DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.................................... i DAFTAR ISIS....................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG............................... 1 B. TUJUAN PENULISAN............................. 2 BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN TA’ZIR............................ 3 B. JENIS – JENIS HUKUMAN TA’ZIR................. 4 C. RUANG LINGKUP DAN TUJUAN HUKUMAN PIDANA ISLAM 7 D. KERANGKA TEORI............................... 7 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN................................... 9 B. SARAN........................................ 9 DAFTAR PUSTAKA.................................... 10
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................... i
DAFTAR ISIS....................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG............................... 1B. TUJUAN PENULISAN............................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TA’ZIR............................ 3B. JENIS – JENIS HUKUMAN TA’ZIR................. 4C. RUANG LINGKUP DAN TUJUAN HUKUMAN PIDANA ISLAM 7D. KERANGKA TEORI............................... 7
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN................................... 9B. SARAN........................................ 9
DAFTAR PUSTAKA.................................... 10
SUATU TINJAUAN TENTANG HUKUMAN TA’ZIR
DI
S
U
S
U
N
OLEH :
AIRI SAFRIJALDosen FH : UNMUHA
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH
BANDA ACEH2014
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji dan syukur dipersembahkan kehadirat Allah
SWT, karena atas
rahmatdankarunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “SUATU TINJAUAN TENTANG HUKUMAN TA’ZIR”
Kemudian shalawat dan salam juga disampaikan kepangkuanNabi
BesarMuhammad SAW, serta keluarga dan sahabatnya sekalian.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk melengkapi dan
membantu atau menunjang nilai mata kuliah Kapita Selekta Hukum
Islam dan Pada kesempatan ini ucapan terima kasih disampaikan
kepada Bapak Dosen Pengasuh Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum
Islam yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan secara
tulus dan ikhlas sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Disadari sepenuhnya, bahwa makalah ini masih belum
sempurna dan untuk itu dengan segala kerendahan hati sangat
diharapkan kritik serta saran demi penyempurnaannya.
Akhirnya kepada Allah Yang Maha Rahman dan Rahim
diserahkan semua ini, dengan harapan semoga bantuan dari
semua pihak mendapat balasan yang setimpal dari Nya.
Amin Yarabbal Alamin.
Penulis,
AIRI SAFRIJAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hukuman dalam bahasa arab artinya ’uqubah yang artinya
mengiringnya dan datang dibelakangnya. Dari pengertian ini
dapat dipahami bahwa sesuatu disebut hukukman karena ia
mengiringi perbuatan dan dilaksanakan setelah perbuatan itu
dilakukan. Atau sesuatu juga dapat dipahami sesuatu disebut
hukuman karena ia merupakan balasan terhadap perbuatan yang
menyimpang yang telah dilakukannya.
Menurut hukum pidana islam, oleh Abdul Qadir Audah
mendefenisikan bahwa “hukuman adalah pembalasan untuk
ditetapkan untuk memelihara kepentingan masyarakat, karena
adanya pelanggaran atas ketentuan – ketentuan syara’. Namun
bagaimanakah dengan hukuman ta’zir, yang merupakan suatu
perbuatan dan pelanggaran yang dipandang sebagai perbuatan
yang melanggar kepentingan masyarakat.
Untuk lebih jelas, ta’zir adalah suatu hukuman atas
sesuatu perbuatan yang belum diatur atau ditetapkan oleh
syara’, karena ta’zir adalah merupakan sebuah ketentuan dan
hukuman yang ditetapkan oleh penguasa yang berwenang dalam
suatu negara atau diserhkan kepada Ulil Amri untuk
mengaturnya.
Dengan demikan hukuman ta’zir adalah suatu hukuman yang
belum ditetapkan oleh syara’ terhadap sesuatu perbuatan dan
hukuman ta’zir dalam islam merupakan suatu hukuman yang
deberikan kepada orang – orang yang melanggar ketentuan –
ketentuan atau peraturan yang menyimpang yang telah
dilakukannya.
Jadi ta’zir adalah adalah suatu huukaman yang
ditetapkan oleh penguasa atau Ulil Amri dalam memberi sanksi
pidana kepada orang – orang yang telah membuat suatu
kejahatan atau perbuatan yang menyimpang yang bertentangan
dengan kepentingan umum. Oleh karena itu hukuman ta’zir,
tidak dan belum ditentukan oleh syara’ yang ketentuan
hukumannya diserahkan kepada hakim atau Ulil amri untuk
mengaturnya. Dengan demikan jelaslah bahwa hukuman ta’zir
merupakan suatu hukuman yang ketentuannya tidak atur oleh
syara’ karena berapa besar jumlahnya hukuman yang diterapkan
dalam hukuman ta’zir ditentukan oleh penguasa negara atau
Ulil Amri yang berwenang dalam menngaturnya, karena hukuman
ta’zir salah satu hukuman yang tidak diatur oleh syara’ dan
diserahkan kepada Ulil amri .
Penerapan asas legalitas dalam jarimah ta’zir berbeda
dengan penerapan asas legalitas dalam jarimah hudud dan
qishash diat. Hal ini oleh karena syariat islam tidak
menentukan secara tegas dan terperinci, baik jarimahnya
maupun hukumannya. Karena pengertian ta’zir adalah setiap
hukuman yang bersifat pendidikan atas setiap perbuatan
maksiat yang hukumannya belum ditentukan oleh syara’,
artinya setiap perbuatan maksiat yang bertentangan dengan
hukum syara’ dan merupakan jarimah yang harus dikenakan
hukuman.
Dengan demikian ta’zir adalah suatu hukuman yang dasar
hukumnya belum ada dan untuk menentukan hukuman terhadap
sesuatu perbuatan maksiat yang betentangan dengan hukum
syara’ maka Ulil amri di beri wewenang untuk mengaturnya,
untuk menentukan berapa besar, kecil atau tinggi dan
kurangnya suatu hukuman yang dilihat pada sesuatu kejahatan
yang dilakukan oleh pelaku jarimah. Dan wewenang dalam
menentukan suatu hukuman ta’zir diserahkan kepada pennguasa
negara atau Ulil amri untuk menngaturnya.
B. TUJUAN PENULISAN
Dari latar belakang yang telah di uraikan di atas maka
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bahwa
jenis - jenis hukuman ta’zir dalam syariat islam dan dasar
ketentuan hukuman ta’zir dalam hukum pidana islam serta
sejauhmanakah hukuman ta’zir itu bisa diterapkan dalam
setiap perbuatan maksiat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TA’ZIR
Hukuman ta’zir, adalah suatu hukuman yang belum
ditentukan oleh syara’, oleh Imam Al-Mawardi mendefenisikan
“Ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas
perbuatan dosa (maksiat) yang hukumannya belum ditetapkan
oleh syara’” hukuman ta’zir ini adalah hukuman untuk jarimah
– jarimah ta’zir. Hukuman ta’zir ini jumlahnya sangat
banyak, karena mencakup semua perbuatan – perbuatan maksiat
yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’ dan diserahkan
kepada Ulil Amri untuk mengaturnya.
Apabila membicarakan pengertian hukum, perlu mengetahui
dan memahami hukum bahwa para ahli hukum hampir sependapat
tidak ada kemungkinan memberi definisi mengenai hukum. Namun
demikan mereka sepakat bahwa hukum itu hanya ada dalam
masyarakat umat manusia. Selain itu juga perlu mengetahui
dan memahami bahwa setiap masyaraakat yang didalamnya
terjadi tata tertib yang diatur dalam hukum, tentunya hukum
yang dimaksud adalah hukum yang ada dalam masyarakat itu
sendiri.1
Karena jumlah hukuman ta’zir ini cukup banyak, mulai
dari yang paling ringan sampai kepada yang palling berat.
Dalam penyelesaian perkara yang termasuk jarimah ta’zir,
hakim di beri wewenang untuk memilih kedua hukuman tersebut,
mana yang paling sesuai dengan jarimah yang dilakukan oleh
pelaku.
Dengan demikian bahwa hukuman ta’zir dapat dikagorikan
salah satu hukuman yang ketentuan hukumannya di atur oleh
penguasa negara atau ulil amri serta hakim dalam menentukan
suatu perbuatan itu telah dilanggar dan menyimpang dari
ketentuan –ketentuan umum sehingga perbuatan itu dapat
dikenakan hukuman sesuai dengan ketetapan yang telah di atur
oleh Ulil amri dan penguasa negara.2
Kejahatan ta’zir katagori terakhhir adalah kejahatan
ta’zir, landasan dan penentuan hukumannya pada ijma’
(konsensus), berkaitan dengan hak negara muslim untuk
melakukan kriminalisasi dan menghukum semua perbuatan yang1 Drs. Edi Rizal., H. Sabrizal, Lc., Yesi Aswati, M.Ag., Kuliah Islam., Banda Aceh, 2007, hal : 932 Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Azas Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta 2004, hal : 157-158
tidak pantas yang menyebabkan kerugian/kerusakan fisik,
sosial, politik, finansial atau moral bagi individu atau
masyarakat secara keselurahan.3 Jadi hukuman ta’zir adalah
suatu hukuman yang berkaitan dengan negara muslim dimana
hukuman tersebut belum di atur oleh syara’ dan ketentuan
hukumannya di atur oleh Ulil amri berdasarkan ijma’, dan
besar - kecil atau tinggi dan kurangnya suatu hukuman
tersebut di tentukan oleh penguasa negara atau Ulil amri,
yang di beri wewenang untuk mengaturnya, sesuai dengan
perbuatan dan kejahatan yang telah dilakukan oleh pelaku
yang menyimpang dengan ketentuan umum atau perbuatan maksiat
yang telah dilakukannya.
B. JENIS – JENNIS HUKUMAN TA’ZIR
1. Hukuman Mati
Meskipun tujuan diadakan hukuman ta’zir diberikan
itu untuk memberikan pengajaran (ta’dib) dan tidak boleh
sampai membinasakan, namun kebanyakan para fuqaha membuat
suatu pengecualian, yaitu dibolehkan penjatuhan hukuman
mati, apabila hukuman itu di kehendaki oleh kee3pentingan
3 Topo Santoso, S.H, M.H., Menggagas Hukum Pidana Islam, Asy – Syaawil Presdan Grafika, Bandung, hal : 194
umum, misalnya untuk tindak pidana spionase (mata – mata)
dan recidivis yang sangat berbahaya.4
Ta’zir adalah hukuman siksa yang beratnya tidak
ditentukan terserah kepada pertimbanagn hakim. Oleh
karena karena hakim boleh memilih sesuai dengan jenis
hukuman dan memberikan hukuman kepada seseorang yang
telah melakukan maksiat sesuai dengan pertimbangannya dan
kejahatan yang telah dilakukan oleh sesorang yang
dipandang telah menyimpang dan merusak ketenteraman
masyarakat keseluruhan.5
Oleh karena hukuman mati sebagai hukuman mati ini
merupakan pengecuallian maka hukuman tersebut harus di
batasi dan tidak boleh di perluas, atau diserahkan kepada
hakim, seperti halnya hukuman ta’zir yang lain. Dalam hal
ini penguasa (Ulil amri) harus menentukan jenis – jenis
jarimah yang dapat dijatuhi hukuman mati.
2. Hukuman Jilid
Hukuman jilid (cambuk) merupakan hukuman pokok dalam
syariat islam. Untuk jarimah hudud hanya beberapa jarimah4 Ibid, halaman 1585 Drs .H. Ibrahim Lubis, Agama Islam Suatu Pengantar, Grafika Indonesia, Jakarta Timur, hal : 464
yang dikenakan hukuman jilid, seperti zina, qadzaf dan
minuman khamar. Untuk jarimah – jarimah ta’zir bisa
diterapakan dalam berbagai jarimah, bahkan untuk jarimah
– jarimah ta’zir yang berbahaya, hukuman jilid lebih
diutamakan, sebab :
a. Hukuman jilid lebih banyak berhasil dalam memberantas
para penjahat yang telah biasa melakukan tindak
pidana.
b. Hukuman jilid mempunyai dua batas, yaitu batas
tertinggi dan batas terendah, sehingga hakim bisa
memilih jumlah jilid yang ada diantara hukuman
tersebut yang lebih sesuai dengan keadaan pelaku
jarimah.
c. Biaya keuangan tidak merepotkan keuangan negara karena
hukuman bisa dilakukan dengan segera, seketika dan
setelah itu terhukum bisa bebas, serta tidak terganggu
kegiatan usaha terhukum.
d. Dengan hukuman jilid, pelaku dapat terhindar dari
akibat – akibat buruk hukuman penjara, seperti rusaknya
aklhak dan kesehatan.
Hukuman jilid untuk ta’zir ini tidak boleh melebihi
hukuman jilid dalam hudud. Hanya saja mengenai batas
maksimalnya tidak ada kesepakatan para fuqaha. Menurut
Iman Abu Hanifah dan Iman Muhammad batas tertinggi
hukuman jilid dalam ta’zir adalah tiga puluh sembilan
kali.
3. Hukuman Kawalan
Dalam syariat islam, ada dua macam ukuman kawalan,
yaitu hukuman kawalan terbatas dan hukuman kawalan tidak
terbatas. Hukuman kawalan terbatas ini paling sedikit
satu hari, sedang batas tertingginya tidak ada
kesepakatan dikalangan para fuqaha. Hukuman tidak
terbatas tidak ditentukan masanya terlebih dahulu
melainkan dapat berlangsung terus sampai terhukum mati.
4. Hukuman Pengasingan
Hukuman pengasingan merupakan salah satu jenis
hukuman ta’zir. Dalam jarimah zina ghair muhshan Imam Abu
Hanifah memandang dan menganggapnya sebagai hukuman
ta’zir dan Imam – Imam yang menganggapnya sebagai hukuman
had. Namun hukuman pengasingan ini diterapkan kepada
apabila perbuatan pelaku dapat menjalar atau merugikan
orang lain. Akan tetapi batas waktunya pengasingan
tersebut mereka tidak mengemukakannya dan menyerahkan
kepada penguasa negara (hakim).
5. Hukuman Salib
Hukuman salib adalah suatu hukuman untuk jarimah
ta’zir, disini dalam menjatuhkan hukuman kepada pelaku
kejahatan ia di salib dalam keadaan hidup. Ia (terhukum)
tidak dilarang untuk makan, minum, wudu, dan shalat
dengan isyarat. Masa penyaliban tidak boleh dari tig
hari, diantara sumber hukumnya adalah sunnah fi’liyah,
dimana Nabi pernah menjatuhkan hukuman salib sebagai
ta’zir yang dilakukan di ssuatu pergunungan Abu Nab.
6. Hukuman Pengucilan
Hukuman penngucilan sebagai hukuman ta’zir bersumber
dari Al-qur’an surah An-nisaa’ ayat 34
“Wanita – wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka,
dan pukullah mereka”
7. Hukuman Ancaman (Tahdid), Teeguran (Tahbih) dan
Peringatan
Ancaman merupakan salah satu hukuman ta’zir dengan
syarat akan membawakan hasil dan bukan ancaman kosong.
Contohnya seperti ancaman aakan dijilid atau di penjara,
atau dijatuhi hukuman yang lebih berat apabila pelaku
mengulangi perbuatannya.
8. Hukuman Denda
Hukuman denda merupakan salah satu hukuman ta’zir.
Diantara jarimah yang di ancam dengan hukuman denda
adalah pencurian buah – buahan yang masih ada di
pohonnya, dalam hal ini pelaku tidak dikenakan hukuman
potong tangan melainkan idenda dengan dua kali lipat
harga buah – buahan yang di ambil disamping hukuman lain
yang sesuai. Hukuman denda juga dikenakan terhadap orang
yang menyembunyikan barang yang hilang. Dan terhadap
orang yang menolak membayar zakat, dengan diambil separuh
dari hartanya. Namun demikian dikalangan para fuqaha
masih berbeda pendapat tentang digunakannya denda sebagai
hukuman umum untuk setiap jarimah.
C. RUANG LINGKUP DAN TUJUAN HUKUMAN PIDANA ISLAM
Ruang lingkup hukum pidana islam meliputi pencurian,
perzinaan (termasuk homoseksual dan lesbian), menuduh orang
yang baik – baik berbuat zina (al-qadzaf), meminum minuman
memabukkan (khamar), membunuh dan/atau melukai seseorang,
pencurian, merusak harta seseorang, melakukan gerakan –
gerakan kekacauan dan semacamnya berkaitan dengan hukum
kepidanaan.
Jenis hukuman yang menyangkut tindak pidana kriminal
dalam hukum pidana islam ada dua bagian yaitu : (a)
ketentuan hukum yang pasti mengenai berat ringannya hukumana
termasuk qishash dan diat yang tercantum dalam Al-qur’an dan
Hadis. (b) ketentuan hukuman yang dibuat oleh hakim melalui
keputusannya yang disebut hukuman ta’zir. Jarimah hudud
adalah perbuatan pidana yang mempunyai bentuk dan batas
hukumannya dalam Al-qur’an dan sunnah Nabi Muhammad saw, dan
lain halnya dengan jarimah ta’zir, perbuatan pidana yang
bentuk dan ancaman hukumannya di tentukan oleh penguasa
(hakim) sebagai pelajaran kepada pelaku.
Tujuan hukum pada umumnya adalah menegakkan keadilan
berdasarkan kemauan pencipta manusia sehingga terwujud
ketertiban dan ketenteraman masyarakat. Oleh karena itu
keputusan hakim harus mengandung rasa keadilan agar
dippatuhi oleh masyarakat.6
D. KERANGKA TEORI
Sesuai dengan judul yang telah penulis tetapkan maka
dalam makalah ini Teori yang di gunakan adalah Teori
Penidikan, karena digunakan teori ini berhubung hukuman
ta’zir adalah suatu hukuman yang belum ditetapkan oleh
syara’ dan ketentuan hukumannya diserahkan kepada
penguasa negara (hakim) atau Ulil amri untuk mengaturnya
sesuai dengan kejahatan yang telah dilakukan oleh pelaku
jarimah, karena tujuan hukuman ta’zir adalah untuk
membuat orang takut dan tidak mengulangi perbuatannya
lagi serta memberi pelajaran kepada pelaku jarimah.
Teori pendidikan mengajarkan bahwa hukuman adalah
usaha untuk memperbaiki penjahat. Oleh karena itu hukuman
harus bersifat mendidik penjahat menjadi manusia yang
6 Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafiaka, hal : 9 - 12
baik dalam beriteraksi sosial dengan manusia lainnya.
Jika dipandang demikan menurut teori hukuman bukan
sesuatu yang buruk, melainkan sesuatu yang baik karena
dapat memperbaiki pelaku kejahatan dan pelanggaran,
sehingga hukuman dapat di benarkan.
Disamping teori pendidikan juga bisa diterapkan
teori menakut – nakuti, artinya dengan adanya suatu
ancaman hukuman terhadap pelaku kejahatan yang telah
melakukan kejahatan dan pelanggaran, maka orang lain juga
akan merasa takut untuk melakukan kejahatan.7
7 Prof. Dr. Zainuddin Ali, M.A., Opcit hal :114
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah di uraikan diatas tadi dalam
makalah ini maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa :
1. Hukuman ta’zir adalah suatu hukuman yang belum
ditetapkan oleh syara’ dan diserahkan kepada pengausa
(hakim) atau Ulil amri untuk mengaturnya.
2. Hukuman ta’zir adalah suatu hukuman yang bisa
diterapkan kepada setiap jarimah dan bertujuan untuk
memperbaiki pelaku kejahatan dan pelanggaran.
3. Untuk menentukan hukuman ta’zir bagi negara muslim
didasarkan pada ijma’ dan hukuman ta’zir merupakan
suatu hukuman untuk memberi pendidikan kepada pelaku
kejahatan dan menakut – nakuti bagi setiap orang untuk
tidak melakukan kejahatan yang bertentangan dengan
ketentuan umum, serta merusak ketenteraman masyarakat
keseluruhan.
4. Dalam menentukan jumlah hukuman ta’zir dikalangan para
fuqaha masih terdapat perbedaan pendapat berapa batas
sedikitnya dan batas maksimalnya yang harus di terapkan
terhadap pelaku kejahatan yang dalam syariat islam
hukuman ta’zir berlaku bagi semua jarimah yang
menyimpang dengan syara’.
B. SARAN
Karena hukuman ta’zir berlaku untuk setiap jarimah maka
agar hukuman ta’zir tersebut bisa diterapakan sesuai dengan
kejahatan yang telah dilakukan oleh pelaku kejahatan, maka
pennguasa negara (hakim), dan para fuqaha harus menetukan
batas tinggi dan rendahnya suatu hukuman ta’zir tersebut.
Dan hukuman ta’zir lebih baik dari pada hukuman penjara
karena pelaku kejahatan setelah dimenjalani hukumannya bisa
langsung bebas dan tidak terganggu usahanya.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Edi Rizal., H. Sabrizal, Lc., Yesi Aswati, M.Ag., Kuliah Islam., Banda Aceh, 2007, hal : 93
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2007
Drs. H. Ahmad Muslich., Pengantar dan Asas hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2004
Drs. H. Ibrahim Lubis., Agama Islam Suatu Pengantar, Jakarta Timur, Ghalia Indonesia, 2004
Topo Santoso, S.H. M.H., Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung, Asy Syaawil Pres dan Grafika, 2000