sebagainya sehingga kalimatnya menj adi berbunyi Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong,membalah pohon atau membawa dan atau membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kerusakan, membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan didalam kawasan hutan kecuali atas kewenangan yang sah.
Jadi ini hapus kecuali atas kewenangan yang sah, sampai kawasan hutan saja.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Sampai kawasan hutan saja ? OK. Baik, FPP silakan.
FPP (DRS. H. SYAIFUL MASYKUR)
Terima kasih Bapak Ketua. Bapak Ketua, Menteri dan Ibu-ibu, bapak-bapak yang kami
hormati. Di huruf "j" ini FPP membagi menjadi dua bagian, saya
kira lengkapnya saya bacakan menjadi "j" dan "k". "j". membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk mene
bang, memotong dan ataua membelah pohon kecuali atas kewenangan yang sah.
Huruf "k"-nya jadi ini pecahannya, membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran,kerusakan atau membahayakan keberadaan serta kelangsungan fungsi hutan didalam kawasan hutan.
Jadi yang bagian k ini kecuali atas kewenangan itu dihilangkan. Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Terima kasih silakan dari FPDI.
' .
158
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN) :
Mernang susah juga kalirnat ini artinya diperhadapkan dengan kenyataan. Apakah juga ini berlaku bagi urnpamanya polisi hutan karena disini setiap orang terrnasuk polisi hutan. Ndak tadi kan rnau coret kecuali kewenangan itu berarti itu berlaku untuk sernua kecuali ada dalarn penjelsan nanti.
Kernudian pohon kata yang tepat sini pohon atau kayu, kalau pohon pisang kecil ada dalarn hutan potong hilang itu.Jadi itu pengertian pohon juga disini apa ? Kalau kayu itu Bapak dengan pisau itu kalau kayu keras tidak bisa dipotong.
Tapi kalau didalarn· hutan banyak binatang buas, dia rnesti bawa alat pordela itu. Itu pertanyaan saja.
Terirna kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, terakhir FKP.
FKP {DRA. HJ. OKI HIDAYATI MARAHDJANI)
Saudara Ketua, FKP rneskipun rnenuliskan disana tetap narnun sesuai dengan kesepakatan bersarna kata kecuali itu dihilangkan kemudian kalimat terakhir itu berbunyi membawa alat-alat yang lazirn digunakan untuk rnenebang, mernotong,rnembelah pohon atau rnernbawa dan atau rnembuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran, kerusakan, membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan didalarn kawasan hutan tanpa kewenangan yang sha.
Jadi kata kecuali atas dihilangkan sehingga terakhir tanpa kewenangan yang sah atau barangkali bisa juga dengan kata di luar kewenangan yang sah.
Terima kasih.
FKP {PROF. DR. drh. F. P. SUMBUNG, S.Mc.)
Bisa ditambahkan Saudara Ketua. Jadi saya kira keterangan yang dikemukakan tadi oleh
Bapak Ketua dan Bapak Markus orang Toraja itu rnasuk kota
159
saja bawa parang,apalagi kalau dia masuk hutan dan itu sudah merupakan bagian dari kehidupan sehari-harinya.
Jadi saya kira perlu disini mungkin ada penjelasan untuk derah-daerah tertentu yang memang sudah alat itu bukan untuk perang bukan untk apa tetapi itu sudah merupakan bagian dari kehidupan sehari-harinya.
Jadi apakah dia. gunakan untk motong rumput dipinggir jalan atau apa saja dan tetapi itu selalu ada. Jadi barangkali untuk beberapa suku-suku di negara kita ini kebiasaan itu ada dan merupakan bagian dari kebanggaannya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, jadi walaupun kita sbetulnya pahami bahwa yang dimaksud ini yang mengarah cenderung mau potong sembarang itu, yang mau curi kayi, yang kita maksud itu. Cuma dalam pasal pengaturan ini kan harus kita cermati, mudah-mudahan nanti teman-teman yang ahli hukum bisa memberikan penjelasan yang tidak mudah menjerat orang yang memang karena kebiasaannya dia bawa itu.
Apakah sudah bisa di apakan dalam penjelsan atau bagaimana nanti saya kira kita Timuskan saja sekalian ini.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Ketua barang kali begini, ini untuk bahan bagi timus. Jadi membawa alat-alat sebenarnya mesti juga dikaitkan
dengan kalimat membawa alat-alat itu yang dapat menyebabkan kebakaran,kerusakan dan mungkin bisa ditambahkan disini membawa alat-alat ini, ini yang penggunaannya dapat menyebabkan kebakaran,kerusakan dan sebagainya.
Dan kalau tidak menyebabkan kebakaran,kerusakan dan kemudian kelangsungan fungsi hutan saya kira tidak ada masalah itu.
FPP (H.M. DJA'FAR SIDDIQ) :
Di masyarakat adat katakanlah di pedalaman Kalimantan Timus, i tu hidup tanpa mandau tidak mungkin. Mereka pergi dari satu rumah ke kebun lewat hutan bawa mandau dan pulang dia bawa kayu kecil untuk dapur. Jadi itu juga perlu dikaji.
160
Jadi kau sudah bawa simsau itu mau merusak, kalau bawa kayu-kayu, kayunya yang diperkenankan oleh ketentuan bagaimana mereka bisa menikmati. Jadi ini perlu dicermati dari adat istiadat dimasyarakat dalam kesatuan hidupnya itu tidak terlepas dari mandau dan tujuannya bukan untuk menebang kayu tapi juga kadang-kadang mereka membawa kayu untuk keperluan rumah tangga, dengan sekedarnya.
Nah itu disitulah ada aturan adat bahwa didalam ketentuan adat itu kalau menebang kayu ada aturannya untuk apa, untuk rumah ada aturannya bersama-sama dijaga.
Jadi ini juga perlu kita kaji dalam aspek sosiologis. Terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, Bapak Menteri silakan.
