1 STUDI ATAS PELAKSANAAN METODE PBL DAN HUBUNGANNYA DENGAN SOFT SKILL DAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA Fitriany Amarullah Dahlia Sari Departemen Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Indonesia Abstract The purpose of this research is to conduct survey on the student’s assessment about trigger problem, facilitator and learning climate in PBL implementation. This research investigates the relationship between student’s performance and skill enhancement with trigger problem, facilitator and learning climate. This research compares the student’s performance in PBL class and the lecturing class. This research also compares the soft skill enhancement when the students use PBL method and when they use lecturing method. The result of this research shows that trigger and learning climate have positive (and significant) relationship with soft skill enhancement, and only trigger that has positive relationship with student’s performance. There is no significant difference on student’s performance between PBL class and lecturing class. For skill enhancement, only communication skill and working in team skill that have significant difference between PBL class and lecturing class. Keywords: PBL, lecturing, trigger, facilitator,learning climate A. PENDAHULUAN Latar Belakang Metode pengajaran yang paling tradisional dan telah lama digunakan dalam sejarah pendidikan adalah metode ceramah (lecturing), yaitu suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan informasi atau uraian tentang suatu pokok permasalah secara lisan. Dalam metode ini, keterampilan pengajar dalam menyampaikan informasi dapat menentukan Bidang Kajian: Pendidikan Akuntansi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
STUDI ATAS PELAKSANAAN METODE PBL DAN HUBUNGANNYA D ENGAN
SOFT SKILL DAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA
Fitriany Amarullah
Dahlia Sari
Departemen Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Indonesia
Abstract
The purpose of this research is to conduct survey on the student’s assessment about trigger
problem, facilitator and learning climate in PBL implementation. This research investigates
the relationship between student’s performance and skill enhancement with trigger problem,
facilitator and learning climate. This research compares the student’s performance in PBL
class and the lecturing class. This research also compares the soft skill enhancement when
the students use PBL method and when they use lecturing method. The result of this research
shows that trigger and learning climate have positive (and significant) relationship with soft
skill enhancement, and only trigger that has positive relationship with student’s performance.
There is no significant difference on student’s performance between PBL class and lecturing
class. For skill enhancement, only communication skill and working in team skill that have
significant difference between PBL class and lecturing class.
Untuk persamaan dalam model kedua ini, terlihat bahwa hanya koefisien Trigger yang
memiliki nilai t yang signifikan di atas 1,96. Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah
bahwa H5 terbukti sedangkan H4, H6, dan H7 tidak terbukti.
Penelitian ini mendukung sebagian hasil penelitian Schwartz et all (1997) yang
mengatakan bahwa trigger dan fasilitator mendukung keberhasilan metode pembelajaran
dengan PBL. Dalam penelitian ini hanya trigger yang signifikan, sedangkan faktor lainnya
tidak mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa. Penelitian yang dilakukan oleh Schwartz et
all (1997) menunjukkan bahwa fasilitator yang aktif sangat mendukung pelaksanaan PBL.
Wee Keng Neo, Lynda (2004) juga mengatakan bahwa ada 4 hal penting dari pelaksanaan
PBL yaitu learning climate, fasilitator, trigger dan proses PBL.
Tidak berpengaruhnya fasilitator dalam penelitian ini mungkin disebabkan karena
para dosen belum melaksanakan fungsinya sebagai fasilitator dengan baik. Dalam PBL,
fasilitator berfungsi memfasilitasi peserta didik untuk mencapai hasil PBL. Mereka tidak
mengajar. Fasilitator/pengajar yang baik adalah seseorang yang secara positif dan aktif
mengarahkan peserta didik pada tingkat metacognitif (Barrows, 1988). Untuk pelaksanaan
PBL yang baik sebenarnya tidak cukup hanya 1 fasilitator untuk setiap kelas. Butuh lebih dari
1 fasilitator. Fasilitator harus memotivasi mahasiswa untuk berdiskusi dengan sesama teman,
saling mengeluarkan pendapat, dan saling memberikan kritik, fasilitator harus memancing
daya kritis mahasiswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menggugah.
15
Terkadang fungsi ini tidak berjalan dengan baik karena keterbatasan waktu perkuliahan dan
kondisi mahasiswa yang tidak biasa mengeluarkan pendapat.
