STRATEGI COUNTER ISSUE AIRIN RACHMI DIANY-BENYAMIN DAVNIE DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH TANGERANG SELATAN 2015 DI MEDIA SOSIAL Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I) Oleh Syifa Maulidina NIM. 1112051000150 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016 M
176
Embed
STRATEGI COUNTER ISSUE AIRIN RACHMI DIANY-BENYAMIN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34031... · 2017. 2. 2. · korupsi. Terakhir, Tim Sukses Airin-Benyamin memilih
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
dari http://metro.sindonews.com/ pada 22 Desember 2015, pukul 13:27 WIB. 5 KPUD Kota Tangerang Selatan, “Penetapan Hasil Suara di Kota Tangerang Selatan”,
diakses dari http://www.kpud.go.id pada 2 Maret 2016, pukul 11:30 WIB.
melakukan dan merugikan bagi yang menerima. Sementara di Indonesia, istilah
propaganda antara lain diartikan sebagai penyampaian pesan benar atau salah
dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap atau arah
suatu tindakan tertentu yang biasanya disertai dengan janji yang muluk-
muluk.10
Propaganda sekarang merupakan bagian politik rutin yang normal dan
dapat diterima, dan tidak hanya terbatas pada pesan-pesan yang dibuat selama
perayaan politik atau kampanye. Penggunaan propaganda sebagai senjata
persuasi bukan barang baru dalam komunikasi, sebab kegiatan propaganda
sudah ada sejak manusia ada di bumi ini, meskipun istilah propaganda baru
dikenal pada pertengahan abad ke-17 ketika gereja mulai mempraktikkan
penyebaran agama Kristen. Pada waktu itu, Menteri Propaganda Jerman Dr.
Joseph Gobbels mengatakan bahwa “propaganda tidak mengenal aturan dan
etika. Tujuannya ialah membelenggu rakyat dengan segala cara untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Doktrin politik Machiavelli yang
mengabaikan relevansi moral, di mana ketidakjujuran dibenarkan dalam
mencari dan mempertahankan kekuatan politik.11
Namun, Edward Barnays justru melihat propaganda bukan sebuah usaha
yang patut dicela dalam meracuni pikiran orang dengan penuh kebohongan,
melainkan lebih dari itu yakni suatu usaha yang terkelola untuk
10 Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi…, h. 270. 11 Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi…, h. 270-271.
25
menyebarluaskan sesuatu untuk mendapat kepercayaan atau opini. Propaganda
menurut Barnays sangat dibutuhkan bagi peradaban umat manusia.12
Seperti yang dikutip Arifin bahwa peran Gobbles dalam melakukan
propaganda dinamakan propagandis politik. Pada umumnya, propagandis
politik adalah politikus atau aktivis politik yang memiliki kemampuan dalam
melakukan kegiatan propaganda, dan mampu merayu atau membujuk publik
dalam upaya membangun citra dan membentuk opini publik yang positif
dengan cara menjangkau khalayak yang lebih besar. Hal ini berarti propaganda
politik mampu merayu opini publik sehingga sampai sekarang masih sering
digunakan oleh para politikus, meskipun bertentangan dengan moralitas, nilai-
nilai demokrasi dan kemanusiaan.
2. Jenis-Jenis Propaganda
Untuk mencapai sasaran dan tujuannya, seorang juru kampanye perlu
mengetahui tipe atau bentuk propaganda, yakni propaganda putih, ialah
propaganda yang menyebarkan informasi ideologi dengan menyebut
sumbernya. Propaganda kelabu, ialah propaganda yang dilakukan oleh
kelompok yang tidak jelas. Biasanya ditujukan untuk mengacaukan pikiran
orang lain, seperti adu domba, intrik, dan gosip. Propaganda hitam, ialah
propaganda yang menyebarkan informasi palsu untuk menjatuhkan moral
lawan. Tidak mengenal etika dan cenderung berpikir sepihak. 13
12 Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi…, h. 271.
13 Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi…, h. 271-272.
26
Lalu, ada pula beberapa jenis propaganda yang dikemukakan beberapa
pengamat. Sehubungan dengan cara yang dilakukannya atas isi pesan, ada
propaganda tersembunyi dan propaganda terbuka (Dobb, 1966). Dalam
propaganda tersembunyi, propagandis menyembunyikan tujuan utamanya
dalam kemasan suatu pesan lain. Sedangkan, propaganda terbuka adalah setiap
kemasan pesan, cara dan perilakunya dikemukakan secara transparan tanpa
dikemas dengan pesan lain.14
Selanjutnya, Jacquas Ellul (1965) membagi jenis propaganda menjadi
propaganda vertikal dan propaganda horizontal. Propaganda vertikal adalah
yang dilakukan oleh satu pihak kepada khalayak banyak dan biasanya
mengandalkan media massa untuk menyebarkan pesan-pesannya. Sedangkan,
propaganda horizontal adalah propaganda yang dilakukan seorang pemimpin
suatu organisasi atau kelompok pada anggota organisasi atau kelompok itu
melalui tatap muka atau komunikasi antar personal dan biasanya tidak
mengandalkan media massa. Contoh yang kedua ini biasa digunakan partai
politik dengan mengadakan silaturahmi, anjangsana, pengajian, temu kader,
dan lain-lain.15
Ada pula jenis propaganda yang lainnya, seperti propaganda sosial dan
propaganda politik. Jenis propaganda sosial ini berlangsung secara berangsur-
angsur, sifatnya merembes, berkepanjangan. Hasilnya suatu konsepsi umum
tentang tren life style masyarakat. Melalui propaganda ini, orang disuntik
14 Nurudin, Komunikasi Propaganda…, h. 38.
15 Nurudin, Komunikasi Propaganda…, h. 39.
27
dengan suatu cara hidup atau ideologi. Sedangkan, propaganda politik
beroperasi melalui imbauan khas berjangka pendek, demi mencapai tujuan
strategis atau taktis. Misalnya dalam jangka pendek partai politik bermaksud
menaikkan legitimasinya sekaligus mendelegitimasi pihak lawan, maka partai
tersebut membuat beragam bentuk propaganda yang dalam jangka pendek
diharapkan berpengaruh secara langsung pada persepsi dan perilaku politik
khalayak yang menjadi target.16
Ellul, menyatakan bahwa propaganda politik adalah kegiatan yang
dilakukan pemerintah, partai politik dan kelompok kepentingan untuk
membentuk dan membina opini publik dalam mencapai tujuan politik dengan
pesan-pesan khas yang lebih berjangka pendek.17 Dengan begitu dapat ditarik
kesimpulan bahwa propaganda politik dapat merupakan kegiatan komunikasi
politik yang dilakukan secara terencana dan sistematik dengan menggunakan
sugesti (mempermainkan emosi) untuk memengaruhi, membentuk, atau
membina opini publik. Hal ini dilakukan dengan cara memengaruhi seseorang
atau kelompok khalayak atau komunitas yang lebih besar (bangsa), agar
melaksanakan atau meganut suatu ide (ideologi, definisi sampai dengan sikap)
dan atau kegiatan tertentu dengan kesadarannya sendiri tanpa merasa dipaksa
atau merasa terpaksa.18
16 Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar…, h. 81-82 17 Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar…, h. 82. 18 Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat, Paradigma, Teori, Tujuan, Strategi, dan
Komunikasi Politik Indonesia, h. 133-134.
28
3. Teknik-Teknik Propaganda
Dalam praktik komunikasi politik, sejumlah teknik propaganda kerapkali
digunakan bahkan diandalkan dalam upaya mengubah cara pandang. Adapun
teknik-teknik dalam propaganda adalah sebagai berikut:19
1. Name calling, adalah propaganda dengan memberikan sebuah ide atau
label yang buruk. Cara ini biasanya digunakan untuk menjatuhkan
atau menurunkan citra kandidat politik dengan menggunakan sebutan-
sebutan yang buruk pada lawan yang dituju.
2. Glittering Generalities, adalah menggunakan ‘kata bijak’ untuk
melukiskan sesuatu agar mendapat dukungan tanpa menyelidiki
ketepatan asosiasi itu. Teknik ini digunakan untuk menonjolkan
propagandis dengan menyanjung dirinya sendiri.
3. Transfer, teknik ini bisa digunakan dengan memakai pengaruh
seorang figur atau tokoh yang paling dikagumi dan berwibawa dalam
lingkungan tertentu. Hal ini dimaksudkan agar komunikan
terpengaruh secara psikologis terhadap apa yang sedang
dipropagandakan.
4. Testimonials, dalam teknik ini digunakan nama seseorang terkemuka
yang mempunyai otoritas dan pretise sosial tinggi di dalam
menyodorkan dan meyakinkan sesuatu hal dengan jalan menyatakan
bahwa hal tersebut didukung oleh orang-orang terkemuka tadi.
19 Nurudin, Komunikasi Propaganda…, h. 29-35.
29
5. Plain folks, semacam imbauan yang mengatakan bahwa pembicara
berpihak kepada khalayaknya dalam usaha bersama yang kolaboratif.
Sifat ‘merakyat’ sering dimunculkan dalam teknik propaganda ini.
6. Card stacking, memilih dengan teliti pernyataan yang akurat dan tidak
akurat, logis dan tidak logis, dan sebagainya untuk membangun suatu
kasus. Teknik ini hanya menonjolkan segi positifnya saja, sehingga
publik hanya melihat satu sisi saja.