PEMERINTAH :
Saya kira mungkin kita kasih penjelsan karena ini bisa agak rinci supaya jangan nanti yang salah-salah kena mandau, apalagi kalaupun kata kecuali bisa diganti tanpa kewenangan yang syah, mungkin ya nanti kalau kecuali tidak enak dalam bahasa hukum.
bawa ka"ta kata
Penelitian, dia kedalam membawa alat-alat penelitian untuk mengadakan penelitian, bagaimana dia bawa lampu petromak itu bisa bikin kebaran, apalagi kalau malam-malam bawa obor kacau lagi, itu bisa kebakaran.
Jadi mungkin dipenjelasannya kita sebut apa yang sebetulnya makna daripada pasal ini dinataranya adalah masalah kerusakan, pencurian, contoh suku dayak itu kita bisa beg ini-begini itu bisa diterima.
Saya kira mungkin ditambah penjelasan dan kalau kami boleh sarankan kita bawa saja di Timus, terus penjelasan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, apakah langsung kita bawa ke Timus dengan tambah penjelasan ?
(RAPAT : SETUJU)
161
Kita ketok dulu. Jadi kita bawa itu termasuk usulan tambahan dari FPP,
jadi pemecahan itu terserah di Timus. Selanjutnya DIM 145, kembali saya persilakan FPDI yang
usul, silakan.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN) :
Ketua, mengenai bawa membawa, mengenai alam tumbuhan satwa yang dilindungi.
Jadi FPDI bikin dua disini membawa, mengangkut atau amengeliuarkan buat setempat Indonesia ke tempat lain di luar Indonesiapun ndak hayati baik hidup maupun mati kecuali harus aa ijin itu.
Begitu juga umpamanyapun tidak hayati hidup maupun mati dari luar negeri ke dalam Wilayah Republik Indonesia kecuali atas ijin pemereintah, walaupun ini memang sudah ada aturannya, tapi baangkali untuk lebih memperkuat.
Jadi orang bawa flora dari luar disini jangan sampai menyebab ada kejangkitan penyakit dan segala macam, itu harus ada ijin.
Begitu juga kalau kita bawa keluar harus diteliti barang langka ini atau tidak, sehingga jangan sampai bawa ke. luar negeri tanpa sepengatahuan dari pihak yang berwenang.
Itu saja, kami hanya merinci dua hal. Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, apa yang disampaikan tadi memang sudah ada Undang-undang karantina itu. Karantina sama halnya dengan yang dimaksud butir 145 Undang-undang konservasi kali ini.
Silakan FPP.
FPP (H.M. HARMINTO PURWOTENOYO, BA)
Terima kasih. Yang dimaksud dengan undang-undang tersendiri ini
mestinya undang-undang yang sudah ada UU Konservasi, UU Karantina dan sebagainya.
Oleh karena itu kalimatnya tidak seperti ini mestinya. Satwa yang dilindungi diatur yang telah diatur didalam
162
Undang-undang atau aperaturan yang ada, peraturan yang berlaku,
Demikian, terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, terhadap usul FPDi tidak sekalian saja. Silakan FKP.
FKP (HJ. ORA. OKI HIDAYATI MARAHDJANI) :
FKP disini menyatakana tetap namun perlu mempertanyakan barangkali arti dari alam tumbuhan. Apakah pengertian ini sama dengan maksudnya itu jenis flora atau fauna barangkali apakah bisa diganti dengan kata-kata itu.
Kemudian dilindungi dan diatur dalam Undang-undang tersendiri barangkali pengertiannya apabila tadi dipertanyakan oleh PPP kami lebih cenderung atau menaf sirkan bahwa ini akan diatur oleh Undang-undang yang disimpan atau digariskan di luar ketentuan undang-undang kehutanan ini. Jadi ada peraturan perundangan yang lain.
Demikian barangkali dua masalah yang ingin dipertanyakan dan maksud ataupun juga tanggapan FKP terhadap apa yang dijelaskan oleh FPP dan FPDI.Terima kasih.
KETUA RAPAT : Baik. Jadi bukan yang dilindungi dan diatur, jadi maksudnya
itu satwa yang dilindungi. Baik, selanjutnya FABRI.
FABRI (SUKANDAR ARUN,SE)
Terima kasih. Didalam DIM ini FABRI tidak ada usulan dan menyarankan
untk tetap sesuai rumusan. Sedangkan menanggapi apa yang diusulkan dari FPDI
khususnya yang dalam butir yang kedua, membawa, mengangkut benda-benda hayati baik hidup maupun mati dari luar negeri.
Disini sebetulnya titik berat peraturan perundangan ini adalah bagaimana mekanisme atau cara-cara mengeluarkan
163
tumbuhan satwa yang dilindungi dari dalam hutan, karena ini Undang-Undang Kehutanan.
Jadi menurut FABRI, nampaknya rumusan ini sudah pas karena tidak mengatur yang dari luar negeri masuk ke Indonesia.
Terima kasih.
FPP (H.M. DJA'FAR SIDDIQ)
Interupsi.
KETUA RAPAT
Silakan.
FPP (H.M. DJA'FAR SIDDIQ)
Kalau coba kita simak di Undang-undang Konservasi dan Undang-undang Karantina,disitu barang hayati non hayati masuk semua bahkan di Australi itu membawa pernah Ketua DPR membawa wayang dihadiahkan, besoknya dibakar itu karena mereka tidak mau kulit itu bisa membahayakan sapi-sapi Australi, pegang dibawa besok dibakar, bawa oleh-oleh dari kayu besoknya dibakar begitu ketatnya dan itu dalam Undangundang Karantina.
Dalam bahasa disini Ketentuan-ketentuan membawa, mengangkut atau mengeluarkan dari alam, bukand ari hutan, dari alam ini dimana saja bisa dan itu Undang-undang Karantina. Apa saja, dialam mana saja kalau membawa barangbarang itu kebanyakan bisa menimbulkan penyakit, dilarang tumbuhan flora dan fauna.
Oleh karena itu dalam merumuskan itu mari dipelajari Undang-undang Konservasi Sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta undang-undang karantina, kita lama sekali mengkaji ini secara detil.
Terima kasih.
KETUA RAPAT
Baik, jadi itu bermakna bahwa sebetulnya perumusan yang ini sudah cukup seperti ini karena memang untuk kepne-
164
tingan yang dmaksudkan uusulan itu sudah ada dua Undang-undang, tinggal soal kalimat saja yang barangkali.
Baik, saya persilakan Bapak Menteri.
PEMERINTAH
Tadi mengenai flora fauna, alam kalau mengambil dari alam flora faunanya.
kalau flora fauna itu kan tumbuhan itu lain dengan
Kernudian kalau disebutkan oleh Bapak
perundang-undangan ini selain tadi Dja'far, juga kita kena Saides evendis
satu. Jadi cukup banyak sekali peraturan-peraturan ini, jadi
kaklau kita katakan dengan peraturan-peraturan tersendiri atau peraturan-peraturan yang berlaku sama saja bisa.
Tidak ada masalah, bagairnana rnengenakkan kalirnatnya, supaya bikin moy kalimat ini bagaimana.
Sama FPDI yang mengenai rnembawa, mengangkut benda itu kena dengan Sides evendis satu itu, itu keras sekali.
KETUA RAPAT : Baik, rekan-rekan sekalian kelihatannya perlu Timus
lagi ? tidak ketok saja, kita saja kalau ini, kita ace ?
(RAPAT : SETUJU)
Terirna kasih. Sebagai lanjutan dari DIM 145, menjelang masuk DIM 146,
ada penarnbahan dari FPDI untuk khusus kewenangan Kepolisan Khusus kasih Subheding, silakan PFDI.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN) :
Tentunya Saudara-saudara sekalian dalam rangka perlindungan hutan ini disamping tentunya kita butuh perangkat hukurn, kita juga butuh sumber daya manusia. Nah perangkat sumber daya manusia itu yang populer sekarang namanya Polisi Hutan, nanti apa nanti rnau jadi narnanya berubah atau apa, itu barangkali nanti Saudara Ketua.
Oleh karena itu bagi kami perlu memang mengatur disini, antara lain Polisi Hutan kan ada pengecualainnya dia bisa bawa alat-alat tajarn segala macam hutan, kewenangan dia di
165
luar hutan, yang tadi itu Pak ada yang untuk memeriksa segala macam itu hasil hutan yang keluar dari hutan, tugas dia segala macam yang pokok-pokok saya kira perlu diatur ini. Ini juga dalam rangka sumber daya.
Bagaimana rumusannya, ya kami belum ada disini rumusan yang lengkap, ya kami serahkan kepada Pemerintah.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Rumusannya sudah ada Pak di Naskah, jadi masalah soal bagian kedua ini, kita langsung Timsin saja ya, nanti kalau memang perlu dikasih bagian-bagian itu baru kita lihat, Tim Sinkronisasi, FPDI iya ?
(RAPAT SETUJU)
Terima kasih. Kita masuk ke DIM 146. DIM 146, Pasal 47, ada usul dari FABRI dan FPP, silakan
FABRI saya kira dahulu karena ini berbau-bau Polisi. Silakan.
FABRI {DRA. NY. NOLDY RATTA)
Disini untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, maka kepada pejabat kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya diberikan wewenang Kepolisian Khusus.
Ini oleh FABRI, diadakan perubahan sesuai dengan hukum acara pidana yang ada, sehingga dirubah berbunyai "Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan maka kepada pejabat kehutanan tertentu sesuau dengan sifat pekerjaannya diberikan wewenang Kepolisian Khusus dibawah koordinasi dan pengawasan POLRI", ditambah itu Pak. Jadi kalau disini "koordinasi" saja, sebenarnya koordinasi dan pengawasan daripada POLRI.
Jadi ini dalam penyidik, penyidik untuk satu kasus pidana itu adalah dua yaitu POLRI, yang satu penyidik dari PPNS, Korps PPNS seperti Pegawai Sipil PNS yang ditunjuk diberikan wewenang Kepolisian Khusus disamping adanya Penyidik Pembantu.
Jadi ini kami sesuaikan dengan bunyi dari Pasal 7 ayat
166
( 2) dari KUHP. Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, FABRI. FPP silakan Pak.
FPP (NY.HJ, CHODIDJAH)
Terima kasih Bapak Pimpinan. Untuk DIM ini FPP sesungguhnya tetap Pak, apa yang
menjadi kansep dari pemerintah, karena ini hanya usulan ten tang merubah urutan saj a. Adapun kami menanggapi dari rekan kami yang dari FABRI, karena beliaunya yang mengawaki, tentu saja ini mungkin menjadi satu kelengkapan dan lebih mantap atas pertanggung-jawabannya. Jadi ada tambahan "dibawah koordinasi dan pengawasan POLRI".
Terima kasih Bapak Pimpinan, waktu kami haturkan kemba-li.
KETUA RAPAT
Baik terima kasih. Nanti kita minta tolang Ibu Noldy untuk setelah berikut
nanti membacakan Pasal berapa tadi itu. Baik, selanjutnya saya persilakan FPDI, terutama usulan
FABRI.
FPDI (DRS. MARKUS WAURAN)
Yang bicara Palisi kan tadi Bu. Iya karena memang dalam Pasal ini disebut - sebut wewe
nang Kepalisian Khusus, yaitu memang terkait dengan Palisi yang sekarang dibawah koordinasi POLRI.
Ini barangkali hanya sebagai bahan Pak, prinsip ini kami tidak keberatan, cuma masalahnya sekarang kan perkembangan sekarang dan besak ini POLRI sudah terpisah dari ABRI, nan ti POLRI kalau tidak salah berkembang bukan lagi dibawah TNI tetapi mungkin di Departemen Dalam Negeri. Nah bagaimana kira-kira ini mengantisipasi perkembangan itu,
167
apakah nanti cocok rumusan seperti ini, itu saja. Ketua itu yang pertama.
Kemudian yang kedua, rasanya dalam kaitan dengan koordinasi, belum pernah kita ketemua dalam Batang Tubuh Undangundang. Nah dalam kaitannya kalau tokh memang mau memakai rumusan "koordinasi POLRI" j anganlah diatur dalam Ba tang Tubuh, baiknya dalam Penjelasan, jadi cuma sampai dengan "wewenang Kepolisian Khusus." Wewenang Kepolisian Khusus ini nanti didalam Penjelasan baru dirumuskan bahwa wewenang Kepolisian Khusus ini dibawah koordinasi daripada POLRI, itu nanti didalam Penjelasan. Sebab tidak lazim ada kata-kata "koordinasi" didalam Batang Tubuh Undang-undang.
Terima kasih.
KETUA RAPAT : Baik, terima kasih Pak Markus. Selanjutnya FKP.
FKP (DRS. H. DEDE SUGANDA ADIWINATA) Bapak Pimpinan. Bapak Menteri. Rekan-rekan yang saya hormati. Didalam DIM-nya FKP tetap, namun demikian saya kira
untuk menyesuaikan dengan tugas dimana yang bersangkutan itu diberikan tugas Kepolisian, maka Pasal 44 bunyinya "Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, kepada pejabat kehutanan" maka-nya hilang "tertentu sesuai dengan tugas pekerjaannya" bukan sifat tapi tugas karena disini menyandang segi Kepolisian, "diberikan wewenang Kepolisian Khusus".
Demikian terima kasih.
KETUA RAPAT : Terima kasih, demikian. Pak Menteri saya persilakan.
PEMERINTAH/MENHUTBUN : Terima kasih Pak. Ini memang sangat penting, bahkan ini menentukan kese
lamatan hutan kita disini letaknya yang selama ini kita sebut "Jagawana". Sedangkan konsep ini dimana-mana hampir disemua negeri disebut Plores Rengers itu yang langsung
168
punya otoritas, apakah di Kanada, apakah di Eropa kesana arahnya.
Nanti detilnya karni rninta Pak Marsono, curna usul FABRI "dibawah koordinasi POLRI" itu yang saya kira agak rnungkin rnengganggu nanti dalarn teknik pernisahan itu, karena dia harus langsung dibawah, rnelewati jadi akan rnenarnbah jalur, kalau kerjasarna dalarn pernbinaan itu boleh-boleh saja, tapi kalau dibawah koordinasi itu sudah untuk other daripada POLRI itu akan merepotkan. Seperti Bea Cukai Pak, Bea Cukai itu tidak dibawah koordinasi POLRI, ada contohnya.
Tapi kalau diperkenankan saya rninta Pak Surnarsono yang rnernang rnenangani ini diperkenakan untuk rnenjelaskan konsep ini, kalau perlu ditarnbah kalau rnernang kita perlu sarna ABRI saya bawa ABRI juga disini Pak, ada Pak Mayjen Soentoro, biar kita adu saja ABRI sarna ABRI.
Terirna kasih Pak.
KETUA RAPAT : Sebelurn Pak Marsono. Jadi rnernang kalau di 567 itu Pak disebutkan begini
"Pelaksanaan dari pernberian wewenang ini diatur bersarna Menteri dan Menteri Panglirna Angkatan Kepolisian", itu 567. Curnan barangkali sernangatnya itu bagairnana caranya jangan koordinasi barangkali, silakan Pak Marsono.
PEMERINTAH (STAF AHLI) Terirna kasih Pak Menteri. Bapak-bapak Pirnpinan. Dan Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang saya hormati. Sebenarnya rnernang kita ini didalarn bekerja itu tidak
pernah bisa sendirian, tidak otornatis koordinasi itu perlu, begitu juga dengan masalah pengamanan hutan atau perlindungan hutan. Koordinasi dengan sernua instansi terkait kita laksanakan Pak,misalnya didalam perlindungan hutan khususnya peredaran hasil hutan yang keluar negeri kita berkoordinasi dengan instansi Bea Cukai rnisalnya, dan juga didalam prosesnya yudisinya kita koordinasi dengan Kejaksanaan dan sebagainya. Sehingga sebetulnya koordinasi itu sudah rnenjadi hal yang urnurn.
Hanya rnemang kalau diarahkan untuk disebut koordinasi barangkali ya dikoordinasikan, bukan dibawah koordinasi, sehingga tadi tidak di subkordinit.
169
Ini yang mungkin perlu kita Bapak !bu cermati bersama agar fungsi koordinasi tidak ada yang dibawah dan diatas begitu. Nanti juga mungkin kalau boleh dilanjutkan pada orang-orang yang lain, sehingga dengan demikian diharapkan yang dulu itu Jagawana yang sekarang sudah didiklat sebagai Polisi Hutan atau POLHUT, ini akan dapat lebih mandiri dan juga tentu saja tadi disebut bahwa POLRI nanti juga kalau diluar tugas, karena sudah tadi berpisah dengan ABRI atau TN! begitu ya. Sehingga dengan demikian akan lebih meringankan justru dan juga kita tendensinya ini masalah pengamanan hutan ini akan lebih banyak kita hadapi. Sehingga kemandirian dan efektivitas Polhut ini akan kita inginkan dapat lebih meningkat begitu, sehingga memang disini tidak harus semuanya itu termasuk nanti barangkali ya penyidikan, itu melalui Polri.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT : Ya ada informasi bahwa didalam Undang-undang nomor 28
tahun 1997 semuanya yang melaksanakan fungsi Kepolisian memang dibawah pembinaan Polri, sehingga apakah memang perlu ditulis begini, atau tidak perlu ditulis sudah otomatis, saya kira itu yang menjadi, sehingga makna daripada Undangundang Nomor 28 itu saja kita masukan Penjelasan begitu loh misalnya.
Silakan FABRI sebagai Fraksi pengusul.
FABRI (DRA. NY. NOLDY RATTA) Bapak-bapak yang kami hormati. Ini bunyi Undang-undang, sakali lagi bunyi Undang
undang, saya akan bacakan Pasalnya "Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Repebulik Indonesia", kedua "Pej abat Pegawai Negeri tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undangundang termasuk Polsus", jangan dibilang Bea Cukai tidak Pak, Bea Cukai juga Pak, tapi ada caranya, nanti selanjutnya saya akan bacakan.
"Penyidik sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b (yaitu penyidiknya Jabawana ini Pak biar jelas saja Pak) mempunyai wewenang sesuai dengan Undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan
•-..... ~---'------
170
penyidik tersebut Pasal 6 ayat ( 1) huruf a (yai tu Polri Pak)". Itu satu koordinasi.
