SYOK
Syok adalah sindrom klinis yang terjadi akibat perfusi jaringan
yang tidak adekuat.
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dan
substrat makanan hipoperfusi jaringan disfungsi seluler & jejas
pada sel menginduksi produksi dan pelepasan mediator inflamasi
gangguan distribusi aliran darah mikrovaskular perburukan perfusi
sel disfungsi organ gagal organ kematian
Penatalaksanaan Umum SyokTujuan utama tatalaksana syok adalah
mengembalikan oksigenasi dan suplai substrat yang adekuat ke sel
secepat mungkin dan meningkatkan utiliasi oksigen dan metabolisme
sel.1. Nilai keadaan ABCDE pasien, deteksi keadaan syok dan jenis
syok, dan aktifkan tim resusitasi (menyiapkan obat-obat dan
alat-alat resusitasi termasuk defibrillator).2. Lakukan look,
listen, and feel tidak lebih dari 10 detik, bila terdapat henti
jantung atau pasien tidak bernafas normal segera lakukan basic life
support dimulai dengan kompresi dada yang kemudian dikombinasi
dengan bantuan pernafasan termasuk intervensi pada proses
pernafasan seperti intubasi endotrakeal.3. Segera dapatkan akses
vascular, paling baik dilakukan dengan memasukkan dua kateter
intravena ukuran besar (minimal 16 G) sebelum mempertimbangkan
jalur vena sentral.4. Loading cairan cepat disesuaikan dengan
penilaian awal jenis syok. Pada syok hipovolemik dapat diberikan
2-3 liter cairan kristaloid dalam 20-30 menit.5. Nilai segera tanda
vital setelah loading cairan. Bila tanda vital stabil, lakukan
definite work up. Bila tanda vital belum stabil (TD sistolik <
90 mmHg dan frekuensi nadi masih > 120 kali/menit sebaiknya
dilakukan pemasangan kateter vena sentral.6. Bila tekanan vena
sentral meningkat mengindikasikan disfungsi jantung atau tamponade.
Echocardiografi sebaiknya segera dilakukan dan syok kardiogenik
ditatalaksana sesuai etiologi.7. Bila tekanan vena sentral < 15
dan tanda vital belum stabil, resusitasi cairan dapat dilanjutkan
dengan kristaloid +/- darah/komponennya untuk mencapai hematokrit
30 dan tekanan vena sentral 15. Bila target tercapai dan tanda
vital membaik, lakukan definite work up.8. Bila tanda vital tidak
membaik atau bahkan terjadi perburukan asidosis setelah melanjutkan
resusitasi cairan, dianjurkan untuk memasang kateter arteri
pulmonalis untuk tatalaksana selanjutnya.9. Kateter kandung kencing
dipasang untuk memudahkan penilaian produksi urine. Penggantian
volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran urine minimal
sekitar 0,5-1 cc/kgBB/jam. Dekompresi lambung dengan NGT dapat
mengurangi aspirasi dan komplikasi akibat dilatasi lambung
lainnya.10. Jika kateter i.v telah terpasang, ambil contoh darah
untuk jenis dan crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang
diperlukan, pem toksikologi dan tes kehamilan pada wanita subur.
Analisa gas darah arteri juga harus dilakukan, foto thoraks juga
harus diambil setelah pemasangan kateter vena sentral pada vena
subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya
dan penilaian kemungkinan terjadinya pneumothoraks atau
hematothoraks.11. Definite work up mencakup tatalaksana lanjutan
sesuai etiologi syok.
a. Syok HipovolemikSyok hipovolemik adalah terganggunya sistem
sirkulasi akibat dari volume darah dalam pembuluh darah yang
berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat perdarahan yang masif,
kehilangan plasma darah, atau kehilangan cairan ekstraselular.
1. Etiologia. Perdarahan: Hematom subscapular hati Aneurisma
aorta pecah Perdarahan gastrointestinal Perlukaan bergandab.
