8BAB IIPERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KAYU
A. Pendahuluan
Pada materi perkuliahan ini sasaran pembelajaran yang akan dicapai
adalah mahasiswa memahami perkembangan teknologi pengolahan kayu.
Untuk mencapai sasaran pembelajaran tersebut kepada mahasiswa diberikan
materi mengenai pengantar umum teknologi pengolahan kayu dan selanjutnya
digunakan strategi pembelajaran berupa kuliah interaktif yang melibatkan dosen
dan mahasiswa dalam proses perkuliahan. Untuk mendukung strategi
pembelajaran tersebut mahasiswa diberikan tugas-tugas dalam unit tugas
tertentu yang bertujuan untuk memancing minat baca dan keaktifan mahasiswa
dalam mengeksplorasi materi atau referensi yang terkait dengan pokok bahasan
yang sedang dibahas. Hasil eksplorasi mahasiswa tersebut kemudian
dituangkan ke dalam suatu bentuk karya tulis berupa paper atau makalah yang
kemudian akan dipresentasikan oleh mahasiswa baik secara individual maupun
berkelompok di depan kelas. Berdasarkan unit tugas tersebut, maka dosen akan
menilai tingkat pemahaman mahasiswa terhadap perkembangan teknologi
pengolahan kayu serta keterampilan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan.
Perubahan sistem pembelajaran dari Teaching Center Learning (TCL) ke
sistem Student Center Learning (SCL) juga membawa perubahan dalam proses
perkuliahan, dimana pada sistem TCL yang sebelumnya digunakan
menitikberatkan pada peran dosen sebagai pusat dalam proses perkuliahan.
Pada sistem SCL menitik beratkan proses perkuliahan pada keaktifan
mahasiswa dimana dosen hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses
perkuliahan yang akan memandu jalannya perkuliahan sehingga sasaran
pembelajaran dapat tercapai.
9B. Uraian Bahan Pembelajaran
Peningkatan perekonomian nasional dapat dilihat dari perkembangan
industri pengolahan kayu yang merupakan barometer dan faktor kunci dalam
upaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor kehutanan. Sejak
diterbitkannya UU No. 5 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Ketentuan Tentang
Kehutanan maka praktik-praktik eksploitatif terhadap sumberdaya hutan juga
telah dilakukan.
Kran ekspor kayu bulat ditutup guna menjamin ketersediaan suplai bahan
baku bagi industri pengolahan kayu dalam negeri, dengan harapan Indonesia
dapat mengekspor produk olahan yang bernilai tambah (value added), yang
dapat bersaing dengan produk olahan luar negeri, dan pada akhirnya dapat
memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara. Berbagai
fasilitas dan kemudahan diprioritaskan untuk mendorong tercapainya tujuan
menjadikan industri pengolahan kayu sebagai primadona kontributor riil sektor
non migas terhadap pembangunan ekonomi nasional.
Namun fakta membuktikan bahwa tingkat konsumsi kayu bagi indiustri
pengolahan kayu dalam negeri telah mengeruk sumberdaya hutan kita tanpa
memperhatikan daya dukung hutan lestari, bahkan menciptakan pemborosan
bahan baku kayu, tetapi tidak pula memberikan kontribusi finansial yang
proporsional jika dibandingkan dengan kerusakan hutan yang terjadi akibat
praktik-praktik eksploitatif tersebut.
Evolusi kebijakan industri pengolahan kayu sangat terkait dengan tujuan
kebijakan pemerintah di satu sisi untuk meningkatkan laju pembangunan, dan
disisi lain untuk mempertahankan sumberdaya hutan melalui pemanfaatan
hutan secara berkelanjutan dan memperhatikan daya dukung hutan secara
lestari. Kedua tujuan kebijakan tersebut merupakan suatu dilema terhadap
nasib masa depan hutan kita, dan juga tidak dapat dipungkiri untuk
memperhatikan nasib masa depan industri pengolahan kayu dalam negeri.
Dewasa ini untuk memenuhi kebutuhan manusia akan produk-produk
kayu olahan yang terus meningkat semakin sulit dipenuhi karena ketersediaan
kayu komersial berdiameter besar dari hutan alam tropis untuk pasokan industri
pengolahan kayu semakin terbatas dan langka. Oleh karena itu, perlu solusi
guna memenuhi kebutuhan bahan baku kayu dari jenis alternatif. Salah
10
satunya adalah dari hutan tanaman yang umumnya berdiameter kecil, yang
hingga kini masih dianggap sebagai kayu bernilai rendah, padahal potensinya
cukup besar. Salah satu kelemahan sifat kayu yang berasal dari hutan
tanaman adanya sifat inferior kayu reaksi yang disinyalir dapat mempersulit
pengerjaan dalam pengolahannya, sehingga mempengaruhi macam dan mutu
produk pengolahan kayunya (Hunt, 2000). Dengan demikian perlu berbagai
upaya memecahkan masalah dalam pemanfaatan dan peningkatan kualitas
kayu hutan tanaman khususnya untuk produk pertukangan, di antaranyadengan membentuk kayukayu berdiameter kecil dari hutan tanaman sebagai
balok girder, balok lamina maupun produk kayu komposit untuk berbagai
produk kayu pertukangan.
Perkembangan teknologi pengolahan kayu dalam kurun waktu 10 tahun
ini telah memberikan peluang memproduksi dolok berdiameter kecil dari hutan
tanaman, yang melimpah pada diameter kisaran 9 -17 cm atau lebih. Untuk
kayu - kayu yang berasal dari pohon cepat tumbuh di hutan tanaman
cenderung mempunyai sifat inferior cacat bentuk seperti memangkuk pada
arah lebar, menggelinjang dan membusur pada arah memanjang kayu
(Haygreen dan Bowyer, 1989). Hal ini berakibat menurunnya rendemen dan
kualitas kayu penggergajian. Demikian pula halnya dengan adanya serangan
organisme perusak kayu blue stain yang menurunkan kualitas kayu. Belum lagi
adanya bahan ekstraktif yang sering menghambat jalannya perputaran mesin
pengerjaan kayu. Hal tersebut dapat menimbulkan masalah selama proses
pengolahannya. Salah satu solusi mengatasinya yaitu dengan cara
penanganan yang lebih baik saat pasca tebang kayu, sebelum dolok/ kayu
diolah lebih lanjut. Dengan teknik pengembangan penggergajian dolok kering,
diharapkan akan meningkatkan rendemen dan kualitas kayu gergajiannya
dibandingkan dengan teknik konvensional.
Dalam upaya mendorong perkembangan industri pengolahan kayu,
pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan yang hasilnya terlihat antara
lain dengan meningkatnya jumlah industri dengan keanekaragaman
(diversifikasi) produknya. Sebagai contoh sekarang ini telah berkembang
industri papan gipsum dan produk bare core yang telah diekspor. Di masa
depan tidak mustahil jenis produk kayu lainnya seperti kayu pertukangan akan
demikian pula. Guna mengendalikan mutu dan pemasaran berbagai produk
11
kayu-kayu tersebut, perlu dibuat standar mutu produk kayu pertukangan yang
sampai saat ini belum ada, sebagai bagian dari sistem Standardisasi Nasional
yang dikoordinir oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Dalam upaya menjaga keberlangsungan industri pengolahan kayu
dengan keterbatasan bahan bakunya antara lain diatasi dengan meningkatkan
efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan berupa kayu. Suplai kayu ke industri
pengolahan kayu saat ini umumnya dari kayu-kayu yang berasal dari hutan
tanaman sehingga kualitasnya kurang baik, misalnya diameter batangnya
relatif kecil, kerapatannya rendah, dan sifat fisik mekaniknya juga rendah.
Untuk meningkatkan mutu kayu-kayu tersebut, dilakukan penerapan teknologi
pengolahan kayu yang dapat memperbaiki kelemahan yang ada pada kayu-
kayu jenis fast growing tersebut, misalnya dengan teknik kayu lamina maupun
teknologi pengolahan lainnya.
C. Penutup
Soal Latihan
Buat suatu karya tulis mengenai perkembangan teknologi pengolahan kayu
dengan yang dibuat secara individual dan dipresentasikan di depan kelas.
Daftar Bacaan :
Greenomics Indonesia. 2004. Industri Pengolahan Kayu. Kertas Kerja No. 08.Jakarta.
Haygreen, J.G. and J.L. Bowyer. 1989. Forest Products and Wood Science.Iowa State University Press / Ames. 213-226 pp.
Hunt, J.F. 2000. Utilization of small-diameter crooked timbers for use inlaminated structural boards through development of new sawing,laminating, and drying processes. Proposal No. 01.FPL.C2 to USDAForest Service, Forest Products Laboratory. Madison, Wisconsin.
12
BAB IIIKAYU LAPIS
A. Pendahuluan
Pada materi perkuliahan ini sasaran pembelajaran yang akan dicapai
adalah mahasiswa mampu menjelaskan penanganan bahan baku dan proses
pembuatan kayu lapis. Dengan demikian setelah mempelajari materi ini
mahasiswa diharapkan dapat memahami bagaimana penanganan bahan baku
dalam pembuatan kayu lapis sehingga bahan baku dapat digunakan secara
efisien. Selain itu mahasiswa juga dapat memahami proses pembuatan kayu
lapis mulai dari persiapan bahan baku, proses pembuatan finir dan tahap-tahap
lainnya sampai kemudian menghasilkan kayu lapis. Untuk mencapai sasaran
pembelajaran tersebut digunakan strategi pembelajaran berupa kuliah interaktif
yang melibatkan dosen dan mahasiswa dalam proses perkuliahan. Untuk
mendukung strategi pembelajaran tersebut mahasiswa diberikan tugas-tugas
dalam unit tugas tertentu yang bertujuan untuk memancing minat baca dan
keaktifan mahasiswa dalam mengeksplorasi materi atau referensi yang terkait
dengan pokok bahasan yang sedang dibahas. Hasil eksplorasi mahasiswa
tersebut kemudian dituangkan ke dalam suatu bentuk karya tulis berupa paper
atau makalah yang kemudian akan dipresentasikan oleh mahasiswa baik secara
individual maupun berkelompok di depan kelas. Berdasarkan unit tugas tersebut,
maka dosen akan menilai ketepatan penjelasan mengenai penanganan bahan
baku dan proses pembuatan kayu lapis serta keterampilan berkomunikasi baik
lisan maupun tulisan.
Perubahan sistem pembelajaran dari Teaching Center Learning (TCL) ke
sistem Student Center Learning (SCL) juga membawa perubahan dalam proses
perkuliahan, dimana pada sistem TCL yang sebelumnya digunakan
menitikberatkan pada peran dosen sebagai pusat dalam proses perkuliahan.
Pada sistem SCL menitik beratkan proses perkuliahan pada keaktifan
mahasiswa dimana dosen hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses
perkuliahan yang akan memandu jalannya perkuliahan sehingga sasaran
pembelajaran dapat tercapai.
13
B. Uraian Bahan Pembelajaran
1. Persyaratan Bahan BakuPersyaratan umum kayu sebagai bahan kayu lapis/plywood adalah :
a. Face Veneer
Diameter minimal 45 cm
Log harus lurus, bulat dan silindris
Kayu harus segar
Tidak terdapat cacat kayu
Tidak terdapat mata kayu tidak sehat
b. Core Veneer
Diameter minimal 45 cm
Log minimal 85% silindris
Diperbolehkan adanya bagian yang bengkok asal tidak parabola
Kayu harus segar
Boleh ada cacat kayu berupa mata kayu sehat, lapuk hati
(diameternya kurang dari 1/3 diameter bontos)
Contoh kayu yang dapat digunakan sebagai bahan baku kayu lapis
antara lain meranti, kamper, mersawa, mengkulang, gerunggang, mahoni,
agathis, trembesi, sengon, mindi dan sebagainya. .Diameter log yang
digunakan disarankan di atas 30 cm, tetapi saat ini mesin-mesin yang lebih
modern dapat mengolah log dengan diameter yang lebih kecil.
