Page 1
SURVEI PEROKOK DAN KONDISI KESEHATAN PEROKOK
DI WILAYAH RURAL (DESA CILEBUT BARAT KABUPATEN BOGOR)
DAN URBAN (KELURAHAN KALIBATA KOTA JAKARTA SELATAN)
TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh:
Nama: Nur Fitri Afiati
NIM: 1111101000043
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT (PSKM)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN (FKIK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1436 H/2015 M
Page 3
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Epidemiologi
Skripsi, November 2015
Nur Fitri Afiati, NIM: 1111101000043
Survei Perokok dan Kondisi Kesehatan Perokok Di Wilayah Rural (Desa Cilebut
Barat Kabupaten Bogor) dan Urban (Kelurahan Kalibata Kota Jakarta Selatan)
Tahun 2015
XVI+ 105 halaman, 2 bagan, 24 tabel, 50 lampiran
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara ketiga di dunia dengan angka prevalensi
rokok terbanyak yaitu 4,8%. Survei yang dilakukan oleh Riskesdas menunjukkan
bahwa wilayah rural dan urban memiliki proporsi perokok yakni 36,6% dan
32,3% di tahun 2013. Cilebut Barat memiliki jumlah rumah tangga terbanyak
yaitu sebanyak 6092 rumah tangga. Sedangkan, Kelurahan Kalibata memiliki
jumlah rumah tangga terbanyak yakni sebesar 14329.
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif yang
menggunakan desain studi Cross Sectional. Teknik pengambilan sampel yaitu
klaster dua tahap dengan jumlah sampel 275 di Desa Cilebut Barat dan 295 di
wilayah Kelurahan Kalibata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi
perokok menurut orang, tempat dan waktu serta kondisi kesehatan yang dialami
oleh perokok di Desa Cilebut Barat dan Kelurahan Kalibata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perokok di daerah Kelurahan
Kalibata lebih tinggi dengan jenis kelamin perempuan. Pada wilayah Kelurahan
Kalibata pendidikan terakhir adalah SMA (58,11%). Sedangkan, di Desa Cilebut
Barat pendidikan terakhir perokok adalah SMP (38,30%). Pekerjaan perokok
tertinggi di Kelurahan Kalibata adalah wiraswasta (41,90%) dan Desa Cilebut
Barat adalah buruh (36,17%). Pada kedua wilayah perokok menghabiskan 10-14
batang rokok perharinya dengan anggaran rata-rata Rp 13.700 pada Kelurahan
Kalibata dan Rp 10.600 pada Desa Cilebut Barat. Rata-rata usia awal merokok di
Desa Cilebut Barat yakni 19 tahun dan 17 tahun di Kelurahan Kalibata. Metode
berhenti merokok tanpa bantuan adalah metode terbanyak yang digunakan pada
kedua wilayah.
Pajanan asap rokok di dalam rumah, di lingkungan kerja dan tempat
umum lebih banyak terjadi di Desa Cilebut Barat daripada di wilayah Kelurahan
Kalibata. Hampir semua responden mendapat pajanan iklan rokok dari televisi.
Sebagian besar perokok pada kedua wilayah memiliki durasi merokok 10-19
tahun. Kondisi kesehatan yang dialami oleh perokok yang paling banyak terjadi
yaitu hipertensi baik di Desa Cilebut Barat maupun Kelurahan Kalibata. Peneliti
menyarankan agar Puskesmasmelakukan edukasi kepada warga mengenai dampak
rokok terutama kepada kalangan pelajar seperti SD, SMP dan SMA.
Kata kunci: Perokok, Kondisi Kesehatan, Rural dan Urban
Page 4
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH
Epidemiology
Undergraduate Thesis, November 2015
Nur Fitri Afiati, NIM: 1111101000043
Smokers Survey and Smokers Health Conditions In Rural (Desa Cilebut Barat
Kabupaten Bogor) and Urban (Kelurahan Kalibata Kota Jakarta Selatan) 2015
XVI+ 105 halaman, 2 bagan, 24 tabel, 50 lampiran
ABSTRACT
Indonesia is the third country in the world with the highest smoking
prevalence rate is 4.8%. A survey conducted by Riskesdas showed that urban and
rural regions have a proportion of smokers ie 36.6% and 32.3% in 2013. Cilebut
West has the highest number of households that as many as 6092 households.
Meanwhile, Village Kalibata has the highest number of households which
amounted to 14 329.This study was a descriptive epidemiological study using
cross sectional study design. A sampling technique that two-stage cluster sample
number 275 in the Village area Cilebut West and 295 in the Village Kalibata. This
study aims to determine the distribution of smokers by person, place and time as
well as health conditions experienced by smokers in the West Village and Village
Cilebut Kalibata.
The results showed that smokers in the Village area Kalibata higher with
female sex. At the Village Kalibata last education is high school (58.11%).
Meanwhile, in the West Village area of education last Cilebut smokers are junior
(38.30%). Most of the work in the village Kalibata smokers are self-employed
(41.90%) and Cilebut West Village area is labor (36.17%). In both regions
smokers spend 10-14 cigarettes per day with an average budget of Rp 13,700 to
Rp 10,600 Village Kalibata and at Village West Cilebut. The average age of
beginning to smoke in the village of West Cilebut ie 19 years and 17 years in the
Village Kalibata. Methods to stop smoking without help is the method most used
in both regions.
Exposure to cigarette smoke in the home, in the workplace and public
places are more prevalent in the West than in the village Cilebut Kalibata Village
area. Almost all respondents got exposure to cigarette advertising on television.
Most smokers in the two regions has a duration of 10-19 years smoke. health
conditions experienced by smokers most common are hypertension either in the
village or the Village West Cilebut Kalibata. Researchers suggest that health
centers to educate the citizens about the impact of smoking, especially to the
students such as elementary, junior high and high school.
Keywords: Smokers, Health Conditions, Rural dan Urban
Page 7
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nur Fitri Afiati
TTL : Jakarta, 2 April 1993
Agama : Islam
Golongan Darah : B
No Hp : 085694741563
Alamat : Jalan Kalibata Timur 3 Rt 005/08 no:17
Alamat Email : [email protected]
Pendidikan Formal
1997-1998 : TK/TPA Alkhoiriyah
1998-2004 : SDN Kalibata 04
2004-2007 : SMPN 182 Jakarta
2007-2010 : SMAN 79 Jakarta
2011-sekarang : Peminatan Epidemiologi, Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Prestasi dan Penghargaan
2009-2010 : Peraih Beasiswa DKI Jakarta
2013-2014 : Peserta Olimpiade Biologi tingkat Jakarta Selatan
Pengalaman Kerja
2013 : Wakil Ketua Pengalaman Belajar Lapangan 1 dan 2 di
Rw 11 Kelurahan Pamulang Kota Tangerang Selatan,
Banten
2014 : Magang di Kantor Kesehatan Pelabuhan Soekarno Hatta
2015 : Magang di Puskesmas Kecamatan Pancoran
2015 : Tenaga enumerator survei Kebutuhan Nyata Air Bersih
PKKLI FKM UI
Pengalaman Organisasi
2010 : Bendahara Departemen Hayati Mabit Nurul Fikri
2011 : Staff Pengembangan Ekonomi Komda FKIK UIN Jakarta
2011-2012 Anggota aktif Pergerakan Anggota Muda IAKMI DKI
Jakarta
2012-2013 : Menteri Pengembangan Ekonomi Pergerakan Anggota
Muda IAKMI DKI Jakarta
staff pengembangan ekonomi Epidemiology Student
Association
2013-2014 : Staff Kementerian Keilmuan dan Profesi Pergerakan
Anggota Muda IAKMI Nasional
2014-2015 : Bendahara Pergerakan Anggota Muda IAKMI Nasional
Page 8
vii
Kata Pengantar
Assalamu‟alaikum wr. wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas nikmat dan karunianya sehingga
penulis bisa menyelesaikan proposal skripsi ini. Sholawat dan salam tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya hingga
kepada kaum muslimin.
Alhamdulillah skripsi yang berjudul “Survei Perokok dan Kondisi
Kesehatan yang Dialami Perokok di Wilayah Rural (Desa Cilebut Barat
Kabupaten Bogor) dan Urban (Kelurahan Kalibata Kota Jakarta Selatan) Tahun
2015” telah selesai sebagai sarat untuk memperoleh gelar sarjana.Ucapan terima
kasih tak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. H. Arif Sumantri selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UINSyarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Fajar Ariyanti Ph. D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes selaku pembimbing. Terima kasih
atas bimbingannya, saran, semangat dan doa nya. Terima kasih juga
atas ilmu yang telah ibu berikan kepada saya dan tantangan selama
proses pembelajaran yang membuat saya semakin kuat jika
menghadapi dunia kerja.
4. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar. MARS selaku pembimbing. Terima
kasih atas bimbingan, saran dan kebaikan yang telah bapak berikan
kepada saya.
5. Ibu Raihana Nadra Alkaff, SKM. M.MA selaku pembimbing. Terima
kasih banyak bu bimbingan dan arahan dari ibu dalam penelitian ini.
Page 9
viii
6. Ibu Yuli Amran, MKM selaku pembimbing akademiknya. Terima
kasih bu atas waktu dan perhatian yang telah ibu berikan kepada saya.
7. Ibu Hoirun Nisa, P.hD selaku Dosen Epidemiologi. Terima kasih bu,
atas ilmu yang telah ibu berikan.
8. Umi, Ayah, kakak dan abang serta keponakan tersayang yang telah
memberikan cinta dan kasih sayang serta semangatnya kepada penulis.
Terutama kepada umi dan ayah yang selalu memberikan kasih sayang
dan perhatian kepada penulis baik dalam hal moril maupun materil.
9. Pihak yang terkait di Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta
Selatan dan Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor yang telah
mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di daerahnya.
10. Ibu Lurah Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor, kader desa Cilebut
Barat Kabupaten Bogor, Ketua RT baik di Kelurahan Kalibata Kota
Administratif Jakarta Selatan maupun di Desa Cilebut Barat
Kabupaten Bogor yang telah memudahkan proses perizinan untuk
melakukan penelitian dan bantuan selama penelitian berlangsung.
11. Sahabat „Geng Rempong‟ Wulan, Pewe, Nadra, Safira, Mbak Lia dan
Falah terima kasih atas motivasi dan bantuannya dalam hal
pengumpulan data untuk bisa menyelesaikan skripsi ini. Terutama
kepada Wulan yang telah memberikan kritik kepada penulis dalam hal
penulisan skripsi.
12. Athiya, Ismi, Afifah, Wina dan Maya yang telah membantu penulis
dalam mengumpulkan data. Terutama kepada Athiya yang selalu
menemani penulis dalam melakukan pengumpulan data.
13. Teman-teman Epid 2011, terutama kepada Iis, Putri, Linadan Kemal
yang telah memberikan pendapat dan dukungannya dalam
memperbaiki skripsi ini kearah yang lebih baik terutama dalam soal
konten.
14. Sahabat-sahabat tersayang Puduf (Putri, Umi, Dian dan Fatimah) yang
memberikan motivasi kepada penulis.
Page 10
ix
15. Saudara penulis, Bi Yana, Bi Yati dan mang Topik yang telah
membantu peneliti selama penelitian berlangsung terutama masalah
perizinan.
16. Zahra, Rara, Shela dan Fitra teman seperjuangan di Mabit NF yang
sampai sekarang menjadi teman dekat penulis.
17. Kevin, seseosok teman misterius yang selalu mendukung penulis untuk
menyelesaikan studi.
18. Teman-teman dan kakak-kakak PAMI Nasional yang telah membantu
penulis dalam memberikan saran dan dukungan serta teman-teman
PAMI Nasional lainnya.
19. Pihak lain yang telah membantu penulis terkait penulisan proposal.
Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih sangat jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi penyempurnaan laporan skripsi. Semoga laporan skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu‟alaikum wr.wb
Ciputat, 2015
Penulis
Page 11
x
Daftar Isi
Abstrak......................................................................................................................i
Pernyataan persetujuan...........................................................................................iii
Daftar Riwayat Hidup.............................................................................................iv
Kata Pengantar ...................................................................................................... vii
Daftar Isi.................................................................................................................. x
Daftar Bagan ........................................................................................................ xiii
Daftar Tabel ......................................................................................................... xiv
Daftar Lampiran .................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................... Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang ..........................................................Error! Bookmark not defined.
B. Rumusan Masalah .....................................................Error! Bookmark not defined.
C. Pertanyaan Penelitian ................................................Error! Bookmark not defined.
D. Tujuan .......................................................................Error! Bookmark not defined.
1. Tujuan Umum .......................................................Error! Bookmark not defined.
2. Tujuan Khusus ......................................................Error! Bookmark not defined.
E. Manfaat .....................................................................Error! Bookmark not defined.
1. Bagi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) ...Error! Bookmark not defined.
2. Bagi Prodi Kesehatan Masyarakat ........................Error! Bookmark not defined.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ......................................Error! Bookmark not defined.
F. Ruang Lingkup Penelitian .........................................Error! Bookmark not defined.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................ Error! Bookmark not defined.
A. Rokok ........................................................................Error! Bookmark not defined.
1. Definisi Rokok ......................................................Error! Bookmark not defined.
3. Dampak Rokok .....................................................Error! Bookmark not defined.
4. Tipe-tipe Perokok ..................................................Error! Bookmark not defined.
B. Epidemiologi Deskriptif ............................................Error! Bookmark not defined.
Page 12
xi
1. Orang.....................................................................Error! Bookmark not defined.
2. Tempat ..................................................................Error! Bookmark not defined.
3. Waktu ....................................................................Error! Bookmark not defined.
C. Rural dan Urban ........................................................Error! Bookmark not defined.
D. Rokok Menurut Islam ...............................................Error! Bookmark not defined.
E. Kerangka Teori .........................................................Error! Bookmark not defined.
BAB III Kerangka Konsep dan Definisi Operasional .......... Error! Bookmark not
defined.
A. Kerangka Konsep ......................................................Error! Bookmark not defined.
B. Definisi Operasional .................................................Error! Bookmark not defined.
BAB IV METODE PENELITIAN ........................ Error! Bookmark not defined.
A. Desain Penelitian ......................................................Error! Bookmark not defined.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................Error! Bookmark not defined.
C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................Error! Bookmark not defined.
1. Populasi .....................................................................Error! Bookmark not defined.
2. Sampel...................................................................Error! Bookmark not defined.
D.Pengumpulan Data ........................................................Error! Bookmark not defined.
1. Sumber Data ..............................................................Error! Bookmark not defined.
2. Cara Pengumpulan Data........................................Error! Bookmark not defined.
3. Instrumen Penelitian .............................................Error! Bookmark not defined.
F. Pengolahan Data .......................................................Error! Bookmark not defined.
G. Analisa Data ..............................................................Error! Bookmark not defined.
BAB V HASIL PENELITIAN .............................. Error! Bookmark not defined.
A. Gambaran Wilayah Penelitian ..................................Error! Bookmark not defined.
1. Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor ...................Error! Bookmark not defined.
B. Distribusi Perokok di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 Error! Bookmark not
defined.
C. Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang di Wilayah Rural dan Urban
Tahun 2015 ..............................................................Error! Bookmark not defined.
Page 13
xii
D. Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Tempat di Wilayah Rural dan Urban
Tahun 2015 ..............................................................Error! Bookmark not defined.
E. Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Waktu di Wilayah Rural dan Urban
Tahun 2015 ..............................................................Error! Bookmark not defined.
F. Distribusi ...................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB VI PEMBAHASAN ...................................... Error! Bookmark not defined.
A. Keterbatasan Penelitian .............................................Error! Bookmark not defined.
B. Perokok di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 ...Error! Bookmark not defined.
C. Perokok Menurut Orang di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 ................ Error!
Bookmark not defined.
1. Umur .....................................................................Error! Bookmark not defined.
2. Jenis Kelamin ........................................................Error! Bookmark not defined.
3. Pendidikan .............................................................Error! Bookmark not defined.
4. Pekerjaan ...............................................................Error! Bookmark not defined.
5. Jumlah Rokok .......................................................Error! Bookmark not defined.
6. Metode Berhenti Merokok ....................................Error! Bookmark not defined.
7. Anggaran Pembelian Rokok .................................Error! Bookmark not defined.
D. Perokok Menurut Tempat di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 .............. Error!
Bookmark not defined.
1. Pajanan Asap Rokok .............................................Error! Bookmark not defined.
2. Pajanan Iklan Rokok .............................................Error! Bookmark not defined.
E. Perokok Menurut Waktu di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 ................ Error!
Bookmark not defined.
1. Durasi Merokok ....................................................Error! Bookmark not defined.
F. Kondisi Kesehatan yang Dialami Perokok di Wilayah Rural dan Urban Tahun
2015 ..........................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................... Error! Bookmark not defined.
A. Simpulan ......................................................................Error! Bookmark not defined.
B. Saran .............................................................................Error! Bookmark not defined.
Daftar Pustaka......................................................................................................117
Page 14
xiii
Daftar Bagan
Nomor Bagan Halaman
2.1 Kerangka Teori 36
3.1 Kerangka Konsep 38
Page 15
xiv
Daftar Tabel
Nomor Tabel Halaman
5.1 Karakteristik Responden di Wilayah Rural dan Urban
Tahun 2015 51
5.2 Distribusi Perokok Saat Ini di di Wilayah Rural dan Urban
Tahun 2015 52
5.3 Distribusi Perokok Saat Ini dan Dahulu di di Wilayah Rural
dan Urban Tahun 2015 52
5.4 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang (Jenis
Kelamin, Usia, Pendidikan dan Pekerjaan) di Wilayah
Rural dan Urban Tahun 2015
54
5.5 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang (Metode
Berhenti Merokok) di Wilayah Rural dan Urban Tahun
2015
56
5.6 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang (Anggaran
Pembelian Rokok) di Wilayah Rural dan Urban Tahun
2015
56
5.7 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang (Age
Initiation) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 57
5.8 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Tempat (Pajanan
Asap Rokok di Dalam Rumah dan Tempat Kerja) di
Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015
57
5.9 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Tempat (Pajanan
Asap Rokok di Tempat Umum) di Wilayah Rural dan
Urban Tahun 2015
58
5.10 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Tempat (Pajanan
Iklan Rokok) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 59
5.11 Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Waktu di
Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015 60
5.12 Distribusi kondisi kesehatan yang dialami oleh perokok
di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015
61
Page 16
xv
Daftar Lampiran
No Keterangan
1 Kuesioner
2 Kerangka Sampel
3 Hasil Uji Validitas
4 Hasil Analisis Data
Page 17
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara global kematian akibat rokok mencapai 6 juta orang tiap
tahunnya. Angka ini bisa bertambah mencapai 7 juta orang pada tahun 2020
(Action on Smoking and Health, 2014). Tobacco Atlas (2012) menunjukkan
bahwa sekitar 2 per 3 perokok di dunia tinggal di sepuluh negara salah
satunya adalah Indonesia. Selain Indonesia menjadi salah satu dari sepuluh
negara yang memiliki jumlah perokok terbanyak, Indonesia juga satu-
satunya negara yang berada di Asia Tenggara yang belum menandatangani
Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), padahal dengan
menandatangani FCTC Indonesia akan terhindar dari beberapa kerugian
seperti Indonesia tidak menjadi negara tujuan pemasaran industri rokok
multi nasional, konsumsi rokok pada anak dan wanita akan berkurang serta
Indonesia memiliki kesempatan untuk mengikuti negosiasi penerapan
panduan FCTC (Kementerian Kesehatan, 2013a).
Indonesia merupakan negara ketiga di dunia dengan angka prevalensi
perokok terbanyak setelah Cina dan India yaitu sebesar 4,8% (WHO, 2008
dalam Tobacco Control Support Center, 2012). Pada tahun 2009, Indonesia
menempati peringkat keempat dengan jumlah perokok terbanyak di dunia
yakni sebesar 260.800 (Tobacco Atlas, 2009 dalam Tobacco Control
Page 18
2
Support Center, 2012). Pada tahun 2013 proporsi perokok di Indonesia
adalah 29,3% (Riskesdas, 2013).
Perokok di Indonesia berasal dari berbagai kelompok umur dan jenis
kelamin. Berdasarkan kelompok umur, persentase perokok paling tinggi
berada pada usia produktif (15-64 tahun). Data dari Riskesdas pada tahun
2010 menunjukkan bahwa sebanyak 37% perokok berusia 35-44 tahun.
Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2011 menunjukan bahwa
sebanyak 73,3% perokok berada pada usia 25-44 tahun. Sementara itu,
Riskesdas tahun 2013 memperlihatkan bahwa sebanyak 33,4% perokok
berusia 30-34 tahun. Data yang diolah Tobacco Control Support Center
(2012) menemukan bahwa usia awal perokok mengonsumsi rokok
terbanyak yakni usia ≥15 tahun sebesar 50,7% di tahun 2007 dan 43,3% di
tahun 2010. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi perokok pada laki-laki
meningkat dari tahun ketahun. Pada tahun 2007 prevalensi perokok laki-laki
sebesar 65,6% kemudian tahun 2010 naik menjadi 65,8% dan pada tahun
2013 menjadi 66% (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan karakteristik wilayah tempat tinggal, prevalensi perokok
dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada wilayah rural atau pedesaan
prevalensi perokok tahun 2007 yaitu 36,6% dan meningkat pada tahun 2010
sebesar 37,4%. Sedangkan, pada wilayah urban atau perkotaan prevalensi
perokok sebesar 31,2% di tahun 2007 dan 32,3% di tahun 2010 (Tobacco
Control Support Center, 2012). Dari data tersebut juga menunjukkan bahwa
perokok di wilayah rural lebih banyak dibandingkan dengan perokok di
Page 19
3
wilayah urban. Data GATS (2011) juga menunjukkan hasil yang sama yakni
72,5% prevalensi perokok di wilayah rural dan 61,6% prevalensi perokok di
wilayah urban.
Penelitian yang telah dilakukkan oleh Hodge (1996) menunjukkan
bahwa perokok di wilayah urban lebih banyak dibandingkan dengan
perokok di wilayah rural. Penelitian Duelberg (1992) menunjukkan hasil
yang sama yaitu perokok di wilayah urban lebih tinggi dibandingkan dengan
wilayah rural. Sedangkan, penelitian yang dilakukkan oleh Sarvela
menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian Sarvela (1997) menunjukkan
bahwa perokok rural lebih besar dibandingkan perokok dengan urban.
