AKPM-15 1 Studi Empiris terhadap Kapabilitas Strategik Perusahaan Manufaktur di Indonesia NOFIE IMAN Sistem Informasi FE-UGM ABSTRACT In operations management, strategic capabilities directly influence a company’s success factors in competition. The purpose of this paper is to examine the relationship between strategic manufacturing capabilities in Indonesian manufacturing industry. The survey was conducted through internet-based questionnaire and statistical analysis, particularly structural equation modelling (SEM), was used to apprehend this concept. Analysis of the data reveals that quality is a basis for delivery, which is basis for flexibility and cost. Whether flexibility and cost are pursued exclusively or simultaneously, it seems to be connected with the implementation of certain improvement programs. This common pattern of capability accumulation can be used to estimate potential behavior or as a way to perform in an innovative manner. Keywords: manufacturing capabilities, strategic manufacturing, resource-based view
23
Embed
Studi Empiris terhadap Kapabilitas Strategik Perusahaan ... fileStrategi korporat dapat diartikan sebagai alat organisasi untuk menggapai dan mempertahankan kesuksesan. Diambil dari
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
AKPM-15 1
Studi Empiris terhadap Kapabilitas Strategik Perusahaan Manufaktur di
Indonesia
NOFIE IMAN
Sistem Informasi FE-UGM
ABSTRACT
In operations management, strategic capabilities directly influence a company’s
success factors in competition. The purpose of this paper is to examine the relationship
between strategic manufacturing capabilities in Indonesian manufacturing industry.
The survey was conducted through internet-based questionnaire and statistical analysis,
particularly structural equation modelling (SEM), was used to apprehend this concept.
Analysis of the data reveals that quality is a basis for delivery, which is basis for
flexibility and cost. Whether flexibility and cost are pursued exclusively or
simultaneously, it seems to be connected with the implementation of certain
improvement programs. This common pattern of capability accumulation can be used to
estimate potential behavior or as a way to perform in an innovative manner.
Latar Belakang Strategi korporat dapat diartikan sebagai alat organisasi untuk menggapai dan
mempertahankan kesuksesan. Diambil dari bahasa Yunani strategia, yaitu kemampuan
untuk memanfaatkan sumberdaya yang tersedia untuk memenangkan konflik militer,
strategi korporat sering ditafsirkan oleh pelaku bisnis sebagai fokus yang sungguh-
sungguh dalam kompetisi (Mitreanu, 2006).
Mengingat kompetisi mengambil tempat secara eksklusif di setiap level,
(hampir) seluruh organisasi kemudian berkonsentrasi penuh pada upaya-upaya strategik
secara kontinu guna meningkatkan produk dan jasa yang mereka tawarkan kepada
pelanggan. Penekanan pada kompetisi mendorong organisasi untuk melahirkan gagasan
dan tindakan yang memicu lahirnya kesuksesan berkelanjutan.
Dalam kacamata manajemen operasi, strategi korporat didukung dan dibentuk
oleh kapabilitas strategik. Wheelwright (1984) berpendapat bahwa kapabilitas strategik
pada perusahaan manufaktur adalah kemampuan untuk memproduksi: (1) dengan kos
rendah, (2) dengan kualitas tinggi, (3) reliabel dan cepat dalam pengantaran, serta (4)
fleksibel dalam pilihan kombinasi dan volume produk. Adalah pekerjaan utama
perusahaan manufaktur untuk mengembangkan, memupuk, dan memandirikan
kapabilitas strategik tersebut. Diharapkan korelasi positif akan muncul pada
pengambilan keputusan dan kinerja strategik yang lebih baik (Roth dan Miller, 1990;
Swamidass dan Newell, 1987).
Penelitian ini mencoba memberikan pembuktian empiris terhadap hubungan
kumulatif di antara elemen kapabilitas strategik kos, kualitas, pengantaran, dan
fleksibilitas. Model dibangun berdasar landasan teori yang dibangun oleh Ferdows dan
De Meyer (1990) serta telah diuji secara empiris oleh Größler dan Grübner (2006).
Rerangka Teori Telah diketahui bersama bahwa kapabilitas strategik dalam perusahan manufaktur
didasarkan pada dimensi kos (cost), kualitas (quality), dan pengantaran (delivery)—
yang kemudian menjadi basis konsep dan landasan empiris dalam manajemen operasi
(Ward et al., 1996, 1998; Swink dan Way, 1995).
Meski demikian, pengembangan penelitian dalam bidang ini terus dilakakukan.
Thun et al. (2000) mengartikan dimensi pengantaran (delivery) secara lebih luas sebagai
AKPM-15 3
kecepatan pengantaran (delivery speed) dan pengurangan waktu produksi (reduction of
production lead times). Seiring berkembangnya teknologi pemanufakturan, dimensi
keempat berupa fleksibilitas (flexibility) atau kegesitan (agility) juga ditambahkan
(Größler dan Grübner, 2006).
Saat sekarang, kemampuan adaptasi perusahaan terhadap dinamika perubahan
pasar dan beragamnya kebutuhan pelanggan mutlak diperlukan (Collins dan
Schmenner, 1993; De Meyer et al., 1989). Kemampuan ini juga membantu perusahaan
untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui penciptaan aktivitas yang bernilai
tambah (Gerwin, 1993).
Hayes dan koleganya (Hayes dan Pisano, 1996; Hayes dan Wheelwright, 1984)
secara konsiten menekankan bahwa kapabilitas strategik memegang peranan penting
bagi perusahaan untuk bertahan dalam persaingan; sehingga harus dikembangkan secara
kontinu. Sementara Ferdows dan De Meyer (1990) berfokus pada pemberdayaan proses
pemanufakturan melalui seperangkat kapabilitas yang diperoleh melalui serangkaian
inisiatif program peningkatan.
Terkait dengan tren strategik pemanfaatan sumberdaya dan tersedianya
kapabilitas, terdapat dua pendekatan yang berbeda: pandangan berbasis sumberdaya
(resource-based view/RBV) dan pendekatan kapabilitas dinamik (dynamic capabilities
approach) (Davis, 2004). Keduanya memiliki nilai dan kompetensi dasar sebagai
sumber untuk mencapai keunggulan kompetitif.
Menurut pandangan berbasis sumberdaya, perusahaan dilihat sebagai sebuah
unit tunggal, yang terdiri dari sekelompok aset heterogen yang terorganisasi yang
dibuat, dikelola, diperbarui, dikembangkan, dan ditingkatkan seiring berjalannya waktu
(López, 2005)1.
Sementara menurut pendekatan kapabilitas dinamik, perusahaan dipandang
sebagai entitas yang dinamis, yang mampu melakukan integrasi dan membangun serta
mengkonfigurasi ulang sumberdaya dan kompetensi guna menghadapi perubahan
lingkungan yang turbulen (Teece et al., 1997)2.
Penelitian ini menganut pandangan berbasis sumberdaya yang mengasumsikan
bahwa determinan utama kesuksesan perusahaan adalah seperangkat sumberdaya dan 1 Lihat juga Barney (1991) dan Schumpeter dan Opie (1962). 2 Lihat juga Zollo dan Winter (2002) serta Lawson dan Samson (2001).
AKPM-15 4
kapabilitas yang membentuk karakter perusahaan (Barney, 1991; Rumelt, 1984;
Wernerfelt, 1984). Sumberdaya, sebagaimana didefinisikan oleh Größler dan Grübner
(2006):
Resources, as distinct from capabilities, are something a firm possesses or has access to,
not what a firm is able to do. Based on such resources, capabilities are developed. For
instance, flexible production systems in combination with highly skilled workers (i.e.
resources) facilitate production in a flexible way (i.e. capability).
Sedangkan kapabilitas memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan dan
mengeksploitasi sumberdaya untuk menghasilkan keuntungan melalui produk dan jasa
(Amit dan Schoemaker, 1993). Kendati sulit untuk menemukan definisi yang tepat
untuk kapabilitas3, Nanda (1996) menjabarkan kapabilitas sebagai:
A capability arises from the possession of a resource (an asset) and it is the "potential
input from the resource stock to the production function."
Dengan memanfaatkan kapabilitas organisasi, sumberdaya ditransformasikan ke dalam
produk dan jasa (Warren, 2002). Tentunya keseimbangan antara sumberdaya tersedia
dengan kapabilitas tergunakan harus terpenuhi untuk mencapai kinerja organisasi pada
level yang lebih tinggi (Carmelli dan Tishler, 2004). Dengan demikian, kapabilitas pada
akhirnya akan memberikan keuntungan strategik karena sulit untuk diimitasi oleh
pesaing (Dutta et al., 2005).
Selain sumberdaya dan kapabilitas, prioritas juga menyumbang kesuksesan
strategik perusahaan manufaktur. Prioritas dapat diartikan sebagai kapabilitas yang
diharapkan oleh manajemen agar dimiliki atau terjadi di masa depan (Größler dan
Grübner, 2006)4. Hayes dan Wheelwright (1984) serta Mintzberg dan Waters (1985)
mendefinisikan prioritas sekaligus membedakannya dengan kapabilitas sebagai:
3 Beberapa penulis menggunakan istilah kompetensi (competence) untuk menggantikan istilah kapabilitas (capabilities). Lihat Cleveland et al. (1989) dan Vickery et al. (1993). 4 Hubungan antara harapan (intended) dan realisasi (realized) strategi pemanufakturan dan pengaruhnya terhadap kinerja organisasi dapat dilihat pada Devaraj et al. (2004).
AKPM-15 5
Priorities are the result of an explicit strategy process in manufacturing; capabilities are
not only the result of deliberate planning, but also of emergent decisions and policies in
the field of manufacturing strategy.
Meskipun kapabilitas strategik memungkinkan perusahaan untuk unggul dalam
persaingan, hal itu tidaklah cukup (Corbett dan Van Wassenhove, 1993). Perusahaan
harus mampu menjaga hubungan antara kapabilitas strategik pemanufakturan yang
berfokus internal dengan strategi pemasaran perusahaan yang menggunakan persepektif
eksternal (Größler dan Grübner, 2006).
Menurut pendapat klasik Hayes dan Schmenner (1978), strategi pemanufakturan
berperan sebagai variabel dependen dan menjadi fungsi pendukung bagi aktivitas
pemasaran. Namun Wheelwright dan Bowen (1996) menambahkan bahwa strategi
pemanufakturan selayaknya menjadi pendukung bagi tujuan-tujuan pemasaran
perusahaan dan bahkan menawarkan kemungkinan dan peluang strategik baru.
Hal ini melahirkan adanya tuntutan terhadap proses transformasi dan rekonsiliasi
antara strategi pemanufakturan dengan strategi pemasaran perusahaan (Kotler dan
Armstrong, 2001; Slack dan Lewis, 2002).
priorities capabilities
knowledge
resources
structure infrastructure
manufacturing performance
organizational performance
other success factors
Gambar 1. Konsep Kapabilitas Strategik
Sumber: Diadaptasi dari Größler dan Grübner (2006)
AKPM-15 6
Größler dan Grübner (2006) mengajukan konsep strategi pemanufakturan dan peranan
enting di dalamnya (lihat Gambar 1). Dengan menyandarkan pada proses kombinasi
sumberdaya an Wheelwright, 1984),
oleh kinerja pemanufakturan tersebut, tetapi
a tidak
an hubungan trade-off
di antar
dibebankan pada kapabilitas
yang la
tertentu dapat memperkuat kapabilitas lain.
p
strategik struktur dan infrastruktur (Hayes d
kapabilitas mempengaruhi kinerja pemanufakturan. Kombinasi tersebut didukung oleh
seperangkat pengetahuan (knowledge) tentang pemanfaatan sumberdaya secara efektif
dan efisien (Jacobides dan Winter, 2005).
Sebagai sebuah prioritas strategik, kapabilitas mempengaruhi pemanfaatan,
pengembangan, dan pemandirian sumberdaya dalam perusahaan. Meski demikian,
kinerja organisasi tak hanya dipengaruhi
juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti fungsi organisasi terkait, perilaku kompetitor,
permintaan pelanggan, dan sebagainya (Größler dan Grübner, 2006). Kinerja organisasi
tersebut, pada akhirnya, memberikan umpan balik (feedback) kepada komposisi
sumberdaya yang dimiliki atau dikuasai oleh perusahaan (Phillips et al., 1983).
