Top Banner
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan akan penggunaan teknologi satelit berkembang pesat setiap tahunnya di seluruh belahan dunia. Hal ini meningkatkan persaingan teknologi dan aplikasi yang diciptakan. Tidak terkecuali di wilayah regional Asia dan pasifik yang telah banyak menggunakan teknologi satelit untuk misi telekomunikasi, penginderaan jauh (remote sensing) dan sains (Science). Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau 13.466, luas daratan 1.922.570 km 2 dan luas perairan 3.257.483 km 2 (peta NKRI, BIG) telah menjadi pengguna teknologi satelit sejak tahun 1976 dengan meluncurkan satelit PALAPA dan merupakan Negara pertama di Asia yang menggunakan teknologi satelit untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi. Kondisi wilayah Indonesia yang spesifik tersebut menjadikan tingkat kebutuhan akan teknologi ini menjadi sangat tinggi dibandingkan beberapa Negara lain. Dengan perkembangan era digital, kebutuhan akan teknologi satelit tidak hanya sebagai alat bantu komunikasi saja tetapi telah dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi seperti satelit penginderaan jauh untuk observasi dan monitoring wilayah pertanian, perkebunan, perkotaan, hutan, pesisir juga lautan untuk berbagai kebutuhan, aplikasi teknologi satelit untuk pengamatan atmosphere, prediksi cuaca antariksa dan iklim (satelit cuaca), satelit navigasi, satelit ilmiah dan satelit komunikasi. Perkembangan industri satelit dunia yang terus meningkat setiap tahunnya dengan pertumbuhan tahun 2016 sebesar 2% dan revenue $261 miliyar (SIA 2017) menunjukan tren kebutuhan penggunaan teknologi ini terus meningkat tidak saja bagi negara maju yang memproduksi dan menggunakannya tetapi juga bagi Negara-negara berkembang. Seiring dengan perkembangan teknologi satelit yang semakin terbuka, tren dalam sepuluh tahun terakhir memperlihatkan bahwa produksi satelit mengarah pada teknologi satelit berukuran kecil (nano dan micro). Pada gambar 1 memperlihatkan bahwa komersialisasi teknologi satelit mikro meningkat dan menjadi tren dimana dari 126 buah satelit yang diluncurkan pada tahun 2016, sebanyak 46 satelit atau 37% adalah satelit mikro yang umumnya membawa misi observasi bumi komersial (SIA 2017). Sehingga walaupun dengan kemampuan anggaran, SDM dan fasilitas yang terbatas, sangat dimungkinkan melakukan pengembangan satelit kecil secara mandiri. Dengan kemandirian tersebut maka sistem satelit yang dikembangkan akan dapat memenuhi standar keamanan data dan aplikasinya yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan penggunanya. Sejak tahun 2003, melalui Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Indonesia telah berupaya mengembangkan satelit mikro baik mandiri maupun berkolaborasi dengan Negara maju. Salah satu hasil kolaborasi teknologi tersebut adalah diluncurkannya satelit mikro pertama Indonesia yang diberi nama LAPAN-TUBSAT yang merupakan hasil kolaborasi teknologi dengan TU-Berlin German pada tahun 2007 dan telah menghasilkan ribuan data video dan citra wilayah Indonesia yang diambil dari ketinggian 630 km dari permukaan bumi (Judianto 2013b). Satelit eksperimen berukuran mikro pertama Indonesia ini membuka babak baru dalam merintis kembali penguasaan teknologi satelit secara
7

Strategi pengembangan industri satelit mikro nasional

Oct 18, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Strategi pengembangan industri satelit mikro nasional

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan akan penggunaan teknologi satelit berkembang pesat setiap

tahunnya di seluruh belahan dunia. Hal ini meningkatkan persaingan teknologi

dan aplikasi yang diciptakan. Tidak terkecuali di wilayah regional Asia dan

pasifik yang telah banyak menggunakan teknologi satelit untuk misi

telekomunikasi, penginderaan jauh (remote sensing) dan sains (Science).

Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

pulau 13.466, luas daratan 1.922.570 km2

dan luas perairan 3.257.483 km2

(peta

NKRI, BIG) telah menjadi pengguna teknologi satelit sejak tahun 1976 dengan

meluncurkan satelit PALAPA dan merupakan Negara pertama di Asia yang

menggunakan teknologi satelit untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi.

Kondisi wilayah Indonesia yang spesifik tersebut menjadikan tingkat kebutuhan

akan teknologi ini menjadi sangat tinggi dibandingkan beberapa Negara lain.

Dengan perkembangan era digital, kebutuhan akan teknologi satelit tidak hanya

sebagai alat bantu komunikasi saja tetapi telah dimanfaatkan untuk berbagai

aplikasi seperti satelit penginderaan jauh untuk observasi dan monitoring wilayah

pertanian, perkebunan, perkotaan, hutan, pesisir juga lautan untuk berbagai

kebutuhan, aplikasi teknologi satelit untuk pengamatan atmosphere, prediksi

cuaca antariksa dan iklim (satelit cuaca), satelit navigasi, satelit ilmiah dan satelit

komunikasi. Perkembangan industri satelit dunia yang terus meningkat setiap

tahunnya dengan pertumbuhan tahun 2016 sebesar 2% dan revenue $261 miliyar

(SIA 2017) menunjukan tren kebutuhan penggunaan teknologi ini terus meningkat

tidak saja bagi negara maju yang memproduksi dan menggunakannya tetapi juga

bagi Negara-negara berkembang. Seiring dengan perkembangan teknologi satelit

yang semakin terbuka, tren dalam sepuluh tahun terakhir memperlihatkan bahwa

produksi satelit mengarah pada teknologi satelit berukuran kecil (nano dan micro).

Pada gambar 1 memperlihatkan bahwa komersialisasi teknologi satelit mikro

meningkat dan menjadi tren dimana dari 126 buah satelit yang diluncurkan pada

tahun 2016, sebanyak 46 satelit atau 37% adalah satelit mikro yang umumnya

membawa misi observasi bumi komersial (SIA 2017). Sehingga walaupun dengan

kemampuan anggaran, SDM dan fasilitas yang terbatas, sangat dimungkinkan

melakukan pengembangan satelit kecil secara mandiri. Dengan kemandirian

tersebut maka sistem satelit yang dikembangkan akan dapat memenuhi standar

keamanan data dan aplikasinya yang disesuaikan dengan kebutuhan dan

kemampuan penggunanya.

Sejak tahun 2003, melalui Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

(LAPAN), Indonesia telah berupaya mengembangkan satelit mikro baik mandiri

maupun berkolaborasi dengan Negara maju. Salah satu hasil kolaborasi teknologi

tersebut adalah diluncurkannya satelit mikro pertama Indonesia yang diberi nama

LAPAN-TUBSAT yang merupakan hasil kolaborasi teknologi dengan TU-Berlin

German pada tahun 2007 dan telah menghasilkan ribuan data video dan citra

wilayah Indonesia yang diambil dari ketinggian 630 km dari permukaan bumi

(Judianto 2013b). Satelit eksperimen berukuran mikro pertama Indonesia ini

membuka babak baru dalam merintis kembali penguasaan teknologi satelit secara

Page 2: Strategi pengembangan industri satelit mikro nasional

2

mandiri yang selama ini belum terlaksana dan sangat dibutuhkan oleh Negara

Indonesia.

Sumber: Satellite Industry association (SIA-2017)

Gambar 1 Misi peluncuran dan keuntungan industri satelit pada 2016

Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005-

2025) yang telah ditetapkan oleh pemerintah ditekankan bahwa pembangunan

keunggulan kompetitif perekonomian berbasis pada sumber daya alam (SDA)

yang tersedia, sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan kemampuan

ilmu pengerahuan dan teknologi (IPTEK). Oleh karena itu penekanannya pada

kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang digerakkan oleh SDM yang

kompeten di bidangnya untuk memanfaatkan sebesar-besarnya sumber daya alam

nasional yang tersedia untuk membantu peningkatan perekonomian nasional.