Ini berkaitan dengan penyidik, kalau tadi bapak bilang penyidik mungkin dalam penyidikan agar bisa berdiri sendiri barangkali kalau KUHP ini sudah diganti, barangkali boleh Pak, tetapi selama KUHP ini masih ada, tetap Pak.
Ini saya bacakan penyidikan, "Penyidik yang mengetahui" jadi apabila Jagawana mengetahui menerima laporan atau mengaduan tentanga terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindak penyidikan yang diperlukan untuk kepentingan penyidikan, penyidik tersebut satu yaitu penyidik POLRI memberikan petunjuk kepada penyidik tersebut yaitu Jagawana dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan.
Ayat (2) Dalam satu peristiwa yang patut diduga me~upakan tindak pidana, sedang dalam penyidikan oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) b yaitu Jagawana dan kemudian temukan bukti yang kuat untuk diajukan kepada Penuntut Umum, penyidik tersebut pada ayat (1) b yaitu Jagawana melaporkan hal itu kepada penyidik tersebut 1, yaitu Polri, dalam hal pidana.
Itu jadi begitu kejadian dia sudah melaporkan Pak, sebelum dia sidik, dia tahu bahwa ini ada pelanggar~n ketentuan pidana, sudah melaporkan pada waktu membuat laporan berita acara.
Kemudian dalam hal tindak pidana selesai disidik oleh penyidik tersebut, ia segera menyerahkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui penyidik tersebut, penyidik POLRI Pak. Jadi ini kaitan dengan Pasal berikut ada juga kita tambahkan sebagai penyidik POLRI.
Yang berikutnya untuk FPDI Pak, apabila Polri keluar Pak, sampai sekarang belum ada keputusan Pak Polri itu dibawah Mendagri, mudah-mudahan dibawah Presiden. Kemudian walaupun dibawah Mendagri, selama Polri ini masih sebagai penegak hukum dan undang-undang ini masih berlaku, barangkali masih tetap berlaku Pak.
Terima kasih Pak.
KETUA RAPAT : Baik terima kasih Bu. Apa yang !bu sebutkan tadi soal KUHP betul, disini pun
sudah dirinci lebih lanjut dibelakang itu sama dengan yang
-- _ __/_' ~
I··'-
171
Ibu maksudkan. Persoalannya sekarang adalah apakah perlu ditulis seperti itu disini, a tau tidak, karena tokh tidak ditulis pun sebetulnya yang Ibu baca itu akan berlaku.
Baik bu, silakan.
FKP (NY. HJ. ROSBIATRI AGUS SUMADI, SH) Terima kasih Bapak Pimpinan. Pada kesempatan ini saya ingin menanyakan yang dimaksud
disini dengan Polisi Khusus yang dibentuk khusus disini, ini apakah sama dengan penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 55 · DIM 181. Kalau Polsus mungkin ini belum mesti penyidik, kalau penyidik mungkin bisa Polsus.
Nah, sehingga dalam apa yang disampaikan, kalau penyidik sebagaimana disampaikan oleh FABRI saya memang condong sesuai karena sudah diatur dalam KUHP, sehingga dibawah koordinasi Kepolisian dan lain-lainnya tadi. Tapi kalau Polsus ini apakah juga sama dengan penyidik.
Nah ini kami ingin menanyakan, jadi disini khusus mengenai Polsus, kemudian yang mengenai penyidik kalau tidak salah yang dimasukan dalam Pasal 55 hubungannya nanti dengan mempunyai tugas sebagai Penuntut Umum dan sebagainya, ini kalau j adi penyidik. Nah ini kami mohon klarif ikasi dari Bapak Menteri, karena ini ada dua hal.
Demikian kiranya yang ingin kami tanyakan, terima kasih.
KETUA RAPAT : Ibu ini bikin tambah bingung kita saja, mestinya ibu
yang menjelaskan sama kita ini, karena khusus yang item-item tugas itu ada disini apa, apakah yang diatur disitu itu sudah kelasnya penyidik atau tidak mestinya ibu yang kasih tahu kita, kalau memang belum ya tidak apa-apa, jadi saya kira Pak Menteri tolong Pak.
PEMERINTAH/MENHUTBUN : Ini enaknya kalau Ibu-ibu wanita sama wanita bertarung,
kita yang dengarkan asyik begitu rasanya, kita adu saja dia, satu bilang begini, satu bilang begini.
Jadi saya kira dari FABRI juga benar cuman loncat terlalu jauh, nanti itu Bab Penyidik kita bicara sendiri di Bab X mengenai penyidik, ibu betul, tapi yang ibu cerita itu tentang penyidik, sedang kita bicara Polsus jadi bukan
172
penyidik, penyidik belum ten tu Polsus, Polsus belum tentu bis a j adi penyidik, ini beda, j adi mahluknya berbeda ini yang kita bahas, yang kita bahas disini adalah. Kalau yang ibu maksud penyidik itu PPNS, PPNS itu penyidik, jadi itu betul Bab-bab itu, tapi makluknya bukan ini.
Jadi itu yang saya ingin tekankan, tapi mungkin kalau bisa supaya jangan diam terus, ini ada Dirjen PKA disini, kalau nanti kalah juga kami akan turunkan Pak Mayjen Soentoro itu, tapi kalau tidak menang, kami cukup pak, terima kasih kalau diizinkan, silakan Pak.
PEMERINTAH/DIRJEN PKA DEPHUTBUN Terima kasih. Kami akan menambah sedikit, kami kira Pak Menteri
menj elaskan bahwa tadi PPNS a tau Penyidik Pegawai Negeri Sipil itu adalah dengan ketentuan tesendiri melalui SK tersendiri. Sedangkan Polsus itu adalah ya masih termasuk didalam organ fungsional Departemen Kehutanan yang memang tugasnya Polisi Hutan. Dan kami kira disini belum ada dibilang dikoordinasikan, mungkin dipembinaan, pembinaan memang kita selalu meminta pembinaan dari Polisi. Jadi kami kira kurang tepatlah dibuat disini koordinasi, sebab ini mungkin bisa menghambat tugas-tugas atau tugas-tugas yang begitu jauh dilapangan nanti, misalnya belum tentu ada Palisi didaerah tersebut yang remot didaerah dan lain-lain. Sehingga kemandirian dari Polisi itu bisa terhalangi begitu.
Jadi penyidik saya kira belum bisa dimasukan disini, jadi Polsus itu ada yang jadi penyidik dengan SK tertentu, tapi tidak seluruhnya Polsus jadi penyidik.
Kami kira demikian, terima kasih.
KETUA RAPAT Silakan Pak Dja'far.
FPP (H.M. DJA'FAR SIDDIQ) Kalau saya lihat di lapangan, katakanlah di Kalimantan
di Kutai pedalaman di daerah kawasan hutan disana tidak ada Polisi, tapi Jagawana ada, dan kalau ada pencurian Polisinya harus ke Samarinda dulu atau ke Tenggarong atau ke Muara Muntai, itu memakan waktu ada yang harus bermalam-malam disana, atau harus seminggu, ya kalau itu berada di daerah Longbagu, Longpahangai, Longpujung dan segala macam, itu
173
sudah pakai Pesawat terbang itu. Jadi kalau itu dilakukan akan terhambat proses operasi,
oleh karena itu diperhitungkan masalah-masalah keadaan yang semacam itu dan karenanya itu kita akan memperbesar jumlah Jagawana, sehingga akan lebih efektif dalam kerangka operasi, dan dalam ini tentu saja kalau sudah muatannya itu sudah sampai ke sungai ada Palisi disini mungkin Jagawana lainnya akan bisa berkaardinasi.'
Terima kasih.
KETUA RAPAT : Biak, silakan.
FABRI (DRA. NY. NOLDY RATTA) : Tambahan sedikit Pak. Barangkali yang biar jelas Pak.
KETUA RAPAT : Jadi yang penting disadari dulu bahwa belum te~tu
Polsus itu penyidik, tapi bisa juga Polsus dengan tersendiri sebagai PNS barangkali ditetapkan sebagai penyidik Pegawai Negeri Sipil, itu dulu posisinya bu. Dalam pasisi begitu barangkali mudah-mudahan, karena kita lihat rincian tugas Palsus dibelakang itu tidak sampai pada status penyidik, dia bisa menangkap memang, tapi disampaikan kepada yang berwenang begitu, rnenerirna laparan, laparan disampaikan, begitu baru tahap-tahap itu.
Silakan bu.
FABRI (DRA. NY. NOLDY RATTA) Bapak-bapak yang saya harmati. Sebenarnya Palsus ini mernang, Palsus ini juga dibawah
koordinasi Polisi, Bapak-bapak silakan baca mengenai Polsus dan saya tahu Jagawana saya rasa tahu, kok rnulai dari pendidikan sampai apa dilaksanakan bersama-sarna Palri, karena narnanya saja Palsus. Palsus Satuan itu ada Undang-undangnya dibawah kaardinasi Palisi. Dan memang dari antara Palsus ini diberikan wewang beberapa yang diberikan wewenang sebagai penyidik, jadi penyidiknya dikaardinasi itupun dibawah koardinasi Palri. Dan ini sekarang yang berjalan ini Pak.
Jadi Palsus itupun dibawah koordinasi Palri, Palsus Satparn itu dibawah koardinasi Palri, Hansip itu dibawah
174
koordinasi TNI, saya lupa tidak rnernbawa ini karena tidak pikir sejauh ini akan berkernbang, tapi setahu saya ada khusus, rnalah ada petunjuk khusus pelatihan Jagawana oleh Polri ada itu, Juklak, Juklisnya ada itu, barangkali Bapak belurn dapat nanti saya kasih Pak, saya akan cari untuk bapak biar agak percayalah Pak.
Terirna kasih.
KETUA RAPAT Silakan.
FPDI {DRS. MARKUS WAURAN) Tanya saja Pak Ketua. Untuk rekruitrnent Polsus ini siapa Pak, Polrinya atau
Departernen Kehutanan, berarti dia dibawah kendali Departernen Kehutanan kan, cuma barangkali didalam rangka dia melaksanakan tugas, ah itu koordinasi dengan Polri.
Barangkali Pak Ketua memang soal ini perlu kita lebih jelas, karena kalau berdasarkan Pasal 47 dan Pasal 55 mengenai Polsus Pasal 47, Pasal 55 mengenai Penyidikan, memang tugasnya beda, kalau yang satu kasarnya tukang ronda, kalau yang Pasal 55 penyidikan itu mernang ada petugas Polri atau Pegawai Negeri Sipil yang ditunjuk untuk itu, disinilah ini memang ada perbedaan daripada dua pasal ini, cuma bagaimana seal kata istilah "koordinasi-koordinasi", sebab apa yang dikatakan Bapak koordinasi memang perlu, itu jelas, tapi apakah dia hubungan anther goother ini, nah ini persoalannya sebab kalau dia direkrut oleh Depart men Kehutanan, berarti taktis dibawah Departemen Kehutanan, tapi kalau istilah nanti koordinasi itu dalam pengertian seperti ini, itu yang perlu kita pikirkan.
Terima kasih Pak.
KETUA RAPAT Baik terima kasih. Barangkali, silakan.
FABRI {SRIDONO) : Dari FABRI sedikit Pak, Mau membantu Ketua malahan, mau mengambik keputusan
saja Pak, saya sarankan ini di Panja saja Pak. Terima kasih.
175
KETUA RAPAT : Maksudnya akan saya tawarkan
ditawarkan kemudian rakyat semuanya Menteri dahulu sebelum diputuskan.
itu, jadi kalau sudah ikut, jadi saya kira Pak
PEMERINTAH (MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN)
Terima kasih Pak. Seperti yang saya katakan tadi kalau tidak mempan juga
apa boleh buat, terpaksa Mayjen kita turunkan. Dari pada tidak ngomong-ngomong kaiahan juga. Pak Mayjen Suntoro, bagaimana "pembinaan" atau "koordinasi" mohon penjelasan.