Untuk tujuan sebagai pelapis (fancy-plywood) jenis kayu yang dapat
digunakan sedikit berbeda, karena mengutamakan sifat dekoratifnya. Untuk
keperluan ini, jenis kayu yang dapat digunakan adalah dari jenis kayu yang
mahal dan mempunyai arah serat yang bagus (decorative). Contoh kayu
untuk ini antara lain : jati, sonokeling, eboni, rengas, kuku, nyatoh, dan
sebagainya. Dalam perkembangannya, berbagai bahan dapat digunakan
sebagai pelapis misalnya PVC, logam, formika maupun kertas.
14
Manfaat / Kegunaan Kayu Lapis
Menurut Massijya (2006), penggunaan kayu lapis dikelompokkan menjadi:
1. Konstruksi bangunan Paneling: penyekat ruang, pintu, jendela Bahan pelapis Lantai Sidding: dinding Plyform
2. Konstruksi alat-alat transportasi Pesawat terbang: pelapis dinding bagian dalam Kereta api: atap, lantai, dinding Truk dan trailer: body
Penggolongan kayu lapisBerdasarkan penggunaannya, kayu lapis dikelompokkan menjadi dua yaitu
interior dan eksterior plywood. Youngquis (1999) mengelompokkan kayu lapis
menjadi dua bagian yaitu
1. Kayu lapis konstruksi dan industri
2. Kayu lapis hardwood dan dekoratif.
Berdasarkan jenis perekat yang dipergunakan, pengelompokan kayu lapis
dibedakan menjadi dua (Iswanto, 2008) :
1. Kayu lapis interior yaitu kayu lapis yang penggunaanya di dalam ruangan atau
dengan kata lain tidak langsung terekspos oleh kondisi lingkungan luar
ruangan, perekat yang dipergunakan adalah perekat interior seperti UF , MF
dan MUF .
2. Kayu lapis eksterior yaitu kayu lapis yang penggunaanya di luar ruangan yang
terekspos langsung dengan kondisi luar ruangan, perekat yang dipergunakan
adalah perekat eksterior seperti PF.
Berdasarkan finir mukanya, kayu lapis dikelompokkan menjadi:
1. Ordinary plywood yaitu kayu lapis dimana finir mukanya dihasilkan dari
proses rotary cutting.
2. Fancy plywood yaitu kayu lapis dimana finir mukanya terbuat dari kayu-kayu
indah dan dihasilkan dari proses slice cutting atau half rotary cutting.
15
2. Pembuatan FinirFinir adalah lembaran papan tipis untuk membuat plywood, dan cara
pembuatannya ada 4 macam:
a. Cara pengupasan (rotary cuttings)Cara pengupasan akan menghasilkan finir untuk membuat plywood
biasa atau plywood penggunaan umum (general plywood). Dengan cara ini
bentuk bahan baku kayunya adalah log tanpa kulit. Finir yang dihasilkan
cukup panjang dan dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat.
Produk finirnya dapat untuk memenuhi bahan plywood sampai 80%
kebutuhan. Melalui cara ini, tebal finir yang diperoleh minimal 0,4 mm tetapi
yang banyak dibutuhkan adalah 0,6-1,0 mm.
Cara pengupasan finir dapat diberikan gambar berikut :
Gambar 2. Cara Pembuatan Finir dengan Metode Pengupasan (Sumber :http://www.tentangkayu.com/2008.html)
Pada gambar tersebut terlihat bahwa pengupasan log dilakukan
mengikuti (searah) dengan permukaan batang kayu. Proses pembuatan finir
dengan pengupasan merupakan cara tercepat sehingga produktivitas dalam
menghasilkan finir persatuan waktu paling tinggi dibandingkan dengan cara
pembuatan finir lainnya. Sebagai contoh log meranti diameter 80 cm dapat
dikupas sekitar 10 menit saja dan hasil finirnya dapat mencapai panjang
100-150 meter.
Kelemahan cara ini adalah kondisi finir yang dihasilkan kurang tipis dan
gambar seratnya tidak dekoratif. Oleh karena itu kalau ingin memproduksi
plywood dekoratif, harus dilapisi lagi bagian luarnya dengan finir dari kayu
16
indah dan plywood yang diperoleh namanya bukan general plywood tetapi
fancy plywood atau decorative plywood.
Di dalam proses pengupasan terlebih dahulu harus ditentukan titik
pusat log (center log) karena di tempat ini akan ditempatkan chuck (penjepit
log). Penentuan center log dapat dilakukan secara manual dan dengan
mesin senter (flash machine) yaitu melalui pencahayaan pada dua sisi
potongan log yang telah dilengkapi dengan pola-pola kedudukan pusat
kayunya.
Pada pengupasan finir ini digunakan sudut kupas (knife angle) 89-92,5o
dan sudut tekan (nosebar) 20o. Besarnya sudut kupas dapat diatur dan ini
penting dilakukan dalam mendapatkan tebal finir. Sudut kupas yang disetel
besar akan menghasilkan finir yang tipis begitupun sebaliknya.
Pada proses pengupasan, bagian permukaan finir yang langsung
bersinggungan dengan sisi tajam pisau kupas disebut sisi kasar (loose side),
sedang sisi lainnya disebut sisi halus (tight side). Di dalam proses pelaburan
perekat sisi halus sangat dianjurkan untuk diberikan perekat pertama kali
agar lebih menghemat perekatnya.
Ada satu hal lagi yang harus diperhatikan dalam proses pengupasan
log , yaitu bahwa kecepatan mesin kupas harus sejalan dengan kekerasan
kayunya, artinya kayu yang berberat jenis tinggi harus dikupas lebih cepat
dibandingkan dengan kayu yang berberat jenis rendah.
b. Cara penyayatan/pengirisan (slicing)Cara penyayatan akan menghasilkan finir yang lebih tipis yaitu dengan
tebal 0,2-0,6 mm dan umumnya berfungsi untuk melapis plywood biasa.
Dengan cara ini menghasilkan plywood yang lebih dekoratif (gambar
seratnya baik) dengan ukuran lebar dan panjang relatif masih sama dengan
ukuran bahan baku aslinya. Kayu yang digunakan umumnya dari jenis kayu
yang mempunyai berat jenis tinggi dengan warna kayu lebih dan bergambar
serat bagus (dekoratif). Dengan demikian harus ada perlakuan proses
penyayatan yaitu bahan baku kayu harus direndam, direbus atau dikukus
dulu.
Sebagai contoh pohon jati yang akan disayat dalam bentuk persegi
ukuran 20 x 20 x 260 cm harus direbus 3-5 hari sebelum disayat. Fungsi
17
perebusan adalah untuk meningkatkan elastisitas kayu (karena melunak)
dan melarutkan zat ekstraktif yang biasanya dapat mengganggu proses
perekatannya. Elastisitas kayu dapat meningkatkan rendemen finir yang
dihasilkan karena finir yang robek atau putus lebih sedikit.
Bentuk bahan baku kayu yang akan disayat dapat berupa flitch (kayu
persegi tanpa hati) atau blockware (belahan kayu). Dalam bentuk blockware
rendemen finirnya dapat meningkat sampai 50% dibandingkan dengan
bahan berupa flitch. Di dalam pembuatannya, finir sayat dapat dilakukan
dengan menggunakan bahan baku berupa log tanpa kulit yang dikupas
eksentris, yaitu center log tanpa penjepit tidak berada tepat ditengah-tengah
tetapi lebih ke pinggir. Dengan demikian proses pengupasan mirip dengan
proses penyayatan, sehingga hasil finirnya juga termasuk jenis finir sayat.
Untuk membuat jenis finir ini dapat digunakan mesin half rotary slicer.
Half-Round slicing hampir sama dengan metode plain namun padaposisi log yang berputar sehingga hasil permukaan finir lebih berserat lurus
daripada plain slicing yang lebih banyak berupa serat kembang (melengkung
dan kurva).
Gambar 3. Cara Pembuatan Finir dengan Metode Half-Round Slicing(Sumber : http://www.tentangkayu.com/2008.html)
Quarter slicing, penyayatan dilakukan searah jari-jari log (tegak lurusdengan lingkaran tahun) sehingga serat finir lurus dan seragam. Pada
metode ini log dibelah dahulu dengan metode quarter sawn
.
18
Gambar 4. Cara Pembuatan Finir dengan Metode Quarter Slicing (Sumber :http://www.tentangkayu.com/2008/html)
Flat/Lengthwise; slicing yang dilakukan sejajar arah panjang serat tanpamemperhatikan arah radial atau tangensial sehingga serat yang dihasilkan
bervariasi. Cara ini tidak diproses pada sebuah log melainkan balok kayu yang
telah digergaji.
Gambar 5. Cara Pembuatan Finir dengan Metode Flat (Sumber :http://www.tentangkayu.com/2008/html)
Rift Slicing, hampir mirip dengan metode Quarter namun pisau dimiringkansedikit dengan posisi jari-jari log. Cara ini membuat serat finir menjadi lurus dan
halus.
Gambar 6. Cara Pembuatan Finir dengan Metode Rift Slicing (Sumber :http://www.tentangkayu.com/2008/html)
19
Dengan cara ini efisiensi waktu proses dapat mencapai hampir 40% dan
finir yang diperoleh lebih lebar 20-30% dibandingkan proses slicing veneer.
Proses penyayatan dapat dilakukan dengan cara kayu bergerak maju
mundur dan pisau sayat diam atau sebaliknya. Penyayatan dapat dilakukan
pada arah vertikal dan horizontal. Tipe penyayatan yang paling banyak
digunakan adalah arah penyayatan horizontal, kayu yang disayat bergerak
maju mundur dan pisau sayat diam. Proses penyayatan untuk menghasilkan
finir dengan tebal tertentu dilakukan secara otomatis.
c. Cara penggergajian /sawingMerupakan cara paling tua dan sudah sangat jarang digunakan, karena
finirnya cukup tebal yaitu minimal 5 mm. Bahan kayu yang digunakan
berbentuk kayu persegi dan rendemennya rendah. Kalaupun masih ada
hanya dapat dijumpai pada industri kecil. Proses penggergajian
menggunakan circular sawing of veneer atau horizontal gang saw for
veneer.
d. Cara perautanPrinsip cara pembuatan finir ini adalah seperti orang meruncingkan pensil
(pensil adalah analogi log tanpa kulit). Cara ini sekarang sudah ditinggalkan
dan tak dikembangkan lagi.
3. Perekatan Kayu Lapis
Untuk merekat finir-finir hingga menjadi plywood dapat digunakan
berbagai macam perekat, misalnya :
a. Berdasarkan asal bahannya, dibedakan atas :
Perekat nabati, misalnya kedelai, kacang, ketela (tapioka) Perekat hewani, misalnya kasein (susu), fibrin, protein, tulang Perekat sintesis, misalnya urea formaldehid, fenol formaldehid,
melamin, formaldehid, resorcinol formaldehid
b. Berdasarkan ketahanannya terhadap air dan pengaruh cuaca luar
dibedakan atas :
20
Perekat WBP, yaitu perekat yang tahan terhadap cuaca luar, air, dankelembaban udara sekitar. Jenis perekat ini misalnya fenoll
formaldehid, dan kayu lapis yang dihasilkan dengan perekat ini disebut
eksterior plywood (tipe 1). Apabila sangat tahan terhadap kelembaban
udara sekitar kekuatan rekatnya 5-15 kg/cm2.
Perekat MR, yaitu perekat yang tidak tahan terhadap kelembabanudara dalam ruangan. Contoh jenis perekat ini misalnya urea
formaldehid, dan kayu lapis yang dihasilkannya disebut interior
plywood (tipe II). Kalau diuji kekuatannya kurang dari 5 kg/cm2.
c. Berdasarkan cara mengerasnya :
Perekat yang mengeras secara panas, misalnya perekat darah, fibrin(hewani), perekat sintesis.
Perekat yang mengeras secara dingin, misalnya perekat tulang, nabati. Perekat yang mengeras karena adanya reaksi kimia misalnya : kasein
(susu), perekat sintesis.
