STUDI KASUS FUNGSI PRODUKSI DAN FUNGSI RISIKO PRODUKSI BAKPIA DI KECAMATAN NGAMPILAN KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Dibimbing Oleh: Drs. Ari Sudarman, M.Ec. Disusun Oleh: MUHAMMAD NURHUDA 07/257179/EK/16774 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011
101
Embed
STUDI KASUS FUNGSI PRODUKSI DAN FUNGSI RISIKO PRODUKSI BAKPIA DI KECAMATAN NGAMPILAN KOTA YOGYAKARTA
STUDI KASUS FUNGSI PRODUKSI DAN FUNGSI RISIKO PRODUKSI BAKPIA DI KECAMATAN NGAMPILAN KOTA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM
Dibimbing Oleh: Drs. Ari Sudarman, M.Ec.
Disusun Oleh: MUHAMMAD NURHUDA 07/257179/EK/16774
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, hidayah, dan segal
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
STUDI KASUS FUNGSI PRODUKSI DAN FUNGSI RISIKO PRODUKSI
BAKPIA DI KECAMATAN NGAMPILAN KOTA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pada
Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM
Dibimbing Oleh:
Drs. Ari Sudarman, M.Ec.
Disusun Oleh:
MUHAMMAD NURHUDA
07/257179/EK/16774
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2011
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat,
hidayah, dan segala nikmat yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini disusun
untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada
program studi Ilmu Ekonomi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan berbagai pihak. Dengan demikian ucapan terima kasih dan
penghargaan perlu disampaikan kepada berbagai pihak yang telah memberikan
bantuan berupa bimbingan, saran, kemudahan, dan dukungan-dukungan lainnya
sejak dimulainya penyusunan rancangan penelitian sampai selesainya penulisan
skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan kepada:
1. Ibu Kasanah, Bapak Umar, Mas Ahmad Afandi, dan Mbak Nur Umamah
yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil dan menjadi
motivator utama dalam melakukan usaha terbaik untuk menyelesaikan skripsi
ini.
2. Dekan dan dosen-dosen beserta civitas Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada atas ilmu, pengetahuan, dan pengalaman-pengalaman
beharga yang telah diberikan kepada penulis pada masa kuliah.
vi
3. Drs. Ari Sudarman, M.Ec., selaku dosen pembimbing sekripsi yang telah
bersedia meluangkan waktu, memberikan arahan, masukan, dan saran dengan
sabar dan telaten sehingga penulis berhasil menyelesaikan penulisan skripsi
dengan baik.
4. Amirullah Setya Hardi, S.E., Cand.Oecon., Tri Widodo, M.Ec.,Dev., Ph.D.,
dan Drs. Ari Sudarman, M.Ec., selaku Dewan Penguji Ujian Skripsi dan
Ujian Teori.
5. Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta yang telah memberikan izin
penelitan terhadap pengusaha bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota
Yogyakarta.
6. Pengusaha-pengusaha bapia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk diteliti dan dikaji.
7. Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D atas pelatihan dan bimbingan selama menjadi
asisten.
8. Mbak Noppie, sebagai sahabat terbaik penulis.
9. Ridho, Ichal, Resha, Ian, Riski, dan Galih, atas teamwork dan semangat
kekeluargaan sebagai sesama asisten Prof. Mudrajad Kuncoro.
10. Teman seperjuangan Jurusan Ilmu Ekonomi angkatan 2007, Adit, Santi,
Gambar 1.1. Perkembangan Pangsa Jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Indonesia Tahun 2005 – 2009 (dalam persen) …...…………………………...….... 4
Gambar 1.2. Perkembangan Pangsa Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Indonesia Tahun 2005 – 2009 (dalam persen) …...…………...… 5
Gambar 1.3. Perkembangan Pangsa Sumbangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) terhadap PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Indonesia Tahun 2005 – 2009 (dalam persen) …..……………………………………...…. 6
Gambar 1.4. Perkembangan Pangsa Sumbangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) terhadap Ekspor Nonmigas Indonesia Tahun 2005 – 2009 (dalam persen) …...… 7
Gambar 2.1. Kurva Isokuan ……………………………………………..……. 22
Gambar 2.2. Kurva Minimalisasi Biaya …...………………………...………... 27
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Perubahan Banyaknya Unit Usaha Kecil (UK), Usaha Menengah (UMe), dan Usaha Besar (UB) Kota Yogyakarta Tahun 2005-2007 10
Tabel 1.2. Faktor-faktor Penghambat Industri Kecil Bakpia di Kampung Sanggrahan Pathuk Tahun 2008 …...……………………………..... 13
Tabel 2.1. Skala Hasil Produksi …...…………………………………..……… 24
Tabel 3.1. Perbedaan Sampel Probabilitas dan Nonprobabilitas ……………... 42
Tabel 4.1. Cabang Industri di Kecamatan Ngampilan Tahun 2007 …..……… 50
Tabel 5.1. Tingkat Pendidikan Responden Pengusaha Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 ………………………………..…………... 56
Tabel 5.2. Tingkat Umur Responden Pengusaha Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 ………………………………..…………... 57
Tabel 5.3. Tingkat Pendidikan Pekerja Rata-rata Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 ……...…..…………… 58
Tabel 5.4. Upah Pekerja Rata-rata Per Hari Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 …………………..…………… 59
Tabel 5.5. Penggunaan Bahan Baku Per Hari Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 …………………..…………… 60
Tabel 5.6. Alasan Memproduksi Bakpia Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 …………………..…………… 61
Tabel 5.7. Media Pemasaran Bakpia Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 ………………..……………… 61
Tabel 5.8. Produksi Bakpia Kacang Hijau Per Hari 30 Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 …………….……….… 63
Tabel 5.9. Nilai Produksi Berbagai Jenis Bakpia Per Hari 30 Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 …….…….. 64
Tabel 5.10. Uji t Statistik Fungsi Produksi …...…………………..…………... 65
Tabel 5.11. Uji t Statistik Fungsi Risiko Produksi …...…………..…………... 68
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Regresi …………………………………………………….. 75
Lampiran 2. Hasil Regresi …………………………………………………….. 77
Lampiran 3. Kuisioner ………………………………………………………... 79
xiv
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fungsi produksi dan fungsi
risiko produksi bakpia yang tergolong usaha mikro dan kecil di Kecamatan
Ngampilan Kota Yogyakarta. Dalam penelitian ini digunakan data primer dengan
jumlah sampel 30 unit usaha bakpia yang diperoleh dengan menggunakan metode
purposive quota sampling. Sedangkan alat analisis yang digunakan peneliti untuk
menganalisis model regresi adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil
dari regresi ini menunjukkan bahwa hanya nilai bahan baku yang berpengaruh
secara statistik signifikan terhadap fungsi produksi bakpia. Tenaga kerja, umur
perusahaan, pendidikan tenaga kerja, dan pendidikan pengusaha secara statistik
tidak signifikan berpengaruh terhadap fungsi produksi bakpia. Sedangkan pada
analisis fungsi risiko produksi diketahui bahwa tidak ada satu pun dari variabel
penjelas secara statistik signifikan berpengaruh pada fungsi risiko produksi
bakpia.
