STUDI ISLAM IIETIKA BERKELUARGA MENURUT ISLAMUntuk Memenuhi
Tugas Studi Islam II
Kelompok 5
Mufty Akbar H. Umar11141040000023 Ratna Farhana11141040000033
Syifa Ramadiana 11141040000039
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU
KESEHATANUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAHJAKARTAJUNI/2015DAFTAR ISI
DAFTAR ISI2BAB I PENDAHULUAN31.1Latar Belakang31.2Rumusan
Masalah31.3Tujuan Makalah3BAB II PEMBAHASAN42.1Pengertian Etika dan
Keluarga42.2Prinsip Etik Sebelum Berkeluarga.42.2Etika Dalam
Perjalanan Berkeluarga.82.3Menjadi Keluarga Sakinag, Mawadah,
Warahmah17BAB III PENUTUP243.1Kesimpulan24DAFTAR PUSTAKA25
BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Etika adalah cabang utama
filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi
mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan
penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung
jawab.Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia
yang hidup bersama sebagai satu kesatuan atau unit masyarakat
terkecil dan biasanya selalu ada hubungan darah, ikatan perkawinan
atau ikatan lainnya, tinggal bersama dalam satu rumah yang dipimpin
oleh seorang kepala keluarga dan makan dalam satu periuk.
1.2 Rumusan Masalah Mengetahui pengertian Etika berkeluarga
Mengetahui Prinsip Etika sebelum berkeluarga Mengetahui Etika dalam
perjalanan berkeluarga Mengetahui Menjadi keluarga sakinah,
mawadah, warahmah
1.3 Tujuan Makalah Untuk mengetahui pengertian Etika berkeluarga
Untuk mengetahui Prinsip Etika sebelum berkeluarga Untuk mengetahui
Etika dalam perjalanan berkeluarga Untuk mengetahui menjadi
keluarga sakinah, mawadah, warahmah
BAB II PEMBAHASAN2.1 Pengertian Etika dan KeluargaEtika adalah
sebuah cabang filsafat yang bericara mengenai nilai dan norma moral
yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang
filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dan
rasional mengenai nilai dan norma moral yang menenttukan dan
terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara
pribadi maupun sebagai kelompok.[footnoteRef:2]Jadi dapat di
simpulkan bahwa tujuan digunakanya etika dalam pergaulan antar
elemen-elemen di masyarakat pada hakikatnya supaya tercipta suata
hubungan yang harmonis serasi dan saling
menguntungkan.[footnoteRef:3] [2: Drs.h.burhanuddin salam. 2002.
etika social, rineka cipta,Jakarta.] [3: Dr. H. Budi Untung, S.H.,
M.M. 2012. Hukum dan etika bisnis, cv. Andi offset,Jakarta. hal.62
]
Keluarga adalah unit terkecil yang memiliki suatu ikatan
hubungan dan tinggal bersama dalam satu atap serta memiliki peran
masing-masing anggota. Keluarga ini terdiri dari seorang suami
(ayah), istri (ibu) dan anak-anaknya.[footnoteRef:4] [4:
Harnilawati. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Sulawesi
Selatan:Pustaka As-Salam. ]
Jadi, etika berkeluarga menurut islam adalah suatu sikap atau
perilaku seseorang yang memiliki ikatan hubungan dengan nilai-nilai
islami dalam rumah tangga.2.2 Prinsip Etik Sebelum
Berkeluarga.Islam telah mengajarkan tentang pentingnya menjunjung
tinggi moralitas di dalam hidup ini, sampai-sampai Allah swt
menjelaskan bahwa orang yang berbuat baik, tentunya akan
mendapatkan pasangan yang baik juga. Sebaliknya, jika seseorang
suka berbuat keburukan, maka untuknya pasangan yang sesuai dengan
perbuatannya. Oleh karenanya, tidak pantas rasanya ketika seseorang
yang amoral berharap berpasangan dengan muslimah yang baik, begitu
juga sebaliknya. Allah swt berfirman : { : 26} Artinya :
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan
laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan
wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan
laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).
Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh
mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia
(surga) [QS. An-Nuur : 26]Bahkan di dalam ayat yang lain, dengan
tegas Allah swt mengharamkan para pelaku zina untuk menikah dengan
siapapun kecuali teman berzinahnya. Allah swt berfirman : { :
3}Artinya : Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan
perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan
yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina
atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas
oran-orang yang mukmin. [QS. An-Nuur : 3]Dua ayat di atas menjadi
dasar kongkrit dalam melakukan pembinaan personal secara baik untuk
mendapatkan pasangan yang baik. Hal ini dipentingkan karena Islam
sendiri menjelaskan bahwa keluarga itu dibangun di atas pondasi
kebaikan, maka ketika kebohongan, kedurhakaan, sudah tercipta
sebelum terjadinya perkawinan maka cita-citabaiti jannati(rumahku
adalah surgaku) dan visisakinah,mawaddahdanrahmahtidak akan pernah
terbangun.Muhammad Quraish Shihab pernah menjelaskan, bahwa
kehidupan keluarga ibarat satu bangunan, demi terpeliharanya
bangunan itu dari hantaman badai dan goncangan gempa, maka ia harus
didirkan di atas fondasi yang kuat dengan bahan bangunan yang kokoh
serta jalinan perekat yang lengket. Fondasi kehidupan berkeluarga
adalah ajaran agama, disertai dengan kesiapan fisik dan mental
calon-calon ayah dan ibu. Karena begitu pentingnya nilai etik yang
baik yang harus dibangun sebelum berumah tangga, sampai-sampai
Rasulullah Muhammad saw memerintahkan umatnya agar memilih pasangan
hidup dengan dominasi agama di dalam dirinya (fazhfar bi dzati
al-din taribat yadak). Dalam kasus lain, Hasan al-Bashri pernah
menasehati seseorang yang bertanya kepadanya mengenai pilihan
pasangan hidup, maka ia (Hasan) berkata terimalah yang paling baik
agamanya, karena jika ia senang kepada istrinya, pasti ia
menghormatinya, sedangka jika ia membencinya maka ia tidak akan
menganiayanya.Adapunstressingetik yang termaktub di dua ayat di
atas, yang pertama yakni pada kataal-khabaitsyang menjadi lawan
kataal-thayyibat. Kataal-khabaitsmerupakan bentuk plural dari
kataal-khabitsyang memiliki makna sesuatu yang dibenci, namun fokus
kebenciannya dari segi sifat danzhahir-nya. Artinya, etika yang
pertama yang harus ditanam di dalam diri sebelum membentuk keluarga
sehingga mendapatkan visi yang baik, adalah menciptakan sifat dan
perangai yang baik agar dapat menghadirkan pasangan yang serasi
dengannya.
