1 STUDI PEMBANGUNAN PASAR IKAN HIGIENIS (PIH) DI KOTA BANDAR LAMPUNG LAPORAN PENELITIAN OLEH : INDRA GUMAY YUDHA, S.Pi., M.Si. NIP 132231087 PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2005 Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
40
Embed
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) Di Kota Bandar Lampung Oleh Indra Gumay Yudha
Kajian UKL UPL Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kota Bandar Lampung.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
STUDI PEMBANGUNAN PASAR IKAN HIGIENIS (PIH) DI KOTA BANDAR LAMPUNG
LAPORAN PENELITIAN
OLEH : INDRA GUMAY YUDHA, S.Pi., M.Si.
NIP 132231087
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG 2005
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
2
I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Propinsi Lampung memiliki panjang pantai 1.105 km2 dan luas wilayah pesisir
sekitar 16.625,3 km2 merupakan salah satu propinsi dengan keragaman
potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup besar. Keragaman
potensi tersebut meliputi sumberdaya ikan, rumput laut, teripang, ubur-ubur,
udang, kerang hijau, kepiting, dan sumberdaya perikanan lainnya yang
tersebar di sepanjang perairan Pantai Barat, Pantai Timur, Teluk Lampung
dan Teluk Semangka. Selain wilayah pesisir, propinsi Lampung juga memiliki
berbagai jenis perairan umum seperti sungai, rawa, waduk, dan danau yang
juga mengandung potensi perikanan air tawar yang cukup tinggi. Dengan
luas wilayah perairan yang demikian diharapkan sektor perikanan dapat
dijadikan unggulan sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD) Propinsi
Lampung.
Walaupun Propinsi Lampung memiliki potensi sumberdaya perikanan yang
cukup tinggi, namun tingkat konsumsi ikan rata-rata per kapita penduduknya
masih di bawah jumlah yang dianjurkan. Konsumsi ikan rata-rata per kapita
penduduk Lampung pada tahun 2003 sebesar 24,8 kg/kapita/tahun,
sedangkan jumlah yang dianjurkan adalah 26,55 kg/ kapita/tahun. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan konsumsi ikan adalah
melalui perbaikan pelayanan di tingkat konsumen.
Di sisi lain konsumen hasil perikanan di Propinsi Lampung masih belum
terlayani kebutuhannya secara optimal. Hal ini dikarenakan model
pemasaran ikan di Lampung masih tersebar pada berbagai tempat yang
berbeda dengan sarana pemasaran sebagian besar masih berupa pasar
tradisional yang kondisinya kumuh, becek, dan bau. Demikian pula standar
teknis mutu serta higienis hasil perikanan belum secara optimal diterapkan
sehingga tidak menunjang masyarakat berminat mengkonsumsi ikan;
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
3
padahal perkembangan ke depan tuntutan penerapan standar teknis mutu
dan higienis merupakan kebutuhan mutlak bagi perlindungan konsumen.
Berdasarkan hal tersebut maka di Propinsi Lampung pada tahun 2005 akan
segera dibangun sarana dan prasarana pemasaran hasil perikanan yang
memenuhi kriteria Pedoman Perencanaan dan Petunjuk Teknis Pusat
Pemasaran Hasil Laut dan Ikan Terpadu (PPHLIT). Kawasan pemasaran
terpadu ini diharapkan mampu menyediakan fasilitas yang relatif lengkap
untuk kebutuhan promosi dan informasi serta display penjualan hasil
perikanan yang memenuhi standar teknis mutu dan higienis yang diwujudkan
dalam bentuk Pasar Ikan Higienis (PIH). PIH yang akan dibangun harus
dapat memenuhi konsep good and link manufacturing practice, di mana
komoditas perikanan yang tersedia ditangani dan ditampilkan dengan kondisi
yang bagus dan terjamin mutunya, sehingga siapa pun konsumen yang
datang ke PIH akan mendapatkan jaminan. Adapun calon lokasi pasar ikan
higienis tersebut terletak di Lempasing.