PEMERINTAH (IRJEN DEPHUTBUN) :
Terima kasih Bapak dan Ibu sekalian. Barangkali kami bisa. memberikan sedikit urun rembuk,
disini barangkali untuk bahan pembahasan di Panja memang harus ki ta bedakan antara wewenang dan fungsi penyidikan tadi, karena yang diatur disini adalah wewenang yang diberikan oleh negara kepada polisi khusus dalam hal ini bagian integral dari Departemen Kehutanan, jadi kalau wewenang ini harus diawasi dan dikoordinasikan saya kira kurang tepat, tetapi di dalam melaksanakan wewenangnya itu di dalam rangka melaksanakan point-point berikutnya, misalnya melaksanakan patroli, melaksanakan perondaan, kemudian harus tangkap tangan orang, dan seterusnya, maka di di dalam fungsi teknisnya tadi harus dibina, diarahkan bahkan dilatih oleh Kepolisian.
Dalam hal ini adalah unsur pembinaan yang tadi dijelaskan yang dilakukan terhadap polsus di dalam melakukan wewenangnya itu, sedangkan nantinya di dalam pelaksanaan tugas ini menemukan orang-orang yang selanjunya harus di sidik dia diserahkan kepada PPNS dan kepada Kepolisian. Sehingga kami memang menyarankan satu adalah masalah pembinaan dijelaskan didalam tambahan penjelasan, kemudian dalam pengertian koordinasi adalah nanti pada saat sesuai yang tadi dijelaskan dari Ibu dari FKP itu dalam pelaksanaan PPNS-nya.
Demikian, terima kasih.
176
KETUA RAPAT :
Baik, terima kasih. Jadi memang ayat (1) betul Pak, ayat (1) memang kepada
pejabat kehutanan diberikan kewenangan Polisi Khususkan begitu. Jadi memang bukan . . . . . . Polisi Khusus begitu bukan, jadi pejabat kehutanan yang diberikan kewenangan Kepolisian Khusus begitu.
Tapi demikian, barangkali Pak Zein mau nambah sedikit, supaya jelas ini UU Kepolisian biar ini saja supaya bahan untuk Panja begitu.
WAKIL KETUA (H. ZEIN BADJEBER) :
Kalau Pak Menteri dibantu oleh Stafnya, saya juga dibantu.
Saya kira bahwa . dengan lahirnya UU No. 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian yang kebetulan kami juga di Pansus-nya. Itu ada keinginan untuk menertibkan badan-badan sampai kepada dahulu itu ada Polisi Pamongpraja. Jadi semua aparat yang melaksanakan fungsi kepolisian itu bisa saja diadakan tapi dibawah pembinaan latihan apa semuanya itu oleh POLRI. Jangan sampai menimbulkan Angkatan Kelima yang tidak diketahui oleh Negara berada di departemen-departemen.
Jadi itu yang kita bicarakan sekarang ini bukan dalam rangka tugas sebagai Penyidik PPNS, kalau sebagai Penyidik PPNS itu benar apa yang diatur di KUHAP dan itu tidak perlu disebutkan karena otomatis. Cuma sekarang perlu dipertanyakan penggunaan kata 11 POLSUS 11 disini, kan memberikan satu kesan disamping POLRI ada Polisi diluar POLRI. Ini yang bisa menimbulkan, yang dua-dua UU No. 28 Tahun 1997 ini juga UU. Ini mungkin yang dikhawatirkan oleh ABRI ada 2 UU yang mengatur masalah Palisi, yang satu POLRI yang satu POLSUS a tau POLHUT Polisi Hu tan. Ini bagaimana supaya tidak ada pertentangan dengan bahwa dia tetap berada di Departemen Kehutanan itu tidak sama dengan apa namanya Satpam apa semua. Sehingga pada waktu itu UU mau menyebut Satpam itu keberatan karena nantinya kata Satpam itu menjadi resmi dengan UU ini dengan UU POLRI, nantinya terserah didalam pengaturannya.
Jadi saya kira benar tadi lebih baik di Panja dipikirkan lebih dalam jangan terjadi kontradiksi antara maksud UU
' ...
177
POLRI dengan rnaksud UU ini, Jagawana ini, saya kira itu perrnasalahan. Bahwa dia tetap dibawah pernbiayaan departernen bahwa itu adalah Pegawai Negeri Sipil di departernen itu tidak rnasalah. Tapi pernbinaan fisiknya atau senjatanya atau sernuanya itu harus dengan POLRI karena dalarn rangka mengawasi jangan Angkatan Kelirnalah rnasa-masa yang dulu.
Demikian, terima kasih Pak Ketua.
KETUA RAPAT :
Baik, tapi kewenangan khusus dalam UU POLRI itu ada apa tidak, kewenangan kepolisian khusus ada apa tidak. ?
WAKIL KETUA (H. ZEIN BADJEBER)
Yang ada tentunya kewenangan POLRI dalam UU itu, bahwa kewenangan khusus ini karena dalam lingkungan dia sendiri di hutan, tetapi kalau dia ketemu tertangkap tangan siapa saja di luar hutan, itukan masalah tertangkap tangan tidak usah dia POLSUS atau bukan POLSUS, semua bisa tangkap untuk rnenyerahkan kepada. Tetapi inikan dia didalam lingkungannya Satpam pertokoannya didalarn toko itu.
Terirna kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, terirna kasih. Jadi kalau mernang kaya begitu saya kira sepakat bawa ke
Panja dengan catatan agar kita betul-betul mencermati istilah "wewenang kepolisian khusus" ini. Karena sebetulnya yang kita maksud itu adalah Jagawana itu, apakah pejabat kehutanan yang diangkat dikasih pekerjaan sebagai apa segala macam itu dengan wewenangnya seperti dirinci dibelakang itu, sehingga tidak mernberikan kerancuan, begitu apa nanti sambil kita cerrnati daripada memang dia tidak ada wewenang kepolisian khususkan kita bikin sendiri disinikan apa itu. Padahal maksud kita sudah jelas itu Jagawana dengan tugas sebagaimana yang dirinci dibelakang itu.
Saya kira nanti kita cermati lebih lanjut untuk kita persiapan ini, jangan sampai kita rnengatur dan bertabrakan
..
178
dengan ketentuan-ketentuan yang lain bahwa tidak boleh ada senjata khusus itu tentu ada peraturan sendiri.
Oke kita Panja ini, terima kasih.
