-
Strategi Pengembangan Domba Unggul Hasil
Penelitian Pemuliaan
ISMETH INOUNI
Pusat Penelitian dan Pengemban;
Jalan Raya Pajajaran, Kay E 59
E-mail: i inounu(dvaho
ABSTRAK
Pengembangan ternak domba unggul hasil penelitian memerlukan
strategi yang
layak secara biologis dan ekonomis. Untuk itu perlu didukung
oleh struktur produksi
yang berorientasi kepada sistem usaha yang mengutamakan
efisiensi yang terdiri
atas tiga strata, yaitu : (1) strata produksi pembibit dengan
produk utamanya berupa
induk ternak domba yang mempunyai genetik unggul, (2) strata
produksi penghasil
ternak domba bakalan, dan (3) strata produksi akiiir yang
menghasilkan ternak
domba potong. Untuk dapat bersaing secara ketat di pasar global,
produksi ternak
domba harus memerhatikan bibit yang responsif terhadap masukan
teknologi
maupun tingkat efisiensinya . Sejalan dengan harapan tersebut,
tulisan ini
menawarkan program pengembangan ternak domba unggul hasil
penelitian
pemuliaan berbasis agribisnis . Balai Penelitian Ternak
(Balitnak) telah berhasil
membentuk dua galur domba komposit, yaitu galur domba komposit
Sumatera
dan galur domba komposit Garut. Mengingat keterbatasan sarana
maupun prasarana
yang ada di Balitnak, pengembangan ternak domba unggul hasil
penelitian
pemuliaan hares dilakukan melalui kerja sama dengan petemak
multiplikator untuk
memperbanyak ternak unggul di inti . Selanjutnya, ternak-ternak
dari inti ini
dikembangkan melalui pola inti-plasma terbuka. Ternak jantan
unggul dari inti
mengalir ke plasma . Untuk meningkatkan partisipasi dalam
program ini, peternak
kolaborator perlu dilibatkan sejak dalam perancangan. Untuk
mengatasi
keterbatasan lahan sebagai sumber hijauan pakan ternak, maka
lokasi perbanyakan
temak unggul maupun pengembangan ternak komersial perlu
dilaksanakan dengan
sistem integrasi ternak-tanaman (crop livestock system) . Untuk
meningkatkan daya
tawar peternak pada saat mendapatkan input maupun memasarkan
produk, perlu
dibentuk kelompok peternak yang dibimbing dan didampingi oleh
penelitidan
penyuluh secara intensif. Untuk suksesnya program pengembangan
ternak unggul
hasil penelitian, maka dukungan kebijakan pemerintah dalam hal
kemudahan
perizinan usaha, tata ruang, permodalan, dan perizinan ekspor
ternak sangat
dibutuhkan .
Kata kunci: domba, pemuliaan, ternak, strategi pengembangan,
dukungan kebijakan
-
PENDAHULUAN
Pengembangan ternak domba unggul hasil penelitian memerlukan
strategi
yang memenuhi kriteria kelayakan secara biologis dan ekonomis.
Hal
tersebut perlu pula didukung oleh struktur produksi yang
berorientasi
kepada sistem usaha yang mengutamakan efisiensi yang terdiri
atas tiga
strata, yaitu : (1) strata produksi pembibit yang produk
utamanya berupa
induk-induk temak domba yang mempunyai kapasitas genetik yang
unggul,
(2) strata produksi penghasil ternak domba bakalan, dan (3)
strata produksi
akhir yang menghasilkan ternak domba potong atau lebih dikenal
sebagai
usaha penggemukan .
Strata produksi penghasil bibit merupakan komponen yang
sangat
penting karena berperan sebagai usaha hilir dari keseluruhan
sistem
produksi ternak domba penghasil daging. Ternak domba yang
dihasilkan
merupakan kombinasi antara faktor genetik dan lingkungan, di
mana faktor
genetik merupakan komponen dasar yang dimiliki oleh ternak,
sedangkan
faktor lingkungan adalah kondisi yang memberi kesempatan agar
potensi
genetik dapat ditonjolkan sehingga terbentuk suatu produk yang
unggul
dari segi biologis. Strata ini memerlukan keahlian, ketekunan,
biaya, dan
waktu yang panjang. Untuk itu sangat tepat apabila strata ini
dipegang oleh
pemerintah. Dalam hal ini, Balai Penelitian Ternak (Balitnak)
atau Balai
Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) memegang peranan penting.
Komponen penghasil ternak bakalan merupakan suatu usaha
temak
domba yang menggunakan bibit unggul untuk menghasilkan ternak
yang
siap digemukkan atau digunakan dalam proses produksi lainnya
berdasarkan permintaan pasar. Dalam kondisi ini, biaya produksi
harus
minim bahkan kalau memungkinkan zero cost .Biasanya ini dapat
terlaksana
pada peternakan rakyat dengan sistem gembala, di mana ternak
mendapatkan pakan dari alam secara `gratis' .
Komponen usaha penggemukan merupakan usaha ternak domba yang
merespons pasar dalam hal permintaan daging domba secara
langsung
melalui pengaturan produksi dan skala penggemukan. Pada strata
ini tidak
masalah apabila dibutuhkan inputpakan dengan biaya tinggi
karena
produknya akan berkaitan langsung dengan pasar.
Fenomena yang terjadi di Indonesia sampai saat ini adalah
peternak
tradisional berperan sekaligus sebagai pembibit, penyedia
bakalan, dan
penghasil domba siap potong. Penyebab dari kondisi seperti itu
adalah fungsi
utama dari usaha ternak domba sebagai tabungan. Hal ini didukung
oleh
sifatnya yang tidak padat modal dan relatif mudah dipelihara.
Hal ini dapat
berjalan dengan balk selama usaha tidak berorientasi kepada
keuntungan.
156
Membumikan Iptek Pertanian
Apabila usaha tem,
yang berorientasi agrib
perkembangan teknolo
pemuliaan, reproduksi,
di satu pihak, dan doron
sangat elastis terhadap
itu, sistem produksi to
antara lain melalui spe
komponen model pengi
Beranjak dari basis
produksi ternak domb,
keunggulan komparatif n
era pasar global. Untuk
domba harus memerh,
teknologi maupun efisie
menawarkan strategi pen
pemuliaan berbasis agrib
TERNAK
Domba lokal memiliki b
sepanjang tahun dan dap
beranak atau beranak setii
dengan jumlah anak satu
anak dalam 2 tahun, atau
domba di Balitnak didasari
galur domba garut menjadi
dan nonprolifk (FecJ -Fec
baik terhadap lingkungan 1
endoparasit (Raadsmaet a
sekelahiran rata-rata 2,
menghasilkan anak sekek
ternak nonprolifik menghi
induk (Inounu et al . 1999) . 1
meningkatkan jumlah anak
domba lokal mempunyai
sehingga bobot anak yang
rendah sehingga kebutuhar
temak prolifik. Hal ini meng~
kematian anak tinggi .
Inounu: Strategi Pengembangan Domb
-
Apabila usaha ternak domba akan diarahkan kepada kegiatan
usaha
yang berorientasi agribisinis, maka mau tidak mau harus
memerhatikan
perkembangan teknologi budi daya ternak dari berbagai aspek,
mulai dari
pemuliaan, reproduksi, pakan, pemeliharaan dan pengendalian
penyakit
di satu pihak, dan dorongan permintaan pasar terhadap daging
ternak yang
sangat elastis terhadap pendapatan konsumen di lain pihak . Oleh
karena
itu, sistem produksi ternak domba harus ditingkatkan
kemampuannya
antara lain melalui spesialisasi komponen usaha seperti ketiga
macam
komponen model pengembangan tersebut .
Beranjak dari basis efisiensi usaha melalui spesialisasi
komponi
produksi ternak domba, diharapkan komoditas ini mampu memili
keunggulan komparatif maupun kompetitif, khususnya dalam
menghada
era pasar global. Untuk dapat bersaing di pasar global, produksi
tern
domba harus memerhatikan bibit yang responsif terhadap
masuki
teknologi maupun efisiensi. Sejalan dengan harapan tersebut,
tulisan i
menawarkan strategi pengembangan ternak domba unggul hasil
penelitii
Demuliaan berbasis airibisnis .
sepanjang tahun dan dapat bunting kembali dengan baik 3 bulan
setelah
beranak atau beranak setiap 8 bulan sekali . Dengan demikian,
seekor induk
dengan jumlah anak satu ekor per kelahiran dapat menghasilkan 3
ekor
anak dalam 2 tahun, atau rata-rata 1,5 ekor anak per tahun .
Pembentukan
domba di Balitnak didasari oleh hasil penelitian sebelumnya atas
pemisahan
galur domba garut menjadi ternak prolifik (FecJ'FecJ F ), medium
(FecJ FFecJ+),
dan nonprolifik (FecJ+FecJ+). Ternak ini mempunyai daya adaptasi
yang
baik terhadap lingkungan (Bradford dan Inounu 1996) dan tahan
terhadap
endoparasit (Raadsma et a! . 2002). Ternak domba prolifik
mempunyai anak
sekelahiran rata-rata 2,5 ekor per induk, induk medium
prolifik
menghasilkan anak sekelahiran rata-rata 2,0 ekor per induk,
sedangkan
ternak nonprolifik menghasilkan anak sekelahiran rata-rata 1,2
ekor per
induk (Inounu et al . 1999). Dengan demikian, satu duplikat gen
FeJ'' mampu
meningkatkan jumlah anak sekelahiran rata-rata 0,8 ekor per
induk . Namun
domba lokal mempunyai kelemahan, di antaranya tubuh yang
kecil
sehingga bobot anak yang dilahirkan juga kecil, dan produksi
susu induk
rendah sehingga kebutuhan susu anak tidak dapat dipenuhi,
terutama pada
temak prolifik . Hal ini mengakibatkan pertumbuhan anak rendah
dan tingkat
kematian anak tinQQi .
-
Untuk meningkatkan bobot lahir dan produksi susu induk
dibentuk
domba komposit yang dapat memecahkan masalah tersebut .
Kegiatan
dimulai pada tahun 1995, di mana Balitnak melakukan persilangan
dengan
mengawinkan domba Garut betina (GG) sebanyak 34 ekor dengan
pejantan
domba St.Croix (HH) untuk menghasilkan domba persilangan (HG) .
Pada
tahun 1996 dilakukan persilangan antara domba Garut betina (GG)
dengan
domba Moulton Charollais (MM) dengan cara inseminasi buatan (1B)
untuk
mendapatkan domba persilangan (MG) . Inseminasi buatan pada
domba
ini dilakukan dengan cara intrauterine menggunakan teknik
laparoskopi .
Hasilnya cukup menggembirakan dengan tingkat keberhasilan 71 %
domba
berhasil beranak, lebih baik dari yang dilakukan di Tunisia
dengan metode
yang sama dengan tingkat keberhasilan hanya 59% (Djemali et al .
2009) .
Domba hasil persilangan dua bangsa tersebut, HG (50% St. Croix :
50%
Garut) dan MG (50% Moulton Charollais : 50% Garut) diseleksi,
kemudian
dikawinkan untuk menghasilkan domba persilangan tiga bangsa
atau
komposit, yaitu HMG (50% Garut : 25% Moulton Charollais : 25%
St. Croix)
hasil perkawinan antara pejantan HG dengan betina MG, dan MHG
(50%
Garut : 25% Moulton Charollais : 25% St.Croix) hasil perkawinan
antara
pejantan MG dengan betina HG .
Bobot lahir anak domba GG, HG, dan MG masing-masing untuk
tipe
kelahiran tunggal adalah 3,09 ; 3,15 ; dan 3,39 kg, untuk tipe
kelahiran kembar
dua 2,27 ; 2,16; 2,33 kg, dan untuk tipe kelahiran kembar tiga
1,5 ; 1,85 ; dan
1,76 kg (Inounu et al . 1998). Hal yang mengesankan, bobot
ternak pada
umur 12 bulan untuk domba GG, HG, dan MG adalah 21,25 ; 31,01
dan 35,48
kg untuk tipe kelahiran tunggal, untuk tipe kelahiran kembar dua
adalah
20,09; 28,04; 31,50 kg, dan untuk tipe kelahiran kembar tiga
20,16 ; 24,65 ;
dan 27,05 kg (Inounu et al. 1998) .
Penelitian kemudian dilanjutkan untuk mendapatkan domba
dengan
komposisi darah 25% H, 25% M, dan 50% G atau disebut domba
komposit .
Bobot badan dewasa domba GG, MG, HG, MHG, dan HMG
berturut-turut
adalah 37,0 ; 44,1 ; 40,0; 43,3; dan 44,4 kg (Inounu et al .
2008), jauh lebih
tinggi dari bobot domba komposit Sumatera yang hanya 31,6 kg dan
dicapai
pada umur 54 bulan (Subandriyo et al. 2000) . Secara ekonomi,
domba
komposit tersebut lebih efisien 69-71% dibandingkan dengan domba
GG
(Inounu dan Priyanti 2009) .
KENDALA PENGEMBANGAN DOMBA HASIL PEMULIAAN
Balitnak telah berhasil membentuk dua galur domba komposit,
yaitu galur
domba komposit Sumateradan Garut. Hasil penelitian di stasiun
percobaan
maupun di lapangan menunjukkan keunggulan dari domba komposit
ini
1 58 Membumikan lptek Pertanian
dibandingkan dengan di
domba komposit hasil
komitmen yang tinggi .
Pengembangan tern
petemakan rakyat maupui
saat ini masih sangat kecil
pun sangat kecil . Peternz
oleh rakyat. Peternakan ri
dari lingkungan sekitar. Pa
faktor pembatas bagi peter
domba tidak lebih dari 5 ek
jumlah pejantan juga terba
identifikasi pedigree dan I
dan kelembagaannya bell
Dengan demikian, upayi
pemuliaan tidak dapat diir
Tingkat pengetahuan f
masih sangat kurang dan
input yang tinggi . Dengan
dengan melibatkan petem
peternak, menguntungkar
kerja minimum, input r
agroekosistem setempat.
Kecilnya jumlah temal
domba menyebabkan mai
pada usaha komersial, mw
tunai pada saat kebutuhan
domba yang dikelola belur
pemasaran ternak dibutul
bergerak di desa, untuk kei
peternak tidak mempunya
ini menyebabkan petemal
bila input tersebut juga me
STRA
Pola Pengemt
Banyak pakar pemuliaan te.
pola inti-plasma untuk me
1982 ; Hodges 1990 ; Jasio
Inounu : Strategi Pengembangan Dom
-
dibandingkan dengan domba lokal setempat . Namun,
pengembangan
domba komposit hasil penelitian pemuliaan memerlukan biaya
dan
komitmen yang tinggi .
Pengembangan ternak hasil pemuliaan dapat dilakukan melalui
petemakan rakyat maupun swasta. Namun, jumlah petemak swasta
sampai
saat ini masih sangat kecil dan perannya dalam pengembangan
peternakan
pun sangat kecil . Peternakan domba dan kambing hampir 99%
dikelola
oleh rakyat. Peternakan rakyat sangat mengandalkan ketersediaan
pakan
dari lingkungan sekitar. Pada kondisi tertentu, ketersedaaau 1
pakan menjadi
faktor pembatas bagi petemak, terutama di Jawa, yang rata-rata
memelihara
domba tidak lebih dari 5 ekor tiap keluarga . Selain jumlah
temak yang sedikit,
jumlah pejantan juga terbatas, bahkan adakalanya tidak ada
pejantan . Sistem
identifikasi pedigree dan pencatatan produksi temak juga tidak
dilakukan
dan kelembagaannya belum ada atau kalaupun ada masih sangat
lemah .
Dengan demikian, upaya peningkatan kualitas genetik dan
teknologi
pemuliaan tidak dapat diimplementasikan dengan balk .
Tingkat pengetahuan petemak rakyat tentang teknologi pemuliaan
juga
masih sangat kurang dan petemak enggan menanggung risiko
maupun
input yang tinggi . Dengan demikian, program pemuliaan harus
dirancang
dengan melibatkan petemak dan diarahkan agar sesuai dengan
kebutuhan
petemak, menguntungkan, tidak berisiko tinggi, jumlah kebutuhan
tenaga
kerja minimum, input minimum, dan mempertimbangkan kondisi
agroekosistem setempat .
Kecilnya jumlah ternak yang mampu dipelihara oleh seorang
peternak
domba menyebabkan manajemen usaha ternak domba belum
mengarah
pada usaha komersial, masih terbatas sebagai tabungan atau
penyedia dana
tunai pada saat kebutuhan mendadak . Dengan perkataan lain,
usaha temak
domba yang dikelola belum berorientasi agribisnis. Oleh karena
itu, dalam
pemasaran temak dibutuhkan pedagang pengumpul atau belantik
yang
bergerak di desa, untuk kemudian dijual di pasar temak . Dengan
demikian,
petemak tidak mempunyai posisi tawar pada saat menjual ternaknya
. Hal
ini menyebabkan peternak tidak peduli terhadap input teknologi,
apalagi
bila input tersebut juga meningkatkan biaya produksi .
JGEMBANGAN
Pola Pengembangan Ternak Hasil Pemuliaan
Banyak pakar pemuliaan temak menyarankan untuk
mengimplementasikan
pola inti-plasma untuk mengembangkan ternak hasil pemuliaan
(Turner
1982; Hodges 1990; Jasiorowski 1990 ; Kiwuwa 1992). Hasil dari
suatu
-
program pemuliaan hares dapat meningkatkan pendapatan peternak .
Oleh
karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan skala usaha
peternakan
domba yang berorientasi agribisnis. Hal ini dapat dilakukan
dengan
memanfaatkan lahan perkebunan karet, kelapa sawit, lada, tebu,
dan kelapa
sebagai sumber hijauan pakan ternak dalam suatu sistem yang
terintegrasi .
Dalam hal ini, buruh perkebunan dapat bertindak sebagai plasma .
Melalui
upaya ini, minimal kendala penyediaan pakan ternak sudah dapat
teratasi .
Di lain pihak, Balitnak dapat bertindak sebagai inti, yang
bertanggung jawab
terhadap penyediaan pejantan unggul dan sistem pencatatan
(pedigree
maupun produktivitas). Keterlibatan peneliti Balitnak lai igsung
di lapangan
sangat mendukung keberhasilan program pengembangan ternak
hasil
pemuliaan .
Pada pola inti-plasma tertutup, tidak ada migrasi ternak dari
plasma ke
inti dan semua pencatatan dilakukan terbatas di inti .
Sebaliknya, pada pola
inti terbuka, terdapat kemungkinan ternak unggul bermigrasi ke
inti untuk
terlibat dalam program pemuliaan . Dari plasma hanya ternak
betina unggul
yang dibolehkan memasuki inti . Jasiorowski (1990)
merekomendasikan
pemanfaatan pola inti-plasma terbuka untuk pengembangan
ternak
ruminansia kecil di daerah tropis . Pola inti-plasma terbuka
dapat melibatkan
populasi ternak yang lebih besar dan mengurangi kejadian
inbreeding,
walaupun rnembutuhkan infrastruktur dan biaya karena akan
menambah
pekerjaan pencatatan pedigree dan keragaan ternak di plasma
.
Rancangan pola breeding yang dibuat akan berdampak terhadap
hasil
yang diharapkan . Sebagai contoh, seleksi terhadap jantan dan
betina pada
pola inti-plasma terbuka akan menghasilkan kemajuan genetik yang
lebih
tinggi dibanding apabila seleksi hanya dilakukan terhadap domba
jantan .
Bichard (1971) menyatakan bahwa jika plasma hanya mendapatkan
jantan
dari inti maka respons seleksi pada plasma akan tertinggal dua
generasi
dibanding intinya (kurang lebih 7 tahun untuk ternak domba dan
kambing) .
Dengan membuka inti, hal ini akan mendorong kemajuan yang lebih
cepat
dan akan menguntungkan pola inti-plasma secara keseluruhan .
Bila kondisi
peternakan di inti berjalan baik, maka kemajuan di plasma akan
secepat
kemajuan di inti (Kinghorn 2000) . Dengan rancangan pemuliaan
yang
optimum, respons seleksi pola inti-plasma terbuka dua strata
10-15% lebih
cepat dibandingkan dengan pola inti-plasma tertutup (James 1977)
.
Penghasil Bibit Unggul
Upaya perbanyakan ternak hasil pemuliaan terkendala oleh
terbatasnya
lahan dan dana. Sebagai gambaran, untuk membentuk domba
komposit
Greeline di Selandia Baru dibutuhkan waktu 40 tahun dan lahan
270 ha
dengan jumlah induk 2 .500 ekor, betina muda 650 ekor dan
pejantan muda
1 60Memburnikan lptek Pertanian
200 ekor (Greeline 2010
a
.
kecil untuk dapat berperr
J
Balitnak untuk sumber hij
pengembangan ternak has
bekerja sama dengan pi
multiplikator dan perlu a,
perkebunan/kehutanan
terintegrasi. Selanjutnya, d
dukungan infrastruktur da
dalam hal tata ruang, serl
permodalan .
Untuk mengembangk;
bertindak sebagai inti ita
sumber daya manusia, sun
strategi pengembangan ten
mempunyai ternak minim
kemudian 400 ekor betina
peternak multiplikator. Al
pengembangan peternak r
Setiap penambahan jumlah
akan segera digulirkan ke pE
lanjut.
Denganlitter size 1,8 pi
tahun, dan angka kematian
dapat dihasilkan temak jan
demikian, setiap tahun dap
baru. Dukungan pendana
pemerintah untuk pemelih
Untuk memecahkan r
pengembangan domba, pe
sepanjang tahun . Agar prog
dengan pihak perkebunan
domba dan karet di Sei Puti
baik; selain dapat meningki
memperbaiki kesuburan tan
memelihara 40 ekor domba 1
penggembalaan pada pagi
Sepuluh keluarga secan
penggembala sehingga satu
domba. Dengan metode ini l
memenuhi keperluan seha
tahap ini digunakan sistem
Inounu: Strategi Pengembangan Domo
-
200 ekor (Greeline 2010). Jumlah ternak hasil pemuliaan di
Balitnak terlalu
kecil untuk dapat berperan secara nasional . Sempitnya lahan
yang dipunyai
Balitnak untuk sumber hijauan pakan merupakan faktor pembatas
utama
pengembangan ternak hasil penelitian pemuliaan . Untuk itu
Balitnak harus
bekerja sama dengan pihak kedua yang bertindak sebagai
peternah
multiplikator dan perlu adanya dukungan kebijakan keterlibatan
pihah
perkebunan/kehutanan dalam pengembangan ternak domba secara
terintegrasi. Selanjutnya, dalam pembentukan kawasan peternakan
perlu
dukungan infrastruktur dan kebijakan pemerintah pusat maupun
daerah
dalam hal tata ruang, serta kemudahan perizinan usaha dan
dukungan
permodalan .
Untuk mengembangkan ternak hasil penelitian pemuliaan,
Balitnal
bertindak sebagai inti utama karena mempunyai keunggulan dari
seg
sumber daya manusia, sumber daya temak unggul, strategi
pemuliaan, dai
strategi pengembangan ternak . Untuk melaksanakan program ini,
inti hare
mempunyai temak minimal 800 ekor betina dan 80 ekor pejantan,
yani
kemudian 400 ekor betina dan 40 ekor pejantan akan diserahkan
kepad .
peternak multiplikator. Apabila jumlah ternak belum memadai,
make
pengembangan petemak multiplikator dapat dilakukan secara
bertahap
Setiap penambahan jumlah temak dari hasil pengembangan pada inti
utam .
akan segera digulirkan ke petemak multiplikator untuk
pengembangan lebil
lanjut .
tahun, dan angka kematian prasapih sampai umur setahun 15%, maka
akai
dapat dihasilkan temak jantan dan betina 918 ekor umur setahun .
Dengai
demikian, setiap tahun dapat dibuat satu kelompok peternak
multiplikato
baru. Dukungan pendanaan yang cukup dan berkesinambungan dai
pemerintah untuk pemeliharaan bibit unggul pada inti sangat
diperlukan .
Untuk memecahkan masalah keterbatasan sumber pakan dalam
pengembangan domba, perlu dicarikan suplai hijauan pakan yang
cukup
sepanjang tahun. Agar program ini dapat berjalan perlu dijalin
kerja sama
dengan pihak perkebunan kelapa sawit, karet, kelapa, dan tebu .
Integrasi
domba dan karet di Sei Putih, Sumatera Utara, dapat berkembang
dengan
baik; selain dapat meningkatkan pendapatan keluarga pekebun juga
dapat
memperbaiki kesuburan tanah . Satu kepala keluarga pekebun karet
mampu
memelihara 40 ekor domba tanpa permasalahan yang berarti, dengan
sistem
penggembalaan pada pagi had dan kembali ke kandang pada sorenya
.
Sepuluh keluarga secara berkelompok memperkerjakan seorang
penggembala sehingga satu kelompok menggembalakan kira-kira 400
ekor
domba. Dengan metode ini pendapatan petemak meningkat sehingga
dapat
memenuhi keperluan sehari-hari dan membiayai sekolah anaknya .
Pada
tahap ini digunakan sistem bagi hasil yang lebih banyak
menguntungkan
-
pekerja kebun karena mereka harus berternak untuk keperluan inti
.
Pekerjaan pencatatan (pedigree maupun produktivitas) menjadi
kewajiban
mereka .
Penentuan peternak multiplikator adalah kunci utama
keberhasilan
program pemuliaan ternak di luar Balitnak sebagai inti utama .
Untuk itu,
dalam kegiatan ini aspek sosial-budaya peternak multiplikator
harus
diperhatikan. Program ini harus menghasilkan uang tunai dari
penjualan
temak dan menguntungkan peternak, tersedianya daging untuk
konsumsi
rumah tangga, dan pupuk organik sebagai penghasilan tambahan .
Di
samping itu perlu pula diperhatikan bahwa temak domba juga
dipelihara
untuk berbagai keperluan lainnya, seperti untuk tabungan maupun
kurban .
Bibit unggul yang dilibatkan dalam kegiatan ini harus memenuhi
syarat
komponen utama pada petemakan rakyat dengan produktivitas yang
tinggi,
dapat diterima peternak, dan beradaptasi pada lingkungan
setempat. Oleh
karena itu, diperlukan keterlibatan peternak dalam setiap
langkah
perancangan dan pelaksanaan program pemuliaan di pedesaan .
Untuk
mendukung hal tersebut perlu dilakukan survei pendahuluan
menggunakan
metode Participatory Rural Appraisal (PRA) .
Dalam survei tersebut diteliti kemampuan peternak untuk
memelihara
temak, yang meliputi fasilitas kandang, ketersediaan dan waktu
luang tenaga
kerja, serta ketersediaan pakan di lingkungan setempat .
Selanjutnya,
petemak plasma terpilih harus menandatangani surat perjanjian
yang telah
disetujui dalam kesepakatan bersama, dengan prinsip saling
menguntungkan .
Kesulitan dalam implementasi program peningkatan mutu genetik
di
lapangan yang melibatkan petemak multiplikator adalah
pembentukan pola
pemuliaan yang efektif, terutama dalam hal kecilnya populasi
yang dimiliki
(small population size), pencatatan keragaan temak danpedigree,
hanya
ada satu ekor pejantan yang dimiliki, rendahnya tingkat
pengetahuan,
keterbatasan kelembagaan, dan pemantauan kemajuan yang telah
dicapai
(Turner 1977; Kiwuwa 1992 ; Jaitner et al. 2001; Wollny et al.
2002). Agar
program pemuliaan ini memberikan hasil yang maksimal,
keterlibatan
peneliti pemuliaan secara langsung dan intensif sangat
diperlukan . Yapi-
Gnoare (2000) menganjurkan untuk melibatkan penyuluh dalam
pengembangan peterakan di pedesaan . Program pemuliaan harus
didahului dengan penyuluhan untuk melatih dan meningkatkan
keahlian
teknis produksi dan menambah pengalaman dalam betemak domba.
Dalarn
periode tersebut, peternak dilatih untuk mengenali pentingnya
menjaga
catatan pedigree maupun produktivitas ternak dan keuntungan yang
akan
didapat dari kegiatan pencatatan (Moioli et al. 2002).
1 62Membumikan Iptek Pertanian
Peternak multiplikator
yang beranggotakan 20 c
kandang dengan kapasita
bibit betina unggul dan dL
mengembalikan dua el
berkewajiban mengganti p
yang baru . Hal ini bertujuai
Ternak hasil pengembz
peternak dengan kewajiba
kandang minimal tetap 20
dijual ke pasar hewan atau
multiplikator swadana . DE
mempunyai tambahan pen
bertambah banyak, maka c
berfungsi untuk mencari inj
harga yang pantas .
Dengan litter size 1,8 pE
tahun, dan angka kematian I
peternak dapat menghasilk
Dua ekor pejantan terpilih
mempunyai penghasilan 4
Rp600.000, maka peternal
Rp26,4 juta per tahun . Apat
sampai 40 ekor, seperti yang
Utara, maka pendapatannya
Bila dipotong biaya produksi
besar untuk kehidupan yan;
Pengh,
Program pengembangan tet
sederhana, pragmatis, dan (
tambahan diperlukan juga i
teknologi . Kebanyakan pe
penelitian bila insentifnya d
menghasilkan keuntungan
kegagalan program pemulia~
untuk berpartisipasi dan mE
kegiatan. Insentif dapat dib(
melaksanakan program per
secara berangsur-angsur bile
Inounu :Strategi Pengembangan Domba
-
n atac kelnmnnk paternal
yang beranggotakan 20 orang . Masing-masing peternak yang
memiliki
kandang dengan kapasitas minimal 20 ekor induk dewasa diberi 20
ekor
bibit betina unggul dan dua ekor pejantan unggul . Mereka
berkewajiban
mengembalikan dua ekor pejantan unggul setiap tahun dan inti
berkewajiban mengganti pejantan unggul mereka dengan pejantan
unggul
yang baru. Hal ini bertujuan untuk menekan angka inbreeding
.
Ternak hasil pengembangan oleh peternak multiplikator menjadi
milik
peternak dengan kewajiban hares menjaga ternak betina terseleksi
dalam
kandang minimal tetap 20 ekor dan dua ekor pejantan . Selebihnya
dapat
dijual ke pasar hewan atau ke tetangganya untuk pengembangan
petemak
multiplikator swadana. Dengan demikian, peternak multiplikator
akan
mempunyai tambahan penghasilan . Apabila jumlah peternak
multiplikator
bertambah banyak, maka dianjurkan untuk membuat kelembagaan
yang
berfungsi untuk mencari inputyang murah dan memasarkan output
dengan
harga yang pantas .
Dengan litter size 1,8 per induk, frekuensi beranak tiga kali
dalam dua
tahun, dan angka kematian prasapih sampai umur setahun 15%, maka
setiap
petemak dapat menghasilkan 46 ekor ternak jantan dan betina per
tahun .
Dua ekor pejantan terpilih diserahkan ke inti/Balitnak sehingga
mereka
mempunyai penghasilan 44 ekor ternak. Apabila seekor ternak
dihargai
Rp600.000, maka peternak akan mendapatkan tambahan
penghasilan
Rp26,4 juta per tahun . Apabila peternak telah mampu memelihara
ternak
sampai 40 ekor, seperti yang dikerakan oleh peternak di Sei
Putih, Sumatera
Utara, maka pendapatannya meningkat menjadi di atas Rp50 juta
per tahun .
Bila dipotong biaya produksi sebesar 30%, pendapatan tersebut
masih cukup
besar untuk kehidupan yang sejahtera bagi para pekebun/peternak
.
Penghasil Ternak Komersial
Program pengembangan ternak unggul akan berhasil apabila
programnya
sederhana, pragmatis, dan dapat dijalankan dengan biaya murah .
Sebagai
tambahan diperlukan juga insentif bagi peternak yang dapat
mengadopsi
teknologi. Kebanyakan peternak meninggalkan program kerja
sama
penelitian bila insentifnya dihentikan, kecuali bila program
tersebut akan
menghasilkan keuntungan yang jelas buat mereka . Untuk
mengurangi
kegagalan program pemuliaan temak di pedesaan, petemak hares
didorong
untuk berpartisipasi dan merasa mempunyai program sendiri sejak
awal
kegiatan. Insentif dapat diberikan pada awal kegiatan agar
peternak turut
melaksanakan program pemuliaan, namun kemudian dilakukan
transisi
secara berangsur-angsur bila program telah berjalan dengan balk
.
-
Peternak plasma dapat terdiri atas kelompok peternak yang
beranggotakan 20 orang dan masing-masing peternak mempunyai
ternak
betina 20 ekor. Peternak akan mendapat dua ekor pejantan unggul
dari inti.
Kewajiban mereka adalah menjaga agar ternaknya dapat
berproduksi
dengan baik. Semua ternak jantan yang mereka hasilkan hares
dijual untuk
ternak potong, kecuali ternak terseleksi dapat dijual ke inti .
Selanjutnya
mereka mendapat fasilitas untuk memperoleh pejantan unggul
dengan cara
menukar ternak jantan dengan ternak jantan unggul dari inti atau
dengan
cara membeli .
Pemilihan peternak plasma dilakukan sama seperti pemilihan
peternak
multiplikator, bedanya mereka tidak terlalu banyak terlibat
dalam pencatatan
sehingga tugasnya lebih ringan . Keuntungannya, mereka
mendapat
bimbingan dalam aspek budi daya dan pemasaran ternak . Seleka
(2001)
menyatakan bahwa program pemuliaan harus berorientasi pasar
yang
memberikan insentif kepada peternak . Pada kondisi pasar yang
dikuasai
oleh belantik sehingga sangat dominan dalam menentukan harga,
peternak
tidak mendapat insentif dari kerja kerasnya untuk menghasilkan
ternak
berkualitas balk. Dengan demikian, inovasi feknologi pemuliaan
maupun
teknologi lainnya menjadi sia-sia. Untuk itu, peternak
disarankan
membentuk kelompok peternak yang akan berperan dalam
penyediaan
sarana produksi dan penentuan harga jual. Kelompok peternak ini
perlu
mendapat bimbingan/pengawalan dari penyuluh/peneliti . Kerja
sama yang
baik antara kelompok peternak dan penyuluh/peneliti, selain
melancarkan
alur informasi teknologi juga dapat menambah pengetahuan petemak
yang
akan meningkatkan rasa percaya diri mereka sehingga dalam
memasarkan
ternaknya tidak menjadi pihak yang tertekan. Dengan pengetahuan
yang
dimiliki, peternak akan mempunyai keberanian dalam menjual
ternaknya
dengan harga yang berbeda antara ternak bibit, ternak bakalan,
maupun
ternak hasil penggemukan .
Dukungan Kebijakan
Faktor yang sangat penting dalam program pemuliaan adalah
pemasaran .
Ternak domba di Indonesia dipasarkan sebagai ternak potong,
bibit,
maupun ternak untuk keperluan keagamaan (kurban dan akikah).
Kebanyakan ternak domba dijual berdasarkan taksiran, bukan
berdasarkan
harga per kg bobot hidup . Apalagi untuk tujuan ritual
keagamaan, harga
ternak dapat berlipat ganda . Pada kondisi pemasaran seperti
ini, peternak
lebih banyak dirugikan. Pemasaran ternak melalui kelompok
peternak akan
meningkatkan daya tawar peternak sehingga peternak dapat
menjual
temaknya dengan harga yang lebih adil. Selain itu diperlukan
pula dukungan
pemerintah dalam membuat kebijakan sistem pemasaran melalui
informasi
pasar dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi .
1 64
Membumikan lptek Pertanian
Sistem integrasi usa
dapat dikembangkan mE
berorientasi agribisnis . P
meningkatkan daya sain
ternak ke negara-negara
kerja sama antara Bal
memanfaatkan lahanm
secara terintegrasi . Deng~
diperluas kerja samanya
maupun kehutanan. Un
perkebunan/kehutanant
secara terintegrasi yang
sskehutanan maupun pet
peternakan memerlukan
pusat maupun daerah d~
dan permodalan .
Dengan terbentuknva
ternak untuk dipasarkan
waktu, dan tepat harga . In
dan kuku (PMK) dan neg,
tersendiri dalam mengek
karkas maupun ternak
pemasaran untuk pasar
Mengingat keterbatasan
maka pengembangan tern
dilakukan melalui kerji
memperbanyak temak u
dikembangkan melalui p(
inti mengalir ke plasma.
Untuk meningkatkan l
pengembangan ternak
kolaborator perlu dilibatka
keterbatasan lahan sebai
perbanyakan temak unggi
dilaksanakan dengan sistU
Untuk meningkatkan
input maupun memasark
yang dibimbing dan didan
Inounu:Strategi Pengembangan Don
-
Sistem integrasi usaha ternak domba dengan komoditas
perkebunan
dapat dikembangkan menjadi kawasan pengembangan ternak domba
yang
berorientasi agribisnis . Pengembangan kawasan usaha ternak
domba dapat
meningkatkan daya saing untuk suplai kebutuhan dalam negeri dan
ekspor
ternak ke negara-negara Timur Tengah. Untuk itu perlu dukungan
kebijakan
kerja sama antara Balitnak dengan pihak perkebunan untuk
dapat
memanfaatkan lahannya guna memperbanyak ternak hasil
pemuliaan
secara terintegrasi . Dengan menggunakan pola inti-plasma,
kegiatan ini dapat
diperluas kerja samanya dengan subsektor tanaman pangan,
hortikultura,
maupun kehutanan. Untuk itu dibutuhkan kebijakan pemanfaatan
lahan
perkebunan/kehutanan untuk kawasan pengembangan petemakan
domba
secara terintegrasi yang saling menguntungkan, baik bagi pihak
perkebunan/
kehutanan maupun peternak. Di samping itu, pembentukan
kawasan
petemakan memerlukan dukungan infrastruktur dan kebijakan
pemerintah
pusat maupun daerah dalam hal tata ruang, kemudahan perizinan
usaha,
dan permodalan .
Dengan terbentuknya kawasan usaha temak domba, maka
ketersediaan
ternak untuk dipasarkan dapat diatur agar tepat jumlah, tepat
kualitas, tepat
waktu, dan tepat harga . Indonesia sebagai negara yang bebas
penyakit mulut
dan kuku (PMK) dan negara muslim terbesar mempunyai nilai
keunggulan
tersendiri dalam mengekspor ternak ke Timur Tengah, baik dalam
bentuk
karkas maupun ternak hidup . Untuk itu dibutuhkan dukungan
sistem
pemasaran untuk pasar Timur Tengah dan perizinan bagi ekspor
ternak .
KESIMPULAN
Mengingat keterbatasan sarana maupun prasarana yang ada di
Balitnak,
maka pengembangan ternak domba unggul hasil penelitian pemuliaan
hams
dilakukan melalui kerja sama dengan peternak multiplikator
untuk
memperbanyak ternak unggul di inti . Selanjutnya, ternak-ternak
dari inti
dikembangkan melalui pola inti-plasma terbuka . Ternak jantan
unggul dari
inti mengalir ke plasma .
Untuk meningkatkan partisipasi peternak dalam pelaksanaan
program
pengembangan ternak unggul hasil penelitian pemuliaan,
peternak
kolaborator perlu dilibatkan sejak dalam perancangannya . Untuk
mengatasi
keterbatasan lahan sebagai sumber hijauan pakan ternak, maka
lokasi
perbanyakan temak unggul maupun pengembangan temak komersial
perlu
dilaksanakan dengan sistem integrasi ternak-tanaman .
Untuk meningkatkan daya tawar peternak pada saat mendapatkan
input maupun memasarkan produk, perlu dibentuk kelompok
peternak
yang dibimbing dan didampingi oleh peneliti dan penyuluh secara
intensif .
(nounu : Strateoi Penuembanoan Domba Unaaul Hasil Penetitian
Pemuliaan
-
Untuk menyukseskan program pengembangan temak domba unggul
hasil
pemuliaan diperlukan dukungan kebijakan pemerintah dalam hal
kemudahan perizinan usaha, tata ruang, permodalan, dan perizinan
ekspor
temak.
DAFTAR PUSTAKA
Bichard. M. 1971 . Dissemination of genetic improvement through
a livestock
industry. Anim. Prod . 13: 401-411 .
Bradford . G.E. and I. Inounu. 1996. Prolific breeds of
Indonesia . In : H. Fahmy
(Ed.) . pp. 137-145 . Prolific Sheep . CAB International,
Cambridge .
Djemali, M., S. Bedhiaf-Romdhani, L. Iniguez, and I. Inounu.
2009. Saving
threatened native breeds by autonomous production,
involvement
of farmers organization, research and policy makers : The case
of
Sicilo-Sarde breed in Tunisia, North Africa . Livestock Sci .
120: 213-
217 .
Greeline. 2010. Greeline composite sheep - Genetics equal to the
best in
New Zealand. http//www.greelinesheep.co.nz . [ 20 May 20101
.
Hodges, J . 1990. Genetic improvement of livestock in developing
countries
using the open nucleus breeding system . pp. 13-22 . In : Animal
Science
Papers and Reports 6, Polish Academy of Sciences, Institute
of
Genetics and Animal Breeding, Jastrzebiec . Proceedings of the
FAO
Conference on Open Nucleus Breeding Systems held at Bia
3obrzegi,
Poland, 11-19 June 1989 . Polish Scientific Publishers, Warszawa
.
Inounu, I ., B . Tiesnamurti, E. Handiwirawan, T.D. Soedjana,
dan A . Priyanti .
1998. Optimalisasi keunggulan sifat genetis domba lokal dan
persilangannya: Keragaan produksi dan analisis ekonomi . him.
990-
1006. Dalam: Inovasi Teknologi Pertanian, Seperempat Abad
Penelitian
dan Pengembangan Pertanian . Badan Penelitian dan
Pengembangan
Pertanian, Jakarta .
Inounu, I ., B. Tiesnamurti, Subandriyo, dan H . Martojo . 1999.
Produksi anak
pada domba prolifik . Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4(3)
:148-160 .
Inounu, I ., D. Mauluddin dan Subandriyo . 2008. Karakteristik
pertumbuhan
domba garut dan persilangannya . Jurnal Ilmu Ternak dan
Veteriner
13(1) : 13-22 .
Inounu, I and A . Priyanti . 2009. Biological and economical
consequences of
the FecB mutation in Indonesian thin tailed sheep . In : S.W.
Walkden-
Brown et al. (Eds .) . Use of the FecB (Booroola) Gene in
Sheep-
breeding Programs. ACIAR Proceedings 133 : 126-132 .
1 66 Membwnikan Iptek Pertanian
Jaitner, J ., J. Sowe, E . Sec
and management
implications for a t
108 .
James, J.W 1977. Open ni
Jasiorowski, H . A. 1990.01
the developing cot
Reports 6, Polish Ac