1 *SUHARTO DAN G30S* Dditerbitkan oleh Cipta Lestari pada September 2000.: Pengantar Pertama Bahan Studi Sosial Politik Rezim militeris Suharto, dengan segala aparat keamanan dan indoktrinasinya, seperti Kopkamtib/Laksus, Lemhannas, Bakin, BP7, Dirjen Sospol Depdagri, dll, selalu menekankan soal bahaya laten G30S/PKI. Begitu juga pemimpin-pemimpin informal penguasa sejenis Dr. Suhardiman (Ketua Soksi) dan lain-lainnya. Mulai penyelundupan dari luar negeri, aksi protes kaum tani karena kena gusur, sampai kebakaran TVRI, seminar tuyul, dsb. dihubungkan dengan bahaya laten G30S/PKI. Apalagi menjelang hari-hari 30 September dan 1 Oktober tiap tahun, yang bagi penguasa merupakan momentum yang baik untuk mengkampanyekan tema tersebut. Hal ini berakibat masalah G30S tetap masih merupakan tema sentral dalam percaturan politik untuk jangka panjang, meskipun peristiwanya itu sendiri telah terjadi lebih dari 30 tahun yang lalu. Semakin banyak memang pihak-pihak yang terlibat, atau yang menggunakan kasus politik tersebut untuk kepentingan sesuatu golongan, atau setidak-tidaknya yang ber-ingin tahu (nieuwsgierig) tentang berbagai masalah vital dibelakang layar sampai sekarang belum terungkap tuntas. Suatu tema vital yang kini menjadi perhatian dan usaha pengusutan oleh para pengamat politik dan ahli sejarah khususnya, baik disebabkan oleh munculnya data-data baru maupun karena logika ang timbul, ialah bagaimana sebetulnya kedudukan Jenderal Suharto dalam peristiwa G30S, atau keterlibatannya atau malahan pendalangannya dalam peristiwa tersebut. Disajikan disini tulisan "Amerika Serikat dan Penggulingan Sukarno 1965-1967 karya Prof. Peter Dale Scott dari University of California (Berkeley). Tulisan ini menyajikan data-data yang cukup terinci hasil riset dia dari kawan-kawan dan di antaranya bersumber dari bahan-bahan CIA, yang daripadanya dapat dinilai, bahwa Presiden Suharto bukannya tidak tahu menahu, tidak hanya terlibat, tapi malahan dialah sebetuInya yang mendalangi G30S dan telah mempersiapkannya jauh sebelum tahun 1965. Suharto dan kawan-kawannya sebagai pengamat politik yang cukup tajam dan lihay, yang mempunyai ambisi jangka panjang untuk merebut puncak
44
Embed
*SUHARTO DAN G30S* - gelora45.comgelora45.com/news/SuhartoDanG30S.pdfBachsan (tokoh Angkatan '45 Jabar), Komara Mahmud (kakak Amir Mahmud) tokoh PKI dan BTI Jawa Barat. Juga siapakah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
*SUHARTO DAN G30S*
Dditerbitkan oleh Cipta Lestari pada September 2000.:
Pengantar Pertama
Bahan Studi Sosial Politik
Rezim militeris Suharto, dengan segala aparat keamanan dan indoktrinasinya, seperti
Kopkamtib/Laksus, Lemhannas, Bakin, BP7, Dirjen Sospol Depdagri, dll, selalu
menekankan soal bahaya laten G30S/PKI. Begitu juga pemimpin-pemimpin informal
penguasa sejenis Dr. Suhardiman (Ketua Soksi) dan lain-lainnya. Mulai
penyelundupan dari luar negeri, aksi protes kaum tani karena kena gusur, sampai
kebakaran TVRI, seminar tuyul, dsb. dihubungkan dengan bahaya laten G30S/PKI.
Apalagi menjelang hari-hari 30 September dan 1 Oktober tiap tahun, yang bagi
penguasa merupakan momentum yang baik untuk mengkampanyekan tema tersebut.
Hal ini berakibat masalah G30S tetap masih merupakan tema sentral dalam
percaturan politik untuk jangka panjang, meskipun peristiwanya itu sendiri telah terjadi
lebih dari 30 tahun yang lalu. Semakin banyak memang pihak-pihak yang terlibat, atau
yang menggunakan kasus politik tersebut untuk kepentingan sesuatu golongan, atau
setidak-tidaknya yang ber-ingin tahu (nieuwsgierig) tentang berbagai masalah vital
dibelakang layar sampai sekarang belum terungkap tuntas.
Suatu tema vital yang kini menjadi perhatian dan usaha pengusutan oleh para
pengamat politik dan ahli sejarah khususnya, baik disebabkan oleh munculnya
data-data baru maupun karena logika ang timbul, ialah bagaimana sebetulnya
kedudukan Jenderal Suharto dalam peristiwa G30S, atau keterlibatannya atau
malahan pendalangannya dalam peristiwa tersebut.
Disajikan disini tulisan "Amerika Serikat dan Penggulingan Sukarno 1965-1967 karya
Prof. Peter Dale Scott dari University of California (Berkeley).
Tulisan ini menyajikan data-data yang cukup terinci hasil riset dia dari kawan-kawan
dan di antaranya bersumber dari bahan-bahan CIA, yang daripadanya dapat dinilai,
bahwa Presiden Suharto bukannya tidak tahu menahu, tidak hanya terlibat, tapi
malahan dialah sebetuInya yang mendalangi G30S dan telah mempersiapkannya jauh
sebelum tahun 1965. Suharto dan kawan-kawannya sebagai pengamat politik yang
cukup tajam dan lihay, yang mempunyai ambisi jangka panjang untuk merebut puncak
2
kekuasaan negara, mengetahui bahwa dalam dunia politik pada tahun-tahun '60-an
terdapat kontradiksi yang terpenting, ialah antara PKI yang dibantu sekutu-sekutu
politiknya lawan kelompok jenderal-jenderal kanan di dalam Angkatan Darat yang
dipimpin oleh Nasution/A. Yani (Suharto pribadi sudah lama tidak senang terhadap
kedua jenderal tersebut). Di tengah-tengah masyarakat juga terdapat
kekuatan-kekuatan politik yang cukup potensial, yang menampilkan diri sebagai
kekuatan Islam, nasionalis, murba, mahasiswa, dsb yang anti komunis tau
setidak-tidaknya yang khawatir terhadap cepatnya perkemangan kekuatan dan
pengaruh PKI.
Untuk mencapai tujuan jauhnya Soeharto dan kawan-kawannya cukup menyadari,
bahwa dalam posisi politik pada saat itu dari kekuatan riil yang ada padanya, tidak
mungkin untuk tampil secara terbuka dan langsung bergerak memimpin perebutan
kekuasaan. Dia cukup lihay dalam melancarkan aksinya secara bertahap.
Pertama-tama dan yang terpenting yang perlu dihancurkan adalah kelompok
jenderal-jenderal kanan A.D. pimpinan Nasutian/Yani, sebab hancurnya mereka, maka
otomatis akan membuka peluang baginya (Soeharto) untuk tampil sebagai orang
pertama Angkatan Darat. Tapi sebaliknya jika PKI yang hancur lebih dulu, maka dia
tak mungkin mendapatkan peluang yang baik tersebut, sebab dia pasti tetap hanya
menjadi orang bawahan Nasution/Yani.
Dia cukup tahu bahwa kekuatan politik yang berani dan mampu memukul kelompok
jenderal-jenderal A.D tersebut ialah PKI. Oleh karena itu permainan yang dia lakukan
ialah secara organik militer dia dkk. Seakan-akan tunduk dan loyal kepada
Nasution/Yani. Di fihak lain, dia bersikap pura-pura tidak begitu menentang PKI dan
kaum kiri pada umumnya. Malahan untuk lebih dapat menutupi sikapnya yang
sesungguhnya dia atau orang-orangnya bersikap akrab dengan oknum-oknum PKI
atau perwira-perwira yang dia ketahui berhaluan kiri. Misalnya apa yang dikerjakan
oleh Ali Murtopo dengan mendekati perwira-perwira kiri Kodam Diponegoro. Dr. Ibnu
Sutowo (finansier operasi Soeharto) yang kakak kandung Dr Satrio (tokoh PKI Jawa
Timur) suka tampil sebagai kerabat PKI. Soeharto sendiri yang mempunyai paman-PKI
di Jogja mempunyai hubungan akrab dengan Kol. Latif sekeluarga (pimpinan G30S).
Sehubungan dengan ini patut dipertanyakan, siapakah sebetulnya Jendral Amir
Makhmud itu? Jelas sekarang dia adalah pengikut setia (mungkin lebih tepat dengan
istilah penjilat) Jendral Soeharto. Apakah dia sudah sejak tahun '60 termasuk
kelompok Jendral Soeharto, yang ditugaskan untuk mendekat kepada oknum-oknum
3
PKI, atau baru pendatang kemudian? Yang terang, dan sudah menjadi rahasia umum,
bahwa dia sejak tahun '60-an telah dibina oleh oknum-oknum PKI seperti Umar
Bachsan (tokoh Angkatan '45 Jabar), Komara Mahmud (kakak Amir Mahmud) tokoh
PKI dan BTI Jawa Barat.