Teknologi antariksa merupakan sektor teknologi tinggi terkemuka yang

menciptakan aktivitas ekonomi yang besar dan mendorong bidang teknologi

lainnya (Leloglu dan Kocaoglan 2008). Sehingga penguasaan teknologi antariksa

yang salah satunya teknologi satelit akan sangat berdampak pada peningkatan

pertumbuhan ekonomi nasional. Tren penggunaan satelit untuk layanan

telekomunikasi (fixed and celluler communication), observasi bumi untuk

pengamatan potensi pertanian, kehutanan dan kelautan juga navigasi adalah

beberapa manfaat yang secara masif telah digunakan karena adanya teknologi

satelit. Oleh karena itu dibutuhkan strategi yang tepat dalam membangun sistem

yang andal untuk mensinergikan seluruh elemen kekuatan nasional baik

kelembagaan, teknologi, sumber daya manusia dan regulasi yang ada untuk

mencipkan peluang dan percepatan pembangunan industri satelit Nasional. Bila

melihat beberapa Negara di Asia seperti Korea, India, Jepang dan China,

perkembangan penguasaan kemandirian teknologi antariksanya berkembang

sangat cepat karena didukung oleh kebijakan pemerintah yang menjadikan

penguasaan teknologi antariksa bagian dari national prestigious disamping untuk

memenuhi kebutuhan negara akan teknologi. Salah satu Negara Asia dengan

perkembangan industri antariksa cepat dan mandiri dalam teknologi satelit, roket

dan luar angkasa adalah India. Baskaran (2005) menjelaskan bahwa kebijakan

perkembangan teknologi antariksa India dibagi dalam tiga fase yaitu 1960: hanya

berorientasi pada pengembangan sains (sains oriented), 1970: Pelatihan dan

teknologi ekperimental (Technological Experimentation and Training) dan 1980:

fokus pada kemampuan teknologi satelit dan roket dan pada tahun 1990: fokus

pada komersialisasi. Skenario pengembangan teknologi antariksa dari beberapa

Page 3: Strategi pengembangan industri satelit mikro nasional

3

3

Negara maju khususnya dalam pengembangan teknologi satelit, penguatan

kelembagaan (National Space Institution) menjadi sangat penting menjadi pihak

yang mendorong dan mewujudkan (enabler) pengembangan teknologi satelit

tersebut. Porter (1980) menyatakan bahwa salah satu faktor utama dalam

meningkatkan daya saing atau keunggulan kompetitif suatu industri adalah adanya

teknologi baru. Bahkan dalam laporan tahunan World Economic Forum (WEF

2016-2017) menekankan tiga parameter dalam melihat nilai indeks keunggulan

kompetitif yaitu Lembaga (institution), kebijakan nasional (policies) dan faktor–

faktor yang menentukan tingkat produktivitas ekonomi. Sementara kesiapan

teknologi (Technological Rediness) menjadi salah satu faktor penting dalam

peningkatan efisiensi disamping tingkat pendidikan tinggi dan pelatihan yang

dilakukan (Higer Education and Training). Sehingga dibutuhkan formulasi

strategi yang lebih tepat dalam mengatur dan melandasi rencana penguatan

lembaga dan pelaksanaan riset untuk membangun kekuatan baru industri satelit

nasional. Dari data SIA 2017 pada gambar 2 memperlihatkan perkembangan

industri satelit yang mendorong peningkatan nilai pendapatan (revenue) hingga

261 miliyar dolar (USD) seiring peningkatan kebutuhan masyarakat akan produk

teknologi satelit, layanan aplikasi dan bisnis peluncuran setiap tahunnya.

Sumber: Satellite Industry association (SIA-2017)

Gambar 2 Tren perkembangan industri satelit global

Tren perkembangan teknologi satelit kedepan adalah pengembangan satelit

yang menerapkan teknologi Miniaturisation dan teknologi Micro-Electrical-

Mechanical Systems (MEMS) yang memungkinkan peningkatan kapabilitas dan

kemampuan penerapan aplikasi dan operasional kelas satelit kecil (small satellite).

Kecenderungan perkembangan teknologi inilah yang dapat dimanfaatkan oleh

Indonesia untuk mengembangkan teknologi satelitnya secara mandiri dengan

membangun sinergi antara akademisi, industri dan pemerintah. Bila melihat

pengalaman beberapa Negara berkembang dalam mengembangkan teknologi

satelitnya maka yang menjadi perhatian utamanya adalah pertama membangun

badan antariksa nasionalnya (space agency) kemudian memiliki dan

mengoperasikan satelit mikro setelah itu memiliki dan mengoperasikan satelit

orbit geostasioner dan akhirnya mampu meluncurkan satelit (Wood dan Weigel

2012).

Page 4: Strategi pengembangan industri satelit mikro nasional

4

Tabel 1 Perbandingan pemanfaatan satelit berdasarkan ukurannya

NO Satelit Kecil

(Small Satellite)

Satelit Besar

(Large Satellite)

1 Aplikasi misi Remote sensing, komunikasi,

observasi bumi, science,

Lunar.

Remote sensing,

komunikasi, observasi

bumi, science, Lunar.

2 Biaya 0,2 – 100 Juta USD > 100 Juta USD

3 Kebutuhan Roket

Peluncur

Roket kecil dan dapat

meluncurkan satelit dalam

jumlah besar

Roket besar untuk satu

satelit

4 Kebutuhan Orbit LEO (500-1000 km) LEO (500-1000 km),

MEO (>1000km) dan

GEO (36000 km)

5 Pengguna Institusi Komersial,

universitas, badan antariksa

nasional/swasta.

Institusi Komersial, badan

antariksa nasional/swasta.

6 Waktu

penyelesaian

1-1,5 tahun 2,5 - 5 tahun

7 Masa pakai 2-3 tahun 5 - 15 tahun (Sumber: Sandau 2006)

Keberhasilan pengembangan teknologi satelit tidak terlepas dari kesempatan

peluncurannya menuju orbit yang diinginkan. Sementara perusahaan/Negara yang

memiliki kapabilitas dalam peluncuran satelit jumlahnya terbatas dengan

spesifikasi dan kemampuan berbeda. Perkembangan teknologi satelit mikro yang

memiliki berat hanya 10-100 kg membuka peluang pasar bagi perusahaan/Negara

peluncur satelit untuk melayani peluncuran satelit mikro yang dibuat oleh

beberapa Negara berkembang, perusahaan swasta dan perguruan tinggi baik

berupa satelit ekperimen, operasional maupun komersial. Biaya peluncuran satelit

mikro menjadi murah karena dapat diluncurkan lebih dari satu bahkan hingga

ratusan satelit dalam satu kali peluncuran untuk ketinggian orbit yang berbeda.

Maka pengembangan teknologi satelit mikro ini akan semakin menjanjikan untuk

dilakukan dengan pelaksanaan program yang terarah dan didukung oleh

pemerintah, industri dan akademisi. Gambar 3 memperlihatkan kemampuan

teknologi roket peluncur satelit dari beberapa perusahaan/Negara seperti China,

Amerika, Jepang, India dan konsorsium Negara-negara Eropa yang secara

komersial menawarkan jasa peluncuran satelit. India dengan roket Polar Satellite

Launch Vehicle (PSLV) telah mampu membawa 104 satelit mikro dalam sekali

peluncuran menuju orbit rendah atau low earth orbit (LEO) pada ketinggian 500-

1000 km. Kondisi ini dapat menjadi peluang bagi pengembangan teknologi satelit

khususnya satelit mikro untuk pemanfaatannya baik secara komersial maupun

kerjasama antar Negara.

Page 5: Strategi pengembangan industri satelit mikro nasional

5

5

Sumber: SEI 2018

Gambar 3 Aktivitas peluncuran satelit mikro tahun 2017

Perumusan Masalah

Saat ini Indonesia hanya sebagai pengguna teknologi satelit yang dibangun

dan dikembangkan oleh Negara asing/perusahaan internasional yang digunakan

untuk melayani kebutuhan nasional. Sedangkan kemandirian penguasaan

teknologi satelit sangat berkorelasi dengan teknologi sensitive yang berkaitan

langsung dengan faktor keamanan data dan informasi yang saat ini menjadi isu

besar bagi keamanan Negara dan adanya kebutuhan bisnis regional. Sementara itu,

potensi pengembangan teknologi ini semakin terbuka baik teknologi satelitnya

maupun kesempatan peluncurannya menuju orbit dengan perkembangan teknologi

MEMS dan COTS yang memungkinkan penguasaan teknologi dapat dilakukan

dengan pembangunan satelit mikro.

Perkembangan Industri satelit mencapai 62% dari keseluruhan

perkembangan industri antariksa global yang mana dari 202 peluncuran yang

dilakukan tahun 2015, 102 peluncuran diantaranya adalah peluncuran satelit kecil

yang 54% dari seluruh peluncuran satelit pada tahun tersebut membawa misi

observasi bumi (SIA-2016). Penguasaan teknologi satelit telah dilakukan oleh

Indonesia (LAPAN) dengan berbagai tantangan yang dihadapi selama ini, salah

satunya dengan pengembangan satelit mikro LAPAN-A3/IPB yang dirancang

untuk memberikan data observasi bumi berupa data observasi pertanian,

kehutanan, maritim dan deteksi posisi kapal secara aktual, kontinyu dan akurat

(Judianto dan Nasser 2015). Oleh karena itu dalam penelitian ini akan fokus pada

strategi pengembangan industri satelit mikro nasional yang mencoba menjawab

beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1) Mengapa dikembangkan industri satelit mikro?

2) Kendala apa yang muncul dalam pengembangan industri satelit mikro?

3) Alternatif strategi apa yang tepat dalam pengembangan industri satelit

mikro nasional?

Page 6: Strategi pengembangan industri satelit mikro nasional

6

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

1) Menganalisis kenapa dikembangkan teknologi satelit mikro.

2) Mengidentifikasi segala permasalahan yang muncul dalam pengembangan

teknologi satelit mikro.

3) Merumuskan Strategi yang tepat dalam pengembangan industri satelit

mikro.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dilakukan terkait strategi pengembangan industri satelit

mikro nasional adalah:

1) Sebagai bahan masukkan strategi bagi LAPAN dalam melangkah lebih

jauh dalam bisnis satelit mikro untuk mendorong munculnya start-up

industri satelit mikro nasional.

2) Industri satelit merupakan bentuk industri yang bersifat high cost, High

Tech dan high risk yang kajian pengembangannya belum banyak

dilakukan di Indonesia, sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi salah

satu acuan dalam penelitian lanjutan bagi industri sejenis.

Ruang Lingkup Penelitian

Objek penelitian ini dilakukan di LAPAN yang melakukan pengembangan

teknologi satelit dan pemanfaatannya dalam rangka membangun kemandirian

nasional dan mendorong terbangunnya industri satelit. Ruang lingkup penelitian

ini hanya pada strategi pengembangan industri satelit mikro nasional.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Kerangka Teoritis

Teknologi Antariksa

Antariksa adalah ruang beserta isinya yang terdapat di luar ruang udara yang

mengelilingi dan melingkupi ruang udara sedangkan keantariksaan adalah segala

sesuatu tentang Antariksa dan yang berkaitan dengan eksplorasi dan

pendayagunaan Antariksa (UU No.21 tahun 2013 tentang Keantariksaan).

Sehingga untuk melakukan eksplorasi dan pendayagunaan antariksa sangat

dibutuhkan teknologi pendukungnya. Pengembangan teknologi ini sangat padat

akan biaya (High Cost), teknologi tinggi (High Tech) dan sangat beresiko (High

Risk) sehingga penanganannya dibutuhkan strategi khusus dengan

mempertimbangkan aspek ekonomi, politik, sosial, lingkungan, budaya, hukum

dan teknologi. Teknologi antariksa diakui sebagai alat penting bagi kemajuan ilmu

Page 7: Strategi pengembangan industri satelit mikro nasional

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB