1 Tugas Summary PIHI Jurusan/NPM : Ilmu Hubungan Internasional / 1306408725 Vladimir Ilyich Ulyanov “Lenin”—Suara Revolusi Proletar Vladimir Ilyich Ulyanov, atau lebih dikenal dengan nama Lenin adalah “Leader of the Proletariat Revolution”, sebuah gerakan yang menentang kaum borjuis di Russia pada saat First Comintern Congress di Kremlin, Moskow, Rusia pada bulan Maret 1919. 1 Lenin tidak saja dikenal di negaranya, namun juga di negara-negara tetangga seperti Jerman, Austria dan Perancis. 2 Maka, ia merupakan perwakilan pergerakan kelompok kelas proletar pada saat itu yang menentang kaum borjuis. Ia adalah penganut paham Marxisme, yang kemudian ia kembangkan menjadi sebuah pahamnya, yaitu Leninisme. Ia memiliki pandangan bahwa pemisahan antara teori dan praktik merupakan suatu hal yang tidak logis. 3 Dengan demikian, meskipun ia dipengaruhi oleh Marx yang mengejawantahkan teori-teori, namun Lenin lebih condong terhadap pelaksanaan dari teori-teori tersebut (praktis). Ia tidak segan-segan untuk mengatakan bahwa Marx merupakan seorang yang utopis. 4 Lenin merupakan Ketua Dewan Komisar Uni Soviet pertama setelah pembentukan federasi Uni Soviet pada tahun 1922. 5 Dari pelbagai hasil-hasil karyanya, ia memilki buku yang paling dikenal, yaitu Imperialism: The Highest Stage of Capitalism yang ia tulis pada saat Perang Dunia I. 6 Lalu, terdapat pula alasan Lenin memutuskan untuk mengatakan bahwa alasan dimulainya sebuah perang adalah akibat kapitalisme, sesuai yang tertera dalam karyanya, Marxist-Engels Marxism. Kedua hal tersebut akan menjadi kajian utama dilengkapi dengan kritikan terhadap masing-masing. Untuk memperdalam argumentasi, tulisan ini dibantu oleh sumber-sumber mengenai kedua topik tersebut. 1 J. Guralsky, About Lenin, (Moscow: Progress Publishers, 1956), hlm. 8 2 Vladimir Ilyich , Marx-Engles Marxism , (Moscow: Progress Publishers, 1965), hlm. 96 3 Klara Zetkin, My Recollections of Lenin, (Moscow: Foreign Language Publishing House, 1956), hlm. 31 4 Vladimir Ilyich, Op Cit., hlm. 149 5 Vladimir Ilyich , Marx-Engles Marxism , (Moscow: Progress Publishers, 1965), hlm. 145 6 Paul R. Viotti, and Mark V. Kauppi, International Relations Theory, (New York: Pearson, 2010), hlm. 191
12
Embed
Summary Tokoh PIHI "Vladimir Ilyich Ulyanov “Lenin”—Suara Revolusi Proletar"
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
Tugas Summary PIHI
Jurusan/NPM : Ilmu Hubungan Internasional / 1306408725
Vladimir Ilyich Ulyanov “Lenin”—Suara Revolusi Proletar
Vladimir Ilyich Ulyanov, atau lebih dikenal dengan nama Lenin adalah “Leader
of the Proletariat Revolution”, sebuah gerakan yang menentang kaum borjuis di Russia pada saat
First Comintern Congress di Kremlin, Moskow, Rusia pada bulan Maret 1919.1 Lenin tidak saja
dikenal di negaranya, namun juga di negara-negara tetangga seperti Jerman, Austria dan
Perancis.2 Maka, ia merupakan perwakilan pergerakan kelompok kelas proletar pada saat itu
yang menentang kaum borjuis. Ia adalah penganut paham Marxisme, yang kemudian ia
kembangkan menjadi sebuah pahamnya, yaitu Leninisme. Ia memiliki pandangan bahwa
pemisahan antara teori dan praktik merupakan suatu hal yang tidak logis.3 Dengan demikian,
meskipun ia dipengaruhi oleh Marx yang mengejawantahkan teori-teori, namun Lenin lebih
condong terhadap pelaksanaan dari teori-teori tersebut (praktis). Ia tidak segan-segan untuk
mengatakan bahwa Marx merupakan seorang yang utopis.4 Lenin merupakan Ketua Dewan
Komisar Uni Soviet pertama setelah pembentukan federasi Uni Soviet pada tahun 1922.5 Dari
pelbagai hasil-hasil karyanya, ia memilki buku yang paling dikenal, yaitu Imperialism: The
Highest Stage of Capitalism yang ia tulis pada saat Perang Dunia I.6Lalu, terdapat pula alasan
Lenin memutuskan untuk mengatakan bahwa alasan dimulainya sebuah perang adalah akibat
kapitalisme, sesuai yang tertera dalam karyanya, Marxist-Engels Marxism. Kedua hal tersebut
akan menjadi kajian utama dilengkapi dengan kritikan terhadap masing-masing. Untuk
memperdalam argumentasi, tulisan ini dibantu oleh sumber-sumber mengenai kedua topik
tersebut.
1 J. Guralsky, About Lenin, (Moscow: Progress Publishers, 1956), hlm. 8 2 Vladimir Ilyich , Marx-Engles Marxism , (Moscow: Progress Publishers, 1965), hlm. 96 3 Klara Zetkin, My Recollections of Lenin, (Moscow: Foreign Language Publishing House, 1956), hlm. 31 4 Vladimir Ilyich, Op Cit., hlm. 149 5 Vladimir Ilyich , Marx-Engles Marxism , (Moscow: Progress Publishers, 1965), hlm. 145 6 Paul R. Viotti, and Mark V. Kauppi, International Relations Theory, (New York: Pearson, 2010), hlm. 191
2
Seorang radikal diasumsikan berasal dari keluarga yang tertindas, namun ini tidak
demikian bagi Lenin.Lenin lahir pada tanggal 10 April 1870 dan memiliki seorang kakak,
Alexander Ulyanov dan empat saudara perempuan.7 Meskipun tidak memiliki anak dengan
Nadehzda Kruspkaya, ia meninggalkan jutaan ‘keturunan’ penganut ideologinya.8 Dalam
beberapa biografi, seperti yang ditulis oleh P. Pospelov, Vladimir Ilyich Lenin, Biografiya,
ditemukan bahwa Lenin memiliki darah keturunan Volga Jerman dari ibunya.9 Sementara dari
bapaknya, ia keturunan dari Kalmuk, yaitu suku penganut Budha yang memiliki ciri fisik
Mongol.10
Maka, dapat diperhatikan , Lenin memiliki fisik mata seperti ras Mongol pada
umumnya. “Lenin” pun bukanlah merupakan nama yang termasuk dalam nama lahirnya. Lenin
merupakan nama penanya, yang pada awalnya didapatkanya dari Lena River di Siberia.11
Ia
merupakan seseorang yang dikenal fasih dalam bahasa-bahasa asing seperti Jerman, Latin, dan
Inggris.12
Lenin dikenal sebagai sosok yang murah senyum dan tidak membeda-bedakan
orang.13
Dalam buku yang ditulis oleh Clara Zetkin, My Recollections of Lenin menyebutkan
bahwa ketika Lenin sedang membawakan pidato, ia selalu memandang para kaum proletar
merupakan bagian dari pendengarnya.14
Selama ia memerintah, Lenin sengaja tidak
menggunakan bodyguard karena ia ingin berinteraksi dan merasakan langsung keadaan
masyarakat sosial yang ada.15
Ia pun pernah mengatakan bahwa seharusnya tidak ada pembuatan
organisasi baru untuk perempuan karena menurutnya semua anggota komunis, baik pria maupun
wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama.16
Disitulah, ia menggarisbawahi bahwa
gerakan separatis perempuan yang gencar dilakukan di negara-negara Barat justru adalah à la
rebours (kontradiksi) dari kesetaraan. Dengan demikian, melihat segala dinamika yang terjadi
saat ia berpolitik, ia pun melontarkan sebuah pernyataan bahwa Perang Dunia I adalah
Imperialist War.17
7 Louis Fischer, The Life of Lenin, (New York: Harper & Row Publishers, 1964), hlm. 1 8 Ibid. 9 Ibid. 10 Ibid. hlm 2 11 Ibid. hlm 5 12Ibid hlm. 12 13 Clara Zetkin, Op Cit., hlm. 14 14 Ibid. 15 Ibid. 16 Ibid. 17 J. Guralksy, Op Cit., hlm. 15
3
Radikalisme Lenin dimulai ketika ia mendapatkan kakaknya, Alexander yang pada saat
kuliah pada tahun ketiganya, mendapatkan hukuman mati karena tuduhan pencobaan bom bunuh
diri terhadap Alexander III yang merupakan pemimpin Rusia (tsar) pada saat itu.18
Setelah itu, ia
memantapkan tujuan hidupnya, yaitu untuk melawan kapitalisme dan kaum borjuis. Lenin
mengatakan bahwa saat ini terdapat the rule of the vested interest dari negara-negara kapitalis,
seperti Amerika, Jepang, India dan juga Rusia dibawah naungan tsar.19
Dengan bantuan istrinya
yang merupakan tangan kanannya dan juga pengikut Marxisme, ia bertekad untuk membuat
sebuah revolusi working-class.20
Lenin melihat sebuah revolusi working class sebagai suatu hal yang tak terelekkan.
Merujuk pada bukunya yang telah disebutkan di atas, Imperialism: The Highest Stage of
Capitalism. Dari bukunya, ia mengutip dari Hobson bahwa ia setuju alasan dibalik negara
kapitalis melakukan sebuah kolonisasi adalah underconsumption dan overproduction.21
Dengan
adanya overproduction, kapitalisme mengasumsikan hal tersebut sebagai motivasi the use of
values.22
Inilah yang mendorong bangsa kapitalis melakukan sebuah kolonisasi yang nantinya
menyebabkan mereka berperang antarsesama. Selanjutnya, Lenin juga mengutip dari seorang
Sosial-Demokrat asal Jerman, Hilfderding bahwa kebijakan imperialis membuat negara
melakukan monopoli terhadap suatu produksi dan menyudutkan domestic markets dan dengan
itulah muncul keinginan penambahan raw materials sehingga mengakibatkan negara-negara
imperialis tersebut berlomba-lomba mencari ‘mangsa’ untuk dieksploitasi.23
Dari perspektif Karl
Marx, dengan adanya imperialisme justru akan menimbulkan permasalahan yang makin pelik,
dimana para buruh akan di-PHK atau pengurangan upah.24
Maka, the rates of profits justru akan
menurun. Belum lagi dengan adanya the rates of profits tersebut, para proletar atau working-
class akan sadar akan rasa tertindas dan kemungkinan adanya kemungkinan gerakan
revolusioner menentang kaum kapitalis borjuis semakin besar.
18 Ibid hlm.15 19 Clara Zetkin, Op Cit., hlm.13 20 Ibid hlm. 16 21 Viotti dan Kauppi, Op Cit., hlm. 191 22 Paul Zarembka, “Lenin as Economist of Production: A Ricardian Step Backwards” dalam Science & Society, Vol. 67, No.3 (2003), hlm.276-302 23 Viotti dan Kauppi, Op Cit., hlm. 191 24 Vladimir Ilyich, Op Cit., hlm. 150
4
Berkaitan dengan hal diatas, Lenin menganggap imperalisme didorong dari economic
force.25
Dengan demikian, kemungkinan terjadinya konflik sangatlah besar karena sudah
menyangkut kepentingan ekonomi. Dengan prinsipnya “equal among equals”, Lenin mengkritik
kebijakan imperialisme membawa kesejahteraan.26
Ia pun mengatakan bahwa imperialisme
bukanlah sebuah pilihan. Imperialisme, menurutnya hanya memenuhi kepentingan kaum kapital
yang berada diatas dan menginjak kaum buruh dan proletar.27
Sebagai teoritis sekaligus praktisi, Lenin sangat menghargai keseimbangan diantara
kedua hal itu. Ideologi Lenin juga memikat banyak pemikir, terutama di Third World
Countries.28
Lenin membuktikan banyak teorinya dengan keberhasilan berdirinya Uni Soviet dan
bertahannya federasi tersebut.Lenin pun kerapkali mengkritik sebagian gerakan revolusi yang
bersejarah. Salah satunya adalah Revolusi Prancis. Disitu, terdapat semboyan yang sangat
dikenal yang menjadi pondasi negara Perancis “liberté, égalité, fraternité“ yang menjunjung
tinggi kesetaraan dan kebebasan dianggap merupakan antipoda dari kesetaraan terhadap
working-class itu sendiri.29
Pada akhirnya, ketika Perancis diambil alih setelah revolusi, kaum
borjuis yang menjadi penguasa yang nantinya akan kembali menindas kaum proletar. Dalam
buku Credo, Lenin mengkritik keras penulis karena telah memiliki persepsi yang salah terhadap
asumsi bahwa working-class di Barat tidak turut serta dalam menuntaskan kebebasan politik,
seperti halnya pada Chartist Movement pada tahun 1848 di Perancis, Jerman dan Austria.30
Dengan demikian, Lenin tidak hanya saja mengucapkan kata-katanya, namun juga membuktikan
teori-teori selama ia menjabat sebagai Dewan Komisaris Uni Soviet.
Lalu, Lenin pun sangat menghargai ”the rights of self determination for all nations” dan
segala aneksasi tidak diperbolehkan.31
Dari sudut pandangannya, negara harus saling mengakui
keberadaan satu sama lain, bahkan yang tertekan sekalipun. Misalkan, pada abad ke-19, Belgia
yang masih dalam naungan Belanda harus mengakui keberadaan dari Irlandia sebagai negara
25 Viotti dan Kauppi, Op Cit. hlm. 191 26 Ibid. hlm.192 27 Ibid. 28 Ibid. 29 Ibid. hlm. 92 30 Vladimir Ilyich, Op Cit., hlm. 96 31 Louis Fischer, Op Cit., hlm. 87
5
yang juga masih di bawah Britania Raya.32
Maka, Lenin tidak mengindahkan aksi-aksi negara
kapitalis dalam kolonisasinya. Tujuan Lenin berbeda dengan negara Barat pada umumnya, yaitu
“the inevitable merging of nation” dengan revolusi sosialis. Jika ditinjau, sebenarnya maksud
dari Lenin pun sama dengan negara-negara Barat, yang berbeda adalah negara kapitalis
menargetkan dalam mendapatkan sumber daya alam untuk dieksploitasi, sementara Uni Soviet
ingin lebih mengarah pada pengaruh ideologis.
Berkaitan dengan di atas, pandangan Lenin tidak selalu sesuai dengan realita yang ada.
Marxisme berargumentasi bahwa pemicu terjadinya perang adalah kapitalisme.33
Dalam
pandangan Lenin, negara dengan monopoly capital memerlukan perang, yaitu antaraliansi
imperial tidak dapat menghindari sebuah perang.34
Namun, hal ini tidak terjadi seperti yang
diharapkan oleh Lenin. Negara-negara komunis, seperti Uni Soviet, RRC dan Vietnam nantinya
terlibat dalam peperangan antarsesama dan mereka tentunya bukanlah bagian dari negara
imperialis.35
Di lain sisi, negara-negara kapitalis dapat hidup berdampingan dengan melakukan
hubungan yang damai.36
Contoh yang lain adalah ketika Britania Raya dan Perancis saling
melakukan konfrontasi di Fashoda, Sudan dengan maksud Britania Raya ingin melakukan
ekspansi pengaruhnya dari Afrika Selatan hingga Mesir, sementara Perancis ingin meluaskan
pengaruhnya dari barat hingga timur Afrika.37
Jika disesuikan dengan teori Lenin mengenai
monopoly capital sebagai pemicu perang dan terjadi perang di tempat itu juga, pemikiran Lenin
ada benarnya. Namun, yang terjadi bukanlah demikian. Britania Raya dan Perancis sama sekali
tidak melakukan perang di Fashoda dan perang baru terjadi 16 tahun kemudian. Perang itu pun
bukan di Afrika, melainkan di Eropa.Maka, pernyataan Lenin terhadap perang yang disebabkan
oleh kapitalisme kurang tepat.
Pada tanggal 9 November 1917, Lenin mengumumkan ‘Decree of Peace’ yang berisikan
Uni Soviet tidak menginginkan melanjutkan perang dan pemerintah akan membuka diplomasi
yang tersirat yang pernah terjadi pada zaman tsar berkuasa dan akan melakukan full publication
32 Ibid. 33 Joseph S. Understanding International Conflicts: An Introduction to Theory and History, (London: Longman, 1997), hlm. 36 34 Ibid. 35 Ibid. 36 Ibid. 37 Ibid. hlm.63
6
terkait hal tersebut.38
Hal ini merupakan ancaman serius bagi Woodrow Wilson yang pada saat itu
juga melakukan persuasi kepada masyarakat dunia mengenai ‘Wilson’s Fourteen Points’ yang
salah satu butirannya membawa ‘self-determination’, layaknya Lenin. Yang membedakan kedua
tokoh internasional adalah perbedaan ideologi, yaitu komunis dan liberalis. Lenin pun telah
membeberkan perjanjian-perjanjian terselubung yang dilakukan antarnegara Eropa seperti
Perancis dan Inggris saat Perang Dunia I berlangsung.39
Ini mengindikasikan bahwa negara-
negara Eropa saat itu tidak berniat dalam mendukung ‘Wilson’s Fourteen Points’. Permasalahan
dalam terjadinya miskonsepsi antarkedua pemimpin negara tersebut ialah perbedaan latar
belakang ideologis terdapat dari Woodrow Wilson. Wilson dikritisi memiliki one-track mind, di
mana ia mencoba untuk mencocokkan kepingan puzzle (Uni Soviet) ke dalam kumpulan puzzle
lainnya (sistem demokrasi), tetapi selalu kembali berserakan.40
Ini dikarenakan seumur
hidupnya, Wilson dibesarkan dalam demokrasi dan jalar pikirnya pun dipengaruhi oleh ideologi
tersebut.41
Lenin pun, setelah itu, memberikan alternatif dari ide ‘self-determination’ yang
diusung oleh Woodrow Wilson, yaitu dengan mengajak seluruh masyarakat internasional untuk
mengangkat senjata dan serdadu dalam memerangi kapitalis dan imperialis sehingga dapat
memulai world revolution.42
Disini yang dimaksud Lenin dalam world revolution adalah sebuah
gerakan secara besar-besaran yang diikuti oleh kaum proletar dan yang tertindas dalam
memerangi kaum petty-bourgeois yang kapitalis. Menurut Lenin, hanya dengan revolusilah yang
dapat menyelesaikan perang yang acapkali terjadi dan prinsip ‘self-determination’ dapat
dilaksanakan.43
Dalam memahami alasan keputusan yang dibuat oleh seorang pemimpin, diperlukan
pengetahuan terlebih dahulu mengenai wataknya. Lenin merupakan tokoh yang kontroversial. Di
Barat, ia merupakan musuh bagi sistem kapitalis, sementara di Timur ia adalah seorang
pahlawan dan bapak revolusi, terutama bagi Uni Soviet. Ia dikatakan sebagai unchallenged
leader of the party.44
Berkaitan dengan hal tersebut, bagi partai, Lenin merupakan uncrowned
38 Torbjørn Lindstrøm, A history of International Relations theory: An Introduction, (Manchester: Manchester University Press, 1993), hlm. 187 39 Ibid. hlm. 188 40 Louis Fischer, Op Cit., hlm. 300 41 Ibid. 42 Torbjørn Lindstrøm, Op Cit. hlm.188 43 Ibid. 44 Clara Zetkin, Op Cit. hlm. 13
7
king, its head dan its heart.45
Ini mengindikasikan pentingnya peran Lenin dalam partai komunis
di Uni Soviet. Lenin, seperti Paman Sam di Amerika Serikat, sudah menjadi simbol Uni Soviet,
“a giant spirit of will.46
Ia tinggal di Kremlin, namun pada saat ia menjabat, segala properti yang
ada sangatlah sederhana.47
Dikarenakan sangat simpatik dengan kondisi yang ada di negaranya,
Lenin pernah memberikan makanannya berupa parsel yang dikirimkan oleh rekan-rekannya
kepada orang-orang yang membutuhkannya.48
Ia pun bukanlah seorang yang ignorant, dimana
Lenin tetap dapat berbahasa asing, seperti Jerman, Latin, terutama Inggris kepada pengunjung
Amerika.49
Sebagai Marxist, ia mempercayai ‘ class struggle’, dimana menurutnya perang sipil
merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan.50
Jadi, ‘class struggle’ adalah embrio dari
perang sipil. Hal menarik mengenai Lenin adalah ketika ia melakukan kesalahan dan jatuh, ia
pun bangkit dan mencoba lagi.51
Selain itu, Lenin memiliki satu prinsip dan hanya prinsip itulah
yang ia pegang yang membuat pengikutnya sangat kagum.52
Namun, tidak semua berhubungan
dengan kepribadian dalam Lenin adalah positif. Pada saat ia melakukan orasi, ia sering
melakukan pengulangan.53
Ia dikritisi sangat serakah dan haus kekuasaan.54
Lenin pun terlalu
fokus terhadap working-class dan secara kelas saja dan mengabaikan kesejahteraan individu bagi
masyarakat negaranya.55
Maka, banyak sekali kelaparan yang terjadi di Uni Soviet. Lenin dapat
dipuja-puja sebagai pahlawan dan bapak revolusi sosialis, namun ia pun disalahkan dalam
membuat rakyat lebih sengsara dan melarat dari sebelumnya. Ia pun memiliki kebiasaan buruk
merokok secara berlebihan.56
Berkaitan dengan ‘class struggle’, Lenin memiliki teori concentric dictatorship, yaitu
fokusnya terhadap segala aspek dalam kehidupan, seperti sosial, budaya, dan politik diserahkan
45 Victor Chernov, “Lenin” dalam Foreign Affairs, Vol.2, No.3, Council on Foreign Relations (Maret 1924), hlm. 366-372 46 J. Guralsky, Op Cit. hlm.13 47 Clara Zetkin, Op Cit. hlm . 15 48 J. Guralsky, Op Cit. hlm. 38 49 Ibid. hlm. 119 50 Chernov, Loc Cit. 51 Ibid. 52 Ibid. 53 Ibid. 54 Ibid. 55 Ibid. 56 Clifford M. Foust, “Lenin” dalam The University of North Carolina Press, Vol. 46, No.4, University of North Carolina Press (Januari 1963) hlm. 135-141
8
penuh oleh pemerintah pusat.57
Namun, ini bertentangan dengan aplikasi Theory of Dictatorial
Socialism dimana dalam sosialisme yang murni, terdapat demokrasi ekonomi.58
Dengan tetap
memakai sistem yang dianut Lenin, bukan tidak mungkin terjadi berbagai clash dan
menghancurkan partai itu sendiri dari dalam.59
Maka, berdasarkan analisa dari teori yang ada,
dalam praktiknya, komunisme akan menghadapi clash dalam internalnya jika tidak dibarengi
adanya demokrasi ekonomi.
Lalu, keberhasilan Lenin dalam mendapatkan simpati massa di negaranya adalah kualitas
kepribadiannya. Kualitas yang ia miliki bermain penting dalam mewujudkan pergerakan-
pergerakan radikalnya yang menentang keras kapitalisme. Ia memiliki rahasia dalam memenuhi
kualitas kepribadiannya tersebut. Rahasia dalam pengaruhnya adalah bukanlah dikarenakan ia
dapat menggerakan massa sebagai pemimpin, tapi ia dapat menempatkan dirinya sebagai bagian
dari massa dan memimpin massa tersebut pada saat bersamaan.60
Dengan demikian, berpegang
dari sifatnya yang sangat peka, ia dapat menjadi pemimpin dari sebuah negara federasi dengan
populasi 160 juta jiwa.61
Dari populasi Uni Soviet tersebut, 80 persen dari mereka adalah dari
working-class, kelas proletar. 62
Lenin mempercayai pergerakan didasarkan dari working-class, dimana tidak ada
pemisahan yang ketat antara buruh dan pemimpin revolusi intelektual.63
Tidak seperti pada
umumnya, pemimpin yang memiliki ‘garis pemisah’ dengan massa, Lenin terus menerus
menetapkan dirinya sebagai bagian dari massa. Dalam perspektif liberal, hak-hak seperti free
speech dan demokrasi bukan merupakan kepentingan para proletar.64
Menurut para ekonom
liberal, para buruh hanya dapat menunggu hingga terjadi sosialisasi alat-alat produksi. Lenin
melihat ini sebagai ancaman keterbelakangan organisasi politik. Dengan demikian, ia
menyatakan kaum borjuis sebagai musuh dari proletar. Kaum proletar berdiri sebagai kaum
57Chernov, Loc Cit. 58 Ibid. 59 Ibid. 60 Maurice Dobb, “Lenin” dalam The Slavonic and East European Review, Vol. 19, No. 53/54, The Slavonic Year-Book (1939-1940) hlm. 34-54 61 Ibid. 62 Louis Fischer, Op Cit., hlm. 310 63 Maurice Dobb, Loc Cit. 64 Ibid.
9
oposisi sekaligus sebagai pressure group karena kaum proletar berhak dalam berpartisipasi
dalam politik.65
Dalam salah satu karyanya, yaitu State and Revolution, menjelaskan mengenai teori
sebuah negara. Teori tersebut merupakan sebuah ironi dari paham kiri, yaitu gerakan
emansipatoris dan anti-state. 66
Padahal, ini bertolak belakang dengan paham sosialis-komunis.
Maka, konsep dari Lenin tersebut memiliki sebuah kelemahan, yaitu negara sosialis yang
terstruktur yang menggambarkan Marx dan Lenin yang radikal, tapi di saat yang bersamaan
menganut aspek liberalisme, seperti direct democracy.
Kritik terus dilontarkan oleh para liberal terhadap Leninimisme. Tragedi Stalin selama ia
menjabat sebagai pemimpin Uni Soviet merupakan kesalahan dari Lenin.67
Lenin memberi
pengaruh buruk. Dalam jurnalnya “Lenin: a new biography”, Dmitri Volkogonov mengatakan
komunis menjadikan seseorang yang menganggap hal yang amoral menjadi moral, hanya
sekedar karena kepentingan partai. Ia sampai mengatakan bahwa Presiden Rusia Boris Yeltsi
harus ‘menghancurkan’ kekuatan pengaruh dari pemimpin Bolshevik tersebut dan menguburkan
muminya di mausoleum.68
Keganasan Lenin dianggap menjadi penyebab terjadinya perang sipil
di Rusia dan bukan sebaliknya.69
Akan tetapi, hal ini masih menjadi perdebatan yang panas
hingga sekarang. Volkogonov dituding telah mengecam Lenin hanya untuk menjatuhkan
reputasinya oleh para pengikut Leninisme.70
Dengan demikian, berdasarkan kritik diatas, Lenin
merupakan pahlawan sekaligus musuh bagi masyarakat dunia, tergantung dari sudut pandangan
melihat sosok Lenin yang sangat kontroversial.
Akhirnya, Lenin merupakan tokoh yang sangat polemik. Lenin memiliki beberapa
pandangan yang baik untuk menjalankan sebuah negara, namun ia juga memiliki
kesalahpahaman terhadap realita sosial yang ada. Kepribadian Lenin yang sangat merendah dan
peka terhadap rakyatnya menyebabkan banyak pengikutnya terus mengagumi kekukuhannya
dalam membentuk sebuah negara sosialis-komunis dan terus menyebarkan pengaruh pahamnya
65 Ibid. 66 Mel Rothenberg, “Lenin on the State” dalam Science & Society, Vol. 59, No.3, Gulford Press (1995) hlm.418-436 67 Dmitri Volkogonov, “Lenin: a new biography” dalam Canadian Journal of History, Vol.31. No.1, Canadian Journal of History (1996) hlm. 125-129 68 Ibid. 69 Ibid. 70 Ibid.
10
ke segala penjuru dunia. Dengan demikian, konsistensi keseimbangan Lenin dalam menuliskan
pemikiran-pemikirannya dan juga menjalakannya (praktis) mendukung ide-idenya mengenai
imperialisme dan penyebab perang, sehingga menjadikannya seorang pemimpin yang dapat
secara langsung membuktikan pemikirannya di lapangan.
11
DAFTAR REFERENSI
Guralsky, J. About Lenin. Moscow: Progress Publishers, 1956