Top Banner
STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS PADA MIKROEKOSISTEM TIDEPOOL DI PANTAI BATU KUKUMBUNG, CAGAR ALAM BOJONGLARANG JAYANTI, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Laporan Penelitian Kuliah Kerja Lapangan (KKL) 2015 Di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti dan Desa Karangwangi Cianjur, Jawa Barat 10 17 Mei 2015 Disusun oleh : AUFA AULIA KANZA 140410120019 PROGRAM STUDI SARJANA BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2015
117

Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

May 15, 2023

Download

Documents

Asep Supriatna
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS PADA

MIKROEKOSISTEM TIDEPOOL DI PANTAI BATU KUKUMBUNG,

CAGAR ALAM BOJONGLARANG JAYANTI, KABUPATEN CIANJUR,

JAWA BARAT

Laporan Penelitian Kuliah Kerja Lapangan (KKL) 2015

Di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti dan Desa Karangwangi Cianjur, Jawa Barat

10 – 17 Mei 2015

Disusun oleh :

AUFA AULIA KANZA

140410120019

PROGRAM STUDI SARJANA BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2015

Page 2: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENELITIAN KULIAH KERJA LAPANGAN

Nama : Aufa Aulia Kanza

NPM : 140410120019

Bidang : Ekologi Perairan

Judul : Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroeko-

sistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam

Bojonglarang Jayanti, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

Tempat Penelitian : Cagar Alam Bojonglarang Jayanti dan Desa Karangwangi,

Cianjur, Jawa Barat

Waktu Penelitian : 10 – 17 Mei 2015

Telah diperiksa dan disahkan :

Jatinangor, Juni 2015

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Laporan

KKL 2015

Dr.rer.nat. Tri Dewi K. Pribadi

NIP. 19740211 200501 2 001

Dosen Pembimbing Lapangan

KKL 2015

Sunardi, M.Si, Ph.D.

NIP. 19690530 199702 1 001

Mengetahui,

Ketua Rombongan KKL 2015

Prof. Dr. Erri Noviar Megantara

NIP. 19571103 198603 1 004

Page 3: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS PADA

MIKROEKOSISTEM TIDEPOOL DI PANTAI BATU KUKUMBUNG,

CAGAR ALAM BOJONGLARANG JAYANTI, KABUPATEN CIANJUR,

JAWA BARAT

Aufa Aulia Kanza, Tri Dewi K. Pribadi, Sunardi

Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Padjadjaran

ABSTRAK

Penelitian struktur komunitas makrozoobenthos pada mikroekosistem tidepool di

pantai Batu Kukumbung dilakukan pada tanggal 10-17 Mei 2015. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas makrozoobenthos,

keanekaragaman makrozoobenthos, dan kondisi lingkungan yang

mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan metode deksriptif kuantitatif,

dengan pengumpulan data menggunakan metode survey. Penelitian dilakukan

dengan memasang transek sepanjang 200 meter sejajar dengan garis pantai. Pada

tiap tidepool yang mengenai transek garis, dilakukan pengamatan, pengukuran

parameter fisika kimia perairan, serta pengambilan sampel benthos. Parameter

fisik yang diukur antara lain luas tidepool, kedalaman tidepool, suhu air, suhu

udara, intensitas cahaya, salinitas dan konduktivitas, sedangkan parameter kimia

yang diukur yaitu pH dan kandungan oksigen terlarut (DO). Dilakukan analisis

terhadap kelimpahan jenis, nilai penting, dominansi jenis, indeks kekayaan jenis,

indeks keanekaragaman jenis, indeks dominansi makrozoobenthos, dan penutupan

makroalga. Hasil pengukuran parameter fisik menunjukkan suhu air, intensitas

cahaya, dan konduktivitas pada kategori tinggi yang dapat membahayakan

kehidupan makrozoobenthos, sedangkan suhu udara, salinitas dan kedalaman

perairan dalam kategori normal, sehingga mampu mendukung kehidupan

makrozoobenthos. Nilai pH dan DO juga menunjukkan hasil yang sesuai dengan

kehidupan makrozoobenthos. Dari analisis sampel, didapatkan 39 jenis

makrozoobenthos dari 21 famili dan 6 kelas, dengan nilai kelimpahan tertinggi

pada jenis Ophionereis dubia sebesar 0,51 individu/338 m2, nilai penting pada

jenis Ophionereis dubia sebesar 43,97%, indeks kekayaan jenis sebesar 6,09,

indeks keanekaragaman jenis sebesar 2,53, dan indeks dominansi sebesar 0,85.

Penutupan makroalga didominasi oleh jenis Sargassum polycystum dengan

penutupan 7,62%.

Kata kunci : makrozoobenthos, pantai Batu Kukumbung, struktur komunitas,

tidepool

Page 4: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah

SWT karena berkat rahmat, nikmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan

Laporan Penelitian Kuliah Kerja Lapangan 2015 yang berjudul “Struktur

Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu

Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat”

pada tanggal 10-17 Mei 2015.

Laporan penelitian ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam

menyelesaikan mata kuliah Kuliah Kerja Lapangan, Program Studi Sarjana

Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Padjadjaran, serta untuk memberikan informasi mengenai struktur komunitas dan

keanekaragaman makrozoobenthos pada mikroekosistem tidepool di pantai Batu

Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan penelitian ini masih

jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penelitian ini dan

perbaikan kedepannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang membutuhkannya dan dapat dijadikan pedoman untuk penelitian

selanjutnya.

Jatinangor, Juni 2015

Penulis

Page 5: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penyusunan laporan ini, banyak pihak terkait yang telah membantu

penulis dalam pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan 2015 maupun penyelesaian

laporan penelitian ini. Merupakan suatu kehormatan untuk menyampaikan ucapan

terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Teguh Husodo, M. Si., Ketua Program Studi Biologi, FMIPA

Universitas Padjadjaran yang telah memberi kesempatan kepada

mahasiswa dalam melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan 2015.

2. Bapak Prof. Dr. Erri Noviar Megantara, Ketua Rombongan Kuliah Kerja

Lapangan 2015 atas kesediaan dan bimbingan dalam pelaksanaan KKL

2015.

3. Bapak Dr. Ruhyat Partasasmita, M. Si., Ketua Komisi Kuliah Kerja

Lapangan 2015 yang telah membimbing panitia dan peserta KKL 2015.

4. Ibu Dr.rer.nat. Tri Dewi K. Pribadi, Dosen Pembimbing Laporan atas

kesediaannya meluangkan waktu, pikiran, bimbingan, pengarahan serta

nasehat dalam penyusunan laporan ini.

5. Bapak Sunardi, M.Si, Ph.D., Dosen Pembimbing Lapangan atas

bimbingan, pengarahan, serta masukan kepada penulis selama kegiatan di

lapangan.

6. Bapak dan Ibu Dosen Pembimbing Lapangan KKL 2015 atas bimbingan,

nasehat dan pengarahannya selama di lapangan.

Page 6: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

iii

7. Pimpinan dan seluruh staff Cagar Alam Bojonglarang Jayanti atas

kerjasama dan izinnya dalam pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan 2015.

8. Keluarga tercinta, Mama, (Alm) Papa, kakak-kakak dan adik yang telah

memberikan doa, semangat, dan dukungan kepada penulis.

9. Rekan-rekan tim Ekologi Perairan KKL 2015 (Akbar, Fitri, Ica, Venny,

Ratu, Wulan, Azalea, Syafitri, Cynthia, dan Teh Tanda) yang telah

berjuang bersama-sama, memberikan semangat, serta banyak membantu

penulis dalam penelitian dan penyusunan laporan ini.

10. Faris Muladi dan seluruh panita Kuliah Kerja Lapangan 2015 yang telah

berjuang dan mempersiapkan segala kebutuhan dalam pelaksanaan KKL

2015.

11. Teman-teman KLOROBLAS untuk semua kebersamaan, kerjasama, dan

bantuannya sehingga KKL 2015 dapat terlaksana dengan baik.

12. Seluruh pihak terkait dalam pelaksanaan KKL 2015 ini yang tidak bisa

disebutkan satu per satu atas semua dukungan moril dan materil dalam

pelaksanaan dan penyusunan laporan ini.

Semoga segala bantuan dan amal sholehnya mendapat balasan yang

terbaik dari Allah SWT. Aamiin ya Rabbal Alamin.

Jatinangor, Juni 2015

Penulis

Page 7: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii

DAFTAR DIAGRAM ...................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................. 2

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ................................................................. 2

1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................................ 3

1.5 Metodologi Penelitian .............................................................................. 3

1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................... 4

BAB II TINJAUAN LOKASI .......................................................................... 5

2.1 Letak Geografis dan Administratif .......................................................... 5

2.2 Kondisi Fisik ............................................................................................ 6

2.3 Hidrologi .................................................................................................. 6

2.4 Vegetasi .................................................................................................... 7

2.5 Satwa Liar ................................................................................................ 7

Page 8: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

v

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 9

3.1 Ekosistem Laut ......................................................................................... 9

3.2 Perairan Pesisir ....................................................................................... 10

3.3 Zona Litoral/Intertidal ............................................................................ 11

3.4 Mikroekosistem Tidepool ...................................................................... 14

3.5 Makrozoobenthos ................................................................................... 17

3.6 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Makrozoobenthos ................. 18

3.7 Struktur Komunitas ................................................................................ 20

BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................ 22

4.1 Alat dan Bahan ....................................................................................... 22

4.1.1 Alat ................................................................................................. 22

4.1.2 Bahan ............................................................................................. 23

4.2 Metode Penelitian .................................................................................. 24

4.2.1 Pembuatan Transek ........................................................................ 25

4.2.2 Pengamatan Benthos dan Biota Lain pada Tidepool ..................... 26

4.2.3 Pengukuran Parameter Fisik .......................................................... 27

4.2.4 Pengukuran Parameter Kimia ........................................................ 28

4.2.5 Perhitungan Makroalga dan Biota Lain ......................................... 30

4.2.6 Identifikasi Benthos ....................................................................... 30

4.3 Analisis Sampel ..................................................................................... 31

4.3.1 Kelimpahan Jenis ........................................................................... 31

4.3.2 Nilai Penting (NP) .......................................................................... 31

4.3.3 Dominansi Jenis ............................................................................. 32

4.3.4 Indeks Kekayaan Jenis ................................................................... 33

4.3.5 Indeks Keanekaragaman Jenis ....................................................... 33

4.3.6 Indeks Dominansi .......................................................................... 34

4.3.7 Penutupan Makroalga .................................................................... 35

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 36

5.1 Hasil ....................................................................................................... 36

5.1.1 Parameter Fisik dan Kimia Perairan .............................................. 36

Page 9: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

vi

5.1.2 Kekayaan Jenis Makrozoobenthos ................................................. 39

5.1.3 Struktur Komunitas Makrozoobenthos .......................................... 41

5.1.4 Data Makroalga dan Biota Lain ..................................................... 49

5.2 Pembahasan ............................................................................................ 50

5.2.1 Parameter Fisik Perairan ................................................................ 50

5.2.2 Parameter Kimia Perairan .............................................................. 55

5.2.3 Parameter Biologi Perairan ............................................................ 56

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 67

6.1 Kesimpulan ............................................................................................ 67

6.2 Saran ...................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 69

LAMPIRAN ..................................................................................................... 74

Page 10: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Lokasi penelitian Cagar Alam Bojonglarang Jayanti .................... 4

Gambar 4.1 Transek dan plot pengamatan benthos ........................................ 26

Gambar 4.2 Perhitungan luasan tidepool pada plot pengamatan .................... 26

Page 11: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Alat penelitian struktur komunitas makrozoobenthos ....................... 22

Tabel 4.2 Bahan penelitian struktur komunitas makrozoobenthos ................... 24

Tabel 4.3 Kriteria Indeks Kekayaan Jenis Makrozoobenthos ........................... 33

Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Parameter Fsik dan Kimia Perairan ..................... 37

Tabel 5.2 Jenis dan Jumlah Total Makrozoobenthos ........................................ 40

Tabel 5.3 Nilai Kelimpahan Jenis Makrozoobenthos ....................................... 41

Tabel 5.4 Nilai KM, KR, FM, FR, dan NP Jenis Makrozoobenthos ................ 43

Tabel 5.5 Indeks Kekayaan Jenis Makrozoobenthos ........................................ 47

Tabel 5.6 Indeks Keanekaragaman Jenis Makrozoobenthos ............................ 48

Tabel 5.7 Indeks Dominansi Jenis Makrozoobenthos ....................................... 49

Tabel 5.8 Data Makroalga dan Biota Lain ........................................................ 49

Page 12: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

ix

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 5.1 Kelimpahan jenis makrozoobenthos (individu/338 m2) ............. 43

Diagram 5.2 Kerapatan relatif jenis makrozoobenthos.................................... 45

Diagram 5.3 Frekuensi relatif jenis makrozoobenthos .................................... 46

Diagram 5.4 Nilai penting jenis makrozoobenthos ......................................... 46

Page 13: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Pengamatan Makrozoobenthos Tidepool Pantai Batu

Kukumbung ................................................................................... 74

Lampiran 2 Susunan Acara Kuliah Kerja Lapangan (KKL) 2015 ................... 86

Lampiran 3 Peta Lokasi Pengambilan Data ..................................................... 90

Lampiran 4 Data Prediksi Pasang Surut Badan Informasi Geospasial 2015 ... 91

Lampiran 5 Perhitungan Analisis Sampel Makrozoobenthos .......................... 92

Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian Lapangan ............................................... 99

Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian Laboratorium ....................................... 103

Lampiran 8 Dokumentasi Tim Ekologi Perairan dan Peserta KKL 2015 ...... 104

Page 14: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelimpahan makrozoobenthos pada ekosistem pantai sangat penting

pengaruhnya terhadap struktur rantai makanan. Makrozoobenthos bersifat relatif

menetap pada dasar perairan. Tekanan ekologis yang berlebihan dapat

mengurangi kelimpahan organisme ini sehingga dapat mengganggu keseimbangan

ekosistem (Ruswahyuni, 2008).

Tujuan dari ekologi komunitas adalah untuk menggambarkan pola-pola

distribusi dan kelimpahan kumpulan jenis, dan untuk memahami proses yang

menimbulkan pola ini (Begon, et al., 1986; Diamond dan Case, 1986 dalam

Metaxas dan Scheibling, 1993). Proses ini termasuk interaksi biologis, seperti

herbivora, predasi dan kompetisi, serta sebagai efek dari lingkungan fisik.

Pantai intertidal berbatu merupakan lingkungan yang ekstrim. Faktor fisik

dan biologis berperan bersama-sama untuk menentukan struktur komunitas

organisme yang mendiaminya (Lewis, 1964; Paine dan Levin, 1981; Denny,

1988; Little dan Kitching, 1996 dalam Castellanos, et al., 2005). Kolam-kolam

terbentuk oleh siklus air pasang pada pantai berbatu, meskipun begitu, berfungsi

sebagai tempat persembunyian dan perlindungan bagi komunitas laut, yang

menetap disana selama periode pasang surut agar terlindung dari paparan

langsung air laut (Metaxas dan Scheibling, 1993 dalam Castellanos et al., 2005).

Page 15: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

2

Komunitas biotik pada tidepool lebih sedikit dipelajari pada lingkungan

intertidal berbatu. Literatur mengenai komunitas tidepool belum ditinjau sampai

saat ini dan tersebar di beberapa bidang seperti ekologi intertidal berbatu, biologi

perikanan dan sejarah alam. Literatur bahkan telah menyarankan bahwa kolam-

kolam tersebut tidak mewakili habitat intertidal sejak ‘organisme di kolam-kolam

tidak muncul pada saat air surut’ (Underwood, 1981 dalam Metaxas dan

Scheibling, 1993).

Berdasarkan pada hal tersebut, maka diperlukan penelitian untuk

mengetahui struktur komunitas organisme yang terdapat pada mikroekosistem

tidepool, salah satunya makrozoobenthos, serta kondisi lingkungan yang

mempengaruhinya.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi

beberapa permasalahan, di antaranya adalah :

1. Jenis makrozoobenthos apa saja yang terdapat pada mikroekosistem

tidepool di pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang

Jayanti.

2. Bagaimana struktur komunitas makrozoobenthos pada mikroekosistem

tidepool di pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang

Jayanti.

Page 16: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

3

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas

makrozoobenthos pada mikroekosistem tidepool di pantai Batu Kukumbung,

Cagar Alam Bojonglarang Jayanti, sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui kenakearagaman makrozoobenthos dan kondisi lingkungan

yang mempengaruhinya pada mikroekosistem tidepool di pantai Batu

Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

struktur komunitas makrozoobenthos dan kaitannya dengan kondisi fisik-kimia

perairan pada mikroekosistem tidepool Cagar Alam Bojonglarang Jayanti, yang

selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan kepada pemerintah daerah dan instansi

terkait dalam pengelolaan pengembangan dan pelestarian kawasan perairan Cagar

Alam Bojonglarang Jayanti.

1.5 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deksriptif kuantitatif,

dengan metode pengumpulan data menggunakan metode survey. Pada penelitian

ini dilakukan pengamatan langsung di lokasi, pengambilan sampel, pengukuran

parameter fisika kimia, identifikasi sampel, dan perhitungan terhadap kelimpahan,

nilai penting, kekayaan jenis, keanekaragaman serta dominansi makrozoobenthos.

Kegiatan penelitian terdiri dari pengamatan di lokasi selama 4 hari dan kegiatan

identifikasi, perhitungan oksigen terlarut, serta perhitungan data struktur

komunitas makrozoobenthos.

Page 17: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

4

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data dilakukan di pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam

Bojonglarang Jayanti dan waktu pelaksanaan pada tanggal 10 hingga 17 Mei

2015. Sedangkan kegiatan identifikasi sampel, pengukuran oksigen terlarut dan

perhitungan data struktur komunitas makrozoobenthos dilakukan di Laboratorium

Ekologi Perairan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran Jatinangor serta Laboratorium

Akuatik Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Padjadjaran Sekeloa,

Bandung.

Gambar 1.1 Lokasi Penelitian Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

Pantai Batu

Kukumbung

Page 18: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

5

BAB II

TINJAUAN LOKASI

2.1 Letak Geografis dan Administratif

Cagar Alam Bojonglarang Jayanti secara geografis berada di Cianjur

Selatan Propinsi Jawa Barat, tepatnya antara 7º 29' 12” - 7º 30' 11" LS - 107º 25'

13” - 107º 25' 12" BT dengan panjang batas alam 2,65 km, panjang batas buatan

13,63 km, secara administratif berada di dua desa, yaitu Desa Cidamar dan Desa

Karangwangi Kecamatan Cidaun. Sebelah Utara, Timur, dan sebagian sebelah

Barat berbatasan dengan wilayah Desa Karangwangi. Sebelah Barat sebagian

berbatasan dengan wilayah Desa Cidamar, Kecamatan Cidaun, Kabupaten

Cianjur. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia (BKSDA, 2007).

Menurut keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Nomor SK.

482/MENHUT-II/2010 tentang Penetapan Kawasan Hutan Cagar Alam

Bojonglarang Jayanti, yang terletak di wilayah Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa

Barat, seluas 732,22 Ha (BKSDA, 2007).

Kawasan hutan Bojonglarang Jayanti ditetapkan sebagai Cagar Alam

berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 516/Kpts/Um/10/1973 pada

tanggal 16 Oktober 1973 seluas 750 Ha. Namun menurut Tim Tata Batas

Direktorat Bina Program, Direktorat Jendral Kehutanan, dan Departemen

Pertanian menyatakan bahwa luas kawasan yang masih berupa hutan hanya seluas

580 ha sisanya 170 ha sudah digarap oleh masyarakat (BKSDA, 2007).

Page 19: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

6

2.2 Kondisi Fisik

Secara umum, topografi kawasan di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

relatif datar dan berbukit dan terletak di dataran rendah dan berbukit-bukit pada

ketinggian berkisar antara 0-250 mdpl. Menurut klasifikasi yang dilakukan

Smidth and Ferguson, iklim pada daerah ini termasuk klasifikasi tipe iklim B

dengan curah hujan rata-rata 2,645 mm/tahun. Suhu udara sekitar kawasan antara

18oC sampai 31

oC. Jenis tanah di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti menurut

Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam adalah podzol merah kuning, laterit

coklat dan laterit merah kuning (BKSDA, 2007).

2.3 Hidrologi

Cagar Alam Bojonglarang Jayanti merupakan hutan pantai yang pada

umumnya selalu kering dan merupakan tadah hujan yang akan ada air apabila

musim hujan, kecuali sungai Cisela selalu mengalir hingga ke laut sebab hulu

sungai berasal dari luar kawasan hanya muaranya berada di dalam kawasan.

Sungai-sungai yang ada di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti (BKSDA, 2007):

1. Sungai Cisela

2. Sungai Cikawung

3. Sungai Cigebang

Anak-anak sungai yang ada di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti :

1. Cijaya

2. Cijarian

3. Jambesalak

4. Citapen

Page 20: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

7

5. Cipipisan

6. Cijangkar

7. Cibarengkok

2.4 Vegetasi

Cagar Alam Bojonglarang Jayanti merupakan daerah yang memiliki dua

tipe ekosistem yaitu ekosistem hutan pantai dan hutan dataran rendah. Kedua

ekosistem ini memiliki jenis vegetasi yang mendominasi yaitu Kiara (Ficus

globosa), Laban (Vitex pubescens), Pandan laut (Pandanus tectorius), Bambu duri

(Bambusa blumeana), dan Ketapang (Terminalia catappa). Ekosistem hutan

pantai dan hutan dataran rendah di cagar alam dipertahankan keberadaannya

karena selain memiliki keindahan dan nilai botani, berguna sebagai penyangga

kehidupan dari ancaman tsunami ataupun yang lainnya. Kebakaran yang terjadi

pada lahan seluas 25 ha mempengaruhi habitat satwa liar seperti mammalia, aves,

dan reptile (BKSDA, 2007).

2.5 Satwa Liar

Populasi fauna dalam kawasan Cagar Alam Bojonglarang Jayanti dulu

sangat banyak namun sekarang sudah mulai berkurang karena satwa dalam

kawasan menghilang sehingga saat ini sangat sedikit yang dapat dijumpai. Selain

itu, vegetasi di kawasan cagar alam juga jumlahnya sedikit. Satwa yang masih

terdapat dalam Cagar Alam Bojonglarang Jayanti menurut Badan Konservasi

Sumberdaya Alam Kabupaten Cianjur, jenis mammalia meliputi Babi hutan (Sus

scrofa), Kancil (Tragulus javanicus), Musang luwak (Paradoxurus

hermaphroditus), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), Lutung budeng

Page 21: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

8

(Trachypithecus auratus), Bajing kelapa (Callosciurus notatus), Kalong (Pteropus

vampyrus), Landak (Hystrix brachyura), dan Trenggiling (Manis javanica). Jenis

aves adalah Walet linci (Collocalia linchii), Cucak kutilang (Pycnonotus

aurigaster), Bondol jawa (Lonchura leucogastroides), Madu sriganti (Nectarinia

jugularis), dan Elang ular bido (Spilornis cheela) (BKSDA, 2007).

Page 22: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

9

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Ekosistem Laut

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan

timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Tingkatan organisasi

ini dikatakan sebagai suatu sistem karena memiliki komponen-komponen dengan

fungsi berbeda yang terkoordinasi secara baik sehingga masing-masing komponen

terjadi hubungan timbal balik. Hubungan timbal balik terwujudkan dalam rantai

makanan dan jaring makanan yang pada setiap proses ini terjadi aliran energi dan

siklus materi (Soemarwoto, 1983).

Ekosistem perairan adalah suatu sistem lingkungan perairan yang

merupakan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara jasad hidup

perairan (komponen biotik), dengan lingkungan fisik perairan (komponen

abiotik), dan antar komponen itu sendiri, serta merupakan tatanan kesatuan secara

utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling

mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas

lingkungan hidup (Mustofa, 2002 dalam Haruddin, et al., 2011).

Ekosistem laut merupakan sistem akuatik yang terbesar di planet bumi.

Lautan menutupi lebih daripada 80 % belahan bumi selatan tetapi hanya menutupi

61 % belahan bumi utara, di mana terdapat sebagian besar daratan bumi

(Nybakken, 1988).

Page 23: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

10

3.2 Perairan Pesisir

Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem daratan

dan lautan, yang saling berinteraksi, dan membentuk suatu kondisi lingkungan

(ekologis) yang unik (Dahuri, et al., 1996; Brown, 1996). Definisi wilayah pesisir

yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara daratan dan laut; ke

arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam

air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan

perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut

yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di daratan seperti

sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia

di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri,

et al., 2001).

Ciri-ciri wilayah pesisir di antaranya yaitu:

1. Wilayah yang sangat dinamis dengan perubahan-perubahan biologis, kimiawi,

dan geologis yang sangat cepat (Tulungen, 2001).

2. Merupakan ekosistem yang produktif dan beragam, merupakan tempat untuk

bertelur, tumbuh, dan berlindung berbagai jenis jenis organisme perairan

(Tulungen, 2001; Dahuri, et al., 2001).

3. Ekosistemnya terdiri dari terumbu karang, hutan bakau, pantai dan pasir, muara

sungai, lamun, dan sebagainya yang merupakan pelindung alam yang penting

dari erosi, banjir, dan badai serta dapat berperan dalam mengurangi dampak

polusi dari daratan ke laut (Tulungen, 2001; Dahuri, et al., 2001; Idris, et al.,

2007).

Page 24: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

11

4. Dapat dimanfaatkan sebagai tempat tinggal manusia, sarana transportasi, dan

tempat berlibur atau rekreasi.

3.3 Zona Litoral/Intertidal

Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan

gelombang tiap saat. Daerah ini juga sangat terpengaruh dengan dinamika fisik

lautan, yakni pasang surut. Menurut Nybakken (1992), zona intertidal merupakan

daerah yang paling sempit di antara zona laut yang lainnya. Zona intertidal

dimulai dari pasang tertinggi sampai pada surut terendah. Zona ini hanya terdapat

pada daerah pulau atau daratan yang luas dengan pantai yang landai. Semakin

landai pantainya maka zona intertidalnya semakin luas, sebaliknya semakin terjal

pantainya maka zona intertidalnya akan semakin sempit.

Akibat seringnya hempasan gelombang dan pasang surut maka daerah

intertidal sangat kaya akan oksigen. Pengadukan yang sering terjadi menyebabkan

interaksi antara atmosfer dan perairan sangat tinggi sehingga difusi gas dari

permukaan ke perairan juga tinggi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Webber

dan Thurman (1991) bahwa pantai berbatu di zona intertidal merupakan salah satu

lingkungan yang subur dan kaya akan oksigen. Selain oksigen daerah ini juga

mendapatkan sinar matahari yang cukup, sehingga sangat cocok bagi beberapa

jenis organisme untuk berkembang biak. Pada daerah berbatu ini banyak terdapat

lingkungan mikro seperti celah-celah cadas dan kubangan pasang surut. Jenis

yang hidup pada lingkungan ini umumnya organisme yang melekat seperti

beberapa jenis keong.

Page 25: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

12

Pada tiap zona intertidal terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara

satu daerah dengan daerah yang lain. Jenis substrat daerah intertidal ada yang

berpasir, berlumpur, berbatu, dan ada pula yang berupa timbunan. Daerah

berlumpur terjadi karena adanya aliran air yang mengandung lumpur dari darat.

Area ini biasanya terjadi di daerah teluk yang tenang atau estuari (Romimohtarto,

2007).

Lingkungan berpasir pada zona litoral mempunyai ukuran partikel yang

lebih besar dibanding partikel lumpur sehingga memungkinkan air mengalir di

antara partikel-partikel pasir, akibatnya pertukaran oksigen sampai pada dasar

pasir. Pada saat siang hari air surut membuat area ini menjadi kering. Gelombang

juga mempengaruhi area ini oleh sebab itu organisme yang hidup di area ini

cenderung dilengkapi dengan cangkang yang kuat, mampu bergerak bersama

butiran pasir atau memendam dalam di bawah permukaan untuk menghindari

penggerusan yang disebabkan oleh gelombang (Romimohtarto, 2007).

Pantai berpasir adalah pantai dengan ukuran substrat 0,002-2 mm. Jenis

pantai berpasir termasuk dalam jenis pantai dengan partikel yang halus. Menurut

Dahl (1952) dan Salvat (1964) dalam Raffaelli dan Hawkins (1996), sama halnya

pada pantai berbatu, pantai berpasir juga dibagi dalam beberapa zonasi yaitu:

1. Mean High Water of Spring Tides (MHWS)

Rata-rata air tinggi pada pasang purnama. Zona ini berada pada bagian

paling atas. Daerah ini berbatasan langsung dengan daerah yang kering dan sering

terpapar sinar matahari.

Page 26: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

13

2. Mean Tide Level (MLS)

Rata-rata level pasang surut. Zona ini merupakan daerah yang paling

banyak mengalami fluktuasi pasang surut. Pada daerah ini juga dapat ditemukan

berbagai ekosistem, salah satunya ekosistem padang lamun.

3. Mean Water Low of Spring Tides (MLWS)

Rata-rata air rendah pada pasang surut purnama. Zona ini merupakan zona

yang paling bawah. Pada daerah ini fluktuasi pasang surut sangat sedikit yang

berpengaruh karena daerah ini tidak terkena fluktuasi tersebut. Daerah ini juga

biasa ditemukan mikroekosistem terumbu karang.

Pada daerah litoral juga terdapat jenis lingkungan berbatu. Pada dasarnya

pembagian zonasi untuk lingkungan berbatu dilihat dari pasang surut yang terjadi.

Pantai ini didominasi oleh substrat dari batu. Menurut Stephenson (1972) dalam

Raffaelli dan Hawkins (1996), menyatakan bahwa pembagian zona pada daerah

berbatu dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. A high-shore area (bagian daerah yang paling atas) atau supralittoral fringe.

Zona ini memiliki ciri sebagai tempat tinggal berbagai organisme, di

antaranya yaitu alga yang menjalar seperti Cyanobacteria (bakteri hijau biru),

cacing kecil, dan periwinkles.

2. A broad midshore zone (zona bagian tengah yang lebar) atau midlittoral zone

Pada daerah ini didominasi oleh pemakan suspense seperti bernakel,

kerang atau terkadang tiram.

Page 27: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

14

3. A narrower low-shore zone (zona bagian bawah yang sempit) atau infralittoral

fringe

Pada daerah ini didominasi oleh alga merah, organisme penghasil kapur,

kebanyakan berbentuk menjalar, terkadang kelp yang lebat (alga coklat) atau

terkadang pada suatu tempat di Hemisfer selatan yaitu penyaring makanan seperti

tunicata (sea squirt).

3.4 Mikroekosistem Tidepool

Pantai pada lautan terus mengalami pergerakan secara konstan. Pantai-

pantai ini merupakan percampuran antara daratan dan lautan yang tidak pernah

sama setiap saat. Batas antara daratan dan laut selalu berubah sejalan dengan

kenaikan pasang dan surut. Ketika pasang, air laut terjebak dalam depresi di

bebatuan membentuk tidepool (kolam pasang). Kolam dangkal ini dan daerah

sekitarnya dihasilkan dari pasang surut dan sering ditemukan banyak hewan dan

tumbuhan, yang harus beradaptasi dengan lingkungan eksterim untuk dapat

bertahan hidup (SPE, 2015).

Tidepool (kolam pasang) atau kolam batu adalah kolam berbatu di tepi laut

yang diisi dengan air laut. Sebagian besar dari kolam ini merupakan kolam

terpisah hanya pada saat air laut surut. Banyak dari tidepool merupakan habitat

beberapa hewan yang telah menarik perhatian para peneliti dan ahli biologi

kelautan (NPCA, 2008).

Kolam pasang surut ini berada pada zona intertidal laut. Zona ini terendam

laut di pasang tinggi dan selama badai, juga hempasan gelombang laut. Di lain

waktu, zona ini dapat mengalami kondisi ekstrim lain, yaitu terkena paparan sinar

Page 28: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

15

matahari atau terkena angin dingin. Beberapa organisme dapat bertahan hidup

dalam kondisi tersebut (NPCA, 2008).

Zona intertidal merupakan zona yang umum terdapat di seluruh dunia.

Karena adanya isolasi dan pencampuran yang disebabkan oleh pasang surut,

menyebabkan tidepool memiliki kondisi yang sangat berfluktuasi dan

menciptakan ekosistem tersendiri. Populasi dalam tidepool mampu bertahan

dalam lingkungan yang ekstrim sehingga membentuk suksesi. Kemudahan dalam

pengambilan sampel dan investigasi menyebabkan tidepool sering dijadikan

sebuah sistem model untuk studi populasi (Johnson, 2000 dalam Chao, et al.,

2013).

Menurut Laguna Ocean Foundation (2007), tidepool dapat dibagi menjadi

empat zona sebagai berikut:

1. Splash Zone

Splash Zone merupakan daerah di atas batas pasang tertinggi dan

terutama berada pada daerah percikan air laut. Karakteristik dari jenis dalam zona

ini adalah teritip acorn kecil (Cthamalus dalli), selada laut (Ulva sp.), dan siput

periwinkle (Littorina sp.). Semua jenis ini dapat beradaptasi dan menahan paparan

dalam jangka panjang.

2. High Zone

Zona pasang tinggi adalah daerah yang terkena banjir selama pasang

laut. Organisme harus bertahan dari hempasan gelombang, arus, dan paparan sinar

matahari. Zona ini didominasi oleh rumput laut dan invertebrata, seperti anemon

laut, bintang laut, Chiton, kepiting, ganggang hijau, dan kerang. Ganggang laut

Page 29: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

16

memberikan perlindungan bagi nudibranch dan umang-umang. Gelombang yang

sama dan arus menjadikan zona pasang sulit membawa makanan bagi organisme

filter feeder dan organisme intertidal lainnya.

3. Mid Zone

Pada Mid Zone, ditandai dengan jenis yang sangat dikenali, seperti

bintang laut (Pisaster sp.), kerang (Mytilus californianus), dan teritip gooseneck

(Pollicipes polymerus).

4. Low Zone

Disebut juga Zona Litoral Bawah. Pada daerah ini biasanya hanya

terkena ketika air pasang sangat rendah. Sub wilayah ini sebagian besar terendam,

tetapi terkena hanya saat air surut dan sering penuh dengan kehidupan dan

memiliki lebih banyak vegetasi laut, khususnya rumput laut. Terdapat

keanekaragaman hayati yang lebih besar. Organisme dalam zona ini tidak

memiliki kemampuan adaptasi yang baik dengan kekeringan dan suhu ekstrem.

Organisme pada zona surut termasuk abalone, anemon, rumput laut coklat,

Chiton, kepiting, ganggang hijau, Hidroid, Isopoda, keong dan kerang. Makhluk-

makhluk ini bisa tumbuh hingga ukuran yang lebih besar karena tersedia banyak

energi dan cakupan air yang lebih baik. Air cukup dangkal untuk memungkinkan

lebih banyak sinar matahari untuk kegiatan fotosintesis dan salinitas hampir pada

tingkat normal. Daerah ini juga relatif terlindungi dari predator besar karena

gelombang dan air dangkal.

Page 30: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

17

3.5 Makrozoobenthos

Makrozoobentos adalah fauna yang menghuni bagian dasar perairan yang

berukuran diameter tubuh lebih besar dari 1 mm atau yang tertahan pada ayakan

dengan ukuran lubang 1 mm (Collignon, 1991 dalam Lumingas, et al., 2011).

Fauna ini umumnya hidup melata, menetap, menempel, memendam, dan meliang

di dasar perairan baik substrat lunak maupun substrat keras. Komunitas

makrozoobentik laut umumnya terdiri atas empat kelompok utama, yakni

Mollusca, Annelida (Polychaeta), Crustacea, Echinodermata dan kelompok lain

yang terdiri atas berbagai filum kecil lainnya seperti Sipunculida, Cnidaria, dan

Nemertea (Lumingas, 1990 dalam Lumingas, et al., 2011).

Lind (1979) memberikan definisi makrozoobenthos sebagai organisme

yang hidup pada lumpur, pasir, batu, kerikil, maupun sampah organik baik di

dasar perairan laut, danau, kolam, ataupun sungai, merupakan hewan melata,

menetap, menempel, memendam, dan meliang di dasar perairan tersebut. Menurut

Venberg dalam Fachrul (2007), berdasarkan ukurannya, benthos dibedakan

menjadi tiga jenis, yaitu makrozoobenthos, mesobenthos, dan mikrobenthos.

Makrozoobenthos adalah organisme yang hidup di dasar perairan dan tersaring

oleh saringan yang berukuran mata saring 1,0 x 1,0 milimeter yang pada

pertumbuhan dewasanya berukuran 3-5 milimeter. Berdasarkan letaknya hewan

ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu makrobenthik infauna dan epifauna.

Makrobenthik infauna adalah kelompok makrozoobenthos yang hidup dengan

membenamkan diri di bawah lumpur/sedimen (subsurface deposit feeders),

membuat lubang (burrowers) atau membuat tabung (tube builders). Epifauna

Page 31: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

18

adalah kelompok makrozoobenthos yang hidup di permukaan substrat, baik

sebagai pemakan deposit (deposit feeders) maupun sebagai pemakan materi

organik terlarut (suspension feeders) (Putro, 2014).

Makrozoobenthos memiliki peranan penting dalam jaring-jaring makanan.

Fase larva dari makrozoobenthos menjadi sumber makanan bagi sebagian besar

organisme yang hidup di daerah estuari. Di samping itu, makrozoobenthos juga

meningkatkan kadar oksigen di dalam sedimen atau substrat dengan membuat

lubang pada substrat (bioturbasi). Makrozoobenthos yang memiliki habitat hidup

relatif menetap, pergerakan terbatas, serta hidup di dalam dan di dasar perairan

sangat baik digunakan sebagai indikator biologis suatu perairan. Kelimpahan dan

keanekaragaman makrozoobenthos pun sangat dipengaruhi oleh perubahan

kualitas air dan substrat tempat hidupnya (Ulfah, et al., 2012).

3.6 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Makrozoobenthos

a. Suhu

Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola

kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan, dan

mortalitas. Suhu juga akan menyebabkan kenaikan metabolisme organisme

perairan, sehingga kebutuhan oksigen terlarut menjadi meningkat (Nybakken,

1988). Kelas Polychaeta akan melakukan adaptasi terhadap kenaikan suhu atau

salinitas dengan aktivitas membuat lubang dalam lumpur dan membenamkan diri

di bawah permukaan substrat (Alcantara dan Weiss, 1991). Peningkatan suhu

perairan akan meningkatkan kecepatan metabolisme tubuh organisme yang hidup

di dalamnya, sehingga konsumsi oksigen menjadi lebih tinggi. Peningkatan suhu

Page 32: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

19

perairan sebesar 10°C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen

oleh organisme akuatik sebanyak dua sampai tiga kali lipat (Effendi, 2003).

b. Salinitas

Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme benthos baik secara

horizintal maupun vertikal. Secara tidak langsung mengakibatkan adanya

perubahan komposisi organisme dalam suatu mikroekosistem (Odum, 1993).

Gastropoda yang bersifat mobile mempunyai kemampuan untuk bergerak guna

menghindari salinitas yang terlalu rendah, namun bivalvia yang bersifat sessile

akan mengalami kematian jika pengaruh air tawar berlangsung lama (Effendi,

2003). Menurut Hutabarat dan Evans (1985), kisaran salinitas yang masih mampu

mendukung kehidupan organisme perairan, khususnya fauna makrozoobenthos

adalah 15 - 35‰.

c. pH

pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu

perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi

ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya (Odum, 1993). Effendi (2003)

menambahkan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH

dan menyukai kisaran pH sekitar 7 – 8,5.

d. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting

sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air (Nybakken, 1988).

Lebih lanjut dinyatakan bahwa daya larut oksigen dapat berkurang dengan

meningkatnya suhu air dan salinitas. Connel dan Miller (1995) menambahkan

Page 33: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

20

bahwa secara ekologis, konsentrasi oksigen terlarut juga menurun dengan adanya

penambahan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan diuraikan oleh

mikroorganisme yang mengkonsumsi oksigen yang tersedia. Pada tingkatan jenis,

masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap penurunan

oksigen terlarut.

3.7 Struktur Komunitas

Menurut Odum (1994) dalam Sinaga (2009), Komunitas adalah populasi

yang hidup pada suatu lingkungan tertentu atau habitat fisik tertentu yang saling

berinteraksi dan secara bersama membentuk tingkat trofik. Di dalam komunitas,

jenis organisme yang dominan akan mengendalikan komunitas tersebut, sehingga

jika jenis organisme yang dominan tersebut hilang akan menimbulkan perubahan-

perubahan penting dalam komunitas, bukan hanya komunitas biotiknya tetapi juga

dalam lingkungan fisik. Menurut Odum (1994), komunitas dapat diklasifikasikan

berdasarkan bentuk atau sifat struktur utama seperti jenis dominan, bentuk-bentuk

hidup atau indikator-indikator, habitat fisik dari komunitas, dan sifat-sifat atau

tanda-tanda fungsional.

Menurut Odum (1994), komunitas dapat dikaji berdasarkan klasifikasi

sifat-sifat struktural (struktur komunitas). Struktur komunitas dapat dipelajari

melalui komposisi, ukuran, dan keanekaragaman jenis. Struktur komunitas juga

terkait erat dengan kondisi habitat. Perubahan pada habitat akan berpengaruh

terhadap struktur komunitas, karena perubahan habitat akan berpengaruh pada

tingkat jenis sebagai komponen terkecil penyusunan populasi yang membentuk

komunitas.

Page 34: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

21

Konsep komunitas dapat diterapkan untuk menganalisis keadaan

lingkungan, khususnya lingkungan perairan. Hal ini disebabkan komposisi dan

karakter komunitas dapat dijadikan sebagai indikator yang cukup baik untuk

melihat keadaan lingkungan tempat komunitas tersebut berada. Struktur

komunitas mempunyai lima karakteristik yang mencerminkan keadaannya yaitu

keanekaragaman, dominansi, bentuk dan struktur pertumbuhan, kelimpahan

tropik, dan struktur tropik (Kreb, 1972 dalam Susilowati, 2007). Menurut Brower

dan Zar (1977) dalam Ridwan (2004), struktur komunitas dapat dipelajari dengan

mengetahui satu atau dua aspek khusus tentang organisme komunitas yang

bersangkutan, seperti keanekaragaman jenis, zonasi, dan kelimpahan.

Stirn (1981) dalam Susilowati (2007) menyatakan bahwa mikroekosistem

yang stabil dicirikan oleh keanekaragaman komunitas yang tinggi, tidak ada

dominansi jenis, dan jumlah individu per jenis terbagi merata. Selanjutnya

dikatakan pula bahwa komunitas pada lingkungan tercemar dicirikan oleh

keanekaragaman yang rendah dan adanya perubahan struktur komunitas dari yang

mantap menjadi tidak mantap.

Page 35: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

22

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Alat dan Bahan

4.1.1 Alat

Berikut alat-alat yang digunakan dalam penelitian struktur komunitas

makrozoobenthos pada mikroekosistem tidepool pantai Batu Kukumbung, Cagar

Alam Bojonglarang Jayanti.

Tabel 4.1 Alat penelitian struktur komunitas makrozoobenthos

No Alat Keterangan Fungsi

1 Alat Tulis Mencatat data pengamatan

2 Botol Winkler Menampung sampel air

3 Buku Identifikasi Mengidentifikasi sampel benthos

4 Bulb Pipet Memipet cairan

5 Buret Alat titrasi larutan

6 Cool Box Menyimpan sampel benthos sementara

7 Erlenmeyer 500 ml Menampung larutan yang akan dititrasi

8 GPS Menentukan koordinat lokasi pengambilan

sampel dan menentukan waktu pasang surut

laut

9 Kamera Mendokumentasikan sampel dan area kerja

10 Klem Menjepit buret pada sfatif

11 Kotak Alat Menyimpan peralatan gelas dan reagen

12 Label Memberikan kode dan keterangan pada

sampel benthos yang diambil

13 Lup/Kaca Pembesar Mengamati sampel untuk identifikasi

14 Lux Meter Mengukur intensitas cahaya perairan

Page 36: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

23

15 Meteran Mengukur panjang dan lebar area tidepool

16 Penggaris Mengukur ukuran sampel benthos

17 pH Indikator Mengukur derajat keasaman perairan

18 Pinset Mengambil sampel benthos

19 Pipet Tetes Mengambil zat cair

20 Pipet Volume Mengukur zat cair yang akan dipindahkan

21 Plastik Sampel Menyimpan sampel benthos

22 Plot 1m x 1m Plot kuadrat sebagai tempat pengambilan

sampel

23 Sarung Tangan Melindungi tangan saat pengambilan sampel

24 SCT Meter Mengukur salinitas, konduktivitas dan suhu

perairan

25 Sekop Mengambil sampel benthos

26 Sikat Membersihkan sampel benthos

27 Spidol Menulis keterangan sampel benthos

28 Statif Menyangga buret pada saat titrasi

29 Tali Rafia Membuat garis transek

30 Termometer Mengukur suhu perairan dan udara

31 Tongkat berskala Mengukur kedalaman tidepool

4.1.2 Bahan

Berikut bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian struktur komunitas

makrozoobenthos pada mikroekosistem tidepool pantai Batu Kukumbung, Cagar

Alam Bojonglarang Jayanti.

Page 37: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

24

Tabel 4.2 Bahan penelitian struktur komunitas makrozoobenthos

No Bahan Keterangan Fungsi

1 Alkohol 70% Mengawetkan sampel benthos

2 Aquades Mengencerkan larutan

3 Formalin 4% Mengawetkan sampel benthos

4 H2SO4 Pekat Melarutkan endapan sampel air pada

penentuan kadar DO

5 Indikator Amilum 1% Larutan indikator pada penentuan kadar DO

6 MnSO4 50% Larutan penentuan kadar DO

7 Na-Thiosulfat 0,01 N Larutan titran pada penentuan kadar DO

8 Reagen O2 Melarutkan reagen yang ditambahkan pada

sampel untuk mengukur kadar oksigen

9 Sampel air Objek penelitian kualitas perairan

10 Sampel benthos Objek penelitian

4.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deksriptif kuantitatif,

dengan metode pengumpulan data menggunakan metode survey. Penelitian

dilakukan dengan memasang transek sepanjang 200 meter sejajar dengan garis

pantai. Pada tiap tidepool yang mengenai transek garis, dihitung luasan tidepool

tersebut. Tidepool yang memiliki luasan lebih dari 1m2 dilakukan pengamatan,

pengukuran parameter fisika kimia perairan, serta pengambilan sampel benthos.

Metode perhitungan makrozoobenthos mengikuti metode perhitungan penutupan

makroalga yang dikembangkan oleh Atobe (1970) dalam English (1994), dengan

transek 1x1 meter dan kisi sebesar 10x10 cm. Pada tiap tidepool yang akan

diamati, dipasang plot kuadrat 1m x 1m untuk menghitung luasan dan jumlah

Page 38: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

25

benthos dalam tidepool. Selain itu juga dilakukan perhitungan terhadap makroalga

dan biota lain yang terdapat pada tidepool.

Penelitian dilakukan saat pasang surut air laut dengan waktu yang

ditentukan dari data prediksi pasang surut Badan Informasi Geospasial 2015 dan

data pasang surut GPS. Kegiatan ini dilakukan selama 4 hari pengamatan. Setelah

didapatkan data dan sampel benthos, dilakukan kegiatan identifikasi sampel

benthos, pengukuran kadar oksigen terlarut dan perhitungan data struktur

komunitas benthos. Adapun tahapan penelitian yang dilakukan antara lain sebagai

berikut:

4.2.1 Pembuatan Transek

1. Membuat transek dengan cara menarik garis lurus sejajar dengan garis pantai

pada saat pasang surut laut sepanjang 200 meter.

2. Menghitung luasan tidepool pada setiap tidepool yang mengenai transek garis,

memilih tidepool dengan luasan lebih dari 1 m2, dan meletakkan plot

berukuran 1m x 1m pada setiap tidepool yang dipilih (Gambar 4.1).

3. Mencatat koordinat tiap tidepool yang diamati dengan menggunakan GPS agar

pengamatan dapat dilanjutkan pada hari selanjutnya.

Page 39: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

26

Gambar 4.1 Transek dan plot pengamatan benthos

Gambar 4.2 Perhitungan luasan tidepool pada plot pengamatan

4.2.2 Pengamatan Benthos dan Biota Lain pada Tidepool

1. Mengamati, mencatat, menghitung, menginventarisasi dan mendokumentasikan

benthos pada setiap plot kuadrat dalam tidepool pengamatan.

Page 40: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

27

2. Menyimpan sampel benthos yang ditemukan ke dalam plastik sampel dan

mengawetkannya dengan larutan formalin 4%.

3. Memberikan label pada plastik sampel dengan menuliskan keterangan nama

dan plot sampel.

4. Mengamati, mencatat, menghitung, dan mendokumentasikan makroalga serta

biota lain yang berada pada plot pengamatan dalam setiap tidepool yang

diamati.

4.2.3 Pengukuran Parameter Fisik

Pengukuran parameter fisik perairan dilakukan secara langsung di

lapangan yaitu: luas tidepool, kedalaman tidepool, suhu air, suhu udara, dan

intensitas cahaya. Sedangkan pengukuran konduktivitas dan salinitas dilakukan di

laboratorium setelah pengamatan lapangan dilakukan.

1. Pengukuran Kedalaman Tidepool

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan tongkat berskala. Tongkat

dimasukkan ke dalam air hingga menyentuh dasar tidepool kemudian ditandai

pada batas air lalu dicatat angka kedalamannya.

2. Pengukuran Suhu Air dan Udara

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa. Pada

pengukuran suhu udara, termometer dibiarkan selama 5 menit di udara.

Sedangkan pada suhu air, termometer dicelupkan ke dalam perairan dan

didiamkan selama 5 menit.

Page 41: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

28

3. Pengukuran Konduktivitas (Daya Hantar Listrik)

Konduktivitas perairan diukur dengan menggunakan SCT meter (Salinity,

Conductivity, Thermometer) yang dicelupkan ke dalam air dengan mencelupkan

elemen SCT meter setelah memutar tombolnya ke arah parameter konduktivitas

dari off ke on dan mengatur jarum penunjuk skala DHL.

4. Pengukuran Salinitas

Salinitas perairan diukur dengan menggunakan SCT meter (Salinity,

Conductivity, Thermometer) yang dicelupkan ke dalam air dengan mencelupkan

elemen SCT meter setelah memutar tombolnya ke arah parameter salinitas dari off

ke on dan mengatur jarum penunjuk skala salinitas.

5. Pengukuran Intensitas Cahaya

Pengukuran intensitas cahaya menggunakan lux meter. Bagian sensor

cahaya pada lux meter di letakkan pada sumber cahaya dan tunggu beberapa saat

sampai angka digital stabil.

4.2.4 Pengukuran Parameter Kimia

Pengukuran parameter kimia perairan yang dilakukan secara langsung di

lapangan yaitu derajat keasaman (pH) dan pengukuran di laboratorium yaitu

kandungan oksigen terlarut (DO).

1. Pengukuran Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan indikator universal.

Pita indikator dicelupkan ke dalam sampel air dari lokasi pengamatan. Perubahan

Page 42: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

29

warna pada pita indikator diamati dan dicocokkan dengan skala pH pada wadah

pita indikator universal.

2. Pengukuran Oksigen Terlarut (Dissolve Oxygen)

Botol winkler diisi sampai penuh dengan sampel air dari lokasi

pengamatan, lalu ditutup dengan hati-hati sehingga tidak terdapat gelembung

udara didalamnya. Ke dalam sampel ditambahkan larutan MnSO4 50% sebanyak

1 ml dan larutan reagen O2 sebanyak 1 ml. Botol lalu ditutup dan dikocok sampai

larutan benar-benar tercampur, kemudian didiamkan selama 15 menit hingga

terbentuk endapan. Kemudian ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 2 ml sampai

larutan menjadi kuning tua untuk melarutkan endapan. Setelah larutan kembali

jernih, dilakukan titrasi.

Untuk kegiatan titrasi, larutan sampel diambil sebanyak 50 ml dengan

pipet volume, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Titrasi dilakukan dengan

menggunakan larutan Na Thiosulfat 0,01 N sebagai titran. Ketika larutan sampel

telah berubah warna dari kuning menjadi kuning pucat, titrasi dihentikan dan

larutan ditambahkan 1-2 tetes amilum 1% sampai berubah warna menjadi bening

dan dicatat berapa total Na Thiosulfat yang terpakai. Untuk menghitung kadar DO

(Dissolved Oxygen) digunakan rumus:

Keterangan : Volume sampel = 50 ml

N Na Thiosulfat = 0,01 N

Page 43: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

30

4.2.5 Perhitungan Makroalga dan Biota Lain

Selain makrozoobenthos, juga dilakukan pendataan dan perhitungan

terhadap jenis makroalga dan biota lain yang terdapat dalam tidepool. Pendataan

ini dilakukan pada setiap tidepool pengamatan. Untuk makroalga, dilakukan

perhitungan terhadap penutupannya dalam setiap plot pengamatan. Pengambilan

data dilakukan dengan metode sistematis sampling, dimana metode ini bertujuan

untuk melihat kondisi sebaran dan penutupan makroalga pada mikroekosistem

tidepool. Jenis makroalga yang ditemukan dicatat selanjutnya dilakukan

pengukuran koloni makroalga dengan mengukur panjang dan lebar koloni dalam

bentuk model persegi dalam satu grid (English, 1994).

Dalam penelitian ini satu koloni makroalga dianggap satu individu. Jika

satu koloni dari jenis yang sama dipisahkan oleh satu koloni lainnya maka tiap

bagian yang terpisah itu dianggap sebagai satu individu tersendiri. Jika dua koloni

atau lebih tumbuh di antara koloni yang lain, maka masing-masing koloni tetap

dihitung sebagai koloni yang terpisah. Sedangkan biota lain pada mikroekosistem

tidepool seperti ikan dan karang dihitung secara langsung lalu medokumentasikan

dan mengidentifikasi jenis biota tersebut.

4.2.6 Identifikasi Benthos

1. Melakukan pencucian dan penyaringan sampel benthos untuk membersihkan

substrat dan larutan formalin 4%.

2. Mengidentifikasi sampel benthos yang didapatkan dengan menggunakan

lup/kaca pembesar dan buku identifikasi “Siput dan Kerang Indonesia

(Indonesian Shells)” (Dharma B., 1988).

Page 44: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

31

3. Menghitung jumlah individu dan jenis benthos untuk mengetahui struktur

komunitas benthos.

4.3 Analisis Sampel

4.3.1 Kelimpahan Jenis

Kelimpahan jenis makrozoobenthos didefinisikan sebagai jumlah individu

jenis stasiun dalam satuan persegi atau kubik. Kelimpahan jenis dihitung dengan

formulasi berikut (Brower dan Zar, 1977):

Keterangan : D = kelimpahan jenis ke-i (individu/m2)

ni = jumlah jenis ke-i

A = luas plot pengamatan sampel (m2)

4.3.2 Nilai Penting (NP)

Nilai Penting (NP) digunakan untuk mengetahui keadaan penguasaan jenis

makrozoobenthos dalam komunitas di habitatnya. NP menggambarkan kedudukan

ekologis suatu jenis di dalam komunitas. Semakin tinggi nilai NP jenis maka

semakin besar peran jenis tersebut dalam komunitasnya. NP dihitung berdasarkan

jumlah nilai kerapatan relatif dan frekuensi relatif, sebagai berikut (Haili, et al.,

2014):

Page 45: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

32

Keterangan : KM = Kerapatan mutlak jenis

KR = Kerapatan relatif jenis

FM = Frekuensi mutlak jenis

FR = Frekuensi relatif jenis

NP = Nilai penting

4.3.3 Dominansi Jenis

Suatu komunitas dapat didominasi oleh satu atau lebih jenis. Jenis-jenis

yang dominan ini paling banyak jumlahnya, paling tinggi biomassanya,

menempati paling banyak ruang, paling berperan dalam aliran energi dan siklus

hara atau dengan kata lain menguasai anggota-anggota lain dari komunitas. Jenis

yang dominan ialah jenis-jenis yang dapat menempatkan/memanfaatkan sumber

daya lingkungan yang ada lebih efisien dibandingkan dengan jenis-jenis lain (Fajri

dan Agustina, 2013).

Dominan atau tidaknya suatu jenis dalam suatu ekosistem dapat diukur

dengan berbagai cara yaitu (Fajri dan Agustina, 2013):

1. Dengan menentukan banyaknya individu dari jenis (abundance)/satuan luas.

2. Dengan melihat luas areal yang ditempati oleh masing-masing jenis.

3. Sering atau tidaknya suatu jenis tersebut dijumpai.

Page 46: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

33

4.3.4 Indeks Kekayaan Jenis

Indeks kekayaan jenis adalah ukuran kekayaan jenis yang bergantung pada

hubungan langsung antara jumlah jenis dan logaritma luas area pengambilan

sampel. Kriteria indeks kekayaan jenis dapat dilihat pada Tabel 4.3. Indeks kekayaan

jenis dihitung dengan formulasi Margalef (English, et al., 1994) :

Keterangan: d = Indeks kekayaan jenis

S = jumlah jenis

N = jumlah individu

Tabel 4.3 Kriteria Indeks Kekayaan Jenis Makrozoobenthos

Kriteria Indeks Kekayaan Jenis

Baik > 4,0

Moderat 2,5 – 4,0

Buruk < 2,5

Sumber: Jorgensen, et al., (2005) dalam Taqwa (2010).

4.3.5 Indeks Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman jenis komunitas diukur dengan memakai pola distribusi

beberapa ukuran kelimpahan di antara jenis (Odum, 1993). Indeks

keanekaragaman jenis dihitung dengan formulasi Shannon (English, et al., 1994) :

Page 47: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

34

Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman jenis.

Pi = rasio antara jumlah individu jenis-i (ni) dengan jum-lah

individu dalam komunitas (N).

Kriteria indeks kenanekaragaman jenis fauna makrozoobenthos menurut

Shannon-Wiener (1949) dalam Dahuri (1994):

H’ < 1 : Keragaman jenis/generanya rendah, penyebaran jumlah individu tiap

jenis atau genera rendah, kestabilan komunitas rendah dan keadaan

perairan telah tercemar berat.

1 < H’ < 3 : Keragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap jenis atau genera

sedang, kestabilan komunitas sedang dan keadaan perairan telah

tercemar sedang.

H’ > 3 : Keragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap jenis atau genera

tinggi dan perairannya masih bersih/belum tercemar.

4.3.6 Indeks Dominansi

Indeks dominansi (C) digunakan untuk memperoleh informasi mengenai

famili yang mendominansi dalam suatu komunitas (Odum, 1993). Nilai C berkisar

antara 0 dan 1. Jika nilai C mendekati 0 berarti hampir tidak ada individu yang

mendominansi. Bila nilai C = 1 berarti ada salah satu genus yang mendominasi.

Indeks dominansi dihitung berdasarkan rumus index of dominance dari Simpson

(Odum, 1971), yaitu :

Page 48: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

35

C = 1 – D

Keterangan : C = Indeks dominansi

ni = Jumlah individu ke-i

N = Jumlah total individu

4.3.7 Penutupan Makroalga

Estimasi persen penutupan makroalga digunakan estimasi yang

dikembangkan oleh Atobe (1970) dalam English (1994), dengan transek 1x1

meter dan kisi sebesar 10x10 cm. Selanjutnya persen tutupan dihitung dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut :

Dimana :

C = Persentase tutupan

ΣCi = Jumlah unit tutupan setiap kisi-kisi setiap jenis makroalga

A = Jumlah total kisi-kisi yang digunakan (100 unit)

Page 49: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

36

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Parameter Fisik dan Kimia Perairan

Pengukuran parameter fisik dan kimia perairan dalam tidepool dilakukan

pada semua tidepool pengamatan yang mengenai garis transek. Pada tiap tidepool

pengamatan dilakukan pengukuran parameter fisik (luas tidepool, kedalaman

tidepool, suhu air, suhu udara, intensitas cahaya, salinitas, dan konduktivitas) serta

parameter kimia (pH dan DO). Hasil pengukuran parameter fisik dan kimia

tidepool dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Berdasarkan hasil pengukuran parameter fisik, didapatkan data yang

cukup beragam. Luas tidepool pengamatan yang diukur berkisar antara 0,84

hingga 121,3 m2. Suhu udara di sekitar tidepool pengamatan berkisar antara 26-

32°C. Suhu air berkisar antara 20,5-38,5°C. Kedalaman tidepool yang diukur juga

cukup beragam, yaitu antara 18-39 cm. Salinitas air yang diukur menggunakan

SCT meter menunjukkan hasil yang berkisar antara 24-35‰. Sedangkan nilai

konduktivitas yang juga diukur menggunakan SCT meter menunjukkan hasil yang

tidak jauh berbeda, yaitu antara 35000 hingga lebih dari 50000 µmhos. Intensitas

cahaya yang diukur dengan lux meter menunjukkan hasil antara 22163 hingga

169200 lux.

Page 50: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Parameter Fisik dan Kimia Perairan

Parameter Hasil

Tidepool ke- 1 2 3 4 5 6 7 8

Koordinat 07° 65’ 13.0” LS

91° 70' 29.8" BT

07° 65’ 11,7” LS

91° 70’ 30,9” BT

07° 65’ 11,8” LS

91° 70’ 31,0” BT

07° 65’ 11,6” LS

91° 70’ 31,1” BT

07° 65’ 11,5” LS

91° 70’ 31,2” BT

07° 65’ 10,8” LS

91° 70’ 31,8” BT

07° 65’ 10,3” LS

91° 70’ 32,4” BT

07° 65’ 09,7” LS

91° 70’ 33,1” BT

Elevasi (m) 748 748 749 747 747 747 747 746

Luas Tidepool (m2) 95,06 9 0,84 2,24 4,6 23,4 20,776 14,4

Suhu Udara (°C) 26 30,5 31 32 32 32 29,5 29

Suhu Air (°C) 20,5 29 30 29 29 29 29 30

Kedalaman (cm) 36,3 26 25 28 27 32,5 36 39

Salinitas (‰) 34 35 34 35 24 35 32,5 32

Intensitas Cahaya

(lux) 22163 23600 27900 35200 30800 35700 45700 67800

Konduktivitas

(µmhos) 47000 35000 > 50000 48500 37000 37000 > 50000 50000

pH 7,5 7 7,5 7 7 7,5 7,5 7,5

DO (mg/L) 10,24 - - - - - - -

Page 51: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

Parameter Hasil

Tidepool ke- 9 10 11 12 Tide 13 Tide 14 Tide 15 Tide 16

Koordinat 07° 65’ 07,4” LS

91° 70’ 35,7” BT

07° 65’ 07,0” LS

91° 70’ 36,2” BT

07° 65’ 06,1” LS

91° 70’ 36,4” BT

07° 65’ 05,7” LS

91° 70’ 36,9” BT

07° 65’ 05,2” LS

91° 70’ 37,2” BT

07° 65’ 04,5” LS

91° 70’ 37,7” BT

07° 65’ 04,0” LS

91° 70’ 38,1” BT

07° 65’ 03,6” LS

91° 70’ 39,1” BT

Elevasi (m) 745 746 747 746 745 747 746 745

Luas Tidepool (m2) 3 33,84 121,3 21,2 28,6 33,8 43,7 47,1

Suhu Udara (°C) 32 30 29,5 28 28 29 29 29

Suhu Air (°C) 32 32 32 32 32,5 38,5 34,5 34,5

Kedalaman (cm) 31 23 22 32 18 18 25 26

Salinitas (‰) 33,5 30 33 33 34,1 34,5 33 33

Intensitas Cahaya

(lux) 138400 145800 43300 81000 75000 133300 84900 169200

Konduktivitas

(µmhos) 35000 49000 > 50000 >50000 >50000 > 50000 >50000 >50000

pH 7,5 7,5 7,5 8 8 7,5 7,5 7

DO (mg/L) - 8,32 - - - - - 12,8

Page 52: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

39

Parameter kimia perairan yang diukur pada penelitian ini adalah pH dan

kandungan oksigen terlarut (disslove oxygen) dalam air. Pengukuran pH dilakukan

pada semua tidepool pengamatan dengan menggunakan kertas pH indikator

universal. Sedangkan pengukuran DO hanya dilakukan pada tiga titik, yaitu titik

awal transek (tidepool 1), titik tengah transek (tidepool 10), dan titik akhir transek

(tidepool 16). Pengukuran DO hanya dilakukan pada tiga titik dengan

pertimbangan nilai DO yang relatif sama pada semua tidepool dan keterbatasan

jumlah reagen untuk kegiatan titrasi sampel air.

Dari hasil pengukuran parameter kimia perairan dapat diketahui bahwa

nilai pH perairan pada semua tidepool pengamatan tidak jauh berbeda, yaitu

antara pH 7-8. Selain itu, nilai DO setelah titrasi dan perhitungan juga

menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda, dengan nilai DO titik awal sebesar

10,24 mg/L, titik tengah sebesar 8,32 mg/L, dan titik akhir sebesar 12,8 mg/L.

5.1.2 Kekayaan Jenis Makrozoobenthos

Kegiatan yang dilakukan setelah pengamatan dan pengambilan sampel

benthos adalah identifikasi dan perhitungan jumlah benthos tiap jenisnya. Proses

identifikasi dilakukan hingga tingkat jenis, namun ada beberapa spesimen yang

hanya dapat diidentifikasi hingga tingkat genus saja. Buku referensi yang

digunakan antara lain buku Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shells)

(Dharma, 1988), Recent & Fossil Indonesian Shell (Dharma, 2005) dan sumber

internet. Setelah dilakukan sampling dan identifikasi jenis, didapat data hasil

jumlah individu dari keseluruhan tidepool yang dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Page 53: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

40

Tabel 5.2 Jenis dan Jumlah Total Makrozoobenthos

Kelas Famili Nama Jenis Jumlah

Polyplacophora Chitonidae

Chiton sp. A 11

Chiton sp. B 1

Chiton sp. C 1

Chiton sp. D 2

Gastropoda

Cerithiidae Clypeomorus subbrevicula 10

Clypeomorus bifasciata 3

Columbellidae

Anachis terpsichore 11

Euplica varians 3

Pyrene decussata 3

Conidae Conus ebraeus 2

Conus glaucus 6

Mitridae Mitra litterata 2

Muricidae

Semiricinula fusca 68

Semiricinula marginatra 4

Drupella cornus 24

Morula anaxeres 2

Morula funiculata 14

Morula granulata 1

Nacellidae Cellana radiata 19

Neritidae Nerita albicilla 1

Patellidae Patella ferruginea 1

Ranellidae Gyrineum natator 1

Siphonariidae Siphonaria sirius 2

Trochidae Pseudostomatella papyracea 2

Bivalvia

Arcidae Barbatia bistrigata 3

Mytilidae Ciboticola lunata 1

Veneridae Marcia hiantina 3

Echinoidea Stomopneustidae Stomopneustes variolaris 4

Ophiuroidea

Ophiotrichidae Ophiothrix fragilis 20

Ophionereididae Ophionereis dubia 173

Ophiocomidae Ophiocoma scolopendrina 26

Ophiocoma echinata 55

Malacostraca

Epialtidae Loxorhynchus sp. 2

Paguridae

Pagurus sp. A 13

Pagurus sp. B 10

Pagurus sp. C 3

Pagurus sp. D

1

Page 54: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

41

Pagurus sp. E 2

Pagurus sp. F 2

TOTAL 512

5.1.3 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

1. Kelimpahan Makrozoobenthos

Berikut hasil perhitungan kelimpahan jenis makrozoobenthos pada

mikroekosistem tidepool di pantai Batu Kukumbung CA Bojonglarang Jayanti:

Tabel 5.3 Nilai Kelimpahan Jenis Makrozoobenthos

No Nama Jenis D

1 Chiton sp. A 0,03

2 Chiton sp. B 0,00

3 Chiton sp. C 0,00

4 Chiton sp. D 0,01

5 Clypeomorus subbrevicula 0,03

6 Clypeomorus bifasciata 0,01

7 Anachis terpsichore 0,03

8 Euplica varians 0,01

9 Pyrene decussata 0,01

10 Conus ebraeus 0,01

11 Conus glaucus 0,02

12 Mitra litterata 0,01

13 Semiricinula fusca 0,20

14 Semiricinula marginatra 0,01

15 Drupella cornus 0,07

16 Morula anaxeres 0,01

17 Morula funiculata 0,04

18 Morula granulata 0,00

19 Cellana radiata 0,06

20 Nerita albicilla 0,00

21 Patella ferruginea 0,00

22 Gyrineum natator 0,00

23 Siphonaria sirius 0,01

24 Pseudostomatella papyracea 0,01

25 Barbatia bistrigata 0,01

Page 55: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

42

26 Ciboticola lunata 0,00

27 Marcia hiantina 0,01

28 Stomopneustes variolaris 0,01

29 Ophiothrix fragilis 0,06

30 Ophionereis dubia 0,51

31 Ophiocoma scolopendrina 0,08

32 Ophiocoma echinata 0,16

33 Loxorhynchus sp. 0,01

34 Pagurus sp. A 0,04

35 Pagurus sp. B 0,03

36 Pagurus sp. C 0,01

37 Pagurus sp. D 0,00

38 Pagurus sp. E 0,01

39 Pagurus sp. F 0,01

Berdasarkan pengamatan didapatkan 39 jenis makrozoobenthos yang

terdiri dari 21 famili. Dari jenis-jenis ini kemudian dilakukan perhitungan

terhadap kelimpahan jenis makrozoobenthos dari semua tidepool pengamatan.

Setelah dilakukan perhitungan, diketahui jenis yang memiliki nilai kelimpahan

tertinggi adalah Ophionereis dubia dari famili Ophionereididae sebesar 0,51

individu/338m2. Jenis ini memiliki jumlah sebanyak 173 individu dari seluruh

tidepool pengamatan. Selain itu, jenis dari famili Muricidae, yaitu Semiricinula

fusca memiliki nilai kelimpahan sebesar 0,20 individu/338 m2 disusul Ophiocoma

echinata dari famili Ophiocomidae sebesar 0,16 individu/338 m2. Nilai

kelimpahan dari jenis lain cenderung lebih rendah, yaitu lebih kecil dari 0,1

individu/338 m2. Berikut diagram lingkaran kelimpahan jenis makrozoobenthos.

Page 56: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

43

Diagram 5.1 Kelimpahan jenis makrozoobenthos (individu/338m2)

2. Nilai Penting Makrozoobenthos

Selain kelimpahan, dilakukan pula perhitungan nilai kerapatan mutlak

(KM), kerapatan relatif (KR), frekuensi mutlak (FM), frekuensi relatif (FR), dan

nilai penting (NP) dari semua jenis makrozoobenthos. Hasil perhitungan KM, KR,

FM, FR, dan NP jenis makrozoobenthos dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4 Nilai KM, KR, FM, FR, dan NP Jenis Makrozoobenthos

No Nama Jenis KM KR FM FR NP

1 Chiton sp. A 0,03 2,15 0,25 3,70 5,85

2 Chiton sp. B 0,00 0,20 0,06 0,93 1,12

3 Chiton sp. C 0,00 0,20 0,06 0,93 1,12

4 Chiton sp. D 0,01 0,39 0,06 0,93 1,32

5 Clypeomorus subbrevicula 0,03 1,95 0,06 0,93 2,88

6 Clypeomorus bifasciata 0,01 0,59 0,13 1,85 2,44

7 Anachis terpsichore 0,03 2,15 0,13 1,85 4,00

8 Euplica varians 0,01 0,59 0,06 0,93 1,51

9 Pyrene decussata 0,01 0,59 0,06 0,93 1,51

Page 57: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

44

10 Conus ebraeus 0,01 0,39 0,13 1,85 2,24

11 Conus glaucus 0,02 1,17 0,19 2,78 3,95

12 Mitra litterata 0,01 0,39 0,06 0,93 1,32

13 Semiricinula fusca 0,20 13,28 0,56 8,33 21,61

14 Semiricinula marginatra 0,01 0,78 0,06 0,93 1,71

15 Drupella cornus 0,07 4,69 0,50 7,41 12,09

16 Morula anaxeres 0,01 0,39 0,13 1,85 2,24

17 Morula funiculata 0,04 2,73 0,13 1,85 4,59

18 Morula granulata 0,00 0,20 0,06 0,93 1,12

19 Cellana radiata 0,06 3,71 0,38 5,56 9,27

20 Nerita albicilla 0,00 0,20 0,06 0,93 1,12

21 Patella ferruginea 0,00 0,20 0,06 0,93 1,12

22 Gyrineum natator 0,00 0,20 0,06 0,93 1,12

23 Siphonaria sirius 0,01 0,39 0,13 1,85 2,24

24 Pseudostomatella papyracea 0,01 0,39 0,13 1,85 2,24

25 Barbatia bistrigata 0,01 0,59 0,19 2,78 3,36

26 Ciboticola lunata 0,00 0,20 0,06 0,93 1,12

27 Marcia hiantina 0,01 0,59 0,06 0,93 1,51

28 Stomopneustes variolaris 0,01 0,78 0,06 0,93 1,71

29 Ophiothrix fragilis 0,06 3,91 0,31 4,63 8,54

30 Ophionereis dubia 0,51 33,79 0,69 10,19 43,97

31 Ophiocoma scolopendrina 0,08 5,08 0,19 2,78 7,86

32 Ophiocoma echinata 0,16 10,74 0,63 9,26 20,00

33 Loxorhynchus sp. 0,01 0,39 0,13 1,85 2,24

34 Pagurus sp. A 0,04 2,54 0,31 4,63 7,17

35 Pagurus sp. B 0,03 1,95 0,13 1,85 3,80

36 Pagurus sp. C 0,01 0,59 0,19 2,78 3,36

37 Pagurus sp. D 0,00 0,20 0,06 0,93 1,12

38 Pagurus sp. E 0,01 0,39 0,13 1,85 2,24

39 Pagurus sp. F 0,01 0,39 0,13 1,85 2,24

∑ 1,51 100 6,75 100 200

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, dapat diketahui jenis

makrozoobenthos yang memiliki nilai kerapatan mutlak dan kerapatan relatif

tertinggi adalah Ophionereis dubia, masing-masing sebesar 0,51 dan 33,79%.

Dari perhitungan nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif, jenis yang memiliki

Page 58: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

45

nilai terbesar adalah Ophionereis dubia, masing-masing sebesar 0,69 dan 10.19%.

Ophionereis dubia memiliki persebaran yang lebih luas dibandingkan jenis lain,

yaitu ditemukan pada 11 dari total 16 tidepool pengamatan. Sedangkan dari

perhitungan nilai penting, jenis yang mempunyai nilai penting terbesar merupakan

jenis yang sama, yaitu Ophiothrix dubia sebesar 43,97%, disusul dengan jenis

Semiricinula fusca sebesar 21,61% dan Ophiocoma echinata sebesar 20%.

Perbandingan KR, FR, dan MR jenis makrozoobenthos dapat dilihat pada diagram

berikut.

Diagram 5.2 Kerapatan relatif jenis makrozoobenthos

Page 59: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

46

Diagram 5.3 Frekuensi relatif jenis makrozoobenthos

Diagram 5.4 Nilai penting jenis makrozoobenthos

Page 60: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

47

3. Dominansi Jenis Makrozoobenthos

Setelah dilakukan perhitungan terhadap nilai kelimpahan, kerapatan

mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak, frekuensi relatif, dan nilai penting,

dapat diketahui jenis makrozoobenthos yang mendominasi pada seluruh tidepool

pengamatan di pantai Batu Kukumbung adalah Ophionereis dubia, disusul dengan

Semiricinula fusca dan Ophiocoma echinata. Hal ini dapat terlihat dari jumlah

total jenis tersebut dibandingkan jenis-jenis lain, luas total tidepool pengamatan,

dan persebaran jenis tersebut di seluruh tidepool pengamatan.

4. Indeks Kekayaan Jenis Makrozoobenthos

Analisis sampel yang dilakukan selanjutnya adalah perhitungan indeks

kekayaan jenis makrozoobenthos pada tidepool pengamatan di pantai Batu

Kukumbung. Didapatkan nilai indeks kekayaan jenis makrozoobenthos sebesar

6,09. Nilai indeks ini didapatkan dari data jumlah jenis makrozoobenthos

dikurangi satu, dibagi dengan nilai ln dari jumlah total individu makrozoobenthos.

Tabel perhitungan indeks kekayaan jenis makrozoobenthos dapat dilihat pada

Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Indeks Kekayaan Jenis Makrozoobenthos

Jumlah Jenis (S) 39

Jumlah Individu (N) 512

S – 1 38

ln N 6,24

d 6,09

Page 61: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

48

5. Indeks Keanekaragaman Jenis Makrozoobenthos

Analisis sampel selanjutnya adalah perhitungan indeks keanekaragaman

jenis makrozoobenthos pada tidepool pengamatan di Pantai Batu Kukumbung.

Nilai indeks keanekaragaman jenis ini menggunakan formulasi Shannon Wiener

dari data jumlah tiap jenis makrozoobenthos dan jumlah total individu

makrozoobenthos. Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai indeks

keanekaragaman jenis makrozoobenthos sebesar 2,53. Tabel perhitungan indeks

keanekaragaman jenis makrozoobenthos dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Indeks Keanekaragaman Jenis Makrozoobenthos

Jumlah Individu (N) 512

∑ (Pi ln Pi) -2,53

H’ = - ∑ (Pi ln Pi)

H’ = - (-2,53) = 2,53

6. Indeks Dominansi Makrozoobenthos

Analisis sampel terakhir yang dihitung adalah indeks dominansi

makrozoobenthos pada tidepool pengamatan di pantai Batu Kukumbung, dengan

menggunakan rumus index of dominance dari Simpson. Data yang diperlukan

untuk perhitungan indeks ini antara lain data jumlah tiap jenis makrozoobenthos

dan jumlah total individu makrozoobenthos. Setelah dilakukan perhitungan,

didapatkan nilai indeks dominansi makrozoobenthos sebesar 0,85.

Page 62: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

49

Tabel 5.7 Indeks Dominansi Makrozoobenthos

Jumlah Individu (N) 512

C 0,15

D = 1 – C

D = 1 – 0,15 = 0,85

5.1.4 Data Makroalga dan Biota Lain

Setelah perhitungan data makrozoobenthos, dilanjutkan dengan

perhitungan data makroalga dan biota lain yang terdapat dalam tidepool

pengamatan. Hasil perhitungan data makroalga dan biota lain dapat dilihat pada

Tabel 5.8.

Tabel 5.8 Data Makroalga dan Biota Lain

No Makroalga Biota Lain

Jenis Penutupan Ikan Jumlah Karang Jumlah

1 Sargassum polycystum 7,62% Istigobius decoratus 35 Favites sp. 6

2 Padina boryana 6,08% Chromis viridis 18

3 Turbinaria ornata 0,075% Abudefduf sp. 2

4 Boergesenia forbesii 0,027% Bodianus axillaris 14

5 Gracilaria gigas 0,007%

6 Gracilaria verrucosa 0,0025%

6 Gracilaria coronopifolia 0,025%

7 Ulva sp. 0,055%

Dari hasil pendataan makroalga pada semua tidepool, terdapat 7 jenis

makroalga yang telah diidentifikasi, antara lain Sargassum polycystum, Padina

boryana, Turbinaria ornata, Boergesenia forbesii, Gracilaria gigas, Gracilaria

verrucosa, Gracilaria coronopifolia, dan Ulva sp. Sedangkan dari hasil

Page 63: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

50

perhitungan penutupan makroalga, diketahui bahwa jenis yang mendominasi

adalah Sargassum polycystum dengan total penutupan sebesar 7,62% dari seluruh

tidepool. Jenis ini ditemukan hampir pada semua tidepool pengamatan dalam

jumlah yang cukup banyak. Jenis lain yang juga cukup mendominasi adalah

Padina boryana, dengan total penutupan sebesar 6,08%.

Sementara itu, dari pendataan biota lain, dalam tidepool pengamatan

terdapat beberapa jenis ikan dan satu jenis karang. Ikan yang ditemukan antara

lain Istigobius decoratus, Chromis viridis, Abudefduf sp., dan Bodianus axillaris.

Jenis yang paling mendominasi dalam tidepool adalah Istigobius decoratus yang

ditemukan sebanyak 35 individu. Selain itu juga terdapat karang Favites sp.

sebanyak 6 individu.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Parameter Fisik Perairan

Kelangsungan hidup makrozoobenthos sangat ditentukan oleh kondisi

lingkungannya agar organisme ini dapat hidup dan berkembang dengan baik.

Suhu merupakan salah satu parameter yang penting bagi keberlangsungan hidup

biota laut. Suhu dapat mempengaruhi proses-proses seperti fotosentesis dan

respirasi (Aksornkoae, 1993). Suhu perairan dipengaruhi oleh musim, lintang,

waktu dalam satu hari, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran dan kedalaman

badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi

perairan (Effendi, 2003). Dari hasil pengukuran suhu air pada semua tidepool,

didapatkan nilai yang cukup bervariasi, dengan suhu terendah sebesar 20,5°C

(tidepool 1) dan suhu tertinggi sebesar 38,5°C (tidepool 14). Perbedaan nilai suhu

Page 64: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

51

ini dipengaruhi oleh waktu pengukuran suhu air dan cuaca. Kegiatan pengukuran

suhu air pada tidepool 1 dilakukan pada pagi hari sedangkan tidepool 14 pada

siang hari, di mana intensitas cahaya matahari yang diterima oleh permukaan air

cukup tinggi menyebabkan tingginya suhu air. Variasi suhu ini juga disebabkan

oleh kondisi cuaca yang sangat cerah (tanpa awan) dan juga langsung terkenanya

termometer oleh sinar matahari. Menurut Welch (1992), suhu yang berbahaya

bagi makrozoobenthos adalah suhu yang berkisar antara 35-40°C. Hal ini

didukung dengan Kep MENLH No.51 (2004) menetapkan ambang batas suhu

bagi kehidupan biota laut adalah alami atau sekitar 28-32°C. Dari hasil

perhitungan suhu air tersebut dapat diketahui bahwa suhu air tersebut berada pada

kisaran suhu yang berbahaya bagi makrozoobenthos, sehingga hal ini dapat

berpengaruh terhadap kelimpahan dan distribusi makrozoobenthos dalam

tidepool.

Dari pengukuran suhu udara, didapatkan nilai yang tidak terlalu jauh

berbeda. Nilai suhu udara terendah yang diukur sebesar 26°C dan nilai suhu udara

tertinggi sebesar 32°C. Nilai rata-rata suhu udara berdasarkan perhitungan sebesar

29,78°C. Suhu udara ini juga dipengaruhi oleh perbedaan waktu pengukuran dan

intensitas cahaya matahari. Dari hasil ini diketahui bahwa nilai suhu udara lebih

kecil dibandingkan dengan suhu air. Hal ini dapat disebabkan karena aktivitas

makrozoobenthos di dalam tidepool dan penetrasi cahaya yang lebih tinggi

sehingga mengakibatkan suhu menjadi lebih tinggi di dalam perairan. Effendi

(2003) menyatakan bahwa cahaya matahari yang masuk ke perairan akan

mengalami penyerapan dan perubahan menjadi energi panas sehingga

Page 65: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

52

mempengaruhi suhu. Tingginya nilai suhu juga diduga akibat tidak adanya

tanaman air ataupun pepohonan yang dapat mengurangi penetrasi cahaya matahari

yang masuk ke dalam perairan. Dengan demikian, perairan menerima panas lebih

banyak dan penguapan pun jauh lebih besar.

Cahaya matahari merupakan sumber panas yang utama di perairan, karena

cahaya matahari yang diserap oleh badan air akan menghasilkan panas di perairan

(Odum, 1993). Intensitas cahaya berhubungan kuat dengan perbedaan suhu udara

dan air. Semakin tinggi intensitas cahaya yang ada, maka suhu udara dan perairan

juga akan semakin meningkat. Dari hasil pengukuran intensitas cahaya

menggunakan lux meter, didapatkan nilai yang cukup tinggi, yaitu berkisar antara

23600 hingga 169200 lux. Perbedaan nilai ini juga dipengaruhi oleh waktu

pengukuran. Sebagian besar pengukuran intensitas cahaya dilakukan pada siang

hari sehingga nilai yang didapatkan cukup tinggi.

Kedalaman perairan mempengaruhi kelimpahan dan distribusi

makrozoobenthos. Dasar perairan yang kedalamannya berbeda akan dihuni oleh

makrozoobenthos yang berbeda pula, sehingga terjadi stratifikasi komunitas

menurut kedalaman (Wright, 1984). Intensitas cahaya yang masuk ke dalam

kolom air akan semakin berkurang dengan semakin bertambahnya kedalaman.

Dari pengukuran yang dilakukan, kedalaman tidepool pengamatan berkisar antara

18-39 cm, yang menunjukka bahwa perairan ini cukup dangkal. Dengan

kedalaman yang dangkal dan tidak adanya penutupan pada tidepool

mengakibatkan penetrasi cahaya yang masuk lebih besar, sehingga suhu air dan

udara pada tidepool juga semakin meningkat. Oleh karena itu hal ini akan

Page 66: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

53

berpengaruh terhadap kelangsungan hidup makrozoobenthos di dalamnya akibat

kondisi tersebut.

Parameter fisika yang selanjutnya diukur adalah salinits air. Berdasarkan

pengukuran yang telah dilakukan, didapatkan nilai salinitas air pada tidepool

berkisar antara 24 hingga 35‰. Umumnya nilai salinitas yang diukur tidak jauh

berbeda, yaitu dengan rata-rata sebesar 32,85‰. Kisaran salinitas yang terdapat

pada tidepool pengamatan merupakan kisaran yang mampu mendukung

kehidupan makrozoobenthos. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hutabarat dan

Evans (1985), kisaran salinitas yang masih mampu mendukung kehidupan

organisme perairan, khususnya fauna makrozoobenthos adalah 15-35‰. Nilai

kisaran ini mampu mendukung hidup yang layak dalam ekosistem di mana

mereka hidup. Menurut Syukur (2012), meskipun konstan di laut, variasi salinitas

dipertimbangkan pada zona intertidal, di mana secara langsung mempengaruhi

kehidupan pantai. Salinitas akan meningkat melalui evaporasi atau menurun

melalui pencampuran air tawar atau hujan. Banyak organisme invertebrata

beradaptasi untuk hidup pada lingkungan salinitas yang berfluktuatif. Organisme

tersebut memiliki adaptasi mekanikal termasuk kemampuan untuk menutup

cangkang atau menggali lubang pada saat salinitas ekstrim. Secara tidak langsung

salinitas akan mempengaruhi tingkah laku baik berupa distribusi maupun

kepadatan suatu organisme.

Konduktivitas (Daya Hantar Listrik/DHL) adalah gambaran numerik dari

kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik (Irwan dan Sari, 2013).

Konduktivitas perairan laut memiliki nilai yang sangat tinggi karena banyak

Page 67: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

54

mengandung garam terlarut karena garam-garam tersebut dapat terionisasi,

ionisasi inilah yang menyebabkan tingginya konduktivitas perairan ini (Effendi,

2003 dalam Sudirman dan Husrin, 2014). Berdasarkan pengukuran, didapatkan

nilai konduktivitas air pada tidepool pengamatan berkisar antara 35000 hingga

lebih dari 50000 µmhos. Hal ini menunjukkan bahwa konduktivitas air pada

tidepool termasuk dalam kategori besar. Selain itu, hasil tersebut menunjukkan

bahwa garam-garam yang terlarut di dalam perairan tidepool cukup besar dan

memiliki potensi sebagai penghantar arus listrik yang baik.

Menurut Irwan dan Sari (2013), semakin banyak garam-garam (mineral)

terlarut yang dapat terionisasi semakin tinggi pula nilai DHLnya. Perairan laut

memiliki nilai DHL yang sangat tinggi karena banyaknya garam-garam terlarut di

dalamnya. Pendapat ini sesuai dengan hasil pengukuran salinitas yang dilakukan,

di mana nilai salinitas air pada tidepool pengamatan menunjukkan nilai yang

cukup tinggi, sehingga mempengaruhi nilai konduktivitas perairan tersebut. Selain

itu, menurut Tebbut (1992) dalam Sudirman dan Husrin (2014), nilai

konduktivitas berhubungan erat dengan nilai padatan terlarut total, di mana nilai

konduktivitas berbanding terbalik dengan nilai padatan terlarut total. Namun pada

penelitian ini tidak dilakukan pengukuran terhadap nilai padatan terlarut total

sehingga tidak dapat diketahui hubungan antara padatan terlarut perairan dengan

nilai konduktivitasnya

Konduktivitas air yang baik bagi kehidupan suatu mahluk hidup di

perairan yaitu di bawah 400μs. Konduktivitas perairan yang melebihi atau di atas

400μs mahluk hidup atau organisme yang hidup di perairan akan stress dan mati.

Page 68: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

55

Jika di perairan sungai terdapat banyak partikel maka hantaran listrik tinggi

(Ewuise, 1990). Berdasarkan nilai konduktivitas air yang diukur, dapat diketahui

bahwa nilai konduktivitas yang sangat tinggi akan mengancam kehidupan

organisme dalam tidepool pengamatan, sehingga hanya organisme tertentu yang

mampu bertahan dalam kondisi tersebut.

5.2.2 Parameter Kimia Perairan

Parameter kimia perairan yang diukur dalam penelitian ini adalah nilai pH

dan kandungan oksigen terlarut (dissolve oxygen) dalam perairan. Berdasarkan

nilai pH yang telah diukur, didapatkan nilai pH perairan pada semua tidepool

pengamatan tidak jauh berbeda, yaitu antara pH 7 hingga 8. Hal ini menunjukkan

bahwa perairan dalam semua tidepool pengamatan bersifat netral dan normal.

Nilai pH ini dapat mendukung kehidupan makrozoobenthos di dalam perairan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi (2003) bahwa sebagian besar biota

akuatik, termasuk dalam hal ini makrozoobenthos sensitif terhadap perubahan pH

dan menyukai pH sekitar 7 – 8,5. Selain itu menurut Wahab (2005) dalam

Sudirman dan Husrin (2014), pH normal perairan laut berada pada kisaran 5,6-

8,3.

Parameter kimia yang selanjutnya diukur adalah kandungan oksigen

terlarut (DO) dalam perairan. Kadar oksigen terlarut dapat dipengaruhi oleh

dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik (Effendi, 2003).

Oksigen terlarut penting untuk respirasi sebagian besar organisme air. Kelarutan

oksigen di dalam air sangat dipengaruhi temperatur. Kelarutan maksimum oksigen

di dalam air pada temperatur 0°C sebesar 14,16 mg/L O2, kelarutan ini akan

Page 69: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

56

menurun jika temperatur air meningkat (Barus, 2004). Pengukuran nilai DO

menggunakan metode winkler dan titrasi. Dari hasil titrasi dan perhitungan,

didapatkan nilai DO pada tiga titik tidepool, yaitu titik awal sebesar 10,24 mg/L,

titik tengah sebesar 8,32 mg/L, dan titik akhir sebesar 12,8 mg/L. Dari hasil

tersebut dapat diketahui bahwa kandungan oksigen dalam perairan pada tidepool

pengamatan dalam kategori tinggi dan baik untuk mendukung kehidupan biota,

salah satunya makrozoobenthos. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanusi (2004)

mengatakan bahwa nilai DO yang berkisar di antara 5,45-7,00 mg/L cukup baik

bagi proses kehidupan biota perairan. Barus (2004) menegaskan bahwa nilai

oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg/L. Makin rendah

nilai DO maka makin tinggi tingkat pencemaran ekosistem perairan tersebut.

5.2.3 Parameter Biologi Perairan

1. Kekayaan Jenis Makrozoobenthos

Dari hasil penelitian pada mikroekosistem tidepool di pantai Batu

Kukumbung, diperoleh jumlah total makrozoobentos sebanyak 39 jenis. Jenis-

jenis ini terdiri dari 21 famili dan 6 kelas, yaitu kelas Polyplacophora, Gastropoda,

Bivalvia (filum Mollusca), Echinoidea, Ophiuroidea (filum Echinodermata), dan

Malacostraca (filum Arthropoda, sub kelas Crustacea). Selain itu dilakukan

pendataan dan perhitungan masing-masing jenis pada tiap tidepool pengamatan

untuk menentukan nilai kelimpahan jenis, nilai penting, indeks kekayaan jenis,

indeks keanekaragaman jenis, dan indeks dominansi jenis makrozoobenthos.

Berdasarkan hasil pendataan dan perhitungan jenis, diketahui bahwa kelas

dengan jenis terbanyak dari seluruh tidepool pengamatan adalah kelas

Page 70: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

57

Gastropoda, yaitu sebanyak 20 jenis, disusul oleh kelas Malacostraca, Bivalvia,

Ophiuroidea, dan Polyplacophora. Sedangkan dari jumlah individu, kelas yang

mendominasi pada seluruh tidepool pengamatan adalah kelas Ophiuroidea

sebanyak 274 individu, disusul oleh kelas Gastropoda sebanyak 179 individu.

Menurut Aziz (1991), Ophiuroidea dapat menempati ekosistem terumbu

karang atau hidup bebas di dasar perairan lepas pantai. Di daerah ekosistem

terumbu karang hewan ini menempati berbagai macam habitat seperti, karang

hidup, karang mati, pecahan karang, dan daerah lamun. Pada perairan lepas pantai

hewan ini dapat menempati dasar berlumpur, berpasir, atau campuran lumpur dan

pasir. Oleh karena itu jumlah individu dari kelas ini dapat mendominasi

dibandingkan kelas yang lain.

Sementara itu, jumlah Gastropoda yang tinggi dapat disebabkan karena

tersedianya makanan yang cukup bagi organisme tersebut. Menurut Hemminga

dan Duarte (2000), kelompok Gastropoda bersifat karnivora pemakan daging,

pemakan bangkai (scaveger) atau pemakan detritus dan mikroalga yang

menempel di daun lamun (detritivor). Kelas Gastropoda dapat mendominasi

karena area pengamatan lebih terbuka yang memungkinkan organisme ini

mendapatkan makanan yang lebih banyak. Sementara itu menurut Nyabakken

(1988), gastropoda mempunyai operkulum yang menutup rapat celah cangkang.

Ketika pasang turun mereka masuk kedalam cangkang lalu menutup celah

menggunakan operkulum sehingga kekurangan air dapat diatasi.

Page 71: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

58

2. Kelimpahan Jenis Makrozoobenthos

Berdasarkan nilai kelimpahan jenis makrozoobenthos dari seluruh tidepool

pengamatan, diketahui jenis yang memiliki nilai kelimpahan tertinggi adalah

Ophionereis dubia dengan jumlah terbanyak yaitu 173 individu. Nilai kelimpahan

dari jenis Ophionereis dubia sebesar 0,51 individu/338 m2, yang menunjukkan

bahwa dari luas total tidepool pengamatan (338 m2), terdapat jenis Ophionereis

dubia sebanyak 0,51 individu. Ophionereis dubia merupakan satu-satunya jenis

bintang ular laut yang ditemukan dari famili Ophionereididae. Pada tidepool

pengamatan, jenis ini ditemukan pada 11 tidepool. Dari tidepool-tidepool tersebut,

jumlah terbanyak ditemukannya jenis Ophionereis dubia adalah pada tidepool 11,

yaitu sebanyak 57 individu. Berdasarkan kondisi fisik dan kimia, tidepool 11

memiliki luasan yang cukup besar, yaitu 121,3 m2, menyebabkan jenis

Ophionereis dubia dapat hidup dan berkembang lebih banyak pada tidepool ini.

Selain itu, faktor suhu air, kedalaman, dan pH air juga berpengaruh pada jumlah

Ophionereis dubia. Suhu air yang diukur menunjukkan nilai 29,5°C yang

merupakan kondisi suhu yang masih aman bagi kehidupan organisme ini.

Kedalaman yang diukur pada tidepool 11 yaitu 22 cm, menunjukkan tidepool ini

tidak terlalu dalam sehingga jenis ini dapat hidup lebih banyak. Nilai pH air pada

tidepool 11 menunjukkan angka 7,5 yang berarti perairan dalam tidepool tersebut

bersifat normal dan sesuai bagi kehidupan organisme yang hidup di dalamnya.

Jenis kedua yang memiliki nilai kelimpahan tertinggi adalah Semiricinula

fusca dari famili Muricidae sebesar 0,2 individu/338 m2, dengan total 71 individu.

Menurut NBIN LIPI (2008), Muricidae adalah salah satu famili dari Gastropoda

Page 72: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

59

kelas Prosobranchia, yang terdistribusi di daerah terumbu karang. Digolongkan

hewan karnivora, misalnya Drupella cornus yang memanfaatkan polip karang

sebagai sumber makanannya. Ada juga yang menjadi sebagai tempat berlindung,

memijah sekaligus menjadikan karang sebagai tempat tinggalnya (mikrohabitat).

Oleh karena jenis ini bersifat predator bagi gastropoda dan organisme lain,

menyebabkan jenis ini memiliki jumlah dan kelimpahan yang lebih banyak.

Pada tidepool pengamatan, jumlah Semiricinula fusca terbanyak terdapat

pada tidepool 7 (21 individu). Berdasarkan pengamatan, diketahui bahwa tidepool

7 memiliki jenis makrozoobenthos sebanyak 20 jenis dengan total 74 individu.

Hal ini dapat memungkinkan jenis ini memiliki jumlah makanan yang banyak.

Selain itu, kondisi fisik dan kimia, tidepool 7 juga dapat mendukung kehidupan

jenis ini, antara lain suhu air sebesar 29°C, kedalaman tidepool 36 cm, salinitas

32,5‰, dan pH air dengan nilai 7,5.

Semiricinula fusca adalah salah satu jenis siput laut, termasuk moluska

gastropoda laut famili Muricidae, sering disebut dengan siput batu (WoRMS,

2015). Siput kecil ini kadang-kadang terlihat pada batu-batu besar di beberapa

pantai. Kata fuscus berarti kehitaman, gelap atau hitam, mengacu pada warna

cangkang yang relatif gelap. Siput ini berukuran 2-3 cm, cangkang tebal dengan

benjolan persegi. Bukaan cangkang lebar dan biasanya berwarna ungu gelap.

Menurut penelitian Brian Ong, jenis ini di Pulau St. John ditemukan memakan

beberapa jenis keong, seperti Siphonaria javanica dan Siphonaria guamensis.

Jenis ini juga kadang memakan kerang kecil dan kerang. Dalam studi Brian,

ditemukan bahwa siput ini menggali lubang melalui cangkangnya, atau dengan

Page 73: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

60

menyelipkan proboscis di bawah cangkang. Brian menemukan bahwa jenis ini

tidak terlalu memilih tentang ukuran mangsa mereka (Wild Singapore, 2008).

Berdasarkan sumber tersebut, diketahui bahwa Semiricinula fusca memiliki

kelimpahan besar karena bersifat predator terhadap jenis gastropoda dan bivalvia

lainnya.

Jenis ketiga yang mempunyai nilai kelimpahan tertinggi adalah

Ophiocoma echinata sebesar 0,16 individu/338 m2 sebanyak 55 individu. Jenis

Ophiocoma echinata ditemukan pada 10 dari total 16 tidepool, dengan jumlah

individu pada masing-masing tidepool cukup merata, yaitu antara 2 hingga 9

individu.

Nilai kelimpahan dari famili dan jenis selain yang disebutkan di atas

cenderung menunjukkan nilai yang rendah, secara umum kurang dari 0,1

individu/338 m2. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan rendahnya

kelimpahan makrozoobenthos tersebut, antara lain kurangnya makanan, kondisi

fisik dan kimia yang kurang sesuai dengan kehidupan organisme tersebut, serta

adanya predasi dan seleksi alam yang terjadi pada mikroekosistem tidepool.

3. Nilai Penting Makrozoobenthos

Nilai penting digunakan untuk melihat seberapa besar peran dan

kedudukan ekologis suatu jenis atau famili dalam komunitasnya. Untuk

menentukan nilai penting, perlu diketahui terlebih dahulu nilai kerapatan mutlak

(KM), kerapatan relatif (KR), frekuensi mutlak (FM), dan frekuensi relatif (FR)

dari masing-masing jenis makrozoobenthos.

Page 74: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

61

Berdasarkan perhitungan kerapatan mutlak (KM) dan kerapatan relatif

(KR), didapatkan nilai terbesar pada jenis Ophionereis dubia, masing-masing

sebesar 0,51 individu/338 m2 dan 33,79%. Ophionereis dubia memiliki kerapatan

jenis terbesar dan merupakan jenis yang paling banyak ditemukan dari seluruh

tidepool pengamatan dibandingkan jenis makrozoobenthos lainnya.

Sedangkan dari perhitungan frekuensi mutlak (FM) dan frekuensi relatif

(FR), jenis yang memiliki nilai FM dan FR tertinggi adalah Ophionereis dubia,

masing-masing sebesar 0,69 individu/338m2 dan 10,19%. Jenis ini ditemukan

pada 11 dari total 16 tidepool pengamatan. Dari hasil ini juga dapat diketahui

bahwa Ophionereis dubia merupakan makrozoobenthos yang bersifat kosmopolit

dan dapat beradaptasi dengan baik. Hal ini disebabkan jenis bintang ular laut ini

banyak hidup pada habibat bebatuan dan dapat melakukan pergerakan yang lebih

luas dibandingkan jenis makrozoobenthos lainnya. Menurut Barnes dan Ruppert

(1994), Ophiuroidea merupakan hewan Echinodermata yang paling banyak

bergerak. Bintang ular bergerak dengan menggunakan lengan mereka. Lengan

bintang ular dapat bergerak kesegala arah dan tidak menunjukkan dominansi. Saat

akan bergerak keatas batu, seaweed, ataupun terumbu karang lengan bagian ujung

yang lentur dapat melilit sehingga pergerakan akan semakin mudah.

Dari perhitungan nilai penting, didapatkan jenis yang memiliki nilai

penting terbesar adalah jenis yang sama, yaitu Ophionereis dubia sebesar 43,97%.

Hal ini menunjukkan bahwa Ophionereis dubia memiliki nilai kelimpahan dan

kehadiran yang tinggi, serta memiliki peranan yang lebih besar dibandingkan jenis

lain dalam mikroekosistem tidepool pengamatan. Selain itu tingginya nilai penting

Page 75: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

62

menunjukkan Ophionereis dubia merupakan jenis yang paling adaptif di

habitatnya dan mampu bertahan jika terjadi gangguan pada ekosistemnya.

Menurut Magnus (1967), Ophiuroidea sering ditemukan bersembunyi di bawah

batu atau lubang pasir, hal ini dikarenakan Ophiuroidea memiliki sifat fototaksis

negatif sehingga sering hidup bersembunyi di habitatnya. Selain itu bintang ular

menjadikan lubang pasir dan pecahan batu karang sebagai tempat

perlindungannya dari predator.

4. Dominansi Jenis Makrozoobenthos

Berdasarkan hasil data kelimpahan, kerapatan, frekuensi, dan nilai penting,

diketahui jenis yang mendominasi pada mikroekosistem tidepool di pantai Batu

Kukumung adalah Ophionereis dubia. Jumlah jenis ini jauh lebih banyak

dibandingkan jenis makrozoobenthos lain.

Ophionereis dubia memiliki panjang lengan sampai 12 cm, diameter cakram

sekitar 10 mm. Cakram halus dengan scale mikroskopis dan pola seperti jaring

dari garis-garis gelap pada abu-abu dengan speckling kuning kecil. Lengan

berwarna pucat, terdapat garis-garis gelap setiap sendi kelima. Lengan duri

cenderung pendek. Dalam Tortonese (1980) dalam Clark dan Rowe (1971), pola

warna digambarkan garis coklat dan kadang-kadang juga bintik-bintik di sisi

dorsal dari cakram yang membentuk pola. Habitat jenis ini adalah di daerah

eulittoral rendah dan substrat yang beragam. Ophionereis dubia bersifat bentik

dan banyak hidup di perairan pantai. Oleh karena itu habitat yang sesuai dengan

kehidupannya, Ophionereis dubia memiliki tingkat dominasi yang paling tinggi.

Page 76: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

63

5. Indeks Kekayaan Jenis Makrozoobenthos

Berdasarkan perhitungan, didapatkan nilai indeks kekayaan jenis

makrozoobenthos tidepool pengamatan sebesar 6,09. Nilai indeks ini didapatkan

dari jumlah tiap jenis makrozoobenthos dan jumlah total individu

makrozoobenthos, yaitu sebanyak 512 individu. Nilai indeks kekayaan jenis pada

tidepool pengamatan menunjukkan status ekosistem dalam kondisi baik karena

nilai indeks lebih dari 4,0 yang berarti bahwa komponen-komponen penyusun

komunitas fauna makrozoobenthos belum mengalami gangguan lingkungan.

Jumlah jenis maupun jumlah individu setiap jenis fauna makrozoobenthos tidak

akan mudah berubah meskipun mengalami peningkatan gangguan lingkungan.

6. Indeks Keanekaragaman Jenis Makrozoobenthos

Nilai indeks keanekaragaman jenis makrozoobenthos yang didapatkan dari

perhitungan sebesar 2,53. Berdasarkan pendapat Shannon-Wiener (1949) dalam

Dahuri (1994), nilai tersebut tergolong antara indeks 1 dan 3, menunjukkan bahwa

keanekaragaman jenis makrozoobenthos pada mikroekosistem tidepool

pengamatan dalam kategori sedang, penyebaran jumlah individu tiap jenis dalam

kategori sedang, kestabilan komunitas sedang dan keadaan perairan telah tercemar

sedang.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan tingkat keanekaragaman

jenis makrozoobenthos tidak terlalu tinggi, antara lain terjadinya isolasi dalam

mikroekosistem tidepool sehingga persebaran dari banyak jenis menjadi kecil,

kondisi fisik lingkungan yang cukup ekstrim bagi kehidupan biota laut dalam

tidepool, seperti suhu air dan udara yang cukup tinggi, salinitas air yang tinggi,

Page 77: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

64

intensitas cahaya yang tinggi, serta tingginya konduktivitas air yang akan

berdampak pada tingkatan stress makrozoobenthos yang hidup di dalamnya.

Selain itu faktor lain yang berpengaruh adalah sumber makanan yang sedikit serta

adanya seleksi dan predasi sehingga hanya jenis tertentu yang dapat hidup dalam

mikroekosistem tidepool tersebut.

7. Indeks Dominansi Makrozoobenthos

Berdasarkan perhitungan, didapatkan nilai indeks dominansi

makrozoobenthos sebesar 0,85. Hal ini menunjukkan bahwa pada mikroekosistem

tidepool pengamatan mempunyai nilai indeks cenderung mendekati 1 artinya ada

jenis yang mendominansi perairan yang berarti setiap individu pada tidepool

pengamatan tidak mempunyai kesempatan yang sama dan secara maksimal dalam

memanfaatkan sumberdaya yang ada di dalam perairan tersebut. Dari hasil

pengamatan dan perhitungan, terlihat bahwa ada jenis yang paling mendominasi

dibandingkan jenis lain, yaitu Ophionereis dubia. Jenis ini kemungkinan dapat

mengganggu keseimbangan dalam ekosistem dan mengancam kehidupan jenis

makrozoobenthos yang lain. Hal ini sesuai dengan peryataan Odum (1993) yang

menyatakan bahwa nilai indeks dominansi yang tinggi menyatakan konsentrasi

dominansi yang tinggi (ada individu yang mendominansi), sebaliknya nilai indeks

dominansi yang rendah menyatakan konsentrasi yang rendah (tidak ada yang

dominan).

Page 78: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

65

8. Pengaruh Makroalga dan Biota Lain Terhadap Struktur Komunitas

Makrozoobenthos

Penutupan makroalga dan biota lain yang ada pada mikroekosistem

tidepool secara tidak langsung berhubungan terhadap struktur komunitas

makrozoobenthos yang hidup di dalamnya. Sumber makanan utama untuk benthos

adalah alga dan organik limpasan dari tanah. Selain itu, manfaat penutupan

makroalga adalah sebagai kanopi dalam tidepool sehingga suhu dalam perairan

tidak terlalu meningkat akibat penetrasi cahaya yang langsung masuk ke dalam

tidepool. Dengan suhu yang tidak terlalu tinggi, maka semakin banyak jumlah dan

jenis makrozoobenthos yang dapat hidup dalam mikroekosistem tidepool dan

berpengaruh terhadap kelimpahan, kerapatan, frekuensi, kekayaan, dan

keanekaragaman jenis makrozoobenthos. Makroalga juga dapat melakukan

fotosintesis sehingga menghasilkan oksigen. Jumlah oksigen yang banyak dapat

meningkatkan kualitas perairan dan dapat dipergunakan oleh makrozoobenthos

untuk melangsungkan kehidupannya.

Biota lain yang ada pada tidepool adalah beberapa jenis ikan dan karang.

Ikan merupakan salah satu biota penting dalam ekosistem laut. Sebagai konsumen

dari produsen, ikan herbivora merupakan penghubung antara aliran energi yang

berasal dari produsen ke konsumen tingkat 2 (karnivora). Ikan dapat

mempengaruhi penyebaran, ukuran, komposisi dan makrozoobenthos. Dengan

adanya jenis ikan dalam tidepool, maka rantai makanan dalam mikroekosistem ini

dapat berlangsung dengan baik. Selain ikan, terdapat satu jenis karang dalam

tidepool pengamatan. Karang juga berpengaruh terhadap struktur komunitas

Page 79: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

66

makrozoobenthos, yaitu sebagai tempat perlindungan beberapa jenis

makrozoobenthos dari predator, sehingga dapat berpengaruh terhadap kelimpahan

jenis makrozoobenthos tersebut.

Tidepool merupakan mikroekosistem yang terbentuk akibat aktivitas

pasang surut laut. Mikroekosistem ini memiliki karakteristik yang cukup unik

dibandingkan ekosistem laut lainnya. Keunikan tersebut disebabkan oleh kondisi

lingkungan perairan tidepool yang ekstrim. Kondisi ini tentu berpengaruh

terhadap struktur komunitas makrozoobenthos yang hidup di dalamnya, sehingga

hanya jenis tertentu yang dapat bertahan hidup dan berkembang dalam tidepool.

Dengan mempelajari struktur komunitas makrozoobenthos ini, dapat diketahui

jenis makrozoobenthos apa saja yang dapat hidup dalam kondisi tidepool tersebut.

Page 80: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

67

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian struktur komunitas makrozoobenthos pada

mikroekosistem tidepool di pantai Batu Kukumbung, dapat disimpulkan beberapa

hal antara lain :

1. Terdapat 39 jenis makrozoobenthos pada mikroekosistem tidepool di

pantai Batu Kukumbung, yang terdiri dari 21 famili dan 6 kelas, yaitu

kelas Polyplacophora, Gastropoda, Bivalvia, Echinoidea Ophiuroidea, dan

Malacostraca.

2. Berdasarkan penelitian struktur komunitas, dari perhitungan nilai

kelimpahan jenis, kerapatan, frekuensi dan nilai penting, jenis yang

memiliki nilai terbesar adalah Ophionereis dubia. Nilai indeks kekayaan

jenis menunjukkan status ekosistem dalam kondisi baik. Nilai indeks

keanekaragaman jenis menunjukkan keanekaragaman jenis

makrozoobenthos dalam kategori sedang, penyebaran jumlah individu tiap

jenis dalam kategori sedang, kestabilan komunitas sedang dan keadaan

perairan telah tercemar sedang. Sedangkan nilai indeks dominansi

menunjukkan terdapat jenis yang mendominansi perairan, yaitu

Ophionereis dubia yang dapat berpengaruh terhadap jenis

makrozoobenthos lainnya.

Page 81: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

68

6.2 Saran

1. Pelu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai struktur komunitas

makrozoobenthos pada mikroekosistem tidepool, karena ekosistem ini

memiliki karakteristik khas tersendiri dibandingkan ekosistem laut

lainnya.

2. Penelitian yang dilakukan tidak hanya mengenai mekrozoobenthos, namun

juga biota dan organisme lainnya seperti jenis ikan, makroalga, lamun, dan

mikroalga sehingga dapat diketahui keanekaan dalam mikroekosistem

tidepool.

3. Dilakukan penelitian dalam skala yang lebih besar lagi, tidak hanya

dilakukan di pantai Batu Kukumbung atau Cagar Alam Bojonglarang

Jayanti, namun juga pada lokasi-lokasi lainnya di Indonesia.

4. Perlu dilakukannya langkah-langkah konservasi dan pemeliharaan

ekosistem tidepool dari pencemaran laut, sehingga keunikan ekosistem ini

dapat menjadi potensi wisata alam yang menarik.

Page 82: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

69

DAFTAR PUSTAKA

Alcantara, P. H., dan Weiss, V. S. 1991. Ecological Aspects of The Polychaeta

Population Associated with The Red Mangrove Rhizosphora mangle at

Lagune de Terminos, Southren Part of The Gulf of Mexico. Ophelia 5:

451-462.

Aksornkoe. 1993. Ecology and management of mangrove. IUCN. Bangkok.

Thailand.

Aziz, A. 1991. Beberapa Catatan tentang Bintang Mengular (Ophiuroidea)

sebagai Biota Bentik. Oseana 17 (1).

Balai KSDA (BKSDA) Jawa Barat. 2007. Bojonglarang Jayanti. Data Sekunder

dan Data Primer. Balai Besar KSDA, Jawa Barat. Bogor.

Barnes, D. R., dan E. E. Ruppert. 1994. Invertebrate Zoology Sixth Edition.

Sounders College Publishing. USA.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.

USU Press. Medan.

Brower J. E., dan Zar, J. H. 1977. Field and Laboratory Methods for General

Ecology. Brown Co Publisher. Iowa.

Brown, B. E. 1996. Integrated Coastal Management : South Asia. University of

Newcastle. Newcastle Upon Tyne.

Castellanos-Ganilndo, G. A., A. Giraldo., dan E. A. Rubio. 2005. Community

structure of an assemblage of tidepool fishes on a tropical eastern Pacific

rocky shore, Colombia. Journal of Fish Biology 67: 392-408.

Chao, C., Bo-Wei W., Chao-Hsiung C., dan Kuo-Ping C. 2013. The Diel

Dynamics of Ciliate Community in a Tide-pool. Journal of Marine

Science and Technology 21: 216-222.

Clark, A.M. dan Rowe, F.W.E. 1971. Monograph of Shallow-water Indo-West

Pacific Echinoderms. Trustees of the British Museum (Natural History).

London.

Connel, D. W., dan Miller, G. J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi. Penerjemah

Koestoer Y. dan Sehati. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Dahuri. 1994. Analisa Biota Perairan. Fakultas Perikanan IPB. Bogor.

Dahuri, R., Rais J., Ginting S. P., dan Sitepu M. J. 1996. Pengelolaan

Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pramadya

Paramita. Jakarta.

Page 83: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

70

Dahuri, R., Rais J., Ginting S. P., dan Sitepu M. J. 2001. Pengelolaan

Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pramadya

Paramita. Jakarta.

Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shells). PT. Sarana

Graha. Jakarta.

Dharma, B. 2005. Recent & Fossil Indonesian Shells. ConchBooks. Hackenheim.

Germany.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pegelolaan Sumber Daya Lingkungan

Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

English, S., C. Wilkinson dan V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical

Marine Resources. Australian Institute of Marine Science. Townsville.

Ewusie, J. K. 1990. Pengantar Ekologi Tropika (terjemahan). ITB. Bandung.

Fajri., dan Agustina. 2013. Penuntun Pratikum Ekologi Perairan. UNRI Press.

Pekanbaru.

Haili, M., Ida, I. D. A., dan Bagyo, Y. 2014. Diversitas Arthropoda Tanah di

Lahan Kebakaran dan Lahan Transisi Kebakaran Jalan HM 36 Taman

Nasional Baluran. Jurnal Biotropika 2 (1) : 20-25.

Haruddin, A., Edi, P., dan Sri B., 2011. Dampak Kerusakan Mikroekosistem

Terumbu Karang Terhadap Hasil Penangkapan Ikan Oleh Nelayan Secara

Tradisional Di Pulau Siompu Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi

Tenggara. Jurnal Ekosains 3: 29-41.

Hemminga, M. A., dan Duarte C. M. 2000. Seagrass Ecology. Cambridge

University Press. London.

Hutabarat, S., dan S. M. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Universitas

Indonesia Press. Jakarta.

Idris I, Ginting S. P., dan Budiman. 2007. Membangunkan Raksasa Ekonomi:

Sebuah Kajian Terhadap Perundang-undangan Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Penerbit Buku Ilmiah Populer. 296 hal.

Irawan, A., dan L. I. Sari. 2013. Karakteristik Distribusi Horizontal Parameter

Fisika-Kimia Perairan Permukaan di Pesisir Bagian Timur Balikpapan.

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis 18 (2) : 21-27.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51/I/2004. Tentang Pedoman

Penetapan Baku Mutu Air Laut. Jakarta. 12 hal.

Laguna Ocean Foundation. 2007. Tidepool Ecology & Common Organisms.

http://www.lagunaoceanfoundation.org/tidepool_ecology.html. Diakses

pada 1 Maret 2015 Pukul 22.54 WIB.

Page 84: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

71

Lumingas, Lawrence J. L., Ruddy D. M., dan Alex D. K. 2011. Efek Stres

Anthropogenik Terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentik Substrat

Lunak Perairan Laut Dangkal di Teluk Buyat, Teluk Totok dan Selat

Likupang (Semenanjung Minahasa, Sulawesi Utara). Jurnal Matematika

& Sains 16: 95-105.

Metaxas, A., dan R. E. Scheibling. 1993. Community structure and organization

of tidepools. Marine Ecology Proggress Series 98: 187-198.

National Parks Conservation Association. 2008. Tide pools. http://www.npca.org/

marine_and_coastal/beaches/tide_pools.html. Diakses tanggal 27

Februari 2015 Pukul 22.36 WIB.

NBIN LIPI. 2008. Komposisi Jenis dan Siput Famili Muricidae di daerah

Terumbu Karang pulau Salibabu. http://nbin.lipi.go.id/index.php?x=pisp

_meta&met=448. Diakses tanggal 19 Juni 2015 Pukul 1.11 WIB.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan

dari Marine Biology and Ecological Approach oleh M. Eidman. PT

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa: M.

Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen dan M. Hutomo. PT Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.

Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ekology. Third Edition, W.B. Saunders

Company. Toronto Florida.

Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan dari Fundamental of

Ecology oleh T. Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Odum, E. P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Terjemahan oleh

Koesbiono, D.G. Bengon, M. Eidmen & S. Sukarjo. PT Gramedia.

Jakarta.

Putro, S. P. 2014. Metode Sampling Penelitian Makrobenthos dan Aplikasinya.

Graha Ilmu. Yogyakarta.

Rachmawaty. 2011. Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos sebagai

Bioindikator Tingkat Pencemaran di Muara Sungai Jeneberang. FMIPA-

UNM. Makassar.

Raffaelli, D., dan Hawkins, S. J. 1996. Intertidal Ecology. Chapman and Hall.

London.

Ridwan, D. 2004. Komunitas Makrozoobentos Sebagai Indikator Biologi Perairan

Sungai Ciliwung. Skripsi. FPIK-IPB. Bogor.

Romimohtarto, K dan Juwana, S. 2007. Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan tentang

Biota Laut. Djambatan. Jakarta.

Page 85: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

72

Ruswahyuni. 2008. Struktur Komunitas Makrozoobentos yang Berasosiasi dengan

Lamun pada Pantai Berpasir di Jepara. Jurnal Saintek Perikanan. 3: 33-

36.

Sanusi, H. 2004. Karakteristik Kimiawi dan Kesuburan Perairan Teluk

Pelabuhan Ratu pada Musim barat dan Timur. Jurnal Ilmu-ilmu

Perairan dan Perikanan Indonesia. Departemen Sumber Daya Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB-Bogor.

Seaworld Parks and Entertainment (SPE). 2015. Tide Pools: What is a tide pool?.

http://seaworld.org/en/animal-info/ecosystem-infobooks/tide-pools/what-

is-a-tide-pool/. Diakses tanggal 27 Februari 2015 Pukul 21.15 WIB.

Sinaga, T. 2009. Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas

Perairan Danau Toba Balige Kabupaten Toba Samosir. Tesis. Universitas

Sumatera Utara. Medan.

Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif. Usaha Nasional. Surabaya.

Soegiarto A. 1976. Pedoman Umum Pengelolaan Wilayah Pesisir. Lembaga

Oseanologi Nasional, Yakarta.

Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit

Djambatan. Jakarta.

Sudirman, N., dan S. Husrin. 2014. Status Baku Mutu Air Laut Untuk Kehidupan

Biota dan Indeks Pencemaran Perairan di Pesisir Cirebon pada Musim

Kemarau. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 6 (2) : 149-154.

Susilowati, E. 2007. Struktur Komunitas Makrozoobentos Sebagai Indokator

Biologi Perairan di Hulu Sungai Cisadane Bogor. Skripsi. PFIK-IPB.

Bogor.

Syukur. 2012. Permasalahan Ekologis Pantai Intertidal Berbatu.

http://syukuridrus.blogspot.com/2012/11/permasalahan-ekologis-pantai-

berbatu.html. Diakses tanggal 18 Juni 2015 Pukul 19.51 WIB.

Taqwa, A. 2010. Analisis Produktivitas Primer Fitoplankton dan Struktur

Komunitas Fauna Makrobentos Berdasarkan Kerapatan Mangrove di

Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan Kota Tarakan, Kalimantan

Timur. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.

Tulungen J. J. 2001. Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu

dan Berbasis Masyarakat: Telaah Kasus di Kabupaten Minahasa,

Sulawesi Utara. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir

Terpadu. Bogor, 29 Oktober – 3 November 2001).

Page 86: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

73

Ulfah, Y., Widyaningsih., dan M. Zainuri. 2012. Struktur Komunitas

Makrozoobenthos di Perairan Wilayah Morosari Desa Bedono

Kecamatan Sayung Demak. Journal of Marine Research 1: 188-196.

Weber, H.H., dan H.V. Thurman. 1991. Marine Biology. Harper Collins

Publisher, Inc. New York.

Welch, E. B and T. Lindell. 1992. Ecological Effects of Wastewater : Applied

Limnology and Pollutant Effects. Taylor and Francis Group LLC.

Washington. USA.

Wild Singapore. 2008. Dark Drill Semiricinula fusca. http://www.wildsingapore.

com/wildfacts/mollusca/gastropoda/muricidae/fusca.htm. Diakses tanggal

25 Juni 2015 Pukul 13.03 WIB.

World Register of Marine Species (WoRMS). 2015. Semiricinula fusca (Küster,

1862). http://www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=397049

Diakses tanggal 25 Juni 2015 Pukul 13.01 WIB.

Wright, J. B. 1984. Oseanography: Unit 10 The Benthic System. The Open

University. Great Britain.

Page 87: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

74

LAMPIRAN

Lampiran 1

Hasil Pengamatan Makrozoobenthos Tidepool Pantai Batu Kukumbung

Tabel 7.1 Jenis Makrozoobenthos Tidepool 1-16 Pantai Batu Kukumbung

No Foto Tidepool ke-

Jumlah Klasifikasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

1

4 2 0 1 0 0 3 5 0 2 5 2 0 0 0 0 24

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Neogastropoda

Family Muricidae

Genus Drupella

Species Drupella cornus

(Röding, 1798)

2

0 0 0 0 0 6 21 14 8 4 9 1 0 0 3 1 68

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Neogastropoda

Family Muricidae

Genus Semiricinula

Species Semiricinula fusca

(Küster, 1862)

Page 88: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

75

3

1 0 0 0 0 0 3 1 3 0 11 0 0 0 0 0 19

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Patellogastropoda

Family Nacellidae

Genus Cellana

Species Cellana radiata

(Born, 1778)

4

0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Littorinimorpha

Family Ranellidae

Genus Gyrineum

Species Gyrineum natator

(Röding, 1798)

5

0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Neogastropoda

Family Muricidae

Genus Morula

Species Morula anaxeres

(Kiener, 1835)

Page 89: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

76

6

4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4

Kingdom Animalia

Phylum Echinodermata

Class Echinoidea

Ordo Stomopneustoida

Family Stomopneustidae

Genus Stomopneustes

Species Stomopneustes variolaris

(Lamarck, 1816)

7

0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Vetigastropoda

Family Trochidae

Genus Pseudostomatella

Species P. papyracea

(Gmelin, 1791)

8

0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 8 0 0 0 0 0 11

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Polyplacophora

Ordo Neoloricata

Family Chitonidae

Genus Chiton

Species Chiton sp. A

(Blainville, 1816)

9

0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Neogastropoda

Family Conidae

Page 90: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

77

Genus Conus

Species Conus ebraeus

(Linneaus, 1758)

10

0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 4 0 0 0 0 0 6

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Neogastropoda

Family Conidae

Genus Conus

Species Conus glaucus

(Linneaus, 1758)

11

0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 3

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Bivalvia

Ordo Arcoida

Family Arcidae

Genus Barbatia

Species Barbatia bistrigata

(Dunker, 1866)

12

0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2

Kingdom Animalia

Phylum Arthropoda

Class Malacostraca

Ordo Decapoda

Family Epialtidae

Genus Loxorhynchus

Species Loxorhynchus sp.

(Stimpson, 1857)

Page 91: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

78

13

0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Cycloneritimorpha

Family Neritidae

Genus Nerita

Species Nerita albicilla

(Linneaus, 1758)

14

0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Pulmonata

Family Siphonariidae

Genus Siphonaria

Species Siphonaria sirius

(Pilsbry, 1894)

15

0 0 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Caenogastropoda

Family Cerithiidae

Genus Clypeomorus

Species C. subbrevicula

(Oostingh, 1925)

16

0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Neogastropoda

Family Mitridae

Page 92: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

79

Genus Mitra

Species Mitra litterata

(Lamarck, 1811)

17

0 0 0 0 0 0 2 9 0 0 0 0 0 0 0 0 11

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Neogastropoda

Family Columbellidae

Genus Anachis

Species Anachis terpsichore

(G. B. Sowerby II, 1822)

18

0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Neogastropoda

Family Muricidae

Genus Morula

Species Morula granulata

(Duclos, 1832)

19

0 0 0 0 0 0 3 11 0 0 0 0 0 0 0 0 14

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Neogastropoda

Family Muricidae

Genus Morula

Species Morula funiculata

(Reeve, 1846)

Page 93: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

80

20

0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Patellogastropoda

Family Patellidae

Genus Patella

Species Patella ferruginea

(Gmelin, 1791)

21

0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 1 0 0 0 0 0 3

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Neogastropoda

Family Columbellidae

Genus Euplica

Species Euplica varians

(Sowerby I, 1832)

22

0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 3

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Neogastropoda

Family Columbellidae

Genus Pyrene

Species Pyrene decussata

(Sowerby I, 1844)

23

0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 4

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Neogastropoda

Family Muricidae

Page 94: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

81

Genus Semiricinula

Species Semiricinula marginatra

(Blainville, 1832)

24

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 1 0 3

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Gastropoda

Ordo Caenogastropoda

Family Cerithiidae

Genus Clypeomorus

Species Clypeomorus bifasciata

(G. B. Sowerby II, 1855)

25

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Polyplacophora

Ordo Neoloricata

Family Chitonidae

Genus Chiton

Species Chiton sp. B

(Blainville, 1816)

26

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Polyplacophora

Ordo Neoloricata

Family Chitonidae

Genus Chiton

Species Chiton sp. C

(Blainville, 1816)

Page 95: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

82

27

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 1

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Polyplacophora

Ordo Neoloricata

Family Chitonidae

Genus Chiton

Species Chiton sp. D

(Blainville, 1816)

28

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 3

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Bivalvia

Ordo Veneroida

Family Veneridae

Genus Marcia

Species Marcia hiantina

(Lamarck, 1818)

29

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Class Bivalvia

Ordo Mytiloida

Family Mytilidae

Genus Ciboticola

Species Ciboticola lunata

(Hedley, 1902)

Page 96: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

83

30

6 0 0 5 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13

Kingdom Animalia

Phylum Arthropoda

Class Malacostraca

Ordo Decapoda

Family Paguridae

Genus Pagurus

Species Pagurus sp. A

(Fabricius, 1775)

31

6 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 10

Kingdom Animalia

Phylum Arthropoda

Class Malacostraca

Ordo Decapoda

Family Paguridae

Genus Pagurus

Species Pagurus sp. B

(Fabricius, 1775)

32

1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 3

Kingdom Animalia

Phylum Arthropoda

Class Malacostraca

Ordo Decapoda

Family Paguridae

Genus Pagurus

Species Pagurus sp. C

(Fabricius, 1775)

Page 97: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

84

33

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

Kingdom Animalia

Phylum Arthropoda

Class Malacostraca

Ordo Decapoda

Family Paguridae

Genus Pagurus

Species Pagurus sp. D

(Fabricius, 1775)

34

1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2

Kingdom Animalia

Phylum Arthropoda

Class Malacostraca

Ordo Decapoda

Family Paguridae

Genus Pagurus

Species Pagurus sp. E

(Fabricius, 1775)

35

1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2

Kingdom Animalia

Phylum Arthropoda

Class Malacostraca

Ordo Decapoda

Family Paguridae

Genus Pagurus

Species Pagurus sp. F

(Fabricius, 1775)

36

0 0 8 0 0 5 1 0 0 3 3 0 0 0 0 0 20

Kingdom Animalia

Phylum Echinodermata

Class Ophiuroidea

Ordo Ophiurida

Family Ophiotrichidae

Page 98: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

85

Genus Ophiothrix

Species Ophiothrix fragilis

(Abildraagrd, 1789)

37

0 0 22 0 2 14 13 0 5 8 57 6 26 3 0 17 173

Kingdom Animalia

Phylum Echinodermata

Class Ophiuroidea

Ordo Ophiurida

Family Ophionereididae

Genus Ophionereis

Species Ophionereis dubia

(Müller & Troschel, 1842)

38

0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 18 0 6 26

Kingdom Animalia

Phylum Echinodermata

Class Ophiuroidea

Ordo Ophiurida

Family Ophiocomidae

Genus Ophiocoma

Species O. scolopendrina

(Lamarck, 1816)

39

0 0 6 0 3 6 4 0 6 0 6 5 8 2 0 9 55

Kingdom Animalia

Phylum Echinodermata

Class Ophiuroidea

Ordo Ophiurida

Family Ophiocomidae

Genus Ophiocoma

Species Ophiocoma echinata

(Lamarck, 1816)

Page 99: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

86

Lampiran 2

Susunan Acara Kuliah Kerja Lapangan (KKL) 2015

MINGGU, 10 MEI 2015

NO. WAKTU KEGIATAN

1. 06.00 – 06.30 (30’) Kumpul Peserta KKL 2015

2. 06.30 - 07.00 (30’) Sarapan Pagi

3. 07.00 – 07.30 (30’) Persiapan dan Mobilisasi Barang

4. 07.30 – 08.00 (30’) Pembukaan KKL 2015 dan Pelepasan KKL 2015

5. 08.00-16.00 (480’) Perjalanan Menuju Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

6. 16.00 Tiba di Cagar Alam Bojonglaramg Jayanti

7 16.00 – 18.00 (120’) Mobilisasi Barang KKL 2015

8. 18.00 – 20.00 (120’) Istirahat, Solat, dan Makan

9 20.00 - 21.30 (90’) Sambutan oleh Kepala Desa dan Kepala CA, Kumpul

Peserta KKL 2015 dan Persiapan Untuk Hari ke-2

10 21.30 Istirahat

SENIN, 11 MEI 2015

NO. WAKTU KEGIATAN

1. 04.00-04.30 (30’) Persiapan Peserta KKL 2015

2. 04.30-05.00 (30’) Shalat Subuh, Kultum dan Doa Bersama

3. 05.00-06.00 (60’) Persiapan Penelitian

4. 06.00-07.00 (60’) Sarapan Pagi

4. 07.00-18.00 (660’) Orientasi Medan, Penelitian, dan Pengamatan di

Lapangan (Dikembalikan pada bidang masing-masing)

5. 18.00-20.00 (90’) Istirahat, Sholat, dan Makan Malam

6. 20.00-21.30 (90’) Diskusi dan Evaluasi bersama Dosen Pembimbing

7. 21.30-22.00 (30’) Briefing serta Persiapan Alat dan Barang

8. 22.00 Istirahat

Page 100: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

87

SELASA, 12 MEI 2015

NO. WAKTU KEGIATAN

1. 04.00-04.30 (30’) Persiapan Peserta KKL 2015

2. 04.30-05.00 (30’) Shalat Subuh, Kultum dan Doa Bersama

3. 05.00-06.00 (60’) Persiapan Penelitian

4. 06.00 – 07.00 (60’) Sarapan Pagi

4. 07.00-18.00 (660’) Penelitian dan Pengamatan di Lapangan

5. 18.00-20.00 (90’) Istirahat, Sholat, dan Makan Malam

6. 20.00-21.30 (90’) Diskusi dan Evaluasi bersama Dosen Pembimbing

7. 21.30-22.00 (30’) Briefing serta Persiapan Alat dan Barang

8. 22.00 Istirahat

RABU, 13 MEI 2015

NO. WAKTU KEGIATAN

1. 04.00-04.30 (30’) Persiapan Peserta KKL 2015

2. 04.30-05.00 (30’) Shalat Subuh, Kultum dan Doa Bersama

3. 05.00-06.00 (60’) Persiapan Penelitian

4. 06.00 – 07.00 (60’) Sarapan Pagi

4. 07.00-18.00 (660’) Penelitian dan Pengamatan di Lapangan

5. 18.00-20.00 (90’) Istirahat, Sholat, dan Makan Malam

6. 20.00-21.30 (90’) Diskusi dan Evaluasi bersama Dosen Pembimbing

7. 21.30-22.00 (30’) Briefing serta Persiapan Alat dan Barang

8. 22.00 Istirahat

Page 101: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

88

KAMIS, 14 MEI 2015

NO. WAKTU KEGIATAN

1. 04.00-04.30 (30’) Persiapan Peserta KKL 2015

2. 04.30-05.00 (30’) Shalat Subuh, Kultum dan Doa Bersama

3. 05.00-06.00 (60’) Persiapan Penelitian

4. 06.00 – 07.00 (60’) Sarapan Pagi

4. 07.00-18.00 (660’) Penelitian dan Pengamatan di Lapangan

5. 18.00-20.00 (90’) Istirahat, Sholat, dan Makan Malam

6. 20.00-21.30 (90’) Diskusi dan Evaluasi bersama Dosen Pembimbing

7. 21.30-22.00 (30’) Briefing serta Persiapan Alat dan Barang

8. 22.00 Istirahat

JUMAT, 15 MEI

NO. WAKTU KEGIATAN

1. 04.00-04.30 (30’) Persiapan Peserta KKL 2015

2. 04.30-05.00 (30’) Shalat Subuh, Kultum dan Doa Bersama

3. 05.00-06.00 (60’) Persiapan Penelitian

4. 06.00 – 07.00 (60’) Sarapan Pagi

4. 07.00-18.00 (660’) Penelitian dan Pengamatan di Lapangan

5. 18.00-20.00 (90’) Istirahat, Sholat, dan Makan Malam

6. 20.00-21.30 (90’) Diskusi dan Evaluasi bersama Dosen Pembimbing

7. 21.30-22.00 (30’) Briefing serta Persiapan Alat dan Barang

8. 22.00 Istirahat

Page 102: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

89

SABTU, 16 MEI 2015

NO. WAKTU KEGIATAN

1. 04.00-05.00 (60’) Shalat Subuh, Kultum dan Doa Bersama

2. 05.00-05.30 (30’) Persiapan Kepulangan Peserta KKL 2015

3. 05.30-07.00 (90’) Penyelesaian Penelitian dan Pengambilan Sampel

4. 07.00-08.00 (60’) Sarapan Pagi

5. 08.00 – 10.00 (120’) Penyelesaian Penelitian dan Pengambilan Sampel

6. 10.00 – 12.00 (120’) Packing Akhir Barang dan Logistik KKL

7. 12.00-13.00 (60’) Sholat Dzuhur dan Makan Siang

8. 13.00-15.00 (120’) Packing Akhir Peserta

9. 15.00-18.00 (180’) Free Time

10. 18.00-20.00 (120’) Solat dan Makan Malam

11. 20.00-22.00 (120’) Acara Penutupan KKL 2015

12. 22.00 Istirahat

MINGGU, 17 MEI 2015

NO. WAKTU KEGIATAN

1. 04.00-05.00 (60’) Shalat Subuh, Kultum dan Doa Bersama

2. 05.00-07.00 (60’) Persiapan Kepulangan Peserta KKL 2015 dan

Mobilisasi Barang

3. 07.00-08.00 (60’) Sarapan Pagi

4. 08.00-09.00 (60’) Penutupan KKL 2015 Bersama Kepala Desa dan

BKSDA

5. 09.00-17.00 (480’) Perjalanan Pulang menuju Jatinangor

6. 17.00 Tiba di Kampus Unpad Jainangor

Page 103: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

90

Lampiran 3

Peta Lokasi Pengambilan Data

Gambar 7.1 Peta lokasi dan transek pengamatan makrozoobenthos

di pantai Batu Kukumbung (Sumber : Google Earth)

Page 104: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

91

Lampiran 4

Data Prediksi Pasang Surut Badan Informasi Geospasial 2015

Gambar 7.2 Data prediksi pasang surut Badan Informasi Geospasial 2015

Page 105: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

92

Lampiran 5

Perhitungan Analisis Sampel Makrozoobenthos

A. Perhitungan Kelimpahan Jenis Makrozoobenthos

Tabel 7.2 Perhitungan Kelimpahan Jenis Makrozoobenthos

No Nama Jenis ni A D

1 Chiton sp. A 11

338

0,03

2 Chiton sp. B 1 0,00

3 Chiton sp. C 1 0,00

4 Chiton sp. D 2 0,01

5 Clypeomorus subbrevicula 10 0,03

6 Clypeomorus bifasciata 3 0,01

7 Anachis terpsichore 11 0,03

8 Euplica varians 3 0,01

9 Pyrene decussata 3 0,01

10 Conus ebraeus 2 0,01

11 Conus glaucus 6 0,02

12 Mitra litterata 2 0,01

13 Semiricinula fusca 68 0,20

14 Semiricinula marginatra 4 0,01

15 Drupella cornus 24 0,07

16 Morula anaxeres 2 0,01

17 Morula funiculata 14 0,04

18 Morula granulata 1 0,00

19 Cellana radiata 19 0,06

20 Nerita albicilla 1 0,00

21 Patella ferruginea 1 0,00

22 Gyrineum natator 1 0,00

23 Siphonaria sirius 2 0,01

24 Pseudostomatella papyracea 2 0,01

25 Barbatia bistrigata 3 0,01

26 Ciboticola lunata 1 0,00

27 Marcia hiantina 3 0,01

28 Stomopneustes variolaris 4 0,01

29 Ophiothrix fragilis 20 0,06

30 Ophionereis dubia 173 0,51

31 Ophiocoma scolopendrina 26 0,08

32 Ophiocoma echinata 55 0,16

Page 106: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

93

33 Loxorhynchus sp. 2 0,01

34 Pagurus sp. A 13 0,04

35 Pagurus sp. B 10 0,03

36 Pagurus sp. C 3 0,01

37 Pagurus sp. D 1 0,00

38 Pagurus sp. E 2 0,01

39 Pagurus sp. F 2 0,01

∑ 512

B. Perhitungan Nilai Penting Makrozoobenthos

Tabel 7.3 Perhitungan Kerapatan Mutlak dan Relatif Makrozoobenthos

No Nama Jenis ni A KM KR

1 Chiton sp. A 11

338

0,03 2,15

2 Chiton sp. B 1 0,00 0,20

3 Chiton sp. C 1 0,00 0,20

4 Chiton sp. D 2 0,01 0,39

5 Clypeomorus subbrevicula 10 0,03 1,95

6 Clypeomorus bifasciata 3 0,01 0,59

7 Anachis terpsichore 11 0,03 2,15

8 Euplica varians 3 0,01 0,59

9 Pyrene decussata 3 0,01 0,59

10 Conus ebraeus 2 0,01 0,39

11 Conus glaucus 6 0,02 1,17

12 Mitra litterata 2 0,01 0,39

13 Semiricinula fusca 68 0,20 13,28

14 Semiricinula marginatra 4 0,01 0,78

15 Drupella cornus 24 0,07 4,69

16 Morula anaxeres 2 0,01 0,39

17 Morula funiculata 14 0,04 2,73

18 Morula granulata 1 0,00 0,20

19 Cellana radiata 19 0,06 3,71

20 Nerita albicilla 1 0,00 0,20

21 Patella ferruginea 1 0,00 0,20

22 Gyrineum natator 1 0,00 0,20

23 Siphonaria sirius 2 0,01 0,39

24 Pseudostomatella papyracea 2 0,01 0,39

25 Barbatia bistrigata 3 0,01 0,59

26 Ciboticola lunata 1 0,00 0,20

Page 107: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

94

27 Marcia hiantina 3 0,01 0,59

28 Stomopneustes variolaris 4 0,01 0,78

29 Ophiothrix fragilis 20 0,06 3,91

30 Ophionereis dubia 173 0,51 33,79

31 Ophiocoma scolopendrina 26 0,08 5,08

32 Ophiocoma echinata 55 0,16 10,74

33 Loxorhynchus sp. 2 0,01 0,39

34 Pagurus sp. A 13 0,04 2,54

35 Pagurus sp. B 10 0,03 1,95

36 Pagurus sp. C 3 0,01 0,59

37 Pagurus sp. D 1 0,00 0,20

38 Pagurus sp. E 2 0,01 0,39

39 Pagurus sp. F 2 0,01 0,39

∑ 512 1,51 100

Tabel 7.4 Perhitungan Frekuensi Mutlak dan Relatif Makrozoobenthos

No Nama Jenis Plot

Ditemukan ∑ Plot FM FR

1 Chiton sp. A 4

16

0,25 3,70

2 Chiton sp. B 1 0,06 0,93

3 Chiton sp. C 1 0,06 0,93

4 Chiton sp. D 1 0,06 0,93

5 Clypeomorus subbrevicula 1 0,06 0,93

6 Clypeomorus bifasciata 2 0,13 1,85

7 Anachis terpsichore 2 0,13 1,85

8 Euplica varians 1 0,06 0,93

9 Pyrene decussata 1 0,06 0,93

10 Conus ebraeus 2 0,13 1,85

11 Conus glaucus 3 0,19 2,78

12 Mitra litterata 1 0,06 0,93

13 Semiricinula fusca 9 0,56 8,33

14 Semiricinula marginatra 1 0,06 0,93

15 Drupella cornus 8 0,50 7,41

16 Morula anaxeres 2 0,13 1,85

17 Morula funiculata 2 0,13 1,85

18 Morula granulata 1 0,06 0,93

19 Cellana radiata 6 0,38 5,56

20 Nerita albicilla 1 0,06 0,93

21 Patella ferruginea 1 0,06 0,93

Page 108: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

95

22 Gyrineum natator 1 0,06 0,93

23 Siphonaria sirius 2 0,13 1,85

24 Pseudostomatella papyracea 2 0,13 1,85

25 Barbatia bistrigata 3 0,19 2,78

26 Ciboticola lunata 1 0,06 0,93

27 Marcia hiantina 1 0,06 0,93

28 Stomopneustes variolaris 4 0,06 0,93

29 Ophiothrix fragilis 5 0,31 4,63

30 Ophionereis dubia 11 0,69 10,19

31 Ophiocoma scolopendrina 3 0,19 2,78

32 Ophiocoma echinata 10 0,63 9,26

33 Loxorhynchus sp. 2 0,13 1,85

34 Pagurus sp. A 5 0,31 4,63

35 Pagurus sp. B 2 0,13 1,85

36 Pagurus sp. C 3 0,19 2,78

37 Pagurus sp. D 1 0,06 0,93

38 Pagurus sp. E 2 0,13 1,85

39 Pagurus sp. F 2 0,13 1,85

∑ 512 6,75 100

Tabel 7.5 Perhitungan Kerapatan Mutlak dan Relatif Makrozoobenthos

No Nama Jenis KR FR NP

1 Chiton sp. A 2,15 3,70 5,85

2 Chiton sp. B 0,20 0,93 1,12

3 Chiton sp. C 0,20 0,93 1,12

4 Chiton sp. D 0,39 0,93 1,32

5 Clypeomorus subbrevicula 1,95 0,93 2,88

6 Clypeomorus bifasciata 0,59 1,85 2,44

7 Anachis terpsichore 2,15 1,85 4,00

8 Euplica varians 0,59 0,93 1,51

9 Pyrene decussata 0,59 0,93 1,51

10 Conus ebraeus 0,39 1,85 2,24

11 Conus glaucus 1,17 2,78 3,95

12 Mitra litterata 0,39 0,93 1,32

13 Semiricinula fusca 13,28 8,33 21,61

14 Semiricinula marginatra 0,78 0,93 1,71

15 Drupella cornus 4,69 7,41 12,09

16 Morula anaxeres 0,39 1,85 2,24

Page 109: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

96

17 Morula funiculata 2,73 1,85 4,59

18 Morula granulata 0,20 0,93 1,12

19 Cellana radiata 3,71 5,56 9,27

20 Nerita albicilla 0,20 0,93 1,12

21 Patella ferruginea 0,20 0,93 1,12

22 Gyrineum natator 0,20 0,93 1,12

23 Siphonaria sirius 0,39 1,85 2,24

24 Pseudostomatella papyracea 0,39 1,85 2,24

25 Barbatia bistrigata 0,59 2,78 3,36

26 Ciboticola lunata 0,20 0,93 1,12

27 Marcia hiantina 0,59 0,93 1,51

28 Stomopneustes variolaris 0,78 0,93 1,71

29 Ophiothrix fragilis 3,91 4,63 8,54

30 Ophionereis dubia 33,79 10,19 43,97

31 Ophiocoma scolopendrina 5,08 2,78 7,86

32 Ophiocoma echinata 10,74 9,26 20,00

33 Loxorhynchus sp. 0,39 1,85 2,24

34 Pagurus sp. A 2,54 4,63 7,17

35 Pagurus sp. B 1,95 1,85 3,80

36 Pagurus sp. C 0,59 2,78 3,36

37 Pagurus sp. D 0,20 0,93 1,12

38 Pagurus sp. E 0,39 1,85 2,24

39 Pagurus sp. F 0,39 1,85 2,24

∑ 100 100 200

C. Perhitungan Indeks Kekayaan Jenis Makrozoobenthos

Tabel 7.6 Perhitungan Indeks Kekayaan Jenis Makrozoobenthos

Jumlah Spesies 39

Jumlah Individu 512

S – 1 38

ln N 6,24

d 6,09

Page 110: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

97

D. Perhitungan Indeks Keanekaragaman Jenis Makrozoobenthos

Tabel 7.7 Perhitungan Indeks Keanekaragaman Jenis Makrozoobenthos

No Nama Jenis ni A Pi ln Pi Pi ln Pi

1 Chiton sp. A 11

512

0,021484375 -3,840429352 -0,082509224

2 Chiton sp. B 1 0,001953125 -6,238324625 -0,012184228

3 Chiton sp. C 1 0,001953125 -6,238324625 -0,012184228

4 Chiton sp. D 2 0,00390625 -5,545177444 -0,021660849

5 Clypeomorus subbrevicula 10 0,01953125 -3,935739532 -0,076869913

6 Clypeomorus bifasciata 3 0,005859375 -5,139712336 -0,030115502

7 Anachis terpsichore 11 0,021484375 -3,840429352 -0,082509224

8 Euplica varians 3 0,005859375 -5,139712336 -0,030115502

9 Pyrene decussata 3 0,005859375 -5,139712336 -0,030115502

10 Conus ebraeus 2 0,00390625 -5,545177444 -0,021660849

11 Conus glaucus 6 0,01171875 -4,446565156 -0,052108185

12 Mitra litterata 2 0,00390625 -5,545177444 -0,021660849

13 Semiricinula fusca 68 0,1328125 -2,01881692 -0,268124122

14 Semiricinula marginatra 4 0,0078125 -4,852030264 -0,037906486

15 Drupella cornus 24 0,046875 -3,060270795 -0,143450194

16 Morula anaxeres 2 0,00390625 -5,545177444 -0,021660849

17 Morula funiculata 14 0,02734375 -3,599267295 -0,098417465

18 Morula granulata 1 0,001953125 -6,238324625 -0,012184228

19 Cellana radiata 19 0,037109375 -3,293885646 -0,122234038

20 Nerita albicilla 1 0,001953125 -6,238324625 -0,012184228

21 Patella ferruginea 1 0,001953125 -6,238324625 -0,012184228

22 Gyrineum natator 1 0,001953125 -6,238324625 -0,012184228

23 Siphonaria sirius 2 0,00390625 -5,545177444 -0,021660849

24 Pseudostomatella papyracea 2 0,00390625 -5,545177444 -0,021660849

25 Barbatia bistrigata 3 0,005859375 -5,139712336 -0,030115502

26 Ciboticola lunata 1 0,001953125 -6,238324625 -0,012184228

27 Marcia hiantina 3 0,005859375 -5,139712336 -0,030115502

28 Stomopneustes variolaris 4 0,0078125 -4,852030264 -0,037906486

29 Ophiothrix fragilis 20 0,0390625 -3,242592351 -0,126663764

30 Ophionereis dubia 173 0,337890625 -1,085033031 -0,366622489

31 Ophiocoma scolopendrina 26 0,05078125 -2,980228087 -0,151339708

32 Ophiocoma echinata 55 0,107421875 -2,23099144 -0,239657284

33 Loxorhynchus sp. 2 0,00390625 -5,545177444 -0,021660849

34 Pagurus sp. A 13 0,025390625 -3,673375268 -0,093269294

35 Pagurus sp. B 10 0,01953125 -3,935739532 -0,076869913

36 Pagurus sp. C 3 0,005859375 -5,139712336 -0,030115502

Page 111: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

98

37 Pagurus sp. D 1 0,001953125 -6,238324625 -0,012184228

38 Pagurus sp. E 2 0,00390625 -5,545177444 -0,021660849

39 Pagurus sp. F 2 0,00390625 -5,545177444 -0,021660849

∑ 512 -2,53

H’ = - ∑ (Pi ln Pi)

H’ = - (-2,53) = 2,53

E. Perhitungan Indeks Dominansi Makrozoobenthos

Tabel 7.8 Perhitungan Indeks Dominansi Makrozoobenthos

Jumlah Individu (N) 512

C 0,15

D = 1 – C

D = 1 – 0,15 = 0,85

Page 112: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

99

Lampiran 6

Dokumentasi Penelitian Lapangan

1. Orientasi medan dan pembuatan plot pengamatan (11 Mei 2015)

(a) (b) (c)

Gambar 7.3 (a) kondisi pantai Batu Kukumbung; (b) pengamatan tidepool;

dan (c) pembuatan plot pengamatan 1x1 m

2. Pembuatan transek pengamatan

Gambar 7.4 Pembuatan transek pengamatan

3. Pengukuran data fisik perairan

(a) (b) (c)

Gambar 7.5 (a) pengukuran kedalaman tidepool; (b) pengukuran suhu udara;

dan (c) pengukuran suhu perairan

Page 113: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

100

4. Pengambilan data kimia perairan

(a) (b)

Gambar 7.6 (a) pengambilan data pH perairan; (b) pengambilan sampel air

untuk pengukuran DO

5. Pengambilan data biologi

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 7.7 (a) pengamatan tidepool dengan plot; (b) dan (c) pengambilan data

makrozoobenthos; (d) pendataan makroalga; (e) pendataan biota lain dalam

tidepool

Page 114: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

101

6. Tidepool pengamatan

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h) (i)

(j) (k) (l)

Page 115: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

102

(m) (n) (o)

(p)

Gambar 7.8 Tidepool pengamatan (tidepool 1 – 16)

Page 116: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

103

Lampiran 7

Dokumentasi Penelitian Laboratorium

1. Pengukuran data fisik perairan

Gambar 7.9 Pengukuran data salinitas dan konduktivitas dengan SCT Meter

2. Pengukuran data kimia perairan

Gambar 7.8 Pengukuran pH air dengan pH indikator

Gambar 7.10 Kegiatan titrasi sampel air untuk menentukan nilai DO

Page 117: Struktur Komunitas Makrozoobenthos pada Mikroekosistem Tidepool di Pantai Batu Kukumbung, Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

104

Lampiran 8

Dokumentasi Tim Ekologi Perairan dan Peserta KKL 2015

Gambar 7.11 Tim ekologi perairan Kuliah Kerja Lapangan 2015

Gambar 7.12 Peserta Kuliah Kerja Lapangan Biologi UNPAD 2015

(Angkatan 2012)