STRATEGI FUNDRAISING HARTA BENDA WAKAF OLEH PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH 2 CIPINING Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E) Oleh: Aulia Tri Syamsul Alam NIM: 1113046000108 PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/ 1439 H
94
Embed
STRATEGI FUNDRAISING HARTA BENDA WAKAF OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39144/1/AULIA... · ABSTRAK AULIA TRI SYAMSUL ALAM, NIM 1113046000108. “Strategi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
STRATEGI FUNDRAISING HARTA BENDA WAKAF OLEH PONDOK
PESANTREN DARUNNAJAH 2 CIPINING
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh:
Aulia Tri Syamsul Alam
NIM: 1113046000108
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/ 1439 H
STRATEGI FUNDRAISING HARTA BENDA WAKAF OLEH PONDOK
PESANTREN DARUNNAJAH 2 CIPINING
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh:
Aulia Tri Syamsul Alam
1113046000108
Pembimbing:
Drs. Hamid Farihi, MA.
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/ 1439 H
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Hari ini Selasa, 27 Maret 2018 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1. Nama : Aulia Tri Syamsul Alam
2. NIM : 1113046000108
3. Jurusan : Ekonomi Syari‟ah
4. Judul Skripsi : Strategi Fundraising Harta Benda Wakaf oleh Pondok
Pesantren Darunnajah 2 Cipining.
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan yang
bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 Maret 2018
PANITIA UJIAN:
1. Ketua : AM. Hasan Ali, M.A.
NIP. 19751201 100501 1 005 (……………………..)
2. Sekretaris : Dr. Abdurrauf, M.A.
NIP. 19731215 200501 1 002 (……………………..)
3. Pembimbing : Drs. Hamid Farihi, M.A.
NIP. 19581119 198603 1 001 (……………………..)
4. Penguji I : Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM
NIP. 19550505 198203 1 012 (……………………..)
5. Penguji II : Nurul Handayani, S,Pd, M.Pd.
NIP. 197101131 199903 2 001 (……………………..)
ثسى هللا انشح انشحى
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
satu persyaratan memperoleh gelar Strata I Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari karya ini terbukti bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 Maret 2018
Aulia Tri Syamsul Alam
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS DIRI
Nama : Aulia Tri Syamsul Alam
NIM : 1113046000108
TTL : Jakarta, 30 Juni 1995
Alamat : Jl. Durian II No. 19 RT. 02/06 Ds. Lumpang Kec. Parung
Jika disimpulkan dari pengertian-pengertian di atas bahwa strategi
adalah ilmu dan seni menggunakan kemampuan bersama sumber daya dan
lingkungan secara efektif yang terbaik, karena strategi merupakan kunci dari
terlaksananya misi yang ada dalam suatu perusahaan atau lembaga untuk
mencapai tujuan yang lebih baik.
2. Managemen Strategi
Manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu untuk
memformulasi, mengimplementasi dan mengevaluasi keputusan tingkat fungsi
yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuan. Hadari Nawawi
mengatakan bahwa manajemen strategi adalah perencanaan berskala besar
(perencanaan strategis) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang
29 David Faulkner dan Gerry Johnson, Seri Strategi Manajement, Ter. Dari Strategic Manajement
The Challenge Of Strategic Management, oleh Elex Media (Jakarta, PT. Elex Media Komputindo,
1992), h. 5 30 Abdullah Amrin, Strategi Pemasaran Asuransi Syariah, ( Jakarta : PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2007 ), h.7-8
17
jauh (visi), yang ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak atau
keputusan yang bersifat standar dan prinsipil agar memungkinkan organisasi
berinteraksi secara efektif (misi). Dalam usaha menghasilkan sesuatu
perencanaan operasional untuk menghasilkan barang dan jasa serta pelayanan
yang berkualitas, dengan di arahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan
strategi dan berbagai saran (tujuan operasional organisasi).31
3. Tahapan Strategi
Strategi juga melalui berbagai tahap dalam prosesnya, secara garis
besar strategi melalui tiga tahapan, yaitu :32
a. Perumusan Strategi
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah merumuskan strategi
yang akan di lakukan. Sudah termasuk di dalamnya adalah pengembangan
tujuan, mengenai peluang dan ancaman eksternal, menetapkan kekuatan
kelemahan secara internal, menetapkan suatu objektifitas, menghasilkan
strategi alternatif, dan memilih strategi untuk dilaksanakan. Dalam
perumusan strategi juga di tentukan suatu sikap untuk memutuskan,
memperluas, menghindari atau melakukan suatu keputusan dalam proses
kegiatan.
b. Implementasi Strategi
Setelah kita merumuskan dan memilih strategi yang telah di
tetapkan, maka langkah berikutnya adalah melaksanakan strategi yang
telah di tetapkan tersebut. Dalam tahap pelaksanaan strategi yang telah
dipilih sangat membutuhkan komitmen dan kerjasama dari seluruh unit,
tingkat dan anggota organisasi.
c. Evaluasi Strategi
Tahap akhir dari strategi ini adalah evaluasi. Strategi ini di
perlukan karena keberhasilan yang telah dicapai dapat diukur kembali
31 Stainer, George dan John Miller, Manajemen Strategi, Jakarta :Erlangga, 2008). H. 65 32
Fred R. David, Manajemen Strategi Konsep, Ter. Dari Strategic Manajement (Jakarta:
Prenhalindo, 2002), h.30
18
untuk menetapkan tujuan berikutnya. Evaluasi menjadi tolak ukur untuk
strategi yang akan dilaksanakan kembali oleh suatu organisasi dan evaluasi
sangat diperlukan untuk memastikan sasaran yang dinyatakan telah
dicapai. Ada tiga macam kegiatan mendasar untuk mengevaluasi strategi,
yakni :
1. Meninjau faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar
strategi. Adanya perubahan yang akan menjadi suatu hambatan
dalam pencapaian tujuan, begitu pula dengan faktor internal yang
diantaranya strategi tidak efektif atau hasil implementasi yang
buruk dapat berakibat buruk pula bagi hasil yang akan dicapai.
2. Mengukur prestasi (membandingkan hasil yang diharapkan dengan
kenyataan). Prosesnya dapat dilakukan dengan menyelidiki
penyimpangan dari rencana, mengevalusasi prestasi individu dan
menyimak kemajuan yang dibuat ke arah pencapai sasaran yang
dinyatakan. Kriteria untuk mengevaluasi strategi harus dapat
diukur dan mudah dibuktikan. Kriteria untuk meramalkan hasil
lebih penting dari pada kriteria yang mengungkapkan apa yang
terjadi.
3. Mengambil tindakan korektif untuk memastikan bahwa prestasi
sesuai dengan rencana. Dalam hal ini tidak harus berarti bahwa
strategi yang ada ditinggalkan atau harus merumuskan strategi
yang baru. Tindakan korektif di perlukan bila tindakan atau hasil
tidak sesuai yang dibayangkan semula atau pencapaian yang
diharapkan.
Dari tahapan strategi di atas bahwa merumuskan,
mengimplementasi dan mengevaluasi suatu strategi itu harus dilakukan
untuk kelancaran sebuah kegiatan ataupun program. Karena fungsi
merumuskan, mengimplementasi dan mengevaluasi dari sebuah strategi itu
dapat mengembangkan sebuah tujuan yang akan dicapai oleh organisasi
maupun lembaga. Dalam hal ini, suatu perusahaan atau lembaga akan
19
dapat mengukur sejauh mana kegiatan atau program yang sudah di
laksanakan dengan baik.
B. Konsep Fundraising
1. Pengertian Fundraising
Menurut bahasa fundraising berarti penghimpunan dana atau
penggalanagan dana, sedeangkan menurut istilah fundraising merupakan suatu
upaya atau proses kegiatan dalam rangka menghimpun dana zakat, infak, dan
sedekah, wakaf, serta sumber dana lainnya dari masyarakat baik individu,
kelompok, organisasi dan perusahaan yang akan disalurkan dan
didayagunakan untuk musthaik.33
Dari penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa fundraising
adalah sebuah cara untuk mempengaruhi masyarakat agar mau mengeluarkan
sedikit penghasilannya untuk melakukan amal kebajikan dalam bentuk
pemberian dana atau sumber daya lainnya yang bernilai, untuk diberikan
kepada masyarakat yang berhak menerimanya seperti, kaum fakir, miskin dll.
Fundraising juga dapat diartikan proses mempengaruhi masyarakat
baik perseorangan sebagai individu atau perwakilan masyarakat maupun
lembaga agar menyalurkan dananya kepada sebuah organisasi.34 Kata
mempengaruhi masyarakat mengandung banyak makna: Pertama, dalam
kalimat diatas mempengaruhi bisa diartikan memberitahukan kepada
masyarakat tentang seluk beluk keberadaan Lembaga Zakat atau Wakaf
Kedua, mempengaruhi dapat juga bermakna mengingatkan dan
menyadarkan. Artinya mengingatkan kepada donator untuk sadar bahwa
dalam harta yang dimilikinya bukan seluruhnya oleh dari usahanya secara
mandiri. Karena manusia bukanlah lahir sebagai mahluk individu saja, tetapi
juga memfungsikan dirinya sebagai mahluk sosial. Kesadaran yang seperti
inilah yang diharapkan oleh lembaga perwakafan dalam mengingatkan para
33 Manajemen Pengelolaan Zakat (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Zakat, Dierektorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2009), h. 65. 34 April Purwanto, Manajemn Fundraising bagi Organisasi Pengelola Zakat, (Yogyakarta: Sukses, 2009), h. 12.
20
donator. Sehingga penyadaran dengan mengingatkan secara terus menerus
menajdikan individu dan masyarakat terpengaruh dengan program dan
kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukannya.
Ketiga, mempengaruhi dalam arti mendorong masyarakat, lembaga dan
individu untuk menyerahkan sumbangan dana baik berupa zakat, infaq,
sedekah, wakaf dan lain-lain kepada lembaga zakat dan wakaf dalam
melakukan fundraising juga mendorong kepedulian sosial dengan
memperhatikan prestasi kerja annual report kepada calon donator. Sehingga
ada kepercayaan dari para calon donator setelah mempertimbangkan segala
sesuatunya.
Keempat, mempengaruhi untuk membujuk para donator untuk
berinteraksi. Pada dasarnya keberhasilan suatu fundraising adalah keberhasilan
dalam membujuk para donator untuk memberikan sumbangan dananya kepada
organisasi pengelola zakat dan lembaga perwakafan. Maka tidak ada artinya
suatu fundraising tanpa adanya interaksi.
Kelima, dalam mengartikan fundraising sebagai proses mempengaruhi
masyarakat, mempengaruhi juga dapat diterjemahkan memberikan gambaran
tentang bagaimana proses kerja, program dan kegiatan sehingga menyentuh
dasar-dasar nurani seseorang. Gambaran-gambaran yang diberikan inilah yang
diharapkan bisa mempengaruhi masyarakat sehingga mereka bersedia
memberikan sebagian dana yang dimiliknya sebagai sumbangan dana zakat,
infaq, shadaqah, dan wakaf kepada lembaga.
Keenam, mempengaruhi dalam pengertian fundraising dimaksudkan
untuk memaksa jika diperkenankan. Bagi lembaga zakat dan wakaf, hal ini
bukanlah suatu fitnah, atau kekhawatiran akan menimbulkan keburukan.
Tentunya paksaan ini dilakukan dengan ahsan sebagai perintah Allah dalam
Al-Qur‟an yang berbunyi:
صم ب ى ث ك ز ج ى ش ط ة ج ق ذ ى ص ن ا ي أ ز ي خ
ى ه ع ع س هللا ى ن ك ك س ج ل ص إ ى ه ع
Artinya: “Ambillah shodaqah dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
21
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”35
2. Tujuan Fundraising
Adapun tujuan fundraising sebagai berikut:
1. Tujuan menghimpun dana adalah sebagai tujuan fundraising yang
paling mendasar. Dana dimaksudkan adalah dana maupun daya operasi
pengelolaan lembaga. Termasuk dalam pengertian dana adalah barang
atau jasa yang memiliki nilai material.
2. Tujuan kedua adalah menambah calon donatur atau menambah
populasi donatur. Lembaga yang melakukan fundraising harus terus
menambah donaturnya. Untuk menambah jumlah donasi, ada dua cara
yang dapat ditempuh, yaitu menambah donasi dari setiap donatur dan
menambah jumlah donatur baru.
3. Aktifitas fundraising berdampak pada citra lembaga yang
menerapkannya. Citra ini dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan dampak positif terhadap penilaian masyarakat terhadap
lembaga.
4. Tujuan berikutnya ialah memuaskan donatur. Tujuan ini merupakan
tujuan yang tertinggi dan bernilai jangka panjang, meskipun dalam
pelaksanaan kegiatan secara teknis dilakukan sehari-hari. Kepuasan
donatur akan berpengaruh terhadap donasi yang akan diberikan kepada
lembaga.36
3. Unsur-unsur Fundraising
Adapun unsur-unsur fundraising, sebagaimana dijelaskan oleh
Purwanto yaitu berupa analisis kebutuhan, segmentasi, identitas profil
35
Al-Qur‟an Al-Kariim, Surat At-Taubah Ayat: 103. 36
Miftahul Huda, Pengelolaan Wakaf dalam Perspektif Fundraising (Studi tentang Penggalangan
Wakaf pada Yayasan Hasyim Asy’ari Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Yayasan Badan
Wakaf Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, dan Yayasan Dana Sosial Al-Falah Surabaya),
(Kementrian Agama RI, 2002), h. 36.
22
donator, produk, harga biaya transaksi, dan promosi.37
Substansi dari
fundraising yaitu berupa program, yakni kegiatan dari implementasi visi dan
misi lembaga yang jelas sehingga masyarakat mampu tergerak untuk
melakukan perbuatan filantropinya. Dalam hal ini lembaga dapat
mengembangkan program dengan siklus manajemen fundraising. Siklus
tersebut yaitu membuat kasus program, melakukan riset segmentasi calon
donator, menentukan teknik yang tepat digunakan untunk penggalangan
sumber dana/daya tersebut, dan melakukan permintaan secara menyeluruh
baik proses, efektifitas, maupun hasilnya.38
Norton mengemukakan mengenai langkah yang perlu diperhatikan
dalam menerapkan fundraising yang baik, diantaranya sebagai berikut:39
a. Terlebih dahulu menentukan kebutuhan, yakni sejauh mana pentingnya
sebuah lembaga berada, apakah pada posisi agar semata lembaga tetap
berjalan atau meningkatkan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan yang
semakin bertambah. Faktor yang perlu diperhatikan adalah seperti
pengembangan modal, dana abadi, mengurangi hidup bergantung pada
pihak luar, dan mengembangkan sumber dana independen.
b. Mengidentifikasi sumber dana/daya dan menilai peluang. Misalnya,
dalam penyusunan strategi dukungan dari perorangan, masyarakat
diajak menjadi anggota atau memberikan sumbangan dengan berbagai
model sumbangan. Lalu kemudian digali mana yang dijadikan sebagai
sumber utama mendapatkan sumeber dana/daya.
c. Mengidentifikasi hambatan. Ada hambatan yang timbul karna sifat
organisasi dan apa yang diperjuangkannya, ada yang timbul dari diri
organisasi sendiri.
37
Miftahul Huda, Pengelolaan, h. 37. 38
Miftahul Huda, Pengelolaan, h. 36 39
Miftahul Huda, Pengelolaan, h. 40
23
4. Konsep Fundraising dalam Islam
Pada awal masa Nabi Muhammad SAW, sumber daya negara Islam
pada saat itu sangat terbatas sehingga sulit mengatur pengadaan barang-barang
untuk public. Dalam pembangunan Masjid Nabawi menggunakan pendanaan
dari sumbangan tanah dan tenaga sukarela. Dalam perang tabuk, 30.000
pasukan dan 10.000 ekor kuda sepenuhnya dibiayai oleh sumbangan sukarela.
Bahkan ada sahabat yang menawarkan untuk membeli sumur agar dapat
digunakan umat pada masa kekeringan. Masyarakat Islam melakukan hal
tersebut karena memiliki motivasi yang kuat tentang ajaran agama. Umar Bin
Abdul Aziz sebagai khalifah gemar bersedekah dan wara’. Beliau menjadi
seorang zahid yang hanya mencari kehidupan akhirat yang abadi. Secara tidak
langsung, hal ini memberikan sumbangsih terhadap faktor-faktor
mempengaruhi sistem administrasi serta psikologi pejabat dan para
rakyatnya.40
Hal mana yang diharapkan dengan hadirnya undang-undang tentang
wakaf di Indonesia membuat konstruksi perwakafan sebagai bingkai dan
acuan pengaturan dalam pelaksanaan pengelolaan wakaf di Indonesia. Siapa
yang menjadi oprasiaonal, siapa yang menjadi pengawas dan siapa yang
mengupayakan perundang-undangan wakaf sehingga sistem pengelolaan
wakaf terstruktur, operasi serta sasaran pencapaiannya menjadi terarah dan
jelas.
C. Konsep Wakaf
1. Pengertian Wakaf
Secara etimologi, kata wakaf berasal dari bahasa Arab waqf, kata
kerjanya yaitu waqafa-yaqifu yang berarti “menahan” atau “berhenti”,
“berdiri” atau “diam di tempat”. Artinya menahan harta untuk diwakafkan
atau menahannya untuk tidak dipindah milikkan. Kata wakaf sama dengan
40
http://www.Hendrakholid.net/blog/2010/03/16/ diakses pada Tanggal 25 September 2017.
habs, yang keduanya merupakan kata benda.41 Selanjutnya kata waqf lebih
popular digunakan untuk makna mauquf, artinya yang ditahan, yang
diberhentikan atau yang diragukan, dibandingkan dengan makna suatu
transaksi.42
Adapun secara terminologi, para ahli fiqih berbeda pendapat dalam
mendefinisikan wakaf, sehingga mereka berbeda pula dalam memandang
hakikat wakaf itu sendiri. Berikut adalah beberapa pendapat mengenai
pengertian wakaf seperti yang dikutip oleh Ahmad Rodoni sebagai berikut:
a. Mazhab Hanafiyah
Wakaf adalah menahan benda orang yang berwakaf (waqif) dan
menyedekahkan manfaatnya untuk kebaikan.
b. Mazhab Malikiyah
Wakaf adalah menjadikan harta sang waqif, baik berupa sewa atau
hasilnya untuk diserahkan kepada orang yang berhak, dengan penyerahan
berjangka waktu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh orang yang
mewakafkan (waqif).
c. Mazhab Syafi‟iyah
Wakaf adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya,
dengan tetap utuhnya barang dan barang tersebut lepas dari milik orang
yang mewakafkan (waqif) serta dimanfaatkan untuk sesuatu yang
diperbolehkan oleh agama.
d. Mazhab Hanabilah
Wakaf adalah menahan secara mutlak kebebasan pemilik harta
dalam membelanjakan hartanya yang bermanfaat dengan utuhnya harta,
dan memutuskan semua hak penguasaan terhadap harta tersebut, sedangkan
41 Kementrian Agama RI, Wakaf Uang dan Prospek Ekonomi di Indonesia (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2013), h. 10. 42 Mukhlisin Muzarie, Hukum Perwakafan dan Implementasinya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat: Implementasi Wakaf di Pondok Modern Darussalam Gontor (Jakarta: Kementrian Agama, 2010), h. 77.
25
manfaatnya diperuntukan bagi kebaikan dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah SWT.43
e. Undang-Undang No. 41 Tentang Wakaf
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari‟ah.44
Dari beberapa pengertian wakaf yang telah dikemukakan tersebut
dapat disimpulkan, bahwa pada prinsipnya wakaf merupakan perbuatan
menyedekahkan harta atau benda untuk ditahan pokoknya dan disalurkan
hasilnya untuk kebajikan dan kemaslahatan umat dengan tujuan
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2. Dasar Hukum Wakaf
Wakaf disyariatkan setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah pada Tahun
ke dua Hijriyah. Para fuqaha bersepakat bahwa perintah wakaf secara tersirat
terdapat di beberapa firman Allah SWT. Karenanya, mayoritas ulama
berpendapat bahwa hukum wakaf adalah sunnah mustahab (sangat
dianjurkan).45
a. Dasar Hukum Wakaf dalam Al-Qur‟an
1) Surat Al-Baqarah (2) ayat 216:
ة ج م ح ر ك م هللا ج ى ف س ن ا ي أ ق ف ز ن م ا ر ي
هللا ة ج ح ة بئ ة ي ه ج م س م ف ك بث ع س ج حث س ج أ
ى ه ع ع اس هللا بء ش ن ف بع ض
Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-
orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-
43
Ahmad Rodoni, Investasi Syari’ah (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 195. 44
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf di
Indonesia (Jakarta: Badan Wakaf Indonesia, 2013), h. 4. 45
Kementrian Agama RI, Wakaf Uang dan Prospek Ekonomi di Indonesia (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2013), h. 14.
26
tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi
Maha Mengetahui.”46
2) Surat Al-Baqarah (2) ayat 267:
ب ي ى ح ج س ب ك بت ي ج ط ا ي ق ف ا أ آي ز ن ب ا ب أ
د ي ج خ ن ا ا ل ج سض ال ى ي ك ب ن ج ش خ أ
ا أ ه اع ضا ف غ ج أ ل إ ز آخ ى ث ح س ن ق ف ج
ذ ح غ هللا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian
dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji.”47
3) Surat Ali Imran (3) ayat 92:
ا ق ف ب ج ي ج ح ب ج ا ي ق ف ى ج ح ش ح ج ن ا ا بن ج ن
ى ه ع ث هللا إ ء ف ش ي
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan
(yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian
harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”48
b. Dasar Hukum Wakaf dalam Sunnah
Dalam beberapa hadits diriwayatkan, bahwasanya praktek wakaf
telah dilaksanakan pada masa Rasulullah SAW. Ada banyak riwayat yang
menceritakan tentang perintah wakaf, diantaranya adalah sebagai berikut:
46
Al-Qur‟an Al-Kariim, Surat Al-Baqarah Ayat: 261. 47
Al-Qur‟an Al-Kariim, Surat Al-Baqarah Ayat: 267. 48
Al-Qur‟an Al-Kariim, Surat Ali Imran Ayat: 92.
27
1) Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh:
عهى ذلخ: صذقة جبسة، ه إل ي قطع ع آدو ا إرا يبت اث
نذ صبنح ذع ن ، حفع ث
Artinya: “Jika seorang manusia meninggal dunia, maka
terputuslah amal perbuatannya, kecuali tiga hal; sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang selalu
mendoakannya.”[HR. Muslim]49
2) Hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar:
صهى هللا عه سلو جش فؤجى انج ش أسضب ثخ أصب ة ع
جش نى ل هللا إ أصجث أسضب ثخ ب فقبل ب سس سحؤيش ف
شئث قبل إ ب جؤيش ث ف ذي ي فس ع أ أصت يبل قظ
ل جبع ش أ ق ثب ع قث ثب قبل فحصذ جصذ حجسث أصهب
ل سخ ف انقشثى أصهب ش ف انفقشاء قبل فحصذق ع
ف ل جبح عهى انض م ج انس ث م هللا ف سج قبة ف انش
ل ش يح قب غ طعى صذ عشف أ ب ثبن ؤكم ي ب أ ن ي
ش يحؤذم ف نفظ : غ ف
Artinya: “Umar mendapatkan bagian tanah di Khaibar, lalu dia
menemui Nabi SAW untuk meminta pendapat tentang tanah
itu. Dia berkata, „wahai Rasululllah, sesungguhnya aku
mendapat bagian tanah di Khaibar, dan aku tidak mendapatkan
harta yang lebih berharga dari tanah ini. Maka apa yang engkau
perintahkan kepadaku tentang tanah itu?‟ Beliau menjawab,
„jika engkau menghendaki, maka engkau dapat menahan
tanahnya dan engkau dapat menshadaqahkan hasilnya‟.
Abdullah bin Umar berkata, „Maka Umar menshadaqah kan
hasilnya, hanya saja tanahnya tidak dijual atau diwariskan‟. Dia
berkata, „Maka Umar menshadaqahkan hasilnya untuk orang-
orang fakir, kerabat, untuk memerdekakan budak wanita, di
jalan Allah, orang dalam perjalanan, orang lemah, dan tidak
ada salahnya bagi orang yang mengurusnya untuk memakan
darinya secara ma‟ruf, atau untuk memberi makan teman,
49
Muslim, Shahih Muslim (Riyadh: Darus-Salam, 1998), h. 716.
28
selagi tidak mengambil secara berlebihan. Dalam suatu lafazh
disebutkan, „Selagi bukan untuk ditumpuk‟.”50
3. Rukun dan Syarat Wakaf
a. Rukun Wakaf
Rukun berasal dari Bahasa Arab yang berarti suatu pilar yang kuat
dan agung. Sedangkan dalam pandangan ulama fiqih, rukun adalah bagian
dari suatu hakikat.51 Mengenai jumlah rukun wakaf, terdapat beberapa
perbedaan pendapat antara mazhab Hanafi dengan jumhur fuqaha.
Menurut ulama mazhab Hanafi bahwa rukun wakaf itu hanya ada satu,
yaitu akad yang berupa ijab (pernyataan dari waqif). Sedangkan qabul
(pernyataan menerima wakaf) tidak termasuk rukun bagi ulama mazdhab
Hanafi disebabkan akad tidak bersifat mengikat.
Menurut jumhur ulama dari mazhab Syafi‟i, Maliki dan Hambali
terdapat empat rukun wakaf atau unsur utama wakaf, yaitu:
1. Waqif (Orang yang berwakaf)
2. Mauquf Bih (Benda atau harta yang diwakafkan)
3. Mauquf ‘alaih (Penerima manfaat wakaf)
4. Sighat (Pernyataan atau Ikrar wakaf dari Waqif)52
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf Pasal 6 dijelaskan bahwa wakaf harus memenuhi 6 unsur atau
rukun wakaf, diantaranya:
1. Wakif
Wakif, dalam PP, orang atau orang-orang atau badan hukum
yang mewakafkan tanah miliknya. Karena mewakafkan tanah itu
merupakan suatu perbuatan hukum, maka wakif haruslah memenuhi
beberapa syarat untuk melakukan tindakan hukum. Syaratnya adalah:53
50
Muslim, Shahih, h. 717. 51 Kementrian Agama RI, Dinamika Perwakafan di Indoneia dan Berbagai Belahan Dunia (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2013),
h. 16. 52
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia (Ciputat: Ciputat Press, 2005), h. 17. 53
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 2012), h. 106-107.
29
(a) Dewasa
(b) Sehat akalnya
(c) Tidak terhalang melakukan tindakan hukum
Dalam hukum Islam ada 2 hal yang menjadi syarat seorang
wakif yaitu, baligh dan rasyid. Baligh lebih menitikberatkan pada usia,
sedang rasyid adalah kematangan pertimbangan akal.54
Badan hukum Indonesia yang dapat menjadi wakif adalah
badan hukum yang memenuhi syarta yang ditentukan dalam Peraturan
Pemerintah No. 38 Tahun 1963, yaitu badan-badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik atas tanah. Badan-badan hukum dimaksud ialah
Bank Negara, Perkumpulan Koperasi Pertanian, Badan Keagamaan
yang ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri (dahulu oleh Menteri
Pertanian dan Agraria), dan Badan Sosial yang ditunjuk oleh Menteri
Dalam Negeri. Yang bertindak atas nama badan-badan hukum tersebut
adalah pengurusannya yang sah menurut hukum.55
2. Nadzir
Nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakf dari
wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan
peruntukannya.56
Dalam hukum fikih tradisional, nadzir tidak
termasuk dalam rukun (unsur-unsur) wakaf. Orang dapat saja menjadi
nadzir, bila wakif menunjuknya. Para fuqaha dahulu berpendapat
bahwa nadzir tidak harus orang lain atau kelompok orang. Wakif
sendiri dapat menjadi nadzir atas harta yang diwakafkannya sendiri.57
Dalam hal wakif mewakafkan hartanya kepada Nazhir bukan
berarti Nazhir memiliki kekuasaan mutlak terhadap harta benda wakaf
yang dikelolanya. Jadi, nazhir hanyalah memiliki kekuasaan untuk
mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. Namun demikian,
54
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang Wakaf-Ijarah-Syirkah (Bandung: Alma‟arif, 1977),
h. 10. 55
Muhammad Daud Ali, Sistem, h. 107. 56
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf di
Indonesia (Jakarta: Badan Wakaf Indonesia, 2013), h. 4. 57
Muhammad Daud Ali, Sistem, h. 112.
30
wakif tetap memiliki hak perhasilan dari harta wakaf yang dikelolanya.
Maka dari itu sangat dianjurkan bahwa nazhir memiliki Profesionalitas
dan memahami betul tentang ajaran agama.58
Dalam Pasal 9 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf dijelaskan bahwa Nadzir itu meliputi, perseorangan, organisasi,
dan/atau badan hukum.
Syarat-syarat seorang Nadzir pun dibagi kedalam syarat
perseorangan, organisasi, dan badan hukum. Untuk syarat nadzir
perseorangan seperti dijelaskan dalam pasal 9 ayat (1) Undang-unda
No. 41 Tahun 2004 yang diantaranya:
a. Warga Negara Indonesia
b. Beragama Islam
c. Dewasa
d. Amanah
e. Mampu secara jasmani dan rohani
f. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
Organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 hanya dapat
menjadi Nadzir apabila memenuhi persyaratan:
a. Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan
nadzir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
b. Organisasi yang bergerak dibidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
Adapun badan hukum yang sebagaimana dimaksud pasal 9
hanya dapat menjadi Nadzir apabila memenuhi persyaratan:59
a. Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi
persyaratan nadzir perseorangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
b. Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
58
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Tanya Jawab Wakaf, h. 11. 59
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf di
Indonesia (Jakarta: Badan Wakaf Indonesia, 2013), h. 7-8.
31
c. Badan hukum yang bersangkutan bergerak dibidang sosial,
pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
Nadzir wakaf, entah itu perorangan, organisasi maupun juga
badan hukum harus terdaftar pada Kantor Urusan Agama (KUA)
kecamatan setempat untuk mendapat pengesahan dari kepala KUA
kecamatan yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf.
Pendaftaran itu dimaksudkan untuk menghindari perbuatan
perwakafan yang menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan dan juga
untuk memudahkan pengawasan.60
3. Harta Benda Wakaf
Yang dapat dijadikan Harta benda wakaf menurut PP itu,
adalah tanah hak milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan,
sitaan, dan perkara. Ketentuan ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa wakaf adalah sesuatu yang sifatnya suci dan abadi.
Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki
dan dikuasai oleh wakif secara sah.
Dalam Pasal 16 Undang-undan No. 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf Harta beda wakaf dapat diklasifikasikan menjadi benda tidak
bergerak dan benda bergerak.61
Benda tidak bergerak itu seperti:
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum
terdaftar.
b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas.
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
60
Muhammad Daud Ali, Sistem, h. 113. 61
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf di
Indonesia (Jakarta: Badan Wakaf Indonesia, 2013), h. 10.
32
Dan benda bergerak sebagaiman dimaksud, adalah harta benda
yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:
a. Uang.
b. Logam mulia.
c. Surat berharga.
d. Kendaraan.
e. Hak atas kekayaan intelektual.
f. Hak sewa.
g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dan juga, ketika seorang Wakif mewakafkan hartanya, maka
hartanya pun harus memenuhi persyaratan berikut:62
a. Harus tetap zatnya dan dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu
yang lama, tidak habis sekali pakai. Pemanfaatan itu haruslah
untuk hal-hal yang berguna, halal dan sah menurut hukum.
b. Harta yang diwakafkan haruslah jelas wujudnya, dan pasti
batas-batasnya.
c. Benda tersebut harus benar-benar kepunyaan Wakif dan bebas
dari segala beban.
d. Harta yang diwakafkan itu dapat berupa buku-buku, saham,
surat-surat berharga dan sebagainya. Dan harus dipastikan
bahwa penggunaan saham atau modal tidak untuk usaha-usaha
yang bertentangan dengan ketentuan syariah.
4. Ikrar Wakaf
Ikrar Wakaf atau Sighat adalah pernyataan kehendak dari wakif
untuk mewakafkan hartanya. Dan dengan pernyataan itu, maka
tanggallah hak wakif atas benda yang diwakafkannya. Benda itu
kembali menjadi hak mutlak milik Allah yang nantinya akan
62
Ahmad Azhar Basyir, Hukum, h. 10.
33
dimanfaatkan oleh orang atau orang-orang yang disebut dalam ikrar
wakaf tersebut.63
Ikrar wakaf yang lebih bertata cara, namun masih dalam
kategori sederhana, dapat dilihat dalam suasana masyarakat pedesaan.
Dimana seseorang yang hendak mewakafkan tanahnya
memberitahukan kehendaknya itu pada seorang kiai atau orang yang
dipercayainya. Wakif bersama dengan kiai dan beberapa orang saksi
pergi ke kepala desa pada waktu yang ditentukan. Di hadapan kepala
desa, wakif menyatakan maksudnya untuk mewakafkan tanahnya. Dan
pada saat itu pula, kepala desa mencatat tanah wakaf itu dalam buku
catatan desa. Atau terkadang wakif mengundang kiai, saksi dan
beberapa orang yang bersangkutan untuk meng-ikrarkan wakafnya.64
Dalam Pasal 18 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 dijelaskan
bahwa jika wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau
tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang
dibenarkan oleh hukum. Wkif dapat menunjuk kuasanya dengan surat
kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi.
Lalu ditetapkan pula persyaratan untuk saksi Ikrar wakaf ini,
diantaranya:65
a. Dewasa
b. Beragama Islam
c. Berakal sehat
d. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
5. Peruntukan Harta Benda Wakaf
Undang-undang No. 41 Tahun 2004 menjelaskan bahwa dalam
rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf 1 harta benda wakaf hanya
dapat diperuntukan bagi:
63
Ahmad Azhar Basyir, Hukum, h. 5. 64
Zul Asyri, Masalah Sighat (Ikrar) Menurut Konsepsi Para Mujtahidin dan menurut PP No. 28
dan yang Berlaku dalam Masyarakat Indonesia (Jakarta: Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif
Hidayatullah, 1985), h. 8. 65
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf di
Indonesia (Jakarta: Badan Wakaf Indonesia, 2013), h. 11.
34
a. Sarana dan kegiatan ibadah
b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan
c. Bantuan kepada fakir miskin anak terlantar, yatim piatu,
beasiswa
d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat
e. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak
bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-
undangan.
Dalam hal penentuan peruntukan harta benda wakaf wakif
tidak memiliki hak untuk itu. Sedangkan Nadzir dapat menetapkan
peruntukan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan dan fungsi
wakaf.66
6. Jangka Waktu Wakaf
Wakaf menurut difinisi ulama adalah menyerahkan harta
miliknya yang dapat dimanfaatkan untuk selamanya serta
mengabadikan pokoknya. Sedangkan wakaf menurut Undang-undang
nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf bahwa wakaf adalah perbuatan
hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Menurut kedua definisi ini jelas bahwa wakaf menurut
paradigma para ulama fiqh adalah untuk selamanya. Akan tetapi
berdasarkan ijtihad para ulama kontemporer bahwa wakaf adalah
perbuatan baik yang esensinya adalah untuk kemalaslahan maka wakaf
harta yang dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu
diperbolehkan.
Seringkali konotasi wakaf adalah kuburan, masjid atau
madrasah yang semuanya tidak bernilai ekonomi dan jarang sekali
masyarakat memaknai wakaf sebagai instrument ekonomi, produktif
66
Kementrian Agama RI, Himpunan, h. 12.
35
dan memberi kesejahteraan. Karenanya banyak harta wakaf yang
membebani masyarakat daripada mnghasilkan pendapatan.
Pada dasarnya wakaf adalah abadi dan untuk kesejahteraan.
Pada prinsipnya, Wakaf tidak boleh diwariskan, tidak boleh dijual dan
tidak boleh dihibahkan. Menurut Imam Syafi‟i, harta wakaf selamanya
tidak boleh ditukarkan. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, harta
benda wakaf dapat ditukar jika harta wakaf tersebut sudah tidak dapat
dikelola sesuai peruntukan kecuali dengan ditukar atau karena
kemaslahatan umum.
Sedangkan menurut Undang-undang nomor 41 tahun 2004
tentang wakaf, Pasal 40 bahwa harta benda wakaf tidak dapat
dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, dan ditukar.
Pasal 41 menjelaskan perubahan status wakaf atau penukaran harta
wakaf dapat dilakukan apabila harta benda wakaf yang telah
diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan
rencana umum tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan
syariah.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 tentang
pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 tentang wakaf bahwa harta
benda wakaf tidak dapat ditukarkan kecuali karena alasan rencana
umum tata ruang (RUTR), harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan
sesuai ikrar wakaf, atau pertukaran dilakukan untuk keperluan
keagamaan secara langsung dan mendesak. Harta benda wakaf yang
telah dirubah statusnya wajib ditukar dengan dengan harta benda yang
bermanfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta
benda wakaf semula. Penukaran dapat dilakukan oleh Menteri Agama
RI setelah mendapat rekomendasi dari pemerintah daerah