Stressingyang kedua adalah pada kataal-zinadanal-syirkuyang
tertuang di dalam QS. 24:3. Kedua kata di atas menunjukkan tentang
amal perbuatan, seperti kata zina yang berasal dari akar kata yang
terdiri dari hurufzai,nundanya, yang berarti berbuat zina atau
melakukan hubungan badan tanpa ikatan yang sah menurut
agama.Berdasarkan pemaknaan di atas, maka maksud etik yang kedua
ini adalah pada tataranamaliyahatau perbuatan, dan standar atau
alat ukurnya adalah apa yang terlihat oleh mata. Jika nilai etik
yang pertama adalah pada tataran sifat yang standarnya adalah
kearifan lokal, maka nilai etik yang kedua adalah sesuatu yang
tidak bisa terbantahkan karena bukti terlihat secara nyata di depan
mata. Ayat lain yang juga menggambarkan tentang penciptaan etika
yang baik, dari segi sifat dan perbuatan sebelum berkeluarga adalah
firman Allah tentang kisah Nabi Musa as., dengan dua orang wanita
anak Nabi Syuaib as. Ketika sedang mengambil air dan membawanya ke
rumah untuk kebutuhan rumah tangga. Diperjalanan pada awalnya kedua
wanita tersebut berjalan di muka Nabi Musa as., namun karena begitu
banyak kemaksiatan yang terlihat olehnya dari tubuh kedua wanita
tersebut, maka pada akhirnya Nabi Musa as. meminta kepada mereka
untuk berjalan di belakangnya agar dapat terhindar dari
kemaksiatan. Adapun prinsip etik yang dibangun di dalam ayat ini
adalah rasa malu yang dalam pada diri seseorang untuk melakukan
kemaksiatan meskipun peluang itu ada ketika bertemu dengan lawan
jenis. Dengan prinsip etik ini, tidak ada satupun yang terlukai dan
tersakiti sebelum membangun bahtera tumah tangga. * * { :
25-23}Artinya : Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan
ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan
(ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu, dua
orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata:
Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)? Kedua wanita itu
menjawab: Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum
pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak
kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya. [23] Maka Musa
memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, ke- mudian dia
kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: Ya Tuhanku sesungguhnya
aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan
kepadaku. [24] Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari
kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: Sesungguhnya
bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap
(kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami. Maka tatkala Musa
mendatangi bapaknya (Syuaib) dan menceritakan kepadanya cerita
(mengenai dirinya), Syuaib berkata: Janganlah kamu takut. Kamu
telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.[25]2.2Etika Dalam
Perjalanan Berkeluarga.Tidak dapat dipungkiri bahwa Islam sangat
intens dalam membahas masalah keluarga. Keluarga di dalam bahasa
Arab biasa dikenal dengan istilahusrah, yang kemudian di dalam
terminologi Islam biasa diartikan dengan unit (satuan) sosial
terpenting bagi proses pembangunan umat, plus termasuk salah satu
fondasi yang menyangga bangunan masyarakat muslim.Munurut Sayyid
Qutub, keluarga seperti mesin inkubator ( ) yang bersifat alamiah
dengan fungsi melindungi, memelihara dan mengembangkan jasmani dan
akal anak-anak yang sedang tumbuh. Di bawah naungan keluarga, rasa
cinta, kasih sayang dan solidaritas saling berpadu. Dalam lembaga
keluargalah, individu manusia akan membangun perwatakannya yang
khas seumur hidup, sekaligus menyiapkan diri untuk berinteraksi
dengan dunia luar dan anggota masyarakat yang lain. Harus diakui
bahwa sebelum datangnya Islam, prinsip-prinsip berkeluarga dibangun
atas pondasi diskriminasi terhadap kaum wanita. Bahkan pada masa
itu, yang paling terkenal perbuatan kejinya adalah pembunuhan
terhadap anak-anak perempuan, menjadikan istri sebagai bahan
taruhan, dan bahkan biasa untuk melakukan hubungan intim dengan
ibu-ibu mereka, karena di dalam tradisi jahiliah, ibu juga termasuk
bagian dari harta peninggalan bapak (waris). Lalu datanglah Islam
dengan membawa prinsiprahmatbagi semua orang, termasuk mengangkat
derajat wanita dan mengatur hubungan (relationship) antara
suami-istri, pengasuhan anak dan antara anak dengan orang tua.
Adapun pembahasan mengenai etika berkeluarga dalam perjalanannya,
terdapat klasifikasi pada dua pembahasan, yakni etika hubungan
suami-istri, dan etika berbuat baik kepada orang tua.A. Etika
Hubungan Suami-IstriIslam sangat memperhatikan masalah hubungan
suami-istri yang diangap sebagai urat nadi kehidupan berkeluarga
sekaligus penyebab keberhasilan dan kegagalan dalam berumah tangga.
Untuk itu, pada pembahasan awal ini akan dibahas terlibah dahulu
tentang status suami dalam perspektif Al-Quran. Allah swt berfirman
: { : 21}Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. [QS.
Ar-Ruum : 21]Melalui ayat ini, sesungguhnya tidak ditemukan
sedikitpun dikotomi kekuasaan antara suami dan istri, karena
pasangan pada ayat di atas merupakan bagian dari diri ini sendiri.
