Top Banner
REFERAT STRUMA Pembimbing : Dr.Reiza disusun oleh : IMAM SUTANTO KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
62

Struma

Jan 13, 2016

Download

Documents

Imam Nmc

STRUMA
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Struma

REFERAT STRUMA

Pembimbing :

Dr.Reiza

disusun oleh :

IMAM SUTANTO

KEPANITERAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

BAGIAN BEDAH RSUD TASIKMALAYA

2012

Page 2: Struma

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena penulis diberikesempatan

untuk membuat referat dengan judul Struma. Adapun tujuan penulisan referat ini

adalah untuk meningkatkan pengetahuan tentang struma.

Walaupun penulis mendapat berbagai kesulitan dan hambatan dalam penyelesaian

referat ini, tetapi berkat bantuan, dorongan, bimbingan serta motivasi-motivasi yang

diberikan oleh banyak pihak, maka penulis dapat menyelesaikan referat ini tepat pada

waktunya.

Penulis menyadari bahwa didalam referat ini masih banyak kekurangan-kekurangan

dan masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

dari para pembacanya, agar referat ini menjadi lebih sempurna dan bermanfaat bagi

para pembacanya dan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bagian bedah.

Terima kasih.

Tasikmalaya, September 2012

penulis

Page 3: Struma

DAFTAR ISI

HALAMAN

JUDUL…………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR……………………….…………………………. ii

DAFTAR ISI……………………………….…………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………….. 2

A. DEFINISI …………..………………………………………. 2

B. EMBRIOLOG……….……………………………………… 2

C. EPIDEMIOLOGI …….……………………………………. 3

D. ANATOMI KELENJAR THYROID…….…………………. 3

E. HISTOLOGI KELENJAR THYROID…………..………….. 11

F. FISIOLOGI KELENJAR THYROID……………………….. 11

G. KLASIFIKASI…………………………………………......... 13

H. PATOLOGI………………………………………………….. 16

I. DIAGNOSIS…………………………………………………. 16

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Struma

BAB I

PENDAHULUAN

Struma adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkakan

di bagian depan leher.1

Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah laring pada kedua sisi dan sebelah

anterior trakea. Tiroid menyekresikan dua hormon utama, tiroksin (T4), dan

triiodotironin (T3), serta hormon kalsitonin yang mengatur metabolisme kalsium

bersama dengan parathormon yang dihasilkan oleh kelenjar paratiroid.2

Kerja kelenjar tiroid ini dipengaruhi oleh kecukupan asupan iodium. Defisiensi

hormon tiroid ini dapat menimbulkan gangguan tertentu yang spesifik. Cretinism,

misalnya, yang ditandai dengan gangguan pertumbuhan dibawah normal disertai

dengan retardasi mental merupakan akibat dari hormon tiroid yang inadekuat pada

saat perkembangan janin. Kekurangan asupan yodium yang biasanya terjadi pada

daerah goiter (gondok) endemis banyak terjadi karena defisiensi yodium

menyebabkan hipotiroidisme sehingga mengakibatkan pembengkakan kelenjar

Page 5: Struma

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI STRUMA

Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti

tiritosikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti

penyakit tyroid noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid

umumnya disebut struma (De Jong & Syamsuhidayat, 1998). Biasanya

dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal.

Pembesaran kelenjar tiroid sangat bervariasi dari tidak terlihat sampai besar

sekali dan mengadakan penekanan pada trakea, membuat dilatasi sistem vena

serta pembentukan vena kolateral.

.

B. EMBRIOLOGI

Glandula thyroidea pertama kali dikenal sebagai penebalan endoderm

lantai pharynx dalam awal embriosomit. Kemudian penebalan ini berevaginasi

untuk membentuk suatu divertikulum yang dikenal sebagai tuberculum impar.

Ia membentuk suatu bilobus yang melekat ke rongga bukal oleh tangkai

Page 6: Struma

sempit ductus thyroglossalis. Pita sel penghubung kemudian putus sewaktu

embrio berkembang dan glandula thyroidea yang sedang berkembang

ditemukan sebagai massa sel tergantung melintasi bagian atas trachea yang

sedang berkembang. dekatnya dengan aorta dan cabangnya dalam fasedini

perkembangan menjelaskankenapa lobules jaringan kelenjar bias tetap

melekat ke aorta dan cabangnya serta bertanggung jawab untuk kadang-

kadang adanya jaringan thyroidea dalam cavitas thoracica dewasa.4

Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-

4 cm,yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari

lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian

tersebut timbul divertikulum, yang kemudianmembesar, tumbuh ke arah

bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring.Sebelum

lepas, berbentuk sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari foramen sekum

di basis lidah.3

Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan

tertentu masih menetap.Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid

yang letaknya abnormal, seperti persistenduktus tyroglossus, tyroid servikal,

tyroid lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akanmembentuk tyroid

substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar

tyroid,merupakan asal sel-sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi

kalsitonin.5 Kelenjar tyroid janin secara fungsional mulai mandiri pada

minggu ke 12 masa kehidupan intrauterine.3

C. EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi

Internasional

Pada area endemik kekurangan iodium, struma nodular toksik terjadi sekitar

58 % dari kasus hipertiroidism, 10 % berbentuk nodul toksik yang solid.

Grave disease terjadi sekitar 40 % dari kasus hipertiroidism

Page 7: Struma

Jenis Kelamin

Struma nodular toksik lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Pada

wanita dan pria berusia diatas 40 tahun, rata – rata prevalensi nodul yang

bisa teraba adalah 5 – 7 % dan 1– 2 %.

Umur

Kebanyakan pasien struma nodular toksik berusia lebih dari 50 tahun.

Thyrotoksikosis sering terjadi pada pasien dengan riwayat struma yang

berkepanjangan. Toksisitas terjadi pada pasien dengan perkembangan fungsi

yang otonomik. Toksisitas meningkat pada dekade 6 dan 7 dari kehidupan

khususnya orang dengan riwayat keluarga mengalami struma nodular toksik.

D. ANATOMI KELENJAR THYROID

Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak

vaskularisasinya, dibungkus oleh capsula yang berasal dari lamina pretracheal

fascia profunda. Capsula ini melekatkan thyroid ke larynx dan trachea.6

Kelenjar thyroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5

sampai thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh

isthmus. Setiap lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apex di atas sejauh

linea oblique lamina cartilage thyroidea, dengan basis di bawah pada cincin

trachea 5 atau 6.6

Page 8: Struma

Gambar 1. Kelenjar thyroid (tampak depan)

Berat kelenjar thyroid bervariasi antara 20-30 gr, rata-rata 25 gr. Dengan

adanya ligamentum suspensorium Berry kelenjar thyroidea ditambatkan ke

cartilage cricoidea dari facies posteromedial kelenjar. Jumlah ligamentum ini

1 di kiri dan kanan. Fungsinya sebagai ayunan/ gendongan kelenjar ke larynx

dan mencegah jatuh/ turunnya kelenjar dari larynx, terutama bila terjadi

pembesaran kelenjar.6

I. LOBUS LATERALIS6

Setiap lobus kiri dan kanan terdiri dari 3 bagian yaitu :

1. Apex

2. Basis

3. 3 Facies/ permukaan dan 3 Margo/ pinggir

Page 9: Struma

1. APEX6

• Berada di atas dan sebelah lateral oblique cartilage thyroidea

•Terletak antara M.Constrictor inferior (di medial) dan M.Sternothyroideus

(di lateral)

• Batas atas apex pada perlekatan M.Sternothroideus.

• Di apex A. Thyroidea superior dan N.Laringeus superior berpisah, arteri

berada di superficial dan nervus masuk lebih ke dalam dari apex

(polus)→Ahli bedah sebaiknya meligasi arteri thyroidea sup.dekat ke

apex.

Gambar 2. Topografi kelenjar thyroid (tampak depan)

2. BASIS6

• Terletak setentang dengan cincin trachea 5 atau 6.

• Berhubungan dengan A. Thyroidea inferior dan N. Laryngeus recurrent

yang berjalan di depan atau belakang atau di antara cabang-cabang arteri

tersebut. →Ahli bedah sebaiknya meligasi arteri thyroidea inf. jauh dari

kelenjar.

Page 10: Struma

3. A. FACIES SUPERFICIAL/ ANTEROLATERAL6

Berbentuk konvex ditutupi oleh beberapa otot dari dalam ke luar :

1. M. Sternothyroideus

2. M. Sternohyoideus

3. M. Omohyoideus venter superior

4. Bagian bawah M. Sternocleidomastoideus

B. FACIES POSTEROMEDIAL6

Bagian ini berhubungan dengan :

- 2 saluran : larynx yang berlanjut menjadi trachea, dan pharynx

berlanjut menjadi oesophagus.

