Top Banner
UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN PENYELESAIAN SENGKETA TANAH PT. KERETA API (PERSERO) MELALUI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN PENYELESAIAN SENGKETA TANAH MELALUI PENGADILAN NEGERI (Studi pada putusan Mahkamah Agung Nomor 292.K/TUN/2008 dan putusan PK Nomor 607PK/Pdt/2010) T E S I S Oleh METTY LINDRIJANI 1006828786 FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS INDONESIA JANUARI 2013
169

T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

May 21, 2018

Download

Documents

lamtruc
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

UNIVERSITAS INDONESIA

PERBANDINGAN PENYELESAIAN SENGKETA TANAH PT. KERETA API (PERSERO) MELALUI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

DENGAN PENYELESAIAN SENGKETA TANAH MELALUI PENGADILAN NEGERI

(Studi pada putusan Mahkamah Agung Nomor 292.K/TUN/2008 dan

putusan PK Nomor 607PK/Pdt/2010)

T E S I S

Oleh

METTY LINDRIJANI

1006828786

FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

UNIVERSITAS INDONESIA JANUARI 2013

Page 2: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

i

UNIVERSITAS INDONESIA

PERBANDINGAN PENYELESAIAN SENGKETA TANAH PT. KERETA API (PERSERO) MELALUI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

DENGAN PENYELESAIAN SENGKETA TANAH MELALUI PENGADILAN NEGERI

(Studi pada putusan Mahkamah Agung Nomor 292.K/TUN/2008 dan

putusan PK Nomor 607PK/Pdt/2010)

T E S I S

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Magister Kenotariatan

Oleh

METTY LINDRIJANI

1006828786

FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

UNIVERSITAS INDONESIA JANUARI 2013

Page 3: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

Universitas Indonesia ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip

maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Metty Lindrijani, S.H.

NPM : 1006828786

Tanda Tangan :

Tanggal : 18 Januari 2013

Page 4: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

Universitas Indonesia iii

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh

Nama : Metty Lindrijani

NPM : 100 682 8786

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : Perbandingan Penyelesaian Sengketa Tanah PT Kereta Api

(Persero) Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara Dengan

Penyelesaian Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Negeri

(Studi pada putusan Mahkamah Agung Nomor

292.K/TUN/2008 dan putusan PK Nomor 607PK/Pdt/2010)

Telah berhasil dipertahankan dihadapan dewan penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister

Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. F.X. Arsin Lukman, SH ( )

Penguji : Enny Koeswarni, SH., M.Kn ( )

Penguji : Wenny Setiawati, SH., M. LI ( )

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 18 Januari 2013

Page 5: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

iv

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar

Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas

Indonesia. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi

saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih

kepada:

1) Bapak Dr. F.X. Arsin Lukman, SH., selaku dosen pembimbing yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penyusunan tesis ini.

2) Bapak Dr. Drs. Widodo Suryandono, SH., MH., selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

3) Seluruh Staf Pengajar pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Indonesia dan seluruh Staf Administrasi Program Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

4) Orang tua, Saudara dan keponakan-keponakan Penulis yang selalu

memberikan semangat, support dan doa dalam segala kegiatan Penulis.

5) Rekan-rekan sekantor Penulis di lingkungan Direktorat Pengaturan dan

Pengadaan Tanah Pemerintah, Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia.

6) Sahabat terdekat Penulis, Anna Purnamasari dan Enny Puryani yang selalu

memberikan semangat, support dan doa dalam segala kegiatan Penulis dan

para sahabat lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Page 6: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

v

7) Seluruh rekan-rekan Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Indonesia

Salemba angkatan 2010 yang selalu memberikan semangat dan dukungan

untuk belajar bersama dimasa perkuliahan maupun dalam proses penyelesaian

Tesis ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat

bagi pengembangan ilmu.

Depok, 18 Januari 2013

Penulis

Page 7: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

Universitas Indonesia vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini :

Nama : Metty Lindrijani

NPM : 1006828786

Program Studi : Program Magister Kenotariatan

Fakultas : Hukum

Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalty Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“PERBANDINGAN PENYELESAIAN SENGKETA TANAH PT. KERET A

API (PERSERO) MELALUI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

DENGAN PENYELESAIAN SENGKETA TANAH MELALUI

PENGADILAN NEGERI. (Studi pada putusan Mahkamah Agung Nomor

292.K/TUN/2008 dan putusan PK Nomor 607PK/Pdt/2010)”

Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak

menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data

(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin

dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan

sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 18 Januari 2013

( Metty Lindrijani, S.H.)

Page 8: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

Universitas Indonesia vii

A B S T R A K

Nama : Metty Lindrijani Program Studi : Magister Kenotariatan Judul : Perbandingan Penyelesaian Sengketa Tanah PT Kereta Api

(Persero) Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara Dengan Penyelesaian Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Negeri (Studi pada putusan Mahkamah Agung Nomor 292.K/TUN/2008 dan putusan PK Nomor 607PK/Pdt/2010)

Sengketa pertanahan merupakan perselisihan yang terjadi antara dua pihak atau lebih dimana salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lainnya dan masing-masing memperjuangkan kepentingannya dengan objek yang sama, yakni tanah beserta benda-benda lain yang berada diatas tanah tersebut. yang penyelesaiannya dilakukan melalui musyawarah atau melalui pengadilan. Konflik pertanahan terjadi hampir diseluruh Indonesia karena tuntutan hak atas status tanah maupun kepemilikan ganda, dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Sengketa pertanahan satu sisi sebagai Keputusan Tata Usaha Negara dan sisi lainnya sebagai tanda bukti hak keperdataan (kepemilikan) seseorang atas tanah, sehingga apabila terjadi sengketa penyelesaiannya dapat ditempuh melalui dua jalur peradilan, yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Negeri. Akan tetapi tujuan akhir dari tuntutan itu adalah siapa yang lebih berhak dari yang lain (prioritas) atas tanah sengketa tersebut. Pada Putusan Kasasi dan Putusan peninjauan Kembali Pertimbangan hukum hakim dalam putusan tersebut sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan memberikan Hak Pengelolan kepada PT Kereta Api (Persero) atas tanah yang menjadi sengketa.

Kata Kunci : Sengketa, Pertanahan, Pengadilan

Page 9: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

Universitas Indonesia viii

A B S T R A C T

Name : Metty Lindrijani Study Program : Master Degree of Notary Title : Comparison study of PT Kereta Api (Persero) land dispute

settlement through State Administrative Court and through State Court (A study on Supreme Court Decision number 292.K/TUN/2008 and Judicial Review number 607PK/Pdt/2010)

Land dispute is a conflict between two parties or more where one party feels aggrieved by the other party and each party fight for their interests in the same object such as a piece of land and other objects on the land and the settlement is done through consultation or through court. Land disputes occur in most part of Indonesia in the form of land ownership status as well as dual ownership, with expectation of getting settlement according to existing law. Land dispute in one side is State Administrative Court decision and on the other side as individual ownership right of a land, so when conflict occur, claim could be settled either through State Administrative Court or State Court. But the end result of the claim is who has more ownership right (priority) of the land. On the Supreme Court decision and Judicial Review (PK), the decision has already been inconformity with current regulations by giving the ownership right of land being dispute to PT Kereta Api (Persero). Keywords: Dispute, Land, Court

Page 10: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

Universitas Indonesia ix

DAFTAR ISI

Halaman Judul …. ........................................................................................... i

Halaman Pernyataan Orisinalitas ................................................................. ii

Halaman Pengesahan ....................................................................................... iii

Kata Pengantar ............................................................................................... iv

Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi ................................................ vi

Abstrak ............................................................................................................. vii

Abstract ............................................................................................................. viii

Daftar Isi ........................................................................................................... ix

Daftar Lampiran ............................................................................................. xii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

1.2. Perumusan Permasalahan ............................................................. 8

1.3. Tujuan Penelitian. .......................................................................... 8

1.4. Metode Penelitian ......................................................................... 8

1.4.1. Jenis Dan Tipe Penelitian ................................................. 8

1.4.2. Tipologi Penelitian ........................................................... 9

1.4.3. Sumber Dan Jenis Data ................................................... 9

1.4.4. Alat Pengumpulan Data .................................................. 10

1.4.5. Analisis Data ................................................................... 10

1.5. Sistematika Penulisan ................................................................... 10

BAB 2 PERBANDINGAN PENYELESAIAN SENGKETA TANAH PT KERETA API (PERSERO) MELALUI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN PENYELESAIAN SENGKETA

TANAH MELALUI PENGADILAN NEGERI .............................. 12

2.1 Tinjauan Umum Hak Atas Tanah ................................................ 12

2.1.1 Macam-Macam Hak Atas Tanah ..................................... 12

2.1.2 Hapusnya Hak Atas Tanah ............................................... 17

2.1.3 Pendaftaran dan Pembatalan Hak Tanah .......................... 20

2.1.4. Kompetensi Sengketa Perdata ......................................... 24

Page 11: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

Universitas Indonesia x

2.1.5 Peran dan Kewenangan Badan Pertanahan Nasional

Dalam Sengketa Hak Atas Tanah ..................................... 27

2.1.5.1. Peran Badan Pertanahan Nasional .................... 27

2.1.5.2. Kewenangan BPN Dalam Hal Terjadi

Sengketa Hak Atas Tanah ................................. 32

2.2 Penyelesaian Sengketa Hukum Hak Atas Tanah .......................... 43

2.2.1 Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah Melalui

Pengadilan Negeri ............................................................ 46

2.2.2 Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah Melalui

Pengadilan Tata Usaha Negara ....................................... 52

2.3 Posisi Kasus dan Pembahasan ...................................................... 63

2.3.1 Posisi Kasus Pada Pegadilan Tata Usaha Negara ............ 63

2.3.1.1 Sebab-sebab terjadinya sengketa .......................... 64

2.3.1.2 Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara ............... 67

2.3.1.3 Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara .... 68

2.3.1.4 Putusan Mahkamah Agung .................................. 69

2.3.2 Posisi Kasus Pada Pengadilan Negeri Jakarta .................. 70

2.3.2.1 Sebab-sebab terjadinya sengketa .......................... 72

2.3.2.2 Putusan Pengadilan Negeri .................................. 74

2.3.2.3 Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta ...................... 75

2.3.2.4 Putusan Mahkamah Agung .................................. 75

2.3.2.4.1 Tingkat Kasasi ...................................... 77

2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ................ 78

2.4. Pembahasan .................................................................................. 78

2.4.1. Status Penguasaan Tanah PT Kereta Api (Persero)……… 78

2.4.2. Putusan Kasasi Nomor 292 K/TUN/2008 ........................ 80

2.4.3. Putusan Peninjaun Kembali Nomor 607 PK/Pdt/2010 ... 81

BAB 3 PENUTUP ........................................................................................ 85

3.1. Kesimpulan .................................................................................. 85

3.2. Saran ............................................................................................. 86

Page 12: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

Universitas Indonesia xi

DAFTAR REFERENSI ................................................................................ ... 87

LAMPIRAN

Page 13: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

Universitas Indonesia xii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tanggal 10 Desember 2007 Nomor

59/G/2007/PTUN-JKT,

2. Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta tanggal 22 Mei 2008

Nomor 43/B/2008/PT.TUN-JKT,

3. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 10 Desember 2008 Nomor

292.K/TUN/2008,

4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tanggal 2 September 2008 Nomor

09/Pdt.G/2008/PN-Jkt.Ut,

5. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 2 Desember 2009 Nomor

1880.k/PDT/2009

6. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 2 Desember 2009 Nomor

1880.k/PDT/2009

7. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Perkara Kasasi Perdata tanggal 29

April 2011 Nomor 607 PK/Pdt/2010.

Page 14: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

1

Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya,

termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi air dan ruang

angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat

penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang

dicita-citakan.

Untuk mencapai cita-cita Negara tersebut diatas maka dibidang agraria

perlu adanya suatu rencana mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan

bumi, air dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan Negara.

Rencana umum yang meliputi seluruh wilayah Indonesia yang kemudian diperinci

menjadi rencana-rencana khusus dari tiap-tiap daerah. Dengan adanya rencana

tersebut itu maka penggunaan tanah dapat dilakukan secara terpimpin dan teratur

sehingga dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi Negara dan rakyat.

Dengan demikian maka jelaslah bahwa tanah sebagai sumber utama bagi

kehidupan manusia, yang telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai

tumpuan masa depan kesejahteraan bagi manusia itu sendiri dan tanah merupakan

salah satu unsur yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional,

karena setiap kegiatan pembangunan baik yang dilakukan oleh pemerintah,

perusahaan swasta nasional, maupun masyarakat tidak dapat lepas dari kebutuhan

akan tanah sebagai sarana dan prasarana dalam kegiatannya1.

1 Sri Sayekti, Hukum Agraria Nasional, (Bandar Lampung : Universitas Lampung, 2000),

hlm.1.

Page 15: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

2

Universitas Indonesia

Tanah sebagai salah satu bagian dari unsur negara menjadi bagian yang

sangat penting bagi kesejahteraan bangsa. Dalam kaitan itu, Negara mempunyai

tugas dan wewenang untuk menggariskan nilai-nilai dalam upaya menata struktur

pertanahan yang berkeadilan dan berwawasan kesejahteraan, sebagai berikut2 :

semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial;

a. Pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan;

b. Tanah harus dikerjakan sendiri secara aktif oleh pemiliknya dan mencegah

cara-cara pemerasan;

c. Usaha dalam bidang agraria tidak boleh bersifat monopoli;

d. Menjamin kepentingan golongan ekonomi lemah, dan

e. Untuk kepentingan bersama.

Pertambahan jumlah penduduk dari tahun ke tahun semakin meningkat,

namun peningkatan jumlah penduduk ini bertolak belakang dengan kondisi

tanahnya itu sendiri, karena luas tanah tersebut mustahil akan mengalami

peningkatan atau perluasan, sehingga dengan adanya kontradiksi yang demikian

ini sering memicu timbulnya benturan dan gesekan kepentingan yang berkaitan

dengan penggunaan dan pemanfaatan tanah. Hal tersebut akan mengakibatkan

timbulnya suatu sengketa di bidang pertanahan.

Sebagai bukti yaitu terjadinya kasus sengketa pertanahan di Indonesia

relatif cukup tinggi jika dibandingkan dengan kasus-kasus lainnya, baik di tingkat

pertama Pengadilan Negeri (PN) maupun di tingkat kasasi Mahkamah Agung

(MA). Salah satu ciri khas negara hukum adalah adanya kekuasaan kehakiman

(judicial power) yang merdeka. Konstitusi Indonesia menegaskan bahwa

Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat). Karena itu,

mengkaji kekuasaan kehakiman di Indonesia, pertama-tama harus didekati dari

landasan kostitusional. Pendekatan konstitusional tersebut bertumpu pada

ketentuan Pasal 24 dan 25 Undang-undang Dasar 1945.

Pasal 24 ayat (1) : Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah

Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut Undang-

undang.

2 W. Muliawan, Pemberian Hak Milik untuk Rumah Tinggal, (Jakarta : Cerdas Pustaka Publisher, 2009), hlm. 84.

Page 16: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

3

Universitas Indonesia

Pasal 24 ayat (2) : Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur

dengan Undang-undang.

Pasal 25 : Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan

sebagai hakim ditetapkan dengan Undang-undang.

Dari muatan kedua pasal Undang-undang Dasar 1945 tersebut dapat

disimak 2 (dua) hal penting. Pertama, mengenai pelaksanaan kekuasaan

kehakiman. Undang-undang Dasar 1945 tidak menentukan berapa jumlah badan

kehakiman (peradilan) di Indonesia, kecuali mengenai Mahkamah Agung. Kedua,

mengenai susunan dan kekuasaan badan-badan peradilan, syarat menjadi dan

diberhentikan sebagai hakim semuanya diatur dan ditetapkan dengan Undang-

undang. Pengaturan melalui perangkat hukum demikian menunjukkan peranan

Undang-undang sebagai instrumen negara hukum3. Seringnya timbul kasus

persengketaan tanah ini, berkaitan dengan benturan dan gesekan berbagai pihak

yang berkepentingan dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah, karena

kebutuhan terhadap tanah sebagai bagian dari sumber daya pertanahan ini

semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan yang

objeknya justru memanfaatkan lahan tanah. Namun demikian, ada

ketidakseimbangan antara persediaan tanah yang terbatas dengan kebutuhan akan

tanah yang sangat besar sebagai akibat dari semakin bertambahnya jumlah

penduduk dari tahun ke tahun.

Oleh karena itu, perlu adanya suatu pengaturan yang jelas, tegas, dan

mempunyai kepastian hukum mengenai pemenuhan kebutuhan akan tanah untuk

kepentingan pembangunan ini. Karena dalam UUD 1945 telah secara tegas

menyatakan, bahwa keberadaan tanah ini dipergunakan untuk kemakmuran

rakyat. Sebagai inplementasi dari UUD 1945 tersebut, pada tanggal 24 September

1960 telah dibentuk UU No. 5 Tahun 1969 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria. Saat ini Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) sudah berusia 52 tahun

dan telah banyak peraturan perundangan yang dibuat sebagai peraturan

pelaksanaannya.

3 Philipus M. Hadjon, Ide Negara Hukum dalam Sistem Ketatanegaraan Republik

Indonesia, Makalah diolah kembali dari makalah: “Perlindungan Hukum dalam Negara Hukum Pancasila” disampaikan pada Simposium tentang Politik Hak Asasi dan Pembangunan dalam rangka Dies Natalis XL/Lustrum VIII Universitas Airlangga, Surabaya 3 November 1994, hlm. 5.

Page 17: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

4

Universitas Indonesia

Namun sampai saat ini pula, bahwa UUPA masih dirasakan belum dapat

memenuhi rasa keadilan masyarakat para pencari keadilan di bidang pertanahan,

bahkan UUPA yang baru sebagai peraturan yang dicita-citakan oleh banyak pihak

untuk memperbaharui dalam pengelolaan sumber daya pertanahan ini, belum juga

nampak tanda-tandanya untuk segera diselesaikan oleh para pembuat undang-

undang. Maka dengan demikian, tidaklah heran apabila kita secara terus menerus

disuguhi berbagai permasalahan dan persengketaan di bidang pertanahan ini.

Dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 itu bersifat Imperatif ,

karena mengandung perintah kepada Negara agar bumi (tanah), air, dan kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya, yang berada di bawah penguasaan negara

dipergunakan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh

rakyat Indonesia. Namun dalam hal ini jangan disalah artikan, bahwa perkataan

“Dikuasai Negara atau Berada Di Bawah Penguasaan Negara“ ini bukan berati

“Dimiliki oleh Negara“, akan tetapi merupakan pengertian yang memberikan

kewenangan kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia,

yaitu4 :

1. Untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, penyediaan,

dan pemeliharaan bumi (tanah), air, dan ruang angkasa;

2. Untuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara rakyat /

masyarakat dengan bumi (tanah), air, dan ruang angkasa;

3. Untuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

rakyat/masyarakat dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi (tanah),

air, dan ruang angkasa.

Dan hal ini diwujudkan dalam ketentuan UUPA, bahwa hak atas tanah itu

terdiri dari Hak Publik, yaitu yang merupakan kewenangan Negara berupa hak

untuk “Menguasai“ dari Negara, dan Hak Perorangan, yaitu berupa hak-hak yang

dapat dimiliki oleh setiap orang, seperti Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak

Guna Usaha, dan hak-hak lainnya, serta dapat pula untuk melakukan hubungan

hukum dan perbuatan hukum, seperti melakukan jual-beli, melakukan sewa-

menyewa, melakukan penghibahan.

4 Goenawan Wanaradja, “Sorot” Pikiran Merdeka, (12 Mei 2012):6.

Page 18: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

5

Universitas Indonesia

Pada umumnya sengketa tanah terjadi sebagai akibat tumpang tindihnya

penggunaan tanah yang terkait dengan kebijakan pemerintah dalam pemanfaatan

tanah, yaitu pemanfaatan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruangnya. Seperti

pemberian izin oleh Pemerintah Daerah setempat untuk berdirinya sebuah pabrik,

mall, atau perumahan di atas kebun atau sawah yang produktif, berdirinya pabrik

di komplek perumahan, berdirinya mall di areal tempat peribadatan, berdirinya

perumahan di tengah-tengah kawasan industri.

Masalah kualitas sumber daya manusia dari aparat pelaksana peraturan

pertanahan, yaitu BPN dalam melaksanakan tugasnya melakukan penyimpangan

terhadap peraturan perundangan yang berlaku dalam hal proses penerbitan

sertipikat tanah, dan tercium berbau KKN sehingga tidak heran apabila kita

menemukan ada sertipikat tanah yang ganda atau sertipikat yang bukan atas nama

pemiliknya yang sah menurut hukum, karena aparat pelaksana ini lebih

memperhatikan kepentingan para pemilik modal daripada kepentingan pemilik

tanah yang sah.

Seiring dengan perjalanan waktu, kasus sengketa tanah ini pun terkadang

timbul sebagai akibat dari perubahan pola pikir masyarakat itu sendiri, karena

masyarakat telah beranggapan bahwa tanah tersebut adalah sebagai asset

pembangunan, maka pola pikir masyarakat kita telah berubah dalam hal

penguasaan tanah ini, yaitu masyarakat tidak lagi menempatkan tanah sebagai

sumber produksi, seperti dijadikan ladang atau sawah, akan tetapi menjadikan

tanah sebagai sarana untuk investasi atau komoditas ekonomi sehingga dengan

adanya fenomena yang demikian, saat ini banyak masyarakat kita cenderung

untuk berbondong-bondong menginvestasikan dananya di bidang pertanahan.

Dalam hal kasus sengketa tanah ini, objek-objek sengketa bidang

pertanahan ini dapat diidentifikasikan berkaitan dengan5:

1. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah;

2. Pengadaan tanah, baik untuk kepentingan umum atau kepentingan perusahaan

swasta;

3. Penguasaan atau pemilikan tanah yang melampaui batas maksimal, baik untuk

kepentingan pertanian atau non-pertanian;

5 Muchsin, “Pembaruan Agraria”, (makalah disampaikan pada Seminar Nasional

Pertanahan 2002, Jogjakarta, 16 Juli 2002), hlm. 5.

Page 19: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

6

Universitas Indonesia

4. Tumpang tindih penggunaan tanah untuk kepentingan pertanian, industri,

perumahan, dan sebagainya;

5. Tidak adanya jaminan kepeastian hukum dan perlindungan hukum terhadap

hak-hak rakyat atas tanah;

6. Pengusahaan hutan dan pertambangan yang melanggar hak-hak rakyat

terhadap tanah.

Dalam menyelesaikan sengketa di bidang pertanahan, ada dua macam cara

yang dapat ditempuh oleh para pihak yang bersengketa, yaitu pertama, melalui

jalur “Litigasi“ atau peradilan dan kedua, melalui jalur “Non-Litigasi“ atau

musyawarah. Menurut hemat penulis, jalur Non Litigasi ini adalah merupakan

cara penyelesaian perkara di luar pengadilan yang tidak memerlukan waktu yang

lama sehingga dapat menghemat tenaga, pikiran, dan biaya.

Sedangkan jika melalui jalur Litigasi adalah jalur peradilan yang harus

ditempuh berdasarkan prosedur beracara di pengadilan sehingga memerlukan

proses yang sangat panjang, disamping itu banyak mengeluarkan biaya, tenaga,

dan pikiran, serta penyelesaiannya pun berlangsung dalam waktu yang relatif

lama. Oleh karena itu jika terjadi sengketa pertanahan, sebaiknya diselesaikan

secara komprehensif dengan lebih mengedepankan prinsip “ Win Win Solution “

melalui jalur Non-Litigasi. Sedangkan jalur Litigasi adalah merupakan upaya

terakhir apabila sengketa tanah itu tidak dapat diselesaikan dengan cara jalur Non-

Litigasi. Dalam penyelesaian kasus sengketa tanah ini harus dilihat kasus per

kasus, baik mengenai alas hak dari cara perolehannya tanah tersebut maupun

aturan-aturan hukum yang terkait dengan prosedurnya

Apabila sengketa tanah diselesaikan melalui jalur Litigasi, maka lembaga

peradilan yang berwenang menyelesaikan sengketa tanah sesuai dengan

kompetensinya, yaitu melalui Peradilan Umum (Pengadilan Negeri) apabila

sengketa tanah tersebut menyangkut hak kepemilikan atas tanah, melalui

Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), apabila menyangkut sengketa terhadap

putusan TUN Pejabat BPN, misalnya prosedur penerbitan sertipikat tanah, dan

melalui Peradilan Agama (Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah ), apabila

sengketa tanah itu menyangkut tanah Wakaf.

Page 20: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

7

Universitas Indonesia

Sebagai contoh kasus yang dijadikan objek penelitian ini adalah sengketa

tanah yang telah diselesaikan dan diputus di Pengadilan Tata Usaha Negara

Jakarta dengan nomor register perkara Nomor 292.K/TUN/2008 dan Pengadilan

Negeri Jakarta Utara dengan nomor register perkara Nomor 607PK/Pdt/2010

adalah sengketa antara PT. Kereta Api (Persero) dengan PT. Lingga Karisma.