Tujuan dibangunnya Pasar Ikan Higienis adalah :
• Menyediakan sarana pemasaran hasil perikanan yang memenuhi
kriteria teknis mutu.
• Meningkatkan pelayanan serta perlindungan kepada konsumen hasil
perikanan.
• Meningkatkan konsumsi ikan masyarakat.
Pembangunan pasar ikan higienis merupakan kegiatan yang diduga akan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan, baik pada tahap prakonstruksi,
tahap konstruksi, maupun tahap pasca konstruksi/operasi. Dampak terhadap
lingkungan tersebut dapat terjadi apabila sistem pengelolaan dan
pemantauan lingkungan tidak tepat, sehingga dapat terjadi pencemaran air,
pencemaran tanah, serta berbagai masalah sosial, sehingga rencana
pembangunan pasar ikan higienis diwajibkan untuk :
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
4
a. Menerapkan prinsip-prinsip pembangunan nasional yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan.
b. Mematuhi setiap peraturan dan ketentuan lindungan lingkungan yang
berlaku.
c. Menggalakkan kegiatan perlindungan lingkungan dalam rangka
memperkecil dampak negatif akibat kegiatan usaha.
d. Menciptakan kondisi kerja yang aman, bebas dari kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.
e. Menggalang kemampuan dalam menanggulangi kejadian
pencemaran, kecelakaan kerja atau keadaan darurat yang terjadi
f. Mendidik dan melatih karyawan serta kontraktor tentang aspek LK3.
g. Menciptakan dan memeliharan hubungan harmonis dengan
masyarakat di sekitar kegiatan usaha, serta bersikap tanggap apabila
timbul masalah yang berlaitan dengan dampak akibat kegiatan usaha.
1.2 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi lokasi kegiatan pembangunan Pasar Ikan Higienis
yang meliputi kualitas lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat setempat, serta persepsi masyarakat tentang keberadaan
pasar ikan tersebut.
b. Mengidentifikasi rencana kegiatan pembangunan Pasar Ikan Higienis
(PIH) Lempasing terutama yang berpotensi menimbulkan dampak
terhadap lingkungan.
c. Memprediksi terjadinya dampak terhadap komponen lingkungan
sebagai akibat kegiatan pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH)
Lempasing
d. Menyusun upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
5
II. METODE PENELITIAN
2.1 WAKTU DAN TEMPAT
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-September 2005 di sekitar lokasi
yang direncanakan akan dibangun Pasar Ikan Higienis, yaitu di Lempasing.
Lokasi tersebut terletak dekat dengan lokasi Pelabuhan Perikanan Pantai
Lempasing, yang secara administrasi terletak di Kecamatan Teluk Betung
Barat, Kota Bandar Lampung. Dari pusat kota ke lokasi ini berjarak lebih
kurang 3 km, dan terletak di pinggir jalan kabupaten yang menuju ke arah
Kecamatan Padang Cermin, Lampung Selatan (Gambar 1). Luas lahan yang
disediakan untuk rencana pembangunan PIH Lempasing beserta sarana dan
prasarana pendukungnya tersebut lebih kurang 1,6 ha.
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini mencakup beberapa sarana
pengukuran lapangan, seperti theodolite, kompas, alat-alat pengukur kualitas
air, current meter, kamera, seperangkat kuisioner dan beberapa alat lainnya.
2.3 Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperoleh dapat dibedakan atas data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diukur secara langsung, seperti
kualitas air dan udara. Data sekunder umumnya merupakan data penunjang
yang telah tersedia di dinas/instansi terkait, seperti data produksi perikanan,
kebijakan pemerintah setempat, data kependudukan, sosial ekonomi dan
budaya, dan data lainnya. Dalam penelitian ini beberapa data utama
merupakan data sekunder yang telah tersedia di Dinas Kelautan dan
Perikanan Propinsi Lampung, seperti data situasi (topografi) lokasi PIH, data
analisis tanah, dan data lainnya yang telah diukur oleh pihak konsultan.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
Ukuran dampak untuk BOD dan COD ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.Kep.02/MENKLH/1/1988, tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan.