Menjadi suatu keharusan bagi perusahaan untuk memaksimumkan kapabilitas
strategiknya. Namun, keterbatasan sumberdaya seringkali membuat manajemen
kesulitan dalam mengambil keputusan (St John dan Young, 1992), sehingg
seluruh kapabilitas bisa dimaksimumkan. Manajemen harus berfokus pada aspek
keuangan dan aspek lain yang melekat pada kapabilitas tersebut.
Fokus yang tepat bisa memberikan efek kumulatif bagi peningkatan kinerja
pemanufakturan. Namun, terkadang peningkatan pada satu kapabilitas tidak selalu
berpengaruh positif terhadap kapabilitas lain sehingga menimbulk
a kapabilitas tersebut (Größler dan Grübner, 2006).
Terdapat polarisasi pandangan mengenai hubungan kumulatif dan hubungan
trade-off di antara kapabilitas strategik perusahaan. Secara ekstrim, pandangan Trade-
off School menganggap peningkatan pada satu kapabilitas
in (Skinner 1969; 1974). Sementara pandangan World Class Manufacturing
(WCM) melihat bahwa peningkatan pada lebih dari satu kapabilitas dapat dilakukan
secara simultan (Boyer dan Lewis, 2002).
Penelitian ini mengambil jalan tengah sesuai hukum kapabilitas kumulatif (law
of cumulative capabilities) milik Schmenner dan Swink (1998). Secara umum,
peningkatan dalam kapabilitas strategik
AKPM-15 7
Hubungan trade-off memang terjadi, namun hanya pada arah tertentu bergantung pada
fokus dan penekanan manajemen. Rangkaian hubungan kumulatif dan trade-off yang
memberi pengaruh terbaik bagi kinerja pemanufakturan disebut sebagai performance
improvement paths (Clark, 1996; Hayes dan Pisano, 1996).
Model Hipotesis Pemodelan hipotesis dibagi dalam tiga bagian. Pertama, terkait pada kapabilitas untuk
emproduksi dengan kualitas tinggi. Kapabilitas kualitas terkait erat dengan
dan proses, serta kesesuaian dalam proses pemanufakturan dan
akan
as pengantaran (delivery).
ility).
S tny
kemampu tangkas tanpa mengorbankan
ualitas (Blackburn, 1990; Stalk dan Hout, 1990). Faktor penting dalam kapabilitas ini
m
karakteristik produk
kesesuaian kinerja produk. Dus, kualitas dipengaruhi secara signifikan oleh desain dan
produksi suatu produk dalam memenuhi ekspektasi pelanggan (Hall et al., 1991).
Peningkatan dalam kapabilitas kualitas menjadi basis dari kapabilitas strategik
lainnya (Noble, 1995; Ferdows dan De Meyer, 1990). Ketika perusahaan mampu
melakukan peningkatan dimensi kualitas, kapabilitas strategik lainnya
“diuntungkan.” Pemrosesan produk menjadi lebih stabil dan reliabel, waktu dan kos
yang diperlukan untuk mereka ulang jauh berkurang. Peningkatan dalam dimensi
kualitas juga mendorong kapabilitas lain, terutama kapabilitas kos, secara signifikan
(Skinner, 1986; Philips et al., 1983).
H1. Peningkatan dalam kapabilitas kualitas (quality) memiliki pengaruh positif
langsung terhadap kapabilit
H2a. Peningkatan dalam kapabilitas kualitas (quality) memiliki pengaruh positif
tidak langsung terhadap kapabilitas fleksibilitas (flexib
H2b. Peningkatan dalam kapabilitas kualitas (quality) memiliki pengaruh positif
tidak langsung terhadap kapabilitas kos (cost).
elanju a, kapabilitas pengantaran atau kapabilitas waktu yang menunjukkan
an perusahaan dalam memenuhi tugasnya secara
k
AKPM-15 8
adalah kecepatan pengantaran (delivery speed) dan waktu pemanufakturan
(manufacturing lead-time).
