STRATEGI PEMERINTAH MENDORONG DAN MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA DALAM PEMBANGUNAN DI NTT 1 I. LATAR BELAKANG Gagasan tentang pembaharuan desa telah lama bertebaran. Banyak individu maupun lembaga telah lama mempromosikan pembahruan agraria sebagai jalan untuk menciptakan keadilan sosial bagi masyarakat desa. Kini, di era reformasi, lebih banyak elemen masyarakat yang menghembuskan wacana pembaharuan desa lebih membahana. Fokus perhatian pembaharuan desa sekarang tidak hanya pada pembaharuan agraria, melainkan juga mengusung desentralisasi dan demokratisasi ke level desa. Desentralisasi merupakan kekuatan untuk membela desa dihadapan pemerintah supra desa, sedangkan demokratisasi 1 Makalah disampaikan pada Seminar Model Pembangunan Partisipatif dan Responsif Gender di Kupang – NTT, yang diselenggarakan oleh Oxfam GB pada tanggal 16 Juli 2010 di Kupang; 1
30
Embed
Strategi Pemerintah Mendorong Dan Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Desa Dalam Pembangunan Di Ntt
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
STRATEGI PEMERINTAH MENDORONG DAN MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA
DALAM PEMBANGUNAN DI NTT 1
I. LATAR BELAKANG
Gagasan tentang pembaharuan desa telah lama bertebaran.
Banyak individu maupun lembaga telah lama mempromosikan
pembahruan agraria sebagai jalan untuk menciptakan keadilan sosial
bagi masyarakat desa. Kini, di era reformasi, lebih banyak elemen
masyarakat yang menghembuskan wacana pembaharuan desa lebih
membahana. Fokus perhatian pembaharuan desa sekarang tidak hanya
pada pembaharuan agraria, melainkan juga mengusung desentralisasi
dan demokratisasi ke level desa. Desentralisasi merupakan kekuatan
untuk membela desa dihadapan pemerintah supra desa, sedangkan
demokratisasi adalah kekuatan alternatif untuk melawan desa terutama
untuk memperkuat partisipasi masyarakat dalam urusan pemerintahan
dan pembangunan desa.
Untuk menanggapi wacana pembaharuan tersebut, pemerintah
telah melansir begitu banyak program dalam rangka peningkatan
partispasi masyarakat desa baik itu dalam proses maupun pelaksanaan
pembangunan, yang berupa program-program pemberdayaan yang
1 Makalah disampaikan pada Seminar Model Pembangunan Partisipatif dan Responsif Gender di Kupang – NTT, yang diselenggarakan oleh
Oxfam GB pada tanggal 16 Juli 2010 di Kupang;
1
ditujukan kepada masyarakat desa guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa.
Pola pembangunan yang dianut oleh pemerintah pada saat ini
adalah bottom up planning, yaitu perencanaan pembangunan yang
dimulai dari Musrenbangdus di dusun sampai dengan Musrenbangprov
di provinsi, bahkan sampai pada level pemerintahan pusat yakni
Musrenbangnas. Pola pembangunan ini mengandung prinsip
desentralisasi dan demokrasi lokal, prinsip desentralisasi terkait
dengan penempatan kabupaten/kota sebagai wilayah pembangunan
otonom yang mempunyai kewenangan untuk mengelola perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan di wilayah yurisdiksinya. Sedangkan
prinsip demokrasi dijabarkan dalam partispasi masyarakat dalam
setiap tahapan perencanaannya.
Melalui konsep pemberdayaan tersebut pemerintah membangun
strategi untuk mulai meningkatkan partisipasi masyarakat baik itu
dalam proses maupun pelaksanaan pembangunan, kebijakan
pembangunan ini menganut dua filosofi dasar yaitu public touch and
bringing the public in, yakni sebuah kebijakan yang sungguh-sungguh
menyentuh kebutuhan publik dan juga mampu membawa masyarakat
masuk kedalam ruang-ruang kebijakan atau yang dikenal dengan
sebutan pembangunan partisipatif. Model kebijakan pembangunan
2
seperti inilah yang saat ini sedang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi
NTT.