28
VI. PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN
6.1 PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Upaya pengelolaan lingkungan yang akan dilakukan oleh pengelola PIH
Lempasing harus berprinsip pada pengelolaan 3 R yaitu reduce, reuse, dan
recycle dengan minimalisasi limbah yang dihasilkan. Kegiatan yang akan
dilakukan pada prinsipnya adalah mereduksi dan mengurangi kuantitas dan
kualitas limbah dari sumbernya serta menggunakan ulang sebagian atau seluruh
limbah dalam proses daur ulang menjadi bahan dalam bentuk yang mempunyai
nilai ekonomis, sehingga dapat mengurangi limbah yang masuk ke lingkungan dan
memperkecil terjadinya pencemaran. Pola ini juga dapat diterapkan pada
pengelolaan limbah berbentuk padat dan cair yang sebagian besar dapat didaur
ulang atau digunakan kembali. Selain itu upaya penghijauan dengan tumbuhan
hijau yang berfungsi untuk mengurangi dampak terhadap kualitas udara serta
meningkatkan nilai estetika lingkungan di dalam maupun di luar lokasi kegiatan.
Berdasarkan analisis prakiraan dampak (Bab 5) diketahui bahwa pada tahap
prakonstruksi tidak dihasilkan limbah, limbah hanya dihasilkan pada saat
konstruksi dan pasca konstruksi/operasi.
6.1.1 Tahap Konstruksi
Peralihan bentang lahan hijau menjadi lahan terbangun pada tahap konstruksi
yang dapat menurunkan nilai estetika lingkungan dan mempercepat proses erosi
diperkirakan tidak menimbulkan dampak penting karena prosesnya tidak
berlangsung lama dan lahan yang digunakan merupakan lahan tidur dengan
keanekaragaman flora dan fauna yang rendah. Pengubahan bentang alam yang
pada awalnya dapat mengurangi nilai estetika lingkungan justru akan meningkat
setelah pembangunan selesai dengan dibangunnya taman yang ditanami dengan
berbagai jenis tanaman untuk mendukung kegiatan rekreasi dan penghijauan.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
29
Limbah padat yang dihasilkan pada tahap konstruksi diperkirakan cukup banyak,
yaitu yang berasal dari sisa-sisa material yang tidak terpakai (potongan kayu, sisa
keramik, kantong semen, kaleng cat, potongan besi, dan sisa-sisa material
lainnya). Limbah tersebut tidak berbahaya, namun memiliki potensi untuk
mencemari lingkungan. Berdasarkan pengamatan pada beberapa proyek
bangunan, biasanya sudah ada pihak-pihak yang akan menampung limbah
tersebut untuk digunakan ataupun dijual kembali kepada pihak lain. Dalam hal ini
berlaku prinsip reuse dan recycle. Adapun limbah padat yang tidak dimanfaatkan
kembali dapat dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA) Bakung yang
terletak tidak jauh dari lokasi PIH Lempasing (sekitar 5 km). Pemusnahan sampah
dengan cara dibakar tidak dianjurkan karena dapat mencemari udara.
Pencemaran udara yang terjadi pada tahap konstruksi yang berupa cemaran debu
dan kebisingan diperkirakan tidak menimbulkan dampak penting karena
berlangsung dalam waktu yang relatif tidak lama dan terus menerus. Pencemaran
debu yang terjadi saat mobilisasi bahan/material bangunan dapat dikurangi
dengan cara penyiraman dengan air, sehingga tidak terbawa angin dan
mengganggu masyarakat sekitarnya; sedangkan kebisingan saat pelaksanaan
pembangunan diupayakan dikurangi atau setidak-tidaknya terjadi saat siang hari,
sehingga tidak mengganggu istirahat (tidur) masyarakat pada malam harinya.
6.1.2 Tahap Pasca Konstruksi/Operasi
Pada tahap pasca konstruksi/operasi akan dihasilkan limbah cair dan padat.
Selain itu juga diperkirakan juga akan menimbulkan pencemaran udara yang
berupa debu dan kebisingan (Bab 5). Limbah padat anorganik yang dihasilkan
saat operasional PIH Lempasing dapat diatasi dengan menampung sementara
dalam bak sampah untuk selanjutnya dibuang ke TPA Bakung yang terletak tidak
jauh dari lokasi PIH (sekitar 5 km). Pemusnahan sampah dengan cara dibakar
tidak dianjurkan karena dapat mencemari udara.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
30
Limbah padat organik yang berasal dari sisa-sisa hasil pembersihan (penyiangan)
ikan, seperti isi perut, insang, sisik, sirip, tulang, serta ikan yang telah busuk, dapat
dibuang langsung ke tempat penampungan sampah sementara untuk selanjutnya
dibuang ke TPA Bakung dengan sistem sanitary landfill; atau diolah menjadi silase
yang dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ternak dan ikan (pengganti
tepung ikan). Alternatif penanganan limbah ini menjadi silase sangat dianjurkan
karena dapat memanfaatkan bahan-bahan yang tidak berguna menjadi bahan
yang bermanfaat. Silase ini masih mengandung protein yang cukup tinggi,
sehingga sangat baik untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak dan ikan.
Proses pembuatan silase ini tidak memerlukan teknologi tinggi dan dapat
dilakukan secara sederhana (Lampiran 2). Dengan pemanfaatan limbah padat
sisa-sisa ikan tersebut, maka prinsip 3R telah terpenuhi.
Penggunaan air tawar yang mengandung klor sebagai desinfektan sangat
dianjurkan untuk digunakan secara daur ulang. Apabila teknologi yang akan
digunakan tidak memungkinkan atau secara ekonomis tidak menguntungkan,
maka air tersebut sebelum dibuang sebaiknya diolah terlebih dahulu, sehingga
sudah bersifat netral dan tidak menimbulkan masalah lingkungan. Air yang
mengandung klorin jika dibuang langsung ke lingkungan dapat menyebabkan
kematian pada biota di perairan dan lingkungan tanah, sehingga dapat
menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem. Mikroba pengurai di lingkungan
dapat mengalami kematian dan berkurang jumlahnya akibat pengaruh
desinfektan, sehingga fungsi mereduksi atau menguraikan bahan organik di
lingkungan akan terganggu. Upaya yang dapat dilakukan untuk menetralisisr
klorin yang terkandung di dalam air adalah dengan penambahan thiosulfat dalam
jumlah (konsentrasi) yang sama ke dalam air tersebut. Perlakuan oksidasi dengan
mengalirkan oksigen ke dalam air menggunakan kincir juga akan mempercepat
proses penghilangan klor di dalam air.