Permasalahannya bermula dari PT. Kereta Api adalah pemilik bidang tanah yang

terpeta dalam grondkaart No. 1B yang kemudian diperbaharui dengan Peta Bumi

A Nomor 33 yang letaknya dikelilingi HP Nomor 295/Pademangan Barat, luas

58.375 Ha, Gambar Situasi (GS) Nomor 2376/1988 terdaftar atas nama

Departemen Perhubungan Republik Indonesia Cq. PT. Kereta Api (Persero) Daop

I Jakarta; terletak di Jl. R.E. Martadinata, kel. Pademangan Barat, Kec.

Pademangan, Kodya Jakarta Utara yang sampai sekarang masih terdaftar dalam

aktiva Asset PT. Kereta Api (Persero) serta belum ada pelepasan oleh Menteri

Keuangan Negara. PT. Kereta Api (Persero) pernah mengajukan surat pada

PT. Lingga Karisma dengan Nomor D.I/JAB/6355/1993 tanggal 25 Mei 1993

memohon agar berkas sertipikat HP Nomor 436, 437 dan 438/Pademangan Barat

a.n PT. Lingga Karisma di blokir karena lokasinya berada dalam sertipikat HP

Nomor 295/Pademangan Barat A.n PT. Kereta Api (Persero) dan merupakan

tanah PT. Kereta Api (Persero) yang terpeta dalam Grondkaart Peta Bumi Nomor

33. Namun kemudian PT. Lingga Karisma mengajukan gugatan cabut blokir

kepada Kepala BPN atas surat keputusan kepala BPN Nomor 500-1946 DIII

tanggal 24 Juni 1994 sebagaimana terdaftar dalam register perkara Nomor

35/G.TUN/2004/PTUN DKI JKT jo. Nomor 342 K/TUN/2005 dimana PT. Kereta

Api (Persero) merasa berkepentingan terhadap tanah yang dimaksud.

Berdasarkan uraian diatas, terungkap bahwa kasus yang dijadikan objek

penelitian telah diputus sampai pada upaya hukum terakhir atau luar biasa yaitu

Peninjauan Kembali. Penulis memberi judul tesis ini PERBANDINGAN

PENYELESAIAN SENGKETA TANAH PT. KERETA API (PERSERO)

MELALUI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN

PENYELESAIAN SENGKETA TANAH MELALUI PENGADILAN NEGERI

(Studi pada putusan Mahkamah Agung Nomor 292.K/TUN/2008 dan putusan PK

Nomor 607PK/Pdt/2010).

Page 21: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

8

Universitas Indonesia

1.2 Perumusan Permasalahan

Adapun yang menjadi pokok–pokok permasalahan dalam penelitian ini

adalah :

a. Bagaimanakah status penguasaan tanah oleh PT Kereta Api (Persero)?

b. Bagaimanakah perbandingan penyelesaian sengketa tanah PT. Kereta Api

(Persero) melalui Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai oleh penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui, meneliti dan mengkaji bagaimana status penguasaan tanah

milik PT Kereta Api (Persero);

b. Untuk mengetahui, meneliti dan mengkaji masalah sengketa yang menyangkut

kepemilikan tanah Instansi Pemerintah apakah masuk dalam kompetensi

Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tata Usaha Negara.

1.4 Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,

sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mengungkapkan

kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Sistematis artinya

menggunakan sistem tertentu, metodologis artinya menggunakan metode atau cara

tertentu dan konsistensi berarti tidak ada hal yang bertentangan dalam kerangka

tertentu6. Penelitian sangat diperlukan untuk memperoleh data yang akurat

sehingga dapat menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada

dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

1.4.1 Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari

berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan

komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi

6 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 2.

Page 22: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

9

Universitas Indonesia

pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu Undang-undang serta bahasa

hukum yang digunakan tetapi tidak mengkaji aspek terapan ataupun

implementasinya7.

Tipe penelitian adalah tipe penelitian deskriptif, yaitu dengan memaparkan

secara jelas dan sistematis isi putusan Mahkamah Agung Nomor

292.K/TUN/2008 dan putusan PK Nomor 607PK/Pdt/2010 dalam bentuk laporan

penelitian berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

1.4.2 Tipologi Penelitian

Tipologi penelitian yang digunakan adalah eksplanatoris8, yaitu penelitian

yang bertujuan untuk menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam suatu gejala,

dengan kata lain mempertegas hipotesa yang ada9.

1.4.3 Sumber dan Jenis Data

Data yang diperlukan dalam penelitian hukum ini adalah data sekunder,

yaitu data yang secara tidak langsung memberi kajian terhadap permasalahan

penelitian dari bahan bahan hukum berupa dokumen, arsip, peraturan

perundangan dan berbagai literatur lainnya.

Data sekunder ini diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tersier yang meliputi:10

a. Bahan hukum primer, yang dalam hal ini adalah Peraturan Perundang-

Undangan, konvensi-konvensi internasional, putusan pengadilan dan

peraturan-peraturan lainnya yang berlaku mengikat yang terkait dengan

penulisan tesis ini.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-

komentar atas putusan pengadilan11. Bahan hukum sekunder yang akan

digunakan dalam penulisan ini adalah : buku-buku atau literatur-literatur

7 Ibid. Hlm. 101-102. 8 Sri Mamudji, et al., Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakart : Badan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 4. 9 Ibid. Hlm. 4 10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : 1986, hlm 51-52. 11 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2008), hlm. 141.

Page 23: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

10

Universitas Indonesia

mengenai pertanahan, majalah-majalah hukum dan bahan-bahan dari internet

yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier, yang meliputi media massa, seperti majalah, surat kabar

dan lain-lain yang memuat penulisan yang dapat dipergunakan sebagai

informasi bagi penelitian ini.

1.4.4 Alat Pengumpulan Data

Untuk melakukan pengumpulan data yang diperlukan dalam menyusun

penelitian ini maka pengumpulan data yang dipergunakan, yaitu Penelitian

Kepustakaan (Library Research)12, yaitu suatu cara memperoleh data melalui

penelitian kepustakaan yang dalam penulisan laporan penelitian ini penulis

mencari data dan keterangan-keterangan dengan membaca putusan pengadilan,

buku-buku, bahan kuliah, karya ilmiah dan berbagai peraturan Perundang-

Undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

1.4.5 Analisis Data

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia

yang didapat dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Semua data

yang diperoleh akan dianalisa sedemikian rupa sehingga data tersebut mempunyai

makna dan bermanfaat untuk menjawab permasalahan dan pertanyaan penelitian.

Berikutnya setelah data selesai dianalisis, akan ditarik kesimpulan menggunakan

metode berfikir induktif, yaitu pola fikir yang mendasarkan pada hal-hal yang

bersifat khusus, kemudian dari hal-hal yang bersifat khusus tersebut ditarik suatu

kesimpulan yang bersifat umum13.

1.5 Sistematika Penulisan

Dalam menyusun penelitian ini, maka sistematika penulisan untuk

membahas materi dalam penelitian ini terbagi dalam 3 (tiga) bab, yaitu sebagai

berikut:

12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986, hlm. 66-67. 13 Paulus Hadisuprapto, Kuliah Metode Penelitian Hukum, UNDIP, 2008.

Page 24: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

11

Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisikan antara lain latar

belakang masalah, pokok permasalahan, metode penelitian dan sistematika

penulisan tesis ini.

BAB II Perbandingan Penyelesaian Sengketa Tanah PT Kereta Api (Persero) Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara Dengan Penyelesaian Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Negeri.

Membahas mengenai hasil penelitian data primer dan sekunder tentang

prosedur penyelesaian sengketa tanah oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan

Pengadilan Negeri serta kekuatan hukum dari kedua putusan tersebut dan

perbandingan penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Tata Usaha Negara dan

Pengadilan Negeri.

BAB III PENUTUP

Dalam bab penutup ini merupakan bagian terakhir dari seluruh

pembahasan penelitian dan akan disajikan kesimpulan dan saran-saran yang

diperoleh dari hasil penelitian yang dituangkan dalam penulisan ini.

Page 25: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

12

BAB II

PERBANDINGAN PENYELESAIAN SENGKETA TANAH PT

KERETA API (PERSERO) MELALUI PENGADILAN TATA

USAHA NEGARA DENGAN PENYELESAIAN

SENGKETATANAH MELALUI PENGADILAN NEGERI

2.1. Tinjauan Umum Hak Atas Tanah

Hak atas tanah adalah hak perorangan atas suatu bidang tanah yang

memberi wewenang untuk menggunakan tanah, baik untuk ditanami maupun

untuk dibangun.1 Aspek publik dalam penguasaan Hak Atas Tanah menurut

Hukum Tanah Nasional adalah ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar

1945 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa hubungan hukum

antara negara dengan bumi, air dan kekayaan alam yang terdapat di wilayah

Indonesia diberi pranata Hak Menguasai Negara. Isi kewenangan Hak Menguasai

Negara tersebut secara resmi dijabarkan oleh pasal 2 ayat (2) Undang-Undang

Pokok Agraria, yang menyatakan Hak Menguasai Negara memberi wewenang

kepada negara untuk:

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan persediaan dan

pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; dan

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan

perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.2

2.1.1. Macam-Macam Hak Atas Tanah

Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Undang-Undang Pokok

Agraria membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk :

1. Hak-hak atas tanah yang bersifat primer

1Irene eka Sihombing, Segi-Segi Hukum Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk

Pembangunan, (Jakarta : Trisakti, 2005), hal. 19 2Oloan Sitorus, Kapita Selekta Perbandingan Hukum Tanah, Mitra Kebijakan Tanah

Indonesia, (Yogyakarta, 2004), Hal. 14.

Page 26: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

13

Universitas Indonesia

2. Hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder

Pengertian hak-hak atas tanah yang bersifat primer adalah hak-hak atas

tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan

hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindah tangankan kepada orang

lain atau ahli warisnya.3 Hal ini senada dengan Ali Ahmad Chomzah yang

berpendapat bahwa hak atas tanah dapat dibedakan menjadi 2 kelompok,

diantaranya Hak atas tanah yang bersifat primer dan sekunder. Hak-hak atas tanah

yang bersifat primer (orginair) yaitu hak atas tanah yang langsung diberikan oleh

Negara kepada subyek hak yang terdiri dari Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan, Hak Pakai.4

1. Hak-hak Atas Tanah yang bersifat primer

yaitu hak atas tanah yang langsung bersumber pada Hak Bangsa :

a. Hak Milik

Hak Milik berdasarkan pasal 20 ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria

adalah hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang

atas tanah yang mempunyai fungsi sosial. Hak milik menurut pasal 6 Undang-

Undang Pokok Agraria adalah hak milik yang mempunyai fungsi sosial seperti

juga semua hak atas tanah lainnya, sehingga hal ini mengandung arti bahwa hak

milik atas tanah tersebut disamping hanya memberikan manfaat bagi pemiliknya,

harus diusahakan pula agar sedapat mungkin dapat bermanfaat bagi orang lain

atau kepentingan umum bila keadaan memang memerlukan. Penggunaan hak

milik tersebut tidak boleh menggangu ketertiban dan kepentingan umum.5

Sedangkan menurut Irene Eka Sihombing Hak milik adalah hak untuk memakai

tanah yang sifatnya sangat khusus, yang bukan sekedar berisikan kewenangan

untuk memakai suatu bidang tanah tertentu, yang dihaki, tetapi juga mengandung

hubungan psikologis-emosional antara pemegang hak dengan tanah yang

bersangkutan.6

3 Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hlm. 64. 4 Ali Ahmad Chomzah, Hukum Pertanahan, Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Seri

Hukum Pertanahan I, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2002), hlm. 2. 5 Purnadi Halim Purbacaraka, Sendi-Sendi Hukum Agraria, (Jakarta : Ghalia Indonesia,

1984), hlm. 28. 6 Irene eka Sihombing, Op.Cit, hal. 23

Page 27: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

14

Universitas Indonesia

Subyek hukum tanah hak milik adalah berdasarkan pasal 21 undang-

undang pokok agraria yakni Warga Negara Indonesia tunggal dan Badan Hukum

yang ditunjuk oleh pemerintah melalui peraturan pemerintah.7 Pemegang hak

milik yang bersumber dari hak milik adat pada dasarnya berkewajiban untuk:

1. Menggunakan tanahnya secara semestinya menurut tujuannya.

2. Menjaga agar penggunaan tanah tersebut tidak mengganggu atau merugikan

kepentingan orang lain atau kepentingan umum, dan

3. Memelihara tanah tersebut dengan baik sehingga tanahnya dapat berfungsi

sosial, sebagaimana hal ini sudah menjadi jiwa asli yang melandasi Hukum

Adat Indonesia.8

b. Hak Guna Usaha

Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai

langsung oleh negara selama jangka waktu tertentu, guna perusahaan pertanian,

perikanan dan peternakan.9 Sedangkan menurut Prof. Subekti, SH dan R.

Tjitrosudibio, SH hak guna usaha adalah suatu hak kebendaan untuk menarik

penghasilan seluas-luasnya untuk waktu yang lama dari sebidang tanah milik

orang lain dengan kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap

tahun.10 Sedangkan yang menjadi Subyek hukum dari Hak Guna Bangunan adalah

Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum ndonesia.

c. Hak Guna Bangunan

Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai

bangunan diatas tanah yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu tertentu

yaitu 20 tahun atau 30 tahun.11 Menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Pokok

Agraria Subyek Hukum dari Hak Guna Bangunan ini adalah Warga Negara

Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia

d. Hak Pakai

7Indonesia, Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang undang No 5 Tahun 1960, LN No. 104 Tahun 1960, TLN No. 2043 Tahun 1960 Pasal 21.

8Purnadi Purbacaraka dan Ridwan Halim, Sendi-sendi Hukum Agraria (Jakarta : Ghalia Indonesia,1984), Cet.1, hal.32

9 Indonesia, Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Ibid, Pasal 28 10 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta :

Pradnya Paramita, 1985), hal. 189 11 Indonesia, Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Ibid., Pasal

28

Page 28: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

15

Universitas Indonesia

Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari

tanah yang langsung dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain yang

memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam Surat Keputusan

Pemberian Hak atau perjanjian dengan pemiliknya yang bukan sewa menyewa

atau perjanjian pengolahan.12 Subyek Hukum dari Hak Pakai adalah Warga

Negara Indonesia, Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia, Badan

Hukum Indonesia, dan Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di

Indonesia.

e. Hak Pengelolaan

Hak Pengelolaan dapat dirumuskan sebagai suatu hak atas permukaan

bumi yang disebut dengan tanah yang merupakan pelimpahan wewenang dari

pemerintah pusat kepada suatu lembaga pemerintah, atau pemerintah daerah,

badan hukum pemerintah, atau pemerintah daerah untuk:

1. merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;

2. menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya

3. menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga menurut

persyaratan yang ditentukan oleh pemegang hak pengelolaan tersebut, yang

meliputi segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya,

dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang

bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang menurut

Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 6 Tahun 1972 Tentang Pelimpahan

Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah, sesuai dengan peraturan yang

berlaku.13

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang

Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian

Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya menyebutkan subjek hak

pengelolaan itu pada Pasal 2, 5 dan Pasal 7 yaitu pemerintah daerah, lembaga,

instansi dan atau badan, badan hukum (milik) pemerintah atau pemerintah daerah

untuk pembangunan, dan pengembangan wilayah pemukiman, wilayah industri

12 Indonesia, Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Ibid., Pasal

41 13 Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem Undang-Undang Pokok Agraria, (Jakarta :

Rineka Cipta , 1995), hal. 57

Page 29: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

16

Universitas Indonesia

dan pariwisata. Dalam pada itu oleh Pasal 11 Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 1 Tahun 1977 disebutkan pula subjek hak pengelolaan itu adalah lembaga,

instansi pemerintah atau badan/badan hukum Indonesia yang seluruh modalnya

dimiliki oleh pemerintah atau pemerintah daerah yang bergerak dalam kegiatan-

kegiatan usaha sejenis dengan perusahaan industri dan pelabuhan.14

1. Hak-hak Atas Tanah yang bersifat Sekunder

Hak atas tanah yang bersifat sekunder adalah hak atas tanah yang

bersumber pada hak atas tanah primer dan diberikan oleh subyek hak atas tanah

primer tersebut atau hak untuk menggunakan tanah milik pihak lain, atau dengan

kata lain penggunaan suatu jenis hak-hak atas tanah yang bersumber dari Hak

Milik, yang terdiri dari: Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Gadai,

Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang.15 Hak Atas Tanah sekunder terdiri dari:

a. Hak Gadai

Hak Gadai adalah hubungan hukum antara seseorang (pemegang gadai)

dengan tanah milik orang lain (pemberi gadai) yang telah menerima uang gadai

daripadanya, yang memberi wewenang untuk menggunakan tanah tersebut selama

belum dilakukan penebusan. Hak Gadai diatur dalam Undang-Undang Pokok

Agraria Pasal 53, namun terhadap pasal tersebut dibatasi dengan Undang-Undang

Nomor 56/Prp/1960 sepanjang mengenai hak gadai tanah pertanian, yang

diperjelas dengan PMPA Nomor 20/1963, dan pengaturan lebih lanjut Hak Gadai

diatur dalam hukum adat (Pasal 58 jo Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria).

b. Hak Sewa

Hak Sewa adalah hak untuk mempergunakan tanah milik orang lain untuk

keperluan bangunan atau usaha pertanian dengan membayar sejumlah uang

sebagai sewa. Menurut Pasal 44 ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria,

pembayaran uang sewa dapat dilakukan satu kali atau pada tiap-tiap waktu

tertentu, sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan. Jadi hak sewa itu adalah

hak pakai, tapi ada kekhususannya, yaitu ada uang sewa dan tidak bisa diberikan

oleh Negara. Dan pengaturan hak sewa diatur dalam Pasal 44-45 (tanah

bangunan) dan Pasal 53 (tanah pertanian). Selebihnya masih berlaku hukum adat

berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria.

14 Ibid., hal 66. 15 Ali Ahmad Chomzah, Ibid. hal. 2

Page 30: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

17

Universitas Indonesia

c. Hak Usaha Bagi Hasil

Hak Usaha Bagi Hasil adalah hak seseorang/badan hukum (penggarap)

untuk menyelenggarakan usaha pertanian diatas tanah pihak lain (pemilik),

dengan pembagian hasilnya disepakati antara kedua belah pihak. Tanah pihak lain

tersebut biasanya adalah tanah Hak Milik, Hak Pakai, Hak Sewa, atau pun Hak

Gadai. Sama seperti Hak Sewa, Hak Usaha Bagi Hasil sebenarnya adalah Hak

Pakai. Bedanya adalah pada Hak Sewa imbalan yang diterima pemilik tanah

sudah pasti nilainya, sedang pada hak usaha bagi hasil masih tergantung pada

hasil tanah yang akan diperoleh. Pengaturan hak usaha bagi hasil diatur dalam

Pasal 53 Undang-Undang Pokok Agraria.

d. Hak Menumpang

Hak Menumpang adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang

untuk mendirikan dan menempati rumah di atas tanah pekarangan orang lain. Hak

menumpang ini diatur dalam Pasal 53 Undang-Undang Pokok Agraria dan

selebihnya diatur dalam Hukum Adat berdasarkan Pasal 58 jo pasal 5 Undang-

Undang Pokok Agraria. Dari keempat hak tersebut menurut Pasal 53 Undang-

Undang Pokok Agraria bersifat sementara dan akan dihapuskan, karena dianggap

tidak sesuai dengan azas-azas hukum Agraria yang baru, yaitu bertentangan

dengan Pasal 10 dan mengandung unsur pemerasan (bagi Hak Gadai, Hak Sewa,

dan Hak Usaha Bagi Hasil). Sedangkan Hak Menumpang mengandung unsur

feodal, dimana rakyat hanya mengggarap tanah yang semuanya dimiliki raja.

Untuk membatasi sifat-sifat tersebut antara lain diadakan Undang-Undang Nomor

2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil dan Undang-Undang Nomor 56/

Prp/1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

2.1.2. Hapusnya Hak Atas Tanah

Ketentuan tentang hapusnya hak milik ini dapat ditemukan dalam

rumusan Pasal 27 Undang-Undang Pokok Agraria yang berbunyi sebagai berikut

hak milik hapus bila tanahnya jatuh kepada negara atau tanahnya musnah.

Adapun maksud dari perumusan pasal tersebut sebagai berikut :

a. Tanahnya jatuh kepada negara

1) Pencabutan hak berdasarkan Pasal 18;

Page 31: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

18

Universitas Indonesia

Pasal 18 Undang-Undangn Pokok Agraria menjelaskan bahwa untuk

kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan

bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti

kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur undang-undang. Hal ini sebagai

pengakuan hak atas tanah sebagai hak pribadi dari warga Negara, karena

sebelumnya Negara jugalah yang telah menetapkan hak itu kepada warga

pemegang hak atas tanah itu, baik melalui pemberian hak maupun pengakuan

hak.16

Agar pencabutan tersebut mengikat pada pihak ketiga, ketentuan Pasal 7

Undang-Undang Nomor 20/1961 Tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan

Beserta Benda-benda Yang Ada Diatasnya menentukan bahwa :

a). Surat Keputusan tentang pencabutan hak tersebut, diumumkan di dalam

Berita Negara Republik Indonesia dan turununannya disampaikan kepada

yang berhak atas tanah dan/atau benda-benda yang haknya dicabut itu. Isinya

diumumkan melalui surat-surat kabar.

b). Biaya pengumuman tersebut ditanggung oleh yang berkepentingan.

Jika terjadi perselisihan mengenai penetapan yang berhubungan

dengan pencabutan hak atas tanah tersebut, ketentuan Pasal 8 hingga Pasal 10

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 menentukan bahwa jika yang berhak atas

tanah dan/atau benda-benda yang haknya dicabut itu tidak bersedia menerima

ganti kerugian sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Surat Keputusan

Presiden tersebut, karena dianggapnya jumlahnya kurang layak, maka ia dapat

minta banding kepada Pengadilan Tinggi, yang daerah kekuasaannya meliputi

tempat letak tanah dan/atau menetapkan jumlah ganti kerugiannya.

Setelah ditetapkannya Surat Keputusan pencabutan hak tersebut dan

setelah dilakukannya pembayaran ganti kerugian kepada yang berhak, maka

tanah yang haknya dicabut itu menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh

Negara, untuk segera diberikan kepada yang berkepentingan dengan suatu

hak yang sesuai.

2) Penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya

16 Muhammad Yamin Lubis dan Rahim Lubis, Pencabutan Hak, Pembebasan, dan

Pengadaan Tanah (Bandung : Mandar Maju, 2011), hal. 21.

Page 32: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

19

Universitas Indonesia

Hapusnya Hak Milik Karena Penyerahan Sukarela Penyerahan sukarela

ini menurut Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sengaja dibuat

untuk kepentingan negara, yang dalam hal ini dilaksanakan oleh pemerintah.

3) Ditelantarkan;

Hapusnya hak milik karena ditelantarkan berdasarkan ketentuan Pasal 21

(3) dan Pasal 26 (2) Undang-Undang Pokok Agraria. Tanah yang terlantar yang

dimaksud adalah :

a). Tanah yang tidak dimanfaatkan dan atau dipelihara dengan baik;

b). Tanah yang tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan, sifat atau tujuan dari

pemberian haknya tersebut.

b. Tanahnya musnah.

Pada dasarnya pemilik tanah berkewajiban menggunakan atau

mengusahakan tanahnya sendiri secara aktif. Namun demikian Undang-Undang

Pokok Agraria mengatur bahwa Hak Milik atas tanah dapat digunakan atau

diusahakan oleh bukan pemiliknya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 24 Undang-

Undang Pokok Agraria yaitu penggunaan tanah Hak Milik oleh bukan pemiliknya

dibatasi dan diatur dengan peraturan perundangan. Beberapa bentuk penggunaan

atau pengusahaan tanah Hak Milik oleh bukan pemiliknya, yaitu :

1). Milik atas tanah dibebani Hak Guna Bangunan;

2). Hak Milik atas tanah dibebani Hak Pakai;

3). Hak Sewa untuk Bangunan;

4). Hak Gadai (Gadai Tanah);

5). Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil);

6). Hak Menumpang;

7). Hak Sewa Tanah Pertanian.17

c. Pendaftaran Hapusnya Hak Milik :

Hapusnya Hak Milik juga wajib di daftarkan, hal ini dinyatakan dengan

tegas dalam Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah. Hapusnya Hak Milik karena dikuasai atau dialihkan kepada

17 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, (Jakarta : Kencana, 2005), hal. 94.

Page 33: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

20

Universitas Indonesia

subjek hukum yang tidak berhak memangku kedudukan hak milik atas tanah yang

dilakukan melalui setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan

wasiat dan perbuatan - perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau

tidak langsung memindahkan Hak Milik kepada orang asing, kepada seorang

warga negara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai

kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum kecuali yang ditetapkan

oleh pemerintah termaksud dalam Pasal 21 (2), adalah batal karena hukum dan

tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang

membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima

oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.

