BAB I PENDAHULUAN Syok anafilaktik merupakan suatu bentuk reaksi anafilaksis, yang merupakan suatu keadaan gawat darurat yang dapat timbul pada setiap pemberian obat, makanan tertentu, media kontras, atau sengatan/gigitan serangga (tawon, semut, nyamuk tertentu). Keadaan ini dapat membawa korban ke “jalur cepat” menuju kematian. (1) Insidensi anafilaksis secara pasti belum diketahui, sebagian besar disebabkan oleh belum jelasnya definisi dari sindrom itu sendiri. Anafilaksis yang fatal relatif jarang, pada individu yang benar-benar mengalami anafilaksis, hampir 1% terjadi kematian. Bentuk yang lebih ringan lebih sering terjadi. Insidensi anafilaksis di Amerika Serikat per tahun diperkirakan 30 kasus per 100.000 orang per tahun (81.000 kasus per tahun). Suatu survey di Australia menyebutkan 0,59% dari anak-anak berusia 3-17 tahun mengalami sedikitnya satu kejadian anafilaksis. (2,6) Terapi anafilaksis yang tepat bergantung pada pengenalan masalah, keadaan klinis, dan obat-obatan yang mempengaruhi reaksi. Tujuan pembuatan referat ini adalah karena sudah sewajarnya bahwa setiap dokter harus mengetahui cara-cara penanggulangannya, sehingga pasien dapat kembali ke “jalur kehidupan” atau paling tidak di jalur lambat menuju kematian, 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Syok anafilaktik merupakan suatu bentuk reaksi anafilaksis, yang merupakan suatu
keadaan gawat darurat yang dapat timbul pada setiap pemberian obat, makanan tertentu,
media kontras, atau sengatan/gigitan serangga (tawon, semut, nyamuk tertentu). Keadaan ini
dapat membawa korban ke “jalur cepat” menuju kematian. (1)
Insidensi anafilaksis secara pasti belum diketahui, sebagian besar disebabkan oleh
belum jelasnya definisi dari sindrom itu sendiri. Anafilaksis yang fatal relatif jarang, pada
individu yang benar-benar mengalami anafilaksis, hampir 1% terjadi kematian. Bentuk yang
lebih ringan lebih sering terjadi. Insidensi anafilaksis di Amerika Serikat per tahun
diperkirakan 30 kasus per 100.000 orang per tahun (81.000 kasus per tahun). Suatu survey di
Australia menyebutkan 0,59% dari anak-anak berusia 3-17 tahun mengalami sedikitnya satu
kejadian anafilaksis.(2,6)
Terapi anafilaksis yang tepat bergantung pada pengenalan masalah, keadaan klinis,
dan obat-obatan yang mempengaruhi reaksi. Tujuan pembuatan referat ini adalah karena
sudah sewajarnya bahwa setiap dokter harus mengetahui cara-cara penanggulangannya,
sehingga pasien dapat kembali ke “jalur kehidupan” atau paling tidak di jalur lambat menuju
kematian, dengan demikan masih ada kesempatan untuk konsultasi/ dirujuk ke tempat
perawatan yang lebih baik.
1
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Definisi
Reaksi anafilaktik adalah adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa
sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kulit dan gastrointestinal yang merupakan
reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah
tersensitisasi. Syok anafilaktik adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi yang nyata
dan kolaps sirkulasi darah dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Syok anafilakstik
merupakan suatu reaksi alergi yang fatal dan menunjukkan derajat kegawatan. (1,6)
Respon hipersensitivitas pada reaksi anafilaktik diperantarai oleh Immunoglobulin E
(hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun
hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul segera
setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam sirkulasi. Reaksi anafilaktoid adalah reaksi
berlebihan terhadap suatu obat tetapi bukan merupakan suatu reaksi antigen antibodi. (1,4,7)
II.2. Epidemiologi
Insiden anafilaksis sangat bervariasi, di Amerika Serikat disebutkan bahwa angka
kejadian anafilaksis berat antara 1-3 kasus/10.000 penduduk, paling banyak akibat
penggunaan antibiotik golongan penisilin dengan kematian terbanyak setelah 60 menit
penggunaan obat. Insiden anafilaksis diperkirakan 1-3/10.000 penduduk dengan mortalitas
sebesar 1-3/1 juta penduduk. Sementara di Indonesia, angka kematian dari kasus anafilaksis
dilaporkan 2 kasus/10.000 total pasien anafilaksis pada tahun 2005 dan mengalami
peningkatan prevalensi pada tahun 2006 sebesar 4 kasus/10.000 total pasien anafilaksis.
Anafilaksis dapat terjadi pada semua ras di dunia. Beberapa sumber menyebutkan
bahwa anafilaksis lebih sering terjadi pada perempuan, terutama perempuan dewasa muda
dengan insiden lebih tinggi sekitar 35% dan mempunyai risiko kira-kira 20 kali lipat lebih
tinggi dibandingkan laki-laki. Berdasarkan umur, anafilaksis lebih sering pada anak-anak dan
dewasa muda, sedangkan pada orang tua dan bayi anafilaksis jarang terjadi.(4)
2
II.3. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis adalah sifat
alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan alergen. Golongan
alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah makanan, obat-obatan, sengatan
serangga, dan lateks. Udang, kepiting, kerang, ikan kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri,
putih telur, dan susu adalah makanan yang biasanya menyebabkan suatu reaksi anafilaksis.
Obat-obatan yang bisa menyebabkan anafikasis seperti antibiotik khususnya penisilin, obat
anestesi intravena, relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat, dan lain-
lain. Media kontras intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca dingin juga bisa
menyebabkan anafilaksis.(3,4)
Gambar 2.1. Faktor predisposisi reaksi anafilaktik(4)
3
Tabel 2.1. Zat yang terlibat pada reaksi anafilaktik(1)
Zat-zat yang Biasanya Terlibat Pada Reaksi Anafilaktik
Antibiotik Penisilin dan analog penisilin, sefalosporin,
tetrasiklin, eritromisin, streptomisin.
Zat anti inflamasi nonsteroid Salisilat, aminopirine
Narkotik analgesik Morfin, kodein, meprobamat
Analgesik lokal Prokain, lidokain, kokain
Anestetik umum Tiopental
Tambahan anestetik Suksinilkolin, tubokurarin
Produk darah dan antiserum Sel darah merah, sel darah puti, transfusi
trombosit, gamma globulin, rabies, tetanus,
antitoksin difteria, anti bisa ular dan laba-laba
Zat diagnostik Zat radiokontras iodin
Makanan Telur, susu, kacang, ikan, kerang
Bisa Tawon, laba-laba, ular, ubur-ubur
Hormon Insulin, ACTH, ekstrak pituitaria
Enzim dan biologis Asetilsistein, tambahan enzim/pankreas
Ekstrak alergen potensial yang dipakai pada
desensitisasi
Tepung sari, makanan, bisa
II.4. Patofisiologi
Anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe I (Immediate type reaction).
Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan aktivasi. Fase sensitisasi
merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor
spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu
selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama sampai timbulnya gejala.(1,6)
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap
oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T,
dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B
berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig E spesifik untuk
antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.(5,6)
4
Gambar 2.1. Patogenesis Hipersensitivitas tipe 1
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan
reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh,
alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera
yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa
bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators.(6)
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel
yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu
setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase Efektor adalah waktu
terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit
atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan
efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan
edema, sekresi mucus, dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit.
Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin leukotrien yang
dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.(6)
Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya
fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan penurunan aliran
darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah.
Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia
jaringan yang berimplikasi pada keaadan syok yang membahayakan penderita.
5
II. 5. Manifetasi Klinis
Kompleks gejala pada manusia dapat melibatkan saluran nafas, sistem kardiovaskular,
mata, kulit atau saluran cerna, baik sendiri sendiri maupun gabugan. Manifestasi klinis yang
paling sering ialah reaksi pernafasan dan kulit. Sembab laring dan hipotensi menonjol pada
episode yang fatal.(1)
Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen dan dapat terjadi pada satu
atau lebih organ target, antara lain kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, kulit, mata,
susunan saaraf pusat dan sistem saluran kencing, dan sistem yang lain. Keluhan yang sering
dijumpai pada fase permulaan ialah rasa takut, perih dalam mulut, gatal pada mata dan kulit,
panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak, mual, pusing, lemas dan sakit perut. (1.3)
Ciri khas yang pertama dari anafilaksis adalah gejala yang timbul beberapa detik
sampai beberapa menit setelah penderita terpajan oleh alergen atau faktor pencertus
nonalergen seperti zat kimia, obat atau kegiatan jasmani.
Gambaran klinis reaksi anafilaksis bergantung pada tempat masuknya antigen atau zat
asing, jumlahnya yang diserap, kecepatan absorbsi dan derajat hipersensitivitas pasien. Jadi
berat ringan gejala, mulai timbul reaksi dan lama reaksi dapat berbeda- beda pada masing-
masing pasien. Setiap gejala reaksi sistemik harus dianggap gawat, karena gejala-gejala yang
tidak berarti dapat diikuti gejala yang dapat mematikan. Sembab laring atau hipotensi yang
timbul lebih dini menunjukkan bahwa reaksi dapat berlanjut sampai kematian. Penyerapan
zat makanan antigenik dapat menyebabkan gejala gastrointestinal seperti enek,muntah,
kejang perut dan diare yang mendahului gejala sistemik yang lebih berat. Individu yang
sensitif dapat mengalami reaksi urtikaria, pruritik setempat pada tempat sengatan serangga
atau suntikan obat, sebelum timbul tanda-tanda dan gejala yang lebih luas.(1)
Reaksi reaksi mengancam nyawa yang paling berat terjadi dalam beberapa menit
setelah terkena zat antigenik. Dalam hal ini, korban dapat merasakan sensasi sesak di dada,
atau perasaan terancam terkena nasib malang, sering tanpa ada gejala yang mendahuluinya.
Manifestasi kulit seperti eritema difus, urtikaria, merah di muka dan angioedema daerah
periorbital dan perioral sering timbul dan dapat diikuti dengan gejala pernafasan progresif
cepat yang berat akibat sembab laring dan bronkospasme. (1)
Pada sistem respirasi terjadi hiperventilasi, aliran darah paru menurun, penurunan
saturasi oksigen, peningkatan tekanan pulmonal, gagal nafas, dan penurunan volume tidal.
Saluran nafas atas bisa mengalami gangguan jika lidah atau orofaring terlibat sehingga terjadi
stridor. Suara bisa serak bahkan tidak ada suara sama sekali jika edema terus memburuk.
6
Obstruksi saluran napas yang komplit adalah penyebab kematian paling sering pada
anafilaksis. Bunyi napas mengi terjadi apabila saluran napas bawah terganggu karena
bronkospasme atau edema mukosa. Selain itu juga terjadi batuk-batuk, hidung tersumbat,
serta bersin-bersin. (1,6)
Gambar 2.2. Gejala dan tanda reaksi anafilaktik
Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran sampai terjadi
koma merupakan gangguan pada susunan saraf pusat. Pada sistem kardiovaskular terjadi