Kata kunci: fungsi produksi, fungsi risiko produksi, nilai bahan baku, tenaga
kerja, umur perusahaan, pendidikan tenaga kerja, dan pendidikan pengusaha.
xv
Abstract
This study aims to analyze bakpia production function and bakpia
production risk function classified as micro and small enterprises in District
Ngampilan Yogyakarta City. This study uses primary data which contains 30
samples of bakpia business units obtained using purposive quota sampling
method. In this study author uses Ordinary Least Square (OLS) method as tool in
analyzing regression model. The results of this regression show that only the
value of raw materials which is statistically significant effect on the bakpia
production function. Labor, firm age, labor’s education, and entrepreneur’s
education are statistically insignificant effect on the bakpia production function.
While there is none of the explanatory variables are statistically significant effect
on the bakpia production risk function.
Keywords: production function, production risk function, value of raw materials,
labor, firm age, labor’s education, and entrepreneur’s education.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gejolak perekonomian di Indonesia terus berlanjut seiring dengan
berjalannya waktu dan zaman. Gejolak ini bisa berasal dari dalam negeri maupun
luar negeri. Gejolak dalam negeri bisa bersumber dari sektor politik, sosial,
budaya, hukum, pertahanan-keamanan, atau pun kegiatan-kegiatan perekonomian
lain yang saling berhubungan. Sedangkan pengaruh luar negeri terhadap gejolak
perekonomian Indonesia dikarenakan adanya globalisasi di berbagai bidang yang
menyebabkan batasan-batasan antarnegara mulai dihilangkan sehingga gejolak
antar negara pun saling berkaitan. Dengan demikian saat terjadi gejolak di luar
negeri, Indonesia sudah harus siap menghadapi gejolak positif maupun negatif
yang mungkin akan muncul nantinya.
Dalam menghadapi gejolak perekonomian, peran semua skala usaha baik
Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah (UMKM) maupun Usaha Besar
(UB) sangatlah penting. Skala-skala usaha inilah yang menjadi penyokong
pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) negara. Selain itu pemerintah
selaku regulator juga tidak boleh lepas tangan dan menyerahkan semua kepada
swasta. Apalagi Indonesia tergolong sebagai negara sedang berkembang, peran
serta pemerintah sangatlah penting dalam menyusun strategi pembangunan
ekonomi negera. Apakah perekonomian negara berpacu pada peningkatan PDB
semata atau pun mencakup pembangunan ekonomi secara struktural di mana
2
kesejahteraan masyarakat menjadi patokan utama merupakan kebijakan yang
hanya bisa dilakukan oleh pemerintah.
Peran penting sektor UMKM dalam perekonomian Indonesia sangatlah
besar. Dengan demikian sudah sewajarnya pemerintah memberikan perhatian
lebih pada skala usaha ini. Sesuai apa yang dicanangkan Kementerian Koperasi
dan UMKM Republik Indonesia, setidaknya peran-peran yang diberikan UMKM
antara lain:
1. kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di
berbagai sektor,
2. penyedia lapangan kerja yang terbesar,
3. pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan
pemberdayaan masyarakat,
4. pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta
5. penyumbang dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan
ekspor.
Kontribusi UMKM dibandingkan dengan UB dari tahun 2005 sampai 2009
secara lebih jelas bisa dilihat di Gambar 1.1, Gambar1.2, Gambar 1.3, dan
Gambar 1.4. Kontribusi UMKM atas peran-perannya tersebut yang terbesar
adalah dalam hal pangsa jumlah unit usahanya. Mulai dari tahun 2005 sampai
tahun 2009, pangsa jumlah unit usaha UMKM dibanding UB relatif sama, yaitu
mencapai 99,99%. Peringkat kedua terbesar peran UMKM dibandingkan dengan
UB adalah pada pangsa penyerapan tenaga kerja penduduk Indonesia yang
mencapai rata-rata 97,17% dari tahun 2005 sampai 2009. Peringkat selanjutnya
3
adalah kontribusi terhadap PDB nasional atas dasar harga berlaku tahun 2000 di
mana rata-rata pangsa pertahun dari tahun 2005 sampai 2009 mencapai 55,72%.
