Top Banner
Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 79 STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM): STUDI KASUS DI KABUPATEN BANTUL Jaka Sriyana Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta ABSTRAK Pembangunan dan pertumbuhan usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Dari penelitian Tambunan (2003) disebutkan bahwa salah satu karakteristik dari dinamika dan kinerja ekonomi yang baik dengan laju pertumbuhan yang tinggi di negara-negara Asia Timur dan Tenggara yang dikenal dengan Newly Industrializing Countires (NICs) seperti Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan adalah kinerja UKM mereka yang sangat efisien, produktif dan memiliki tingkat daya saing yang tinggi. UKM di negara-negara tersebut sangat responsif terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahannya dalam pembangunan sektor swasta dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekspor. Dari hasil kajian, maka diperoleh beberapa masalah yang dihadapi oleh UKM di Kabupaten bantul, Provinsi DIY, antara lain: (1) pemasaran, (2) modal dan pendanaan, (3) inovasi dan pemanfaatan teknologi informasi, (4) pemakaian bahan baku, (5) peralatan produksi, (6) penyerapan dan pemberdayaan tenaga kerja, (7) rencana pengembangan usaha, dan (8) kesiapan menghadapi tantangan lingkungan eksternal. Berkaitan dengan berbagai masalah yang dihadapai UKM, maka diperlukan strategi untuk mengatasinya. Untuk mengembangankan UKM tentu saja tidak hanya dibebankan pada UKM sendiri namun harus memperoleh dukungan seluruh stake-holders. Dukungan termaksud diharapkan datang dari asosiasi pengusaha, perguruan tinggi, dinas/instansi terkait di lingkungan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi. Di samping itu diperlukan kebijakan pemerintah yang mendorong pengembangan UKM. Pengembangan UKM di Kabupaten Bantul, Yogyakarta pada dasarnya adalah percepatan transformasi UKM dari fase formasi menuju fase stabilisasi. Kata kunci: usaha kecil, pemasaran, produk, UKM, Bantul PENDAHULUAN Pada akhir dasa warsa ini daerah-daerah telah tumbuh dengan sangat pesat dengan ditandai oleh tiga hal. Pertama, jumlah pengangguran dan setengah menganggur yang besar dan semakin meningkat. Kedua, proporsi tenaga kerja yang bekerja pada sektor industri di kota hampir tidak dapat bertambah dan malahan mungkin berkurang. Ketiga, jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya sudah begitu pesat sehingga pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan, perumahan, dan transportasi yang memadai. Ketiga hal tersebut menjadi ciri khas dari setiap kota yang mengalami pertumbuhan kegiatan ekonomi dengan cepat. Studi yang dilakukan oleh Todaro (2000), dikatakan bahwa sektor informal pada umumnya ditandai oleh beberapa karakteristik seperti sangat bervariasinya bidang
25

Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Nov 27, 2015

Download

Documents

indra_hk

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 79

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

(UKM): STUDI KASUS DI KABUPATEN BANTUL

Jaka Sriyana

Fakultas Ekonomi

Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

ABSTRAK

Pembangunan dan pertumbuhan usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah

satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Dari penelitian Tambunan (2003)

disebutkan bahwa salah satu karakteristik dari dinamika dan kinerja ekonomi yang baik

dengan laju pertumbuhan yang tinggi di negara-negara Asia Timur dan Tenggara yang

dikenal dengan Newly Industrializing Countires (NICs) seperti Korea Selatan,

Singapura, dan Taiwan adalah kinerja UKM mereka yang sangat efisien, produktif dan

memiliki tingkat daya saing yang tinggi. UKM di negara-negara tersebut sangat

responsif terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahannya dalam pembangunan sektor

swasta dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekspor. Dari hasil

kajian, maka diperoleh beberapa masalah yang dihadapi oleh UKM di Kabupaten

bantul, Provinsi DIY, antara lain: (1) pemasaran, (2) modal dan pendanaan, (3) inovasi

dan pemanfaatan teknologi informasi, (4) pemakaian bahan baku, (5) peralatan

produksi, (6) penyerapan dan pemberdayaan tenaga kerja, (7) rencana pengembangan

usaha, dan (8) kesiapan menghadapi tantangan lingkungan eksternal. Berkaitan dengan

berbagai masalah yang dihadapai UKM, maka diperlukan strategi untuk mengatasinya.

Untuk mengembangankan UKM tentu saja tidak hanya dibebankan pada UKM sendiri

namun harus memperoleh dukungan seluruh stake-holders. Dukungan termaksud

diharapkan datang dari asosiasi pengusaha, perguruan tinggi, dinas/instansi terkait di

lingkungan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi. Di samping itu diperlukan

kebijakan pemerintah yang mendorong pengembangan UKM. Pengembangan UKM di

Kabupaten Bantul, Yogyakarta pada dasarnya adalah percepatan transformasi UKM

dari fase formasi menuju fase stabilisasi.

Kata kunci: usaha kecil, pemasaran, produk, UKM, Bantul

PENDAHULUAN

Pada akhir dasa warsa ini daerah-daerah telah tumbuh dengan sangat pesat dengan

ditandai oleh tiga hal. Pertama, jumlah pengangguran dan setengah menganggur

yang besar dan semakin meningkat. Kedua, proporsi tenaga kerja yang bekerja

pada sektor industri di kota hampir tidak dapat bertambah dan malahan mungkin

berkurang. Ketiga, jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya sudah begitu

pesat sehingga pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan,

perumahan, dan transportasi yang memadai. Ketiga hal tersebut menjadi ciri khas

dari setiap kota yang mengalami pertumbuhan kegiatan ekonomi dengan cepat.

Studi yang dilakukan oleh Todaro (2000), dikatakan bahwa sektor informal pada

umumnya ditandai oleh beberapa karakteristik seperti sangat bervariasinya bidang

Page 2: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 80

kegiatan produksi barang dan jasa, berskala kecil, unit-unit produksinya dimiliki

secara perorangan atau keluarga, banyak menggunakan tenaga kerja (padat karya),

dan teknologi yang dipakai relatif sederhana. Para pekerja yang menciptakan

sendiri lapangan kerjanya di sektor UKM biasanya tidak memiliki pendidikan

formal. Pada umumnya mereka tidak mempunyai ketrampilan khusus dan sangat

kekurangan modal kerja. Oleh sebab itu, produktivitasnya dan pendapatan mereka

cenderung lebih rendah daripada kegiatan-kegiatan bisnis lainnya. Selain itu,

mereka yang berada di sektor tersebut juga tidak memiliki jaminan keselamatan

kerja dan fasilitas-fasilitas kesejahteraan seperti yang dinikmati rekan-rekan

mereka di sektor lain.

Kawasan perkotaan di Indonesia, seperti juga perkotaan di dunia ketiga, banyak

dijumpai berkembangnya industri kecil sebagai akibat tidak mampunya

pemerintah mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Beberapa

kegiatan industri kecil bahkan masuk dalam sektor informal. Namun keberadaan

mereka belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pada umumnya

pemerintah daerah sebagai pengelola kota masih banyak memikirkan sektor

formal yang lebih mudah dikontrol. Padahal sektor industri kecil (dan

menengah) memiliki kontribusi yang nyata bagi pengatasan masalah

pengangguran dan masalah perekonomian kawasan perkotaan. ILO melaporkan

bahwa 60% buruh di kota-kota negara berkembang diserap oleh sektor informal

dan kegiatan pada usaha kecil dan menengah (UKM). Dilaporkan juga bahwa

peran sektor UKM sangat penting karena mampu menciptakan pasar-pasar,

mengembangkan perdagangan, mengelola sumber alam, mengurangi

kemiskinan, membuka lapangan kerja, membangun masyarakat dan menghidupi

keluarga mereka tanpa kontrol dan fasilitas dari pihak pemerintah daerah yang

memadai (ILO, 1991 dan Reddy et.al., 2002). Di Indonesia, sektor UKM bahkan

menjadi tumpuan kehidupan yang semakin besar sejak terjadinya krisis ekonomi

yang dimulai pada tahun 1997 (Sarosa, 2000).

Dalam pembahasan mengenai sektor usaha kecil tentunya tidak terlepas dengan

permasalahan urbanisasi dan migrasi ataupun pengangguran. Kenyataan baru

tersebut adalah terjadinya arus urbanisasi dan migrasi yang melanda negara-

negara di dunia secara besar-besaran. Adanya perpindahan atau mobilisasi

penduduk dari pedesaan ke perkotaan tersebut secara berkait mau tidak mau

adalah karena akibat strategi pembangunan yang dijalankan. Terlepas dari

terdapatnya implikasi baik positif maupun negatif yang ditimbulkan, ternyata

keberadaan urbanisasi dan migrasi menjadikan suatu kasus tersendiri yang mutlak

memerlukan pengelolaan dan perencanaan dari sisi kebijakan ekonomi (economic

policy).

Permasalahan urbanisasi dan migrasi dianggap sebagai kekuatan yang terus

menerus memperburuk masalah pengangguran di perkotaan yang disebabkan oleh

Page 3: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 81

ketidak seimbangan struktural dan ekonomi antara daerah pedesan dan perkotaan,

dimana lokasi perkotaan terus diberi insentif untuk mengembangkan kegiatan

ekonominya, sementara lokasi pedesaan justru makin lama makin dijauhkan dari

kemungkinan-kemungkinan untuk mengakselerasi tingkat kemajuannya. Dengan

begitu, terjadinya proses urbanisasi dan migrasi tersebut pada hakekatnya

merupakan refleksi perbedaan pertumbuhan dan ketidakmerataan fasilitas

pembangunan antara satu daerah dengan daerah lain, dan untuk itu terdapat

argumentasi bahwa model pembangunan ekonomi yang dilakukan selama ini tidak

mengarahkan adanya suatu hasil atau pemerataan sejajar antar wilayah di daerah

yang sama; dalam hal ini antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Pada tabel

berikut ini dapat kita lihat sebarapa besar peranan migrasi desa ke kota sebagai

sumber pertumbuhan penduduk perkotaan di beberapa negara berkembang.

Secara lebih lanjut, Todaro (2000) menganalisis ketidakseimbangan struktural

desa dan kota dari dua sudut. Pertama, dari sisi penawaran (supply). Karena

perpindahan penduduk tersebut berlangsung terus-menerus maka akan terjadi arus

urbanisasi secara berlebihan sehingga menaikkan tingkat pertambahan penduduk

perkotaan. Pada akhirnya, kehadiran mereka cenderung untuk menambah jumlah

penawaran tenaga kerja di perkotaan, sementara persediaan tenaga kerja yang

sangat berarti di pedesaan sangat menipis.Kedua, dari sisi permintaan (demand).

Disini penciptaan tenaga kerja di perkotaan lebih sulit dan mahal daripada

penciptaan lapangan pekerjaan di pedesaan, karena adanya kebutuhan terhadap

input-input komplementer yang sangat banyak bagi kebanyakan pekerjaan di

sektor industri. Maksudnya, untuk membuka kesempatan kerja di sektor industri

dibutuhkan lebih banyak biaya tambahan dibandingkan di sektor pertanian

tradisional, sehingga mengakibatkan sedikitnya jumlah kesempatan kerja yang

dapat dibuka di sektor industri perkotaan tersebut.

Dengan latar belakang seperti itulah, lahir fenomena perkembangan UKM di

negara-negara berkembang pada umunya. Mereka yang melakukan urbanisasi dan

tidak dapat tertampung di sektor formal terpaksa harus menciptakan lapagan kerja

sendiri. Mereka yang menganggur di perkotaan tersebut untuk kembali lagi ke

desa harus berpikir dua kali, karena di desa mereka menjumpai kondisi yang tidak

menguntungkan, seperti sumber daya alam yang terbatas, upah rendah, tidak

memiliki tanah dan lain sebagainya. Semakin metropolis sebuah daerah, maka

semakin terbuka ruang bagi pengusaha untuk memasuki dan memenuhi sudut-

sudut kota tersebut. Secara lebih mengerucut, keberadaan mereka biasanya

tersebar di pusat-pusat kegiatan ekonomi yang memberikan peluang permintaan

terhadap produk yang mereka tawarkan.

Perkembangan sektor usaha kecil dan menengah hingga saat ini jumlahnya telah

menggelembung sedemikian besar bahkan hampir menyamai jumlah mereka yang

bekerja di sektor formal lainnya. Di banyak negara-negara miskin dan

Page 4: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 82

berkembang, kontribusi yang bisa diberikan oleh pelaku usaha kecil mencapai

30%-60% dari seluruh penduduk perkotaan. Sedangkan di wilayah Jawa jumlah

pelaku sektor ini berkisar antara 37% sampai 43%, sementara di luar Jawa lebih

banyak lagi berkisar antara 40%-55%. Dengan begitu saat ini tidak bisa dikatan

lagi bahwa sektor usaha kecil dan menengah cuma sebagai tempat penampungan

sementara bagi para pekerja yang belum bisa masuk ke sektor formal lainnya,

tetapi keberadaannya justru sebagai motor pertumbuhan aktivitas ekonomi

(perkotaan) karena jumlah penyerapan tenaga kerjanya yang demikian besar (sama

dengan jumlah tenaga kerja di sektor formal).

Di banyak negara di dunia, pembangunan dan pertumbuhan usaha kecil dan

menengah (UKM) merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi.

Dari penelitian Tambunan (2003) disebutkan bahwa salah satu karakteristik dari

dinamika dan kinerja ekonomi yang baik dengan laju pertumbuhan yang tinggi di

negar-anegara Asia Timur dan Tenggara yang dikenal dengan Newly

Industrializing Countires (NICs) seperti Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan

adalah kinerja UKM mereka yang sangat efisien, produktif dan memiliki tingkat

daya saing yang tinggi. UKM di negara-negara tersebut sangat responsif terhadap

kebijakan-kebijakan pemerintahannya dalam pembangunan sektor swasta dan

peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekspor. Di negara-negara

sedang berkembang, UKM juga sangat penting peranannya. Di India, misalnya,

UKM-nya menyumbang 32% dari nilai total ekspor, dan 40% dari nilai output dari

sektor industri manufaktur dari engara tersebut. Di beberapa negara di kawasan

Afrika, perkembangan dan pertumbuhan UKM, termasuk usaha mikro, sekarang

diakui sangat penting untuk menaikkan output agregat dan kesempatan kerja..

Masih menurut Tambunan (2000), disebutkan bahwa di Indonesia, di lihat dari

jumlah unit usahanya yang sangat banyak yang terdapat di semua sektor ekonomi

dan kontribusinya yang besar terhadap kesempatan kerja dan pendapatan,

khususnya di daerah perdesaan dan bagi keluarga berpendapatan rendah, tidak

dapat diingkari betapa pentingnya UKM bagi pembangunan ekonomi nasional.

Selain itu, selama ini kelompok usaha tersebut juga berperan sebagai suatu motor

penggerak yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi dan komunitas lokal.

Sekarang, UKM memiliki peranan baru yang lebih penting lagi yakni sebagai

salah satu faktor utama pendorong perkembangan dan pertumbuhan eksor non-

migas dan sebagai industri pendukung yang membuat komponen-komponen dan

spare parts untuk industri besar (IB) lewat keterkaitan produksi misalnya dalam

bentuk subcontracting. Bukti di NICs menunjukkan bahwa bukan hanya usaha

besar (UB) saja, tetapi UKM juga bisa berperan penting di dalam pertumbuhan

ekspor dan bisa bersaing di pasar domestik terhadap barang-barang impor maupun

di pasar global.

Page 5: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 83

Perkembangan UKM di Indonesia sangatlah pesat dari tahun ke tahun. Walaupun

demikian dnegan adanya krisis ekonomi telah mengakibatkan banyaknya usaha

yang merugi, bahkan menutup usahanya. Namun beberapa thaun berikutnya telah

terjadi perkembangan yang signifikan, baik dalam jumlah unit, penyediaan

lapangan ekrja maupun jumlah output yang dihasilkan. UKM di Indonesia

memiliki perana sangat penting terutama dalam hal penyediaan kesempatan kerja.

Pendapat ini didasarkan pada berbagai kenyataan dan frnomena yang

menunjukkan bahwa kelompok usaha ini memperkerjakan lebih banyak orang

dibandingkan unit-unit usaha lain. Mereka diharapkan bisa tetap menciptakan dan

mengembangkan usahanya sampai pada skla optimalnya sehingga mampu

menyediakan lebih banyak kesempatan kerja baru dengan berbagai cara.

Definisi Usaha Kecil

Badan Pusat Statistik mendefiniskan Usaha Mikro sebagai usaha yang memiliki

tenaga kerja lebih dari 4 orang . Sedangkan Usaha Kecil sebagaimana dimaksud

Undang-undang No.9 Tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala kecil dan

memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus

juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil

penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun serta

dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp50.000.000,- (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). World Bank

mendefinisikan Usaha Kecil atau Small Enterprise, dengan kriteria: Jumlah

karyawan kurang dari 30 orang; Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta;

Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta

Namun demikian pengertian terbaru mengenai Usaha Kecil menurut Undang-

Undang Nomor 20 tahun 2008 adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha

menengah atau usaha besar yang memiliki kekayaan bersih lebih

dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan

tempat usaha; atau mememiliki hasil penjualan tahunan lebih dari

Rp.300.000.000,00(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak

Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Definisi Usaha Menengah

Pengertian Usaha Menengah menurut Badan Pusat Statistik adalah usaha yang

memiliki tenaga kerja antara 20 orang hingga 99 orang. Sedangkan Usaha

Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat

produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari

Page 6: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 84

Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar

Rp.10.000.000.000,00, (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan

bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar

Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s/d Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar

rupiah). World Bank mendefinisikan Usaha Menengah atau Medium Enterprise

adalah usaha dengan kriteria : Jumlah karyawan maksimal 300 orang; Pendapatan

setahun hingga sejumlah $ 15 juta; Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta

Sedangkan pengertian Usaha Menengah menurut Undang-Undang Nomor 20

tahun 2008 adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan

oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian

baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar yang

memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta

upiah) sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil

penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh milyar

rupiah). Secara detil berbagai defisnis usaha kecil dan menengah dipaparkan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Definisi dan Kriteria UKM Menurut Berbagai Sumber

Organisasi Jenis Usaha Kriteria

Biro Pusat

Statistik

(BPS)

Usaha Kecil Pekerja 5 – 19 orang

Usaha Menengah Pekerja 20 – 99 orang

Bank

Indonesia

(BI)

Usaha Mikro

(SK Dir BI No

31/24/KEP/ DIR Tgl

5 Mei 1998)

Usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin

atau mendekati miskin

Dimiliki oleh keluarga sumber daya lokal

dan teknologi sederhana

Lapangan usaha mudah untuk exit dan

entry

Usaha Menengah

(SK Dir BI No

30/45/Dir/ UK tgl 5

Januari 1997)

Aset < Rp 5 M untuk industri

Aset < Rp 600 juta diluar tanah &

bangunan

Omzet tahunan < Rp 3 M

Bank Dunia Usaha Kecil

Jumlah karyawan < 30 orang

Pendapatan setahun < $ 3 juta

Jumlah aset < $ 3 juta

Page 7: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 85

Organisasi Jenis Usaha Kriteria

Usaha Menengah

Jumlah karyawan maksimal 300 org

Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15

juta

Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta

Kementerian

Koperasi

dan UKM

(Undang-

undang No.

20 tahun

2008)

Usaha Kecil

Kekayaan Bersih (tidak termasuk tanah &

bangunan) Lebih dari Rp. 50 juta sampai

dengan paling banyak Rp. 500 juta

Hasil Penjualan Tahunan (Omset/tahun)

Lebih dari Rp.300 juta sampai dengan

paling banyak Rp. 2,5 Milyar

Usaha Menengah

Kekayaan Bersih (tidak termasuk tanah &

bangunan) Lebih dari Rp. 500 juta sampai

dengan paling banyak Rp. 10 Milyar

Hasil Penjualan Tahunan (Omset/tahun)

Lebih dari Rp. 2,5 Milyar sampai dengan

paling banyak Rp. 50 Milyar

Sumber : Bank Indonesia; http://infoukm.wordpress.com (diolah)

Sebagai acuan utama pengertian UKM pada kajian ini mengacu pada Undang-

undang UKM Nomor 20 Tahun 2008, yaitu:

1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau

badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro. Kriteria

Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

atau

memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00

(tiga ratus juta rupiah).

2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,

atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha

Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil.

Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga

ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00

(dua milyar lima ratus juta rupiah).

Page 8: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 86

3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung

dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih

atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

ini. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00

(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha; atau

memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua

milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak

Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

4) Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan

usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih

besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara

atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan

ekonomi di Indonesia.

BERBAGAI KAJIAN TERDAHULU TENTANG UKM

Susilo et al., (2008) melakukan kajian masalah dan kinerja industri kecil di

Kabupaten Bantul Provinsi DIY. Survei dilakukan terhadap 100 pengusaha yang

tergolong industri skala kecil dan menengah (IKM). Hail kajian tersebut

menjelaskan bahwa masalah utama yang dihadapi oleh pengusaha adalah

ketidakmampuan memenuhi kewajiban finansial terhadap pihak lain dan

keterbatasan untuk menambah modal. Masalah lain yang dihadapi adalah

menurunnya hasil produksi dan pemasaran hasil produksi. Dengan indikator

kinerja tingkat produksi maka sebagian besar unit usaha (65%) mengalami

penurunan, sedangkan 23% produksinya tetap, dan sebanyak 12% mengalami

peningkatan. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa para pengusaha pada skala IKM

memiliki kerentanan yang tinggi terhadap berbagai sumber goncangan. Adanya

bencana gempa bumi berdampak cukup besar terhadap kemampuan finansial

perusahaan.

Tarigan dan Susilo (2008) melakukan kajian masalah dan kinerja industri kecil

pada industri kerajinan perak di Kota Yogyakarta. Dari hasil kajian tersebut dapat

diberikan kesimpulan bahwa, pengusaha/pengrajin perak menghadapi

permasalahan yang terkait dengan terganggunya kegiatan produksi karena adanya

kerusakan bangunan serta prasarana produksi, terganggunya proses produksi

menyebabkan berkurangnya jumlah produksi yang berimplikasi pada kemampuan

melayani permintaan, dan penurunan permintaan pada gilirannya akan

Page 9: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 87

mengurangi pendapatan dan berimplikasi pada kemampuan memenuhi kewajiban

finansial.

Dalam hal perbedaan masalah yang dihadapi tergantung dari jenis dan

karaketristik industri kecil. Ada yang menyatakan masalah pokok yang dihadapi

adalah kemampuan bersaing di pasar, pemasaran produk, dan ketersediaan tenaga

kerja terampil. Dalam hal dinamika usaha, persamaan diantara mereka terutama

dalam diversifikasi produk. Pengusaha industri kecil melakukan diversifikasi dari

sisi bahan baku dan hasil produksi. Perbedaan dinamika usaha terjadi dalam hal

diversifikasi usaha. Pengusaha industri kecil melakukan diversifikasi usaha yang

berbeda sama sekali dengan usaha sebelumnya, namun juga ada yang melakukan

diversifikasi usaha yang terkait dengan usaha sebelumnya (Ali dan Swiercz,

1991).

Susilo dan Krisnadewara (2007) menyatakan bahwa, berdasarkan hasil riset yang

mereka lakukan tentang strategi bertahan industri pasca gempa di Yogyakarta,

strategi yang bisa diterapkan untuk pengembanga UKM adalah berproduksi

dengan fasilitas / peralatan terbatas, berproduksi dengan jumlah bahan baku

terbatas, berproduksi dengan jumlah tenaga kerja terbatas, berproduksi dengan

modal finansial terbatas, membuka shoow-room/outlet, melakukan usaha

sampingan. Rekomendasi dari hasil kajian in berkaitan dengan upaya percepatan

pemulihan kembali untuk berusaha adalah dengan melakukan kegiatan produksi

kembali yang menekankan pada tambahan modal. Dengan tambahan modal maka

berbagai keterbatasan dalam kegiatan produksi dapat diatasi, sehingga kegiatan

produksi akan lebih lancar sehingga dapat meningkatkan pendapatan.

Menurut Priyono (2004), pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep

pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Dalam kerangka

pikiran itu, upaya memberdayakan masyarakat, dapat dilihat dari tiga sisi.

Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi

masyarakat berkembang (enabling). Di sini titik tolaknya adalah pengenalan

bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat

dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya,

karena, kalau demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk

membangun daya itu, dengan mendorong memotivasikan dan membangkitkan

kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk

mengembangkannya.

Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat

(empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain

dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-

langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta

pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat

Page 10: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 88

masyarakat menjadi makin berdaya. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi

masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum yang berlaku

untuk semua, tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.

Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses

pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena

kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan

dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep

pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi

dari interaksi. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya

persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.

Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung

pada berbagai program pemberian (charity) karena pada dasarnya setiap apa yang

dinikmati, harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertukarkan

dengan pihak lain. Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah memandirikan

masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri

ke arah kehidupan yang lebih baik secara sinambung. Permberdayaan ekonomi

rakyat adalah tanggung jawab pemerintah. Akan tetapi, juga merupakan tanggung

jawab masyarakat, terutama mereka yang telah lebih maju, karena telah terlebih

dahulu memperoleh kesempatan bahkan mungkin memperoleh fasilitas yang tidak

diperoleh kelompok masyarakat lain.

Studi yang dilakukan oleh International Labour Organization (ILO) seperti

dikemukakan dalam Sethuraman (1993), dijelaskan bahwa aktivitas-aktivitas

UKM tidak terbatas pada pekerjaan-pekerjaan tertentu, tetapi bahkan juga meliputi

berbagai aktivitas ekonomi yang antara lain ditandai dengan: mudah untuk

dimasuki, bersandar pada sumberdaya lokal, usaha milik sendiri, opersinya dalam

skala kecil, padat karya dan teknologinya bersifat adaptif, ketrampilan dapat

diperoleh di luar sistem sekolah formal, dan tidak terkena langsung oleh regulasi

dan pasarnya bersifat kompetitif. Studi yang dilakukan ILO ini menyebutkan

sektor UKM punya ciri: ukuran usaha kecil, kepemilikan keluarga, intensif tenaga

kerja, status usaha individu, tanpa promosi, dan tidak ada hambatan masuk.

Menurut Chris Manning, dkk (1991) sektor UKM adalah bagian dari sistem

ekonomi kota dan desa yang belum mendapatkan bantuan ekonomi dari

pemerintah atau belum mampu menggunakan bantuan yang telah disediakan atau

telah menerima bantuan tetapi belum sanggup dikembangkan. Sektor UKM di

Indonesia, umumnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Kegiatan usaha tidak

terorganisasikan secara baik, karena timbulnya unit usaha tidak mempergunakan

fasilitas/kelembagaan yang tersedia, tidak nmempunyai izin usaha, pola kegiatan

usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam kerja, pada umunya

kebijakan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai ke

sektor ini. Pada umumnya UKM di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai

Page 11: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 89

permasalahan yeng menghambat kegiatan usahnya. Berbagai hambatan etrsebut

meliputi kesulitan pemasaran, keterbatasan finansial, keterbatasan SDM

berkualitas, masalah bahan baku, keterbatasan teknologi, infrastruktur pendukung

dan rendahnya komitmen pemerintah.

KERANGKA ANALISIS

Kajian ini merupakan penelitian kebijakan (policy research) yang bertujuan untuk

menggali berbagai informasi berkaitan dengan dinamika UKM dalam rangka

memberikan rekomendasi kebijakan pengembangannya. Berbagai hal berkaitan

lokasi, metode sampling, tahapan kerja dan metode analisis dijelaskan sebagai

berikut.

1. Data

Data yang dibutuhkan dalam studi ini adalah data primer. Data primer diperoleh

dengan survei lapangan yang menggunakan semua metode pengumpulan data dari

sumber aslinya. Kajian ini mencakup wilayah kabupaten Bantul Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta (DIY), khususnya pada daerah-daerah sentra industri. Dalam

kajian ini data primer dikumpulkan hasil wawancara dengan pengusaha / pengrajin

industri kecil dan berbagai pihak yang telah dipilih menjadi sampel sebagai

responden. Responden dalam studi adalah para pelaku dari berbagai jenis UKM

produktif yang muncul dari tahap analisis data sekunder. Pada survei jumlah

responden yang dijadikan responden adalah 82 UKM di Kabupaten Bantul.

Sampel diambil secara purposive sampling.

2. Tahap-Tahap Analisis

Analisis pada kajian ini dilakukan melalui analisis data primer dari hasil survei

kepada para pelaku UKM yang berlokasi di Kabupaten Bantul, Provinsi DI

Yogyakarta. Kajian ini dilakukan dalam beberapa tahapan analisis sebagai berikut:

Gambar 1. Tahap-Tahap Analisis

Tahap inventarisasi

masalah

Survei lapangan

Proses Analisis

Statistik Deskriptif

Perumusan Strategi

Pengembangan

Rekomendasi Strategi

Pengembangan

Page 12: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 90

3. Metode Analisis

Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan statistik deskriptif.

Analisis ini memberikan gambaran pola-pola yang konsisten dalam data, sehingga

hasilnya dapat dipelajari dan ditafsirkan secara singkat dan mendalam berdasarkan

hasil analisis deskriptif (Kuncoro, 2003). Dalam analisis deskriptif dilakukan

interprestasi atas data dan hubungan yang ada dalam penelitian tersebut. Di

samping itu juga dilakukan komparasi antara hasil penelitian dengan hasil-hasil

penelitian terkait dan dilakukan korelasi antara hasil-hasil penelitian tersebut

dengan teori atau konsep yang relevan. Selanjutnya analisis secara deskriptif dapat

juga dilakukan dengan teknik statistik yang relatif sederhana, seperti misalnya

menggunakan tabel, grafik, dan prosentase komulatif. Dengan mengacu pada

pengertian analisis deskriptif tersebut maka sekalipun metode analisis yang

digunakan dalam riset ini relatif sederhana, namun dapat menjawab tujuan

penelitian dalam perumusan rekomendasi kebijakan.

TEMUAN KAJIAN DAN REKOMENDASI STRATEGI

PENGEMBANGAN

Survei yang dlakukan di kbaupaten Bantul, Jogjakarta ini meliputi tiga besar

kelompok industri kecil dan menengah, yaitu kelompok industri bidang mebel,

kerajinan kulit, dan industri pengolahan makanan yang berjumlah 81 unit usaha.

Dari hasil survei diperoleh data-data yang dipaparkan pada tabel - tabel berikut.

Tabel 2. Kelompok Usaha

Jenis Usaha Jumlah %

Kerajinan Kayu, Meubel,

Rotan, Bambu 52 68,85

Kerajinan Kulit 16 16,39

Pengolah Makanan 13 14,75

Sarana dan prasarana yang meliputi jalan raya, listrik, air, telekomunikasi

merupakan faktor penting yang mendukung usaha. Dari hasil survei menunjukkan

bahwa hanya sekitar 15 % dari total sampel yang mengatakan bahwa kualitas

sarana dan prasarana baik, sedangkan 60 % mengatakan cukup. Ini menunjukkan

bahwa sarana baru merupakan fakor yang mampu mendukung iklim usaha dalam

arti minimalis, belum mampu menjadi daya dukung yang optimal.

Adapun fasilitas fisik yang sangat diperlukan oleh sebagian besar pegusaha adalah

lahan usaha dan bangunan usaha untuk meningkatkan kegiatan usaha mereka. Ini

berarti bahwa perlu adanya regulasi dari peemrintah untuk menyediakan area-area

yang diperuntukkan bagi sentra-sentra pengembangan usaha (spasial) sehingga

akan menjamin pula kelangsungan usaha mereka. Kebijakan tata ruang merupakan

faktor yang sangat penting. Hal ini dapat dilihat pula bahwa usaha-usha kecil yang

ada di Jogjakarta berbaur dengan perumahan untuk kediaman temapt tinggal.

Page 13: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 91

Tabel 3. Persepsi Pengusaha tentang Kualitas Prasarana

Penilaian Jumlah Persentase Komulatif

Sangat Baik 5 1,63 1,63

Baik 13 14,75 16,39

Cukup 41 60,65 77,04

Kurang 15 18,03 95,08

Sangat Kurang 7 4,91 100

81

Tabel 4. Fasilitas yang Dibutuhkan

Jumlah %

Lahan Usaha 31 42,62

Bangunan 18 21,31

Kepastian Usaha 23 29,50

Lainya 9 6,55

Total 81

Tabel 5. Harapan Kemudahan dari Pemerintah

No Kemudahan-kemudahan yang di Harapkan dari Pemerintah

1 Bantuan modal usaha dengan persyaratan ringan

2 Jaminan dalam mendapatkan kredit ringan

3 Promosi iklan gratis, memberikan orderan gratis

4 Kemudahan memperoleh kredit, pengurusan administrasi usaha

5 Pajak dikurangi, Fasilitas kredit

6 Kredit lunak dan cepat

7 Memberikan perhatian kepada industri ini

8 Dana UKM terealisasikan merata

9 Jadi mitra pemerintah dlm pengadaan barang, dipasarkan oleh pemerintah

10 Bunga stabil & tidak mati lampu

11 Lebih memperhatikan sektor kecil

12 Bantuan KUR dipermudah

13 Agar dapat orderan proyek dari pemerintah

14 Bantuan dana dari pemerintah

15 Pemerintah bekerja sama dengan bank untuk mempermudah usaha

Sumber: Hasil Wawancara

Fasilitas lain berupa dana juga merupakan faktor yang tidak mendukung usaha.

Sekitar 56 % pengusaha mengatakan bahwa tingkat bunga mahal. Mereka

berharap ada kebijakan dari pemerintah untuk memberikan subsidi tingkat bunga

sehingga tidak membebani mereka. Dilihat dari persepsi mereka menunjukkan

bahawa cost of capital masih mahal. Ini mendukung adanya high cost economy di

Jogjakarta. Dilihat dari beban biaya yang harus dikeluarkan, maka porsi yang

Page 14: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 92

terbesar ada pada mahalnya bahan baku yang mencapai 32%, sedangkan tenaga

kerja dan bahan bakar masing-masing hanya 23 dan 21 persen.

Dilihat dari jumlah konsumen yang membeli produk mereka, rata-rata lebih dari

50 orang mencapai lebih dari 50 % dari total sampel. Ini merupakan angka yang

tinggi bagi sebuah industri kecil. Tetapi prestasi ini tidak mendukung adanya

jaminan kelangsungan usaha mereka. Hanya sekitar 25 % dari mereka yang

mengatakan bahwa usaha mereka masih berjalan lebih dari 10 tahun. Sekitar 58 %

dari mereka mengatakan bahwa usaha mereka akan berhenti pada kurun wakt

kurang dari 10 tahun. Bahkan ada sekitar 24 % dari mereka akan terancam

usahanya pada kurun waktu kurang dari 5 tahun. Ini berkorelasi pula dengan

tingkat persaingan usaha. Sekitar 75 % menyatakan bahawa persaingan usaha

cukup ketat.

Beberapa informasi tersebut ternyata tidak membuat pengusaha pesimis. Sebagin

besar dari mereka mengatakan bahwa prospek usaha masih baik, dan 90 persen

dari mereka berminat mengembangkan usaha. Namun demikian ada beberapa hal

yang menjadi hambatan mereka. Hasil kajian tenatng hambatan tersebut

dipaparkan pada tabel 11. Namun hal penting yang perlu dikemukakan adalah

perlunya regulasi dari pemerintah yang meliputi perbaikan sarana dan prasarana,

akses perbankan dan perbaikan iklim ekonomi yang lebih baik.

Tabel 6. Komponen Biaya Operasional Usaha

Item Jumlah % Komulatif

Tenaga

Kerja 19 22,95 22,95

Bahan Baku 37 52,45 75,40

Bahan Bakar 18 21,31 96,72

Lainnya 7 3,27 100

81

Tabel 7. Kemudahan Kredit yang Diharapkan

Item Jumlah %

Plafond 9 8,19

Tingkat Bunga 38 55,73

Jangka Waktu 12 13,11

Proses

Pengajuan 7 4,91

Lainnya 15 18,03

81

Page 15: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 93

Tabel 8 Kendala/Hambatan dan Keinginan Kepada Perbankan

Kendala/Hambatan berkaitan dengan

Modal/Pendanaan

Keinginan Kepada Perbankan dalam

Hal Modal/Pendanaan

Orderan tidak sebanding dengan Dana kredit bahan baku

Modal sedikit, perkembangan usahanya

susah Dipanjar dari konsumen

Jaminan / Agunan Pinjaman kredit lunak

Lambatnya Modal Pinjam / gadai

Tidak ada karena memakai modal sendiri tidak ada

semakin lama perusahaan membutuhkan

dana besar, sedangkan modal terbatas

buka cek mundur, kepercayaan toko krn

didampingi bank

Pinjaman susah kredit lunak

harga bahan baku naik proses cepat dan mudah

penambahan alat yang harganya mahal

banyak persyaratan

sulit mendapatkan modal

harga bahan yang tidak stabil

belum ada hambatan

kurangnya panjar dr konsumen untuk

material

banyak perusahaan

karena kurangnya modal, banyak pesanan

yg tdk bisa di buat

terlalu banyak persyaratan dan rumit

bunga bank tinggi

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan

Tabel 9. Rerata Konsumen Yang Membeli Produk

Jumlah

Konsumen

(Orang)

Jumlah

%

Komulatif

<20 11 11,47 11,47

20 - 50 26 36,06 47,54

50 - 70 10 9,83 57,37

70 - 100 13 14,75 72,13

>100 21 27,86 100

81

Penyediaan lapangan ekrja merupakan masalah utama bagi peningkatan

kesejahteraan masyarakat. UKM memiliki pernan penting dalam penyediaan

Page 16: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 94

lapangan kerja. Hasil survei di Jogjakarta ini menunjukkan bahwa sebagian besar

usaha kecil hanya menggunakan tenaga kerja sejumlah 10 atau kurang, sekitar 16

persen menggunakan 10-20 orang dan hanya sekitar 16 persen saja yang mampu

menampung lebih dari 20 orang. Untuk meningkatkan skala usaha dan

meningkatkan penggunaan tenaga ekrj tentu dipengaruhi oleh banyak faktor yang

meliputi pemasaran produk, kemampuan usaha dan invesstasi baru.

eberapa informasi tersebut ternyata tidak membuat pengusaha pesimis. Sebagin

besar dari mereka mengatakan bahwa prospek usaha masih baik, dan 90 persen

dari mereka berminat mengembangkan usaha. Namun demikian ada beberapa hal

yang menjadi hambatan mereka. Hasil kajian tenatng hambatan tersebut

dipaparkan pada tabel 11. Namun hal penting yang perlu dikemukakan adalah

perlunya regulasi dari pemerintah yang meliputi perbaikan sarana dan prasarana,

akses perbankan dan perbaikan iklim ekonomi yang lebih baik.

Tabel 10. Penggunaan Tenaga Kerja

Lama Jumlah % Komulatif

< 5 orang 18 21,31 21,31

5 - 10 orang 29 39,34 60,65

10 – 20 orang 15 16,39 77,05

> 20 orang 19 22,95 100

81

Tabel 11. Kendala/Hambatan dalam Tenaga Kerja

Kendala / Hambatan Cara Mengatasi Kendala / Himbauan

Pengetahuan atau skiil Mengikuti training

Skill & SDM tidak sesuai dengan

pimpinan Belajar sendiri

SDM kurang Tidak ada

Tenaga kerja sering menghilang/ bolos Menyimpan tanda pngenal

Kendalanya malas

Memberi upah perhari & memproduksi

sesuai tenaga kerja yang ada

Borongan diluar susah diperoleh Cari model baru

Kinerja menurun, disiplin kurang Gaji persenan

Skill Dibina dengan sabar

Kekurangan tenaga kerja Perpanjangan waktu pemesanan

Faktor gaji saat deadline Pembagian gaji

Tidak biasa kerja berat Dimaksimalkan yang ada

Ada kesibukan lain Tenggang waktu diperpanjang

Produktivitas menurun Tidak ada

Kekurangan karyawan Mencari karyawan baru

Kendalanya harus mengajar kembali Training

Page 17: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 95

Kendala / Hambatan Cara Mengatasi Kendala / Himbauan

karyawan baru

Kesehatan pekerja, disiplin menurun Memberikan bonus

Karyawan sering pergi Melakukan pekerjaan sendiri

Kreatifitas kurang Langsung dilatih

Sumber: Hasil Wawancara

Tabel 12. Pendapat Pengusaha tentang Prediksi Kelangsungan Usahanya

Lama Jumlah % Komulatif

< 5 th 21 26,22 26,22

5 - 10 th 24 31,14 57,37

> 10 th 20 24,59 81,96

lainya 16 18,03 100

81

Tabel 13. Tingkat Persaingan Usaha

Item Jumlah % Komulaitf

Sangat Ketat 15 18,03 18,03

Ketat 12 13,11 31,14

Cukup Ketat 31 44,26 75,40

Kurang Ketat 17 21,31 96,72

Sangat

Longgar 6 3,27 100

81

Tabel 14. Pendapat Pengusaha Tentang Rencana Usaha

Prospek Baik?

Mengembangkan

Usaha?

Ingin Pindah

Usaha?

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Jumlah 59 22 65 16 24 57

% 80,32 19,67 90,16 9,83 22,95 77,04

Dari perusahaan-perusahaan di daerah penelitian sebagian besar responden

menjawab pentingnya inovasi dalan usaha guna meningkatkan keuntungan atau

sekedar mempermudah usaha. Dari Gambar 2, Responden yang melakukan

Inovasi sebanyak 62 (84%) responden dan yang tidak melakukan sebanyak 20

(16%) responden. Penerapan inovasi dalam bentuk teknologi tanpa disertai dengan

keahlian tenaga kerja bukan jaminan untuk meningkatkan efisiensi perusahaan.

Page 18: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 96

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan

Gambar 2. Aspek Inovasi Yang Dilakukan Responden

Pada Tabel 13. terlihat jelas kendala responden dalam pemanfaatan teknologi

masih kurang, baik itu kurang pahamnya responden dalam teknologi atau faktor

dari kegunaannya dalam usaha, bahkan kurangnya dana dalam menggunakan

internet.

Tabel 15. Hambatan / Kendala Dalam Pemanfaatan Teknologi Informasi

Hambatan / Kendala Cara mengatasi Hambatan / Kendala

Belum tersedinya teknologi Memberikan apa adanya

Harganya masih mahal biaya produksi dikurangi &

meningkatkan produk

Biaya Untuk akses Internet Dipakai sesuai kebutuhan

Rusak Memperbanyak referensi dalam

mengakses

Banyak konsumen kurang percaya

dengan internet

Membeli bekas

Pengaruh model Tidak ada

Tidak ada operator Perbaiki manajemen

Dianggap belum perlu Belajar sendiri

Kurangnya keahlian karyawan

menggunakan komputer

Secara manual

Masih jarang di gunakan Pelatihan

Pengalaman masih rendah, sering rusak Secara manual

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan

Page 19: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 97

Berbagai kendala masih bisa diatasi dengan penggantian bahan baku dengan harga

yang sama, kemudian faktor cuaca serta lokasi juga menghambat responden dalam

memperoleh bahan baku.namun semua kendala dan hambatan dalam hal ini masih

bisa diatasi responden.

Tabel 16. Kendala/Hambatan dalam hal Bahan Baku

Kendala/Hambatan dalam hal Bahan

Baku

Cara Mengatasi Kendala/Hambatan

Kendala pd uang cash Kredit

Keterlambatan pasokan bahan baku Mempercepat pesanan bahan baku

Distribusi bahan baku yang terhambat,

mahalnya bahan baku

Mempercepat bahan baku, meningkatkan

harga produk

Persediaan terbatas pada satu jenis Memesan lebih awal

Harganya cukup tinggi Menambah persediaan

Cuaca mempengaruhi pasokan bahan Jadwal mundur

Ingin membeli bahan baku tapi kekurangan

modal

Memberikan informasi kepada pelanggan

bila tidak ada bahan

Harga tidak stabil Model di ganti

Penjemuran dimusim hujan sulit dilakukan Pengadaan persiapan bahan

Sumber: Hasil Wawancara

Menurut responden pada daerah penelitian untuk penggunaan peralatan produksi.

Responden yang menjawab pentingnya peralatan produksi dimana 54 responden

memiliki peralatan produksi yang baru, sedangkan peralatan produksi bekas

sebanyak 2 responden, responden yang menggunakan peralatan produksi

campuran sebanyak 4 responden dan responden yang menjawab belum tahu

sebanyak 2 responden.

Tabel 17. Kendala/Hambatan dalam Peralatan Produksi

Kendala / Hambatan Produksi Cara Mengatasi Kendala / Hambatan

Produksi

Harga mesin mahal Mengganti dengan merk lain

Harga mesin mahal cari yang lebih terjangkau

Mesin dari cina cepat rusak Melakukan izin usaha

Harga mesin mahal Pemeliharaan

Suku cadang mesin susah diperoleh &

mahal Diservis alat yang rusak

Dana untuk beli baru Memperbaiki sendiri

Alatnya sudah tua Diservis

Penggunaanya rumit Cari pengganti suku cadang

Mesin sering rusak Cari pengganti suku cadang

Kadang tidak ada spare part Menjaga & merawat alat tersebut

Page 20: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 98

Kendala / Hambatan Produksi Cara Mengatasi Kendala / Hambatan

Produksi

Kabel sering putus Servis

Belum ada kendala Cari pengganti suku cadang

Sumber: Hasil Pengamatan Lapangan

Rekomendasi Strategi Pengembangan UKM

Dari berbagai konsep mengenai pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi,

berikut beberapa pilihan strategi yang dilakukan dalam pemberdayaan UKM,

yaitu:

1. Kemudahan dalam Akses Permodalan

Salah satu permasalahan yang dihadapi UKM adalah aspek permodalan.

Lambannya akumulasi kapital di kalangan pengusaha mikro, kecil, dan menengah,

merupakan salah satu penyebab lambannya laju perkembangan usaha dan

rendahnya surplus usaha di sektor usaha mikro, kecil dan menengah. Faktor modal

juga menjadi salah satu sebab tidak munculnya usaha-usaha baru di luar sektor

ekstraktif. Oleh sebab itu dalam pemberdayaan UKM pemecahan dalam aspek

modal ini penting dan memang harus dilakukan.

Yang perlu dicermati dalam usaha pemberdayaan UKM melalui aspek permodalan

ini adalah: (1) bagaimana pemberian bantuan modal ini tidak menimbulkan

ketergantungan; (2) bagaimana pemecahan aspek modal ini dilakukan melalui

penciptaan sistem yang kondusif baru usaha mikro, usaha kecil, dan usaha

menengah untuk mendapatkan akses di lembaga keuangan; (3) bagaimana skema

penggunaan atau kebijakan pengalokasian modal ini tidak terjebak pada

perekonomian subsisten. Tiga hal ini penting untuk dipecahkan bersama. Inti

pemberdayaan adalah kemandirian masyarakat. Pemberian hibah modal kepada

masyarakat, selain kurang mendidik masyarakat untuk bertanggungjawab kepada

dirinya sendiri, juga akan dapat mendistorsi pasar uang. Oleh sebab itu, cara yang

cukup elegan dalam memfasilitasi pemecahan masalah permodalan untuk usaha

mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, adalah dengan menjamin kredit mereka

di lembaga kuangan yang ada, dan atau memberi subsidi bunga atas pinjaman

mereka di lembaga keuangan. Cara ini selain mendidik mereka untuk bertanggung

jawab terhadap pengembalian kredit, juga dapat menjadi wahana bagi mereka

untuk terbiasa bekerjasama dengan lembaga keuangan yang ada, serta

membuktikan kepada lembaga keuangan bahwa tidak ada alasan untuk

diskriminatif dalam pemberian pinjaman.

Sebelum krisis ekonomi tahun 1997, kredit Perbankan lebih banyak terkonsentrasi

pada kredit korporasi dan juga konsumsi dan hanya segelintir kredit yang

disalurkan ke sektor Usaha Kecil dan Menengah. Oleh karena itu, untuk

Page 21: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 99

meningkatkan kapasitas UKM ini, Perbankan harus menjadikan sektor ini sebagai

pilar terpenting perekonomian negeri. Bank diharapkan tidak lagi hanya memburu

perusahaan-perusahaan yang telah mapan, akan tetapi juga menjadi pelopor untuk

mengembangkan potensi perekonomian dengan menumbuhkan wirausahawan

melalui dukungan akses permodalan bagi pengembangan wirausaha baru di sektor

UKM. Perbankan harus meningkatkan kompetensinya dalam memberdayakan

Usaha Kecil-Menengah dengan memberikan solusi total mulai dari menjaring

wiraushawan baru potensial, membinanya hingga menumbuhkannya. Pemberian

kredit inilah satu mata rantai dalam pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah

secara utuh.

2. Bantuan Pembangunan Prasarana

Usaha mendorong produktivitas dan mendorong tumbuhnya usaha, tidak akan

memiliki arti penting bagi masyarakat, kalau hasil produksinya tidak dapat

dipasarkan, atau kalaupun dapat dijual tetapi dengan harga yang amat rendah.

Oleh sebab, itu komponen penting dalam usaha pemberdayaan UKM adalah

pembangunan prasarana produksi dan pemasaran. Tersedianya prasarana

pemasaran dan atau transportasi dari lokasi produksi ke pasar, akan mengurangi

rantai pemasaran dan pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan petani dan

pengusaha mikro, pengusaha kecil, dan pengusaha menengah. Artinya, dari sisi

pemberdayaan ekonomi, maka proyek pembangunan prasarana pendukung desa

tertinggal, memang strategis.

3. Pengembangan Skala Usaha

Pemberdayaan ekonomi pada masyarakat lemah, pada mulanya dilakukan melalui

pendekatan individual. Pendekatan individual ini tidak memberikan hasil yang

memuaskan, oleh sebab itu, semenjak tahun 80-an, pendekatan yang dilakukan

adalah pendekatan kelompok. Alasannya adalah, akumulasi kapital akan sulit

dicapai di kalangan orang miskin, oleh sebab itu akumulasi kapital harus

dilakukan bersama-sama dalam wadah kelompok atau usaha bersama. Demikian

pula dengan masalah distribusi, orang miskin mustahil dapat mengendalikan

distribusi hasil produksi dan input produksi, secara individual. Melalui kelompok,

mereka dapat membangun kekuatan untuk ikut menentukan distribusi.

Pengelompokan atau pengorganisasian ekonomi diarahkan pada kemudahan untuk

memperoleh akses modal ke lembaga keuangan yang telah ada, dan untuk

membangun skala usaha yang ekonomis. Aspek kelembagaan yang lain adalah

dalam hal kemitraan antar skala usaha dan jenis usaha, pasar barang, dan pasar

input produksi. Aspek kelembagaan ini penting untuk ditangani dalam rangka

pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Page 22: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 100

4. Pengembangan Jaringan Usaha, Pemasaran dan Kemitraan Usaha

Upaya mengembangkan jaringan usaha ini dapat dilakukan dengan berbagai

macam pola jaringan misalnya dalam bentuk jaringan sub kontrak maupun

pengembangan kluster. Pola-pola jaringan semacam ini sudah terbentuk akan

tetapi dalam realiatasnya masih belum berjalan optimal. Pola jaringan usaha

melalui sub kontrak dapat dijadikan sebagai alternatif bagi eksistensi UKM di

Indonesia. Meskipun sayangnya banyak industri kecil yang justru tidak memiliki

jaringan sub kontrak dan keterkaitan dengan perusahaan-perusahaan besar

sehingga eksistensinya pun menjadi sangat rentan. Sedangkan pola pengembangan

jaringan melalui pendekatan kluster, diharapkan menghasilkan produk oleh

produsen yang berada di dalam klaster bisnis sehingga mempunyai peluang untuk

menjadi produk yang mempunyai keunggulan kompetitif dan dapat bersaing di

pasar global.

Selain jaringan usaha, jaringan pemasaran juga menjadi salah satu kendala yang

selama ini juga menjadi faktor penghambat bagi Usaha Kecil Menengah untuk

berkembang. Upaya pengembangan jaringan pemasaran dapat dilakukan dengan

berbagai macam strategi misalnya kontak dengan berbagai pusat-pusat informasi

bisnis, asosiasi-asosiasi dagang baik di dalam maupun di luar negeri, pendirian

dan pembentukan pusat-pusat data bisnis UKM serta pengembangan situs-situs

UKM di seluruh kantor perwakilan pemerintah di luar negeri.

Penguatan ekonomi rakyat melalui pemberdayaan UKM, tidak berarti

mengalienasi pengusaha besar atau kelompok ekonomi kuat. Karena

pemberdayaan memang bukan menegasikan yang lain, tetapi give power to

everybody. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi adalah penguatan

bersama, dimana yang besar hanya akan berkembang kalau ada yang kecil dan

menengah, dan yang kecil akan berkembang kalau ada yang besar dan menengah.

Daya saing yang tinggi hanya ada jika ada keterkaiatan antara yang besar dengan

yang menengah dan kecil. Sebab hanya dengan keterkaitan produksi yang adil,

efisiensi akan terbangun. Oleh sebab itu, melalui kemitraan dalam bidang

permodalan, kemitraan dalam proses produksi, kemitraan dalam distribusi,

masing-masing pihak akan diberdayakan.

5. Pengembangan Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan faktor penting bagi setiap usaha termasuk juga

di sektor usaha kecil. Keberhasilan industri skala kecil untuk menembus pasar

global atau menghadapi produk-produk impor di pasar domestik ditentukan oleh

kemampuan pelaku-pelaku dalam industri kecil tersebut untuk mengembangkan

produk-produk usahanya sehingga tetap dapat eksis. Kelemahan utama

pengembangan usaha kecil menengah di Indonesia adalah karena kurangnya

ketrampilan sumber daya manusia. Manajemen yang ada relatif masih tradisional.

Page 23: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 101

Oleh karena itu dalam pengembangan usaha kecil menengah, pemerintah perlu

meningkatkan pelatihan bagi Usaha Kecil Menengah baik dalam aspek

kewiraswastaan, administrasi dan pengetahuan serta ketrampilan dalam

pengembangan usaha. Peningkatan kualitas SDM dilakukan melalui berbagai cara

seperti pendidikan dan pelatihan, seminar dan lokakarya, on the job training,

pemagangan dan kerja sama usaha. Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk

menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui

pengembangan kemitraan rintisan (Hafsah, 2004).

Selain itu, salah satu bentuk pengembangan sumber daya manusia di sektor UKM

adalah Pendampingan. Pendampingan UKM memang perlu dan penting. Tugas

utama pendamping ini adalah memfasilitasi proses belajar atau refleksi dan

menjadi mediator untuk penguatan kemitraan baik antara usaha mikro, usaha

kecil, maupun usaha menengah dengan usaha besar. Yang perlu dipikirkan

bersama adalah mengenai siapa yang paling efektif menjadi pendamping

masyarakat. Pengalaman empirik dari pelaksanaan IDT, P3DT, dan PPK, dengan

adanya pendamping, ternyata menyebabkan biaya transaksi bantuan modal

menjadi sangat mahal. Selain itu, pendamping eksitu yang diberi upah, ternyata

juga masih membutuhkan biaya pelatihan yang tidak kecil. Oleh sebab itu, untuk

menjamin keberlanjutan pendampingan, sudah saatnya untuk dipikirkan

pendamping insitu, bukan pendamping yang sifatnya sementara. Sebab proses

pemberdayaan bukan proses satu dua tahun, tetapi proses puluhan tahun.

6. Peningkatan Akses Teknologi

Penguasaan teknologi merupakan salah satu faktor penting bagi pengembangan

Usaha Kecil Menengah. Di negara-negara maju keberhasilan usaha kecil

menengah ditentukan oleh kemampuan akan penguasaan teknologi. Strategi yang

perlu dilakukan dalam peningkatan akses teknologi bagi pengembangan usaha

kecil menengah adalah memotivasi berbagai lembaga penelitian teknologi yang

lebih berorientasi untuk peningkatan teknologi sesuai kebutuhan UKM,

pengembangan pusat inovasi desain sesuai dengan kebutuhan pasar,

pengembangan pusat penyuluhan dan difusi teknologi yang lebih tersebar ke

lokasi-lokasi Usaha Kecil Menengah dan peningkatan kerjasama antara asosiasi-

asosiasi UKM dengan perguruan Tinggi atau pusat-pusat penelitian untuk

pengembangan teknologi UKM.

7. Mewujudkan iklim bisnis yang lebih kondusif

Perkembangan Usaha Kecil Menengah akan sangat ditentukan dengan ada atau

tidaknya iklim bisnis yang menunjang perkembangan Usaha Kecil Menengah.

Persoalan yang selama ini terjadi iklim bisnis kurang kondusif dalam menunjang

perkembangan usaha seperti terlihat dengan masih rendahnya pelayanan publik,

kurangnya kepastian hukum dan berbagai peraturan daerah yang tidak pro bisnis

merupakan bukti adanya iklim yang kurang kondusif. Oleh karena perbaikan

Page 24: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 102

iklim bisnis yang lebih kondusif dengan melakukan reformasi dan deregulasi

perijinan bagi UKM merupakan salah satu strategi yang tepat untuk

mengembangkan UKM. Dalam hal ini perlu ada upaya untuk memfasilitasi

terselenggaranaya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam

persaingan dan non diskriminatif bagi keberlangsungan dan peningkatan kinerja

UKM. Selain itu perlu ada tindakan untuk melakukan penghapusan berbagai

pungutan yang tidak tepat, keterpaduan kebijakan lintas sektoral, serta

pengawasan dan pembelaan terhadap praktek-praktek persaingan usahah yang

tidak sehat dan didukung penyempurnaan perundang-undangan serta

pengembangan kelembagaan.

PENUTUP

Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa usaha kecil dan menengah (UKM)

memiliki peranan penting dalam perkeonomian lokal daerah, khususnya dalam

menggerakkan aktivitas ekonomi regional dan penyediaan lapangan kerja di

Kabupaten Bantul.Namun demikian industri UKM masih menghadapi berbagai

masalah mendasar, yaitu masalah kualitas produk, pemasaran dan sustainability

usaha. Diperlukan berbagai kebijakan yang bersifat terobosan untuk memotong

mata rantai maslah yang dihadapi UKM, hususnya untuk mengatasi beberapa hal

yang menjadi hambatan dalam bidnag pengembangan produk dan pemasaran.

Adapun regulasi dari pemerintah yang diperlukan untuk memberikan peluang

berkembangnya UKM meliputi perbaikan sarana dan prasarana, akses perbankan

dan perbaikan iklim ekonomi yang lebih baik untuk mendukung dan

meningkatkan daya saing mereka serta untuk meningkatkan pangsa pasar.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A. dan Swiercz, P.M. (1991), “Firm Size and Export Behaviour: Lessons from

the Midwest,” Journal of Small Business Management, April.

Chris Manning, Tadjuddin Noer Effendi, Penyunting, (1991), Urbanisasi,

Pengangguran dan Sektor Informal di Kota, Yayasan Obor Indonesia,

Jakarta.

Disperindagkop dan UKM Provinsi DIY, (2009), Rencana Stratejik Dinas

Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta Tahun 2009 – 2013, Yogyakarta.

ILO, (1991), The Dilemma of the Informal Sector. Report of the Director General,

Part I, the 78th

Session of the International Labour Conference, Geneva

Kementrian Koperasi dan UKM, (2010), Renstra (Rencana Strategis) Kementrian

Koperasi dan UKM Tahun 2010 – 2014, Jakarta.

Kuncoro, Mudrajat, (2003), Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Penerbit

Erlangga, Jakarta.

Kuncoro, Mudrajad, (2004), Otonomi & Pembangunan Daerah: Reformasi,

Perencanaan, Strategi dan Peluang, Erlangga, Jakarta.

Page 25: Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah

Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif - 103

Priyono, Edy, (2004), Usaha Kecil Sebagai Strategi Pembangunan Ekonomi :

Berkaca Dari Pengalaman Taiwan, dalam Jurnal Analisis Sosial Volume 9

No. 2 Agustus 2004.

Sarosa, Wicaksono, (2000), “Menyoroti Sektor Informal Perkotaan,” Research and

Development Director Urban and Regional Development Institute (URDI)

diakses pada 7 Agustus 2004 dari http://www.urdi.org/urdi/bulletin/volume-

12a.php

Sethuraman., S.U., (1993), The Urban Informal Sector in Developing Countries,

International Labor Organization, Jenewa

Susilo, S.Y., dan Krisnadewara, P.D., (2007), “Strategi Bertahan Industri Kecil

Pascagempa Bumi di Yogyakarta”, Ekonomi dan Bisnis, Vol. 9 No. 2, Juni

2007, hal. 127 – 146

Susilo, S.Y., (2007), Masalah dan Dinamika Usaha Kecil: Studi Empiris Pedagang

Klithikan di Alun-alun Selatan Yogyakarta, Jurnal Ekonomi, Vol. 12 No. 01

Maret 2007, hal. 64 - 77

Susilo, S.Y., Krisnadewara, P.D., dan Soeroso, A., (2008), ”Masalah dan Kinerja

Industri kecil Pascagempa: Kasus di Kabupaten Klaten (Jateng) dan

Kabupaten Bantul (DIY)”, Jurnal Akuntansi Bisnis dan Manajemen, Vol. 15

No. 2, Agustus 2008, hal. 271 – 280

Tambunan, Tulus (2000), Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia,

Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya.

Tambunan, Tulus (2003), Perkembangan UKM dalam Era AFTA: Peluang,

Tantangan, Permasalahan dan Alternatif Solusinya. Paper Diskusi pada

Yayasan indonesia Forum

Tambunan, T.T.H., (2008), “Masalah Pengembangan UKM di Indonesia: Sebuah

Upaya Mencari Jalan Alternatif”, Makalah, diakses dari http://www.kadin-

indonesia.or.id pada tanggal 1 Mei 2010

Tarigan, Y.P., dan Sri Susilo, Y., (2008), “Masalah dan Kinerja Industri Kecil

Pascagempa: Kasus Pada Industri Kerajinan Perak Kotagede Yogyakarta”,

Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen, Vol. 8 No. 2, Mei 2008, hal. 188 –

199

Todaro., M. P, (2000), Economic Development, Sevent Edition, Massachusetts

UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

www.depkop.go.id

www.bps.go.id