Page 1
STUDI KOMPARASI EFEKTIVITAS KEGUNAAN
CCTV TERHADAP KEDISIPLINAN PESERTA DIDIK
DALAM KBM DI MI MA’ARIF CEKOK, BABADAN
DAN MI MA’ARIF SINGOSAREN, JENANGAN,
PONOROGO
TAHUN 2019/2020
SKRIPSI
OLEH
ENDAH LUX VITASARI
NIM. 210616104
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH
IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
OKTOBER 2020
Page 2
ii
ABSTRAK
Vitasari, Endah Lux. 2020. Studi Komparasi Efektivitas
Kegunaan CCTV Terhadap Kedisiplinan Peserta
Didik dalam KBM di MI Ma’arif Cekok, Babadan dan
MI Ma’arif Singosaren, Jenangan, Ponorogo Tahun
2019/2020. Skripsi. Pembimbing, Dr. Moh. Miftachul
Choiri, M.A..
Kata Kunci: CCTV, Kedisiplinan peserta didik, KBM
Sekolah yang disiplin merupakan salah satu upaya
dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Sekolah yang disiplin
dapat diindikasikan ke dalam sekolah yang taat terhadap
aturan yang diberlakukan. Sikap pertama yang harus
dibangun dalam menaati setiap kebijakan yaitu dengan
menanamkan sikap disiplin kepada guru dan siswa. Sikap
disiplin guru yang terbentuk akan memberikan pengaruh
terhadap kedisiplinan peserta didik di sekolah karena guru
dianggap sebagai contoh dan teladan bagi mereka.
Kedisiplinan di sekolah dapat terbentuk dengan kesadaran
baik guru maupun siswa. Sehingga selain menetapkan
peraturan sebagai tata tertib sekolah pengawasan juga sangat
diperlukan dalam membentuk karakter disiplin tersebut.
Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan
kedisiplinan siswa di dua sekolah yang berbeda. Tujuan
penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbandingan
kedisiplinan peserta didik dalam KBM di dua sekolah yang
menggunakan CCTV dan yang tidak menggunakan CCTV.
Page 3
iii
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif
yang menggunakan metode komparasi dengan instrumen
berupa angket penelitian. Populasi pada penelitian ini
berjumlah 36 peserta didik dari kelas 4 di MI Ma’arif Cekok,
Babadan dan MI Ma’arif Singosaren, Jenangan, Ponorogo.
Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive
sampling, dengan 17 peserta didik dari kelas 4 sebagai
anggota sampel dari masing-masing sekolah.
Berdasarkan hasil pengujian data terbukti bahwa
sekolah yang menggunakan CCTV memiliki kedisiplinan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah yang tidak
menggunakan CCTV. Penggunaan CCTV dalam
meningkatkan kedisiplinan peserta didik memiliki tingkat
yang sangat efektif dengan skala indikator terpenuhi 15 ≤
x ≤ 20 pada skor angket yang digunakan. Keefektifan
penggunaan CCTV terbukti dari hasil uji independent sample
t-test dengan membandingkan kedisiplinan peserta didik
pada dua sekolah yaitu MI Ma’arif Cekok, Babadan dan MI
Ma’arif Singosaren, Jenangan, Ponorogo yang diperoleh
hasil Thitung= 6,172 dengan Ttabel= 2,042. Berdasarkan hasil
pengujian tersebut dapat diketahui bahwa hasil THitung > TTabel,
sehingga H1 diterima dan Ho ditolak. Dari hasil penghitungan
tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan rata-rata yang signifikan antara tingkat
kedisiplinan siswa dalam KBM di MI Ma’arif Cekok,
Babadan dan MI Ma’arif Singosaren, Jenangan, Ponorogo.
Page 8
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional merumuskan tujuan pendidikan
yang ingin dicapai yaitu mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.1 Berdasarkan
undang-undang tersebut, pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan dan karakter peserta didik
dalam mencapai tujuan nasional.
Menurut Wina Sanjaya pembelajaran merupakan
bagian dari proses pendidikan yang dilaksanakan untuk
membantu pencapaian tujuan pendidikan. Pembelajaran
merupakan suatu proses interaksi antara peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada lingkungan
belajar tertentu. 2 Pembelajaran perlu memperhatikan
hubungan edukatif antara guru dan siswa, metode
pembelajaran, sarana dan prasarana serta lingkungan
atau suasana yang memadai agar proses pembelajaran
dapat berjalan dengan baik.
1 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), 15-17.
Page 9
2
Keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat
ditentukan oleh kemampuan guru. Hal ini disebabkan
guru merupakan orang yang berhadapan langsung
dengan siswa. Dalam proses pembelajaran, guru
berperan sebagai perencana sekaligus pelaksana
pembelajaran. Seorang guru harus mampu menunjukkan
kinerja atas dasar moral dan profesional yang dapat
dipertanggungjawabkan. Penilaian kerja guru tidak
boleh hanya formalitas belaka, tetapi yang dapat
mendorong peningkatan kinerja secara berkelanjutan.
Apalagi bagi guru yang memiliki kinerja dibawah
standar, ia harus memperoleh tindak lanjut dari pimpinan.
Rendahnya kinerja guru dapat menurunkan mutu
pendidikan dan menghambat tercapainya visi di suatu
sekolah. Oleh karena itu, kinerja guru harus dikelola
dengan baik dan dijaga agar tidak mengalami penurunan.
Upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerja
guru di sekolah harus tetap dilakukan meskipun tidak ada
kesenjangan. Sebab, perubahan lingkungan eksternal
suatu lembaga yang sangat cepat mendorong pada
meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi pada suatu
lembaga terutama lembaga pendidikan.
Kepala sekolah menduduki posisi penting yang
strategis dalam pencapaian keberhasilan suatu sekolah
dan berperan sebagai pemimpin pendidikan,
administrator, dan supervisor. Kepala sekolah sebagai
pemimpin mempunyai tugas dalam memimpin staf, guru
atau pegawai sekolah untuk membina kerjasama yang
harmonis antara anggota staf. Dengan kerjasama yang
Page 10
3
harmonis, semangat, dan motivasi kerja sebagai staf
dapat berkembang sehingga dapat meningkatkan suasana
yang kondusif. 3
Di lembaga pendidikan salah satunya sekolah,
seorang pemimpin dapat memotivasi guru dan siswanya
agar tercapai tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah
dengan menaati setiap peraturan yang berlaku di
sekolah. Sekolah yang disiplin dapat diindikasikan
kedalam sekolah yang taat terhadap aturan yang
diberlakukan. Sikap pertama yang harus dibangun dalam
menaati setiap kebijakan yaitu dengan menanamkan
sikap disiplin baik kepada guru ataupun siswa dan
seluruh anggota sekolah. Sikap disiplin guru yang
terbentuk juga akan berpengaruh kepada kedisiplinan
peserta didik di sekolah karena guru dianggap sebagai
contoh dan teladan. Kedisiplinan guru yang baik akan
menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bagi siswa
untuk bersikap disiplin dan taat terhadap setiap peraturan
yang ada. Sikap disiplin antara guru dan siswa di sekolah
dapat terbangun dengan adanya pengawasan dan kontrol
serta tindak lanjut dari kepala sekolah.
Pelaksanaan fungsi pengawasan dan kontrol oleh
kepala sekolah salah satunya dapat dilakukan dengan
pemanfaatan sarana sekolah berupa CCTV. Menurut
penelitian yang telah dilakukan oleh Aji Purnomo
dengan judul “EfektivitasPengawasan Closed Circuit
Television (CCTV) dalam Meningkatkan Perilaku
3 Daryanto dan Muhammad Farid, Konsep Dasar Manajemen
Pendidikan di Sekolah, (Yogyakarta: Gava Media, 2013), 196.
Page 11
4
Kedisiplinan peserta didik Pada Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Kelas XII di SMK N 3
Wonosari” pada tahun 2018, CCTV terbukti efektif
dalam meningkatkan kedisiplinan peserta didik.4 Hasil
dari penelitian tersebut membuktikan bahwa siswa
menjadi mudah untuk dikondisikan pada saat KBM dan
guru merasa harus mengoptimalkan kinerjanya dalam
proses pembelajaran.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti pada tanggal 29 Februari 2020 di MI Ma’arif
Cekok, Babadan, Ponorogo ditemukan suatu
permasalahan mengenai kurangnya kedisiplinan peserta
didik dalam KBM. Permasalahan tersebut muncul saat
jam pembelajaran ada beberapa siswa yang sedang jajan
di kantin. Bapak Hadi Asfahan, S.Pd, I, selaku kepala
sekolah kemudian memberikan teguran terhadap peserta
didik yang melanggar peraturan tersebut. Beliau
menuturkan bahwa sangat penting untuk menjaga
ketertiban dan kedisiplinan di sekolah. Sudah sejak lama
kedisiplinan menjadi masalah pada tingkat sekolah dasar.
Sehingga untuk menangani masalah tersebut, Bp.Hadi
Asfahan, S. Pd, I selaku kepala sekolah berinisiatif untuk
melakukan pemasangan CCTV. Pemasangan CCTV
dilakukan di setiap ruang kelas, dan di setiap sudut-sudut
belajar baik di dalam maupun di luar kelas dan dapat
terkontrol secara langsung dari ruang guru.
Pada tanggal 3 Maret 2020 peneliti mendatangi
sekolah lain, yaitu MI Ma’arif Singosaren, Jenangan,
4
Page 12
5
Ponorogo untuk mengetahui permasalahan yang terjadi
di sekolah. Bapak Ahmad Slamet, S.Ag selaku kepala
sekolah, beliau menyampaikan bahwa kedisiplinan
menjadi masalah yang banyak terjadi di beberapa
sekolah pada tingkat sekolah dasar. Kurangnya
kedisiplinan pada peserta didik saat kegiatan
pembelajaran di MI Ma’arif Singosaren, Jenangan,
Ponorogo dapat dilihat dari beberapa indikator. Beberapa
diantaranya yaitu, ada beberapa siswa yang bermain di
lapangan saat seharusnya KBM berlangsung, ada siswa
yang pergi ke kantin, bermain di mushola, berlarian di
luar kelas, dan siswa ramai di kelas pada saat diberikan
tugas.
Selain dari permasalahan yang sama, di MI
Ma’arif Singosaren, Jenangan, Ponorogo belum
menemukan solusi yang dapat dijadikan saran dalam
meningkatkan kedisiplinan di sekolah. Dari
permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk
membandingkan tingkat kedisiplinan di MI Ma’arif
Cekok, Babadan dan MI Ma’arif Singosaren, Jenangan,
Ponorogo. Dilihat dari pembiayaan sekolah, peraturan
dan tata tertib, keduanya sama serta jumlah peserta didik
mencukupi apabila dijadikan sampel dalam penelitian.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Studi Komparasi EfektivitasKegunaan CCTV terhadap
Kedisiplinan Peserta Didik dalam KBM di MI Ma’arif
Cekok, Babadan dan MI Ma’arif Singosaren, Jenangan,
Ponorogo Tahun 2019/2020”.
Page 13
6
B. Batasan Masalah
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan
peneliti menemukan beberapa faktor yang dapat menjadi
penyebab kurangnya kedisiplinan peserta didik dalam
KBM. Faktor tersebut diantaranya, kurangnya
kesadaran diri untuk berdisiplin, kebijakan pemimpin
atau kepala sekolah terkait dengan tata tertib sekolah,
tidak adanya tindak lanjut bagi siswa yang melanggar
tata tertib sekolah, dan kurangnya sarpras di sekolah
yang berhubungan dengan fungsi kontrol dan
pengawasan.
Sehubungan dengan permasalahan yang mungkin
timbul dan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh
peneliti sehingga penelitian ini hanya memungkinkan
untuk dilakukan di dua sekolah saja yaitu di MI Ma’arif
Cekok, Babadan dan MI Ma’arif Singosaren, Jenangan,
Ponorogo. Berdasarkan dua tempat penelitian tersebut,
peneliti akan membandingkan efektivitaskegunaan
CCTV di MI Ma’arif Cekok Babadan dengan yang belum
menggunakan CCTV di MI Ma’arif Singosaren,
Jenangan terhadap kedisiplinan peserta didik dalam
KBM.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat efektivitas kedisiplinan peserta
didik dalam KBM di MI Ma’arif Cekok, Babadan
Page 14
7
yang menggunakan CCTV dan MI Ma’arif
Singosaren, Jenangan, Ponorogo yang tidak
menggunakan CCTV?
2. Apakah dengan adanya CCTV terbukti efektif dalam
meningkatkan kedisiplinan peserta didik dalam
KBM di MI Ma’arif Cekok, Babadan jika
dibandingkan dengan MI Ma’arif Singosaren,
Jenangan, Ponorogo yang tidak menggunakan CCTV?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini, sesuai dengan
apa yang menjadi permasalahan yang dikaji yaitu:
1. Untuk mengetahui tingkat kedisiplinan peserta didik
dalam KBM di MI Ma’arif Cekok, Babadan yang
menggunakan CCTV dan MI Ma’arif Singosaren,
Jenangan, Ponorogo yang tidak menggunakan
CCTV
2. Untuk mengetahui efektivitaskegunaan CCTV
dalam meningkatkan kedisiplinan peserta didik
dalam KBM di MI Ma’arif Cekok, Babadan jika
dibandingkan dengan MI Ma’arif Singosaren,
Jenangan, Ponorogo yang tidak menggunakan
CCTV
Page 15
8
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi dunia pendidikan baik yang
bersifat praktis maupun yang bersifat teoritis sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan, dapat menambah pengetahuan
dan wawasan untuk meningkatkan kualitas sekolah
salah satunya dengan memanfaatkan sarana dan
prasarana sebagai fungsi kontrol dan pengawasan
terhadap segala kegiatan yang ada di sekolah baik di
dalam kelas maupun di luar kelas sehingga dapat
meningkatkan kedisiplinan peserta didik di sekolah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan untuk
menentukan kebijakan dalam meningkatkan
kedisiplinan bagi peserta didik di sekolah
b. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan
kedisiplinan selama mengikuti KBM di sekolah
c. Bagi guru, diharapkan dapat meningkatkan
kedisiplinan dalam melaksanakan pembelajaran
dan tugas sebagai pendidik yang dapat
mencerminkan karakter kepada siswanya
d. Bagi penelitii, diharapkan dengan adanya
penelitian ini dapat memberikan semangat baru
dalam menyelesaikan studinya serta dapat
menambah pengetahuan di dunia pendidikan.