7. Bandwagon technique, usaha untuk meyakinkan khalayak agar
gagasan besarnya bisa diterima dan banyak orang akan turut serta ke
dalam gagasan tersebut. Teknik ini dengan menggembar-gemborkan
prestasi sukses yang dicapai oleh seorang kandidat politik, suatu
lembaga atau suatu organisasi.
8. Reputable mounthpiece, teknik yang dilakukan dengan
mengemukakan sesuatu yang tidak sesuai kenyataan. Teknik ini
biasanya digunakan oleh seseorang yang menyanjung pemimpinnya
tetapi tidak tulus.
9. Using all forms of persuations, teknik yang digunakan untuk
membujuk publik dengan rayuan, himbauan, dan ‘iming-iming’.
Teknik propaganda ini sering digunakan dalam kampanye.
4. Perbedaan Propaganda dengan Kampanye
Ada beberapa perbedaan mendasar antara kampanye dengan propaganda,
meski kedua-duanya juga kerap bersinggungan dalam level praktis. Perbedaan
tersebut mulai dari waktu, sifat gagasan, tujuan, modus penerimaan, modus
30
tindakan dan sifat kepentingan. Kalau aktivitas kampanye hampir selalu bisa
diperdebatkan propaganda sebaliknya kerap berorientasi linear meski dalam
praktiknya berinteraksi dengan banyak pihak. Jika kita memosisikan
propaganda dalam gradasi intensitas komunikasi, maka propaganda masuk
kategori komunikasi yang berupaya menyampaikan pesan kepada pihak lain,
kemudian menjelaskan dan memersuasi khalayak agar mengikuti frame
berpikir propagandis, serta kerap menyisipkan fakta dan non fakta secara
bersamaan. Secara lebih jelas ada sejumlah faktor yang bisa kita komparasikan
antara propaganda dengan kampanye. Perbedaan tersebut meliputi:
Tabel 2.1.
Perbedaan Kampanye dengan Propaganda20
ASPEK PEMBEDA KAMPANYE PROPAGANDA
Sumber Selalu jelas Cenderung samar-samar
Waktu Terikat dan dibatasi
waktunya
Tak terikat waktu
Sifat gagasan Terbuka dan diperdebatkan
khalayak
Tertutup dan dianggap sudah
mutlak
Tujuan Tegas, spesifik, dan variatif. Umum dan ditunjukkan
untuk mengubah sistem
kepercayaan.
Modus penerimaan
pesan
Kesukarelaan/ persuasi Tidak menekankan
kesukarelaan dan melibatkan
paksaan/ koersif
Modus tindakan Diatur kode bertindak/ etika Tanpa aturan etis
Sifat kepentingan Mempertimbangkan
kepentingan kedua belah
pihak
Kepentingan sepihak
Dari tabel 2.1. di atas, nampak jelas bahwa dari aspek sumber kampanye
biasanya sumbernya jelas atau ada yang bertanggungjawab atas aktivitas
kampanye yang dilakukan, sementara propaganda seringnya samar-samar
20 Antar Venus, Manajemen Kampanye…, h. 6.
31
bahkan terkadang tidak ketahuan siapa sumbernya.21 Dari sudut gagasan,
kampanye biasanya terbuka untuk diperdebatkan karena terdokumentasikan
dalam paparan janji-janji baik dalam teks pidato atau kampanye, skrip naskah
iklan, talkshow televisi atau radio maupun pemberitaan di media massa.
Dari sudut modus penerimaan pesan, kampanye itu berlangsung penuh
kesukaelaan, artinya khalayak diajak untuk mengikuti keinginan lembaga atau
kandidat politik tanpa memaksanya. Sementara, propaganda sebaliknya tak
menekankan pada kesukarelaan, bahkan kerapkali juga terjebak dengan
paksaan atau koersif.
Terakhir, kalau kampanye memiliki kode etik yang disepakati dalam
mengimplementasikan program-program atau janji-janji, sementara
propaganda tanpa aturan etis. Dengan demikian kerapkali menyebabkan
konflik dalam penyelenggaraan Pilkada. Sementara menyangkut sifat
kepentingan, kampanye lebih mementingkan kedua belah pihak, sementara
propaganda mementingkan sepihak yakni kepentingan propagandis.22
C. Media Baru (New Media)
Marshall McLuhan menyatakan bahwa media yang lebih lama (older media)
sering kali menjadi isi dari media yang lebih baru. Karena media baru ini membawa
konsep yang interaktif, penggunaan media baru yakni internet sebagai media atau
21 Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik…, h. 114-115. 22 Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik…, h. 116.
32
saluran komunikasi semakin intensif digunakan. Keterlibatan khalayak dalam
media baru memberikan implikasi mengubah eksistensi media tradisional, otoritas
sumber dalam memproduksi, memperoleh, dan mendistribusikan berita semata.23
Secara sederhana, Terry Flew (2002) mendefinisikan media baru sebagai
perkembangan atau kemajuan teknologi media massa. Pemikiran dasar dari media
baru itu sendiri adalah untuk menggabungkan keunikan dari digital media dengan
pemakaian media tradisional untuk mengadopsi dan mengadaptasi teknologi media
baru.24
Dilanjutkan definisi dari McQuail yang mengemukakan media baru adalah
tempat dimana saluran pesan komunikasi terdesentralisasi; distribusi pesan lewat
satelit meningkat penggunaan jaringan kabel dan komputer, keterlibatan audiens
dalam proses komunikasi yang semakin meningkat; semakin seringnya terjadi
komunikasi interaktif (dua sisi); dan juga meningkatnya derajat fleksibilitas untuk
menentukan bentuk dan konten melalui digitalisasi dari pesan.25
Beranjak dari definisi, McQuail menyebutkan ciri utama media baru adalah
adanya saling keterhubungan, aksesnya terhadap khalayak individu sebagai
penerima maupun pengirim pesan, interaktivitasnya, kegunaan yang beragam
sebagai karakter yang terbuka, dan sifatnya yang ada di mana-mana, serta
merupakan media komunikasi massa dan pribadi.26
23 Nicholas W. Jankowski, Creating Community with Media, dalam Leah A. Liverouw dan
Sonia Livingstone (Ed), The Handbook of New Media, (London: Sage Publications Ltd, 2006), page.
1. 24 Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar…, h. 162. 25 Nicholas W. Jankowski, Creating Community with Media…, page. 56.
26 Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), Cet. Ke-
6, h. 43.
33
Ciri-ciri media baru yang lainnya, yaitu pertama, pesan individual dapat
dikirimkan ke sejumlah orang yang tak terbatas secara bersamaan. Kedua, setiap
orang yang terlibat dalam suatu isi media dapat mengontrol timbal balik atas konten
tersebut.27 Hadirnya media baru secara konsekuensi membuatnya berbeda dengan
sistem media massa, proses komunikasi massa maupun massa audiens yang telah
ada sebelumnya.
Setidaknya ada dua konsekuensi yang timbul dari hadirnya media, yaitu
ubiquitas dan interaktivitas.28 Ubiquitas (ubiquity), menurut McLuhan adalah
kenyataan bahwa teknologi yang dibawa oleh media baru memengaruhi setiap
orang di masyarakat di mana mereka bertempat tinggal, walau tentunya tidak semua
orang di tempat tersebut benar-benar menggunakan teknologi tersebut. Sedangkan
interaktivitas (interactivity) bermakna hadirnya media baru membuat para
penggunanya secara otonom dapat menyeleksi dari mana saja sumber informasi
yang akan dipilih dan juga dengan siapa saja akan berinteraksi langsung. Bahkan
pengguna media baru juga dapat membuat konten tersendiri untuk kemudian
dibagikan ke khalayak sesama pengguna media baru.
Adapun perbedaan antara media lama dan media baru, yakni media baru
mengabaikan batasan percetakan dan model penyiaran dengan memungkinkan
terjadinya percakapan antar banyak pihak, memungkinkan penerimaan secara
simultan, perubahan dan penyebaran kembali objek-objek budaya, mengganggu
tindakan komunikasi dari posisi pentingnya hubungan kewilayahan dan
27 Vin Crosbie, 2002, What is New Media? Terarsip di
http://www.sociology.org.uk/as4mm3a.doc pada 13 April 2016, pukul 14:11 WIB. 28 Leah A. Liverous dan Sonia Livingstone, Introduction to the Updated Student Edition,
dalam Leah A. Liverouw dan Sonia Livingstone (Ed), The Handbook of New Media, page. 6-7.
2. Pengembangan sistem penyediaan air bersih dan sanitasi,
3. Pengembangan kawasan perdagangan tradisional,
4. Pengembangan dan peningkatan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan
masyarakat, terutama keluarga miskin melalui pelayanan kesehatan gratis.
5. Pengembangan program bedah rumah bagi rumah tidak layak huni,
6. Pengembangan Taman Pemakaman Umum (TPU) Sarimulya dan
perluasan, serta pengembangan Taman Pendidikan Anak-anak (TPA)
skala regional.
7. Pengembangan pembangunan posyandu,
8. Pengembangan Taman Kota tingkat kecamatan,
9. Pengembangan industri kreatif dan produk unggulan.
Peningkatan;
1. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menghadapi
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) melalui program pendidikan,
entrepreneur, bahasa asing dan komputer secara gratis di setiap Kelurahan,
2. Peningkatan kualitas, kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan.
3. Peningkatan atau pelebaran jalan kota, jembatan, jalan lingkungan,
penataan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan jalan perumahan.
4. Peningkatan dan pemeliharaan saluran drainase jalan kota, lingkungan dan
pemukiman.
5. Peningkatan bantuan beasiswa miskin, Bantuan Operasional Daerah
(BOSDA) dan bantuan sosial beras miskin (raskin).
6. Peningkatan pelayanan publik melalui pendelegasian kewenangan,
65
7. Peningkatan pemanfaatan teknologi informasi dalam bidang pelayanan
publik disetiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sampai tingkat
Kelurahan,
8. Peningkatan kolaborasi antar pemangku kepentingan meliputi
Pemerintahan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dunia usaha,
perguruan tinggi dan partisipasi aktif warga.
C. Profil Kota Tangerang Selatan
Kota Tangerang Selatan (Tangsel) adalah wilayah otonom di Provinsi Banten.
Wilayah ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Pembentukan
daerah otonom baru tersebut, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten
Tangerang, pemekaran dilakukan dengan tujuan meningkatkan pelayanan dalam
bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan serta dapat memberikan
kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah. Pada tahun 2000, beberapa tokoh
dari kecamatan-kecamatan mulai menyebut-nyebut Cipasera sebagai wilayah
otonom. Warga merasa kurang diperhatikan Pemerintah Kabupaten Tangerang
sehingga banyak fasilitas terabaikan.
Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom yang resmi terbentuk pada
akhir tahun 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten tertanggal 26 November
2008. Sebelumnya, pada 27 Desember 2006, DPRD Kabupaten Tangerang
mengeluarkan Keputusan Nomor 28 Tahun 2006 tentang Persetujuan
Pembentukkan Kota Tangerang Selatan. Lalu, pada Januari 2007, Rapat Paripurna
66
DPRD Kabupaten Tangerang menetapkan pusat pemerintahan berada di Kelurahan
Serua Kecamatan Ciputat. Cakupan wilayah Tangerang Selatan meliputi
Kecamatan Serpong, Serpong Utara, Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Pondok
Aren, dan Setu. Batas wilayah menggunakan atas alam suangai Cisadane.7
Pada 22 Januari 2007, Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Kabupaten Tangerang menetapkan Kecamatan Ciputat sebagai pusat
pemerintahan Tangsel. Dalam rapat yang dipinpin Ketua DPRD, Endang Sujana,
Ciputat dipilih secara aklamasi. Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 yang
membahas soal pemekaran daerah menyebutkan keputusan akhir rencana itu ada di
DPR-RI. Usul disampaikan melalui Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri,
kemudian dikaji oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. Setelah disetujui,
Menteri Dalam Negeri mengajukan kepada Presiden. Kemudian, diajukan dalam
bentuk rancangan undang-undang ke DPR-RI untuk diputuskan.
Komisi I DPRD Banten mulai membahas berkas usulan pembentukan Kota
Tangerang Selatan mulai 23 Maret 2007. Pemberkasan dilakukan setelah berkas
usulan dan persyaratan pembentukan kota diserahkan Gubernur Banten Ratu Atut
Chosiyah ke Dewan pada 22 Maret 2007.
Pada 2007, Pemerintah Kabupaten Tangerang menyiapkan dana sebesar 20
miliar untuk proses awal berdirinya Kota Tangerang Selatan. Dana itu disiapkan
untuk biaya operasional kota baru selama satu tahun pertama dan merupakan modal
awal dari daerah induk untuk wilayah hasil pemekaran. Selanjutnya, Pemerintah
7 Abdul Rojak dan Istijar Nusantara, Sejarah Berdirinya Kota Tangerang Selatan,
(Tangerang Selatan: Green Komunika, 2010), Cet. Ke-1, h. 96-100.
67
Kabupaten Tangerang akan menyediakan dana bergulir sampai kota hasil
pemekaran mandiri.
Kini Kota Tangsel merupakan salah satu wilayah pemekaran yang terbilang
maju dengan pesat. Wilayah Kota Tangsel itu sendiri terdiri dari 7 kecamatan, 49
kelurahan, dan 5 desa dengan luas wilayah 147,19 kilometer persegi (Km2) atau
14.719 hektar (Ha). Batas wilayah Kota Tangsel adalah; sebelah utara berbatasan
dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang, sebelah timur berbatasan dengan
Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok, sebelah selatan berbatasan dengan
Kabupaten Bogor dan Kota Depok, terakhir sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Tangerang.8
Tangerang Selatan memiliki jumlah penduduk sebesar 1.492.999 jiwa pada
tahun 2014 dengan kepadatan penduduk sekitar 10.143 jiwa per Km2. Artinya
bahwa di Kota Tangerang selatan setiap 1 Km2 rata-rata dihuni oleh 10.143 orang
penduduk. Kepadatan penduduk tertinggi di Kecamatan Ciputat Timur yaitu
sebesar 12.830 orang per Km2, dan jumlah tersebut pasti semakin bertambah.
Dilihat dari data penduduk pada tujuh kecamatan itu yang melebihi satu juta jiwa,
sehingga memenuhi syarat untuk suatu daerah otonom.9
8 Diakses dari www.tangerangselatankota.go.id pada 31 Mei 2016, pukul 17:50 WIB. 9 Diakses dari www.tangerangselatankota.go.id pada 31 Mei 2016, pukul 17:52 WIB.
68
Gambar 3.1.
Lambang Daerah Kota Tangerang Selatan
1. Perisai mengandung arti perlindungan, keamanan, penegakkan hukum,
serta dalam arti luas mengandung makna pengamalan pancasila dan UUD
1945.
2. Bintang mengandung arti ketuhanan, melambangkan bahwa masyarakat
Kota Tangsel berkeyakinan terhadap Tuhan YME, saling menghormati
sesama dan antar pemeluk agama di dalam kehidupan masyarakat.
3. Rumah khas daerah dengan beranda tempat orang berkumpul
(Blandongan), melambangkan tempat atau wadah yang akan melahirkan
satu tekad ataupun tujuan dalam menyelesaikan suatu permasalahan agar
membawa kemajuan bagi masyarakat Kota Tangsel.
4. Tujuh trap pondasi, melambangkan adanya tujuh wilayah kecamatan saat
terbentuknya Kota Tangsel, yaitu Kecamatan Pamulang, Kecamatan
Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan
Serpong, Kecamatan Serpong Utara, dan Kecamatan Setu.
69
5. Padi dan kapas serta ikatan atau simpul, memiliki makna kemakmuran dan
kesejahteraan di setiap bidang kehidupan masyarakat dengan jumlah
masing-masing mengandung arti sebagai berikut:
1) Padi berjumlah 26 butir, mencerminkan Kota Tangsel secara resmi
terbentuk pada tanggal 26.
2) Bunga kapas berjumlah 11, mencerminkan Kota Tangsel secara resmi
terbentuk pada bulan 11 atau bulan November.
3) Ikatan atau simpul berjumlah 8, mencerminkan Kota Tangsel secara
resmi terbentuk pada tahun 2008.
6. Pena dan buku, melambangkan pendidikan sebagai lembaga dan sebagai
proses mewujudkan masyarakat Kota Tangsel yang cerdas, modern, dan
religius.
7. Bingkai yang melingkar membentuk segi lima adalah simbol ideologi
negara, yaitu pancasila.
8. Hamparan berwarna hijau kebiruan bagian bawah bingkai segi lima,
melambangkan hamparan kekayaan sumber daya air, baik sungai mauoun
situ yang ada di Kota Tangsel, sebagai salah satu sumber kekayaan alam
yang memberi kehidupan bagi masyarakat Kota Tangsel.
9. Pita yang bertuliskan slogan atau motto “Cerdas, Modern, Religius”
mengandung makna bahwa cita-cita dan harapan untuk mewujudkan
masyarakat Kota Tangsel yang:
1) Cerdas dalam arti memiliki ilmu pengetahuan yang luas,
berketerampilan baik, disertai perilaku positif.
70
2) Modern dalam arti memiliki peradaban yang dinamis sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3) Religius dalam arti bahwa kecerdasan dan kemajuan peradaban
senantiasa dibingkai oleh nilai-nilai agama yang dianut masyarakat
secara utuh dan benar.10
Visi Kota Tangsel adalah: “Terwujudnya Kota Tangerang Selatan yang
Mandiri, Damai dan Asri”, sedangkan misinya adalah:11
1. Meningkatkan kualitas kehidupan bermasyarakat,
2. Meningkatkan keharmonisan fungsi ruang kota yang berwawasan
lingkungan,
3. Menata sistem sarana dan prasarana dasar perkotaan,
4. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan masyarakat,
5. Meningkatkan fungsi dan peran kota sebagai sentra perdagangan dan
jasa,
6. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
10 Katalog Badan Pusat Statistik, (Online resources: Kota Tangerang Selatan dalam
angka.pdf), 2013, h. 8. 11 Amalia, Komunikasi Politik Pasangan Hj. Airin Rachmi Diany dan Drs. H. Benyamin
Davnie dalam Pilkada Tangsel Tahun 2011, Skripsi Strata 1 pada FIDKOM UIN Jakarta: tidak
diterbitkan.
71
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Efektivitas Pemanfaatan Media Sosial
Dalam paparannya mengenai media baru, McQuail menyatakan bahwa media
massa lama dianggap memainkan peran yang sangat besar dalam melaksanakan
pelaksanaan politik demokratis. Manfaat media massa dalam bidang politik adalah
memberikan informasi kepada publik mengenai agenda politik pemerintah dan
politisi, serta membuka kesempatan kepada masyarakat untuk mengkritisi
pemerintah. Namun demikian, lebih jauh McQuail berpendapat bahwa peran media
massa di bidang politik juga memiliki sisi negatif, misalnya adanya dominasi media
oleh kelompok tertentu dan juga dominasi aliran suara vertikal, serta komersialisme
media yang kerap mengabaikan peran komunikasi yang demokratis.1
Internet di kehidupan sekarang hadir untuk memenuhi kebutuhan manusia
dalam berkomunikasi dan memperoleh informasi. Internet berfungsi sebagai
jaringan global untuk berkomunikasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya di belahan
dunia. Internet juga berfungsi sebagai aspek penyedia informasi yang tidak ada
batasannya. Mengakses internet saat ini sudah menjadi rutinitas kebanyakan
masyarakat. Tidak hanya dengan menggunakan komputer atau laptop saja, tetapi
kini dapat mengaksesnya melalui handphone dengan berbagai kemudahan yang
ditawarkan oleh sejumlah provider telepon seluler.
1 Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), Cet. Ke-
6, h. 150-152.
72
Seiring dengan melonjaknya penggunaan internet dan mobile, maka kini
booming lah pemanfaatan media sosial atau jejaring sosial seperti Facebook dan
Twitter untuk melakukan komunikasi di ranah politik. Hadirnya media Facebook
dan Twitter yang dioperasionalisasikan melalui jaringan internet dilabeli sebagai
media baru. Hal ini didasarkan pada perbedaan jenis media ini dengan media lama
yang telah muncul sebelumnya, seperti koran, majalah, radio, dan televisi.
Kemudian, belakangan Facebook dan Twitter disebut sebagai media sosial karena
telah memiliki fungsi sosialisasi bagi kehidupan manusia yang lebih luas.
Dalam aktivitas politik, setiap kandidat mencoba berbagai usaha untuk
memperoleh dukungan dalam pencapaian tujuan politiknya. Untuk itu, diperlukan
sarana komunikasi dan informasi. Media sosial sebagai salah satu sarana informasi
yang sangat banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di masa sekarang. Media sosial
menurut Amos Davidowitz, mempunyai empat manfaat bagi aktifitas politik suatu
partai maupun kandidat yaitu sebagai information, service, access to political
power, and space (informasi, pelayanan, akses kekuatan politik, dan ruang).2
Ada harapan baru dengan munculnya media baru, khususnya media sosial yang
berkembang saat ini, bahwa media ini bisa menjadi cara yang potensial dalam
mendobrak politik demokrasi massa, yang sulit menyuarakan suara dari bawah ke
atas, yang kerap dengan power yang dimiliki dimanfaatkan oleh penguasa untuk
kepentingan golongannya. Media sosial ini bisa menjadi media mengalirnya
informasi dua arah yang interaktif antara politisi dan pendukungnya. Media sosial
menjanjikan akan memberikan forum yang seluas-luasnya bagi pengembangan
2 Astrid S.Soesanto, Komunikasi Sosial di Indonesia, (Jakarta: Bina Cipta, 1980), h. 2.
73
kelompok kepentingan dan sebagai sarana penyaluran opini. Sebagai contoh,
gambar cicak kecil yang sedang melawan buaya besar dalam kasus Komisi
Pemberantasan Korupsi dan Polri dengan cepat dan singkat menyebar di dunia
maya. Lalu contoh kedua yang masih terekam dalam memori kita adalah kasus Koin
untuk Prita, kedua kasus tersebut merupakan dua gerakan sukses yang berawal dari
Facebook dan Twitter.
Media sosial banyak memengaruhi masyarakat dalam menentukan perilaku
pemilih, berdasarkan data yang diperoleh di lokasi penelitian dan pasangan Airin-
Benyamin paling banyak dikenal melalui media sosial, meningkatnya popularitas
pasangan Airin-Benyamin ini selain karena kampanye konvensional juga
dikarenakan peran media sosial dalam membangun image atau citra, sehingga
mampu meraih simpati publik yang sangat signifikan. Pasangan petahana ini
awalnya dianggap akan kalah dalam Pilkada Tangsel 2015, dikarenakan tingkat
elektabilitasnya sempat turun menjadi 37,17 persen menurut Lembaga Kajian dan
Analisa Daerah Terpadu (LKADT) yang dipengaruhi oleh sandungan kasus korupsi
yang dilakukan oleh suaminya Tubagus Chairi Wardana. Namun ternyata mampu
meraih dukungan yang sangat besar dibanding kandidat lainnya sehingga dapat
menang pada Pilkada Tangsel kemarin.
Untuk mengejar kemerosotan elektabilitas, pasangan ini melakukan sosialisasi
sekaligus memperkenalkan program-programnya ke masyarakat Tangsel dengan
memanfaatkan media sosial untuk memengaruhi masyarakat pengguna media sosial
yang tentu lebih kritis dan tentu akan memberikan popularitas yang signifikan
ketika media sosial mampu mencitrakan pasangan ini secara positif.
74
Dalam mengungkap berbagai hal yang berkaitan dengan pemanfaatan media
baru dalam bidang politik, Van Dijk menggunakan istilah digital democracy yang
dalam pandangannya secara luas diterjemahkan sebagai upaya mempraktikkan
demokrasi tanpa batasan waktu, tempat, dan kondisi fisik lainnya, dengan
menggunakan peralatan digital, dan sebagai tambahannya, demokrasi digital ini
tidak dimaksudkan untuk menggantikan praktik politik ‘analog’ tradisional. Dari
pendapat Van Dijk tersebut, para politisi di Indonesia tentu dapat melihat betapa
besar potensi yang ditawarkan media baru dalam politik praktis dengan
karakteristiknya yang begitu solutif. Partai-partai politik ataupun politisi yang
cerdas, seharusnya tidak menyia-nyiakan peluang baru ini.3
Sebelum menelusuri lebih lanjut hubungan yang dinamis antara media sosial
dan politik, peneliti merasa perlu untuk memaparkan data berupa total pertumbuhan
pengguna media sosial. Awalnya internet hanya digunakan oleh 55 juta dari total
populasi sebesar 240 juta (pada tahun 2012), Indonesia telah menyaksikan
pertumbuhan penggunaan media sosial yang luar biasa, dengan 90 persen aktivitas
online dicurahkan untuk berselancar di situs jejaring sosial. Indonesia telah menjadi
negara terbesar ketiga di Facebook dengan 43 juta pengguna dan kelima terbesar di
Twitter dengan 29,4 juta pengguna. Dengan perkembangan setinggi itu, banyak
pihak yang memperkirakan bahwa media sosial akan bermanfaat bagi hajatan
politik.4
3 Van Dijk, The Network Society, (London: Sage Publication Ltd, 2006), h. 103-104. 4 Merlyna Lim, Klik yang Tak Memantik: Aktivisme Media Sosial di Indonesia, dalam
Jurnal Komunikasi Indonesia, Volume III, Nomor 1, (Depok: Departemen Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014), h. 37.
75
Dalam paparan tentang pertumbuhan pengguna media sosial yang telah
diuraikan oleh Jurnal Komunikasi Indonesia sebelumnya, kali ini data yang
dipublikasikan oleh Lembaga We are social, pada tahun 2015 di Indonesia sendiri
tingkat top active social platform yang paling tinggi adalah Facebook dan Twitter.
Berikut adalah persentase penggunaan media sosial:5
Gambar 4.1.
Persentase Pengunaan Media Sosial di Indonesia6
Sumber: We Are Social
Dari gambar 4.1. di atas, We Are Social menyebutkan, pada tahun 2015 media
sosial Facebook menempati posisi teratas dengan 14 persen, dan Twitter menempati
posisi kedua social network dengan angka 11 persen. Berhubungan dengan hal
tersebut, pada Pilkada Tangsel 2015 diperkirakan media sosial ini berpengaruh
5 We are social yakni sebuah lembaga statistik yang menggabungkan pemahaman bawaan
dari media sosial dengan keterampilan digital, PR, dan pemasaran. Sepenuhnya berfokus pada
inovatif, kreatif dan efektif pemasaran media sosial dan komunikasi. Berdiri tahun 2008 dan telah
berkembang menjadi sebuah tim internasional dengan 550 anggota di 11 kantor yang tersebar di
seluruh dunia.
6 We Are Social, Top Active Social Platform, diakses dari http://www.wearesocial.sg pada
Dengan demikian, media sosial dalam komunikasi politik telah menciptakan
peluang baru, bukan hanya berperan sebagai penyampai (transmitter) dari pesan-
pesan politik yang dilakukan oleh aktor politik pada khalayak, namun media sosial
juga berperan sebagai aktor politik dalam proses politik. Pada umumnya, para aktor
politik harus menggunakan media untuk mendapatkan dukungan dari khalayak,
karena tanpa media, khalayak juga tidak akan mengetahui aktor politik yang
bermain di panggung politik. Kegiatan politik, program politik, pernyataan politik
dan sejenisnya tidak akan mencapai khalayak jika tidak menggunakan media.
Hal inilah yang kemudian membuat para aktor politik berusaha mengekspos
atau mensosialisasikan program kampanyenya di media sosial Facebook dan
Twitter agar tujuan politik mereka terkomunikasikan dengan khalayak. Bahkan,
pada event seperti Pilkada, para kandidat seringkali mempercayakan pengelolaan
manajemen kampanye kepada seorang juru kampanye. Tentu Tim Sukses juga
merupakan elemen yang penting dalam mendukung kesuksesan kandidat Pilkada
guna meraih target politik yang diharapkan. Ini tentu tidak lepas dari usaha juru
kampanye agar kandidat Pilkada yang bersangkutan mendapatkan citra positif di
mata publik.
Kini mengandalkan media sosial sebagai sarana sosialisasi figur dan sosialisasi
program kampanye untuk membentuk pencitraan sudah menjadi pilihan Tim
Sukses dalam kampanye politik. Media sosial tidak seperti media mainstream,
media sosial (antara lain Facebook dan Twitter) memberi kesempatan pengguna
untuk aktif saling berkomunikasi melalui tulisan, gambar, dan audio dan atau video.
Media sosial membuka peluang suatu komunitas besar untuk dapat saling
80
terhubung secara mudah dan murah melalui berbagai bentuk layanan media sosial.
Karena itu media sosial dianggap cukup efektif untuk mendongrak popularitas
sekaligus meningkatkan perolehan suara dalam setiap Pemilu ataupun Pilkada.
Pada media sosial, persuasi politik memainkan peranan penting dalam membentuk
pencitraan untuk merebut popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitas.
Bagaimanapun juga, bidang politik merupakan bidang yang butuh publisitas
tentunya, sehingga media baru banyak digunakan dalam hal promosi politik.
Berdasarkan data yang telah diuraikan sebelumnya oleh peneliti, maka untuk
meningkatkan popularitas dan elektabilitas, pasangan Airin-Benyamin
memanfaatkan media sosial untuk membangun isu-isu politik, mensosialisasikan
program-program, profil dan kegiatan-kegiatannya. Hal ini dianggap cukup efektif
dalam memengaruhi opini dan perilaku politik masyarakat seperti yang diungkap
oleh Sonny Majid yang menegaskan bahwa:
Kalau dalam konteks propaganda dan perang wacana penggunaan media sosial
cukup efektif, selain untuk menyampaikan visi misi kandidat, penggunaan
media sosial juga untuk menyisir pemilih yang agak’ sulit tersentuh langsung
oleh Tim Sukses atau pasangan calon. Contohnya seperti pemilih di
perumahan. Mengingat karakter sebagian masyarakat Tangsel adalah
masyarakat urban, sehingga media sosial bisa menjadi jalan alternatif.13
Platform media sosial seperti Facebook dan Twitter memang tidak mendukung
berlangsungnya percakapan panjang, tetapi fitur-fiturnya mengarahkan pengguna
untuk memelihara interaksi yang cepat dan singkat, serta untuk melakukan banyak
hal pada saat yang sama. Meningkatkan kecepatan dan ukuran informasi, ditambah
dengan cepat dan ringkasnya interaksi membuat media sosial lebih ramah bagi
13 Wawancara dengan Sonny Majid Daeng Taran, pada 24 April 2016.
81
narasi yang sederhana dan atau narasi yang disederhanakan dibandingkan yang
rumit (kompleks).
Narasi sederhana atau yang disederhanakan yang dihubungkan dengan
kegiatan kampanye politik di media sosial, memiliki kemungkinan yang lebih tinggi
untuk cepat menyebar dan melahirkan aktivisme politik di media sosial. Itulah
sebabnya, mengapa masing-masing kandidat politik memiliki Tim Media yang
berfokus pada kegiatan kampanye di media baru demi menggalang dukungan dan
membangun citra positif di mata publik, dimana individu dan grup menghasilkan
aktivisme online secara kolektif dan menerjemahkannya menjadi pergerakan dunia
nyata di ranah offline (Lim, 2006).14 Media sosial yang berakar pada hubungan
sosial dan jaringan sosial. Akibatnya, jaringan yang tercipta dalam media sosial
menyerupai jaringan secara offline. Individu terkelompokkan berdasarkan usia,
ketertarikan, serta kesamaan sosial dan budaya lain.
Pengunaan media sosial sebagai sosialisasi program kampanye tentu saja
bukan jaminan bahwa kandidat Pilkada akan sukses. Melihat dari event Pilkada
yang sebelumnya, baik Tim Sukses maupun Tim Media memberikan porsinya
tersendiri dalam keberhasilan si kandidat Pilkada. Dalam hal ini, teamwork salah
satu faktor penting dalam manajemen kampanye. Jadi pada event demokrasi tingkat
lokal ini, tugas dari Tim Sukses dan Tim Media tidaklah mudah. Baik Tim Sukses
dan Tim Media harus pandai mencari dan memanfaatkan peluang yang ada. Dalam
membaca peluang yang ada harus jeli, kritis, teliti, dan proaktif.
14 Merlyana Lim, Klik yang Tak Memantik: Aktivisme Media Sosial di Indonesia, dalam
Jurnal Komunikasi Indonesia, h. 37.
82
Membahas mengenai Tim Media, peneliti juga mewawancarai Tim Media
Airin-Benyamin yaitu Rudy Gani. Beliau sempat menjadi bagian dari orang yang
kontra terhadap Airin dan sering menulis di Banten Crisis Center (BCC), termasuk
yang ikut dalam membuat petisi lengserkan Airin. Tetapi kini ia aktif dalam
mendukung pasangan Airin-Benyamin, bahkan termasuk sebagai salah seorang
yang menggagas berdirinya Tangsel Institut.15 Rudy berpendapat bahwa:
Media sosial diakui sangat efektif dalam menampilkan profil terbaik di
panggung politik demi menciptakan image kandidat, tetapi pada intinya kami
Tim Media lebih ke arah bagaimana mendistribusikan informasi, merangkul
teman-teman kalangan muda khususnya yang aktif menggunakan media sosial
untuk membangun jaringan yang bisa mewadahi komunitas-komunitas
pemuda di Tangsel. Jadi kami menyampaikan apa adanya, tidak mengurangi
juga tidak menambahkan, artinya kami tidak mengada-ngada yang memang
tidak ada. Airin dikenal sebagai keluarga korup ya’ memang seperti itu adanya,
tidak bisa kami pungkiri. Sebenarnya kami mengedukasi masyarakat agar
cerdas dalam memilih, jangan kemudian mereka memilih berangkat dari
kandidat yang sifatnya terus menjelek-jelekkan.16
Kutipan wawancara di atas kemudian menjelaskan bahwa media sosial menjadi
sumber rujukan bagi calon pemilih untuk mengenali sosok kandidat. Sudah
seharusnya media sosial dimanfaatkan sebagai sarana pembangkit kesadaran
bersama, selama ini rakyat sudah capek, putus asa, dan apatis dengan perilaku
politik di Indonesia. Pemanfaatan media sosial sebagai peluang untuk
mensosialisasikan program kampanye dari kandidat Pilkada yang diunggulkan
sekaligus membangun citra positif kandidat yang diusungnya misalnya, merupakan
15 Tangsel Institut secara resmi diresmikan tahun 2016. Lahir dari sebuah gagasan
penyeimbang kekuasaan di Tangsel, berangkat dari obrolan-obrolan yang mengarah kepada wacana
dan pengkajian media yang menjadi pengawal roda pemerintahan Tangsel. Tidak semata-mata
hanya untuk Pilkada, Tangsel Institut ini bagian dari proses pengawal pemerintahan. 16 Wawancara dengan Rudy Gani, pada 27 April 2016.
83
salah satu dari sekian banyak peluang yang tercipta dari adanya media baru
(khususnya media sosial).
Citra yang berusaha direpresentasikan tersebut di sisi lain terkadang
melampaui realitas dalam kehidupan manusia atau dalam bahasa lainnya
terjadi hyperreality. Sehingga pada titik tertentu, masyarakat modern menerima
realitas dengan beraneka macam bentuk citra yang dihadapkan pada mereka,
kemudian serta merta meyakini kebenaran yang diberikan atau direpresentasikan
dari citranya. Dengan demikian, media sosial mampu membentuk image dengan
tujuan mempengaruhi perilaku politik masyarakat.17 Sebuah pencitraan merupakan
bagian atau salah satu model dari simulasi yang dimaksudkan Jean Baudrillard
bahwa simulasi adalah citra tanpa referensi (suatu simulacrum). Simulacrum dapat
dipahami sebagai sebuah cara pemenuhan kebutuhan masyarakat modern atas tanda
atau penampakan yang menyatakan diri sebagai realitas. Media sosial sangat
berpengaruh dalam pembentukan hiperrealitas dari citra politik.18
Dalam aktifitas politik, setiap kandidat mencoba berbagai usaha untuk
memperoleh dukungan dalam pencapaian tujuan politiknya. Untuk itu, diperlukan
sarana komunikasi dan informasi. Media sosial sebagai salah satu sarana informasi
yang sangat banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dimasa sekarang menjadi ruang
konstruksi citra bagi politisi. Masalahnya, meski Tim Media sudah dapat
menggalang dukungan dari khalayak lewat media sosial, mereka sekaligus juga
17 Diakses dari ruangantara.org pada 31 Mei 2016, pukul 22:20 WIB. 18 Ruang Antara adalah wadah apresiasi dan berbagi pengetahuan bagi seluruh kalangan.
Ranah kerjanya meliputi aktifitas riset, edukasi, dan advokasi yang bertujuan untuk
mengembangkan pengetahuan masyarakat dalam bidang sosial-kebudayaan dan teknologi
informasi.
84
mendapatkan serangan dari khalayak lainnya yang tidak menyukai pasangan yang
mereka bela.
Karena itulah, secara umum dapat dikatakan, sehebat atau seintensif apapun
penggunaan atau pengoptimasian media sosial oleh politisi, politisi tidak akan
berhasil menang dalam persaingan politik, jika sang politisi tidak memiliki Tim
Sukses yang solid dan pengorganisasian kampanye yang mumpuni, terencana, dan
terfokus. Maka dari itu, pemanfaatan media baru ini ternyata telah memberikan
peluang baru sekaligus tantangan baru bagi komunikasi politik.
B. Isu-Isu yang Berkembang Seputar Pemilihan Kepala Daerah Tangerang
Selatan 2015 di Facebook dan Twitter
Berbagai peristiwa politik di tanah air, saat ini cenderung tumpang tindih. Dari
isu ke isu muncul silih berganti, belum selesai satu isu muncul isu yang lain dengan
menyisakan pertanyaan. Ahlasil, berbagai komentar dan isu mencapai pembenaran
umum, semua itu ada karena punya target politik. Ini bisa diamati dengan adanya
silang pendapat antara ‘komentator’ dengan yang ‘dikomentari’. Pihak
‘komentator’ berusaha mengupas atau bahkan mempersoalkan berbagai
permasalahan atau kejanggalan yang terjadi pada pemerintahan. Karena
semangatnya, ada kecenderungan komentar itu bermuatan politik. Sedangkan pihak
‘dikomentari’, dalam hal ini pemerintah, sering berkilah bahwa kelompok
‘komentator’ itu sedang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan pemerintahan
yang sah.
85
Seperti sewaktu Pilkada Tangsel 2015 lalu, terdapat beragam isu yang saling
dilontarkan oleh ketiga kandidat politik. Kandidat yang ‘menyerang’ berusaha
menjatuhkan citra kandidat yang ‘diserang’. Terlebih jika isu yang dimunculkan
merupakan isu negatif yang bersifat destruktif. Dalam konteks Pilkada, isu dapat
membangun atau menjatuhkan citra politik, tujuannya untuk merengkuh target
politik tertentu.
Dalam kaitannya dengan kemunculan isu negatif, berikut adalah data
kemunculan isu-isu di Facebook yang berkembang pada periode 27 Agustus - 5
Desember 2015. Di mana pada periode tersebut merupakan masa pencitraan bagi
ketiga kandidat politik. Berikut berbagai macam pemberitaan mengenai isu-isu dan
program-program yang secara tidak langsung menyerang pasangan Airin-
Benyamin:
Tabel 4.1.
Data Kemunculan Isu terhadap Pasangan Airin-Benyamin
di Facebook pada 27 Agustus - 5 Desember 2015
No. Ragam Isu Pasangan I-
L
Pasangan
A-E
Jumlah
Kemunculan
Isu
1. Agama dan Etnis - 1 kali 1 kali
2. Birokrasi 1 kali - 1 kali
3. Ekonomi dan
Kesejahteraan 6 kali - 6 kali
4. Kesehatan 2 kali 1 kali 3 kali
5. Korupsi 8 kali 2 kali 10 kali
6. Lingkungan 1 kali 2 kali 3 kali
7. Pembangunan
Infrastruktur 3 kali - 3 kali
8. Transportasi 2 kali - 2 kali
Jumlah Kemunculan Isu 23 kali 6 kali 29 kali
Sumber: data diolah peneliti
Keterangan:
AMIN: Airin-Benyamin
I-L: Ikhsan Modjo-Li Claudia
A-E: Arsid-Elvier
86
Dari tabel 4.1. tersebut dapat dideskripsikan bahwa terdapat delapan ragam isu
yang digulirkan oleh kandidat lawan melalui media Facebook kepada pasangan
Airin-Benyamin. Pada isu korupsi, Ikhsan-Li Claudia menyerang sebanyak delapan
kali dan Arsid-Elvier sebanyak dua kali. Pada isu birokrasi, hanya Ikhsan-Li
Claudia yang menyerang sebanyak satu kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Pada
isu ekonomi dan kesejahteraan, Ikhsan-Li Claudia menyerang sebanyak enam kali,
sedangkan Arsid-Elvier tidak. Pada isu kesehatan, Ikhsan-Li Claudia menyerang
sebanyak dua kali dan Arsid-Elvier hanya menyerang satu kali. Pada isu
lingkungan, Ikhsan-Li Claudia menyerang sebanyak satu kali dan Arsid-Elvier
menyerang sebanyak dua kali. Pada isu agama dan etnis, hanya Arsid-Elvier yang
menyerang sebanyak satu kali, sedangkan Ikhsan-Li Claudia tidak. Pada isu
pembangunan infrastruktur, Ikhsan-Li Claudia menyerang sebanyak tiga kali,
sedangkan Arsid-Elvier tidak. Terakhir, pada isu transportasi Ikhsan-Li Claudia
menyerang sebanyak dua kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak.
Diagram 4.1.
Persentase Kemunculan Isu terhadap Pasangan Airin-Benyamin
di Facebook pada 27 Agustus - 5 Desember 2015
Sumber: data diolah peneliti
34.48%
20.69%10.34%
10.34%
10.34%
6.90%
3.45% 3.45%Korupsi
Ekonomi & Kesejahteraan
Kesehatan
Lingkungan
Pembangunan Infrastruktur
Transportasi
Birokrasi
Agama dan Etnis
87
Jika mengacu pada tabel 4.1. dan diagram 4.1. yang sudah diolah oleh peneliti,
berikut adalah ranking list issue yang peneliti sudah urutkan; pertama, isu korupsi
dengan 34,48 persen; kedua, isu ekonomi dan kesejahteraan dengan 20,69 persen;
ketiga, isu kesehatan berdampingan sekaligus dengan isu lingkungan dan isu
pembangunan infrastruktur yang memiliki persentase sama yaitu 10,34 persen;
keempat, isu transportasi dengan 6,90 persen; terakhir kelima, isu birokrasi
berdampingan dengan isu agama dan etnis yang memiliki persentase sama yaitu
3,45 persen. Dengan demikian, dalam rentang waktu dari tanggal 27 Agustus - 5
Desember 2015 yang menjadi top ranking issue di Facebook adalah isu korupsi
yang mencapai angka 34,48 persen.
Beranjak dari uraian data yang ditemukan di media Facebook, selanjutnya,
peneliti akan menguraikan data ragam kemunculan isu-isu yang berkembang di
Twitter.
Tabel 4.2.
Data Kemunculan Isu terhadap Pasangan Airin-Benyamin
di Twitter pada 27 Agustus - 5 Desember 2015
No. Ragam Isu Pasangan
I-L
Pasangan
A-E
Jumlah
Kemunculan
Isu
1. Birokrasi 6 kali - 6 kali
2. Ekonomi dan
Kesejahteraan 7 kali - 7 kali
3. Kesehatan 1 kali - 1 kali
4. Korupsi 30 kali - 30 kali
5. Lingkungan 2 kali - 2 kali
6. Pembangunan
Infrastruktur 5 kali - 5 kali
7. Pendidikan 1 kali 1 kali 2 kali
8. Rezim Dinasti 4 kali - 4 kali
9. Transportasi 2 kali - 2 kali
Jumlah Kemunculan Isu 58 kali 1 kali 59 kali
Sumber: data diolah peneliti
88
Keterangan:
AMIN: Airin-Benyamin
I-L: Ikhsan Modjo-Li Claudia
A-E: Arsid-Elvier
Dari tabel 4.2. tersebut dapat dideskripsikan bahwa terdapat sembilan ragam
isu yang digulirkan oleh kandidat lawan melalui media Twitter kepada pasangan
Airin-Benyamin. Pada isu korupsi, Ikhsan-Li Claudia paling banyak menyerang
sebanyak 30 kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Pada isu birokrasi, hanya Ikhsan-
Li Claudia yang menyerang sebanyak enam kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak.
Pada isu ekonomi dan kesejahteraan, hanya Ikhsan-Li Claudia yang menyerang
yakni sebanyak tujuh kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Begitu pula pada isu
kesehatan, hanya Ikhsan-Li Claudia yang melakukan penyerangan yakni sebanyak
satu kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Pada isu lingkungan, hanya Ikhsan-Li
Claudia yang menyerang sebanyak dua kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Pada isu
pembangunan infrastruktur, Ikhsan-Li Claudia cukup banyak menyerang, yakni
sebanyak lima kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Pada isu transportasi, Ikhsan-Li
Claudia hanya menyerang sebanyak dua kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak. Kali
ini pada isu pendidikan, baik Ikhsan-Li Claudia dan Arsid-Elvier sama-sama
melakukan penyerangan sebanyak satu kali. Isu terakhir adalah isu rezim dinasti,
dan hanya pasangan Ikhsan-Li Claudia lah yang melakukan penyerangan sebanyak
empat kali, sedangkan Arsid-Elvier tidak.
89
Diagram 4.2.
Persentase Kemunculan Isu terhadap Pasangan Airin-Benyamin
di Twitter pada 27 Agustus - 5 Desember 2015
Sumber: data diolah peneliti
Jika mengacu pada tabel 4.2. dan diagram 4.2. yang sudah diolah oleh peneliti,
berikut adalah ranking list issue yang peneliti sudah urutkan; pertama, isu korupsi
dengan 50,85 persen; kedua, isu ekonomi dan kesejahteraan dengan 11,86 persen;
ketiga, isu birokrasi dengan 10,17 persen; keempat, isu pembangunan infrastruktur
dengan 8,47 persen; kelima, isu rezim dinasti dengan 6,78 persen; keenam, isu
lingkungan berdampingan sekaligus dengan isu pendidikan dan isu transportasi
yang memiliki persentase sama yaitu 3,39 persen; terakhir, ketujuh, isu kesehatan
dengan 1,69 persen. Dengan demikian, dalam rentang waktu dari tanggal 27
Agustus - 5 Desember 2015 yang menjadi top ranking issue di Twitter adalah isu
korupsi dengan total 50,85 persen.
Jika melihatnya dari berbagai sudut pandang positif potensi media baru sebagai
sarana demokratisasi, idealnya Facebook dan Twitter mampu menjadi media
50.85%
11.86%
10.17%
8.47%
6.78%
3.39%
3.39%3.39% 1.69% Korupsi
Ekonomi dan Kesejahteraan
Birokrasi
Pembangunan Infrastruktur
Rezim Dinasti
Lingkungan
Pendidikan
Transportasi
Kesehatan
90
alternatif dengan kemampuan signifikan dalam menampung dan menyalurkan
aspirasi rakyat. Namun, tampaknya politisi Indonesia dewasa ini sedang terkena
demam politik pencitraan. Meskipun banyak permasalahan yang muncul yang perlu
ditangani oleh pemerintah, kadang pemerintah kerap mengambil kebijakan yang
tidak populer, yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Facebook dan Twitter
yang digunakan oleh kandidat Pilkada ternyata isinya tidak lebih dari situs yang
mereka miliki, yang hanya digunakan untuk memberitakan hal-hal yang baik-baik
saja mengenai figur kandidat Pilkada.
Mayoritas transaksi informasi yang terjadi di sana didominasi oleh berbagai
postingan yang disampaikan oleh simpatisan partai politik. Selain itu, sewaktu
Pilkada Tangsel 2015 kemarin, media sosial cenderung digunakan sebagai media
untuk melontarkan sesuatu yang berkonotasi negatif kepada lawan politiknya,
misalnya sindiran terhadap pasangan lawan politiknya yang kebetulan mempunyai
catatan sejarah yang kurang baik karena terkenal dengan isu negatif yang
menerpanya, yaitu isu korupsi dan rezim dinastinya.
Mencerna saling lempar isu negatif yang digembar-gemborkan di media sosial
dan penerapan dari beberapa teknik propaganda, ternyata ada yang berlawan
dengan ajaran Islam. Dua teknik yang sebelumnya telah disebutkan adalah teknik
91
name calling dan glittering of generalities. Teknik dengan cara memberikan label
buruk kepada seseorang tanpa menguji kebenarannya, seperti labeling koruptor dan
lain sebagainya ini bertentangan dengan Al-Quran Surat Al-Hujurat ayat 12.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (dugaan
terhadap sesama Muslim), karena sebagian sangka-sangka itu ialah dosa, dan
janganlah kamu mencari-cari aib orang dan jangan pula setengah kamu
mengumpat yang lain. Adakah di antara kamu yang memakan daging
saudaranya yang telah mati (bangkainya)? Maka tentu kamu jijik (benci)
memakannya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah penerima
taubat lagi Maha Penyayang” (12).
Islam memerintahkan kita untuk menjauhi prasangka atau dugaan-dugaan,
mencari aib, dan tidak mengumpat. Pertama, teknik propaganda name calling jelas
bertentangan dengan ayat ini. Selain itu, jika kita melihat pengertian dan
praktiknya, teknik name calling ini bisa mendekati fitnah. Tentu jika melihat pada
teori propaganda, hal tersebut sah-sah saja dilakukan, namun dalam ajaran Islam
serangan verbal yang tanpa bukti dan kebenarannya bisa menjadi fitnah. Dalam
firman Allah berikut ini berisi penjelasan tentang bagaimana seharusnya sikap
seorang muslim terhadap berita-berita yang belum jelas kebenarannya. Allah
berfirman dalam Surat Al-Hujurat ayat 6:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (6).
92
Maksudnya, jangan sampai kita menerima begitu saja berita dari seseorang,
teliti dan dapatkan bukti kebenarannya. Pada intinya, Allah memberitahu bahwa
orang-orang fasik itu pada dasarnya jika berbicara ia dusta, akan tetapi kadang kala
ia juga benar. Karena, berita yang disampaikan tidak boleh diterima dan juga tidak
boleh ditolak begitu saja, kecuali setelah diteliti terlebih dahulu fakta kebenarannya.
Jika benar sesuai dengan bukti, maka diterima dan jika tidak, maka ditolak.
Kedua, teknik propaganda glittering of generalities. Teknik dengan
menggunakan kata-kata bijak dengan tujuan mendapat dukungan secara tidak murni
atau tidak alami. Ini bertentangan dengan Al-Quran Surat Al-Ahzab ayat 70:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar” (70).
Dalam ayat tersebut, Islam mengajarkan untuk bertutur kata yang tepat.
Maksudnya ialah jujur, sesuai, dan tidak dibuat-buat. Kita bisa melihat kembali
contoh teknik propaganda glittering of generalities dari Tim Media Arsid-Elvier
yang peneliti temukan pada pembahasan sebelumnya, seperti kalimat ‘Sebuah titik
temu bersama untuk melawan perilaku korupsi. Ayo kita buktikan bahwa kita bisa
melakukannya, bisa mencetak sejarah bersama’. Penggunaan ‘kata-kata yang baik’
tersebut digunakan untuk mendapat dukungan meskipun tanpa menyelidiki
ketepatan aosiasinya. Bisa diartikan, punya maksud dan tujuan lain. Jika melihat
pada teori propaganda, cara ini tidak dilarang dan sah saja digunakan. Namun,
93
dalam ajaran Islam teknik propaganda ini bertentangan karena caranya yang dibuat-
buat atau tidak jujur.
Seharusnya Facebook dan Twitter dengan sifat interaktifnya yang lebih tinggi
dibandingkan situs web, mampu dimanfaatkan oleh politisi untuk menjaring
aspirasi rakyat mengenai permasalahan bangsa yang krusial untuk ditangani dengan
mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang seharusnya bisa mereka jaring
melalui media sosial tersebut.
C. Strategi Counter Issue Pasangan Airin Rachmi Diany-Benyamin Davnie
Dalam masa kampanye biasanya isu muncul dan menjalar dengan sangat cepat.
Isu muncul karena selain ketidakadaan informasi, juga dilancarkan oleh kandidat
lawan (challenger) untuk membangun atau bahkan menjatuhkan citra (image
oriented). Dalam konteks Pilkada ini, persebaran isu mengarah pada kecenderungan
untuk saling menjatuhkan citra kandidat Pilkada. Karena biasanya persebaran isu
memiliki kekuatan destruktif. Isu sering disamakan dengan torpedo yang meluncur
tanpa halangan dan menyebar kemana-mana dengan kekuatannya sendiri. Karena
itu pula, tidak mudah untuk melakukan isu-tandingan (counter issue) jika suatu isu
telah tersebar luas, terlebih jika isu yang tersebar itu adalah isu negatif yang bisa
saja menggerus basis pendukung dari kandidat yang ‘diserang’.
Counter issue berarti strategi penangkalan isu yang merujuk pada usaha-usaha
persuasif dengan tujuan mengontrol opini, baik untuk membentuk atau membina
opini publik dalam mencapai tujuan politik (strategis atau taktis) dengan pesan-
94
pesan khas yang disampaikan tanpa merasa dipaksa atau merasa terpaksa. Dalam
menggiring opini publik, demi mencapai target politik yang diharapkan ini
membutuhkan perencanaan yang sistematis, di dalamnya terdapat unsur
propaganda sebagai teknik pengalihan isu.
Proses pengalihan isu ini tidak hanya hari ini saja terjadi, banyak rentetan di
momentum-momentum sebelumnya. Pengalihan isu dianggap sebagai suatu
strategi, tidak sembarang bermain pengalihan isu, butuh siasat dan waktu yang
tepat. Kondisi sekarang, pengalihan isu berkaitan dengan popularitas politik.
Kekuasaan tidak akan bisa sukses berkuasa, jika belum mampu mengoptimasi
media. Karena bicara media berkaitan dengan kepentingan politik, terlebih dalam
menggiring dan membentuk opini publik.
Setelah melakukan observasi, peneliti melakukan wawancara (interview)
terhadap Tim Koordinator Counter Issue, Sonny Majid Daeng Taran, dan Rudy
Gani sebagai Tim Media Airin-Benyamin. Dari interview yang telah dilakukan
dengan narasumber, dapat diperoleh beberapa poin yang menjadi rujukan.
1. Isu teratas yang paling sering dituduhkan ke Airin-Benyamin ini lebih
kepada kasus korupsi yang menjerat suaminya dan kakak iparnya, yakni
Tubagus Chaeri Wardana (Wawan) dan Ratu Atut Chosiyah. Baik menurut
Tim Koordinator Counter Issue maupun Tim Media Airin-Benyamin,
keduanya kompak berpendapat, “Benar, isu yang paling banyak
dikeluarkan oleh kandidat lawan adalah isu korupsi”.
95
Tabel 4.3.
Interview Perihal Isu Korupsi dengan Tim Koordinator Counter Issue
No Isu Negatif tentang
Airin-Benyamin
Counter Issue
1. Kasus Hukum di KPK tentang
Tindak Pidana Korupsi
Pengadaan Alat Kesehatan di
Tangsel
Tidak terlalu banyak merespon atas
kasus hukum tersebut, karena hingga
sekarang Airin secara fakta hukum
terbukti tidak terlibat dalam kasus itu.
Airin-Benyamin lebih disibukkan
dengan counter issue lapangan, yakni
memantau puskesmas-puskesmas dan
berkeliling posyandu di Tangsel.
2. Citra Buruk Walikota Tangsel
dan Ketidakmaksimalan
Kepemimpinannya
Evaluasi dan respon Pemda pasca
banjir dan cuaca ekstrim;
a. Merespon isu dan tindakan setelah
terjadinya banjir dan cuaca
ekstrim.
b. Pencitraan kinerja dan kepekaan
Kepala Daerah, khususnya bidang
sosial.
c. Evaluasi kinerja Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD),
khususnya tanggap bencana. Baik
itu soal kecepatan dan kesiapan.
Merangsang kembali kerja tim di
lingkungan Pemda Tangsel, sehingga
objektivitas report tercapai.
Pada tabel 4.3. tersebut menjelaskan strategi counter issue yang dilakukan
oleh Tim Koordinator Counter Issue atas isu kasus hukum di KPK tentang
Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Alat Kesehatan di Tangsel dicounter
dengan tindakan lapangan, yakni memantau puskesmas-puskesmas dan
berkeliling posyandu di Tangsel. Untuk citra buruk Walikota Tangsel dan
ketidakmaksimalan kepemimpinannya dicounter dengan tindakan
evaluasi dan respon Pemda pasca banjir dan cuaca ekstrim, serta
merangsang kembali kerja tim di lingkungan Pemda Tangsel.
Sedangkan, Tim Media Airin-Benyamin melalui media sosial yang
berfokus pada penangkalan isu korupsi, yakni dengan mencitrakan
96
pasangan ini dengan cara membingkai sosok Airin yang sederhana, tegar,
dan tangguh. Secara garis besar tema bahwa Airin Rachmi Diany adalah
sosok perempuan yang sederhana, tangguh, dan tegar, di mana di media
sosial digambarkan bahwa saat Airin turun ke lapangan yakni melakukan
sidak ke puskesmas dan posyandu sekitar Tangsel dengan mobil dinas
yang terbilang sederhana (mobil avanza).
Padahal jika dilihat dari latar belakang keluarga Airin yang ‘segala ada’
dan koleksi mobil pribadinya pun terbilang mewah, tetapi Airin lebih
memilih mobil dinasnya yang sederhana dari pada menaiki mobil
pribadinya yang mewah dan lebih nyaman itu. Berangkat dari hal tersebut,
muncul kesan sederhana sehingga tidak ada jarak antara paslon dengan
rakyatnya, terutama dalam hal ini kalangan ibu-ibu.
Selanjutnya mengenai penggambaran sosok Airin yang tegar, di mana
sebagai perempuan ketegarannya diuji dengan masalah yang menimpa
keluarganya. Masalah tersebut sempat menjadi sorotan oleh berbagai
media, yakni tentang tindak pidana korupsi yang menjerat suaminya,
Tubagus Chairi Wardana (Wawan). Di samping perannya sebagai Kepala
Daerah, Airin adalah seorang istri dari Wawan dan Ibu dari kedua anaknya.
Ketiga perannya tersebut harus dijalani oleh Airin. Pada akhirnya ada citra
‘ketegaran’ yang keluar dari sosok Airin.
Kemudian, penggambaran sosok Airin yang tangguh, di mana masalah
yang ia hadapi tidak memengaruhi tugasnya sebagai pejabat negara. Airin
97
mampu bangkit untuk tetap melaksanakan dan memenuhi tugasnya
sebagai Walikota Tangsel. Ketegaran, ketangguhan, dan kekuatan dalam
konteks politik kaum perempuan itu seakan ada di dalam diri Airin,
berbekal pengalaman juga Airin kembali maju dalam Pilkada Tangsel
2015, dan akhirnya berhasil meraih kemenangan kedua kalinya.
Dari keseluruhan penggambaran sosok yang sudah dibahas, inilah yang
disebut sebagai propaganda jurnalisme perspektif gender. Di mana
penggambaran sosok itu dimanfaatkan untuk membalik stigma masyarakat
dari yang awalnya ‘tidak suka’ menjadi ‘simpati’, dan telah membawa
image bahwa Airin merupakan sosok yang fokus dan konsisten pada
politik di tengah masalah yang menimpa keluarganya. Hal itulah yang
cukup menjadi pengaruh bagi kalangan pengguna media sosial ataupun
masyarakat luas khususnya kalangan perempuan, serta menjadi investasi
politik beberapa tahun ke depan dari seorang Airin.
2. Isu kedua yang dituduhkan ke Airin-Benyamin ini lebih kepada persoalan
ekonomi dan kesejahteraan. Seperti isu penetapan Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD) Tangsel, bahwa isu tentang keuangan daerah
masih mendapat perhatian dari media, terutama dalam pertarungan politik
bagi kandidat ‘penyerang’ sangat perlu untuk mencari titik kelemahan dari
kandidat ‘yang diserang’. Wajar juga, karena ini menyangkut seluruh
aspek atau sektor di Tangsel. Tim Media Airin-Benyamin berpendapat,
98
“Tuduhan isu seperti hasil kinerja itu hal biasa, karena terkait status Airin-
Benyamin yang merupakan pasangan incumbent”.19
Tabel 4.4.
Interview Perihal Isu Ekonomi dan Kesejahteraan dengan
Tim Koordinator Counter Issue
No Isu Negatif tentang
Airin-Benyamin
Counter Issue
1. Isu Pengesahan APBD
Tangsel yang Molor
Perincian secara normatif terhadap
anggaran penanganan kemiskinan,
dengan menyebutkan objek
sasarannya. Sedangkan, rekomendasi
counter issue lapangan dengan
melakukan kunjungan ke pasar
tradisional. Dengan sekenario, Airin
berbincang-bincang dengan
pedagang seputar harga kebutuhan
pokok.
Pada tabel 4.4. tersebut menjelaskan strategi counter issue yang dilakukan
oleh Tim Koordinator Counter Issue atas isu pengesahan APBD Tangsel
yang molor dicounter dengan tindakan lapangan, yaitu melakukan
kunjungan ke pasar tradisional. Dengan skenario di lapangan, Airin
berbincang-bincang dengan pedagang seputar harga kebutuhan pokok.
Sedangkan, Tim Media Airin-Benyamin melalui media sosial yang
berfokus pada penangkalan isu ekonomi dan kesejahteraan, yakni dengan
mencitrakan pasangan ini dengan cara membingkai sosok Airin-Benyamin
yang peduli pada rakyat kecil.
19 Wawancara dengan Rudy Gani, pada 27 April 2016.
99
Gambar 4.8.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Tangerang Selatan
Tahun 2011 - 2014 20
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Gambar 4.8. tersebut merupakan laju pertumbuhan ekonomi berdasarkan
kelompok lapangan usaha; primer, sekunder, dan tersier. Data pada 2014
lalu, menunjukkan pertumbuhan ekonomi pada kelompok lapangan usaha
primer mencapai 3,06 persen meningkat dibanding tahun 2013 minus 1,65
persen. Kelompok lapangan usaha sekunder pada 2014 mencapai 8,42
persen menurun dibanding tahun 2013 mencapai 10,55 persen. Terakhir,
kelompok lapangan usaha tersier pada 2014 mencapai 9,20 persen
meningkat dibanding tahun 2013 mencapai 8,36 persen.
Pertumbuhan ekonomi sendiri menunjukkan tingkat aktivitas
perekonomian yang menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada
suatu periode tertentu. Tinjauan umum atas perekonomian Kota Tangsel
tahun 2014 relatif naik dibandingkan tahun sebelumnya, namun jika kita
20 Badan Pusat Statistik, Indikator Ekonomi Kota Tangerang Selatan Tahun 2015, (Online
resource: https://tangselkota.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Indikator-Ekonomi-Kota-Tangerang-Selatan-Tahun-2015.pdf), 2015, h. 27.