Top Banner
Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diantara kebijakan ekonomi yang paling penting di setiap negara adalah kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal meliputi anggaran negara, pajak dan neraca pembayaran yang biasanya ditangani oleh kementrian keuangan. Sedangkan kebijakan moneter menjadi tanggung jawab bank sentral atau otoritas moneter dan bertujuan untuk memelihara stabilitas harga-harga, stabilitas nilai tukar mata uang negara tersebut serta mengembangkan dan mengendalikan lembaga- lembaga keuangan yang ada di suatu negara. Dalam rangka mewujudkan sistem lembaga keuangan atau perbankan yang sehat, bank sentral atau otoritas moneter menggunakan suatu perangkat kebijakan moneter seperti pengendalian tingkat bunga, pembatasan ekspansi kredit, penentuan rasio likuiditas atau cadangan minimum (reserve 1
48

STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN MONETER PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA PERIODE 1997.I-2003.1

Jul 28, 2015

Download

Documents

STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN MONETER
PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA
PERIODE 1997.I-2003.1
Baca selengkapnya di http://www.contohmakalah77.com
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Diantara kebijakan ekonomi yang paling penting di setiap negara

adalah kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal meliputi

anggaran negara, pajak dan neraca pembayaran yang biasanya ditangani

oleh kementrian keuangan. Sedangkan kebijakan moneter menjadi

tanggung jawab bank sentral atau otoritas moneter dan bertujuan untuk

memelihara stabilitas harga-harga, stabilitas nilai tukar mata uang negara

tersebut serta mengembangkan dan mengendalikan lembaga-lembaga

keuangan yang ada di suatu negara.

Dalam rangka mewujudkan sistem lembaga keuangan atau

perbankan yang sehat, bank sentral atau otoritas moneter menggunakan

suatu perangkat kebijakan moneter seperti pengendalian tingkat bunga,

pembatasan ekspansi kredit, penentuan rasio likuiditas atau cadangan

minimum (reserve requirement), penentuan bunga rediskonto, operasi

pasar terbuka, currency swap dan sebagainya.

Dengan berkembangnya lembaga-lembaga keuangan islami dalam

tiga dasa warsa terakhir, maka bank sentral atau otoritas moneter di

berbagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim harus pula

memantau dan mengendalikan perkembangan lembaga-lembaga

1

Page 2: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

keuangan baru ini. Untuk melaksanakan fungsi pemantauan dan

pengendalian itu maka otoritas moneter juga harus membangun

seperangkat kebijakan dan instrumen moneter yang sesuai dengan

prinsip-prinsip yang dianut oleh lembaga-lembaga keuangan dan

perbankan islami. Sebagian negara muslim melakukan konversi

mekanisme moneter dan perbankan yang ada ke dalam sistem islami,

seperti Iran dan Pakistan, dan sebagian negara muslim lainnya, seperti

Indonesia, mengakomodasian perkembangan tersebut melalui “dual

banking system”, dimana perbankan islami dapat beroperasi

berdampingan dengan perbankan konvensional1.

Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia pada kurun

waktu 1997-1998 merupakan suatu pukulan yang sangat berat bagi

sistem perekonomian Indonesia. Dalam periode tersebut, banyak

lembaga-lembaga keuangan,termasuk perbankan, mengalami kesulitan

keuangan. Tingginya tingkat suku bunga telah mengakibatkan tingginya

biaya modal bagi sektor usaha yang pada akhirnya mengakibatkan

merosotnya kemampuan usaha sektor produksi. Sebagai akibatnya

kualitas aset perbankan turun secara drastis sementara sistem perbankan

diwajibkan untuk terus memberikan imbalan kepada depositor sesuai

dengan tingkat suku bunga pasar. Rendahnya kemampuan daya saing

usaha pada sektor produksi telah pula menyebabkan berkurangnya peran

sistem perbankan secara umum untuk menjalankan fungsinya sebagai

intermediator kegiatan investasi.

Pengalaman historis tersebut telah memberikan harapan kepada

masyarakat akan hadirnya sistem perbankan alternatif yang memenuhi

1 Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia, Februari 2001)

2

Page 3: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

selain memenuhi harapan masyarakat dalam aspek syariah juga dapat

memberikan manfaat yang luas dalam kegiatan perekonomian.

Setelah dikeluarkannya UU No.10 Tahun 1998 yang pada intinya

memberikan kewenangan dan pengawasan perbankan ke Bank Indonesia

dan sekaligus diperkenalkan landasan hukum bank syariah. Selanjutnya

dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999 Bank Indonesia dapat

menerapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Setelah diberlakukannya UU tersebut perbankan nasional mulai

menerapkan sistem perbankan berganda atau dual banking system yang

menuntut pengawasan yang lebih baik untuk menghindari terjadinya

krisis perbankan ke dua. Dual banking system yaitu adanya sistem

perbankan konvensional dan syariah yang berlangsung dalam suatu

negara dalam penerapannya harus berlandaskan pada karakteristik dari

masing-masing sistem.

Dibandingkan dengan negara-negara lain seperti kawasan Timur

Tengah dan Malaysia, perbankan syariah di Indonesia masih dalam tahap

pengembangan awal. Keberadaan bank syariah dalam sistem perbankan

Indonesia, baru dikembangkan sejak tahun 1992, sejalan dengan

diberlakukannya Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan

serta pendirian PT Bank Muamalat Indonesia [BMI] yang diikuti oleh

pendirian beberapa BPR syariah [BPRS]. Namun perkembangan bank

syariah dalam tahun-tahun berikutnya berjalan sangat lambat dikaitkan

dengan potensi pasar yang sangat besar bagi kegiatan usaha bank syariah

mengingat jumlah penduduk muslim di Indonesia yang dominan.

Walaupun perkembangan perbankan syariah dalam kancah nasional

masih kecil, tetapi telah menunjukkan perkembangan hampir dua kali

3

Page 4: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

lebih besar dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelum

diberlakukannya Undang-undang No.10 Tahun 1998. Peranan perbankan

syariah dalam mobilisasi dana dan penyaluran pembiayaan walaupun

masih kecil, namun mengalami peningkatan yaitu masing-masing dari

0.05% dan 0.08% pada tahun 1998 menjadi 0.07% dan 0.17% pada tahun

1999.

Peningkatan peran perbankan syariah dalam penyaluran

pembiayaan yang sedemikian rupa, disebabkan terutama adanya

peningkatan volume penyaluran pembiayaan dari Rp.445 milyar pada

tahun 1998 menjadi Rp. 472 milyar pada tahun 1999 dan pada saat yang

bersamaan penyaluran kredit oleh perbankan konvensional menurun dari

Rp. 545 trilyun menjadi Rp. 227 trilyun.

Total aset bank syariah terus mengalami peningkatan. Semula aset

bank syariah hanya mencapai Rp 1,71 triliun pada tahun 1998. Pada akhir

2002 angkanya telah mencapai Rp 4,04 triliun.Laporan Tahunan 2001

Bank Indonesia menyebutkan kenaikan aset itu menyebabkan persentase

aset bank syariah terhadap aset perbankan nasional pun ikut naik.

Tabel 1.1. Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank

  Perbankan Syariah Total BankNominal Pangsa

Total Aset 4,63 0,42% 1100

Dana Pihak Ketiga 3,32 0,40% 833,4

Kredit 3,66 0,87% 420,52

LDR/FDR*) 110,22%   50,46%

NPL 3,96% 8,15%*) FDR = Financing extended/Deposit Fund

LDR = Credit extended/Deposit FundSumber : Statistik Perbankan Syariah, Maret 2003

Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia

4

Page 5: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

Peningkatan juga terjadi pada dana yang dihimpun dan

pembiayaan yang disalurkan. Masing-masing menjadi sebesar Rp 3,3

triliun dan Rp 3,66 triliun untuk posisi pada Maret 2003.