Artinya, jika seseorang merasa bahwa pasangannya adalah bagian dari
dirinya, maka tidak akan ada pemaksaan dan penindasan pada
pasangannya, karena ketika itu terjadi maka sasungguhnya ia telah
menyakiti dirinya sendiri. Prinsipal-musawah(kesamaan derajat)
inilah yang dapat menciptakan visisakinah,mawaddahdanrahmahdalam
berkeluarga.Lalu apakah sesungguhnya fungsi suami bagi pasangannya
jikalau prinsip etik hubungan suami-istri adalahal-musawah? Untuk
menjawab hal ini, dapat dilihat dari keterkaitan ayat di atas
dengan ayat yang lain (al-munasabah). Allah swt berfirman : { :
34}Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,
oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki)
atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka [QS. An-Nisa :
34]Kataqawwamdi dalam al-Quran terjemahan Departemen Agama selalu
bermakna pemimpin sehingga ayat ini kemudian menjadi legetemasi
umum bagi para suami untuk merendahkan istrinya. Padahal ayat di
atas tidak berhenti hanya pada kalimatqawwamuna ala an-nisa, akan
tetapi ada ayat lain yang terlupakan yaknibima anfaqu min
amwalihim. Artinya, seorang suami di dalam rumah tangga adalah
penjaga kebutuhan materi dan immateri bagi keluarganya, bukan boss
yang dapat mengatur segalanya atas kehendaknya. Oleh karenanya,
agar terjalin rumah tangga yang baik maka dibutuhkan kerja sama dan
pembagian tugas antara suami dan istri. Hal ini sejalan dengan apa
yang dijelaskan oleh Said Agil Husin al-Munawar mengenai konteks
kalimatal-rijal qawwmuna ala al-nisa, bahwa kalimat ini menyajikan
tentang pembagian tugas antara suami-istri. Adapun tugas dan posisi
istri di dalam keluarga adalah sebagai pengelola kegiatan rumah
tangga. Hal ini sejalan denganbayankalam Allah melalui hadits
Rasulullah saw ; { }[13]Artinya : wanita adalah pemimpin di rumah
suaminya dan akan diminta pertanggung jawabannya [HR.
al-Bukhari]Berdasarkan penjelasan di atas, maka jelaslah bahwajob
descriptionantara suami-istri merupakan prinsip etik yang harus
dikedepankan demi sebuah kebersamaan. Suami menjadi pengada
sekaligus penjaga kebutuhan rumah tangga, sedangkan istri mengatur
keluar-masuk segala kebutuhan rumah tangga.Adapun prinsip etik yang
selanjutnya adalah mengenai kewajiban memperlakukan pasangan
(saling bergaul) dengan baik. Dalam hal ini, etika dapat dilihat
dari dua kewajiban pelaksanaan hak dan kewajiban suami-istri. Yang
pertama adalah etika pemenuhan hak suami-istri :1) Menjaga
kehormatan pasangan. Dalam hal ini, Rasulullah saw sebagai
penyampairisalahAllah menjelaskan ; { }[14]Artinya : Manakala
wanita membuka pakaiannya di rumah selain rumah suaminya, maka dia
sungguh telah menghancurkan tabir antara dia dan Allah swt. [HR.
Ibnu Majah]2) Terjadi timbal balik saling membutuhkan ketika salah
satu mengajak untuk melakukan hubungan suami-istri
(al-wath`u/jima). Standar tidak berlakunya hadits Rasulullah yang
menjelaskan wanita mendapatkan laknat malaikat hingga subuh karena
menolak hubungan suami-istriadalah karenahaidh, serta keadaan yang
tidak memungkinkan secara alamiah, seperti sakit, terlalu lelah,
dll. Untuk keadaan yang kedua ini, Allah menggunakan
katahartsun(tanah temapat bercocok tanam). Sifat alamiah tanah
tidak bisa dilakukan penanaman secara normal adalah pada masa-masa
sulit seperti kemarau, bencana alam, dll. Lalu apakah ketika pada
masa-masa itu kita harus memaksakan diri untuk bercocok tanam ?
tentu tidak, begitu pula yang harus dilakukan oleh suami kepada
istri, dan sebaliknya. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan
oleh Allah swt di dalam al-Quran, (dan bergaullah dengan mereka
secara patut).3) Menjaga rumah dan perasaan pasangan. Dalam hal
ini, etika yang sangat dibutuhkan adalah keterbukaan dan
komunikasi. Hadits yang menjelaskan tentang jangan berpuasa kecuali
mendapat izin suami,pada dasarnya merupakan perintah untuk
membangun komunikasi yang baik antara suami-istri.4) Memberikan
kebutuhan jasmani dari rizki yang halal. Hal ini di jelaskan oleh
Allah seperti di dalam surat QS. al-Araf ; { : 157}Artinya : dan
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk [QS. al-Araf : 157]B. Etika Hubungan Anak
dengan Orang Tua dan Sebaliknya.Etika seorang anak terhadap orang
tua dijelaskan oleh Allah swt melalui kisah Luqman yang memberikan
nasehat kepada anaknya, dan dari delapan nasehat Luqman tersebut,
terdapat dua bagian penting yang menyangkut masalah etika hubungan
antara anak dengan orang tua, yakni ayat 14-15. Dalam hal ini,
Allah swt berfirman : * { : 15-14}Artinya : Dan Kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. [14] Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan. [15] [QS. Luqman : 14-15]Melalui ayat di atas, dapat
dirangkum perintah Luqman kepada anaknya mengenai etika anak kepada
orang tua:1. Selalu bersyukur, 2. Taat dalam kebaikan, 3. Berani
mengambil sikap menolak dengan cara yang baik dalam hal
kemaksiatan. Dari ketiga prinsip ini, maka sesungguhnya yang
menjadi standar atau alat ukur dalam melaksanakannya adalah
kesabaran, baik dari segi ucapan ataupun perbuatan.Adapun ketika
orang tua sudah meninggal maka seorang anak juga tidak boleh
menanggalkan etika ketaatan terhadap keduanya. Dalam hal ini,
Rasulullah Muhammad saw menjelaskan ; Salah seorang dan kaum Anshar
datang kepada Rasulullah saw, kemudian berkata, Wahai Rasulullah,
apakah aku masih mempunyai kewajiban bakti kepada orang tua yang
harus aku kerjakan setelah kematian keduanya? Rasulullah saw.
bersabda,Ya ada, yaitu empat hal: mendoakan keduanya, memintakan
ampunan untuk keduanya, melaksanakan janji keduanya, memuliakan
teman-teman keduanya, dan menyambung sanak famili di mana engkau
tidak mempunyai hubungan kekerabatan kecuali dari jalur keduanya.
Itulah bentuk bakti engkau kepada keduanya setelah kematian
keduanya. [HR Abu Daud]
Berdasarkan ayat-ayat dalam surat Luqman dan hadits di atas, Abu
Bakr Jabir al-Jaziri menyebutkan bahwa setelah seorang muslim
mengetahui hak kedua orang tua atas dirinya, dan menunaikannya
dengan sempurna karena mentaati Allah swt, dan merealisir
wasiat-Nya, maka juga menjaga etika-etika berikut ini terhadap
kedua orang tuanya ; 1. Taat kepada kedua orang tua dalam semua
perintah dan larangan keduanya, selama di dalamnya tidak terdapat
kemaksiatan kepada Allah dan pelanggaran terhadap syariat-Nya.
Karena, manusia tidak berkewajiban taat kepada manusia sesamanya
dalam bermaksiat kepada Allah, berdasarkan firman Allah, Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik. (Luqman:
15). Sabda Rasulullah saw., Sesungguhnya ketaatan itu hanya ada
dalam kebaikan. (Muttafaq Alaih). Sabda Rasulullah saw., Tidak ada
kewajiban ketaatan bagi manusia dalam maksiat kepada Allah. 2.
Hormat dan menghargai kepada keduanya, merendahkan suara dan
memuliakan keduanya dengan perkataan dan perbuatan yang baik, tidak
menghardik dan tidak mengangkat suara di atas suara keduanya, tidak
berjalan di depan keduanya, tidak mendahulukan istri dan anak atas
keduanya, tidak memanggil keduanya dengan namanya namun memanggil
keduanya dengan panggilan, Ayah, ibu, dan tidak bepergian kecuali
dengan izin dan kerelaan keduanya. 3. Berbakti kepada keduanya
dengan apa saja yang mampu ia kerjakan, dan sesuai dengan
kemampuannya, seperti memberi makan pakaian kepada keduanya,
mengobati penyakit keduanya, menghilangkan madzarat dari keduanya,
dan mengalah untuk kebaikan keduanya. 4. Menyambung hubungan
kekerabatan dimana ia tidak mempunyai hubungan kekerabatan kecuali
dan jalur kedua orang tuanya, mendoakan dan memintakan ampunan
untuk keduanya, melaksanakan janji (wasiat), dan memuliakan teman
keduanya.
Sedangkan etika yang baik yang harus dibangun oleh orang tua
terhadap anakanya adalah: 1. Memberikan pilihan nama yang baik, 2.
Menunaikan penyembelihan hewan aqiqah, 3. Mengkhitankannya, 4.
Memberikan nafkah yang halal dan baik, pembinaan mental dan prilaku
yang baik, 5. Pengenalan dan penanaman ilmu-ilmu keislaman. Hal ini
sejalan dengan firman Allah swt QS. al-Baqarah ayat 233 dan
al-Tahrim ayat 6.[21]
C. Etika Penyelesaian Problem Keluarga.Ada dua permasalahan
penting yang harus dituangkan prinsip etik di dalam penyelesaian
problem keluarga, yakni masalah cemburu, dan masalah perceraian.
Kedua permaslahan ini, sering kali diselesaikan oleh suami dan
istri dengan mendahulukan nafsu amarah sehingga menghilangkan
nilai-nilai logis sebagai manusia. Bukan kemaslahatan dan rahmat
Allah yang muncul, akan tetapi murka dan azab Allah yang akan
datang.1. Masalah Cemburu.Cemburu adalah sifat alamiah seorang
manusia, baik pria ataupun wanita, bahkan istri-istri nabi sendiri
selalu saling cemburu berkenaan dengan hubungan mereka dengan
Rasulullah Muhammad saw. Bint asy-Syathi menyebutkan, bahwa karena
cemburu merupakan watak logis dan sehat, maka Rasulullah saw
mengizinkan istri-istrinya mengisi dunia pribadinya dengan
kehangatan, emosi dan kegembiraan, menentang semua stagnasi,
kelesuan, dan sifat yang membosankan. Bahkan Nabi tidak dengan
sendirinya selalu meluangkan waktu untuk melihat dan mengamati
peperang-perangan kecil yang terjadi di antara istri-istrinya, dan
sebagai seorang manusia, Nabi pun merasa senang karena mereka
salaing cemburu karena cinta mereka kepada suami mereka yakni
Rasulullah Muhammad saw. Adapun dalam memberikan hukuman bagi yang
membangkang, Nabi menarik mereka dari kontak sosial dan seksual.
Hal ini sejalan dengan firman Allah swt ; { : 34}Artinya :
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar. [QS. An-Nisa : 34]2. Masalah
Perceraian.Masalah perceraian merupakan perbuatan yangmubah(boleh)
namun dibenci Allah swt. Akan tetapi meskipun ia dibenci Tuhan,
Islam memberikan peluang untuk dapat melakukan perceraian jika
jalan perdamaian dengan al-maruf atau kebaikan sudah tidak bisa
menjadi solusi. Dalam hal ini, Allah mengajarkan kepada umat Islam
agar menjadikan pengadilan sebagai sarana perceraian agar fitnah
dan kemaksiatan tidak merajalela, sebagaimana firman Allah swt ; {
: 35}Artinya : Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara
keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan
seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada
suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. [QS. An-Nisa : 35]Prinsip lain yang juga terjaga dengan
mengedepankan nilai etik di atas adalah terselesaikannya seluruh
kasus-kasus harta pasca perceraian, seperti kasus yang dituangkan
oleh Allah di dalam al-Quran ; { : 229}Artinya : Talak (yang dapat
dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang
maruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu
mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya
(suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka
tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh
isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka
janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum
Allah mereka itulah orang-orang yang zalim. [QS. al-Baqarah :
229]2.3Menjadi Keluarga Sakinag, Mawadah, WarahmahAspek-Aspek
PembentukKeharmonisan Rumah Tangga- Dalam rumah tangga harus
terdapat kematangan emosional demi terbentuknya keharmonisan rumah
tangga. Adapun cirri kematangan tersebut:[footnoteRef:5] [5: Andi,
Mappiare. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional.
