Top Banner
DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS BRANTAS HULU, JAWA TIMUR I. PENDAHULUAN Hakekat pembangunan di Indonesia adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan bagi seluruh masyarakat secara adil, merata dan berkelanjutan. Oleh karena itu strategi pembangunan seharusnya bertumpu kepada pertumbuhan ekonomi, pemerataan, keadilan dan pemberdayaan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan hingga saat ini telah membuktikan bahwa kebutuhan sumberdaya lahan semakin banyak dan senantiasa menghadapi berbagai kendala yang semakin serius. Dalam kondisi seperti ini mutlak diperlukan penajaman prioritas penggunaan sumberdaya lahan dengan melibatkan secara penuh segenap warga masyarakat dengan segenap sumberdaya yang dikuasainya dan kebutuhannya. Salah satu permasalahan serius yang dihadapi oleh wilayah pedesaan di bagian hulu DAS Brantas dalam mengelola sumberdaya lahan adalah terbatasnya alternatif kesempatan kerja di luar sektor pertanian, sehingga pertambahan jumlah penduduk pedesaan (dan kebutuhan hidupnya) akan diikuti oleh meningkatnya tekanan atas sumberdaya lahan. Kondisi seperti ini memaksa kita untuk senantiasa mencari alternatif-alternatif khusus bagi penggunaan lahan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, sekaligus melestarikan sumberdaya lahannya dan meminimumkan dampak negatif eksternalnya. Pengelolaan sumberdaya alam di daerah hulu sungai melibatkan banyak pihak dengan kepentingannya masing- masing. Dalam kondisi seperti ini diperlu-kan pendekatan sistematik untuk mengevaluasi keadaan yang optimal dengan mengorbankan sebagian kepentingan beberapa pihak lainnya. Dalam hal sumberdaya air, permasalahan yang ada berpangkal pada besarnya fluktuasi debit sungai antara musim hujan dan musim kemarau. Konflik kepentingan tampaknya terjadi antara sektor pertanian, sektor 1
55

SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

Apr 01, 2018

Download

Documents

NguyễnNhân
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

DINAMIKA PENGGUNAAN LAHANDI DAS BRANTAS HULU, JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN

Hakekat pembangunan di Indonesia adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan bagi seluruh masyarakat secara adil, merata dan berkelanjutan. Oleh karena itu strategi pembangunan seharusnya bertumpu kepada pertumbuhan ekonomi, pemerataan, keadilan dan pemberdayaan masyarakat.

Pelaksanaan pembangunan hingga saat ini telah membuktikan bahwa kebutuhan sumberdaya lahan semakin banyak dan senantiasa menghadapi berbagai kendala yang semakin serius. Dalam kondisi seperti ini mutlak diperlukan penajaman prioritas penggunaan sumberdaya lahan dengan melibatkan secara penuh segenap warga masyarakat dengan segenap sumberdaya yang dikuasainya dan kebutuhannya.

Salah satu permasalahan serius yang dihadapi oleh wilayah pedesaan di bagian hulu DAS Brantas dalam mengelola sumberdaya lahan adalah terbatasnya alternatif kesempatan kerja di luar sektor pertanian, sehingga pertambahan jumlah penduduk pedesaan (dan kebutuhan hidupnya) akan diikuti oleh meningkatnya tekanan atas sumberdaya lahan. Kondisi seperti ini memaksa kita untuk senantiasa mencari alternatif-alternatif khusus bagi penggunaan lahan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, sekaligus melestarikan sumberdaya lahannya dan meminimumkan dampak negatif eksternalnya.

Pengelolaan sumberdaya alam di daerah hulu sungai melibatkan banyak pihak dengan kepentingannya masing-masing. Dalam kondisi seperti ini diperlu-kan pendekatan sistematik untuk mengevaluasi keadaan yang optimal dengan mengorbankan sebagian kepentingan beberapa pihak lainnya. Dalam hal sumberdaya air, permasalahan yang ada berpangkal pada besarnya fluktuasi debit sungai antara musim hujan dan musim kemarau. Konflik kepentingan tampaknya terjadi antara sektor pertanian, sektor domestik (penggunaan rumah tangga) dan sektor kepentingan pembuangan limbah. Perkembangan sektor-sektor ini di DAS Brantas Hulu telah ikut mempertajam konflik kepentingan dalam menggunakan sumberdaya air, dan pada gilirannya akan menentukan ketersediaan kualitas air dan semakin menu-runnya kualitas air di sepanjang aliran sungai Brantas bagian hulu.

Permasalahan Umum

(1) Pemilihan DAS Brantas Hulu sebagai fokus kajian didasarkan atas beberapa masalah penting berikut ini :

a. Keberadaan bangunan serbaguna Bendungan dan Waduk Karangkates dan Sengguruh, harus dijaga kelestariannya. Bangunan ini selesai pembangun-annya pada tahun 1972 dan dengan investasi ratusan milyar

1

Page 2: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

rupiah. Fungsi utama bangunan-bangunan ini ialah untuk pengendalian banjir Sungai Brantas bagian tengah, irigasi sawah seluas tidak kurang dari 25.000 ha, dan PLTA dengan kapasitas ribuan GWH per tahun.

b. DAS Brantas Hulu merupakan daerah tangkapan dan resepan air hujan yang sangat penting bagi daerah-daerah di bawahnya. Wilayah ini mempunyai rataan curah hujan tahunan sebesar 1700-2700 mm, sekitar 75 % terjadi pada musim hujan dan 25 % pada musim kemarau.

c. DAS Brantas Hulu merupakan salah satu pusat produksi tanaman hor-tikultura, terutama kentang, kubis, wortel, bawang merah, bawang putih, kacang merah, apel, dan tanaman perkebunan seperti tebu lahan kering. Kondisi agroekologi di wilayah ini sangat mendukung bagi pola usahatani tanaman tersebut secara intensif.Namun demikian sebagian besar wilayah ini mempunyai indeks bahaya erosi yang sangat tinggi. Keadaan seperti ini telah memaksa dilakukannya berbagai upaya untuk melestarikan sumberdaya lahan, baik secara teknis, biologis, dan sosial ekonomis.

d. DAS Brantas Hulu merupakan salah satu pusat pengembangan dan pusat produksi susu di Jawa Timur. Kondisi agroekologinya sangat sesuai bagi kehidupan sapi perah dan bagi berbagai jenis tanaman hijauan pakan. Perkembangan Usahatani ternak sapi perah telah terjadi secara mencolok semenjak tahun 1977/1978, dan telah memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap kesejahteraan penduduk setempat dan perekonomian wilayah. Sehubungan dengan hal ini daya dukung wilayah untuk menyediakan bahan hijauan pakan harus dijaga kelestarianya.

e. DAS Brantas Hulu merupakan wilayah yang kepadatan penduduknya sangat tinggi. Rataan kepadatan agraris penduduk sekitar 800-1100 jiwa/km2. Rataan pertumbuhan penduduk setiap tahun sekitar 1.06 %. Sebagian penduduk memanfaatkan air sungai untuk memenuhi kebutuhan airnya sehari-hari, di beberapa titik tertentu ternyata sejumlah parameter kualitas air telah mendekati ambang batas pencemaran.

f. Proses degradasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup di DAS Brantas Hulu menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Hal ini terlihat dari semakin tingginya laju sedimentasi dan pencemaran air sungai, serta semakin besarnya fluktuasi debit sungai yang memasuki Waduk Karang-kates. Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka semakin besar pula kebutuhan akan sumberdaya lahan dan air untuk keperluan pertanian dan pemukiman.

II. PENGELOLAAN LAHAN DAS BRANTAS HULU

Pengelolaan sumberdaya lahan yang berasaskan konservasi ditekankan kepada usaha perlindungan, peningkatan dan manfaat bagi terwujudnya kondisi sumberdaya lahan (tanah) dan air yang serasi dan mampu memberikan manfaat secara maksimal yang berkesi nambungan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan manusia.

2

Page 3: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

Pengelolaan vegetasi dilakukan pada kawasan lindung yang karena kemiringannya, erodibilitas tanah dan curah hujan, memerlukan perlindungan, pengaturan, pemanfaatan dan pemeliharaan. Pada kawasan ini diperlukan penutupan vegetasi tetap antara lain berupa hutan lindung, suaka alam, kebun dan vegetasi tetap lainnya.

Pengelolaan vegetasi harus dapat memberikan manfaat-manfaat ekologis seperti (I) pengendalian erosi yang efektif, (II) menurunkan puncak banjir, (III) menghasilkan air dengan kualitas yang layak.

Upaya pemulihan kawasan lindung yang perlu terus ditingkatkan dan disempurnakan a.l : (a) Reboisasi pada kawasan hutan dengan penanaman atau suksesi alamiah ; (b) Penghijauan lahan di luar kawasan DAS yang berupa hutan rakyat, agroforestry, dan pola usahatani konservasi ; dan (c) Peningkatan mutu hutan dengan pengkayaan tanaman yang dapat berfungsi untuk perlindungan tanah dan air.

Pengelolaan tanah meliputi perlindungan, pengaturan, pemanfaatan, dan pemeliharaan tanah sehingga fungsi produksi dan media pengatur tata air dapat dilestarikan.

Kegiatan pokok dalam pengelolaan tanah adalah konservasi dan penggunaan lahan sesuai dengan tingkat kemampuannya.

Berbagai macam metode dan teknik konservasi tanah dan air yang dianjurkan dewasa ini masih bersifat umum, sehingga dalam penerapannya perlu di-sesuaikan dengan keadaan aktual di masing-masing tempat. Metode teknik sipil perlu juga dikembangkan berdampingan dengan metode biologis vege-tatif. Pengelolaan air meliputi perlindungan, pengembangan dan penggunaan air untuk kepentingan dan kesejahteraan manusia, dengan tujuan terwujutnya kondisi hidrologis DAS yang optimal, diperolehnya hasil air yang sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan, yaitu : jumlah cukup, kualitas air yang memenuhi persyaratan, tersedia menurut waktu dan tempat. Dalam rangka pengelolaan air melalui upaya pokok pengembangan sumber-sumber air, maka beberapa kegiatan penting adalah (I) pengamanan dan pengendalian daya rusak air terhadap sumberdaya di sekitarnya ; (II) pencegahan terjadinya dan pemulihan lahan kritis ; (III) pencegahan terhadap terjadinya pencemaran air ; (IV) pengamanan dan perlindungan bangunan pengairan, dan (V) memanfaatkan dan mengembangkan sumber-sumber air. Masalah utama dalam pengelolaan sumber-daya air adalah mengusahakan keserasian antara pengembangan sumber-sumber air di daerah hilir dengan usaha-usaha men-jaga kelestarian tanah dan air serta sumber-sumber air di daerah hulu sungai.

(1) Pengelolaan DAS Brantas Hulu secara terpadu

Beberapa alasan pokok dilakukannya pendekatan sistem dalam pengelolaan DAS Brantas Hulu adalah :a. Adanya keterkaitan antara berbagai kegiatan dalam pengelolaan

sumberdaya lahan dan pemberdayaan aktivitas manusia dalam penggu-naannya. Hal ini merupakan akibat logis dari penerapan konsepsi ekosistem. Setiap tindakan atau perlakuan yang diambil pada suatu

3

Page 4: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

komponen harus sudah diperhitungkan dampak atau umpan balik terhadap atau dari komponen lainnya.

b. Pengelolaan DAS mempunyai sifat interdisiplin. Berbagai jenis disiplin ilmu terlibat secara interaktif, seperti ilmu tanah, geomorfologi, hidrologi, ilmu kehutanan, ilmu-ilmu pertanian, sosiologi pedesaan dan lainnya.

c. Penyelenggaraan pengelolaan DAS bersifat lintas sektoral, sehingga melibatkan berbagai instansi dan lembaga yang terkait.

Berdasarkan atas ketiga hal ini di atas maka mencapai hasil akhir yang maksimal dari pengelolaan DAS maka diperlukan keterpaduan. Terpadu dalam hal ini mengandung pengertian terbinanya keserasian, keseimbangan, dan koordinasi yang efektif. Pengelolaan DAS harus dilihat sebagai totalitas yang utuh, bukan sebagai kumpulan dari keping-keping yang terpisah. Keterpaduan yang dimaksud harus tercermin dalam penyusunan konsepsi dasar, kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan di lapangan dan penilaian serta evaluasi hasilnya.

(2) DAS Sebagai Satuan PengelolaanBatas satuan pengelolaan yang jelas sangat penting bagi kegiatan

pengamatan, pengukuran, dan penilaian/evaluasi. Sebagai konsekwensi dari pendekatan ekosistem maka sebagai satuan wilayah pengelolaan adalah batas ekosistem yang bersangkutan, yang biasanya merupakan batas-batas alamiah. Penarikan batas-batas seperti ini seringkali sulit dilakukan karena adanya sifat terbuka dari ekosistem dan interaksi dengan ekosistem lain.

Air mempunyai kejelasan batas yang lebih mudah diamati, yaitu dalam hal wilayah geraknya. Air selalu bergerak dalam suatu daur hidrologi yang meliputi presipitasi, peresapan, dan pengalirannya yang terbatas dalam wilayah tertentu, yaitu DAS. Secara alamiahDAS dibatasi oleh punggung-punggung gunung, merupakan garis tidak putus yang menghubungkan titik-titik tertinggi di daratan.

