Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawa san Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. STUDI KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG DI KAWASAN PERAIRAN BAGIAN BARAT PULAU RUBIAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM SKRIPSI SARAH LILIANA PANDIANGAN 050805056 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
PERSETUJUAN
Judul : STUDI KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG DIKAWASAN PERAIRAN BAGIAN BARAT PULAURUBIAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Kategori : SKRIPSI Nama : SARAH LILIANA PANDIANGAN Nomor Induk Mahasiswa : 050805056Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGIDepartemen : BIOLOGIFakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
Diluluskan diMedan, Desember 2009
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
(Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M. Sc.) (Mayang Sari Yeanny S. Si, M. Si.) NIP:195810161987031003 NIP: 197211261998022002
Diketahui / DisetujuiDepartemen Biologi FMIPA USUKetua,
(Prof. Dr. Dwi Suryanto, M. Sc.) NIP: 196404091994031003
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
PENGHARGAAN
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telahmemberikan berkat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsiyang berjudul “ Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan BagianBarat Pulau Rubiah Naggroe Aceh Darussalam” dalam waktu yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnyakepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc selaku DosenPembimbing I dan Ibu Mayang Sari Yeanny, S.Si., M.Si selaku Dosen pembimbing II,terimakasih atas perhatian, arahan, tenaga, waktu dan nasehat yang telah diberikankepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Terimakasihkepada Bapak Drs. Nursal, M.Si selaku Dosen Penguji I dan Bapak Dr. Syafruddin
Ilyas, M. Biomed selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan banyak saran danarahan demi penyelesaian Skripsi ini. Terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. DwiSuryanto, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Akademik dan sebagai Ketua DepartemenBiologi FMIPA USU, dan kepada seluruh staf Pengajar di Departemen Biologi.Terimakasih juga oleh penulis kepada Dekan FMIPA USU Prof. Dr. Eddy, M., M.Sc.
Ucapan terimakasih yang tak ternilai Penulis ucapkan kepada yang TerhormatAyahanda tercinta M. Pandiangan dan Ibunda tersayang M. Simanjuntak buat Kasihsayang, Nasehat, Tiap tetes keringat dan air mata, harapan, doa, dan dukungan morilmaupun materi selama ini kepada Penulis yang selalu menguatkan, sehingga Penulisdapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini. Kepada Adik-adik handa terkasih : SariAni Niati Pandiangan, Santa Agnesia Margaret Pandiangan dan Abang sayangMardame Thecos Pandiangan yang selalu memberikan dukungan moril, kasih sayangdan do’a kepada penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepadayang terkasih Bapa tua M. Silitonga dan Inang tua M. Simanjuntak buat dukunganmoril dan do’a selama ini kepada penulis. Terimakasih juga kepada B’Andi, B’Rudi,K’Shanty, dan K’Qutenk buat semangat dan dukungan moril yang telah diberikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada abang-abang yang turut berperan besar dalam penelitian ini, Arief dan Epong serta yayasan FFI yang memberikan bantuan keringanan biaya dalam penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Pak Dekri yang dengan setia menemani tim selama di lapangan.
Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa/iBiologi 2005 atas kebersamaannya selama ini. Kepada tim lapangan Sabang-Iboih:Taripar, Misran Siregar, S.Si, Valentyna Pardede, S.Si , Phyle dan Erni terimakasihatas bantuan dan kebersamaan yang diberikan selama di lapangan. Serta teman-temandi Lab PSDAL Rosida Ambarita, S.Si, Toberni Situmorang, S.Si, Beca dan ErnaAfriningsih Simanjuntak. S.Si atas kebersamaannya dan kepada adik-adik di LabPSDAL Andri Buntil, Hariadi, Septy, Helen, Yanti, Farida dan kepada abang-kakakkustambuk 2003 dan 2004 serta kepada adik-adik seluruh stambuk 2006, 2007 dan 2008Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada abang asuhku B’aldo, S.Si dan
adik asuhku Elisabeth buat kebaikan dan dukungannya selama ini.
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan HasilPenelitian ini, untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun darisemua pihak demi kesempurnaan Skripsi ini.
Medan, Desember 2009
Penulis
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
ABSTRAK
Penelitian dengan judul “Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan PerairanBagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam” telah dilakukan pada bulanMei 2009. Penelitian ini dilakukan dengan metode “ Purpossive Random Sampling” yaitu menentukan 2 stasiun penelitian berdasarkan perbedaan aktivitas yang
berlangsung di Perairan tersebut. Pengamatan Ikan Karang dilakukan pada transekyang berukuran 4 x 50 meter sebanyak 3 transek pada setiap stasiun. Tujuan penelitianini adalah untuk melihat keanekaragaman ikan karang dan hubungan antara faktorfisik kimia dengan keanekaragaman ikan karang.
Dari hasil identifikasi diperoleh ikan karang yang termasuk kedalam kelasOsteichtyes yang tergolong dalam 1 ordo, 16 famili, 30 genus serta 51 spesies. Nilai
Kepadatan dan kepadatan Relatif tertinggi terdapat pada Pomacentrus spilotoceps dengan nilai masing-masing 0.985 ind/m2 dan 19.818 %. Nilai Kepadatan danKepadatan Relatif terendah terdapat pada beberapa spesies yaitu 0.005 ind/m2 dan0.181 %. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 2.3 sedangkanterendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 1.76. Indeks keseragaman tertinggi terdapat
pada stasiun 1 yaitu 0.66 sedangkan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 0.65. Darihasil analisis korelasi diketahui bahwa hubungan antara indeks keanekaragamandengan nilai faktor fisik kimia berkorelasi kuat.
Kata Kunci : Ikan Karang, Bagian Barat Pulau Rubiah
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Study of Reef Fish Diversity At The West Part Oceanik Of Rubiah
Island Nanggroe Aceh Darussalam
ABSRACT
The research with the title “Study of Reef Fish Diversity At The west Part Oceanik OfRubiah Island Nanggroe Aceh Darussalam” have been done at May 2009. ThisResearch is done with the method of Purpossive Random Sampling that is determine 2research station of pursuant to difference of society activity that goes on around thisoceanik. Reef fish survey done at the transect that sized 4 x 50 metres by 3 restatingtimes rill each research station. This research target is to see the diversity of reef fishand the correlation between chemical physical factor with the reef fish diversity.
From result identify to the reef fish obtained a class reef fish which pertainedin 1 ordo, 16 set of family and 30 genus and 51 species. The highest abundance andrelative abundance is obtained at Pomacentrus spilotoceps that is 0,985 ind/m2 and19,818 %. The lowest abundance and relative abundance at more spesies that is0,005 ind/m2 and 0,181 %. The highest diversity index are at station 1 that is 2,3while the lowest are at station 2 that is 1,76. Highest similarity index there are atstation 1 that is 0,66 while the lowest of similarity index there are at station 2 that is0,65. From result of correlation analysis known that the relation between variety
index and chemical physical factor value is strong correlation.
Keywords: Reef fish, West part of Rubiah Island
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak vi
Abstract vii
Daftar isi viii
Daftar Tabel ix
Daftar Lampiran x
Daftar Gambar xi
Bab 1. Pendahuluan 11.1 Latar Belakang 11.2 Permasalahan 21.3 Tujuan Penelitian 21.4 Hipotesis 21.5 Manfaat Penelitian 3
Bab 2. Tinjauan Pustaka 42.1 Ekosistem Laut 42.2 Ekosistem Terumbu Karang 52.3 Ikan Karang 62.4 Pembagian Ikan Karang 72.5 Ekologi Ikan 92.6 Anatomi dan Morfologi Ikan 102.7 Parameter Fisik-Kimia Air 12
Bab 3. Bahan dan Metoda 16
3.1 Waktu dan Tempat 163.2 Pengamatan Ikan Karang 16
3.3 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan 173.4 Analisa Data 19
Bab 4. Hasil dan Pembahasan 214.1 Jenis-jenis Ikan dan Klasifikasi 214.2 Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %)
Dan Frekuensi Kehadiran (FK %) Ikan Pada Setiap Stasiun Penelitian 304.3 Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E)
Pada Setiap Stasiun Penelitian 344.4 Faktor Fisik-Kimia Perairan 36
4.4.1 Temperatur Air 36
4.4.2 Intensitas Cahaya 37
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.3 Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam PengukuranFaktor Fisik Kimia Perairan 18
Tabel 4.1 Klasifikasi dan Jenis Ikan yang didapat pada Stasiun Penelitian 22
Tabel 4.2 Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %)dan Frekuensi Kehadiran (FK %) Ikan pada setiap Stasiun Penelitian 31
Tabel 4.3 Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) pada setiap Stasiun Penelitian 34
Tabel 4.4 Nilai Faktor Fisik-Kimia Yang Diperoleh Pada Setiap StasiunPenelitan 36
Tabel 4.5 Nilai Korelasi Yang Diperoleh Antara Parameter Fisik-Kimia PerairanDengan Keanekaragaman Ikan Yang Diperoleh Dari Setiap StasiunPenelitian. 41
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A : Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur DO 48Lampiran B : Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur BOD5 49
Lampiran C : Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) Pada Berbagai BesaranTemperatur Air 50
Lampiran D : Contoh Perhitungan 51Lampiran E : Data Mentah Penelitian 54Lampiran F : Hasil Analisis Korelasi 56Lampiran G : Foto Ikan Karang 57Lampiran H : Data Mentah Nilai Faktor Fisik-Kimia Perairan 58Lampiran I : Peta Lokasi Penelitian 59Lampiran J : Foto Lokasi Penelitian 60
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
tempat bertahan hidup dan berlindung sangat penting untuk keberlanjutan fungsinya di
dalam area otoritas yang telah dipertahankannya. Semua kebutuhan akan karang telah
disediakan oleh terumbu karang sebagai suatu ekosistem yang secara co-evolution
telah berkembang bersama-sama dengan ikan karang. Asosiasi Ikan karang dan
terumbu karang sangat erat, sehingga eksistensi ikan karang disuatu wilayah terumbu
karang sangat rapuh ketika terjadi pengrusakan habitatnya (Hartati & Edrus, 2005).
Berdasarkan literatur diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “Studi
Keanekaragaman Ikan Karang di Kawasan Perairan Sebelah Barat Pulau
Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam”.
1.2 Permasalahan
Perairan Pulau Rubiah di bagian Barat memiliki hamparan Terumbu Karang
yang cukup luas. Komunitas Ikan Karang merupakan salah satu biota pembentuk
ekosistem terumbu karang di perairan ini. Namun sejauh ini data mengenai jenis-jenis
Ikan Karang yang ada di pulau Rubiah ini masih sedikit diketahui dan
keanekaragamannya dipengaruhi oleh faktor fisik-kimia air laut yang disebabkan oleh beragamnya aktivitas manusia diantaranya adalah seperti snorkeling, pemukiman,
pariwisata, dan transportasi.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :1. Untuk mengetahui jenis-jenis dan Keanekaragaman Ikan Karang di Kawasan
Perairan bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam.
2. Untuk mengetahui faktor fisik-kimia perairan yang berkorelasi terhadap
keanekaragaman Ikan Karang tersebut.
1.4 Hipotesis
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Laut
Pembagian daerah ekosistem laut dibagi menjadi 3 daerah, yaitu Daerah
Litoral / Daerah Pasang Surut adalah daerah yang langsung berbatasan dengan darat.
Radiasi matahari, variasi temperatur dan salinitas mempunyai pengaruh yang lebih
berarti untuk daerah ini dibandingkan dengan daerah laut lainnya. Biota yang hidup di
daerah ini antara lain: ganggang yang hidup sebagai bentos, teripang, binatang laut,udang, kepiting, cacing laut. Daerah Neritik merupakan daerah laut dangkal, daerah
ini masih dapat ditembus cahaya sampai ke dasar, kedalaman daerah ini dapat
mencapai 200 m. Biota yang hidup di daerah ini adalah plankton, nekton, neston dan
bentos. Daerah Batial atau Daerah Remang-remang dimana kedalamannya antara
200 - 2000 m, sudah tidak ada produsen. Hewannya berupa nekton, dan Daerah
Abisal adalah daerah laut yang kedalamannya lebih dari 2000 m. Daerah ini gelap
sepanjang masa, tidak terdapat produsen (Nybakken, 1993, hlm: 43).
