Hal. i J-STP VOL. 2 NO. 2 2017 Volume 2, No. 2 ISSN: 2541 - 447X (cetak) Juni 2017 2541 - 4488 (online) Publikasi tiga bulanan oleh Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid Jakarta yang didukung oleh Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI), Himpunan Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata Indonesia (Hildiktipari), Association for Tourism Research and Education on Indonesia (ATREI). SUSUNAN REDAKTUR PENANGGUNGJAWAB Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid Ka. Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat EDITOR AHLI Prof. Dr. Ir. I.GdePitana, M.Sc Prof. Dr. KoharSulistyadi, MSIE Founder Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia Universitas Sahid Jakarta Prof. AzrilAzahari, Ph.D Dr. Nugroho, B Sukamdani, MBA, BET Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia Universitas Sahid Jakarta Prof. Marie Cristine Bonneau Dr. TonnyHendratono L’ Universite d’Angers Perancis Universitas Bunda Mulia (ICPI) Prof. Phillippe Violer Dr.Sylvine PickelChevalier L’ Universite d’Angers Perancis L’ Universite d’ Anger France (ATREI) Devi RozaKrisnandhiKausar, PhD Hera Oktadiana, Ph.D, CHE Universitas Pancasila (ICPI) Universitas Bina Nusantara (ICPI) Prof. Dr. Kholil, M.Kom Jacob Ganef Pah, MS Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung Prof. Dr. Ir. Giyatmi, M.Si Nana Trianasari, Ph.D Universitas Sahid Jakarta Ganesha University of Education I. Made Sudjana, SE, MM, CHT, CHA Munawaroh, SE, MM Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Internasional (ICPI) Swiss German University Dr. YohanesSulistyadi Prof. Dr. I. Nyoman Darma Putra, M.Litt Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid Univeritas Udayana PENYUNTING PELAKSANA Dr. Asep Parantika Kadek Wiweka Ketua Wakil Ketua Anggota Dr. Leylia Khairani Budi Setiawan Wakil Ketua Penyunting Anggota Darmawan Damanik Nenny Wahyuni Anggota Anggota Kusmayadi Murhadi Anggota Anggota Derinta Entas Maryetti Anggota Anggota SEKRETARIAT DAN PEMASARAN Canda Fitriona FX Setiyo Wibowo Sekretaris Distribusi Ramon Hurdawaty Baskoro Harwindito Manajemen Naskah Manajemen Naskah Bambang Widodo Heru Suheryadi IT Versi Online Manajemen Naskah Aang Sunarto Mulyati IT Versi Online Keuangan DITERBITKAN OLEH: Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat SekolahTinggiPariwisataSahid Jakarta ALAMAT REDAKTUR Jl. Kemiri Raya No. 22, Pamulang Tangerang Selatan Tel: 021 7402329, 740 2339 Fax: 021 7428152 e-mail: [email protected]website: http://journal.stpsahid.ac.id
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Publikasi tiga bulanan oleh Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid Jakarta
yang didukung oleh Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI),
Himpunan Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata Indonesia (Hildiktipari),
Association for Tourism Research and Education on Indonesia (ATREI).
SUSUNAN REDAKTUR
PENANGGUNGJAWAB
Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid Ka. Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
EDITOR AHLI
Prof. Dr. Ir. I.GdePitana, M.Sc Prof. Dr. KoharSulistyadi, MSIE
Founder Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia Universitas Sahid Jakarta Prof. AzrilAzahari, Ph.D Dr. Nugroho, B Sukamdani, MBA, BET
Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia Universitas Sahid Jakarta Prof. Marie Cristine Bonneau Dr. TonnyHendratono
L’ Universite d’Angers Perancis Universitas Bunda Mulia (ICPI) Prof. Phillippe Violer Dr.Sylvine PickelChevalier
L’ Universite d’Angers Perancis L’ Universite d’ Anger France (ATREI) Devi RozaKrisnandhiKausar, PhD Hera Oktadiana, Ph.D, CHE
Universitas Pancasila (ICPI) Universitas Bina Nusantara (ICPI) Prof. Dr. Kholil, M.Kom Jacob Ganef Pah, MS
Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung Prof. Dr. Ir. Giyatmi, M.Si Nana Trianasari, Ph.D
Universitas Sahid Jakarta Ganesha University of Education I. Made Sudjana, SE, MM, CHT, CHA Munawaroh, SE, MM
Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Internasional (ICPI) Swiss German University Dr. YohanesSulistyadi Prof. Dr. I. Nyoman Darma Putra, M.Litt
Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid Univeritas Udayana
PENYUNTING PELAKSANA
Dr. Asep Parantika Kadek Wiweka Ketua Wakil Ketua Anggota
Dr. Leylia Khairani Budi Setiawan Wakil Ketua Penyunting Anggota Darmawan Damanik Nenny Wahyuni Anggota Anggota Kusmayadi Murhadi Anggota Anggota
Derinta Entas Maryetti Anggota Anggota
SEKRETARIAT DAN PEMASARAN Canda Fitriona FX Setiyo Wibowo Sekretaris Distribusi Ramon Hurdawaty Baskoro Harwindito Manajemen Naskah Manajemen Naskah Bambang Widodo Heru Suheryadi IT Versi Online Manajemen Naskah Aang Sunarto Mulyati IT Versi Online Keuangan
DITERBITKAN OLEH: Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
SekolahTinggiPariwisataSahid Jakarta ALAMAT REDAKTUR Jl. Kemiri Raya No. 22, Pamulang Tangerang Selatan
such as: unavailability of internal security officer (SATPAM), placement of security
officer done inconspicuously, public toilets and some seats gazebo can not be used safely,
not yet available life guard (safety officer). (2) Order in Tourism Arta Indah Beach such
as: parking area is not wide if crowded tourist vehicle can cause the parking is not orderly,
officer and manager have not give information and all rules for tourists, placement of
outdoor billboard not yet arranged neatly, (3) Cleanliness at Arta Indah Beach Attraction
such as: the appearance of officers and managers are clean, the cleanliness of area
attractions are not well maintained, no available trash, not cleanliness of public toilet
facilities and gazebo, (4) The beauty in the Arta Indah Beach Attraction such as: beautiful
natural scenery and traders stalls are well arranged, (5) Hospitality at Arta Indah Beach
Attraction like: not all officers, managers, and merchants serve tourists with friendly , (6)
Memories at Arta Indah Beach Attraction such as: the existence of a unique cultural
attraction of Pariaman that is offering dance performances once a year (Idul Fitri
celebration), unavailability of souvenir shop, and special place to take pictures. It can be
seen that the implementation of Sapta Pesona in Arta Indah Beach needs to be
improved, by creating conditions or atmosphere that support the embodiment of charm
sapta such as security, orderliness, cleanliness, beauty, hospitality, and memories.
Key words : Indigenous Village Tamkesi, Local Wisdom, Culture and Tradition
Riwayat Artikel :
1. Diajukan: 01 Mei 2017
2. Direvisi: 16 Mei 2017
3. Diterima: 29 Mei 2017
P e n d a h u l u a n
Sumatera Barat merupakan salah satu
provinsi di Indonesia yang memiliki ciri khas
budaya yang unik jika dibandingkan dengan
provinsi lainnya; seperti festival tabuik,
105 J-STP Vol. 2 No. 2 | Juni 2017
festival randang, dan seni bertenun. Di
samping objek wisata budaya, kuliner, dan
ada objek wisata alam seperti laut, pantai,
danau, gunung, dan ngarai. Perkembangan
industri pariwisata Sumatera Barat sudah
cukup baik hal ini dapat dilihat pada data
jumlah kunjugan wisatawan ke Provinsi
Sumatera Barat di bawah ini: Tabel 1. Wisman yang Berkunjung ke Sumatera
Barat Menurut Kebangsaan
Sumber : Data Badan Pusat Statistik SUMBAR 2016
Di lihat dari tabel di atas dapat
dikatakan jumlah kunjungan wisatawan ke
Provinsi Sumatera Barat cenderung
meningkat. Dewasa ini, Pemerintah Daerah
Sumatera Barat berupaya membangun dan
mengembangkan objek wisata daerah. Hal
ini dapat dilihat dari banyaknya
pembangunan sarana penunjang suatu objek
pariwisata daerah tersebut seperti
akomodasi/penginapan, biro perjalanan, dan
objek wisata itu sendiri agar terciptanya
kenyamanan dan kepuasan para wisatawan
yang melakukan kegiatan pariwisata.
Salah satu Kabupaten di Sumatera Barat
yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan
wisatawan adalah Kabupaten Padang
Pariaman. Kabupaten Padang Pariaman
tercatat memilki luas wilayah sekitar
1.328,79 Km2, dengan panjang garis pantai
42,11 Km. Luas daratan daerah ini setara
dengan 31,5 % (persen) dari luas daratan
wilayah Provinsi Sumatera Barat (BPS
Kabupaten Padang Pariaman, 2010).
Berdasarkan garis pantai yang cukup luas,
Kabupaten Padang Pariaman terkenal
dengan objek wisata pantai diantaranya;
Pantai Kata, Pantai Gandoriah, Pantai
Cermin, Pantai Manggung, dan Pantai Arta
Indah. Pantai Arta Indah adalah salah satu
pantai yang memiliki keunikan dan daya
tarik tersendiri bagi wisatawan.
Pantai Arta Indah terletak di Desa
Sungai Paku Kecamatan Sungai Limau,
sekitar 16 km dari ibu Kota Kabupaten
Padang Pariaman. Pantai Arta Indah
diresmikan dan dikembangkan sebagai objek
wisata pada tanggal 16 September 1986 oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Padang
Pariaman tetapi pengelolaan Objek Wisata
Pantai Arta Indah diserahkan kepada
masyarakat atau pemilik lahan di sekitar
kawasan Pantai. Pantai ini diberi nama
Pantai Arta Indah yang berarti pohon aru
yang tebal serta indah.
Pantai ini memiliki berbagai macam
fasilitas penunjang seperti, toilet, panggung,
dan gazebo. Untuk memasuki objek wisata
Pantai Arta Indah wisatawan harus membeli
tiket masuk terlebih dahulu kecuali anak-
anak di bawah umur 10 tahun. Pada hari
biasa harga tiket sebesar Rp.2.500,-/orang
dan pada hari raya idul fitri harga tiket naik
menjadi Rp.5.000,-/orang.
Pantai Arta Indah merupakan pantai
yang memiliki udara sejuk karena di
sepanjang tepian pantai ada tanaman pohon
penyejuk yaitu pohon aru dan pohon kelapa.
Di lokasi Pantai wisatawan dapat bersantai
dan makan di gazebo sambil menyaksikan
matahari terbenam atau sunset. Selain itu,
wisatawan dapat menyalurkan hobi
berselancar karena Pantai Arta Indah
memiliki ombak yang tinggi. Keunggulan
lain yang dimiliki oleh pantai ini adalah air
laut yang jernih dan bersih, sehingga dapat
dimanfaatkan oleh wisatawan untuk
berenang di tepi pantai.
Pantai ini tidak hanya menawarkan
pemandangan alam saja, tetapi setiap tahun
dalam waktu tertentu yaitu hari libur tahun
baru dan hari raya idul fitri diselenggarakan
beberapa acara atau event. Pada saat hari
libur tahun baru diselenggarakan event pasar
malam. Pada saat event pasar malam
wisatawan dapat menikmati berbagai macam
106 J-STP Vol. 2 No. 2 | Juni 2017
wahana permainan seperti komedi ombak,
tong setan, bianglala, perahu colombos,
komedi putar, rumah hantu, dan kincir
angin yang didatangkan langsung dari
Jakarta.
Selanjutnya, pada hari raya idul fitri
diselenggarakan event pesta pantai. Acara
atau event pesta pantai memiliki
keistimewaan tersendiri yaitu diadakannya
acara live music (penampilan orgen tunggal)
serta aneka permainan seperti kereta api
mini, odong-odong, lempar gelang, dan
dremolen (ayunan putar). Pesta pantai
berlangsung selama seminggu bahkan jika
pengunjung ramai pesta pantai diperpanjang
sampai sepuluh hari.
Berikut ini data jumlah kunjungan
wisatawan Objek Wisata Pantai Arta Indah,
dapat dilihat pada tabel 2 yaitu:
Tabel 2. Jumlah Kunjungan Wisatawan
Pantai Arta Indah Lima Tahun Terakhir.
Jumlah Kunjungan Wisatawan
No Tahun Asal Wisatawan
Domestik 1. 2011 850,000
2. 2012 690,320
3. 2013 600,100
4. 2014 650,289
5. 2015 840,000
Sumber: Pengelola Pantai Arta Indah (Pemilik Lahan) 2016
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat
jumlah kunjungan wisatawan turun naik atau
tidak stabil. Melihat ketidakstabilan jumlah
kunjungan wisatawan maka Peneliti
melakukan pra penelitian pada tanggal 5
Februari 2016 melalui observasi dan
mewawancarai 5 orang wisatawan untuk
melihat keadaan Objek Wisata Pantai Arta
Indah.
Menurut 5 orang wisatawan yang
peneliti wawancarai, 80% wisatawan
mengatakan bahwa kawasan Pantai Arta
Indah kurang aman. Hal ini terbukti dari
ada beberapa masalah keamanan antara lain;
adanya pungutan liar yang dilakukan warga
setempat padahal sebelumnya di gerbang
masuk objek wisata pengunjung sudah
membeli tiket, belum tersedianya life guard
mengawasi keamanan wisatawan yang
berenang di Pantai Arta Indah kecuali hari
tertentu yaitu hari raya idul fitri, padahal
diperlukan adanya life guard pantai untuk
keamanan pengunjung yang berenang dan
belum tersedianya peralatan keselamatan
seperti pelampung, oksigen, serta belum
tersedianya kapal yang berfungsi untuk
menyelamatkan wisatawan yang berenang
jauh dari tepi pantai atau pengunjung yang
tenggelam di Pantai. Selain itu, di pantai ini
belum disediakan peta jalur evakuasi
tsunami sehingga wisatawan merasa takut jika
terjadi bencana tsunami dan kesulitan
menemukan jalur aman disekitar lokasi
pantai tetapi di sana hanya terdapat
pemberitahuan tanda-tanda bahaya bencana
tsunami.
Selanjutnya, berdasarkan hasil
wawancara peneliti pada hari yang sama
kepada 5 wisatawan, 100% wisatawan
mengeluh mengenai ketertiban. Hal ini
dapat dilihat dari segi tata letak warung
pedagang yang tidak teratur dan memakai
sebagian jalan untuk pejalan kaki sebagai
tempat untuk berjualan khususnya pada saat
acara tertentu seperti acara pesta pantai,
sehingga mengakibatkan sempitnya jalan
yang harus dilalui pengunjung. Selain itu,
adanya masalah mengenai ketertiban parkir
kendaraan. Hal ini disebabkan karena
pengelola hanya memanfaatkan halaman
rumah warga sebagai tempat parkir tanpa
adanya area khusus tempat parkir.
Menurut 5 wisatawan yang peneliti
wawancarai pada hari yang sama, 100%
wisatawan mengatakan bahwa kawasan
Pantai Arta Indah kurang bersih. Hal ini
terbukti dari ditemukannya beberapa
masalah kebersihan antara lain; belum
tersedianya tempat pembuangan sampah di
lokasi pantai sehingga terdapat sampah yang
berserakan, hal ini mengakibatkan objek
wisata terlihat kotor.
Selain itu, kurang terjaganya kebersihan
toilet dan tempat mandi. Hal ini dilihat dari
107 J-STP Vol. 2 No. 2 | Juni 2017
keadaan toilet yang tidak terawat dengan
baik, bak penampungan air yang terbuka
serta dinding toilet yang berlumut
mengakibatkan wisatawan tidak nyaman
menggunakan toilet tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti
pada hari yang sama terhadap 5 orang
wisatawan, 80% wisatawan mengatakan
bahwa kawasan Pantai Arta Indah kurang
indah. Hal ini dapat dilihat dari kondisi
lingkungan pantai yaitu terdapat
pemandangan yang tidak indah karena
adanya kondisi bangunan toilet yang tidak
layak namun toilet tersebut masih
digunakan.
Menurut 5 wisatawan yang peneliti
wawancarai pada tanggal 5 Februari 2015,
80% wisatawan mengatakan bahwa
pedagang, petugas tiket dan petugas
kebersihan yang ada di Pantai Arta Indah
tidak ramah. Hal ini dibuktikan dengan
adanya pedagang makanan yang tidak ramah
dan terkesan memaksa wisatawan membeli
dagangannya padahal wisatawan berhak
memilih tempat makan yang disukainya.
Selain itu, adanya petugas tiket yang bersikap
kasar pada saat memberikan tiket, dan
petugas kebersihan toilet yang berkata tidak
sopan pada saat meminta uang kebersihan
ke pada wisatawan sehingga menimbulkan
keluhan dari wisatawan.
Selanjutnya, 5 orang wisatawan yang
peneliti wawancarai pada hari yang sama,
100% wisatawan mengatakan bahwa di
Pantai Arta Indah belum adanya kenangan.
Hal ini dilihat dari beberapa keluhan
wisatawan antara lain; di sekitar Objek
Wisata Pantai Arta Indah belum tersedia
toko souvenir khas Pariaman untuk oleh-
oleh atau buah tangan bagi wisatawan. Selain
itu belum tersedianya tempat khusus untuk
menyalurkan hobi fotografi wisatawan,
sehingga wisatawan hanya dapat berfoto
biasa tanpa menampilkan keunikan atau ciri
khas Objek wisata itu sendiri.
Pentingnya penelitian ini Peneliti angkat
untuk melihat bagaimana penilaian dari
wisatawan yang berkunjung ke Objek Wisata
Pantai Arta Indah. Karena jika dilihat dari
jumlah wisatawan yang berkunjung masih
ramai, sementara pada saat pra penelitian
masih ditemukan beberapa masalah
mengenai sapta pesona. Oleh sebab itu
Peneliti memiliki pemikiran untuk melihat
bagaimana Penerapan Sapta Pesona Objek
Wisata Pantai Arta Indah.
M e t o d o l o g i P e n e l i t i a n
Jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan data kuantitatif dan
kualitatif. Data yang diperoleh akan
dianalisis dan diinterpretasikan sesuai
dengan tujuan dan pertanyaan penelitian
yang telah dikemukakan.
Penelitian ini menggunakan 1 variable
bebas saja yaitu sapta pesona yang meliputi
6 indikator yaitu: keamanan, ketertiban,
kebersihan, keindahan, keramah-tamahan,
dan kenangan. Keenam indikator tersebut
digunakan untuk mengukur, apakah sapta
pesona sudah diterapkan sebagaimana
mestinya atau belum diterapkan di Pantai
Arta Indah.
Populasi dari penelitian ini adalah: (1)
Data Kualitatif: Seluruh Stakeholder terkait,
dan (2) Data Kuantitatif: Pengunjung Pantai
Arta Indah sebanyak 840.000 orang
pengunjung. Data kualitatif diperoleh
dengan teknik snowball sampling,
sedangkan data kuantitatif diperoleh melalui
teknik purposive sampling sehingga
diperoleh 100 orang responden. Data Primer
yaitu data yang dikumpulkan atau didapat
langsung dari wisatawan baik dengan
wawancara, observasi, dokumentasi, dan
menyebar angket menggunakan skala
gutman. Data primer pada penelitian
berkaitan dengan penerapan sapta pesona di
Pantai Arta Indah Kecamatan Sungai Limau
Kabupaten Padang Pariaman. Data
Sekunder yaitu data yang didapatkan tidak
langsung dari objek penelitian dengan
memanfaatkan data yang sudah ada seperti
laporan yang sudah ada dari pemerintah
atau pengelola objek wisata Pantai Arta
Indah. Data sekunder pada penelitian ini
108 J-STP Vol. 2 No. 2 | Juni 2017
berupa gambaran umum objek wisata dan
data jumlah kunjungan wisatawan ke Objek
wisata Pantai Arta Indah Kecamatan Sungai
Limau Kabupaten Padang Pariaman.
H A S I L D A N P E M B A H A S A N
I n d i k a t o r K e a m a n a n
Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi, petugas keamanan belum tersedia
pada hari-hari biasa, namun pada musim
liburan sudah disiagakan petugas keamanan
dari pihak kepolisian. Hal ini didukung oleh
pernyataan 89% responden yang menyatakan
petugas keamanan tidak tersedia.
Dilanjutkan dengan subindikator
Penempatan petugas keamanan yang tidak
mencolok, hasil wawancara dan observasi
menunjukkan bahwa keberadaan petugas
keamanan secara tidak mencolok di gerbang
masuk objek wisata Objek Wisata Pantai
Arta Indah tetapi tidak di dalam pos
keamanan. Hal ini juga didukung oleh
pernyataan 52% responden yang setuju
dengan pendapat bahwa keberadaan petugas
keamanan secara tidak mencolok di gerbang
masuk objek wisata Objek Wisata Pantai
Arta Indah tetapi tidak di dalam pos
keamanan. Kemudian, keamanan fasilitas
toilet umum dinyatakan tidak layak oleh
narasumber wawancara dan hasil obsevasi
peneliti juga menemukan bahwa fasilitas
toilet umum tidak aman untuk digunakan.
Temuan ini juga didukung oleh pernyataan
76% responden yang menyatakan bahwa
fasilitas toilet umum tidak aman untuk
digunakan. Keamanan tempat duduk
Gazebo dinyatakan oleh narasumber dan
dilihat dari hasil observasi, didapati bahwa
tidak semua gazebo tidak aman untuk
diduduki oleh pengunjung. Hal ini didukung
oleh pernyataan 52% responden yang
menyatakan bahwa tempat duduk gazebo,
aman untuk diduduki oleh pengunjung.
Ketidaktersediaan lifeguard di Pantai Arta
Indah juga dikemukakan oleh narasumber
dan hasil observasi peneliti juga menujukkan
hal yang sama. Temuan ini juga dinyatakan
oleh responden sebanyak 89%.
I n d i k a t o r K e t e r t i b a n
Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi tentang tersedianya lahan parkir
yang tertib, ditemukan bahwa lahan parkir
yang ada kurang tertib. Hal ini juga didukung
oleh pernyataan yang sama dari 48%
responden, namun 52 % responden
menyatakan bahwa lahan parkir sudah tertib.
Selanjutnya tentang petugas dan pengelola
memberikan informasi yang jelas, ditemukan
dari hasil wawancara dan observasi, bahwa
belum terlaksana penyampaian informasi
yang jelas. Temuan ini juga didukung oleh
pernyataan 46% responden, namun 54%
menyatakan bahwa informasi sudah
disampaikan dengan jelas. Kemudian
tentang penempatan iklan luar ruangan,
ditemukan dari hasil wawancara dan
observasi bahwa penempatan iklan luar
ruangan belum teratur, dan hal ini juga
didukung oleh pernyataan responden
sebanyak 54% yang menyatakan hal yang
sama.
I n d i k a t o r K e b e r s i h a n
Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi tentang penampilan petugas dan
pengelola objek wisata, ditemukan bahwa
penampilan petugas dan pengelola objek
wisata kurang bersih dan perlu ditingkatkan
lagi. Hal ini juga didukung oleh pernyataan
49% responden yang menyatakan hal yang
sama. Selanjutnya, tentang kebersihan
kawasan disekitar pantai Arta Indah, hasil
observasi dan wawancara menemukan
bahwa objek wisata Pantai Arta Indah masih
kurang bersih. Temuan ini juga didukung
oleh pernyataan 68% responden yang
menyatakan hal yang sama. Kemudian
tentang ketersediaan tempat sampah, hasil
observasi dan wawancara menemukan
bahwa tidak tersedia tempat sampah, dan
didukung oleh pernyataan 87% responden.
Dari hasil wawancara dan observasi,
109 J-STP Vol. 2 No. 2 | Juni 2017
ditemukan bahwa kebersihan fasilitas toilet
umum juga belum layak karena jarang
dibersihkan, dan pernyataan ini juga
didukung oleh pernyataan 84% responden
yang juga menyatakan hal yang sama.
Terakhir tentang kebersihan Gazebo,
ditemukan dari hasil wawancara dan
observasi bahwa kebersihan gazebo perlu
ditingkatkan lagi agar wisatawan merasa
nyaman. Hasil ini juga didukung oleh
pernyataan 65% responden yang menyatakan
bahwa gazebo belum bersih.
I n d i k a t o r K e i n d a h a n
Dari hasil wawancara dan observasi,
ditemukan bahwa penataan warung
pedagang belum begitu rapih dan perlu
ditingkatkan. Temuan ini juga diperkuat
oleh pernyataan 47% responden yang
menyatakan bahwa memang warung
pedagang di Pantai Arta Indah belum tertata
dengan rapih. Hasil wawancara dan
observasi tentang keindahan pemandangan
Pantai Arta Indah, ditemukan bahwa
sebenarnya Pantai Arta Indah memiliki
keindahan namun keindahan tersebut
berkurang karena banyaknya sampah yang
berserakan disekitar pantai. Pernyataan ini
diperkuat oleh pernyataan 79% responden
yang menyatakan bahwa pantai Arta indah
memiliki keindahan.
I n d i k a t o r K e r a m a h t a m a h a n
Hasil wawancara dan observasi tentang
keramahan petugas dan pengelola dalam
melayani wisatawan sudah cukup baik. Hasil
ini diperkuat oleh pernyataan 73%
responden yang menyatakan hal yang sama.
Selanjutnya tentang petugas dan pengelola
menyambut wisatawan dengan senyuman,
ditemukan dari hasil wawancara dan
observasi bahwa pengelola dan petugas
sudah menyambut wisatawan dengan
sennyuman. Temuan ini didukung pula oleh
pernyataan 65% responden yang menyatakan
hal yang sama dengan hasil observasi dan
wawancara. Kemudian mengenai sikap baik
petugas dan pengelola dalam memberikan
bantuan, hasil observasi dan wawancara
menujukkan bahwa petugas dan pengelola
sudah memberikan bantuan dengan baik
kepada pengunjung. Temuan ini diperkuat
dengan pernyataan 60% responden yang
menngungkapkan hal yang sama. Terakhir
tentang keramahan pelayanan pedagang,
didapati dari hasil wawancara dan observasi
bahwa masih terdapat pedagang yang tidak
ramah dalam melayani wisatawan. Namun
hasil angket responden kontradiktif dengan
hasil tersebut. Sebanyak 63% responden
menyatakan bahwa pedagang sudah
melayani dengan ramah.
I n d i k a t o r K e n a n g a n
Dari hasil wawancara dan observasi
ditemukan bahwa tidak ada atraksi budaya
khas Pariaman yang ditampilkan di Pantai
Arta Indah. Temuan ini diperkuat oleh
pernyataan 96% responden yang menyatakan
hal yang sama dengan temuan wawancara
dan observasi tersebut. Selanjutnya
ketersediaan toko souvenir, hasil wawancara
dan observasi ditemukan bahwa toko
souvenir yang menjual produk khas
Pariaman belum ada di Pantai Arta Indah.
Temuan ini diperkuat oleh pernyataan 98%
responden yang juga menyatakan bahwa
tidak tersedia toko souvenir yang menjual
produk khas Pariaman. Kemudian, hasil
wawancara dan observasi juga menemukan
bahwa belum tersedia tempat khusus berfoto
sebagai kenangan berkunjung ke Pantai Arta
Indah, dan temuan ini juga didukung oleh
pernyataan 92% responden yang
mengungkapkan bahwa belum tersedia
tempat khusus berfoto di Pantai Arta Indah.
K e s i m p u l a n
Dari Keenam indikator Sapta Pesona
yang terdiri dari : keamanan, ketertiban,
kebersihan, keindahan, keramah-tamahan,
dan kenangan, baru indikator keramahan
110 J-STP Vol. 2 No. 2 | Juni 2017
saja yang sudah diterapkan di objek wisata
Pantai Arta Indah, sedangkan lima indikator
lainnya masih belum diterapkan
sebagaimana mestinya bahkan belum
dilaksanakan sama sekali.
D A F T A R P U S T A K A
Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang
Pariaman. 2010. Dalam Angka
Badan Pusat Statistik Sumatera Barat. 2010.
Dalam Angka
Bakaruddin. (2008). Perkembangan Dan
Permasalahan Kepariwisataan. Padang:
UNP Press Padang.
Buku Panduan Penyuluhan Sapta Pesona &
Sadar Wisata. 2004. Padang: Dinas
Pariwisata, Seni & Budaya Provinsi
Sumatera Barat.
Buku Pedoman Kelompok Sadar Wisata.
2012. Jakarta: Direktur Jenderal
Pengembangan Destinasi Pariwisata
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif.
Damanik, Janianton dan Helmut F. Weber.
2006. Perencanaan Ekowisata.
Yogyakarta: CV Andi Offset.
Marpaung, Happy dan Herman Bahar.
2002. Pengantar Pariwisata. Bandung:
Alfabeta.
Muljadi, A.J. 2009. Kepariwisataan dan
perjalanan. Jakarta : PT. Raja Grafindo
persada.
Ridwan. 2012. Perencanaan dan
Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT.
Sofmedia.
Sammeng, Andi Mappi. 2001. Cakrawala
Pariwisata. Jakarta: Balai Pustaka.
Sudjana. 1991. Metode Statistika. Bandung:
PT. Tarsito Bandung.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung:
Alafabeta.
________. 2009. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung:
Alafabeta.
Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar-Dasar
Pariwisata. Yogyakarta: CV. Andi
Offset.
Syaukani. 2002. Pesona Pariwisata
Indonesia. Jakarta: Nuansa Madani.
Undang-Undang RI No. 10 Tahun 2009.
Kepariwisataan. Jakarta: Sinar Grafika.
Usman, Nurdin. 2004. Konteks
Implementasi Berbasis Kurikulum.
Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.
Wahab. 1990. Dalam
http://eprints.uny.ac.id/9331/bab%202.
08208241006. Pdf. Diakses pada
pukul 13.22. Tanggal 26 januari 2016.
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2, No. 2,p.111-128
@STPS 2017, All Rights Reserved
111 J-STP Vol.2 No. 2 | Juni 2017
STRATEGI PEMASARAN SEKOLAH TINGGI PARIWISATA SAHID JAKARTA DALAM MENINGKATKAN JUMLAH MAHASISWA BARU
Marketing Strategy of Sahid Institute of Tourism Jakarta To Increase
The Number of Student
Heru Suheryadi
Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid
Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Berdasarkan kebutuhan industri yang semakin tinggi dan persaingan antar lembaga pendidikan
tinggi pariwisata yang semakin kompetitif. Sedangkan fakta dan data yang ada selama sepuluh
tahun terakhir menunjukan jumlah mahasiswa baru STP Sahid yang fluktuatif meskipun sudah
menjalankan strategi pemasarannya dengan semaksimal mungkin, seperti promosi dan
kerjasama dengan pihak terkait. Oleh karena itu STP Sahid perlu mengadakan langkah
antisipasi melalui berbagai strategi yang tepat untuk dapat mendongkrak perolehan jumlah
mahasiswa barunya disamping untuk memenangkan persaingan diantara para kompetitor, salah
satunya dengan analisa menggunakan matriks SWOT.Dengan analisis matriks SWOT dan
dilanjutkan dengan perhitungan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) untuk
penentuan skala prioritas pelaksanaan strategi pemasaran yang didukung kuesioner dalam
penentuan faktor kunci analisis SWOT terhadap 166 responden dari unsur mahasiswa, orang
tua mahasiswa, alumni, karyawan, dan pihak industri. sedangkan penentuan alternatif strategi
terpilih dan prioritas pelaksanaannya melalui Focus Group Discussion (FGD) terhadap 5
(Lima) orang unsur pimpinan dan direktur marketing di lingkungan STP Sahid Jakarta. Hasil
dari penyebaran kuesioner dan FGD tersebut didapatkan 25 (Dua Puluh Lima) elemen faktor
kunci, 12 elemen alternatif strategi, dan 5 (lima) elemen alternatif strategi terpilih dengan urutan
priotas utama setelah dihitung melalui QSPM adalah sebagai berikut: (1) Menjalin kerjasama
dengan stakeholder dalam bentuk berupa hibah atau beasiswa sebesar 7,28, (2) Pengembangan
produk sesuai minat pasar sebesar 7,24, (3) Memperbaiki dan menambahkan fasilitas serta
memaksimalkan pemeliharaan untuk menciptakan harga yang kompetitif sebesar 6,92, (4)
Pengembangan kurikulum berbasis KKNI dalam menghadapi MEA sebesar 6,24, (5)
Memanfaatkan mahasiswa reguler untuk kembali ke SMK/SMA tempat asalnya untuk dapat
mensosialisasikan tentang STP Sahid sebesar skor 6,08. Dari hasil tersebut diharapkan dapat
benar – benar dipertimbangkan untuk dilaksanakan pada strategi pemasaran kedepannya
sehingga diharapkan pula akan terjadi perubahan yang signifikan dalam perolehan jumlah
mahasiswa barunya.
Katakunci : Strategi pemasaran, SWOT, QSPM
.
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2, No. 2,p.111-128
@STPS 2017, All Rights Reserved
112 J-STP Vol.2 No. 2 | Juni 2017
ABSTRACT
Sahid Institute of Tourism (STP Sahid) Jakarta is an education institution which take a strategic
part in preparing the new young generation with high emotional intelligence, and qualified in
skills. For than, STP Sahid undertake their maximum on educate their students to suite the
necessity of the industries in the future as well as develop to be a high branded institue and be a
strong competitior among others. However, based on the last ten years data, the amount of new
students of STP Sahid were fluctuating againts its maximum marketing strategy, such as
promotion and cooperating with other parties. Therefore STP Sahid has to take an anticipating
step through a variety of appropriate strategies to increase the amount of new students, and to
win againts other competitor using SWOT analysis. With SWOT analysis, followed by
Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) calculation to determine priority scale of
marketing strategies supported by questionnaire form towards 166 respondents to determine the
key factor of SWOT Analysis. The respondents include student‘s, student‘s parents, alumnus,
employees, and the industries. While the five leaders of STP Sahid and it‘s marketing director
used to determine the selective alternative strategies and strategies priorities through Focus
Group Discussion (FGD). The results of the questionnaires and FGD shows 25 (twenty five)key
factors elements, 12 alternatives strategies elements, and five (5) selected strategic alternatives
using QSPM by order as : (1) 7,28 answered Building Relation and Cooperation with
stakeholders in the form of grant or scholarship (2)7,24 developing of products based on market
desire (3) 6,92 repairing and adding facilities as well as maximizing the maintenance of it in
order to create a competitive price (4)6,24 Developing KKNI curriculum for facing MEA
(5)6,08 Demanding reguler student to socialize STP Sahid back to their SMK / SMA. These
results expected to be put into consideration on the next market strategy in order to create
positif significant change in obtaining new students.
Keywords: marketing strategy, SWOT, QSPM
Riwayat Artikel :
Diajukan: 03 Mei 2017
Direvisi: 16 Mei 2017
Diterima: 30 Mei 2017
P E N D A H U L U A N
Pariwisata merupakan salah satu sektor
yang sangat diandalkan dalam
pertumbuhan perekonomian didunia, tidak
salah jika negara-negara di dunia sangat
bersaing dalam mengembangkan industri
pariwisata mereka demi meningkatkan
perekonomian negaranya masing-masing,
yaitu dengan mengembangkan dan
mempromosikan potensi-potensi wisata
yang dianggap bisa mendatangkan
keuntungan, mereka juga dapat
mempromosikan unsur-unsur budaya yang
dimiliki yang tidak ada di negara lain.
UNWTO Memprediksikan bahwa
pada tahun 2030 pariwisata akan menjadi
industri terbesar di dunia yang merupakan
generator penggerak pertumbuhan
ekonomi dan kesempatan kerja. Menurut
UNWTO pada tahun 2030. Akan ada
lebih 1,8 Milyar kunjungan wisatawan
internasional di dunia dengan pengeluaran
sebanyak US$ 2,5 triliun. Sebagai sektor
pariwisata akan berkembang 3,5%
pertahunnya kunjungan internasional
diprediksi akan meningkat 5,3% pertahun
dan pengeluaran pariwisata internasional
7.6%.
Dengan memperhatikan kinerja sektor
pariwisata tersebut, maka Indonesia yang
memiliki jumlah tenaga kerja melimpah,
mempunyai peluang besar dalam mengisi
tenaga kerja bidang pariwisata. Namun di
sisi lain, Indonesia belum melakukan
upaya-upaya maksimum untuk
memanfaatkan peluang tersebut, yang dapat
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2, No. 2,p.111-128
@STPS 2017, All Rights Reserved
113 J-STP Vol.2 No. 2 | Juni 2017
dilihat dari (1) Belum adanya upaya yang
sistematis dan strategis untuk menyediakan
tenaga kerja terampil dengan kualifikasi dan
kompetensi yang memadai. (2) Belum
adanya strategi secara nasional untuk
mengimplementasikan standar-standar
kompetensi kerja baik dari sisi penyedia
maupun pengguna tenaga kerja pariwisata.
(3) Belum adanya sistem distribusi dan
informasi nasional yang mempertemukan
antara permintaan dan penawaran tenaga
kerja bidang pariwisata (demand and supply
side). (4) Belum adanya sistem monitoring
penggunaan tenaga kerja bidang pariwisata,
sehingga sulit memperoleh informasi
tentang utilisasi sumber daya tenaga kerja
bidang pariwisata. (Kusmayadi, 2010,
hlm.2).
Mengembangkan pengelolaan
pendidikan, tidak hanya mencari
keuntungan dengan merekrut mahasiswa
sebanyak mungkin, tetapi juga
mempedulikan kualitas lulusan dan
kebutuhan pasar tenaga kerja. Belakangan
ini lembaga pendidikan pariwisata memiliki
jumlah peminat yang tergolong banyak.
Sebagai konsekuensi dari tuntutan
pasar global, maka institusi pendidikan
kepariwisataan dituntut tidak hanya
menghasilkan keterampilan akademis yang
secara tradisional dihasilkan dari mata
kuliah pada program studi dan gelar yang
dicapai, melainkan harus berbasis pada
capabilities dan lebih eksplisit berusaha
mengembangkan apa yang disebut sebagai
‗key‘, core‘, ‗transferable‘ and/or ‗generic‘
skills yang dibutuhkan oleh berbagai bidang
dan tingkat pekerjaan (Godwin, C, 2006,
hlm.94). Untuk menjadi lembaga yang
berbasis pada capabilities, lembaga
pendidikan harus mampu menggali rantai
nilai, yang dapat dilakukan dengan cara: (1)
berorientasi pada stakeholders, sehingga
lembaga akan mengetahui keterampilan,
pengetahuan dan teknologi yang akan
memberikan keunggulan pada poin tertentu
dari rantai nilai dan (2) lembaga pendidikan
harus belajar bagaimana menampilkan
rangkaian proses pendidikan menjadi
lingkaran umpan balik yang dimulai dan
diakhiri oleh kebutuhan pelanggan dan
stakeholders lainnya (Godwin, C, 2006,
hlm.97).
Lembaga pendidikan seperti STP
Sahid, diharapkan para mahasiswa, orang
tua murid dan masyarakat luas lebih
mengetahui hakekat dan keunggulan
lembaga pendidikan sehingga dapat
meningkatkan minat siswa terhadap STP
Sahid. Bagaimanapun baiknya lembaga
pendidikan dalam mengembangkan
lembaganya, jika tidak dipasarkan dengan
baik terhadap konsumen, maka
pengembangan yang terjadi hanya diketahui
oleh anggota sekolah saja tanpa diketahui
oleh pihak luar sekolah.
R U M U S A N M A S A L A H
Berdasarkan permasalahan STP
Sahid dalam penentuan strategi, maka
penulis merumuskan masalah :
1. Bagaimana strategi pemasaran yang
telah dan akan dilakukan oleh STP
Sahid Jakarta ?
2. Bagaimana strategi pemasaran bagi
STP Sahid Jakarta dengan kondisi
pasar dan kompetitor saat ini ?
T I N J A U A N P U S T A K A
P e m a s a r a n
Pemasaran menurut Kotler (2000:
9):―Adalah suatu proses sosial yang
didalamnya individu dan kelompok
mendapatkan apa yang mereka butuhkan
dan inginkan dengan menciptakan,
menawarkan, dan secara bebas
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2, No. 2,p.111-128
@STPS 2017, All Rights Reserved
114 J-STP Vol.2 No. 2 | Juni 2017
mempertukarkan produk yang bernilai
dengan pihak lain ―.
P e m a s a r a n J a s a P e n d i d i k a n
Menurut Arika (2013) dalam Nugroho
(2015:22-23), pemasaran dalam dunia
pendidikan kegiatannya lebih ditekankan
pada hubungan sekolah dengan kliennya
sedangkan pemasaran dalam bidang
komersial dan industri menekankan pada
kegiatan mengelola pertukaran sesuatu
antara produsen dan konsumen.
Kotler dan Fox (1995) mengatakan
bahwa tujuan utama pemasaran jasa
pendidikan adalah untuk memenuhi misi
sekolah dengan tingkat keberhasilan besar,
meningkatkan kepuasan pelanggan jasa
pendidikan, meningkatkan ketertarikan
terhadap sumber daya pendidikan, dan
meningkatkan efisiensi pada pemasaran jasa
pendidikan.
L i n g k u n g a n I n t e r n a l P e m a s a r a n P e n d i d i k a n
Menurut Kotler dan Amstrong (2006)
bauran pemasaran adalah kumpulan alat
pemasaran taktis terkendali yang dipadukan
perusahaan untuk menghasilkan respon
yang diinginkan pasar, Variabel bauran
pemasaran meliputi empat unsur yang
disebut 4P, yaitu product (produk), price
(harga), place (tempat) dan promotion
(promosi). Bauran pemasaran dalam empat
P tidak komprehensif untuk industri
pariwisata dan perhotelan. Perbedaan
utama adalah elemen intangible dari
perilaku manusia, dimana kualitas dan
kontrol sangat penting. Pendapat inilah
yang mendasari bahwa bauran pemasaran
jasa terdiri dari 4P bauran pemasaran
tradisional dan tambahan 3P sehingga
menjadi 7P, yaitu : product (produk), price
(harga), place (tempat), promotion
(promosi), people (orang), physical
evidence (bukti fisik) dan process (proses).
P r o d u c t ( p r o d u k )
Hurriyati (2009) menyatakan bahwa
dalam jasa pendidikan tinggi, produk atau
jasa yang ditawarkan kepada mahasiswa
adalah reputasi atau mutu pendidikan yang
baik, prospek yang cerah bagi mahasiswa
setelah lulus dari perguruan tinggi, dan
pilihan konsentrasi yang bervariasi sesuai
dengan bakat dan minat, serta reputasi dan
prospek perguruan tinggi seperti
menghasilkan lulusan yang memiliki
kompetensi baik untuk bisa diterima
didunia kerja dengan mudah. Menurut
Alma dan Ratih (2008:156) untuk
merencanakan penawaran produk, pemasar
perlu memahami tingkatan produk, yaitu
sebagai berikut.
1. Core benefit adalah produk utama
yang ditawarkan dari lembaga
pendidikan, yaitu pendidikan itu
sendiri.
2. Basic product adalah produk dasar
yang dapat berupa pengetahuan
dan ketrampilan yang memiliki ciri
khas.
3. Expected product adalah produk
harapan yang berupa kurikulum,
silabus, dan tenaga pendidik.
4. Augmented product adalah produk
pelengkap yang dapat berupa
tenaga pengajar yang mampu
berbahasa Inggris baik lisan
maupun tulisan dengan baik, tenaga
pengajar yang mampu
mengoperasikan komputer dan
mahir berinternet.
5. Potensial product adalah produk
potensial yang dihasilkan dari
lembaga pendidikan tersebut, hal
ini dapat berupa pengakuan lulusan
lembaga pendidikan tersebut dari
dunia kerja.
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2, No. 2,p.111-128
@STPS 2017, All Rights Reserved
115 J-STP Vol.2 No. 2 | Juni 2017
Alma (2003), di samping produk
bidang akademi, dapat ditambahkan
produk non akademis seperti kegiatan
berolahraga, kesenian, keagamaan, dan
kursus atau pelatihan untuk menambah
kualitas pendidikan.
P r i c e ( h a r g a )
Menurut Minarti (2011) harga dalam
konteks jasa pendidikan merupakan
seluruh biaya yang dikeluarkan oleh
mahasiswa untuk mendapatkan jasa
pendidikan yang ditawarkan oleh suatu
perguruan tinggi. Hurriyati (2009)
menyatakan bahwa untuk produk industri
jasa, harga merupakan seluruh biaya yang
dikeluarkan oleh mahasiswa untuk
mendapatkan jasa pendidikan yang
ditawarkan oleh suatu perguruan tinggi.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
penetapan harga di perguruan tinggi antara
lain adalah SPP, biaya pembangunan, biaya
laboratorium, pemberian beasiswa,
prosedur pembayaran dan syarat cicilan.
P l a c e ( l o k a s i )
Alma (2009) juga mengatakan bahwa
lokasi letak lembaga yang mudah dicapai
kendaraan umum, cukup berperan sebagai
pertimbangan calon mahasiswa atau
konsumen untuk memasuki lembaga
tersebut. Hurriyati (2009) menambahkan
bahwa penentuan lokasi suatu perguruan
tinggi akan mempengaruhi preferensi calon
pelanggan dalam menentukan pilihan.
Perguruan tinggi perlu mempertimbangkan
lingkungan dimana lokasi itu berada (dekat
pusat kota atau perumahan, kondisi lahan
parkir, lingkungan belajar yang kondusif)
dan transportasi (kemudahan sarana
transportasi serta akses ke perguruan
tinggi).
Ditambahkan pula oleh Irianto dan
Prihati (2009) bahwa keamanan tempat
atau lokasi juga harus mempertimbangkan
faktor-faktor seperti akses (kemudahan
mencapai lokasi), vasibilitas (lembaga
tersebut dapat terlihat dengan jelas
keberadaan miliknya), lalu lintas, tempat
parkir, ekspansi (ketersediaan lahan untuk
kemungkinan perluasan usaha), dan
persaingan (dengan memperhitungkan
lokasi pesaing).
P r o m o t i o n ( p r o m o s i )
Keller dan Amstrong (2006)
mengemukakan bahwa promosi adalah cara
perusahaan untuk melakukan komunikasi
pemasaran. Muhaimin dkk (2009)
mengatakan bahwa ada beberapa teknik
promosi yang dapat dilakukan oleh
perguruan tinggi diantaranya adalah (1)
publikasi di surat kabar, (2) iklan di radio,
(3) memasang spanduk, (4) brosur, (5)
bulletin, (6) televisi, (7) publikasi di radio,
(8) publikasi di media cetak (9)
mengundang masyarakat (10) mengundang
pelajar (11) penggunaan logo, (12)
mengundang pejabat, (13) kunjungan ke
sekolah dan (14) word of mouth.
P e r s o n ( o r a n g )
Minarti (2011) mengatakan bahwa
orang dalam konteks pendidikan adalah
orang-orang yang terlibat dalam proses
penyampaian jasa perguruan tinggi.
Menurut Yazid (2001) orang adalah
semua orang yang memainkan peran
selama berlangsungnya proses dan
konsumsi jasa berlangsung, diantaranya
dosen, pustakawan, laboran, tenaga
administrasi, serta tenaga struktural lainnya.
Jadi orang adalah staf perguruan tinggi yang
terdiri dari staf pengajar dan staf
administrasi yang dimiliki oleh lembaga
pendidikan yang memainkan perananannya
selama berlangsungnya proses dan
komunikasi jasa.
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2, No. 2,p.111-128
@STPS 2017, All Rights Reserved
116 J-STP Vol.2 No. 2 | Juni 2017
P r o c e s s ( p r o s e s )
Lupiyoadi (2001) menyatakan bahwa
proses merupakan gabungan semua
aktivitas, umumnya terdiri dari prosedur,
jadwal pekerjaan, aktivitas dan hal-hal rutin,
dimana suatu jasa dihasilkan dan
disampaikan kepada konsumen. Proses itu
sendiri dibedakan dalam dua cara, yaitu (1)
complexity, hal ini berhubungan dengan
langkah dan tahap dalam proses, (2)
divergence, hal ini berhubungan dengan
adanya perubahan dalam langkah tahap
proses.
Proses-proses dimana jasa diciptakan
dan disampakan kepada pelanggan
merupakan faktor utama di dalam bauran
pemasaran jasa, karena para pelanggan
sering kali akan mempersepsikan sistem
penyampaian jasa sebagai bagian dari jasa
itu sendiri.
P h y s i c a l E v i d e n c e ( b u k t i f i s i k )
Alma (2003) menyatakan untuk
sebuah lembaga pendidikan yang
merupakan Physical Evidence adalah
gedung atau bangunan dan segala sarana
dan prasarana yang terdapat didalamnya.
Termasuk pula bentuk-bentuk desain
interior dan eksterior dari gedung-gedung
yang terdapat di dalam lembaga tersebut.
Ditambahkan Hurriyati (2009), dalam
proses penyampaian jasa pendidikan
kepada mahasiswa, yang harus diperhatikan
oleh perguruan tinggi adalah gaya
bangunannya (kesesuaian antara segi
estetika dan fungsionalnya sebagai lembaga
pendidikan) serta fasilitas penunjang
(kelengkapan sarana pendidikan,
peribadahan, olahraga, dan keamanan).
L i n g k u n g a n E k s t e r n a l P e m a s a r a n P e n d i d i k a n
Menurut Kotler (2009) menyebutkan
faktor eksternal pemasaran terdiri dari
competition, politic, legislation dan
regulation, economic environment,
technology, societal and cultural dan natural
environment.
1. Competition
Kotler (2009) menyatakan competition
atau persaingan adalah proses dinamis
dalam sebuah organisasi yang bersaing
dalam menerapkan strategi pemasaran.
Dalam pemasaran organisasi pendidikan,
persaingan terjadi dalam menarik minat
mahasiswa antara universitas yang
membuka jurusan atau fakultas yang sama.
Artati (2006) juga menambahkan
lembaga kursus juga menarik minat
konsumennya karena menawarkan lama
pendidikan yang lebih singkat dengan harga
yang lebih murah, sehingga hal ini juga
menjadi persaingan antara lembaga
pendidikan tinggi dan lembaga kursus,
terutama yang membuka jurusan yang
sama.
2. Politic, legislation dan regulation
Kotler (2009) mengatakan bahwa
pemasaran organisasi ditentukan oleh
kebijakan, regulasi, dan aturan dari
pemerintah terhadap perkembangan
organisasi tersebut. Dalam pemasaran jasa
pendidikan Akbar (2014) mengatakan
kebijakan otonom oleh pemerintah
memberikan kendali penuh kepada pihak
kampus sehingga menjadi lebih mandiri.
3. Economic environment
Kotler (2009) mengatakan pergerakan
ekonomi pada suatu negara mempengaruhi
pemasaran suatu organisasi.
Selain itu Nanda (2013)
mengindikasikan tumbuhnya industri
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2, No. 2,p.111-128
@STPS 2017, All Rights Reserved
117 J-STP Vol.2 No. 2 | Juni 2017
pariwisata meningkatkan kerjasama dengan
lembaga pendidikan pariwisata yang saling
menguntungkan, bagi industri sebagai
pemasok tenaga kerja pariwisata yang ahli
dan bagi lembaga sebagai bantuan
sumbangan dana seperti beasiswa, sponsor
promosi dan tempat kegiatan praktek
mahasiswa.
4. Technology
Kotler (2009) mengatakan teknologi
merupakan aspek penting dalam
pemasaran terutama untuk
mengkomunikasikan produk dari sebuah
organisasi. Suyasa (2014) menyatakan
globalisasi teknologi berperan dominan
dalam pemasaran organisasi dengan
menyebarluaskan informasi lebih cepat dan
efisien, selain itu teknologi juga
memberikan kemudahan dalam
operasional organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi.
5. Social dan cultural
Kotler (2009) menyatakan dalam
lingkungan sosial dan budaya ada dua hal
yang harus diperhatikan, yaitu organisasi
harus memperhatikan reaksi seseorang
terhadap aktivitas-aktivitas pemasaran
berdasarkan kaidah-kaidah sosial dan
budaya dan memperhatikan perubahan-
perubahan seseorang akibat perubahan
sosial dan budaya.
6. Natural environment
Menurut Kotler (2009) natural
environment terdiri atas sumber-sumber
daya alam yang dibutuhkan oleh para
pemasar atau dipengaruhi oleh kegiatan-
kegiatan pemasaran. Berdasarkan
penjabaran tersebut, dapat disimpulkan
bahwa lingkungan eksternal adalah unsur-
unsur yang tidak bisa dikelola oleh
organisasi, dimana unsur-unsur tersebut
berbeda sesuai kondisi pada organisasi
masing-masing.
A n a l i s i s S W O T
Menurut Jogiyanto (2005: 46) , Analisis
SWOT (Strengths, Weaknesses,
Oportunity, Threats) disebut juga analisis
KEKEPAN (Kekuatan-kekuatan,
Kelemahan-kelemahan, Peluang-peluang,
Ancaman-ancaman). Digunakan untuk
menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan-
kelemahan dan sumber daya yang dimiliki
perusahaan kesempatan eksternal dan
tantangan yang dihadapi
Quantitative Strategic Planning Matrix
(QSPM)
Menurut David (2006) dalam bukunya
Strategic Management, menyatakan bahwa
―QSPM adalah teknik dalam literatur yang
didesain untuk menentukan daya tarik
relatif dari alternatif tindakan yang layak ‖.
M e t o d o l o g i P e n e l i t i a n
Penelitian yang digunakan adalah
penelitian lapangan (field research),
dimana penulis menggunakan pendekatan
yang dikenal dengan “multi-method”
(Jonker and Pennink, 2010:92; Indrawan
dan Haniawati,2014:76). Dimana
pendekatan tersebut mengkombinasikan
antara kualitatif dan kuantitatif yang
disajikan secara deskriptif.
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan Sekolah Tinggi Pariwisata
Sahid sebagai objek Penelitian
Pada penelitian ini jumlah populasi
sebesar 313 orang, Rumus yang
digunakan untuk menentukan sampel yaitu
menggunakan rumus Slovin dalam Husein
Umar (2007:78) dan didaptkan hasil
sebanyak 76 Mahasiswa.
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2, No. 2,p.111-128
@STPS 2017, All Rights Reserved
118 J-STP Vol.2 No. 2 | Juni 2017
Dalam penelitian ini metode
pengumpulan data yang digunakan adalah,
sebagai berikut.
O b s e r v a s i
Dalam observasi kali ini, peneliti
menggunakan teknik observasi tak
berstruktur. Menurut Sugiyono (2011:228)
observasi tak berstruktur adalah ―observasi
yang tidak dipersiapkan secara sistematis
tentang apa yang akan di observasi‖. Oleh
karena itu peneliti dapat melakukan
pengamatan dengan bebas serta
mendokumentasikan kegiatan observasi.
W a w a n c a r a
Peneliti melakukan wawancara secara
langsung dengan tim marketing STP Sahid
Jakarta, dan pimpinan STP Sahid Jakarta
untuk mendapatkan informasi mengenai
data-data penunjang penelitian, seperti data
kunjungan sekolah, pameran yang diikuti
oleh STP Sahid, sales call, strategi
marketing, dan penentuan strategi alternatif
K u e s i o n e r
Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya (Sugiyono, 2013:142).
Peneliti membagikan kuesioner kepada 76
responden, yakni mahasiswa STP Sahid
tahun pertama (mahasiswa baru tahun
akademik 2016/2017) yang masih aktif
kuliah. Dan pertanyaan-pertanyaan tersebut
bersifat tertutup. Pertanyaan tertutup yaitu
pertanyaan yang digunakan untuk
mendapatkan data dari responden dalam
objek penelitian dengan alternatif-alternatif
jawaban yang disediakan oleh peneliti.
Dalam penelitian ini pula, peneliti
menggunakan skala likert, Skala likert
digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial.
Dengan skala likert, maka variabel yang
akan diukur dijabarkan menjadi indikator
variabel. Kemudian indikator tersebut
dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item instrumen yang dapat
berupa pernyataan atau pertanyaan.
Jawaban setiap item instrumen yang
menggunakan Skala Likert mempunyai
gradasi dari sangat positif sampai dengan
sangat negatif pada tingkat kepentingan,
yang dapat berupa kata-kata antara lain
(Sugiyono, 2007) :
Sangat Baik/sangat setuju Skor4
Baik/setuju Skor 3
Cukup/cukup setuju Skor 2
Tidak Baik/tidak setuju Skor 1
Penelitian ini mengunakan sejumlah
statement dengan skala 4 yang
menunjukkan sangat setuju atau tidak
terhadap statement tersebut.
S t u d i L i t e r a t u r
Studi literatur adalah pengumpulan
informasi yang berhubungan dengan teori-
teori yang ada kaitannya dengan masalah,
variabel yang diteliti, dan informasi lain
yang berkaitan dengan objek dan tempat
penelitian yang sumbernya seperti buku
pemasaran, brosur, internet, majalah,
jurnal, dan karya ilmiah berupa tesis.
M e t o d e A n a l i s a D a t a
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan tekhnik Triangulasi, yang
diartikan sebagai teknik pengumpulan data
yang bersifat menggabungkan dari berbagai
teknik pengumpulan data dengan
triangulasi. (qtd. in Sugiyono, 2011:241).
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2, No. 2,p.111-128
@STPS 2017, All Rights Reserved
119 J-STP Vol.2 No. 2 | Juni 2017
Dalam hal triangulasi, Susan Stainback
(1988) menyatakan bahwa ―the aim is not
to determine the truth about some social
phenomenon, rather the purpose of
triangulationis to increase one‘s
understanding of what ever is being
investigated‖. Tujuan dari triangulasi bukan
untuk mencari kebenerana tentang
beberapa fenomena, tetapi lebih pada
peningkatan pemahaman peneliti terhadap
apa yang telah ditemukan. Pada penelitian
ini peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data dengan menggabungkan
3 (tiga) teknik pengumpulan data
(wawancara, kuesioner dan dokumentasi)
A n a l i s i s S W O T
Merujuk Rangkuti, 2002, analisis
SWOT adalah suatu cara untuk
mengidentifikasi berbagai faktor secara
sistematis dalam rangka merumuskan
strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan
pada logika dapat memaksimalkan
kekuatan (strengths) dan peluang
(opportunities), namun secara bersamaan
dapat meminimalkan kelemahan
(weaknesses) dan ancaman (threats).
Analisis SWOT mempertimbangkan dan
membandingkan antara faktor eksternal,
berupa peluang dan ancaman dengan faktor
internal, berupa kekuatan dan kelemahan,
sehingga hasil analisisnya dapat diambil
suatu keputusan strategi pemasaran yang
tepat bagi STP Sahid Jakarta.
Gambar 3.2
MATRIKS SWOT
IFAS
EFAS
1. STRENGTHS
(S)
Tentukan
Faktor-Faktor
Kekuatan
Internal
2. WEAKNESS
ES (W)
Tentukan
Faktor-Faktor
Kelemahan
Internal
3. OPPORTU4. STRATEGI 5. STRATEGI
NITIES
(O)
Tentukan
Faktor-
Faktor
Peluang
Eksternal
(SO)
Ciptakan
Strategi yang
mengunakan
kekuatan
untuk
memanfaatkan
peluang
(WO)
Ciptakan
Strategi yang
meminimalka
n kelemahan
untuk
memanfaatka
n peluang
6. THREATS
(T)
Tentukan
Faktor-
Faktor
Ancaman
Eksternal
STRATEGI
(ST)
Ciptakan
Strategi yang
menggunakan
kekuatan
untuk
mengatasi
ancaman
7. STRATEGI
(WT)
Ciptakan
Strategi yang
meminimalk
an
kelemahan
dan
menghindari
ancaman
Sumber: Diadaptasi dari Rangkuti, 2002
Keterangan:
1. Strategi SO (Strengths Opportunities)
Strategi SO adalah strategi yang dibuat
berdasarkan jalan pikiran objek, yaitu
dengan memanfaatkan seluruh kekuatan
untuk merebut dan memanfaatkan peluang
sebesar-besarnya.
2. Strategi ST (Strengths Threats)
Strategi ST adalah strategi yang
menggunakan kekuatan yang dimiliki objek
untuk mengatasi ancaman.
3. Strategi WO (Weaknesses
Opportunities)
Strategi WO adalah strategi yang
diterapkan berdasarkan pemanfaatan
peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada.
4. Strategi WT (Weaknesses Threats)
Strategi WT adalah strategi yang
didasarkan pada kegiatan yang bersifat
defensive dan berusaha meminimalkan
kelemahan yang ada serta menghindari
ancaman.
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2, No. 2,p.111-128
@STPS 2017, All Rights Reserved
120 J-STP Vol.2 No. 2 | Juni 2017
A n a l i s i s Q u a n t i t a t i v e S t r a t e g i c P l a n n i n g M a t r i x ( Q S P M )
Analisis QSPM untuk menetapkan
ketertarikan relative (relative attractiveness)
dari strategi-strategi yang bervariasi yang
telah dipilih dan menentukan strategi mana
yang dianggap paling baik untuk
diimplementasikan. Untuk mengetahui
strategi yang paling baik dapat dilihat dari
hasil analisis QSPM yang mendapat TAS
(Total Score Attractiveness) yang tertinggi
dari beberapa alternative strategi yang
dianggap paling baik untuk
diimplementasikan (Umar, 2002)
Cara membuat table QSPM adalah sebagai
berikut:
1. Membuat daftar kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman di sebelah kiri
QSPM. Informasi ini diambil dari
matriks IFAS dan EFAS.
2. Memberi bobot (weight) pada masing-
masing faktor internal dan eksternal.
Bobot (weight) ini sama dengan yang
ada pada matriks IFAS dan EFAS.
3. Meneliti matriks-matriks yang
diidentifikasikan strategi alternatif yang
dapat direkomendasikan dari hasil
matriks SWOT.
4. Menetapkan AS (Attractive Score),
yaitu nilai yang menunjukkan
ketertarikan alternative untuk masing-
msaing strategi yang dipilih. AS
ditetapkan dengan cara meneliti faktor
internal dan eksternal, dan bagaimana
peran dari tiap faktor dalam proses
pemilihan strategi yang sedang dibuat.
Batasan nilai AS adalah 1 = sangat
tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = setuju,
4 = sangat setuju.
5. Menghitung TAS yang didapat dari
perkalian bobot (weight) dengan AS
pada masing-masing baris. TAS
menunjukkan relative attractives dari
masing-masing alternative strategi.
6. Menjumlahkan semua TAS pada
masing-masing kolom QSPM. Dari
beberapa nilai TAS yang didapat, nilai
TAS dari strategi alternatif tertinggilah
yang menunjukkan bahwa strategi
alternatif itu yang menjadi pilihan
utama. Nilai TAS terkecil
menunjukkan bahwa strategi alternatif
ini menjadi pilihan terakhir.
H A S I L D A N P E M B A H A S A N
Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid (STP
Sahid) memiliki tiga buah kampus, yaitu:
1. Kampus Taman Puring, Berlokasi di
Jl.Gandaria III No.3, Taman Puring
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
2. Kampus Utama (Pondok Cabe),
Berlokasi di Jl. Kemiri No.22
Pondok Cabe Pamulang Kabupaten
Tangerang Propinsi Banten. Berjarak
± 500 meter dari Jalan Raya Bogor –
Ciputat dan ± 1000 meter dari Jalan
Raya Pamulang - Lebak Bulus yang
dapat dicapai dengan menggunakan
angkutan umum dari terminal Lebak
bulus ± 30 menit, dari Ciputat ± 20
menit dan dari Bogor ± 45 menit.
3. Kampus Sudirman, Berlokasi di Sahid
Sudirman Residence Lantai 5, Jl. Jend.
Sudirman No.86 Jakarta Pusat
K u r i k u l u m
Kurikulum STP Sahid disusun
berdasarkan kebutuhan industri dan setiap
dua tahun sekali dilakukan peninjauan
ulang agar selalu relevan dengan kebutuhan
pasar dengan jumlah SKS disesuaikan
dengan Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional No. 232/U/2000 tentang
Pedoman Penyususnan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Pedoman Hasil
Belajar Mahasiswa. Dan STP Sahid
memiliki 6 Program Studi yang terdiri dari :
1. Diploma IV Perhotelan
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2, No. 2,p.111-128
@STPS 2017, All Rights Reserved
121 J-STP Vol.2 No. 2 | Juni 2017
2. Diploma IV Usaha Perjalanan
Wisata
3. Diploma III Perhotelan
4. Diploma III Usaha Perjalanan
Wisata
5. Diploma I Perhotelan
6. Diploma I Usaha Perjalanan Wisata
Jumlah dosen di STP Sahid sangat
memperhatikan rasio dengan jumlah
mahasiswanya, karena data tersebut selalu
dipantau oleh Koordinator Perguruan
Tinggi Swasta wilayah 3 (Kopertis Wilayah
3) sehingga akan menjaminan kualitas
mahasiswa yang dihasilkan. Adapun data
dosen/instruktur Sekolah Tinggi Pariwisata
Sahid adalah sebagai berikut :
Tabel
Jumlah
Dosen/Instruktur Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid
Sumber: Forlap Dikti 2017
A n a l i s i s S W O T
8. Gambar
Alternatif Strategi SO, ST, WO, WT
No Pendidikan
Gelar Akademik
Total Guru
Besar
Lektor
Kepala Lektor Asisten
Tenaga
Pengajar
1 S-3/Sp 2 0 1 1 0 1 3
2 S-2/Sp 1 0 4 6 9 22 41
3 S-1/D-4 0 0 0 2 8 10
Total 0 5 7 11 31 54
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2, No. 2,p.111-128
@STPS 2017, All Rights Reserved
122 J-STP Vol.2 No. 2 | Juni 2017
IFAS
EFAS
KEKUATAN (S)
Prosedur perkuliahan dan
ujian
Penyampaian materi dosen
Prosedur administratif
Pelayanan STP Sahid
Lokasi STP Sahid
KELEMAHAN (W)
Value for money atau
kesesuaian antara biaya yang
dikeluarkan dengan produk
dan fasilitas
Kesesuaian antara fasilitas
dan promosi
Biaya perkuliahan di STP
Sahid
Fasilitas STP Sahid
Media promosi STP Sahid
tidak memadai
Tenaga pengajar
PELUANG (O)
Daya saing STP Sahid
kesempatan kerja
Akreditasi STP Sahid
Nama besar sahid group
Adanya MEA atau Masyarakat
Ekonomi Asean
Lingkungan internal (keluarga)
Adanya komitmen dan dukungan
yang tinggi dari Pemerintah
terhadap sektor Pariwisata.
Peluang kerja yang cukup besar di
sektor pariwisata baik di dalam dan
luar negeri.
Strategi (SO)
Pengembangan kurikulum
berbasis KKNI dalam
menghadapi MEA
Bekerjsama dengan
industri untuk mengadakan
pelatihan dan
pengembangan dosen
Pengembangan produk
sesuai minat pasar
Strategi (WO)
Memanfaatkan mahasiswa
darmasiswa untuk masuk ke
SMK/SMA dengan cara
pertukaran budaya
Memanfaatkan mahasiswa
reguler untuk kembali ke
SMK/SMA tempat asalnya
untuk dapat
mensosialisasikan tentang
STP Sahid
Memperbaiki dan
menambahkan fasilitas serta
memaksimalkan
pemeliharaan untuk
menciptakan harga yang
kompetitf
Meningkatkan media
promosi
ANCAMAN (T)
Tekhnologi dalam belajar mengajar
Lingkungan eksternal sekitar
rumah
penggunaan tekhnologi dalam
promosi
Kondisi lingkungan eksternal
Tumbuhnya perguruan tinggi
Pariwisata yang tak terkendali, baik
perguruan tinggi negeri maupun
swasta.
Persaingan SDM yang cukup ketat
pada skala global.
Strategi (ST)
Meningkatkan kualitas
pengajaran berbasis IT
(Online. On campus, On
work place)
Menciptakan one stop
solution untuk masalah
yang dihadapi mahasiswa
yang berbasis IT
Terlibat dalam event –
event (Lomba Nasional
/internasional)
Strategi (WT)
Menjalin kerjasama dengan
pemerintah daerah / sekolah
/ perusahaan dalam bentuk
berupa hibah atau beasiswa
Meningkatkan kualitas
pendidik dengan
memanfaatkan universitas
yang bekerjasama (Seminar,
pertukaran, pelatihan)
Sumber : Olahan Peneliti, 2017
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2, No. 2,p.111-128
@STPS 2017, All Rights Reserved
123 J-STP Vol.2 No. 2 | Juni 2017
A l t e r n a t i f S t r a t e g i T e r p i l i h
Berdasarkan pendekatan alternatif
strategi pada sub bab sebelumnya, masih
diperlukan satu tahap lagi untuk
menentukan alternatif strategi yang akan
dilaksanakan terlebih dahulu oleh
manajemen STP Sahid. Pada tahapan ini,
peran pimpinan termasuk kepala bagian
dan direktur marketing di STP Sahid ikut
berperan dalam menentukan pilihan
alternatif strategi yang harus dilaksanakan
terlebih dahulu dari keseluruhan alternatif
strategi yang telah dirumuskan sebelumnya.
Jumlah alternatif strategi tersebut adalah 12
alternatif strategi
Tabel 4.15
Alternatif Strategi
No Alternatif Strategi
1 Pengembangan kurikulum berbasis KKNI dalam menghadapi MEA
2 Bekerjsama dengan industri untuk mengadakan pelatihan dan pengembangan dosen
3 Pengembangan produk sesuai minat pasar
4 Meningkatkan kualitas pengajaran berbasis IT (Online. On campus, On work place)
5 Menciptakan one stop solution untuk masalah yang dihadapi mahasiswa yang berbasis
IT
6 Terlibat dalam event – event (Lomba Nasional /internasional)
7 Memanfaatkan mahasiswa darmasiswa untuk masuk ke SMK/SMA dengan cara
pertukaran budaya
8 Memanfaatkan mahasiswa reguler untuk kembali ke SMK/SMA tempat asalnya untuk
dapat mensosialisasikan tentang STP Sahid
9 Memperbaiki dan menambahkan fasilitas serta memaksimalkan pemeliharaan untuk
menciptakan harga yang kompetitf
10 Meningkatkan media promosi
11 Menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah / sekolah / perusahaan dalam bentuk
berupa hibah atau beasiswa
12 Meningkatkan kualitas pendidik dengan memanfaatkan universitas yang bekerjasama
(Seminar, pertukaran, pelatihan)
Sumber : Data Olahan Hasil Kuesioner, Februari 2017
Selanjutnya peneliti mendistribusikan
kembali kuesioner kepada 4 (Empat) orang
pimpinan, dan 1 kepala bagian untuk
memilih 5 (lima) alternatif strategi terpilih
yang merupakan jumlah alternatif strategi
terpilih yang cukup, karena minimum yang
harus dijalankan oleh perusahaan seperti
yang disampakan oleh David (2006) adalah
2 (dua) alternatif strategi terpilih. Dan hasil
dari kuesioner tesebut adalah seperti
terlihat dalam tabel
Dari hasil tersebut didapat 5 (Lima)
alternatif strategi terpilih, dan didapatkan
hasil sebagai berikut :
Tabel
5 (lima) Alternatif Strategi Terpilih
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2, No. 2,p.111-128
@STPS 2017, All Rights Reserved
124 J-STP Vol.2 No. 2 | Juni 2017
No Alternatif Strategi Terpilih
1 Memperbaiki dan menambahkan fasilitas serta memaksimalkan
pemeliharaan untuk menciptakan harga yang kompetitf
2 Menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah / sekolah /
perusahaan dalam bentuk berupa hibah atau beasiswa
3 Pengembangan kurikulum berbasis KKNI dalam menghadapi MEA
4 Pengembangan produk sesuai minat pasar
5 Memanfaatkan mahasiswa reguler untuk kembali ke SMK/SMA
tempat asalnya untuk dapat mensosialisasikan tentang STP Sahid
Sumber: Data Olahan Hasil Kuesioner, Februari 2017
P e r h i t u n g a n Q u a n t i t a t i v e S t r a t e g y P l a n n i n g M a t r i x ( Q S P M ) U n t u k P r i o r i t a s P e l a k s a n a a n A l t e r n a t i f S t r a t e g i T e r p i l i h
Secara konsep, QSPM menentukan
daya tarik relatif dari berbagai strategi
berdasarkan seberapa jauh faktor
keberhasilan kunci internal dan eksternal
dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik
relatif dari masing – masing strategi dalam
satu set alternatif dihitung dengan
menentukan pengaruh kumulatif dari
masing – masing faktor keberhasilan kunci
eksternal dan internal, tetapi hanya strategi
dalam set yang sama dapat dievaluasi satu
sama lainnya.
Tabel 4.17
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2, No. 2,p.111-128
@STPS 2017, All Rights Reserved
125 J-STP Vol.2 No. 2 | Juni 2017
Perhitungan Alternatif Strategi Terpilih dengan QSPM
QS
No. Faktor Kunci Bobot AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS
6.92 7.28 6.24 7.24 6.08Total Nilai Daya Tarik (STAS)
Alternatif Strategi Terpilih
Memperbaiki
dan
menambahkan
fasilitas serta
memaksimalkan
pemeliharaan
untuk
menciptakan
harga yang
kompetitf
Menjalin
kerjasama
dengan
pemerintah
daerah / sekolah
/ perusahaan
dalam bentuk
berupa hibah
atau beasiswa
Pengembangan
kurikulum
berbasis KKNI
dalam
menghadapi
MEA
Pengembangan
produk sesuai
minat pasar
Memanfaatkan
mahasiswa
reguler untuk
kembali ke
SMK/SMA
tempat asalnya
untuk dapat
mensosialisasika
n tentang STP
Sahid
Sumber : Olahan Data Peneliti, 2017
Berdasarkan perhitungan QSPM
untuk 5 (lima) alternatif strategi terpilih agar
didapatkan prioritas utama dalam
pelaksanaan masing – masing alternatif
strategi tersebut. Dan setelah melalui proses
yang cukup panjang dalam penentuan
prioritas utama dari alternatif strategi
tersebut yang dilakukan melalui kuesioner
dan FGD oleh 5 (Lima) responden kepada
level pimpinan, dan Direktur Marekting
unit di lingkungan Sekolah Tinggi
Pariwisata Sahid Jakarta. Maka didapatkan
hasil akhir dari perhitungan tersebut untuk
menentukan skala prioritas alternatif
strategi yang harus dilaksanakan STP Sahid
Jakarta yang pertama, kedua dan
seterusnya. Data – data tersebut adalah:
Tabel 4.18
Urutan Skala Prioritas Alternatif Strategi Terpilih Berdasarkan Perhitungan QSPM
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2, No. 2,p.111-128
@STPS 2017, All Rights Reserved
126 J-STP Vol.2 No. 2 | Juni 2017
No.
Urut
Skala
Prioritas
Alternatif Strategi Terpilih Jml
Skor
QSPM
1 Menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah / sekolah /
perusahaan dalam bentuk berupa hibah atau beasiswa
7,28
2 Pengembangan produk sesuai minat pasar 7,24
3
Memperbaiki dan menambahkan fasilitas serta
memaksimalkan pemeliharaan untuk menciptakan harga
yang kompetitf
6,92
4 Pengembangan kurikulum berbasis KKNI dalam
menghadapi MEA
6,24
5 Memanfaatkan mahasiswa reguler untuk kembali ke
SMK/SMA tempat asalnya untuk dapat mensosialisasikan
tentang STP Sahid
6,08
Sumber: Data Olahan Hasil FGD, Maret 2017
K E S I M P U L A N D A N S A R A N
K e s i m p u l a n
Berdasarkan penjelasan materi pada
bab lima diatas yang didukung oleh teori –
teori yang relevan dan data – data yang valid
melalui kuesioner terhadap 166 responden,
selain itu untuk mendapatkan hasil yang
akurat dalam penentuan pemilihan
alternatif strategi, juga melibatkan 5 (Lima)
orang unsur pimpinan, dan Direktur
Marketing STP Sahid melalui Focus Group
Discussion (FGD). Dan hasil tersebut dapat
disimpulkan:
1. Strategi pemasaran yang telah dilakukan
oleh tim marketing STP Sahid terdiri
dari, Cross Culture Darmasiswa sebesar
11%, Kunjungan Sekolah 25%, Event
Meet and Greet dan Seminar
Pendidikan 3%, Pameran Interfood
JIExpo 18%, Sales Call 11%, kirim fax
11%, Sms Blast peserta pameran 18%
2. 5 (lima) alternatif strategi terpilih yang
selanjutnya di hitung melalui
Quantitative Strategic Planning Matrix
(QSPM) untuk menentukan skala
prioritas pelaksanaan strategis bisnis
STP Sahid dalam rangka mendongkrak
perolehan jumlah mahasiswa dari tahun
ke tahun. Finalnya didapatkan data
seperti tersebut dibawah ini dengan
urutan paling atas dan seterusnya
merupakan urutan yang paling pertama
dilakukan STP Sahid
a. Menjalin kerjasama dengan
pemerintah daerah / sekolah /
perusahaan dalam bentuk berupa
hibah atau beasiswa dengan jumlah
skor 7,28
b. Pengembangan produk sesuai minat
pasar dengan jumlah skor 7,24
c. Memperbaiki dan menambahkan
fasilitas serta memaksimalkan
pemeliharaan untuk menciptakan
harga yang kompetitif dengan
jumlah skor 6,92
d. Pengembangan kurikulum berbasis
KKNI dalam menghadapi MEA
dengan jumlah skor 6,24
e. Memanfaatkan mahasiswa reguler
untuk kembali ke SMK/SMA
tempat asalnya untuk dapat
mensosialisasikan tentang STP
Sahid dengan jumlah skor 6,08
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2, No. 2,p.111-128
@STPS 2017, All Rights Reserved
127 J-STP Vol.2 No. 2 | Juni 2017
S a r a n
Setelah melakukan pengamatan
langsung dan mengacu pada hasil penelitian
serta pembahasan yang telah dilakukan,
maka ada beberapa saran yang diharapkan
kan menjadi masukan yang bermanfaat bagi
STP Sahid:
1. Bagian marketing perlu dilibatkan
dalam penentuan menentukan strategi
harga (Price Strategy) hal ini
dikarenakan elemen harga merupakan
nyawa utama dalam menjalankan roda
organisasi, oleh karena itu diharapakan
Pihak STP Sahid dapat mengelola
keuangannya sesuai dengan strategi
yang akan dilaksanakan sehingga
konsumen dapat merasakan kesesuaian
harga dengan uang yang dikeluarkan
(value for money)
2. STP Sahid harus menjalin kembali dan
memperluas kerjasama yang telah
terjalin dan sempat terputus dengan
jaringan Ikatan Alumni STP Sahid
SMK – SMK dan pemerintah daerah,
yang sekaligus melakukan
pengembangan produk sesuai dengan
kerjasama tersebut agar dapat
meningkatkan jumlah mahasiswa baru
dan pendapatan STP Sahid
D A F T A R P U S T A K A
Alma, B. (2000)Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Cetakan ke
empat. Bandung : Alfabet.
_______. (2004). Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Cetakan ke
tujuh. Bandung : Alfabet.
Anwar, Dedik Fatul. (2014). Thesis Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan Dalam Meningkatkan Peminat Layanan Pendidikan Di Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta.
ANALISA ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY (WTP)
PENGUNJUNG DI MONUMEN NASIONAL JAKARTA
Analysis Ability To Pay (ATP) And Willingness To Pay (WTP) of Visitors In National
Monument Jakarta
Nicko Gana Saputra1), Asep Parantika2)
Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid
Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Monumen Nasional Jakarta yang lebih dikenal dengan nama Tugu Monas merupakan salah satu
dari monument peringatan yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat
Indonesia melawan penajajah Belanda. Jumlah kunjungan sebanyak 274.286 wisatawan pada tahun
2016 atau naik 13,4% dari tahun 2015. Namun seiring berkembangnya objek wisata di Jakarta,
menyebabkan semakin banyak alternatif pilihan berwisata, sehingga Monumen Nasional Jakarta
harus memperbanyak jumlah pengunjung dengan kondisi fasilitas dan kualitas pelayanan yang masih
kurang baik. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan keamanan di lingkungan objek wisata,
maka Monumen Nasional Jakarta perlu menetapkan harga tiket masuk dengan mengetahui
kemampuan membayar (Ability To Pay) dan kemauan membayar (Willingness To Pay) pengunjung
demi pelayanan jasa dan keamanan yang diberikan. Metode pengumpulan data dengan melakukan
observasi dan penyebaran kuesioner kepada pengunjung lokal. Pengukuran Ability To Pay
menggunakan metode household budget dan Willingness To Pay menggunakan metode state
preference. Hasil penelitian yaitu estimasi nilai rata – rata ATP sebesar Rp. 73.750 dan nilai rata –
rata WTP sebesar Rp. 17.620, dengan 85% responden bersedia membayar lebih untuk peningkatan
keamanan.
Kata kunci : Monumen Peringatan, Kemampuan Membayar, Kemauan Membayar
ABSTRACT
Monumen Nasional Jakarta known as Monas is one of the memorial monument was honor in
memory of the resistance and Indonesian people’s struggle against Dutch colonialists. In 2016 the
number of visits was 274.286 travelers, up 13,4% from previous year 2015. With a growing new
attraction in Jakarta, more alternative attraction was influence the traveler, it so Monumen Nasional
Jakarta should increase the number of visitors to the condition of minimum facilities and low quality
of service. To improve its quality of service and security, Monumen Nasional Jakarta have to assign
the entrance ticket relating to Ability To Pay and Willingness To Pay of visitors. Survey to the local
visitors is conducted as the research method for this study. The writer employs household budget
method to measure ATP and state preference method to measure WTP. The research finds that
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.1, No. 1,p.129-145
@STPS 2017, All Rights Reserved
130 J-STP Vol.2 No.2 | Juni 2017
estimate of average value for ATP is IDR. 73.750 and estimate of average value for WTP is IDR.
17.620, in which 85% respondents are willing to pay more for security improvement.
Key words : Memorial Monument, Ability To Pay, Willingness To Pay
Riwayat Artikel:
Diajukan 16 Februari 2017
Direvisi 06 April 2017
Diterima 12 Mei 2017
P E N D A H U L U A N
Indonesia sebagai negara agraris
memiliki kekayaan alam yang dapat
dimanfaatkan oleh berbagai sektor,
diantaranya adalah sektor
pariwisata.Pariwisata merupakan salah satu
sektor yang menjadi tumpuan bagi
pemerintah untuk meningkatkan kondisi
perekonomian negara.Timbulnya kegiatan
berwisatasebagai bagian terpenting dari
kebutuhan masyarakat negara maju dan
masyarakat perkotaan pada negara
berkembang seperti Indonesia juga
disebabkan oleh rutinitas pekerjaan dan
kehidupan yang cenderung monoton.
Seiring dengan perkembangan dalam era
globalisasi dan peningkatan taraf serta gaya
hidup masyarakat, mengakibatkan
munculnya fenomena bergesernya kebutuhan
masyarakat dari pemenuhan kebutuhan
primer ke pemenuhan kebutuhan sekunder
dan tersier. Saat ini, masyarakat sebagai
konsumen membutuhkan produk yang dapat
memenuhi kebutuhan mereka akan hiburan
dan kesenangan. Peningkatan kebutuhan
konsumen akan jasa wisata berakibat pada
semakin meningkatnya jumlah kunjungan
wisatawan.
Salah satu daerah tujuan wisata yang
menjadi andalan pariwisata Indonesia adalah
DKI Jakarta.DKI Jakarta merupakan salah
satu provinsi dengan sektor pariwisata yang
berkembang.Mulai dari wisata bahari, wisata
pendidikan, wisata sejarah, wisata budaya,
wisata belanja sampai wisata
kuliner.Perkembangan pariwisata DKI
Jakarta ini ditunjang dengan keberadaan
fasilitas, infrastruktur, dan aksesibilitas yang
mudah menuju Jakarta, sehingga
menyebabkan peningkatan jumlah kunjungan
wisatawan yang dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Jumlah KunjunganWisatawan Ke
Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2010-2016
Sumber :Badan Pusat Statistik Provinsi DKI
Jakarta, 2017
Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota
Negara Republik Indonesia dan kota
metropolitan harus mampu tampil terdepan
dan mandiri dalam mengemban kualitas
kesejahteraan seluruh warga kotanya melalui
kegiatan kepariwisataan. Oleh karena itu
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
menetapkan Peraturan Daerah Nomor 10
Tahun 2004 tentang Kepariwisataan yang
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Wisatawan Nusantara
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.1, No. 1,p.129-145
@STPS 2017, All Rights Reserved
131 J-STP Vol.2 No.2 | Juni 2017
ditujukan untuk mengembangkan pariwisata
yang sistemik, multi-sektoral, multi-disiplin,
dinamis dan terintegrasi dengan
pembangunan Jakarta secara keseluruhan.
Penetapan Perda ini dapat menjadi acuan
dalam mewujudkan Provinsi DKI Jakarta
menjadi destinasipariwisata yang memiliki
keunikan dan daya saing yang baik dalam
tataran nasional, regional maupun global,
sehingga sektor kepariwisataan dapat
memberi kontribusi dalam meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah, memperluas dan
melakukan pemerataan kesempatan
usahadan lapangan pekerjaan serta
mendorong laju pertumbuhan pembangunan
Provinsi DKI Jakarta.
Pada tahun 2015, DKI Jakarta tercatat
memiliki 440 usaha di bidang akomodasi,
2.913 usaha perjalanan wisata (travel), 5.704
usaha penyediaan pelayanan makanan dan
minuman, 1.802 usaha hiburan dan rekreasi,
serta 765 usaha jasa konvensi dan impresariat
bidang pariwisata. DKI Jakarta juga memiliki
65 objek wisata yang tersebar di 5 wilayah
kotamadya. Objek wisata yang dimiliki DKI
Jakarta tersebut diantaranya pantai, museum,
istana, balai seni, gedung kesenian, bangunan
bersejarah, planetarium, monumen nasional,
rumah ibadah, kebun binatang, wisata air,
wisata budaya, bumi perkemahan, dan
lainnya. DKI Jakarta juga memiliki 8 objek
wisata unggulan, dengan jumlah pengunjung
yang terus meningkat setiap
tahunnya.Kedelapan objek wisata tersebut
beserta jumlah kunjungan wisatawan dapat
dilihat pada tabel 1.2berikut :
Tabel 1.2Jumlah Kunjungan Wisatawan ke
Objek Wisata Unggulan Menurut Lokasi,
Tahun 2011-2016
Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi DKI Jakarta, 2017
Tabel 1.2 di atas, menunjukkan bahwa
Taman Impian Jaya Ancol, Taman Mini
Indonesia Indah, Taman Margasatwa
Ragunan, dan Monumen Nasional adalah
Empat objek wisata yang paling unggul di
Jakarta. Keempat objek wisata ini memiliki
keunikan yang berbeda, salah satunya adalah
Monumen Nasional Jakarta
(MNJ).Monumen Nasional Jakarta atau yang
lebil dikenal dengan nama Tugu
Monasmenjadi ”icon” Jakarta karena
merupakan salah satu dari monumen
peringatan yang didirikan untuk mengenang
perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia
melawan penjajah Belanda. Selain bentuknya
yang unik, monumen ini juga terletak di
pusat kota Jakarta. Monas selalu ramai
dikunjungi wisatawan terutama pada hari
libur untuk melihat keindahan kota Jakarta
dari puncak Monas yang dilapisi emas.
Objek wisata MNJ jugamerupakan wisata
edukasi mengenai sejarah perjuangan bangsa
dalam mempertahankan
kemerdekaan.Monumen Nasional Jakarta
adalah monumen peringatan setinggi 132
meter (433 kaki) yang didirikan untuk
mengenang perlawanan dan perjuangan
rakyat Indonesia untuk merebut
kemerdekaan dari pemerintahan kolonial
Hindia Belanda. Pembangunan monumen
ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di
0
5000000
10000000
15000000
20000000
25000000
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kunjungan wisatawan ke objek wisata
Ancol
TMII
Ragunan
MNJ
Lainnya
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.1, No. 1,p.129-145
@STPS 2017, All Rights Reserved
132 J-STP Vol.2 No.2 | Juni 2017
bawah perintah Presiden Soekarno, dan
dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli
1975. Tugu ini dimahkotai lidah api yang
dilapisi lembaran emas yang melambangkan
semangat perjuangan yang menyala – nyala.
Monumen Nasional Jakarta Terletak tepat
ditengah Lapangan Merdeka, Jakarta Pusat.
Monumen dan Museum ini dibuka setiap
hari mulai pukul 08.00 – 15.00 Waktu
Indonesia Barat.Namun jumlah kunjungan
wisatawan yang berkunjung ke MNJ
cenderung mengalami penurunan, Tabel 1.2
menunjukkan bahwa MNJ hanya mendapat
kunjungan wisatawan dibawah 3juta bahkan
tidak pernah mencapai 3juta
pengunjung.Sangat disayangkan bahwa MNJ
yang menjadi icon Jakarta dibanding Taman
Impian Jaya Ancol namun belum mendapat
perhatian dan kesadaran lebih dari wisatawan
untuk mengunjunginya.
Pada hari Senin pekan terakhir setiap
bulannya ditutup untuk umum.Pengunjung
tempat ini cenderung tidak stabil karena
memiliki perbedaan yang jauh pada periode
tertentu.Berdasarkan data jumlah pengunjung
Tahun 2016 pada Tabel 1.3, pengunjung
MNJ lebih banyak pada saat peak season di
bulan Agustus dan Desember.
Tabel 1.3 Jumlah Pengunjung
Monumen Nasional Tahun 2016
Sumber :BLUD Monumen Nasional Jakarta,
2016
Seiring dengan berkembangnya objek
wisata yang ada di Jakarta, menyebabkan
semakin banyak alternatif pilihan untuk
berwisata, maka akan semakin banyak pula
peluang wisatawan untuk berpindah dari satu
objek wisata ke objek wisata lain. Tantangan
bagi MNJ saat ini adalah mempertahankan
dan memperbanyak jumlah pengunjung
dengan kenaikan yang signifikan tiap
tahunnya.Dalam menarik wisatawan, objek
wisata harus senantiasa melihat kualitas guna
meningkatkan pendapatandari kunjungan
wisatawan ke objek wisata tersebut.Kualitas
pelayanandan harga yang bersaing di
MNJdiharapkandapat meningkatkan
kepuasan pengunjung. Karena dengan
kepuasan yang tinggi, maka jumlah
pengunjung akan cenderung bertambah
dikarenakan ada minat untuk datang
kembali.
Kondisi saat ini di MNJ, kurang
terpeliharanya objek wisata, terlihat banyak
sampah dan fasilitas pendukung yang kurang
terawat.Toilet umum yang tersedia, banyak
yang tidak berfungsi dengan baik.Selain itu,
ketiadaan brosur yang dilengkapi dengan
denah amat dirasakan pengunjung yang baru
pernah datang ke MNJ.Seharusnya MNJ
menyediakan brosur lengkap dengan denah
atau tata letak lokasi dan brosur diberikan
pada saat pengunjung membeli karcis masuk.
Monumen Nasional Jakarta memiliki
harga tiket masuk yang relatif murah, yaitu
hanya Rp. 20.000 untuk dewasa dan Rp.
10.000 untuk anak-anak.Dalam usaha untuk
menambah pendapatan demi menutupi biaya
operasional serta peningkatan kualitas, harga
tiket masuk objek wisata maupun tiket atraksi
lainnya merupakan sumber yang
signifikan.Harga tiket yang optimal akan
sangat membantu MNJ dalam
mengembangkan objek wisatanya menjadi
lebih baik, dan mampu meningkatkan
kualitasnya.Dalam menetapkan harga tiket
0
100000
200000
300000
Jumlah Pengunjung MNJ 2016
Jumlah Pengunjung Lokal MNJ
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.1, No. 1,p.129-145
@STPS 2017, All Rights Reserved
133 J-STP Vol.2 No.2 | Juni 2017
perlu dibandingkan dengan kemampuan dan
kemauan pengunjung untuk membayar
sejumlah uang demi pelayanan jasa yang
diberikan. Karena besarnya Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP) mempengaruhi tingkat konsumtif
pengunjung.
R U M U S A N M A S A L A H
Berdasarkan gambaran latar belakang
dan identifikasi permasalahan di atas, maka
dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Berapa besar nilai Ability To Pay
(ATP) dan Willingness To Pay (WTP)
pengunjung Monumen Nasional
Jakarta?
2. Bagaimana ATP dan WTP
pengunjung Monumen Nasional
Jakarta terhadap harga tiket?
3. Berapa persen (%) pengunjung
bersedia mengeluarkan biaya lebih
untuk peningkatan keamanan di
Monumen Nasional Jakarta?
T I N J A U A N P U S T A K A
P a r i w i s a t a
Spillane (2002:21), pariwisata adalah
perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain,
bersifat sementara, dilakukan perorangan
maupun kelompok, sebagai suatu usaha
mencari keseimbangan atau keserasian dan
kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam
dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.
Swarbrooke and Horner (2007:4)
menjelaskan bahwa, “Tourism as a short-
term movement of people to places some
distance away from their normal place of
residence to indulge in pleasurable activities.”
Menurut Marpaung (2002:13), pariwisata
adalah perpindahan sementara
yangdilakukan manusia dengan tujuan keluar
dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluardari
tempat kediaman. Aktivitas dilakukan selama
mereka tinggal di tempat yangdituju dan
fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan
mereka.
Damanik dan Weber (2006:1),
pariwisata dalam arti luas adalah suatu
kegiatan rekreasi di luar domisili untuk
melepaskan diri dari pekerjaaan rutin atau
mencari suasana yang lain. Sebagai suatu
aktifitas, pariwisata telah menjadi bagian
terpenting dari kebutuhan dasar masyarakat
negara maju dan sebagian kecil masyarakat
negara berkembang.Pariwisata semakin
berkembang sejalan dengan perubahan-
perubahan sosial, budaya, ekonomi, dan
teknologi.
Berdasarkan penjelasan yang dikutip
dari para ahli tentang pariwisata, penulis
menyimpulkan bahwa pariwisata adalah
kegiatan atau aktifitas perjalanan yang
dilakukan oleh perorangan atau kelompok
dari suatu tempat ke tempat lainnya, dengan
tujuan liburan atau rekreasi.
Perkembangan pariwisata merupakan
suatu dampak yang diakibatkan oleh rutinitas
pekerjaan dan pola hidup yang cenderung
monoton.Sehingga pariwisata menjadi suatu
solusi untuk membebaskan masyarakat dari
masalah tersebut.Pariwisata juga merupakan
suatu fenomena pergerakan manusia, barang,
dan jasa yang sangat kompleks.Hal ini juga
terkait erat dengan organisasi, hubungan
kelembagaan dan individu, kebutuhan
layanan, penyediaan kebutuhan layanan, dan
sebagainya.
Berdasarkan undang-undang No. 10
tahun 2009 tentang kepariwisataan Bab 1
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.1, No. 1,p.129-145
@STPS 2017, All Rights Reserved
134 J-STP Vol.2 No.2 | Juni 2017
Pasal 1, disebutkan bahwa pariwisata adalah
berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
Ada beberapa pengertian dasar tentang
kepariwisataan yang terdapat didalam
undang-undang ini antara lain :
1. Wisata adalah kegiatan perjalanan
yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk
tujuan rekreasi, pengembangan
pribadi, atau mempelajari keunikan
daya tarik wisata yang dikunjungi
dalam jangka waktu sementara.
2. Usaha Pariwisata adalah usaha yang
menyediakan barang dan/atau jasa
bagi pemenuhan kebutuhan
wisatawan dan penyelenggaraan
pariwisata.
3. Daya Tarik Wisata adalah segala
sesuatu yang memiliki keunikan,
keindahan, dan nilai yang berupa
keanekaragaman kekayaan alam,
budaya, dan hasil buatan manusia
yang menjadi sasaran atau tujuan
kunjungan wisatawan.
H a r g a
Menurut Alma (2007:169), harga adalah
nilai suatu barang yang dinyatakan dengan
uang. Sedangkan menurut Kotler (2002:107),
mengemukakan bahwa harga adalah jumlah
uang yang ditetapkan oleh produk untuk
dibayar oleh konsumen atau pelanggan guna
menutupi biaya produksi, distribusi dan
penjualan pokok termasuk pengembalian
yang menandai atas usaha dan resikonya.
Menurut Tjiptono (2007:151), harga
merupakan komponen yang berpengaruh
langsung terhadap laba perusahaan. Menurut
Husein (2003), harga adalah sejumlah nilai
yang ditukarkan konsumen dengan manfaat
dari memiliki atau menggunakan produk
barang atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh
pembeli dan penjual melalui tawar–menawar
atau ditetapkan oleh penjual untuk suatu
harga yang sama terhadap seorang pembeli.
Menurut Swarbrooke dan Horner
(2007:182), Pricing is often used as a competitive advantage tool in tourism in a number of ways to try and influence consumers in their purchasing patterns.
Menurut Lupiyoadi dan Hamdani
(2006:99), bila suatu produk mengharuskan
konsumen mengeluarkan biaya yang lebih
besar dibanding manfaat yang diterima, maka
yang terjadi adalah bahwa produk tersebut
memiliki nilai negatif. Konsumen mungkin
akan menganggap sebagai nilai yang buruk
kemudian akan mengurangi konsumsi
terhadap produk tersebut. Bila manfaat yang
diterima lebih besar, maka yang akan terjadi
adalah produk tersebut memiliki nilai positif.
Menurut Petrovic (2007:192), The price in tourism economy is an extremely important element which determines consumer preferences and represents the means for competition on the tourism market.
Menurut Schiffman & Kanuk
(2000:51), persepsi adalah suatu proses dari
seseorang individu dalam menyeleksi,
mengorganisasikan, dan menterjemahkan
stimulus-stimulus atau informasi yang datang
menjadi suatu gambaran yang menyeluruh.
Dengan demikian penilaian terhadap harga
suatu produk wisata dikatakan mahal, murah
atau biasa saja dari setiap individu yang
dilatarbelakangi oleh lingkungan kehidupan
dan kondisi individu.Dalam kenyataannya
pengunjung dalam menilai harga produk
wisata, sangat tergantung bukan hanya dari
nilai nominal secara absolut tetapi melalui
persepsi mereka pada harga. Menurut
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.1, No. 1,p.129-145
@STPS 2017, All Rights Reserved
135 J-STP Vol.2 No.2 | Juni 2017
Rangkuti (2006:32), harga yang rendah
menimbulkan persepsi produk tidak
berkualitas, sebaliknya harga yang tinggi
menimbulkan persepsi produk tersebut
berkualitas.
Harga dalam bidang wisata tidak selalu
harga yang lebih tinggi akan mempengaruhi
jumlah permintaan, karena ada pengunjung
yang mempertimbangkan aspek lain selain
harga. Oleh karena itu, pengelola wisata
harus mengetahui karakteristik pengunjung
dan selanjutnya pemasar produk wisata
berupaya menyajikan wisata yang sesuai
karakteristik pengunjung.Berdasarkan
pendapat Hermawan (2002:22), bahwa
indikator dari harga dapat dinyatakan dalam
penilaian konsumen terhadap besarnya
pengorbanan finansial yang diberikan dalam
kaitannya dengan spesifikasi yang berupa
kualitas produk.Oleh karena itu dalam
penelitian ini harga diukur dengan
menggunakan indikator yaitu keterjangkauan
harga tiket, kekompetitifan harga tiket, dan
kesesuaian harga tiket.
W i s a t a w a n / P e n g u n j u n g
Dalam Undang-Undang RI No.10
Tahun 2009, disebutkan Wisatawan adalah
orang yang melakukan wisata. Menurut Yoeti
(1996:143-145), wisatawan diklasifikasikan
sebagai berikut:
1) Wisatawan asing (foreign tourist), adalah orang asing yang melakukan
perjalanan wisata, yang datang
memasuki suatu negara lain yang
bukan merupakan negara dimana
iabiasanya tinggal.
2) Wisatawan domestik asing (domestic foreign tourist), adalah orang asing
yang berdiam atau bertempat tinggal
pada suatu negara, yang melakukan
perjalanan wisata di wilayah negara
dimana ia tinggal. 3) Wisatawan domestik (domestic
tourist), adalah wisatawan dalam
negeri, yaitu warga negara yang
melakukan perjalanan wisata dalam
batas wilayah negaranya tanpa
melewati batas negaranya.
4) Wisatawan pribumi (indigeneous foreign tourist), adalah warga negara
suatu negara tertentu, yang karena
tugas atau jabatannya di luar negeri,
pulang ke negara asalnya dan
melakukan perjalanan wisata di
wilayah negaranya sendiri.
5) Wisatawan transit (transit tourist), adalah wisatawan yang sedang
melakukan perjalanan wisata ke suatu
negara tertentu, yang menumpang
kapal udara atau kapal laut ataupun
kereta api, yang terpaksa mampir atau
singgah pada suatu
bandara/pelabuhan/stasiun bukan
atas kemauannya sendiri.
6) Wisatawan bisnis (business tourist), adalah orang yang melakukan
perjalanan yang mengadakan
perjalanan untuk tujuan lain bukan
wisata, tetapi perjalanan wisata akan
dilakukannya setelah tujuan utamanya
selesai. Smith (1997:124-125), mengelompokkan
wisatawan atas dasar pengaruh sosial dan
ekonomi yang ditimbulkan terhadap
masyarakat lokal, daerah tujuan wisata,
norma-norma yang berlaku menjadi tujuh
kategori, sebagai berikut:
1) Explorer-type tourist, wistawan yang
bertujuan untuk menemukan sesuatu
yang terkait dengan ilmu
pengetahuan. Jumlah wisatawan yang
tergolong dalam tipe ini sangat sedikit
dan mereka melakukan kontak yang
intensif dengan masyarakat setempat.
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.1, No. 1,p.129-145
@STPS 2017, All Rights Reserved
136 J-STP Vol.2 No.2 | Juni 2017
2) Elite tourist, kelompok wisatawan
kaya yang banyak melakukan kegiatan
berbelanja. Mereka biasanya
menggunakan jasa biro perjalanan
dan ditemani oleh seorang pemandu.
Wisatawan jenis ini mempunyai lama
tinggal yang relatif singkat.
3) Off –beat tourist, wisatawan petualang
yang bertujuan untuk mencari
tempat-tempat yang sepi dan jauh dari
pusat keramaian, misalnya mengikuti
acara hunting safari.
4) Unsual tourist, wisatawan yang
melakukan perjalanan sehari (one day package tour) untuk mengunjungi
tempat-tempat yang primitif dan
mengamati budaya-budaya yang
masih asli.
5) Incipient mass tourist, wisatawan yang
melakukan perjalanan dalam
kelompok (group) kecil dengan
menggunakan bus-bus wisata dan
menginap pada hotel-hotel
berbintang, Mereka sering melakukan
keluhan (complaint) apabila
pelayanan yang diberikan kurang
memuaskan.
6) Mass tourist, wisatawan yang
tergolong dalam tipe ini melakukan
perjalanan wisata secara kontiyu
sepanjang tahun. Mereka tergolong
orang kelas menengah dan biasanya
menginap pada hotel kecil. Jumlah
wisatawan jenis ini sangat banyak
dengan tinggal di daerah tujuan wisata
beberapa minggu.
7) Charter tourist, Kelompok wisatawan
ini menginginkan kawasan yang maju
dan kosmopolitan dengan berbagai
fasilitas yang lengkap sesuai dengan
kebutuhannya. Biasanya mereka
menggunakan hari liburnya pada
akhir pekan untuk menikmati
keyamanan dan keindahan
lingkungan.
M E T O D O L O G I P E N E L I T I A N
L o k a s i d a n W a k t u P e n e l i t i a n
Penelitian dilakukan di Monumen
Nasional Jakarta yang berlokasi di Kota
Jakarta Pusat.Waktu Penelitian dilaksanakan
selama 5 bulan, dimulai 27 Agustus 2016
hingga 27 Januari 2017
M e t o d e P e n e l i t i a n
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode Survey State Preference.Survei dilakukan dengan
cara menyebarkan kuesioner yang berfungsi
untuk mengumpulkan data dari pengunjung
berupa kemampuan membayar dan
keinginan membayar. Perancangan kuesioner
dibagi menjadi empat bagian yaitu
karakteristik responden, ATP, WTP dan
harapan responden.
1. Kuesioner Karakterisktik Pengunjung
Kuesioner ini dirancang untuk
mengetahui karakteristik dari
responden pengunjung Monumen
Nasional Jakarta, dengan
menanyakan umur, jenis kelamin,
jumlah kunjungan, frekuensi
kunjungan, alat transportasi yang
paling sering digunakan, alternatif alat
transportasi yang biasa dipilih, waktu
tempuh menuju Monumen nasional,
posisi tempat tinggal/asal, maksud
perjalanan, jumlah keluarga yang
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.1, No. 1,p.129-145
@STPS 2017, All Rights Reserved
137 J-STP Vol.2 No.2 | Juni 2017
ditanggung dan biaya satu kali
perjalanan ke Monumen Nasional.
2. Kuesioner Ability To Pay (ATP)
ATP adalah kemampuan membayar
dari masyarakat atas imbalan
terhadap barang atau jasa yang
dinikmati berdasarkan pendapatan
yang dianggap ideal. Faktor – faktor
yang digunakan untuk menentukan
ATP adalah total pendapatan
responden, alokasi pendapatan untuk
berwisata, dan alokasi biaya ke
Monumen Nasional.
3. Kuesioner Willingness To Pay (WTP)
WTP dapat didefinisikan sebagai
besaran rata – rata rupiah yang
bersedia dikeluarkan oleh
pengunjung sebagai pembayaran
objek wisata yang
dinikmatinya.Pendekatan yang
digunakan dalam analisis WTP
didasarkan atas harga tiket Monumen
Nasional Jakarta yang
diharapkan.Variabel – variabel yang
digunakan untuk menentukan WTP
terhadap pelayanan Monumen
Nasional Jakarta adalah harga tiket
yang diharapkan, prioritas pelayanan
yang diharapkan, dan kemauan
membayar lebih untuk peningkatan
keamanan.
4. Kuesioner Harapan Responden
Kuesioner ini dirancang untuk
mengetahui penilaian pengunjung
terhadap pelayanan yang
diharapkan.Kuesioner ini digunakan
untuk pemilihan prioritas kualitas
pelayanan.
U n i t A n a l i s i s
Unit analisis dalam penelitian ini adalah
individu yaitu wisatawan domestik yang
berkunjung ke Monumen Nasional Jakarta,
sedang Unit observasi dalam penelitian ini
adalah Monumen Nasional Jakarta.
V a r i a b e l P e n e l i t i a n
Penentuan variabel penelitian pada
Ability To Pay (ATP) yaitu penghasilan
keluarga per bulan, alokasi biaya berwisata,
intensitas berwisata, dan jumlah anggota
keluarga. Sedangkan variabel penelitian
untuk Willingness To Pay (WTP) yaitu
terdiri dari produk yang ditawarkan, kualitas
dan kuantitas pelayanan yang disediakan,
utilitas atau maksud pengunjung terhadap
objek wisata dan penghasilan pengunjung
perbulan. Variabel – variabel ini selanjutnya
akan digunakan untuk membentuk
kuesioner.
S a m p e l
MNJ mempunyai populasi bervariasi,
berbeda karakter dan bersifat heterogen,
maka sampel yang digunakan dalam
penelitian ini sebanyak 100 responden
dengan pertimbangan bahwa jumlah sampel
tersebut dapat mewakili populasi.
Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah purposive sampling
methode. Syarat-syarat yang ditentukan untuk
responden adalah sebagai berikut :
1) Orang yang sedang berkunjung ke
MNJ dan pernah berkunjung
minimal 1 kali sebelumnya. Hal ini
didasarkan atas asumsi bahwa
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.1, No. 1,p.129-145
@STPS 2017, All Rights Reserved
138 J-STP Vol.2 No.2 | Juni 2017
pengunjung yang sedang berkunjung
dapat memberikan jawaban atas
penilaian secara langsung.
2) Berusia minimal 17 tahun. Hal ini
didasarkan bahwa responden sudah
mandiri dan mampu dalam
memberikan jawaban karena
dianggap telah dewasa.
3) Responden bukan karyawan dari
MNJ
D a t a P r i m e r
Dalam penelitian ini, data primer
didapat dari hasil wawancara dan juga hasil
pengisian kuesioner oleh pengunjung
Monumen Nasional Jakarta.Data yang harus
diisi oleh pengunjung MNJ berupa
karakteristik pengunjung, kemampuan
membayar, keinginan membayar, dan
harapan pengunjung. Kuesioner terlebih
dahulu di disain sedemikian rupa, sehingga
data dapat dikumpulkan dan diolah serta
dianalisis.
D a t a S e k u n d e r
Data internal dalam penelitian adalah
data yang berasal dari MNJ, seperti data
jumlah pengunjung, profil MNJ, data jumlah
pegawai. Sedangkan data eksternal dapat
berupa data yang dipublikasikan secara
umum seperti buku, majalah, internet, koran
dan lain-lain.
M e t o d e A n a l i s i s D a t a
Analisis masalah berdasarkan hasil –
hasil yang didapat dari pengolahan data yang
terdiri dari analisis karakteristik responden,
analisis ATP, analisis WTP. Pengolahan data
ATP dan WTP akan diolah dengan
menggunakan alat bantu Excel dan alat bantu
Statistical Package for Social Science (SPSS)
untuk perhitungan validitas dan reliabilitas,
digunakan SPSS untuk membantu proses
pengolahan data yang berasal dari kuesioner.
1. Analisis Karakteristik Responden
Data karakteristik responden diperoleh
dari kuesioner kemudian dianalisis dan
ditampilkan dalam bentuk tabel, kurva,
dan diagram karakteristik responden.
2. Analisis ATP
Data ATP responden diperoleh dari
kuesioner kemudian dimasukan ke
dalam tabel. Data tersebut dianalisis dan
ditampilkan dalam bentuk diagram ATP
responden. Nilai besaran ATP
responden dihitung dengan
menggunakan rumus ATP pada bab II.
3. Analisis WTP
Data WTP responden yang diperoleh
dari kuesioner kemudian dimasukan
kedalam tabel. Data tersebut dianalisis
dan ditampilkan dalam bentuk diagram
WTP responden. Nilai besaran WTP
responden dihitung dengan
menggunakan rumus WTP pada bab II.
4. Analsis Data Harapan Responden
Data harapan responden yang diperoleh
dari kuesioner dimasukan kedalam
tabel.Data tersebut dianalisis dan
menghasilkan tingkatan prioritas atribut
kualitas jasa harapan responden.
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.1, No. 1,p.129-145
@STPS 2017, All Rights Reserved
139 J-STP Vol.2 No.2 | Juni 2017
H A S I L D A N P E M B A H A S A N
S e j a r a h M o n u m e n N a s i o n a l J a k a r t a
Monumen Nasional atau yang populer
disingkat dengan Monas atau Tugu
Monas adalah monumen peringatan setinggi
132 meter (433 kaki) yang didirikan untuk
mengenang perlawanan dan perjuangan
rakyat Indonesia dalammerebut kemerdekanda
ri pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Pembangunan monumen ini dimulai pada
tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah
presiden Soekarno, dan dibuka untuk umum
pada tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini
dimahkotai lidah api yang dilapisi
lembaran emas yang melambangkan
semangat perjuangan yang menyala-nyala.
Monumen Nasional terletak tepat di tengah
Lapangan Medan Merdeka, Jakarta
Pusat.Monumen dan museum ini dibuka
setiap hari mulai pukul 08.00 - 15.00
WIB.Pada hari Senin pekan terakhir setiap
bulannya ditutup untuk umum.
Pembangunan MNJ terdiri atas tiga
tahap. Tahap pertama, kurun 1961/1962 -
1964/1965 dengan dimulainya secara resmi
pembangunan pada tanggal 17
Agustus 1961 oleh Presiden Soekarno secara
seremonial menancapkan pasak beton
pertama. Total 284 pasak beton digunakan
sebagai fondasi bangunan. Sebanyak 360
pasak bumi ditanamkan untuk fondasi
museum sejarah nasional. Keseluruhan
pemancangan fondasi rampung pada
bulan Maret 1962.Dinding museum di dasar
bangunan selesai pada bulan Oktober.
Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan
akhirnya rampung pada bulan Agustus 1963.
Pembangunan tahap kedua berlangsung
pada kurun 1966 hingga 1968 akibat
terjadinya Gerakan 30 September sehingga
tahap ini sempat tertunda. Tahap akhir
berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan
menambahkan diorama pada museum
sejarah. Meskipun pembangunan telah
rampung, masalah masih saja terjadi, antara
lain kebocoran air yang menggenangi
museum. Monumen secara resmi dibuka
untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12
Juli 1975 oleh Presiden Soeharto. Lokasi
pembangunan monumen ini dikenal dengan
nama Medan Merdeka. Lapangan Monas
mengalami lima kali penggantian nama
yaitu Lapangan Gambir, Lapangan
Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas,
dan Taman Monas. Di sekeliling tugu
terdapat taman, dua buah kolam dan
beberapa lapangan terbuka tempat
berolahraga. Pada hari-hari libur Medan
Merdeka dipenuhi pengunjung yang
berekreasi menikmati pemandangan Tugu
Monas dan melakukan berbagai aktivitas
dalam taman.
V i s i d a n M i s i M o n u m e n N a s i o n a l J a k a r t a
menunjukkan bahwa 66,4% experiential marketing mempengaruhi loyalitas pelanggan
sedangkan sisanya 33,6% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan di Hotel Aryaduta Lippo Village Karawaci,
experiential marketing berpengaruh terhadap peningkatan loyalitas pelanggan di Hotel Aryaduta
Lippo Karawaci.
Kata kunci : Experience marketing, loyalitas pelanggan
ABSTRACT
Nowadays in the hospitality business competition has becomes increasingly tight. Hotel
Aryaduta Lippo Village, which has built since 1994 are required to make efforts to maintain the
customers. One of strategy that can they do is give a memorable experience while staying or
using product of Hotel Aryaduta Lippo Village. Therefore Hotel Aryaduta Lippo Village can
use one of marketing strategy called experiental marketing to maintain the loyalty of the
customers. This research aims was to know influence of experiental marketing on customer
loyalty of Aryaduta Lippo Village Hotel. Researcher using a questionnaire with one hundred
sample of respondents guest Aryaduta Lippo Village Hotel Karawaci. Then the results of
questionnaires from quantitative method analysis data included the test of validity and reliability,
the classic assumption test, simple linear regression, Spearman correlation coefficient analysis
test, test determination coefficient and hypothesis testing via t test. The data that have met the
test of validity, reliability and classical assumption is processed to produce a regression equation
as follows: Y = 1.114 + 0,185X. Based on the results of testing hypotheses by t test, t (13.188) > t
table (1.985) is the hypothesis proved to be significantly independent variable dependent
variable experiential marketing affect customer loyalty. Coefficient Determination figures show
that 66.4% experiential marketing affect customer loyalty while the remaining 33.6% are
influenced by other factors not examined in this study. Thus, the results of this study indicate at
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2 No. 2,p.146-154
@STPS 2017, All Rights Reserved
147 J-STP Vol.2 No.2| Juni 2017
Hotel Aryaduta Lippo Village Karawaci, experiential marketing has the effect to increase
customer loyalty at Hotel Aryaduta Lippo Karawaci.
Keywords: Experiental Marketing, Customer Loyalty
Riwayat Artikel :
Diajukan: 08 Mei 2017
Direvisi: 17 Mei 2017
Diterima: 29 Mei 2017
P E N D A H U L U A N
Indonesia merupakan Negara yang
memiliki ribuan pulau dengan kekayaan
alam serta keanekaragaman budaya yang
membuat Indonesia menjadi salah satu
daerah tujuan wisata dunia. Pariwisata
Indonesia sendiri merupakan salah satu
sektor yang cukup menguntungkan, selain
menambah devisa Negara juga dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di
daerah sekitar objek wisata tersebut.
Berkembang pesatnya industri
pariwisata baik dalam jumlah maupun dalam
kualitas pelayanan mengakibatkan timbulnya
persaingan yang ketat dalam menarik
pelanggan untuk menginap maupun untuk
memanfaatkan fasilitas yang tersedia di
hotel.
Menghadapi persaingan ini maka
setiap pengelola hotel maupun perusahaan
yang bergerak di bidang jasa, dituntut untuk
mampu memberikan ide-ide kreatif yang
dapat menarik bagi pelanggan, sehingga apa
yang diinginkan pelanggan dapat dipenuhi
dengan baik sehingga dapat memenangkan
persaingan.
Menurut Stanton (2001:7), Pemasaran
adalah suatu sistem keseluruhan dari
kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan
untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan dan mendistribusikan
barang atau jasa yang memuaskan
kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada
maupun pembeli potensial.
Oleh karena itu pengelola bisnis
perhotelan seharusnya tidak saja melakukan
kegiatan berpromosi, namun mampu
merealisasikan produk sesuai dengan apa
yang dilihat pelanggan dalam promosi
tersebut. Sehingga produk dapat tertanam
dalam benak pelanggan dengan cara
menyentuk sisi emosional para pelanggan.
Konsep pemasaran yang digunakan
untuk mempengaruhi sisi emosional dari
pelanggan itu sendiri adalah melalui konsep
experiental marketing. Menurut Bernd H.
Schmitt (2000:22) experiental marketing
adalah kemampuan dari produk dalam
menawarkan emosi hingga menyentuh hati
dan perasaan pelanggan. Experiental
marketing dapat berguna untuk
membedakan produk mereka dari produk
pesaing, menciptakan identitas produk,
meningkatkan inovasi serta menciptakan
pelanggan yang loyal akan produk tersebut.
Loyalitas pelanggan pada sebuah
produk akan mendatangkan keuntungan
sendiri terhadap pendapatan perusahaan.
Menurut Tjiptono (2000:110) loyalitas
pelanggan adalah komitmen pelanggan
terhadap suatu merek, toko atau pemasok
berdasarkan sifat yang sangat positif dalam
pembelian jangka panjang.
Saat ini di kota Tangerang banyak
didirikan hotel-hotel yang membuat
persaingan bisnis hotel di kota Tangerang
akan semakin ketat, sehingga membuat
pelanggan memiliki banyak pilihan untuk
menginap ataupun menyewa gedung untuk
dijadikan tempat rapat dan pesta.
Setiap hotel akan saling berpacu untuk
mendapatkan banyak pelanggan dengan cara
meningkatkan pelayanan, begitu pula yang
dilakukan Hotel Aryaduta
Lippo Village untuk menghadapi
pesaingnya seperti Hotel Atria Gading
Serpong, Hotel Mercure Alam Sutra,
Hotel Novotel Cikokol.
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2 No. 2,p.146-154
@STPS 2017, All Rights Reserved
148 J-STP Vol.2 No.2| Juni 2017
Setiap hotel dituntut untuk memiliki
kepekaan untuk mampu memenuhi apa
yang diinginkan oleh pelanggan yang
datang. Hal yang membuat keunggulan
Hotel Aryaduta Lippo Village adalah
mereka berdiri terlebih dahulu sejak
tahun 1994 sebelum para pesaingnya,
sehingga memiliki pelanggan yang loyal
untuk terus menggunakan produk dari
hotel Aryaduta Lippo Village merupakan
salah satu cara agar mampu bertahan
menghadapi banyaknya pesaing baru di
kota Tangerang.
E x p e r i e n t a l M a r k e t i n g
Konsep experiental marketing pertama
kali diperkenalkan oleh Pine & Gilmore
dalam karyanya Experience Economy
(1997) menyatakan bahwa experiental
marketing dikatakan terjadi ketika sebuah
perusahaan sengaja menggunakan jasa
sebagai sebuah panggung dan barang sebagai
alat peraganya, sedikit banyak melibatkan
pelanggan dalam menciptakan suatu hasil
yang mengesankan, yaitu pengalaman positif
bagi pelanggan dengan barang dan jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan tersebut.
Experiental Marketing tidak hanya
sekedar menawarkan feature & benefit dari
suatu produk untuk menenangkan hati
pelanggan, tetapi juga harus dapat
memberikan sensasi dan pengalaman yang
baik yang kemudian akan menjadi basis dan
dasar bagi loyalitas pelanggan. Menurut
Kartajaya (2004:163) :
“Experiental Marketing adalah suatu konsep pemasaran yang bertujuan untuk membentuk pelanggan yang loyal dengan cara menyentuh emosi pelanggan dengan menciptakan pengalaman-pengalaman positif dan memberikan suatu feeling yang positif terhadap produk dan jasa”.
F a k t o r E x p e r i e n t a l M a r k e t i n g
Salah satu inti utama dari
experiential maketing adalah penciptaan
berbagai jenis pengalaman yang berbeda
bagi pelanggan.Tipe-tipe pengalaman ini
dapat disebut dengan SEMs (Strategic Experiential Modules). Strategic experiential models (SEMs) merupakan bentuk dasar dari experiential marketing.
Pengalaman dapat dibagi menjadi
beberapa tipe yang masing-masing tidak
dapat dipisahkan struktur dan prosesnya.
5 bentuk dasar dari kerangka experiential
marketing yaitu :
P a n c a i n d e r a ( S e n s e )
Menurut Rini (2009:16) “Sense adalah aspek-aspek yang berwujud dan dapat dirasakan dari suatu produk yang dapat ditangkap oleh kelima indera manusia,meliputi pandangan (sight),suara (sound),bau (smell), rasa (taste) dan sentuhan (touch)”.
Sense marketing merupakan salah satu
cara bagi pelanggan untuk
mendiferensiasikan suatu produk, untuk
memotivasi pelanggan dan meningkatkan
nilai produk atau jasa dalam benak
pelanggan. Menurut Rini (2009:16)
berpendapat bahwa indera manusia dapat
digunakan selama fase pengalaman (pra
pembelian, pembelian dan sesudah
pembelian) dalam mengkonsumsi sebuah
produk atau jasa. Hotel biasanya
menerapkan unsur sense dengan menarik
perhatian pelanggan melalui hal-hal yang
mencolok, dinamis, dan meninggalkan
kesan yang kuat.
Ada tiga tujuan strategi dalam
memotivasi sense marketing menurut
Schmitt (2000:109), yaitu :
1) Panca Indera sebagai pembeda produk
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2 No. 2,p.146-154
@STPS 2017, All Rights Reserved
149 J-STP Vol.2 No.2| Juni 2017
Panca Indera dapat digunakan
sebagai pembeda produk karena
pelanggan dapat melihat perbedaan
produk melalui sebuah desain,
komunikasi dan tempat dijualnya
produk sehingga dapat
memunculkan ingatan tersendiri bagi
pelanggan akan ciri-ciri produk
tersebut.
2) Panca Indera sebagai motivasi untuk
membeli produk Panca Indera dapat digunakan untuk memotivasi pelanggan
membeli produk karena melalui
peristiwa atau pengalaman yang telah
dilewati oleh panca indera akan
membuat pelanggan termotivasi
untuk membeli sebuah produk.
3) Panca Indera sebagai Nilai Tambah
Panca indera dapat digunakan untuk
meningkatkan nilai tambah kepada
pelanggan untuk menilai suatu
produk. Perusahaan harus
mengetahui tipe sense yang menjadi
keinginan pelanggan dan dapat
memberinya dampaknya dari
rangsangan indera tersebut.
Bernd H Schmitt (2000:99)
mengungkapkan bahwa tujuan dari sense
marketing adalah memberikan kesan keindahan, kesenangan, kecantikan dan
kepuasan melalui stimulasi sensori. Sense
marketing dapat digunakan oleh sebuah hotel untuk mendiferensiasikan produk atau
jasanya, memotivasi pelanggan untuk
membeli produk tersebut serta memberikan
nilai.
Sense marketing dapat dilakukan melalui model S-P-C (Stimuly, Processes, Consequence). Stimuly yaitu bagaimana panca indera dirangsang sehingga dapat
menggambarkan atau mengingatkan
produk serta menjadikannya sesuatu yang
berarti. Lalu processes berkaitan dengan
bagaimana kelima indera dirangsang.
Tahap terakhir adalah consequences yaitu dampak atau perasaan yang timbul
dari adanya proses yang telah dilalui
seperti perasaan senang dan
kegembiraan.
P e r a s a a n ( F e e l )
Setelah lima indera (sense) dirangsang
dengan baik, selanjutnya adalah bagaimana
membuat pelanggan agar merasa feel good
terhadap produk sehingga dapat
menimbulkan pikiran dan opini yang positif.
Menurut Schmitt (2000:118) Feel marketing
menarik perasaan dan emosi pelanggan,
dengan tujuan menciptakan pengalaman
afektif dari suasana hati positif terkait dengan
merek, sampai emosi yang kuat dari
kegembiraan dan kebanggaan.
Menurut Rini (2009:16) :
“Iklan yang bersifat feel good biasanya digunakan untuk membuat
hubungan dengan pelanggan, menghubungkan pengalaman emosional mereka dengan produk atau jasa, dan menantang pelanggan untuk bereaksi terhadap pesan”.
Ketika pelanggan merasa senang
terhadap produk yang ditawarkan, maka
pelanggan akan menyukai produk dari hotel
tersebut, namun sebaliknya jika pelanggan
tidak senang dengan produk yang
ditawarkan makan akan meninggalkan
produk dan hotel tersebut.agar pelanggan
mendapatkan feel yang kuat terhadap suatu
produk pihak hotel harus melibatkan
perasaan dan emosi dalam menjual
produknya. Pihak hotel harus benar-benar
memberikan pengalaman baik yang tak
terlupakan sehingga berdampak positif
terhadap loyalitas pelanggan.
Menurut Kartajaya (2006:228)
dalam mengelola perasaan pelanggan ada
dua hal yang harus diperhatikan, yaitu mood dan emotion. Keduanya termasuk dalam
strategi pemasaran menggunakan
pengalaman yang afektif, lalu menurut
Schmitt (2000:122) Affective experience adalah tingkat pengalaman yang merupakan
perasaan yang bervariasi dalam intensitas,
mulai dari perasaan yang positif atau
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2 No. 2,p.146-154
@STPS 2017, All Rights Reserved
150 J-STP Vol.2 No.2| Juni 2017
pernyataan mood yang negatif sampai emosi
yang kuat sehingga perlu dipahami dan
diperhatikan secara berikut :
1) Suasana hati (moods)
Moods merupakan affective yang
tidak spesifik. Suasana hati dapat
dibangkitkan dengan cara
memberikan stimulus yang spesifik.
Suasana hati seringkali mempunyai
dampak yang kuat terhadap apa yang
diingat pelanggan.
2) Emosi (emotion)
Emosi ini lebih kuat dibandingkan
suasana hati dan merupakan
pernyataan afektif dari stimulus yang
spesifik, misalnya marah, irihati dan
cinta. Emosi-emosi tersebut selalu
disebabkan oleh
sesuatuatauseseorang (orang,
peristiwa, perusahaan, produk, atau
komunikasi).
Berdasarkan pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa feel marketing
merupakan upaya dari perusahaan untuk
mengikat emosi dari pelanggan melalui
produk yang dijual untuk membentuk suasana hati dan emosi yang menyenangkan
bagi pelanggan.
P i k i r a n ( T h i n k )
Menurut Schmitt (2000:138) faktor
think merupakan tipe pengalaman yang
mengajak pelanggan untuk menciptakan
kesadaran (cognitive), pengalaman untuk
memecahkan masalah sehingga berpikir
kreatif.
Menurut Rini (2009:17) :
“melalui aspek think perusahaan berusaha untuk menantang konsumen, dengan cara memberikan problem solving experiences dan mendorong pelanggan untuk berinteraksi secara kognitif atau secara kreatif dengan perusahaan atau produk”.
Pelanggan yang berpikir kreatif akan
suatu produk akan menghasilkan suatu
ketertarikan terhadap produk dan
menunjukkan bahwa iklan yang dilakukan oleh perusahaan berhasil karena
memperoleh perhatian dari pelanggannya
Tujuan dari think adalah untuk
mempengaruhi pelanggan agar terlibat
dalam pemikiran yang kreatif yang
berdampak pada evaluasi ulang terhadap
perusahaan, produk dan jasanya.
T i n d a k a n ( A c t )
Act bertujuan untuk memengaruhi perilaku, gaya hidup dan interaksi
pelanggan.menurut ( Schmitt 2000:154)
Pemasaran melalui faktor ini bertujuan
untuk menciptakan pengalaman fisik,
gaya hidup pelanggan dalam
hubungannya kepada pelanggan lain
dalam melakukan interaksi.
Act bertujuan untuk memengaruhi perilaku, gaya hidup dan interaksi
pelanggan.menurut ( Schmitt 2000:154)
Pemasaran melalui faktor ini bertujuan
untuk menciptakan pengalaman fisik,
gaya hidup pelanggan dalam
hubungannya kepada pelanggan lain
dalam melakukan interaksi.
Menurut kartajaya (2004:164) act adalah
salah satu cara untuk membentuk persepsi
pelanggan terhadap produk dan jasa yang
terkait. Act mempengaruhi tindakan
pelanggan karena opini pelanggan lain. Hal
ini dapat memberikan hal positif terhadap
loyalitas pelanggan mengingat produk atau
jasa sesuai dengan gaya hidupnya.
H u b u n g a n ( R e l a t e )
Faktor terakhir dari experiental marketing adalah relate yang merupakan kombinasi dari empat faktor sebelumnya
serta menitik beratkan pada penciptaan
persepsi positif dimata pelanggan (Schmitt
2000:171). Relate menghubungkan
pelanggan secara individu dengan komunitas
atau budaya. Faktor ini dapat memberikan
pengaruh yang positif dan negatif terhadap
loyalitas pelanggan.
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2 No. 2,p.146-154
@STPS 2017, All Rights Reserved
151 J-STP Vol.2 No.2| Juni 2017
Ketika relate mampu membuat
pelanggan disukai oleh lingkungan atau
komunitasnya maka akan berdampak
akan kembalinya pelanggan untuk tetap
menggunakan produk namun sebaliknya
jika produk tidak disukai di
komunitasnya, pelanggan akan berhenti
menggunakan produk. Menurut Schmitt
(2000:68) relate menghubungkan
pelanggan dengan sistem sosial yang lebih
luas (subkultur, negara) yang membangun
brand yang kuat dan komunitas brand.
Kelima faktor tersebut disampaikan
kepada pelanggan melalui experience provider yang terdiri dari :
1) Komunikasi
Dalam hal ini komunikasi dapat
berbentuk seperti iklan, brosur dan
public relation. 2) Identitas verbal maupun visual
Identitas perusahaan melalui sebuah
nama dan logo perusahaan.
a) Tampilan produk
Desain produk dan bentuk
kemasan
b) Co-Branding
Kerjasama perusahaan dalam
berbagai bentuk seperti event marketing, sponsoship, partnership dan product placement.
c) Tempat penjualan
Desain gedung perusahaan
baik interior maupun
eksterior
d) Website dan media elektronik Media informasi secara
online sehingga pelanggan tidak harus selalu walk-in untuk mendapatkan
informasi e) People
Orang-orang yang terkait
dalam perusahaan tersebut sepertitenagapenjual produk, perwakilan
perusahaan dan penyedia
layanan dari perusahaan
tersebut.
Secara keseluruhan, perusahaan yang
,menerapkan experiental marketing harus
dapat menyampaikan kelima faktor
experiental melalui experience provider yang telah disebutkan. Hal ini dapat
menciptakan loyalitas pada pelanggan
karena suatu produk tidak dilihat dari
diferensiasi produk tersebut namun
diferensiasi dalam emosi yang didapat
setelah menggunakan produk.
M a n f a a t E x p e r i e n t a l M a r k e t i n g
Experiental marketing dapat dimanfaatkan secara efektif dalam situasi
tertentu dan menjadi strategi yang tepat dalam mempertahankan pelanggan.
Menurut Schmitt (2000:34) ada beberapa
manfaat dari experiental marketing antara
lain :
a. Membangun kembali sebuah produk
yang sedang mengalami penurunan. b. Untuk menjadi diferensiasi produk
dengan pesaing.
c. Membangun citra dan identitas bagi
perusahaan. d. Untuk mempromosikan inovasi. e. Untuk mendorong percobaan,
pembelian dan loyalitas pelanggan.
Menurut Schmitt dalam Rogers (2008:133)
dalam bisnis hotel yang menjual hanya satu
produk yaitu kamar, maka keuntungan yang
akan diperoleh sedikit. Jika menjual
berbagai produk seperti kamar dan makan
atau minum di hotel tersebut dikemas
secara menarik maka keuntungan yang akan
diperoleh akan meningkat. Jika produk
hotel tersebut telah dikemas secara menarik
dan ditambahkan nilai didalamnya berupa
servis dan pelayanan yang baik maka
keuntungan yang didapat menjadi lebih
meningkat.
Pada akhirnya jika suatu hotel dapat
memasarkan sebuah produknya dengan
menggunakan konsep experiental marketing dengan baik keuntungan yang
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2 No. 2,p.146-154
@STPS 2017, All Rights Reserved
152 J-STP Vol.2 No.2| Juni 2017
diperoleh menjadi lebih besar
dibandingkan dengan menjual sebuah
produk dengan sekedar kemasan atau
pelayananannya saja.
L o y a l i t a s p e l a n g g a n
Seperti yang telah diketahui
bahwa tujuan untuk membuka sebuah
bisnis adalah untuk mendapatkan
keuntungan dari produk yang dibeli oleh
para pelanggan. Pelanggan yang puas
dengan pengalaman yang telah didapat
dari hasil penggunaan produk atau jasa
yang diberikan akan mencoba mengulang
kembali mendapatkan pengalaman
tersebut dengan cara membeli produk
atau jasa yang dijual. Menurut Kotler
(2005:18) loyalitas pelanggan adalah suatu
pembelian ulang yang dilakukan oleh
seorang pelanggan karena komitmen
pada suatu merek atau perusahaan.
K a r a k t e r i s t i k l o y a l i t a s p e l a n g g a n
Menurut Griffin (2005:31) ada 4
karakteristik pelanggan yang loyal yaitu : a. Melakukan pembelian berulang secara
teratur. Pelanggan yang telah melakukan
pembelian suatu produk sebanyak dua
kali atau lebih. b. Membeli antar lini produk dan jasa.
Pelanggan membeli semua barang dan
jasa yang ditawarkan. Pelanggan percaya
kepada perusahaan karena produk yang
mereka jual disukai. c. Merekomendasikan kepada orang lain.
Pelanggan akan merekomendasikan
produk tersebut kepada rekan dan
keluarga agar menggunakan produk atau
jasa seperti yang ia lakukan.
d. Menunjukkan kekebalan terhadap
produk lain.
M a n f a a t l o y a l i t a s p e l a n g g a n
Menurut Griffin (2005:11) semakin
lama loyalitas pelanggan terhadap suatu
produk akan meningkatkan laba yang
diperoleh perusahaan. Loyalitas dapat
memberikan manfaat untuk perusahaan
yaitu :
1. Mengurangi biaya pemasaran, karena
biaya mempertahankan pelanggan
lebih murah dibandingkan mencari
pelanggan baru. 2. Menurunkan biaya transaksi karena
tidak perlu lagi mengeluarkan biaya
untuk membuat negosiasi kontrak
dan pembuatan akun baru. 3. Menurunkan biaya turnover
pelanggan karena tingk.at kehilangan
pelanggan yang rendah. 4. Menaikkan penjualan yang akan
memperbesar pangsa pasar
perusahaan. e. Pemberitaan produk dari mulut ke
mulut menjadi lebih positif, dengan
asumsi bahwa pelanggan yang loyal
merasa puas f. Biaya kegagalan,seperti mengganti
produk yang rusak.
A n a l i s i s D a t a
Dari hasil kuesioner yang diberikan ke
responden harus melewati beberapa
pengujian dahulu sebelum dapat
digunakan sebagai bahan acuan penelitian
dengan uji validitas, reliabilitas dan
asumsi klasik Analisis regresi linier
sederhana digunakan untuk mengetahui
pengaruh dari peningkatan atau
penurunan variabel bebas terhadap
variabel terikat.
Koefisien Determinasi digunakan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh dari
variabel bebas terhadap variabel terikat.
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2 No. 2,p.146-154
@STPS 2017, All Rights Reserved
153 J-STP Vol.2 No.2| Juni 2017
H A S I L D A N P E M B A H A S A N
Model
Unstandardiz
ed
Stan
dar t
Si
g.
