Page 1
STUDI KASUS IMPLEMENTASI
SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL TERHADAP
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN KERJA
DI KLINIK PERUSAHAAN PT.X
Ade Heryana1, Amal Chalik Sjaaf
2
1. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
2. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Latar belakang: Penenelitian ini didasarkan pada implementasi BJPS Kesehatan pada awal dan BPJS
Ketenagakerjaan pada medio Juli 2015yang menurut studi awal merubah pelayanan kesehatan kerja. Di tengah
permasalahan upaya kesehatan kerja yang ada, reformasi pembiayaan kesehatan melalui SJSN harus tetap
berjalan. Dengan mengambil lokus di klinik perusahaan PT. X, peneliti lakukan kajian implementasi SJSN
terhadap manajemen pelayanan kesehatan di klinik tersebut.
Metodologi: Penelitian dijalankan dengan metode kualitatif, pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam terhadap informan di klinik perusahaan PT X dan 6 informan terpilih dari berbagai sektor. Analisa
data dilakukan dengan mereduksi, menyajikan dan menyimpulkan.
Hasil dan Kesimpulan: Implementasi SJSN merubah pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja di klinik perusahaan
PT. X, dilihat dari aspek upaya kesehatan, pembiayaan, SDM, sarana prasarana, serta faktor pendukung
(manajemen, informasi, regulasi, dan pemberdayaan masyarakat). Pemerintah dan BPJS perlu membuat solusi
aplikatif agar pelayanan kesehatan kerja di klinik perusahaan tetap berjalan sejalan dengan pelaksanaan SJSN,
tanpa mengesampingkan kaidah kesehatan dan keselamatan kerja.
Case Study of The Implemention of National Social Security System to
the Occupational Health Service Management at PT. X’s In-company Clinic
Abstract
Background: This thesis composed on the basic thinking that implementation of „BPJS Kesehatan‟ and „BPJS
Ketenagakerjaan” had changed the provision of occupational health service. In the midle of occupational health
service‟s problem in Indonesia, the process of health financing reform (SJSN) have to stay on the track. With PT.
X‟s in-company clinic as a research locus, researcher had studied the implementation of SJSN to the provision of
occupational heath service.
Methodology: This research conducted with qualitative methode, with primary data collected by indepth
interview to the informan fromPT. X‟s in-company clinic and 6 selected informans from any field. Data analitic
conducted with reducing, displaying and conclusing.
The results and conclusion: implementation of SJSN changed the provision of occupational health service from
the point of view i.e health program, financing, human resources, facilities, and supporting factor (management, information, regulation, and community empowerment). Government and BPJS should arrange the applicative
solution in order to the provision of occupational health service at in-company clinic stay in the line with SJSN
without the ignorance to occupation health and safety standard.
Keywords:Occupational Health; Social Security; In-company clinic; work related disease
Page 2
Pendahuluan
Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) melalui pengoperasian BPJS
Kesehatan pada 1 Januari 2014 dan BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015, sedikit banyak
berpengaruh pada penyelenggaraan upaya kesehatan di berbagai bidang, tidak terkecuali pada
upaya Kesehatan Kerja (Kesja). Perubahan pada aspek manfaat/benefit menyebabkan terjadi
perubahan nilai iur (premi) yang harus dibayar perusahaan, karena kewajiban mengikutkan
pekerjanya pada seluruh program jaminan. Bagi perusahaan yang sebelumnya mengikutkan
pekerja pada program yang parsial (tidak menyeluruh), akan terjadi kenaikan pos biaya
kesejahteraan pekerja. Pada sisi SDM kesehatan, maka dipastikan tenaga kesehatan yang ada
di fasilitas kesehatan tingkat pertama akan banyak melayani pekerja. Dengan demikian
kompetensi tenaga kesehatan (baik dokter maupun perawat) harus dibekali dengan
kompetensi yang cukup dalam bidang kesehatan kerja. Sedangkan pasa aspek regulasi,
beberapa kebijakan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan kerja harus sejalan dan
selaras dengan kebijakan di bidang jaminan kesehatan dan jaminan sosial bagi tenaga kerja.
Masalah kesehatan kerja sudah menjadi masalah global. Rilis ILO dalam rangka
World Day for Safety and Health at Work 28 April 2013, menyebut pada tahun 2008
diperkirakan 2,34 juta orang meninggal tiap tahun disebabkan oleh Kecelakaan Kerja dan
Penyakit Akibat Kerja, dimana sebagian besar (sekitar 2,02 juta kasus) disebabkan oleh
berbagai macam penyakit akibat kerja. Diperkirakan, dari 6300 kasus kematian berhubungan
dengan kerja per hari, 5.500 kasus di antaranya disebabkan oleh penyakit akibat kerja.
Estimasi ILO akan ada sekitar 160 juta kasus penyakit akibat kerja yang tidak fatal terjadi tiap
tahun. (ILO, 2007:5)
Laporan pelaksanaan Kesehatan Kerja yang dikumpulkan dari 26 provinsi di Indonesia
pada tahun 2013 menyebutkan terdapat 2.998.766 kasus penyakit umum pada tenaga kerja,
dan 428.844 kasus penyakit yang berkaitan dengan kesehatan. Jumlah PAK tersebut tidak
mencerminkan keadaan yang sesungguhnya, karena banyak yang tidak terdeteksi dan
terdiagnosis, mirip fenomena gunung es.
Data Jamsostek menunjukkan tren meningkat dalam klaim Kecelakaan Kerja di
Indonesia. Pada tahun 2010, angka klaim menunjukkan sebesar Rp 358,45 miliar, sementara
pada tahun 2011 naik menjadi Rp. 401,2 miliar. Angka klaim Kecelakaan Kerja meningkat
kembali pada tahun 2012 menjadi sebesar Rp. 504 miliar. Peningkatan angka klaim
kecelakaan kerja dari tahun ke tahun menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat dalam
menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan kerjanya.
Page 3
Sebagai bagian dari upaya kesehatan kerja, pelayanan kesehatan kerja memberikan
informasi berharga mengenai status kesehatan dan mengetahui kondisi fit to work dari
pekerja. Informasi ini digunakan sebagai upaya mengurangi tingkat Kecelakaan Kerja dan
angka Penyakit Akibat Kerja (PAK). Pada akhirnya kondisi fit to work akan meningkatkan
derajat kesehatan pekerja serta menghasilkan pekerja yang sehat dan produktif.
Tinjauan Teoritis
Fasilitas pelayanan kesehatan sesuai UU Kesehatan adalah “suatu alat dan/atau tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat”. (UU Nomor 36 tahun 2009, pasal 1).
Pelayanan kesehatan kerja terdiri dari tiga jenis yakni (1) pelayanan untuk pekerja
sektor informal; (2) pelayanan untuk masyarakat tenaga kerja di industri besar; dan (3)
pelayanan rujukan. Pelayanan kepada pekerja sektor informal dengan cara menemui dokter
puskesmas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sehubungan dengan pekerjaannya
(Depkes, 1992). Pelayanan kesehatan kerja dapat dilakukan di Pos UKK, Klinik Perusahaan,
dan Puskesmas (Kepmenkes Nomor 1758 tahun 2003).
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada dasarnya merupakan merupakan
program Negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui perogram ini setiap penduduk diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat
mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan karena menderita sakit, mengalami
kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, dan pensiun (Soekamto, 2006:11).
Penyelenggaraan SJSN dilakukan berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut (1)
prinsip kegotongroyongan; (2) prinsip nirlaba; (3) prinsip keterbukaan; (4) prinsip kehati-
hatian; (5) prinsip akuntabilitas; (6) prinsip portabilitas; (7) prinsip kepesertaan bersifat wajib;
(8) prinsip dana amanat; dan (9) prinsip pengembalian hasil pengelolaan dana (Soekamto,
2004:12-14).