Kemampuan untuk menjalankan proses manufaktur dalam kecepatan tinggi
meningkatkan fleksibilitas operasi karena berkurangnya waktu yang diperlukan untuk
merespon pengaruh eksternal dan menyesuaikan diri terhadap kebutuhan yang berbeda
apabilitas fleksibilitas (flexibility).
B te
memiliki ricing) yang dibangun atas
omponen-komponen seperti biaya overhead pabrik dan produktivitas karyawan (Miller
kos atau fleksibel dalam operasionalnya (Hill dan Portioli-
(Milling et al., 2000). Selain itu, pengurangan waktu selama proses produksi membantu
mengurangi kos melalui peningkatan produktivitas dan penurunan tingkat sediaan
(Harbour, 1996; Carter et al., 1995)
H3. Peningkatan dalam kapabilitas pengantaran (delivery) memiliki pengaruh
positif langsung terhadap k
H4. Peningkatan dalam kapabilitas pengantaran (delivery) memiliki pengaruh
positif langsung terhadap kapabilitas kos (cost).
agian rakhir adalah kapabilitas strategik kos dan fleksibilitas. Kapabilitas kos
pengaruh langsung dalam kebijakan harga (p
k
et al., 1992). Pergantian sediaan (inventory turnover) dan utilisasi kapasitas (capacity
utilization) juga dimasukkan dalam kapabilitas kos (Größler dan Grübner, 2006).
Sementara kapabilitas fleksibilitas terdiri dari kemampuan perusahaan dalam
menawarkan fleksibilitas tinggi terkait dengan kemungkinan kombinasi dan volume
pesanan pelanggan.
Hubungan antara kapabilitas kos dan fleksibilitas agak berbeda daripada
kapabilitas strategik lainnya. Secara bersamaan, perusahaan dipandang hanya mampu
melakukan efisiensi
Straudacher, 2003). Fleksibilitas perusahaan harus dibatasi secukupnya karena terkait
trade-off dengan kos yang muncul untuk menghasilkan fleksibilitas tersebut (Anand dan
Ward, 2004), sehingga memunculkan hubungan trade-off antara efisiensi dan
kekosongan sumberdaya (resource slack) (Mishina et al., 2004).
AKPM-15 9
H5. Peningkatan dalam kapabilitas fleksibilitas (flexibility) memiliki pengaruh
negatif langsung terhadap kapabilitas kos (cost).
Se ke
oleh Whi ngaruh kumulatif terhadap
apabilitas pengantaran yang memberi basis bagi kapabilitas lain, yakni kapabilitas
cara seluruhan, model hipotesis konsisten dengan meta-analysis yang dilakukan
te (1996). Kapabilitas kualitas memberikan pe
k
fleksibilitas dan kapabilitas kos. Meski demikian, Größler dan Grübner (2006)
menyarankan untuk melihat hubungan antara kapabilitas fleksibilitas dan kapabilitas
kos bukan sebagai hubungan kumulatif, melainkan hubungan trade-off.
Rerangka konseptual dan model hipotesis yang diajukan dapat dilihat pada
Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Model Hipotesis yang Diajukan
quality delivery
flexibility
cost
H2a +
H2b +
H1 +
H4 +
H3 +
H5 -
Metodologi Penelitian ata empiris diperoleh melalui kuesioner yang dikirimkan kepada perusahaan
anufaktur di Indonesia. Sejumlah 186 invitasi email dikirimkan dan berhasil
esponden yang berasal dari perusahaan dengan jumlah
D
m
menjaring 67 responden. R
karyawan kurang dari 50 orang dikeluarkan dari sampel. Sampel yang dapat digunakan
dan diolah lebih lanjut sejumlah 61 (lihat Tabel 1).
AKPM-15 10
Sejumlah pertanyaan tentang dimensi kinerja selama tiga tahun terakhir diajukan
kepada responden menggunakan lima skala Likert. Sejumlah 14 pertanyaan deskriptif
terkait
truktural (structural equation
jumlah karyawan n % sub-industri n %
dengan inisiatif program yang dijalankan juga diajukan untuk melihat inisiatif
program yang menjadi praktik terbaik (best practice) dalam industri manufaktur. Daftar
pertanyaan yang diajukan dapat dilihat pada Lampiran.
Hubungan antara kapabilitas strategik kualitas, pengantaran, fleksibilitas, dan
kos, diuji menggunakan pemodelan persamaan s
modelling/SEM), yang terdiri dari komponen model pengukuran (measurement model)
dan model struktural (structural model). Program aplikasi AMOS 6.0 dan SPSS 13
digunakan sebagai alat bantu untuk mengkalkulasi model tersebut.
Tabel 1. Statistik Responden
50 - 99 5 8.20 Automotive & Parts 6 9.84
100 - 499 5 8.20 Ceramics & Porcelain 4
9 2
5 s
urables
3 .92
500 - 99 16 6.23 Chemicals 4 6.56
1000 lebih 35 7.38 Computers & Electronic 5 8.20
Total 61 100 Consumer D 4 6.56
Electrical Equipment 2 3.28
er Goods
t
ical & Biotech
ing
Fast Moving Consum 2 3.28
Food & Beverages 6 9.84
Housewares 2 3.28
Industrial Equipmen 3 4.92
Machinery 2 3.28
Medical Devicess 2 3.28
Pharmaceut 5 8.20
Plastics & Packag 1 1.64
Process Industries 4 6.56
Pulp & Paper 1 1.64
Textile & Garment 4 6.56
Woodworking 2 3.28
AKPM-15 11
Other 3 4.92
Total 61 100
nalisis dan Pembahasan alam pengujian, seluruh factor loading signifikan secara statistik dengan
robability) kurang dari 1 persen. Seluruh faktor dalam
namun disarankan nilainya di atas
0,6 (Sa
Parameter Factor
loading
Cronbach’s
alpha
AD
kemungkinan kesalahan (error p
pemodelan menunjukkan hubungan yang kuat dengan atribut yang melekat di
dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut dianggap cukup mewakili
kapabilitas strategik dalam pengujian (lihat Tabel 2).
Cronbach’s alpha digunakan untuk mengukur reliabilitas model pengukuran.
Tidak ada ambang batas yang mutlak harus dipenuhi,
kakibara et al., 1997) atau 0,7 (Nunnally, 1978). Sementara validitas model
pengukuran dilihat melalui validitas konvergen dan diskriminan. Seluruh faktor
signifikan secara statistik dengan p < 0,01 menunjukkan bahwa validitas konvergen
terpenuhi. Validitas diskriminan mensyaratkan korelasi tinggi di antara faktor-faktor
yang diuji (Bagozzi et al., 1991), yang juga dipenuhi oleh model ini.
Tabel 2. Hasil Uji Statistik
Kapabilitas manufaktur
Kualitas (quality) Kesesuaian pemanufakturan .643
Kualitas produk dan reliabilitas
ery)
leksibilitas (flexibility) .6579
an
.699
.6902
Pengantaran (deliv Kecepatan pengantaran .703
Reliabilitas pengantaran .703
Waktu pemanufakturan .738
.6444
F Fleksibilitas volume .703
Fleksibilitas kombinasi .800
Kos (cost) Produktivitas karyaw .637
Pergantian sediaan .704
Utilisasi kapasitas .740
.6822
AKPM-15 12
Biaya overhead pabrik
arameter tersebut di atas si istik dengan p < 0,
.710
P gnifikan secara stat 01
ntuk menguji kesesuaian model (model fit) dapat dilihat pada nilai chi-square—yang
alam hal ini gagal untuk memenuhi batas minimum yang disarankan. Penggunaan
Pengantaran
(delivery)
Fleksibilitas
(flexibility) Kos (cost)
U
d
indikator ini kurang sesuai karena chi-square menguji kesesuaian antara data empiris
dan data model kendati model teoretis hanya digunakan sebagai perkiraan atas keadaan
yang sebenarnya (Cudeck dan Browne, 1983). Chi-square juga sensitif terhadap besaran
sampel yang rentan penolakan terhadap model yang diajukan (Jöreskog dan Sörbom,
1982; Bearden et al., 1982)
Tabel 3. Hasil Uji Statistik
Faktor korelasi
Kualitas (quality) .668 .057 .514
Pengantaran (delivery) .031 .283
Fleksibilitas (flexibility) .049
Seluruh korelasi signifikan secara statistik dengan p < 0,01
Indikator model fit Chi-square = 46,9 (df = 38); chi-square/df = 1,234 EA =
GFI = 0,781; CFI = 0,678
; RMS
0,062; RMR = 0,055; GFI = 0,874; A
S
dibagi dengan derajat ke
ini GFI dan AGFI berada sedikit di
Jöreskog dan örbom (1982) menyarankan penggunaan nilai chi-square yang
bebasan (degree of freedom/df) yang sebaiknya bernilai 3,0 atau
kurang (Homburg dan Giering, 1996). Kriteria ini dipenuhi oleh model yang memiliki
nilai chi-square/df sebesar 1,234 (lihat Tabel 3).
Kriteria lain adalah GFI yang digunakan untuk mengukur besaran varians
empiris yang ditangkap oleh model. Dalam hal
bawah ambang batas minimum yang disarankan (0,90). Dengan demikian dapat
diasumsikan model kurang mampu menangkap besaran varians yang muncul dalam
sampel.
AKPM-15 13
Kriteria lain untuk mengukur kualitas model secara keseluruhan adalah root
mean square error of approximation (RMSEA) yang telah dipenuhi oleh model (0,062 <
0,08). Indikasi lain adalah root mean residual (RMR) dan comparative fit index (CFI)
yang berada di bawah batas yang disarankan. Masing-masing sebesar 0,055 (seharusnya
kurang dari 0,05) dan 0,678 (seharusnya di atas 0,9).
Gambar 3. Hasil Uji Hipotesis
quality delivery
flexibility
cost
.057
.514
.668
.031
.283
-.006
emuan dalam penelitian ini mendukung hipotesis yang diajukan (lihat Gambar 3).
apabilitas kualitas berpengaruh secara langsung terhadap pengantaran (0,688) dan
),
rekonstruksi strategi pasokan dan manajemen portofolio
pasoka
T
K
secara tidak langsung mempengaruhi kapabilitas fleksibilitas (0,057) dan kos (0,514).
Kapabilitas pengantaran juga mendukung secara langsung kapabilitas
fleksibilitas (0,283) dan kapabilitas kos (0,031). Walaupun relatif kecil (0,006
hubungan antara kapabilitas kos dan kapabilitas fleksibilitas menunjukkan adanya
trade-off di antara keduanya.
Melalui uji t (p < 0,05) dari sejumlah inisiatif program pemanufakturan yang
dijalankan, terlihat bahwa me
n mendorong kapabilitas strategik (0,454). Implementasi sistem telematika dan
enterprise resource planning (ERP) dan menjalankan program pemberdayaan peralatan
seperti total productive maintenance program adalah faktor lain yang juga dominan
(masing-masing 0,338 dan 0,331). Restrukturisasi layout untuk tetap fokus dan
mempersingkat proses pemanufakturan merupakan faktor berikut yang dominan
(0,299).
AKPM-15 14
Diskusi dan Simpulan Penelitian ini menemukan bahwa kapabilitas kualitas menjadi basis yang mendukung
itu kapabilitas pengantaran. Kapabilitas pengantaran juga
alitas,
terga
mentasi sistem telematika, (3)
eseluruhan fenomena (one size fits all). Dengan demikian
kapabilitas strategik lain, ya
mendorong peningkatan pada kapabilitas yang lebih tinggi, yaitu kapabilitas
fleksibilitas dan kapabilitas kos. Hipotesis yang diajukan telah dikonfirmasi melalui
pengujian statistik. Walau tak sempurna, model terbukti cukup valid dan reliabel.
Temuan dalam penelitian ini serupa dengan Koufteros et al. (2002) yang
menemukan hubungan rerangka kapabilitas inovasi produk fleksibel, ku
ke ntungan pengantaran, harga kompetitif, serta harga premium. Temuan dalam
penelitian ini juga mendukung penelitian Größler dan Grübner (2006) yang melakukan
pengujian serupa pada perusahaan manufaktur di Eropa.
Größler dan Grübner (2006) menemukan bahwa inisiatif program yang dominan