Dalam hal jumlah unit usaha, penyerapan tenaga kerja dan sumbangan pada
PDB atas dasar harga berlaku tahun 2000, UMKM lebih unggul dibandingkan
dengan UB. Akan tetapi dalam hal kemampuan untuk ekspor, UMKM kalah jauh
dengan UB. Pada tahun 2005 UMKM hanya mampu mengekspor komoditas
nonmigas sebesar 20,28% dari total ekspor Indonesia. Dua tahun berikutnya,
tahun 2006 dan tahun 2007, kemampuan daya ekspornya menurun jika
dibandingkan dengan proporsi pada tahun 2005. Pada tahun 2008 mengalami
kenaikan dari 17,66% menjadi 18,10%. Namun di tahun 2009 proporsinya
kembali mengalami penurunan sebesar 1,08% sehingga tinggal menjadi 17,02%
dari total ekspor nonmigas Indonesia.
4
Gambar 1.1.
Perkembangan Pangsa Jumlah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) dan Usaha Besar (UB) Indonesia Tahun 2005 – 2009 (dalam persen)
Keterangan: * angka sementara ** angka sangat sementara Jumlah unit usaha UMKM dan UB tahun 2005 = 47.022.084 unit, 2006 = 49.026.380 unit, 2007 = 50.150.236 unit, 2008 = 51.414.262 unit dan 2009 = 52.769.280 unit. Sumber: Diolah dari Kementerian Koperasi dan UMKM (2010)
0102030405060708090
100
2005 2006 2007 2008* 2009**
99.99 99.99 99.99 99.99 99.99
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
UMKM UB
5
Gambar 1.2.
Perkembangan Pangsa Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Indonesia Tahun 2005 – 2009
(dalam persen)
Keterangan: * angka sementara ** angka sangat sementara Jumlah unit usaha UMKM dan UB tahun 2005 = 86.305.825 orang, 2006 = 90.350.778 orang, 2007 = 93.027.341 orang, 2008 = 96.780.483 orang dan 2009 = 98.886.003 orang. Sumber: Diolah dari Kementerian Koperasi dan UMKM (2010)
0102030405060708090
100
2005 2006 2007 2008* 2009**
96.85 97.3 97.27 97.15 97.3
3.15 2.7 2.73 2.85 2.7
UMKM UB
6
Gambar 1.3.
Perkembangan Pangsa Sumbangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
dan Usaha Besar (UB) terhadap PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
Indonesia Tahun 2005 – 2009 (dalam persen)
Keterangan: * angka sementara ** angka sangat sementara Nilai PDB atas dasar harga konstan tahun 2000 UMKM dan UB pada tahun 2005 = Rp1.750.815,2 milyar, 2006 = Rp1.770.508,3 milyar, 2007 = Rp1.883.549,1 milyar, 2008 = Rp1.997.938 milyar dan 2009 = Rp2.088.292,3 milyar. Sumber: Diolah dari Kementerian Koperasi dan UMKM (2010)
0
10
20
30
40
50
60
2005 2006 2007 2008* 2009**
55.95 58.49 58.44 58.35 58.17
44.05 41.51 41.56 41.65 41.83
UMKM UB
7
Gambar 1.4.
Perkembangan Pangsa Sumbangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
dan Usaha Besar (UB) terhadap Ekspor Nonmigas Indonesia Tahun 2005 – 2009
(dalam persen)
Keterangan: * angka sementara ** angka sangat sementara Nilai ekspor UMKM dan UB nonmigas tahun 2005 = Rp544.201,8 milyar, 2006 = Rp689.412,5 milyar, 2007 = Rp794.872,1 milyar, 2008 = Rp983.540,4 milyar dan 2009 = Rp953.089,9 milyar. Sumber: Diolah dari Kementerian Koperasi dan UMKM (2010)
Kekalahan UMKM dibandingkan dengan UB dalam ekspor dipengaruhi
oleh banyak hal. Di dalam buku Economic and Social Commission for Asia and
the Pacific (ESCAP, 2009: 41) diberikan overview permasalahan tradisional yang
mempengaruhi tingkat kompetitif UMKM Asia-Pasifik seperti berikut ini:
1. Perusahaan kecil secara umum dihadapkan pada tingginya biaya untuk
membeli input seperti peralatan, bahan mentah, jasa keuangan dan
0102030405060708090
2005 2006 2007 2008* 2009**
20.28 17.95 17.66 18.1 17.02
79.72 82.05 82.34 81.9 82.98
UMKM UB
8
bisnis. Daya tawar usaha-usaha yang lebih kecil kalah dengan usaha-
usaha yang lebih besar.
2. UMKM berkarakteristikan berlokasi di daerah kapasitas manajerial
dan kemampuan yang terbatas seperti manajemen operasional,
akuntansi, manajemen keuangan, pemasaran dan strategi.
3. Perusahaan-perusahaan kecil memiliki keterbatasan kemampuan untuk
memperoleh informasi pasar dan pembeli potensial.
4. Kemampuan UMKM terbatas dalam merespon market opportunities
dalam hal memenuhi permintaan dalam jumlah besar, standar, dan
sertifikasi.
5. UMKM juga kesulitan memperoleh akses untuk mendapatkan
dukungan-dukungan jasa, seperti jasa pelatihan dan pembangunan
kemampuan, intelegensi pasar, logistik, teknologi, dan keuangan.
6. Adanya aturan-aturan lingkungan yang sering memberatkan dan
membebankan biaya tetap yang tinggi pada UMKM.
Tambunan (2009) menjelaskan bahwa pada umumnya UMKM Indonesia
yang berorientasi ekspor tidak melakukan kegiatan ekspor secara langsung
melainkan melalui perantara, misalnya melalui pedagang, perusahaan ekspor,
lembaga perdagangan, atau pun perjanjian sub kontrak dengan UB di mana
produk yang dihasilkannya masih semi-final products dan akhirnya
disempurnakan oleh UB. Akses perdagangan ekspor untuk UMKM relatif terbatas
dibandingkan dengan UB, terutama yang berlokasi di area pedesaan. Akibatnya,
UMKM yang berorientasi ekspor ini akan kesulitan melakukan direct exports dan
9
biayanya pun mahal. Tambunan juga menambahkan penjelasan bahwasanya
fasilitas-fasilitas yang dikeluarkan Menteri Perdagangan dan Menteri Koperasi
dan UMKM masih perlu dipertanyakan keefektifitasannya. Pasalnya, merujuk
pengalaman dari berbagai program pemerintah yang berutujuan untuk
meningkatkan produktivitas UMKM, banyak yang belum berhasil karena adanya
kurangnya informasi yang tersampaikan dan permasalahan lokasi yang sulit
terjangkau.
Katalog Kota Yogyakarta dalam angka 2008 yang terangkum dalam Tabel
1.1 melaporkan laporan tiga tahun perkembangan Usaha Kecil, Usaha Menengah,
dan Usaha Besar. Laporan ini menyampaikan bahwa secara ketahanan terhadap
gejolak perekonomian, Usaha Kecil memiliki ketahanan relatif lebih baik jika
dibandingkan dengan Usaha Menengah dan Usaha Besar. Pekembangan jumlah
unit usaha dari Usaha Kecil relatif lebih stabil dibandingkan dengan Usaha
Menengah dan Usaha Besar. Pada tahun 2005 jumlah total Usaha Kecil yang ada
di Kota Yogyakarta adalah sebanyak 5.854 unit dan mengalami pertambahan unit
sebanyak 0,69% dari tahun 2004. Tahun 2006 mengalami penurunan sebesar
0,1% dari jumlah unit tahun 2005 dan pada tahun 2007 mengalami kenaikan lagi
jumlah unitnya sebesar 0,23% dari jumlah unit tahun 2006. Penurunan jumlah unit
usaha Usaha Kecil hanya mencapai 0,1%. Berbeda dengan Usaha Menengah dan
Usaha Besar yang mengalami penurunan jumlah unit usaha mencapai 15% dan
21%. Dari gambaran ini dapat terlihat jelas bahwa ketahanan Usaha Kecil lebih
baik dibandingkan dengan Usaha Menengah atau pun dengan Usaha Besar.
10
Tabel 1.1.
Perubahan Banyaknya Unit Usaha Kecil (UK), Usaha Menengah (UMe),
dan Usaha Besar (UB) Kota Yogyakarta Tahun 2005-2007
Tahun UK
(unit)
Perubahan
(%)
UMe
(unit)
perubahan
(%)
UB
(unit)
perubahan
(%)
2005 5854 0,69 88 -5,38 18 5,88
2006 5848 -0,10 74 -15,91 19 5,56
2007 5862 0,23 83 12,16 15 -21,05 Sumber: Diolah dari BPS Kota Yogyakarta (2010)
Wicaksono (2008) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa modal untuk
biaya bahan baku, tenaga kerja dan modal investasi berpengaruh secara positif
terhadap jumlah output yang dihasilkan oleh industri kecil bakpia. Sedangkan
Melisa (2008) menambahkan bahwa modal berpengaruh secara positif terhadap
penjualan, penjualan berpengaruh positif terhadap keutungan dan modal
berpengaruh secara positif terhadap keuntungan yang diperoleh oleh industri kecil
bakpia. Kedua penelitian ini mengambil obyek penelitian industri kecil bapia yang
berlokasi di Pathuk, Kecamatan Ngampilan, Kota Yogyakarta.
Kalau merujuk pada hasil dua penelitian tersebut maka modal juga
berhubungan positif baik pada output dan keuntungan untuk Usaha Menengah dan
atau pun pada Usaha Besar. Akibatnya ketika para produsen menghadapi krisis
modal untuk pembelian input, investasi akan berkurang, sehingga output dan
keuntungan pun berkurang. Keuntungan yang berkurang berakibat pada
berkurangnya modal pada periode berikutnya dan berlangsung seterusnya. Pada
akhirnya produsen-produsen Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan
Usaha Besar akan kelabakan menghadapi kejadian ini, selanjutnya diikuti dengan
11
keputusan keluar (exit) dari kegiatan operasional bisnisnya saat sudah tidak
mampu bersaing.
Wilkinson (2005: 57-58) menjelaskan bahwa model dasar maksimisasi
profit mengabaikan faktor risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) dengan
mengasumsikan bahwa semua biaya dan pendapatan diketahui secara jelas di
masa mendatang. Ketika berasumsi bahwa situasi yang terjadi adalah pasti
(certainty) maka hanya ada satu kemungkinan yang terjadi. Akan tetapi apabila
situasi yang terjadi adalah berisiko (risky) maka akan ada beberapa kemungkinan
yang akan muncul dan setiap kemungkinan tersebut bisa berupa kemungkinan
terjadinya sesuatu hal yang bersangkutan. Sedangkan dalam situasi
ketidakpastian, kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul tidak semua bisa
diidentifikasikan dan dihitung berapa kemungkinan akan terjadinya kejadian-
kejadian tersebut. Dengan demikian sudah seharusnya memasukkan fungsi risiko
dan perilaku risiko (risk attitude/preference) dalam menganalisis maksimasi profit
para produsen di mana nantinya sangat mempengaruhi keputusan pengalokasian
input dan tingkat efisiensi teknis dalam maksimasi profit. Oleh sebab itu, peneliti
ingin membahas lebih lanjut fungsi produksi dan risiko produksi bakpia dan
dikemas dengan judul “Studi Kasus Fungsi Produksi dan Fungsi Risiko Produksi
Bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta”.
12
1.2. Rumusan Masalah
Perilaku setiap produsen terhadap risiko ternyata berbeda-beda sesuai
dengan tingkat ekspektasi mereka dalam memandang di masa mendatang. Ada
produsen yang bersikap risk averse atau lebih suka menghindari risiko, ada yang
bersikap risk neutral dan ada juga yang bersikap risk seekers di mana sangat
menyukai tantangan. Dari ketiga jenis tingkatan sikap perilaku produsen tersebut
juga mempengaruhi pada keputusan mereka dalam mengalokasikan input proses
produksi mereka. Padahal sudah jelas hubungan antara input dan output, di mana
output produksi merupakan fungsi dari input, saat input dinaikkan sebesar α kali
maka output juga bisa meningkat sebesar α kali (constant return to scale), lebih
dari α kali (increasing return to scale) atau kurang dari α kali (decreasing return
to scale) tergantung dari fungsi produksi mereka—ceteris paribus (Snynder dan
Nicholson, 2008: 302).
Tabel 1.2 menjelaskan bahwa pengusaha bakpia di Pusat Industri Bakpia
Kampung Sanggrahan Pathuk tahun 2008 menempatkan kenaikan harga bahan
baku sebagai permasalahan utama, yaitu mencapai 40,73%. Sedangkan
permasalahan kedua yang menjadi penghambat adalah kesulitan pemasaran
produk bakpia di mana mencapai 22,73%. Peringkat penghambat berikutnya
diikuti kendala persaingan, modal dan tempat yang kurang strategis. Dari sini
dapat disimpulkan bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh Industri Kecil
Bakpia di Kampung Sanggrahan Pathuk tahun 2008 adalah gejolak biaya bahan
input bakpia.
13
Tabel 1.2.
Faktor-faktor Penghambat Industri Kecil Bakpia di Kampung Sanggrahan Pathuk
Tahun 2008
No. Kendala Jumlah
(unit)
Persentase
(%)
1 Kenaikan harga bahan baku 21 47,73
2 Kesulitan pemasaran 10 22,73
3 Persaingan 5 11,37
4 Modal 7 15,91
5 Tempat kurang strategis 1 2,27
Total 44 100,00 Sumber: Diolah dari Wicaksono (2008)
Ketidakmampuan pengusaha bakpia di Kampung Sanggrahan Pathuk tahun
2008 dalam mengimbangi kenaikan harga bahan baku salah satunya disebabkan
oleh keterbatasan modal. Keterbatasan modal menyebabkan ketidakmampuan
Industi Kecil dalam memenuhi barang-barang inputnya. Input yang sedikit akan
diikuti hasil output produksi yang sedikit pula dan pada akhirnya keuntungan
yang merupakan hasil penjualan output dikurangi dengan total biaya produksi pun
sedikit. Oleh sebab itu perlu penelitian lebih lanjut mengenai fungsi produksi dan
fungsi risiko produksi bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta yang
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang berpengaruh pada fungsi
produksi dan fungsi risiko produksi bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota
Yogyakarta dan seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut.
14
1.3. Batasan Masalah
Kriteria ukuran kelompok UMKM didasarkan pada Undang-undang
Republik Indonesia No. 20 tahun 2008 Bab IV pasal 6:
1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00.
2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 sampai
dengan paling banyak Rp500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00
sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00.
3. Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 sampai
paling banyak Rp10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00
sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00.
Adapun perusahaan yang menjadi objek penelitian adalah perusahaan bakpia yang
berlokasi di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta dan tergolong Usaha Mikro
atau pun Usaha Kecil.
15
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang berpengaruh pada fungsi
produksi dan fungsi risiko produksi bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota
Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh atau sumbangsih faktor-faktor
tersebut pada fungsi produksi dan fungsi risiko produksi bakpia di
Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat bagi tiap-tiap
pemilik kepentingan sebagai berikut:
1. Bagi produsen akan memperoleh informasi faktor-faktor yang
mempengaruhi fungsi produksi dan fungsi risiko produksi, sehingga pada
akhirnya mereka bisa berinstropeksi diri dalam berproduksi dan
diharapkan nantinya akan tercapai produksi yang lebih optimal dan efisien.
2. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negera
atau daerah juga diharapkan mampu memberikan kebijakan yang tepat
bagi produsen bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta pada
khususnya dan UMKM di seluruh Indonesia pada umumnya berdasarkan
fungsi produksi dan fungsi risiko produksi mereka.
3. Perbankan dan investor akan memperoleh informasi tambahan lebih
lengkap mengenai fungsi produksi dan fungsi risiko produksi bakpia di
16
Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta sebagai landasan dalam
pemberian kredit atau pun penanaman investasi.
4. Dunia keilmuan akan memperoleh tambahan koleksi informasi dan studi
empiris fungsi produksi dan fungsi risiko produksi bakpia di Kecamatan
Ngampilan Kota Yogyakarta.
1.6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis peneliti dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat pengaruh antara nilai bahan baku, jumlah tenaga kerja, umur
perusahaan, pendidikan tenaga kerja, dan pendidikan pengusaha dengan
fungsi produksi dan fungsi risiko produksi bakpia di Kecamatan
Ngampilan Kota Yogyakarta.
2. Nilai bahan baku, jumlah tenaga kerja, umur perusahaan, pendidikan
pengusaha, dan pendidikan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap
fungsi produksi dan fungsi risiko produksi bakpia di Kecamatan
Ngampilan Kota Yogyakarta.
1.7. Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam penelitian nantinya akan dibagi menjadi enam bab. Bab
I merupakan pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang, perumusan
masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis
penelitian.
17
Bab II akan membahas mengenai landasan teori dan tinjauan pustaka. Bab
ini akan mengulas lebih jauh mengenai definisi UMKM, fungsi produksi, fungsi
risiko produksi, fungsi sikap risiko produksi, teori-teori yang berkaitan dengan
produksi, dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini.
Bab III akan membahas metodologi penelitian yang akan dilakukan pada
penelitian ini. Metodologi ini terdiri dari metode pengumpulan data dan daerah
penelitian, praanalisis data dan metodologi analisis data.
Bab IV akan membahas mengenai gambaran umum Kecamatan Ngampilan
dan usaha bakpia yang terdapat di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta. Bab
ini juga membahas sekilas mengenai proses pembuatan bakpia.
Bab V akan membahas mengenai interpretasi hasil analisis yang telah
dilakukan dengan program Microsoft Excel 2007 dan Model Ordinary Least
Square (OLS) untuk mengestimasi parameter fungsi produksi (mean output
function) dan fungsi risiko produksi (production risk function) menggunakan
program Eviews 6.0.
Bab VI akan memuat kesimpulan dari penelitian beserta saran-saran yang
diajukan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.
18
BAB II
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan tingkatan skala
usaha berdasarkan kriteria tertentu yang telah disepakati. Pada tahun 1995
Pemerintah mengeluarkan UU No.9/1995 tentang Usaha Kecil. Berdasarkan UU
ini, Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan
memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan
sebagaimana diatur dalam UU ini. Usaha Menengah dan Usaha Besar adalah
kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan Usaha
Kecil. Kriteria Usaha Kecil berdasarkan UU ini adalah memiliki kekayaan bersih
paling banyak Rp200.000.000,00, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp1.000.000.000,00,
milik Warga Negara Indonesia, berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan
atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung
maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, dan berbentuk
usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan
usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Pada tahun 2005, BPS telah memberikan kriteria IKRT (Industri Kecil dan
Rumah Tangga) berdasarkan jumlah pekerja dari masing-masing perusahaan.
Istilah pengklasifikasian tingkat usaha perusahaan oleh BPS terbagi menjadi
19
Industri Rumah Tangga, Industri Kecil, Industri Sedang atau Menengah dan
Industri Besar. Industri Rumah Tangga mempunyai tenaga kerja 1 sampai 4 orang,
Industri Kecil 5-9 orang, Industri Sedang 10-99 orang, dan Industri Besar lebih
dari 100 orang. Akan tetapi, saat ini BPS melakukan klasifikasi tingkatan usaha
perusahaan berdasarkan UU RI No. 20 Th. 2008.
Pengertian UMKM bersarkan UU RI No. 20 Th. 2008 didasarkan atas nilai
kekayaan bersih yang dimiliki (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)
atau tingkat hasil penjualan tahunan perusahaan tersebut. Usaha Mikro adalah
usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang
memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
Kriteria Usaha Mikro adalah jika memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha
Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang. Usaha Kecil memiliki kriteria kepemilikan kekayaan bersih lebih
dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00
20
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah).
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan atau memiliki hasil penjualan
tahuanan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Nilai nominal yang menjadi kriteria Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha
Menengah dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur
dengan Peraturan Presiden.
2.2. Produksi
2.2.1. Fungsi Produksi
Tujuan utama dari aktifitas setiap perusahaan yang ada adalah untuk
mengubah input menjadi output. Para ekonom tertarik pada pilihan-pilihan yang
akan dilakukan oleh para pengusaha untuk mencapai tujuan tersebut sehingga
membuat abstraksi model produksi. Model ini menghubungkan antara input
21
dengan output yang dikenal dengan fungsi produksi dengan rumus 𝑞𝑞 =
𝑓𝑓(𝑘𝑘, 𝑙𝑙,𝑚𝑚, … ), di mana 𝑞𝑞 menggambarkan output barang tertentu perusahaan, 𝑘𝑘
menggambarkan mesin atau alat (capital) yang digunakan, 𝑙𝑙 menggambarkan
jumlah jam kerja input tenaga kerja, 𝑚𝑚 menggambarkan bahan mentah yang
digunakan dan tanda (…) merupakan gambaran untuk variabel-variabel lain yang
kemungkinan mempengaruhi proses produksi pada satu periode tertentu.
Fungsi produksi untuk barang tertentu, misalnya 𝑞𝑞 diformulasikan sebagai
berikut:
𝑞𝑞 = 𝑓𝑓(𝑘𝑘, 𝑙𝑙). (2.1)
Fungsi ini menunjukkan jumlah maksimum barang yang diproduksi oleh
perusahaan dengan menggunakan kombinasi alternatif antara kapital 𝑘𝑘 dan tenaga
kerja 𝑙𝑙. Dalam model ini hanya dimasukkan dua variabel (kapital dan tenaga
kerja) dengan tujuan agar pembahasan lebih mudah karena bisa digambarkan
dalam bentuk grafik dua dimensi.
Untuk menunjukkan kombinasi alternatif antara k dan l dapat ditunjukkan
oleh kurva isokuan pada Gambar 2.1. Kurva ini menunjukkan bahwa untuk
memproduksi output yang sama pada level q = 10 unit bisa digunakan beberapa
kombinasi, misalnya untuk kombinasi pertama menggunakan k sebesar ka satuan
dan l sebesar la satuan. Sedangkan untuk kombinasi kedua menggunakan k
sebesar kb satuan dan l sebesar lb satuan. Kemiringan (slope) dalam kurva ini
bernilai negatif dan disebut sebagai marginal rate of technical substitutions
22
(RTS). RTS menunjukkan tingkat subtitusi kapital terhadap tenaga kerja di mana
tingkat output tetap.
Gambar 2.1.
Kurva Isokuan
Sumber: Snynder dan Nicholson (2008)
Tambahan output akibat adanya tambahan salah satu input sebesar satu unit
sementara input-input yang lain tetap merupakan pengertian dari marginal
physical product of an input. Pendefinisian dari marginal product menggunakan
partial derivatives untuk menunjukkan bahwa semua variabel lain yang digunakan
dianggap konstan sementara salah satu variabel yang diperhitungkan bervariasi.
Marginal physical product of capital = MPk = 𝜕𝜕𝑞𝑞𝜕𝜕𝑘𝑘
= 𝑓𝑓𝑘𝑘 (2.2)
Marginal physical product of labor = MPl = 𝜕𝜕𝑞𝑞𝜕𝜕𝑙𝑙
= 𝑓𝑓𝑙𝑙. (2.3)
23
Kalau melihat dari pengertian tersebut di atas mungkin banyak yang
menganggap bahwa marginal physical product tergantung dari seberapa banyak
input yang digunakan. Akan tetapi penambahan terus-menerus pada salah satu
input sementara input yang lain tetap, produktivitas input tersebut pada awalnya
meningkat namun pada titik tertentu akan mengalami penurunan. Penurunan
produktivitas akibat penambahan terus-menerus input ini disebut dengan
diminishing marginal productivity yang diperkenalkan oleh ekonom abad ke-19
Thomas Malthus. Secara matematika, diminishing marginal productivity
diperoleh dari asumsi turunan kedua parsial dari fungsi produksi (Snynder dan
Nicholson, 2008: 295-296).
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑃𝑃𝑘𝑘𝜕𝜕𝑘𝑘
= 𝜕𝜕2𝑞𝑞𝜕𝜕𝑘𝑘2 = 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑘𝑘 = 𝑓𝑓11 < 0 (2.4)
𝜕𝜕𝜕𝜕𝑃𝑃𝑙𝑙𝜕𝜕𝑙𝑙
= 𝜕𝜕2𝑞𝑞𝜕𝜕𝑙𝑙2
= 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑙𝑙 = 𝑓𝑓22 < 0. (2.5)
Sekarang muncul pertanyaan bagaimana perubahan nilai output jika semua
input yang ada dilipatkan beberapa kali, misalnya dua kali. Pertanyaan ini
merupakan pertanyaan yang menanyakan berapa tingkat skala hasil produksi
(return to scale). Jika diberikan fungsi produksi 2.1
𝑞𝑞 = 𝑓𝑓(𝑘𝑘, 𝑙𝑙),
24
semua input dilipatkan dengan angka positif konstan yang sama, misalnya 𝑡𝑡 (di
mana 𝑡𝑡 > 1), hasil skala produksi seperti terangkum dalam Tabel 2.1 (Snynder
Untuk mengetahui pengaruh variabel penjelas nilai bahan baku, tenaga
kerja, umur perusahaan, pendidikan tenaga kerja, dan pendidikan pengusaha
terhadap fungsi risiko produksi bakpia maka akan dilakukan dengan uji t statistik.
Pengujian t statistik fungsi risiko produksi bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota
Yogyakarta dapat dilihat dalam Tabel 5.11.
Dari tabel 5.11 diperoleh hasil pengujian t statistik bahwa tidak ada satu pun
parameter varibel penjelas yang secara statistik signifikan pada α=5%. Parameter
konstanta, nilai bahan baku, tenaga kerja, umur perusahaan, pendidikan tenaga
kerja, dan pendidikan pengusaha secara statistik tidak signifikan pada α=5% yang
berarti bahwa variabel-variabel ini secara statistik berpengaruh tidak signifikan
pada fungsi risiko produksi bakpia.
68
Tabel 5.11.
Uji t Statistik Fungsi Risiko Produksi
Keterangan Parameter se t-statistik t tabel
(α=5%)
Konstanta −2,434467 8,544508 -0,284916 1,699
Nilai bahan baku −0,041714 0,451549 -0,092380 1,699
Tenaga kerja 0,330211 0,578511 0,570795 1,699
Umur perusahaan −0,625577 0,360165 -1,736918 1,699
Pendidikan tenaga kerja 1,992858 2,174111 0,916631 1,699
Pendidikan pengusaha −1,122190 1,126033 -0,996587 1,699 Sumber: Diolah dari Data Primer
Untuk mengetahi apakah variabel-variabel penjelas dalam persamaan 5.2
secara bersama-sama signifikan berpengaruh terhadap fungsi risiko produksi
bakpia maka akan digunakan uji statistik F. Nilai probabilitas statistik F pada
persamaan 5.2 adalah 0,235611 dan nilai ini lebih dari α=5% (lihat Lampiran 2).
Dengan demikian Ho yang menyatakan bahwa semua parameter dalam model
sama dengan nol diterima yang berarti variabel-variabel penjelas dalam model
secara bersama-sama dan statistik tidak signifikan berpengaruh terhadap fungsi
risiko produksi bakpia.
5.2.2.2. Uji Normalitas Fungsi Risiko Produksi
Untuk mengetahui apakah error term dari model persamaan 5.2 terdistribusi
secara normal atau tidak maka dapat dilihat dari nilai probabilitas Jarque-Bera
test (J-B test). Hasil dari J-B test menunjukkan bahwa probabilitas Jarque-Bera
test 0,635557 lebih besar α=5%, artinya Ho diterima yang menyatakan bahwa
69
error term terdistribusi normal diterima (lihat Lampiran 2). Dengan demikian
error term dari model regresi terdistribusi secara normal.
70
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Setelah melakukan analisis dan pembahasan pada Bab V maka dapat
disimpulkan bahwa beberapa komponen hipotesis dalam penelitian ini tidak
terbukti. Hipotesis yang diajukan adalah variabel penjelas nilai bahan baku,
jumlah tenaga kerja, umur perusahaan, pendidikan tenaga kerja dan pendidikan
pengusaha berpengaruh positif baik pada fungsi produksi atau pun fungsi risiko
produksi bakpia. Akan tetapi satelah dilakukan pengujian hanya variabel nilai
bahan baku yang berpengaruh secara statistik signifikan terhadap fungsi produksi
bakpia. Jumlah tenaga kerja, umur perusahaan, dan pendidikan pengusaha bernilai
negatif meskipun secara statistik tidak signifikan berpengaruh terhadap fungsi
produksi bakpia. Dengan demikian ketika terjadi peningkatan nilai bahan baku
sebesar 1% akan terjadi peningkatan output bakpia secara rata-rata sebesar 0,9%
pula per hari (ceteris paribus).
Pada analisis fungsi risiko produksi diketahui bahwa tidak ada satu pun dari
variabel penjelas secara statistik signifikan berpengaruh pada fungsi risiko bakpia
pada α=5%. Nilai bahan baku, umur perusahaan, dan pendidikan pengusaha
bernilai negatif meskipun secara statistik tidak signifikan berpengaruh terhadap
fungsi risiko produksi bakpia. Dari hasil uji statistik F pun membuktikan bahwa
variabel-variabel penjelas tersebut secara serentak dan statistik tidak signifikan
berpengaruh terhadap fungsi risiko produksi bakpia.
71
6.2. Saran
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hanya variabel nilai bahan
baku yang berpengaruh secara statistik signifikan dan nilainya pun positif
terhadap fungsi produksi bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta.
Dengan demikian para pengusaha bakpia hanya bisa menambahkan nilai bahan
baku untuk meningkatkan produktivitas usahanya dalam jangka pendek (harian).
Hal ini disebabkan variabel-variabel penjelas lainnya berpengaruh secara statistik
tidak signifikan terhadap produktivitas. Oleh sebab itu, para pengusaha harus
pandai-pandai mengelola bahan baku bakpia.
Sementara itu, jika dilihat dari fungsi risiko produksi tidak ada satu variabel
penjelas pun yang secara statistik tidak signifikan berpengaruh. Dengan demikian
dalam jangka pendek (harian) para pengusaha bakpia tidak perlu khawatir dengan
fungsi risiko produksi. Akan tetapi dalam jangka panjang belum tentu variabel-
variabel penjelas, seperti nilai bahan baku, jumlah tenaga kerja, umur perusahaan,
pendidikan tenaga kerja, dan pendidikan pengusaha tidak berpengaruh pada fungsi
produksi maupun fungsi risiko produksi. Pada akhirnya pengelolaan atau
manajemen yang baik adalah salah satu cara terbaik untuk mengatasi
kemungkinan-kemungkinan yang tidak diharapkan.
72
DAFTAR PUSTAKA
Ajetomobi, J.O. dan S.O. Binuomote. (2006). “Risk Aversion among Poultry Egg Producers in Southwestern Nigeria”. International Journal of Poultry Science 5 (6): 562-565.
Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta (BPS DIY). (2010). “Kota
Yogyakarta dalam Angka Tahun 2008”. Yogyakarta. Boedijoewono, Noegroho. (2001). Pengantar Statistik Ekonomi dan Perusahaan.
Yogyakarta: AMP YKPN. Cooper, Donald R. dan Pamela S. Schindler. (2011). Business Research Methods.
Mc Graw-Hill Eleventh Edition. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Pertanian (Disperindagkoptan)
Kota Yogyakarta. (2010). ”Industri di Wilayah Kecamatan Ngampilan”. http://umkm.jogjakota.go.id/direktori/index.php/industri-di-wiliyah-kecamatan-ngampilan.html. diakses pada 24 Juni 2011.
Fauziah, Elys., Sri Hartoyo, Nunung Kusnadi, dan Sri Utami Kuntjoro. (2010).
“The Influence of Risk Preference of Farmer Production in Tobacco Productivity: Stocastical Frontier Production Function by Means of Heteroskedastic Error Structure”. Forum Pascasarjana Vol. 33 No. 2: 113-122.
Gay, L. R. dan P. L. Diehl. (1996). Research Methods for Business and
Management. Singapore: Simon & Schuster Pte Ltd. Greene, William H. (2003). Econometric Analysis. New York University: Upper
Saddle River, New Jersey 07458. Gujarati, Damodar N. dan Dawn C. Porter. (2009). Basic Econometrics. Mc
Graw-Hill Fifth Edition. Just, R.P. dan R.D. Pope. (1978). “Stochastic Specification of Production Fuctions
and Economic Implications”. Journal of Econometric 7: 67-86. Kementerian Koperasi dan UMKM. (2003). “Peran Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah dalam Pembangunan Ekonomi Nasional”. Jakarta: Kementerian Koperasi dan UMKM Republik Indonesia.
Kementerian Koperasi dan UMKM. (2010). “Perkembangan Data Usaha Mikro,
Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2005 s.d. 2009”.