-
STRUKTUR KEILMUAN DAN IMPLIKASINYA PADA PENELITIAN DAN
KLASIFIKASI DISIPLIN-DISIPLIN
ILMAH
Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara
A. PENGANTAR Tidak seperti dalam tradisi ilmiah Barat, dalam
tradisi ilmiah Islam ilmu
pengetahuan memiliki struktur epistemologis yang lebih jelas dan
solid. Pengetahuan (ilmu) didefinisikan sebagai pengetahuan tentang
sesuatu sebagaimana adanya (marifat al-syai ala ma hewa bihi). Atau
dengan kata lain ilmu adalah pengetahuan tentang realitas objek
yang ditelitinya. Jadi, ilmu harus berpadanan dengan realitas.
Karena itu maka struktur epistemologi harus berpadnan dengan
struktur ontologis.
Dalam pandangan ilmiah Islam, wujud memiliki hierarki dari yang
paling tinggi, yakni wujud metafisik, lalu imajinal ke wujud yang
paling rendah yaitu fisik. Nah karena ilmu harus berpadanan
(berkorespons) dengan realitas wujud, padahal wujud itu sendiri
juga memiliki hirarki, maka ilmu juga memiliki hierarki yang
sepadan dengan realitas objeknya.
Paper ini akan membahas seperlunya struktur keilmuan dalam
tradisi ilmiah Islam, dan implikasinya bagi berbagai penelitian
ilmiah yang dilakukan ilmuwan-ilmuwan Muslim dan klasifikasi
disiplin ilmiah yang mereka buat.
B. STRUKTUR KEILMUAN ISLAM
Struktur keilmuan Islam tentunya bisa dilihat dari klasifikasi
ilmu yang
dibuat Oleh Para ilmuwan atau sarjana Muslim. Pada umumnya
mereka membagi ilmu ke dalam dua kelompok utama: ilmu agama dan
non-agama. Al-ghazali menyebut kedua kelomopok tersebut sebagai
ilmu-ilmu syariyyah dan ghayr syariyyah, sementara Quthb al-Din
Syirazi menyebut mereka, ulum hikmi (philosophical sciences) dan
ulum ghayr hikmi (non-philosophical sciences). Menurut Ibn Khaldun,
yang akan dijadikan sebagai model di paper ini, menyebut mereka
al-ulum al-naqliyyah (transmitted sciences) dan al-ulum al-aqliyyah
(rational sciences).
Struktur Keilmuan Menurut Ibn Khaldun
-
KNOWLEDGE
TRANSMITTED SCIENCE
RATIONAL CIENCES
Theoretical Practical
Physics Math. Metaphi
Ethic Economii
Politics
Meskipun begitu, pembicaraan tentang masing-masing penelitian
ini tidak akan terlalu rinci, karena untuk itu perlu kajian besar
tersendiri, tetapi lebih difokuskan pada pertanyaan-pertanyaan
paling fundamental saja dari masing-masing cabang ilmu di atas yang
menarik untuk diteliti. Seperti telah kita ketahui
penelitian-penelitian ini telah menghasilkan ribuan buku besar,
bahkan maha karya agung, sebagai sumbangan dunia Islam, bukan hanya
kepada umat Islam, tetapi juga kepada peradaban dunia. Penelitian
ilmiah tentu sangat besar sumbangannya pada perkembangan
masing-masing cabang ilmu, karena melalui penelitian ilmiah
tersebut, sebuah cabang ilmu akan secara bertahap mematangkan
dirinya, baik dalam hal prinsip-prinsip dasarnya, materi pokok
pembahasannya, metodenya dan keterkaitannya dengan cabang-cabang
ilmu yang lainnya. Oleh karena itu barangkali akan menarik, di
samping berguna, untuk mengetengahkan secara general
penelitian-penelitian yang dilakukan para ilmuwan Muslim, agar
dengan begitu kita bisa mengerti dengan lebih baik
persoalan-persoalan pokok apa saja yang jadi perhatian para
ilmuwan. Pada bidang tertentu, apa yang mesti dipertahankan dari
hasil penelitian mereka, apa yang harus dibuang kalau dirasa sudah
tidak relevan, dan terakhir apa yang dapat kita kembangkan di masa
depan untuk melestarikan dan mengembangkan bidang khusus
tersebut.
-
Diskusi tentang penelitian ilmiah ini akan dibagi ke dalam
bidang-bidang ilmu tertentu, tetapi yang di sini akan didasarkan
pada klasifikasi ilmu sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibn Khaldun
(w. 1406) dalam Muqaddimah-nya yang terkenal, dan yang merupakan
pengantar komprehensif pada buku sejarahnya yang besar Kitab
al-Ibar. Oleh karena itu sesuai dengan klasifikasi tersebut, maka
ilmu pengetahuan akan dibagi secara garis besarnya ke dalam al-ulum
naqliyah (ilmu-ilmu agama) dan al-ulum aqliyah (ilmu-ilmu
rasional). Ilmu-ilmu naqliyah akan mengetengahkan 6 bidang ilmu
agama, yaitu (1) Ilmu-ilmu al-Qur'an (ulum al-Qur'an), (2)
Ilmu-ilmu hadits (ulum al-hadits), (3) Fiqh dan ushul-fiqh, (4)
Ilmu kalam (teologi skolastik), (5) Tasawuf, dan (6) Tabir mimpi.
Sedangkan ilmu-ilmu rasional akan dibagi terlebih dahulu pada
ilmu-ilmu teoritis, yang meliputi kelompok ilmu-ilmu fisika,
matematika, dan metafisika, dan ilmu-ilmu praktis yang meliputi
etika, ekonomi dan politik. Ilmu-ilmu fisika selanjutnya akan
diurai lagi ke dalam 6 bidang, yaitu (1) minerologi, (2) botani,
(3) zoologi, (4) anatomi, (5) kedokteran dan (6) psikologi,
sedangkan ilmu matematika akan dibagi ke dalam 6 bidang juga yaitu
(1) aritmatika, (2) geometri, (3) aljabar, (4) musik, (5) astronomi
dan (6) teknik. Adapun metafisika akan dibagi lagi ke dalam 5
bidang, yaitu (1) ontologi, (2) teologi, (3) kosmologi, (4)
antropologi, dan terakhir (5) eskatologi. Ilmu-ilmu praktis
selanjutnya akan dibagi ke dalam 3 bidang utama, (1) etika, (2)
ekonomi, dan (3) politik. Adapun sastra (puisi), bahasa (Arab) dan
ilmu-ilmu sosial akan ditambahkan di akhir pembahasan bab ini.
Marilah kita mulai dengan kelompok ilmu-ilmu naqliyyah (agama). B.
PENELITIAN BIDANG AGAMA 1. Al-Qur'an dan ilmu-ilmunya (Ulum
al-Qur'an)
Al-Qur'an adalah kitab induk, rujukan utama bagi segala rujukan,
basis
bagi segala ilmu, terhadap mana keabsahan ilmu harus diukur. Ia
adalah buku induk pengetahuan, di mana tidak ada suatu perkara
apapun yang terlewatkan. Ia juga adalah buku induk amal perbuatan,
dengan mana semua tingkah laku manusia harus diukur; ialah firman
yang titah-titahnya menjadi pedoman amal dan ibadah (pengabdian)
manusia kepada-Nya, karena di sanalah Tuhan menyatakan
keinginan-keinginan-Nya yang harus dijalankan oleh manusia. Selain
itu al-Qur'an juga adalah bahasa ritual dengan mana ritual-ritual
formal dipenuhi dengan bacaan-bacaannya.
Nah dengan kedudukannya yang demikian istimewa itu, maka
banyaklah penelitian dilakukan untuk dapat memahami segala maksud
yang dikandungnya, agar tidak keliru dalam memahami dan
melaksanakan kandungannya tersebut. Dari penelitian yang intensif
seperti itu maka lahirlah
-
berbagai cabang ilmu al-Qur'an, yang kemudian dikenal sebagai
ulum al-Qur'an. Inilah beberapa penelitian yang dilakukan para
sarjana agama terhadap al-Qur'an.
(a) Qiraat al-Quran. Al-Qur'an dipandang sebagai ucapan harfiah
dari Allah, Tuhan semesta
dan Pencipta. Oleh karena itu pembacaan yang benar terhadap
ayat-ayat al-Qur'an mendapat prioritas utama yang harus diteliti
oleh para sarjana, baik untuk tujuan pembelajaran, dan khususnya
untuk tujuan ibadah. Al-Qur'an adalah bahasa yang harus dibaca
sedemikian akuratnya, karena kesalahan bacaan sedikit saja bisa
menimbulkan salah makna yang besar. Oleh karena itu para sarjana
al-Qur'an berusaha keras untuk membuat disiplin khusus untuk
membaca ini yang disebut ilmu qiraah sabah, tujuh varian bacaan
al-Qur'an, dengan standar utamanya bacaan Quraysy. Ketujuh bacaan
ini dinisbatkan kepada nama-nama terkenal yaitu (1) Abdullah ibn
Katsir (737), Ashim bin Abu al-Nujud (744), Abdullah bin Amir
(736), Ali bin Hamzah (804), Abu Amir bin al-Ala (771), Hamzah bin
Habib (772) dan Nafi bin Abu Nuaym (785). Hasil penelitian mereka
lahirlah beberapa karya al-Idhah wa al-Waqf wa al-Ibtida, karangan
Muhammad bin Qasim al-Anbari (939), al-Taysir fi al-Qiraat al-Sab,
Jamial Bayan dan Mufradat al-Qiraat karangan Ibn Shayrafi (w.
1052).
(b) Asbab al-Nuzul Selain tentang bagaimana membaca al-Qur'an
dengan tepat, indah dan
benar, penelitian sarjana al-Qur'an juga dicurahkan pada konteks
pewahyuan (diturunkannya wahyu). Para sarjana menyadari betapa
tidak mungkin untuk mengetahui firman Tuhan dengan baik tanpa
mengetahui kapan sebuah wahyu diturunakan, apa konteks yang
melatar-belakangi turunya sebuah ayat, dan apa situasi real yang
hendakdirespons olehnya. Untuk keperluan itu maka para sarjana
telah meneliti secara mendalam terhadap konteks pewahyuan tersebut
dengan mengumpulkan segenap informasi yang bisa diperoleh dari para
sahabat, tabiin, tabial-tabiin dan lain-lain, yang mampu
menjelaskan keadaan, situasi dan problem apa yang dihadapi oleh
sebuah ayat/surat ketika ia diturunkan. Hasilnya adalah
terbentuknya cabang ilmu-ilmu al-Qur'an yang biasa disebut Ilmu
Asbab al-Nuzul. Banyak karya yang telah dihasilkan dari penelitian
ini. Misalnya kitan Asbab al-Nuzul karangan Ali Ahmad al-Wahidi (w.
1035). Judul yang sama tetapi diberikan judul tambahan Lubab
al-Nuzul juga muncul pada awal abad ke-16 dari Jalal al-Din
al-Suyuthi. (w. 1505).
(c) Kritisisme Historis (Ilmu Makkiyyah wa Madaniyyah).
-
Satu cabang independen lain, yang terkait erat dengan asbab
al-Nuzul
adalah apa yang kemudian disebut historical criticism atau ilmu
Makkiyah dan Madaniyyah. Berbeda dengan asbab al-nuzul, penelitian
di sini diarahkan pada bahan-bahan historis tertentu pada
orang-orang tertentu dan antar hubungan mereka, kejadian-kejadian,
tindakan-tindakan dan lingkungan yang membentuk matriks nyata dari
ayat tertentu atau ayat-ayat yang sedang dibicarakan. Penelitian
ini ingin menjawab tiga pertanyaan: (1) kepada siapa ayat atau
ayat-ayat tertentu dialamatkan. Misalnya terdapat sasaran yang
cukup berbeda antara ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah dan
Madinah; yang pertama biasanya dialamatkan pada orang-orang
non-Muslim Mekkah, sedangkan kebanyakan ayat-ayat yang diturunkan
di Madinah dialamatkan kepada orang-orang Islam yang telah beriman,
seperti ungkapan Wahai Orang-orang Yang Beriman!. (2) ilmu kritik
histories ini juga penting ketika kita meneliti Islam sebagai
sebuah gerakan dalam sejarah, sehingga dengan demikian dapat
dilihat fase-fase perkembangannya dalam rentang waktu 22 atau 23
tahun kehidupan Sang Nabi, dan (3) ada juga penelitian yang
diarahkan pada kelompok ayat-ayat yang secara geografis diturunkan
di Madinah, tetapi yang dialamatkan justru untuk orang-orang
Mekkah, dan sebaliknya.
(d) Tafsir al-Quran Penelitian lain yang dibakukan oleh para
sarjana Muslim terhadap al-
Qur'an adalah tentang bagaimana memahami isi al-Qur'an dengan
benar, sehingga dapat dicapai pemahaman yang tepat melalui
penafsiran tertentu, dengan menggunakan metode dan alat-alat yang
tepat juga. Keinginan para sarjana untuk memahami dengan baik bukan
hanya makna lahiriyah saja, tetapi juga maksud yang terkandung di
dalamnya, telah menghasilkan sebuah cabang ilmu al-Qur'an yang
sangat penting, yaitu Tafsir al-Qur'an.
Untuk memahami al-Qur'an dengan baik maka tentu saja kita
harus
meneliti apa-apa yang dikatakan Nabi, sebagai orang yang
menerima wahyu, dengan alasan orang yang menerima wahyulah yang
dianggap sebagai orang yang paling mengerti al-Qur'an. Oleh karena
itu para sarjana melakukan penelitian terhadap hadits-hadits Nabi
yang relevan, yakni hadits-hadits yang disampaikan sebagai penjelas
atau tafsir terhadap atau berkenaan dengan ayat-ayat tertentu
al-Qur'an. Dari penelitian seperti itu maka muncullah satu jenis
penafsiran al-Qur'an, yang disebut Tafsir bi al-Matsur, yaitu
tafsir al-Qur'an yang disandarkan pada sunnah (tradisi)
kenabian.
Tetapi ada juga jenis tafsir yang didasarkan pada analisa
rasional terhadap naskah al-Qur'an sendiri, dengan alasan bahwa
al-Qur'an sebagai wahyu Tuhan
-
pasti tidak akan bertentangan dengan akal sehat, karena ia
dimaksudkan sebagai petunjuk bagi manusia. Maka diselidikilah
bagaimana melakukan sebuah analisa rasional terhadap al-Qur'an,
dengan menggunakan metode-metode logis, sehingga muncullah apa yang
kemudian dikenal sebagai penafsiran rasional, atau Tafsir bi
al-Ray.
Tentu saja ini tidak berarti bahwa akal manusia di sini bisa
seenaknya menafsirkan ayat-ayat tertentu dari al-Qur'an. Tetapi
penafsiran al-Qur'an di sini harus dilakukan setelah kita (seorang
mufassir) memenuhi syarat-syarat ketat yang diperlukan bagi sebuah
penafsiran yang baik. Ismail R. al-Faruqi, misalnya menyebut
sebagai syarat-syaratnya adalah (1) Ia harus betul-betul ahli dalam
bahasa Arab, khususnya ahli dalam pemakaian (usage) yang berlaku di
kalangan Arab yang sejaman dengan masa pewahyuan. (2) Ia harus
memiliki penguasaan yang tidak dipertanyakan lagi tentang pesan
Islam, esensi dan semangatnya dalam sejarah agama dan wahyu,
sehingga penafsirannya akan betul-betul koheren dengan Islam
sebagai kristalisasi terakhir pewahyuan, dan terakhir (3) mufassir
harus memiliki sebuah pemahaman yang mampu melihat makna-makna,
mengabstrak hubungan-hubungan dan mengenaralisasi prinsip-prinsip
yang ada pada berbagai ayat atau bagian al-Qur'an sendiri. Tafsir
jenis ini didukung kemudian oleh para fuqaha dan para teolog,
khususnya Mutazilah. Karya-karya yang dihasilkan oleh tafsir jenis
pertama (tafsir bi al-matsur) yang paling terkenal adalah Jami
al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an, karangan Ibn Jarir al-Thabari (w.
922) dan juga Tafsir al-Qur'an al-Azhim karangan Imad al-Din bin
Katsir (w. 1272); sedangkan karya-karya yang dihasilkan dari jenis
tafsir kedua antara lain adalah (1) Al-Kasysyaf an Haqaiq al-Tawil
karangan Mahmud al-Zamakhsyari (w. 1143) dan Mafatih al-Ghayb,
karangan Fakhr al-Din al-Razi (w. 1209).
(e) Ijaz Al-Qur'an Al-Quran telah lama dipandang sebagai mujizat
terbesar Nabi
Muhammad, dan untuk menunjukkan kemukjizatannya itu, maka para
sarjana al-Qur'an menyelidiki segala hal yang berkaitan dengan
mujizat al-Qur'an, mulai dari ketidakmungkinannya untuk ditiru,
kandungan isinya yang amat menakjubkan (misalnya memuat informasi
yang baru bisa dipahami ratusan tahun kemudian maksudnya), dan juga
dari sudut komposisi dan keindahannya. Hasil penelitian ini telah
melahirkan cabang khusus ilmu al-Qur'an yang disebut Ijaz
al-Qur'an. 2. Hadits dan Ilmu-ilmunya
-
Hadits adalah buku induk kedua setelah al-Qur'an bagi
ajaran-ajaran Islam. Oleh karena kedudukannya yang demikian penting
itu, maka para sarjana agama melakukan beberapa penelitian penting
terhadapnya, yang pada akhirnya telah menghasilkan beberapa cabang
ilmu hadits yang dikenal sebagai ulum al-hadits.
(a) Ilmu Riwayat (Reportase) Kedudukannya yang penting sebagai
sumber kedua Islam, dan sebagai
tafsir bagi al-Qur'an menyebabkan periwayatan hadits merupakan
masalah yang penting. Apalagi bila diingat bahwa hadits tidak
dianjurkan Nabi untuk ditulis atau dihafal sebagaimana perintah
beliau terhadap al-Qur'an. Kedudukannya yang penting sebagai sumber
kedua ajaran Islam, di satu pihak, dan banyaknya problem
periwayatan yang dihadapi, seperti pemalsuam hadits, maka
diperlukan usaha-usaha oleh para ahli hadits untuk mengetahui
keotentikan sebuah hadits. Untuk itulah maka para sarjana hadits
melakukan penelitian terhadap periwayatan hadits, dengan cara
mempelajari naskah-naskah hadits yang ada, mata rantai perawi
(isnad) hadits, dan mengklasifikasi mereka dengan cara tertentu
sehingga mudah untuk ditelusuri. Dari penelitian yang intensif
terhadap periwayatan ini maka muncullah sebuah cabang ilmu hadits
yang disebut ilm al-riwayah (reportase).
(b) Ilmu Rijal al-Hadits. Ilmu riwayah membentuk kelompok hadits
yang dibedakan dari kelompok
ilmu hadits lainnya yang disebut ilmu dirayah, yang melibatkan
banyak penelitian. Sebagai hasilnya timbullah beberapa cabang ilmu
hadits. Penelitian penting pertama adalah yang dilakukan
sarjana-sarjana hadits terhadap para perawi (reporter) hadits
sendiri. Sebagai saluran lewat mana hadits disampaikan dari satu
generasi ke generasi lainnya, maka pengetahuan tentang kehidupan
para perawi hadits ini menjadi sangat penting untuk diselidiki,
karena baik buruknya kualitas sebuah hadits tergantung pada
kualitas pribadi perawinya. Banyak aspek yang ahli-ahli hadis
selidiki dari para perawi, misalnya kekuatan ingatan, reputasi
moral, kemampuannya untuk dipercaya (tsiqah) yang perlu diteliti
oleh ahli-ahli hadits. Dari penelitian ini muncullah sebuah cabang
ilmu hadits yang disebut ilmu Rijal al-Hadits, yaitu studi biografi
dari para perawi hadits. Ilmu ini biasanya membicarakan tentang
kelahiran, kematian, keturunan, pasangan, pekerjaan, status sosial,
kondisi ekonomi, tempat tinggal, perjalanan, sikap, keputusan,
kecerdasan, ingatan dan semua data-data lain yang relevan dari
seorang perawi hadits. Berbagai karya tulis telah dihasilkan dari
penelitian ini, semisal kitab al-Istiab fi Marifat al-Ashhab
karangan Yusuf bin Abd al-Barr
-
(w. 1070), Usd al-Ghabah fi Marifat al-Shahabah, oleh Izz al-Din
bin al-Atsir dan al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah karangan Ahmad
bin Hajar al-Asqallani (w. 1448), yang dikatakan memuat lebih dari
10.000 biografi.
(c). Ilmu Jarh wa Tadil (Kritik Hadits). Penelitian lain di
bidang hadits ini diarahkan pada ketsiqahan perawi
hadits, dengan cara menguji semua data yang dapat diperoleh
untuk menentukan tsiqah (dapat dipercaya) atau tidaknya seorang
perawi hadits. Untuk mencapai tujuan itu mereka juga harus
mengadakan penelitian dan menciptakan seperangkat criteria untuk
memberikan pada tiap perawi hadits tingkat ketsiqahan mereka yang
bervariasi. Dari sini muncullah sebuah disiplin ilmu hadits yang
kita kenal sebagai kritik hadits atau Ilm al-Jarh wal-Tadil, yang
telah banyak berjasa di dalam menyisihkan hadits-hadits yang
dianggap tidak memenuhi criteria shahih yang memang begitu banyak
jumlahnya. Misalnya dari 300.000 hadits yang dilaporkan melalui
1000 otoritas, al-Bukhari hanya memilih 7. 275 hadits yang
dipandang shahih, itupun dengan beberapa pengulangan, sehingga
jumlah hadits yang betul-betul otentik hanya mencapai 2. 602
hadits. Adapun salah satu karya dari cabang ilmu hadits ini kita
telah menyinggung kitab al-Majruhin min al-Muhadditsin karangan Ibn
Hibban.
(d) Ilmu Gharib al-Hadits
Penelitian juga dilakukan untuk menguji tiap hadits untuk
memastikan
kebebasannya dari sebab-sebab yang bisa merusak, dengan cara
meneliti diskrepansi histories; atau untuk meneliti hadits dari
sudut keanehan atau keganjilannya, dengan cara melakukan studi
perbandingan terhadap semua hadits yang serumpun untuk memastikan
apakah sebuah hadits itu ganjil atau tidak. Dari penelitian ini
terciptalah cabang lain ilmu-ilmu hadits, yaitu Ilal al-Hadits dan
Gharib al-Hadits. Dan setidaknya dua buku kita kenal tentang ini,
Kitab al-Ilal, karangan Ali bin al-Madini (w. 818), gurunya Imam
al-Bukhari, dan Al-Zahr al-Mathlul fi al-Khabar al-Malul, oleh Ibn
Hajar al-Asqalani (w. 1444).
(e) Ilmu Mukhtalaf al-Hadits (Harmonisasi Hadits) Sering
dijumpai kenyataan bahwa di antara hadits-hadits yang ada
terjadi
pertentangan satu sama lain, yang satu sering membatalkan
keabsahan yang lain. Diskrepansi, variasi atau kontradiksi yang
nyata bisa bersifat sungguhan dan bisa bersifat hanya penampakan
saja dan sebuah kekeliruan yang tidak membahayakan. Untuk itu
penelitian harus dilakukan untuk mendamaikan atau
-
menselaraskan pertentangan-pertentangan yang ada pada
hadits-hadits tersebut. Dari penelitian ini muncullah cabang ilmu
hadits yang lain yang dikenal ilmu Mukhtalaf al-Hadits, dan
beberapa kitab muncul dari penelitian ini seperti kitab Ikhtilaf
al-Hadits karangan Imam al-SyafiI (w. 819), Kitab Tawil Mukhtalaf
al-Hadits, oleh Abdullah ibn Qutaybah (w. 889), dan al-Tahqiq fi
Ahadits al-Khilaf, karangan Abu Faraj bin al-Jawzi (w. 1290). 3.
Fiqh dan Ushul al-Fiqh Muhammad Iqbal dalam bukunya The
Reconstruction of Religious Thought in Islam mengatakan bahwa
al-Qur'an lebih menekankan tindakan daripada ide. Tentu saja
tindakan yang dimaksud adalah tindakan yang baik, yaitu segala
tindakan yang sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
Tindakan-tindakan tersebut bisa berkaitan dengan moral, tetapi juga
dengan hukum-hukum agama. Oleh karena itulah ahli-ahli hukum Islam
sibuk melakukan penelitian tentang mana tindakan yang baik dan mana
yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang harus
dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Dari penelitian ini,
muncullah kategorisasi tindakan manusia sebagai wajib, haram,
sunah, makruh dan mubah. Wajib adalah tindakan yang harus kita
lakukan, sedangkan haram adalah tindakan yang tidak boleh
dilakukan. Sunnah adalah tindakan yang dianjurkan, tetapi tidak
berdosa kalau ditinggalkan, sedangkan makruh tidak berdosa kalau
dilakukan, tetapi dibenci, sedangkan mubah, adalah tindakan yang
boleh dilakukan dan tidak berdosa kalau ditinggalkan. Dari sini
muncullah sebuah cabang ilmu agama yang disebut fiqh
(yurisprudensi), yang berkaitan dengan hukum Islam. Selain
kategorisasi dari tindakan manusia, fiqh juga menyelidiki tindakan
manusia dalam kaitannya dengan Tuhan, dan dalam kaitannya dengan
sesama manusia. Penyelidikan pertama menghasilkan sistem ritual,
yang disebut ibadah; sedangkan yang kedua sistem interaksi sosial,
yang disebut muamalat. Dari sini muncullah dua cabang fiqh, fiqh
ibadah dan fiqh muamalah. Penyelidikan lebih lanjut dilakukan oleh
para sarjana hukum Islam di bidang fiqh muamalah terhadap hukum
yang mengatur kehidupan keluarga, khususnya perkawinan (dan
perceraian) dan pembagian waris (faraid), sehingga lahirlah hukum
keluarga (family law). Demikian juga penyelidikan dilakukan
terhadap interaksi sosial dalam bidang bisnis (transaksi bisnis,
perdagangan [tijarah] dan riba) dan lain-lain, dan dalam bidang
politik, yang kemudian menghasilkan fiqh politik atau fiqh siyasah.
Tentunya masih banyak penelitian-penelitian lain yang dilakukan
oleh ahli-ahli hukum Islam, seperti terhadap masalah-masalah
kejahatan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, sehingga
lahirlah fiqh jinayat (criminal law) dan lain-lain.
-
Penelitian-penelitian yang dilakukan kepada masalah-masalah
hukum, baik soal ibadah, maupun muamalah telah melahirkan dalam
dunia Islam lima (5) madzhab fiqh yang terkenal. 4 madzhab di dunia
sunni dan 1 madzhab di dunia syiah. Empat madzhab Sunni adalah (1)
Hanafiyyah, didirikan oleh Abu Hanifah (w. 767), di Kufah, (2)
Malikiyyah didirikan oleh Malik bin Anas (w. 795) di Madinah, (3)
Syafiiyyah oleh Muhammad bin Idris al-SyafiI (w. 820), dan (4)
Hanbaliyyah didirikan oleh Ahmad bin Hanbal (w. 855) dari Baghdad.
Sedangkan satu-satunya madzhab syiah adalah Jafariyyah yang
didirikan oleh Imam Jafar Shadiq (w. 763), Imam keenam Syiah. Tentu
saja fiqh Islam dengan beberapa madzhabnya tersebut di atas harus
dipandang sebagai hasil akhir atau bahkan kristalisasi dari sebuah
usaha keras para ahli hukum Islam untuk mengekstrak hukum-hukum
tertentu dari sumber-sumber hukum, khususnya al-Qur'an dan Hadits
(Sunnah). Tetapi pengekstrakkan hukum (istinbat) tidak bisa
dilakukan semena-mena, tetapi harus mengikuti kaidah-kaidah dan
prosedur-prosedur tertentu, sehingga membentuk suatu disiplin yang
koheren. Dengan demikian penelitian diarahkan oleh para ahli hukum
Islam (fuqaha) untuk menyusun dan mengembangkan prinsip-prinsip
hukum Islam, yang mendiskusikan dasar-dasar, kaidah-kaidah
pengambilan hukum, sumber-sumber hukum, prinsip-prinsip ijtihad dan
sebagainya. Dari sini lahirlah cabang ilmu fiqh yang dikenal
sebagai Ushul al-Fiqh. Di antara ahli fiqh yang paling gigih
menyusun prinsip-prinsip hukum ini adalah Imam Syafii, pendiri
madzhab Syafiiyyah, yang dalam bukunya al-Risalah telah meletakkan
dasar-dasar yang kokoh bagi penerapan dan pengembangan
prinsip-prinsip hukum ini. Yang mereka selidiki dalam ushul al-fiqh
ini biasanya berkenaan dengan (1) sumber hukum, khususnya al-Qur'an
dan hadits, sebagai dua sumber utama hukum Islam, disusul, dengan
sedikit variasi, oleh, misalnya, ijma dan qiyas, istihsan, uruf dan
lain-lain. (2) kaidah-kaidah ushul al-fiqh (peraturan-peraturan)
yang berguna untuk menentukan apakah sebuah perintah (atau
larangan) itu masuk kategori wajib, sunnah, makruh, haram atau
mubah, dan (3) penelitian diarahkan pada metode pengekstrakkan
hukum (istinbat) khususnya dari al-Qur'an, dengan memperhatikan
maknanya yang langsung atau tidak langsung, umum atau khusus,
perintah atau larangan [pembahasan tentang istinbat ini akan
dilakukan pada bab VII tentang metode ilmiah). Hasil penelitian
mereka di bidang fiqh dan ushul fiqh sangat luar biasa. Selain
Kitab al-Muwaththa karangan Imam Malik dan Kitab al-Umm dan
al-Risalah karangan Imam SyafiI, kita juga mengenal karya-karya
lainnya seperti Ushul al-Fiqh karangan Ubaydillah al-Karkhi (w.
951), al-Fushul fi al-Ushul, karangan Ahmad al-Razi al-Jashshashsh
(w. 980), al-Targib min Ushul al-Fiqh karangan
-
Muhammad al-Baqillani (w. 1012), al-Ikhtilaf fi Ushul al-Fiqh,
oleh al-Qadhi Abd al-Jabbar (w. 1024) dan lain-lain. 4. Ilmu Kalam
(Teologi)
Kalau Ushul al-Fiqh berbicara tentang prinsip-prinsip hukum yang
berkenaan dengan amal (perbuatan) manusia maka ilmu kalam berbicara
tentang prinsip-prinsip agama (ushul al-din) yang berkenan dengan
sistem kepercayaan agama (iman). Dalam Islam pilar keimanan dibagi
menjadi enam, yaitu iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab Allah,
rasul-rasulNya, hari akhir dan soal taqdir (qadha dan qadar).
Tujuan ilmu kalam adalah untuk mempertahankan keyakinan agama
(iman) dengan argumen-argumen yang bisa diterima akal manusia
(rasional). Berbagai penelitian dilakukan dalam bidang ilmu kalam,
atau disebut teologi skolastik. Tentang ketuhanan misalnya, Islam
menganut paham monoteisme murni, yang menyatakan bahwa Tuhan itu
esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak ada yang setara
dengan-Nya, sebuah ajaran yang dikenal dengan tawhid (divine
unity). Tetapi kemudian ternyata keesaan Tuhan (tawhid) ini,
dipahami secara berbeda oleh satu kelompok dari kelompok lainnya.
Oleh karena itu ahli-ahli di bidang ini berusaha keras untuk
merumuskan apa yang dimaksud dengan tawhid itu. Dari penelitian ini
muncullah berbagai pandangan di antara kaum teolog Muslim. Ada yang
mengatakan bahwa Tuhan memiliki Zat yang tunggal, tetapi juga
memiliki sifat-sifat yang ditambahkan kepada Zatnya. Inilah
pandangan umum kaum Asyariyyah. Sedangkan yang lain, mengatakan
bahwa Tuhan hanya memiliki Zat saja yang esa, sedangkan sifat-sifat
Tuhan, yang dipersepsi sebagai sesuatu yang ditambahkan kepada
Zat-Nya mereka tolak (nafiy al-shifat). Adapun sifat-sifat yang
disebut dalam al-Qur'an mereka identikkan dengan Zat-Nya sendiri,
sehingga mereka, misalnya mengatakan bahwa Tuhan tidak mengetahui
lewat sifat-Nya, tetapi lewat Zat-Nyalah Ia mengetahui. Inilah
pandangan aliran teologi rasional, yang dikenal dengan Mutazilah.
Karena ilmu kalam berkaitan dengan keimanan seseorang, maka
penelitian terhadap sifat dasar keimanan ini perlu dilakukan.
Misalnya apa kaitan antara iman dan amal, apakah mereka terpisah
satu sama lain, atau memiliki hubungan erat bahkan organik.
Misalnya apakah seseorang yang beriman (mumin) tapi melakukan dosa
besar, tetap dapat dipandang sebagai orang beriman atau kafir. Dari
penelitian terhadap hubungan antara iman, di satu sisi, dan amal di
sisi lain, ini telah lahir beberapa pandangan yang berbeda.
Khawarij, misalnya, mengatakan bahwa iman tidak bisa dipisah dari
amal, sehingga orang beriman yang melakukan dosa besar tidak bisa
lagi dikatakan sebagai mumin, tetapi sudah menjadi kafir; sedangkan
kaum Murjiah
-
mengatakan bahwa antara iman dan amal adalah dua hal yang
terpisah, sehingga yang satu tidak mempengaruhi yang lain. Terhadap
orang yang melakukan dosa besarseperti membunuh atau berzinakalau
di hatinya masih ada keimanan kepada Tuhan, maka ia tetap
dinyatakan sebagai mumin, orang beriman. Adapun kelompok lain (Ahlu
Sunnah) berpendapat bahwa iman dapat bertambah maupun berkurang
tergantung pada perbuatan (amal) seseorang. Penelitian lain telah
dilakukan terhadap hubungan Tuhan dan alam dan Tuhan dan manusia.
Apakah Tuhan merupakan sebab langsung dari semua persitiwa apapun
yang terjadi di alam semestaseperti gempa dan gelombang tsunamiatau
ia melakukan itu melalui sebab atau agen sekunder, misalnya
malaikat dan hukum alam? Berbagai pandangan muncul dari penelitian
terhadap masalah ini. Mutazilah cenderung mengatakan bahwa Tuhan
mengatur alam lewat sunnatullah, yang dipahaminya sebagai hukum
alam yang tetap dan tidak bisa dirubah, berdasarkan ayat al-Qur'an
yang mengatakan, Tidak akan ada perubahan pada sunnatullah.
Sedangkan kaum Asyariyyah--para pengikut Abu al-Hasan al-Asyari (w.
925),--cenderung mengatakan bahwa Tuhan adalah agen langsung dari
semua peristiwa apapun pada alam, dan menguatkan argumen mereka
pada teori atom (India) yang mengatakan bahwa dunia terdiri dari
atom-atom, sedangkan atom-atom tersebut tidak bisa bertahan kecuali
satu dua saat. Oleh karena itu, kelangsungan sebuah benda sangat
tergantung pada diciptakannya secara terus-menerus atom-atom baru
oleh Tuhan, menggantikan atom-atom lama yang telah hancur.
Adapun penelitian terhadap hubungan Tuhan dan manusia juga telah
menghasilkan berbagai pandangan teologis yang berbeda-beda juga.
Jabbariyah cenderung mengatakan bahwa apapun yang dilakukan manusia
pada dasarnya adalah perbuatan Tuhan, kita tak ubahnya seperti
wayang yang semua tindakannya tergantung kepada kehendak dan
kekuatan sang dalang. Sedangkan kaum Qadariyyah mengatakan bahwa
manusialah yang menciptakan tindakannya, karena itu ia bertanggung
jawab atas semua tindakannya. Belakangan pandangan ini dikuatkan
oleh kaum Mutazilah, dengan menambahkan berbagai argumen rasional
untuk menopangnya, sedangkan sekte lain yaitu Ahlu Sunnah mencoba
untuk menengahinya dengan memberikan peran memilih pada manusia,
tetapi putusan akhir ada sepenuhnya pada Tuhan. Semangat ini
barangkali dapat dilihat dari pernyataan bahwa manusia hanya
berencana, tetapi Tuhanlah yang menentukan. Inilah menurut saya
penelitian-penelitian utama dalam bidang kalam, adapun
penelitian-penelitian lanjutan tidak bisa dimuat di sinidan saya
telah menulis artikel panjang tentang ini di tempat lain.
Penelitian-penelitian ilmiah di bidang ilmu kalam ini telah
menghasilkan puluhan karya tulis agung, seperti Kitab al-Intishar
wa al-Radd ala al-Rawandi, oleh Abd al-Rahman al-Khayyat, Al-Mughni
fi Abwab al-Tawhid wa al-Adl, karangan teolog Mutazilah Qadhi Abd
al-
-
Jabbar, juga oleh pengarang yang sama, Syarh al-Ushul
al-Khamsah. Al-Asyari, pendiri Asyariyyah menulis banyak buku di
bidang ini, tetapi yang paling terkenal adalah Kitab Al-Ibanah fi
Ushul al-Diniyah, Istihsan al-Khawdh fi Ilm al-Kalam, Maqalat
al-Islamiyyin dan al-Luma. 5. Ilmu Tasawuf Tasawuf (ilm
al-Tashawwuf)boleh dikatakan sebuah cabang ilmu Islam yang
menekankan dimensi esoterik, mistik atau spiritual Islam. Tujuannya
adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah),
melalui latihan spiritual dan pembersihan jiwa, atau hati (tazkiyat
al-anfus. Sebagai salah satu ilmu agama, maka, sebagaimana fiqh,
ilmu kalam dan lain-lain, tasawuf harus didasarkan pada al-Qur'an
dan hadits, dan oleh karena itu maka penelitian dilakukan untuk
mempelajari ayat-ayat al-Qur'an yang relevan dengannya. Ayat-ayat
al-Qur'an yang berkenaan dengan kedekatan manusia dengan Tuhan atau
sebaliknya Tuhan dengan manusia tak luput dari perhatian kaum sufi.
Demikian juga, ayat-ayat yang berkaitan dengan cinta timbal balik
antara Tuhan dan hamba-Nya serta ayat-ayat dan hadits-hadits yang
berkaitan dengan marifah, tema utama lain yang penting dari tasawuf
telah dihimpun dan dijadikan pijakan ajaran-ajaran mereka (para
sufi). Ada tiga penelitian penting lain dari tasawuf yang dilakukan
oleh para ahli tasawuf. (1) berkenaan dengan penelitian mereka
tentang realitas atau kebenaran, yang disebut hakekat (haqiqah),
(2) tentang pengetahuan hakiki untuk bisa sampai pada realitas
tersebut, disebut marifat (marifah), dan (3) penelitian tentang
jalan yang harus ditempuh seorang sufi untuk sampai kepada
Tuhannya, yang disebut tarekat (thariqah). Marilah kita mulai
dengan yang pertama. Penelitian di sini diarahkan kepada
pendeskripsian dan perumusan konsep-konsep Tuhan, alam dan manusia,
yang bisa jadi berbeda dengan konsep para teolog dan filosof,
karena konsep-konsep tersebut didasarkan pada pengalaman mistik
mereka. Hasilnya adalah konsep-konsep sufistik tentang Tuhan, dari
sudut zat, sifat dan nama-nama-Nya, tentang wujud dan sifat
keesaan-Nya. Diselidiki juga bagaimana proses penciptaan alam,
motivasi, cara dan tahap-tahap penciptaan. Demikian juga struktur
kosmos, dari alam ilahi hingga alam jasmani tak luput dari
perhatian mereka. Selanjutnya hakikat manusia juga diselidiki oleh
para sufi, siapa sebenarnya manusia itu, baik dalam kaitannya
dengan Tuhan maupun alam. Muncullah dari sini konsep mereka tentang
manusia sempurna (al-Insan al-Kamil), sebagai khalifah,
mikrokosmos, cermin sifat-sifat Tuhan dan tujuan akhir penciptaan
alam. Penelitian jenis kedua (marifat) diarahkan pada perumusan
modus pengetahuan apa yang harus dimiliki, atau digunakan untuk
mencapai kebenaran-kebenaran tentang Tuhan, alam dan manusia,
sebagaimana yang
-
dideskripsikan dalam penelitian jenis pertama tentang hakekat.
Dari penelitian ini muncullah konsep mereka tentang marifah
(pengetahuan sejati) yang dapat dibedakan dari jenis pengetahuan
biasa, yang disebut ilmu. Misalnya pandangan mereka yang menyatakan
bahwa marifat dibedakan dengan ilmu karena sifatnya yang
langsungtidak melalui perantara, baik kata-kata, simbol maupun,
maupun representasi, dan bahwa marifat didasarkan pada pengalaman
atau rasa bukan penalaran rasio, sehingga disebut dzawqi bukan
diskursif (bahtsi) sebagaimana dalam pengetahuan rasional. Juga
marifat dibedakan dengan ilmu karena objeknya hadir dalam jiwa
seseorang, sehingga disebut ilmu hudhuri, bukan diperoleh dari yang
lain, atau ilmu hushuli, sehingga dicapailah apa yang sering
digambarkan sebagai kesatuan subyek dan objek atau kesatuan dan
identitas antara yang mengetahui (alim), yang diketahui (malum) dan
pengetahuan itu sendiri (ilm). Selain itu diselidiki juga metode
dan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai marifah dan
peran Tuhan di dalamnya. Adapun penelitian utama jenis ketiga
(thariqah)diarahkan pada cara atau jalan untuk mendekatkan diri
dengan Tuhan yang menjadi tujuan utama tasawuf. Inilah yang disebut
thariqah atau tarekat. Thariqat bisa dipahami sebagai jalan
spiritual menuju Tuhan, atau thariqah dalam arti persaudaraan
spiritual, tempat diselenggarakannya latihan-latihan spiritual,
inisiasi dan ritual-ritual mistik, di bawah bimbingan seorang
sheikh atau mursyid. Penelitian terhadap thariqah sebagai jalan
spiritual menuju Tuhan, telah menghasilkan beberapa karya yang
mendeskripsikan tahap-tahap atau stasiun-stasiun (maqamat) yang
dicapai seorang sufi dalam perjalanannya menuju Tuhan. Di sini juga
biasanya diteliti juga keadaan mental yang terjadi dalam perjalanan
tersebut yang disebut ahwal (jamak dari hal). Berbeda dengan
maqamat, ahwal lebih merupakan hadiah dari Tuhan, bukan hasil usaha
manusia semata. Adapun thariqah pada pengertian yang kedua, sebagai
persaudaraan spiritual telah melahirkan puluhan kalau tidak ratusan
thariqah yang tersebar ke seluruh dunia Islam. Bahkan pada saat ini
tarekat-tarekat ini telah menyebar ke seluruh dunia, tak terkecuali
di dunia Barat. Bahkan di Barat kita dapat menemukan mursyid
terkemuka, seperti Robert Frazer, dan Kabir Helminski, mewakili
tarekat tertentu. Penelitian juga banyak dilakukan terhadap
individu atau kehidupan para sufi, seperti kitab Thabaqat
al-Shufiyah yang dikarang oleh al-Sulami, Tadzkirat al-Awliya
karangan Farid al-Din Aththar, dan Hilyat al-Aw;liya karangan Abu
Naim al-Isfahani. Hasil dari penelitian di bidang ilmu tasawuf ini
dapat dilihat dari karya-karya besar mereka seperti Kasyf
al-Mahjub, karangan Abu Utsman al-Hujwiri, Risalah al-Qusyairiyah,
karangan Syaikh al-Qusyairi, Matsnawi, karangan Jalal al-Din Rumi,
al-Futuhat al-Makkiyah dan Fushush al-Hikam karangan Ibn Arabi.
Sebenarnya masih ada cabang ilmu yang dimasukkan Ibn Khaldun ke
dalam kelompok ilmu-ilmu agama (naqliyyah) yaitu Tabir al-Ruyah
atau
-
penafsiran mimpi, yang menyelidiki tentang sifat dasar mimpi,
perbedaan antara mimpi sejati dan tidak sejati, yang telah
dikembangkan oleh ulama-ulama Muslim, tetapi cabang ilmu ini tidak
begitu berkembang, sehingga tidak terlalu banyak informasi yang
dapat kita terima, walaupun setidaknya kita mengenal sebuah karya
besar di bidang ini, yaitu Ensiklopedia Mimpi yang ditulis oleh
sarjana abad kesembilan Ibn Sirin. Oleh karena itu saya tidak
membahasnya secara khusus di sini. C. PENELITIAN DI BIDANG ILMU
RASIONAL: ILMU-ILMU TEORITIS Sudah menjadi tradisi di kalangan
ilmuwan-ilmuwan Muslim untuk membagi ilmu ke dalam ilmu-ilmu
teoritis (al-ulum al-nazhariyyah) dan ilmu-ilmu praktis (al-ulum
al-amaliyah). Ilmu-ilmu teoritis bertujuan untuk mengetahui
benda-bebnda sebagaimana adanya. Jadi objeknya adalah benda-benda
atau entitas-entitas baik yang bersifat fisik maupun non-fisik,
sedangkan objek ilmu-ilmu praktis adalah tindakan voluntir (bebas)
manusia dan tujuannya adalah untuk membimbing manusia dalam
bertindak sehingga ia menjadi manusia yang baik dan mulia (karim),
baik sebagai individu, anggota keluarga maupun anggota
masyarakat.
a. Fisika (Natural Sciences) Ilmu-ilmu alam dalam tradisi ilmiah
Islam dipandang sebagai ilmu yang
mempelajari wujud atau objek-objek yang bergerak dan terkait
dengan materi dari spesies-spesies atau jenis-jenis tertentu. Dan
ia meliputi minerologi, botani, zoologi, anatomi, kedokteran dan
psikologi. Marilah kita mulai dengan minerologi. Penelitian di
bidang minerologi atau ilmu tentang benda-benda mineralbatu-batuan
atau logamdiarahkan pada distribusi, identifikasi dan sifat-sifat
dari benda-benda mineral itu. Di samping aspek-aspek kuantitatif,
ilmuwan-ilmuwan Muslim juga meneliti aspek kualitatif dari
benda-benda mineral tersebut. Itulah sebabnya. maka di samping
berat dan ukuran, penelitian minerologis juga diarahkan pada warna,
kecemerlangan, teksture dan bentuk dari sebuah batu. Juga diteliti
peranan batu-batu tertentu dalam menenangkan jiwa atau menimbulkan
rasa senang atau keadaan psikologis lainnya. Bahkan seorang sufi
seperti Ibn Arabi membuat satu fasal tersendiri dalam bukunya
Tadbirat al-Ilahiyyah, tentang kualitas/sifat esoteric dari
batu-batuan. Al-Kindi menulis dua buku tentang berbagai jenis
batu-batuan berharga dan sebvuah Risalah tentang Berbagai Jenis
Batu-batuan dan Permata. Tetapi kitab yang paling penting di bidang
ini adalah Kitab al-Jamahir fi Marifat al-Jawahir (Buku Tentang
Pengetahuan Tentang Batu-batuan Berharga), yang ditulis oleh Abu
Rayhan al-
-
Biruni. Di dalam kitab ini al-Biruni mendekati kajian dan
objeknya ini bukan hanya dari aspek minerologis, tetapi juga
filologis, fisik, medis dan bahkan filosofis. Kitab lain yang ada
kajian tentang minerologi ini adalah Rasail Ikhwan al-Shafa yang
mengabdikan satu risalahnya untuk minerologi, dan Kitab al-Mursyid
yang ditulis Muhammad bin Ahmad al-Tamimi, yang merupakan kitab
utama tentang mineral, batu-batuan dan logam dan dikutip oleh
banyak pengarang yang datang berikutnya. Dan satu lagi yang patut
disinggung adalah kitab al-Syifa karangan Ibn Sina, yang membagi
mineral ke dalam batu-batuan (ahjar), belerang (kabarit), garam
(amlah) dan larutan-larutan (dzaibat).
b. Botani Botani adalah cabang ilmu alam yang berkaitan dengan
tumbuh-tumbuhan. Penelitian botanik biasanya diarahkan pada bentuk
(morfologi), klasifikasi tumbuhan, fisiologi, deskripsi
bagian-bagiannya, pertumbuhan, dan juga daya-daya khusus yang
membedakan tumbuhan dengan benda-benda mineral. Dari penelitian ini
ditemukanlah tiga daya yang secara khusus dimiliki oleh
tumbuh-tumbuhan, yaitu kemampuannya untuk tumbuh (growth), mencerap
makanan (nutritive faculty) dan berkembang biak (reproductive
faculty). Selain daya-daya khusus (properties), genesis dan
morfologi, penelitian juga diarahkan pada apa manfaat tumbuhan
sebagai bahan makanan bagi manusia (nutrisi), dan apa pula
manfaatnya sebagai bahan alami pengobatan (medis). Dari
penyelidikan yang pertama, muncullah ilmu pertanian yang
memfokuskan diri pada bagaimana membudidayakan (cultivate)
jenis-jenis tumbuhan tertentu untuk kepentingan konsumsi manusia,
atau untuk tujuan pertamanan, hiasan rumah dan istana, atau hutan
lindung. Sedangkan dari penyelidikan yang kedua, tentang manfaat
medis dari tumbuhan muncullah salah satu cabang ilmu kedokteran
yang dikenal sebagai farmakologi. Ilmu ini menyelidiki manfaat dan
bahaya (racun) dari tumbuh-tumbuhan tertentu bagi kesehatan dan
pengobatan tubuh manusia, dan bagaimana dari berbagai tumbuhan yang
telah diekstrak esensinya diracik sejenis obat tertentu, tentunya
melalui berbagai percobaan (tajribat). Dan obat-obat yang telah
teruji (mujarrabat) itulah yang kemudian dipakai oleh para dokter
untuk menyembuhkan pasiennya. Banyak karya yang telah dibuat
sebagai hasil penyelidikan botanik ini, antara lain Kitab al-Hudud,
karangan Jabir bin Hayyan (822), Kitab al-Nabat wa al-Syajar,
karangan Abu Said al-Ashmai, Kitab al-Nabat, karangan Abu Hanifah
al-Dinawari, Kitab al-Itibar oleh Abd al-Lathif al-Baghdadi.
Sedangkan beberapa kitab berkaitan dengan farmakologi antara lain
adalah Firdaws al-Hikmah karangan Ali Rabban al-Thabari, dan Kitab
al-Jami limufradat al-Adwiyah wa al-Aghdziyah karangan Ibn Baythar
dari Andalus. Adapun kitab al-Syifa oleh Ibn Sina melihat tumbuhan
dari perspektif ilmiah dan filosofis.
-
c. Zoologi (Ilmu Hewan) Zoologi adalah salah satu cabang ilmu
alam yang mempelajari kehidupan hewan. Seperti pada ilmu hewan
lainnya, para ahli zoologi Muslim melakukan penelitian terhadap
fisiologi hewan-hewan, jenis-jenis dan tipelogi hewan menurut
criteria tertentumisalnya cara pertahanan hidup merekadan
lain-lain. Tetapi berbeda dengan zoologi di Barat yang hanya
membatasi diri pada aspek fisiologi hewan, para ahli zoologi Muslim
melebarkan penelitian mereka pada aspek-aspek lain seperti
filologis, religius, eskatologis, farmakologis, etik, bahkan
literature dan filosofis. Al-Jahizh, yang telah meneliti dan
mempelajari 350 hewan, melakukan penelitian bukan hanya terhadap
pendeskripsian dan pengklasifikasian hewan ke dalam empat kategori
menurut cara mereka bergerak, tetapi, seperti Aristoteles, ia juga
banyak tertarik kepada psikologi hewan. Selain itu al-Jahizh juga
telah menjadikan zoologi sebagai sebuah cabang kajian agama, karena
menurutnya tujuan mempelajari zoologi tidak lain daripada
menunjukkan keberadaan Tuhan dan kebijaksanaan yang ada pada
ciptaannya. Sementara yang lain meneliti hewan dari perspektif
moral, karena, seperti halnya kitab Kalilah wa al-Dimnah, kita
tidak hanya tertarik untuk belajar tentang hewan tetapi juga
belajar dari hewan. Berbagai pelajaran moral dapat kita petik dari
kitab seperti di atas, yang merupakan ceritera hewan (fable) yang
menunjukkan berbagai karakter hewan serta akibat dari tingkah laku
mereka. Para ahli zoologi yang lain, seperti para filosof pada
umumnya lebih tertarik pada aspek psikologis hewan sekalipun,
seperti Ibn Sina, mereka juga melakukan studi yang mendalam tentang
klasifikasi, habitat, anggota tubuh, serta perbedaan di antara
mereka, sementara al-Qazwini mencoba membagi hewan menurut cara dan
mekanisme pertahanan diri mereka. Tetapi yang paling komprehensif
melakukan penelitian terhadap hewan adalah Kamal al-Din al-Damiri
dalam bukunya Hayat al-Hayawan al-Kubra. Tidak hanya ia tertarik
pada klasifikasi hewan, tetapi juga pada aspek filologis dari
nama-nama hewan, status agama dan yuridis hewan menurut syariah,
manfaat medis dan penggunaan magik dan makna mereka dalam
penafsiran mimpi. Dari penelitian mereka muncullah karya-karya
besar yang amat kaya, seperti Kitab al-Hayawan oleh al-Jahizh, Uyun
al-Akhbar oleh Ibn Qutaybah, Rasail Ikhwan al-Shafa, Kitab al-Syifa
karangan Ibn Sia, khususnya bab al-Hayawan, Ajaib al-Makhluqat oleh
al-Qazwini, dan, seperti telah disinggung, Kitab Hayat al-Hayawan
al-Kubra karangan Kamal al-Din al-Damiri. d. Anatomi (Tasyrih)
-
Anatomi adalah cabang ilmu fisika yang mempelajari manusia dari
aspek tubuhnya, sementara psikologi, seperti yang akan kita bahas,
adalah studi manusia dari aspek jiwanya. Dalam tradisi ilmiah
Islam, anatomi, biasanya dimasukkan ke dalam ilmu kedokteran dan
dianggap sebagai prelude atau pengetahuan dasar bagi kedokteran,
yang didefinisikan sebagai ilmu tentang tubuh manusia dillihat dari
sudut sehat atau sakitnya. Penelitian di bidang anatomi biasanya
diarahkan pada pemerian dan penjumlahan berbagai bagian dari tubuh
manusia, khususnya tulang, urat syaraf dan otot manusia. Dari hasil
penelitian itu dikatakan, misalnya, bahwa tubuh manusia memiliki
248 potong tulang dengan penjabaran mereka yang cukup akurat.
Demikian juga saraf pada umumnya digambarkan dengan cukup baik,
sementara anatomi dan fisiologi yang berkaitan dengan otot tetap
masih kurang memadai. Adapun tentang anatomi mata, menjadi konsen
cabang ilmu kedokteran lain yang disebut opthalmologi dan jantung,
seperti yang diberikan oleh Ibn al-Nafis, masuk ke dalam bidang
kedokteran internis. Meskipun begitu, seperti pada bidang botani
dan zoologi, penelitian di bidang anatomi, tidak terbatas pada
bidang medis, dan diteliti oleh ahli kedokteran saja, tetapi juga
pada bidang non-medis seperti sufisme, teologi bahkan juga
filsafat. Menurut para ilmuwan Muslim, studi tentang tubuh manusia
adalah sangat penting untuk memahami kearifan Tuhan yang begitu
nyata atau menonjol dalam diri manusia, yang merupakan ciptaannya
yang sangat utama. Kelompok filosof Ikhwan al-Shafa dalam Rasail
mereka memberi begitu banyak perhatian pada simbolisme numerik dari
bagian-bagian tubuh manusia dan paralelismenya dengan berbagai
bagian dari kosmos. Demikian juga para sufi seperti al-Ghazali dan
Ibn Arabi membahas secara ekstensif simbolisme anatomi manusia dan
seorang filosof-teosofer seperti Mulla Shadra, yang juga
mendiskusikan secara panjang lebar tentang masalah ini dalam
bukunya Mafatih al-Ghayb, atau juga al-Farabi yang mencoba
menjelaskan teori masyarakat dengan simbolisme anatomi manusia.
Dari hasil penelitian para ahli di bidang anatomi dan fisiologi ini
muncullah beberapa karya, di antaranya Mukhtashar dar Ilm-i Tasyrih
(manual singkat anatomi) karangan Abd al-Majid al-Baydhawi dan
Tasyrih-i Manshuri oleh Manshur bin Muhammad bin Faqih Ilyas, yang
ditulis selama masa abad 13 dan 15. Sedangkan tentang jantung
pemaparan yang mengesankan dapat dilihat dalam buku Ibn al-Nafis,
al-Syamil fi Shinaat al-Thibbiyah dan Syarh Asyrih al-Qanun yang
merupakan komentar Ibn al-Nafis atas bagian anatomi dari al-Qanun
fi al-Thibb, karangan Ibn Sina. e. Kedokteran (Thibb) Kedokteran,
seperti telah disinggung di atas adalah cabang ilmu yang
mempelajari tubuh manusia dilihat dari aspek sakit dan sehatnya.
Ilmu kedokteran telah mendapat perhatian yang sangat besar dalam
dunia Islam
-
karena nilai praktisnya, bahkan bersama al-kemi dan astrologi,
ilmu kedokteran adalah termasuk bidang yang pertama yang mendapat
perhatian besar dari para penguasa dan ilmuwan Muslim. Ahli-ahli
kedokteran Muslim telah mengukir nama mereka di forum internasional
berkat ketekunannya di bidang kedokteran yang mereka tuangkan dalam
karya-karya abadi mereka seperti al-Hawi karangan al-Razi dan
al-Qanun fi al-Thibb karangan Ibn Sina. Penelitian di bidang
kedokteran sangat luas, misalnya menyangkut anatomi dan
farmakologi, tetapi yang paling pokok tentunya yang berkaitan
dengan tugas pokok kedokteran yaitu memelihara kesehatan, di satu
pihak, dan mengobati penyakit, di pihak lain. Dari penelitian yang
pertama muncullah ilmu tubuh atau fisiologi, seperti yang telah
dikemukakan pada anatomi untuk mengenal seperti apa tubuh yang
sehat itu. Kemudian diselidiki juga makanan atau nutrisi yang sehat
dan pola makan, juga peranan olah raga bagi kesehatan, yang kesemua
itu dikaji dalam bidang ilmu kesehatan dan kesehatan umum (Hygiene
dan Public Health). Ilmu kesehatan ini sesuai dengan motto mencegah
penyakit lebih baik daripada mengobati. Buku Tadbir al-Shihhah oleh
seorang dokter dan filosof Yahudi Andalus, Maimonides (Musa bin
Maimun) telah memberi petunjuk tentang bagaimana pentingnya olah
raga dan makan dan sifat moderat dalam keduanya bagi kesehatan.
Para ahli kedokteran Islam dari al-Razi sampai Ibn Sina banyak
menulis buku dengan judul Hifzh al-Shihhah (Memelihara Kesehatan),
sedangkan Abu Marwan bin Zuhr, pada abad ke XII menulis tentang
pola makan yang sehat dalam bukunya Kitab al-Aghdziyyah (Buku
tentang Diet). Tetapi tidak kalah penting lagi tentunya penelitian
yang diarahkan pada bagaimana mengobati penyakit yang diderita
pasien, atau aspek pengobatannya. Penelitian medis tentang
pengobatan ini tentu saja harus dimulai dengan menditeksi adanya
penyakit pada tubuh pasien, dan ini telah menghasilkan apa yang
kini disebut sebagai physiopathology, cabang ilmu kedokteran yang
konsen terhadap penyakit fisik (atau kelainannya) pada sang
penderita. Ibn Sina misalnya telah menyelidiki dalam al-Qanun
berbagai penyakit yang terkait dengan bagian tubuh tertentu,
misalnya mata, telinga, perut dan sebagainya tetapi juga jenis
penyakit yang tidak terkait dengan lokal tertentu, yakni yang
berkaitan dengan penyakit yang ditimbulkan oleh virus atau bakteri.
Dari sini muncullah penelitian-penelitian di bidang penyakit mata
atau opthalmologi, seperti yang ditulis dalam kitab Nur al-Ayn
(cahaya mata) oleh Abu Ruh Muhammad al-Jurjani. Demikian juga
penyakit yang berkaitan dengan virus/bakteri tertentu telah
menghasilkan karya yang cemerlang tentang Campak dan Cacar oleh Abu
Bakr al-Razi, dalam bukunya Kitab al-Jadari wa al-Hashbah.
Sedangkan Ibn al-Nafis mempelajari jantung, bahkan penemu pembuluh
darah kapiter, serta penyembuhan berbagai penyakit jantung dalam
bukunya Kitab al-Syamil. Satu lagi aspek pengobatan yang penting
yang berkaitan dengan
-
pembedahan dan operasi. Al-Zahrawi, adalah ahli bedah yang telah
melakukan berbagai riset tentang katerisasi, yang bukan hanya
berkaitan dengan penghancuran infeksi sekitar luka tapi juga untuk
problem-problem tertentu seperti haemorrhoida. Pengobatan juga
diarahkan pada bagian-bagian tubuh yang hancur atau anjlog yang
membutuhkan pembedahan atau operasi. Penelitian yang intensif pada
hal-hal yang berkaitan dengan ilmu bedah bahkan penciptaan
alat-alat bedah yang cukup banyak telah menghasilkan beberapa karya
besar, dan yang terbesar dari itu adalah Kitab al-Tasyrif (Buku
Konsesi) yang dikarang oleh ahli bedah Andalusia yang terkenal, Abu
al-Qasim al-Zahrawi, yang di Barat dikenal dengan nama Albucaris.
Secara keseluruhan penelitian di bidang kedokteran telah
menghasilkan karya-karya besar medis yang telah berkali-kali
disinggung, seperti al-Hawi, karangan al-Razi, al-Qanun fi al-Thibb
karangan Ibn Sina, dan Kitab al-Syamil fi Shinaat al-Thibbiyyah (80
jilid) oleh Alaal-Din Ibn al-Nafis. f. Psikologi (Fi al-Nafs)
Psikologi atau ilmu jiwa adalah cabang ilmu-ilmu fisika, karena
sekalipun pada dirinya jiwa bersifat immaterial, tetapi selama masa
karirnya di dunia ia termasuk bidang fisika, sebagaimana jiwa
tumbuhan dan hewan termasuk bidang fisika. Sedangkan setelah
bercerai dengan materi jiwa dipelajari dalam salah satu cabang ilmu
metafisika, yaitu eskatologi. Penyelidikan di bidang psikologi ini
diarahkan pada daya-daya jiwa yang ada pada diri manusia, baik yang
berbagi dengan tumbuhan (jiwa nabati) dan/atau dengan hewan (jiwa
hewani) maupun daya-daya jiwa yang secara khusus dimiliki oleh
manusia. Daya-daya nabati menyelidiki bagaimana sebuah organ bisa
berkembang dari benih yang kecil menjadi sosok yang besar, dan
karena apa, serta bagaimana tubuh manusia bisa berkembang biak.
Dari sini disimpulkanlah bahwa ada tiga daya manusia yang dishare
dengan tumbuhan (jiwa nabati) yaitu tumbuh (growth), daya nutritive
(nutritive faculty)dan daya untuk berkembang biak (reproductive
faculty). Penyelidikan lain dalam psikologi ini diarahkan pada
daya-daya yang dimiliki bersama dengan hewan yang menyebabkan kita
bisa bergerak dan mengindera. Dari penelitian ini muncullah uraian
yang komprehensif tentang indera dan gerakan yang dimiliki oleh
manusia. Ibn Sina, misalnya mendiskusikan panjang lebar bukan hanya
tentang 5 indera lahir yang telah sama-sama kita ketahui, tetapi
juga 5 indera batin, yang didiskusikan berdasarkan
penelitian-penelitian yang kritis, misalnya, bagaimana dari lima
indera lahir diperoleh satu pemahaman utuh tentang sebuah benda;
demikian juga diselidiki mengapa kita bisa mengingat bentuk dari
benda-benda yang kita lihat, demikian juga yang kita pahami dan
sebagainya. Dari penelitian ini disimpulkan adanya lima indera
batin yaitu (1) indera bersama (al-hiss al-
-
musytarak), fantasi (khayal), estimasi (al-wahm), imajinasi
(mutakhayyilah) dan memori (al-hafizhah). Sedangkan tentang gerak,
diselidikinya dua macam gerak, yaitu gerak ke arah objek atau gerak
menjauhi objek. Dari sini disimpulkan adanya dua daya gerak, yang
disebut nafsu, yaitu nafsu shahwiyah (syahwat), yang mendorong
gerak kita ke arah objek, dan nafsu ghadhabiyyah (amarah) yang
mendorong kita jauh dari objek. Tetapi penelitian psikologis yang
paling penting tentu diarahkan pada daya yang khas dimiliki oleh
manusia yang kemudian disebut akal (aql). Daya ini memiliki
kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki hewanapalagi tumbuhan dan
batu-batuantermasuk di dalamnya kemampuan mengabstrak konsep-konsep
universal dan berbahasa. Dengan demikian manusia sering disebut
sebagai al-haywan al-nathiq (hewan rasional). Dari penelitian
tentang jiwa manusia ini muncullah berbagai karya ilmiah tentang
jiwa ini. Hampir semua filosof besar, seperti al-Kindi, al-Farabi,
Ibn Sina, al-Ghazali, Ibn Rusyd dan lain-lain menulis tentang jiwa,
baik dalam buku ensiklopedisnya maupun buku yang ditulis khusus
tentang jiwa. Ibn Sina selain menulis bab tentang jiwa dalam
al-Syifa dan al-Najah-nya, juga menulis risalah khusus tentang
jiwa, yaitu Ahwal al-Nafs. Demikian juga al-Ghazali menulis buku
Maarij al-Quds fi Madarij Marifat al-Nafs. Sedangkan Fakhr al-Din
al-Razi, menulis Kitab al-Nafs wa al-Ruh wa Quwahuma, dan Ibn Rusyd
menyampaikan pandangan-pandangan psikologinya dalam buku komentar
atas Aristoteles, yaitu Talkhis Kitab al-Nafs. 2. Matematika
(a) Aritmatika (ilmu hisab) Aritmatika adalah cabang ilmu
matematika yang berkaitan dengan
hitungan, sehingga dalam bahasa Arab disebut ilmu hisab.
Penelitian aritmatik diarahkan pada bagaimana melakukan
penghitungan,--apakah dalam arti menjumlah, membagi, mengalikan,
atau mengurangi atas benda-benda yang banyak kita dapati di dalam
kehidupan kita sehari-hari. Selanjutnya untuk melakukan pekerjaan
menjumlah tersebut secara efisien maka para ahli aritmatika
menciptakan satu set simbol, biasanya dalam bentuk angka atau
huruf, yang memiliki sifat dasar dan kualitas (property)
tersendiri, yang membedakan nilai dari sebuah simbol dengan simbol
yang lainnya. Misalnya, 1 mempunyai nilai tertentu yang berbeda
dengan angka 2,3 dan seterusnya. Simbol-simbol inilah yang kita
sebut angka. Dengan nilai-nilai tetap dari tiap angka tersebut,
maka kita bisa dengan mudah menjumlahkan bilangan tertentu dari
sekelompok benda, misalnya 100 sapi, dengan bilangan tertentu
lainnya dari kelompok benda yang sama, misalnya 150 sapi, tanpa
harus mendatangkan secara real 250 ekor sapi di hadapan kita.
Demikian juga pengurangan, perkalian
-
dan pembagian mendapat manfaat yang sama dari aritmatika. Tentu
saja nilai mata uang (kertas atau logam) bisa dihitung dengan cara
yang sama mudahnya. Dalam perkembangannya, aritmatika mengalami
kompleksitas yang tidak mudah, ketika harus menghitung jumlah yang
tidak sedikit, misalnya satu juta atau milyar dan sebagainya. Oleh
karena itu para ahli matematika Islam berusaha keras untuk
menciptakan sebuah sistem hitungan yang dapat dipergunakan untuk
kepentingan tersebut. Maka muncullah sebuah sistem bilangan desimal
yang memanfaatkan simbol nol, sebagai tanda kelipatan sepuluh,
seribu dan sebagainya. Dan inilah yang telah berhasil dilakukan
oleh Muhammad bin Musa al-Khawarizmi, yang telah menciptakan angka
nol (sifr) untuk pertama kalinya pada abad ke IX Masehi, dalam
karyanya yang terkenal al-Jabr wa al-Muqabalah. Dengan ini
ilmuwan-ilmuwan Muslim telah mewarisi angka 1-9 dari India dan
melengkapinya dengan angka 0-sehingga menjadi 10. Aritmatika
selanjutnya telah mendapat perhatian yang luas dari para
filosof-ilmuwan Muslim, Ibn Sina dalam kitab utama al-Syifa,
misalnya telah mengabdikan tulisan sendiri tentang aritmatik ini
dengan judul al-hisab.
(b) Geometri (Handasah)
Kalau aritmatika konsen dengan penghitungan, geometri dengan
pengukuran benda, sehingga dalam bahasa kita sering disebut ilmu
ukur ruang. Penelitian geometri diarahkan pada ciri-ciri khas
(property), pengukuran, dan hubungan-hubungan antara titik, garis,
sudut, permukaan dan solid (benda tiga dimensi). Dikajinya oleh
mereka sifat dasar dari titik, garis, bidang yang memiliki 2
dimensi dan solid (3 dimensi). Di samping penelitian terhadap
sifat-sifat titik, garis, bidang dan lain-lain, penelitian
geometris juga diarahkan pada bentuk-bentuk dasar geometris seperti
segitiga, segi empat, lingkaran, kerucut, slinder, kubus dan
sebagainya, sekaligus dengan penghitungan luas mereka yang akan
berguna sekali untuk melakukan pengukuran bidang-bidang real,
seperti sebidang tanah, ruangan, ketinggian, kedalaman dari sebuah
benda dan sebagainya. Penelitian lebih lanjut dari geometri ini
telah melahirkan sub-cabang geometri, seperti trigonometri,
kalkulus, figure-figur sperik dan konik; demikian juga penelitian
dilakukan untuk memudahkan pengukuran tanah, dan telah menghasilkan
sub-divisi geometri yang disebut surveying, untuk mengukur sebidang
tanah tertentu dalam aspek panjang, lebar dan tinggi. Pengukuran
tanah ini berguna misalnya untuk menentukan pajak tanah, juga untuk
membagi-bagi tanah di antara sahabat-sahabat atau ahli waris.
Ilmuwan Muslim telah banyak menulis di bidang ini.
c) Aljabar
-
Aljabar adalah sebenarnya cabang dari aritmatika, yang mencoba
untuk mengetahui nilai sesuatu yang belum diketahui melalui
data-data yang telah diketahui asal ada hubungan di antara mereka
yang memerlukannya. Untuk melakukan itu tiga hal dibutuhkan: (1)
nomor, karena melalui nomor ini nilai yang belum diketahui
ditentukan; (2) benda, karena setiap hal yang belum diketahui
merujuk pada benda dan (3) properti atau sifat-sifat tertentu.
Namun untuk melaksanakannya sistem operasi yang banyak ditentukan
oleh problemnya. Bisa saja seseorang lalu menciptakan sebuah
persamaan (equation) antara dua atau lebih unit dari tiga unsur
yang telah disebutkan di atas. Berbagai unsur dihadap-hadapkan, dan
porsi-porsi yang terpenggal (broken) dalam persamaan itu diset dan
demikian menjadi sehat. Kalau sebuah persamaan terdiri dari satu
(unsur) pada kedua sisinya, maka nilai dari yang tidak diketahui
dapat ditemukan. Kalau sebuah persamaan terdiri adri satu unsur
pada satu sisi, tapi dua unsur pada sisi yang lain, maka ada solusi
geometris terhadapnya melalui penjumlahan sebagian pada sisi
persamaan yang belum diketahui dengan kedua unsur tadi. Penjumlahan
sebagian yang seperti itu akan menentukan nilai dari persamaan
tersebut. Adapun persamaan dari dua unsur pada satu sisi dan dua
unsur lagi pada sisi yang lain adalah tidak mungkin.
(c) Musik
Dalam tradisi ilmiah Islam, musik termasuk pada salah satu
cabang ilmu matematik, yang didefinisikan oleh Ibn Khaldun sebagai
Ilmu tentang proporsi suara dan modus-modus serta pengukuran
numerik mereka. Hasil dari ilmu seperti itu adalah melodi-melodi
musik. Penelitian di bidang musik diarahkan pada bagaimana
mencipakan melodi-melodi musik yang akan menimbulkan rasa senang
daalm jiwa seseorang, melalui proporsi-proporsi tertentu yang telah
diketahui dengan baik. Ini pada gilirannya akan menyebabkan suara
apa pun menjadi sebuah nada, sebuah modus irama teretntu.
Modus-modus irama tersebut kemudian dikombinasikan dengan yang lain
menurut proprsi-proporsi yang diterima. Hasil dari kegiatan
tersebut adalah muncul suara yang enak untik didengar akibat dari
keserasiannya dan kualitas yang diberikan oleh harmoni tersebut
kepada suara. Diselidiki juga alat-alat apa saja dan dengan cara
yang bagaimana agar alat-alat tersebut dapat menambah keindahan dan
rasa senang untuk didengar, dari sini diketahui bahwa ada alat-alat
yang harus ditiup, ditabuh, digesek dan sebagainya. Untuk mencapai
tuuan tersebut, penelitian lain dilakukan untuk menjawab pertanyaan
mengapa atau apa sebabnya rasa senang bisa muncul dari musik, dan
apa pengaruh yang dapat diberikan oleh musik kepada jiwa manusia.
Hasil penelitian mereka telah melahirkan banyak karya. Boleh dikata
hampir semua filosof seperti Al-Kindi, Al-Farabi and Ibn Sina
menulis buku atau risalah yang diabdikan khusus untuk
-
musik. Al-Kindi menukis sekurangnya satu buku tentang yaitu
Risalah Al-Kubra fi al-Talif ( Risalah Tentang Harmoni)., dan Ibn
Sina menulis sebuah kitab (yang masuk dalam ilmu matematik) yang
berjudul Jawami Ilm al-Musiqi (setebal 173 halaman), dan tentu saja
yang paling terkenal adalah Kitab al-Musiqi al-Kubra karangan
Al-Farabi, yang dikatakan bukan hanya pandai tentang teori musik,
tetapi juga mahir dalam memainkan alat musik dan bahkan menciptakan
mereka.
(d) Astronomi (Ilm al-Hayah)
Astronomi adalah ilmu yang mempelajari tentang gerkan-gerakan
bintang tetap dan planet-planet. Penelitian astronomi mengarahkan
perhatiannya pada cara benda-benda angkasa tersebut bergerak, dan
mencoba melalui metode geometris menyimpulkan (mereduksi)
keberadaan dari bentuk-bentuk tertentu dan posisi dari benda-benda
(bola-bola) angkasa (sphere), yang membutuhkan kejadian-kejadian
dari gerakan-gerkan tersebut yang dapat dicerap oleh indera. Dengan
ketepatan equinoks, maka astronomi misalnya dapat membuktikan bahwa
pusat bumi tidak sama dengan pusat bola matahari. Demikian juga
dari gerak langsung dan mundur (retrogate) bintang-bintang,
astronomi menyimpulkan adanya bola-bola kecil (epicycles) yang
mengelilingi bintang-bintang atau planet-planet yang bergerak di
dalam bola lingkaran mereka yang besar. Ia juga bisa membuktikan
adanya sebuah bintang yang memiliki beberapa planet atau bulan yang
mengitarinya. Tentu saja untuk melakukan penelitian yang lebih
akurat maka para astronom Muslim berusaha mengembangkan alat-alat
penelitian astronomis, seperti astrolabe, semacam peta langit untuk
mengetahui posisi dari benda langit tertentu., dan tentu saja alat
observasi yang lebih akurat sehingga terciptalah, seperti yang
telah didiskusikan pada bab III, beberapa observatorium baik yang
berukuran sederhana seperti yang dibangun al-Mamun, maupun yang
lebih besar dan terkenal seperti yang ada di Marghah dan Samarkand.
Hasil penelitian mereka telah mereka tulis daalm apa yang kemudian
dikenal sebagai Zij atau daftar astronomi (astronomical table),
seperti Zil al-Shabi karangan Abu Abullah Al-Battani dan Zij
al-Ilkhaniyah yang disusun oleh Nashir Al-DirThusi dan kawan-kaawn.
Dengan penelitian yang seksama, paar astronom Muslim telah
melakukan kajian-kajian yang kriris terhadap sisitem astronomi
Ptolemius, dan meghasilkan teori-teori, seperti apa yang dikenal
sebagai Thusis Couple, yang telah meratakan jalan bagi revolusi
astronomis Kopernikus di Eropa. Selain telah menghasilkan
astronom-astronom besar muslim, seperti Al-Majrithi adri Andalusia,
Nashi-Al-Din Thusi, dan Quthub Al-Din Al-Syirazi dari Maraghah dan
Ibn Syatir dari Siria, juga penelitian astronomis yag dilakukan
ilmuan-ilmuan Muslim telah
-
melahirkan beberapa karya agung astronomi, seperti Kitab Fi al
Harakat al Samawiyah wa Jami Ilm al-Nujum karangan al-Farghani,
Shuwar al-Kawakib karangan Abd al-Rahman al-Shufi, al-Qanum
al-Masudiyyah karangan al-Biruni, Zij al-Hakimi karangan Ibn Yunus
dan Nihayat al-Idrak Karangan Quthb al-Din al-Syirazi. 3.
Metafisika
(a) Ontologi Metafisika adalah ilmu yang membahas tentang
entitas-entitas yang ada
di balik alam fisik. Dalam tradisi ilmiah Islam metafisika
biasanya dibagi kedalam beberapa cabang anatar lain ontologi,
teologi, kosmologi, antropologi, dan eskatologi. Marilah kita mulai
denagn ontologi. Ontologi diartikan sebagai ilmu tentang wujud
sebagai wujud, kadang-kadang ini disebut ilmu metafisika.
Penelitian ontologis biasanya diarahkan pada pendeskripsian tentang
sifat dasar dari wujud, sebagai kategori paling umum yang meliputi
bukan hanya wujud seluruh makhluk tetapi juga wujud Tuhan, Pencipta
alam. Demikian juga penelitian diarahkan pada pembagian wujud
kedalam kategori wajib (wajib al-wujud), yaitu wujud yang niscaya
ada dan selalu aktual, mustahil (mumtani al-wujud) yaitu wujud yang
mustahil akan ada baik daalm potensi maupun aktualitas, dan mungkin
(mumkin al-wujud), yaitu wujud yang mungkin (daalm arti mempunyai
potensi untuk) ada, baik dalam potensi maupun aktualitas ketika
diaktualkan ke dalam realitas nyata. Selain dari itu penelitian
ontologislainnya diarahkan pada prisipialitas (ishalat)dari yang
ada, apakah ia berbentuk esensi (mahiyyah) atau ada (wujud). Dari
penelitian ini munculah dalam dunia Islam dua aliran metafisika
yang dikenal sebagai kaum esensialis, yang mengatakan bahwa yang
prinsipil bukanlah wujud tapi esensi. Mazhab ini dipimpin oleh
Suhrawardi al-Maqtul, pendiri filsafat iliminasionis, yang diikuti
oleh Sahrazuri, Qutbh al-Din al-syrizzi, dan Mir Damad; dan kaum
ekistensialis, yang percaya bahwa bukan esensi--hanya ada dalam
pikiran manusia--yang prisipil, tetapi wujud. Aliran ini dirintis
oleh Ibn Sina, tetapi mendapat dukungan yang substansial dari
filosof besar abad 17, Mulla Shadra.
Penelitian lain di bidang ini diarahkan pada pembicaraan tentang
berbagai macam sebab yang bertanggung jawab atas kejadian-kejadian
yang ada di alam semesta. Maka dikenalah empat macam sebab
Aristotelian yaitu sebab efisien, sebab formal, sebab material, and
sebab final. Sebab final inilah yang kemudian dikenal sebagai
Tuhan, yang juga dipandang sebab Pertama dari semua yang ada.
Hampir semua karya besar paar filosof berbicara tentang tema-tema
utama ontologis ini, seperti Fi al-Falsafah al-Ul, oleh al-Kindi,
Ara Ahl al-Madinal al-Fadhilah oleh al-Farabi, kitab al-Syifa dan
al-Najah oleh Ibn Sina,
-
Durrat al-Taj, karangan Quthb al-Din al- Syirzzi dan juga
al-Asfar al-Arbaah karangan Mulla Shadra.
(b) Teologi (al-ilm al-ilahiyyah)
Teologi adalah kajian ontologis yang berkenaan dengan Sebab
Pertama (al-Illah al-l), yang biasanya disebut Tuhan, karena itu
kita sebut Teologi, ilmu tentang Tuhan. Penelitian teologis
biasanya diarahkan pada sifat dasar Tuhan, yaitu keesaan (tauhid)
dan pembuktiannya, keunikan dan ketidaknungkinannya untuk disamai.
Selanjutnya diteliti tentang dalil-dalil atau argumen-argumen
tentang keberadaan-Nya and demeikian juga argumen-argmen
keesaannya. Dari penelitian ini munculah berbagai jenis argumen
adanya Tuhan, seperti argumen kosmologis, ontologis, dan argumen
dari rancanagn atau argument from design (dalil al-qinayah). Selain
itu penelitian juga dilakukan terhadap sifat dasar dari esensi
Tuhan dan eksistensinya, serta sifat-sifat-Nya. Apakah kita bisa
mengetahui esensi Tuhan, atau apakah ada perbedaan antara esensi
dan eksistensi tuhan, dan bagaimana hubungan antara esensi dan
sifat-sifat (qualities/attributes) adalah pertanyaan-pertanyaan
pokok dalam penelitian teologis dalam Islam.
Penelitian berikutnya diarahkan pada bagaimana Tuhan Yang Esa
ini menciptakan alam semesta yang beraneka ini. Tapi pertanyaan ini
sudah menyentuh cabang ilmu metafisika yang lain, yaitu kosmologi.
Karya-karya ontologis yang telah kita singgung adalah juga menjadi
karya-karya yang sama dalam bidang teologis-filosofis ini.
(c) Kosmologi Kosmologi sesuai dengan namanya, adalah ilmu yang
menyelidiki dan
mempelajari kosmos (alam semesta) yang biasanya disefinisikan
sebagai segala sesuatu selain Tuhan Yang Maha Esa. Berbeda dengan
kosmologi moderen/Barat, kosmologi dalam Islam berbicara bukan
hanya satu tatanan kosmos-yaitu tatanan fisik-tetapi juga meliputi
tatanan dunia lain yang non-fisik. Penelitian kosmologis biasanya
diarahkan pada teori penciptaan alam semesta. Pertanyaan bagaimana
alam semesta yang beraneka ini berasal dari Tuhan Yang Esa, padahal
ada diktum filosofis yang menyatakan bahwa dari yang satu hanya
akan lahir satu juga, adalah pertanyaan fundamental dalam kosmologi
yang telah mengisi benak paar filosof Muslim. Penelitian ini telah
melahirkan berbagai teori penciptaan, khususnya teori emanasi
(faidh) dan telah diabadikan dalam berbagai karya filosofis
mereka.
Penelitian kosmologis lainnya diarahkan pada entitas-entitas
immateril yang memancar dari Tuhan, dan telah menjadi perantara
antara Tuhan dan alam
-
fisik (materi). Dari sinilah muncul kajian-kajian terhadap
berbagai jenis entitas metafisik yang immaterial yang disebut
akal-akal (uqul) yang dalam bahasa agama disebut malaikat. Dari
sini muncullah cabang ilmu metafisik khusus yang disebut
angelology. Di sini kita dapat misalnya menemukan hirarki para
malaikat atau akal dalam teori emanasi mereka. Sesuai dengan
perkembangan ilmiah yang berlaku pada saat itu, maka terdapat
sepuluh akal-akal samawi, dari akal 1-10, dan dari akal X, yang
biasa disebut akal aktif (malaikat Jibril), munculah alam fisik,
termasuk bumi yang kita huni ini. Diselidiki juga di sini bagaimana
proses formasi alam fisik ini dari akal aktif ini, sehingga
timbulah teori yang mengatakan bahwa akal aktif, dalam kaitannya
dengan alam fisik adalah pemberi bentuk (wahib al-shuwar), yang
tugasnya adalah memberi bentuk pada alam fisik yang pada saat itu
masih berupa potensi. Dan kombinasi antara bentuk dan materi inilah
yang bertanggungjawab atas formasi alam fisik.
Karena seperti telah disinggung, kosmos tidak hanya bersifat
fisik tetapi juga meliputi dinia-dunia non-fisik, maka penelitian
juga diarahkan pada pendeskripsian tentang dunia-dunia non-fisik
yang mengentarai alam dunia dan Tuhan. Maka munculah dari sini apa
yang disebut kosmografi. Demikian juga asal-usul kosmos diteliti
sehingga menghasilkan cabang kosmologi lain, yaitu kosmogoni.
Penelitian kosmologis juga diarahkan pada bintang-bintang dan
planet, khususnya dengan daya spiritual yang aktif mengendalikan
planet-planet tersebut yang dalam tradisi filsafat disebut
jiwa-jiwa planet. Termasuk wilayah kosmologi adalah penelitian
terhadap bumi, seperti geologi yang mempelajari struktur dan
lapisan-lapisan bumi dan geografi yang mempelajari bentuk dari
permukaan bumi, tempat tinggal manusia. Karya-karya ilmiah yang
lahir selain karya-karya filosofis yang telah kita singgung adalah
antara lain Ajaib al- Makhlaqat karangan al Quzwini dan Shurat
al-Ardh, karangan al-Kharizmi, al-Alaq al-Nafisah karangan Ibn
Rustah, al-Masalik wa Mamalik oleh Ibn Khurdadzbih, dan Muruj
al-Dzahab karangan Abul-Hasan al-Masudi.
(d) Antropologi Antropologi artinya ilmu tentang filsafat
manusia. Berbeda dengan manusia sebagai makhluk fisik seperti yang
telah kita singgung dalam anatomi, di sini manusia dilihat dari
dimensi kosmik bahkan metafisiknya. Penelitian di sini diarahkan
pada apa posisi manusia dalam kosmos. Dalam hal ini penelitian
lebih banyak dilakukan oleh para sufi falsafi ketimbang para
filosof sendiri. Dikatakan oleh mereka, bahwa manusia, berdasarkan
pada sebuah Hadits Qudsi, adalah tujuan akhir penciptaan alam.
Sebuah Hadits Qudsi mengatakan Kalau bukan karena engkau, takkan
aku menciptakan alam semesta. Rumi mengumpamakan manusia sebagai
seperti buah, dan beliau bertanya, Akankah seorang petani menanam
pohon tanpa mengharap buah?
-
Selain itu penelitian juga dilakukan terhadap posisi manusia
terhadap Tuhannya. Apa hubungan manusia dengan Tuhan, Pencipta alam
semesta. Dari sini munculah teori manusia sebagai khalifah (wakil)
Tuhan di muka bumi, juga sebagai cermin dari semua sifat-sifat-Nya.
Dari sini munculah juga konsep manusia sempurna (al-insan
al-kamil), yang banyak menghasilkan kitab-kitab sufi yang bermutu.
Selain itu manusia juga dipandang oleh banyak sufi dan filosof
sebagai mikro-kosmos (al-alam al-shaghir) atau alam kecil, dari
sudut fisik, tetapi ia mengandung di dalamnya seluruh unsur kosmos,
seperti dayadaya atau unsur-unsur mineral, daya-daya jiwa tumbuhan,
daya-daya jiwa hewani, dan daya-daya jiwa yang khas manusiawi, yang
mencakup daya-daya spiritual-malakuti bahkan, melalui ruh yang
ditiupkan Tuhan kepadanya, sifat-sifat Ilahiah tertentu. Dengan
daya-daya itu semua berarti manusia memiliki potensi-potensi yang
besar fisik, mental, intelektual, moral, dan spiritual yang kalau
berhasil diaktualkan maka manusia mencapai tingkat kesempurnannya
atau telah mencapai derajat Insan Kamil, manusia paripurna.
Karya-karya yang dihasilkan cukup banyak, di antara yang paling
terkenal adalah al-Insan al-Kamil oleh al-Jili. (e) Eskatologi
Eskatologi adalah cabang ilmu metafisika terakhirpaling tidak dalam
sistem klasifikasi ilmu Ibn Khaldunyang pada prinsipnya mempelajari
nasib jiwa (akal) manusia setelah bercerai dari badannya. Dengan
demikian terdapat dua cabang ilmu dalam tradisi ilmiah Islam yang
mempelajari jiwa manusia: (1) Psikologi, yang, seperti telah
disinggung di atas, mempelajari jiwa manusia selama karir dunianya
dan termasuk ke dalam kelompok ilmu alam, dan (2) eskatologi, yaitu
kajian jiwa setelah bercerai dengan badannya, dan ini dikaji
sebagai salah satu cabang ilmu metafisik. Di sini penelitian
ditujukan pada sifat dasar jiwa dan keimaterialannya
(kerohaniannya) yang akan menjamin kelangsungannya setelah
kematian. Al-Amiri dalam kitabnya al-Amad ala al-Abad menyatakan
bahwa kitabnya tersebut ditulis khusus untuk membahas tentang apa
nasib jiwa setelah berpisah dengan badan, yang diakuinya bahwa
kajian seperti ini masih sangat jarang. Penelitian juga diarahkan
pada apakah jiwa ini pada akhirnya akan bersatu dengan akal
universal, atau akan tetap menjaga individualitasnya. Ada yang
mengatakan bahwa jiwa manusia akan bergabung dengan akal universal
dan kehilangan individualitasnya, seperti Ibn Bajjah dan Ibn Rusyd,
tapi ada juga yang mempertahankan individualitasnya, seperti yang
diyakini Jalal al-Din Rumi. Lalu diteliti juga apakah jiwa ini akan
memiliki tubuh atau sebangsanya? Ada Sufi atau filosof yang menolak
kebangkitan jasmani, tapi ada juga yang membenarkan bahwa jiwa
akan
-
menyandang tubuh, hanya saja jenis tubuh yang lebih halus,
seperti diyakini oleh Syah Waliyullah, atau bahkan tubuh biasa,
seperti yang dikatakan Mulla Sadra dan Imam al-Ghazali. Lalu
penelitian lain diarahkan pada apakah di alam barzakh jiwa manusia
akan menunggu dengan pasif hingga akhir zaman, atau bahwa ia akan
terus berevolusi tanpa menunggu hari kiamat. Juga diteliti apakah
semua jiwa manusia akan kembali ke asalnya, atau ada yang kembali
ke bumi. Ibn Sina cenderung mengatakan bahwa seluruh jiwa yang ada
pada diri manusiajiwa tumbuh-tumbuhan, hewani dan manusiakarena
berasal dari dunia ruhani akan kembali ke asalnya, sementara bagi
al-Farabi, hanya jiwa atau akal yang telah menjadi aktiflah yang
akan kembali, sedangkan akal yang belum mencapai tingkat aktual
akan kembali ke alam dunia. Banyak karya yang membahas tentang
nasib jiwa setelah bercerai dengan tubuhnya. Selain kitab al-Amad
ala al-Abad karangan Abu al-Hasan al-Amiri, hampir semua filosof
menulis tentang ini. Kitab Ara Ahl al-Madinah al-Fadhilah karangan
al-Farabi, kitab al-Syifa dan al-Najah dari Ibn Sina juga berbicara
tentang itu, dan juga kitabnya yang lain al-Mabda wa al-Maad yang
lebih khusus berbicara tentang kelangsungan jiwa setelah kematian.
Sedangkan Mulla Sadra mendiskusikan kelangsungan jiwa manusia dalam
kitabnya yang terkenal al-Asfar al-Arbaah, khususnya jilid IV.
D. PENELITIAN ILMU-ILMU RASIONAL II: ILMU-ILMU PRAKTIS 1. Etika
Etika adalah ilmu yang berkaitan dengan akhlak atau karakter, etika
adalah filsafat moral, bukan moral itu sendiri. Oleh karena itu
dalam bahasa Arab disebut Ilm al-Akhlaq, dan bukan hanya akhlaq
saja. Etika dalam tradisi ilmiah Islam termasuk ilmu-ilmu praktis.
Dan berbeda dengan ilmu-ilmu teoritis yang menjadikan benda-benda
sebagai objek kajiannya, ilmu-ilmu praktis telah menjadikan sebagai
objeknya tingkah laku manusia yang bebas (voluntary acts). Di sini
dibahas bagaimana seharusnya manusia bertingkah laku, sehingga ia
menjadi manusia yang baik, baik sebagai makhluk individu, anggota
keluarga atua anggota masyarakat secara keseluruhan. Dalam bukunya
Ethical Theories in Islam, Majid Fakhry membagi etika Islam ke
dalam empat kelompok besar: moralitas scriptural, etika teologis,
etika filosofis dan terakhir etika religius. Adapun yang akan
menjadi dasar penjelasan di sini adalah etika filosofis, di samping
karena ini yang masih paling jarang dibahas, juga karena
penjelasannya menurut saya sangat rasional, dan punya tradisi yang
cukup panjang.
-
Penelitian-penelitian yang dilakukan dalam etika, seperti yang
tercermin dalam Kitab Tahdzib al-Akhlaq karangan Miskawayh,
meliputi hal-hal sebagai berikut. Pertama, berkaitan dengan prinsip
etika. Di sini diteliti tentang prinsip-prinsip etika, yang
membahas tentang jiwa dan kecakapan-kecakapan
(fakultas-fakultasnya), hubungan baik dan kebahagiaan; dan tentang
keutamaan-keutamaan moral (fadhail) dan kejahatan-kejahatan moral
(radzail). Tentang jiwa manusia penelitian diarahkan pada
pembuktian adanya jiwa sebagai sesuatu yang bukan bersifat fisik
dan bukan juga sebuah aksiden. Diteliti juga tiga kecakapan jiwa.
Selain tentang jiwa, kebajikan-kebajikan dan kejahatan-kejahatan
moral juga diteliti dan kemudian ditemukan empat pembagian utama
kebajikan moral yaitu iffah, syajaah, hikmah, dan terakhir adalah.
Keempat kebajikan moral ini kemudian dibagi lagi ke dalam beberapa
sub-divisi, bersama dengan lawan-lawan mereka. Kedua, penelitian
utama kedua dalam etika diarahkan pada karakter manusia dan
bagaimana mendidik atau memperhalusnya. Dengan kata lain akhlak dan
pendidikannya. Pertanyaan yang pertama muncul, apakah yang kita
sebut karakter atau akhlaq itu? Apakah ia dapat dirubah melalui
pendidikan? Diteliti juga keutamaan dari pendidikan akhlak
dibanding dengan pendidikan-pendidikan lainnya. Selanjutnya
dipertanyakan apa tujuan dari pendidikan akhlak, yang tidak lain
daripada pencapaian kesempurnaannya sebagai manusia. Maka diuraikan
juga selanjutnya tentang kesempurnaan manusia ini dan
tingkatan-tingkatannya. Penelitian berikutnya diarahkan pada
pertanyaan apakah kebahagiaan yang manusia rindukan ini sama atau
berbeda dengan kesenangan inderawi? Diteliti juga di bagian ini
tentang pendidikan anak, manfaat-manfaat yang bisa diperoleh dalam
pendidikan anak dan lain-lain. Ketiga, penelitian diarahkan pada
persoalan kebaikan dan kebahagiaan. Apakah seorang yang baik mesti
bahagia? Kemudian diteliti juga apakah kebahagiaan dapat
direalisasikan di dunia ini? Diteliti juga tentang tingkat-tingkat
kebahagiaan, dan bagaimana kearifan digambarkan sebagai jalan utama
menuju kebahagiaan yang lengkap. Selanjutnya diteliti juga sikap
manusia bahagia terhadap ketidakberuntungan dan kebahagiaan orang
tersebut di kehidupan akhirat, dan terakhir ditemukan bahwa
kebahagiaan itu lebih tinggi dibanding dengan pujian apapun.
Keempat, penelitian diarahkan pada persoalan keadilan. Di sini
diselidiki apa sebenarnya keadilan sejati tersebut, dan bagaimana
mencapai keadilan itu? Apa hubungan antara kesamaan (equality)
terhadap pencapaian keadilan? Didiskusikan juga apa-apa saja
penyebab munculnya penderitaan (harm). Diteliti juga di sini
tentang pembagian keadilan, hubungan keadilan dengan
kebajikan-kebajikan moral yang lain. Bahkan di bagian ini juga
diajukan beberapa persoalan yang rumit, seperti (1) seseorang
mungkin mempunyai keraguan dan mengatakan jika keadilan merupakan
tindakan bebas yang dilakukan orang yang
-
adil, maka tidak dapat dipungkiri bahwa ketidakadilan adalah
juga tindakan bebas dari orang yang tidak adil. Tapi tentu saja
adalah jahat dan tidak senonoh untuk berfikir tentang seorang yang
berakal yang bermaksud, setelah melalui renungan dan pilihan bebas,
untuk melukai dirinya sendiri. (2) Persoalan sulit lainnya adalah
tentang perbuatan yang sangat terlalu baik (benevolence). Kebaikan
itu tentu sangat terpuji, tetapi mengapa ia tidak termasuk ke dalam
kategori keadilan? Kelima, penelitian etika diarahkan pada
persoalan cinta dan persahabatan. Sebab-sebab timbulnya cinta juga
diteliti, demikian juga cinta ilahi. Apakah itu persahabatan? Dan
berapa macamkah persahabatan itu? Apa hubungan persahabatan dengan
cinta? Diteliti juga bagaimana perbedaan cinta itu berhubungan
dengan penyebab-penyebabnya. Nilai-nilai persahabatan juga diteliti
di sini, begitu juga cara-cara untuk memilih sahabat. Selanjutnya
didiskusikan kewajiban-kewajiban seseorang terhadap sahabatnya dan
bagaimana bahasa kebajikan-kebajikan moral itu hanya bisa
direalisir dalam pergaulan dengan sesama, bukan dalam kesendirian
ataupun pengasingan. Persoalan pokok terakhir atau keenam adalah
soal kesehatan jiwa, yang sangat penting bagi manusia, khususnya
manusia modern yang sangat sering dilanda stress. Penelitian
diarahkan pada bagaimana memelihara kesehatan jiwa kalau sedang
sehat, dan bagaimana memulihkannya ketika sakit. Diskusi dimulai
dengan pembahasan tentang penyakit jiwa, dilanjutkan dengan
upaya-upaya memelihara kesehatan jiwa. Selanjutnya didiskusikan
tentang pemulihan kesehatan jiwa ketika sakit. Beberapa penyebab
utama sakit jiwa kemudian didiskusikan beserta sebab-sebab
timbulnya dan pengobatannya, seperti rasa marah, sebab-sebab dan
pengobatannya, rasa takut, sebab-sebab dan pengobatannya, takut
mati, sebab-sebab dan pengobatannya dan terakhir rasa sedih dan
bagaimana mengobatinya. Banyak karya-karya etika yang dihasilkan
dari penelitian ini seperti, Tahdzib al-Akhlaq, yang kita
bicarakan, karangan Miskawayh, al-Hilah li daf al-Ahzan oleh
al-Kindi, Makarim al-Akhlaq, karangan Abu al-Raghib al-Isfahani,
Mizan al-Amal karangan al-Ghazali dan Kitab Akhlaq wa al-Siyar
karangan Ibn Hazm dari Andalusia. 2. Ekonomi Ekonomi dalam tradisi
ilmiah Islam, sebagaimana dipahami juga di dalam tradisi Yunani,
harus dipahami sebagai manajemen tumah tangga (tadbir al-manzil),
yang tujuannya adalah memberi bimbingan kepada semua anggota
keluagaterutama kepala keluarganyatentang berbagai masalah yang
berkaitan dengan pengelolaan rumah tangga. Jadi bukan dalam arti
ekonomi makro atau ekonomi perusahaan seperti yang layaknya
dipelajari pada masa sekarang di sekolah-sekolah. Karena itu,
sebagaimana etika memberikan
-
petunjuk-petunjuk praktis bagaimana bertindak sebaik mungkin
sebagai individu, demikian juga ekonomi memberikan bimbingan
praktis bagaimana bertindak sebaik mungkin sebagai anggota
keluarga. Berbagai penelitian dilakukan dalam bidang manajemen
rumah tangga ini. Misalnya, tentang alasan mengapa manusia butuh
untuk berumah tangga, apa prinsip-prinsipnya, dan seputar hal-hal
yang penting diperhatikan dalam pengelolaan rumah tangga ini.
Kedua, penelitian diarahkan pada bagaimana mengelola atau mengatur
harta benda dan rizki serta dan menyimpan pasokan makanan dan
sebagainya. Dibahas juga di sini tentang bagaimana mendapatkan
income (nafkah) atau rizki yang baik dan halal yang dibedakan dari
cara-cara yang hina, keji dan haram, bagaimana pemeliharaannya dan
bagaimana juga cara yang baik dan efisien dalam membelanjakan harta
kita tersebut. Penelitian berikutnya diarahkan pada pemeliharaan
kesucian dan pengaturan terhadap istri atau istri-istri.
Dibicarakan di sini misalnya tipe ideal seorang istri, dan
sifat-sifat apa yang sebaiknya dimiliki seorang istri. Bahkan
diteliti juga di sini cara memilih dan criteria yang sebaiknya
dimiliki seorang calon istri. Demikian juga didiskusikan bagaimana
memperlakukan istri dengan baik, juga tentang hak-hak dan
kewajiban-kewajibannya. Selain itu diteliti juga tentang
pengelolaan terhadap anak-anak, dari hal-hal yang menyangkut
pemberian nama yang baik, pengasuh yang memiliki sifat-sifat yang
baik, pengajaran terhadap praktek dan kewajiban agama, dan hal-hal
yang berkaitan dengan pendidikan dan pembinaan karakter atau
akhlak. Berbagai adab didiskusikan, misalnya adab berbicara, adab
berjalan, gerak dan diam, adab makan dan adab minum di tempat umum
dan sebagainya. Dibicarakan juga tentang mematuhi orang tua. Bagian
terakhir dari ilmu ekonomi ini berkaitan dengan manajemen atau
pengelolaan pembantu atau budak. Bagaimana memilih pembantu yang
baik, kedudukan pembantu dalam rumah tangga seseorang, dan
bagaimana kita memperlakukan seorang pembantu, serta alasan-alasan
yang kuat untuk memberhentikan seorang pembantu; demikian juga
dibicarakan tentang sikap yang seharusnya dimiliki seorang pembantu
terhadap majikannya. Hendaknya yang melandasi pekerjaannya bukan
karena rasa takut atau karena mengharap imbalan. Banyak karya yang
telah ditulis tentang ekonomi ini, selain Tahdzib al-Akhlaq
karangan Miskawayh, juga Akhlaq-i Nashiri atau The Nasirean Ethics,
karangan seorang filosof syiah, Nashir al-Din Thusi, dan Akhlaq-i
Jalali karangan filosof abad ke XV Jalal al-Din al-Dawwani. 3.
Politik Sebagaimana etika dan ekonomi, politik juga dipandang dalam
tradisi ilmiah Islam, sebagai ilmu praktis, yang tujuannya memberi
bimbingan kepada manusia, bagaimana menjadi sebaik-baiknya manusia
sebagai seorang anggota
-
masyarakat atau dengan kata lain sebagai makhluk sosial. Ilmu
politik ini terutama penting sekali bagi para pemimpin masyarakat
ataupun pemerintahan, karena ia juga memberi kita arahan tentang
bagaimana memerintah atau mengelola masyarakat yang dipimpinnya.
Berbagai topik diteliti dalam bidang ini, seperti (1) alasan bagi
kebutuhan manusia terhadap kehidupan madani (civilized life),
disertai penjelasan tentang sifat dasar dan keutamaan dari cabang
ilmu praktis yang satu ini: politik. Topik berikutnya (2) yang
diselidiki oleh ilmu ini adalah tentang keutamaan cinta, yang
dipandang sangat mempengaruhi hubungan-hubungan sosial dan
pembagian-pembagian atau macam-macam cinta di atas, serta
sebab-sebab yang melandasi perbedaan jenis-jenis cinta tersebut.
Bagian berikutnya (3) yang merupakan bagian yang paling penting
barangkali, adalah yang berkaitan dengan macam-macam jenis
negara/masyarakat, dan penjabaran tentang kondisi dari
masing-masing negara tersebut. Pembagian pada dasarnya dilakukan ke
dalam dia kategori yaitu Negara yang utama (Virtueous City) dan
negara tidak utama (Unvirtueous City). Negara utama dikatakan hanya
hanya memiliki satu jenis saja, sedangkan negara tak utama mengenal
tiga jenis: (1) negara yang bodoh (ignorant city), (2) negara yang
durjana (impious city) dan (3) negara yang keliru (errant city),
deskripsi terhadap masing-masing kategori di atas, dan bahkan
subdivisi terhadap mereka juga diberikan dan diteliti. Penelitian
berikutnya diarahkan pada (4) pemerintahan (government) dan
sifat-sifat atau kelakuan raja atau sang penguasa. Di sini diteliti
tentang jenis-jenis pemerintahan, dengan sifat-sifat darimana
masing-masing jenis tersebut. Selanjutnya diteliti juga sifat-sifat
yang harus dimiliki oleh calon pemimpin/penguasa misalnya keturunan
yang baik, tinggi aspirasinya, memiliki pandangan atau opini yang
mantap, determinasi atau tekad yang membaja, kesabaran dan
ketahanan dalam menjalani penderitaan atau dalam menghadapi
permusuhan, kedermawanan dan terakhir memiliki pembantu-pembantu
yang bersih dan jujur. Penelitian berikutnya diarahkan pada (5)
pemerintahan para pembantu raja/penguasa (retainers) dan
sifat-sifat yang harus dimiliki oleh para pengikut raja/penguasa.
Juga penelitian dilakukan terhadap kebajikan dari persahabatan dan
adab pergaulan dengan sahabat-sahabat; juga cara bergaul dengan
manusia dari berbagai kelas sosial, dan juga dilakukan pengkajian
terhadap ungkapan-ungkapan atau wasiat yang berharga daripada
kebijaksanawan di bidang ini. Nashir al-Din Thusi, misalnya,
mengutip wasiat dari Plato yang ia pandang bermanfaat dalam
berbagai masalah politik, sebelum menutup kajiannya tentang
politik. Banyak karya yang telah dihasilkan dari penelitian di
bidang politik. Selain, The Nasirean Ethics yang telah kita
singgung, karangan Nashir al-Din
-
Thusi, juga, kita bisa mendapatkan Kitab Ara Ahl al-Madinah
al-Fadhilah dan al-Siyasah al-Madaniyyah karangan Abu Nasr
al-Farabi yang mempengaruhi hampir seluruh karya politik filosof
Muslim selanjutnya, juga Akhlaq-i Jalali, karangan Jalal al-Din
al-Dawwani, yang telah mengabdikan bagian khusus dari bukunya,
mengikuti Thusi, untuk mendiskusikan politik. E. SASTRA Sastra atau
adab dalam istilah Arabnya dipahami sebagai sekelompok tulisan
dalam bentuk prosa dan puisis. Ahli sastra Muslim adib (jmk. Udaba)
telah melakukan berbagai penelitian dan melahirkan berbagai karya
tulis baik dalam bentuk prosa, tetapi khususnya yang berbentuk
puisi (syir). Penelitian pertama misalnya diarahkan pada
pengklasifikasian karya-karya sastra ke dalam berbagai kategori.
Pada umumnya sastrawan-sastrawan Muslim sepakat untuk membagi
sastra ke dalam dua bagian besar puisi dan prosa, seperti yang
telah disinggung di atas. Tetapi mereka sedikit berselisih tentang
sub-divisi dari prosa dan khususnya puisi. Ishaq bin Ibrahim
al-Katib, dalam bukunya al-Burhan fi Wujuh al-Bayan membagi puisi
ke dalam hikmah, lahw (hiburan), madih dan hija, sementara Ibn
Rasyid, dalam kitabnya al-Umdah mempertahankan madih dan hija
sebagai dua-duanya tema utama dalam puisi, sementara hikmah masuk
ke dalam sub divisi madih, bersama ritsa (elegi), iftikhar, dan
tasybib (puisi cinta). Demikian juga penelitian terhadap sub-divisi
puisi, telah dilakukan oleh para sastrawan dan pengeritik sastra
Muslim. Penelitian selanjutnya diarahkan pada karya-karya puisi.
Berbeda dengan karya-karya ilmiah, puisi pa