Tabel 1.2. Komposisi Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah

(juta Rupiah)

DANA PIHAK KETIGA Jan-03 Feb-03 Mar-03

DEPOSIT FUND

Giro Wadiah Nilai (Amount)

325,944 321,18 411,082

Wadiah currency account Pangsa (Share)

10,47% 10,19% 12,37%

         

Tabungan Mudharabah Nilai (Amount)

947,795 982,511 1,018,925

Mudharabah saving account

Pangsa (Share)

30,45% 31,18% 30,66%

         

Deposito Mudharabah Nilai (Amount)

1,838,870 1,846,914 1,892,842

Mudharabah investment account

Pangsa (Share)

59,08% 58,62% 56,96%

Total 3,112,60 3,150,60 3,322,84

Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Maret 2003 Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia

Kondisi ini sejalan dengan peningkatan jumlah kantor bank syariah

dan sosialisasi yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman

masyarakat terhadap bank syariah. Sejalan dengan itu, jumlah kantor

cabang bank umum yang beroperasi dengan prinsip syariah meningkat ,

menjadi 153 kantor bank. Rinciannya adalah 47 kantor cabang Bank

Muamalat dan Bank Syariah Mandiri, 31 kantor cabang syariah dari enam

bank umum konvensional. Yakni Bank IFI, Bank BNI, Bank Jabar, Bank BRI,

5

Page 6: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

Bank Danamon dan Bank Bukopin. Serta tidak ketinggalan 85 Bank

Perkreditan Rakyat [BPR] Syariah [Tabel 3].

Tabel 1.3. Jaringan Kantor Perbankan Syariah

Kelompok Bank April 2003Groups of Banks KP/UUS KPO/KC KCP KK

Bank Umum Syariah 2 47 13 61Islamic Commercial Banks1. PT Bank Muamalat Indonesia 1 13 8 452. PT Bank Syariah Mandiri 1 34 5 16Unit Usaha Syariah 6 31 1 0Islamic Banking Unit1. PT Bank IFI 1 1 0 02. PT Bank Negara Indonesia 1 12 1 03. PT Bank Jabar 1 3 0 04. PT Bank Rakyat Indonesia 1 8 0 05. PT Bank Danamon 1 5 0 06. PT Bank Bukopin 1 2 0 0Bank Perkreditan Rakyat Syariah

85 0 0 0

Islamic Rural BanksTOTAL 93 78 14 61

Keterangan:- KP = Kantor Pusat- UUS = Unit Usaha Syariah- KPO = Kantor Pusat Operasional- KC = Kantor Cabang- KCP = Kantor Cabang Pembantu- KK = Kantor Kas

Dalam sistem perbankan syariah , nilai-nilai islami yang melandasi

operasi perbankan syariah merupakan hal yang membedakan dengan

sistem perbankan konvensional. Pengembangan ketentuan dan instrumen

bagi bank syariah tidak dapat dipersamakan dengan yang berlaku pada

bank konvensional. Adanya sebuah instrumen atau ketentuan yang

berlaku bagi bank konvensional tidak berarti Bank Indonesia harus selalu

menciptakan instrumen dan mengatur ketentuan yang sama bagi bank

syariah.

6

Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Maret 2003 Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia

Page 7: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

Instrumen maupun ketentuan tersebut dapat saja diperlukan oleh

bank syariah dan sepanjang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, maka

hal tersebut harus diatur oleh bank sentral agar dapat berlaku bagi bank

syariah. Bila instrumen dan ketentuan tersebut tidak sesuai dengan

prinsip syariah, namun dibutuhkan bank syariah maka bank sentral harus

menciptakan instrumen dan mengatur ketentuan yang berbeda dengan

yang berlaku bagi bank konvensional.

Sejak adanya penilaian terhadap perbankan islam, terdapat

sejumlah kepustakaan teori yang telah diterbitkan untuk perkembangan

sistem moneter dan perbankan islam (Uzair,1955, Khan, 1985). Tetapi

tidak banyak penelitian secara empiris yang telah dibuat dalam

perencanaan stabilitas moneter pada sistem keuangan islam

(Khan,1980&1982, Ahmad & Khan,1990, Yousefi, 1996, Darrat, 1988),

dengan alasan tersebut maka penulis mencoba untuk menganalisis secara

empiris efektivitas dari instrumen moneter islam yang bebas bunga dalam

kasus dual banking system di Indonesia, dengan judul penelitian:

“Studi Empiris Tentang Instrumen Moneter Pada Sistem Dual

Banking di Indonesia Periode 1997.I – 2003.I”

1.2 Identifikasi Masalah

Tujuan utama dari penelitian ini adalah menguji secara empiris

tentang perbandingan instrumen moneter bebas bunga dan instrumen

yang berbasiskan bunga, dalam kasus pada sistem dual banking sehingga

otoritas moneter dapat membuat kebijakan dan perencanaan dengan

tujuan utama kestabilan moneter menggunakan kedua instrumen

7

Page 8: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

alternatif tersebut diatas. Untuk mencapai tujuan tersebut , penulis

mencoba mengidentifikasikan beberapa masalah , diantaranya:

1. Apakah Otoritas Moneter mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap

instrumen moneter bebas bunga M1Islamic dan M2Islamic dibandingkan

dengan instrumen moneter berbasiskan bunga M1 dan M2?

2. Apakah instrumen moneter bebas bunga M1Islamic dan M2Islamic)

mempunyai pengaruh yang lebih erat dalam memelihara stabilitas

harga atau inflasi dibandingkan dengan dengan instrumen berbasiskan

bunga M1 dan M2 ?

3. Apakah rasio likuiditas yang dapat dilihat dari hubungan antara

instrumen kredit dan instrumen likuid yang telah ditetapkan oleh

otoritas moneter dapat diterapkan sama antara instrumen keuangan

yang bebas bunga dan instrumen keuangan yang berbasiskan bunga?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan identifikasi masalah diatas maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui apakah otoritas moneter mempunyai kontrol

yang lebih besar terhadap instrumen moneter bebas bunga M1Islamic

dan M2Islamic dibandingkan dengan instrumen moneter berbasiskan

bunga M1 dan M2.

2. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang lebih erat

antara instrumen moneter yang bebas bunga M1Islamic dan M2Islamic

8

Page 9: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

dalam memelihara stabilitas harga atau inflasi dibandingkan dengan

instrumen moneter berbasiskan bunga M1 dan M2.

3. Untuk mengetahui apakah rasio likuiditas yang dapat dilihat dari

hubungan antara instrumen kredit dan instrumen likuid yang telah

ditetapkan oleh otoritas moneter dapat diterapkan sama antara

instrumen keuangan yang bebas bunga dan instrumen keuangan yang

berbasiskan bunga?

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Bagi pembuat kebijakan, khususnya Bank Indonesia hasil

penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat

digunakan untuk lebih mendalami sistem dual banking dan

kebijakan moneter pendukungnya yang pada akhirnya dapat

dimanfaatkan sebagai salah satu bahan dalam mengevaluasi

kebijakan yang telah diterapkan dan atau untuk merumuskan

kebijakan baru.

2. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat

menambah referensi untuk penelitian sejenisnya dikemudian hari,

serta dapat memacu motivasi kepada peneliti lainnya untuk

melakukan penelitian sejenis dengan menggunakan metode yang

lain.

1.5. Kerangka Pemikiran

1.5.1. Kebijakan Moneter

9

Page 10: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

Kebijakan moneter merupakan suatu kebijakan yang ditempuh oleh

Otoritas Moneter untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini, beberapa

bank sentral secara jelas menentukan tujuan dari kebijakan moneter

dalam bentuk stabilitas moneter atau bahkan lebih sempit lagi berupa

stabilitas harga2 .

Di Indonesia , dalam rangka menetapkan dan melaksanakan

kebijakan moneter tersebut Bank Indonesia mempunyai wewenang ,

tercantum dalam pasal 10 Undang-undang No.23 tahun 1999:

1) a. Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan

sasaran laju inflasi yang ditetapkannya;

b. Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara

yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:

1) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta

asing;

2) penetapan tingkat diskonto;

3) penetapan cadangan wajib minimum;

4) pengaturan kredit atau pembiayaan.

2) Cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b dapat dilaksanakan juga berdasarkan prinsip syariah

3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.

Dalam perencanaan moneter, tujuan (objectives) dari kebijakan

moneter dari masing-masing negara berbeda-beda. Oleh karena itu,

dalam indikasi kuantitatifnyapun penetapan sasaran akhirnya juga

2 Makalah pada Seminar Pengajaran Ekonomi Moneter PAU Studi Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 20 Februari 1993

10

Page 11: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

berbeda sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini, sasaran

akhir (ultimate target) suatu negara pada umumnya berupa besaran-

besaran tertentu, seperti misalnya tingkat inflasi yang wajar serta

pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.

Mengingat bahwa sasaran moneter tersebut hanya dapat diketahui

dalam tenggang waktu (lag) yang lama, maka diperlukan indikator lain

yang lebih cepat dapat diperoleh namun yang mempunyai ikatan yang

erat dengan sasaran moneter tersebut, hubungan tersebut mengalami

banyak pergeseran terutama dengan adanya deregulasi baik di bidang

keuangan maupun di bidang-bidang lainnya.

Pada dasarnya, M1 juga dapat dipergunakan sebagai besaran

indikator. Namun, penggunaan M1 sebagai indikator memiliki beberapa

kelemahan. Dengan deregulasi timbul berbagai inovasi baru sehingga

batasan antara tabungan, giro dan deposito menjadi lebih kabur.

Disamping itu, menurut penelitian, terdapat gejala currency substitution,

yaitu mobilitas mata uang rupiah dengan valuta asing yang lebih tinggi .

Hal ini dapat juga dibuktikan secara empiris dimana M2 memiliki

hubungan yang lebih erat dengan pendapatan dibandingkan M1. Untuk

Indonesia, dengan didasari oleh perkembangan tersebut diatas, besaran

yang dipergunakan sebagai indikator adalah M2.

Dengan melihat hubungan yang ada antara besaran moneter yang

dipergunakan sebagai indikator tersebut diatas dengan besaran moneter

yang berada dalam kontrol Otoritas Moneter, maka sasaran antara

(intermediate target) yang dapat dipengaruhi oleh Otoritas Moneter

adalah uang primer atau Reserve Money. Dalam hal ini memang muncul

permasalahan yang penting, yaitu predictability dan controllability.

11

Page 12: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

Predictability adalah seberapa stabil hubungan yang ada antara

indikator yang ada, yaitu M2, dengan uang primer tersebut. Hubungan

antara kedua besaran tersebut adalah money multiplier. Dalam

perkembangannya, money multiplier tersebut yang semula cukup stabil,

dengan adanya deregulasi kemudian mengalami pergeseran, Oleh karena

itu, perkembangan money multiplier tersebut harus selalu diamati untuk

dapat melihat hubungan yang lebih antara M2 dengan uang primer.

Controllability adalah seberapa jauh Otoritas Moneter dapat

mengendalikan besaran tersebut melalui penggunaan instrumen moneter

yang dimilikinya. Secara sepintas hal itu tampaknya mudah dilakukan

namun dalam kenyataannya terdapat komplikasi dalam pengendalian

besaran yang seharusnya berada dalam kontrol Otoritas Moneter. Dalam

hal ini, mobilitas dana dari dan ke luar negeri memberikan pengaruh yang

besar kepada pengendalian uang primer tersebut, demikian juga fluktuasi

yang terjadi pada suku bunga yang pada gilirannya mempengaruhi tingkat

diskonto dalam sistem cut-off rate sebagaimana saat ini diterapkan.

Bahkan jika sistem tersebut diubah menjadi stop-out rate.

Untuk menjaga stabilitas neraca pembayaran, terutama untuk

dapat mengurangi ataupun menghindari terjadinya spekulasi devisa, maka

diperlukan besaran lain yang berupa alat likuid bank-bank. Mengingat

bahwa alat likuid perbankan merupakan bagian dari uang primer, maka

melalui pengendalian pada alat likuid perbankan Bank Indonesia dapat

mempertahankan cadangan devisanya serta sekaligus mengendalikan

jumlah uang beredar M2 kearah jumlah yang dikehendaki.

Sasaran indikator maupun target yang ada dituangkan dalam suatu

perencanaan moneter yang umumnya disebutkan sebagai program

12

Page 13: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

moneter. Melalui media tersebut, maka tingkat perkembangan besaran-

besaran moneter direncanakan agar dapat memenuhi sasaran-sasaran

yang dikehendaki. Dengan menggunakan media tersebut pula maka

berbagai perkembangan yang terjadi pada sasaran dan indikator yang ada

dapat dibandingkan dengan apa yang direncanakan.

Pencapaian sasaran serta target yang dijabarkan dalam program

moneter dilakukan melalui kebijkan moneter. Jika besaran terlalu tinggi

dengan yang diprogramkan, maka kebijakan moneter yang ditempuh

adalah kebijakan moneter yang ketat, yaitu melalui kontraksi jumlah uang

beredar. Sebaliknya jika perkembangan besaran moneter terlalu rendah,

maka diperlukan kebijkan moneter yang lebih ekspensif. Untuk

melaksanakan kedua hal tersebut, diperlukan instrumen kebijakan

moneter.

1.5.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter3

Pada penelitian ini mekanisme transmisi kebijakan moneter yang

digunakan sebagai kerangka pemikiran adalah mekanisme transmisi

melalui jalur kredit.

1.5.2.1. Jalur Kredit

Secara tradisional kebijakan moneter diyakini akan mempengaruhi

sektor riil melalui perubahan suku bunga jangka pendek, yang pada

gilirannya akan mempengaruhi suku bunga jangka panjang, kemudian

cost of capital, dan akhirnya investasi. Dalam mekanisme ini peranan bank

ditekankan pada sisi kewajibannya (liabilities), dimana bank mampu

menciptakan likuiditas di perekonomian lewat kemampuannya menyerap

3 Bank Indonesia, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter (2001) ; Review Penelitian

13

Page 14: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

dana dari masyarakat. Namun seiring dengan berkembangnya

pemahaman akan peranan pasar keuangan yang tidak sempurna

(imperfect financial market) dalam perkembangan ekonomi dan siklus

bisnis, maka lahir pula teori-teori yang berusaha menjelaskan mekanisme

transmisi kebijakan moneter dengan penekanan pada imperfect financial

market ini. Teori-teori ini selanjutnya lazim disebut sebagai asymmetric

information based transmission mechanism atau credit channel yaitu

bank lending channel, yang menekankan efek kebijakan moneter

terhadap neraca bank, dan balance sheet channel, yang menekankan

efek kebijakan moneter terhadap neraca perusahaan dan yang kemudian

berlanjut ke akses perusahaan terhadap kredit bank.

