SURVEI JALUR EVAKUASI TSUNAMI KOTA MEULABOH YANG DIGUNAKAN
SEBAGAI DATA MASUKAN UNTUK PEMBUATAN SIMULASI EVAKUASI
TSUNAMISurvei jalur evakuasi tsunami kota Meulaboh yang digunakan
sebagai data masukan untuk pembuatan simulasi evakuasi tsunami ini
dilaksanakan pada tanggal 21 25 Oktober 2010. Tim survei
beranggotakan lima orang peneliti, diantaranya : DR. Yozo Goto (ERI
The University of Tokyo), Diyah Krisna Yuliana (PTLWB BPPT), Yudha
Nurdin, Ardiansyach dan Rizal Kamal (TDMRC Unsyiah). Tujuan utama
dari survei ini adalah untuk mendapatkan data tentang perilaku
penduduk ketika kepanikan terjadi dan memanfaatkannya sebagai data
dasar untuk membangun model komputasi perilaku manusia dalam bentuk
simulasi evakuasi tsunami. Meulaboh dipilih sebagai daerah
percontohan simulasi evakuasi tsunami karena penduduk di Meulaboh
banyak yang mengalami kepanikan dan memilih untuk mengungsi ketika
mereka merasakan gempa bumi yang terjadi pada 7 April 2010 dan 9
Mei 2010 di lepas pantai barat Sumatera, dan banyak yang terjebak
dalam kemacetan lalu lintas.
Foto 1. Kepanikan penduduk Meulaboh ketika terjadi gempa bumi
pada 7 april
2010(http://regional.kompas.com/read/2010/04/07/1627390/BERITA.FOTO.Kepanikan.Dahsyat.saat.Gempa.Aceh)Prioritas
utama dari survei ini adalah melakukan wawancara dan meminta
penduduk kota Meulaboh untuk menggambar rute evakuasi yang mereka
pilih ke dalam peta. Target responden dalam survei ini sejumlah
seratus orang sehingga bisa didapatkan pula 100 gambar rute
evakuasi yang bisa dijadikan sebagai data masukan untuk pembuatan
simulasi. Untuk wawancara kepada penduduk, tim survei lebih
berkonsentrasi pada gempa bumi yang terjadi pada 9 Mei 2010. Gempa
bumi yang terjadi pada 7 April 2010 lebih kecil kekuatannya jika
dibandingkan dengan gempa bumi yang terjadi pada tanggal 9 Mei
2010, selain itu kepanikan lebih dipicu oleh rumor, sehingga
kepanikan saat evakuasi sangat rumit untuk digambarkan dan tim
tidak bisa mendapatkan data yang baik. Yang menjadi tugas penting
dan sangat diperlukan adalah mewawancarai penduduk dan meminta
mereka menggambar rute evakuasi mereka ke dalam sebuah peta dan
memberi tanda di lokasi mana mereka bertemu kemacetan lalu lintas.
Jika pada saat gempa bumi 9 Mei 2010 ada penduduk yang tidak
melakukan evakuasi, maka tim tetap meminta mereka untuk menggambar
rute evakuasi yang akan diambil jika mereka akan mengungsi serta
menanyakan alasan mengapa mereka tidak mengungsi.Prioritas kedua
adalah mengunjungi kantor BPS di Meulaboh untuk mendapatkan data
penduduk per blok yang terbaru dari hasil sensus penduduk
2010.Prioritas ketiga adalah mengukur lebar jalan yang menjadi
jalur penting. Tim secara hati-hati harus memeriksa dan mengukur
lebar jalan yang menjadi bottle neck saat kepanikan terjadi.
Prioritas keempat adalah mengukur waktu saat kemacetan terjadi. Tim
melakukan wawancara kepada penduduk di sepanjang jalan di mana
kemacetan pernah terjadi saat gempa terjadi.
Foto 2. Lokasi yang menjadi sumber gempa bumi yang terjadi pada
tanggal 7 April dan 9 Mei 2010
Berikut ini adalah rekapitulasi data yang didapat dari hasil
wawancara kepada 100 orang penduduk kota Meulaboh :1. Dimana posisi
anda saat gempa bumi yang terjadi pada hari Minggu, 9 Mei 2010 pada
jam 12:59:42 ?
2. Apakah anda melakukan evakuasi (mengungsi) ?
3. Mengapa anda tidak melakukan evakuasi ?
4. Mengapa anda melakukan evakuasi ?
5. Apa yang anda lakukan pertama kali sebelum anda melakukan
evakuasi ?
6. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memulai evakuasi
?
7. Transportasi apa yang anda gunakan saat melakukan evakuasi
?
8. Dengan siapa anda melakukan evakuasi ?
9. Apakah anda mengalami kemacetan lalu lintas saat melakukan
evakuasi ?
10. Apakah anda berkeliling untuk mencari jalan memutar ?
11. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melewati kemacetan
lalu lintas yang terjadi ?
12. Apakah anda melihat tanda / rambu-rambu rute evakuasi
tsunami di sepanjang jalan saat anda melakukan evakuasi ?
13. Apakah anda melihat ada polisi yang mengatur lalu lintas
saat kemacetan terjadi ?
Rekomendasi :1. Bangunan evakuasi yang dibangun oleh BRR, yang
sekarang digunakan sebagai pos pemadam kebakaran dapat difungsikan
dengan baik.
2. Banyak penduduk yang tinggal di sekitar pantai tidak
melakukan evakuasi saat terjadi gempa bumi. Mereka mengamati laut
terlebih dahulu, apakah permukaan laut naik (tinggi) atau rendah
karena itulah yang mereka ketahui sebagai pertanda tsunami. Hal itu
sangat berbahaya jika dilihat dari dua (2) poin berikut : Dalam
beberapa kasus, tsunami dapat terjadi tanpa permukaan laut menjadi
rendah. Walaupun mereka mengatakan jika mereka bisa melakukan
evakuasi dengan mengendarai sepeda motor segera setelah melihat
permukan laut menjadi rendah. Mereka bisa terjebak dalam kemacetan
lalu lintas.
3. Pada kejadian gempa bumi yang terjadi pada 7 April 2010,
banyak penduduk yang memulai evakuasi tiga (3) jam setelah
terjadinya gempa. Penduduk dipengaruhi oleh rumor yang beredar
bahwa tsunami akan datang. Seharusnya setelah mendapat informasi
yang jelas apakah tsunami akan datang atau tidak, pemerintah daerah
setempat langsung mengumumkannya melalui radio, TV, SMS, Mobil
patroli dan pengeras suara Masjid sehingga tidak menimbulkan
kepanikan penduduk.
4. Banyak penduduk yang melakukan evakuasi mencoba untuk melalui
beberapa rute jalan malah terjebak dalam kemacetan. Dalam kasus
gempa besar, puing puing dari bangunan yang hancur atau bahkan
kebakaran yang timbul dari akibat tersebut dapat menghalangi jalan
sehingga menimbulkan kepanikan penduduk yang sangat besar.
Setidaknya perlu dibuat rute alternatif. Jalur utama dari rute
evakuasi harus dibuat lebih lebar. Simulasi numerik akan membantu
dalam membuat perencanaan tersebut. Rambu - rambu evakuasi yang
terdapat di sepanjang lokasi yang rawan tsunami banyak yang
menginformasikan arah yang salah. Rambu rambu ini harus dikoreksi
dengan segera.
5. Sangat disarankan untuk memanfaatkan bangunan yang ada di
lokasi yang rawan tsunami sebagai tempat evakuasi / pengungsian.
Tapi bangunan tersebut harus diperiksa terlebih dahulu apakah
kekuatan strukturnya bisa menahan gempa dan tsunami jika terjadi
dan harus diperkokoh untuk memenuhi persyaratan minimum sebagai
tempat evakuasi.