Page 16
9
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan digunakan untuk
mempermudah pemahaman para pembaca dalam
menelaan isi kandungan yang ada di dalamnya. Adapun
sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut:
Bab Pertama, adalah pendahuluan yang berisi
latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika pembahasan.
Bab Kedua, berisi telaah hasil penelitian
terdahulu, landasan teori efektifitas, kegunaan CCTV,
kedisiplinan peserta didik, dan kegiatan belajar mengajar
serta kerangka berpikir dan pengajuan hipotesis.
Bab Ketiga, Berisi tentang metode penelitian
yang meliputi rancangan penelitian, populai, sampel,
instrumen pengumpulan data, teknik pengumpulan data,
teknik analisis data.
Bab Keempat, berisi temuan dan hasil penelitian
yang meliputi gambaran umum lokasi penelitian,
deskripsi data, analisis data (pengujian hipotesis) serta
interpretasi dan pembahasan.
Bab Kelima, merupakan penutup dari laporan
penelitian yang berisi kesimpulan dan saran.
Page 17
10
BAB II
TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU,
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang CCTV pernah dilakukan oleh
Aji Purnomo dengan judul “EfektivitasPengawasan
Closed Circuit Television (CCTV) dalam Meningkatkan
Perilaku Kedisiplinan Peserta Didik pada Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Kelas XII di SMK N 3
Wonosari” pada tahun 2018. Hasil analisis data dari
penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan
bahwa pengawasan CCTV dalam meningkatkan
kedisiplinan peserta didik pada pembelajaran PAI dirasa
cukup efektif.
Di antara indikator-indikator keefektifan CCTV
yang ditemukan dalam penelitian tersebut antara lain
berdampak pada; (1) Guru lebih mudah mengkondisikan
siswa setelah adanya pengawasan CCTV (2) Guru
merasa harus mengoptimalkan kinerja saat mengajar di
kelas karena adanya pantauan kepala sekolah melalui
CCTV (3) Mayoritas responden siswa merasa lebih
terawasi oleh kepala sekolah melalui CCTV (4)
Mayoritas responden siswa mengaku takut ketika hendak
melakukan tindakan menyimpang di dalam
pembelajaram PAI khususnya.
Page 18
Penelitian yang dilakukan oleh Isma Afifah, dkk
yang berjudul “Pemanfaatan Media Closed Circuit
Television (CCTV) di SD Negeri 16 Banda Aceh” pada
tahun 2018.Berdasarkan penelitian yang dilakukan
terbukti bahwa pemasangan CCTV di sekolah dilakukan
untuk pemantauan segala aktifitas guru dan siswa
didalam maupun diluar ruangan serta memberikan
manfaat untuk mencegah perkelahian siswa di dalam
kelas dan mencegah terjadinya penindasan (bullying)
terhadap siswa di sekolah. Pemantauan dalam
penggunaan CCTV dalam proses belajar terdiri dari
pemantauan kegiatan didalam maupun diluar ruangan
baik aktifitas siswa saat istirahat, aktifitas pulang
sekolah, dan pemantauan kedisiplinan peserta didik.
Penggunaan CCTV memberikan peningkatan yang baik
khususnya pada kedisiplinan peserta didik, siswa
menjadi termotivasi untuk tidak melanggar peraturan
sekolah. Penggunaan CCTV dalam peningkatan kinerja
guru dan staff pada kedisiplinan guru yaitu agar tidak
terlambat masuk kelas untuk menghindari keributan
yang terjadi di dalam kelas, dan bermanfaat juga untuk
keamanan siswa maupun sekolah.
Penelitian tentang CCTV pernah dilakukan oleh
Ely Ermawati dengan judul “Pengaruh CCTV Terhadap
Kedisiplinan Guru di SMP Negeri 26 Surabaya” pada
tahun 2015. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil
analisis data pada penelitian ini yaitu kedisiplinan guru
di SMP Negeri 26 Surabaya selama proses belajar
mengajar sebelum menggunakan CCTV banyak
Page 19
mengalami pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan
oleh guru selama proses belajar mengajar. Contohnya,
sering meninggalkan kelas dan selesai pelajaran sebelum
waktunya, tetapi setelah adanya penggunaan CCTV
disetiap kelas kedisiplinan guru masuk dalam kategori
cukup baik. Hal ini ditunjukkan dari data yang diperoleh
dari hasil penyebaran angket juga menunjukkan bahwa
kedisiplinan guru di SMP Negeri 26 Surabaya mencapai
65,6% yang kemudian diinterpretasikan dalam tabel nilai
standar prosentase dan diketahui bahwa hasilnya 65,6%
ini berada diantara (56%-75%).
Dari beberapa penelitian terdahulu yang telah
dilakukan, ada beberapa persamaan dengan penelitian ini
yaitu keduanya menggunakan kedisiplinan sebagai objek
penelitian. Perbedaannya terletak pada metode penelitian
yang digunakan dan tingkat sekolah yang diteliti. Pada
penelitian tersebut penelitian dilakukan pada tingkat
SMP dan SMA, sedangkan pada penelitian ini dilakukan
pada tingkat SD. Berdasarkan hasil dari penelitian
terdahulu, CCTV terbukti efektif dalam meningkatkan
kedisiplinan peserta didik pada tingkat SMP dan SMA.
Sehingga, sangat memungkinkan apabila dengan adanya
penggunaan CCTV dapat meningkatkan kedisiplinan
peserta didik pada tingkat sekolah dasar. Untuk
membuktikan bahwa CCTV efektif dalam meningkatkan
kedisiplinan peserta didik maka penelitian ini sangat
penting untuk dilakukan.
Page 20
B. Landasan Teori
1. Pengertian Efektifitas
Efektif adalah suatu pencapaian tujuan secara
tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari
serangkaian alternatif atau pilihan cara dan
menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya.
Efektivitas merupakan sebuah hasil yang terbentuk
dari akumulasi berbagai faktor.
Beberapa ahli mendefinisikan efektivitas
sebagai berikut:5
a. Menurut Sondang P. Siagian dan Abdurahmat,
Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya,
sarana dan prasarana yang telah ditetapkan
sebelumnya untuk menghasilkan suatu
pekerjaan sesuai dengan tujuan perencanaan.
b. Menurut Hidayat, Efektivitas adalah suatu
ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai.
Dimana semakin besar presentase target yang
dicapai, maka semakin tinggi efektifitasnya.
c. Menurut Schemerhon John R. Jr, Efektivitas
adalah pencapaian target output yang diukur
dengan cara membandingkan output anggaran
atau seharusnya (OA) dengan output realisasi
5 Hari Sucahyowati, Pengantar Manajemen, (Malang: Wilis,
2017), 11-12.
Page 21
atau sesungguhnya (OS), jika (OA) > (OS)
disebut efektif.
d. Menurut Prasetyo Budi Laksono, Efektivitas
adalah seberapa besar tingkat kelekatan output
yang dicapai dengan output yang diharapkan
dari sejumlah input.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa, efektif merupakan pencapaian
tujuan secara tepat dari beberapa alternatif lainnya.
Efektivitas merupakan suatu pencapaian yang
diperoleh dari pemanfaatan berbagai sumber daya
yang didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai serta
perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Kegunaan Closed Circuit Television
a. Pengertian Closed Circuit Television
Closed Circuit Television (CCTV)
berfungsi sebagai kamera pengawas dari jarak
jauh. Kamera pengawas ini menggunakan sirkuit
tertutup yang artinya CCTV terbuka hanya pada
jaringan dan IP tertentu. Kamera CCTV dapat
dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu kamera
Fixed Dome, IP camera, wirelesscamera, dan
PTZ (Pan/ Tilt/ Zoom). 6 Sistem kerja kamera
CCTV yaitu dengan mentransmisikan data berupa
gambar atau video dan suara ke sebuah monitor
6 Sekaring Tyas Widyardini, Pemrograman Matlab Untuk
Pengilahan Citra Digital (Studi Kasus Sistem Pemantauan Ruangan
Pengganti CCTV), (Malang: UB Press, 2015), 2.
Page 22
atau video recorder.7 Rekaman yang dihasilkan
oleh CCTV umumnya menggunakan aplikasi
kompresi gambar H264 dimana file ini
membutuhkan space yang besar. Sistem CCTV
mempunyai beberapa komponen, yaitu kamera,
kabel jaringan (LAN), harddisk, DVR card, dan
monitor. Pemantauan dengan kamera CCTV
membutuhkan beberapa peralatan sebagai
berikut:8
1) Kabel konverter yang berfungsi untuk
menghubungkan kamera CCTV dengan
laptop atau monitor.
2) DVR (Digital Video Recorder), yaitu sebuah
media penyimpanan hasil rekaman video
yang telah terpantau oleh kamera CCTV.
Kapasitas hasil rekaman tergantung pada
harddisk yang terpasang. Hasil video dari
rekaman CCTV dapat memiliki format QCIF,
MPEG-4, dan avi. Biasanya input DVR
terdiri dari 4, 8.16, dan 32 kanal kamera.
3) Monitor yang berfungsi untuk menampilkan
hasil keseluruhan gambar dari kamera sesuai
dengan input DVR.
Sebagai salah satu alat kontrol dan
pengawasan di dalam lembaga pendidikan,
7 Budi Cahyadi, Home Security Membuat Webcam sebagai CCTV melalui Smartphone (Yogyakarta: ANDI OFFSET, 2014), 1.
8 Widyardini, Pemograman Matlab Untuk Pengilahan Citra
Digital, 3-4.
Page 23
kelebihan dari penggunaan CCTV ini diantaranya
komunikasi dapat dilakukan secara dua arah
(hubungan antara studio dan kelas dilakukan
secara intercom), kebutuhan siswa dapat lebih
diperhatikan dan terkontrol. 9
b. Kegunaan CCTV dalam KBM
Menurut PP No. 19 Tahun 2005,
pengawasan dalam proses pembelajaran
mencakup beberapa kegiatan diantaranya, yaitu
pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporam, dan
tindak lanjut.10 Adanya komponen CCTV dalam
pembelajaran dalam fungsi kontrol dan
pengawasan kepala sekolah untuk membentuk
kedisiplinan guru dan siswa, kegunaan dari
CCTV antara lain sebagai berikut:11
1) Pemantauan, kegiatan mengamati yang
dilakukan oleh kepala sekolah kepada guru
dalam melaksanakan proses pembelajaran,
yang mencakup:
a) Pemantauan pelaksanaan pembelajaran
b) Pemantauan terhadap pemanfaatan
sumber-sumber belajar
9 Rudi Susilana dan Cepi Riyana, Media Pembelajaran (Hakikat,
Pegembangan, Pemanfaatan, Penilaian), (Bandung: Wacana Prima,
2009), 22. 10 PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Tahapan Kegiatan
Pengawasan Proses Pembelajaran. 11 Heni Lestiawati, Pengaruh CCTV terhadap Aktivitas Peserta
Didik Dalam Mengikuti Pembelajaran PKN di SMA YP UNILA Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013, (Tesis, UNILA, Lampung, 2013),
16.
Page 24
c) Pemantauan terhadap pemanfaatan
media pembelajaran
d) Pemantauan pelaksanaan ujian
2) Supervisi, sebagai upaya pembinaan kepada
guru oleh kepala sekolah dalam pelaksanaan
proses pembelajaran dan peningkatan
kinerja guru.
a) Melaksanakan pembinaan terhadap guru
dalam meningkatkan profesionalisme
guru dan proses pembelajaran
b) Memberikan pengarahan kepada guru
dalam melaksanakan pembelajaran agar
lebih efektif
c) Memberikan bimbingan yang
berkelanjutan baik secara organisasi
ataupun individu
3) Evaluasi, pemberian nilai dengan melakukan
analisis antara kesenjangan yang ada dengan
standar pelaksanaan kerja guru.
a) Evaluasi terhadap kegiatan pemanfaatan
sumber-sumber dalam pembelajaran
b) Evaluasi terhadap pelaksanaan
kurikulum dengan pelaksanaan
pembelajaran
c) Evaluasi terhadap hasil belajar
d) Pelaporan hasil perkembangan dan hasil
pengawasan kepala sekolah pada saat
rapat guru atau dewan komite.
Page 25
3. Kedisiplinan Peserta Didik
a. Pengertian Kedisiplinan
Disiplin adalah tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan. Disiplin
mengarah kepada instruksi sistematis yang
diberikan kepada murid (disciple).
Mendisiplinkan berarti menginstruksikan orang
untuk mengikuti tatanan tertentu melalui aturan-
aturan tertentu.12Menurut Elizabeth B. Hurlock
dalam Wisnu Aditya Kurniawan, disiplin berasal
dari kata disciple, yaitu seorang yang belajar dari
atau secara sukarela mengikuti seorang
pemimpin. Hurlock mengemukakan bahwa orang
biasanya memahami konsep disiplin yang
bertentangan dengan memakai istilah “negatif”
dan “positif”. Disiplin dengan istilah negatif
diartikan sebagai suatu hukuman. Namun
hukuman tidak selalu melemahkan
kecenderungan individu untuk melakukan
tindakan yang dapat diterima masyarakat dan
juga tidak menjamin bahwa perilaku yang
dihentikan dengan sebuah hukuman akan
menghasilkan perilaku yang lebih baik dari
sebelumnya.13
12 Mohamad Mustari, Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2014), 35. 13 Wisnu Aditya Kurniawan, Budaya Tertib di Sekolah
(Penguatan Pendidikan Karakter Siswa), (Sukabumi: Jejak, 2018), 39.
Page 26
Disiplin adalah pelatihan, khususnya
pelatihan pikiran dan sikap untuk mengendalikan
diri dan kebiasaan untuk mentaati peraturan yang
berlaku.14Pengertian disiplin menurut beberapa
ahli dalam Barnawi dan Mohammad Arifin
diantaranya sebagai berikut:15
1) Menurut Sinambela, disiplin adalah
kepatuhan kepada aturan, disiplin
merupakan sebuah proses yang digunakan
untuk menghadapi permasalahan kinerja.
Proses ini melibatkan manajer dalam
mengidentifikasi dan mengkomunikasikan
masalah-masalah yang terjadi di dalam
lembaga tersebut.
2) Menurut Aritonang, disiplin pada hakikatnya
adalah kemampuan untuk mengendalikan
diri dalam bentuk tidak melakukan suatu
tindakan yang tidak sesuai atau bertentangan
dengan sesuatu yang telah ditetapkan, juga
melakukan sesuatu yang mendukung dan
melindungi sesuatu yang telah ditetapkan.
3) Menurut Sulistyarini, disiplin pada dasarnya
merupakan tindakan manajemen untuk
mendorong agar para anggota organisasi
dapat memenuhi berbagai ketentuan dan
14 Topic Offirstson, Mutu Pendidikan Madrasah Tsanawiyah,
(Yogyakarta: Deepublish, 2014), 63. 15 Barnawi dan Mohammad Arifin, Instrumen Pembinaan
Peningkatan dan Penilaian Kinerja Guru Profesional, (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2012), 110-111.
Page 27
peraturan yang berlaku dalam suatu
organisasi, yang didalamnya mencakup
adanya tata tertib atau ketentuan-ketentuan,
adanya kepatuhan para pengikut, dan adanya
sanksi bagi pelanggar.
4) Menurut Muhlisin, disiplin diartikan sebagai
suatu keadaan tertib, ketika orang-orang
yang tergabung dalam suatu organisasi
tunduk pada peraturan-peraturan yang telah
ada dengan rasa senang.
Dari beberapa pengertian tersebut,dapat
disimpulkan bahwa disiplin merupakan sikap taat
dan tertib terhadap suatu aturan yang telah
ditetapkan serta dapat melaksanakan peraturan
tersebut dengan rasa senang. Disiplin mencakup
ketetapan-ketetapan yang yang harus dipatuhi
dan bagi siapa yang melanggar dapat dikenakan
sangsi.
b. Fungsi Kedisiplinan
Di sekolah, disiplin banyak digunakan
untuk mengontrol tingkah laku siswa yang
dikehendaki agar tugas-tugas sekolah dapat
berjalan dengan optimal dan diperoleh hasil
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Keuntungan sikap disiplin adalah siswa dapat
belajar dengan pembiasaan yang baik, positif,
Page 28
dan bermanfaat bagi dirinya baik di lingkungan
maupun bagi masa depannya.16
Menurut Hurlock dalam Wisnu Aditya
Kurniawan tujuan seluruh disiplin adalah
membentuk perilaku agar sesuai dengan peran-
peran ang telah ditetapkan oleh suatu kelompok
atau organisasi, tempat individu itu
diidentifikasikan.17
Disiplin dalam lingkungan sekolah
memiliki tujuan yang berpengaruh langsung
terhadap mutu pendidikan. Menurut Depdikbud
dalam Barnawi dan Mohammad Arifin
menyatakan tujuan disiplin dibagi menjadi 2
bagian, sebagai berikut:18
1) Tujuan umum adalah agar terlaksananya
kurikulum secara baik yang menunjang
peningkatan mutu pendidikan.
2) Tujun khusus, yaitu agar kepala sekolah
dapat menciptakan suasana kerja yang
menggairahkan bagi semua warga sekolah,
agar guru dapat melaksanakan proses belajar
mengajar seoptimal mungkin dengan semua
sumber yang ada di sekolah dan di luar
16 Aji Purnomo, EfektivitasPengawasan Closed Circuit
Television (CCTV) Dalam Meningkatkan Perilaku Kedisiplinan peserta
didik Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas XII Di SMKN
3 Wonosari Jurnal Al Ghazali Vol. 1, No. 2 Tahun 2018, 134. 17 Wisnu Aditya Kurniawan, Budaya Tertib di Sekolah
(Penguatan Pendidikan Karakter Siswa), 42. 18 Barnawi, Instrumen Pembinaan Peningkatan dan Penilaian
Kinerja Guru Profesional, 112.
Page 29
sekolah, dan agar tercipta kerjasama yang
erat antara sekolah dengan orangtua dan
sekolah dengan masyarakat untuk
mengemban tugas pendidikan.
Sikap disiplin sangat penting untuk
dikembangkan dalam sebuah lembaga atau
organisasi, tidak hanya bermanfaat bagi sekolah,
tetapi juga bagi guru dan siswa dalam satu
sekolah. Henry Simamora dalam Barnawi dan
Mohammad Arifin, mengemukakan bahwa
kegunaan disiplin dalam organisasi dapat
diperlihatkan dalam empat perspektif, yaitu
retribusi, korektif, hak-hak individual, dan
utilitarian. Perspektif retribusi memberikan
penjelasan tentang disiplin kerja yang berguna
untuk menghukum para pelanggar aturan sekolah.
Pendisiplinan dilakukan secara proporsional dan
sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan
sebelumnya. Menurut perspektif korektif,
disiplin kerja berguna untuk mengoreksi tindakan
guru atau siswa yang tidak tepat. Sanksi yang
diberikan bukan sebagai hukuman tetapi untuk
membenahi perilaku yang salah. Biasanya, guru
atau siswa yang melanggar aturan akan dipantau
apakah ia menunjukkan sikap untuk mengubah
perilaku agar menjadi lebih baik atau tidak.
Menurut perspektif hak-hak individu, disiplin
kerja berguna untuk memastikan bahwa manfaat
penegakan disiplin melebihi konsekuensi-
Page 30
konsekuensi negatif yang harus ditanggung oleh
sekolah. 19
c. Macam-Macam Disiplin
Apabila dilihat dari dari sifatnya, menurut
Oteng Sutisno disiplin kerja dapat dibagi menjadi
2, yaitu disiplin positif dan disiplin negatif. 20
1) Disiplin positif
Disiplin positif, yaitu suatu sikap yang
berasal dari kesadaran diri sendiri untuk
mematuhi aturan-aturan atau kebijakan yang
telah ditetapkan suatu lembaga atau
organisasi sesuai dengan kemauan diri
sendiri. Mereka berbuat demikian karena
benar-benar menghendaki, meyakini, dan
menerima serta mendukung tata tertib yang
telah dibuat. Suatu lembaga yang telah
menerapkan disiplin positif ini, menerapkan
hukuman bagi si pelanggar. Namun,
hukuman tidak bersifat untuk melukai atau
mendiskriminasi melainkan untuk
memperbaiki dan membenarkan agar
menjadi lebih baik lagi. Disiplin positif ini
memberikan pandangan bahwa kebebasan
mengandung konsekuensi, yaitu kebebasan
harus sejalan dengan tanggung jawab yang
dilakukan.
19 Ibid., 116. 20 Ibid., 113.
Page 31
2) Disiplin negatif
Disiplin negatif, yaitu suatu keadaan
disiplin yang menggunakan hukuman
sebagai ancaman untuk membuat orang-
orang mengikuti perintah dan mematuhi
aturan yang dibuat. Disiplin negatif
cenderung bertumpu pada konsepsi lama,
yaitu sumber disiplin adalah otoritas
pimpinan. Berdasarkan pengertian tersebut
hukuman merupakan ancaman bagi siswa
dan guru saat di sekolah.
Dilihat dari sisi pegendalinya, Avin
Fadila Helmi dalam Lijan Poltak Sinambela
mengemukakan dua macam disiplin kerja, yaitu
disiplin diri (self dicipline) dan disiplin
kelompok.21
1) Disiplin diri
Disiplin diri adalah disiplin yang
dikendalikan oleh diri sendiri. Hal ini
merupakan aktualisasi dari tanggung jawab
pribadi, yang berarti mengakui, menerima,
dan mendukung nilai-nilai yang ada di luar
dirinya.
2) Disiplin Kelompok
Disiplin kelompok akan tumbuh
ketika disiplin diri telah tumbuh dalam diri
21 Ibid., 114.
Page 32
karyawan. Artinya, kelompok akan
menghasilkan pekerjaan yang optimal jika
masing-masing anggota kelompok dapat
meberikan andil yang sesuai dengan hak dan
tanggung jawabnya. Disiplin diri akan sulit
terbentuk tanpa adanya disiplin kelompok,
serta disiplin kelompok akan sulit terbentuk
tanpa adanya disiplin diri.
Dilihat dari tujuannya, terdapat dua jenis
bentuk disiplin kerja, yaitu disiplin korektif dan
disiplin preventif.22
1) Disiplin korektif
Disiplin korektif adalah upaya
penerapan disiplin kepada guru yang telah
terbukti melakukan pelanggaran atas
peraturan atau tidak memenuhi standar yang
telah ditetapkan dan dikenakan sanksi secara
bertahap. Guru akan dikenakan sanksi sesuai
dengan bobot pelanggarannya. Biasanya
pemberian sanksi diberikan setelah meminta
pertimbangan dari pimpinan yang lebih
tinggi. Tujuan meminta pertimbangan adalah
untuk menjaga objektivitas dan penjatuhan
sanksi yang sesuai dengan bobot
pelanggarannya. Sementara tujuan disiplin
korektif adalah memberikan koreksi atau
22 Lijan Poltak Sinambela, Kinerja Pegawai: Teori Pengukuran
dan Implikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), 243.
Page 33
pembenahan perilaku guru apakah sudah
sesuai dengan atura atau belum.
2) Disiplin preventif
Disiplin preventif adalah upaya
menggerakkan guru untuk mematuhi
peraturan kerja yang telah ditetapkan sekolah.
Guru diarahkan atau digerakkan untuk
berdisiplin dalam bekerja. Syarat
keberhasilan disiplin preventif ialah seluruh
guru dapat memahami segala ketentuan yang
berlaku dan standar yang harus dipenuhi.
Disiplin preventif bertujuan untuk mencegah
guru melakukan pelanggaran.
d. Faktor-Faktor Kedisiplinan
Disiplin merupakan suatu variabel yang
dapat dipengaruh oleh faktor internal maupun
eksternal. Faktor internal dalam kedisiplinan di
dalam sekolah berasal dari kesadaran guru
ataupun siswa dalam mematuhi setiap kebijakan
yang telah ditetapkan oleh sekolah. Menurut
Singodimedjo dalam Sutrisno terdapat tujuh
faktor eksternal yang mempengaruhi disiplin
pegawai, diantaranya sebagai berikut:23
1) Kompensasi atau Reward
Besar atau kecilnya kompensasi dapat
mempengaruhi disiplin kerja. Para guru
cenderung akan mematuhi segala peraturan
23 Edi Sutisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2009), 86.
Page 34
apabila ia merasa kerja yang dilakukannya
mendapatkan imbalan yang sesuai dengan
yang diberikan kepada sekolah. Apabila para
guru memperoleh kompensasi memadai,
mereka akan bekerja dengan tekun disertai
dengan perasaan senang.
Bagi siswa, mereka akan merasa
senang ketika guru ataupun pihak sekolah
memberikan reward atau penghargaan dari
apa yang mereka lakukan. Begitu juga
dengan penghargaan yang diberikan ketika
mereka menaati setiap peraturan yang ada di
sekolah, semua siswa pasti akan
berkompetisi untuk patuh terhadap setiap
kebijakan yang telah ditetapkan dengan
begitu mereka akan terbiasa mematuhi setiap
tata tertib dan peraturan yang ada di sekolah.
2) Keteladanan Pimpinan
Keteladanan pimpinan sangat
dibutuhkan oleh setiap pegawai begitu juga
oleh siswa ketika mereka berada di sekolah.
Pemimpin adalah panutan. Pemimpin yang
bisa menjadi teladan bagi bawahannya akan
mudah menerapkan disiplin kerja bagi
pegawainya. Begitu juga disekolah, kepala
sekolah memiliki peran yang begitu penting
untuk menjadi contoh yang baik bagi guru
maupun para siswa agar sikap disiplin dapat
terbentuk sesuai dengan yang diharapkan.
Page 35
3) Aturan yang pasti
Disiplin kerja tidak akan terwujud
tanpa adanya aturan pasti yang dapat
menjadi pedoman guru ataupun siswa dalam
menjalankan tugasnya. Aturan yang tidak
jelas tidak mungkin bisa terwujud dalam
perilaku guru. Aturan yang ditetapkan harus
pasti dan tidak berubah-ubah baik dalam
situasi atau kondisi apapun kecuali karena
mencapai suatu kesepakatan bersama yang
telah dibuat sebelumnya sehingga peraturan
dapat berubah demi kesejahteraan bersama.
4) Keberanian kepala sekolah dalam
mengambil tindakan
Apabila terjadi pelanggaran dalam
disiplin kerja, kepala sekolah harus memiliki
keberanian untuk menyikapinya dan
mengambil keputusan sesuai dengan aturan
yang menjadi pedoman bersama. Kepala
sekolah tidak boleh bertindak diskriminasi
dalam menangani pelanggaran disiplin kerja.
5) Pengawasan pimpinan
Pengawasan sangat diperlukan untuk
memastikan segala kegiatan berjalan sesuai
dengan standar peraturan. Pengawasan yang
lemah memberikan kesempatan bagi guru
maupun siswa dalam melanggar peraturan.
Pengawasan sangat penting mengingat sifat
manusia yang ingin bebas tanpa terikat
aturan.
Page 36
6) Perhatian
Kepala sekolah selain sebagai
pemimpin juga harus memiliki kedekatan
baik dengan para guru atau dengan siswanya.
Seorang kepala sekolah yang memiliki
hubungan baik dengan para guru dan siswa
akan menciptakan kehangatan dan
komunikasi yang baik. Guru maupun siswa
akan memiliki sikap menghormati dan
menghargai kepada kepala sekolah. Guru
yang memiliki sikap hormat dan segan akan
memiliki disiplin kerja yang sesungguhnya,
dengan penuh kesadaran dan suka rela dalam
menjalankannya.
7) Kebiasaan-kebiasaan yang mendukung
tegaknya disiplin
Kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam
sekolah mempengaruhi tegaknya disiplin
kerja. Perlu dikembangkan kebiasaan yang
positif untuk mendukung tegaknya aturan di
sekolah. Kebiasan-kebiasaan positif tersebut
diantaranya yaitu, mengucapkan salam dan
berjabat tangan apabila bertemu, saling
menghargai anatar sessama rekan, saling
memperhatikan antar sesama rekan, dan
memberitahu saat meninggalkan tempat
kerja atau sekolah kepada rekan.
Page 37
e. Indikator Kedisiplinan Peserta Didik
Menurut Arikunto dalam jurnal Aulia,
dapat diambil lima indikator kedisiplinan peserta
didik sebagai berikut:24
1) Sikap siswa di dalam kelas
2) Keaktifan siswa dalam mengikuti
pembelajaran
3) Melaksanakan tata tertib sekolah
4) Kedisiplinan peserta didik saat mengerjakan
tugas dalam KBM
5) Kehadiran siswa dalam kegiatan belajar
mengajar
Menurut A.S Moenir indikator-indikator
untuk mengukur disiplin belajar meliputi:25
1) Disiplin waktu, meliputi:
a) Tepat waktu dalam belajar, mencakup
datang dan pulang sekolah tepat waktu,
mulai dan selesai belajar di sekolah tepat
waktu, mulai dan selesai belajar di
sekolah tepat waktu
b) Tidak keluar atau membolos saat jam
pelajaran
24 Alin Aulia, Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams
Games Tournament) Untuk Meningkatkan Kedisiplinan dan Prestasi
Belajar Matematika Siswa Kelas VIID SMP N 1 Kembaran, (Skripsi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 2012), 8-10.
25 A.S Moenir, Masalah-Masalah dalam Belajar, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), 96.
Page 38
c) Menyelesaikan tugas sesuai dengan
waktu yang telah ditetapkan
2) Disiplin perbuatan, meliputi:
a) Patuh dan tidak menentang peraturan
b) Tidak malas belaajar
c) Tidak menyuruh orang lain bekerja demi
dirinya
d) Tidak suka berbohong
e) Tingkah laku yang menyenangkan,
mencakup tidak mencontek saat ulangan,
tidak membuat keributan dan tidak
mengganggu orang lain yang sedang
belajar
Berdasarkan indikator-indikator tersebut
dapat diambil kesimpulan, bahwa indikator
kedisiplinan peserta didik mencakup tiga hal,
yaitu:
1) Ketertiban terhadap peraturan
2) Kedisiplinan terhadap tanggung jawab
3) Kedisiplinan yang berhubungan dengan
kontrol diri
4. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
a. Belajar
Belajar adalah poses yang terjadi terus
menerus, tidak pernah berhenti dan tidak terbatas
pada dinding kelas. Belajar adalah proses berpikir
dan juga proses perubahan tingkah laku. Belajar
berpikir menekankan pada proses mencari dan
Page 39
menemukan pengetahuan melalui interaksi antara
individu dengan lingkungan. 26 Belajar sebagai
proses perubahan tingkah laku memiliki arti
bahwa pada dasarnya belajar tidak hanya
berorientasi kepada produk atau hasil belajar,
tetapi juga harus berorientasi kepada proses
belajar. Melalui proses belajar, siswa tidak hanya
sadar akan apa yang harus dipelajari, akan tetapi
juga memiliki kesadaran dan kemampuan
bagaimana cara mempelajari yang harus
dipelajari itu.
Terkait dengan pengertian dan makna
belajar, beberapa ahli psikologi dan pendidikan
telah mengemukakan rumusan yang beragam,
sesuai dengan bidang keahlian masing-masing.
Berikut ini beberapa makna belajar yang telah
dikemukakan oleh beberapa ahli.27
1) Hilgard Bower dalam S. Shoimatul Ula
memaparkan bahwa belajar berhubungan
dengan perubahan tingkah laku seseorang
terhadap suatu situasi yang disebabkan oleh
pengalamannya yang berulang-ulang
terhadap situasi itu.
26 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan, 107. 27S. Shoimatul Ula, Revolusi Belajar Optimalisasi Kecerdasan
melalui Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2015), 11.
Page 40
2) Morgan dalam S. Shoimatul Ula
mendefinisikan belajar adalah setiap
perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil
dari latihan atau pengalaman.
3) Wetherington dalam S. Shoimatul Ula
menjelaskan belajar yaitu suatu perubahan di
dalam kepribadian yang mengatakan diri
sebagai suatu pola baru dari reaksi yang
berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepandaian, atau suatu pengertian
Berdasarkan beberapa definisi tersebut,
dapat diketahui bahwa belajar merupakan suatu
proses yang terbentuk dari suatu proses dan
pembiasaan yang mengakibatkan adanya
perubahan tingkah laku. Para pakar psikologi
pendidikan dalam Benny A. Pribadi mengartikan
belajar dengan rumusan yang berbeda-beda.28
1) James O. Whitaker mengartikan belajar
sebagai proses ketika perilaku dimunculkan
atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
2) Cronbach berpendapat bahwa belajar adalah
perubahan perilaku sebagai hasil dari suatu
pengalaman.
3) Howard L. Kingsley mengatakan bahwa
belajar adalah proses ketika tingkah laku
28 Benny A. Pribadi, Model Desain Sistem Pembelajaran (Jakarta:
PT Dian Rakyat, 2009), 6.
Page 41
dimunculkan atau diubah melalui praktik
atau latihan.
4) Slameto mengartikan belajar sebagai suatu
proses usaha yang dilakukan oleh individu
untuk memperoleh suatu perubahan perilaku
yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.
Belajar merupakan tindakan dan perilaku
siswa yang kompleks, sebagai tindakan belajar
hanya dialami oleh siswa sendiri. Dimyati dan
Mudjiono dalam Syaiful Sagala mengemukakan
siswa adalah penentu terjadinya atau tidak proses
belajar. 29 Berhasil atau gagalnya proses
pencapaian tujuan pendidikan amat tergantung
pada proses belajar dan mengajar yang dialami
siswa dan pendidik baik ketika para siswa itu di
sekolah maupun di lingkungan keluarganya
sendiri.
Dari berbagai definisi belajar yang
diungkapkan para pakar psikologi dan
pendidikan tersebut, dapat dimengerti bahwa
belajar merupakan sebuah aktivitas yang pada
kenyataannya melibatkan dua unsur, yakni jiwa
dan raga. Gerak raga yang ditunjukkan harus
sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan
perubahan. Dalam proses belajar, unsur jiwa raga
29 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung:
Alfabeta, 2014), 13.
Page 42
sangat berperan dan benar-benar terlibat. Jiwa
dilibatkan dalam hal pola pikir dan diindikasikan
pada sikap, sedangkan raga memegang peranan
dalam hal keterampilan, kebiasaan, dan
kecakapan. Belajar juga bisa disimpulkan terjadi
apabila tampak tanda-tanda bahwa perilaku
manusia berubah sebagai akibat terjadinya proses
pembelajaran. Perhatian utama dalam belajar
adalah perilaku verbal dari manusia, yaitu
kemampuan manusia untuk menangkap
informasi mengenai ilmu pengetahuan yang
diterimanya dalam belajar.
b. Mengajar
Mengajar merupakan suatu proses yang
kompleks yang tidak hanya sekedar
menyampaikan informasi oleh guru kepada siswa,
tetapi banyak hal yang harus dipertimbangkan.
Mengajar ialah menanamkan pengetahuan
kepada murid, menyampaikan kebudayaan, dan
aktivitas mengorganisasikan atau mengatur
lingkungan dengan sebaik-baiknya dan
menghubungkan dengan siswa sehingga terjadi
proses belajar mengajar.30
Mengajar adalah suatu usaha mengatur
lingkungan dengan interaksi antara peserta didik
dengan lingkungannya sehingga tercipta kondisi
belajar yang baik. Menurut pendapat beberapa
30 Jasmani dan Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan
Baru dalam Kinerja Peningkatan Kerja Pengawas Sekolah dan Guru,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), 172.
Page 43
ahli dalam Jasmani dan Syaiful Mustofa,
menjelaskan arti mengajar sebagai berikut:31
1) Simandjuntak dan I. L Pasaribu
mengungkapkan bahwa mengajar adalah
membantu anak dalam membangkitkan
minat. Belajar adalah usaha sendiri dalam
memiliki pengetahuan. Dua pengertian
tersebut tidak bisa untuk dikatakan aktif
salah satunya saja, karena keduanya ada dan
saling berhubunngan. Mengajar yang tidak
disertai hasil belajar dari peserta didik tidak
dapat dikatakan sebagai mengajar.
2) Moh. Uzer Usman mengungkapkan bahwa
mengajar pada prinsipnya yaitu
membimbing siswa dalam kegiatan belajar
mengajar atau mengandung pengertian suatu
usaha mengorganisasikan lingkungan dalam
hubungannya dengan peserta didik dan
bahan pengajaran yang menimbulkan proses
belajar.
3) Rooijakers mengartikan bahwa mengajar
berarti menyampaikan atau menularkan
pengetahuan dan pandangan. Baik guru
maupun pengajar harus mengerti bahan yang
akan diajarkan dan mengalami suatu proses
belajar.
31 Ibid., 173-175.
Page 44
Berdasarkan beberapa definisi tersebut,
mengajar merupakan proses menyampaikan
pengetahuan dari guru kepada peserta didik yang
bertujuan untuk mengembangkan minat dan
bakat peserta didik. Dalam menyampaikan
pengetahuan tersebut, baik guru dan siswa akan
saling berinteraksi yang disebut sebagai proses
belajar.
c. Kegiatan Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar memiliki arti
yang lebih luas daripada pengertian mengajar.
Pada proses belajar mengajar terjadi interaksi
yang tidak dapat dipisahkan antara siswa belajar
dan guru yang mengajar keduanya harus sama-
sama aktif. Sedangkan mengajar, terkesan bahwa
proses pengajaran terjadi satu arah saja guru yang
lebih aktif dan siswa pasif.32
Untuk membentuk interaksi yang baik
antara guru dan siswa keduanya harus sama-sama
aktif dalam belajar agar tujuan pembelajaran
dapat tercapai. Menurut User Usman dalam
Jasmani dan Syaiful Mustofa, dalam melakukan
kegiatan belajar tentunya harus dipersiapkan
berbagai hal, sehingga belajar mengajar
mempunyai makna, terarah, dan tercapai tujuan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
sebelum melaksanakan proses belajar mengajar
32 Ibid., 173.
Page 45
diantaranya yaitu, merumuskan tujuan,
menentukan materi pembelajaran, menentukan
metode, memilih media yang sesuai, dan
menentukan alat evaluasi pembelajaran.33
Guru memegang peran yang sangat
penting dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam
kegiatan belajar mengajar siswa harus dijadikan
sebagai pusat pembelajaran. Hal ini dimaksudkan
untuk membentuk watak, peradaban, dan
meninngkatkan mutu kehidupan peserta didik.
Kegiatan belajar mengajar perlu memberdayakan
semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik
untuk menguasai kompetensi yang diharapkan
dengan membentuk masyarakat belajar.34
Bruce Weil dalam Wina Sanjaya
mengemukakan bahwa ada tiga prinsip penting
dalam proses pembelajaran diantaranya, yaitu:35
1) Proses pembelajaran adalah membentuk
kreasi lingkungan yang dapat mengubah
struktur kognitif siswa. Pengaturan
lingkungan ini bertujuan untuk
menyediakan pengalaman belajar yang
memberi latihan-latihan penggunaan fakta-
fakta. Oleh karena itu, proses pembelajaran
menuntut aktivitas siswa secara utuh untuk
mencari dan menemukan sendiri.
33 Ibid., 175. 34 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan, 103. 35 Ibid., 104-106.
Page 46
2) Proses pembelajaran berhubungan dengan
tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari.
Ada tiga tipe pengetahuan yang masing-
masing memerlukan situasi yang berbeda
dalam mempelajarinya, yaitu pengetahuan
fisis, sosial, dan logika.
3) Proses pembelajaran harus melibatkan peran
lingkungan sosial. Melalui hubungan sosial,
peserta didik dapat berinteraksi dan
berkomunikasi, serta berbagi pengalaman
yang memungkinkan mereka untuk
berkembang secara wajar.
Berdasarkan uraian tersebut, dalam
kegiatan belajar mengajar peserta didik harus
diarahkan agar mampu mengatasi setiap
tantangan dan rintangan melaui sejumlah
kompetensi yang harus dimiliki, meliputi
kompetensi akademik, kompetensi okupasional,
kompetensi kultural, dan kompetensi temporal.36
Oleh sebab itu, makna belajar bukan hanya
mendorong peserta didik agar mampu menguasai
materi pelajaran, tetapi bagaimana peserta didik
dapat memiliki sejumlah kompetensi untuk
mampu menghadapi rintangan yang muncul
sesuai dengan pola kehidupan masyarakat.