2.1.3 Pendaftaran dan Pembatalan Hak Atas Tanah

Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi

pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data

fisik dan data yuridis, mengenai tanah-tanah tertentu yang ada diwilayah tertentu

dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan

rumah susun, termasuk pemberian sertipikat sebagai surat tanda bukti haknya.18

Untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah, dalam Pasal 19 Undang-

Undang Pokok Agraria telah diatur ketentuan dasar pendaftaran tanah sebagai

berikut :

(1) Untuk menjamin kepastian hukum, oleh Pemerintah diadakan pendaftaran

tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia, menurut ketentuan yang diatur

dengan peraturan pemerintah.

(2) Pendaftaran tanah tersebut pada ayat (1) meliputi :

a. Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah;

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat.19

18 Indonesia, Peraturan PemerintahTentang Pendaftaran Tanah, PP No. 24 Tahun 1997,

LNRI No. 59 Tahun 1997, Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1). 19 Indonesia, Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Ibid., Pasal

19

Page 34: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

21

Universitas Indonesia

Kepastian hukum yang dimaksud dalam ketentuan diatas meliputi

kepastian mengenai subyek hak atas tanah yaitu kepastian mengenai orang atau

badan hukum yang menjadi pemegang hak atas tanah tersebut dan kepastian

mengenai obyek hak atas tanah yaitu kepastian mengenai letak tanah, batas-batas

tanah, panjang dan lebar tanah.20 Berdasarkan hal-hal diatas, maka jelaslah bahwa

maksud dan tujuan pemerintah mendaftarkan tanah atau mendaftarkan hak atas

tanah adalah guna menjamin adanya kepastian hukum berkenaan dengan hal ihwal

sebidang tanah yaitu dalam rangka pembuktian jika ada persengketaan dan atau

dalam rangka membuka hal ihwal tanah tersebut. Berdasarkan asas publisitas dan

asas spesialitas dalam pelaksanaan suatu pendaftaran tanah atau pendaftaran hak

atas tanah di Indonesia. 21

Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman,

terjangkau, mutakhir, dan terbuka. Demikian sebagaimana disebutkan pada Pasal

2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Adapun obyek pendaftaran tanah berdasarkan Pasal 9 PP Nomor 24 Tahun 1997

Tentang Pendaftaran Tanah meliputi 1. bidang-bidang tanah yang dipunyai

dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai, 2. tanah

hak pengelolaan, 3. tanah wakaf, 4. hak milik atas satuan rumah susun, 5. hak

tanggungan dan 6. tanah negara.

Tujuan diadakannya Pendaftaran tanah dinyatakan dalam Pasal 3 PP

Nomor 24 Tahun 1997 bertujuan :

1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain

yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai

pemegang hak yang bersangkutan;

2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan

termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang

diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang

tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar

3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

20 Effendi, Bachtiar, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan Pelaksanaannya.

(Bandung : Alumni, 1993), hal. 20-21 21 Op. Cit. Hal. 42-43

Page 35: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

22

Universitas Indonesia

Adapun fungsi pendaftaran tanah adalah untuk memperoleh alat

pembuktian yang kuat tentang sahnya perbuatan hukum mengenai tanah. Dengan

demikian pendaftaran hak atas tanah akan berakibat diberikannya surat tanda

bukti hak atas tanah yang lazim disebut sertipikat tanah kepada pihak yang

bersangkutan dan berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat terhadap hak atas

tanah yang dipegangnya itu. Disinilah maksud dan tujuan pendaftaran tanah

dengan maksud dan tujuan pembuat Undang-Undang Pokok Agraria yaitu menuju

cita-cita adanya kepastian hukum berkenaan dengan hak-hak atas tanah yang

umumnya dipegang oleh sebagian besar rakyat Indonesia.

Pasal 1 butir 14 Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan tentang Tata Cara Pemberian

dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan menyebutkan

bahwa yang dimaksud dengan pembatalan hak atas tanah adalah pembatalan

keputusan pemberian hak atas tanah atau sertipikat hak atas tanah karena

keputusan tersebut mengandung cacat hukum administrasi dalam penerbitannya

atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh ketetapan

hukum tetap.

Pembatalan hak atas tanah meliputi pembatalan: (a) keputusan pemberian

hak; (b) sertipikat hak atas tanah; dan (c) keputusan pemberian hak dalam rangka

pengaturan penguasaan tanah. Pembatalan hak atas tanah tersebut diterbitkan

karena cacat hukum administratif dalam penerbitan keputusan pemberian dan/atau

sertipikat hak atas tanahnya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap. Pembatalan hak atas tanah dilakukan dengan

keputusan Menteri yang bertanggung jawab di bidang agraria/pertanahan, dimana

Menteri dapat melimpahkan kepada Kepala dari Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional, yakni Kantor Badan Pertanahan Nasional di tingkat Propinsi

atau Pejabat yang ditunjuk.

Ada dua sebab pembatalan hak atas tanah yaitu Pembatalan hak atas tanah

karena cacat hukum administratif dan putusan pengadilan.

1. Pembatalan Hak Atas Tanah Karena Cacat Hukum Administratif

Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif menurut

Pasal 107 Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999 adalah (i)

Page 36: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

23

Universitas Indonesia

kesalahan prosedur, (ii) kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan, (iii)

kesalahan subyek hak, (iv) kesalahan objek hak, (v) kesalahan jenis hak, (vi)

kesalahan perhitungan luas, (vii) terdapat tumpang tindih hak atas tanah, (viii)

data yuridis atau data fisik tidak benar, atau (ix) kesalahan lainnya yang bersifat

hukum administratif.

Keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif

dalam penerbitannya, dapat dilakukan karena (i) permohonan dari yang

berkepentingan atau (ii) Pejabat yang berwenang tanpa permohonan. Pembatalan

hak atas tanah karena cacat hukum administratif melalui permohonan dari yang

berkepentingan diajukan langsung kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk atau

melalui Kepala Kantor Pertanahan, yakni Badan Pertanahan Nasional di tingkat

Kabupaten/Kota. Sedangkan, pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum

administratif tanpa melalui permohonan oleh Pejabat yang berwenang

dilaksanakan apabila diketahui adanya cacat hukum administratif dalam proses

penerbitan keputusan pemberian hak atau sertipikatnya tanpa adanya permohonan.

2. Pembatalan hak atas tanah karena putusan pengadilan

Keputusan pembatalan hak atas tanah karena melaksanakan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterbitkan atas

permohonan yang berkepentingan, dimana permohonan tersebut diajukan

langsung kepada Menteri atau Kepala Kantor Wilayah atau melalui Kantor

Pertanahan. Ada beberapa proses dalam tata cara pembatalan hak atas tanah,

sebagai berikut:22

1. Kantor Pertanahan

Permohonan pembatalan hak atas tanah diajukan secara tertulis kepada

Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak

tanah yang bersangkutan, dengan dilampiri berkas-berkas, berupa: (i) fotocopy

surat bukti identitas dan surat bukti kewarganegaraan (perorangan) atau fotocopy

akta pendirian (badan hukum); (ii) fotocopy surat keputusan dan/atau sertipikat;

(iii) surat-surat lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan.

Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor Pertanahan: (i)

memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik; (ii) mencatat

22 http://www.hukumproperti.com/pembatalan-hak-atas-tanah/ diakses pada tanggal 10 Desember 2012

Page 37: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

24

Universitas Indonesia

dalam formulir isian; (iii) memberikan tanda terima berkas permohonan; (iv)

memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapi data yuridis dan data fisik

apabila masih diperlukan.

2. Kantor Wilayah

Dalam hal permohonan pembatalan hak telah dilimpahkan kepada Kepala

Kantor Wilayah, Kepala Kantor Wilayah akan mencatat dalam formulir tertentu

yang telah ditetapkan dan memeriksa serta meneliti kelengkapan data yuridis dan

data fisik, dan apabila belum lengkap, segera meminta Kepala Kantor Pertanahan

yang bersangkutan untuk melengkapinya. Dalam hal permohonan pembatalan hak

telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Wilayah

menerbitkan keputusan pembatalan hak atas tanah yang dimohon atau keputusan

penolakan disertai dengan alasan penolakannya.

3. Menteri

Setelah menerima berkas permohonan, Menteri memerintahkan pejabat

yang berwenang untuk memeriksa meneliti kelengkapan data yuridis dan data

fisik, dan apabila belum lengkap, segera meminta Kepala Kantor Pertanahan yang

bersangkutan untuk melengkapinya serta mencatat dalam formulir tertentu yang

telah ditetapkan. Menteri memutuskan permohonan tersebut dengan menerbitkan

keputusan pembatalan hak atau penolakan disertai dengan alasan penolakannya.

2.1.4. Kompetensi Sengketa Perdata

Istilah perkara atau sengketa perdata lazim dikenal dan dipergunakan

dalam bahasa sehari-hari. Namun, hingga saat ini belum terdapat definisi yang

jelas dan tepat mengenai perkara perdata yang menurut Pasal 50 Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 1986 masuk dalam lingkup kewenangan Badan Peradilan

Umum. Definisi yang ada sekadar mengidentifikasi hubungan-hubungan hukum

atau objek apa saja yang masuk dalam perkara perdata dan menjadi lingkup

kewenangan hakim atau pengadilan perdata.

Berikut dikemukakan beberapa pendapat mengenai perkara Perdata:

a. Menurut Sudikno Mertokusumo:23

23 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hal. 27 - 28.

Page 38: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

25

Universitas Indonesia

Kekuasaan pengadilan dalam perkara perdata meliputi semua sengketa tentang

hak milik atau hak-hak yang timbul karenanya, hutang-piutang atau hak-hak

keperdataan lainnya.

b. Menurut Resna24

Kekuasaan hukum dari pengadilan sepanjang mengenai pengadilan perdata,

ialah "segala perselisihan tentang hak kepunyaan (eigendom) dan hak-hak

yang ke luar daripadanya, tentang tuntutan hutang-piutang atau hak-hak

berdasarkan hukum perdata.

c. Menurut Subekti25

Semua perselisihan mengenai hak milik, hutang-piutang atau warisan seperti

tersebut di atas atau juga dinamakan perselisihan mengenai hak-hak perdata

(artinya: hak-hak yang berdasarkan "hukum perdata" atau hukum sipil adalah

semata-mata termasuk kekuasaan atau wewenang Hakim atau Pengadilan

untuk me-mutuskannya, dalam hal ini Hakim atau Pengadilan Perdata.

Batasan mengenai perkara perdata yang diformulasikan sebagai

kewenangan hakim atau pengadilan perdata tersebut bersumber pada ketentuan

Pasal 2 ayat (1) Rechterlijk Organisatie (RO). Batasan tersebut terbatas pada

sengketa atau perselisihan perdata (contensius). Padahal, ruang lingkup perkara

perdata bukan hanya soal sengketa atau perselisihan, melainkan juga perkara-

perkara nonsengketa (voluntair).

Tugas hakim dalam perkara perdata permohonan menurut Abdulkadir

Muhammad,26 termasuk "jurisdictio voluntaria". Sedangkan dalam perkara

perdata gugatan, tugas hakim "jurisdictio contentiosa". Jurisdictio voluntaria

adalah suatu kewenangan memeriksa perkara yang tidak bersifat mengadili, tetapi

bersifat administratif saja. Jurisdictio contentiosa adalah kewenangan mengadili

dalam arti yang sebenarnya untuk memberikan suatu putusan keadilan dalam

suatu sengketa.

Tuntutan hak atau tuntutan perdata (burgerlijk vordering) dalam Pasal 118

ayat (1) Het Herziene Inlandsch Reglement/Pasal 142 ayat (1) RBg menurut

24 Tresna, R., Peradilan di Indonesia, dari Abad ke Abad. (Pradnya Paramita. Jakarta. 1977,

cet. Ke-2), hal. 136. 25 Subekti, R., Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, 1980, cet. Ke-5, hal. 5. 26 Periksa Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia. Alumni

Bandung, 1990, hal. 18-19.

Page 39: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

26

Universitas Indonesia

Sudikno Mertokusumo27 merupakan tuntutan hak yang mengandung sengketa dan

lazim disebut gugatan. Gugatan dapat diajukan secara tertulis [Pasal 118 ayat (1)

Het Herziene Inlandsch Reglement/ Pasal ayat 142 ayat (1) RBg] dapat pula

diajukan secara lisan (Pasal 120 Het Herziene Inlandsch Reglement/Pasal 144

RBg). Het Herziene Inlandsch Reglement dan RBg tidak mengatur mengenai isi

gugatan. Persyaratan mengenai isi gugatan dijumpai dalam Pasal 8.3 R.V yang

mengharuskan gugatan pada pokoknya memuat:

a. Identitas para pihak;

b. Fundamentum petendi (posita);

c. Petitum atau apa yang dituntut.

Persyaratan isi gugatan dalam perkara atau sengketa perdata pada

prinsipnya sama dengan (lebih tepat diambil alih) rumusan Pasal 56 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 untuk persyaratan isi gugatan dalam sengketa Tata

Usaha Negara. Kecuali, mengenai kualitas dan posisi para pihak dalam identitas

gugatan Tata Usaha Negara telah di-tentukan secara pasti.

Dalam setiap perkara perdata gugatan, minimal terdapat 2 (dua) pihak

yang bersengketa: penggugat dan tergugat. Penggugat dan tergugat dalam perkara

perdata tidak terbatas pada pribadi atau badan hukum perdata, tetapi juga pejabat

atau badan Tata Usaha Negara. Berbeda dengan sengketa Tata Usaha Negara -

Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara selalu berkualitas sebagai Tergugat, dalam

perkara perdata -pejabat atau Badan Tata Usaha Negara dapat menggugat dan

dapat pula digugat.

Fundamentum petendi atau posita gugatan merupakan bagian yang

memuat alasan dan dasar gugatan. Berikut dikemukakan pendapat sejumlah

sarjana mengenai hal ini:

1. Sudikno Mertokusumo:28

Fundamentum petendi atau dasar gugatan terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu

bagian yang menguraikan tentang kejadian-kejadian atau peristiwa dan bagian

yang menguraikan tentang hukum. Uraian tentang kejadian merupakan

penjelasan duduknya perkara, sedang uraian tentang hukum ialah uraian

27 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hal. 34. 28 Ibid, hal. 35.

Page 40: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

27

Universitas Indonesia

tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis

daripada tuntutan.

2. Retnowulan Soetantio:29

Fundamentum petendi atau posita ini terdiri dari 2 (dua) bag/an, yaitu bagian

yang memuat alasan-alasan berdasarkan keadaan dan bagian yang memuat

alasan-alasan berdasarkan hukum,

3. Wirjono Prodjodikoro30

Fundamentum petendi dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu penjelasan alasan

yang berdasarkan atas keadaan (feitelijk grounden) dan penjelasan alasan

yang berdasar atas hukum (rechtsgrounden).

4. Abdulkadir Muhammad31

Dasar gugatan (fundamentum petendi) memuat uraian tentang kejadian-

kejadian (feitelijk grounden, factual grounds) dan uraian tentang hukurri, yaitu

adanya hak dalam hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari gugatan

itu (rechts-grounden, legal grounds).

Pendapat para sarjana tersebut memiliki persamaan esensial: fundamentum

petendi terdiri dari 2 (dua) bagian. Bagian pertama mengenai peristiwa atau

keadaan atau lazim disebut duduknya perkara. Bagian kedua mengenai hukum.

Bagian-bagian tersebut harus diuraikan secara jelas dan terperinci. Fundamentum

petendi tidak saja menjadi dasar gugatan, tetapi juga untuk mendukung petitum.

Petitum merupakan bagian penting dalam gugatan dan menjadi tujuan

diajukannya gugatan, berisikan apa yang diminta untuk diputus. Karena itu,

petitum harus jelas dan lengkap. Hakim tidak dapat mengabulkan apa yang tidak

diminta dan atau mengabulkan lebih dari yang dituntut (asas intra petita).

2.1.6. Peran dan Kewenangan Badan Pertanahan Nasional Dalam Sengketa

Hak Atas Tanah 2.1.6.1. Peran Badan Pertanahan Nasional

Badan Pertanahan Nasional (disingkat BPN) adalah lembaga pemerintah

non kementerian di Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas

29 Retnowulan Soetantio, et al., op.cit., hal. 14. 30 Wirjono Prodjodikoro, R., Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Bandung : Sumur, 1984),

hal. 36-38. 31 Abdulkadir Muhammad, op.cit., hal. 41.

Page 41: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

28

Universitas Indonesia

pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. BPN

dahulu dikenal dengan sebutan Kantor Agraria. BPN diatur melalui Peraturan

Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. Struktur

Organisasi Badan Pertanahan Nasional diatur dalam Pasal 4 terdiri dari :

a). Kepala;

b). Sekretariat Utama;

c). Deputi Bidang Survei, Pengukuran, dan Pemetaan;

d). Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah;

e). Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan;

f). Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat;

g). Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan;

h). Inspektorat Utama.

a. Tugas BPN

Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas

pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.32

Dalam melaksanakan tugas Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan

fungsi :

1. Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan;

2. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan;

3. Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan;

4. Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan;

5. Penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di bidang

pertanahan;

6. Pelaksanaan pendaf taran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum;

7. Pengaturan dan penetapan hak -hak atas tanah;

8. Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah-

wilayah khusus;

9. Penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/daerah

bekerjasama dengan Departemen Keuangan;

10. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah;

11. Kerjasama dengan lembaga-lembaga lain;

32 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional, diakses tanggal 18 Oktober 2011

Page 42: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

29

Universitas Indonesia

12. Penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program di

bidang pertanahan;

13. Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;

14. Pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang

pertanahan;

15. Pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan;

16. Penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan;

17. Pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang

pertanahan;

18. Pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan;

19. Pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang

pertanahan;

20. Pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan

hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku;

21. Fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

b. Fungsi BPN

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, BPN

menyelenggarakan fungsi:

1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional.

2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran, serta sertifikasi tanah

secara menyeluruh di seluruh Indonesia.

3. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah (land tenureship).

4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana alam

dan daerah-daerah konflik.

5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik

pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis.

6. Membangun Sistem Informasi Pertanahan Nasional (SIMTANAS), dan sistem

pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia.

7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan

masyarakat.

Page 43: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

30

Universitas Indonesia

8. Membangun data base pemilikan dan penguasaan tanah skala besar.

9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan

Pertanahan yang telah ditetapkan.

10. Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional.

11. Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum dan kebijakan Pertanahan.

c. Wewenang BPN

1) Kewenangan Pemerintah Pusat

Pengelolaan pertanahan di Indonesia didasarkan pada arah dan kebijakan

dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 di mana sampai dengan

Amandemen yang ke IV secara redaksional tidak mengalami perubahan. Pasal 33

ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa : “bumi dan air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Berdasarkan landasan ini

kemudian diundangkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok Pokok Agraria yang di kemudian hari lebih dikenal dengan sebutan

Undang-Undang Pokok Agraria.

Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan:

a) Atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1, bu mi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh

negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat;

b) Hak menguasai dari negara dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang:

i. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan

pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

ii. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan

bumi, air dan ruang angkasa;

iii. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan

perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

2) Kewenangan Pemerintah Daerah Di Bidang Pertanahan

Pasal 18 ayat 5 UUD 1945 merumuskan Pemerintahan daerah

menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh

undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

Page 44: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

31

Universitas Indonesia

Pasal 2 Ayat (3) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 (Undang-Undang Pokok

Agraria) menyebutkan: Hak menguasai negara tersebut di atas pelaksanaannya

dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-ma-syarakat

hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan

nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah.

Penjelasan Pasal 2 menyebutkan “Dengan demikian maka pelimpahan

wewenang untuk melaksanakan hak penguasaan dari negara atas tanah itu adalah

merupakan medebewind. Segala sesuatunya akan diselenggarakan menurut

keperluannya dan sudah barang tentu tidak boleh bertentangan dengan

kepentingan nasional. Wewenang dalam bidang agraria dapat merupakan sumber

keuangan bagi daerah itu. Pasal 10 ayat (1) Undang Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan Pemerintahan daerah

menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali

urusan pemerintahan yang oleh undang undang ini ditentukan menjadi urusan

pemerintah.

Sedangkan ayat 3 nya menyebutkan : Urusan pemerintahan yang menjadi

urusan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Politik luar negeri;

b. Pertahanan;

c. Keamanan

d. Yustisi;

e. Moneter dan fiskal nasional; dan

f. Agama.

Pasal 14 ayat (1) huruf k menyebutkan : Urusan wajib yang menjadi

kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang

berskala kabupaten/ kota meliputi: huruf k. Pelayanan pertanahan.

Pasal 237 menyebutkan Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berkaitan secara langsung dengan daerah otonom wajib mendasarkan dan

menyesuaikan pengaturannya pada undang-undang ini.

Berdasarkan paparan peraturan perundang-undangan tersebut di atas maka

dapat diuraikan pembahasan sebagai berikut. Dari ketentuan Pasal 2 Undang-

Undang Pokok Agraria yang merupakan pelaksanaan amanat Pasal 33 ayat (3)

Page 45: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

32

Universitas Indonesia

Undang-undang Dasar 1945 dapat disimpulkan bahwa bumi, air dan kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, artinya kekuasaan

negara disini di jalankan oleh pemerintah berdasarkan hak yang disebut sebagai

hak menguasai atas seluruh tanah yang ada di wilayah Republik Indonesia.

Pengertian hak menguasai Negara dalam Undang-Undang Pokok Agraria adalah

memberi hak kepada Negara untuk meguasai tanah sementara kemudian

mendistribusikannya sesuai dengan prinsip-prinsip kepentingan umum dan tidak

merugikan kepentingan rakyat.33 Yang dikuasai dengan hak menguasai di sini

baik berupa tanah hak (Hak masyarakat hukum adat, hutan-hutan, hak-hak

perorangan berupa hak atas tanah dan sebagainya) maupun tanah negara.

Hubungan antara Negara dengan tanah yang ada bersifat sentralistis. Ketentuan

Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Pokok Agraria memberikan peluang untuk di

jadikan dasar hukum pemberian kewenangan pengelolaan pertanahan kepada

daerah. Dengan demikian sebenarnya pengelolaan pertanahan yang menurut

Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan wewenang daerah mendapat

penguatan dengan adanya ketentuan Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Pokok

Agraria.

2.1.6.2. Kewenangan BPN Dalam Hal Terjadi Sengketa Hak Atas Tanah

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan, Pengkajian dan Penanganan

Kasus Pertanahan, setiap kasus pertanahan yang disampaikan kepada Badan

Pertanahan Nasonal maka dilakukan pengelolaan pengkajian dan penanganan

kasus pertanahan karena hal tersebut karena merupakan salah satu fungsi yang ada

pada Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik

Pertanahan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia khususnya pada

Direktorat Sengketa Pertanahan, pada Subdit Sengketa Yuridis sesuai dengan

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

2006 dalam rangka menanggulangi sengketa, konflik dan perkara pertanahan guna

mewujudkan kebijakan pertanahan bagi keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Pengelolaan pengkajian dan penanganan kasus pertanahan merupakan sarana

33 Subekti Mahanani, Kedudukan Undang-Undang Pokok Agraria 1960 da Pengelolaan Sumber Daya Agraria Di Tengah Kapitalisasi Negara, (Bandung : Akatiga, 2001), hlm. 25

Page 46: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

33

Universitas Indonesia

untuk menyelesaikan sengketa, konflik dan perkara pertanahan dan memperkecil

potensi timbulnya masalah pertanahan. Kasus Pertanahan adalah

sengketa/konflik/perkara pertanahan yang disampaikan kepada Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia untuk mendapatkan penanganan penyelesaian sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan nasional.

Sengketa Pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan,

badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis.

Konflik Pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan,

kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai

kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio-politis. Perkara

Pertanahan adalah perselisihan pertanahan yang penyelesaiannya dilaksanakan

oleh lembaga peradilan atau putusan lembaga peradilan yang masih dimintakan

penanganan perselisihannya di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Untuk menyelesaikan kasus-kasus pertanahan maka BPN akan melakukan

Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan meliputi : 1).

Pelayanan Pengaduan dan Informasi Kasus Pertanahan; 2). Pengkajian Kasus

Pertanahan; 3). Penanganan Kasus Pertanahan; 4). Penyelesaian Kasus Pertanahan

dan 5). Bantuan Hukum dan Perlindungan Hukum.

1. Pelayanan Pengaduan dan Informasi Kasus Pertanahan

Pelayanan Pengaduan dan Informasi Kasus Pertanahan di BPN RI

dilaksanakan dan dikoordinasikan oleh Deputi, untuk Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional dilaksanakan oleh Kabid dan dikoordinasikan oleh Kakanwil

dan untuk Kantor Pertanahan dilaksanakan oleh Kasi dan dikoordinasikan oleh

Kepala Kantor Pertanahan. Pengaduan kasus pertanahan disampaikan kepada

Kepala BPN RI, Kakanwil dan/atau Kepala Kantor Pertanahan baik secara lisan

maupun tertulis atau melalui www.bpn.go.id. Pengaduan yang diajukan secara

lisan atau melalui www.bpn.go.id harus ditindaklanjuti dengan pembuatan

permohonan secara tertulis.