( RAPAT SETUJU )
Selanjutnya DIM No. 147 tetap, ketok. DIM No. 148 ketok juga. DIM No. 149 ketok. DIM No. 150 ketok. DIM No. 151 ketok. DIM No. 152 ketok. DIM No. 153 bila perlu ketok dulu baru minta penjela
san, boleh ketok dulu. Silakan kalau mau minta penjelasan, FKP yang minta ini.
FKP (Ir. AMRIN KAHAR)
Baik terima kasih Pak Ketua. Kami karena kita bersarna-sarna bikin naskah RUU ini yang
mudah-rnudahan jadi UU. Kami dari FKP rninta tarnbahan penjelasan saj a, inikan ki ta sosialisasikan nan ti, dan kitakan ikut terlibat, kalau orang tanya nanti. Yang f ini maksudnya apa ini dan kegunaannya untuk apa, supaya kita bisa menjelaskan nanti.
Terima kasih.
KETUA RAPAT :
Baik, saya kira tanpa merubah naskah kita langsung saja kepada Pemerintah sesuai dengan pertanyaan.
Jadi yang dimaksud dengan butir f ini untuk apa, begi-tu.
PEMERINTAH (MENHUTBUN) :
Terima kasih Bapak Pirnpinan. Dengan seijin Bapak Pimpinan karni rninta Sdr. Muharsono
yang rnenangani ini untuk rnenjelaskan.
I .I,
179
PEMERINTAH (STAF AHLI MENTERI)
Terima kasih. Bapak Pimpinan dan Bapak-Ibu yang saya hormati. Bahwa tugas-tugas ini memang harus dipertanggungjawab
kan, tentu saja harus ada proses selanjutnya dan apa yang telah dilaksanakan oleh yang bersangkutan, sehingga laporan itu saja merupakan pertanggungjawaban.
Dan dalam.proses yudiksi untuk tindak lanjutnya, laporan ini ditujukan kepada Penyidik apakah itu Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atau POLRI, sehingga bisa diproses untuk selanjutnya diadakan penyidikan sesuai dengan peraturan yang ada.
Jadi laporan memang menjadi hal jutnya.
Terima kasih.
ini saya kira memang diperlukan, dan yang harus dilakukan untuk proses selan-
PEMERINTAH (MENHUTBUN)
Terima kasih Pak Muharsono.
KETUA RAPAT :
Baik FKP jelas, terima kasih. Dengan demikian Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian
sampai dengan saat ini kita telah bisa menyelesaikan bagian akhir dari Bab tentang Pengelolaan, terserah kepada kita pengelolaan selesai saya kira, Bab Pengelolaan maksud saya.
Jadi Bab Pengelolaan sudah selesai, seharusnya kalau kita ikuti kesepakatan ketika kita memperbincangkan tentang Bab III Kepengurusan, maka harusnya kita sekarang akan memasuki pembahasan tentang Bab baru tentang Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan Latihan serta Penyuluhan Kehutanan.
Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian, memang materi tentang substansi bab ini tersebar di DIM masing-masing Fraksi yaitu terutama pada bab-bab yang diusulkan oleh rekan-rekan Fraksi-fraksi yaitu Bab Ristek yang diusulkan oleh FABRI dan FPDI. Kemudian Bab Penyuluhan Kehutanan sebagaimana naskah RUU sebagaimana disampaikan oleh rekanrekan FPP, dan bagian Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
180
sebagaimana disampaikan dalam bagian di Bab V oleh FKP dan FPP, dan bab baru tentang sumberdaya manusia, pengembangan sumberdaya manusia juga oleh FPDI.
Ini sebetulnya sudah ada semua persandingannya, dan mudah-mudahan masih ada dalam, saya kira sudah dibagi ini belum ya.
Oleh karena itu barangkali sekarang, kalau malam ini misalnya terserah kepada kita, apakah diramu dulu, ya oke. Jadi kalau diramu dulu disusun dulu dengan substansi dari masing-masing usulan ini disusun dalam satu urut-urutan berdasarkan judul-judul ini, saya kira sudah benar yang di layar itu. Judulnya seperti itu Bagian Kesatu misalnya Penelitian dan Pengembangan, maka kita kumpulkan yang pasalpasal tentang Ristek dan Penelitian dan Pengembangan yang ada di DIM Fraksi-fraksi. Kemudian Bagian Kedua adalah Pendidikan dan Latihan yang secara eksplisit itu hanya FABRI yang khusus bab tapi tentunya yang lain tersebar di sumberdaya manusia. Kemudian Penyuluhan sendiri ataukah Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan terserah saja nanti bagiannya.
Dengan demikian, Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian nanti itu akan kita bahas tersendiri sepanjang sudah siap, sehingga besok kalau malam ini saya kira kita cukup. Kalau besok misalnya siap kita bahas ini.
Demikianpun halnya dengan bab baru tentang pengawasan, itu juga tersebar dimana-mana, di FPP ada, di FABRI ini, di FKP ada, FPDI yang tidak ada, itu yang kita kumpulkan, tolong itu diramu disusun dan kita nanti akan bahas. Sepanjang itu belum siap, kita akan dahulukan sesuai dengan uruturutan naskah RUU besok.
Apakah kita setuju seperti itu.
( RAPAT SETUJU )
Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian. Sa ya kira, kerj a ya si kerj a tapi kalau badan sudah
lelah saya kira ki ta harus berhenti, daripada mengundang macam-macam.
Dengan demikian, Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian, besok karena tidak ada Paripurna dan sesuai dengan TATIB pukul 08.30, tapi kalau Bapak-bapak mengatakan Pukul 09.00 yang pukul 09. 00, bagaimana ki ta sepakat saj a pukul 09. 00 WIB.
181
Baik, besok kita rnulai pukul 09.00, dan dengan dernikian saya berrnaksud untuk kita skors rapat ini, dengan rnenyarnpaikan penghargaan dan terirna kasih atas segala yang telah kita sumbangkan dalam rapat-rapat ini, dan dengan demikian rapat saya skors.
Sekian dan terima kasih.
( RAPAT DISKORS PUKUL 20.30 }
Jakarta, 26 Agustus 1999 A.n. KETUA RAPAT SEKRETARIS RAPAT