Pemerintah Provinsi NTT saat ini telah melaksanakan berbagai
macam program pemberdayaan untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat baik itu dalam proses, pelaksanaan maupun pengawasan
pembangunan program-program pemberdayaan yang telah dan
sementara dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi NTT merupakan
program-program yang bersifat berkelanjutan serta meletakan
masyarakat sebagai pelaku utama program dan yang paling penting
adalah program-program tersebut lebih berusaha untuk mewujudkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat,
sedangkan kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk
memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu
mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola
sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang
terjadi di lingkungannya.
Seperti apa yang diutarakan oleh Jim Ife, bahwa pemberdayaan
adalah memberikan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan
keterampilan kepada warga untuk meningkatkan kemampuan mereka
dalam menentukan masa depannya sendiri dan berpartisipasi
3
didalamnya serta mempengaruhi kehidupan dari masyarakatnya2.
Maka dari itu, program pemberdayaan yang telah dilakukan oleh
Pemerintah Provinsi NTT pada saat ini adalah dengan memberikan
sumber daya berupa modal bagi usaha ekonomi produktif yang ada di
pedesaan, kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses
maupun pelaksanaan pembangunan dan juga pelatihan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat desa untuk
menyongsong masa depan yang lebih baik. Untuk itu, yang paling
penting dalam pemberdayaan adalah upaya membantu orang untuk
membebaskan dirinya secara mental maupun fisik.
II. STRATEGI MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT
DESA DALAM PEMBANGUNAN DI NTT
Berbicara mengenai strategi berarti secara langsung kita
berbicara mengenai bagaimana cara mencapai suatu tujuan bersama
untuk kepentingan bersama pula yang dilakukan melalui cara-cara
yang disepakati secara bersama.
Strategi yang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi NTT untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat di desa, tergambar melalui visi
Pemerintah Provinsi NTT yakni Terwujudnya Masyarakat NTT yang
Berkualitas, Sejahtera, Adil dan Demokratis dalam Bingkai Negara
2 Jim Ife dalam Zubaedi., Wacana Pembangunan Alternatif, Ragam Perspektif Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat, Ar-Ruzz
Media, Yogyakarta 2007
4
Republik Indonesia. Dari visi tersebut Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi NTT sebagai salah satu
lembaga yang menjadi pionir untuk menjalankan visi tersebut, pada
saat ini telah melaksanakan beberapa program/kegiatan yang
merupakan hasil dari pengejewantahan visi tersebut.
Adapun program-program yang sementara dan telah
dilaksanakan sampai dengan saat ini dimaksudkan untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat desa guna menunjang
pelaksanaan pembangunan di Provinsi NTT. Konsep yang digunakan
dalam pelaksanaan program tersebut adalah konsep pemberdayaan.
Konsep ini digunakan karena munculnya dua premis kepermukaan,
yaitu kegagalan dan harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah
gagalnya model-model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi
kemiskinan dan lingkungan berkelanjutan. Sedangkan harapan muncul
karena adanya alternatif pembangunan yang memasukan nilai-nilai
demokrasi, persamaan gender, persamaan antar generasi dan
pertumbuhan ekonomi yang memadai3.
Oleh karena itu, program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh
Badan Pemberdayan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi
NTT, lebih ditekankan pada peningkatan partisipasi secara aktif dari
3 Friedman, John., Empowerment The Politics of Alternative Development, Blackwell Publisher, Cambridge, 1992
5
masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan mereka, sehingga
program-program yang dilaksanakan tersebut mendukung tercapainya
visi Pemerintah Provinsi NTT.
Untuk mendorong terwujudnya masyarakat yang berdaya perlu
sekiranya dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat (empowerment
society) yang lebih komprehensif serta berorientasi jauh kedepan dan
berkelanjutan (suistanable). Pemberdayaan yang dilakukan adalah
bagaimana pemerintah dan stakeholder lainnya mampu bersinergi
dalam merencanakan program dan tetap mempertimbangkan nilai-nilai
sosial (social value) dan kearifan lokal (local wisdom) yang sudah
ada4.
Sehingga dalam menjalankan program-program pemberdayaan
tersebut, Pemerintah Provinsi NTT senantiasa bekerja sama dengan
NGO-NGO yang ada baik itu NGO nasional maupun internasional
yang bergerak pada bidang pemberdayaan masyarakat. Selain
menjalankan misi pemberdayaan bagi masyarakat desa, Pemerintah
Provinsi NTT melalui BPMPD Provinsi NTT juga melakukan tata
kepemerintahan yang baik pada level pemerintahan desa dengan
mengusung prinsip Good Local Governance akan tetapi tetap berpijak
pada prinsip partisipasi aktif masyarakat.
4 Huri, Daman., dkk., Demokrasi dan Kemiskinan, Program Sekolah Demokrasi PLaCIDS (Public Policy Analysis and Community
Development Studies) Averroes dan KID (Komunitas Indonesia untuk Demokrasi), Averroes Press, Malang, Agustus 2008
6
Banyak pakar kebijakan publik yang berbicara mengenai konsep
partisipasi, baik itu strategi maupun teknik untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat. Unsur penting dari partisipasi adalah
keterlibatan dan keterwakilan publik dalam proses-proses kebijakan
yang dilaksanakan oleh pemerintah. Ini berarti dalam partisipasi
berlangsung proses dimana negara membuka ruang dan adanya
aktivitas masyarakat untuk turut mengambil bagian didalamnya.
Keterwakilan warga menjadi salah satu unsur penting dalam
partisipasi karena merupakan aspek penting dari apa yang disebut
dengan keadilan demokratis. Ini artinya, adanya peluang yang sama
untuk memberikan suara dan menyatakan pilihan bagi dari seluruh
warganegara tanpa pengecualian menjadi sesuatu yang mutlak. Sebab
Konsep keadilan demokratis ini selalu erat kaitannya dengan konsep
”penyertaan” (inclusion). Namun demikian perwujudan partisipasi
dalam proses kebijakan tidak berarti mengambilalih mekanisme-
mekanisme formal dan ruang lembaga representasi formal yang sudah
ada. Pola hubungan mekanisme partisipasi dengan mekanisme
perwakilan formal yang sudah ada lebih bersifat saling mengisi bukan
saling meniadakan. Kehadiran mekanisme partisipasi akan menjadi
elemen penting yang akan membuat proses kebijakan berlangsung
optimal. Selain itu dengan adanya partisipasi, ada banyak lesson
7
learning yang akan didapat pemerintah daerah maupun masyarakat
sendiri. Sedangkan makna dari keterlibatan adalah adanya keterlibatan
pihak-pihak yang berkepentingan dan yang merasakan langsung efek
kebijakan mutlak adanya. Sebab pada dasarnya, yang menjadi
kehirauan utama dalam kebijakan publik adalah masalah publik itu
sendiri. Bila masalah tersebut adalah masalah publik maka publik pula
lah yang berhak menentukan penyelesaiannya (if the problem is ours,
the solution must be ours)5.
Berkaitan dengan unsur partisipasi tersebut dan juga
berdasarkan visi Pemerintah Provinsi NTT, maka BPMPD Provinsi
NTT menetapkan visi sebagai berikut BPMPD Provinsi NTT sebagai
Institusi Fasilitator yang Handal dalam Meningkatkan Kemandirian
Masyarakat dan Pemerintahan Desa/Kelurahan. Yang dimaksud
dengan visi tersebut adalah suatu cara pandang, tekad dan cita-cita
untuk mendorong terwujudnya kemandirian masyarakat dan
pemerintahan desa/kelurahan dalam : 1). Mengkaji potensi dan
permasalahan pembangunan desa/kelurahan; 2). Mengembangkan
sistem perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan pembangunan
secara partisipatif; 3). Mengembangkan lembaga ekonomi masyarakat
dan memanfaatkan sumber-sumber pendapatan desa/kelurahan secara
5 Nanang dan Hanif., Mengarusutamakan Partisipasi dalam Proses Kebijakan di Pemerintah Daerah, Modul Partisipasi, S2 Politik Lokal
dan Otonomi Daerah UGM, Yogyakarta
8
transparan dan bertanggungjawab; 4). Mengelola administrasi
desa/kelurahan secara tertib dan profesional.
Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka BPMPD Provinsi
NTT menetapkan misi sebagai berikut :
1. Pemantapan kelembagaan dan sosial budaya masyarakat
Memperkuat dan meningkatkan fungsi Lembaga Pemerintahan
Desa dan Kelembagaan Sosial Masyarakat yang ada di Desa
melalui pelatihan dan pendampingan, baik itu lembaga adat,
organisasi kepemudaan dan organisasi lainya di desa yang dapat
mendukung pelaksanaan pembangunan di desa.
2. Mengembangkan kemampuan dan kemandirian masyarakat untuk
berperan aktif dalam pembangunan
Meningkatkan sumber daya masyarakat desa dan mengoptimalkan
fungsi-fungsi Pemerintah Desa melalui peningkatan lembaga
pemberdayaan masyarakat serta mengoptimalkan pengembangan
lembaga adat.
3. Pengembangan usaha ekonomi rakyat
9
Upaya untuk meningkatkan pendapat masyarakat perdesaan
melalui kegiatan pelatihan paket usaha ekonomi produktif bagi
masyarakat miskin terutama Kepala Keluarga Perempuan,
pemberian paket bantuan usaha dan pendampingan.
4. Peningkatan pemanfaatan sumber daya dan pendayagunaan
Teknologi Tepat Guna
Pemanfaatan sumber daya lokal yang ada di perdesaan dengan
menggunakan Teknologi Tepat Guna sehingga dapat meningkatkan
nilai guna dari produk lokal tersebut dan dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat perdesaan.
5. Pemantapan dan penyelenggaraan pemerintahan desa/kelurahan
Fasilitasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan desa dan
Kelurahan melalui upaya penguatan kelembagaan dan aparatur
desa dan kelurahan, penguatan manajemen pengelolaan keuangan
desa dan kelurahan serta penguatan proses Musrenbangdus,
Musrenbangdes dan Musrenbangkel.
Dari visi dan misi yang diemban oleh BPMPD Provinsi NTT
seperti yang telah dijelaskan diatas adalah merupakan strategi
pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan di NTT, yang kemudian strategi tersebut dijabarkan
dalam program-program sebagai berikut 1). Program kerjasama
10
dengan dunia dan lembaga bilateral, multilateral dan PBB;
2). Program peningkatan keberdayaan masyarakat; 3). Program
pengembangan lembaga ekonomi perdesaan; 4). Program peningkatan
partisipasi masyarakat dalam membangun desa; 5). Program
pengembangan lembaga ekonomi perdesaan; 6). Program peningkatan
peran perempuan di perdesaan.
Program-program yang dilaksanakan tersebut adalah merupakan
strategi yang diciptakan oleh pemerintah agar masyarakat dapat
terlibat secara langsung dalam proses penentuan kebijakan. Seperti apa
yang dikatakan oleh Cornwall dan Gaventa6, bahwa partisipasi
mempunyai 3 derajad yang dilihat dari seberapa besar keleluasaan
yang dibuka oleh pemerintah, yaitu pertama; Invited Space.
Keterlibatan masyarakat dalam proses kebijakan muncul karena ruang
yang disediakan oleh pemerintah daerah. Inisiatif penyediaan ruang
partisipasi ini berasal dari pemerintah daerah sendiri. Inisiatif tersebut
muncul biasanya dikarenakan semakin kuatnya aksi-aksi kolektif
untuk mendesakkan agenda-agenda isu maupun pelembagaan ruang
pelibatan publik dalam proses politik-pemerintahan di aras lokal.
Namun tidak menutup kemungkinan inisiatif tersebut berasal dari
faktor eksternal, seperti dukungan lembaga donor maupun kebijakan
6 Cornwall, A., dan Gaventa, J., From Users and Choosers to Makers and Shapers: Re-Positioning Participation in Social Policy , IDS
Bulletin, Vol 31 No 4, 2000
11
pemerintah nasional. Dalam invited space penyediaan ruang partisipasi
masih belum terlembaga secara kuat.
Kedua; Conquered Space. Penyediaan ruang bagi keterlibatan
warga sudah mulai dilembagakan dalam proses kebijakan. Proses
pelembagaan ini bisa dalam bentuk legalisasi pelibatan publik. Proses
legalisasi ini biasa muncul dalam bentuk Perda Partisipasi Publik,
Transparansi maupun Konsultasi Publik. Pelembagaan juga bisa
berupa formalisasi mekanisme partisipasi. Misalnya pelembagaan
mekanisme Musrembang dalam proses perencanaan daerah. Ketiga;
Popular Space. Dalam ruang ini kehadiran partisipasi publik tidak
hanya terlembagakan secara apik tapi juga sudah mampu
mempengaruhi seluruh proses kebijakan yang ada.