Learning climate (iklim pembelajaran) juga tidak berhubungan dengan prestasi
mahasiswa, hal ini mungkin disebabkan karena memang learning climate-nya masih kurang
baik, dimana proses belajar kelompok belum berjalan dengan efisien, mahasiswa belum
bekerja sama dan belajar dari anggota tim lainnya, mahasiswa tidak mempersiapkan diri
dengan baik dalam menghadapi perkuliahan, mahasiswa dan fasilitator belum bekerja sama
dengan baik dalam proses pembelajaran, disamping fasilitas yang kurang memadai, ruang
untuk melakukan diskusi kelompok masih kurang, design ruang kelas yang kurang kondusif
untuk pelaksanaan PBL (antara lain kursi yang tidak bisa dipindah-pindah), ruang kelas yang
kurang besar untuk tempat diskusi mahasiswa.
Hasil di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara
Trigger dengan prestasi belajar mahasiswa. Artinya penilaian mahasiswa terhadap trigger
berhubungan positif dengan nilai kuis mahasiswa. Seperti yang sudah dinyatakan dalam
landasan teori bahwa trigger yang disajikan harus menanyakan suatu masalah secara
komprehensif, aplikatif, analitis dan sintesis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
agar prestasi belajar mahasiswa semakin baik, maka trigger yang diberikan juga semakin
baik, yaitu yang menanyakan masalah secara komprehensif, aplikatif, analitis dan sintesis.
Untuk menilai seberapa baik coefficient of determination dari persamaan struktural,
akan dilihat dari besaran dari R2 (Wijanto, 2006). Hasil pengujian Lisrel yang dapat dilihat
pada Reduced Form Equation didapatkan nilai R2 untuk masing-masing persamaan.
Persamaan pertama yang menguji hipotesis 1-3 memiliki nilai R² 0,79 yang berarti model ini
mampu menjelaskan 79 % dari perubahan pada variabel laten PBL. Persamaan kedua yang
menguji hipotesis 4-6 memiliki nilai R² 0.062 yang berarti model ini hanya mampu
menjelaskan 6,2 % dari perubahan pada variabel laten Prestasi. Secara keseluruhan nilai t
dari tujuh hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini dapat disimpulkan dalam tabel 3
berikut :
16
Tabel
Nilai t-value untuk masing-masing hipotesa
Hipotesa Path Estimasi
Nilai t-value
Kesimpulan
H1 Learning Climate � PBL 0.55 3.77 Signifikan
H2 Trigger � PBL 0.36 2.43 Signifikan
H3 Facilitator � PBL 0.0030 0.081 Tidak Signifikan
H4 Learning Climate � Prestasi -7.14 -1.55 Tidak Signifikan
H5 Trigger � Prestasi 10.39 2.53 Signifikan
H6 Facilitator � Prestasi 0.34 0.32 Tidak Signifikan
H7 PS � Prestasi -1.10 -0.40 Tidak Signifikan
Hasil Pengujian Hipotesis 8
Hipotesis 8 menguji apakah terdapat perbedaan prestasi belajar mahasiswa dalam
kelas yang menerapkan PBL dengan yang menggunakan metode lecturing.
Tabel
Rata-Rata Nilai Kuis dan Hasil Uji Beda T-Test untuk Mata Kuliah Akuntansi
Manajemen dan Akuntansi Keuangan 1
Mata Kuliah Nilai Kuis Metode PBL
Nilai Kuis Metode lecturing
P-Value
Akuntansi Manajemen 77.5 63.5 0.44
Dari hasil di atas menunjukkan bahwa pada kedua mata kuliah tidak terdapat perbedaan
signifikan antara nilai kuis pada kelas yang menggunakan metode PBL dengan kelas yang
menggunakan metode Lecturing. Hasil ini mendukung hasil regresi, yaitu diperoleh nilai R2
yang rendah, yang berarti bahwa masih banyak faktor lain selain penggunaan metode PBL,
yang menentukan prestasi (yang diukur dengan nilai kuis) mahasiswa. Hal ini menyebabkan
perbedaan metode pembelajaran tidak menghasilkan nilai kuis yang berbeda secara
signifikan.
Hasil ini sebenarnya juga menjadi masukan bahwa harus ada perbaikan dalam
pelaksanaan metode PBL. Karena seharusnya mahasiswa yang malas belajar harus lebih
17
’terpaksa’ rajin belajar ketika menggunakan metode PBL, sehingga nilai kuisnya lebih tinggi
ketika materi disampaikan dengan metode PBL.