Surat pengaduan kasus pertanahan paling sedikit memuat identitas

pengadu, obyek yang diperselisihkan, posisi kasus (legal standing) dan maksud

pengaduan dengan dilampiri fotocopy identitas pengadu dan data pendukung yang

terkait dengan pengaduan. Surat pengaduan yang diterima melalui loket

Page 47: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

34

Universitas Indonesia

pengaduan dicatat dalam Register Penerimaan Pengaduan dan kepada Pengadu

diberikan Surat Tanda Penerimaan Pengaduan kemudian diteruskan ke satuan

organisasi yang tugas dan fungsinya menangani sengketa, konflik dan perkara

pertanahan.

Pihak pemohon/pengadu dan termohon dapat menanyakan informasi

tentang perkembangan penanganan kasus pertanahan kepada Kantor BPN RI yang

menangani kasusnya. Informasi mengenai perkembangan penanganan kasus

pertanahan yang diberikan tertulis disampaikan dalam bentuk Surat Informasi

Perkembangan Penanganan Kasus Pertanahan yang berisi tentang penjelasan

pokok masalah, posisi kasus dan tindakan yang telah dilaksanakan. Surat

Informasi Perkembangan Penanganan Kasus Pertanahan disampaikan paling

lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permintaan. Informasi kasus

pertanahan yang diminta oleh instansi pemerintah atau lembaga terkait yang

berwenang meminta informasi kasus pertanahan, diberikan BPN RI, Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan paling lambat 14

(empat belas) hari sejak diterimanya permintaan.

Pemberian informasi kasus pertanahan dilakukan berupa jawaban

mengenai pokok perkara dan permasalahan, atau penjelasan lengkap yang sesuai

data yang ada di BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau

Kantor Pertanahan dan hasil penanganannya. Dalam hal sangat diperlukan,

pejabat dari instansi yang meminta penjelasan mengenai kasus pertanahan dapat

diundang untuk menghadiri Gelar Kasus agar dapat memperoleh keterangan yang

lebih jelas.

2. Pengkajian Kasus Pertanahan

Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah dan/atau Deputi baik

bersama-sama atau sendiri-sendiri melaksanakan pengkajian secara sistematik

terhadap akar dan sejarah kasus pertanahan. Hasil kajian dituangkan dalam Peta

Kasus Pertanahan yang menjadi dasar untuk merumuskan kebijakan umum

dan/atau kebijakan teknis penanganan kasus pertanahan dengan acuan bersifat

rawan, strategis, atau yang mempunyai dampak luas.

Pengadministrasian data dilaksanakan melalui pencatatan, pengolahan dan

penyajian data yang diselenggarakan dengan Sistem Informasi di Bidang

Page 48: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

35

Universitas Indonesia

Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan yang dibangun secara terintegrasi

antara BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor

Pertanahan. Pengkajian akar dan riwayat sengketa dilakukan untuk mengetahui

faktor penyebab terjadinya dan potensi penyelesaian sengketa dengan cara

meneliti dan menganalisis data sengketa yang terjadi.

Hasil penelitian dan analisa data menghasilkan pokok permasalahan

sengketa dan potensi penyelesaian sengketa. Pokok permasalahan pertanahan

dilakukan telaahan hukum berdasarkan data yuridis, data fisik dan/atau data

pendukung lainnya dimana hasil telaahan dilakukan kajian penerapan hukum yang

selanjutnya menghasilkan rekomendasi penanganan sengketa pertanahan.

3. Penanganan Kasus Pertanahan

Penanganan kasus pertanahan dimaksudkan untuk memberikan kepastian

hukum atas penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah untuk

memastikan tidak terdapat tumpang tindih pemanfaatan, tumpang tindih

penggunaan, tumpang tindih penguasaan dan tumpang tindih pemilikan tanah.

Penanganan kasus pertanahan untuk memastikan pemanfaatan,

penguasaan, penggunaan dan pemilikan sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan serta bukti kepemilikan tanah bersifat tunggal untuk setiap bidang tanah

yang diperselisihkan.

4. Penyelesaian Kasus Pertanahan

Penyelesaian Kasus Pertanahan Untuk Melaksanakan Putusan Pengadilan

A. Pelaksanaan Putusan Pengadilan

BPN RI wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap, kecuali terdapat alasan yang sah untuk tidak

melaksanakannya. Alasan yang sah dimaksud antara lain:

a. Terhadap obyek putusan terdapat putusan lain yang bertentangan;

b. Terhadap obyek putusan sedang diletakkan sita jaminan;

c. Terhadap obyek putusan sedang menjadi obyek gugatan dalam perkara lain;

d. Alasan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Tindakan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap, dapat berupa:

a. Pelaksanaan dari seluruh amar putusan;

Page 49: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

36

Universitas Indonesia

b. Pelaksanaan sebagian amar putusan; dan/atau

c. Hanya melaksanakan perintah yang secara tegas tertulis pada amar putusan.

Amar putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,

yang berkaitan dengan penerbitan, peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah,

antara lain:

a. Perintah untuk membatalkan hak atas tanah;

b. Menyatakan batal/tidak sah/tidak mempunyai kekuatan hukum hak atas tanah;

c. Menyatakan tanda bukti hak tidak sah/tidak berkekuatan hukum;

d. Perintah dilakukannya pencatatan atau pencoretan dalam buku tanah;

e. Perintah penerbitan hak atas tanah; dan

f. Amar yang bermakna menimbulkan akibat hukum terbitnya, beralihnya atau

g. Batalnya hak.

Perbuatan hukum pertanahan berupa penerbitan, peralihan dan/atau

pembatalan hak atas tanah untuk melaksanakan putusan pengadilan dilaksanakan

dengan keputusan pejabat yang berwenang. Proses pengolahan data dalam rangka

penerbitan surat keputusan dilaksanakan setelah diterimanya putusan pengadilan

oleh BPN RI, berupa:

a. Salinan resmi putusan pengadilan yang dilegalisir pejabat berwenang;

b. Surat keterangan dari pejabat berwenang di lingkungan pengadilan yang

c. Menerangkan bahwa putusan dimaksud telah memperoleh kekuatan hukum

yang

d. Tetap (inkracht van gewijsde); dan

e. Berita acara pelaksanaan eksekusi untuk putusan perkara yang memerlukan

f. Pelaksanaan eksekusi.

B. Perbuatan Hukum Pelaksanaan Putusan Pengadilan

Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang

menyangkut penerbitan, peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah, wajib

dilaksanakan oleh pejabat/pegawai BPN RI paling lambat 2 (dua) bulan setelah

diterimanya Salinan Putusan Pengadilan oleh pejabat yang berwenang melakukan

pembatalan. Dalam hal terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan

hukum tetap dan pelaksanaannya diperkirakan akan menimbulkan kasus

pertanahan yang lebih luas atau menyangkut kepentingan Pemerintah, sebelum

Page 50: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

37

Universitas Indonesia

dilakukan tindakan pelaksanaan putusan pengadilan, dilakukan Gelar Eksternal

atau Istimewa yang menghadirkan pihak-pihak dan/atau instansi terkait.

Kepala BPN RI menerbitkan keputusan, peralihan dan/atau pembatalan

hak atas tanah untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap. Penerbitan keputusan dapat didelegasikan kepada Deputi

atau Kakanwil. Proses penerbitan, peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah

untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,

dilakukan berdasarkan adanya pengaduan/permohonan pihak yang

berkepentingan.

Surat permohonan untuk penerbitan, peralihan dan/atau pembatalan hak

atas tanah guna melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum

tetap, diajukan kepada Kakan atau Kakanwil atau kepada Kepala BPN RI dengan

dilengkapi :

a. Putusan pengadilan yang memutus perkara kasus tanah;

b. Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi untuk putusan perkara yang memerlukan

pelaksanaan eksekusi;

c. Surat-surat lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan.

Proses penanganan permohonan penerbitan, peralihan dan/atau pembatalan

sertipikat hak atas tanah untuk melaksanakan putusan pengadilan dilaksanakan

sesuai tahapan penanganan kasus pertanahan, yaitu:

a. Penelitian berkas permohonan/usulan pembatalan;

b. Penelitian dan pengolahan data putusan pengadilan;

c. Pemeriksaan lapangan dalam hal diperlukan;

d. Gelar Internal/Eksternal dan Gelar Mediasi;

e. Gelar Istimewa dalam hal sangat diperlukan;

f. Penyusunan Risalah Pengolahan Data; dan

g. Pembuatan keputusan penyelesaian kasus.

C. Penyelesaian Kasus Pertanahan di Luar Pengadilan

Perbuatan Hukum Pertanahan Terhadap Keputusan/Surat Cacat Hukum

Administrasi Penyelesaian kasus pertanahan di luar pengadilan dapat berupa

perbuatan hukum administrasi pertanahan meliputi:

a. Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi;

Page 51: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

38

Universitas Indonesia

b. Pencatatan dalam Sertipikat dan/atau Buku Tanah serta Daftar Umum lainnya;

dan

c. Penerbitan surat atau keputusan administrasi pertanahan lainnya karena

terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya.

Sertipikat hak atas tanah yang mengandung cacat hukum administrasi

dilakukan pembatalan atau perintah pencatatan perubahan pemeliharaan data

pendaftaran tanah menurut peraturan perundang-undangan.

Cacat hukum administrasi dimaksud antara lain:

a. Kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran hak tanah;

b. Kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran peralihan hak dan/atau

sertipikat pengganti;

c. Kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/atau pengakuan

hak atas tanah bekas milik adat;

d. Kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan/atau perhitungan

luas;

e. Tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah;

f. Kesalahan subyek dan/atau obyek hak; dan

g. Kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan.

Perbuatan hukum administrasi pertanahan terhadap sertipikat hak atas

tanah yang cacat hukum administrasi dilaksanakan dengan:

a. Menerbitkan Surat Keputusan pembatalan; dan/atau

b. Pencatatan pemeliharaan data pendaftaran tanah.

Proses Perbuatan Hukum Administrasi Pertanahan terhadap

Keputusan/Surat Cacat Hukum Administrasi, permohonan/usulan perbuatan

hukum administrasi pertanahan terhadap sertipikat hak atas tanah yang cacat

hukum administrasi dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan/pemohon atau

kuasanya. Permohonan/usulan diajukan kepada Kantor Pertanahan atau Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional, atau BPN RI.

Surat permohonan/usulan dilampiri data pendukung antara lain:

a. Sertipikat hak atas tanah yang kedapatan cacat hukum administrasi;

b. Hasil pengolahan data yang membuktikan adanya cacat hukum administrasi;

Page 52: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

39

Universitas Indonesia

c. Salinan amar putusan pengadilan atau pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan putusan yang substansinya menyatakan tidak sah dan/atau palsu

dokumen yang digunakan dalam proses penerbitan sertipikat hak atas tanah;

d. Surat-surat lain yang mendukung alasan permohonan pembatalan.

Perbuatan hukum administrasi pertanahan terhadap sertipikat hak atas

tanah yang cacat hukum administrasi dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang

paling lambat 6 (enam) bulan setelah diketahui adanya cacat hukum administrasi,

kecuali terdapat alasan yang sah untuk menunda pelaksanaannya. Alasan yang sah

untuk menunda atau menolak pelaksanaan perbuatan hukum administrasi

pertanahan antara lain:

a. Surat yang akan dibatalkan sedang dalam status diblokir, disita oleh pejabat

yang berwenang (conservatoir beslag-CB);

b. Tanah yang dimohon perbuatan hukum administrasi merupakan tanah yang

merupakan obyek perkara di pengadilan;

c. Pelaksanaan pembatalan diperkirakan dapat menimbulkan gejolak

sosial/konflik massal.

Dalam hal di atas satu bidang tanah terdapat beberapa sertipikat hak atas

tanah yang tumpang tindih, BPN RI melakukan perbuatan hukum pertanahan

berupa pembatalan dan/atau penerbitan sertipikat hak atas tanah, sehingga di atas

bidang tanah tersebut hanya ada satu sertipikat hak atas tanah yang sah. Cacat

hukum administrasi yang dapat mengakibatkan tidak sahnya suatu sertipikat hak

atas tanah harus dikuatkan dengan bukti berupa:

a. Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; dan/atau

b. Hasil penelitian yang membuktikan adanya cacat hukum administrasi;

dan/atau

c. Keterangan dari penyidik tentang adanya tindak pidana pemalsuan surat atau

keterangan yang digunakan dalam proses penerbitan, pengalihan atau

pembatalan sertipikat hak atas tanah; dan/atau

d. Surat-surat lain yang menunjukkan adanya cacat administrasi.

D. Bantuan Hukum Dan Perlindungan Hukum

Bantuan Hukum dilaksanakan untuk kepentingan BPN RI atau aparatur

BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan

Page 53: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

40

Universitas Indonesia

baik yang masih aktif maupun yang sudah purna tugas yang menghadapi masalah

hukum. Kegiatan bantuan hukum meliputi:

a. Pendampingan hukum dalam proses peradilan pidana, perdata, atau tata usaha

negara bagi keluarga besar BPN yang meliputi pegawai BPN, pensiunan BPN

dan keluarga pegawai BPN, yang sedang menghadapi masalah hukum;

b. Pengkajian masalah hukum yang berkaitan dengan kepentingan BPN;

c. Pengkajian masalah hukum akibat tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau

pegawai BPN.

Kegiatan pendampingan hukum bagi keluarga besar BPN meliputi:

a. Bantuan hukum dalam proses peradilan pidana, antara lain:

1) bantuan pembuatan legal opinion;

2) pendampingan dalam pemeriksaan di tingkat penyelidikan;

3) pendampingan dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan;

4) pendampingan selama proses persidangan.

b. Bantuan hukum dalam proses peradilan perdata/tata usaha negara, antara lain:

1) bantuan penyiapan surat Kuasa Hukum;

2) bantuan dalam penyiapan gugatan;

3) bantuan pembuatan legal opinion;

4) pendampingan selama proses persidangan.

Bantuan Hukum dilaksanakan oleh Tim Bantuan Hukum yang terdiri dari

pegawai/pejabat BPN dari unsur Deputi, Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat

BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan/ atau Kantor

Pertanahan.

Kasus pertanahan itu timbul karena adanya klaim/pengaduan/keberatan

dari masyarakat (perorangan/badan hukum) yang berisi kebenaran dan tuntutan

terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan yang telah

ditetapkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan Badan Pertanahan

Nasional, serta keputusan Pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka

atas suatu bidang tanah tersebut. Dengan adanya klaim tersebut, mereka ingin

mendapat penyelesaian secara administrasi dengan apa yang disebut koreksi serta

merta dari Pejabat yang berwenang untuk itu. Kewenangan untuk melakukan

koreksi terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan

Page 54: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

41

Universitas Indonesia

(sertipikat/Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah), ada pada Kepala Badan

Pertanahan Nasional.

Kasus pertanahan meliputi beberapa macam antara lain mengenai masalah

status tanah, masalah kepemilikan, masalah bukti-bukti perolehan yang menjadi

dasar pemberian hak dan sebagainya. Setelah menerima berkas pengaduan dari

masyarakat tersebut di atas, pejabat yang berwenang menyelesaikan masalah ini

akan mengadakan penelitian dan pengumpulan data terhadap berkas yang

diadukan tersebut. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sementara apakah

pengaduan tersebut dapat diproses lebih lanjut atau tidak dapat. Apabila data yang

disampaikan secara langsung ke Badan Pertanahan Nasional itu masih kurang

jelas atau kurang lengkap, maka Badan Pertanahan Nasional akan meminta

penjelasan disertai dengan data serta saran ke Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota

setempat letak tanah yang disengketakan.

Bilamana kelengkapan data tersebut telah dipenuhi, maka selanjutnya

diadakan pengkajian kembali terhadap masalah yang diajukan tersebut yang

meliputi segi prosedur, kewenangan dan penerapan hukumnya. Agar kepentingan

masyarakat (perorangan atau badan hukum) yang berhak atas bidang tanah yang

diklaim tersebut mendapat perlindungan hukum, maka apabila dipandang perlu

setelah Kepala Kantor Pertanahan setempat mengadakan penelitian dan apabila

dari keyakinannya memang harus distatus quokan, dapat dilakukan pemblokiran

atas tanah sengketa. Kebijakan ini dituangkan dalam Surat Edaran Kepala Badan

Pertanahan Nasional tanggal 14-1-1992 Nomor 110-150 perihal Pencabutan

Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 16 tahun 1984 tentang Hal-hal Yang Di

Pengadilan Yang Belum Atau Sudah Memperoleh Putusan Yang Berkekuatan

Hukum Tetap.

Dengan dicabutnya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun

1984, maka diminta perhatian dari Pejabat Badan Pertanahan Nasional di daerah

yaitu para Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, agar selanjutnya di dalam melakukan

penetapan status quo atau pemblokiran hanya dilakukan apabila ada penetapan

Sita Jaminan (CB) dari Pengadilan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa

Page 55: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

42

Universitas Indonesia

apabila Kepala Kantor Pertanahan setempat hendak melakukan tindakan status

quo terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara di bidang Pertanahan

(sertipikat/Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah), harusnya bertindak hati-

hati dan memperhatikan asas-asas umum Pemerintahan yang baik, antara lain asas

kecermatan dan ketelitian, asas keterbukaan (fair play), asas persamaan di dalam

melayani kepentingan masyarakat dan memperhatikan pihak-pihak yang

bersengketa.

Terhadap kasus pertanahan yang disampaikan ke Badan Pertanahan

Nasional untuk dimintakan penyelesaiannya, apabila dapat dipertemukan pihak-

pihak yang bersengketa, maka sangat baik jika diselesaikan melalui cara

musyawarah. Penyelesaian ini seringkali Badan Pertanahan Nasional diminta

sebagai mediator di dalam menyelesaikan sengketa hak atas tanah secara damai

saling menghormati pihak-pihak yang bersengketa. Berkenaan dengan itu,

bilamana penyelesaian secara musyawarah mencapai kata mufakat, maka harus

pula disertai dengan bukti tertulis, yaitu dari surat pemberitahuan untuk para

pihak, berita acara rapat dan selanjutnya sebagai bukti adanya perdamaian

dituangkan dalam akta yang bila perlu dibuat di hadapan notaris sehingga

mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Pembatalan keputusan tata

usaha negara di bidang pertanahan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional

berdasarkan adanya cacat hukum/administrasi di dalam penerbitannya.

Dalam praktik selama ini terdapat perorangan/badan hukum yang merasa

kepentingannya dirugikan mengajukan keberatan tersebut langsung kepada

Kepala Badan Pertanahan Nasional. Sebagian besar diajukan langsung oleh yang

bersangkutan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional dan sebagian diajukan

melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dan diteruskan

melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang

bersangkutan.34

2.2 Penyelesaian Sengketa Hukum Hak Atas Tanah

Sengketa hukum hak atas tanah tidak dapat dilepaskan dalam kaitannya

dengan konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia kita yaitu Negara Hukum

34http://fauzie6961.blog.esaunggul.ac.id/2012/05/23/penanganan-sengketa-konflik-dan-

perkara-pertanahan-diindonesia diakses pada tanggal 9 Desember 2012

Page 56: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

43

Universitas Indonesia

yang berorientasi kepada kesejahteraan umum sebagaimanan tersurat dan tersirat

dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam bentuk

negara yang demikian, maka setiap usaha pemerintah mau tidak mau akan

memasuki hampir seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat, baik

sebagai perorangan, badan hukum maupun sebagai masyarakat. Sehingga

pembentukan hak dan kewajiban akan selalu terjadi. Masyarakat selalu ingin

mempertahankan hak-haknya, sedangkan pemerintah juga harus menjalankan

kepentingan terselenggaranya kesejahteraan umum bagi warga masyarakat.

Sengketa-sengketa demikian tidak dapat diabaikan dan harus ditangani sngguh-

sungguh karena dapat membahayakan kehidupan masyarakat, terganggunya

tujuan negara serta program pemerintah itu sendiri. 35

Timbulnya sengketa hukum bermula dari pengaduan suatu pihak baik

perorangan maupun badan hukum yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan

hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya

dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai

dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Akan tetapi tujuan akhir dari tuntutan

itu pihak yang melakukan pengaduan adalah yang lebih berhak dari yang lain

(prioritas) atas tanah sengketa, oleh karena itu penyelesaian sengketa hukum

terhadap sengketa tersebut tergantung dari masalah yang diajukan sehingga

prosesnya akan memerlukan beberapa tahap sebelum diperoleh suatu

keputusan. 36

Menurut Sarjita, sengketa pertanahan adalah Perselisihan yang terjadi

antara dua pihak atau lebih yang merasa atau dirugikan pihak-pihak tersebut untuk

penggunaan dan penguasaan hak atas tanahnya, yang diselesaikan melalui

musyawarah atau melalui pengadilan.37 Senada dengan itu Ali Achmad

berpendapat Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang

berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang

35 Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, (Bandung, Alumi, 1991),

hlm. 1 36 Op.Cit. hlm. 22 37 Sarjita, Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, (Yogyakarta : Tugujogja

Pustaka, 2005), hlm 8.

Page 57: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

44

Universitas Indonesia

dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.38 Dari kedua pendapat dapat

dikatakan bahwa sengketa adalah perilaku pertentangan antara dua orang atau

lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi

sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.

Pada hakikatnya, sengketa hak atas tanah merupakan benturan kepentingan

(conflict of interest) di bidang pertanahan antara perorangan dengan perorangan,

perorangan dengan badan hukum, badan hukum dengan badan hukum dan lain

sebagainya. Sehubungan dengan hal itu, guna kepastian hukum yang diamanatkan

Undang-Undang Pokok Agraria, maka terhadap sengketa hak atas tanah diberikan

penyelesaian kepada yang berkepentingan. Secara garis besar munculnya kasus-

kasus pertanahan tersebut sangat bervariasi menurut Rusmadi Murad

permasalahan dari suatu sengketa secara umum ada beberapa macam antara lain :

1. Masalah atau persoalan yang menyangkut prioritas untuk dapat ditetapkan

sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak, atau atas tanah

yang belum ada haknya.

2. Bantahan terhadap sesuatu alas hak atau bukti perolehan yang digunakan

sebagai dasar pemberian hak.

3. Kekeliruan atau kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan

peraturan yang kurang atau tidak benar.

4. Sengketa atau masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial praktis dan

bersifat strategis. 39

Menurut Mudjiono Secara umum, sengketa tanah timbul akibat adanya

beberapa faktor, antara lain:

1. Peraturan yang belum lengkap

2. Ketidaksesuaian peraturan

3. Pejabat pertanahan yang kurang tanggap terhadap kebutuhan dan jumlah tanah

yang tersedia

4. Data yang kurang akurat dan kurang lengkap

5. Data tanah yang keliru

38 Ali. Achmad Chomzah, Seri Hukum Pertanahan III Penyelesaian Sengketa Hak Atas

Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2003), hlm. 14

39 Rusmadi Murad, Op.Cit. hlm. 23

Page 58: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

45

Universitas Indonesia

6. Keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa

tanah

7. Transaksi tanah yang keliru

8. Ulah pemohon hak adanya penyelesaian dari instansi lain, sehingga terjadi

tumpang tindih kewenangan.40

Sedangkan menurut Kepala BPN Pusat setidaknya ada beberapa hal

utama yang menyebabkan terjadinya sengketa tanah yang meliputi :

1. Persoalan administrasi sertifikasi tanah yang tidak jelas, akibatnya adalah ada

tanah yang dimiliki oleh dua orang dengan memiliki sertipikat masing-masing.

2. Distribusi kepemilikan tanah yang tidak merata. Ketidakseimbangan dalam

distribusi kepemilikan tanah ini baik untuk tanah pertanian maupun bukan

pertanian telah menimbulkan ketimpangan baik secara ekonomi, politis

maupun sosiologis. Dalam hal ini, masyarakat bawah, khususnya

petani/penggarap tanah memikul beban paling berat. Ketimpangan distribusi

tanah ini tidak terlepas dari kebijakan ekonomi yang cenderung kapitalistik

dan liberalistik. Atas nama pembangunan tanah-tanah garapan petani atau

tanah milik masyarakat adat diambil alih oleh para pemodal dengan harga

murah

3. Legalitas kepemilikan tanah yang semata-mata didasarkan pada bukti formal

(sertipikat), tanpa memperhatikan produktivitas tanah. Akibatnya, secara legal

(de jure), boleh jadi banyak tanah bersertipikat dimiliki oleh perusahaan atau

para pemodal besar, karena mereka telah membelinya dari para petani/pemilik

tanah, tetapi tanah tersebut lama ditelantarkan begitu saja. Mungkin sebagian

orang menganggap remeh dengan memandang sebelah mata persoalan

sengketa tanah ini, padahal persoalan ini merupakan persoalan yang harus

segera di carikan solusinya.

Sehingga pada dasarnya sengketa hukum hak atas tanah didasarkan

adanya pengaduan yang mengandung pertentangan hak atas tanah maupun hak-

hak lain atas suatu prioritas atau adanya suatu ketetapan yang merugikan orang

atau badan hukum. Guna kepastian hukum yang diamanatkan oleh undang-

undang, maka terhadap kasus pertanahan dimaksud dapat diberikan respons,

40Mudjiono, Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan Di Indonesia Melalui Revitalisasi Fungsi Badan Peradilan, Jurnal Hukum Nomor 3 Vol 14 Tahun 2007, hlm.464

Page 59: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

46

Universitas Indonesia

reaksi, penyelesaian kepada yang berkepentingan (masyarakat dan pemerintah),

berupa solusi melalui Pengadilan Umum dan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Solusi penyelesaian sengketa tanah pada kasus ini ditempuh melalui beberapa

cara yaitu melalui Pengadilan Umum dan Pengadilan Tata Usaha Negara.

2.2.1 Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah Melalui Pengadilan Negeri

Masalah tanah adalah masalah yang sangat menyentuh keadilan karena

sifat tanah yang langka dan terbatas, dan merupakan kebutuhan dasar setiap

manusia, tidak selalu mudah untuk merancang suatu kebijakan pertanahan yang

dirasakan adil untuk semua pihak. Suatu kebijakan yang memberikan kelonggaran

yang lebih besar kepada sebagian kecil masyarakat dapat dibenarkan apabila

diimbangi dengan kebijakan serupa yang ditujukan kepada kelompok lain yang

lebih besar.41

Di Indonesia, sengketa pertanahan yang ada diselesaikan melalui

Pengadilan Umum dan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh karenanya pada kasus

sengketa hak atas tanah dalam penelitian ini penyelesaiannya ditempuh melalui

Pengadilan Umum dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Tujuan mengajukan suatu

tuntutan adalah satu pihak merasa lebih berhak dari yang lain (prioritas) atas tanah

sengketa, oleh karena itu penyelesaian sengketa hukum terhadap sengketa hak atas

tanah tergantung dari masalah yang diajukan sehingga prosesnya akan

memerlukan beberapa tahap sebelum diperoleh suatu keputusan. Tetapi pada

akhirnya penyelesaian hukum sengketa hak atas tanah harus memperhatikan dan

didasarkan pada peraturan yang berlaku, memperhatikan kepentingan para pihak,

menegakan keadilan hukumnya serta penyelesaiannya harus tuntas.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman, tugas Hakim Pasal 2 ayat (3) Peradilan dilakukan dengan sederhana,

cepat, dan biaya ringan, Pasal 3 ayat (1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya,

hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan. Pasal 4 ayat

(2) Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala

hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat,

dan biaya ringan dan Pasal 10 ayat (1) Pengadilan dilarang menolak untuk

41 Maria S.W. Sumardjono, kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, (Jakarta : Kompas, 2007), hlm. 19.

Page 60: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

47

Universitas Indonesia

memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih

bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan

mengadilinya.

Sedangkan Sumber Hukum formal dalam peradilan perdata Het Herziene

Inlandsch Reglement (HIR), Stb. 1941 Nomor 44, Rechtsreglement Buitengewestern

(RBg), Stb. 1927 Nomor 27, R.V. = Recht Verordering berlaku untuk golongan

Eropa. Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman UU

Nomor 3 Tahun 2009 dan UU Nomor5 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-undang

Nomor14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung UU Nomor 49 Tahun 2009 dan UU

Nomor 8 Tahun 2004 Perubahan atas undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang

Peradilan dan Undang-undang Khusus lainnya dan peraturan-peraturan pelaksana lainnya

dalam bidang peradilan.

Tahapan-Tahapan Penyelesaian Dalam Peradilan Umum:

A. Tahap Administratif

a. Penggugat memasukkan surat gugatan ke Pengadilan Negeri yang berwenang

menurut Het Herziene Inlandsch Reglement (“HIR”), Stb. 1941 Nomor 44 pasal

118 Het Herziene Inlandsch Reglement, ditentukan bahwa kewenangan

Pengadilan Negeri yang berhak untuk memeriksa perkara adalah:

1. Pengadilan Negeri dimana terletak tempat diam (domisili) Tergugat

2. Apabila Tergugat lebih dari seorang, maka tuntutan dimasukkan kedalam

Pengadilan Negeri di tempat diam (domisili) salah seorang dari Tergugat

tersebut. Atau apabila terdapat hubungan yang berhutang dan penjamin,

maka tuntutan disampaikan kepada Pengadilan Negeri tempat domisili

sang berhutang atau salah seorang yang berhutang itu.

3. Apabila Tergugat tidak diketahui tempat domisilinya atau Tergugat tidak

dikenal, maka tuntutan dimasukkan kepada Pengadilan Negeri tempat

domisili sang Penggugat atau salah seorang Penggugat. Atau apabila

tuntutan tersebut mengenai barang tetap, maka tuntutan dimasukkan ke

dalam Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya barang tersebut

terletak.

4. Tuntutan juga dapat dimasukkan ke Pengadilan Negeri yang telah

disepakati oleh pihak Penggugat

Page 61: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

48

Universitas Indonesia

b. Penggugat membayar biaya perkara,

c. Penggugat mendapatkan bukti pembayaran perkara,

d. Penggugat menerima nomor perkara (roll).

B. Tahap Persiapan Sidang

Ketua pengadilan menunjuk majelis hakim untuk menyidangkan perkara

tersebut dengan penetapan. Kemudian Hakim yang ditunjuk menentukan hari

sidang dengan penetapan dan memerintahkan panitera/jurusita untuk memanggil

para pihak agar menghadap pada sidang pada hari sidang yang telah ditetapkan

dengan membawa saksi-saksi serta bukti-bukti yang diperlukan (pasal 121 ayat

(1) Het Herziene Inlandsch Reglement.). Pemanggilan dilaksanakan oleh Jurusita.

Surat panggilan tersebut dinamakan exploit. Exploit beserta salinan surat gugat

diserahkan kepada tergugat pribadi di tempat tinggal/diamnya (pasal 121 ayat (2)

jo. 390 ayat (1) Het Herziene Inlandsch Reglement.). Jika tergugat tidak

diketemukan, surat panggilan tersebut disampaikan kepada Lurah/Kepala Desa

yang bersangkutan untuk diteruskan kepada tergugat (pasal390 ayat (1) Het

Herziene Inlandsch Reglement.). Apabila tempat tinggal/diam tergugat tidak

diketahui, maka surat panggilan disampaikan kepada Bupati dan untuk

selanjutnya surat panggilan tersebut ditempelkan pada papan pengumuman di

Pengadilan Agama yang bersangkutan (pasal 390 ayat (3) Het Herziene Inlandsch

Reglement., untuk perkara perceraikan berlaku pasal 27 PP. Nomor9/1975),

sebagai lex specialis. Pasal 126 Het Herziene Inlandsch Reglement. memberi

kemungkinan untuk memanggil tergugat yang tidak hadir sekali lagi sebelum

perkaranya diputus oleh hakim. Setelah melakukan pemanggilan, jurusita harus

menyerahkan relaas (risalah) panggilan kepada hakim yang akan memeriksa

perkara yang bersangkutan. Pada hari sidang yang telah ditentukan, sidang

pemeriksaan perkara dimulai. Selanjutnya dapat diikuti bahasan proses

persidangan

C. Proses Persidangan

a. Susunan Persidangan

Susunan persidangan berbentuk Majelis yang terdiri dari seorang ketua

dan dua orang hakim anggota, dibantu seorang panitera/panitera pengganti yang

tugasnya mencatat jalannya persidangan (pasal 11 UU Nomor 48/2009, pasal 80

Page 62: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

49

Universitas Indonesia

ayat (1) dan 97 UU Nomor 7/1989 jis. UU Nomor 3/2006 dan UU Nomor

50/2009. Pihak penggugat dan tergugat duduk berhadapan dengan majelis hakim,

posisi tergugat di sebelah kanan dan penggugat di sebelah kiri. Apabila

persidangan berjalan lancar, persidangan lebih kurang 8 kali, yaitu mulai sidang

pertama (perdamaian) sampai putusan hakim.

b. Sidang Pertama

Setelah hakim membuka sidang dengan menyatakan Sidang dinyatakan

terbuka untuk umum diikuti dengan ketukan palu, hakim mulai mengajukan

pertanyaan-pertanyaan kepada penggugat dan tergugat untuk mencocokkan

identitas para pihak. Jika yang hadir adalah kuasa dari para pihak, maka hakim

mempersilahkan para pihak untuk meneliti surat kuasa khusus pihak lawan.

Apabila tidak ditemukan adanya kekuarangan atau cacat pada surat kuasa, sidang

dilanjutkan (pasal 123 ayat 1 Het Herziene Inlandsch Reglement.) kemudian

Hakim berupaya mendamaikan kedua belah pihak (pasal 130 ayat (1) Het

Herziene Inlandsch Reglement. jo. PERMA Nomor 1/2008, pasal 82 Undang-

Undang Pokok Agraria). Meskipun para pihak menjawab bahwa tidak mungkin

damai karena upaya penyelesaian secara kekeluargaan melalui musyawarah telah

ditempuh, tidak berhasil, mediasi tetap wajib ditempuh.

c. Sidang Kedua (merupakan jawaban tergugat)

Apabila para pihak dapat berdamai, ada dua kemungkinan : Mereka

mengadakan perdamaian di luar atau di muka sidang. Apabila perdamaian

dilakukan di luar sidang, hakim tidak ikut campur. Dan apabila perdamaian

dilakukan di muka hakim, dibuatkan akta perdamaian. Jika tidak tercapai

perdamaian, sidang dimulai dengan membacakan surat gugatan, kalau tergugat

sudah siap dengan surat jawabannya, dilanjutkan dengan penyerahan jawaban dari

pihak tergugat. Jawaban sekurang kurangnya dibuat 3 lembar, untuk hakim

(masuk dalam berkas perkara), untuk penggugat, dan untuk tergugat sendiri (pasal

131 dan 132b ayat (1) Het Herziene Inlandsch Reglement). Bersamaan dengan

jawaban yang pertama itu pula tergugat dapat mengajukan:

1) Eksepsi mengenai kompetensi maupun eksepsi lainnya, khusus kompetensi

absolut dapat diajukan setiap waktu pemeriksaan (pasal 133, 134, dan 136 Het

Herziene Inlandsch Reglement).

Page 63: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

50

Universitas Indonesia

2) gugatan rekonpensi (pasal 132b ayat (1) Het Herziene Inlandsch Reglement.).

Jika dalam persidangan tingkat pertama tidak diajukan gugatan rekonpensi,

maka pada tingkat banding tidak dapat diajukan.

d. Sidang Ketiga (Replik)

Penggugat menyerahkan replik (tanggapan penggugat terhadap jawaban

tergugat) sekurang-kurangnya rangkap 3 untuk hakim (masuk dalam berkas),

tergugat, dan penggugat sendiri.

e. Sidang Keempat (Duplik)

Tergugat menyerahkan duplik, yaitu tanggapan terhadap replik dari

penggugat.

f. Sidang Kelima (Pembuktian Dari Penggugat)

Sidang kelima dapat disebut sidang pembuktian oleh penggugat.

Penggugat mengajukan alat-alat bukti untuk memperkuat dalil-dalilnya dan

melemahkan dalil tergugat, berupa surat-surat dan saksi-saksi. Bukti surat berupa

foto copy harus dinazegelen lebih dahulu dan dicocokkan dengan aslinya oleh

hakim maupun tergugat. Hakim memberi pertanyaan- pertanyaan yang dilanjutkan

oleh tergugat, penggugat memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Dalam sidang perdata justru dalam pembuktian ini ada tanya jawab dan

perdebatan-perdebatan di bawah pimpinan hakim. Apabila pembuktian belum

selesai, dilanjutkan pada sidang berikutnya, bisa dua tiga kali atau lebih

tergantung pada kelancaran pembuktian. Saksi-saksi yang diajukan sebelum

diperiksa harus disumpah terlebih dahulu (pasal 147 Het Herziene Inlandsch

Reglement.).

g. Sidang Keenam (Pembuktian Dari Tergugat)

Dalam persidangan ini giliran tergugat untuk mengajukan alat-alat bukti

atau sidang pembuktian dari tergugat. Jalannya persidangan sama dengan sidang

kelima, tanya jawab kebalikan dari sidang kelima.

h. Sidang Ketujuh (Penyerahan Kesimpulan)

Sidang ketujuh adalah sidang penyerahan kesimpulan dari kedua belah

pihak. Kesimpulan dimaksud adalah kesimpulan dari sidang-sidang tersebut.

i. Sidang Kedelapan (Pembacaan Putusan)

Page 64: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

51

Universitas Indonesia

Sidang kedelapan ini dinamakan sidang putusan, hakim membacakan

putusan di hadapan para tihak. Setelah selesai membaca putusan hakim

mengetukkan palu dan para pihak yang tidak puas diberi kesempatan untuk

mengajukan banding dalam tenggang waktu 14 hari terhitung dari hari berikutnya

setelah dibacakan putusan. Bagi pihak yang tidak hadir, isi putusan itu harus

diberitahukan kepadanya (pasal 179 ayat (2) Het Herziene Inlandsch Reglement).

D. Upaya Hukum

Sifat dan berlakunya upaya hukum berbeda tergantung apakah merupakan

upaya hukum biasa atau upaya hukum luar biasa.

1. Upaya Hukum Biasa

Upaya hukum ini pada azasnya terbuka untuk setiap putusan selama

tenggang waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang. Upaya hukum ini bersifat

menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara. Upaya hukum biasa ini

terbagi dalam:

a. Perlawanan

yaitu upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya

tergugat. Pada dasarnya perlawanan ini disediakan bagi pihak tergugat yang

dikalahkan. Bagi penggugat yang dengan putusan verstek dikalahkan tersedia

upaya hukum banding.

b. Banding

yaitu pengajuan perkara kepada pengadilan yang lebih tinggi untuk

dimintakan pemeriksaan ulangan.

c. Prorogasi

yaitu mengajukan suatu sengketa berdasarkan suatu persetujuan kedua belah

pihak kepada hakim yang sesungguhnya tidak wenang memeriksa sengketa

tersebut, yaitu kepada hakim dalam tingkat peradilan yang lebih tinggi.

d. Kasasi

yaitu tindakan MA untuk menegakkan dan membetulkan hukum, jika hukum

ditentang oleh putusan-putusan hakim pada tingkatan tertinggi. Alasan-alasan

hukum yang dipergunakan dalam permohonan kasasi adalah:

1). Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang,

2). Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku,

Page 65: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

52

Universitas Indonesia

3). Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-

undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang

bersangkutan.

2. Upaya Hukum Luar Biasa Peninjauan Kembali

yaitu peninjauan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan

hukum yang tetap dengan syarat terdapat hal-hal atau keadaan yang ditentukan

oleh Undang-Undang.

2.2.2 Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah Melalui Pengadilan Tata Usaha

Negara

Kekuasaan dan kewenangan mengadili Pengadilan Tata Usaha Negara

adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara di

tingkat pertama bagi rakyat pencari keadilan. Sengketa Tata Usaha Negara adalah

suatu sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang-orang

atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata Usaha Negara baik di

pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha

Negara. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara merupakan Pengadilan Tingkat

Banding yang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara yang

diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan merupakan Pengadilan Tingkat

Pertama dan Terakhir mengenai sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan

Tata Usaha Negara di daerah hukumnya.

Adanya Pengadilan Tata Usaha Negara dimaksudkan untuk menegakkan

keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum, sehingga dapat

memberikan pengayoman kepada masyarakat, khususnya dalam hubungan antara

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan masyarakat. Selain untuk

memberikan pengayoman atau perlindungan hukum bagi masyarakat, ditegaskan

pula bahwa keberadaan Pengadilan Tata Usaha Negara adalah untuk membina,

menyempurnakan, dan menertibkan aparatur di bidang Pengadilan Tata Usaha

Negara, agar mampu menjadi alat yang efisien, efektit, bersih, serta berwibawa,

dan yang dalam melaksanakan tugasnya selalu berdasarkan hukum dengan

dilandasi semangat dan sikap pengabdian untuk masyarakat. Penyelesaian

sengketa Tata Usaha Negara, baik menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

Tentang Peradilan Tata Usaha Negara maupun Undang-Undang Nomor 9 Tahun

Page 66: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

53

Universitas Indonesia

2004 Tentang Perubahannya adalah dalam kerangka Negara Hukum Indonesia.

Negara hukum yang dimaksud adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana hal ini dinyatakan secara eksplisit

dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dengan menyatakan bahwa

Peradilan Tata Usaha Negara merupakan lingkungan peradilan di bawah

Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

A. Tahap-Tahap Penyelesaian Sengketa di PTUN

1. Karakteristik Hukum Acara di PTUN

Sumber Hukum Formilnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun

1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, mulai dari Pasal 53 sampai

dengan Pasal 132. Untuk mengantarkan pada pembahasan tentang mekanisme

penyelesaian sengketa TUN di PTUN, terlebih dahulu akan diuraikan hal-hal

yang merupakan ciri Hukum Acara Peratun sebagai pembeda dengan Peradilan

lainnya, khususnya Peradilan Umum (Perdata).

Menurut Philippus M. Hadjon dkk, ciri khas hukum acara peradilan tata

usaha negara terletak pada asas-asas hukum yang melandasinya, yaitu:

1. asas praduga rechmatig (vermoeden van rechtmatigheid = praesumptio iustae

causa). Asas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa selalu

harus dianggap rechmatig sampai ada pembatalannya. Dengan asas ini,

gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang di gugat (Pasal 67 ayat (1)

UU Nomor 5 Tahun 1986);

2. asas pembuktian bebas. Hakim yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini

berbeda dengan ketentuan Pasal 1865 BW. Asas ini dianut dalam Pasal 107

UU Nomor 5 Tahun 1986 hanya saja masih dibatasi ketentuan Pasal 100;

3. asas keaktifan hakim (dominus litis). Keaktifan hakim dimaksudkan untuk

mengimbangi kedudukan para pihak karena tergugat adalah Pejabat TUN

sedangkan penggugat adalah orang atau badan hukum perdata. Penerapan asas

ini antara lain terdapat dalam ketentuan Pasal 58, Pasal 63 ayat (1 dan 2),

Pasal 80 dan Pasal 85;

Page 67: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

54

Universitas Indonesia

4. asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat “erga omnes”.

Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan

pengadilan TUN berlaku bagi siapa saja – tidak hanya bagi para pihak yang

bersengketa. Dalam rangka ini kiranya ketentuan Pasal 83 tentang intervensi

bertentangan dengan asas “erga omnes”.42

2. Proses Pemeriksaan Gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara

a. Pemanggilan Para Pihak

Pada Pengadilan Tata Usaha Negara, pemanggilan pihak-pihak yang

bersengketa dilakukan secara administratif yaitu dengan surat tercatat yang

dikirim oleh panitera pengadilan. Pemanggilan tersebut mempunyai aturan

sebagai berikut:

1) Panggilan terhadap pihak yang bersangkutan dianggap sah apabila masing-

masing telah menerima surat panggilan yang dikirim dengan surat tercatat

(Pasal 65 UU Nomor 5 tahun 1986).

2) Jangka waktu antara pemanggilan dan hari sidang tidak boleh kurang dari 6

hari kecuali dalam hal sengketa tersebut harus diperiksa dengan acara (Pasal

64 UU Nomor 5 tahun 1986).

b. Kewajiban Hakim

Berdasarkan pasal 68 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 Mengadakan

pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas. Menjaga

supaya tata tertib dalam persidangan tetap ditaati setiap orang dan perintahnya

dilaksanakan dengan baik. Kemudian hakim dapat mengundurkan diri dari

persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah, atau semenda sampai

derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan

salah seorang hakim anggota atau menanyakan identitas saksi-saksi (Pasal 87 ayat

2), membacakan Putusan Pengadilan dalam sidang terbuka untuk umum (Pasal

108 ayat 1).

c. Terhadap Pihak Ketiga

Berdasarkan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 selama

pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak

lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan

42 Philippus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2001, hlm. 313

Page 68: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

55

Universitas Indonesia

mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa Hakim dapat masuk dalam

sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak sebagai pihak yang membela haknya

atau peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa dan

berdasarkan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 apabila pihak ketiga

yang belum pernah ikut serta atau diikut sertakan selama waktu pemeriksaan

sengketa yang bersangkutan, pihak ketiga tersebut berhak mengajukan gugatan

perlawanan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan tersebut kepada Pengadilan

yang mengadili sengketa tersebut pada tingkat pertama

d. Tenggang Waktu Mengajukan Gugatan

Tenggang waktu mengajukan gugatan, dibatasi hanya dalam tenggang

waktu 90 hari terhitung sejak saat diterima atau diumumkannya KTUN. 43

3. Prosedur Pengajuan Gugatan

Berdasarkan pasal 1 ayat (5) gugatan adalah permohonan yang berisi

tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke

Pengadilan untuk mendapat putusan. Gugatan di PTUN diajukan oleh seseorang

atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan akibat

dikeluarkannya suatu KTUN. Oleh karenanya unsur adanya kepentingan dalam

pengajuan gugatan merupakan hal yang sangat urgen dalam sengketa di PTUN.

Sebagaimana dinyatakan dalam UU PTUN Nomor 5 Tahun 1986 Hal ini

ditegaskan dalam Pasal 53 ayat (1), dimana orang atau badan hukum yang

kepentingannya dirugikan oleh keputusan tata usaha negara dapat mengajukan

gugatan, dari ketentuan Pasal 53 ayat (1) ini menjadi dasar siapa yang bertindak

sebagai Subjek Penggugat di PTUN, yaitu Orang atau Badan Hukum Perdata yang

merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan TUN.

Selanjutnya UU PTUN Nomor 9 Tahun 2004 Pasal 53 ayat (2)

menyebutkan alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan adalah

keputusan Tata Usaha Negara yang bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku dan Keputusan Tata Usaha Negara yang bertentangan

dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Suatu gugatan yang akan

diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara harus memuat hal-hal yang merupakan

syarat formil suatu gugatan sebagaimana disebutkan dalam pasal 56 yaitu nama,

43 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pasal 55

Page 69: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

56

Universitas Indonesia

kewarganegaran, tempat tinggal dan pekerjaan penggugat dan tergugat beserta

dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh pengadilan.44

Menurut Pasal 54 ayat (1) gugatan sengketa TUN diajukan secara tertulis

kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat

kediaman Tergugat. Gugatan yang diajukan harus dalam bentuk tertulis, karena

gugatan itu akan menjadi pegangan bagi pengadilan dan para pihak selama

pemeriksaan. Apabila Tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan Tata Usaha

Negara, gugatan diajukan pada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi

tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Dalam hal

tempat kedudukan Tergugat tidak berada dalam daerah hukum pengadilan tempat

kediaman Penggugat, maka gugatan diajukan kepada pengadilan tempat

kedudukan Penggugat untuk diteruskan kepada pengadilan yang bersangkutan.

Sedangkan apabila Penggugat dan Tergugat berada di luar negeri, gugatan

diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, dan apabila Tergugat

berkedudukan di dalam negeri dan Penggugat diluar negeri, gugatan diajukan

kepada Pengadilan Tata Usaha Negara di tempat kedudukan Tergugat.

Salah satu kekhususan di Peratun juga berkaitan dengan fungsi Pengadilan

Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) yang bukan saja sebagai pengadilan tingkat

banding, akan tetapi juga mempunyai fungsi sebagai pengadilan tingkat pertama

seperti halnya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal ini terjadi apabila

sengketa TUN tersebut berkaitan dengan ketentuan Pasal 48 UU Nomor 5 Tahun

1986 Jo. UU Nomor 9 Tahun 2004, yaitu yang mengatur tentang upaya banding

administratif. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 51 ayat (3) UU Nomor 5

Tahun 1986 Jo. UU Nomor 9 Tahun 2004, sebagai berikut : “Pengadilan Tinggi

Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan

menyelesaikan di tingkat pertama sengketa tata usaha negara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 48”. Berhubung sengketa TUN selalu berkaitan dengan

keputusan Tata Usaha Negara, maka pengajuan gugatan ke Pengadilan dikaitkan

pula dengan waktu dikeluarkannya keputusan yang bersangkutan. Pasal 55

menyebutkan bahwa : Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90

44 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 53 ayat (1)

Page 70: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

57

Universitas Indonesia

(sembilan puluh) hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya

Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan Dalam hal

gugatan didasarkan pada alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 (Keputusan

Fiktif-Negatif), maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari itu, dihitung

setelah lewatnya tenggang waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-

undangan yang menjadi dasarnya, yang dihitung sejak tanggal diterimanya

permohonan yang bersangkutan. Seandainya peraturan perundang-undangan yang

menjadi dasarnya tidak menentukan tenggang waktunya, maka dihitung sejak

lewatnya tenggang waktu 4 (empat) bulan yang dihitung sejak diterimanya

permohonan yang bersangkutan. Bilamana tenggang waktu tersebut diatas telah

lewat, maka hak untuk menggugat menjadi gugur karena telah daluarsa.

Diajukannya suatu gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara pada

prinsipnya tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya keputusan Badan

atau Pejabat Tata Usaha Negara, serta tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara yang digugat. Namun demikian Penggugat dapat mengajukan permohonan

kepada pengadilan agar Surat Keputusan yang digugat tersebut ditunda

pelaksanaannya selama proses berjalan, dan permohonan tersebut hanya dapat

dikabulkan oleh pengadilan apabila adanya alasan yang sangat mendesak yang

mengakibatkan kepentingan Penggugat akan sangat dirugikan jika Keputusan

TUN yang digugat itu tetap dilaksanakan (Pasal 67 ayat 4a)

4. Pemeriksaan di persidangan

a. Pemeriksaan Pendahuluan.

Berbeda dengan peradilan lainnya, Peradilan Tata Usaha Negara

mempunyai suatu kekhususan dalam proses pemeriksaan sengketa, yaitu adanya

tahap Pemeriksaan Pendahuluan.

Pemeriksaan Pendahuluan ini terdiri dari :

1. Rapat permusyawaratan/Proses Dismissal (Pasal 62).

Rapat permusyawaratan yang disebut juga dengan Proses Dismissal atau

tahap penyaringan yang merupakan wewenang Ketua Pengadilan, diatur

dalam Pasal 62. Dalam proses dismissal ini Ketua Pengadilan, setelah melalui

pemeriksaan administrasi di kepaniteraan, memeriksa gugatan yang masuk.

Apakah gugatan tersebut telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur

Page 71: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

58

Universitas Indonesia

dalam UU Peratun dan apakah memang termasuk wewenang Pengadilan Tata

Usaha Negara untuk mengadilinya. Dalam proses dismissal Ketua Pengadilan

berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan

pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan tidak diterima atau

tidak berdasar, apabila :

2. Pokok gugatan, yaitu fakta yang dijadikan dasar gugatan, nyata-nyata tidak

termasuk wewenang Pengadilan.

3. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 tidak dipenuhi

oleh penggugat sekalipun ia telah diperingatkan.

4. gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.

5. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan

Tata Usaha Negara yang digugat.

6. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya. Penetapan

Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara mengenai hal ini diucapkan dalam rapat

permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan, dengan memanggil

kedua belah pihak. Terhadap penetapan ini dapat diajukan perlawanan kepada

Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dalam tenggang waktu

14 (empat belas) hari sesudah diucapkan. Perlawanan tersebut harus dengan

memenuhi syarat-syarat seperti gugatan biasa sebagaimana diatur dalam Pasal

56. Perlawanan diperiksa oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dengan acara

singkat, yang dilakukan oleh Majelis Hakim. Apabila perlawanan tersebut

diterima atau dibenarkan oleh Pengadilan yang bersangkutan melalui acara

singkat, maka Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara yang diambil

dalam rapat permusyawaratan tersebut dinyatakan gugur demi hukum dan

pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa.

Terhadap putusan pengadilan mengenai perlawanan tidak dapat digunakan

upaya hukum seperti banding dan kasasi, karena putusan tersebut dianggap

sebagai putusan tingkat pertama dan terakhir, sehingga telah mempunyai

kekuatan hukum tetap.

b. Pemeriksaan Persiapan

Pemeriksaan persiapan diadakan mengingat posisi Penggugat di Peratun

pada umumnya adalah warga masyarakat yang diasumsikan mempunyai

Page 72: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

59

Universitas Indonesia

kedudukan lemah dibandingkan dengan Tergugat sebagai Pejabat Tata Usaha

Negara sebagai pemegang kekuasaan eksekutif. Dalam posisi yang lemah

tersebut sangat sulit bagi Penggugat untuk mendapatkan informasi dan data yang

diperlukan untuk kepentingan pengajuan gugatan dari Badan atau Pejabat Tata

Usaha Negara yang digugat.

Pemeriksaan Persiapan dilakukan di ruang tertutup bukan di ruang

persidangan yang terbuka untuk umum. Dalam Pemeriksaan Persiapan Hakim

wajib dan berwenang untuk :

1). Memberikan nasehat atau arahan-arahan kepada Penggugat untuk

memperbaiki gugatannya dan melengkapi surat-surat atau data-data yang

diperlukan dalam tenggang waktu 30 hari.

2). Meminta penjelasan kepada pihak Tergugat mengenai segala sesuatu yang

mempermudah pemeriksaan sengketa di persidangan. Apabila jangka waktu

30 hari yang ditetapkan untuk memperbaiki gugatannya tersebut tidak

dipenuhi oleh Penggugat, maka Majelis Hakim akan memberikan putusan

yang menyatakan gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima, dan atas

putusan tersebut tidak ada upaya hukum, namun masih dapat diajukan gugatan

baru.

c. Pemeriksaan Tingkat Pertama

Pemeriksaan di tingkat pertama pada umumnya dilakukan di Pengadilan

Tata Usaha Negara (PTUN), terkecuali untuk sengketa yang menurut peraturan

perundang-undangan yang bersangkutan, sengketa tersebut harus diselesaikan

terlebih dahulu melalui upaya administratif sebagaimana yang dimaksud dalam

Pasal 48 UU Peratun, maka pemeriksaan di tingkat pertama dilakukan oleh

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN). Pemeriksaan ditingkat pertama

ini dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara :

1) Pemeriksaan dengan acara biasa.

2) Pemeriksaan dengan acara cepat.

d. Putusan Pengadilan

Dalam hal pemeriksaan sengketa telah selesai, mulai dari jawab

menjawab, penyampaian surat-surat bukti dan mendengarkan keterangan saksi-

saksi, maka selanjutnya para pihak diberikan kesempatan untuk menyampaikan

Page 73: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

60

Universitas Indonesia

kesimpulan yang merupakan pendapat akhir para pihak yang bersengketa (Pasal

97 ayat 1). Setelah kesimpulan disampaikan, kemudian hakim menunda

persidangan untuk bermusyawarah guna mengambil putusan. Putusan pengadilan

yang akan diambil oleh hakim dapat berupa ( Pasal 97 ayat (7) ) :

1) Gugatan ditolak;

2) Gugatan dikabulkan;

3) Gugatan tidak diterima;

4) Gugatan gugur.

Terhadap gugatan yang dikabulkan, maka pengadilan akan menetapkan

kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan kepada Badan atau Pejabat TUN

selaku Tergugat, yaitu berupa ( Pasal 97 ayat (9) ) :

1) Pencabutan Keputusan TUN yang bersangkutan.

2) Pencabutan Keputusan TUN yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan

TUN yang baru.

3) Penerbitan Keputusan TUN dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3.

Disamping kewajiban-kewajban tersebut pengadilan juga dapat

membebankan kewajiban kepada Tergugat untuk membayar ganti rugi dan

pemberian rehabilitasi dalam hal menyangkut sengketa kepegawaian.

6. Upaya Hukum

a. Upaya Hukum Banding

Terhadap para pihak yang merasa tidak puas atas putusan yang diberikan

pada tingkat pertama (PTUN), berdasarkan ketentuan Pasal 122 UU Nomor 5

Tahun 1986 terhadap putusan PTUN tersebut dapat dimintakan pemeriksaan

banding oleh Penggugat atau Tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha

Negara (PTTUN). Permohonan pemeriksaan banding diajukan secara tertulis oleh

pemohon atau kuasanya yang khusus diberi kuasa untuk itu, kepada PTUN yang

menjatuhkan putusan tersebut, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari

setelah putusan diberitahukan kepada yang bersangkutan secara patut.

Selanjutnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sesudah permohonan

pemeriksaan banding dicatat, Panitera memberitahukan kepada kedua belah pihak

bahwa mereka dapat melihat berkas perkara di Kantor Pengadilan Tata Usaha

Negara yang bersangkutan dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah

Page 74: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

61

Universitas Indonesia

mereka menerima pemberitahuan tersebut. Para pihak dapat menyerahkan memori

atau kontra memori banding, disertai surat-surat dan bukti kepada Panitera

Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa

salinan memori dan kontra memori banding diberikan kepada pihak lawan dengan

perantara Panitera Pengadilan (Pasal 126). Pemeriksaan banding di Pengadilan

Tinggi TUN dilakukan sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang hakim.

Dalam hal Pengadilan Tinggi TUN berpendapat bahwa pemeriksaan Pengadilan

Tata Usaha Negara kurang lengkap, maka Pengadilan Tinggi tersebut dapat

mengadakan sendiri untuk pemeriksaan tambahan atau memerintahkan Pengadilan

Tata Usaha Negara yang bersangkutan untuk melaksanakan pemeriksaan

tambahan. Setelah pemeriksaan di tingkat banding selesai dan telah diputus oleh

Pengadilan Tinggi TUN yang bersangkutan, maka Panitera Pengadilan Tinggi

TUN yang bersangkutan, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari mengirimkan salinan

putusan Pengadilan Tinggi tersebut beserta surat-surat pemeriksaan dan surat-

surat lain kepada Pengadilan TUN yang memutus dalam pemeriksaan tingkat

pertama, dan selanjutnya meneruskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan

(Pasal 127).

Mengenai pencabutan kembali suatu permohonan banding dapat dilakukan

setiap saat sebelum sengketa yang dimohonkan banding itu diputus oleh

Pengadilan Tinggi TUN. Setelah diadakannya pencabutan tersebut permohonan

pemeriksaan banding tidak dapat diajukan oleh yang bersangkutan, walaupun

tenggang waktu untuk mengajukan permohonan pemeriksaan banding belum

lampau (Pasal 129).

b. Upaya Hukum Kasasi dan Peninjauan Kembali.

Terhadap putusan pengadilan tingkat Banding dapat dilakukan upaya

hukum Kasasi ke Mahkamah Agung RI. Pemeriksaan ditingkat Kasasi diatur

dalam pasal 131 UU Peratun, yang menyebutkan bahwa pemeriksaan tingkat

terakhir di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dapat dimohonkan pemeriksaan

kasasi kepada Mahkamah Agung. Untuk acara pemeriksaan ini dilakukan menurut

ketentuan UU Nomor14 Tahun 1985 Jo. UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang

Mahkamah Agung.

Page 75: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

62

Universitas Indonesia

Menurut Pasal 55 ayat (1) UU Mahkamah Agung, pemeriksaan kasasi

untuk perkara yang diputus oleh Pengadilan dilingkungan Pengadilan Agama atau

oleh pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dilakukan menurut

ketentuan UU ini. Dengan demikian sama halnya dengan ketiga peradilan yang

lain, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Militer, maka

Peradilan Tata Usaha Negara juga berpuncak pada Mahkamah Agung.

Sementara itu apabila masih ada diantara para pihak masih belum puas

terhadap putusan Hakim Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi, maka dapat

ditempuh upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali ke Mahkamah

Agung RI. Pemeriksaan Peninjauan Kembali diatur dalam pasal 132 UU Peratun,

yang menyebutkan bahwa :

Ayat (1): “Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap dapat diajukan permohonan Peninjauan Kembali pada

Mahkamah Agung.”

Ayat (2): “Acara pemeriksaan Peninjauan Kembali ini dilakukan menurut

ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) UU

Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.”

7. Pelaksanaan Putusan Pengadilan

Putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan hanyalah putusan pengadilan

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, demikian ditegaskan dalam Pasal

115 UU Nomor 5 Tahun 1986. Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap artinya bahwa terhadap putusan tersebut telah tidak ada lagi upaya hukum,

atau dapat juga masih ada upaya hukum akan tetapi oleh para pihak upaya hukum

tersebut tidak ditempuh dan telah lewat tenggang waktu yang ditentukan oleh UU.

Mengenai mekanisme atau prosedur eksekusi ini diatur dalam Pasal 116 s/d 119

UU Nomor 5 Tahun 1986. Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian

sebelumnya, dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, putusan

Peratun telah mempunyai kekuatan eksekutabel. Hal ini dikarenakan adanya

sanksi berupa dwangsom dan sanksi administratif serta publikasi terhadap Badan

atau Pejabat TUN (Tergugat) yang tidak mau melaksanakan putusan Peratun.45

45 http://edrasatmaidi2010.wordpress.com/2010/07/15/penyelesaian-sengketa-tun-melalui-ptun/ diakses tanggal 9 Desember 2012

Page 76: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

63

Universitas Indonesia

2.3. Posisi Kasus dan Pembahasan

2.3.1 Posisi Kasus Pada Pegadilan Tata Usaha Negara

Dalam mengajukan gugatan harus dicantumkan apa yang menjadi dasar

gugatan tersebut atau dasar tuntutan tersebut, sehingga dengan adanya dasar

gugatan tersebut, menjadi landasan pemeriksaan dan penyelesaian perkara. Akan

tetapi dalam pemeriksaan dan penyelesaian tidak boleh menyimpang dari dalil

gugatan tersebut. Bahwa di dalam dasar gugatan itu tidak hanya dirumuskan

peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan tetapi juga harus dijelaskan

mengenai fakta-fakta yang mendahului adanya peristiwa hukum yang menjadi

penyebab timbulnya peristiwa tersebut.

Obyek yang menjadi sengketa pada pengadilan tata usaha Negara dalam

kasus ini adalah penolakan secara diam-diam (fiktif negatif). Fiktif Negatif adalah

sikap diam Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara yang tidak mengeluarkan

keputusan Tata Usaha Negara yang dimohonkan oleh orang atau badan hukum

perdata, dalam kurun waktu tertentu, sedangkan hal tersebut menjadi

kewajibannya. Dalam kasus ini sikap diam Kepala Badan Pertanahan Nasional

Jakarta Utara terhadap surat permohonan Hak Pengelolaan atas nama PT Kereta

Api (Persero) yang diajukan PT Kereta Api (Persero) pada tanggal 21 Desember

2006 disertai Permohonan agar dapat dinyatakan sertipikat Hak Pakai Nomor

436/Pademangan Barat, seluas 1.784 M2, sesuai Gambar Situasi Nomor :

3423/1982 tanggal 13 Oktober 1984, Hak Pakai Nomor 437/Pademangan Barat,

seluas 1.392 M2, sesuai Gambar Situasi Nomor : 3425/1982 tanggal 13 Oktober

1984, Hak Pakai Nomor 438/Pademangan Barat, seluas 1.719 M2, sesuai Gambar

Situasi Nomor : 3424/1982 tanggal 13 Oktober 1984, Kesemuanya tercatat atas

nama PT Lingga Karisma tidak berlaku lagi atau tidak mempunyai kekuatan

hukum.

Sikap diam Kepala Badan Pertanahan Nasional Jakarta Utara diuji

keabsahannya di peradilan Tata Usaha Negara, dan apabila penolakan dengan

sikap diam tersebut mengundang cacat hukum, maka pengadilan menyatakan

batal atau tidak sah atau memerintahkan agar pejabat atau badan Tata Usaha

Negara untuk menerbitkan atau mengeluarkan keputusan sebagaimana

dimohonkan oleh penggugat. Sesungguhnya Objek gugatan ini adalah tidak

Page 77: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

64

Universitas Indonesia

berwujud, tetapi suatu sikap tidak mengeluarkan Keputusan yang telah

dimohonkan kepadanya sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka sikap

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dijadikan sebagai objek gugatan

di Pengadilan Tata Usaha Negara.

2.3.1.1 Sebab-sebab terjadinya sengketa

Adapun sebab-sebab PT Kereta Api (Persero) mengajukan gugatan pada

Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara akan penulis uraikan sebagai

berikut :

PT Kereta Api (Persero) adalah pemilik bidang tanah yang terpeta dalam

grondkaart Nomor 1B yang kemudian diperbaharui dengan Peta Bumi A Nomor

33 yang letaknya dikelilingi HP Nomor 295/Pademangan Barat, luas 58.375 Ha,

Gambar Situasi (GS) Nomor 2376/1988 terdaftar atas nama Departemen

Perhubungan Republik Indonesia Cq. PT. Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta;

terletak di Jl. R.E. Martadinata, kel. Pademangan Barat, Kec. Pademangan, Kodya

Jakarta Utara yang sampai sekarang masih terdaftar dalam aktiva Asset PT.

Kereta Api (Persero) serta belum ada pelepasan oleh Menteri Keuangan Negara.

Sebagian luas tanah yang ada dalam Peta Bumi A Nomor 33 seluas +

4.895 M2 terbit sertipikat :

1) Hak Pakai Nomor 436/Pademangan Barat, seluas 1.784 M2, sesuai Gambar

Situasi Nomor : 3423/1982 tanggal 13 Oktober 1984, berakhir haknya tanggal

12 Oktober 1994, tercatat atas nama PT Lingga Karisma.

2) Hak Pakai Nomor 437/Pademangan Barat, seluas 1.392 M2, sesuai Gambar

Situasi Nomor : 3425/1982 tanggal 13 Oktober 1984, berakhir haknya tanggal

12 Oktober 1994, tercatat atas nama PT Lingga Karisma.

3) Hak Pakai Nomor 438/Pademangan Barat, seluas 1.719 M2, sesuai Gambar

Situasi Nomor : 3424/1982 tanggal 13 Oktober 1984, berakhir haknya tanggal

12 Oktober 1994, tercatat atas nama PT Lingga Karisma.

PT Kereta Api (Persero) pernah mengajukan surat pada Kepala Kantor

Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara dengan Nomor surat D.I/JAB/6355/1993

tanggal 25 Mei 1993 memohon agar berkas sertipikat Hak Pakai Nomor 436, 437,

dan 438/Pademangan Barat atas nama PT Lingga Karisma diblokir, karena

lokasinya berada dalam sertipikat Hak Pakai Nomor 295/Pademangan Barat yang

Page 78: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

65

Universitas Indonesia

terdaftar atas nama PT Kereta Api (Persero) dan merupakan tanah PT Kereta Api

(Persero) yang terpeta dalam Grondkaart Peta Bumi A Nomor 33.

Kemudian PT Lingga Karisma mengajukan gugatan pencabutan

pemblokiran kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional. Karena PT Kereta Api

(Persero) merasa berkepentingan terhadap tanah dimaksud mengajukan intervensi,

setelah ada amar putusannya tanggal 21 Juli 2004 Nomor

035/G.TUN/2004/PTUN DKI, tanggal 3 Februari 2005 Nomor :

230/b/2004/PT.TUN Jkt dan tanggal 28 April 2006 Nomor 342 K/TUN/2005

ternyata terhadap putusan tersebut sesuai tenggang waktu yang ditentukan oleh

undang-undang diketahui tidak ada upaya hukum dari pihak-pihak, sehingga

PT Kereta Api (Persero) mengajukan permohonan Eksekusi Putusan Hukum

kepada pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

Sebelum putusan kasasi Nomor 342 K/TUN/2005 tanggal 28 April 2006

turun, PT Kereta Api (Persero) mengajukan permohonan Hak Pengelolaan dan

pengukuran tanggal 14 Desember 2005 dan atas permohonan Hak Pengelolaan

yang diajukan PT Kereta Api, Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional

Kotamadya Jakarta Utara Telah memberikan surat jawaban Nomor 2188/09.05-

HAT tertanggal 30 September 2005 yang intinya berbunyi terhadap bidang tanah

yang dimohonkan sedang dalam perkara dan sedang dalam pemeriksaan Kasasi

oleh karenanya permohonan pengukuran dan permohonan haknya belum dapat

dilaksanakan.

Setelah adanya putusan kasasi terhadap perkara dimaksud turun PT Kereta

Api (Persero) mengajukan kembali permohonan Hak Pengelolaan tertanggal

18 Desember 2006 dengan disertai lampiran syarat-syarat yang dikehendaki oleh

Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara namun surat tidak ada tanda

terimanya oleh karenanya PT Kereta Api (Persero) mengajukan kembali surat

permohonan tertanggal 21 Desember 2006 Nomor 48/SI.H/XII/2006/Jkt mengenai

pemberian Hak Pengelolaan pada PT Kereta Api (Persero) yang mana surat

diterima pada tanggal 21 Desember 2006 oleh Kepala Kantor Pertanahan

Kotamadya Jakarta Utara tetapi terhadap permohonan surat dimaksud tidak ada

respon jawaban dan tidak ada tindak lanjut dari Kepala Kantor Pertanahan

Kotamadya Jakarta Utara. Sehingga PT Kereta Api merasa punya kepentingan

Page 79: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

66

Universitas Indonesia

terhadap tanah dimaksud sangat dirugikan oleh perbuatan sewenang-wenang yang

dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara.

Berdasarkan pasal 3 ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986

Tentang Peradilan Tata Usaha Negara dengan tidak dijawabnya permohonan PT

Kereta Api (Persero) oleh Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara

dalam tenggang waktu 4 bulan sejak diterimanya permohonan, maka Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan

keputusan penolakan secara diam-diam (fiktif negatif) dan telah melanggar asas-

asas kepastian hukum yang baik.

2.3.1.2 Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara

Berdasarkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tanggal

10 Desember 2007 Nomor 59/G/2007/PTUN-JKT, Pengadilan Tata Usaha Negara

Jakarta pada tingkat pertama, dalam perkara antara PT. Kereta Api (Persero),

berkantor Pusat di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 1 Bandung, selanjutnya

disebut Penggugat, melawan Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara,

berkedudukan di Jalan Laksda Yos Sudarso Nomor 27-29, Jakarta Utara,

selanjutnya disebut Tergugat dan PT. Lingga Karisma berkedudukan di Jalan

K.H. Hasyim Ashari Nomor 50-50A Jakarta, selanjutnya disebut Tergugat II

Intervensi dan telah memeriksa, memutus dan mengadili:

1. Dalam Eksepsi: menolak eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi

seluruhnya.

2. Dalam Pokok Perkara :

a. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;

Menyatakan batal sikap diam Tergugat terhadap surat Penggugat tanggal

21 September 2006 tentang Permohonan Hak Pengelolaan atas nama

PT. Kereta Api (Persero) dan menyatakan agar sertipikat bekas Hak Pakai

Nomor 436, Hak Pakai Nomor 437 dan Hak Pakai Nomor 438/Kelurahan

Pademangan Barat atas nama PT. Lingga Karisma tidak berlaku lagi;

b. Mewajibkan kepada Tergugat untuk menindaklanjuti surat Penggugat

tanggal 21 September 2006 tentang Permohonan Hak Pengelolaan atas

nama PT. Kereta Api (Persero) dan menyatakan agar sertipikat bekas Hak

Page 80: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

67

Universitas Indonesia

Pakai Nomor 436, Hak Pakai Nomor 437 dan Hak Pakai Nomor

438/Kelurahan Pademangan Barat atas nama PT. Lingga Karisma tidak

berlaku lagi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku;

c. Menghukum Tergugat dan Tergugat II Intervensi membayar biaya perkara

secara tanggung renteng sebesar Rp. 2.803.000,- (dua juta delapan ratus

tiga ribu rupiah).

2.3.1.3 Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta

tanggal 22 Mei 2008 Nomor 43/B/2008/PT.TUN-JKT, Pengadilan Tinggi Tata

Usaha Negara Jakarta telah memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara

dalam perkara antara Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara,

berkedudukan di Jalan Laksda Yos Sudarso Nomor 27-29 Jakarta Utara,

selanjutnya disebut Tergugat/Pembanding dan PT. Lingga Karisma berkedudukan

di Jalan K.H. Hasyim Ashari Nomor 50-50A Jakarta, selanjutnya disebut Tergugat

II Intervensi/Pembanding, melawan PT. Kereta Api (Persero), berkantor Pusat di

Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 1 Bandung, selanjutnya disebut

Penggugat/Terbanding. Dan telah memeriksa, memutus dan mengadili:

1. Dalam Eksepsi : menolak eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi

seluruhnya.

2. Dalam Pokok Perkara :

a. Menerima permohonan banding dari Tergugat/Pembanding serta Tergugat

II Intervensi/Pembanding;

b. Menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tanggal

10 Desember 2007 Nomor 59/G/2007/PTUN-JKT yang dimohonkan

banding;

c. Menghukum Tergugat/Pembanding dan Tergugat II Intervensi/

Pembanding untuk membayar biaya sengketa dalam dua tingkat

pengadilan secara tanggung renteng yang untuk tingkat banding sebesar

Rp. 159.000,- (seratus lima puluh sembilan rupiah).

2.3.1.4 Putusan Mahkamah Agung

Page 81: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

68

Universitas Indonesia

Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

tanggal 10 Desember 2008 Nomor 292.K/TUN/2008, Mahkamah Agung Republik

Indonesia yang memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah

memutuskan dalam perkara antara pada tingkat pertama, telah menyelesaikan

sengketa Tata Usaha Negara dalam perkara antara PT. Lingga Karisma

berkedudukan di Jalan K.H. Hasyim Ashari Nomor 50-50A Jakarta, selanjutnya

disebut sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat II Intervensi/Pembanding,

melawan PT. Kereta Api (Persero), berkantor Pusat di Jalan Perintis Kemerdekaan

Nomor 1 Bandung, selanjutnya disebut sebagai Termohon Kasasi dahulu

Penggugat/Terbanding; dan Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara,

berkedudukan di Jalan Laksda Yos Sudarso Nomor 27-29 Jakarta Utara,

selanjutnya disebut sebagai Turut Termohon Kasasi dahulu Tergugat/Terbanding.