Sejak 1 Januari 2014 pemerintah mewajibkan program jaminan sosial bagi pekerja
formal di perusahaan melalui dua badan penyelenggara yaitu BPJS Kesehatand dan BPJS
Ketenagakerjaa, dengan program jaminan meliputi Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan
Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian.
Metode Penelitian
Page 4
Penelitian dilakukan di PT. X yaitu sebuah perusahaan Penanaman Modal Asing
dengan produk utama adalah semen. Perusahaan ini telah menjalankan Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja sejak pertama kali berdiri, hingga akhirnya mendapatkan
sertfikasi internasional OHSAS. Pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja di perusahaan ini
telah berjalan secara komprehensif.
Desain penelitian menggunakan metode kualitatif dengan metode pengumpulan data
wawancara mendalam kepada informan terpilih sesuai dengan kriteria dan kecocokan dengan
teknik purposive sampling dan snowballing. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode
Miles and Huberman (reduksi, penyajian, dan kesimpulan) serta dilengkapi triangulasi sumber
data dan teori.
Variabel yang dianalisis mengikuti kerangka teori Sistem Kesehatan Nasional antara
lain pada subsistem Pembiayaan, Sumber Daya Manusia, Sarana Prasarana, Pendukung
(Pemberdayaan masyarakat, manajemen, informasi, dan regulasi), dan upaya pelayanan
kesehatan kerja.
Hasil Penelitian
Pada subsistem upaya pelayanan kesehatan kerja diperoleh hasil sebagaimana tabel 1 berikut.
Tabel 1. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan di Klinik Perusahaan PT. X sebelum dan sesudah Era SJSN
dari Aspek Upaya Pelayanan Kesehatan Kerja
Sebelum SJSN Sesudah SJSN
Informan PT. X (Informan-6):
- Telah menjalankan seluruh program pelayanan
kesehatan kerja secara komprehensif mulai dari
promotif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif
- Medical Check Up merupakan upaya pencegahan
yang utama dilakukan dan rutin dilaksanakan
sesuai ketentuan
- Upaya kuratif dilakukan sistem rujukan dengan
RS provider
- Upaya rehabilitatif dilakukan secara berjenjang
hingga karyawan bisa kembali bekerja di
lingkungan kerja yang cocok
Informan PT. X (Informan-6):
- PT. X sudah mendaftarkan seluruh karyawannya
dalam program Jaminan Kesehatan BPJS. Namun
demikian, untuk saat ini PT. X dalam posisi
belum memanfaatkan fasilitas pelayanan dari
BPJS, dengan pertimbangan bahwa waktu
pelayanan yang ada saat ini belum memenuhi
harapan perusahaan. Menurut informan, kondisi
seperti ini dilakukan pula oleh perusahaan lainnya. Fasilitas yang ada di klinik perusahaan
masih digunakan
- Pada prinsipnya klinik perusahaan PT. X
menyambut baik implementasi SJSN, namun
sebaiknya dipertimbangkan kualitasnya terutama
dalam hal kecepatan pelayanan. Kehilangan
waktu saat karyawan mengantri di PPK1 BPJS
merupakan kerugian bagi perusahaan
Informan di luar PT. X:
- Pelayanan kesehatan kerja bukan pelayanan yang mudah dijalankan. Banyak sekali hal-hal yang
harus dipahami dan dipelajari dalam pelayanan
kesehatan kerja, karena sifatnya yang
Informan di luar PT. X:
- Beberapa perusahaan merasakan kerjasama dengan BPJS akan menurunkan pelayanan
kesehatan dalam bentuk antrian pelayanan yang
panjang dan memakan waktu (Informan 2)
Page 5
Sebelum SJSN Sesudah SJSN
multidisiplin (Informan-1)
- Akibat dari hal tersebut di atas, tidak seluruh
klinik perusahaan menjalankan atau
menyesuaikan upaya pelayanan kesehatan
sebagaimana dinyatakan dalam peraturan
menteri, contohnya untuk pemeriksaan kesehatan
berkala tidak semua klinik menjalankan
pemeriksaan kebugaran sebagaimana peraturan
yang ada. Pedoman pelayanan kesehatan kerja
sebenarnya sudah ada sebagaimana yang
dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Okupasi
(Perdoki). Pada awalnya masalah tersebut diakomodir oleh dokter penasehat, namun setelah
itu diberi pemahaman dan penyuluhan sesuai
dengan prinsip ilmu kesehatan kerja (Informan-1)
- Upaya pemerintah dalam mensosialiasikan
pelayanan kesehatan kerja sudah dijalankan.
Sasaran penyelenggaraan kesehatan kerja di
klinik perusahaan untuk pekerja sektor formal,
sementara sektof informal diselenggarakan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan kerja lainnya di luar
klinik perusahaan. Pemerintah mendorong
perusahaan yang mampu untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja,
sementara yang tidak mampu diberikan bantuan
dalam bentuk Bimbingan Teknis/Bimtek
(Informan-2)
- Tidak seluruh klinik perusahaan keberatan
menjalankan kerjasasama dengan BPJS
Kesehatan (Informan-5)
- Paradigma BPJS cenderung melakukan upaya
promotif dan preventif. BPJS Ketenagakerjaan
menjalan upaya promotif preventif melalui
pelatihan safety riding, pelatihan K3 Umum,
pelatihan K3 Spesifik, pemberian besi folat pada
wanita pekerja yang anemia, dan tindak lanjutnya
mungkin dengan Kemenkes. Sementara BPJS Kesehatan menjalan upaya promotif dan
preventif melalui kegiatan seperti Senam
Prolanis, Pemeriksaan Pap Smear, dan
sebagainya (Informan 1,4, dan 5)
- Dalam upaya pencegahan, BPJS Kesehatan
meneruskan program dari Askes yakni upaya
pencegahan terhadap penyakit kronis (Prolanis)
dalam bentuk pemeriksaan kesehatan dan senam
prolanis. Namun pemeriksaan kesehatan tersebut
belum berbasis risiko. Demikian pula Jamsostek pernah menyelenggarakan kegiatan Medical
Check Up yang merupakan bagian dari Jaminan
Pelayanan Kesehatan, bagi peserta dengan usia di
atas 40 tahun dan dipilih secara selektif kepada
perusahaan yang patuh membayar premi.
Program tersebut pada dasarnya untuk
menanggapi keluhan perusahaan yang
menganggap bahwa premi yang dibayarkan untuk
JPK manfaatnya hanya diterima oleh karyawan
saja. Program tersebut tidak dilanjutkan sejak
SJSN berlaku 1 Januari 2014 disebabkan BPJS
masih menganggap pelayanan kesehatan kerja merupakan tanggung jawab pemberi kerja
(Informan 3 dan 4)
- Sehubungan SJSN, upaya pelayanan kesehatan
kerja perlu dikembangkan secara matang. Dalam
waktu dekat, upaya ini belum bisa mencakup
seluruh tenaga kerja, perlu ditanamkan lebih
dahulu kesadaran tenaga kerja akan kesehatan
kerja dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan
(Informan 1 dan 7)
Pada subsistem pembiayaan pelayanan kesehatan kerja diperoleh hasil sebagaimana tabel 2
berikut.
Tabel 2. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan di Klinik Perusahaan PT. X sebelum dan sesudah Era SJSN
dari Aspek Pembiayaan Pelayanan Kesehatan Kerja
Sebelum SJSN Sesudah SJSN
Informan PT. X (Informan-6):
- PT. X saat ini membiayai seluruh pelayanan
Informan PT. X (Informan-6):
- PT. X setuju jika BPJS membiayai upaya
Page 6
Sebelum SJSN Sesudah SJSN
kesehatan kerja melalui mekanisme self
insuranced dengan kompensasi unlimited
terhadap pengobatan sesuai indikasi medis, sejak
dari hulu hingga hilir seperti medical check up,
rawat inap, rawat jalan, ANC, vaksinasi dan
sebagainya. Beberapa penyakit tidak dicover
mengikuti standar yang berlaku sesuai dengan
Perjanjian Kerja Bersama antara manajemen
dengan perwakilan karyawan. Rata-rata
perputaran pembiayaan per tahun adalah Rp 30-
35 milyar dengan alokasi 30% untuk upaya
pencegahan (medical check up)
- PT. X pernah mendapatkan insentif atau reward
dalam bentuk pelatihan firts aid dari Disnaker
dan mendapatkan sertifikat. Perlu
dipertimbangkan pemberian reward kepada
perusahaan agar tepat sasaran. Misalnya reward
dalam bentuk medical check up (seperti yang
pernah dijalankan Jamsostek) kurang tepat,
karena dikhawatirkan bila tahun depan
perusahaan tersebut tidak berprestasi tidak
dijalankan medical check up. Padalah kegiatan medical check up harus kontinyu karena
berkaitan dengan lingkungan kerja. Dari sisi
keadilan juga kurang tepat karena hanya
diperoleh perusahaan-perusahaan yang
menjalankan K3 dengan baik
pelayanan kesehatan kerja karena akan sangat
bermanfaat bagi perusahaan. Karena banyaknya
sektor industri, perlu dipikirkan jenis pelayanan
kesehatan yang dibiayai supaya tepat sasaran dan
tepat guna
- PT. X kurang setuju dengan kriteria pemberian
insentif premi berdasarkan angka PAK/KK
menurun, karena kejadian PAK/KK merupakan
hal yang sensitif bagi perusahaan
Informan di luar PT. X:
- Pembiayaan pelayanan kesehatan kerja menjadi
tanggung jawab perusahaan sesuai dengan
regulasi yang ada. Beberapa pelayanan
ditanggung sendiri oleh pekerja misalnya
pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja
(Informan 3)
- Pembiayaan pelayananan kesehatan kerja dari
pemerintah selain ditujukan bagi tenaga kerja
sektor informal, juga sektor informal.
Kemenakertrans hanya membiayai upaya
pelayanan kesehatan kerja pada sektor formal,
sementara kepada sektor informal dilakukan
dalam bentuk Bimtek K3. Pembiayaan kepada
sektor informal menjadi tanggung jawab pihak
Kemenkes melalui BKKM dan Puskesmas
(Informan 2)
- Jamsostek lebih fokus pada pembiayaan upaya
kuratif dan rehabilitatif sesuai UU No 03 tahun
1992 (Informan 4)
- Jamsostek lebih banyak memberikan insentif di
bidang keselamatan kerja bagi perusahaan, dalam
rangka peningkatan mutu pelayanan program.
Jamsostek juga memberikan insentif kepada
perusahaan dengan jumlah peserta banyak atau
Platinum member, berupa pelatihan K3 Spesifik
(Informan 4)
Informan di luar PT. X:
- Dalam rangka menekan kejadian Kecelakaan
Kerja (KK) dan PAK (Penyakit Akibat Kerja)
setelah beroperasionalnya BPJS Ketenagakerjaan,
pelayanan kesehatan kerja diharapkan
dicover/dijamin oleh Bapel tersebut dengan
mekanisme selektif sebagai manfaat tambahan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Program ini
nantinya akan diselaraskan dengan JKK-RTW
bagi yang mengalami kecelakaan, sementara
untuk yang belum mengalami kecelakaan
diberikan edukasi. Dengan menurunnya kejadian
KK/PAK di perusahaan, maka nilai klaim
jaminan bisa ditekan sehingga membuat efisien
BPJS Ketenagakerjaan. Akan tetapi masalah ini
tidak tersurat dan tersirat dalam regulasi yang ada
(Informan 1,2, dan 3)
- Dikhawatirkan rencana regulasi yang menyatakan
bahwa pengalihan penjaminan pelayanan
kesehatan kerja dari pengusaha kepada BPJS
akan menyebabkan kenaikan premi jaminan
(Informan 2)
- BPJS Ketenagakerjaan akan memberikan insentif
premi dalam bentuk penurunan grade kepada
perusahaan yang berhasil menurunkan angka
kecelakaan kerja sesuai ketentuan yang berlaku
(Informan 4)
Page 7
Sebelum SJSN Sesudah SJSN
- Pengelompokkan grade premi pada Jaminan
Kecelakaan Kerja nantinya dalam PP yang baru
akan dikelompokkan sesuai risiko pekerjaan,
bukan berdasarkan bisnis (Informan 4)
Pada subsistem sumber daya manusia pelayanan kesehatan kerja diperoleh hasil sebagaimana
tabel 3 berikut.
Tabel 3. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan di Klinik Perusahaan PT. X sebelum dan sesudah Era SJSN
dari Aspek SDM Pelayanan Kesehatan Kerja
Sebelum SJSN Sesudah SJSN
Informan PT. X (Informan-6):
- SDM Kesehatan klinik perusahaan PT. X terdiri
dari 3 dokter dann 6 perawat yang seluruhnya
sudah mendapatkan sertifikat Hiperkes dan
beberapa sudah mendapatkan sertifikat HIMA
dari Kemenaker dan Perdoki.
- Organisasi klinik perusahaan berada di bawah
departemen Occupational Health Service (OHS) merupakan bagian dari Plant Manager
Informan PT. X (Informan-6):
- Implementasi SJSN tidak begitu berpengaruh
terhadap kompetensi dan kebutuhan SDM
Kesehatan karena seluruh SDM Kesehatan klinik
perusahaan PT. X sudah mendapatkan sertifikat
Hiperkes sesuai ketentuan yang berlaku
Informan di luar PT. X:
- SDM yang terlibat dalam pelayanan kesehatan
kerja baik itu dokter atau pun perawat harus
memiliki kompetensi di bidang keseharan kerja
dan sudah mendapatkan sertifikat Hiperkes.
Namun demikian sertifikat Hiperkes sebenarnya
secara keilmuan belum memenuhi persyaratan
karena sifatnya yang sangat superfisial dan
diberikan hanya beberapa minggu (informan 1)
- Modul pelatihan Hiperkes untuk dokter dan
perawat tidak memenuhi syarat akademis bila
ditinjau dari lamanya pelatihan. Untuk itu perlu
ditinjau atau dievaluasi ulang oleh kolegium
kedokteran okupasi (Informan 2)
- Disamping itu tenaga kesehatan penunjang
pelayanan kesehatan kerja misalnya dokter
spesialis radiologi untuk melakukan pembacaan
hasil foto radiologi pada pemeriksaan kesehatan
karyawan masih kurang (Informan 3)
Informan di luar PT. X:
- Dalam rangka SJSN, perlu ditingkatkan
kompetensi Dokter Layanan Primer mengenai
kesehatan kerja karena kurikulum kesehatan kerja
belum masuk ke kurikulum seluruh fakultas
kedokteran, serta cakupan tugasnya bukan hanya
kuratif melainkan preventif dan promotif. Begitu
pula jumlah dan kompetensi Dokter Penasehat
(dari Kemenakertrans) perlu ditingkatkan dalam
penegakan diagnosa PAK, dan direncanakan akan kerjasama dengan Kemenkes dalam pelatihannya.
Di samping itu BPJS Kesehatan sebaiknya juga
paham tentang kesehatan kerja untuk
meningkatkan mutu pelayanan (Informan 1,2,
dan 4);
- Sehubungan SJSN, dokter perusahaan tetap
menjalankankan 12 (dua belas) fungsi preventif
dan promotif sebagaimana amanat
Permenakertrans Nomor 03 tahun 1982
(Informan 2)
Pada subsistem sarana prasarana pelayanan kesehatan kerja diperoleh hasil sebagaimana tabel
4 berikut.
Tabel 4. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan di Klinik Perusahaan PT. X sebelum dan sesudah Era SJSN
dari Aspek Sarana Prasarana Pelayanan Kesehatan Kerja
Sebelum SJSN Sesudah SJSN
Informan PT. X (Informan-6): Informan PT. X (Informan-6):
Page 8
Sebelum SJSN Sesudah SJSN
- Sarana prasarana klinik perusahaan PT.X lebih
mengarah ke emergency clinic 24 jam, serta
penanganan penyakit umum, penyakit degeneratif
dan pernyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan. Upaya yang dilakukan lebih ke arah
preventif. Izin klinik dikeluarkan oleh Dinkes
- klinik perusahaan tidak melakukan kerjasama
dengan BPJS Kesehatan yakni masalah domisili
karyawan yang sebagian besar berada di rumah
sehingga dikhawatirkan tidak bisa memilih PPK1
di sekitar rumahnya bila telah memilih PPK1 di
perusahaan
Informan di luar PT. X:
- Sarana prasarana klinik perusahaan yang
menjalankan pelayanan kesehatan kerja berbeda
dengan klinik umum karena mengarah ke fit to
work. (Informan 3)
- Beberapa perusahaan tidak menyelenggarakan
pelayanan kesehatan kerja secara mandiri tetapi
melakukan kerjasama dengan provider pelayanan
kesehatan lain dengan persyaratan fasilitas dan
SDM tertentu sesuai dengan aturan (Informan 1
dan 2)
-
Informan di luar PT. X:
- Ada kecenderungan perusahaan memiliki
persepsi bahwa dengan adanya SJSN/BPJS,
perusahaan telah membayar seluruh kegiatan
pelayanan kesehatan, baik itu promotif, preventif,
kuratif atau rehabilitatif. Bahkan beberapa perusahaan akan menutup klinik di dalam
perusahaan dan keberadaan dokter perusahaan
tersebut masih dipertanyakan. Pemerintah
bersama dengan IDKI sedang membahas format
pelayanan kesehatan kerja sehubungan dengan
masalah ini (Informan 1,2)
- Penutupan klinik perusahaan di atas secara
hukum dapat dikatakan melanggar Undang-
undang Nomor 01 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, serta akan melemahkan upaya pelayanan kesehatan kerja. Alternatif
daripada menutup klinik perusahaan lebiha baik
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan namun
persyaratan yang ditetapkan memberatkan
perusahaan. Pihak BPJS Kesehatan memahami
kesulitan ini dengan memberikan masa tolerasi
selama 1 tahun untuk menyesuaikan dengan
ketetapan yang berlaku (Informan 2 dan 5)
- Persyaratan klinik sesuai Permenkes tentang
Klinik merupakan syarat klinik untuk kesehatan
yang bersifat umum tidak spesifik pada kesehatan kerja (Informan 2)
- Perlu dipertimbangkan kebutuhan akan fasilitas
kesehatan yang khusus melayani kesehatan kerja
dan pengaturan persyaratannya. Ada
kemungkinan BPJS Ketenagakerjaan menjaring
provider untuk pelayanan kesehatan kerja. BPJS
tidak bisa mengandalkan Puskesmas atau BKKM
saja dalam pelayanan kesehatan kerja. BKKM
sebaiknya dioptimalkan dengan mendirikannya di
kota-kota lain selain yang ada sekarang. Disamping itu bila klinik perusahaan ditutup, bisa
dilakukan pembagian upaya kesehatan yakni
kuratif dipegang oleh BPJS Kesehatan,
sementara promotif dan preventif dilakukan oleh
dokter perusahaan sebagai konsultan kesehatan
kerja, bukan klinik. Alternatif lain bila klinik
perusahaan ditutup adalah dengan bisa menjadi
provider dari BPJS Kesehatan atau dikelola oleh
BPJS Kesehatan. Pola lainnya adalah membuka
loket khusus pelayanan kesehatan bagi tenaga
kerja di pelayanan (Informan 1,2,3,4)
Page 9
Pada subsistem pendukung pelayanan kesehatan kerja diperoleh hasil sebagaimana tabel 4
berikut.
Tabel 4. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan di Klinik Perusahaan PT. X sebelum dan sesudah Era SJSN
dari Aspek Pendukung Pelayanan Kesehatan Kerja
Sebelum SJSN Sesudah SJSN
Informan PT. X (Informan-6):
- Landasan operasional klinik perusahaan PT. X adalah Permenakertrans nomor 03 tahun 1982
dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Tidak
menggunakan kebijakan yang dikeluarkan
Kemenkes karena Permenakertrans sudah
mencakup semua pelayanan
- Peran serikat pekerja sangat penting dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan di klinik
perusahaan PT. X yakni sebagai perumus
Perjanjian Kerja Bersama antara manajemen
dengan perwakilan pekerja sebagai landasan
operasional
Informan PT. X (Informan-6):
- Masih menggunakan Permenakertrans dan Perjanjian Kerja Bersama
- Peran serikat perkerja masih sangat dibutuhkan
Informan di luar PT. X:
- Pembinaan dan pengawasan pelayanan kesehatan
kerja di perusahaan sesuai dengan regulasi yang
berlaku dilakukan oleh dua kementerian yaitu
Kemenaker dan Kemenkes (Informan 1 dan 3)
- Pada praktiknya koordinasi kedua kementerian
ini melalui perangkat dinas di kabupaten/kota
tidak berjalan dengan baik di beberapa wilayah
dan perlu sinergi antara kedua kementerian
tersebut. Masih ada dualisme antara kemenkes dan kemenaker dalam menurunkan kejadian PAK
(informan 1, 2, 4)
- Sistem pelaporan dan kegiatan Monev pelayanan
kesehatan kerja sudah ada, tetapi belum
dijalankan dengan baik. Format laporan yang
disusun Kemenaker lebih baik dibanding yang
dibuat Kemenkes, namun hanya berhenti di
Disnaker. Laporan tersebut termasuk data
Penyakit Akibat Kerja (PAK) yang masih nol
(Informan 1 dan 4)
- Laporan data PAK yang masuk tidak
mencerminkan keadaan yang sebenarnya,
cenderung terlihat sedikit. Salah satu penyebab
adalah perusahaan tidak mau melaporkan bahwa
ada kejadian PAK di lokasi kerja (Informan 4)
- Karena prinsip zero accident belum tentu semua
perusahaan melaporkan kecelakaan kerja
(Informan 4)
- Akses dinkes untuk monitoring ke perusahaan agak sulit, contoh ketika ada kasus keracunan
makanan yang perlu ditindaklanjuti dengan
surveilans. Dinkes bisa masuk ke perusahaan bila
Informan di luar PT. X:
- Untuk mengatasi persoalan kesehatan kerja dan
dalam rangka implementasi SJSN, sedang
disusun RPP tentang Kesehatan Kerja dan
Kepmen tentang Pos Usaha Kesehatan Kerja,
serta sedang melakukan harmonisasi antara
berbagai pihak yang terlibat dalam pelayanan
kesehatan kerja (Informan 1)
- Saat ini Jamsostek sedang bertransformasi
menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Sejak lahirnya Undang-undang Nomor 24 tahun 2011 tentang
BPJS pada tanggal 1 Juni 2014 sampai dengan
menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015,
secara operasional jaminan ketenagakerjaan
masih memakai Undang-undang Nomor 03 tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Informan 4)
- Perlu ditingkatkan sistem informasi untuk
mengetahui dengan data kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang cepat, tepat dan
akurat. Disamping itu, untuk menangkap kejadian Penyakit Akibat Kerja, BPJS Ketenagakerjaan
melakukan terobosan dengan mengurangi
kewajiban pengisian dokumen pelaporan
seluruhnya dan membuka pintu pelaporan
kejadian PAK bukan hanya dari pengusaha,
melainkan dari pekerja dan dokter penasehat.
Sehingga BPJS tidak berperan dalam pelaporan
dan penemuan PAK, melainkan hanya
menyimpulkan satu kasus apakah PAK atau
bukan. Kendala dalam menyimpulkan PAK
adalah data dasar dalam bentuk pemeriksaan kesehatan pra kerja dan berkala. Untuk kasus
yang ragu-ragu untuk disimpulkan, BPJS minta
pertimbangan medis kepada dokter penasehat
Page 10
Sebelum SJSN Sesudah SJSN
ada program promosi kesehatan atau survei
kesehatan, misalnya surveilans perilaku
kesehatan pekerja (Informan 1)
- Untuk mengatasi ini Dinkes pernah mencoba
mengundang perusahaan-perusahaan dalam
rangka promosi kesehatan kerja, namun
dukungannya masih belum baik atau belum
penuh. Akar permasalahannya bahwa kesehatan
kerja bukan merupakan program yang wajib dan
belum ada payung hukum yang kuat (Informan 1)
- Perhatian masyarakat pekerja selama ini masih
kepada hal-hal yang sifatnya normatif, misalnya
upah. Budaya kesehatan dan pemahaman
masyarakat pekerja tentang kesehatan kerja juga
masih rendah. Pihak serikat pekerja jarang
bahkan tidak pernah diundang untuk
membicarakan masalah kesehatan kerja
(Informan 7)
- Peran Pemda sangat besar dalam upaya kesehatan
kerja. Namun karena minimnya sosialisasi tentang kesehatan kerja, peran stakeholder dalam
pelayanan kesehatan kerja di berbagai daerah
tidak merata atau masih sporadis (Informan 1)
- Perlu ditingkatkan peran pemerintah daerah
dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja
terutama pada industri dengan risiko pekerjaan
tinggi seperti pada industri pengolahan limbah
dan sektor maritim, serta diharapakan ada
pembagian peran yang jelas antara Dinkes dan
Disnaker (Informan 1)
yang berasal dari Kemenakertrans
- Setelah berjalannya SJSN, pekerja merasakan
penurunan mutu layanan kesehatan dibandingkan
sebelumnya. SBSI sedang menjajaki tentang
pelaksanaan Coordiantion of Benefit supaya tidak
merugikan buruh (Informan 7)
Pembahasan
Dari kajian tentang studi kasus implementasi SJSN terhadap pelayanan kesehatan
kerja di klinik perusahaan PT. X yang lebih menekankan pada upaya promotif dan preventif,
ada empat pertanyaan yang harus dijawab yaitu
a. Upaya pelayanan kesehatan kerja promotif dan preventif apa saja yang dapat
dijalankan di klinik perusahaan?
b. Bagaimana sumber, pengalokasian dan pemanfaatan pembiayaan pelayanan kesehatan
kerja promotif dan preventif?
c. Bagaimana kebutuhan akan SDM kesehatan ?
d. Bagaimana mengoptimalkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan kerja di klinik
perusahaan agar tidak terjadi potensi penutupan oleh manajemen?
Page 11
Pentingnya upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan kerja di tempat kerja
dinyatakan Healey dan Walker (2009:16,146). Tempat kerja dapat menjadi tempat yang ideal
untuk meningkatkan kesehatan karyawan. Karyawan umumnya menghabiskan lebih dari 40
jam per minggu dan merupakan audiens aktivitas peningkatan kesehatan yang pasti ada di
tempat kerja. Hasil analisis cost-benefit terhadap outcomes dari program kesehatan seperti
misalnya program pencegahan penyakit kronis menunjukkan hasil yang secara finansial
berguna. Biaya program peningkatan kesehatan dan pencegahan kesehatan terlihat besar pada
tahap awal. Akan tetapi bila program pencegahan telah intensif dijalankan, pengembalian
biaya akan terjadi dalam jumlah besar.
Pedoman jenis upaya promosi dan pencegahan dalam pelayanan kesehatan kerja di
Indonesia masih belum seragam sebagaimana disajikan pada 3 pedoman pelayananan
kesehatan kerja di Indonesia yaitu Permenakertrans No.80 tahun 1982, Kepmenkes No.1758
tahun 2003, Pedoman Klinik Perusahaan Depkes tahun 2009. Dari berbagai jenis upaya
promosi dan pencegahan pelayanan kesehatan kerja yang terdapat pada ketiga pedoman
tersebut, serta dengan melihat pada sasaran atau obyek kesehatan kerja peneliti menyusunnya
sebagaimana disajikan pada tabel 5.
Alokasi dana dari BPJS untuk upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit
sesuai dengan prinsip SJSN yaitu Gotong Royong dan Dana Amanat. Dengan prinsip Gotong
Royong, perusahaan besar yang mampu menyelenggarakan sendiri pelayanan kesehatan, akan
membantu perusahaan kecil yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanna kesehatan kerja.
Sedangkan prinsip Dana Amanat berarti dana investasi yang dikumpulkan dari peserta BPJS
digunakan untuk meningkatkan pelayanan kepada peserta. Namun demikian sesuai dengan
prinsip Akuntabilitas pada SJSN, tidak semua upaya promotif dan pencegahan dibebankan
pada dana BPJS, sehingga perusahaan tetap mendanai upaya tersebut. Sesuai dengan tabel 6,
peneliti merekomendasikan sumber pembiayaan upaya promotif dan pencegahan pelayanan
kesehatan kerja sebagaimana disajikan pada tabel 6.
Sebagaimana tabel 5 di atas, minmal kebutuhan sumber daya manusia dan
sarana/prasarana pelayanan kesehatan kerja dapat pula diidentifikasi yang telah peneliti susun
pada tabel 7.
Page 12
Tabel 5. Upaya Preventif dan Promotif Pelayanan Kesehatan Kerja berdasarkan Obyek/Sasaran Intervensi
No. Sasaran/Obyek
Intervensi
Upaya Promotif Upaya Preventif
1 Pekerja - Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap
tenaga kerja;
- Pendidikan Kesehatan untuk tenaga kerja (misal: Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat/PHBS dalam bekerja;;
- Konsultasi kesehatan meliputi psikologi kerja, KB, dan masalah
kesehatan lainnya; - Penyuluhan (materi penyuluhan: SOP kerja, risiko pekerjaan dan
pencegahannya, hygiene perorangan, pemilihan dan pemakaian Alat
Pelindung diri (APD), gizi kerja);
- Promosi kesehatan dalam rangka pencegahan penyakit umum, PAK,
PAHK, dan KK;
- Pelatihan P3K sesuai dengan tempat/lokasi, SOP kerja dan proses
produksi;
- Olahraga fisik dan kebugaran
- Surveilans kesehatan pekerja
- Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja (calon pekerja, pra
mutasi, dan pra mutasi intern)
- Pemeriksaan kesehatan berkala
- Pemeriksaan kesehatan kembali bekerja
- Pemeriksaan kesehatan umum; - Pemeriksaan kesehatan pekerja saat pensiun atau menjelang
pensiun
2 Pemberi
Kerja/Manajemen
- Penyuluhan (materi penyuluhan: SOP kerja, risiko pekerjaan dan
pencegahannya, hygiene perorangan, pemilihan dan pemakaian Alat
Pelindung diri (APD), gizi kerja);
- Memberikan masukan/pertimbangan kebijakan tentang kesehatan kerja kepada pimpinan/manajemen
- Promosi kesehatan dalam rangka pencegahan penyakit umum, PAK,
PAHK, dan KK;
- Menginformasikan dan mengedukasi risiko, serta memberi advis terkait
rencana pencegahan dan pengontrolan risiko kerja
3 Proses Kerja - Inventarisasi jenis pekerjaan agar dapat mengetahui risiko yang
mungkin timbul;
4 Penyakit Akibat
Kerja dan
Kecelakaan Kerja
- - Pencegahan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat
kerja;
- Surveilans PAK, PAHK, KK, dan penyakit umum yang
dominan di kalangan pekerja
- Mencegah kecelakaan kerja
5 Pajanan/Risiko
Kerja
- Identifikasi penilaian, evaluasi dan kontrol terhadap protensi risiko;
- Menilai risiko kesehatan dan keselamatan;
- Melakukan pencegahan untuk mengolah dan mengawasi
pajasan serta risiko kesehatan dan keselamatan kerja - Pemantauan kondisi kerja/tempat kerja
6 Lingkungan Kerja - Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja - Memfasilitasi/merekomendasikan perbaikan lingkungan
Page 13
No. Sasaran/Obyek
Intervensi
Upaya Promotif Upaya Preventif
- Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat
kerja
- Sanitasi industry
- Identifikasi dan pengukuran potensi risiko kesehatan di
tempat/lingkungan kerja;
- Pemeliharaan tempat kerja, proses kerja, dan lingkungan kerja yang
sehat
- Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitair
kerja, seperti: perbaikan ventilasi, pengolahan limbah cair,
perbaikan ergonomi;
- Pengendalian bahaya lingkungan kerja (fisik, kimia, biologi,
psikososial, ergonomi)
- Surveilans kesehatan kerja, monitoring lingkungan kerja dan
monitoring biologis
7 Gizi/Makanan
Kerja
- Memberikan nasehat mengenai gizi dan penyelenggaraan makanan di
tempat kerja
- good house keeping
- Perbaikan gizi kerja, menu seimbang dan pemeliharaan makanan sehat dan aman serta hygiene kantin
- Pemeriksaan kualitas air minum dan kebersihan makanan
dan/atau pekerja kantin
8 Petugas
Kesehatan Kerja
- Latihan untuk petugas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan sesuai
dengan tempat/lokasi, SOP kerja dan proses produksi
9 Perlengkapan
Kesehatan Kerja
- Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja
- Memberikan nasehat mengenai pemilihan alat pelindung diri yang
diperlukan
- Penyediaan contoh dan penggunaan APD
10 Prosedur
Kesehatan Kerja
- Melakukan orientasi perencanaan kesehatan kerja - Prosedur Tanggap Darurat (emergency response procedure)
dan manajemen bencana (disaster management)
Tabel 6. Rekomendasi 30 Jenis Kegiatan Pelayanan Kesehatan Kerja Promotif dan Preventif di Klinik Perusahaan
beserta Frekuensi, Unit Cost, dan Sumber Dana
No. Sasaran/Obyek
Intervensi
Program Promotif/Preventif Frekuensi Unit Cost Sumber Dana
1 Pekerja - Konsultasi penyesuaian pekerjaan terhadap
tenaga kerja; - Penyuluhan, sosialisasi dan edukasi
kesehatan kerja;
- Konsultasi kesehatan;
- Pelatihan P3K sesuai dengan tempat/lokasi,
SOP kerja dan proses produksi;
- Pemeriksaan kesehatan pra kerja
- Pemeriksaan kesehatan berkala
- 1 tahun sekali
- 1 tahun sekali
- 1 tahun sekali (pasca
pemkes berkala)
- 1 tahun sekali
- Sesuai kebutuhan
- Per perusahaan
- Per perusahaan
- Per hari
- Per perusahaan
- Per pekerja
- BPJS Ketenagakerjaan
- BPJS Ketenagakerjaan
- Perusahaan
- BPJS Ketenagakerjaan
- Pekerja
Page 14
No. Sasaran/Obyek
Intervensi
Program Promotif/Preventif Frekuensi Unit Cost Sumber Dana
- Pemeriksaan kesehatan kembali bekerja
- Pemeriksaan kesehatan umum
- Pemeriksaan kesehatan menjelang pensiun
- 1 tahun sekali
- Sesuai kebutuhan
- Sesuai kebutuhan
- Sesuai kebutuhan
- Per pekerja
- Per pekerja
- Per pekerja
- Per pekerja
- BPJS Ketenagakerjaan
- BPJS Ketenagakerjaan
- Perusahaan
- Perusahaan
2 Pemberi
Kerja/Manajemen
- Sosialisasi dan advokasi pentingnya
pelayanan kesehatan kerja di perusahaan
- Penyuluhan dan edukasi tentang kesehatan
dan keselamatan kerja
- 3 tahun sekali
- 3 tahun sekali
- Per perusahaan
- Per perusahaan
- BPJS Ketenagakerjaan
- BPJS Ketenagakerjaan
3 Proses Kerja - Inventarisasi jenis pekerjaan dalam rangka
mengetahui risiko pekerjaan yang timbul
- 1 tahun sekali - Per perusahaan - BPJS Ketenagakerjaan
4 Penyakit Akibat
Kerja dan
Kecelakaan Kerja
- Surveilans PAK, PAHK, KK, dan penyakit
umum yang dominan di kalangan pekerja
- Sesuai kebutuhan - Per kasus - Perusahaan
5 Pajanan/Risiko Kerja
- Identifikasi penilaian, evaluasi dan kontrol terhadap protensi risiko;
- Menilai risiko kesehatan dan keselamatan;
- Melakukan pencegahan untuk mengelola dan
mengawasi pajanan serta risiko kesehatan dan
keselamatan kerja
- Pemantauan kondisi kerja/tempat kerja
- Sesuai kebutuhan
- Sesuai kebutuhan
- Sesuai kebutuhan
- Sesuai kebutuhan
- Per kasus
- Per kasus
- Per kasus
- Per kasus
- Perusahaan
- Perusahaan
- Perusahaan
- Perusahaan
6 Lingkungan Kerja - Konsultasi perencanaan dan pembuatan
tempat kerja sesuai kaidah K3
- Konsultasi sanitasi industri
- Identifikasi dan pengukuran potensi risiko kesehatan di tempat/lingkungan kerja;
- Surveilans lingkungan kerja dan monitoring
biologis
- 1 tahun sekali
- 1 tahun sekali - 1 tahun sekali
- 1 tahun sekali
- Per perusahaan
- Per perusahaan - Per perusahaan
- Per perusahaan
- BPJS Ketenagakerjaan
- BPJS Ketenagakerjaan - BPJS Ketenagakerjaan
- BPJS Ketenagakerjaan
7 Gizi/Makanan
Kerja
- Konsultasi gizi dan penyelenggaraan
makanan di tempat kerja
- Konsultasi good house keeping
- Pemeriksaan kualitas air minum dan
kebersihan makanan dan/atau pekerja kantin
- 1 tahun sekali
- 1 tahun sekali
- 1 tahun sekali
- Per perusahaan
- Per perusahaan
- Per perusahaan
- Perusahaan
- Perusahaan
- Perusahaan
8 Petugas Kesehatan - Latihan P3K sesuai dengan tempat/lokasi, - 1 tahun sekali - Per petugas - BPJS Ketenagakerjaan
Page 15
No. Sasaran/Obyek
Intervensi
Program Promotif/Preventif Frekuensi Unit Cost Sumber Dana
Kerja SOP kerja dan proses produksi
- Pelatihan di bidang kesehatan kerja (mis:
Hiperkes, HIMA, AK3)
- 1 tahun sekali
- Per petugas
- BPJS Ketenagakerjaan
9 Perlengkapan
Kesehatan Kerja
- Konsultasi pengelolaan alat perlindungan diri
dan perlengkapan kesehatan kerja
- Bantuan pengadaan Alat Pelindung Diri
- 1 kali selama mendaftarkan
ke BPJS TK
- 1 kali selama mendaftarkan
ke BPJS TK
- Per perusahaan
- Per perusahaan
- BPJS Ketenagakerjaan
- BPJS Ketenagakerjaan
10 Prosedur Kesehatan
Kerja
- Konsultasi orientasi kesehatan kerja dan
penyusunan rencana kerja kesehatan kerja
- 1 kali selama mendaftarkan
ke BPJS TK
- Per perusahaan - BPJS Ketenagakerjaan
Tabel 7. Rincian Aktivitas Kegiatan Pelayanan Kesehatan Kerja Promotif dan Preventif di Klinik Perusahaan
beserta minimal kebutuhan SDM dan Sarana/Prasarana
No. Sasaran/Obyek
Intervensi
Program Promotif/Preventif Minimal Kualifikasi SDM
Dibutuhkan
Minimal Sarana
Dibutuhkan
Minimal Prasarana
Dibutuhkan
1 Pekerja - Konsultasi penyesuaian pekerjaan
terhadap tenaga kerja;
- Ahli Ergonomi, dan/atau
Psikolog Industri
- Perlengkapan
Laboratorium Ergonomi
- Layanan Konsultasi
- Penyuluhan, sosialisasi dan edukasi
kesehatan kerja;
- Dokter dengan kompetensi
Kesehatan Kerja
- Perlengkapan
Komunikasi, Informasi,
Edukasi (KIE)
- Layanan KIE Kesehatan
Kerja
- Konsultasi kesehatan;
- Dokter dengan kompetensi
Kesehatan Kerja
- Ruangan dan peralatan
Konsultasi Kesehatan
- Layanan Konsultasi
- Pelatihan P3K sesuai dengan
tempat/lokasi, SOP kerja dan proses
produksi;
- Perawat dengan kompetensi
Kesehatan Kerja atau
Hiperkes
- Perlengkapan KIE P3K - Layanan Diklat
- Pemeriksaan kesehatan pra kerja - Dokter dan Perawat dengan
kompetensi Kesehatan Kerja,
serta tenaga kesehatan dan
non-kesehatan pendukung.
- Ruangan dan
perlengkapan
pemeriksaan kesehatan,
serta peralatan penunjang
- Layanan Pemeriksaan
Kesehatan
- Pemeriksaan kesehatan berkala - Dokter dan Perawat dengan kompetensi Kesehatan Kerja,
serta tenaga kesehatan dan
non-kesehatan pendukung.
- Ruangan dan perlengkapan
pemeriksaan kesehatan,
serta peralatan penunjang
- Layanan Pemeriksaan Kesehatan
Page 16
No. Sasaran/Obyek
Intervensi
Program Promotif/Preventif Minimal Kualifikasi SDM
Dibutuhkan
Minimal Sarana
Dibutuhkan
Minimal Prasarana
Dibutuhkan
- Pemeriksaan kesehatan kembali
bekerja
- Dokter dan Perawat dengan
kompetensi Kesehatan Kerja,
serta tenaga kesehatan dan
non-kesehatan pendukung.
- Ruangan dan
perlengkapan
pemeriksaan kesehatan,
serta peralatan penunjang
- Layanan Pemeriksaan
Kesehatan
- Pemeriksaan kesehatan umum - Dokter dan Perawat dengan
kompetensi Kesehatan Kerja,
serta tenaga kesehatan dan
non-kesehatan pendukung.
- Ruangan dan
perlengkapan
pemeriksaan kesehatan,
serta peralatan penunjang.
- Layanan Pemeriksaan
Kesehatan
- Pemeriksaan kesehatan menjelang
Pensiun
- Dokter dan Perawat dengan
kompetensi Kesehatan Kerja,
serta tenaga kesehatan dan
non-kesehatan pendukung.
- Ruangan dan
perlengkapan
pemeriksaan kesehatan,
serta peralatan penunjang
- Layanan Pemeriksaan
Kesehatan
2 Pemberi
Kerja/Manajemen
- Sosialisasi dan advokasi pentingnya
pelayanan kesehatan kerja di
perusahaan
- Dokter dengan kompetensi
Kesehatan Kerja
- Perlengkapan KIE
Kesehatan Kerja
- Layanan KIE Kesehatan
Kerja
- Penyuluhan dan edukasi tentang kesehatan dan keselamatan kerja
- Dokter dengan kompetensi Kesehatan Kerja
- Perlengkapan KIE Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
- Layanan KIE Kesehatan Kerja
3 Proses Kerja - Inventarisasi jenis pekerjaan dalam
rangka mengetahui risiko pekerjaan
yang timbul
- Dokter Spesialis Okupasi - Perlengkapan/Lab
Ergonomi
- Layanan Konsultasi
4 Penyakit Akibat
Kerja dan
Kecelakaan Kerja
- Surveilans PAK, PAHK, KK, dan
penyakit umum yang dominan di
kalangan pekerja
- Dokter Sepsialis Okupasi,
dan Ahli Epidemiologi
- Perlengkapan Surveilans - Layanan Surveilans
5 Pajanan/Risiko
Kerja
- Identifikasi penilaian, evaluasi dan
kontrol terhadap protensi risiko;
- Dokter Spesialis Okupasi,
atau Ahli K3
- Perlengkapan Pengelolaan
Risiko Kerja
- Layanan Konsultasi
-
- Menilai risiko kesehatan dan
keselamatan;
- Dokter Spesialis Okupasi,
atau Ahli K3
- Perlengkapan Pengelolaan
Risiko Kerja
- Layanan Konsultasi
- Melakukan pencegahan untuk
mengelola dan mengawasi pajanan
serta risiko kesehatan dan keselamatan
kerja
- Dokter Spesialis Okupasi,
atau Ahli K3
- Perlengkapan Pengelolaan
Risiko Kerja
- Layanan Konsultasi
- Pemantauan kondisi kerja/tempat kerja
- Dokter dan Perawat dengan
kompetensi Kesehatan Kerja,
serta tenaga kesehatan dan non-kesehatan pendukung
- Perlengkapan Pengelolaan
Risiko Kerja
- Layanan Konsultasi
Page 17
No. Sasaran/Obyek
Intervensi
Program Promotif/Preventif Minimal Kualifikasi SDM
Dibutuhkan
Minimal Sarana
Dibutuhkan
Minimal Prasarana
Dibutuhkan
6 Lingkungan Kerja - Konsultasi perencanaan dan
pembuatan tempat kerja sesuai kaidah
K3
Dokter Spesialis Okupasi,
dan /atau Ahli K3
- Perlengkapan/Laboratoriu
m Desain Kerja
- Layanan Konsultasi
- Konsultasi sanitasi industri - Ahli Sanitarian, atau Ahli
Kesling
- Perlengkapan/Laboratoriu
m Sanitasi Industri
- Layanan Konsultasi
- Identifikasi dan pengukuran potensi
risiko kesehatan di tempat/lingkungan
kerja;
- Dokter Spesialis Okupasi,
atau Ahli K3
- Perlengkapan/Laboratoriu
m K3
- Layanan Konsultasi
- Surveilans lingkungan kerja dan
monitoring biologis
- Dokter Spesialis Okupasi,
Ahli Kesling, Ahli Higienis
Industri
- Perlengkapan/Laboratoriu
m Kesehatan Lingkungan
- Layanan Konsultasi
7 Gizi/Makanan
Kerja
- Konsultasi gizi dan penyelenggaraan
makanan di tempat kerja
- Ahli Gizi Masyarakat - Perlengkapan/Laboratoriu
m Gizi
- Layanan Konsultasi
- Konsultasi good house keeping - Ahli Gizi Masyarakat - Perlengkapan/Laboratoriu
m Gizi
- Layanan Konsultasi
- Pemeriksaan kualitas air minum dan
kebersihan makanan dan/atau pekerja kantin
- Ahli Kesehatan Lingkungan,
Ahli Sanitarian, dan Dokter dengan kompetensi kesehatan
kerja
- Perlengkapan/Laboratoriu
m Sanitasi Industri
- Layanan Konsultasi
8 Petugas Kesehatan
Kerja
- Latihan P3K sesuai dengan
tempat/lokasi, SOP kerja dan proses
produksi
- Dokter dengan kompetensi
kesehatan kerja
- Perlengkapan KIE P3K - Layanan Diklat
- Pelatihan di bidang kesehatan kerja
(mis: Hiperkes, HIMA, AK3)
- Dokter Spesialis Okupasi - Perlengkapan Pelatihan
K3
- Layanan Diklat
9 Perlengkapan
Kesehatan Kerja
- Konsultasi pengelolaan alat
perlindungan diri dan perlengkapan kesehatan kerja
- Dokter dengan kompetensi
kesehatan kerja dan Ahli K3
- Perlengkapan KIE Alat
Pelindung Diri
- Layanan Konsultasi
- Bantuan pengadaan Alat Pelindung
Diri
- Ahli K3 - Perlengkapan Alat
Pelindung Diri Minimal
- Layanan Konsultasi
10 Prosedur Kesehatan
Kerja
- Konsultasi orientasi kesehatan kerja
dan penyusunan rencana kerja
kesehatan kerja
- Dokter Spesialis Okupasi - Perlengkapan KIE
Kesehatan Kerja
- Layanan Konsultasi
Page 18
Kesimpulan
Pelayanan kesehatan kerja di klinik perusahaan PT. X setelah berjalannya Sistem
Jaminan Sosial saat penelitian ini dijalankan belum begitu berpengaruh baik pada aspek upaya
pelayanan kesehatan kerja yang dijalankan, pembiayaan, sumber daya manusia, sarana
prasarana, dan faktor pendukung lainnya. Klinik perusahaan PT. X saat ini telah
mendaftarkan seluruh karyawan pada program jaminan sosial dari BPJS, namun khusus pada
Jaminan Kesehatan masih pada posisi belum memanfaatkan fasilitas yang ditawarkan. Klinik
PT. X masih menilai dan menunggu perkembangan pelayanan kesehatan yang diberikan agar
tidak merugikan perusahaan.
Implementasi SJSN akan mempengaruhi upaya pelayanan kesehatan kerja yakni akan
lebih ditekankan pada upaya promotif dan preventif, serta aspek pembiayaannya yang berasal
dari iuran perusahaan peserta BPJS. Penekanan pada upaya promotif dan preventif ini
menyebabkan kebutuhan sumber daya manusia serta sarana prasarana di klinik perusahaan
perlu dikaji kembali. Disamping itu perlu didukung dengan manajemen, informasi, regulasi,
dan pemberdayaan masyarakat yang baik.
Dari studi kasus di klinik perusahaan PT X dan informasi dari luar klinik perusahaan
PT. X, peneliti merekomendasikan penyeragaman upaya promotif dan preventif di klinik
perusahaan, alternatif sumber pembiayaan, serta minimal kebutuhan SDM dan
sarana/prasarana.
Saran
Diharapkan selanjutnya dilakukan kajian terhadap variabel lain dari SKN terhadap
pelayanan kesehatan kerja di perusahaan, melibatkan stakeholder yang lebih luas, terhadap
pekerja sektor informal, terhadap pemetaan sumber daya manusia kesehatan kerja di
perusahaan dan sektor lain, terhadap alternatif pembiyaan pelayanan kesehatan kerja lainnya,
terhadap efektifitas implementasi kebijakan kesehatan kerja dalam rangka SJSN, dan kajian
akan pengembangan sistem informasi kesehatan kerja berbasis web.
Bagi klinik perusahaan PT. X agar tetap mempertahankan upaya pelayanan kesehatan
kerja yang sudah berjalan pada era SJSN ini. Untuk itu perlu dilakukan kajia dari sisi ekonomi
kesehatan di tempat kerja agar pelayanan kesehatan kerja pasca implementasi SJSN tetap
memberikan benefit bagi perusahaan.
Page 19
Referensi
Astono, Sudi. (2002). Poliklinik Perusahaan sebagai Salah Satu Subsistem Upaya Kesehatan
di Perusahaan, Cermin Dunia Kedokteran No.136 tahun 2002
Back, Nick dan Reinhold Gruen. (2005), Understanding Health Services, England: Open
University Press
Dewan Jaminan Sosial Nasional. (2014). Ringkasan Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan
Soial Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019, Jakarta: DJSN
Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI. (2007). Pedoman Klinik di Tempat Kerja
Perusahaan, Jakarta: Depkes RI
Fingret, Ann dan Alan Smith. (2003). Occupational Health: A Practical Guide for Managers,
2003, New York: Taylor and Francis e-library
Healey, Bernard J. dan Kenneth T. Walker. (2009). Introduction to Occupational Health in
Public Health Practice, New Jersey: John Willey and Sons
International Labour Organization. (2013). The Prevention of Occupational Diseases,
Geneva: ILO Press
Kurniawidjaja, L. Meily. (2007). “Filosofi dan Konsep Dasar Kesehatan Kerja serta
Perkembangannya dalam Praktik”, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.1
No.6 Juni 2007
Kurniawidjaja, L. Meily. (2011). Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja, Jakarta: UI Press
Lukmana, Diding. (2006). Kajian Kepuasan Peserta Wajib PT Askes dalam Kinerja
Perspektif Pelanggan pada Program Asuransi Kesehatan sosial di Kota Semarang
tahun 2006. Thesis, Semarang: Universitas Diponegoro
Markkanen, Pia K. (2004). “Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia”, Kertas Kerja 9,
ILO
Mehdi, Ali. (2007). Impact of Prevention Health Care on Indian Industry and Economy, New
Delhi: ICRIE
Ping, Liem Li. (2008). “Melirik pada Sejawat Praktisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Singapura”, Majalah Kedokteran Indonesia Volume 58 Nomor 7, Juli 2008, Jakarta
Rantanen, Jorma. (2005). “Basic Occupational Health Service – their Structure, Content, and
Objectives”, SJWEH Supplements 2005 No.1
Republik Indonesia. (1992). Undang-Undang No.03 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja
Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional
Page 20
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Republik Indonesia. (2011). Undang-Undang No.24 tahun 2011 tentang Badan Pengelola
Jaminan Sosial
Republik Indonesia. (2013). Peraturan Pemerintah No.12 tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan
Republik Indonesia. (2012). Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional
Republik Indonesia. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 tahun 2013 tentang
Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional
Republik Indonesia (1980). Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan
Keselamatan Kerja
Republik Indonesia (1980). Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja
Republik Indonesia (2003). Keputusan Menteri Kesehatan No.1758/SK/XII/2003 tentang
Standar Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar
Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan No.128/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
Republik Indonesia (2012). Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 609
tahun 2012 tentang Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit
Akibat Kerja
Republik Indonesia. (2008). Keputusan Ditjen Bina Pengawas Ketenagakerjaan
Kemenakertrans Nomor 22D tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan Kerja
Soekamto dkk (2006). Reformasi Sistem Jaminan Sosial di Indonesia, Jakarta: Kemenkokesra
Sulistomo, Astrid. (2002). “Diagnosis Penyakit Akibat Kerja dan Sistem Rujukan”, dalam
Cermin Dunia Kedokteran No.136 tahun 2002
Suma‟mur P.K. (1992). Berbagai Jenis Penyakit Akibat Kerja dan Tata Cara Pencegahannya,
dalam Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 42, Nomor 2, Februari 1992
Thabrany, Hasbullah. (2009). “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional, sebuah Policy
Paper dalam Analisis Kesesuaian Tujuan dan Struktur BPJS”, Position Paper bagi
Hatta Project
Thabrany, Hasbullah. (2012). Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019.
Jakarta: DJSN
Page 21
Trihandoyo, Bagus, Hendrianto Trisnowibowo dan Wahyu Pudji Nugraheni. (2001).
”Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Sektor Industri dalam
Kaitannya dengan Produktivitas Kerja di Kawasan Industri Kabupaten Serang”, Media
Litbang Kesehatan Volume XI Nomor 2 Tahun 2001, Jakarta: Kemenkes
Ukhisia, Bella Gloria, Retno Astuti, dan Arif Hidayat. (2013). “Analisis Pengaruh
Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Produktivitas Karyawan dengan Metode
Partial Least Squares”, Jurnal Teknologi Pertanian Volume 14 Nomor 2, Agustus
2013
Yohandarwati dkk (2002). Sistem Perlindungan dan Jaminan Sosial (Suatu Kajian Awal).
Jakarta: Direktorat Kependudukan, Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan
Perempuan BAPPENAS