Hasil evaluasi dari program-program pemberdayaan yang
dilaksanakan oleh BPMPD Provinsi NTT menggambarkan bahwa
telah terjadi pergeseran derajad partisipasi yang semula berada pada
posisi invited space dan sekarang berada pada posisi conquered space,
hal ini dikarenakan oleh adanya mekanisme perencanaan dalam wadah
Musyawarah Perencanaan Pembangunan baik itu pada tingkat dusun,
desa, kecamatan, kabupaten/kota sampai dengan provinsi, selain itu
adanya peningkatan animo masyarakat untuk selalu turut serta dalam
proses perencanaan, pelaksanaan maupun pembangunan baik itu yang
12
berupa pembangunan fisik maupun non fisik. Pergeseran tersebut juga
menggambarkan bahwa telah terjadi peningkatan kehidupan
berdemokrasi pada aras lokal, karena adanya kerja sama dari seluruh
elemen masyarakat demi terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi
kehidupan mereka sendiri.
Sehingga paradigma community driven development yaitu
penciptaan iklim untuk memberi penguatan peran masyarakat untuk
ikut dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, ikut
menggerakkan atau mensosialisasikan, ikut melaksanakan
pembangunan, dan melakukan kontrol publik menjadi sangat
signifikan. Hal itu bisa terkait dengan perencanaan, implementasi, dan
keberlanjutan berbagai macam program sesuai dengan permasalahan
dan urutan prioritasnya yang melalui proses demokratis, inklusif, dan
transparan yang disepakati untuk ditangani bersama. Dengan demikian
nantinya pembangunan, yang diarahkan mampu memperbanyak
pilihan-pilihan yang dapat diambil dan dimanfaatkan secara sungguh-
sungguh oleh masyarakat.
III. PENUTUP
13
Partisipasi memberikan kontribusi yang sangat besar bagi
terwujudnya Good Governance, Pemerintah Provinsi NTT memetik
berbagai keuntungan administratif dan politis dari ide partisipasi ini
dalam proses pembuatan kebijakan. Keuntungan-keuntungan yang
dapat diambil, yakni :
1. Adanya saluran komunikasi yang lebih baik
Partisipasi publik dalam proses kebijakan berhasil menciptakan
pola komunikasi politik yang baik antara pemerintah dan
warganya. Pemerintah daerah bisa menggunakan berbagai sarana
intermediasi yang disepakati bersama untuk menyaring berbagai
opini dan isu publik. Sedangkan pada saat yang bersamaan sarana
intermediasi ini bisa didayagunakan untuk mensosialisasikan dan
mengkomunikasikan berbagai kepentingan pemerintah kepada
masyarakat secara efektif.
Bila komunikasi antara pemerintah daerah dan warga terus-
menerus berlangsung secara efektif maka pasti akan terpola
”bahasa umum” (common language) terkait dengan proses
kebijakan dan pembangunan. Bahasa umum tersebut merupakan
resultante dari komunikasi intersubyektif yang terbangun dalam
berbagai ruang dan mekanisme partisipasi. Kalau bahasa umum ini
sudah disepakati maka terjadinya miskomunikasi antara pemerintah
14
daerah dan warga akibat perbedaan tafsir terhadap sebuah isu
kebijakan atau pembangunan bisa diminimalisasi. Proses
pembangunan pun akan berlangsung secara efektif.
2. Memunculkan ide yang kreatif dan meminimalisasi kritisisme
warga
Masyarakat yang terlibat dalam proses partisipasi akan merasa
turut sumbang suara dalam keputusan-keputusan yang sudah
diambil dan program kegiatan yang sudah disepakati. Akan muncul
berbagai ide segar dari warga karena mereka selalu merasa menjadi
bagian dari program kebijakan yang ada tersebut. Bila kondisi ini
berlangsung maka kritik warga terhadap program kebijakan yang
ada akan terminimalisasi. Mereka akan punya kecenderungan
untuk menjaga harmoni agar kemitraan dan kolaborasi yang ada
akan tetap berjalan. Kalaupun muncul kritik, kritiknya akan lebih
bersifat konstruktif demi kebaikan bersama.
3. Lahirnya kebijakan yang responsif dan kontekstual
Partisipasi juga memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk
mampu merumuskan desain kebijakan yang sensitif dengan
konteks sosial yang berkembang. Dalam proses yang partisipatif,
masyarakat berhak merumuskan dan menentukan masalah mereka
serta memastikan solusi yang spesifik.
15
Tentu saja dengan proses ini dapat dipastikan hasil kebijakan yang
ada akan sangat responsif. Bila desain kebijakan yang dirumuskan
sensitif dengan konteks ini berarti keputusan yang diambil akan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat justru
berkepentingan untuk mensukseskan program tersebut.
4. Efektifitas dan efisiensi implementasi kebijakan
Pengalaman menunjukkan bahwa pelibatan publik dalam proses
implementasi kebijakan justru lebih efektif. Pemerintah bisa
mendayagunakan sarana intermediasi dan modal sosial yang
berkembang untuk mengimplementasikan program kebijakan.
Masyarakat pun merasa berkepentingan untuk mensukseskan
implementasi program yang ada karena mereka terlibat dalam
proses perencanaannya.
Meskipun harus diakui bahwa pelibatan publik dalam proses
kebijakan pada fase awal proses kebijakan, terutama fase
perencanaan, sangatlah menghabiskan energi dan waktu. Sebab
fase ini merupakan fase dimana beragam kepentingan yang ada di
benak masyarakat dinegosiasikan sehingga nantinya akan terwujud
konsensus bersama. Namun bila terwujud konsensus yang
melibatkan pihak yang terkena langsung imbas kebijakan dalam
tahap perencanaan maka proses implementasi program justru akan
16
berjalan jauh lebih mudah. Implementasi program akan direspon
dengan positif dan baik oleh masyarakat karena mempunyai
legitimasi yang kuat di mata publik. Oleh karena itu, biaya sosial
akibat respon negatif bisa diminimalisasi.
5. Menguatkan modal sosial
Partisipasi publik bisa menjadi ruang untuk menciptakan modal
sosial dalam rangka mewujudkan pemerintahan daerah yang
efektif. Modal sosial yang dimaksud adalah kerjasama, rasa saling
memahami, kepercayaan (trust) dan solidaritas yang terbentuk
manakala pemerintah daerah dan warganya bertemu dan berembug
untuk mengupayakan kebaikan bagi semua pihak. Modal sosial ini
merupakan basis legitimasi bagi lembaga pemerintahan dan sangat
penting untuk mewujudkan pemerintahan daerah yang efektif dan
efisien.
Poin-poin tersebut menunjukkan betapa keterlibatan publik
dalam proses kebijakan bisa memberikan implikasi positif dalam
proses pemerintahan di daerah. Keuntungan tersebut tidak hanya
menghasilkan hubungan yang semakin dekat antara pemerintah daerah
dengan komunitas-komunitas yang ada di masyarakat secara luas
tetapi juga menjadikan proses kebijakan yang ada berjalan lebih efektif
dan efisien.
17
DAFTAR PUSTAKA
18
Cornwall, A., dan Gaventa, J., From Users and Choosers to Makers and
Shapers: Re-Positioning Participation in Social Policy, IDS
Bulletin, Vol 31 No 4, 2000;
Friedman, John, Empowerment The Politics of Alternative Development,
Blackwell Publisher, Cambridge, 1992;
Huri, Daman, dkk, Demokrasi dan Kemiskinan, Program Sekolah
Demokrasi PLaCIDS (Public Policy Analysis and Community
Development Studies) Averroes dan KID (Komunitas Indonesia
untuk Demokrasi), Averroes Press, Malang, Agustus 2008;
Nanang dan Hanif, Mengarusutamakan Partisipasi dalam Proses
Kebijakan di Pemerintah Daerah, Modul Partisipasi, S2 Politik
Lokal dan Otonomi Daerah UGM, Yogyakarta;
Zubaedi, Wacana Pembangunan Alternatif, Ragam Perspektif
Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat, Ar-Ruzz Media,