Kehilangan plasma: Luka bakar luas Pankreatitis Deskuamasi kulit
Sindrom dumping (suatu kumpulan gejala akibat pengosongan lambung
yang terlalu cepat karena perubahan anatomi lambung pasca
operasi)c. Kehilangan cairan ekstraseluler Muntah (vomitus)
Dehidrasi Diare Terapi diuretic yang sangat agresif Diabetes
insipidus Insufisiensi adrenal
2. Patofisiologi
3. DiagnosisSyok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda
berupa ketidakstabilan hemodinamik dan ditemukan adanya sumber
perdarahan. Syok hipovolemik dapat terjadi akibat kehilangan sel
darah merah dan plasma darah akibat perdarahan atau kehilangan
volume plasma saja akibat sekuestrasi cairan ekstravaskular atau
kehilangan cairan dari gastrointestinal, urine, insensible water
loss.Gejala awal : Tingkat kesadaran yang berubah kadang-kadang
berupa agitasi dan kegelisahan, atau depresi sistem saraf pusat.
Pemeriksaan fisik akan mendapatkan tanda-tanda yang nonspesifik
seperti kulit dingin, lembab, hipotensi ortostatik, takikardia
ringan, dan vasokonstriksi.Lab: Diagnosis akan sulit bila
perdarahan tak ditemukan dengan jelas atau berada dalam traktus
gastrointestinal atau hanya terjadi penurunan jumlah plasma dalam
darah. Kehilangan plasma ditandai dengan hemokonsentrasi,
kehilangan cairan bebas ditandai dengan hipernatremia. Keadaan ini
menunjukkan adanya hipovolemia. Setelah perdarahan maka biasanya
hemoglobin dan hematokrit tidak langsung turun sampai terjadi
gangguan kompensasi atau terjadi penggantian cairan di luar. Jadi
kadar hematokrit di awal tidak menjadi pegangan sebagai adanya
perdarahan. Pada perdarahan yang berat dapat ditemukan penurunan
hemoglobin dan hematokrit. a. Hipovolemia ringan (< 20% volume
darah): takikardia ringan dengan tanda eksternal yang relative
sedikit, terutama pada pasien muda dalam kondisi istirahat
telentang.b. Hipovolemia moderate (20-40% volume darah): pasien
menjadi gelisah, agitasi, dan takikardia. Walaupun tekanan darah
masih normal pada posisi telentang, hipotensi postural/ortostatik
yang signifikan dan takikardia dapat ditemukanc. Hipovolemia berat
(> 40% volume darah), tanda klasik syok: tekanan darah menurun
dan menjadi tidak stabil walau dalam posisi tidur telentang,
takikardia yang nyata/hebat, oliguria, penurunan kesadaran berupa
agitasi atau bingung. Perfusi pada otak masih dapat dipertahankan
kecuali jika syok menjadi berat.
Ringan(< 20% vol darah)Sedang(20-40% vol darah)Berat(> 40%
vol darah)
Ekstremitas dinginSama, ditambah;Sama, ditambah;
Waktu pengisian kapiler meningkatTakikardiaHemodinamik tak
stabil
DiaporesisTakipneuTakikardi bergejala
Vena kolapsOliguriaHipotensi
CemasHipotensi ortostatikPerubahan kesadaran
4. TatalaksanaKetika syok hipovolemik diketahui maka tindakan
yang harus dilakukan adalah menempatkan pasien dalam posisi kaki
lebih tinggi, menjaga jalur pernapasan dan diberikan resuistasi
cairan dengan cepat lewat akses intravena atau cara lain yang
memungkinkan seperti pemasangan kateter CVP (Central Venous
Pressure) atau jalur intraarterial.a. Penatalaksanaan Umum (sda)b.
Tatalaksana Khusus
1. Instabilitas hemodinamik yang berlanjut pada keadaan syok
hipovolemik menunjukkan bahwa syok belum sepenuhnya teratasi dan
atau terdapat kehilangan darah atau cairan signifikan yang
berlanjut. Kehilangan darah yang berlanjut dengan Hb turun < 10
g/dl harus segera diatasi dengan transfusi darah. Pada keadaan ini
pemberian whole blood dapat dilakukan.2. Pada keadaan hypovolemia
yang berat atau berlanjut, dukungan obat-obat inotropic dengan
dopamine, vasopressin atau dobutamin mungkin dibutuhkan untuk
menjadi perfomans ventricular yang adekuat setelah volume darah
dikembalikan ke normal.3. Pemberian nalokson bolus 30 mcg/kg dalam
3-5 menit dilanjutkan 60 mcg/kg dalam 1 jam dalam dekstros 5% dapat
membantu meningkatkan MAP.4. Keberhasilan resusitasi juga
memerlukan dukungan fungsi respirasi. Suplementasi oksigen harus
diberikan, dan intubasi endotrakeal mungkin penting untuk menjaga
oksigenasi arterial. Kerusakan organ target setelah resusitasi syok
hemoragik biasanya lebih rendah dibanding pada keadaan syok septik
kemungkinan akibat aktivasi respons inflamasi yang lebih rendah
dibandingakan dengan syok septik.
Terapi cairanLarutan parenteral pada syok hipovolemik
diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan
kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan
cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai,
tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping.
Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan
edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu
dicegah.Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok
hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis
metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip
dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam
jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia
dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45%
dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk
mengganti kehilangan cairan insensibel.Cairan kristaloid (Ringer
Laktat, Ringer Asetat, NaCl 0,9%) Untuk mengganti kehilangan volume
terutama kehilangan cairan interstitial Harga murah, tak memberikan
reaksi anafilaktik tetapi tidak dapat bertahan lama di
intravascular Pemberian berlebih dapat menyebabkan edema paru dan
edema periferCairan koloid (darah, albumin, fresh frozen plasma,
dextran, HES, Hemacel, dll) Untuk mengganti volume intravaskuler
Harga mahal, dapat menyebabkan reaksi anafilaktik, mempunyai
molekul besar dan menimbulkan tekanan onkotik Pemberian berlebih
juga dapat menyebabkan edema paru tetapi tak akan menyebabkan edema
perifer
b. Syok Kardiogenik
Gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung sistemik
pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena
disfungsi ventrikel kiri yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada
keadaan dimana fungsi ventrikel kiri cukup baik.Hipotensi sistemik
umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off untuk tekanan darah
sistolik yang sering dipakai adalah < 90 mmHg. Dengan menurunnya
tekanan darah sistolik akan meningkatkan kadar katekolamin yang
mengakibatkan konstriksi arteri dan vena sistemik. Manifestasi
klinis dapat ditemukan tanda-tanda hipoperfusi sistemik mencakup
perubahan status mental, kulit dingin, dan oliguria.Syok
kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik < 90
mmHg selama > 1 jam dimana: Tak responsif dengan pemberian
cairan saja Sekunder terhadap disfungsi jantung, atau Berkaitan
dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak < 2,2 l/menit
per m2 dan tekanan baji kapiler paru (pulmonary capillary wedge
pressure = PCWP) > 18 mmHg
1. Etiologia. Komplikasi akibat infark miokard diantaranya:a.
Rupture septal ventrikelb. Rupture atau disfungsi otot papilarisc.
Rupture miokard b. Infark ventrikel kanan tanpa disertai infark
atau disfungsi ventrikel kiric. Takiaritmia atau bradiaritmia yang
rekuren yang biasanya terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri,
dapat timbul bersamaan dengan aritmia supraventrikular ataupun
ventrikular.d. Disfungsi miokard yang progresif, penyakit jantung
iskemia, kardiomiopati hipertrofik dan restriktif.
2. Patofisiologi
3. Diagnosisa. Anamnesis: Keluhan yang timbul berkaitan dengan
etiologi timbulnya syok. Kebanyakan pasien mengeluh nyeri dada,
sesak, tampak pucat, dan keringat dingin. Status mental dapat
terganggu, somnolen, tampak kebingungan dan agitasi.1. Pasien dg
IMA atau Komplikasi mekanik: keluhan tipikal nyeri dada yang akut,
kemungkinan sudah mempunyai riwayat penyakit jantung koroner
sebelumnya. Keadaan syok biasanya terjadi dalam beberapa hari
sampai seminggu setelah onset infark tersebut. Biasanya disertai
gejala tiba-tiba yang menunjukkan adanya edema paru akut (sesak
nafas) atau henti jantung.2. Pasien dengan aritmia: palpitasi,
presinkop, sinkop, atau merasakan irama jantung yang berhenti
sejenak, letargi akibat berkurangnya perfusi ke SSP.b. Pemeriksaan
Fisik:1. TD sistolik menurun sampai < 90 mmHg dengan tekanan
nadi yang sempit (< 30 mmHg), bahkan dapat turun sampai < 80
mmHg pada pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat.2.
Pulsasi biasanya lemah dan cepat sebagai akibat stimulasi simpatis
atau bahkan sangat lambat (bradikardia berat) bila terdapat AV blok
derajat berat. 3. Frekuensi pernapasan meningkat (takipneu) sebagai
akibat kongesti di paru, pernapasan cheyne stokes.4. Pemeriksaan
dada dapat menunjukkan ronkhi basah halus karena gagal ventrikel
kiri.5. Sistem kardiovaskuler: distensi vena jugular, Prekordium
biasanya tampak tenang dengan pulsasi apical yang lemah, BJ S1
biasanya lembut dan irama gallop S3 dapat muncul menunjukkan adanya
disfungsi ventrikel kiri yang bermakna. a. Kardiomiopati dilatasi:
letak impuls apical bergeserb. Efusi pericardial atau tamponade
jantung: intensitas BJ jauh menurunc. Regurgitasi mitral, defek
septal ventrikel: bunyi bising/murmurd. Gagal jantung kanan:
hepatomegaly, pulsasi di liver akibat regurgitasi tricuspid atau
terjadinya ascites akibat gagal jantung kanan yang sulit diatasi.6.
Ekstremitas: Pulsasi arteri di ekstremitas perifer akan menurun
intensitasnya dan edema perifer dapat timbul. Sianosis dan
ekstremitas teraba dingin menunjukkan penurunan perfusi ke
jaringan.7. Oliguriac. Pemeriksaan Penunjang:1. EKG: dapat membantu
menentukan etiologi dari syok kardiogenik, misalnya:a. IMA dengan
gagal ventrikel kiri: gelombang Q dan atau ST elevasi pada lead
multiple atau LBBB biasanya ditemukan. Lebih dari setengah dari
semua infark yang berhubungan dengan syok berlokasi di anterior.b.
Iskemia global karena stenosis left main berat: depresi segmen ST
di lead multiple.c. Aritmia2. Foto Thoraks: kardiomegali,
tanda-tanda kongesti vaskular paru atau edema paru pada gagal
ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi komplikasi defek defek
septal ventrikel atau regurgitasi mitral akibat IMA, akan tampak
gambaran kongesti paru tanpa kardiomegali terutama pada onset
infark yang pertama kali.3. Ekocardiografi: Ekokardiografi 2
dimensi dengan color flow doppler seharusnya dilakukan pada pasien
dnegan kecurigaan syok kardiogenik untuk menentukan etiologinya.
Penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri (global maupun
segmental), fungsi katup-katup jantung (stenosis atau regurgitasi),
tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt (mis: pada defek
septal ventrkel dengan shunt dari kiri ke kanan), efusi pericardial
atau tamponade.4. Lab:1. Hitung sel darah putih tipikal meningkat
dengan pergeseran ke kiri.2. Fungsi ginjal dapat memburuk progresif
(peningkatan nitrogen urea darah dan kreatinin).3. Transaminase
hepatic dapat meningkat akibat hipoperfusi hati.4. Perfusi jaringan
yang buruk mengakibatkan asidosis metabolic dengan anion gap yang
tinggi dan peningkatan laktat.5. Analisa gas darah menunjukkan
hipoksemia dan asidosis metabolik yang dapat dikompensasi dengan
alkalosis respiratorik.6. Marker jantung CK dan CKMB, Tropinin
meningkat.4. Pemantauan hemodinamik:Penggunaan kateter Swan-Ganz
untuk mengukur tekanan arteri pulmonal dan tekanan baji pembuluh
kapiler paru sangat berguna untuk memastikan diagnosis dan etiologi
syok kardiogenik, sebagai indicator evaluasi terapi yang diberikan.