Lending channel

Menurut jalur ini , peranan bank dalam mekanisme transmisi

kebijakan moneter tidak hanya melalui sisi kewajiban bank, melainkan

juga dari sisi aset bank. Sebagai contoh dalam kondisi kontraksi moneter

maka reserve bank akan menurun. Selanjutnya dengan adanya ketentuan

reserve requirement, maka dana yang tersedia bagi bank untuk

dipinjamkan (bank loans) akan mengalami penurunan. Di banyak negara,

khususnya negara-negara berkembang, dimana ketergantungan terhadap

kredit bank masih sangat besar, menurunnya kemampuan bank untuk

memberikan pinjaman ini akan mempengaruhi investasi dan pada

akhirnya kegiatan perekonomian. Dengan demikian, eksistensi dari jalur

ini akan ditentukan oleh dua kondisi sebagai berikut:

a. Bank sentral memiliki kemampuan untuk mengendalikan

suplai bank loans

14

Page 15: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

b. Untuk sebagian peminjam, kredit bank dan surat berharga

bersifat imperfect substitute

Untuk Indonesia, kondisi yang kedua diyakini dapat terpenuhi mengingat

masih terdapatnya fenomena asymmetric information yang menyebabkan

sebagian besar peminjam akan kesulitan untuk dapat menerbitkan surat-

surat berharga. Hal ini telah menimbulkan ketergantungan kepada

perbankan mengingat hanya perbankan yang dianggap dapat mengatasi

masalah asymmetric information tersebut. Sementara itu seperti

disebutkan oleh Bernanke dan Gertler (1995), kondisi pertama masih

memerlukan pembuktian secara empiris. Agar bank sentral dapat

sepenuhnya mengendalikan suplai dari bank loans, maka dibutuhkan

kondisi dimana dalam kondisi kontraksi moneter bank tidak dapat dengan

mudah mengeluarkan berbagai macam bentuk surat utang lain untuk

menggantikan simpanan pihak ketiga.

1.5.3 Konsep Uang

Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep

ekonomi konvensional. Menurut ekonomi Islam, uang adalah uang, bukan

capital, uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept, sedangkan

capital bersifat stock concept. Menurut konsep dalam ekonomi Islam,

capital is private goods, sedangkan money is public goods. Uang yang

mengalir adalah public goods (flow concept), sedangkan yang mengendap

sebagai milik seseorang (stock concept) adalah milik pribadi (private

good)

15

Page 16: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

Pemahaman terhadap konsep private good dan public good dapat

diperjelas dengan mencontohkan mobil sebagai private good (capital) dan

jalan tol sebagai public good (money). Dengan kata lain , jika dan hanya

jika uang diinvestasikan dalam proses produksi , kita akan mendapatkan

uang yang lebih banyak

Konsep uang Irving Fisher:

Persamaan kuantitas uang Fisher:

Keterangan: M = Jumlah uang

V = Tingkat perputaran uang

P = Tingkat harga barang

Selanjutnya, variabel T pada persamaan di atas dapat diganti dengan

Y karena nilai nominal dari total volume transaksi sulit diukur dan dengan

mengasumsikan bahwa nilai T proporsional terhadap Y. Sehingga

persamaan diatas menjadi :

Dalam teori kuantitas uang ini, Irving Fisher mengasumsikan bahwa

permintaan akan uang adalah murni merupakan fungsi dari pendapatan,

dan tingkat bunga tidak mempengaruhinya. Persamaan diatas

menunjukkan semakin cepat perputaran uang (V), semakin besar

pendapatan (income). Menegaskan juga bahwa uang adalah flow concept.

Konsep uang Marshall-Pigou:

Persamaan kuantitas uang Cambridge:

16

MV = PT

T = Jumlah barang yang diperdagangkan

M = kPY

MV = PY

Page 17: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

Dimana k = 1/v dan proporsinya konstan. Secara sistematis

persamaan Cambridge di atas hampir sama dengan persamaan Fisher,

tapi kita tidak bisa mengatakan kelompok Cambridge sepaham dengan

Fisher bahwa dalam jangka pendek tingkat bunga tidak memiliki pengaruh

terhadap permintaan akan uang karena persamaan di atas filosofinya

sangat berbeda. Ekonom Cambridge menganggap bahwa dalam jangka

pendek, jumlah kekayaan, volume transaksi, dan pendapatan nasional

mempunyai hubungan yang proporsional-konstan satu sama lain. Ekonom

Cambridge mengasumsikan bahwa ceteris paribus, permintaan akan uang

adalah proporsional dengan tingkat pendapatan nasional.

Sebagai kesimpulan, baik Fisher maupun ekonom Cambridge

sependapat bahwa permintaan akan uang adalah proporsional terhadap

pendapatan. Namun, terdapat pula perbedaan pada keduanya. Kalau

pendekatan Fisher menekankan pada faktor-faktor teknologi dan

mengabaikan pengaruh tingkat bunga terhadap permintaan akan uang.

Sedangkan pendekatan ekonom Cambridge menekankan pada adanya

individual choice dalam memelihara komposisi kekayaan yang dimiliki

karena uang juga difungsikan sebagai alat untuk menyimpan kekayaan

(store of wealth) - apakah akan disimpan dalam bentuk obligasi, saham,

atau uang kas, dan lain-lain. Selain itu, pendekatan ekonom Cambridge

juga tidak mengabaikan faktor tingkat bunga.

1.5.4 Teori Permintaan Uang

Pemikiran ekonom klasik dan monetaris tentang uang cukup

beragam . Irving Fisher, menyatakan bahwa permintaan akan uang

(money demand) adalah fungsi income, sedangkan interest tidak ada

17

Page 18: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

hubungannya dengan permintaan akan uang. Para ekonom cambridge

menyatakan bahwa uang adalah medium of exchange dan store of value,

dan tidak meniadakan efek interest rates.

Menurut Marshall-Pigou, uang adalah stock concept sehingga

berfungsi sebagai salah satu cara menyimpan kekayaan. Dalam hal ini,

manusia memiliki pilihan individu untuk memelihara asetnya, apakah

dalam bentuk obligasi, saham, uang dan lain-lain. Dalam teori moneter

konvensional, konsep Marshall-Pigou dijabarkan oleh keynes. Ia

mengatakan bahwa pilihan individu untuk permintaan uang dipengaruhi

oleh tiga motif, yaitu:

1. Permintaan akan uang untuk transaksi ( money demand for

transaction)

2. Permintaan akan uang untuk berjaga-jaga (money demand for

precautionary)

3. Permintaan akan uang untuk spekulasi (money demand for

speculation)

Menurut Keynes, money demand for transactions dan money

demand for precautionary ditentukan oleh tingkat pendapatan, sedangkan

money demand for speculation ditentukan oleh tingkat suku bunga. Hal ini

dinotasikan sebagai berikut:

Mdtr = ( )

Mdpre = ( )

Mdsp = ( )

Sebenarnya ada beberapa kesalahan Keynes, yang salah satu

diantaranya diluruskan oleh pengikutnya, Boumol-Tobin, masing-masing

18

Page 19: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

pada tahun 1953 dan 1956. Dari model yang dikembangkannya, secara

implisit Keynes mengatakan adanya perfect substitution antara uang

(money), obligasi (bonds), dan modal (capital). Ini sejalan dengan teori

ekonomi yang mengenal lima pasar, yaitu:

1. Pasar barang (consumer goods)

2. Pasar tenaga kerja (labor services)

3. Pasar barang-barang modal (Production (capital) goods)

4. Pasar obligasi (bonds)

5. Pasar Uang (Money)

Lima pasar ini akan berhadapan dengan:

1. Harga (prices)

2. Upah (wages)

3. Bunga (interest)

Variabel di atas menimbulkan persoalan karena 5 pasar yang akan

dipecahkan oleh 3 harga. Untuk memecahkan persoalan ini, Keynes

menggabungkan capital dan bonds menjadi non monetary asset sehingga

komposisi menjadi 4 pasar dengan 3 harga. Kekeliruan Keynes adalah

menggabungkan capital goods dan bonds menjadi satu dengan nama

baru, non monetary asset. Gabungan capital goods dan bonds diwakilkan

nilainya dengan interest. Jadi, secara implisit, capital goods dan bonds

dianggap perfect substitution.