36 Ibid., 106.
Page 47
C. Kerangka Berpikir
Menurut Uma Sekaran dalam buku Sugiyono,
kerangka berpikir adalah model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor
yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang
penting.37
Berdasarkan landasan teori diatas, kerangka
berpikir dalam penelitian ini adalah:
Jika sekolah menggunakan CCTV, maka kedisiplinan
peserta didik akan meningkat dibandingkan dengan
tidak menggunakan CCTV begitupun sebaliknya.
D. Pengajuan Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian yang
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. 38
Hipotesis merupakan jawaban yang secara teoretis
dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat
kebenarannya. Hipotesis statistika dalam penelitian
ini adalah:
37 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2016), 91. 38 Ibid., 96.
Penggunaan
CCTV
(X)
Kedisiplinan peserta
didik
(Y)
Page 48
a. Ho : Tidak ada perbedaan rata-rata yang
signifikan antara tingkat kedisiplinan peserta
didik dalam KBM yang menggunakan CCTV di
MI Ma’arif Cekok dan yang tidak menggunakan
CCTV di MI Ma’arif Singosaren
b. H1 : Ada perbedaan rata-rata yang
signifikan antara tingkat kedisiplinan peserta
didik dalam KBM yang menggunakan CCTV di
MI Ma’arif Cekok dan yang tidak menggunakan
CCTV di MI Ma’arif Singosaren
Page 49
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian diartikan sebagai strategi
mengatur latar penelitian agar peneliti memperoleh data
yang valid sesuai dengan karakteristik variabel dan
tujuan penelitian. Adapun rancangan penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif. Terdiri atas 2
variabel yaitu variabel independen (variabel bebas) dan
variabel dependen (variabel terikat).
1. Variabel Independen (X)
Variabel independen (X) adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan
atau timbulnya variabel lain. Variabel independen
dalam penelitian ini adalah kegunaan CCTV.
2. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen (Y) adalah variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya
variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah kedisiplinan peserta didik dalam KBM.
Page 50
B. Populasi dan Sampel
Populasi adalah kumpulan objek yang lengkap
yang akan dijadikan objek penelitian, dan memiliki sifat-
sifat (karakteristik) yang sama. 39 Populasi dalam
penelitian ini adalah semua siswa kelas 4 di MI Ma’arif
Cekok, Babadan dan MI Ma’arif Singosaren, Jenangan,
Ponorogo Tahun 2019/ 2020.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang
diteliti. Teknik yang digunakan dalam pengambilan
sampel yaitu purposive sampling. Teknik ini digunakan
unuk menentukan jumlah sampel yang didasarkan pada
pertimbangan tertentu.40 Pengambilan sampel dilakukan
secara langsung dengan jumlah sama dari anggota
populasi. Jumlah yang sama dalam pengambilan sampel
bertujuan untuk memperoleh hasil penghitungan yang
seimbang. Populasi pada penelitian ini berjumlah 36
yang berasal dari dua sekolah. Sejumlah 17 anggota
sampel diambil dari peserta didik kelas 4 di MI Ma’arif
Cekok, Babadan sebagai sampel pada sekolah yang
menggunakan CCTV. Sampel kedua diambil 17 anggota
sampel dari 19 peserta didik kelas 4 di MI Ma’arif
Singosaren, Jenangan sebagai sampel perbandingan pada
sekolah yang tidak menggunakan CCTV.
39 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif , 48. 40 Eriyanto, Teknik Analisis Opini Publik. (Yogyakarta: Lkis
Yogyakarta, 2007), 116.
Page 51
C. Instrumen Pengumpulan Data
Pada penelitian ini instrumen penelitian yang
digunakan adalah angket untuk mengetahui efektivitas
penggunaan CCTV terhadap kedisiplinan peserta didik
dalam KBM. Sebelum digunakan untuk pengambilan
data, instrumen lebih dahulu harus diuji untuk
mengetahui validitas dan reliabilitasnya agar didapatkan
data yang baik. Validitas dan reliabilitas merupakan dua
syarat penting dalam menentukan kebaikan suatu
instrumen.41
1. Kisi-kisi Instrumen
Tabel 3.1 Kisi-kisi instrumen penelitian
Judul Variabel Indikator Subjek Teknik No.
Angket
Studi
Komparasi
Efektivitas
Kegunaan
CCTV
terhadap
Kedisiplinan
Peserta
Didik dalam
KBM di MI
Ma’arif
Cekok,
Babadan dan
MI Ma’arif
Kegunaan
CCTV
(Variabel
Independen)
Ketertiban
Terhadap
Peraturan
Siswa Angket
1, 2, 3, 4,
7, 8, 9,
10, 18,
19, 20
Tanggung
jawab
5, 6, 11,
13, 17
Kontrol diri 12, 14,
15, 16
41 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), 92.
Page 52
Singosaren,
Jenangan,
Ponorogo
Tahun 2019/
2020
Berdasarkan jumlah indikator soal yang
digunakan sebagai instrumen pengumpulan data
tersebut, maka keefektifan penggunaan CCTV
terhadap kedisiplinan peserta didik dikategorikan
kedalam empat tingkatan. Tingkatan keefektifan
didasarkan pada skala indikator yang terpenuhi pada
setiap butir pernyataan yang disediakan.
Tabel 3.2 Kriteria Keefektifan Penggunaan
CCTV Terhadap Kedisiplinan Peserta Didik
dalam KBM
Skala Indikator Terpenuhi Keterangan
x < 5 Kurang Efektif
5 ≤ x < 10 Cukup Efektif
10 ≤ x < 15 Efektif
15 ≤ x ≤ 20 Sangat Efektif
2. Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur valid
atau tidaknya suatu instrumen. Pada penelitian yang
menggunakan instrumen angketr, uji validitas
digunakan untuk melihat seberapa besar
kemampuan pertanyaan mengetahui jawaban dari
Page 53
responden.42 Semakin tinggi tingkat validitas suatu
alat ukur, semakin tepat pula hasil pengukurannya.
Untuk menguji validitas setiap butir, angket
diujicobakan kepada responden sejenis dan
dianalisis menggunakan korelasi pearson product
moment dengan rumus sebagai berikut.
rxy =𝑁𝛴𝑥𝑦−(𝛴𝑥𝑦)(𝛴𝑦)
√(𝑁𝛴𝑥2−(𝛴𝑥)2)(𝑁𝛴𝑦2−(𝛴𝑦)2)
r = Koefisien korelasi antara X terhadap Y
X =Variabel A
Y =Variabel B
N = Jumlah Sampel
Apabila rxy ≥ rtabel , maka kesimpulannya item
kuesioner tersebut valid. Apabila rxy ≤ rtabel, maka
kesimpulannya item kuesioner tersebut tidak valid.
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah alat untuk mengukur
suatu kuesioner yang merupakan indikator dari suatu
variabel. Reliabilitas instrumen menunjukkan
seberapa besar instrumen tersebut dapat dipercaya
dan layak digunakan sebagai alat pengumpul data.
Semakin tinggi hasil reliabilitas instrumen, hasil
ukur yang didapat semakin tepercaya. Suatu
42 Yohannes Anton Nugroho, It’s Easy Olah Data dengan SPSS,
(Yogyakarta: Scripta Media Creative ,2011), 23.
Page 54
instrumen dikatakan reliabel jika jawaban seseorang
terhadap pernyataan adalah stabil atau konsisten dari
waktu ke waktu.43
Metode pengukuran reliabilitas yang sering
digunakan yaitu metode Cronbach alpha (α).
Koefisien Cronbach alpha menunjukkan seberapa
konsisten responden dalam menjawab instrumen
yang dinilai, adapun rumusnya sebagai berikut.44
𝛼 = (𝐾
𝐾−1) (
𝑠𝑟2−∑𝑠𝑖
2
𝑠𝑥2 )
𝛼 = Koefisien reliabilitas Cronbach
alpha
𝐾 = Jumlah item pertanyaan yang diuji
∑𝑠𝑖2 = Jumlah varian skor item
𝑠𝑥2 = Varian skor-skor tes (seluruh item
K)
Jika rhitung > nilai rtabel maka instrumen penelitian
dinyatakan reliabel.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data ada dua cara, yaitu metode angket
dan dokumentasi.
43Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program
IBM SPSS 25, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2018), 45.
44 Yohannes Anton Nugroho, It’s Easy Olah Data dengan SPSS,
28.
Page 55
1. Metode Angket
Menurut Budiyono metode angket adalah
cara pengumpulan data melalui pengajuan
pertanyaan-pertanyaan tertulis kepada subjek
penelitian, responden, atau sumber data dan jawaban
diberikan pula secara tertulis. 45 Angket pada
penelitian ini digunakan untuk mengetahui
kedisiplinan peserta didik dalam KBM di sekolah.
Butir pertanyaan angket mengacu pada kedisiplinan
peserta didik dalam KBM. Diberikan dua pilihan
jawaban yang sudah tersedia yaitu ya dan tidak.
Pemberian skor dilakukan dengan cara nilai 1 untuk
jawaban ya dan nilai 0 untuk jawaban tidak.
Kecenderungan kedisiplinan peserta didik
ditentukan dari jumlah skor tertinggi dengan
indikator kedisiplinan yang telah diisi peserta didik
pada angket penelitian.
2. Metode Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode dengan
mencari data mengenai hal-hal atau variabel.
Dokumentasi ini akan peneliti lakukan untuk
mencari informasi tentang MI Ma’arif Cekok dan
MI Ma’arif Singosaren Ponorogo, struktur
organisasi sekolah dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan sekolah yang sudah dalam bentuk dokumen.
45 Ibid , 47.
Page 56
E. Teknik Analisis Data
1. Uji Normalitas dan Homogenitas
Sebelum melakukan uji statistik screening
terhadap data yang akan diolah harus dilakukan
terlebih dahulu. Salah satu asumsi dalam
menggunakan statistik parametrik adalah asumsi
multivariate normality. 46 Multivariate normality
adalah asumsi bahwa setiap variabel dan semua
kombinasi linier dari variabel berdistribusi normal.
Untuk melihat kecenderungan populasi dari
suatu data mendekati distribusi normal salah satunya
dapat dianalisis dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov. Konsep dasar uji
Kolmogorov-Smirnov adalah dengan
membandingkan distribusi data dengan distribusi
yang dipilih. 47 Rumus dalam uji normalitas dari
suatu data populasi, dapat dilakukan dengan
persamaan sebagai berikut.
𝑍 =𝑋𝑖+�̅�
𝑆
𝐹𝑟 = 0,5 − 𝑃(𝑍)
𝐹𝑆 =𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓
𝛴𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖
𝐷 = 𝐹𝑟 − 𝐹𝑠
46 Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan
Program IBM SPSS 25, 27. 47 Yohannes Anton Nugroho, It’s Easy Olah Data dengan SPSS,
33.
Page 57
Z = Nilai statistik penguji
𝑋𝑖= Data ke-i
𝑍 = Transformasi dari angka ke notasi pada
distribusi normal
𝐹𝑟= Probabilitas kumulatif normal standar
𝐹𝑠= Probabilitas kumulatif normal empiris
Dikatakan normal apabila Dhitung ≥ Dtabel.
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui
apakah data dari dua kelompok memiliki varian
yang homogen atau tidak. Analisis varian hanya
dapat dilakukan apabila varian tersebut homogen.
Sebelum uji hipotesis, maka perlu dilakukan
homogenitas varian melalui uji F dengan rumus
sebagai berikut.48
𝐹 =𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙
Penghitungan homogenitas data dilakukan
dengan menggunakan program SPSS 25.0 for
windows dengan ketentuan pengambilan
kesimpulan sebagai berikut:
a. Nilai sig. atau nilai probabilitas <0,05 jika data
mempunyai varian yang tidak homogen.
b. Nilai sig. atau nilai probabilitas >0,05 jika data
mempunyai varian yang homogen.
48 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, 275.
Page 58
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis pada penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan uji independent sample t-test,
yaitu tes yang dilakukan untuk membandingkan
rata-rata dari dua sampel independen.49 Independent
sample t-test melibatkan rata-rata dari dua populasi
yang berbeda. Oleh karena itu pencarian nilai t
sedikit lebih kompleks.
𝑡 =𝑃𝑒𝑟𝑏𝑒𝑑𝑎𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Besarnya standard error rata-rata dua
sampel dipengaruhi oleh standard error masing-
masing sampel. Nilai standard error dipengaruhi
oleh standar deviasi dan jumlah sampel masing-
masing, oleh sebab itu maka besarnya harus sama
atau mendekati. Apabila nilai standar deviasi dan
jumlah dari kedua sampel berbeda secara signifikan
maka independent sample t-test tidak dapat
dilakukan.50 Nilai standar eror dari kedua sampel
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
𝑠�̅�1−�̅�2 = √𝑠�̅�12 + 𝑠�̅�2
2
Degree of freedom (df)= n1 + n2 -2
𝑠�̅�1= Standar error dari rata-rata sampel pertama
𝑠�̅�2= Standar error dari rata-rata sampel kedua
49 C. Trihendradi, Langkah Praktis Menguasai Statistik untuk
Ilmu Sosial Kesehatan Konsep & Penerapannya Menggunakan SPSS,
(Yogyakarta: Andi Offset, 2013), 96. 50 Ibid., 97.
Page 59
Analisis hasil independent sample t-test dapat
dilakukan dengan dua tahapan, pertama menguji
varian kedua sampel sama (Equal variances
assumed) atau berbeda (Equal variances not
assumed) dengan melihat nilai levene test pada
program SPSS yang digunakan.Langkah kedua,
dilakukan dengan melihat nilai t-test untuk
menentukan perbedaan nilai rata-rata secara
signifikan, dengan hipotesis sebagai berikut:
a. Ho : Tidak ada perbedaan rata-rata yang
signifikan antara tingkat kedisiplinan peserta
didik dalam KBM yang menggunakan CCTV di
MI Ma’arif Cekok dan yang tidak menggunakan
CCTV di MI Ma’arif Singosaren
b. H1 : Ada perbedaan rata-rata yang signifikan
antara tingkat kedisiplinan peserta didik dalam
KBM yang menggunakan CCTV di MI Ma’arif
Cekok dan yang tidak menggunakan CCTV di
MI Ma’arif Singosaren
Pengambilan kesimpulan dapat dilihat dari
nilai probabilitas berdasarkan output SPSS sebagai
berikut.51
a. Jika probabilitas atau Sig. (2-tailed) >0,05
maka Ho diterima atau memiliki varian yang
sama
b. Jika probabilitas atau Sig (2-tailed) <0,05 Ho
ditolak atau memiliki varian yang berbeda
51 Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan
Program IBM SPSS 25, 66.
Page 60
Pengambilan kesimpulan berdasarkan nilai
t hitung pada independent sample t test dapat
dilakukan sesuai dengan hasil output sebagai
berikut.
a. Jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak
b. Jika thitung > ttabel, maka H0 ditolak dam H1
diterima
Page 61
54
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. MI Ma’arif Cekok Babadan Ponorogo
a. Sejarah MI Ma’arif Cekok
Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif Cekok
(MIM Cekok) berdiri di bawah naungan
Lembaga Pendidikan Ma’arif, didirikan sebagai
alternatif jawaban atas persoalan pendidikan
yang berkembang di masyarakat. Masyarakat
selama ini selalu dihadapkan dengan dua pilihan
dalam pendidikan. Pertama, jika masyarakat
memilih pendidikan yang berbasis religi (agama)
saja, maka konsekuensi yang diterima adalah
kekurangmampuan lulusan tersebut dibidang
sains. Kedua, jika masyarakat memilih
pendidikan yang berbasis sains (ilmu
pengetahuan umum), maka konsekuensi yang
diterima adalah kekurangmampuan lulusan
pendidikan tersebut dalam bidang religi (agama).
MI Ma’arif Cekok didirikan oleh LP
Ma’arif pada Tahun 1968 tempat nya terletak
Jalan Sunan Kalijaga No. 189 Cekok, Babadan,
Ponorogo. Sejak awal berdiri, MI Ma’arif Cekok
sudah berkeinginan dan bercita-cita sebagai salah
satu sekolah unggulan yang diperhitungkan
Page 62
minimal di wilayah Cekok dan sekitarnya seperti
yang tertuang dalam visi yakni “Membentuk
pribadi sholih, intelek, santun, berprestasi dan
berhaluan ahlussunnah wal jama’ah. MI Ma’arif
Cekok mencoba untuk selalu membuat inovasi
baru, seperti metode pembelajaran,
pengembangan kurikulum, manajemen sekolah,
keterlibatan wali murid,tahfidz Al Quran dan
kegiatan-kegiatan yang bersifat social ataupun
lainnya dengan harapan dapat meningkatkan
kualitas. MI Ma’arif Cekok mempunyai beberapa
program, seperti :Fun Learning Activities, Salat
duha, Sholat Jamaah, Tahfidz Al - Qur’an, TPQ,
Bimtek Guru, Pramuka, Uji Publik, Team
Teaching dan lain-lain. Berikut ini adalah detail
tentang profil MI Ma’arif Cekok:
Tabel 4.1
Data Identitas Madrasah
1 Nama Madrasah : MI Ma’arif Cekok
2 Nama Kepala
Madrasah
: Hadi Asfahan, S.Pd
3 NSS/NPSN : 60714254
4 Alamat Madrasah : Jalan Sunan Kalijaga No. 186
Desa Cekok Kecamatan
Babadan Kabupaten Ponorogo
5 No.Telepon Kepala
Madrasah
: Hadi Asfahan, S.Pd
6 Program
Ketrampilan
: Seni Hadroh, Drum Band
Page 63
7 Jumlah Guru : 16
9 Jumlah Pegawai : 3
10 Jumlah Siswa -
Siswi
: 247 Siswa
11 Jumlah Ruang
Kelas
: 13 Ruang Kelas
12 Jumlah Ruang
Praktik/Lab
: 1 Lab Ruang IPA
13 Tahun Pelajaran : 2019/2020
b. Visi dan Misi Madrasah
1) Visi
Visi merupakan tujuan akhir yang
ingin dicapai dalam sebuah organisasi. Visi
MI Ma’arif Cekok, Babadan yang ingin
dicapai, yaitu Membentuk pribadi yang
sholih, intelek, santun, berprestasi, dan
berhaluan Ahlussunnah Waljamaah.
Indikator dari visi tersebut, diantaranya:
a) Mengembangkan kurikulum yang
terpadu;
b) Memiliki daya saing dalam prestasi
ujian nasional dan non akademik;
c) Unggul dalam baca tulis dan hafal Al
Quran sesuai target;
d) Menjadikan ajaran islam dan nilai-nilai
islam Ahlussunnah Waljamaah;
e) Sebagai landasan sikap dan prilaku
kehidupan sehari hari;
Page 64
f) Inovasi secara terus menerus dalam
pembelajaran;
g) Terpenuhinya tenaga pendidik dan
kependidikan yang profesional dan
berkompeten;
h) Terpenuhinya sarana dan prasarana dan
media pembelajaran minimal sesuai
standar pelayanan;
i) Unggul dalam implementasi
Manajemen Berbasis Madrasah;
j) Meningkatnya partisipasi masyarakat
dalam pembiayaan pendidikan;
k) Penilaian yang otentik dan variatif.
2) Misi
Misi adalah langkah, bentuk, atau cara
yang digunakan untuk mewujudkan visi
yang telah ditetapkan. Misi memuat tahapan-
tahapan yang harus dilaksanakan oleh
organisasi dalam mencapai visi utama.
Tahapan-tahapan tersebut diantaranya
sebagai berikut:
a) Menumbuh kembangkan sikap dan
amaliyah keagamaan islam;
b) Menyusun kurikulum yang sesuai
dengan bakat, minat dan kemampuan
anak didik;
c) Menyiapkan tenaga kependidikan yang
memiliki kompetensi yang sesuai
dengan tugasnya.
Page 65
d. Data Personalia Madrasah
Tabel 4.2
Data Kamad, Pengajar dan Karyawan Mi
Ma’arif Cekok
No Nama Lengkap TTL Pendidikan
Terakhir
Jabatan
1 Hadi Asfahan, S.Pd. Ponorogo, 15
September 1964
S1 Guru Kelas
2 Nova Tri
Puspitarini, S.Pd.
Ponorogo, 5
November 1983
S1 Guru Kelas
3 Khoirul Fitroh,
S.Pd.
Pulau Kijang, 27
Januari 1996
S1 Guru Kelas
4 Anis Damayanti,
S.Pd.
Ponorogo, 5
Desember 1994
S1-PGMI Guru Kelas
5 Siti Juwariyah,
S.Pd.
Ponorogo, 13 Juli
1969
S1 Guru Kelas
6 Muhammad
Muttaqin, S.Pd.I.
Ponorogo, 8 Juli
1978
S1 Guru Kelas
7 Satria Nur
Ardiansyah, S.Pd.I.
Surabaya, 29 Juli
1992
S1-PAI Guru Kelas
8 Nur Abidin, S.Pd.I. Ponorogo, 11
Januari 1987
S1 Guru Kelas
9 Binti Akhlaqil
Mukaromah, S.Ag.
Ponorogo, 20 Mei
1968
S1 Guru Kelas
10 Nasir Anna’im,
S.Th.I.
Ponorogo, 10
April 1981
S1 Guru Kelas
11 Lutfi Novita
Andriani, S.Pd.I.
Ponorogo, 23 Juni
1987
S1 Guru Kelas
Page 66
12 Retnowati
Wahyuningtiyas,
S.Pd.
Madiun, 22
Agustus 1990
S1-Pendidikan
Fisika
Guru Kelas
13 Sayid Bachrudin,
S.Pd.I.
Ponorogo, 30
Maret 1973
S1-PAI Guru Kelas
14 Isna Sutanti, S.H.I. Ponorogo, 23
Januari 1980
S1-Hukum Islam Guru Kelas
15 Sarbini, S.Pd. Ponorogo, 6
Januari 1970
S1 Guru Kelas
16 Drs. H. Thowil
Abdulloh
Ciamis, 12 Juli
1948
S1 Guru Kelas
17 Halim Uswatun
Hasanah, S.Pd.
Surabaya, 26 Mei
1994
S1-MPI Guru Kelas
18 Moh. Rois Abdul
Wahab
Ponorogo, 03 Juli
1990
MA Al-Islam Guru Kelas
19 Muhammad
Sholikin, S.Pd.I.
Magetan, 03 Mei
1992
S1 Guru
Tahfidz
20 Muhammad
Syahrul Karim,
S.Pd.
Ponorogo, 04
Maret 1996
S1 Guru
Tahfidz
21 Sulfa Aliyah Ponorogo, 09
Maret 1997
MA – Al Islam Guru
Tahfidz
22 Riyadhotul
Fuadiyah
Madiun, 02
Agustus 1996
MAN 2 Madiun Tahfidz
23 Firda’Aridatu
Munfa’ati, S.Pd.
Ponorogo, 01
Oktober 1995
S1-PGMI Guru Kelas
24 Yenni Purnamasari,
SE.
Ponorogo, 26 Juni
1995
S1-Manajemen Tata Usaha
25 Farid Wahyudi
26 Ema Setyorini
Page 67
e. Data Siswa
Tabel 4.3 Jumlah Siswa MI Ma’arif Cekok
Babadan
No Kelas
Siswa Baru Siswa
Mengulang Siswa Pindahan Jumlah Siswa
Lk Pr
Lk
+
Pr
Lk Pr
Lk
+
Pr
Lk Pr
Lk
+
Pr
Lk Pr
Lk
+
Pr
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
1 I 32 27 59 - - - - - - 32 27 59
2 II 21 20 41 - - - - - - 21 20 41
3 III 27 19 46 - - - - - - 27 19 46
4 IV 21 11 32 - - - - - - 21 11 32
5 V 18 14 32 - - - 1 - 1 18 15 33
6 VI 18 17 35 - - - - - - 18 17 35
2. MI Ma’arif Singosaren Jenangan Ponorogo
a. Sejarah MI Ma’arif Singosaren
Berkat kesadaran masyarakat akan
pentingnya pendidikan, agama, maka pada tahun
1956 di Kelurahan Singosaren Kecamatan
Page 68
Jenangan Kabupaten Ponorogo mendirikan
Madrasah malam dalam rangka memenuhi
tuntutan masyarakat banyak, demi tercapainya
cita-citanya ingin mempunyai anak yang
berkepribadian tinggi dan utama, sebab tak
mungkin tercapai cita-cita tersebut tanpa
pendidikan agama.
Kemudian tidak berlangsung lama yaitu
pada tahun 1958 dilebur menjadi MWB
(Madrasah Wajib Belajar) masuk pagi hari atas
tuntutan Departemen Agama untuk
memoderisasikan murid Madrasah sesuai dengan
dasar-dasar dan cita-cita Pendidikan di Indonesia.
Salah satu langkah kearah terlaksananya maksud
itu adalah dengan mengadakan pembaharuan
secara revolusioner dalam pendidikan madrasah,
yang diberi nama Madrasah Wajib Belajar
(MWB).
Dalam hal ini Departemen Agama dengan
aktif membantu organisasi-organisasi Islam yang
mendirikan dan menyeleggarakan MWB.
Madrasah Wajib Belajar (MWB) bertujuan
mendampingi sekolah-sekolah dari Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan dalam rangka
pelaksanaan Undang-Undang kewajiban belajar
di Indonesia. Penyelenggaraan MWB diarahkan
kepada jiwa bangsa untuk mencapai kemajuan
dilapangan Ekonomi, Industrialisasi dan
Transmigrasi.
Page 69
Pada tahun 1960 ada perubahan nama
yang semula MWB menjadi Madrasah Ibtidaiyah
(MI). MI Singosaren berada di bawah Lembaga
Ma’arif, maka pada tahun tersebut didirikanlah
madrasah dengan nama Madrasah Ibtidaiyah
Ma’arif Singosaren oleh organisasi yang diketuai
Bapak Muhammad Sayid Almarhum. Madrasah
ini terbentuk atas dorongan masyarakat
Singosaren. Masyarakat Singosaren berkeinginan
agar anaknya menjadi muslim sejati, beriman
teguh, beramal sholeh dan berakhlak mulia, serta
berguna bagi masyarakat agama dan negara.
Madrasah tersebut didirikan diatas tanah wakaf,
letaknya jalan Singopuro Kelurahan Singosaren.
Kira-kira 50 meter kesebelah timur dari
perempatan kota lama di Ponorogo. Gedungnya
terdiri dari 6 ruang kelas, 1 ruang guru, dan 1
ruang kepala madrassah.
b. Visi, Misi, dan Tujuan Madrasah
1) Visi Madrasah
MI Ma;arif Singosaren sebagai sebuah
organisasi memiliki tujuan dan cita-cita yang
ingin diwujudkan. Tujuan tersebut terdapat
dalam visi madrasah, yaitu terbentuknya
anak yang berakhlaqul karimah yang
berwawasan Ahlussunnah wal jama’ah dan
berkualitas dalam IMTAQ dan IPTEK.
Page 70
2) Misi Madrasah
Ada beberapa langkah atau cara yang
harus dilakukan dalam mencapai visi
madrasah. Langkah-langkah tersebut,
diantaranya sebagai berikut:
a) Mengembangkan sumber daya manusia
(SDM) dengan memberikan tuntunan
pada anak, besikap hidup sehari-hari
disekolah maupun di masyarakat dengan
berpegang teguh pada norma-norma
Islam dengan paham Ahlussunnah Wal
Jama’ah;
b) Mengembangkan dan meningkatkan
pengetahuan dengan menumbuhkan
penghayatan terhadap ajaran agama
dalam beribadah dan kehidupan sehari-
hari (berpribadi yang sholeh dalam
beragama dan sholeh dalam
bermasyarakat);
c) Membina dan mempersiapkan siswa
menjadi insan kamil yang mampu
bersaing di bidang Ilmu Pengetahuan.
3) Tujuan Madrasah
MI Ma’arif Singosaren sebagai sebuah
organisasi memiliki beberapa tujuan selain
visi utama yang ingin dicapai. Tujuan
terbentuknya MI Ma’arif Singosaren
diantaranya sebagai berikut:
a) Membentuk pribadi siswa bersikap baik
dan benar dalam beribadah;
Page 71
b) Membentuk pribadi siswa yang baik dan
benar dalam kehidupan sehari-hari;
c) Membentuk kepribadian siswa yang
amanah, jujur dan ikhlas dalam
bertindak atau berbuat;
d) Membentuk siswa yang berprestasi
dalam pelajaran agama dan pelajaran;
e) Membentuk siswa yang terampil dalam
mengoperasikan teknologi (komputer);
f) Membentuk siswa yang mempunyai
wawasan keagamaan yang bercirikan
Ahlussunnah wal Jama’ah;
g) Menanamkan kepada siswa untuk
mempunyai rasa memiliki terhadap
madrasah, warga madrasah dan
masyarakat sekitar.
c. Profil Singkat MI Ma’arif Singosaren
Nama Madrasah : MI MA’ARIF
SINGOSAREN
N I S : 11 00 20
NSM : 111235020024
Nama Kepala Madrasah : AHMAD SLAMET,
S.Ag
Alamat : JL. SINGAJAYA III
NO. 02
Kelurahan : SINGOSAREN
Page 72
Kecamatan : JENANGAN
Kabupaten : PONOROGO
Kode Pos : 63492
Email :
[email protected]
Status Sekolah : Swasta
Status Akreditasi : TERAKREDITASI /
B
SK. Nomor/Tanggal : No: 20/SK/MI/82, 28
Oktober 1982
Penerbit SK : Lembaga Pendidikan
Ma’arif Cab.
Ponorogo
Tahun Berdiri : 1960
Tahun Perubahan : 1993
Bangunan Sekolah : Milik Sendiri
Organisasi Penyelenggara : LP MA’ARIF
NU
Kegiatan Belajar Mengajar : Pagi hari
Ruang Kelas : 6 ruang
Ruang Guru : 1 ruang
Ruang Komputer : 1 ruang
Page 73
Ruang UKS : 1 ruang
Ruang Kepala Sekolah : 1 ruang
Ruang Toilet : 2 ruang
Tempat Ibadah : 1 Masjid
Secara geografis MI Ma’arif ini terletak di
sudut kota. Tepat di samping sekolah terdapat taman
kanak-kanak dan dikelilingi oleh rumah penduduk.
Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa
suara kendaraan dan terkadang mengganggu proses
pembelajaran.
Adapun batas-batas wilayah dari MI Ma’arif
Singosaren adalah sebagai berikut:
1) Sebelah timur berbatasan dengan RA Muslimat
NU Singosaren
2) Sebelah selatan berbatasan rumah penduduk
3) Sebelah barat berbatasan rumah penduduk
4) Sebelah utara berbatasan jalan Niken Gandini
Adapun motif dan tujuan Madrasah tersebut
didirikan antara lain :
1) Adanya rasa tanggung jawab sebagai seorang
muslim terhadap Allah SWT.
2) Untuk membina masyarakat setempat khususnya
mengenai generasi mudanya agar benar-benar
mencintai Agama Islam dan mengamalkannya
sesuai dengan ajaran-ajarannya.
Page 74
3) Menjawab tantangan dan tuntutan zaman yang
semakin komplek melalui program wajib belajar
9 tahun.
Adapun keadaan dan situasi MI Ma’arif
Singosaren pada tahun 2017/2018 ialah sebagai
berikut:
1) Keadaan Gedung
Terdapat 10 ruang, dengan rincian 6
ruang belajar, 1 ruang kepala madrasah, 1 ruang
guru, 1 ruang UKS dan 1 ruang lab komputer.
Disebelah timur terdapat tujuh ruang yang terdiri
dari 1 ruang kepala madrasah,1 ruang guru, 3
ruang kelas yaitu kelas I, II, dan III, 1 ruang UKS,
dan 1 ruang lab komputer. Disebelah barat
terdapat 3 ruang kelas yaitu kelas IV, V, dan VI.
Secara keseluruhan atapnya dari genting,
gentingnya dari tanah liat, untuk gedung yang
berada disebelah barat menggunakan keramik
dan gedung yang berada disebelah timur masih
menggunakan tegel kecuali ruang guru dan ruang
kepala sekolah. Untuk lokasi kamar mandi (toilet)
berada di belakang lab komputer .
2) Jumlah Siswa
Jumlah murid secara keseluruhan pada
tahun 2017 berjumlah 116, dengan rincian
sebagai berikut :
Page 75
Tabel 4.4 Jumlah Siswa MI Ma’arif Singosaren Jenangan
No Kelas Jumlah Siswa
1 Kelas Satu 25
2 Kelas Dua 22
3 Kelas Tiga 15
4 Kelas Empat 17
5 Kelas Lima 15
6 Kelas Enam 22
3) Tenaga Pendidik
Berdasarkan data terakhir tahun
2017/2018, jumlah tenaga pendidik sebanyak 13
orang, kepala sekolah 1 orang, guru 10 orang,
satpam 1 orang, dan tukang kebun 1 orang. Lama
mengajar guru MI Ma’arif Singosaren bevariasi.
Guru-guru senior telah mengajar lebih dari
sepuluh tahun dan guru yunior kurang dari
sepuluh tahun. Namun rata-rata mereka ditunjang
oleh latar belakang pendidikan yang memadai
yakni berasal dari Sarjana Pendidikan yang
sesuai dengan bidangnya.
B. Deskripsi Data Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui
adanya perbedaan antara kedisiplinan peserta didik di MI
Ma’arif Cekok yang menggunakan CCTV dan MI
Ma’arif Singosaren yang tidak menggunakan CCTV.
Terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu
kegunaan CCTV sebagai variabel X dan kedisiplinan
peserta didik sebagai variabel Y. Data hasil penelitian
Page 76
diperoleh dari penyebaran angket terhadap peserta didik
di MI Ma’arif Cekok dan MI Ma’arif Singosaren.
Penelitian pertama di MI Ma’arif Cekok,
Babadan, Ponorogo dilaksanakan mulai dari tanggal 29
Februari sampai dengan 13 Maret 2020. Pada tanggal 29
Februari 2020 peneliti mendatangi MI Ma’arif Cekok
untuk menyerahkan surat izin penelitian kepada bapak
kepala madrasah, dengan membawa angket yang akan
diujikan kepada peserta didik di MI Ma’arif Cekok.
Sebelum angket diujikan, terlebih dahulu angket
diperiksa oleh bapak kepala madrasah untuk dilihat layak
atau tidaknya angket diujikan serta tidak melanggar
privasi madrasah. Setelah mendapat izin dari bapak
kepala madrasah,pada tanggal 9 Maret 2020 peneliti
datang ke madrasah untuk menyebarkan angket uji coba
kepada peserta didik kelas 5. Pada 11 Maret 2020 peneliti
datang kembali ke madrasah dengan meminta izin
terlebih dahulu kepada guru kelas untuk menyebarkan
angket kepada peserta didik di kelas 4. Peneliti kembali
ke madrasah pada tanggal 12 Maret 2020 untuk meminta
data profil madrasah kepada petugas TU, kemudian
bertemu dengan bapak kepala sekolah untuk
menyampaikan terimakasih karena sudah diberikan izin
untuk melaksanakan penelitian di madrasah sampai
selesai.
Penelitian kedua di MI Ma’arif Singosaren,
Jenangan, Ponorogo dilaksanakan mulai tanggal 3-10
Maret 2020. Pada tanggal 3 Maret 2020 peneliti datang
ke sekolah untuk menyampaikan surat izin penelitian
kepada bapak kepala madrasah serta memberikan sedikit
Page 77
penjelasan terkait dengan penelitian yang akan dilakukan.
Setelah bapak kepala madrasah memberikan izin,
kemudian pada tanggal 5 Maret 2020 peneliti datang ke
sekolah untuk menyebarkan angket uji coba kepada
siswa kelas 5 di MI Ma’arif Singosaren. Pada tanggal 7
Maret 2020 peneliti kembali datang ke madrasah untuk
meminta izin kepada guru kelas yang akan diuji dan
dijadikan sampel kemudian, menyebarkan angket
kepada peserta didik di kelas 4. Peneliti kembali ke
madrasah pada tanggal 8 Maret 2020 untuk meminta data
profil madrasah yang akan digunakan untuk melengkapi
data penelitian. Setelah data terpenuhi peneliti
menyampaikan terimakasih kepada pihak sekolah karena
telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan
penelitian hingga selesai.
C. Analisis Data
Setelah semua data yang diperlukan terkumpul
langkah selanjutnya yaitu menganalisis data tersebut.
Sebelum analisis data peneliti menguji instrumen yang
akan digunakan dengan uji validitas dan reliabilitas. Uji
prasyarat juga perlu dilakukan sebelum melakukan uji
independent sample t-test, yaitu dengan uji normalitas
dan uji homogenitas.
Page 78
1. Uji Instrumen
a. Uji validitas
Uji validitas dilakukan untuk
mengetahui sebuah isntrumen yang akan
digunakan valid atau tidak. Uji validitas
instrumen dihitung dengan menggunakan
rumus product moment. Uji coba soal dilakukan
di MI Ma’arif Cekok dan MI Ma’arif
Singosaren. Soal uji coba diberikan kepada 34
peserta didik dari masing-masing sekolah.
Peserta didik dalam uji coba diambil dari siswa
kelas 3 dan kelas 5. Berdasarkan hasil
penghitungan dengan taraf signifikasi 5%
didapat rtabel= 0,329. Apabila harga rhitung < rtabel,
maka instrumen dinyatakan tidak valid.
Instrumen dapat dikatakan valid jika rhitung >
rtabel., dengan hasil uji validitas sebagai berikut.
Tabel 4.5
Ringkasan Hasil Analisis Uji Validitas Instrumen
Variabe
l
Jumlah
pernyat
aan
semula
Jumlah
pernyat
aan
gugur
Nomor
pernyat
aan
gugur
Jumlah
pernyat
aan
valid
Kedisipl
inan
peserta
didik
25 5 7, 9, 10,
18, 22
20
Page 79
Butir-butir pernyataan yang dinyatakan
valid dapat digunakan kembali untuk
mengambil data penelitian, sedangkan butir
pernyataan yang tidak valid tidak akan
diikutsertakan kembali dalam angket yang akan
digunakan untuk penelitian yang sebenarnya.
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk menguji
konsistensi dan kestabilan instrumen yang akan
digunakan dalam penelitian sehingga akan
menghasilkan data yang sama atau hamper
sama dengan data yang diperoleh sebelumnya.
Hasil rhitung kemudian diinterpretasikan
dengan tabel pada pedoman untuk memberikan
interpretasi koefisien korelasi. Uji reliabilitas
dihitung menggunakan SPSS Statistic 2.5 for
Windows dengan rumus Cronbach Alpha.
Tabel 4.6 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi
Koefisien Reliabilitas
Interval Koefisien Tingkat Reliabilitas
0,00-0,20 Kurang Reliabel
0,201-0,40 Reliabilitas Rendah
0,401-0,60 Cukup Reliabel
0,601-0,80 Reliabel
0,801-1,00 Sangat Reliabel
Page 80
Tabel 4.7
Ringkasan Hasil Uji Coba Reliabilitas Instrumen
No. Instrumen untuk
variabel
Koefisien
Cronbach
Alpha
Interpretasi
1. rhitung Kegunaan CCTV 0,926 Reliabel
2. rhitung Kedisiplinan peserta
didik
0,863 Reliabel
3. rtabel 0,388
2. Uji Analisis Data
a. Uji Normalitas dan Homogenitas
Salah satu asumsi dalam melakukan uji
statistik parametrik adalah dengan melakukan
uji normalitas terlebih dahulu terhadap data yang
akan diolah. Uji normalitas digunakan untuk
mengetahui bahwa setiap variabel berdistribusi
normal.52
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Variabel Y
Kedisiplinan peserta didik
Karakte
ristik
MI MA’ARIF
CEKOK
MI MA’ARIF
SINGOSAREN
Hasil Interpretasi
DHitung 0,200 0,200 DHitung < DTabel
52 Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan
Program IBM SPSS 25, 27.
Page 81
DTabel 0,318 0,318 Berdistribusi
Normal
FHitung 0,246 FHitung < FTabel Homogen
FTabel 4,15
Nilai DTabel diambil berdasarkan nilai
pada tabel Kolmogorov Smirnov pada taraf
signifikan 5%. Kolom interpretasi dibuat
berdasarkan pada ketentuan pengujian
normalitas, yaitu DHitung < DTabel maka
dinyatakan bahwa data berdistribusi normal.
Sebaliknya, jika DHitung > DTabel maka data tidak
berdistribusi normal. Dari tabel hasil uji
normalitas diatas, untuk variabel Kedisiplinan
peserta didik MI Ma’arif Cekok dan MI Ma’arif
Singosaren diperoleh nilai sama dengan DHitung=
0,200. Berdasarkan hasil uji normalitas terhadap
variabel Y didapat data berdistribusi normal
dengan nilai DHitung < DTabel.
Uji homogenitas didasarkan pada
ketentuan pengujian homogenitas yaitu jika
FHitung < FTabel maka disimpulkan bahwa data
berasal dari varian yang homogen., sebaliknya
jika FHitung > FTabel maka dapat diambil
kesimpulan bahwa kedua data tidak berasal dari
varian yang homogen. Dari tabel homogenitas
diatas diperoleh nilai variabel Y Kedisiplinan
Page 82
peserta didik dengan nilai FHitung=0,246 <
FTabel=4,15. Berdasarkan hasil uji homogenitas
tersebut dapat diketahui nilai FHitung < FTabel,
sehingga dapat disimpulkan bahwa data berasal
dari varian yang sama (homogen).
b. Uji Hipotesis (Independent sample t-test)
Hasil dari uji normalitas membuktikan
bahwa data berdistribusi normal dan sampel
berasal dari varian yang homogen sesuai dengan
hasil uji homogenitas variansi. Setelah uji
normalitas dan homogenitas terpenuhi dapat
dilanjutkan dengan melakukan uji hipotesis
untuk membandingkan perbedaan antara kedua
subjek variabel Y, yaitu kedisiplinan guru dan
siswa. Diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.9
Hasil Uji Independent sample t-test Variabel Y
Kedisiplinan peserta didik
Karakteristi
k
Nilai Hasil
MI
MA’ARI
F
CEKOK
MI MA’ARIF
SINGOSARE
N
THitung 6,172 THitun
g >
TTabel TTabel 2,042
Taraf
Signifikan (α)
(5%) 0,05
Page 83
Berdasarkan tabel hasil uji hipotesis
tingkat kedisiplinan peserta didik didapat hasil
THitung= 6,172 dan TTabel= 2,042. Sesuai dengan
kriteria pengambilan keputusan diperoleh hasil
THitung > TTabel maka H1 diterima yang artinya
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara tingkat kedisiplinan peserta
didik dalam KBM di MI Ma’arif Cekok yang
menggunakan CCTV dengan MI Ma’arif
Singosaren yang tidak menggunakan CCTV.
3. Interpretasi dan Pembahasan
Interpretasi dan pembahasan berikut ini
mengacu pada permasalahan yang dimunculkan dari
hasil penelitian awal yaitu bagaimanakah
kedisiplinan peserta didik dalam KBM dengan
penggunaan CCTV di MI Ma’arif Cekok dengan
yang tidak menggunakan CCTV di MI Ma’arif
Singosaren? berdasarkan hasil uji hipotesis
penelitian menunjukkan bahwa sampel berdistribusi
normal dan data berasal dari varian yang homogen,
artinya kedua sampel memiliki kemampuan yang
sama untuk dijadikan sampel dalam penelitian.
Penggunaan CCTV terbukti dapat
memberikan pengaruh terhadap kedisiplinan peserta
didik dalam KBM. Hal ini dapat ditunjukkan dari
hasil uji independent sample t-test dengan
membandingkan data dari dua sekolah, diperoleh
Page 84
hasil Thitung= 6,172 dengan Ttabel= 2,042.
Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat
diketahui bahwa hasil THitung > TTabel, sehingga H1
diterima dan H0 ditolak ini berarti terdapat
perbedaan rata-rata yang signifikan antara sekolah
yang menggunakan CCTV dan yang tidak
menggunakan CCTV. Dari hasil rata-rata
perhitungan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
sekolah yang menggunakan CCTV mempunyai
tingkat kedisiplinan yang lebih tinggi dalam KBM
jika dibandingkan dengan sekolah yang tidak
menggunakan CCTV.
Hasil tersebut disebabkan karena dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran terdapat
pengawasan yang dilakukan yang dilakukan kepada
siswa selama proses pembelajaran. Sehingga dengan
adanya pengawasan tersebut siswa memiliki
kesadaran untuk lebih disiplin dalam melaksanakan
KBM di kelas. Penggunaan CCTV di sekolah
termasuk kedalam fasilitas yang fungsi utamanya
ditujukan untuk mengawasi seluruh kegiatan siswa
di sekolah utamanya dalam pembelajaran, kemudian
dari pengawasan tersebut kepala sekolah dapat
memeriksa apakah kegiatan yang dilaksanakan
sudah sesuai dan mencapai tujuan atau belum. Dari
pengawasan yang dilakukan tersebut dapat
digunakan untuk mengetahui kekurangan-
kekurangan atau kesalahan yang perlu diperbaiki
dalam proses pembelajaran baik terhadap guru
ataupun siswa. Sehingga terbukti sesuai dengan teori
Page 85
yang telah disebutkan, dengan adanya CCTV, cukup
efektif dalam meningkatkan kedisiplinan bagi
peserta didik dalam KBM. Melalui fungsi
pengawasan dan evaluasi, kepala sekolah dapat
melaksanakan pembinaan dan peningkatan
kemampuan untuk disiplin belajar.
Page 86
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian data terbukti bahwa
sekolah yang menggunakan CCTV memiliki kedisiplinan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah yang
tidak menggunakan CCTV. Hal ini terbukti dari hasil uji
independent sample t-test dengan membandingkan
kedisiplinan peserta didik di dua sekolah yaitu MI
Ma’arif Cekok Babadan dan MI Ma’arif Singosaren
Jenangan Ponorogo yang diperoleh hasil Thitung= 6,172
dengan Ttabel= 2,042. Berdasarkan hasil pengujian
tersebut dapat diketahui bahwa hasil THitung > TTabel,
sehingga H1 diterima dan Ho ditolak.
Penggunaan CCTV dalam meningkatkan
kedisiplinan peserta didik memiliki tingkat yang sangat
efektif dengan skala indikator terpenuhi 15 ≤ x ≤ 20.
Sesuai dengan hasil pengujian yang telah dilakukan
maka dapat diketahui bahwa MI Ma’arif Cekok dengan
penggunaan CCTV memiliki tingkat kedisiplinan yang
lebih tinggi daripada MI Ma’arif Singosaren yang tidak
menggunakan CCTV. MI Ma’arif Singosaren memiliki
kedisiplinan yang rendah sesuai dengan hasil pengujian
dan didasarkan pada indikator-indikator kedisiplinan
pada angket yang tidak terpenuhi.
Page 87
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan
yang telah diuraikan tersebut, peneliti mengajukan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi Peserta Didik
Berdasarkan hasil penelitian masih terdapat
beberapa peserta didik yang belum mengerjakan
tugasnya pada waktu pengumpulan tugas. Hal
tersebut dapat diperbaiki dengan pembiasaan diri
untuk belajar setiap hari dan tidak menunda tugas
yang diberikan dari sekolah. Selain itu, sikap
disiplin dalam belajar juga perlu ditingkatkan antara
lain dengan cara meningkatkan frekuensi belajar
ketika dirumah, membiasakan untuk mengulang
materi pelajaran yang telah diajarkan oleh guru dari
sekolah, dan membuat jadwal rutin untuk
melaksanakan belajar kelompok di luar jam
pembelajaran di sekolah.
2. Bagi Guru
Berdasarkan hasil penelitian guru sudah
memberikan contoh kepada siswa untuk membentuk
karakter disiplin dalam belajar. Contoh tersebut
diantaranya, yaitu datang ke sekolah tepat waktu
sebelum jam pembelajaran dimulai dan masuk kelas
tepat waktu setelah bel pergantian jam pelajaran.
Namun, pada saat jam pembelajaran dan siswa
diberikan tugas ada beberapa siswa yang berkeliaran
di luar kelas. Hal tersebut terjadi pada saat selesai
memberikan tugas, guru meninggalkan kelas
Page 88
padahal jam pembelajaran belum berakhir. Untuk
mengatasi hal tersebut, peneliti menyarankan
hendaknya guru tetap berada di dalam kelas
mendampingi peserta didik sampai berakhirnya jam
pembelajaran.
3. Bagi Sekolah
Pihak sekolah diharapkan mampu untuk
meningkatkan kualitas Pendidikan di sekolah
terutama dalam proses belajar mengajar di kelas.
Selain membentuk tata tertib dan peraturan sekolah,
sekolah juga harus menyediakan fasilitas yang dapat
digunakan sebagai sarana dalam mengontrol
ketertiban dan kedisiplinan di sekolah.
4. Bagi Peneliti
Dalam penelitian ini masih terdapat
kekurangan yang disebabkan terbatasnya waktu
yang dimiliki oleh peneliti dan pengetahuan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
kedisiplinan peserta didik di sekolah. Oleh sebab itu,
peneliti mengharapkan bagi peneliti selanjutnya
agar dapat mengetahui seberapa jauh CCTV dapat
membantu dalam meningkatkan kedisiplinan
peserta didik di sekolah, tidak hanya di sekolah
tingkat dasar namun pada sekolah dengan jenjang
yang lebih tinggi. Selain hal tersebut, perlu juga
untuk melaksanakan penelitian berkaitan dengan
hal-hal lain yang lebih berpengaruh dalam
meningkatkan kedisiplinan guru dan siswa di
sekolah.
Page 89
82
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian, Jakarta:
Rineka Cipta, 2010.
Aulia, Alin. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams
Games Tournament) Untuk Meningkatkan
Kedisiplinan dan Prestasi Belajar Matematika
Siswa Kelas VIID SMP N 1 Kembaran, Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 2012.
Barnawi dan Mohammad Arifin. Instrumen Pembinaan
Peningkatan dan Penilaian Kinerja Guru
Profesional, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Budiyono. Metodologi Penelitian Pendidikan, Surakarta:
UNS Press, 2003.
Cahyadi, Budi. Home Security Membuat Webcam
sebagai CCTV melalui Smartphone, Yogyakarta:
ANDI OFFSET, 2014.
Daryanto dan Muhammad Farid. Konsep Dasar
Manajemen Pendidikan di Sekolah, Yogyakarta:
Gava Media, 2013.
Djafri, Novianty. Manajemen Kepemimpinan Kepala
Sekolah (Pengetahuan Manajemen, Efektifitas,
Kemandirian, Keunggulan Bersaing dan
Kecerdasan Emosi),Yogyakarta: Deepublish,
2017.
Page 90
83
Eriyanto. Teknik Saampling Analisis Opini Publik.
Yogyakarta: Lkis Yogyakarta, 2007.
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan
Program IBM SPSS 25, Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. 2018
Jasmani dan Syaiful Mustofa. Supervisi Pendidikan
Terobosan Baru dalam Kinerja Peningkatan
Kerja Pengawas Sekolah dan Guru, Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2013.
Kurniawan, Wisnu Aditya. Budaya Tertib di Sekolah
(Penguatan Pendidikan Karakter Siswa),
Sukabumi: Jejak, 2018.
Kusumaningtyas, Febri. Kedisiplinan Guru dalam Proses
Pembelajaran di SD Negeri 1 Sembung, Skripsi,
Universitas Negeri Yogyakarta, 2017.
Lestiawati, Heni. Pengaruh CCTV terhadap Aktivitas
Peserta Didik Dalam Mengikuti Pembelajaran
PKN di SMA YP UNILA Bandar Lampung Tahun
Pelajaran 2012/2013, Skripsi, UNILA, Lampung,
2013.
Moenir, A.S. Masalah-Masalah dalam Belajar,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Mustari, Mohamad. Nilai Karakter Refleksi Untuk
Pendidikan, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2014.
Page 91
84
Nugroho, Yohannes Anton. It’s Easy Olah Data dengan
SPSS, Yogyakarta: Scripta Media Creative, 2011.
Offirstson, Topic. Mutu Pendidikan Madrasah
Tsanawiyah, Yogyakarta: Deepublish, 2014.
PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Tahapan Kegiatan
Pengawasan Proses Pembelajaran.
Pribadi, Benny A. Model Desain Sistem Pembelajaran,
Jakarta: PT Dian Rakyat, 2009.
Purnomo, Aji. EfektivitasPengawasan Closed Circuit
Television (CCTV) Dalam Meningkatkan Perilaku
Kedisiplinan peserta didik Pada Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Kelas XII Di SMKN 3
Wonosari Jurnal Al Ghazali Vol. 1, No. 2 Tahun
2018
Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran,
Bandung: Alfabeta, 2014.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenada
Media Group, 2008.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenada
Media Group, 2006.
Page 92
85
Sinambela, Lijan Poltak. Kinerja Pegawai: Teori
Pengukuran dan Implikasi, Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2012.
Sucahyowati, Hari. Pengantar Manajemen, Malang:
Wilis, 2017.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D , Bandung:
Alfabeta, 2016.
Susilana, Rudi dan Cepi Riyana. Media Pembelajaran
(Hakikat, Pegembangan, Pemanfaatan,
Penilaian), Bandung: Wacana Prima, 2009.
Sutisno, Edi. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2009.
Tim Darrus Sunnah. Al-Quran dan Terjemahnya Edisi
Tahun 2002, Jakarta: Darrus Sunnah, 2012.
Trihendradi, C. Langkah Praktis Menguasai Statistik
Untuk Ilmu Sosial Kesehatan Konsep dan
Penerapannya Menggunakan SPSS, Yogyakarta:
Andi Offset. 2013
Ula, S. Shoimatul. Revolusi Belajar Optimalisasi
Kecerdasan melalui Pembelajaran Berbasis
Kecerdasan Majemuk, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2015.
Page 93
86
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Widyardini, Sekaring Tyas. Pemrograman Matlab Untuk
Pengilahan Citra Digital (Studi Kasus Sistem
Pemantauan Ruangan Pengganti CCTV), Malang:
UB Press, 201