Top Banner
STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL TERHADAP MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN KERJA DI KLINIK PERUSAHAAN PT.X Ade Heryana 1 , Amal Chalik Sjaaf 2 1. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia 2. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Email: [email protected] Abstrak Latar belakang: Penenelitian ini didasarkan pada implementasi BJPS Kesehatan pada awal dan BPJS Ketenagakerjaan pada medio Juli 2015yang menurut studi awal merubah pelayanan kesehatan kerja. Di tengah permasalahan upaya kesehatan kerja yang ada, reformasi pembiayaan kesehatan melalui SJSN harus tetap berjalan. Dengan mengambil lokus di klinik perusahaan PT. X, peneliti lakukan kajian implementasi SJSN terhadap manajemen pelayanan kesehatan di klinik tersebut. Metodologi: Penelitian dijalankan dengan metode kualitatif, pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam terhadap informan di klinik perusahaan PT X dan 6 informan terpilih dari berbagai sektor. Analisa data dilakukan dengan mereduksi, menyajikan dan menyimpulkan. Hasil dan Kesimpulan: Implementasi SJSN merubah pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja di klinik perusahaan PT. X, dilihat dari aspek upaya kesehatan, pembiayaan, SDM, sarana prasarana, serta faktor pendukung (manajemen, informasi, regulasi, dan pemberdayaan masyarakat). Pemerintah dan BPJS perlu membuat solusi aplikatif agar pelayanan kesehatan kerja di klinik perusahaan tetap berjalan sejalan dengan pelaksanaan SJSN, tanpa mengesampingkan kaidah kesehatan dan keselamatan kerja. Case Study of The Implemention of National Social Security System to the Occupational Health Service Management at PT. X’s In-company Clinic Abstract Background: This thesis composed on the basic thinking that implementation of „BPJS Kesehatan‟ and „BPJS Ketenagakerjaan” had changed the provision of occupational health service. In the midle of occupational health service‟s problem in Indonesia, the process of health financing reform (SJSN) have to stay on the track. With PT. X‟s in-company clinic as a research locus, researcher had studied the implementation of SJSN to the provision of occupational heath service. Methodology: This research conducted with qualitative methode, with primary data collected by indepth interview to the informan fromPT. X‟s in-company clinic and 6 selected informans from any field. Data analitic conducted with reducing, displaying and conclusing. The results and conclusion: implementation of SJSN changed the provision of occupational health service from the point of view i.e health program, financing, human resources, facilities, and supporting factor (management, information, regulation, and community empowerment). Government and BPJS should arrange the applicative solution in order to the provision of occupational health service at in-company clinic stay in the line with SJSN without the ignorance to occupation health and safety standard. Keywords:Occupational Health; Social Security; In-company clinic; work related disease
21

STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

Feb 27, 2018

Download

Documents

voduong
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

STUDI KASUS IMPLEMENTASI

SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL TERHADAP

MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN KERJA

DI KLINIK PERUSAHAAN PT.X

Ade Heryana1, Amal Chalik Sjaaf

2

1. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

2. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak

Latar belakang: Penenelitian ini didasarkan pada implementasi BJPS Kesehatan pada awal dan BPJS

Ketenagakerjaan pada medio Juli 2015yang menurut studi awal merubah pelayanan kesehatan kerja. Di tengah

permasalahan upaya kesehatan kerja yang ada, reformasi pembiayaan kesehatan melalui SJSN harus tetap

berjalan. Dengan mengambil lokus di klinik perusahaan PT. X, peneliti lakukan kajian implementasi SJSN

terhadap manajemen pelayanan kesehatan di klinik tersebut.

Metodologi: Penelitian dijalankan dengan metode kualitatif, pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam terhadap informan di klinik perusahaan PT X dan 6 informan terpilih dari berbagai sektor. Analisa

data dilakukan dengan mereduksi, menyajikan dan menyimpulkan.

Hasil dan Kesimpulan: Implementasi SJSN merubah pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja di klinik perusahaan

PT. X, dilihat dari aspek upaya kesehatan, pembiayaan, SDM, sarana prasarana, serta faktor pendukung

(manajemen, informasi, regulasi, dan pemberdayaan masyarakat). Pemerintah dan BPJS perlu membuat solusi

aplikatif agar pelayanan kesehatan kerja di klinik perusahaan tetap berjalan sejalan dengan pelaksanaan SJSN,

tanpa mengesampingkan kaidah kesehatan dan keselamatan kerja.

Case Study of The Implemention of National Social Security System to

the Occupational Health Service Management at PT. X’s In-company Clinic

Abstract

Background: This thesis composed on the basic thinking that implementation of „BPJS Kesehatan‟ and „BPJS

Ketenagakerjaan” had changed the provision of occupational health service. In the midle of occupational health

service‟s problem in Indonesia, the process of health financing reform (SJSN) have to stay on the track. With PT.

X‟s in-company clinic as a research locus, researcher had studied the implementation of SJSN to the provision of

occupational heath service.

Methodology: This research conducted with qualitative methode, with primary data collected by indepth

interview to the informan fromPT. X‟s in-company clinic and 6 selected informans from any field. Data analitic

conducted with reducing, displaying and conclusing.

The results and conclusion: implementation of SJSN changed the provision of occupational health service from

the point of view i.e health program, financing, human resources, facilities, and supporting factor (management, information, regulation, and community empowerment). Government and BPJS should arrange the applicative

solution in order to the provision of occupational health service at in-company clinic stay in the line with SJSN

without the ignorance to occupation health and safety standard.

Keywords:Occupational Health; Social Security; In-company clinic; work related disease

Page 2: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

Pendahuluan

Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) melalui pengoperasian BPJS

Kesehatan pada 1 Januari 2014 dan BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015, sedikit banyak

berpengaruh pada penyelenggaraan upaya kesehatan di berbagai bidang, tidak terkecuali pada

upaya Kesehatan Kerja (Kesja). Perubahan pada aspek manfaat/benefit menyebabkan terjadi

perubahan nilai iur (premi) yang harus dibayar perusahaan, karena kewajiban mengikutkan

pekerjanya pada seluruh program jaminan. Bagi perusahaan yang sebelumnya mengikutkan

pekerja pada program yang parsial (tidak menyeluruh), akan terjadi kenaikan pos biaya

kesejahteraan pekerja. Pada sisi SDM kesehatan, maka dipastikan tenaga kesehatan yang ada

di fasilitas kesehatan tingkat pertama akan banyak melayani pekerja. Dengan demikian

kompetensi tenaga kesehatan (baik dokter maupun perawat) harus dibekali dengan

kompetensi yang cukup dalam bidang kesehatan kerja. Sedangkan pasa aspek regulasi,

beberapa kebijakan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan kerja harus sejalan dan

selaras dengan kebijakan di bidang jaminan kesehatan dan jaminan sosial bagi tenaga kerja.

Masalah kesehatan kerja sudah menjadi masalah global. Rilis ILO dalam rangka

World Day for Safety and Health at Work 28 April 2013, menyebut pada tahun 2008

diperkirakan 2,34 juta orang meninggal tiap tahun disebabkan oleh Kecelakaan Kerja dan

Penyakit Akibat Kerja, dimana sebagian besar (sekitar 2,02 juta kasus) disebabkan oleh

berbagai macam penyakit akibat kerja. Diperkirakan, dari 6300 kasus kematian berhubungan

dengan kerja per hari, 5.500 kasus di antaranya disebabkan oleh penyakit akibat kerja.

Estimasi ILO akan ada sekitar 160 juta kasus penyakit akibat kerja yang tidak fatal terjadi tiap

tahun. (ILO, 2007:5)

Laporan pelaksanaan Kesehatan Kerja yang dikumpulkan dari 26 provinsi di Indonesia

pada tahun 2013 menyebutkan terdapat 2.998.766 kasus penyakit umum pada tenaga kerja,

dan 428.844 kasus penyakit yang berkaitan dengan kesehatan. Jumlah PAK tersebut tidak

mencerminkan keadaan yang sesungguhnya, karena banyak yang tidak terdeteksi dan

terdiagnosis, mirip fenomena gunung es.

Data Jamsostek menunjukkan tren meningkat dalam klaim Kecelakaan Kerja di

Indonesia. Pada tahun 2010, angka klaim menunjukkan sebesar Rp 358,45 miliar, sementara

pada tahun 2011 naik menjadi Rp. 401,2 miliar. Angka klaim Kecelakaan Kerja meningkat

kembali pada tahun 2012 menjadi sebesar Rp. 504 miliar. Peningkatan angka klaim

kecelakaan kerja dari tahun ke tahun menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat dalam

menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan kerjanya.

Page 3: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

Sebagai bagian dari upaya kesehatan kerja, pelayanan kesehatan kerja memberikan

informasi berharga mengenai status kesehatan dan mengetahui kondisi fit to work dari

pekerja. Informasi ini digunakan sebagai upaya mengurangi tingkat Kecelakaan Kerja dan

angka Penyakit Akibat Kerja (PAK). Pada akhirnya kondisi fit to work akan meningkatkan

derajat kesehatan pekerja serta menghasilkan pekerja yang sehat dan produktif.

Tinjauan Teoritis

Fasilitas pelayanan kesehatan sesuai UU Kesehatan adalah “suatu alat dan/atau tempat

yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,

preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,

dan/atau masyarakat”. (UU Nomor 36 tahun 2009, pasal 1).

Pelayanan kesehatan kerja terdiri dari tiga jenis yakni (1) pelayanan untuk pekerja

sektor informal; (2) pelayanan untuk masyarakat tenaga kerja di industri besar; dan (3)

pelayanan rujukan. Pelayanan kepada pekerja sektor informal dengan cara menemui dokter

puskesmas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sehubungan dengan pekerjaannya

(Depkes, 1992). Pelayanan kesehatan kerja dapat dilakukan di Pos UKK, Klinik Perusahaan,

dan Puskesmas (Kepmenkes Nomor 1758 tahun 2003).

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada dasarnya merupakan merupakan

program Negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui perogram ini setiap penduduk diharapkan dapat

memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat

mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan karena menderita sakit, mengalami

kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, dan pensiun (Soekamto, 2006:11).

Penyelenggaraan SJSN dilakukan berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut (1)

prinsip kegotongroyongan; (2) prinsip nirlaba; (3) prinsip keterbukaan; (4) prinsip kehati-

hatian; (5) prinsip akuntabilitas; (6) prinsip portabilitas; (7) prinsip kepesertaan bersifat wajib;

(8) prinsip dana amanat; dan (9) prinsip pengembalian hasil pengelolaan dana (Soekamto,

2004:12-14).

Sejak 1 Januari 2014 pemerintah mewajibkan program jaminan sosial bagi pekerja

formal di perusahaan melalui dua badan penyelenggara yaitu BPJS Kesehatand dan BPJS

Ketenagakerjaa, dengan program jaminan meliputi Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan

Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian.

Metode Penelitian

Page 4: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

Penelitian dilakukan di PT. X yaitu sebuah perusahaan Penanaman Modal Asing

dengan produk utama adalah semen. Perusahaan ini telah menjalankan Sistem Manajemen

Kesehatan dan Keselamatan Kerja sejak pertama kali berdiri, hingga akhirnya mendapatkan

sertfikasi internasional OHSAS. Pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja di perusahaan ini

telah berjalan secara komprehensif.

Desain penelitian menggunakan metode kualitatif dengan metode pengumpulan data

wawancara mendalam kepada informan terpilih sesuai dengan kriteria dan kecocokan dengan

teknik purposive sampling dan snowballing. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode

Miles and Huberman (reduksi, penyajian, dan kesimpulan) serta dilengkapi triangulasi sumber

data dan teori.

Variabel yang dianalisis mengikuti kerangka teori Sistem Kesehatan Nasional antara

lain pada subsistem Pembiayaan, Sumber Daya Manusia, Sarana Prasarana, Pendukung

(Pemberdayaan masyarakat, manajemen, informasi, dan regulasi), dan upaya pelayanan

kesehatan kerja.

Hasil Penelitian

Pada subsistem upaya pelayanan kesehatan kerja diperoleh hasil sebagaimana tabel 1 berikut.

Tabel 1. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan di Klinik Perusahaan PT. X sebelum dan sesudah Era SJSN

dari Aspek Upaya Pelayanan Kesehatan Kerja

Sebelum SJSN Sesudah SJSN

Informan PT. X (Informan-6):

- Telah menjalankan seluruh program pelayanan

kesehatan kerja secara komprehensif mulai dari

promotif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif

- Medical Check Up merupakan upaya pencegahan

yang utama dilakukan dan rutin dilaksanakan

sesuai ketentuan

- Upaya kuratif dilakukan sistem rujukan dengan

RS provider

- Upaya rehabilitatif dilakukan secara berjenjang

hingga karyawan bisa kembali bekerja di

lingkungan kerja yang cocok

Informan PT. X (Informan-6):

- PT. X sudah mendaftarkan seluruh karyawannya

dalam program Jaminan Kesehatan BPJS. Namun

demikian, untuk saat ini PT. X dalam posisi

belum memanfaatkan fasilitas pelayanan dari

BPJS, dengan pertimbangan bahwa waktu

pelayanan yang ada saat ini belum memenuhi

harapan perusahaan. Menurut informan, kondisi

seperti ini dilakukan pula oleh perusahaan lainnya. Fasilitas yang ada di klinik perusahaan

masih digunakan

- Pada prinsipnya klinik perusahaan PT. X

menyambut baik implementasi SJSN, namun

sebaiknya dipertimbangkan kualitasnya terutama

dalam hal kecepatan pelayanan. Kehilangan

waktu saat karyawan mengantri di PPK1 BPJS

merupakan kerugian bagi perusahaan

Informan di luar PT. X:

- Pelayanan kesehatan kerja bukan pelayanan yang mudah dijalankan. Banyak sekali hal-hal yang

harus dipahami dan dipelajari dalam pelayanan

kesehatan kerja, karena sifatnya yang

Informan di luar PT. X:

- Beberapa perusahaan merasakan kerjasama dengan BPJS akan menurunkan pelayanan

kesehatan dalam bentuk antrian pelayanan yang

panjang dan memakan waktu (Informan 2)

Page 5: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

Sebelum SJSN Sesudah SJSN

multidisiplin (Informan-1)

- Akibat dari hal tersebut di atas, tidak seluruh

klinik perusahaan menjalankan atau

menyesuaikan upaya pelayanan kesehatan

sebagaimana dinyatakan dalam peraturan

menteri, contohnya untuk pemeriksaan kesehatan

berkala tidak semua klinik menjalankan

pemeriksaan kebugaran sebagaimana peraturan

yang ada. Pedoman pelayanan kesehatan kerja

sebenarnya sudah ada sebagaimana yang

dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Okupasi

(Perdoki). Pada awalnya masalah tersebut diakomodir oleh dokter penasehat, namun setelah

itu diberi pemahaman dan penyuluhan sesuai

dengan prinsip ilmu kesehatan kerja (Informan-1)

- Upaya pemerintah dalam mensosialiasikan

pelayanan kesehatan kerja sudah dijalankan.

Sasaran penyelenggaraan kesehatan kerja di

klinik perusahaan untuk pekerja sektor formal,

sementara sektof informal diselenggarakan oleh

fasilitas pelayanan kesehatan kerja lainnya di luar

klinik perusahaan. Pemerintah mendorong

perusahaan yang mampu untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja,

sementara yang tidak mampu diberikan bantuan

dalam bentuk Bimbingan Teknis/Bimtek

(Informan-2)

- Tidak seluruh klinik perusahaan keberatan

menjalankan kerjasasama dengan BPJS

Kesehatan (Informan-5)

- Paradigma BPJS cenderung melakukan upaya

promotif dan preventif. BPJS Ketenagakerjaan

menjalan upaya promotif preventif melalui

pelatihan safety riding, pelatihan K3 Umum,

pelatihan K3 Spesifik, pemberian besi folat pada

wanita pekerja yang anemia, dan tindak lanjutnya

mungkin dengan Kemenkes. Sementara BPJS Kesehatan menjalan upaya promotif dan

preventif melalui kegiatan seperti Senam

Prolanis, Pemeriksaan Pap Smear, dan

sebagainya (Informan 1,4, dan 5)

- Dalam upaya pencegahan, BPJS Kesehatan

meneruskan program dari Askes yakni upaya

pencegahan terhadap penyakit kronis (Prolanis)

dalam bentuk pemeriksaan kesehatan dan senam

prolanis. Namun pemeriksaan kesehatan tersebut

belum berbasis risiko. Demikian pula Jamsostek pernah menyelenggarakan kegiatan Medical

Check Up yang merupakan bagian dari Jaminan

Pelayanan Kesehatan, bagi peserta dengan usia di

atas 40 tahun dan dipilih secara selektif kepada

perusahaan yang patuh membayar premi.

Program tersebut pada dasarnya untuk

menanggapi keluhan perusahaan yang

menganggap bahwa premi yang dibayarkan untuk

JPK manfaatnya hanya diterima oleh karyawan

saja. Program tersebut tidak dilanjutkan sejak

SJSN berlaku 1 Januari 2014 disebabkan BPJS

masih menganggap pelayanan kesehatan kerja merupakan tanggung jawab pemberi kerja

(Informan 3 dan 4)

- Sehubungan SJSN, upaya pelayanan kesehatan

kerja perlu dikembangkan secara matang. Dalam

waktu dekat, upaya ini belum bisa mencakup

seluruh tenaga kerja, perlu ditanamkan lebih

dahulu kesadaran tenaga kerja akan kesehatan

kerja dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan

(Informan 1 dan 7)

Pada subsistem pembiayaan pelayanan kesehatan kerja diperoleh hasil sebagaimana tabel 2

berikut.

Tabel 2. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan di Klinik Perusahaan PT. X sebelum dan sesudah Era SJSN

dari Aspek Pembiayaan Pelayanan Kesehatan Kerja

Sebelum SJSN Sesudah SJSN

Informan PT. X (Informan-6):

- PT. X saat ini membiayai seluruh pelayanan

Informan PT. X (Informan-6):

- PT. X setuju jika BPJS membiayai upaya

Page 6: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

Sebelum SJSN Sesudah SJSN

kesehatan kerja melalui mekanisme self

insuranced dengan kompensasi unlimited

terhadap pengobatan sesuai indikasi medis, sejak

dari hulu hingga hilir seperti medical check up,

rawat inap, rawat jalan, ANC, vaksinasi dan

sebagainya. Beberapa penyakit tidak dicover

mengikuti standar yang berlaku sesuai dengan

Perjanjian Kerja Bersama antara manajemen

dengan perwakilan karyawan. Rata-rata

perputaran pembiayaan per tahun adalah Rp 30-

35 milyar dengan alokasi 30% untuk upaya

pencegahan (medical check up)

- PT. X pernah mendapatkan insentif atau reward

dalam bentuk pelatihan firts aid dari Disnaker

dan mendapatkan sertifikat. Perlu

dipertimbangkan pemberian reward kepada

perusahaan agar tepat sasaran. Misalnya reward

dalam bentuk medical check up (seperti yang

pernah dijalankan Jamsostek) kurang tepat,

karena dikhawatirkan bila tahun depan

perusahaan tersebut tidak berprestasi tidak

dijalankan medical check up. Padalah kegiatan medical check up harus kontinyu karena

berkaitan dengan lingkungan kerja. Dari sisi

keadilan juga kurang tepat karena hanya

diperoleh perusahaan-perusahaan yang

menjalankan K3 dengan baik

pelayanan kesehatan kerja karena akan sangat

bermanfaat bagi perusahaan. Karena banyaknya

sektor industri, perlu dipikirkan jenis pelayanan

kesehatan yang dibiayai supaya tepat sasaran dan

tepat guna

- PT. X kurang setuju dengan kriteria pemberian

insentif premi berdasarkan angka PAK/KK

menurun, karena kejadian PAK/KK merupakan

hal yang sensitif bagi perusahaan

Informan di luar PT. X:

- Pembiayaan pelayanan kesehatan kerja menjadi

tanggung jawab perusahaan sesuai dengan

regulasi yang ada. Beberapa pelayanan

ditanggung sendiri oleh pekerja misalnya

pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja

(Informan 3)

- Pembiayaan pelayananan kesehatan kerja dari

pemerintah selain ditujukan bagi tenaga kerja

sektor informal, juga sektor informal.

Kemenakertrans hanya membiayai upaya

pelayanan kesehatan kerja pada sektor formal,

sementara kepada sektor informal dilakukan

dalam bentuk Bimtek K3. Pembiayaan kepada

sektor informal menjadi tanggung jawab pihak

Kemenkes melalui BKKM dan Puskesmas

(Informan 2)

- Jamsostek lebih fokus pada pembiayaan upaya

kuratif dan rehabilitatif sesuai UU No 03 tahun

1992 (Informan 4)

- Jamsostek lebih banyak memberikan insentif di

bidang keselamatan kerja bagi perusahaan, dalam

rangka peningkatan mutu pelayanan program.

Jamsostek juga memberikan insentif kepada

perusahaan dengan jumlah peserta banyak atau

Platinum member, berupa pelatihan K3 Spesifik

(Informan 4)

Informan di luar PT. X:

- Dalam rangka menekan kejadian Kecelakaan

Kerja (KK) dan PAK (Penyakit Akibat Kerja)

setelah beroperasionalnya BPJS Ketenagakerjaan,

pelayanan kesehatan kerja diharapkan

dicover/dijamin oleh Bapel tersebut dengan

mekanisme selektif sebagai manfaat tambahan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Program ini

nantinya akan diselaraskan dengan JKK-RTW

bagi yang mengalami kecelakaan, sementara

untuk yang belum mengalami kecelakaan

diberikan edukasi. Dengan menurunnya kejadian

KK/PAK di perusahaan, maka nilai klaim

jaminan bisa ditekan sehingga membuat efisien

BPJS Ketenagakerjaan. Akan tetapi masalah ini

tidak tersurat dan tersirat dalam regulasi yang ada

(Informan 1,2, dan 3)

- Dikhawatirkan rencana regulasi yang menyatakan

bahwa pengalihan penjaminan pelayanan

kesehatan kerja dari pengusaha kepada BPJS

akan menyebabkan kenaikan premi jaminan

(Informan 2)

- BPJS Ketenagakerjaan akan memberikan insentif

premi dalam bentuk penurunan grade kepada

perusahaan yang berhasil menurunkan angka

kecelakaan kerja sesuai ketentuan yang berlaku

(Informan 4)

Page 7: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

Sebelum SJSN Sesudah SJSN

- Pengelompokkan grade premi pada Jaminan

Kecelakaan Kerja nantinya dalam PP yang baru

akan dikelompokkan sesuai risiko pekerjaan,

bukan berdasarkan bisnis (Informan 4)

Pada subsistem sumber daya manusia pelayanan kesehatan kerja diperoleh hasil sebagaimana

tabel 3 berikut.

Tabel 3. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan di Klinik Perusahaan PT. X sebelum dan sesudah Era SJSN

dari Aspek SDM Pelayanan Kesehatan Kerja

Sebelum SJSN Sesudah SJSN

Informan PT. X (Informan-6):

- SDM Kesehatan klinik perusahaan PT. X terdiri

dari 3 dokter dann 6 perawat yang seluruhnya

sudah mendapatkan sertifikat Hiperkes dan

beberapa sudah mendapatkan sertifikat HIMA

dari Kemenaker dan Perdoki.

- Organisasi klinik perusahaan berada di bawah

departemen Occupational Health Service (OHS) merupakan bagian dari Plant Manager

Informan PT. X (Informan-6):

- Implementasi SJSN tidak begitu berpengaruh

terhadap kompetensi dan kebutuhan SDM

Kesehatan karena seluruh SDM Kesehatan klinik

perusahaan PT. X sudah mendapatkan sertifikat

Hiperkes sesuai ketentuan yang berlaku

Informan di luar PT. X:

- SDM yang terlibat dalam pelayanan kesehatan

kerja baik itu dokter atau pun perawat harus

memiliki kompetensi di bidang keseharan kerja

dan sudah mendapatkan sertifikat Hiperkes.

Namun demikian sertifikat Hiperkes sebenarnya

secara keilmuan belum memenuhi persyaratan

karena sifatnya yang sangat superfisial dan

diberikan hanya beberapa minggu (informan 1)

- Modul pelatihan Hiperkes untuk dokter dan

perawat tidak memenuhi syarat akademis bila

ditinjau dari lamanya pelatihan. Untuk itu perlu

ditinjau atau dievaluasi ulang oleh kolegium

kedokteran okupasi (Informan 2)

- Disamping itu tenaga kesehatan penunjang

pelayanan kesehatan kerja misalnya dokter

spesialis radiologi untuk melakukan pembacaan

hasil foto radiologi pada pemeriksaan kesehatan

karyawan masih kurang (Informan 3)

Informan di luar PT. X:

- Dalam rangka SJSN, perlu ditingkatkan

kompetensi Dokter Layanan Primer mengenai

kesehatan kerja karena kurikulum kesehatan kerja

belum masuk ke kurikulum seluruh fakultas

kedokteran, serta cakupan tugasnya bukan hanya

kuratif melainkan preventif dan promotif. Begitu

pula jumlah dan kompetensi Dokter Penasehat

(dari Kemenakertrans) perlu ditingkatkan dalam

penegakan diagnosa PAK, dan direncanakan akan kerjasama dengan Kemenkes dalam pelatihannya.

Di samping itu BPJS Kesehatan sebaiknya juga

paham tentang kesehatan kerja untuk

meningkatkan mutu pelayanan (Informan 1,2,

dan 4);

- Sehubungan SJSN, dokter perusahaan tetap

menjalankankan 12 (dua belas) fungsi preventif

dan promotif sebagaimana amanat

Permenakertrans Nomor 03 tahun 1982

(Informan 2)

Pada subsistem sarana prasarana pelayanan kesehatan kerja diperoleh hasil sebagaimana tabel

4 berikut.

Tabel 4. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan di Klinik Perusahaan PT. X sebelum dan sesudah Era SJSN

dari Aspek Sarana Prasarana Pelayanan Kesehatan Kerja

Sebelum SJSN Sesudah SJSN

Informan PT. X (Informan-6): Informan PT. X (Informan-6):

Page 8: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

Sebelum SJSN Sesudah SJSN

- Sarana prasarana klinik perusahaan PT.X lebih

mengarah ke emergency clinic 24 jam, serta

penanganan penyakit umum, penyakit degeneratif

dan pernyakit yang berhubungan dengan

pekerjaan. Upaya yang dilakukan lebih ke arah

preventif. Izin klinik dikeluarkan oleh Dinkes

- klinik perusahaan tidak melakukan kerjasama

dengan BPJS Kesehatan yakni masalah domisili

karyawan yang sebagian besar berada di rumah

sehingga dikhawatirkan tidak bisa memilih PPK1

di sekitar rumahnya bila telah memilih PPK1 di

perusahaan

Informan di luar PT. X:

- Sarana prasarana klinik perusahaan yang

menjalankan pelayanan kesehatan kerja berbeda

dengan klinik umum karena mengarah ke fit to

work. (Informan 3)

- Beberapa perusahaan tidak menyelenggarakan

pelayanan kesehatan kerja secara mandiri tetapi

melakukan kerjasama dengan provider pelayanan

kesehatan lain dengan persyaratan fasilitas dan

SDM tertentu sesuai dengan aturan (Informan 1

dan 2)

-

Informan di luar PT. X:

- Ada kecenderungan perusahaan memiliki

persepsi bahwa dengan adanya SJSN/BPJS,

perusahaan telah membayar seluruh kegiatan

pelayanan kesehatan, baik itu promotif, preventif,

kuratif atau rehabilitatif. Bahkan beberapa perusahaan akan menutup klinik di dalam

perusahaan dan keberadaan dokter perusahaan

tersebut masih dipertanyakan. Pemerintah

bersama dengan IDKI sedang membahas format

pelayanan kesehatan kerja sehubungan dengan

masalah ini (Informan 1,2)

- Penutupan klinik perusahaan di atas secara

hukum dapat dikatakan melanggar Undang-

undang Nomor 01 tahun 1970 tentang

Keselamatan Kerja, serta akan melemahkan upaya pelayanan kesehatan kerja. Alternatif

daripada menutup klinik perusahaan lebiha baik

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan namun

persyaratan yang ditetapkan memberatkan

perusahaan. Pihak BPJS Kesehatan memahami

kesulitan ini dengan memberikan masa tolerasi

selama 1 tahun untuk menyesuaikan dengan

ketetapan yang berlaku (Informan 2 dan 5)

- Persyaratan klinik sesuai Permenkes tentang

Klinik merupakan syarat klinik untuk kesehatan

yang bersifat umum tidak spesifik pada kesehatan kerja (Informan 2)

- Perlu dipertimbangkan kebutuhan akan fasilitas

kesehatan yang khusus melayani kesehatan kerja

dan pengaturan persyaratannya. Ada

kemungkinan BPJS Ketenagakerjaan menjaring

provider untuk pelayanan kesehatan kerja. BPJS

tidak bisa mengandalkan Puskesmas atau BKKM

saja dalam pelayanan kesehatan kerja. BKKM

sebaiknya dioptimalkan dengan mendirikannya di

kota-kota lain selain yang ada sekarang. Disamping itu bila klinik perusahaan ditutup, bisa

dilakukan pembagian upaya kesehatan yakni

kuratif dipegang oleh BPJS Kesehatan,

sementara promotif dan preventif dilakukan oleh

dokter perusahaan sebagai konsultan kesehatan

kerja, bukan klinik. Alternatif lain bila klinik

perusahaan ditutup adalah dengan bisa menjadi

provider dari BPJS Kesehatan atau dikelola oleh

BPJS Kesehatan. Pola lainnya adalah membuka

loket khusus pelayanan kesehatan bagi tenaga

kerja di pelayanan (Informan 1,2,3,4)

Page 9: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

Pada subsistem pendukung pelayanan kesehatan kerja diperoleh hasil sebagaimana tabel 4

berikut.

Tabel 4. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan di Klinik Perusahaan PT. X sebelum dan sesudah Era SJSN

dari Aspek Pendukung Pelayanan Kesehatan Kerja

Sebelum SJSN Sesudah SJSN

Informan PT. X (Informan-6):

- Landasan operasional klinik perusahaan PT. X adalah Permenakertrans nomor 03 tahun 1982

dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Tidak

menggunakan kebijakan yang dikeluarkan

Kemenkes karena Permenakertrans sudah

mencakup semua pelayanan

- Peran serikat pekerja sangat penting dalam

pelaksanaan pelayanan kesehatan di klinik

perusahaan PT. X yakni sebagai perumus

Perjanjian Kerja Bersama antara manajemen

dengan perwakilan pekerja sebagai landasan

operasional

Informan PT. X (Informan-6):

- Masih menggunakan Permenakertrans dan Perjanjian Kerja Bersama

- Peran serikat perkerja masih sangat dibutuhkan

Informan di luar PT. X:

- Pembinaan dan pengawasan pelayanan kesehatan

kerja di perusahaan sesuai dengan regulasi yang

berlaku dilakukan oleh dua kementerian yaitu

Kemenaker dan Kemenkes (Informan 1 dan 3)

- Pada praktiknya koordinasi kedua kementerian

ini melalui perangkat dinas di kabupaten/kota

tidak berjalan dengan baik di beberapa wilayah

dan perlu sinergi antara kedua kementerian

tersebut. Masih ada dualisme antara kemenkes dan kemenaker dalam menurunkan kejadian PAK

(informan 1, 2, 4)

- Sistem pelaporan dan kegiatan Monev pelayanan

kesehatan kerja sudah ada, tetapi belum

dijalankan dengan baik. Format laporan yang

disusun Kemenaker lebih baik dibanding yang

dibuat Kemenkes, namun hanya berhenti di

Disnaker. Laporan tersebut termasuk data

Penyakit Akibat Kerja (PAK) yang masih nol

(Informan 1 dan 4)

- Laporan data PAK yang masuk tidak

mencerminkan keadaan yang sebenarnya,

cenderung terlihat sedikit. Salah satu penyebab

adalah perusahaan tidak mau melaporkan bahwa

ada kejadian PAK di lokasi kerja (Informan 4)

- Karena prinsip zero accident belum tentu semua

perusahaan melaporkan kecelakaan kerja

(Informan 4)

- Akses dinkes untuk monitoring ke perusahaan agak sulit, contoh ketika ada kasus keracunan

makanan yang perlu ditindaklanjuti dengan

surveilans. Dinkes bisa masuk ke perusahaan bila

Informan di luar PT. X:

- Untuk mengatasi persoalan kesehatan kerja dan

dalam rangka implementasi SJSN, sedang

disusun RPP tentang Kesehatan Kerja dan

Kepmen tentang Pos Usaha Kesehatan Kerja,

serta sedang melakukan harmonisasi antara

berbagai pihak yang terlibat dalam pelayanan

kesehatan kerja (Informan 1)

- Saat ini Jamsostek sedang bertransformasi

menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Sejak lahirnya Undang-undang Nomor 24 tahun 2011 tentang

BPJS pada tanggal 1 Juni 2014 sampai dengan

menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015,

secara operasional jaminan ketenagakerjaan

masih memakai Undang-undang Nomor 03 tahun

1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

(Informan 4)

- Perlu ditingkatkan sistem informasi untuk

mengetahui dengan data kecelakaan kerja dan

penyakit akibat kerja yang cepat, tepat dan

akurat. Disamping itu, untuk menangkap kejadian Penyakit Akibat Kerja, BPJS Ketenagakerjaan

melakukan terobosan dengan mengurangi

kewajiban pengisian dokumen pelaporan

seluruhnya dan membuka pintu pelaporan

kejadian PAK bukan hanya dari pengusaha,

melainkan dari pekerja dan dokter penasehat.

Sehingga BPJS tidak berperan dalam pelaporan

dan penemuan PAK, melainkan hanya

menyimpulkan satu kasus apakah PAK atau

bukan. Kendala dalam menyimpulkan PAK

adalah data dasar dalam bentuk pemeriksaan kesehatan pra kerja dan berkala. Untuk kasus

yang ragu-ragu untuk disimpulkan, BPJS minta

pertimbangan medis kepada dokter penasehat

Page 10: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

Sebelum SJSN Sesudah SJSN

ada program promosi kesehatan atau survei

kesehatan, misalnya surveilans perilaku

kesehatan pekerja (Informan 1)

- Untuk mengatasi ini Dinkes pernah mencoba

mengundang perusahaan-perusahaan dalam

rangka promosi kesehatan kerja, namun

dukungannya masih belum baik atau belum

penuh. Akar permasalahannya bahwa kesehatan

kerja bukan merupakan program yang wajib dan

belum ada payung hukum yang kuat (Informan 1)

- Perhatian masyarakat pekerja selama ini masih

kepada hal-hal yang sifatnya normatif, misalnya

upah. Budaya kesehatan dan pemahaman

masyarakat pekerja tentang kesehatan kerja juga

masih rendah. Pihak serikat pekerja jarang

bahkan tidak pernah diundang untuk

membicarakan masalah kesehatan kerja

(Informan 7)

- Peran Pemda sangat besar dalam upaya kesehatan

kerja. Namun karena minimnya sosialisasi tentang kesehatan kerja, peran stakeholder dalam

pelayanan kesehatan kerja di berbagai daerah

tidak merata atau masih sporadis (Informan 1)

- Perlu ditingkatkan peran pemerintah daerah

dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja

terutama pada industri dengan risiko pekerjaan

tinggi seperti pada industri pengolahan limbah

dan sektor maritim, serta diharapakan ada

pembagian peran yang jelas antara Dinkes dan

Disnaker (Informan 1)

yang berasal dari Kemenakertrans

- Setelah berjalannya SJSN, pekerja merasakan

penurunan mutu layanan kesehatan dibandingkan

sebelumnya. SBSI sedang menjajaki tentang

pelaksanaan Coordiantion of Benefit supaya tidak

merugikan buruh (Informan 7)

Pembahasan

Dari kajian tentang studi kasus implementasi SJSN terhadap pelayanan kesehatan

kerja di klinik perusahaan PT. X yang lebih menekankan pada upaya promotif dan preventif,

ada empat pertanyaan yang harus dijawab yaitu

a. Upaya pelayanan kesehatan kerja promotif dan preventif apa saja yang dapat

dijalankan di klinik perusahaan?

b. Bagaimana sumber, pengalokasian dan pemanfaatan pembiayaan pelayanan kesehatan

kerja promotif dan preventif?

c. Bagaimana kebutuhan akan SDM kesehatan ?

d. Bagaimana mengoptimalkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan kerja di klinik

perusahaan agar tidak terjadi potensi penutupan oleh manajemen?

Page 11: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

Pentingnya upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan kerja di tempat kerja

dinyatakan Healey dan Walker (2009:16,146). Tempat kerja dapat menjadi tempat yang ideal

untuk meningkatkan kesehatan karyawan. Karyawan umumnya menghabiskan lebih dari 40

jam per minggu dan merupakan audiens aktivitas peningkatan kesehatan yang pasti ada di

tempat kerja. Hasil analisis cost-benefit terhadap outcomes dari program kesehatan seperti

misalnya program pencegahan penyakit kronis menunjukkan hasil yang secara finansial

berguna. Biaya program peningkatan kesehatan dan pencegahan kesehatan terlihat besar pada

tahap awal. Akan tetapi bila program pencegahan telah intensif dijalankan, pengembalian

biaya akan terjadi dalam jumlah besar.

Pedoman jenis upaya promosi dan pencegahan dalam pelayanan kesehatan kerja di

Indonesia masih belum seragam sebagaimana disajikan pada 3 pedoman pelayananan

kesehatan kerja di Indonesia yaitu Permenakertrans No.80 tahun 1982, Kepmenkes No.1758

tahun 2003, Pedoman Klinik Perusahaan Depkes tahun 2009. Dari berbagai jenis upaya

promosi dan pencegahan pelayanan kesehatan kerja yang terdapat pada ketiga pedoman

tersebut, serta dengan melihat pada sasaran atau obyek kesehatan kerja peneliti menyusunnya

sebagaimana disajikan pada tabel 5.

Alokasi dana dari BPJS untuk upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit

sesuai dengan prinsip SJSN yaitu Gotong Royong dan Dana Amanat. Dengan prinsip Gotong

Royong, perusahaan besar yang mampu menyelenggarakan sendiri pelayanan kesehatan, akan

membantu perusahaan kecil yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanna kesehatan kerja.

Sedangkan prinsip Dana Amanat berarti dana investasi yang dikumpulkan dari peserta BPJS

digunakan untuk meningkatkan pelayanan kepada peserta. Namun demikian sesuai dengan

prinsip Akuntabilitas pada SJSN, tidak semua upaya promotif dan pencegahan dibebankan

pada dana BPJS, sehingga perusahaan tetap mendanai upaya tersebut. Sesuai dengan tabel 6,

peneliti merekomendasikan sumber pembiayaan upaya promotif dan pencegahan pelayanan

kesehatan kerja sebagaimana disajikan pada tabel 6.

Sebagaimana tabel 5 di atas, minmal kebutuhan sumber daya manusia dan

sarana/prasarana pelayanan kesehatan kerja dapat pula diidentifikasi yang telah peneliti susun

pada tabel 7.

Page 12: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

Tabel 5. Upaya Preventif dan Promotif Pelayanan Kesehatan Kerja berdasarkan Obyek/Sasaran Intervensi

No. Sasaran/Obyek

Intervensi

Upaya Promotif Upaya Preventif

1 Pekerja - Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap

tenaga kerja;

- Pendidikan Kesehatan untuk tenaga kerja (misal: Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat/PHBS dalam bekerja;;

- Konsultasi kesehatan meliputi psikologi kerja, KB, dan masalah

kesehatan lainnya; - Penyuluhan (materi penyuluhan: SOP kerja, risiko pekerjaan dan

pencegahannya, hygiene perorangan, pemilihan dan pemakaian Alat

Pelindung diri (APD), gizi kerja);

- Promosi kesehatan dalam rangka pencegahan penyakit umum, PAK,

PAHK, dan KK;

- Pelatihan P3K sesuai dengan tempat/lokasi, SOP kerja dan proses

produksi;

- Olahraga fisik dan kebugaran

- Surveilans kesehatan pekerja

- Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja (calon pekerja, pra

mutasi, dan pra mutasi intern)

- Pemeriksaan kesehatan berkala

- Pemeriksaan kesehatan kembali bekerja

- Pemeriksaan kesehatan umum; - Pemeriksaan kesehatan pekerja saat pensiun atau menjelang

pensiun

2 Pemberi

Kerja/Manajemen

- Penyuluhan (materi penyuluhan: SOP kerja, risiko pekerjaan dan

pencegahannya, hygiene perorangan, pemilihan dan pemakaian Alat

Pelindung diri (APD), gizi kerja);

- Memberikan masukan/pertimbangan kebijakan tentang kesehatan kerja kepada pimpinan/manajemen

- Promosi kesehatan dalam rangka pencegahan penyakit umum, PAK,

PAHK, dan KK;

- Menginformasikan dan mengedukasi risiko, serta memberi advis terkait

rencana pencegahan dan pengontrolan risiko kerja

3 Proses Kerja - Inventarisasi jenis pekerjaan agar dapat mengetahui risiko yang

mungkin timbul;

4 Penyakit Akibat

Kerja dan

Kecelakaan Kerja

- - Pencegahan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat

kerja;

- Surveilans PAK, PAHK, KK, dan penyakit umum yang

dominan di kalangan pekerja

- Mencegah kecelakaan kerja

5 Pajanan/Risiko

Kerja

- Identifikasi penilaian, evaluasi dan kontrol terhadap protensi risiko;

- Menilai risiko kesehatan dan keselamatan;

- Melakukan pencegahan untuk mengolah dan mengawasi

pajasan serta risiko kesehatan dan keselamatan kerja - Pemantauan kondisi kerja/tempat kerja

6 Lingkungan Kerja - Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja - Memfasilitasi/merekomendasikan perbaikan lingkungan

Page 13: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

No. Sasaran/Obyek

Intervensi

Upaya Promotif Upaya Preventif

- Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat

kerja

- Sanitasi industry

- Identifikasi dan pengukuran potensi risiko kesehatan di

tempat/lingkungan kerja;

- Pemeliharaan tempat kerja, proses kerja, dan lingkungan kerja yang

sehat

- Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitair

kerja, seperti: perbaikan ventilasi, pengolahan limbah cair,

perbaikan ergonomi;

- Pengendalian bahaya lingkungan kerja (fisik, kimia, biologi,

psikososial, ergonomi)

- Surveilans kesehatan kerja, monitoring lingkungan kerja dan

monitoring biologis

7 Gizi/Makanan

Kerja

- Memberikan nasehat mengenai gizi dan penyelenggaraan makanan di

tempat kerja

- good house keeping

- Perbaikan gizi kerja, menu seimbang dan pemeliharaan makanan sehat dan aman serta hygiene kantin

- Pemeriksaan kualitas air minum dan kebersihan makanan

dan/atau pekerja kantin

8 Petugas

Kesehatan Kerja

- Latihan untuk petugas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan sesuai

dengan tempat/lokasi, SOP kerja dan proses produksi

9 Perlengkapan

Kesehatan Kerja

- Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja

- Memberikan nasehat mengenai pemilihan alat pelindung diri yang

diperlukan

- Penyediaan contoh dan penggunaan APD

10 Prosedur

Kesehatan Kerja

- Melakukan orientasi perencanaan kesehatan kerja - Prosedur Tanggap Darurat (emergency response procedure)

dan manajemen bencana (disaster management)

Tabel 6. Rekomendasi 30 Jenis Kegiatan Pelayanan Kesehatan Kerja Promotif dan Preventif di Klinik Perusahaan

beserta Frekuensi, Unit Cost, dan Sumber Dana

No. Sasaran/Obyek

Intervensi

Program Promotif/Preventif Frekuensi Unit Cost Sumber Dana

1 Pekerja - Konsultasi penyesuaian pekerjaan terhadap

tenaga kerja; - Penyuluhan, sosialisasi dan edukasi

kesehatan kerja;

- Konsultasi kesehatan;

- Pelatihan P3K sesuai dengan tempat/lokasi,

SOP kerja dan proses produksi;

- Pemeriksaan kesehatan pra kerja

- Pemeriksaan kesehatan berkala

- 1 tahun sekali

- 1 tahun sekali

- 1 tahun sekali (pasca

pemkes berkala)

- 1 tahun sekali

- Sesuai kebutuhan

- Per perusahaan

- Per perusahaan

- Per hari

- Per perusahaan

- Per pekerja

- BPJS Ketenagakerjaan

- BPJS Ketenagakerjaan

- Perusahaan

- BPJS Ketenagakerjaan

- Pekerja

Page 14: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

No. Sasaran/Obyek

Intervensi

Program Promotif/Preventif Frekuensi Unit Cost Sumber Dana

- Pemeriksaan kesehatan kembali bekerja

- Pemeriksaan kesehatan umum

- Pemeriksaan kesehatan menjelang pensiun

- 1 tahun sekali

- Sesuai kebutuhan

- Sesuai kebutuhan

- Sesuai kebutuhan

- Per pekerja

- Per pekerja

- Per pekerja

- Per pekerja

- BPJS Ketenagakerjaan

- BPJS Ketenagakerjaan

- Perusahaan

- Perusahaan

2 Pemberi

Kerja/Manajemen

- Sosialisasi dan advokasi pentingnya

pelayanan kesehatan kerja di perusahaan

- Penyuluhan dan edukasi tentang kesehatan

dan keselamatan kerja

- 3 tahun sekali

- 3 tahun sekali

- Per perusahaan

- Per perusahaan

- BPJS Ketenagakerjaan

- BPJS Ketenagakerjaan

3 Proses Kerja - Inventarisasi jenis pekerjaan dalam rangka

mengetahui risiko pekerjaan yang timbul

- 1 tahun sekali - Per perusahaan - BPJS Ketenagakerjaan

4 Penyakit Akibat

Kerja dan

Kecelakaan Kerja

- Surveilans PAK, PAHK, KK, dan penyakit

umum yang dominan di kalangan pekerja

- Sesuai kebutuhan - Per kasus - Perusahaan

5 Pajanan/Risiko Kerja

- Identifikasi penilaian, evaluasi dan kontrol terhadap protensi risiko;

- Menilai risiko kesehatan dan keselamatan;

- Melakukan pencegahan untuk mengelola dan

mengawasi pajanan serta risiko kesehatan dan

keselamatan kerja

- Pemantauan kondisi kerja/tempat kerja

- Sesuai kebutuhan

- Sesuai kebutuhan

- Sesuai kebutuhan

- Sesuai kebutuhan

- Per kasus

- Per kasus

- Per kasus

- Per kasus

- Perusahaan

- Perusahaan

- Perusahaan

- Perusahaan

6 Lingkungan Kerja - Konsultasi perencanaan dan pembuatan

tempat kerja sesuai kaidah K3

- Konsultasi sanitasi industri

- Identifikasi dan pengukuran potensi risiko kesehatan di tempat/lingkungan kerja;

- Surveilans lingkungan kerja dan monitoring

biologis

- 1 tahun sekali

- 1 tahun sekali - 1 tahun sekali

- 1 tahun sekali

- Per perusahaan

- Per perusahaan - Per perusahaan

- Per perusahaan

- BPJS Ketenagakerjaan

- BPJS Ketenagakerjaan - BPJS Ketenagakerjaan

- BPJS Ketenagakerjaan

7 Gizi/Makanan

Kerja

- Konsultasi gizi dan penyelenggaraan

makanan di tempat kerja

- Konsultasi good house keeping

- Pemeriksaan kualitas air minum dan

kebersihan makanan dan/atau pekerja kantin

- 1 tahun sekali

- 1 tahun sekali

- 1 tahun sekali

- Per perusahaan

- Per perusahaan

- Per perusahaan

- Perusahaan

- Perusahaan

- Perusahaan

8 Petugas Kesehatan - Latihan P3K sesuai dengan tempat/lokasi, - 1 tahun sekali - Per petugas - BPJS Ketenagakerjaan

Page 15: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

No. Sasaran/Obyek

Intervensi

Program Promotif/Preventif Frekuensi Unit Cost Sumber Dana

Kerja SOP kerja dan proses produksi

- Pelatihan di bidang kesehatan kerja (mis:

Hiperkes, HIMA, AK3)