Bagi Boumol-Tobin, money demand for precautionary tidak saja

ditentukan oleh tingkat pendapatan, namun juga oleh tingkat suku bunga.

Secara matematis dirumuskan:

Mdtr = f ( )

Mdpre = f ( , )

19

Page 20: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

Mdsp = f ( )

Baik Marshall-Pigou, Keynes, maupun Boumol-Tobin berbicara

tentang stock concept uang. Muncul kemudian teori Fisher. Setelah

ditinggalkan cukup lama, teori Fisher dianalisis oleh Milton Friedman. Teori

Fisher tidak lagi berbicara tentang nominal interest rate tetapi tentang

differential interest rate antara interest rate bonds, interest rate money,

expected inflation, dan lain-lain.

1.5.6 Bunga dalam Perspektif Ekonomi

Ada beberapa pertanyaan mendasar yang harus diajukan dalam

membahas bunga dan pembiayaan usaha. Pertanyaan-pertanyaan

tersebut meliputi : apakah pembayaran bunga atas uang pinjaman

merupakan hal yang wajar? Adilkah bila seseorang yang memberi

pinjaman atau kreditor menuntut pihak berutang (debitor) membayar

bunga atas utangnya? Sebaliknya, adilkah bila orang yang berutang

diminta membayar bunga sehingga ia harus mengembalikan uang lebih

banyak dari yang dipinjamnya.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab lebih dahulu bila kita

hendak mengambil sikap yang objektif mengenai bunga. Jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan tersebut menyelesaikan separo dari masalah

bunga. Bila terbukti bahwa bunga tidak dapat dibenarkan, baik oleh akal

maupun keadilan, mengapa masalah bunga masih menjadi perdebatan?

1.5.6.1 Pandangan Klasik dan Keynes Tentang Bunga4

4 M.A Manan, Ekonomi Islam, Teori dan Praktek, Intermasa, Jakarta, hal 166

20

Page 21: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

Ahli ekonomi klasik seperti Marshal berpendapat bahwa suku bunga

dan tabungan saling berkaitan. Oleh karena suku bunga adalah salah satu

faktor terpenting yang mengatur volume tabungan, maka makin tinggi

suku bunga, makin besar pula imbalan menabung, dengan demikian

makin tinggi pula kecenderungan untuk menabung dan sebaliknya.

Analisis klasik itu ditolak oleh seorang ahli ekonomi kapitalis terkenal

yaitu Lord Keynes. Dia ragu-ragu terhadap kemanjuran suku bunga dalam

mempengaruhi volume tabungan. Dengan tegas dikemukakannya bahwa

sebenarnya volume tabungan tergantung pada volume investasi yang

dilakukan oleh masyarakat bisnis. Suku bunga yang tinggi cenderung

mengurangi volume investasi dari masyarakat bisnis.

Sebagai akibatnya timbulah pengaruh buruk terhadap perdagangan,

perniagaan, dan industri secara keseluruhan. Karena pukulan langsung

pada sistem ekonomi ini, keseluruhan pendapatan uang akan menyusut.

Tetapi kita dapat menyadari bahwa tabungan tergantung pada tingkat

pendapatan uang rakyat. Bila pendapatan per kapita rakyat menyusut,

secara otomatis volume tabungan pun berkurang.

Ada beberapa teori atau dalil-dalil lemah dalam pembenaran pengambilan

bunga, diantaranya5:

Teori Abstinence

Pelopor teori ini menegaskan bahwa ketika kreditor menahan diri

(abstinence), ia menangguhkan keinginnnya memanfaatkan uangnya

sendiri semata-mata untuk memenuhi keinginan orang lain. Ia

meminjamkan modal yang semestinya apat mendatangkan keuntungan

bagi dirinya sendiri. Jika peminjam menggunakan uang itu untuk

5 Muhammad Syafi’i Antonio (2001), Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik ,Gema Insani Press, Jakarta, hal 69

21

Page 22: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

memenuhi keinginan pribadi, ia dianggap wajib membayar sewa atas uang

yang dipinjamnya. Ini sama halnya ia membayar sewa terhadap sebuah

rumah, perabotan, maupun kendaraan.

Benarkah bunga merupakan imbalan karena menahan diri?

Kenyataannya,kreditor hanya akan meminjamkan uang yang tidak ia

gunakan sendiri. Kreditor hanya akan meminjamkan uang berlebih dari

yang ia perlukan. Dengan demikian, sebenarnya kreditor tidak menahan

diri atas apapun.

Bunga Sebagai Imbalan Sewa

Uang memiliki karakter yang berbeda dengan barang dan komoditas

lain, baik menyangkut daya tukar yang dimiliki, kepercayaan masyarakat

terhadapnya, maupun posisi hukumnya.

Sewa hanya dikenakan terhadap barang-barang seperti rumah,

perabotan, alat transportasi, dan sebagainya, yang bila digunakan akan

habis, rusak, dan kehilangan sebagian dari nilainya.

Biaya sewa layak dibayarkan terhadap barang yang susut, rusak,

dan memerlukan biaya perawatan. Adapun uang tidak dapat dimasukkan

ke dalam kategori tersebut. Karena itu, menuntut sewa uang tidak

beralasan.

Dalam disiplin ilmu ekonomi Barat, kita seringkali mendapatkan

rumus yang menempatkan posisi rent, wage, dan interest :

{(r) K; (w) L; (i) M }, dimana:

(r) K berarti rent untuk Kapital

(w) L berarti wage untuk Labour

(i) M berarti interest untuk Money

22

Page 23: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

Rumus diatas menunjukkan bahwa padanan rent (sewa) adalah aset tetap

dan aset bergerak, sedangkan interest (bunga) padanannya uang.

Secara ilmu ekonomi konvensional sekalipun, amatlah keliru bila kita

menempatkan rent (sewa) untuk uang karena uang itu bukan aset tetap

seperti rumah atau aset bergerak seperti mobil yang dapat disewakan.

Oportunity Cost

Para pelopor pemikiran ini beranggapan bahwa dengan

meminjamkan uangnya berarti kreditor menunggu atau menahan diri

untuk tidak menggunakan modal sendiri guna memenuhi keinginan diri

sendiri. Hal itu serupa dengan memberikan waktu kepada peminjam.

Dengan waktu itulah yang berutang memiliki kesempatan untuk

menggunakan modal pinjamannya untuk memperoleh keuntungan.

Dengan demikian, waktu mempunyai harga yang meningkat seiring

dengan berjalannya waktu.