Hasil Pengujian Hipotesa 9
Hipotesa 9 menguji apakah terdapat perbedaan dalam peningkatan skill mahasiswa
(reasoning skills, problem solving skills, self-directed learning skills,communication
skills,working in teams, sharing information) antara kelas ketika menggunakan metode PBL
dengan kelas ketika menggunakan metode lecturing.
Tabel
Rata-Rata Skor atas Pertanyaan Tentang Peningkatan Soft Skill dan Hasil Uji Beda
Mann Whitney untuk MK Akuntansi Manajemen
No SoftSkil l Skor Metode PBL
Skor Metode Lecturing
P-Value
1 Reasoning Skills 3.58 3.86 0.000 2 Self-Directed Learning Skills 3.60 3.69 0.452 3 Problem Solving Skills 3.53 3.75 0.002 4 Collaboration Skills 3.62 3.79 0.014 5 Communication Skill. 3.64 3.33 0.000 6 Knowledge Level 3.5 4.05 0.000 7 Working In Team Skill 3.76 3.42 0.000 8 Retain Dan Recall 3.41 3.29 0.145
Dari hasil di atas kita melihat bahwa respon mahasiswa terhadap Reasoning Skills,
Problem Soving Skill, Collaboration Skill dan Knowledge level berbeda secara signifikan
antara metode PBL dan Lecturing, namun ternyata rata-rata skor yang lebih tinggi diberikan
untuk metode lecturing. Hal ini berarti metode PBL yang diterapkan belum membuat
mahasiswa merasa mendapat peningkatan Reasoning Skills, Problem Soving Skill,
Collaboration Skill dan Knowledge level dibanding dengan metode lecturing. Mahasiswa
merasa bahwa dengan metode PBL, mereka tidak memperoleh penjelasan materi secara utuh
dari dosen seperti yang mereka peroleh di metode lecturing, sehingga akhirnya mereka
merasa kurang dapat menjelaskan suatu konsep (Reasoning Skills), memecahkan suatu
18
masalah (Problem Soving Skill), mengkolaborasikan pengetahuan (Collaboration Skill) dan
tidak mengalami peningkatan pengetahuan (Knowledge Level). Hal yang sebaliknya terjadi
ketika mereka menggunakan metode lecturing.
Dari hasil di atas kita juga melihat bahwa Communication Skill dan Working In Team
Skill memperoleh respon yang berbeda secara signifikan pada metode PBL dan lecturing.
Rata-rata skor yang lebih tinggi diberikan pada metode PBL. Hal ini menunjukkan bahwa
mahasiswa merasa mengalami peningkatan Communication Skill dan Working In Team Skill
pada metode PBL. Hal ini berarti metode PBL yang diterapkan di mata kuliah Akuntansi
Manajemen dirasakan mahasiswa dapat meningkatkan Communication Skill dan Working In
Team Skill. Hal ini mungkin berkaitan dengan pelaksanaan PBL di Akuntansi Manajemen
yang terkoordinasi (karena adanya hibah teaching grant), dimana ada panduan untuk
melaksanakan PBL yang didalamnya juga memuat arahan untuk melakukan diskusi
kelompok, presentasi dan diskusi kelas.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan survey atas penilaian mahasiswa terhadap
trigger problem, fasilitator dan learning climate dalam pelaksanaan metode PBL. Penelitian
ini mengkaji hubungan antara prestasi belajar mahasiswa dengan penilaian mahasiswa
terhadap trigger problem, fasilitator dan learning climate dalam kelas yang menerapkan PBL.
Penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan prestasi belajar mahasiswa antara kelas
yang menerapkan metode PBL dengan kelas yang menerapkan metode lecturing. Selain itu
penelitian ini membandingkan peningkatan softskill antara mahasiswa ketika menggunakan
metode PBL dan ketika menggunakan metode lecturing.
Dari hasil penelitian, untuk hipotesis 1-3, yaitu menguji apakah ada hubungan positif
dan signifikan antara kualitas trigger problem, fasilitator dan learning climate dengan
peningkatan softskills mahasiswa dalam kelas yang menerapkan metode PBL, hasilnya
menunjukkan bahwa kualitas trigger dan learning climate memiliki hubungan yang positif
19
dan signifikan dengan peningkatan softskills mahasiswa, tapi fasilitator tidak punya
hubungan yang signifikan dengan peningkatan softskills mahasiswa.
Hipotesis 4-7 menguji apakah ada hubungan positif dan signifikan antara kualitas
trigger problem, fasilitator, learning climate dan peningkatan softskills dengan prestasi
belajar mahasiswa dalam kelas yang menerapkan metode PBL. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hanya kualitas trigger yang memiliki hubungan yang positif dan
signifikan dengan prestasi belajar mahasiswa. Faktor lain belum menunjukkan hubungan
dengan prestasi belajar.
Hipotesis 8 menguji apakah terdapat perbedaan prestasi belajar mahasiswa dalam
kelas yang menerapkan PBL dengan yang menggunakan metode lecturing. Hasilnya
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar
mahasiswa dalam kelas yang menerapkan PBL dengan yang menggunakan metode lecturing.
Hal ini kemugkinan disebabkan karena metode PBL belum dilaksanakan dengan benar
sehingga belum memberi hasil yang baik, hal ini sejalan dengan penilaian mahasiswa
mengenai metode PBL dan Lecturing yang tidak jauh berbeda. Temuan ini juga mendukung
hasil lisrel yang menunjukkan nilai R squared yang sangat rendah antara prestasi dengan
trigger, learning climate dan fasilitator ( hanya 0,06 %). Mungkin kuis yang dilaksanakan
bukan merupakan proksi yang tepat untuk mengukur prestasi. Harus dicari proksi yang lebih
tepat untuk mengukur keberhasilan PBL.
Hipotesa 9 menguji apakah terdapat perbedaan dalam peningkatan skill mahasiswa
(reasoning skills, problem solving skills, self-directed learning skills,communication
skills,working in teams, sharing information) antara kelas yang menggunakan metode PBL
dengan kelas yang menggunakan metode lecturing. Hasilnya menunjukkan bahwa untuk
mata kuliah Akuntansi Manajemen, metode PBL menghasilkan Communication Skill dan
Working In Team Skill yang lebih baik daripada metode lecturing, namun Reasoning Skills,
Problem Solving Skill, Knowledge level justru lebih pada metode lecturing.
20
Kelemahan dalam penelitian ini adalah bahwa sampel yang diperoleh dari kelas
Akuntansi Keuangan 1 kurang banyak (hanya 2 kelas) sehingga tidak dapat dilakukan
pengujian dengan menggunakan lisrel. Seperti penelitian dengan kuesioner lainnya, penilaian
yang diberikan oleh responden mengandung subjektifitas.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah adanya perbaikan dalam pertanyaan
kuesioner untuk menghindari respon yang salah dari responden karena kurang memahami
pertanyaan. Selain itu dapat pula dilakukan eksperimental riset dan menggunakan kasus
untuk mengukur skills yang diperoleh mahasiswa dari metode pembelajaran PBL dan
Lecturing. Bukan menggunakan direct question seperti pada penelitian ini. Variabel IPK
dapat pula dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi prestasi mahasiswa.
21
Daftar Pustaka
Cooke, Marie and Kadie Moyle. Students' Evaluation of Problem-Based Learning. Nurse Education Today. Volume 22, Issue 4, May 2002, Pages 330-339 Kivela, Jakša and Ruth Jeanine Kivela. Student perceptions of an embedded problem-based learning instructional approach in a hospitality undergraduate program. International Journal of Hospitality Management. Volume 24, Issue 3, September 2005. Tri Wardhani, Adinda. Perbedaan Goal Orientation pada Siswa Sekolah Dasar yang Mendapatkan Metode Pengajaran Belajar Aktif dan Belajar Pasif. Skripsi. Fakultas Psikologi UI: 2002 Wee Keng Neo, Lynda. Jump Start Authentic Problem-Based Learning.Prentice Hall, 2004 Widjajakusumah M.Djauhari, Pengantar PBL, Bahan Penataran Pekerti, UI, 2006 W. Schwartz, Richard, Michael B. Donnelly, David A. Sloan and William E. Strodel. Residents' Evaluation of A Problem-Based Learning Curriculum In A General Surgery Residency Program. The American Journal of Surgery. Volume 173, Issue 4, April 1997, Pages 338-341.