Limbah cair yang berasal dari air cucian ikan, restoran, dan akuarium pajangan
yang diperkirakan mengandung bahan organik tinggi harus diolah terlebih dahulu,
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
31
sehingga saat dibuang telah memenuhi kriteria air limbah yang diperbolehkan
dibuang ke lingkungan. Penanganan limbah cair ini memerlukan instalasi
pengolah limbah khusus dengan berbagai perlakuan, sehingga nantinya limbah
tersebut tidak lagi memiliki nilai BOD dan COD yang tinggi, dengan kriteria BOD <
50 mg/l dan COD< 100 mg/l. Instalasi pengolah limbah yang disarankan terdiri
dari kolam aerobik, kolam fakultatif, kolam pengendapan (settling) dan saluran
pembuangan (Gambar 2). Kapasitas kolam aerobik, kolam fakultatif dan kolam
pengendapan disesuaikan dengan jumlah limbah cair yang dihasilkan setiap
harinya. Perlakuan yang dialami oleh air limbah di kolam aerobik adalah
pemberian oksigen dengan cara aerasi menggunakan kincir, sehingga oksigen
terlarut akan tercampur merata di dalam air limbah tersebut. Di kolam aerobik ini
juga ditambahkan lumpur aktif yang mengandung sejumlah mikroba pengurai
aerob. Di kolam fakultatif air limbah yang ditampung akan mengalami pemisahan
secara alami, lapisan air di permukaan bersifat aerabik karena dilengkapi dengan
kincir, sedangkan di bagian bawah hingga dasar perairan bersifat anaerob. Air
anaerobik di lapisan bawah ini akan dioksidasi oleh lapisan di atasnya. Lumpur
yang terendapkan di dasar perairan akan diuraikan secara anaerob. Selanjutnya
air limbah dari kolam fakultatif akan dialirkan ke kolam pengendapan. Di kolam
pengendapan akan terjadi pemisahan air dengan lumpur residual, untuk
selanjutnya air tesebut sudah dapat dibuang jika telah memenuhi syarat. Proses
pembuangan limbah yang telah diolah tersebut ke perairan mengikuti persyaratan
dan prosedur yang tercantum dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 111 tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan
serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air (Lampiran
1.B)
Pengelolaan terhadap limbah cair yang berasal dari saniter (kamar mandi dan WC)
akan dikelola dengan sistem resapan melalui septic tank, sehingga limbah cair ini
tidak akan mencemari perairan sekitar, terutama sumur penduduk di sekitarnya,
sehingga dampak yang ditimbulkan sangat kecil atau tidak penting.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
32
Keterangan:
Upaya pengelolaan terhadap kualitas udara yang meliputi pengurangan debu dan
kebisingan dapat dilakukan dengan menanam tumbuhan hijau yang dapat
menahan debu dan berfungsi sebagai peredam suara. Jenis tumbuhan yang
dipilih adalah jenis yang dapat ditanam dengan kerapatan tinggi, seperti bambu
kuning/jepang atau jenis lainnya. Secara lebih rrinci, upaya pengelolaan
lingkungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini.
Gambar 2. Skema Unit Pengolah Limbah Pasar Ikan Higienis Lempasing
• Air limbah (wastewater) yang masuk ke kolam aerobic sudah terbebas dari pengaruh klorin • Kekuatan kincir air yang digunakan di kolam aerobic mampu mengaduk air limbah secara merata • Di kolam aerobic dan kolam fakultatif dapat ditambahkan proobiotik (mikroba pengurai) yang biasa
digunakan pada tambak payau • Residu Lumpur yang tersisa pada kolam pengendapan (settling pond) dapat diambil secara berkala
untuk digunakan sebagai pupuk tanaman. • Effluent yang dibuang ke perairan harus memiliki BOD < 50 mg/l dan COD < 100 mg/l (berdasarkan
Kep. Men. L.H. No. Kep.51/MENLH/10/1995).
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
33
Tabel 10. Ringkasan Langkah Pencegahan dan Pengelolaan Dampak Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) Lempasing.
No. Tahap Kegiatan
Jenis Kegiatan yang Menjadi
Sumber Dampak
Jenis Dampak Lingkungan
Langkah Pencegahan dan Pengelolaan Dampak Ukuran Dampak
1. Prakonstruksi Tidak ada • Tidak ada a. Rekruitment tenaga
kerja • Tersedianya kesempatan
kerja • Memberikan prioritas kepada
penduduk setempat • Jumlah penduduk
setempat yang terekrut sebagai tenaga kerja
b. Pembersihan lahan • Penurunan kualitas perairan
• Penurunan nilai Estetika
• Mencegah masuknya lumpur ke perairan
• Pemagaran areal pembangunan
• Lumpur tidak masuk ke perairan pantai
• Areal pembangunan terpagar rapi
2. Konstruksi
c. Pekerjaan Bangunan
• Penurunan kualitas perairan
• Meningkatnya kandungan debu udara
• Meningkatnya nilai estetika
• Pengaturan tanah galian agar tidak hanyut ke perairan
• Penyemprotan areal pembangunan
• Penanaman tumbuhan bernilai estetik tinggi
• Tanah galian tidak masuk ke perairan pantai
• Kandungan debu di udara < 230 µg
• Penilaian masyarakat meningkat
a. Bongkar Muat Barang
Tidak ada
b. Pemeriksaan Ikan • Penurunan kualitas perairan oleh limbah organik cair
• Pembuatan IPAL
• BOD efluent < 50 mg/l • COD efluent < 100 mg/l
c. Penyiangan dan penjualan ikan
• Penurunan kualitas perairan oleh limbah organik
• Penurunan kualitas udara akibat pembusukan limbah padat ikan
• Pembuatan IPAL • Penetralan Khlorin efluent
sebelum masuk ke IPAL • Limbah padat ikan dapat
dikelola dengan sistem sanitary landfill di TPA Bakung
• Menjual limbah padat ikan kepada pengusaha Silase
• BOD efluent < 50 mg/l • COD efluent < 100 mg/l • Efluent tidak mengandung
Khlorin • Udara tidak berbau
bangkai ikan
d. Penyimpanan • Kebisingan akibat mesin pendingin
• Pemasangan peredan suara • Tingkat kebisingan < 55 dBA
3. Pasca konstruksi/ Operasional
e Rekreasi. • Penurunan kualitas perairan akibat limbah organik
• Pembuatan IPAL
• BOD efluent < 50 mg/l • COD efluent < 100 mg/l
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
34
No. Tahap Kegiatan
Jenis Kegiatan yang Menjadi
Sumber Dampak
Jenis Dampak Lingkungan
Langkah Pencegahan dan Pengelolaan Dampak Ukuran Dampak
• Penurunan kualitas udara akibat limbah padat ikan
• Limbah padat ikan dapat dikelola dengan sistem sanitary landfill di TPA Bakung
• Menjual limbah padat ikan kepada pengusaha silase
• Udara tidak berbau bangkai ikan
f. Saniter (WC dan Kamar mandi)
• Penurunan kualitas perairan pantai
• Pembuatan septic tank
• Air limbah tidak masuk ke perairan umum/pantai
Keterangan :
• Baku mutu pencemaran udara ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan RI Nomor 205/07/1996 Tentang : Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara untuk Sumber Tidak Bergerak.
• Baku mutu untuk BOD dan COD effluent ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep.51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
35
6.2 PEMANTAUAN LINGKUNGAN
Pemantauan merupakan bagian yang penting dalam pengelolaan lingkungan
hidup. Pengelolaan lingkungan tanpa diikuti oleh aktivitas pemantauan tidak akan
banyak berarti. Tidak akan ada yang dapat mengetahui apakah pendugaan
dampak benar terjadi dan aktivitas pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan
dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Hasil pemantauan merupakan bahan
untuk melakukan evaluasi atas kebijakan yang telah diambil oleh pengambil
keputusan, apakah perlu perbaikan atau penyempurnaan.
Adanya perubahan-perubahan yang berkenaan dengan kualitas lingkungan akan
dapat terdeteksi dan diidentifikasi melalui upaya pemantauan lingkungan, sehingga
timbulnya kemerosotan kualitas lingkungan yang mengarah pada keadaan kritis
dapat diketahui secara dini dan tindakan pencegahan dan perbaikan segera dapat
dilakukan. Oleh karena itu upaya pemantauan lingkungan merupakan kunci
keberhasilan pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan merupakan alat kontrol
bagi setiap perubahan komonen lingkungan. Usaha-usaha yang akan dilakukan
akan lebih menitikberatkan pada jenis-jenis dampak negatif dan meningkatkan
dampak positifnya.
Upaya pemantauan lingkungan yang akan dilakukan oleh pengelola Pasar Ikan
Higienis Lempasing mulai dari tahap konstruksi hingga pasca konstruksi/operasi,
yang meliputi: jenis kegiatan yang menjadi sumber dampak, jenis dampak
lingkungan yang terjadi, metode pemantauan dampak lingkungan yang akan
dilakukan, dan ukuran dampak. Adapun lokasi pemantauan adalah di sekitar
lokasi PIH Lempasing, baik di lingkungan darat, perairan, udara, serta kondisi
sosial ekonomi masyarakat setempat.
Pada saat tahap konstruksi pemantauan dilakukan dengan pengawasan dan
pemeriksaan secara seksama, baik saat pembersihan lahan, pemasangan pagar
proyek, pekerjaan tanah, dan pembangunan gedung PIH Lempasing. Tolok ukur
yang dipantau antara lain: lumpur dan tanah galian tidak masuk ke perairan pantai
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
Studi
Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
36
yang dapat menyebabkan kekeruhan di perairan, kandungan debu di udara
dibawah 230 μg, dan tingkat kebisingan di bawah 55 dBA. Dari segi sosial
ekonomi, pemantauan juga dilakukan terhadap perekrutan tenaga kerja dengan
tolok ukur ada/tidaknya masyarakat setempat yang terekrut sebagai tenaga kerja
sesuai dengan kualifikasi/keahlian yang dibutuhkan.
Pada saat tahap operasional, pemantauan dititikberatkan pada komponen utama
penyebab dampak lingkungan, baik pada kegiatan pemeriksaan ikan di
laboratorium, kegiatan penyiangan dan penjualan ikan, ataupun dari kegiatan
rekreasi (restoran). Limbah yang dihasilkan harus terus dipantau agar tidak
mencemari lingkungan. Pemantauan dilakukan pada instalasi pengolah limbah
yang ada, sehingga limbah tersebut benar-benar diolah secara baik sebelum
dibuang ke lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan saat dibuang ke lingkungan
harus memiliki nilai BOD5 dan COD yang nilainya dibawah ambang batas. Nilai
BOD5 harus dibawah 50 mg/l; sedangkan COD dibawah 100 mg/l. Pemantauan
limbah tersebut dilakukan 3 bulan sekali.
Pemantauan tingkat kebisingan dilakukan dengan mengukur parameter tersebut di
sekitar lokasi PIH Lempasing secara periodik 3 bulan sekali. Dari hasil
pemantauan akan diketahui apakah tingkat kebisingan sudah melebihi ambang
batas (< 55 dBA) atau masih di batas aman yang tidak mengganggu masyarakat
sekitarnya. Dari pemantauan ini juga dapat diketahui efektivitas tumbuh-tumbuhan
yang ditanam yang berfungsi sebagai peredam/penahan kebisingan. Secara rinci,
upaya pemantauan lingkungan tersebut disajikan pada Tabel 11.
Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
37
Studi
Tabel 11. Ringkasan Upaya Pemantauan Lingkungan Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) Lempasing.
No. Tahap Kegiatan
Jenis Kegiatan yang Menjadi
Sumber Dampak
Jenis Dampak Lingkungan
Metode Pemantauan Lingkungan Ukuran Dampak
1. Prakonstruksi Tidak ada • Tidak ada a. Rekruitment
tenaga kerja • Tersedianya kesempatan
kerja • Pemeriksaan administrasi
perekrutan tenaga kerja • Jumlah penduduk setempat
yg terekrut sebagai tenaga kerja
b. Pembersihan lahan • Penurunan kualitas perairan
• Penurunan nilai Estetika
• Pengawasan selama pembersihan lahan
• Pemeriksaan pagar areal pembangunan
• Lumpur tidak masuk ke perairan pantai
• Areal pembangunan terpagar rapi
2. Konstruksi
c. Pekerjaan Bangunan
• Penurunan kualitas perairan
• Meningkatnya kandungan debu udara
• Meningkatnya nilai estetika
• Pengawasan selama penggalian pondasi
• Pengamatan kualitas udara, pema-sangan alat pemantau sederhana & pengambilan sampel udara.
• Pengamatan selama pembangunan taman.