Hal itu dijadikan alasan para penganut teori ini untuk menganggap

bahwa kreditor berhak menikmati sebagian keuntungan pinjaman.

Menurut mereka, besar kecilnya keuntungan terkait langsung dengan

besar kecilnya waktu, padahal kreditor dianggap berhak mengenakan

harga sesuai dengan lamanya waktu pinjaman.

Pandangan ini, lagi-lagi, berbenturan dengan pertanyaan dasar.

Bagaimana kreditor dapat memastikan bahwa peminjam nyata-nyata

memperoleh keuntungan dan bukan kerugian atas investasi modal

pinjamannya? Dasar apa yang membuatnya beranggapan bahwa

23

Page 24: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

peminjam akan memperoleh keuntungan secara tetap pula? Bagaimana

pula kreditor dapat meyakini bahwa peminjam akan selalu memperoleh

keuntungan setiap bulan atau setiap tahun sehingga ia dianggap akan

selalu mampu membayar harga tertentu secara pasti setiap bulan atau

setiap tahun?

Teori Kemutlakan Produktivitas Modal

Beberapa ahli ekonomi menekankan fungsi modal dalam produksi.

Menurut pandangan tersebut, modal adalah produktif dengan sendirinya.

Modal dianggap mempunyai daya untuk menghasilkan barang lebih

banyak daripada yang dapat dihasilkan tanpa modal itu. Modal dipandang

mempunyai daya untuk menghasilkan nilai tambah. Dengan demikian,

pemberi pinjaman layak untuk mendapatkan imbalan bunga.

Akan tetapi, benarkah modal selalu produktif? Kenyataannya , modal

menjadi produktif hanya apabila digunakan seseorang untuk bisnis yang

dapat mendatangkan keuntungan. Bila digunakan untuk tujuan konsumsi,

modal sama sekali tidak produktif. Bila digunakan untuk usaha produksi

pun, modal tak selalu menghasilkan nilai tambah.

Jika modal dianggap memiliki produkrivitas, sebenarnya

produktivitas tersebut bergantung pada berbagai faktor lain. Penanaman

modal yang dapat mendatangkan banyak keuntungan bergantung pada

bagian produksi, riset dan pengembangan, marketing, keuangan,

inventori, demikian juga kemampuan, visi serta pengalaman orang yang

menggunakannya. Belum lagi faktor kestabilan ekonomi, sosial, dan politik

suatu negara. Faktor-faktor tersebut merupakan syarat bagi penanaman

24

Page 25: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

modal yang dapat mendatangkan keuntungan. Apabila persyaratan

tersebut tidak terpenuhi, keuntungan yang diharapkan dari penanaman

modal tersebut berubah menjadi kerugian.

Teori Nilai Uang Pada Masa Mendatang Lebih Rendah Dibanding

Masa Sekarang

Beberapa ahli ekonomi berpendapat bahwa manusia pada dasarnya

mengutamakan kehendaknya sekarang dibanding kehendaknya di masa

depan. Kalangan inilah yang menjelaskan fenomena bunga dengan

rumusan yang dikenal dengan menurunnya nilai barang di waktu

mendatang dibanding dengan nilai barang di waktu kini . Singkatnya,

mereka menganggap bunga sebagai agio atau selisih nilai yang diperoleh

dari barang-barang pada waktu sekarang terhadap perubahan atau

penukaran barang di waktu yang akan datang. Boehm Bawerk, pendukung

utama pendapat ini, menyebut tiga alasan mengapa nilai barang di waktu

yang mendatang akan berkuran, yaitu sebagai berikut:

1. Keuntungan di masa yang akan datang diragukan

2. Kepuasan terhadap kehendak atau keinginan masa kini lebih

bernilai bagi manusia daripada kepuasan mereka pada waktu

yang akan datang.

3. Kenyataannya, barang-barang pada waktu kini lebih penting

dan berguna

Dengan demikian, modal yang dipinjamkan kepada seseorang pada

saat sekarang lebih bernilai dibanding uang yang akan dikembalikan

25

Page 26: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

beberapa tahun kemudian. Bunga, menurut penganut paham ini,

merupakan nilai lebih yang ditambahkan pada modal yang dipinjamkan

agar nilai pembayarannya sama dengan nilai modal pinjaman semula.

Akan tetapi, paham ini pun bukan tanpa kelemahan. Benarkah

manusia menganggap kehendak masa sekarang lebih penting dan

berharga daripada keinginan pada masa depan? Jika demikian, mengapa

banyak orang tidak membelanjakan seluruh pendapatannya sekarang,

tetapi menyimpannya untuk keperluan pada masa yang akan datang.

Inflasi

Inflasi secara umum sering dipahami sebagai meningkatnya harga

barang secara keseluruhan. Dengan demikian, terjadi penurunan daya beli

uang atau decreasing purchasing power of money. Oleh karena itu,

menurut penganut paham ini, pengambil bunga sangatlah logis sebagai

kompensasi penurunan daya beli uang selama dipinjamkan

Argumentasi tersebut memang sangat tepat seandainya dalam

dunia ekonomi yang terjadi hanyalah inflasi saja tanpa deflasi atau stabil

1.6. Metode Penelitan

1.6.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan hanya terbatas pada pengujian penciptaan

stabilitas moneter dalam kasus dual banking yang diterapkan di Indonesia.

Periode yang diteliti dalam jangka waktu 1997.I sampai 2003.1, alasan

dipilihnya periode tersebut adalah karena ketersediaan data, dan mulai

berkembangnya sistem keuangan bebas bunga di Indonesia.

26

Page 27: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

Penelitian ini bersifat independen, artinya penelitian ini hanya untuk

proses pembelajaran dan bukan untuk mengarahkan pembaca memilih

sistem keuangan tertentu atau menyudutkannya.

1.6.2. Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan kuantitatif.

Analisis deskriptif disusun berdasarkan data sekunder, jurnal, artikel, dan

hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan.

Sedangkan untuk analisis kuantitatif penulis menggunakan alat bantu

ekonometrika yaitu software Eviews 3.1 dan software Excell.

Beberapa kepustakaan [(Stock dan Watson (1988) , Harris (1995)]

menyatakan bahwa regresi yang diestimasi harus tidak memasukkan

variabel-variabel non-stationary untuk menghindari adanya masalah

spurious regression (R-squares yang tinggi dan Durbin-Watson statistik

yang rendah). Lebih lanjutnya, Engle dan Granger (1987)

mempertunjukkan bahwa menggunakan variabel-variabel yang stasioner

dalam persamaan regresi , dapat menyaring informasi yang berfrekuensi-

rendah jika beberapa atau semua variabel-variabel dalam model

terkointegrasi.

Dua variabel dikatakan terkointegrasi jika memiliki hubungan

(keseimbangan) jangka panjang. Menurut teori representasi Granger

(1986), setiap sistem dari variabel-variabel yang terkointegrasi dapat di

representasikan oleh error-correction model (ECM). Pada model asli yang

mengandung variabel-variabel stasioner, ECM menambah regressor lain;

lagged residuals (yang disebut error-corection (EC) term) yang diperoleh

dari hubungan kointegrasi. Koefisien dari EC term merefleksikan proses

27

Page 28: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

dimana variabel tidak bebas (dependent) dalam persamaan ECM

menyesuaikan dalam jangka pendek terhadap posisi keseimbangan

jangka panjangnya.

Diskusi diatas, maka, menyarankan bahwa analisis secara empiris

terhadap identifikasi masalah pada penelitian ini , berdasarkan model

kointegrasi dan error-correction.

1.6.3 Model Ekonometrik

Sesuai dengan identifikasi masalah yang ada, penulis menggunakan

model yang sama yang dikembangkan oleh Ahmad Kaleem (2002) yang

juga merupakan pengembangan dari model oleh Ali F Darrat (1988).

Model ekonometrik 1

Seperti diargumentasikan oleh Havrilesky dan Boorman, (1980), Batten

dan Thornton (1983), McCallum (1989) setiap besaran (aggregate)

moneter akan berguna untuk tujuan kebijakan hanya jika memenuhi dua

prasyarat:

1. Besaran (aggregate) moneter tersebut secara efektif harus

berada dibawah kontrol Otoritas Moneter (bank sentral)

2. Adanya hubungan yang kuat antara besaran (aggregate)

moneter tersebut dengan tujuan utama dari Otoritas Moneter

(salah satunya adalah stabilitas harga atau inflasi)

Jika tidak terdapat hubungan seperti tersebut diatas, maka besaran

(aggregate) moneter tersebut tidak mempunyai kegunaan untuk

kebijakan, sebaliknya, besaran (aggregate) moneter yang terhubung kuat

28

Page 29: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

dengan tujuan utama dari Otoritas Moneter tidak bermanfaat jika tidak

dapat dikontrol.

Untuk mengetahui apakah otoritas moneter mempunyai kontrol yang lebih

besar terhadap instrumen moneter bebas bunga dibandingkan dengan

instrumen moneter berbasiskan bunga.

(GM1) t = a0 + a1(GMB)t + ut (1)

(GM1(isl)) t = b0 + b1(GMB (isl))t + ut (2)

(GM2)t = a0 + a1(GMB)t + ut (3)

(GM2 (isl)) t = b0 + b1(GMB(isl))t +ut (4)

Model ekonometrik 2

Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang lebih erat antara

instrumen moneter yang bebas bunga dalam memelihara stabilitas tingkat

harga atau inflasi dibandingkan dengan instrumen moneter berbasiskan

bunga.

GPt = a0 + a1(GM1)t + a2(GM1)t-1 + a3(GM1)t-2+ a4(GM1)t-3 + ut (5)

GPt = b0 + b1(GM2)t + b2(GM2)t-1 + b3(GM2)t-2 + b4(GM2)t-3 + ut (6)

GPt = a0 + a1(GM1(isl))t+a2(GM(isl))t-1+a3(GM1(isl))t-2+a4(GM1(isl))t-3+ut (7)

GPt = b0 + b1(GM2(isl))t+b2(GM2(isl))t-1+b3(GM2(isl))t-2+b4(GM2(isl))t-3+ut (8)

Model ekonometrik 3

Teori ketersediaan kredit menganjurkan bahwa rasio likuiditas

dapat digunakan sebagai instrumen moneter untuk mengontrol

pertumbuhan kredit. Menurut pandangan ini, investasi swasta merespon

terhadap setiap perubahan dalam ketersediaan kredit, setiap peningkatan

dalam rasio likuiditas dapat menurunkan penawaran kredit sehingga

mengurangi permintaan agregat.

29

Page 30: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

Seperti dijelaskan oleh Karim dan Abdullah (1995), kebanyakan dari

instrumen pembiayaan syariah (Islamic) adalah instrumen pembiayaan

Murabaha6 dan hampir semua penjualan melalui instrumen ini ditujukan

untuk sektor swasta dimana mengandung 100% resiko, seperti tertuang

dalam perjanjian Basel, karena itu persentase yang sama untuk liquidity

requirements seperti disarankan oleh perjanjian Basel tidak dapat

dipersamakan untuk instrumen keuangan bebas bunga (Islamic)

Untuk mengetahui apakah rasio likuiditas yang ditetapkan oleh Otoritas

Moneter dapat dipersamakan antara instrumen keuangan islam yang

bebas bunga dan instrumen keuangan yang berbasiskan bunga.

(GCREDIT) t = a0 + a1(GLIQUID)t + ut (9)

(GCREDIT (ISL)) t = b0 + b1(GLIQUID (ISL))t + ut (10)

1.6.4 Spesifikasi Data dan Variabel

Data dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

M1 adalah uang kertas dan logam (currency) + simpanan dalam

bentuk rekening koran (demand deposit)

M2 adalah M1 + tabungan + deposito berjangka (time deposit)

pada bank-bank umum

M1 Islamic (Isl) adalah uang kertas dan logam (currency) +

simpanan dalam bentuk rekening koran (demand deposit) pada bank-

bank yang menerapkan sistem bebas bunga

M2 Islamic (Isl) adalah M1 + tabungan + deposito berjangka (time

deposit) pada bank-bank umum yang menerapkan sistem bebas bunga

6 Murabaha, yaitu kontrak jual beli dimana barang yang diperjualbelikan tersebut diserahkan segera, sedang harga (baik pokok dan margin keuntungan yang disepakati bersama) atas barang tersebut dibayar di kemudian hari secara sekaligus (Lump Sum Deferred Payment) . Dalam prakteknya, bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli dengan kewajiban membayar secara tangguh dan sekaligus

30

Page 31: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

MB (monetary base) adalah uang kertas dan logam (currency) +

deposit cadangan (reserves) bank-bank umum pada bank sentral

MB Islamic (Isl) adalah uang kertas dan logam (currency) + deposit

cadangan (reserves) bank-bank umum yang menerapkan sistem bebas

bunga pada bank sentral

GM1 adalah pertumbuhan M1

GM2 adalah pertumbuhan M2

GM1 Islamic (Isl) adalah pertumbuhan M1 (Isl)

GM2 Islamic (Isl) adalah pertumbuhan M2 (Isl)

GMB adalah pertumbuhan MB

GMB (Isl) adalah pertumbuhan MB (Isl)

CPI adalah Indeks Harga Konsumen (IHK)

GCREDIT adalah pertumbuhan kredit berbasiskan bunga

GCREDIT Islamic (Isl) adalah pertumbuhan kredit pada perbankan

bebas bunga

GLIQUD adalah pertumbuhan aset likuid perbankan yang berada di

bank sentral

GLIQUID Islamic (Isl) adalah pertumbuhan aset likuid perbankan

bebas bunga yang berada di bank sentral.

1.6.5 Pengujian Statistik

Untuk melihat validitas model yang digunakan serta akurasi hasil

estimasi model, maka dilakukan beberapa pengujian statistik, antara lain:

1.6.5.1. Uji Akar-akar Unit (Unit Root )

31

Page 32: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

Di dalam penelitian ini akan digunakan uji akar unit melalui uji Augmented

Dickey-Fuller (ADF-Test) untuk mengetahui apakah data time series yang

digunakan memiliki masalah akar unit atau data tidak stasioner. Jika suatu

data time series tidak stasioner pada order nol, I(0), maka stasionaritas

data tersebut bisa dicari melalui berbagai order sehingga diperoleh tingkat

stasionaritas pada order ke-n (first difference atau I(1), atau second

difference atau I(2), dan seterusnya).

(ADF test)

H0 : ρ = 0 (terdapat unit roots, variabel Y tidak stasioner)

H1 : ρ # 0 (tidak terdapat unit roots, variabel Y stasioner)

1.6.5.2. Uji Kointegrasi

Uji ini dikembangkan berdasarkan adanya persepsi model data

yang tidak stasioner, apabila data tidak stasioner masih dapat terjadi

kointegrasi jangka panjang bila kombinasinya juga linear sejalan dengan

berjalannya waktu. Tujuan pokok dari uji ini adalah untuk melihat

hubungan keterkaitan jangka panjang antara tiap variabel yang di uji.