- 2 otot : M. Constrictor inferior dan M. Cricothyroideus.

- 2 nervus : N. Laryngeus externa dan N. Larungeus recurrent.

C. FACIES POSTEROLATERAL6

Berhubungan dengan carotid sheath (selubung carotid) dan isinya yaitu

A. Carotis interna, N. Vagus, dan V. Jugularis interna (dari medial ke

lateral).

D. MARGO ANTERIOR6

Margo ini memisahkan facies superficial dari posteromedial,

berhubungan dengan anastomose A. Thyroidea superior.

E. MARGO POSTERIOR6

Bagian ini memisahkan facies posterolateral dari posteromedial,

berhubungan dengan anastomose A. Thyroidea superior dan inferior.

Ductus thoracicus terdapat pada sisi kirinya.

Terdapat kelenjar parathyroidea superior pada pertengahan margo

posterior lobus lateralis kelenjar thyroidea tepatnya di antara true dan

false capsule. Setentang cartilage cricoidea dan sebelah dorsal dari N.

Laryngeus recurrent.

Page 11: Struma

Kelenjar parathyroidea inferior letaknya bervariasi, terdapat 3

kemungkinan letaknya :

- Pada polus bawah (inferior) lobus lateralis di dalam false capsule

di bawah A. Thyroidea inferior.

- Di luar false capsule dan di atas A. Thyroidea superior

- Di dalam true capsule pada jaringan kelenjar dan ventral terhadap

N. Laryngeus recurrent.

Gambar 3. Topografi kelenjar thyroid (tampak belakang)

Page 12: Struma

II. ISTHMUS6

Isthmus adalah bagian kelenjar yang terletak di garis tengah dan

menghubungkan bagian bawah lobus dextra dan sinistra (isthmus mungkin

juga tidak ditemukan). Diameter transversa dan vertical ± 1,25 cm.

Pada permukaan anterior isthmus dijumpai (dari superficial ke profunda) :

- Kulit dan fascia superficialis

- V. Jugularis anterior

- Lamina superficialis fascia cervicalis profunda

- Otot-otot : M. Sternohyoideus danM. Sternothyroideus.

Permukaan posterior berhubungan dengan cincin trachea ke 3 dan 4.

Pada margo superiornya dijumpai anastomose kedua A. Thyroidea

superior, lobus pyramidalis dan Levator glandulae. Di margo inferior

didapati V. Thyroidea inferior dan A. Thyroidea ima.

III. LOBUS PYRAMIDALIS6

• Kadang-kadang dapat ditemui.

• Jika ada biasanya terdapat di margo superior isthmus, memanjang ke

os hyoidea, atau bisa juga berasal dari lobus kiri atau kanan.

• Sering didapati lembaran fibrosa atau musculous yang

menghubungkan lobus pyramidalis dan os hyoidea, jika penghubung

ini otot dikenal dengan nama levator glandula thyroidea.

CAPSULE KELENJAR THYROIDEA6

1. Outer false capsule : Berasal dari lamina pretracheal fascia cervicalis

profunda.

2. Inner true capsule : dibentuk oleh kondensasi jaringan fibroareolar

kelenjar thyroidea.

Page 13: Struma

Pada celah antara kedua capsule tersebut didapati kelenjar parathyroidea,

pembuluh darah.vena yang luas dan banyak.

VASKULARISASI

1. Sistem Arteri6

• A. Thyroidea superior, adalah cabang A. Carotis externa yang

masuk ke jaringan superficial kelenjar, mendarahi jaringan connective

dan capsule.

• A. Thyroidea inferior adalah cabang trunchus thyreocervicalis dan

masuk ke lapisan dalam kelenjar, mendarahi jaringan parenkim dan

propia kelenjar.

• A. Thyroidea ima, Arteri ini kadang-kadang dijumpai merupakan

cabang arcus aorta atau A. Brachiocephalica dan mendarahi istmus.

• A. Thyroidea acessorius, adalah cabang-cabang A. Oesophageal dan

Tracheal yang masuk ke facies posteromedial.

2. Sistem Vena6

• V. Thyroidea superior; muncul dari polus superior dan berakhir pada

vena jugularis interna (kadang-kadang V. Facialis)

• V. Thyroidea inf.; muncul dari margo bawah istmus dan berakhir

pada V. Brachiocephalica sinistra.

• V. Thyroidea media; muncul dari pertengahan lobus lateralis dan

berakhir di V. Jugularis interna.

Page 14: Struma

Gambar 4. Vascularisasi kelenjar thyroid (tampak depan)

3. Aliran Lymphatic6

• Ascending Lymphatic

- Media, mengalir ke prelaryngeal lymph node yang terletak pada

membrane cricothyroidea

- Lateral, mengalir ke Jugulo-digastric grup dari deep cervical lymph

node.

• Descending Lymphatic

- Medial, mengalir ke pretracheal grup di trachea

- Lateral, mengalir ke Gl. Recurrent chain pada N. Laryngeus

recurrent.

Page 15: Struma

E. HISTOLOGI KELENJAR THYROID

Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara

mikroskopis terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar dengan

diameter antara 50-500 µm. Dinding folikel terdiridari selapis sel epitel

tunggal dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan

basisnyamenghadap ke arah membran basalis. Folikel ini berkelompok

sebanyak kira-kira 40 buah untuk membentuk lobulus yang mendapat

vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan pekat, koloid sebagian

besar terdiri atas protein, khususnya protein thyroglobulin (BM 650000).5

F. FISIOLOGI KELENJAR THYROID

Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid utama, yaitu tiroksin (T4).

Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar

berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung

dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran cerna

merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi

menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang

terdapat dalam tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau

diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3

atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tyroid.

Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam

kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani

daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin, globulin

pengikat tyroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat

tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA) (De Jong &

Syamsuhidayat, 1998).

Pada dasarnya kelenjar tiroid hanya menghasilkan hormone T4

yang kemudian dikonversikan menjadi T3 oleh 5’ monodeiodination di hati,

ginjal, otot tulang. T3 melakukan tugasnya melalui ikatannya dengan reseptor

hormone tiroid spesifik (THRs).4

Page 16: Struma

Tubuh memiliki mekanisme yang rumit untuk menyesuaikan

kadar hormon tiroid.

Hipotalamus (terletak tepat di atas kelenjar hipofisa di otak) menghasilkan

thyrotropin-releasing hormone, yang menyebabkan kelenjar hipofisa

mengeluarkan thyroid-stimulating hormone(TSH). Sesuai dengan namanya,

TSH ini merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormone tiroid. Jika

jumlah hormon tiroid dalam darah mencapai kadar tertentu, maka kelenjar

hipofisa menghasilkan TSH dalam jumlah yang lebih sedikit; jika kadar

hormon tiroid dalam darah berkurang, maka kelenjar hipofisa mengeluarkan

lebih banyak TSH. Hal ini disebut mekanisme umpan balik.

Metabolisme T3 dan T4

Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam.

Sebagian T4 endogen(5-17%) mengalami konversi lewat proses

monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yangmempunyai kapasitas mengadakan

Page 17: Struma

perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung danhipofisis. Dalam proses

konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3,5 triiodotironin) yang tidak

aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler.5

Pengaturan faal tiroid :

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :5 

TRH (Thyrotrophin releasing hormone)

Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis

mensekresi TSH(thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar

tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi. 

TSH (thyroid stimulating hormone)

Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam

sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-

reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon

meningkat.

Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback)

Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis.

Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada

tingkat hipotalamus.Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis

terhadap rangsangan TSH.

Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

Efek metabolisme Hormon Tyroid :5

1. Kalorigenik 

2. Termoregulasi

3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik,

tetapi dalamdosis besar bersifat katabolik

4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal

meningkat,cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot

menipis pada dosisfarmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.

Page 18: Struma

5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses

degradasi kolesteroldan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih

cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroidkadar kolesterol rendah. Sebaliknya

pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid

meningkat

6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan

hormon tiroid.Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.

7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati,

tonus traktusgastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi

diare, gangguan faal hati,anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.

G. KLASIFIKASI STRUMA

Berdasarkan Fisiologisnya

Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Eutiroidisme

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang

disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan

kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter

atau struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali

pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat

mengakibatkan kompresi trakea.

b. Hipotiroidisme

Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid

sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari

kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon.

Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi

atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop

atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam

sirkulasi.25,26 Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif

terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban,

Page 19: Struma

konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran

terganggu dan penurunan kemampuan bicara.

c. Hipertiroidisme

Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan

sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon

tiroid yang berlebihan.29 Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya

sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak

hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi

besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan

meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak

napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada

tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur,

rambut rontok, dan atrofi otot.

Page 20: Struma

Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan) Menurut American society for

Study of Goiter membagi :

1. Struma Non Toxic Diffusa

2. Struma Non Toxic Nodusa

3. Stuma Toxic Diffusa

4. Struma Toxic Nodusa

Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari

segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid,

sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.

1. Struma non toxic nodusa

Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa

gejala-gejala hipertiroid.

Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah

kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma

yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic

disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada

difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d.

Page 21: Struma

Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d

dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.

2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada

preexisting penyakit tiroid autoimun

3. Goitrogen :

Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone,

aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium

Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan

resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.

Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak

cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan

goitrin dalam rumput liar.

4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic

hormon kelejar tiroid

5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa

kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna.7

2. Struma Non Toxic Diffusa

Etiologi :8

1. Defisiensi Iodium

2. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum

thyroiditis

3. Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium,

dengan penurunan pelepasan hormon tiroid.

4. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis,

resistensi hipofisis terhadap hormo tiroid, gonadotropin,

dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin

5. Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan

dalam biosynthesis hormon tiroid.

6. Terpapar radiasi

7. Penyakit deposisi

Page 22: Struma

8. Resistensi hormon tiroid

9. Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)

10. Silent thyroiditis

11. Agen-agen infeksi

12. Suppuratif Akut : bacterial

13. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa

parasit

14. Keganasan Tiroid

3. Struma Toxic Nodusa

Etiologi :9

1. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4

2. Aktivasi reseptor TSH

3. Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G

4. Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-

1), insulin like growth factor-1, epidermal growth factor, dan

fibroblast growth factor.

4. Struma Toxic Diffusa

Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang

merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab

pastinya10

H. PATOLOGI

Di luar kelainan bawaan, kelainan kelenjar tiroid dapat digolongkan menjadi

dua kelompok besar, yaitu penyakit yang menyebabkan perubahan fungsi,

seperti hipertiroidisme, dan penyakit yang menyebabkan perubahan jaringan

dan bentuk kelenjar, seperti struma, nodular, tiroiditis hashimoto, atau

karsinoma tiroid.3

Page 23: Struma

Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan

dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor

tiroid oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti

chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu

kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar

tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.8

Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan

peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan

jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon

tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab

defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid,

defisiensi iodida dan goitrogen.8

Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang

termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar

hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di

kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic

gonadotropin.8

I. DIAGNOSIS

Diagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan keterangan

lainnya, yaitu morfologi dan faal struma.

Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis

yang diketahui dengan palpasi atau auskultasi :

1. Bentuk kista : Struma kistik

a) Mengenai 1 lobus

b) Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan

c) Kadang Multilobaris

d) Fluktuasi (+)

Page 24: Struma

2. Bentuk Noduler : Struma nodusa

a) Batas Jelas

b) Konsistensi kenyal sampai keras

c) Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarcinoma

tiroidea

3. Bentuk diffusa : Struma diffusa

a) Batas tidak jelas

b) Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek

4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa

a) Tampak pembuluh darah

b) Berdenyut

c) Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa

d) Kelejar getah bening : Para trakheal dan jugular vein

Dari faal nya struma dapat dibedakan menjadi :

1. Eutiroid

2. Hipotiroid

3. Hipertiroid

Berdasarkan istilah klinis dapat dibedakan menjadi :

1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid

2. Toksik : hipertiroid

Pemeriksaan Fisik :

Status Generalis :

1. Tekanan darah meningkat

2. Nadi meningkat

3. Mata :

a) Exopthalmus

b) Stelwag Sign : Jarang berkedip

Page 25: Struma

c) Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut bulbus

okuli waktu melihat ke bawah

d) Morbus Sign : Sukar konvergensi

e) Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi

f)Ressenbach Sign : Temor palpebra jika mata tertutup

4. Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus

5. Jantung : Takikardi

Status Lokalis :

1. Inspeksi

a) Benjolan

b) Warna

c) Permukaan

d) Bergerak waktu menelan

2. Palpasi

a) Permukaan, suhu

b) Batas :

Atas : Kartilago tiroid

Bawah : incisura jugularis

Medial : garis tengah leher

Lateral : M. Sternokleidomastoideus

I. STRUMA NON TOKSIK

Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien

eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat

difus dan simetri atau nodular.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka

pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-

tanda hipertiroidisme disebut struma nodosa non-toksik. Struma nodosa

Page 26: Struma

atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunungan karena

defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda

dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma

multinodosa terjadi pada wanita usia lanjut dan perubahan yang terdapat

pada kelenjar berupa hiperplasi sampai bentuk involusi. Kebanyakan

penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada

hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi

kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.

Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena

pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar

tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Walaupun sebagian struma nodosa

tidak mengganggu pernapasan karena menonjol ke depan, sebagian lain

dapat menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral.

Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan foto Roentgen

polos (trakea pedang). Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan

pernapasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspirator.11

Manifestasi klinis

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal:12

1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut

struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut

multinodosa.

2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin,

nodul hangat, dan nodul panas.

3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat

keras.

Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan

kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya

yang dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu

Page 27: Struma

penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas). Gejala

penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang

keras. Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di

dalam nodul.

Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya

suara parau.11

Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada

leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid

pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya

masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata

suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium.11

Diagnosis

Anamnesa sangatlah pentinglah untuk mengetahui patogenesis atau

macam kelainan dari struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan

apakah penderita dari daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit

seperti penderita (struma endemik). Apakah sebelumnya penderita pernah

mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh

(tiroiditis kronis). Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama

dengan penderita (karsinoma tiroid tipe meduler).11

Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai:12

1. jumlah nodul

2. konsistensi

3. nyeri pada penekanan : ada atau tidak

4. pembesaran gelenjar getah bening

Page 28: Struma

Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian

depan bawah yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah.

Diperhatikan kulit di atasnya apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.

Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk

penderita dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita.

Pada palpasi harus diperhatikan :

lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau

keduanya)

ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)

konsistensi

mobilitas

infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar

apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada

bagian yang masuk ke retrosternal)

Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun

pada umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan

konsistensinya keras sampai sangat keras. Yang multiple biasanya tidak

ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih menonjol dan lebih keras

dari pada yang lainnya.

Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher,

umumnya metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler.

Pencegahan

8.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk

menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang

dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah :

a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola

perilaku makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium

Page 29: Struma

b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan

laut

c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium

setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak

untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan

d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini

memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena

dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan

yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan

dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air

minum.

e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di

daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah

semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita

hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis

sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin.

f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3

tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc

dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.

8.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit,

mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat

progresifitas penyakit yang dilakukan melalui beberapa cara yaitu :

a. Diagnosis

a.1. Inspeksi

Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang

berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit

terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan

beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau

Page 30: Struma

noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi

pada permukaan pembengkakan.

a.2. Palpasi

Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk,

leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba

tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.

a.3. Tes Fungsi Hormon

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes

fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total

tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin

bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara

metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay

radioimunometrik.

Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid.

Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di

bawah normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini

dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit

tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur

kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.

a.4. Foto Rontgen leher

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau

menyumbat trakea (jalan nafas).

a.5. Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk

kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak.

Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :

kista

adenoma

Page 31: Struma

kemungkinan karsinoma

tiroiditis

a.6. Sidikan (Scan) tiroid

Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama

technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah.

Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu

selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah

teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian

tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :

nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan

sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.

Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada

sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya.Ini berarti

fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain

3. a.7. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration/FNA)

Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap

cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul.

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.

Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya

penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil

negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar,

pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah

interpretasi oleh ahli sitologi.

4. Termografi

Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat

dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan

khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya

disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9o C dan

Page 32: Struma

dingin apabila <>o C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa pada yang

ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitif dan spesifik

bila dibanding dengan pemeriksaan lain.

5. Pertanda Tumor

Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg)

serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak

rataa-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.

Penatalaksanaan

Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah :11

1. keganasan

2. penekanan

3. kosmetik

Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang

terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan

kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat

pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi

kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi

tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah

bening.

Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :

1. inoperabel

2. kontraindikasi operasi

3. ada residu tumor setelah operasi

4. metastase yang non resektabel

Page 33: Struma

Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk

suplemen juga sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan

pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSH dependence).

Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak

resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang

inoperabel.

Preparat : Thyrax tablet

Dosis : 3x75 Ug/hari p.o

II. STRUMA TOKSIK

a. Struma difus toksik (Grave’s Disease)

Grave’s disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis.

Penyakit Grave’s terjadi akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid

Stimulating Hormone) yang merangsangsang aktivitas tiroid itu

sendiri.12

Manifestasi klinis

Pada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu

tiroidal dan ekstratiroidal. Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri- ciri

tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan

hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan.13

Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi

hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien

mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak

bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan

nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan

serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan

infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah.

Oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar,

kedipan berkurang, lid lag(keterlambatan kelopak mata dalam

Page 34: Struma

mengikuti gerakan mata), dan kegagalan konvergensi. Jaringan orbita

dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh limfosit, sel mast dan sel-sel

plasma yang mengakibatkan eksoltalmoa (proptosis bola mata),

okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler.13

Diagnosis

Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas,

tetapi pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan

diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu

pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan

diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit

karena perubahan fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta

manifestasi hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut

Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid

Stimulating Hormone sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas

subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat.12

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi

hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat

antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif,

tiroidektomi subtotal).

1. Obat antitiroid

Indikasi :

1. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan

remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma

ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.

Page 35: Struma

2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum

pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang

mendapat yodium aktif.

3. Persiapan tiroidektomi

4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia

5. Pasien dengan krisis tiroid

Obat antitiroid yang sering digunakan :

Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)

Karbimazol 30-60 5-20

Metimazol 30-60 5-20

Propiltourasil 300-600 5-200

2. Pengobatan dengan yodium radioaktif

Indikasi :

1. pasien umur 35 tahun atau lebih

2. hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi

3. gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid

4. adenoma toksik, goiter multinodular toksik

3. Operasi Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi

hipertiroidisme.

Indikasi :

1. pasien umur muda dengan struma besar serta tidak

berespons terhadap obat antitiroid.

2. pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan

obat antitiroid dosis besar

3. alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat

menerima yodium radioaktif

4. adenoma toksik atau struma multinodular toksik

Page 36: Struma

5. pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu

atau lebih nodul

b. Struma nodular toksik

Struma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummer’s

disease.14 Paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai

komplikasi goiter nodular kronik.

Manifestasi klinis

Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang

resisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan

bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan pengecilan otot.

Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut

yang berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit

Graves. Penderita goiter nodular toksik mungkin memperlihatkan

tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata

berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun

demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti

yang terlihat pada penyakit Graves.13 Gejala disfagia dan sesak napas

mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak di retrosternal.14

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik

dan didukung oleh tingkat TSH serum menurun dan tingkat hormon

tiroid yang meningkat. Antibodi antitiroid biasanya tidak ditemukan.14

Page 37: Struma

Penatalaksanaan

Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt

mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita

penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves

karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini

membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter,

nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker

jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu

sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan.14

III. PENYAKIT TIROID YANG LAIN

Tiroiditis

Ditandai dengan pembesaran, peradangan dan disfungsi kelenjar tiroid.

Klasifikasi :11

1. Akut (supuratif)

Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur.

Bentuk khas infeksi bakterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman

penyebab antara lain Staphylococcus aureus, Streptococcus

hemolyticus, dan Pneumococcus. Infeksi terjadi melalui aliran darah,

penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening,

trauma langsung dan duktus tiroglosus yang persisten. Kelainan yang

tejadi dapat disertai abses atau tanpa abses. Gejala klinis berupa nyeri

di leher mendadak, malaise, demam, menggigil, dan takikardi. Nyeri

bertambah pada pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah tiroid

membengkak dengan tanda-tanda radang lain dan sangat nyeri tekan.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, LED meninggi,

sidikan tiroid menunjukkan nodul dingin. Pengobatan utama adalah

antibiotik. Kokus gram positif biasanya diatasi dengan penisilin atau

derivatnya, tetrasiklin atan kloramfenikol. Apabila terjadi abses

melibatkan satu lobus diperlukan lobektomi (dengan lindungan

Page 38: Struma

antibiotik). Jika infeksi sudah menyebar melalui kapsul dan mencapai

jaringan sekitarnya, diperlukan insisi dan drainage.

2. Subakut

Etiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai

antibodi autoimun. Pasien mengeluh di leher bagian depan menjalar ke

telinga, demam, malaise, disertai hipertiroidisme ringan atau sedang.

Pada pameriksaan fisik ditemukan tiroid membesar, nyeri tekan,

biasanya disertai takikardi berkeringat, demam, tremor dan tanda-tanda

lain hipertiroidisme. Pemeriksaan laboratorium sering di jumpai

leukositosis, laju endap darah meningkat. Pada 2/3 kasus kadar

hormon tiroid meninggi karena penglepasan yang berlebihan akibat

destruksi kelenjar tiroid oleh proses inflamasi. Penyakit ini biasanya

sembuh sendiri sehingga pengobatan yang diberikan bersifat

simtomatis. Dapat diberikan asetosal untuk mengurangi nyeri. Pada

keadaan berat dapat diberikan glukokortokoid misalnya prednison

dengan dosis awal 50 mg/hari.

3. Menahun

1. limfositik (Hashimoto)

merupakan suatu tiroiditis autoimun dengan nama lain yaitu struma

limfomatosa, tiroiditis autoimun. Umumnya menyerang wanita

berumur 30-50 tahun. Kelenjar tiroid biasanya membesar lambat,

tidak terlalu besar, simetris, regular dan padat. Kadang-kadang ada

nyeri spontan dan nyeri tekan. Bisa eutiroid atau hipotiroid dan

jarang hipertiroid. Kelainan histopatologisnya antara lain infiltrasi

limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid dan fibrosis. Diagnosis

hanya dapat ditegakkan dengan pasti secara histologis melalui

biopsi. Bila kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan

pengangkatan, tetapi operasi ini sebaiknya ditunda karena kelenjar

tiroid dapat mengecil sejalan denagn waktu. Pemberian tiroksin

dapat mempercepat hal tersebut.

Page 39: Struma

2. Non spesifik

3. fibrous-invasif (Riedel)

KESIMPULAN1.Struma (Goiter) multinodosa intratorakal dapat dilakukan tindakan operasi melaluicervical approach (insisi di daerah leher anterior) apabila tipe

Page 40: Struma

anatomisnya adalah goiter intratorakal sekunder baik anterior ataupun posterior.2. Thoracotomy atau sternotomy dilakukan pada goiter intratorakal sekunder apabila massa tumor di substernal sangat besar atau apabila ada komplikasi berupa vena cava superior syndrome atau obstruksi jalan napas.3. Kalsifikasi yang terjadi pada massa tumor bisa terjadi akibat degenerasi keganasan (kanker) ataupun kronisitas dari tumor jinak kelenjar tiroid, sehingga diperlukan pemeriksaan patologi anatomi untuk membuktikan jinak atau ganas.

Page 41: Struma

DAFTAR PUSTAKA

Page 42: Struma

1. Dorland, W.A Newman. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.

2002 Anonim, 1994., Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan

Terapi., Lab/UPF Ilmu Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya

2. Davis, Anu Bhalla., 2005, Goiter, Toxic Nodular., eMedicine.,

3. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.,

EGC., Jakarta

4. Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya.,

Dalam : Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam.,FKUI., Jakarta

5. Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,

6. http://www.emedicine.com/med/topic919.htm

7. Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta

Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta

8. Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,

9. http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm

10. Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and

Parathyroid., In : Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2.,

7th Ed., McGraw-Hill., Newyork.

11. Adediji., Oluyinka S.,2004., Goiter, Diffuse Toxic., eMedicine.,

http://www.emedicine.com/med/topic917.htm

12. Anonim, 1994., Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan

Terapi., Lab/UPF Ilmu Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya

13. Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta

Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta

Page 43: Struma

14. Price, SA. Wilson, LM. Pathophysiology: clinical concept of disease

processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta : EGC. 1994

15. http://www.emedicine.com/med/topic917.htm

16. Davis, Anu Bhalla., 2005, Goiter, Toxic Nodular., eMedicine.,

17. Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and

Parathyroid., In : Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2.,

7th Ed., McGraw-Hill., Newyork.