SYOK ANAFILAKTIF Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang merupakan syok distributif, ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya kematian. 4 2. 2. Epidemiologi Insiden anafilaksis sangat bervariasi, di Amerika Serikat disebutkan bahwa angka kejadian anafilaksis berat antara 1-3 kasus/10.000 penduduk, paling banyak akibat penggunaan antibiotik golongan penisilin dengan kematian terbanyak setelah 60 menit penggunaan obat. Sementara di Indonesia, khususnya di Bali, angka kematian dari kasus anafilaksis dilaporkan 2 kasus/10.000 total pasien anafilaksis pada tahun 2005 dan mengalami peningkatan
30
Embed
Syok Anafilaktik Adalah Suatu Respons Hipersensitivitas Yang Diperantarai Oleh Immunoglobulin E
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SYOK ANAFILAKTIF
Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai oleh
Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan
arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu reaksi antigen-antibodi yang
timbul segera setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok
anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang merupakan syok
distributif, ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi mendadak pada
pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya
kematian.4
2. 2. Epidemiologi
Insiden anafilaksis sangat bervariasi, di Amerika Serikat disebutkan bahwa angka
kejadian anafilaksis berat antara 1-3 kasus/10.000 penduduk, paling banyak akibat
penggunaan antibiotik golongan penisilin dengan kematian terbanyak setelah 60 menit
penggunaan obat.
Sementara di Indonesia, khususnya di Bali, angka kematian dari kasus anafilaksis
dilaporkan 2 kasus/10.000 total pasien anafilaksis pada tahun 2005 dan mengalami
peningkatan prevalensi pada tahun 2006 sebesar 4 kasus/10.000 total pasien anafilaksis.2
Anafilaksis dapat terjadi pada semua ras di dunia. Beberapa sumber menyebutkan
bahwa anafilaksis lebih sering terjadi pada perempuan, terutama perempuan dewasa muda
dengan insiden lebih tinggi sekitar 35% dan mempunyai risiko kira-kira 20 kali lipat lebih
tinggi dibandingkan laki-laki. Berdasarkan umur, anafilaksis lebih sering pada anak-anak dan
dewasa muda, sedangkan pada orang tua dan bayi anafilaksis jarang terjadi.2
2. 3. Faktor Predisposisi dan Etiologi
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis adalah sifat
alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan alergen. Golongan
alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah makanan, obat-obatan, sengatan
serangga, dan lateks. Udang, kepiting, kerang, ikan kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri,
putih telur, dan susu adalah makanan yang biasanya menyebabkan suatu reaksi anafilaksis.
Obat-obatan yang bisa menyebabkan anafilaksis seperti antibiotik khususnya penisilin, obat
anestesi intravena, relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat, dan lain-
lain. Media kontras intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca dingin juga bisa
menyebabkan anafilaksis.1,3
2. 4. Patofisiologi
Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam hipersensitivitas tipe I
(Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan
aktivasi. Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Sedangkan fase
aktivasi merupakan waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama
sampai timbulnya gejala.1,3,4
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan ditangkap
oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T,
dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B
berproliferasi menjadisel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig E spesifik untuk
antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan
basofil.1,3,4
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan
reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh.
Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera
yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa
bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators.1,3,4
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel
yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu
setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase Efektor adalah waktu
terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit
atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan
efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan
edema, sekresi mucus, dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos.
Platelet activating factor (PAF) berefek bronkospasme dan meningkatkan
permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik
eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan menyebabkan
bronkokonstriksi.1,3,4
Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya
fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan penurunan aliran
darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah.
Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia
jaringan yang berimplikasi pada keaadan syok yang membahayakan penderita.4
Gb. 1. Patofisiologi syok anafilaktik
2. 5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3 tipe dari
reaksi anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah
terpapar dengan alergen; reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam setelah terpapar
dengan alergen; serta reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah terpapar dengan
alergen.4,5
Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi kadang-
kadang langsung berat. Berdasarkan derajat keluhan, anafilaksis juga dibagi dalam derajat
ringan, sedang, dan berat. Derajat ringan sering dengan keluhan kesemutan perifer, sensasi
hangat, rasa sesak di mulut dan tenggorok. Dapat juga terjadi kongesti hidung,
pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin, dan mata berair. Awitan gejala-gejala
dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan. Derajat sedang dapat mencakup semua
gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan edema jalan nafas atau laring dengan
dispnea, batuk dan mengi. Wajah kemerahan, hangat, ansietas, dan gatal-gatal juga sering
terjadi. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan. Derajat berat mempunyai awitan
yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang sama seperti yang telah