Langkah pertama; estimasi tiap parameter dari persamaan regresi dengan

menggunakan model ordinary least square (OLS), misalnya:

Langkah kedua; uji stasioner terhadap nilai residual dari hasil estimasi

diatas lalu estimasi kembali,

Setelah estimasi kembali, t-hitung diperoleh maka hasilnya dibandingkan

dengan t-tabel (Uji t). Jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel, maka

variabel bersifat stasioner.

32

U = U +t t - 1 tv

U U + U t t - 1 1 t - 2

^

0

U = U +t t - 1 tv

U U + U t t - 1 1 t - 2

^

0

Page 33: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

Langkah terakhir yang dilakukan dalam uji ini adalah melakukan regresi,

proses ini dilakukan untuk melihat signifikansi hubungan antar variabel

pada tingkat kepercayaan tertentu.

Pengujian derajat kointegrasi dilakukan dengan metode Engle Granger

(1987). Hipotesis ini didasarkan oleh hasil regresi pada error terms

berikut ini :

Ut = Ut-1 + vt

Hipotesis untuk pengujian ini adalah :

H0 : = 0 (variabel-variabel dalam model tidak terkointegrasi)

H1 : 0 (variabel-variabel dalam model terkointegrasi)

1.6.5.3. Pengujian dengan Error Correction Model (ECM)

Selain untuk mengetahui hubungan jangka panjang dengan

pendekatan kointegrasi, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

pengaruh perubahan berbagai variabel independen terhadap perubahan

variabel dependennya dalam jangka pendek (dari satu triwulan ke triwulan

berikutnya). Model ini digunakan untuk mengetahui bagaimana

ketidakseimbangan jangka pendek yang digambarkan dengan variabel

fisrt difference-nya dikoreksi atau disesuaikan untuk mencapai

keseimbangan jangka panjangnya yang digambarkan dengan variabel

error correction term.

Dapat diuraikan dalam persamaan berikut :

ΔYt = β0 + β1 ΔXt1 + β2 ΔXt 2 + ... + βn ΔXn + ECT t-1 + Ut

ΔYt = First difference dari variabel tidak bebas

33

Page 34: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

ΔX1,2,..n = First difference dari variabel bebas

ECT t-1 = Koreksi kesalahan

 

1.6.5.4. Uji Koefisien Determinasi

Digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan dari model yang

dipakai. Koefisien determinasi (R2) yaitu angka yang menunjukkan

besarnya kemampuan varians atau penyebaran dari variabel-variabel

bebas yang menerangkan variabel tidak bebas atau angka yang

menunjukkan seberapa besar variasi variabel tak bebas ditentukan oleh

variasi variabel bebasnya. Besarnya nilai R2 adalah 0 < R2 < 1, dimana

semakin mendekati 1 (satu) berarti model tersebut dikatakan baik karena

semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak

bebasnya. Dengan kata lain bila nilai R2 semakin mendekati 1 berarti

variasi variabel tak bebas hampir sepenuhnya dipengaruhi variabel tak

bebas yang ada dalam model.

1.6.5.5. Uji t-statistik

Pengujian t-statistik digunakan untuk menguji pengaruh parsial dari

variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya. Pengujian ini dilakukan

dengan hipotesis:

H0 : variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebasnya

H1 : variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebasnya

Dengan menguji dua arah dalam tingkat signifikansi = α, dan derajat

kebebasan (degree of freedom, df) = n - k (n = jumlah observasi dan k =

jumlah variabel yang digunakan),

Kriteria penerimaan hipotesis pada uji t-statistik adalah:

34

Page 35: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

H0 tidak ditolak jika –(t-tabel) < t-stat < (t-tabel).

H0 ditolak jika –(t-stat) <-(t-tabel) atau t-stat > t-tabel

1.6.5.6 Uji F-statistik

Pengujian F-statistik digunakan untuk menguji signifikansi dari

semua variabel bebas sebagai suatu kesatuan, atau mengukur pengaruh

variabel bebas secara bersama-sama. Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : semua variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh

terhadap variabel bebasnya.

H1 : semua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap

variabel bebasnya.

Apabila nilai F hitung ≤ F tabel berarti H0 tidak ditolak, sehingga

variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap

variabel tidak bebasnya.

Apabila nilai F hitung > F tabel berarti H0 ditolak, sehingga variabel

bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak

bebasnya.

1.6.5.7 Pengujian Otokorelasi

Otokorelasi atau korelasi serial adalah suatu keadaan di mana

kesalahan pengganggu dalam periode tertentu, katakan єt berkorelasi

dengan kesalahan pengganggu dari periode lainnya katakan єs. Jadi

kesalahan pengganggu tidak bebas, satu sama lain berkorelasi, saling

berhubungan.

35

Page 36: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

Ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya otokorelasi, antara

lain:

1. Kelembaman (Inertia).

2. Terjadi bias dalam spesifikasi karena beberapa variabel penting

tak tercakup.

3. Terjadi bias dalam spesifikasi karena bentuk fungsi yang

dipergunakan tidak tepat.

4. Fenomena sarang labah-labah (Cobweb Phenomena).

5. Beda kala (Time lags).

6. Adanya manipulasi data (Manipulation of data).

Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya otokoralasi adalah uji

Durbin-Watson. Secara spesifik, untuk uji Durbin-Watson, terdapat lima

himpunan daerah untuk nilai d, yaitu:

Daerah Daerah Tidak Daerah Daerah kritis ketidak- menolak ketidak- kritis pastian H0 pastian

(inconclusive) (inconclusive)

Tolak Tidak ada Tolak H0 otokorelasi H0

0 dL dU 2 (4 – dU) (4 - dL)

36

Page 37: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

Jika d lebih kecil daripada dL atau lebih besar daripada (4 – dL),

maka hipotesis nol ditolak, dengan pilihan pada alternatif yang

berarti terdapat otokorelasi

Jika d terletak antara dU dan (4 – dU), maka hipotesis nol diterima,

yang berarti tidak ada otokorelasi.

Namun, jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4 – dU) dan (4 – dL),

maka uji Durbin-Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti

(inconclusive). Untuk nilai-nilai ini, tidak dapat (pada suatu tingkat

signifikansi tertentu) disimpulkan adanya otokorelasi di antara faktor-

faktor gangguan.

Adapun hipotesis yang digunakan dalam uji Durbin-Watson adalah :

H0 : tidak terdapat otokorelasi positif

H1 : tidak terdapat otokorelasi negatif

1.6.6 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah melalui data

sekunder dengan jenis data time series. Sumber data yang diperlukan

dalam penelitian ini berasal dari :

Statistik Perbankan Syariah, Biro Perbankan Syariah- Bank Indonesia

Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia- Bank Indonesia

Homepage Bank Indonesia, www.bi.go.id

International Financial Statistic-IMF

Referensi studi kepustakaan melalui jurnal, artikel, makalah, dan

bahan-bahan lain yang diperoleh dari perpustakaan UNPAD,

perpustakaan UNPAR, perpustakaan Bank Indonesia Jakarta dan

37

Page 38: STUDI EMPIRIS TENTANG INSTRUMEN  MONETER  PADA SISTEM DUAL BANKING DI INDONESIA  PERIODE 1997.I-2003.1

Pendahuluan

Bandung, internet, serta sumber-sumber lain yang berhubungan

dengan penelitian ini.

38