Top Banner
SURAT KABAR Guru Belajar | 1 Guru Belajar 17 Agustus 2016 Menularkan Kegemaran Belajar Edisi 5 Tahun I | GuruBelajar.org PRAKTIK CERDAS Bagaimana para guru menunjukkan karya nyata dalam menumbuhkan budi pekerti para pelajarnya. Ada beragam praktik cerdas yang dapat menginspirasi Anda! DEBAT PUBLIK Apakah setuju atau tidak setuju PR (Pekerjaan Rumah)? Ini pendapat para guru LIPUTAN Banyak berita guru dilaporkan polisi karena tindakan kekerasan. Inisiatif Safari Seminar Disiplin Positif diluncurkan di Jabodetabek yang disambut antusias para guru. Bagaimana ceritanya? ARTIKEL Dua artikel berjudul Berguru pada Lia & Aan serta Kekerasan dan Disiplin Positif tidak boleh Anda lewatkan untuk memperluas wawasan. Hari Pertama Sekolah Kesan pertama adalah pengungkit. Itulah pentingnya hari pertama sekolah, pengungkit proses belajar dan interaksi positif antara pelajar, guru dan orangtua. Gerakan Hari Pertama Sekolah (HPS) sejak diluncurkan tahun 2015 terus membesar gaungnya di tahun 2016. Semakin banyak orangtua dan guru yang terlibat dalam gerakan tersebut. Meski demikian, ada saja lontaran nyinyir semisal “disuruh mengantar tapi tidak disuruh menjemput anak”. Pertanyaan kritis pun diajukan, apa hubungannya mengantar anak sekolah di hari pertama dengan perbuahan ekosistem pendidikan? Dalam beberapa tahun terakhir, peran dalam mendidik anak direduksi hanya menjadi peran sekolah. Orangtua cenderung melimpahkan pendidikan anak ke sekolah. Pilih sekolah yang bagus dan selesai urusan. Sekolah yang awalnya percaya diri berjalan sendiri semakin lama juga merasa limbung karena bertumpuknya persoalan. Sekolah dan guru pun mulai menyuarakan tuntuan orangtua terlibat. Tapi dari mana pintu masuk keterlibatan orangtua ke sekolah? Cara-cara lama seperti komite sekolah seolah hanya jadi janji manis karena banyak terhambat persoalan struktural, tanggung jawab yang terlalu besar hingga perbedaan kepentingan. Kebuntuan tersebut dipecahkan oleh HPS yang mengubah sejak pertama bentuk relasi orangtua - guru - sekolah. Alih-alih menjadi pihak yang berseberangan, HPS menempatkan orangtua - guru - sekolah menjadi pihak yang berada pada sisi yang sama, pihak yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak. Tentu perubahan di awal tidak langsung terasa dampaknya karena kualitas relasi tersebut masih menjadi modal awal bagi perubahan pendidikan yang lebih baik buat anak kita. Diskusi kami dengan Penggerak Komunitas Guru Belajar mencapai kesimpulan pentingnya hari pertama sekolah. Bukan saja dalam membangun relasi dengan orangtua, tapi juga bagi guru dalam membangun relasi dengan para pelajarnya. “Mendapatkan kepercayaan anak-anak terlebih dulu itu penting buat saya. Juga mendapat kepercayaan dari orang tua mereka”, ungkap Hesti Wulandari. Rizqy Hani menambahkan bahwa pertemuan awal diisi perkenalan guru dengan pelajar melalui tulisan. Pelajar menulis impian jangka panjang, impian satu tahun, hobi, deskripsi diri, deskripsi keluarga dan profil guru yang diinginkan. Dengan tulisan itu, guru bisa lebih memahami setiap pelajar meski di kelas besar sekalipun. Lebih jauh lagi, Wiwit Sapitri menyatakan dua minggu pertama di sekolahnya digunakan untuk membangun kontrak sosial kelas dan sekolah. Ingin tahu serunya Hari Pertama Sekolah? Dalam edisi ini kami menampilkan kisah hari pertama sekolah, tidak tanggung-tanggung, dari tiga negara, Indonesia, Jepang dan Jerman. Sekali lagi membuktikan bahwa pentingnya hari pertama meski hal baru di Indonesia, tapi sudah menjadi tradisi di dunia pendidikan di negara lain. Selamat membaca! [email protected] Facebook: KampusGuruCikal Twitter: @KampusGuruCikal
36

Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

Mar 03, 2019

Download

Documents

doanthuan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 1

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran BelajarEdisi 5 Tahun I | GuruBelajar.org

PRAKTIK CERDAS Bagaimana para guru

menunjukkan karya nyata dalam menumbuhkan budi pekerti para pelajarnya. Ada beragam praktik cerdas yang dapat menginspirasi Anda!

DEBAT PUBLIK Apakah setuju atau tidak

setuju PR (Pekerjaan Rumah)? Ini pendapat para guru

LIPUTAN Banyak berita guru dilaporkan

polisi karena tindakan kekerasan. Inisiatif Safari Seminar Disiplin Positif

diluncurkan di Jabodetabek yang disambut antusias para guru. Bagaimana ceritanya?

ARTIKEL Dua artikel berjudul Berguru

pada Lia & Aan serta Kekerasan dan Disiplin Positif

tidak boleh Anda lewatkan untuk memperluas wawasan.

Hari Pertama SekolahKesan pertama adalah pengungkit. Itulah pentingnya hari pertama sekolah, pengungkit proses belajar dan interaksi positif antara pelajar, guru dan orangtua. Gerakan Hari Pertama Sekolah (HPS) sejak diluncurkan tahun 2015 terus membesar gaungnya di tahun 2016. Semakin banyak orangtua dan guru yang terlibat dalam gerakan tersebut. Meski demikian, ada saja lontaran nyinyir semisal “disuruh mengantar tapi tidak disuruh menjemput anak”. Pertanyaan kritis pun diajukan, apa hubungannya mengantar anak sekolah di hari pertama dengan perbuahan ekosistem pendidikan?

Dalam beberapa tahun terakhir, peran dalam mendidik anak direduksi hanya menjadi peran sekolah. Orangtua cenderung melimpahkan pendidikan anak ke sekolah. Pilih sekolah yang bagus dan selesai urusan. Sekolah yang awalnya percaya diri berjalan sendiri semakin lama juga merasa limbung karena bertumpuknya persoalan. Sekolah dan guru pun mulai menyuarakan tuntuan orangtua terlibat.

Tapi dari mana pintu masuk keterlibatan orangtua ke sekolah? Cara-cara lama seperti komite sekolah seolah hanya jadi janji manis karena banyak terhambat persoalan struktural, tanggung jawab yang terlalu besar hingga perbedaan kepentingan. Kebuntuan tersebut dipecahkan oleh HPS yang mengubah sejak pertama bentuk relasi orangtua - guru - sekolah. Alih-alih menjadi pihak yang berseberangan, HPS menempatkan orangtua - guru - sekolah menjadi pihak yang berada pada sisi yang sama, pihak yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak. Tentu perubahan di awal tidak langsung terasa dampaknya karena kualitas relasi tersebut masih menjadi modal awal bagi perubahan pendidikan yang lebih baik buat anak kita.

Diskusi kami dengan Penggerak Komunitas Guru Belajar mencapai kesimpulan pentingnya hari pertama sekolah. Bukan saja dalam membangun relasi dengan orangtua, tapi juga bagi guru dalam membangun relasi dengan para pelajarnya. “Mendapatkan kepercayaan anak-anak terlebih dulu itu penting buat saya. Juga mendapat kepercayaan dari orang tua mereka”, ungkap Hesti Wulandari. Rizqy Hani menambahkan bahwa pertemuan awal diisi perkenalan guru dengan pelajar melalui tulisan. Pelajar menulis impian jangka panjang, impian satu tahun, hobi, deskripsi diri, deskripsi keluarga dan profil guru yang diinginkan. Dengan tulisan itu, guru bisa lebih memahami setiap pelajar meski di kelas besar sekalipun. Lebih jauh lagi, Wiwit Sapitri menyatakan dua minggu pertama di sekolahnya digunakan untuk membangun kontrak sosial kelas dan sekolah.

Ingin tahu serunya Hari Pertama Sekolah? Dalam edisi ini kami menampilkan kisah hari pertama sekolah, tidak tanggung-tanggung, dari tiga negara, Indonesia, Jepang dan Jerman. Sekali lagi membuktikan bahwa pentingnya hari pertama meski hal baru di Indonesia, tapi sudah menjadi tradisi di dunia pendidikan di negara lain. Selamat membaca!

[email protected] Facebook: KampusGuruCikal Twitter: @KampusGuruCikal

Page 2: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 2

Tahun ini adalah tahun kelima bagi Sekolah Dasar Jogja Green School. Ada banyak hal yang menjadi refleksi bagi proses pertumbuhan kami. Lewat rapat kerja tahunan, sekolah melakukan “peremajaan visi” agar mudah diingat semua pihak baik dari sekolah, siswa, orang tua siswa, maupun masyarakat sekitar. Visi itu adalah: ”Mendidik Pribadi Berkarakter Cinta Keluarga, Sesama dan Lingkungan”.

Tahun ini, para guru menjadikan tema “Sahabat Alam” untuk kegiatan Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS). Kegiatan PLS kali ini hanya berlangsung selama 3 hari. Sebelumnya, ada pertemuan orang tua siswa selama 1 hari yang membahas gambaran kegiatan sekolah selama setahun dan membangun kerja sama positif. Tema Sahabat Alam kami maksudkan agar para siswa menjadi peka terhadap lingkungan terdekatnya menggunakan metode EFRA (Experiential, Fun, Reflective and Action) Learning, yang juga metode pembelajaran sekolah sehari-hari.

Ingin tahu cerita keseruan kami selama PLS? Yuk ikuti detail selanjutnya!

Hari I:

Pukul 7.30 WIB, senyuman kecil bapak satpam dan tukang kebun sekolah seperti biasa menyambut kedatangan saya. Saya masuk kantor

guru, menaruh tas serta laptopku, dan ternyata sudah ada rekan guru yang datang. Kami pun segera keluar ke halaman sekolah untuk menyambut setiap siswa dan orang tua yang datang. “Ini adalah hari pertama, jadi mesti berkesan,” kata saya dalam hati.

Tak berapa lama, siswa-siswa pun mulai berdatangan. Satu per satu kami sambut dengan senyum dan sapaan hangat. Bu Rony dengan sigap mengambil ponselnya,

mengabadikan momen mengharukan saat siswa di hari pertama diantar oleh orang tuanya, kemudian dipercayakan pada guru-guru yang menyambut di sekolah. Ada harapan baru dan tentu saja semangat baru di tahun ajaran ini.

Tepat pukul 8.15 kami mengumpulkan semua siswa dan memulai kegiatan di pendopo sekolah. Kebetulan saya yang mendapat tugas memimpin acara kelompok hari ini. Setelah memberi salam dan berdoa, saya mengajak anak-anak bernyanyi lagu yang riang

dengan banyak gerakan. Nyanyian pagi ini sebagai

pembangun semangat anak-anak setelah lama tidak berjumpa kawan-kawan dan guru di sekolah.

Kami juga bermain bersama “tangkap apel”. Caranya semua anak membentuk lingkaran dan duduk bersila. Telapak tangan kanan setiap anak diletakkan dalam posisi terbuka di atas paha kiri teman, sementara tangan kiri menunjuk ke bawah, di atas telapak tangan teman sebelah kiri yang terbuka. Lalu saya menceritakan sebuah cerita. Setiap kali saya mengucapkan kata “apel” maka setiap anak mesti cepat-cepat menangkap telunjuk tangan teman

Menjadi Sahabat AlamKegiatan Pengenalan Lingkungan Sekolah menjadi pembuka Hari Pertama Sekolah. Meski hanya tiga hari, ternyata ada banyak pembelajaran yang terjadi di dalamnya. Pengenalan diri, pengenalan orang lain, hingga pengenalan lingkungan. Simak kisah Guru Agita Yuri ini

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Page 3: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 3

yang diletakkan di atas telapak tangan kanan mereka, sementara tangan kiri berusaha menghindar dari tangkapan teman di sebelah kiri.

Cerita yang disampaikan bisa bervariasi dan spontan saja, misalnya seperti ini: “Suatu hari, Nana pergi ke pasar bersama ibunya. Pertama-tama, Nana dan ibunya pergi ke kios buah. DI sana ada berbagai macam buah. Ada anggur, ada mangga, ada jeruk, juga ada APEL…” dan seterusnya. Nah saat mendengar kata apel inilah mereka berlomba menangkap dan menghindar. Permainan ini bertujuan mengasah konsentrasi anak. Bagi yang tertangkap maka harus keluar dari arena permainan. Sampai cerita selesai, akhirnya tersisa 7 anak yang berhasil tidak tertangkap anak lainnya. Mereka semua terlihat senang memainkan permainan ini. Saya mengecoh mereka dengan sesekali mengucapkan anggur dan alpukat, hehehe. Kami pun bersorak bersama.

Setelah permainan, anak-anak saya ajak saling berkenalan. Kutunjuk satu anak, lalu anak itu berdiri dan mengucapkan nama serta duduk di level berapa. Anak itu menyapa teman-teman dalam lingkaran, lalu menunjuk anak lainnya untuk bergantian memperkenalkan diri, hingga semua anak dapat giliran.

Nah sekarang saatnya kami berjalan-jalan di sekolah. Saya bagi anak-anak menjadi 3 kelompok, masing-masing didampingi guru dan kakak kelas yang membantu menjelaskan. Setiap kelompok akan berkeliling mengenal tempat dan orang di sekolah yang berpapasan langsung, minimal menyebutkan nama dan bersalaman. Perkenalan ini sebagai

wujud pentingnya siswa menjalin hubungan baik dengan semua pihak di sekolah dan bahwa mereka pun layak disambut sebagai warga sekolah yang baru dan mendapatkan kenyamanan di awal hari-hari sekolah mereka.

Setelah acara berkeliling usai, kami pun beristirahat terlebih dahulu. Selesai bersitirahat, kami mengajak anak-anak ke lapangan basket dan sekitarnya, untuk mengenal berbagai tanaman di dalam sekolah, dengan cara masing-masing kelompok berusaha melingkari batang pohon sambil bergandengan tangan, lalu kakak kelas akan menyebutkan nama tanaman tersebut. Tiap kelompok boleh melingkari banyak pohon sambil menghitung berapa anak yang dibutuhkan untuk

melingkari sebuah pohon. Setelah kegiatan mengenal tanaman selesai, anak-anak kembali ke pendopo, untuk tanya jawab singkat mengenai kegiatan yang baru saja dilakukan.

Ya…memang tak semua anak tahan untuk duduk dan mendengarkan. Ada saja beberapa anak yang tiba-tiba keluar, ingin mencari belalang, atau tidur-tiduran di kelas, bahkan

ada yang hanya mengamati kegiatan. Tapi itu semua wajar terjadi di sekolah kami, sekolah inklusif yang menerima keberagaman siswa. Jika ada siswa yang ingin melakukan hal yang lain, ada guru yang menemani keluar, atau setidaknya membangun kesepakatan dengan siswa mengenai

area mana yang ingin mereka jadikan tempat bermain saat bosan, sehingga siswa-siswa tersebut tidak lepas begitu saja dari pengawasan kami.

“Bu Gita, ayo kita menggambar!” seru seorang anak, lalu diikuti teriakan teman-temannya tanda setuju. Hmm ternyata anak-anak rindu menuangkan imajinasi mereka di atas kertas. Banyak anak membawa buku gambar dan alat pewarna. Kami menyediakan kertas gambar bagi yang tidak membawa. Untuk alat tulis dan pewarna, mereka boleh saling meminjam dengan teman. Mereka menggambar di mana saja yang mereka suka dengan tema “lingkungan di sekolah”.

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Page 4: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 4

Asyik sekali anak-anak menggambar. Ada yang menggambar sungai, buah-buahan, kelas bambu, pepohonan, eh…ada juga yang menggambar dinosaurus. Wah…sepertinya keluar dari tema, namun tak apalah, untuk memberinya semangat, kukatakan saja, mungkin dia berimajinasi ada dinosaurus di sekolah ini. Lalu dia tertawa dan melanjutkan gambarnya.

Kegiatan PLS hari pertama ditutup dengan sebuah dongeng dari Bu Ana. Anak-anak duduk membentuk setengah lingkaran di bawah pohon sukun yang rindang. Ah segarnya, ditemani daun-daun sukun yang bergoyang pelan tertiup angin. Tampak beberapa anak mulai menguap tanda lelah. Setelah dongeng selesai dibacakan, saya merangkum kegiatan di hari itu dengan bertanya beberapa pertanyaan kesimpulan. Kami pun berdoa dipimpin salah seorang anak, lalu makan siang bersama.

Hari pertama pun selesai. Semoga anak-anak kembali bersemangat di hari kedua besok.

Hari II:

Hari kedua, tak kalah asyik dengan hari pertama. Kegiatan dimulai dengan berdoa dan bernyanyi lagu-lagu tema alam di pendopo sekolah. Pak Galih, guru yang pintar membuat lagu dengan gitar kebanggaannya, memimpin

nyanyian lagu alam tersebut. Anak-anak, duduk di bangku mengelilingi Pak Galih, bernyanyi sambil bergoyang dan bertepuk tangan. Ada anak yang masih malu-malu dan didampingi ibunya. Ada anak yang

sangat bersemangat dan bergerak dengan lincah. Namun, ada juga anak yang hanya diam saja sambil mengamati. Hampir semua anak tertawa gembira sambil mengikuti irama lagu yang semakin cepat, menambah kemeriahan pagi itu.

Selesai bernyanyi, kegiatan berpindah ke lapangan basket. Kami bermain “kucing dan tikus”, “burung, sangkar dan hujan badai” serta pijat-pijatan dalam lingkaran. Itu semua adalah permainan yang sudah umum dan menjadi favorit anak-anak. Anak-anak senang sekali berlari dan berkeringat. Semuanya mendapat giliran menjadi kucing, tikus, sarang atau burung.

Selesai bermain, Pak Galih membagi siswa menjadi 3 kelompok. Masing-masing kelompok, didampingi oleh satu sampai dua guru, akan melakukan petualangan keluar sekolah dengan jalur yang berbeda. Ada jalur pasar, jalur sawah dan kolam serta jalur perkampungan.

Tujuan petualangan ini untuk pengenalan lingkungan di sekitar sekolah. Sepanjang jalan anak-anak juga diajak untuk menyapa warga kampung yang dilewati, sambil tersenyum atau membungkukkan badan. Untuk mempererat dan menyatukan semangat

kelompok, tak lupa Pak Galih meminta masing-

masing kelompok punya nama dan yel-yel.

Karena sudah cukup berkeringat dan kami masih perlu menyiapkan energi sebelum memulai petualangan, kami pun beristirahat, “Waktunya makan bekal teman-teman…!” teriakku. Semua berhamburan menuju ruang makan. Sambil makan bekal, kami berbagi cerita maupun berbagi makanan yang dibawa. Indahnya suasana kebersamaan ini. Sesekali ada yang marah dan menangis, biasa lah khas anak-anak. Setiap selesai menggunakan piring dan gelas di sekolah, anak-anak akan mencucinya sendiri. Siswa baru pun kami biasakan melakukan ini, dibantu oleh kakak-kakak kelasnya. Hal ini juga untuk membangun kemandirian dan tanggung jawab sejak dini.

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Page 5: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 5

“Oke, teman-teman…siap melakukan petualangan?” seru Pak Galih. Semua anak secara serempak berteriak, ”Siap!” Masing-masing kelompok menyerukan yel-yel lalu kami pun berangkat.

Saya mendampingi tim Singa, yang mendapat bagian jalur perkampungan. Timku beranggotakan 7 orang anak dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas yang menemani. Tim kami ini cukup unik, selain semua anak adalah laki-laki, di tim ini ada 2 siswa baru yang cukup menyedot perhatian kami, serta 3 anak berkebutuhan khusus. Syukurlah perjalanan kami lancar, mulai dari rumah-rumah penduduk yang kami lewati, rumah beberapa ketua RT dan RW, poskamling di setiap RT, warung sembako warga dan tempat jual beli barang bekas. Kami beberapa kali berhenti di poskamling untuk minum, juga tak lupa foto bersama tentunya. Petualangan kami semakin seru, karena Pak Damas mengajak kami melewati sebuah gang kecil, yang belum pernah kami lewati. Kami mencari dan menemukan banyak hal baru sampai akhirnya kami berhasil tiba di sekolah melalui pintu belakang. Perjalanan pergi dan pulang semestinya memang tidak melalui jalur yang sama.

Kami merupakan tim kedua yang sampai di sekolah, tim pertama adalah Tim Air dan yang terakhir

Tim Pasar. Semua anak tampak kelelahan namun tetap gembira. Situasi yang mengharukan, anak-anak masih ingin melanjutkan aktivitas hari itu dengan

menggambar. Wah, betapa hebatnya semangat mereka. Waktu tersisa sekitar 40 menit, maka kami berikan waktu istirahat sambil menggambar selama 30 menit, setelah itu kami ber-refleksi bersama.

Pak Galih menguatkan konsep cinta keluarga, sesama dan lingkungan. Pak Galih memancing dengan pertanyaan, ”Dari yang sudah kalian amati tadi ternyata sungai-sungai di luar sekolah lebih bersih daripada di sekolah kita, apa yang bisa kita lakukan bersama?” Anak-anak memberikan pendapatnya, hingga sampai pada kesimpulan bahwa

perlu diadakan kerja bakti membersihkan sungai di sekolah. Tak hanya itu, anak-anak juga mengusulkan perlunya membersihkan bagian lain dari

sekolah. Pendapat-pendapat mereka ternyata sama baiknyadari perencanaan kami, para guru. Maka diputuskan di hari ketiga PLS, kami akan melakukan 3B yaitu Bersih-Bersih Bersama.

Setelah refleksi, kami mengakhirinya dengan doa bersama. Kali ini Gandhi dari level 4 yang memimpin. Kami semua mengamininya, lalu bertepuk tangan untuk hari yang pantas dirayakan.

Hari III:

Hari ini kegiatan dipimpin oleh Bu Rony, wali level 5.

Bu Rony memulai dengan bernyanyi bersama. Pagi ini memang tak secerah dua hari kemarin. Agak mendung dan hujan kemarin sore menyisakan sedikit genangan air di depan pendopo. Sebetulnya rencana kami akan melakukan senam di lapangan. Namun cuaca yang tidak mendukung membuat kami tetap berada di dalam pendopo untuk melakukan permainan lain, yang tak kalah seru.

Bu Rony mengajak anak-anak melakukan 2 jenis permainan angka untuk melatih konsentrasi kembali. Bagi yang melakukan kesalahan, di

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Page 6: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 6

Bu Rony mengajak anak-anak melakukan 2 jenis permainan angka untuk melatih konsentrasi kembali. Bagi yang melakukan kesalahan, maka di wajahnya akan ditempeli stiker supaya lebih seru dan lucu. Nah setelah rangkaian permainan berakhir, anak-anak yang di wajahnya ada stiker, diberi konsekuensi untuk menyanyi bersama di depan teman-teman yang lain.

Selesai bermain, Pak Damas dan Pak Galih mengambil alih untuk memandu kegiatan membuat papan nama kelas. Bahan yang digunakan adalah karton tebal, kertas warna-warni, majalah dan brosur bekas. Kami juga menyediakan gunting, lem dan isolasi, sementara alat warna disediakan sendiri oleh anak-anak.

Pak Galih membagi anak-anak ke dalam 5 kelompok. Untuk tema penamaan kelas, Pak Galih mengajak berdiskusi. Ada usulan tema wayang, gunung, alat musik tradisional, dan tumbuhan. Ternyata tema gununglah yang paling banyak dipilih. Maka diputuskan di tahun ajaran ini, nama kelas menggunakan nama gunung-gunung yang ada di Indonesia. Level 1 Gunung Merapi, level 2 Gunung Krakatau, level 3 Gunung Kelud, level 4 Gunung Semeru dan level 5

Gunung Bromo. Nama-nama ini adalah pilihan anak-anak sendiri.

Kegiatan membuat papan nama kelas pun dimulai. Supaya tidak sepi, saya memperdengarkan lagu-lagu anak dari laptop untuk kami semua. Asyik sekali setiap kelompok bekerja sama untuk menyelesaikan papan nama kelas masing-masing.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 tanda kegiatan harus dihentikan untuk istirahat. Kami pun menikmati pudding dan minum sari tomat hangat. Yummy, ini cukup menghangatkan badan di hari yang dingin.

Sampailah pada kegiatan yang dinantikan. Aku memanggil semua anak kembali ke pendopo untuk membagi kelompok 3B. Kelompok 1 bertugas membersihkan kamar mandi, kelompok 2 membersihkan perpustakaan, kelompok 3 membersihkan lapangan. Waktu yang diberikan untuk tiap kelompok adalah 30 menit. Setelah semua selesai, maka anak-anak boleh terjun

ke sungai, berbasah-basahan sambil memunguti sampah yang ada.

Sampah-sampah yang berhasil diambil anak-anak, lalu ditaruh di pinggiran sungai, untuk kemudian kuangkut dengan gerobak dorong dan akan diproses oleh tukang kebun sekolah. Sampah-sampah tersebut berasal dari pemukiman di utara

sekolah. Kami pernah meyusuri aliran sungai, ternyata masih banyak warga yang membuang sampah sembarangan, mulai dari baju, plastik, obat-obatan, popok bayi, nasi, kaleng dan barang-barang anorganik lainnya, yang jika dibiarkan terus-menerus tentu akan

membuat endapan di sungai, nantinya akan membuat air sungai meluap apalagi di kala musim hujan. Tak jarang luapan itu kami rasakan di sekolah kami. Hmm semoga semakin hari semakin banyak warga yang sadar akan bahaya yang mungkin terjadi jika perilaku mereka tidak diubah untuk lebih menjaga kondisi lingkungan tetap bersih dan sehat.

Waktu sudah semakin siang, maka anak-anak kupersilakan mandi dan berganti pakaian. MOS hari ketiga ini diakhiri lebih cepat karena itu adalah hari Jumat, biasanya anak-anak laki-laki akan melakukan ibadah Jumatan

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Page 7: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 7

dapat melanjutkan pembuatan papan nama kelas.

Pukul 12.00 siang, kami semua makan bersama. Kali ini menunya adalah sup jagung, dengan lauk telur dan tempe. Kami makan sampai kenyang. Anak-anak lalu boleh bermain bebas sampai pukul 12.45.

Setelah makan, Bu Devi kepala sekolah kami, memberikan penguatan dan merefleksikan seluruh rangkaian kegiatan PLS tahun ini dengan mengajak anak-anak menyebutkan hal-hal menyenangkan yang sudah dirasakan selama 3 hari yang dilalui. Beliau juga menguatkan kami untuk tetap menjaga kerukunan satu sama lain misalnya sebagai kakak kelas, maka perlu membantu adik-adik baru di level 1 dengan memberi contoh atau mengingatkan. Beliau memberikan apresiasi dan ucapan selamat atas semangat dan kerja sama anak-anak maupun para guru selama PLS dan berharap mereka bisa menyesuaikan diri dengan cepat karena sudah menjadi bagian dari keluarga Jogja Green School.

Tak lupa Bu Devi kembali mengingatkan bahwa selama MOS ini, anak-anak diajak untuk menjadi sahabat alam, dimulai dari tindakan-tindakan kecil sederhana, seperti membawa tempat bekal dan minum sendiri setiap hari, membawa tas belanja sendiri, membuang sampah di tempatnya, memanfaatkan barang bekas dan menjaga alam sekitar. Upaya-upaya atau misi sahabat alam tidak berhenti sampai di PLS saja, tetapi diharapkan menjadi

keseharian semua siswa dan guru di Jogja Green School, untuk menjadikan bumi kita tempat yang nyaman untuk kita tinggali.

Setelah penguatan, Bu Devi memimpin kami semua berdoa, lalu menyanyikan mars sekolah. Kami bertepuk tangan, semua anak kemudian bersalaman dengan para guru dan segera berhamburan ke luar kelas untuk bermain bebas. Anak-anak yang sudah dijemput sampai tak ingin pulang dulu, karena masih ingin merasakan kegembiraan berkumpul bersama teman-teman di sekolah.

****

Kegiatan PLS pun berakhir. Menjadi sahabat alam merupakan misi penyelamatan lingkungan. Mulai dari hal-hal kecil, mulai dari sedini mungkin, mulai dari diri sendiri. Anak-anak sudah mengalami hari-hari yang menyenangkan dengan berbagai pengalaman dari melihat langsung kondisi alam sekitar (EXPERIENTIAL and FUN). Mereka juga sudah diajak untuk merefleksikan semua yang mereka lihat, dengar dan rasakan. Mereka diajak untuk mengasah kepekaan diri, untuk menjadi semakin peduli, terhadap diri sendiri, keluarga, sesama dan lingkungan (REFLECTIVE). Dengan refleksi, akan menguatkan mereka untuk menetapkan aksi bersama, yang dapat dilakukan sebagai tindakan nyata, bukan sekedar mimpi indah masa depan (ACTION).

Wahai anak-anak masa depan, kalianlah yang akan menjadi

generasi pembaharu. Semoga dari PLS yang hanya 3 hari ini, meninggalkan kesan mendalam bagi diri kalian yang masih murni. Ayo kita jadi sahabat alam, penjaga bumi agar tetap “tertawa” di masa depan nanti.

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Agita Yuri Guru SD Kelas 3

Jogja Green School, Jogjakarta [email protected]

Unduh

Surat Kabar Guru Belajar

Edisi 1 http://bit.ly/SKGuruBelajar1 Edisi 2 http://bit.ly/SKGuruBelajar2 Edisi 3 http://bit.ly/SKGuruBelajar3

Edisi 4 http://bit.ly/SKGuruBelajar4

Simpan di media

penyimpanan (flash disk) dan

bagikan ke rekan guru

Page 8: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 8

Akhirnya, 6 April 2016 pun tiba. Sehari sebelumnya, sambil melihat kertas daftar perbekalan hari pertama, saya hilir mudik mengumpulkan barang-barang di kamar apartemen kami yang mungil. Gilang berkali-kali bertanya, “Ma, besok aku sekolah?”, “Iya, kenapa?”, “Nggak apa-apa Ma.” Sekilas, saya menangkap gundah gulana dalam nada bicaranya. Buru-buru saya alihkan ke pertanyaan, “Sayang, besok pakai kemeja batik yang mana?”, sembari menunjukkan dua batik baru miliknya. “Yang ada merah-merahnya, Ma.” Sedikit ada nada semangat muncul dalam jawabannya karena besok akan pakai baju baru.

Lepas membereskan perlengkapan untuk besok. Saya mengajaknya bicara tentang banyak hal. Saya awali dengan bertanya bagaimana perasaannya saat itu, bagaimana pendapatnya tentang perlengkapan sekolahnya yang baru dan berbagai pertanyaan lain yang selalu berkaitan dengan dirinya. Setelah sesi itu selesai, ia tampak sedikit lega karena telah melepaskan beban perasaannya. Saya pun melanjutkan menceritakan runtutan kegiatan yang akan kami lakukan bersama dan apa yang akan ia lakukan sendirian di ruang kelas. Responnya singkat, hanya, “iya, Ma”. Lalu kami pun istirahat.

Keesokan pagi, setelah sarapan, kami melangkah menuju SDN 6 Fuchu yang berjarak hanya 10 menit dengan jalan kaki. Kami tidak sendirian, pada saat yang sama, orangtua bersama anak-anak, berpakaian lengkap dengan jas/blazer dan sepatu pantofel

bermunculan dari sisi kanan dan sisi kiri jalan serta lorong yang kami lalui menuju sekolah. Rata-rata mereka memakai warna netral seperti hitam, biru tua, abu-abu. Bahkan terdapat beberapa mama Jepang yang menggunakan kimono. Semua demi menghargai dan merayakan dengan suka cita sebuah event besar dalam hidup putra/i mereka. Semua mata memandang kami dengan binar penuh tanya : orang mana, masuk

kelas berapa, dan seterusnya.

Kebetulan, saya tiba di Tokyo 6 bulan lebih awal dari anak. Ia tiba di Tokyo pada pertengahan bulan Maret dan langsung masuk sekolah pada bulan April. Walaupun begitu, saya tetap dag dig dug, semua serba pertama kali bagi kami berdua. Tidak terbayang bagaimana perasaan Gilang.

Baginya, mungkin terasa overwhelming karena semua serba baru, apartemen baru, lingkungan baru, barang-barang baru sampai bahasa baru. Namun demikian, ketika itu, nampaknya ia menikmati semua itu

Proses daftar ulang di meja registrasi dijaga oleh kakak-kakak kelas dan mereka didampingi guru-guru penanggung jawab, berjalan lancar. Seorang kakak kelas yang sepertinya bertugas menjadi pengantar, mengajak kami masuk ke dalam sekolah dan menuntun Gilang. Ia menunjukkan kotak sepatu uwabaki (uwabaki adalah sepatu in door yang harus dipakai tiap anak SD hingga SMA selama berkegiatan di area sekolah). Setelahnya, kami diminta naik ke lantai dua, ke ruang kelas 1.2 (Ichi Nen 2 Gumi), yaitu base class Gilang.

Belajar dari JepangBelajar bisa dari mana saja, termasuk dari praktik dan pengalaman dari negara lain. Belajar bukan semata meniru, tapi menemukan hal-hal baik yang sudah kita miliki untuk dikembangkan menjadi lebih efektif. Silahkan simak Hari Pertama Sekolah di Jepang ini

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Bu Mirna dan Gilang di depan SDN 6 Fuchu

Page 9: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 9

Sesampainya, Pengantar menunjukkan kotak tempat menaruh randoseru (ransel anak-anak SD yang sudah mendunia) serta menunjukkannya ke tempat duduknya. Gilang nampak senang karena ia selalu senyum-senyum sepanjang perjalanan naik ke lantai dua. Mungkin baginya, ini adalah petualangan menarik seperti di buku-buku cerita. Setelah prosesi pengantaran, Pengantar berkata bahwa saya sudah bisa meninggalkan Gilang sendirian di kelas dan saya sudah harus menuju MPH (Multi-Purpose Hall) bersama para orangtua lain. Sempat deg-deg an karena was-was Gilang tidak mau saya tinggal. Namun saya tarik nafas dan berkata dengan nada datar padanya bahwa dia harus tinggal di kelas, menyimak semua instruksi dan memperhatikan sekitar serta menirunya agar tidak ketinggalan barisan. Setelahnya, saya bergegas menuju MPH.

Di sana, saya mengambil posisi paling ujung di barisan bangku kedua dari depan. Tujuannya agar tetap bisa mengamati juga mengabadikan Gilang dari kejauhan sambil sembunyi-sembunyi agar ia tidak mendadak berlari ke pelukan saya dan minta pulang. Tak lama kemudian seremoni dimulai. Siswa/i kelas 1 mulai memasuki ruangan. Orangtua bersemangat mengabadikan namun tidak lupa diri dengan tidak terlalu menguasai medan sehingga orangtua lain tetap bisa mengabadikan anak-anak mereka. Sambutan kepala sekolah,perkenalan para walikelas satu, sambutan ketua PTA dan lain-lain.

Banyak pembelajaran yang saya dapatkan dari serangkaian kegiatan untuk menyambut acara Penerimaan Murid Baru, di sini. Mulai dari persiapan untuk mengikuti seremoni (semua sudah ditulis dengan rinci sehingga kita hanya perlu datang dan mengikuti acara), daftar barang-barang yang harus dibawa (mulai dari tisu kering, tisu basah sampai saputangan dan pulpen/spidol permanen wajib dibawa), hingga ke persiapan pakaian yang harus kami pakai saat seremoni (seperti yang nampak dalam foto, kami berdua berbatik. Mungkin lain kali perlu tambah cardigan atau sweater, mengingat suhu di awal musim semi masih sekitar 12-13 derajat Celsius). Pembelajaran itu tentunya tidak melulu tentang hal-hal di luar kami, namun juga hal-hal tentang kami berdua (rasa saling percaya, saling menyemangati, saling mengingatkan dan lain-lain).

Pembelajaran yang kami rasakan dan pahami, tergambar dalam kegiatan-kegiatan yang sebenarnya biasa saja dan tiap orangtua serta pendidik pasti mampu melakukannya. Bahkan tiap orangtua sudah mempraktikkannya ke keluarga masing-masing namun hanya berbeda teknik.

Pertama, saya pahami dan saya terima sepenuhnya kondisi psikis si anak, terutama yang berkaitan dengan rasa aman dan nyaman yang akan mempengaruhi kepercayaan dirinya dalam mengambil keputusan dalam aktivitas sehari penuh, di mana saya tidak bisa bersamanya karena saya juga harus kuliah. Caranya adalah menahan diri untuk tidak berkomentar panjang lebar, kalau terpaksa berkomentar cukup dengan satu kata atau satu aksi saja, menyeimbangkan porsi marah dengan porsi menunjukkan apresiasi terhadap kemajuan sekecil apapun yang dilakukan anak dan lain-lain.

Sebulan pertama, tidak mudah bagi kami berdua. Emosi kami naik turun seperti roller coaster. Situasi dan kondisi yang kurang kondusif serta kendala utama sang anak dalam hal bahasa, makin membuat semua yang sepele menjadi besar.

Pengalaman tak terlupakan adalah saya harus selalu mengantarnya ke sekolah selama dua minggu berturut-turut, berlari-lari dari sekolahnya untuk mengambil barang yang tertinggal di rumah kemudian lari lagi ke sekolah untuk menitipkan pada guru duty, menungguinya di perempatan lampu merah tiap pulang sekolah, memeluk dan menunggui tangisnya yang sulit reda di depan teman-teman sekolahnya, kadang harus berintonasi tinggi ketika mengingatkannya tentang tata tertib di transportasi umum maupun tata tertib di lampu merah, berkali-kali menjelaskan tentang cara baca-makna-fungsi marka jalan, dan lain sebagainya.

Jujur, saya adalah tipe orangtua protektif, keras dan disiplin. Namun karena kami sudah nyaman dengan kepribadian kami masing-masing, Alhamdulillah, Gilang tidak tersinggung maupun patah semangat dengan semua proses dan metode yang saya terapkan. Saya bilang padanya bahwa saya percaya dia bisa melakukan semuanya dengan baik. Ia pun percaya saya karena ia lihat sosok saya yang benar-benar konsekuen dalam hal memberi penghargaan maupun memberi konsekuensi padanya. Ia tak sia-siakan itu.

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Page 10: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 10

Perlahan percaya dirinya terpupuk dan ia pun makin tegar melangkah. Di sini, rasa nyaman dan rasa saling percaya mulai tumbuh.

Kedua, setiap pulang sekolah, saya selalu menanyakan kabarnya, tugasnya, pengalaman baru, dan lain sebagainya. Awalnya, jawabannya singkat-singkat. Mungkin karena masih proses

penyesuaian ritme sehingga kelelahan fisik dan psikis yang dialaminya masih tinggi, saya tidak terlalu mengulik dan tidak menasihatinya panjang lebar. Bahkan komentar pun cukup sepatah dua patah kata seperti "oke", "that's good", "diteruskan ya", dan lain-lain. Lambat laun, ia tidak hanya menjelaskan dengan sepatah dua patah kata. Ia bahkan menjelaskan dalam bahasa Jepang sekaligus mempraktikkan adegan demi adegan.

Ketiga, saya memperbanyak waktu untuk ngobrol dan bercanda dengannya. Kebetulan tidak ada televisi di apartemen kami. Elektronik hanya Smartphone,

laptop, kipas angin, AC dan elektronik dapur seperti toaster, kulkas dan microwave, sehingga kami bisa fokus satu sama lain. Di sela-sela kegiatan ngobrol, saya selipkan kalimat penyemangat seperti "Mama bangga pada Gilang karena...", "Mama suka jika Gilang...", "Mama sudah melihat Gilang berhasil melakukan...,

pertahankan ya," dan seterusnya. Setelah dua minggu rutin antar jemput, frekuensi saya turunkan menjadi dua kali seminggu untuk antar jemput. Jika saya sedang tidak mengantar, pagi, kami menyelipkan kata atau frase penyemangat seperti "hati-hati ya", "kyou mo ganbatte ne (tetap semangat juga ya hari ini)", "Mama sayang Gilang," dan lain sebagainya. Jika ada barang-barang miliknya yang perlu dibawa pulang, saya selalu mengingatkan dan meminta ia mengulang kembali kalimat saya dengan kalimatnya sendiri, seperti "hari ini bawa pulang kotak makan siangnya ya," Gilang akan menjawab "iya Ma,"

lalu saya akan merespon "iya apanya?", "bawa pulang kotak makan siang," begitu balasnya. Atau, "kalau Gilang tidak mengerti instruksi, lihat sekeliling, ikuti apa yang dilakukan teman, sehingga Gilang tidak bengong".

Semua adalah sebagian kecil gambaran kehidupan kami berdua di sini. Suka duka terlewati

bersama-sama. Ketika kami menengok ke belakang sambil bercerita tentang kisah-kisah yang telah lalu, kami tersenyum bersama, tertawa bersama dan meledek bersama. Jangan salah, Gilang itu suka juga meledek saya dan memarahi saya. Kalau itu terjadi, saya biarkan saja dan mengiyakannya. Bahkan tak jarang saya bereaksi seperti reaksi anak-anak kita, senyum malu-malu karena ketahuan tidak konsekuen atau ketahuan melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan kami.

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Foto diambil pada saat Hogoshakai atau Pertemuan Orangtua Murid dengan Walikelas di bulan Juni, beberapa bulan setelah anak-anak mulai terbiasa dengan rutinitas di sekolah. Di meja

terdapat salahsatu hasta karya anak-anak dan orangtua duduk di kursi anak-anak mereka duduk.

Page 11: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 11

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Tentang Surat Kabar IniGuru Belajar adalah surat kabar dua bulanan yang

diterbitkan Komunitas Guru Belajar dengan misi Menularkan Kegemaran Belajar. Apa pentingnya Surat Kabar ini? Ada

banyak #PraktikCerdas yang dilakukan banyak guru tidak

terpublikasikan. Akibatnya, #PraktikCerdas itu tidak dapat dipelajari oleh guru yang lain. Dengan Surat Kabar ini harapannya, para guru bisa berbagi dan saling belajar sebagai sesama praktisi pendidikan.

Tulisan yang diterbitkan di Surat Kabar Guru Belajar tidak

mewakili pandangan redaksi.

Dewan Redaksi: Najelaa Shihab Bukik Setiawan

Editor Tamu:

Lany Rh Indah Nova Ida Manurung

Poppy Yuniarti

GuruBelajar.org Grup Facebook: Komunitas

Guru Belajar

Edisi Keenam akan terbit bulan Oktober bertepatan dengan penyelenggaraan Temu Pendidik Nusantara. Karena itu, kami mengundang rekan-rekan guru untuk mengirimkan tulisan tentang “Merdeka Belajar”. Tulisan yang menceritakan praktik baik guru dalam menciptakan suasana merdeka belajar. Topik besar itu terbagi menjadi 6 sub topik yaitu Menumbuhkan Kreativitas, Kearifan Lokal, Asesmen Otentik, Gemar Belajar, Literasi dan Integrasi, dan Kurikulum Efektif.

Merdekakan dalam menulis, agar para pelajar kita mendapat kesempatan lebih besar untuk merdeka belajar. Kirimkan tulisan Anda ke Surat Kabar Guru Belajar agar bisa dipelajari oleh guru di seluruh Nusantara. Cara mengirimkan tulisan:

1. Unduh panduan Penulisan #PraktikCerdas di http://bit.ly/MenulisKGB

2. Tuliskan sesuai panduan dan simpan dalam file dengan nama #PraktikCerdas "Nama Penulis"

3. Emailkan file beserta foto diri dan foto aktivitas dengan subyek email #PraktikCerdas "Nama Penulis" ke [email protected] paling lambat kami terima tanggal 19 September 2016

Karena tulisan di Surat Kabar ini mempunyai format yang unik, silahkan baca juga Tips Menulis di Surat Kabar Guru Belajar di http://bit.ly/TipsMenulis1

Merdeka Belajar, Merdeka Menulis

Kami juga menerima tulisan Anda mengenai pengalaman mengajar atau membuat kegiatan belajar di luar topik utama.

Silahan ikuti panduan penulisan yang telah dicantukan di bagian atas.