hlm. 153]
1. Kasih sayang, yaitu sikap kasih sayang mendalam yang
diwujudkan secara wajar.2. Emosi yang terkendali, yaitu individu
dapat mengatur perasaan-perasaannya terhadap keluarga dan terhadap
pasangan. Tidak mudah berbuat hal yang menyakiti perasaan, misalnya
marah, cemburu buta, dan ingin merubah pribadi pasangannya.3. Emosi
terbuka-lapang, yaitu individu dapat menerima kritik dan saran dari
pasangannya sehubungan dengan kelemahan dan perbuatannya, demi
pengembangan diri dan puasan pasangan.4. Emosi terarah, yaitu
individu dengan kendali emosinya sehingga tenang, dapat mengarahkan
ketidakpuasan dan konflik-konflik yang konstruktif dan kreatif
Muhammad M. Dlori menjelaskan kunci dalam pembentukanKeluarga
Sakinah Mawadah Warohmah adalah:[footnoteRef:6] [6: Muhammad, M.
Dlori. 2005 Dicinta Suami (Istri) Sampai Mati. Jogjakarta:
Katahati. hlm. 16-23]
1. Rasa cinta dan kasih sayang. Tanpa keduanya rumah tangga
takkan berjalan harmonis. Karena keduanya adalah power untuk
menjalankan kehidupan rumah tangga.2. Adaptasi dalam segala jenis
interaksi masing-masing, baik perbedaan ide, tujuan, kesukaan,
kemauan, dan semua hal yang melatarbelakangi masalah. Hal itu harus
didasarkan pada satu tujuan yaitu keharmonisan rumah tangga.3.
Pemenuhan nafkah lahir batin dalam keluarga. Dengan nafkah maka
harapan keluarga dan anak dapat terealisasi sehingga tercipta
kesinambungan dalam rumah tangga
Menurut Basri untuk meraih keharmonisan rumah tangga sumi istri
perlu memiliki sifat-sifat ideal dan menerapkannya dalam rumah
tangga, sifat tersebut adalah:[footnoteRef:7] [7: Hasan Basri.
2002. Keluarga Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama. Yogyakarta;
Pustaka pelajar.hlm. 32-37]
Persyaratan fisik biologis yang sehat-bugar. Hal ini penting
karena; untuk menjalankan tugasnya keduanya memerlukan tubuh atau
anggota badan yang berfungsi baik dan sehat. Seperti berkomunikasi,
bekerja, kehidupan seksualitas, daya tarik, dan sebagainya. Jika
mereka memiliki tubuh dan fisik yang sehat terutama otak maka
keluarga akan terbantu dengan sisi kreatif dari otak. Tubuh
merupakan dasar untuk hidup Psikis-rohaniah yang utuh. Kondisi
psikis-rohaniah yang utuh sangat diperlukan dalam menunjang
kemampuan seseorang dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah
dalam rumah tangga.dengan mental yang sehat akan mampu
mengendalikan emosi yang kadang tergoncang karena berbagai macam
alasan dan situasi. Taraf kepribadian dan rohani yang utuh dan
teguh sangat diperlukan, karena dalam perjalanannya godaan dan
cobaan datang secara silih berganti, baik dalam moral kesusilaan,
keadilan, kejujuran, tanggung jawab sosial dan keagamaan.Mental
yang sehat dapat menyebabkan seseorang mampu menghadapi kenyataan
sebagaimana adanya dan akan berusaha meraih kebahagiaan hidup tanpa
merugikan orang lain, ia akan mampu beradaptasi dengan efektif dan
wajar. Bermacam-macam aspek kepribadian dan unsur akhlak budi
pekertinya akan utuh dan teguh serta menjaga taraf keluhuran dan
kehormatannya. Psikis-rohaniah yang utuh dapat mambuat kedua
pasangan memelihara daya tarik yang membuat mereka betah dan
bahagia dalam rumah tangganya. Kondisi sosial dan ekonomi yang
cukup memadai untuk memenuhi hidup rumah tangga. Hal ini dapat
berupa semangat dan etos kerja yang baik dalam memenuhi nafkah,
kreatifitas dan semangat untuk mengusahakannya, sehingga keluarga
akan terpenuhi kebutuhannya
Zakiah Daradjat menjelaskan babarapa persyaratan dalam
mencapaikeluarga yang harmonis, adapun syarat tersebut adalah:1.
Saling mengerti antar suami isteri, yaitu; Mengerti latar belakang
pribadinya; yaitu mengetahui secara mendalam sebab akibat
kepribadian (baik sifat dan tingkah lakunya) pasangan, Mengerti
diri sendiri; memahami diri sendiri masa lalu kita, kelebihan dan
kekurangan kita, dan tidak menilai orang berdasarkan diri
sendiri.2. Saling menerima. Terimalah apa adanya pribadinya, tugas,
jabatan dan sebagainya jika perlu diubah janganlah paksakan, namun
doronglah dia agar terdorong merubahnya sendiri. Karena itu;
Terimalah dia apa adanya karena menerima apa adanya dapat
menghingkan ketegangan dalam keluarga. (b). Terimalah hobi dan
kesenangannya asalkan tidak bertentangan dengan norma dan tidak
merusak keluarga. (c). Terimalah keluarganya3. Saling menghargai.
Penghargaan sesungguhnya adalah sikap jiwa terhadap yang lain. Ia
akan memantul dengan sendirinya pada semua aspek kehidupan, baik
gerak wajah maupun perilaku. Perlu diketahui bahwa setiap orang
perlu dihargai. Maka menghargai keluarga adalah hal yang sangat
penting dan harus ditunjukkan dengan penuh keikhlasan dan
kesungguhan.Adapun cara menghargai dalam keluarga adalah;
Menghargai perkataan dan perasaannya. Yaitu; menghargai seseorang
yang berbicara dengan sikap yang pantas hingga ia selesai,
menghadapi setiap komunikasi dengan penuh perhatian positif dan
kewajaran, mendengarkan keluhan mereka. Menghargai bakat dan
keinginannya sepanjang tidak bertentangan dengan norma. Menghargai
keluarganya.4. Saling mempercayai. Rasa percaya antara suami isteri
harus dibina dan dilestarikan hingga ke hal yang terkecil terutama
yang berhubungan dengan akhlaq, maupun segala segi kehidupan.
Diperlukan diskusi tetap dan terbuka agar tidak ada lagi masalah
yang disembunyikan. Untuk menjamin rasa saling percaya hendaknya
memperhatikan; Percaya akan pridinya. Hal ini ditunjukkan secara
wajar dalam sikap ucapan, dan tindakan. Percaya akan kemampuannya,
baik dalam mengatur perekonomian keluarga, mengendalikan rumah
tangga, mendidik anak, maupun dalam hubungannya dengan orang luar
dan masyarakat.5. Saling mencintai. Syarat ini merupakan tonggak
utama dalam menjalankan kehidupan keluarga. Cinta bukanlah kejaiban
yang kebetulan datang dan hilang namun ia adalah usaha untuk....
Adapun syarat untuk pempertalikan dengan cinta adalah; Lemah lembut
dalam berbicara. Menunjukkan perhatian kepada pasangan, terhadap
pribadinya maupun keluarganya. Bijakna dalam pergaulan. Menjauhi
sikap egois Tidak mudah tersinggung. Menentramkan batin sendiri.
Karena takkan bisa menentramkan batin seseorang apabila batinnya
sendiri tidak tentram, orang disekitarnya pun tidak akan nyaman.
Saling terbuka dan membicarakan hal dengan pasangan adalah
kebutuhan yang dapat menentramkan masalah. Peran agama dan
spiritual pun sangat menentukan.Dengannya kemuliyaan hati tercermin
dalam tingkah laku yang lebih baik dan menarik. Oleh sebab itu
orang yang tentram batinnya akan menyenangkan dan menarik bagi
orang lain. Tunjukkan rasa cinta. Hal ini dapat melalui tindakan,
ucapan maupun sikap terhadap pasangan
Prof Nick Stinnet dan John DeFrain (dalam Hawari) mengemukakan
pegangan atau kriteria keluarga bahagia atau harmonis, keriteria
tersebut adalah:[footnoteRef:8] [8: Hawari. Al-Quran: Ilmu
Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa. hlm. 805-808.]
1) Menciptakan kehidupan agama atau spiritualitas dalam
keluarga. Karena dalam agama terdapat nilai-nilai moral atau etika
kehidupan. Landasan utama agama dalam kehidupan terutama rumah
tangga adalah kasih sayang. Penelitian mengatakan keluarga yang
tidak religius, komitmen agamanya rendah, atau yang tidak mempunyai
komitmen agama sama sekali beresiko empat kali tidak berbahagia,
dan berakhir dengan broken home, perceraian, tak ada kesetiaan, dan
kecanduan NAZA.2) Terdapat waktu bersama keluarga. Sesibuk apapun
keluarga tersebut hendaknya para anggota harus menyediakan waktu
untuk keluarga atau suasana kebersamaan dengan unsur-unsur keluarga
sebagai usaha pemeliharaan hubungan.3) Dalam interaksi segitiga,
keluarga menciptakan hubungan yang baik antara anggotanya.
Komunikasi yang baik dan dua arah, suasana demokratis dalam
keluarga harus dijaga agar tidak terjadi kesenjangan diantara
anggota keluarga.4) Saling harga-menghargai dalam interaksi ayah,
ibu, dan anak. Hal ini dilakukan melalui ucapan, tindakan, dan
sikap yang tertanam dalam anggota keluarga.5) Keluarga sebagai unit
terkecil harus erat dan kuat, jangan longgar, dan jangan rapuh.
Mereka bukan hanya dekat dimata namun juga harus dekat dihati.
Hubungan silaturrahmi berdasarkan kasih sayang haruslah dibina
dalam keluarga.6) Jika mengalami krisis dan benturan-benturan, maka
prioritas utamanya adalah keutuhan keluarga.7) Jika aspek diatas
telah terpenuhi dan berfungsi dengan baik berdasarkan pada tuntunan
nilai-nilai spiritual agama maka keharmonisan rumahtangga akan
mudah diraih.
Keluarga harmonis dimulai dengan keluarga yang akrab. Diperlukan
upaya dan cara pandang yang lebih matang untuk menciptakannya,
banyak hal yang dapat mempengaruhi kualitas dari keharmonisan tadi.
Namun yang lebih penting adalah menjaga keintiman, caranya
adalah:[footnoteRef:9] [9: Mimi Doe. 2002. SQ Untuk Ibu: Cara-Cara
Praktis dan Inspiratif Untuk Mewujudkan Ketentraman Ruhani.
Bandung: Penerbit Kaifa. hlm. 65-66.]
1. Toleransi. Toleransi disini adalah memahami bahwa orang-orang
yang kita cintai mungkin mempunyai gambaran yang berbeda dalam
fikiran mereka tentang cara menghadapi suatu peris tiwa. Jadi dalam
keluarga tidak meributkan hal sepele, mencoba menyamakan persepsi
dan bekerja sama.2. Waktu bersama-sama, menggali kreatifitas dan
mengambil manfaatnya bagi keluarga. rencanakan waktu khusus, isi
momen-momen istimewa, ubah acara rutin dengan melibatkan seluruh
keluarga, nikmati bersama hobi anda, dan libatkan diri dengan
melibatkan anak dalan kegiatan yang digemari.3. Jatuh-bangun (terus
berusaha). Jangan menyerah terus mencoba pendekatan baru untuk
menjalin hubungan yang lebih mendalam dengan anak, pasangan, dan
sesuaikan dengan minat, usia, serta keadaan.4. Terjunlah kedunia
(menunjukkan kasih sayang dalam tindakan).5. Kurangi menggurui,
perbanyak mendengar. Berusahalah untuk saling menghormati sudut
pandang dan impian satu sama lain.6. Sarana hidup sebagai
penyimpanan keyakinan yang harus ditanamkan. Hal ini dilakukan
dengan membuat kotak, buku, dan sebagainya untuk menyimpan gagasan,
nilai, yang layak disimpan dalam kotak tersebut, namun sebelumnya
harus melalui komunikasi dengan keluarga, serta cara penggunaannya
diatur oleh keluarga.7. Cinta menyeluruh. Tunjukkan dan
sering-seringlah menunjukkan cinta anda
Keluarga yang harmonistidaklah dapat diraih tanpa kekompakan
keluarga. Adapun menurut Derek dan Powel untuk menuju kekompakan
tersebut dapat diraih dengan 8 prinsip, yaitu:[footnoteRef:10] [10:
Darlene Powell & Derek S. Hubson. 2002. Menuju Keluarga Kompak:
8 Prinsip Praktis Menjadi Keluarga yang Sukses. Bandung:
Kaifa.]
Berdamai dengan masa lalu, yaitu berusaha mengidentifikasi masa
lalu yang mempengaruhi cara pandang kita dalam menjalani kehidupan
keluarga. Selesaikan masalah yang teridentifikasi, dan temukan hal
positif. Lakukan perubahan perilaku yang merupakan dampak dari masa
lalu. Dengarkan dengan baik suara yang datang sebagai pesan masa
lalu, dan hapus semua kenangan buruk. Kaji kembali pendekatan
sebagai orang tua, dan jangan malu-malu untuk bercerita tentang
masa lalu dengan keluarga untuk pelajaran bagi mereka. Berdamailah
dengan pasangan, yaitu mengidentifikasi hal-hal yang dapat
mempengaruhi kualitas hubungan akibat perbedaan yang dimiliki.
Galilah perbedaan itu dan komunikasikanlah sehingga mendapat
solusi. Jagalah cara menyampaikan dan menerima kritik, dan mintalah
bantuan ahli bila memang diperlukan. Ciptakan komunikasi dua arah,
yaitu cobalah untuk memahami perbedaan model komunikasi
masing-masing, dan memperbaiki cara komunikasi yang destruktif.
Mengembangkan cara komunikasi yang lebih efektif dalam keluarga.
Nyatakan hal yang ingin disampaikan dengan efektif dan baik, dan
ciptakan suasana dan pola komunikasi yang efektif bagi anggota
keluarga. Akrabilah lingkungan terdekat, yaitu semua yang
berhubungan dengan kita seperti teman dekat, tetangga, kerabat,
komunitas, sekolah anak, pemuka agama, lingkungan kerja, dan
sebagainya. Banyak alasan untuk menerapkan keakraban dengan mereka.
Selain sebagai teman berbagi, mungkin mereka dapat membantu
menginspirasi, dan memberi dukungan untuk kita dalam mejalani
kehidupan keluarga, begitu pula sebaliknya. Arahkan perilaku anak,
yaitu terapkan disiplin yang positif dengan cara berkomunikasi
dengan anak tentang sasran dan tujuan bersama maupun tujuan
pribadi. Setelah terjadi komunikasi dan pengertian mengenai harapan
atau sasaran tadi maka orang tua hendaknya memberikan dukungan dan
pujian pada perilaku yang positif atau mendukung sasaran tadi,
walaupun tidak sesempurna pada awalnya, tekankan saja pujian
positif ini.
Memberikan teguran pada perilaku yang telah keluar dari sasaran
atau harapan yang disepakati sebelumnya, teguran ini hendaknya
mengena pada perilaku khusus dan berjalan singkat, hindari hukuman
fisik. Libatkan semua anggota keluarga sebagai tim dalam
pembentukan dan penjagaannya. Adakan komukasi dan diskusi dengan
tim secara efektif. Dan mintalah pendapat ahli bila diperlukan,
adakan refleksi diri, dan instropeksi untuk mengevaluasi, serta
mendapatkan cara yang tepat memperlakukan anak. Memelihara hubungan
persaudaraan, yakni menerima perbedaan diantara anggota keluarga
dan menganggap persaingan yang terjadi akibat perbedaan tadi adalah
sesuatu yang normal. Memanfaatkan area persaingan tadi menjadi area
tim yang saling membantu dan meneguhkan satu sama lain
Membanding-bandingkan anak bukanlah hal yang tepat karena akan
menimbulkan jurang permusuhan. Adakan waktu khusus untuk keluarga,
baik melakukan hal barsama, minat bersama, dan sebagainya, adakan
keseimbangan baik hubungan, komunikasi, maupun penanganan
konflik.
Sediakan waktu untuk masing-masing, dan dengarkan mereka.
hindari pertengkaran. buat persaingan yang positif dengan
menekankan potensi masing-masing, hargai usaha bukan hasil, jangan
berat sebelah. Persaingan positif adalah berlomba untuk melakukan
hal terbaik dan maksimal dari mereka. Jadi bukan untuk
membanding-bandingkan kakak adik, kompetensi kakak adik untuk
meraih poin dari ayah. Namun lebih menekankan usaha maksimal untuk
menjadi individu yang mandiri, menjadi diri sendiri, berbuat hal
positif dan yang terbaik. Misalnya untuk hari kebersihan rumah,
bila adik membersihkan halaman depan dengan ayah, maka kakak
membersihkan rumah dengan ibu. Mengatasi pengaruh sebaya. Orang tua
dituntut bekerja sebagai tim untuk mengontrol perilaku anak.
Tanamkan dan bimbing ia dengan kasih sayang, nilai, dan dan sikap
positif. Bimbing ia untuk menjalin hubungan positif, adakan
komunikasi yang hangat untuk membahas hubungan mereka dengan orang
lain, membahas hal yang berpengaruh buruk untuk mereka dengan
kejelasan dan bagai mana hal yang tepat mengatasinya. Jangan
biarkan anda dianggap kuno, biarkan anda menyesuaikan diri tanpa
kehilangan kontrol positif, sehingga dapat menjadi contoh positif
oleh anak bagaimana menghadapi perubahan mode yang tepat. Luangkan
waktu untuk spiritualitas dan kegembiraan. Meluangkan waktu untuk
spiritualitas dan kegembiraan akan menghilangkan kehampaan dan
kekosongan yang mengganggu, dan juga akan membimbing kita dalam
menghadapi persoalan dan menghadapi masa-masa yang sulit. Penanaman
spiritulaitas untuk anak dapat membuat anak menjadi manusia yang
memiliki jiwa dan emosi yang sehat.
Caranya adalah dengan proaktif dan reaktif. Proaktif berarti
dengan melibatkan anak dalam kegiatan kegamaan, formal seperti
ibadah di masid dan sebagainya. Reaktif yaitu membahas berbagai
tantangan hidup dan menyandarkan diri pada kepercayaan, doa-doa,
serta mengajari anak untuk menggantungkan diri pada kekuatan
spiritual dalam mengatasi permasalahan sehari-hari. Kita dapat
menerapkan dalam keseharian keluarga, seperti dongeng sebelum
tidur, saling mendoakan, saling memaafkan, kegembiraan bersama, dan
menyediakan waktu untuk diri sendiri dan keluarga.
Meluangkan waktu senggang atau libur untuk kegembiraan dan
spiritualitas dapat membantu menyegarkan kembali keluarga, sikap
tenang dan rekresi batin dapat dilakukan kapanpun. Keterlibatan
dengan alam dan kehidupan kerena melakukan proyek bersama yang
mengandung nilai spiritual dan kegembiraan akan berdampak pada
kekompakan dan meningkatkan perasaan gembira lahir batin, karena
merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar. Apabila hal
ini telah menjadi bagian dari kelurga maka setiap aktifitas
keluarga akan dilakukan dengan tenang dan optimal.
BAB III PENUTUP3.1KesimpulanDalam sebuah keluarga yang terdiri
dari suami (ayah), istri (ibu), dan anak-anaknya tentu harus
memiliki etika atau sikap dalam berkomunikasi. Etika dalam
berkeluarga ini terbagi menjadi dua yaitu etika sebelum berkeluarga
dan etika dalam perjalanan berkeluarga. Etika sebelum berkeluarga
meliputi hal-hal yang harus dipersiapkan untuk terjadinya suatu
ikatan yang terbagi dalam dua proses yaitu khitbah (lamaran) dan
nikah (akad nikah). Nantinya seorang suami akan memimpin sebuah
keluarga dan menafkahinya serta menjamin kehidupannya sedangkan
seorang istri akan menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya. Oleh
karena itu, kita harus memilih calon pasangan kita dengan
sebaik-baiknya dan yang paham agama.Dalam perjalanan berkeluarga
etika yang dilaksanakan yaitu hak dan kewajiban suami-istri, etika
anak-orangtua, antarkeluarga (tetangga). Etika dalam berkeluarga
ini akan membentuk keluarga yang sakinah, mawadah, dan
warahmah.
DAFTAR PUSTAKAal-Baihaqi, Abu Bakr Ahmad bin al-Husain bin Ali.
1334 H. al-Sunan al-Kubra, al-Hindi: Majelis Dairah al-Maarif
al-Nizhamiyah al-Kainah.al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu
Abdillah. 1987. al-Jami al-Shahih al-Mukhtashar. Beirut: Dar Ibnu
Katsir. al-Darimi, Adullah bin Abd al-Rahman Abu Muhammad.1407 H.
Sunan al-Darimi, Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi.al-Ja`iri, Abu Bakr
Jabir. 1999.MinhajalMuslim. Beirut: Dar al-Fikr.Al Munawar, Said
Aqil Husin. 2003. al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki.
Jakarta: Ciputat Press.al-Quzhawaini, Muhammad bin Yazid Abu
Abdillah.Sunan Ibnu Majah, Beirut: Dar al-Fikr.al-Syaibani, Ahmad
bin Hanbal Abu Abdillah. Musnad al-Imam Ahmad binHanbal. Kairo:
Mu`assasah Qurthubah.al-Turmudzi, Muhammad Ibnu Isa Abu Isa.al-Jami
al-Shahih Sunan al-Turmudzi. Tahqiq Ahmad Muhammad Syakir. Dkk.
Beirut: Dar Ihya al- Turats al-Arabi.Bint asy-Syathi. 1984. Tarajim
Sayyidat Bait al-Nubuwwah. Beirut: Dar al-Kitab al- Arabi.Luis,
Maluf. 2003.al-Munjid fi al-Lughah wa al-Alam. Beirut: Dar
al-Masyriq.Sahabuddin[et.al]. 2007.Ensiklopedia al-Quran; Kajian
Kosakata. Jakarta: Lentera Hati.Sattar, Al-Syaikh Abdul Aziz Abdus.
1972. al-Wayu al-Islami. Kuwait: Kementrian Wakaf.Shihab, Muhammad
Quraish. 1994.Membumikan al-Quran; Fungsi dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat. Bandung: MizanSyahrur, Muhammad.
2002.al-Kitab wa al-Quran Qira`ah Muashirah. Beirut: Binayat
al-Wahhad.Utang Ranuwijaya[et.al.]. 2007.Pustaka Pengetahuan
al-Quran. Jakarta: Rehal Publika.Andi, Mappiare. 1983. Psikologi
Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional.Hasan Basri. 2002. Keluarga
Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama. Yogyakarta; Pustaka
pelajar.Muhammad, M. Dlori. 2005 Dicinta Suami (Istri) Sampai Mati.
Jogjakarta: Katahati.Hawari. Al-Quran: Ilmu Kedokteran Jiwa Dan
Kesehatan Jiwa.Mimi Doe. 2002. SQ Untuk Ibu: Cara-Cara Praktis dan
Inspiratif Untuk Mewujudkan Ketentraman Ruhani. Bandung: Penerbit
Kaifa. Darlene Powell & Derek S. Hubson. 2002. Menuju Keluarga
Kompak: 8 Prinsip Praktis Menjadi Keluarga yang Sukses. Bandung:
Kaifa.Drs.h.burhanuddin salam. 2002. etika social, rineka
cipta,Jakarta.Dr. H. Budi Untung, S.H., M.M. 2012. Hukum dan etika
bisnis, cv. Andi offset,Jakarta. Harnilawati. 2013. Konsep dan
Proses Keperawatan Keluarga. Sulawesi Selatan:Pustaka
As-Salam.5