i LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015 Studi Kelayakan Teknis dan Ekonomi Rencana Pembangunan Rumah Sakit Tipe D Pratama di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng Tim Pengusul : 1. Ir. Ida Bagus Ngurah Bupala, MT. NIP. 195312311986021004 2. I Ketut Mudra, ST., MT. NIP. 196811201995031001 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA SEPTEMBER 2015 No. SPK : 2230.1/UN14.1.31/PN/2015 Tanggal 8 Juni 2015 No. SP.DIPA-042.04.2.400107/2015 Tanggal 15 April 2015
93
Embed
Studi Kelayakan Teknis dan Ekonomi Rencana Pembangunan ... fileStudi Kelayakan Teknis dan Ekonomi Rencana Pembangunan Rumah Sakit Tipe D Pratama di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015
Studi Kelayakan Teknis dan Ekonomi
Rencana Pembangunan Rumah Sakit Tipe D Pratama
di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng
Tim Pengusul :
1. Ir. Ida Bagus Ngurah Bupala, MT. NIP. 195312311986021004
2. I Ketut Mudra, ST., MT. NIP. 196811201995031001
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA
SEPTEMBER 2015
No. SPK : 2230.1/UN14.1.31/PN/2015 Tanggal 8 Juni 2015
No. SP.DIPA-042.04.2.400107/2015 Tanggal 15 April 2015
ii
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN
HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015
Judul Penelitian : Studi Kelayakan Teknis dan Ekonomi Rencana Pembangunan
Rumah Sakit Tipe D Pratama di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng .
Ketua Tim Peneliti : a. Nama Lengkap : Ir. Ida Bagus Ngurah Bupala, MT.
f. Asas keadilan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan
pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan
yang terjangkau.
g. Asas gender dan nondiskriminatif berarti bahwa pembangunan kesehatan tidak
membedakan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki
h. Asas norma agama berarti pembangunan kesehatan harus memperhatikan dan
menghormati serta tidak membedakan agama yang dianut masyarakat.
Sedangkan tujuan pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi pembangunan sumber daya manusia
yang produktif secara sosial dan ekonomis (Bab II, Pasal 3).
Pengaturan Fasilitas Pelayanan Kesehatan diatur dalam Pasal 30, dimana menurut jenis
pelayanan terdiri dari :
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan dasar.
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan spesialistik.
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan sub spesialistik.
Penentuan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan oleh pemerintah
daerah dengan mempertimbangkan (Pasal 35 Ayat 2) :
a. luas wilayah;
b. kebutuhan kesehatan;
c. jumlah dan persebaran penduduk;
d. pola penyakit;
e. pemanfaatannya;
f. fungsi sosial;
g. kemampuan dalam memanfaatkan teknologi.
Ketentuan perizinan fasilitas pelayanan kesehatan ditetapkan oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, dimana fasilitas pelayanan kesehatan wajib :
a. Memberikan akses yang luas bagi kebutuhan penelitian dan pengembangan di bidang
kesehatan; dan
9
b. Mengirimkan laporan hasil penelitian dan pengembangan kepada pemerintah daerah
atau menteri.
Pada pasal 32 dinyatakan bahwa :
a. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta,
wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan
pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
b. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta
dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
2.3. Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
Sekalipun SKN 1982 secara nyata telah berhasil digunakan sebagai acuan dalam
menetapkan berbagai kebijakan kesehatan di Indonesia, namun jika ditinjau dari
pencapaian dan kinerjanya, SKN 1982 tersebut masih belum begitu menggembirakan.
Sesuai dengan laporan WHO tahun 2000 (the World Health Report 2000) tentang “Health
Systems Improving Performance”, tercatat indikator pencapaian dan indikator kinerja
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Indonesia masih terhitung rendah.
Indikator pencapaian SKN ditentukan oleh dua determinan. Pertama, status kesehatan
yakni yang menunjuk pada tingkat kesehatan yang berhasil dicapai oleh SKN yang
dihitung dengan menggunakan disability adjusted life expectancy (DALE). Kedua, tingkat
ketanggapan (responsiveness) sistem kesehatan yakni yang menunjuk pada kemampuan
SKN dalam memenuhi harapan masyarakat tentang bagaimana mereka ingin diperlakukan
dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Hasil yang diperoleh untuk indikator ini
menempatkan Indonesia pada urutan ke 106 dari 191 negara anggota WHO yang dinilai.
Indikator kinerja SKN ditentukan oleh tiga determinan. Pertama, distribusi tingkat
kesehatan di suatu negara ditinjau dari kematian Balita. Kedua, distribusi ketanggapan
(responsiveness) sistem kesehatan ditinjau dari harapan masyarakat. Ketiga, distribusi
pembiayaan kesehatan ditinjau dari penghasilan keluarga. Hasil yang diperoleh untuk
indikator ini menempatkan Indonesia pada urutan ke 92 dari 191 negara anggota WHO
yang dinilai.
Karena indikator pencapaian SKN menunjuk pada tingkat kesehatan yang berhasil dicapai
dan tingkat ketanggapan SKN, maka indikator ini terutama dipengaruhi oleh upaya
kesehatan yang diselenggarakan di suatu negara. Jika upaya kesehatan tersebut tidak
10
tersedia dan tidak dapat dijangkau oleh masyarakat, maka sulit diharapkan meningkatnya
taraf kesehatan masyarakat.
2.4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Dalam rangka peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan Rumah Sakit serta pengaturan
hak dan kewajiban masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan, perlu mengatur
Rumah Sakit dengan Undang-Undang. Untuk itu, guna memberikan pemahaman secara
umum tentang rumah sakit sebagai dasar penyusunan Studi Kelayakan, maka akan
diuraikan beberapa ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit.
1) Ketentuan Umum, Asas dan Tujuan Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat.
Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai
kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti
diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi
sosial.
Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan :
a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah
sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan
d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah
sakit, dan Rumah Sakit.
2) Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna.
Untuk menjalankan tugas di atas, Rumah Sakit mempunyai fungsi :
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit;
11
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang
paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika
ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
3) Tanggung Jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk :
a. menyediakan Rumah Sakit berdasarkan kebutuhan masyarakat;
b. menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau
orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. membina dan mengawasi penyelenggaraan Rumah Sakit;
d. memberikan perlindungan kepada Rumah Sakit agar dapat memberikan pelayanan
kesehatan secara profesional dan bertanggung jawab;
e. memberikan perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan Rumah Sakit
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. menggerakkan peran serta masyarakat dalam pendirian Rumah Sakit sesuai dengan
jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat;
g. menyediakan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;
h. menjamin pembiayaan pelayanan kegawatdaruratan di Rumah Sakit akibat bencana dan
kejadian luar biasa;
i. menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan; dan
j. mengatur pendistribusian dan penyebaran alat kesehatan berteknologi tinggi dan
bernilai tinggi.
Tanggung jawab sebagaimana dimaksud di atas, dilaksanakan berdasarkan kewenangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Persyaratan Rumah Sakit
a. Ketentuan Umum :
(1) Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber
daya manusia, kefarmasian, dan peralatan.
(2) Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta.
12
(3) Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus
berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan,
Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan
Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan hukum yang
kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan.
b. Persyaratan Lokasi :
(1) Persyaratan lokasi harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan
lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan
kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit.
(2) Ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan lingkungan menyangkut Upaya
Pemantauan Lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan dan/atau dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(3) Ketentuan mengenai tata ruang dilaksanakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang
diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Tata Ruang
Kawasan Perkotaan dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
(4) Hasil kajian kebutuhan penyelenggaraan Rumah Sakit harus didasarkan pada studi
kelayakan dengan menggunakan prinsip pemerataan pelayanan, efisiensi dan
efektivitas, serta demografi.
c. Persyaratan Bangunan :
Dalam Bab V Bagian Ketiga; Bangunan, Pasal 8, disebutkan bahwa :
(1) persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung pada umumnya,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
(2) persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi
semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.
Selanjutnya, persyaratan bangunan Rumah Sakit juga mengatur tentang :
Persyaratan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna,
pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan.
Persyaratan minimal ruang yang harus tersedia.
13
Persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit diatur dengan Peraturan Menteri.
d. Persyaratan Prasarana, SDM, Kefarmasian dan Peralatan
Hal-hal yang terkait dengan Persyaratan Prasarana, SDM, Kefarmasian, dan Peralatan
dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit diatur pada Bab V
Pasal 11 sampai dengan Pasal 16.
5) Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit
Rumah Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
(1) Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam
Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.
(2) Rumah Sakit Umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis
penyakit.
(3) Rumah Sakit Khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis
penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau
kekhususan lainnya.
Berdasarkan pengelolaannya, Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit publik dan
Rumah Sakit privat.
(1) Rumah Sakit Publik :
Rumah Sakit publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan
hukum yang bersifat nirlaba.
Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan
Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat
dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.
(2) Rumah Sakit Privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk
Perseroan Terbatas atau Persero.
Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit pendidikan setelah memenuhi
persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan, antara lain :
Rumah Sakit pendidikan ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan
Menteri yang membidangi urusan pendidikan.
Rumah Sakit pendidikan merupakan Rumah Sakit yang menyelenggarakan
pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi
14
kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan
lainnya.
Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit Pendidikan dapat dibentuk Jejaring Rumah
Sakit Pendidikan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Rumah Sakit pendidikan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Klasifikasi Rumah Sakit diatur dalam Bab V Pasal 24, yaitu :
(1) Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi
rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit.
(2) Klasifikasi Rumah Sakit umum terdiri atas :
a. Rumah Sakit umum kelas A;
b. Rumah Sakit umum kelas B
c. Rumah Sakit umum kelas C;
d. Rumah Sakit umum kelas D.
(3) Klasifikasi Rumah Sakit khusus terdiri atas :
a. Rumah Sakit khusus kelas A;
b. Rumah Sakit khusus kelas B;
c. Rumah Sakit khusus kelas C.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi diatur dengan Peraturan Menteri.
2.5. Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Kelas D Pratama
Rumah Sakit (RS) Kelas D Pratama adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan kesehatan tingkat pertama dan spesialis dasar yang hanya
menyediakan pelayanan perawatan kelas 3 (tiga) yang memberikan pelayanan gawat
darurat, pelayanan rawat jalan, dan rawat inap serta pelayanan penunjang lainnya untuk
peningkatan akses bagi masyarakat dalam rangka menjamin upaya pelayanan kesehatan
perorangan.
1) Persyaratan
a. Lokasi
Dalam menentukan lokasi/lahan untuk mendirikan RS Kelas D Pratama perlu
dilakukan kajian masalah kesehatan, kebutuhan pelayanan kesehatan, dan skala
15
prioritas daerah yang membutuhkan disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah,
rencana tata bangunan dan lingkungan.
Lokasi RS Kelas D Pratama harus bebas dari pencemaran, banjir, rawan longsor, dan
tidak berdekatan dengan tempat bongkar muat barang, fasilitas umum, fasilitas
pendidikan, daerah industri, dan areal limbah pabrik. Diperlukan studi kelayakan
dalam penentuan lokasi pembangunan RS Kelas D Pratama.
Di samping persyaratan umum di atas, terdapat persyaratan lain yaitu :
(1) Kriteria Daerah :
Rumah sakit sulit dijangkau atau belum tersedia.
Daerah terpencil.
Daerah tertinggal.
Daerah perbatasan.
Daerah pulau-pulau kecil terluar.
Daerah perkotaan dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi.
(2) Lahan, Akses, Keamanan dan Fasilitas Penunjang.
b. Sarana dan Prasarana
(1) Sarana :
Massa bangunan dan block plan.
Bentuk bangunan dan fasilitas bangunan.
Zonasi.
Program ruang dan persyaratan teknis ruang.
(2) Prasarana :
Sistem tata udara.
Sistem kelistrikan.
Sistem pencahayaan.
Sistem proteksi kebakaran.
Sistem komunikasi.
Sistem gas medik dan vakum medik.
Sistem sanitasi.
Sistem pengendalian terhadap kebisingan.
Jalur sirkulasi.
Aksesibilitas penyandang cacat (disable).
16
(3) Fasilitas :
RS Kelas D Pratama mempunyai kapasitas minimal 10 tempat tidur sesuai dengan
kebutuhan pelayanan atau dapat mengacu pada standar WHO 1 TT/1.000
penduduk.
c. Sumber Daya Manusia
Penyediaan sumber daya manusia RS Kelas D Pratama diupayakan oleh
penyelenggara pelayanan rumah sakit baik dari pemerintah, pemerintah daerah,
maupun masyarakat. Kekurangan tenaga yang dibutuhkan dapat dikoordinasikan
dengan kementerian kesehatan atau institusi pendidikan kesehatan.
Penyelenggara RS Kelas D Pratama dapat melakukan kerjasama dengan Rumah Sakit
Umum Pusat maupun Rumah Sakit Umum Daerah untuk memenuhi kebutuhan tenaga
kesehatan yang dibutuhkan.
Keterangan RS Kelas D Pratama paling sedikit terdiri dari tenaga medis, keperawatan,
penunjang kesehatan, dan tenaga non-kesehatan. Dokter gigi yang bekerja di RS kelas
D Pratama di antaranya harus menjadi pimpinan rumah sakit.
Kebutuhan minimal ketenagaan baik tenaga kesehatan maupun tenaga non-kesehatan
dalam rangka penyelenggaraan palayanan di RS Kelas D Pratama sebagai berikut :
Tabel 1 : Persyaratan Minimal Ketenagaan Rumah Sakit Kelas D Pratama
NO. JENIS TENAGA JUMLAH
TENAGA
1 Tenaga Dokter/Dokter Kewenangan Tambahan* 4
2 Tenaga Dokter Gigi* 1
3 Tenaga Keperawatan
- Perawat anastesi* 1
- Perawat 8
- Bidan 2
4 Tenaga Kesehatan Non Keperawatan
- Asisten apoteker* 1
- Radiografer* 1
- Penata Labkes* 1
5 Tenaga penunjang 10
6 Manajerial/Administrasi
- Direktur 1
- Seksi 2
- Subbag TU 1
- Tenaga administrasi 2
Keterangan :
Apabila rumah sakit mepekerjakan tenaga kesehatan dengan kualifikasi lebih tinggi sesuai dengan kewenangan sebagaimana ditentukan peraturan perudang-undangan yang berlaku, tenaga kesehatan tersebut pada saat itu atau
secara otomatis (yang tidak/belum sesuai dengan ketentuan) wajib menyerahkan kewenangannya kepada tenaga
kesehatan yang tertinggi kewenangannya tanpa syarat.
17
Jumlah sumber daya manusia disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan dan
ketersediaan sarana dan prasarana. Pelayanan medik spesialis dasar yang sekurang-
kurangnya 2 (dua) dari 4 (empat) jenis pelayanan spesialis dasar meliputi pelayanan
penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan obstetri ginekologi. Pelayanan medik
spesialis dasar dapat dilaksanakan oleh dokter dengan kewenangan tambahan sesuai
dengan kompetensi yang dimiliki selama tidak ada dokter spesialis dengan bidang
kompetensi yang sama.
d. Peralatan
Peralatan kesehatan dan non-kesehatan dibutuhkan untuk mendukung kegiatan
pelayanan RS Kelas D Pratama dengan minimal 10 tempat tidur. Peralatan ini dikuasai
atau dimiliki dan dapat dibuktikan keberdaannya di ruang/tempat masing-masing di
dalam dan/atau di lingkungan rumah sakit.
e. Manajemen
(1) Perizinan :
Izin mendirikan RS Kelas D Pratama diberian oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di
bidang kesehatan pada pemerintah daerah kabupaten/kota.
Izin operasional RS Kelas D Pratama diberian oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota atas rekomendasi dari dinas kesehatan kabupaten/kota.
(2) Administrasi :
Rumah sakit yang didirikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah harus
berbentuk unit pelaksana teknis dari instansi yang bertugas di bidang kesehatan,
instansi tertentu, atau lembaga teknis daerah dengan pengelolaan badan layanan
umum atau badan layanan umum daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Rumah sakit yang didirikan oleh masyarakat harus berbentuk badan hukum yang
kegiatan usahanya hanya bergerak dibidang perumahsakitan.
(3) Organisasi :
Organisasi dan tata kerja RS Kelas D Pratama disusun berdasarkan prinsip hemat
struktur dan kaya fungsi, menggambarkan kewenangan, tanggung jawab, dan tata
hubungan kerja dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan administrasi
manajemen sesuai kebutuhan.
18
Struktur organisasi paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur
rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan medis serta administrasi
umum dan keuangan. Penetapan organisasi dan tata kerja rumah sakit menjadi
wewenang pemilik rumah sakit dengan mengacu pada peraturan yang berlaku.
2) Penyelenggaraan
Pelayanan RS Kelas D Pratama sebagaimana rumah sakit, yang mencakup pelayanan
dasar dan pelayanan spesialistik. Pelayanan ditujukan untuk kepentingan terbaik
pasien dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang sesuai SOP dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Lingkup Pelayanan
Lingkup pelayanan RS Kelas D Pratama terdiri atas :
(1) Pelayanan Medik Umum.
(2) Pelayanan Medik Spesialistik Dasar.
(3) Pelayanan Gawat Darurat.
(4) Pelayanan Pemulihan Pascatindakan.
(5) Pelayanan Keperawatan.
(6) Pelayanan Laboratorium.
(7) Pelayanan Radiologi.
(8) Pelayanan Farmasi.
(9) Pelayanan Gizi.
(10) Pelayanan Sterilisasi.
(11) Pelayanan Kesehatan Tradisional Alternatif Komplementer.
(12) Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS).
b. Kerjasama Operasional
Untuk menjamin mutu dan ketersediaan pelayanan RS Kelas D Pratama, diperlukan
kerjasama operasional dengan rumah sakit yang memiliki klasifikasi yang lebih tinggi.
Kerjasama operasional yang dilaksanakan RS Kelas D Pratama diantaranya kerjasama
dengan rumah sakit pemerintah atau swasta yang lokasinya terdekat sebagai rumah
sakit pengampu.
Pelaksanaan kerjasama RS Kelas D Pratama dengan rumah sakit pengampu harus
dituangkan dalam perjanjian kerjasama yang disetujui kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota di wilayah RS Kelas D Pratama berada.
19
Kerjasama operasional yang diberikan rumah sakit pengampu dapat berupa
penyediaan dokter spesialis dasar konsulen, pelatihan tenaga kesehatan, pelatihan
manajemen rumah sakit, dan kerjasama lainnya.
Kerjasama dapat dijalin dengan institusi lain seperti institusi pendidikan kedokteran,
BKKBN, dan lembaga lainnya. Kerjasama pembiayaan pelayanan kesehatan dapat
dilakukan dengan Jamkesmas, PT Askes dan lembaga pembiayaan kesehatan lainnya.
c. Klasifikasi
Pengelompokan kelas pelayanan RS Kelas D Pratama diklasifikasikan pada kelas D
Pratama. Dalam proses pengembangan pelayanan rumah sakit, RS Kelas D Pratama
dapat ditingkatkan menjadi rumah sakit umum kelas D atau kelas yang lebih tinggi.
d. Pembiayaan Operasional
Pembiayaan operasional RS Kelas D Pratama menjadi tanggung jawab pemilik rumah
sakit.
e. Tarif
Pada tarif ditetapkan Menteri Kesehatan dan besaran tarif RS Kelas D Pratama
ditetapkan oleh pemilik rumah sakit. Penentuan besaran tarif disesuaikan dengan tarif
kelas III dan harus memperhitungkan kemampuan perekonomian daerah setempat.
f. Peraturan Internal Rumah Sakit
Peraturan internal rumah sakit atau “hospital bylaws” merupakan konstitusi rumah
sakit yang mengatur secara administratif peran, tugas dan wewenang pemilik rumah
sakit, direktur rumah sakit, dan staf medis. Peraturan internal rumah sakit ditetapkan
oleh pemilik rumah sakit atau perwakilannya.
g. Komite Medik
Seluruh dokter merangkap sebagai anggota komite medik dan salah satunya menjadi
ketua komite. Ketua komite medik tidak boleh dijabat oleh direktur rumah sakit.
h. Penelitian dan Pengembangan dalam Bidang Kedokteran Komunitas dan
Humaniora Kesehatan
RS Kelas D Pratama dapat merupakan bagian dari institusi yang mengembangkan
penelitian dan pengembangan dalam bidang kedokteran komunitas dan humaniora
kesehatan yang bekerjasama dengan institusi pendidikan, institusi/lembaga kesehatan
masyarakat lainnya. Diprioritaskan kegiatan penelitian dan pengembangan kesehatan
di wilayah kerja setempat.
20
i. Pendidikan Tenaga Kesehatan dan SDM Kesehatan Lainnya
Pendidikan tenaga kesehatan dan SDM kesehatan lainnya diupayakan untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan medik yang dibutuhkan RS Kelas D Pratama.
Pendidikan tenaga kesehatan dan SDM kesehatan lainnya merupakan bagian dari
kerjasama operasional yang dilakukan RS Kelas D Pratama.
3) Pembinaan dan Pengendalian
Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
melaksanakan pembinaan dan pengendalian penyelenggaraan RS Kelas D Pratama
dalam bentuk penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta melakukan
supervisi, konsultasi, evaluasi dan bimbingan teknis. Pembinaan dan pengendalian
kegiatan pelayanan RS Kelas D Pratama dapat lakukan oleh pemerintah daerah dan
organisasi profesi serta asosiasi perumahsakitan sesuai dengan fungsi masing-masing.
RS Kelas D Pratama wajib melaporkan hasil penyelenggaraan pelayanan laporan
kinerja setiap triwulan ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
tembusan kepada Dinas Kesehatan Provinsi.
Laporan sebagaimana di maksud di atas mencakup antara lain kelahiran, morbiditas,
dan kualitas hidup. Laporan mortalitas mencakup data tentang penyebab kematian.
2.6. Agenda Prioritas Bidang Kesehatan dalam RPJP Kabupaten Buleleng
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Buleleng tahun 2005-2025
secara umum menyebutkan bahwa visi pembangunan daerah Kabupaten Buleleng adalah
“Buleleng Kerta Raharja Mengantarkan Bali Dwipa Jaya Berlandaskan Tri Hita Karana”.
Di mana misi dari RPJP Kabupaten Buleleng adalah :
1. Mewujudkan masyarakat Buleleng yang unggul, kompetitif, dan bertaqwa kepada
Tuhan, dengan jalan membangun sumberdaya manusia yang berkualitas, menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki daya saing, melalui penyelengaraan
pendidikan dan pelayanan kesehatan yang berkualitas untuk semua warga masyarakat;
2. Mewujudkan masyarakat yang mampu memenuhi kebutuhan hidup, dengan jalan
melaksanakan pembangunan bidang ekonomi untuk meningkatkan pendapatan dan
pemerataan pendapatan masyarakat, mengurangi pengangguran dan kemiskinan;
3. Mewujudkan keamanan daerah dan masyarakat, dengan menyelenggarakan
pemerintahan yang baik, memperkuat sistem keamanan, meningkatkan peran
21
masyarakat sipil, mendorong pengarusutamaan gender, menegakkan budaya hukum dan
politik, dan memantapkan pelaksanaan otononomi daerah;
4. Mewujudkan kebudayaan yang responsif terhadap perkembangan zaman dan
lingkungan global, melalui pelestarian, pewarisan dan pengembangan nilai-nilai budaya
yang dijiwai oleh agama Hindu, pemantapan kelembagaan, dan aktivitas budaya;
5. Mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, dengan jalan melaksanakan
pembangunan yang seimbang antar lapisan masyarakat, antar sektor, dan antar wilayah,
mempertahankan dan meningkatkan kemampuan lingkungan untuk menopang
pembangunan, sehingga pembangunan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini
dengan tidak mengurangi hak generasi berikutnya akan sumberdaya alam.
Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, RPJP Kabupaten Buleleng memberikan arahan
agenda prioritas setiap tahap pembangunan lima tahun. Arahan prioritas pembangunan
bidang kesehatan lima tahun tahap I terdapat pada point 4), yaitu : Agenda peningkatan
aksesibilitas dan kualitas kesehatan: meningkatkan kuantitas dan kualitas personil
paramedis; meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana kesehatan;
meningkatkan pelayanan gizi; meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan; mencegah dan
memberantas penyakit menular; meningkatkan kesehatan ibu dan anak; meningkatkan
pembangunan kesehatan dan pembangunan manajemen kesehatan.
22
Bab 3. Metode Penelitian
3.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini pada hakekatnya merupakan sebuah studi tentang kelayakan teknis dan
ekonomi terhadap rencana pembangunan Rumah Sakit Tipe D Pratama di Kecamatan
Seririt, Kabupaten Buleleng. Berdasarkan permasalahan, tujuan serta target dan luaran
yang telah diuraikan pada sub bab 1.2., 1.3., dan 1.4. di depan, maka penelitian ini
dirancang sebagai sebuah penelitian menggunakan metode kuantitatif.
Penelitian kuantitatif didasari oleh filsafat positivisme yang menekankan fenomena-
fenomena objektif dan dikaji secara kuantitatif. Maksimalisasi objektivitas desain
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan angka-angka, pengolahan statistik, struktur
dan percobaan terkontrol. Ada beberapa metode penelitian yang dapat dimasukan ke dalam
penelitian kuantitatif yang bersifat noneksperimental, yaitu metode : deskriptif, survai,
ekspos facto, komparatif, korelasional dan penelitian tindakan (https://karobby.wordpress.com/
Untuk mendapatkan kualitas bangunan seperti yang diharapkan, baik seperti
bagaimana yang tertera dalam gambar/desain maupun sebagaimana disyaratkan
dalam spesifikasi, maka diperlukan biaya untuk menyewa pengawasan
Manajemen Konstruksi (MK) yang nilainya diasumsikan sebesar 2.5% dari biaya
konstruksi yaitu sebesar Rp. 394.605.121,-
75
5) Biaya Operasional Tahun Pertama
a) Biaya Pengadaan Alat Kesehatan/Sarana dan Prasarana Kesehatan
Sebagaimana diketahui biaya untuk peralatan, sarana dan prasarana RS Kelas D
Pratama sudah ditentukan oleh peraturan tentang sarana dan prasarana yang
ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini juga tergantung dari model, jenis, dan
kapasitas pelayanan yang akan diberikan kepada pemakai, dalam hal ini adalah
masyarkat di wilayah Kabupaten Buleleng secara umum dan Kecamatan Seririt
khususnya.
Analisis kebutuhan jenis, jumlah, dan luasan ruang telah diuraikan pada Tabel
5.8. Demikian juga kebutuhan jenis peralatan pendukung dan penunjang kegiatan
operasional rumah sakit telah dijelaskan pada Tabel 5.9 sampai dengan Tabel
5.15. Berdasarkan analisis tersebut, maka kebutuhan biaya pengadaan alat
kesehatan/sarana dan prasarana kesehatan RS Kelas D Pratama diperkirakan
sebesar Rp. 2.424.195.281,-
b) Biaya Pelatihan (Training) dan Pemasaran/Promosi
Untuk memperoleh kinerja yang optimal dalam pelayanan rumah sakit, semua
komponen yang menjalankan sistem pelayanan harus dilatih (training) terlebih
dahulu, sehingga diperoleh tenaga operasional yang dapat menjalankan tugas
secara profesional. Untuk itu dibutuhkan biaya lebih kurang 5% dari biaya
konstruksi atau sebesar Rp. 789.210.242,-
c) Biaya Manajemen Pengelolaan Awal (6 sampai 12 bulan)
Biaya operasional tahun pertama juga harus diperhitungkan sesuai dengan
kapasitas pelayanan kesehatan yang akan diberikan kepada masyarakat, yang
jumlahnya lebih kurang sebesar 10% dari biaya konstruksi atau sebesar
Rp.1.578.420.483,-
6) Biaya Lain-Lain
a) Biaya Perijinan
Biaya perijinan terdiri dari : ijin lokasi dan ijin prinsip, ijin mendirikan bangunan,
ijin mengoperasikan peralatan, dan ijin operasional bangunan. Keseluruhan biaya
perijinan ini diperkirakan sebesar 3% dari biaya konstruksi bangunan, yang
besarnya lebih kurang Rp. 404.032.547,-
76
b) Biaya Pajak
Biaya pajak dan biaya retribusi lainnya diperhitungkan sebagi beban modal, yang
diasumsikan sebesar Rp. 2,622,352,276,-
c) Biaya Darurat (Contingencies)
Biaya tak terduga juga diperhitungkan dalam membuat estimasi investasi, yang
pada proyek RS Kelas D Pratama ini diasumsikan sebesar Rp. 67,338,758,-
7) Biaya Keseluruhan Proyek
Total biaya RS Pratama sampai siap untuk beroperasi termasuk PPN 10% adalah
Rp. 25.717.718.152,-. Tetapi jika ada salah satu fasilitas kelengkapan yang
dikurangi, akan terjadi beberapa alternatif biaya RS Kelas D Pratama. Hal ini
dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai besarnya investasi yang
diperlukan, serta seberapa besar pendapatan yang diperlukan untuk
pengembaliannya, terkait dengan penentuan besarnya biaya rawat inap serta ruang-
ruang pelayanan lainnya, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi
(pendapatan) pada RS Kelas D Pratama yang dibebankan kepada masyarakat, atau
yang harus disubsidi oleh Pemerintah.
Dari dana yang terhitung di atas, maka diharapkan tidak sepenuhnya diperoleh dari
Pemkab Buleleng melalui ABPD, juga diharapkan dapat diperoleh dari dana
pinjaman bank pemerintah. Dengan demikian, besarnya investasi dapat diasumsikan
mempunyai komposisi 81,28% loan (dana pinjaman) dan 18,72% equity (dana
pemilik) dengan interest rate 12% dan roe 15%. Untuk menghitung besarnya
pendapatan rumah sakit yang direncanakan agar dapat beroperasi dengan layak,
maka akan diperhitungkan nilai investasi pada akhir konstruksi atau pada awal tahun
kedua, dengan asumsi lama waktu pelaksanaan konstruksi proyek tidak lebih dari 1
(satu) tahun. Dengan demikian, besarnya investasi yang diperhitungkan sebagai dasar
perhitungan pengembalian investasi adalah nilai investasi pada akhir pelaksanaan
konstruksi atau pada awal operasional RS Kelas D Pratama. Sehingga besarnya
investasi yang diperhitungkan untuk pengembaliannya menjadi Rp. 29.118.807.983,-
sesuai dengan periode dan waktu pencairannya, serta interest rate dan DR on Equity
yang diperhitungkan (tabel terlampir).
77
c. Proyeksi Pendapatan dan Biaya
Perhitungan proyeksi pendapatan yang diharapkan berbasis pada beberapa hal penting
yaitu :
1) Luas efektif properti, yaitu luas ruang yang bisa memperoleh pendapatan, misalnya
ruang rawat inap, poliklinik dan ruang lainnya serta perbandingannya dengan luas
keseluruhan bangunan (proyek) beserta semua equipment dan requirment sehingga
proyek dapat beroperasi secara sempurna sesuai dengan yang diharapkan
2) Komposisi modal antara modal sendiri (equity) dan modal dari pinjaman (loan)
berikut DRE (Discout Rate of Equity) dan suku bunga pinjaman (interest rate).
3) Lama waktu dikonstruksi (pelaksanaan pembangunannya), berkaitan dengan waktu
mulai proyek beroperasi, semakin cepat semakin baik karena investasi yang ditanam
tidak membengkak sesuai dengan DRC (Dicount Rate of Capital).
4) Umur efektif properti (proyek) yang diperhitungkan.
5) Periode pencairan investasi, yang juga berpengaruh besar terhadap perhitungan
pendapatan yang diharapkan.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas, akan diperoleh hasil perhitungan dengan matrik
seperti terlihat pada Gambar 7.
PENDEKATAN HARAPAN PENDAPATAN RS PRATAMA
Diasumsikan Pinjaman selama 20 th dengan pengembalian diangsur selama 228 bulan Luas lahan 11,155 M2
Luas Lantai Dasar Bangunan yang diijinkan (KDB =60%) 4,462 M2
Luas Lantai Bangunan 2,666 M2
Luas lantai efektif (yang diharapkan memperoleh pendapatan) 980 M2
Biaya (Rp) per M2 luas bangunan (Pek. Sipil & Arst) 4,041,844 /M2
Asumsi Terdiri dari 4 tipe ruang Efektif : 42 Klinik 1 = 9 Jumlah Luas (M2) = 378 49 R Pwatan = 10 Jumlah Luas (M2) = 490 49 R persiapan = 1 Jumlah Luas (M2) = 49 63 R Lain = 1 Jumlah Luas (M2) = 63 Luas lantai disewakan (M2) (fasilitas hunian saja) = 980
Pendekatan harga sewa/unit kamar dicari dari besarnya investasi yang dibutuhkan/unit kamar, dengan membagi jumlah total investasi dengan luas yang disewakan dikalikan luas unit kamar : ----> dianggap Investasi per tipe kamar.
Diperoleh investasi per M2 luas lantai yang memperoleh pendapatan (Rp) = 26,242,570
Investasi untuk : Klinik 1 = 1,102,187,921 R Perawatan = 1,285,885,908 R persiapan = 1,285,885,908 R Lain = 1,653,281,881
Dicari Harga pengembalian Annual (PMT) dengan rumus pengembalian modal : Biaya keseluruhan Property pada akhir thn I (setelah masa konstruksi) Rp. (termasuk pajak dan lain-lain) = 29,118,807,983 29,118,807,983
Investasi Harga satuan bangunan/M2 menjadi (Rp) ----> = 29,713,069
78
Shg Investasi utk: Klinik 1 = 1,247,948,914 R Perawatan = 1,455,940,399 641,027,747 R persiapan = 1,455,940,399 R Lain = 1,871,923,370
PMT Capital dengan ROC = 12.56% 639,949,853 Komposisi modal pada akhir tahun I : (diperhitungkan dari nilai investasi pada akhir tahun I) Loan (dengan bunga/interest) 12.00% = 81.28% 23,536,885,434 228 PMT(angs/bln) 499,863,682
Modal sendiri (dgn rate of equity (ROE )) 15.00% = 18.72% 5,581,922,549 228
Pendpt Equity/bln 141,164,065
Kapasitas TT RS Pratama direncanakan = 60 Terdiri dari tipe : Luas/unit (M2) Jumlah unit 42 Klinik 1 42 = 9 Jumlah Luas (M2) = 378 49 R Perawatan 49 = 10 Jumlah Luas (M2) = 490 49 R persiapan 49 = 1 Jumlah Luas (M2) = 49 63 R Lain 63 = 1 Jumlah Luas (M2) = 63 Luas lantai yang memperoleh Pendapatan (M2) (Ruang Efektif saja) = 980
Pendekatan harga sewa/unit kamar dicari dari besarnya investasi yang dibutuhkan/unit kamar, dengan membagi jumlah total investasi dengan luas yang disewakan dikalikan luas unit kamar : ----> dianggap Investasi per tipe kamar.
Diperoleh investasi per M2 luas lantai yang disewakan (Rp) = 29,713,069 Harapan Pendapatan/Hari/Ruang pada titik impas (BEP) Investasi untuk satu unit : Harapan Pendapatan/Hari/Ruang terdiri dari
Klinik 1 1,247,948,914 914,214 8 jenis 476,459 R Pwatan 1,455,940,399 1,066,583 @ 7 TT 555,869
R persiapan/ R tindakan, dll 1,455,940,399 1,066,583 R Operasi 555,869
R Lain 1,871,923,370 1,371,321 dll 714,688
Gambar 7 : Matrik Perhitungan Proyeksi Pendapatan dan Biaya RS Kelas D Pratama Sumber : Hasil Analisis (2015)
Dengan memperhitungkan anual pengembalian modal sebesar Rp 639.949.853,- maka
diperoleh asumsi besarnya harapan pendapatan untuk setiap ruang efektif adalah
sebagai berikut :
1) Klinik sebesar Rp. 914.214,- pada kondisi normal, dan Rp. 476.459,- pada kondisi
BEP. Jika menggunakan standar tarif yang tercantum pada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013, tentang Standar Tarif
Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
yaitu antara Rp. 8.000,- sampai dengan Rp. 10.000,- maka masing-masing klinik
harus dapat melayani paling sedikit 48 orang dalam sehari.
2) Ruang Rawat Inap Rp. 1.066.583,- pada kondisi normal dan Rp. 555.869,-pada
kondisi BEP, sehingga jika setiap Ruang Rawat Inap berkapasitas 7 (tujuh) tempat
tidur (TT), maka untuk setiap TT hanya memperoleh pendapatan sebesar Rp.
79.410,-. Jadi masih berada di bawah standar tarif yang ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 yang besarnya Rp.
100.000,- per hari.
79
3) Ruang Persiapan/Tindakan diasumsikan sama dengan di atas yaitu sebesar Rp.
1.066.583,- pada kondisi normal dan Rp. . 555.869,- pada kondisi BEP. Biaya yang
dibebankan kepada masyarakat pada penanganan di ruang tindakan (emergency,
operasi dan ruang lainnya) biasanya sangat beragam, sehingga tidak dapat diprediksi.
Tetapi dalam operasionalnya diharapkan ruang-ruang ini dapat memberikan
kontribusi pengembalian investasi sebesar Rp. 1.066.583,- ditambah Rp. 1.371.321,-
setiap hari. Jika mengacu pada standar tarif yang tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 yang rata-rata tarifnya sebesar
Rp. 200.000,- (pada pelayanan kesehatan kebidanan dan neonatal), maka Ruang
Persiapan/Tindakan diharapkan dapat melayani setidaknya 12 orang pasien setiap
hari.
d. Proyeksi Cash Flow
Untuk membuat proyeksi Cash Flow pada studi kelayakan ekonomi RS Kelas D
Pratama ini akan digunakan metode yang paling banyak dipakai saat ini yaitu metode
"Discounted Cash Flow", yang memanfaatkan rumus-rumus yang ada dengan
menentukan asumsi-asumsi yang berdasarkan pada data hasil survey serta analisis yang
dibuat. Aspek yang harus ditinjau dalam membuat proyeksi cash flow adalah seperti
terlihat pada Tabel 21 di bawah.
Tabel 21 : Aspek yang Ditinjau dalam Analisis Cash Flow
URAIAN ASUMSI KENAIKAN
+ Pendapatan dari RS Pratama Naik 5% per tahun
+ Pendapatan pelayanan lain-lain : Naik 5% per tahun
(kantin, foto copy, apotik, dll)
= Jumlah pendapatan kotor
- Vacancy dan pengeluaran lain-lain (5%) Naik 5% per tahun
= Pendapatan efektif
- Biaya operasional (10% x JPK=jml pend kotor) Naik 5% per tahun
= Pendapatan bersih
- Tambahan modal (untuk perbaikan) 10% tiap 5 tahun (simultan)
- Modal awal
- Pengembalian pinjaman (angsuran)
= Cash flow sebelum pajak
/ Tingkat pengembalian modal (DR) 12.56%
= Discounted Cash Flow (DCF)
80
Berdasarkan Tabel 21 di atas, dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut, yaitu :
Pendapatan RS Kelas D Pratama adalah pendapatan setiap hari dari semua pelayanan
yang diberikan (pada ruang efektif) yang telah diutarakan di atas, dijumlahkan dalam
satu tahun. Dari penjumlahan ini diperoleh pendapatan sebesar Rp. 7.679.398.234,-
yang diasumsikan akan naik sebesar 5% dalam setahun secara simultan.
Jumlah pendapatan yang diperoleh dari pelayanan jasa dan perdagangan (kantin, foto
copy, apotik, dll) diasumsikan sebesar Rp. 420.000,- per hari, sehingga dalam satu
tahun berjumlah Rp. 153.300.000,- yang juga diasumsikan akan naik sebesar 5% dalam
setahun secara simultan.
Vacancy dan pengeluaran lain-lain adalah sebesar 5% dari pendapatan kotor, yang
juga diasumsikan naik 5% setahun secara simultan.
Biaya operasional diasumsikan sebesar 10% dari pendapatan kotor, yang juga
diasumsikan naik secara simultan sebesar 5% setiap tahun.
Tambahan modal, juga diperlukan setiap 5 tahun untuk biaya perbaikan/
pemeliharaan/penggantian, yang besarnya diasumsikan 10% dari besarnya investasi
dan naik 10% setiap 5 tahun secara simultan.
Dengan metode matrik yang dibuat (terlampir) dapat disajikan proyeksi cash flow yang
diinginkan dengan tingkat pengembalian modal (DRC) sebesar 12,56%. Metode ini juga
dapat dengan cepat memperlihatkan besarnya nilai dari Break Event Point (BEP), Internal
Rate of Return (IRR), dan Net Present Value (NPV).
e. Nilai Break Event Point (BEP)
Sebagaimana telah disampaikan di atas, maka dengan metode matrik (terlampir) yang
dipakai, diperoleh nilai Break Event Point (BEP) pada jumlah pendapatan sebesar 52,12%
dari pendapatan normal atau sama dengan Rp. 4.002.255.553,- ditambah pendapatan lain-
lain sebesar Rp. 153.300.000,- atau sama dengan Rp. 4.155.555.553,- setahun.
Dengan nilai BEP pada 52,12% ini diperoleh besarnya Net Present Value (NPV) = 0; nilai
Internal Rate of Return (IRR) = 12,56% sama dengan DR/DRC (Discount Rate of Capital);
dan Benefit Cost Ratio (BCR) = 1, yaitu jumlah pendapatan dibagi 1+i atau DRC secara
simultan.
BCR =
n
t-0
Bt
(1+i)t
C
81
f. Nilai Internal Rate of Return (IRR)
Besarnya nilai Internal Rate of Return (IRR) yang secara umum dibuat dengan rumus :
IRR = i NPV1 +
NPV1- NPV2
Pada analisis discounted cash flow yang dibuat, dengan aspek-aspek dan nilai yang
disebutkan di atas, dapat memperlihatkan besarnya nilai Internal Rate of Return (IRR)
dalam kondisi normal adalah sebesar 25,898%, yang jauh lebih besar dari DR/DRC yang
besarnya hanya 12,56%, sehingga proyek RS Kelas D Pratama ini dinyatakan sangat
"layak" untuk dibangun.
g. Nilai Net Present Value (NPV)
Besarnya merupakan jumlah pendapatan setiap tahun yang dibagi dengan 1 ditambah
besarnya DR/DRC secara simultan selama tahun proyeksi dikurangi modal (investasi)
awal.
NPV =
n
t-1
Bt - Ct
(1+i)n-1
Dari perhitungan dengan memakai metode matrik discounted cash flow, diperoleh
besarnya Net Present Value (NPV) adalah sebesar Rp. 31.047.585.660,-. Dengan demikan,
besarnya Benefit Cost Ratio (BCR) adalah 2,0662, sehingga proyek RS Kelas D Pratama ini
juga dapat dinyatakan "layak" untuk dibangun.
82
Bab 5. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan
Hasil analisis situasi dari aspek eksternal (kebijakan, demografi, geografi, sosial ekonomi,
sosial budaya) menunjukkan bahwa kondisinya sangat mendukung rencana pembangunan
RS Kelas D Pratama di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng. Demikian juga dari aspek
internal (sarana kesehatan, pola penyakit dan epidemologi, teknologi,
SDM/ketenagakerjaan rumah sakit, organisasi, kinerja dan keuangan) menyatakan bahwa
rencana pembangunan RS Kelas D Pratama ini sangat dibutuhkan.
Analisis permintaan dari aspek lahan dan lokasi, menyatakan cukup strategis untuk
pembangunan RS Kelas D Pratama yang direncanakan menyediakan 60 Tempat Tidur
(TT) atau sebesar + 75% dari kebutuhan minimal 84 TT di Kecamatan Seririt tahun 2014.
Dari aspek teknis, lahan rencana lokasi pembangunan rumah sakit tidak dijumpai adanya
kendala, sehingga secara teknis pembangunan RS Kelas D Pratama ini layak untuk
dilanjutkan dengan mengikuti konsep dan rancangan rencana penataan site dan bangunan
yang telah dirumuskan. Untuk kebutuhan peralatan medis, SDM, serta organisasi dan
uraian tugas dijabarkan melalui pendekatan jenis pelayanan kesehatan dan jumlah TT yang
disediakan.
Berdasarkan metode matrik yang dipakai, diperoleh nilai Break Event Point (BEP) pada
jumlah pendapatan sebesar 52,12% dari pendapatan normal atau sama dengan Rp.
4.002.255.553,- ditambah pendapatan lain-lain sebesar Rp. 153.300.000,- atau sama
dengan Rp. 4.155.555.553,- setahun. Dengan nilai BEP pada 52,12% ini diperoleh
besarnya Net Present Value (NPV) = 0; nilai Internal Rate of Return (IRR) = 12,56%
sama dengan DR/DRC (Discount Rate of Capital); dan Benefit Cost Ratio (BCR) = 1, yaitu
jumlah pendapatan dibagi 1+i atau DRC secara simultan.
Pada analisis discounted cash flow yang dibuat, dapat memperlihatkan besarnya nilai
Internal Rate of Return (IRR) dalam kondisi normal adalah sebesar 25,898%, yang jauh
lebih besar dari DR/DRC yang besarnya hanya 12,56%, sehingga proyek RS Kelas D
Pratama ini dinyatakan sangat layak untuk dibangun.
Untuk nilai Net Present Value (NPV) besarnya merupakan jumlah pendapatan setiap tahun
yang dibagi dengan 1 ditambah besarnya DR/DRC secara simultan selama tahun proyeksi
83
dikurangi modal (investasi) awal. Dari perhitungan dengan memakai metode matrik
discounted cash flow, diperoleh besarnya Net Present Value (NPV) adalah sebesar Rp.
31.047.585.660,-. Dengan demikan, besarnya Benefit Cost Ratio (BCR) adalah 2,0662,
sehingga proyek RS Kelas D Pratama ini juga dapat dinyatakan layak untuk dibangun.
5.2. Saran
Untuk saat ini, RS Kelas D Pratama direncanakan menyediakan fasilitas dan kemampuan
pelayanan kesehatan tingkat pertama dan spesialis dasar yang hanya menyediakan
pelayanan perawatan kelas 3 (tiga). Sejalan dengan perkembangan penduduk, ke depan
pelayanan rumah sakit ini perlu dikembangkan jangkauan pelayanannya untuk penduduk di
tiga wilayah kecamatan sekitar Seririt yaitu Kecamatan Gerokgak, Kecamatan Busungbiu,
dan Kecamatan Banjar. Pelayanan kesehatan yang diberikan juga harus ditingkatkan
kuantitas dan kualitasnya, sehingga dapat menjalankan fungsi sosial dan menghasilkan
pendapatan (profit), agar mampu membiayai operasional rumah sakit secara
berkesinambungan. Untuk itu, beberapa saran yang dapat diajukan antara lain adalah :
Pengembangan rumah sakit secara vertikal, yaitu penambahan jumlah lantai/lapis
(Koefisien Lantai Bangunan) bangunan secara maksimal sesuai ketentuan yang berlaku.
Konsekuensinya adalah desain RS Kelas D Pratama ini harus dirancang agar secara
teknis dapat dilakukan penambahan/ pembangunan ruang ke atas secara bertahap.
Pengembangan rumah sakit secara horizontal, yaitu dengan menambah luas areal lahan
(site) RS Kelas D Pratama, mengingat lahan di sekitar rencana pembangunan rumah
sakit ini merupakan tanah milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. Hal ini tentunya
membutuhkan komunikasi dan koordinasi yang baik antara Pemkab Buleleng dengan
Pemprov Bali, guna mendukung pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten
Buleleng.
84
Daftar Pustaka
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Buleleng, Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Buleleng Tahun 2013-2033.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Buleleng, Rencana Induk
Pembangunan Kesehatan Kabupaten Buleleng Tahun 2013.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Buleleng (2012), Buleleng Dalam Angka.
Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, Profil Kesehatan Kabupaten Buleleng Tahun 2011.
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2012, Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Kelas D Pratama.
Haryanto (2012), Pengertian Kesehatan.
Ka Robby https://karobby.wordpress.com/2012/05/12/konsep-dan-macam-macam-metode-
penelitian.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 228/MENKES/SK/III/2002,
tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang
Wajib Dilaksanakan Daerah.
Pemerintah Kabupaten Buleleng, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Kabupaten Buleleng Tahun 2005-2025.
Pemerintah Kabupaten Buleleng, Draft Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
Kabupaten Buleleng Tahun 2012-2017.
Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 9 Tahun 2013, tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Buleleng Tahun 2013-2033.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045/MENKES/PER/XI/ 2006,
tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 741/MENKES/PER/VII/ 2008,
tentang Standard Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 147/MENKES/PER/I/ 2010,
tentang Perijinan Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/ 2010,
tentang Klasifikasi Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013, tentang Kriteria
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terpencil, Sangat Terpencil, dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang Tidak Diminati.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013, tentang Standar
Tarif Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 45/PRT/2007, tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah