STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI PADA AN. P DENGAN INFEKSI
SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA)
DI RUANG FLAMBOYAN
RSUD SUKOHARJO
DI SUSUN OLEH :
ELSA NELA SARI
NIM. P.09017
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2012
��
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI PADA AN. P DENGAN INFEKSI
SALURAN PERNAPASAN ATAS (ISPA)
DI RUANG FLAMBOYAN
RSUD SUKOHARJO
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
ELSA NELA SARI
NIM. P.09017
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2012
�
�
��
�
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
ISPA adalah penyakit infeksi saluran pernafasan atas maupun bawah
yang disebabkan oleh masuknya kuman mikroorganisme (bakteri dan virus)
ke dalam organ saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari.
Nasofaringitis akut (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) merupakan keadaan
infeksi anak yang paling lazim, tetapi gejalanya tergantung pada frekuensi
relatif dari komplikasi yang ditimbulkan. Pada anak-anak sindrom ini lebih
luas daripada orang dewasa, sering melibatkan sinus paranasal dan telinga
tengah serta nasofaring. Anak rata-rata menderita lima sampai delapan infeksi
dalam setahun, dan angka tertinggi terjadi selama umur 2 tahun pertama.
Anak-anak lebih rentan terhadap ISPA apabila asupan nutrisi buruk dan
komplikasi purulen bertambah pada malnutrisi. Perubahan pertama adalah
edema dan vasodilatasi pada submukosa, terjadi perubahan struktural dan
fungsional silia. Keadaan ini mengganggu pembersihan mukus, apabila hal ini
tidak segera ditangani maka akan menyebabkan gangguan pemenuhan
oksigenasi (Nelson, 2002 : 1456).
Penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) masih merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan
masih tingginya angka kejadian penyakit ISPA terutama pada balita. Proporsi
kematian yang ada di indonesia tahun 1998 disebabkan oleh infeksi saluran
��
�
pernafasan akut mencakup 20% -30 % dari seluruh kematian balita (Yusup
dan Sulistyorini, 2005).
Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) masih menjadi penyebab
kematian balita nomor satu di Indonesia. Direktur Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung, menyebutkan setiap 4 menit terjadi satu kematian balita akibat
ISPA. Bahkan sejak tahun 2000 angka kematian balita akibat ISPA adalah 5
per 1000 balita. Oleh karena itu ISPA merupakan salah satu penyakit menular
yang perlu mendapat perhatian (Rahmawati, 2008).
Kebutuhan dasar manusia menurut Maslow dibagi menjadi lima
tingkatan, diantaranya adalah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis
merupakan prioritas tertinggi dalam hierarki Maslow. Salah satu kebutuhan
dasar manusia (fisiologis) yang harus dipenuhi adalah kebutuhan oksigenasi
(Potter dan Perry, 2005 : 613).
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital
dalam proses metabolisme, yang berfungsi untuk mempertahankan
kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh
dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas.
Penyampaian Oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem
respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis ( Rufaidah, 2005).
Gangguan oksigenasi dapat berupa perubahan pola napas, hipoksia,
dan obstruksi pernapasan. Hal ini bila terjadi pada anak yang mengalami
ISPA, maka perlu ditangani dengan baik dan tepat, jika ISPA tidak sembuh,
dalam satu minggu dan daya tahan tubuh anak sedang menurun, maka ISPA
��
�
yang sebelumnya hanya menginfeksi saluran napas atas ini bisa merembet ke
saluran napas bawah, sehingga bisa mengakibatkan penyakit bronkitis, radang
paru-paru, ataupun asmatik bronkitis yang akan mengakibatkan gangguan
pada organ-organ pernafasan. Gangguan tersebut misalnya hipoksia, hipoksia
merupakan kondisi ketika kadar oksigen dalam tubuh (sel) tidak adekut, dalam
proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam
kehidupan. Maka dari itu pemenuhan kebutuhan oksigenasi hendaknya
mendapatkan prioritas utama dalam penanganannya (Mubaraq dan Chayatin,
2008 : 159-166).
Berdasarkan kasus latar belakang di atas penulis tertarik untuk
menyusun Karya Tulis Ilmiah tentang pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada
anak karena jika tidak diatasi akan menimbulkan gejala yang semakin berat
bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernafasan yang
dapat mengakibatkan kematian. Penulis menggunakan proses asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Melaporkan kasus pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada An. P
dengan ISPA di RSUD Sukoharjo.
��
�
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada An. P dengan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien ISPA.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. P
pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada An. P
pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada An. P pemenuhan
kebutuhan oksigenasi.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada An. P pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada pasien ISPA.
f. Penulis mampu menganaliasa kondisi pada An. P pemenuhan
kebutuhan oksigenasi.
C. MANFAAT
1. Bagi Institusi Keperawatan
a. Dapat memberikan informasi tentang asuhan keperawatan anak pada
pasien dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi, khususnya pada pasien
ISPA sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan lebih optimal serta meningkatkan ketrampilan dalam
memberikan penatalaksanaan yang lebih baik pada pasien ISPA.
b. Perawat mampu bersikap profesional dalam memberikan asuhan
keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien ISPA.
��
�
2. Institusi Pendidikan
Sebagai informasi kepada mahasiswa tentang asuhan keperawatan
anak pada pasien ISPA, sehingga dapat memberikan gambaran tentang
penatalaksanaan pemenuhan oksigenasi pada pasien ISPA.
3. Bagi Penulis
a. Mengetahui informasi serta mampu menerapkan asuhan keperawatan
tentang pemenuhan kebutuhan oksigensi pada pasien ISPA, sehingga
dapat mengembangkan wawasan penulis.
b. Mendorong penulis untuk mengembangkan diri, berpandangan luas, serta
bersikap profesional dalam memberikan asuhan keperawatan anak
khususnya pada pasien ISPA.
�
6
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS KLIEN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 3 April 2012 jam 15.00 WIB,
pada kasus ini diperoleh dengan cara auto anamnesa dan allo anamnesa,
pengamatan dan observasi langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan
medis, catatan perawat. Dari data pengkajian tersebut didapat hasil identitas
klien, bahwa inisial klien An. P, umur klien 5 tahun, klien beragama islam,
alamat Sukoharjo, klien duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK), nomor
register 17 37 92, dirawat di bangsal Flamboyan di kamar F 8.2 RSUD
Sukoharjo. Dokter mendiagnosa bahwa An.P menderita penyakit ISPA. Klien
masuk Rumah Sakit pada tanggal 2 April 2012 melalui UGD. Penanggung
jawab klien adalah Tn. M, umur 40 tahun, pendidikan SD, pekerjaan
wiraswasta, hubungan dengan klien adalah paman klien.
B. PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan Klien
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa riwayat kesehatan
klien, keluhan utama yang dirasakan oleh klien adalah batuk, pilek terus
menerus. Keluarga klien mengatakan pada tanggal 29 April 2012 (5 hari
sebelum masuk Rumah Sakit) klien mengalami demam disertai batuk
pilek, batuk tidak mengeluarkan dahak. Oleh keluarga klien dibawa ke
7
UGD RSUD Sukoharjo kemudian dokter memutuskan klien untuk
dirawat di ruang Flamboyan, pada saat pengkajian di bangsal keluarga
klien mengatakan klien sudah tidak demam, klien mengeluh batuk terus
menerus, dahak tidak keluar, batuk sewaktu-waktu. Klien juga mengeluh
hidungnya tersumbat dan sulit untuk bernapas. Klien tampak lemas,
pergerakannya terbatas klien tampak berbaring. Tanda-tanda vital nadi 96
kali per menit, suhu 370
C respirasi 32 kali per menit irama napas tidak
teratur, cepat dangkal.
Riwayat kesehatan lalu, kehamilan : gravida pertama partus
pertama belum pernah aborsi, klien lahir pada tanggal 11 Oktober 2006,
gestasi saat lahir 9 bulan, saat mengandung ibu klien tidak
mengkonsumsi obat. Kelahiran, tipe kelahiran secara sectio caesaria
indikasi panggul sempit. Post natal, berat baru lahir 2800 gram, panjang
lahir 48 cm, tanggal kembali dari persalinan 16 Oktober 2006 dan pada
klien tidak terdapat kelainan bawaan. Keluarga mengatakan imunisasi
klien lengkap. Keluarga mengatakan klien tidak mempunyai kebiasaan
khusus dalam tingkah laku (seperti : menggigit kuku, menghisap ibu
jari). Pertumbuhan dan perkembangan, berat baru lahir 2.800 gram, saat
usia 6 bulan 7 kg, Berat badan saat ini 16 kg, gigi sudah lengkap terdapat
caries gigi.
2. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan pengkajian didapatkan pemeriksaan fisik dan penilaian
keadaan umum adalah baik, kesadaran composmentis atau sadar penuh,
8
pemeriksaan fisik, tinggi badan 108 cm, berat badan 16 kg, Mata klien
simetris kanan kiri, konjunctiva anemis, pupil isokor, sklera tidak ikterik,
tidak terdapat gangguan penglihatan. Hidung simetris, terdapat luka bekas
digaruk (lecet), terdapat sekret berlebih, tidak ada epistaksis, tidak
terpasang oksigen. Mukosa bibir kering, gigi sudah lengkap, terdapat
caries gigi. Pemeriksaan dada : inspeksi paru pengembangan dada kanan-
kiri simetris, palpasi vocal fremitus kanan kiri sama, saat diperkusi bunyi
paru sonor, dan saat diauskultasi terdengar suara nafas tambahan ronkhi
(grok-grok). Pemeriksaan jantung inspeksi pulsasi ictus cordis tidak
tampak, palpasi ictus cordis teraba di SIC V, bunyi pekak saat diperkusi,
pada saat diauskultasi bunyi jantung I & II murni tidak ada bising. Tanda-
tanda vital pada tanggal 3 April 2012 suhu 37 o C, respirasi 32 kali per
menit irama nafas tidak teratur, denyut nadi 96 kali per menit.
