Top Banner
178

Sufisme Lokal di Jawa

Mar 23, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Sufisme Lokal di Jawa
Page 2: Sufisme Lokal di Jawa
Page 3: Sufisme Lokal di Jawa

Sufisme Lokaldi Jawa

Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Elin Nur Aslichah, M.Hum

Page 4: Sufisme Lokal di Jawa

Sufisme Lokal di JawaStudi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Copyright © 2019 – Elin Nur Aslichah

Penulis: Elin Nur Aslichah, M.Hum.Editor: Neli Nur Asriningrum, S.S.Desainer Sampul: Maspuq Muin, S.H.I.Penata Letak: Maspuq Muin, S.H.I.

CP. RLG005-2019ISBN: 978-623-90144-9-0Cetakan pertama, Mei 2019

Diterbitkan oleh:

CV CENDEKIA PRESSNIB: 8120107982776Komp. GBA Barat Blok C-4 No. 7 BandungEmail: [email protected]: www.cendekiapress.com

Anggota IKAPI

Hak cipta dilindungi undang-undang pada penulis, dan hak penerbitan pada CV Cendekia Press. Dilarang memperbanyak tulisan ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Page 5: Sufisme Lokal di Jawa

v

Kata Pengantar

Alhamdulillahirabil ‘alamin. Segala puji bagi Pemilik kehidupan alam semesta, Allah SWT. Atas segala limpahan karunia rahmat dan ridha-Nya sehingga penulis bisa me-nyelesaikan penulisan tesis dengan judul: “Sufisme Lokal di Jawa (Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor)” untuk memenuhi syarat-syarat mem peroleh gelar Magister Humaniora (M.Hum) Bidang Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Islam Nusantara di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia. Shalawat dan salam semoga senantiasa selalu berlimpah kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, revolusioner dan pemimpin sejati dalam segala lini kehidupan yang tak akan pernah lekang oleh waktu.

Dengan tersusunnya penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil. Oleh karena itu pada ke­sempatan ini penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Kedua orang tua, Bapak Asnawi dan Ibu Sulin atas ridha dan doa terbaiknya kepada Allah SWT yang berkelanjutan tiada akhirnya, semoga beliau panjang umur serta selalu dalam lindungan­Nya. Suami tercinta Maspuq Mu’in, S.HI yang telah memberikan dukungan dan motivasi 100% dalam proses studi, semoga sehat dan sukses selalu. Ananda tercinta Hamzah Nailussyafiq (Alul) dan Haidar al­Qorny

Page 6: Sufisme Lokal di Jawa

vi

(HD) yang selalu memberi keceriaan dan harapan dalam mengarungi kehidupan, semoga menjadi anak­anak yang sholeh dan ridha Allah SWT selalu menyertainya. Adik tercinta, Neli Nur Asriningrum, S.S semoga selalu dalam lindungan­Nya. Serta keluarga Besar K.H Abdul Mu’in (alm) dan Hj. Siti Asiyah (alm) semoga rukun, damai dan kompak selalu.

Dr KH Ali M. Abdillah, MA. Selaku pembimbing tesis yang telah banyak memberikan arahan dengan penuh kesabaran. Kepada beliau kami hauturkan “Jazakumullah Ahsanal Jazaa, Jazaan Katsiran”.

Terima kasih kepada seluruh dosen dan civitas Pasca Sarjana Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia. Prof Dr Maksoem Machfoedz, M.Sc. Prof Dr KH Said Aqil Siradj, MA. Dr Masduki, HS, M.Ag. Dr. Ahmad Suaedy, MA.Hum. Dr Isom El Saha, M.Ag. Hamdani, Ph.D. Prof Dr Dien Majid, MA. Dr KH Abdul Moqsid Ghazali, MA., Dr Zastrouw El­Ngatawi, MA., KH Agus Sunyoto, M.Pd. Dr M Ulinnuha Husnan, Lc.MA., Dr Syafiq Hasyim, Ph.D. Dr Ulil Absar Abdalla, Dr M Adib Misbachul Islam, Dr. Endin Aj Soefihara, MA., Dr Ahmad Fudhaili, MA. Dr Ali Akbar, M.Si, Dr Mahrus Elmawa, M.Ag. Ali Masyhar, Lc., M.Hum. A. Ginanjar Sya’ban, Lc. M.Hum, Johan Wahyudi, M.Hum. Ayatullah, M.Phil. Rohul, M.Hum dan Muhtarom, M.Hum..

Syaikh TB Abdul Wahid, selaku Mursyid Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan yang telah memberikan izin dalam penelitian ini. Ustadz H Lukman Mar’i. Abah Ijey (TB Muhammad Zaini bin H Hasmuni Jamaludin al­Banjari), Hj Nining, Ustad Daniel, Ustadz Suhaimi dan lainnya. Kepada beliau kami haturkan “Jazakumullah Ahsanal Jazaa, Jazaan Katsiran”.

Terima kasih kepada Keluarga Besar Pondok Pesantren Al Falak; TB Drs KH Ahmad Hasbullah, TB Asep Maulana ( Tb Demang), TB Rahmatullah, TB Asep, TB Achmad Ubaidillah

Page 7: Sufisme Lokal di Jawa

vii

beserta istri, TB Habibi dan lainnya. Kepada beliau kami haturkan “Jazakumullah Ahsanal Jazaa, Jazaan Katsiran”.

Terima kasih kepada para Pengurus Yayasan Serba Bakti Pusat dan Pengemban Amanah Pondok Pesantren Suryalaya Perwakilan Bogor (YSB.PPS.PWB), Ustadz Ade Rahman, Pak Enung, wakil talqin, badal serta lainnya.

Terima kasih kepada Pengasuh KH Zein Djarnuji (Akang) dan Pengurus Raudhoh Al Hikam, Cibinong, Bogor.

Terima kasih kepada KH Maman Imanul Haq (Ketua LD PBNU) & Ibu Hj Upik Ropikoh, Hj Lilis Santika (Ketua LKKNU Jabar) dan tim A­48 DPRRI Periode 2014­2019 yang kompak selalu ada Ade, Opick, Wilda, Roni, Erwin Reto (Hendra), Nia, Citra. Ada Mujiasih, Mujiati, Bang Irawan, Irda, Edi, Ingwuri, Hadi, Malik, Ria Ihsan, Mawar, Pipit, Tari (wiji), Miji, Bustan dan sebagainya.

Semua teman­teman Mahasiswa Pascasarjana Program Magister Angkatan 2016 yang telah berproses dengan pe nulis selama dua tahun. Semoga ilmu yang didapat bermanfaat.

Terakhir, terima kasih kepada Penerbit Cendekia Press, atas kesediaannya dalam menerbitkan tesis ini menjadi sebuah buku.

Akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan tesis ini, semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang membaca dan menjadi amal penulis yang dicatat oleh Allah SWT sebagai “amalan shalihan maqbulan”. Aamiin Ya Robbal Aalamiiin.

Page 8: Sufisme Lokal di Jawa
Page 9: Sufisme Lokal di Jawa

ix

Daftar Isi

Kata Pengantar v Daftar Isi ix

Pendahuluan 11

Perkembangan Aliran Dan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Di Kabupaten Bogor 21Potret Geografis Kabupaten Bogor 21Perkembangan Aliran di Kabupaten Bogor 24Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Kabupaten Bogor 32 n Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya Perwakilan

Bogor 35 n TQN di Roudhoh Al-Hikam Cibinong 47 n TQN di Pagentongan 50 Konsep Dasar Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah 52 Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) di Jawa 77Asal Usul Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah 77Perkembangan TQN di Jawa 107

Page 10: Sufisme Lokal di Jawa

x

n Kalisepu, Cirebon, Jawa Barat 109 n Blumbung, Demak, Jawa Tengah 109 n Mranggen, Demak, Jawa Tengah 111 n Rejoso, Jombang, Jawa Timur 112 n Pagentongan, Bogor, Jawa Barat 113 TQN dalam Tarekat Muktabarah 114 Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan 115 n Profil Tb Muhammad Al Falak (Mama Falak) 115 n Pondok Pesantren Al Falak Pagentongan 122 n Sisilah TQN Pagentongan 128 n Tujuan dan Ritual TQN Pagentongan 130

Gerakan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Di Pagentongan 143Karakteristik TQN Pagentongan 143 Aspek Lokalitas/Distingsi dalam TQN 154

Penutup 159 Kesimpulan 159 Saran-Saran 163

Daftar Pustaka 165

Page 11: Sufisme Lokal di Jawa

11

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Kata “Tarekat” berasal dari bahasa Arab thariqah (yang bentuk jamaknya thuruq atau tharaiq) yang berarti jalan, ke-adaan, aliran atau garis pada sesuatu. Tarekat adalah “jalan” yang ditempuh para sufi dan dapat digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat, sebab jalan utama yang disebut syar’, sedangkan anak jalan disebut thariq.1

Kata turunan ini menunjukkan bahwa menurut para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari hukum ilahi, tempat berpijak bagi muslim. Tak mungkin ada jalan tanpa adanya jalan utama tempat ia berpangkal. Pengalaman mistik tak mungkin didapat bila perintah syariat yang mengikat itu tidak ditaati terlebih dahulu dengan seksama.2

Menurut L. Massignon, sebagaimana dikutip oleh Aboe Bakar Atjeh, thariqah di kalangan sufi mempunyai dua pe­ngertian. Pertama, cara pendidikan akhlak dan jiwa bagi mereka yang berminat menempuh hidup sufi. Arti seperti

1M Solihin dan Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), h. 203.

2Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, Terj. Sapardi Djoko Damono dkk, (Jakarta: PT Temprint, 1986), h. 101.

Pendahuluan

Page 12: Sufisme Lokal di Jawa

12

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

ini dipengaruhi oleh kaum sufi abad ke­9 dan ke­10 M. Kedua, thariqah berarti suatu gerakan yang lengkap untuk memberikan latihan­latihan rohani dan jasmani dalam segolongan orang Islam menurut ajaran dan keyakinan tertentu. Sementara menurut Harun Nasution, tarekat berasal dari kata thariqah, yaitu jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi dalam tujuannya berada sedekat mungkin dengan Allah. Thariqah kemudian mengandung arti organisasi (tarekat). Tiap tarekat mempunyai syaikh, upacara ritual dan bentuk zikir sendiri.3

Sistem hidup bersih dan bersahaja (zuhud) adalah dasar semua tarekat yang beragam nama dan metodenya namun mempunyai ciri-ciri yang menyamakan antara lain:1. Ada upacara khusus ketika seseorang diterima men­

jadi penganut (murid). Adakalanya sebelum yang ber­sang kutan diterima menjadi murid, dia menjalani masa persiapan yang berat.

2. Memakai pakaian yang khusus (sedikitnya ada tanda pengenal).

3. Menjalani riyadhah (latihan dasar) berkhalwat. menyepi dan berkonsentrasi dengan shalat dan puasa selama be­berapa hari (kadang­kadang sampai 40 hari).

4. Menekuni pembacaan zikir tertentu (aurad) dalam waktu-waktu tertentu setiap dari, ada kalanya dengan alat-alat bantu seperti musik dan gerak badan yang dapat membina konsentrasi ingatan.

5. Mempercayai adanya kekuatan ghaib/tenaga dalam pada mereka yang sudah terlatih, sehingga dapat berbuat hal-hal yang berlaku diluar kebiasaan.

6. Penghormatan dan penyerahan total kepada syaikh atau pembantunya yang tidak bisa dibantah.4

3Solihin dan Anwar, Ilmu Tasawuf, h. 203-205.4Masnun, Tuan Guru KH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Gagasan dan

Gerakan pembaharuan Islam di Nusa Tenggara Barat, (Mataram: Pustaka Al-Miqdad, 2007), h. 124-125.

Page 13: Sufisme Lokal di Jawa

13

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Menurut Kamil Musthafa asy­Syibi dalam tesisnya tentang gerakan tasawuf dan gerakan Syi’ah, tokoh pertama yang memperkenalkan sistem thariqah (tarekat) adalah Syaikh Abdul Qadir al­Jaelani (w. 561 H/1166 M) di Bagdad, Sayyid Ahmad Rifa’i di Mesir dengan Tarekat Rifa’iyyah dan Jalal ad­Din ar­Rumi (w. 672 H / 1273 M) di Parsi. Qadiriyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya, Syaikh Abdul al­Qadir Jailani (470/1077 – 561/1166), yang terkenal dengan sebutan quthb al-awliya.5

Tarekat ini menempati posisi yang sangat penting dalam sejarah spiritualitas Islam karena sebagai tarekat pertama serta cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat di dunia Islam. Meskipun struktur organisasinya baru muncul beberapa dekade setelah kewafatannya, semasa hidupnya sang Syaikh telah memberikan pengaruh yang amat besar pada pemikiran dan sikap umat Islam. Ia dipandang sebagai sosok ideal dalam keunggulan dan pencerahan spiritual.

Tarekat yang tergolong kepada grup Qadiriyah ini cukup banyak dan tersebar ke seluruh negeri Islam. Tarekat Faridiyah di Mesir yang dinisbatkan kepada Umar bib al­Farid (1234 M) yang kemudian mengilhami tarekat Sanusiyah (Muhammad bin Ali al­Sanusi, 1787-1859) melalui tarekat Idrisiyah (Ahmad bin Idris) di Afrika Utara merupakan grup Qadiriyah yang masuk melalui India melalui Muhammad al­Gawath (1517 M) yang kemudian dikenal dengan Tarekat Al­Ghawthiyah atau al­Mi’rajiyah dan di Turki dikembangkan oleh Ismail ar­Rumi (1041 H / 1631 M).6

Diantara praktik Tarekat Qadiriyah adalah zikir (terutama melantunkan asma Allah berulang­ulang). Dalam pelaksanaannya terdapat berbagai tingkatan penekanan dan intensitas. Zikir dengan satu gerakan dilaksanakan dengan mengulang­ulang asma’ Allah melalui tarikan

5Solihin dan Anwar, Ilmu Tasawuf, h. 207. 6Anwar, Ilmu Tasawuf, h. 209.

Page 14: Sufisme Lokal di Jawa

14

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

nafas panjang yang kuat, seakan dihela dari tempat tinggi, diikuti penekanan dari jantung dan tenggorokan, kemudian dihentikan sehingga nafas kembali normal. Jalan ini harus dilakukan secara konsisten untuk waktu lama.

Adapun Tarekat Naqsyabandiyah didirikan oleh Mu­hammad Bahauddin an­Naqsabandi al­Awisi al­Bukhori (w. 1389) di Tukistan. Tarekat Naqsyabandiyah mempunyai dampak dan pengaruh sangat besar kepada masyarakat mus lim di berbagai wilayah yang berbeda-beda. Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah kemudian me-luas ke Turki, Suriah, Afganistan dan India. Dalam per­kem bangannya, tarekat ini menyebar ke Anatolia (Turki) kemudian meluas ke India dan Indonesia dengan berbagai nama baru yang disesuaikan dengan pendirinya di daerah tersebut, seperti Khalidiyah, Muradiyah, Mujadidiyah dan Ahsaniyah. Ciri menonjol Tarekat Naqsyabandiyah adalah sebagai berikut:1. Mengikuti syariat secara ketat, keseriusan dalam ber­

ibadah yang menyebabkan penolakan terhadap musik, tari dan lebih menyukai berzikir dalam hati.

2. Upaya yang serius dalam memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta mendekati go­longan penguasa serta mendekati negara pada agama. Berbeda dengan tarekat lainnya, tarekat ini tidak meng­anut kebijakan isolasi diri dalam menghadapi pe me­rintahan yang sedang berkuasa saat itu. Sebaliknya, ia melancarkan konfrontasi dengan berbagai kekuatan po­litik agar mengubah pandang an mereka.7 Secara hakiki tarekat merupakan metode untuk taqarrub

(mendekatkan diri) kepada Allah SWT.8 Secara universal, ajaran Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah sama dengan

7Anwar, Ilmu Tasawuf, h. 212-213.8Sururin, Perempuan dalam Dunia Tarekat; Belajar dari Pengalaman Beragama

Perempuan Anggota Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah, (Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia, 2012), h. 86.

Page 15: Sufisme Lokal di Jawa

15

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

tarekat sufi yang lainnya, yakni memberikan keseimbangan secara mendalam bagi para anggotanya dalam menjalankan syariat Islam dan memelihara segala aspek yang ada didalamnya. Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah berusaha membimbing seseorang agar dapat memahami dan me­rasakan hakikat beribadah kepada Tuhannya secara sem-purna serta membentuk kedasaran kolektif dalam mem­bangun jamaah spiritual dan moral. 9

Salah satu wajah dalam mempelajari keislaman secara mendalam serta adanya interaksi antara murid dan guru secara insten melalui tarekat. Tarekat sebagai organisasi tasawuf, yaitu perpaduan antara doktrin tasawuf yang diamalkan dalam suatu metode dan ritual zikir yang sangat khas memiliki perbedaan antara tarekat dengan tarekat lainnya. Lafal zikir, yaitu La Ilaha Illa Allah atau lafal Allah yang diulang­ulang. Ini adalah lafal zikir yang diamalkan oleh Rasulullah dan para Sahabat. Pada tarekat amalan zikir ini diorganisasikan dalam ‘paket zikir’ terkait dengan cara duduk, pengaturan nafas dan bilangan lafal zikir yang dimaksudkan melalui paket tersebut agar memberi efek positif pada gerak hati, kesadaran, akal dan gerak fisik manusia menuju pada kesadaran dan perilaku ihsan.

Melihat bentuk ‘paket zikir’ antara berbagai tarekat yang beragam mengalami perubahan dari waktu ke waktu; dan sifatnya tidak permanen sebagai amalan ritual seumur hidup, maka tarekat dalam makna ini diyakini sebagai sebuah produk budaya, sepenuhnya adalah islami. Artinya bahwa tarekat sebagai ‘paket zikir’ merupakan daya upaya manusia untuk mengamalkan perintah agama memperbanyak zikir demi mencapai tujuan zikir secara optimal.10

9Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme Tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah di Pulau Jawa, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), h. 29.

10Ahmad Dimyati, Dakwah Personal:Model Dakwah Kaum Naqsabandiyah, (Yogyakarta: Deepublish, 2016), h. 28.

Page 16: Sufisme Lokal di Jawa

16

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Ajaran Islam diyakini oleh umat Islam sebagai ajaran yang bersumber pada wahyu Allah (divine law). Keyakinan ini didasarkan pada kenyataan bahwa sumber ajaran Islam adalah Al­Qur’an dan Sunnah. Kemudian dalam setting sejarah, proses terbentuknya hukum Islam berlangsung pada masa Nabi Muhammad SAW. Adapun generasi­gene­rasi setelah Nabi Muhammad dilanjutkan oleh para fuqaha yang bertugas untuk mengembangkan konstruksi dasar hukum yang telah dibangun sebelumnya.11

Di Indonesia, pengaruh tarekat ditengah masyarakat, baik dalam memperdalam pemahaman keagamaan mau-pun pergerakan melawan kebatinan dan ketidakadilan yang tersebar di beberapa daerah kemudian dihimpun oleh KH Hasyim Asy’ari melalui KH Ramli Tamim dari Rejoso Jombang dan para ulama sufi lainnya. Demi menjaga persatuan di antara kaum sufi maka lahirlah Jamiyyah Tarekat Muktabarah.12

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) merupakan gabungan dari Tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. Tarekat ini merupakan salah satu tarekat mu’tabarah per­tama yang didirikan oleh ulama Indonesia, yaitu Syaikh Ahmad Khatib Sambas (Kalimantan Barat) yang bermukim dan mengajar di Mekkah pada pertengahan abad ke 19.

Menurut Martin Van Bruinessen, Syaikh Ahmad Khatib Sambas adalah murid kesayangan Syaikh Syamsudin dan telah dipilih menjadi penggantinya. Dapat dipastikan ia mempunyai banyak murid di antara orang­orang Indonesia yang ke Mekkah dari segenap penjuru Nusantara, seperti Malaysia, Sumatera, Bali dan Lombok. Buku petunjuk ten­tang amalan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah adalah

11Aceng Abdul Aziz dkk, Islam Ahlussunah Waljama’ah Sejarah Pemikiran dan Dinamika NU di Indonesia, (Jakarta, Pengurus Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama, 2016), h. 31.

12Said Aqil Siroj, Islam Sumber Inspirasi Budaya Nusantara Menuju Masyarakat Mutamaddin, (Jakarta: LTN NU, 2015), h. 239-240.

Page 17: Sufisme Lokal di Jawa

17

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

kitab Fath al-Arifin. Kitab ini dikarang oleh Syaikh Ahmad Khatib Sambas dihimpun oleh muridnya, yaitu Ma’ruf al­Falimbany dan ditulis juga oleh muridnya yang lain, yaitu Abdur Rahim yang berasal dari Bali. Syaikh Ahmad Khatib Sambas adalah seorang ahli fiqh, tauhid yang mempunyai banyak pengikut. Wafat pada tahun 1873.13

Kunci dari penyebaran TQN adalah karya Syekh Sambas; kitab Fath al-Arifin, yang menjadi salah satu dari karya yang populer dan yang paling utama untuk praktek sufi di dunia Melayu. Fath al-Arifin menjelaskan undur-unsur dasar doktrin sufi sebagai janji kesetiaan (baiat), mengingat tuhan (zikir), kewaspadaan perenungan (muraqabah) dan rantai spiritual (silsilah) Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Sebagai tarekat yang dikombinasikan, Ia memperoleh tehnik spiritual utamanya dari keduanya, yaitu Tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah.14

Syaikh Ahmad Khatib Sambas mempunyai tiga khalifah, yakni Syaikh Abdul Karim Banten, Syaikh Tolhah Cirebon dan Syaikh Ahmad Hasbullah Madura (tinggal di Mekkah). Setelah Syaikh Ahmad Khatib As­Sambas wafat, kepemimpinan Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) di Mekkah dipegang oleh Syaikh Abdul Karim Banten. Karisma yang kuat dari Syaikh Abdul Karim membuat tarekat ini tersebar luas di Nusantara, khususnya Jawa Barat, Jawa Tengah bagian Utara dan Jawa Timur. Setelah Syaikh Abdul Karim wafat, kepemimpinan TQN tidak lagi terpusat. Tarekat Qadiriyah Naqsyabadiyah berkembang pesat di berbagai daerah dibawah kepemimpinan para khalifah generasi berikutnya, yaitu;­ Kyai Abdurrahim Al­Bali­ Kyai Tolhah Kalisepu Cirebon

13Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, Jilid 1, (Bandung: Tria Pratama, 2014), h. 314.

14Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), h. 179.

Page 18: Sufisme Lokal di Jawa

18

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

­ KH Falak Pagentongan­ Kyai Hasbullah bin Muhammad Madura­ Kiai Ibrahim Manggen.15

Dalam sejarahnya, TQN tersebar di Bogor melalui usaha Syaikh Tubagus Muhammad Falak dari Banten, salah satu khalifah Syaikh Abdul Karim Banten.16 Syaikh Tubagus Muhammad Falak atau lebih dikenal dengan sebutan Mama Falak merupakan salah satu ulama besar di Indonesia yang dikenal melalui bermacam perannya di masyarakat sekaligus sebagai pendiri dan pemimpin Pondok Pesantren Al Falak, Pagentongan, Bogor. Terlahir di Sabi, Pandeglang Banten (1842), putera dari KH Tubagus Abbas (Keturunan dari keluarga Kerajaan Banten, silsilah Syaikh Syarif Hidayatullah) dan Ratu Quraisyn (Keturunan dari Sultan Banten).17

Mama Falak meninggal sekitar sekitar tahun 1973, pada usia 134 tahun menurut penanggalan Qomariah (130 tahun menurut penanggalan masehi). Penggantinya adalah Kyai Tohir (Tahir Falak), yang berkata bahwa ia melanjutkan mengajaran wirid yang didasarkan pada wasiat ayahnya, yang berisi Manaqib Syaikh Abdul al-Qadir Jaelani pada hari yang kesebelas untuk tiap hari Jum’at, setelah shalat ashar (sore), atau magrib (matahari terbenam).18

Dari uraian diatas, tesis ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut: Pertama, Bagaimana karak­teristik Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) yang di prak tekkan masyarakat Pagentongan Bogor? Kedua, Ba gaimana aspek lokalitas atau distingsi ajaran Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah?

15Zainul Milal Bizawie, Masterpiece Islam Nusantara Sanad dan Jejaring Ulama-santri 1830-1945), (Tangerang Selatan: Pustaka Compas, 2016), h. 305.

16Sri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah Dengan Referensi Utama Suryalaya, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), h. 51.

17Wawancara dengan Tubagus Asep Maulana, Kamis, 12 Juli 2018 jam 13.30 wib di Pagentongan, Bogor, Jawa Barat.

18Sri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat, h. 51.

Page 19: Sufisme Lokal di Jawa

19

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi kompleksitas ajaran Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) yang di­prak tekkan masyarakat Pagentongan Bogor serta men­cari aspek lokalitas/distingsi ajaran Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Adapun jenis penelitian ini termasuk ga-bungan antara penelitian lapangan/kancah (field research) dan penelitian pustakaan (library research) serta menggunakan pendekatan historis sosiologis. Selain itu, ada tiga pola dalam analisis data yaitu; reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Sumber utama dari studi ini di antaranya adalah pene-litian saudara Sudjoko Prasodjo, M. Zamroni, Mastuhu, Sardjono Goenari dan Dawam Rahardjo dengan judul “Profil Pesantren (laporan Hasil Penelitian Pesantren Al-Falak dan Delapan Pesantren Lain di Bogor”.19 Buku “Tasawuf Nusantara Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka”, karya Sri Mulyani. Buku “Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat”, karya Martin van Bruinessen.20 Buku “Peran Edukasi Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah Dengan Referensi Utama Suryalaya” karya Dr HJ Srimulyati, M.A. Buku“Tasawuf dan Tarekat” karya Dr. H. Cecep Alba, M.A.21 Buku Masterpiece Islam Nusantara Sanad dan Jejaring Ulama-santri 1830-1945), karya Zainul Milal Bizawie. Kitab “Risalah Adab Suluk murid”, Kitab “Jawahirul Ma’ani fi Manaqib”, Kitab “Uquudul Jumaan”, Kitab “Aurat Thoriqah Qodiriyah”, Kitab “Ikhtimamiyah Inda Thoriqoh Qodiriyah Naqsabandiyah al Asnawiyah Bantaniyah al­ Jawi”.

Untuk mengumpulkan informasi lain yang berkenaan dengan studi ini, khususnya peran perkembangan TQN silsilah dan ritual dalam tarekat, penulis mengunjungi (obsevasi); TQN Pagentongan, Yayasan Serba Bakti Pondok

19Sudjoko Pasodjo, Profil Pesantren Laporan Hasil Penelitian Pesantren Al Falak & Delapan Pesantren Lain di Bogor, (Jakarta: LP3ES, 1974), h. 5.

20Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, (Bandung: Mizan, 1995).

21Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat Dimensi Esoteris Ajaran Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014).

Page 20: Sufisme Lokal di Jawa

20

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Pesantren Suryalaya Perwakilan Bogor (Baitul Ikhlas dan Baitul Akhfa), TQN di Raudhoh Al Hikam Cibinong. Selain itu, juga melakukan wawancara dengan para pengasuh, pengamal tarekat dan warga sekitar yang berhubungan dengan studi ini.

Page 21: Sufisme Lokal di Jawa

21

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Potret Geografis Kabupaten BogorDalam bahasa Jawa kuno, Bogor berarti pohon kawung.

Menurut Coolsma, L. Bogor berarti droogetaple kawoeng (pohon enau yang telah habis disadap) atau bladerlooze en taklooze (pohon yang tak berdaun dan tak bercabang). Pada mulanya tidak ditemukan pemukiman bekas kerajaan kecuali di Cikeas, Citeuruep, Kedung Halang dan Parung Angsana. Pada tahun 1678 M, Tanujiwa mendapat perintah dari Canphuijs untuk membuka lahan Pajajaran yang kemudian berhasil mendirikan sebuah perkampungan di Parung Angsana yang diberi nama Kampung Baru. Selanjutnya menjadi cikal bakal kelahiran Kabupaten Bogor. Kampung­kampung lain yang didirikan oleh Tanujiwa bersama pasukannya adalah Parakan Panjang, Parung Kujang, Panaragan, Bantar Jati, Sempur, Baranang Siang, Parung Banteng dan Cimahpar. Pada 07 November 1701 M, Tanujiwa sebagai kepala kampung dan De Haan memulai daftar bupati­bupati kampung baru atau Buitenzorg (kota tanpa kesibukan). Pada tahun 1740 oleh Gubernur Jendral

Perkembangan Aliran Keagamaan dan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah

Di Kabupaten Bogor

Page 22: Sufisme Lokal di Jawa

22

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Baron van Imbofff dibangun tempat peristirahatan dalam Istana Bogor dengan nama Buitenzorg. Sampai tahun 1752 M, belum ada orang asing kecuali Belanda. Adapun Kebon Raya didirikan tahun 1817 M oleh Ahli Botani, Prof Dr RC Reinwardth dengan luas 87 Ha dan terdapat 20.000 jenis tanaman dengan 6.000 spesies yang merupakan Kebon Raya terbesar di Asia Tenggara.1

Berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Van Neder­land Indie Nomor 4 tahun 1904 M Hoofplaats Buitenzorg memiliki luas 1.205 terdiri dari dua kecamatan dan 7 desa dengan jumlah penduduk kurang lebih 30.000 jiwa. Pada tahun 1924 M memiliki luas 2.156 ha, kurang lebih memiliki penduduk 50.000 jiwa termasuk desa Bantar Jati dan desa Tegal Lega. Selanjutnya pada tahun 1941 M, Buitenzorg secara resmi lepas dari Batavia dan mendapat otonominya sendiri. Berdasarkan UU No. 16 tahun 1950 kota Bogor ditetapkan menjadi Kota Besar dan Kota Praja yang terdiri dalam dua wilayah kecamatan dan 16 lingkungan. Tahun 1981 M jumlah kelurahan menjadi 22 kelurahan, lima kecamatan dan satu perwakilan kecamatan. Perkembangan selanjutnya, berdasarkan PP. No. 44/1992 perwakilan kecamatan tanah sareal ditingkatkan statusnya menjadi kecamatan, total enam kecamatan dan kelurahan.2

Berdasarkan sumber data di situs online resmi Kota Bogor tahun 2018, luas wilayah kota Bogor sebesar 11.850 Ha terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Secara administratif kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa (lima diantaranya termasuk desa tertinggal yaitu desa Pamoyanan, Genteng, Balungbangjaya, Mekarwangi dan Sindangrasa), 210 dusun, 623 RW, 2.712 RT dan dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor yaitu sebagai berikut :

1Priyo Jatmiko, Sejarah Kota Bogor, (Bogor: Kartanagari, 2015), h. 2-5. 2Jatmiko, Sejarah , h. 2-6.

Page 23: Sufisme Lokal di Jawa

23

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

n Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor.

n Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.

n Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

n Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.3

Kabupaten Bogor merupakan daerah penyangga ibukota yang memiliki wilayah yang cukup luas, yakni 2.371, 21 km. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Kota Depok, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi di utara, Kabupaten Karawang di timur, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi di selatan serta Kabupaten Lebak di barat. Kedududukan geografis Kabupaten Bogor sebagai penyangga ibukota berimplikasi pada heteroginitas pen­duduk sekaligus kompleksitas permasalahannya. Disisi lain potensi pariwisata menjadi daya tawar secara ekonomi.4

Kabupaten Bogor memiliki tiga fungsi, yaitu:1. Bogor penyangga bagi DKI Jakarta, berupa pe ngem­

bangan pemukiman perkotaan sebagai bagian dalam sistem metropolitan Jabodetabek.

2. Konservasi berkenaan dengan posisi geografis di bagian hulu dalam tata air untuk metropolitan Jabodetabek.

3. Pengembangan pertanian, khususnya holtikultura, sehu­bungan dengan perkembangan dan keunggulan yang te-lah ada yang selanjutnya di pacu.5 Dilihat dari segi ekonomi, banyaknya kawasan tempat

wisata di Bogor diimbangi dengan mudahnya akses trans­portasi dari Ibu Kota Jakarta ke Bogor. Selain itu, migrasi

3Data geografis-demografis diambil dari Kota Bogor www.kotabogor.go.id., Diakses pada Kamis 09 Agustus 2018 pukul 10.00 wib.

4Hubungan Antar Beragama: Studi Kasus Penutupan / Perselisihan Rumah Ibadat, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RU, 2002), h. 71-73.

5Bogor Review 2008-2013, (Cibinong, Prayoga Tohaga, 2013), h. 7.

Page 24: Sufisme Lokal di Jawa

24

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

pulang pergi penduduk yang bekerja di Jakarta merupakan magnet tersendiri dalam peningkatan per ekonomian di Kabupaten Bogor. Saat ini, Bogor tidaklah berpenduduk masyarakat asli Bogor saja. Namun sudah menjadi ma­syarakat yang majemuk baik dari hasil perkawinan dengan suku lain. Selain itu, adanya urbanisasi yang dilakukan oleh masyarakat luar untuk mencari nafkah di daerah dekat Ibu Kota Jakarta yang selanjutnya menetap dan meranak pinang menjadi warga Bogor.

Perkembangan Aliran di Kabupaten BogorMayoritas penduduk di Kota Bogor adalah pemeluk

agama Islam. Berdasarkan data Kankemenag Kabupaten Bogor terdapat banyak organisasi masyarakat atau ormas keagamaan, antara lain: MUI, PGI, PHDI, KWI, WALUBI, MAKIN, NU, Muhammadiyah, Persis, PUI, Mathlaul Anwar, MDI dan Al­Irsyad.6 Di Kabupaten Bogor juga ter­dapat beberapa organisasi masyarakat yang terindikasi sesat oleh MUI. Selain itu, terdapat tarekat.

Berdasarkan sumber dari Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bogor pada tahun 2016 terdapat beberapa aliran keagamaan yang terindikasi sesat, yaitu:1. Al­Qiyadah al­Islamiyah (Pamijahan, Gunung Bunder

Bogor)Al­Qiyadah al­Islamiyah didirikan tahun 2006 di

Kecamatan Pamijahan, Gunung Bunder Bogor oleh H. Salam atau biasa dipanggil Ahmad Mushaddeq. Ia mengaku sebagai nabi baru, dengan julukan Rasul al-masih Almawu’ud serta mengganti dua kalimat syahadat dengan Asyhadu Anla Ilaha Illallah wa Ashhadu Anna al-Masih al-Mau’ud (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Al-Masih

6Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Hubungan Umat Beragama: Studi Kasus Penutupan/Perselisihan Rumah Ibadat, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2012), h. 73.

Page 25: Sufisme Lokal di Jawa

25

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

al-Mau’ud sebagai utusan Allah).7

Berdasarkan fatwa MUI Pusat nomor 04 tahun 2007, aliran Al­Qiyadah al­Islamiyah termasuk di antara faham yang sesat menyesatkan.8 Pada 23 April 2008 setelah melalui proses persidangan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis empat tahun penjara terhitung dari tahun 2008 s.d 2012 karena terbukti melanggar pasal tentang penodaan agama.9

2. Ahmadiyah (Parung, Bogor)Aliran yang mengikuti Mirza Ghulam Ahmad al­

Qodiyani yang berdiri pada tanggal 23 Maret 1889. Ada­pun Mirza Ghulam Ahmad lahir 13 Februari 1835 di Qadiyani India dan meninggal 26 Mei 1908. Awalnya pada 1882 Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujahid (reformis), namun pada tanggal 4 maret 1889 (usia 54 tahun) mengaku dan mengumumkan dirinya menerima wahyu langsung dari Tuhan yang menunjuknya sebagai Al-Mahdi al-Mau’huud (Imam mahdi yang dijanjikan) dan agar umat Islam berbai’at kepadanya. Pada tanggal 23 maret 1889, Mirza Ghulam Ahmad menerima bai’at 20 orang dari Kota Ludhiana, diantara mereka terdapat Hadrat Hakim Nurudin yang kelak menjadi Khalifah al­Masih I, pemimpin tertinggi Ahmadiyah. Kampus Mubarok di kecamatan Parung, Bogor sebagai Kantor Pusat Ahmadiyah. Pada 2005 ditutup karena diprotes oleh semua umat Islam di Bogor. Beberapa penganut Ahmadiyah masih ada di daerah-daerah pedesaan di Bogor, terutama di Desa Cisalada, Kecamatan Ciampea sebagian di antara mereka menerima ajaran Ahmadiyah secara turun temurun dari kakek­neneknya. Hanya sedikit

7Buku saku Waspada Aliran Sesat Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bogor, ed.3., (Bogor: MUI Kabupaten Bogor, 2016), h. 10.

8http://mui.or.id/wp-content/uploads/2017/02/14.-Aliran-Al-Qiyadah-Al-Islamiyah.pdf diakses pada tanggal 26 Agustus 2018, Pukul 15.47 wib.

9http://www.nu.or.id/post/read/12123/pemimpin-al-qiyadah-al-islamiyah-divonis-4-tahun diakses pada tanggal 26 Agustus 2018, Pukul 13.32 wib.

Page 26: Sufisme Lokal di Jawa

26

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

dari mereka yang bisa diajak untuk masuk Islam.10

Tepatnya pada tanggal 08 Juli 2015, jamaah Ahmadiyah dari pelosok wilayah Indonesia menghadiri silaturahmi tahunan atau Jalsah salanah yang berlansung tiga hari di gedung Kampus Mubarak Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Esok harinya, di Masjid Al Hidayah jalan Raya Parung atau satu kilometer dari Kampus Mubarok ratusan orang dipimpin orasi ulama “Menolak Ahmadiyah” kemudian takbir sebanyak lima kali menuju Kampus Mubarok. Terjadi insiden saling lempar batu dan kayu antara jamaah Ahmadiyah dan demostran. 16 pengikut Ahmadiyah terluka. Lima hari setelah insiden itu, Panglima Jundullah Ikhwanul Muslimin, Habib Abdul Rahman Assegaf meminta agar Kampus Mubarok segera dikosongkan sampai batas waktu jum’at besok pukul 14.00 wib. Jika tidak maka kesalahan bukan pada pihaknya melainkan dari Ahmadiyah. Sekitar 10.000 orang pimpinan Habib Abdul Rahman Assegaf mendatangi Kampus Mubarok untuk meninggalkan kampus pada hari itu. Negoisasi dilakukan antara polisi, jamaah Ahmadiyah dan perwakilan massa. Keputusan pada jam 16.00 wib jamaah Ahmadiyah akan meninggalkan kampus untuk menghindari terjadi bentrokan kembali. Menurut Habib Abdul Rahman Assegaf, hal ini dilakukan sebagai jihad fisabilillah untuk menghancurkan aliran sesat Ahmadiyah.11

MUI telah menfatwakan sesat aliran Ahmadiyah ini sejak Musyawarah Nasional MUI 1980 yang kemudian dilanjutkan melalui rapat Rapat Kerja Nasional pada tahun 1984. Untuk mempertegas fatwa tersebut, melalui sidang fatwa MUI Pusat Nomor: 11/MUNASVII/MUI/15/2005, MUI Pusat menegaskan kembali bahwa Ahmadiyah merupakan

10Buku Saku Waspada Aliran Sesat, h. 14-20. 11https://www.liputan6.com/news/read/105073/situasi-kampus-mubarok-aman

diakses pada tanaggal 25 September 2018, Pukul 13.25 wib.

Page 27: Sufisme Lokal di Jawa

27

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

aliran yang sesat menyesatkan.12

3. Inkar Sunnah (Dramaga, Bogor)Berdasarkan fatwa MUI Pusat pada tanggal 27 Juni 1994,

Aliran yang menolak Hadits/Sunnah Rasul adalah sesat dan menyesatkan.13 Ajaran Inkar Sunnah atau Qur’aniyyun, adalah paham atau aliran yang menolak dan mengingkari Sunnah/Hadits Nabi (Mu’tazilah) sebagai salah satu sumber ajaran Islam dan hanya menjadikan Al­Qur’an sebagai satu-satunya pegangan umat, tidak mengakui dua kalimat syahadat, Allah dan Rasul manunggal (dwi tunggal). Tokoh­tokohnya antara lain: H. Endi Suradi, Panca Marga Dramaga, Bogor, Jawa Barat (1982).14

4. Mahesa Kurung (Perumahan Yasmin, Bogor Barat) Perguruan Mahesa Kurung adalah sebuah organisasi

beladiri yang berdiri tahun 1986 di Bandung oleh Al­Mukaram asy Syayyidi al­Habib Faridhal Attros al Kindhy yang dikenal dengan sebutan Abah MK. Kemudian Pada tahun 1955 pindah di Bogor, jalan Wijaya Kusuma Raya No. 74 RT. 001/005 komplek perumahan Taman Yasmin Kecamatan Bogor Barat, Bogor.15

Berdasarkan Fatwa MUI Kabupaten Bogor No. 02/X/KHF/MUI­KAB/III/06 tahun 2006, keyakinan yang diajarkan oleh Mahesa Kurung termasuk diantara keyakinan yang menyimpang, karena Mahesa Kurung mempraktekkan per­dukunan (kahanah) dan peramalan (‘irafah) yang difatwa kan sesat oleh MUI Pusat pada tanggal 28 Juli 2005.16

Pada tanggal 07 April 2006, Keputusan MUI Kabupaten Bogor mendapat tanggapan dari Paguyuban Masyarakat Robabil yang berpusat di Lelongok Empang Bogor terdiri

12https://e-dokumen.kemenag.go.id/files/fmpbnNCJ1286170246.pdf,diakses pada tanggal 26 Agustus 2018 jam 15.23 wib.

13http://media-islam.or.id/2007/09/26/fatwa-mui-ingkar-sunnah-sesaat/ diakses pada tanggal 26 Agustus 2018, Pukul 16.07 wib.

14Buku Saku Waspada Aliran Sesat, h. 41-47.15Buku Saku Waspada Aliran Sesat, h.54. 16Buku saku Waspada Aliran Sesat, h. 54 -56.

Page 28: Sufisme Lokal di Jawa

28

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

dari 40 pesantren di Sukabumi dan Jabotabek menyatakan perguruan Mahesa Kurung tidak sesat. Menurut Kakan­depag, Soeroji bahwa MUI Kabupaten Bogor secara tehnis salah karena tidak melakukan klafirikasi kepada Abah MK. Di kalangan Pesantren Salaf di Jawa, pengajaran jurus­jurus silat kemudian dibantu dengan pembacaan wirid, zikir dan puasa ngableng (7 hari 7 malam), puasa sunah 40 hari, pembacaan asma’ul husna dan berbagai jenis model sesuai dengan kreatifitas kyainya adalah hal biasa saja.17

MUI Kabupaten Bogor mendapat surat teguran dari MUI Pusat yang menyatakan bahwa kurang hati­hati dalam menggunakan prosedur penyusunan fatwa sehingga fatwa yang dibuat berakibat mencelakai orang atau kelompok yang difatwa.18

5. Pajajaran Siliwangi Panjalu (Mulyaharja, Bogor Selatan)Pada tahun 2012, Pajajaran Siliwangi Panjalu bermarkas di

Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan Kota Bogor dan tersebar di Desa Cikarawang Dramaga Bogor. Setelah diusir warga, aliran yang dipimpin oleh Agus Sukarna kemudian pindah ke Kecamatan Cariu, Desa Karya Mekar. Diusir oleh warga Cariu pada tanggal 03 Juni 2016. Ajarannya berkedok pengobatan spiritual. Buku saktinya adalah UNU (Urang Neangan Urang, bahasa Sunda, yang artinya saya mencari saya) yakni, hakikat hidup ini adalah menemukan siapa roh nenek moyang yang berada ditubuh manusia.19

Selain itu, mengganti dua kalimat syahadat menjadi Ashadualla ilahaillah waashadu anak Romo Agus Sukarna. Ber­dasarkan investigasi MUI Kabupaten Bogor yang dipimpin oleh KH Khoerul Yunus, ajaran Pajajaran Siliwangi Panjalu

17Penelitian Tentang Kasus-Kasus Aliran/Faham Keagamaan Aktual di Indonesia, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2006), h. 67-70.

18Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Direktori Kasus-Kasus Aliran Pemikiran Paham dan Gerakan Keagamaan di Indonesia, (Jakarta: Maloho jaya Aabadi Press, 2010), h. 151.

19Buku, h. 58-59.

Page 29: Sufisme Lokal di Jawa

29

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

(PSP) merupakan aliran sesat dan menyesatkan.20 Fatwa sesat juga disampaikan oleh Ketua VI bidang fatwa MUI Kota Bogor, Fachrudin Soekarno usai menggelar pertemuan dengan Muspida, Tokoh Agama dan Ketua MUI Se­Kecamatan Kota Bogor pada hari Rabu, 29/08/2012 di kantor MUI, Jalan Pajajaran. Dari hasil pertemuan itu, Agus Sukarna menyatakan tobat dihadapan tamu yang hadir dan siap kembali ke ajaran Islam yang benar.21

Sekitar dua tahun yang lalu, Agus pindah ke Desa Karya Mekar, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor. Tepatnya pada hari Jum’at 03 Juni 2016 malam, warga sepakat meminta Agus Sukarna (Pimpinan Pajajaran Panjalu Siliwangi) beserta keluarganya angkat kaki dari Kampung Peuteuy, Desa Karya Mekar. Agus pun tidak keberatan untuk pindah. Menurut Kepala Desa Karya Mekar, Jaji Suraji bahwa sekitar empat bulan yang lalu, Agus merekrut beberapa warga untuk tidak mewajibkan shalat lima waktu, berpuasa serta memodifikasi syahadat.22 6. ISIS

ISIS adalah kelompok garis keras (ekstremis) yang menganut prinsip-prinsip jihad secara global dan mengikuti ideologi garis kerasnya al­Qaeda. Yakni, mempromosikan kekerasan sektarian (al-Tasyayyu’ li-Tha’ifihi) serta mengang-gap orang­orang yang tidak setuju dengan penafsiran dan keyakinannya sebagai kafir dan murtad. Tokoh sentral di balik sepak terjang ISIS adalah Abu Bakar al­Baghdadi yang mendeklarasikan sekaligus memimpin ISIS pada 09 April 2013.23

20Buku Saku Waspada Aliran Sesat, h. 59.21https://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/12/08/29/

m9iqne-mui-aliran-panjalu-siliwangi-pajajaran-sesat di akses pada tanggal 26 Agustus 2018 jam 16.39 wib.

22https://www.liputan6.com/news/read/2523490/aliran-sesat-pajajaran-panjalu-siliwangi-bangkit-lagi-di-bogor diakses pada tanggal 23 September 2018 jam 15.07 wib.

23Buku Saku Waspada Aliran Sesat, h. 68.

Page 30: Sufisme Lokal di Jawa

30

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Di Indonesia, perekrutan untuk menjadi anggota ISIS melalui internet yang kemudian bergabung dalam sebuah kelompok bernama Gadi Gado lewat pesan Telegraf. Bahwa jika ikut ISIS maka hidupnya akan gratis, nyaman, dapat rumah, mobil, wanita lebih dari satu. Sebagaimana dialami oleh Ardiansyah Syamsudin. Setelah di Suriah berubah nama menjadi Abu Assam al­Indonesiy dan diajarkan menembak. Setelah ikut perang, ia ditinggalkan dalam keadaan sakit, lapar dan terluka. Sesuatu yang dijanjikan pada awal masuk ISIS hanyalah tipu muslihat belaka.24

MUI Pusat mendukung langkah cepat, tepat dan tegas Pemerintah untuk melarang Gerakan ISIS di Indonesia dan mendorong Pemerintah melakukan upaya penegakan hukum sesuai dengan perundangan yang berlaku.25

6. ISA BUGISIsa Bugis lahir di Kota Bhakti, Pidie, Aceh tahun 1926.

Pada era 1980­an, MUI menyatakan aliran ini menyimpang karena telah memenuhi sepuluh kriteria aliran sesat, yaitu: mengingkari mu’jizat Nabi dan Sunnah, serta menafsirkan Al­Qur’an tanpa metode yang jelas. Yakni, menempatkan rasio (akal) diatas Nash. Aliran ini, mulanya di daerah Sukabumi Jawa Barat. Kemudian para pengikut aliran membuka sekolah­sekolah yang tersebar dibeberapa kota, antara lain: di Parung Bogor, Dibadak Sukabumi, Bekasi, Jakarta, dan lain­lain. Pihak MUI sudah merekomendasikan kepada Dinas Pendidikan di kota­kota tersebut, agar sekolah­sekolah ini segera ditutup karena operasional sekolah tidak memiliki izin.26

7. GAFATAR (Gerakan Fajar Nusantara)Berdasarkan Fatwa MUI Pusat No. 06 tahun 2016

24https://internasional.kompas.com/read/2017/12/20/18414501/kisah-tukang-masak-bogor-yang-menjadi-anggota-isis?page=all diakses pada tanggal 23 September 2018, Pukul 15.56 wib.

25Buku Saku Waspada Aliran Sesat, h. 76.26Buku Saku Waspada Aliran Sesat, h. 77- 84.

Page 31: Sufisme Lokal di Jawa

31

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

bahwa aliran Gafatar adalah sesat dan menyesatkan karena metamorphosis dari al­Qiyadah al­Islamiyah (Ahmad Mushaddeq) dan mengajarkan keyakinan Millah Abraham yang mencampuradukkan ajaran Islam, Nasrani dan Yahudi serta menafsirkan Al­Qur’an tidak sesuai dengan kaidah tafsir.27

Kabupaten Bogor, merupakan salah satu kabupaten yang penduduknya sangat komplek. Selain penduduk asli Bogor, juga terdapat proses urbanisasi ke daerah kabupaten Bogor. Sehingga beragam adat, budaya, ras membaur menjadi satu kesatuan dalam berbagai komunitas. Tak heran, jika dalam perkembangannya terdapat beberapa organisasi masyarakat dan aliran keagaamaan. Berikut organisasi keagamaan yang terdapat di Kabupaten Bogor antara lain: MUI, PGI, PHDI, KWI, WALUBI, MAKIN, NU, Muhammadiyah, Persis, PUI, Mathlaul Anwar, MDI dan Al­Irsyad.

Adapun beberapa aliran antara lain; al-Qiyadah al-Islamiyah (Pamijahan), Ahmadiyah (Parung, Bogor), Inkar Sunnah (Darmaga, Bogor), Mahesa Kurung (Perumahan Yasmin, Bogor), Pajajaran Siliwangi Panjalu (Mulyaharja), ISIS, Isa Bugis, Gafatar. Aliran­aliran keagamaan itu, dinyatakan oleh Majelis Ulama Indonesia sebagai aliran sesat yang menyesatkan, kecuali Mahesa Kurung. Terjadi salah fatwa oleh MUI Kabupaten Bogor kemudian diluruskan oleh MUI Pusat. MUI Kabupaten Bogor mendapat surat teguran dari MUI Pusat yang menyatakan bahwa kurang hati­hati dalam menggunakan prosedur penyusunan fatwa sehingga fatwa yang dibuat berakibat mencelakai orang atau kelompok yang difatwa.28 Mahesa Kurung merupakan seni beladiri yang di dalamnya terdapat mengamalan wirid.

27https://mui.or.id/wp-content/uploads/2017/02/04.-GAFATAR.pdf.diakses pada tanggal 23 September 2018, Pukul 16.11 wib.

28Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Direktori Kasus-Kasus Aliran Pemikiran Paham dan Gerakan Keagamaan di Indonesia, h. 151.

Page 32: Sufisme Lokal di Jawa

32

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Di Kabupaten Bogor

Islam adalah agama yang diwahyukan oleh Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Adapun sumber utama agama Islam adalah berdasarkan pada Al­Qur’an dan Hadist. Setelah kewahyuan kepada Nabi Muhammad tidak akan pernah ada lagi nabi karena Nabi Muhammad adalah nabi terakhir yang diutus Allah SWT sebagai penyempurna agama­agama terdahulu. Masuknya agama Islam di Indonesia melalui beberapa saluran yaitu politik, perkawinan, pendidikan, dan tasawuf (sufisme).

Tasawuf menurut al­Junaidi dalam buku Ilmu Tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha-usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan makrifat menuju keabadian, saling mengingatkan antar manusia serta berpegang teguh pada janji Allah dan mengikuti syariat Rasulullah dalam mendekatkan diri dan mencapai keridhaannya. Dalam hal ini bersifat personal dan dalam perkembangannya yang lebih luas dalam tarekat.29

Tarekat dalam Bahasa Arab adalah “thariqah” yang berarti jalan, keadaan aliran atau garis pada sesuatu.30 Tarekat adalah cara, jalan atau metode pengamalan tasawuf.31 Tarekat juga berarti jalan atau petunjuk dalam melakukan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan Nabi Muhammad saw dan yang dikerjakan sahabat­sahabat nabi, tabi’in dan tabi’in­tabi’in turun temurun sampai kepada guru­guru/ulama-ulama sambung-menyambung dan rantai-berantai sampai pada masa kita ini.32 Menurut L. Massignon, sebagai

29M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), h. 15.

30M. Solihin, h. 203.31Ensiklopedi Tasawuf Jilid I A-H, (Bandung: Angkasa, 2008), h.23.32Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya, PT Bina Ilmu,

2007), h. 42.

Page 33: Sufisme Lokal di Jawa

33

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

mana dikutip oleh Aboe Bakar Atjeh, bahwa thariqah dikalangan sufi mempunyai dua pengertian. Pertama, cara pendidikan akhlak dan jiwa bagi mereka yang berminat menempuh hidup sufi. Artinya seperti ini digunakan oleh kaum sufi pada abad ke­9 dan ke­10 M. Kedua, thariqah berarti suatu gerakan yang lengkap untuk memberikan latihan­latihan rohani dan jasmani dalam segolongan orang Islam menurut ajaran dan keyakinan tertentu.33

Menempuh jalan (thariqah) berarti melakukan kegiatan olah batin, latihan­latihan (riyadah), dan perjuangan (mujahadah) kerohanian. Di kalangan pesantren Jawa, tarekat diartikan melaksanakan agama dengan lebih hati-hati seperti melakukan wira’i atau wara (menjauhkan diri dari hal­hal yang meragukan) dan mengerjakan keutamaan­keutamaan setelah mengerjakan yang wajib seperti shalat Tahajut, Dhuha dan Rawatib dan lain­lain.34 Himbauan tentang tarekat terdapat dalam Al­Qur’an surah al­Jinn ayat 16 yang berbunyi sebagai berikut:

“Dan seandainya menempuh jalan lurus mengikuti jalan (thariqah) yang telah ditetapkan, niscaya Aku akan memberi me-reka minum dengan air yang paling jernih”

Arti thariqah dalam ayat tersebut dijelaskan lebih jauh dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang didalamnya Nabi SAW menyuruh umat nya untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah para saha-batnya. Kedua kata ini, sunnah dan thariqah dapat diterapkan pada berbagai kelompok orang yang mengikuti madzhab pemikiran yang dikembangkan oleh seorang alim atau

33M. Rosihin, Ilmu Tasawuf, h. 203-204.34Ahmad Syafi’i Mufid, Tangklukan Abangan dan Tarekat; Kebangkitan Agama,

(Jakarta: Yayasan OBOR Indonesia, 2006), h. 22-23.

Page 34: Sufisme Lokal di Jawa

34

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

syaikh tertentu. Meskipun para syaikh menetapkan metode pembinaan yang berbeda-beda dengan tujuan yang sama35, yakni mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Allah SWT. Thariqah merupakan salah satu tradisi keagamaan dalam Islam yang sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Bahkan, perilaku kehidupan beliau sehari­hari adalah praktek kehidupan rohani yang dijadikan rujukan utama para pengamal thariqah dari generasi ke generasi sampai sekarang.36

Syariat adalah ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, melalui Nabi Muhamad Rasulullah SAW, baik berupa perintah maupun larangan. Tarekat merupakan dimensi pengamalan syariat tersebut. Sedangkan hakikat adalah dimensi penghayatan dalam pengamalan tarekat. Dalam tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah diajarkan bahwa seorang salik tidak mungkin dapat berhasil tanpa memegangi syariat, melaksanakan tarekat dan menghayati hakikat. Ia tidak akan mendapatkan ma’rifat kepada Allah SWT, tanpa berada dalam syariat dan masuk dalam tarekat.37

Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan ilmu tasawuf menerangkan bahwa “syariat” itu sebagai peraturan­peraturan, “tarekatlah” yang merupakan perbuatan untuk melaksanakan syariat itu. Apabila “syariat” dan “tarekat” itu sudah dapat dikuasai, maka lahirlah “hakikat” yang tidak lain daripada perbaikan keadaan atau ihwal, sedang tujuan ialah “ma’rifat” yaitu mengenal Tuhan dan mencintai sebenar­benarnya dan sebaik-baiknya.38 Jadi thariqah bukanlah hal baru dalam Islam. Dalam tarekat lebih terstruktur karena

35Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Tasauf dan Ihsan Anti Virus Kebatilan dan Kezaliman, Terj. Zaimul Am, (Jakarta: Serambi, 2007), h. 16.

36Mengenal Thariqah Panduan Pemula Mengenal Jalan Menuju Allah Ta’ala, cet.II, (Solo: Sinar Abadi, 2009), h. 12.

37Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat; Telaah Historis Politik Anti Kolonialisme Tarekat Qodiriyah-Naqasyabandiah di Pulau Jawa, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), h. 89.

38Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, h. 43.

Page 35: Sufisme Lokal di Jawa

35

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

ada hubungan langsung antara murid dan mursyid (guru). Adanya kesimbangan antara pengetahuan/ilmu (tasawuf/sufisme) dengan praktek, dalam hal ini tarekat.

Ditinjau segi historisnya, agak sulit untuk menentukan kapan asal mula lembaga pertama tarekat. Namun, Dr Kamil Musthafa Asy­Syibi dalam tesisnya tentang Gerakan Tasawuf dan Gerakan Syiah mengungkapkan tokoh pertama yang memperkenalkan sistem thariqah (tarekat) adalah Syaikh Abdul Qadir al­Jailani (w. 561 H/1166 M) di Bagdad, Sayyid Ahmad Ar­Rifa’i di Mesir dengan Tarekat Rifa’iyah dan Jalal Ad­Din Ar­Rumi (w. 672 H/1273 M) di Pa\rsi.39 Secara estimologis, Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah berasal dari dua istilah yakni tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. Secara eksplisit kedua tarekat ini dipadukan oleh seorang maha guru tasawuf yang menjadi marja tasawuf di Makkah al­Mukarramah pada masanya, yaitu Syaikh Ahmad Khatib as-Sambasi. Qadiriyah adalah nama tarekat yang dinisbatkan kepada pendirinya yaitu Sultan Auliya Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Sementara Naqsyabandiyah adalah tarekat yang dinisbahkan kepada pendirinya yaitu Syaikh Bahaudin an­Naqsyabandi.40

Di Kabupaten Bogor terdapat beberapa tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Namun dalam penelitian ini, penulis ha-nya membatasi tiga tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah ada-lah sebagai berikut: 1. Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya Per­

wakilan BogorPondok Pesantren Suryalaya didirikan oleh Syaikh

‘Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad pada tahun 1095 M, beliau dikenal dengan sebutan Abah Sepuh. Lahir pada tahun 1836 M di Desa Cicalung, Bojongbentang,

39M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, h. 207.40Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014),

h. 8.

Page 36: Sufisme Lokal di Jawa

36

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

daerah Pagerageung, Tasik Malaya, Jawa Barat. Pada tahun 1908 ditetapkan sebagai khalifah Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah oleh Syaikh Tolhah Cirebon, pada mulanya beliau dibaiat ke TQN oleh Syaikh Abdul Karim Banten sewaktu belajar di Mekkah. Diusia senja karena faktor kesejatan dan keselamatan, Abah Sepuh menghabiskan sisa hidupnya dirumah muridnya, Haji O Sobari. Abah Sepuh meninggal pada tanggal 25 Januari 1956 ketika berumur 120 tahun.41 Setelah Abah Sepuh meninggal digantikan oleh putranya sendiri, KH Ahmad Shohibuwaja Tajul Arifin, akrab disapa Abah Anom.

Syaikh Ahmad Shohibuwaja Tajul Arifin lahir pada tanggal 01 Januari 1915 di Suryalaya. Putra dari Hj Juhriyah dan Syaikh ‘Abdullah Mubarok.42 Abah Anom masuk Sekolah Dasar Belanda di Ciamis antara tahun 1923­1929, kemudian meneruskan sekolah menengah di Ciawi Tasikmalaya (1929­1931). Pada usia 18 tahun beliau sudah menjadi wakil talqin, mewakili ayahnya untuk membaiat mereka yang masuk Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Kemudian Abah Anom belajar bermacam-macam ilmu agama Islam di beberapa pesantren di Jawa Barat seperti; Cicariang lalu Pesantren Gentur kemudian Jambudipa (Kabupaten Cianjur). Selain itu Abah Anom juga belajar di Pesantren Cireungas, Cimalati (Kabupaten Sukabumi) dalam mempelajari ilmu hikmah, tarekat dan seni bela diri silat. Abah Anom juga melakukan latihan spiritual (riyaadah) di bawah bimbingan ayahnya sendiri, Abah Sepuh.43

Selain di Jawa Barat, Abah Anom pernah belajar di Pesantren Kaliwungu, Kendal, Jawa Barat. Sering me ngun­jungi atau berziarah ke makam para wali. Kemudian Abah

41Sri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat Naqsyabandiyah Dengan Referensi Utama Suryalaya, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 200-207.

42Mulyati, Peran Edukasi, h. 212.43Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka, (Jakarta:

Kencana, 2006), h. 216.

Page 37: Sufisme Lokal di Jawa

37

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Anom pergi ke Bangkalan, ditemani kakaknya H.A Dahlan dan wakil Abah Sepuh lainnya, yaitu; KH Paqih dari Talaga Majalengka. Abah Anom menikah dengan Euis Ru’yanah pada tahun 1938 pada usia dua puluh tiga tahun. Pada tahun yang sama beliau pergi ke Mekkah ditemani oleh keponakannya, Simri Hasanudin dan tinggal di Makkah selama tujuh bulan untuk belajar.

Abah Anom belajar tasawuf dan tarekat dengan Syaikh Romly dari Garut, wakil talqin Abah Sepuh yang tinggal di Jabal Qubesy, dekat Makkah. Sepulangnya dari Makkah pada tahun 1939, Abah Anom membantu ayahnya mengajar di Suryalaya dan kemudian membantunya dalam perang kemerdekaan (1945­1949). Pada tahun 1953, Abah Anom ditunjuk untuk memimpin Pesantren Suryalaya dan bertindak mewakili Abah Sepuh. Selama tahun 1953­1962, Abah Anom aktif menolong Tentara Indonesia melawan pemberontakan Kartosuwiryo. Selama tahun 1962­1995, Abah Anom membantu pemerintah di daerah Suryalaya dalam hal pertanian, koperasi dan politik. Tidak hanya di Jawa, Abah Anom juga berhasil menyebarkan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand.

Di periode 1962­1966 (tepat sebelum zaman Orde Baru), untuk mencapai tujuan yang diharapkan pondok pesantren kedepan, Pesantren Suryalaya mendirikan suatu yayasan yang bernama Yayasan Serba Bakti tahun 1961. Pendirian atas usulan H. Sewaka, Gubernur Jawa Barat periode 1947­1952 dan ditindak lanjuti ketika menjadi Menteri Pertahanan periode 1952­1953, yang notabene adalah ikhwan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah juga.44

Sejak berdiri sampai dengan tahun 2011 sudah berhasil menyembuhkan 250.000 korban penyalahgunaan narkoba. Abah Anom telah berkontribusi dalam mendirikan 31 panti

44Sri Mulyati, Peran Edukasi, h. 214-215.

Page 38: Sufisme Lokal di Jawa

38

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

rehabilitasi di dalam dan luar negeri. Karena jasanya, Abah Anom mendapatkan tanda jasa atau penghargaan dari PBB. Abah Anom wafat diusia 96 tahun pada Senin siang pukul 11.50 wib, tanggal 05 September 2011 atau bertepatan dengan Milad Pesantren Suryalaya 05 September 1905. Beliau meninggal RS TMC (Tasikmalaya Medical Centre) dan disemayamkan di pemakaman keluarga Puncak Suryalaya atau sekitar komplek Pesantren, Desa Tanjungkerta, Keca­matan Pagerageung, Tasikmalaya, Jawa Barat. Abah Anom meninggalkan seorang istri dan 16 anak.45

Silsilah TQN Pondok Pesantren Suryalaya sebagai berikut:46

Allah SWT

Malaikat Jibril AS

Nabi Muhammad SAW

Sayyidina Ali ra

Sayyidina Husain ra

Sayyidina Zaenal Abidin ra

Sayyidina Muhammad Baqir ra

Sayyidina Ja’far Shodiq ra

45https://news.okezone.com/amp/2011/09/06/340/499130/sebelum-wafat-abah-anom-minta-digelar-tahlilan diakes pada tanggal 01 November 2018 pukul 09.41 wib.

46Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin, Kitab Uquudul Jumaan, (Tasikmalaya: PT Mudawwamah Warohmah, 2014), h. 52-56.

Page 39: Sufisme Lokal di Jawa

39

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Sayyidina Imam Musa al­Khazhim ra

Syaikh Abul Hasan ‘ali bin Musa ra

Syaikh Ma’ruf al­Charkhi ra

Syaikh Siiri as­Saqoti ra

Syaikh Abul QasimAl­Junaedi Al­Baghdadi

Syaikh Abu Bakrin Difli As­Syibli

Syaikh Abul Fadhil atau ‘Abdul Wahid At­Tamimi ra

Syaikh Abul Faroj At­Thurthusi As­Syibli

Syaikh Abul Hasan Ali bin Yusuf al­Qisyri Al­Hakari ra

Syaikh Abu Sa’id Al­Mubarok bin “Ali Al­Makhzuumi ra

Syaikh ‘Abdul Qadir Al­Jilani As­Syibli

Syaikh ‘Abdul Aziz As­Syibli ra

Syaikh Muhammad al­Hattak ra

Syaikh Syamsuddin ra

Page 40: Sufisme Lokal di Jawa

40

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Syaikh Syarofuddin ra

Syaikh Nuruddin ra

Syaikh Waliyuddin ra

Syaikh Hisyamuddin ra

Syaikh Yahya ra

Syaikh Abu bakrin ra

Syaikh Abdurrohim ra

Syaikh Utsman ra

Syaikh Abdul Fattah ra

Syaikh Muhammad Murod ra

Syaikh Syamsudin ra

Syaikh Ahmad Khotib Sambas ibnu ‘Abdul Ghaffar ra

Syaikh Tolhah ra

Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad ra

Syaikh Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin ra

Page 41: Sufisme Lokal di Jawa

41

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Pondok Pesantren Suryalaya sangat terkenal di dalam negeri dan di mancanegara. Dibawah naungan Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya adalah pusatnya. Adapun di daerah Bogor, juga terdapat Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya Perwakilan Bogor (YSB­PPS­PWB).

Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya Perwakilan Bogor (YSB­PPS­PWB) mulai aktif pada sekitar tahun 1980­an pada masa Sesepuh Bogor. Let.Kol (purn) H Sumarya Soekrawinata (alm). Pada tahun 1986 diresmikan oleh Yang Mulia Sesepuh Pondok Pesantren Suryalaya, Masjid Baitul Ikhlas yang dibangun dalam waktu 40 hari, yang kemudian kompleks Masjid yang terdiri dari Tanah, Masjid dan bangunan Inabah VIII, diwakafkan kepada Sesepuh PPS. Masjid Baitul Ikhlas Bogor direnovasi kembali mulai tahun 2001 dilanjutkan dimasa Bapak Eko Fipianto sebagai Ketua Yayasan Serba Bakti. Kompleks Masjid Baitul Ikhlas sebagai Pusat Pembinaan, Informasi dan Kalibrasi pengamalan TQN PPS di wilayah Bogor.47

Selain Masjid Baitul Ikhlas Jl Pangeran Sogiri, Tanah Baru, Bogor Utara, Kota Bogor, ada Sekretariat YSB.PPS.PWB Jl Ciparahiang No 8 Baranang Siang Bogor yang menyatu dengan tempat kediaman bapak H Sumarya Soekrawinata (alm). Sekretariat inilah yang merupakan Pusat Pembinaan di wilayah Bogor sebelum Masjid Baitul Ikhlas direnovasi dan dimakmurkan kembali.48

Berdasarkan wawancara dengan salah satu pengurus Bapak Ade Rahman di Yayasan TQN PPS di wilayah Bogor, tepatnya di Masjid Baitul Ikhlas pada tanggal 30 September 2018 menyatakan bahwa masih berlangsung kegiatan rutin di Masjid Baitul Ikhlas. Saat ini, untuk Ketua DKM

47https://icihbogor.wordpres.com diakses pada tanggal 11 Agustus 2018 Jam 09.15 wib.

48https://icihbogor.wordpres.com diakses pada tanggal 11 Agustus 2018 Jam 09.15 wib.

Page 42: Sufisme Lokal di Jawa

42

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

adalah Bapak Yoga dengan Sekretarisnya, Bapak Kirman. Adapun pelaksanaan baiat dan ataupun kegiatan khataman dilaksanakan setelah pengajian di Pondok Pesantren Suryalaya. Di Masjid Baitul Ikhlas biasanya dilaksanakan acara bulanan setiap hari minggu pagi mulai jam 09.00 sampai selesai di minggu keempat. Adapun khataman baik di Baitul Ikhlas dan Baitul Ahfa Bogor selalu dilaksanakan di malam Selasa dan malam Jum’at. Selain di Masjid Baitul Ikhlas, acara bulanan dilaksanakan di Masjid Baitul Ahfa, Komplek Mutiara Bojonggede Bogor pada Minggu pertama setiap bulan. Adapun wakil talqin oleh H Aah Zaenal Arifin atau H Asep Samsurizal Hudaya, S.Ag, M.Si.49 Selain itu, di Masjid Baitul Akhfa, juga terdapat wakil talqin Drs KH Arief Ichwanie AS (dari Bandung).50

H Aah Zaenal Arifin ditetapkan menjadi wakil talqin sejak Februari 2010 yang dengan alamat Kp Pasir Kramat Rt. 03/12 Desa Ciranjang Kecamatan, Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Sedangkan H Asep Samsurizal Hudaya, S.Ag, M.Si ditetapkan menjadi wakil talqin sejak bulan februari 2010 yang bertempat tinggal di Kp Gelar Rt. 03/15 Kelurahan/Desa Pamoyanan, Kecamatan Ciajur. Kabupaten Cianjur Jawa Barat.51

Khataman sebagai amalan mingguan (diamalkan seminggu dua kali setiap Senin dan Kamis). Khataman biasanya dilakukan setelah selesai sholat fardhu dan zikir tayyibah. Pelaksanaannya bisa sendiri (munfarid), tetapi lebih utama jika dilaksanakan secara berjamaah. Di Pondok Pesantren Suryalaya khataman biasa dilakukan setiap ba’dha Magrib dan ba’dha Isya’, yaitu setelah melaksanakan sholat sunnah Lidaf’il Bala. Selain itu, khataman juga dilaksanakan

49Wawacara dengana ustad Ade Rahman, Pengurus Yayasan TQN PPS di Masjid Baitul Ikhlas pada tanggal 30 September 2018 Jam 14.05 wib

50Wawancara dengan ust Enung Usman pada tanggal 12 Desember 2018 pada pukul 15.55.

51https://www.suryalaya.org/ver2/tausiyah-daftar.html diakses pada tanggal 30 September 2018 Jam 14.37 wib.

Page 43: Sufisme Lokal di Jawa

43

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

setiap ba’dha Ashar pada hari Senin dan hari Kamis.52

Adapun acara bulanan pada minggu pertama di Masjid Baitul Ahfa Komplek Perumahan Mutiara Indah, Bojonggede Bogor pada tanggal 02 September 2018 adalah sebagai berikut:n Pembacaan khatamann Pengumuman (jika ada sesuatu hal yang perlu

disampaikan ke jamaah)n Pembacaan Ayat­ayat suci Al­Qur’ann Maulidn Sejarah TQN Pondok Pesantren Suryalaya dan ajarannya

(berbahasa Sunda)n Tawasul di pimpin oleh KH Aah Zaenal Arifin

(setelah selesai maka bagi jamaah yang ingin di talqin, mengikuti wakil talqin di tempat khusus pentalqinan). Jamaah yang akan ditalqin dalam keadaan suci hadast besar dan hadast kecil.

n Sejarah Syaikh Abd Qadir Jaelanin Tausiah Ilmiah oleh Drs H Wafiudin, MBA n Doa n Makan bersama (Prasmanan, di sediakan oleh pengurus

TQN)n Sholat Dhuhur berjamaah53

Adapun untuk acara tausiah, wakil talqin biasanya bergantian dalam tiap bulannya. Diantara rangkai acara diatas terdapat sejarah tentang Pesantren Suryalaya dan juga tanbih yang disampaikan dalam bahasa Sunda. Tanbih adalah suatu nasehat agama yang diberikan oleh Abah Sepuh kepada Abah Anom pada tanggal 13 Februari 1956, dalam wujud perintah (wasiat) yang disebarkan untuk semua ikhwat, baik laki-laki maupun perempuan, muda dan

52Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin, Kitab Uquudul Juman, h. 10.53Berdasarkan acara bulanan TQN PPS di Masjid Baitul Ahfa pada Minggu 02

September 2018 mulai Jam 09.00 - 12.30 wib

Page 44: Sufisme Lokal di Jawa

44

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

tua. Tanbih juga mendefinisikan hubungan yang ideal antar­manusia, mengajurkan ikhwan dapat mempertunjukkan nilai kebaikan sosial (yang diperoleh dari kesucian hati):54

1. Kita harus menunjukkan rasa hormat terhadap orang yang lebih tinggi tingkatannya, baik secara rohani mau pun status. Ini harus dilaksanakan agar dapat hidup bersama-sama dalam keselarasan dan saling hormat­menghormati sebagai timbal balik yang saling menguntungkan.

2. Terhadap mereka yang pada tingkatan yang sama dengan kita dalam semua hal, janganlah terlibat pertengkaran; sebaliknya, kita perlu memelihara suatu sikap seder-hama, bekerja bersama untuk kepentingan tarekat, negeri dan agama. Tidak mempromosikan pertengkaran dan perselisihan agar menghindari konsekuensi yang disebutkan dalam firman­Nya: “adzabun alim/bencana yang agung” yang mengandung makna kesedihan abadi, hidup di dunia ini sampai alam baka/selanjutnya dengan jiwa raga yang menderita).

3. Janganlah menghina atau melakukan sesuatu yang tidak baik, janganlah bertindak angkuh terhadap golongan yang lebih rendah dari kita. Melainkan, orang harus simpatik agar supaya mereka merasakan bahagia, tidak merasa ditakut-takuti dan janganlah menyakiti perasaan mereka. Sebaliknya, mereka harus dipandu dengan nasihat yang lembut akan membuat mereka sadar bahwa mereka perlu berjalan di atas jalan kebenaran.

4. Terhadap mereka yang lemah/miskin (fakir miskin), orang harus lembut, baik hati, dermawan dan manis, yang merupakan perwujudan dari kesadaran hati kita akan mereka. Bayangkanlah kamu di posisi mereka. Oleh karena itu, janganlah untuk tidak peduli, tetapi berbahagialah dengan keberadaanmu, karena mereka

54Sri Mulyati, Peran Edukasi, h. 217-220.

Page 45: Sufisme Lokal di Jawa

45

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

lemah/miskin bukanlah atas kehendak mereka sendiri, tetapi Qadrat (kuasa Allah).55 Adapun tuntunan amalan Dzikir terdapat di “Kitab

Uquudul Jumaan”. Amalam dzikir berupa kalimat thoyibah bagi ikhwan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya merupakan amalan harian yang dilaksanakan setiap shalat dengan ketentuan sebagai berikut:1. Bilangan zikir kalimat thoyibah bagi ikhwat Tarekat

Qadiriyah Naqsabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya setiap kali melaksanakan tidak boleh kurang dari 165 kali, lebih banyak lebih baik dengan ketentuan diakhiri hitungan bilangan ganjil.

2. Bagi ikhwan yang memiliki kesibukan atau sedang dalam safar (perjalanan) boleh zikir dengan bilangan 3 kali. Tetapi bisa diganti (qadha) dilain waktu ketika senggang. Sebaiknya malam hari sebelum tidur atau setelah shalat malam.

3. Pelaksanaan amalan zikir sebaiknya dilaksanakan ber­jamaah dengan suara keras sehingga diharapkan dapat “menghancurkan” kerasnya hati kita yang diliputi oleh sifat­sifat madzmumah (buruk) diganti dengan sifat mahmudah (baik) sehingga berbekas membentuk perilaku pengamalnya, yaitu pribadi pengamal dzikir yang berakhlak mulia berbudi luhur sebagai buahnya zikir.56

Adapun amalan yang wajib di baca oleh ikhwan di setiap setelah sholat fardhu adalah sebagai berikut:1. Hadrah surat al­Fatikhah yang ditujukan kepada

Nabi Muhammad SAW, keluarga, istri, anak cucu dan keturunannya.

2. Astagfirullahal Ghofururrokhim sebanyak tiga kali.3. Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa ala alihi wa

55Mulyati, Peran Edukasi, h. 220-221.56Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin, Kitab Uquudul Juman, h. 1.

Page 46: Sufisme Lokal di Jawa

46

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

shohbihi wa sallim sebanyak tiga kali.4. Ilahi anta maqsudi waridhoka mathlubi a’tini mahabbatika wa

makrifataka. 5. Lailaha illah sebanyak 165 kali.6. Sayyiduna Muhammadurrasulullahi shollahhu alaihi wa

sallim.7. Doa8. Hadrah surat al­Fatihah yang ditujukan kepada Nabi

Muhammad SAW, keluarga, istri, anak cucu dan keturunnya.

9. Hadrah surat al­Fatihah yang ditujukan kepada:- Syaikh Abd Qadir al-Jailani­ Syaikh Abi Qasyim Junaidi al­Baghdadi­ Syaikh Ahmad Khatib Sambas ibn Abdul Ghofar­ Syaikh Tolhah Kalisapu Cirebon­ Syaikh Abdul Karim al­Bantani­ Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad­ Syaikh Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin

10. Hadrah surat al­Fatihah yang ditujukan kepada bapak­bapak kami, ibu-ibu kami, muslimin dan muslimat, muk-minin dan mukminat baik yang masih hidup maupun sudah meninggal.

11. Allahumma sholli ala Muhammad wa ala ali Muhammad kama barokta ala ibrahim wa ala ali Ibrahim wa barik ala Muhammad wa ala ali Muhammad kama barokta ala Ibrahim wa ala ali Ibrahim fil alamiina innanak khamiidum majid.

12. Ilahi anta maqsudi waridho mathlubi a’tini mahabbatika wa makrifataka.Selanjutnya tawajjuh kepala ditundukkan ke sebelah kiri

dengan kedua mata terpejam serta bibir dirapatkan, lidah kelangit-langit, gigi dirapatkan tidak bergerak sedangkan hati terus berzikir khofi sekuatnya.57

57Arifin, Kitab Uquudul Juman, h. 3-9.

Page 47: Sufisme Lokal di Jawa

47

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

2. Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah di Roudhoh Al Hikam CibinongPondok Pesantren Al Hikam didirikan oleh KH Zein

Djarnuzi merupakan salah satu murid dari KH Achmad Sukanta bin Salmin dan juga sebagai murid dari Buya Syaikh H Amran Waly al­Khalidi dari Aceh. KH Zein Djarnuji biasa disebut ‘Akang Cibinong’. Jamaah baik masih muda maupun sudah tua selalu menyebut dengan sebutan, Akang. Hal ini atas permintaan beliau sendiri karena belum pantas dipanggil ustad dan seterusnya, takut su’ul adab.

Berdasarkan salah satu murid (alumni Raudhoh Al­Hikam) menuturkan bahwa Akang pernah berguru kepada beberapa ulama di wilayah Banten dan Jawa Barat antara lain:- Abuya Dimyati­ Abuya Munfasir­ Kyai Umin Baros­ Ki Sanja, menguasai ilmu Alfiah­ KH Aang Syaszili, Ahli ilmu Balaghah

Adapun Akang menjadi murid Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah melalui mursyid Kyai Asrori Kedinding Surabaya kemudian alm Mama Kadupasari kemudian mendapat baiat lagi dari mursyid Abuya Amran Wali al-Khalidi.58

Adapun dalam kitab Ikhtimamiah Inda Thoriqah Qadiriyah Naqsyabandiyah Al Asnawiyah al Bantaniah Jawiyah disebutkan tentang silsilah TQN antara lain:

Nabi Muhammad SAW

Syaikh ‘Abd Qadir Jailani

58https://www.facebook.com/RaudhohAlHikam165/diakses pada 25September 2018 Pukul 13.25 wib.

Page 48: Sufisme Lokal di Jawa

48

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Syaikh Abi Qasyim Junaidi Al­Baghdadi

Syaikh Baha Al­Din Naqsyabandi

Kiai Muhammad Asnawi Caringin

Syaikh Kiai Ahmad Sukari Cibeber

Syaikh Kiai Ahmad Kadhim Asnawi

Syaikh Ajazani Ahmad Sukanta Salmin

Syaikh Abdul Karim Tanara

Syaikh Nawawi Umar Natara

Syaikh Ahmad Khatib Sambas59

Pondok Pesantren Raudhoh Al Hikam didirikan pada hari sabtu tanggal 1 Muharram 1419 H yang bertepatan de ngan tanggal 17 April 1999 M. Pondok Pesantren yang berarti “Taman yang dipenuhi Hikmah” ini mempunyai visi dan misi sebagai berikut :Visi : Menjadi unsur dan wadah yang memberikan kon tri­

busi positif bagi pengembangan sumber daya manusia yang beriman, bertaqwa dan berpengetahuan bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

Misi : Mencetak generasi muslim yang: 1. ‘Ulama’ul ‘Amilin (Ulama yang mengamalkan ilmu) 2. Immal Muttaqin (Sponsor manusia untuk bertaqwa)

59Ikhtimamiah Inda Thoriqah Qadiriyah Naqsyabandiyah Al Asnawiyah al Bantaniah Jawiyah, (Cibinong: Pondok Pesantren Raudhoh Al-Hikam, 2017), h. 7.

Page 49: Sufisme Lokal di Jawa

49

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

3. Muttaqin ( Pribadi yang bertaqwa) 4. Berusaha menjadi wadah pembinaan dan dakwah

Islam yang sempurna (syamil), menyeluruh (kaffah), dan secara berkelanjutan (Istimrar).

5. Bersama­sama membangun lingkungan kehidupan yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya potensi umat yang amanah, professional dan mandiri

6. Berusaha menjadi dinamisator pemberdayaan sosial kemasyarakatan di Kabupaten Bogor dan sekitarnya.60

Kegiatan pengajian rutin untuk umum di Pondok Pe­san tren Raudhoh Al Hikam adalah sebagai berikut: 1. Pengajian Mingguan

a. Malam Selasa, kajian Kitab Syarhul Hikam, di awali dengan zikir khataman dan di tutup dengan pem­bacaan maulid. Pengajian di mulai ba’da Isya.

b. Malam Jum’at, kajian Kitab Fathul Muin dan Irsyadul ‘Ibad (lughoh) di awali dengan Maghrib berjamaah kemudian di lanjutkan dengan shalat hajat, shalat tas bih dan isya berjamaah, acara di tutup dengan pembacaan Maulid

2. Pengajian BulananSetiap malam minggu pertama ba’da Isya., pembacaan

Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani ra dan Maulid Nabi Muhammad SAW.61 Hal ini, juga sesuai dengan yang di­sam paikan oleh Ali, abdi dhalem Raudhoh Al Hikam pada hari Senin tanggal 29 Oktober 2018 pada Pukul 20.00 wib di komplek Raudhah Al Hikam. Selain itu, ia juga me­nyampaikan bahwa tepat nya sudah tiga minggu yang lalu di setiap senin, Akang Zein membaiat jamaah yang

60http://alhikampondokku.blogspot.com/2011/04/profil-al-hikam.html?m=161https://www.schoolandcollegelistings.com/ID/Cibinong/738909676149804/

Raudhoh-Al-Hikam diakses pada tanggal 25 September 2018 Pukul 13.50 wib

Page 50: Sufisme Lokal di Jawa

50

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

ingin masuk Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Tepatnya pada tanggal 08, 15, 22 Oktober 2018. Adapun jamaah yang ikut serta dalam pengajian terdiri dari berbagai lapisan masyarakat Cibinong dan dari daerah lainnya.62

Selain pengajian rutinan, di Raudhoh Al Hikam juga melaksankan pengajian untuk memperingati hari-hari besar umat Islam, antara lain: Pengajian Akbar Maulid Nabi, Tahun Baru 1 Hijriyah, Idul Adha dan lain sebagainya.

3. Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di PagentonganDalam sejarahnya, Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah

tersebar di Bogor melalui usaha Kiyai Falak dari Banten, salah satu khalifah Syaikh Abd al­Karim Banten. Melalui karismanya Mama Falak sangat sukses mengelola Pesantren Pagentongan yang selama masa hidupnya menjadi satu dari lima pusat utama dari Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. KH Tubagus Muhammad Falak merupakan salah satu ulama besar di Indonesia yang dikenal melalui bermacam perannya di masyarakat sekaligus sebagai pendiri dan pe-mimpin Pondok Pesantren Al Falak, Pagentongan Bogor. Terlahir di Sabi, Pandeglang Banten (1842), putera dari KH Tubagus Abbas (keturunan dari keluarga kerajaan Banten, silsilah Syaikh Syarif Hidayatullah) dan Ratu Quraisyn (keturunan dari Sultan Banten).63

Syaikh Falak meninggal sekitar sekitar tahun 1973, pada umur 134 menurut penanggalan Qomariah (130 tahun menurut penanggalan masehi). Penggantinya adalah Kyai Tohir (Tahir Falak), yang berkata bahwa ia melanjutkan mengajaran wirid yang didasarkan pada wasiat ayahnya, yang berisi Manaqib Syaikh Abd al-Qadir Jaelani pada hari yang kesebelas untuk tiap hari jum’at, setelah shalat ashar

62Wawancara dengan Ali, pada tanggal 29 November 2018 pada pukul 20.00 wib di Raudhoh Al-Hikam.

63Wawancara dengan Tubagus Asep Maulana, Kamis, 12 Juli 2018 jam 13.30 wib di Pagentongan, Bogor, Jawa Barat.

Page 51: Sufisme Lokal di Jawa

51

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

(sore), atau magrib (matahari terbenam).64

Di Kabupaten Bogor, terdapat beberapa Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Dalam penelitian ini, penulis hanya membatasi data tiga TQN di Kabupaten Bogor yaitu sebagai sumber data primer adalah TQN Pagentongan. Sedangkan TQN Perwakilan Suryalaya di Bogor dan TQN Raudhoh al­Hikam Cibinong sebagai sumber data sekunder.

Syaikh Falak, pada masanya sangat berpengaruh baik dari sosok Mama Falak maupun sebagai tokoh sentra mur­syid Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Bogor maupun sebagai pemimpin Pondok Pesantren Al­Falak. Untuk lebih jelasnya, Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan akan dibahas pada bab selanjutnya.

Pagentongan terkenal dengan sebutan Kampung San­tri karena banyak pondok pesantren di daerah ini yang me rupakan mayoritas dari keturunan Syaikh Falak. Selain, Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan juga terdapat Tarekat Qadiriyah Aliyah al-Jaelaniyah al Mubarokah.

Berdasarkan wawancara dengan Tubagus Agus Rah­matullah pada tanggal 30 September 2018 di komplek Pon­dok Pesantren Al Falak Pagentongan bahwa terdapat Tarekat Qadiriyah Aliyah al­Jaelaniyah al­Mubarok dari Syaikh Fadil (salah satu keturunan dari Syaikh Abdul Qadir al­Jailani). Adapun naib tarekat ini di Pagentongan, yaitu; TB Hakim Agus Fauzan.65 Adapun salah satu, amalan pembacaan manaqib di laksanakan setiap malam Jum’at mulai pukul 01.00 wib­ 03.00 wib.66

64Sri Mulyati, Peran Edukasi, h. 51.65Wawancara dengan Tb Agus Rahmatullah pada tanggal 30 September 2018

Pukul. 14.30 wib di Komplek Pondok Pesantren Al-Falak Pagentongan.66Wawancara dengan Ustad Malik pada tanggal 07 November 2018 via online.

Page 52: Sufisme Lokal di Jawa

52

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Konsep Dasar Tarekat Qadiriyah NaqsyabandiyahTarekat yang berkembang di Indonesia, diatur dalam

sebuah organisasi yang disebut JATMAN. Setiap tarekat yang sudah mendapat legalisasi dari JATMAN, pasti tarekat muktabaroh. Yaitu, tarekat yang bersambung sanadnya kepada Rasulullah Muhammad SAW, beliau menerima dari Malaikat Jibril as, Malaikat Jibril as dari Allah SWT. Dapat dipastikan mempunyai tujuan yang pada intinya adalah sama, yakni lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.67 Dengan spesialis mempelajari kalimat tauhid La ilaha Illah, serta mempunyai sanad keilmuan yang sampai kepada Nabi Muhammad SAW.1. Tujuan Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah

Adapun tujuan dari Tarekat Qadiriyah Naqsya bandiyah terdapat dalam amalan yang selalu dibaca setiap habis sholat, yaitu:

Artinya: “Tuhanku, Engkaulah yang aku maksud dan keridhaan-Mu

yang aku cari. Berilah aku kemampuan untuk bisa mencintai-Mu dan makrifat kepada-Mu.”

Doa diatas wajib dibaca oleh ikhwat Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah setiap selesai shalat fardu sebanyak 2 kali sebagai mukaddimah dan akhir pengamalan zikir. Dalam doa tersebut mengandung arti sebgai berikut:1. Taqurrub Ilallah

Ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan dzikirullah, bahwa tidak ada sesuatupun yang menjadi tirai penghalang antara abid dengan ma’bud, antara khalik

67Permasalahan Thariqah Hasil Kesepakatan Muktamar & Musyawarah Besar Jam’iyah Ahlith Thariqah Al-Muktabarah Nahdlatul Ulama (1957-2005 M), (Surabaya: Al-Aziziyah, 2006), h. 166.

Page 53: Sufisme Lokal di Jawa

53

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

dengan mahluk.2. Menuju jalan mardhotillah

Ialah jalan yang diridhoi Allah SWT, baik dalam ubudiyah maupun luar ubudiyyah. Alhasil dalam gerak gerik manusia diharuskan mengikuti/mentaati perintah­perintah Tuhan dan menjauhi/meninggalkan larang­laranganNya. Hasil dari itu, diantaranya: budi pekerti menjadi baik, akhlaknya pun baik dan segala hal ikhwalnya menjadi baik pula, baik yang berhubungan dengan Tuhan maupun yang berhubungan dengan manusia dan makhluk Allah yang IsnyaAllah tidak akan lepas dari keridhaan Allah SWT.

3. Kemakrifatan (al-makrifat), melihat Tuhan dengan mata batin.

4. Kecintaan (mahabbah) terhadap Allah “dzat laisa kamislihi syaiun”, yang mana dalam mahabbah itu mengandung keteguhan jiwa dan kejujuran hati. Kalau telah tumbuh mahabbah timbullah rupa-rupa hikmah, diantaranya membiasakan diri dengan selurus-lurusnya dalam hak zahir dan batin, dan dalam keadilan, yakni dapat menetapkan sesuatu pada tempat dengan sebenar-benarnya. Peran dari mahabbah juga dapat mendatangkan belas kasihan kepada sesama mahluk, diantaranya cinta pada nusa dan segala bangsa beserta agamanya.68 Untuk mencapai hakekat (Liqa Allah) bertemu dengan

Tuhan kaum sufi mengadakan kegiatan batin, riyadhah/latihan dan mujahaddah/perjuangan rohani. Perjuangan seperti itu dinamakan “suluk” dan yang mengerjakan dinamakan “salik”. Dan untuk “Liqa Allah” itulah menjadi perhatian para sufi dan juga al­Ghozali membawa pengikut­pengikutnya kepada “Liqa” bertemu dengan Tuhan.69

68Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat Dimensi Esoteris Ajaran Islam, (Bandung: Rosada, 2014). h. 95-96.

69Mustafa Zahri, Kunci Memahami Tasawuf, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2007), h. 46.

Page 54: Sufisme Lokal di Jawa

54

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al­Qur’an Q.S al­Kahfi (18), ayat 110:

Artinya:“Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya

maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.70

Ayat ini merupakan pegangan bagi mereka. Untuk sampai kearah itu, maka menggunakan beberapa metode yang terdapat dalam tarekat. Meskipun metode dalam tarekat berbeda-beda namun mempunyai tujuan yang sama, yaitu; lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT menuju keridhaan Allah SWT.2. Ritual Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah

Adapun jalan yang harus ditempuh dalam menjalankan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah antara lain sebagai berikut:

a. BaiatSebelum melaksanakan zikir dan amalam­malan lain

dalan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah maka se orang murid (salik) harus melalui proses “talqin” dan “baiat” terlebih dahulu. Talqin adalah peringatan guru ke pada murid. Sedangkan baiat adalah kesanggupan dan ke setia-an murid dihadapan gurunya untuk mengamalkan dan mengerjakan segala kebajikan yang diperintahkan mur syid-nya.71 Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. al­Fath

70Al-Qur’an dan Terjemahnya Disertai Tema Penjelas Kandungan Ayat, (Jakarta: El Misykaah, 2015), h. 304.

71Cecep Alba, Tasawuf, h. 136.

Page 55: Sufisme Lokal di Jawa

55

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

(48) ayat 10 sebagai berikut:

Artinya:“Bahwa orang-orang yang berjanji setia kepadamu

(Muhammad), Sesungguhnya mereka hanya berjanji setia kepada Allah SWT. Tangan Allah di atas tangan-tangan mereka, maka barangsiapa melanggar janji, maka sesungguhnya dia melanggar janji atas (janji) sendiri; dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah SWT, maka dia akan memberinya pahala yang besar.”72

Pada dasarnya dalam tarekat terjadi interaksi antara guru (mursyid) dan murid. Guru (Mursyid) adalah manusia sempurna yang sekurang-kurangnya telah pernah menempuh semua fase perjalanan spiritual. Menjadi guru bukanlah sekedar pengakuan belaka; ia harus dicapai melalui didikan seorang guru yang sempurna. Guru sejati mempunyai silsilah guru-guru spiritual yang berpangkal pada Nabi.73 Selain itu, mursyid adalah laki-laki yang memimpin thariqat dan persulukan di daerah-daerah tertentu. Di sebuah daerah tidak boleh ada dua mursyid. Tugas mursyid selain mengajar, membimbing, mendidik murid-murid dalam mengamalkan ajaran thariqat, juga membimbing mereka supaya senantiasa berkekalan meng-ingat Allah dan mempunyai akhlakul karimah.74

72AlQur’an dan Terjemahnya, h. 512.73Syekh Javad Nurbakhsy, Belajar tasawauf, terj. Zaimul Am, (Jakarta: Zaman,

2016), h. 20.74Fuad Said, Hakekat Tarikat Naqsyabandiyah, (Jakarata: Al-Husna Zikra,

1996), h. 95-97.

Page 56: Sufisme Lokal di Jawa

56

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Diantara syarat seorang boleh diangkat mursyid menurut Syaikh Najmuddin Amin Al-Khuri dalam kitab “Tanwirul Qulub” antara lain:1. Mempunyai pengetahuan tentang hukum syari’ah dan

akidah2. Berbelas kasih sayang sesama orang Islam terutama

kepada murid-muridnya.3. Berlapang dada terhadap haknya. Mursyid tidak boleh

meminta supaya dihormati, dipuji atau disanjung­sanjung. Tidak membebani murid-murid dengan sesuatu yang mereka tidak sanggup melakukannya dan tidak me nyusahkan urusan mereka.

4. Mursyid harus menyembunyikan aib murid­muridnya.5. Ucapannya bersih dari sendau gurau atau olok­olok dan

tidak mengucapkan sesuatu yang tidak perlu. 6. Syaikh atau Mursyid berkhalwat di tempat khusus;

orang lain tidak boleh masuk kecuali pelayan khusus dan berkhalwat bersama teman-temannya.

7. Harus membatasi diri tidak sering kali mengunjungi pejabat-pejabat pemerintahan atau hakim-hakim, supaya murid-murid jangan terpengaruh. Apabila mursyid bersalah, maka ia menjadi sebab orang lain akan menjadi bersalah pula.Pada dasarnya, sifat mursyid atau syaikh itu meniru

sifat­sifat Rasulullah SAW dalam menghadapi sahabat­saha batnya, menurut kemampuannya. Adapun cara peng-angkatan mursyid menurut Syaikh Sulaiman Zuhdi, guru dari Syekh Abdul Wahab Rokan al­Khalidi Naqsyabandi dalam kitabnya “Majmu’atur Rasa­il” halaman 102 adalah sebagai berikut:1. Dengan perintah (amar) dari syaikh (mursyid) sebelum­

nya.2. Dengan wasiat syaikh (mursyid) sebelumnya.3. Diangkat oleh para khalifah dan murid dengan suara bulat.

Page 57: Sufisme Lokal di Jawa

57

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

4. Ditunjuk oleh mursyid, memimpin thariqat di satu daerah yang belum ada di situ mursyid.75

Seorang mursyid sejati bukan hanya telah melewati semua jenjang-jenjang pendakian spiritual menuju Tuhan, tetapi juga memiliki ketajaman mata hati untuk mengetahui penyakit-penyakit hati para muridnya sekaligus menyu-guhkan obat spiritual yang relevan. Seorang mursyid sejati bisa mengobati sekaligus menyembuhkan penyakit­penyakit spiritual kita yang tidak bisa kita sembuhkan sendiri.76

Murid dalam istilah tarekat adalah orang yang bermaksud menempuh jalan untuk dapat sampai ke tujuan, yakni keridhaan Allah. Secara institusional murid adalah pengikut suatu aliran tarekat yang menghendaki pengetahuan dan pengamalan tarekat yang bersangkutan.77

Adapun adab murid yang harus dipenuhi kepada mursyid diantaranya;a. Seorang murid harus mempunyai keyakinan bahwa

maksud dan tujuan suluknya tidak mungkin berhasil tanpa perantara gurunya. Apabila murid tidak yakin terhadap mursyidnya, maka ia tidak akan mendapat pancaran berkahnya.

b. Seorang murid harus pasrah, menurut dan mengikuti bimbingan guru dengan rela hati, serta harus melayani guru dengan rasa senang, rela dan ikhlas hatinya karena Allah.

c. Apabila seorang murid berbeda pendapat dengan guru, baik dalam masalah kulliyat maupun juziyyat maka iba-rat ibadah maupun adab, maka murid harus mutlak me ngalah dan menuruti pendapat gurunya karena menentang guru itu menghalangi berkah menjadi sebab su’ul khotimah. Kecuali guru memberikan kelonggaran

75Fuad Said, Hakekat Tarikat, h. 95-99.76Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf Sebuah Kajian Tematik, (Jakarta: PT Raja Grafindo,

2016), h. 93.77Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, h. 178.

Page 58: Sufisme Lokal di Jawa

58

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

kepada murid untuk mementukan pilihannya sendiri dan seterusnya.78

Bagi murid di “tingkat dasar”, dalam suatu thariqah, ada program khusus yang ditetapkan oleh quth atau pembimbing “mursyid” yang harus diikuti oleh si pengikut. Tujuan dari latihan dan disiplin yang menjadi bagian penting dari program khusus ini adalah untuk merubah kecenderungan nafsu dari sifat angkara (an-nafs al-ammarah, nafsu badaniah) menjadi sesuatu yang dapat dikendalikan (al-nafs al-lawwamah).79 Dalam hal ini ada hubungan spikologis antara mursyid dan murid. Adapun seseorang yang memasuki dan mengambil Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah, maka ia harus melaksanakan kaifiyat atau tata cara sebagai berikut:1. Datang kepada guru mursyid untuk memohon izin

memasuki tarekat/thariqah dan menjadi muridnya. Hal ini dilakukan sampai memperoleh izinnya.

2. Mandi taubat yang dilakukan dengan shalat taubat dan shalat hajat.

3. Membaca istiqfar 100 kali.4. Shalat istikharah yang bisa dilakukan sekali atau lebih

sesuai dengan petunjuk sang mursyid.5. Tidur miring kanan dan menghadap kiblat sambil mem-

baca sholawat Nabi Muhammad SAW sampai tidur.80

Setelah hal lima tersebut dilakukan, selanjutnya adalah Pelaksanaan talqin zikir dan baiat. Melakukan puasa dzir-ruh (puasa sambil menghindari memakan makanan yang berasal dari yang bernyawa) selama 41 hari. Baru setelah itu, dia tercatat sebagai murid Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah.81

Adapun setelah menjadi murid tarekat ini, ia berkewajiban

78Sururin, Perempuan dalam Dunia Tarekat, h. 91. 79Ahmad Khalil, Merengkuh Bahagia Dialog Al-Qur’an Tasawuf dan Psikologi,

(Malang; UIN-MalangPress, 2007), h. 75.80Mengenal Thariqah, h. 43.81Mengenal Thoriqoh, h. 44.

Page 59: Sufisme Lokal di Jawa

59

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

mengamalkan wirid-wirid sebagai berikut:a. Diawali dengan membaca Ilahi anta maqsudi wa ridhoka

matlubi, A’tini makhabbatika wa ma’rifatika wala khaula wala quwwata illa billahil aliyyil adhim 3x.

b. Hadrah Fatikhah kepada Ahli silsilah Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah.

c. Membaca al­Ikhlas 3 kali, al­Falaq 1 kali, an­Nas 1 kali.d. Membaca sholawat Umm 3 kali.

Allahumma solli ala saidina Muhammadinil ummiyyi wa ala alihi wa sohbihi wa sallim ajmain.

e. Membaca Istiqfar 3 kali Astagfirullahhal adzim.f. Rabithah kepada guru mursyid sambil membaca.g. Membaca dzikir nafi itsbat lailahaillah 165 kali.h. Membaca lagi item a.i. Menenangkan dan mengkonsentrasikan hati kemudian

kedua bibir dirapatkan sambil lidah ditekan dan gigi direkatkan seperti orang mati dan merasakan inilah nafas terakhirnya sambil mengingat alam kubur dan kiamat dengan segala kerepotannya.

j. Kemudian dengan hatinya mewiridkan zikir ismudz-dzat Allah sebanyak 1.000 kali.Keterangan:

n Semua wirid tersebut dilaksanakan setiap kali setelah shalat maktubah.

n Untuk zikir ismudz-dzat, kalau sudah bisa istiqomah setelah sholat maktubah maka ditingkatkan dengan ditambah qiyamul lail dan setelah shalat dhuha.

n Untuk dzikir ismudz­dzat boleh dilakukan sekali dengan cara di ropel 5.000 x (bagi yang masih ba’da maktubah) atau 7.000 x (bagi yang sudah ditingkatkan).

n Sikap duduk waktu melaksanakan wirid tersebut tidak ada keharusan tertentu. Jadi bisa tawarruk, iftirasy atau bersila.

Page 60: Sufisme Lokal di Jawa

60

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

n Bacaan aurod tersebut adalah bagi para mubtadi’ atau pemula.

n Ajaran Aurod dan pelaksanaan amalan zikir lainnya yang ada dalam Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah ini secara lebih detail dan terperinci, dapat dilakukan apabila seseorang telah masuk menjadi anggotanya dan meningkat ajarannya.82

b. ZikirSedangkan kata “zikir” (adz-dzikr) berarti “menyebut”

atau “mengingat”. Bagi para sufi, zikir adalah mengulang nama “Allah” dan sifat­sifatnya satu demi satu, atau sebagian darinya secara bersamaan. Zikir dapat dilakukan baik sendirian maupun secara berjamaah dengan menyebut nama apapun. Sebagian orang berzikir dengan menyebut nama “Allah”, sementara yang lain merafalkan kalimat La ilaha Illallah”, sementara yang lain mengucapkan asma atau sifat­sifat Allah yang lain.83 Jadi talqin zikir berarti pelajaran untuk mengingat Allah SWT. Anjuran untuk berzikir sesuai dengan firman Allah SWT Q.S. Ali­Imron (3): ayat 191 sebagai berikut:

Artinya: “Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk

atau dalam keadaan berbaring”84

Bagi orang yang akan mengikuti Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah, ia diharuskan belajar zikir terlebih dahulu atau harus baiat terlebih dahulu. Di sini yang men-talqin adalah orang yang berwenang yaitu mursyid, atau orang lain yang sudah mendapat kewenangan dari mursyid tersebut

82Mengenal Thariqah, h. 43-45.83Muhammad Fathullah Gulen, at-Tilal al-Zumurudiyyah Nahwa Hayati al-

Qalb wa al-Ruh 1, tej. Fuad Syaifudin Nur, (Jakarta: Republika, 2014), h. 231.84Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 75.

Page 61: Sufisme Lokal di Jawa

61

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

(wakil talqin). Adapun zikir dibagi menjadi dua yakni; Zikir Jahr adalah dengan suara keras, yaitu mengucapkan lafal Laa Ilaha Illallah dengan suara keras, baik sendiri atau bersama. Zikir Khafi adalah ber­zikir tanpa suara, dilakukan di qalbu, harusnya di­talqin oleh seorang mursyid sebagaimana Rasulullah men­talqin sahabat Abu Bakar, yaitu dengan menutup mata, merapatkan gigi, merapatkan ujung lidah, serta dagu dirapatkan kearah dada sebelah kiri, itulah sanubari ber-zikir dengan menyebut nama zat Allah.85

Cara melakukan Zikir Jahr (zikir dengan suara keras) ialah bahwa orang yang berzikir itu memulai dengan ucapan LAA dari bawah pusar dan diangkatnya sampai ke otak dalam kepala, sesudah itu diucapkan ILAAHA dari otak dengan menurunkannya perlahan­lahan bahu kanan. Lalu memulai lagi mengucapkan ILLALLAAH dari bahu kanan dengan menurunkan kepala kepada pangkal dada disebelah kiri dan kesudahan pada hati sanubari dibawah tulang rusuk lambung dengan menghempuskan lafadz nama Allah sekuat mungkin sehingga terasa geraknya pada seluruh badan seakan-akan di seluruh bagian badan amal yang rusak itu terbakar dan memancarkan dengan demikian tercapai makna tahlil yang artinya; “tidak ada yang dimaksud melainkan Allah”. Kalimat nafi melenyapkan seluruh wujud sesuatu yang baru daripada pandangan dan ibarat, lalu merubah menjadi pandangan fana dari kalimat isbat ditegakkanlah dengan tegak dalam hati dan kepada dzat yang Maha Besar lalu memandang wujud Dzat Allah dengan pandangan yang baqa (kekal). Setelah selesai zikir dengan bilangan ganjil kemudian diakhiri membaca Syayyidina Muhammadurrasulullah Shollallohu Alaihi Wasallam.86

Di dalam manusia terdapat diri yang halus yang disebut

85Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, h. 182.86Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin, Miftahus Shudur Kunci Pembuka Dada Juz

1, Terj. Aboebakar Atjeh, (Tasikmalaya, PT Mudawwamah Warohmah, 2005), h. 17.

Page 62: Sufisme Lokal di Jawa

62

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

ruh, yakni; semua yang halus-halus dalam badan, apabila kita selagi hidup tidak mengenalnya, sudah tentu tidak akan tahu ketika kita sudah mati. Apabila kita tidak mengenal sudah tentu kepada Allah pun tidak akan makrifat. Adapun jumlah latifah yang ada diseluruh tubuh, ada tujuh yaitu:1. Latifatul Qalbi (Latifah hati)

Tempatnya kira­kira 2 jari dibawah buah dada kiri. Yang mengisi latifah disebut nafsu lawamah, yang mempunyai 7 (tujuh pengikut) yaitu: gampang tertarik, zalim, meng­umpat, ingin dipuji, tidak ada rasa kasihan, dusta, lalai terhadap kewajiban.

2. Latifatul RuhTempatnya kira­kira 2 jari di bawah buah dada kanan. Yang mengisi latifah ini adalah nafsu mulhimah (sawiyah) yang mempunyai 7 (tujuh) pengikut, yaitu; pemurah, se derhana (seadanya), ramah­tamah, rendah hati, me­nyadari kekhilafannya, sabar, tabah terhadap kesusahan.

3. Latifas SirriTempatnya kira­kira 2 jari diatas buah dada kiri. Yang mengisi latifah ini adalah nafsu mutmainah. Pengikutnya ada 6 (enam) yaitu; sayang kepada sesama mahluk, tawakkal, senang beribadah, selalu bersyukur, ridho, takut berbuat dosa.

4. Latifatul KhofiTempatnya kira­kira 2 jari diatas buah dada kanan, yang mengisi latifah ini disebut nafsu mardiyah (rodiyah). Pengikutnya ada 7 (tujuh) yaitu; baik budi, meninggalkan segala hal selain Allah, belas kasih kepada sesama mahluk, selalu mengajak kepada kebaikan, memaafkan kesalahan orang lain, kasih sayang kepada sesama manusia, peduli terhadap perasaan orang lain.

5. Latifatul AkhfaTempatnya ditengah-tengah dada. Yang mengikuti latifah ini adalah nafsu mardiyyah, artinya kesempurnaan.

Page 63: Sufisme Lokal di Jawa

63

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Pengikutnya ada 3 (tiga) yaitu; n Ilmu yaqin (yakin tahunya)

Pangkatnya : Fana lil-af’alPandangannya : Laa ma’budu illallaah

n Ainul-yaqin (nyata tahunya)Pangkatnya : Fana fis-sifatPandangannya : Laa maqsuda illallaah

n Haqqul-yaqin (mutlak tahunya)Pangkatnya : Fana fidz-dzatPandangannya : Laa maujuda illallaah

6. Latifatun NafsiTempatnya diantara 2 alis (ditengah­tengah jidat). Meng­isi latifah ini adalah nafsu Amarah. Pengikutnya ada 7 (tujuh) yaitu; kikir, ambisius, hasud, bodoh, sombong, syahwat, marah.

7. Latifatul QolabYang mengisi latifah ini adalah nafsu kamilah. Yang ini tidak punya pengikut, karena berasal dari anasir yang empat yaitu; cahaya air itu putih (inti air), cahaya angin itu kuning (inti angin), cahaya api itu merah (inti api), cahaya tanah/bumi itu hitam (bumi).Adapun nafsu kamilah itu adalah nafsu yang sudah sem­

purna, merupakan watak/tabiat yang tetap, selalu berada dalam kebaikan dan selanjutnya bisa naik kepangkat yang lebih sempurna sehingga senang dan istiqomah dalam ibadah dibarengi mau memberi petunjuk kepada orang lain dan bisa menyempurnakan segala kekurangannya, malahan maqomnya disebut tajalli asma was-sifat. Kelakuannya lang-geng taqorrub kepada Allah selamanya sehingga disebut Insan Kamil Mukammil.87

Adapun syarat­syarat zikir antara lain sebagai berikut:1. Dalam wudhu yang sempurna.

87Syihabudin Suhrowardi, Bidayatussalikin Belajar Ma’rifat kepada Allah, (Tasikmalaya: PT Mudawwamah Warohmah, 2005), h. 31-34.

Page 64: Sufisme Lokal di Jawa

64

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

2. Berzikir dengan pukulan gema yang kuat.3. Suara keras yang dapat menghasilkan nur zikir dalam

rongga batin yang berzikir, sehingga hati mereka itu hidup dengan nur hidup yang abadi yang bersifat keakhiratan.88 Syaikh Muhammad Alwi al­Maliki al­Husaini didalam

kitabnya “Abwab al­Faraj” menjelaskan faedah zikir dianta­ra nya adalah sebagai berikut:1. Mengenyahkan dan menghancurkan setan.2. Menjadi sebab Allah ridha kepada yang berzikir.3. Menambah cahaya pada wajah dan hati.4. Mendatangkan rizki.5. Meningkatkan taqarrub kepada Allah SWT.6. Menambah rasa mawas diri (muhasabah) sampai ia dapat

masuk ke pintu ihsan sehingga ia dapat menyembah Allah dengan perasaan seakan-akan ia sedang melihat Allah (al-Makrifat).

7. Membuka selebar­lebarnya pintu makrifat.8. Memberi makan roh dan hati.9. Mendatangkan ketengan dalam hati.89 Sebagaimana

firman Allah SWT dalam Al­Qur’an Q.S Ar­Ra’du (13), ayat 28 sebagai berikut:

Artinya:“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi

tenteram dengan mengingat Allah SWT. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah SWT hati menjadi tenteram”90

Selain berzikir, juga melaksanakan amal ibadah,

88Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin, Miftahus Shudur, h. 17.89Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, h. 114-115.90Al-Qur’an, h. 252.

Page 65: Sufisme Lokal di Jawa

65

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

yakni; shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang mengikuti shalat fardhu atau bisa disebut shalat sunnah qabliyah ba’diyah. Shalat sunnah nawafil adalah shalat ini ada beberapa macam. Misalnya shalat sunnah; mutlaq, jum’at, awwabin, syukur nikmat, dhuha, istikharah, tasbih, hajat, taubat, tahajjud, syukur wudlu, tahiyat al-masjid, li daf’i al-bala, kifarat al-baul, bir al wiladaini, li hif’i al-iman, isto’azah, isyraq, witir dan lain-lain.91

c. KhatamanKhatam artinya penutup.92 Sedangkan kata Khataman

berasal dari kata “khatama-yakhtumu-khatman” artinya selesai/menyelesaikan. Maksud khataman dalam Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah adalah menyelesaikan atau menamatkan pembacaan aurat (wirid­wirid) yang menjadi ajaran Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah pada waktu-waktu tertentu. Wirid-wirid itu minimal dibaca secara keseluruhan sampai khatam (tamat) satu kali dalam seminggu.93 Khataman merupakan penunjang utama untuk mencapai ma’rifat dan juga berfungsi sebagai do’a yang manjur yang digunakan untuk memohon kepada Allah SWT dalam urusan dunia dan akhirat.94 Adapun khataman biasanyan dilakukan setiap seminggu sekali.

d. Manaqiban Jamak dari kata manqabah adalah manaqib. Dalam tradisi

bahasa Sunda atau Jawa kata manaqib ditambah akhiran an sehingga menjadi manaqiban yang mengandung arti proses pembacaan penggalan sejarah hidup seseorang secara spiritual.95 Adapun arti kata manaqib menurut lugot bahasa Arab artinya adalah “jalan diatas gunung” atau “tanjakan”. Adapun istilah manaqib yaitu; Ma urrifa bihi minal khisro lil

91Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, h. 182.92Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, h. 101. 93Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, h. 148.94Ahmad Shohibul Wafa, Kitab Uquudul Jumaan, h. 10.95Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, h. 148-149.

Page 66: Sufisme Lokal di Jawa

66

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

hadimati wal akhlaqil kamidati. Perkara yang sudah diketahui bahwa keluarnya perkara itu dari hal yang terpuji dan dari budi pekerti yang baik. Bisa juga disebut tanda keagungan. Di dalam manaqib terdapat tiga kandungan, yaitu; riwayat, karamat dan wasiat. Adapun hukum membaca manaqib adalah sunnah.96 Untuk Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah menggunakan manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.

Dalam kitab al-Lujain ad-Dani karya al­Barzanji diutarakan secara rinci bahwa tujuan manaqib adalah sebagai berikut:1. Untuk bertawassul dengan Syaikh Abdul Qadir al-Jilani de-

ngan harapan agar permohonannya dikabulkan Allah SWT dan dilakukan atas dasar keimanan kepada Allah SWT semata.

2. Untuk melaksanakan nazar karena Allah semata, bukan karena maksiat.

3. Untuk memperoleh barokah dari Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.

4. Untuk mencintai, menghormati dan memuliakan para ulama salaf as-saleh in, auliya, syuhada dan lain-lain.

5. Memuliakan dan mencintai zurriyah Rasulullah SAW., Ahl al-Bait atau keluarga Rasulullah SAW yang sangat dimuliakan oleh Allah dengan menghilangkan dosa­dosa mereka sehingga terpelihara kesuciannya.97 Allah SWT berfirman dalam Q.S al­Ahzab (33) ayat 33 berbunyi:

Artinya:“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari

kamu wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”98

96Syihabudin Suhrowardi, Bidayatussalikin, h. 49-50.97Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, h. 152-153.98Al-Qur’an & Terjemahnya, h. 422.

Page 67: Sufisme Lokal di Jawa

67

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

e. Wasilah, Rabithoh & SilsilahWasilah atau tawasul berarti perantara.99 Menurut bahasa,

wasilah ialah sesuatu yang dapat mendekatkan kepada yang lain. Sedangkan menurut hukum Islam, pengertian wasilah atau tawasul ialah pendekatan kepada Allah dengan mentaati dan beribadah kepada-Nya, mengikuti para nabi dan rasul-Nya, dengan semua amal yang dikasihi dan diridhai-Nya. Adapun wasilah di bagi menjadi dua, yaitu wasilah yang disyariatkan (masyru’) dan wasilah yang dilarang (mamnu’). Wasilah yang disyariatkan (masyru’) ialah setiap wasilah yang diperintahkan Allah dan mendorong kita untuk melaksanakannya. Wasilah seperti itu dijelaskan Rasulullah SAW sebagai suatu pendekatan diri kepada Allah SWT dengan taat dan mengerjakan amal-amal saleh yang di ridhai-Nya. Wasilah yang disyariatkan itu terbagi menjadi tiga, yaitu:a. Wasilah seorang mukmin kepada Allah dengan zat­Nya,

nama­nama­Nya dan sifat­sifat­Nya yang tinggi.b. Wasilah seorang mukmin kepada Allah dengan amal­

amal solehnya.c. Wasilah seorang mukmin kepada Allah dengan doa

saudaranya yang mukmin.100 Sebagaimana firman Allah SWT, Q.S al­A’raf (7), ayat 180:

Artinya:“Dan Allah Asma’ul Husna (nama-nama yang terbaik), maka

bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma’ul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalah artikan nama-

99Uquudul Jumaan, h. 34.100Abdul Qadir Djaelani, Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf, (Jakarta: Gema

Isnani Press), h. 154.

Page 68: Sufisme Lokal di Jawa

68

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.101

Abu Yusuf berpendapat tidak wajar seseorang berdoa kepada Allah SWT tanpa berwasilah kepada nama-nama­Nya yang agung, dan tidak dengan doa­doa yang diperkenankan dan diperintahkan. Jelas bahwa ayat itu menganjurkan supaya kita berdoa kepada­Nya dengan nama­Nya, sifat­Nya dan Dzat­Nya.102

Rabithoh menurut lugot Arab yaitu Ibsarotun an ta’alluqil qalbi bisyain ‘ala wajhi mahabbah artinya: terkaitnya hati kepada macam-macam hal sambil menyenanginya. Se-dangkan robithoh menurut ahli tahrekat, yaitu; Ibarotun ‘an tashowuri shauroti syaehihi fi madrokihi fi qalb artinya: suatu ibarat dan ingar kepada gurunya diwaktu idrak, tegasnya menemui hal yang ghaib-ghaib yang tidak dimengerti, tidak terjangkau oleh akal, lalu robithoh kepada gurunya, nanti akan menjadi sebab kita dapat mengerti kepada hal-hal tersebut. Hanya saja tidak akan mengerti kepada soal kelakuan, kecuali harus gurunya dulu. Atau robithoh itu ingat kepada guru sampai mereka merasa tidak jauh dari gurunya, ada peribahasa jauh dimata dekat dihati, sam pai apapun petunjuk dari gurunya, betul-betul tidak sem-barangan dalam mengamalkannya, terutama ketika akan menjalankan wiridan zikir. Jadi “robithoh” itu suatu wasilah untuk menyampaikan yang dimaksud, yaitu “wusul salik”, tegasnya yang menjalankan tarekat kepada ma’rifat. Maka kesimpulannya “robithoh” itu wajib.103 Sebagaimana firman Allah SWT Q.S At­Taubah (9), Ayat 119 berbunyi:

101Al-Qur’an dan Terjemah-Nya, h. 174.102Abdul Qadir Djaelani, Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf, h. 156. 103Syihabudin Suhrowardi, Bidayatussalikin, h. 43-44.

Page 69: Sufisme Lokal di Jawa

69

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Artinya:“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah

SWT dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar”104

Oleh karena itu ahli Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah menetapkan adanya “rabithoh”, yaitu ingat kepada guru agar si murid dimana ada maksud menjalankan maksiat, apabila merasa berada dihadapan gurunya, akan menyadari dan merasa malu untuk menjalankan maksiat. Adapun perbedaan robithoh dan ihsan adalah berbeda, karena ihsan itu rukun dalam agama. Sedangkan “robithoh” adalah syarat dalam tarekat. Selengkapnya, tarekat adalah merupakan alat agar manusia seolah­olah berada di hadapan (dihadapi oleh) Allah, merasa dirinya tidak lepas dari penglihatan dan pendengaran Allah, sampai merasa dirinya malu oleh Allah SWT yang menciptakan alam semesta. Karena untuk mencapai itu sangat sulit, maka perlu diusahakan diantaranya dengan “robithoh” karena kebanyakan manusia tidak merasa malu oleh tidak terindrok oleh hawasil khamsi.105 Jadi menghadirkan rabithoh adalah menghadirkan rupa guru atau syaikh ketika hendak berzikir.106

Sedangkan silsilah adalah turun temurun tarekat yang sifatnya berurutan. Kalau dalam hadist, “sanad” atau “rowi” nya Hadist. Pucuknya tarekat dari Nabi atau sahabat dan lokomotifnya itu wali. Jadi tarekat yang disebut “muktabaroh”, harus ada silsilah, jelas asal muasalnya yang mengalir sampai sekarang.107 Sebagaimana firman Allah SWT Q.S Al­Isro’ (17) Ayat 71 sebagai berikut:

104Al-Qur’an & Terjemahnya, h. 206.105Syihabudin Suhrowardi, Bidayatussalikin, h. 45-46.106Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, (Jakarta: PT Alhusna Zikra,

1996), h. 71. 107Syihabudin Suhrowardi, Bidayatussalikin, h. 47 - 48.

Page 70: Sufisme Lokal di Jawa

70

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Artinya:“(Ingatlah), pada hari (ketika) Kami panggil setiap umat

dengan pemimpinnya.108

f. Riyadhah Secara etimologis riyadhah artinya latihan. Riyadhah

bermakna mengekang hawa nafsu ketika berhadapan dengan hasrat jasmani serta mendorong ruh yang merindukan keluhuran menuju ketinggian langit kesempurnaan ma-nu sia. Dengan riyadhah, nafsu bisa diarahkan untuk ber­gerak menuju penyerahan diri dan dapat dibiasakan untuk bersikap tawaddu’ dan menafikan dirinya hingga membuatnya menjadi seperti debu yang diinjak kaki dan inilah jalan untuk menumbuhkan bunga-bunga.109

Riyadhah berarti juga dengan meninggalkan tidur, sedikit bicara, menanggung gangguan dari manusia dan sedikit makan. Dari sedikitnya tidur akan lahir bersihnya keinginan. Dari sedikit bicara akan lahir keselamatan dari berbagai bencana. Dari kemauan untuk menanggung penderitaan akan menjadikannya sampai kepada puncak. Dari sedikitnya makan lahir terbunuhnya nafsu syahwat karena banyak makan menyebabkan kerasnya hati dan hilangnya cahaya hati. Cahaya hikmah adalah lapar, sementara kenyang akan menjauhkan kita dari Allah SWT.110

Menurut Ibn Sina, riyadhah mempunyai tiga tujuan yaitu; Pertama, berkaitan dengan urusan-urusan eksternal yakni membuang segala kesibukan yang menyebabkan kelalaian. Kedua, berhubungan dengan penyiapan kekuatan-kekuatan internal serta menghilangkan kekacauan­kekacauan rohani “menundukkan nafsu amarah oleh nafsu mutmainnah”. Ketiga, Berkaitan dengan perubahan­perubahan kualitatif

108Al-Qur’an & Terjemahnya, h. 289. 109Muhammad Fathullah Gulen, Tasawuf Untuk Kita Semua, h. 53.110Imam al-Gazali, Menyibak Dunia Metafisik (Ketajaman Mata Hati), Terj.

Achmad Sunarto, (Bandung: Husaini, 1996), h. 19.

Page 71: Sufisme Lokal di Jawa

71

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

didalam roh “pelembutan relung hati terdalam”.111

Bagi seorang salik, untuk menjalankan riyadhah ter-gantung dari perintah mursyid. Setiap individu pastinya mempunyai karakter masing-masing sehingga satu salik dengan salik lainnya akan berbeda penanganannya dalam melaksanakan riyadhah. Sebagai contoh riyadhah antara lain: zikirullah, dawam (melanggengkan) wudhu, puasa senin dan kamis, khalwat.

g. MuraqabahArti kata muraqabah adalah meletakkan sesuatu dibawah

perhatian, penantian, pengawasan dan hidup dibawah pe-ra saan sedang diawasi.112 Muraqobah adalah sikap sese-orang menjauhi segala sesuatu selain Allah, lahir dan batin dan memusatkan seluruh perhatian hanya kepada Allah SWT.113 Seorang yang melakukan muraqabah berarti senatiasa melakukan yang terbaik sesuai dengan kodrat dan eksistensinya.114 Untuk mencapai derajat muraqabah dibu-tuhkan disiplin yang tinggi, paling tidak ada tujuh anak tangga yang harus dilalui, yaitu:1. Muhasabah (Instripeksi diri) Kita melakukan evaluasi baik dan buruk terhadap segala

perbuatan yang sudah kita lakukan.2. Mu’aqabah (sansksi terhadap pelanggaran) Apabila kita keburukan, kita harus mengecam diri kita,

mempersoalkannya dan kemudian menghukumnya. Kita menjadi hakim dan sekaligus terdakwa terhadap perbuatan kita.

3. Muhasabah (memperbaiki situasi masa kini) Berusaha membiasakan perbuatan baik atau menghindari

perbuatan buruk.4. Mujahadah (optimalisasi)

111Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, h. 153-154. 112Muhammad Fathullah Gulen, Tasawuf Untuk Kita Semua, h. 117.113Syekh Javad, Belajar Bertasawuf, h.98. 114Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat, h. 111.

Page 72: Sufisme Lokal di Jawa

72

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Berjuang keras untuk mengoptimalkan segala yang baik.5. Istiqamah (disiplin) Menjaga keseimbangan untuk terus menerus berada

dalam kebaikan.6. Muraqobah (merasakan pengawasan Allah)7. Mukasyafah atau musyabadah (terbukanya tabir antara diri

dan Allah SWT)115 Bagi para sufi, muraqabah adalah ber-tawajjuh kepada

Allah SWT dengan sepenuh hati melalui pemutusan hu-bungan dengan segala yang selain Allah SWT, menjalani hidup dengan mengekang hawa nafsu dari hal­hal terlarang dan mengatur kehidupan di bawah cahaya perintah Allah dengan penuh keimanan bahwa pengetahuan Allah selalu meliputi segala sesuatu.116 Menurut Syaikh Ahmad Khatib Sambas terdapat 20 (dua puluh) meditasi (muroqobah) seba-gai berikut:117 1. Muroqobat al-ahadiyyah (meditasi tentang keesaan Allah)2. Muroqobat al-ma’iyyah (meditasi kebersamaan)3. Muroqobat al-aqrabiyyah (meditasi kedekatan)4. Muroqobat al-mahabba fi al-da’irat al-ula (atas cinta di

lingkungan yang pertama)5. Muroqobat al-mahabbah fi al-da’riyah al-tsaniyah 6. Muroqobat al-mahabbah fi al-qaws7. Muroqobat wilayat al-’ula (meditasi pada Otoritas Yang

Paling tinggi)8. Muroqobat kalamat al-nubuwwa (meditasi kesempurnaan

kenabian)9. Muroqobat kamalat al-risalah (meditasi atas kesempurnaan

dari kerasulan); utusan Allah”10. Muroqobat kamalat uli’l ‘azm (mediasi atas kesempurnaan

ulul ‘azmi),

115Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat, h. 109-110.116Muhammad Fathullah Gulen, Tasawuf Untuk Kita Semua, h. 117.117Sri Mulyati, Peran Edukasi, h. 144.

Page 73: Sufisme Lokal di Jawa

73

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

11. Muroqobat al-mahabbah fi da’irat al-khullah (mediasi atas lingkaran persahabatan yang tulus).

12. Muroqobat da’irat al-mahabbah al-shirfa hiya haqiqah sayyidina Musa (meditasi pada lingkaran cinta murni adalah realitas Nabi Musa).

13. Muroqobat al-dhatiyyat al-muntazija dua al-mahabba wa hiya ha-qiqat al-Muhammadiyah.

14. Muroqobat al-mahbubiyyat al-shirfa wa hiya haqiqat al-ahmadiyyah (meditasi pada yang terkasih murni, yang adalah realitas Ahmad).

15. Muroqobat al-Hubb al-shirf (meditasi pada cairan murni).16. Muroqobat La ta’ayum (meditasi pada “non­determinasi”

atau non­manifestasi)17. Muroqobat haqiqat al-Ka’bah (meditasi pada realitas dari

Ka’bah)18. Muroqobat haqiqat al-Qur’an (meditasi realitas Al­Qur’an) 19. Muroqobat haqiqat al-shalat (meditasi pada hakikat sholat)20. Muroqobat da’irat al-ma’budiyah al-shirfah (meditasi pada

lingkaran tujuan objektivitas sehambaan yang murni).118

Pada dasarnya tujuan yang ingin dicapai dengan mu-raqabah ini adalah terbukanya tabir sehingga ia dapat melihat Tuhan dengan mata hatinya. Menurut ‘Aidrus, muraqabah merupakan satu kesatuan dengan pengalaman khalwat dan zikir dalam menempuh jalan tasawuf untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena pada saat melaksanakan khal-wat, ia sibuk melaksanakan zikir. Pada saat bersamaan, ia senantiasa muraqabah dengan Tuhan. Ketiganya ini dila-kukan untuk menuju musyahadah (penyaksian). Dalam ma­qam terakhir inilah, fana dan baqa tercapai.119

h. Khalwat atau ‘UzlahKhalwat dan ‘Uzlah berarti menyendiri.120 ‘Uzlah artinya

118Mulyati, Peran Edukasi, h. 152-153. 119Abdul Rahim Yunus, Posisi Tasawuf Dalam Sistem Kekuasaan Kaesultanan

Buton Pada Abad Ke-19, (Jakarta: INIS, 1995), h. 92-93. 120Muhammad Fathullah Gulen, Tasawuf Untuk Kita Semua, h.51.

Page 74: Sufisme Lokal di Jawa

74

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

mengasingkan diri dari keramaian dunia kesuatu tempat dalam rangka riyadhah. Sedangkan khalwat secara etimologis adalah nyepi, yakni mengosongkan jasmani dan rohani dari interaksi dengan mahluk. Khalwat bagi salik mubtadi (pengamal tarekat yang baru) harus dibawah bimbingan guru/mursyid. Lama masa berkholwat tergantung pada bimbingan guru. Khalwat adalah bagian dari riyadhah. Seorang salik tidak akan pernah sampai ke maqam al-ma’rifat kecuali dengan melakukan khalwat. Para nabi melakukan khalwat, demikian juga para wali dan para sufi mengamalkannya.121

Praktek ‘uzlah didasarkan pada perbuatan Nabi Muhammad SAW yang sering melakukan khalwat ke gua Hira di Jabar Nur, sekitar 3 mil di luar kota Mekkah. Nabi Muhamammad SAW melakukan ini sebelum diangkat men jadi rasul untuk menghindari pergaulan masyarakat Quraisy yang kala itu semakin bejat. Di tengah kondisi inilah kemudian beliau memperoleh wahyu yang pertama dan sekaligus perintah berdakwah mengajak masyarakat kembali ke jalan yang benar.122

Selain itu, praktek uzlah pernah dilakukan oleh Nabi Musa as. Sebagaimana firman Allah dalam Al­Qur’an Q.S al­A’raf (7): 142 sebagai berikut:

121Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, h. 158-159.122Sudirman Tebba, Bekerja Dengan Hati, (Jakarta: Pustaka IrVan, 2009), h.

190.

Page 75: Sufisme Lokal di Jawa

75

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Artinya:“Dan Kami telah menjanjikan kepada Musa (memberikan

Taurat) tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnakanlah waktu yang telah ditentukan oleh Tuhannya empat puluh malam. Dan Musa berkata kepada saudaranya (yaitu) Harun, gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah (dirimu dan kaummu) dan janganlah engkau mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan”.123

Di dalam kitab Tanwir al-Qulub, Syaikh Amin Kurdi menjelaskan syarat­syarat yang harus dipenuhi oleh seorang salik yang akan berkhalwat ada 20 antara lain adalah sebagai berikut:1. Niat denga ikhlas.2. Meminta izin kepada mursyidnya sekaligus memohon

doanya.3. Masuk kedalam khalwat mendahulukan kaki kanan

dengan membaca ta’awwun, basmalah dan membaca surat an-Nas.

4. Dawam al-Wudhu.5. Jangan bertujuan ingin mendapat karamah.6. Rabithoh.7. Waspada terhadap godaan yang empat (setan, materi,

nafsu, syahwat) serta melaporkan kepada guru apa yang terjadi sewaktu khalwat.

8. Menafikan getaran dan lintasan dalam hati, apakah ge­taran baik atau jelek karena boleh jadi mengganggu kekhusukan hati.

9. Terus berzikir dengan cara yang telah diperintahkan guru sampai guru memerintahkan untuk berhenti dan keluar dari khalwat.124

123Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 167.124Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, h. 161-162.

Page 76: Sufisme Lokal di Jawa

76

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Page 77: Sufisme Lokal di Jawa

77

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Asal Usul Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Islam masuk ke Nusantara melalui beberapa jalur, dian-

taranya; politik, pernikahan, perdagangan dan tasawuf (su fisme). Melalui sentuhan tasawuf, penyebaran proses islamisasi di Nusantara berlangsung secara damai. Dalam proses ini dilakukan oleh para da’i sufi yang memiliki ke mampuan dakwah dengan model tasawuf yang me­nyejukkan dan sangat konstektual.

Tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan ahlu suffah yang berarti sekelompok orang pada masa Rasulullah yang hidupnya diisi dengan banyak berdiam di serambi-serambi masjid, dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah. Selain itu, tasawuf berasal dari kata shafa yang berarti orang­orang yang bersih atau suci, yakni orang­orang yang mensucikan dirinya dihadapan Tuhan­nya. Tasawuf juga berasal dari kata shaf, yaitu: dinisbatkan kepada orang­orang yang ketika shalat selalu berada di saf yang paling depan.1

1M Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), h. 11.

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Di Jawa

Page 78: Sufisme Lokal di Jawa

78

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Sedangkan menurut Al-Junaidi dalam buku Ilmu Tasawuf, dijelaskan bahwa tasawuf adalah membersihkan hati dari apa aja yang mengganggu perasaan mahluk, berjuang menaggalkan pengaruh budi yang asal (instrink) kita, memadamkan sifat­sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan hawa nafsu, mendekati sifat­sifat suci kerohanian, bergantung pada ilmu­ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasihat kepada semua orang, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat dan mengikuti Rasulullah dalam hal syariat.2

Sedangkan thariqah pada masa permulaan Islam berarti, yaitu;a. Thariqah Nabawiah, yaitu amalan yang berlaku pada masa

Rasulullah SAW yang dilaksanakan secara murni. Disebut juga sebagai thariqat muhammadiyah atau syariat.

b. Thariqah Salafiah, yaitu cara beramal dan beribadah pada masa sahabat dan tabi’in, dengan maksud memelihara dan membina syariat Rasulullah SAW. Disebut juga sebagai thariqat salafus saleh.3

Sesudah abad ke­2 H. Muncullah thariqat sufiat yang diamalkan orang­orang sufi dengan tujuan untuk kesucian melalui empat tingkat, yaitu:1. Syariat, mengetahui dan mengamalkan ketentuan-ketentuan

syariat sepanjang yang menyangkut dengan lahiriah.2. Thariqat, mengerjakan amalan hati dengan akidah yang

teguh sepanjang yang menyangkut dengan batiniah.3. Hakikat, cahaya musyahadah yang bersinar cemerlang

dalam hati dan dengan cahaya itu dapat mengetahui hakikat Allah dan rahasia alam semesta.

4. Ma’rifat, tingkat tinggi, orang yang telah mencapai

2Anwar, Ilmu Tasawuf, h. 11.3Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, (Jakarta; PT Alhusna Zikra,

1996), h. 9.

Page 79: Sufisme Lokal di Jawa

79

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

kesucian hidup dalam alam rohani memiliki pandangan tembus (kasyaf) dan mengetahui hakikat dan rahasia kebesaran Allah.Orang sufi menganggap bahwa syari’at untuk mem­

per baiki sesuatu yang lahir (nyata), thariqat untuk mem­perbaiki sesuatu yang tersembunyi (batin), dan hakikat untuk memperbaiki segala rahasia yang ghaib-ghaib. Tujuan terakhir dari ahli sufi ialah ma’rifat, yakni mengenal hakikat Allah, zat, sifat dan perbuatan­Nya.4

Jadi ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha­usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan makrifat menuju keabadian, saling mengingatkan antarmanusia, serta berpegang teguh pada janji Allah dan mengikuti syariat Rasulullah dalam mendekatkan diri dan mencapai keridhaan-Nya.5

Dari uraian diatas, jelas bahwa tasawuf adalah ilmu pengetahuan tentang bagaimana cara seorang hamba dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Adapun dalam praktek atau amalannya, maka seseorang harus masuk dalam suatu tarekat tertentu. Islam diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibri kepada Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rosul terakhir sekaligus sebagai penyempurna agama samawi.

Semua nabi yang diturunkan Allah SWT sejak Adam as., sampai Nabi Muhammad SAW, membawa agama yang intinya adalah ketundukan, kepatuhan dan kepasrahan diri kepada Tuhan dan menerima kebenaran yang dibawa oleh agama­agama itu sembari menolak yang batil atau sesuatu yang bertentangan dengan yang dikehendaki oleh Allah SWT.6

4Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, h. 9-10.5Solihin dan Anwar, Ilmu Tasawuf, h. 16.6Yunasril Ali, Mata Air Kearifan Bekal Spiritual Menghadapi Tantangan Era-

Globalisasi, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2015), h. 44.

Page 80: Sufisme Lokal di Jawa

80

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Suatu fakta kebenaran bahwa kezuhudan dan kese­derhaan Rasulullah SAW bukanlah faktor karena kemiskinan dan keterdesakan kondisi hidup, melainkan lebih karena sebuah pilihan daripada menyibukkan diri dengan berbagai kenikmatan hidup didunia yang fana. Diriwayatkan dari Abu Umamah ra, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda yang artinya:

“Rabb-ku pernah menawariku Islam diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibri kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk mengubah padang pasir Mekah menjadi emas, aku bilang: O, Tuhan, aku hanya ingin kenyang sehari dan lapar sehari -beliau mengucapkan se-banyak tiga kali atau yang setara- sehingga bila lapar, aku dapat menundukkan diri pada-Mu, mengingat-Mu, dan bila kenyang, aku bersyukur kepada-Mu dan memuji-Mu.” (HR. At-Tirmidzi).

Inilah kehidupan Rasulullah SAW yang syarat dengan potret­potret hidup yang menunjukkan kecenderungan beliau pada sikap zuhud dan bersahaja. Dari sini, tampak hubungan kuat yang mempertautkan kehidupan kaum zuhud generasi awal di masa­masa permulaan Islam yang kemudian dilanjutkan oleh kaum sufi sepeninggal mereka dengan pola hidup zuhud dan penuh kesederhaaan yang dijalani oleh Rasulullah SAW.7

Di Indonesia, tarekat yang diakui keberadaannya terdapat dalam organisasi yang disebut JATMAN singkatan dari Jam’iyyah Ahli Ath Thariqah al Mu’tabarah An Nahdiyah. Salah satu, tarekat yang masuk dalam JATMAN adalah Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah merupakan penggabungan dua tarekat, yakni: Qadiriyah dan Naqsyabandiyah yang dipelopori oleh Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Tarekat yang dikembangkan oleh warga negara Indonesia.

7Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 58.

Page 81: Sufisme Lokal di Jawa

81

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Qadiriyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya, yaitu; ‘Abd al­Qadir Jilani al-ghawsts atau quthb al-awliya. Syaikh ‘Abd al­Qadir lahir di desa Naif Kota Gilan tahun 470/1077, yaitu wilayah yang terletak 150 km timur laut Baghdad. Syekh ‘Abd Qadir meninggal di Baghdad pada tahun 561/116. Ibunya seorang yang bernama Fathimah binti ‘Abdullah al­Shama’i al­Husayni, ketika melahirkan Syaikh ‘Abd Qadir Jilani ibunya berumur 60 tahun, suatu kelahiran yang tidak lazim terjadi bagi wanita seumurnya. Sedangkan ayahnya bernama Abu Shalih. Nama lengkap dan silsilah Syaikh ‘Abd al­Qadir sampai Nabi Muhammad SAW adalah Abu Muhammad ‘Abd al­Qadir Jilani ibn Abi Shalih ibn Musa ibn Janki Dusan (Janka Dusat) ibn Abi Abdillah ibn Yahya al­Zahid ibn Muhammad ibn Dawud ibn Musa ibn ‘Abd Allah al­Mahdi ibn Hasan al Musanna ibn Hasan al­Sibthi ibn Ali ibn Abi Thalib dan Fathimah al­Zahra al­Baitul binti Rasulullah SAW. Tarekat Qadiriyah menempati posisi yang sangat penting dalam sejarah spiritualitas Islam karena sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat dan merupakan cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat di dunia Islam. Kendati struktur oranisasinya baru muncul beberapa dekade setelah kematiannya, semasa hidup Syaikh ‘Abd al­Qadir telah memberikan pengaruh yang sangat besar pada pemikiran dan sikap umat Islam.8

Nisbah Al-Jilani menunjuk pada tempat kelahirannya, daerah Gilan. Para ahli biasanya menganggap bahwa yang dimaksudkan adalah wilayah Gilan di bagian utara Iran. Namun orang Kurdi mengklaim dan masuk akal, bahwa Syaikh Abdul Qadir berasal dari daerah Gilan di Kurdistan Selatan, 150 kilometer timur laut Kota Baghdad. Oleh karena itu, ada yang menggelarinya ghauts-i Kurdi. Tarekat Qadiriyah sudah lama mempunyai banyak penganut di

8Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 26 -27.

Page 82: Sufisme Lokal di Jawa

82

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Kurdistan dan disana masih ada suatu keluarga syaikh tarekat yang mengaku keturunan langsung dari Syekh Abdul Qadir.9

Di kalangan kaum sufi, Syaikh Abdul Qadir diakui sebagai ghauts atau quthb al-awliya, yang menduduki kewalian yang tertinggi. Dalam kepercayaan rakyat, Syaikh Abdul Qadir adalah wali besar, yang memberikan kewenangan untuk menolong manusia lain dalam keadaan bahaya. Lebih daripada semua wali lain, Syaikh Abdul Qadir dikagumi dan dicintai rakyat, dimana­mana orang tua menceritakan riwayat tentang karamat-karamatnya kepada anak-anak mereka dan pada hampir setiap upacara keagamaan tradisional orang menghadiahkan pembacaan al­Fatikhah kepadanya. Kisah hidup pertama, dalam kitab Bahjah al-Asrar karangan Ali bin Yusuf Al­Syattaunafi (wafat 713/1314, yaitu satu setengah abad setelah Syaikh Abdul Qadir yang didalamnya mengandung banyak cerita keajaiban yang luar biasa.

Kitab Tarikh Al-Islam ditulis oleh Al­Dzahabi (wafat 1348) yang berisi tentang meragukan banyak cerita yang berlebihan. Kemudian ‘Afifudin Al­Yafi’ (w. 1367) mengarang kitab manaqib yang memantapkan nama Syaikh Abdul Qadir sebagai ahli keajaiban yang terbesar: Khulashah Al-Mafathir fi Ikhtishar Manaqib al-Syaikh ‘Abd Qadir. Setelah Yafi’i, beberapa ulama mengarang kitab manaqib yang lebih “ekstrem” lagi, yang paling penting diantaranya kitab Lujjain Al-Dani oleh Ja’far bin Hasan Al­Barzinji (wafat 1766), pengarang di Indonesia sangat terkenal dengan kitab maulidnya. Di Indonesia terdapat setidaknya tujuh edisi teks (dengan terjemahan dan komentar dalam bahasa Jawa, Sunda dan Indonesia) yang berbeda.10

9Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1995), h. 211.

10Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, h. 211.

Page 83: Sufisme Lokal di Jawa

83

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Syaikh ‘Abd Qadir belajar membaca Al­Qur’an dan mendalami kandungannya pada ‘Abu al­Wafa Ali ibn ‘Aqil dan ‘Abu al­Khattab Mahfuz al­Kalwadzani, kedua ulama berasal dari Mazhab Hambali. Syaikh ‘Abd Qadir mengimak Hadist nabi dari beberapa ulama Hadist terkenal, salah satunya ‘Abu Ghalib Muhammad ibn al­Hasan al­Balaqalani. Belajar ilmu fikih kepada beberapa ulama Hambali di daerah Jilan, seperti Abi Sa’d al­Mukharrami. Sedangkan bidang bahasa dan sastra belajar dari Abu Zakarya ibn Ali al­Tibrizi. Adapun belajar bidang tasawuf dan keruhanian dari Hammad al­Dabbas.11

Futuh al-Ghaib dan al-Fath al-Rabbani merupakan dua kumpulan ceramah, yang ajarannya lebih bersifat etis dan sangat umum. Meskipun demikian, sangat mungkin Syaikh Abdul Qadir juga mempunyai ajaran-ajaran khusus yang tidak disebarkan melalui ceramah-ceramahnya tetapi disampaikan kepada murid-murid terdekat saja. Dari anaknya sendiri, (Syaikh Abdul Qadir Jaelani mempunyai tidak kurang dari 11 anak, beberapa sumber menyebutkan ada 49), dua orang dikenal sebagai sufi dan ahli zuhud, ‘Abd Al­Razzaq dan ‘Abd Al­Aziz dan memungkinkan bahwa mereka meneruskan ajarannya. ‘Abd Al­Aziz telah meninggalkan Baghdad dan menetap disebuah desa ka wa­san Kurdistan.

Keluarga ulama yang sangat terkenal di Kurdistan, Sadate Nehri (para Sayyid dari Desa Nehri), mengklaim sebagai keturunannya. Keluraga ini telah melahirkan syaikh tarekat Qadiriyah yang terkemuka (namun pada abad ke­19, sebagian besar keluarga ini “pindah” ke tarekat Naqsyabandiyah). Di Maroko, para syaikh tarekat Qadiriyah (lebih terkenal sebagai Jilaliyah disana) mengklaim diri sebagai keturunan ‘Abd al­Aziz dan saudaranya Ibrahim (yang pernah ke Andalus) dan pewaris ilmu mereka. Selain

11Ensiklopedi Tasawuf, (Bandung: Angkasa, 2008), h.23.

Page 84: Sufisme Lokal di Jawa

84

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

putranya sendiri, beberapa muridnya disebut sebagai pe-nyebar ajaran tasawufnya. Kitab Bahjah Al-Asrar menyebut empat nama, yaitu; orang di Suriah (Muhammad al­Bata’ohi dan Taqiyuddin al­Yunini), seorang di Mesir (Muhammad bin ‘Abd al­Samad) dan seorang di Yaman (‘Ali al­Hadad).12

Tarekat yang tergolong dalam group Qadiriyah ini cukup banyak dan tersebar diseluruh negeri Islam. Diantaranya Tarekat Firidiyah di Mesir yang dinisbatkan kepada Umar bin al­Farid (1234 M) yang kemudian mengilhami tarekat Sanusiyah (Muhammad bin Ali Al­Sanusi, 1787­1859 M) melalui tarekat Indrisiyah (Ahmad bin Idris) di Afrika Utara merupakan group Qadiriyah yang masuk ke India melalui Muhammad al­Ghawath (1517 M) yang kemudian dikenal dengan tarekat Al­Ghawthiyah atau Al­Mi’rajiyah dan Turki dikembangkan oleh Ismail ar­Rumi (1041 H/1631 M).13

Ajaran Syaikh ‘Abd al­Qadir selalu menekankan pada kesucian diri dari nafsu dunia. Beberapa petunjuk untuk mencapai kesucian diri yang tinggi adalah dengan cara: taubat, zuhud, tawakkal, syukur, ridha dan jujur.14

1. TaubatTaubat berarti kembali, yaitu kembali dari perbuatan

yang buruk menuju perbuatan yang baik, sebagaimana diajarkan dalam Islam. Taubat tidak cukup hanya dengan ucapan dalam bentuk doa minta ampun kepada Allah dari dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan, tetapi juga di­sertai dengan tindakan nyata yang membuktikan bahwa dia telah kembali ke jalan yang benar.15

Menurut Al­Ghazali, penyucian hati merupakan syarat mutlak bagi makrifat kepada Tuhan, laksana mengambil air wudhu yang merupakan syarat sahnya shalat. Taubat

12Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, h. 212.13M Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, h. 211-212.14Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat,h. 38.15Sudirman Tebba, Etika dan Tasawuf Jawa Untuk Meraih Ketenangan Hati,

(Tangerang: Pustaka irVan, 2007), h. 127-128.

Page 85: Sufisme Lokal di Jawa

85

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

menurut pengertian tasawuf adalah beralih dari hidup yang terlena dari mengingat Tuhan ke hidup selalu ingat atau zikir pada­Nya.16 Menurut Syaikh ‘Abd al­Qadir Jilani, taubat ada dua macam, yaitu;a. Taubat yang berkaitan dengan hak sesama manusia.

Taubat ini tidak terealisasi, kecuali dengan menghin dari kezaliman, memberikan hak kepada yang berhak dan mengembalikan kepada pemiliknya.

b. Taubat yang berkaitan dengan hak Allah SWT. Taubat ini dilakukan dengan cara selalu mengucapkan istigfar dengan lisan, menyesal dalam hati dan bertekad untuk tidak me-ngulanginya lagi di masa yang akan datang.17

2. ZuhudDefinisi zuhd (zuhud) secara etimologis adalah raghaba

‘an sjai’in wa tarakahu, bermaksud tidak tertarik terhadap sesuatu kemudian meninggalkan. Zahada fi al-dunya (mengkosongkan diri dari kesenagan dunia (untuk fokus ibadah). Menurut Abd al­Hakim Hasan menjelaskan bahwa zuhud adalah berpaling dari dunia dan mengharapkan diri untuk beribadah. Melatih dan mendidik jiwa dan memerangi kesenangannya dengan berkhalwat, berkelana, berpuasa, mengurangi makan dan memperbanyak zikir. Sedangkan menurut Harun Nasution mengistilahkan zuhud dengan meninggalkan dunia dari kehidupan kebendaan. Sebagaimana dengan Ruwaim Ibn Ahmad bahwa zuhud adalah menghilangkan sebahagian jiwa dari dunia, berupa pujian dan sanjungan maupun jabatan dan kuasa disisi manusia. Adapun menurut al­Juanyd al­Baghdadi, bahwa zuhud adalah kekosongan tangan dari pemilikan dan ke­kosongan hati dari pencapaian.18

16Ahmad Khalil, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 244.

17Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat, h. 39.18Abdul Rauf, Tafsir Al-Azhar Dimensi Tasawuf Hamka, (Kuala Selangor:

Piagam Intan, 2013), h. 140-141.

Page 86: Sufisme Lokal di Jawa

86

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Adapun zuhud sebagai gerakan moral Islam dan tindakan tunjuk perasaan, yakni sikap yang harus dilakukan oleh seseorang muslim dalam menghadapi dunia. Dunia dipandang sebagai media ibadah untuk mendapat redha dari Allah swt. Zuhud berarti tidak merasa kecil hati dengan hilangnya kemegahan dari genggamannya, sehingga tetap bekerja dan berkarya. Menjadikan kehidupan dunia tidak menguasai kecenderungan hati dan tidak membuatkan mereka berpaling dari Tuhan.19 Sebagaimana firman Allah QS. al­Hadid (57: 20) adalah:

Artinya: “Ketahuilah, Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah

permainan dan senda gurauan, perhiasan dan saling berbangga diantara kamu, serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagungkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.20

19Abdul Rauf, Tafsir Al-Azhar, h. 141.20Al-Qur’an dan Terjemahannya Disertai Tema Penjelas Kandungan Ayat,

(Jakarta Timur: El Misykaah, 2015), h. 540.

Page 87: Sufisme Lokal di Jawa

87

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Menurut Syaikh ‘Abd al­Qadir Jilani bahwa zuhud ada dua macam, yaitu;1. Zahid hakiki (mengeluarkan dunia dari hatinya)2. Zuhud lahir/mutazahid shuwari (mengeluarkan dunia dari

hadapannya). Hal ini tidak berarti bahwa seorang zahid hakiki menolak

rezeki yang diberikan kepada Allah SWT kepadanya, tetapi dia mengambilnya lalu digunakan untuk ketaatan kepada Allah SWT.21

3. TawakkalTawakkal kepada Allah adalah menggantungkan diri

dengan sebenar-benarnya kepada-Nya dalam semua permasalahan, baik untuk memperoleh manfaat dari seorang hamba atau mencegah bahaya dari mereka, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.22 Tawakkal juga berarti berserah diri kepada keputusan Allah, terutama ketika melakukan suatu upaya atau perbuatan. Jadi tawakkal harus didahului oleh upaya untuk memenuhi suatu keperluan. Misalnya untuk hidup layak orang harus bekerja keras melakukan pekerjaan yang halal. Bagaimana hasilnya diserahkan kepada keputusan Tuhan.23

Menurut Sahl bin Abdullah Tusturi, ada tiga tanda bertawakkal, yaitu: tidak pernah meminta, tidak pernah menolak dan tidak pernah menyimpan untuk hari lainnya.24 Adapun langkah-langkah menuju tawakkal antara lain, sebagai berikut:a. Mengesakan Allah SWT dan membersihkan hati dari

noda­noda syirik, sekecil apapun syirik tersebut.b. Tidak meninggalkan usaha. Barangsiapa yang mening­

galkan usaha dan mengaku telah bertawakkal tersebut

21Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat, h. 40.22Syaikh Khalid Sayyid Rushah, Nikmatnya Beribadah, Terj. Kusrin Karyadi

dan Muhtadi Kadi M Abidu, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 560.23Sudirman Tebba, Etika dan Tasawuf, h. 131.24Abu Azka Fathin Mazayasyah, Mendulang Hikmah: Ada Hikmah dalam Setiap

Keadaan & Waktu, (Yogyakarta: Darul Hikmah, 2016), h. 333.

Page 88: Sufisme Lokal di Jawa

88

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

belum sempurna.c. Menggantungkan hati dan menyandarkannya kepada

Allah SWT, tidak menggantungkannya pada usaha meskipun telah dilakukan.

d. Husnudzhan kepada Allah dalam semua perkara dan urusan serta mengetahui bahwa Allah akan mengatur (memberikan) kebaikan kepada orang­orang yang ber­iman.

e. Pasrah hati kepada Allah SWT, yaitu ridha dan puas dengan pengaturan Allah, bagaimanapun bentuknya.25 Q.S at-Tahaq; ayat 3 sebagai berikut:

Artinya:“Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-

sangkanya. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan mencukupkan (keperluan)nya. Se sung-guhnya Allah SWT melaksanakan urusan-Nya. Sungguh Allah SWT telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu”.26

4. SyukurMenurut Syaikh “Abd al­Qadir Jilani bahwa syukur

dibagi menjadi tiga macam, yaitu;a. Syukur dengan lisan, yaitu dengan mengakui adanya

nikmat dan merasa tenang. Dalam hal ini si penerima nik mat mengucapkan nikmat Tuhan dengan segala kerendahan hati dan ketundukan.

b. Syukur dengan badan dan anggota badan, yaitu dengan cara melaksanakan dan pengabdian serta melaksanakan ibadah sesuai perintah Allah SWT. Dalam hal ini,

25Syaikh Khalid Sayyid Rushah, Nikmatnya Beribadah, h. 561.26Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 558.

Page 89: Sufisme Lokal di Jawa

89

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.

c. Syukur dengan hati, yaitu iktikaf atau berdiam diri di atas tikar Allah dengan senantiasa menjaga hak Allah SWT yang wajib dikerjakan. Dalam hal ini, penerima nikmat mengakui dari dalam hatinya bahwa semua nikmat itu berasal dari Allah SWT.27

5. SabarMenurut Syaikh “Abd al­Qadir Jilani bahwa sabar ada

tiga macam, yaitu;a. Bersabar kepada Allah SWT dengan melaksankan

perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.b. Bersabar bersama Allah, yaitu bersabar terhadap

ketentuan Allah SWT dan Perbuatan-Nya terhadapmu dari berbagai macam kesulitan dan musibah.

c. Bersabar atas Allah, yaitu bersabar terhadap rezeki, jalan keluar, kecukupan, pertolongan dan pahala Allah di kampung akhirat.28

6. RidhaRidha (sikap puas) adalah bahwa orang itu pada sisi­

Nya merasa tenang sepenuhnya atas segala yang Tuhan takdirkan kepadanya, dan Tuhan ridha dengan segala perbuatan hamba­Nya. Al­Hujriwi mengatakan kepuasan manusia, ridhanya adalah kepasrahannya atas semua ketentuan nasib, baik pemberian atau penundaan dan jiwanya terus tabah hingga peristiwa yang menimpanya berlalu, apakah penjelmaan ketuhanan atau penjelmaan dari keagungan Tuhan. Di mata hamba Tuhan yang sejati sama saja, apakah ia tetap menginginkan atau menerima ia tetap ridha terhadap perlakuan Tuhan atasnya. Sekalipun Tuhan memasukkannya ke neraka, atau diterangi cahaya kemuliaan-Nya, semuanya adalah sama saja sebab semua-

27Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat, h. 41.28Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat, h. 42.

Page 90: Sufisme Lokal di Jawa

90

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

nya merupakan manifestasi dari Tuhan, dan apapun yang datang dari­Nya sama baiknya. Menurut Ibn “Ata, Ridha menjadi perenungan hati tentang kehendak Tuhan yang abadi bagi hamba-Nya, karena kehendak-Nya yang memberikan kepadanya adalah yang dia terbaik.29 7. Jujur

Shiddiq berarti benar atau jujur, maksudnya benar dan jujur dalam perkataan dan perbuatan. Membiasakan sikap benar merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada Tuhan dan bersikap jujur merupakan nilai yang sangat penting dalam hubungan sesama manusia, sekaligus menjadi sendi kemajuan manusia sebagai pribadi dan kelompok.30 Tutur kata yang jujur merupakan tanda kewibawaan, kebersihan hati, ketinggian cita-cita, kuat akalnya, kecintaan antarsesama, senangnya kebersamaan dan penjagaan terhadap agama.31

Sebagaimana firman Allah dalam QS aT­Taubah ayat 119, adalah:

Artinya:“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah

SWT, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar”32

Syaikh ‘Abd al­Qadir Jilani membedakan antara al-shadiq (orang jujur) dan al-shiddiq (orang yang sangat jujur) untuk menunjukkan kejujuran yang sangat tinggi sehingga kejujuran merupakan jalan kehidupan baginya. Sikap jujur

29Margaret Smith, Mistisisme Islam dan Kristen Sejarah Awal dan Pertumbuhannya, Terj. Amroeni Dradjat, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h.218-219.

30Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja dalam Perspektif Tasawuf, (Bandung: Pustaka Nusantara Publishing, 2003), h. 96.

31Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin, Syarah Adab & Manfaat Me-nuntut Ilmu, (Jakarta: Pustaka Imam Syafii, 2007), h. 200.

32Al-Qur’an dan Terjemahnya disertai Tema Penjelas Kandungan Ayat, h. 206.

Page 91: Sufisme Lokal di Jawa

91

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

sangat diperlukan dalam ajaran tasawuf karena seseorang tidak dapat berdekatan dengan Allah SWT kecuali dengan sikap jujur dan bersih.33 Shiddiq yang paling tinggi adalah shiddiq dalam berbagai sifat sufistik, seperti bersifa raja’ (optimistik), khauf (khawatir, misalnya amalnya tidak diterima oleh Allah SWT), zuhud (sederhana, tidak hidup boros), ridha dan tawakkal.34

Diantara praktek spiritual yang diadopsi oleh Tarekat Qodiriyah adalah zikir. Zikir secara etimologi berasal dari kata dzakara, artinya mengingat, memperhatikan, mengenang, mengambil pelajaran, mengenal, ingatan. Zikir mengandung arti pengingatan kepada Allah SWT. Adapun dalam bahasa Arab, pengingatan kepada Allah SWT diistilahkan dengan zikrullah. Zikir dengan pengertian khusus adalah latihan rohani untuk ingat kepada Allah SWT yang dilakukan dengan membaca kalimat tauhid La ila ha illallah atau lafad al-jalalah (Allah) atau nama­nama yang disebut dalam asma’ al-khusna. Kata ingat disini dapat diartikan dengan hadirnya Allah SWT dalam hati dan menghadirkan Allah dalam hati, sehingga keberadaan Allah SWT itu disadari sebenar­benarnya oleh orang yang ber­zikir dan mempengaruhi segala perbuatannya.35

Dalam pelaksanaanya terdapat berbagai tingkatan penekanan dan intensitas. Ada zikir yang terdiri dari satu, dua, tiga dan empat. Zikir dengan satu gerakan dilaksanakan dengan mengulang­ulang asma Allah melalui tarikan nafas panjang yang kuat, seakan dihela dari tempat yang tinggi, diikuti dengan penekanan dari jantung dan tenggorokan, kemudian dihentikan sehingga nafas kembali normal.

Hal ini harus dilakukan secara konsisten untuk waktu

33Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat, h. 43.34Sudirman Tebba, Hidup Bahagia Cara Sufi, (Jakarta: Pustaka IrVan, 2004),

h. 128.35Moh Toriqqudin, Sekularitas Tasawuf Membumikan Tasawuf dalam Dunia

Modern, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 156.

Page 92: Sufisme Lokal di Jawa

92

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

yang lama. Zikir dengan dua gerakan dilakukan dengan duduk dalam posisi sholat, kemudian melantunkan asma Allah di dada sebelah kanan, lalu di jantung dan kesemuanya dilakukan berulang­ulang dengan intensitas tinggi. Hal ini dianggap efektif untuk meningkatkan konsentrasi dan menghilangkan rasa gelisah dan pikiran yang kacau. Zikir dengan tiga gerakan dilakukan dengan duduk bersila dan mengucapkan pembacaan asma Allah di bagian dada sebelah kanan, kemudian dada sebelah kiri dan akhirnya jantung.

Kesemuanya ini dilakukan dengan intensitas yang lebih tinggi dan pengulangan lebih sering. Zikir dengan empat gerakan dilakukan dengan duduk bersila, dengan mengucap asma Allah berulang-ulang di dada sebelah kanan, kemudian di sebelah kiri, lalu ditarik kearah jantung dan terakhir dibaca di depan dada. Cara terakhir ini diharapkan dapat dilakukan lebih kuat dan lebih lama. Praktik zikir ini dapat dilakukan bersama-sama, dibaca dengan suara keras atau pelan, sambil duduk membentuk lingkaran setelah sholat, pada waktu subuh maupun malam hari. Jika seorang pengikut sanggup melantunkan asma Allah empat ribu kali setiap harinya, tanpa putus selama dua bulan, dapat diharapkan bahwa dirinya telah memiliki kualifikasi untuk meraup pengalaman spiritual tertentu.36

Menurut Ibn ‘Athaillah di Hikam ke­256 Bab XXV bahwa Allah telah memuliakan manusia dengan tiga kemuliaan. Pertama, kemuliaan berzikir kepada­Nya, yang bila bukan karena anugrah­Nya maka tidak akan berzikir kepada­Nya. Kedua, kemulian dijadikan terkenal, karena Allah me-nisbatkan zikir itu kepadanya. Ketiga, kemuliaan disebut-sebut disisi-Nya sehingga sempurnalah nikmat-Nya untuk-nya. Dalam konteks inilah Ibn Athaillah mempertegas bah wa kalau tidak ada warid, maka tidak akan ada wird.

36Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat, h. 44.

Page 93: Sufisme Lokal di Jawa

93

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Oleh karena itu, Ibn Athaillah mengharapkan supaya tidak meremehkan terhadap orang­orang yang telah ditetapkan Allah untuk senantiasas mampu berwirid, meski orang yang telah lama berwirid itu belum terlihat mendapatkan pertolongan atau belum terlihat tanda­tanda kearifannya dan keindahan cintanya kepada­Nya (Bab VII Hikmah ke­67).37

Adapun seseorang yang akan memasuki tarekat Qadiriyah, di samping perlu persiapan pembersihan diri sejak awal, setidaknya dia harus menempuh dua fase, yaitu;

Fase pertama, diawali dan diakhiri dalam satu pertemuan. Jika dikerjakan dengan sungguh-sungguh, memakan waktu tidak lebih dari setengah jam. Fase ini memiliki beberapa tahapan, antara lain;1. Pertemuan pertama antara murid dan syaikh. Dalam hal

ini dilakukan beberapa keharusan, seperti perjanjian, taubat, permohonan ampun kepada Allah SWT, taat dan zikir.

2. Wasiat, berupa pesan­pesan syaikh kepada sang murid untuk diamalkan. Pesan-pesan tersebut antara lain me-nanggung derita, pemaaf, tidak menyakiti saudara, ber sungguh­sungguh menghekang hawa nafsu, meng­hindari kedengkian, iri hati, dusta dan perbuatan-per-buatan keji lainnya. Memelihara wudhu, istigfar dan mengucapkan sholawat Nabi.

3. Baiat, yang berarti sang murid diterima memesuki ajaran tarekat. Pada saat ini syaikh mengatakan; “Aku telah menerimamu sebagai murid, aku telah membaiatmu atas penerimaan ini.”

4. Doa dari syaikh yang dibacakan di hadapan sang murid. 5. Segelas minuman untuk sang murid oleh syaikh dengan

dibacakan penggalan ayat Al­ Qur’an.

37Dimyati Sajari, Mengenal Allah (Paham Ma’rifat Ibn Athaillah dalam Al-Hikam), (Bandung: Fajar Media, 2012), h. 94-95.

Page 94: Sufisme Lokal di Jawa

94

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Fase kedua, sang murid memasuki tahapan perjalanan nenuju Allah SWT dengan bantuan syaikh untuk mem-bimbingnya dan menyertainya selama perjalanan. Fase ini dapat memakan waktu bertahun­tahun. Hal itu akan berakhir ketika sang murid telah nyata-nyata mandiri dari bantuan gurunya, ia akan dianugrahi “ijazah” sebagai bukti keluhuran jiwanya. Pada saat itulah ia diakui dan sah menjadi bagian dari para syaikh.38

Adapun, pendiri tarekat Naqsyabandiyah adalah seorang pemuka tasawuf terkenal yakni, Muhammad bin Muhammad Baha’ al­Din al­Uwaisi al­Bukhori Naqsyabandi (717 h/1318 M­791 H/1389), dilahirkan disebuah Desa Qashrun Arifah, kurang lebih 4 mil dari Bukhara tempat lahir Imam Bukhari. Setelah ia lahir dibawa oleh ayahnya kepada Baba al­Samasi. Ia belajar tasawuf kepada Baba al­Samasi ketika berusia 18 tahun. Kemudian ia belajar ilmu tarekat pada seorang quthub di Nasaf, yaitu Amir Sayyid Kulal al­Bukhari (wafat 772/1371). Kulal adalah seorang khalifah Muhammad Baba al­Samasi. Dari Kulal inilah ia pertama belajar tarekat didirikannya. Selain itu, Ia pernah belajar kepada al-Dikkirani selama sekitar satu tahun. Ia pernah belajar untuk Khalil penguasa Samarkand, selama dua belas tahun. Ketika sang penguasa digulingkan pada tahun 748/1347 M, ia pergi Ziwartun.39

Adapun silsilah Guru­guru Syaikh Baha’udin Naq­syaband adalah sebagai berikut40:

Allah SWT

Malaikat Jibril AS

38Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat, h. 47-48.39Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat, h. 89-90.40Martin Van Bruinesses, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia ed. Revisi,

(Bandung: Mizan, 1996), h. 50.

Page 95: Sufisme Lokal di Jawa

95

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Nabi Muhammad SAW

Abu Bakar as­Shiddiq

Salman al-Farisi

Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakar Al­Shiddiq

Ja’far al­Shadiq (w. 148/765)

Abu Yazid Thaifur al­Bisthami ( w. 260/874)

Abul Hasan Al­Kharaqani (w.425/1034)

Abu ‘Ali al­Farmadzi (w. 477/1084)

Abu Ya’kub Yusuf al­Hamdani (w. 535/1140)

‘Abd al­Khaliq al­Gujdawani (w. 617/1220)

‘Arif al­Rigwari (w. 657/1259)

Mahmud Anjir Faghnawi (w. 643/1245 atau 670/1272)

‘Azizan ‘Ali al­Ramitani (w. 705/1306 atau 721/1321)

Muhammad Baba al­Samasi (w. 740/1340 atau 755/1354)

Page 96: Sufisme Lokal di Jawa

96

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Amir Sayyid Kulal al­Bukhari (w. 772/1371)

Muhammad Baha’ al­Din Naqsaband (717­791 /1381­1389)

Ja’far al­Shadiq kemudian Abu Yazid Bisthtami hidup di Khuziztan (Iran). Adapun Abu Yazid dan Abul Hasan berasal dari daerah yang sama dan menganut gaya tasawuf yang sama. Abul Hasan menganggap bahwa dirinya sebagai pewaris spiritual dari Abu Yazid, dan Naqsyanbandi yang belakangan percaya bahwa ia menerima pelajaran secara barzakhi dari pendahulunya. Abu ‘Ali al­Farmadzi juga merupakan guru dari Ahmad al­Ghazali (saudara dari Abu Hamid). Murid yang lain, Yusuf al­Hamadani (Iran Barat) adalah seorang sufi yang sangat berpengaruh dan namanya tercantum dalam tarekat lainnya, yaitu; ‘Abd Al­Khaliq, yang lain Ahmad Yesevi, cikal bakal tarekat Yeseviyah dan Bektasyiyah di Turki. ‘Abd al­Khaliq al­Ghujdawani dianggap sebagai pendiri pertama Naqsyaband. Dialah yang merumuskan delapan asas latihan spiritual paling mendasar, yaiutu; husy dar dam, nazar bar qadam, safar dar watan, khalwat dar anjuman, yad kard, baz gasyt, nigah dasyt dan yad dasyt.

Tarekat Naqsyabandiyah berkembang di lingkungan berbahasa Parsi dan delapan asas ditulis dalam bahasa Parsi. ‘Abd Al­Khaliq dan guru­guru berikutnya tinggal dan mengajar di Asia Tenggara, secara kolektif terkenal dengan sebutan Khwajagan (diucapkan: Khajagan), para tuan guru. Kadang­kadang Yusuf al­Hamadani pun termasuk diantara Khwajagan. Pada masa Khwajangan inilah Naqsyabandiyah memperoleh bentuk yang jelas sebagai sebuah tarekat.

Page 97: Sufisme Lokal di Jawa

97

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Proses ini dianggap selesai dengan kegiatan­kegiatan yang dilakukan Baha’ al­Din Naqsyaband.

Syaikh Baha’ al­Din mempunyai tiga khalifah yang utama, yaitu Ya’kub Carkhi, ‘Ala’ al­Din ‘Aththar dan Muhammad Parsa. Khalifah ini mempunyai seorang atau beberapa orang khalifah lagi. Guru yang paling menonjol dari angkatan berikutnya adalah ‘Ubaidillah Ahrar dari khalifah Ya’kub Carkhi yang telah menetapkan sebuah pola yang belakang hari diulangi oleh syaikh­syaikh Naqsyabandi; menjalin hubungan akrab dengan istana, dalam hal ini Pangeran Sa’id, penguasa Dinasti Timurid di Herat (Afghanistan). Tokoh yang sezaman dengan khawajah Ahrar, Sa’ad al­Din Kasyghari memberikan sumbangan dalam penyebaran tarekat secara geografis. Sa’ad al­Din Kasyghari menetap di Herat ibu kota kekaisaran Timurit (sekarang kota besar Afghanistan) dan membaiat antara lain penyair dan ulama besar ‘Abd al­Rahman Jami. Melalui Jami tarekat ini sangat populer di lingkungan istana dan menyebar terus ke Selatan.41

Ciri menonjol tarekat Naqsyabandiyah adalah Pertama, diikutinya syariat secara ketat, keseriusan dalam beribadah yang menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, dan lebih menyukai dzikir dalam hati. Kedua, upaya yang serius dalam memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta mendekatkan negara pada agama.42 Adapun ajaran dasar atau asas-asas sebagai acuan dan pegangan se-bagai acuan dan pegangan bagi pengikutnya adalah sebagai berikut:1. Hus dar dam, “sadar sewaktu bernafas”. Suatu latihan kon­

sentrasi; seseorang harus menjaga diri dari kekhilafan dan kealpaan ketika keluar masuk nafas, supaya hati se­lalu merasakan kehadiran Allah SWT.

41Martin, Tarekat Naqsandiyah, h. 51-54.42Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat, h. 91.

Page 98: Sufisme Lokal di Jawa

98

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

2. Nazhar bar qadam, “menjaga langkah”. Seorang murid yang sedang menjalani khalwat suluk, bila berjalan harus menundukkan kepala, melihat arah kaki. Bila duduk, tidak memandang ke kiri atau ke kanan.

3. Safar dar wathan, “melakukan perjalanannya di tanah ke-lahirannya”, yakni melakukan perjalanan batin dengan meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya se bagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai mahluk yang mulia.

4. Khalwat dar anjuman “sepi ditengah keramaian”. Terdiri dari dua bagian yaitu: khalwat lahir, yaitu orang yang bersuluk mengasingkan diri kesebuah tempat tersisih dari masyarakat ramai. Sedangkan khalwat batin, yakni mata hati menyaksikan rahasia kebesaran Allah dalam pergaulan sesama makhluk.

5. Yad krad, “ingat atau menyebut. Ialah berzikir terus me­nerus mengingat Allah, baik zikir ism al-dzat (menyebut Allah) maupun zikir nafi isbath (menyebut La Ilaha illa Allah)

6. Baz Gast, “kembali”, “memperbarui”. Hal ini dilakukan untuk mengendalikan hati agar tidak condong kepada hal­hal yang menyimpang (melantur). Sesudah meng­hela (melepaskan) nafas, orang yang berzikir itu kembali munajat dengan mengucapkan kalimat yang mulia ilahi anta maqsudi wa ridha mathlubi (Ya Tuhanku, Engkaulah tempatku memohon dan keridhaan­Mu­lah yang ku­harapkan).

7. Nigah Dasyt, “waspada”. Ialah setiap murid harus men­jaga hati, pikiran dan perasaan dari sesuatu walau sekejab ketika melakukan zikir tauhid.

8. Yad Dasyt, “mengingat kembali”. Adalah tawajjuh (meng-hadapkan diri) kepada nur dzat Allah Yang Maha Esa, tanpa berkata-kata.43

43Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat, h. 103-105.

Page 99: Sufisme Lokal di Jawa

99

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Delapan asas diatas merupakan asas­asas dari ‘Abd al­Khaliq. Adapun asas­asas tambahan dari Syaikh Baha’ al­Din adalah sebagai berikut:1. Wukuf-i zamani, “memeriksa penggunaan waktu se-

seorang”. Mengamati secara teratur bagaimana seseorang menghabiskan waktunya. (Al-Kurdi menyarankan agar ini dikerjakan setiap dua atau tiga jam). Jika seseorang secara terus­menerus sadar dan tenggelang dalam zikir dan melakukan perbuatan terpuji, hendaklah berte ri-ma kasih kepada Allah SWT, jika seseorang tidak ada perhatian atau lupa melakukan perbuatan dosa, hen­daklah ia meminta ampun kepada-Nya.

2. Wukuf-i ‘adadi: “memeriksa hitungan zikir seseorang”. Dengan hati­hati beberapa kali seseorang mengulangi kalimat zikir (tanpa pikirannya menggembara ke mana­mana). Zikir itu diucapkan dalam jumlah bilangan ganjil.

3. Wuquf-i qalbi: “menjaga hati tetap terkontrol”. Dengan membayangkan hati seseorang (yang didalamnya secara batin zikir ditempatkan) berada di hadirat Allah SWT, maka hati itu tidak sadar akan yang lain kecuali Allah SWT dan dengan demikian perhatian seseorang secara sempurna selaras dengan zikir dan maknanya.44

Selain asas-asas diatas, dalam tarekat Naqsyandiyah juga terdapat ritual dan teknik antara lain: zikir dan wirid, muraqabah, rabithah mursyid (rabithah bi al-syaikh) dan rabithah al-qabr, khatm-i khwajagan, tawajjuh, Baiat ijazah khalifah serta khalwat atau suluk.

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah adalah gabungan ajaran dua tarekat yaitu, Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. Pendirinya, Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Tarekat ini merupakan sarana yang sangat penting bagi penyebaran agama Islam di Indonesia dan Malaya dari pusatnya di Mekkah antara pertengahan abad ke­19 sampai dengan

44Martin, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 78.

Page 100: Sufisme Lokal di Jawa

100

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

perempat pertama abad ke­18.45 Syaikh Ahmad Khatib Sambas lahir di Sambas, Kalimantan Barat (Borneo) tahun 1217 H/1876M (w.1289 H/1872 M). Setelah menyelesaikan pendidikan agama tingkat dasar di kota asalnya lalu pergi ke Mekkah pada umur sembilan belas tahun untuk melanjutkan studi dan menetap disana selama seperempat kedua abad ke­19.46

Tarekat ini menjadi sarana dalam penyebaran Islam di seluruh Indonesia dan dunia Melayu di paruh kedua abad ke sembilan belas. Kunci dari penyebaran ini adalah karya Syaikh Sambas, Fath al-Arifin, yang menjadi salah satu karya yang populer dan yang paling utama untuk praktik sufi di dunia Melayu.47 Fath al-Arifin ditulis oleh kedua muridnya berdasarkan ajaran-ajarannya dalam risalah pendek berba-hasa Melayu yang menjelaskan tentang tarekat ini. Kitab ini menguraikan tentang baiat, zikir dan tehnik­tehnik serta peribadatan lain baik dari tarekat Qadiriyah maupun tarekat Naqsyabandiyah; yang terakhir dengan silsilah Syaikh Ahmad Khatib. Silsilah tersebut dimulai dari dengan Allah dan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad. Adapun geneologi keilmuan Syaikh Ahmad Khatib Sambas adalah sebagai berikut:48

Allah SWT

Malaikat Jibril AS

Nabi Muhammad SAW

45Hartono Ahmad Jaiz, Tarekat Tasawuf Tahlilah & Maulidan, (Sukoharjo: WIP, 2015), h. 25.

46Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), h. 175.

47Sri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah dengan Referensi Utama Suryalaya, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), h. 39.

48Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 90-91.

Page 101: Sufisme Lokal di Jawa

101

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Sayyidina Ali ra

Sayyidina Husain ra

Sayyidina Zaenal Abidin ra

Sayyidina Muhammad Baqir ra

Sayyidina Imam Musa al­Khazim

Syaikh Abul­Hasan ‘Ali ibn Musa Al­Rid

Syaikh Ma’ruf Al­Karkhi

Syaikh Sari al-Saqati

Syaikh Abul Qasim Junaid al­Baghdadi

Syaikh Abu Bakr Al­Syibli

Syaikh ‘Abd Al­Wahid Al­Tamimi

Syaikh ‘Abd Al­Faraj Al­Tartusi

Syaikh Abu Hasan ‘Ali Hakkari

Syaikh Abu Sa’id Makhzumi

Syaikh ‘Abd Qadir Al­Jailani

Syaikh ‘Abd Al­Aziz

Page 102: Sufisme Lokal di Jawa

102

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Syaikh Muhammad Al­Hattak

Syaikh Syam Al-Din

Syaikh Syarif Al­Din

Syaikh Nur Al-Din

Syaikh Wali Al-Din

Syaikh Yahya

Syaikh Abu Bakr

Syaikh ‘Abd Al­Rahim

Syaikh ‘Utsman

Syaikh ‘Utsman

Syaikh ‘Abd al­Falak

Syaikh Muhammad Murad

Syaikh Syam Al-Din

Syaikh Ahmad Khatib al-Sambasi

Dalam sumber lain, disebutkan guru-guru Syaikh Ahmad Khatib Sambas diantaranya adalah:n Syaikh Daud ibn ‘Abd Idris al­Fatani (w +1843), beliau

pernah tinggal di Makkah

Page 103: Sufisme Lokal di Jawa

103

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

n Syaikh Syamsudin, sufi dari tarekat Sammaniyah ke Banjarmasin.

n Syaikh Muhmmad Arsyad al­Banjari (w.1812)n Syaikh ‘Abd al­Shamad al­Palimbanyn Syaikh Muhammad Shalih Rays, pemberi fatwa dari

mazhab Syafi’in Syaikh Umar ibn ‘Abd al­Karim ibn ‘Abd al­Rasul al­

’Attar, madzhab Syafi’i (1249/1833/4)n Syaikh ‘Abd al­Hafiz ‘Ajami (w. 1235/1819/20)n Syaikh Bisyri al­Jabarti, pemberi fatwa madzhab Malikin Sayyid Ahmad al­Marzuqi, Madzhab Malikin Sayyid ‘Abd Allah ibn Muhammad al­Mirghani

(w.1273/1856­7)n Usman ibn Hasan al­Dimyati (w. 1849)49

Pimpinan guru tarekat bagi masyarakat Jawa adalah Syaikh Khatib Sambas. Ia menulis buku Fath al-’Arifin (kemenangan orang­orang makrifat) yang menjadi literatur paling populer dan signifikan tentang praktik sufi di Melayu. Tarekat jenis ini merupakan kiblat yang sebenarnya bagi pesantren-pesantren besar dimana biasanya diadakan pada hari-hari dan bulan-bulan tertentu, yang berbeda dari kelompok­kelompok biasa.50

Syaikh Sambas mengikuti prosedur dari afirmasi dan negasi yaitu tidak ada Tuhan kecuali Allah SWT (zikir al-nafy wa al-itsbat), seperti dipraktekkan oleh tarekat Qadiriyah. Dia memperkenalkan perubahan sedikit dari praktek normal Qadiriyah. Sebagai tambahan, ia mengadopsi konsep latha’if Naqsyabandiyah. Pengaruh lain dari Naqsyabandiyah adalah praktik visualisasi (rabithoh), sebelum dan ketika zikir dilakukan. Zikir Naqsyabandiyah pada umumnya dipraktekkan dengan diam, sedangkan zikir Qadiriyah pada umumnya diucapkan dengan suara keras dan Syaikh

49Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara, h. 117.50Abdurrohman Mas’ud, Dari Haramain ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek

Pesanten, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 101-102.

Page 104: Sufisme Lokal di Jawa

104

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Sambas mengajarkan kedua jenis zikir tersebut.51 Salah satu murid Syaikh Ahmad Khatib Sambas adalah

Syaikh Nawawi. Syaikh Nawawi Banten lahir pada tahun 1230 H/1815M di Desa Tanara, Banten. Pada tahun 1830­1860, Syaikh Nawawi belajar di bawah bimbingan salah satu ulama terkenal, Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Namun Syaikh Nawawi tidak mengikuti Syaikh Khatib Sambas memimpin organisasi tarekat, namun ia tidak melepaskan ikatan intelektual dan spiritualnya dengan Syaikh Khatib Sambas.52

Di Kalimantan Barat, tarekat ini disebarkan oleh kedua muridnya yaitu Syaikh Nuruddin (dari Filipina) dan Syaikh Sa’ad (Sambas) namun tidak mengalami kemajuan dikarenakan tidak melalui semacam lembaga pendidikan formal. Adapun di Jawa disebarkan oleh Syaikh Abdul Karim Banten, murid kesayangan Syaikh Ahmad Khatib.53 Dua khalifah lain yang berpengaruh adalah Syaikh Tolhah di Cirebon dan Kiai Ahmad Hasbullah bin Muhammad (orang Madura yang menetap di Makkah). Semua cabang Qadiriyah dan Naqsyabandiyah yang tergolong penting dimasa kini mempunyai hubungan keguruan dengan seorang atau beberapa dari khalifah ini. Disamping mereka ada beberapa khalifah; Muhammad Ismail ibn ‘Abd Al­Rahim dari Bali yang juga mengajar di Makkah, Syaikh Yasin dari Kedah (Malaya) yang belakangan menetap di Mempawah, Kalimantan Barat dan menyebarkan tarekat ini disana. Selain itu, tarekat ini disebarkan di Lampung oleh Syaikh Haji Ahmad Lampung dan penyebaran di Palembang oleh Muhammad Ma’ruf ibn ‘Abdallah Khatib, bukan seorang khalifah namun bisa dipastikan sebagai

51Sri Mulyati, Peran Edukasi, h. 39-40.52Zamarkhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren, h. 132-234.53Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, (Jakarta:

Amzah, 2005), h. 181-182.

Page 105: Sufisme Lokal di Jawa

105

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

murid yang sangat dekat.54 Syaikh Ahmad Khatib Sambas memiliki tiga khalifah

utama yang meneruskan ajaran tarekatnya itu, Syaikh Abdul Karim Banten yang berkedudukan di Makkah, Syaikh Tholhah Kalisapu Cirebon (w.1935) dan Syaikh Ahmad Hasbullah Madura.55

Syaikh Abdul Karim lahir pada tahun 1840 di Desa Lampuyang, Tanara Banten, Jawa Barat. Ia pergi ke Mekkah pada usia muda, belajar dan mengabdi di rumah Syaikh Sambas. Setelah beberapa tahun menerima ijazah tarekat dari gurunya dan mencapai reputasi sebagai ulama tasawuf. Tugas pertamanya adalah menjadi pelayan seorang guru tarekat di Singapura, sebuah posisi yang dijalankan beberapa tahun. Pada tahun 1872, pulang ke kampung halaman dan menetap sekitar 3 tahun. Kemudian 1876 pergi ke Mekkah untuk melaksanakan tugas sebagai pengganti Syaikh Sambas. Syaikh Abdul Karim di kenal sebagai Kiai Agung.56

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Banten mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga jaringan koordinasi dan komunikasi sepanjang abad ke sembilan belas dan mencapai puncaknya pada pemberontakan petani pada tahun 1888. Banten telah memegang peran penting dalam pengembangan tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah secara keseluruhan.57

Di bawah pengaruh Syaikh Abdul Karim, tarekat ini sangat terkenal di Banten, khususnya diantara masyarakat miskin di desa­desa. Ini mendorong tarekat untuk berperan

54Martin, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 91-92.55A. Ginajar Sya’ban, Ditemukan! Kitab Karya Syaikh Abdul Karim al Bantani

dan Syaikh Ibrahim Brumbung Demak tentang TQN, Diakses pada tanggal 04 Januari 2109 dari https://jaringansantri.com/ditemukan-kitab-karya-syaikh-abdul-karim-al-jawi-makki-banten-dan-syaikh-ibrahim-brumbung-demak-tentang-tarekat-qadiriyah-naqsyabandiyah/ pada pukul 06.00 wib.

56Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara, h. 181.57Sri Mulyati, Peran Edukasi, h. 49-50.

Page 106: Sufisme Lokal di Jawa

106

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

sebagai jaringan komunikasi ketika apa yang dikatakan sebagai pemberontakan petani paling besar meletus di Banten Barat Laut pada tahun 1888. Syaikh Abdul Karim sendiri, yang telah tinggal di Makkah sejak 1876, tidak ada sangkutan apa­apa dengan pemberontakan ini, tetapi salah seorang diantara murid­muridnya yang berwatak keras, Haji Marzuki (Marzuqi), yang telah diangkatnya sebagai khalifah, dicurigai oleh Belanda sebagai salah seorang penghasut dibalik pemberontakan tersebut. Di Banten, hkalifah Syaikh Abdul Karim yang utama adalah Kiai Asnawi Caringin (w. 1937).

Dalam konsteks pemberontakan 1888 beberapa nama lain yang disebut adalah Kiai Arsyad Thowil, Kiai Arsyad Qadir dan Syaikh Marzuqi, namun tidak jelas apakah mereka betul­betul khalifah atau hanya badal saja, yang boleh memimpin zikir tetapi tidak boleh membaiat murid baru. Dan setelah pemberontakan mereka dibuang ke Indonesia bagian timur oleh pemerintah Hindia Belanda. Kiai Asnawi lebih muda dari kiai-kiai yang disebutkan tadi. Ia pulang dari Makkah menjelang penghujung abad ke 19 dan kelak dalam dasawarsa-dasawarsa berikutnya menjadi ulama yang paling berpengaruh di Banten.58

Adapun khalifah utama dari Syaikh Abdul Karim al­Banten di kota Banten adalah Kiai Asnawi dari Caringin. Keturunannya, Kazim melanjutkan mengajar doktrin TQN di Menes yang kemudian Kazim digantikan putranya, Ahmad. Kiai Asnawi juga menetapkan khalifah­kalifah lain di Cilegon, Abd al­Latif ibn Ali (Pesantren Cibeber). Kemudian Kiai Muhaimi sebagai mursyid di Cebeber. Adapun Ki Armin dari Cibuntu sebagai Syaikh Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Banten yang meninggal pada tahun 1988. Ki Armin adalah keponakan dari Kiai Asnawi Caringin yang melalui beliau ia mempelajari tarekat untuk

58Martin, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 92-93.

Page 107: Sufisme Lokal di Jawa

107

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

pertama kali sekaligus mengklaim pernah belajar dibawah bimbingan Syaikh di Bagdad dan Mekkah.

Dalam sumber lain, disebutkan bahwa setelah Syaikh Abdul Karim wafat, Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah berkembang pesat diberbagai daerah di bawah kepemimpinan pada khalifah sesudah generasi sesudahnya, yaitu: 1. Kiai Abbdurrahim Bali2. Kiai Tholhah Kalisapu Cirebon3. KH Falak Pagentongan Bogor4. Kiai Hasbullah bin Muhammad Madura 5. Kiai Ibrahim Mranggen.59

Dari kelima khalifah dari Syaikh Abdul Karim inilah perkembangan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah sampai saat ini masih bisa ditemui di beberapa daerah di Indonesia. Selain di Indonesia, tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah juga diakui eksitensinya dalam dunia muslim di dunia.

Perkembangan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Jawa

Pondok Pesantren dan Tarekat adalah lembaga yang sangat penting dalam pembentukan suatu jaringan yang kuat, dari ujung sampai ujung lainnya Pulau Jawa, yang merupakan kekuatan kaum muslim di Jawa.60 Ciri kepribadian pondok pesantren adalah jiwanya, yaitu ruh yang mendasari dan meresapi seluruh kegiatan yang dilakukan oleh segenap anggota keluarga. Ruh tersebut dirumuskan oleh KH Imam Zarkasyi dengan “Panca­Jiwa”, yaitu:1. Keikhlasan2. Kesederhanaan3. Persaudaraan

59Zainul Mulal Bizawie, Masterpiece Islam Nusantara Sanad dan Jejaring Ulama-Santri (1830-1945), h. 32.

60Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya Bagian II Jaringan Asia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta), h. 129.

Page 108: Sufisme Lokal di Jawa

108

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

4. Menolong diri sendiri5. Kebebasan

Pondok pesantren sebagai lembaga tafaqquh fiddin, mempunyai fungsi pemeliharaan, pengembangan, penyiar­an dan pelestarian Islam.61

Sedangkan tarekat mampu menyerap pengikut da ri bermacam-macam tingkatan kesadaran Islamnya, meru pa-kan ujung panah yang sangat efektif bagi penyebaran Islam di Jawa. Adapun alasan tarekat mudah diterima diantaranya karena:

Pertama, tekanan tarekat pada amalan-malan praktis dan etis yang cukup menarik perhatian bagi kebanyakan anggota masyarakat. Penyebaran Islam tidak melalui ajaran­ajaran keagamaan secara teoritis, melainkan melalui contoh­contoh perbuatan dari para guru tarekat. Kedua, pertemuan secara teratur antara sesama anggota tarekat sehingga dapat memenuhi kebutuhan sosial mereka. Ketiga, organisasi­organisasi di Jawa mengajak partisipasi kaum wanita secara penuh. Sebagaimana tarekat di Pesantren Tegalsari, lebih besar dari kaum prianya.62

Salah satu tarekat terbesar di Indonesia saat ini adalah tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah, yang diprakarsai oleh Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Syaikh Ahmad Khatib Sambas mempunyai murid dari beberapa daerah dan beberapa khalifah di kawasan Nusantara. Di antara khalifah­khalifahnya yang terkenal kemudian menurunkan ke murid­muridnya sampai sekarang adalah: Syaikh Abdul Karim al­Bantani, Syaikh Ahmad Tolhah al­Cireboni dan Syaikh Ahmad Hasybu al­Maduri. Setelah Syaikh Ahmad Khatib Sambas wafat maka kepemimpinan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Makkah (pusat) dipegang oleh Syaikh

61M Dawam Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta, LP3ES, 1974), h. 83.

62Zamarkhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Study Pandangan Hidup Kyai dan Visinya mengenai Masa Depan Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2011), h. 223-224.

Page 109: Sufisme Lokal di Jawa

109

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Abd Karim al­Bantani.63

Setelah Syaikh Abdul Karim wafat, Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah berkembang pesat di berbagai daerah di bawah kepemimpinan para khalifah sesudah generasi sesudahnya, yaitu: Kiai Abbdurrahim Bali, Kiai Tholhah Kalisapu Cirebon, KH Falak Pagentongan Bogor, Kiai Hasbullah bin Muhammad Madura dan Kiai Ibrahim Mranggen.64

1. Kalisapu, Cirebon, Jawa BaratTarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Kalisapu, Cirebon

dikembangkan oleh Kiai Tholhah, yang masih khalifah langsung dari Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Khalifah dari khalifah Kiai Tholhah yang paling penting adalah ‘Abdullah Mubarok atau dikenal sebagai Abah Sepuh. ‘Abdullah Mubarok melakukan baiat ulang dengan ‘Abd al­Karim Banten di Mekkah dan pada tahun 1905 mendirikan Pesantren Suryalaya di Pagerageung (dekat Tasikmalaya). Di bawah pimpinan putranya dan penerusnya, Abah Anom (K.H.A Shohibul Wafa Tadjul Arifin), pesantren ini menjadi terkenal secara nasional karena pengobatan yang dilakukan Abah Anom terhadap para korban narkotik, penderita gangguan kejiwaan serta macam-macam penyakit lainnya dengan mengamalkan zikir tarekatnya.65

2. Blumbung, Demak, Jawa TengahSyaikh Ibrahim Brumbung (lahir 1839 M) berasal dari

Terboyo, Semarang. Beliau adalah putra dari Sayyid Muhammad/Raden Yuda Negara atau yang dikenal dengan Sunan Terboyo. Ketika muda, Syaikh Ibrahim belajar di beberapa pesantren tua di Jawa Timur, seperti Pesantren Cempaka (Nganjuk) dan Pesantren Langitan (Tuban).

63Sururin, Perempuan dalam Dunia Tarekat, h. 83.64Zainul Milal Bizawie, Masterpiece Islam Nusantara, h. 32.65Martin, Tarekat Naqsabandiyah, h. 95.

Page 110: Sufisme Lokal di Jawa

110

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Syaikh Ibrahim lalu pergi ke Makkah untuk belajar dan bermujawarah di kota suci itu. Di antara guru utama beliau di Makkah adalah Syaikh Abdul Karim Banten. Itulah mengapa di kemudian hari, Syaikh Ibrahim Brumbung memiliki kedekatan dengan KH. Tubagus Falak Pagentongan Bogor, karena keduanya adalah murid terdekat Syaikh Abdul Karim Banten semasa di Makkah. Sepulangnya ke Nusantara, Syaikh Ibrahim kemudian menetap di Brumbung, Mranggen, Demak dan mendirikan Pesantren Al­Ibrahimiyyah sekaligus menjadi penyebar TQN. Beliau sezaman dengan Syaikh Soleh Darat Semarang (w. 1903). Dua orang putranya, yaitu KH. Ihsan dan KH. Thoyyib meneruskan perjuangan sang ayah sekaligus menurunkan silsilah TQN. Salah satu cucu beliau yang masih hidup saat ini adalah KH. Abdul Wahhab Mahfuzi yang juga mengasuh Pesantren Al Syarifah di Brumbung.66

Syaikh Ibrahim Brumbung juga menurunkan banyak murid yang kelak menjadi ulama besar. Diantaranya adalah KH. Asy’ari Kendal (yang juga menantu beliau) dan KH. Abdurrahman Mranggen (pendiri Pesantren al­Futuhiyyah Mranggen, Demak, w. 1941), juga putranya, KH. Muslih Abdurrahman Mranggen (w. 1981), yang sekaligus menjadi khalifah Syaikh Ibrahim Brumbung. Hingga saat ini, Pesantren Al Futuhiyyah Mranggen Demak terkenal sebagai salah satu pusat persebaran ajaran TQN di Jawa Tengah yang mana sanadnya mengambil dari jalur Syaikh Ibrahim Brumbung. KH. Muslih Abdurrahman Mranggen, penulis kitab “al­Futuhât al­Rabbiyyah fî al­Tharîqah al­Qâdiriyyah wa al­Naqsyabandiyyah”.67

66Ginajar Sya’ban, Ditemukan! Kitab Karya Syaikh Abdul Karim al Bantani dan Syaikh Ibrahim Brumbung Demak tentang TQN.

67A. Ginajar Sya’ban, Inilah Kitab TQN Karya Syaikh Abdul Karim Bantan dan Syaikh Ibrahim Brumbung, Diakses pada tanggal 14 Maret 2019 dari https://jatman.or.id/inilah-kitab-tqn-karya-syaikh-abdul-karim-banten-dan-syaikh-ibrahim-blumbung/pada pukul 05.59 wib.

Page 111: Sufisme Lokal di Jawa

111

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

3. Mranggen, Demak, Jawa TengahKiai Muslih Ibn ‘Abd al­Rahman al­Maraqi lahir pada

tahun 1872 yang merupakan keturunan Sunan Kalijaga. Beliau belajar agama dari Orang tua, Kiai ‘Abd Rohman. Ia di baiat TQN oleh Kiai Haji Ibrahim Blumbung di Pondok Pesantren Blumbung. Ia juga mondok di Pondok Pesantren Tayem sesuai petunjuk Kiai Soleh Darat Semarang. Selain itu, pernah belajar di Pondok Pesantren Tremas (Pacitan) kemudian ke Sarang (Rembang) selama 3 tahun. Kiai Muslih juga aktif berpartisipasi dalam halaqah mingguan Kiai Maksum di Lasem dan belajar Tafsir Jalalayn. Kiai Muslih Ibn ‘Abd al­Rahman menerima ijazah untuk mengajar Qadiriyyah Naqsyabandiyah dari seorang guru dari Banten, ‘Abd al­Latif bin ‘ali Banten seorang khalifah Kiai Asnawi Caringin dan khalifah Abd Karim Banten. Baiat yang kedua kalinya oleh Kiai Ibrahim Blumbung tetapi tidak menerima ijazah langsung karena wafat sebelum memberikan ijazah, meskipun demikian beliau menerima dari khalifahnya Kiai Ibrahim yaitu; ‘Abd Rahman Menur.68

Adapun fokus studi Kyai Muslih adalah nahwu, ilmu pokok yang beliau ajarkan bersamaan dengan fikih di pesantren bapaknya Mranggen. Pada tahun 1960­an dan 1970­an, beliau memimpin jaringan tarekat yang paling tersebar luar diwilayah Jawa Tengah dengan beberapa cabang diluar Jawa, seperti di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Pengikutnya kebanyakan terorganisir ke dalam kelompok lokal, masing­masing dikoordinir oleh seorang wakil lokal, masing­masing dikoordinir oleh seorang wakil (badal) yang memimpin pertemuan-pertemuan agama mingguan. Dapat dihitung dengan jari wakil-wakil yang diangkat ke tingkatan khalifah; dengan kekuasaan untuk menyebarkan dengan bebas ajaran tarekat, terutama tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pulau Jawa. Tugas-tugas mereka dibagi

68Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara, h. 183-184.

Page 112: Sufisme Lokal di Jawa

112

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

antara cabang­cabang di Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah.69

Salah satu murid dari Kiai Muslih, Kiai Abu Nur Djazuli telah menyebarkan TQN di Brebes. Salah satu murid dari Kiai Ibrahim Blumbung adalah Kiai Hasan Anwar Gubuk dan dilanjutkan oleh Kiai Madhan lalu puteranya sendiri, Kiai Komarudin dari Purwodadi. Sementara itu di Kajen, seorang murid lainnya dari Kiai Muslih, Yaitu KH Dururi Nawawi, pengajar TQN di sana. Menurut Kiai Hakim, TQN Mranggen juga mempunyai cabang­cabang di seluruh Indonesia dan juga di luar negeri.70

4. Rejoso, Jombang, Jawa TimurPesantren Darul Ulum di Rejoso Jombang hingga peng­

hujung tahun 1970­an merupakan pusan tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah yang paling berwibawa di Jawa Timur (dengan pengaruh luas di Pulau Madura). Adapun pendiri Ponpes Darul Ulum adalah Kiai Tamin asal Madura dan tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah diperkenalkan oleh menantu laki­laki, Khalil yang telah memperoleh ijazah dari Ahmad Hasbullah di Mekkah.71 Kiai Kholil belajar dan tinggal di Mekkah. Beliau mempelajari tasawuf, tata bahasa Arab dan fikih dari Syaikh Nawawi Banten, Syaikh ‘Abd al­Karim Banten dan Mahfudz Termas namun menurut Unang Sunarjo bahwa Syaikh Kholil Bangkalan adalah salah satu khalifah Syaikh ‘Abd al­Karim Banten.

Terlepas dari informai diatas, Kiai Kholil Bangkalan selalu muncul dalam setiap pembahasan tentang wali, karamat dan tarekat di Indonesia. Murid­murid dari Kiai Kholil yang menjadi ulama besar diantaranya adalah Hadrat K.H Hasyim Asy’ari (w.1947) Tebu Ireng, Kiai Manaf “Abd Karim Lirboyo, Kiai Muhammad Siddiq Jember, Kiai Munawwir

69Mulyati, Tasawuf Nusantara, h. 185-186.70Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabaroh di Indonesia, h. 260.71Bruinesses, Tarekat Naqsabandiyah, h. 96.

Page 113: Sufisme Lokal di Jawa

113

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

(w.1942) Krapyak, Kiai Ma’sum (1870­1972) Lasem, Abdulloh Mubarok Suryalaya (w.1956), Kiai Wahab Hasbullah (1888­1971) Tambak Beras, Kiai Bisri Samsuri (1886­1980) Denanyar, Kiai Bisri Mustofa (1951­1977) Rembang.72

Kiai Khalil memberikan jubah kepemimpinannya TQN kepada putra Kiai Tamim Romly yang pada gilirannya digantikan oleh putranya Musta’in Romly. Kiai Musta’in telah cukup lama berpengaruh tetapi kemudian memudar karena keterlibantannya dalam suatu pertikaian politik.73

Selain sebagai mursyid TQN, pada tahun 1975 Kiai Musta’in Romly juga menjabat sebagai pimpinan organisasi Jam’iyyah Ahli Thoriqoh al­Mu’tabaroh yang didirikan NU sejak tahun 1957. Karena afiliasi politik Kiai Musta’in berubah ke Golkar sebelum pemilu 1977, maka organisasi tarekat itu kemudian diproklamirkan lagi pada Muktamar NU di Semarang pada tahun 1979 dengan nama Jam’iyyah Ahli Thoriqoh al­Mu’tabaroh al­Nahdliyyah (JATMN).

Sementara Rejoso menyebutkan dengan nama Jam’iyyah Ahli Thoriqoh al­Mu’tabaroh Indonesia (JATMI). Dengan demikian ada dua TQN di Jombang, satu TQN yang mengikuti jalur mursyid yang berdomisili di Rejoso, dibawah naungan JATMI. Sementara TQN yang berafiliasi dengan JATMN dengan mursyid K.H Adlan Ali yang menerima ijazah irsyad dari Kiai Muslih Mranggen. Satu sumber lain menyebutkan bahwa Kiai Adlan juga adalah seorang khalifah dan penerima ijazah dari Kiai Musta’in Romly.74

5. Pagentongan, Bogor, Jawa BaratDalam sejarahnya, TQN tersebar di Bogor melalui usaha

Tubagus Muhammad Falak dari Banten, salah satu khalifah ‘Abd al­Karim Banten. Melalui karismanya ia sangat sukses

72Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat, h. 261.73Bruinesses, Tarekat Naqsabandiyah, h. 96.74Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat, h. 262.

Page 114: Sufisme Lokal di Jawa

114

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

mengelola Pesantren Pagentongan, yang selama masa hidupnya menjadi satu dari lima pusat utama dari TQN.75 KH Tubagus Muhammad Falak merupakan salah satu ulama besar di Indonesia yang dikenal melalui bermacam pe rannya di masyarakat sekaligus sebagai pendiri dan pemimpin Pondok Pesantren Al Falak, Pagentongan Bogor. Tubagus Falak lahir di Sabi, Pandeglang Banten (1842), putera dari KH Tubagus Abbas (Keturunan dari keluarga kerajaan Banten, silsilah Syaikh Syarif Hidayatullah) dan Ratu Quraisyn (Keturunan dari Sultan Banten).76 Untuk lebih detail tentang Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Bogor akan dibahas dalam sub tema tersendiri.

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah dalam Tarekat Muktabarah

Pada Muktamar NU di Semarang tahun 1979, nama organisasi yang diberi nama Jam’iyyah Ahlith-Thoriqoh al-Muktabarah al-Nahdliyah (JATMAN), dan ia menjadi suatu badan otonom NU. Surat keputusan resmi kemudian terbit dari pengurus besar NU (PBNU), dalam keputusannya No. 137/SyurPB/V/1980.77 Dilihat dari segi ilmu dan amaliahnya, maka tarekat sudah ada sejak Nabi Muhammad SAW diutus untuk membawa agama Islam ke muka bumi. Nabi Muhammad menerima baiat dari Malaikat Jibril as, dan Jibril menerima dari Allah SWT.78

Muktabarah berarti thariqah yang bersambung sanadnya kepada Rasulullah SAW, beliau menerima dari Malaikat Jibril as, Malaikat Jibril as dari Allah SWT. Adapun tambahan “An­Nahdiyyah” karena para penganutnya selalu bergerak untuk melaksanakan ibadah dan berzikir kepada Allah SWT

75Sri Mulyati, Peran Edukasi, h. 51.76Wawancara Pribadi dengan Tubagus Asep Maulana, Kamis, 12 Juli 2018 jam

13.30 wib di Pagentongan, Bogor, Jawa Barat.77Sri Mulyati, Peran Edukasi, h. 87. 78http://www.nu.or.id/post/read/2907/thariqah-al-mu039tabarah-dari-waktu-

ke-waktu diakses pada tanggal 02 Januari 2019 Pukul 21.30.

Page 115: Sufisme Lokal di Jawa

115

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

yang syariatnya menurut ahli Sunnah wal Jama’ah ‘ala ahadi Madzhaahib al-’Arba’ah dan tasawufnya ikut ajaran ulama salaf shalihin serta ikut mengerjakan pembangunan.79 Me­nurut Habib Lutfi Ali bin Yahya bahwa masuknya Islam ke bumi Nusantara diawali dengan masuknya thariqat jadi tarekat adalah peletak dasar bangunan NU.80

Adapun aliran­aliran tarekat yang dinilai mu’tabarah ada 43 adalah sebagai berikut: 1. Abbasiyah, 2. Ahmadiyah, 3. Akbariyah, 4. ‘Alawiyah, 5. Baerumiyah, 6. Bakdasyiyah, 7. Ghozaliya, 13. Haddaiyah, 14. Hamzawiyah, 15. ‘Idrisiyah, 16. “Ishollallahu ‘alaihi wa sallamiyah, 18. Jalwatiyah, 19. Justiyah, 20. Junaidiyah, 21. Khodliyiyah, 22. Kholwatiyah, 23. Kholidiyah wa Naqsyabandiyah, 24. Kubrowiyah, 25. Madbuliyah, 26. Malamiyah, 27. Maulawiyah, 28. Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN), 29. Rifa’iyah, 30. Rumiyah, 31. Sa’diyah, 32. Samaniyah, 33. Sumbuliyah, 34. Sya’baniyah, 35. Syadzaliyah, 36. Syathoriyah, 37. Syuhrowiyah, 38. Tijaniyah, 39. ‘Umariyah, 40. ‘Usyaqiyah, 41. ‘Utsmaniyah, 42. Uwaisiyah, 43. Zainiyah.81

Selain diatas, merupakan thariqah Ghairu Mu’tabarah yaitu aliran thariqah yang tidak memiliki kriteria seperti diatas. Untuk itu, bagi calon murid sebaiknya selektif dalam memilih tarikat yang muktabarah.

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan 1. Profil Tubagus Muhammad Falak (Mama Falak)

Tubagus Muhammad Falak lahir di Sabi, Pandeglang Banten pada tahun 1842 M. Sejak kecil mendapatkan pendidikan langsung dari orangtuanya, Tubagus Abbas.

79Permasalahan Thariqah Hasil Kesepakatan Muktamar & Musyawarah Besar Jam’iyah Ahlith Thariqah Al-Muktabarah Nahdlatul Ulama (1957-2005 M). (Surabaya: Al-Aziziyah, 2006), h. 166

80http://www.nu.or.id/post/read/2907/thariqah-al-mu039tabarah-dari-waktu-ke-waktu diakses pada tanggal 02 Januari 2019, Pukul 21.30 wib.

81Mengenal Thariqah Panduan Pemula Mengenal Jalan Menuju Allah Ta’ala, (Solo: Sinar Abadi, 2009), h. 16,

Page 116: Sufisme Lokal di Jawa

116

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Tubagus Abas adalah kiai pemimpin pesantren yang aktif syiar agama Islam bersama istrinya, Ratu Quraysin. Adapun Kiai Tubagus Abbas bersambung pada Syaikh Maulana Hasanudin Banten. Pada tahun 1857 M, tepatnya di usia 15 tahun, Tubagus Falak berangkat ke Mekkah untuk menuntut ibadah haji dan menuntut pengetahuan agama.

Selama berada di Mekkah, Tubagus Falak bermukim di tempat gurunya, Syaikh Abdul Karim Banten untuk menimba ilmu selama 21 tahun. Tubagus Falak pulang ke Banten pada tahun 1878 M bersama KH Tubagus Ismail sebagai pelopor melawan penjajah. Pada tahun 1888 M, Tubagus Falak bersama Syaikh Abdul Karim, KH Asnawi Caringin, KH Tubagus Wasid. Kemudian pada tahun 1892 M kembali ke Mekkah untuk menunaikan haji dan menuntut ilmu sampai awal abad ke 18 kemudian pulang ke Banten. Akibat aktivitas politiknya beliau menjadi sasaran ditangkap oleh Belanda. Pada tahun 1892 M, Tubagus Falak kembali ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama hingga abad ke­20 M. Pada kepulangan ke­2 dari Mekkah inilah, Mama Falak mulai bermukim di Bogor dengan mendirikan Pondok Pesantren Al Falak.82

Guru Tubagus Falak selama 25 Tahun di Mekkah antara lain:­ Sayyid Affandi Turki serang ulama besar di Mekkah ­ Syaikh Nawawi Banten­ Syaikh Mansyur al Madany- Sayyid Amin Qutbi­ Syaikh Abu Yazid­ Syaikh Abdul Fattah Mekkah­ Syaikh Ali Jabrah Mina- Sayyid Abdullah Jawawi

82Ahmad Dimyati, Kiai Ibrahim dan Tempat-Tempat Ibadat (Kisah Perjalanan Memahami Perbedaan Agama dan Saling Menghormati Dengan Umatnya), (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018), h.79-80.

Page 117: Sufisme Lokal di Jawa

117

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

­ Sayyid Ahmad Habasy­ Sayyid Umar Baarum­ Syaikh Ali Jabrah Mina- Syaikh Abdul Fatah al-Yamany- Sayyid Said al Yamani­ Syaikh Abdul Rouf al­Yamany- Sayyid Yahya al-Yamany­ Syaikh Badar al Yamani.

Selama di Timur Tengah, Syaikh Falak juga berguru kepada ulama Mekkah yang sedang berada di Baghdad yaitu Syaikh Zaini Dahlan. Pada tahun 1878, ia kembali ke tanah air.83 Syaikh Falak kemudian menikahi perempuan asal Pagentongan, Nyai Fatimah.84

Nama Muhammad Falak merupakan hadiah dari salah satu guru beliau dalam mempelajari ilmu Falak (Astronomi). karena kecerdasannya dalam ilmu inilah kemudian gurunya itu memberi hadiah nama: Muhammad Falak. Kesukaannya melakukan riyadlah, puasa di waktu siang serta banyak melakukan i’tikaf di Masjid Makkah dan Madinah di waktu malam menyebabkan ia menjadi sangat terkenal diantara kawan seangkatannya. Nama Muhammad Falak melekat terus pada dirinya, sekalipun dikemudian hari ia lebih terkenal sebagai ulama tarekat atau tasawuf dan ahli hikmat.85

Selain belajar di Timur Tengah, KH Tubagus Muhammad Falak juga berguru kepada:- Syaikh Salman­ Syaikh Solah Sonding­ Syaikh Sofyan­ Syaikh Muhammad Syadzili

83Bizawie, Masterpiece Islam, h. 327.84100 Ulama Dalam Lintas Sejarah Nusantara, (Jakarta: Lembaga Ta’mir

Mesjid-PBNU, 2015), h. 217.85Sudjoko Prasojo dkk, Profil Pesantren Laporan Hasil Penelitian Pesantren Al-

Falak & Delapan Pesantren Lain Di Bogor. Jakarta: LP3ES, 1974, h. 18.

Page 118: Sufisme Lokal di Jawa

118

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

­ Syaikh Sohib Kadu Pinang. Ia adalah salah satu mursyid Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah dari Syaikh Abdul Karim dan Syaikh Umar Bajened dan Syaikh Ahmad Jaha. Syaikh Falak sebagai mursyid Tarekat Qadiriyah

Naqsyabandiyah dijuluki murid-muridnya sebagai Syaikhul Fatikhah. Selain Tubagus Falak, Mursyid TQN adalah Kiai Tolhah Cirebon, Kiai Hasbullah Bali.

Dalam pandangan orang awam, Mama Falak merupakan personifikasi “dukun” yang keramat dan memiliki ilmu hikmat untuk menggungguli dukun lama yang sudah dikalahkan.86

Setelah menundukkan dukun-dukun tangguh dan kuat di kampung itu, sasaran berikutnya adalah para jawara ­penjahat jagoan kampung­ yang seringkali mengganggu kehidupan penduduk, terutama di malam hari dan di tempat-tempat terpencil. Sehingga Syaikh Falak yang paham ilmu tenaga dalam itu kemudian mengajarkan wirid syaman kepada beberapa santrinya. Wirid Syaman adalah semacam bacaan doa­doa yang konon berasal dari ajaran Syaikh Syaman, disertai jurus atau gerakan-gerakan berkeliling dan maju, dilakukan oleh sekelompok lelaki. Dengan ini para santri mempercayai seperti mendapat tambahan kekuatan jasmani dan keberanian untuk menghadapi lawan dalam pergulatan. Sehingga, merekalah yang kemudian mematahkan gangguan dari para “jawara” tersebut.

Dengan demikian, tumbuhlah pengakuan masyarakat terhadap kelebihan Mama Falak. Bahkan dalam pandangan awam, Mama Falak bukan hanya dikenal sebagai ulama terkemuka tetapi juga memiliki ilmu hikmat. Sehingga kehadirannya di tengah masyarakat merupakan pemimpin karismatik. Dan karena itu kemudian banyak santri berdatangan untuk berguru, sampai kemudian pesantren

86Prasojo, Profil Pesantren, h. 19-21.

Page 119: Sufisme Lokal di Jawa

119

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Al-Falak menjadi masyhur dan bergerak maju.87 Dalam hal ini, pesantren mampu menanggapi persoalan­

persoalan kemasyarakatan, yaitu: memberantas kebodohan, persaudaraan, memelihara menciptakan kehidupan yang sehat dan sebagainya.88 Dalam tradisi pesantren juga terjalin hubungan antara kyai diluar pondok pesantren sezamannya, dalam arti lintas wilayah atau provinsi. Sebagai contoh, hubungan antara KH Hasyim Asy’ari di Jawa Timur dengan KH Tubagus Muhammad Falak di Jawa Barat, terjalin erat sampai pada tingkat tukar menukar santri untuk saling mendalami disiplin ilmu yang berlainan. Setelah keduanya pulang ke rahmatullah, hubungan kekerabatan diteruskan oleh putranya KH Tubagus Muhammad Thohir Falak dengan KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syamsuri, KH Maksum, Pengasuh Pondok Pesantren Lasem dan dengan KH Machrus Ali, Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur. Dalam hal ini, tidak hanya terjalin hubungan antar kiai maupun keluarga kiai namun juga terjalin hubungan antar santri. Kiai pesantren selalu menanamkan sikap dan sifat pada santrinya untuk tidak mudah puas terhadap ilmu yang diperolehnya di satu pesantren tertentu. Setiap santri yang sudah selesai menuntut ilmu dan hendak pamit pulang untuk mendirikan pesantren sendiri, oleh kiai yang bersangkutan senantiasa dicegah sebelum sang santri menambah lagi ilmunya di pesantren lain yang lebih masyhur.89

Ketika pesantrennya diserbu Belanda, Mama Falak beserta sebagian warga Pagentongan dipenjarakan di Cile­dek Bogor yang kemudian dibebaskan. Kiai Falak juga ba nyak berinteraksi dengan para tokoh nasional dari

87Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama,cet.III, (Jakarta: Duta Aksara Mulia, 2010) h. 10-11.

88M. Dawam Raharjo, Pergulatan Dunia Pesantren Membangun Dari Awal, (Jakarat: Media, 1985), h.18.

89Choirul Anam, Pertumbuhan, h. 12.

Page 120: Sufisme Lokal di Jawa

120

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

berbagai kalangan diantaranya H.O.S Cokroaminoto, Ir. Soekarno dan berbagai tokoh pergerakan nasional lainnya. Selain itu, Mama Falak sering berinteraksi dan dekat dengan para ulama dan habaib antara lain: Syaikh Abdul Halim Palembang, Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Kiai Abdullah bin Nuh (1905­1987), Syaikh Abdul Manan Palembang, Syaikh Abdul Halim Palembang, Syaikh Abdul Qadir Mandailing, Syaikh Ahmad Ambon, Syaikh Daud Malaysia, Tuan Guru Zainuddin Lombok, Guru Zaini Ghoni Martapura, Habib Soleh Tanggul Jember Jawa Timur, Habib Ali al Attas Bungur, Habib Umar bin Muhammad bin Hud al Attas Cipayung, Habib Idrus Pekalongan, Habib Ali Al­Habsy Kwitang, Habib Abu Bakar Kwitang, Habib Abdullah bin Muhsin Umar bin Muhammad dan para Habaib dan ulama dari berbagai daerah lainnya di Nusantara.

Begitu dekat dan menghormatinya, Habib Kwitang pernah menyatakan dalam sebuah pertemuan ulama di Jakarta bahwa Syaikh Falak adalah seorang wali Jawa di Mekkah dan Madinah. Hal serupa juga disampaikan oleh Habib Sholeh Tanggul Jember dan Habib Umar al Attas. Adapun kolega Syaikh Falak dan teman seperguruan Syaikh Hasyim Asy’ari lainnya sewaktu di Mekkah adalah ulama karismatik dan pendekar dari Kampung Caringin, Labuan, Banten yaitu “Mama Asnawi” atau lengkapnya KH Tubagus Muhammad Asnawi.90

Pada akhir bulan Agustus 1945, setelah tersiar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Pesantren Pagentongan menjadi pusat pembentukan Hizbullah dan Sabilillah. Bogor dan Cibarusa menjadi tempat pembentukan latihan calon perwira kelaskaran. Lingkungan Pesantren Al Falak yang meliputi seluruh wilayah Kampung Pagentongan dibagi menjadi 4 Rukun Tetangga, sedangkan seluruh Kaibodan menjadi Laskar Hizbullah dengan komandan pasukannya

90Bizawie, Masterpiece Islam, h. 325-328.

Page 121: Sufisme Lokal di Jawa

121

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Kyai Pesantren. Dalam masa pembentukan pemerintahan darurat,

Mamak Aceng (putra Mama Falak) pernah diangkat sebagai pejabat Camat. Bogor diduduki tentara NICA dan Pagentongan menjadi daerah patroli dan kadang­kadang juga pertempuran. Penduduk mengungsi ke daerah pedalamam sedangkan keluarga Kyai Pagentongan hijrah ke Pandeglang namun Syaikh Falak tetap bertahan di Pesantrennya. Pada masa ini, baik para santri maupun bukan bergabung dan bermarkas di Pesantren Al Falak menjadi satu kesatuan yang erat berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan dan setiap saat orang harus siap mati mendadak.

Pada Desember 1949 M, masa revolusi fisik berakhir. Sampai dengan tahun 1953, Pesantren Al Falak mengadakan pengajian rutin wetonan secara sederhana, yaitu; pengajian sesudah shalat bagi para santri yang berasal dari kampung sekitar dan bagi para penduduk sekitar. Pada tahun ini terjadi musyawarah yang diadakan di Pagentongan yang menghasilkan keputusan untuk mendirikan Nahdlatul Ulama cabang Bogor di Pagentongan yang dihadiri oleh Kyai Haji Wahid Hasuim, Putra Kyai Hasyim Asy’ari. Pesantren Al Falak sejak saat itu dianggap sebagai basis NU.91

Syaikh Falak wafat pada pukul 04.15 hari Rabu tanggal 19 Juli 1972 M/08 Jumadil Akhir 1392 H pada usianya ke 130 tahun di Pagentongan Bogor, Jawa Barat.92 Setelah KH Tubagus Falak meninggal, Penggantinya adalah Kyai Tohir (Tahir Falak), yang berkata bahwa ia melanjutkan mengajaran wirid yang didasarkan pada wasiat ayahnya, yang berisi Manaqib Syeikh Abd al-Qadir Jaelani pada hari yang kesebelas untuk tiap hari Jum’at, setelah shalat ashar (sore), atau magrib (matahari terbenam).93

91Sudjoko Prasojo, Profil Pesantren, h. 29-31.92Ahmad Dimyati, Kiai Ibrahim, h. 80.93Sri Mulyati, Peran Edukasi, h. 51.

Page 122: Sufisme Lokal di Jawa

122

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Kiai Thohir Falak dan teman­temannya tercatat sebagai Pendiri Madrasah Dar al­Ulum di Makkah sekitar tahun 1920­an. Pada saat itu banyak orang Indonesia yang tinggal dan belajar di Madrasah Syaulatiyah, sebuah lembaga pendidikan yang dibentuk dari wakaf seorang muslim India bernama Syaulat. Para pelajar Indonesia (Jawa atau Jawi ­ Antribut yang diberikan orang Mekkah kepada pelajar asal Asia Tenggara seperti dari Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina). Adapun metodologi pengajaran di Madrasah Dar al-Ulum mirip pesantren maka jadilah madrasah ini sebagai institusi Indonesia dalam bentuk mini di tanah suci.94

2. Pondok Pesantren Al Falak Pagentongan Pondok Pesantren Al Falak didirikan pada tahun 1907

di Kampung Pagentongan, Desa Gunung Batu, Kecamatan Ciomas sekitar 9 kilometer dari pusat kota Bogor95 oleh Tubagus Muhammad Falak, putra dari Kiai Tubagus Abbas.

Pada mulanya Syaikh Falak mengadakan tablig dari rumah ke rumah, dari kampung ke kampung sejak dari Pagentongan sampai Cipayung. Adapun pengajian tetap baru diadakan kemudian, bertempat di rumah Mama Falak di Pagentongan.

Pada masa perintisan Kampung Pagentongan hanya terdiri dari kelompok kecil perumahan penduduk, yang dibangun diatas pekarangan lebih kurang 4 hektar dan memiliki kebun serta sawah sekitar 6 hektar. Mama Falak memiliki tanah yang cukup luas tidak hanya di Pagentongan saja tetapi juga di Ciomas dan Pandeglang. Orang­orang tidak hanya datang ke Mama Falak untuk “mengaji” saja, melainkan juga meminta fatwa soal kehidupan sehari­hari, antara lain meminta pengobatan bagi penderita sakit jasmani

94Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat, h. 264.95Choirul Anam, Pertumbuhan, h. 11.

Page 123: Sufisme Lokal di Jawa

123

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

maupun rohani. Di kalangan masyarakat Pagentongan di masa itu sebagai daerah yang kurang tentram, karena banyak gangguan akibat kemiskinan yang merajalela se-hingga banyak pencurian bahkan perampokan.

Jika Pesantren Pagentongan pada mulanya merupakan “filial” dari Pesantren Sabi di Pandeglang sebagai induknya, maka di sekeliling Pagentongan sampai sekarang tumbuh pesantren dan pengajian yang berinduk pada Pesantren Al-Falak. Pada hari-hari besar Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha Maulid Nabi Muhammad serta kegiatan lainnya para santri mengadakan kunjungan silaturahmi kepada guru­guru dan pesantrennya. Musyawarah Alim Ulama dan Majlis Ta’lim yang besar dan terpusat, diselenggarakan secara periodik dalam setiap tahun dan bergiliran tempat penyelenggaranya merupakan semacam “reuni” dikalangan masyarakat pesantren. Tubagus Muhammad Falak sampai pada tahun 1972 dianggap sebagai ulama paling paripurna usianya di daerah Bogor maupun Jawa Barat umumnya ­ dan unsur usia mempunyai nilai tersendiri selain ilmu dan karamahnya ­ maka tidak heran jika Pagentongan menjadi pusat kunjungan dari berbagai penjuru.96

Kemajuan yang pesat selama masa perintisan Pesantren Al Falak terjadi pada tahun 1907 ­ 1912. Masa lima tahun ini, bangunan pesantren -secara berangsur-angsur dengan gotong­royong­ dapat diselesaikan. Santri tetap kurang lebih 80 orang sedangkan santri tidak tetapnya (santri kalong) sulit diperkirakan jumlahnya. Adapun acara majelis ta’lim bagi masyarakat diperkirakan lebih dari seribu orang yang berasal dari kampung­kampung sekitarnya. Pada tahun 1924 Kyai Tubagus Muhammad Falak “turun dari Makkah” menghimpun kembali kyai muda dan para santrinya (Adapun tokoh kedua sewaktu Kyai Falak di Mekkah adalah Kyai Haji Tubagus Thohir Falak, putra Kyai

96Sudjoko Prasojo, Profil Pesantren, h. 22.

Page 124: Sufisme Lokal di Jawa

124

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Falak dalam mengasuh pesantren). Pada perkembangan ini ditandai dengan perluasan

bangunan pondok yang bisa menampung sekitar 120 santri. Pada tahun 1927 M, Syaikh Falak berangkat haji ke Mekkah dan terus bermukim sampai sembilan tahun. Mungkin untuk mengurus rumah beliau di Jabal Abi Qubaisy yang selama ini terlantar atau ada usaha lain. Tidak ada peristiwa penting selama tahun 1937 ­ 1941 M kecuali kegiatan pengajian rutin di lingkungan Pagentongan.97

Pada tahun 1964, ketika sarana prasarana memadai terdapat lembaga sekolah Dasar Islam, setaraf dengan Madrasah Ibtidaiyah. Sedangkan untuk menampung tingkatan murid menengah, terdapat SMP Islam. Kemudian pada tahun 1968 dirubah menjadi PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) 6 tahun Filial Bogor Pagentongan. Pada tahun 1977 Sekolah Dasar Islam (SDI) menjadi Madrasah Ibtidaiyah (MI). Pada tahun 1978 PGAN 6 tahun berubah menjadi 2 sekolah yakni; MTs N dan PGAN. Kemudian ada tahun 1985 PGAN berubah menjadi MA Al Falak. Disusul kemudian, pada tahun 1993, MTs N filia berubah menjadi MTs Al Falak.98

Sejak berdiri tahun 1907 sampai saat ini, lembaga Al Falak masih eksis baik dalam pendidikan formal maupun informal (pesantren). Adapun Pondok Pesantren Al Falak ada dua Asrama, yakni; asrama putra dan asrama putri. Pondok Pesantren Al Falak sangat berkonsentrasi dalam baca tulis Al-Quran dan penerapan ilmu tajwid.

Berdasarkan wawancara dengan Tubagus Asep Maulana, akrab dipanggil Kang Demang yang merupakan salah satu druriyah Tubagus Muhammad Falak yang berkecimpung dalam pembinaan mental dengan para pengguna narkotiba,

97Sudjoko Prasojo, Profil Pesantren, h. 24-26.98Wawancara dengan salah satu keturunan Mama Falak atas nama Drs.Tb.H

Ahmad Hasbullah didampingi putranya, Habibi pada tanggal 26 September 2018 di Komplek Kediaman Pesantren Al-Falak, Pagentongan, Loji, Bogor.

Page 125: Sufisme Lokal di Jawa

125

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

mabuk-mabukan dan lain-lain menyatakan bahwa di Pondok Pesantren Al Falak diantaranya mempelajari kitab Ta’lim Muta’allim, Fathul Mu’in, Durrotun Nasikhin.99 Selain itu, menurut Raka bahwa di Pondok Pesantren Al Falak juga mempelajari Kitab Tanqihul Qoul, Tafsir Al­ Qur’an, Hadist Arbain, doa­doa, baca tulis Al­Qur’an.100

Selain Pesantren Al Falak Putra dan Putri, Yayasan Al-Falak Pagentongan juga membawahi Madrasah Ibtidaiyah (MI). Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) dengan Ketua Umum KH Tb Agus Fauzan ZD. Sebagai muqoddimah dalam blosur Yayasan Al Falak Pagentongan tertanda bulan maret 2017, menggunakan Firman Allah QS Al­Mujadalah (58) Ayat 11 yang berbunyi:

Artinya;“Niscaya Allah meninggikan derajat orang-orang beriman dan

orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa tingkat/derajat”.101

Pembangunan segala bidang untuk merancang masa depan bangsa, pada dasarnya merupakan kegiatan merajut interaksi kesejahteraan antara dimensi kekinian dan kemasa depanan. Masa depan hanya akan diraih jika sejarah bangsa mampu melahirkan etos kerja yang kreatis dan dinamis. Oleh karena itu, sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi serta kokoh dalam iman dan moral mutlak diperlukan dalam hal ini pendidikan merupakan sarana yang efektif untuk mewujudkannya. Hal tersebut sangat sesuai dengan pemikiran Yayasan Al Falak (YAF)

99Wawancara dengan salah satu keturunan Mama Falak atas nama Tubagus Asep Maulana (Kang demang) 12 Juli 2018 di Komplek Pesarean Pesantren Al-Falak, Pagentongan, Loji, Bogor.

100Wawancara dengan salah satu santri, Raka pada tanggal 05 November 2018 di Pendopo Pesarean, Komplek Kediaman Pesantren Al-Falak, Pagentongan, Loji, Bogor.

101Al-Qur’an & Terjemahnya, h. 542.

Page 126: Sufisme Lokal di Jawa

126

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

yang tercermin dalam visinya unggul dalam setiap lulusan yang islami.

Adapun misi Yayasan Al Falak (YAF) adalah meng op­timalkan daya tampung siswa, meningkatkan ha sil belajar dan semangat, mengoptimalkan proses pembelajaran dan bimbingan, meningkatkan efektivitas dan efesiensi pe­ngelolaan sumber daya yang dimiliki sekolah, meningkatkan ketakwaan kedisiplinan dan ketertiban dalam mewujudkan madrasah yang islami dan berakhlakul karimah, menjalin kerjasama yang harmonis antara warga dan lingkungan. Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa Yayasan Al Falak (YAF) Pagentongan Bogor senantiasa ikutserta berperan aktif dalam memajukan pengetahuan baik pendidikan sekolah maupun di luar sekolah. Adapun untuk Kepala Sekolah di pendidikan Formal masih dipegang oleh keturunan Syaikh Muhammad Falak. Susunan kepenguruan Yayasan Al­Falak (YAF) adalah sebagai berikut:­ Ketua Umum : KH Tb Agus Fauzan ZD­ Pimpinan Pesantren Al Falak : Tb AF Badru Zaman­ Kepala Sekolah MA Al Falak : Drs H Achmad Hasbullah

Tamim­ Kepala Sekolah MTs Al Falak : Tb AF Badru Zaman­ Kepala Sekolah MI Al Falak : Dra Hj Iis Syarifah102

Adapun peserta pendidikan baik dilingkungan Pesanten Al­Falak maupun di lembaga Formal (MI, MTs atau MA), tidak hanya berasal dari lingkungan Pagentongan dan sekitarnya tetapi juga berasal dari Jawa dan Luar Jawa.103

Setelah Tubagus Muhammad Falak wafat, karismatik Pesantren Al Falak masih bisa dirasakan. Salah satu, spirit perjuangan dalam memberantas buta huruf sampai sekarang masih ada dengan eksistensi pesantren dan lembaga formal

102Wawancara dengan Tb Habibi pada tanggal 25 November 2018, Pukul 11.30 wib di Kantor MA Al-Falak Pagentonga.

103Wawancara dengan Lisna Anggari pada tanggal 25 November 2018 Pukul 11.00 wib di Kantor MTs Al-Falak Pagentonga.

Page 127: Sufisme Lokal di Jawa

127

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

ditingkat MI Al Falak, MTs Al Falak dan MA Al Falak yang dalam pengelolaannya dikelola oleh keturunan beliau dan pengurus yang kompeten dalam bidang masing­masing baik umum maupun agama. Selain pendidikan formal, Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan sebagai transfer of knowledge non formal juga masih eksis dalam membimbing masyarakat sekitar.

Pesantren Al Falak merupakan pelopor atau induk seluruh pondok pesantren dan lembaga formal di sekitar Pagentongan, antara lain; Al Um, Riyadutafsir, Raudhatul Tolibin yang semuanya berasal keluarga besar keturunan Abah Falak.104 Pondok Pesantren Hamalatul Qur’an Al Falakiyah dipimpin oleh TB KH Asep Zulfikar merupakan masih keturunan Mama Falak juga.105 Selain itu, terdapat Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an serta Al Gawir. Setiap lembaga mempunyai karakteristik masing-masing. Tak heran jika Pagentongan lebih terkenal dengan sebutan “Kampung Santri Pagentongan Bogor”.

Selain itu, di lingkungan Pesantren juga membentuk komunitas religius bagi ibu­ibu warga sekitar dan di luar Pagentongan. Sebagaimana dituturkan oleh Drs KH Ahmad Hasbullah dan Hj Nining bahwa salah satu pengajian masih berlangsung sejak masih ada Mama Falak sampai sekarang, yaitu pengajian setiap hari selasa yang diampu oleh Hj Ratu Tatu Nurjannah, keturunan dari Tb Tohir (Mama Aceng). Pengajian ini berisi zikir, tahlil dan Rotiban.106 Ada juga pengajian Jalasah Ahlusshuhbah setiap sebulan sekali untuk gabungan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah dan

104http://bogor.tribunnews.com/amp/2017/06/20/menelisik-kampung-santri-pagentongan-bogor-enam-pondok-pelajari-bidang-berbeda diakses pada tanggal 17 November 2018 pada pukul 19.37 wib.

105Wawancara dengan Bu Rina Sutina, Pada tanggal 25 September 2018 Pukul 10.00 wib di Komplek Al-Falakiyah.

106Wawancara dengan Berdasarkan wawancara dengan TB Drs KH Ahmad Hasbullah Pada tanggal 25 September 2018 Pukul 15.00 di Komplek Pondok Pesantren Al-Falak Pagentongan & Hj Nining, pada tanggal 05 November 2018 Jam 14.30 wib di Komplek Kediaman Pesantren Al-Falak, Pagentongan, Loji, Bogor.

Page 128: Sufisme Lokal di Jawa

128

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Asyaziliyah. Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah dengan mursyid Syaikh Wahid dan Tarekat Syaziliyah dengan mursyid tuan guru Lukman Sholeh Mar’i.

Selain itu, berdasarkan penuturan salah satu wali santri, ibu Yuli menyatakan bahwa ada pengajian untuk umum setiap bulan pada minggu kedua di komplek pemakaman Mama Falak yang dimulai pada pagi hari sekitar jam 09.00 wib dan selesai sebelum dhuhur.107

Selain bertarekat, Mama Falak juga identik dengan shoikul fatikhah. Banyak dari masyarakat yang sowan ke Mama Falak untuk menyampaikan masalah pribadinya. Setiap kali ada yang datang, Mama Falak akan memberikan ijazah berupa pembacaan al-Fatikah dalam bilangan ganjil 7 11 21 41 101 111. Pembacaan al Fatikhah ini merupakan aurat keluarga yang sampai saat ini masih didawamkan oleh anggota keluarga juga. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Tb H Achmad Hasbullah, Tubagus Asep Maulana, Tubagus Agus atau biasa disapa mangcil, Tb Achmad Ubaidillah, Tb Habibi, Hj Ema Hayati.108

Diatas adalah sedikit dari hikmah Mama Falak yang penulis sampaikan. Masih ada banyak lautan ilmu yang beliau punya namun tidak penulis ungkap satu persatu.

3. Sisilah Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah PagentonganSyaikh Falak atau lebih dikenal dengan sebutan Mama

Falak merupakan tokoh karismatik dan sangat disegani karena kedalaman ilmunya. Syaikh Falak tidak hanya belajar ilmu keagamaan dari ayahnya, Kyai Abas tetapi juga belajar ke berbagai ulama Indonesia maupun Timur Tengah.

Di Indonesia, Mama Falak merupakan salah satu mursyid Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah dari silsilah Syaikh Ab-

107Wawancara dengan wali santri, ibu yuli pada tanggal 05 November 2018 pada jam 13.00 wib di komplek pondok pesantren Al-Falak.

108Wawancara dengan Ibu Ema pada tanggal 26 September 2018 jam 13.00 wib di RA Al-Falakiyah, Pagentongan Bogor.

Page 129: Sufisme Lokal di Jawa

129

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

dul Karim al­Bantany langsung. Menurut Tubagus Agus, biasa disapa mangcil bahwa Abah Falak pada masa nya mempunyai lebih dari 27 (dua puluh) tarekat yang beliau pegang namun yang paling terkenal adalah Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Beliau tidak pernah bercerita tentang murid-murid beliau, sepeninggal Abah Falak baru kemudian banyak murid yang mengaku telah di baiat oleh beliau. Sampai saat ini, karamah Abah Falak masih bisa dirasakan.109

Para pengikut pengajian di Pagentongan pada dasarnya adalah semua santri, masyarakat sekitar yang ikut serta dalam pengajian. Namun untuk pembaitan sebagai Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah, tidak serta merta ikut serta. Mama Falak tidak sembarang membaiat muridnya. Hal ini karena kehati-hatian beliau dalam menjaga Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah.110

Berdasarkan wawancara dengan Abah Ijey (Tb Mu­hammad Zaini bin H Hasmuni Jamaludin al­Banjari)111, keturunan dari HJ Ratu Maemunah, putri dari Tb Thohir. Adapun murid dari Mama Falak antara lain sebagai berikut: ­ Habib Umar al Attos Cipayung­ KH Abdullah bin Nuh Bogor­ KH Istikhori Darul Tafsir Bogor­ Syaikh Ahmad Rifa’i Pancasan (dekat Empang)­ Abah Surya Leuwiliyang­ Mama Rosadi Bogor

Tradisi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan diamalkan sebagai sebuah tradisi dan ritual Islam sampai sekarang. Syaikh Ahmad Rifa’i Pancasan mendapat talqin dan baiat langsung dari Syaikh Muhammad Falak. Syaikh Abdul Wahid mendapatkan talqin dan baiat dari Syaikh

109Wawancara dengan Tb Agus pada tanggal 30 September 2018 jam 15.00 wib diKomplek Pesantren Al-Falak Putra, Pagentongan, Loji, Bogor.

110Wawancara dengan Tb Ubaidillah Achmad.111Berdasarkan wawancara dengan Abah Ijey pada tanggal 25 September 2018

Pukul 16.30 di Komplek Pondok Pesantren Al Falak Pagentongan.

Page 130: Sufisme Lokal di Jawa

130

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Ahmad Rifa’i Pancasan. Dalam tahapan selanjutnya, Syaikh Ahmad Rifa’i Pancasan memberikan hirkah ke Syaikh Abdul Wahid. Syaikh Abdul Wahid merupakan keturunan buyut dari Syaikh Muhammad Falak. Syaikh Wahid adalah salah satu putra dari H Hasmuni dan Hj Ratu Maemunah Binti Tb Muhammad Thohir bin KH Tb Muhammad Falak bin KH Tb Abbas Banten. Syaikh Wahid lahir di Bogor, tepatnya pada tanggal 11 November 1953. Selain murid Syaikh Ahmad Rifa’i, Syaikh Wahid pernah berguru ke beberapa ulama di daerah Banten dan Syaikh Muhammad Arwani Banggil Jawa Timur. 112

4. Tujuan dan Ritual Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah

Pagentongana. Tujuan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah PagentonganSecara hakiki tarekat merupakan metode untuk taqarrub

(mendekatkan diri) kepada Allah SWT.113 Secara universal, ajaran Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah sama dengan tarekat sufi yang lainnya, yakni memberikan keseimbangan secara mendalam bagi para anggotanya dalam menjalankan syariat Islam dan memelihara segala aspek yang ada didalamnya. Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah berusaha membimbing seseorang agar dapat memahami dan merasakan hakikat beribadah kepada Tuhannya secara sempurna serta membentuk kesadaran kolektif dalam membangun jamaah spiritual dan moral.

Sebagai lembaga keagamaan, secara tidak langsung Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah telah membangun sistem sosial­organik yang cukup kuat di kalangan masyarakat di Indonesia, khususnya Jawa. Hal ini karena tarekat itu selalu

112Wawancara dengan Abah Ijey (Tb Muhammad Zaini bin H Hasmuni Jamaludin al-Banjari) pada tanggal 25 September 2018 Pukul 16.30 di Komplek Pondok Pesantren Al Falak Pagentongan.

113Sururin, Perempuan dalam Dunia Tarekat; Belajar dari Pengalaman Beragama Perempuan Anggota Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah, (Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia, 2012), h. 86.

Page 131: Sufisme Lokal di Jawa

131

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

mengemban aspek (tradisi) yang terus diperkenalkan dan diajukan, terutama kepada para anggota jamaahnya. Tiga aspek itu adalah: Pertama, ajaran pusat teladan terhadap guru spiritual. Kedua, ajaran keruhanian bertingkat bagi seluruh anggotanya dalam menaiki jenjang spitual secara kompetitif dan terbuka. Ketiga, ajaran tentang lingkungan atau wilayah ideal, suatu zona yang meniscayakan nilai­nilai keagamaan dapat terlaksana dan terpelihara dengan baik.114

Pada dasarnya pendirian tarekat oleh para sufi ­termasuk Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah- adalah untuk membina dan mengarahkan seseorang agar bisa merasakan hakekat Tuhannya dalam kehidupan sehari-hari melalui perjalanan ibadah yang terarah dan sempurna.

Secara umum, tujuan utama setiap tarekat adalah penekanan pada kehidupan akhirat, yang merupakan titik akhir tujuan kehidupan manusia beragama. Sehingga, setiap aktifitas atau amal perbuatan selalu diperhitungkan, apakah dapat diterima atau tidak oleh Tuhan.115 Sebagaimana tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah yang lain maka tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan juga mempunyai tujuan yang sama dengan TQN yang lain. Yakni terlihat dari untaian kata yang terdapat dalam sampul buku aurat sebagai berikut:

Artinya:“Tuhanku, Engkaulah yang aku maksud dan keridhaan-Mu

yang aku cari. Berilah aku kemampuan untuk bisa mencintai-Mu dan makrifat kepada-Mu.”

Dalam doa tersebut mengandung arti sebagai berikut:

114Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme Tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah di Pulau Jawa, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), h. 28-29.

115Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat, h. 55.

Page 132: Sufisme Lokal di Jawa

132

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

1. Taqurrub ilallahIalah mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan zikirullah, bahwa tidak ada sesuatupun yang menjadi tirai penghalang antara abid dengan ma’bud, antara khalik dengan mahluk.

2. Menuju jalan mardhotillahIalah jalan yang diridhoi Allah SWT, baik dalam ubu­diyah maupun luar ubudiyyah. Alhasil dalam gerak gerik manusia diharuskan mengikuti/mentaati perintah­perintah Tuhan dan menjauhi/meninggalkan larang­larangan­Nya. Hasil dari itu, diantaranya: Budi pekerti menjadi baik, akhlaknya pun baik dan segala hal ikhwalnya menjadi baik pula, baik yang berhubungan dengan Tuhan maupun yang berhubungan dengan manusia dan makhluk Allah yang isnyaAllah tidak akan lepas dari keridhaan Allah SWT.

3. Kemakrifatan (al-makrifat), melihat Tuhan dengan mata batin.

4. Kecintaan (mahabbah) terhadap Allah “Dzat laisa kamislihi Syaiun”, yang mana dalam mahabbah itu mengandung keteguhan jiwa dan kejujuran hati. Kalau telah tumbuh mahabbah timbullah rupa-rupa hikmah, diantaranya membiasakan diri dengan selurus-lurusnya dalam hak dhohir dan batin serta dalam keadilan, yakni dapat me­netapkan sesuatu pada tempat dengan sebenar-benarnya. Peran dari mahabbah juga dapat mendatangkan belas kasihan kepada sesama mahluk, diantaranya cinta pada nusa dan segala bangsa beserta agamanya.116 Selain itu, dalam tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah

Pagentongan juga terdapat untaian tujuan dalam sampul auratnya yang artinya:

116Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat Dimensi Esoteris Ajaran Islam, (Bandung: Rosada, 2014). h. 95-96.

Page 133: Sufisme Lokal di Jawa

133

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

“Melestarikan ibadah dhohir dan batin disertai dengan meles-tarikan kebersamaan hati bersama Allah”

Terdapat tiga kandungan makna sebagai berikut:1. Melestarikan ritual ibadah secara dhohir dan batin, yaitu

dalam melakukan ibadah dapat terlihat melalui wujud ritual ibadah itu sendiri dan dirasakan dalam hati atau manfaatnya bagi salik.

2. Melestarikan kebersamaan, yakni dilakukan secara ber­sama­sama atau kelompok.

3. Tujuan dari semua itu adalah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.

b. Ritual Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah PagentonganPada dasarnya inti dari ajaran semua tarekat adalah

untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT serta mendapat keridhoan­Nya. Meskipun mempunyai tujuan yang sama namun beberapa tarekat mempunyai ritual atau karekteristik tersendiri dalam taqarrub illah. Adapun ritual tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan adalah sebagai berikut:1. Attaqah

Attaqoh adalah salah satu syarat yang harus dilaksanakan oleh calon murid (salik) sebelum dibaiat.117 Sebelum ma-suk tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan, ca­lon salik datang ke mursyid untuk meminta di bimbing ma suk tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan. Kemudian, mursyid memberikan ijazah attaqah terlebih dahulu, sebelum proses pembaiatan. Attaqah adalah zikir membaca kalimat Laa ilaaha illalaah sebanyak 70.000 kali. Durasi waktu attaqah ditentukan oleh Syaikh Wahid, bisa

117Wawancara dengan Tb Asep Maulana, Abah Ijey, Ustad Suhaimi.

Page 134: Sufisme Lokal di Jawa

134

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

seminggu dan paling lama satu bulan.118

Adapun tujuan attaqoh adalah untuk melihat keseriusan salik untuk masuk tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan. Selain itu, biasanya akan ditanyakan terlebih dahulu, apa motif calon salik masuk tarekat? Jika motifnya ingin kanuragan, kaya dan materi lainnya maka tidak akan langsung diterima. Karena inti dari masuk tarekat bukan untuk mencari materi kehidupan dunia tetapi bertujuan untuk lebih dekat dengan Allah SWT. Jadi, harus meluruskan niat terlebih dahulu.119 Setelah selesai attaqoh, calon salik menghadap syaikh lagi untuk melakukan pembaiatan. 2. Baiat

Baiat adalah kesanggupan dan kesetiaan murid di hadapan gurunya untuk mengamalkan dan mengerjakan se gala kebajikan yang diperintahkan mursyidnya. Sedang-kan talqin adalah peringatan guru kepada murid.120

Menurut KH Ramli Tamim dalam kitabnya Tsamrah al-Fikriyah hal 1­3, bahwa proses pembaiatan mursyid kepada muridnya dilakukan sebagai berikut:1. Dalam keadaan suci, murid duduk menghadap murid

de ngan posisi duduk tawarruk (kebalikan duduk tawarruk dalam sholat dengan penuh kekhusukan, taubat dan menyerah diri sepenuhnya kepada mursyid untuk di bimbing.

2. Selanjutnya murid bersama­sama dengan mursyid mem­baca kalimat a. Bismillahirahman nirrakhiim. Allahumaf taflii bifutuukhil

Aarifiin 7x.b. Bismillahirahman nirrakhiim. Alhamdulillahi wassholatu

ala habibil aliyyil adzim sayyidina Muhammadin alhadi ila

118Wawancara dengan Abah Ijey pada tanggal 25 September 2018 Pukul 16.30 di Komplek Pondok Pesantren Al-Falak Pagentongan.

119Wawancara dengan Ustad Daniel di Komplek Pondok Pesantren Al-Falak Pagentongan pada tanggal 04 November 2018, Pukul 13.30 wib.

120Cecep Alba, Tasawuf, h. 136.

Page 135: Sufisme Lokal di Jawa

135

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

shirotil mustaqiim.c. Bismillahirahman nirrakhim. Astagfirullahil ghofururakhim

3x.d. Allahumma sholli ala sayyidina muhammadin wa ala alihi

wa sohbihi ajmain.3. Kemudian syaikh (mursyid) membaca Laailaha illah se-

banyak tiga kali.4. Dan kemudian murid (salik) menirukan ucapan syaikh

(mursyid) Laailaha illah sebanyak tiga kali.5. Selanjutnya diakhiri dengan bacaan sayyidina muhammadin

rasulullahi shollallahu alaihi wa salim.6. Kemudian keduanya (mursyid dan murid) membaca

Sholawat Murjiyat. 7. Kemudian membaca ayat Al­Qur’an surat al­Fath ayat 10.8. Setelah itu menghadiahkan al­Fatikhah kepada Ra­

sulullah SAW, para masyayikh ahli silsilah Qadiriyah Naqsyabandiyah khususnya kepasa syaikh Abdul Qadir Jailani dan syaikh Abu Qasim al­Junaidi al­Baghdadi. 1X

9. Kemudian syaikh (mursyid) berdoa untuk muridnya.10. Selanjutnya syaikh (mursyid) memberikan tawajjuh ke-

pada murid (salik).121 Setelah di baiat, maka salik berkewajiban untuk melak-

sanakan amalan-amalan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan dengan bimbingan mursyid langsung. Apabila salik lalai akan tugasnya (melakukan maksiat) maka akan diingatkan oleh Syaikh Wahid secara face to face agar kembali ke jalan yang besar. Jika ada suatu kesalahan yang sifatnya kelompok maka akan diingatkan melalui forum / di depan jamaah lainnya.122 Untuk meningkatkan pemahaman ber-ta rekat, TQN Pagentongan melaksanakan pengajian ming­guan, bulanan dan tahunan. Pengajian tentang ilmu fikih

121Sabilus Salikin; Jalan Para Salik, (Pasuruan: Pondok Pesantren Ngalah, 2012), h. 659-660.

122Wawancara dengan Ustad Suhaimi pada tanggal 03 November 2018, Pukul 10.00 wib di Majelis Taklim, Pabuaran, Bojonggede, Bogor.

Page 136: Sufisme Lokal di Jawa

136

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

dan ilmu tasawuf (hikmah) agar terjadi keseimbangan da­lam beribadah (syari’at dan hakikat). 3. Zikir

Sedangkan kata “zikir” (adz-dzikr) berarti “menyebut” atau “mengingat”. Bagi para sufi, zikir adalah mengulang nama “Allah” dan sifat­sifatnya satu demi satu, atau se­bagian darinya secara bersamaan. Zikir dapat dilakukan baik sendirian maupun secara berjamaah dengan menyebut nama apapun. Sebagian orang berdzikir dengan menyebut nama “Allah”, sementara yang lain merapalkan kalimat La ilaha Illallah”, sementara yang lain mengucapkan asma atau sifat­sifat Allah yang lain.123 Dalam hal ini, maka murid (salik) akan dibimbing langsung oleh Syaikh Abdul Wahid dalam melaksanakan perjalanan spiritualnya.

Amalan HarianBerikut auradz yang dibaca oleh salik Tarekat Qadiriyah

Naqsyabandiyah di setiap setelah shalat fardhu lima waktu, sebagai berikut:a. Hadiah Fatikhah kepada Nabi Muhammad SAW, ke­

luarga, dan sahabat.b. Istigfar sebanyak tiga kali Astagfirullahal Adzimc. Sholawat sebanyak tiga kali

“Allahumma sholli ala sayyidina Muhammadin ummiyi wa ala alihi wa shohbihi wa sallim ajma’in”

d. Tawajjuhe. Ilahi anta maqsudi wa ridho matlubi, Atini mahabbatika wa

makrifatakaf. Zikir

La ilaha illallah sebanyak 165 kali.g. La ilaha illah Muhammadurrasulullahh. Tawassul kepada Sisilah Tarekat Qadiriyah Naqsya-

123Muhammad Fathullah Gulen, at-Tilal al-Zumurudiyyah Nahwa Hayati al-Qalb wa al-Ruh 1, tej. Fuad Syaifudin Nur, (Jakarta: Republika, 2014), h. 231.

Page 137: Sufisme Lokal di Jawa

137

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

bandiyah kepada- Syaikh Abdul Qadir Jaelani­ Syaikh Abi Qasyim Junaidi al­Baghdadi- Syaikh Ahmad Khatib Sambas­ Syaikh Abdul Karim Banten­ Syaikh Muhammad Falak Pagentongan Bogor ­ Syaikh Ahmad Rifa’i Pancasan Bogor - Syaikh Abdul Wahid

i. Doa124

4. Khataman & Manaqiban Khataman merupakan penunjang utama untuk mencapai

ma’rifat dan juga berfungsi sebagai do’a yang manjur yang digunakan untuk memohon kepada Allah SWT dalam urusan dunia dan akhirat.125 Untuk Tarekat Qadiriyah Naq-syabandiyah Pagentongan menggunakan Manaqib Syaikh Abdul Qadir al­Jilani yang ditukil langsung oleh Syaikh Muhammad Falak Pagentongan.

Dalam khataman dan manaqiban, para salik biasanya melaksanakan secara bersamaan. Setelah membaca khatam-an dilanjutkan membaca manaqib.Malam Selasa : Pagentongan, Bogor.Malam Rabu : Jl Kramat Raya, Cengkareng, Jakarta.Malam Jum’at : Cideng Barat, Tebet, Jakarta.Malam Kamis : Pabuaran, Bojonggede, di Majlis taklim Ust Suhaimi.Malam Minggu : Muara Empang, Bogor. Ust Muhammad Fatma Negara.

Selain membaca khataman dan manaqiban juga ada tausiah yang didalamnya terdapat pengetahuan fiqih dan tauhid. Kitab yang digunakan antara lain adalah Kitab Hikam, Fathul Qarib, Kifayatul Akhyar dan lain-lain untuk menambah

124Wawancara dengan Ustad Suhaimi pada tanggal 03 November 2018, Pukul 10.00 wib di Majelis Taklim, Pabuaran, Bojonggede, Bogor.

125Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin, Kitab Uquudul Jumaan. Tasikmalaya: PT Mudawwamah Warohmah, 2014, h. 10.

Page 138: Sufisme Lokal di Jawa

138

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

khasanah keilmuan para salik agar seimbang antara syariat (ilmu) dan tarekatnya (praktek). Adapun pengajian ini bisa diikuti oleh masyarakat umum.

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah juga melaksanakan acara bulanan yang terpusat di Majelis Al Falak Pagentongan pada Minggu pertama. Pengajian ini di sebut jalasah ahlusshuhbah. Pengajian gabungan dua Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah dan Tarekat Syaziliyah serta dihadiri oleh Syaikh Abdul Wahid Karim dan Syaikh Lukman Sholeh Mar’i.126 5. Wasilah, Robithoh & Silsilah

Wasilah atau tawasul berarti perantara.127 Tarekat Qadi-riyah Naqsyabandiyah Pagentongan juga terdapat Robithoh. Robithoh yaitu ingat kepada guru agar si murid dimana ada maksud menjalankan maksiat, apabila merasa berada dihadapan gurunya, akan menyadari dan merasa malu untuk menjalankan maksiat.128 Jadi menghadirkan robithoh adalah menghadirkan rupa guru atau syaikh ketika hendak berzikir129, dalam hal ini adalah menghadirkan Syaikh Wahid. Selain itu, dalam Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah juga ada silsilah. Silsilah adalah turun temurun tarekat yang sifatnya berurutan. Jadi tarekat yang disebut “muktabaroh”, harus ada silsilah, jelas asal muasalnya yang mengalir sampai sekarang.130 Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah termasuk salah satu tarekat yang muktabaroh, diakui keberadaanya oleh organisasi Jam’iyyah Ahli ath Thariqah al Mu’tabarah an Nahdiyah atau disingkat JATMAN. 6. Riyadhah

Secara etimologis riyadhah artinya latihan. Riyadhah ber-makna mengekang hawa nafsu ketika berhadapan dengan

126Berdasarkan wawancara dengan Abah Ijey (Tb Muhammad Zaini bin H Hasmuni Jamaludin al-Banjari).

127Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin, Uquudul Jumaan, h. 34.128Syihabudin Suhrowardi, Bidayatussalikin, h. 45-46.129Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, h. 71. 130Syihabudin Suhrowardi, Bidayatussalikin, h. 47 - 48.

Page 139: Sufisme Lokal di Jawa

139

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

hasrat jasmani serta mendorong ruh yang merindukan kelu­huran menuju ketinggian langit kesempurnaan manusia.131 Bagi seorang salik, untuk menjalankan riyadhah tergantung dari perintah mursyid. Setiap individu pastinya mempunyai karakter masing-masing sehingga satu salik dengan salik lainnya akan berbeda penanganannya dalam melaksanakan riyadhah. Sebagai contoh riyadhah antara lain: zikirullah, dawam (melanggengkan) wudhu, puasa senin dan kamis, khalwat dan lainnya.132

7. Muraqabah Muraqabah adalah meletakkan sesuatu dibawah perhatian,

penantian, pengawasan dan hidup dibawah perasaan sedang diawasi.133 Muraqobah adalah sikap seseorang menjauhi segala sesuatu selain Allah, lahir dan batin dan memusatkan seluruh perhatian hanya kepada Allah SWT.134 Seorang yang melakukan muraqabah berarti senatiasa melakukan yang terbaik sesuai dengan kodrat dan eksistensinya.135 Muraqabah memiliki perbedaan dengan zikir terutama pada objek pemusatan kesadaran (konsentrasinya). Kalau zikir me miliki objek perhatian pada simbol, yang berupa kata atau kalimat. Sedangkan muraqabah menjaga kesadaran atas makna, sifat, qudrat dan iradat Allah SWT.136

Salah satu kegiatan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan adalah tadabbur alam. Kegiatan ini dilakukan tiga bulan atau enam bulan sekali dilaksanakan di alam be-bas, semisal puncak dan lainnya.137

131Muhammad Fathullah Gulen, Tasawuf Untuk Kita Semua, h. 53.132Wawancara dengan Ustad Daniel di Komplek Pondok Pesantren Al Falak

Pagentongan pada tanggal 04 November 2018, Pukul 13.30 wib. 133Muhammad Fathullah Gulen, Tasawuf Untuk Kita Semua, h. 117.134Syekh Javad, Belajar Bertasawuf, h.98. 135Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat, h. 111.136Munawir dan Sholeh Bahruddin, Sabilus Salikin: Ensiklopedi Thariqah/

Tashawwuf, (Pasuruan: Pondok Pesantren Ngalah, 2012), h. 669.137Berdasarkan wawancara dengan Abah Ijay (Tb Muhammad Zaini bin H

Hasmuni Jamaludin al-Banjari) pada tanggal 25 September 2018 Pukul 16.30 di Komplek Pondok Pesantren Al-Falak Pagentongan.

Page 140: Sufisme Lokal di Jawa

140

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Tadabbur berarti menengok kebelakang, merenung kem­bali (instropeksi). Dalam Al­Qur’an banyak digunakan istilah tadabbur, yaitu suatu aktifitas yang dimulai dari pertanyaan yang jujur tentang siapa kita ini.138 Tadabbur mengandung makna lebih dalam. Kalau tafakkur adalah media ketika seseorang instropeksi diri dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya. Berbicara dengan hati (merenung dan belajar dalam hati) masing­masing sehingga mampu mendengarkan suara­suara Tuhan Yang Maha Esa. Tadabbur adalah belajar kepada alam semesta (tumbuh-tumbuhan, binatang). Sedangkan tasyakur adalah sebuah ekspresi diri atas keberhasilan antara tafakkur dan tadabbur sehingga melahirkan rasa syukur yang tinggi.139

Dalam meditasi atau khalwat dalam melakukan tadabbur terhadap fenomena alam di sekitar yang menyimpan sejuta rahasia Tuhan. Dalam Al­Qur’an sesungguhnya rahasia Allah SWT telah berkali-kali bersumpah dengan mahluk-mahluk makrokosmosnya. Wassyamsi wadhuhaha, was syamsi (demi matahari), wal laili (Demi Malam), was sama’i (demi langit), wan najmu (demi binatang). Allah SWT juga menjelaskan di dalam surat-surat pendek: qul a’udzu birobbi al-falaq min syarri ma khalaq dan seterusnya. Surat Yasin yang dikatakan Rasulullah SAW sebagai jantungnya Al­Qur’an juga berbicara tentang benda­benda kosmos, benda­benda langit. Afala tatadabbaruna, apakah kalian tidak memikirkan itu semua, artinya apakah kita tidak pernah berimajinasi tentang luasnya laut, jauhnya bintang dan seterusnya, inilah tadabbur alam.140

Tadabbur alam di sini bukan hanya melihat binatang atau mahluk lainnya, tetapi juga diminta untuk melihat

138Budi Munawar Rahmad, Ensiklopedi Nurcholish Madjid Jilid 3 M-P, (Jakarta: Paramadina dan Mizan, 2006), h. 1971.

139Nanang Qosim Yusuf, The Heart of 7 Awareness 7 Kesadaran Hati dan Jiwa Menuju Manusia Diatas Rata-Rata , (Jakarta: Grasindo, 2006), h. 67.

140Nasaruddin Umar, Menuai Fadhilah Dunia Menuai Berkah Akhirat, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo,2016), h.8-9.

Page 141: Sufisme Lokal di Jawa

141

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

yang lebih jauh, lebih dalam lagi dari fenomena alam. Kita dituntut untuk mampu menembus ruang di balik se gala keagungan ciptaan ini, melihat kemahakuasaan dan kemahaagungan yang berdiri tegak di balik segala keajaiban ini. Ketika seseorang mampu keluar dari cakupan lingkungan materialnya dan melihat sebuah keagungan di balik semua ini.141

Merasakan keindahan yang hakiki adalah ketika tadabbur alam, merawat melestarikan dan mencintai alam, serasa merasakan keagungan Allah dengan keheningan pikiran dan kepekaan intuisi; dengan pikir dan zikir yang menembus ke dalam sukma insani dan terpaut dengan Khaliq al-Alam, pencipta alam semesta, Allah SWT.142

Tadabbur alam selain sebagai media untuk melihat ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang nampak namun pada hakikatnya juga melihat dibalik penciptaan itu: siapa yang menciptakan. 8. Khalwat atau ‘Uzlah

Khalwat dan ‘Uzlah berarti menyendiri.143 ‘Uzlah artinya mengasingkan diri dari keramaian dunia ke suatu tempat dalam rangka riyadhah. Sedangkan khalwat secara etimologis adalah nyepi, yakni mengosongkan jasmani dan rohani dari interaksi dengan mahluk. Khalwat bagi salik mubtadi (pe-ngamal tarekat yang baru) harus dibawah bimbingan guru mursyid. Lama masa berkholwat tergantung pada bim­bingan guru. Khalwat adalah bagian dari riyadhah. Seorang salik tidak akan pernah sampai ke maqam al-Ma’rifat kecuali dengan melakukan khalwat. Para nabi melakukan khalwat, demikian juga para wali dan para sufi mengamalkannya.144

Untuk meningkatkan tingkatan salik, salah satu cara

141Nasaruddin Umar, Menuai Fadhilah, h. 9.142Asep Usman Ismail, Pengembangan Diri menjadi Pribadi Mulia, (Jakarta:

Elex Media Komputindo-Kompas Gramedia, 2011), h. 65.143Gulen, Tasawuf Untuk Kita Semua, h.51. 144Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, h. 158-159.

Page 142: Sufisme Lokal di Jawa

142

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

yang ditempuh adalah khalwat. Dalam hal ini, salik harus men dapat restu dan dibimbing langsung oleh Mursyid, Syaikh Wahid. Biasanya dilakukan ditempat yang tanpa ca haya (gelap). Diantaranya ruangan khusus, yang pernah digunakan oleh Syaikh Muhammad Falak. Tempat ini ber­ada di sebelah pesarean Syaikh Falak.145

145Wawancara dengan Abah Ijey.

Page 143: Sufisme Lokal di Jawa

143

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Karakteristik TQN PagentonganIslam masuk ke Nusantara melalui beberapa jalur antara

lain tarekat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tokoh­tokoh penyebar Islam yang sesungguhnya adalah syaikh atau mursyid tarekat. Sebuah kajian eksploratif yang dilakukan oleh martin Van Bruinessen tentang Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Nusantara memberikan gambaran tentang bagaimana peran guru tarekat (mursyid) dalam proses islamisasi di Nusantara.1

Di Bogor, tepatnya di daerah Pagentongan, Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor Barat terdapat salah satu Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah tertua di Bogor. Tarekat ini sudah ada sejak sebelum didirikannya Pondok Pesantren. Melalui karisma Syaikh Muhammad Falak Abbas dalam usaha penyebaran agama yang dimulai dari pengajian-pengajian kecil.

Syaikh Muhammad Falak, terkenal dengan sebutan Mama Falak merupakan salah satu dari 100 Ulama Dalam Lintas Se jarah Nusantara. Kiprahnya sebagai mursyid Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan diakui oleh ulama,

1Nur Syam, Tarekat Petani: Fenomena Tarekat Syattariyah Lokal, (Yogyakarta: LkiS, 2013), h. 19.

Gerakan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan

Page 144: Sufisme Lokal di Jawa

144

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

habaib dan masyarakat luas karena kedalaman ilmunya. Terdapat hubungan yang sinergis antara ulama pada masanya, diantaranya: Syaikh Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan dan ulama di Timur Tengah. Selain itu, Mama Falak juga berinteraksi dengan Ir Soekarno dan HOS Cokroaminoto.

Perjuangan Mama Falak dengan masyarakat sekitar melawan kolonialisme merupakan bukti nyata cinta tanah air, NKRI. Maka tidak mengherankan jika pada masa itu, Mama Falak pernah masuk penjara kemudian dibebaskan kembali. Hal itu, karena sumbangih pemikiran dan upaya secara langsung (terang­terangan) melawan kolonialisme sehingga dianggap tokoh yang berbahaya.

Selain itu, Mama Falak juga telah berhasil memberikan kesadaran beragama kepada masyarakat setempat untuk beragama Islam. Pada tahun sebelum 1907, keyakinan masyarakat setempat masih bercampur dengan adat istiadat pra Islam, ilmu kanuragan dan percaya pada klenik.

Sumbangsih pemikiran Mama Falak tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia ditandai dengan seringnya Presiden Ir Soekarno sering datang ke Pagentongan de­ngan cara menyamar untuk meminta masukan dalam men jalankan pemerintahannya. Dalam pilihan organisasi masyarakat, Mama Falak merupakan ulama pertama di Bogor yang mendirikan NU.

Inilah salah satu bukti kuatnya peranan sufisme dalam dinamika kehidupan masyarakat Muslim Nusantara bahwa fakta sejarah yang menunjukkan betapa di dalam berbagai perubahan sosial, peranan tarekat selalu muncul sebagai subjektif yang menyemangi (memberi semangat) dan mengilhami serta menjadi motor penggerak perubahan.2

Untuk itu, peran Mama Falak dalam perjuangan mencer­daskan bangsa, tidak perlu diragukan. Mama Falak memulai

2Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, (Bandung: Ilman, Trans Pustaka, LTN PBNU, 2017), h. 356.

Page 145: Sufisme Lokal di Jawa

145

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

proses tranfer of knowledge tentang ketuhanan, kemanusian serta menanamkan spirit cinta tanah air dimulai dari pengajian kecil kemudian pada tahun 1907 terbentuklah Pondok Pesantren Pagentongan yang kemudian berubah menjadi Pondok Pe­santren Al Falak (sesuai nama Mama Falak).

Dalam perkembangannya, Pondok Pesantren Al Falak tidak hanya berorientasi pada pendidikan informal saja namun juga terdapat Pendidikan Formal. Pada tahun 1964 di buka lembaga sekolah Dasar Islam, setaraf dengan Madrasah Ibtidaiyah. Sedangkan untuk menampung tingkatan murid menengah, terdapat SMP Islam. Kemudian pada tahun 1968 dirubah menjadi PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) 6 Tahun Filial Bogor Pagentongan. Pada tahun 1977 Sekolah Dasar Islam (SDI) menjadi Madrasah Ibtidaiyah (MI). Pada tahun 1978 PGAN 6 tahun berubah menjadi 2 Sekolah yakni; MTs N dan PGAN. Kemudian ada tahun 1985 PGAN berubah menjadi MA Al Falak. Disusul kemudian, pada tahun 1993, MTs N filia berubah menjadi MTs Al Falak.

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan, tidak masuk dalam satu kesatuan managemen Pondok Pesantren Al Falak. TQN Pagentongan menjadi bagian tersendiri namun salah satu kegiatannya tetap dilaksanakan di Majelis Al Falak. Dilihat dari geneologi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah, Syaikh Falak mendapat hirqah langsung dari Syaikh Abdul Karim Banten. Salah satu khalifah dari Syaikh Ahmad Khatib Sambas.

Setelah Mama Falak meninggal, baru kemudian satu persatu murid Mama Falak mengakui bahwa ia telah di baiat oleh sang mursyid.3 Diantara murid Syaikh Muhammad Falak adalah sebagai berikut:­ Habib Umar al Attos Cipayung­ KH Abdullah bin Nuh Bogor

3Wawancara dengan Tb Agus pada tanggal 30 September 2018 jam 15.00 wib diKomplek Pesantren Al Falak Putra, Pagentongan, Loji, Bogor.

Page 146: Sufisme Lokal di Jawa

146

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

­ KH Istikhori Darul Tafsir Bogor­ Syaikh Ahmad Rifa’i Pancasan (dekat Empang)­ Abah Surya Leuwiliyang­ Mama Rosadi Bogor

Tradisi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan diamalkan sebagai sebuah tradisi dan ritual Islam sampai sekarang. Syaikh Ahmad Rifa’i Pancasan mendapat talqin dan baiat langsung dari Syaikh Muhammad Falak. Syaikh Abdul Wahid mendapat talqin dan baiat langsung dari Syaikh Ahmad Rifa’i Pancasan. Kemudian Syaikh Ahmad Rifa’i Pancasan memberikan hirkah ke Syaikh Abdul Wahid. Syaikh Abdul Wahid merupakan keturunan buyut dari Syaikh Muhammad Falak. Syaikh Wahid adalah salah satu putra dari H Hasmuni dan Hj Ratu Maemunah Binti Tb Muhammad Thohir bin KH Tb Muhammad Falak bin KH Tb Abbas Banten. Syaikh Wahid lahir di Bogor, tepatnya pada tanggal 11 November 1953. Adapun murobbi nya adalah Ustad H Lukman Mar’i.4

Di Kabupaten Bogor, terdapat beberapa Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Dalam penelitian ini, penulis hanya membatasi pada tiga Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah antara lain: TQN Suryalaya Perwakilan Bogor, Syaikh Zein Djarnuzi di Raudhoh Al Hikam Cibinong dan TQN Pagentongan. Ditinjau dari geneologi, tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah bermuara pada “silsilah” (geneologi keilmuan) Syaikh Ahmad Khatib Sambas dan khalifah­khalifah setelah beliau wafat. Adapun referensi utama kitab “Fath al­‘Ârifîn” yang dinisbatkan kepada Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Secara garis besar geneologi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:

4Wawancara dengan Abah Ijey (Tb Muhammad Zaini bin H Hasmuni Jamaludin al-Banjari) pada tanggal 25 September 2018 Pukul 16.30 di Komplek Pondok Pesantren Al Falak Pagentongan.

Page 147: Sufisme Lokal di Jawa

147

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Pagentongan Suryalaya Raudhoh Al Hikam Perwakilan Bogor + 1907 +1986 +1999

Syaikh Ahmad Khatib Syekh Ahmad Khatib Kiai Muhammadal-Sambasi al-Sambasi Asnawi Caringin

Syaikh Abdul Karim Syaikh Tolhah Syaikh Kiai Ahmadal-Bantani Kalisepu Cirebon Sukari Cibeber

Syaikh Muhammad Syaikh Abdul Karim Syaikh Kiai Falak al-Bantani Ahmad Kadhim Asnawi

Syaikh Ahmad Rifa’i, Syaikh Abdullah Syekh Ajazani Ahmad(Pancasan Bogor) Mubarok bin Sukanta Salmin Nur Muhammad

Syaikh Abdul Wahid5 Syaikh Ahmad Syaikh Abdul Karim Shohibulwafa Tanara (al-Bantani) TajulArifin6

Syaikh Nawawi Umar Tanara

Syaikh Ahmad Khatib Sambas7

Jadwal baiat Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Bogor adalah sebagai berikut:

TQN Hari Mursyid Tempat

Pagentongan Jum’at Syaikh Abdul Wahid Ruangan Syaikh Falak (Depan Makam Syaikh Falak) Pagentongan

5Wawancara dengan Abah Ijey.6A Shohibulwafa Tajul Arifin, Kitab Uquudul Jumaan, (Tasikmalaya: PT

Mudawwamah Warohmah, 2014), h. 6 -7.7Ikhtimamiah Inda Thoriqah Qadiriyah Naqsyabandiyah Al Asnawiyah al

Bantaniah Jawiyah, (Cibinong: Pondok Pesantren Raudhoh Al-Hikam, 2017), h.7.

Page 148: Sufisme Lokal di Jawa

148

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Suryalaya Akhir Bulan Wakil Talqin: Baitul Ikhlas, Minggu KH Aah Zaenal Jl Pangeran keempat Arifin, Sogiri (setelah Drs KH Arief Suryalaya) Ichwanie, Minggu KH Asep Baitul Akhfa, awal bulan Samsurizal Villa Mutiara Hudaya, S.Ag, M.Si Bojonggede

Cibinong Senin KH Zein Djarnuji Raudhoh Al-Hikam, Cibinong

Dari ketiga TQN di Kabupaten Bogor maka Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan merupakan tarekat tertua.

Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya Perwakilan Bogor (YSB­PPS­PWB) merupakan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah cabang Suryalaya. Di Bogor terdapat dua tempat, yaitu: Pertama, Masjid Jami’ Baitul Ikhlas terletak di Jl Pangeran Sogiri, Tanah Baru RT. 01 RW II Bogor. Kedua, Masjid Baitul Akhfa terletak di Jl Tanah Baru No. 120 Waringin Jaya, Bojonggede, Bogor. Acara khataman dan manaqiban di Baitul Ikhlas dilaksanakan setiap Minggu akhir Bulan (setelah Suryalaya) mulai jam 08.00 wib sampai selesai. Sedangkan di Baitul Akhfa dilaksanakan pada Minggu pertama setiap bulan sekali dilaksanakan mulai jam 08.00 wib. Selain itu, juga terdapat pengajian yang berupa mauidhoh hasanah, biasa disebut tausiah ilmiah. Adapun wakil talqin bergantian, yaitu KH Aah Zaenal Arifin, Drs KH Arief Ichwanie dan KH Asep Samsurizal Hudaya, S.Ag, M.Si.

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Cibinong dengan Mursyid Syaikh KH Zein Djarnuzi, lebih senang dipanggil dengan sebutan Akang. Di Raudhoh Al Hikam Cibinong, kegiatan tarekat menyatu dengan kegiatan para santri dan

Page 149: Sufisme Lokal di Jawa

149

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

santriwati. Dalam setiap kegiatan khataman dan manaqiban, para santri ikut serta dalam pengajian. Khataman setiap malam selasa ba’dha Isya dan manaqiban dilaksanakan pada malam Minggu bulan pertama ba’da Isya diikuti oleh warga Cibinong sekitarnya. Selain itu, juga mengaji tentang kitab al­Hikam dan kitab fiqih. Bagi masyarakat yang akan masuk TQN di Raudhoh Al­Hikam disarankan untuk mengikuti pengajian terlebih dahulu.8

Setelah mantap dan yakin, baru bisa mengikuti baiat dan talqin. Setelah di baiat dan talqin, tetap disarankan untuk mengikuti pengajian rutinan di Raudhoh Al Hikam. Tidak disarankan membuat pengajian tersendiri dirumah tanpa seizin mursyid karena dikwatirkan terjadi penyimpangan pemahaman. Adapun jadwal baiat dan talqin setiap hari Senin.

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan dengan mursyid, Syaikh Abdul Wahid bin Hasmuni al­Qadiriyah wa Naqsyabandiyah Assyafi’i al­Banjari. Dalam khataman dan manaqiban, para salik biasanya melaksanakan secara bersamaan. Setelah membaca khataman dilanjutkan mem-baca manaqib. Jadwal pengajian TQN Pagentongan adalah sebagai berikut:Malam Selasa : Pagentongan, Bogor.Malam Rabu : Jl Kramat Raya, Cengkareng, Jakarta.Malam Jum’at : Cideng Barat, Tebet, Jakarta.Malam Kamis : Pabuaran, Bojonggede, di Majlis taklim Ust Suhaimi.Malam Minggu : Muara Empang, Bogor. Ust Muhammad Fatma Negara.

Selain membaca khataman dan manaqiban juga ada tausiah yang didalamnya terdapat pengetahuan fiqih dan tauhid. Kitab yang digunakan antara lain adalah Kitab Hikam,

8Wawancara dengan KH Zein Djarnuji pada tanggal 08 Mei 2017, Pukul 14.00 wib di Raudhoh Al Hikam, Cibinong, Bogor.

Page 150: Sufisme Lokal di Jawa

150

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Fathul Qarib, Kifayatul Akhyar dan lain-lain untuk menambah khasanah keilmuan para salik agar seimbang antara syariat (ilmu) dan tarekatnya (praktek).

Selain membaca khataman dan manaqiban juga ada tausiah yang didalamnya terdapat pengetahuan fiqih dan tauhid. Kitab yang digunakan antara lain adalah Kitab Hikam, Fathul Qarib, Kifayatul Akhyar dan lain-lain untuk menambah khasanah keilmuan para salik agar seimbang antara syariat (ilmu) dan tarekatnya (praktek). Pengajian ini bisa diikuti oleh masyarakat umum.

Adapun kegiatan bulanan Tarekat Qadiriyah Naqsya-bandiyah Pagentongan dengan nama Jalasah Ahlusshubah dilaksanakan pada malam minggu pertama setiap bulan sekali di Majelis Al Falak Pagentongan dihadiri oleh Syaikh Abdul Wahid dan Tuan Guru H Lukman Sholeh Mar’i. Acara bulanan ini merupakan acara gabungan dua Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah dan Tarekat Asyaziliyah. Syaikh Abdul Wahid sebagai mursyid Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan dan Tuan Guru H Lukman Sholeh Mar’i sebagai mursyid Asyaziliyah.

Selain itu, terdapat acara tadabbur alam yang dilaksankan tiga atau enam bulan sekali. Sedangkan kegiatan tahunan, melaksanakan Haul, Isra’ Mi’raj, Rajaban dan acara ke­agamaan lainnya.

Manaqib yang digunakan Tarekat Qadiriyah Naqsya­bandiyah Pagentongan adalah Manaqib Syaikh Abd Qadir al­Jilani yang ditukil langsung oleh Syaikh Muhammad Falak. Pada dasarnya setiap tarekat mempunyai karakter tersendiri. Dalam tahapan awal masuk Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan, calon salik diwajibkan me-la ku kan attaqah (zikir 70.000) terlebih dahulu.

Adapun durasi melaksanakan attaqah ditentukan oleh mursyid, Syaikh Abdul Wahid. Salah satu tujuan attaqah adalah untuk mengetahui keseriusan calon salik (murid).

Page 151: Sufisme Lokal di Jawa

151

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Adapun tujuan bertarekat hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.

Jadwal baiat, Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagen-tongan setiap Jum’at di ruangan Syaikh Falak. Se be lum baiat dan talqin, calon murid diwajibkan untuk mandi taubat terlebih dahulu. Dalam proses pembaiatan salik (calon murid) laki-laki dan mursyid berhadapan di tutup dengan satu sorban, dilakukan satu persatu (seorang salik dan mursyid). Sedangkan bagi perempuan, dalam proses pembaitan tidak langsung berhadapan (ada hijab / pembatas), salik mengikuti apa yang di ucapkan mursyid.9

Dalam tahapan selanjutnya, murid mengikuti pengajian yang berisi tentang ilmu tarekat dan fiqih. Agar ada keseimbangan pemahanan diantara keduanya. Untuk proses tingkatan selanjutnya, akan dibimbing secara langsung oleh Syaikh Wahid.

Dalam beberapa literasi terdapat uraian tentang attaqah. Menurut bahasa, fida’ adalah jamak (plural) dari kata fidyah, yang artinya tetapi. Akan tetapi dalam pengertian umum, fida’ ialah penebusan diri pribadi dari api neraka. Fida’ dengan pengertian yang terakhir ini bisa disebut ‘attaqah, yang berarti pembebasan di dari siksa neraka. Jadi, semenjak di dunia telah berusaha menebus diri dari neraka sehingga umpama kelak masuk neraka, akan dikeluarkan dari sana.10 Sebagaimana firman Alla SWT Q.S Maryam (19) ayat 71 ­72 yaitu:

9Wawancara dengan abah Ijey pada tanggal 10 Februari 2019 Pukul 08.05 wib. 10Madchan Anies, Tahlil dan Kenduri Tradisi Santri dan Kiai, (Yogyakarta:

Pustaka Pesantren/LKiS, 2009), h. 166.

Page 152: Sufisme Lokal di Jawa

152

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Artinya:“Dan tidak ada seorang pun di antara kamu yang tidak men-

datanginya (neraka). Hal itu bagi Tuhan-mu adalah suatu ke tentuan yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam (neraka) dalam keadaan ber lutut.11

Terdapat dua jenis attaqah, yaitu: Pertama, Attaqah Sughra (Pembebasan kecil dari neraka) adalah zikir membaca kalimat Laa ilaaha illalaah sebanyak 70.000 kali. Kedua, Attaqah Kubra (Pembebasan besar dari neraka) adalah pembacaan surat al­ikhlas sebanyak 100.000 kali.12

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan juga melaksanakan tadabbur alam. Kegiatan ini dilakukan tiga bulan atau enam bulan sekali. Menurut hemat penulis, kegiatan ini dilakukan selain untuk lebih meningkatan ketaqwaan kepada Allah SWT melalui media alam di sekitar juga sebagai sarana untuk lebih mempererat tali silaturahmi diantara pengamal tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan.

Sebuah tarekat dianggap mu’tabarah apabila memenuhi enam kriteria sebagai berikut:1. Substansi ajarannya tidak bertentangan dengan al­Qur’an

dan as-Sunnah, dalam arti tarekat tersebut bersumber dari Al­Qur’an dan as­Sunnah.

2. Tidak meninggalkan syariat.3. Silsilahnya ittisal sampai dan bersambung kepada

Rasulullah SAW4. Ada mursyid yang membimbing para murid.5. Ada murid yang mengamalkan ajaran gurunya.6. Kebenaran ajarannya bersifat universal.13

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan se­

11Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 310. 12Permasalahan Thariqah Hasil Kesepakatan Muktamar & Musyawarah Besar

Jam’iyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah Nahdhatul Ulama (1957-2005), (Surabaya, Khalista, 2006), h. 54.

13Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat Dimensi Esotoris Ajaran Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), h. 27.

Page 153: Sufisme Lokal di Jawa

153

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

per ti ditulis diatas dijelaskan bahwa Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan bukanlah ajaran baru, apalagi dianggap ajaran yang tidak berasal dari Rasul, malah sebaliknya ia adalah ajaran yang bersumber dari Al­Qur’an dan as­Sunnah dan secara mutawattir diamalkan oleh setiap generasi dibawah bimbingan Syaikh Mursyid pada setiap zamannya. Maka dengan demikian, Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan termasuk kelompak tarekat mu’tabaroh, JATMAN ((Jami’iyyah Ahlith Thariqah al-Muktabarah an-Nahdiyyah).

Menurut pengertian Durkheim, bahwa keyakinan dan ritus pada dasarnya benar­benar bersifat individual yang mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku individu. Namun dalam konteks sosiologi, agama memperlihatkan dampak sosial dari praktek­praktek yang berkaitan dengan kategori­kategori religius sehingga praktek­praktek ritual yang menggambarkan kebersamaan memiliki dampak sosial yang sangat signifikan bagi kolektifitas.14

Kebutuhan spiritual adalah sifat bawaan dari rasa bu­tuh, yang membangkitkan hasrat untuk menemukan peme-nuhan.15 Dalam hal ini, diantaranya adalah setiap orang mem butuhkan ketenangan jiwa yang dapat diperoleh me­lalui jalan agama. Agama akan membimbing seseorang un tuk mampu mengatasi persoalan kehidupan. Salah satu dalam Islam, untuk mempelajari lebih dalam tentang Islam bisa melalui jalur masuk tarekat. Banyaknya tarekat yang ada di Indonesia, maka memungkinkan seseorang dapat memilih salah satu dari tarekat muktabaroh.

Secara umum, tujuan utama setiap tarekat adalah penekanan pada kehidupan akhirat, yang merupakan titik akhir tujuan kehidupan manusia beragama. Sehingga, setiap

14Bryan S Turner, Agama dan Teori Sosial, terj. Inyiak Ridwan Muzir, (Yogyakarta: IRCiSod, 2006), h. 83.

15Syekh Javad Nurbakhsy, Belajar Bertasawuf, (Jakarta: Zaman, 2016), h. 17.

Page 154: Sufisme Lokal di Jawa

154

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

aktifitas atau amal perbuatan selalu diperhitungkan, apakah dapat diterima atau tidak oleh Tuhan.16 Setiap manusia akan sampai kepada tujuan bila dituntun oleh orang yang mengetahui maka arah perjalanan akan mulus tanpa suatu kendala. Di dalam ajaran tarekat, peranan seorang guru atau mursyid sangat mutlak dibutuhkan karena mempunyai ke-kuatan yang diyakini bersifat supranatural dalam meng­hubungkan seseorang dengan Tuhan­Nya.17 Untuk itu, ti daklah salah jika seseorang yang sudah masuk dalam ta­rekat akan mampu menjadi individu yang lebih baik, yakni berakhlakul karimah. Setiap individu mempunyai pegangan dan tujuan dalam kehidupannya bahwa setiap perilaku akan dipertanggungjawabkan.

Aspek Lokalitas/Distingsi dalam TQNTarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah merupakan sufisme

lokal, penggabungan dua tarekat Qadiriyah dan tarekat Naqsyabandiyah yang di lakukan oleh Syaikh Ahmad Khatib Sambas (w.1289 H/1872 M) berasal dari daerah Sambas, Kalimantan Barat, Indonesia. Ulama dari Indonesia yang sangat disegani dan berpengaruh di Timur Tengah karena kedalaman keilmuannya dalam bidang agama.

Pada masa permulaan TQN, kepemimpinan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah terpusat pada Syaikh Ahmad Khatib Sambas, satu-satunya mursyid TQN. Setelah Syaikh Ahmad Khatib Sambas wafat di gantikan oleh muridnya.

Pada tahun 1876, Syaikh Abdul Karim al­Bantani (Kiai Agung) pergi ke Mekkah untuk melaksanakan tu­gas sebagai pengganti Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Setelah Syaikh Abdul Karim Wafat, Tarekat Qadiriyah

16Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme Tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah di Pulau Jawa, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), h. 55.

17Sukamto, Kepemimpinan Kiai Dalam Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1999), h. 255.

Page 155: Sufisme Lokal di Jawa

155

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Naqsyabandiyah berkembang pesat di berbagai daerah di bawah kepemimpinan khalifah generasi setelahnya, yaitu:1. Kiai Abbdurrahim Bali2. Kiai Tholhah Kalisapu Cirebon3. Tubagus Muhammad Falak Pagentongan Bogor4. Kiai Hasbullah bin Muhammad Madura 5. Kiai Ibrahim Mranggen18

Dari kelima ulama itu, perkembangan Tarekat Qa d i ri-yah Naqsyabandiyah berkembang pesat di wi layah masing-masing sampai sekarang dengan berbagai ka rakteristiknya.

Sebagai lembaga keagamaan, secara tidak langsung Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah telah membangun sis-tem sosial­organik yang cukup kuat di kalangan masyarakat di Indonesia, khususnya Jawa. Hal ini karena tarekat selalu mengemban aspek (tradisi) yang terus diperkenalkan dan diajukan, terutama kepada para anggota jamaahnya. Tiga aspek itu adalah: Pertama, ajaran pusat teladan terhadap guru spiritual. Kedua, ajaran keruhanian bertingkat bagi seluruh anggotanya dalam menaiki jenjang spitual secara kompetitif dan terbuka. Ketiga, ajaran tentang lingkungan atau wilayah ideal, suatu zona yang meniscayakan nilai­nilai keagamaan dapat terlaksana dan terpelihara dengan baik.19

Salah satu budaya masyarakat Indonesia adalah mem­peringati haul. Haul dilakukan oleh perorangan dan organisasi. Banyak acara yang diadakan, antara lain meng­khatamkan Al­Qur’an, Tahlil dan mengadakan pengajian umum dengan mengundang ulama untuk memberikan wejangan atau mauidho hasanah.20

Syaikh Muhammad Falak wafat pada pukul 04.15 hari

18Zainul Mulal Bizawie, Masterpiece Islam Nusantara Sanad dan Jejaring Ulama-Santri (1830-1945), h. 305.

19Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme Tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah di Pulau Jawa, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), h. 29.

20Jamal Ma’ruf Asmani, Mengembangkan Fikih Sosial KH MA Sahal Mahfudh, (Jakarta: Gramedia, 2015), h. 129.

Page 156: Sufisme Lokal di Jawa

156

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Rabu tanggal 19 Juli 1972 M/08 Jumadil Akhir 1392 H pada usianya ke 130 tahun di Pagentongan Bogor, Jawa Barat.21 Di Pagentongan, acara Haul Syaikh Muhammad Falak di­laksanakan setahun sekali, pada bulan Jumadil Akhir. Serangkaian kegitan haul dilaksanakan seminggu yang di ikuti segenap lapisan masyarakat Pagentongan dan daerah sekitar serta masyarakat luar Jawa. Tarekat Qa-diriyah Naqsyabandiyah Pagentongan juga ikut serta dalam rangkaian acara tersebut, antara lain: pembacaan attaqah yang ikuti seluruh jamaah yang hadir.

Tradisi melaksanakan haul Syaikh Muhammad Falak dilaksanakan sebagai bagian dari mengenang kiprah Syaikh Falak, antara lain; menanamkan spirit per juangan melawan penjajah, pelopor tradisi dalam ritual ke agaaman dalam Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan serta se­bagai tokoh sentral dalam proses pribumisasi Islam di daerah Bogor dan sekitarnya. Kiprah beliau tidak hanya diakui di Indonesia tetapi juga di Timur Tengah. Salah satu karya Syaikh Muhammad Falak adalah Kitab Manaqib Syaikh Abd al Qadir Jailani yang ditukil langsung oleh beliau.

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah sebagai perespon tradisi lokal dalam rangka islamisasi tradisi mam pu meng­ubah praktek perdukunan dalam masyarakat men jadi ma-syarakat yang beragama tanpa adanya kekerasan. Islam Nu santara mengajak cara­cara dakwah yang toleran dan harmonis dengan menggunakan pendekatan kebudayaan, bukan cara kekerasan.22

Konsep pribumisasi Islam adalah bagian dari sejarah Is­lam baik di negeri Arab maupun di negeri lain, termasuk In donesia. Pribumisasi Islam bukanlah ‘jawanisasi’ atau sin kretisme, sebab ia hanya proses mempertimbangkan ke­

21Ahmad Dimyati, Kiai Ibrahim, h. 80.22Ahmad Mustofa Harun, Meneguhkan Islam Nusantara Biografi Pemikiran

Kebangsaan Prof Dr KH Said Aqil Siroj, (Jakarta: PT Khalista, 2015), h. 124.

Page 157: Sufisme Lokal di Jawa

157

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

butuhan­kebutuhan lokal di dalam merumuskan hukum­hu kum agama tanpa mengubah hukum itu sendiri. Proses pribumisasi Islam dalam kerangka manifestasi Islam da­lam bentuk budaya lokal ini telah menjadi mekanisme kul tural bagi terbentuknya Islam Nusantara. Gus Dur telah menempatkan pribumisasi Islam yang merupakan mekanisme akulturasi budaya Islam dan budaya Nusantara, sebagai paradigma keislaman yang menentukan idealitas keislaman di Nusantara dan di Indonesia. Oleh karenanya, paradigma pribumisasi Islam kemudian melahirkan corak ideal Islam Nusantara yang unik, karena memiliki sistem nilai pola budaya sendiri.23

Islam Nusantara adalah Islam yang khas ala Indonesia, gabungan nilai Islam teologis dengan nilai­nilai tradisi lo­kal, budaya dan adat istiadat di Tanah Air. Karakter Is lam Nusantara menunjukkan adanya kearifan lokal di Nu­san tara yang tidak melanggar ajaran Islam, namun justru menyinergikan ajaran Islam dengan adat istiadat lokal yang banyak tersebar di wilayah Indonesia.24 Ide Islam Nusantara datang bukanlah untuk mengubah doktrin Islam. Namun sebagai cara melabuhkan Islam dalam konteks budaya ma­syarakat yang beragam.

Dengan demikian, Islam sangat menghargai kreasi-kreasi kebudayaan masyarakat. Sejauh tradisi itu tidak me-nodai prinsip­prinsip kemanusiaan, maka ia bisa tetap di­pertahankan. Sebaliknya, jika tradisi itu mengandung unsure yang mencederai martabat kemanusiaan, maka tak ada alasan untuk melestarikan. Itulah juklak Islam Nusantara dalam menyikapi tradisi-budaya masyarakat25 yang terdapat dalam Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah.

23Syaiful Arif, Islam Pancasila dan Deradikalisasi Meneguhkan Nilai Keindonesiaan, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2018), h. 45-47.

24Zainul Milal Bizawie, Masterpiece Islam Nusantara Sanad dan Jejaring Ulama-Santri (1830-1945), (Tangerang Selatan: Pustaka Compass, 2016), h. 3.

25Abdul Moqsith Ghazali, Metodologi Islam Nusantara, artikel diakses pada 01 Januari 2018 dari http://repository.uinjkt.ac.id. pada pukul 13.00 wib.

Page 158: Sufisme Lokal di Jawa

158

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Page 159: Sufisme Lokal di Jawa

159

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

KesimpulanTarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah merupakan ga bungan

dari dua tarekat, yaitu Qadiriyah dan Naqsyabandiyah yang dikombinasikan oleh Syaikh Ahmad Khatib pada pertengahan abad ke­19 yang merupakan ulama dari Kalimantan. Melalui beberapa khalifahnya, Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah berkembang sangat pesat di Indonesia, terutama di Jawa.

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan meru­pakan salah satu tarekat di Desa Pagentongan, Kelurahan Loji, Kec. Bogor Barat, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Gerakan keagamaan yang di prakarsai oleh Syaikh Tubagus Muhammad Falak, pada mulanya hanya pengajian rutinan biasa yang kemudian mendirikan Pondok Pesantren Al Falak. Dalam penyebaran Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah, Syaikh Falak tidak serta merta membaiat semua jamaah me lainkan hanya yang di kehendaki atau yang sudah mempunyai dasar agama yang kuat. Hal ini, untuk menjaga marwah tarekat.

Penutup

Page 160: Sufisme Lokal di Jawa

160

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Kedudukan Syaikh Muhammad Falak sebagai mursyid setelah memperoleh hirqah (derajat) keguruan dari Syaikh Abdul Karim Banten. Syaikh Abdul Karim adalah khalifah utama Syaikh Ahmad Khatib Sambas, pencetus Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah.

Pertumbuhan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pa-gentongan pada permulaan abad kedua puluh ditunjukkan dalam pengaruh karismatik Syaikh Muhammad Falak yang mampu memberikan kesadaran beragama kepada masyarakat setempat. Pada tahun sebelum 1907, masyarakat Pagentongan masih menganut adat istiadat pra Islam, ilmu kanuragan dan percaya pada klenik. Dengan dakwah yang tidak kenal lelah, Syaikh Falak mampu mengubah masyarakat yang semula percaya pada klenik dan perdukunan berubah menganut agama Islam. Selain berdakwah, Syaikh Falak ikut serta dalam melawan kolonialisme bersama warga sekitar. Pada masa proklamasi, Mama Falak merupakan ulama yang sering dikunjungi Presiden Republik Indonesia Pertama, Ir Soekarno untuk memberikan masukan terhadap pemerintahan yang sedang dipimpin. Syaikh Falak juga sebagai pelopor pembentukan NU Cabang Bogor. Selain itu, juga terjalin hubungan yang sangat erat dengan KH Hasyim Asy’ari, Habaib­habaib serta sesama mursyid Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah pada masanya.

Setelah Tubagus Muhammad Falak meninggal. Ajaran Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah masih bisa ditemukan melalui salah satu muridnya. Tradisi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan diamalkan sebagai sebuah tradisi dan ritual Islam sampai sekarang. Syaikh Ahmad Rifa’i Pancasan mendapat talqin dan baiat langsung dari Syaikh Muhammad Falak. Syaikh Abdul Wahid mendapatkan talqin dan baiat dari Syaikh Ahmad Rifa’i Pancasan. Dalam tahapan selanjutnya, Syaikh Ahmad

Page 161: Sufisme Lokal di Jawa

161

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Rifa’i Pancasan memberikan hirkah ke Syaikh Abdul Wahid. Syaikh Abdul Wahid merupakan keturunan buyut dari Syaikh Muhammad Falak. Syaikh Wahid adalah salah satu putra dari H Hasmuni dan Hj Ratu Maemunah Binti Tb Muhammad Thohir bin KH Tb Muhammad Falak bin KH Tb Abbas Banten. Syaikh Wahid lahir di Bogor, tepatnya pada tanggal 11 November 1953. Selain murid Syaikh Ahmad Rifa’i, Syaikh Wahid pernah berguru ke beberapa ulama di daerah Banten dan Syaikh Muhammad Arwani Banggil Jawa Timur.1

Konsep ajaran Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan adalah talqin dan baiat terlebih dahulu yang didalamnya terdapat pelajaran berzikir. Zikir terbagi menjadi dua yaitu; zikir Jahr (mengucapkan lafal Laa Ilaha Illallah dengan suara keras) dan zikir Khafi (mengucapkan lafal Allah dalam hati). Seluruh tubuh terdapat tujuh latifah (tingkatan), yaitu; Latifatul Qalbi (Latifah hati), Latifatul Ruh, Latifas Sirri, Latifatul Khofi, Latifatul Akhfa, Latifatun Nafsi, Latifatul Qolab. Sebelum baiat, calon salik melakukan attaqah (zikir 70.000 lafadz Laa ilaha Illah) terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengetahui keseriusan dan ketulusan bahwa calon salik bersungguh-sungguh ingin masuk tarekat dan bertujuan hanya untuk taqarrub illa Allah. Adapun durasi waktu attaqah di tentukan oleh mursyid, Syaikh Abdul Wahid.

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah merupakan salah satu tarekat muktabarah, JATMAN (Jami’iyyah Ahlith Thariqah al-Muktabarah an-Nahdiyyah). Berpedoman pada Al­Qur’an dan Hadist, adapun sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW.

Kegiatan tarekat terbagi menjadi empat kegiatan yaitu;

1Wawancara dengan Abah Ijey (Tb Muhammad Zaini bin H Hasmuni Jamaludin al-Banjari) pada tanggal 25 September 2018 Pukul 16.30 di Komplek Pondok Pesantren Al Falak Pagentongan.

Page 162: Sufisme Lokal di Jawa

162

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

individual, mingguan, bulanan dan tahunan. Kegiatan individual adalah kegiatan zikir yang dilakukan oleh salik (murid) setelah sholat fardhu. Kegiatan mingguan adalah kegiatan pembacaan khataman dilanjutkan manaqiban yang dilaksanakan setiap malam Selasa di Pagentongan, malam Rabu di Jl Kramat Raya Cengkareng Jakarta, malam Kamis di Majelis Taklim Ust Suhaimi di Pabuaran Bojonggede, malam Jum’at di Cideng Barat Tebet Jakarta dan malam Minggu di Majelis Ust Muhammad Fatma Negaradi Muara Empang Bogor. Adapun kegiatan bulanan Tarekat Qadiriyah Naqsya­bandiyah Pagentongan dengan nama Jalasah Ahlusshubah dilaksanakan pada malam minggu pertama setiap bulan sekali di Majelis Al Falak Pagentongan dihadiri oleh Syaikh Abdul Wahid dan Tuan Guru H Lukman Sholeh Mar’i. Selain itu, terdapat acara tadabbur alam yang dilaksankan tiga atau enam bulan sekali. Sedangkan kegiatan tahunan, melaksanakan Haul, Isra’ Mi’raj, Rajaban dan acara kegamaan lainnya.

Kitab panduan amalan Tarekat Qadiriyah Naq-syabandiyah Pagentongan antara lain; Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan Bogor dan Manaqib Syaikh Abd Qadir al­Jilani yang ditukil langsung oleh Syaikh Muhammad Falak. Dalam muhtashor manaqib ini terdapat tiga manqabah. Dua kitab pedoman amalan ini hanya untuk kalangan salik Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan. Selain itu, juga terdapat pengajian yang membahas fikih dan tasawuf. Terdapat hubungan yang sinergis antara mursyid dan murid (salik). Syaikh Abdul Wahid membimbing murid dalam perjalanan kerohaniannya. Apabila ada kealfaan murid secara pribadi maka akan diingatkan secara individu. Namun apabila ada kealfaan atau kesalahan secara kelompok maka akan diingatkan dalam majelis.

Aktifitas Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagen­

Page 163: Sufisme Lokal di Jawa

163

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

tongan pada akhirnya dapat menimbulkan efek perilaku bagi salik atau pengamal tarekat. Tarekat ini, mendorong peng­amalnya untuk menjadi manusia yang lebih baik (akhlakul karimah) sesuai dengan syariat Islam. Sedangkan dalam kontek sosial budaya, Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan mampu menciptakan budaya dalam bentuk kegiatan rutinan serta kegiatan pada hari-hari keagamaan Islam seperti Haul, Maulid, Rajab, Tahun Baru Muharram, Ramadhan yang diikuti oleh masyarakat sekitarnya.

Selain itu, Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah sebagai perespon tradisi lokal dalam rangka islamisasi tradisi mam­pu mengubah praktek perdukunan dalam masyarakat men-jadi masyarakat yang beragama tanpa adanya kekerasan. Meskipun Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah Pagentongan tidak dalam satu instansi (managemen) Pondok Pesan­tren Al Falak namun keberadaan Tarekat Qadiriyah Naq-syabandiyah Pagentongan mampu memberikan warna tentang khasanah keislaman di Pagentongan sejak mursyid pertama Syaikh Muhammad Falak dan sekarang dengan mursyid Syaikh Abdul Wahid.

Saran­SaranSecara garis besar penelitian ini masih banyak ke-

kurangan sehingga perlu adanya penyempurnanan secara ilmiah. Meskipun demikian, penelitian ini bisa dijadikan model penelitian selanjutnya terkait dengan Sufisme Lokal di Jawa fenomena perkembangan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Kabupaten Bogor. Karena penelitian ini merupakan penelitian di Kabupaten Bogor yang mengkaji tentang penyebaran dan sejarah masuknya Tarekat Qa-di riyah Naqsyabandiyah. Bagi para pemerhati dunia tarekat, khususnya Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Kabupaten Bogor agar supaya dilanjutkan dengan te­rus-menerus dan lebih rinci agar hasilnya dapat menyem-

Page 164: Sufisme Lokal di Jawa

164

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

purnakan penelitian ini. Sesungguhnya keberadaan Tarekat Qadiriyah Naqsya-

bandiyah di Kabupaten Bogor merupakan fenomena yang sudah ada sejak tahun 1907­an. Namun sampai saat ini sedikit para peneliti yang mengungkap fakta ini. Sehingga data-data terkait Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Kabupaten Bogor masih sangat terbatas. Inilah yang menjadi tantangan kita untuk bisa menggali data-data terkait akti-vitas Tarekat Qadiriyah Naqasyabandiyah di Kabupaten Bogor dengan melalui studi dokumentasi, wawancara mau­pun observasi. Dengan demikian maka generasi berikutnya tidak kehilangan sejarahnya sendiri.

Page 165: Sufisme Lokal di Jawa

165

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Daftar Pustaka

Abdurrahman, Dudung. Gerakan Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah Suryalaya di Tasikmalaya 1905-1995. Tesis S2 UGM Yogyakarta, 1996.

Alba, Cecep. Tasawuf dan Tarekat. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014. Ali, Yunasril. Mata Air Kearifan Bekal Spiritual Menghadapi Tantangan Era-Globalisasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2015.

Al­Gazali, Imam. Menyibak Dunia Metafisik (Ketajaman Mata Hati), Terj. Achmad Sunarto, (Bandung: Husaini, 1996), h. 19.

Al-Qur’an dan Terjemahnya Disertai Tema Penjelas Kandungan Ayat. Jakarta: El Misykaah, 2015.

Al­’Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih. Syarah Adab & Manfaat Menuntut Ilmu. Jakarta: Pustaka Imam Syafii, 2007.

Page 166: Sufisme Lokal di Jawa

166

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Anam, Choirul. Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama,cet.III. Jakarta: Duta Aksara Mulia, 2010.

Anies, Madchan. Tahlil dan Kenduri Tradisi Santri dan Kiai. Yogyakarta: Pustaka Pesantren/LKiS, 2009.

Arif, Syaiful. Islam Pancasila dan Deradikalisasi Meneguhkan Nilai Keindonesiaan, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2018.

Arifin, Ahmad Shohibul Wafa Tajul. Kitab Uquudul Jumaan. Tasikmalaya: PT Mudawwamah Warohmah, 2014.

Arifin, Ahmad Shohibulwafa Tajul. Miftahus Shudur Kunci Pembuka Dada Juz 1, Terj. Aboebakar Atjeh. Tasikmalaya, PT Mudawwamah Warohmah, 2005.

Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003.

Aziz, Aceng Abdul. Dkk., Islam Ahlussunah Waljama’ah Sejarah Pemikiran dan Dinamika NU di Indonesia. Jakarta, Pengurus Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama, 2016.

Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Direktori Kasus-kasus Aliran Pemikiran Paham dan Gerakan Keagamaan di Indonesia. Jakarta: Maloho jaya Aabadi Press, 2010.

Bizawie, Zainul Milal. Masterpiece Islam Nusan-tara Sanad dan Jejaring Ulama-santri 1830-1945). Tange-rang Selatan: Pustaka Compas, 2016.

Bogor Review 2008-2013. Cibinong, Prayoga Tohaga, 2013.

Page 167: Sufisme Lokal di Jawa

167

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat. Bandung: Mizan, 1995.

Martin Van Bruinesses, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia ed. Revisi, Bandung: Mizan, 1996.

Buku saku Waspada Aliran Sesat Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bogor. ed.3., Bogor: MUI Kabu­paten Bogor, 2016.

Djaelani, Abdul Qadir. Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf. Jakarta: Gema Isnani Press.

Dimyati, Ahmad. Dakwah Personal:Model Dakwah Kaum Naqsabandiyah. Yogyakarta: Deepublish, 2016.

Dimyati, Ahmad. Kiai Ibrahim dan Tempat-Tempat Ibadat (Kisah Perjalanan Memahami Perbedaan Agama dan Saling Menghormati Dengan Umatnya). Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018.

Dhofier, Zamarkhsyari. Tradisi Pesantren: Study Pandangan Hidup Kyai dan Visinya mengenai Masa Depan Indonesia. Jakarta: LP3ES, 2011.

Ensiklopedi Tasawuf Jilid I A­H. Bandung: Angkasa, 2008.

Gulen, Muhammad Fathullah. Tasawuf Untuk Kita Semua, Terj. Fuad Syaifudin Nur. Jakarta: Republika Penerbit, 2014.

Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1978.

Hajjaj, Muhammad Fauqi. Tasawuf Islam & Akhlak. Jakarta: Amzah, 2013.

Harun, Ahmad Mustofa. Meneguhkan Islam Nusantara Biografi Pemikiran & Kiprah Kebangsaan Prof Dr KH Said Aqil Sijoj. Jakarta: PT Khalista, 2015.

Page 168: Sufisme Lokal di Jawa

168

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Hubungan Antar Beragama: Studi Kasus Penu-tupan / Perselisihan Rumah Ibadat, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RU, 2002.

Hubungan Umat Beragama: Studi Kasus Penu-tupan/Perselisihan Rumah Ibadat. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2012.

Ibrahim, Husaini. Awal Masuknya Islam ke Aceh Analisis Arkeologi dan Sumbangannya pada Musantara. Aceh: Aceh Multivision, 2016.

Ikhtimamiah Inda Thoriqah Qadiriyah Naqsya-bandiyah Al Asnawiyah al Bantaniah Jawiyah, Cibinong: Pondok Pesantren Raudhoh Al­Hikam, 2017.

Ismail, Asep Usman. Pengembangan Diri menjadi Pribadi Mulia. Jakarta: Elex Media Komputindo­Kompas Gramedia.

Jaiz, Hartono Ahmad. Tarekat Tasawuf Tahlilah & Maulidan. Sukoharjo: WIP, 2015.

Jatmiko, Priyo. Sejarah Kota Bogor. Bogor: Kartanagari, 2015.

Jumantoro, Totok dan Amin, Samsul Munir. Kamus Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah, 2005.

Kabbani, Syekh Muhammad Hisyam. Tasauf dan Ihsan Anti Virus Kebatilan dan Kezaliman, Terj. Zaimul Am. Jakarta: Serambi, 2007.

Khalil, Ahmad. Merengkuh Bahagia Dialog Al-Qur’an Tasawuf dan Psikologi. Malang; UIN­MalangPress, 2007.

_________. Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa. Malang: UIN­Malang Press. 2008.

Page 169: Sufisme Lokal di Jawa

169

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Lombard, Denys. Nusa Jawa: Silang Budaya Bagian II Jaringan Asia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Masnun. Tuan Guru KH uhammad Zainuddin Abdul Madjid Gagasan dan Gerakan pembaharuan Islam di Nusa Tenggara Barat. Pustaka Al­Miqdad, 2007.

Mazayasyah, Abu Azka Fathin. Mendulang Hikmah: Ada Hikmah dalam Setiap Keadaan & Waktu. Yogyakarta: Darul Hikmah, 2016.

Mas’ud, Abdurrohman. Dari Haramain ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek Pesanten. Jakarta: Kencana, 2006.

Mengenal Thariqah Panduan Pemula Mengenal Jalan Menuju Allah Ta’ala, cet.II,. Solo: Sinar Abadi, 2009.

Mubarok, Fakhri. “Tarekat Qadiriyah Naqsaban-diyah dan Peningkatan Kesalehan Sosial Ikhwan (Studi Analitis Terhadap Ikhwan TQN di Ciomas”. Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah, 2007.

Mufid, Ahmad Syafi’i. Tangklukan Abangan dan Tarekat; Kebangkitan Agama. Jakarta: Yayasan OBOR Indonesia, 2006.

Mulyati, Sri. Peran Edukasi Tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah Dengan Referensi Utama Suryalaya. Jakarta: Prenada Media Group, 2010.

_________. Tasawuf Nusantara Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka. Jakarta: Prenada Media Group, 2006.

_________. Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indo-nesia. Jakarta: Kencana, 2011.

Page 170: Sufisme Lokal di Jawa

170

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Munawir dan Sholeh Bahruddin, Sabilus Salikin: Ensiklopedi Thariqah/Tashawwuf. Pasuruan: Pondok Pesantren Ngalah, 2012.

Neolaka, Amos dan Neolaka, Grace Amialia A. Landasan Pendidikan Dasar Pengenalan Diri Sendiri Menuju Perubahan Hidup. Depok: Kencana, 2017.

Nurbakhsy, Syekh Javad. Belajar tasawauf, terj. Zaimul Am. Jakarta: Zaman, 2016.

Pasodjo, Sudjoko. dkk., Profil Pesantren Laporan Hasil Penelitian Pesantren Al-Falak & Delapan Pesantren Lain Di Bogor. Jakarta: LP3ES, 1974.

Permasalahan Thariqah Hasil Kesepakatan Muk-tamar & Musyawarah Besar Jam’iyah Ahlith Thariqah Al-Muktabarah Nahdlatul Ulama (1957-2005 M). Surabaya: Al­Aziziyah, 2006.

Penelitian Tentang Kasus-Kasus Aliran / Faham Keagamaan Aktual di Indonesia, Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2006.

Rahardjo, M Dawam. Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta, LP3ES, 1974.

_________. Pergulatan Dunia Pesantren Memba-ngun Dari Awal. Jakarat: Media, 1985.

Rahmad, Budi Munawar. Ensiklopedi Nurcholish Madjid Jilid 3 M-P. Jakarta: Paramadina dan Mizan, 2006.

Rauf, Abdul. Tafsir Al-Azhar Dimensi Tasawuf Hamka. Kuala Selangor: Piagam Intan, 2013.

Page 171: Sufisme Lokal di Jawa

171

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Rushah, Syaikh Khalid Sayyid. Nikmatnya Beribadah, Terj. Kusrin Karyadi dan Muhtadi Kadi M Abidu. Jakarta Timur: Pustaka Al­Kautsar, 2006.

Sajari, Dimyati. Mengenal Allah (Paham Ma’rifat Ibn Athaillah dalam Al-Hikam). Bandung: Fajar Media, 2012.

Said, Fuad. Hakekat Tarikat Naqsyabandiyah. Jakarata: Al­Husna Zikra, 1996.

Schimmel, Annemarie. Dimensi Mistik Dalam Islam. Terj. Sapardi Djoko Damono dkk. Jakarta: PT Temprint, 1986.

Siroj, Said Aqil. Islam Sumber Inspirasi Budaya Nusantara Menuju Masyarakat Mutamaddin. Jakarta: LTN NU, 2015.

Smith, Margaret. Mistisisme Islam dan Kristen Sejarah Awal dan Pertumbuhannya, Terj. Amroeni Dradjat. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.

Solihin, M dan Rosihan Anwar. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2014.

Siyoto, Sandu dan M Ali Sodik. Dasar Metodologi Penelitian. Sleman: Literasi Media Publising, 2015.

Suhrowardi, Syihabudin. Bidayatussalikin Bela jar Ma’rifat kepada Allah. Tasikmalaya: PT Mudawwamah Warohmah, 2005.

Sunyoto, Agus. Atlas Walisongo. Bandung: Ilman, Trans Pustaka, LTN PBNU, 2017.

Sururin. Perempuan dalam Dunia Tarekat; Belajar dari Pengalaman Beragama Perempuan Anggota Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia, 2012.

Page 172: Sufisme Lokal di Jawa

172

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Suryanegara, Ahmad Mansur. Api Sejarah, Jilid 1, Bandung: Tria Pratama, 2014.

Suryani dan Hendryadi, Metode Riset Kuantitatif Teori dan Aplikasi pada Penelitian Bidang Manajemen dan Ekonomi Islam. Jakarta: Prenadamedia Group, 2016.

Syam, Nur. Tarekat Petani: Fenomena Tarekat Syattariyah Lokal. Yogyakarta: LkiS, 2013.

Tamam, Abas Mansur. Islamic Worldview Paradigma Intelektual Muslim. Jakarta: Spirit Media Press, 2017.

Tebba, Sudirman. Bekerja Dengan Hati. Jakarta: Pustaka IrVan, 2009.

_________. Etika dan Tasawuf Jawa Untuk Meraih Ketenangan Hati. Tangerang: Pustaka irVan, 2007.

_________. Hidup Bahagia Cara Sufi. Jakarta: Pustaka IrVan, 2004.

_________. Membangun Etos Kerja dalam Pers pektif Tasawuf. Bandung: Pustaka Nusantara Publishing, 2003.

Thohir, Ajid. Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme Tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah di Pulau Jawa. Bandung: Pustaka Hidayah, 2002.

Toriqqudin, Moh. Sekularitas Tasawuf Mem-bumikan Tasawuf dalam Dunia Modern. Malang: UIN­Malang Press, 2008.

Turner, Bryan S. Agama dan Teori Sosial, terj. Inyiak Ridwan Muzir, Yogyakarta: IRCiSod, 2006.

Page 173: Sufisme Lokal di Jawa

173

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

Yunus, Abdul Rahim. Posisi Tasawuf Dalam Sistem Kekuasaan Kaesultanan Buton Pada Abad Ke-19. Jakarta: INIS, 1995.

Yusuf, Nanang Qosim. The Heart of 7 Awareness 7 Kesadaran Hati dan Jiwa Menuju Manusia Diatas Rata-Rata. Jakarta: Grasindo, 2006.

Yusqi, M Ishom. Dkk., Mengenal Konsep Islam Nusantara. Jakarta: Pustaka STAINU, 2015.

Zahri, Mustafa. Kunci Memahami Tasawuf. Surabaya: PT Bina Ilmu, 2007.

Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf Sebuah Kajian Tematik. Jakarta: PT Raja Grafindo, 2016.

100 Ulama Dalam Lintas Sejarah Nusantara. Jakarta: Lembaga Ta’mir Mesjid­PBNU, 2015.

Media Online http://alhikampondokku.blogspot.com/2011/04/

profil-al-hikam.html?m=1https://www.antaranews.com/berita/149312/

pimpinan-aliran-satrio-piningit-divonis-25-tahun diakses pada tanggal 23 September 2018.

http://bogor.tribunnews.com/amp/2017/06/20/menelisik-kampung-santri-pagentongan-bogor-enam-pondok-pelajari-bidang-berbeda diakses pada tanggal 17 November 2018.

Data geografis­demografis diambil dari Kota Bogor www.kotagobor.go.id., Diakses pada Kamis 09 Agustus 2018.

Page 174: Sufisme Lokal di Jawa

174

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

h t t p s : / / e - d o k u m e n . k e m e n a g . g o . i d / f i l e s /fmpbnNCJ1286170246.pdf diakses pada tanggal 26 Agustus 2018.

https://www.facebook.com/RaudhohAlHikam165/ diakses pada 25 September 2018.

Ghazali, Abdul Moqsith. Metodologi Islam Nusantara, artikel diakses pada 01 Januari 2018 dari http://repository.uinjkt.ac.id.

http://hasbulohaljawani.blogspot.com/2014/11/syaikh-waasi-achmad-syaechudin-bin.html?m=1 diakses pada tanggal 06 nov 2018.

https://icihbogor.wordpres.com diakses pada tanggal 11 Agustus 2018.

Sya’ban, A. Ginajar. Inilah Kitab TQN Karya Syaikh Abdul Karim Bantan dan Syaikh Ibrahim Brumbung, Diakses pada tanggal 14 Maret 2019 dari https://jatman.or.id/inilah­kitab­tqn­karya­syaikh­abdul­karim­banten­dan­syaikh­ibrahim­blumbung/.

https://www.liputan6.com/news/read/105073/situasi-kampus-mubarok-aman diakses pada tanaggal 25 September 2018.

https://www.liputan6.com/news/read/2523490/aliran-sesat-pajajaran-panjalu-siliwangi-bangkit-lagi-di-bogor diakses pada tanggal 23 September 2018

http://media-islam.or.id/2007/09/26/fatwa-mui-ingkar-sunnah-sesaat/pada tanggal 26 Agustus 2018

http://mui.or.id/wp-content/uploads/2017/02/14.-Aliran-Al-Qiyadah-Al-Islamiyah.pdf diakses pada tanggal 26 Agustus 2018.

Page 175: Sufisme Lokal di Jawa

175

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

https://mui.or.id/wp-content/uploads/2017/02/08.-Darul-Arqam.pdf diakses pada tanggal 26 Agustus 2018.

http://mui.or.id/wp-content/uploads/2017/02/02.-Islam-Jamaah.pdf diakses pada tanggal 26 Agustus 2018.

https://mui.or.id/wp-content/uploads/2017/02/04.-GAFATAR.pdf diakses pada tanggal 23 September 2018.

https://news.okezone.com/amp/2011/09/06/ 340/499130/sebelum-wafat-abah-anom-minta-digelar-tahlilan diakes pada tanggal 01 November 2018.

http://www.nu.or.id/post/read/2907/thariqah­al­mu039tabarah­dari­waktu­ke­waktu diakses pada tanggal 02 Januari 2019.

http://www.nu.or.id/post/read/12123/pemimpin-al-qiyadah-al-islamiyah-divonis-4-tahun diakses pada tanggal 26 Agustus 2018.

https://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/12/08/29/m9iqne-mui-aliran-panjalu-siliwangi-pajajaran-sesat di akses pada tanggal 26 Agustus 2018.

Sya’ban, A Ginajar. Ditemukan! Kitab Karya Syaikh Abdul Karim al Bantani dan Syaikh Ibrahim Brumbung Demak tentang TQN, Diakses https://jaringansantri.com/ditemukan­kitab­karya­syaikh­abdul­karim­al­jawi-makki-banten-dan-syaikh-ibrahim-brumbung-demak­tentang­tarekat­qadiriyah­naqsyabandiyah/ pada tanggal 04 Januari 2019.

Page 176: Sufisme Lokal di Jawa

176

SufISME LoKAL DI JAWA: Studi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Pagentongan Bogor

https://www.schoolandcollegelistings.com/ID/Cibinong/738909676149804/Raudhoh-Al-Hikam diakses pada tanggal 25 September 2018.

https://www.suryalaya.org/ver2/tausiyah-daftar.html diakses tanggal 30 September 2018.

https://tasawufkemurnianislam.blogspot.com/?m=1 diakses pada tanggal 06 November 2018.

https://www.viva.co.id/berita/metro/913699-mereka-yang-dipenjara-karena-penodaan-agama diakses pada tanaggal 23 September 2018.

Page 177: Sufisme Lokal di Jawa
Page 178: Sufisme Lokal di Jawa