Top Banner
STUDI PENGARUH PERBEDAAN BAHAN BAKU KACANG DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI POLYGLUTAMIC ACID PRODUK NATTO STUDY OF THE DIFFERENCE BEANS AND FERMENTATION TIME EFFECT ON THE POLYGLUTAMIC ACID PRODUCTION OF NATTO PRODUCTS Muhammad Umar Bimo Wicaksono 155100507111010 Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Bioteknologi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang, 65145
44

studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

May 08, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

STUDI PENGARUH PERBEDAAN BAHAN BAKU KACANG DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI

POLYGLUTAMIC ACID PRODUK NATTO

STUDY OF THE DIFFERENCE BEANS AND FERMENTATION TIME EFFECT ON THE POLYGLUTAMIC

ACID PRODUCTION OF NATTO PRODUCTS

Muhammad Umar Bimo Wicaksono 155100507111010

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Bioteknologi

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang, 65145

Page 2: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul TA : Studi Pengaruh Perbedaan Bahan Baku Kacang dan

Lama Fermentasi Terhadap Produksi Polyglutamic Acid

Produk Natto

Nama Mahasiswa : Muhammad Umar Bimo Wicaksono

N I M : 155100507111010

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas : Teknologi Pertanian

Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Elok Zubaidah, M.P

NIP. 195908211993032001

Tanggal Persetujuan:

………………………………………..

Page 3: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

iii

Page 4: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : Muhammad Umar Bimo Wicaksono

NIM : 155100507111010

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas : Teknologi Pertanian

Judul Tugas Akhir : Studi Pengaruh Perbedaan Bahan Baku Kacang dan

Lama Fermentasi Terhadap Produksi Polyglutamic Acid

Produk Natto

Menyatakan bahwa,

Tugas Akhir dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut di atas.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar saya bersedian

dituntut sesuai hukum yang berlaku.

Malang, 27 Desember 2019

Pembuat Pernyataan,

Ttd.

M. Umar Bimo Wicaksono

NIM 155100507111010

Page 5: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

i

DAFTAR ISI DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

ABSTRAK iv

1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1

1.2 Tujuan ..................................................................................................... 2

2. METODE PENELITIAN 3

2.1 Bahan .................................................................................................... 33

2.2 Metode .................................................................................................... 3

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 9

3.1 Penelitian pendahuluan 9

3.1.1 Uji konfirmasi starter natto 9

3.1.2 Percobaan fermentasi natto pada beberapa jenis kacang 11

3.1.3 Analisis kimia kacang-kacangan 12

3.2 Analisis produk natto 14

3.2.1 Crude PGA 14

3.2.2 Total Plate Count 16

3.2.3 pH 20

3.2.4 Antibakteri 22

3.3 Pemilah produk natto terbaik 25

3.4 Perbandingan Produk Natto Terbaik dengan Produk Komersil 26

4. KESIMPULAN DAN SARAN 29

4.1 Kesimpulan 30

DAFTAR PUSTAKA 30

Page 6: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

ii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rancagan penelitian pembuatan natto dengan jenis kacang 4

berbeda

Tabel 2 Hasil pengamatan natto 12

Tabel 3 Nilai kimia kacang kedelai, kedelai hitam, kacang merah dan 13

kacang hijau

Tabel 4 Data hasil analisa kadar crude polyglutamic acid produk natto 15

dari berbagai jenis kacang

Tabel 5 Rerata total koloni produk natto dari berbagai jenis kacang 17

Tabel 6 Data hasil analisa pH pada produk natto dari berbagai jenis kacang 21

Tabel 7 Rerata kemampuan antibakteri produk natto dari 24

berbagai jenis kacang

Tabel 8 Pemilihan produk natto terbaik 25

Tabel 9 Karakteristik natto terbaik dan natto komersil 27

Page 7: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Diagram alir penelitian 7

Gambar 2 Diagram alir ekstraksi crude PGA 8

Gambar 3 Pengecatan gram bakteri starter natto perbesaran 1000x 10

Gambar 4 Bakteri starter natto pada Basal Media Agar 10

Gambar 5 Hasil fermentasi produk natto pada penelitian pendahuluan 11

Gambar 6 Pengaruh jenis kacang dan lama fermentasi terhadap 14

crude PGA produk natto

Gambar 7 Pengaruh jenis kacang dan lama fermentasi terhadap total 17

koloni bakteri produk natto

Gambar 8 Pengaruh jenis kacang dan lama fermentasi terhadap nilai 20

pH produk natto

Gambar 9 Pengaruh jenis kacang dan lama fermentasi terhadap 21

kemampuan antibakteri produk natto

Page 8: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

iv

ABSTRAK

Natto merupakan pangan fermentasi yang difermentasi oleh bakteri Bacillus natto kaya akan manfaat seperti kemampuan probiotik, tinggi vitamin K, dan memiliki kemampuan antibakteri karena memiliki senyawa polyglutamic acid (PGA). Natto yang berbahan dasar kedelai sangat bagus untuk kesehatan, namun bahan baku kedelai di Indonesia diminati sangat tinggi sehingga ketersediaannya harus diimbangi dengan kegiatan impor. Guna mengatasi masalah tersebut maka dilakukan inovasi berupa penggantian bahan baku natto dari beberapa jenis kacang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggantian bahan baku kacang (kacang kedelai, kacang merah, kacang hijau, dan kedelai hitam) dan lama fermentasi (24, 36, dan 48 jam) terhadap produksi PGA dari produk fermentasi natto. Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok Nested dengan uji lanjut DMRT 5%. Data hasil penelitian dianalisa menggunakan ANOVA menggunakan MINITAB 17. Pemilihan produk natto terbaik dilakukan menggunakan multiple attribute zeleny. Hasil penelitian menyatakan bahwa natto terbaik dihasilkan oleh natto dengan perlakuan jenis kacang kedelai yang difermentasi selama 24 jam. Natto kacang kedelai yang difermentasi selama 24 jam memiliki kadar crude PGA 1,15 g/20g, total koloni bakteri sebanyak 18,5 x 108, nilai pH 8,07 dan kemampuan antibakteri pada pada bakteri uji S. aureus sebesar 7,00 mm serta E. coli sebesar 6,33 mm.

Kata Kunci : Antibakteri, Bacillus natto, natto, polyglutamic acid

ABSTRACT Natto is a fermented food fermented by Bacillus natto bacteria which is rich

in benefits such as the ability of probiotics, high in vitamin K, and has antibacterial ability because it has polyglutamic acid (PGA) compounds. Natto made from soy is very good for health, but soybean raw materials in Indonesia are in high demand, so its availability must be balanced with import activities. To overcome this problem, innovation was carried out in the form of replacement of natto raw materials from several types of beans. This study aims to determine the effect of substituting raw materials for beans (soybeans, kidney beans, green beans, and black soybeans) and fermentation time (24, 36, and 48 hours) on the production of PGA from natto fermentation products. The study was conducted using a randomized Nested group design with a further 5% DMRT test. The research data were analyzed using ANOVA using MINITAB 17. The selection of best natto products was done using multiple attribute zeleny. The results of the study stated that the best natto was produced by natto with the treatment of fermented soybeans for 24 hours. Soybean natto fermented for 24 hours had crude PGA levels of 1.15 g / 20g, total bacterial colonies of 18.5 x 108, pH values of 8.07 and antibacterial ability in S. aureus test bacteria of 7.00 mm and E.coli is 6,33 mm. Keywords: Antibacteria, Bacillus natto, natto, polyglutamic acid

Page 9: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan fungsional merupakan suatu istilah yang diberikan pada makanan

atau minuman yang mengandung bahan-bahan yang diperkirakan dapat

menigkatkan derajat kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit (Widyaningsih,

2017). Adanya pergeseran pola hidup yang cenderung tidak sehat serta pola

makan yang tidak seimbang menuntut kita untuk mulai sadar terhadap kesehatan

salah satunya adalah dengan mengkonsumsi pangan fungsional. Istilah pangan

fungsional pertama kali dipopulerkan oleh Jepang pada tahun 1984 dengan

mengeluarkan FOSHU (Food for Specified Health Uses) yaitu berupa label yang

diberikan pada produk yang memiliki manfaat kesehatan seperti menurunkan

tekanan darah, lemak netral pada darah, kesehatan tulang, serta pre dan probiotik.

Natto merupakan salah satu pangan fungsional yang berasal dari Jepang

yang terbuat dari hasil fermentasi kacang kedelai. Karakteristik dari natto yaitu

khas dengan cairan kentalnya seperti lendir menutupi permukaan kacang serta

aroma ‘musty’ yang tercium akibat proses fermentasi. Salah satu keunikan dari

natto adalah mirkoorganisme yang berperan dalam proses fermentasinya yang

berupa Bacillus subtilis var. natto, padahal umumnya pada fermentasi kacang

didominasi oleh spesies jamur dan juga khamir (Lee, 2015).

Natto memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan produk lain dalam

segi kesehatan, yaitu sebagai makanan probiotik dengan kandungan bakteri

Bacillus natto yang baik untuk pencernaan. Bakteri ini juga dapat menekan

pertumbuhan bakteri patogen serta dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri baik

alami seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus. Natto memiliki kandungan vitamin

K yang tinggi, karena dipengaruhi oleh tingginya vitamin K-dependen protein, yang

mampu mencegah osteoporosis dan juga inhibitor pada koagulasi darah. Salah

satu senyawa yang terkandung dalam natto adalah polyglutamic acid (PGA)

dimana senyawa ini memiliki manfaat sebagai antikanker, antibakteri, vaksin, dsb

(Alsaheb et al., 2016).

Di Indonesia, produk natto masih kurang dikenali oleh masyarakat.

Mengingat ragam potensi manfaatnya bagi kesehatan seperti yang sudah

disebutkan diatas, natto menjadi salah satu produk yang baik untuk dikonsumsi.

Perlu dilakuan sebuah usaha untuk memperkenalkan produk natto lebih luas lagi

Page 10: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

2

oleh karena itu dapat dilakukan sosialisasi agar masyarakat lebih sadar mengenai

manfaat produk natto lebih lagi dapat mengkonsumsinya.

Kacang kedelai sebagai bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan

produk fermentasi natto termasuk kedalam komoditas yang cukup diminati namun

belum dapat memenuhi kebutuhan pasar. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2015

kedelai yang diproduksi mencapai ±960 ribu ton namun tidak mampu

mengimbangi permintaan konsumen yang tinggi sehingga seringkali harus

diimbangi degan impor (BPS, 2015). Guna mengatasi masalah tersebut, dapat

dilakukan inovasi berupa diversifikasi bahan baku dalam pembuatan natto.

Ada berbagai komoditas kacang-kacangan di Indonesia yang dapat

digunakan sebagai diversifikasi bahan baku natto. Kacang merah merupakan

kacang dengan nilai ekonomis tinggi memiliki kandungan antosianin sebagai

antioksidan namun selama ini hanya dimanfaatkan sebagai bahan pelengkap

masakan. Kacang hijau juga salah satu komoditas kacang yang banyak diproduksi

di Indonesia dan memiliki genestein dan daidzein sebagai salah satu senyawa

isoflavon dengan manfaat antioksidan, namun selama ini penggunannya hanya

sebatas konsumsi langsung atau setelah dikecambahkan. Kedelai hitam juga

termasuk komoditas kacang-kacangan di Indonesia dengan kandungan isoflavon

dan fenol yang tinggi tapi pemanfaatannya terbatas pada pengolahan kecap saja.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah diversifikasi

bahan baku sebagai inovasi dalam mengatasi masalah ketersediaan bahan baku

dapat mempengaruhi kemampuan antibakteri dari produk natto.

1.2 Tujuan

Mengetahui pengaruh jenis kacang kedelai, kacang merah, kacang hijau,

dan kedelai hitam serta lama fermentasi terhadap kemampuan antibakteri

produk natto dan mendapatkan kombinasi perlakuan terbaik

Page 11: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

3

2. METODE PENELITIAN

2.1 Alat dan Bahan

2.2.1 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian yang akan dilakukan gelas beaker,

erlenmayer, pengaduk kaca, cawan petri, tabung reaksi, pipet ukur, bulb, kain

saring (cheese cloth), mikropipet, mikrotip, laminar air flow, kompor listrik,

inkubator (Binder), orbital shaker, oven (Binder), autoklaf (GEA), centrifuge,

timbangan analitik (Denver instrument M-310, USA), oven listrik 220 V (Memmert),

labu kjeldahl, lemari asam (Diamond Tempered, Indonesia), titran, soxhlet

(Gerhardt), labu lemak, desikator (Nalgene), kompor listrik (Maspion, Indonesia),

furnace (Neyo).

2.2.2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah starter natto

dibeli secara curah melalui online shop, kacang kedelai (Healthy Choice SNI:),

kacang merah (FINNA SNI:), Kacang Hijau (Healthy Choice SNI:) yang ketiganya

didapatkan dari Lai Lai Swalayan Malang dan kedelai hitam varietas detam 1 yang

didapatkan dari Balitkabi Malang, Jawa Timur. Bahan kimia yang digunakan pada

penelitian ini yaitu glukosa, yeast extract, MSG, K2HPO4, KH2PO4, MgSO4, agar,

methylene blue, nutrient agar, dan nutrient broth.

2.2 Metode Penelitian

2.2.1 Pembuatan Produk Natto

Tahap pertama pada percobaan ini adalah pembuatan produk fermentasi

natto. Pada tahap pertama ini dilakukan fermentasi untuk membuat produk natto

dengan menggunakan empat jenis kacang yang berbeda yaitu kacang kedelai,

kacang merah, kacang hijau, dan kacang kedelai hitam. Masing-masing kacang

disini memiliki komposisi nutrisi yang berbeda, oleh karena itu percobaan kali ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis kacang terhadap kemampuan

antibakteri dari produk natto. Tahap pertama pembuatan produk natto dilakukan

pada tiga variasi lama fermentasi yaitu 24, 36, dan 48 jam. Pengujian yang

dilakukan pada tahap pertama yaitu pH, total plate count, kadar crude polyglutamic

acid, dan antibakteri dari produk natto.

Page 12: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

4

Rancangan percobaan pembuatan produk fermentasi natto dilakukan

menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) tersarang / NESTED

berdasarkan penelitian yang akan dilakukan yakni menentukan jenis kacang dan

lama fermentasi yang akan digunakan. Faktor I adalah jenis kacang yang

digunakan yaitu kacang kedelai, kacang merah, kacang hijau, dan kacang kedelai

hitam. Faktor II adalah lama waktu fermentasi yaitu 24, 36, dan 48 jam. Rancangan

percobaan menghasilkan 12 perlakuan dengan tahapan pengulangan sebanyak 3

kali sehingga di dapatkan satuan percobaan yang dilakukan sebanyak 36 kali.

Adapun kombinasi perlakuan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Faktor I : Jenis kacang yang digunakan

K1 = Kacang kedelai

K2 = Kacang merah

K3 = Kacang hijau

K4 = Kacang kedelai hitam

Faktor II : Lama fermentasi natto

L1 = Lama fermentasi 24 jam

L2 = Lama fermentasi 36 jam

L3 = Lama fermentasi 48 jam

Dari kedua faktor tersebut, maka diperoleh kombinasi perlakuan seperti pada

Tabel 1 Rancangan penelitian pembuatan natto dengan jenis kacang berbeda

Jenis Kacang Lama fermentasi Kombinasi

K1 L1 K1L1 L2 K1L2 L3 K1L3

K2 L1 K2L1 L2 K2L2 L3 K2L3

K3 K4

L1 K3L1 L2 K3L2 L3 L1 L2 L3

K3L3 K4L1 K4L2 K4L3

Keterangan :

K1L1 = Lama fermentasi 24 jam pada jenis kacang kedelai

K1L2 = Lama fermentasi 36 jam pada jenis kacang kedelai

K1L3 = Lama fermentasi 48 jam pada jenis kacang kedelai

K2L1 = Lama fermentasi 24 jam pada jenis kacang merah

K2L2 = Lama fermentasi 36 jam pada jenis kacang merah

K2L3 = Lama fermentasi 48 jam pada jenis kacang merah

K3L1 = Lama fermentasi 24 jam pada jenis kacang hijau

Page 13: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

5

K3L2 = Lama fermentasi 24 jam pada jenis kacang hijau

K3L3 = Lama fermentasi 36 jam pada jenis kacang hijau K4L1 = Lama fermentasi 24 jam pada jenis kacang kedelai hitam K4L2 = Lama fermentasi 36 jam pada jenis kacang kedelai hitam K4L3 = Lama fermentasi 48 jam pada jenis kacang kedelai hitam

2.2.2 Uji Perbandingan dengan Produk Komersil

Hasil pengujian yang didapatkan kemudian dianalisa ragam atau Analysis

of Variance (ANOVA) menggunakan software MINITAB 17 dengan selang

kepercayaan 95%. Apabila terdapat perbedaan nyata pada perlakuan yang

diberikan maka dilakukan uji lanjut menggunakan Dunecan’s Multiple Range Test

(DMRT) 5%. Selain itu, digunakan metode Zeleny untuk mengetahui perlakuan

terbaik lama fermentasi yang digunakan. Nantinya perlakuan terbaik akan

dibandingkan dengan produk natto komersil yang dijual dipasaran.

2.3 Pelaksanaan Penelitian

2.3.1 Pembuatan Produk Natto

a. Persiapan bahan baku kacang-kacangan

1. Kacang-kacangan direndam dengan air selama 8 jam

2. Dicuci dengan air mengalir

3. Kacang yang sudah direndam

b. Pembuatan Natto

1. Kacang yang sudah direndam ditimbang sebanyak 300 gram

2. Dimasak menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC selama 30 menit

3. Dimasukkan kedalam jar steril

4. Saat kacang masih hangat ditambahkan starter natto yang sudah

dilarutkan dengan 10 ml aquades

5. Jar ditutup dengan kain saring steril

6. Diinkubasi selama 24, 36, dan 48 jam

7. Produk natto

2.4 Pengamatan dan Analisa Data

2.4.1 Konfirmasi bakteri starter natto

Pengecatan gram (Turgeon, 2012)

Media selektif kemampuan produksi PGA (Chatterjee et al., 2010)

2.4.2 Analisis kimia bahan baku kacang-kacangan

Kadar air metode oven (AOAC, 1995)

Kadar protein metode kjeldahl (AOAC, 1995)

Page 14: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

6

Kadar lemak metode soxhlet (AOAC, 1995)

Kadar abu metode pengabuan kering (AOAC, 1995)

Kadar karbohidrat (by difference) (AOAC, 1995)

2.4.3 Analisis produk natto

Total Plate Count (Marriott, 1997)

Antibakteri (Sari dkk, 2015)

Uji kadar crude PGA (Bajaj et al., 2017)

pH (AOAC, 1995)

2.5 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa statistik yaitu

analisa ragam atau Analysis of Variance (ANOVA) dengan bantuan MINITAB 16

Statistical Software kepercayaan 95%. Apabila terdapat beda nyata pada interaksi

kedua perlakuan, maka dilakukan uji lanjut DMRT 5%. Selain itu digunakan pula

metode multiple attribute (Zeleny, 1992) untuk mengetahui perlakuan terbaik lama

fermentasi yang digunakan.

Page 15: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

7

2.6 Diagram alir

2.6.1 Diagram alir penelitian

Direndam dengan air selama 8 jam (3:1)

Dicuci dengan air mengalir

Dimasak menggunakan retort pada suhu 121oC selama 30 menit

Dimasukkan kedalam jar steril

Diinokulasi satu kemasan starter bubuk natto dalam keadaan hangat

Ditutup dengan kain saring steril

Diinkubasi selama 24; 36; dan 48 jam dengan suhu 40oC

Dilakukan uji TPC Diukur PGA Diukur pH Diukur antibakteri

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Kacang kedelai/ merah/ hijau/ kedelai hitam

Hasil

Starter bubuk natto + 10 ml

aquades

Analisis Kimia

- Air

- Karbohidrat

- Protein

- Lemak

- Abu

Dibandingkan

dengan produk

komersil

Page 16: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

8

2.6.2 Diagram alir ekstraksi crude PGA

Dihentikan proses fermentasi

Dipanen hasil fermentasi natto

Dipindahkan kedalam erlenmayer

Diagitasi dengan rotary shaker 200 rpm selama 1 jam

Disaring dengan dua lapis kain saring

Disentrifugasi 8000 rpm selama 15 min

Diambil supernatant

Diuapkan cairan menggunakan oven

Gambar 2 Diagram alir ekstraksi crude PGA (modifikasi Bajaj et al., 2008)

Crude PGA

Natto

10 volume aquades (w/v)

Page 17: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

9

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Penelitian Pendahuluan

3.1.1 Uji konfirmasi starter natto

Starter yang digunakan pada penelitian ini merupakan starter yang

didapatkan dari Tokopedia yang dijual dalam bentuk bubuk dan secara eceran

dalam kemasan kantong plastik klip 3x5. Kandungan bakteri dan atau mikroba

yang terdapat di dalam starter tersebut tidak diketahui jenisnya oleh karena itu

harus dilakukan konfirmasi. Konfirmasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah

bakteri dalam starter termasuk kedalam B. natto yang mempunyai kemampuan

untuk merubah kacang menjadi produk fermentasi berupa natto.

Karakteristik dari bakteri B. natto merupakan bakteri gram positif yang

memiliki morfologi berbentuk basil. Bakteri ini juga memiliki kemampuan untuk

menghasilkan polyglutamic acid yaitu polimer dari asam amino berupa asam

glutamat. Kedua karakter diatas berupa morfologi dan kemampuannya

menghasilkan polyglutamic acid akan dijadikan patokan utama pada penelitian ini

sebagai bentuk konfirmasi bakteri yang ada pada starter natto. Proses konfirmasi

akan dilakukan dua jenis pengujian yaitu pengecatan gram dan pengamatan

menggunakan mikroskop untuk mengetahui morfologi bakteri serta menumbuhkan

bakteri pada media selektif untuk mengetahui kemampuannya memproduksi PGA.

Pengecatan gram dilakukan sesuai dengan prosedur Turgeon (2012),

dimana bakteri akan dilakukan pengecatan menggunakan kristal violet yang dapat

masuk kedalam dinding sel bakteri. Starter natto terlebih dahulu ditumbuhkan pada

nutrient broth selama 24 jam kemudian dilakukan pengujian. Setelah proses

pengecatan dilakukan didapatkan hasil sesuai dengan Gambar 4.1 dimana

morfologi bakteri yang terdapat pada starter natto mempunyai bentuk basil dan

merupakan bakteri dengan jenis gram positif. Hal ini dapat disimpulkan karena

pada hasil pengecatan gram warna yang dihasilkan adalah biru kehitaman bukan

berwarna merah. Warna biru kehitaman tersebut dihasilkan dari kompleks kristal

violet-iodin yang tertinggal pada dinding sel bakteri. Kandungan peptidoglikan

pada dinding sel gram positif lebih banyak dibandingkan dengan dinding sel gram

negatif oleh karena itu pada gram positif mampu menahan Kristal violet dan tidak

luruh akibat pembilasan dengan etanol (Turgeon, 2012).

Page 18: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

10

Gambar 3 Pengecatan gram bakteri starter natto perbesaran 1000x (Dokumentasi pribadi)

Pengujian menggunakan media selektif dilakukan berdasarkan prosedur

yang dilakukan oleh Chatterjee et al. (2010), dimana bakteri akan ditumbukan

selama 24 jam pada Basal Media Agar dengan kandungan (glukosa 10 g/L, yeast

extract 5 g/L, MSG 0.5 g/L, K2HPO4 0.5 g/L, KH2PO4 0.5 g/L, MgSO4 0.1 g/L, agar

16%) + methylene blue (0.04 g/L). Media selektif ini dapat menghasilkan zona

bening apabila bakteri mampu menghasilkan PGA dalam jumlah tertentu. Dari

pengujian ini diketahui bahwa bakteri yang terdapat pada starter natto memiliki

kemampuan untuk memproduksi PGA dapat dibuktikan sesuai dengan Gambar

4.2. Ditandai dengan lingkaran merah, merupakan zona bening yang dihasilkan

oleh bakteri dari starter natto. Zona bening dapat terbentuk karena adanya reaksi

antara methylene blue sebagai dye yang bersifat kation sedangkan PGA

merupakan biopolimer yang bersifat anion maka terjadi reaksi elektrostatis antara

PGA yang dihasilkan dengan methylene blue. Adanya reaksi elektrostatis ini

mampu merubah gugus karboksilat dari polimer sehingga nantinya akan terjadi

proses adsorpsi dan menghasilkan zona bening (Chatterjee et al., 2012).

Gambar 4 Bakteri starter natto pada Basal Media Agar (Dokumentasi pribadi)

Page 19: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

11

3.1.2 Percobaan fermentasi natto pada beberapa jenis kacang

Pada peneltian pendahuluan dilakukan percobaan berupa fermentasi

pembuatan produk natto dengan lima jenis kacang-kacangan yaitu kacang kedelai,

kacang tanah, kacang merah, kacang hijau, dan kacang kedelai hitam. Penelitian

pendahuluan ini bertujuan untuk menguji keberhasilan suatu jenis kacang saat

difermentasi menjadi produk natto. Dari hasil fermentasi kelima kacang-kacangan

tersebut akan diamati secara visual banyaknya lendir yang terbentuk. Lendir ini

menandakan adanya γ-PGA yang terbentuk selama proses fermentasi.

Berdasarkan data yang didapatkan pada tinjauan pustaka, γ-PGA dapat terbentuk

karena adanya monomer asam amino berupa asam glutamat yang membentuk

polimer. Kandungan asam glutamat yang dimiliki kacangan-kacangan tidak jauh

berbeda dengan kandungan asam glutamat dari kacang kedelai yang sudah biasa

dijadikan bahan baku natto, oleh karena itu dari kelima jenis kacang-kacangan ini

dilkakukan fermentasi dengan inokulasi starter bubuk natto pada suhu 40oC

selama 24 jam.

Gambar 5 Hasil fermentasi produk natto pada penelitian pendahuluan (a) natto kacang

kedelai; (b) natto kacang hijau; (c) natto kacang kedelai hitam; (d) natto kacang

merah; dan (e) natto kacang tanah (Dokumentasi pribadi)

a b c

d e

Page 20: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

12

Tabel 2 Hasil pengamatan natto

No Jenis kacang Lendir Kekompakkan

1 Kedelai +++ +++ 2 Hijau ++ + 3 Kedelai hitam ++ ++ 4 Merah ++ +++ 5 tanah + -

Keterangan: (+) = ada, (-) = tidak ada

Hasil dari fermentasi menunjukkan bahwa semua jenis kacang memiliki

kemampuan untuk difermentasi menjadi produk fermentasi natto. Ada perbedaan

yang cukup signifikan terjadi jika diamati secara visual yaitu lendir yang dihasilkan

untuk setiap jenis kacang berbeda. Seperti dilihat pada Gambar 4.3 dimana

kacang kedelai, kacang merah, dan kacang kedelai hitam menghasilkan lendir

yang lebih banyak jika dibandingkan dengan kacang tanah maupun kacang hijau.

Oleh karena itu dipilih empat jenis kacang untuk dilakukan penelitian utama yaitu

kacang kedelai, kacang hijau, kacang kedali hitam, dan kacang merah.

3.1.3 Analisis kimia kacang-kacangan

Terlebih dahulu sebelum memulai pembuatan natto bahan baku kacang-

kacangan akan dianalisis kandungan kimianya. Sesuai dengan rancangan awal

bahan baku ini akan anlisis kadar karbohidrat, protein, lemak, air, dan juga

mineralnya. Bahan baku yang diuji disini merupakan bahan baku yang sudah diberi

perlakuan berupa perendaman pada air selama 8 jam. Perlakuan ini merupakan

tahapan awal sebelum nantinya kacang akan dimasak dan diolah menjadi natto.

Penyamaan perlakuan dilakukan agar didapatkan kondisi yang sama untuk

masing-masing bahan baku.

Hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan didapatkan hasil

yaitu kacang dengan nilai karbohidrat tertinggi adalah kacang hijau dengan nilai

sebesar 56,57% dan paling karbohidrat terrendah dimiliki oleh kedelai sebesar

25,16%. Kadar protein tertinggi dimiliki oleh kedelai hitam dengan nilai sebesar

34,40% sedangkan untuk kadar protein terrendah yaitu kacang hijau dengan nilai

20,14%. Pada kadar lemak, air, dan mineral tertinggi dimiliki oleh kacang kedelai

sedangkan untuk kadar terrendah dengan urutan kadar yang sama dimiliki oleh

kacang hijau, kacang merah, dan kacang hijau.

Page 21: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

13

Tabel 3 Nilai kimia kacang kedelai, kedelai hitam, kacang merah dan kacang hijau

Parameter Jenis kacang

Kedelai Kedelai hitam Kacang merah Kacang hijau

Karbohidrat (%) 25,16 32,61 56,12 56,57

Protein (%) 30,49 34,40 20,78 20,14

Lemak (%) 12,94 4,21 1,57 1,02

Air (%) 28,84 26,56 20,24 21,15

Abu (%) 2,57 2,22 1,29 1,02

Menurut Japanese Natto Cooperative Society Federation (2019), perlakuan

perendaman dilakukan untuk memudahkan proses pemanasan kacang saat

dilakukan steaming. Setelah dilakukan proses perendaman ini perubahan yang

terlihat jelas adalah kenaikan bobot dari masing-masing kacang. Hal ini sesuai

dengan penelitian Darmajana (2012), dimana setelah proses perendaman kacang

akan mengalami kenaikan bobot hingga 2 – 3 kali dari berat semula dan

mengalami kekurangan volume air. Diketahui kenaikan berat tersebut berasal dari

air yang diserap oleh kacang, seperti pada percobaan ini dimana volume air yang

digunakan untuk merendam kacang mengalami kekurangan setelah 8 jam.

Menurut Suhaidi (2003), proses perendaman pada kacang mampu merubah

komposisi nutrisi hingga rasa dan aroma dari suatu produk. Pada penelitiannya

dengan pengujian pada produk tahu semakin lama waktu perendaman maka kadar

air kacang akan semakin meningkat, kadar protein akan mengalami penurunan,

dan pH akan mengalami penurunan juga. Pada penelitian ini kadar protein kacang

yang diperoleh dari United State Department of Agriculture (2018) lebih besar serta

memiliki kadar air yang jauh lebih kecil dibandingkan setelah pengujian pada

kacang yang diberi perlakuan perendaman.

Page 22: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

14

3.2 Analisis produk natto

3.2.1 Crude PGA

Polyglutamic acid merupakan suatu biopolimer yang terkandung dalam natto

dengan bentuk lendir yang merupakan salah satu ciri khas yang dimiliki oleh

produk fermentasi natto. Polyglutamic acid dapat terbentuk setelah kacang yang

telah direndam dan dimasak melalui proses fermentasi oleh B. natto. Polyglutamic

acid terdiri dari asam glutamat yang merupakan asam amino sebgai monomernya.

Untuk mengukur crude PGA dari natto dapat diekstrak menggunakan air hingga

perlakuan pemanasan menggunakan oven dan dihitung berat kering yang tersisa

(lampiran 3).

Gambar 6 Pengaruh jenis kacang dan lama fermentasi terhadap crude PGA produk natto

Berdasarkan hasil Analysis of Variance atau ANOVA (Lampiran 4.3.2)

diketahui bahwa p-value < α untuk faktor jenis kacang. Hal tersebut menyatakan

bahwa jenis kacang memberikan pengaruh nyata terhadap kadar crude PGA dari

produk natto. Hasil ANOVA untuk faktor lama fermentasi diketahui bahwa p-value

< α sehingga lama fermentasi juga berpengaruh nyata terhadap kadar crude PGA

dari produk natto. Adapun untuk hasil uji kadar crude PGA produk natto dapat

dilihat pada Tabel 4.5.

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

2

24 36 48

Kad

ar P

GA

(g/

20g)

Lama fermentasi (jam)

kedelai

kedelai hitam

kacang merah

kacang hijau

Page 23: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

15

Tabel 4 Data hasil analisa kadar crude polyglutamic acid produk natto dari berbagai jenis

kacang

1. Data merupakan rata-rata dari 3 kali ulangan ± standar deviasi 2. Angka yang didampingi notasi menunjukkan perbedaan nyata (α=0.05)

Hasil pengujian kadar crude PGA natto dari berbagai jenis kacang

menyatakan semakin lama waktu fermentasi maka semakin banyak crude PGA

yang dihasilkan seperti pada gambar 4.5 Hasil tersebut sesuai dengan penelitian

Shih et al. (2005) dan juga Yue et al. (2015), lama fermentasi berpengaruh

terhadap jumlah levan dan PGA yang dihasilkan yaitu semakin lama waktu

fermentasi maka akan semakin banyak. Hal ini juga sesuai dengan teori dari

Barrios-Gonzales et al. (2003), dimana lama fermentasi dapat mempengaruhi

fermentasi salah satunya pada produk metabolisme yang dihasilkan. Beberapa

bakteri dapat mengalami fase kematian setelah waktu tertentu sehingga dapat

menghentikan proses fermentasi, begitu juga pada natto. Untuk mengetahui waktu

maksimal dalam menghasilkan crude PGA pada natto perlu dilakukan uji

tambahan lagi pada kajian lama fermentasi.

Hasil uji dari kadar crude PGA pada masing-masing sampel natto

menunjukkan bahwa natto dari jenis kacang kedelai yang difermentasi selama 48

jam memiliki kadar crude PGA tertinggi yaitu 1,84 ± 0,08 g/20g. Hasil tersebut

sudah mendekati dengan hasil dari Hisada and Kawase (2017), dimana dari

pengujian yang dilakukan pada limbah natto yang banyak tersedia di negara

Jepang didapatkan crude PGA sebanyak 2 gram. Limbah natto yang diujikan

merupakan natto yang sudah mendekati atau bahkan melewati waktu kadarluarsa,

disinyalir hal tersebut menyebabkan adanya pertambahan kadar crude PGA

karena umur dari produk natto.

Jenis Kacang Lama fermentasi (jam) Crude PGA (g/20g) DMRT

Kacang Kedelai 24 1,15 ± 0,27 hij 0,246

36 1,45 ± 0,12 jk 0,259

48 1,84 ± 0,08 l 0,267

Kedelai Hitam 24 0,55 ± 0,08 ab 0,272

36 0,72 ± 0,22 abcde 0,277

48 0,80 ± 0,24 bcdef 0,280

Kacang Merah 24 0,48 ± 0,05 a 0,282

36 0,56 ± 0,14 abc 0,285

48 0,61 ± 0,14 abcd 0,286

Kacang Hijau 24 0,83 ± 0,07 defg 0,288

36 0,88 ± 0,06 defgh 0,289

48 1,10 ± 0,10 ghi

Page 24: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

16

Pengukuran kadar crude PGA produk natto dari berbagai jenis kacang

memiliki hasil yang berbeda-beda seperti pada Tabel 4.5. Hal tersebut dapat

terjadi karena komponen kimia yang dimiliki oleh masing-masing jenis kacang

berbeda. Menurut Steinkraus (1996), crude PGA yang dihasilkan dari natto

sebagian besar terdiri dari PGA yang berasal dari asam glutamat dan levan yang

berasal dari fruktosa. Kedua komponen tersebut berasal dari turunan

makromolekul protein dan juga karbohidrat sehingga pada produk natto dengan

jenis kacang yang berbeda akan menghasilkan jumlah crude PGA yang berbeda

pula.

Crude PGA yang terdapat pada natto dengan kadar 60-80% terdiri dari

polyglutamic acid (PGA) (Steinkrauss, 1996). Dengan demikian asam amino dari

jenis asam glutamat yang menjadi penyusun PGA memiliki faktor penting yang

menyebabkan perbedaan lendir yang dihasilkan pada produk natto. Jika dilakukan

perbandingan berdasarkan hasil pada Tabel 4.3 maka dapat dikatakan kacang

kedelai memiliki asam glutamat dengan kadar tertinggi. Hal ini sesuai dengan

literatur dimana menurut Fallen (2013), kacang kedelai memiliki asam glutamat

sebanyak 186.2 g/kg atau 18.62 dalam persentase. Jika dibandingkan dengan

kandungan asam glutamat dari kacang lain yaitu kacang hijau 125,4 mg/g atau

12,54% (Shen et al., 2018), kedelai hitam 139,6 mg/g atau 13,96% (Chena et al.,

2016), dan kacang merah 10,2 g/100g (Audu and Aremu, 2011) maka kedelai

dapat menghasilkan crude PGA lebih banyak dibandingkan dengan kacang yang

lain karena memiliki kandungan asam glutamat yang lebih tinggi.

3.2.2 Total Plate Count

Produk natto merupakan produk yang dibuat secara fermentasi dengan

memanfaatkan bakteri Bacillus natto. Diketahui natto sebagai produk fermentasi

yang memiliki kandungan prebiotik karena memiliki kemampuan sebagai

antibakteri, yang salah satunya berasal dari bakteri B. natto (Ayala et al., 2017).

Untuk mengukur bakteri yang terdapat pada natto digunakan metode TPC (Total

Plate Count) dengan media nutrient agar. Isolasi dilakukan sebanyak tiga kali

ulangan dan dilakukan sampling untuk masing masing perlakuan jenis kacang dan

lama fermentasi. Hasil analisa TPC pada produk natto dari berbagai jenis kacang

berkisar antara 3,93 x 108 hingga 23,4 x 108. Grafik hasil analisa TPC pada produk

natto dari berbagai jenis kacang dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Page 25: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

17

Gambar 7 Total koloni produk natto dari berbagai jenis kacang

Gambar 4.5 menunjukkan hasil rerata analisa TPC dari tiga kali ulangan yang

diperoleh dari produk natto berbagai jenis kacang. Natto dari jenis kacang kedelai

mengalami peningkatan lalu penurunan semakin lama waktu fermentasi. Untuk

natto dari jenis kacang kedelai hitam dan kacang merah terus mengalami

peningkatan semakin lama waktu fermentasi, sedangkan pada kacang hijau

cenderung mengalami penurunan. Total koloni yang dihasilkan oleh produk natto

dari berbagai jenis kacang berkisar antara 3,93 x 108 hingga 23,4 x 108 CFU/ml.

Secara keseluruhan koloni yang dihasilkan oleh natto dari kacang kedelai lebih

tinggi dibandingkan dengan natto dari jenis kacang lain. Rerata total koloni pada

produk natto dari berbagai jenis kacang dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 5 Pengaruh jenis kacang dan lama fermentasi terhadap total koloni bakteri produk

natto

Jenis Kacang Lama Fermentasi (jam) Total Koloni (CFU/ml)

Kacang Kedelai 24 18,5 x 108

36 23,4 x 108

48 16,2 x 108

Kedelai Hitam 24 5,90 x 108

36 9,55 x 108

48 20,1 x 108

Kacang Merah 24 3,93 x 108

36 8,68 x 108

48 16,0 x 108

Kacang Hijau 24 15,0 x 108

36 6,85 x 108

48 7,23 x 108

0.00

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

24 36 48

Tota

l ko

lon

i (C

FU/m

l)

x 10

0000

00

Lama fermentasi (jam)

kedelai

kedelai hitam

kacang merah

kacang hijau

Page 26: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

18

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa total koloni bakteri secara keseluruhan

tertinggi dihasilkan oleh produk natto kacang kedelai yang berkisar antara 18,5 x

108 hingga 23,4 x 108 CFU/ml. Jika dibandingkan dengan produk natto dari jenis

kacang lain hasil tersebut jauh lebih tinggi. Hal tersebut dapat terjadi karena

tingginya kandungan protein serta kadar air yang dimiliki oleh kacang kedelai

seperti hasil pengujian kandungan kimia kacang-kacangan yang diberi perlakuan

perendaman selama 8 jam yang ditunjukkan pada Tabel 4.2. Kandungan bakteri

tertinggi selanjutnya yaitu natto kedelai hitam dan diikuti oleh natto kacang hijau

dan natto kacang merah. Jumlah koloni bakteri tersebut juga dapat dilihat dengan

membandingkan jumlah crude PGA yang diproduksi. Semakin banyak jumlah

crude PGA maka jumlah bakteri yang memproduksinya semakin banyak.

Sehingga dapat disimpulkan hasil keduanya menunjukkan kecenderungan yang

sama.

Berdasarkan penelitian Zhang et al. (2015), kandungan atau nutrisi yang

terkandung pada media dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri hingga produk

metabolisme yang dihasilkan selama proses fermentasi. Perbedaan jumlah bakteri

yang tumbuh pada produk natto dari berbagai jenis kacang dipengaruhi oleh

perbedaan nutrisi yang terkandung pada media atau dalam penelitian ini yaitu

perbedaan kandungan kimia dari bahan baku kacang yang digunakan. Hal

tersebut didukung oleh penelitian Sun et al. (2019), dimana bakteri B. natto yang

ditumbuhkan pada berbagai media akan menghasilkan produk fermentasi yang

berbeda serta jumlah bakteri yang tumbuh akan berbeda.

Menurut Hui et al., (2005), pada proses fermentasi natto komponen yang

paling banyak berubah adalah protein dan sebagian karbohidrat contohnya gula

pereduksi, untuk komponen lain seperti serat, lemak, dan mineral tidak mengalami

perubahan. Menurut Hitosugi et al. (2015), B. natto memiliki dua jenis enzim yang

disekresikan pada proses fermentasi natto yaitu protease dan nattokinase. Enzim

tersebut secara berurutan memiliki fungsi untuk memecah protein dan memecah

fibrin yang berfungsi sebagai antikoagulan. Dari kedua pernyataan tersebut dapat

disimpulkan komponen yang paling berpengaruh pada pertumbuhan bakteri saat

fermentasi pembuatan natto adalah protein.

Hasil pertumbuhan koloni tertinggi yaitu pada produk natto kacang kedelai

dimana hal ini tidak sesuai dengan hasil analisa kandungan protein yang

menunjukkan kedelai hitam memiliki protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan

Page 27: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

19

kacang lain yaitu sebanyak 34,4%. Protein sebagai salah satu biomolekul baik

stabilitas maupun pembentukannya dipengaruhi oleh komponen lain berupa air

yang berperan sebagai pelarut. Berdasarkan penelitian Martini et al. (2013),

interaksi antara protein dan air memiliki peranan penting dalam penyusunan

protein. Interaksi tersebut membantu fleksibilitas penyesuaian kondisi terutama

pada proses pengenalan protein, bahkan interaksi tersebut dapat dianalisa dan

juga dapat diprediksi. Dengan kadar air yang lebih banyak pada kacang kedelai

dinilai membuat perombakan protein oleh bakteri menjadi lebih mudah sehingga

jumlah total koloni bakteri natto kacang kedelai lebih banyak dibandingkan dengan

natto kacang kedelai. Teori tersebut juga sesuai dengan hasil total koloni bakteri

pada natto kacang merah yang lebih rendah dibandingkan natto kacang hijau,

dimana kacang merah memiliki protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan

kacang hijau tetapi memiliki kadar air yang lebih rendah.

Lama fermentasi memberikan perbedaan pada total koloni bakteri yang

tumbuh pada produk natto dari berbagai jenis kacang. Natto dengan kacang

kedelai total koloni bakteri naik kemudian turun pada jam ke-48. Produk natto dari

kacang kedelai hitam dan kacang merah terus mengalami kenaikkan jumlah dari

jam ke-24 hingga jam ke-48. Sedangkan produk natto dari kacang hijau terus

mengalami penurunan dari jam ke-24 hingga jam ke-48. Menurut Kada et al.

(2008), amonia merupakan salah satu hasil metabolisme sekunder yang dihasilkan

B. natto pada fermentasi sehingga menimbulkan bau yang kurang disukai dari

produk natto. Amonia berdasarkan pembahasan pada hasil analisa pH

disimpulkan dapat menaikkan pH dari produk natto yang tentunya dapat

berpengaruh pada pertumbuhan bakteri. Selain itu menurut Leejeerajmnean et al.

(2000), amonia pada kadar tertentu dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen

dan dalam kadar yang terlalu tinggi justru dapat menghambat pertumbuhan bakteri

alkali toleran seperti B. natto.

Berdasarkan kecenderungan pertumbuhan koloni yang dijelaskan diatas

masing-masing produk natto memiliki perbedaan hasil pada faktor lama waktu

fermentasi. Menjawab perbedaan tersebut digunakan pembahasan bahwa pH dan

amonia akan bertambah semakin lama waktu fermentasi dan dapat

mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Pada natto kacang hijau penurunan total

koloni terus menerus terjadi karena perubahan pH yang cukup drastis

dibandingkan dengan natto produk lain (Tabel 4.4). Perubahan drastis tersebut

diduga terkait erat dengan kenaikkan nilai amonia selama proses fermentasi yang

Page 28: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

20

kemudian justru menghambat pertumbuhan total koloni bakteri. B. natto yang

merupakan bakteri alkali toleran masih dapat tumbuh pada lingkungan alkali dan

mengandung amonia apabila masih dalam kadar yang tidak terlalu tinggi

(Leejeerajmnean et al., 2000). Pada produk natto dari jenis kacang lain tidak

mengalami penurunan kecuali natto kacang kedelai di jam ke-48 fermentasi.

Produk natto lain tidak mengalami kenaikkan pH yang drastis seperti natto kacang

hijau sehingga tidak mengalami penurunan total koloni bakteri. Diduga natto

kacang kedelai yang difermentasi hingga jam ke-48 mengalami penurunan

dikarenakan kadar amonia yang sudah semakin banyak sehingga justru bersifat

sebagai inhibitor pada B. natto. Namun hal tersebut tidak sepenuhnya dapat

disimpulkan karena pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian kada amonia.

3.2.3 pH

pH atau potential hydrogen merupakan satuan yang digunakan dalam

menentukan derajat keasaman atau alkalinitas suatu zat berdasarkan ion H+ yang

dimiliki. pH diukur dengan menggunakan instrumen berupa pH meter. Untuk

mengukur pH pada produk natto dapat menggunakan demineral water sebagai

media melarutkan natto yang sudah dihancurkan. Hasil analisa pH produk natto

dari berbagai jenis kacang berkisar antara 7,13 hingga 8,37 bisa dilihat pada Tabel

4.5. Hasil tersebut sesuai dengan literatur dimana produk natto memiliki rentang

pH antara 7,0 hingga 9,0, karena natto termasuk kedalam jenis fermentasi yang

bersifat alkali (Shockey, 2019).

Gambar 8 Pengaruh jenis kacang dan lama fermentasi terhadap nilai

pH produk natto

6.40

6.60

6.80

7.00

7.20

7.40

7.60

7.80

8.00

8.20

8.40

8.60

24 36 48

pH

Lama fermentasi (jam)

kedelai

k. hitam

k. merah

k. hijau

Page 29: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

21

Berdasarkan hasil ANOVA (Analysis of Variance) didapatkan bahwa jenis

kacang memiliki pengaruh nyata pada nilai pH produk natto dari berbagai jenis

kacang dimana nilai p-value < α, begitupun faktor lama fermentasi juga memiliki

pengaruh nyata pada nilai pH produk natto dari berbagai jenis kacang karena nilai

p-value < α (lampiran 4.1).Hasil pengujian nilai pH pada produk natto dari berbagai

jenis kacang dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 6 Data hasil analisa pH pada produk natto dari berbagai jenis kacang

Jenis kacang Lama fermentasi (jam) pH DMRT

Kacang Kedelai 24 8,07 ± 0,15 hi 0,373

36 8,20 ± 0,20 hi 0,392

48 8,37 ± 0,15 l 0,404

Kedelai Hitam 24 7,33 ± 0,21 abcd 0,412

36 7,60 ± 0,26 cdef 0,419

48 7,83 ± 0,15 efgh 0,424

Kacang Merah 24 7,17 ± 0,15 ab 0,428

36 7,30 ± 0,26 abc 0,431

48 7,50 ± 0,30 abcde 0,433

Kacang Hijau 24 7,13 ± 0,12 a 0,436

36 7,60 ± 0,20 cdefg 0,437

48 8,10 ± 0,36 hi

Keterangan : 1. Data merupakan rata-rata dari 3 kali ulangan ± standar deviasi 2. Angka yang didampingi notasi menunjukkan perbedaan nyata (α=0.05)

Nilai pH natto dari berbagai jenis kacang diketahui semakin lama waktu

fermentasi maka nilai pH akan semakin alkali seperti pada gambar 4.5. Menurut

Kada et al. (2008), amonia yang menyebabkan aroma khas dari natto merupakan

produk sekunder yang dihasilkan oleh B. natto. Semakin lama waktu fermentasi

yang dilakukan pada proses pembuatan natto maka amonia yang dihasilkan akan

semakin banyak (Wei et al., 2001). Larutan amonia 1,0 M memiliki kondisi alkali

dimana nilai pH berkisar pada 11,6 (Perrin, 1982). Oleh karena itu penelitian ini

sudah sesuai dengan literatur dimana terjadi kenaikkan pH pada produk natto dari

jam ke 24 semakin tinggi hingga jam ke 48 disebabkan oleh produk samping

berupa amonia yang dihasilkan selama proses fermentasi.

Page 30: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

22

Tabel 4.5 menyatakan nilai pH terbesar produk natto dari berbagai jenis

kacang dihasilkan oleh natto kacang kedelai dengan nilai 8,21 ± 0,15 (lampiran

4.1.3). Hasil pH tertinggi yang dimiliki oleh natto kacang kedelai diakibatkan oleh

jumlah total koloni bakterinya yang lebih tinggi dibandingkan dengan natto dari

jenis kacang lain seperti pada Tabel 4.3. Jumlah total koloni bakteri yang tinggi

tersebut mengakibatkan proses metabolisme terjadi lebih banyak sehingga nilai

pH menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan produk lain.

Menurut Wei et al (2001), pada proses pembuatan natto kacang yang sudah

direndam dan dimasak akan mengalami penurunan pH dari kondisi netral menjadi

kondisi asam berkisar 6,2 hingga 6,8. Proses fermentasi kacang oleh B. natto

produk akan mengakibatkan kenaikkan nilai pH menjadi kondisi alkali yang

disebabkan oleh amonia yang dihasilkan selama proses tersebut (Pradhananga,

2018).

Menurut Kada et al., (2008), amonia yang dihasilkan pada natto dipengaruhi

oleh dua kelompok komponen mayor asam amino yaitu asam glutamat dan asam

aspartat. Oleh karena itu hasil percobaan dikatakan sesuai dengan teori dimana

menurut Fallen et al., (2013), kacang kedelai memiliki asam glutamat sebesar

186,2 g/kg (18,62%) dan asam aspartat sebesar 131,3 g/kg (13,13%). Nilai

tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan kacang hijau memiliki asam

glutamat 125,4 mg/g (12,54%) dan asam aspartat 85,3 mg/g (8,53%) (Shen et al,

2018), kedelai hitam memiliki asam glutamat 139,6 mg/g (13,96%) dan asam

aspartat 72,75 mg/g (7,28%) (Chena et al., 2016), dan kacang merah memiliki

asam glutamat 10,2 g/100g (10,2%) dan asam aspartat 9,5 g/100g (9,5%) (Audu

and Aremu, 2011). Maka dapat disimpulkan bahwa natto kacang kedelai memiliki

nilai pH lebih tinggi dibandingkan dengan natto dari jenis kacang lain karena

kandungan asam glutamat dan asam aspartat yang dimilikinya.

3.2.4 Antibakteri

Produk natto merupakan makanan yang memiliki nilai fungsional karena

memiliki kemampuan sebagai prebiotik. Kemampuan tersebut berasal dari bakteri

yang dimilikinya yaitu B. natto (Ayala et al., 2017) serta lendir yang menjadi ciri

khasnya yang terdiri dari PGA (Alsaheb et al., 2016) dan juga levan (Byun et al.,

2013). Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan analisa antibakteri untuk

mengetahui perbedaan kemampuan antibakteri dari produk natto dari berbagai

jenis kacang. Pengujian antibakteri dilakukan degan metode difusi menggunakan

Page 31: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

23

cakram kertas (modifikasi Sari dkk, 2015). Apabila produk natto memiliki

kemampuan antibakteri maka akan membentuk zona bening disekitar cakram

kertas. Kemampuan antibakteri dihitung dengan mengukur zona bening dikurangi

dengan diameter cakram kertas. Pada penelitian ini bakteri patogen yang

digunakan sebagai bahan uji yaitu bakteri E. coli (Sutiknowati, 2015) dan S. aureus

(Fetsch, 2018) yang merupakan penyebab foodborne diseases.

(a) (b)

Gambar 9 Pengaruh jenis kacang dan lama fermentasi terhadap

kemampuan antibakteri produk natto; (a) bakteri uji E. coli dan (b) bakteri

uji S. aureus

Gambar 4.7 menunjukkan grakfik zona bening hasil analisa kemampuan

antibakteri pada produk natto dari berbagai jenis kacang dengan bakteri uji

menggunakan isolat E. coli dan S. aureus. Dari gambar tersebut diketahui bahwa

dari perbedaan jenis kacang memiliki kemampuan antibakteri yang berbeda,

begitu pula dengan perlakuan lama fermentasi juga berbeda. Zona bening

kemampuan antibakteri tertinggi didapatkan pada natto jenis kacang kedelai

dengan lama fermentasi 24 jam. Secara keseluruhan zona bening dari

kemampuan antibakteri lebih besar dihasilkan pada bakteri uji S. aureus

dibandingkan dengan bakteri uji E. coli. Hal ini sesuai dengan (Block, 2001)

dimana bakteri dari jenis gram positif seperti S. aureus lebih rentan terhadap

antibakteri dibandingkan dengan bakteri gram negatif. Menurut Emami-Karvani

and Chehrazi (2011), hasil yang berbeda tersebut berkaitan dengan struktur

dinding sel, fisiologi sel, metabolisme, dan derajat kontak dengan antibakteri.

Rerata zona bening kemampuan antibakteri dapat dilihat pada Tabel 4.4

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

24 36 48

Zon

a b

enin

g (m

m)

lama fermentasi (jam)

kedelai

kedelai hitam

kacang merah

kacang hijau

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

24 36 48

Zon

a b

enin

g (m

m)

Lama fermentasi (jam)

kedelai

kedelai hitam

kacang merah

kacang hijau

Page 32: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

24

Tabel 7 Rerata zona bening kemampuan antibakteri produk natto dari berbagai jenis

kacang

Jenis kacang lama fermentasi (jam) Diameter zona bening (mm)

E. coli S. aureus

kedelai 24 6,33 7,00

36 4,67 2,33

48 3,33 4,17

kedelai hitam 24 5,33 6,33

36 4,67 3,33

48 3,67 3,67

kacang merah 24 3,00 3,00

36 1,33 2,33

48 2,67 2,67

kacang hijau 24 2,00 4,33

36 2,33 2,33

48 2,67 2,50

Dari faktor lama fermentasi berdasarkan Gambar 4.7 semakin lama waktu

fermentasi maka semakin berkurang kemampuan antibakterinya. Dengan

menggunakan pembahasan yang sama yaitu membandingkan dengan total koloni

dan crude PGA produk didapatkan hasil yang kurang sesuai. Pada kadar crude

PGA semakin lama waktu fermentasi akan semakin besar yaitu berbanding

terbalik dengan kemampuan antibakteri yang justru semakin menurun. Menurut

Bhuvaneswari et al. (2015), Bacillus subtilis mampu menghasilkan peptida berupa

bakteriosin. Berdasarkan Hammami et al. (2009), bakteriosin merupakan peptida

yang memiliki kemampuan antibakteri sebagian besar dihasilkan oleh bakteri dari

gram positif dimana B. natto merupakan salah satu bakteri gram positif yang

menghasilkan bakteriosin. Berdasarkan penelitian Bhuvaneswari et al. (2015),

kemampuan antibakteri yang berasal dari bakteriosin akan mengalami penurunan

setelah fermentasi jam ke-24. Menurut Ansari et al. (2012), lama fermentasi

memiliki peran penting pada produksi bakteriosin dimana akan mengalami

produksi maksimum setelah jam ke-24. Pada jam ke-48 sel bakteri akan

mengalami fase stasioner serta pada jam ke-72 kemampuan antibakteri sudah

tidak ditemukan lagi. Sehingga hal tersebut sesuai dengan penelitian ini dimana

setelah jam ke-24 kemampuan antibakteri terus menurun hingga jam ke-48.

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui natto yang memiliki aktivitas

antibakteri terbesar yaitu natto kacang kedelai baik pada bakteri uji E. coli maupun

Page 33: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

25

S. aureus sedangkan yang memiliki aktivitas antibakteri paling kecil yaitu natto

kacang merah. Mekanisme antibakteri pada produk natto berawal dari bakteri yang

dimilikinya yaitu B. natto. Pada pencernaan manusia bakteri tersebut akan

menghasilkan biofilm atau lendir yang berafiliasi pada organ pencernaan sehingga

menekan pertumbuhan bakteri patogen dalam pencernaan (Ayala et al., 2017).

Sehingga kemampuan antibakteri natto berasal dari bakteri B. natto (Ayala et al.,

2017) serta berasal dari kandungan yang terdapat pada lendir yaitu PGA (Alsaheb

et al., 2016) dan levan (Byun et al., 2013). Pada penelitian ini sebisa mungkin

antibakteri diambil dari bagian lendir produk natto dan bakteri tanpa mengikut

sertakan bagian padatan produk yang masih berupa kacang (Lampiran 3.2). Oleh

karena itu dapat dibandingkan dengan melihat hasil dari analisa total koloni serta

crude PGA produk natto dari berbagai jenis kacang. Pada hasil analisa crude PGA

ditemukan kesamaan untuk masing-masing produk natto yaitu semakin lama

waktu fermentasi maka crude PGA akan semakin tinggi, tapi kecenderungan

tersebut tidak sama dengan kondisi koloni bakteri yang tumbuh pada produk natto.

Pada hasil analisa koloni bakteri terjadi perbedaan hasil sesuai dengan penjelasan

sebelumnya yang berkaitan dengan pH serta amonia yang dihasilkan selama

fermentasi.

Kemampuan antibakteri produk natto dari berbagai jenis kacang paling tinggi

dihasilkan oleh produk natto kacang kedelai. Hal ini diduga karena kacang kedelai

berdasarkan analisa sebelumnya memiliki total koloni dan nilai crude PGA tertinggi

dibandingkan dengan produk dari jenis kacang lain. Pada natto kacang merah

dihasilkan kemampuan antibakteri paling rendah dibandingkan dengan produk

natto lain. Hal ini sesuai dengan total koloni bakteri dan nilai crude PGA yang juga

lebih rendah dibandingkan dengan produk lain. Namun jika dibandingkan dengan

nilai total koloni dan crude PGA natto kacang hijau harusnya memiliki kemampuan

antibakteri yang lebih besar dibandingkan dengan natto kedelai hitam. Hal ini

diduga terjadi karena pada natto kacang hijau mengalami penurunan total koloni

setelah jam ke-24 hingga jam ke-48 yang disebabkan oleh nilai pH dan kadar

amonia pada kondisi fermentasi. Sehingga dapat diasumsikan bahwa bakteri pada

natto kacang hijau sudah mengalami fase kematian dari jam ke-24.

3.3 Pemilihan Produk Natto Terbaik

Produk natto dari berbagai jenis kacang dibandingkan dengan produk natto

yang dijual secara komersil untuk mengetahui perbedaannya. Produk natto terbaik

Page 34: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

26

dipilih menggunakan metode Multiple Atribute Zeleny dengan parameter nilai pH,

nilai crude PGA, total koloni bakteri, serta kemampuan antibakteri. Nilai dari

parameter pH yang diharapkan merupakan nilai minimal sedangkan kadar crude

PGA, total koloni bakteri, serta kemampuan antibakteri yang diharapkan

merupakan nilai maksimal. Hasil dari penentuan natto terbaik menggunakan

Multiple Atribute Zeleny menunjukkan bahwa natto dari kacang kedelai yang

difermentasi selama 24 jam merupakan perlakuan terbaik seperti pada Tabel 4.7.

Tabel 8 Pemilihan produk natto terbaik

Berdasarkan hasil perhitungan perlakuan terbaik menggunakan multiple

attribute zeleny (Lampiran 4.3), didapatkan bahwa produk natto terbaik yaitu natto

kacang kedelai dengan kode Kd24 yang difermentasi selama 24 jam. Produk natto

terbaik selanjutnya dibandingkan dengan produk natto komersil dengan parameter

pH, kadar crude PGA, total koloni bakteri, serta kemampuan antibakteri terhadap

bakteri E. coli dan S. aureus.

3.4 Perbandingan Produk Natto Terbaik dengan Produk Komersil

Natto merupakan produk pangan fermentasi yang berasal dari Jepang dan

secara masif diproduksi oleh industri serta dinilai sebagai salah satu pangan

fungsional yang memiliki dampak baik bagi kesehatan karena kandungan PGA

yang dimilikinya. Pada penelitian ini dilakukan perbandingan produk natto terbaik

berdasarkan perhitungan Multiple Atribute Zeleny dengan produk natto komersil

dengan tujuan untuk mengetahui perbandingannya. Karakteristik natto kacang

kedelai yang difermentasi selama 24 jam dan produk natto komersil sebagai

perbandingan dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Page 35: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

27

Tabel 9 Karakteristik produk natto terbaik dan natto komersil

Parameter

Natto kacang kedelai

fermentasi 24 jam

Natto

komersil

p-

value

(Uji T)

Natto (Literatur)

Nilai pH 8,07 5,75 0.001 7,35 – 9.08 (a)

Kadar crude PGA (g/20g) 1,15 1,65 0.704 2 g (b)

Total koloni bakteri

(CFU/ml)

18,5 x 108 36,9 x 108 0.794 9 x 109 CFU/g (c)

Diameter zona bening

terhadap bakteri E. coli

(mm)

6,33 1,00 0.211 4 (d)

Diameter zona bening

terhadap bakteri S.

aureus (mm)

7,00 2,33 0.193 6 (d)

Keterangan: p-value > 0.05 maka berbeda signifikan

Sumber: (a) Sutikno, 2019

(b) Hisada and Kawase, 2017

(c) Hong, 2007

(d) Leeb, 2013

Tabel 4.8 menunjukkan perbandingan karakteristik antara natto kacang

kedelai yang difermentasi selama 24 jam dan natto komersil. Natto kacang kedelai

yang difermentasi selama 24 jam memiliki kemampuan antibakteri yang jauh lebih

baik dibandingkan dengan produk natto komersil. Baik dari pengujian terhadap

bakteri E. coli maupun S. aureus natto kacang kedelai yang difermentasi selama

24 jam menghasilkan diameter zona bening yang lebih besar dibandingkan

dengan produk komersil. Hal tersebut dapat terjadi karena kemungkinan besar

umur sampel produk natto komersil sudah terlalu lama atau tidak dalam kondisi

segar. Pada pembahasan 4.2.4 dikatahui bahwa semakin lama waktu fermentasi

maka kemampuan antibakteri akan semakin menurun, sementara pada produk

komersil yang sudah dalam kondisi tidak segar tetap dapat mengalami proses

fermentasi atau proses metabolisme lain yang menyebabkan penurunan

kemampuan antibakteri tersebut.

Kadar crude PGA dan total koloni bakteri yang dihasilkan oleh natto kacang

kedelai yang difermentasi selama 24 jam lebih rendah dibandingkan dengan

produk natto komersil. Kadar crude PGA produk natto komersil memiliki kadar

yang cukup tinggi kemungkinan diakibatkan oleh umur produk yang tidak dalam

Page 36: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

28

kondisi segar. Dalam waktu tertentu proses fermentasi natto tidak berhenti secara

keseluruhan sehingga kadar crude PGA masih dapat terus naik. Hal tersebut

seperti penelitian yang dilakukan oleh Hisada and Kawase (2017), yang

melakukan ekstraksi pada limbah produk natto menghasilkan lebih banyak crude

PGA. Total koloni bakteri yang dihasilkan oleh natto produk komersil dapat lebih

tinggi karena adanya perbedaan kandungan kimia bahan baku kacang yang

digunakan serta adanya kemungkinan jenis starter bakteri yang digunakan

berbeda.

Nilai pH natto kacang kedelai yang difermentasi selama 24 jam dibandingkan

dengan natto produk komersil mengalami perbedaan yang signifikan. Natto produk

komersil berada pada kondisi asam sedangkan natto seharusnya berada pada

kondisi alkali seperti pada kacang kedelai yang difermentasi selama 24 jam.

Diduga hal tersebut terjadi akibat dari produk natto komersil yang mendekatai atau

sudah kadarluarsa. Sehingga adanya kemungkinan jumlah koloni bakteri yang

lebih banyak bukan merupakan bakteri B. natto atau merupakan bakteri

kontaminan yang membuat kondisi produk menjadi asam.

Page 37: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

29

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa:

1. Perlakuan jenis kacang dan lama fermentasi memberikan pengaruh terhadap

produk natto yaitu pada nilai pH, kadar crude PGA, total koloni bakteri, dan

kemampuan antibakteri. Semakin lama waktu fermentasi maka akan semakin

tinggi nilai pH dan kadar crude PGA sedangkan total koloni dan kemampuan

antibakteri akan semakin berkurang. Jenis kacang yang berbeda

mengaikbatkan hasil yang berbeda pula diakibatkan oleh kandungan yang

dimiliki oleh masing-masing jenis kacang. Produk natto dari kacang kedelai

memiliki hasil tertinggi dimana kadar crude PGA, total koloni, dan kemampuan

antibakteri yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan produk natto dari

jenis kacang lain.

2. Dengan menggunakan metode Multiple Atribute Zeleny diketahui natto kacang

kedelai yang difermentasi selama 24 jam memiliki hasil terbaik berdasarkan

faktor jenis kacang dan lama fermentasi. Sebagai perbandingan nilainya lebih

baik dibandingkan dengan produk natto yang dijual secara komersil terutama

pada aspek kemampuan antibakteri.

3. Selain kacang kedelai yang sudah digunakan secara umum, kacang hijau dan

kedelai hitam direkomendasikan sebagai jenis kacang yang baik digunakan

sebagai bahan baku natto.

Page 38: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

30

Daftar Pustaka

Agustina, N. 2012. Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap Koefisien Difusi

dan Statistik Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.). Skripsi. Fakultas

Pertanian, Unila. Lampung

Ansari, A., Afsheen A., Nadir N.S., Samina I., and Shah Ali ul Q. 2015. Bacteriocin

(BAC-IB17): Screening, Isolation, and Production from Bacillus subtilis

KIBGE IB-17. Pakistan journal of pharmaceutical sciences. 25(1):195 -- 201

AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical

Chemist. AOAC International. Washington D. C.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical

Chemist. AOAC International. Washington D. C.

AOAC. 2005. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical

Chemist. AOAC International. Washington D. C.

Audu, S.S., and M.O. Aremu. 2011. Effect of Processing on Chemical

Composition of Red Kidney Bean (Phaseolus vulgaris L.) Flour.

Pakistan Journal of Nutrition. 10(11): 1069 – 1075

Ayala, Facundo R., Carlos B., Sebastiάn C., Cecilia L., Marco B., and Roberto G.

2017. Microbial Flora, Probiotics, Bacillus subtilis and the Search for A

Long and Healthy Human Longevity. Microbial Cell. 4(4): 133 – 136

Ayustaningwarno, F., Garnis R., Iqlima S., Neni A., Fredian S., Chomsatun U., dan

Martha SWR. 2014. Aplikasi Pengolahan Pangan. Deepublish: Yogyakarta

Bacharudin, Z. 2014. Teknlogi Fermentasi Pada Industri Peternakan. Gajah

Mada University Press: Yogyakarta

Barrios-Gonzales, J., FJ Fernandez, and A Tomasini. 2003. Microbial Secondary

Metabolites Production and Strain Improvement. Indian Journal

Biotechnology. 2: 323 – 333

Baruzzi, F., L. Quintieri, M. Morea and L. Caputo. 2011. Antimicrobial

Compounds Produced by Bacillus spp. and Applications in Food.

Formatex: 1102 – 1111

Belghith, K. S., Imen D., Khaled H., Abdelfattah F., Hafedh M., and Hafedh B. 2012.

Hypolipidemic Effect of Diet Supplementation with Bacterial Levan in

Cholesterol-fed Rats. Int. Journal of Biological Macromolecules. 50(4):

1070 – 1074

Page 39: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

31

Bhuvaneswari, S., S. Madhavan, and A. Panneerselvam. 2015. Optimization of

Bacteriocin Production by Bacillus subtilis BMP01 Isolated from

Solanum trilobatum L. Int. Journal of Current Microbiology and Applied

Science. 4(3): 617 – 626

Byun, Bo Y., Su-Jin L., and Jae-Hyung M. 2013. Antipathogenic Activity and

Preservatives Effect of Levan (β-2,6-Fructan), A Multifunctional

Polysaccharide. Journal of Food Science & Technology. 49(1): 238 – 245

Cahyani, K. D., 2011. Kajian Kacang Merah (Phaseolus vulgaris) Sebagai

Bahan Pengikat dan Pengisi Pada Sosis Ikan Lele. Skripsi. Fakultas

Pertanian, UNS. Surakarta

Chena, Haixia., Zhongquin C., Jingya W., and Wei L. 2016. Physicochemical

Characterization, Antioxidant, and Anticancer Activities of Proteins

from Four Legume Species. Journal Food Science Tech. 54(4): 964 – 972

Chenb, Hongzhang. 2013. Modern Solid State Fermentation: Theory and

Practice. Springer: London

Darmajana, D. A. 2012. Pengaruh Suhu dan Waktu Perendaman Terhadap

Bobot Kacang Kedelai Sebagai Bahan Baku Tahu. Prosiding SNaPP.

3(1): 159 – 164

Donnenberg, Michael S. 2013. Escherichia coli: Pathotypes and Principles of

Pathogenesis. Elsevier: London

Fallen, B. D., Catherine N.H., Fred L.A., Dean A.K., Arnold M.S., Pengyin C., Stella

K.K., Perry B.C., David L.H., and Vincent R.P. 2013. Soybean Seed Amino

Acid Content QTL Detected Using Universal Soy Linkage Panel 1.0 with

1,536 SNPs. Journal of Plant Genome Science. 1(3): 68 – 79

Feingold, D. S., and M. Gehatia. 1957. The Structure and Properties of Levan,

a Polymer of D-Fructose Produced by Cultures and Cell-Free Extracts

of Aerobacter levanicum. Journal of Polymer Science. 23: 783 – 790

Fetsch, A. 2018. Staphylococcus aureus. Elsevier: London

Hamammi, I., A. Rhouma, B. Jaouadi, A. Rebai and X. Nesme. 2009. Optimization

and Biochemical Characterization of Bacteriocin from Newly Isolated

Bacillus subtilis Strain 14B for Biocontrol of Agrobacterium spp.

Strains. Letters in Applied Microbiology. 48(2): 253 – 260

Hastuti, Desi P., Supriyono, dan Sri Hartati. 2018. Pertumbuhan dan Hasil

Kacang Hijau (Vigna radiata L.) Pada Beberapa Dosis Pupuk Organik

dan Kerapatan Tanam. Journal of Sustainable Agriculture. 33(2): 89 – 95

Page 40: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

32

Hayat, I., A. Ahmad, A. Ahmed, S. Khalil, and M. Gulfraz. 2014. Exploring the

Potential of Red Kidney Beans (Phaseoulus vulgaris L.) to Develop

Protein Based Product for Food Application. The Journal of Animal &

Plant Science. 24(3): 860 – 868

Hitosugi, M., Katsuo H., and Kazutaka M. 2015. Effect of Bacillus subtilis var.

Natto Products on Symptoms Caused by Blood Flow Disturbance in

Female Patients with Lifestyle Diseases. Int Journal of General Med.

Hong, H.A., J.-M. Huang, R. Khaneja, L.V. Hiep, M.C. Urdaci, and S.M. Cutting.

The Safety of Bacillus subtilis and Bacillus indicus as Food Probiotics.

Journal of Applied Microbiology. 105: 510 – 520

Hui, Y. H., Lisbeth M. G., Åse S. H., Jytte J., Wai-Kit N., Peggy S. S., and Fidel T.

2005. Handbook of Food and Beverage Fermentation Technology.

Marcel Decker Inc: New York

Japanese Natto Cooperative Society Federation. 2019.

http://www.natto.or.jp/english/make/index.html. Diakses pada: 19

September 2019

Kada, Shigeki, Mashiro Y., Takayuki K., Hitoshi A., and Ken-ichi Y. 2008.

Identification of Two Major Ammonia-Releasing Reactions Involved in

Secondary Natto Fermentation. Bioscience, Biotech, and Biochem. 72(7):

1869 – 1876

Khosravi, S., Mohammad S., Zahra E-D., and Mohammad-Taghi G. 2019.

Development of Fermented Date Syrup Using Kombucha Starter

Culture. Journal of Food Processing and Preservation. e13872

Kwon, Yong S., Sumin L., Seung H.L., Hae J.K., and Choong H.L. 2019.

Comparative Evaluation of Six Traditional Fermented Soybean

Products in East Asia: A Metabolomics Approach. Metabolites. 9(183): 2

– 14

Leea, Byong H. 2015. Fundamentals of Food Biotechnology. John Willey &

Sons Ltd.: West Sussex

Leeb, Na-Ri, Tae-Hum Go, Sang-Mee Lee, Seong-Yun Jeong, Geun-Tae Park,

Chang-Oh Hong, and Hong-Joo Son. 2013. In vitro Evaluation of New

Functional Properties of Poly-γ-glutamic Acid Produced by Bacillus

subtilis D7. Saudi Journal of Biological Science. 21: 153 – 158

Page 41: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

33

Leejeerajumnaen, A., J. M. Ames, and J. D. Owens. 2000. Effect of Ammonia on

the Growth of Bacillus Species and Some Other Bacteria. Letters in

Applied Microbiology. 30(5): 385 – 389

Liu, X., Bo J., Xiangyun S., Jingya A., Lihua W., Cheng W., Fang Z., Jicheng Z.,

and Weidon H. 2015. Effect of Initial pH on Growth Characteristics and

Fermentation Properties of Sacharomyces cerevisiae. Journal of Food

Science. 80(4): 800 – 808

Martini, S., Claudia B., Alberto F., and Claudio R. 2013. Water-Protein

Interaction: The Secret of Protein Dynamics. The Scientific World Journal.

2013

Maryam, S. 2015. Potensi Tempe Kacang Hijau (Vignata radiata L) Hasil

Fermentasi Menggunakan Inokulum Tradisional Sebagai Pangan

Fungsional. Jurnal Pendidikan Kimia FMIPA Undhiksa. 4(2): 639 – 646

Mayasari, Susan. 2010. Kajian Karakteristik Kimia dan Sensoris Sosis Tempe

Kedelai Hitam (Glycine soja) dan Kacang Merah (Phaseolus vulgaris)

Dengan Bahan Biji Berkulit dan Tanpa Kulit. Skirpsi. Fakultas Pertanian,

Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Missiakas, Dominique M. and Olaf Schneewind. 2013. Growth and Laboratory

Maintenance of Staphylococcus aureus. Curr Protoc Microbiology. 9

Murooka, Y., and Mitsuo Yamashita. 2008. Traditional Healthfull Fermented

Products of Japan. Journal of Industrial Microbiology & Biotechnology.

35(8): 791 – 198

Mutia, Destra. 2014. Pengaruh Perbedaan Pemberian Dosis Pupuk Kompos

dan Interval Penyiraman Terhadap Kecepatan Pertumbuhan Tanaman

Kacang Hijau (Vigna radiate L.). Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Unila. Lampung

Nuhan, Felisia A. 2015. Skrining Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol

Temulawak, Meniran, Kemukus, dan Beluntas Terhadap

Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonela typhi. Skripsi.

Fakultas Farmasi, Universitas Katolik Widya Mandala. Surabaya

Nurrahman, Mary A., Suparmo, dan Marsetyawan HNES. 2012. Peran Kedelai

Hitam Dalam Meningkatkan Aktivitas Enzim Antioksidan dan Daya

Tahan Limfosit Tikus Terhadap Hidrogen Peroksida In vivo. Skripsi.

Fakultas Kedokteran, UGM. Yogyakarta

Page 42: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

34

Ozawa, K., Kanji Y-U., Kumiko Y., Yutaka Y., Keizo U., and Toshio M. 1978.

Antagonistic Effects of Bacillus natto and Strptococcus fecalis on

Growth of Candida albicans. Microbiology Immunologi. 23(12): 1147 –

1156

Park, Min-J., Thiyam G., and Sam-Pin L. 2012. Physicochemical Properties of

Roasted Soybean Flour Bioconverted by Solid-State Fermentation

Using Bacillus subtilis and Lactobacillus plantarum. Preventive Nutrition

and Food Science. 17(1): 36 – 45

Perrin, D. D. 1982. Ionisation Constants of Inorganic Acids and Bases in

Aqueous Solution 2nd Edition. Pergamon Press: Oxford

Pradhananga, Mahalaxmi. 2018. Effect of Processing and Soybean Cultivar on

Natto Quality Using Response Surface Methodology. Food Science

Nutrition. 7: 173 – 182

PubChem. 2019. Levan. https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Levan-

n#section=2D-Structure. Dilihat 16 September 2019

Sari, Martha, Fifi A., dan Wien K. 2015. Potensi Bakteri Lumpur Minyak Sebagai

Penghasil Biosurfaktan dan Antimikroba. Prosiding Seminar Nasional

Masyarakat Biodiv Indonesia. 1(1): 85 – 88

Sarilmiser, Hande K., and T. Oner. 2014. Investigation of Anti-Cancer Activity

of Linear and Aldehyde-Activated Levan from Halomonas smyrnensis

AAD6. Biochemical Engineering Journal. 92: 28 – 34

Shen, Zhu Y., Sun S., and Richard F. 2018. Mung Bean Proteins and Peptides:

Nutritional, Functional, and Bioactive Properties. Food & Nutrition

Research. 62: 1290

Shiha, Ing-L., Yun-Ti Y., Chwen-Jen S., and Chien-Yan H. 2005. Selective

Production and Characterization of Levan by Bacillus subtilis (Natto)

Takahashi. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 53(21): 8211 – 8215

Shihb, Ing-L., Fang Chen W., and Shou-Zu C. 2013. Factors Affecting the

Production and Molecullar Weight of Levan of Bacillus subtilis natto in

Batch and Fed-Batch Culture in Fermenter. Journal of Taiwan Institute of

Chemical Engineers. 44(6): 846 – 853

Shurtleff, W. and Akiko Aoyagi. 2012. History of Natto and Its Relatives. Soyinfo

Center: Lafayette

Steinkraus, K. 1996. Handbook of Indigenous Fermented Foods, Revised and

Expanded. Marcell Dekker: New York

Page 43: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

35

Sun, Dongfang, Jianmeng L., Lijun S., Yaling W., Ying L., Qi D., Ning Z., Defeng

X., Zhijia F., Wenjing W., and Rafi G. 2019. Effect of Media and

Fermentation Conditions on Surfactin and Iturin Homologues

Produced by Bacillus natto NT-6: LC-MS Analysis. AMB Express. 9: 120

Sutikno, N. 2019. Effect of Fermentation Time and Ratio of Cocultures Using

Bacillus subtilis var. natto AND Lactobacillus delbrueckii KSM 10 on

Physiccochemical and Sensory Properties of Cowpea (Vigna

unguiculata L. Walp) Natto. Skripsi. Unika Soegijapranata: Semarang

Sutiknowati, L. I. 2016. Bioindikator Pencemar, Bakteri Escherichia coli.

Oseana. 41(4): 63 – 71

Sutrimo, Usali R. 2014. Profil Penggunaan Obat Antibiotik di Ruang ICU, ICCU,

NICU, dan PICU di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Aloei Saboei.

Tesis. UNG. Gorontalo

Tamang, Jyoti P. 2015. Health Benefits of Fermented Foods and Beverages.

CRC Press: Boca Raton

Utomo, J. S. dan S. Satya Antarlina. 1998. Teknologi Pengolahan dan Produk-

produk Kacang Tunggak. Monograf Balitkabi (3): 120 – 138

Wei, Q., C. Wolf-Hall, and K.C. Chang. 2001. Natto Characteristic as Affected

by Steaming Time, Bacillus Strain, and Fermentation Time. Journal of

Science. 66(1): 167 – 173

Whitman, William B. 2009. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology 2nd

Edition Vol 3: The Firmicutes. Springer: Athens

Widyaningsih, T. D., Novita W., dan Nur Ida P. 2017. Pangan Fungsional. UB

Press: Malang

Wolf-Hall, Charlene and William Nganje. 2017. Microbial Food Safety: A Food

System Approach. CAB International: Boston

Yang, J., Haryoung P., Nguyen QT., Chaewon K., Wang SL., Jaemoo K., Jinyoung

J., and Moon HS. 2019. Poly-γ-Glutamic Acid Complexed With Alum

Induce Cross-Protective Immunity of Pandemic H1N1 Vaccine. Frontiers

in Immunology. 10:1604

Yue, Wenjin. Guangjun N., Zhubin Z., Fang L., Zhijie N., and Yuchao Y. 2015. Co-

Production of Nattokinase and Poly (γ-Glutamic Acid) Under Solid State

Fermentation Using Soybean and Rice Husk. Brazilian Archives of

Biology and Tech. 58(5): 718 – 724

Page 44: studi pengaruh perbedaan bahan baku kacang

36

Zhang, Qi. Deyi W., Yan L., Xinze W., Hainan K., and Shuzo T. 2015. Substrate

and Product Inhibition on Yeast Performance in Ethanol Fermentation.

Energy Fuel. 29(2): 1019 – 1027