Pulau Rubiah merupakan salah satu daerah wisata bahari yang berada di Pulau
Weh, Kota Sabang. Pulau ini dahulunya merupakan asrama bagi para jama`ah haji
yang akan berangkat ke Mekkah. Namun saat ini, Pulau Rubiah dijadikan sebagai
objek daerah tujuan wisata yakni kawasan taman laut atau lebih di kenal dengan
sebuatan Taman Laut Rubiah (Sea Garden Of Rubiah). Luas perairannya yaitu 2.600
ha, mengelilingi Pulau Rubiah yang tersedia sebagai wisata alami dan menawarkan
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
indahnya alam bawah laut. Di dalamnya terdapat bermacam jenis ikan tropis, terumbu
karang, kerang raksasa, dan masih banyak lainnya (http://www.nad.go.id).
Laut merupakan suatu ekosistem yang kaya akan genetik, spesies dan
keanekaragaman ekosistem. Penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman dunia
laut adalah diluar perhitungan, dan terbukti bahwa lautan mempunyai fila binatang
yang lebih kaya dari daratan. Ekosistem laut memberikan produk dan servis yang
sangat penting untuk keperluan manusia dan untuk keseimbangan ekologis planet
bumi pada umumnya. Salah satu peranan terpenting dari ekosistem laut adalah
fungsinya sebagai marine biological pump (Djohan, 1996). Fungsi ini secara lebih
jelas terlihat pada siklus global karbondioksida yang berperan untuk mereduksi gas
CO2 di atmosfer sehingga akan mengurangi efek rumah kaca (Barus, 2004, hlm: 20).
Sebelah Barat Pulau Rubiah dengan jarak tempuh 350 m terdapat daerah
wisata pantai Iboih yang luasnya 1.300 ha dan 3 km sebelah Barat Laut terdapat
lokasi Tugu Kilometer Nol, sebelah Utara Pulau ini berbatasan langsung dengan
samudera Hindia. Sedangkan sebelah Timur berbatasan dengan daerah wisata pantai
Gapang. Pulau Rubiah tidak berpenghuni, namun Pulau ini ditumbuhi oleh beberapa jenis tumbuhan, salah satunya yakni pohon kelapa dan dihuni oleh beberapa jenis
hewan seperti monyet, ular, burung, serangga dan kadal. Pulau Rubiah juga memiliki
pantai yang berpasir putih dan dari Pulau ini dapat melihat dengan jelas kapal-kapal
besar yang melintas serta suasana tenggelamnya matahari (http://www.nad.go.id).
2.2 Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan ekosistem yang amat peka dan sensitif sekali. Ini
dikarenakan kehidupan di terumbu karang di dasari oleh hubungan yang erat. Rantai
makanan adalah salah satu dari bentuk hubungan tersebut. Terumbu karang
membutuhkan waktu berjuta tahun hingga dapat tercipta secara utuh dan indah. Dan
yang ada di perairan Indonesia saat ini paling tidak mulai terbentuk sejak 450 juta
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
yang sering terlihat di daerah terumbu karang adalah Carcharhinus spp (black tip
reef), triaenodon spp (white tip reef ) dan Carcharhinus amblyrhychos (cucut moncong
putih) (Romimohtarto & Juwana, 2001, Hlm: 28).
Jenis ikan hias yang mudah dan paling umum di jumpai di terumbu karang
adalah dari kelompok Pomacentridae, termasuk “anemonfish” dan “angelfish” yang
memiliki warna sangat indah. Disamping itu juga dari kelompok Chaetodontidae,
Zanclidae, Lethrinidae dan Haemulidae (Budiyanto, 2000, Hlm: 29).
Salah satu penyebab tingginya keragaman spesies terumbu adalah karena
variasi habitat terdapat di terumbu. Terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang
saja, tetapi juga didaerah berpasir, berbagai teluk dan celah, daerah alga, dan juga
perairan yang dangkal dan dalam zona-zona yang berbeda melintasi karang. Habitat
yang beranekaragam ini dapat menerangkan peningkatan jumlah ikan-ikan itu. Akan
tetapi, habitat yang banyak itu tidak cukup untuk menerangkan keragaman yang tinggi
pada ikan-ikan terumbu karang, terutama pada daerah-daerah setempat. Tingginya
keragaman ikan setempat mendorong untuk dilakukan sejumlah penelitian (Nybakken,
1988, hlm: 352).
Indikator pertama yang dapat digunakan untuk mengkaji perubahan-perubahan
seiring waktu dalam tingkat populasi adalah komunitas ikan. Beberapa alasan
pemilihan ikan sebagai indikator karena Ikan merupakan satu kesatuan dari sistem
kehidupan karang, tanggapan-tanggapannya cukup mencerminkan adanya proses-
proses yang mengancam yang mengancam atau yang mendukungsistem tersebut
secara keseluruhan, dan termasuk mempengaruhi berbagai komponen lainnya (Gomez
& Yap, 1984). Ikan adalah organisme yang relatif lebih kompleks, dimana banyakaspek biologi dan perilakunya dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesesuaian
habitatnya, seperti ikan kepe-kepe (Chaetodontidae), predator polyp karang (Vivien &
Navarro, 1983).
2.4 Pembagian Ikan
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Menurut Lalli & Parsons (1993), ikan terbagi ke dalam tiga kelas berdasarkan
taksonominya yaitu:
a. Kelas Agnatha
Kelas ini meliputi ikan primitif seperti lamprey. Kelompok ini berumur 550 juta
tahun yang lalu dan sekarang hanya tinggal 50 spesies. Ikan ini tidak memiliki
sirip-sirip berpasangan tetapi memiliki sirip punggung dan satu sirip ekor.
b. Kelas Chondrichthyes
Kelas ini memiliki ciri yaitu adanya tukang rawan dan tidak mempunyai sisik.
Kelas ini juga termasuk kelas yang primitif dengan umur 450 juta tahun yang lalu
dan sekarang hanya mempuyai 300 spesies. Misalnya seperti ikan pari dan hiu dan
makanannya biasanya adalah plankton dan organisme bentik.
c. Kelas Osteichtyes
Kelas ini meliputi ikan teleostei yang merupakan ikan tulang sejati. Kelompok ini
merupakan ikan yang terbesar jumlahnya dari seluruh ikan, dimana melebihi20.000 spesies dan ditemukan 300 juta tahun yang lalu.
Satu dari penemuan-penemuan yang menarik tentang ikan-ikan pada terumbu
karang adalah perbedaan-perbedaan dalam ikan-ikan antara siang dan malam. Akan
tetapi, pada malam hari ikan-ikan diurnal ini berlindung di dalam terumbu dan
digantikan oleh sejumlah kecil spesies nokturnal yang tidak terlihat pada siang hari.
Meskipun beberapa dari spesies nokturnal ini secara ekologi sama dengan spesiesdiurnal tertentu (Apogonidae, sebagai contoh, menggantikan Pomacentridae), dalam
hubungannya dengan kebiasaan cara makan yang umum dari kebanyakan karnivora,
jumlah ikan pemakan bangkai sangat kecil karena karnivora mengambil setiap
organisme yang baru mati (Nybakken, 1988, hlm : 355).
Ikan herbivora dan pemakan karang merupakan kelompok besar kedua, dan
yang paling penting dari kelompok ini adalah famili Scaridae dan Acanthuridae.
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Hanya ada beberapa ikan yang merupakan pemakan zooplankton, dan mereka pada
umumnya kecil, yaitu ikan-ikan yang membentuk kumpulan (schooling) dari family
Clupeidae dan Atherinidae (Nybakken, 1988, hlm: 356).
Ikan karang dikelompokkan menurut statusnya, seperti ikan indikator, ikan
major, dan ikan target (English, et.al, 1994). Ikan indikator kebanyakan dari suku
Chaetodontidae yang kehadirannya dapat merefleksikan kondisi kesehatan ikan
karang. Ikan major adalah golongan ikan hias dan non ikan hias yang selalu
berasosiasi dengan karang, baik sebagai penetap maupun pelintas. Ikan target adalah
dari golongan ikan yang biasa dicari oleh nelayan untuk dimakan dan dijual (Hartati &
Edrus, 2005).
Analisis keragaman hayati ikan karang menggunakan beberapa indeks yang
dianggap penting sebagai baseline data. Indeks-indeks itu adalah indeks kekayaan
jenis (richness indices), indeks keanekaragaman (diversity indices), dan indekskeseimbangan (evenness indices) (Ludwig &Reynold, 1988) dan identifikasi jenis
ikan menggunakan buku petunjuk bergambar (Kuiter & Tonozuka, 2001).
2.5 Ekologi Ikan
Ikan sebagai hewan air memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimilikioleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan
disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Hewan darat dan hewan air sama-sama
memerlukan oksigen untuk proses kehidupannya. Namun, kandungan oksigen di
udara dan di air sangat berbeda. Kandungan oksigen di air hanya 5% atau kurang
dibanding kandungan oksigen di udara. Rendahnya kandungan oksigen dalam air
menyebabkan hewan air harus memompa sejumlah besar air ke permukaan insang
untuk mengambil oksigen. Bersamaan dengan itu, insang juga harus mengeluarkan
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
ion-ion berlebih yang masuk ke dalam tubuh. Semua kegiatan ini memerlukan energi
metabolik (Fujaya, 2002, hlm: 54).
Adanya sedimen dalam air akan mengurangi penetrasi cahaya masuk kedalam
air sehingga mengurangi kecepatan fotosintesis pada ekosistem perairan. Beberapa
hewan akuatik yang akan menyebabkan kekeruhan air dan sebaliknya dapat juga
menjernihkan air. Dengan demikian kekeruhan membatasi pertumbuhan organisme
yang menyesuaikan diri pada air yang tidak tercemar ( Michael, 1984, hlm: 76).
Banyak bioma akuatik memperlihatkan stratifikasi vertikal yang jelas pada
beberapa variable fisik dan kimiawi. Cahaya diserap oleh air itu sendiri dan oleh
mikroorganisme yang ada di dalamnya, sedemikian rupa sehingga intensitasnya
menurun secara cepat dengan bertambahnya kedalaman. Para ahli ekologi
membedakan antara bioma akuatik di bagian atas, yaitu daerah yang cahayanya
mencukupi untuk fotosintesis, dan bioma akuatik dibagian bawah, yaitu daerah
dengan sedikit sekali cahaya menembus sampai ke daerah itu. Suhu air juga
cenderung terstratifikasi, khususnya selama musim panas dan musim dingin. Energi
panas dari cahaya matahari akan menghangatkan permukaan air hingga ke bagian airyang dapat ditembus oleh cahaya matahari, tetapi air di tempat yang lebih dalam tetap
sangat dingin. Dalam lautan dan pada banyak danau di daerah beriklim sedang, suatu
lapisan tipis yang perubahan suhunya sangat cepat, memisahkan lapisan air bagian
atas yang lebih hangat dari lapisan air yang lebih dingin di bagian dalam. Pada bagian
dasar semua bioma akuatik, substratnya terbuat dari pasir dan sedimen organik dan
anorganik ( Reece & Mitchel, 1974, hlm: 87).
Aspek yang terakhir dari ekologi ikan terumbu adalah tentang perwujudan dari
tingkah laku membersihkan. Tingkah laku membersihkan adalah bentuk khusus dari
pemangsaan dimana ikan-ikan kecil tertentu atau udang-udang memindahkan berbagai
ektoparasit dari spesies ikan lain, yang biasanya berukuran lebih besar. Peranan
tingkah laku membersihkan diri ini bagi populasi ikan dan ekonomi terumbu karang
belum diketahui dengan baik. Pada proses ini, ikan-ikan pembersih sering membuat
”stasiun pembersihan” tempat mereka mengumumkan kehadirannya dengan warnanya
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Ikan merupakan salah satu jenis hewan vertebrata yang bersifat poikilotermis,
memiliki ciri khas pada tulang belakang, insang, dan siripnya serta tergantung pada air
sebagai medium untuk kehidupannya. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk
bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga
tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh arah angin. Ikan
juga menggunakan insang untuk mengambil oksigen dari air yang terdapat di
sekitarnya. Pola adaptasi ini sangat penting untuk mendapatkan makanan disamping
itu juga dapat menyelamatkan diri (Nybakken, 1993, hlm: 89).
Tubuh ikan terdiri atas caput, truncus dan caudal. Batas yang nyata antaracaput dan truncus disebut tepi caudal operculum dan sebagai batas antara truncus dan
ekor disebut anus. Kulit ikan terdiri dari dermis dan epidermis. Dermis terdiri dari
jaringan pengikat dilapisi oleh epitelium. Diantara sel-sel epitelium terdapat kelenjar
uniselular yang mengeluarkan lendir yang menyebabkan kulit ikan menjadi licin
(Radiopoetra, 1990, hlm: 98).
Selain itu ikan juga memiliki ciri khas, terutama cara perkembangan yangkebanyakan bertelur (ovipar), tapi beberapa jenis diantara ikan-ikan tersebut ada juga
yang menghasilkan anak yang menetas ketika masih berada dalam tubuh induknya
(ovovipar), dan ada juga yang melahirkan anak berupa individu-individu baru
(vivipar) seperti julung-julung ( Hemirhampohodon pogonognathus) yang bersifat
vivipar yang kemudian bunting yang secara terus menerus dan melahirkan individu
baru setiap beberapa hari sekali (Effendi, 1987, hlm: 78).
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Ciri-ciri lain yang menonjol dari ikan-ikan terumbu karang adalah warna
mereka. Khususnya pada tekanan pemangsaan yang besar, mereka mempunyai warna
yang sangat terang, warna yang terang merupakan suatu pemberitahuan bahwa spesies
itu mengandung racun atau zat lain yang tidak disukai, jadi predator akan
menghindarinya. Penjelasan lain bahwa, warna digunakan untuk pengenalan spesies,
warna juga digunakan untuk penyamaran spesies (kamuflase) baik dengan mengubah
bentuk ikan atau membuatnya nampak seperti sesuatu yang lain (Nybakken, 1988,
hlm: 357).
2.7 Parameter Fisik-Kimia Air
a. Temperatur
Suhu merupakan salah satu sifat fisik yang dapat mempengaruhi metabolismedan pertumbuhan badan ikan. Penyebaran suhu dalam perairan dapat terjadi karena
adanya penyerapan dan angin sedangkan yang mempengaruhi tinggi rendahnya suhu
adalah musim, cuaca, waktu pengukuran, kedalaman air dan lain sebagainya. Semua
jenis ikan mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu apalagi yang
drastis. Kisaran suhu yang baik untuk ikan adalah antara 25 - 320 C. Kisaran suhu ini
umumnya di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Laju metabolisme ikan dan
hewan air lainnya secara langsung meningkat dengan naiknya suhu. Peningkatanmetabolisme juga berarti meningkatkan kebutuhan akan oksigen. Beberapa jenis ikan
seperti ikan mas kecil (Carassius auaratus) mempunyai toleransi yang luas terhadap
suhu (Anwar et al, 1984, hlm: 68).
b. Intensitas Cahaya
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
naik pada pH 6,5 walaupun itu tergantung juga kepada jenis ikannya (Lesmana &
Dermawan, 2001, hlm: 89).
e. Jenis Substrat
Susunan substrat dasar penting bagi organisme yang hidup di perairan baik pada air
diam maupu air yang mengalir. Jenis ikan dipengaruhi oleh jenis substrat alami dan
pergerakan air sungai. Ini dapat mempengaruhi keberadaan ikan karena benthos yang
sering berada pada substrat dasar perairan berperan sebagai sumber makanan bagi
nekton (Michael, 1984, hlm: 79).
Substrat batu menyediakan tempat bagi spesies yang melekat sepanjang
hidupnya, juga digunakan oleh hewan yang bergerak sebagai tempat perlindungan
terhadap predator. Substrat dasar yang halus seperti lumpur, pasir dan tanah liat
menjadi tempat makanan dan perlindungan bagi hewan dasar (Lalli & Parsons, 1993,
hlm: 90).
f. DO ( Disolved Oxygen)
Oksigen diperlukan oleh ikan-ikan untuk menghasilkan energi yang sangat
penting bagi pencernaan dan asimilasi makanan, pemeliharaan keseimbangan osmotik
dan aktivitas lainnya. Jika persediaan oksigen di perairan sangat sedikit maka perairan
tersebut tidak baik bagi ikan dan makhluk hidup lainnya yang hidup di air, karena
akan mempengaruhi kecepatan makan dan pertumbuhan ikan. Kandungan oksigen
terlarut minimum 2 mg/l oksigen sudah cukup mendukung kehidupan organisme perairan secara normal. Ikan nila merah dalam kondisi oksigen terlarut sedikit di
bawah normal (1 mg/l O2) masih dapat ikan mas mampu mentolerir kandungan
oksigen terlarut (Wardana, 2001, hlm: 45).
g. BOD ( Biologycal Oxygen Demand )
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Salah satu indikator pencemaran yang umum digunakan dalam kualitas suatu perairan
adalah pengukuran BOD. Biological Oxygen Demand merupakan nilai yang
menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob dalam
proses penguraian senyawa organik yang diukur pada suhu 20º (Fardiaz, 1992, hlm:
23)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa
organik yang akan diuraikan, adanya mikroorganisme aerob yang mampu
menguraikan senyawa organik senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah
oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus, 2004, hlm: 98).
h. COD ( Chemical Oxygen Demand ).
Nilai COD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses
oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/L. Dengan mengukur nilai COD maka
akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses
oksidasi terhadap total senyawa organic baik yang mudahbdiuraikan secara biologis
maupun terhadap yang sukar diuraikan secara biologis (Barus, 2004, hlm: 66).
i. Salinitas
Secara alami kandungan garam terlarut dalam air dapat meningkat apabila
populasi fitoplankton menurun. Hal ini dapat terjadi karena melalui aktivitas respirasi
dari hewan dan bakteri air akan meningkatkan proses mineralisasi yang menyebabkan
kadar garam air meningkat. Garam-garam tersebut meningkat kadarnya dalam airkarena tidak lagi dikonsumsi oleh fitoplankton yang mengalami penurunan jumlah
populasi tersebut. Proses penguraian bahan organik dalam air, yang berasal dari
pembuangan limbah cair misalnya, melalui proses biodegradasi akan meningkatkan
garam-garam nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai jenis algae dan
fitoplankton lain. Toleransi dari organisme air terhadap kadar salinitas dapat
dibedakan antara stenohalin, yaitu organism yang mempunyai kisaran toleransi yang
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
A. percula Klonfis BiakChromis C. actipectoralis Jae-jae
C. dimidiate Jae-jae
Dascyllus Dascyllus aruanus Zebra Jakarta
Dischistodus Dischistodus fasciatus Giru
Pomacentrus Pomacentrus spilotoceps Giru-giru
Priacanthidae
Priacanthus Priacanthus hamrur -
Scaridae
Calotomus Calotomus spinidens -
Chlorurus Chlorurus sp. -
Scarus S. niger Kakatua Merah
S. oviceps Kakatua
S. altipinnis Kakatua
Serranidae
Pseudanthias P. squamipinnis -
Tetraodontidae
Canthigaster C. amboinensis Ikan Buntel
Toxotidae
Toxotes Toxotes jaculatrix Ikan Sumpit
Zanclidae
Zanclus Zanclus cornutus Morish
2. Blenniidae (Blennies).
Genus ikan yang memiliki warna mencakup keabu-abuan dengan bentuk jaringan
garis-garis pada ukuran yang berbeda, terdapat 3 garis horizontal dengan bintik-bintik
gelap/hitam.1-2 noda putih besar dibagian depan pada bagian dasar pectoral. Habitat
soliter/berpasangan di atas koral mati (dead coral), berlindung pada karang hinggakedalaman 5 m. Penyebaran mulai dari Indonesia, Filipina, Papua New Guinea
(gambar 2).
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
titik biru dan bergerombol, bentuknya kecil berwarna biru kehitaman, terdapat pula
titik-titik noda pada tubuh, bersifat soliter, berlindung disebelah luar karang-karang
yang dangkal hingga kedalaman 10 m (gambar 14).
Sumber : Allen, et al. 2003.
Gambar 14: Canthigaster amboinensis
15. Toxotidae (Archerfishes).
Genus ikan yang memiliki ciri-ciri tubuh dengan warna putih perak dengan
membentuk 4 atau 5 baji hitam yang membatasi pada sebagian sisi atasnya, sirip
dorsal tumbuh dengan baik pada bagian belakang tepat diatas belakang ekor, bergerak
bebas dipermukaan air, ‘menangkap’ insekta bawah air, memangsa dengan pancaranair dari mulut terumbu karang yang bersebelahan dengan mangrove, penyebaran mulai
dari India, Indonesia, New Guinea, & Australia (gambar 15).
Sumber : Allen, et al. 2003.
Gambar 15: Toxotes jaculatrix
16. Zanclidae (Moorish idol).
Genus ini memiliki 3 garis warna hitam yang lebar dan dibatasi 2 garis warna kuning
pucat, warna kuning pelana terdapat sangat menonjol dibagian atas disepanjang
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
polytaenia, Priacanthus hamrur , Scarus niger , dan Thalassoma lunare yaitu masing-
masing 0,005 ind/m2 dan 0.1006 %. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan atau
faktor fisik kimia yang tidak mendukung pertumbuhan ke-7 jenis ikan ini secara tidak
langsung yaitu dengan mempengaruhi tempat habitat utama ikan karang tersebut yaitu
terumbu karang, seperti pH air yang berkisar 6,5-7,4. Selain itu data K, KR yangrendah juga dapat disebabkan pada saat pengambilan data di lapangan yang terbatas
waktu pengamatan dan peralatan yang digunakan.
Frekuensi Kumulatif (FK) terendah pada stasiun 1 terdapat pada Abudefduf
Pomacentrus spilotoceps, dan Scarus niger terdapat pada setiap stasiun penelitian. Hal
tersebut dapat disebabkan karena adanya kemampuan ikan tersebut dalam beradaptasi
terhadap perubahan-perubahan lingkungan perairan yang terjadi dan kisaran toleransi
yang luas terhadap faktor-faktor fisik-kimia seperti nilai kelarutan oksigen sebesar 6,2
mg/l, intensitas cahaya yang cukup tinggi 1383 candella, nilai BOD5 yang rendah
yaitu 1,2 mg/l dan salinitas air 35 % yang cukup mendukung pembentukan terumbu
karang sebagai tempat utama habitat ikan karang tersebut.
Jenis Pomacentrus spilotoceps merupakan jenis ikan hias yang sering dijumpai
di area penelitian dengan nilai K, KR dan FK yang tinggi. Menurut Budiyanto, (2000,
Hlm: 29) Jenis ikan hias yang mudah dan paling umum di jumpai di terumbu karang
adalah dari kelompok Pomacentridae, termasuk “anemonfish” dan “angelfish” yang
memiliki warna sangat indah. Disamping itu juga dari kelompok Chaetodontidae,Zanclidae, Lethrinidae dan Haemulidae.
Dari data diatas dapat diketahui bahwa pada stasiun 1 indeks keanekaragaman
sangat baik sedangkan pada stasiun 2 kurang baik. Hal ini dapat disebabkan karena
pengaruh faktor fisik kimia yang secara tidak langsung merusak habitat utama dari
ikan karang yaitu terumbu karang. Seperti Intesitas Cahaya pada stasiun 1 sebesar
1383 candela dan stasiun 2 berkisar 1047 candela, dan pada setiap stasiun PenetrasiCahayanya pada kedalaman 4 m dan 3 m, yang menunjukkan keadaan faktor
pembatas mendukung sangat baik terdapat pada stasiun 1.
Pengambilan data pada saat dilapangan dan waktu yang ditentukan untuk
melakukan penelitian juga dapat mempengaruhi hasil data yang telah diperoleh.
Seperti halnya penambahan dan pengurangan data spesies ikan karang pada stasiun 1
dan 2 yang sangat berbeda yang telah peneliti peroleh diatas, dimana pada saat
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
pengambilan data spesies tertentu ditemukan pada stasiun 1 sedangkan pada stasiun 2
tidak ditemukan begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat dikarenakan pada saat
pengambilan data, spesies tertentu tidak berada pada transek, sehingga tidak tercatat,
terjadinya booming reproduksi spesies pada bulan pengambilan data ikan karang, dan
adanya migrasi ikan keluar atau masuk di daerah pengamatan.
4.3 Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Persen
Tutupan Karang (r) pada setiap Stasiun Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun
penelitian diperoleh Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Inde
ks Persen Tutupan Karang (r) pada setiap stasiun penelitian pada Tabel 4.3. Dimana
Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 2,3 dan terendah pada
stasiun 2 yaitu 1,76. Sedangkan nilai keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1
yaitu 0,66 dan terendah pada stasiun 2 yaitu 0,65. Tinggi rendahnya nilai
keanekaragaman dan keseragaman pada setiap stasiun penelitian ini dapat disebabkan
faktor fisik-kimia perairan dan ketersediaan nutrisi yang sangat mempengaruhikeanekaragaman dan keseragaman dari ikan karang. Selain itu tinggi rendahnya nilai
indeks keanekaragaman dan keseragaman dari ikan karang juga dapat dipengaruhi
oleh pengambilan data ikan pada saat pengamatan dilapangan. Menurut Brojo &
setiawan, (2004) Penambahan dan pengurangan jumlah spesies ikan karang dapat
disebabkan oleh:
a. Spesies tertentu tidak berada di daerah transek, sehingga tidak tercatat
b. Terjadinya booming reproduksi spesies pada bulan pengambilan data ikankarang
c. Adanya migrasi ikan keluar atau masuk didaerah pengamatan.
Tabel 4.3 Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks
Persen Tutupan Karang (r) pada Setiap Stasiun Penelitian
Indeks Stasiun 1 Stasiun 2
Keanekaragaman (H') 2.3 1.76
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Persen Tutupan Karang (r) 50,82% 16,28%
Keseragaman (E) 0.66 0.65
Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa indeks keanekaragaman pada
stasiun 2 setiap transeknya termasuk rendah karena nilai H’ hanya berkisar 1,951-2,176 atau dapat dikatakan berada pada 0 < H’ < 2,30. Menurut Barus (2004, hal:
121) suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi
apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies yang
relatif merata. Maka, bila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan
jumlah individu yang tidak merata, komunitas tersebut tidak dapat dikatakan memiliki
keanekaragaman yang tinggi. Menurut Begon et al., (1986), nilai diversitas
berdasarkan indeks shanon-wiener dihubungkan dengan tingkat pencemaran yaitu
apabila H’ < 1 maka tercemar berat, apabila nilai 1 < H’< 3 tercemar sedang, dan
apabila nilai H’ >3 tidak tercemar. Dari data dapat diketahui stasiun 1 dan 2 tercemar
sedang.
Hasil penelitian Fitria M. (2009) di Pulau Rubiah bagian Barat diperoleh
persen tutupan terumbu karang yang tertinggi diperoleh pada stasiun 1 sebesar 50,82
% dan terendah pada stasiun 2 sebesar 16,28 %. Dari hasil penelitian diatas dapat
dilihat hubungan keanekagaman Ikan Karang dengan persen tutupan Terumbu
Karang. Persen tutupan karang yang tinggi akan memiliki keanekaragaman Ikan
Karang yang tinggi seperti pada stasiun 1. Pada stasiun 2 memiliki persen terumbu
karang yang rendah (kategori buruk), sehingga memiliki keanekaragaman biota air
yang sedikit seperti halnya pada ikan karang. Kondisi faktor fisik kimia perairan ini
tergolong baik dan cocok untuk pertumbuhan terumbu karang, misalnya suhu, pH,
penetrasi cahaya, salinitas dan lain sebagainya (Tabel 4.6). Rusaknya terumbu karang
di daerah penelitian pada stasiun 2 karena pengaruh dari aktifitas masyarakat. Menurut
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001, terumbu karang di
kategorikan; buruk (0-24,9 %), sedang (25-49,9 %), baik (50-74,9 %) dan baik sekali
(75- 100 %).
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Secara alami suhu air permukaan memang merupakan lapisan hangat karena
mendapat radiasi matahari pada siang hari. Karena kerja angin, maka di lapisan teratas
sampai kedalaman kira-kira 50-70 m terjadi pengadukan, hingga di lapisan tersebut
terdapat suhu hangat (sekitar 28o C) yang homogen. Karena adanya pengaruh arus dan
pasang-surut, lapisan ini bisa menjadi lebih tebal lagi( Nontji, 1993, Hlm: 56).
Menurut Barus (2004, hlm: 45), pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan
udara disekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan
oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh ditepi.
4.4.2 Intensitas Cahaya
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa intensitas cahaya terendah pada stasiun 2
yaitu 1047 (perb.1) Candela dan tertinggi pada stasiun 1 yaitu 1383 (perb.10) Candela.
Hal ini disebabkan karena pada stasiun 1 memiliki banyak kandungan substrat, dan
tidak banyak terdapat tumbuhan vegetasi yang terdapat disekitar daerah pengamatan
selain itu juga dapat dipengaruhi waktu pengukuran yang dilakukan pada siang hari
yang cerah, sedangkan pada stasiun 2 hanya terdapat sedikit substrat, namun bnanyakterdapat vegetasi tumbuhan disekitar stasiun pengamatan ditambah lagi waktu
pengukuran yang dilakukan pada pagi hari. Menurut Goldman & Horne, (1983, hlm:
76), bahwa cahaya merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan ikan dan
berperan secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya dibutuhkan ikan untuk
mengejar mangsa, menghindarkan diri dari predator dan dalam perjalanan menuju
suatu tempat. Hanya beberapa spesies ikan yang beradaptasi untuk hidup di tempat
yang gelap. Secara tidak langsung peranan cahaya matahari bagi kehidupan ikanadalah melalui rantai makanan.
4.4.3 Penetrasi cahaya
Pengukuran penetrasi cahaya terendah dari hasil penelitian yang dilakukan
terdapat pada stasiun 2 (aktivitas) yaitu 3 meter, sedangkan pada stasiun 1 terdapat
hingga 4 m. Hal ini disebabkan pada stasiun 1 kedalaman yang terendah 2 m dan
selanjutnya membentuk curam yang terjal, walaupun demikian tingkat penetrasi dapat
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
dihasilkan lebih besar dibandingkan stasiun 2 karena pada stasiun 1 lebih banyak
terdapat organisme air yang terdistribusi sehingga membutuhkan cahaya matahari
yang banyak dalam melakukan fotosintesis, sedangkan pada stasiun 2 organisme air
yang membutuhkan cahaya matahari hanya sedikit karena terumbu karang yang
merupakan tempat habitat telah mengalami degradasi, dan juga memiliki kedalaman
terendah 3 m dalam keadaan datar pada sepanjang garis transek pengamatan sejajar
garis pantai. Berdasarkan yang terdapat dalam Brower et al., (1990, hlm: 62)
Kemampuan penetrasi cahaya sampai dengan kedalaman tertentu juga akan
mempengaruhi distribusi dan intensitas fotosintesis tumbuhan air dibadan perairan.
4.4.4 pH ( Derajat Keasaman)
Pada stasiun 1 didapat nilai pH (Derajat Keasaman) yang tertinggi yaitu 7,4
sedangkan nilai pH terendah diperoleh pada stasiun 2, dengan nilai 6,5. Rendahnya
nilai pH pada stasiun 2 dikarenakan banyaknya aktivitas dari manusia, meskipun
dikatakan sebagai Taman Laut, namun daerah pengamatan yaitu stasiun 2 termasuk
daerah yang sudah banyak mengalami degradasi/pengrusakan efek dari kegiatan
manusia seperti snorkeling/diving, alat transportasi, pertambakan, dll, sedangkan padastasiun 1 dapat diperoleh nilai pH yang tinggi karena pada daerah tersebut tidak
terdapat aktivitas manusia. Namun bila dilihat lagi nilai pH yang didapat pada setiap
stasiun, dapat dikatakan perairan ini masih dalam keadaan baik, yaitu berkisar 6,5-7,4.
Seperti yang diketahui bahwa nilai pH yang normal dalam suatu perairan berkisar
antara 6-8. Menurut Baur, et al dalam Barus, (2004, Hal: 61) bahwa nilai pH yang
ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya adalah terdapat antara 7-8,5.
Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakankelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan
metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan
mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion aluminium.
4.4.5 DO ( Disolved Oxygen).
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh nilai oksigen terlarut berkisar antara
6,2 mg/l pada setiap stasiun penelitian. Tinggi rendahnya nilai oksigen terlarut dalam
suatu perairan dapat disebabkan oleh distribusi organisme air, karena dalam mensuplai
oksigen dalam proses fotosintesis maupun mobilitasnya menggunakan oksigen
terlarut. Secara keseluruhan dapat diketahui nilai oksigen terlarut pada setiap stasiun
penelitian dapat dikatakan normal yaitu berkisar antara 6,0-6,4 mg/l. Menurut Barus,
(2004, hlm: 58), bahwa nilai oksigen terlarut disuatu perairan mengalami fluktuasi
harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperature
juga dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan
oksigen. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg/l.
4.4.6 Kejenuhan Oksigen
Disamping pengukuran konsentrasi, biasanya dilakukan pengukuran terhadap tingkat
kejenuhan oksigen dalam air. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui apakah
nilai tersebut merupakan nilai maksimum atau tidak. Untuk dapat mengukur tingkat
kejenuhan oksigen suatu contoh air, maka disamping mengukur konsentrasi oksigen
dalam mg/l, diperlukan pengukuran temperatur dari ekosistem air tersebut (Barus,2004, Hlm: 57).
Dari tabel 4.4 dapat diketahui nilai kejenuhan oksigen tertinggi dan terendah
terdapat pada stasiun 1 berkisar 81,17 dan terendah transek 2 berkisar 80,77 %. Hal ini
dapat terjadi karena defisit oksigen yang rendah dan tinggi pula. Pada stasiun 1,
didapat nilai kejenuhan oksigen yang tinggi karena defisit oksigen yang besar
sehingga dapat diketahui bahwa area ini jarang sekali terdapat kehidupan organismeair, sedangkan pada stasiun 2 didapat nilai kejenuhan oksigen sedikit lebih rendah dari
stasiun 1 karena defisit oksigennya yang lebih kecil dibandingkan transek 1.
4.4.7 BOD ( Biological Oxygen Demand )
Nilai BOD yang didapat dari penelitian ini yaitu yang tertinggi pada stasiun 2 yaitu
berkisar 2,4 mg/l. Hal ini disebabkan karena banyaknya kandungan senyawa organik
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Studi Keanekaragaman Ikan
Karang Di Kawasan Perairan Sebelah Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh
Darussalam, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
a. Ikan Karang yang diperoleh pada penelitian ini terdiri dari 1 ordo, 16 famili, 30
genus dan 51 spesies.
b. Nilai Kepadatan (K), Kepadatan relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) ikankarang tertinggi terdapat pada Pomacentrus spilotoceps, dengan nilai masing-
masing sebesar 0,985 ind/m2 dan 19,818 % dan 100 % pada Stasiun 1 dan terendah
pada beberapa spesies berkisar 0,005 ind/m2, 0,181 % dan 33,33 % disetiap stasiun.
d. Indeks rata-rata keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 2,3
dan terendah pada stasiun 2 sebesar 1,76.
e. Indeks keseragaman (E) tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 0,66 dan terendah
pada stasiun 2 sebesar 0,65.
7/26/2019 Studi Keanekaragaman Ikan Karang Liliana
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jilid 1. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Goldman, C.R. & A.J Horne 1983. Limnology. New York: Mc. Graw Hill
Gomez, E. D. & H. T. Yap. 1984. Monitoring reef condition.In : coral reefmanagement handbook. Jakarta: Unesco Publisher.
Hartati, S. T., & Edrus, I. N., 2005. “Komunitas Ikan Karang di Perairan Pantai
Pulau Rakiti dan Pulau Taikabo, Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat” JurnalPenelitian Perikanan Indonesia. Edisi Sumber Daya dan penangkapan. Volume11. Nomor 2.
http://cmosdoc.multiply.com/. Diakses tanggal 17 Februari, 2009.http://www.nad.go.id. Diakses tanggal 17 Februari 2009.
http://www.coremap.or.id/terumbu_karang. Diakses tanggal 17 Februari 2009.
Krebs, C. J. 1985. Experimental Analysis of Distribution and Abundance.Philadelphia:Harper and Row Publisher.
Ludwig, J. A. & J. F. Reynolds. 1988. Statistical ecology. New York: A Primer onmethods and computing.
Lilley, G. R. 1999. Buku Panduan Pendidikan Konservasi Terumbu Karang
Indonesia. Direktorat Jenderal. Perlindungan dan Konservasi Alam, Naturalresources Management Program, UNSAID, Yayasan Pustaka Alam Nusantaradan The Nature Conservacy.
Michael, P. 1984. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Michael, P. 1995. Metoda Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium.Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Moyle, P.B., dan Cech, J.J. 1988. Fishes and Introduction to Ichtyology. New Jersey:Prentice Hall Englewood Cliffs.
Nontji. A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.
Nybakken, J.W. 1993. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Jakarta:
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau RubiahNanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa:Koesbiono, D. G. Bengen, M. Hutomo, M. Eidman & S. Sukarjo. Jakarta: PT.Gramedia.
Radiopoetra. 1994. Zoologi. Jakarta: Erlangga.
Reece, C & Mitchell. 1974. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Romimohtarto, K. & S. Juwana. 2001. Biologi Laut : Ilmu pengetahuan tentang BiotaLaut. Jakarta: Djambatan.
Sarwono. 2006. Diakses 09 mei 2009. Teori Analisis Korelasi Mengenal Analisis