Top Banner

of 69

Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

Jul 06, 2018

Download

Documents

Cahyadi Mrc
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    1/69

     

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pengoperasian beberapa unit pembangkit dalam suatu pusat

    pembangkit memerlukan manajemen yang baik. Khususnya dalam

    pembebanan dan jumlah daya yang harus disumbangkan oleh suatu unit

    pembangkit atau suatu pusat pembangkit ke dalam sistem harus diatur

    dengan baik. Manajemen pengoperasian yang ekonomis dapat

    menghemat biaya produksi daya terutama biaya bahan bakar.

    Dalam pengoperasian sistem untuk keadaan beban bagaimanapun,

    sumbangan daya dari suatu pusat pembangkit dan dari setiap unit pada

    pusat pembangkit tersebut harus ditentukan sedemikian rupa sehingga

    biaya daya yang diserahkan menjadi minimum (William D. Stevenson, Jr.

    1983).

    Menurut daftar inventarisasi mesin pembangkit tenaga listrik yang

    beroperasi secara terus menerus selama 24 jam pada sistem kelistrikan

    Sulawesi selatan terdapat sebelas pusat pemabangkit yang menyuplai

    daya ke sistem pada saat beban puncak yang terjadi pada tanggal 20 mei

    2010, yaitu PLTA Bakaru, PLTD Suppa, PLTGU Sengkang, PLTA Bili-bili,

    Pembagkit Tello, PLTD Palopo dan PLTD Makale, PLTD Arena, PLTD

    Matekko, dan PLTD Agrego.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    2/69

    2

    Masing-masing pusat pembagkit tersebut terdapat beberapa unit

    mesin pembangkit yang bekerja secara paralel dalam menyuplai sistem

    Sulawesi selatan, dimana total daya output dari setiap unit mesin

    pembangkit akan terpusat pada sebuah bus.

    Untuk PLTA Bakaru terdapat dua unit mesin pembangkit masing-masing

    Bakaru 1 dengan daya mampu 62,76 MW dan Bakaru 2 dengan daya

    mampu 62,54 MW. Untuk PLTD Suppa terdapat satu unit mesin

    pembangkit yaitu Suppa1 dengan daya mampu 60 MW. Untuk PLTGU

    Sengkang terdapat satu unit pembangkit yaitu energi sengkang dengan

    daya Mampu 192 MW. Untuk PLTA Bili-bili terdapat dua unit mesin

    pembangkit yaitu Bili-bili 1 dengan daya mampu 5,8 MW dan Bili-bili 2

    dengan daya Mampu 13,7 MW. Untuk Pembagkit tello terdapat lima belas

    unit pembangkit yaitu tello1(PLTU), tello2 (PLTU) dengan daya mampu 9

    MW, tello3 (PLTG) dengan daya mampu 12 MW, tello4 (PLTG) dengan

    daya mampu 15,5 MW, tello5 (PLTG) dengan daya mampu 15 MW, tello6

    (PLTG) dengan daya mampu 27 MW, tello7 (PLTG) dengan daya mampu

    30 MW, Tello8 (PLTD) dengan daya mampu 9 MW, Tello9 (PLTD) tidak

    beroperasi,tello10 (PLTD) dengan daya mampu 9 MW, tello11 (PLTD)

    dengan daya mampu 9 MW, ditambah tiga unit mesin sewa yaitu PLTD

    sewatama tello1 dan 2 serta PLTD cogindo tello. Untuk PLTD Palopo

    terdapat 15 unit mesin pembagkit, dan untuk PLTD Makale terdapat enam

    unit mesin pembangkit.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    3/69

    3

    Perioritas pengoperasian unit-unit mesin pembangkit pada sistem

    sulsel dalam menanggung beban sistem adalah berdasarkan BPP [Biaya

    Pokok Produksi (Rp/kWh)] dari tiap unit mesin pembangkit. Nilai BPP dari

    suatu pusat pembangkit manyatakan biaya bahan bakar untuk

    memproduksi satu kWh. Dengan demikian pusat pembangkit yang

    mempunyai BPP yang lebih rendah akan dioperasikan lebih dahulu

    sebelum pusat pembangkit yang mempunyai BPP lebih tinggi.

    Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah biaya

    pemakaian bahan bakar ini dapat ditekan (sehingga lebih kecil) dengan

    mengganti metode penjadwalan operasi? Inilah yang menjadi pokok

    permasalahan dalam penelitian ini, yakni dengan menggunakan metode

    penjadwalan operasi unit-unit pembangkit berdasarkan Incremental

    Production Cost (IPC).

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah-masalah yang

    telah dikemukakan, maka permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu:

    1. Berapakah besar daya yang harus dibangkitkan oleh tiap-tiap pusat

    pembangkit yang beroperasi di wilayah SULSEL dalam menanggung

    beban maksimum dengan biaya operasi paling minimum?

    2. Berapakah total biaya operasi pusat-pusat pembangkit yang

    dikeluarkan dalam menanggung sejumlah beban tersebut?

    3. Berapa besar rugi-rugi daya total sistem setelah penjadwalan

    pembagkitan?

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    4/69

    4

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Untuk mengetahui besarnya daya yang harus dibangkitkan oleh tiap-

    tiap unit mesin pembangkit yang beroperasi di wilayah SULSEL dalam

    menanggung beban maksimum dengan biaya operasi paling minimum.

    2. Untuk mengetahui total biaya operasi yang dikeluarkan dalam

    menanggung sejumlah beban tersebut.

    3. Untuk mengetahui besar rugi-rugi daya total sistem setelah

    penjadwalan pembagkitan.

    D. Manfaat Penelitian

    Dengan rampungnya penelitian ini diharapkan memiliki manfaat

    sebagai berikut :

    1. Sebagai bahan masukan bagi PT. PLN (Persero) dalam sistem

    pengoperasian ekonomis pembangkit tenaga listrik yang dijadikan

    sebagai sampel.

    2. Memberi sumbangsi konseptual baik pada akademisi maupun praktisi

    listrik dalam upaya meningkatkan efektifitas pembangkitan tenaga listrik

    khususnya diwilayah Sulawesi selatan.

    3. Sebagai literatur bagi para peneliti lain yang ingin megkaji lebih dalam

    tentang kendali sistem tenaga.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    5/69

    5

    E. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

    Penelitian ini membahas tentang penggunaan metode penjadwalan

    operasi unit-unit pembangkit yang berada dalam wilayah sistem Sulawesi

    Selatan berdasarkan Incremental Production Cost (IPC), dengan dengan

    batasan-batasan sebagai berikut :

    1. Optimasi dihitung pada saat terjadi beban puncak Maksimum.

    2. Semua pembangkit yang beroperasi pada suatu bus dianggap sebagai

    sebagai sebuah pembangkit.

    3. Setiap pembangkit masih beroperasi dalam batas-batas daya reaktif

    yang diizinkan.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    6/69

    6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Sistem Operasi Ekonomis

    Pembangkitan energi listirik harus efektif dan efisien. Efektif artinya

    energi listrik yang dibangkitkan harus sesuai dengan kebutuhan,

    sedangkan efisien artinya energi listrik yang dibangkitkan harus

    menggunakan biaya operasi sehemat mungkin. Hal ini dilakukan karena

    dua faktor, yang pertama permintaan beban yang semakin meningkat dari

    waktu ke waktu sementara kapasitas pembangkit sangat terbatas dan

    tidak bisa ditambah setiap saat, dan yang kedua sumber energi alam

    seperti minyak dan batu bara persediaannya semakin menipis.

    Oleh sebab itu, selain dengan terus menambah kuantitas dan

    kapasitas pembangkit tenaga listrik, serta mencari sumber energi

    terbarukan, perlu juga diupayakan adanya strategi operasi ekonomis pada

    unit-unit atau pusat-pusat pembangkit listrik. Hal ini penting agar unit-unit

    pembangkit dapat menjaga kontinuitas penyediaan energi listrik namun

    dengan biaya operasi yang dapat ditekan sekecil mungkin.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    7/69

    7

    B. Perencanaan Pengoperasian Sistem Tenaga Listrik

    Keadaan sistem tenga listrik adalah keadaan yang dinamis. Tidak

    ada satu kondisi yang dapat berlangsung terus menurus. Contohnya

    kondisi beban yang tidak pernah stabil, dalam satu kondisi tertentu beban

    mengalami kenaikan namun dalam kondisi yang lain beban tiba-tiba turun

    sesuai dengan kondisi beban yang ada. Tetapi kondisi yang dinamis

    tersebut akan membentuk suatu pola yang dapat diteliti dan dipelajari

    sehingga memungkinkan operator untuk membuat suatu pola operasi

    yang fleksibel. Dengan adanya perencanaan operasi yang baik, maka

    kegiatan pengawasan relatif tidak perlu dilakukan. Perencanaan operasi

    sendiri mencakup bagaimana suatu sistem diopersaikan dalam jangka

    waktu tertentu. Dalam perencanaan operasi itulah teknik-teknik optimasi

    operasi yang terbaik perlu diaplikasikan sehingga dapat menekan biaya

    operasi sekecil mungkin namun dengan kualitas energi listrik yang baik.

    Hal ini penting karena biaya operasi adalah biaya terbesar dari biaya

    keseluruhan yakni 70% dari biaya-biaya keseluruhan (Deni Almanda,

    1998, www.elektroindonesia.com) 

    C. Optimasi dan Karakteristik Unit Pembagkit Tenaga Listrik

    1. Optimasi Pembangkit Tenaga Listrik

    Operasi ekonomis adalah proses pembagian atau penjatahan

    beban total kepada masing-masing unit pembangkit, seluruh unit

    pembangkit dikontrol terus-menerus dalam interval waktu tertentu

    http://www.elektroindonesia.com/http://www.elektroindonesia.com/http://www.elektroindonesia.com/http://www.elektroindonesia.com/

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    8/69

    8

    sehingga dicapai pengoperasian yang optimal, dengan demikian

    pembangkitan tenaga listrik dapat dilkukan dengan cara yang paling

    ekonomis.

    Konfigurasi pembebanan atau penjadwalan pembangkit yang

    berbeda dapat memberikan biaya operasi pembangkit yang berbeda pula,

    tergantung dari karakteristik masing-masing unit pembangkit yang

    dioperasikan. Ada beberapa metode dalam penjadwalan pembagkit dalam

    usaha menekan biaya operasi, yakni :

    a. Berdasarkan Umur Pembangkit

    Pada metode ini, dengan asumsi bahwa unit-unit pembangkit yang baru

    mempunyai efisiensi yang lebih tinggi, maka unit-unit pembangkit yang

    baru dibebani sesuai dengan rating kapasitasnya, dan unit-unit yang

    tua (efisiensi lebih rendah) memikul beban sisanya.

    b. Berdasarkan Rating  (daya Guna) Pembagkit

    Pembagian beban diantara unit-unit pembangkit sebanding dengan

    rating kapasitasnya, yaitu dengan meningkatnya beban maka daya

    akan dicatu oleh unit yang paling berdaya guna hingga titik daya guna

    maksimum unit itu dicapai. Kemudian untuk peningkatan beban

    selanjutnya, unit berikutnya yang paling berdaya guna akan mulai

    beroperasi pada sistem, dan unit ketiga tidak dioperasikan sebelum titik

    daya guna maksimum unit kedua telah tercapai.

    c. Berdasarkan Kriteria Peningkatan Biaya Produksi yang sama ( Equal

    Incremental Cost )

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    9/69

    9

    Pengurangan beban pada unit dengan biaya tambahan paling tinggi

    akan menghasilkan suatu pengurangan biaya yang lebih besar

    daripada peningkatan biaya untuk menambahkan sejumlah beban yang

    sama pada unit dengan biaya tambahan yang lebih rendah.

    Pemindahan beban dari satu unit ke unit yang lain dapat menghasilkan

    pengurangan biaya pengoperasian total sehingga biaya pengoperasian

    tambahan dari kedua unit sama (equal incremental cost ). Dengan jalan

    yang sama dapat diperluas untuk pengoperasian unit pembagkit pada

    stasiun yang mempunyai lebih dari dua unit pembangkit. Jadi patokan

    untuk pembagian beban yang ekonomis antara unit-unit di dalam suatu

    stasiun adalah semua unit-unit pembangkit harus bekerja dengan biaya

    pengoperasian tambahan yang sama. Jika keluaran stasiun akan

    dinaikkan, biaya tambahan dengan masing-masing unit bekerja juga

    akan naik, tetapi harus sama untuk semua unit.

    2. Pemilihan Metode Optimasi

    Sekarang metode yang berdasarkan umur pembangkit dan rating

    pembangkit tidak dipakai lagi, karena penjadwalannya tidak berdasarkan

    kriteria ekonomis. Pembebanan yang lebih besar pada pembangkit yang

    lebih baru dan daya guna yang lebih tinggi tidak akan menghasilkan biaya

    pengoperasian yang lebih minimum.

    Metode yang sering digunakan sekarang adalah metode

    “peningkatan biaya prodeksi yang sama bagi setiap unit”. Metode ini lebih

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    10/69

    10

    baik karena solusinya berdasarkan kriteria ekonomis, yaitu biaya

    pembangkitan (pengoperasian) minimum.

    Permasalahan yang dihadapi pada jadwal kerja terdiri dari 2 (dua)

    masalah yang saling berkaitan, kedua masalah tersebut adalah :

    1. Unit Commitemnt, yaitu penentuan kombinasi unit-unit pembangkit

    yang bekerja dan tidak perlu bekerja pada suatu periode untuk

    memenuhi kebutuhan beban sistem pada periode tersebut dengan

    biaya yang ekonomis.

    2. Economic Dispatch, yaitu menentukan keluaran masing-msing unit

    yang bekerja dalam melayani beban, pada batas minimum dan

    maksimum keluarannya, untuk meminimalisasi rugi-rugi saluran dan

    biaya produksi.

    3. Jenis dan Karakteristik Pembangkit Tenaga Listrik

    a. Jenis - Jenis Pembangkit

    Menurut proses pembangkit memperoleh sumber daya, maka

    pembangkit tenaga listrik dapat dibagi menjadi :

    1) Pembagkit listrik tenaga termal (Termal power plant)

    2) Pembagkit listrik tenaga kimia (Chemical power plant)

    3) Pembagkit listrik tenaga air (Water power plant)

    4) Pembagkit listrik tenaga angin (Wind power plant)

    Unit pembangkit termal dapat diartikan sebagai pembangkit

    listrik dengan penggerak mula (prime mover) menggunakan siklus

    panas, jenis pembangkit termal tersebut adalah :

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    11/69

    11

    1. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)

    2. Pembangkit listrik tenaga Uap (PLTG)

    3. Pembangkit Listrik tenaga Uap (PLTU)

    Dalam tulisan ini, yang dibahas adalah unit pembangkit termal,

    mengingat bahwa perhitungan penjadwalan pembangkitan ekonomis

    didasarkan pada kriteria pembangkitan optimal, selain itu unit-unit termal

    umumnya dioperasikan untuk memikul beban puncak, sedangkan unit

    pembangkit hydro banyak dipakai untuk memikul beban dasar.

    b. Karakteristik Masukan- Keluaran

    Masukan pada pembangkit termal adalah bahan bakar dan

    dinyatakan dalam satuan kalor/jam atau BTU/Jam. Sedangkan

    keluarannya adalah besar daya yang dibangkitkan oleh unit tersebut dan

    dinyatakan dalam Megawatt (MW). Hubungan masukan  – keluaran suatu

    unit pembangkit termal dapat digambarkan dalam bentuk kurva di bawah

    ini : 

    Gambar 1. Karakteristik masukan-keluaran

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    12/69

    12

    Gambar 1. melukiskan karakteristik masukan - keluaran dari suatu

    unit pembangkit termal, dimana pada karakteristik tersebut terlihat adanya

    “ripple” , disebabkan karena adanya pengaruh katub-katub (valve)  pada

    saat pembukaan katub governor. Biasanya pengaruh katub-katub ini

    diabaikan dan karakteristik tersebut dapat didekati oleh sebuah kurva,

    yang disebut kurva masukan  – keluaran, yang dinyatakan sebagai fungsi

    polinomial, seperti terlihat pada gambar 2 dibawah ini :

    Gambar 2. Kurva pendekatan masukan – keluaran

    Bentuk fungsi kurva masukan  –  keluaran pembangkit termal dinyatan

    sebagai berikut :

    )( p  f   F   ........................................................................................ (1)

    Diamana :

    F = masukan (kalori/jam atau BTU/jam)

    P = keluaran (MW atau MJ/S)

    Untuk membangkitkan daya sebesar P1 (MW) selama satu jam dibutuhkan

    bahan bakar sebesar F1 (BTU).

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    13/69

    13

    Kurva masukan  – keluaran suatu unit pembangkit termal dapat diperoleh

    melalui beberapa cara, yaitu :

    1. Pengetesan karakteristik (performance testing). 

    2. Berdasarkan data operasi (operating record).

    3. Berdasarkan data dari pabrik (manufacture’s guarantee data). 

    Cara pertama merupakan cara yang paling teliti dan baik akan

    tetapi sangat mahal. Cara kedua dapat digunakan dengan baik, karena

    pengukuran nilai kalor (BTU) yang terkandung dalam bahan bakar relative

    mudah dilakukan. Sedangkan cara ketiga sangat mudah dilakukan karena

    tinggal melihat data yang diberikan oleh pabrik. Cara ini tepat untuk

    sebuah pembangkit yang masih baru.

    Pembahasan penjadwalan ekonomis yang diperlukan adalah

    karakteristik yang menggambarkan hubungan antara jumlah bahan bakar

    terhadap daya pembangkitan.

    c. Efisiensi Unit Pembagkit

    Dari hubungan antara masukan dan keluaran sebuah unit

    pembangkit dapat didefinisikan besarnya efisiensi unit tersebut untuk

    kondisi daya yang dibangkitkan. Efisiensi merupakan perbadingan antara

    besarnya daya yang dibangkitkan dengan masukan yang diberikan.

     Apabila daya yang dibangkitkan memiliki satuan Watt dan masukan yang

    diberikan memiliki satuan kalori/jam maka dalam mencari efisiensi, satuan

    keluaran dan masukan harus disamakan.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    14/69

    14

    1 kalori/jam = 4,186 joule/jam = 4,186 x 1 W S/jam = 4,186 W S/(3600 S),

    maka 1 kalori/jam = 1,1627 x 10-3

     Watt.

    Satuan dari efisiensi dinyatakan dalam %.

    Rumus efisiensi unit pembangkit (setelah satuan F dikonversi kedalam

    satuan P) adalah :

     F 

     P  .......................................................................................... (2)

    Dimana :

    = efisiensi

    P = Daya output

    F = Bahan Bakar

    Kurva efisiensi dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini :

    Gambar 3. Efisiensi unit pembagkit

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    15/69

    15

    d. Karakteristik Perbandingan Masukan  – Keluaran

    Karakteristrik perbandingan masukan  – keluaran yang disebut juga

    dengan Heat Rate (HR) adalah karakteristik yang menggambarkan

    perbandingan antara masukan dan keluaran. Jadi HR merupakan cara

    lain untuk mengetahui besarnya efisiensi dari sebuah unit pembangkit

    ketika unit itu membangkitkan daya tertentu. Semakin kecil harga HR

    berarti semakin baik efisiensi dari unit tersebut. HR dapat dirumuskan

    dengan:

    )/(   MWjam Btu P 

     F  HR  .................................................................. (3)

    Gambar. 4 merupakan karakteristik perbandingan masukan  –  keluaran.

    Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa untuk membangkitkan daya

    listrik sebesar P1  MW selama 1 jam, dibutuhkan energy bahan bakar

    sebesar HR1 Btu per 1 MW daya yang dibangkitkan.

    Gambar 4 Karakteristik perbadingan masukan – keluaran

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    16/69

    16

    e. Karakteristik Kenaikan Biaya Produksi

    Kenaikan biaya-biaya produksi (incremental production cost)  di

    definisikan sebagai perubahan biaya bahan bakar yang terjadi bila terjadi

    perubahan daya listrik yang dibangkitkan. Dari gambar 2, jika daya yang

    dibangkitkan oleh unit bertambah sebesar 12   P  P  P  , maka diperlukan

    penambahan pada masukan sebesar  F  , yaitu 12   F  F   atau dengan kata

    lain, bila keluaran unit pembangkit berubah, maka biaya bahan bakar turut

    berubah pula. Perubahan jumlah bahan bakar yang terjadi karena

    perubahan keluaran, didefinisikan sebagai IR (Incremental Rate)  ,

    persamaan matematisnya adalah:

     P 

     F  IR  

    Jika harga menjadi sangat kecil akan dicapai limit sehingga:

    dP 

    dF  IR  ....................................................................................... (4)

    Jadi IR diperoleh dengan mendifrensir persamaan masukan  –  keluaran

    (P).

    Bila persamaan F dari gambar 2 didifrensir terhadap P, akan dihasilkan

    gambar 5, yaitu gambar grafik IR sebagai fungsi P.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    17/69

    17

    Gambar 5. IR sebagai fungsi P

    Dari persamaan (4) :

     IRdpdF   

     IRdP dF   

    1

    0

    01  .

     P 

     P 

     RdP  I  F  F  dan

    2

    1

    12   .

     P 

     P 

     RdP  I  F  F   

    Luas bidang dibawah garis IR menunjukkan banyaknya

    penambahan energi bahan bakar yang diperlukan untuk mengatasi

    kenaikan daya keluar unit pembangkit. Sebagai contoh, F2  –  F1  adalah

    banyaknya bahan bakar yang dibutuhkan jika daya keluar naik dari P 1 

    menuju P2, sedangkan F1 – F0 merupakan penambahan bahan bakar jika

    daya keluar naik dari P0 menuju P1.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    18/69

    18

    f. Heat Rate (HR)  Minimum

    Dengan mengetahui karakteristik  –  karakteristik operasi unit

    pembangkit dapat ditentukan pada kondisi daya keluar berapa unit

    tersebut beroperasi paling ekonomis (efisiensi maksimum). Bila grafik HR

    sebagai fungsi P dan juga grafik IR sebagai fungsi P dibuat dalam satu

    buah gambar seperti tampak pada gambar 2.6, maka dapat ditentukan

    berapa harga P tersebut agar HR minimum

    Gambar 6. Grafik HR dan IR sebagai fungsi P

    Dari definisi : P 

     F  HR  

    2

    )/()(

     P 

     FdP  PdF 

    dP 

     P  F d 

    dP 

     HRd  

    Syarat agar HR minimum , 0)(

    dP 

     HRd , sehingga 0

    2 P 

     FdP  PdF , maka :

    0 FdP  PdF  , maka diperoleh

     P 

     F 

    dP 

    dF atau, IR = HR

    Jadi titik potong antara grafik HR dan IR, yaitu pada saat HR = IR,

    merupakan pembangkitan yang paling efisien.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    19/69

    19

    D. Area Penyaluran dan Pengaturan Beban (AP2B)

    Untuk terus memantau keadaan tenaga listrik yang dinamis

    khususnya dalam masalah jumlah beban yang harus disuplai dan

    kemampuan sistem untuk menyuplai beban tersebut, maka dibentuklah

     Area Penyaluran dan Pengaturan Beban (AP2B). Dengan adanya AP2B

    maka kondisi real time sistem tenaga listrik dapat dipantau secara terus

    menerus, hal ini penting untuk menjaga kelangsungan penyediaan energi

    listrik. Selain itu AP2B juga bertugas untuk mengatur pembagian beban

    yang harus ditanggung oleh tiap-tiap unit dalam suatu pusat pembangkit

    atau tiap-tiap pusat pembangkit dalam suatu sistem tenaga listrik.

    Dalam hubunganya dengan perencanaan operasi dan sistem

    operasi ekonomis, AP2B berperan sebagai jembatan untuk

    menghubungkan antara perencanaan operasi yang dibuat dengan kondisi

    real time di lapangan. Dengan demikian jika sewaktu-waktu terjadi

    perubahan kondisi sistem diluar perencanaan yang ditetapkan

    sebelumnya, maka hal tersebut dapat diidentifikasi lebih dini sehingga

    dapat dilakukan penyesuaian operasi terhadap perubahan yang terjadi.

    Selain itu pembagian beban yang dilaksanakan oleh AP2B menggunakan

    teknik-teknik optimasi sehingga pembagian beban di antara unit benar-

    benar memperhatikan ekonomisasi biaya produkasi energi listrik. Dengan

    adanya AP2B, maka ekonomis dan sekuritas operasi dapat dicapai dalam

    tiap pelaksanaan operasi. Sekuritas artinya kemampuan sistem tenaga

    listrik untuk bertahan dalam menanggung sejumlah beban.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    20/69

    20

    E. Teknik Distribusi Beban Berdasarkan Incremental Product ion

    Cost  

    Incremental production cost  atau biaya produksi tambahan suatu

    unit untuk setiap keluaran daya yang ditetapkan, adalah limit

    perbandingan kenaikan biaya masukan produksi dalam Rupiah per jam

    terhadap kenaikan keluaran daya yang bersesuaian dalam megawatt

    pada saat kenaiakan keluaran daya mendekati nol (William D. Stevenson

    Jr., 1983). Biaya produksi tambahan yang mendekati kebenaran dapat

    diperoleh dengan menentukan biaya produksi yang meningkat untuk suatu

    selang waktu tertentu di mana keluaran daya yang ditingkatkan sedikit.

    Misalnya, biaya tambahan pendekatan pada setiap keluaran daya tertentu

    adalah biaya tambahan dalam Rupiah per jam untuk meningkatkan

    keluaran dengan 1 MW.

    Pendistribusian beban berdasarkan biaya produksi tambahan

    antara setiap dua unit adalah pertimbangan apakah menaikkan beban

    salah satu unit pada saat beban unit lain diturunkan dengan jumlah yang

    sama, akan mengakibatkan suatu kenaikan atau penurunan biaya total.

    Biaya total operasi meliputi biaya bahan bakar utamanya, gaji pegawai,

    biaya komponen-komponen pendukung, dan biaya pemeliharaan. Biaya-

    biaya tersebut diasumsikan menjadi bagian dari biaya produksi (Hadi

    Saadat, 1999). Sebagai contoh bila suatu unit pembangkit termal keluaran

    dayanya adalah 300 MW, biaya tambahan yang ditentukan dari suatu

     jenis pendekatan adalah Rp125.000,- per megawatt jam-nya. Maksud dari

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    21/69

    21

    nilai ini adalah untuk menaikkan daya unit pembangkit termal tersebut

    sebesar 1 MW maka dibutuhkan biaya tambahan per jam sebesar

    Rp125.000,-. Jika hendak menurunkan daya unit pembangkit termal

    tersebut sebesar 1 MW maka terjadi pengurangan biaya per jam sebesar

    Rp125.000,-.

    Demikianlah dasar-dasar untuk memahami distrubusi beban

    antara unit-unit dalam suatu pusat pembangkit yang memperhitungkan

    biaya produksi tambahan. Misalkan keluaran total suatu pusat pembangkit

    dicatu oleh dua unit dan pembagian beban antara kedua unit adalah

    sedemikian sehingga unit yang satu mempunyai biaya produksi tambahan

    yang lebih tinggi dari unit yang lain. Dan misalkan dilakukan pemindahan

    sebagian beban dari unit yang mempunyai biaya produksi yang lebih

    tinggi ke unit yang mempunyai biaya produksi yang lebih rendah.

    Pengurangan beban pada unit yang mempunyai biaya produksi tambahan

    lebih tinggi akan menghasilkan suatu pengurangan biaya yang lebih besar

    dari pada peningkatan biaya untuk menambahkan sejumlah beban yang

    sama pada unit dengan biaya tambahan yang lebih rendah. Pemindahan

    beban dari satu unit ke unit yang lain dapat diteruskan dengan suatu

    pengurangan dalam biaya produksi total sehingga biaya-biaya produksi

    tambahan dari keuda unit itu adalah sama. Jika keluaran stasuin

    dinaikkan, biaya tambahan dengan mana masing-masing unit bekerja juga

    akan naik tetapi harus tetap sama untuk semuanya (William D. Stevenson

    Jr.,1983).

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    22/69

    22

    F. Kurva Bahan Bakar

    Kurva bahan bakar adalah kurva masukan-keluaran unit

    pembangkit yang merupakan pemetaan (plot) antara keluaran dari unit

    dalam megawatt versus masukan unit dalam Rupiah per jam yang

    diperoleh dari hasil kali masukan bahan bakar dengan biaya bahan bakar

    dalam Rupiah per juta Btu.

    Gambar 7. Kurva Bahan Bakar

    Jika suatu garis lurus ditarik melalui titik asal ke setiap titik pada

    kurva masukan-keluaran tersebut, kebalikan kemiringan (slope) dapat

    dinyatakan dalam megawatt dibagi dengan masukan dalam juta Btu per

     jam, atau sebagai perbandingan keluaran energi dalam megawattjam

    terhadap masukan bahan bakar dalam jutaan Btu. Perbandingan ini

    adalah daya guna bahan bakar. Daya guna bahan bahan bakar adalah

    banyakya energi yang dapat dihasilkan dalam megawattjam dalam setiap

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    23/69

    23

    Btu-nya. Daya guna maksimum terjadi pada suatu titik dimana kemiringan

    garis lurus dari titik asal ke suatu titik pad garis kurva tersebut minimum,

    yaitu pada titik dimana garis lurus menyinggung kurva.

    Kebutuhan bahan bakar adalah jumlah bahan bakar yang

    diperlukan untuk membangkitkan energi setiap megawattjam-nya atau

    perbandingan antara masukan bahan bakar dalam jutaan Btu terhadap

    keluaran energi dalam megawattjam. Misalnya pada suatu unit

    pembangkit daya guna maksimumnya terjadi pada keluaran 280 MW,

    yang memerlukan masukan sebesar 2,8 X 109 Btu/jam. Kebutuhan bahan

    bakarnya adalah 10,0 X 106 Btu/MWh. Kebutuhan bahan bakar untuk

    suatu keluaran tertentu dapat diubah menjadi Rupiah per megawattjam.

    G. Kurva Biaya Bahan Bakar Tambahan (Incremental Fuel Cost ).

    Biaya bahan bakar tambahan (incremental fuel cost ) ditentukan

    oleh kemiringan kurva masukan-keluaran dari unit-unit yang bekerja. Jika

    ordinat-ordinat lengkungan masukan-keluaran dinyatakan dalam rupiah

    per jam dan kita misalkan bahwa

    C n = masukan ke unit n, Rupiah per jam

    P n = keluaran unit n, MW

    Biaya bahan bakar unit tersebut dalam Rupiah per megawatt-nya adalah

    dC n/dP n. sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, biaya bahan bakar

    tambahan suatu unit untuk setiap daya keluarannya adalah limit

    perbandingan kenaikan biaya masukan bahan bakar dalam rupiah per jam

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    24/69

    24

    terhadap kenaikakan keluaran daya yang bersesuaian dalam megawatt

    pada saat kenaikan keluaran daya mendekati nol.

    Gambar 8. Kurva Biaya Bahan Bakar Tambahan (Incremental Fuel Cost)

    Gambar 8. menunjukkan suatu pemetaan dari biaya bahan bakar

    tambahan versus keluaran daya. Gambar ini diperoleh dengan mengukur

    kemiringan kurva masukan keluaran pada Gambar 1 untuk bermacam-

    macam nilai keluaran. Gambar 2 menunjukkan bahwa biaya bahan bakar

    tambahan mempunyai hubungan yang cukup linier terhadap keluaran

    daya untuk suatu daerah yang cukup luas. Untuk menganalisis kurva ini,

    dapat didekati dengan satu atau dua garis lurus. Garis terputus-putus

    dalam gambar itu merupkan suatu model ideal untuk kurva tersebut.

    Persamaan garis itu adalah:

    9,80126,01  P dP 

    dC 

    i

    i  .......................................................................... (5)

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    25/69

    25

    Sehingga bila keluaran dayanya adalah 300 MW, biaya tambahan yang

    ditentukan dengan pendekatan linear adalah $ 12,68 atau Rp125.000,-

    per megawattjam. Nilai ini adalah pendekatan untuk biaya tambahan per

     jam untuk menaikkan keluaran dengan 1 MW dan penghematan dalam

    biaya per jam dalam penurunan keluaran sebesar 1 MW.

    H. Perhitungan Pembagian Beban Berdasarkan Incremetal

    Product ion Cost . 

    1. Biaya Bahan Bakar sebagai Fungsi Kuadrat dari Daya Aktif

    Dalam semua kasus praktis , biaya bahan bakar dari generator i

    dapat direpresentasikan sebagai sebuah fungsi kuadrat dari daya aktif

    yang dibangkitkan. (Hadi Saadat)

    2

    iiiiii  P c P baC   .................................................................... (6)

    dimana ci  = biaya bahan bakar unit pembangkit ke-i (Rp/jam)

    Pi  = daya output unit pembangkit ke-i (MW)

    ai, bi, dan ci, adalah konstanta dari fungsi kuadrat

    Konstanta-konstanta ai, bi, dan ci  dapat ditentukan berdasarkan

    data hasil percobaan atau hasil penelitian, yaitu dengan mengambil

    beberapa data Ci  yang diperlukan untuk membangkitkan daya nyata

    sebesar Pi dari unit pembangkit ke-i selama selang waktu tertentu, dan a i,

    bi, dan ci dapat dihitung dari sistem persamaan,

    2.  ji jiii   P c P banC   

    32

     ji ji jii j   P c P b P aC  P   ........................................ (7) 

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    26/69

    26

    4322

     ji ji jii j   P c P b P aC  P   

    dimana j = 1, 2, 3,…n, dan n = banyaknya data yang diambil. Dengan cara

    ini konstanta ai, bi, dan ci, serta fungsi biaya kuadratis tiap unit pembangkit

    dapat diperoleh.

    2. Incremental Production Cost

    IPC adalah biaya tambahan yang diperlukan untuk membangkitkan

    setiap 1 MW setiap jam pada tiap bus pembagkit. Turunan pertama dari

    persamaan (1) terhadap daya output,

    iii

    i

    i b P cdP 

    dC 2  ....................................................................... (8)

    disebut Incremental Production Cost (IPC), yaitu hubungan linear, yang

    menyatakan biaya tambahan yang diperlukan (Rp/jam) untuk manaikkan

    daya output pembangkit ke-i sebesar 1 MW.

    Prinsip distribusi beban yang ekonomis antara unit-unit pembangkit

    termal di dalam suatu pusat pembangkit adalah bahwa semua unit itu

    harus bekerja dengan IPC yang sama, dalam hal ini adalah Incremental

    Fuel Cost (IFC) yang sama. (Glover, 2007). Jika keluaran pusat

    pembangkit akan dinaikkan, biaya tambahan ( incremental production cost )

    dari masing-masing unit yang bekerja juga harus naik, tetapi harus tetap

    sama untuk semuanya.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    27/69

    27

    3. Fungsi Objektif untuk Penjadwalan Pembangkitan

    Tujuan pembentukan fungsi objektif adalah untuk memperoleh biaya

    pembagkitan total yang diperlukan untuk mensuplai beban total yang

    harus ditanggung oleh sistem.

    Masalah distribusi beban ekonomis yang paling sederhana adalah

    ketika rugi-rugi saluran transmisi diabaikan. oleh sebab itu, model masalah

    tidak memperhitungkan konfigurasi sistem dan impedansi jaringan. pada

    hakikatnya, model mengasumsikan bahwa sistem hanya terdiri dari satu

    bus dengan semua pembangkit dan beban terhubung padanya

    sebagaimana ditunjukkan secara sistematis dalam Gambar 2.9 berikut :

    C1 C2 Cn

    P1 P2 Pn

     

    Gambar 9. Model Sistem yang Mengabaikan Rugi-Rugi SaluranTransmisi

    Sejak rugi-rugi transmisi diabaikan, total permintaan PD  adalah

    penjumlahan dari semua pembangkit. Sebuah fungsi biaya C i diasumsikan

    akan diketahui untuk tiap unit. Masalahnya adalah mencari pembangkitan

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    28/69

    28

    daya nyata untuk tiap-tiap unit dengan demikian fungsi objektif (biaya total

    produksi) sebagaimana yang didefinisikan oleh persamaan

    n

    i

    int   C C C C C 

    1

    21   ..........  

    2

    1

    .. iiii

    n

    i

    i  P c P ba

     ............................................................... (9)

     

    yaitu jumlah biaya bahan bakar unit pembangkit ke-1, pembangkit ke-2,

    sampai pembangkit ke-n harus minimum. C t adalah biaya produksi total,

    Ci adalah biaya produksi dari unit ke-i, Pi adalah daya yang dibangkitkan

    dari unit ke-i. Agar biaya bahan bakar minimum, maka harus dipenuhi:

    i

    i

    dP 

    dC 

    dP 

    dC 

    dP 

    dC ,......,,

    2

    2

    1

    1   ............................................... (10)

    artinya semua unit harus bekerja pada biaya bahan bakar tambahan λ

    yang sama atau IPC yang sama dan minimum.

    4. Persamaan dan Pertidaksamaan Pembatas 

    Pertidaksamaan pembatas adalah pertidaksamaan yang

    menyatakan bahwa daya yang dibangkitkan oleh tiap bus pembangkit

    tidak lebih kecil dari kemampuan minimum atau tidak lebih besar dari

    kemampuan maksimum pembangkit.

    Sedangkan persamaan pembatas adalah persamaan yang

    menyatakan bahwa jumlah daya yang dibangkitkan oleh semua bus

    pembangkit sama dengan jumlah beban yang harus ditanggung sistem.

    Jika kondisi tersebut tidak terpenuhi maka slack bus akan menyuplai

    semua kekurangan dari selisih daya antara jumlah daya beban total yang

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    29/69

    29

    harus ditanggung sistem dengan jumlah daya total yang harus

    dibangkitkan oleh bus pembangkit selain slack bus.

    Persamaan pembatas yang harus dipenuhi adalah:

     D

    n

    i

     P  Pi1

     ............................................................................... (11)

    dimana Pi  adalah daya yang dibangkit dari unit ke-i, PD  adalah total

    permintaan, dan ng  adalah jumlah total unit-unit pembangkit yang

    terdistribusi.

    Selain itu ada pertidaksamaan pembatas yang juga harus dipenuhi, yakni:

    (max)(min) iii   P  P  P    i = 1, 2, 3, ……, n ....................................... (12) 

    dimana Pi  (min) dan Pi  (maks) adalah kemampuan daya minimum dan

    maksimum yang dapat dibangkitkan oleh pembangkit ke-i.

    5. Persamaan koordinasi

    Dari persamaan (8) dapat diperoleh

    iii

    i

    i b P cdP 

    dC .2  atau

    i

    i

    ic

    b P 

    2 ......................................... (13)

     

    Persamaan di atas disebut dengan persamaan koordinasi. Fungsinya

    adalah untuk menghitung daya yang dibangkitkan oleh setiap pembangkit,

    sedangkan (lambda) adalah Incremental production cost, sedangkan

    konstanta a,b,c adalah konstanta-konstanta pada fungsi objektif. Untuk

    mendapatkan nilai konstanta tersebut diperoleh dengan cara

    menyelesaikan persamaan (7), dimana data yang digunakan dari

    persamaan tersebut diperoleh dari data sekunder yang diperoleh dari PLN

    berupa data daya rata-rata yang dibangkitkan dan biaya pembangkitan

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    30/69

    30

    rata-rata perjam yang diperlukan oleh setiap bus pembangkit perbulan

    selama 4.5 tahun.

    6. Perhitungan rugi  –  rugi daya total akibat rugi-rugi pada saluran

    transmisi

    Jika jarak saluran transmisi sangat pendek dan kerapatan beban

    sangat tinggi, rugi – rugi jaringan dapat diabaikan dan pembangkitan daya

    yang optimal dicapai untuk seluruh unit pembangkit dengan biaya

    produksi tambahan yang sama. Akan tetapi pada sistem besar yang saling

    terinterkoneksi, dimana daya ditransmisikan pada jarak yang sangat jauh

    ke area dengan tingkat kepadatan beban yang rendah, rugi-rugi transmisi

    merupakan faktor utama yang harus diperhitungkan dalam pembangkitan

    optimum. Satu persamaan umum untuk memasukkan pengaruh rugi-rugi

    transmisi yang menyatakan rugi-rugi transmisi total sebagai fungsi

    kuadratis dari daya output generator, dinyatakan oleh persamaan:

     L D

    n

    i

     P  P  Pi g 

    1

     ........................................................................... (14)

    oiij

    n

      j

    ijiii  B P  B P 

     g 

    1

    22  ............................................... (15)

     Atau :

    i

    i  j

    n

    i  j  j

    ijiii

    i  B P  B P  B g 

    0

    1

    12

    1(saadat,Hadi:2002) ........ (16)

    Selanjutnya persamaan (16) dapat diperluas dalam bentuk matriks seperti

    terlihat pada persamaan (17) dibawah ini :

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    31/69

    31

    ng 

    n

     g n

    nn

    ng 

    nn

     g n

     g n

     g  g  g  g  g  B

     B

     B

     P 

     P 

     P 

     B B B

     B B B

     B B B

    0

    202

    101

    2

    1

    21

    2222

    21

    112111

    1

    1

    1

    2

    1

    ...

    ...

    ...

     ...... (17)

    Secara singkat persamaan (17) dapat dituliskan dengan:

    E.P = D ........................................................................................ (18)

    .............................................................................................................

    Untuk memperoleh pembagkitan yang optimal diperlukan nilai awal)1(

    ,

    selanjutnya nilai tersebut diselesaikan dengan menggunkan persamaan

    (18). Dalam matlab dapat dipakai hubunga P = E\D untuk mendapatkan

    daya yang dibagkitkan oleh tiap bus pembagkit. Proses iterasinya dapat

    dilihat pada persamaan (19) sampai () berikut ini :

    )(2

    2)1(

    )(

    )()(

    0

    )(

    )(

    ii

    i

      jiji  j

    ii

    i B

     P  B B

     P   ....................................... (19)

    Substitusi nilai Pi ke persamaan (14), maka diperoleh :

    )(

    1)(

    )()(

    0

    )(

    )(2

    2)1(   k  L D

    n

    i   ii

    i

      jiji  j

    ii

     P  P  B

     P  B B g  .............................. (20)

     Atau:

    )()(

    )(

      k 

     L D

     P  P   f    ........................................................................ (21)

    Dengan meggunakan deret taylor nilai lambda pada ruas kiri dari

    persamaan (21) dapat diperluar menjadi :

    )()(

    )(

    )(   )()(

      k 

     L D

    k  P  P 

    df    f    .............................................. (22)

     Atau :

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    32/69

    32

    )(

    )(

    )(

    )()(

    )(  k 

    i

    k k 

    dP 

     P 

    df  

     P 

     .................................................... (23) 

    Dimana :

     g g n

    i

    n

    i   ii

    i

      jiji  jiiiioii

    i

     B

     P  B B B P 

    1 1

    2)(

    )()(

    )(2

    2)1( ............................ (22)

    Dengan demikian diperoleh nilai lambda k + 1 sebagai berikut :

    )()()1(   k k k   ........................................................................ (23)

    Dimana :

     g n

    i

    i

     L D

    k  P  P  P  P 

    1

    )()()(  ........................................................... (24)

    Proses iterasi akan terus berlanjut hingga diperoleh nilai

    )(k  P    lebih kecil

    dari nilai tertentu yang ditetapkan. Persamaan (25) berikut ini dipakai

    untuk menghitung rugi-rugi daya aktif :

     g n

    i

    iii L   P  B P 1

    )2( ............................................................................... (25)

     

    Dengan menggunkan nilai Bij = 0, B00 = 0, dan solusi dari persamaan (19)

    dapat disederhanakan sebagai berikut :

    )(2  )(

    )()(

    ii

    i

    i

    k k 

     B Pi  ..................................................................... (26)

    Persamaan (22) juga dapat disederhanakan menjadi :

     g g n

    i

    n

    i  ii

    i

    iiii

    i

     B

     B P 

    1 12)(

    )(

    )(2 ....................................................... (22)

     

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    33/69

    33

    Proses di atas yang digunakan dalam MATLAB untuk memperoleh nilai

    daya yang dibagkitkan oleh tiap bus Pembagkit, rugi-rugi total sistem dan

    biaya total perjam yang dibutuhkan untuk melayani beban sistem.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    34/69

    34

    I. Kerangka Konseptual

    Kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

    PUSAT-PUSAT PEMBAGKIT PADA SISTEM

    KELISTRIKAN SULAWESI SELATAN

    JUMLAH BEBAN YANG HARUS DI SUPPLAI

    OPTIMASI DENGAN INCREMENTAL

    PRODUCTION COST 

    DISTRIBUSI DAYA YANG HARUS

    DIBANGKITKAN OLEH TIAP PUSAT

    PEMBAGKIT

    BIAYA TOTAL PRODUKSI PALING EKONOMIS

     

    Gambar 10. Kerangka konseptual penelitian

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    35/69

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    36/69

    36

    B. Jenis Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif analitis yang bertujuan

    untuk mengetahui teknik operasi ekonomis pembangkit tenaga listrik yang

    diterapkan di PT. PLN Wilayah Sulsel  dalam pembebanan. Disamping itu

    akan dibandingkan dengan suatu teknik operasi ekonomis yang

    digunakan oleh penyusun untuk kemudian dianalisis hasilnya.

    C. Waktu dan Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada 27 April 2010 sampai 31 Juni 2010

    bertempat di PT. PLN Wilayah Sultanbatara, Unit Pembangkitan I Tello

    dan Area Penyaluran dan Pengaturan Beban (AP2B) sistem SULSEL.

    D. Variabel dan Defenisi Operasional Variabel

    1. Variabel Penelitian

    Variabel yang akan diteliti ada dua jenis, yaitu variabel bebas dan

    variabel respon. Adapun yang termasuk variabel bebas adalah daya

    output unit pembangkit ke-i (Pi) sedangkan yang termasuk variabel respon

    adalah biaya operasi unit pembangkit ke-i (Ci).

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    37/69

    37

    2. Defenisi Operasional Variabel

    Definisi operasional yang akan diteliti dapat dikemukakan sebagai

    berikut:

    a. Daya output unit pembangkit ke-i (Pi), adalah daya yang dibangkitkan

    oleh pembangkit ke-i untuk menyuplai beban yang tersambung.

    Satuannya adalah kilowatt (kW).

    b. Biaya operasi unit pembangkit ke-i (Ci), adalah biaya operasi unit

    pembangkit ke-i. diamana satuannya adalah Rupiah (Rp).

    E. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

    1. Observasi; adalah teknik pengumpulan data melalui pengamatan

    secara langsung dengan menggunakan panca indra. Hal-hal yang

    diamati dalam penelitian ini seperti pengamatan besaran kelistrikan

    pada panel kontrol, name-plat pada generator, dan unit-unit mesin

    pembangkit yang sedang beroperasi.

    2. Dokumentasi; adalah teknik pengumpulan data dengan

    mengumpulkan berkas-berkas atau dokumen-dokumen yang berisi

    infomasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Hal-hal yang

    didokumentasikan dalam penelitian ini seperti data beban tertinggi

    pembangkit; data pemakaian bahan bakar; data produksi energi listrik

    bulanan tiap unit; data beban (biaya) operasi bulan Januari 2006

    sampai bulan mei 2010.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    38/69

    38

    3. Wawancara; adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan

    tanya-jawab secara langsung kepada staf/karyawan yang dianggap

    mengetahui informasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam

    penelitian ini wawancara biasa dilakukan dengan staf bagian operasi;

    staf bagian keuangan; dan supervisor unit pembangkit.

    F. Teknik Analisis Data

    a. Analisis regresi

     Analisis regresi digunakan untuk mempelajari cara bagaimana variabel-

    variabel penelitian berhubungan. Hubungan yang didapat umumnya

    dinyatkan dalam bentuk matematik yang menyatakan hubungan

    fungsional antar varibel-variabel (Sudjana, 2002)

     Aanalisis regresi ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

    Untuk mendapatkan nilai Pi  yang memenuhi persamaan dan

    pertidaksamaan pembatas adalah (11) dan (12) dengan suatu nilai λ

    dapat dilakukan dengan cara iterasi yang dijelaskan dalam langkah

    demi langkah di bawah ini:

    1) Definisikan suatu persamaan yang sama dengan persamaan (11)

    dan dapat menggantikannya sebagai persamaan pembatas, yaitu:

    n

    i

    i D

    k  P  P  P 

    1

    )()(  ............................................................. (14)

    dimana k = banyaknya iterasi, dan Pi(k)  adalah nilai Pi  pada

    iterasi ke-k

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    39/69

    39

    2) Perkirakan suatu nilai awal λ(1), kemudian subtitusi ke persamaan

    (8) untuk mendapat nilai Pi(1)

     

    3) Jika Pi(1)  belum memenuhi persamaan dan pertidaksamaan

    pembatas (11) dan (14), maka nilai λ yang baru dapat dicoba untuk

    iterasi berikutnya, yaitu iterasi ke-(k+1) yang besarnya

    )()()1(   k k k   .............................................................................. (15) 

    dimana

    i

    n

    i

    k k 

    c

     P 

    2

    1

    1

    )()(

      (Saadat, Hadi, 2002) ................ (16)

    λ(k) adalah nilai yang diperoleh pada iterasi ke-k

    4) Subtitusikan nilai λ yang baru ke persamaan (13) untuk

    mendapatkan nilai Pi yang baru.

    5) Ulangi langkah 3 dan 4 seterusnya sampai didapat nilai Pi  yang

    memenuhi pertidaksamaan pembatas (12) dan sampai △P(k)  lebih

    kecil atau sama dengan nilai tingkat kesalahan (galat) yang

    diizinkan (ε). 

    Untuk melakukan semua perhitungan ini, penggunaan program

    computer sangatlah tepat. Untuk memudahkan pembuatan program,

    berikut ini diberikan diagram alur urutan penyelesaiannya seperti pada

    gambar 12, dibawah ini :

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    40/69

    40

    Gambar 12. Diagram Alir metode regresi kuadratik

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    41/69

    41

    b. Analisis fungsi  –fungsi objektif

     Analisis fungsi-fingsi objektif dilakukan dengan cara meminimasi dan

    menyelesaikan fungsi-fungsi objektif berupa quadratic fuel function,

    persamaan koordinasi, serta persamaan dan pertidaksamaan

    pembatas. Dengan metode ini diperoleh besar daya yang dibangkitkan

    oleh tiap unit pembangkit dengan total biaya pembangkitan yang paling

    minimum. 

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    42/69

    42

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Sistem Kelistrikan Sulawesi Selatan

    Sistem kelistrikan Sulawesi Selatan dikelola oleh PT PLN (persero)

    wilayah Sulawesi selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat

    (sultanbatara). Sistem kelistrikan ini menyediakan daya listrik untuk

    kebutuhan masyarakat yang berada di provinsi Sulawesi selatan, dan

    Sulawesi Barat. Saat ini sistem sistem kelistrikan di Sulawesi Selatan

    disuplai oleh empat pembangkit utama, yaitu :

    1. PLTA Bakaru yang terdiri atas dua generator

    2. Pusat pembangkit tenaga listrik Tello di Makassar terdiri dari :

    a. PLTD, yang terdiri dari enam generator

    b. PLTG, yang terdiri dari 5 generator

    c. PLTU, yang terdiri dari dua generator dan dua transformator daya

    dua kumparan.

    3. PLTGU Sengkang yang terdiri dari tiga generator

    4. PLTD Suppa yang terdiri dari enam Generator.

    Pusat-pusat pembangkit tersebut tersebar dan terinterkoneksii

    melalui saluran transmisi dan saluran distribusi seperti yang terlihat pada

    gambar 13. Jumlah bus pada sistem kelistrikan Sulsel saat ini telah

    mencapai 37 bus yang saling terinterkoneksi secara loop (melingkar),

    dengan total daya terpasang pada sistem sebesar 746,9 MW, sedangkan

    daya mampu sebesar 550 MW (AP2B sistem sulsel, 2010)

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    43/69

     

    Gambar 13. Single Line diagram  sistem sulsel kondisi normal (sumber data AP2B sistem sulsel, 2010)

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    44/69

    44

    Dari diagram satu garis pada gambar dapat dituliskan penomoran bus

    sistem sulsel terinterkoneksi sebagai berikut :

    Tabel 1. Penomoran Bus sistem kelistrikan Sulsel terinterkoneksi

    No Bus  Nama Bus Tegangan

    (KV) No Bus  Nama Bus 

    Tegangan

    (KV) 

    1  Bakaru  150  20  Daya  70 

    2  Mamuju  150  21  Tello  150 

    3  Majene  150  22  Tello70  70 

    4  Polmas  150  23  Barangloe  70 

    5  Pinrang  150  24  Tello(B)  30 6  Parepare  150  25  Tello(A)  30 

    7  Sidrap  150  26  Barawaja  30 

    8  Makale  150  27  Tello Lama  150 

    9  Palopo  150  28  Tello Lama70  70 

    10  Soppeng  150  29  Bontoala  70 

    11  Sengkang  150  30  Panakukang  150 

    12  Suppa  150  31 Tanjung

    Bunga 150 

    13  Barru  150  32  Sungguminasa  150 

    14  Pangkep  150  33  Tallasa  150 15  Pangkep 70  70  34  Jeneponto  150 

    16  Tonasa3  70  35  Bulukumba  150 

    17  Maros  70  36  Sinjai  150 

    18  Bosowa  150  37  Bone  150 

    19  Mandai  70 

    Sumber : Data AP2B sistem sulsel, 2010

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    45/69

    45

    Tabel 2. Data impedansi saluran sistem sulsel

    Dari  Ke Total Impedansi Saluran (p.u.) 

    R X Y/2 

    1 2 0.02627 0.0944 0.0743

    1 4 0.03076 0.11023 0.101

    2 3 0.0263 0.09451 0.00744

    2 5 0.03663 0.13159 0.0182

    4 5 0.01388 0.04974 0.0067

    5 6 0.00393 0.01413 0.0011

    5 7 0.02314 0.0829 0.01116

    5 8 0.04732 0.16958 0.0228

    5 16 0.01002 0.03599 0.00287 8 0.02419 0.8667 0.01167

    8 9 0.0109 0.03919 0.00493

    8 10 0.02382 0.08535 0.01149

    9 10 0.01683 0.06049 0.00761

    10 11 0.00363 0.013 0.0018

    10 12 0.00236 0.00848 0.0007

    10 13 0.00192 0.01318 0.0025

    13 14 0.00354 0.02128 0.0027

    13 15 0.00485 0.03324 0.00627

    15 24 0.03333 0.11974 0.00471

    16 17 0.03137 0.18876 0.0241

    16 19 0.02821 0.10138 0.0096

    17 18 0.01959 0.07038 0.0055

    19 20 0.01053 0.06335 0.081

    19 21 0.02289 0.08153 0.09

    21 22 0.04064 0.14603 0.05

    21 23 0.07195 0.25851 0.203

    22 23 0.03131 0.11249 0.05

    23 24 0.02431 0.08733 0.06925 26 0.01638 0.03006 0.00009

    25 27 0.08188 0.15032 0.00045

    25 28 0.18159 0.33335 0.001

    27 28 0.13631 0.25024 0.00075

    28 29 0.0342 0.06278 0.00019

    28 30 0.05828 0.10699 0.0003

    29 30 0.02408 0.04421 0.00013

    30 31 0.06069 0.11141 0.00034

    32 33 0.02023 0.03714 0.00011

    34 36 0.12292 0.17508 0.00002

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    46/69

    46

    B. Spesifikasi Teknis Pembangkit

     Ada 11 (sebelas) pembagkit yang beroperasi untuk menyuplai

    beban puncak yang terjadi pada tanggal 20 mei 2010, hamper seluruhnya

    adalah PLTD kecuali PLTA bakaru dan Bili-Bili, PLTU Tello dan PLTGU

    sengkang. Semua PLTD yang beroperasi menggunakan bahan bakar

    diesel jenis HSD (high speed diesel ), hal ini disebabkan karena fraksi

    bakar HSD lebih besar dari MFO (marine fuel oil ), fraksi bakar dari HSD

    lebih baik karena sebelum bahan bakar tersebut dimasukkan ke ruang

    bakar maka terlebih dahulu kandungan airnya harus dipishkan, dengan

    demikian konfersi energi dari MJoule ke KWH jauh lebih optimal.

    Umur operasi dari masing-masing pusat pembangkit rata-rata

    masih berada pada kondisi operasionalnya yaitu rata  –  rata 14 tahun,

    kecuali PLTU tello yang telah melewati umur operasionalnya, yakni sudah

    beroperasi sejak tahun 1971 atau sekitar 39 tahun, sedangkan umur

    ekonomis dari sebuh pembangkit thermal idealnya hanya 20 tahun. Hal ini

    merupakan salah satu faktor yang menyebabkan turunnya efiseiensi dari

    pembagkit yang ada di Tello. Selain itu terdapat tiga pusat pembagkit

    yang baru beroperasi pada triulan pertama di tahun 2010, masing-masing

    PLTD Agrego, PLTD Matekko dan PLTD Arena.

    Karakteristik dari masing-masing unit pembangkit yang beroperasi

    sangat penting untuk menentukan pola operasi dari sistem kelistrikan

    sulsel, karakteristik yang dimaksud adalah waktu start up dan waktu shut

    down dari masing-masing jenis pembagkit yang beroperasi. Waktu start

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    47/69

    47

    Up yang dibutuhkan oleh PLTD adalah 10 menit dan PLTG 15 menit. Dari

    karakteristik ini dapat diambil keputusan bahwa PLTA Bakaru, PLTA Bili-

    Bili dan PLTGU sengkang dioperasikan untuk memikul beban dasar

    sedangkan semua unit PLTD dipakai untuk memikul beban puncak.

    Daya mampu dari pembangkit yang beroperasi berkisar antara 0,2

    MW samapai dengan 192 MW. Daya mampu terkecil terdapat pada PLTD

    Mamuju yakni pada generator Mamuju#1 dengan daya mampu 0,2 MW

    dan terbesar terdapat pada PLTGU Sengkang, yakni pada generator

    Energi sengkang dengan daya mampu 192 MW. Seluruh pusat pembagkit

    terinterkoneksi pada salurang tegangan tinggi 150 kV dan tersebar di

    bebarapa wilayah yang berbeda-beda.

    Status kepemilikan dari pusat pembangkit yang ada dapat

    dikategorikan menjadi tiga jenis yakni milik sendiri, milik swasta dan sewa.

    Terdapat 8 (delapan) pusat pembangkit yang merupakan milik sendiri

    yaitu PLTA Bakaru, PLTA bili-bili, PLTGU/PLTD tello, PLTD Palopo, PLTD

    Makale, PLTD Mamuju,PLTD Matekko dan PLTD Arena. Tiga pembangkit

    lainnya adalah milik Swasta yakni PLTD suppa milik PT. Makassar Power,

    PLTGU Sengkang milik PT. Energi Sengkang, dan PLTD Agrego milik PT.

     Agrego. Selain itu terdapat beberapa unit pembangkit sewa yang tersebar

    di bebarapa pusat pembagkit seperti PLTD Cogindo dan Sewatama yang

    beroperasi pada pusat pembakitan I Tello.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    48/69

    48

    Berikut adalah pusat-pusat pembangkit yang beroperasi pada saat

    terjadinya beban puncak pada tanggal 20 mei 2010 :

    c. PLTA Bakaru

    d. PLTD Suppa

    e. PLTA Bili-Bili

    f. PLTGU Sengkang

    g. PLTU/PLTD/PLTG Tello

    h. PLTD Palopo

    i. PLTD Makale

     j. PLTD Mamuju

    k. PLTD Agrego

    l. PLTD Matekko

    m. PLTD Arena

    Spesifikiasi teknis dari masing-masing pembangkit secara detail

    terdapat dalam bagian lampiran 1.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    49/69

    49

    C. Harga Bahan Bakar

    Harga bahan bakar merupakan salah satu faktor yang sangat

    berpengaruh dalam penetuan harga energi listrik. Hal ini disebabkan

    karena hampir 80 persen biaya produksi listrik berasal dari harga bahan

    bakar,15 persen untuk biaya pemeliharaan dan 5 persen untuk gaji

    pegawai (sumber PT.PLN (Persero) wilayah Sultanbatara). Teknik

    optimasi dengan IPC juga tidak bisa terlepas dari faktor ini, karena

    penentuan biaya pembangkitan per jam dari setiap bus pembangkit

    sangat terkait dengan konsumsi bahan bakar pada pusat pembangkit

    tersebut dan harga bahan bakar yang dipakai oleh pusat pembangkit yang

    sedang dianalisis.

    Gambar 14. Harga rata-rata pertahun bahan bakar minyak untuk industri

    5674.98 5780.84

    8906.79

    6774.516013.33

    3772.29 3828.02

    5858.33 5488.75 5072.70

    2006 2007 2008 2009 2010

       H   a   r   g   a   B   B   M    [   R   p    ]

    Tahun

    Harga rata-rata pertahun bahan bakar HSD dan MFO

    HSD MFO

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    50/69

    50

    Harga rata-rata bahan bakar minyak untuk industri yang digunakan

    dalam pengoperasian pembangkit termal dari tahun 2006 hingga bulan

    mei 2010 dapat dilihat pada gambar 14. Dari grafik tersebut dapat

    diketahui bahwa harga bahan bakar terus mengalami kenaikan dari tahun

    ke tahun, adapun dan biaya bahan bakar minyak tertinggi terjadi pada

    bulan agustus tahun 2008, dimana harga untuk jenis HSD adalah 11.825

    rupiah per liter dan untuk jenis MFO seharga 7.829,80 rupiah per liter. Hal

    ini tidak terlepas dari kondisi perekonomian global saat itu yang sedang

    mengalami resesi, dimana harga minyak dunia berada pada level yang

    paling tinggi.

    Untuk sistem kelistrikan sulawesi selatan, umumnya pembangkit

    termal yang dioperasikan mengkonsumsi bahan bakar berupa minyak

    solar atau high speed diesel  (HSD) dan sebagai kecil menggunkan Marine

    fuel oil   (MFO), sedangkan jenis minyak diesel (MDF) tidak digunakan.

    Pemilihan jenis bahan bakar ini sangat tergantung dari spesifikasi mesin

    yang beroperasi, dan umumnya mesin-mesin pembangkit yang beroperasi

    pada sistem sulsel memakai kedua jenis bahan bakar tersebut dalam

    operasionalnya.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    51/69

    51

    D. Tegangan bus dan aliran daya sistem

    1. Tegangan bus sistem Sulsel

    Kondisi opersai sebuah sistem tenaga harus selalu berada pada level

    tegangan yang di izinkan yakni ± 5 %, jika tegangan bus berada

    dibawah level tersebut maka perlu upaya perbaikan berupa

    penambahan kapasitor pada saluran atau melakukan injeksi arus

    pada sisi pembangkit, dan jika tegangan bus berada diatas level yang

    ditentukan maka biasanya dipasang inductor bank pada sisi beban

    sistem. Umumnya tegangan kerja bus pada sistem Sulsel berada

    pada kategori tegangan tinggi 150 kV, dan biasanya dinyatakan dalam

    satuan per unit (pu). Setiap bus pembangkit memiliki nilai tegangan 1

    per unit, sedangkan pada bus beban biasanya tidak dapat mencapai

    nilai tegangan 1 p.u seperti halnya pada bus pembagkit.

     Adapun tegangan tiap bus berdasarkan pembebanan pada tanggal

    20 mei 2010 dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini :

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    52/69

    52

    Tabel 3. Tegangan output bus pada sistem sistem sulsel.

    No. bus Tegangan Bus  Beban  Daya Injected 

    Mag.  Angle Degree  MW  Mvar  MW  Mvar  Mvar 1  1.02  0  3.5  0.2  102.146  13.387  0 

    2  1.03  -4.522  6.4  0.7  1  7.435  0 

    3  1.011  -3.377  8.7  1.8  0  0  0 

    4  1.006  -2.478  11.9  3.9  0  0  0 

    5  0.993  -2.962  17.1  5  0  0  0 

    6  0.986  -3.873  12.2  3.6  0  0  0 

    7  0.984  -3.552  15.5  9  0  0  0 

    8  1  -6.82  8.9  1  1.5  49.272  0 

    9  0.97  -7.219  26.2  4  6.6  -32.379  0 

    10  0.974  3.553  11  4.8  0  0  0 

    11  0.98  10.34  15.8  6  192.3  -4.016  0 

    12  0.99  -3.944  51.8  17  51.8  47.572  0 

    13  0.963  -5.062  8  1.8  0  0  0 

    14  0.941  -5.919  13.2  5.8  0  0  0 

    15  1.033  -7.541  6.7  0  0  0  0 

    16  1.031  -7.738  12.2  0  0  0  0 

    17  0.993  -4.86  5.8  1.6  0  0  0 

    18  0.94  -6.459  30.4  10.5  0  0  0 

    19  1.01  -7.495  7.7  1.9  0  0  0 20  1.01  -7.827  19.3  2  0  0  0 

    21  0.95  -6.207  17  6  82.18  63.466  0 

    22  1.016  -7.61  0  0  0  0  0 

    23  0.99  -5.66  4.7  10.5  18.9  -19.871  0 

    24  1.216  -9.955  7.5  3  0  0  0 

    25  0.412  -6.207  0  0  0  0  0 

    26  0.412  -6.208  39.9  10.9  0  0  0 

    27  0.95  -6.033  11.5  6.5  42.4  59.675  0 

    28  0.993  -8.305  0  0  0  0  0 

    29  0.973  -7.974  39.6  0  0  0  0 

    30  0.948  -6.422  43.89  14.8  0  0  0 

    31  0.961  -7.245  23  9.9  0  0  0 

    32  0.955  -6.471  20  5.8  0  0  0 

    33  0.952  -5.817  3.9  1.43  0  0  0 

    34  0.95  -3.032  9.9  3.4  15.7  -11.047  0 

    35  0.96  -1.533  3.9  0.8  12.4  8.441  0 

    36  0.957  -1.043  14.3  3.4  0  0  0 

    37  0.962  0.852  19  5.7  0  0  0 

    Total  550.39  162.73  565.926  181.935  0 

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    53/69

    53

    Tegangan bus beban tertinggi terjadi pada bus 15 (Pangkep 70)

    sebesar 1,033 p.u atau 72,31 kV, sedangkan tegangan terendah terjadi

    pada bus 18 yaitu bus bosowa sebesar 0.940 p.u atau 141 kV.

    Teganngan pada bus 18 ini turun lebih dari 5% atau toleransi penurunan

    tegangan yang diizinkan oleh PLN, jadi perlu upaya PLN untuk

    memperbaiki tegangan pada bus ini.

    2. Aliran Daya sistem Sulsel

     Aliran daya merupakan pondasi dasar dalam melakukan

    perhitungan untuk semua kasus dalam sistem tenaga. Optimasi dengan

    metode IPC juga tidak terlepas dari kondisi aliran beban sistem yang

    sedang dianalisis. Hal ini disebabkan karena beban total sistem dapat

    diketahui dengan melihat aliaran daya sistem tersebut, selain itu jumlah

    bus pembagkit yang beroperasi saat terjadinya kondisi pembebanan

    tertentu juga dapat dilihat pada studi aliran daya. Aliran daya sistem Sulse

    saat terjadinya beban puncak tanggal 20 mei 2010 dapat dilihat pada

    lampiran 2.

    Daya tertinggi yang mengalir disaluran pada kondisi beban puncak

    tanggal 20 mei 2010 jam 19.00 wita dari saluran 11 ke 10 (bus sengkang

    ke bus soppeng) sebesar 176,5 MW, sedangkan aliran daya terendah

    terdapat pada saluran 14 ke 21 (Bus Pangkep 150 ke Tello 150) sebesar

    2,454 MW. Daya sebesar 176,5 MW yang ada pada bus Soppeng adalah

    daya yang dilewatkan untuk menyuplai pusat-pusat beban yang ada di

    bus pare-pare sebesar 107,936 MW dan selebihnya dialirkan ke bus Bone

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    54/69

    54

    sebesar 54,139 MW. Daya tersebut berasal dari bus sengkang sebagai

    bus pembangkit yang pada saat terjadinya beban puncak dioptimalkan

    pembangkitannya sesuai dengan daya mamapu yang dimiliki oleh

    pembangkit tersebut yakni sebesar 192,30 MW, sedangkan saluran yang

    dipakai untuk menyuplai beban yang ada di Pare-pare sebagai saluran

    untuk meyuplai beban yag ada di bus bosowa dan pusat beban di kota

    Makassar harus melewati bus soppeng.

    E. OPTIMASI DENGAN IPC

    Optimasi dengan metode IPC bertujuan untuk mengetahui berapa

    daya optimum yang harus dibangkitkan oleh setiap pusat pembangkit

    untuk meyuplai beban sistem sulsel sebesar 550,39 MW, selanjutnya akan

    diketahui berapa biaya total yang dibutuhkan untuk kebutuhan tersebut,

    dan juga berapa besar rugi-rugi total sistem akibat pengaruh rugi-rugi

    pada saluran transmisi yang menghubungkan pusat-pusat pembangkit ke

    pusat-pusat beban.

    Untuk mencapai tujuan tersebut maka hal pertama yang harus

    diketahui adalah fungsi objektif dari setiap pusat pembagkit yang

    beropersi. Untuk mendaptkan fungsi objektif ini, maka dibutuhkan data

    daya rata-rata yang dibagkitkan oleh setiap pusat pembangkit per tahun

    selama 5 tahun dalam satuan Mega Watt (MW), dan data biaya

    pembagkitan per jam setiap pusat pembagkit dalam satuan rupian per

     jam.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    55/69

    55

    Sebagai contoh, perhitungan konstata a,b,c untuk membentuk fungsi

    objektif pada pusat pembagkit Tello yang selanjutnya diberi nama bus

    Tello.

    Tahun

    (i) Pi  Ci  (Pi)2  (Pi)3  (Pi)4  Pi. Ci  (Pi)2. Ci 

    2006  35.77  61,423,801.43  1,279.37  45,760.81  1,636,785.04  2,197,022,993.86  78,583,707,346.25 

    2007  10.40  48,355,962.95  108.20  1,125.44  11,706.56  502,987,642.92  5,231,962,171.22 

    2008  36.98  74,194,303.51  1,367.35  50,561.55  1,869,650.83  2,743,536,163.51  101,449,711,423.83 

    2009  55.81  94,228,654.99  3,114.43  173,807.41  9,699,687.06  5,258,627,675.92  293,468,744,053.25 

    2010  48.04  93,671,269.08  2,308.30  110,901.81  5,328,253.30  4,500,415,584.45  216,221,479,991.77 = 187.00  371,873,991.96  8,177.65  382,157.03  18,546,082.78  15,202,590,060.66  694,955,604,986.33 

    Dimana n = 5

    Dengan menggunakan persamaan (7) :

    2.  ji jiii   P c P banC   

    32

     ji ji jii j   P c P b P aC  P   

    4322

     ji ji jii j   P c P b P aC  P   

    Diperoleh persamaan sebagai berikut :

    371.873.991,96 = 5a + 187b + 8.177,65c

    15.202.590.060,66 = 187a + 8.177,65b + 382.157,03c

    694.955.604.986,33 = 8.177,65a + 382.157,03b + 18.546.082,78c

    Selanjutnya ketiga persamaan di atas dinyatakan dalam bentuk matriks,

    yaitu sebagai berikut :

    33,986.604.955.694

    66,060.590.202.15

    96,991.873.371

    78,082.546.1803,157.38265,177.8

    03,157.38265,177.8187

    65,177.81875

    c

    b

    a

     

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    56/69

    56

    Dengan menggunakan metode Cramer (listing program pada lampiran 3),

    maka nilai a, b, dan c dapat diketahui sebagai berikut :

    a = 4.3627e+007

    b= 2.4976e+005

    c = 1.3089e+004

    nilai a,b,c selanjutnya dimasukkan ke persamaan (6) untuk mendapatkan

    fungsi objektif untuk bus Tello150 dengan nomor bus 21

    2

    iiiiii   P c P baC   

    Sehingga fungsi objektifnya adalah :

    C21 = 4.3627e+007 + 2.4976e+005P21 + 1.3089e+004P212 

    Dengan cara yang sama, fungsi objektif untuk pusat pemabgkit lain dapat

    ditentukan. Adapun fungsi objektif dari semua bus pembangkit adalah

    sebagai berikut :

    a. Bus bakaru (1) : 2111   0741,02117,23909,86   P  P C   

    b. Bus suppa (12) : 2

    1212

    45

    12   3274,1641041,2109,4   P  P  x xC   

    c. Bus Makale (8) : 2885

    8   5989,264359110311,6   P  P  xC   

    d. Bus Palopo (9) :

     

    2

    99

    77

    9   10426,210272,110784,1   P  x P  x xC   

    e. Bus Sengkang (11): 2

    1111

    46

    11  9539.13710400,2107839,2   P  P  x xC   

    f. Bus Mamuju (12) : 2

    1211

    45

    12   3274.1641041,2109,4   P  P  x xC   

    g. Bus Tello 150 (21): 2

    2121

    57

    21   3089,110497,21036,4   P  P  x xC   

    h. Bus Barang Loe (23): 2

    232323   033,06397,9889,15   P  P C   

    i. Bus Tello Lama 150 (27):  227275727   0787,1100300,810641,1   P  P  x xC   

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    57/69

    57

     j. Bus Jeneponto (34): 2

    34

    5

    34

    54

    34   10842,410429,6106212,5   P  x P  x xC   

    k. Bus Bulukumba (35): 2

    35

    5

    35

    55

    35   103654,5102506,7109140,4   P  x P  x xC   

    Setelah medapatkan fungsi objektif dari masing-masing bus

    pembangkit maka selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan

    daya output tiap bus pembagkit, total biaya pembagkitan dan rugi-rugi

    daya aktif total sistem. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut :

    Jika diketahui fungsi objektif dari tiga buah pembangkit adalah :

    C1 = 200 + 7.0P1 + 0.008P12 $/jam

    C2 = 180 + 6.3P2 + 0.009P22 $/jam

    C3 = 140 + 6.8P3 + 0.007P32 $/jam

    Dimana P1, P2, dan P3  dalam MW, dan batas daya yang dibangkitkan

    adalah :

    10 MW ≤ 85 MW 

    10 MW ≤ 80 MW 

    10 MW ≤ 70 MW 

    Persamaan rugi-rugi daya nyata adalah :

    PL(pu) = 0.0218 P12(pu) + 0.0228P2

    2(pu) +0.0179 P3

    2(pu)

    Jika dasar tegangan per unit sebesar 100 MVA dan total beban system

    adalah 150 MW maka besarnya daya optimal yang dibangkitkan adalah

    sebagai berikut :

     MW  x P  P  P 

     P  L   100100

    0179.0100

    0228.0100

    0218.0

    2

    3

    2

    2

    2

    1  

    = 0.000218P12

    +0.000228P22

    +0.000179P32

     MW

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    58/69

    58

    Diasumsikan nilai λ (1)=8.0 sehingga nilai P1(1), P2

    (1), dan P3(1) adalah :

     MW  x

     P 

     MW  x

     P 

     MW  x

     P 

    1575.71)000179.00.8007.0(2

    8.60.8

    5292.78)000228.00.8009.0(2

    3.60.8

    3136.51)000218.00.8008.0(2

    0.70.8

    )1(

    3

    )1(

    2

    )1(

    1

     

    Rugi-rugi daya aktif adalah :

    PL(1)

    =0.000218(51.3136)

    2

     + 0.000228(78.5292)

    2

     + 0.000179(71.1575)

    2

     

    = 2.886

    Untuk PD = 150 MW, maka

     ΔP(1) = 150 +2.8864 – (51.3136 + 78.5292 + 71.1575) = -48.1139

    3

    1222

    )1(

    4924.152)000179.00.8007.0(2

    8.6000179.0007.0

    )000228.00.8009.0(2

    3.6000228.0009.0

    )000218.00.8008.0(2

    0.7000218.0008.0

    i

    i

     x

     x

     x

     x

     x

     x P 

     

    31552.04924.152

    1139.48)1(  

    Sehingga nilai λ yang baru adalah : 

    6845.731552.00.8)2(  

    Dan nilai P1, P2 dan P3 pada iterasi yang kedua adalah :

     MW  x

     P 

     MW  x

     P 

     MW  x

     P 

    8015.52)000179.06845.7007.0(2

    8.66845.7

    3821.64)000228.06845.7009.0(2

    3.66845.7

    3728.35000218.06845.7008.0(2

    0.76845.7

    )2(

    3

    )2(

    2

    )2(1

     

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    59/69

    59

    Rugi-rugi daya aktif adalah :

    PL(2) = 0.000218(35.3728)2 + 0.000228(64.3821)2 + 0.000179(52.8015)2 

    = 1.717

    Untuk PD = 150 MW, maka :

     ΔP(2) = 150 + 1.7169 – (35.3728 + 64.3821 + 52.8015) = - 0.8395

    3

    1222

    )2(

    588.154)000179.06845.7007.0(2

    8.6000179.0007.0

    )000228.0684.7009.0(2

    3.6000228.0009.0

    )000218.0684.7008.0(2

    0.7000218.0008.0

    i

    i

     x

     x

     x

     x

     x

     x P   

    005431.0588.154

    8395.0)2(  

    Sehingga nilai λ yang baru adalah : 

    679.7005431.06845.7)3(  

    Dan nilai P1, P2, dan P3 pada iterasi yang ketiga adalah :

     MW  x

     P 

     MW  x

     P 

     MW  x

     P 

    4834.52)000179.0679.7007.0(2

    8.6679.7

    1369.64)000228.0679.7009.0(2

    3.6679.7

    0965.35000218.0679.7008.0(2

    0.7679.7

    )3(

    3

    )3(

    2

    )3(

    1

     

    Rugi-rugi daya aktif adalah :

    PL(3)=0.000218(35.0965)2 + 0.000228(64.1369)2 + 0.000179(52.4834)

    2 =

    1.699

    Untuk PD = 150 MW, maka :

     ΔP(3) = 150 + 1.6995 – (35.0965 + 64.1369 + 52.4834) = - 0.01742

    3

    1222

    )3(

    624.154)000179.0679.7007.0(2

    8.6000179.0007.0

    )000228.0679.7009.0(2

    3.6000228.0009.0

    )000218.0679.7008.0(2

    0.7000218.0008.0

    i

    i

     x

     x

     x

     x

     x

     x P   

    0001127.0624.154

    01742.0)3(  

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    60/69

    60

    Sehingga nilai λ yang baru adalah : 

    6789.70001127.0679.7)4(  

    Nilai Δλ yang lebih kecil dari nilai yang telah ditentukan diperoleh pada

    iterasi yang ke 4 sehingga nilai pembangkitan optimal untuk λ = 7.6789

    adalah :

     MW  x

     P 

     MW  x

     P 

     MW  x

     P 

    4767.52)000179.0679.7007.0(2

    8.66789.7

    1317.64)000228.0679.7009.0(2

    3.66789.7

    0907.35000218.0679.7008.0(2

    0.76789.7

    )4(

    3

    )4(

    2

    )4(

    1

     

    Rugi-rugi daya aktif adalah :

    PL(4) = 0.000218(35.0907)2 + 0.000228(64.1317)2 + 0.000179(52.4767)

    = 1.699

    Dan biaya pembangkitan adalah :

    Ct = 200 + 7.0(35.0907) + 0.008(35.0907)2 + 180 + 6.3(64.1317) +

    0.009(64.1317)2 + 140 + 6.8(52.4767) + 0.007(52.4767)2 

    = 1592.65 $/jam

    Cara yang sama dipakai dalam perhitungan untuk sistem sulsel. Dengan

    menggunakan Program IPC (listing program pada lampiran 3), maka untuk

    sistem sulsel diperoleh nilai daya output sebagai berikut :

    1. Bus bakaru : 126 MW

    2. Bus Mamuju : 4 MW

    3. Bus Makale : 3.2 MW

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    61/69

    61

    4. Bus Palopo : 25.7 MW

    5. Bus Sengkang : 192.3 MW

    6. Bus Suppa : 62.5 MW

    7. Bus Tello 150 : 70.08 MW

    8. Bus Barangloe : 20 MW

    9. Bus Tello Lama 150 : 40.25 MW

    10. Bus Jeneponto : 10.8 MW

    11. Bus Bulukumba : 11.1 MW

    Perbandingan daya output setiap bus pembangkit sebelum dan

    sesudah optimasi dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini :

    Tabel 4. Daya yang dibangkitkan tiap bus pembangkit

    no bus  Nama Bus Daya yang dibangkitkan

    setiap bus pembangkit

    sebelum optimasi [MW] 

    Daya yang dibangkitkan

    setiap bus pembangkit

    setelah optimasi [MW] 

    1  Bakaru  102.15  126.00 

    2  Mamuju  1.00  4.00 

    8  Makale  1.50  3.20 

    9  Palopo  25.60  25.70 

    11  Sengkang  192.30  192.30 

    12  Suppa  61.80  62.50 21  Tello 150  92.18  70.08 

    23  Barangloe  18.90  20.00 

    27 

    Tello lama

    150 42.40  40.25 

    34  Jeneponto  15.70  10.80 

    35  Bulukumba  12.40  11.10 

    total Daya  565.926  565.926 

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    62/69

    62

    Secara grafis dapat dilihat pada diagram dibawah ini :

    Gambar 15. Daya optimal tiap bus pembangkit sistem sulsel dalammenaggung beban puncak.

    Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa terdapat tiga bus utama yang

    menyuplai daya terbesar pada sistem saat terjadinya beban puncak yaitu,

    bus Bakaru, bus Sengkang dan bus Tello 150, sedangkan bus yang lain

    menanggung beban yang terdistribusi secara merata dalam menyuplai

    daya ke sistem. Pada bus Bakaru sebagai slack bus, terlihat bahwa daya

    yang dibangkitkan sebelum optimasi dilakukan sebesar 102,146 MW,

    sedangkan setelah optimasi dilakukan daya yang dibangkitkan mengalami

    kenaikan menjadi 126 MW. Hal ini disebabkan karena pada bus tesebut

    memiliki biaya operasi yang murah karena berbahan bakar air, sehingga

    kapasitas dayanya dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan beban sistem

       1   0   2 .   1

       5

       1 .   0   0

       1 .   5   0   2

       5 .   6

       0

       1   9   2 .   3

       0

       6   1 .   8

       0   9   2 .   1

       8

       1   8 .   9

       0    4   2 .   4

       0

       1   5 .   7

       0

       1

       2 .   4

       0

       1   2   6 .   0

       0

       4 .

       0   0

       3 .   2   0   2

       5 .   7

       0

       1   9   2 .   3

       0

       6   2 .   5

       0

       7   0 .   0

       8

       2   0 .   0

       0   4   0 .   2

       5

       1

       0 .   8

       0

       1

       1 .   1

       0

    0.0010.0020.0030.00

    40.0050.0060.0070.0080.0090.00

    100.00110.00120.00130.00140.00150.00160.00170.00180.00190.00200.00

       D   a   y   a

       y   a   n   g    d   i    b   a   g    k   i   t    k   a   n    [   M   W    ]

    Bus Pembagkit

    Daya yang dibangkitkan tiap bus pembagkit sebelum dansesudah optimasi

    Daya bus pembagkit sebelum

    optimasidaya bus pembagkit setelah

    optimasi

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    63/69

    63

    dan juga berperan untuk menyuplai bus-bus lain yang mengalami

    kekurangan daya.

    Lain halnya pada bus yang menggunakan bahan bakar minyak,

    dari hasil optimasi dapat dilihat bahwa daya yang dibangkitkan setelah

    optimasi sedikit lebih kecil dibadingkan dengan daya sebelum

    dilakukannya proses optimasi. Hal ini dilakukan karena pembangkit termal

    rata-rata memiliki biaya operasi yang lebih mahal dibandingkan dengan

    pembangkit hydro.

    F. Hasil Perhitungan Rugi-rugi daya aktif total sistem dan biaya total

    Bus Pembangkit

    Dengan menggunakan program yang sama juga diperoleh rugi-rugi

    daya aktif total sistem adalah 27.7335 MW, sedangkan biaya total

    pembangkitan untuk sistem sulsel sebesar 195.877.459,39 Rp/jam. Jika

    beban total sistem sebesar 550,39 MW, maka dapat diketahui bahwa

    harga energi listrik per kWH untuk sistem Sulsel adalah 355.888478

    rupiah.

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    64/69

    64

    G. Perbandingan Merit Order PLN dengan Metode IPC

    Data merit order yang dipakai oleh PLN wilayah Sultanbatara dalam

    menentukan harga energi listrik per kWH diketahui bahwa tarif dasar listrik

    reguler untuk keperluan rumah tangga dengan golongan tarif R-1/TR

    dengan pemakaian diatas 60kWH adalah 495 Rupiah/kWH dan untuk tarif

    Prabayar sebesar 415 rupiah/kWH (tarif dasar listrik selengkapnya dapat

    dilihat pada lampiran 7). Jika mengacu pada tarif prabayar tersebut maka

    dapat dilihat perbadingan biaya setiap bus beban pada sistem Sulsel

    antara metode merit order PLN dengan metode Optimasi IPC dapat dilihat

    pada tabel 5.

    Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa terdapat selisih biaya total pembangkitan

    antara metode Merit Order PLN dengan metode optimasi IPC sebesar

    32.534.390,61 Rp/jam jika metode IPC ini diaplikasikan, sehingga biaya

    total pembangkitan sistem dapat lebih dioptimalkan. Secara Visual tabel 5

    dapat dilihat pada gambar 16 . 

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    65/69

    65

    Tabel 5. Perbandingan biaya merit order dan IPC

    No. bus  Nama Bus Beban  Biaya [Rp/jam] 

    MW  KW  merit order PLN  Optimasi IPC 1  Bakaru  3.5  3500.00  1449000.00  1245609.67 

    2  Mamuju  6.4  6400.00  2649600.00  2277686.26 

    3  Majene  8.7  8700.00  3601800.00  3096229.76 

    4  Polmas  11.9  11900.00  4926600.00  4235072.89 

    5  Pinrang  17.1  17100.00  7079400.00  6085692.97 

    6  Parepare  12.2  12200.00  5050800.00  4341839.43 

    7  Sidrap  15.5  15500.00  6417000.00  5516271.41 

    8  Makale  8.9  8900.00  3684600.00  3167407.45 

    9  Palopo  26.2  26200.00  10846800.00  9324278.12 

    10  Soppeng  11  11000.00  4554000.00  3914773.26 

    11  Sengkang  15.8  15800.00  6541200.00  5623037.95 

    12  Suppa  51.8  51800.00  21445200.00  18435023.16 

    13  Barru  8  8000.00  3312000.00  2847107.82 

    14  Pangkep  13.2  13200.00  5464800.00  4697727.91 

    15  Pangkep 70  6.7  6700.00  2773800.00  2384452.80 

    16  Tonasa3  12.2  12200.00  5050800.00  4341839.43 

    17  Maros  5.8  5800.00  2401200.00  2064153.17 

    18  Bosowa  30.4  30400.00  12585600.00  10819009.73 

    19  Mandai  7.7  7700.00  3187800.00  2740341.28 20  Daya  19.3  19300.00  7990200.00  6868647.62 

    21  Tello  17  17000.00  7038000.00  6050104.13 

    22  Tello70  0  0.00  0.00  0.00 

    23  Barangloe  4.7  4700.00  1945800.00  1672675.85 

    24  Tello(B)  7.5  7500.00  3105000.00  2669163.58 

    25  Tello(A)  0  0.00  0.00  0.00 

    26  Barawaja  39.9  39900.00  16518600.00  14199950.27 

    27  Tello Lama  11.5  11500.00  4761000.00  4092717.50 

    28  Tello Lama70  0  0.00  0.00  0.00 

    29  Bontoala  39.6  39600.00  16394400.00  14093183.73 

    30  Panakukang  43.89  43890.00  18170460.00  15619945.30 

    31  Tanjung Bunga  23  23000.00  9522000.00  8185434.99 

    32  Sungguminasa  20  20000.00  8280000.00  7117769.56 

    33  Tallasa  3.9  3900.00  1614600.00  1387965.06 

    34  Jeneponto  9.9  9900.00  4098600.00  3523295.93 

    35  Bulukumba  3.9  3900.00  1614600.00  1387965.06 

    36  Sinjai  14.3  14300.00  5920200.00  5089205.23 

    37  Bone  19  19000.00  7866000.00  6761881.08 

    Total  550.39  550390.00  227861460.00  195877459.39 

  • 8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan

    66/69

     

    Gambar 16. Diagram perbandingan Biaya tiap Bus antara metode MeritOrder dengan IPC

    0.00

    2500000.00

    5000000.00

    7500000.00

    10000000.00

    12500000.00

    15000000.00

    17500000.00

    20000000.00

    22500000.00

    25000000.00

       r   j   j   l

       s

       i   r

       r

       r