Data BPS tahun 2010 menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan
salah satu provinsi yang memiliki wilayah pedesaan terbanyak yakni
sebanyak 3221 desa. Sedangkan, DKI Jakarta merupakan provinsi yang
seluruh wilayahnya merupakan wilayah perkotaan yakni sebanyak 267 kota.
Provinsi Jawa Barat memiliki proporsi perokok 27,1 % untuk perokok
saat ini dan 5,6% untuk perokok kadang-kadang (Riskesdas, 2013). Bogor
merupakan salah satu wilayah kabupaten yang memiliki proporsi 28,6% dan
perokok kadang-kadang 5,9% (Riskesdas Jawa Barat, 2013). Sedangkan,
Provinsi DKI Jakarta memiliki proporsi merokok terbanyak dengan proporsi
perokok sehari-hari 23,2% dan proporsi perokok kadang-kadang 6%
(Riskesdas, 2013).
Jakarta Selatan merupakan salah satu wilayah di DKI Jakarta yang
memiliki proporsi perokok setiap hari terbanyak ketiga yakni 23,7%
Page 20
4
perokok setiap hari dan 4,6% perokok kadang-kadang. Selain itu, Jakarta
Selatan merupakan salah satu wilayah di DKI Jakarta yang memiliki jumlah
perokok dengan usia <15 tahun terbanyak yakni 13,3% (Riskesdas Jakarta,
2013).
Masalah rokok harus segera ditangani karena rokok dapat
menimbulkan gangguan pada sistem kardiovaskular, sistem pernafasan dan
juga sistem reproduksi. Data yang berasal dari Surgeon General (2014)
menunjukkan bahwa sebesar 235 dari 100.000 penduduk meninggal dengan
gangguan sistem kardiovaskular yang diakibatkan oleh rokok. Berdasarkan
hasil studi yang telah dilakukan oleh Shinton dan Beevers (1989) dalam
CDC (2010) menunjukkan bahwa orang yang merokok berisiko terkena
stroke. Hasil studi yang sama juga ditemukan oleh Framingham Heart Study
yang menunjukkan bahwa risiko stroke meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah konsumsi rokok (Wolf, 1988).
Selain itu, rokok dapat menyebabkan gangguan pada sitem pernafasan
diantaranya kanker paru, PPOK dan juga asma. Surgeon general (2014)
menyebutkan kematian akibat kanker paru yakni sebanyak 90% pria dan
80% wanita yang disebabkan oleh rokok. National Review of Astma Death
(2012) dalam Action on Smoking and Health (2015b) menunjukkan bahwa
28% kematian penderita asma disebabkan oleh rokok. Sedangkan, PPOK
sekitar 80% dari kematian akibat PPOK disebabkan oleh rokok (Surgeon
General, 2014).
Page 21
5
Dampak pada sistem reproduksi yakni sekitar 10-20% kehamilan
berakhir dengan keguguran dan 10% pasangan yang ingin memiliki anak
memiliki tingkat kesuburan yang kurang (CDC, 2010). Data yang berasal
dari Pregnancy Risk Assessment and Monitoring System (PRAMS) tahun
2011 menemukan bahwa 10% wanita dengan usia kehamilan 3 bulan
merokok selama kehamilan (CDC, 2014a).
Kecamatan Pancoran merupakan salah satu kecamatan di wilayah
Jakarta Selatan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Dara Puspita
Dewi (2010) menemukan bahwa Kecamatan Pancoran memiliki presentase
satu orang perokok di rumah tangga yaitu sebanyak 72,9%. Kelurahan
Kalibata merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Pancoran yang
memiliki jumlah rumah tangga terbanyak yakni sebesar 14329 (BPS, 2010).
Sedangkan, Desa Cilebut Barat merupakan salah satu Desa di Kabupaten
Bogor. Penelitian yang dilakukan oleh Yusnabeti (2009) menemukan bahwa
presentase perokok di Desa Cilebut Barat yakni sebesar 89,8%. Desa
Cilebut Barat juga memiliki memiliki jumlah rumah tangga terbanyak yaitu
sebanyak 6092 rumah tangga.
Berdasarkan penjabaran masalah dan juga dampak yang terjadi pada
perokok, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
proporsi dan distribusi perokok menurut orang, tempat dan waktu serta
kondisi kesehatan yang dialami perokok di Desa Cilebut Barat Kabupaten
Bogor dan Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan karena
Page 22
6
selain masalah yang telah dipaparkan sebelumnya juga belum ada penelitian
terkait mengenai hal ini.
B. Rumusan Masalah
Rokok dapat menimbulkan efek bagi kesehatan diantaranya gangguan
pada sistem kardiovaskular, sistem pernafasan dan juga sistem reproduksi.
Tidak hanya penyakit saja yang ditimbulkan melainkan juga kematian. Di
dunia, kematian akibat rokok mencapai 6 juta orang tiap tahunnya. Angka
ini bisa bertambah mencapai 7 juta orang pada tahun 2020.
Survei yang dilakukan oleh Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa
wilayah rural memiliki proporsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
wilayah urban yakni 36,6% wilayah rural dan 32,3% di wilayah urban.
Adanya fasilitas yang memadai di wilayah urban ini memungkinkan
terjadinya migrasi penduduk dari wilayah rural ke wilayah urban. Swastika
(2014) menyebutkan bahwa proporsi penduduk di rural menurun sebesar
1,42% dalam satu tahun. Sedangkan, penduduk di urban meningkat sebesar
3,14% dalam satu tahun. Hal ini memungkinkan meningkatnya jumlah
perokok di wilayah urban.
Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah
rural. Diantara desa lainnya, Desa Cilebut Barat memiliki jumlah rumah
tangga terbanyak yaitu sebanyak 6092 rumah tangga. Sedangkan, Kelurahan
Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan merupakan salah satu wilayah
urban. Kelurahan Kalibata memiliki jumlah rumah tangga terbanyak yakni
sebesar 14329 (BPS, 2010).
Page 23
7
Oleh karena itu, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai
proporsi dan distribusi perokok menurut orang, tempat dan waktu serta
kondisi kesehatan yang dialami perokok di Desa Cilebut Barat Kabupaten
Bogor dan Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan karena
selain masalah yang telah dipaparkan sebelumnya juga belum ada penelitian
terkait mengenai hal ini di Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta
Selatan dan Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor.
C. Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan penelitian yaitu:
1. Bagaimana proporsi perokok di wilayah rural dan urban tahun 2015?
2. Bagaimana distribusi perokok di wilayah rural dan urban tahun 2015?
3. Bagaimana distribusi perokok menurut orang (jenis kelamin, umur,
pendidikan, pekerjaan, jumlah rokok, metode berhenti merokok,
anggaran pembelian rokok dan age initiation) di wilayah rural dan
urban tahun 2015?
4. Bagaimana distribusi perokok menurut tempat (pajanan asap rokok dan
pajanan iklan rokok) di wilayah rural dan urban tahun 2015?
5. Bagaimana distribusi perokok menurut waktu (durasi merokok) di
wilayah rural dan urban tahun 2015?
6. Bagaimana distribusi kondisi kesehatan yang dialami perokok
(hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, asma, PPOK, komplikasi
kehamilan) di wilayah rural dan urban tahun 2015?
Page 24
8
D. Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini terbagi menjadi dua yakni tujuan umum dan
tujuan khusus. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing tujuan:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melihat proporsi dan
distribusi perokok menurut orang, tempat dan waktu serta kondisi
kesehatan yang dialami oleh perokok di wilayah rural dan urban tahun
2015.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya proporsi perokok di wilayah rural dan urban tahun
2015.
b. Diketahuinya distribusi perokok di wilayah rural dan urban tahun
2015.
c. Diketahuinya distribusi perokok menurut orang (jenis kelamin,
umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah rokok, metode berhenti
merokok, anggaran pembelian rokok dan age initiation) di wilayah
rural dan urban tahun 2015.
d. Diketahuinya distribusi perokok menurut tempat (pajanan asap
rokok dan pajanan iklan rokok) di wilayah rural dan urban tahun
2015.
e. Diketahuinya distribusi perokok menurut waktu (durasi merokok)
di wilayah rural dan urban tahun 2015.
Page 25
9
f. Diketahuinya distribusi kondisi kesehatan yang dialami perokok
(hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, asma, PPOK, dan
komplikasi kehamilan) di wilayah rural dan urban tahun 2015.
E. Manfaat
1. Bagi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan saran kepada
Puskesmas di wilayah tempat penelitian berlangsung, Kelurahan
Kalibata dan Desa Cilebut Barat, dalam menurunkan jumlah perokok
di wilayah kerjanya.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan bisa memberi masukan dan informasi kepada
peneliti selanjutnya untuk bisa melakukan penelitian yang berkaitan
dengan menggunakan pendekatan mix methode untuk melihat proporsi
serta pola pemikiran atau persepsi masyarakat di wilayah rural dan
urban.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian epidemiologi deskriptif
dengan desain studi Cross Sectional. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah
untuk mengetahui proporsi dan distribusi perokok menurut orang (jenis
kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah rokok, metode berhenti
merokok, anggaran pembelian rokok dan age initiation), tempat (pajanan
asap rokok dan pajanan iklan rokok) dan waktu (durasi merokok) serta
Page 26
10
kondisi kesehatan yang dialami perokok (hipertensi, penyakit jantung
koroner, stroke, asma, PPOK, dan komplikasi kehamilan).
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Oktober 2015 di Desa
Cilebut Barat Kabupaten Bogor dan Kelurahan Kalibata Kota Administratif
Jakarta Selatan oleh mahasiswi Peminatan Epidemiologi UIN Jakarta.
Penelitian ini menggunakan desain studi Cross Sectional dengan analisis
deskriptif dari variabel penyerta yang menggunakan data primer. Instrumen
penelitian ini adalah kuesioner. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah
575 responden.
Page 27
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rokok
1. Definisi Rokok
Rokok menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015) adalah
gulungan tembakau kira-kira sebesar kelingking yang dibungkus daun
nipah atau kertas. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang
Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau mendefinisikan
rokok adalah salah satu produk tembakau yang dibakar, dihisap, dan
dihirup asapnya termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu, atau
bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana rustica,
Nicotiana tabacum, dan spesies lainnya.
2. Kandungan Rokok
Rokok mengandung 4000 jenis zat kimia diantaranya adalah
karbon monoksida (CO), Nikotin dan Tar (Surgon General, 2014).
Berikut adalah penjelasan bahan-bahan rokok:
a. Tar
Tar adalah salah satu bahan kimia yang terdapat didalam
rokok. Dalam bentuk kondesat tar merupakan zat yang lengket
berwarna cokelat yang dapat menyebabkan gigi kuning pada
perokok (ASH Fact Sheet, 2014). Kandungan tar pada setiap jenis
Page 28
12
rokok berbeda tergantung pada klasifikasi rokok. Klasifikasi
rokokdibagi menjadi tiga yakni rendah (<22 mg/ batang rokok),
medium (22-28 mg/ batang rokok), dan tinggi (≥29 mg/ batang
rokok) (Kaufman. Et al, 1989). Semakin tinggi tingkatan rokok
maka semakin banyak kandungan zat kimia yang ada didalamnya.
b. Karbon Monoksida
Karbon monoksida (CO) merupakan gas beracun yang
terdapat dalam knalpot baik itu motor dan mobil serta terdapat
dalam rokok (Action on Smoking and Health, 2014). Karbon
monoksida merupakan gas yang lebih mudah terikat dengan
hemoglobin di bandingkan dengan oksigen (Fauzani, 2005). Dalam
hal ini perokok aktif mengalami keracunan dikarenakan terjadinya
persaingan antara oksigen dengan karbon monoksida untuk dapat
melekat pada hemoglobin (Husaini, 2006). Adanya persaingan ini
dapat menimbulkan gangguan pernafasan dan gangguan
kardiovaskular (Action on Smoking and Health, 2014).
c. Nikotin
Nikotin merupakan salah satu zat kimia yang terdapat
didalam rokok. Nikotin dapat diserap tubuh dalam waktu 10-19
detik. Nikotin menyebabkan seseorang perokok merasa kecanduan.
Hal ini terjadi dikarenakan nikotin dapat merangsang sistem saraf
pusat. Selain merangsang sistem saraf pusat nikotin dapat
Page 29
13
meningkatkan detak jantung dan tekanan darah. (Action on
Smoking and Health, 2014)
Akibat nikotin ini banyak remaja yang menjadi perokok.
Setiap harinya terdapat 400 remaja merokok untuk pertama
kalinya. Selain itu, setiap hari terdapat 1000 perokok remaja yang
menjadi perokok harian (Surgeon General, 2014).
3. Dampak Rokok
Rokok dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti gangguan
pada sistem kardiovaskular, gangguan pernafasan, gangguan
pencernaan dan gangguan reproduksi. Berikut adalah penjelasannya:
a. Gangguan Kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama
kematian di Australia yakni sebanyak 43.603 kematian pada tahun
2013 (Heart Foundation, 2014). Di Amerika, sekitar 610.000 orang
menderita penyakit jantung dimana 1 dari 4 penderita meninggal
akibat penyakit jantung (CDC, 2013). Sedangkan, di Indonesia
menurut data Kementerian Kesehatan RI (2013) menunjukkan
bahwa sebanyak 883.447 orang didiagnosis menderita penyakit
kardiovaskular.
Rokok merupakan salah satu penyebab dari penyakit
kardiovaskular. Di Australia rokok menjadi salah satu penyebab
kardiovaskular. Heart Foundation(2014) menunjukkan bahwa
sebanyak 2,7 juta penduduk Australia merokok dengan jumlah
Page 30
14
perokok tiap hari sebesar 300.000 orang. Berikut akan dijelaskan
penyakit kardiovaskular yang salah satu penyebabnya adalah
rokok:
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah
menjadi tinggi yakni sistol ≥ 140 mmHg dan diastol ≥ 90
mmHg. Di Australia sebesar 4,6 juta penduduk memiliki
tekanan darah tinggi pada tahun 2011-2012 (Heart Foundation,
2014). Sedangkan, Di Indonesia prevalensi hipertensi yakni
sebesar 25,8% di tahun 2013 (Riskesdas, 2013).
Jika seseorang merokok, kandungan rokok seperti nikotin
dapat meningkatkan tekanan darah. Hal ini dikarenakan nikotin
merangsang pelepasan epinefrin dan norepinefrin dari medula
adrenal dan ujung saraf terminal yang mengakibatkan
peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas lebih besar
melalui stimulasi reseptor β1 miokard. Resistensi pembuluh
darah perifer meningkat melalui α-reseptor yang akhirnya dapat
meningkatkan tekanan darah (CDC, 2010).
2. Jantung Koroner
Data yang berasal dari Surgeon General menunjukkan
bahwa 71,7% laki-laki dan 80,8% wanita yang meninggal akibat
jantung koroner disebabkan oleh rokok. 1 dari 10 kematian di
Page 31
15
dunia disebabkan oleh jantung koroner karena rokok (Ezzati,
2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Walter (1987)
menunjukkan bahwa perokok yang mengonsumsi 1-4 rokok
perbatang memiliki risiko terkena jantung koroner sebanyak dua
kali dibanding non perokok. Hasil yang sama juga ditemukan
oleh David (1999). Dalam penelitian David perokok yang
mengonsumsi rokok 1-9 batang memiliki risiko terkena jantung
koroner sebesar 2 kali lipat dibanding non-perokok.
Dalam hal ini bahan kimia yang terkandung dalam rokok
dapat mempengaruhi proses pemecahan kolestrol dalam tubuh.
Lemak yang memiliki densitas yang rendah akan menempel
pada permukaan dinding pembuluh darah. Penempelan lemak
pada dinding pembuluh darah ini akan menumpuk seiring
berjalannya waktu dan menyebabkan penyempitan
(Aterosklerosis). Aterosklerosis ini dapat menyebabkan jantung
koroner. Hal ini dikarenakan terjadinya gangguan pada suplay
darah ke jantung akibat penyumbatan dalam darah sehingga
terjadinya nyeri dada (angina) (CDC, 2010).
3. Stroke
Hasil meta-analisis dari 32 studi yang telah dilakukan oleh
Shinton dan Beevers (1989) dalam CDC (2010) menunjukkan
bahwa orang yang merokok berisiko stroke sebesar 1,5 kali
Page 32
16
dibanding dengan orang yang tidak merokok. Studi lain yang
dilakukan oleh Framingham Heart Study dengan menggunakan
disain studi cohort menunjukkan bahwa risiko stroke meningkat
seiring dengan bertambahnya jumlah konsumsi rokok (Wolf,
1988).
Rokok yang mengandung banyak bahan berbahaya dalam
tubuh termasuk didalamnya karbon monoksida, formaldehid dan
hidrogen sianida masuk melalui pernafasan dan ditransfer
kedalam aliran darah. Bahan kimia yang terdapat didalam rokok
akan meningkatkan kadar kolestrol jahat dan menurunkan kadar
kolestrol baik. Hal ini dapat mengakibatkan penumpukan di
dalam tubuh sehingga terjadi aterosklerosis. Terjadinya
aterosklerosis seperti yang telah disebutkan diatas dapat
menyebabkan berkurangnya suplai darah ke otak sehingga aliran
darah ke otak terganggu. Hal ini mengakibatkan rusaknya sel-
sel otak sehingga terjadinya stroke (Stroke Association, 2012).
b. Gangguan Pernafasan
Merokok dapat menyebabkan gangguan pada pernafasan. Hal
ini dikarenakan asap yang masuk kedalam pernafasan masuk
kedalam saluran pernafasan kemudian diserap dan disimpan dalam
alveolus. Semakin seringnya perokok mengonsumsi rokok maka
semakin berisiko memiliki gangguan pernafasan yang berbahaya.
Page 33
17
Hal ini dikarenakan dosis yang berbahaya tersebut akan mengendap
dan menyebabkan terjadinya cedera paru-paru (CDC, 2010).
Penyakit pada saluran pernafasan ini merupakan salah satu
penyakit yang menjadi perhatian masyarakat dunia. Salah satu
penyakit salurah pernafasan, PPOK, menginfeksi sekitar 200 juta
orang di dunia (Action on Smoking and Health, 2015a). Survei
yang dilakukan di Australia tahun 2004-2005 menunjukkan bahwa
sekitar 15% kematian akibat infeksi saluran pernafasan disebabkan
oleh rokok (Tobacco in Australia, 2015). Berikut akan dijelaskan
penyakit gangguan pernafasan yang salah satu penyebabnya adalah
rokok:
1. Asma
Asma merupakan suatu kondisi dimana terhambatnya
pernafasan seseorang yang ditandai dengan adanya bunyi pada
pernafasan atau mengi, sesak nafas, sesak dada dan batuk dari
waktu ke waktu (Acton on Smoking and Health a, 2015). Ada
beberapa pemicu atau faktor risiko asma. Salah satunya adalah
rokok.
Data CDC menunjukkan bahwa 21% orang di Amerika
yang menderita asma merupakan perokok. National Review of
Astma Death (2012) dalam Acton on Smoking and Health
(2015b) menunjukkan bahwa 28% kematian penderita asma
disebabkan oleh rokok. Studi yang dilakukan di daerah
Page 34
18
Finlandia tahun 1997 menunjukkan bahwa pajanan asap rokok
di tempat kerja berisiko menderita penyakit asma sebesar 2 kali
daripada yang tidak terpapar dan pajanan rokok di rumah
berisiko menderita penyakit asma sebesar 5 kali dibandingkan
yang tidak terpapar (Jaakkola, 1997). Salah satu penelitian tahun
2006 menemukan bahwa dibanding dengan non-perokok dengan
asma, perokok dengan asma memiliki jumlah yang lebih tinggi
yang menunjukkan gejala PPOK (Boulet, 2006).
2. Penyakit Paru Obsetrik Kronik (PPOK)
PPOK merupakan penyakit paru yang bersifat kronis yang
ditandai dengan hambatan aliran udara baik itu bersifat progresif
nonreversibel maupun propresif yang reversibel. PPOK ini
terdiri dari emfisema dan bronkitis kronik (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2003).
PPOK merupakan penyebab nomor 3 kematian di
Amerika Serikat (National Heart, Lung and Blood Institute,
2013). Di Inggris sekitar 900.000 orang telah terdiagnosis
menderita PPOK (Action on Smoking and Health, 2015a).
Merokok merupakan salah satu faktor risiko munculnya
penyakit paru obsetrik kronik (PPOK). Diperkirakan 80% dari
kematian akibat PPOK disebabkan oleh rokok (Surgeon
General, 2014). Penelitian yang telah dilakukan oleh Patel
(2004) menunjukkan bahwa merokok berhubungan secara
Page 35
19
signifikan terhadap PPOK. Risiko perokok menderita PPOK
menurut Patel yakni sebesar 1,54 kali dibanding dengan yang
tidak merokok.
Asap rokok yang dihirup oleh perokok baik aktif maupun
pasif masuk kedalam paru-paru. Ukuran partikel atau massa dari
komponen asap rokok yakni 0,3-0,4 mikrometer yang
menembus dan disimpan dalam paru-paru yang mendalam. Gas
seperti karbon monoksida yang tidak dapat larut akan disebar ke
alveolus dan mencapai kapiler alveolus yang dapat
menyebabkan cedera paru (CDC, 2010).
c. Gangguan Reproduksi
Selain berdampak pada gangguan kardiovasular, pencernaan
dan pernafasan, Asap rokok yang mengadung berbagai bahan kimia
juga berdampak pada gangguan reproduksi. Di Amerika sekitar 10-
20% kehamilan berakhir dengan keguguran dan 10% pasangan
yang ingin memiliki anak memiliki tingkat kesuburan yang kurang
(CDC, 2010). Data yang berasal dari Pregnancy Risk Assessment
and Monitoring System (PRAMS) tahun 2011 menemukan bahwa
10% wanita dengan usia kehamilan 3 bulan merokok selama
kehamilan (CDC, 2014a).
Dampak reproduksi lainnya yakni terjadi pada ibu dan bayi.
Di Amerika terdapat 400.000 bayi yang lahir terpapar asap rokok
yang disebabkan oleh ibu yang merokok setiap tahunnya. selain itu,
Page 36
20
terdapat 100.000 bayi yang meninggal akibat prematur, berat badan
lahir rendah dan komplikasi lainnya yang disebabkan oleh pajanan
asap rokok (CDC, 2014b). Berikut adalah beberapa gangguan
reproduksi yang salah satu penyebabnya adalah rokok:
1. Komplikasi Kehamilan
Merokok dapat menyebabkan terjadinya komplikasi
kehamilan seperti aborsi spontan, kehamilan ektopik, pre
eklampsia, plasenta previa dan plasenta abrupsi. Hasil Meta
analisis yang dilakukkan oleh Waylen (2008) menemukan
bahwa merokok memiliki risiko yang tinggi terhadap kehamilan
ektopik dan keguguran. Hasil penelitian lainnya menemukkan
adanya hubungan antara merokok sebelum hamil dengan
terjadinya aborsi (Nielsen,2006).
4. Tipe-tipe Perokok
Tipe perokok secara umum dibagi menjadi dua jenis, yaitu
perokok pasif dan perokok aktif. Berikut adalah penjelasan tentang
tipe-tipe perokok.
a. Perokok Aktif
Perokok aktif adalah indivdu yang benar-benar memiliki
kebiasaan merokok. Merokok merupakan kebiasaan didalam
hidupnya. Oleh karena itu, perokok aktif ini akan berupaya
mendapatkan rokok. Perokok aktif terancam bahaya dengan rokok
yang dikonsumsinya (Badriyah, 2007).
Page 37
21
b. Perokok Pasif
Perokok pasif adalah individu yang tidak biasa merokok,
tetapi harus menghirup asap rokok yang dihembuskan oleh orang
disekitarnya. Individu ini tidak punya niat untuk merokok,
sehingga jika sehari tidak merokok aktivitas yang dilakukan tidak
terganggu (Badriyah, 2007).
B. Epidemiologi Deskriptif
Menurut CDC tahun 2012, Epidemiologi merupakan disiplin ilmu
dengan menggunakan pendekatan yang sistematis yaitu pengumpulan data,
analisis dan interpretasi data. Menurut Rajab (2009) epidemiologi
merupakan ilmu yang mempelajari distribusi, determinan dan frekuensi
terjadinya suatu penyakit yang mempengaruhi status kesehatan individu.
Dalam distribusi ini epidemiologi menitikberatkan pada frekuensi dan
pola dari suatu penyakit. Frekuensi ini tidak hanya untuk jumlah kasus saja
melainkan juga hubungan antara jumlah dari kasus tersebut dengan populasi
penduduk. Sedangkan, pola yakni berhubungan dengan orang, tempat dan
waktu. Pola ini berkaitan dengan epidemiologi deskriptif. Epidemiologi
deskriptif menggambarkan karakteristik berdasarkan orang, tempat dan
waktu (CDC, 2012).
1. Orang
Karakteristik dari orang ini sangat diperlukan karena dapat
berpengaruh kepada kejadian penyakit. Karakteristik orang ini sangat
melekat pada karakteristik orang, karakteristik biologi, perubahan
Page 38
22
karakteristik, aktivitas seseorang, dan kondisi selama hidup (CDC, 2012).
Dalam faktor risiko menurut orang akan dijelaskan mengenai jenis
kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah rokok, metode berhenti
merokok, anggaran pembelian rokok dan age initiation.
a. Umur
Umur adalah lamanya masa hidup seseorang mulai dari orang
tersebut lahir sampai orang tersebut menutup umur (KBBI, 2015).
Umur juga bisa diartikan dengan lamanya masa hidup seseorang
diukur menggunakan satuan waktu (Popy, 1998).
Survei yang telah dilakukan oleh American Lung
Association(2011) menujukan bahwa prevalensi perokok terbesar
berada pada umur 25-44 tahun. Hasil survei tersebut tidak jauh
berbeda dengan survei yang dilakukan oleh GATS (2011).
Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh GATS (2011) di
Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi perokok laki-laki terbesar
berada pada umur 25-44 tahun. Sedangkan, prevalensi perokok
perempuan yakni berada pada golongan umur >65 tahun. Walaupun
prevalensi perokok dewasa lebih besar di bandingkan dengan
golongan umur lainnya namun, prevalensi remaja juga tidak kalah
besar. Prevalensi perokok remaja tahun 2007 sebesar 8,4% dan tahun
2010 sebesar 8,1% (Tobacco Control Support Center, 2012).
Menurut penelitian yang dilakukan Mousawi (2005)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang siginfikan antara umur
Page 39
23
dengan kebiasaan merokok di Iraq. Penelitian lainnya juga dilakukan
oleh Rodriguez (2011) pada remaja di 10 sekolah yang ada di
Barcelona. Pada penelitian Rodriguez tersebut menemukan terdapat
hubungan yang signifikan antara umur dengan kebiasaan merokok
pada remaja. Hal ini dikarenakan pengaruh dari teman-teman remaja.
Menurut Mu‘tadin (2002) dalam Hasanah (2011) mengatakan
bahwa hal tersebut dikarenakan terjadinya peer sosialization antar
remaja yang artinya remaja dituntut berperilaku sama dengan
kelompoknya sehingga remaja cenderung mengikuti perilaku teman-
temannya seperti cara berpakaian sampai kepada perilaku merokok.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan perbedaan biologis pada fisik
manusia. Jenis kelamin ini terdiri dari pria dan wanita dimana pria
memiliki penis sebagai alat reproduksi dan wanita memiliki rahim
serta payudara (Sudarman, 2008).
Survei yang dilakukan oleh American Lung Association(2011)
menunjukkan bahwa perokok perempuan tidak berbeda jauh dengan
perokok laki-laki. Dalam survei tersebut presentasi perokok laki-laki
sebanyak 23,5% sementara perokok perempuan sebanyak 17,9%.
Survei lainnya juga dilakukan oleh Gilani dan Leon (2012) terhadap
orang dewasa di Pakistan. Survei tersebut menunjukkan bahwa
prevalensi perokok laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan
Page 40
24
perokok perempuan dengan prevalensi 51,2% pada laki-laki dan
48,8% pada perempuan.
Di Indonesia, prevalensi perokok laki-laki semakin meningkat
yakni 53,4% di tahun 1995, 62,2% di tahun 2001, 63,1% di tahun
2004, 65,6% di tahun 2007 dan 65,9 di tahun 2009 (Tobacco Control
Support Center, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Barus (2012) di
Universitas Indonesia memperlihatkan bahwa laki-laki memiliki
presentase perokok tertinggi yaitu 77,1%. Dari beberapa penelitian
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa walaupun prevalensi
perokok laki-laki lebih banyak pada laki-laki tapi tidak dapat
dipungkiri bahwa prevalensi perokok pada perempuan juga tinggi.
c. Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan merupakan usaha
untuk membuat seseorang menjadi seperti yang pendidik ajarkan.
Sedangkan, pendidikan kesehatan merupakan proses untuk membuat
seseorang menjadi sadar dan bisa mengambil sebuah keputusan untuk
kesejahteraannya (Maulana, 2009). Pendidikan memungkinkan
individu untuk dapat memberdayakan dirinya dalam mendapatkan
akses kesehatan.
Di Indonesia prevalensi perokok ≥ 15 tahun lebih besar terjadi
pada perokok dengan pendidikan rendah. Prevalensi penduduk yang
tidak sekolah atau tidak tamat sekolah dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan yakni 29,3% di tahun 1995, 31,1% di tahun 2001, 31,2%
Page 41
25
di tahun 2004 35,4% di tahun 2007 dan 35,8% di tahun 2010
(Tobacco Control Support Center, 2012). Data dari Riskesdas (2013)
di DKI Jakarta menunjukkan bahwa proporsi perokok dengan
pendidikan tamat SMA lebih besar yakni 29,3% diikuti oleh proporsi
perokok tamat SMP sebesar 23,3%.
d. Pekerjaan
Menurut Suroto (1992) dalam Udin (2010) pekerjaan merupakan
suatu kegiatan yang dapat menghasilkan barang baik untuk diri sendiri
maupun orang lain. Sedangkan, bekerja menurut Peraturan Menteri
Tenaga Kerja no 1 tahun 2014 bekerja merupakan kegiatan ekonomi
yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau
membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan. Ada beberapa
jenis pekerjaan dalam bekerja, yaitu:
1) Tenaga profesional, teknisi dan yang sejenis
2) Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan
3) Tenaga tata usaha dan yang sejenis.
4) Tenaga usaha penjualan.
5) Tenaga usaha jasa.
6) Tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan.
7) Tenaga produksi, operator alat-alat angkutan.
Di Indonesia proporsi perokok dengan status pekerjaan tidak
bekerja yakni 7,9% tahun 2007 dan 7,3% tahun 2010. Data GATS
(2011) menunjukkan bahwa presentase terbesar perokok berada pada
Page 42
26
jenis pekerjaan wirausaha dengan presentase sebesar 60,1% (GATS,
2011). Sementara itu, Di DKI Jakarta proporsi perokok paling tinggi
berada pada jenis pekerjaan petani/nelayan/buruh yakni sebesar 47%.
Besarnya proporsi pekerja dengan status merokok kemungkinan
disebabkan oleh adanya stress dalam bekerja. Penelitian yang
dilakukan oleh Kouvonen (2005) menemukan bahwa stres dalam
bekerja mempengaruhi seseorang untuk merokok. Menurut Mental
Health Foundation di dalam Arniati (2014) menjelaskan bahwa
merokok merupakan cara untuk menghilangkan stress.
e. Jumlah Rokok
Perokok dapat dibagi menjadi beberapa golongan tergantung
pada jumlah rokok yang dikonsumsi. Berikut adalah golongan atau
klasifikasi perokok menurut Nangko (1997) yang dikutip dalam
Rosmawati tahun 2010, yaitu:
1) Tidak merokok
2) Merokok ringan (tidak setiap hari).
3) Merokok sedang (merokok setiap hari dalam jangka kecil).
4) Merokok berat (merokok lebih dari satu bungkus tiap hari).
5) Berhenti merokok.
Jenis perokok menurut Nangko (1997) dalam (Rosmawati, 2010),
yaitu:
1) Perokok ringan (1-10 batang perhari).
2) Perokok sedang (11-20 batang perhari).
Page 43
27
3) Perokok berat (lebih dari 20 batang perhari).
Untuk melihat berat atau tidaknya konsumsi rokok seseorang
digunakan Indeks Brinkman (IB). Pengukuran Indeks Brinkman ini
yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap dikalikan
rama merokok dalam tahun (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2003).
1) Jika hasil ukur tersebut diperoleh nilai 0-200 maka perokok
termasuk ke dalam perokok ringan.
2) Jika hasil ukur tersebut diperoleh nilai 200-600 maka perokok
termasuk ke dalam perokok sedang.
3) Jika hasil ukur tersebut diperoleh nilai >600 maka perokok
termasuk ke dalam perokok berat.
Menurut survei yang telah dilakukan GATS (2011) jumlah
rokok dibagi menjadi 1-4 batang rokok perhari, 5-9 batang rokok
perhari, 10-14 batang rokok perhari, 15-24 batang rokok perhari dan ≥
25 batang rokok perhari.
Penduduk Indonesia rata-rata menghabiskan 12,8 atau sekitar 13
batang rokok perharinya (GATS, 2011). Dalam Riskesdas tahun 2013
juga menunjukkan bahwa penduduk Indonesia rata-rata mengonsumsi
rokok sekitar 12,3 atau 13 batang rokok perharinya. Penelitian yang
telah dilakukan oleh Pradipta tahun 2010 di RSUD Dr.Moewardi
Surakarta menunjukkan bahwa sekitar 82,78% responden merokok 1-
16 batang perharinya.
Page 44
28
f. Metode Berhenti Merokok
Perokok melakukan berbagai upaya dalam mengurangi efek
kesehatan akibat rokok. Metode yang dilakukan untuk berhenti
merokok adalah terapi pengganti nikotin, terapi konsumsi obat,
mencoba obat tradisional, konseling, berhenti tanpa bantuan dan
mengganti konsumsi rokok tembakau dengan tembakau kunyah
(GATS, 2011). Metode untuk berhenti merokok yang efektif menurut
penelitian Fiore (2008) yakni terapi mengganti nikotin (seperti
memakan permen karet) dan terapi dengan obat (seperti bupropion).
Survei yang dilakukan di Kanada (2012) menunjukkan bahwa
upaya yang dilakukan untuk berhenti merokok adalah dengan
mengurangi jumlah rokok yaitu sebesar 63,8%. Sedangkan, Di
Indonesia tahun 2011 sekitar 70,7% perokok berhenti merokok
dengan kemauan sendiri tanpa bantuan orang lain (GATS, 2011).
Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui metode berhenti merokok
pada perokok di Jakarta Selatan.
g. Anggaran Pembelian Rokok
Dalam survei yang dilakukan di Kanada tahun 2012 didapatkan
bahwa persentase terbanyak perokok membeli rokoknya yaitu di toko
grosir yakni sebesar 52,3%. Di Cina, sekitar 6,4% penduduk di daerah
urban menganggarkan untuk membeli rokok sementara di daerah rural
sekitar 1,9% penduduk menganggarkan untuk membeli rokok (Liu,
2006).
Page 45
29
h. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Pengetahuan memegang peranan penting untuk membentuk
tindakan seseorang. Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi
setelah seseorang melakukan pengindraan (penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba) (Notoatmodjo, 2003).
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau
obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern, sehingga
manifestasinya tidak dapat langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat
langsung ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan suatu perilaku. Suatu sikap pada diri individu
belum tentu terwujud dalam suatu tindakan nyata, diperlukan faktor
pendukung dan fasilitas (Efendi, 2009).
Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik
dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak
luar. Dimana perilaku terdiri dari persepsi (perception), respon
terpimpin (Guided Respons), mekanisme (mekanisme), adaptasi
(adaptation) (Notoatmodjo, 2003).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sumarna (2009)
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan,
sikap dan perilaku pada perokok. Hasil penelitian tersebut juga
didukung oleh Pradana. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Page 46
30
Pradana (2014) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara pengetahuan, sikap dan perilaku pada perokok.
Penelitian yang dilakukan oleh Xialong Xu (2012) juga
menunjukkan hasil yang sama hal ini dikarenakan perokok tidak
memiliki ketekunan dan kesabaran dalam menempatkan pengetahuan
dan sikap ke dalam tindakan mereka (Xu, 2012). Selain itu, adanya
faktor lain seperti stress dapat menyebabkan seseorang tidak
menempatkan pengetahuan dan sikap ke dalam tindakan mereka
(Graor, 2012).
i. Age Initiation
Age initiation merupakan usia dimana seseorang memulai
mengonsumsi rokok. Penelitian yang dilakukan oleh Breslau dan
Peterson (1989) dengan sampel sebanyak 1200 di Wayne, Oakland
dan Macomb menunjukkan bahwa sebanyak 64% perokok remaja
memulai merokok pada usia ≤13 tahun, 67% merokok pada usia 14-18
tahun dan 59% merokok pada usia ≥18 tahun. Guo (2006) membagi
usia awal perokok ini ke dalam golongan umur ≤18 tahun, 19-24
tahun dan ≥25 tahun. Berdasarkan data yang diolah Tobacco Control
Support Center(2012) usia awal perokok mengonsumsi rokok
terbanyak yakni usia ≥15 tahun sebesar 50,7% di tahun 2007 dan
43,3% di tahun 2010.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Reidpath (2012) di Latvia,
Slovenia dan Montenegro menunjukkan bahwa terdapat hubungan
Page 47
31
antara age initiations dengan status merokok pada pria dengan p
value<0,05. Studi yang lain juga dilakukan oleh Morabia (1998) di
Geneva. Hasil studi tersebut memperlihatkan bahwa terdapat
hubungan antara umur memulai merokok dengan umur berhenti
merokok. Usia pertama kali merokok pada wanita berdasarkan studi
yang dilakukan oleh Morabia (1998) yakni <20 tahun.
2. Tempat
Karakteristik menurut tempat ini tidak hanya digunakan untuk
tempat tinggal melainkan juga digunakan dalam area geografi yang
relevan dengan kejadian penyakit (CDC, 2012). Berikut adalah
penjelasan mengenai distribusi menurut tempat:
a. Secondhand Smoke (Pajanan Asap Rokok)
Secondhand smoke merupakan pajanan asap rokok yang dihirup
oleh perokok maupun non-perokok. Asap rokok mengandung sekitar
4000 bahan kimia (Surgeon General, 2014). Bahan kimia yang
terdapat didalam asap rokok tersebut dapat diasobsopsi oleh saluran
pernafasan tubuh, tergantung dari karakteristik kimia dan fisiknya.
Misalnya saja karbon monoksida yang berasal dari asap rokok akan
masuk di saluran pernafasan dan secara otomatis akan diabsorbsi oleh
alveolus (Jonathan, 2005 dalam Saraswati, 2008).
Penelitian yang telah dilakukan Homa tahun 1999-2012
menunjukkan bahwa prevalensi pajanan asap rokok pada perokok
pasif menurun yakni dari 52,5% pada tahun 1999 menjadi 25,3% pada
Page 48
32
tahun 2012. Survei yang dilakukan di Indonesia tahun 2011
didapatkan bahwa sekitar 78,4% penduduk yang berusia diatas 15
tahun terpapar asap rokok di lingkungan rumah, 51,3% terpapar pada
area kantor, 63,4% kantor pemerintah, 17,9% fasilitas pelayanan
kesehatanm 85,4% restauran, 70% di tranpotasi umum (GATS, 2011).
b. Pajanan Iklan Rokok
Iklan merupakan pesan gambar dengan ragam tulisan maupun
suara di surat kabar, majalah, bus kota, papan reklame, slide dan film
di Bioskop Pudjianto (1995) dalam Gumelar (2011). Menurut
Gumelar dan Sareb (2011) iklan merupakan media komunikasi
persuasif yang bertujuan untuk mempromosikan suatu produk dengan
komunikasi lisan mupun tulisan. Sedangkan, Menurut Muhammad
Arifin Badri (2012) iklan adalah aktivitas yang dilakukan oleh
produsen baik secara lisan maupun tulisan untuk memperkenalkan
produk yang dijualnya.
Dari kedua pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
iklan merupakan suatu alat komunikasi yang memiliki tujuan untuk
memperkenalkan produk masyarakat. Iklan rokok merupakan salah
satu iklan yang menjual produk rokok. Dalam Peraturan Pemerintah
No 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengadung Zat
Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan dijelasan mengenai
pengendalian iklan produk rokok. Berikut adalah penjelasan
pengendalian iklan rokok dalam peraturan pemerintah tersebut:
Page 49
33
1) Mencantumkan peringatan kesehatan dalam bentuk gambar dan
tulisan sebesar 10% dari total duarasi iklan atau 15% dari total luas
iklan.
2) Mencantumkan tulisan 18+ dalam iklan produk rokok.
3) Tidak memperagakan, menggunakan, dan/atau menampilkan wujud
atau bentuk rokok atau sebutan lain yang dapat diasosiasikan
dengan merk produk rokok.
4) Tidak mencantumkan nama produk yang bersangkutan adalah
rokok.
5) Tidak menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok
memberikan manfaat bagi kesehatan.
6) Tidak menggunakan kata atau kalimat yang menyesatkan.
7) Tidak merangsang atau menyarankan orang untuk merokok.
8) Tidak menampilkan anak, remaja, dan/atau wanita hamil dalam
bentuk gambar dan/atau tulisan.
9) Tidak ditunjukan terhadap anak, remaja, dan/atau wanita hamil.
10) Tidak menggunakan tokoh kartun sebagai model iklan.
11) Tidak bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh GATS di
Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 66,3% penduduk melihat iklan
rokok di televisi, 47,7% di banner, 45,6% di pusat perbelanjaan,
42,3% di poster, 39,6% di billboard, 13,5% di transportasi umum dan
10,1% di koran atau majalah.
Page 50
34
3. Waktu
Karakteristik menurut waktu bisa di analisis dari berbagai sudut
pandang seperti menunjukkan tren suatu penyakit ataupun pola penyakit
(sporadis, endemik, dll) (Gerstman, 2003). Karakteristik menurut waktu
digunakan untuk melakukan pengawasan pada kejadian penyakit
sehingga bisa dilakukan intervensi (CDC, 2012).
Proporsi perokok tidak bergantung pada musim ataupun iklim.
Namun, proporsi perokok ini bisa dilihat berdasarkan tren dari waktu ke
waktu. Survei yang dilakukan oleh Riskesdas pada tahun 2007-2013
menunjukkan bahwa proporsi perokok di DKI Jakarta terbesar yakni
pada tahun 2013 sebesar 37%.
a. Durasi Merokok
Durasi merokok didefinisikan yaitu lamanya merokok dimulai
dari usia awal merokok sampai saat berhenti merokok (Guo, 2006).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Chen et al (1995) di
Amerika menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signfikan
antara durasi merokok dengan kejadian Parkinson. Dalam
penelitiannya Chen membagi durasi merokok yakni 1-9 tahun, 10-19
tahun, 20-29 tahun dan ≥ 30 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh
Guo (2006) mengenai durasi merokok pada penduduk laki-laki Cina
yang pernah merokok menunjukkan bahwa perokok yang merokok
pada usia 18 tahun memiliki durasi merokok 58 tahun.
Page 51
35
C. Rural dan Urban
Rural atau daerah pedesaan merupakan suatu wilayah administratif
yang belum memenuhi persyaratan dalam hal kepadatan penduduk,
persentase rumah tangga pertanian dan sejumlah fasilitas perkotaan seperti
sarana pendidikan formal, sarana kesehatan, dll. Sedangkan, urban atau
daerah perkotaan merupakan suatu wilayah administratif yang telah
memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan penduduk, persentase
rumah tangga pertanian dan sejumlah fasilitas perkotaan seperti sarana
pendidikan formal, sarana kesehatan, dll. Kriteria desa yang ditetapkan
untuk menjadi kota yakni jika nilai total skor ≥ 10 (BPS, 2010).
Survei yang dilakukkan di Polandia menunjukkan bahwa perokok di
wilayah urban lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah rural yakni 30,3%
di wilayah urban dan 25,4% di wilayah rural (Wlodarczyk,2013). Penelitian
oleh Gupta (2010) juga menunjukkan hasil yang sama yakni tingginya
prevalensi perokok di wilayah rural 52,6% di wilayah rural dan 35,2% di
wilayah urban. Sementara itu, Laporan dari Tobacco Control Support Center
(2012) menunjukkan bahwa terjadinya pada wilayah rural atau pedesaan
prevalensi perokok lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah urban yaitu
36,6% di wilayah rural dan 31,2% di wilayah urban (Tobacco Control
Support Center, 2012).
D. Rokok Menurut Islam
Dalam islam rokok haram hukumnya. Syaikh Abdurrahman bin Nashir
As-Sa‘di seorang ulama menyebutkan bahwa
Page 52
36
―Segala sesuatu yang mengandung bahaya pada manusia, baik
dari segi agama, fisik atau hartanya tanpa ada manfaatnya, maka
hukumnya adalah haram”.
Penjelasan ini juga didukung oleh firman Allah S.W.T
أال تشركىا به شيئب وببلىالدين إحسبنب وال تمتلىا أوالدكن هن لل تعبلىا أتل هب حرم ربكن عليكن
س الت إهالق نحن نرزلكن وإيبهن وال تمربىا الفىاحش هب ظهر هنهب وهب بطن وال تمتلىا النف
حك ذلكن وصبكن به لعلكن تعملىنحرم الله إال ببل
yang artinya:
“Janganlah kamu mendekati perbuatan yang keji maupun
perbuatan yang tersembunyi”. (Al-An‘am [6]6:151)
Dari firman tersebut menjelaskan bahwa kita harus menjauhi
perbuatan yang keji. Dalam hal ini rokok merupakan sesuatu yang buruk
atau keji karena bahan yang terkandung di dalam rokok merupakan bahan
berbahaya dalam tubuh manusia yang akan menimbulkan datangnya
penyakit. Selain berbahaya pada tubuh manusia rokok juga berbahaya
pada orang lain yang menghirup asap rokok (perokok pasif). Bahaya bagi
perokok pasif yakni gejala pernafasan jangka pendek dan jangka panjang
(Liputan 6, 2013).
E. Kerangka Teori
Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah modifikasi dari
penelitian CDC (2012), GATS (2011), Surgeon General (2014). Dalam hal
Page 53
37
ini CDC menerangkan mengenai teori epidemiologi deskriptif yang terbagi
menjadi orang, tempat dan waktu. Dimana orang merupakan karakteristik
dari individu yang berpengaruh pada kejadian penyakit. Sementara tempat
merupakan karakteristik geografis yang relevan dengan kejadian penyakit
dan waktu merupakan karakteristik yang menunjukkan tren dan pola
penyakit.
Teori dalam GATS (2011) menunjukkan mengenai jenis kelamin,
umur, pendidikan, pekerjaan jumlah rokok, metode berhenti merokok,
anggaran pembelian rokok, pengetahuan, sikap dan perilaku, pajanan iklan
rokok, pajanan asap rokok dan durasi merokok.
Surgeon general (2014) menunjukkan TB, hipertensi, penyakit
jantung koroner, stroke, asma, PPOK, gangguan menstruasi/impotensi,
komplikasi kehamilan yang merupakan kondisi kesehatan yang dialami
perokok. Sedangkan, Badriyah (2007) menerangkan perokok terbagi
menjadi perokok aktif dan perokok pasif. Berikut adalah bagan kerangka
teori dalam penelitian ini
Page 54
38
Sumber: 1. GATS (2011),2. Surgeon General (2014), 3. Badriyah (2007), 4. CDC
(2012), 5. Tobacco Free Kids (2005)
Bagan 2.1
Kerangka Teori
Waktu
1. Durasi merokok 1
Orang
1. Jenis kelamin 1
2. Umur 1
3. Pendidikan 1
4. Pekerjaan 1
5. Jumlah rokok 1
6. Metode berhenti
merokok 1
7. Anggaran pembelian
rokok 1
8. Pengetahuan, sikap
dan perilaku 1
9. Age Initiation (usia
awal merokok) 1
Tempat
1. Pajanan asap rokok1
2. Pajanan iklan rokok1
Perokok
1. Perokok Aktif3
2. Perokok Pasif3
Kondisi Kesehatan yang
Dialami Perokok
1. Hipetensi2
2. Jantung Koroner 2
3. Stroke 2
4. Asma2
5. PPOK2
6. Kompilkasi kehamilan2
Page 55
37
BAB III
Kerangka Konsep dan Definisi Operasional
A. Kerangka Konsep
Variabel yang diteliti adalah status perokok, umur, pendidikan,
pekerjaan jumlah rokok, pajanan iklan rokok, metode berhenti merokok,
anggaran pembelian rokok, pajanan asap rokok dan durasi merokok. Selain
itu, variabel lain yang akan diteliti yakni kondisi kesehatan yang dialami
perokok (hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, asma, PPOK, dan
komplikasi kehamilan).
Pengetahuan, sikap dan perilaku merupakan variabel yang tidak
diteliti dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan pada penelitian yang telah
dilakukan oleh Xialong Xu (2012) juga menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara pengetahuan, sikap dan perilaku dalam
merokok. Hal ini dikarenakan perokok tidak memiliki ketekunan dan
kesabaran dalam menempatkan pengetahuan dan sikap kedalam tindakan
mereka (Xu, 2012). Selain itu, adanya faktor lain seperti stress dapat
menyebabkan seseorang tidak menempatkan pengetahuan dan sikap ke
dalam tindakan mereka (Graor, 2012). Dari keterangan diatas didapatkan
kerangka konsep sebagai berikut:
Page 56
38
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Pajanan Iklan Rokok
Status Perokok
Jumlah rokok
Pajanan asap rokok
Age initiation
Durasi Merokok
Anggaran pembelian
rokok
Metode Berhenti
Merokok
Pekerjaan
Kondisi
Kesehatan
yang Dialami
Perokok
Pendidikan
Jenis kelamin
Umur
Page 57
39
B. Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Status Perokok
Perilaku mengonsumsi rokok
responden dalam 1 bulan
terakhir.
Kuesioner Wawancara 0. Perokok tiap hari
1. Perokok kadang-kadang
2. Pernah menjadi perokok
3. Tidak pernah menjadi perokok
(Riskesdas, 2013)
Ordinal
2 Jenis Kelamin Perbedaan biologis pada fisik
manusia.
Kuesioner Wawancara 0. Laki-laki
1. Perempuan
Nominal
3 Umur Lamanya masa hidup
seseorang mulai dari orang
tersebut lahir sampai pada
ulang tahun terakhir saat
penelitian berlangsung.
Kuesioner Wawancara 0. 15-24 tahun
1. 25-44 tahun
2. 45-64 tahun
3. ≥65 tahun
(GATS, 2011)
Ordinal
Page 58
40
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
4 Pendidikan Jenjang pendidikan terakhir
yang telah ditempuh
responden.
Kuesioner Wawancara 0. Tidak sekolah
1. Tidak tamat SD
2. Tamat SD
3. Tamat SMP
4. Tamat SMA
5. Tamat D1/D2/D3
6. S1/S2/S3
(Riskesdas, 2013)
Ordinal
5 Pekerjaan Usaha yang dilakukan oleh
individu untuk memenuhi
kebutuhan.
Kuesioner Wawancara 0. PNS/BUMN?BUMD/TNI/Polri
1. Pegawai swasta
2. Wiraswata
3. Petani/nelayan
4. Buruh
5. Tidak bekerja
6. Lainnya...
(Riskesdas, 2013)
Nominal
Page 59
41
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
6 Jumlah rokok Jumlah batang rokok yang
dikonsumsi oleh responden
dalam sehari.
Kuesioner Wawancara 0. ≥ 25 batang rokok perhari
1. 15-24 batang rokok perhari
2. 10-14 batang rokok perhari
3. 5-9 batang rokok perhari
4. 1-4 batang rokok perhari
(GATS, 2011)
Ordinal
7 Metode berhenti
merokok
Usaha yang dilakukan oleh
responden untuk mengakhiri
konsumsi rokok.
Kuesioner Wawancara 0. Berhenti tanpa bantuan
1. Terapi pengganti nikotin
2. Terapi konsumsi obat
3. Obat tradisional
4. Konseling
(GATS, 2011)
Nominal
8 Pajanan iklan
rokok
Keadaan dimana responden
melihat atau medengar
promosi rokok dalam 30 hari
terakhir di media cetak,
media elektronik maupun di
tempat umum.
Kuesioner Wawancara 0. Toko yang menjual rokok
1. Televisi
2. Radio
3. Billboard
4. Poster
5. Koran atau majalah
6. Bioskop
7. Internet
8. Angkutan umum
9. Lainnya...
(GATS, 2011)
Nominal
Page 60
42
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
9 Anggaran
pembelian rokok
Rata-rata anggaran yang
dikeluarkan responden untuk
membeli rokok perhari yang
dinyatakan dalam rupiah.
Kuesioner Wawancara Rata-rata anggaran yang dikeluarkan
perhari dalam rupiah.
Rasio
10 Pajanan asap
rokok.
Keadaan dimana responden
terkena asap rokok dalam 30
hari terakhir di beberapa
tempat seperti rumah, kantor
dan tempat umum (restauran,
pusat perbelanjaan, kawasan
pemerintahan dll)
Kuesioner Wawancara 0. Terpapar, jika responden
terkena pajanan rokok pada 30
hari terakhir di lingkungan
rumah.
1. Tidak terpapar, jika responden
tidak terkena pajanan rokok
pada 30 hari terakhir di
lingkungan rumah.
Ordinal
11 Age initiation (usia
awal merokok)
Usia awal perokok
mengonsumsi rokok.
Kuesioner Wawancara 0. 5-9 tahun
1. 10-14 tahun
2. 15-19 tahun
3. 20-24 tahun
4. 25-29 tahun
(Tobacco Control Support Center,
2012)
Ordinal
12 Durasi merokok Lamanya seseorang menjadi
perokok aktif dihitung dari
usia awal merokok sampai
pada saat penelitian
dilakukan atau perokok aktif
berhenti merokok.
Kuesioner Wawancara 0. ≥ 30 tahun
1. 20-29 tahun
2. 10-19 tahun
3. 1-9 tahun
(Chen, 1995)
Ordinal
Page 61
43
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
13 Kondisi kesehatan
yang dialami
perokok
Suatu kondisi dimana
responden pernah (dahulu
sampai pada saat penelitian
berlangsung) di diagnosis
menderita penyakit oleh
dokter atau dokter spesialis
dengan atau tanpa
menggunakan tes
laboratorium.
Kuesioner Wawancara 0. Tidak ada penyakit yang
diderita
1. Hipertensi
2. Penyakit jantung koroner
3. Stroke
4. Asma
5. PPOK
6. Komplikasi kehamilan
(Surgeon General, 2014)
Nominal
Page 62
44
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif yang
menggunakan desain studi Cross Sectional. Pemilihan desain studi ini
dikarenakan variabel dependen dan variabel independen diamati pada satu
waktu. Variabel yang diteliti adalah perokok dan bukan perokok, umur,
pendidikan, pekerjaan jumlah rokok, pajanan iklan rokok, metode berhenti
merokok, anggaran pembelian rokok, pajanan asap rokok dan durasi
merokok. Selain itu, variabel lain yang akan diteliti yakni kondisi kesehatan
yang dialami perokok (TB, hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke,
asma, PPOK, gangguan menstruasi/impotensi dan komplikasi kehamilan).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor dan
Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan pada bulan Agustus
sampai Oktober 2015. Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor merupakan
wilayah rural dan Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan
merupakan wilayah urban.
Page 63
45
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi studi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang
berdomisili di Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor dan Kelurahan
Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah bagian populasi yang telah memenuhi
kriteria inklusi dan ekslusi seperti berikut:
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi ini adalah sebagai berikut:
1) Individu berusia ≥ 15 tahun.
2) Individu memiliki Kartu Keluarga (KK).
3) Kartu Keluarga (KK) tercatat pada buku registrasi ketua RT di
wilayah setempat.
b. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi ini adalah sebagai berikut:
1) Individu sakit berat sehingga tidak bisa mengisi kuesioner.
2) Individu tidak berada ditempat selama tiga kali kunjungan oleh
enumerator.
3) Individu tidak tinggal di wilayah penelitian selama kegiatan
penelitian berlangsung.
4) Individu tidak bersedia untuk di wawancara.
Page 64
46
Teknik pengambilan sampel yakni dengan menggunakan Multistage
Cluster Sampling. Berikut adalah perhitungan sampel pada penelitian
ini:
a. Besar Sampel di Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor
n= ⁄ ( )
( ) ⁄ ( )
xdeff
Keterangan:
n = jumlah sampel minimal
⁄
= nilai Z pada derajat kepercayaan ⁄ = 1,64
α = derajat kemaknaan = 10%
P = proporsi = 23,7% = 0,2
d = presisi mutlak = 5%
deff= desain efek = 2
N = jumlah populasi = 492
( )
( ) ( ) ( )( )
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 275 KK. Untuk
mengindari nonresponse bias maka peneliti menambahkan 30%
(Armstrong, 1977). Sehingga jumlah sampel di Cilebut Barat
menjadi 357 KK. Berikut adalah bagan teknik pengambilan sampel
di Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor menggunakan Multistage
Cluster Sampling:
Page 65
47
Bagan 4.1
Teknik Sampling Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor
Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor memiliki 10 RW
kemudian dipilih menjadi 5 RW dikarenakan jarak antara satu RW
dengan RW lainnya ada yang berdekatan seperti RW 1 dekat
dengan RW 8, RW 4 dekat dengan RW 7, RW 5 dekat dengan RW
3, RW 6 dekat dengan RW 9 dan RW 10 dekat dengan RW 2.
Sedangkan, untuk RT dipilih 5 RT dari 5 RW tersebut. Pemilihan
RW dan RT ini berdasarkan random pada setiap RW.
b. Besar Sampel di Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta
Selatan
⁄ ( )
( ) ⁄ ( )
xdeff
Keterangan:
n = jumlah sampel minimal
⁄
= nilai Z pada derajat kepercayaan ⁄ = 1,64
α = derajat kemaknaan = 10%
P = proporsi = 2,32% = 0,2
d = presisi mutlak = 5%
Page 66
48
deff= desain efek = 2
N = jumlah populasi = 1039
( )
( ) ( ) ( )( )
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 295 KK. Untuk
mengindari nonresponse bias maka peneliti menambahkan 30%
(Armstrong, 1977).Sehingga jumlah sampel di Kelurahan Kalibata
Kota Administratif Jakarta Selatan menjadi 383 KK.Jadi jumlah
sampel dari Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor dan Kelurahan
Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan yaitu 740 KK. Berikut
adalah bagan teknik pengambilan sampel di Kelurahan Kalibata
Kota Administratif Jakarta Selatan menggunakan Multistage Cluster
Sampling:
Bagan 4.2
Teknik Sampling Kelurahan Kalibata Kota Administratif
Jakarta Selatan
Page 67
49
Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan memiliki 10
RW kemudian dipilih menjadi 5 RW dikarenakan pada 5 RW
tersebut telah mewakili masing-masing wilayah yang jaraknya
berdekatan satu sama lain seperti RW 2 dekat dengan RW 3, RW 9
dekat dengan RW 5, RW 7 dengan RW 6, RW 8 dekat dengan RW 1
dan RW 10 dekat dengan RW 4. Sedangkan, untuk RT dipilih 10 RT
dari 5 RW tersebut. Pemilihan RW dan RT ini berdasarkan random
pada setiap RW.
D.Pengumpulan Data
1. Sumber Data
Data dalam penelitian ini bersumber dari data primer. Data primer
yakni data yang bersumber dari wawancara dengan responden seperti
perokok dan bukan perokok, umur, pendidikan, pekerjaan jumlah rokok,
pajanan iklan rokok, metode berhenti merokok, anggaran pembelian rokok,
pajanan asap rokok dan durasi merokok. Selain itu, variabel lain yang akan
diteliti yakni kondisi kesehatan yang dialami oleh perokok (TB, hipertensi,
penyakit jantung koroner, stroke, asma, PPOK, gangguan
menstruasi/impotensi dan komplikasi kehamilan).
2. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan wawancara dengan menggunakan
kuesioner dengan responden terkait dengan faktor risiko merokok.
Wawancara yang dilakukan kepada responden yakni dengan cara tatap
muka. Enumerator membacakan kuesioner kepada responden dan
Page 68
50
menjelaskan maksud dalam pertanyaan jika responden tidak mengerti
maksud dalam pertanyaan tersebut.
3. Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang
digunakan merupakan modifikasi dari kuesioner WHO dengan kuesioner
Riskesdas yang telah terstandar. Sebelum digunakan kuesioner akan
dilakukan uji validitas dan reabilitas kepada beberapa responden. Uji
validitas dan reabilitas dilakukkan terhadap 30 reponden di Kelurahan
Cilebut Timur. Hasil uji validitas dan reabilitas tersebut menunjukkan ada
beberapa pertanyaan yang tidak valid dan reliabel sehingga peneliti
mengubah beberapa pertanyaan yang tidak valid dan reliabel.
F. Pengolahan Data
Kuesioner yang telah diisi tersebut kemudian dikumpulkan untuk
diolah. Berikut adalah teknis pengolahan data
1. Data Editing
Dalam hal ini peneliti melakukan pemeriksaan kuesioner yang
bertujuan untuk mengecek apakah responden telah mengisi dengan
benar sehingga bisa dilakukan perbaikan pada responden terkait.
2. Data Coding
Data yang telah mengalami proses editing kemudian dilakukan
pengkodean data. Pengkodean data digunakan untuk memudahkan
dalam analisis data.
Page 69
51
3. Data Entry
Proses selanjutnya setelah pengkodingan data maka adalah entry data.
Proses ini yaitu memasukan data ke dalam software untuk
memudahkan dalam pengelolahan data.
4. Data Cleaning
Cleaning data yakni pembersihan data. Data yang telah di entry
kemudian diperiksa untuk memastikan kelengkapan dan keakuratan
data.
G. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dari
variabel penyerta. Analisis ini digunakan untuk melihat distribusi perokok
dan faktor risikonya berdasarkan orang (jenis kelamin, umur, pendidikan,
pekerjaan, jumlah rokok, metode berhenti merokok, anggaran pembelian
rokok dan age initiation), tempat (pajanan asap rokok dan pajanan iklan
rokok) dan waktu (durasi merokok) serta kondisi kesehatan yang dialami
perokok (hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, asma, PPOK, dan
komplikasi kehamilan). Dalam hal ini perokok dikatagorikan menjadi
perokok tiap hari (dalam satu bulan terakhir responden mengonsumsi rokok
setiap hari) dan perokok kadang-kadang (dalam satu bulan terakhir
responden tidak setiap hari mengonsumsi rokok). Sedangkan, bukan
perokok dikategorikan menjadi pernah merokok (dalam satu bulan terakhir
responden tidak mengonsumsi rokok tapi sebelumnya pernah mengonsumsi
Page 70
52
rokok tiap hari atau kadang-kadang), dan tidak merokok (responden tidak
merokok baik dalam satu bulan terakhir maupun pada saat sebelumnya).
Page 71
53
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Wilayah Penelitian
Gambaran wilayah penelitian meliputi gambaran Desa Cilebut Barat
Kabupaten Bogor (Rural) dan gambaran Kelurahan Kalibata Kota
Administratif Jakarta Selatan (Urban).
1. Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor
Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor merupakan salah satu desa
yang terletak di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Luas Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor yakni 440.486 Ha. Batas
wilayah Desa, yaitu:
a. Sebelah utara: Waringin Jaya
b. Sebelah selatan: Sukaresmi
c. Sebelah barat: Kencana
d. Sebelah Timur: Cilebut Timur
Jumlah penduduk di Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor adalah
14.189 orang laki-laki dan 13.696 orang perempuan dengan kelompok
usia 0-14 tahun berjumlah 7.985 orang, 15-64 tahun 16.530 orang dan
≥65 tahun 3.360 orang. Pendidikan penduduk yakni 2.530 orang dengan
pendidikan Sekolah Dasar, 5.453 orang dengan pendidikan Sekolah
Menengah Pertama, 3.360 orang dengan pendidikan Sekolah Menengah
Page 72
54
Atas, 124 orang dengan pendidikan D1-D3, 357 orang sarjana dan 46
orang pasca sarjana.
Mata pencaharian penduduk di Desa Cilebut Barat Kabupaten
Bogor adalah 447 orang PNS, 55 TNI/Polri, 1215 Swasta, 1.141 orang
wiraswasta, 218 petani, 135 tukang, 166 orang buruh tani, 51 orang
pensiun, 21 orang peternak, 164 orang jasa, 27 orang pengrajin, 64 orang
pekerja seni dan 5000 orang pekerjaan lainnya.
2. Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan
Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan merupakan
salah satu kelurahan di Kecamatan Pancoran, Kota Administrasi Jakarta
Selatan dengan luas wilayah Kelurahan Kalibata Kota Administratif
Jakarta Selatan adalah 228,60 Ha yang berbatasan dengan :
a. Sebelah utara: Kelurahan Duren Tiga
b. Sebelah timur: Kelurahan Rawajati
c. Sebelah selatan: Kelurahan Pejaten Timur
d. Sebelah barat: Kelurahan Bangka
Jumlah penduduk di Kelurahan Kalibata Kota Administratif
Jakarta Selatan berjumlah 47.85 orang dengan jumlah penduduk yang
berjenis kelamin laki-laki 24.232 orang dan perempuan 23.651 orang.
Jumlah penduduk berdasarkan umur yakni 0-14 tahun 11.014 orang, 15-
64 tahun 36.139 orang dan ≥65 tahun 519 orang. Mata pencaharian
penduduk di Kelurahan Kalibata Kota Administratif Jakarta Selatan
Page 73
55
yakni PNS 1228 orang, TNI 938 orang, swasta 4034 orang, pensiun 361
orang, pedagang 427 orang, tukang 32 orang, buruh 2.017 orang,
wiraswasta 3.077 orang dan lain-lain 7.106 orang.
B. Proporsi dan Distribusi Perokok di Wilayah Rural Dan Urban Tahun
2015
Berikut adalah tabel 5.1 dan 5.2 mengenai distibusi perokok di rural dan
urban.
Tabel 5.1
Proporsi Perokok Saat Ini di Wilayah Rural Dan Urban Tahun 2015
Perokok Rural Urban
n % N %
Perokok 47 17,09 74 24,83
Bukan Perokok 228 82,91 224 75,17
Total 275 100 298 100
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa perokok di wilayah urban lebih banyak
(24,83%) dibandingkan dengan rural (17,09%).
Tabel 5.2
Distribusi Perokok Saat Ini dan Dahulu di Wilayah Rural dan Urban Tahun
2015
Perokok Rural Urban
n % n %
Perokok Tiap Hari 39 14,18 66 22,15
Perokok Kadang-kadang 8 2,91 8 2,68
Pernah Merokok 35 12,73 37 12,42
Tidak Pernah Merokok 193 70,18 187 62,75
Total 275 100 298 100
Page 74
56
Dari tabel 5.2 dapat diketahui bahwa perokok tiap hari di daerah rural
cenderung lebih sedikit daripada di daerah urban. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah perokok tiap hari di daerah rural sebesar 14,18% lebih sedikit
daripada di daerah urban 22,15%. Sedangkan, untuk perokok kadang-
kadang jumlah perokok di rural lebih banyak (2,91%) dibandingkan dengan
perokok urban (2,68%).
C. Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang di Wilayah Rural
dan Urban Tahun 2015
Distribusi perokok menurut orang akan dijelaskan berdasarkan
karakteristik perokok seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
jumlah rokok, metode berhenti rokok, anggaran pembelian rokok dan Age
initiation. Berikut adalah tabel 5.3- 5.6 yang menjelaskan distribusi
perokok menurut karakteristik orang.
Page 75
57
Tabel 5.3
Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang (Jenis Kelamin, Usia,
Pendidikan dan Pekerjaan) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015
Karakteristik Orang Rural Urban
n % x n % x
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
36
11
76,60
23,40
65
9
87,84
12,16
Total 47 100 74 100
Umur
15-24 tahun
25-44 tahun
45-64 tahun
≥65 tahun
5
18
19
5
10,64
38,30
40,42
10,64
9
37
23
5
12,16
50
31,08
6,76
Total 47 100 74 100
Pendidikan
Tidak sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Tamat D1/D2/D3
S1/S2/S3
2
1
15
18
11
0
0
4,25
2,13
31,92
38,30
23,40
0
0
2
2
7
9
43
3
8
2,70
2,70
9,46
12,16
58,11
4,06
10,81
Total 47 100 74 100
Pekerjaan
pns/bumn/bumd/tni/polri
Pegawai swasta
Wiraswata
Petani/nelayan
Buruh
Tidak bekerja
Lainnya...
1
7
11
1
17
10
0
2,13
14,89
23,40
2,13
36,17
21,28
0
3
18
31
0
9
9
4
4,05
24,32
41,90
0
12,16
12,16
5,41
Total 47 100 74 100
Jumlah rokok
≥ 25 batang rokok
perhari
15-24 batang rokok
perhari
10-14 batang rokok
perhari
5-9 batang rokok perhari
1-4 batang rokok perhari
3
6
18
11
9
6,38
12,77
38,30
23,40
19,15
13
3
14
31
19
7
4,05
18,92
41,89
25,68
9,46
11
Total 47 100 47 100
Page 76
58
Dari tabel 5.3 diatas dapat diketahui bahwa perokok laki-laki lebih
besar dibandingkan perokok perempuan pada kedua wilayah yaitu sebesar
87,84% pada daerah urban dan 76,60% pada daerah rural. Pada wilayah
urban perokok kelompok umur 25-44 tahun lebih besar dibanding dengan
kelompok umur yang lain yakni 50%. Sedangkan, pada rural kelompok
umur 45-64 tahun lebih besar dibanding kelompok umur yang lain yakni
40,42%
Pada wilayah urban pendidikan terakhir perokok lebih besar pada
kelompok yg Sekolah Menengah Atas (SMA) yakni sebesar 58,11%.
Sedangkan, di rural pendidikan terakhir perokok lebih besar pada kelompok
Sekolah Menengah Pertama (SMP) yakni 38,30%. Pekerjaan perokok lebih
besar terdapat pada kelompok wiraswasta di wilayah urban (41,90%).
Sedangkan, rural kelompok pekerjaan buruh lebih besar jumlahnya
dibandingkan dengan kelompok pekerjaan lain yakni sebesar (36,17%).
Tabel 5.4 juga menunjukkan bahwa sebagian besar perokok
menghabiskan 10-14 batang rokok perharinya baik di rural (41,89%)
maupun di urban (38,30%) dengan rata-rata perhari 13 batang perhari di
rural dan 11 batang perhari di urban.
Page 77
59
Tabel 5.4
Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang (Metode Berhenti
Merokok) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015
Metode
Berheti
Merokok
Rural Urban
n % n %
Berhenti tanpa
bantuan
18 64,29
17 48,57
Terapi
pengganti
nikotin
6
21,43
11 31,43
Terapi
konsumsi obat
1 3,57
0 0
Obat tradisional 0 0 0 0
Konseling 3 10,71 1 2,86
Lainnya 0 0 6 17,14
Total 28 100 35 100
Tabel 5. 4 memerlihatkan bahwa berhenti merokok tanpa bantuan
pada rural dan urban lebih besar dibanding dengan metode lainnya yakni
64,29% pada rural dan 48,57% pada daerah urban.
Tabel 5.5
Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang (Anggaran Pembelian
Rokok) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015
Metode
Berheti
Merokok
Rural Urban
x Min Max X Min Max
Anggaran
pembelian
rokok
Rp10.600
Rp
1.000
Rp
21.000
Rp13.700
Rp
2.500
Rp
32.000
Tabel 5.5 menunjukan bahwa dengan rata-rata anggaran sebesar Rp
13.700 pada wilayah urban dan Rp 10.600 pada wilayah rural. Anggaran
Page 78
60
pembelian rokok maksimal pada rural sebesar Rp 21.000 dan pada urban Rp
32.000.
Tabel 5.6
Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Orang (Age Initiation) di Wilayah
Rural dan Urban Tahun 2015
Metode
Berheti
Merokok
Rural Urban
x Min Max x Min Max
Anggaran
pembelian
rokok
19
Tahun
10
Tahun
52
Tahun
17
Tahun
7
Tahun
31 Tahun
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa rata-rata usia awal merokok (Age Initiation)
pada daerah rural yakni 19 tahun dengan usia awal merokok minimal 10
tahun. Sedangkan, di wilayah urban rata-rata usia awal merokok 17 tahun
dengan usia awal merokok minimal 7 tahun.
D. Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Tempat di Wilayah Rural
dan Urban Tahun 2015
Distribusi perokok menurut tempat akan dijelaskan berdasarkan
karakteristik tempat mendapatkan rokok, pajanan asap rokok di dalam
rumah, tempat kerja dan tempat umum serta pajanan iklan rokok di
beberapa tempat/media. Berikut adalah tabel 5.7-5.9 yang menjelaskan
distribusi perokok menurut karakteristik tempat.
Page 79
61
Tabel 5.7
Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Tempat (Pajanan Asap Rokok di
Dalam Rumah dan Tempat Kerja) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015
Karakteristik
Tempat
Rural Urban
N % N %
Pajanan asap
rokok di dalam
rumah
146 53,09 127 42,62
Pajanan asap
rokok di tempat
kerja
25 16,18 34 11,41
Tabel 5.7 menunjukan bahwa pajanan asap rokok di dalam rumah lebih
banyak terjadi di rural (53,09%) dibandingkan dengan wilayah urban
(42,62%). Hal ini juga terjadi pada pajanan asap rokok di lingkungan kerja
yakni 16,18% pada rural dan 11,41% di wilayah urban.
Tabel 5.8
Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Tempat (Pajanan Asap Rokok di
Tempat Umum) di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015
Pajanan Asap
Rokok di Tempat
Umum
Rural Urban
N % n %
Kantor pemerintah 33 55,00 35 46,67
Sekolah/Universitas 55 45,45 53 37,86
Tempat ibadah 36 20,11 48 21,52
Fasilitas Kesehatan 18 11,76 15 10,07
Tempat makan 93 80,17 165 82,50
Tempat hiburan 51 78,46 91 70,54
Angkutan umum 59 756,10 111 73,03
Lainnya 133 76,44 87 77,00
Page 80
62
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa pajanan asap rokok terbanyak yakni terjadi
pada tempat makan baik di rural (80,17%) maupun di wilayah urban
(82,50%).
Tabel 5.9
Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Tempat (Pajanan Iklan Rokok) di
Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015
Pajanan Iklan
Rokok
Rural Urban
N % n %
Toko yang menjual
rokok
20 8,97 21 8,54
Televisi 216 96,86 226 91,87
Radio 4 1,79 6 2,44
Billboard 33 14,80 95 38,62
Poster 36 16,14 76 30,89
Koran atau majalah 2 0,90 19 7,72
Tempat hiburan 1 0,45 5 2,03
Internet 2 0,90 10 4,06
Angkutan umum 2 0,90 10 4,06
Spanduk 63 28,25 99 40,24
Acara olahraga 1 0,45 6 2,44
Lainnya 8 3,59 13 5,28
Tabel 5.9 memperlihatkan bahwa hampir semua responden mendapat
pajanan iklan rokok pada televisi yakni 96,86% pada rural dan 91,87%
pada wilayah urban.
Page 81
E. Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Waktu di Wilayah Rural
dan Urban Tahun 2015
Distribusi perokok menurut waktu akan dijelaskan berdasarkan karakteristik
durasi merokok reponden. Berikut adalah tabel 5.10 yang menjelaskan
distribusi perokok menurut karakteristik waktu.
Tabel 5.10
Distribusi Perokok Menurut Karakteristik Waktu di Wilayah Rural dan
Urban Tahun 2015
Karakteristik
Waktu
Rural Urban
n % n %
Durasi Merokok
1-9 tahun
10-19 tahun
20-29 tahun
0
30
15
0
63,83
31,92
3
54
13
4,05
72,97
17,57
≥30 tahun 2 4,25 4 5,41
Total 47 100 74 100
Tabel 5.10 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar perokok di wilayah
urban dan rural memiliki durasi merokok 10-19 tahun yakni 72,97% di
wilayah urban dan 63,83% di wilayah rural.
F. Distribusi Kondisi Kesehatan yang Dialami Perokok di Wilayah Rural
dan Urban Tahun 2015
Berikut adalah tabel 5.11 yang menjelaskan tentang efek kesehatan yang
salah satu faktornya adalah rokok.
Page 82
Tabel 5.11
Distribusi Kondisi Kesehatan yang Dialami Perokok di Wilayah Rural dan
Urban Tahun 2015
Efek Kesehatan Rural Urban
N % n %
Hipertensi 14 42,42 10 38,46
Jantung Koroner 2 6,06 5 19,23
Stroke 4 12,13 1 3,85
Asma 5 15,15 3 11,53
PPOK 6 18,18 5 19,23
Gangguan
mens/impotensi
2 6,06 1 3,85
Komplikasi
kehamilan
0 0 1 3,85
Total 33 100 26 100
Tabel 5.11 menunjukkan bahwa kondisi kesehatan yang dialami oleh
perokok seperti penyakit yang paling banyak terjadi yaitu hipertensi dengan
proporsi 42,42% pada rural dan 38,46% pada urban.
Page 83
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Adapun keterbatasan dalam
penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Adanya bias informasi. Hal ini dikarenakan responden cenderung lupa
dengan keadaan sebelumnya (pergi ke tempat tertentu dan melihat iklan
rokok di sekeliling). Selain itu, bias informasi juga terjadi dikarenakan
ada orang lain di dekat responden yang menjawab pertanyaan dari peneliti
sehingga memengaruhi hasil. Oleh karena itu, untuk mengatasi bias
informasi peneliti menggali ingatan atau melakukan probing ke responden
dan peneliti mengambil jawaban pertama responden yang dijawab secara
spontan.
2. Adanya bias seleksi. Hal ini dikarenakan jenis kelamin responden tidak
terdistribusi sebagai sampel. Walaupun telah dilakukan proses random,
tetapi responden terbanyak berasal dari jenis kelamin perempuan.
3. Dalam penelitian ini daerah rural hanya di wakili oleh 1 wilayah rural
yaitu Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor sementara daerah urban hanya
diwakili oleh 1 wilayah urban yakni Kelurahan Kalibata Kota
Administrasi Jakarta Selatan.
B. Perokok di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 109
tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengadung Zat Adiktif
Page 84
berupa Produk Tembakau mendefinisikan rokok sebagai salah satu produk
tembakau yang dibakar, dihisap, dan dihirup asapnya termasuk rokok
kretek, rokok putih, cerutu, atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari
tanaman Nicotiana rustica, Nicotiana tabacum, dan spesies lainnya.
Dalam penelitian ini peneliti menggolongkan perokok dan bukan
perokok. Penelitian yang peneliti lakukan menemukkan bahwa perokok di
urban lebih banyak dibandingkan dengan daerah rural yakni 24,83% di
wilayah urban dan 17,09% di daerah rural. Definisi perokok sendiri terbagi
menjadi perokok tiap hari yaitu responden terus merokok selama 30 hari
penuh. Sedangkan, perokok kadang-kadang yakni perokok yang dalam 30
hari ada waktu dimana responden tidak merokok. Dalam penelitian ini
ditemukan bahwa perokok tiap hari lebih banyak terjadi di urban (22,15%)
dibandingkan dengan rural (14,18%). Sedangkan, untuk perokok kadang-
kadang dan pernah merokok lebih banyak dijumpai pada rural dibandingkan
dengan wilayah urban.
Penelitian ini didukung oleh penelitian lainnya. Volzke (2006)
menunjukkan bahwa perokok di daerah urban (21,7%) lebih tinggi
dibandingkan dengan perokok didaerah rural (23,6%). Survei yang
dilakukan oleh GATS (2011) menunjukkan bahwa proporsi perokok pada
daerah urban lebih banyak dari pada daerah rural yakni 50,2%. Selain itu,
survei lainnya juga dilakukkan di Indonesia yang menunjukkan terjadinya
peningkatan perokok di daerah urban dari tahun 2004-2010. Laporan
Tobacco Control Support Center(2012) mengungkapkan bahwa pada tahun
Page 85
2004 prevalensi perokok di daerah urban sebesar 31,7 %, tahun 2007
sebesar 31,2% dan tahun 2010 sebesar 32,3%.
Proporsi perokok yang tinggi di wilayah urban ini mungkin
disebabkan oleh tingkat stress yang tinggi (Volzke, 2006). Stress yang
tinggi ini mungkin dikarenakan didaerah urban harga untuk memenuhi
kebutuhan hidup lebih tinggi dibandingkan dengan daerah rural. Gaya hidup
masyarakat di daerah urban cenderung lebih konsumtif dibandingkan
dengan masyarakat rural sehingga menimbulkan kebutuhan yang berbeda
(Hidayah, 2011). Selain itu, faktor yang memungkinkan tingkat stress yang
lebih tinggi adalah faktor sosial (Volzke, 2006). Penduduk didaerah urban
kurang mempunyai waktu untuk bersosialisasi pada lingkungan sekitar
sehingga menimbulkan stress dan mengakibatkan individu menjadi perokok.
Faktor yang memungkinkan lainnya selain stress adalah migrasi
penduduk (Volzke, 2006). Adanya migrasi dari wilayah rural ke urban
mungkin dapat menimbulkan tingginya perokok di wilayah urban. Hal ini
dikarenakan perokok dari daerah rural bermigrasi ke daerah urban.
Sedangkan, non-perokok didaerah urban pindah ke daerah rural yang
mengakibatkan rendahnya proporsi perokok di daerah rural hal ini didukung
oleh Swastika (2014). Swastika (2014) menyebutkan bahwa proporsi
penduduk di rural menurun sebesar 1,42% dalam satu tahun. Sedangkan,
penduduk di urban meningkat sebesar 3,14% dalam satu tahun.
Survei yang telah dilakukkan oleh Surgeon General (2014)
menunjukkan bahwa proporsi perokok tiap hari (61,9%) lebih banyak
Page 86
daripada proporsi perokok kadang-kadang (38,1%). Hal ini serupa dengan
penelitian yang telah dilakukkan oleh peneliti bahwa perokok tiap hari baik
di wilayah rural maupun urban lebih banyak dibandingkan dengan perokok
kadang-kadang baik di wilayah rural maupun di wilayah urban. Walaupun
proporsi perokok kadang-kadang lebih sedikit dibandingkan dengan
perokok tiap hari. Tetapi, perokok kadang-kadang ini sangat rentan untuk
menjadi perokok tiap hari. Hal ini disebabkan oleh kadar nikotin yang
terkandung didalam rokok yang membuat seseorang merasa ketagihan
(Tobacco Free Kids, 2015).
Oleh karena itu, Peneliti berharap agar Puskesmas baik di rural
maupun di urban agar melakukan edukasi kepada masyarakat secara
langsung mengenai dampak rokok. Edukasi juga perlu dilakukan kepada
perokok yang menderita penyakit tertentu agar dapat berhenti merokok.
Peneliti berharap juga diadakannya klinik berhenti merokok pada
Puskesmas pada kedua wilayah. Pada masyarakat rural juga diharapkan
kader kesehatan dan pemerintah setempat (kelurahan) lebih proaktif untuk
mengadakan gerakan berhenti merokok yaitu dengan membuat kesepakatan
berhenti merokok di wilayah setempat dan membuat wilayah bebas asap
rokok. Penelitian Hodge (1996) menunjukkan bahwa masyarakat urban
lebih proaktif untuk berhenti merokok dikarenakan gerakan berhenti
merokok urban lebih kuat dibandingkan dengan rural. Dalam Klinik
berhenti merokok juga diharapkan adanya monitoring pada setiap pasiennya
dengan mengadakan jadwal kunjungan. Peneliti juga berharap kepada Dinas
Page 87
Kesehatan setempat agar melakukan pelatihan mengenai metode konseling
atau promosi kesehatan yang efektif kepada petugas kesehatan agar pesan
yang disampaikan ke masyarakat lebih efektif.
C. Perokok Menurut Orang di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015
Karakteristik dari orang merupakan salah satu faktor yang berperan
pada terjadinya suatu penyakit. Karakteristik menurut orang dalam CDC
(2012) adalah karakteristik suatu individu, karakteristik biologi, aktivitas
seseorang, dan kondisi selama hidup (CDC, 2012). Dalam karakteristik ini
akan dijelaskan mengenai jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan,
jumlah rokok, metode berhenti merokok, anggaran pembelian rokok dan age
initiation (usia awal merokok).
1. Umur
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015) menerangkan bahwa umur
merupakan lamanya masa hidup seseorang mulai dari orang tersebut
lahir sampai orang tersebut menutup umur. Pada penelitian ini
ditemukan bahwa sebagian besar responden di urban berada pada
kelompok umur 25-44 tahun yaitu 50%. Sedangkan, pada rural
kelompok umur 45-64 tahun lebih besar dibanding kelompok umur
yang lain yakni 40,42%.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukkan oleh
American Lung Association. American Lung Association (2011)
menunjukkan bahwa prevalensi perokok terbesar berada pada umur 25-
44 tahun. Hasil survei tersebut tidak jauh berbeda dengan survei yang
Page 88
dilakukan oleh GATS (2011). Berdasarkan survei yang telah dilakukan
oleh GATS (2011) di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi
perokok laki-laki terbesar berada pada umur 25-44 tahun. Sedangkan,
prevalensi perokok perempuan yakni berada pada golongan umur >65
tahun.
Meskipun persentase perokok lebih tinggi pada usia dewasa.
Namun, pada penelitian ini rata-rata usia awal (Age initiation) merokok
baik daerah urban dan rural adalah usia remaja akhir antara 17-19
tahun. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Tobacco Control Support Center. Laporan Tobacco Control Support
Center (2012) menyebutkan bahwa usia awal perokok mengonsumsi
rokok terbanyak yakni usia ≥15 tahun sebesar 50,7% di tahun 2007 dan
43,3% di tahun 2010. Survei yang dilakukkan oleh GATS (2011) di
Indonesia juga menemukkan bahwa 40 dari 100 orang merokok pada
usia 17-19 tahun.
Menurut B. F Skinner dalam Yunindyawati (2008) menerangkan
bahwa pada awalnya manusia dibentuk melalui lingkungan di
sekitarnya. Hal ini menyebabkan seseorang menjadi sosok tertentu
seperti menjadi perokok. Usia 17-19 tahun merupakan usia remaja akhir
dimana pada usia ini remaja ingin membentuk diri sendiri yang mereka
anggap pantas dan baik untuk mereka (Potter dan Perry, 2005 dalam
Barus, 2012). Dalam usia ini, remaja sulit mengontrol keinginan
mereka sehingga perilaku kurang baik seperti merokok sulit untuk
Page 89
dihindari. Adanya persepsi bahwa dengan merokok dapat meningkatkan
‗kejantanan‘ seseorang juga mungkin salah satu faktor perilaku
merokok (Nichter, 2009). Usia remaja merupakan usia rentan. Mereka
terkadang mengikuti perilaku teman atau orang dewasa lainnya.
Menurut Mu‘tadin (2002) dalam Hasanah (2011) mengatakan bahwa
hal tersebut dikarenakan terjadinya peer sosialization antar remaja yang
artinya remaja dituntut berperilaku sama dengan kelompoknya sehingga
remaja cenderung mengikuti perilaku teman-temannya seperti cara
berpakaian sampai kepada perilaku merokok.
Adanya orang tua yang merokok juga merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan seorang remaja merokok. Menurut Miller dan
Dollard dalam Notoatmodjo (2013) menyebutkan bahwa tingkah laku
manusia terbentuk melalui proses hasil belajar. Pada daerah rural
sebesar 53,09% perokok merokok di dalam rumah. Sedangkan, 42,62%
perokok di wilayah urban merokok di dalam rumah.
Adanya perokok di dalam rumah cenderung menimbulkan anggota
keluarga terutama anak-anak cenderung mengikuti perilaku merokok
tersebut. Anak-anak melihat perilaku merokok yang ditunjukkan oleh
orang dewasa disekitarnya kemudian melakukan proses ‗coba-coba‘
merokok secara sembunyi-sembunyi. Penelitian yang dilakukkan oleh
Yunindyawati (2008) menerangkan bahwa perokok remaja baik di rural
maupun di urban cenderung mengikuti orangtua mereka sehingga
menjadi perokok. Penelitian tersebut juga menerangkan bahwa orangtua
Page 90
baik di rural maupun di urban cenderung membiarkan anak mereka
merokok.
Remaja yang awalnya ‗coba-coba‘ untuk merokok menjadi
ketergantungan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya bahan yang
terdapat dalam rokok, nikotin, yang menyebabkan ketergantungan.
Ketergantungan yang disebabkan oleh nikotin inilah yang menyebabkan
remaja yang ‗coba-coba‘ ini menjadi perokok aktif (Tobacco Free Kids,
2015).
Pada penelitian ini ditemukan juga bahwa usia awal merokok
termuda adalah 7 tahun pada daerah urban dan 10 tahun pada daerah
rural. Hal ini menarik mengingat wilayah urban merupakan wilayah
dengan fasilitas yang memadai dibandingkan di daerah rural. Dalam hal
ini penduduk di wilayah urban dapat mengakses fasilitas dengan lebih
mudah. Mudanya umur perokok di urban dibandingkan didaerah rural
mungkin disebabkan oleh faktor individu. Pada penelitian yang
dilakukkan oleh Yunindyawati (2008) menunjukkan bahwa pada
wilayah perokok remaja di wilayah urban cenderung mengikuti perilaku
teman sebayanya. Sedangkan, perokok di wilayah rural cenderung
merokok dikarenakan faktor coba-coba atau ingin tahu. Faktor lainnya
yang mungkin menyebabkan usia awal merokok di wilayah urban lebih
muda yakni dikarenakan pada film yang mereka tonton dimana tokoh
pria-nya merokok (Lu, 1997).
Page 91
Oleh karena itu, sebaiknya orang tua perokok harus menghindari
merokok didepan anak-anak. Orangtua juga seharusnya mengontrol
pergaulan anak-anak agar anaknya tidak mengarah ke pergaulan yang
negatif. Selain itu, peneliti menyarankan kepada Puskesmas sebagai
unit pelayanan terpadu yang paling dekat ke masyarakat untuk
memberikan edukasi kepada para orang tua untuk menghindari
merokok di depan anak-anak. Puskesmas juga bisa melakukan edukasi
langsung kepada sekolah-sekolah seperti SD, SMP dan SMA. Hal ini
dilakukan mengingat pada masa sekolah merupakan masa yang paling
rentan untuk menjadi perokok.Peneliti juga berharap kepada pemerintah
setempat, Kelurahan dan Desa, agar dapat mengembangkan potensi
para remaja melalui organisasi seperti Karang Taruna. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari remaja terhadap perbuatan yang
negatif seperti merokok.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan perbedaan biologis pada fisik manusia.
Jenis kelamin ini terdiri dari pria dan wanita. Perbedaan antara pria dan
wanita bisa dilihat dari ciri-ciri fisik yang mereka miliki dimana pria
memiliki penis sebagai alat reproduksi dan wanita memiliki rahim serta
payudara (Sudarman, 2008). Hasil survei yang telah didapatkan peneliti
yakni perokok baik di urban maupun rural adalah laki-laki dengan
persentase 87,84% pada Urban (urban) dan 76,60% pada daerah rural.
Page 92
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang lain.
Penelitian yang dilakukkan oleh Siagian tahun 2001 di Jakarta dan
Sukabumi menunjukkan bahwa perokok laki-laki baik di daerah Jakarta
maupun Sukabumi memiliki persentase perokok yang lebih besar yakni
56,6% di Jakarta dan 5,8% di Sukabumi. Penelitian lainnya juga
dilakukan oleh Gilani dan Leon (2012) terhadap orang dewasa di
Pakistan. Survei tersebut menunjukkan bahwa prevalensi perokok laki-
laki lebih banyak dibandingkan dengan perokok perempuan dengan
prevalensi 51,2% pada laki-laki dan 48,8% pada perempuan. Penelitian
yang dilakukan oleh Barus (2012) di Universitas Indonesia
memperlihatkan bahwa laki-laki memiliki presentase perokok tertinggi
yaitu 77,1%.
Tingginya perokok laki-laki ini mungkin dikarenakan oleh stress.
Baldwin (2002) dalam Hasnida (2005) menyebutkan bahwa stress pada
laki-laki dan perempuan sama. Hanya saja, cara untuk menghadapi
masalah berbeda. Cara menghadapi masalah pada perempuan ini
cenderung dengan perasaan cemas. Sedangkan, cara menghadapi masalah
pada laki-laki cenderung dengan hal-hal negatif seperti merokok.
Dari sisi budaya, rokok cenderung dianggap biasa pada laki-laki
sedangkan, pada wanita dianggap perilaku yang menyimpang (Abghi,
1997). Besarnya proporsi perokok pada laki-laki ini juga mungkin terjadi
dikarenakan oleh adanya persepsi bahwa merokok bagi laki-laki hal yang
jantan. Hal ini juga didukung oleh banyaknya iklan rokok yang
Page 93
mempromosikan laki-laki sebagai model dari suatu iklan yang
menampilkan sosok laki-laki yang berwibawa dan gagah (Nichter, 2009).
Iklan rokok pada media-media terutama televisi merupakan salah satu
media yang paling banyak diminati masyarakat. Masyarakat cenderung
mengikuti apa yang ada dalam media. Penelitian yang dilakukkan oleh
peneliti menunjukkan bahwa 96,86% reponden di rural terpapar iklan
rokok. Sedangkan, di Urban (urban) 91,87% responden terpapar iklan
rokok.
Rokok bagi laki-laki juga cenderung digunakan sebagai alat sosial.
Hal ini dikarenakan rokok digunakan sebagai suatu metode untuk
membina persahabatan dan keintiman pada sesama laki-laki (Merchen,
2009). Dalam hal ini rokok digunakan untuk menghormati teman atau
lawan bicara mereka pada saat tertentu seperti pada saat berkumpul
dengan teman. Selain itu, besarnya proporsi perokok pada laki-laki juga
dimungkinkan karena faktor sosio cultural seperti kebiasaan budaya dan
gengsi (Smet 1994 dalam Hasnida 2005).
Oleh karena itu, untuk menghindari stress sebaiknya menghindari
dari hal yang negatif seperti tidur sebentar ketika sedang lelah.
Menghindari stress juga bisa dialihkan dengan mendengarkan musik
yang tenang dan juga dengan mengonsumsi permen. Pada saat
berkumpul dengan teman juga sebaiknya menyediakan penganti rokok
seperti permen. Untuk berhenti merokok juga bisa mengadakan
Page 94
perjanjian untuk tidak merokok atau mengadakan taruhan dengan
imbalan yang besar.
3. Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha seseorang untuk membuat dirinya
sadar sehingga bisa mengambil suatu keputusan (Maulana, 2009).
Pendidikan memungkinkan individu untuk dapat memberdayakan dirinya
dalam mendapatkan akses kesehatan. Penelitian yang telah peneliti
lakukan menunjukkan bahwa di urban proporsi pendidikan terakhir
perokok lebih besar pada kelompok yg Sekolah Menengah Atas (SMA)
yakni sebesar 58,11%. Sedangkan, di rural proporsi pendidikan perokok
lebih besar pada kelompok Sekolah Menengah Pertama (SMP) yakni
38,30%. Data dari Riskesdas tahun 2013 di DKI Jakarta menunjukkan
bahwa proporsi perokok dengan pendidikan tamat SMA lebih besar
yakni 29,3% diikuti oleh proporsi perokok tamat SMP sebesar 23,3%.
Tingginya tingkat pendidikan perokok di urban dibandingkan
dengan rural merupakan salah satu faktor tingginya tingkat pendidikan
perokok pada masyarakat urban. Menurut Wahyono (2012) tingkat
sosioekonomi masyarakat urban lebih tinggi dibandingkan masyarakat
rural sehingga masyarakat urban cenderung memiliki keinginan maju
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan masyarakat rural.
Pada penelitian yang telah dilakukkan oleh peneliti, Sebagian besar
responden yang tamat SMP mulai merokok pada usia 15-24 tahun
dengan proporsi 94,44% di rural dan 55,56% di urban. Menurut
Page 95
Venkatnarayan (1996) dalam Gupta (2006) menunjukkan bahwa
pendidikan merupakan salah satu faktor yang memungkinkan seseorang
merokok. Laki-laki yang tidak memiliki pendidikan memiliki risiko 1,8
kali menjadi perokok dibandingkan laki-laki yang memiliki pendidikan
tinggi. Sedangkan, perempuan yang tidak memiliki pendidikan berisiko
menjadi perokok 3,7 kali dibandingkan dengan yang tidak merokok.
Dengan kata lain, pendidikan yang rendah cenderung memungkinkan
seseorang menjadi perokok.
Hal ini mungkin disebabkan oleh karena para perokok memiliki
masa sulit selama sekolah. Pada masa sekolah terdapat banyak tantangan
yang harus dihadapi seperti budaya disekitarnya, fisik dan diri sendiri.
Jika individu itu gagal maka akan menimbulkan depresi, pesimis dan
mungkin akan mencoba untuk merokok. Alasan lainnya adalah para
perokok kebanyakan merokok pada saat remaja ini memiliki kepercayaan
diri yang rendah sehingga mengambil keputusan untuk merokok (Zhu,
1996).
Proses dari mencoba merokok menjadi perokok ini juga bisa timbul
pada saat di sekolah yang mungkin disebabkan karena adanya pengaruh
dari teman sebaya (Hasanah, 2011). Perokok yang telah kecanduan
dengan rokok juga mungkin kurang tertarik untuk menyelesaikan
sekolahnya. Hal ini disebabkan oleh karena mereka sulit menahan diri
untuk tidak merokok selama pelajaran berlangsung sehingga beberapa
ada yang melanggar peraturan sekolah untuk tidak merokok (Zhu, 1996).
Page 96
Oleh karena itu, sebaiknya para pendidik diharapkan dapat
meningkatkan minat siswa terhadap sesuatu yang disenangi siswa.
Sekolah-sekolah juga diharapkan dapat memberikan waktu istirahat
seperti diadakannya waktu untuk tidur didalam kelas secara bersama-
sama pada jam istirahat. Peneliti juga berharap agar pihak sekolah,
khususnya SMP dan SMA, untuk mengadakan jadwal konsultasi secara
pribadi dengan guru Bimbingan Konseling pada jam istirahat. Kegiatan
ini bertujuan agar siswa dapat berkeluh kesah kepada guru Bimbingan
Konseling tersebut.
Selain itu, diperlukan adanya peran orang tua untuk selalu
membimbing anak-anak. Dalam hal ini orang tua berperan sebagai
sahabat anak yang dapat mendengar keluh-kesah anak dan memberikan
saran yang sesuai sehingga anak tidak terjerumus kepada hal-hal yang
negatif. Puskesmas juga bisa berperan dalam hal memberikan edukasi
kepada sekolah-sekolah mengenai rokok seperti pada saat masa orientasi
siswa. Puskesmas juga bisa melatih petugas PMR atau dokter kecil di
setiap sekolah dalam hal mengedukasi siswa mengenai bahan yang ada
dalam rokok dan bahayanya bagi kesehatan dan bagaimana menyikapi
orang-orang disekitar mereka yang merokok.
4. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan suatu kegiatan yang dapat menghasilkan
barang baik untuk diri sendiri maupun orang lain Suroto (1992) dalam
Udin (2010). Sedangkan, bekerja menurut Peraturan Menteri Tenaga
Page 97
Kerja no 1 tahun 2014 bekerja merupakan kegiatan ekonomi yang
dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu
memperoleh pendapatan atau keuntungan.
Hasil survei yang telah didapatkan peneliti yakni wiraswasta
merupakan pekerjaan perokok yang paling besar persentasenya di
wilayah urban (Urban) yakni 41,90%. Sedangkan, di wilayah rural
perokok dengan pekerjaan sebagai buruh memiliki persentase yang
paling banyak dibandingkan dengan pekerjaan yang lain sebesar 36,17%.
Data GATS (2011) menunjukkan bahwa presentase terbesar perokok
berada pada jenis pekerjaan wirausaha dengan presentase sebesar 60,1%
(GATS, 2011). Sementara itu, Di DKI Jakarta proporsi perokok paling
tinggi berada pada jenis pekerjaan petani/nelayan/buruh yakni sebesar
47%.
Penelitian yang dilakukkan oleh peneliti juga menemukkan bahwa
pada wilayah urban (Urban) maupun rural cenderung membeli rokok 10-
14 batang perhari, dimana pada masyarakat urban mayoritas
pekerjaannya adalah wiraswasta/pedagang/pelayan jasa sementara
masyarakat rural mayoritas pekerjaannya adalah buruh. Pada penelitian
ini juga ditemukan bahwa mayoritas pekerjaan responden yang merokok
adalah buruh cenderung membeli rokok dengan harga diatas rata-rata (Rp
10.600) dengan proporsi 57,14%. Sedangkan, pada wilayah urban yang
mayoritas pekerjaannya adalah wiraswasta cenderung membeli rokok
dengan harga dibawah rata-rata (Rp 13.700) dengan proporsi 51,6%.
Page 98
Kebutuhan pokok yang tinggi di daerah urban dan juga faktor
sosial yang mengakibatkan stress dan menjadi perokok (Volzke, 2006).
Hal ini disebabkan oleh karena tingginya persaingan hidup didaerah
urban. Selain itu, terdapat tuntutan agar dapat bertahan hidup didaerah
urban (BPS, 2007). Sedangkan, di wilayah rural hal ini mungkin
dikarenakan oleh lingkungan sosial selama bekerja. Adanya tawaran
untuk merokok dari sesama pekerja buruh memungkinkan seseorang
untuk merokok. Selain itu, merokok dapat menurunkan beban pikiran
para pekerja buruh dan membuat pikiran tenang (Depparinding et all,
2014).
Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar terselenggaranya
kerjasama antara pemerintah (dalam hal ini kelurahan) dengan dinas
perdagangan dalam hal mengembangkan usaha kreatif rakyat (khususnya
para ibu) untuk menambah income penduduk seperti mengumpulkan
barang bekas menjadi barang baru yang bisa dipakai dan dijual ke
masyarakat umum. Selain itu, diharapkan pekerja yang mendapat
tawaran untuk merokok dapat menolak secara tegas tawaran tersebut.
Pekerja bisa mengantisipasinya dengan membawa sejumlah permen atau
snack lainnya ketika bekerja.
5. Jumlah Rokok
Hasil survei yang telah didapatkan peneliti yakni sebagian besar
perokok pada kedua wilayah menunjukkan bahwa responden
menghabiskan 10-14 batang rokok perharinya dengan persentase 41,89%
Page 99
di urban dan 38,30% di rural. Sedangkan, rata-rata jumlah batang rokok
yang dihabiskan responden perhari di Urban yakni 13 batang rokok
perhari dan rata-rata jumlah batang rokok di Rural adalah 11 batang
rokok perhari.
Survei tersebut didukung oleh survei yang dilakukkan oleh GATS
tahun 2011. Menurut survei GATS (2011) penduduk Indonesia rata-rata
menghabiskan 12,8 atau sekitar 13 batang rokok perharinya. Survei yang
dilakukkan Riskesdas tahun 2013 juga menunjukkan hasil yang sama.
Dalam Riskesdas tahun 2013 juga menunjukkan bahwa penduduk
Indonesia rata-rata mengonsumsi rokok sekitar 12,3 atau 13 batang rokok
perharinya.
Menurut Bradford Hill suatu kejadian penyakit meningkat seiring
dengan bertambahnya pajanan (Gersmant, 2003). Dalam hal ini, semakin
banyak batang rokok yang dikonsumsi oleh responden maka semakin
mungkin terjadinya suatu penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh
Walter tahun 1987 menunjukkan bahwa perokok yang mengonsumsi 1-4
rokok perbatang memiliki risiko terkena jantung koroner sebanyak dua
kali dibanding non-perokok. Hasil yang sama juga ditemukan oleh David
tahun 1999. Penelitian David menunjukkan bahwa perokok yang
mengonsumsi rokok 1-9 batang memiliki risiko terkena jantung koroner
sebesar 2 kali lipat dibanding non-perokok. Penelitian lainnya yang
dilakukkan oleh Suharmiati tahun 2008 menunjukkan bahwa proporsi
Page 100
perokok 11-20 batang perhari lebih banyak dibandingkan dengan
proporsi perokok 1-10 batang perhari.
Dalam penelitian yang telah dilakukkan oleh peneliti didapatkan
bahwa perokok di rural yang mengonsumsi rokok 10-14 batang perhari
memiliki proporsi menderita hipertensi lebih banyak dibanding dengan
<10-14 batang yakni 57,14%. Sedangkan, di Urban perokok yang
mengonsumsi rokok 10-14 batang perhari memiliki proporsi menderita
PJK lebih banyak dibandingkan dengan <10-14 batang rokok perhari
yakni 50%.
Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin banyak rokok
yang dikonsumsi maka semakin berisiko terkena suatu penyakit. Dalam
setiap batang rokok, bahan-bahan yang dihirup oleh perokok akan masuk
ke dalam tubuh. Nikotin merupakan salah satu bahan yang terhirup.
Nikotin dapat diserap tubuh dalam waktu 10-19 detik (Action on
Smoking and Health, 2014). Dalam 40 menit, efek rokok ini akan
menghilang sehingga menyebabkan perokok kembali menghirup rokok
dikarenakan perokok akan gelisah dan depresi jika tidak menghirup
rokok (POM, 2014). Hal inilah yang menyebabkan seseorang perokok
merasa kecanduan dikarenakan nikotin dapat merangsang sistem saraf
pusat. Selain merangsang sistem saraf pusat nikotin dapat meningkatkan
detak jantung dan tekanan darah (Action on Smoking and Health, 2014).
Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya masalah kesehatan
para perokok khususnya harus meminimalisir atau mengurangi jumlah
Page 101
rokok yang dikonsumsi. Cara mengurangi jumlah batang rokok yakni
dengan olahraga dan istirahat teratur. Selain itu, metode seperti
mengganti rokok dengan permen, konseling, mengganti rokok dengan
obat tradisional maupun dengan mencoba untuk berpuasa diiringi dengan
niat yang kuat. Selain itu, keluarga diharapkan dapat menjadi pengingat
dan memberikan motivasi kepada perokok.
6. Metode Berhenti Merokok
Berhenti merokok merupakan salah satu cara agar terhindar dari
risiko penyakit. Manfaat berhenti merokok diantaranya yaitu dapat
menurunkan risiko dari penyakit yang berhubungan dengan pajanan
rokok pada anak, menurunkan risiko memiliki anak prematur, impoten,
gangguan kesuburan, keguguran dan BBLR. Manfaat berhenti merokok
juga dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular (WHO, tt).
Perokok melakukan berbagai upaya dalam mengurangi efek
kesehatan akibat rokok. Metode yang dilakukan untuk berhenti merokok
adalah terapi pengganti nikotin, terapi konsumsi obat, mencoba obat
tradisional, konseling, berhenti tanpa bantuan dan mengganti konsumsi
rokok tembakau dengan tembakau kunyah (GATS, 2011). Hasil survei
yang telah didapatkan peneliti mengenai metode berhenti merokok yang
paling banyak digunakan yakni tanpa menggunakan metode berhenti
rokok apapun dengan proporsi sebesar 48,57% di urban dan 64,29% di
rural.
Page 102
Hasil survei ini sama dengan survei yang dilakukkan oleh GATS
tahun 2011 di Indonesia. Di Indonesia tahun 2011 sekitar 70,7% perokok
berhenti merokok dengan kemauan sendiri tanpa bantuan orang lain
(GATS, 2011). Namun, berhenti merokok ini hanya bersifat sementara.
Survei yang dilakukkan oleh peneliti menujukkan bahwa responden
hanya beberapa saat saja berhenti merokok yakni berkisar 1 sampai 9
bulan di rural dan 1 sampai 6 bulan di urban. Setelah itu, perokok
mengonsumsi kembali rokok tersebut.
Hal ini terjadi mungkin disebabkan oleh karena keluhan yang
disebut dengan withdrawal syndrom (Aditama, 1997 dalam Barus, 2012).
Gejala dari sindrom tersebut seperti keinginan untuk merokok, depresi,
insomnia, mudah marah, gelisah, cemas dan sulit konsentrasi. Gejala ini
dapat terjadi dalam waktu 3 hari atau bahkan sampai berminggu-minggu
(tergantung pada jumlah rokok dan durasi merokok) setelah seeorang
berhenti merokok (Hesami. 2010).
Oleh karena itu, peneliti menyarankan kepada para perokok
khususnya agar memiliki keyakinan pada diri sendiri untuk bisa berhenti
merokok. Keyakinan akan diri sendiri bahwa akan mampu berhenti
merokok tidak hanya sesaat akan memberikan dorongan tersendiri
kepada diri sendiri agar bisa berhenti merokok. Selain itu, terapkan
metode berhenti merokok pada keseharian sehingga menjadi kebiasaan.
Berhenti merokok juga dapat dilakukkan dengan menentukanwaktu
berhenti merokok. Setelah itu perokok memulai metode berhenti
Page 103
merokok dengan mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi. Apabila
dalam sehari perokok menghabiskan satu bungkus maka perokok bisa
mengurangi menjadi setengah bungkus. Jika perokok sudah berhenti
merokok dalam waktu yang lama kemudian merokok kembali, jangan
menilai diri anda sebagai perokok. Nilai diri anda sebagai bukan
perokok dan buat perjanjian dengan diri anda untuk tidak merokok.
7. Anggaran Pembelian Rokok
Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa rata-rata anggaran
pembelian rokok di urban sebesar Rp 13.700 perharinya. Sedangkan, di
rural sebesar Rp 10.600 perharinya. Dari penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa pembelian rokok perharinya lebih tinggi di wilayah
urban. Hasil penelitian ini jika dikalikan selama sebulan (30 hari) maka
para perokok setiap bulannya baik di kedua wilayah menghabiskan
hampir setengah juta perbulannya. Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian yang telah dilakukkan oleh GATS tahun 2011. GATS
memperlihatkan bahwa rata-rata pembelian rokok diwilayah urban
sebesar Rp 14.375 perharinya. Sedangkan, di wilayah rural Rp 11.250
perharinya.
Pada penelitian yang telah dilakukkan oleh peneliti menunjukkan
bahwa rata-rata banyaknya rokok yang dibeli di rural yakni 12 batang
perhari dan di urban 13 batang perhari. Pembelian batang rokok minimal
pada rural adalah 1 batang perhari dan maksimal 48 batang rokok
Page 104
perhari. Sementara itu, pembelian rokok minimal pada urban adalah 2
batang rokok perhari dan maksimal 24 batang rokok perhari.
Dari hasil tersebut, jika dilakukkan analisis untuk pembelian rokok
maksimal (48 batang atau sekitar 4 bungkus perhari) di rural dalam
sebulannya menghabiskan dana sebesar Rp 1.680.000 (jika harga rokok
perbungkus Rp 14.000). Sedangkan, pembelian rokok di urban (24
batang rokok atau sekitar 2 bungkus) menghabiskan dana sebesar Rp
840.000 (jika harga rokok perbungkus Rp 14.000). Pengeluaran tersebut
jika ditambah dengan kerugian yang ditimbulkan oleh rokok seperti
penyakit akan menimbulkan dampak kerugian yang besar.
Laporan dari Tobacco Control Support Center(2010)
memperkirakan pengeluaran tembakau pada masyarakat Indonesia
sebesar 138 triliyun rupiah. Data tahun 2010 menunjukkan bahwa total
tahun produktif yang hilang karena penyakit tembakau berjumlah 105,30
triliyun rupiah (TCSC, 2012). Angka ini jika ditambahkan antara
pengeluaran tembakau dan total tahun produktif yang hilang mencapai
243,30 triliyun rupiah. Angka tesebut sangat jelas merugikan negara dan
juga individu baik yang merokok maupun yang tidak merokok (perokok
pasif).
Pada penelitian ini ditemukan juga bahwa anggaran pembelian
rokok yang paling sedikit adalah Rp 1000 untuk di rural dan Rp 2500
untuk di urban. Sedangkan, anggaran tertinggi yakni Rp 21.000 di rural
dan Rp 32.000 di urban. Pada rural, jika dilihat dari harga rokok
Page 105
perbatang yang dibeli kemungkinan besar adalah rokok non-filter atau
rokok kretek. Sedangkan, di urban kemungkinan pembelian jenis
rokoknya adalah rokok filter. Rokok non-filter lebih berbahaya jika
dibandingkan dengan rokok filter karena rokok filter memiliki kadar
nikotin yang lebih tinggi pada arus samping dengan perbandingan 4-6
kali daripada arus utama (Sussana, 2003).
Rokok kretek atau rokok non-filter ini memiliki kandungan 20 mg
tar dan 4,5 mg nikotin lebih banyak dari rokok filter (Suharmiati, 2008).
Sehingga risiko perokok yang menggunakan rokok non-filter ini lebih
tinggi jika dibandingkan dengan perokok yang menggunakan rokok filter.
Hal ini memungkinkan perokok di wilayah rural memiliki proporsi
penyakit yang lebih tinggi dibandingkan di wilayah urban. Penelitian
yang telah dilakukkan oleh peneliti menunjukkan bahwa proporsi
responden yang merokok di wilayah rural lebih banyak dibandingkan di
urban yakni 13,72% di rural dan 10,20% pada urban. Tidak hanya
hipertensi saja, proporsi penderita penyakit seperti stroke dan asma di
wilayah rural lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah urban.
Selain itu, pada penelitian ini responden menunjukkan bahwa
hampir semua perokok pada kedua wilayah mendapatkan rokok
(membeli rokok) di warung daripada di tempat lainnya. Pembelian di
warung ataupun toko rokok lainnya juga tidak memandang umur. Hampir
semua golongan umur bisa dengan mudah mengakses rokok.
Page 106
Kemudahan dalam mengakses rokok ini, harus menjadi perhatian
bersama. Selain itu, mahalnya pengeluaran yang diakibatkan oleh
membeli rokok dan efek samping yang ditimbulkannya juga harus
diperhatikan. Dalam hal ini peneliti berharap kepada para perokok untuk
dapat mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi karena selain untuk
mencegah dampak yang terjadi juga dapat mengurangi biaya untuk
membeli rokok sehingga uang yang digunakan bisa membeli kebutuhan
pokok lainnya.
D. Perokok Menurut Tempat di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015
Karakteristik menurut tempat ini tidak hanya digunakan untuk tempat
tinggal melainkan juga digunakan dalam area geografi yang relevan dengan
kejadian penyakit (CDC, 2012). Berikut adalah penjelasan mengenai
distribusi menurut tempat:
1. Pajanan Asap Rokok
Pajanan asap rokok di lingkungan rumah atau secondhand smoke
merupakan pajanan asap rokok yang dihirup oleh perokok maupun non-
perokok di lingkungan rumah. Hasil survei yang telah didapatkan peneliti
yakni pajanan asap rokok di dalam rumah lebih banyak terjadi di rural
(53,09%) dibandingkan dengan di urban (42,62%). Pajanan asap rokok di
lingkungan kerja yakni 16,18% pada di rural dan 11,41% di urban.
Sedangkan, pajanan rokok di tempat umum diperoleh hasil bahwa
Page 107
sebagian besar responden pada kedua wilayah mendapatkan pajanan
yang berasal dari tempat makan.
Penelitian yang dilakukkan oleh Nurwidayanti (2013)
menunjukkan bahwa sebanyak 55 dari 84 responden menjadi perokok
pasif. Survei lainnya yang dilakukkan di Indonesia didapatkan bahwa
sekitar 78,4% penduduk yang berusia diatas 15 tahun terpapar asap rokok
di lingkungan rumah, 51,3% terpapar pada area kantor, 63,4% kantor
pemerintah, 17,9% fasilitas pelayanan kesehatan 85,4% restauran, 70%
di tranpotasi umum (GATS, 2011).
Pada penelitian yang dilakukkan peneliti diketahui bahwa perokok
didalam rumah merokok paling banyak dengan jumlah batang rokok 10-
14 batang rokok perhari di rural dan urban dengan proporsi 42% di rural
dan 44,44% di uban. Selain itu, rumah yang diperbolehkan merokok
cenderung memiliki perokok dengan durasi merokok 10-19 tahun pada
kedua wilayah dengan proporsi 57,69% di rural dan 74,07% di urban.
Hill menyebutkan suatu kejadian penyakit meningkat seiring dengan
bertambahnya pajanan (Gersmant, 2003). Ashari (2011) menyebutkan
bahwa lamanya pajanan asap rokok akan berisiko menderita penyakit
hipertensi sebanyak 2,6 kali dibanding yang tidak terkena pajanan.
Pada peneltian yang dilakukkan peneliti menunjukkan bahwa
rumah yang diperbolehkan merokok di rural cenderung memiliki
proporsi penderita penyakit hipertensi yang lebih tinggi 42%. Sedangkan,
di urban cenderung memiliki proporsi penderita TB. Studi yang
Page 108
dilakukan di daerah Finlandia tahun 1997 menunjukkan bahwa pajanan
asap rokok di tempat kerja berisiko menderita penyakit asma sebesar 2
kali daripada yang tidak terpapar dan pajanan rokok di rumah berisiko
menderita penyakit asma sebesar 5 kali dibandingkan yang tidak terpapar
(Jaakkola, 1997).
Dalager et al tahun 1986 dalam Rufaridah (2011) menyebutkan
bahwa perokok pasif mempunyai risiko lebih tinggi menderita penyakit
daripada perokok aktif. Hal ini dikerenakan perokok pasif menghisap
asap rokok yang berasal dari ujung rokok yang terbakar dan arus utama.
Selain itu, asap rokok juga masih terdapat di lingkungan walaupun rokok
telah dimatikan.
Oleh karena itu, sebaiknya di dalam rumah diadakan larangan atau
peraturan mengenai rokok. Perokok baik itu anggota keluarga maupun
tamu tidak diperkenankan merokok di dalam rumah agar terhindar dari
asap rokok yang menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Selain itu,
Puskesmas dapat mengadakan pelatihan anti rokok yang didalamnya
berisi monitoring perokok didalam rumah dan sekolah serta memberikan
edukasi kepada masyarakat mengenai rokok sehingga dapat mencegah
adanya perokok baru dan mengurangi risiko terjadinya penyakit akibat
rokok.
2. Pajanan Iklan Rokok
Iklan merupakan pesan gambar dengan ragam tulisan maupun suara
di surat kabar, majalah, bus kota, papan reklame, slide dan film di
Page 109
Bioskop Pudjianto (1995) dalam Gumelar (2011). Menurut Gumelar dan
Sareb (2011) iklan merupakan media komunikasi persuasif yang
bertujuan untuk mempromosikan suatu produk dengan komunikasi lisan
mupun tulisan.
Iklan rokok ini sangat berperan pada perokok. Hasil survei yang
telah didapatkan peneliti yakni sebagian besar responden pada kedua
wilayah mendapatkan pajanan iklan yang berasal dari televisi. Survei
GATS tahun 2011 menunjukkan bahwa sebagian penduduk di Indonesia
melihat iklan rokok di televisi yaitu sebanyak 66,3%.
Selain itu, peneliti juga menemukkan bahwapajanan iklan rokok di
televisi lebih banyak terjadi pada perokok dengan umur awal merokok
kurang dari 15 tahun yakni 83,33%. Penelitian yang dilakukkan oleh
Pierce (1998) menunjukkan bahwa kegiatan promosi industri tembakau
pada pertengahan tahun 19990 mempengaruhi 17% dari responden untuk
merokok. Studi lainnya juga menunjukkan bahwa iklan rokok dapat
mempengaruhi seseorang menjadi perokok (Lovato, 2003). Besarnya
proporsi remaja yang merokok ini mungkin disebabkan oleh pajanan
iklan rokok.
Menurut Ray dalam Pierce (1998) bahwa promosi bekerja untuk
membangun perilaku konsumen. Dalam hal ini iklan cenderung
mempengaruhi kelompok usia muda untuk merokok. Iklan rokok yang
menampilkan pria yang menarik seperti kuat, sehat, mandiri, tegas dan
juga jantan akan menimbulkan persepsi bahwa merokok dapat
Page 110
menyebabkan mereka menarik (Nichter, 2009). Sehingga, ada yang
berpikiran bahwa tidak merokok dapat menyebabkan mereka tidak
menarik. Dalam iklan rokok juga mencantumkan pesan bahwa rokok
dapat memberikan apa yang remaja inginkan seperti penerimaan dari
orang sekelilingnya, identitas gender (maskulin dan feminim),
pemberontakkan, mengurangi stres dan depresi serta popularitas
(National Cancer Institute, 2008).
Oleh karena itu, untuk mengurangi adanya jumlah perokok baru
pada usia remaja baik laki-laki maupun perempuan peneliti menyarankan
kepada orangtua atau pengasuh untuk melakukan monitoring kepada
anak dalam hal menonton tv atau film. Hal ini bertujuan untuk mencegah
anak khususnya remaja awal untuk mengikuti perilaku merokok yang
dilakukkan oleh tokoh atau promosi iklan yang ada di televisi. Orangtua
bisa memberikan edukasi kepada anak tentang rokok.
Selain itu, perlu adanya penyuluhan di sekolah-sekolah seperti SD
dan SMP. Kegiatan ini bertujuan memberikan informasi kepada siswa
yang umumnya berada pada masa remaja awal tentang rokok.
Penyuluhan yang dilakukkan tidak hanya memberikan informasi tetapi
juga mengarahkan siswa kepada kegiatan yang positif untuk
mengembangkat bakat setiap siswa.
E. Perokok Menurut Waktu di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015
Karakteristik menurut waktu bisa di analisis dari berbagai sudut
pandang seperti menunjukkan tren suatu penyakit ataupun pola penyakit
Page 111
(sporadis, endemik, dll) (Gerstman, 2003). Karakteristik menurut waktu
digunakan untuk melakukan pengawasan pada kejadian penyakit sehingga
bisa dilakukan intervensi (CDC, 2012).
1. Durasi Merokok
Durasi merokok didefinisikan yaitu lamanya merokok dimulai dari
usia awal merokok sampai saat berhenti merokok (Guo, 2006). Sama
seperti banyaknya jumlah batang rokok yang dikonsumsi, durasi
merokok juga memiliki dose response yakni semakin lama durasi
merokoknya maka semakin berisiko terkena efek yang ditimbulkan.
Penelitian yang telah dilakukkan peneliti menunjukkan bahwa
sebagian besar perokok pada kedua wilayah memiliki durasi merokok 10-
19 tahun yakni 72,97% di urban dan 63,83% di rural. Hasil penelitian ini
sama dengan penelitian yang dilakukkan oleh Chen (1995) menunjukkan
bahwa proporsi terbesar terjadi pada durasi merokok 10-19 tahun (5%)
dibandingkan dengan kategori durasi merokok yang lainnya.
Lamanya durasi merokok ini cenderung mempengaruhi kesehatan
perokok. Penelitian yang telah dilakukkan oleh peneliti menunjukkan
bahwa responden yang memiliki durasi merokok 10-19 tahun memiliki
proporsi terbanyak menderita penyakit hipertensi dengan proporsi
55,56% pada rural dan urban responden yang merokok dengan durasi
merokok 10-19 tahun cenderung memiliki proporsi menderita penyakit
hipertensi 28,57%.
Page 112
Studi yang dilakukkan oleh Suharmiati (2008) menunjukkan bahwa
semakin lama durasi merokok lebih dari 20 tahun menunjukkan proporsi
yang tinggi menderita hipertensi yakni 95,4% dibanding yang merokok
11-20 tahun. Studi lainnya yang dilakukkan Ismaeel (2010). Penelitian
Ismail menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara tingginya tekanan darah sistolik dengan durasi merokok lebih dari
10 tahun.
Dalam hal ini, durasi merokok menimbulkan gangguan endotel
pembuluh darah sehingga terjadinya kelainan dalam aliran darah
miokardia. Merokok mengurangi produksi prostasiklin endotel dan
meningkatkan adhesi leukosit pada sel endotel. Merokok juga
meningkatkan produksi angiotesin II yang mengurangi aktivitas nitrat
oksida sehingga menyebabkan tidak berfungsinya endotel (Campisi,
1998). Selain itu, merokok pada masa muda dapat meningkatkan tekanan
darah karenaterjadinya perubahan ketebalan arteri seiring berjalannya
waktu (Raitakari, 2003).
Dalam hal ini, peneliti berharap agar para perokok dapat
mengurangi jumlah rokok. Pengurangan jumlah rokok ini diharapkan
dapat melatih para perokok agar tidak mengonsumsi rokok kembali
sehingga durasi merokok akan lebih pendek dan risiko efek kesehatan
yang ditimbulkan juga semakin kecil. Selain itu, peneliti menyarankan
kepada perokok untuk melakukan olahraga secara rutin minimal 3 kali
Page 113
dalam seminggu selama 30 menit. Olahraga ini bertujuan untuk
mengurangi keinginan merokok.
F. Kondisi Kesehatan yang Dialami Perokok di Wilayah Rural dan Urban
Tahun 2015
Rokok merupakan salah satu faktor penyebab dari penyakit
kardiovaskular. Heart Foundation (2014) menunjukkan bahwa sebanyak 2,7
juta penduduk Australia merokok dengan jumlah perokok tiap hari sebesar
300.000 orang. Hasil penelitian yang dilakukkan oleh peneliti
memperlihatkan bahwa kondisi kesehatan yang dialami perokok yang paling
banyak terjadi yaitu penyakit kardiovaskular seperti hipertensi dengan
proporsi 42,42% pada rural dan 38,46% pada urban.
Tingginya proporsi perokok di rural mungkin disebabkan oleh
besarnya jumlah rokok yang dikonsumsi oleh perokok di rural dibandingkan
dengan urban. Penelitian yang dilakukkan oleh peneliti menunjukkan bahwa
proporsi perokok yang mengonsumsi ≥ 25 batang rokok perhari di rural
lebih banyak dibandingkan dengan urban yakni 6,38% pada rural dan 4,05%
pada urban. Hal ini didukung oleh pernyataan Price dan Wilson (2006)
dalam Nurwidayanti (2013). Menurut Price dan Wilson (2006) jumlah
rokok yang dikonsumsi oleh perokok lebih berpengaruh meningkatkan
hipertensi. Hal ini dikarenakan adanya akumulasi dari bahan-bahan yang
terhirup yang masuk ke dalam tubuh sehingga menjadi toksin di dalam
tubuh.
Page 114
Penelitian yang telah dilakukkan oleh Suparto (2010) menunjukkan
bahwa adanya hubungan antara rokok dengan kejadian hipertensi. Rokok
merupakan salah satu risiko meningkatkan hipertensi. Penelitian oleh
Sihombing (2010) menunjukan bahwa risiko hipertensi pada perokok
sebesar 1,2 kali dibandingkan dengan yang tidak merokok. Penelitian
lainnya oleh Bowman (2007) juga menunjukkan hasil yang sama yakni
orang yang memiliki kebiasaan merokok dapat berisiko menderita penyakit
hipertensi sebesar 1,2 kali dibandingkan dengan yang tidak memiliki
kebiasaan merokok.
Bahan-bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh seperti nikotin dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah sehingga terjadinya kelainan
dalam aliran darah miokardia. Merokok mengurangi produksi prostasiklin
endotel dan meningkatkan adhesi leukosit pada sel endotel. Merokok juga
meningkatkan produksi angiotesin II yang mengurangi aktivitas nitrat
oksida sehingga menyebabkan tidak berfungsinya endotel (Campisi, 1998).
Nikotin juga merangsang pelepasan epinefrin dan norepinefrin dari medula
adrenal dan ujung saraf terminal yang mengakibatkan peningkatan denyut
jantung dan kontraktilitas lebih besar melalui stimulasi reseptor β1 miokard.
Resistensi pembuluh darah perifer meningkat melalui α-reseptor yang
akhirnya dapat meningkatkan tekanan darah (CDC, 2010). Konsumsi rokok
minimal 2 batang akan dapat meningkatkan tekanan darah sistolik dan
diastolik sebesar 10 mmhg. Tekanan darah tersebut akan tetap tinggi pada
30 menit setelah berhenti menghisap rokok. Saat efek nikotin menghilang
Page 115
tekanan darah juga menurun. Namun, pada perokok berat tekanan darah
akan tetap tinggi (Nurwidayanti, 2013).
Dalam hal ini peneliti menyarankan kepada perokok untuk
melakukkan konsultasi pada Puskesmas terdekat untuk mengurangi dampak
merokok. Peneliti juga menyarankan kepada Puskesmas untuk membuat
suatu edukasi langsung kepada masyarakat mengenai perilaku merokok dan
efek rokok yang ditimbulkan. Puskesmas juga diharapkan dapat melakukan
monitoring mengenai perilaku kesehatan masyarakat di wilayah kerja nya
terutama masalah rokok dengan melibatkan kader. Kegiatan monitoring ini
bisa dilakukan dengan mengadakan kegiatan screening pada POSBINDU di
masyarakat. Kegiatan POSBINDU ini dilakukan dengan pendekatan lima
meja dimana meja pertama dilakukan anamnesis selanjutnya pengukuran
dan penyuluhan. Diharapkan pada acara ini juga bekerjasama dengan klinik
berhenti merokok (khusus untuk orang-orang yang merokok).
Page 116
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Perokok di wilayah urban lebih banyak (24,83%) dibanding wilayah rural
(17,09%).
2. Berdasarkan jenis kelamin perokok, perokok laki-laki lebih banyak
dibanding perokok perempuan yaitu 76,60% pada wilayah rural dan
87,84% pada wilayah urban.
3. Berdasarkan pendidikan terakhir perokok, perokok di wilayah rural lebih
banyak pada kelompok Sekolah Menengah Pertama (SMP) yakni 38,30%.
Sedangkan, di wilayah urban lebih banyak pada kelompok yg Sekolah
Menengah Atas (SMA) yakni 58,11%.
4. Berdasarkan pekerjaan perokok, perokok di wilayah rural lebih banyak
pada buruh yakni sebesar (36,17%). Sedangkan, di wilayah urban
pekerjaan perokok lebih banyak terdapat pada kelompok wiraswasta
(41,90%).
5. Berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi, perokok mengonsumsi 10-14
batang rokok perharinya baik di wilayah rural (41,89%) maupun di
wilayah urban (38,30%) dengan rata-rata perhari 13 batang perhari di
wilayah rural dan 11 batang perhari di wilayah urban.
Page 117
6. Berdasarkan metode berhenti merokok, metode berhenti merokok tanpa
bantuan pada wilayah rural dan urban lebih banyak dibanding dengan
metode lainnya yakni 64,29% pada rural dan 48,57% pada urban.
7. Berdasarkan anggaran pembelian rokok, rata-rata anggaran yang
dikeluarkan perokok sebesar Rp 13.700 pada wilayah urban dan Rp 10.600
pada wilayah rural. Anggaran pembelian rokok maksimal pada wilayah
rural sebesar Rp 21.000 dan pada wilayah urban Rp 32.000.
8. Berdasarkan usia awal perokok, rata-rata usia awal merokok (Age
Initiation) pada wilayah rural yakni 19 tahun. Sedangkan, pada wilayah
urban rata-rata usia awal merokok 17 tahun.
9. Berdasarkan pajanan asap rokok, pajanan asap rokok di dalam rumah lebih
banyak terjadi di wilayah rural (53,09%) dibanding dengan wilayah urban
(42,62%). Hal ini juga terjadi pada pajanan asap rokok di lingkungan kerja
yakni 16,18% di wilayah rural dan 11,41% di wilayah urban. Sedangkan,
di tempat umum pajanan asap rokok terbanyak yakni terjadi pada tempat
makan baik di wilayah rural (80,17%) maupun di wilayah urban (82,50%).
10. Berdasarkan pajanan iklan rokok, hampir semua responden mendapat
pajanan iklan rokok pada televisi yakni 96,86% di wilayah rural dan
91,87% di wilayah urban.
11. Berdasarkan durasi merokok, sebagian besar perokok memiliki durasi
merokok 10-19 tahun yakni 63,83% di wilayah rural dan 72,97% di
wilayah urban.
Page 118
12. Berdasarkan kondisi kesehatan perokok, kondisi kesehatan yang dialami
perokok yang paling banyak terjadi yaitu hipertensi dengan proporsi
42,42% di wilayah rural dan 38,46% di wilayah urban.
B. Saran
1. Puskesmas Wilayah Setempat
a. Puskesmas wilayah setempat perlu melakukan edukasi kepada warga
mengenai dampak rokok terutama kepada kalangan pelajar seperti SD,
SMP dan SMA. Selain itu, agar surveilans rokok ini dapat diterapkan
pada wilayah Puskesmas untuk melakukan monitoring perkembangan
kesehatan.
b. Puskesmas wilayah setempat disarakan untuk mengadakannya klinik
berhenti merokok pada Puskesmas di wilayah rural maupun urban.
2. Kelurahan dan Desa
Pemerintah wilayah setempat (kelurahan) lebih proaktif untuk
mengadakan gerakan berhenti merokok yaitu dengan membuat
kesepakatan berhenti merokok di wilayah setempat dan membuat wilayah
bebas asap rokok.
3. Perokok
Peneliti berharap agar perokok dapat berhenti merokok dengan melakukan
metode seperti mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi, mengganti
rokok dengan permen, konseling, dll. Metode ini juga harus dibarengi
dengan kepercayaan diri yang kuat untuk bisa berhenti merokok.
Page 119
4. Peneliti Selanjutnya
Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk membuat
penelitian dengan menggunakan metode mix-metode (kuantitatif dan
kualitatif) untuk mengetahui alasan merokok responden di wilayah
pedesaan dan perkotaan.
Page 120
DAFTAR PUSTAKA
Abghi M.B. 1997. Tobacco: The Growing Epidemic: Proceedings of the Tenth
World Conference on Health. Springer. Beijing China 24-28 August 1997
Action on Smoking and Health. 2014. What‘s in Cigarette. Diakses pada tanggal 1
Mei pada http://ash.org.uk/files/documents/ASH_117.pdf.
Action on Smoking and Health. 2015a. Smoking and Respiratory Disease.
Diakses pada tanggal 21 Juli 2015 pada
http://ash.org.uk/files/documents/ASH_110.pdf
Action on Smoking and Health. 2015b. Asthma and Smoking. Diakses pada
tanggal 21 Juli 2015 pada http://ash.org.uk/files/documents/ASH_595.pdf
American Lung Cancer. 2010. Lung Cancer. Diakses pada tanggal 26 Juni 2015
pada http://www.lung.org/assets/documents/publications/solddc-
chapters/lc.pdf.
Armstrong, J. Scott. 1977. Estimating Nonresponse Bias in Mail Surveys.
University of Pennsylvannia
Arniati, Layli Nur. 2014. Hubungan antara Tingkat Stres dengan Perilaku
Merokok Perawat Pria di RSUD Sukoharjo. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Universitas Muhamadiyah Surakarta
Ashari, Aziz. 2011.Perokok Pasif Sebagai Faktor Risiko Hipertensi pada Wanita
Usia 40-70 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Kulon Kota
Semarang. Skripsi.Universitas Diponegoro
Asih, Niluh Gede Yasmin dan Christantie Effendy. 2004. Keperawatan Medical
Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Badri, Arifin Muhammad 2012. Iklan Terlarang. Jakarta: CV Hilmi Jaya
Badriyah, F. (2007).Boyz Only. Depok: Gema Insani.
Barus, Henni. 2012. Hubungan Pengetahuan Perokok Aktif tentang Rokok dan
Motivasi Berhenti Merokok pada Mahasiswa FKM dan FISIP Universitas
Indonesia. Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Bothamley. 2005. Smoking and Tuberculosis: A Chance or Causal Association? .
Thorax 2005; 60: 527-528
Boulet L, Lemiere C, Archambault F, et al. Smoking and Asthma: Clinical and
Radiologic Features, LungFunction, and Airway Inflammation. Chest 2006;
129 (3): 661-8
Page 121
Bowman, Thomas S. 2007. A Prospective Study of Cigarette Smoking and Risk
of Incident Hypertension in Women. Journal of the American College of
Cardiologi Vol 50
BPS. 2007. Analisis Tipologi Kemiskinan Perkotaan Tahun 2007. Jakarta: Badan
Pusat Statistik
BPS. 2010. Klafikasi Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia. Jakarta: Badan
Pusat Statistik
Breslau dan Peterson. 1989. Smoking Cessation in Young Adults: Age at
Initiation of Cigarette Smoking and Other Suspected Influences. Am J
Public Health. 1996 Feb;86(2):214-20.
Campisi, Roxana et all. 1998. Effects of Long-term Smoking on Myocardial
Blood Flow, Coronary Vasomotion, and Vasodilator Capacity. Circulation
1998; 98:119-125
CDC. 2010. How Tobacco Smoke Causes Disease: The Biology and Behavioral
Basis for Smoking Attributable Disease A report of the Surgeon General.
Atlanta: US. Public Health Service
CDC. 2012. Principles of Epidemiology in Public Health Practice: An
Introduction to Applied Epidemiology and Biostatistics. Atlanta: US. Public
Health Service
CDC. 2013. Heart Disease Fact. Diakses pada tanggal 22 Juli 2015 pada
http://www.cdc.gov/heartdisease/facts.htm
CDC. 2014a. Tobacco Use and Pregnancy. Diakses pada tanggal 22 Juli 2015
pada http://www.cdc.gov/reproductivehealth/tobaccousepregnancy/
CDC. 2014b. Smoking and Reproduction. Diakses pada tanggal 22 Juli 2015 pada
http://www.cdc.gov/tobacco/data_statistics/sgr/50th-
anniversary/pdfs/fs_smoking_reproduction_508.pdf
Chen. Et all. 1995. Smoking Duration, Intensity and Risk of Parkinson Disease.
American Academy of Neurology Journal
Chen, Chanzhong. Et all. 2000. Prospective Study of Exposure to Enviromental
Tobacco Smoke and Dysmenorrhea. Enviromental Helath Perspectives. Vol
108
David, et all. 1999. Cigarette Smoking and Mortality Risk: Twenty-five–Year
Follow-up of the Seven Countries Study. JAMA Interna Medicine April 12,
1999, Vol 159, No. 7
Den Boon. Et all. 2005. Association Between Smoking and Tuberculosis
Infection: A Population Survey in A High Tuberculosis Incidence Area.
Thorax 2005;60:555-557
Depparinding, Margaretha, Ridwan M. Thaha dan Sudirman Natsir. 2014.
Perilaku Merokok Buruh Angkut di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar.
Journal. Universitas Hasanudin
Page 122
Dewi, Dara Puspita. 2010. Pengaruh Pemberian ASI Ekslusif terhadap Kejadian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita Berusia 6-24 Bulan di
Puskesmas Kecamatan Pancoran Tahun 2010. Skripsi. FKM Universitas
Indonesia
Duelberg, Sonia. 1992. Preventive Health Behaviour among Black and White
Women in Urban and Rural Areas. Social Science and Medicine Vol 34
Efendi, Feri. (2009).Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Ezzati et al. 2005. Rethingking the ―Diseases of Affluence‖ Paradigm: Global
Patterns of Nutritional Risk in Relation to Economic Development. Journal
PLOS Medicine
Fauzani, Nurhidayati. 2005. Terapi Berhenti Merokok (Studi Kasus 3 Perokok
Berat). Journal Makara Kesehatan Universitas Indonesia
Fiore MC, et al. Treating Tobacco Use and Dependence: 2008 Update—Clinical
Practice Guidelines. Rockville (MD): U.S. Department of Health and
Human Services, Public Health Service, Agency for Healthcare Research
and Quality
GATS. 2011.Global Adult Tobacco Survei: Indonesia Report 2011. WHO
Gerstman, B.Burt. 2003. Epidemiology Kept Simple: An Introduction to
Traditional and Modern Epidemiology. Canada: Wiley-Liss
Gilani, Sara Ijaz dan Leon David A. 2012. Prevalence and Sociodemographic
Determinants of Tobacco Use Among Adults in Pakistan: Findings of A
Nationwide Survey Conducted in 2012. Population Health Metrics 2013,
11:16
Gumelar. 2011. Jurnal Ilmu Seni dan Desain UltimArt Vol.III No I. Tanggerang:
Universitas Multimedia Nusantara
Gupta, Rajeev. 2006. Smoking, Educational Status & Health Inequity in India.
Indian Journal Medicine Res 124, 15-22
Gupta, Viviek. 2010. Patterns of Tobacco Use accross Rural, Urban, and Urban
Slum Populations in a North Indian Community. Indian Journal of
Community Medicine Vol 35
Guo, Hong dan Zhihing Sa. 2006. Sosioeconomic Differentials in Smoking
Duration among Adult Male Smokers in China: Result from the 2006 China
Health and Nutrition Survei. PLOS ONE published on Januari 9,2015.
Graor, Christine Heifner. 2012. The Relationship between Knowledge about
Smoking-related Health Risks, Attitudes, SmokingStatus, and Level of
Education in Baccalaureate Nursing Students. Bridget Borojevich. The
University of Akron
Page 123
Hasanah, Arina Uswatun. 2011 Hubungan Antara Dukungan Orang Tua, Teman
dan Iklan Rokok dengan Perilaku Merokok pada Laki-laki Madrasah Aliyah
Negeri 2 Boyolali. Gaster Vol. 8 No 1
Hasnida dan Indri Kemala. 2005. Hubungan Antara Stre dan Perilaku Merokok
pada Remaja Laki-laki. Psikologia Vol 1 no 2 Desember 2005
Heart Foundation. 2014. Data and Statistik. Diakses pada tanggal 22 Juli 2015
pada http://www.heartfoundation.org.au/information-for-professionals/data-
and-statistics/Pages/default.aspx
Hesami, Zahra. Et all. 2010. Severity of Nicotine Eithdrawal Symptoms after
Smoking Cessation. National Research Institute of Tuberculosis and Lung
Disease, Iran.
Hidayah, Nurul. 2011. Kesiapan Psikologis Masyarakat Pedesaan Menghadapi
Diversifikasi Pangan Pokok. Humanitas Vol. VIII No.1
Husaini, Aiman. 2006. Tobat Merokok. Depok: Puska Ilman.
Hodge, Felicia Schanche. 1996. Patient and Smoking Patterns in Northern
California American Indian Clinics Urban and Rural Contrast. Cancer
Suplement Vol 78
Homa, David, et.all. 2012. Vital Signs: Disparities in Nonsmokers Exposure to
Secondhand Smoke –United States, 1999-2012. CDC. 2015
Indrizal, Edi. 2006. Memahami Konsep Pedesaan dan Tipologi Desa Di
Indonesia. FISIP UNAND
Ismaeel, Adnan Ali Ehsan. 2010. Cigarette Smoking and Hypertension: Any
Causal Relation. Iraq Academic Scientific Journal Vol 24: 1-6
Jaakkola. 1997. Enviromental Tobacco Smoke and Adult-Onset Asthma: A
Population-Based Incident Case-Control Study. American Journal Public
Health. Volume 93 2003
Kaufman. Et all. 1989. Tar Content of Cigarettes in Relation to Lung Cancer. Am
J Epidemiol. 1989 Apr;129(4):703-11.
KBBI. Diakses tanggal 19 Mei 2015 pada http://kbbi.web.id/umur
Kementerian Kesehatan RI. 2013a. Pentingnya Aksesi Kerangka Kerja
Pengendalian Tembakau (FCTC) Bagi Indonesia. Policy Brief
Kementerian Kesehatan RI. 2013b. Situasi Kesehatan Jantung. Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI
Kouvonen, Anne. Et all. 2005. Work Stress, Smoking Status and Smoking
Intensity: An Observasional Study of 46190 Employees. Journal
Epidemiology Community Health. 2005;59:63-69
Liputan 6. 2013. Kesehatan Perokok Pasif Lebih Buruk dari pada Perokok Aktif.
Diakses pada tanggal 3 Juni 2015 pada
Page 124
http://health.liputan6.com/read/600607/kesehatan-perokok-pasif-lebih-
buruk-dari-pada-perokok-aktif
Liu, Yuanli et all. 2006. Cigarette Smoking and Poverty in China. Social Sicience
and Medicine 63 (2006): 2784-2790
Lu, Rushan et all. 1997. Tobacco: The Growing Epidemic: Proceedings of the
Tenth World Conference on Tobacco or Health. Springer
Lovato, Lin Stead and Best. 2003. Impact of Tobacco Advertising and Promotion
on Increasing Adolecent Smoking Behaviours. The Cochrane Library
Maulana, Heri D.J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Merchen, Liesbeth. Et all. 2009. Smoking-based Selection and Influence in
Gender-Segrated Frienship Networks: A Social Network Analysis of
Adolescent Smoking. Journal Compilation Society for the Study of Addiction
Morabia, Alfredo, et all. 1998. Ages at Initiation of Cigarette Smoking and Quit
Attempts Among Women: A General Effect. Am J Public Health. 2002
January; 92(1): 71–74.
Mousawi, Ali Al. 2005. The Prevalence of Smoking Among Karbala/Iraq
University Students in Iraq in 2005. Journal Tobacco Use Insight 2014:7 9-
14
National Cancer Institute. 2008. The Role of the Media in Promoting and
Reducing Tobacco Use. Monograph 19
National Heart, Lung and Blood Institute. 2013. COP: The More You Know, The
Better For You and Your Loved Ones. NIH Publication No. 13-5840
September 2013
Nichter et all. 2009. Reading Culture From Tobacco Advertisements in Indonesia.
Tobacco Control Vol 19:98-107
Nielsen et al. 2006. Maternal Smoking Predicts the Risk of Spontaneous Abortion.
Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica. 2006; 85 (9)
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Prinsip-prinsipDasarIlmuKesehatanMasyarakat.
Jakarta: RinekaCipta
Nurwidayanti, Lina. 2013. Analisis Pengaruh Pajanan Asap Rokok Di Rumah
pada Wanita terhadap Kejadian Hipertensi. Jurnal Berkala Epidemiologi.
Vol 1 (20, 244-253
Patel. 2004. Chilhood Smoking is an Independent Risk Factor for Obstructive
Airways Disease in Women. Thorax 2004; 59:682-686
Page 125
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Kerekteristik Data dari Jenis Informasi
Ketenagakerjaan
Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 tentang Pengamaan Bahan yang
Mengandung Zat Adiktif Berupa Tembakau bagi Kesehatan
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Diakses pada tanggal 21 Juli 2015 pada
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-PPOK/PPOK.pdf
Pierce, John P. 1998. Tobacco Industry Promotion of Cigarettes and Adolescent
Smoking. JAMA 29 (7): 511-515
Plant. Et all. 2002. Predictors of Tuberculin Reactivity Among Prospective
Vietnamese Migrants: The Effect of Smoking. Epidemiol Infect (2002),
128, 3-45
POM. 2014. Remaja Tembakau dan Rokok. Diakses pada tanggal 1 November
2015 pada http://ik.pom.go.id/v2014/artikel/REMAJA-ROKOK-
Infopom.pdf.
Popy, Kumala, dkk. 1998. Kamus Kedokteran Dorland, Copy Editor Edisi
Bahasa: Dyah Nuswantari. Jakarta: EGC
Pradana, Tri Harsa. 2014. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku
Remaja Tentang Merokok Di Program Studi Ilmu Keperawatan Semester 4
Dan 6 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tesis. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Pradipta, Tito. 2010. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Stroke
Hemoragik Berdasarkan Pemeriksaan CT-Scan Kepala. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Raitakari, Olli et al. 2003. Cardiovascular Risk Factors i Chilhood and Carotid
Artery Intima-Media Thickness in Adulthood The Cardiovascular Risk in
Young Finns Study. The Journal of the American Medical Association
2003; 290 (17):2277-2283
Reidpath, Daniel. 2012. The RelationShip Between Age of Smoking Initiation and
Current Smoking: An Analysis of School Surveis in Three European
Countries. Oxford Journal.
Riskesdas. 2010. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2010. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Indonesia
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Indonesia
Riskesdas DKI Jakarta. 2013. Riskesdas dalam Angka Provinsi DKI Jakarta 2013:
Jakarta: Kementerian Kesehatan Indonesia
Riskesdas Jawa Barat. 2013. Riskesdas dalam Angka Provinsi Jawa Barat 2013:
Jakarta: Kementerian Kesehatan Indonesia
Page 126
Rodriguez. 2011. Psychosocial Risk Factors for Adolecescent Smoking: A
School-Based Study. Internasional Journal of Clinical and Health
Psycology. Vol. 11
Rosmawati. 2010. Analisa Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Merokok pada Remaja STM Triguna Utama Ciputat Tanggerang Selatan.
Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesahatan Universitas Islam Syarif
Hidayatullah Jakarta
Sakai, Hiroko dan Kazutomo Ohashi. 2010. Association of Menstrual Phase with
Smoking Behavior, Mood and Menstrual Phase-Associated Symptoms
Among Young Japanese Women Smokers. BioMed Central Women‘s Healt
2013
Saraswati, Judhi. 2008. Pajanan Asap Rokok Di Rumah Terhadap Ispa dan
Gangguan Fungsi Paru Pada Anak Sekolah Dasar Di Kelurahan Grogol
Jakarta Barat. Tesis. Universitas Indonesia
Sarvela, Paul D. 1997. A Secondary Analysis of Smoking Among Rural and
Urban Youth Using the MTF Data Set. Journal of School Helath Vol 67
Siagian, ferdinand. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja 10-24 tahun
menjadi perokok di jakarta dan sukabumi (analisis data studi prevalensi
penggunaan tembakau di indonesia 2001). Tesis. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Sihombing, Marice. 2010. Hubungan Perilaku Merokok, Konsumsi
Makanan/Minuman, dan Aktivitas Fisik dengan Penyakit Hipertensi pada
Responden Obes Usia Dewasa di Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan
Slama et all. 2007. Tobacco and Tuberculosis: A qualitative Systematic Review
and Meta-Analysis. INT Journal Tuberculosis Lung Disease 11(10):1049-
1061
Stroke Association. 2012. Smoking and the Risk of Stroke. Diakses tanggal 22
Juli 2015 dari
https://www.stroke.org.uk/sites/default/files/smoking_and_the_risk_of_stro
ke.pdf
Sudarman, M. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Suharmiati, Lestari Hadajani, Adianti Handajani. 2008. Hubungan Pola
Penggunaan Rokok dengan Tingkat Kejadian Penyakit Asma. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan Vol 13 No. 4 Oktober 2010
Sumarna, Riny. 2009. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Merokok Mahasiswa
Ekstensi 2007 di FISIP UI Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Page 127
Suparto. 2010. Faktor Risiko yang paling Berperan Terhadap Hipertensi pada
Masyarakat Di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar Tahun 2010.
Tesis. Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas
Maret
Surgeon General. 2014. How Tobacco Smoke Causes Disease. Diakses pada
tanggal 1 Mei 205 pada www.surgeongeneral.gov
Swastika, Dewa Ketut Sadra. 2014. Reformasi Paradigma Urbanisasi: Strategi
Percepatan Pengentasan Kemiskinan di Pedesaan. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Tobacco Control Support Center. 2012.Fakta Tembakau. Jakarta: TCSC IAKMI
Tobacco in Australia. 2015. Respiratory Disease. Diakses tanggal 22 Juli 2015
dari http://www.tobaccoinaustralia.org.au/3-4-respiratory-diseases
Tobacco Control Laws. 2015. Diakses pada tanggal 5 November 2015 pada
http://www.tobaccocontrollaws.org/legislation/country/indonesia/summary
Tobacco free kids. 2005. Smoking Immediate Effects on the Body. Diakses pada
tanggal 1 Agustus 2015 pada www.tobaccofreekids.org
Tobacco Free Kids. 2015. The Path To Tobacco Addiction Strats at Very Young
Ages. Diakses pada tanggal 1 November 2015 pada www.tobaccofreekids.org
U.S. Department of Health and Human Services. 2012. Preventing Tobacco Use
Among Youth and Young Adults: A Report of the Surgeon General. Atlanta:
U.S. Department of Health and Human Services, Centers for Disease
Control and Prevention, Office on Smoking and Health
Udin, Khoiril Anwar. 2010. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Jenis
Pekerjaan dengan Partisipasi Masyarakat dalam pembangunan di Desa
Jetis, Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar. Skripsi. Universitas
Sebelas Maret
Volzke, Henry. Et all. 2006. Urban-rural Disparities in Smoking Behaviour in
Germany. BioMed 2006, 6:146
Wahyono, Sugeng Bayu. 2012. Studi Etnografi Pendidikan Perkotaan dan
Pedesaan. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
Walter et all. 1987. Relative and Absolute Excess Risks of Coronary Heart
Disease among Women Who Smoke Cigarettes. New England Journal
Medecine 1987; 317:1303-1309
Waylen. Et al. 2008. Effects of Cigarette Smoking Upon Clnical Outcomes of
Assisted Reproduction: A Meta-Analysis. Human Reproductive Update Vol
15
Wlodarczyk, Andrzej et al. 2013. Daily Tobacco Smoking Patterns in Rural and
Urban Areas of Poland- The Result of The GATS Study. Annals of
Agricultural and Enviromental Medicine in 2013 Vol 20
Page 128
WHO. Tt. Fact Sheet about Health Benefits of Smoking Cessation. Diakses pada
tanggal 5 November 2015 dari
http://www.who.int/tobacco/quitting/en_tfi_quitting_fact_sheet.pdf.
WHO. 2005. WHO Framew ork Convention on Tobacco Control. Geneva: WHO
Document Production Service
Wolf, PA, et all. 1988. Cigarette Smoking as a Risk Factor for Stroke. The
Farmingham Study. JAMA. 1988 Feb 19;259(7):1025-9
Xu, Xialong et all. 2012. Smoking-Related Knowledge, Attitudes, Behaviors,
Smoking Cessation Idea and Education Level among Young Adult Male
Smokers in Chongqing, China. International Journal of Enviromental
Reseach and Public Health. Vol 12. 2015
Yunindyawati. 2008. Perilaku Merokok Anak Putus Sekolah di Wilayah
Perkotaan dan Perdesaan (Studi Komparasi di Kecamatan Kayuaagung dan
Lempuing Kabupaten OKI). Diakses Tanggal 20 November 2015 dari
www.fisip.unsri.ac.id/userfiles/file/yunin4.pdf
Yusnabeti, Dewi. 2009. Pajanan Debu Kayu (PM10) dan Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut pada Pekerja Industri Mebel di Desa Cilebut Barat
Kabupaten Bogor dan Cilebut Timur Kabupaten Bogor Tahun 2009. Skripsi.
FKM Universitas Indonesia
Zhu, Bao-Ping, et all. 1996. The Relationshiop between Cigarette Smoking and
Education Revisited: Implications for Categorizing Persons Educational
Status. American Journal of Public Health