(3). Sasaran Wilayah Pengelolaan DASSalah satu masalah utama dalam pengelolaan DAS adalah perlin-

dungan sumberdaya lahan terhadap kerusakan. Pengelolaan DAS diperlukan karena adanya ancaman terhadap kelestarian sumberdaya lahan, pertama oleh tindakan manusia yang kemudian oleh lingkungan alam sendiri. Dengan demikian pengelolaan DAS lebih ditujukan kepada bagian dari DAS yang terbuka atau potensial terhadap ancaman kerusakan erosi dengan segala dampaknya. Faktor utama penentu erosi adalah besarnya kemiringan lapangan, disamping faktor lain seperti curah dan intensitas hujan, erodibilitas tanah, dan vegetasi. Daerah hulu sungai yang bergunung-gunung biasanya sangat peka terhadap bahaya erosi. Di daerah DAS hulu masalah utama adalah “perlindungan”. Dalam hubungan ini maka DAS dapat dibagi menjadi tiga zona/wilayah menurut besarnya kelerengan, yaitu wilayah hulu sungai (lereng 40 %, wilayah tengah dan hilir (lereng <8 %). Dengan demikian maka sasaran wilayah pengelolaan DAS untuk tujuan konservasi adalah bagian hulu sungai dan bagian tengah dengan lereng lebih dari 8 % . Peranan hutan

4

Page 5: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

lindung sangat mutlak di daerah yang kemiringannya lebih dari 40 % dan erodibilitas tanahnya sangat tinggi.

III. MAKNA EKONOMIS DAN EKOLOGIS

Dalam sistem perekonomian di DAS Brantas Hulu, Jawa Timur, bidang pertanian yang berbasis lahan masih memberikan sumbangan paling besar. Jalur utama pembangunan sektor pertanian ini adalah peningkatan komoditi pertanian yang pelaksanaannya melalui pembinaan dan pengembangan agribisnis yang meliputi kegiatan terpadu yang tidak dapat dipisahkan mulai dari penyediaan sarana produksi, pembinaan usahatani, pembinaan pascapanen, pembinaan agroindustri, dan pemasaran hasil.

2.1. Karakteristik Ekosistem Lahan PertanianBerdasarkan kondisi geofisik dan alamiahnya, Wilayah DAS Brantas

Hulu Jawa Timur dapat dibagi menjadi empat sub-wilayah, yaitu:(1). Wilayah datar yang dikategorikan sebagai daerah subur dan potensi

erosi rendah, sudah berkembang sebagai tegalan dan pekarangan dengan aneka tanaman hortikultura semusim.

(2). Wilayah bergelombang yang dikategorikan sebagai daerah subur dan potensi erosi medium.

(3). Wilayah berbukit hingga bergunung yang dikategorikan sebagai daerah subur dan potensi erosi berat.

(4). Wilayah puncak bukit/ puncak gunung.

Kegiatan ekonomi dalam subsektor pertanian tanaman pangan dido-minasi oleh komoditi hortikultura yang memberikan sumbangan pendapatan yang cukup besar bagi pengelolanya.

Pembagian wilayah tersebut di atas mengisyaratkan adanya potensi ekosistem lahan yang berbeda-beda dan menghendaki upaya pengelolaan yang berbeda pula. Konsepsi-konsepsi tentang ekosistem lahan dan pengelolaannya, mengisyaratkan bahwa lahan di suatu wilayah merupakan suatu sitem yang kompleks terdiri atas berbagai komponen yang saling berinteraksi membentuk suatu struktur yang mantap dan perilakunya menghasilkan keluaran-keluaran yang tertentu.

(1). Analisis kebutuhan pengelolaan sumberdaya lahanKonsepsi teoritis tentang ekosistem lahan dan pengelolaannya

mengisyaratkan adanya berbagai kebutuhan yang terlibat di dalamnya. Berbagai kebutuhan ini dapat dibuktikan dengan jalan wawancara dan diskusi dengan beberapa pihak yang terlibat langsung dengan penggunaan lahan, instansi pemerintah sebagai penentu kebijakan serta penduduk setempat sebagai pengelola sumberdaya lahan milik. Dapat dikemukakan di sini bahwa beberapa kebutuhan penting dalam pengelolaan ekosistem lahan di DAS Brantas Hulu Jawa Timur adalah sebagai berikut :

5

Page 6: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

a. Kebutuhan dalam hal rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dan air. a.1. Fluktuasi debit air sungai sepanjang tahun dalam batas-batas

kenormalan (rasio debit minimum dan debit maksimum dalam setahun tidak kurang dari 1 : 40).

a.2. Tersediannya air-bumi dan air-permukaan sepanjang tahun yang mencukupi kebutuhan domestik, Industri, pertanian dan ekologi.

a.3. Terkendalinya erosi tanah dari lahan usaha dan sedimentasi di jaringan irigasi dan Waduk .

a.4. Terbinanya sikap mental penduduk sebagai insan pelestari sumberdaya lahan dan lingkungan.

b. Kebutuhan untuk mencapai pendapatan wilayah dan pendapatan per kapita sesuai dengan kondisi kelayakan. b.1. Tercapainya pendapatan perkapita seluruh penduduk sesuai

dengan taraf hidup layak di atas garis kemiskinan. b.2. Tercapainya produksi pertanian (dan sektor produksi primer

lainnya) untuk mengamankan ketersediaan pangan bagi penduduk setempat .

c. Kebutuhan dalam hal peningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan penduduk. c.1. Tersedianya kesempatan kerja di sektor pertanian sepanjang

tahun dan minimal dapat memenuhi penawaran angkatan kerja domestik.

c.2. Tersedianya bahan kebutuhan pokok pada jumlah dan tingkat harga yang layak bagi seluruh penduduk .

d. Kebutuhan kelestarian dan daya dukung sumberdaya lahan dan lingkungan hidup.d.1. Terpeliharanya kawasan hutan dan sumberdaya hutan: hutan

lindung, dan hutan produksi. d.2. Terpeliharanya daya dukung lingkungan pada tingkat layak bagi

populasi ternak dan juga bagi manusia.

(2). Identifikasi ekosistem lahan pertanianProses identifikasi sistem lahan yang cermat dan sistematis akan

sangat menentukan keberhasilan langkah-langkah analisis selanjutnya. Teknik diagramatis sangat membantu dalam identifikasi pengelolaan ekosistem lahan yang rumit.

(a). Diagram Lingkar Sebab-akibat Pengelolaan Lahan

Diagram lingkar sebab-akibat pengelolaan ekosistem lahan disajikan dalam Gambar 1. Ada enam komponen utama dalam pengelolaan ekosistem lahan. Keenam komponen utama ini saling berinteraksi secara dinamis, dimana keterlibatan manusia di dalamnya akan sangat menetukan kelestarian dan perkembangan sistem. Secara alamiah manusia dituntut untuk berupaya memenuhi kebutuhan biologisnya dengan jalan memanfaatkan sumberdaya lahan yang tersedia. Intensitas pemanfaatan sumber daya lahan ini sangat

6

Page 7: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

ditentukan oleh tingkat teknologi dan kebutuhan hidup manusia. Selanjutnya intensitas pemanfaatan ini juga akan menentukan besarnya manfaat yang diperoleh dan perubahan daya dukung atau kualitas sumberdaya lahan. Pada giliran selanjutnya, manfaat-manfaat tersebut akan menentukan tingkat kesejahteraan penduduk dan perubahan daya dukung akan mempengaruhi kelestarian sumber daya lahan . Kedua kondisi ini secara bersama-sama akan ikut menentukan tingkat investasi domestik dan eksternal. Pening-katan investasi ini pasti akan mendatangkan dampak sosial ekonomi dan dampak lingkungan seperti erosi, sedimentasi, pencemaran dan kemerosotan kualitas lahan .

(b). Diagram Kotak Hitam Masukan-Keluaran Berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari pengabstraksian

ekosistem lahan seperti di atas dapat disusun suatu model kotak hitam I/O pengelolaan ekosistem lahan (Gambar 2). Dengan menggunakan diagram ini dapat diabstraksikan bahwa pengelolaan ekosistem lahan mempunyai komponen utama yang berupa masukan , keluaran , parameter, dan menejemen kendali. Sistem pengelolaan lahan masih dianggap sebagai kotak hitam, dimana struktur yang ada di dalamnya dianggap belum diketahui. Dengan melalui proses dan fenomena tertentu yang terjadi di dalam sistem lahan, maka masukan-masukan yang masuk akan diolah menjadi keluaran-keluaran sistem. Keluaran ini ada yang sesuai dengan apa yang diinginkan dan ada pula yang tidak diinginkan oleh pengelola sumberdaya lahan. Melalui mekanisme umpan balik yang dimotori oleh fungsi menejemen kendali maka keluaran yang tidak diinginkan akan diolah menjadi informasi yang akan digunakan untuk menentukan kebijakan dalam menetapkan masukan-masukan pengendali, yang biasanya berupa kebijakan-kebijakan pengelolaan.

(c). Diagram Struktur Ekosistem LahanBagan berikut ini mengabstraksikan enam subsistem penting dalam

pengelolaan ekosistem lahan, dua subsistem terkait langsung dengan tingkat kebutuhan penduduk, dan empat subsistem lainnya terkait dengan daya dukung lahan. Uraian subsistem disajikan di bawah ini.

7

Page 8: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

Pengelolaan :Sawah, Tegalan,Kebun, Pekarangan

Produktivitas Hasil tanaman Lahan Pendapatan

Kesempatan kerja

Kehilangan tanah,Air,Bahan organik,

Unsur Hara

Solum tanah, Kesuburan tanah Kesejahteraan Kepekaan erosi petani dan buruhtani

Agroteknologi: - pupuk, bibit - teras bangku

SDA Air SDA Tanah SDA Vegetasi Investasi: Privat: publik: saprodi teras tenaga dam pengendali saluran air

Gambar 1. Diagram Lingkar Sebab Akibat Pengelolaan Ekosistem Lahan

Masukan Lingkungan BiofisikSosbud , Sospol, Sosek

8

Page 9: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

Tataguna lahan Hasil tanaman ,Sarana produksi Ternak, HutanAgroteknologi Kesempatan kerjaKapital /tenagakerja

EKOSISTEM LAHAN JATIM

Hasil sedimenHarga saprodi BOD,fosfat,sayuran,susu perah banjir

Lokasi JATIM

PEMDA, BRLKT, Petani

Gambar 2. Diagram Kotak Hitam Masukan-Keluaran Sistem Pengelolaan Lahan

9

Page 10: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

Masukan lingkungan BiofisikSosbud, Sospol, Sosek

Subsistem Hidrologi

Masukan Subsistem Produktivitas Agroekologis Erosi dan lahan Sedimentasi

Subsistem Masukan Lahan Keluaran: Agroteknologis Hasil padi, sayuran, Subsistem kopi, susu Pertanian Kes. Kerja Debit air, fosfat sedimen, BOD Masukan Subsistem Demografis Sosial-Ekonomi Kebutuhan Pangan, pemu- kiman,kesem- patan kerja Subsistem

Demografi

PEMDA Jatim BRLKT Wilayah VI , Petani, Dinas Pengairan

Gambar 3. Kerangka Model Konseptual Perencanaan dan Pengelolaan Ekosistem Lahan

C.1. Subsistem Hidrologi dan Erosi-SedimentasiKedua subsistem ini mempunyai hubungan yang sangat erat, dan keduanya

juga ber interaksi dengan subsistem produksi primer (sistem pertanian). Kedua subsistem ini mempunyai masukan alamiah berupa hujan dan faktor agroekologi lainnya yang terkait, serta masukan kebijakan berupa alokasi penggunaan lahan, teknologi konservasi tanah dan air, dan alokasi penggunaan sarana produksi. Masukan utama dari subsistem hidrologi adalah faktor-faktor agroklimat. Keadaan agroeklimat di wilayah ini dicirikan oleh tipe iklim Muson Tropis yang memiliki musim kering dan basah yang

10

Page 11: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

jelas. Musim hujan ber-langsung selama bulan Nopember hingga akhir Maret, dan musim kemarau mulai awal Juni hingga akhir September. Rataan curah hujan tahunan di daerah aliran berkisar secara spasial antara 2000 hingga 2500 mm. Berdasarkan sistem Oldeman (1975), daerah ini digolongkan ke dalam zone agroklimat C2 dengan empat bulan kering dan 5-6 bulan basah setiap tahun. Keluaran utama subsistem hidrologi adalah hasil air permukaan yang dapat diukur dalam bentuk debit air sungai dalam fungsi waktu.

Subsistem erosi-sedimentasi mempunyai keluaran utama berupa kehilangan tanah dari lahan atau hasil sedimen yang diukur di petak erosi atau di outlet sungai. Laju erosi pada lahan sangat berfluktuasi menurut waktu (musim) dan menurut tipe penggunaan lahan. Erosi pada lahan pekarangan dan lahan tegalan paling besar. Erosi dan limpasan permukaan di daerah tangkapan akan menentukan besarnya sedimen yang memasuki wduk setiap tahun.

Dengan mempertimbangkan karakteristik DAS Brantas Hulu, Jawa Timur dapat diper kirakan rataan erosi tanah aktual di seluruh daerah aliran tidak kurang dari 25 ton/ha/th atau setara dengan lebih dari 2 mm/th. Secara struktural kedua subsistem ini saling bertautan dan sangat dipengaruhi oleh perilaku subsistem produksi primer. Peranan vegetasi (alam dan budidaya) sangat besar dalam fungsi transfer yang mengubah masukan sistem berupa hujan menjadi hasil air .

C.2.Subsistem Sumberdaya LahanDalam hubungan dengan pendekatan ekosistem ini, lahan di Jawa

Timur dipandang sebagai suatu sistem yang mempunyai atribut dan dimensi ganda; di dalamnya terdapat komponen-komponen yang saling berinteraksi menyusun struktur tertentu. Perilaku dinamis sumberdaya lahan ini tercermin dalam tipe penggunaan lahan, sistem perta nian, produktivitas lahan dan laju degradasi lahan . Abstraksi skematis subsistem lahan ini secara diagramatis disajikan dalam Gambar 4. Masukan-masukan utamanya berupa tanah, relief, iklim, dan teknologi/investasi. Unsur-unsur dari tanah, relief, dan iklim akan menentukan kualitas lahan dan neraca lengas lahan. Sebagian besar tanah berkembang dari bahan abu volkanik muda. Perbedaan bentuk lahan dan curah hujan mengakibatkan berkembangnya tiga zone tanah , yaitu (i) Andosol (Eutrandepts) pada lahan bergunung, (ii) Andosol dan Kambisol (Eutropepts) pada lahan berbukit, (iii) Kambisol (Inseptisols) pada dataran inter-volkanik, dan (iv) Entisol-Inseptisol di daerah dataran/lembah sungai.

Andosol umumnya terdapat pada ketinggian lebih dari 1.000 m dpl. meliputi area seluas sekitar 10-15% dari seluruh lahan. Tanah ini mempunyai porositas dan permeabilitas yang tinggi, menahan banyak air tersedia, berat isinya rendah, agregasinya lemah, dan erodibilitasnya tinggi. Tingkat kesuburannya baik, pH tanah berkisar antara 5.6 hingga 6.5, kaya bahan organik dan nitrogen.

Kambisol terdapat pada ketinggian di bawah 1000 m dpl., meliputi luasan sekitar 25-30% dari seluruh lahan. Tanah ini solumnya masih tebal, terksturnya berlempung, drainasenya baik, erodibilitasnya tinggi. Kesuburan ta-nahnya baik, kaya bahan orga nik dan unsur hara tersedia, pH tanah 5.5 -

11

Page 12: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

6.6. Tanah ini juga terdapat di daerah yang lebih rendah, banyak dijumpai di Dataran Ngantang. Teksturnya lempung hingga lempung berliat, drainasenya cukup baik, struktur tanah porus dan mantap, kejenuhan basa tinggi, dan pH tanah 5.7-6.8.

Pancausaha Terras bangku pertanian rumput gajah

Pupuk Pengolahan tanah, Iklim C2, Lereng Bibit Polatanam Andosol 8-25%

Kesesuaian lahan

Jenis tanaman: Padi, Jagung, Sayuran Kopi, Kedelai

Produktivitas Pergiliran tanaman: Tanaman . Padi-Padi-Sayuran dan ternak . Jagung-Sayuran-bera . Sayuran-Sayuran-bera . Kopi+Jagung

Produkti- Limpasan Kehilangan vitas Permukaan tanah, BO, Lahan hara

Hasil Tanaman Hasil Air Hasil Sedimen Padi, Jagung, Debit sungai BOD, Fosfat,Kentang, Kopi Waduk ke waduk-wadukSusu perah,Sayuran

Gambar 4. Diagram Lingkar Pemanfaatan Sumberdaya Lahan Untuk Pertanian.

Perilaku sistem sumberdaya lahan tersebut hingga batas-batas tertentu dapat dikendalikan oleh manusia melalui berbagai upaya intensifikasi dan ekstensifikasi dalam penggunaan lahan pertanian. Usaha-usaha pengelolaan sumberdaya lahan ini dilakukan oleh pemiliknya dengan menggunakan berbagai input material dan managerial untuk memodifikasi

12

Page 13: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

perilaku alamiah lahan ke arah perilaku yang dapat menghasilkan produk-produk bioekonomi yang bermanfaat bagi manusia.

IV. PENGELOLAAN EKOSISTEM PERTANIAN

4.1. Karakteristik dan Luasan

Sistem produksi primer pada hakekatnya identik dengan land utilization type" atau sistem pertanian (farming system) dalam arti yang umum, termasuk kehutanan, perkebunan, dan peternakan. Dalam sistem ini, manusia dengan teknologi dan kapital yang dimilikinya mengelola sumberdaya lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keluaran utama dari sistem ini berupa berbagai komoditi pertanian, material (air , sedimen, polutan atau limbah), uang dan informasi. Sedangkan masukannya dapat dibedakan menjadi sumberdaya alam, material (saprodi), pengelolaan (teknologi, tenagakerja dan skills), dan masukan informasi.

a. Ekosistem HutanTotal kawasan hutan di DAS Brantas Hulu, Jawa Timur sebagian

besar merupakan hutan pegunungan di bagian hulu daerah aliran sungai. Kawasan ini berupa hutan alam pegunungan (motane forest), hutan tanaman seluas, dan lahan semak-belukar. Sebagian lahan semak-belukar berada di kawasan lindung, dan lainnya berada di kawasan hutan produksi-konversi.

Berdasarkan arahan penggunaan lahan ternyata terdapat kawasan hutan lindung dan kawasan penyangga. Kawasan hutan lindung sebagian besar merupakan hutan alam pegunungan, diperkirakan sekitar 50% dari kawasan ini mempunyai tingkat penutupan tajuk pohon lebih dari 50%, dan 20% mempunyai tingkat penutupan tajuk pohon kurang dari 20%. Sekitar 10% dari hutan pegunungan merupakan hutan pinus (Casuarina junghuhniana) berlokasi di puncak bukit dan lereng yang terjal. Aksesibilitas hutan pegunungan pada umumnya buruk, sehingga pengelolaan secara ekonomis sangat sulit. Pada saat sekarang kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan lindung. Penebangan jenis-jenis pohon komersial di kawasan ini juga terjadi secara illegal. Dalam hutan alam pegunungan DAS Konto diperkirakan sekitar 25% dari jumlah pohon asli telah ditebang, tingkat pengurangan luas bidang dasar sekitar 8% setahun (Proyek Kali Konto, 1987).

Hutan tanaman (man made forest) dikelola oleh Perum Perhutani KPH Malang, diperkirakan mempunyai total volume tegakan sekitar 135.000 m3 dengan laju pertambahan tahunan sekitar 15.000 m3 kayu (timber) dan produksi kayu bakar sekitar 3.250 m3 setahun. Tiga jenis kayu komersial yang ditanam adalah Eucalyptus, Albizia, dan Mahogany sp. Hasil-hasil hutan seperti kayu bakar, arang dan kayu komersial dipasarkan ke luar daerah (Proyek Kali Konto, 1987). Hutan tanaman kaliandra (Calliandra callothyrsus) dikelola Perum Perhutani KPH Malang pada kawasan semak-

13

Page 14: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

belukar. Hutan tanaman ini dipotong setiap tahun setelah umur tiga tahun, diper-kirakan menghasilkan kayu bakar sekitar 35 m3 per hektar per tahun (Perhutani KPH Malang). Sejumlah lahan semak-belukar tersebar pada kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi-konversi. Lahan semak-belukar ini merupakan sumber kayu bakar dan bahan hijauan pakan ternak bagi penduduk sekitarnya, sedangkan bagi Perum Perhutani lahan semak- belukar ini tidak mempunyai nilai komersial.

b. Eko-Sistem Perkebunan, Kebun Campuran dan Kebun RakyatSistem Kebun campuran ditanami tanaman semusim yang dicampur

dengan ta- naman tahunan, sedangkan kebun kopi ditanami kopi sebagai tanaman utama dengan tanaman naungan dadap atau lamtoro. Biasanya kebun campuran terletak lebih dekat dengan pemukiman, karena memerlukan lebih banyak perawatan tanaman dan perlindung-an terhadap gangguan babi hutan. Tanaman semusim di kebun campuran biasanya jagung, ubikayu dan ubi-ubian lainnya, kacang-kacangan, cabai, dan sayuran. Sedangkan tanaman tahunannya dapat dikelompokkan menjadi (i) tanaman industri: kopi, cengkeh, dan vanilla; (ii) pohon buah-buahan: apel, alpokad, pisang, dan jeruk; (iii) kayu komersial: mahoni, nyampo, dan mindi; dan (iv) kayu bakar: lamtoro, dadap, akasia, dan kaliandra.

Kebun kopi milik rakyat menghasilkan kopi jenis Robusta dan jenis Arabusta. Ke padatan tanaman kopi di kebun milik rakyat ini berkisar antara 600 hingga 1000 pohon per hektar. Pohon naungan yang lazim digunakan adalah dadap dan lamtoro. Tingkat pengelolaan dan produktivitas kebun kopi milik rakyat ini masih sangat beragam, demikian juga umur dan kesuburan tanaman kopi yang ada sekarang. Sekitar 25% dari total kebun kopi sudah tidak produktif lagi (umur tanaman lebih dari 15 tahun) dan sekitar 20% dari total kebun kopi masih belum berproduksi (umur tanaman kurang dari 5 tahun). Rataan produksi kebun kopi milik rakyat setiap tahun sekitar 312 kg biji kopi kering (Dinas Perkebunan Kabupaten Malang, 1991). Gambaran tentang usahatani kebun kopi rakyat disajikan dalam Tabel 5. Usahatani ini biasanya berjangka waktu 10 tahun, tanaman berproduksi umur 4 hingga 10 tahun, rataan populasi tanaman 1.200 pohon per hektar.

Tabel 5. Rekapitulasi Masukan-Keluaran Usahatani Kopi Rakyat di Ngantang, Kabupaten Malang

No. Uraian Kegiatan Rataan Petani Tingkat BPP

1. Kebutuhan tenaga kerja; 146.6 215.8 HOK/th 2. Biaya produksi; rp/ha/th 329 880.0 527 808.03. Produksi; kg/ha/th 300.8 525.6

14

Page 15: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

4. Penerimaan; rp/ha/th 601 600.0 1 051 200.05. Penerimaan lain; rp/ha/th 245 500.0 275 600.06. Tenaga kerja tambahan; HOK 102.5 80.47. Total penerimaan; rp/ha/th 847 000.0 1 326 800.08. Total tenagakerja; HOK/ha/th 251.1 296.2

c. Eko-Sistem TegalanPengelolaan ekosistem lahan tegalan mengisyaratkan adanya tiga hal

penting, yaitu (i) ketergantungan langsung kepada curah hujan, (ii) ancaman bahaya erosi dan limpasan permukaan, dan (iii) pelestarian kesuburan tanah dan bangunan terras bangku yang ada. Kondisi curah hujan merupakan determinan pokok dalam pengelolaan tegalan. Para petani menggunakan berbagai teknik untuk mengoptimalkan penggunaan air hujan di lahan tegalan. Pemilihan jenis tanaman dan pola pergiliran tanaman, terrasering, dan pengaturan jadwal dan cara pengolahan tanah merupakan tiga cara untuk memanfaatkan air hujan secara optimal. Beberapa pola pergiliran tanaman yang banyak dilakukan oleh petani lahan tegalan di DAS Brantas Hulu adalah sebagai berikut:

Sub DAS Konto : Pinjal: Kwayangan: 1. Kentang-Kubis Jagung-Jagung Jagung-Jagung 2. Jagung-Kubis Bw.merah-Jagung Jagung-Bw.merah 3. Jagung-Kac.merah Kubis-Jagung K.merah-Jagung 4. Kentang-Jagung Bw.merah-Kc.merah Jagung-Kac.merah 5. Jagung-Jagung Jagung-Bw.merah Jagung-Sayuran

Rataan produktivitas tanaman di lahan tegalan ini pada umumnya masih rendah dibandingkan dengan potensi genetiknya. Dari analisis usahatani dapat dikemukakan beberapa nilai produktivitas tanaman (Tabel 6). Rendahnya produktivitas tanaman tersebut diperkirakan berkaitan dengan tersedianya air dalam tanah selama pertum buhannya, dan rendahnya dosis pupuk yang digunakan.

Sehubungan dengan kondisi hujan, lazimnya petani mengolah tanah jauh sebelum musim tanam pada awal musim hujan. Hal ini dilakukan karena (i) memungkinkan lebih banyak penetrasi air hujan pada awal musim, (ii) menghemat waktu, dan (iii) musim kemarau merupakan masa sepi kerja bagi petani yang hanya mempunyai lahan tegalan. Selama musim hujan proses erosi dan limpasan permukaan di lahan tegalan sangat intensif. Laju kedua proses ini pada hakekatnya merupakan fungsi dari (i) jumlah dan pola hujan, (ii) tipe tanah dan bentuk lahan, dan (iii) agroteknologi yang dilakukan petani, termasuk teknik-teknik konservasi tanah dan air.

Tabel 6. Produktivitas Beberapa Jenis Tanaman

15

Page 16: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

Jenis Tanaman Musim Tanam Lokasi Produksi (kg/ha)

Jagung MT-1 Ngantang 1 365.00Kentang MT-1 Pujon 7 015.38 Kentang MT-2 Pujon 5 408.40 Kubis MT-1 Pujon 16 148.60 Kacang merah MT-1 Ngantang 1 981.75 Kacang merah MT-1 Pujon 1 913.59 Bawang merah MT-2 Pujon 3 065.43 Wortel MT-1 Pujon 3 475.34

d. Ekosistem SawahTotal luas lahan sawah di Jawa Timur beragam dari tahun ke tahun.

Sebagian dari lahan sawah ini mempunyai irigasi teknis dan semi-teknis, dan sebagian lainnya tadah hujan. Umumnya intensitas tanaman padi pada lahan sawah ini berkisar antara 2.0 dan 3.0. Beberapa macam pola pergiliran tanaman yang banyak dilakukan petani di lahan sawah ialah :

Lokasi Sub DAS Konto Hulu: 1. Kubis-Kentang-Kacang merah 3. Padi-Kentang-Kubis 2. Padi-Kentang-Jagung 4. Kubis-Padi-Kacang merah 5. Padi-Padi-Jagung

Sub DAS Pinjal: Sub DAS Kwayangan: Padi-Padi-Jagung Padi-Padi-Jagung Padi-Padi-Kacang merah Padi-Bawang merah-Jagung Padi-Bawang merah-Kubis Padi-Jagung-Kacang merah Padi-Jagung-Bawang merah Padi-Jagung-Jagung Bawang merah-Padi-Jagung Padi-Baw.merah-Kac.merah

Rataan produktivitas padi di Kecamatan Pujon sekitar 3.800 kg/ha/musim, dan di Kecamatan Ngantang sekitar 4.200 kg/ha/musim tanam (BPP Ngantang, 1998). Di DAS Brantas Hulu, sebagian sawah pada musim hujan tidak ditanami padi tetapi ditanami sayur-sayuran seperti kentang, wortel, kacang merah, dan kubis. Dua alasan pokok yang dapat dikemukakan ialah (i) kondisi tanah yang sarang air dan (ii) komoditi sayuran dianggap mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi dan mudah memasarkannya. Kondisi terras bangku di lahan sawah umumnya berkualitas baik, dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan tebing terras diperkuat dengan jenis-jenis rumput lapangan. Pengukuran erosi pada lahan sawah menunjukkan nilai yang jauh lebih rendah daripada tegalan dan pekarangan.

e. Eko-Sistem PekaranganPekarangan dapat diartikan sebagai sebidang lahan yang di dalamnya

terletak rumah tempat-tinggal (pemukiman) yang dikuasai oleh keluarga.

16

Page 17: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

Ukuran luas penguasaan peka rangan sangat beragam, rataan setiap keluarga sekitar 400-750 m2 . Pekarangan mem-punyai fungsi ganda bagi kehidupan keluarga, yaitu (i) sebagai tempat tinggal (pemukiman), (ii) sebagai kebun campuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan, dan kayu bakar; dan (iii) sebagai tempat memelihara ternak. Di berbagai wilayah ternyata aktivitas usahatani yang utama di lahan pekarangan adalah sapi perah, sedangkan di Kecamatan Ngantang adalah usahatani kebun campuran. Tingginya intensitas kegiatan manusia di lahan pekarangan telah mengakibatkan tingginya laju erosi dan limpasan permukaan. Beberapa faktor penting yang menyebabkannya adalah (i) pemadatan permukaan tanah oleh manusia dan ternak sehingga kapasitas infiltrasinya rendah, (ii) tingkat penutupan permukaan lahan oleh vegetasi yang relatif rendah, (iii) penutupan lahan oleh atap rumah penduduk dan bangunan lainnya, (iv) penimbunan kotoran ternak di pekarangan secara terbuka, dan (v) penyaluran air hujan langsung dari halaman rumah ke jalan-jalan desa.

f. Usahatani Ternak Usahatani ternak merupakan usaha sampingan yang mampu

memberikan sumbangan pendapatan keluarga cukup baik. Usahatani ini dilakukan di lahan pekarangan dengan melibatkan tenagakerja dari dalam keluarga. Penyebaran jenis ternak di beberapa lokasi DAS Brantas Hulu dan total kebutuhan hijauan pakan disajikan dalam Tabel 7.

Secara keseluruhan usahatani ternak sapi perah lebih dominan dibandingkan ternak lainnya, terutama di bagian hulu daerah aliran sungai. Usahatani ternak sapi perah di Jawa Timur mulai diperkenalkan sekitar tahun 1970-an melalui komunikasi inter-personal. Perkembangan usahatani ini tampaknya memberikan prospek yang baik ditinjau dari berkurangnya aktivitas penduduk merambah hutan, kegairahan menanam rumput gajah, serta tersedianya sumber pendapatan dan kesempatan kerja. Peluang-peluang positif ini tampaknya dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mendo-rong keterlibatan penduduk dalam program konservasi tanah dan air. Perkembangan selanjutnya ditandai oleh berkem bangnya koperasi susu di Kecamatan Pujon yang semula berfungsi sebagai penghubung antara peternak sapi perah dengan wilayah wilayah di sekitarnya . Sebagian besar sapi perah di wilayah Kecamatan Pujon (Sub DAS Konto Hulu) adalah Jenis Peranakan Frisian Holstein (PFH) lokal dan impor. Sapi jenis impor tersebut diterima peternak melalui Program KIK, Banpres, PUSP, dan Kredit Koperasi. Pengusahaan sapi perah di wilayah ini umumnya masih merupakan usaha sampingan. Tujuan pokok pemeliharaan sapi perah ini adalah hasil susu, sedangkan tujuan sampingannya ialah hasil rabuk kandang dan anak sapi (pedet).

Perkembangan usaha sapi perah didukung sepenuhnya oleh Koperasi Susu SAE (Sinau Andandani Ekonomi). Koperasi ini mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu sebagai jembatan penghubung yang menyalurkan hasil susu ke pabrik susu NESTLE di Surabaya, dan juga ke beberapa agen susu segar di Kota Malang, Pasuruan dan Surabaya. Berbagai upaya dilakukan para peternak untuk menjaga mutu hasil susu, di

17

Page 18: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

antaranya ialah pemberian ransum pakan secara tepat, biasanya berupa hijauan dan konsentrat. Pemerahan susu dilakukan pagi dan sore hari oleh tukang pemerah yang mempunyai ketrampilan khusus dalam hal pemerahan susu dan masalah-masalah higienisnya.

Tabel 7. Penyebaran Ternak Penting di DAS Brantas Hulu

Jenis Ternak Konto Pinjal Kwayangan ............. . ST ...... ..........Sapi perah 5 479.70 123.75 415.15 Sapi kerja 882.60 902.40 515.20 Kambing dan Domba

830.60 422.00 382.50

Total 7 192.90 1 448.15 1 312.85Kebutuhan 131 270.425 26 428.738 23 959.513pakan, ton/th

Sumber: Diolah dari berbagai data , 2001

Perkembangan populasi ternak sapi perah di wilayah ini berlangsung melalui tiga cara (i) kelahiran dari induk yang ada, (ii) penambahan dari luar daerah, dan (iii) penambahan ternak melalui program sumbangan/bantuan/kredit. Kenaikan jumlah ternak ini mengakibatkan meningkatnya kebutuhan hijauan pakan. Sumber pakan hijauan ini adalah lahan usaha pertanian dan di luar lahan usaha pertanian termasuk lahan semak-belukar, serta hijauan dari luar daerah. Perkiraan daya dukung hijauan di Sub DAS Konto Hulu dengan sistem tertutup (close-system) memberikan hasil seperti dalam Tabel 8 (Widodo, 1988). Produksi hijauan pakan ternak berfluktuasi sesuai dengan kondisi musim dalam setahun, dan jumlah produksi hijauan di lahan usahatani berhubungan erat dengan sistem pertanian dan pola tanam yang dilakukan petani.

Praktek pemberian makanan kepada ternak sapi perah masih beragam di antara para peternak, biasanya jumlah hijauan pakan yang diberikan dihitung dengan satuan pikul atau keranjang atau ikat yang beratnya sangat beragam. Biasanya pakan hijauan diberikan tiga kali dalam sehari, yaitu pagi, siang, dan sore. Akan tetapi ada pula yang memberikan pakan hijauan ini secara terus menerus sepanjang hari. Pakan konsentrat biasanya dibe rikan dua kali, yaitu pagi dan sore hari.

Tabel 8. Perkiraan Daya Dukung Sub DAS Konto Hulu Berdasarkan Produksi Hijauan Pakan.

Jenis Daya Dukung Hasil hijauan Kesetaraan (ton/tahun) (ST)

18

Page 19: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

Lahan Usahatani 71 778.09 4 916 Luar Lahan Usahatani: 2.1. Tanpa hutan 7 123.00 488 2.2. Dengan hutan 128 329.00 8 790 Daya dukung Aktual 78 901.09 5 404Daya dukung Potensial 200 107.38 13 706

Sumber: Widodo, 1988

Biaya-biaya produksi tersebut lazimnya dikelompokkan menjadi 10 kelompok, yaitu (i) biaya penyusutan ternak, (ii) biaya penyusutan kandang, (iii) biaya penyusutan peralatan, (iv) biaya makanan ternak (v) biaya tenaga kerja, (vi) biaya pelayanan perkawinan, (vii) biaya perawatan dan pengobatan, (viii) biaya angkutan hasil, (ix) biaya angsuran kredit, dan (x) biaya lain-lain .

Biasanya perhitungan biaya produksi tersebut didasarkan pada satu masa calving interval. Perhitungan biaya tenaga kerja hanya dilakukan terhadap tenagakerja luar kelu arga. Tenagakerja ini digunakan untuk aktivitas membersihkan kandang, pemerahan, memberi makanan sapi, memandikan sapi, dan perawatan sapi sehari-hari. Satuan-satuan usahatani sapi perah tersebut di atas ialah keluarga-keluarga petani-peternak. Umumnya mereka mengupah tenagakerja tetap yang berasal dari luar keluarga untuk merawat sapi sehari-hari. Beberapa hal penting yang dapat dikemukakan tentang usahaternak sapi perah (1997/98) adalah : 1. Harga bibit sapi perah antara Rp 650 000 - 800 0002. Umur produktif sekitar 56 bulan dengan 4.2 kali laktasi 3. Produksi susu 2 750 liter tiap masa laktasi 275 hari. 4. Nilai daging pada akhir umur produktif Rp 300 000. 5. Interest rate diperhitungkan sebesar 10.5% 6. Hijauan pakan 40 kg/ST/hari, dengan harga rataan setiap satu kilogram

Rp 10 pada musim kemarau dan Rp 8 pada musim hujan .7. Selama masa laktasi dan 25 hari sebelum beranak diberi makanan

penguat sebanyak 5 kg/ST/hari, rataan harganya setiap kilogram sekitar Rp 90 hingga Rp 100.

8. Semua anakan jantan dan sepertiga anakan betina untuk penggemukan dengan nilai masing-masing Rp 50 000; sedangkan duapertiga anakan betina untuk breeding dengan nilai satuan Rp 150 000. Rataan nilai anakan sapi minus resiko 20%, sekitar Rp 66 700

9. Rataan nilai rabuk kandang sekitar Rp 120 setiap hari10. Biaya tenagakerja diperkirakan setiap hari sebesar Rp 350 - Rp 450 atau

setara dengan 0.5 HOK/ST.

Tabel 9. Rekapitulasi Rataan Masukan-Keluaran Usahatani Ternak Sapi Perah pada Tingkat Peternak dan BPP Pujon (1997/1998)

Uraian Kegiatan Nilai Rataan per tahun: Peternak BPP ......(rp/ ST)......

19

Page 20: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

Bibit 150 000 150 000 Hijauan pakan 129 600 151 750 Pakan konsentrat 150 000 195 600 Tenagakerja 200 000 250 000 Biaya lain-lain 75 000 140 000 Total biaya 704 600 887 350 Hasil susu segar 962 500 1 347 500 Hasil anakan; rata-rata per tahun

66 700 67 500

Hasil rabuk kandang 43 200 57 400 Hasil daging akhir 75 000 75 000 Total penerimaan 1 147 400 1 547 400 Pendapatan 442 800 660 050 B/C-rasio rataan 1.63 1.74 Keterangan: Diolah dari hasil survei yang dilakukan oleh KOPSAE Pujon tahun.

4.2. Produktivitas Ekosistem Lahan Pertanian Produktivitas merupakan ukuran utama dari tingkat kleruskaan

sumberdaya lahan, terutama kalau fenomena kerusakan ini masih tersembunyi. Oleh karena itu berbagai usaha dan upaya dilakukan untuk menjaga dan mempertahankan tingkat produktivitas lahan yang layak dan lestari. Sebagai salah satu perwujudan dari Panca Bhakti Pertanian di Jawa Timur adalah dikeluarkannya berbagai kebijakan dan dilakukan usaha-usaha pengelolaan lahan pertanian untuk meningkatkan produksi tanaman pangan.

4.2.1. Kualitas Sumberdaya Lahan Secara garis besar, kualitas sumberdaya lahan pertanian ditentukan

oleh faktor - faktor geomorfologi, togografi, jenis tanah, agroklimat, dan lokasi. Selanjutnya kualitas ini akan menentukan kapabilitasnya untuk memproduksi tanaman dan potensinya untuk menjadi kritis oleh faktor-faktor alam dan pengelolaan. Sekitar dua-pertiga wilayah Jawa Timur merupakan daerah pegunungan dan bukit, dan sisanya merupakan dataran rendah dan lembah-lembah sungai.

Tabel 11. Luas Panen, Rataan Produksi dan Produktivitas tanaman Sayuran dan Buah-buahan.

No.

Komoditi Luas Panen (ha)

Produksi (ton) Rataan produksi (kw/ha)

1987 1997 1987 1997 1987 1997 Sayuran 1. Bw.putih 1200 4280 5977 26785 49.77

20

Page 21: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

2. Kentang 5107 9034 33367 120794 65.34 3. Kubis 4948 10648 55842 143747 112.86 4. Bw.merah 15359 16895 74890 153802 48.76 5. Lombok 40420 34898 121719 59690 30.11

Buah-buahan (Pohon):

1. Apel 5582187 4478975 99075 69375 0.18 2. Jeruk 3563533 4436922 73412 122847 0.21 3. Mangga 4273665 8507301 268083 620805 0.63 4. Pisang 119462472 39379520 1641609 507199 0.14 5. Nanas 54739371 83963217 35786 100361 0.01 6. Rambut

an 4238674 820867 66471 60508 0.16

7 Salak 3306296 1591349 30896 20218 0.09 8 Lainnya 61717741 20063671 963473 1120409 0.16

Jenis tanah di DAS Brantas Hulu Jawa Timur sebagian besar adalah Inseptisol, dan Andosol. Kedua jenis tanah ini subur dan erodibilitasnya cukup tinggi.

Hasil pemantauan terhadap lahan –lahan pada areal pertanian tanaman pangan menunjukkan bahwa di DAS Brantas Hulu terdapat lahan kritis yang masih cukup luas dan perlu penanganan yang lebih seksama.

V. PERMASALAHAN PENGELOLAAN LAHAN

Pembangunan daerah dan masyarakat pada hakekatnya merupakan bagian integral dari upaya pembangunan secara nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Visi dalam pembangunan daerah adalah "pembangunan daerah untuk pemberdayaan masyarakat". Untuk itu misi yang harus dijalankan adalah dengan meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah yang dapat mengembangkan kemampuan masyarakat untuk memperoleh dan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia baik yanq berasal dari pelayanan pemerintah, kapasitas sosial-ekonorni masyarakat, serta sumberdaya lain yang ada di daerah.

Pembangunan daerah merupakan upaya terpadu yang menggabungkan dimensi kebijakan pengembangan masyarakat, perwujudan pemerintahan yang baik, integrasi ekonomi antar sektor, pelayanan lokal, pengelolaan sumberdaya lahan secara lestari, serta penanganan secara khusus daerah-daerah lahan kritis.

21

Page 22: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

5.1. Permasalahan Pengelolaan Lahan

Di wilayah DAS Brantas hulu diperkirakan terdapat cukup banyak lahan kritis dan potensial kritis di luar kawasan hutan, hampir seluruhnya dikelola dengan berbagai tipe usahatani lahan kering secara subsistensi oleh masyarakat pemiliknya.

Salah satu masalah utama yang dihadapi adalah keadaan bio-fisik lahan kering yang sangat beragam dan sebagian sudah rusak atau mempunyai potensi sangat besar untuk menjadi rusak. Dalam kondisi seperti ini mutlak diperlukan penajaman teknologi pemanfaatan sumberdaya lahan kering dan pembenahan kelembagaan penunjangnya.

Lima syarat yang harus dipenuhi dalam upaya penerapan dan pengembangan teknologi pengelolaan lahan kritis, adalah (i) Secara teknis dapat dilaksanakan oleh masyarakat setempat dan sesuai

dengan kondisi agroekosistem setempat (site specific), (ii) Secara ekonomis menguntungkan pada kondisi tatanan ekonomi wilayah

pedesaan (ecological economic), (iii) Secara sosial tidak bertentangan dan bahkan mampu mendorong

motivasi dan partisipasi petani (social participation), (iv) Ramah dan aman lingkungan (sustainable),(v) Mampu membuka peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

wilayah secara berkelanjutan (economic linkages).

Sumberdaya lahan mempunyai peranan sangat penting bagi kehidupan manusia. Segala macam bentuk intervensi manusia secara siklis dan permanen untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat materiil maupun spirituil yang berasal dari lahan tercakup dalam pengertian penggunaan lahan, atau land use. Dengan peranan ganda tersebut, maka dalam upaya pengelolaannya, sering terjadi benturan di antara sektor-sektor pembangunan yang memerlukan lahan. Fenomena seperti ini seringkali mengakibatkan penggunaan lahan kurang se- suai dengan kapabilitasnya. Dalam hubungannya dengan penggunaan lahan ini, ada tiga faktor yang mempengaruhi nilai lahan, yaitu (i) kualitas fisik lahan, (ii) lokasi lahan terhadap pasar hasil-hasil produksi dan pasar sarana produksinya, dan (iii) interaksi di antara keduanya. Nilai lahan semakin besar apabila kualitas biofisiknya semakin baik dan lokasinya semakin dekat dengan pasar. Sehubungan dengan kualitas fisik lahan, keberhasilan suatu sistem pengelolaan lahan kering (seperti misalnya usahatani konservasi) juga dibatasi oleh persyaratan-persyaratan agroekologis (terutama kesesuaian tanah dan ketersediaan air) . Persesuaian syarat agroekologis menjadi landasan pokok dalam pengembangan komoditas pertanian lahan kering. Penyimpangan dari persyaratan ini bukan hanya akan menimbulkan kerugian ekonomis, tetapi juga akan mengakibatkan biaya-sosial yang berupa kemerosotan kualitas sumberdaya lahan. Di lokasi-lokasi tertentu, seperti lahan kering di bagian hulu DAS, biaya sosial tersebut bisa bersifat internal seperti kemunculan tanah-tanah kritis dan bersifat eksternal seperti sedimentasi di berbagai fasilitas perairan.

22

Page 23: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

Atas dasar problematik seperti di atas, maka evaluasi kesesuaian agroekologis lahan kering untuk penggunaan pertanian masih dipandang sebagai bottle neck dalam kerangka metodologi perencanaan sistem pengelolaan lahan kering. Beberapa metode dan prosedur evaluasi agroekologis dapat digunakan untuk kepentingan ini. Metode-metode ini masih bertumpu kepada aspek agroekologi, sedangkan aspek sosial-ekonomi-budaya masih belum dilibatkan secara langsung. Demikian juga sebaliknya, pendekatan agroekonomi untuk mengevaluasi usahatani lahan kering yang lazim digunakan hingga saat ini biasanya juga belum melibatkan secsara langsung aspek-aspek agroekologis. Selama ini penelitian-penelitian untuk memanipulasi lingkungan tumbuh pada lahan kering dilakukan dengan metode eksperimental di lapangan yang sangat tergantung pada musim, memerlukan waktu lama dan sumberdaya penunjang yang cukup banyak. Kondisi lahan kritis biasanya ditandai oleh infrastruktur fisik dan sosial yang rendah dan keterbatasan-keterbatasan akses lainnya. Keterisolasian penduduk dari sumber informasi mengakibatkan mereka kurang mampu mengembangkan wilayahnya secara mandiri. Kondisi seperti ini diperparah oleh keterbatasan kemampuan aparat pemerintah untuk menjangkau masyarakat di lahan kering yang sebagian besar relatif miskin. Pada kondisi seperti itu, siperlukan rancangan khusus sistem usahatani konservasi di lahan kering untuk menciptakan produksi pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan disertai dengan dukungan pengembangan peranan wanita pedesaan, fasilitas perkreditan, jalan dan transportasi desa, sarana air bersih pedesaan dan sarana penunjang lainnya.

Dalam proses produksi pertanian, masukan-masukan yang berupa material, teknologi, menejemen dan unsur-unsur agro ekologi akan diproses untuk menghasilkan keluaran-keluaran yang berupa hasil-hasil tanaman dan ternak. Hasil-hasil sampingan dan limbah dari proses produksi tersebut dapat berupa hasil sedimen, hasil air, dan bahan-bahan kimia yang dapat menjadi pencemar lingkungan. Limbah ini biasanya diangkut ke luar dari sistem produksi dan menimbulkan biaya eksternal dan efek eksternalitas. Biasanya sistem produksi pertanian di daerah hulu sungai mempunyai efek eksternal yang cukup luas dan akan diderita oleh masyarakat di daerah bawah. Dalam suatu daerah aliran sungai yang mempunyai bangunan pengairan seperti bendungan, waduk dan jaringan irigasi, efek eksternalitas tersebut menjadi semakin serius, karena dapat mengancam kelestarian bangunan-bangunan tersebut.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengendalikan efek eksternalitas tersebut, namun hasilnya masih belum memadai. Hal ini disebabkan oleh karena mekanisme pasar tidak dapat bekerja untuk mengalokasikan eksternalitas (Soemarno, 1990). Sehingga produsen pertanian di daerah hulu tidak mau menanggung biaya eksternal yang ditimbulkannya. Disamping itu, biaya untuk mengendalikan efek eksternalitas tersebut relatif sangat besar dibandingkan dengan biaya produksi dan penerimaan usahatani. Dalam kondisi seperti ini diperlukan campur tangan kebijakan pemerintah. Davies dan Kamien (1972) mengemukakan beberapa macam campur tangan pemerintah untuk mengendalikan efek eksternalitas, yaitu:

23

Page 24: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

(i) larangan, (ii) pengarahan, (iii) kegiatan percontohan, (iv) pajak atau subsidi, (v) pengaturan (regulasi), (vi) denda atau hukuman, dan (vii) tindakan pengamanan.

Efek eksternalitas dalam batas-batas tertentu juga berhubungan dengan degradasi sumberdaya lahan yang pengaruhnya dapat terjadi terhadap proses produksi. Pada lahan pertanian di daerah hulu sungai efek eksternalitas tersebut biasanya berkaitan erat dengan intensitas pengusahaan lahan yang pada kenyataanya sangat beragam.

Kondisi sumberdaya lahan kritis yang sangat beragam dan kondisi iklim yang berfluktuasi tersebut pada kenyataannya sering menjadi kendala yang menentukan tingkat efektivitas implementasi teknologi pengelolaan yang ada. Khusus dalam hal konservasi tanah dan air, kendala yang dihadapi adalah erodibilitas tanah dan erosivitas hujan yang sangat tinggi, faktor lereng dan fisiografi. Dalam kondisi seperti ini maka tindakan konservasi tanah harus dibarengi dengan intensifikasi usahatani dan rehabilitasi lahan. Salah satu upaya intensifikasi usahatani lahan kering adalah dengan pemilihan kultivar, pengaturan pola tanam yang melibatkan tanaman semusim dan tanaman tahunan, serta ternak dibarengi dengan penanaman rumput/tanaman hijauan pakan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh P3HTA tentang pola usahatani lahan kering pada musim tanam 1985/1986 memberi informasi bahwa polatanam introduksi : jagung + kacang tanah (atau kedelai) + ubikayu, diikuti jagung + kedelai (atau kacang hijau), dan diikuti kacang tunggak lebih efisien dalam memanfaatkan sumberdaya pertanian dan lebih produktif daripada pola tanam tradisional. Suatu peluang yang tampaknya cukup besar di lahan kering adalah usahatani tanaman pisang dan kelapa. Kedua jenis komoditas ini ternyata mampu mensuplai pendapatan dan kesempatan kerja bagi petani lahan kering, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pemupukan urea, TSP dan KCl ternyata mampu meningkatkan produktivitas kedua tanman ini secara signifikan. Penelitian-penelitian ini sudah mulai melibatkan aspek konservasi tanah, laju erosi dan limpasan permukaan sudah mulai diamati dan diukur di lapangan, sehingga diperlukan dana yang cukup banyak dan harus mengikuti irama musiman. Selain itu, penelitian-penelitian ini masih belum menganalisis hasil-hasil erosi dan limpasan permukaan secara terintegrasi dengan analisis ekonomis, belum dilakukan analisis kepekaan erosi dan limpasan permukaan terhadap variasi bentuk kegiatan konservasi tanah, serta belum memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan dampak jangka panjangnya. Tampaknya komponen teknologi sistem usahatani lahan kering yang cukup baik untuk menunjang program intensifikasi adalah ternak. Introduksi hijauan pakan ternak, baik yang berupa rumput maupun semak/perdu dan pepohonan, mampu memberikan manfaat ganda, yaitu mengurangi bahaya erosi dan limpasan permukaan, serta menghasilkan pakan hijauan. Khusus jenis rumput setaria ternyata mempunyai peluang yang cukup baik untuk

24

Page 25: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

dikembangkan di lakan kering, karena mempunyai nilai gizi yang cukup baik bagi ternak ruminansia serta mampu memainkan peran sebagai tanaman penguat teras yang baik. Usahatani domba ternyata mampu memberikan sumbagan pendapatan keluarga yang cukup besar (bisa mencapai 35% dari total pendapatan keluarga), dan faktor utama yang sangat berpengaruh adalah jumlah dan jenis (kualitas) pakan yang terkonsumsi ternak.

Produksi pertanian yang berkelanjutan yang sekaligus memperhatikan aspek kelestarian lingkungan alam ini akan dicapai melalui pendekatan usahatani yang menyeluruh denagn menerapkan paket teknologi "Asta-usaha". Penerapan paket teknologi yang terdiri atas penggunaan benih unggul, pengolahan tanah, pengairan, perlindungan tanaman, cara bercocok tanam, pengolahan hasil, pemasaran dan konservasi tanah ini diharapkan akan mampu menjawab tantangan yang dihadapi dalam pengembangan wilayah. Dalam hubungan ini diperlukan berbagai petunjuk teknis yang tepatguna. Petunjuk teknis bagi pengembangan sistem pertanian lahan kering ini terdiri atas Usahatani konservasi dan produksi pertanian, Produksi Peternakan, Penyuluhan dan transfer informasi, Pembinaan wanita pedesaan, pengembangan lembaga keuangan pedesaan, Pembangunan prasarana jalan, dan Pengadaan fasilitas air bersih. Komponen-komponen teknologi ini dikemas dalam suatu program pembangunan pertanian lahan kering untuk meningkatkan ekonomi wilayah dan sekaligus kesejahteraan masyarakat setempat.

5.2. Problematik Teknologi Konservasi Tanah dan Air

Permasalahan dan kendala bagi upaya konservasi tanah yang sering dijumpai di lahan kritis adalah (I) Kondisi lahan yang curam sehingga pengolahan tanah akan merangsang

dan mempercepat proses erosi dan tanah longsor, (ii) Rendahnya rataan penghasilan petani lahan kering yang menyebabkan

tidak mampu untuk membiayai kegiatan konservasi tanah, (iii) Masih terbatasnya keberdayaan petani untuk usaha konservasi tanah

sebagai akibat dari keterbatasan income dan kebutuhan keluarga yang senantiasa terus mendesak, dan

(iv) Keterbatasan sarana dan prasarana pengembangan sistem usahatani konservasi berbasis agroforestry.

Lokasi prioritas bagi kegiatan konservasi tanah harus memenuhi kriteria (I) Terletak dalam Zone Erosi Kritis dengan luasan penggunaan lahan >

75% sebagai lahan kering; (ii) Sebagian besar diusahakan untuk usahatani kecil; (iii) Kemiringan lahan antara 8% hingga 45% dengan tebal solum kurang

dari 50 cm, untuk daerah yang solumnya kurang 30 cm diarahkan untuk tanaman keras tahunan; dan

(iv) Respon masyarakat pedesaan cukup tinggi.

25

Page 26: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

Metode konservasi tanah yang sering digunakan adalah metode sipil-teknis dan metode vegetatif. Bentuk-bentuk teknik konservasi tanah yang dicobakan dapat berupa teras bangku, teras gulud, teras kredit, teras individu, teras kebun, saluran diversi, saluran pembuangan air, dan penanaman tanaman penguat teras pada bibir/tampingan, tanaman penutup tampingan teras dan penanaman berjalur (strip cropping).

5.3. Resume Permasalahan LAHAN KRITIS dan Pemecahannya

5.3.1. Permasalahan

1. Rendahnya peran serta masyarakat disebabkan oleh kurang terpenuhinya kebutuhan jangka pendek dari hasil kegiatan penghijauan, terbukti bangunan konservasi (SPA, drop structure) dan tanaman tahunan kurang begitu mendapat perhatian dalam pemeliharaannya.

2. UP-UPSA sebagai wahana dan sarana penyuluhan usahatani konservasi dan teknologi konservasi lainnya belum dapat dimanfaatkan secara optimal dalam kegiatan transfer informasi kepada masyarakat sasaran .

3. Peran serta Penyuluh Lapangan kurang efektif dalam membangkitkan motivasi dan mengubah perilaku masyarakaf, karena para Penyuluh lebih banyak berperan dalam meningkatkan ketrampilan teknis dan pendekatan yang digunakan masih bertumpu pada “broadcasting systems”.

4. Keterbatasan pengetahuan kelompok tani dalam menuangkan kegiatan administrasi proyek yang agak rumit, sehingga menimbulkan berbagai kendala administrasi pelaporan kegiatan.

5. Keterbatasan kemampuan masyarakat untuk meme lihara / mengamankan hasil-hasil kegiatan penghijauan kerena keterbetasan modal dan ketersediaan tenaga kerja.

6. Sistem pendanaan kegiatan penghijauan merupakan bansus Pusat ke Tingkat II sehingga pelaksanaan di lapangan sering terlambat sebagai akibat dari persyaratan birokrasi yang beraneka ragam

5.3.2. Upaya pemecahan masalah

1. Meningkatkan peranan UP-UPSA sebagai “Kebun Teknologi dan Sekolah Lapangan Penghijauan” serta diikuti dengan peningkatan kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat, sehingga UP-UPSA betul-betul menjadi sarana yang dibutuhkan masyarakat untuk memberdayakan dirinya.

2. Materi penyuluhan harus bergam sesuai dengan kebutuhan kelompok-kelompok masyarakat yang beragam, baik aspek ketrampilan maupun afektif dan dilaksanakan dengna mengadopsi pendekatan “receiving system groups”.

3. Pemilihan jenis tanaman dan teknologi pengusahaannya hendaknya mengacu pada kesesuaian agroklimat, bernilai ekonomis tinggi, cepat menghasilkan, disukai oleh masyarakat, serta mempunyai keterkaitan yang luas dengan aktivitas produktif lainnya di masyarakat.

26

Page 27: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

4. Khusus dalam kaitannya dengan komoditi ekonomis berjangka panjang (seperti pohon buah-buahan dan kayu-kayuan, ternak sapi kereman) harus diadopsi pendekatan Kawasan Agribisnis Penghijauan Milik Masyarakat (KAGIMAS), yang berdasar kepada kaidah-kaidah ecological-economic.

5.4. Permasalahan pada Tingkat Lahan Pekarangan

“Pekarangan” di daerah lahan kritis DAS Brantas Hulu dapat didefinisikan sebagai "sebidang lahan dengan batas-batas tertentu, yang ada bangunan tempat tinggal dan mempunyai hubungan fungsional secara ekonomi, biofisik dan sosial-budaya dengan pemiliknya". Pengertian ini mengisyaratkan betapa penting fungsi dan peranan “lahan pekarangan” bagi kehidupan masyarakat sehari-hari.

Luas lahan pekarangan di daerah kritis ini diperkirakan mencapai sekitar 20-30% dari luas lahan pertanian yang ada, dan merupakan sumber pendapatan rumahtangga yang sangat penting

Ciri-ciri pekarangan di daerah lahan kritis ini sama halnya dengan ciri lahan kering kritis di daerah lainnya, yaitu keadaan fisiografis lahan yang beragam mulai dari kelerengannya, struktur tanah, kedalaman solum, kesuburan tanah, neraca lengas tanah, serta cara-cara pengelolaan petani yang seadanya, sedikit penggunaan input produksi komersial dan dicirikan oleh adanya tatanan “multistrata systems”, strata pertama pohon kayu-kayuan/buah-buahan, strata ke dua tanaman pangan semusim, dan strata ke tiga biasanya berupa cover-crops/rumput pakan ternak. Dalam sistem campuran seperti ini biasanya produktivitas tanaman pangan (ubi kayu, jagung, kacang- kacangan dan sayuran) dan tanaman tahunan (kelapa, pete, melinjo, buah-buahan) yang dihasilkan dikategorikan rendah. Namun demikian, hal yang diutamakan adalah kesinambungan hasil produksi sepanjang tahun.

Gambaran kondisi “Pekarangan” di wilayah lahan kritis DAS Brantas Hulu, Jawa Timur, mempunyai ciri-ciri ekologis sebagai berikut :

Tinggi tempat antara 800 - 1200 m di atas permukaan laut, fisiografi bergelombang hingga berbukit dengan kerelengan 20-35%. Suhu udara rata-rata adalah antara 210C, dan suhu maksimum antara 240C serta suhu minimum sekitar 180C. Lama penyinaran matahari diperkirakan antara 40-60% di musim penghujan sampai 70-85% di musim kemarau. Hal ini menunjukkan bahwa pada musim penghujan intensitas cahaya bisa berkurang dibanding musim kemarau karena matahari sering tertutup awan.

Rata-rata hujan tahunan menunjukkan kisaran antara 1.400 mm sampai 2.100 mm dengan rata-rata bulan basah (lebih 100 mm/bulan) selama 5-6 bulan/tahun. Musim penghujan umumnya terjadi antara bulan Nopember sampai dengan April. Pada periode ini jumlah hujan mencapai 80% dari total hujan tahunan yang jatuh di daerah ini sehingga limpasan hujan yang cukup deras merupakan masalah serius yang dihadapi masyarakat di daerah ini.

27

Page 28: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

Tata ruang pekarangan umumnya bernuansa tradisional, ditandai rumah yang menjadi satu dengan kandang ternak (kalau punya ternak), tempat pembuangan limbah ternak berdekatan dengan sumur atau rumah, tidak terdapatnya parit atau saluran pembuang air, sampah-sampah yang tidak terkumpul, sistem tanam yang rapat & seolah-olah tidak teratur, menganut pola agroforestry.

Lebih lanjut ditemukan bahwa jenis tanaman yang dibudidayakan petani di lahan pekarangan sangat beragam dengan hasil yang relatif rendah namun berkesinambungan hampir sepanjang tahun. Tanaman tahunan ekonomis seperti pete, kelapa, mangga, rambutan, pisang, nangka, alpokad, pepaya, melinjo. Jenis lain berupa pohon kayu-kayuan seperti Sengon, Akasia, Kaliandra, Gliricidae, Turi (Sesbania), Kasuarina, mahoni, lamtoro gung, dan lainnya. Sedangkan tanaman pangan dan sayuran yang diusahakan adalah sayuran, jagung, kacang merah, koro-koroan, kacang-kacangan dan rerumputan pakan ternak seperti rumput gajah, rumput setaria, kolomento dan lainnya.

Berbagai jenis ternak juga diupayakan seperti sapi, kambing dan ayam buras, dalam jumlah yang relatif kecil. Sebagian penduduk memelihara sapi kereman bukan milik sendiri tetapi memeliharakan ternaknya orang lain dengan sistem "gaduhan" yaitu pembagian keuntungan yang antara pemilik dan pemelihara ternak.

Dari segi pendidikan dan ketrampilan maupun pengetahuan masih bersifat tradisional, hal ini ditandai bahwa kebanyakan petani-petani tersebut berpendidikan SD atau bahkan hanya sampai kelas III saja. Begitu juga halnya dengan pengetahuan tentang budidaya tanaman maupun pengolahan tanah masih tradisional, mengingat tanaman yang dibudidayakan tidak menunjukkan pertumbuhan maupun hasil yang baik. Dalam hal pengolahan lahannya petani sudah tampak mulai berupaya menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah untuk mengen dalikan proses erosi dan limpasan permukaan. Kursus- kursus ketrampilan usahatani konservasi pernah diikuti (penyuluhan dari PPL/PLP), namun untuk menerapkannya secara penuh masih terkendala oleh “terbatasnya” insentif ekonomi yang dapat diperolehnya.

Sistem pengelolaan lahan pekarangan sudah mulai memperhatikan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air terutama untuk tanh-tanah miring (sistem gulud, teras, rorak-rorak, saluran pembuangan air maupun saluran diversi). Namun praktek-praktek ini masih perlu penanganan lebih intensif, terarah dan berkesinambungan. Di satu sisi pada musim kemarau air kurang tersedia, pada musim penghujan air berlebihan dan membawa akibat negatif seperti runoff, erosi maupun tanah longsor.

Pada lahan pekarangan yang mempunyai kelerengan 30% dengan kedalaman solum lebih 50 cm dapat digunakan untuk kombinasi tanaman tahunan dan semusim yang ditanam secara kontur dan menggunakan teras gulud atau teras bangku.

Jenis-jenis tanaman yang mampu bertahan dan dapat berproduksi dengan kondisi agroklimat yang ada adalah tanaman kelapa, mangga, nangka, alpokad, mlinjo, mente, petai, pisang dan tanaman hutan seperti jati, mahoni, albizia, gliricidae, flemingia dan akasia; dan tanaman lain yang tahan

28

Page 29: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

adalah ubikayu, kacang tunggak, jagung, dan aneka sayuran. Sehingga pemilihan jenis tanaman yang tepat sesuai dengan kondisi lahan petani diharapkan dapat membantu penyediaan pangan, gizi dan peningkatan pendapatan walaupun di wilayah tersebut sedang dalam keadaan kemarau.

Ciri-ciri pekarangan di daerah yang lebih datar, adalah keadaan fisiografis lahan yang berupa dataran berombak hingga bergelombang dengan meiringan lahan 8-15%. Cara pemanfaatan lahan adalah dengan sistem campuran (mixed cropping), ciri yang menonjol adalah campuran antara tanaman hortikutura sayuran (sebagai tanaman pokok), jagung sebagai tanaman sela, dan tanaman pagar pembatas pemilikan lahan.

