SURAT TERBUKA KEPADA KELOMPOK SALAFI Kami sering mendengar akhir-akhir ini ada sekelompok orang yang dalam pengajian-pengajian dan majalahnya mengungkit-ungkit masalah hadis ahad dengan pembahasan yang tidak semestinya. Kemudian mereka menambah permasalan dengan melontarkan berbagai shubhat yang sayangnya hal ini disampaikan kepada orang awam yang tidak mengerti duduk permasalahan yang sebenarnya. Hal ini diperparah dengan ajakan mereka untuk memusuhi semua orang atau kelompok yang berbeda pendapat dengan mereka (karena tidak menjadikan hadis ahad sebagai dalil dalam masalah aqidah –pent) dan ajakan ini dibumbui dengan stempel sebagai kelompok sesat dan bid’ah bagi semua kelompok yang menolak hadis ahad sebagai dalil aqidah. Untuk itu kami Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SURAT TERBUKA KEPADA KELOMPOK
SALAFI
Kami sering mendengar akhir-akhir ini
ada sekelompok orang yang dalam pengajian-
pengajian dan majalahnya mengungkit-ungkit
masalah hadis ahad dengan pembahasan yang
tidak semestinya. Kemudian mereka
menambah permasalan dengan melontarkan
berbagai shubhat yang sayangnya hal ini
disampaikan kepada orang awam yang tidak
mengerti duduk permasalahan yang
sebenarnya. Hal ini diperparah dengan ajakan
mereka untuk memusuhi semua orang atau
kelompok yang berbeda pendapat dengan
mereka (karena tidak menjadikan hadis ahad
sebagai dalil dalam masalah aqidah –pent) dan
ajakan ini dibumbui dengan stempel sebagai
kelompok sesat dan bid’ah bagi semua
kelompok yang menolak hadis ahad sebagai
dalil aqidah. Untuk itu kami merasa perlu untuk
menjawab tuduhan-tuduhan itu agar masalah
ini tidak berkembang menjadi perselisihan yang
tidak sehat. Berikut ini beberapa shubhat yang
mereka lontarkan beserta bantahannya :
Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi
1
1- Shubhat Pertama : Mereka mengklaim
berdasarkan Kitab Aqidah Thohawiyah, bahwa
Adzab kubur adalah bagian dari aqidah
sehingga Imam Thohawi dapat dipastikan
menerima hadis ahad sebagai dalil dalam
masalah aqidah ?
Kami menjawab : Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi
(w. 321 H) adalah Ulama yang bermahdzab
Hanafiyah, sehingga Imam Ath-Thohawi pasti
memegang prinsip tentang hadis ahad sesuai
dengan pendapat Imamnya yaitu Imam Abu
Hanifah, Imam Muhammad Ibn Hasan Al-
Syaibani dan Imam Abu Yusuf. Hal dipertegas
dengan penjelasan DR. Sua’ib Al-Arnauth dalam
tahqiq-nya pada kitab Syarh Musykil Al-Atsar,
mengenai perpindahan Imam Ath-Thohawi dari
Mahdzab Syafi’I ke Mahdzab Abu Hanifah (Lihat
Syarh Musykil Al-Atsar oleh Imam Abu Ja’far
Ath-Thohawi jilid 1\hal. 29-30). Dimana mereka
(yaitu para Ulama yang bermahdzab Hanafiyah)
menganggap hadis ahad tidak menghasilkan
kepastian\qoth’I tetapi hanya menghasilkan
2
dugaan keras\dzon rajih (lihat kembali pendapat
para Ulama Hanafiyah –pent). Ini adalah
pendapat dari mayoritas Ulama Hanafiyah
seperti Imam Issa ibn Aban (w. 220 H), Imam
Ali ibn Musa al – Qummi (w. 305 H), Imam
At-Thobari (w. 310 H), Imam Al-Karabasi Al-
Najafi (W. 322 H), Imam Abdul Qohir Al-
Baghdadi (w. abad 5 H), Imam Ibn Athir Al-
Jazari (w. 606) dalam (Al-Nihayah fi Gharib Al-
Hadis), Imam Al-Izz Ibn Abd Al-Salam (w.
660 H), Imam Ala Al-Din Ibn Abidin (w. 1306
H), Imam Al-Sarkhasi (w. 483) dalam (Al-Usul
Al-Sarkhasi juz 1\hal. 112, 321-333). Sedang
menurut mayoritas Ulama Ahli hadis, hadis
ahad dibagi menjadi beberapa tingkat yaitu:
A\-Ahad Mashur : Hadis yang diriwayatkan oleh
3 orang perawi atau lebih,
tetapi tidak mencapai derajat
mutawatir.
B\-Ahad Aziz : Hadis yang diriwayatkan oleh
2 orang dari 2 orang dalam
seluruh Thobaqot sanad.
Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi
3
C\-Ahad Gharib : Hadis yang bersendirian saja
seorang perawi dalam
meriwayatkan hadis (Lihat
Kitab Taisir Mustholah Al-
Hadis hal. 22-25 Oleh DR.
Mahmud Ath-Thohan) (Lihat
juga makalah kami yang
berjudul “Sekali Lagi tentang
Hadis Ahad” –pent).
2- Shubhat Kedua : Mereka menyatakan bahwa
pembagian hadis Mutawatir-Ahad dilakukan
oleh para ulama ahli kalam, sehingga kita tidak
perlu mendengar pendapat para ulama tentang
hadis ahad, karena bagi mereka yang ada
hanya hadis shohih dan dho’if ?
Kami menjawab :
a- pertanyaan ini datang dari mereka yang
kurang memahami sejarah perkembangan
Ilmu Hadis. Dan lagi pertanyaan seperti ini
tidak harus dijawab karena tidak akan
menghasilkan apa-apa, sebab jumhur ulama
baik ahli kalam atau tidak; ahli hadis atau
ahli fiqh telah sepakat menerima pembagian
hadis menjadi Mutawatir-ahad berdasarkan
jumlah perawinya. Sebagaimana telah
4
dijelaskan oleh Dr. Muhammad Wafa’
bahwa “mayoritas ulama telah sepakat
dengan pembagian hadis Rasul SAW
menjadi Muatawatir-Ahad. Namun
ulama Hanafiyah menambah satu
pembagian lagi yakni Hadis Masyhur”
(Lihat kitab Ta’arudh Al-Adilati As-
Syar’iyahi min Al-Kitabi Wa As-Sunnahi
Wa At-Tarjihu bainaha, hal. 70; juga
lihat kitab yang lain seperti Al-
Mustashfa, juz 1\hal. 145; Syarh Al-
Asnawi juz 2\hal. 214; Irsyad Al-Fuhul
hal. 46; Hasyiyat Al-Athar ala Syarh Al-
Mahalli juz 2\hal. 146; juga lihat
pendapat para Ulama Hanafiyah dalam
At-Talwih ala At-Taudhih juz2\hal. 302;
At-Taqrir wa At-Tahbir juz 2\hal. 235-
236; Kasyf Al-Asrar an ushul Al-
Bazdawi juz 2\hal. 360; juga lihat
referensi baru seperti Ushul Al-Fiqh Al-
Islami, Dr. Wahbah Zuhaili juz. 1\hal.
451; Ushul Al-Fiqh, Syeikh Al-
Khudhari , hal. 214-215; Ushul Al-Fiqh,
Syeikh Muhammad Abu Zahra, hal. 83-
Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi
5
84; Ushul Al-Fiqh, Syeikh Musthafa
Syalbi, hal. 139)
b- Tentang tuduhan mereka bahwa pembagian
ini adalah hasil rekayasa Ahli Kalam, Kami
bertanya apakah Para Ulama seperti Imam
Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Malik,
Imam Ahmad bin Hambal, Imam Bukhori,
Imam Muslim, Al-Hafidz Ibn Hajar Al-
Asqolani, Al-Hafidz Jalaludin As-Suyuti, Al-
Hafidz Ibn Sholah, Imam Nawawi, Imam Ibn
Abdil Bar, Syaikhul Islam Ibn Taimiyah,
Imam Syaukani, Al-Hafidz Al-Iroqi dll adalah
ahli kalam karena mereka menerima
pembagian hadis menjadi Mutawatir-
Ahad !!!! Bukankan Imam Syafi’I juga
menulis dalam kitabnya ‘’Ar-Risalah” satu
bab khusus yang membahas tentang hadis
Ahad, hal yang sama juga dilakukan oleh
para imam yang lain. Sungguh ini
merupakan pelecehan berat yang
dilakukan oleh ‘para pelajar’ terhadap
para Ulama, sebagaimana disinyalir oleh
Imam Ibn Al-Muqaffa’ ketika menjelaskan
tentang Al-Haq, beliau berkata : “ Aku
tidak tahu ada siapa yang lebih
dangkal pemahamannya terhadap
6
agamanya, selain orang-orang
mengambil pendapatnya sendiri (yang
menyelisi Al-Kitab dan As-Sunnah-pent)
dan orang lain sebagai orang yang
bertaqlid (mengambil pendapat tanpa
meneliti dalilnya terlebih dahulu-pent)
dalam masalah-masalah agama” .
c- Mereka menyatakan bahwa pembagian ini
dilakukan hanya oleh ahli kalam. Kami
katakan bahwa pendapat seperti tidak ada
asalnya (La Ashla lahu). Silahkan mereka
untuk membuka kitab-kitab Ulumul Hadis
seperti :
- Tadribu Al-Rawi fi Syarhi Taqrib An-
Nawawi, oleh Imam Suyuti
- Taqrib li An-Nawawi ma’a Syarhihi At-
Tadrib, tahqiq Imam Abdul Wahab
Abdul Lathif
- Ar-Risalah Al-Mustarafah li bayani
masyhur Kitab Al-Sunnah Al-Musyrifah,
oleh Imam Katani
- Ulum Al-Hadis , oleh Imam Ibn Sholah
- Fathu Al-Mughis Syarh Alfiyah Al-Hadis,
Oleh Imam Sakhowi
Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi
7
- Al-Kifayah fi Ilmi Ar-Riwayah , Oleh
Imam al-Khotib Al-Baghdadi (juz 1\
hal. 17)
- Nukhbatu Al-fikr ma’a Syarhiha Nuzhatu
An-Nadzor, oleh Al-Hafidz Ibn Hajar
- Taisir Mustholah Al-Hadis oleh DR.
Mahmud Ath-Thohhan
- Ulum Al-Hadis oleh DR. Nuruddin Al-Itr
- Ushul Al-Hadis oleh DR. Muhammad
Ajij Al-Khotib , dll
Apakah ada diantara mereka yang tidak
membagi hadis menjadi Mutawatir-Ahad
berdasarkan jumlah perawinya. Sadarlah
wahai orang-orang yang berakal !!!!
3- Shubhat Ketiga : Mereka mengklaim dirinya
adalah orang yang paling mengerti tentang
hadis Rasul SAW, karena semua Syeikh-syeikh
mereka adalah Ahli Hadis (Muhaddis) ?
Kami menjawab : Semua orang boleh
melakukan klaim, tetapi semua itu harus
dibuktikan terlebih dahulu. Coba perhatikan
penjelasan Imam Sakhowi tentang siapa Ahli
Hadis (muhaddis) itu sebenarnya : “Menurut
sebagian Imam hadis, orang yang disebut
dengan Ahli Hadis (Muhaddis) adalah
8
orang yang pernah menulis hadis,
membaca, mendengar, dan menghafalkan,
serta mengadakan rihlah (perjalanan)
keberbagai tempat untuk mendapatkan
hadis, mampu merumuskan beberapa
aturan pokok (hadis), dan mengomentari
cabang dari Kitab Musnad, Illat, Tarikh
yang kurang lebih mencapai 1000 buah
karangan”. Jika demikian (syarat-syarat ini
terpenuhi –pent) maka tidak diingkari bahwa
dirinya adalah ahli hadis. Tetapi jika ia sudah
mengenakan jubah pada kepalanya, dan
berkumpul dengan para penguasa pada
masanya, atau menghalalkan (dirinya memakai-
pent ) perhiasan lu’lu (permata-pent) dan
marjan atau memakai pakaian yang berlebihan
(pakaian yang berwarna-warni –pent). Dan
hanya mempelajari hadis Al-Ifki wa Al-Butan.
Maka ia telah merusak harga dirinya ,bahkan ia
tidak memahami apa yang dibicarakan
kepadanya, baik dari juz atau kitab asalnya. Ia
tidak pantas menyandang gelar seorang
Muhaddis bahkan ia bukan manusia. Karena
dengan kebodohannya ia telah memakan
sesuatu yang haram. Jika ia menghalalkannya
Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi
9
maka ia telah keluar dari Agama Islam (Lihat
Fathu Al-Mughis li Al-Sakhowi, juz 1\hal.
40-41). Sehingga yang layak menyandang
gelar ini adalah Muhaddis generasi awal seperti
Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud,
Imam Nasa’I, Imam Ibn Majah, Imam
Daruquthni, Imam Al-Hakim Naisaburi ,Imam
Ibn Hibban dll. Sehingga apakah tidak
terlalu berlebihan (atau bahkan termasuk
Ghuluw –pent) dengan menyamakan
mereka (Imam Bukhari, Imam Muslim,
imam Abu Dawud dkk –pent) dengan
syeikh-syeikh mereka yang tidak pernah
menulis hadis, membaca, mendengar,
menghafal, meriwayatkan, melakukan
perjalanan mencari hadis atau bahkan
memberikan kontribusi pada
perkembangan Ilmu hadis yang mencapai
seribu karangan lebih ?!?!
4- Shubhat Keempat : Mereka mengklaim
bahwa dirinyalah yang paling mengerti Sunnah
dan paling layak untuk menafsirkan kandungan-
kandungannya. Karena (menurut mereka–pent)
mereka telah menghabiskan banyak waktu
untuk melakukan takhrij dan tahqiq terhadap
10
hadis-hadis Rasul SAW dalam berbagai kitab
hadis ?
Kami menjawab : Penelitian hadis tidak sebatas
men-takhrij sebuah hadis lalu selesai
permasalahannya. Banyak hal lain yang perlu
diperhatikan untuk dapat menggali hukum-
hukum yang dikandungnya sehingga ia (proses
istimbath –pent) membutuhkan ilmu tentang
bahasa arab (Nahwu-Shorrof, Balaghoh, faidah
yang dapat dipetik dari sebuah kata seperti
faedah huruf fa’, wau dll), Ilmu Ushul Fiqh
( dapat membedakan dalil yang Amm dengan
yang Khos, yang Mutlaq dengan yang
Muqoyyad, yang Amr dengan yang Nahi ,
kalimat musytarak dengan yang tidak , dalil
yang memiliki Illat dengan yang tidak dll), Ilmu
Ulum Al-Qur’an (seperti macam-macam qiraat,
sabab an-Nuzul dll), Ilmu Nasikh-Mansukh,
Metode tarjih (jika dalil-dalil yang terlihat saling
bertentangan dll), dan banyak ilmu-ilmu lainnya
selain ilmu hadis itu sendiri. Sehingga seringkali
seorang membawa hadis kepada orang yang
lebih faqih darinya (menguasai ilmu untuk
melakukan Ijtihad- pent) sebagaimana pernah
disinggung dalam sebuah hadis rasul : ”
Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi
11
Seringkali seorang membawa hadis\ilmu
pada orang yang lebih faqih darinya ” (HR.
Bukhori). Dan perhatikan keterangan dari para
ulama berikut (bahwa masalah ini tidak
sesederhana apa yang mereka klaimkan) :
- Syeikh Abdul Ghofar seorang ahli hadis
yang bermahdzab Hanafi menukil pendapat
Ibn Asy-Syihhah ditambah syarat dari Ibn
Abidin Dalam Hasyiyah-nya, yang
dirangkum dalam bukunya Daf’ Al-Auham
An-Masalah AlQira’af Khalf Al-Imam, hal. 15 :
‘’ Kita melihat pada masa kita, banyak orang
yang mengaku berilmu padahal dirinya
tertipu. Ia merasa dirinya diatas
awan ,padahal ia berada dilembah yang
dalam. Boleh jadi ia telah mengkaji salah
satu kitab dari enam kitab hadis (kutub As-
Sittah), dan ia menemukan satu hadis yang
bertentangan dengan madzab Abu Hanifah,
lalu berkata buanglah madzab Abu Hanifah
ke dinding dan ambil hadis Rasul SAW’’.
Padahal hadis ini telah mansukh atau
bertentangan dengan hadis yang sanadnya
lebih kuat dan sebab lainnya sehingga
hilanglah kewajiban mengamalkannya. Dan
dia tidak mengetahui. Bila pengamalan
12
hadis seperti ini diserahkan secara mutlak
kepadanya maka ia akan tersesat dalam
banyak masalah dan tentunya akan
menyesatkan banyak orang ‘’.
- Al-Hafidz Ibn Abdil Barr meriwayatkan
dalam Jami’ Bayan Al-Ilmu, juz 2\hal. 130,
dengan sanadnya sampai kepada Al-Qodhi
Al-Mujtahid Ibn Laila bahwa ia berkata : ’’
Seorang tidak dianggap memahami hadis
kalau ia mengetahui mana hadis yang harus
diambil dan mana yang harus ditinggalkan ’’
.
- Al-Alamah Al-Kautsari mengatakan : ’’
Banyak terjadi pada banyak rawi yang tidak
menguasai fiqh dan tidak dapat
membedakan mana hadis yang harus
diamalkan dan mana yang tidak ’’ .
- Al-Qodhi Iyadh dalam Tartib Al-Madarik,
juz 2\hal. 427; Ibn Wahab berkata : ‘’ Kalau
saja Allah tidak menyelamatkanku melalui
Malik Dan Laits, maka tersesatlah aku.
Ketika ditanya, mengapa begitu, ia
menjawab, ‘Aku banyak menemukan hadis
dan itu membingungkanku. Lalu aku
menyampaikannya pada Malik dan Laits,
Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi
13
maka mereka berkata : ‘’ Ambillah dan
tinggalkan itu ’’ .
- Imam Malik berpesan kepada kedua
keponakannya (Abu Bakar dan Ismail, putra
Abi Uwais); ’’Bukankah kalian menyukai hal
ini (mengumpulkan dan mendengarkan
hadis) serta mempelajarinya ?, Mereka
menjawab : ‘Ya’ , Beliau berkata : Jika kalian
ingin mengambil manfaat dari hadis ini dan
Allah menjadikannya bermanfaat bagi
kalian, maka kurangilah kebiasaan kalian
dan pelajarilah lebih dalam ‘’. Seperti ini
pula Al-Khatib meriwayatkan dengan
sanadnya dalam Al-Faqih wa Al-Mutafaqih
juz II\hal. 28.
- Al-Khotib meriwayatkan dalam kitabnya
Faqih wa Al-Mutafaqih, juz II\hal. 15-19,
duatu pembicaraan yang panjang dari
Imam Al-Muzniy, pewaris ilmu Imam
Syafi’i. Pada bagian akhir Al-Muzniy
berkata : ’’ Perhatikan hadis yang kalian
kumpulkan.Tuntutlah Ilmu dari para fuqoha
agar kalian menjadi ahli fiqh ’’.
- Dalam kitab Tartib Al-Madarik juz I\hal. 66,
dengan penjelasan yang panjang dari para
14
Ulama Salaf tentang sikap mereka terhadap
As-Sunnah, a.l :
Umar bin Khaththab berkata diatas
mimbar: ’’ Akan kuadukan kepada Allah
orang yang meriwayatkan hadis yang
bertentangan dengan yang diamalkan ’’.
Imam Malik berkata :’’ Para Ahli Ilmu dari
kalangan Tabi’in telah menyampaikan hadis-
hadis, lalu disampaikan kepada mereka
hadis dari orang lain, maka mereka
menjawab : “Bukannya kami tidak tahu
tentang hal ini. Tetapi pengamalannya yang
benar adalah tidak seperti ini ‘’.
Ibn Hazm berkata: Abu Darda’ pernah
ditanya :’’ Sesungguhnya telah sampai
kepadaku hadis begini dan begitu (berbeda
dengan pendapatnya-pent). Maka ia
menjawab:’’ saya pernah mendengarnya,
tetapi aku menyaksikan pengamalannya
tidak seperti itu”.
Ibn Abi zanad , ‘’Umar bin Abdul Aziz
mengumpulkan para Ulama dan Fuqoha
untuk menanyai mereka tentang sunnah
dan hokum-hukum yang diamalkan agar
beliau dapat menetapkan. Sedang hadis
Surat Terbuka Kepada Kelompok Salafi
15
yang tidak diamalkan akan beliau
tinggalkan, walaupun diriwayatkan dari para
perawi yang terpercaya’’. Demikian
perkataan Qodhi Iyadh.
- Al- Hafidz Ibn Rajab Al-Hambali dalam
Kitabnya Fadhl ‘Ilm As-Salaf ala Kholaf\hal.9,
berkata : ” Para Imam dan Fuqoha Ahli
Hadis sesungguhnya mengikuti hadis shohih
jika hadis itu diamalkan dikalangan para
Sahabat atau generasi sesudahnya, atau
sebagian dari mereka. Adapun yang
disepakati untuk ditinggalkan, maka tidak
boleh diamalkan, karena tidak akan
meninggalkan sesuatu kecuali atas dasar
pengetahuan bahwa ia memang tidak
diamalkan’’ .
Oleh karena itu Dr. Muhammad ‘Awwamah
berkata dalam kitab Atsar Al-Hadis Asy-Syarif fi
Ikhtilafi Al-Aimmah Al-Fuqoha ra. (terjemah
dengan judul ‘Melacak Akar Perbedaan
Madzhab’) pada hal. 46 : ‘’ Kelayakan
pengamalan sebuah hadis terjadi setelah
sempurna sanad dan redaksinya dengan
syarat yang banyak. Diantaranya syarat-
syarat Haditsiyah dan Ushuliyah. Sehingga
16
persoalannya tidak hanya berhenti pada
pandangan tentang para perawi hadis
(rijal Al-Isnad) yang terdapat dalam kitab
Taqrib At-Tahdzib sebagaimana
disangkakan banyak orang pada masa ini ”
. Dan hanya orang yang diberi petunjuk oleh
Allah melalui bimbingan para Ulama yang
terpercayalah yang akan selamat dari fitnah
yang diciptakan oleh orang-orang yang hanya
mengikuti hawa nafsunya !?!!
5- Shubhat Kelima : Mereka mengklaim bahwa
pembagian akal yang benar adalah menjadi
akal Haqiqi dan akal Majazi ?!?
Kami menjawab : Model pembagian seperti ini
mirip dengan pembagian para filosof seperti Al-
Farabi dan Ibn Sina ketika mereka membagi
akal menjadi akal aktif (Al-Aql Al-Fa’al), akal
pasif (Al-Aql bi Al-Munfa’il), akal daya (Al-Aql bi