Coefficients dized
Coeff
ic
ients
B
Std
. Beta
Err
or
(Constant)
1.11
4
1.12
0 .9
95
.3
22
1 Experienta
l .185 .014 .800
13
.1 .0
00
marketing 88
Dependent Variable: Loyalitas tamu Hotel Aryaduta Karawaci
Hasil pengujian regresi linier
sederhana menunjukkan variabel
experiental marketing mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas
pelanggan di Hotel Aryaduta Lippo
Village yang berarti semakin baik
penerapan experiental marketing akan
meningkatkan loyalitas pelanggan dengan
persamaan regresi sebagai berikut : Y =
1,114 + 0,185X.
Hasil koefisien korelasi spearman menunjukkan pengaruh experiental marketing terhadap loyalitas pelanggan adalah 0.815 yang berarti mempunyai
keeratan hubungan yang kuat antara
experiental marketing dengan loyalitas pelanggan.
Hasil Uji Koefisien Determinasi
yang diperoleh sebesar 0,664 yang berarti
bahwa 66,4% variabel experiental marketing mempengaruhi Loyalitas pelanggan, sedangkan sisanya dipengaruhi
variabel lain seperti kondisi kesehatan
pelanggan.
K E S I M P U L A N D A N S A R A N
K e s i m p u l a n
Dalam penelitian tentang “Pengaruh
Experiental Marketing Terhadap Loyalitas
Pelanggan Hotel Aryaduta Lippo Village”
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Bahwa terdapat hubungan yang kuat
antara variabel Pengaruh experiental marketing (X) terhadap Loyalitas tamu
(Y) di Hotel Aryaduta Lippo Village
terbukti dari hasil koefisien korelasi
sebesar 0.815 Berdasarkan nilai
interval koefisien korelasi dan kekuatan
hubungan pada interval koefisien 0,80
– 1,000 memiliki tingkat hubungan
yang Sangat Kuat. Artinya semakin baik
experiental marketing yang diberikan
maka akan semakin meningkat loyalitas
pelanggan yang didapat
2. Berdasarkan hasil uji koefisien
determinasi adalah 66,4%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pengaruh variabel
experiental marketing terhadap
loyalitas pelanggan sebesar 66,4%
sedangkan sisanya 33,6% ditentukan
oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan ke dalam penelitian ini
S a r a n
Berdasarkan hasil kuisioner yang
memberikan responden kebebasan untuk
menilai Hotel Aryaduta Lippo Village, maka
saran- saran yang dapat diberikan sebagai
berikut : 1. Hotel Aryaduta Lippo Village perlu
meningkatkan kesejukan kamar di hotel
dapat dengan cara melakukan perawatan
pendingin ruangan yang digunakan. Hal
ini bertujuan untuk meningkat nilai sub
variabel sense dari experiental marketing, sehingga diharapkan dapat memberikan
kenyaman pada tamu.
2. Hotel Aryaduta Lippo Village perlu
meningkatkan kebersihan kamar di
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol.2 No. 2,p.146-154
@STPS 2017, All Rights Reserved
154 J-STP Vol.2 No.2| Juni 2017
hotel dapat dengan cara meningkat
ketelitian staff 3. Housekeeping dalam membersihkan
ruangan yang digunakan. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan
kenyamanan tamu saat menginap.
4. Hotel Aryaduta Lippo Village perlu
meningkatkan kreatifitas dan inovasi
baru agar promo yang ditawarkan
menarik. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan experiental marketing kepada tamu yang datang ke Hotel
Aryaduta Lippo Village.
D A F T A R P U S T A K A
Schmitt, Bernd H. (2000), Experiental
Marketing. New York: Simon &
Schuster Inc.
Griffin, Jill. (2005), Customer
loyalty. Jakarta: PT Gelora Aksara.
Kartajaya, Hermawan. (2004), Seri 9
Elemen Marketing. Bandung: PT
Mizan Pustaka.
Kartajaya, Hermawan. (2006), Marketing
in Venus. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Kusmayadi, Ir. MM. (2004),
Statistika Pariwisata Deskriptif,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rini, Endang Sulistya. 2009. Menciptakan
Pengalaman Konsumen Dengan
Experiental Marketing.
http://repository.usu.ac.id/handle/1234
567 89/21120. Diunduh pada 14 Mei
2015.
Sugiyono, Prof. Dr. (2004),
metode Penelitian Kombinasi
(Mixed Method): Bandung, Alfabeta.
Sugiyono, Prof. Dr. (2011), Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D:
Bandung, Alfabeta.
Tjiptono, Fandy. (2008), Pemasaran jasa: Prinsip, Penerapan dan Penelitian: Jakarta, Andi Publisher.
PENTINGNYA STANDAR ACARA EVEN DALAM PENCITRAAN BUDAYA
INDONESIA
The Importance of Event Standards in Indonesian Cultural Imaging
Farmawaty Malik 1)
Kementerian Pariwisata Indonesia
ABSTRAK
Saat ini perkembangan event organisasi di Indonesia maju dengan pesat, seperti event untuk acara musik atau penyanyi nasional maupun internasional, dan meluas ke event pameran; event pagelaran kesenian (musik, teater dan tarian);event seminar; event pendidikan;event promosi (promosi produk baru);event pernikahan; event perayaan hari jadi(anniversary);event wisuda;event olahraga; event kesehatan;dan lain-lain. Dilihat dari trendnya pertemuan event mice Indonesia terkait ICCA menduduki peringkat ke 67 dengan tingkat pertumbuhan selama 10 tahun terakhir adalah sebesar 10,57 %. ICCA (International Congress and Convention Association Report,2010). Peluang penyelenggaraan event untuk meningkatkan jumlah pengunjung merupakan peluang terbesar setiap tahunnya dibandingkan dengan wisatawan lainnya. Peluang ini dapat juga memperkenalkan kebudayaan asli/lokal secara berkesinambungan kepada masyarakat Indonesia. Contohnya budaya Jakarta untuk masyarakat Jakarta.Dirasakan akhir-akhir ini setiap acara event yang diselenggarakan hampir tidak ada unsur-unsur budaya lokal. Pada hal pengunjung terbesar pada event ini didominasi oleh kaum muda, wanita dan para pengguna jejaring sosial(cybermania).Karenanya diperlukan sebuah standarisasi acara event-event di
Indonesia menggunakan budaya asli/lokal yang dimasukkan ke dalam paket event tersebut. Tulisan ini menggunakan deskripsi analisis yang diidentifikasi kedalam 7 kesempatan dalam
penyelegaraan acara juga dilihat seberapa besar peserta event memahami unsur budaya lokal asli yang dimasukkan dalam setiap event yang ada di Indonesia baik event nasional juga even internasional.Selanjutnya diharapkan ada sebuah rekomendasi dan standar agar setiap penyelenggaraan event mengambil unsur budaya lokal yang diperkenalkan. Artinya membangun pencitraan melalui masyarakatnya sendiri jauh lebih penting, yang kelak akan dirasakan oleh generasi muda bahkan wisman yang akan berkunjung ke Indonesia. Kata kunci Pencitraan budaya indonesia dan event
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol 2. No. 2, p.183-196
@STP 2017,All Rights Reserved
Hal. 184 | J-STP I VOL 2 NO. 2 2017
Abstract Currently, the development of event organization in Indonesia is thrive, such as event of music, and events of national and international singers, and event to extend the exhibition; for example events (in musics, in theater and in show-dancing); event in seminar; educational
events; promotion event (to promotion new product); wedding event; anniversary event (anniversary); graduation event; sporting events; health events, and others. Judging from the trend meetings mice Indonesia in ICCA ranks 67 with a large rate of growth over the last 10
years amounted to 10.57%. ICCA (International Congress and Convention Association Report, 2010). Organizing events is to increase the number of visitors is the biggest opportunity each year compared to other travelers. This opportunity can also introduce indigenous culture / local Indonesian community on an on going basics. Examples Jakarta culture to society Jakarta.Lately every event organized seems no elements of local culture. Mostly in event can get the biggest number of visitors these are dominated by young people, women and the users of social networking (cybermania). Therefore required an standart of event, how keep even organizations in Jakarta has been using the original culture / local is included in the event package. This writing uses the description that is identified 7 step into analysis and also see how big the event participants understand the original local cultural elements included in every event in Indonesia, both national event internasional. Afterthat we also expected there was a recommendation and standart of event that any organization of events taking elements of introducing the local culture. It means building an image through the local people is more important, than will be touch by young generations even the tourists who will visit Indonesia
next.
Keywords Imaging Indonesian culture and events
Riwayat Artikel :
Diajukan: 05 Juni 2017
Direvisi: 12 Juni 2017
Diterima: 22 Juni 2017
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol 2. No. 2, p.183-196
@STP 2017,All Rights Reserved
Hal. 185 | J-STP I VOL 2 NO. 2 2017
PENDAHULUAN
Pencitraan bangsa menjadi adalah sebuah
upaya yang terus menerus membangun
identitas dan integritas bangsa. Menguatkan
citra kepariwisataan Indonesia merupakan
bagian yang terpenting dalam memberikan
kesan positih yang mempunyai identitas
bangsa yang kuat. Dengan pencitraan yang
baik dan berkesan akan memberikan
dorongan/motivasi wisatawan akan datang
dan datang kembali sehingga dapat
meningkatkan jumlah devisa dan jumlah
wisatawan yang datang. Hal ini kita bisa
pelajari dari negara Jepang dan Korea Selatan
yang 3(tiga)tahun terakhir ini telah
mempengaruhi kaum muda belia Indonesia
dengan gaya bernyanyi disebut seperti
AKB48-JKT48 dan musik K-pop yang juga
mempengaruhi pertumbuhan boyband di
Indonesia (referensi dari berbagai media).
Hal ini bukan berarti bahwa pengaruh ini
memperburuk identitas bangsa tapi lebih
ujian terhadap loyalitas bangsa kita. Hal ini
menjadi sebuah pertanyaan besar bagi kami
selaku penulis. haruskah kita berdiam diri
mendengar dan menyaksikan perubahan
demi perubahan. Karenanya loyalitas atau
rasa memiliki itu harus ada di sekitar
mereka. Siapakah mereka yang menerima
perubahan? Mereka adalah kaum muda:
wanita:para pengguna jejaring sosial. Jika
diamati lebih jauh jumlah penduduk
Indonesia yang terbanyak jumlahnya ke dua
setelah negara China. Mayoritas penduduk
atau hampir 40% adalah kaum muda.
Berdasarkan hasil juri Markplus 2012 lalu
dalam acara penobatan marketer of the year
2012, salah satunya Dino Patijalal sebagai
duta besar AS dengan konsep diasporanya.
Dino sebagai duta besar USA mengajak
warga USA tertarik membuat kesenian dan
kerajinan yang akhir bisa merubah pencitraan
tentang Indonesia di Amerika. Dahlan Iskan
juga dipilih sebagai marketing of the year
2010; Sebelumnya juga Sapta Nirwandar
dari kemenbudpar sebagai marketing
champion 2009; begitu pula dengan Jokowi
sebagai marketing of the year 2010.Kecintaan
terhadap Jakarta diungkapkan langsung
dengan datang ke kampung-kampung di
Jakarta. Jokowi sebagai marketer punya
semangat membangun Jakarta yang kuat dan
akhirnya sebagian mampu mengubah
pandangan/citra kaum muda Jakarta terhadap
Jokowi tentunya seluruh Indonesia.
Kenyataannya banyak kaum muda Indonesia
terinspirasi dengan gaya Betawi Jokowi yang
unik. Padahal Jokowi berasal dari walikota
Solo yang sukses. Pepatah asli Indonesia
menyebutkan” Dimana bumi dipijak disana
langit dijunjung” Artinya setelah Jokowi
menjadi gubernur DKI Jakarta beliau benar-
benar mencintai dan turun melihat langsung
masyarakatnya, yang dikenal dengan Gaya
blusukan. Artinya komunikasi melalui
budaya yang mudah dan sederhana bisa
menjadi sebuah citra dan keunikan yang
kuat. Sedangkan dalam kode ethik pariwisata
dunia tahun 2004 Santiago Chili; salah satu
isinya bahwa wisatawan juga harus
menjunjung tinggi budaya yang
dikunjunginya” Demikian pula hak wisatawan
juga diatur dalam UU no 10/tahun 2009
pasal 25 tentang kewajiban wisatawan”
menjaga dan menghormati agama, adat
istiadat dan budaya serta nilai-nilai yang ada
pada masyarakat setempat”
Peluang untuk mempromosikan budaya asli
Indonesia semakin menguat setelah melihat
pertumbuhan usaha pariwisata dibidang
MICE khususnya event MICE yang makin
sering diadakan di Jakarta. Jakarta
merupakan kota yang mempunyai peringkat
ke 113 pada tahun 2010 lalu dalam
mengadakan tingkat pertemuan dunia(ICCA
report 2010). Dapat diperkirakan berapa
besar jika pengujung kaum muda: wanita;dan
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol 2. No. 2, p.183-196
@STP 2017,All Rights Reserved
Hal. 186 | J-STP I VOL 2 NO. 2 2017
Netizen(para jejaring sosialita) sering
mengikuti mengikuti meeting; incentive
travel:conference/congress/convention yang
berunsur budaya yang kuat maka diharapkan
berpeluang terjadi perubahan pencitraan
budaya itu akan dapat terjadi dan dirasakan
oleh seluruh bangsa Indonesia.
Potensi pertumbuhan event mice dapat
dijadikan sarana paling efektif untuk
berpromosi dan membangun citra budaya.
Diperkirakan setiap pertemuan mice
umumnya dihadiri oleh kurang lebih 100
peserta. Para peserta mice umumnya
dihadiri oleh orang-orang penting seperti
para pemimpin perusahaan dan para
menteri menjadi delegasinya. Seperti
penyelenggaraan event APEC 2013 dimana
Indonesia menjadi ketua yang diperkirakan
akan dikunjungi oleh 15 000 wisatawan
mancanegara pada sidang Apec di Bali nanti.
Kegiatan Apec ini juga diliput oleh berbagai
media lokal bahkan nasional dan
internasional (Deny W. Kurnia, Direktorat
Kerja Sama APEC dan Organisasi
Internasional Lainnya; Lokakarya Forum
Komunikasi Kelitbangan FKK), Bekasi, 25
Maret 2013).
Berdasarkan daftar kalender APEC di atas
maka terbukti Length of stay delegasi di
Indonesia lebih lama daripada jenis wisata
lainnya. Diperkirakan lebih 50% peserta
mice internasional menghabiskan waktunya
ke destinasi lain, sementara delegasi mice
domestik tinggal lebih lama di destinasi yang
memberikan dampak pemasukan daerah
lebih besar lagi.
Kebijakan pemerintah dalam mendukung
industri mice, telah menetapkan 14 kota
utama ;10 kota utama tersebut adalah
Medan, Padang/ Bukit Tinggi, Batam,
Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya,
Bali, Makasar dan Manado. Sedangkan tiga
kota potensial adalah Palembang, Solo,
Lombok dan Balikpapan. Pengembangan
industri mice tidak hanya terbatas pada kota-
kota tersebut melainkan semua kota di
Indonesia.(Direktorat Promosi Kovensi
Insentif Event Minat Khusus)
Berdasarkan pengamatan penulis di Jakarta
sendiri banyak sekali event-event yang
diselenggarakan oleh event organisasi yang
besar dan kecil/ bahkan penyelenggaraan
event. Misalnya saja event
penyelenggaraan musik di gedung
convention Sentul yang dihadiri
anak usia belia. Dan sejumlah
700.000 anak indonesia yang usia
sekolah dasar mereka menghadiri
acara Justin Bieber. Bahkan
mereka mengerti bagaimana
memesan tiket dan siapa
penyelenggara event Justin Bieber.
Pengetahuan ini mereka ketahui
karena sosialisasi dimedia cetak dan
elektronik begitu sering dan cepat.
Lagu pembukaannya acarapun dari
jingle-jingle negara lain, tidak ada
28
Nama Pertemuan Waktu Tempat
APEC Symposium and Informal Senior Officials’ Meeting (ISOM) 6 - 7 Desember 2012 Jakarta
SOM 1 and related meetings 25 Januari – 7 Februari 2013 Jakarta
SOM 2 and related meetings 6 – 19 April 2013 Surabaya
Ministers Responsible for Trade (MRT) 20 – 21 April 2013 Surabaya
SOM 3 and related meetings 22 Juni – 6 Juli 2013 Medan
Forestry Ministerial Meeting * 14 – 16 Agustus 2013 Peru
Special Tourism Ministerial Meeting (TMM) September 2013 Bali
Transportation Ministerial Meeting (TPTMM) * 4 – 6 September 2013 Tokyo
High Level Policy Dialogue on Women and the Economy 7 September 2013 Bali
Small and Medium Enterprises Ministerial Meeting (SMEMM) 7 September 2013 Bali
Joint Ministerial Level Meeting on Women and SME 7 September 2013 Bali
Finance Ministers’ Meeting (FMM) 20 September 2013 Bali
Concluding Senior Officials’ Meeting (CSOM) 1-2 Oktober 2013 Bali
APEC Ministerial Meeting (AMM) 4-5 Oktober 2013 Bali
Foreign Ministers Meeting/High Level Policy Dialogue Oktober 2013 Bali
APEC CEO Summit 6-7 Oktober 2013 Bali
ABAC Dialogue with Leaders 7 Oktober 2013 Bali
APEC Economic Leaders’ Meeting (AELM) 7-8 Oktober 2013 Bali
Tabel 1 :National Calendar
APEC Indonesia 2013
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol 2. No. 2, p.183-196
@STP 2017,All Rights Reserved
Hal. 187 | J-STP I VOL 2 NO. 2 2017
satupun unsur budaya kita terlihat di
dalamnya.
Media elektronik yang sering kita lihat dan
dengar juga berasal bukan dari budaya asli
Indonesia. Hampir semua anak di Indonesia
mengerti film kartun Tom & Jerry, atau
Nickolodeon dan lainnya. Ketika saya
melihat event-event yang mereka buat
hampir tidak ada unsur budayanya.
Sedangkan budaya adalah sebuah proses
prilaku, pemikiran/ide, hasil karya dan
merupakan prilaku yang sering
diulangi/terbiasa. Kebiasaan ini menjadi
sesuatu yang melekat dalam diri setiap insan
Indonesia. Karenanya untuk memperkuat
pencitraan budaya dibutuhkan suatu
pembiasaan yang berkepribadian Indonesia.
Untuk dapat dikenal dan dipahami
keperibadian tersebut serta digunakan setiap
hari dirasakan tradisi-tradisi Indonesia
disetiap kegiatan dan aktivitas bangsa, maka
perlu event organisasi yang kreatif
memahami unsur budaya tersebut ingin
disajikan seperti apa. Untuk itu perlu diteliti
sejauh mana peran event organisasi(event
organizer) dalam
mempromosikan(pencitraan)budaya lokal.
Peluang atau celah pencitraan unsur budaya
tersebut dapat dilakukan dalam sebuah
perencanaan dalam manajemen event,
minimal menyangkut berbagai bidang
berikut ini modifikasi dari berbagai
referensi:
1. Gedung/lay out ruangan
2. Publikasi
3. Pembukaan acara
3. Busana panitia dan peserta
4. Makanan dan penyajiannya
5. Pameran
6. Acara Penutupan
Semua tahapan yang berkaitan dengan event-
event Mice diatas merupakan wadah yang
dapat digunakan sebagai momen-momen
penguatan budaya dan mempromosi
akhirnya berpeluang pencitraan Indonesia.
Visi dan misi bangsa.
Kalimat awal pada visi kebudayaan dan
pariwisata nasional dijelaskan,”Terwujudnya
jati diri bangsa, persatuan dan kesatuan
bangsa dalam rangka multikultural,
kesejahteraan rakyat dan persahabatan antar
bangsa”. Terwujudnya jati diri bangsa,
menjadi visi utama bangsa untuk semua
golongan, semua bidang, hal ini merupakan
makna yang dalam untuk jati diri Indonesia
yang berkelanjutan. Jati diri Indonesia harus
dijaga keasliannya dan kejernihan jiwanya,
untuk melestarikan tetap memperkuat diri
dengan pencerahan budaya Indonesia.
Definisi kebudayaan menurut
Koentjaraningrat yang diikutip oleh Budiono
K, mengatakan bahwa, “menurut
antropologi, kebudayaan adalah seluruh
sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta
karya yang dihasilkan manusia dalam
kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan
miliknya dengan belajar”. Beberapa
pengertian kebudayaan berbeda dengan
pengertian di atas, yaitu:
1. Kebudayaan adalah cara berfikir dan
cara merasa yang menyatakan diri
dalam seluruh segi kehidupan
sekelompok manusia yang
membentuk kesatuan sosial
(masyarakat) dalam suatu ruang dan
waktu.
2. Kebudayaan sebagai keseluruhan
yang mencakup pengetahuan
kepercayaan seni, moral, hukum,
adat serta kemampuan serta
kebiasaan lainnya yang diperoleh
manusia sebagai anggota masyarakat.
3. Kebudayaan merupakan hasil karya,
rasa dan cipta masyarakat. Karya yaitu
masyaraakat yang menghasilkan
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol 2. No. 2, p.183-196
@STP 2017,All Rights Reserved
Hal. 188 | J-STP I VOL 2 NO. 2 2017
tekhnologi dan kebudayaan
kebendaan yang terabadikan pada
keperluan masyarakat. Rasa yang
meliputi jiwa manusia yaitu
kebijaksanaan yang sangat tinggi di
mana aturan kemasyarakatan
terwujud oleh kaidah-kaidah dan
nilai-nilai sehingga denga rasa itu,
manusia mengerti tempatnya sendiri,
bisa menilai diri dari segala
keadaannya.
Meeting merupakan terminologi yang
generik, yang kadang dipakai sebagai
substitusi untuk menyebut event MICE
secara umum. Tapi ”Meeting” biasanya
merujuk kepada kegiatan pertemuan yang
lebih kecil jumlah dan skalanya
dibandingkan dengan Conference, Congress,
Convention. Meeting biasa sebagai ”Sebuah
pertemuan oleh minimal dua orang untuk
waktu minimal 15 menit, di suatu tempat
khusingus atau dengan pembayaran tempat
minimal untuk setengah hari pertemuan”.
(Faisal S.ST.Par,MM.Par,Naskah akademik
: Kajian penerapan dan kebijakan destinasi
pariwisata pada bidang mice, tahun 2010).
Hasil wawancara dan kesepakatan kami
dengan sekjen INCCA kalau Jenis-jenis
meeting yang ada di MICE dapat disebut
Event ;
Corporate Meeting
Association Meeting
Government & Intergovernmental
Meeting
Incentive Meeting & Travel
Insentive merupakan pemberian
penghargaan berupa perjalananan wisata ke
suatu destinasi sebagai bagian dari upaya
peningkatan kapasitas maupun kapabilitas
SDM perusahaan.
Dalam konteks mice, penggunaan istilah
insentive muncul karena kecenderungan
yang terjadi bahwa seseorang yang
menghadiri sebuah event pertemuan baik itu
dalam konteks internasional, regional,
nasional maupun dalam jenis association
meetings maupun corporate meetings,
adalah orang-orang yang mendapat
penghargaan khusus atau merupakan salah
satu bentuk pemberian insentif dari associate
maupun corporate.
Conference merupakan istilah yang lebih
sering digunakan di negara-negara Amerika,
sedangkan “Congress” merupakan istilah
yang sama yang lebih banyak digunakan di
Eropa. Baik “Conference” maupun
“Congress” diselenggarakan dengan durasi
sedikitnya satu hari hingga beberapa hari dan
jumlah peserta lebih dari 50 orang, namun
tidak selalu dalam frekuensi rutin.
Conference, peserta umumnya berasal dari
berbagai profesi, sedangkan “Congress”
umumnya diikuti satu jenis
profesi.Pembiayaan untuk mengikuti
“Conference” dan Congress ini bisa dibiayai
sendiri atau pihak kedua. Convention
umumnya diadakan dengan waktu yang
sudah ditetapkan secara reguler (misalnya
tahunan, dua tahunan, tiga tahunan), dengan
jumlah peserta lebih dari 5000 orang.
Terminologi “Convention” digunakan secara
luas di berbagai negara seperti Amerika,
Australia dan Asia.
ICCA memberikan kriteria International
Association Meeting sebagai berikut:
1. Dihadiri oleh peserta sedikitnya 50
partisipan
2. Diorganisir dalam sebuah pertemuan yang
bergilir(regular) (tidak termasuk pertemuan
yang diadakan hanya sekali waktu)
3. Bergilir sedikitnya tiga negara yang
berbeda
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol 2. No. 2, p.183-196
@STP 2017,All Rights Reserved
Hal. 189 | J-STP I VOL 2 NO. 2 2017
Sedangkan UIA (Union of International
Association) membuat definisi International
Meeting sebagai berikut:
1. Jumlah minimum partisipan 300 orang
2. Jumlah minimum partisipan asing (luar
negeri) 40 persen
3. Jumlah minimum negara/kebangsaan 5
negara
4. Lama minimum (durasi) penyelenggaraan
meeting 3 hari
Exhibition : secara sederhana Pameran
adalah sebuah kegiatan pertemuan dimana
ditampilkan produk dan jasa, dengan
mengundang para pembeli dan atau dalam
rangka peningkatan citra produk atau jasa
yang ditampilkan. Dalam perspektif
penyelenggara konferensi atau konvensi
digelarnya pameran dalam merupakan salah
satu pendukung kesuksesan sebuah
konferensi dan konvensi tersebut. Namun
tidak semua konferensi atau konvensi
disertai pameran. Sebaliknya, dalam sebuah
pameran juga digelar kegiatan konferensi,
namun tidak semua pameran menggelar
konferensi.
Garis-garis besar event berdasar hasil
wawancara penulis dengan Executive
Direktor Liek Diworoputro, MSc, CMMC
dari INCCA/Indonesian Congress And
Convention Association memberikan
pemahaman tentang event organisasi terkait
seluruh aktivitas MICE. Hanya saja
penyebutan untuk Professional Congress
Organisation/PCO sedangkan untuk PEO
berlaku untuk pameran atau Professional
Exhibition Organisation/PEO. Dalam
sebuah usaha MICE bisa saja ke duanya juga
dilakukan oleh pengusaha tersebut,
seringkali juga secara umum disebut EO
(Event Organisasi) karenanya dalam istilah di
media sering disebut EO.
Diakui olek Pak Liek kalau event asing tidak
bisa begitu saja tampil di Indonesia , dia
harus kerjasama denga EO di dalam negeri.
Seperti Reed bekerjasama dengan
PanoramaConvex. Misalnya Sony Subono
yang mendatang Bruno Mars ke Indonesia
juga bekerja sama dengan EO yang
mempunyai izin dan sertifikasi. Menurutnya
permasalahan terjadi bukan karena EO tapi
banyak sekali EO di Indonesia yang tak
berizin dam sertifikasi. Kendala
menampilkan budaya lokal dalam event
MICE selama ini adalah tidak adanya
anggaran untuk tampilan budaya; tampilan
atraksi budaya dianggap mahal dan kurang
manfaatnya/benefit bagi EO. Kita akan
mengadakan congress bupati dan wali kota
yang jumlahnya 12.000 orang, sudah
kesulitan cari venuenya.Selain PCO; PEO:
Insentif travel: Seminar atau acara diskusi
pax diatas 50 orang maka akan disebut
Event, setiap acara yang berlangsungnya
sehingga pengelola dari semuanya Event
Organisasi lebih kepada pengelolaan. EO di
Jakarta beragam bidangnya ada EO
penyeleggaran olahraga seperti Sepak bola
bahkan EO pemakamanpun ada ungkap,
pak Liek Diworoputro.
Ada pula yang disebut DMO( destination
Marketting Organisation) misalnya UBM
dan di Indonesia hanya ada 1 DMO yaitu
Bali Pacific World. Di Jakarta cukup banyak
assosiasi MICE misalnya SIPCO; ASPEK:
ASPERAPI dan sebagainya.
Lokasi penelitian ada di lokasi wilayah DKI
Jakarta. Dalam kegiatan ini akan dilihat
penyelenggaran even-even yang dikelola di
daerah DKI Jakarta misalnya even yang
diselenggarakan oleh kementerian pertanian
di JCC, event kesehatan atau event yang
diselenggarakan oleh partai. Apakah dalam
acaranya menggunakan unsur ada budaya
asli dalam pengemasannya misalnya dalam
pembukaan acara menabuh gamelan, atau
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol 2. No. 2, p.183-196
@STP 2017,All Rights Reserved
Hal. 190 | J-STP I VOL 2 NO. 2 2017
angklung, sasando dan lain sebagainya. Atau
ada panggung khusus area budaya, atau ada
pengenalan makanan asli langka misalnya.
Kegiatan penelitian akan dilaksanakan
selama 3 bulan, dimulai sejak bulan
April;Mei sampai dengan Juni 2013.
Kegiatan ini direncanakan dapat diselesaikan
dalam waktu 3 bulan (tiga) dengan
penjabaran waktu secara garis besar sebagai
berikut : penelitian akan dilakukan ke
lapangan pada bulan Mei 2013. Lama
penelitian lapangan kurang lebih 7 sampai
dengan 10 hari dengan waktu bersamaan
atau berbeda melihat kondisi di lapangan.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun
pendekatan kualitatif dilakukan dengan cara
lebih banyak mengumpulkan informasi
tentang segala bentuk acara-acara(event) yang
diselenggarakan oleh EO dan kementerian
lain di luar parekraf.
Menggunakan cara pengumpulan data yang
sederhana.
1). Sumber informasi adalah berupa data
primer hasil pengamatan langsung dan
penggunaan metode purposive sampling
melalui wawancara dan melihat acara
langsung event mice dan penyelenggara mice
terhadap beberapa individu (informan
kunci), sedangkan data penunjang atau data
sekunder yang digunakan
adalah buku-buku dan dokumen lainnya
yang sejenis.
2). Ruang lingkup sampel dalam penelitian
ini adalah :
Pihak pengelola event ( Event
Organiser);
Penyeleggaraan event yang
berlangsung. Produk-produk event.
Peserta event.
Karena penelitian ini bersifat deskriptif maka
hasil pengumpulan data merupakan
gambaran kondisi Peranan organisasi event
dalam memperkenalkan mempromosikan
budaya Indonesia.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah
pedoman wawancara sebagai pedoman
pengumpulan data yang kemudian
diolah/dinarasikan menjadi gambaran
Peranan organisasi event dalam
memperkenalkan budaya Indonesia.
Pedoman wawancara ini dibuat ke dalam
daftar pertanyaan terbuka atau tidak
terstruktur (daftar pertanyaan terlampir).
Secara garis besar penjabaran ”Pentingnya
standar acara even dalam pencitraan
budaya” dengan cara mengidentifikasi
beberapa hal yang sangat penting dalam
pelaksanaan acara tersebut antara lain : 1.
mengidentifikasi penentuan lokasi 2.
mengidentifikasi publikasi sebuah event yang
sedang diselenggarakan 3. mengidentifikasi
acara pembukaan sebuah event yang sedang
diselenggarakan 4.mengidentifikasi busana
peserta dan panitia event. 5. mengidentifikasi
makanan dan penyajian sebuah event yang
sedang diselenggarakan 6. mengidentifikasi
pamerannya apakah ada upaya
penyelenggara menampilkan unsur budaya
lokalnya. 7 mengidentifikasi acara
penutupan sebuah even yang sedang
diselenggarakan dengan tarian tradisional
atau pantun-pantun atau lainnya yang berisi
budaya Indonesia. Metode penelitian
Deskriptif dengan menggunakan pendekatan
kualitatif dan kwantitatif dari berbagai
sumber.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil lapangan yang kami
kumpulkan,
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol 2. No. 2, p.183-196
@STP 2017,All Rights Reserved
Hal. 191 | J-STP I VOL 2 NO. 2 2017
Tabel 3. Jumlah Even Organiser MICE
NO KOTA JUMLAH
2013
2016
1 JAKARTA 178 224* *Data ini hanya untuk
enterteinment dan organizer
2 SURABAYA 41 14*
3 MAKASAR 38 23*
4 DENPASAR /BALI 14 9*
5 PEKAN BARU 13
6 SEMARANG 8
7 BANDUNG /JABAR 7 39*
8 BOGOR 9
9 SERANG BANTEN 6 11*
10 BATAM 6 11 MEDAN 3 1* 12 PADANG 1 13 SAMARINDA 2 14 ACEH 1 10* 15 RIAU 12* 16 RIAU KEPULAUAN 3* 17 LOMBOK 18 JOGYAKARTA 1*
Total 327 531
Jumlah keseluruhan untuk : enterteinment,
organizer, Freigh fowarder, Venue owner,
Supplier dan stand contractor.
ASPERAPI & INCCA 2013 & 2016
Dan dari beberapa EO maka didapat hasil
penyelenggaraan acara/event dengan cara
mengidentifikasi even-even yang telah
dilaksanakan :
1: penentuan lokasi/venue
2. bentuk publikasi
3.acara pembukaan
4. menentukan busana
5.menentukan makanan
6. menentukan pameran kerajinan lokal
7. menentukan penutupan acara.
Jawaban : EO = Even Organicer. Tidak= T;
Ya =Y
Pernyataan -pernyataan kami ukur
berdasarkan pernyataan responden, dan
hasil pernyataan responden Tidak=99 %,
pernyataan antara Tidak dan Ya= 25% dan
pernyataan Ya=99%.
Tabel 3: Kondisi Pernyataan EO dalam
pelaksanaan acaranya terhadap citra budaya. NO 1 2 3 4 5 6 7
EO
1
T T
Y
T
Y
T
Y
T T T
Y
EO
2
Y T
Y
Y Y Y T Y
EO
3
T T
Y
Y Y T
Y
T T
Y
EO
4
T T Y T T T T
EO
5
T T T
Y
T T T T
EO
6
T T Y T
Y
T T T
EO
7
T
Y
Y T
Y
Y Y Y Y
EO
8
T
Y
T
Y
T
Y
T T T T
Berdasarkan hasil survey, yang kami
tanyakan langsung kepada pihak
penyelenggara acara/event memang
EO/Event Organisation atau PEO yang
sudah go public mempunyai kesadaran lebih
tinggi dibanding EO yang baru muncul.
Justru dari PCO yang besar adanya
guidelines kesepakatan acara/itinerary yang
dibuat sangatlah jelas, kalau tidak muncul
maka perwakilan Negara yang menjadi Host
akan mempertanyakan kita “cultural
nightnya di hari apa” beberapa dari EO
yang kami temui memang belum pernah
mendapatkan pembekalan dari instansi
terkait dan bagi yang sudah memiliki bekal
dari latar belakang pendidikan mice berbasis
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol 2. No. 2, p.183-196
@STP 2017,All Rights Reserved
Hal. 192 | J-STP I VOL 2 NO. 2 2017
budaya, justru mereka sering kali didikte
oleh pasar. Satu dilemma yang cukup sulit
untuk menentukan atau membimbing
mereka ke pada identitas lokal content.
Namun diakui oleh semua EO mereka juga
khawatir kalau tidak dipaksakan untuk kenal
maka mereka tidak pernah tahu tentang
kebudayaan lokal. Karenanya penting
memasukan kriteria ini lebih fokus lagi
kedalam semua penyelenggaraan event di
seluruh Indonesia agar mengggali event yang
mempunyai nilai-nilai identitas lokal.
Sehingga apa-apa yang diungkapkan sebagai
estimasi degradasi budaya dapat diproteksi
lebih dini, serta, dapat dialihkan didorong
menjadi sebuah peluang yang justru
mengembangkan unsur-unsur lokal.
Dari hasil pengamatan lapangan :
A. Penentuan lokasi/venue
Ditemukan pada kebanyakan/ secara umum
pada EO yang ada di Jakarta dan beberapa
di daerah lain, mereka menentukan lokasi
atau venue berdasarkan kapasitas saja hasil
yang telah ditentukan dari 10 responden 2
gagal dihubungi menyatakan 5 menyatakan
tidak menggunakan venue bernuansa
budaya.Sedangkan 2 responden menyatakan
TY/tidak dan ya atau kadang-kadang
tergantung tema/tematik, menggunakan
berbagai venue bernuansa lokal. 2
Responden ini merupakan perusahaan PCO
yang juga terkait pariwisata Satu-satunya
yang menjawab Ya selalu adalah EO sering
dalam jasa Insentif Travel bagi perusahaan
asing yang ada di Indonesia, bekerjasama
dengan kongres internasional yang ada.
Yang satunya lagi bergerak dalam jasa EO
bagi perusahaan asing yang ada di Indonesia.
B. Penentuan bentuk publikasi
Publikasi yang digunakan adalah yang
sifatnya umum 50 % dari 4 responden
artinya tidak menggunakan nuansa budaya
didalamnya. Sedangkan 3 responden
menggunakan publikasi bernuansa lokal ada
yang membuat publikasi latar belakang batik,
atau dengan gunungan atau dengan wiro
sableng; Festival kreatif computer; wayang
dalam festival games anak misalnya. Satu
responden yang selalu tidak pernah tidak
menggunakan publikasi bernilai budaya.
C. Penentuan acara pembukaan
Atraksi yang sering ditampilkan secara
umum sudah menggunakan tarian daerah
yang dijawab oleh 4 responden dengan
jawaban Tidak dan Ya, artinya kadang-
kadang mereka menampilkan pembukaan
dengan tarian daerah kadang-kadang tidak
sesuai tema event yang ditampilkan. Serta 4
responden lainnya selalu membuat
pembukaan event dengan atraksi dari daerah
asal.
D. Penentukan busana
Busana yang digunakan panitia atau peserta
umumnya bukan busana daerah tapi dengan
bahan batik atau tenunan lainnya. 2 dari
responden menjawab tidak mengikuti
busana lokal. Sedangkan 3 responden
lainnya mengakui selalu mengikuti busana
daerah lokal, responden ini berasal dari
EO insentif travel, menurut mereka
mengenakan busana daerah merupakan
bagian dari kesenangan wisatawan. Sisanya 3
responden lainnya tidak selalu mengikuti
busana daerah lokal.
E. Penentukan makanan
5 responden menyatakan menyajikan
makanan minuman sesuai venue saja, jadi
tidak terlalu banyak perubahan menunya
sehigga kesulitan untuk selalu mengikuti
makanan daerah lokal. 1 responden
mengakui kadang-kadang Tidak dan Ya
menyajikan makanan daerah.Sedangkan 2
responden lain selalu berusaha untuk
Jurnal Sains Terapan Pariwisata
Vol 2. No. 2, p.183-196
@STP 2017,All Rights Reserved
Hal. 193 | J-STP I VOL 2 NO. 2 2017
mencari keunikan dari makanann daerah
lokal( responden ini menentukan langsung
makanan daerah yang sebelumnya sudah di
survey, EO ini juga bergerak di bidang
kepariwisataan).
F. Penentukan pameran kerajinan lokal
Pameran kerajinan daerah lokal di lokasi
penyelenggaraan event sangat jarang
ditampilkan oleh responden. Menurut
mereka sulit menghubunginya, dan masalah
budget juga terbatas, kecuali ada bantuan
dari dinas pariwisata atau ukm dan
perindustrian. Sedangkan satu responden
yang masih tetap menampilkan pameran
lokal misalnya bagaimana membuat jamu,
atau kain batik atau tenun dan sebagainya
Responden ini berasal dari EO insentif
travel.
G. Penentukan penutupan acara.
4 responden tidak menampilkan atraksi
penutup karena pengunjung juga semakin
sedikit, akhirnya mereka lebih sering
menutupnya dengan MC saja. Sedangkan 2
responden lainnya
mengakui kadang-kadang ada dan 2
responden lainnya selalu menampilkan
atraksi penutup alasannya inilah yang disebut
sebagai atraksi yang sangat menentukan dan
memberikan kenang2an kepada wisatawan
mice.
Tabel 4 : Kegiatan event MICE 2012 No Kegiatan Tampilan
1. Naskah a. Naskah yang dikirim belum pernah di publikasikan di media lain. Hal ini di
buktikan dengan surat pernyataan di atas meterai bahwa naskah tersebut belum pernah di publikkasikan di media lain.
b. Naskah di ketik mengunakan program Microsoft Words dengan mengunakan huruf Times New Roman,ukuran Font 12,di atas kertas A4 berjarak satu spasi dengan panjang 13 - 20 halaman (termasuk gambar atau grafik atau tabel).
c. Naskah di tulis dalam bahasa indonesia atau bahasa inggris.Sistematika penulis mencakup: nama penulis serta abstrak disertai kata kunci,pendahuluan,metodologi,hasil dan pembahasan,simpulan dan daftar rujukan.
d. Nama penulis di cantumkan tanpa gelar akademik,di sertai nama dan alamat lembaga asal,dan di tempatkan di bawah judul naskah.
e. Naskah di serahkan dalam bentuk print out (hard copy)1 eksemplar dan cakram padat (CD) dapat di kirim melalui pos ke alamat : Pondok Cabe, Pamulang, Tangerang Selatan, Tlp. (021) 7402329, Fax (021) 7428152, atau di kirimkan melalui pos elektronik (e-mail) sabagai lampiran (attachment) ke alamat:[email protected]
2. Judul
Judul tidak boleh lebih dari 12 kata dan di ketik dengan huruf kapital di tengah-tengah dengan huruf kapital ukuran 14.Judul naskah dapat meliputi tema: a. Kepariwisataan b. Perhotelan c. Hospitaliti d. Gastronomi e. Manajemen Pariwisata (Tourism Management) f. Ekonomi dan pariwisata berbasis masyarakat g. Tema lain yang memiliki hubungan dangan pariwisata
3. Abstrak
Naskah abstrak dibuat dalam bahasa yaitu bahasa indonesia dan bahasa inggris.Panjang masing-masing abstrak 200 kata dan minimal berisi judul artikel, tujuan, metode dan hasil penilitia.
4. Kata Kunci (Key Word) Kata kunci maksimum terdiri dari 6 kata atau gabungan kata dan cara pengurutannya dari spesifik ke yang umum.
5. Pendahuluan Pendahuluan berisi tentang latar belakang,konteks penelitian,hasil kajian pustaka dan tujuan penelitian.
6. Metodologi Metodologi berisikan mengenai paparan mengenai rancangan penelitian,sumber data,teknik pengumpulan data,serta analisis data yang di lakukan oleh penulis.
7. Hasil dan pembahasan Hasil penelitian berisikan tentang paparan hasil analisis berkaitan dangan tujuan penelitian.pembahasan juga meliputi pemaknaan hasil dan perbandingan dengan teori dan /atau hasil penelitian sejenis maupun dengan penelitian sebelumnya.
8. Simpulan Bagian simpulan berisikan temuan hasil penelitian berupa jawaban atas pertanyaan penelitian maupun intisari hasil pembahasan.Simpulan di sajikan dalam bentuk paragraf.
9. Pengutipan Pengutipan atau perujukan mengunakan teknik rujukan berkurung (Nama akhir,tahun: halaman).Contoh: (Wiweka,2010:6)
10. Daftar Rujukan Daftar rujukan memuat sumber-sumber yang di rujuk.Jurnal ini mengikuti APA (American Psychological Association) format dengan contoh sebagai berikut: Buku oleh satu penulis Ismayati. (2010). Pengantar Pariwisata.Jakarta: Grasindo. Buku oleh dua penulis: Beck, C. A. J., & Sales, B. D. (2001).Family mediation: Fact, myths,and
future prospects. Washington DC: American Psychology Association. Lebih dari satu buku dengan penulis yang sama pada tahun yang sama: Roy, A. (1998a). Chaos Theory. New york: Macmillan Publishing Enterprises. Roy, A (1998b). Classic Chaos. San Francisco, CA:Jossey Bamar. Buku yang telah diedit: Mitchell, T. R.& Larson, J. R. (Eds.). (1987). People in organizations: An intoduction to organizational behavior. New York: McGraw-Hill.
Buku tidak di sertai nama penulis dan editor: Merriam-Webster’s collegiate dictionary (10 ed. ). (1993). Springfield,
MA: Meriam-Webster. Buku yang di revisi: Beck, C. A. J., Sales, B. D. (2001). Family mediation: Fact, myths, and future
prospects (Rev. Ed.). Washington, DC: American Psychology Association. Dokumen Resmi Pusat pembinaan dan pengembangan bahasa. (1978).Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta:Depdikbud. Skripsi, Tesis,Disertai dan laporan Penelitian Agitari, E. (2011). Pengembangan Kawasan Terpadu Dalam Pemberdayaan
Masyarakat di Perkebunan Bukit Tinggul. Skripsi tidak di terbitkan. Bandung: STIEPAR Yapari-Aktripa Bandung.
Jurnal satu penulis: Bryan, H. (1977). Leisure value system and recretion specialization: The
Case of trout fisherman. Journal of leisure Researech, 9,174-87. Jurnal dua penulis: Klimoski, R., & Palmer, S. (1993). The ADA and the hiring process in
organizations. Consulting Psychology Journal: Practic and Research, 45,10-36.
Majalah dan koran: Kandel, E. R., & Squire, L. R (2000, November 10). Neurosee : Breaking down scientific barriers to the study of brain and mind. Science,290,1113-1120. Ensiklopedia atau kamus: Sadie,S. (Ed.) (1980).The new Grove dictionary of music and musicians (6 ed. , Vols. 1 − 20).London: Macmillan. Media audio visual: Scorsese, M. (Prosedure), & Lonergan, K. (Writer/Director). (2001). You Can count on me [Motion pikture]. United States: Paramount Pictures. Rekaman suara: Costa, P. T., Jr. (Seaker).(1988). Personality, continuity, and changes of
adult life (Cassette Recording No.207-433-88A-B).Washington, DC: Smerican Psycological Association.
Internet World Trade Organization.Diakses tanggal 7 mei 2011.Dari http://www. Unwto.org./facts/eng/htm