• Tanah galian tidak masuk ke perairan pantai
• Kandungan debu di udara < 230 µg
• Penilaian masyarakat meningkat
a. Bongkar Muat Barang
Tidak ada
b. Pemeriksaan Ikan • Penurunan kualitas perairan oleh limbah organik cair
• Pengambilan sampel secara periodik dan pemeriksaan di laboratorium (3 bulan sekali)
• BOD efluent < 50 mg/l • COD efluent < 100 mg/l
c. Penyiangan dan penjualan ikan
• Penurunan kualitas perairan oleh limbah organik
• Penurunan kualitas udara akibat pembusukan limbah padat ikan
• Pengambilan sampel secara periodik dan pemeriksaan di laboratorium (3 bulan sekali)
• Pengamatan ada tidaknya tumpukan limbah ikan busuk dan pemeriksaan kualitas udara
• BOD efluent < 50 mg/l • COD efluent < 100 mg/l • Efluent tidak mengandung
Khlorin • Udara tdk berbau bangkai
ikan d. Penyimpanan • Kebisingan akibat mesin
pendingin • Pengukuran tingkat kebisingan
secara periodik (3 bulan sekali) • Tingkat kebisingan < 55 dBA
3. Pasca konstruksi/ Operasional
e Rekreasi. • Penurunan kualitas perairan akibat limbah organik
• Pengambilan sampel secara periodik dan pemeriksaan di lab (3 bln sekali)
• BOD efluent < 50 mg/l • COD efluent < 100 mg/l
Studi
Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
38
No. Tahap Kegiatan
Jenis Kegiatan yang Menjadi
Sumber Dampak
Jenis Dampak Lingkungan
Metode Pemantauan Lingkungan Ukuran Dampak
• Baku mutu kandungan debu ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan RI Nomor 205/07/1996 Tentang : Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara untuk Sumber Tidak Bergerak.
• Penurunan kualitas udara akibat limbah padat ikan
• Pengamatan ada tidaknya tumpukan limbah ikan busuk dan pemeriksaan kualitas udara
• Udara tidak berbau bangkai ikan
f. Saniter (WC dan Kamar mandi)
• Penurunan kualitas perairan pantai
Pengamatan ada tidaknya buangan limbah ke perairan umum.
• Air limbah tidak masuk ke perairan umum/pantai
• Baku mutu untuk BOD dan COD effluent ditentukan berdasarkan Kep. Men. Lingkungan Hidup No. Kep.51/MENLH/10/1995)
Keterangan :
39
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 KESIMPULAN Berdasarkan studi ini, dapat disimpulkan beberapa hal:
• Dampak lingkungan yang akan terjadi pada pelaksanaan pembangunan
Pasar Ikan Higienis di Lempasing diperkirakan berlangsung pada tahap
konstruksi dan pasca konstruksi/operasional. Pada tahap prakonstruksi
tidak menimbulkan dampak.
• Jenis dampak lingkungan yang perlu mendapat perhatian lebih adalah
timbulnya pencemaran di perairan akibat limbah cair organik dan limbah
padat organik yang berasal dari ikan.
• Instalasi pengolah limbah cair organik yang cocok untuk diaplikasikan
adalah sistem kolam aerobik, fakultatif, dan pengendapan yang dapat
menurunkan nilai BOD dan COD limbah tersebut sehingga tidak
mencemari lingkungan.
• Limbah padat organik yang berasal dari ikan dapat diolah menjadi silase
untuk bahan baku pakan ternak, atau dikelola dengan sistem sanitary
landfill .
• Pemantauan lingkungan dilakukan secara periodik 3 bulan sekali untuk
memonitor kondisi limbah yang dibuang ke lingkungan, sehingga dapat
meminimalkan dampak negatif yang mungkin terjadi.
7.2 SARAN
Disarankan untuk dapat dilakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan
upaya pemantauan lingkungan hidup sesuai dengan hasil studi/kajian ini
dengan tetap melakukan koordinasi dan konsultasi pada dinas/instansi
lainnya yang terkait (Bapedalda).
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
40
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung