STRATEGI DAKWAH PONDOK PESANTREN MUHAMMADIYAH MENGKENDEK TANA TORAJA DALAM MENINGKATKAN KESADARAN BERAGAMA SANTRI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh FATMAWATY NIM : 105270015115 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1442 H/ 2020 M
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
STRATEGI DAKWAH PONDOK PESANTREN MUHAMMADIYAH MENGKENDEK TANA TORAJA DALAM MENINGKATKAN
KESADARAN BERAGAMA SANTRI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
FATMAWATY NIM : 105270015115
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1442 H/ 2020 M
ABSTRAK
FATMAWATY. 105270015215. 2020. Strategi Dakwah Pondok Pesantren Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja Dalam Meningkatkan Kesadaran Beragama Santri, Dibimbing oleh Wiwik Laela Mukromin dan Meisil B Wulur.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kesadaran beragama santri dan strategi dakwah pondok pesantren Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja dalam meningkatkan kesadaran beragama santri. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana kesadaran beragama santri dan bagaimana strategi dakwah pondok pesantren Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja dalam meningkatkan kesadaran beragama santri.
Secara metodologis penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu
sebuah penelitian yang dimaksudkan untuk mengungkap sebuah fakta empiris secara objektif ilmiah dengan berlandaskan pada logika keilmuan, prosedur dan didukung oleh metodologi dan teoritis yang kuat sesuai disiplin keilmuan yang ditekuni.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi dakwah di pondok pesantren Pembangunan Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja dalam meningkatkan kesadaran beragama santri adalah (1) kajian rutin dengan materi keagaman yang ringan yang di bawakan setiap selesai sholat magrib oleh para ustadz di pesantren untuk menambah pengetahuan agama santri. (2) Pembina selaku pendidik berusaha memberikan contoh perilaku yang baik sebagai tauladan untuk santri.(3) pendisiplinan waktu dengan pembina mengontrol kegiatan santri yang ada di asrama, (4) Evaluasi harian, setiap sore para musyrif akan mengecek ibadah yang mereka kerjakan pada tiap harinya satu persatu.Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat yang berdampak langsung pada proses berjalannya kegiatan dalam meningkatkan kesadaran beragama santri pondok pesantren pembangunan Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja. Faktor pendukung; 1) Pesantren tersebut di bangun oleh organisasi Muhammadiyah yang merupakan organisasi besar dan solid, sehingga baik pimpinan hingga wakil direktur berasal dari kader yang berpengalaman dan profesional, 2) Fasilitas yang cukup memadai walaupun belum sempurna, 3) Merupakan pesantren pertama yang ada di Tana Toraja sehingga membina santri yang cukup banyak. Faktor penghambat; 1) Kurangnya sumber daya manusia yang berpengalaman baik dari segi pemahaman ajaran Islam dan dalam segi mendidik, 2) Tidak memiliki guru BK, 3) Berada dilingkungan minoritas muslim, 4) Banyak keluarga santri masih memeluk agama kristen dan adapun yang murtad.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufiq dan
Inayah-Nya, sehingga penulis telah menyelesaikan karya ilmiah berupa
skripsi yang berjudul “STRATEGI DAKWAH PONDOK PESANTREN
PEMBANGUNAN MUHAMMADIYAH MENGKENDEK TANA TORAJA
DALAM MENINGKATKAN KESADARAN BERAGAMA SANTRI.”
Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Ambo Asse, M. Ag selaku rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2. Drs H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I selaku Dekan Fakultas Agama
Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Dr. (HC) M.M Thayyib Khoory selaku Founder dan Donatur Asia
Muslim Charity Foundation (AMCF)
4. Dr. H. Abbas, Lc. MA. selaku Ketua Prodi dan Dr. Sudir Koadhi,S.S.
M.Pd.I Selaku Sekertaris Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas
Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Dr. Meisil B Wulur S. Kom.I.,M.Sos.I dan Wiwik Laela Mukromin
M.Pd.I selaku Pembimbing satu dan pembimbing dua yang telah
banyak meluangkan waktu serta pikirannya dalam mengarahkan
dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Universitas Muhammadiyah Makassar.
7. Seluruh Staf Universitas Muhammadiyah Makassar atas didikan
ilmu yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan program
perkuliahan Strata Satu (S1).
8. Kepada Bapak, Ibu dan saudaraku tercinta yang langsung maupun
tidak langsung membantu dan memberikan dukungan dalam
proses penyusunan skripsi ini.
9. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa(i) angkatan 2015 jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Unismuh
Makassar atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini, baik
suka maupun duka selama menjalani perkuliahan hingga selesai.
10. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebut satupersatu yang
telah membantu proses penyusunan skripsi ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh mencapai
kesempurnaan dalam arti sebenarnya dan masih banyak terdapat
kekurangan dan kelemahan baik isi dan tata bahasanya, namun penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan
para pembaca pada umumnya.
Makassar, 02 Rabi’ul awwal 1442 H
20 Oktober 2020 M
Penulis
Fatmawaty NIM: 105270015115
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
PENGESAHAN SKRIPSI .............................................................................. ii
BERITA ACARA MUNAQASYAH ............................................................... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................ iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1 A. Rumusan Masalah .................................................................................. 5 B. Penelitian................................................................................................. 5 C. Manfaat Penelitian .................................................................................. 6 BAB II TINJAUAN TEORITIS
C. Pondok Pesantren ................................................................................ 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 40 B. Lokasi dan Objek Penelitian ................................................................. 40 C. Fokus dan Deskripsi Fokus Penelitian ................................................. 41 D. Deskripsi Penelitian .............................................................................. 41 E. Instrumen Penelitian ............................................................................. 42 F. Sumber Data ......................................................................................... 42 G. Teknik Pengumpulan data .................................................................... 43 H. Teknik Analisis Data ............................................................................. 44
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Sejarah Pondok Pesantren ................................................................... 46
B. Kesadaran Beragama Santri ................................................................ 51
C. Strategi Dakwah Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah dalam
Meningkatkan Kesadaran Beragama Santri......................................... 55
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN ....................................................................................... 76
B. SARAN .................................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang diciptakan
oleh Allah SWT. Manusia adalah makhluk yang berfikir, karena
kecenderungannya dalam berfikir itu manusia tak pernah luput dari
berbagai permasalahan dan problem hidup. Sudah menjadi keharusan
dalam kehidupan sosial, bahwa kepedulian antar sesama harus dijunjung
tinggi. Dalam hal ini, bukan hanya bantuan materi yang dibutuhkan, lebih
dari itu, dorongan moril dan spiritual sangat berpengaruh dalam membantu
seseorang dalam mengoptimalkan kemampuan diri dan memberikan solusi
dari masalah – masalah yang dihadapinya. Dalam hal ini, tentunya
diperlukan metode-metode yang sistematis dan kiat–kiat khusus agar
tujuan yang diharapkan dapat mengena pada sasaran yang diharapkan.1
Era informasi dan pengetahuan yang ditandai oleh penempatan
teknologi informasi dan kemampuan intelektual sebagai modal utama
dalam berbagai bidang kehidupan, ternyata di sisi lain memberikan
dampak negatif terhadap pertumbuhan karakter. Semakin hari degradasi
moral, sikap, dan perilaku semakin terasa di berbagai kalangan akademik,
Seluruh asas yang dijelaskan di atas termuat dalam metode dakwah
yang harus dipahami oleh pelaku dakwah. Dimana Istilah metode atau
methodos (Yunani) diartikan sebagai rangkaian, sistematisasi dan rujukan
tata cara yang sudah dibina berdasarkan rencana yang matang, pasti dan
logis.18
a. Subjek Dakwah
Subjek dakwah adalah pelaksana dakwah yang beragama Islam,
baik laki-laki maupun perempuan bagi mereka yang memiliki kemampuan
untuk mengajak dan memberikan materi dakwah kepada orang lain.
Kewajiban ini seperti yang telah di gariskan oleh Allah swt., dalam QS.
Ali-Imran (3): 110:
Terjemahnya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”19
Subjek dakwah seperti yang diisyaratkan dalam surat Ali
Imran di atas paling tidak memiliki; sikap simpatik dan berperilaku
keteladanan serta memiliki kepribadian yang mengesankan. Hamzah
Yakub dalam bukunya Publistik Islam,Teknik Dakwah dan Lidership;
menjelaskan bahwa seorang subjek dakwah paling tidak memiliki:
1) Pemahaman Al-Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai pedoman
dakwah
18
Onong Uchjana Efendi, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi,(Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2003), h. 56.
19Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 65
2) Memiliki pengetahuan tentang pendidikan ajaran Islam, (Tafsir,
Hadits dan Sejarah Kebudayaan Islam)
3) Memiliki pengetahuan yang menjadi alat kelengkapan dakwah
(metode, psikologi, antropologi, sosiologi)
4) Memahami bahasa objek dakwah (disamping retorika dan
kemampuan menjelaskan materi)
5) Penyantun dan lapangdada
6) Berani kepada siapapun dalam menyatakan dan mempertahankan
kebenaran
7) Memberi contoh dalam setiap kebajikan sehingga dapat singkron
antara perkataan dan perbuatan
8) Berakhlak mulia (tidak sombong, jujur, tawađđu, rendah hati, murah
senyum)
9) Memiliki ketahanan mental yang kuat disamping optimis
keberhasilan yang akan tercapai
10) Berdakwah karena Allah tanpa mengharapkan imbalan dan upah
sedikitpun
11) Mencintai tugas kewajiban dan tidak gampang meninggalkan tugas
sebagai penyeruh dakwah.”20
20
Hamzah Yakub, Publisistik Islam, Teknik Dakwah dan Lidership, (Cet. II;
Bandung: CV. Diponegoro, 1981), h. 37-39.
Oleh karena itu, seorang pelaku dakwah (da‟i) yang menjadi simbol
moral harus memiliki kompetensi seperti di atas agar memudahkan
efektifitas komunikasi dakwah.
b. Objek Dakwah
Objek dakwah adalah setiap orang yang dapat dijadikan
sasaran pesan dakwah. Dakwah tidak hanya dilakukan pada masyarakat
awam, namun kegiatan dakwah disampaikan kepada seluruh manusia dan
umat Islam pada khususnya yang diawali dari diri sendiri („ibda‟ū bi nafsiy)
sebagai langkah awal selanjutnya keluarga dan siapa saja yang menjadi
sasaran komunikasi dapat dikatakan sebagai objek dakwah dengan
kapasitas dan tipologi yang berbeda-beda. Imam Al-Gazali membagi umat
manusia yang menjadi objek dakwah ke dalam 3 golongan:21
1) Kaum awam, dengan daya akalnya yang sederhana memiliki cara
berfikir yang sederhana sekali, sehingga mereka memiliki cara
berfikir yang sederhana pula. Mereka memiliki sifat yang lekas
percaya dan penurut, sehingga golongan ini harus dihadapi
dengan sikap memberi nasehat dan petunjuk (al-maw „izah);
2) Kaum pilihan (Ial-khawwas), yakni kaum yang memiliki daya akal
yang kuat dan mendalam. Kemampuan nalar dan keilmuan
mereka cukup memadai bahkan sudah mengerti ajaran Islam,
sehingga mereka harus didekati dengan sikap menjelaskan
hikmah-hikmah, dan
21
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam,(Cet. IX; Jakarta: Bulan
Bintang, 1995), h. 45-46
3) Kaum yang suka melawan dan bahkan menjadi musuh dan
penengkar (ahl al-jadal), sehingga pendekatan yang digunakan
pada golongan ini adalah dengancara Al-Mujādala.
Sedangkan M. Arifin membagi masyarakat yang menjadi objek
(sasaran) dakwah, yaitu dilihat dari berbagai segi:22
1) Sosiologis, berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar
dan kecil serta masyarakat dari daerah marginal di kota besar
2) Struktur kelembagaan, berupa masyarakat, pemerintah dan
keluarga,
3) Sosia cultural berupa golongan priyayi, abangan dalam
masyarakat di Jawa
4) Tingkat usia, berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua
5) Okupasional (profesi atau pekerjaan), berupa golongan petani,
pedagang,seniman, buruh, pegawai negeri (administrator)
6) Tingkat hidup sosial ekonomi, berupa golongan orang kaya,
menengah dan miskin.
7) Jenis kelamin (sex), berupa golongan wanita dan pria.
8) Khusus berupa golongan mayarakat tuna susila, tuna wisma, tuna
rungu, tuna karya, nara pidana dan sebagainya.
c. Tujuan Dakwah
Kegiatan manusia yang berhasil adalah kegiatan yang
mempunyai planning (perencanan) yang matang dan kegiatan yang
22
M. Arifin, Psikologi Dakwah, Suatu Pengantar Studi,(Cet. 6; Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2004), h. 3-4
mempunyai tujuan, dengan cara dan metode tersendiri dalam
pencapaiannya. Dakwah adalah merupakan salah satu bentuk kegiatan
manusia, harus direncanakan sebelumya serta menentukan sasaran dan
tujuan yang ingin dicapai, sehingga kegiatan yang dilakukan dapat
terorganisir dengan baik dan mencapai sasaran. Seluruh rangkaian dan
acuan yang telah diorganisir secara baik dalam pelaksanaan dakwah
tersebut haruslah dipenuhi demi mendapatkan hasil yang maksimum dan
memuaskan. Di antara unsur yang terpenting dalam dakwah adalah
menentukan tujuan sasaran dakwah. Tujuan dakwah terbagi dalam dua
bagian yaitu:
1) Tujuan dakwah secara umum (major objective) yaitu sesuatu yang
hendak dicapai dalam suatu aktivitas dakwah. Tujuan umum
dakwah sebagaimana yang telah disinggung pada definisi dakwah
di atas yaitu:“Mangajak umat manusia (meliputi orang mukmin
maupun orang kafir atau musyrik) kepada jalan yang benar dan di
ridhoi Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan kehidupan di akhirat.”23
2) Tujuan dakwah secara khusus (minor objective) yaitu perumusan
tujuan sebagai perincian dari pada tujuan umum dakwah yakni
sebagai berikut:
a) Mangajak umat manusia yang sudah memeluk Islam untuk selalu
meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT.
23
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, h. 51
b) Membina mantal agama Islam bagi kaum yang masih muallaf dan
c) Mendidik dan mengajarkan kepada anak-anak agar tidak
menyimpang dari fitrahnya.24
3. Pentingnya Strategi Dakwah
Pentingnya strategi dakwah adalah untuk mencapai tujuan,
sedangkan pentingnya suatu tujuan adalah untuk mendapatkan hasil yang
diinginkan. Fokus perhatian dari ahli dakwah memang penting untuk
ditujukan kepada strategi dakwah, karena berhasil tidaknya kegiatan
dakwah secara efektif banyak ditentukan oleh strategi dakwah itu sendiri.
Dengan demikian strategi dakwah, baik secara makro maupun mikro
mempunyai fungsi ganda, yaitu:
a. Menyebarluaskan pesan-pesan dakwah yang bersifat informatif,
persuasif dan instruktif secara sistematik kepada sasaran dakwah untuk
memperoleh hasil yang optimal.
b. Menjembatani "Cultur Gap" akibat kemudahan diperolehnya dan
kemudahan dioperasionalkannya media yang begitu ampuh, yang jika
dibiarkan akan merusak nilai-nilai dan norma-norma agama maupun
budaya. Bahasan ini sifatnya sederhana saja, meskipun demikian
diharapkan dapat menggugah perhatian para ahli dakwah dan para
calon pendakwah yang sedang atau akan bergerak dalam kegiatan
dakwah secara makro, untuk memperdalaminya.Jika kita sudah tau dan
memahami sifat-sifat mad'u, dan tahu pula efek apa yang kita kehendaki
24
Gafi Ashari, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas,
1993), h. 87
dari mereka, memilih cara mana yang kita ambil untuk berdakwah
sangatlah penting, karena ini ada kitannya dengan media yang harus kita
gunakan. Cara bagaimana kita menyampaikan pesan dakwah tersebut,
kita biasa mengambil salah satu dari dua tatanan di bawah ini :25
1) Dakwah secara tatap muka (face to face)
a) Dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku
(behavior change) dari mad'u.
b) Sewaktu menyampaikan memerlukan umpan balik langsung (immediate
feedback).
c) Dapat saling melihat secara langsung dan bisa mengetahui apakah
mad'u memperhatikan kita dan mengerti apa yang kita sampaikan,
sehingga umpan balik tetap menyenangkan kita.
d) Kelemahannya mad'u yang dapat diubah tingkah lakunya relative,
sejauh bisa berdialog dengannya.
2) Dakwah melalui media.
a) Pada umumnya banyak digunakan untuk dakwah informatife.
b) Tidak begitu ampuh untuk mengubah tingkah laku.
c) Kelemahannya tidak persuasive.
d) Kelebihannya dapat mencapai mad'u dalam jumlah yang besar.
25
Asbaniyah, Pengertian Strategi Dakwah, (online)
(http://md2011-asbaniyah.blogspot.co.id), diakses tanggal 03 Juli 2016.
4. Metode Dakwah
Ada beberapa metode dakwah yang biasa digunakan oleh subjek
dakwah:
a. Metode Dakwah Qur’an
Dalam kegiatan dakwah, subjek dakwah harus mampu mencari
metode yang sesuai untuk digunakan, sehingga tujuan dakwah dapat
tercapai. Metode umum dari dakwah qur’ani adalah memahami dan
menguasai tafsir secara etimologi, sehingga dengan metode kajian
pelaku dakwah dapat mengetahui keistimewaan dari ayat-ayat Al-Qur’an
yang menjadi pedoman dakwah. 26 Seperti yang digambarkan dalam
Q.S.Al-Nahl (16) : 125:
Terjemahnya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”27
Pada ayat di atas, terdapat tiga thariq (metode) dakwah yang secara
tegas yang diberikan oleh Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. dan
pelaku dakwah lainnya, yaitu: bi al-hikmah, maw„izah al hasanah dan
mujādalah.28
1) Bi al-Hikmah
26
Muhammad Husain Fatahullah, Metodologi Dakwah dalam Al-Qur‟an,(Cet. I;
Jakarta: Lentera, 1997), h. 39.
27Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 282.
28Moh. Ali Aziz, Ilmu, h. 157.
Dakwah bi al-hikmah adalah pendapat atau uraian yang benar
dan memuat alasan-alasan atau dalil-dalil yang dapat menampakan
kebenaran dan menghilangkan keraguan. Konseptualisasi hikmah
merupakan perpaduan antara ilmu dan amal yang melahirkan pola
kebijakan dalam menyikapi orang lain dengan menghilangkan segala
bentuk yang mengganggu. Sedang sifat al-hikmah itu hadir dari
keterpaduan Al-Kibrah (Pengetahuan), Al-Mirā‟ (Latihan) dan At-Tajribāh
(Pengalaman). Jika ketiganya bersemayam dalam diri maka
akanterbentuk jiwa yang bijaksana.Menurut Ibnu Rusyd, dakwah
bilhikmah adalah dakwah dengan pendekatan substansi yang mengarah
pada falsafah dengan nasehat yang baik, retorika yang efektif dan
populer.29
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dakwah
dengan hikmah pada intinya merupakan penyeruan atau pengajakan
dengan cara bijak, filosofis, argumentatif, adil, penuh kesabaran dan
ketabahan. Hal ini dimaksudkan agar pelaku dakwah memperhatikan
situasi dengan menggunakan pola relevan dan realistis sesuai tantangan
dan kebutuhan.
Adapun pendapat Syekh Muhammad Abduh memberikan definisi
al-hikmah adalah ilmu yang menggerakkan kemauan untuk melakukan
suatu perbuatan yang bermanfaat.
29
Nurcholish Madjid, Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat, (Jakarta:
Paramadina,1999), h. 100.
2) Maw‟izah Al-hasanah
Dakwah maw‟izah al-hasanah adalah metode dialog atau pidato
yang digunakan oleh komunikator, dimana objek dakwah dapat
memahami dan menganggap bahwa pesan yang disampaikan adalah
sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupannya. Konsep maw‟izat sering
diartikan sebagai tutur-kata yang dan nasihat yang baik, sehingga
dakwah yang ditempuh dengan menggunakan metode ini orientasinya
lebih pada menjawab kebutuhan objek dakwah yang mendesak. Dengan
demikian dakwah al-maw‟izat al-hasanah jauh dari sikap egois, agitasi
emosional atau apologi. Cara dakwah ini lebih spesifik ditujukan kepada
kelompok mad‟u yang kurang mampu menganalisa maksud materi.30
3) Mujādalah
Dakwah mujādalah adalah cara berdiskusi dan berdebat dengan
lemah lembut dan halus serta menggunakan berbagai upaya yang
mudah, sehingga dapat membendung hal-hal yang negatif dari objek
dakwah. Konsep tersebut merupakan kerangka upaya kreatif dan adaptif
dari pelaku dakwah dalam menjalankan misi dakwahnya. Metode inilah
yang di isyaratkan oleh Allah dalam QS. Al-Nahl ayat 125, akan
tantangan zaman yang kelak dihadapi oleh para pelaku dakwah, dimana
bukan hanya dengan orang kafir atau orang yang tidak mau
mendengarkan seruan ajaran Islam sebagai bentuk ketidak pahaman
dan reaksioner dari mad‟u, namun tantangan ini juga datang dari sesama
30
Muhammad Husain Fatahullah, h. 41-42.
pelaku dakwah, sehingga Al-Qur’an mengajak kepada umat manusia
terutama pelaku dakwah untuk selalu berdiskusi dengan baik dalam
memecahkan masalah.
Hal yang wajar jika manusia menginginkan kemenangan dalam
pertunjukan demi mempertahankan kebesaran dan kehormatan, lebih
lagi ketika sampai pada kebenaran. Kadang-kadang metode tersebut
dalam Al-Qur’an diisyaratkan sebagai perintah berjihad demi agama
Allah, karena misi dakwah bukan karena beban namun merupakan
kewajiban yang harus terwujudkan.31Dalam metode ini ada watak dan
suasana yang khas, yakni bersifat terbuka dan transparan, konfrontatif
dan reaksionis, namun pelaku dakwah harus tetap berpegang teguh
pada karakteristik dakwah itu sendiri. Berdebat dan berdiskusi, bukan
mempertahankan kesalahan karena menjaga reputasi dan integritas
namun berdebat mencari solusi terbaik.
b. Metode Dakwah Rasulullah
Ada beberapa fase yang dilalui oleh Rasulullah dalam
menjalankan risalahnya. Dilihat dari langkah-langkah dan sudut pandang
pengembangan dan pembangunan masyarakat, terdapat 3 posisi penting
peran Rasulullah saw :
1) Rasulullah sebagai peneliti masyarakat. Posisi dan peran tersebut
dilakukan ketika menjadi seorang pedagang sehingga beliau
31
Muhammad Ali Hasyim, Kepribadian dan Dakwah Rasulullah dalam
Kesaksian Al-Qur‟an,(Cet. I; Yogyakarta, Mutiara Pustaka, 2004), h. 75.
dapat mengetahui karakter masyarakat dari berbagai
bangsa-bangsa.
2) Rasul sebagai pendidik umat yang sistem pembinaan dan
pendidikannya adalah sistem kaderisasi, yakni pembinaan mental
sahabat dan keluarganya dengan penanaman aqidah yang benar.
3) Rasulullah sebagai negarawan dan pembangun masyarakat, hal
ini tercermin dengan keberhasilan Rasul membangun Madinah.
Pada masa awal perkembangan Islam, masyarakat Islam
menampilkan diri sebagai masyarakat alternatif, karakter paling
terpenting yang ditampilkan oleh umat Islam saat itu adalah
kedamaian dan kasih sayang.32
B. Kesadaran Beragama
1. Pengertian
Secara bahasa, kesadaran berasal dari kata dasar “sadar” yang
mempunyai arti: insaf, yakin, merasa, tahu dan mengerti. Kesadaran
berarti: keadaan tahu, mengerti dan merasa atau pun keinsafan.
Arti kesadaran yang dimaksud adalah keadaan tahu, ingat dan
merasa ataupun keinsafan atas dirinya sendiri kepada keadaan yang
sebenarnya. Kata beragama berasal dari kata dasar “agama”. Agama
berarti kepercayaan kepada Tuhan (dewa dan sebagainya) dengan ajaran
kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan.
32
Abdul Rani Usman, Metode Dakwah Kontemporer, (online)
(http://dakwah-arraniry.com), diakses tanggal 03 Agustus 2016.
itu, misalnya Islam, Kristen, Budha dan lain-lain, sedangkan kata
beragama berarti memeluk (menjalankan) agama; beribadat; taat kepada
agama, hidupnya menurut agama.33
Menurut Harun Nasution sebagaimana yang dikutip oleh Jalaludin
bahwa pengertian agama berasal dari kata; al-diin, religi (relegere,
religare). Kata agama terdiri dari; a (tidak) dang am (pergi), agama
mengandung arti tidak pergi, tetap ditempat atau diwarisi turun temurun.34
Kesadaran beragama meliputi rasa keagamaan, pengalaman
ke-Tuhanan, keimanan, sikap dan tingkah laku keagamaan, yang
terorganisasi dalam sikap mental dan kepribadian. Karena agama
melibatkan seluruh fungsi jiwa dan raga manusia, maka kesadaran
beragama pun mencakup aspek-aspek afektif, konatif, kognitif dan motorik.
Aspek afektif dan konatif terlihat di dalam pengalaman ke-Tuhanan, rasa
keagamaan dan kerinduan kepada Tuhan. Aspek kognitif terlihat pada
keimanan dan kepercayaan sedangkan aspek motorik terlihat pada
perbuatan dan gerakan tingkah laku keagamaan.35
Berdasarkan pengertian diatas, kesadaran beragama yang
dimaksud adalah segala perilaku yang dikerjakan oleh seseorang dalam
bentuk menekuni, mengingat, merasa, dan melaksanakan ajaran-ajaran
agama (mencakup aspek afektif, konatif, kognitif, dan motorik) untuk
33
Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1990 ), h. 765
34Jalaludin, Psikologi Agama, (Cet. III; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998),
h.12
35Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005),
h. 37
mengabdikan diri kepada Tuhan (Allah) dengan disertai perasaan jiwa
yang tulus dan ikhlas, sehingga apa yang dilakukannya sebagai perilaku
keagamaan dan salah satu pemenuhan atas kebutuhan rohaniahnya.
2. Indikator Sikap Keagamaan
Sikap keagamaan adalah suatu keadaan diri seseorang dimana
setiap melakukan atas aktivitasnya selalu berkaitan dengan agamanya.
Dalam hal ini pula dirinya sebagai hamba yang mempercayai Tuhannya
berusaha agar dapat merealisasikan atau mempraktekkan setiap ajaran
agamanya atas dasar iman yang ada dalam batinnya.
Sikap keagamaan dapat diartikan sebagai suatu kesiapan bertindak
dengan cara tertentu yang berkaitan dengan masalah agama. Misalnya
berlaku baik kepada setiap orang, menghayati nilai-nilai agama yang
dicerminkan dalam tingkah laku dan perbuatan, dan melaksanakan
kewajiban terhadap agama.Untuk dapat menilai apakah seseorang
mempunyai sikap keagamaan atau tidak, dapat dilihat dari lima dimensi,
yaitu :36
a. Dimensi keyakinan (ideologis) yang disejajarkan dengan akidah.
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat keyakinan seorang
muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama terhadap
ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Di dalam Islam,
dimensi ini menyangkut keyakinan tentang Allah, para Malaikat,
Nabi/Rosul, Kitab-kitab Allah, surga dan neraka dan lain-lain. Contoh:
36
Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam: Solusi Islam akan
Problem Psikologi, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 77
Apakah mereka percaya pada Allah, para Malaikat, Nabi/Rosul, Kitab-kitab
Allah, surga dan neraka, dan lain-lain.
b. Dimensi peribadatan/praktek agama (ritualistik) yang disejajarkan
dengan syariah.
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat kepatuhan seorang
muslim dalam mengerjakan kegiatan ritual sebagaimana diperintahkan dan
dianjurkan oleh agamanya, dalam Islam dimensi peribadatan menyangkut
pelaksanaan shalat, zakat, membaca al-Qur’an, berdoa dan lain-lain.
Contoh: apakah mereka shalat, puasa, zakat, membaca al-Qur’an, berdoa
dan lain-lain.
c. Dimensi penghayatan (eksperiensal)
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat seorang muslim
dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman
religius, dalam Islam dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat atau akrab
dengan Allah, perasaan doa-doa terkabul, perasaan bersyukur pada Allah
dan lain-lain. Contoh: Apakah mereka memiliki perasaan dekat atau akrab
dengan Allah dan lain-lain.37
d. Dimensi pengetahuan
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat pengetahuan dan
pemahaman seorang muslim terhadap ajaran-ajarannya, terutama
mengenai ajaran-ajaran pokok dari agamanya, dalam Islam dimensi ini
mneyangkut pengetahuan tentang isi al-Qur’an, pokok-pokok ajaran yang
37
Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam: Solusi Islam akan
Problem Psikologi, h. 77
harus diimani dan dilaksanakan (rukun Iman dan rukun Islam),
hukum-hukum Islam dan sebagainya. Contoh: Apakah mereka mengikuti
santri pp di perbolehkan untuk mengunjungi temannya di asrama namun
izin tersebut di manfaatkan oleh beberapa santri di asrama membawa
handphone kemudian menitipkannya kepada temannya yang pp. Santri
disini tidak diperkenankan membawa handphone dan diperbolehkan
membawa laptop/notebook. Demikian aturan tersebut dibuat untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Melihat jumlah santriyah yang ingin tinggal asrama cukup banyak
sehingga asrama yang disediakan belum bisa menampung semuanya,
akhirnya rumah para guru yang letaknya cukup dekat dari pesantren
dijadikan asrama sehingga dapat menampung semuanya, hal itu juga
terjadi di santri putra, karena jumlah santri putra lebih banyak sehingga
terdapat dua rumah guru yang digunakan sedangkan di santriyah (sebutan
santri putri) satu rumah.
Kewajiban utama setiap santri yang berasrama adalah menunaikan sholat tepat pada waktunya. Karena asrama mereka berbeda sehingga masing-masing asrama memiliki kegiatan yang berbeda. Namun dalam urusan sholat, baik yang tinggal di asrama pondok maupun rumah para guru diwajibkan untuk sholat berjamaah di mushollah.62
Ibu darma adalah salah satu guru yang rumahnya di jadikan asrama
untuk santriyah dan secara tidak langsung beliau adalah musyrifah
diasrama tersebut, mengatakan bahwa padadasarnya semua kegiatan
yang dilaksanakan di pesantrenmengarah kepada meningkatkan
kesadaran beragama bagi parasantri. Hal ini juga diperkuat olehibu surni
62
Sudirman, (53 thn), Pengawas PAI TK SMA.16 Februaru 2019
selaku Musyrifah pondok, beliau menambahkan bahwa hal tersebut bisa
dilihat dari sholat berjamaah setiap harinya.
Strategi dakwah sebagai metode, siasat, taktik, yang dipergunakan
dalam (aktivitas) kegiatan dakwah. Proses strategi dakwah pondok
pesantren pembangunan Muhammadiyah Mengkendek tana Toraja
meliputi tahapan-tahapan berikut:
1. Perumusan
Pada tahap ini adalah proses merancang dan menyeleksi berbagai
strategi yang akhirnya menuntun pada pencapaian misi dan tujuan
organisasi. Adapun Visi Misi pondok pesantren pembangunan
Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja sebagai berikut :
V i s i
Menjadi pusat pendidikan Islam berkemajuan, unggul dan
mencerahkan
Misi
a. Menanamkan nilai-nilai Islam dan akhlaqul qarimah sebagai landasan
hidup dan memahami makna kehidupan.
b. Mengembangkan potensi, kapasitas dan integritas santri agar menjadi
insan yang dapat mengelola kehidupan secara arif, cerdas kreatif dan
inovatif berbasis akhlaqul karimah.
c. Memperkokoh ukhuwah Islamiyah serta menjalin komunikasi aktif
dengan berbagai pihak dalam rangka pengelolaan dan peningkatan
SDM.
d. Memberikan andil positif dan peran strategis dalam pengembangan
dakwah amal ma’ruf nahi munkar yang mencerahkan.
e. Menjadi wahana menyiapkan kader ummat, kader bangsa dan kader
persyarikatan dalam rangka melangsungkan dan menyempurnakan
amal usaha Muhammadiyah.
Untuk melaksanakan Visi Misi tersebut maka dirumuskanlah strategi
dakwah sebagai berikut :
a. Membuat tata tertib asrama untuk mengajarkan santri dalam disiplin
waktu.
b. Membuat kegiatan asrama agar mengembangkan potensi santri dan
menambah pemahaman agama mereka.
c. Mengadakan Rapat rutin setiap bulannya untuk mengevaluasi
perkembangan santri di asrama.
2. Implementasi
Implementasi strategi disebut juga sebagai tindakan dalam strategi,
karena implementasi berarti mobilitas untuk mengubah strategi yang
dirumuskan menjadi suatu tindakan, maka dibutuhkan disiplin, motivasi,
dan kerja keras. Adapun tindakan dalam strategi pondok pesantren
pembangunan Muhammadiyah Mengkendek Tana Toraja adalah dengan
program kerja yang telah dirumuskan :
a. Ibadah
Santriyah wajib ke mesjid lima menit sebelum adzan di
kumandangkan baik yang sholat maupun yang berhalangan (Haid). Aturan
tersebut bertujuan agar santriyah terbiasa mengerjakan shalat tepat pada
waktunyayaitu pada awal waktu, mengerjakannya dengan carayang
terbaik yaitu dengan berjamaahserta lebih bisa fokus dalam melaksanakan
sholat, tidak terburu-buru dan tidak mengganggu jamaah yang sedang
sholat saat terlambat. Seperti yang di kemukakan oleh ketua asrama
santriyah (sebutan untuk santri putri) :
Peraturan ini dibuat agar santri bisa fokus dalam melaksanakan sholat dan tidak mengganggu teman-temannya saat sholat. Selain itu, mendidik mereka agar disiplin dalam melaksanakan sholat.63
Walaupun aturan ini telah dibuat namun masih banyak santriyah
yang tidak melaksanakan aturan tersebut. Bahkan beberapa dari mereka
tidak menunaikan sholat di mesjid. Selama penulis menjadi pembina di
sana, penulis beberapa kali mendapati santriyah yang tidak ke mesjid pada
waktu sholat tiba, mereka bersembunyi di tempat tidur dengan di kelilingi
oleh selimut dan pakaian agar nampak seperti tumpukan pakaian dan
sama sekali tidak menunaikan sholat. Penulis pernah mengumpulkan
beberapa santriyah yang sering tidak ke mesjid dan sering telat saat waktu
sholat tiba, alasannya pun sama yaitu malas.
Malas kak, klu sampai di mushollah bingung mau ngapain, mending baring-baring dulu sambil nunggu azan atau iqamah.64 Tidak tau kak, kenapa kayak malas pergi sholat, jangankan sholat, kalau sudah dengar adzan langsung ngantuk.65 Ketua asrama pernah mengatakan ini kepada saya Santriyah di sini harus sering di tegur,
63
Surniwati Patiku,(41 thn), Guru dan Ketua asrama Santriyah, wawancara, 5
Desember 2018.
64Zulyatri, (14 thn), Santriyah, wawancara, 10 Desember 2018
65Julia Mangnga Pakiding, (16 thn), santriyah, Wawancara, 5 Februari 2019
karena kalau tidak ditegur, mereka tidak melakukan apa-apa, walaupun aturan sudah ada dan ditempel di asrama, harus tetap di ingatkan, ditegur atau dimarahi,anak-anak di sini bandel-bandel semua.66
Santriyah juga wajib untuk melaksanakan shalat fardhu secara
berjamaah di mushollah dan mengikuti kegiatan kemasjidan. Kegiatan
kemasjidan biasanya di isi dengan materi ringan mengenai adab dimesjid
yang disampaikan oleh ustadz yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan kegiatan kemasjidan. Dalam kegiatannya, anak-anak cukup
merespond dengan baik walaupun masih ada yang ribut selama kegiatan
dimulai.
Pembawaan ustadz yang lembut dan jiwa orang tuanya sangat
nampak sehingga khususnya para santriyah sangat menghargai dan
tenang mendengarkannya. Dalam kesehariannya, penulis sempat beberap
kali bertemu dengan beliau. Beliau memang sangat lembut dan sangat
perhatian kepada santrinya. Selalu memanggil dengan sebutan “nak”
membuat para santriyah seakan sedang berbicara dengan ayahnya
sendiri, seperti yang di katakan oleh beberapa santriyah
Di sini kami memmanggilnya abah sedangkan istrinya kami manggilnya ummi. Abah orangnya lembut makanya banyak yang suka sama abah. Kalau istrinya lumayan galak kalau ngomong tapi sebenarnya ummi baik. 67 Santriyah juga di wajibkan tadarrus delapan menit sebelum sholat berjamaah baik yang sholat maupun yang berhalangan (haid). Seperti yang dikatakan ketua asrama bahwa santri di sini harus sering diingatkan. Jika tidak diingatkan atau tidak ada pembina yang mengontrolnya untuk tadarrus mereka
66
Surniwati Patiku, (41 thn), Guru dan Ketua asrama Santriyah.
67Marfuah, (18 thn), Santriyah, wawancara, 10 Desember 2018
hanya baring, sibuk bercengkrama dengan teman-temannya, keluar masuk mushollah tidak jelas arah tujuannya kemana.
Santriyah diwajibkan untuk melaksanakan shalat sunnah rawatib,
wajib mengikuti kegiatan ibadah yang telah ditetapkan oleh pondok dan
dilarang pulang sebelum dipersilahkan. Dalam pelaksanaan shalat rawatib,
jika mereka ditegur dan dikontrol oleh pembina mereka melaksanakannya
namun jika tidak, hanya beberapa yang menjalankannya. Hal ini dilakukan
agar waktu mereka di mushollah di manfaatkan ke dalam hal yang positif.
Kegiatan ibadah yang di maksud di sini adalah kegiatan yang
dilakukan oleh santri setelah sholat fardhu yaitu diawali dengan
pembukaan dari mc dengan tujuan melatih para santri untuk tampil
berbicara di depan umum khususnya sebagai MC kemudian membaca
satu ayat alqur’an beserta terjemahannya, kegiatan ini dilakukan untuk
melatih para santri untuk mengaji setiap harinya dan mengetahui arti ayat
yang di baca. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan hadist,untuk
menambah hafalan hadist dan wawasan mereka tentang hadist, Setelah
itu kultum, diharapkan agar santri di pondok pesantren ini berani berbicara
di depan umum kemudian mufrodat, untuk menambah kosa kata mereka
dalam bahasa arab maupun bahasa inggris.68 Setiap santri telah memiliki
tugas dan jadwal masing-masing, tanpa ada perintah mereka akan
melaksanakan tugasnya masing-masing dan tidak segan-segan menegur
68
Danial, (23 thn), Pembina Asrama Putra, Wawancara, 10 Desember 2018
temannya yang bertugas bahkan menggantikan posisi teman yang
bertugas agar kegiatan tetap berjalan.
Setelah melaksanakan sholat magrib secara berjamaah selain
kegiatan yang di sebutkan di atas, waktu magrib di isi dengan
mendengarkan materi yang di sampaikan oleh para ustadz dan jika ustadz
yang bersangkutan tidak hadir maka di isi dengan mengaji bersama yang
di ambil alih oleh anggota IPM (Ikatan pelajar Muhammadiyah) atau
bahkan tidak ada yang memantau mereka sehingga mereka keluyuran
diluar mushollah sambil menunggu waktu isya, ada juga yang
memanfaatkannya untuk mengerjakan tugas, ada juga yang yang mengaji
dan menghafal al qur’an.
Dalam urusan mengaji, masih banyak santri yang belum tau
mengaji, hal ini diungkapkan langsung oleh pimpinan pondok yang
mengatakan :
Yang perlu kalian ketahui mengenai santri di sini, kebanyakan dari mereka berasal dari kaum dhuafa, masih banyak dari mereka yang belum tau mengaji bahkan belum mengenal huruf hijaiyah. Yang tau mengaji pun tajwidnya masih berantakan.Mengapa seperti itu, dengan didirikannya pondok ini, kita bisa membantu mereka dari yang tidak mampu bersekolah mereka bisa bersekolah, dari yang tidak tau mengaji mereka bisa mengaji. Kalau bukan kita lagi yang membantu mereka anak muda siapa lagi. Jadi pahami keadaan pondok di sini, pondok ini berbeda dengan pondok-pondok yang lain seperti yang ada diluar sana. 69 Penulis juga menemukan satu santriyah yang berasal dari keluarga muallaf, penulis sempat mengajarnya mengaji dengan metode dirosah, dan respondnya dia lebih mudah belajar dengan dirosah di banding dengan iqro.70
69
Zainal Muttaqien, (62 thn), Direktur Pesantren, Wawancara, 28 November 2018.
70Yuana Jessica Sarunggaga, (17 thn), Santriwati, Wawancara, Tanggal 20 Desember
2018
b. Pergaulan dan Busana
Santriyah tidak boleh berdekatan atau berdua-duaan dengan yang
bukan mahramnya, santriyah wajib menundukkan pandangan dari yang
bukan mahramnya, harus mengontrol suaranya dan dilarang menjalin
hubungan (pacaran). Dalam berbusana,diwajibkan kepada santriyah
untuk berbusana muslimah sesuai dengan syariat Islam, tidak ketat dan
tidak tranpsparan, tidak diperkenankan memakai celana panjang jeans,
dan sejenisnya, celana pendek dan sejenisnya, santriyah tidak
diperkenankan menyisipkan baju kedalam rok atau celana. Demikian
aturan yang dibuat oleh pondok pesantren ini namun sangat banyak
ditemukan santri yang melanggar aturan tersebut. Saat di sekolah akan
banyak kita temukan pergaulan santri yang tidak menunjukkan dirinya
sebagai santri. Pergaulan mereka seperti yang sering kita lihat di
sekolah-sekolah pada umumnya. Gaya berpakaiannya pun demikian,
masih sedikit yang menggunakan jilbab yang berukuran besar,
kebanyakan mereka menggunakan jilbab segitiga dengan model yang
tidak menutupi dada sehingga mengundang syahwat. Hal ini tidak lepas
dari teman-teman mereka yang pp dan kurangnya pengawasan dari guru.
Mengenai kasus pacaran, sangat banyak ditemukan santri yang
pacaran bahkan berdua-duaan di tempat yang sepi. Perlu diketahui bahwa
lokasi pesantren merupakan daerah pegunungan terlebih pesantren tidak
memiliki pagar sehingga para santri sangat mudah untuk bolos sekolah
dan mencari tempat berduaan dengan mahramnya. Penulis menemukan
informasi dari beberapa santriyah dan ada juga yang jujur kepada penulis
bahwa mereka pacaran. Kondisi emosional yang susah dikendalikan oleh
diri sendiri sehingga mereka mudah terjebak dalam hal tersebut.
Meskipun para guru dan pembina telah berusaha melakukan
tindakan tersebut namun masih banyak yang berulah lagi. Dalam urusan
suara, setiap harinya penulis mendengar percakapan para santriyah
hingga teriakan histeris yang bukan hal baru lagi bagi penulis. Suara
mereka begitu lantang, hampir dalam setiap percakapan, suara mereka
melengking, meskipun pembahasan yang dibicarakan bisa dikatakan
dengan nada suara pelan. Pembina pun sering menegur mereka namun
suara pembina lebih melengking lagi dibanding santriyahnya.
c. Sopan santun dan Kebersihan
Taat dan patuh kepada kepala pondok serta pengurus asrama,
senantiasa berakhlakul karimah, menghormati kepada yang lebih tua dan
menghargai yang lebih muda, menyapa dengan sopan kepada siapapun
dan menjaga kebersihan dan kerapihan asrama dan sekitarnya termasuk
kamar masing-masing. Karena kondisi tempat jemuran hanya satu
sehingga jika hujan mereka menggantung pakaiannya di dalam kamar
sehingga terlihat cukup berantakan. Cuaca selama penulis berada disana
hujan sehingga penulis melihat langsung keadaan kamar mereka terlebih
penulis sebagai pembina disana sehingga perlu mengontrol keadaan
kamar mereka.
Dalam menyapa para pembina, mereka cukup sopan namun dalam
urusan saling menghargai sering terjadi kesalahpahaman. Santriyah yang
berasrama mencakup semua tingkatan, SMP dan SMA sehingga terdapat
perlakuan senioritas dan junior yang berakibat saling membenci satu sama
lain seperti yang di ungkapkan oleh salah satu santriyah
Kak ada senior yang tidak saya suka, tidak pernah senyum sama kami, tatapnnya selalu sinis, kalau disapa tidak dibalas, kalau kami lakukan kesalahan dimarahi tapi kalau dia sama teman-temannya kalau ditegurki mereka yang marah, padahal dia juga sering ribut di mushollah biasa juga tidak pergi sholat, kalau kami melapor ke pembina mereka marah, bukan hanya saya kak banyak temanku juga yang tidak suka, bukan hanya dia tapi ada juga beberapa teman-temannya juga begitu.71
Dalam kebersihan asrama dan sekitarnya cukup bersih namun akan
sangat banyak ditemukan sampah di dalam kamar mandi dan sekitarnya.
Kondisi kamar mandi sangat sederhana, terdapat bak mandi namun tidak
ada kerang air sehingga bak mandi tersebut tidak dapat di gunakan dan
santriyah jadikan tempat sampah untuk membuang bungkusan shampo
dan sabunnya, bahkan penulis berapa kali menemukan pembungkus
pembalut.
Sedikit memberikan gambaran mengenai kamar mandi, karena
baknya tidak bisa digunakan sehingga jika ada keperluan kami
menggunakan ember/baskom dan timba pribadi. Di depan kamar mandi
terdapat beberapa kerang untuk mengambil air kemudian kami
71
Wahyuni, (14 thn), santriwati, Wawancara, Tanggal 20 Desember 2018
mengangkatnya ke kamar mandi. Dan seperti itulah kondisi kamar mandi di
sana.
Terdapat beberapa santriyah yang masuk dalam program tahfidz
pesantren. Setiap subuh diwajibkan kepada anak tahfidz untuk menyetor
hafalannya kepada musyrif yang bertanggung jawab. Waktu subuh adalah
waktu yang baik dalam menghafal sehingga membiasakan mereka untuk
mengawali harinya dengan al-quran.Selama penulis berada disana,
penulis diberikan amanah untuk mengontrol mereka sehingga penulis
mengetahui kemampuan dan kekurangan mereka.72
Ketua musyrif tahfidz yang bernama ustadz Danial yang merupakan
lulusan dari al-Birr Unismuh makassar meminta bantuan kepada penulis
agar mengontrol sementara santriyah tahfidz dan beliau mengontrol santri
putra tahfidz untuk mengurangi sedikit bebannya. Kemudian memberikan
sepenuhnya tanggung jawab kepada penulis untuk menentukan waktu
penyetoran mereka dan telah disepakati setelah sholat subuh santri tahfidz
wajib mengontrol hafalannya. Sistem penyetoran,wajib menyetor satu
halaman perhari, jika hari ini mereka menyetor hafalan baru maka
besoknya mereka harus mengulang atau murojaah hafalan kemarin
kemudian hafalan baru disetor.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat dilihat bahwa tata tertib dan
kegiatan yang dilakukan di pondok pesantren mendidik para santri untuk
lebih mengenal agamanya dan mendekatkan mereka kepada aktivitas
72
Hasil Observasi Lapangan, Tanggal 20 Desember 2018
yang mengarah mendekatkan santri kepada Yang Maha Kuasa sehingga
segala aktivitasnya tidak lepas dari tuntunan ajaran Islam. Akhir tahun
2018 pesantren mengadakan pengkaderan untuk melatih mental dan
menambah wawasan mereka serta mengadakan porseni yang berupa
perlombaan bidang olahraga dan lomba keagamaan seperti lomba tahfidz,
tajwid serta ceramah dengan tujuan melatih pengetahuan dan kemampuan
santri.
Untuk mengawal berjalannya kegiatan sesuai yang sudah
direncanakan, para musyrif pesantren menggunakan berbagaimacam
strategi:73
1. Memberikan contoh yang baik Para Musyrifdituntut untuk dapat
memberikan teladan atau contoh yang baik bagi santri-santrinya.
Sebaik-baik pendidik adalah yang mampu menjadi teladan.
Ketikasantri melihat para Musyrif mempunyai akhlak yang baik, dan
ibadahnya yang baik maka mereka akan lebih mudah menjalankan
apapun yang diajarkan kepada mereka. Contoh teladan di sini
diantaranya para Musyrif harus bangun terlebih dahulu sebelum
mengajak santrinya bangun untuk shalat subuh. Mereka harus
sudah mengerjakan shalat fardhu dengan baik sebelum melarang
santrinya untuk tidak bolong dalam shalat fardhu. Mereka harus
berpakaian yang sopan sebelum mengajak santri untuk selalu
berpakaian sopan dan islami, dan lain sebagainya.
73Sudirman, (53 thn), Pengawas PAI TK SMA, Wawancara, 27 November 2018
2. Pendisiplinan waktu. Inti dari keberhasilan setiap kegiatan di
pesantren adalah kedisiplinan waktu. Para pembina mengontrol
kegiatan santri yang diasrama, jika tiba waktu sholat maka seluruh
santri telah berada di mushollah, bagi yang telat akan di kenakan
sanksi.
3. Evaluasi Harian. Setiap sore para Musyrif akan mengecek ibadah
yang mereka kerjakan pada tiap harinya satu persatu. Ini
bermaksud agar diketahui kualitas dan kuantitas dalam
mengerjakan ibadah,agar santri yang sudah baik ibadahnya bisa
ditiru oleh teman lainnya yang masih kurang berkualitas dan juga
agar dapat menjadi motivasi setiap santri dalam mengerjakan
ibadah. Berikut contoh lembar evaluasi yang digunakan di
pesantren:
Membuat peraturan yang jelas.Fungsi peraturan adalah untuk
mengatur agar kegiatan dapat berjalan dengan baik. Tanpa ada peraturan
sudah dipastikan sebuah lembaga akan hancur. Begitu pula di pesantren
inisudah ada peraturan yang jelas yang wajib ditaati oleh setiap santri.
Berikut bunyi peraturan yang sudah berjalan dipesantren:
Ketentuan Umum: Memberikan sangsi bagi yang melanggar Setiap
santri yang melanggar peraturan atauketentuan-ketentuan yang sudah
ditetapkan oleh pesantren maupun Musyrif, maka Musyrif berhak untuk
memberikan sangsi kepada mereka yang melanggar. Berikut bunyi sangsi
yang sudah diterapkan di pesantren:
Bagi santri yang melakukan pelanggaran terhadap tata tertib akan
dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran. Tingkatan sanksi
adalah:
1. Mengahafal surah
2. Membersihkan kamar mandi dan wilayah sekitar pondok
pesantren
3. Menghafal bacaan sholat dan doa harian beserta artinya74
Jika para musyrifah sibuk, ketua asrama memberikan amanah
kepada penulis untuk mengontrol para santriyah yang dihukum. Adapun
hukuman santriyah yang sering penulis dapatkan adalah menghafal
surah atau bacaan surah-surah pendek dan doa-doa sholat beserta
artinya.
Adapun respond dari santriyah selama berada di asrama sebagai
berikut :
Kak sebelum masuk pondok, jangankan sholat tepat waktu, sholat saya masih bolong-bolong, tapi alhamdulillah setelah masuk pondok sholat saya tepat waktu dan itu terbawa sampai di rumah.75 Kalau taat aturan hidup di asrama enak tidak ada beban, segala aktivitas semua terasa ringan termasuk sholat.76 Kalau saya sih lumayan nyaman di sini, banyak teman-teman, kemudian di ajar mandiri. Tapi suka rindu sama keluarga di rumah.77
Adapun beberapa santriyah yang merasa tidak betah lagi berada di
asrama karena alasan yang berbeda-beda
74
Surniwati Patiku, (41 thn), Guru dan Ketua asrama Santriyah.
75Julia Mangnga Pakiding, (16 thn), Santriyah, Wawancara, 5 Februari 2019
76Risna, (17 thn), Santriyah, wawancara, 12 Desember 2018
77Refi, (17 thn), Santriyah, Wawancara, 10 Februari 2019
Kak saya merasa selama sekolah di pesantren ini baru masuk asrama, bukannya saya menjadi orang yang lebih baik malah sikapku kayak anak umum, tidak ada alim-alimnya.78 Kak sepertinya saya tidak akan lanjut di sini karena orang tua sudah tidak mampu mau biayai pembayaran asramaku. Kalau saya sendiri lumayan enak saya rasa di sini walaupun memang ada banyak hal yang tidak saya suka juga disini.heh...79
Dari berbagai macam respon dari responden yang penulis
wawancara, hampir semua santriyah merespon dengan baik dan merasa
senang sekolah dan tinggal di pesantren tersebut. Banyak santriyah
merasakan ketenangan berada di pesantren ini. Para orang tua khususnya
yang tinggal di daerah tersebut sangat senang dengan adanya pesantren
ini. Mereka berbondong-bondong memasukkan anaknya agar mereka
pintar mengaji tidak seperti orang tuanya dan rajin menunaikan sholat.
Seperti yang katakan oleh salah satu wali santri
Anak-anak saya, saya sekolahkan di pondok pesantren, selain jaraknya tidak jauh dari rumah, supaya mereka juga belajar mengaji di sana karena saya juga belum tahu mengaji, saya belajar mengaji waktu SD itupun saya sekolah di sekolah umum jadi saya juga belajar agama kristen jadi mengajinya juga ya begitu tapi sudah ikut pengajian tiap pekan jadi diajar mengaji sama ustadz.80
Adapun salah satu respond masyarakat di sana yang mengatakan
Karena lingkungannya minoritas jadi dengan adanya pondok pesantren ini bisa mendidik anak-anak muda terlebih masyarakat di sini khususnya orang tua mereka masih banyak yang belum tahu mengaji. Biasa juga kalau waktunya sholat fardhu kemuadian tidak ada yang muadzin di mesjid ini, santri dari pondok yang adzan.81
78
Zulyatri, (14 thn), Santriyah, wawancara, 10 Desember 2018
79Musdalifah, (14 thn), Santriyah, Wawancara, 27 Januari 2019
80Nurmiati, (48 thn), Ibu Rumah Tangga, Wawancara,25 Januari 2019.
81Haja Syamsiar, (58 thn), Guru SD, Wawancara, 24 Januari 2019.
3. Evaluasi
Evalusi strategi adalah proses dimana manager membandingkan
antara hasil-hasil yang diperoleh dengan tingkat pencapaian tujuan.
Tahap akhir dalam strategi adalah mengevaluasi strategi yang telah
dirumuskan sebelumnya.
Dari beberapa respon santriyah seperti malas ibadah,
membangkang atau susah menerima nasehat, terdapat beberapa faktor
penyebabnya, yaitu, pertama, mereka telah terkontaminasi dengan
pergaulan bebas sebelum masuk ke pondok sehingga mereka masih
dalam keadaan terkekang sehingga butuh pembinaan yang intens. Kedua,
lingkungan keluarga yang minim pemahaman agama, baik dalam urusan
sholat, mengaji dan urusan agama lainnya. Ketiga, kurangnya kedekatan
antara pembina dan santri sehingga setiap ada permasalahan di
selesaikan dengan emosi sehingga banyak santri khususnya santriyah
saat di tegur mereka memberontak dan saat di nasehati mereka tidak
menghormati pembinanya. Keempat, adanya pengaruh Jin, namun tidak
ada pembina yang mahir meruqyah.
Kelengkapan yang sempurna yang dapat mengarahkan seseorang
mencapai tingkat kesadaran agama adalah dengan terpenuhinya semua
dimensi-dimensi keagamaan meliputi dimensi keyakinan, dimensi
peribadatan atau prakatek agama, dimensi pengalaman, dimensi
pengamalan, dan dimensi pengetahuan agama. Berdasarkan Aturan dan
kegiatan yang dibuat oleh pondok pesantren serta respond dari santriyah
Toraja telah menanamkan akidah kepada para santrinya dengan
mengajarkan pelajaran-pelajaran agama Islam di sekolah dan kajian rutin
yang dilakukan di asrama setiap selesai menunaikan sholat magrib secara
berjamaah.
Kedua, dimensi praktek agama atau peribadatan. Dalam
persoalan ibadah dapat dilihat dari aturan yang telah dibuat oleh asrama
pesantren tersebut dengan mewajibkan para santri untuk menunaikan
sholat tepat waktu dan berjamaah. Mengaji bersama satu ayat setiap
setelah menunaikan sholat fardhu serta melakukan sholat rawatib.
Ketiga, dimensi penghayatan. Berdasarkan aturan yang telah
dibuat, seperti sholat berjamaah tepat waktu, mengaji serta mengikuti
kajian. Para santri merasa hidupnya lebih terarah dan munculnya
keinginan untuk mengubah diri menjadi pribadi yang lebih baik dan
timbulnya rasa takut akan dosa jika ingin melakukan hal yang buruk atau
munculnya rasa bersalah dan berusaha untuk memperbaiki kesalahannya.
Keempat, dimensi Pengetahuan. Selain belajar agama di sekolah
saat pagi hingga siang, para santri juga memiliki kegiatan kajian setiap
ba’da magrib di mushollah serta kegiatan ibadah setiap selesai
menunaikan sholat fardhu, seperti pembacaan hadist dan kultum.
Kelima, dimensi pengamalan. Memiliki aturan dalam segi akhlak,
sehingga santri dididik dalam membentuk perilaku mereka sesuai dengan
ilmu yang telah diajarkan. Adanya saling tegur menegur jika melihat teman
melakukan kesalahan dan hal itu yang sangat nampak di pesantren ini
bahkan tidak segan-segan mereka menegur satu sama lain dengan
mengeluarkan hadist yang telah diajarkan.
Dengan demikian aturan dan kegiatan yang telah dibuat oleh
pondok pesantren tersebut telah meliputi lima dimensi kesadaran
beragama. Dari kegiatan ibadah dan materi-materi kajian keagamaan yang
di lakukan oleh pesantren ini telah melahirkan beberapa Da’i muda yang
dalam setiap kesempatan mereka di terjunkan langsung dalam mengisi
pengajian yang dilakukan oleh Muhammadiyah baik itu sebagai Mc,
mengaji maupun mengisi materi. Sehingga selain meningkatkan SDM di
daerah tersebut, mereka dapat menjadi contoh bagi teman-temannya.
Setiap Muhammadiyah melakukan pengajian rutin kami berusaha mengikutkan santri dan santriyah yang menurut kami sudah mampu untuk menjadi pengisi kegiatan, baik itu pembawa acara, mengaji maupun pengisi materi. Hal ini dilakukan untuk melatih kemampuan mereka, membuka pikiran mereka dengan melihat keadaan masyarakat langsung sehingga hal itu dapat memicu kesadaran mereka mengenai dakwah.82
Kegiatan pondok pesantren pembangunan Muhammadiyah
merupakan kegiatan dakwah keagamaan sebagai saran membina aqidah,
ibadah dan akhlak santri. Pesantren pembangunan Muhammadiyah
merupakan wadah dalam pengembangan generasi muda dalam
melahirkan da’i muda sehingga meningkatkan SDM di Tana Toraja