Juga siapakah sebetulnya Jendral Widodo (ex KSAD) itu? Pada tahun 60-an dia
dikenal sebagai kolonel Ka. Ass IV (logistik) Kodam Diponegoro dan berhaluan kiri. Dia
ternyata tak hanya terlibat, tapi ikut mempersiapkan dan melancarkan G30S di Jawa
Tengah. Tapi selekasnya G30S terpukul dia segera membalik dan malahan aktif ikut
ambil bagian menghancurkan G30S dan PKI terutama di Jawa Tengah. Apakah dia
berbuat begitu semata-mata karena bermental pengecut atau berwatak bajing loncat,
atau sbetulnya dia adalah anggota kelompok Jenderal Soeharto yang dengan sadar
ditugaskan berada di tegah perwiea-perwira kiri dengan misi untuk memprovokasi dan
menghancurkan PKI.
Setelah kelompok Jendral Nasution/Yani dapat dibabat habis (kecuali Nasution yang
meleset) oleh G30S, maka Soeharto dan kawan-kawan menemukan kesempatan
emas, memiliki posisi politik yang sangat menguntungkan, untuk melancarkan tahap
berikutnya dalam mencapai tujuan jauhnya. Kesempatan dan posisi yang sangat baik
ini ditambah lagi dengan dimilikinya kedudukan untuk otomatis menjadi pejabat KSAD.
Dikarenakan, menurut peraturan yang tak tertulis dalam keadaan dimana KSAD tak
ada atau tak dapat berfungsi, maka Pangkostrad otomatis secara ex ofisio menjadi
pejabat KSAD. Dengan begitu dia dapat mengkomando langsung KSAD, pasukan elit
AD. Dia sudah memiliki riil beberapa batalyon Raider dan pasukan lapis-baja di Jakarta,
yang sebagai Pangkostrad dia telah perintahkan mereka untuk datang ke Jakarta
menjelang tgl. 1 Oktober 1965.
Tahap ke II tersebut ialah menghancurkan PKI dan ormas-ormasnya, secara politik
dan fisik, partai politik terkuat dan pendukung utarna kekuasaan Bung Karno. Selain
kekuatan-kekuatan AD yang dia kuasai, dia juga memobilisasi kekuatan-kekuatan
ABRI lainnya prajurit kelompok Nasution/Yani. Kekuatan-kekuatan ABRI pendukung
Bung Karno atau yang pasif dia lumpuhkan, netralisasi atau atau pecah-belah. Dia
juga menarik, mobilisasi dan membakar semangat kekuatan-kekuatan anti PKI dari
kalangan Islam, nasionalis/marhaenis, murba, gereja, mahasiswa, dan lain-lain.
Dengan gerakan kilat, dengan dipimpin, dipelopori dan dengan inti pasukan-pasukan
tempur AD, dia lancarkan teror massal yang luar-biasa dahsyat dan sadisnya, dengan
korban konyol ratusan ribu banyaknya.
4
Seandainya PKI dan ormas-ormasnya jauh-jauh hari sudah tahu akan terjadinya teror
massal tersebut, dan mampu mengorganisasi bela-diri, maka mungkin korban konyol
teror tersebut tidak sedahsyat dan sebanyak itu.
Setelah dalam waktu beberapa bulan saja PKI dapat diporak-porandakan, maka
tinggal satu kekuatan yang masih menjadi perintang Soeharto untuk dapat mencapai
puncak singgasana kekuasaan. Perintang itu ialah Presiden Soekarno dan beberapa
pendukungnya, baik sipil maupun militer, yang secara formal masih berkuasa (UUD45).
Soeharto dan kawan-kawan tahu betul bahwa Soekarno tanpa dukungan kekuatan PKI
adalah makanan empuk bagi kekuatan Soeharto pada waktu itu.
Dilancarkanlah operasi tahap ke Ill, ialah menumpas habis kekuatan dan kekuasaan
Bung Karno dan pendukung-pendukungnya. Dan untuk lebih melancarkan operasinya
supaya tak banyak menimbulkan persoalan, maka dipaksalah Presiden Soekarno
untuk mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret '66. Dan senjata hukum ini dipakailah
oleh Soeharto untuk mensukseskan dengan cepat operasi tahap ke III. Bung Karno
dan pendukung-pendukungnya ditangkap dan Bung Karno sendiri akhirnya wafat
(pembunuhan seara pelan-pelan dan terselubung dalam tahanan pada tgl 21 juni
1970). Suatu tragedi dan ironi bahwa Bung Karno sebagai pendiri dan proklamator
Negara Republik Indonesia, justru wafat secara memilukan dan menyayat hati di
tempat tahanan dari rezim militeris Soeharto, yang setiap hari berteriak-teriak
"melaksanakan Pancasila dan UUD '45 secara murni dan konsekwen".
Patut dicatat, bahwa Bung Karno sampai akhir hidupnya tetap konsekwen tak mau
ikut-ikut arus membasmi komunis dan massanya, yang dilancarkan oleh Soeharto dkk,
karena beliau setia kepada kebenaran. Meskipun untuk itu beliau terpaksa ikut menjadi
korban. Begitu juga tokoh-tokoh nasional/marhaenis seperti Ali Sastroamijoyo dkk,
tokoh ABRI Letjen Hartono (KKO) dll, tokoh Agama Islam seperti Fatah Yasin dll.
Ny. Dewi Soekarno dalam Surat Terbukanya kepada Suharto (*tidak dimuat dalam
buku ini-pen*), mengungkapkan; setidak-tidaknya terdapat tiga fakta, yang
mengandung logika kuat, bahwa Jenderal Soeharto terlibat G30S.
*Pertama*, dia tidak termasuk daftar jendral yang perlu dibasmi oleh G30S. Padahal
pimpinan G30S yang perwira-perwira ABRI itu, pasti tahu peraturan intern AD, bahwa
jika KSAD berhalangan atau tidak ada, maka Pangkostrad (berarti Jenderal Soeharto)
otomatis menjadi pejabat KSAD. Pimpinan G30S tak mengetahui alamat rumah
Soeharto, bantah Soeharto atau pengikutnya. Omong kosong! Itu bantahan asbun
5
(asal bunyi). Kol Latif (pimpinan G30S) sekeluarga adalah sahabat akrab Soeharto
sekeluarga. Dia sering berbincang-bincang di rumah Soeharto. Letkol Untung adalah
bekas anak buah Soeharto. Komandan-komandan pasukan Raider yang
(di)-datang-(kan) ke Jakarta dari daerah-daerah menjelang 1 Oktober '65 sore telah
mulai bergerak dalam rangka G30S membasmi Jenderal Nasution/ Yani dkk. Jadi tidak
dimasukkannya nama Soeharto dalam daftar jenderal yang perlu ditangkap oleh G30S
adalah kesengajaan.
*Kedua,* beberapa hari sebelum tgI 30 September '65 (malahan jumpa terakhir
beberapa jam sebelum jam “D” dilancarkannya G30S) Kol. Latif beberapa kali
menemui jendral Soeharto, membicarakan Dewan Jendral dan akan adanya operasi
G30S. Soeharto tidak mencegah dan yang terpenting dia tidak melaporkannya kepada
atasannya KSAD Jendral Yani.
*Ketiga,* sampai jam 3 sore Jendral Soeharto sebagai Pangkostrad masih
menginspeksi pasukan-pasukan Raider yang tiba di Jakarta dari daerah. Dua jam
berikutnya, jam 5 sore, sebagian pasukan tersebut ambil bagian bersama-sama
dengan pasukan Cakra Birawa dan pasukan-pasukan lain untuk menangkapi Jenderal
Nasution/Yani dkk. Tidak mungkin Pangkostrad dan Ass I (intel) Kostrad tidak
tahu-menahu akan adanya G30S.
Seterusnya Ny. Dewi Sukarno juga menuntut tanggung jawab Soeharto dengan
terjadinya pembunuhan massal yang dahsyat dan amat sadis, terhadap orang-orang
komunis dan massa biasa, termasuk wanita dan anak-anak, pada tahun-tahun ‘65, ’66,
‘67. Juga mnuntut tanggung jawab atas diterlantarkannya Bung Karno dalam keadaan
sakit di dalam tahanan, yang hakekatnya adalah pembunuhan secara pelan-pelan dan
halus. Menurut Dewi, Jenderal Soeharto yang waktu itu merupakan pimpinan puncak
Hankam semestinya harus bisa mencegah terjadinya tragedi Nasional tersebut.
Peter Dale Scott dan Ny. Dewi Sukarno kedua-duanya bukan komunis. Mereka
hanyalah orang-orang yang ingin mendapatkan kebenaran fakta sejarah, orang-orang
yang ingin menaruh simpati kepada mereka yang menjadi korban yang tidak berdosa.
Peter Dale Scott dan Ny. Dewi Sukarno hanyalah dua dari sekian banyak manusia di
dalam dan luar negeri yang mempunyai dedikasi semacam itu.
Peristiwa G30S memang suatu tragedi nasional yang mengandung banyak
ke-luarbiasa-an, pengalaman dan pelajaran pahit. Banyak fakta yang masih tertutup,
padahal merupakan fakta dan data yang amat penting dan mempunyai nilai kunci.
6
Usaha pengusutan terus akan fakta-fakta yang masih tertutup tersebut, sudah tentu
berbeda secara diametral dengan usaha rezim militeris Soeharto untuk
menghangat-hangatkan bahaya laten G30S/PKI. Sebab mereka berbuat begitu adalah
dengan tujuan untuk menimpakan segala keborokan sebab dan akibat G30S kepada
PKI, musuh pokok (cetak tebal dari penyunting) mereka. Dan untuk maksud itu justru
fakta-fakta mereka tutup atau manipulasi.
Oleh karena itu, dua tulisan tersebut baik dibaca dengan tenang dan kritis. Juga
generasi muda baik diberi-tahu akan kejadian tersebut (tentu dengan cara yang tepat
sesuai dengan keadaan sekarang), supaya mereka tak mudah terkecoh oleh ulah
kaum koruptor sejarah sejenis Nugroho Notosusanto.
(wsk)
KATA PENGANTAR
G30S, komunisme sebagai lembaga (PKI), maupun sebagai ideologi (ajaran) masih
merupakan tema sentral dalam percaturan politik Indonesia sampai sekarang. Hal
mana diperkuat oleh kenyataan, bahwa niat Presiden Abdurrahman Wahid untuk
mengusulkan pencabutan. TAP MPRS 1966 ditolak oleh sebagian "elite politik" baik
yang berada di dalam DPR/MPR maupun yang berada di luarnya.
Padahal TAP MPRS XXV 1966 itu merupakan legalisasi pensalahgunaan
SUPERSEMAR oleh pengembannya yaitu PANGKOPKAMTIB Jendral Suharto.
Pensalahgunaan dan kekeliruan mana (abuse of power atau detournement du povoir)
itu telah dikoreksi oleh Presiden Sukarno dengan suratnya kepada jendral Suharto
yang disampaikan langsung oleh Wakil Perdana Menteri II Dr. H.J. Leimena pada
tanggal 13 Maret 1966.
Bahwa pembubaran PKI dan ormas-ormas afiliasinya pernah diusahakan oleh Kepala
G.V KOTI (Brigjen Sutjipto S.H.) sebagai konsep diajukan melalui Kepala Staf KOTI
(baru) Jendral Suharto pada tanggal. 19 Desember 1965 ditolak oleh Presiden
Sukarno dan mengakibatkan dicopotnya Brigjen Sutjipto S.H. dari Kepala Gabungan V
KOTI.
Demikian pula DWIFUNGSI ABRI jelas dibahas dalam tulisan Peter Dale Scott, bahwa
itu merupakan kelanjutan dari gagasan konsep perang wilayah, civic mission yang oleh
pihak pengusulnya (CIA/Amerika Serikat) dinamakan civic action, yang dikembangkan
sebagai doktrin strategis baru oleh SESKOAD dibawah bimbingan Jenderal A.H.
7
Nasution dan Brigjen Suwarto. Sebagai hasil rekomendasi Departemen Luar Negeri
Amerika Serikat pada tahun 1962, yang penulisannya dibantu oleh Pauker, sebuah
kelompok penasehat pelatihan militer (MILTAG=Military Training Asistency Group) A.S.
khusus didirikan di Indonesia (Jakarta) untuk membantu penerapan program-program
Civic Mission SESKOAD. Sebuah memo dari MENLU AS Dean Rusk kepada Presiden
Johnson 17 Juli 1964, menjelaskan bahwa pada waktu itu pentingnya MILTAG
terutama, adalah kontak dengan unsur-unsur anti komunis dalam Angkatan Darat
Indonesia dan Organisasi Teritorialnya.
Tulisan itu juga menjelaskan kedudukan dan keterlibatan Suharto dalam G30S, sama
seperti yang dikemukakan oleh aktor G30S Kolonel Latief dalam sidang-sidang
pengadilan dan pembelaannya, bahwa Suharto tidak hanya telah mengetahui
sebelumnya, tetapi malahan terlibat, dan justru yang mendalangi dan mempersiapkan
jauh sebelum terjadinya peristiwa itu.
Peristiwa-peristiwa penting : G30S, reaksi dan respons Suharto terhadapnya,
kemudian pembantaian massal dan penggulingan Presiden Sukarno yang di Indonesia
hampir selalu disajikan sebagai kejadian yang terpisah-pisah dengan alasan atau
motivasi berbeda-beda. Kesemuanya merupakan tahapan-tahapan dari kesatuan
skenario tunggal dalam usaha perebutan kekuasaan pemerintahan sipil oleh Angkatan
Darat. Kesemuanya merupakan skenario “creeping coup d'etat", dan covert
multinasional operation yang melibatkan juga badan-badan intelejen dan dinas rahasia
Amerika, Inggris, Jepang, Jerman dan mungkin juga Australia. Tentang kontak antara
Suharto dengan PSI, tulisan itu menyebut bahwa itu terjadi ketika Suharto sebagai
siswa SESKOAD berkenalan dengan brigjen Suwarto WADAN/ WAGUB SESKOAD.
Sejak itu dia disejajarkan dengan perwira-perwira A.D. yang bersimpati dengan PSI.
Sebuah narasumber menyatakan bahwa perkenalan dengan PSI telah diawali ketika
Suharto jadi salah satu peserta kelompok diskusi Pathook Yogyakarta pada awal
tahun kemerdekaan (1945-46) yang dirintis oleh Johan Syahruzah ketika membuat
jaringan gerakan anti Jepang di mana salah satu aktivitasnya adalah Daino yang juga
berkunjung ke rumah Suharto di Jalan Haji Agus Salim beberapa hari sebelum G30S.
Nara sumber lain juga menyatakan bahwa Subono Mantovani S.H. salah seorang
komandan kompi Brigade Expedisi Garuda Mataram ke Makassar untuk menumpas
pemberontakan Andi Aziz (KNIL) yang menolak kehadiran TNI di Negara Indonesia
Timur) secara spontan menyatakan ketika melihat foto reproduksi buronan aktor G30
S Syam Kamaruzaman kepada rekan sejawatnya di MAHMILUB, bahwa Syam ketika
itu Letnan satu dari berpangkat ex Lasykar Gabungan Yogya (Lasykar Tani) bersama
Lettu Subono Mantovani dan letkol Suharto pernah berada dalam satu kelompok
8
diskusi di Pathook. Masuk akal, apabila Harold Couch mencurigai Syam sebagai agen
ganda yang dimasukkan oleh Suharto ke dalam batang tubuh organisasi PKI.
Fakta lain yang mengindikasikan kedekatan Suharto dengan PSI, adalah fakta bahwa
ketika Suharto masih lajang mengizinkan. pavilyun rumah dinasnya di Kotabaru Yogya
ditempati oleh Amir Murtono (kapten) dan Marjuni (serma) yang pada waktu itu
ditugaskan di Pucuk Pimpinan TNI ex Brigade Kalasykaran yang dipimpin oleh
jenderal mayor Joko Suyono (Biro Perjoangan). Kedua orang tersebut termasuk dalam
faksi pro PSI (Syahrir) di DPP PESINDO, yang dipimpin oleh Dimyati, Nurullah dan
Rifa'i. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Amir Syarifudin Pemimpin Partai Sosialis,
MENHAN berusaha menanamkan ideologi sosialismenya melalui "Komisaris politik
PEPOLIT" (Pendidikan Politik), faksi Syahrir juga menugaskan beberapa kadernya
untuk membina para PATI Angkatan Darat. Dapat disebut diantaranya kolonel Wiyono
(ex Taman Siswa Yogya) juga anggauta PEPOLIT DEPHAN dan Kepala Biro
Hubungan Masyarakat DEPHAN di Jakarta sampai tahun 1952, L.M Sitorus Sekjen
Partai Sosialis, untuk Jawa Barat, Rauf Anwar untuk Jakarta, Dimyati untuk Jawa
Tengah, Ali Hanafiyah dan Suwarto untuk Bandung.
Tidak kurang pentingnya arti dari tulisan itu adalah ditelusurinya hubungan antara
program civic action/mission AD dengan usaha membersihkan militer Indonesia dari
sisa-sisa kepejoangan (romantisme revolusionernya) menjadi militer professional
untuk menumpas perlawanan rakyat (counter insuragency).
Bani Mutamakin Kajen Margoyoso Pati
Karya tulis ini dikutip dan Pasific Affairs .58 Musim Panas 1985; halaman 239-264.
Peter Dale Scott adalah Profesor pada Universitas California Berkeley serta anggota
Badan Penasehat Public Information Research.
*AMERIKA SERIKAT DAN PENGGULINGAN SUKARNO 1965-1967.*
Tulisan singkat ini subyek yang sangat penting, rumit dan memusingkan. Saya
mencoba mendis-kusikan keterlibatan AS dalam penggulingan berdarah Sukarno dari
Kepresidenan tahun 1965-1967. Seluruh peristiwa selama periode yang
pemahamannya keliru menjadi lebih penting daripada analisis tertulis yang mungkin
lebih lengkap. Kisah lengkap mengenal periode yang rumit dan kurang dimengerti ini
bahkan akan tetap berada di luar jangkauan analisa tertulis yang pa-ling lengkap
sekalipun. Banyak peristiwa yang tidak dapat didokumentasikan, sedangkan
9
dokumentasi yang tersisa dan terselamatkan banyak yang kontroversial dan tidak
dapat diverifikasi/dikaji benar tidaknya. Pembantaian kaum kiri sekutu Sukarno adalah
akibat meluasnya paranoia yang merupakan hasil kebijakan bersikap konspiratif, dan
menyajikan sebuah tragedi, yang tidak dikehendaki, oleh sesuatu. kelompok atau
koalisi. Peristiwa 1965 tidak mengesankan bahwa satu-satunya provokasi dan
kekerasan berasal dari sayap kanan militer Indonesia. Tetapi juga kontak mereka
dengan Amerika, atau (penting juga, namun nyaris disinggung disini) saling
hubungannya dengan badan Intelejen Inggris, Jerman dan Jepang.
Setelah semua diuraikan, masih ada kisah rumit dengan makna ganda tentang
pertumpahan darah dan pembantaian di Indonesia, yang pada hakekatnya lebih
sederhana dan mudah dimengerti atau di percaya dibandingkan dengan versi resmi
yang dikarang oleh Presiden Suharto dan sumber pemerintah AS. Masalah yang
digugat ialah bahwa apa yang dinamakan GESTAPU yang berusaha merebut
kekuasaan pada 30 September 1965 (ketika enam jenderal dibunuh), serangan sayap
kiri terhadap sayap kanan, mengakibatkan pulihnya kekuasaan dan pembersihan serta
balas dendam oleh kelompok tengah terhadap sayap kiri.1) Tulisan ini berusaha
membuktikan bahwa dengan mendorong atau paling tidak membantu mendorong
GESTAPU, maka sayap kanan dalam AD menyingkirkan saingannya dari kelompok
tengah AD. Hal ini berarti membuka jalan eliminasi golongan Sipil kiri yang sudah lama
direncanakan, dan sekaligus dan sekaligus membangun kediktatoran militer2)
GESTAPU hanyalah salah satu dan tiga tahapan, dengan kata lain, tahap pertama dari
ketiga tahapan COUP yang direncanakan sayap kanan AD, salah satu yang didorong
secara terbuka dan dibantu secara rahasia oleh para juru bicara serta pejabat
pemerintah AS. 3)
Sebelum beralih ke keterlibatan AS dalam apa yang dinamakan oleh CIA sendiri,
"salah satu diantara pembantaian masal terburuk abad kedua puluh",4) marilah kita
merenungkan kembali apa yang menyebabkannya. Menurut ilmuwan Australia, Harold
Crouch, pada tahun 1965, Markas Besar AD terbelah dalam dua kubu.
Ditengah-tengah ada para perwira tinggi yang diangkat bersamaan dan loyal kepada
jenderal Yani, yang enggan melawan kebijakan Presiden Sukarno tentang persatuan
nasional dan bersekutu dengan PKI. Kubu kedua, termasuk para jenderal sayap kanan
Nasution dan Soeharto, terdiri dari mereka yang menentang kebijakan Yani dan
Sukarno.5) Semua jenderal itu bersikap anti PKI, tetapi pada tahun 1965 masalah
yang bersifat memecah belah adalah isyu Sukarno.
Cerita singkat, (belum terungkap) tentang penggulingan Sukarno pada musim gugur
10
1965: Yani bersama lingkungan dekat para jenderal dibunuh, yang membuka jalan
perebutan kekuasaan oleh sayap kanan anti-Yani, dan bersekutu dengan Soeharto.
Kuncinya adalah apa yang dinamakan percobaan perebutan kekuasaan oleh
GESTAPU yang pada lahirnya bersikap mendukung Sukarno, namun sebenarnya
menjadikan anggota pirnpinan AD sebagai sasaran, fraksi yang paling taat dan setia
mendukung Sukarno, yaltu kelompok Yani. 6)Untuk menyatakan antara lingkungan
dekat Yani dengan mereka yang karena salah satu alasan tertentu kurang senang
terhadap Yani (termasuk Soeharto), dalam rapat Januari 1965 telah mempertemukan
mereka yang kemudian jadi korban September 30 dengan mereka yang kemudian
memegang kekuasaan setelah pembunuhan. 7)
Tidak seorangpun di antara para jenderal anti Sukarno yang menjadi sasaran
GESTAPU, kecuali yang bersifat problematis secara nyata jenderal Nasution. 8) Tetapi
pada tahun 1965 para penyelidik CIA dikecewakan oleh Nasution sebagai andalan
yang tangguh karena sikapnya yang mengalah terhadap Sukarno dalam
masalah-masalah penting.9) Hubungan antara Suharto dan Nasution sempat
membeku sesudah ada pemeriksaan karena dugaan/tuduhan korupsi (barter,
penyelundupan), pada tahun 1959, menyebabkan Suharto dipindahkan jabatan
sebagai Panglima Diponegoro.
Distorsi kenyataan yang bermuka dua, pertama oleh Letkol. Untung dengan
pernyataan GESTAPU-nya, dan kemudian oleh Suharto dengan ke berhasilan
menggagalkan COUP GESTAPU. Kedua-duanya kebohongan11) yang saling
menunjang. Pada 1 Oktober Untung mengumumkan secara mendua bahwa Sukarno
dalam "Perlindungan" GESTAPU (Pada hal tidak). Selain itu Dewan Jenderal yang
didukung oleh CIA. Telah merencanakan COUP sebelum 5 Oktober, dan untuk itu
didatangkan pasukan dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat ke Jakarta.12)
Memang, Pasukan ini didatangkan ke Jakarta dalam rangka turut serta Parade pada
perayaan hari ABRI tanggal 05 Oktober. Namun, Untung tidak menyebut bahwa
dirinya sendiri juga terlibat dalam perencanaan parade hari ABRI dan memilih
kesatuan yang akan diikutsertakan. 13) Selain itu, tidak menyebut bahwa
kesatuan-kesatuan (termasuk bekas Batalyonnya, YONIF 454) itu membekali
sebagian besar sekutu-sekutunya untuk Batalyon barunya dalam kegiatan GESTAPU
di Jakarta.
Dua pengumuman Suharto yang dislarkan RRI masih mempertegas bahwa AD tetap
setia kepada "Bung Karno Pemimpin Besar Revolusi", dan mengutuk pembunuhan
enam jenderal oleh Pemuda Rakyat dan GERWANI, serta unsur-unsur AURI tanpa
11
adanya bukti, kecuali lokasi terjadinya pembunuhan dan sumur tempat membenamkan
mayat ditemukan14), yang berada di wilayah Halim. Padahal ketika itu, Suharto tahu
benar bahwa pembunuhan enam jenderal itu justru sebenarnya dilaksanakan oleh
unsur-unsur pasukan yang mempunyai hubungan dengan Untung, unsur-unsur
dibawah pimpinan Suharto sendiri.15)
Jadi, apapun alasan dan motivasi oknum oknum perorangan seperti keterlibatan
Untung dalam "putsch" GESTAPU, maka GESTAPU itu sendiri munafik. Baik retorika
lebih-lebih lagi tindakannya tidak hanya sekedar tidak pada tempatnya (janggal), tetapi
dirancang dengan seksama untuk mempersiapkan respons Suharto yang sama
munafiknya. Contoh, keputusan GESTAPU untuk menjaga semua sisi Lapangan
Merdeka di Jakarta, kecuali sisi Timur, tempat markas KOSTRAD berada, itu konsisten
dengan keputusan GESTAPU bahwa hanya para Jenderal MABES AD yang dijadikan
sasaran karena mungkin akan menghalangi pengambil-alihan kekuasaan oleh Suharto.
Sekali lagi, GES-TAPU mengumumkan alih kekuasaan kepada Dewan Revolusi yang
sama sekali fiktif tanpa mengikut sertakan Sukarno, pada gilirannya memberi peluang
pada Suharto dengan berpura-pura melindungi Sukarno yang hakekatnya mencegah
Sukarno kembali mengambil kendali pemerintahan. Lebih penting lagi, pembunuhan
terhadap para jenderal secara serampangan dekat lapangan udara tempat para
pemuda melakukan latihan Militer memberi peluang kepada Suharto meyelenggarakan
manuver bergaya Goebbels. Tujuannya, mengalihkan kecurigaan terhadap
pembunulian oleh pasukan dibawah Komandonya sendiri (yang ia ketahui melakukan
penculikan) kepada AURI dan personal PKI yang justru tidak tahu menahu tentang
penculikan dan pembunuhan. 16)
Dari sumber pro-Suharto terutama kajian CIA tentang GESTAPU yang diterbitkan
tahun 1968 diketahui seberapa banyak pasukan yang terlibat dalam pemberontakan
apa yang dinamakan GESTAPU, dan lebih penting lagi bahwa di Jakarta maupun di
Jawa Tengah, Batalyon-batalyon itu-itu juga yang memberi perbekalan kepada
Kompi-kompi yang "memberontak", juga digunakan untuk "melumpuhkan" para
pemberontak. Dua pertiga dari pasukan brigade - para (yang sehari sebelumnya di
Inspeksi oleh Suharto) ditambah satu kompi dan satu Peleton merupakan kesatuan
GESTAPU di Jakarta. Semua kesatuan ini, kecuali satu, dipimpin oleh Perwira Divisi
Diponegoro baik yang masih berdinas di Divisi maupun yang dipindahkan, dan dekat
dengan Suharto. Kesatuan terakhir dipimpin seorang Perwira yang patuh kepada
Basuki Rachmat, sekutu politik Suharto.17)
Dua dari kompi itu yang berasal dari Batalyon Infantri 454 dan Batalyon Infantri 530
12
adalah pasukan Raiders pilihan elite, dan sejak tahun 1962 penerimaan bantuan
utama dari Amerika Serikat.18) Fakta itu sendin tidaklah membuktikan apa-apa,
namun meningkatkan kecurigaan dan keingin tahuan tentang banyak perwira
GESTAPU yang memperoleh latihan di AS, pemimpin GESTAPU Jawa tengah,
Suherman, ketika kembali dari pendidikan di Fort Leavenworth dan Okinawa
pertengalian Agustus 1965,19) beberapa waktu sebelum ke Semarang mengadakan
pertemuan dengan Untung dan Mayor Sukirno, Komandan Batalyon 454. Hasil
pengamatan Ruth Mc Vey, kalau Suherman dapat mengikuti pendidikan di Fort
Leavenworth "berarti la telah lulus seleksi pendirian kliusus oleh pengamat CIA.20)
Jadi ada kesinambungan antara hasil yang telah dicapai, baik oleh GESTAPU,
maupun responsnya Suharto. la berkedok membela Sukarno serta menyerang
GESTAPU, melanjutkan tugasnya mengeliminasi anggota Markas Besar AD yang
pro-Yani, bersama-sama dengan unsur-unsur yang semula mendukung Yani,
kemudian pendukung Sukarno yang masih tersisa.21)
Tugas utamanya sudah tentu membinasakan PKI dan pendukungnya melalui
pertumpahan darah, dan seperti diakui oleh sekutu-sekutu Suharto telah membawa
korban lebih dari setengah juta jiwa manusia. Tiga peistiwa itu: GESTAPU, Respons
Suharto, dan pertumpahan darash hampir selalu disajikan di negeri ini dengan
motivasi yang terpisah-pisah, yaitu GESTAPU digambarkan sebagai komplotannya
PKI dan pertumpahan darah sebagian besar merupakan tindakan massa rakyat tidak
masuk akal kegila-gilaan.
Pejabat, Wartawan, dan Ilmuvvan AS, yang beberapa diantaranya agak dekat
hubungannya dengan CIA mungkin menjadi pihak-piliak yang terutama bertanggung
jawab atas mitos bahwa pertumpahan darah itu reaksi spontan massa yang bersikap
membalik terhadap PKI, dan apa yang dikatakan oleh Duta besar AS, Howard Jones,
sebagai pembantaian besar-besaran terhadap PKI.22) Sekalipun PKI tentu
mempunyai peran dalam munculnya histeria politik 1965, namun catatan Jones
tentang beberapa ratus korban teror PKI telah ditolak oleh Crouch menyatakan
kemudian munculnya tuduhan bahwa PKI melakukan kampanye teror selalu
dibesar-besarkan dan menyesatkan.23) Pada hakekatnya pembunuhan sistematik
terjadi oleh pasukan tentara dalam tahapan yang mengerikan, dan paling buruk
setelah Kolonel Sarwo Edhie dan pasukan RPKAD bergerak dari Jakarta ke Jawa
Timur dan Jawa Tengah, dan akhirnya ke Ball. 24)
Orang-orang sipil yang terlibat dalam pembantaian terdiri dari orang-orang yang
13
dikerahkan dan dilatih oleh Angkatan Darat di tempat, maupun diambil dari
kelompok-kelompok (seperti organisasi buruh SOKSI dukungan tentara dan CIA atau
Organisasi Mahasiswa GEMSOS yang bertahun-tahun sudah berkolaborasi dengan
tentara dalam masalah politik. Menurut keterangan Sundhaussen sudah jelas bahwa
sebagian besar tahap awal pembantaian massal yang direncanakan (Sumatera Utara,
Aceh, Cirebon, dan Seluruh Jawa Tengah dan Timur) ada komandan militernya
setempat yang bersikap anti PKI25), dengan sentimennya kuat dan gigih. Banyak
diantara komandan-komandan itu telah bertahun-tahun berkerja sama dengan
orang-orang sipil melalui apa yang dinamakan program "civic action" yang disponson
oleh AS dalam operasi ditujukan melawan PKI dan kadang-kadang langsung melawan
Sukarno.26)
Jadi, adalah sah-sah saja bila orang mencurigai adanya konspirasi dilihat dari
kenyataan bahwa respon sipil "anti PKI" berawal pada 1 Oktober 1965 ketika AD mulai
membagi-bagikan senjata kepada, Mahawiswa dan anggota Serikat Sekerja Muslim,
sebelum adanya, bukti secara terbuka keterkaitan GESTAPU dan PKI.27)
Bahkan Sundhausen, yang mengecilkan peran AD dalam mempersenjatai dan
menghasut gerombolan sipil pembantai, menyimpulkan bahwa betapapun besar dan
kuatnya kebencian dan ketakutan rakyat anti PKI, tanpa adanya propaganda anti PKI
oleh Militer, tidak akan terjadi pembantaian massal.28) Tulisan ini berlanjut dengan
mempermasalahkan bahxva GESTAPU, Respons Suharto, dan pertumpahan darah
termasuk dalam skenario tunggal yang masuk akal untuk pengambilan kekuasaan oleh
Militer, suatu skenario yang lagi-lagi tidak lama diusulkan Cile pada tahun 1970-1973
(dan dalam batas tertentu di Kamboja 1970).
Sudah tentu Suharto, konspirator utama dalam skenario ini dalam peran ganda dan
bermuka dua, seolah-olah sebagai pembela status quo yang konstitusional, padahal
sebenarnya bergerak dengan rencana untuk menumbangkannya seperti yang
dilakukan jenderal Pinochet di Cile. Namun, peranan dalam pengorganisasian
pertumpahan darah yang lebih langsung dimainkan oleh orang-orang sipil dan para
perwira yang dekat dengan kader Pemberontakan CIA yang gagal tahun 1958, yang
sekarang bekerja dalam apa yang dinamakan program "Civic action" yang didanai dan
dilatih oleh AS.
Unsur-unsur yang diperlukan dalam skenario harus dan jelas ada, diberikan oleh
negara- negara lain yang mendukung Soeharto, rupanya banyak negara seperti itu
berperan dalam mendukung seperti Jepang, Inggris, Jerman29) dan mungkin Australia.
14
Namun, saya ingin menyoroti dorongan dan bantuan kepada penggulingan oleh militer
dan pembunuhan massal yang datangnya dari AS, dari CIA, Militer, Yayasan Ford
RAND (Ford Foundation), serta Rand Corporation serta perorangan. 30)
*AMERIKA SERIKAT*
*DAN MISI ANGKATAN DARAT INDONESIA*
Rupanya Jelas bahwa sejak tahun 1953 AS berkepentingan membantu menggerakan
krisis Wilayah di Indonesia, biasanya dikenal sebagai, penyebab langsung"
mendorong Sukarno mengakhiri sistim parlementer dan menyatakan keadaan darurat
perang (SOB) pada 14 Maret 1957 dan mengantarkan "korps Perwira memperoleh
legitimasi dalam politik".31)
Pada tahun 1953 (kalau tidak malah sebelumnya) Dewan Keamanan Nasional AS
sudah memiliki serangkaian dokumen politik yang menuntut "tindakan tepat bekerja
sama dengan negara sahabat lainnya untuk mencegah pengendalian tetap kaum
Kotnunis terhadap Indonesia".32) NSC 171/1 tahun itu juga mempertimbangkan
pelatihan militer sebagai sarana untuk meningkatkan pengaruh AS, bahkan upaya
utama CIA ditujukan kepada partai-partai politik sayap kanan ("Kaum moderat : kanan
seperti yang dinyatakan NSC 171 /: terutama partai Islam Masyumi dan sosialis PSI.
jutaan Dolar yang dituangkan CIA kepada Masyumi dan PSI pada Pertengahan tahun
lima puluhan adalah faktor yang mempengaruhi peristiwra-peristiwa tahun 1965, ketika
bekas anggota, PSI, Syam, yang diduga sebagai otak perencana GESTAPU,33) dan
para perwira yang cenderung kepada PSI - terutama Suharto dan Sarwo Edhie - yang
terkemuka dalam merencanakan dan melaksanakan respons anti PKI terhadap
GESTAPU.34)
CIA pada tahun 1957-1958 membantu senjata dan personil kepada pemberontakan
daerah (PRRI dan Permesta) terhadap Sukarno. Operasi-operasi ini namanya saja
tersamar, (tertutup, rahasia) meskipun sebuah pesawat dan pilot Amerika tertangkap
dan upaya CIA dibarengi oleh sebuah gugus tugas lepas pantai dari Armada ketujuh
AS.35) Pada tahun 1975 sebuah Komisi pilihan senat yang mempelajari CIA,
menemukan apa yang dinamakan "ada bukti bahwa CIA terlibat dalam rencana
pembunuhan Presiden Sukarno", tetapi sesudah penyelidikan awal mengenai upaya
pembunuhan di Cikini, Jakarta, pada bulan November 1957, Komisi ini tidak
menelusuri masalah ini. 36)
Sesudah kegagalan pemberontakan PRRI Permesta di daerah yang disponsori CIA
15
pada 1 Agustus 1958 AS mulai meningkatkan program bantuan militer kepada
Indonesia dalam bilangan dua puluh juta dolar setahun 37)sebuah nota kepala Staf
gabungan AS tahun 1958 menjelaskan bantuan ini diberikan kepacla AD Indonesia
(“satu-satunya kekuatan non Komunis dengan kemampuan untuk menghambat dan
menantang PKI") sebagai "dorongan" kepada Nasution dalam melaksanakan
rencananya untuk mengendalikan PKI/Komunisme.38)
Kepala Staf Gabungan tidak menganggap perlu merinci "rencana" Nasution yang
diacu oleh dokumen-dolcumen lain.39) Hal itu hanya mengandung makna taktik-taktik
yang membuat jasa-jasa Nasution terkenal (dimata AS) selama penghancuran PKI
dalam peristiwa Madiun berupa pembunuhan massal, dan penangkapan massal, yang
secara minim sekali mencakup kader partai, mungkin sesudah adanya suatu provokasi
dari fihak Angkatan Darat.40) Nasution memberi konfirmasi tentang hal ini pada bulan
November 1965, sesudah pembantaian GESTAPU ketika ia menuntut pemusnahan
total PKI, "sampai ke akar-akarnya hingga tidak ada lagi Madiun ketiga. 41)
Sekalipun demikian pada tahun 1958 PKI muncul sebagai gerakan massa terbesar di
negeri ini, Pada periode inilah sekelompok peneliti akademik AS dalam "think-tanks"
yang disponsori AU AS dan CIA memaksakan kontak dalam Angkatan Darat Indonsia
secara terang-terangan, sering melalui jurnal ilmiah dan pers, agar mengambil alih
kekuasaan dan menghabisi oposisi PKI. Contoh paling mencolok adalah Guy Pauker
yang pada tahun 1958 baik memberi kuliah di Universitas California, Berkeley maupun
bertindak sebagai Konsultan RAND CORP. Dalam kedudukannya yang tersebut
belakangan inilah ia sering memelihara hubungan dengan apa yang ia namakan
"suatu kelompok sangat kecil" Intelektual PSI dan teman-teman mereka di AD.43 )
Dalam buku Rand Corp Yang diterbitkan Universitas Princeton Press, Pauker
mendesak rekanan dalam tubuh Angkatan Darat Indonesia untuk mengambil alih
tanggung jawab penuh dalam kepemipinan Nasional mereka "melaksanakan suatu
misi", dan untuk itu "menyerang dan menyapu bersih rumahnya".44) Walaupun Pauker
mungkin tidak mengharapkan seperti skala pertumpahan darah yang kenyataannya
kemudian terjadi, tidaklah mungkin mengelak akan fakta bahwa "misi” dan "sapu
bersih" adalah kata-kata samaran untuk kontra pemberontakan dan pembantaian
hingga sering digunakan sebelum dan selama "Coup". Perintah pembunuhan Pertarna
oleh Perwira militer kepada Mahasiswa Islam pada awal Oktober, adalah kata "sikat"
berarti "menyapu", "membersihkan", "menghapus" atau membantai. 45)
Kawan terdekat di AD Indonesia adalah jenderal Suwarto yang dilatih di AS, dan
16
berperan penting mengubah tentara dari fungsi revolusionernya (counter insurgancy)
menjadi fungsi secara pengacau tandingan. Tahun-tahun sesudah 1958 Suwarto
membangun Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat menjadi tempat berlatih
untuk mengambil alih kekuasaan politik. Dalam periode ini SESKOAD menjadi pusat
perhatian Pentagon, CIA, RAND CORPORATION dan (secara tidak langsung)
Yayasan Ford. 46)
Di bawah bimbingan Nasution dan dari Suwarto SESKOAD telah mengembangkan
suatu doktrin strategis baru, ialah perang Teritorial (dalam sebuah dokumen
dialih-bahasakan kedalam bahasa Inggris oleh Pauker), yang memberikan prioritas
kepada kontra pemberontakan sebagai peran utama Angkatan Darat. Khususnya
sesudah tahun 1962, ketika pemerintahan Kennedy membantu AD Indonesia
mengembangkan Civic Mision atau program "civic action", ini berarti organisasi
infrastruktur politiknya sendiri atau “Organisasi Teritorial" yang dalam beberapa hal
sampai mencapal tingkat desa.47)Sebagai hasil rekomendasi resmi Departemen Luar
Negen AS pada tahun 1962, yang penulisannya dibantu Pauker, sebuah kelompok
penasihat pelatihan Militer/iMilitary Training Assistency Group (MILTAG) AS khusus
didirikan di Jakarta untuk membantu penerapan program-program Civic Mission
SESKOAD. 41)
SESKOAD juga melatih para perwira militer dalam ilmu ekonomi dan administrasi
pemerintah, jadi sebenarnya menyelenggarakan pra-pemerintahan/pra-negara, lepas
dari pemerintah sipil Sukarno. Jadi tentara mulai bekerjasama dan bahkan
menandatangani kontrak dengan perusahaan-perusahaan AS dan asing lain dalam
bidang-bidang yang sekarang di bawah kekuasaannya. Program pelatihan ini
dipercayakan kepada para Perwira dan orang-orang sipil yang akrab dengan PSI.49)
Pejabat-pejabat AS memberikan konfirmasi bahwa orang-orang sipil, yang sedang
dalam program pelatihan yang didanai oleh Yayasan Ford (Ford Foundation), terlibat
dalam apa yang (pada waktu) dikatakan oleh atase pertahanan AS sebagai
"perencanaan terpadu" untuk mencegah pengambil-alihan oleh PKI. 50)
Pusat teleng (fokus) yang paling berarti dalam pelatiban dan bantuan AS adalah
hubungan yang meningkat antara organisasi Teritorial dengan pemerintah sipil,
organisasl keagamaan dan budaya, kelompok Pemuda, Veteran, serikat kerja,
organisasi petani, partai politik dan kelompok kelornpok tingkat lokal dan Wilayah.51)
Hubungan politis dengan kelompok sipil ini memberikan struktur penindasan terhadap
PKI yang dzalim pada tahun 1965, tetmasuk pertumpahan darahnya. 52)
17
Tidak lama kemudian kader tentara dan sipil bersama-sama merancang kegiatan yang
mengacaukan seperti kerusuhan anti Tionglioa di Bandung pada bulan Mei 1963, yang
tidak hanya. memalukan PKI, tetapi juga Sukarno pribadi. Laporan Chamsky dan
Herman mengatakan bahwa "program-program anti Tionghoa yang didalangi AD
terjadi di Jawa Barat pada tahun 1959 dan didanai oleh bantuan AS kepada
Komandan tentara setempat. "Rupanya dana CIA dimanfaatkan oleh Komandan
(Kolonel Kosasih) untuk membayar begundal-begundal preman dan bajingan setempat
dalam apa yang dinamakan Mazingo" kampanye tentara (dan mungkin orang-orang
Amerika) untuk merobek-robek hubungan dengan Cina.53) Kerusuhan tahun 1963
yang terjadi dalam bayangan (di bawah payung pengayoman) SESKOAD oleh
Sundhaussen dikaitkan dengan organisasi "civic action" Angkatan Darat/tentara dan
menampilkan kontak konspiratif antar unsur (suatu sel PSI bawah tanah, kelompok
Mahasiswa yang berafiliasi dengan PSI dan Masyumi, dan organisasi "civic action"
Divisi Siliwangi dibawah pimpinan Ishak Djuarsa) yang semuanya menjadi menonjol
dalam tahap awal apa yang dinamakan "respons" Suharto terhadap GESTAPU.54)
Kerusuhan bulan Mei 1963 diulangi pada Oktober 1965 dan Januari 1966 (khususnya
di Bandung), ketika hubungan antara Mahasiswa dengan tentara sebagian besar
ditangani perwira-perwira yang cenderung mendukung PSI seperti Sarwo Edhie dan
Kemal Idris"). Direktorat perencanaan CIA memberikan simpati kepada pembiasan
yang meningkat dari operasi yang mengatas-namakan anti PKI ke suatu yang
menyulitkan Sukarno. Perubahan ini tidaklah mengherankan karena Suwarto, Kemal
ldris dan PSI peranannya secara mencolok dalam Coup yang nyaris terjadi (yang
dinamakan "peristiwa Lubis") pada tahun 1956. 56)
Suwarto telah meningkatkan pengebangan seorang siswa baru, yaitu Kol. Suharto
yang masuk SESKOAD pada bulan Oktober 1959. Menurut Sundhanssen, seorang
sarjana yang relatif pro-Suharto: Pada awal tahun 1960-an Suharto terlibat dalam
penyusunan Doktrin Perang Teritorial/Wilayah dan kebijakan AD dalam Civic Mision
(yaitu: Penetrasi Perwira Militer dalam segala kegiatan dan tanggung jawab
pemerintahan).57) "Pusat dari citra umum tentang GESTAPU dan respons Suharto
adalah fakta yang banyak ditayangkan di TVR1 dan disebarluaskan bahwa Suharto,
tidak seperti gurunya Suwarto maupun Achmad Wiranatakusuma yang lama menjadi
kepala stafnya, tidak pernah belajar di AS namun, keterlibatannya dalam program civic
mision (atau apa yang dinamakan orang Amerika "civic action") menempatkan dirinya
dalam jajaran para Perwira yang cenderung kepada PSI, dalam titik pusat perhatian
kegiatan pelatihan AS di Indonesia, dalam suatu program terang-terangan bersifat
politis. 58)
18
Penyernpurnaan Doktrin Perang Wilayah dan Civic Mision ke Doktrin strategis baru
untuk intervensi politik Militer pada Tahun 1965 menjadi proses ideologis
mengkonsolidasi Angkatan Darat untuk mengambil alih kekuasaan politik sesudah
peristiwa GESTAPU. Hal ini menjadi jelas dalam bulan-bulan gawat sesudah
GESTAPU ketika Suwarto penasihat politik yang penting bagi mantan siswanya di
SESKOAD, Suharto, maka Doktrin strategisnya merupakan pembenaran ideologs
pernyataan Suharto 15 Agustus 1966, sebagai pelaksanaan dan desakan-desakan
Guy Pauker secara terbuka maupun diam-diam. Bahwa Angkatan Darat harus
memegang peranan penting disegala bidang.59)
Itulah sebabnya mengapa diadakan pertemuan persatuan Angkatan Darat pada bulan
Januari 1965, sesudah Suharto secara munafik mendesak Nasution agar bersikap
lebih lunak60), terhadap Sukarno yang hakekatnya merupakan langkah yang perlu
dalam suatu proses yang rumit. Langkah yang perlu diambil dalam proses agar
Suharto secara efektif dapat mengambil alih pimpinan sebagai Panglima Angkatan
Darat dan saingannya Nasution dan Yani. Langkah ini mengantarkan ke Seminar pada
bulan April 1965 di SESK0AD menuju kompromi Doktrin strategis militer, Tri Ubaya
Cakti, yang menandaskan tuntutan A.D. akan peranan politik Angkatan Darat yang
bebas dan mandiri.61) Suharto, pada 15 Agustus 1966, dalam pidatonya kepada
bangsa Indonesia membenarkan keunggulannya dan ketokohannya yang meningkat
dalam Wacana Misi Revolusioner Doktrin Tri Ubaya Cakti. Dua minggu kemudian di
SESK0AD doktrin itu direvisi atas anjuran Suharto, tetapi dalam tatanan 'secara
seksama digubah oleh Brigadir jenderal Suwarto" agar makin jelas memuat tekanan
Pauker pada "civic mission" tentara atau peranan kontrarevolusinya 62) . "Civic
Mission" ini yang begitu penting bagi Suharto juga menjadi sasaran dan hasil utama
bantuan militer AS kepada Indonesia.
Selain itu, pada bulan Agustus 1964, Suharto mengawali kontak politiknya dengan
Malaysia, oleh sebab itu akhirnya dengan Jepang, Inggris dan Amerika Serikat.63)
Walau tujuan awal kontak-kontak ini mungkin hanya untuk menghindari perang dengan
Malaysia, namun Sundhaussen memberi kesan bahwa alasan Suharto adalah
kekhawatirannya yang diperkuat oleh laporan intelejen KOSTRAD pada pertengahan
1964 tentang kemajuan politik PKI.64)Mrazek mengkaitkan penjajakan perdamaian
dengan ditariknya mundur beberapa kesatuan terbaik ke Jawa dalam musim panas
1965.65) Gerakan ini bersamaan dengan pengembangan yang lebih dini disebuah
Batalyon divisi Diponegoro, yang secara politis disangsikan kearah berlawanan dapat
juga ditanggapi sebagai persiapan mengambil alih kekuasaan negara. 66)
19
Dalam catatan Jepang dilaporkan oleh Nishihara, mantan personal PRRI/Permesta
dengan hubungan Intelejen di Jepang menonjol dalam negoisasi bersama pejabat
Jepang67) Nishihara juga mendengar bahwa seorang sekutu akrab darl orang-orang
ini, Jan Walandouw, yang betindak sebagai penghubung CIA untuk pemberontakan
1958, dikemudian hari mengunjungi Washington dan mendukung Suharto sebagai
Pemimpin.68) Saya memperoleh informasi yang dapat dipercaya bahwa kunjungan
Walandouw ke Washington untuk kepentingan Suharto terjadi beberapa bulan
sebelum GESTAPU.69)
GERAKAN AS MELAWAN SUKARNO
Banyak orang di Washington, khususnya di Direktorat Perencanaan CIA telah lama
menginginkan agar Sukarno maupun PKI disingkirkan.70) Pada tahun 1961 pengamat
politik garis keras, khususnya Guy Pauker, juga berbalik melawan Nasution.71) Walau
demikian, sekalipun ada nota-nota akhir dari pemerintahan Eisenhower, yang sedang
meninggalkan Gedung Putih dan akan menentang "reznn apapun" di Indonesia "
dengan meningkatkan persahabatan terhadap blok Cina - Soviet" maka pemerintahan
Kennedy meningkatkan bantuan baik kepada Sukarno maupun Angkatan Darat.72)
Sebaliknya, ketika Lyndon Johnson menaiki kursi kepresidenan segera disusul dengan
perubahan politik yang lebih anti Sukarno. Hal ini jelas dari keputusan Johnson pada
bulan Desember 1963, yang menahan bantuan ekonomi yang (menurut Duta Besar
Jones) oleh Kennedy akan diberikan "hanya sekedar sebagai masalah rutin"73).
Penolakan ini memberi kesan bahwa tindakan AS yang menjengkelkan keterpurukan
ekonomi Indonesia pada Tahun 1963-1965 lebih cenderung sesuatu masalah politik
yang tidak disengaja dan pada masalah kekurang cermatan yang tidak disengaja.
Memang, jika penggulingan Allendde oleh CIA suatu analogi yang relevan, maka suatu
hari orang akan mengharapkan dapat mengetahui bahwa CIA, melalui spekulasi valuta
dan tindakan lain yang memusuhi, telah memberi sumbangan secara aktif kepada
destabilisasi radikal ekonomi Indonesia minggu-minggu sebelum "coup" terjadl, ketika
"harga beras antara 30 Juni dan 1 Oktober meningkat sampai empat kali, dan harga
dolar di pasar gelap melangit, khususnya dalam bulan September. 74)
Seperti halnya kejadian di Cile, pemutusan semua bantuan ekonomi secara berangsur
kepada Indonesia dalam tahun 1962-1965 dibarengi dengan pengalihan bantuan
militer kepada unsur-unsur bersahabat dalam AD Indonesia; bantuan militer AS
mencapai $39,5 juta dalam empat tahap 1962-1965 (dengan puncaknya pada Tahun
1962 $ 16,3 juta) dibandingkan dengan $ 28,3 juta dalam tiga belas tahun
20
1949-1961,75) Sesudah tahun 1964, ketika Sukarno menyatakan "go to hell with your
aid" (persetan dengan semua bantuanmu) kepada AS, makin lama makin sulit
memperoleh bantuan dari konggres AS. Orang-orang itu tidak menyadari apa yang
sedang berkembang, sulit mengerti mengapa AS harus membantu mempersenjatai
suatu negara yang sedang menasionalisasi kepentingan ekonomi AS, dan
memanfaatkan bantuan tunjangan berjumlah besar dari Uni Soviet untuk menghadapi
Inggris di Malaysia.
Jadi telah diciptakan citra umurn bahwa dibawah Johnson "semua bantuan AS kepada.
Indonesia dihentikan", suatu pernyataan yang ditunjang oleh dokumentasi yang
menyesatkan sampai para sarjana yang kompeten mengulanginya76). Hakikatnya,
Kongres menyetujui untuk menangani pendanaan militer Indonesia oleh AS (tidak
seperti bantuan kepada negara lain manapun) memperlakukan pemberian dana
kepada A.D. Indonesia sebagai masalah yang terselubung (rahasia), dengan
membatasi tinjauan kemball keputusan presiden tentang bantuan kepada Indonesia
oleh kongres kepada dua Komisi Senat dan ketua DPR AS, untuk selanjutnya akan
bekerjasama terlibat dalam pengawasan terhadap CIA. 77)
Keterangan Duta Besar Jones yang lebih tulus, mengakui bahwa "penghentian" berarti
pemrintah AS tidak membuat ikatan bantuan baru, walau masih melanjutkan dengan
program program yang sedang berjalan. Dengan memelihara bantuan yang sederhana
kepada (AD dan kepolisian Indonesia) bisa memperkuat mereka untuk menghadapi
bentrokan tak terelakkan ying sebenarnya dengan PKI yang sedang berkembang. 78)
Hanya dari dokumen yang diumumkan belakangan ini kita ketahui bahwa bantuan
militer baru sedang dalam perjalanan sampai bulan Juli 1965, dalam bentuk kontrak
rahasia untuk menyerahkan dua ratus Aero-Commander kepada AD Indonesia:
pesawat terbang ringan cocok untuk operasi "civic action" atau kontra pemberontakan,
barangkali oleh Korps Penerbangan AD yang perwira-perwira seniornya sebenarnya
telah dilantik di AS.79) Pada saat ini, bantuan AS yang secara terbuka dibenarkan,
sebenarnya terbatas pada melengkapi sistem komunikasi militer dan pelatihan "civic
action", dengan lebih menggunakan sistem komunikasi militer yang baru daripada
sistem sipil di tangan pendukung Sukarno, sehingga pada 1 Oktober 1965 Suharto
mampu menyelenggarakan pembersihan pendukung Sukarno - Yani dan kaum kiri
dengan cepat, sementara para perwira "civic action" merupakan inti dari Perwira
GESTAPU tingkat bawah di Jawa Tengah.80)
Sebelum beralih ke aspek yang lebih terselubung (rahasia) dari bantuan militer AS
21
kepada Indonesia pada tahun 1963-1965, marilah kita meninjau kemball perubahan
secara menyeluruh dalam hubungan AS-Indonesia. Sekarang bantuan ekonomi
terkatung-katung dan bantuan militer disalurkan dengan ketat demi memperkuat posisi
domestik Angkatan Darat di dalam negeri.
Pendanaan oleh pemerintah AS ternyata beralih dari Pembiayaan untuk Negara
Indonesia kepada kornponen atau unsur yang paling tidak setia kepada Kepala
Negara dan pernerintahan. Sebagai hasil persetujuan berawal dengan undang-undang
keadaan bahaya tahun 1957, tetapi dipercepat oleh perjanjian minyak yang
dinegosiasikan dengan AS tahun 1963, kita melihat benar-benar peralihan serupa
dalam arus pembayaran perusahaan minyak AS sebagai pengganti imbalan hasil
secara simbolik kepada pemerintah Sukarno; kedua perusahaan minyak yang besar di
Indonesia, Stanvac dan Caltex, sekarang memberikan pembayaran yang lebih besar
kepada perusahaan minyak Angkatan Darat PERTAMINA, dipirnpin oleh Jendral Ibnu
Sutowo, yang akhirnya menjadi sekutu politik Suharto. Selain itu juga kepada
perusahaan lain, PERTAMIN, dipimpin Chaerul Saleh, seorang politisi anti PKI dan pro
AS, setelah Sukarno ditumbangkan oleh Suharto, Fortune menulis bahwa
"Perusahaan Sutowo yang masih kecil memainkan peran kunci dalam pendanaan
operasi-operasi krusial (gawat) itu, dan Angkatan Darat tidak pernah
melupakannya.81)
*DUKUNGAN AS KEPADA KELOMPOK SUHARTO SEBELUM GESTAPU*
Pejabat-pejabat Amerika berkomentar tentang peranan bantuan AS dalam perode ini
telah berjasa dalam membantu golongan anti komunis merebut kekuasaan, tanpa
pernah memberi isyarat-isyarat seberapa tingkat tanggung jawab berkomplot dalam
merencanakan pertumpahan darah. Kesan yang diciptakan adalah bahwa pejabat AS
berada di luar perencanaan kejadian aktual, dan kita dapat amati dari berita kawat
yang belakangan terungkap bagaimana hati-hatinya pemerintah AS membantu
mengembangkan citra ini untuk dipisahkan darl apa yang terjadi di Indonesia.82)
Namun, hakekatnya pemerintah AS berbohong tentang keterlibatannya. Dalam tahun
anggaran 1965 suatu periode ketika The New York Times mengatakan "semua
bantuan AS kepada Indonesia dihentikan" jumlah personil program bantuan militer
(Military Assistance Program MAP) di Jakarta benar-benar meningkat diluar yang
diproyeksikan, sampal tingkat yang belum pernali terjadi . Menurut angka-angka yang
diumumkan dalam tahun 196683) dari tahun anggaran 1963 sampai tahun anggaran
1965 nilai pengiriman MAP anjlog dari sekitar empat belas Juta dolar sampai sedikit
22
diatas dua juta dolar
Tahun Fiskal Kiriman Kekuatan Personil/MAP Total Militer Sipil
1963 US $13.900.000 30 30
1964 7.000.000 29 29
1965 2.100.000 32 15
47
Meskipun ada penurunan ini, jumlah personel militer MAP nyaris tidak berubah, sekitar
tiga puluh, sementara dalam tahun anggaran 1965 personil sipil (lima belas) hadir
untuk pertama kali. Apakah orang menyangsikan bahwa pengiriman bantuan menurun
setajam angka-angka yang ditunjukkan, tetapi angka-angka personel MILTAG
menunjukkan bahwa program "civic action"nya ditingkatkan, bukan berkurang.85)
Telah kita ketahui bahwa beberapa bulan sebelum GESTAPU seorang utusan Suharto
dengan hubungan CIA masa Ialu (Kolonel Yan Walandaow) mengadakan kontak
dengan pemerintah AS. Sejak awal Mei 1965 pemasok (suplier) militer AS dengan
koneksl CIA (terutama Lockheed) bernegosiasi tentang penjualan perlengkapan
dengan hadiah untuk para perantara, sedemikian rupa untuk lebih menggerakkan
hadiah kepada pendukung Mayor Jenderal Suharto, yang hingga kini dikenal sedikit
saja sebagai pemimpin kelompok baru ketiga dalam AD, daripada mereka yang
mendukung Nasution dan Yani sebagai pemimpin angkatan bersenjata, hanya karena
gelarnya. Hanya dalam tahun terakhir ada konfirmasi bahwa dana rahasia yang
dikelola oleh AU AS (mungkin untuk kepentingan CIA) telah "dicuci' sebagai komisi
atas penjualan perlengkapan dan jasa Lockheed, agar memberikan hadiah politis
kepada personel militer negara asing.86)
Suatu penyelidikan Senat pada tahun 1976 dalam hadiah-hadiah ini mengungkapkan,
nyaris kurang berhati-hati, bahwa dalam Mel 1965 meliputi keberatan resmi Dewan
Lockheed, Komisi-komisi Lockheed di Indonesia telah diperbaharui peruntukannya
kepada kontrak dan perusahaan baru yang didirikan oleh agen lokal atau perantara
lama dari perusahaan 87). Memo-memo internal pada waktu itu tidak menunjukkan,
bahwa tidak ada alasan untuk perubahan, tetapi dalam memo kemudian penasehat
ekonomi Kedutaan Besar AS di Jakarta melaporkan yang menyatakan adanya
"pertim-bangan politis dibalik itu" 88). Jika ini benar maka itu menyatakan bahwa
dalam bulan Mei 1965, lima bulan sebelum Coup, Lockheed telah memperbaharui
peruntukan hadiah-hadiah kepada suatu keunggulan politik baru, dengan resiko
(seperti dinyatakan oleh asisten ketua penasehat dituntut karena perwakilannya) bisa
ingkar memenuhi kewajiban kontrak terdahulu.
23
Perantara Indonesia, August Munir Dasaad "diketahui membantu Sukarno secara
finansial sejak tahun 1930-an”.39) Tetapi pada tahun 1965 Dasaad membangun
hubungan dengan kekuatan Suharto melalui saudara hubungan keluarga, Jenderal
Alamsyah, yang menjadi anak buah Suharto tidak lama pada tahun 1960, sesudah
Suharto selesai mengikuti pendidikan di SESKOAD) 90). Melalui kontrak baru,
Lockhced, Dasaad dan Alamsyah rupanya mendukung Suharto yang sedang naik
bintangnya.
Alamsyah yang menguasai sejumlah besar dana tertentu, ketika Coup dilakukan
dengan penggantian Sukarno oleh Suharto, segera saja menyediakannya untuk
Suharto, yang pasti memperoleh perhatian sebagai balas budi presiden yang baru.
Pada waktunya ia diberi kedudukan yang dipercaya dan dewasa ini Alamsyah boleh
dikatakan orang penting kedua sesudah presiden.91)
Jadi, pada tahun 1966 Kedutaan AS memberi nasehat kepada Lockhced agar