Dan telah memeriksa, memutus dan mengadili: Menolak permohonan kasasi dari

Pemohon Kasasi PT. Lingga Karisma tersebut dengan perbaikan amar putusan

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta tanggal 22 Mei 2008 Nomor

43/B/2008/PT.TUN-JKT yang menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha

Negara Jakarta tanggal 10 Desember 2007 Nomor 59/G/2007/PTUN-JKT,

sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;

2. Menyatakan batal sikap diam Tergugat terhadap surat Penggugat tanggal

21 September 2006 tentang Permohonan Hak Pengelolaan atas nama PT.

Kereta Api (Persero) dan menyatakan agar sertipikat bekas Hak Pakai Nomor

436, Hak Pakai Nomor 437 dan Hak Pakai Nomor 438/Kelurahan

Pademangan Barat atas nama PT. Lingga Karisma tidak berlaku lagi;

3. Memerintahkan Tergugat untuk memproses surat Penggugat tentang

Permohonan Pemberian Hak Pengelolaan atas nama PT. Kereta Api (Persero)

diatas tanah sertipikat bekas Hak Pakai Nomor 436, Hak Pakai Nomor 437

dan Hak Pakai Nomor 438/Kelurahan Pademangan Barat;

4. Menghukum Tergugat dan Tergugat II Intervensi membayar biaya perkara

secara tanggung renteng sebesar Rp. 2.803.000,- (dua juta delapan ratus tiga

ribu rupiah).

2.3.2 Posisi Kasus Pada Pengadilan Negeri Jakarta

Page 82: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

69

Universitas Indonesia

PT Lingga Karisma mengajukan gugatan pencabutan pemblokiran kepada

Badan Pertanahan Nasional Kotamadya Jakarta Utara atas sertipikat Hak Pakai

Nomor 436/Pademangan Barat, Hak Pakai Nomor 437/Pademangan Barat, Hak

Pakai Nomor 438/Pademangan Barat. Karena pemblokiran yang dilakukan Badan

Pertanahan Nasional Kotamadya Jakarta Utara tidak didasarkan pada ketentuan

Pasal 126 peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 tahun 1997

tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi sebagai berikut :

Ayat (1) : Pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam buku tanah

bahwa suatu hak atas tanah atau Hak Milik Atas satuan Rumah

Susun akan dijadikan objek gugatan di pengadilan dengan

menyampaikan salinan surat gugatan yang bersangkutan.

Ayat (2) : Catatan tersebut hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga

puluh) hari terhitung dari tanggal pencatatan atau apabila pihak yang

minta pencatatan telah mencabut permintaannya sebelum waktu

tersebut berakhir.

Dengan demikian pemblokiran yang dilakukan tanpa didasarkan pada

ketentuan pasal 126 ayat (2) peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN

Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor

24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan tidak mengabulkan permohonan

perpanjangan hak atas sertipikat sertipikat Hak Pakai Nomor 436/Pademangan

Barat, Hak Pakai Nomor 437/Pademangan Barat, Hak Pakai Nomor

438/Pademangan Barat tercatat atas nama PT Lingga Karisma mengakibatkan

kerugian bagi PT Lingga Karisma. Sehingga dijadikan objek gugatannya pada

Pengadilan Negeri.

2.3.2.1 Sebab-sebab terjadinya sengketa

PT Lingga Karisma adalah pemilik tanah Sertipikat Hak Pakai Nomor

436/Pademangan Barat, seluas 1.784 M2, sesuai Gambar Situasi Nomor :

3423/1982 tanggal 13 Oktober 1984, berakhir haknya tanggal 12 Oktober 1994.

Hak Pakai Nomor 437/Pademangan Barat, seluas 1.392 M2, sesuai Gambar

Situasi Nomor : 3425/1982 tanggal 13 Oktober 1984, berakhir haknya tanggal

12 Oktober 1994. Hak Pakai Nomor 438/Pademangan Barat, seluas 1.719 M2,

Page 83: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

70

Universitas Indonesia

sesuai Gambar Situasi Nomor : 3424/1982 tanggal 13 Oktober 1984, berakhir

haknya tanggal 12 Oktober 1994, terletak di Jalan RE Martadinata, Kelurahan

Pademangan Barat, Kecamatan Pademangan, Kotamadya Jakarta Utara, semuanya

tercatat atas nama PT Lingga Karisma.

Yang diperoleh PT Lingga karisma masing-masing berdasarkan akta jual

beli Nomor 589/X/Penjaringan/1990 tanggal 30 Oktober 1990, Nomor

588/X/Penjaringan/1990 tanggal 30 Oktober 1990, dan Nomor

438/IV/Penjaringan/1990 tanggal 24 April 1990 yang dibuat dihadapan Drs H.

Saidus Sjahar, SH Pejabat Pembuat Akta Tanah wilayah Jakarta Utara.

PT Lingga Karisma membeli tanah a quo tersebut karena atas tanah

tersebut diatas belum pernah dibatalkan oleh Putusan Pengadilan yang

berkekuatan hukum tetap karena dinyatakan cacat hukum. Dan karena atas bidang

tanah tersebut diatas akan habis masa berlakunya tahun 1994, berdasarkan

ketentuan Pasal 47 ayat (1) Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 46

Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas

Tanah yang berbunyi permohonan perpanjangan jangka waktu hak pakai atau

pembaharuan diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka

waktu hak pakai tersebut. Kemudian PT Lingga Karisma tahun 1990 mengajukan

permohonan perpanjangan atas tanah dimaksud.

Terhadap permohonan perpanjangan atas bidang tanah dimaksud Badan

Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara merekomendasikan untuk mengurus SIPPT

(Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah) dengan alasan tanah a quo milik

PT Lingga Karisma berada dalam kategori jalan protokol atau jalan besar yang

padat lalu lintasnya, dan prosedur untuk mengurus SIPPT meliputi mengajukan

pengukuran yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota, mengajukan pengukuran

yang dikeluarkan oleh BPN, Mengajukan permohonan Surat Keterangan

Pendaftaran Tanah dan Mengajukan rencana penggunaan tanah. Kemudian

PT Lingga Karisma mengajukan Permohonan SIPPT pada Badan Pertanahan

Nasional Kotamadya Jakarta Utara. Dan berdasarkan surat Nomor

72/V/PGT/2/JU/1991 tanggal 17 Januari 1991, Badan Pertanahan Nasional

Kotamadya Jakarta Utara mengirimkan surat rekomendasasi pada Badan

Pertanahan Nasional Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang intinya

Page 84: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

71

Universitas Indonesia

menyatakan tanah a quo adalah milik PT Lingga Karisma yang dimohonkan untuk

ruko, kantor dan fasilitasnya. Selanjutnya Badan Pertanahan Nasional Wilayah

Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan surat Nomor : 1.711.52/328/31/PPT/1999

tanggal 7 Januari 1999, mengirimkan surat rekomendasi ke Gubernur DKI Jakarta

melalui Kepala Dinas Tata Kota Jakarta yang intinya menyatakan bahwa tanah a

quo tercatat atas nama PT Lingga Karisma dan dikuasai oleh PT Lingga Karisma.

Kemudian Tahun 2002 PT Lingga Karisma mengajukan permohonan

perpanjangan atas sertipikat Hak Pakai Nomor 436/Pademangan Barat, Hak Pakai

Nomor 437/Pademangan Barat dan Hak Pakai Nomor 438/Pademangan Barat,

setelah melalui proses yang telah ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional

Kotamadya Jakarta Utara yang berdasarkan hasil penelitian dan pengukuran di

lapangan ternyata tanah a quo benar tercatat atas nama PT Lingga Karisma.

Bahwa hasil penelitian dan pengukuran di lapangan berdasarkan Berita

Acara Penelitian/Pengukuran Tanah Nomor : 324/Pen/XI/KH/2003 untuk

sertipikat hak pakai nomor 436/Pademangan Barat sebagian di atas tanah

436/Pademangan Barat didirikan bangunan oleh Walikotamadya Jakarta Utara cq

Suku Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan Kotamadya Jakarta Utara berupa

pagar tembok dan sebuah bangunan batu (gardu listrik). Selain itu sertipikat Hak

Pakai Nomor 436/Pademangan Barat, Hak Pakai Nomor 437/Pademangan Barat

dan Hak Pakai Nomor 438/Pademangan Barat tidak dapat diurus karena terhadap

ketiga sertipikat tersebut telah dilakukan pemblokiran oleh Badan Pertanahan

Nasional Kotamadya Jakarta Utara sehingga PT Lingga Karisma mengalami

banyak kerugian.

2.3.2.2 Putusan Pengadilan Negeri

Bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tanggal

2 September 2008 Nomor 09/Pdt.G/2008/PN-Jkt.Ut, Pengadilan Negeri Jakarta

Utara yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada peradilan tingkat

pertama, telah menjatuhkan putusan dalam perkara antara PT. Lingga Karisma

berkedudukan di Jalan K.H. Hasyim Ashari Nomor 50-50A Jakarta, selanjutnya

disebut Penggugat, melawan PT. Kereta Api (Persero) cq. PT. Kereta Api

(Persero) Daerah Operasi I Jakarta yang berkedudukan di Jalan Stasiun Kota

Nomorl Jakarta, untuk selanjutnya disebut Tergugat I, Hotel Eksekutif yang

Page 85: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

72

Universitas Indonesia

berkedudukan di Jalan RE Martadinata Nomor2 Jakarta Utara, untuk selanjutnya

disebut Tergugat II, Badan Pertanahan Nasional cq Badan Pertanahan Nasional

Wilayah DKI Jakarta cq Badan Pertanahan Nasional Kotamadya Jakarta Utara

yang berkedudukan di Jalan Laksda Yos Sudarso Nomor 27-29 Jakarta Utara,

untuk selanjutnya disebut Turut Tergugat I, Walikotamadya Jakarta Utara cq Suku

Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan Kotamadya Jakarta Utara yang

berkedudukan di Jalan Laksda Yos Sudarso Nomor 27-29 Jakarta Utara, untuk

selanjutnya disebut Turut Tergugat II, Walikotamadya Jakarta Utara cq Suku

Dinas Tata Kota Kotamadya Jakarta Utara yang berkedudukan di Jalan Laksda

Yos Sudarso Nomor 27-29 Jakarta Utara, untuk selanjutnya disebut Turut

Tergugat III. Dan telah memeriksa, memutus dan mengadili

1. Dalam Konpensi dan Dalam Provisi:

Menolak gugatan Provisi

2. Dalam Eksepsi:

Menolak Eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I dan Tergugat II, dan Turut

Tergugat I, Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III untuk seluruhnya

3. Dalam Pokok Perkara:

a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

b. Menyatakan bahwa Tergugat I dan Tergugat II, dan Turut Tergugat I telah

melakukan perbuatan melawan hukum;

c. Menyatakan tanah yang terletak di Jalan RE Martadinata

Kelurahan Pademangan Barat, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara

dengan total seluas 4.895 M2 berdasarkan sertipikat Hak Pakai Nomor

436/Pademangan Barat, sertipikat Hak Pakai Nomor 437/Pademangan

Barat dan sertipikat Hak Pakai Nomor 438/Pademangan Barat adalah milik

Penggugat;

d. Menghukum Tergugat I untuk segera mengosongkan dan membongkar

bangunan yang berdiri diatas tanah milik penggugat berdasarkan sertipikat

Hak Pakai Nomor 436/Pademangan Barat, sertipikat Hak Pakai Nomor

437/Pademangan Barat dan sertipikat Hak Pakai Nomor 438/Pademangan

Barat serta mengembalikan tanah tersebut kepada Penggugat;

Page 86: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

73

Universitas Indonesia

e. Menghukum Tergugat II segera mengosongkan dan membongkar

bangunan yang berdiri diatas tanah milik Penggugat berdasarkan sertipikat

Hak Pakai Nomor 436/Pademangan Barat serta mengembalikan tanah

tersebut kepada Penggugat;

f. Menyatakan batal demi hukum perjanjian sewa menyewa tanah antara

Tergugat I dan Tergugat II atas sebagian tanah milik Penggugat

berdasarkan sertipikat Hak Pakai Nomor 436/Pademangan Barat;

g. Menyatakan blokir yang dikabulkan oleh Turut Tergugat I terhadap

sertipikat Hak Pakai Nomor 436/Pademangan Barat, sertipikat Hak Pakai

Nomor 437/Pademangan Barat dan sertipikat Hak Pakai Nomor

438/Pademangan Barat telah berakhir; Memerintahkan Turut Tergugat I

untuk mengabulkan permohonan perpanjangan Hak Pakai Nomor

436/Pademangan Barat, sertipikat Hak Pakai Nomor 437/Pademangan

Barat dan sertipikat Hak Pakai Nomor 438/Pademangan Barat yang

diajukan oleh Penggugat;

h. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II serta Turut Tergugat I secara

tanggung renteng untuk membayar ganti rugi immaterial kepada

Penggugat sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah);

i. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng untuk

membayar kepada Penggugat uang paksa sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus

lima puluh ribu rupiah) setiap hari keterlambatan melaksanakan putusan

ini terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap;

j. Menolak yang lain dan selebihnya.

2.3.2.3 Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta

Bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tanggal 6 Maret

2009 Nomor 53/PDT/2009/PT.JKT; Pengadilan Tinggi Jakarta yang memeriksa

dan mengadili perkara perdata dalam peradilan tingkat banding, telah

menjatuhkan putusan dalam perkara antara:

1. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) cq. PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

Daerah Operasi I Jakarta yang berkedudukan di Jalan Stasiun Kota Nomor l

Jakarta;

Page 87: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

74

Universitas Indonesia

2. Hotel Eksekutif yang berkedudukan di Jalan RE Martadinata Nomor2 Jakarta

Utara, selanjutnya disebut sebagai Pembanding I dan Pembanding II semula

Tergugat I dan Tergugat II;

3. Walikotamadya Jakarta Utara cq Suku Dinas Penataan dan Pengawasan

Bangunan Kotamadya Jakarta Utara yang berkedudukan di Jalan Laksda Yos

Sudarso Nomor 27-29 Jakarta Utara;

4. Walikotamadya Jakarta Utara cq Suku Dinas Tata Kota Kotamadya Jakarta

Utara yang berkedudukan di Jalan Laksda Yos Sudarso Nomor 27-29 Jakarta

Utara, selanjutnya disebut sebagai Pembanding III dan Pembanding V semula

Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III;

5. Badan Pertanahan Nasional cq Badan Pertanahan Nasional Wilayah DKI

Jakarta cq Badan Pertanahan Nasional Kotamadya Jakarta Utara yang

berkedudukan di Jalan Laksda Yos Sudarso Nomor 27-29 Jakarta Utara,

selanjutnya disebut sebagai Pembanding V semula Turut Tergugat I.

Melawan :

PT. Lingga Karisma berkedudukan di Jalan K.H. Hasyim Ashari Nomor

50-50A Jakarta, selanjutnya disebut sebagai Terbanding semula Penggugat.

Mengadili:

a. Menerima permohonan banding dari Pembanding I semula Tergugat I,

Pembanding II semula serta Turut Tergugat II, Pembanding III semula Turut

Tergugat II, Pembanding IV semula Turut Tergugat III, dan Pembanding V

semula Tergugat I;

b. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Nomor

09/Pdt.G/2008/PNJKT.UT tanggal 2 September 2008 yang dimohonkan

banding tersebut;

c. Menghukum Pembanding semula Tergugat I, Pembanding II semula Tergugat

II, Pembanding III semula Turut Tergugat II, Pembanding TV semula Turut

Tergugat III dan Pembanding V semula Turut Tergugat I secara tanggung

renteng untuk membayar biaya perkara dalam dua tingkat peradilan, dalam

tingkat banding ditetapkan sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu

rupiah).

2.3.2.4.1 Putusan Mahkamah Agung

Page 88: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

75

Universitas Indonesia

2.3.2.4.2 Tingkat Kasasi

Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal

2 Desember 2009 Nomor 1880.K/PDT/2009, Mahkamah Agung Republik

Indonesia yang memeriksa perkara perdata dalam peradilan tingkat kasasi, telah

memutuskan dalam perkara antara:

1. Badan Pertanahan Nasional cq Badan Pertanahan Nasional Wilayah DKI

Jakarta cq Badan Pertanahan Nasional Kotamadya Jakarta Utara, yang

berkedudukan di Jalan Laksda Yos Sudarso Nomor 27-29 Jakarta Utara,

selanjutnya disebut sebagai Pemohon Kasasi I dahulu Turut Tergugat

I/Pembanding V;

2. Walikotamadya Jakarta Utara cq Suku Dinas Penataan dan Pengawasan

Bangunan Kotamadya Jakarta Utara yang berkedudukan di Jalan Laksda Yos

Sudarso Nomor 27-29 Jakarta Utara, selanjutnya disebut sebagai Pemohon

Kasasi II dahulu Turut Tergugat II/Pembanding III;

3. Walikotamadya Jakarta Utara cq Suku Dinas Tata Kota Kotamadya Jakarta

Utara, yang berkedudukan di Jalan Laksda Yos Sudarso Nomor 27-29 Jakarta

Utara, selanjutnya disebut sebagai Pemohon Kasasi II dahulu Turut

Tergugat III/Pembanding IV;

4. Hotel Eksekutif yang berkedudukan di Jalan RE Martadinata Nomor2 Jakarta

Utara, selanjutnya disebut sebagai Pemohon Kasasi III dahulu Tergugat

II/Pembanding II;

5. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) cq. PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

Daerah Operasi I Jakarta, berkedudukan di Jalan Stasiun Kota Nomorl Jakarta,

selanjutnya disebut sebagai Pemohon Kasasi IV dahulu Tergugat

I/Pembanding I.

Melawan:

PT. Lingga Karisma berkedudukan di Jalan K.H. Hasyim Ashari Nomor

50-50A Jakarta, selanjutnya disebut sebagai Termohon Kasasi

dahulu Penggugat/Terbanding.

Mengadili:

a. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I Badan Pertanahan

Nasional cq. Badan Pertanahan Nasional Wilayah DKI Jakarta cq. Badan

Page 89: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

76

Universitas Indonesia

Pertanahan Nasional Kotamadya Jakarta Utara; Pemohon Kasasi II,

Walikotamadya Jakarta Utara cq. Suku Dinas Penataan dan Pengawasan

Bangunan Kotamadya Jakarta Utara dan Wlikotamadya Jakarta Utara cq Suku

Dinas Tata Kota Kotamadya Jakarta Utara, Pemohon Kasasi III, Hotel

Eksekutif, serta Pemohon Kasasi IV, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) cq.

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi I Jakarta.

b. Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor

53/PDT/2009/PT.JKT tanggal 6 Maret 2009 yang telah menguatkan putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Utara tanggal 2 September 2008 Nomor

09/Pdt.G/2008/PN-Jkt.Ut.

2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali

Berdasarkan Salinan Putusan Perkara Kasasi Perdata tanggal 29 April

2010 Nomor 607 PK/Pdt/2010, Mahkamah Agung Republik Indonesia yang

memeriksa perkara perdata dalam tingkat peninjauan kembali, telah memutuskan

dalam perkara antara :

PT. Lingga Karisma berkedudukan di Jalan K.H. Hasyim Ashari Nomor

50-50A Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada Nuriaty sitompul, SH.,

Mauliate Sitompul, SE., SH., Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum

Sitompul and Partners, berkantor di Wisma Sejahtera Jalan Let. Jend. S. Parman

Kav. 75 Ground Floor/Basement Suite 1E2 Jakarta Barat, berdasarkan surat kuasa

khusus tanggal 14 Maret 2010, Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Termohon

Kasasi/Penggugat/Terbanding

Melawan:

1. Badan Pertanahan Nasional cq Badan Pertanahan Nasional Wilayah DKI

Jakarta cq Badan Pertanahan Nasional Kotamadya Jakarta Utara;

2. Walikotamadya Jakarta Utara cq Suku Dinas Penataan dan Pengawasan

Bangunan Kotamadya Jakarta Utara (dalam surat kuasa tersebut Suku Dinas

Pengawasan dan Penertiban Bangunan Jakarta Utara);

3. Walikotamadya Jakarta Utara cq Suku Dinas Tata Kota Kotamadya Jakarta

Utara (dalam surat kuasa tersebut Suku Dinas Tata Ruang Jakarta Utara); 1

sampe dengan 3 berkedudukan Jalan Laksda Yos Sudarso Nomor 27-29

Jakarta Utara;

Page 90: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

77

Universitas Indonesia

4. Hotel Exsecutive, berkedudukan di Jalan RE Martadinata Nomor2 Kecamatan

Pademangan, Kotamadya Jakarta Utara;

5. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) cq. PT. Kereta Api maonesia Daerah

Operasi I Jakarta, berkedudukan di Jalan Stasiun Kota Nomor l Jakarta, Para

Termohon Peninjauan Kembali dahulu para Pemohon Kasasi/Turut

Tergugat I, II, III dan Tergugat I dan II/Para Pembanding.

Mengadili:

1. Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali:

PT. LINGGA KARISMA, tersebut.

2. Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara

dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta

lima ratus ribu rupiah).

2.4. Pembahasan

2.4.1. Status Penguasaan Tanah PT Kereta Api (Persero)

Sebelum dilaksanakan pembangunan jalan kereta api oleh Staats

Spoorwegen disingkat SS, terlebih dahulu telah dilakukan penyerahan penguasaan

tanah Negara kepada SS. Penyerahan penguasaan tanah (bestemming) kepada SS

dilakukan berdasarkan ordonansi yang dimuat dalam Staatsblad Nederlansch

Indie. Setiap lintas jalan kereta api dibestemmingkan kepada SS dan dimuat dalam

Staatsblad masing-masing. Berdasarkan Staatsblad-Staatsblad tersebut Pemerintah

telah menyerahkan penguasaan tanah kepada SS. Tanah itu kemudian berada di

bawah penguasaaan (in beheer) pada SS.

Tanah-tanah yang sudah dibestemmingkan kepada SS, lalu diukur,

dipetakan dan diuraikan dalam grondkaart. Pembuatan grondkaart dilakukan

menurut teknik geodesi oleh Landmester (Petugas Pengukuran Kadaster). Untuk

memenuhi legalitas sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka setiap grondkaart

disahkan oleh Kepala Kantor Kadaster dan Residen setempat. Grondkaart

menguraikan dan menjelaskan secara konkrit batas-batas tanah yang sudah

diserahkan kepada SS berdasarkan ordonansi yang dimuat dalam staatsblad

masing-masing. Tanah-tanah yang diuraikan dalam grondkaart tersebut statusnya

adalah tanah Negara, namun kualitasnya sudah menjadi kekayaan Negara aset SS,

Page 91: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

78

Universitas Indonesia

sehingga terhadap tanah tersebut berlaku peraturan perundang-undangan

perbendaharaan Negara.

Pengukuran dan pembuatan peta tanah pada umumnya dilakukan oleh

Landmester (Petugas Pengukuran Kadaster) untuk berbagai keperluan, baik untuk

keperluan isntansi pemerintah maupun untuk keperluan orang dan badan hukum

swasta. Pengukuran dan pemetaan untuk keperluan orang atau badan hukum

swasta, hasilnya disebut “Meetbrief” terjemahannya Surat Ukur, yang berfungsi

sebagai lampiran untuk memohon sesuatu hak atas tanah kepada pemerintah.

Meetbrief ini baru mempunyai nilai yuridis setelah diterbitkan surat keputusan

dari Residen. Pengukuran dan pemetaan untuk keperluan SS hasilnya disebut

grondkaart yaitu merupakan hasil final yang tidak perlu ditindaklanjuti dengan

surat keputusan pemberian hak oleh Pemerintah.

Berdasarkan azas domein dalam hukum agrarian sebagaimana yang

termuat dalam Agrarische Wet (Staatsblad 1870 Nomor 55) dan Agrarisch Besluit

(Staatsblad 1870 Nomor118), kepada Instansi Pemerintah tidak diberikan surat

tanda bukti hak. Sesuai dengan azas domein tersebut, maka yang diwajibkan

untuk mempunyai tanda bukti hak atas tanah hanyalah orang atau badan hokum

swasta. Sedangkan bukti yang diperlukan oleh Instansi Pemerintah cukup

penyerahan penguasaan tanah (bestemming) saja berdasarkan Staatsblad 1911

Nomor 110 dan Staatsblad 1940 Nomor 430 dijelaskan bahwa tanah yang sudah

dibestammingkan itu otomatis menjadi asset Instansi Pemerintah yang

bersangkutan.

Berdasarkan azas hukum tersebut di atas, maka kepada SS tidak pernah

diberikan surat tanda bukti hak atas tanah. Tanah-tanah yang sudah diserahkan

penguasaan tanahnya kepada SS ditindaklanjuti dengan pembuatan grondkaart.

Tanah-tanah yang sudah diuraikan dalam grondkaart itu menjadi kekayaan

Negara, sehingga tidak dapat diberikan kepada pihak lain sebelum mendapat izin

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan Pembina Umum

Kekayaan Negara.

Sejak terbentuknya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI)

pada tanggal 28 September 1945 maka semua asset SS yang diuraikan dalam

grondkaart otomatis menjadi asset DKARI. Kemudian berdasarkan Pengumuman

Page 92: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

79

Universitas Indonesia

Menteri Perhubungan Tenaga Kerja dan Pekerjaan Umum Nomor 2 Tahun 1950,

dibentuk Djawatan Kereta Api (DKA) yang berda di bawah naungan Departemen

Perhubungan Tenaga Kerja dan Pekerjaan Umum sehingga asset SS otomatis

menjadi asset DKA, selanjutnya menjadi asset PNKA, PJKA, PERUMKA,

sekarang menjadi asset PT Kereta Api (Persero).

2.4.2. Putusan Kasasi Nomor 292 K/TUN/2008

Putusan pada Pengadilan Tata Usaha Negara mengabulkan gugatan

PT Kereta Api (Persero) sedangkan pada tingkat banding di pengadilan tinggi tata

usaha negara menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Menurut hukum menolak secara fiktif negatif, tidak tegas dan tidak nyata

adalah salah karena tidak ada alasan hukum bila mempertahankan keberadaan

ketiga sertipikat bekas Hak Pakai Nomor 436, 437 dan 438/Pademangan Barat

yang sudah habis masa berlakunya tanggal 12 Oktober 1994 dan tidak dapat

diperpanjang, karena sertipikat yang habis masa berlakunya dan tidak

diperpanjang seharusnya kembali menjadi Tanah Negara, apalagi dalam kasus ini

ada pengelolanya yakni PT Kereta Api (Persero).

Disamping itu terhadap masalah kepemilikan hak atas tanah sudah ada

putusan hukumnya. Secara proporsional penolakan secara diam-diam tersebut

adalah salah karena prosedur permohonan hak oleh PT Kereta Api (Persero) sudah

tepat, tetapi Kepala Badan Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara tidak

menghiraukan permohonan PT Kereta Api (Persero) oleh karenanya Kepala

Badan Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara telah berbuat sewenang-wenang,

terlebih lagi lahan yang dimohonkan tersebut adalah masih terdaftar sebagai

aktiva Asset PT Kereta Api (Persero).

Sehingga pada tingkat kasasi pada mahkamah agung mengabulkan

gugatan PT Kereta Api (Persero) dengan amar putusannya menyatakan batal sikap

diam Tergugat terhadap surat Penggugat tanggal 21 September 2006 tentang

Permohonan Hak Pengelolaan atas nama PT. Kereta Api (Persero) dan

menyatakan agar sertipikat bekas Hak Pakai Nomor 436, Hak Pakai Nomor 437

dan Hak Pakai Nomor 438/Kelurahan Pademangan Barat atas nama PT. Lingga

Karisma tidak berlaku lagi dan Memerintahkan Tergugat untuk memproses surat

Page 93: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

80

Universitas Indonesia

Penggugat tentang Permohonan Pemberian Hak Pengelolaan atas nama

PT. Kereta Api (Persero) Pademangan Barat serta menghukum tergugat

membayar biaya perkara secara tanggung renteng.

2.4.3. Putusan Peninjaun Kembali Nomor 607 PK/Pdt/2010

Putusan pada tingkat pengadilan Negeri mengabulkan gugatan PT Lingga

Karisma sedangkan dalam tingkat banding putusan Pengadilan Tinggi

menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta yang dimohonkan oleh

Pembanding PT Kereta Api (Persero).

Pemblokiran yang diajukan PT Kereta Api (Persero) berakhir dengan

sendirinya pada hari ke 30 sejak tanggal diterimanya permohonan pemblokiran

dan bukan merupakan alasan tidak memproses permohonan PT Lingga Karisma,

sehingga dalam hal ini blokir dimaksud bukan lagi sebagai pokok persoalan

melainkan Surat Ijin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) yang harus

dilengkapi PT Lingga Karisma dalam rangka permohonan pembaruan hak atas

tanah yang menjadi pertimbangan utama dan persyaratan tersebut belum

dilengkapi oleh PT Lingga Karisma.

Hal lainnya Surat Keterangan atau surat rekomendasi yang menjadi dasar

untuk memproses sertipikat Hak Pakai Nomor 436, 437 dan 438/Pademangan

Barat tersebut dikeluarkan oleh pejabat yang tidak berwenang untuk itu yaitu

kepala bagian jalan dan bangunan. Seharusnya menurut ketentuan pelepasan aset

negara termasuk BUMN seperti halnya perumka harus dilakukan oleh Direktur

Jenderal Pembinaan BUMN atas nama Menteri Keuangan Republik Indonesia

sebagaimana diatur dalam undang-undang perbendaharaan negara, karena

mengenai kekayaan negara berupa tanah kualitasnya sebagai kekayaan negara

tidak akan hapus walaupun hak atas tanah tersebut sudah berakhir atau tanah

tersebut belum bersertipikat sehingga terhadap tanah yang menjadi objek sengketa

adalah tanah negara.

Kemudian pada tingkat kasasi membatalkan putusan Pengadilan Tinggi

Jakarta yang telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

selanjutnya pada Permohonan peninjauan kembali majelis hakim menolak

permohonan peninjauan kembali tersebut.

Page 94: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

81

Universitas Indonesia

Adapun alasan hukum diajukannya Permohonan Peninjauan Kembali oleh

PT Lingga Karisma dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah

Adanya novum atau bukti surat baru yang menunjukan kebenaran dalil-dalil yang

diungkapkan pemohon peninjauan kembali dan adanya suatu kekhilafan Hakim

atau suatu kekeliruan yang nyata dalam putusannya.

Tetapi berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

607 PK/Pdt/2010 tanggal 16 September 2011 alasan-alasan peninjauan kembali

PT Lingga Karisma tidak dibenarkan dengan alasan putusan Judex Juris sudah

tepat dan benar serta tidak adanya novum baru, dan terhadap tanah yang

disengketakan merupakan tanah Negara yang telah diperuntukan untuk

penguasaan PT Kereta Api (Persero), sehingga bukan merupakan tanah Negara

biasa tetapi tanah Negara tidak bebas dan tidak boleh diberikan pada pihak lain.

Penguasaan tanah atas ketiga bidang tanah yang menjadi sengketa saat ini

telah dikuasai PT Kereta Api (Persero) baik secara yuridis maupun fisik. Karena

sudah mendapatkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), hal

mana dibuktikan dengan :1) Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta

tanggal 10 Desember 2007 Nomor 59/G/2007/PTUN-JKT, 2) Putusan Pengadilan

Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta tanggal 22 Mei 2008 Nomor

43/B/2008/PT.TUN-JKT, 3) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

tanggal 10 Desember 2008 Nomor 292.K/TUN/2008, 4) Putusan Pengadilan

Negeri Jakarta Utara tanggal 2 September 2008 Nomor 09/Pdt.G/2008/PN-Jkt.Ut,

5) Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Tanggal 6 Maret 2009 Nomor

53/PDT/2009/PT.JKT 6) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal

2 Desember 2009 Nomor 1880.k/PDT/2009 7) Putusan Mahkamah Agung

Republik Indonesia Perkara Kasasi Perdata tanggal 29 April 2011 Nomor

607 PK/Pdt/2010 8) Bahwa Sesuai hasil pengukuran kadasteral tanah seluas

4.895 M2 sebagaimana diuraikan pada Surat Ukur tanggal 20 Juli 2010 Nomor

00046/Pademangan Barat/2010 Nomor Identifikasi Bidang Tanah

09.05.07.02.04726 yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota

Administrasi Jakarta Utara yang dimohonkan Hak Pengelolaan tercatat atas nama

PT Kereta Api (Persero), secara yuridis Maupin fisik masih dikuasai PT Kereta

Api Indonesia (Persero) dan tidak ada keberatan dari pihak lain sebagaimana

Page 95: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

82

Universitas Indonesia

diuraikan dalam Risalah Pemeriksaan Tim Peneliti Tanah kantor Pertanahan Kota

Administrasi Jakarta Utara tanggal 30 September 2010 Nomor 1835-

30527/TPT/PTP/JU/2010. 9) Bahwa terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha

Negara Jakarta, Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta dan

Putusan mahkamah Agung Nomor 292.K/TUN/2008 tanggal 18 Maret 2009,

dengan telah berakhir haknya pada tanggal 12 Oktober 1994, atas sertipikat Hak

Pakai Nomor 436,437 dan 438/Pademangan barat tercatat atas nama PT Lingga

Karisma batal dengan sendirinya dan menjadi tanah Negara.

Sehingga terhadap bidang tanah sertipikat Hak Pakai Nomor

436/Pademangan Barat, seluas 1.784 M2, sesuai Gambar Situasi Nomor :

3423/1982 tanggal 13 Oktober 1984, Sertipikat Hak Pakai Nomor

437/Pademangan Barat, seluas 1.392 M2, sesuai Gambar Situasi Nomor :

3425/1982 tanggal 13 Oktober 1984, dan Sertipikat Hak Pakai Nomor

438/Pademangan Barat, seluas 1.719 M2, sesuai Gambar Situasi Nomor :

3424/1982 tanggal 13 Oktober 1984, telah mempunyai alasan yang cukup baik

dilihat dari aspek administrasi, aspek yuridis, aspek Fisik dan aspek prosedural

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk memberikan dan

menetapkan Hak Pengelolaan pada PT Kereta Api (Persero) atas tanah seluas

4.895 M2, yang terletak di Kelurahan Pademangan Barat, Kecamatan

Pademangan, Kota Jakarta Utara, Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Berdasarkan uraian-uraian yang peneliti kemukakan, sengketa Tata Usaha

Negara maupun sengketa perdata, menjadi media untuk menuntut hak dengan cara

mengajukan gugatan. Isi gugatan terdiri dari bagian identitas para pihak,

fundamentum petendi (posita) dan petitum. Perbedaan pertama pada identitas

tergugat, dalam sengketa Tata Usaha Negara, Tergugat selalu pejabat atau Badan

Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).

Penggugat selalu orang atau badan hukum perdata. Perbedaan kedua pada alasan

gugatan. Perbedaan ketiga pada dasar untuk menguji objek gugatan. Dalam

sengketa tata usaha negara, alasan dan dasar gugatan sudah ditentukan secara

limitative dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.

Undang-undang pokok Agraria tidak hanya sebagai landasan bagi

pemberian dan peraturan peruntukan semata-mata, melainkan juga dapat

Page 96: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

83

Universitas Indonesia

memberikan wewenang bagi pemerintah untuk menghentikan hak-hak atas tanah

apabila syarat-syarat yang terkandung didalamnya tidak keliru dijalankan baik

baik oleh masyarakat sebagai subjek hak maupun pemerintah sebagai instansi

yang diberikan wewenang untuk menyelenggarakan tugas atau fungsi tersebut

dalam hal ini Direktorat Jenderal Agraria.

Dari uraian di atas juga dapat diketahui bahwa penyelesaian sengketa

tanah di lingkungan Peradilan Umum dan Lingkungan Peradilan Tata Usaha

Negara berdasarkan jenis perkara atau jenis sengketa, dalam penerapannya

mengalami kendala. Hal ini dikarenakan tidak semua perkara atau sengketa dapat

diidentifikasi sebagai murni sengketa Tata Usaha Negara atau sengketa perdata.

Persamaan antara Hukum Acara Pengadilan Negeri (Perdata) dengan Hukum

Acara PTUN, keduanya bertujuan untuk melindungi hak dan kepentingan yang

dilanggar oleh pihak lain sehingga dapat merugikan salah satu pihak. Sedangkan

perbedaan di antara keduanya adalah kebenaran yang dicari dalam pemeriksaan

perkara perdata di Pengadilan Negeri adalah kebenaran formil, sedangkan dalam

PTUN adalah kebenaran materil sehingga hakim berperan lebih aktif. Sedangkan

yang dapat dituntut di muka PTUN terbatas pada satu macam tuntutan pokok

berupa tuntutan agar keputusan TUN yang telah merugikan kepentingan

Penggugat dinyatakan batal atau tidak sah.

Pertimbangan hukum hakim dalam putusan tersebut sudah sesuai dengan

peraturan yang berlaku dan penelitian ini menyimpulkan bahwa sertipikat tanah

mempunyai sisi ganda, satu sisi sebagai Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)

dan disisi lainnya sebagai tanda bukti hak keperdataan (kepemilikan) seseorang

atau badan hukum atas tanah, sehingga apabila terjadi sengketa sertipikat

ganda/overlapping, penyelesaiannya dapat ditempuh melalui 2 (dua) jalur

peradilan, yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Negeri. Kemudian

dualisme pengajuan perkara gugatan pembatalan sertipikat tanah tersebut menarik

untuk dikaji lebih lanjut. Obyek sengketa dalam kedua perkara tersebut sama,

yaitu sertipikat hak atas tanah. Fundamentum petendi gugatan dalam kedua

perkara tersebut sama-sama mengungkapkan adanya aspek perdata dan aspek tata

usaha negara dengan petitum gugatan sama-sama menuntut pembatalan sertipikat

tanah.

Page 97: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

84

Universitas Indonesia

Dua kasus di atas memunculkan titik singgung kewenangan mengadili

antara Badan Peradilan Umum dan Badan Peradilan Tata Usaha Negara. Hal

tersebut tidak terlepas dari sisi ganda Sertipikat Tanah. Di satu sisi sebagai

Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), sedangkan di sisi lain sebagai Tanda

Bukti Hak Keperdataan. Titik singgung kewenangan tersebut menarik untuk dikaji

lebih lanjut.

Page 98: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

Universitas Indonesia 85

BAB III

PENUTUP

3.1. Simpulan

Berdasarkan analisis data yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya,

penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

a. Penguasaan tanah oleh PT Kereta Api (Persero) yang dahulu dikenal dengan

nama Staats Spoorwegen disingkat SS dilakukan berdasarkan ordonansi yang

dimuat dalam Staatsblad Nederlansch Indie yang lalu kemudian dilakukan

pengukuran, dipetakan dan diuraikan dalam grondkaart. Pembuatan

grondkaart dilakukan menurut teknik geodesi oleh Landmester (Petugas

Pengukuran Kadaster). Untuk memenuhi legalitas sesuai dengan peraturan

yang berlaku, maka setiap grondkaart disahkan oleh Kepala Kantor Kadaster

dan Residen setempat. Tanah-tanah yang diuraikan dalam grondkaart tersebut

statusnya adalah tanah Negara, namun kualitasnya sudah menjadi kekayaan

negara aset SS sehingga terhadap tanah tersebut berlaku peraturan perundang-

undangan perbendaharaan Negara. Sejak terbentuknya Djawatan Kereta Api

Republik Indonesia (DKARI) pada tanggal 28 September 1945 maka semua

asset SS yang diuraikan dalam grondkaart otomatis menjadi asset DKARI.

Kemudian berdasarkan Pengumuman Menteri Perhubungan Tenaga Kerja dan

Pekerjaan Umum Nomor 2 Tahun 1950, dibentuk Djawatan Kereta Api

(DKA) yang berda di bawah naungan Departemen Perhubungan Tenaga Kerja

dan Pekerjaan Umum sehingga asset SS otomatis menjadi asset DKA,

selanjutnya menjadi asset PNKA, PJKA, PERUMKA, sekarang menjadi asset

PT Kereta Api (Persero).

Page 99: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

87

Universitas Indonesia

b. Terhadap sengketa hak atas tanah dalam kasus ini yang disidangkan di

Pengadilan Negeri, yang menjadi objek perkara dalam sengketa adalah bukan

Keputusan Tata Usaha Negara atau bukan Sertifikat hak atas tanah tersebut

melainkan hak-hak atau kepentingan-kepentingan masyarakat yang dirugikan

dan dilanggar sebagai akibat keluarnya Keputusan Tata Usaha Negara atau

keluarnya sertipikat tersebut. Sedangkan yang menjadi objek perkara pada

Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara. Hal ini

disebabkan sertipikat Hak atas Tanah yang mengeluarkan adalah Badan

Pertanahan Nasional (BPN), BPN merupakan Jabatan Tata Usaha Negara,

sehingga jika ada sengketa terhadap Sertifikat Hak atas Tanah yang berhak

memeriksa dan mengadili adalah PTUN sesuai dengan kompetensi atau

kewenangan absolutenya. Sehingga permohonan hak atas tanah yang diajukan

ke BPN, jika tidak mendapat tanggapan oleh BPN maka BPN dianggap telah

mengeluarkan penetapan tertulis yang berisi penolakan permohonan tersebut.

Oleh karena itu terhadap BPN yang dianggap telah mengeluarkan penetapan

tertulis, penolakan tersebut dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara

dengan jangka waktu 90 hari dihitung setelah pejabat TUN yang bersangkutan

dianggap mengeluarkan putusan. Sengketa hak atas tanah dalam penelitian ini

terjadi akibat adanya suatu keputusan tata usaha Negara yang merugikan

penggugat. Setelah melalui proses pengajuan gugatan dan pemeriksaan, proses

yang paling utama dari rangkaian proses beracara di peradilan adalah

pelaksanaan putusan atau eksekusi terhadap putusan yang telah inkracht atau

berkekuatan hukum tetap. Yakni mengembalikan hak-hak PT Kereta api

(Persero) yang telah dilanggar oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara.

3.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis memberikan saran-saran sebagai

berikut :

a. Dasar penguasaan tanah oleh PT. Kereta Api (Persero) berupa grondkaart

tersebut statusnya adalah tanah Negara. Untuk mengurangi sengketa

kepemilikan tanah yang seringkali timbul, maka sebaiknya PT. Kereta Api

(Persero) mendaftarkan kepemilikan tanahnya tersebut pada Kantor

Pertanahan dimana letak tanahnya tersebut berada dan selalu menjaga dan

Page 100: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

87

Universitas Indonesia

memonitoring penguasaan tanah tersebut secara fisik dan yuridis agar tanah

tersebut tidak diakui oleh pihak manapun.

b. Hendaknya Hakim dalam memeriksa dan memutuskan kasus sengketa hak

atas tanah pada Pengadilan Perdata maupun Pengadilan Tata Usaha Negara,

lebih cermat dan teliti serta selalu berkoordinasi dengan Kantor Pertanahan

dimana letak tanah yang menjadi objek sengketa berada serta instansi terkait

lainnya untuk dapat menentukan kompetensi absolut pengadilan mana yang

harusnya menjadi kewenangan dari sengketa kasus pertanahan tersebut dan

untuk memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan di

pengadilan. Badan Pertanahan Nasional juga perlu meningkatkan kemampuan

dan keahlian dalam bidang hukum dan kajiannya yang berkaitan dengan tugas

dan wewenangnya di bidang pertanahan sehingga kasus sengketa hak atas

tanah dalam penelitian ini tidak terulang kembali. Karena sudah menjadi

tanggung jawabnya untuk menyelesaikan dan mengimplementasikan urusan-

urusan pertanahan dan melaksanakannya secara konsisten sesuai peraturan

hukum yang berlaku.

Page 101: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

88

DAFTAR REFERENSI

1. Buku Bachtiar, Effendi. (1993). Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan

Pelaksanaannya. Bandung : Alumni. Chomzah Ali, Achmad. (2003). Seri Hukum Pertanahan III Penyelesaian Sengketa Hak

Atas Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Hadjon, Philipus. Ide Negara Hukum dalam Sistem Ketatanegaraan Republik

Indonesia, (Surabaya, 1994). Mamudji, Sri et al. (2005). Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta :

Fakultas Hukum. Mahanani Subekti. (2001). Kedudukan Undang-Undang Pokok Agraria 1960 dan

Pengelolaan Sumber Daya Agraria Di Tengah Kapitalisasi Negara. (Bandung : Akatiga)

Mertokusumo, Sudikno. (2007). Penemuan Hukum Sebuah Pengantar. Yogyakarta :

Liberty. Muhammad Yamin Lubis dan Rahim Lubis. (2011). Pencabutan Hak, Pembebasan, dan

Pengadaan Tanah. Bandung : Mandar Maju. Muhammad, Abdulkadir. (2004). Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung : Citra

Aditya Bakti. Murad Rusmadi. (1991). Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah. Bandung : Alumi. Oloan Sitorus. (2004). Kapita Selekta Perbandingan Hukum Tanah. Yogyakarta : Mitra

Kebijakan Tanah Indonesia. Philippus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Negara, (Gajah Mada

University Press, Yogyakarta, 2001)

Page 102: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

89

Purbacaraka Purnadi dan Halim Ridwan, (1984). Sendi-sendi Hukum Agraria. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Rahardjo, R. ( 2008). Himpunan Istilah pertanahan dan yang terkait,. Jakarta,

Djambatan. Santoso Urip, (2005). Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Jakarta : Kencana. Sarjita. (2005). Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan. Yogyakarta :

Tugujogja Pustaka. Sayekti, Sri. (2000). Hukum Agraria Nasional, (Bandar Lampung : Universitas

Lampung. Sangadji, Z.A.. 2003). Kompetensi Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha

Negara. Bandung : Citra Aditya Bakti. Santoso, Urip. (2010). Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah. Jakarta : Kencana

Prenada Media. Sutedi, Adrian. (2010). Peralihan Hak atas Tanah dan pendaftarannya. Jakarta : Sinar

Grafika. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji.(2007). Penelitian Hukum Normatif. Jakarta :

Radja Grafindo Persada. Soekanto, Soerjono. (2007). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press. Soemardjono, Maria. (2008). Mediasi Sengketa Tanah. Jakarta : Gramedia. Soimin, Soedharyo. (2004). Status Hak dan Pembebasan Tanah. Jakarta : Sinar Grafika. Sihombing Irene eka. (2005). Segi-Segi Hukum Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk

Pembangunan. Jakarta : Trisakti. Subekti R. dan Tjitrosudibio R.(1985). Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta :

Pradnya Paramita. Sumardjono Maria S.W. (2007). Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan

Implementasi. Jakarta : Kompas. Supriadi. (2008). Hukum Agraria. Jakarta : Sinar Grafika. Thalib, Hambali. (2009). Sanksi Pemidanaan dalam Konflik Pertanahan. Jakarta :

Prenada Media.

Page 103: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

90

Zein Ramli. 1995). Hak Pengelolaan Dalam Sistem Undang-Undang Pokok Agraria. Jakarta : Rineka Cipta.

2. Jurnal Mudjiono. (2007). Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan Di Indonesia Melalui

Revitalisasi Fungsi Badan Peradilan. Jurnal Hukum Nomor 3 Vol 14. 3. Peraturan Perundang-Undangan Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahannya Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria, Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha

Negara Indonesia. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Badan Pertanahanan Nasional. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah. Kementerian Perhubungan. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 Tentang

Penyelenggaraan Perkeretaapian Indonesia, Presiden. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan

Pertanahan Nasional. Kementerian Negara Agraria. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999

Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

Kementerian Dalam Negeri. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977

Tentang Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan.

Badan Pertanahan Nasional. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3

Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Badan Pertanahan Nasional. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7

Tahun 2007 tentang Panitia Pemeriksaan Tanah.

Page 104: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

91

Badan Pertanahan Nasional. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.

Badan Pertanahan Nasional. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1

Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu.

Kementerian Negara Agraria. Surat Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan

Nasional tanggal 19 Februari 1997 Nomor 560 – 378.

Badan Pertanahan Nasional. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 4 Mei 1992 Nomor 500 – 1255.

4. Internet

http://edrasatmaidi2010.wordpress.com/2010/07/15/penyelesaian-sengketa-tun-melalui-ptun/ diakses tanggal 9 Desember 2012

http://fauzie6961.blog.esaunggul.ac.id/ 2012/05/23/penanganan-sengketa-konflik-dan-

perkara-pertanahan-diindonesia diakses pada tanggal 9 Desember 2012 http://www.hukumproperti.com/pembatalan-hak-atas-tanah/

Page 105: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas

LAMPIRAN

Page 106: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 107: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 108: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 109: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 110: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 111: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 112: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 113: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 114: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 115: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 116: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 117: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 118: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 119: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 120: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 121: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 122: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 123: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 124: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 125: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 126: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 127: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 128: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 129: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 130: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 131: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 132: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 133: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 134: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 135: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 136: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 137: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 138: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 139: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 140: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 141: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 142: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 143: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 144: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 145: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 146: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 147: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 148: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 149: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 150: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 151: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 152: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 153: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 154: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 155: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 156: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 157: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 158: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 159: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 160: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 161: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 162: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 163: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 164: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 165: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 166: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 167: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 168: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas
Page 169: T E S I S - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334334-T32601-Metty+Lindrijani.pdf · Pengadilan Tata Usaha Negara ... 2.3.2.4.2 Tingkat Peninjauan Kembali ... tugas