-
STRUKTUR TULANG BELAKANG FETUS MENCIT
( Mus musculus L. ) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN
JERUJU ( Acanthus ilicifolius L. ) PADA INDUKNYA
(Skripsi)
Oleh
Tunggul Van Roy
-
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
-
ABSTRAK
STRUKTUR TULANG BELAKANG FETUS MENCIT (Mus musculus L.)
SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN JERUJU
(Acanthus ilicifolius L.) PADA INDUKNYA
Oleh
Tunggul Van Roy
Jeruju merupakan tumbuhan obat. Kandungan Kimia yang dimiliki
tanaman jeruju
di antara lain feniletanoid, glikosida, ilisifoliosida A dan
ilisifoliosida B7,
alkaloid, akantisifolin, steroid, stigmasterol, flavonoid.
Kandungan senyawa kimia
pada tanaman jeruju berkhasiat sebagai neurelgia, analgesik,
antiinflamasi,
antioksidan, antifertilitas, hepatoprotektif, antitumor,
antileukimia, antikanker,
antikmikroba, antivirus dan antijamur. Dengan adanya berbagai
zat kimia tersebut
maka dilakukan penelitian mengenai uji teratogenik ekstrak daun
jeruju untuk
mengetahui kelainan struktur tulang belakang pada fetus mencit
(Mus musculus
L.). Penelitian dilaksanakan pada Desember 2017- Januari 2018
bertempat di
Laboratorium Zoologi dan Laboratorim Kimia Organik FMIPA
Universitas
Lampung. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak
Lengkap ( RAL )
dengan 20 ekor mencit betina yang bunting dibagi dalam 4
kelompok yaitu 1
kelompok sebagai kontrol dan 3 kelompok diberi perlakuan dosis
3,75
mg/30grBB, 7,5 mg/30grBB, 15 mg/grBB, masing-masing dengan
ekstrak daun
jeruju terdiri dari 5 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dosis 7,5
mg/30grBB dan 15 mg/grBB secara anatomi pemberian ekstrak daun
jeruju tidak
menyebabkan kelainan pada struktur tulang belakang fetus mencit.
Hal ini
disebabkan oleh fetus yang sedang tumbuh mengambil prioritas
dari banyaknya
jenis nutrisi dalam cairan induk sehingga tulang fetus dapat
terus tumbuh dan
berkembang.
Kata Kunci : Daun Jeruju, Mencit, Struktur Tulang Belakang,
Alizarin Red
-
STRUKTUR TULANG BELAKANG FETUS MENCIT
( Mus musculus L. ) SETALAH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN
JERUJU ( Acanthus ilicifolius L.) PADA INDUKNYA
Oleh
Tunggul Van Roy
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA SAINS
pada
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
-
xiv
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Tunggul Van Roy, dilahirkan di Jakarta pada
Tanggal 18 Mei 1996 sebagai anak pertama dari 3 bersaudara
Dari Bapak Wilfer Hutagaol dan Farida Simbolon.
Penulis mengawali pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Dewi
Sartika Tanggerang pada Tahun 2001, dilanjutkan Sekolah Dasar
SDN Suka
Asih Tanggerang pada Tahun 2002, kemudian Sekolah Menengah
Pertama SMP
di SMPN 1 Pasar Kemis pada Tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas
SMA
di SMAN 13 Tanggerang pada Tahun 2011. Penulis terdaftar
sebagai
mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam,
Universitas Lampung pada Tahun 2014 melalui jalur Mandiri.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten
praktikum mata
kuliah Embriolgi Hewan.
Penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata pada bulan Januari-Maret
2018 di Desa
Cahyo Randu, Kabupaten Tulang Bawang Barat. Pada bulan
Juli-September
2017 penulis melaksanakan Kerja Praktek (KP) di Balai Karantina
Soekarno
Hatta dengan judul ” Identifikasi Cendawan Pada Benih Cabai
Asal
Thailand ”
-
xiv
PERSEMBAHAN
Tuhan adalah Bapaku , Yesus Kristus sahabatku yang
senantiasamenemani setiap saat
Bapak dan Mamakku serta Adek-adekku, yang sangat mencintaidan
menyayangi aku dalam segala cita- cita dan mimpiku.
Tanpamu Siapakah Aku
Para pendidiku, atas bimbingan dan ajrannya, serta limpahan
ilmu-ilmu yang bermanfaat.
Sahabat-sahabat yang selalu memeberikan semangat dan
menemaniselama menjalani pendidiakan.
Alammater tercinta Universitas Lampung
-
xiv
MOTTO
” Segala perakara ku tanggung di dalam dia yang memeberikekuatan
kepadaku “
( Filipi 4:13 )
” Diberikatilah orang yang mengandalkan tuhan, yang
menaruhharapan pada tuhan “
( Yeremia 17:7 )
“ Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi
kukatakanbersukacita”
( Filipi 4:4 )
-
xiii
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
segala berkat dan
karunia yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Skripsi dengan judul “Struktur Tulang Belakang Fetus Mencit
(Mus
musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Daun Jeruju (Acanthus
ilicifolius
L.) Pada Induk nya.” merupakan syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Sains
pada Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam,
Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak terlepas
dari bimbingan,
arahan, serta bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis
menghanturkan terima
kasih kepada:
1. Orang tua saya yang sangat saya cinta dan sayangi. Wilfer
Hutagaol dan
Farida simbolon, terimakasih karena telah membesarkan Roy dan
selalu
memberikan doa, semangat serta nasehat dalam menghadapi
segala
masalah ataupun rintangan terutama dalam menyusun skripsi ini.
Motivasi
kalian selalu memberikan semangat Roy dalam melangkah
kemanapun.
2. Ibu Dr. Nuning Nurcahyani, M.Sc selaku Pembimbing Utama yang
telah
membimbing penulis dengan sabar,memberikan banyak ilmu
pengetahuan,
-
xiv
saran, arahan, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi
ini.
3. Bapak Dr. Hendri Busman, M.Biomed selaku Pembimbing Kedua
yang
telah membimbing,memberikan petunjuk, saran, serta nasehat
dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Sutyarso, M. Biomed selaku Pembahas yang telah
banyak
memberikan banyak arahan, kritik dan saran demi terselesaikannya
skripsi
ini.
5. Ibu Dra. Yulianty, M.Si selaku Pembimbing Akademik yang
telahmemberi
motivasi dan dukungannya.
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P selaku Rektor
Universitas
Lampung.
7. Bapak Prof. Dr. Warsito, S.SI., D.E.A. selaku Dekan Fakultas
Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
8. Bapak Drs. M. Kanedi, M.Si selaku Ketua Jurusan Biologi
Universitas
Lampung.
9. Seluruh Dosen dan Staf karyawan di jurusan Biologi FMIPA
Universitas
Lampung.
10. Adik saya tercinta Andre Zevry Hottugu Hutagaol dan Wilda
Novita
Sarmadalitua Hutagaol . Terimakasih atas doa dan dukungan
kalian,
-
xv
tetaplah menjadi adik saya yang selalu bisa membanggakan mama
dan
papa.
11. Keluarga Op. Jaliter Hutagaol/ Op. Sungguria, Keluarga Op.
Tonggi
Magdalena Simbolon/ Op. Sungguria Boru, Keluarga Op.
Martuaraja
Simbolon/ Op. Bornok (Patrick) dan Keluarga Op. Parange
Aritonang atas
dukungan, doa dan motivasi nya.
12. Keluarga Togap Siahaan/ Asli Simangungsong atas dukungan
dan
motivasi nya.
13. Teman seperjuangan kerja praktik Triana Gusmaryana, Sesti
Edina
Merisca, Syahnaz Y .
14. Teman seperjuangan kerja praktik dari Universitas Tirtayasa
dan Institut
Pertanian Bogor.
15. Teman seperjuangan saya Alfin Edo Lubis,Deborah Jovita,
Anita Sagala,
Desy Angeline.
16. Sahabat saya Billquis Kamil Arasyi, M. Andhika Fahlevi, Reza
Yanuar
Fahlevi, Nengah Budi H, Aditya alias botak.
17. Teman-Teman seperjuangan di Elvindo Exe. Suite Derick
Huliselan,
Lukas Posma, Kornelius Siahaan, Torffel Teytoo
-
xvi
18. Abang-abang terbaik yang selalu memberi semangat Daniel
Sitanggang
S.H, Bram MS, S.H, Nico Silaban, S.H, Daniel Simbolon, S.H,
Dimas
Pamor, S.H
19. Teman-teman selaku adik Evelyn H, Risty Artha, Sarah
trinita, Relita
shinta, Dewi Siahaan, Duta Fernando
20. Teman-teman anggota dari UKM Kristen, Gerakan Mahasiswa
Kristen
Indonesia (GMKI) dan Anemon Diving Club yang telah
mengajarakan
banyak hal selama di masa perkuliahan.
21. Teman-teman angkatan dari Jabodetabek Jonathan Manalu,
Daniel Jordy,
Fuad Abdullah, Ibnu Alwan, M. Syarifulhadi, Melky Nababan,
Nadiya
Damara, Biaton Simarmata, Erland, Nandus Imannuel.
22. Sahabat saya Nur Jannah Cortesa S. Si, Maulidina Agustin
S.Si, Mentari
Primaresti S.Si, Oksa Trinanda S.Si dan Khairul Annam S.Si
Penulis berharap semoga Tuhan membelas kebaikan mereka dan
semogaskripsi
bermanfaat.
Bandar Lampung, 12 November 2018
Penulis
Tunggul Van Roy
-
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN
ABSTRAK
.............................................................................................
i
HALAMAN JUDUL DALAM
............................................................ ii
HALAMA PERSETUJUAN
................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN
...............................................................
iv
RIWAYAT HIDUP
...............................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
........................................................... vi
MOTTO
.................................................................................................
vii
SANWACANA
......................................................................................
viii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
.............................................. xii
DAFTAR ISI…………………………………………………………... xiii
DAFTAR TABEL …………………………………………………….. xv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………….. xvi
I. PENDAHULUAN
.............................................................................
1
A. Latar Belakang
...............................................................................
1 B. Tujuan Penelitian
...........................................................................
2 C. Manfaat Penelitian
.........................................................................
2 D. Kerangka Pemikiran
......................................................................
3 E. Hipotesis
........................................................................................
4
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………… 5
A. Jeruju (Acanthus ilicifolius L.) …………………………………. 5 1. Biologi
Jeruju............................................................................
5
-
2. Kandungan Senyawa kimia tanaman Jeruju...
.......................... 6 3. Morfologi Jeruju………………………………………....
....... 7 4. Habitat Tanaman Jeruju
........................................................... 9
B. Mencit (Mus musculus L.) ………………………………………. 12 1. Biologi
Mencit……………………………………….... .. …… 12 2. Perkembangan Fetus Mencit…
……………………………… 14 3. Siklus Hidup Mencit ...........………………………………….
16
4. Tulang Belakang
Fetus..............................................................
17
III. METODE PENELITIAN……………………………………...… 24
A. Waktu dan Tempat Penelitian
..................................................... 24 B. Alat
dan Bahan
............................................................................
24
1. Alat
.........................................................................................
24 2. Bahan
......................................................................................
25
C. Persiapan Kandang dan Hewan Uji
............................................. 25
D. Persiapan dan Pembuatan Ekstrak Jeruju
.................................... 26
E. Proses Kopulasi Mencit
...............................................................
26
F. Pembuktian Mencit Bunting
........................................................ 27
G. Pemberian Perlakuan
...................................................................
27
H. Pengamatan
.................................................................................
29
I. Rancangan Percobaan
..................................................................
30
J. Analisis Data
...............................................................................
31
K. Diagram Alir Penelitian
..............................................................
31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
...................................................... 32
A. Hasil Pengamatan
.......................................................................
32
Struktur Tulang Belakang Fetus
................................................. 32
B. Pembahasan
................................................................................
34
Struktur Tulang Belakang Fetus
................................................. 34
V. KESIMPULAN DAN SARAN
....................................................... 43
A. Kesimpulan
................................................................................
43
B. Saran
..........................................................................................
. 43
DAFTAR PUSTAKA
............................................................................
44
LAMPIRAN
...........................................................................................
49
-
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1. Tahap Perkembangan Fetus Pada Rodentia
........................................... 16
Tabel 2. Rancangan Percobaan……………………………………………………30
Tabel 3. Kelainan Struktur Tulang Belakang
....................................................... 32
Tabel 4. Rata-rata Berat Badan Fetus Mencit (Mus musculus L.)
....................... 50
Tabel 5. Rata-rata panjang fetus mencit (Mus musculus L.)
............................... 50
-
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1. Jeruju (Acanthus ilicifolius L.)
..................................................... 9
Gambar 2. Mencit (Mus musculus L.)
............................................................ 14
Gambar 3. Morfologi Fetus Mencit
...............................................................
15
Gambar 4. Kerangka Mencit (Mus musculus L.)
........................................... 20
Gambar 5. Diagram Alir
...............................................................................
31
Gambar 6. Strukur Tulang Belakang Fetus
................................................... 33
Gambar 7. Larutan alizarin red dan Larutan KOH 1%………………………
51
-
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia sudah menggunakan sumber bahan obat dari
alam
sebagai obat tradisional turun-temurun. Hingga saat ini
pemakaian obat
tradisional berkembang dengan baik sebagai salah satu alternatif
untuk
menanggulangi masalah kesehatan. Tanaman obat akan memberikan
hasil
optimal bila dikonsumsi secukupnya untuk tujuan pengobatan
(Agusta,
2011).
Juruju merupakan tumbuhan akuatik yang biasa dimanfaatkan
masyarakat
di daerah pantai sebagai obat tradisional. Untuk saat ini
tumbuhan akuatik
sangat digemari masyarakat sebagai tanaman hias taman,
karena
keindahan bentuk dan warna, baik pada daun maupun bunga
(Hidayat, et
al., 2004).
Tanaman ini dimanfaatkan di banyak negara sebagai obat
tradisional
karena memiliki khasiat sebagai anti radang dan juga dapat
digunakan
sebagai obat kanker, obat penyakit hepatitis, obat bisul dan
juga obat
-
2
penyakit cacingan. Kandungan senyawa kimia dalam Acanthus
ilicifolius
berfungsi sebagai neuralgia, analgesik, antiinflamasi,
antioksidan,
antifertilitass, hepatoprotektif, antitumor, antileukimia,
antukanker,
antimikroba, antivirus dan antijamur, serta dapat digunakan
sebagai
insektisida alami. Kandungan senyawa kimia lain yang dimiliki
tanaman
jeruju antara lain feniletanoid glikosida : ilisifoliosida A dan
ilisifoliosida
B7; alkaloid: akantisifolin: steroid: stigmasterol, flavonoid.
Mengingat
banyak nya manfaat jeruju dan banyak nya kandungan kimia yang
terdapat
pada tanaman jeruju sedangkan tingkat keamanan pemakaiannya
belum
diketahui dengan jelas, maka perlu dilakukan penelitian tentang
jeruju,
khususnya pada ibu hamil yang mengkonsumsi jeruju sebagai obat.
Pada
penelitian ini yang diamati adalah tentang efek samping ekstrak
daun
jeruju terhadap struktur tulang belakang pada fetus mencit.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelainan pada
struktur
tulang belakang fetus mencit (Mus musculus L.setelah pemberian
ekstrak
daun jeruju (Acanthus ilicifolius L.) pada induknya.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat
tentang tingkat keamanan tanaman jeruju (Acanthus ilicifolius
L.) terutama
daunnya yang dapat dimanfaatkan sebagai obat.
-
3
D. Kerangka Pemikiran
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati
yang
tinggi dengan hutan tropisnya terdapat 30.000 spesies tumbuhan.
Dari
jumlah tersebut sekitar 9.600 spesies diketahui berkhasiat obat,
dan kurang
lebih 300 spesies telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pada
industri
obat tradisional. Tumbuhan yang memiliki potensi sehingga
dapat
dikembangkan menjadi bahan baku obat-obatan adalah tumbuhan
yang
dapat menghasilkan metabolit sekunder dan aktivitas biologis
tertentu dan
salah satunya adalah tanaman jeruju. Tanaman ini dimanfaatkan di
banyak
negara sebagai obat tradisional karena memiliki khasiat sebagai
anti
radang dan juga dapat digunakan sebagai obat kanker, obat
penyakit
hepatitis, obat bisul dan juga obat penyakit cacingan. Kandungan
senyawa
kimia dalam Acanthus ilicifolius berfungsi sebagai neuralgia,
analgesik,
antiinflamasi, antioksidan, antifertilitass, hepatoprotektif,
antitumor,
antileukimia, antikanker, antimikroba, antivirus dan antijamur,
serta dapat
digunakan sebagai insektisida alami. Kandungan kimia lain yang
dimiliki
tanaman jaruju antara lain feniletanoid glikosida :
ilisifoliosida A dan
ilisifoliosida B7; alkaloid: akantisifolin: steroid:
stigmasterol, flavonoid.
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kelainan pada
struktur
tulang belakang fetus mencit. Penelitian ini menggunakan daun
jeruju
sebagai obat tetapi banyak yang belum mengetahui efek samping
teratogen
yang dapat menyebabkan kerusakan pada embrio sehingga
pembentukan
-
4
organ-organ berlangsung tidak sempurna (terjadi cacat lahir)
khususnya
terhadap perkembangan tulang belakang pada fetus mencit.
E. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak daun
tanaman jeruju
(Acanthus ilifolius) terhadap induk mencit (Mus musculus L.)
yang sedang
hamil menyebabkan terjadinya kelainan pada struktur tulang
belakang
fetus.
-
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Jeruju (Acanthus ilicifolius)
1. Biologi Jeruju
Klasifikasi tanaman jeruju adalah sebagai berikut (Plantamor,
2016)
Regnum : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Asteridae
Ordo : Scrophulariales
Famili : Acanthaceae
Genus : Acanthus
Spesies : Acanthus ilicifolius L.
Tumbuhan air dapat didefinisikan sebagai tumbuhan yang hidup di
air
atau dekat air hidup bergantung pada lingkungan berai atau
sebagian besar
siklus hidup berada di lingkungan berair. Menurut Giesen
(1991),
-
6
setidaknya sekitar 623 jenis dari 105 famili tumbuhan air yang
ada di
Indonesia, termasuk jenis introduksi, dan 39 diantaranya
merupakan
endemik. Kebun Raya Bogor sebagai lembaga konservasi ex situ
tumbuhan tropika, memiliki 154 nomor koleksi dari sejumlah 52
jenis
tumbuhan air. Beberapa diantaranya telah diketahui memiliki
potensi
untuk dikembangkan menjadi bahan obat-obatan seperti jeruju,
daruju,
seroja dan teratai. Tumbuhan berhabitus terna yang kuat, tidak
lunak,
batang bulat, tampak jelas buku-buku batang, tumbuh tegak atau
kadang-
kadang merayap. Helaian daun tunggal, letak daun bersilang
berhadapan,
bentuk memanjang sampai lanset, selalu dilengkapi duri di bagian
ujung
helaian daun bahkan pada semua bagian tepi daun, ukuran helaian
daun 9-
30 x 4-12 cm, pertulangan daun menyirip, warna hijau tua,
panjang
tangkai daun 3-15 mm. Perbungaan berupa bunga majemuk bulir,
terletak
di ujung batang, setiap bagian bunga dilindungi oleh 2 buah
daun
pelindung (brakteola) tepat di bawah kelopak bunga. Tanaman ini
tumbuh
baik di dekat komunitas mangrove (Giesen, 1991).
2. Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Jeruju
Tumbuhan Acanthus ilicifolius dapat sebagai tumbuhan hias
karena
keindahan bunganya, juga diketahui sebagai tumbuhan obat.
Beberapa
penelitian mengenai senyawa bioaktif dari tumbuhan ini
memiliki
kemampuan untuk memerangi penyakit. Kandungan senyawa kimia
dalam
Acanthus ilicifolius berfungsi sebagai: neuralgia, analgesik,
antiinflamasi,
antioksidan, antifertilitas, hepatoprotektif, antitumor,
antileukemia,
-
7
antikanker, antimikroba, antivirus dan antijamur juga dapat
sebagai
insektisida alami (Irawanto 2014b)
Selain sebagai tumbuhan ornamental dan obat, Acanthus
ilicifolius juga
dapat sebagai bioindikator pencemaran. Jeruju termasuk jenis
terpilih dari
lima jenis vegetasi mangrove yang mengalami tekanan lingkungan
karena
peningkatan pencemaran limbah domestik, industri, runoff
pertanian, dan
limbah toksik lainnya. Salah satu limbah toksik adalah logam
berat dimana
nilai BCF (Bioconcentration Factor) untuk Pb pada tumbuhan
mangrove
(2,40+0,75) lebih tinggi dari tumbuhan darat (1,42+0,15).
Sehingga logam
berat yang toksik lebih cepat terakumulasi pada tumbuhan
mangrove
(Agoramoorthy et al. 2009).
Steroid merupakan komponen aktif dalam tumbuhan yang telah
digunakan
untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, antibakteri dan
antivirus
(Robinson, 1995). Oleh karena itu, tumbuhan jeruju dapat dipakai
dalam
penelitian yang berhubungan dengan abnormalitas (DiPiro et al.,
2005).
3. Morfologi Tanaman Jeruju
Tumbuhan berhabitus terna yang kuat, tidak lunak, batang bulat,
tampak
jelas buku-buku batang, tumbuh tegak atau kadang-kadang
merayap,
seringkali dilengkapi dengan akar nafas, berduri pada kedua sisi
batang
sampai setiap duri terdapat pada helaian daun, tinggi tanaman
dapat
mencapai 3 m. Helaian daun tunggal, letak daun bersilang
berhadapan,
-
8
bentuk memanjang sampai lanset, selalu dilengkapi duri di bagian
ujung
helaian daun bahkan pada semua bagian tepi daun, ukuran helaian
daun 9-
30 x 4-12 cm, pertulangan daun menyirip, warna hijau tua,
panjang
tangkai daun 3-15 mm. Perbungaan berupa bunga majemuk bulir,
terletak
di ujung batang, setiap bagian bunga dilindungi oleh 2 buah
daun
pelindung (brakteola) tepat di bawah kelopak bunga. Kelopak
bunga
berjumlah 5, berlekatan, berukuran 1-1,5 cm, berwarna hijau
keputihan.
Mahkota bunga berjumlah 5, berlekatan membentuk tabung
mahkota
bunga, panjang tabung mahkota 0,5-1 cm, di bagian ujung tabung
terdapat
rambut-rambut halus yang mengelilingi leher tabung mahkota,
ukuran
mahkota bunga 3-4,5 cm (termasuk tabung mahkota bunga), warna
helaian
mahkota bunga biasanya ungu dengan garis kuning di bagian
tengah,
jarang berwarna putih, ukuran helaian mahkota bunga 2-3,5 cm.
Tangkai
sari panjangnya 13-16 mm. Tangkai putik panjangnya 2-2,5 cm.
Buah
merupakan tipe buah kapsul, terbuka sepanjang alur kampuh jika
sudah
masak, ukuran buah 2,5-3 cm, biji berbentuk ginjal. Tanaman ini
tumbuh
baik di dekat komunitas mangrove (Giesen dan Van Balen,
1991)
-
9
Gambar 1. Tanaman Jeruju (Biodiversitaswarrior, 2015)
Akar jeruju yang rasanya pahit, sifatnya dingin dan berkhasiat
sebagai anti
radang (antiflogistik) dan peluruh dahak (ekspektorans). Biji
berkhasiat
sebagai pembersih darah, kandungan kimia dari akar jeruju yaitu
flavones
dan asam amino. Akar jeruju digunakan untuk pengobatan radang
hati
(hepatitis) akut dan kronis, pembesaran hati dan limpa
(hepatosplenomegali), pembesaran kelenjar limfe (limfadenopali)
termasuk
pembesaran kelenjar limfe pada tuberculosis (TBC) kulit
(skrofuloderma),
gondokan (parotitis), sesak napas (asma bronkial), cacingan,
nyeri lambung,
sakit perut, dan kanker, terutama kanker hati (Dalimartha,
2006).
4. Habitat tanaman jeruju
Acanthus ilicifolius tumbuh berkelompok dan sangat umum
ditemukan di
sepanjang tepi muara dan laguna, di tanah berawa, dan hutan
mangrove
dekat dengan pantai (Valkenberg dan Bunyapraphatsara 2002).
-
10
Tumbuhan semak bawah (undershrub) di mangrove (Jayaweera dan
Senaratna 2006). Jenis ini ditemukan dari zona menengah ke hulu
muara
di pertengahan hingga daerah intertidal (Kovendan dan Murugan
2011).
Acanthus ilicifolius lebih memilih daerah dengan masukan air
tawar yang
tinggi, dan jarang terendam air pasang, tersebar luas dan
umum.
Ditemukan pada semua jenis tanah, terutama daerah berlumpur
sepanjang
tepi sungai (Kovendan dan Murugan 2011). Tumbuh pada
substrat
berlumpur dan berpasir di tepi daratan hutan bakau (Ardli et al.
2011).
Pertumbuhan ternaungi, hingga sepenuhnya terbuka (Yudhoyono
dan
Sukarya 2013), toleran terhadap naungan (Kovendan dan Murugan
2011).
Jeruju dapat dijumpai dari India Selatan, Sri Lanka sampai
Indo-China,
Indonesia, Filipina dan Australia Utara, jarang ditemukan di
Malaysia. Di
Asia tropis dan Afrika Barat tropis (Jayaweera dan Senaratna
2006),
melalui Malaya sampai Polinesia . India, Semenanjung India,
Ceylon, Sri
Lanka, Bangladesh, Pakistan, Burma, Malaya, Kepulauan
Filipina,
Indonesia dan Australia (Jayaweera dan Senaratna 2006; Yudhoyono
dan
Sukarya 2013)
Pengetahuan manfaat obat tumbuhan mangrove umumnya diperoleh
masyarakat setempat dari masyarakat luaryang mencari
tumbuhan
tersebut, bukan sebagai pengetahuan tradisional warisan
nenek
moyangnya. Dalam pengobatan tradisional masyarakat Segara
Anakan,
-
11
yang merupakan keturunan prajurit Kerajaan Mataram,
digunakan
tumbuhan darat sebagaimana masyarakat Jawa pada umumnya.
Meskipun
demikian di Bogowonto dan Segara Anakan masyarakat
mengetahui
potensi obat beberapa tumbuhan mangrove, seperti buah (biji)
Acanthus
ilicifolius yang berpotensi untuk pengobatan hepatitis. Tumbuhan
ini
berperan sebagai afrodisiak, asma, pembersih darah (buah),
diabetes,
diuretik, dispepsia, hepatitis, lepra (buah, daun,akar),
neuralgia, paralisis,
cacingan, rematik, penyakit kulit, gigitan ular, dan sakit perut
(kulit kayu,
buah, daun) (Bandaranayake, 1998)
Keistimewaan A. ilicifolius dibandingkan dengan spesies yang
lain bila
digunakan untuk obat antidiabetes yaitu A. ilicifolius memiliki
kandungan
metabolit skunder lain yang juga baik untuk kesehatan
diantaranya
antibakteri, antioksidan, antivirus, dapat membersihkan
darah,
mempercepat penyembuhan luka dan lain-lain (Krisdaphong et al.,
2013;
Bandaranayake, 1998). Ketersediaan di alam juga lebih
melimpah
dibandingkan dengan spesies mangrove yang laian karena sifatnya
yang
mudah berkembangbiak. A. ilicifolius memiliki kemampuan
untuk
menyebar secara vegetatif karena perakarannya yang berasal dari
batang
horizontal, sehingga membentuk bagian yang besar dan kukuh. Juga
dapat
berkembangbiak secara generatif, dengan kemungkinan bunga
diserbuki
oleh burung dan serangga, sehingga biji tertiup angin dan
menyebar (Noor
et al., 2006). Selama ini A. ilicifolius dianggap sebagai
tumbuhan perdu
yang tidak memiliki fungsi ekologis maupun tumbuhan pangan.
Oleh
-
12
karena itu, penelitian pengembangan mengenai pemanfaatan A.
ilicifolius
sebagai obat perlu selalu dilakukan untuk meningkatkan
eksistensinya dan
memberikan manfaat yang lebih untuk manusia (Noor et al.,
2006).
B. Biologi Mencit (Mus musculus)
Arrington (1972) menyatakan taksonomi mencit diklasifikasikan
sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus L.
Mus musculus liar atau Mus musculus L. rumah adalah hewan satu
spesies
dengan Mus musculus laboratorium. Semua galur Mus musculus
L.
Laboratorium sekarang ini merupakan keturunan dari Mus musculus
L. liar
sesudah melalui peternakan selektif (Smith & Mangkoewidjojo,
1988).
Mencit termasuk dalam genus mus, sub famili murinae, famili
muridae,
order rodentia. Mencit yang sudah dipelihara di laboratorium
sebenarnya
masih satu famili dengan mencit liar. Sedangkan mencit yang
sering
dipakai untuk penelitian biomedis adalah Mus musculus L.
Berbeda
dengan hewan-hewan lainnya, mencit tidak memiliki kelenjar
keringat.
Pada umur empat minggu berat badannya mencapai 18-20 gram.
Jantung
-
13
terdiri dari empat ruang dengan dinding atrium yang tipis dan
dinding
ventrikel yang lebih tebal. Hewan ini memiliki karakter yang
lebih aktif
pada malam hari dari pada siang hari. Diantara spesies-spesies
hewan
lainnya, mencit yang paling banyak digunakan untuk tujuan
penelitian
medis (60-80%) karena murah dan mudah berkembang biak
(Kusumawati,
2004).
Mencit (Mus musculus L.) merupakan hewan pengerat yang
memiliki
rambut berwarna keabu-abuan atau putih, mata berwarna merah
atau
hitam, kulit berpigmen dan perut sedikit pucat. Mencit dewasa
pada umur
35 hari dan memiliki waktu kehamilan 19-21 hari. Mencit
dapat
melahirkan 6-15 ekor. Mencit jantan dan betina siap melakukan
kopulasi
pada umur 8 minggu. Siklus estrus atau masa birahi 4-5 hari
dengan lama
estrus 12-14 jam. Fase estrus dimulai antara pukul 16.00-22.00
WIB.
Proses persetubuhan mencit jantan dan betina untuk tujuan
fertilisasi atau
disebut dengan kopulasi terjadi pada saat estrus, dengan
fertilisasi 2 jam
setelah kopulasi. Ciri-ciri terjadinya kopulasi adalah
ditemukannya sumbat
vagina, yaitu cairan mani jantan yang menggumpal (Smith dan
S.
Mangkoewidjojo. 1988).
Mencit merupakan hewan percobaan yang efisien karena mudah
dipelihara, tidak memerlukan tempat yang luas, waktu kehamilan
yang
singkat, dan banyak memiliki anak perkelahiran. Mencit dan tikus
putih
-
14
memiliki banyak data toksikologi, sehingga mempermudah
membandingkan toksisitas zat-zat kimia (Lu, 1995).
Gambar 2. Mencit (Mus musculus L) (Tetebano, 2011)
1. Perkembangan Fetus Mencit
Menurut Roberts (1971) dan Lu (1995) masa kehamilan mencit
terdiri dari
3 tahap, yaitu :
A. Tahap blastula
Tahap ini dimulai setelah ovulasi dan dilanjutkan dengan
perkembangan
membran zigot primitif di uterus. Pada tahap ini, fetus tidak
rentan
terhadap senyawa teratogen, tetapi senyawa teratogen akan
menyebabkan
kematian fetus akibat matinya sebagian sel fetus.
B. Tahap organogenesis
Tahap organogenesis merupakan tahap pembentukan organ-organ
dan
sistem tubuh serta perubahan bentuk tubuh yang terjadi pada hari
ke 6
sampai ke 16 kehamilan. Pada periode ini sel secara intensif
mengalami
-
15
diferensiasi, mobilisasi, dan organisasi sehingga fetus sangat
rentan
terhadap senyawa teratogen.
C. Tahap pertumbuhan fetus
Tahap ini merupakan tahap terjadinya perkembangan dan
pematangan
fungsi jaringan, organ dan sistem yang tumbuh. Sehingga selama
tahap
ini,senyawa teratogen tidak akan menyebabkan cacat morfologi,
tetapi
dapat mengakibatkan kelainan fungsi seperti gangguan Sistem
Syaraf
Pusat (SSP) yang mungkin tidak dapat dideteksi segera setelah
kelahiran.
Morfologi fetus normal mencit disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Morfologi Fetus Normal Mencit (Heupel, 2008)
-
16
Menurut Hafez (1970) dan Schenker & Forkheim (1998),
perkembangan
fetus pada Rodentia dapat ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tahap Perkembangan Fetus Pada Rodentia
Waktu
(Hari)
Tingkatan yang terjadi
1 Stadium pembelahan sel di dalam oviduk
2 Terbentuk morula 16 sel
3 Fetus masuk ke dalam uterus dan membentuk blastula
4-6 Blastomer terimplantasi dan terjadi gastrulasi
6-11 Organogenesis
12-16 Pembentukan somit belakang, mata, dan osifikasi awal
dariskeleton
16-20 Perkembangan fetus
20-21 Kelahiran
2. Siklus Hidup Mencit
Siklus reproduksi mencit bersifat poliestrus dimana siklus
estrus (berahi)
berlangsung sampai lima hari dan lamanya estrus 12-14 jam.
Mencit
jantan dewasa memiliki berat 2040 gram sedangkan mencit betina
dewasa
18-35 gram. Hewan ini dapat hidup pada temperatur 30 C lama
hidup
mencit satu sampai tiga tahun, dengan masa kebuntingan yang
pendek (18-
21 hari) dan masa aktifitas reproduksi yang lama (2-14 bulan)
sepanjang
hidupnya. Mencit mecapai dewasa pada umur 35 hari dan
dikawinkan
pada umur delapan minggu (jantan dan betina) (Smith &
Mangkoewidjojo,
1988).
-
17
Mencit dewasa pada umur 35 hari dan memiliki waktu kehamilan
19-21
hari dan umur sapih 21 hari. Berat dewasa mencit rata-rata 20-30
gram dan
berat lahir 0,5-1.0 gram. Menurut Somala (2006) suhu rektal
mencit 35-
39oC,
pernapasan 140-180 kali/menit dan denyut jantung 600-650 kali.
Mencit
juga salah satu golongan pengerat yang bersifat omnivorus,
nokturnal,
takut cahaya, dan dapat hidup dengan baik di ruangan dengan
temperatur
antara 20-25oC dengan kelembaban ruang 45-55% (Keane, 2011).
3. Tulang Belakang
Tulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi
oleh matriks
kolagen ekstraseluler (kolagen tipe I) yang disebut sebagai
osteoid.
Osteoid ini termineralisasi oleh deposit kalsium hydroxyapatite,
sehingga
tulang menjadi kaku dan kuat. Tulang merupakan jaringan
penghubung
yang terdiri dari fase mineral dan organik yang secara khusus
dirancang
untuk berperan sebagai struktur penahan beban tubuh. Untuk
memenuhi
tugas ini, tulang dibentuk dari kombinasi tulang kompak yang
padat dan
tulang kanselus. Fase mineral dari kerangka berkontribusi dalam
dua per
tiga dari berat kerangka, dan sepertiganya adalah matriks
organik, yang
terutama mengandung kolagen tipe I dan sejumlah kecil protein
non-
kolagen (Junqueira, 2007).
Sebagai unsur pokok kerangka orang dewasa, jaringan tulang
menyangga
struktur berdaging, melindungi organ vital seperti yang terdapat
di dalam
-
18
tengkorak dan rongga dada, menampung sumsum tulang dan tempat
sel
darah dibentuk. Tulang juga berfungsi sebagai cadangan kalsium,
fosfat
dan ion lainyang dapat dilepaskan atau disimpan dengan cara
terkendali
untuk mempertahankan konsentrasi ion-ion penting ini di dalam
cairan
tubuh. Karena metabolit tidak dapat berdifusi melalui matriks
tulang yang
telah mengapur, pertukaran zat antara osteosit dan kapiler
darah
bergantung pada komunikasimelalui kanalikuli yang merupakan
celah-
celah silindris halus, yang menerobos matriks. Permukaan bagian
luar dan
dalam semua tulang dilapisi lapisan-lapisan jaringan yang
mengandung
sel-sel osteogenik, endosteum pada permukaan dalam dan
periosteum pada
permukaan luar (Junqueira, 2007).
Kerangka manusia dewasa secara keseluruhan terdiri dari 80%
tulang
kortikal dan 20% tulang trabekular (Clarke, 2008; Bayliss et
al., 2012).
Setiap tulang memiliki rasio tulang kortikal dan tulang
trabekular yang
berbeda sesuai situs dan jenis tulang itu sendiri sebagai
contohnya pada
tulang vertebra perbandingan rasio tulang kortikal dan tulang
trabekular
adalah 25:75. Rasio pada kaput femur adalah 50:50 dan 95:5 pada
diafisis
radius (Clarke, 2008).
Setiap tulang selalu mengalami perbaikan bentuk selama hidup
untuk
membantu adaptasi terhadap perubahan kekuatan biomekanik,
proses
-
19
penggantian tulang yang tua dan yang mengalami kerusakan mikro
dengan
tulang yang baru serta membantu menjaga kekuatan tulang (Clarke,
2008).
Pertumbuhan tulang merupakan proses pertambahan dalam ukuran
dan
mineralisasi pada masa kanak-kanak dan remaja. Massa tulang
bertambah
dari sekitar 80 gram saat lahir hingga 3000 gram pada puncak
tertinggi
massa tulang yaitu sekitar umur 25 tahun (Clarke, 2008).
Pada saat fetus, tulang mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang
disebut dengan istilah osifikasi. Awal dari proses osifikasi ini
adalah
terjadinya perubahan jaringan mesenkim pada fetus menjadi
jaringan
tulang atau menjadi jaringan kartilago yang selanjutnya akan
menjadi
jaringan tulang (Junqueira, Carneiro, dan Kelley, 1998). Menurut
Rugh
(1968), osifikasi pada mencit dimulai pada hari ke 11 sampai
17
kehamilan.
-
20
Struktur anatomi rangka fetus mencit disajikan pada Gambar
4.
Gambar 4. Anatomi Rangka Mencit (Mus musculus L.) (Amsel,
2012)
Pada fetus normal (kontrol) terdapat 7 tulang servik, 13 tulang
thorak, 6
tulang lumbalis, 6 tulang sakral, dan 2 atau 3 tulang kaudal
(Sukandar,
Fidrianny, Garmana, 2008).
Menurut Setyawati (2011), pemberian senyawa teratogen pada
masa
organogenesis dapat menyebabkan penghambatan pada
pertumbuhan
tulang. Adanya senyawa teratogen yang masuk melalui plasenta
akan
menghambat transfer nutrisi dari induk ke fetus dan
menghambat
metabolisme nutrisi yang penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan
organ fetus termasuk mineral untuk proses kalsifikasi
(pembentukan
tulang). Kelainan pada tulang belakang fetus dapat dilihat dari
jumlah
tulang dan terdapat pemanjangan atau pemendekan dari tulang
belakang
tersebut.
-
21
Kalfas (2001) menyatakan bahwa tulang yang sedang aktif
tumbuh
terdapat empat jenis komponen sel, antara lain prekusor
osteogenik atau
sel osteoprogenitor, sel osteoblas, sel osteosit dan sel
osteoklas serta
elemen hematopoetik dari sumsum tulang. Sel osteoprogenitor
terdapat
pada semua permukaan tulang dan membentuk lapisan periosteum
dan
endosteum. Sel osteoprogenitor hanya sanggup berproliferasi
dan
berkembang menjadi sel osteoblas dan paling aktif selama
pertumbuhan
tulang namun diaktifkan kembali semasa dewasa pada pamulihan
fraktur
tulang dan cedera lainnya.
Sel osteoblas terdapat pada permukaan tulang, berasal dari
prekusor sel
stroma di sumsum tulang. Sel osteobas menyekresikan sejumlah
besar`kolagen tipe I, protein, matriks tulang yang lain dan
fosfatase alkali
dan akan berdiferensiasi menjadi sel osteosit (Ganong, 2002).
Sel
osteoblas dapat menyintesis, menyekresi dan mengendapkan
komponen
organik matriks tulang baru. Sel osteoblas berdiferensiasi
secara in vivo
dan in vitro yang dapat di karakteristikkan dengan 3 tahap yaitu
proliferasi
sel, maturasi matriks dan mineralisasi matriks (Eroschenko,
2010). Sel
osteoblas akan menghasilkan sel osteosit, matriks organik yang
tidak
termineralisasi yang akan mengalami mineralisasi, memberikan
kekuatan
tulang dan kekakuan tulang. Sel osteoblas juga berperan dalam
aktivasi
resorpsi tulang oleh sel osteoklas (Kalfas, 2001).
-
22
Sel osteosit merupakan sel utama tulang dewasa yang terperangkap
dalam
matriks tulang (Kalfas, 2001). Sel osteosit mempertahankan
keseimbangan
kadar kalsium dan fosfat dalam tulang dan darah. Sel osteoklas
adalah sel
multinukleus yang berperan dalam resorpsi, remodelling dan
perbaikan
tulang (Eroschenko, 2010). Sel osteoklas melakukan pembaruan
yang
mencakup menghilangkan matriks dalam tulang dan diikuti deposisi
tulang
baru. Sel osteoklas menempati lekukan yang disebut lakuna
Howshi,
terjadi akibat kerja erosif osteoklas tulang dibawahnya
(Fawcett, 2002).
Pembentukan dan resorpsi tulang sel yang telibat adalah sel
osteoblas dan
sel osteoklas yang berasal dari sumsum tulang (Ganong, 2002).
Trombosit
kaya akan faktor pertumbuhan, oleh karena itu trombosit
bertanggung
jawab untuk meregenerasi fraktur tulang karena trauma. Seumur
hidup,
tulang tetap mengalami remodelling intern dan pembaruan yang
mencakup
menghilangkan matriks tulang pada banyak tempat, diikuti
penggantiannya berupa deposisi tulang baru. Agen resorpsi tulang
dalam
proses ini adalah sel osteoklas. Bentuk tulang dipertahankan
selama
pertumbuhan oleh remodelling yang mencakup deposisi tulang
pada
beberapa tempat di bawah periosteum dan absorpsi tulang pada
daerah lain
(Fawcett, 2002).
-
23
Kerusakan tulang merupakan suatu kondisi patologik hilangnya
struktur
tulang yang dapat disebabkan karena faktor sistemik maupun
faktor
mekanis. Terjadinya remodelling tulang karena adanya tekanan
yang terus
menerus dan aktivitas hormon yang selalu berubah. Proses
remodeling
tulang melibatkan interaksi sel osteoblas dan sel osteoklas
(Ganong,
2002).
-
24
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November - Desember 2017,
di
Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Lampung untuk pembuatan ekstrak daun jeruju dan di
Laboratorium
Zoologi, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk
tempat
pemberian perlakuan pada mencit dan pengamatan.
B. Alat dan Bahan
1. Alat-Alat
Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kandang
mencit
yang berukuran 50 x 30 cm beserta penutup yang terbuat dari
kawat,
tempat makan dan minum mencit sebanyak 20 unit yang akan
terbagi
dalam 4 kelompok, seperangkat alat bedah, sonde lambung, kertas
label,
kertas milimeter blok, penggaris, jangka sorong, timbangan
digital,
kamera, bak parafin, pena dan buku.
-
25
2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah 20 ekor mencit betina dan 20 ekor
jantan
berumur 3-4 bulan dengan berat sekitar 40 gram, sekam padi
sebagai
alas kandang mencit, pelet sebagai pakan mencit, air minum
mencit,
ekstrak Daun Jeruju, aquades, kloroform, kapas, alkohol 90%,
larutan
KOH 1%, larutan Alizarin Red dan Alkohol 70%.
C. Persiapan Kandang dan Hewan Uji
Kandang mencit beserta penutupnya sebanyak 20 unit dibersihkan
dengan
alkohol dan diberi alas berupa sekam padi. 20 ekor mencit jantan
dan 20
ekor mencit betina disiapkan dalam kondisi yang fertil, berumur
10
minggu, dan berat sekitar 40 gram. Mencit kemudian
diaklimatisasi
selama 1 minggu dengan diberi pakan berupa pelet dan air minum
setiap
harinya. Aklimatisasi ini bertujuan agar mencit melakukan
penyesuaian
kondisi dengan lingkungan sekitar.
Besarnya sampel ditentukan berdasarkan rumus Frederer (1977)
yaitu t (n-
1) ≥15. Sehingga setiap perlakuan terdiri dari 5 ekor mencit
betina yang
hamil, yaitu 5 ekor mencit betina hamil tanpa perlakuan
(kontrol), 5 ekor
mencit betina hamil dengan perlakuan 3,75 mg/30 gram BB dalam
0,4 ml
aquades, 5 ekor mencit betina hamil dengan perlakuan 7,5 mg/30
gram BB
dalam 0,4 ml aquabides, dan 5 ekor mencit betina hamil dengan
perlakuan
15 mg/30 gram BB dalam 0,4 ml aquades.
-
26
D. Persiapan dan Pembuatan Ekstrak Daun Jeruju
Pada penelitian ini untuk mendapatkan ekstrak daun Jeruju
digunakan
metode evaporasi. Daun jeruju dibersihkan, dicuci, dan dijemur
hingga
kering. Setelah kering, daun jeruju kemudian digiling hingga
menjadi
serbuk. Kemudian dilakukan maserasi dengan cara merendam 500
gram
serbuk daun jeruju dalam 2 liter larutan etanol selama 24 jam.
Kemudian
disaring menggunakan kertas saring. Cairan hasil saringan
tersebut
kemudian dipekatkan dengan cara evaporasi menggunakan alat
rotary
evaporator selama 4 jam dengan suhu 50oC dan tekanan 120 atm.
Setelah
itu didapatkan ekstrak daun jeruju sebanyak ± 200ml.
E. Proses Kopulasi Mencit
Satu ekor mencit betina disatukan secara alami dengan satu ekor
mencit
jantan ke dalam satu kandang dan diberi pakan berupa pelet dan
air
minum. Proses persetubuhan mencit jantan dan betina untuk
tujuan
fertilisasi atau disebut dengan kopulasi mencit ini terjadi pada
sore
menjelang petang. Hal ini disebabkan proses kopulasi mencit
terjadi pada
fase estrus, dimana fase estrus dimulai antara pukul 16.00-22.00
WIB
(Mangkoewidjojo, dan Smith, 1988).
-
27
F. Pembuktian Kopulasi Mencit
Pada keesokan pagi setelah mencit betina dan jantan disatukan,
dilakukan
pengamatan di daerah vagina pada mencit betina. Sumbat
vagina
(copulatory plug atau vagina plug) yaitu sumbat kekuningan pada
vagina
yang merupakan campuran sekret betina dengan ejakulat jantan
yang
mengeras. Apabila ditemukan sumbat vagina, maka mencit
dinyatakan
telah melakukan kopulasi dan dihitung sebagai kehamilan hari
ke-0
(Silvia, 2011). Selain dilihat dari adanya sumbat vagina,
kehamilan
mencit juga dapat diketahui dengan cara mengangkat ekstrimitas
depan
mencit dan dilihat apakah kelenjar mammae turun, apabila turun
maka
mencit dinyatakan hamil. Selama kehamilan, kelenjar mammae
mengalami perkembangan dan perubahan morfologi untuk
mempersiapkan
laktasi saat melahirkan (Leeson, 1986). Mencit betina yang
dinyatakan
terbukti kopulasi, dipelihara dalam kandang tersendiri .
G. Pemberian Perlakuan
Pemberian ekstrak daun jeruju dilakukan dengan cara dicekok
(secara oral)
menggunakan spuit yang ujungnya ditumpulkan dan diberi pipa
karet
kecil. Untuk setiap perlakuan digunakan 4 ekor mencit dengan 5
kali
pengulangan. Perlakuan pencekokan ini dilakukan satu kali sehari
selama
14 hari dengan pemberian dosis yang berbeda-beda untuk setiap
kelompok
-
28
perlakuan. Menurut Christijanti ( 2009 ) dosis yang diberikan
pada tikus
putih sebagai berikut:
1. Kelompok kontrol dengan diberi 0 ml/ 200 grBB aquabides
(A)
2. Kelompok dosis 10 mg/200 grBB dalam 1 ml aquabides (B)
3. Kelompok dosis 20 mg/200 grBB dalam 1 ml aquabides (C)
4. Kelompok dosis 40 mg/200 grBB dalam 1 ml aquabides (D)
Dosis ini diberikan pada hewan uji tikus putih yang beratnya 5
kali mencit
(sekitar +200gr), dikonversi ke berat badan mencit sehingga
dosis ekstrak
daun jeruju yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Kelompok kontrol, diperlakukan dengan diberi 0,3ml
aquabides
2. Kelompok dosis 3,75 mg/30 grBBdalam 0,3 ml aquabides (P1)
3. Kelompok dosis 7,5 mg/30 grBBdalam 0,3 ml aquabides (P2)
4. Kelompok dosis 15 mg/30 grBBdalam 0,3 ml aquabides (P3)
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit
dengan
berat sekitar 30 gram, sehingga rumus perhitungan volume
penggunaan
aquabidesnya yaitu :
Volume Pemberian = Berat x Persen Pemberian
= 30 gram x 1%
= 30 gram x (1 ml/100 gram)
= 0,3 ml
-
29
H. Pengamatan
Pembedahan terhadap mencit betina dilakukan dengan
menggunakan
seperangkat alat bedah setelah kehamilan hari ke 18. Seluruh
mencit baik
dari kelompok kontrol maupun perlakuan dibius menggunakan
kloroform.
Mencit dibedah dan fetus dikeluarkan dari uterus, kemudian
dibersihkan
dengan air mengalir dan dilakukan penimbangan berat badan
dan
pengukuran panjang fetus. Selanjutnya dikeluarkan organ dalam
fetus dan
dilakukan preparasi tulang belakang fetus dengan pewarna
Alizarin Red.
Pembuatan larutan Alizarin Red dengan cara menambahkan 6 mg
bubuk
Alizarin Red ke dalam 1 liter larutan KOH 1% (Manson, 1982).
Alizarin Red merupakan pewarna yang banyak digunakan untuk
mewarnai
tulang pada fetus hewan uji. Ruas tulang yang terwarnai
merupakan
tulang rawan yang telah mengalami penulangan sehingga akan
berwarna
merah tua karena zat warna terikat oleh kalsium pada matriks
tulang.
Larutan KOH 1% yang digunakan berfungsi agar otot pada fetus
menjadi
transparan dan tulang belakang fetus dapat terlihat dengan
jelas
(Setyawati, 2011). Pengamatan struktur tulang belakang fetus
dilakukan
secara deskriptif untuk melihat ada atau tidaknya kelainan
dibandingkan
dengan fetus normal (kontrol).
-
30
I. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan masing-masing
perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 5 kali. Dalam
penelitian ini
terdapat 20 ekor mencit yang dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu
1
kelompok sebagai kontrol dan 3 kelompok sebagai perlakuan.
Berikut merupakan susunan rancangan percobaan:
AU1 BU1 CU1 DU1
DU2 AU2 BU2 CU2
AU3 CU5 DU3 BU3
BU4 DU4 CU3 AU4
CU4 BU5 AU5 DU5
Keterangan :
P = Perlakuan yang digunakan (B; C; D)
K = Kontrol (A)
U = Ulangan (U1,U2,U3,U4,U5).
-
31
J. Analisis data
Data hasil penelitian berupa anatomi tulang belakang fetus
dianalisis
secara deskriptif.
K. Diagram Alir Penelitian
Hasil
Analisis data
Pengamatan berat dan panjang fetus serta kelainan pada
strukturtulang belakang
Pemberian perlakuan berupa ekstrak daun jeruju
Pembuktian kopulasi mencit
Proses kopulasi mencit
Persiapan dan pembuatan ekstrak daun jeruju
Persiapan kandang dan hewan uji berupa mencit
Persiapan penelitian
-
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa
pemberian ekstrak daun jeruju pada mencit hamil tidak
menyebabkan
kelainan pada struktur tulang belakang fetus mencit (Mus
musculus
L.).
B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai:
1. Menaikkan jumlah dosis lebih dari 15 mg/ 30 gr BB untuk
mengetahui efek teratogenik
2. Efek teratogenik ekstrak daun jeruju terhadap fetus mencit
dengan
pengamatan mengenai kelainan pada seluruh tulang dan organ
dalam untuk memaksimalkan kemungkinan kecacatan yang terjadi
pada fetus mencit.
3. Zat atau kandungan spesifik dalam ekstrak daun jeruju yang
dapat
menyebabkan efek teratogen terhadap fetus mencit.
-
DAFTAR PUSTAKA
Agoramoorthy G, F.A Chen, V. Venkatesalu, P.C Shea. 2009.
Bioconcentration ofheavy metals in selected medicinal plants of
India.
Agusta, A. 2011. Perbandingan Komponen Kimia Rimpang Temu
Hitam(Curcuma aeruginosa Roxb.) Dan Temu Putih (C. zedoaria)
yangTumbuh di Indonesia dengan Gajatsu (C. zedoaria) Asal
Jepang.Artikel Ilmiah. Laboratorium Fitokimia, Bidang Botani,
PuslitBiologi-LIPI.
Amsel, S. 2012. Movie Worksheets, What Owls Eat -The Bones of A
Mouse.(Internet).http://visual.Merriamwebster.com/images/animalkingdom/rodents-lagomorphs/
rodent/skeleton-rat.jpg. Diakses pada 05Oktober 2017 Pukul 17.30
wib.
Anonim, 2015. Acanthus ilicifolius L.
http://www.biodiversitywarriors.org/isi-katalog.php?idk=3789&judul=Jeruju.
Diakses pada tanggal 05Oktober 2017 Pukul 19.30 wib.
Anonim, 2015. Faktor yang mempengaruhi
tulang.http://milatakum.wordpress.com/2015/12/03/faktor-yang-mempengaruhi-
pertumbuhan-tulang-faktor-genetik-terhadap-ukuran-tubuh/. Diakses
pada tanggal 06 Mei 2018
Ariens, E.J. 1986. Toksikologi Umun Pengantar, terjemahan
Wattimena J.R.,Gajah Mada Univ. Press., Yogyakarta.
Arrington, L. R. 1972. Introductory Labolatory Animal. The
Breeding, Care andManagement of Experimental Animal Science. The
InterstatePrinters and Publishing Inc., New York
Ardli, E.R.E Yani, A. Widyastuti. 2011. Density and Spatial
Distribution of Derristrifoliata and Acanthus ilicifolius as a
Biomonitoring Agent ofMangrove Damages at the Segara Anakan lagoon
(Cilacap,Indonesia). 2nd International Workshop for Conservation
Geneticsof Mangroves
-
45
Bandaranayake, W.M. 1998. Traditional and medical uses of
mangroves.Mangroves and Salt Marshes 2: 133-148
Clarke B., 2008, Normal Bone Anatomy and Physiology, Clin J Am
Soc Nephrol3: 131-139.
Dawes, B. 1952. A Hundred Years of Biology. University of London
Inc.London.
Dewoto, H.R. 2007. Farmakologi dan Terapi: Vitamin dan Mineral
Edisi 5. BalaiPenerbit FK UI. Jakarta.
DiPiro, T., Joseph, Wells, G., Barbara, Hamilton, W., Cindy,
Schwinghammer, l.,Terry. 2005. Pharmacotherapy Handbook, Sixth
Edition, New York
Fawcett. 2002. Buku ajar histologi. Edisi 12. Terjemahan Jan
Tambayong. Jakarta:EGC
Federer, W.T. 1977. Experimental Design Theory And Application,
Third Edition.Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi Bombay
Calcuta.
Dalimartha S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta :
Puspa Swara.
Ganong William F. 2002. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi
20. TerjemahanBrahm U. Jakarta: EGC. hal. 408-412
Giesel, 1991. http://www.plantamor.com/database/database
tumbuhan / daftartumbuhan _
i618?genuspage=all&g=Acanthus&s=ebracteatus. Diakses pada
ta nggal 30 September 2017 Pukul 20.30 wib.
Giesen, W. & B. van Balen. 1991. Several Short Surveys of
Sumatran WetlandsNotes and Observations. Laporan Proyek PHPA/AWB
SumatraWetlands.
Guyton, A.C. 1990. Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Dharrna, A.,
dan P.,Lukmanto. EGC. Jakarta.
Hafez, E.S.E. 1970. Reproduction and Breeding Techniques for
LaboratoryAnimals. Lea & Febinger. Philadelphia.
Heupel. 2008. Root Cause Analysis Handbook: A Guide to Efficient
and EffectiveIncident Investigation. Connecticut Philip Jan
Rothstein. FBCI.
Hidayat, S Yuzammi, S Hartini, IP Astuti. 2004. Tanaman Air
Kebun Raya
-
46
Bogor. Vol. 1 No. 5. Kebun Raya Bogor. Bogor.
Hutahean, S. 2002. Prinsip-Prinsip Uji Toksikologi Perkembangan.
FMIPAUniversitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Irawanto R. 2014a. Kemampuan Tumbuhan Akuatik (Acanthus
ilicifolius danCoix lacryma-jobi) Terhadap Logam Berat (Pb dan
Cd).Prosiding Seminar Nasional Pascasajana XIV-ITS Surabaya.
Irawanto R. 2014b. Phytomedicine of Acanthus ilicifolius dan
Coix lacryma-jobi.Prosiding 2nd International Biology
Conference-ITS Surabaya.
Jayaweera, D.M.A, L.K Senaratna. 2006. Medicinal Plants
(Indigenous andExotic)
Used in Ceylon. The National Science Foundation. Colombo
Junqueira L.C., J. Carneiro., R.O Kelley. 1998. Histologi dasar.
Terjemahan JanTambayong. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.Hlm 236-237.
Kalfas, I.H., 2001, Principle of bone healing, Neurosurg. Focus,
10 (4): 1–4.
Keane, T. 2011. Mouse Genomic Variation and Its Effect on
Phenotipes and GeneRegulation. International Weekly Journal of
Science: 477(289-294).
Kovendan K, K Murugan. 2011. Effect of Medicinal Plants on the
MosquitoVectors from the Different Agroclimatic Regions of Tamil
Nadu,India..
Kusumawati, D. ,2004. Bersahabat dengan Hewan Coba,
Yogyakarta.
Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran dan
Penilaian ResikoEdisi II. Penerbit UI. Jakarta. p 155-157.
Loomis, T.A. 1978. Toksikologi Dasar Edisi ke-2. Terjemahan
Imono, A. IKIPSemarang Press. Semarang.
Maradjo, 1985. Flora Indonesia : Tanaman Rempah-Rempah, P.T Gita
Karya danPT Citra Lamtoro Gung Persada
Mangkoewidjojo dan Smith. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan
PenggunaanHewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press. Jakarta
Manson, J.M, H, Zenick and R.D. Costlow, Teratology Test Methods
forLaboratory Animals, Ravent Press, New York, 1982
-
47
Muna, L., Astirin, O.P., dan Sugiyarto. 2011. Uji Teratogenik
Ekstrak Pandanusconoideus Varietas Buah Kuning Terhadap
Perkembangan EmbrioTikus Putih (Rattus norvegicus). Nusantara
Bioscience. 2. pp 126-134.
Noor, Y.R., M. Khazali dan N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan
PengenalanMangrove di Indonesia. Wetlands International
IndonesiaPrograme. Bogor.
Ritter, E.J. 1977. Altered Biosynthesis In: Wilson J.G., Fraster
F.C. (eds).Handbook of Teratology. Plenum Press. New York.
Rasyaf. 1990. Bahan Makanan Unggas di Indonesia, Penerbit
Kanisius,Yogyakarta.
Robinson. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. diterjemahkan
olehPadmawinata, K., Sudiro, I.. Penerbit ITB, Bandung hal
71-72
Roux, D. 2011. A High-Resolution Anatomical Atlas of the
Transcriptome in theMouse Embryo. J PLOS Bio
Rugh, R. 1968. The Mouse its Reproduction and Development.
Minneapolis:Burgess Publishing Company
Sadler, T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman Ed. 7 :
MalformasiKongenital. EGC. Jakarta.
Sadler, T.W. 2000.Embriologi Kedokteran Langman Ed. 7 : Masa
Embriogenik.EGC. Jakarta.
Sagi, M. 1997. Embriologi Perbandingan Pada Vertebrata. Fakultas
Biologi,Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Salomo Hutahean. 2002. Prinsip-prinsip Uji Toksikologi
Perkembangan. USUDigital Library.
Schenker, E.B. and Forkheim, K.E. 1998. Early Development of
MiceEmbryo In Microgravity Environment On Sts-80Space Flight. http:
// www .asgsb . org / embryo / htm. Diakses pada: 05 Oktober2017
Pukul 21.00 wib.
Setiyohadi, B. 2009. Peran Kalsium dan Vitamin D Pada
Metabolisme Tulang.Subbagian Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit
DalamFKUI/RSCM. Jakarta.
-
48
Setyawati, I. 2011. Penampilan Reproduksi dan Perkembangan
Skeleton FetusMencit Setelah Pemberian Ekstrak Buah Nanas Muda.
JurnalVeteriner. 12 (3). pp 192-199.
Siburian, J. dan Marlinza, R. 2009. Efek Pemberian Ekstrak Akar
Pasak Bumi(Eurycoma Longifolia Jack) Pada Tahap Prakopulasi
TerhadapFertilitas Mencit (Mus Musculus L.) Betina. Biospesies. 2
(2). pp24-30.
Smith, B. J. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan pembiakan
danpenggunaan hewan percobaan di daerah tropis.
UniversitasIndonesia Press, Jakarta
Somala, L., 2006, Sifat Reproduksi Mencit (Mus musculus) Betina
yangMendapat Pakan Tambahan Kemangi (Ocimum basilicum)
Kering,Skripsi, Fakultas Peternakan Insitut Pertanian Bogor.
Sukandar, E.Y., Fidrianny, I., dan Garmana, A.N. 2008. Pengaruh
KombinasiEkstrak Umbi Lapis Bawang Putih Dan Ekstrak Rimpang
KunyitTehadap Janin Mencit Swiss-Webster. JKM. 8(1). pp 36-44.
Suryawati, S. 1990. Pemakaian Obat Pada Kehamilan.
LaboratoriumFarmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
GadjahMada. Yogyakarta.
Tetebano, R. 2011. Rancangan Percobaan Racun Sianida Pada
Mencit.Diakses pada tanggal 05 Oktober 2017.
Van Valkenburg, J. L. C. H. & Bunyapraphatsara, N. (eds),
2001. Plant Resourcesof South-East Asia no. 12 (2). Medicinal and
poisonous plants 2.Backhuys Publishers, Leiden, The Netherlands
Wiharto, K. 1986. Beternak Ayam Broiler. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta
Wilson, J.G. 1973. Environment and Birth Defects. Academic
Press. New York.pp.6-8.
Wirasuta, I.M.A.G. dan K. Suadarmana. 2007. Analisis Toksikologi
Klinik:Tantangan Baru Bagi Farmasi Indonesia. Acta
ParmaceuticaIndonesia. 32 (2). pp 59-62.
Yorijuly. 2012. Perhitungan Dosis UntukHewan Percobaan.
http:/yorijuly14.Wordpress.com/2012/06/02perhitungan-dosis-untuk-hewan-percobaan.
Diakses pada tanggal 20/04/2018.
Yudhoyono A, D.G Sukarya. 2013. 3500 Plant Species of The
BotanicGardensof Indonesia. PT. Sukarya dan Sukarya Pendetama.
Jakarta
ABSTRAK (Skripsi).pdfBAB 1 (Skripsi).pdfBAB II (Skripsi).pdfBAB
III (Skripsi).pdfBAB V (Skripsi).pdfDAFTAR PUSTAKA.pdf