Dengan keadaan tersebut perlu diupayakan cara-cara pemanfaatan yang lebih intensif dengan pengembangan sistem surjan maupun penganekaragaman budidaya di wilayah tersebut seperti penggunaan berbagai jenis kultivar secara tumpangsari / tumpang sisip di bagian surjan (bidang olah di atas) dan mina padi di tabukan (bidang olah di bawah) dan dikombinasikan dengan pola tanam yang tepat.

Ciri-ciri yang mempunyai kesamaan antara pemilik lahan adalah kebanyakan penempatan rumah induk yang menjadi satu kandang ternak (sapi/kambing), kamar mandi, cuci dan kakus yang kurang baik (biasanya menggunakan sungai sebagai MCK) dan kalau malam sering membakar jerami/campuran kotoran ternak untuk mengusir nyamuk. Dengan kondisi tersebut jelas kurang baik bagi kesehatan keluarga mereka, sehingga tidak sedikit yang menderita sakit sesak nafas.

Melihat perkembangan wilayah maupun penduduk yang relatif lambat serta rendahnya kemampuan penduduk dalam memanfaatkan pekarangan maupun lahan mereka, dapat ditandai bahwa rendahnya modal yang ada di wilayah tersebut juga menyebabkan lambatnya pembangunan di desa tersebut.

Berdasarkan uraian-uraian di atas permasalahan crucial dalam pemanfaatan lahan pekarangan yang kurang menunjang kehidupan petani pemiliknya adalah :(1). Masalah defisit lengas tanah pada musim kemarau sehingga kegiatan

budidaya di lahan mereka terhenti dan tenaga kerja produktif (laki-laki/perempuan) menganggur atau mencari pekerjaan ke luar sistem.

(2). Masalah kelebihan air selama musim penghujan, sehingga limpasan air menyebabkan erosi terutama untuk lahan-lahan pekarangan yang miring dan tanahnya sangat erodible.

(3). Masalah cara pemanfaatan lahan pekarangan pada saat tersedia air (air hujan) kurang efisien, efektif dan bermanfaat untuk menunjang pangan, gizi dan peningkatan pendapatan pemiliknya. Hal ini terpaksa terjadi karena keterbatasan modal dan sumberdaya untuk menerapkan pengelolaan usaha yang lebih intensif.

(4). Masalah sanitasi lingkungan kurang sehat yang berkaitan dengan tata ruang bangunan induk dan bangunan penunjang lainnya untuk melaksanakan berbagai macam kegiatan di lahan pekarangan.

29

Page 30: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

(5). Masalah sosial (persepsi, sikap dan perilaku) terutama yang menyangkut kualitas sumberdaya manusia seperti pendidikan, kesehatan, pengetahuan & ketrampilan, budaya dan tradisi yang masih dapat dioptimalkan.

(6). Keterbatasan modal, dan lemahnya posisi tawar dalam mekanisme pemasaran produk, sehingga potensi pekarangan belum dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

(7). Masalah kelembagaan dan peranannya dalam peningkatan pendapatan penduduk, peningkatan modal investasi eksternal di lahan kritis, produktivitas lahan dan keberlanjutan usaha produksi berbasis sumberdaya lahan.

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan maka arah pemberdayaan /pemanfaatan ditekankan pada penyajian informasi dasar tentang kondisi agroekologis, tata ruang pekarangan, proses produksi pertanian dan pertanian di pekarangan, perilaku sosial ekonomi petani, status pangan dan gizi keluarga, pekarangan dan kemampuan daya serapnya terhadap tenaga kerja serta perilaku petani dalam melestarikan sumberdaya alam dan lingkungannya. Ini semua dapat tercakup dalam SISTEM INFORMASI PEKARANGAN .

Berdasarkan sajian informasi tersebut diharapkan dapat disusun rancangan-rancangan tata ruang, jasa produksi, teknologi pascapanen serta alternatif penanganannya di bidang permodalan, pengelolaan dan kelembagaan yang menunjang proses pemberdayaan ekonomi masyarakat lahan kritis.

5.5. Permasalahan pada tingkat Rumah Tangga Petani Lahan Kritis (RTPLK)

5.5.1. Deskripsi RTPLK

Gambaran mengenai RTPLK di wilayah lahan kritis DAS Brantas Hulu, Jawa Timur adalah sebagai berikut.(1). RTPLK mempunyai keragaman kondisi individu dan lingkungan yang

sangat besar; baik ragam kondisi dan lokasi tempat tinggalnya, ragam pekerjaannya, ragam tingkat kemiskinannya, faktor-faktor penyebab kemiskinannya; maupun ragam keinginan untuk berupaya mengatasi kemiskinan. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah yang tepat untuk mengidentifikasi dan menemukenali RTPLK miskin di pedesaan.

(2). Umur dan pendidikan KRTPLK. Sebagian besar (> 90 persen) KRTPLK menamatkan sekolah dasar, hal ini berarti mereka bekerja adalah pekerja yang tidak mempunyai keakhlian (unskilled-labourers); dan yang tidak pernah sekolah ada sekitar 30-35 persen dari seluruh KRTPLK. Hampir 40 persen dari KRTPLK telah berumur lebih dari 50 tahun, dalam umur manula ini barangkali sangat sedikit diharapkan kapasitas tenagakerjanya untuk dapat bekerja dengan lebih baik untuk meningkatkan pendapatannya.

30

Page 31: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

(3). Lapangan Usaha dan Status Pekerjaan KRTPLK:a. Sebagian besar (80 - 90 persen) dari status usaha dari KRTPLK adalah

sektor agrokompleks.b. Sejumlah 10-15 persen KRTPLK tidak bekerja atau sebagai buruh tani

musiman. Kemungkinan pen-dapatan yang mereka butuhkan berasal dari anggota keluarga lain yang bekerja. Dalam situasi demikian akan sulit bagi Pemerintah untuk membantu KRTPLK untuk menambah pendapatannya; atau sasarannya bukan KRTPLK tetapi anggota keluarganya.

(4). Indikator yang cukup obyektif untuk dapat digunakan menemukan RTPLK miskin secara visual adalah kondisi fisik rumah tempat tinggalnya. Empat parameter utama yang dapat digunakan secara hierarkhis adalah jenis lantai rumah dan luasnya, jenis lampu penerangan di dalam rumah, dan jenis dinding; sedangkan parameter penunjang yang dapat digunakan adalah luas pekarangan dan sumber air minum untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.

a. RTPLK miskin di pedesaan umumnya dicirikan oleh rumah tempat tinggal yang lantainya berupa tanah dengan luasan 40-50 m2, lampu penerangan di dalam rumahnya adalah "sentir", dan dinding rumahnya terbuat dari anyaman bambu (gedek).

b. Indikator penunjangnya adalah sumber air minum dari mata air atau sungai, dan luas pekarangannya 500 - 1000 m2 di sekeliling rumah. Informasi mengenai parameter-parameter tersebut dapat diperoleh dari catatan di kantor desa, pamong desa (Kadus, ketua RW atau ketua RT), key informans karang taruna, atau dengan observasi langsung di lapangan.

5.5.2. Model-model Pemberdayaan RTPLK

a. Model Kegiatan Agribisnis: KAWASAN AGRIBISNIS MILIK MASYARAKAT (KAGIMAS)Model bantuan ini lebih bersifat konsumtif bagi tenaga kerja buruh, namun sekaligus juga untuk mendorong munculnya wirausaha-wirausaha kecil di pedesaan. Model ini sifatnya kemitraan antara tenaga buruh di pedesaan dengan pedagang/pengusaha agribisnis kecil di pedesaan. Tenaga Buruh mendapat kesempatan untuk bekerja dengan upah harian yang memadai untuk menggarap lahan-lahan yang tidak mampu digarap secara produktif, sedangkan pedagang / pengusaha mendapat bahan dagangan dari hasil usaha tersebut.Koperasi Agribisnis Komoditi Unggulan membina para anggotanya untuk membentuk kelompok usaha bersama agroindustri (terutama pengolahan hasil-hasil pertanian) dengan memanfaatkan kredit murah bagi para anggota koperasi (KKPA). Dalam pembinaan manajemen dan inovasi teknologi, KOPAGI menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga/instansi terkait seperti BLKI, LITBANG, Perguruan Tinggi,

31

Page 32: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

Dinas/instansi teknis melaksanakan DIKLAT bagi anggota. Dalam hal pemasaran Koperasi menjalin kerjasama dengan para pedagang, dan pusat-pusat pertokoan seperti WASERDA, SUPERMARKET, Kios-kios, dan lainnya.

b. Model Kelompok perguliran (misalnya bantuan usaha ternak )Beberapa macam model perguliran bantuan dan sistem bagi hasil ternak telah dikenal di wilayah pedesaan, terutama yang menyangkut ternak sapi potong atau sapi kereman, dan KAMBING/ domba ekor gemuk. Penyimpangan biasanya terjadi karena lemahnya fenomena pendampingan kepada para pemelihara ternak. Pemberian bantuan bibit ternak diberikan kepada POKTANI yang dibentuk oleh para anggotanya sendiri dan dipimpin oleh seorang di antara mereka. Perguliran bibit ternak dapat diatur di antara anggota kelompok atau antar kelompok. Bibit kambing atau domba dapat diberikan secara individu kepada RTPLK yang diperkirakan akan meng-hadapi resiko terlalu besar kalau diberi bantuan bibit sapi.

c. Model Bantuan Hibah Bersaing.Model bantuan hibah ini lebih bersifat konsumtif atau untuk investasi sumberdaya manusia yang dampaknya berjangka panjang (pendidikan atau kesehatan). Pemberian bantuan hibah harus benar-benar bersaing, artinya harus sampai kepada kelompok RTPLK yang paling membutuhkan yang ada di desa dan benar-benar paling memerlukan. Pemilihan kelompok sasaran dilakukan dengan pendekatan partisipasi, melibatkan karang taruna atau kelompok dasa-wisma setempat.

Salah satu faktor dominan yang pada kenyataannya sangat menentukan efektivitas program pemberdayaan masya rakat di lahan kritis ialah ketepatan kelompok sasaran. Siapa RTPLK yang paling tepat untuk macam bantuan tertentu itu sebenarnya?. RTPLK di wilayah pedesaan mempunyai ragam kondisi yang cukup besar, baik ragam kondisi dan lokasi tempat tinggalnya, ragam pekerjaannya, ragam tingkat kemiskinannya, faktor-faktor penyebab kemiskinannya, serta keingainan dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mendapatlam income. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah yang tepat untuk menemu-kenali RTPLK di pedesaan DAS Brantas Hulu, yaitu:

1. Identifikasi RTPLKIndikator visual yang cukup obyektif untuk dapat digunakan menemukan rumah tangga miskin adalah kondisi fisik rumah tempat tinggalnya. Empat parameter utama yang dapat digunakan secara hierarkhis adalah jenis lantai dan luasnya, jenis lampu penerangan di dalam rumah, dan jenis dinding; sedangkan parameter penunjang yang dapat digunakan adalah luas pekarangan dan sumber air minum untuk memenuhi kebutuha keluarga sehari-hari. RTPLK miskin di pedesaan umumnya dicirikan oleh rumah tempat tinggal yang lantainya berupa tanah dipadatkan seluas 40-50 m2, lampu penerangan di dalam rumahnya adalah "sentir", dan dinding rumahnya

32

Page 33: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

terbuat dari anyaman bambu (gedek). Indikator penunjangnya adalah sumber air minum dari mata air atau sungai, dan luas pekarangannya 1000-1500 m2 di sekeliling rumah. Informasi mengenai parameter-parameter tersebut dapat diperoleh dari catatan di kantor desa, pamong desa (Kadus, ketua RW atau ketua RT), key informans karang taruna, atau dengan observasi langsung di lapangan.

2. Deskripsi RTPLK MiskinProfil RTPLK harus mampu mengungkapkan dua hal pokok, yaitu (1) kualitas umum, dan (2) aktivitas produktif yang dilakukan oleh kepala keluarga (kalau memungkinkan juga anggota keluarga lainnya). Aspek kualitas umum terdiri atas beberapa karakteristik yang dapat diukur secara kuantitatif atau kualitatif. Beberapa karakteristik penting adalah pengeluaran rumah tangga dan alokasi penggunaannya, pemilikan aset kekayaan dan faktor produksi lahan pertanian, jumlah anggota rumahtangga, serta beberapa parameter pokok kondisi fisik rumah tempat tinggal. Aspek aktivitas produktif, khusus ditujukan kepada kepala keluarga, terdiri atas penggunaan waktu untuk bekerja, jenis dan status pekerjaan utama, lapangan usaha, bantuan yang diinginkan sesuai dengan pekerjaan dan usaha yang ditekuni, serta waktu untuk mendapatkan informasi dari luar (media massa cetak dan elektronik).

3. Stratifikasi RTPLK Miskin Keunikan dan keragaman masalah yang dihadapi oleh orang miskin menuntut adanya klasifikasi yang jelas dalam rangka untuk mengefektifkan upaya-upaya pengentasannya. Stratifikasi rumah tangga di pedesaan dapat dilakukan berdasarkan lapangan pekerjaan atau lapangan usaha yang ditekuni oleh kepala rumahtangganya, serta jenis dan status pekerjaan utamanya.

BAHAN BACAAN

Adi, A. 1990. Pengaruh berbagai teknik konservasi tanah terhadap erosi, aliran permukaan dan hasil tanaman pangan pada tanah Typic Eutropepts di Ungaran. Pembahasan Hasil-hasil dan Perencanaan Penelitian. P3HTA - Badan Litbang Pertanian, 11-13 Januari 1990, Puncak-Bogor.

Anonimous, 1978. Bagaimana Memulihkan Tanah Kritis. Departemen Pertanian Proyek Pendidikan dan Latihan Petugas Lapangan Program Bantuan Penghijauan dan Reboisasi. No. 6. 1978.

Arsjad, Sitanala. 1985. "Strategi Konservasi Tanah". Dalam Apandi Mangundikoro (Penyunting), 1985, Proseding Lokakarya Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu, Departemen Kehutanan dan UNiversitas Gajah Mada, Yogyakarta.

33

Page 34: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

Arsyad, S. , A. Priyanto, dan L.I. Nasoetion. 1985. Konsepsi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Makalah disajikan pada Lokakarya Program Studi Pengelolaan DAS pada FPS IPB, 14 Januari 1985.

BRLKT Brantas. 1991. Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Sub DAS Brantas Hulu, DAS Brantas. Sub BRLKT DAS Brantas, Malang.

Dent, J.B. dan J.R. Anderson. 1971. Systems Analysis in Agricultural Management. John Wiley & Sons Australasia PTY LTD,. Sydney.

Departemen Pertanian. 1991. Pedoman pola pembangunan di daerah aliran sungai. S.K. Menteri Pertanian No. 175/Kpts/Rc.220/4/1987, 2 April 1987. Jakarta.

Dimyati Nangju. 1991. Strategies for Sustainable Mountain Agriculture in the Hindu Kush-Himalayan Region. International Workshop on Conservation Policies for Sustainable Hillslope Farming. Solo, Indonesia, March 11-15, 1991.

Direktorat Konservasi Tanah 1990. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Pilot Proyek Kredit Usahatani Konservasi Tanah (P3KUK). Kerjasama Dephut, BI dan Deptan.

Downey, W.D. dan Steven. P. Erickson, 1989. Manajemen Agribisnis (Agribusiness Management) Alih Bahasa Rochijat Ganda S. dan Alfonsus Sirait. Penerbit Erlangga.

Duarsa, P. 1985. Pengembangan wilayah sungai sebagai suatu kebijaksanaan dalam rangka pengembangan sumber sumber air. Prosiding Lokakarya Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Departemen Kehutanan Universitas Gajah Mada, 3-5 Oktober 1985, Yogyakarta.

Easter, K.W. dan M.M. Hufschmidt. 1985. Integrated Watershed Management Research for Developing Countries. East West Environment and Policy Institute, East West Center, Hawai.

Eren, T. 1977. The Integrated Watershed Approach for Development Project Formulation.. In Guidelines for Watershed Management. FAO Conservation Guide No.1. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. p. 9-14.

Fagi, A.M., I.G.Ismail, U. Kusnadi, Suwardjo dan A.S.Bagyo. 1988. Penelitian Sistem Usahatani di Daerah Aliran Sungai. Risalah Lokakarya Hasil Penelitian Pertanian Lahan Kering dan Konservasi di daerah Aliran Sungai, Salatiga, 14 Maret 1988. P3HTA, Balitbang Pertanian.

FAO. 1989. Sustainable agricultural production: Implications for International Agricultural research. Research and Technology Paper 4. Rome

Firebaugh, F.M. 1990. Sustainable Agricultural Systems: A Concluding View. Dalam Sustain-able Agricultural Systems (ed. by C.A. Edwards et al.). Soil and Water Conservation Society, Iowa.

Hamer, W.I. 1982. Final Soil Conservation Consultant Report. AGOF/INS/78/006. Technical Note No. 26. CSR, Bogor.

Ispandi, A. 1990. Uji model tumpanggilir tanaman pangan di lahan kering DAS Brantas. Pembahasan Hasil-hasil dan Perencanaan Penelitian. P3HTA - Badan Litbang Pertanian, 11-13 Januari 1990, Puncak-Bogor.

34

Page 35: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

Lal, R. 1981. Deforestation of tropical rainforest and hydrological problems. Dalam: Tropical Agricultural Hydrology, eds. Lal, R. dan E.W. Russel, John Wiley New York.

Nasir, A.A. 1986. Neraca Air dan Prosedur Analisisnya. Kursus Pemanfaatan Data Iklim dalam Pengelolaan Air. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nasoetion, L.I. 1988. Masalah Pengkonversian Lahan Pertanian ke lahan Non-Pertanian dan beberapa Alternatif Kebijakan untuk Mengatasi Dampak Negatifnya. Makalah disampaikan pada Seminar Keprofesian Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah, Bogor, 27 Oktober 1988.

Nuhardiyati, M. 1988. Kajian potensi tanaman pisang pada polatanam konservasi lahan kering DAS Jratunseluna Bagian Hulu. 1988. Risalah Lokakarya Hasil Penelitian Pertanian Lahan Kering dan Konservasi di daerah Aliran Sungai, Salatiga, 14 Maret 1988. P3HTA, Balitbang Pertanian.

Oldeman, L.R. 1975. An agroclimatic map of Java. Contrib. Centr. Res. Inst. Agric., Bogor, No. 17.

P3HTA. 1987. Penelitian Terapan Lahan Kering dan Konservasi: Sari Penelitian 1985-1986. Balitbang Pertanian, Salatiga.

PPLK. 1988. Pertanian Lahan Kering dan Konservasi. Laporan Tahunan 1986/1987. Proyek Penelitian Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air. Balitbang Pertanian, Jakarta.

PPLK. 1992. Petunjuk Manajemen Operasional Proyek Pertanian Lahan Kering, Jawa Timur. Buku I, II, dan III. Proyek Pertanian Lahan Kering Jawa Timur, Sekretariat Badan Pengendali Bimas, Departermen Pertanian, Jakarta, MAret 1992.

Rachman, A. 1990. Hasil hijauan legume, panen tanaman pangan dan pembentukan teras dalam sistem pertanaman lorong. Pembahasan Hasil-hasil dan Perencanaan Penelitian. P3HTA - Badan Litbang Pertanian, 11-13 Januari 1990, Puncak-Bogor.

Sasa, J., A. Ispandi, H. Sembiring, Djumali dan A.M. Fagi. 1988. Hasil Penelitian Polatanam Konservasi di DAS Brantas Bagian Hulu 1986/87. Risalah Lokakarya Hasil Penelitian Pertanian Lahan Kering dan Konservasi di daerah Aliran Sungai, Salatiga, 14 Maret 1988. P3HTA, Balitbang Pertanian.

Sembiring, H. 1990. Peranan usahatani konservasi dalam menurunkan erosi di DAS Brantas. Kasus Desa Srimulyo. Pembahasan Hasil-hasil dan Perencanaan Penelitian. P3HTA - Badan Litbang Pertanian, 11-13 Januari 1990, Puncak-Bogor.

Siderius, W. 1986. Land Evaluation for Land-use Planning and Conservation in Sloping Areas. ILRI Publications No. 40. International Institute for Land Reclamation and Improvement. P.O. Box 45, 6700 AA Wageningen, The Netherlands.

Singh, G. 1977. Watershed organization and socio economic factors.. In Guidelines for Watershed Management . Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome, Italy.

35

Page 36: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

Soemarno. 1988. Analisis Simulasi Pengelolaan Lahan Secara Optimal di DAS Konto, Malang, Jawa Timur Thesis, M.S. Fakultas Pasca-sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Soemarno. 1991. Studi Perencanaan Pengelolaan Lahan di Sub DAS Konto, Malang. Disertasi, Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Institut Pertanian Bogor.

Soemarno. 1991a. Implementasi Model Tujuan Ganda dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Studi Kasus di Sub DAS Pinjal, Kabupaten Malang. Jurnal Universitas Brawijaya, Vol. 3 No.2, Hal. 41-60.

Soemarno. 1991b. Model Perencanaan Sistem pengelolaan lahan yang berkelanjutan: Sistem Usahatani Konservasi di Lahan Kering. Simposium Nasional Penelitian dan Pengembangan Sistem Usahatani Lahan Kering yang Berkelanjutan. Malang 29-31 Agustus 1991.

Soemarno. 1991c. Studi Model Alokasi Penggunaan Lahan yang Berwawasan Lingkungan di DAW Selorejo. Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional V. Jakarta, 3-7 September 1991.

Soemarno. 1992. Studi Model Pewilayahan Komoditi Pertanian yang Berwawasan Lingkungan di Sub DAS Lesti, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Proyek Penelitian yang dibiayai oleh Proyek ARM Balitbang Pertanian.

Soemarwoto, O. 1991. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. KIPNAS V, Jakarta, 3-7 September 1991.

Soeranggajiwa, M.H., R. Achlil, A. Mangundikoro, dan Djumra. 1985. Aspek institutsi dalam pengelolaan daerah aliran sungai. Dalam Proceedings Pertemuan

SP2UK-PPLK Jatim. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya dan Konservasi Lahan Kering. SP2UK-PPLK Jawa Timur, Malang.

Sub BRLKT. 1991. Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Sub DAS Brantas Hulu, DAS Brantas. Buku I. Sub BRLKT DAS Brantas, Malang.

Sukardi, M. dan H. Eswaran. 1991. Constraints to Sustainable Highland Agriculture in Indonesia. International Workshop on Conservation Policies for Sustainable Hillslope Farming. Solo, Indonesia, March 11-15, 1991.

Suwardjo dan A. Saefuddin. 1988. Beberapa permasalahan konservasi Tanah dan air di DAS Jratunseluna dan DAS Brantas. Risalah Lokakarya Hasil Penelitian Pertanian Lahan Kering dan Konservasi di daerah Aliran Sungai, Salatiga, 14 Maret 1988. P3HTA, Balitbang Pertanian.

Syam, A. 1988. Analisis biaya dan pendapatan petani di Sub DAS Serang dan Sub DAS Tuntang DAS Jratunseluna, Jawa Tengah. Risalah Lokakarya Hasil Penelitian Pertanian Lahan Kering dan Konservasi di daerah Aliran Sungai, Salatiga, 14 Maret 1988. P3HTA, Balitbang Pertanian.

Tejwani, K.G. 1991. Multidisciplinary Approachs and Strategies for Soil and Water Conservation Programme. International Workshop on

36

Page 37: SUMBERDAYA LAHAN DI JAWA TIMURmarno.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/DINAMIKA-landuse-DI... · Web viewcampuran dengan aneka tanaman palawija, sayur-sayuran , obat- obatan, buah-buahan,

Conservation Policies for Sustainable Hillslope Farming. Solo, Indonesia, March 11-15, 1991.

Thamrin, M. 1990. Pengaruh berbagai macam teras dalam pengendalian erosi tanah Tropudalf di Srimulyo, Malang. Dalam Pembahasan Hasil-hasil dan Perencanaan Penelitian. P3HTA - Badan Litbang Pertanian, 11-13 Januari 1990, Puncak-Bogor.

Toha, H.M. 1990. Peningkatan intensitas polatanam di lahan kering DAS Jratunseluna, Kasus Desa Gondanglegi. Pembahasan Hasil-hasil dan Perencanaan Penelitian. P3HTA - Badan Litbang Pertanian, 11-13 Januari 1990, Puncak-Bogor.

Unibraw. 1991. Kumpulan Makalah. Simposium Nasional Penelitian dan Pengembangan Sistem Usahatani Lahan Kering yang Berkelanjutan, Malang, 29-31 Agustus 1991.

Van Mourik, D. 1986. Land Evaluation and Programme Planning in Sloping Areas in North Western Tunisia. (Dalam : Land Evaluation for Land-use Planning and Conservation in Sloping Areas, eds. by W. Siderius, 1986). ILRI Publications No. 40. International Institute for Land Reclamation and Improvement. P.O. Box 45, 6700 AA Wageningen, The Netherlands.

Vergara, N.T. 1982. New Direction in Agroforestry: The Potential of Tropical Legume Trees. (1) Improving agroforestry in the Asia- Pacific Tropics. (2) Sustained outputs from legume tree-based agroforestry systems. Honolulu, HI: East West Center.

Vink, A.P.A. 1975. Landuse in Advancing Agriculture. Springer-Verlag Berlin, Heidelberg, New York.

Wiersum, K.F. 1981. Aspects of planning and managing agroforestry Dalam: Observations on Agroforestry on Java, Indonesia. Report on an agroforestry course organised at Forestry Faculty, gajah Mada Univ. Yogjakarta, in Cooperation with Dept. of Forest Management Wageningen Agric. Univ.

Young, A. 1989. Agroforestry for Soil Conservation. Wallingford, U.K. CAB International, and ICRAF- Nairobi.

Young, A. dan P. Muraya. 1990. SCUAF. Soil Changes under Agroforestry. A Predictive Model Version 2. Computer Program with user's Handbook. Internation Council for Research in Agroforestry. Nairobi, Kenya.

37