Perekat yang mengeras karena evaporasi pelarutnya : perekat-perekatyang larut dalam air.
d. Berdasarkan kemampuan pemulihannya :
Perekat thermoplastic, dapat dipulihkan dan diperbaiki ulang Perekat thermosetting, tidak dapat dipulihkan
Apabila akan digunakan untuk merekat finir dalam pembuatan plywood
maka jenis-jenis perekat tersebut harus ditambahkan lagi dengan beberapa
bahan lain antara lain :
Hardener (pengeras), misalnya NH4Cl (sekitar 1%)
Extender (pengembang), misalnya tepung kayu, tepung tempurung kelapa,
tepung kaolin (sekitar 6%)
Air (sebagai pengatur kekentalan, secukupnya)
Setiap campuran perekat dengan kekentalan (poise) tertentu
mempunyai masa pakai tertentu sehingga perlu diperhatikan dalam
penyiapan dan penggunaannya. Banyaknya perekat yang dilaburkan (GPU)
per satuan luas lembar panel plywood yang dibuat ditentukan dengan rumus :
21
(dalam gram satuan panel)
GPU =Gram Pick Up (kg/m2/cm2)
S =$ MSGL/$ MDGL biasanya 20-50
A = Luas panel (m2, cm2)
Penjelasan tentang S dapat diberikan sebagai berikut.
$ MSGL = million square glue line, yaitu sistem pelaburan perekat dengan
satu garis perekat.
Finir
Pelaburan perekat
Finir
Finir
Gambar 7. Sistem Pelaburan Perekat dengan Satu Garis Perekat.
$ MDGL= million square double glue line, yaitu sistem pelaburan perekat
dengan dua garis perekat
Finir
Pelaburan perekat
Finir
Pelaburan perekat
Finir
Gambar 8. Sistem Pelaburan Perekat dengan Dua Garis Perekat.
GPU= ,
22
Perekat yang dilaburkan (GPU) $MDGL= $MSGL+10%
Apabila plywood tersusun atas 3 lapis finir, maka pelaburan dilakukan dengansistem $ MSGL pada kedua permukaan finir core
Kalau plywood 5 lapis, yang diberi perekat adalah kedua permukaan darimasing-masing cross-bandnya (ada 2 cross band). Cross band adalah finir
nomor 2 dari atas-bawah langsung di bawah face dan back veneernya.
Apabila plywood 7 lapis yang diberi perekat adalah kedua permukaan dari 2CB dan dua permukaan dari satu center core veneer-nya. Center core adalah
finir yang letaknya paling tengah dari yang ditengah di dalam susunan
plywood tersebut.
Proses perekatan biasanya sering memberikan hasil yang tidak
memadai atau mengalami kegagalan yang umumnya disebabkan oleh kondisi
finir (kadar air dan porositas) dan perekatnya sendiri, disamping proses
perekatan tersebut. Kagagalan tersebut adalah :
1. BGJ = Bleeding Glue Joint, yaitu kegagalan perekatan yang disebabkan
karena kelebihan perekat dalam proses perekatan, sehingga perekatmenjadi meluap keluar. Hal ini disebabkan karena perekat yang diberikan
berlebihan, perekat terlalu encer atau karena kadar air finir/kayunya terlalu
tinggi.
2. SGJ= Starved Glue Joint, yaitu kegagalan perekatan, yang disebabkan
karena kekurangan perekat dalam proses perekatan, sehinggapermukaan finir/kayu tidak terlabur perekat secara merata. Hal ini
disebabkan karena jumlah perekat yang dilaburkan kurang, porositas
finir/kayu yang tinggi atau karena kadar air finir/kayu yang direkat sangat
rendah.
Kadar air finir yang akan direkat sebaiknya sebesar 6-8%,atau jangan
melebihi 10%.
23
4. Pengempaan Kayu Lapis
Pengempaan plywood dapat dilakukan secara dingin (biasa), panas atau
kombinasi keduanya, yaitu pengempaan secara dingin dan panas. Apabila
digunakan kombinasi maka akan diperoleh hasil efisiensi pres panas yang
cukup tinggi karena perataan perekat telah dilakukan pada pres dingin.
Pengempaan kombinasi sangat cocok diaplikasikan pada penggunaan
perekat sintesis seperti UF dan PF.
Kondisi perekatan dapat diberikan sebagai berikut:
Pres dingin : - waktunya lebih dari 5 menit
-Tekanan di atas 15 kg/cm2 (di atas 200 psi)
- pengempaan dingin dilakukan sekaligus untuk tiap-tiap satu
tumpukan calon plywood (sampai 100 lembar) tiap satu alat
press dingin.
Pres panas : - waktu lebih dari 1 menit
-Tekanan di atas 10 kg/cm2 (di atas 100 psi)
- suhu 82-176oC (untuk UF 100 -130o Cdan PF 130-170o)
- pengempaan panas dilakukan dengan memasukkan satu per
satu lembar calon plywood ke dalam ruang antar plat-plat
panas dari pres tersebut atau opening. Tiap satu alat pres
panas bisa sampai 50 opening.
Besarnya tekanan pengempaan yang diberikan dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Dalam psi atau kpc, dimana:
G = Pengempaan total (psi,kpc)
P = Tekanan spesifik (psi,kpc)
J = Luas total piston pres (2, dalam in2 atau cm2)PSI = pound per square inch
kpc= kg per cm2
G=
24
Besarnya pres total yang diberikan dipengaruhi oleh faktor :
Berat jenis finir/kayu asalnya Ketebalan kayu lapis yang dihasilkan
Kayu dengan berat jenis lebih tinggi dan ketebalan lapisan yang lebih
tebal harus menggunakan tekanan pres total yang lebih tinggi dan waktu
pengempaan yang lebih lama pada lembaran finir tersebut. Untuk finir bagian
luar, misalnya untuk F/B tidak dipotong dulu tetapi dikeringkan dulu dalam
continues dryer baru kemudian dipotong. Finir core yang diperoleh kemudian
dikeringkan dalam kilang pengeringan roll (roll dryer) (110 -175oC,10-25
menit) hingga kadar airnya 5-10 %. Pengeringan finir dapat pula dilakukan
sebelum finirnya dipotong,khususnya untuk finir F/B.
Selanjutnya potongan-potongan finir tersebut disortir kualitasnya dengan
memperhatikan adanya sobekan-sobekan, lubang-lubang dan lain-lain. Bila
perlu diadakan penambalan (penutupan) atau tapping dan penyambungan-
penyambungan atau jointing, agar finir menjadi utuh dan baik. Tapping
dilakukan dengan menambal menggunakan finir yang sejenis, sedang jointing
dapat dilakukan dengan merekatkan dua finir, menyambungkan dengan
gumtape atau dengan menjahit (dengan nilon). Hanya jenis finir core dan atau
back yang boleh ada sambungan atau tambalan.
Perekat Urea Formaldehide (UF)
Pizzi (1994) mengemukakan bahwa perekat UF merupakan hasil
reaksi polimer kondensasi dari formaldehid dengan urea. Keuntungan dari
perekat UF antara lain larut air, keras, tidak mudah terbakar, sifat panasnya
baik, tidak berwarna ketika mengeras serta harganya murah.
Hiziroglu (2007) mengemukakan beberapa karakteristik dari perekat
Urea-Formaldehyde (CH4 N20CH20)x antara lain:
pH: 7.98
Titik didih: 100 C
Berat jenis: 1.27
Solid content: 64.8%
25
Vick (1999) mengemukakan bahwa perekat UF ada yang berbentuk
serbuk atau cair, berwarna putih , garis rekatnya tidak berwarna dan lebih
durable apabila dikombinasikan dengan melamin. Penggunaan perekat ini
adalah untuk kayu lapis, meubel, papan serat dan papan partikel.
Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa UF tersedia daalam bentuk
cair atau serbuk. Resain ini mengeras pada suhu 95-130 C. UF tidak cocok
dipakai untuk eksterior. namun kinerjanya dapat diperbaiki dengan
penambahan Melamin Formaldehyde atau Resorcynol Formaldehyde sekitar
10-20%. Hasil sambungan dengan UF tidak berwarna sampai berwarna coklat
terang. Kelemahan dari UF antara lain tidak tahan air serta menyebabkan
emisi formaldehyde yang berdampak pada kesehatan.
Perekat UF termasuk dalam kelompok perekat termosetting. Dalam
pemakaiannya sering ditambahkan hardener, filler, extender dan air. Menurut
Rayner (1967) dalam Joyoadikusumo (1984) perekat UF memiliki ketahanan
yang sangat baik terhadap air dingin, agak tahan terhadap air panas, tetapi
tidak tahan terhadap perebusan.
Setelah itu apabila dibuat plywood 3 lapis, khusus untuk finir yang akan
dijadikan sebagai core dilabur kedua permukaannya dengan lem/perekat
melalui mesin glue spreader, sedangkan finir-finir yang lain (F/B) dilekatkan
pada finir yang telah diberi perekat tersebut dengan ketentuan arah seratnya
saling tegak lurus satu sama lainnya.
Selanjutnya finir-finir yang telah direkatkan tersebut (jumlah finir harus
ganjil) dipres secara dingin dalam cold press selama 5-15 menit, tekanan 10-
15 kg /cm2 , dan kemudian dilanjutkan dengan pengempaan secara panas
dalam hot press dengan jalan memasukkan finir-finir yang telah direkatkan
tersebut di antara plat-plat baja panas dengan tekanan 10 kg/cm2, suhu 100-
170o (umumnya 110- 120o C), selama 1,5 menit.
Setelah itu rekatan finir (calon plywood) dikeluarkan dari mesin hot press
satu persatu sehingga diperoleh plywood (kayu lapis). Plywood selanjutnya
dipotong pinggirnya sesuai ukuran final dengan gergaji potong dobel ( double
saw), kemudian dihaluskan (sanding) dan diperiksa kualitasnya (plywood
grading). Jika masih dijumpai kerusakan (sobekan atau lobang)dan
memungkinkan diperbaiki maka bagian muka plywood kemudian diperbaiki
lagi dengan didempul agar kualitas plywoodnya meningkat.
26
5. Proses Pembuatan Kayu Lapis
Proses pembuatan kayu lapis banyak variasinya, tetapi pada prinsipnya
menggunakan urutan dan tata cara yang relatif sama. Adapun urut-urutan
pembuatan kayu lapis tersebut menurut Massijaya (2006) adalah sebagai
berikut:
Seleksi logLog yang akan dipergunakan sebagai bahan baku kayu lapis diseleksi mulai
dari ukuran, bentuk, dan kondisinya terhadap cacat-cacat yang masih
diperbolehkan.
Perlakuan awal pada logPerlakuan awal ini ditujukan untuk memudahkan dalam proses pengupasan
log terutama untuk kayu yang memiliki kerapatan tinggi. Beberapa perlakuan
awal pada log diantaranya adalah pemanasan log (dengan air panas, uap
panas, uap panas bertekanan tinggi, listrik, memaksa air/ uap panas masuk
dari arah longitudinal). Haygreen and Bowyer (1993) dan Tsoumis (1991)
mengemukakan beberapa keuntungan dari pemanasan log diantaranya
adalah terjadi peningkatan rendemen sebesar 3-5%, peningkatan kualitas
vinir (ketebalan lebih seragam, permukaan lebih halus, retak akibat
pengupasan dapat dikurangi), pengurangan biaya pengolahan, pengurangan
pemakaian jumlah perekat, mengurangi perbedaan kadar air kayu gubal dan
kayu teras, memperbaiki warna kayu, membunuh jamur dan serangga
perusak kayu.
PengupasanTsoumis (1991) mengemukakan bahwa ada tiga metode pengupasan vinir
yaitu (1) Rotary cutting / pelling, (2) Slicing / sayat, (3) Sawing. Proses
pelling memproduksi lembaran vinir yang kontinyu, sedangkan slicing
memproduksi lembaran vinir yang terputus. Pelling kebanyakan
dipergunakan dalam pembuatan kayu lapis tipe ordinary sedangkan slicing
untuk fancy plywood. Vinir yang diproduksi dengan proses rotary cutting
menghasilkan dua sisi yaitu sisi luar (tight side) dan sisi dalam (loose side).
27
Bagian loose side ini merupakan bagian yang terdapat retak akibat
pengupasan yang dikenal dengan leathe check.
Penyortiran vinirKegiatan ini dilakukan untuk menseleksi vinir setelah proses pengupasan,
vinir dipisahkan antara yang rusak dengan yang tidak serta vinir untuk
bagian face dan core.
Pengeringan VinirKegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kadar air vinir
sehingga dapat menghindarkan terjadinya blister pada kayu lapis setelah
dilakukan pengempaan panas. Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa
temperatur dalam pengeringan vinir sekitar 60-80C tergantung pada jenis
kayu, kadar air awalnya, ketebalan vinir.
PerekatanAplikasi pelaburan perekat pada kayu lapis dapat dilakukan dengan cara
roller coater, curtain coater, spry coater, atau liquidand foam extruder
(Youngquist, 1999). Perekat yang dapat dipergunakan dalam pembuatan
kayu lapis antara lain Phenol Formaldehyde (PF), Urea Formadehyde (UF),
Melamine Urea Formaldehyde (MUF), Polyurethan dan Isocyanat (Vick
1999), Tsoumis (1999) mengemukakan bahwa berat labur (jumlah perekat
yang dipersiapkan per satuan luas permukaan vinir) antara 100-500 g/m
tergantung dari beberapa faktor seperti jenis kayu ,jenis perekat serta cara
pelaburan.
PengempaanMenurut Tsoumis (1999) pengempaan dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu
hot press (pres panas ) dan cold press (pres dingin). Sebagian besar kayu
lapis dipruduksi dengan menggunakan pres panas. Besarnya tekanan
berkisar antara 100-250 psi tergantung pada kerapatan kayunya. Untuk jenis
kayu berkerapatan rendah (100-150 psi).untuk jenis kayu berkerapatan
sedang (150-200) serta untuk kayu berkerapatan tinggi (200-250 psi).
Besarnya temperatur pengempaan tergantung pada jenis perekat yang
digunakan. UF (120C) dan PF (150C). Pres dingin dilakukan apabila perekat
yang dipakai adalah perekat alami atau perekat sintetik yang mengeras
pada suhu ruang. Besarnya tekanan pada pengempaan dingin berkisar
28
antara 150-350 psi tergantung pada kerapatan kayu. Penggunaan
pengempaan dingin (tekanan mekanik ataupun klem) sulit untuk
mendapatkan keseragaman ketebalan pada kayu lapis yang dibuat.
PengkondisianPengkondisian dilakukan bertujuan untuk mengurangi sisa tegangan akibat
proses pengempaan serta menyesuaikan dengan kondisi lingkungan.
Biasanya dilakukan selama 1-2 minggu.
RemanufacturingSelanjutnya dilakukan pengampelasan ulang pada plywood yang telah
diperbaiki (bagian permukaan atas bawah atau satu muka saja). Pekerjaan
perbaikan dan penghalusan ulang ini termasuk remanufacturing dan
dilakukan grading ulang pada plywood ini.
PackingSelanjutnya kayu lapis telah sempurna dan siap untuk dipasarkan.
Penentuan kelas mutu, pemberian tanda merk penghitungan dan
pengepakan dilakukan sebelum plywood tersebut dibawa ke gudang dan
siap dijual.
Menurut Kasmudjo (2001), skema urutan proses pembuatan plywood
untuk tiga lapis finir penyusun berikut ini.
29
Kayu(log pond,log yard)
Ditarik ,diperiksa dan dibersihkan(log handling)
Penentuan titik tengah(log centering)
Pengupasan(veneer lathe)
Penggulungan finir dan pembukaan gulungan(Reeling & Unveneer)
Pengeringan finir(continues dryer)
Pemotongan finir(clipper)
F/B Core
Pemotongan finir (clipper) Pengeringan finir(roll dryer)
Penambalan, penyambunganFinir
(tapping,jointing/spiling)
Penyusunan finir(assembling finir)
Pengepresan dingin(cold press)
Pengempaan panas(hot press)
Pemotongan dua sisi(double saw)
Penghalusan(sanding)
Penjualan dan pengiriman(sales & tran dispatching)
Seleksi kualitas(grading)Penggudangan(pilling,packing & storage)
Perbaikan ulang(remanufacturing)
Gambar 9. Skema Proses Pembuatan Plywood Tiga Lapis
30
C. Penutup
Soal Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan kayu lapis dan mengapa arah seratnya harus
disusun tegak lurus di antara finir face, core dan backnya ?
2. Jelaskan mengapa kayu yang menjadi bahan baku kayu lapis disyaratkan
mempunyai berat jenis sedang ?
3. Apa yang Anda ketahui tentang fancy plywood dan apa bedanya dengan
general plywood ?
4. Di antara keempat macam proses pembuatan finir, mana yang menurut anda
paling baik dan mengapa Anda mengatakan demikian ?
5. Jelaskan perlakuan pendahuluan yang biasa diberikan pada bahan baku log
sebelum dikupas menjadi finir, dan jelaskan apa tujuan dari perlakuan
pendahuluan tersebut !
6. Jelaskan penggolongan bahan perekat !
7. Jelaskan jenis kegagalan perekatan yang sering terjadi !
8. Jelaskan hubungan antara berat jenis bahan kayu finir dan tebal lapisan
dengan tekanan pres total yang harus diberikan !
9. Jelaskan penanganan akhir terhadap kayu lapis yang dihasilkan !
10. Apa tujuan grading pada kayu lapis ?
Referensi :
Hiziroglu, S. 2007. Composite Panel Manufacture From Bamboo-Rice Straw-Eucalyptus In Thailand. Paper disampaikan pada Studium GeneralFakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Tanggal 17 Januari 2007.Bogor.
Iswanto, AH. 2008. Kayu Lapis. Karya Tulis. Departemen Kehutanan. FakultasPertanian. Universitas Sumatera Utara.
Joyoadikusumo, S. 1984. Pengaruh Kadar Ekstender dan Kadar BahanPengawet dalam Perekat Urea Formaldehyde Terhadap Keteguhan RekatKayu Lapis dari Kayu Tusam (Pinus merkusii Jungh. Et de Vriese) danKayu Karet (Hevea brasiliensis Muel Arg.) Skripsi Fakultas Kehutanan IPB.Bogor. Tidak Dipublikasikan.
31
Kasmudjo. 2001. Pengantar Teknologi Hasil Hutan: Bagian IV Kayu Lapis.Bagian Penerbitan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Kollman, F. F. P. E. W, Kuenzi dan A.J. Stamm. 1975. Principles of WoodScience and Technology II, Springer-Verlag Berlin Heidelberg New York.
Massijaya, MY. 2006. Plywoood. Bahan Kuliah Ilmu dan Teknologi Kayu.Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB.Bogor
Pizzi, A. 1994. Advanced Wood Adhesive Technology. Marcel Dekker, Inc,New York. USA.
Tentang Kayu. 2007. Finir Slicing dan Proses Pengolahannya.http://www.tentangkayu.com/2008/04/finir-slicing-dan-proses-pengolahannya.html (10 Desember 2011)
Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties,Utilization. Van Nostrand Reihold, New York. USA
Vick, BC. 1999. Adhesive Bonding of Wood Materials. Wood Hand Book: Woodas an Engineering Material. USA
Youngquist. 1999. Wood Based Composites and Panel Product. Wood HandBook: Wood as an Engineering Material. USA
32
BAB IVPAPAN PARTIKEL
A. Pendahuluan
Pada materi perkuliahan ini sasaran pembelajaran yang akan dicapai
adalah mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik bahan baku dan proses
pembuatan papan partikel. Dengan demikian setelah mempelajari materi ini
mahasiswa diharapkan memahami karakteristik kayu yang sesuai sebagai
bahan baku papan partikel. Karakteristik dimaksud antara lain berat jenis dan
kerapatan kayu, ukuran partikel, komposisi kimia kayu terutama kandungan zat
ekstraktif akan menentukan sifat perekatan dan keterbasahan papan. Selain itu,
mahasiswa juga dapat memahami bahwa bukan hanya kayu yang dapat menjadi
bahan baku pembuatan papan partikel, namun semua bahan berlignoselulosa
dapat digunakan sebagai bahan baku papan partikel. Untuk mencapai sasaran
pembelajaran tersebut digunakan strategi pembelajaran berupa kuliah interaktif
yang melibatkan dosen dan mahasiswa secara aktif dalam proses perkuliahan.
Untuk mendukung strategi pembelajaran tersebut mahasiswa diberikan tugas-
tugas dengan unit tugas tertentu yang bertujuan untuk memancing minat baca
dan keaktifan mahasiswa dalam mengeksplorasi materi atau referensi yang
terkait dengan pokok bahasan yang sedang dibahas. Hasil eksplorasi
mahasiswa tersebut kemudian dituangkan ke dalam suatu bentuk karya tulis
berupa paper atau makalah yang kemudian akan dipresentasikan oleh
mahasiswa baik secara individual maupun berkelompok di depan kelas.
Berdasarkan unit tugas tersebut, maka dosen akan menilai ketepatan
penjelasan mengenai pokok bahasan, keterampilan berkomunikasi dan
kerjasama kelompok bilamana tugas tersebut dikerjakan secara berkelompok.
Perubahan sistem pembelajaran dari Teaching Center Learning (TCL) ke
sistem Student Center Learning (SCL) juga membawa perubahan dalam proses
perkuliahan, dimana pada sistem TCL yang sebelumnya digunakan
menitikberatkan pada peran dosen sebagai pusat dalam proses perkuliahan.
Pada sistem SCL menitik beratkan proses perkuliahan pada keaktifan
mahasiswa dimana dosen hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses
33
perkuliahan yang akan memandu jalannya perkuliahan sehingga sasaran
pembelajaran dapat tercapai.
B. Uraian Bahan Pembelajaran
1. Pendahuluan
Ada beberapa definisi papan partikel yang dirumuskan para ahli.
Menurut Sudi (1990) dalam Sudarsono et al. (2010), papan partikel adalah
istilah umum untuk panel yang dibuat (biasanya kayu), terutama dalam bentuk
potongan-potongan kecil atau partikel dicampur dengan perekat sintetis atau
perekat lain yang sesuai dan direkat bersama-sama di bawah tekanan dan
pres di dalam suatu alat pres panas melalui suatu proses dimana terjadi
ikatan antara partikel dan perekat yang ditambahkan. Papan partikel adalah
papan tiruan yang terbuat dari partikel-partikel kayu maupun dari bahan
berlignoselulosa lainnya. Damanalu (1982) dalam Sudarsono et al. (2010),
mendefinisikan papan partikel sebagai papan buatan yang terbuat dari
serpihan kayu dengan perekat sintetis kemudian dipress hingga memiliki sifat
seperti kayu, massif, tahan api dan merupakan bahan isolator dan bahan
akustik yang baik. Sementara menurut Maloney (1993) papan partikel adalah
istilah umum untuk panel yang dibuat dari bahan-bahan berlignoselulosa
(biasanya bersumber dari kayu). Bahan tersebut dibuat dalam bentuk
potongan-potongan diskrit atau partikel. Berbeda dengan pembuatan papan
serat, pada pembuatan papan serat ditambahkan suatu resin sintetik atau
bahan lain yang cocok sebagai binder dan akan terikat bersama-sama pada
suhu dan tekanan dalam suatu hot press melalui suatu proses pembentukan
ikatan antar partikel dengan penambahan binder. Untuk meningkatkan sifat-
sifat tertentu dari papan partikel, maka dalam proses pembuatannya dapat
ditambahkan pula dengan bahan-bahan lain.
Berdasarkan tekanan yang digunakan pada proses pembuatannya,
papan partikel dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: (1) Flat-platen-pressed yaitu
proses pembuatan papan partikel dengan tekanan diarahkan tegak lurus pada
permukaan bahan, (2) extruded yaitu proses pembuatan papan partkel
dengan tekanan diarahkan secara paralel pada permukaan bahan.
34
Gambar 10. Contoh Papan Partikel dengan Metode Platen-Pressed(Courtesy Washington State Univ.) dalam Maloney (1993)
Gambar 11. Contoh Papan Partikel Metode Tekanan Extruded(Courtesy Washington State Univ.) dalam Maloney (1993)
35
Gambar 12. Papan Partikel (Sumber : Pusat Inovasi LIPI, 2010)
Klasifikasi Papan Partikel:
Papan partikel dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu :
1. Low-density particleboard, adalah papan partikel dengan kerapatan kurang
dari 37 lbs/ft3 atau kurang dari 0,4 g/cm3 (berat jenis : 0,59)
2. Medium-density particleboard,adalah papan partikel dengan kerapatan antara
37- 50 lbs/ft3 atau 0,4 0,8 g/cm3 (berat jenis : 0,59-0,8)
3. High-density particleboard, adalah papan partikel dengan kerapatan lebih
besar dari 50 lbs/ft3 atau lebih dari 0,8 g/cm3 (berat jenis : 0,8)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sifat-sifat akhir papan, baik
papan serat maupun papan partikel. Di antara faktor utama tersebut antara lain :
spesies kayu, jenis bahan baku, jenis partikel, jenis binder (resin), jumlah dan
distribusi lapisan, bahan aditif yang digunakan, level dan distribusi kadar air mat,
ukuran partikel lapisan, kerapatan dan berat jenis lapisan, tingkat berat jenis
papan, dan orientasi partikel-partikel. Semua paramater tersebut saling
berinteraksi satu dengan yang lain.
Proses Pembuatan Papan Partikel
Secara umum, pembuatan papan partikel terdiri atas beberapa tahap.
Pertama, bahan baku dibawa ke industri pembuatan papan dan disimpan pada
tempat penyimpanan. Jika bahan tersebut relatif kecil dan dapat digunakan
secara langsung dalam proses pembuatan papan partikel, klasifikasi
36
berdasarkan ukuran dapat segera dilakukan pada saat bahan tersebut dibawa
ke industri. Bahan baku yang berukuran besar harus dibuat menjadi flakes,
partikel atau serat dengan menggunakan peralatan yang sesuai bergantung
pada jenis produk yang akan dibuat.
Gambar 13. Elemen Dasar Kayu dari yang Terbesar ke Terkecil. Darikeempat belas elemen tersebut, sepuluh diantaranyadibuat dari limbah kayu, atau bahan yang tidak sesuaiuntuk kayu gergajian dan kayu lapis, dan semua dapatberkontribusi ke pengembangan konsep produk baru(Marra, 1969)
Perlu diperhatikan bahwa geometri partikel merupakan faktor yang paling
menentukan komposisi papan terutama jika sifat-sifat fisik akhir papan menjadi
perhatian. Bentuk geometri tersebut terutama sangat penting dalam pembuatan
papan partikel konvensional. Dalam beberapa industri, oleh karena jenis kayu
tertentu telah digunakan dalam bentuk shaving, untuk mereduksi bahan baku
menjadi bentuk geometri tertentu kadang kala mengalami kesulitan karena
beberapa spesies kayu sulit untuk direduksi menjadi serat atau bentuk geometri
bahan baku yang memanjang. Partikel-partikel tipis biasanya digunakan sebagai
37
bahan face papan. Chunky material tidak memiliki perbandingan panjang dan
tebal yang proporsional sehingga bahan tersebut kurang baik digunakan sebagai
bahan face papan partikel. Tetapi Chunky material tersebut sangat baik sebagai
core papan, karena bahan tersebut memiliki interaksi antar partikel yang baik.
Hal ini akan membantu meningkatkan kualitas ikatan internal bahan.
Penanganan furnish dapat dilakukan secara seragam sampai akhir pada
pembuatan papan partikel yang homogen (satu lapis). Namun demikian pada
papan partikel 3 lapis atau lebih, penanganan furnish secara seragam hanya
dapat dilakukan sampai pada tahap pembentukan lembaran (mat forming).
dimana furnish tersebut dipisahkan berdasarkan ukuran fraksi halus dan kasar.
Namun demikian biasanya lebih sederhana untuk memisahkan bahan face dan
core secara terpisah melalui proses.
Tahap selanjutnya adalah mengurangi kadar air menjadi 2 sampai 4%
dalam suatu alat pengering. Industri yang menggunakan limbah dari kilang
pengering kayu dan resin fenol bubuk mungkin dapat dioperasikan tanpa
pengering karena kadar air pada bahan tersebut cukup rendah.
Tahapan berikutnya adalah, mencampurkan bahan dalam blender. Resin,
wax (lilin) dan furnish dimasukkan dalam blender. Dalam proses tersebut dapat
ditambahkan air dan katalis apabila diperlukan. Beberapa pabrik hardboard
dengan metode kering menggunakan resin fenol cair, resin dan wax dapat
ditambahkan ke dalam bahan bahan baku sebelum pengeringan. Resin dan wax
dicampurkan dalam blender secara simultan dengan furnish lalu dimasukkan ke
dalam attrition mill yang berfungsi sebagai penghasil partikel dan blender.
Setelah blending, furnish dipindahkan ke dalam forming station yang terletak
pada mat. Istilah lain yang digunakan selain forming adalah felting. Spesifikasi
ketebalan papan bergantung pada jenis partikel, berat jenis, dan ketebalan mat
(25,4 mm-304 mm).
Multi-opening, single-opening, continous atau stack presses dapat
digunakan untuk mengasilkan platen-pressed board. Pada sistem multi-opening,
mat diakumulasi dalam press loader lalu dimasukkan secara simultan dalam hot
press. Secara umum papan partikel dengan ketebalan 19 mm yang
menggunakan resin urea dapat ditekan selama 4 sampai 6 menit pada
temperatur 149-191oC. Papan yang dibuat dengan menggunakan resin fenoll
diperlukan waktu tekan yang lebih lama dan suhu tekan yang lebih tinggi, tetapi
38
untuk mempercepat waktu tekan tersebut dapat digunakan berbagai jenis
katalis. Dengan single-opening presses, digunakan sistem resin terkatalis untuk
meningkatkan kecepatan waktu tekan. Hal ini telah dilaporkan bahwa untuk
membuat papan dengan ketebalan 15,9 mm melalui single-opening press dapat
mencapai waktu tekan kurang dari 2 menit. Secara alamiah, waktu tekan papan
tipis lebih singkat dibandingkan dengan waktu tekan papan tebal.
Setelah papan ditekan, selanjutnya dipindahkan dengan beberapa jenis
sistem unloading dan biasanya dilanjutkan dengan pendinginan dalam suatu
pendingin (cooler) sebelum di-stack. Pendinginan ini sangat diperlukan terutama
jika menggunakan resin formaldehid, karena temperatur papan harus dikurangi
sebelum papan di-stack ke dalam suatu pile.
Setelah pendinginan atau hot stacking, papan di-trimming dan dipindahkan
ke dalam sistem sanding. Beberapa papan keras termasuk sheathing-type
panels yang dibuat dalam bentuk flakes tidak perlu dihaluskan. Umumnya
produk papan dihaluskan terlebih dahulu sebelum dilakukan proses akhir hingga
papan tersebut mencapai ketebalan tertentu. Disamping itu, tujuan penghalusan
tersebut adalah untuk membentuk permukaan papan menjadi lebih baik. Papan
yang dilapisi dengan partikel-partikel halus cenderung memiliki soft face karena
ketebalan resin pada permukaan hanya berkisar 0,51 mm, sehingga tidak
diperlikan penghalusan.
Pada tahap akhir, papan-papan tersebut dikapalkan untuk dipasarkan
dengan ukuran standard 1,22 x 2,44 m). Akan tetapi akan lebih praktis jika
papan-papan tersebut dipotong-potong terlebih dahulu sebelum dipasarkan
sesuai ukuran yang dikehendaki oleh konsumen.
C. Penutup
Soal Latihan
1. Uraikan beberapa definisi papan partikel dan apa persamaan umum dari
definisi-definis tersebut ?
2. Jelaskan klasifikasi papan partikel !
3. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sifat-sifat akhir papan partikel !
39
4. Jelaskan peranan geometri partikel dalam menentukan sifat-sifat akhir
papan!
5. Jelaskan perbedaan tahap pembuatan papan partikel satu lapis dengan
papan partikel 3 lapis atau lebih !
6. Jelaskan pengaruh kadar air terhadap mutu papan partikel !
7. Apa tujuan pendinginan sebelum papan partikel di-stack ?
Referensi
Maloney, T. M, 1993, Modern Particle Board and Dry Process Fibre BoardManufacturing, Miller Freeman, Inc. San Fransisco
Subiyanto, B. 2010. Papan Partikel dari Limbah Sabuk Kelapa. Pusat InovasiLIPI. http://www.inovasi.lipi.go.id/new/index.php/lingkungan/papan-partikel-dari-limbah-sebuk-kelapa.html (10 Desember 2011).
Sudarsono, T. Rusianto, Y. Suryadi. 2010. Pembuatan Papan PartikelBerbahan Baku Sabut Kelapa Dengan Bahan Pengikat Alami (LemKopal). Jurnal Teknologi, Volume 3 Nomor 1, Juni 2010, pp. 22-32
40
BAB VPAPAN SERAT
A. Pendahuluan
Pada materi perkuliahan ini sasaran pembelajaran yang akan dicapai
adalah mahasiswa mampu menjelaskan proses pembuatan dan faktor yang
mempengaruhi kualitas papan serat. Dengan demikian setelah mempelajari
materi ini mahasiswa diharapkan sudah memahami proses pembuatan dan
faktor yang mempengaruhi kualitas papan serat. Proses pembuatan papan serat
yaitu terdiri atas proses basah, proses kering dan proses pembuatan IB,MDF
dan HB. Untuk mencapai sasaran pembelajaran tersebut digunakan strategi
pembelajaran berupa kuliah interaktif yang melibatkan dosen dan mahasiswa
secara aktif dalam proses perkuliahan. Untuk mendukung strategi pembelajaran
tersebut mahasiswa diberikan tugas-tugas dengan unit tugas tertentu yang
bertujuan untuk menumbuhkan minat baca dan keaktifan mahasiswa dalam
mengeksplorasi materi atau referensi yang terkait dengan pokok bahasan yang
sedang dibahas. Hasil eksplorasi mahasiswa tersebut kemudian dituangkan ke
dalam suatu bentuk karya tulis berupa paper atau makalah yang kemudian akan
dipresentasikan dan didiskusikan oleh mahasiswa baik secara individual
maupun berkelompok di depan kelas. Berdasarkan unit tugas tersebut, maka
dosen akan menilai kemampuan mahasiswa dalam menguraikan secara jelas
materi yang diberikan, dan kemampuan mengungkapkan pendapat dalam
kelompok .
Perubahan sistem pembelajaran dari Teaching Center Learning (TCL) ke
sistem Student Center Learning (SCL) juga membawa perubahan dalam proses
perkuliahan, dimana pada sistem TCL yang sebelumnya digunakan
menitikberatkan pada peran dosen sebagai pusat dalam proses perkuliahan.
Pada sistem SCL menitik beratkan proses perkuliahan pada keaktifan
mahasiswa dimana dosen hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses
perkuliahan yang akan memandu jalannya perkuliahan sehingga sasaran
pembelajaran dapat tercapai.
41
B. Uraian bahan pembelajaran
1. Pendahuluan
Papan serat merupakan papan tiruan yang dibuat dari serat-serat kayu
dan bahan lainnya seperti yang terjadi pada pembuatan kertas. Perbedaannya
adalah ketebalan papan tiruan lebih tebal dibandingkan dengan ketebalan
kertas.
MDF (Medium density fiberboard) merupakan salah satu produk papan
komposit yang paling populer. Pada Gambar
Gambar 14. Medium Density Fiberboard (MDF) (Courtesy WashingtonState Univ.) dalam Maloney (1993).
MDF dapat dibuat dengan menggunakan sembarang jenis, bentuk dan
ukuran kayu asalkan seratnya berdimensi memadai. Zat kayu, khususnya yang
berlignin banyak juga memadai untuk bahan papan serat. Prosesnya
memerlukan pembuburan seperti dalam pembuatan kertas. MDF banyak
digunakan untuk keperluan meubelair, bahan konstruksi, peralatan listrik, dan
produk-produk panel lainnya.
William (2000) mendefinisikan komposit adalah sebuah sistem material
yang tersusun atas campuran atau kombinasi dari dua atau lebih papan partikel
mikro maupun makro yang berbeda bentuk maupun komposisi kimianya yang
terikat secara erat satu dengan yang lain. FAO (1998) dalam Kollman et al
(1975 : 551) menyatakan bahwa papan serat adalah papan tiruan yang dibuat
42
dari serat kayu atau lignoselulosa lain, dengan cara tenunan serat yang
dilanjutkan dengan penekanan oleh pres plat dan roll. Bahan perekat atau
bahan lain dapat ditambahkan untuk meningkatkan sifat papan seperti sifat
mekanis, ketahanan kelembaban, ketahanan terhadap api maupun serangga.
Menurut Achmadi (1973), papan serat adalah papan tiruan yang dibuat dari
serat kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya dimana bahan pengikatnya
berasal dari bahan baku yang bersangkutan. Bahan lain dapat ditambahkan
untuk memberikan sifat-sifat khusus seperti kekuatan, ketahanan terhadap
kelembaban, api, serangan jamur dan serangga.
Fibrous-Felted Board : Kayu yang dibentuk berbasis bahan paneldibuat dari serat berlignoselulosa yang telah dihaluskan. Karakteristik bahan
tersebut ditandai dengan adanya ikatan yang kuat antar serat, kerapatan dan
kondisi pembuatannya di bawah kontrol, pengikatan lignin dengan bahan-
bahan lain yang ditambahkan pada saat pembuatan bahan tersebut bertujuan
untuk meningkatkan sifat-sifat tertentu dari bahan tersebut (Maloney, 1993).
Fibrous-Felted Board diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu :
1. Hardboard: suatu panel yang dibuat dari serat lignoselulosa dengan suhudan tekanan tertentu dalam suatu hot press hingga diperoleh kerapatan 31
lbs/ft3 (berat jenis : 0,5) atau lebih. Untuk meningkatkan sifat-sifat tertentu
papan tersebut maka dalam proses pembuatannya dapat ditambahkan
dengan bahan-bahan lain.
2. Medium-Density hardboard : suatu panel yang dibuat dari seratlignoselulosa dengan suhu dan tekanan tertentu dalam suatu hot press
hingga diperoleh kerapatan 31 50 lbs/ft3 (berat jenis : 0,5 0,8).
3. High-Density hardboard : suatu panel yang dibuat dari serat lignoselulosadengan suhu dan tekanan tertentu dalam suatu hot press hingga diperoleh
kerapatan lebih besar dari 50 lbs/ft3 (berat jenis : 0,8).
43
Gambar 15. Hardboard (Sumber : Made in China.Com)
Kelebihan Papan Serat
Pembuatan papan serat memberikan jalan pemecahan limbah
lignoselulosa di samping menghasilkan produk dengan sifat spesifik.
Keuntungan industri papan serat secara umum sebagai berikut
:(FORPRIDECON, 1973; Achmadi, 1973) dalam Prayitno (1994) .
1. Industri dapat dibuat sebagai aneksasi dari industri kayu
2. Industri menggunakan limbah serat apapun termasuk limbah kayu, pertanian
dan limbah serat perkotaan (serat bekas dan lain-lain)
3. Limbah papan serat tertentu dapat menggunakan serbuk dan kulit kayu atau
bahan partikel lain
4. Modal untuk membangun pabrik papan serat lebih rendah dibandingkan
dengan industri pengolahan serat lainnya (pulp dan kertas)
5. Bahan kimia yang diperlukan sangat sedikit sehingga lebih ramah terhadap
lingkungan
6. Teknologi yang diterapkan tidak begitu kompleks
7. Pemasaran produk sebagai substitusi papan solid sangat besar
44
Klasifikasi papan serat menurut ISO (1975)
1. Papan serat lunak (softwood) dengan kerapatan < 0,35
2. Papan serat sedang (medium wood) dengan kerapatan 0,35 0,80
3. Papan serat keras (hardwood) dengan kerapatan > 0,80
Berdasarkan cara pembentukan (mat forming), papan serat dibedakan
menjadi 3 yaitu cara basah, cara setengah kering dan cara kering.
Sedangkan berdasarkan cara pengempaan yang dikombinasikan dengan
cara pembentukan mat dapat dibedakan menjadi produk papan serat sebagai
berikut :
1. Papan serat porus, dua permukaan kasar (S O - S)
2. Papan serat medium atau keras, satu permukaan licin (S 1 S)
3. Papan serat medium atau keras, dua permukaan licin (S 2 S)
Menurut Kollman et al. (1975), klasifikasi papan serat seperti yang
dilakukan oleh FAO, USDA dan ISO hanya berdasarkan kerapatan dan cara
membuatnya, sementara ada beberapa faktor lain yang dapat dijadikan
sebagai pertimbangan dalam klasifikasi papan serat tersebut. Faktor-faktor
tersebut adalah :
1. Tipe bahan baku dan cara penguraian serat
2. Cara pembentukan mat
3. Kerapatan papan
4. Jenis dan tempat penggunaan
5. Jenis bahan penolong/pelengkap
Dengan mempertimbangkan kelima faktor tersebut, maka klasifikasi
berdasarkan kerapatan akan lebih lengkap dan tepat sesuai dengan kualitas
papan serat dan penggunaannya. Hal tersebut sangat relevan dengan
kualitas papan serat di samping memperpanjang umur pakai produk dan
dapat meningkatkan efisiensi pemakaian.
Selain itu juga ada istilah papan insulasi (insulation board) sebagai
pengganti papan yang tidak dipres dan papan kompresi untuk menggantikan
papan yang dipres. Papan insulasi dibuat dari papan serat yang tidak
mengalami pengempaan dengan kerapatan < 0,40 g/cm3.
45
Gambar 16. Papan Insulasi (Insulation Board) (Courtesy Washington Univ.)dalam Maloney (1993)
Papan kompresi adalah papan medium, keras dan spesial dengan
kerapatan > 0,40 g/cm3. Standard hardboard (papan keras standar) adalah
istilah yang ditujukan untuk papan keras yang dipres panas dan diberi
perlakuan stabilisasi dimensi (Amerika), sedangkan di Skandinavia papan
standar dipakai untuk memberi nama pada papan serat dengan perlakuan
panas dan kemudian diberikan penyesuaian dengan kondisi cuaca
(FORPRIDECON, 1973) dalam Prayitno (1994).
PROSES PEMBUATAN PAPAN SERAT
Papan serat adalah lembaran kertas dengan ketebalan tertentu (jauh
lebih tebal dari kertasnya). Oleh karena itu, proses pembuatan papan serat
mengacu pada proses pembuatan lembaran kertas dengan modifikasi
tertentu untuk memproduksi ketebalan tertentu. Proses pembuatan papan
serat secara umum mengikuti tahapan-tahapan berikut (Achmadi, 1973)
dalam Prayitno (1994) :
1. Pengumpulan bahan baku
2. Pembuatan serpih (Chipping)
3. Pembuatan pulp (pulping)
4. Pemberian bahan penolong (sizing) dan perekat (adhesives)
5. Pembentukan lembaran (mat forming)
6. Pengempaan (pressing)
46
7. Perlakuan minyak (oil tempering)
8. Perlakuan panas (heat treatment)
9. Pengkondisian (humidification)
Tahapan proses tersebut di atas tidak selamanya harus dilakukan
semua, bergantung pada jenis bahan baku dan jenis produk yang akan
dibuat.
Sumber Serat
Serat yang digunakan untuk pembuatan papan serat sebagian besar
dipasok oleh kayu, walaupun bahan yang berasal dari limbah pertanian juga
dapat digunakan sebagai sumber serat. Beberapa sumber serat yang dapat
menjadi sumber bahan baku papan serat adalah sebagai berikut : (FAO,
1958, Achmadi, 1973, FORPRIDECON< 1973, Kollmann et al., 1975) dalam
Prayitno (1994)
1. Limbah penebangan kayu dengan cara mengumpulkan cabang, bagian
pucuk pohon, akar, dan pohon tumbang serta bagian lain yang tidak
digunakan pada kegiatan penebangan tersebut
2. Industri penggergajian dengan mengambil potongan-potongan yang tidak
digunakan lagi seperti sebetan (slabs), potongan ujung, trimming, sisa
pemotongan tepi (edging), serbuk gergaji dan kulit kayu.
3. Industri finir dan kayu lapis, dengan menggunakan bagian inti log, sisa
pemotongan ujung dan tepi
4. Limbah Hutan Tanaman Industri, misalnya sisa penjarangan,
pemangkasan cabang dan limbah lainnya
5. Industri pertanian umum yang meliputi limbah perkebunan dan pertanian,
ampas tebu (bagasse), merang, batang kapas dan lain-lain
6. Bahan dari hutan rakyat seperti bambu, jenis kayu pekarangan dan lain-lain
7. Limbah kertas dan limbah serat perkotaan
8. Industri kulit khusus seperti pengambilan tannin penyamak dengan limbah
kulit dan industri pewarna dari kulit.
Adapun urutan proses pembuatan papan serat diberikan dalam Gambar
17 berikut :
47
Gambar 17. Bagan Pembuatan Papan Serat Menurut Tipenya (Kollman,et al. (1975) dalam Prayitno (1994).
48
49
Gambar 18. Bagan Pembuatan Papan Serat Menurut Tiga cara : Basah,Semi Kering dan Kering (Kollman et al., 1975) dalam Maloney(1994)
Dari sumber-sumber serat tersebut di atas, secara umum dapat
dikelompokkan ke dalam bahan serat kayu dan bahan serat bukan kayu.
Bahan serat kayu meliputi serat kayu dan kulit yang berasal dari kegiatan
penebangan, proses pengerjaan kayu seperti penggergajian, finir, kayu lapis,
dan penanaman serta pemeliharaan hutan tanaman. Bahan serat bukan kayu
meliputi serat yang berasal dari perkebunan, pertanian, pekarangan dan
tanah rakyat serta limbah kota yang mengandung serat. Kollman et. al (1975)
50
menyatakan bahwa beberapa masalah yang harus dipikirkan pada waktu
menggunakan bahan serat bukan kayu yaitu :
1. Kontinyuitas produksi dari sektor pertanian (panen, cara memanen dan
lain-lain)
2. Kesulitan penyimpanan, penanganan dan pengiriman
3. Heterogenitas atau kadar kemurnian yang rendah
Serat Kayu
Achmadi (1973) dalam Prayitno (1994) menyatakan bahwa serat kayu
daun jarum lebih baik dibandingkan dengan serat kayu daun lebar. Hal ini
disebabkan oleh karena sifat serat kayu daun jarum yang lebih cocok untuk
produk-produk serat dibandingkan dengan kayu daun lebar. Struktur kayu
daun jarum lebih sederhana dibandingkan dengan kayu daun lebar membuat
penanganan kayu ini lebih sederhana dibandingkan dengan kayu daun lebar.
Oleh karenanya kemudian berkembang prinsip pencampuran antara kayu
daun jarum dengan kayu daun lebar karena perbedaan harga dan sifat serta
penanganan bahan baku. Bila demikian perlu diperhatikan pemilihan jenis
agar kelemahan sifat masing-masing kayu dapat dihilangkan.
Kulit Kayu
Kulit kayu merupakan bahan berlignoselulosa yang terdiri atas lapisan-
lapisan jaringan pengangkut yang hidup dan yang telah mati. Walaupun
begitu, bahan ini dapat digunakan sebagai campuran pada pembuatan papan
serat sebesar 10%. Penambahan kulit biasanya menyebabkan warna papan
serat menua (lebih gelap) dan menurunkan sifat lolos air sehingga pembuatan
lembaran dengan cara basah menjadi lebih lama.
Kollman et al. (1975) menyebutkan bahwa jumlah kulit yang
diperbolehkan ditambahkan bergantung pada faktor-faktor berikut :
1. Kerapatan papan yang diproduksi. Semakin tinggi kerapatan semakin
besar persentase bahan kulit yang dapat ditambahkan tanpa mengurangi
kekuatannya
51
2. Pengaruh kulit pada proses pembuatan paapan serat. Partikel kulit
mungkin merugikan dalam penguraian serat, menyebabkan pembuihan
dalam proses basah, menyulitkan pengendalian pH, menambah
komponen kotoran dan ekstraktif.
3. Pengaruh kulit pada kenampakan muka, sifat fisik dan mekanik papan
serat
4. Pengaruh kulit spesies kayu tertentu pada bahan tambahan lain dalam
pembuatan papan serat
5. Pengaruh kulit pada penambahan permukaan yang mengandung ikatan
seperti bila diberikan bahan pengikat permukaan tambahan
Bambu
Achmadi (1973) menyebutkan bambu lebih baik dibandingkan dengan kayu
untuk pembuatan papan serat, dan hal ini telah dibuktikan di Jepang.
Ampas Tebu
Achmadi (1973) menyebutkan bahwa ampas tebu dapat digunakan sebagai
bahan baku pembuatan papan serat. Hawai memproduksi papan serat
dengan bahan utama ampas tebu. Australia memakai campuran ampas tebu
55%, kayu eukaliptus 10% dan kertas bekas 25% untuk membuat papan serat
dengan hasil yang baik.
Merang
Merang mempunyai arti khusus dalam pembuatan kertas namun dengan
adanya perubahan morfologis dan sifat merang dari spesies varietas padi
cepat tumbuh, penggunaan merang sudah mulai berkurang.
Lignoselulosa Lain
Bahan ini terdiri atas bahan-bahan yang belum banyak dikenal tetapi mungkin
mempunyai potensi besar sebagai bahan baku papan serat. Achmadi (1973)
menyebutkan batang jagung, batang kacang kedelai, batang kapas, kertas
bekas dan lain-lain. Penelitian mengenal bahan sumber serat disimpulkan
oleh Kollman et al. (1975) sebagai berikut :
52
1. Hampir semua spesies kayu dapat dipakai sebagai bahan baku papan
serat
2. Limbah penjarangan, ujung-ujung pohon, cabang dan limbah penebangan
juga dapat digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas
3. Kulit tidak menurunkan sifat papan serat bila dipergunakan sebagai
pencampur kayu
4. Kadar air kayu minimal 50%
5. Sifat papan serat hampir tidak bergantung kepada jenis kayu yang
digunakan sebagai bahan bakunya
6. Beberapa jenis kayu perlu modifikasi proses untuk memperoleh hasil
yang memuaskan
7. Papan isolasi sebaiknya dibuat dari bahan baku kayu daun jarum
8. Chips yang mempunyai dimensi tak beraturan sebaiknya menggunakan
piringan
Faktor-Faktor yang Menentukan Kualitas Serat
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu serat ialah jenis bahan baku,
perlakuan pendahuluan, tipe pengurai serat, dimensi serat hasil penguraian,
kecepatan putaran dan tenaga. Serat yang diperoleh dari proses penguraian
serat dicuci agar netral dan terhindar dari benda-benda asing seperti pasir
dan kotoran lainnya. Peningkatan mutu serat dapat dilakukan dengan
penguraian serat bertingkat yang dikombinasikan dengan penyaringan. Cara
ini menghasilkan serat yang utuh.
Pembuatan Mat
Pembuatan mat adalah pembuatan kerangka papan serat dengan cara
memberikan kesempatan kepada serat untuk saling mengadakan anyaman
serat. Pembuatan anyaman papan serat dikelompokkan dalam tiga cara yaitu :
a. Cara basah
b. Cara kering
c. Cara setengah kering
Cara yang pertama merupakan cara yang umum dijumpai dan dipergunakan
untuk memproduksi insulation board dan sebagian besar papan serat kompresi
53
seperti hardboard. Mat dibentuk oleh suspensi serat dalam air seperti
pembentukan kertas dengan mesin-mesin fourdrinier, deckle box, dan cylinder-
formers. Cara yang kedua membuat kerangka papan serat dengan bantuan
udara atau secara mekanis. Pada proses ini serat sudah dikeringkan sampai
mencapai kadar air 6% kemudian disebarkan sedemikian rupa sehingga mat
dapat terbentuk (cara dihembus atau disebar secara mekanis). Cara ketiga
adalah cara setengah kering (semi dry) yaitu pembuatan mat dengan
penggabungan kedua cara. Pulp serat dikeringkan sampai mencapai kadar air
12-15% kemudian disebarkan secara mekanis atau dengan hembusan udara
tetapi kemudian diberi tambahan air sehingga kadar air menjadi 30% dengan
tujuan anyaman serat menjadi lebih tertata dengan sendirinya (FORPRIDECOM,
1973).
Pemilihan cara pembuatan mat bergantung pada beberapa pertimbangan yaitu
(FORPRIDECOM, 1973) :
1. Tipe papan yang diproduksi, papan S2S atau screen back
2. Tersedianya air
3. Polusi air
4. Biaya basah lebih kecil dibandingkan biaya kering
Kualitas Papan Serat
Sifat papan serat berhubungan erat dengan sifat bahan baku, bahan penolong
dan teknologi proses yang dipakainya. Seperti pada bahan-bahan lain,
mekanika papan serat berhubungan erat dengan kerapatan papan. Makin tinggi
kerapatan papan makin tinggi pula sifat mekanika papan. Sedangkan sifat
stabilisasi dimensi, penyerapan air dan pengembangan tebal bergantung kepada
sifat serat dan penambahan bahan penolong. Meulenhoff dalam Achmadi
(1973) menyebutkan bahwa makin besar kerapatan, makin besar
pengembangan tebalnya, sedangkan pertambahan panjang tidak terlalu besar.
Berat jenis kayu berhubungan dengan jenis kayu. Kayu dengan berat jenis yang
tinggi mempunyai massa kayu yang tinggi dan menghasilkan rendemen serat
yang tinggi pada waktu diuraikan seratnya (Lantican, 1975). Tetapi sifat serat
54
yang diproduksi dari kayu dengan berat jenis tinggi mempunyai sifat tenunan
yang rendah dibandingkan dengan dari kayu yang berberat jenis rendah (dalam
batas-batas rasio runkel
55
Maloney, T. M, 1993, Modern Particle Board and Dry Process Fibre BoardManufacturing, Miller Freeman, Inc. San Fransisco.
Prayitno, TA. 1994. Teknologi Papan Serat. Fakultas Kehutanan. UniversitasGadjah Mada. Yogyakarta.
William, SF. 2000. Principles of Material and Engineering, 3rd edition, Mc. GrawHill International Edition
56
BAB VIPULP DAN KERTAS
A. Pendahuluan
Pada materi perkuliahan ini sasaran pembelajaran yang akan dicapai
adalah mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik kayu sebagai bahan baku
pulp dan kertas serta proses pembuatannya. Dengan demikian setelah
mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan sudah memahami karakteristik
kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas antara lain menyangkut sifat fisik dan
kimia suatu jenis kayu tertentu serta proses pembuatannya apakah secara
mekanis, semi mekanis, secara kimia atau semi kimia. Untuk mencapai sasaran
pembelajaran tersebut digunakan strategi pembelajaran berupa kuliah interaktif
yang melibatkan dosen dan mahasiswa secara aktif dalam proses perkuliahan.
Untuk mendukung strategi pembelajaran tersebut mahasiswa diberikan tugas-
tugas dengan unit tugas tertentu yang bertujuan untuk menumbuhkan minat
baca dan keaktifan mahasiswa dalam mengeksplorasi materi atau referensi
yang terkait dengan pokok bahasan yang sedang dibahas. Hasil eksplorasi
mahasiswa tersebut kemudian dituangkan ke dalam suatu bentuk karya tulis
berupa paper atau makalah yang kemudian akan dipresentasikan dan
didiskusikan oleh mahasiswa baik secara individual maupun berkelompok di
depan kelas. Berdasarkan unit tugas tersebut, maka dosen akan menilai
ketepatan mahasiswa dalam menjelaskan karakteristik kayu sebagai bahan
baku pulp dan kertas, ketepatan dalam menjelaskan proses pembuatan pulp dan
kertas serta keterampilan dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan.
Perubahan sistem pembelajaran dari Teaching Center Learning (TCL) ke
sistem Student Center Learning (SCL) juga membawa perubahan dalam proses
perkuliahan, dimana pada sistem TCL yang sebelumnya digunakan
menitikberatkan pada peran dosen sebagai pusat dalam proses perkuliahan.
Pada sistem SCL menitik beratkan proses perkuliahan pada keaktifan
mahasiswa dimana dosen hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses
perkuliahan yang akan memandu jalannya perkuliahan sehingga sasaran
pembelajaran dapat tercapai.
57
B. Uraian bahan pembelajaran
I. Pendahuluan
Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun
non kayu) melalui berbagai proses pembuatannya ( mekanis, semikimia, kimia).
Pulp terdiri atas serat-serat (selulosa dan hemiselulosa) sebagai bahan baku
kertas.
Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi
serat yang berasal dari pulp. Serat yang digunakan biasanya adalah alami, dan
mengandung selulosa dan hemiselulosa. Kertas dikenal sebagai media utama
untuk menulis, mencetak serta melukis dan banyak kegunaan lain yang dapat
dilakukan dengan kertas misalnya kertas pembersih (tissue) yang digunakan
untuk hidangan, kebersihan ataupun toilet.
Adanya kertas merupakan revolusi baru dalam dunia tulis menulis yang
menyumbangkan arti besar dalam peradaban dunia. Sebelum ditemukan kertas,
bangsa-bangsa dahulu menggunakan tablet dari tanah lempung yang dibakar.
Hal ini bisa dijumpai dari peradaban bangsa Sumeria, Prasasti dari batu, kayu,
bambu, kulit atau tulang binatang, sutra, bahkan daun lontar yang dirangkai
seperti dijumpai pada naskah naskah nusantara beberapa abad lampau.
Pertumbuhan industri pulp dan kertas di Indonesia sungguh menakjubkan.
Kapasitas produksi industri kertas pada tahun 1987 sebesar 980.000 ton,
kemudian tahun 1997 meningkat tajam menjadi 7.232.800 ton. Bila
memperhitungkan rencana perluasan dan investasi baru pada tahun 1998-2005
maka kapasitas produksi industri kertas sampai dengan akhir tahun 2005 dapat
bertambah menjadi 13.696.170 ton (APKI Direktori, 1997) dalam Manurung dan
Sukaria (2000).
Demikian juga halnya dengan industri pulp. Pada tahun 1987 kapasitas
produksi industri pulp baru mencapai 515.000 ton, kemudian tahun 1997
meningkat menjadi 3.905.600 ton. Sementara itu, pada tahun 1998-1999 telah
direncanakan penambahan kapasitas produksi sebesar 1.390.000 ton. Dengan
demikian, pada akhir tahun 1999 total kapasitas produksi industri pulp dapat
mencapai 5.295.600 ton. Penambahan kapasitas produksi oleh industri pulp
yang sudah ada dan adanya rencana investasi baru pada tahun 2000 - 2005
58
akan menambah kapasitas produksi industri pulp pada akhir tahun 2005 menjadi
total 12.745.600 ton (Manurung dan Sukaria, 2000).
Seiring dengan meningkatnya kapasitas produksi, ekspor pulp dan kertas
Indonesia terus meningkat. Bila sebelumnya Indonesia selalu menjadi net
importir pulp maka sejak tahun 1995 berbalik menjadi net eksportir pulp. Angka
pertumbuhan ekspor pulp tidak kurang dari 96% antara tahun 1994-1996.
Sebagai net eksportir kertas Indonesia sudah tidak asing lagi. Data APKI
(Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia) menunjukkan bahwa antara tahun 1987-
1996 jumlah ekspor kertas Indonesia selalu lebih besar dari jumlah impornya,
dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 26,11 %.
Meningkatnya kapasitas produksi industri pulp dan kertas juga diikuti oleh
kenaikan jumlah konsumsi kertas per kapita. Konsumsi kertas per kapita di
Indonesia pada tahun 1992 baru mencapai 10 kg, kemudian meningkat menjadi
15,5 kg pada tahun 1996. Kenaikan konsumsi kertas per kapita di Indonesia
utamanya dipicu oleh bertambahnya industri pers dan percetakan, meningkatnya
kebutuhan kertas industri, kemajuan teknologi informasi yang membutuhkan
media keluaran berupa kertas dan diversifikasi penggunaan kertas yang
semakin melebar.
Konsumsi kertas per kapita di Indonesia dipastikan akan terus meningkat.
Kendati konsumsi kertas sebesar 15,5 kg per kapita pada tahun 1996 lebih
besar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, ternyata masih jauh lebih
rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Pada tahun 1996,
konsumsi kertas per kapita di Malaysia telah mencapai 87,4 kg per tahun,
Singapura 161,2 kg dan Amerika Serikat sebesar 334,6 kg.
Harga pulp yang tinggi di pasar internasional (saat ini harganya US$ 680 -
700 per ton) dan konsumsi kertas yang terus meningkat merupakan dua faktor
utama yang merangsang pertumbuhan industri pulp dan kertas di Indonesia.
Meskipun harga pulp dan kertas di pasar internasional berfluktuasi dari waktu ke
waktu, produsen pulp dan kertas di Indonesia sulit untuk rugi. Biaya produksi
pulp di Indonesia sebelum krisis ekonomi terjadi hanya US$ 217 per ton (saat ini
US$ 250-300), jauh lebih rendah dibandingkan biaya pembuatan pulp di
kawasan Asia/Pasifik, Amerika Latin, Amerika Utara, Eropa Barat dan Jepang,
yaitu masing-masing US$ 250, 260, 300, 420, dan 590. Brazil dan Chile
59
merupakan saingan kuat Indonesia, dengan biaya produksi pulp per ton masing-
masing US$ 231 dan 241(Manurung dan Sukaria, 2000).
II. KAYU PULP (PULP WOOD)
a. Kayu sebagai sumber serat
Pada saat ini kayu merupakan sumber bahan baku pulp yang utama,
meskipun secara historis pada mulanya bahan baku pulp berasal dari bahan-
bahan non kayu seperti canes dan straw, ampas tebu, bambu, jerami dan
lain-lain.
Penggunaan kayu sebagai bahan baku industri mulai digunakan pada
akhir abad XIX dan berkembang pesat pada awal abad XX. Ada beberapa hal
yang mendorong kayu menjadi bahan baku pulp yang utama saat itu yaitu:
Kayu relatif banyak tersedia Biayanya rendah Kayu mudah ditangani dan disimpan Pulp yang dihasilkan dari kayu berkualitas tinggi Sifat-sifat kayu berbeda di antara jenis lainnya sehingga mempengaruhi
variasi serat yang berbeda, sehingga dapat menghasilkan variasi kertas
yang berbeda pula.
Bahan baku pulp terdiri atas
1. Kayu daun lebar, umumnya berserat pendek dan jenis ini yang umum
terdapat di Indonesia. Selain itu juga dari jenis kayu daun jarum yaitu
kayu yang berserat panjang tetapi jumlahnya sangat terbatas, baik
jenis maupun luasnya. Kayu berserat panjang di Indonesia dari jenis
pinus, utamanya Pinus mercusii, agathis dan lain-lain.
2. Bukan Kayu,
Bahan bukan kayu yang umum digunakan pada industri pulp yaitu
bambu, merang, jerami, alang-alang, rosella, linen, hemp (sejenis
tumbuhan semusim) serta ampas tebu.
Penggunaan bahan baku pulp yang berasal dari serat bukan kayu
mempunyai kelemahan antara lain:
60
o Tidak menjamin ketersediaan bahan baku secara cukup dan
berkesinambungan.
o Hanya mampu mensuplai pabrik dengan kapasitas rendah.
Di dalam memilih suatu jenis bahan baku untuk industri pulp, maka ada
beberapa faktor yang harus diperhatikan:
1. Ketersediaan bahan baku dalam jumlah yang cukup dan
berkesinambungan (kuantitas).
2. Komposisi kimia yang menyusun bahan baku tersebut (kualitas)
3. Morfologi serat (kualitas).
Ketersediaan bahan baku untuk mensuplai industri itu sangat pentingkarena jika suplai bahan baku ini terlambat atau jumlah yang disuplai
tidak cukup maka industri akan terhambat produksinya sehingga industri
tersebut akan mengalami kerugian. Oleh karena itu sebelum memutuskan
untuk menggunakan jenis bahan baku maka terlebih dahulu harus
menentukan potensi bahan baku dan kapasitas industr. Pada umumnya
pabrik kertas yang dimaksud di Indonesia ini adalah pabrik yang sudah
lama dan memiliki kapasitas yang rendah yakni sekitar 30.000 ton/tahun,
sedangkan untuk industri yang baru berdasarkan analisis ekonomi,
kapasitas terpasang itu minimal sekitar 300.000 ton/tahun untuk pendirian
pabrik kertas yang baru.
Contoh kasus:
Suatu pabrik kertas mempunyai kapasitas produksi 50 ton/hari atau
15.000 ton/tahun, memiliki hutan bambu sekitar 24.000 ha, mulai beroperasi
selama tahun 60-an sampai pertengahan 80-an dan berhenti beroperasi
karena bahan baku bambu yang ada di hutan mereka makin menipis dan
akhirnya habis. Ini menunjukkan bahwa perencanaan industri itu tidak tepat.
Selain faktor bahan baku, juga karena kondisi pabrik itu sendiri yang sudah
sangat tua sehingga sekarang tidak beroperasi lagi. Langkah yang diambil
pihak pabrik sekarang adalah mengganti bahan baku bambu dengan kayu
jenis Eucalyptus. Setiap ton pulp yang dihasilkan membutuhkan 4-5 m3 kayu
bulat. Riap hutan tanaman industri bergantung pada jenis, yang umumnya
61
berkisar antara 10-30 m3/tahun. Eucalyptus mempunyai riap 10 m3/tahun,
daur 10 tahun.
Pertanyaan :
Jika suatu industri pulp dengan kapasitas 300.000 ton/tahun, berapa luas
tanaman Eucalyptus yang harus disiapkan untuk kebutuhan industri pulp
tersebut?
Maka luas lahan yang harus disiapkan adalah:
=300.000 5 m3
=1500.000 m3 / 10 (riap)
=150.000 Ha.
Bila riap 20 tahun
=1500.000/20
=75.000 ha
Dasar untuk menentukan bahwa 1 ton pulp membutuhkan 4-5 m3 kayu
bulat yakni : misalnya berat jenis Eucalyptus = 0,5, volume 1 m3 maka ada
0,5 ton kayu Eucalyptus. Bila rendemen = 40% & input 500 kg (0,5 ton) maka
dapat menghasilkan pulp 200 kg & butuh kayu 5 m3.
R= 40% = * 100% x = 200 200*5 = 1 ton
Dengan demikian makin tinggi berat jenis suatu kayu, jumlah yang
dibutuhkan per ton itu makin sedikit dan makin rendah berat jenisnya
biasanya memiliki riap yang tinggi, sebaliknya kayu yang berat jenisnya
tinggi riapnya rendah. Karena riapnya rendah berarti luas yang ditebang per
tahun itu lebih besar. Namun demikian harus ada faktor pengaman sekitar
20%, untuk menutupi kerusakan-kerusakan kayu yang dipanen.
Komposisi kimia bahan bakuAda dua hal yang sangat penting diperhatikan terhadap kualitas bahan baku
itu:
Mudah tidaknya bahan baku itu dimasak menjadi pulp Sifat-sifat pulp yang dihasilkan
62
Mudah tidaknya bahan baku itu dimasak menjadi pulp sangat ditentukan
oleh komposisi kimia bahan baku kayu yang terdiri atas selulosa,
hemiselulosa, lignin, ekstraktif dan mineral-mineral. Karbohidrat ini sering
disebut holoselulosa (selulosa + hemiselulosa) yang dibutuhkan dalam
pembuatan pulp adalah holoselulosa. Komponen lainnya seperti ekstraktif,
lignin dan mineral-mineral tidak dibutuhkan dan harus dikeluarkan. Oleh
karena itu bahan baku yang dikehendaki adalah kayu dengan kadar
holoselulosa tinggi, lignin rendah, zat ekstraktif rendah, dan kadar mineral
rendah.
Bahan-bahan tersebut tidak dibutuhkan dalam industri pulp dan kertas
karena lignin bersifat sebagai perekat selulosa satu sama lain sehingga
dinding sel bersifat keras, kaku, sehingga serat-serat itu mudah remuk dalam
proses penggilingan. Jika lignin dikeluarkan, serat akan menjadi lunak dan
elastis. Lignin dalam pulp sangat mempengaruhi kekuatan pulp. Makin tinggi
kadar lignin dalam pulp, kekuatan pulp makin rendah. Adanya lignin dalam
pulp juga menyebabkan kertas sukar diputihkan sehinga kualitas kertas akan
rendah. Zat ekstraktif akan menimbulkan pitch problem. Mineral akan
menyebabkan kadar silika tinggi dalam kayu yang akan menyebabkan alat-
alat pemotong (gergaji, parang, pisau dan lain-lain) cepat tumpul terutama
pada chipper.
Tabel 1. Klasifikasi Komponen Kimia Kayu Daun Lebar Tropis (dari 79 Jenis)
KOMPONEN KIMIA (%) KELAS KOMPONEN KIMIARENDAH SEDANG TINGGIHoloselulosa < 62 62-69 >69Lignin < 24 24-29 >29Alkohol-Benzen 1:2 < 3 3-5 >5Air Panas < 2 2-3,5 >3,5NaOH 1% < 13 13-16 >16Abu < 0,7 0,7-1,3 >1,3Silica < 0,006 0,006-0,011 >0,011
Penggunaan alkohol-benzena karena sebagian besar zat ekstraktif
kayu dapat larut dalam zat pelarut alkohol-benzena ini. Semakin tinggi
kelarutan dalam air panas, maka rendemen yang dihasilkan makin rendah
63
karena pada dasarnya dalam proses pulping itu menggunakan suhu yang
semakin meningkat.
Makin tinggi kelarutan dalam NaOH 1%, maka kualitas kayu semakin
rendah. Kelarutan dalam NaOH 1% ini merupakan suatu cara untuk menguji
kayu yang sudah disimpan dalam waktu yang cukup lama. Kayu yang
disimpan dalam waktu yang lama biasanya akan diserang oleh
mikroorgnisme perusak kayu terutama dalam hal ini adalah jamur, makin
lama disimpan, kayu itu makin banyak mengalami kerusakan.
Fungi menyerang holoselulosa dan mengeluarkan enzim yang disebut
selulase yang mendegradasi rantai molekul selulosa, sehingga mutu kertas
yang dihasilkan menjadi turun. Karena selulosa terdegradasi maka rantai
selulosa yang tadinya panjang menjadi pendek sehingga mudah larut dalam
NaOH itu dan berarti kayu itu banyak mengalami serangan mikroorganisme.
Kadar abu tidak dipersoalkan, tetapi bila terlalu tinggi akan
mempengaruhi rendemen. Unsur-unsur tersebut di atas adalah pembentuk
kayu dan jika suatu unsur terdapat dalam jumlah yang tinggi maka pasti
unsur lain terdapat dalam jumlah yang rendah.
Kriteria unt