- 1 tahun sekali

- Per petugas

- BPJS Ketenagakerjaan

9 Perlengkapan

Kesehatan Kerja

- Konsultasi pengelolaan alat perlindungan diri

dan perlengkapan kesehatan kerja

- Bantuan pengadaan Alat Pelindung Diri

- 1 kali selama mendaftarkan

ke BPJS TK

- 1 kali selama mendaftarkan

ke BPJS TK

- Per perusahaan

- Per perusahaan

- BPJS Ketenagakerjaan

- BPJS Ketenagakerjaan

10 Prosedur Kesehatan

Kerja

- Konsultasi orientasi kesehatan kerja dan

penyusunan rencana kerja kesehatan kerja

- 1 kali selama mendaftarkan

ke BPJS TK

- Per perusahaan - BPJS Ketenagakerjaan

Tabel 7. Rincian Aktivitas Kegiatan Pelayanan Kesehatan Kerja Promotif dan Preventif di Klinik Perusahaan

beserta minimal kebutuhan SDM dan Sarana/Prasarana

No. Sasaran/Obyek

Intervensi

Program Promotif/Preventif Minimal Kualifikasi SDM

Dibutuhkan

Minimal Sarana

Dibutuhkan

Minimal Prasarana

Dibutuhkan

1 Pekerja - Konsultasi penyesuaian pekerjaan

terhadap tenaga kerja;

- Ahli Ergonomi, dan/atau

Psikolog Industri

- Perlengkapan

Laboratorium Ergonomi

- Layanan Konsultasi

- Penyuluhan, sosialisasi dan edukasi

kesehatan kerja;

- Dokter dengan kompetensi

Kesehatan Kerja

- Perlengkapan

Komunikasi, Informasi,

Edukasi (KIE)

- Layanan KIE Kesehatan

Kerja

- Konsultasi kesehatan;

- Dokter dengan kompetensi

Kesehatan Kerja

- Ruangan dan peralatan

Konsultasi Kesehatan

- Layanan Konsultasi

- Pelatihan P3K sesuai dengan

tempat/lokasi, SOP kerja dan proses

produksi;

- Perawat dengan kompetensi

Kesehatan Kerja atau

Hiperkes

- Perlengkapan KIE P3K - Layanan Diklat

- Pemeriksaan kesehatan pra kerja - Dokter dan Perawat dengan

kompetensi Kesehatan Kerja,

serta tenaga kesehatan dan

non-kesehatan pendukung.

- Ruangan dan

perlengkapan

pemeriksaan kesehatan,

serta peralatan penunjang

- Layanan Pemeriksaan

Kesehatan

- Pemeriksaan kesehatan berkala - Dokter dan Perawat dengan kompetensi Kesehatan Kerja,

serta tenaga kesehatan dan

non-kesehatan pendukung.

- Ruangan dan perlengkapan

pemeriksaan kesehatan,

serta peralatan penunjang

- Layanan Pemeriksaan Kesehatan

Page 16: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

No. Sasaran/Obyek

Intervensi

Program Promotif/Preventif Minimal Kualifikasi SDM

Dibutuhkan

Minimal Sarana

Dibutuhkan

Minimal Prasarana

Dibutuhkan

- Pemeriksaan kesehatan kembali

bekerja

- Dokter dan Perawat dengan

kompetensi Kesehatan Kerja,

serta tenaga kesehatan dan

non-kesehatan pendukung.

- Ruangan dan

perlengkapan

pemeriksaan kesehatan,

serta peralatan penunjang

- Layanan Pemeriksaan

Kesehatan

- Pemeriksaan kesehatan umum - Dokter dan Perawat dengan

kompetensi Kesehatan Kerja,

serta tenaga kesehatan dan

non-kesehatan pendukung.

- Ruangan dan

perlengkapan

pemeriksaan kesehatan,

serta peralatan penunjang.

- Layanan Pemeriksaan

Kesehatan

- Pemeriksaan kesehatan menjelang

Pensiun

- Dokter dan Perawat dengan

kompetensi Kesehatan Kerja,

serta tenaga kesehatan dan

non-kesehatan pendukung.

- Ruangan dan

perlengkapan

pemeriksaan kesehatan,

serta peralatan penunjang

- Layanan Pemeriksaan

Kesehatan

2 Pemberi

Kerja/Manajemen

- Sosialisasi dan advokasi pentingnya

pelayanan kesehatan kerja di

perusahaan

- Dokter dengan kompetensi

Kesehatan Kerja

- Perlengkapan KIE

Kesehatan Kerja

- Layanan KIE Kesehatan

Kerja

- Penyuluhan dan edukasi tentang kesehatan dan keselamatan kerja

- Dokter dengan kompetensi Kesehatan Kerja

- Perlengkapan KIE Keselamatan dan

Kesehatan Kerja

- Layanan KIE Kesehatan Kerja

3 Proses Kerja - Inventarisasi jenis pekerjaan dalam

rangka mengetahui risiko pekerjaan

yang timbul

- Dokter Spesialis Okupasi - Perlengkapan/Lab

Ergonomi

- Layanan Konsultasi

4 Penyakit Akibat

Kerja dan

Kecelakaan Kerja

- Surveilans PAK, PAHK, KK, dan

penyakit umum yang dominan di

kalangan pekerja

- Dokter Sepsialis Okupasi,

dan Ahli Epidemiologi

- Perlengkapan Surveilans - Layanan Surveilans

5 Pajanan/Risiko

Kerja

- Identifikasi penilaian, evaluasi dan

kontrol terhadap protensi risiko;

- Dokter Spesialis Okupasi,

atau Ahli K3

- Perlengkapan Pengelolaan

Risiko Kerja

- Layanan Konsultasi

-

- Menilai risiko kesehatan dan

keselamatan;

- Dokter Spesialis Okupasi,

atau Ahli K3

- Perlengkapan Pengelolaan

Risiko Kerja

- Layanan Konsultasi

- Melakukan pencegahan untuk

mengelola dan mengawasi pajanan

serta risiko kesehatan dan keselamatan

kerja

- Dokter Spesialis Okupasi,

atau Ahli K3

- Perlengkapan Pengelolaan

Risiko Kerja

- Layanan Konsultasi

- Pemantauan kondisi kerja/tempat kerja

- Dokter dan Perawat dengan

kompetensi Kesehatan Kerja,

serta tenaga kesehatan dan non-kesehatan pendukung

- Perlengkapan Pengelolaan

Risiko Kerja

- Layanan Konsultasi

Page 17: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

No. Sasaran/Obyek

Intervensi

Program Promotif/Preventif Minimal Kualifikasi SDM

Dibutuhkan

Minimal Sarana

Dibutuhkan

Minimal Prasarana

Dibutuhkan

6 Lingkungan Kerja - Konsultasi perencanaan dan

pembuatan tempat kerja sesuai kaidah

K3

Dokter Spesialis Okupasi,

dan /atau Ahli K3

- Perlengkapan/Laboratoriu

m Desain Kerja

- Layanan Konsultasi

- Konsultasi sanitasi industri - Ahli Sanitarian, atau Ahli

Kesling

- Perlengkapan/Laboratoriu

m Sanitasi Industri

- Layanan Konsultasi

- Identifikasi dan pengukuran potensi

risiko kesehatan di tempat/lingkungan

kerja;

- Dokter Spesialis Okupasi,

atau Ahli K3

- Perlengkapan/Laboratoriu

m K3

- Layanan Konsultasi

- Surveilans lingkungan kerja dan

monitoring biologis

- Dokter Spesialis Okupasi,

Ahli Kesling, Ahli Higienis

Industri

- Perlengkapan/Laboratoriu

m Kesehatan Lingkungan

- Layanan Konsultasi

7 Gizi/Makanan

Kerja

- Konsultasi gizi dan penyelenggaraan

makanan di tempat kerja

- Ahli Gizi Masyarakat - Perlengkapan/Laboratoriu

m Gizi

- Layanan Konsultasi

- Konsultasi good house keeping - Ahli Gizi Masyarakat - Perlengkapan/Laboratoriu

m Gizi

- Layanan Konsultasi

- Pemeriksaan kualitas air minum dan

kebersihan makanan dan/atau pekerja kantin

- Ahli Kesehatan Lingkungan,

Ahli Sanitarian, dan Dokter dengan kompetensi kesehatan

kerja

- Perlengkapan/Laboratoriu

m Sanitasi Industri

- Layanan Konsultasi

8 Petugas Kesehatan

Kerja

- Latihan P3K sesuai dengan

tempat/lokasi, SOP kerja dan proses

produksi

- Dokter dengan kompetensi

kesehatan kerja

- Perlengkapan KIE P3K - Layanan Diklat

- Pelatihan di bidang kesehatan kerja

(mis: Hiperkes, HIMA, AK3)

- Dokter Spesialis Okupasi - Perlengkapan Pelatihan

K3

- Layanan Diklat

9 Perlengkapan

Kesehatan Kerja

- Konsultasi pengelolaan alat

perlindungan diri dan perlengkapan kesehatan kerja

- Dokter dengan kompetensi

kesehatan kerja dan Ahli K3

- Perlengkapan KIE Alat

Pelindung Diri

- Layanan Konsultasi

- Bantuan pengadaan Alat Pelindung

Diri

- Ahli K3 - Perlengkapan Alat

Pelindung Diri Minimal

- Layanan Konsultasi

10 Prosedur Kesehatan

Kerja

- Konsultasi orientasi kesehatan kerja

dan penyusunan rencana kerja

kesehatan kerja

- Dokter Spesialis Okupasi - Perlengkapan KIE

Kesehatan Kerja

- Layanan Konsultasi

Page 18: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

Kesimpulan

Pelayanan kesehatan kerja di klinik perusahaan PT. X setelah berjalannya Sistem

Jaminan Sosial saat penelitian ini dijalankan belum begitu berpengaruh baik pada aspek upaya

pelayanan kesehatan kerja yang dijalankan, pembiayaan, sumber daya manusia, sarana

prasarana, dan faktor pendukung lainnya. Klinik perusahaan PT. X saat ini telah

mendaftarkan seluruh karyawan pada program jaminan sosial dari BPJS, namun khusus pada

Jaminan Kesehatan masih pada posisi belum memanfaatkan fasilitas yang ditawarkan. Klinik

PT. X masih menilai dan menunggu perkembangan pelayanan kesehatan yang diberikan agar

tidak merugikan perusahaan.

Implementasi SJSN akan mempengaruhi upaya pelayanan kesehatan kerja yakni akan

lebih ditekankan pada upaya promotif dan preventif, serta aspek pembiayaannya yang berasal

dari iuran perusahaan peserta BPJS. Penekanan pada upaya promotif dan preventif ini

menyebabkan kebutuhan sumber daya manusia serta sarana prasarana di klinik perusahaan

perlu dikaji kembali. Disamping itu perlu didukung dengan manajemen, informasi, regulasi,

dan pemberdayaan masyarakat yang baik.

Dari studi kasus di klinik perusahaan PT X dan informasi dari luar klinik perusahaan

PT. X, peneliti merekomendasikan penyeragaman upaya promotif dan preventif di klinik

perusahaan, alternatif sumber pembiayaan, serta minimal kebutuhan SDM dan

sarana/prasarana.

Saran

Diharapkan selanjutnya dilakukan kajian terhadap variabel lain dari SKN terhadap

pelayanan kesehatan kerja di perusahaan, melibatkan stakeholder yang lebih luas, terhadap

pekerja sektor informal, terhadap pemetaan sumber daya manusia kesehatan kerja di

perusahaan dan sektor lain, terhadap alternatif pembiyaan pelayanan kesehatan kerja lainnya,

terhadap efektifitas implementasi kebijakan kesehatan kerja dalam rangka SJSN, dan kajian

akan pengembangan sistem informasi kesehatan kerja berbasis web.

Bagi klinik perusahaan PT. X agar tetap mempertahankan upaya pelayanan kesehatan

kerja yang sudah berjalan pada era SJSN ini. Untuk itu perlu dilakukan kajia dari sisi ekonomi

kesehatan di tempat kerja agar pelayanan kesehatan kerja pasca implementasi SJSN tetap

memberikan benefit bagi perusahaan.

Page 19: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

Referensi

Astono, Sudi. (2002). Poliklinik Perusahaan sebagai Salah Satu Subsistem Upaya Kesehatan

di Perusahaan, Cermin Dunia Kedokteran No.136 tahun 2002

Back, Nick dan Reinhold Gruen. (2005), Understanding Health Services, England: Open

University Press

Dewan Jaminan Sosial Nasional. (2014). Ringkasan Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan

Soial Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019, Jakarta: DJSN

Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI. (2007). Pedoman Klinik di Tempat Kerja

Perusahaan, Jakarta: Depkes RI

Fingret, Ann dan Alan Smith. (2003). Occupational Health: A Practical Guide for Managers,

2003, New York: Taylor and Francis e-library

Healey, Bernard J. dan Kenneth T. Walker. (2009). Introduction to Occupational Health in

Public Health Practice, New Jersey: John Willey and Sons

International Labour Organization. (2013). The Prevention of Occupational Diseases,

Geneva: ILO Press

Kurniawidjaja, L. Meily. (2007). “Filosofi dan Konsep Dasar Kesehatan Kerja serta

Perkembangannya dalam Praktik”, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.1

No.6 Juni 2007

Kurniawidjaja, L. Meily. (2011). Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja, Jakarta: UI Press

Lukmana, Diding. (2006). Kajian Kepuasan Peserta Wajib PT Askes dalam Kinerja

Perspektif Pelanggan pada Program Asuransi Kesehatan sosial di Kota Semarang

tahun 2006. Thesis, Semarang: Universitas Diponegoro

Markkanen, Pia K. (2004). “Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia”, Kertas Kerja 9,

ILO

Mehdi, Ali. (2007). Impact of Prevention Health Care on Indian Industry and Economy, New

Delhi: ICRIE

Ping, Liem Li. (2008). “Melirik pada Sejawat Praktisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja di

Singapura”, Majalah Kedokteran Indonesia Volume 58 Nomor 7, Juli 2008, Jakarta

Rantanen, Jorma. (2005). “Basic Occupational Health Service – their Structure, Content, and

Objectives”, SJWEH Supplements 2005 No.1

Republik Indonesia. (1992). Undang-Undang No.03 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial

Tenaga Kerja

Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional

Page 20: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan

Republik Indonesia. (2011). Undang-Undang No.24 tahun 2011 tentang Badan Pengelola

Jaminan Sosial

Republik Indonesia. (2013). Peraturan Pemerintah No.12 tahun 2013 tentang Jaminan

Kesehatan

Republik Indonesia. (2012). Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2012 tentang Sistem

Kesehatan Nasional

Republik Indonesia. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 tahun 2013 tentang

Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional

Republik Indonesia (1980). Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan

Keselamatan Kerja

Republik Indonesia (1980). Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja

Republik Indonesia (2003). Keputusan Menteri Kesehatan No.1758/SK/XII/2003 tentang

Standar Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar

Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan No.128/SK/II/2004 tentang

Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat

Republik Indonesia (2012). Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 609

tahun 2012 tentang Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit

Akibat Kerja

Republik Indonesia. (2008). Keputusan Ditjen Bina Pengawas Ketenagakerjaan

Kemenakertrans Nomor 22D tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan

Pelayanan Kesehatan Kerja

Soekamto dkk (2006). Reformasi Sistem Jaminan Sosial di Indonesia, Jakarta: Kemenkokesra

Sulistomo, Astrid. (2002). “Diagnosis Penyakit Akibat Kerja dan Sistem Rujukan”, dalam

Cermin Dunia Kedokteran No.136 tahun 2002

Suma‟mur P.K. (1992). Berbagai Jenis Penyakit Akibat Kerja dan Tata Cara Pencegahannya,

dalam Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 42, Nomor 2, Februari 1992

Thabrany, Hasbullah. (2009). “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional, sebuah Policy

Paper dalam Analisis Kesesuaian Tujuan dan Struktur BPJS”, Position Paper bagi

Hatta Project

Thabrany, Hasbullah. (2012). Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019.

Jakarta: DJSN

Page 21: STUDI KASUS IMPLEMENTASI SISTEM JAMINAN …adeheryana.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/5665/... · STUDI KASUS IMPLEMENTASI ... menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan

Trihandoyo, Bagus, Hendrianto Trisnowibowo dan Wahyu Pudji Nugraheni. (2001).

”Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Sektor Industri dalam

Kaitannya dengan Produktivitas Kerja di Kawasan Industri Kabupaten Serang”, Media

Litbang Kesehatan Volume XI Nomor 2 Tahun 2001, Jakarta: Kemenkes

Ukhisia, Bella Gloria, Retno Astuti, dan Arif Hidayat. (2013). “Analisis Pengaruh

Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Produktivitas Karyawan dengan Metode

Partial Least Squares”, Jurnal Teknologi Pertanian Volume 14 Nomor 2, Agustus

2013

Yohandarwati dkk (2002). Sistem Perlindungan dan Jaminan Sosial (Suatu Kajian Awal).

Jakarta: Direktorat Kependudukan, Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan

Perempuan BAPPENAS