Page 12: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 12

Guru Belajar

DiferensiasiMemahami Pelajar untuk Belajar Bermakna dan Menyenangkan

Penerbit: Literati & Kampus Guru Cikal

Penulis: Najelaa Shihab & Komunitas Guru Belajar

Editor: Bukik Setiawan dan Siti Nur Andini

ISBN: 978-602-8740-52-4

Tebal: VI + 252 halaman

Dimensi: 14 x 21 cm

Anda seorang guru? Anda kebingungan mendesain pembelajaran yang

bermakna dan menyenangkan? Anda belum tahu merancang pembelajaran untuk

beragam anak di kelas anda? Atau, anda ingin memperkaya strategi mengajar anda

agar lebih berdampak positif pada pelajar anda?

Buku Diferensiasi ini adalah buku yang tepat untuk menjawab kebutuhan anda. Bagian pertama buku ini membahas mengenai konsep diferensiasi sebagai cara pandang dalam merancang pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna. Setelah itu dibahas keterkaitan diferensiasi dengan

berbagai konsep penting pembelajaran seperti peran guru, disiplin positif, keragaman anak, teori belajar, pembelajaran inkuiri dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Tidak hanya berhenti di konsep, buku ini pun menyajikan pengalaman para guru dalam menerapkan diferensiasi di

kelas mereka. Guru yang berbagi pengalaman pun beragam, ada guru TK, SD dan SMP; ada guru Matematika, IPA, Seni hingga guru Agama. Dengan menceritakan beragam pengalaman guru, buku ini membantu anda untuk lebih mengenal dan memahami diferensiasi untuk merancang pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan bagi pelajar anda. Bagian paling akhir buku menceritakan pengakuan orangtua mengenai dampak positif diferensiasi terhadap anaknya dan pengakuan para pelajar dalam mengikuti pembelajaran menggunakan pendekatan diferensiasi. Karena apapun, pilihan pendekatan dan metode pengajaran harus berdampak pada pelajar sebagai subyek pendidikan. Untuk sementara, buku belum tersedia di toko buku. Bila ingin mendapatkannya, anda bisa membeli di TokoBuku.com melalui tautan ini

http://bit.ly/BukuDiferensiasi

17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Page 13: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 13

Hari Pertama Sekolah, Siapa Takut?Misi pendidikan bukanlah misi individual. Begitu pula peran pendidik, tidak bisa diperankan seorang diri. Menjadi pendidik adalah bekerja bersama-sama, guru, siswa dan orangtua

Tahun ajaran 2016/2017 adalah tahun pertama saya bergabung dengan Sekolah Alam Depok, sekaligus pertama kalinya saya menjadi guru sekolah. Sebelum para siswa masuk sekolah, para guru bersama staf dan kepala sekolah melakukan rapat kerja seminggu sebelumnya.

Dalam forum tersebut pula, saya dan beberapa guru baru lainnya diamanahkan untuk menjadi bagian dari panitia penyambutan siswa di hari pertama sekolah, dalam tulisan ini selanjutnya akan disebut dengan acara “First Day”. Tujuannya tentu saja untuk menyambut para siswa kembali ke sekolah, mengenalkan guru baru kepada para siswa, selain itu juga untuk menjalin komunikasi serta kerjasama antar sesama guru baru maupun dengan guru lama.

Meskipun bukan sebagai ketua panitia, namun tetap saja saya agak kaget dan khawatir ketika mendapat tanggung jawab sebagai panitia acara tersebut. Saya baru pertama kali menjadi guru sekolah, baru mulai belajar mengenal konsep pendidikan di sekolah alam, tiba-tiba saya diminta untuk merancang kegiatan yang menarik dan menyenangkan untuk 300 siswa. Walaupun ketua panitia sudah menjabarkan gambaran umum kegiatan yang akan dilakukan, berupa drama bertema, dresscode para guru sesuai tema drama, perkenalan para guru, serta

games; tetap saja saya blank sama sekali ketika mencari ide bersama panitia untuk menentukan tema.

Diskusi berjalan agak alot karena sulit mencapai kesepakatan terkait tema drama dan dresscode, entah karena jalan cerita yang agak kompleks, ataupun tema yang diajukan sudah pernah digunakan pada tahun-tahun sebelumnya. Saya sendiri memutar otak untuk memilih tema yang kostumnya sederhana dan mudah disiapkan.

Kemudian saya menyadari bahwa menjadi pendidik di sekolah bukanlah kerja sendiri, melainkan kerja jama’ah, kerja bersama-sama. Pendidik perlu bekerja bersama-sama mengawal anak-anak menemukan dan mengembangkan potensi terbaiknya, jika hal itu dilakukan sendiri tentunya akan sangat melelahkan. Ternyata teman-teman guru yang tidak terlibat kepanitiaan pun dengan senang hati membantu memilih tema, dan akhirnya terpilihlah tema “Cita-citaku” untuk “baju seragam” dan drama acara “First Day 2016/2017”. Setelah itu, ide-ide segera bermunculan. Bahkan, saya mengajukan diri untuk menuliskan naskah dramanya.

Saya merancang drama tentang dua orang anak yang bertemu dan berkenalan di hari pertama sekolah di Sekolah Alam Depok, dan kemudian menjadi sahabat karib

selama bersekolah. Masing-masing anak tersebut mulai menunjukkan minat dan potensinya di sekolah, namun orang tuanya masih terlalu mengkhawatirkan soal nilai dan kemampuan akademis/kognitif.

Dalam salah satu adegan, dimunculkanlah peran guru dan sekolah dalam kondisi tersebut, di mana guru sebagai orang tua kedua di sekolah juga mengamati perkembangan anak, dan mengkomunikasikannya kepada orang tua, agar dapat bersama-sama mengenal anak dan membantu mengeluarkan potensi terbaik dari dirinya, bukan sekedar mentransfer pengetahuan ataupun memaksakan apa yang baik menurut pandangan kita saja. Di adegan terakhir, kedua siswa tersebut diceritakan bertemu kembali bertahun-tahun kemudian, masing-masing telah mencapai cita-citanya berkat dukungan keluarga dan sahabat.

Kegiatan puncak dari acara “First Day” adalah permainan mencari guru. Pada tahun sebelumnya, permainan ini cenderung sederhana dan para siswa cukup mudah menemukan guru kelasnya. Maka untuk permainan kali ini saya dan rekan-rekan mencoba untuk membuatnya lebih menantang. Para siswa pertama-tama diberikan potongan-potongan puzzle untuk menemukan teman satu kelompoknya. Pada puzzle tersebut

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Page 14: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 14

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Suasana Hari Pertama Sekolah diSekolah Alam Depok

Page 15: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 15

Pada puzzle tersebut juga terdapat petunjuk yang mengarahkan mereka pada petunjuk-petunjuk lain yang disembunyikan di penjuru sekolah. Petunjuk-petunjuk tersebut ketika dipecahkan pada akhirnya akan menunjukkan mereka pada guru kelas mereka. Para siswa terlihat begitu bersemangat berkeliling mencari petunjuk di sekitar sekolah. Banyak dari mereka yang berusaha memutar otak memecahkan maksud dari petunjuk yang diberikan, ada juga dapat dengan relatif cepat memecahkan petunjuknya dan menemukan gurunya. Hari itu, para siswa bersenang-senang di hari pertama sekolah.

Hari pertama sekolah memang hari yang penting. Di sanalah kita menentukan semangat pembelajaran setahun kedepan. Di sanalah para pendidik memulai hari-hari bersama siswa dan para orang tua. Di sanalah kita bergabung kembali dan bekerja bersama demi masa depan. Di sanalah kita memulai perjalanan dengan berbagai harapan. Semoga tahun ini akan menjadi tahun yang penuh dengan pembelajaran menyenangkan; tidak hanya bagi siswa, tapi juga bagi para guru dan orang tua.

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Komunitas Guru BelajarGuru Belajar adalah komunitas pendidik yang diinisiasi oleh Kampus Guru Cikal untuk berdiskusi dan berbagi praktik cerdas pengajaran dan pendidikan melalui Facebook dan Temu Pendidik. Praktik cerdas yang sudah dikurasi akan dipublikasikan di situs GuruBelajar.org, dalam bentuk surat kabar, buku atau media pembelajaran.

Prinsip Nilai Kami1. Mewujudkan pelajar sepanjang hayat. Kami bercita-

cita menumbuhkan pemahaman, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang positif agar setiap insan terus mau dan mampu belajar.

2. Memberdayakan semua pelaku dan peran. Kami sadar bahwa perubahan hanya akan terjadi pada mereka yang merdeka, yang berada dalam lingkungan yang mendukung setiap insan untuk menjadi penggerak.

3. Menghargai keragaman. Kami yakin keunikan adalah kekuatan, yang harus didorong dan dimaknai, dihormati dan dirayakan.

4. Berkolaborasi dengan terbuka. Kami sadar bahwa kami bagian kecil dari jaringan perjuangan, yang akan berdampak optimal hanya bila berbagi tanggungjawab dengan semua yang peduli.

5. Mempraktikkan standar terbaik. Kami bekerja keras untuk menjadi teladan dalam setiap aksi, selalu menggunakan ilmu dan bukti dengan sepenuh hati.

Komunitas Guru Belajar mempunyai kegiatan berkala tiap 2 bulan yang disebut Temu Pendidik dan Temu Pendidik Nusantara yang diadakan tiap tahun. Dalam Temu Pendidik, guru berbagi praktik cerdas pengajaran dan pendidikan melalui presentasi bercerita.

Apa kelebihan Temu Pendidik? 1. Singkat

Temu Pendidik berdurasi maksimal 2 jam agar mudah diselenggarakan dan diikuti semua guru.

2. PraktisTemu Pendidik memfasilitasi guru berbagi pengalaman praktis dalam mengatasi tantangan di kelas/sekolah.

3. KonkretTemu Pendidik memfasilitasi guru untuk membicarakan rencana konkret untuk dilakukan di kelasnya.

Tertarik bergabung? Daftarkan email anda di GuruBelajar.org

Bergabung diGrup FB Komunitas Guru Belajar

Unduh buku Komunitas Guru Belajar:http://bit.ly/BukuKGB

Nadhila Andanis ZafhiraGuru Sekolah Alam Depok

[email protected]

Page 16: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 16

Are you ready to see your class?Setelah belajar dari pengalaman di negeri sendiri dan dari negeri matahari terbit, kali ini kita akan terbang menuju Jerman, belajar tentang Hari pertama Sekolah. Simak pengalaman Guru Yuniarti Santosa ini

‘Der erste Schultag’ begitu sebutan hari pertama kembali ke sekolah di Jerman, sangat dinantikan oleh semua orang. Setiap provinsi di Jerman memiliki kalender sekolah yang berbeda. Sejak tahun 2010, saya mengajar di sebuah sekolah international di North Rhein-Westphalia. Di provinsi ini, summer break dimulai pada awal juli dan anak-anak kembali ke sekolah akhir Agustus. Berhubung saat saya menulis ini, saya masih dalam suasana liburan, saya akan berbagi pengalaman tentang hari pertama di sekolah yang saya alami tahun lalu.

Ada kegiatan apa saja sih di hari pertama sekolah? Persiapan apa saja yang dilakukan sekolah?

Seperti tahun-tahun sebelumnya, hari pertama sekolah hanyalah setengah hari. Ini artinya, hari tersebut dimulai pada jam 9 dan berakhir jam 12 siang. Seperti di sekolah lain, para guru sudah masuk seminggu sebelum murid-murid datang ke sekolah. Saya memastikan kelas sudah rapi, bersih dan siap untuk menerima tamu-tamu kecil yang akan menghabiskan sebagian besar waktunya di kelas ini. Oiya, tahun lalu saya mengajar kelas 2. Saya telah mengenal anak-anaknya beserta orang tua mereka. Ini dikarenakan saya mengajar mereka

pada tahun sebelumnya di kelas 1. Saya merasa benar-benar beruntung bisa mengikuti perkembangan mereka baik secara emosional maupun akademik.

Dua puluh menit sebelum jam 9 pagi, pekarangan sekolah mulai didatangi para orang tua dan murid-murid. Ini seperti peraturan tidak tertulis, dimana mereka tidak datang langsung ke kelas, namun menunggu di pekarangan sekolah. Seperti biasa, setelah memastikan kelas sudah rapi dan siap menerima ‘tamu’, saya keluar dan menyapa para orang tua. Mata saya mencari wajah-wajah ‘familiar’. Ada yang langsung memanggil dan memeluk saya. Ada yang malu-malu. Tentunya ada wajah-wajah baru (biasanya anak-anak baru di kelas 1 dan Early Years) yang mengumpat dibalik orang tua mereka. Saya sapa mereka satu per satu. ‘Good morning, how are you today?’

Tepat pukul sembilan pagi, direktur sekolah memulai hari pertama di sekolah dengan beberapa kata singkat. Seluruh murid dan orang tua (beberapa malah membawa anggota keluarga lain seperti kakek, nenek, kakak/adik) mulai dari Early Years (TK) hingga IB Diploma (setingkat SMA) berkumpul di pekarangan sekolah. Entah

kebetulan atau tidak, setiap hari pertama di sekolah, cuaca selalu bersahabat sehingga bisa dilakukan di tempat terbuka. Setelah sepatah, dua patah kata, direktur sekolah memperkenalkan seluruh staff dan guru kepada komunitas sekolah. Ini termasuk, kolega yang bekerja di kantor untuk urusan administrasi, kollega yang mempersiapkan makanan (lunch) dan teman-teman yang mengurus after school care. Untuk para orang tua dan murid-murid baru, hal ini sangat penting sehingga mereka tahu kemana mereka bisa bertanya. Murid-murid ‘lama’ biasanya bertepuk tangan setiap kali nama guru yang akan mengajar mereka disebut.

Setelah acara perkenalan, tiap kelas dipanggil untuk melakukan foto kelas bersama guru kelas. Saya memastikan semua ‘anak-anak’ saya nongol di foto. Orang tua sibuk mengambil foto dari berbagai angles. Setelah berfoto-foto selama kurang lebih 5 menit, murid-murid pamit kepada orang tua mereka dan mengikuti saya ke kelas. Umumnya para orang tua ikutan ke kelas. Apalagi untuk kelas satu dan Early Years, mereka mengikuti anak-anaknya bahkan mengikuti kegiatan singkat di dalam kelas. Tetapi hal ini tidak terjadi kepada saya pada hari

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Page 17: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 17

Para orang tua sudah cukup mengenal saya dan anak-anak merasa sangat percaya diri dan merasa ‘sudah besar’ dan tidak perlu dihantar ke kelas lagi. Padahal, ada lho orang tua yang masih berdiri di depan pintu kelas 4.

‘Are you ready to see your class?’ tanya saya ketika tiba di depan pintu kelas. ‘YESS!!’ teriak mereka dengan sangat penuh entusiasme.

Setelah mereka meletakkan tas ransel mereka di cubbies dan ganti sepatu merek dengan ‘indoor shoes’, saya membuka pintu kelas. Mereka langsung berbaur masuk ke dalam kelas dan duduk di kursi yang telah saya label dengan nama mereka. Saya biarkan mereka bercengkrama satu dengan yang lain. Saya biarkan mereka melihat kelas mereka. Mata mereka berputar melihat apa saja yang ada di kelas. Ada yang berbeda? Apa yang ada di benak mereka.

Setelah sekitar 5-7 menit, saya memberikan tanda untuk fokus. ‘Sshhhh...Shhhh,’ ucap saya. Mereka pun serentak menjawab, ‘Ssshhhh…..Ssshhhhh…..’ dan mereka pun siap untuk mendengarkan. ‘Welcome back to school! Welcome to PY 2!’ buka saya pagi itu.

Setiap guru memiliki cara yang berbeda untuk mengisi kegiatan hari pertama ini. Ada yang menyiapkan permainan untuk mengenal satu sama lain, team building, dll. Saya memilih untuk menggali apa yang ada dipikiran anak-anak dan memulai perjalanan dari sana. Sesuai dengan filososi mengajar dan belajar ‘inquiry’.

Saya menggunakan meja bundar di kelas. Ada 3-4 anak berbagi tempat di meja bundar tersebut. Saya letakkan kertas post-it di tengah meja dan meminta anak-anak untuk menulis jawaban mereka dikertas tersebut. What do you wonder about 2nd grade? What do you wonder about your classroom? Saya meminta mereka untuk menempelkan jawaban mereka di papan tulis. Setelah 5 menit, kita bersama-sama membaca jawaban yang diberikan.

I wonder what we are going to learn in maths. I wonder why we have plants in the classroom. I wonder if we are going to have art in the class. I wonder what our first unit is. I wonder when we use Ipads/laptops. I wonder.....

Setelah sharing their wonderings, satu per satu kita mulai mencari jawaban dari pertanyaan tersebut. Tidak semua pertanyaan bisa dijawab pada hari itu. Nah, itu merupakan aktivitas yang akan mereka lakukan pada minggu pertama di sekolah. Di minggu pertama, kita sama bahas tentang peraturan di kelas. How do we organize ourselves? How do we organize our class? Why do we need to know how we organize our class/ourselves? Pertanyaan-pertanyaaan demikian yang memancing murid-murid untuk refleksi dan berfikir tindakan apa yang harus melakukan dan konsekuensinya.

Saya biarkan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab tertempel di papan supaya mereka bisa kembali melihat pertanyaan dan mencari jawabannya bersama. Setelah itu, saya menjelaskan rutinitas yang harus dilakukan setiap datang ke sekolah. Hampir semua murid di kelas saya ingat apa yang harus mereka lakukan. Tidak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 11.15. Saya mengajak anak-anak untuk bersiap-siap ke playground.

Berkumpul dan bermain di playground adalah kegiatan terakhir pada hari pertama di sekolah. Anak-anak saling menyapa, berkenalan dan bermain bersama. Mereka semua tampak ceria dan senang kembali ke sekolah lagi. Dan mereka semua siap memulai perjalanan di tahun ajaran baru.

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Yuniarti SantosaPYP Teacher at an International

School in Germany.

Page 18: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 18

Page 19: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 19

Guru BelajarGuru Belajar di Wamena Siapa bilang liburan berarti libur belajar. Guru Lany menunjukkan petualangannya ke Wamena justru petualangan belajar yang menyenangkan. Simak kisah serunya

Bulan Juli lalu saya berkesempatan mengunjungi Wamena untuk berbagi bersama beberapa orang rekan relawan pendidikan. Kedatangan saya bertepatan dengan persiapan mereka untuk bertugas di Wamena.

Masing-masing rekan relawan yang terlibat dalam proses belajar memiliki latar belakang keterlibatan di bidang pendidikan yang berbeda. Satu orang dengan latar belakang pendidikan sastra sudah mengajar 3 tahun secara formal di tingkat Sekolah Dasar; satu orang berlatar pendidikan keguruan dengan pengalaman mengajar tingkat SD dan SMP secara informal; seorang lagi berlatar belakang pendidikan keagamaan dan pernah mengajar bidang studi agama di beberapa sekolah setingkat SMP. Yang sama di antara mereka adalah semangat untuk mengabdi demi memajukan pendidikan di dáerah pedalaman.

Beberapa hari di awal proses berbagi ini saya berbincang dengan mereka tentang latar belakang, ketertarikan, pengalaman, dan pandangan mereka mengenai pendidikan. Saya merasa perlu mengetahui hal-hal tersebut untuk menyesuaikan cara saya berbagi. Dalam pandangan saya, sesuatu akan lebih mudah diterima jika sesuai dengan kebutuhan. Sekalipun masing-masing rekan saya memiliki latar belakang mengajar, namun pengalaman yang berbeda akan memberikan pola pemahaman yang berbeda pula.

Setelah merasa cukup mendapat informasi, saya menawarkan sesi-sesi berbagi dengan materi yang saya susun menggunakan bahan dan sumber yang tersedia dan dapat dijangkau dengan mudah oleh rekan-rekan saya. Meskipun Wamena adalah kota yang sedang berkembang, ketersediaan buku cukup terbatas dan sinyal internet

sering tersendat. Belum lagi jika rekan-rekan saya sudah berangkat ke tempat pengabdiannya, keterjangkauan pada sumber-sumber belajar akan semakin menciut.

Beberapa buku yang saya cantumkan sebagai bahan belajar sengaja saya bawa untuk ditinggalkan di sana, menambah buku-buku yang sudah

17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Page 20: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 20

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Materi Batasan Strategi Sumber belajar

PembukaanJurnal Belajar

1. Mengawali pembelajaran dengan latar belakang pengalaman pribadi

2. Menyimpan pendapat sebagai agenda refleksi

1. KWL: what I Know. What I want to know, what I Learnt

2. Awal, menulis K dan W tentang belajar 3. Menuliskan lesson learn (hasil belajar) di akhir

rangkaian sesi

Inquiry (kemampuan mencari tahu)

1. Pemahaman – konsep inquiry based learning

2. Strategi 3. Peran pendamping 4. Karakter yang

diharapkan terbentuk pada siswa

1. Contoh bentuk pembelajaran dengan metode inkuiri kemudian menyepakati salah satu topik untuk pembahasan, kemudian membahas menggunakan alur inkuiri

2. Menuliskan perbandingan metode inkuiri dengan metode lain

3. Telaah metode pembelajaran 4. Rekomendasi program (masuk ke dalam masing-

masing materi lain) 5. Diskusi

1. Inquiry based learning – workshop documentation (format pdf)

2. Buku “Sokola Rimba”, Butet Manurung

Belajar terintegrasi

1. Pembelajaran tradisional (yang biasa terjadi) dan inkuiri

2. Kebutuhan belajar 3. Keterkaitan antar materi

1. Brainstorm potensi budaya dan wilayah Wamena yang perlu dipelajari

2. Ambil beberapa materi untuk dituliskan kegiatan/materi yang berhubungan dan bisa dilakukan bersama anak-anak

3. Brainstorm tentang 3 tema secara berpasangan 4. Model hot potato yaitu berputar dan isi masing-

masing materi bergantian 5. Diskusi

Artikel “Ketika Pelajar Menilai Diri Sendiri” dalam Surat Kabar Guru Belajar edisi 2

Diferensiasi

1. Gaya belajar 2. Latar belakang

pembelajar 3. Tujuan belajar 4. Minat

1. Buat lingkaran beririsan tentang sifat dan kegiatan kesukaan (karakter) masing-masing pendamping

2. Masing-masing pendamping memilih kekuatan kecerdasan masing-masing

3. Ambil salah satu materi dari kelas sebelumnya, tuliskan bagaimana belajar materi tersebut dengan karakter kecerdasan yang dipilih

4. Menceritakan apa yang ditulis 5. Diskusi

1. Buku “Totto-Chan”, Tetsuyo Kuroyanagi

2. Buku ”Anak Bukan Kertas Kosong”, Bukik Setiawan

3. Artikel “Ketika Pelajar Menilai Diri Sendiri” dalam Surat Kabar Guru Belajar edisi 2

Assesment (penilaian)

Penilai 1. Peer assessment 2. Self-assessment 3. Educator assessment

Tujuan 1. Formatif 2. Summative

Berbagi secara singkat mengenai bentuk-bentuk penilaian dan fungsinya.

Diskusi.

1. “Ketika Pelajar Menilai Diri Sendiri” & “Asesmen Yang Sangat Menyenangkan” di Surat Kabar Guru Belajar Edisi 2

2. Curriculum redesign – workshop documentation

Literasi awal 1. Membaca & pemahaman

2. Mengintegrasikan dengan program belajar lainnya

3. Membuat anak tertarik membaca meskipun tidak menguasai cara membaca

1. Berbagi mengenai strategi yang pernah dilakukan.

2. Diskusi

Buku “Sokola Rimba”, Butet Manurung

Kurikulum 1. Kurikulum tertulis 2. Kurikulum yang

diajarkan 3. Kurikulum yang

dievaluasi (dinilai)

1. Mencapai pengertian masing-masing poin kurikulum

2. Merancang program kegiatan dengan menggunakan pemahaman materi-materi sebelumnya (PLANNING): menguraikan kegiatan tema PRODUK SENI

3. Diskusi

Curriculum redesign – workshop documentation (format pdf)

Kurikulum Pelatihan Relawan Guru Wamena

Page 21: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 21

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Beberapa buku yang saya cantumkan sebagai bahan belajar sengaja saya bawa untuk ditinggalkan di sana, menambah buku-buku yang sudah ada di tempat mereka. Sementara untuk bahan yang saya dapatkan dari internet, saya berikan pada mereka dalam bentuk soft copy. Sebagian artikel yang ditulis rekan-rekan guru se-Indonesia dalam Surat Kabar Guru Belajar juga saya jadikan sebagai sumber belajar. Jadi, tolonglah terus menuliskan pengalaman rekan-rekan sekalian.

Saya mengawali pembelajaran dengan mengajak rekan-rekan saya untuk brainstorm mengenai “belajar”. Masing-masing bisa menuliskan tentang belajar secara bebas. Mereka bisa menuliskan apa saja yang mereka ketahui, atau mereka alami, dan bahkan hal-hal ideal yang mereka pahami tentang belajar. Saya kemudian menempatkan tulisan mereka pada bagian “K” dalam jurnal belajar kami.

K atau knowledge berisi hal-hal yang sudah diketahui oleh peserta belajar. Bagian ini penting untuk mengetahui

latar belakang masing-masing peserta belajar tentang materi yang akan dipelajari.

Sesudahnya saya meminta mereka menuliskan apa saja yang mereka ingin tahu tentang belajar dan proses belajar. Pertanyaan-pertanyaan mereka ini saya letakkan di bagian W dalam jurnal kami. W atau want to know berisi pertanyaan tentang materi yang akan dipelajari.

Kegiatan brainstorm di awal tersebut adalah bagian pertama yang saya sebut sebagai jurnal belajar. Ada 3 bagian dalam jurnal tersebut, yaitu K (knowledge/yang sudah diketahui), W (want to know/yang ingin diketahui), dan L (lesson learnt/yang sudah dipelajari). Bagian L kami simpan untuk diisi di akhir keseluruhan proses sebagai refleksi rekan-rekan relawan.

Dalam sesi-sesi berikutnya, saya mempersiapkan beberapa materi tentang belajar yang sebagian besarnya lebih banyak berupa pembuka. Keterbatasan waktu membuat saya harus memadatkan cara penyampaian. Namun saya memberikan kesempatan untuk

bertanya dan berdiskusi seluasnya agar apa yang saya bawakan dapat disesuaikan dengan latar belakang dan kebutuhan masing-masing.

Materi yang saya bawakan meliputi pembelajaran inkuiri, belajar terintegrasi, diferensiasi, penilaian, dan penyusunan kurikulum. Padat, bukan? Namun demikian, saya merasa rekan-rekan saya cukup menikmati proses, terlihat dari pertanyaan dan diskusi yang mengiringi dalam setiap sesi. Ekspresi mereka yang meskipun serius juga menunjukkan bahwa mereka larut dalam proses belajar.

Selain materi-materi tersebut saya menambahkan sesi diskusi literasi untuk membicarakan tentang cara mengajar membaca secara khusus. Menurut rekan-rekan saya, kemampuan membaca yang cukup rendah adalah hambatan terbesar untuk mengembangkan pendidikan di daerah mereka.

Secara implisit, dalam setiap sesi saya berusaha menggunakan strategi berbeda. Antara lain model irisan diagram venn, membuat daftar, pemetaan, serta presentasi. Tidak semuanya adalah hal baru, beberapa strategi sebetulnya sudah cukup dikenal namun dengan penerapan berbeda. Dengan demikian, rekan-rekan saya mendapatkan contoh cara belajar yang dapat digunakan bersama anak didiknya kelak.

Diskusi yang dilakukan juga diusahakan betul-betul berasal dari pengalaman dan kondisi nyata yang ada di sekitar, agar sebisanya menjawab permasalahan yang dihadapi. Dalam diskusi, perhatian rekan-rekan saya banyak berkisar

Page 22: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 22

Guru Belajarpada keterbatasan dan kondisi khusus anak didik yang akan dihadapi nantinya. Dari sini pembicaraan berkembang pada kemungkinan-kemungkinan yang bisa dimanfaatkan dan dilakukan.

Sepanjang proses belajar kami, saya menggunakan cerita-cerita pengalaman nyata di berbagai tempat dan menunjukkan foto-foto proses pembelajaran yang saya simpan secara digital. Lingkungan yang kami hadapi mungkin tidak sama, namun saya berharap rekan-rekan saya dapat menemukan ide dan semangat dari apa yang berusaha saya tunjukkan.

Bagaimanapun, dalam belajar dan mengajar kita perlu percaya diri dan percaya pada kemampuan anak didik. Strategi dan metode dapat selalu disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan sekitar.

Saya menikmati betul proses berbagi bersama rekan-rekan relawan ini. Meskipun seperti biasa, pada awalnya mereka mengharapkan saya “memberi materi” yang diartikan dengan lebih banyak “menyampaikan pelajaran”. Nyatanya, pemaparan materi mungkin hanya 10-20% saja dari keseluruhan proses. Selebihnya pembelajaran berkembang dari kegiatan yang aktif mereka lakukan, serta diskusi-diskusi kami. Sementara saya lebih banyak menjadi pengamat dan siap untuk menggali dokumentasi pengalaman-pengalaman saya dari komputer jinjing untuk dibahas sesuai arah diskusi.

17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Lany RhGuru SD Yayasan Pendidikan Jayawijaya, Kuala Kencana.

Penggerak KomunitasGuru Belajar Timika. [email protected]

Page 23: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 23

Guru BelajarAyo Main! Kolaborasi SD dan SMA Apa jadinya bila Guru SMA memandu siswa-siswa SMA untuk berkolaborasi dengan siswa SD? Lebih berharga dari piala, proses belajar bersama dan karya yang bikin bangga

Di sekolah tempat saya mengajar, yaitu SMA 1 Sragi Kabupaten Pekalongan terdapat ekstrakurikuler sinematografi, dan saya ditunjuk sebagai pembina ekstrakurikuler tersebut. Dalam perjalanannya ekstrakurikuler ini tidak hanya terfokus di bidang perfilman, lebih dari itu melebarkan sayap ke dunia broadcasting dan entertaiment . Karena kebermanfaatan akan lebih banyak. Selain berguna kepada peserta ekstrakurikuler yang akan mengembangkan ilmu sinematografinya. Juga berguna kepada siswa lain, yang tidak mengikuti ekstrakurikuler.

Siswa yang memiliki bakat tertentu bisa menyalurkan dan mengeksplorasi bakatnya di acara-acara yang dibuat tim ekstrakurikuler sinematografi. Misalnya siswa yang memiliki bakat bermusik bisa mengisi acara “Music Cover”, siswa yang memiliki kemauan di bidang bahasa Inggris bisa mengisi acara “Learning Basic English (LBE)”, siswa yang memiliki bakat tertentu seperti

fashion, fotografi, olahraga, teknologi bisa mengisi acara “Tutorial”, siswa yang bisa mengaji dengan tajwid yang baik mengisi acara “Ayo Ngaji”, dan masih banyak yang lainnya.

Acara-acara tersebut nantinya diproduksi oleh tim ekstrakurikuler sinematografi, dan diupload di youtube. Tujuannya agar mendapat tanggapan dari masyarakat dan si pengisi acara mampu belajar dari video tersebut. Setelah banyak video yang disebarkan, ternyata banyak sekali antusias masyarakat yang menonton acara youtube tim ekstrakurikuler sinematografi. Bahkan sampai ada acara yang dilihat oleh 15.000 view penonton. Hal tersebut membuat bangga tim produksi dan pengisi acara.

Pembuatan acara-acara youtube tersebut mampu mengalihkan perhatian siswa untuk tidak melakukan hal-hal negatif. Sepulang sekolah, berdiskusi mengenai acara yang akan diproduksi. Lalu memproduksi dari tahap shooting hingga editing kemudian upload dan

evaluasi video. Siswa tampak antusias sekali membuat sebuah karya. Bahkan hari libur pun, yang harusnya bisa mereka gunakan untuk liburan, malah siswa gunakan untuk membuat acara youtube. Salah satu siswa ada yang pernah berucap “Kalau membuat acara youtube waktu berasa cepet, seneng sekali.”

Seiring berjalannya waktu, saya merasa acara-acara youtube yang dibuat monoton, penonton youtube semakin sedikit. Jika kondisi ini dibiarkan, maka anggota ekstrakurikuler sinematografi semakin lama, semakin bosan. Oleh karena itu perlu evaluasi dan perbaikan acara yang diproduksi.

Tiba-tiba di suatu siang ide muncul, yaitu membuat acara baru “Ayo Main”. Ayo Main adalah acara youtube yang berisi tutorial permainan tradisional. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh makin jarangnya permainan tradisional diketahui dan dimainkan oleh anak-anak. Namun produksi acara ini harus berbeda dari biasanya.

17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Page 24: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 24

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Kemudian ide lain bermunculan, yaitu mengajak kolaborasi anak-anak SD. Jadi anak-anak SD yang akan menjadi talent (model) dalam permainan tradisional tersebut. Nanti anggota ekstra Sinematografi yang notabennya anak SMA sebagai tim produksi.

Tahap berikutnya adalah mencari SD yang mau diajak berkolaborasi. Namun sebelum sampai ke tahap negosiasi dengan SD yang bersangkutan. Saya pikir jika anak SMA yang memproduksi sama saja dengan acara youtube yang terdahulu, hanya beda konsep acara. Sayapun memutar otak, untuk mencari pembeda, mencari sesuatu yang out of the box.

Setelah dipikir panjang, akhirnya konsep akhir acara Ayo Main ditemukan. Siswa-siswa ekstrakurikuler Sinematografi yang sudah saya beri ilmu memproduksi acara youtube, akan menyalurkan ilmunya kepada siswa SD. Siswa yang biasanya menjadi kameramen akan mengajari anak SD yang berminat menjadi kameramen, siswa yang sering menjadi presenter akan mengajari anak SD menjadi presenter, siswa yang sering mengisi

narasi akan mengajari anak SD cara mengisi narasi sebuah acara youtube. Jadi selain mengajarkan permainan tradisional, anak-anak SMA mengajarkan teknologi kepada siswa SD.

Untuk proses negosiasi dengan guru SD pun saya pasrahkan kepada siswa. Hal tersebut agar siswa lebih tertempa mental dalam berhubungan dengan orang yang sudah dewasa, selain itu membantu siswa belajar bernegosiasi.

Setelah jadwal ditentukan saya mendampingi anak-anak ekstrakurikuler Sinematografi memproduksi acara Ayo Main di SDN 01 Wonosari. Ketika sampai SD, anak-anak SD kelas 5 dan 6 sudah menunggu di depan kelas. Kami disambut bak artis ibukota. Semua merubungi kami yang datang membawa alat-alat shooting seperti tripod, kamera, perekam suara, lighting, slider. Alat-alat yang bagi siswa SD asing.

Sebelum proses shooting saya mengumpulkan anak-anak SD dan anggota ekstrakurikuler Sinematografi dalam satu kelas. Saya perkenalkan satu persatu siswa SMA yang ikut. Setelah acara pembukaan

dan perkenalan, acara dilanjutkan oleh siswa SMA.

“Adakah yang ingin menjadi kameramen seperti kakak?” tanya Satrio, salah satu kameramen tim ektrakurikuler Sinematografi

Hampir sebagian besar anak laki-laki menunjukkan jari.

“Saya Kak... saya Kak... saya”

“Memang apa sih tugas kameramen itu” tanya Satrio sambil menghampiri salah satu siswa SD.

“Ehm... apa ya, yang ambil-ambil video ya Kak”, jawab salah satu siswa SD.

“Nah, benar sekali”, sahut Satrio

Akhirnya siswa dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan kemauannya. Yang ingin menjadi presenter dan talent (artis/aktor) bersama Qasasy (salah satu siswa SMA). Adapun yang berminat menjadi kameramen bersama Satrio. Qasasy dan Satrio mengajari siswa-siswa SD layaknya guru mengajari murid. Terlihat sekali Satrio dan Qasasy canggung, apalagi ketika ada anak SD yang memberontak, yang tidak mau diatur, jalan kesana kemari. Dan itu membuat Qasasy

Page 25: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 25

Guru Belajardan Satrio kewalahan. Akhirnya saya turun tangan mengajak berbicara kepada siswa-siswa yang sulit diatur.

Kemudian proses shooting pun dimulai, siswa SD yang diajari Satrio kamera, menjadi kameramen dengan didampingi oleh Satrio. Siswa yang belajar menjadi presenter, menjadi presenter dengan sesekali dipandu oleh Qasasy. Begitu pula siswa SD yang dipilih menjadi talent (model) dalam tutorial pun menjalankan tugasnya. Hari itu kami melakukan shooting untuk 2 episode sekaligus, yaitu episode permainan Boiboinan dan Ular Naga. Ternyata banyak anak SD sebelum kami menjelaskan mengenai permainan tersebut tidak

banyak yang tahu mengenai permainan tersebut. Lagu Ular Naga pun tidak tahu sama sekali, otomatis siswa SD mendapat permainan baru yang bisa dimainkan dengan teman-temannya.

Proyek kolaborasi ini kalau diibaratkan seperti mendayung dua, tiga pulau terlampui. Sekali membuat produksi acara youtube, banyak manfaat yang didapatkan. Bagi anak SD menjadi mengetahui permainan tradisional, dan mengetahui proses pembuatan acara youtube. Adapun bagi anak SMA adalah belajar berbicara di depan umum, belajar bernegosiasi, mengembangkan ilmunya lewat berbagi ilmu.

17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Rizqy Rahmat Hani, S.Pd.Guru Bahasa & Sastra Indonesia

SMA 1 Sragi, Pekalongan. Penggerak Komunitas

Guru Belajar Pekalongan [email protected]

Page 26: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 26

Guru BelajarSafari Seminar Disiplin PositifMenyikapi maraknya penggunaan kekerasan oleh guru, Kampus Guru Cikal berinisiatif mengadakan Safari Seminar Disiplin Positif untuk memperkenalkan prinsip dan sejumlah teknik menumbuhkan kedisiplinan pelajar tanpa kekerasan. Simak ceritanya Dalam beberapa bulan terakhir, ramai diperbincangkan mengenai kasus guru “mencubit” pelajar yang dilaporkan ke pihak kepolisian. Percakapan cenderung mengarah pada pembenaran penggunaan kekerasan untuk mendidik. Banyak yang bertanya bagaimana cara mendisiplinkan pelajar bila tidak boleh menggunakan kekerasan?

Setelah ditanyakan lebih lanjut, ternyata banyak guru yang belum mengetahui berbagai teknik pengelolaan kelas. Kebanyakan teknik yang digunakan untuk mendisiplinkan pelajar adalah perintah, larangan, hadiah & hukuman. Padahal kalau sebatas teknik tersebut, besar kemungkinan guru akan kesulitan mengelola kelas, terpancing emosinya dan kemudian menjurus pada tindakan kekerasan. Bukan salah para guru, karena pendidikan guru lebih menitikberatkan konten dibandingkan pedagogi.

Kondisi tersebut yang mendorong Kampus Guru Cikal berinisiatif mengadakan Safari Seminar Disiplin Positif untuk mensosialisasikan prinsip dan sejumlah teknik untuk menumbuhkan kedisiplinan berdasarkan kesadaran, bukan karena paksaan. Kami pun memposting undangan terbuka kepada satuan pendidikan di jabodetabek yang bersedia menjadi penyelenggara. Ternyata undangan tersebut mendapat respon positif dan terpilih 8 satuan pendidikan menjadi penyelenggara dengan ketentuan seminar terbuka untuk guru secara umum.

Penyelenggara Safari Seminar Disiplin Positif Jabodetabek adalah Madrasah Ibtidaiyah Al Husna - Bintaro, MAN 15 Jakarta - Jakarta Timur, SMAN 13 Depok, Yayasan Perguruan Annurmaniyah Tangerang, Rumah Baca HOS Tjokroaminoto Bekasi, PKBM Kak Seto Bintaro, Kinderfield Permata Harapan School - Jakarta Barat dan SD Yasporbi III Jakarta Selatan. Penyelenggaranya beragam dan cukup tersebar di berbagai area Jabodetabek. Hanya Bogor yang tidak terwakili.

Kampus Guru Cikal pun membentuk tim yang terdiri dari Imelda Hutape, Bukik Setiawan, Indriyati Herutami, Puti Hamid, Reza Oli, Anisa Mardatila, Puti Damayanti, Chusnul Chotimah dan Baja Seto. Meski setiap kali kesempatan hanya ada dua pemandu, tapi anggota tim ada banyak karena harus menyesuaikan jadwal mengajar setiap guru.

Meski menggunakan istilah seminar, bukan berarti ada narasumber yang terus berbicara sementara peserta selalu mendengarkan. Penggunaan istilah seminar lebih mengacu pada tujuannya yaitu penyebaran ide disiplin positif kepada sebanyak mungkin guru. Tantangannya adalah bagaimana dalam dua jam durasi seminar, peserta bisa mengalami, menyaksikan dan dan mempelajari Disiplin Positif.

Dua jam seminar pun jadi padat karena peserta diajak bergerak melakukan simulasi, menyaksikan cuplikasin film, berdiskusi kelompok dan kelas, hingga tanya jawab. Tidak ada waktu buat melamun, apalagi

merasa bosan. Sepanjang waktu proses belajar berlangsung dengan melibatkan semua peserta. Meski begitu, beberapa kali proses belajar harus disesuaikan mengingat perbedaan jumlah dan kebutuhan peserta seminar.

Ditengah proses safari seminar disiplin, isu kekerasan oleh guru masih saja terdengar (Baca tulisan Kekerasan dan Disiplin Positif). Meski begitu kami tetap semangat karena yakin isu kekerasan hanya dapat diselesaikan melalui pendidikan. Terlebih ada donatur yang memberi dukungan untuk mereplikasi Safari Seminar Disiplin Positif di Jawa Timur.

Singkat cerita, undangan dan pemilihan penyelenggara pun dilakukan hingga jadwal Safari Seminar Disiplin Positif di Jawa Timur tersusun. Awalnya diskusi panjang melalui WA atau inbox Facebook hingga mencapai suatu kesepakatan bersama.

Sosialisasi Disiplin Positif, yang di adakan di 6 daerah yaitu Bojonegoro, Kediri, Malang, Jember, Surabaya dan Sidoarjo, melibatkan Komunitas Gusdurian Bojonegoro, Sekolah Alam Ramadhani, Program Studi Psikologi FISIP Universitas Brawijaya, Komunitas Guru Belajar Jember, Komunitas Guru Belajar Surabaya, SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo dan SD Pembangunan Jaya Sidoarjo. Enam daerah, enam hari, satu semangat, guru belajar. Bila Anda berminat belajar Disiplin Positif, silahkan hubungi narahubung setiap daerah yang tercantum di poster kegiatan. Sampai jumpa!

17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Page 27: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 27

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Imelda Hutapea menjelaskan Disiplin Positif yang meyakini bahwa setiap anak bisa berpikir &

mengembangkan perilaku positif.Lokasi: MAN 15 Jakarta

Riza Oli sedang memandu diskusi kelompokpara guru, berpindah dari satu kelompok ke

kelompok lain.Lokasi: SMAN 13 Depok

Belajar bukan ketika mengkonsumsi, tapi ketika mengkonstruksi pengetahuan. Diskusi kelompok

salah satu caranya. Lokasi: SMA Annurmaniyah - Tangerang

Anisa Mardatila menyimak proses belajar yang terjadi di kelompok. Karena guru bukan hanya

bicara, tapi juga mendengar. Lokasi: SMA Annurmaniyah - Tangerang

Bukik Setiawan dan Riza Oli sedang menjelaskan mengenai kesepakatan kelas yang salah satu

poinnya semua orang aktif terlibat.Lokasi: SMAN 13 Depok

Setelah seminar, Tim Kampus Guru Cikal berbincang dengan Kepala Sekolah dan Wakil

Kepala Sekolah.Lokasi: MAN 15 Jakarta

Page 28: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 28

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Puti Hamid sedang berbagi pengalaman mempraktikkan disiplin positif di kelas yang

dipandunya. Lokasi: Madrasah Ibtidaiyah Al Husna - Bintaro

Siapa bilang yang belajar hanya guru yunior? Guru senior pun semangat belajar Disiplin Positif.

Belajar tak kenal usia kan?! Lokasi: PKBM Kak Seto

Imelda Hutapea memandu pengalaman belajar dengan pengelolaan suara, ritme dan alat bantu

sederhana. Kelas besar pun bisa dikelola.Lokasi: PKBM Kak Seto

Foto bersama dengan puluhan guru yang bersemangat belajar Disiplin Positif. Tidak kalah

dengan anak muda *ehLokasi: Madrasah Ibtidaiyah Al Husna - Bintaro

Indriyati Herutami sedang memandu presentasi kelompok tentang pengertian Disiplin Positif.

Lokasi: Rumah Baca HOS Tjokroaminoto

Rumah baca yang dikeliling sawah tidak menyurutkan semangat guru belajar Disiplin

Positif. Lokasi: Rumah Baca HOS Tjokroaminoto

Page 29: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 29

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Karena tugas pendidik BUKAN membuat jera pelajar dengan menggunakan hukuman, tapi membantu pelajar mengembangkan

perilaku positif menggunakan dialog, refleksi dan konsekuensi. Kampus Guru Cikal

Page 30: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 30

Debat Publik Pendidikan | #Debat002

Pekerjaan RumahSetuju atau Tidak Setuju?

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Meski pilihannya dua, tapi ternyata diskusi berkembang sehingga melahirkan 3 pandangan yang berbeda yaitu tidak setuju PR, setuju PR dalam bentuk soal selama jumlahnya dibatasi dan setuju PR dalam bentuk proyek yang dikerjakan anak atau bersama orangtua. Ketiga pandangan tersebut akan ditampilkan di tiga halaman terpisah dan berbeda warna.

Saya tidak setuju dengan PR. biarkan anak2 mencoba hal2 lain (yang positif pastinya ) di luar jam sekolah. Ayu Ekantari

Tidak setuju ada PR. Alasannya: 1. Mata pelajaran di negara kita ini sudah begitu

banyak..bahkan anak-anak SMA harus pulang jam 2 atau mungkin tiba di rumah jam 4 sore. Kapan waktu istrahat? Kapan waktu membantu org tua? Kapan waktu bersosialisasi di lingkungan rumah dan masyarakat? Kapan waktu untuk mempersiapkan pelajaran besok?

2. Bukankah di kurikulum 13 setiap satu KD selesai maka dilakukan penilaian. Artinya semua materi dan ketercapaian KD sudah dicapai lalu dilakukan penilaian. Hanya ketika hasil penilaian tidak mencapai KKM maka perlu pengayaan dan penilaian melalui penugasan.

3. Mengapa banyak peserta didik tidak siap belajar ketika berada dalam kelas.? Karena mereka tidak sempat mempersiapakan diri di rumah untuk pelajaran berikutnya. Padahal seharusnya setiap akhir pelajaran harus disampaikan materi /topik yang akan dibahas pertemuan selanjutnya agar mereka membaca dan mempersiapkan diri sebelum masuk kelas.

4. Guru seharusnya kreatif memikirkan bagaimana pembelajaran yang tidak membosankan atau mengaktifkan siswa sehingga semua indikator dapat tercapai dengan baik di kelas.

Wonder Khayra

Saya kurang setuju PR. Karena mereka terbebani dengan adanya PR jika kebanyakan PR hanya mengacu pada buku teks dan LKS saja. Tidak bisa mengembangkan cara berpikir siswa. Dan siswa pun ogah ogahan, masih banyak prakteknya anak TK saja sudah dapat PR dan ada ujian, dan orang tua kadang msh belum terbuka bahwa yang di perlukan anak kita adalah pendidikan budi pekerti, yang tidak memerlukan nilai, tetapi praktek untuk menciptakan kebiasaan yang baik dan juga perlu keahlian anak untuk menunjang kehidupannya kelak. Sri Mei Nurhayati

Tidak setuju PR. Di sekolah anak sudah berinteraksi dengan materi sekolah. Di rumah, berilah ruang untuk orang tua ikut mendidik anak dengan "kurikulum" masing masing. Karena tiap anak, tiap keluarga berbeda. Tutut Widyatmini

PR hanya beban untuk anak kecuali pr sangat urgen diberikan.... Anak juga wajib mengembangkan diri di luar jam sekolah... Bermain musik, olah raga, hobi yang lainnya... Kita dulu juga waktu sekolah agak sebel kalo diberi PR setumpuk. Karlin

Pekerjaan Rumah yang memicu minat belajar? Yes. Pekerjaan Rumah yang hanya merubah anak menjadi tukang kejar setoran? No.

Isnan Chodri

Pekerjaan Rumah, untuk mendorong anak belajar dan mengulang pelajaran yang telah di berikan, Okey. Pekerjaan Rumah yang terlalu sulit dan sebenarnya tahu anak tidak bakal bisa mengerjakan akhirnya yang mengerjakan orang tuanya, tidak setuju. Lilik Machsunatin

Page 31: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 31

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Saya setuju PR untuk anak kelas 3 SD ke atas. Karena bagi saya tujuan utama PR adalah sebagai bahan review pelajaran sekolah di rumah. Jadi pemberian PR dengan porsi yang tepat diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa, karena tidak semua materi pelajaran dpt diserap oleh anak di sekolah.

Alasan saya kenapa siswa kelas 1 - 2 tidak wajib mendapat PR, karena siswa kelas 1 - 2 SD adalah dunia bermain dan belajar. Pada umumnya mereka masih belajar utk membaca dan menulis. Ketika siswa kelas 1 - 2 SD diberikan PR biasanya 90% dikerjakan oleh orangtua siswa. Secara psikologis mereka masih belum mampu bertanggung jawab penuh dengan tugas2 yang diberikan oleh sekolah. Huda Alexander Kawato

Kalau menurut saya, untuk siswa SD boleh-boleh saja ada PR, tapi dibatasi. Tidak boleh setiap hari, satu minggu 2-3 kali PR dan soalnya jangan terlalu banyak, 2-5 soal. Mengapa? Karena sebenarnya meskipun tidak ada PR anak-anak tetap belajar di rumah. Sebagian besar di lingkungan kami, anak-ana di sore hari sekolah TPQ/TPA. Malamnya mereka juga sekolah Madin. Selain itu, saat di rumah anak-anak bisa belajar membantu orang tuanya, belajar bergaul dengan lingkungan sekitarnya, belajar mengatur waktu istirahat, bermain, ataupun sholatnya. Mereka juga butuh bermain dan kebersamaan dengan keluarganya. Nona Wina.

Saya setuju ada PR untuk peserta didik. PR hendaknya sesuai materi ajar, bentuk pr bisa bervariasi dan tidak harus banyak jumlahnya tapi betul-betul membuat peserta didik mau dengan sadar dan semangat mengerjakan. Dalam memberikan PR juga harus mempertimbangkan waktu pengerjaan dan PR dari masing-masing guru. Yang utama juga, PR harus ditindaklanjuti oleh guru (dibahas, dinilai atau ada apresiasi) tidak hanya diparaf sehingga peserta didik merasa kecewa atau bahkan menyepelekan PR. Francisca Murdwiati

PR sebagai pengingat pelajaran apa saja yang sudah dipelajari hari ini. Hanya PR yang diberi tidak perlu banyak. Alasannya anak-anak mudah lupa sehingga bisa diingatkan kembali waktu mengerjakan PR dan belajar bersama orangtua pastinya. Sophiena Helfrida Magdalena Situmorang

Berikan PR, kemampuan anak berbeda-beda. Yang sewajarnya saja, tapi jika ada anak yang meminta PR lebih dari yang guru berikan, misalnya, “Bu, saya ingin mengerjakan PR 5 halaman”. Karena anaknya yang minta, iyakan saja, besok tinggal kita cek hasil anak tersebut. Catatan penting sebagai guru, bijaksanalah dalam menyikapi keinginan anak. Kemungkinan yang terjadi anak tersebut benar-benar mengerjakan 5 halaman, bahkan bisa jadi besoknya lapor sama gurunya kalau tidak sempat mengerjakan sama sekali dengan alasan versi masing-masing. Itulah dunia anak-anak SD yang pernah saya alami. Saya bijaksana saja menyikapi hal ini, karena PR bisa membuat pengetahuan mereka menjadi lebih baik dan berdampak positif. Erni Erawati

PR perlu diberikan kepada siswa jika waktu pengerjaan tugas di sekolah sempit, guna mendapatkan hasil yang maksimal. Guru perlu mengukur dan menyeleksi benar apa saja tugas yang perlu menjadi PR siswa dan tugas yang harus diselesaikan di sekolah. Ayu Novita Pramesti

Sebenarnya PR bertujuan meningkatan/menambah pemahaman tentang kompetensi yang dipelajari dengan cara tugas terstruktur (banyak dan batas waktu ditentukan guru) dan tugas mandiri yang tidak terstruktur (banyak dan waktu ditentukan siswa). Bagi siswa yang sdh paham sesuai KD dan indikator tdk perlu PR. Siswa yang banyak kesibukan di rumah, PR adalah beban. Misal siswa yang padat kegiatan Les, kursus,ekskul, pengajian atau yang lain. Siswa yang membantu orang tua bekerja di rumah juga menambah beban jika ada PR. Kadang guru memberikan PR tidak diperiksa/dikoreksi sehingga makna PR sia-sia. Kalau ingin membiasakan anak belajar di rumah, orang tua cukup dampingi belajar, tumbuhkan kegemaran belajar sebagai suatu yang dibutuhkan siswa sendiri, bukan paksaan. Made Ariawan

Bagi saya PR itu esensial ketika memang diberikan dengan porsi dan waktu yang tepat, di handle dengan gentle touch dan serius oleh pendidik dan mendapatkan waktu untuk refleksi bisa lewat review atau dikasih PR ulang kalau banyak salah. Karena PR itu kan buat review. Alhamdulillah di sekolah saya, PR itu diatur wktunya dan rentang waktunya 1 minggu ke PR lanjutannya. Qori Sierra Apritta

Page 32: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 32

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Saya setuju ada PR, dengan bentuk yang tepat. Karena ada beberapa hal yang sebaiknya dikerjakan di rumah, bersama orang tua atau siapapun yang tinggal dan berinteraksi dengan anak. Misalnya saja wawancara tentang kehidupan dan pendapat ortu, senior dalam keluarga, tetangga, teman bermain di rumah, atau bahkan yang lebih besar tentang masyarakat sekitar. Jadi, ada baiknya juga ada PR, ketika isinya mendekatkan anak pada lingkungannya, dan bukan sekedar memberi latihan2 soal yang menjauhkan anak dari keseharian sebagai warga di rumah dan kampungnya. Lany Rh

Setuju ada pr dalam bentuk project yang bisa dikerjakan di rumah bersama orangtua. Tujuannya 1. Anak bisa lebih mengeksplorasi ide dan

keingintahuannya 2. Menumbuhkan kreativitas 3. Menjalin komunikasi anak dan orangtua untuk sama

sama belajar 4. Anak dapat mempresentasikan hasil project nya di

sekolah sehingga melatih kemampuan komunikasi, percaya diri, apresiasi terhadap hasil karya, dll..

Jadi bukan PR yang hanya berbentuk menjawab soal soal di buku cetak yaa. Rosiani Putty

Untuk pelajar umur 3 - 9 tahun saya memerkenalkan 'Permainan/Eksplorasi Rumah' (Home Play) dan untuk pelajar umur 10 tahun ke atas saya paparkan kepada konsep 'Proyek Rumah' (Home Project).

Ironis bahwa lema "kerja" di sini mengalami peyorasi yang sedemikian drastis, terutama dari segi psikologi dan segi ekonomi.

Dari segi psikologi murid melihat jarak antara mereka dan orang tua biasanya karena alasan 'kerja', dari segi ekonomi murid melihat bahwa untuk hidup orang harus be'kerja'. Dari dua efek ini 'pekerjaan' diidentifikasi dengan aktifitas yang bersifat negatif/membebani. Jika demikian mau tidak mau konsep tersebut harus berkembang, sebagaimana pendidikan dan pengajaran itu sendiri bukan? Beberapa lema pengganti 'kerja' juga diusulkan oleh bu Rosiani Putty, 'eksplorasi', 'komunikasi' (dialog?), 'presentasi'.

Itu baru dari segi murid, di antara para penggiat-penggiat usia produktif saya berasumsi dan berimajinasi kasar bahwa lema 'kerja' memiliki efek-efek psikologis negatif yang tidak sedikit. Adik Christians Hartono

Saya setuju ada PR dengan beberapa pertimbangan: 1. Jumlahnya tidak terlalu banyak. Baik dari segi jumlah

soal maupun pelajarannya. Nah disinilah diperlukan koordinasi antar guru.

2. PR bentuk soalnya dapat berupa Project yang di dalamnya harus ada keterkaitan antara orang tua, siswa dan juga lingkungan sekitar.

3. PR bisa juga diberikan sebagai sarana latihan atau tambahan bagi siswa yang dirasa perlu penambahan materi.

4. PR diberikan jangan hanya sebagai prasyarat pelengkap tugas untuk mendapatkan nilai minimal yang harus dicapai.

Mas Arifin

Saya setuju bila PR dijadikan sebagai projek, terutama untuk siswa kelas 4 hingga jenjang SMU. Tapi untuk siswa TK Sampai SD kelas 1,2,3, sebaiknya PR tidak perlu diberikan. Biarkan mereka bebas bereksplorasi. Yuni Ta

There is no research to show that homework improves student learning before high school, and it is minimal/questionable on that

level. Alfie Kohn

Page 33: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 33

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Berguru pada Lia & Aan*Tugas guru itu bicara, bicara, dan bicara hingga semua materi pelajaran tuntas tersampaikan. Tapi benarkah tugas guru hanya berbicara? Bila guru hanya berbicara, bagaimana para pelajar bisa belajar mendengarkan?Segelas kopi hitam, semangkok mie goreng isi dua, singkong goreng plus tiga bungkus kripik pisang khas Malino menjadi teman berteduh paling asyik di kantin sekolah. Hujan amat deras, seperti dendam yang mesti dibalaskan. Tanpa jas hujan, menempuh perjalanan pulang 68 KM dari Malino ke Pallangga bukan pilihan yang bijak. Benarlah pepatah: sedia payung sebelum hujan.

Menunggu hujan reda, saya memperhatikan pembicaraan sepasang anak diteras kantin. Usia mereka sepantasan dengan putriku: lima tahunan. Yang perempuan dengan rambut terurai panjang, namanya Aliah Madjid, akrab dipanggil Lia. Usianya tiga bulan lebih tua dari Zhifah. Status bungsu dari tiga bersaudara masih dipegangnya hingga catatan ini dibuat. Lia sekeluarga menghuni salah satu rumah di kompleks asrama sekolah. Anak laki-laki berambut pendek mendekati plontos dipanggil Aan, usianya lima bulan lebih muda dari Lia. Tiga tahun

berturut-turut, Aan berhasil mempertahankan statusnya sebagai anak bungsu, sebelum digantikan adiknya dua tahun yang lalu. Nah, kantin yang saya singgahi ini dikelola oleh orangtuanya.

Apa yang menarik dari pembicaraan kedua anak ini? Dialognya mengasyikkan, padu dan terdengar ‘gurih’. Jika ‘teori bercakap’, mewanti-wanti untuk menatap wajah lawan bicara demi suksesnya suatu percakapan, percayalah, keduanya sudah melakukan itu. Tawa kegembiraan terdengar begitu renyah. Jika Lia yang bercerita maka Aan akan menatap, fokus dan sesekali mengangguk memberikan keyakinan. Begitu juga sebaliknya, tumbuh kesamaan rasa. Saya menyaksikan bagaimanan Aan turun dari kursinya kemudian berdiri menghadap Lia sambil menggerak-gerakkan kedua tangannya, sesekali menggoyangkan badannya kiri-kanan membantu meyakinkan maksud.

Pembicaraan sempat terhenti sejenak ketika Daeng Lela, ibunya Aan mengantarkan teh hangat pesanan mereka. Tapi setelah itu kembali lagi ke dunia mereka yang begitu asyik. Justru di sinilah puncak kehebatannya. Tema boleh berganti ke tema berikutnya, tapi tidak merubah standar penceritaan. Tentang ayunan yang belum sempat diperbaiki, tentang sepeda, tayangan upin-ipin, bakso kesukaan sampai pada teman main yang pernah ‘jahat’. Mereka mampu menertawai berbagai kekonyolan-kekonyolan yang pernah menimpa.

Guru & ‘Active Listening’

Kenapa keduanya bisa terlibat dalam dialog yang tidak membosankan? Tiga puluh tiga tahun silam, Borc & Fawcett[1] dalam Learning Counseling & Problem-Solving Skills, pernah menuliskan tentang ‘active listening’, bahwa untuk menjadi seorang penolong yang handal maka mesti memahami secara baik teknik

Pemandangan di Malino, tempat tulisan ini ditulis

Page 34: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 34

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

mendengarkan. Pada kasus Lia & Aan, ada tiga komponen utama yang jalan seirama yakni doing, saying & observing. Naluri kanak-kanak mengantar mereka mempraktekkan ketiga komponen dengan baik sekali. Ada gerak fisik ketika memberi informasi, begitu juga pada saat menerima umpan balik. Tatapan mata (eye contact), wajah serius menandakan minat yang besar, bahkan menganggukkan kepala memberi dorongan minimal. Hebatnya, satu sama lain tidak mendominasi pembicaraan, tumbuh kepekaan, seakan sadar memberi ruang pada orang lain memasuki dirinya.

Apa sebenarnya yang ingin saya sampaikan? Ini terkait dengan efektivitas fungsi guru sebagai penolong (helper). Guru adalah penolong yang memediasi tumbuhnya fungsi nalar, moral dan berbagai fungsi-fungsi yang lain. Keterampilan mendengarkan mutlak dimiliki oleh setiap guru. Bagaimana mungkin merasakan apa yang dialami peserta didik jika gurunya tidak memiliki waktu yang cukup untuk mendengarkan. Bukankah peran teman sebaya lebih mendominasi hanya karena mereka menyediakan waktu yang cukup untuk mendengarkan keluh-kesah dan segenap kegelisahan sahabatnya? Lalu di mana gurunya?.

Survey kecil-kecilan pernah saya lakukan pada salah media sosial yang paling banyak digunakan oleh peserta didik di sekolah. Dugaan awal benar. Anak-anak itu lebih banyak menuliskan tentang apa yag dirasakan, apa yang dialami serta impian-impian masa depannya di media sosial. Bahkan tentang apa dan bagaimana penerimaan terhadap

gurunya, disertakan dalam cerita itu. Media sosial menjadi tempat yang paling bersahabat untuk bercerita apa saja.

Dugaan saya yang kedua juga benar. Bahwa keterlibatan para guru dalam menjawab ‘kedaruratan’ peserta didiknya di media sosial juga amatlah minim, terlepas apakah seorang guru familiar dengan media sosial. Bukan bermaksud membongkar gagapnya sebagian guru mengikuti perkembangan teknologi informasi, hanya saja, menjadi aneh ketika media sosial lebih bersahabat, lebih bersahaja atau katakanlah lebih ingin ‘mendengarkan’ dibanding kita para gurunya. Lalu siapa yang memberi umpan balik atas keresahan-keresahan yang bergerombol di media sosial itu? Yang jelas bukan gurunya. Teman sebaya biasanya hadir menyisihkan sedikit waktu merespon setiap kegelisahan sahabatnya.

Terhadap kedua dugaan tersebut di atas, akar masalahnya bersumber pada satu hal yakni kurangnya keterampilan kita para guru untuk mendengar. Pola belajar dan membelajarkan yang berlangsung di kelas terlanjur bercorak patriarkhi atau sebutlah bergaya ‘kebapakan’ yang lebih banyak menasehati atau memberi perintah. Bertahun-tahun pola ini berjalan membentuk mindset tersendiri: bukanlah mengajar jika guru belum menceramahi.

Keterampilan mendengarkan ini sederhana tapi memiliki peran sentral dalam pembelajaran. Mengutip kembali Borc & Fawlett, bahwa ada tiga situasi di mana kecakapan mendengarkan ini dibutuhkan. Pertama, ketika penolong (guru) ingin mendorong

keberlanjutan pembicaraan. Kedua, ingin merasakan apa yang dialami oleh orang lain, dan ketiga adalah menunjukkan bahwa kita para guru tertarik dengan apa yang disampaikan oleh peserta didik. Jika saja ketiga situasi ini dapat didalami dengan baik, maka belajar dari pengalaman, peserta didik akan membuka dirinya. Pengalamanku mengatakan, bahwa jika saja anak-anak itu sudah mau terbuka, maka sesungguhnya sebagian masalah mereka sudah terentaskan.

Apa yang lebih penting dari seorang teman, kawan, karib ataupun sahabat kecuali memberi kesempatan untuk bercerita? Belajarlah dari Lia & Aan.

Malino, 15 Desember 2015.

[1] Leslie E. Borck & Stephen B. Fawcett, Learning Counseling & Problem-Solving Skills, The Haworth Press, 1982.

*Tulisan ini pernah dipublikasikan di http://www.usmandjabbar.web.id/

Usman Djabbar MappisonaGuru SMA

Penggerak KomunitasGuru Belajar [email protected]

Page 35: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 35

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

Kekerasan & Disiplin Positif*Kekerasan di sekolah sudah pada tahap gawat darurat. Riset yang dilakukan Plan International dan ICRW menunjukkan 84 persen pelajar di Indonesia pernah mengalami kekerasan (Kompas, 27/2/2015). Angka yang memprihatinkan ini seharusnya digunakan semua pihak untuk merefleksikan perbaikan iklim relasi belajar dan mengajar di sekolah. Sayangnya, banyak pihak justru cenderung permisif terutama ketika pelaku kekerasan adalah guru. Pada kasus guru Bantaeng (5/2016), umpatan “anak setan” diabaikan. Pada kasus guru Sidoarjo, menelanjangi dan mempermalukan murid dilupakan. Kasus terbaru di Makassar, guru memukul murid dan kemudian dibalas oleh orangtua, disensor menjadi pemukulan orangtua terhadap guru semata (Media Indonesia, 11/08/2016). Masyarakat cenderung berpihak pada pelaku kekerasan dan menyerang murid yang pada dasarnya adalah korban kekerasan. Upaya orangtua melaporkan kekerasan anak disalahkan, tapi ketika orangtua main hakim sendiri justru jadi salah.

Ironisnya, sikap permisif pada kekerasan terhadap anak juga ditunjukkan Menteri Muhadjir Effendy yang baru saja dilantik. Menteri Muhadjir Effendy justru menyatakan bahwa untuk mencetak generasi yang kuat, pendidikannya harus keras. Pernyataan itu dikemukakan pertama di rubrik Sudut Istana TVRI (28 Juli), diulang kembali di Kompas (6/8/2016) dan terakhir pada acara peluncuran mobil Formula Hybrid (10/08/2016, Detik.com). Pernyataan itu menggambarkan sikap abai terhadap kondisi gawat darurat kekerasan anak. Alih-alih peduli dan memberi pandangan yang pro anak, Mendikbud justru seolah membuka ruang pembenaran bagi terjadinya kekerasan oleh guru terhadap pelajar.

Pembenaran yang seringkali muncul adalah kekerasan terhadap anak oleh guru boleh dilakukan asal untuk tujuan mendidik. Karena kekerasan diyakini dapat membentuk kedisiplinan siswa. Tapi benarkah kekerasan yang terjadi bertujuan untuk mendidik? Bila bukan menggunakan kekerasan, lalu apa solusi untuk menumbuhkan kedisiplinan siswa?

Kekerasan sebagai metode pendidikan.

Bila kekerasan dianggap metode pendidikan, apakah para calon guru mendapatkan mata kuliah yang mengajarkan metode kekerasan? Logikanya, bila kekerasan menjadi metode pendidikan, maka guru sudah dipersiapkan sebagai pelaksana metode tersebut. Di negara yang melegalkan kekerasan/hukuman fisik, seperti Singapura, aturan & prosedur penggunaan kekerasan dibuat ketat serta guru-kepala sekolah dilatih secara khusus. Namun sejauh pengamatan penulis, tidak ada mata kuliah atau pelatihan di Indonesia yang membekali guru untuk menggunakan kekerasan sebagai metode pendidikan.

Artinya kekerasan oleh guru di kelas selama ini bukan suatu tindakan yang dipersiapkan dan direncanakan. Bukan pula tindakan sengaja yang dipandu kesadaran akan tujuan pendidikan. Tindakan kekerasan adalah tindakan hasil endapan pengalaman relasi emosional antara pendidik dan siwa, tindakan kekerasan terjadi

karena pelaku kehilangan cara meregulasi emosi sehingga hilang kontrol diri ketika perilaku anak tidak sesuai harapannya. Bentuk kekerasan tidak terbatas fisik, bisa diekspresikan dalam bentuk kekerasan verbal dan psikologis, seperti sindiran dan sikap sinis, mempermalukan dan menghina siswa di depan kelas, hingga hukuman fisik.

Sebagai tindakan emosional, kekerasan bukan metode pendidikan. Namun, mengapa kalangan pendidik membenarkan kekerasan boleh digunakan selama bertujuan mendidik? Asumsi yang seringkali tidak disadari dibalik penggunaan kekerasan adalah anggapan bahwa anak bisa dipaksa. Pemaksaan anak untuk melakukan suatu aktivitas tertentu dianggap benar. Pemaksaan dianggap metode membentuk perilaku anak.

Dalam sistem relasi kekuasaan di kebanyakan sekolah, anak adalah pihak yang paling inferior, tidak mempunyai kuasa. Sekolah diatur berdasarkan kebijakan top-down dari pemerintah, kewenangan menentukan nasib siswa berada pada kepala sekolah dan pendapat para guru. Suara anak tidak penting dipertimbangkan dalam mengelola proses belajar dan pengelolaan sekolah. Keputusan apapun harus dipatuhi anak. Bila anak menolak, maka sah dilakukan pemaksaan atau ancaman.

Pemaksaan terhadap anak berangkat dari anggapan kuno bahwa anak adalah kertas kosong, orang yang

Page 36: Surat Kabar Guru Belajar 5 · pendidikan yang lebih baik buat anak kita. ... masing didampingi guru dan kakak ... dan 2 guru pendamping. Selain saya, ada Pak Damas

SURAT KABAR Guru Belajar | 36

Guru Belajar 17 Agustus 2016

Menularkan Kegemaran Belajar

tidak tahu apa-apa. Anak adalah obyek yang diisi kebenaran oleh orang dewasa. Mendengar dan patuh adalah kewajiban yang berlaku hanya untuk anak.

Ironisnya, Ki Hadjar Dewantara dalam bukunya justru mengkritik pemaksaan sebagai ciri pendidikan kolonial. Jadi jangankan kekerasan, pemaksaan terhadap anak pun seharusnya ditinggalkan dalam pendidikan nasional. Anak mempunyai kodratnya sendiri, sehingga pendidik tidak bisa memaksa kodrat anak, hanya bisa menuntun tumbuh kembangnya. Anak bukan kertas kosong, lebih tepat diibaratkan sebagai selembar kertas yang telah ada gambaran buram yang seharusnya diperjelas melalui pendidikan.

Memahami Disiplin Positif

Ketika kasus guru pelaku kekerasan dilaporkan ke polisi, banyak pro-kontra penggunaan kekerasan di berbagai grup media sosial guru. Pertanyaan yang sering diajukan sebagian besar guru adalah bagaimana menumbuhkan kedisiplinan siswa bila tidak boleh menggunakan kekerasan atau hukuman fisik? Rupanya dalam pendidikan guru telah ada seruan tidak menggunakan kekerasan, tapi minim materi mengenai teknik pengelolaan kelas tanpa kekerasan.

Setelah menjadi guru pun, sangat langka, bahkan tidak ada, kesempatan mempelajari pedagogi, khususnya teknik pengelolaan kelas. Hampir semua pelatihan lebih menekankan pada penguasaan konten dan cara menyampaikannya. Padahal kelas yang tidak dikelola secara efektif akan menghambat

proses belajar yang efektif. Apapun konten dan cara mengajar yang digunakan akan terhambat oleh situasi kelas yang tidak kondusif.

Karena itu, penting bagi pemerintah memberi kesempatan pada guru untuk belajar mengenai pengelolaan kelas. Dalam konteks kekerasan, guru penting belajar mengenai disiplin positif, metode metode menumbuhkan kedisiplinan siswa tanpa kekerasan. Metode yang berpijak pada keyakinan bahwa anak bukan kertas kosong, tapi makhluk pembelajar yang secara alami telah mempunyai kemauan dan kemampuan belajar sejak lahir.

Guru dan siswa diyakini sebagai dua pihak yang harus saling mendengarkan, memahami dan menghargai untuk mengembangkan kesepakatan dan proses belajar yang bermakna bagi kedua belah pihak. Dengan menguasai disiplin positif, guru belajar memahami psikologi anak dan menggunakan pemahaman tersebut untuk membangun proses pengelolaan kelas yang efektif.

Berbeda dengan pendekatan konvensional, disiplin positif menolak melakukan pemaksaan terhadap siswa baik melalui hukuman maupun pemberian ganjaran. Pemaksaan siswa hanya menghasilkan perilaku positif yang semu. Siswa berperilaku positif ketika ada guru dan orangtua, tapi kehilangan kendali dan mudah terkena godaan ketika jauh dari orangtua dan guru.

Pemaksaan dan ganjaran adalah wujud disiplin negatif, yang telah diperingatkan dampak negatifnya oleh Ki Hadjar Dewantara. Anak-anak berperilaku bukan karena kemauan sendiri tapi lebih karena

menghindari hukuman atau ingin mendapatkan hadiah. Keterpaksaan semacam itu yang menurut beliau merusak budi pekerti anak. Anak bertindak bukan karena kesadaran dari dalam diri, tapi semata tuntutan dari lingkungan eksternal. Dari pernyataan terlihat kesejajaran pandangan disiplin positif dengan pandangan Bapak Pendidikan Nasional kita. Anak menjadi subyek utama dalam pendidikan.

Semoga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sekarang pun berpandangan serupa, subjek utama pendidikan adalah anak sebagai titik navigasi awal diletakannya kebijakan pendidikan yang menempatkan martabat anak sebagai calon pemimpin yang suaranya penting untuk didengar negara.

*Versi singkat tulisan ini diterbitkan di Jawa Pos, Senin, 15 Agustus 2016

Bukik Setiawan.Dosen Kampus Guru Cikal dan

Penulis Buku Anak Bukan Kertas Kosong