Keluarga mengatakan klien pada saat bayi diberikan ASI ekslusif
sampai umur 1,5 tahun, klien tidak diberikan susu formula ataupun
makanan sereal. Untuk keadaan nutrisinya keluarga klien mengatakan
sebelum sakit makan 3 kali sehari dengan porsi yang sedang menu terdiri
dari nasi, lauk (tahu, tempe, ikan, ayam) sayur, minum air putih 4 sampai 5
gelas perhari, klien juga sering mengkonsumsi minuman sachet seperti
marimas. Sedangkan selama sakit keluarga klien mengatakan klien makan
3 kali sehari dengan menu bubur yang terbuat dari beras, lauk (tahu,
tempe, daging) sayur, nafsu makan berkurang makan habis setengah dari
porsi yang di sediakan oleh Rumah Sakit minum 2-3 gelas per hari. Hasil
9
Z- Score didapatkan WAZ = -1,2 (normal), HAZ = - 0,65 (normal), WHZ
= -1,06 ( normal).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang laboratorium pada tanggal 2 April 2012
yaitu hemoglobin 11,2 g/dl (N P:12-16 g/dl, Lk: 14-18 g/dl). Hematokrit
30,4 % (N P: 38-47 % Lk : 40-54 %). Mchc 36,8 g/dl (N P: 30 – 33 g/dl),
mch 27,6 pg (N: 28-31 pg).
4. Terapi obat
Terapi obat pada tanggal 03 dan 04 April 2012 klien mendapatkan
Cefotaxim 350 mg/8 jam, Dexametason 2 mg/8 jam, Puyer batuk 3x1
bungkus, Nebulizer Ventolin 2,5 mg ditambah Natrium klorida 2 cc/ 8
jam, infus Ringer laktat 15 tetes per menit. Tanggal 05 April 2012
mendapatkan infus Ringer laktat 15 tetes per menit, Puyer batuk 3x1
bungkus.
Dari data hasil pengkajian dan observasi di atas, penulis melakukan
analisa data kemudian merumuskan diagnosa keperawatan yang sesuai
dengan prioritas, menyusun intervensi keperawatan, melakukan
implementasi, dan evaluasi tindakan.
C. PERUMUSAN MASALAH
Prioritas diagnosa keperawatan adalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas berhubungan dengan sekresi yang tertahan. Data yang menunjang
dengan diagnosa tersebut adalah data subyektif : Klien mengeluh batuk pilek,
10
hidungnya tersumbat dan sulit untuk bernapas. Data obyektif, klien terlihat
batuk pilek terus menerus, terdapat sekret di hidung, terdapat suara nafas
tambahan ronkhi (grok-grok), irama napas tidak teratur (cepat dangkal) dan
frekuensi pernapasan 32 kali per menit.
D. TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
Tujuan yang dibuat penulis berdasarkan kriteria SMART ( Spesifik,
Measurable, Achievable, Reasonable, Time) adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2x24 jam di harapkan masalah ketidakefektifan
bersihan jalan napas dapat teratasi dengan kriteria hasil, klien menunjukkan
pembersihan jalan napas efektif, mudah untuk bernapas, irama dan frekuensi
pernafasan dalam rentang normal (20-30 kali per menit).
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi atau rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan
berdasarkan ONEK (Observasi, Nursing intervensi, Edukasi, Kolaborasi)
yaitu kaji keefektifan pengobatan yang diresepkan, rasional : untuk
mengevaluasi pengobatan sebelumnya dan merencanakan tindakan
selanjutnya, auskultasi bagian dada anterior dan posterior, rasional, : untuk
mengetahui adanya bunyi tambahan, pantau status oksigenasi klien, rasional :
untuk mengetahui status oksigenasi klien, pantau tanda - tanda vital, rasional
: tanda-tanda vital merupakan indikator penting untuk mengetahui
perkembangan klien. Berikan posisi semi fowler rasional :memaksimalkan
11
pengembangan paru, Anjurkan keluarga untuk memberikan klien minum air
putih hangat, rasional : untuk mengencerkan dahak, informasikan kepada
keluarga klien bahwa merokok merupakan kegiatan yang dilarang di ruang
perawatan, rasional : agar meminimalkan polusi di ruang perawatan.
Instruksikan kepada klien dan keluarga tentang rencana perawatan di rumah
rasional : membantu memberikan gambaran keluarga tentang perawatan di
rumah pasca perawatan di Rumah Sakit, ajarkan kepada keluarga fisioterapi
dada rasional : untuk memfasilitasi drainase sekret, ajarkan batuk efektif
kolaborasi dengan dokter pemberian terapi obat dan Nebulizer rasional :
sebagai bronkodilator, dan mengencerkan dahak.
F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan atau tindakan keperawatan dilakukan
selama 3 hari. Tanggal 3 April pada jam 16.30 WIB memantau status
oksigensi klien, respon subyektif : mengatakan hidungnya tersumbat, respon
obyektif : frekuensi 32 kali per menit, irama napas tidak teratur cepat dan
dangkal. Pada jam 16.35 WIB mengauskultasi dada anterior dan posterior,
respon subyektif : keluarga mengatakan klien masih batuk, respon obyektif :
terdapat suara napas tambahan ronkhi (grok-grok). Pada jam 16.40 WIB
memberikan posisi semi fowler, respon subyektif : klien mengatakan lebih
nyaman, respon obyektif klien tampak rileks. Pada jam 16.45 WIB
menganjurkan keluarga untuk memberikan klien air putih hangat, respon
subyektif : keluarga menyetujui respon obyektif : klien terlihat minum air
12
putih hangat dibantu keluarga. Pada jam 16.45 WIB menginformasikan
kepada keluarga bahwa merokok dilarang di ruang perawatan, respon
obyektif tidak ada anggota keluarga yang merokok di ruang perawatan.
Mengajarkan keluarga fisioterapi dada jam 17.30 WIB, respon subyektif
keluarga mengatakan mengerti, respon obyektif fisioterapi dada telah di
lakukan (clapping dan vibrating) dahak tidak keluar. Pada jam 20.00 WIB
Kolaborasi dengan dokter pemberian obat sesuai indikasi, respon subyektif :
keluarga menyetujui, respon obyektif : klien tampak menangis, injeksi
Cefotaxim 350 mg dan Dexametason 2 mg masuk secara intra vena. Pada jam
20.05 WIB Kolaborasi pemberian terapi Nebulizer, respon subyektif :
keluarga menyetujui, respon obyektif : klien tampak menangis Nebulizer
Ventolin 2,5 mg di tambah Natrium clorida 2cc masuk.
Tindakan keperawatan pada tanggal 4 April 2012, Pada jam 08.00
WIB memantau status oksigenasi klien, respon subyektif : klien mengatakan
hidung tersumbat, respon obyektif : frekuensi pernafasan 28 kali per menit,
irama napas tidak teratur cepat dangkal. Pada jam 08.05 WIB mengajarkan
kepada keluarga fisioterapi dada respon subyektif : keluarga klien
mengatakan mengerti cara yang sudah diajarkan, respon obyektif : fisioterapi
dada telah dilakukan (clapping dan vibrating) dahak keluar dengan
konsistensi kental, warna kekuningan. Pada jam 08.20 WIB menganjurkan
keluarga untuk memberikan klien minum air putih hangat, respon subyektif :
keluarga menyetujui respon obyektif : klien terlihat minum air putih hangat
dibantu keluarga. Pada jam 08.25 WIB menginformasikan kepada keluarga
13
bahwa merokok dilarang di ruang perawatan, respon subyektif : keluarga
mengerti tentang informasi yang diberikan, respon obyektif : tidak ada
anggota keluarga yang merokok di ruang perawatan. Pada jam 08.30 WIB
memberikan posisi semi fowler, respon : subyektif klien mengatakan lebih
nyaman, respon obyektif : klien tampak rileks. Pada jam 09.00 WIB
kolaborasi pemberian terapi sesuai indikasi, respon subyektif : keluarga
menyetujui tindakan injeksi, respon obyektif : klien tampak menangis, injeksi
Cefotaxime 350 mg dan Dexametason 2 mg sudah masuk secara intravena.
Pada jam 09.10 WIB kolaborasi pemberian terapi nebulizer, respon subyektif
klien mengatakan dapat bernafas dengan mudah, respon obyektif klien
tampak rileks, Nebulizer ventolin 2,5 mg ditambah 2 cc Natrium Klorida
masuk, frekuensi pernapasan 28 kali per menit.
Tindakan keperawatanpada tanggal 5 April 2012 yaitu pada jam 08.00
WIB mengauskultasi dada posterior dan anterior, respon subyektif : keluarga
mengatakan batuk klien berkurang, respon obyektif : frekuensi pernafasan 20
kali per menit, irama napas teratur, tidak ada suara napas tambahan.
Memberikan posisi semi fowler jam 08.10 WIB, respon subyektif : klien
mengatakan lebih nyaman dengan posisi tersebut, respon obyektif : klien
tampak rileks.
G. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi pada tanggal 03 April 2012, subyektif keluarga klien
mengatakan klien batuk terus menerus, dahak tidak bisa keluar, klien masih
14
pilek, Klien juga mengeluh hidungnya tersumbat. Obyektif, klien masih
terlihat masih batuk pilek, terdapat sekret di hidung, frekuensi pernapasan 32
kali per menit, irama napas tidak teratur, terdapat suara napas tambahan
ronkhi (grok-grok), masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan,
berikan posisi semi fowler, ajarkan keluarga fisioterapi dada, pantau status
pernapasan, anjurkan keluarga untuk memberikan klien minum air putih
hangat, kolaborasi pemberian terapi sesuai indikasi.
Evaluasi pada tanggal 04 April, subyektif keluarga klien mengatakan
klien masih batuk pilek dahak sudah keluar. Obyektif klien terlihat masih
batuk dan pilek, terdapat sekret di hidung, frekuensi pernapasan 28 kali per
menit, irama napas tidak teratur, dahak sudah keluar dengan konsistensi
kental warna kekuningan, masalah belum teratasi. Planing lanjutkan
intervensi, berikan posisi semi fowler, auskultasi dada posterior dan anterior,
ajarkan keluarga untuk fisioterapi dada, anjurkan keluarga memberikan klien
minum air putih hangat, kolaborasi pemberian terapi obat sesuai indikasi.
Evaluasi pada tanggal 05 April 2012, subyektif keluarga klien
mengatakan batuk sudah berkurang, klien mengatakan hidungnya sudah tidak
tersumbat. Obyektif klien terlihat rileks, frekuensi pernapasan 20 kali per
menit, irama napas teratur, tidak ada suara napas tambahan. Masalah teratasi,
dan pasien sudah diperbolehkan pulang intervensi dihentikan.
���
�
BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang studi kasus yang
dilakukan pada tanggal 3-5 April 2012 di ruang Flamboyan, yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
Penulis hanya akan membahas diagnosa keperawatan utama yaitu
ketidakefektifan bersihan jalan napas, yang berkaitan dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi. Alasan penulis hanya membahas
tentang diagnosa tersebut karena kebutuhan oksigenasi merupakan
prioritas tertinggi dalam kebutuhan dasar manusia, maka dari itu
penanganannya harus diutamakan.
Infeksi saluran nafas atas adalah infeksi yang disebabkan
mikroorganisme di struktur saluran napas atas yang tidak berfungsi untuk
pertukaran gas, termasuk rongga hidung, faring dan laring. Penyakit yang
termasuk dalam ISPA antara lain pilek, faringitis atau radang tenggorok,
laringitis, dan influenza tanpa komplikasi (Corwin, 2009 : 538).
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa riwayat kesehatan
klien, keluhan utama yang dirasakan oleh klien adalah batuk, pilek terus
menerus. Keluarga klien mengatakan pada tanggal 29 April 2012 (5 hari
sebelum masuk rumah sakit) klien mengalami demam disertai batuk pilek,
���
�
�
�
batuk tidak mengeluarkan dahak, nafsu makan berkurang. Pada saat dikaji
klien mengeluh hidungnya tersumbat dan lemas.
Dari pemeriksaan fisik diatas, dapat dilihat bahwa tanda gejala
pada klien sesuai dengan referensi yang menyebutkan bahwa gambaran
secara umum yang sering dijumpai pasien ISPA adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk-batuk denga n dahak kuning atau putih kental, nyeri
retrosternal dan konjunctivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari,
disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah-muntah
dan insomnia. Pada tahap ISPA, sindroma influensa gambaran yang paling
adalah gangguan fisik cukup berat, dengan gejala batuk, lemah badan,
malaise, anoreksia, panas badan, nyeri tenggorok, meriang (Alsagaff dan
Mukty, 2006 : 113).
Penyakit ISPA pada anak-anak umumnya sama seperti orang
dewasa, menyebabkan inflamasi dan pembengkakan pada saluran
pernapasan. Tanda gejala yang terjadi pada anak-anak akan lebih nyata
karena saluran napas lebih sempit daripada orang dewasa sehingga anak-
anak lebih rentan untuk terjadi sumbatan jalan napas.
Pemeriksaan fisik adalah mengukur tanda-tanda vital dan
pengukuran lainnya. Pemeriksaan serta pemeriksaan semua bagian tubuh.
Pemeriksaan fisik menggunakan teknik inspeksi, palapasi, perkusi, dan
auskultasi (Potter dan Perry, 2005 : 159).
Dari hasil pengkajian fisik pada klien didapatkan Pemeriksaan
dada : inspeksi paru pengembangan dada kanan-kiri simetris, palpasi vocal
���
�
�
�
fremitus kanan kiri sama, saat diperkusi bunyi paru sonor dan saat
diauskultasi terdengar suara nafas tambahan ronkhi (grok-grok). Pada
pemerikasaan hidung, simetris, terdapat luka bekas digaruk (lecet),
terdapat sekret berlebih, tidak ada epistaksis. Tanda-tanda vital nadi 96
kali per menit, suhu 370
C respirasi 32 kali per menit irama napas tidak
teratur, cepat dangkal. Pemerikasaan darah didapatkan hemoglobin 11,2
g/dl, Hematokrit g30,4 %, Mchc 36,8 g/dl, mch 27,6 pg.
Pasien ISPA akan timbul penyempitan atau tersumbatnya saluran
pernafasan, hal ini karena semua jenis infeksi mengaktifkan respon imun
dan inflamasi sehingga terjadi pembengkakan dan edema jaringan yang
terinfeksi. Reaksi inflamasi menyebabkan peningkatan produksi mukus
yang berperan menimbulkan ISPA, yaitu kongesti atau hidung tersumbat,
sputum berlebihan, dan rabas hidung atau pilek (Corwin, 2008 : 538).
Pada infeksi saluran pernapasan akut terjadi peradangan selaput
lender sekitar tenggorokan dan terdapat bintik-bintik yang melekat
berwarna kuning atau putih. Hal tersebut mengakibatkan menyempitnya
atau tersumbatnya saluran pernapasan (Handayaningsih, 2009 : 145).
Sekret yang terakumulasi akan mengakibatkan sumbatan pada
saluran nafas, sehingga oksigen yang dapat masuk ke saluran pernapasan
akan berkurang. Tubuh mengkompensasinya dengan cara meningkatkan
usaha napas, hal ini ditandai dengan perubahan frekuensi dan irama napas.
Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala yang terjadi pada klien. Klien
mengeluh hidung tersumbat, terdapat sekret di hidung yang
���
�
�
�
mengakibatkan klien mengalami kesulitan untuk bernapas. Pada klien juga
terdapat perubahan frekuensi 32 kali per menit, irama napas tidak teratur
cepat dangkal.
Tahap selanjutnya adalah pengkajian. Pengkajian keperawatan
adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi
data tentang klien. Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses
keperawatan. Dalam mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien.
Informasi yang didapat dari klien (sumber data primer), data yang didapat
dari orang lain (data sekunder), catatan kesehatan klien, informasi atau
laporan laboratorium, tes diagnostik, keluarga dan orang yang terdekat
atau anggota tim kesehatan merupakan pengkajian data dasar (Hidayat A,
2002 : 12).
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan penulis, dapat
ditegakkan diagnosa keperawatan utama yaitu ketidakefektifan bersihan
jalan napas berhubungan dengan sekresi yang tertahan. Hal ini ditandai
dengan terdapat suara napas tambahan (ronkhi), batuk tidak efektif,
perubahan pada frekuensi dan ritme pernapasan.
Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah ketidakmampuan
dalam membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk
menjaga bersihan jalan napas. Batasan karakteristik dari ketidakefektifan
bersihan jalan napas adalah batuk yang tidak efektif, penurunan bunyi
napas, suara napas tambahan (rales, crakles, ronkhi, wheezing), sputum
dalam jumlah berlebih, sianosis, kesulitan bicara, mata terbuka lebar,
���
�
�
�
perubahan frekuensi napas, perubahan irama napas, sianosis gelisah.
Sesuai dengan tanda dan gejala yang terjadi pada klien yang memenuhi
batasan karakteristik ketidakefektifan bersihan jalan napas, maka dapat
ditegakkan diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas
(Nanda, 2009 : 356).
Hal ini didukung dengan buku menyebutkan bahwa, bersihan jalan
napas tidak efektif adalah suatu keadaan ketika individu mengalami suatu
ancaman nyata atau potensial pada status pernapasan karena
ketidakmampuannya untuk batuk secara efektif. Diagnosis ini ditegakkan
jika terdapat tanda mayor berupa ketidakmampuan untuk batuk atau
kurangnya batuk atau ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret dari
jalan napas, tanda minor yang mungkin ditemukan untuk menegakkan
diagnosis ini adalah bunyi napas abnormal, stridor dan perubahan
frekuensi irama dan kedalaman napas (Anas Tamsuri, 2004 : 63).
Menurut tujuan keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan
suatu tindakan yang dapat diukur berdasarkan kemampuan dan
kewenangan perawat. Penulis dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil
kasus di atas didasarkan pada metode SMART. S : Spesifik, tujuan harus
spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda. M : Measureble, tujuan
keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku klien, dapat
dilihat, didengar, diraba, dirasakan dan dibau. A : Achievable, tujuan harus
dapat dicapai, R : Reasonable, tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan
��
�
�
�
secara ilmiah, T : Time,mempunyai batasan waktu yang jelas (Nursalam,
2002 : 81)
Adapun tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan oleh penulis
adalah setelah 2 x 24 jam diharapkan masalah ketidakefektifan bersihan
jalan napas teratasi, dengan kriteria hasil, klien menunjukkan pembersihan
jalan napas efektif, mudah untuk bernapas, irama dan frekuensi pernafasan
dalam rentang normal (20-30 kali per menit).
Intervensi adalah rencana keperawatan yang akan penulis
rencanakan kepada klien sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan
sehingga kebutuhan klien dapat terpenuhi (Wilkinson, 2006). Berdasarkan
diagnosa keperawatan yang telah dicetuskan maka penulis menyusun
intervensi yang telah disesuaikan dengan intervensi NIC, pantau status
oksigenasi klien, rasional : untuk mengetahui status oksigenasi klien,
Auskultasi bagian dada anterior dan posterior, rasional : untuk mengetahui
adanya bunyi tambahan, berikan posisi semi fowler rasional :
memaksimalkan pengembangan paru, anjurkan keluarga untuk
memberikan klien minum air putih hangat, rasional : untuk menurunkan
viskositas sekresi, ajarkan batuk efektif rasional : untuk membantu
mengeluarkan sekret, informasikan kepada keluarga klien bahwa merokok
merupakan kegiatan yang dapat mengganggu kesehatan klien, rasional :
agar meminimalkan polusi di ruang perawatan. instruksikan kepada klien
dan keluarga tentang rencana perawatan di rumah rasional : membantu
keluarga perencanaan tentang perawatan di rumah pasca perawatan di
���
�
�
�
rumah sakit, Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi obat dan
Nebulizer rasional : sebagai bronkodilator, dan mengencerkan dahak
(Wilkinson, 2006 : 16 – 20).
Berdasarkan intervensi yang telah direncanakan, adapun
implementansi yang telah dilakukan pada tanggal 3 – 5 April 2012 adalah
memantau status pernafasan klien bertujuan untuk mengetahui
perkembangan kesehatan klien, sedangkan Mengauskultasi dada anterior
dan posterior, yang tujuannya untuk mengetahui adanya suara napas
tambahan. Memberikan posisi semi fowler bertujuan untuk
memaksimalkan ekspansi paru.
Memberikan posisi semi fowler dapat dilakukan pada pasien ISPA,
karena hal ini bertujuan untuk memungkinkan ekspansi paru lebih baik
dan mencegah aspirasi sekresi. Posisi semi fowler adalah posisi dimana
paru-paru lebih tinggi sehingga memungkinkan pada saat inspirasi oksigen
yang masuk ke paru lebih banyak, ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dengan keadaan tersebut memaksimalkan pengembangan dada
atau paru (Wong, 2008).
Implementasi yang selanjutnya adalah menganjurkan keluarga
untuk memberikan klien minum air putih hangat. Hal ini sesuai dengan
buku menganjurkan asupan cairan yang adekuat, merupakan salah satu
penatalaksanaan pada pasien yang berguna untuk menurunkan viskositas
sekresi atau mengencerkan sekret (Wong, 2008).
���
�
�
�
Menginformasikan kepada keluarga klien bahwa merokok
merupakan kegiatan yang dapat mengganggu kesehatan klien dalam ruang
perawatan. Tindakan keperawatan tersebut bertujuan untuk memberikan
pengetahuan pada keluarga karena dapat mempengaruhi sistem pernapasan
klien dan dapat meminimalkan polusi di ruang perawatan.
Menginstruksikan kepada klien dan keluarga tentang rencana perawatan
dirumah, hal ini bertujuan untuk membantu perencanaan perawatan
dirumah.
Hal ini didukung oleh jurnal penelitian tingkat pendidikan yang
kurang, merupakan salah satu penyebab rendahnya kesadaran kesehatan
lingkungan, semakin baik tingkat pendidikan formal, maka semakin baik
pengetahuan tentang kesehatan, sehingga akan mematangkan pemahaman
tentang pengetahuan kesehatan lingkungan dan kesadaran menjaga
kesehatan lingkungan termasuk penerapan prinsip-prinsip hidup sehat
(Hadiyanto, 2003).
Tingkat pendidikan ibu berhubungan dengan peningkatan kasus
ISPA. Pada kasus diatas keluarga klien dan ibu mempunyai informasi
yang kurang tentang pengetahuan ISPA, sehingga dalam penanganan
kesehatan klien memerlukan tindakan mandiri dari perawat yaitu edukasi
(Kristensen IA, 2004).
Implementasi selanjutnya adalah mengajarkan keluarga untuk
fisioterapi dada, hal ini sesuai dengan buku, menyatakan bahwa
melakukan clapping dan vibrating bertujuan untuk memfasilitasi drainase
��
�
�
�
sekresi. Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi Nebulizer Ventolin,
implementasi tersebut bertujuan untuk melegakan jalan napas atau sebagai
bronkodilator (Wong, 2008).
Berdasarkan intervensi yang telah direncanakan terdapat intervensi
yang tidak dapat dilakukan oleh penulis. Adapun intervensi yang tidak
dapat dilakukan oleh penulis adalah ajarkan batuk efektif hal ini adalah
salah satu kekurangan penulis. Penulis dalam membina hubungan saling
percaya dengan klien kurang efektif sehingga, ketika akan dilakukan
implementasi tersebut klien menangis.
Dalam tahap evaluasi penulis menggunakan metode SOAP. S:
Subyektif data, O: Obyektif data, A: Analisis atau Assesment dan P:
planning Setelah melalukan implementasi diatas selama 3 hari dari tanggal
3–5 April didapatkan evaluasi pada tanggal 4 April 2012 masalah belum
teratasi subyektif : keluarga klien mengatakan klien masih batuk pilek
dahak sudah keluar. Obyektif : klien terlihat masih batuk dan pilek,
terdapat sekret di hidung, frekuensi pernapasan 28 kali per menit, irama
napas tidak teratur, dahak sudah keluar dengan konsistensi kental warna
kekuningan, masalah belum teratasi, intervensi di lanjutkan. Masalah
belum teratasi di karenakan penyakit klien sendiri yang sudah masuk pada
tahap sindroma influensa sehingga menyebabkan penumpukan sekret yang
berat dan mengakibatkan sumbatan jalan napas. Hal ini di tambah dengan
keadaan klien yang rewel sehingga intervensi ajarkan batuk efektif yang
berfungsi untuk pengeluaran sekret tidak dapat di lakukan.
���
�
�
�
Evaluasi pada tanggal 5 April 2012 masalah ketidakefektifan
bersihan jalan napas teratasi, yang ditandai dengan, subyektif : klien
keluarga klien mengatakan batuk sudah berkurang, klien mengatakan
hidungnya sudah tidak tersumbat. Obyektif, frekuensi pernapasan 20 kali
per menit, irama napas teratur, tidak ada suara napas tambahan dan pasien
sudah diperbolehkan pulang oleh dokter (Nursalam, 2002 : 129).
Hal ini sesuai dengan kriteria hasil yang telah dirumuskan yaitu
klien menunjukkan pembersihan jalan napas efektif, mudah untuk
bernapas, irama dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal (20 - 30
kali per menit).
B. SIMPULAN
1. Pembahasan
Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut:
a. Hasil pengkajian yang telah dilakukan penulis pada tanggal 3 April
2012 keluhan utama yang dirasakan An. P adalah batuk pilek terus
menerus, frekuensi pernapasan 32 kali per menit, irama napas tidak
teratur cepat dan dangkal, terdapat suara napas tambahan ronki.
b. Diagnosa atau masalah keperawatan utama pada An. P adalah
ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi
yang tertahan.
���
�
�
�
c. Tujuan yang diharapkan penulis setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan bersihan jalan napas
menjadi efektif dengan kriteria hasil pembersihan jalan napas
efektif, mudah untuk bernapas, irama dan frekuensi pernafasan
dalam rentang normal (20-30 kali per menit) rencana tindakan
keperawatan, antara lain pantau status oksigenasi klien, auskultasi
bagian dada anterior dan posterior, berikan posisi semi fowler,
anjurkan keluarga untuk memberikan minum air putih hangat,
ajarkan keluarga untuk fisioterapi dada, kolaborasi dengan dokter
pemberian terapi obat dan nebulizer.
d. Tindakan keperawatan pada tanggal 3-5 April 2012 berdasarkan
berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat, antara lain
memantau status oksigenasi klien, mengauskultasi dada anterior
dan posterior, memberikan posisi semi fowler, menganjurkan
keluarga untuk memberikan air minum putih hangat, mengajarkan
keluarga untuk fisioterapi dada, kolaborasi dengan dokter
pemberian obat dan nebulizer.
e. Pada tahap akhir, penulis mengevaluasi kepada pasien setelah
tindakan keperawatan yang dilakukan selama tiga hari. Hasil
eveluasi pada tanggal 5 April 2012 yaitu masalah pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan
napas dengan ISPA teratasi.
���
�
�
�
2. Saran
Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberi
saran sebagai berikut :
a. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien
lebih optimal dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan
prasarana yang merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilannya dalam
melalui praktek klinik dan pembuatan laporan.
c. Bagi Penulis selanjutnya
Diharapkan penulisdapat menggunakan atau memanfaatkan
waktu lebih efektif, sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan pada klien secara optimal.