Pasien syok akibat gagal ventrikel kiri berat akan terjadi
peningkatan tekanan baji paru. Bila tekanan baji pembuluh darah
paru > 18 mmHg pada pasien IMA menunjukkan volume intravaskular
cukup adekuat. Pasien dengan gagal ventrikel kanan atau hypovolemia
signifikan tekanan baji paru normal atau lebih rendah. Minimalisasi
afterload (resistensi vascular sistemik) sangat diperlukan karena
bila meningkat akan menimbulkan efek penurunan kontraktilitas yang
akan menurunkan curah jantung.5. Saturasi Oksigen: Mendeteksi
adanya defek septal ventrikel
e. Tatalaksana:a. Tatalaksana umum syok (sda)b. Tatalaksana
khusus (Bagan di buku PDL)Pada syok kardiogenik perlu dinilai
masalahnya volume, pompa, atau irama.1. Volume cairan: Pemberian
cairan atau darah dan komponennya adalah langkah pertama. Setelah
volume diyakini cukup maka seperti halnya bila masalah utama pada
pompa jantung, perhatikan keadaan TD.2. Pompa jantung:1. TDS >
100 mmHg apalagi bila terdapat edema paru, vasodilator seperti
nitrogliserin SL dapat digunakan kemudian 10-20 mcg/menit.2. TDS
70-100 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda syok, inotropic seperti
dobutamin 2-20 mcg/menit. IV3. TDS 70-100 mmHg dengan gejala dan
tanda syok, vasopressor seperti dopamine 5-15 mcg/menit IV.4. TDS
< 70 mmHg dengan gejala dan tanda syok, vasopressor kuat seperti
norepinefrin 0,5-30 mcg/menit IV3. Irama jantung: dapat
diklasifikasikan sebagai bradiaritmia atau takiaritmia yang
tatalaksananya disesuaikan dengan diagnosis gangguan irama
tersebut. Pada keadaan syok yang berhasil diatasi, tatalaksana
lanjutan dapat mencakup: Identifikasi dan tatalaksana penyebab
reversible Kateterisasi arteri pulmonalis bila diperlukan Pompa
balon intra-aorta bila diperlukan Angiografi dan intervensi
kardiovaskular perkutan Intervensi bedah Pemeriksaan penunjang
tambahan Terapi obat tambahan
c. Syok SeptikSepsis merupakan respons sistemik pejamu terhadap
infeksi dimana patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi
darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi. American College
of Chest Physician mendefinisikan sepsis:1. Sindrom Respons
Inflamasi Sistemik (SIRS; Systemic Inflammatory Response Syndrome)
respon tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih
keadaan berikut:a. Demam (Suhu oral > 38C) atau hipotermia (>
36C)b. Takipneu (> 24 kali/menit) atau PaCo2 < 32 mmHgc.
Takikardia (> 90 kali/menit)d. Leukositosis (> 12.000/L),
leukopenia (< 4000/L), atau > 10% neutrophil batang2. Keadaan
klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRSSyok sepsis
merupakan:a. keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah
sistolik < 90 mmHg atau 40 mmHg menurun dari tekanan darah
normal yang bersangkutan selama setidaknya 1 jam disertai tanda
kegagalan sirkulasi walaupun telah dilakukan resusitasi cairan yang
adekuat.b. atau,c. membutuhkan vasopressor untuk mempertahankan
tekanan darah sistolik 90 mmHg atau tekanan arterial rata-rata 70
mmHg.
LaboratoriumKelainan yang terjadi pada awal respons sepsis
mencakup leukositosis dengan pergeseran ke kiri, trombositopenia,
hiperbilirubinemia dan proteinuria. Leukopenia juga dapat
ditemukan. Ketika respons septik makin berat, trombositopenia dapat
memburuk (seringkali dengan pemanjangan waktu thrombin, penurunan
fibrinogen dan peningkatan D-dimer yang menunjukkan suatu keadaan
koagulasi intravaskular diseminata), azotemia dan
hiperbilirubinemia makin jelas, dan dapat ditemukan peningkatan
enzim aminotransferase.Hiperventilasi pada awal sepsis dapat
mencetuskan alkalosis respiratorik. Ketika otot pernafasan mulai
fatique dan akumulasi laktat makin tinggi, asidosis metabolic
dengan anion gap meningkat dapat ditemukan. Analisa gas darah dapat
dijumpai adanya hipoksemia. Foto thoraks mungkin normal atau dapat
ditemukan pneumonia sebagai penyebab sepsis atau infiltrate yang
difus pada kasus ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). EKG
biasanya menunjukkan sinus takikardi atau kelainan gelombang ST-T
yang non spesifik, kecuali ada penyakit jantung yang mendasari.
Kebanyakan pasien DM dengan sepsis akan mengalami hiperglikemia dan
infeksi yang berat dapat mencetuskan ketoasidosis DM. Albumin akan
menurun seiring dengan perjalanan penyakit dan derajat
sepsis.Diagnosis etiologi membutuhkan isolasi mikroorganisme dari
darah dan atau tempat infeksi local. Setidaknya 2 sampel darah
(masing-masing 10 cc) seharusnya diambil dari tempat punksi vena
yang berbeda untuk kultur. Marker inflamasi seperti CRP dan
Prokalsionin dapat membantu menegakkan diagnosis sepsis.
PatofisiologiEndotoksin (lipopolisakarida) yang dilepaskan oleh
mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan berbagai
mediator inflamasi (sitokin, neutrophil, komplemen, NO, dan
berbagai mediator lain). Bilamana terjadi proses inflamasi yang
melebihi kemampuan homeostatis, maka akan terjadi proses inflamasi
yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang
bersifat destruktif. Keadaan tersbeut akan menimbulkan gangguan
pada tingkat selular berbagai organ. Gangguan pada tingkat sel yang
juga menyebabkan disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO
menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi
jaringan dan syok. Faktor lain yang juga berperan adalah disfungsi
miokard akibat pengaruh mediator inflamasi sehingga terjadi
penurunan curah jantung. Berlanjutnya proses inflamasi yang
maladaptive akan menyebabkan disfungsi/gagal organ multiple
(MODS/MOF).
Tatalaksanaa. Tatalaksana umum (sda)b. Tatalaksana khusus Tujuan
resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami
hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah tekanan vena sentral 8-12
mmHg. MAP 65 mmHg. Produksi urine 0,5 ml/kg/jam dan saturasi
oksigen vena sentral 70%. Setelah resusitasi cairan dan tekanan
vena sentral sudah mencapai 8-12 mmHg namun MAP masih dibawah 60,
dapat diberikan agen vasoaktif seperti dopamine dengan dosis > 8
mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8
mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Bila dalam 6 jam
resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi
cairan dan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfuse PRC untuk
mencapai hematokrit 30% (sebaiknya kadar Hb yang dipertahankan pada
sepsis > 8-10 g/dl) dan/atau pemberian dobutamin (sampai
maksimal 20 ug/kg/menit). Hal lain yang harus diperhatikan dalam
terapi syok sepsis:1. Eliminasi sumber infeksi dan terapi
antimikroba harus dimulai dalam 1 jam pertama.2. Terapi suportifa.
Oksigenasi (koreksi semua faktor yang mempengaruhi: ventilasi,
perfusi, delivery, dan penggunaan oksigen)b. Kontrol gula darahc.
Intervensi nutrisi (pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan
produksi; proses glikolisis dan gluconeogenesis, ambilan, dan
oksidasinya pada sel; peningkatan produksi dan penumpukan asam
laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin.
Pada metabolism lemak terjadi lipolysis dan hipertrigliseridemia
dan proses katabolisme pada metabolism protein): Pada sepsis
kecukupan nutrisi berupa kalori, protein (asam amino), asam lemak,
cairan, vitamin, dan mineral perlu diberi sedini mungkin,
diutamakan pemberian secara enteral dan bila tidak memungkinkan
baru parenteral.d. Mengatasi disfungsi organ: Pada keadaan
oliguria, pemberian cairan perlu dipantau secara ketat karena
pemberian cairan secara agresif dapat menyebabkan edema paru.
Dopamin dosis renal (1-3 mcg/menit) seringkali diberikan untuk
mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis tetapi tidak terbukti
menurunkan mortalitas. Terapi pengganti gagal ginjal akut:
hemofiltrasi dan hemodialysis, hemofiltrasi dilakukan kontinyu
selama perawatan dan bila keadaan sudah stabil bisa dilakukan
hemodialysis. e. Terapi gangguan koagulasif. Steroid dan modifikasi
respons inflamasi: dengan indikasi insufisiensi adrenal
(hidrokortison 50 mg bolus i.v 4 kali sehari selama 7 hari)g.
Bikarbonat (bila Ph < 7,2 atau serum bikarbonat < 9 mEq/l)*)
Ph darah normal 7,35-7,45, bikarbonat 22-28 mEq/l
Early Goal Directed TreatmentProtokol EGDT mencakup pemberian
cairan kristaloid dan koloid bolus 500 ml tiap 30 menit untuk
mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan arteri
rata-rata (MAP) kurang dari 65 mmHg, diberikan vasopressor hingga
> 65 mmHg dan bila MAP > 90 mmHg diberikan vasodilator.
Dilakukan evaluasi saturasi oksigen vena sentral (ScvO2); bila
ScvO2 < 70% dilakukan koreksi hematokrit hingga di atas 30%.
Setelah CVP, MAP dan hematokrit optimal namun ScvO2 < 70%
dimulai pemberian inotropic. Inotropik diturunkan bila MAP < 65
mmHg atau frekuensi jantung > 120 kali/menit.