Page 1
STILISTETIKA JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
Penanggung Jawab
Dekan FPBS IKIP PGRI Bali
Redaksi :
Ketua : Dr. Nengah Arnawa, M.Hum. (IKIP PGRI Bali)
Sekretaris : Drs. Nyoman Astawan, M.Hum. (IKIP PGRI Bali)
Bendahara : Dra. Ni Made Suarni, M.Si. (IKIP PGRI Bali)
Anggota : 1. Prof. Dr. Sumarsono, M.Ed. (Unikama)
2. Prof. Dr. Nyoman Suarka, M.Hum. (Unud)
3. Prof. Dr. Oktavianus, M.Hum. (Unand)
4. Prof. Dr. I Nengah Suandi, M.Hum. (Undiksha)
5. I Made Sujana, S.Sn., M.Si. (IKIP PGRI Bali)
6. Gusti Ayu Puspawati, S.Pd., M.Si.(IKIP PGRI Bali)
7. Dr. Anak Agung Gde Alit Geria, M.Si.(IKIP PGRI Bali)
Penyunting Bahasa Indonesia:
Drs. I Nyoman Suarsa, M.Pd.
Ida Ayu Agung Ekasriadi, S.Pd., M.Hum.
Penyunting Bahasa Inggris:
Ni Luh Gede Liswahyuningsih, S.S., M.Hum.
Komang Gede Purnawan, S.S.
Sirkulasi:
I Nyoman Sadwika, S.Pd., M.Hum.
Putu Agus Permanamiarta, S.S.
Administrasi :
Luh De Liska, S.Pd., M.Pd.
Ni Luh Purnama Dewi
Ermawan Setyaningsih
Gusti Ngurah Okta Diana Putra
Alamat : FPBS IKIP PGRI BALI
Jalan Akasia, Sumerta, Denpasar Timur
E-mail : [email protected]
Page 2
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015
ISSN 2089-8460
1
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MENULIS AKSARA BALI
DENGAN MENGGUNAKAN PANGANGGE TENGENAN SISWA
KELAS VIII.2 SMP NEGERI 1 KUTA SELATAN
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh
Ni Wayan Sariani, S.Pd., M.Hum.
NIP 19690420 200312 2 007
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa
dalam mentransliterasi aksara Latin ke aksara Bali. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas jenis partisipan (Sulipan, 2007:5). Dalam penelitian
tindakan kelas ini, dilaksanakan dalam dua siklus yang terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan/observasi, refleksi. Subjek penelitiannya adalah siswa
kelas VIII.2 SMP Negeri 1 Kuta Selatan yang berjumlah 42 orang, terdiri dari 23
orang siswa putri dan 19 orang siswa putra.
Dari hasil analisis pada siklus I tingkat ketuntasan belajar siswa dalam
mentransliterasi Aksara Latin ke aksara Bali sebesar 57,14% dan siklus II hasil
ketuntasan belajar siswa dalam mentransliterasi wacana Latin ke wacana aksara
Bali sebesar 100%. Berdasarkan hasil analisis data maka dapat disimpulkan
bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan
hasil belajar menulis Aksara Bali dengan menggunakan pangangge tengenan
siswa kelas VIII.2 SMP Negeri 1 Kuta Selatan, tahun pelajaran 2011/2012.
Abstract
This study aims at determining the effectiveness of the application of jigsaw cooperative learning model to improve student learning achievement in
transliterated Latin script to Balinese script. This research is a type of class action
participants (Sulipan, 2007: 5). In this classroom action research, conducted in two
cycles consisting of planning, implementation, monitoring / observation, reflection.
The subject of research is the student of grade VIII.2 state secondary school
number 1 south of Kuta, amounting to 42 people, consisting of 23 girl and 19 boys. From the analysis of the first cycle, mastery learning students in transliterated
Latin script to Balinese script by 57.14% and in the second cycle of mastery learning
outcomes of students in transliterated Latin discourse to discourse lettered Bali at 100%.
Based on the analysis of data, it can be concluded that the application of jigsaw
cooperative learning model can improve learning outcomes Balinese letter using
pangangge tengenan for the student of grade VIII.2 state secondary school number
1 south of Kuta, academic year 2011/2012.
Page 3
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015
ISSN 2089-8460
2
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Seorang guru yang profesinal adalah guru yang mampu menyajikan materi
pelajaran secara optimal dan mampu mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
Untuk bisa mencapai hal tersebut maka seorang guru hendaknya menjalankan
kewajibannya berdasarkan kompetensi profesional sesuai Permendiknas no 16
tahun 2007. Dalam mengelola pembelajaran seorang guru hendaknya selalu
membuat perencanaan pembelajaran, mengubah paradigma dari learning ke
teaching, serta menempatkan peserta didik sebagai pebelajar. Kewajiban sebagai
pendidik tidak hanya melakukan transfer of knowlegde tetapi juga dapat
mengubah perilaku, memberikan dorongan yang positif sehingga siswa
termotivasi untuk belajar dan siswa merasa bahwa belajar tersebut merupakan
kegiatan yang menyenangkan dan suatu kebutuhan.
Sehubungan dengan hal tersebut mestinya dapat dilakukan pada semua
mata pelajaran, salah satunya adalah pelajaran bahasa Bali. Pembelajaran bahasa
Bali merupakan salah satu bagian dari muatan lokal dalam struktur kurikulum
sesuai dengan Permendiknas no 22 tahun 2006. Pengajaran bahasa Bali bertujuan
untuk membina anak didik agar memiliki pengetahuan tentang bahasa, aksara,
sastra dan budaya Bali, serta memiliki keterampilan berbahasa daerah Bali
(menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). Menulis aksara Bali merupakan
salah satu bagian dari empat keterampilan yang harus dimiliki oleh peserta didik
dalam pembelajaran bahasa Bali. Dalam pembelajaran menulis aksara Bali ada
aturan-aturan atau pasang aksara yang harus diperhatikan yaitu aksara wreastra,
sandang suara, pangangge arda suara, dan pengangge tengenan. Aksara
wreastra adalah aksara Bali yang digunakan untuk menulis bahasa Bali lumrah
atau kepara (umum), sedangkan sandang suara adalah penunjukkan bunyi-bunyi
vokal yang disertai fonem-fonem konsonan, pangangge arda suara adalah
konsonan setengah suara, sedangkan pengangge tengenan adalah konsonan atau
wianjana yang terletak pada akhir dari sebuah kata yang belum mendapat vokal.
(Mendra dkk, 2004:5). Dalam penelitian ini akan ditekankan pada penggunaan
pengangge tengenan yang menurut peneliti adalah konsonan atau wianjana yang
terletak pada akhir dari sebuah suku kata, kata ataupun pada akhir kalimat.
1
Page 4
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015
ISSN 2089-8460
3
Keterampilan mengalihaksarakan teks beraksara Latin ke Aksara Bali
dengan menggunakan pengangge tengenan pada mata pelajaran bahasa Bali
dirasakan masih sulit bagi siswa. Kesulitan tersebut akan semakin dirasakan
apabila motivasi siswa untuk mempelajari bahasa dan aksara Bali sangat rendah.
Hal ini juga dialami siswa kelas VIII2 SMP Negeri 1 Kuta Selatan. Motivasi
siswa untuk belajar bahasa Bali masih rendah, hal ini ditandai dengan rendahnya
disiplin siswa dalam mengerjakan pekerjaan rumah dan rendahnya prestasi siswa
dalam pembelajaran, khususnya dalam materi menulis aksara Bali masih rendah
pada refleksi awal.
Berdasarkan observasi awal di SMP Negeri 1 Kuta Selatan, hasil belajar
mengalihaksarakan Teks Beraksara Latin ke Aksara Bali masih rendah, dan
khususnya yang menggunakan pangangge tengenan masih sangat rendah yaitu
sebesar 42,85 sedangkan KKM ketuntasan belajar yang ditetapkan adalah 85 (ada
dalam lampiran).
Berdasarkan uraian di atas, hal yang perlu diperbaiki adalah model
pembelajaran. Inovasi dalam model pembelajaran akan mengurangi kebosanan
siswa terhadap situasi pembelajara yang bersifat monoton. Salah satu cara untuk
mengatasi permasalahan tersebut dengan penerapan model pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Menulis Aksara Bali
dengan Menggunakan Pengangge Tengenan Pada Siswa Kelas VIII2 SMP N 1
Kuta Selatan”tahun pelajaran 2011/2012.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dibuat rumusan
masalah sebagai berikut : Apakah model pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
dapat meningkatkan hasil belajar menulis aksara Bali dengan menggunakan
pengangge tengenan pada siswa kelas VIII2 SMP Negeri 1 Kuta Selatan tahun
pelajaran 2011/2012
2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk meningkatkan hasil belajar
menulis aksara Bali dengan menggunakan pengangge tengenan pada siswa kelas
VIII2 SMP Negeri 1 Kuta Selatan tahun pelajaran 2011/2012.
Page 5
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015
ISSN 2089-8460
4
3. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagi siswa
Siswa dapat berprestasi dan meningkatkan hasil belajar serta berinteraksi
secara aktif dalam proses pembelajaran baik antara siswa dengan siswa
maupun siswa dengan guru.
b. Bagi guru
Bagi kalangan pendidik penelitian ini nantinya diharapkan dapat dijadikan
pedoman dalam merancang suatu model pembelajaran dalam memajukan
pembelajaran Bahasa Bali.
c. Bagi sekolah
Dapat dijadikan masukan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan
melalui penerapan model pembelajaran kooperatif berbantuan lainnya.
2. METODE PENELITIAN
2.1 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Menurut Indrawati (2009 : 82), adapun tahap dalam melaksanakan
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebagai berikut :
Tahap pertama yaitu Base Group atau kelompok dasar. Siswa
dikelompokkan menjadi kelompok dasar/awal. Setiap anggota kelompok
diberikan materi/ topik yang berbeda untuk mereka pelajari. Adapun gambaran
dari pembentukkan kelompok dasar/awal sebagai berikut :
Gambar 1 Pembentukkan kelompok asal
B4
1
B2
1
B1
1
B3
1
C1
1
C3
1
C4
1
C2
1
D4 D2
1
D1
1
D3
A1
1
A3
1
A4
1
A2
1
Page 6
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015
ISSN 2089-8460
5
Pada gambar 1 ditunjukkan pembentukkan kelompok-kelompok kecil
yang dibentuk secara heterogen yang disebut dengan kelompok dasar/asal.
Adapun kelompok asal pada gambar 1 yaitu kelompok A,B,C,D. Nantinya setiap
anggota kelompok asal diberikan materi yang berbeda dan bertemu dengan materi
yang sama dalam kelompok ahli untuk membahas materi yang di dapatkan,
adapun materi yang berbeda pada kelompok asal ditunjukan oleh gambar 1 yaitu
materi 1,2,3, dan 4.
Selajutnya tahap kedua yaitu Expert Group atau kelompok ahli. Siswa
yang mendapat topik yang sama berdiskusi dalam kelompok ahli. Adapun
gambaran dari pembentukkan diskusi kelompok ahli sebagai berikut
Pada gambar .2 peserta didik atau perwakilan dari kelompok asal. Masing-
masing bertemu dengan anggota-anggota dari kelompok lain dengan materi
yang sama pada kelompok ahli. Pembentukan Kelompok ahli pada gambar 2
yaitu, A1,B1,C1,D1, kemudian A2,B2,C2,D2, dan seterusnya. Selajutnya materi
tersebut didiskusikan dengan mempelajari serta memahami setiap masalah yang di
jumpai sehingga masing-masing perwakilan tersebut dapat memahami dan
menguasai materi tersebut dengan waktu yang disediakan.
B1
1
B3
1
B4
1
B2
1
C1
1
C3
1
C4
1
C2
1
D1 D3
1
D4
1
D2
A1
1
A3
1
A4
1
A2
1
A1,B1,C1,D1
A2,B2,C2,D2
A4,B4,C4,D4
A3,B3,C3,D3
Gambar 2 Kelompok asal berdiskusi di kelompok ahli
Page 7
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015
ISSN 2089-8460
6
Gambar 3 Kelompok ahli kembali ke kelompok asal
Setelah pembahasan selesai di kelompok ahli dengan waktu yang
disediakan selanjutnya dilajutkan dengan tahap ketiga yaitu siswa kembali ke
kelompok dasar/asal. Pada tahap ketiga dapat digambarkan sebagai berikut :
Pada gambar 3 setelah masing-masing perwakilan kelompok yang berada
pada kelompok ahli selesai membahas topik dengan waktu yang disediakan,
mereka kembali ke kelompok masing-masing atau kelompok dasar.
Pada tahap keempat setelah masing-masing anggota kelompok
menjelaskan di kelompok asal tentang materi yang di bahas pada kelompok ahli,
siswa di evaluasi dengan tes/kuis oleh guru, hal tersebut dilakukan untuk
mengetahui pemahaman materi oleh peserta didik.
B1
1
B3
1
B4
1
B2
1
C1
1
C3
1
C4
1
C2
1
D1 D3
1
D4
1
D2
A1
1
A3
1
A4
1
A2
1
A1,B1,C1,D1
A2,B2,C2,D2
A4,B4,C4,D4
A3,B3,C3,D3
Page 8
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015
ISSN 2089-8460
7
2.2 Prosedur Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan rancangan menurut Sulipan yaitu
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan/ observasi dan refleksi seperti gambar
berikut:
SIKLUS I Perencanaan
Refleksi
Pengamatan
Pelaksanaan
SIKLUS II Perencanaan
Refleksi
Pengamatan
Pelaksanaan
SIKLUS SELANJUTNYA
Gambar 4 model rancangan penelitian tindakan kelas
Sulipan (2007 : 9)
Page 9
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015
ISSN 2089-8460
8
2.3 Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian menggunakan metode
observasi. Metode observasi adalah suatu cara untuk mencari data dengan
melakukan pengamatan terhadap anak dalam pembelajaran menulis aksara Latin
ke aksara Bali dengan menggunakan pangangge tengenan.
2.4 Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data pada penelitian ini penulis menggunakan
analisis deskriptif kwalitatif sebagai berikut :
a. Tingkat ketuntasan belajar siswa (ketuntasan Individu) menggunakan
rumus sebagai berikut :
Keterangan
NA = Nilai akhir
SHO = Skor Hasil Observasi
SMI = Sekor Maksimal Ideal (100 dalam asesmen)
NI = Nilai Ideal Dalam Sekala (Trianto, 2009:214)
b. Dalam mencari Tingkat ketuntasan panguasaan materi klasikal
menggunakan rumus:
Keterangan :
KB = Ketuntasan Belajar
Untuk menentukan ketuntasan belajar siswa maka dilakukan penskoran dan
penentuan ketuntasan, dengan mengacu pada kreteria ketuntasan minimal (KKM)
sebesar 77. Dalam penelitian ini ketuntasan belajar ditentukan berdasarkan
penguasaan materi secara klasikal dengan kreteria sebesar 85%.
SHO
SMI
x NI NA =
KB = Jumlah tuntas
Jumlah siswa keseluruhan x 100%
Page 10
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015
ISSN 2089-8460
9
3. PEMBAHASAN
Setelah evaluasi siklus I dilaksanakan, peneliti menganalisis pelaksanaan
tindakan dan mendiskusikan kekurangan-kekurangan pada siklus I. Berdasarkan
hasil analisis data siklus I, terlihat bahwa siswa yang memperoleh nilai tuntas
sebanyak 24 0rang yaitu sebanyak 57,14 %, dengan demikian tingkat ketuntasan
penguasaan materi secara klasikal sebesar 57,14%, dari hasil tersebut bahwa
tingkat ketuntasan penguasaan materi secara klasikal belum mencapai target yaitu
85%.
Berdasarkan analisis tersebut, peneliti mengkaji kekurangan-kekurangan
yang dialami pada pelaksanaan siklus I, yaitu :
a. Siswa masih merasa kebingungan saat pertemuan pertama karena
siswa menyatakan bahwa baru pertama kali mendapat pembelajaran
kelompok kooperatif model jigsaw.
b. Masih banyak siswa yang kurang antusias dan kurang bersungguh-
sungguh dalam mempelajari materi yang diberikan yaitu menulis
aksara Bali penekanan pada aksara ardasuara.
c. Ada beberapa siswa yang belum mampu berperan aktif saat
pembahasan di kelompok ahli.
d. Siswa masih ragu-ragu ke depan kelas untuk menulis kalimat dengan
huruf Latin ke aksara Bali yang diberikan guru.
Berdasarkan hasil refleksi di atas, maka pada siklus II diberikan tindakan
dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan lebih
menekankan pada hambatan-hambatan atau kekurangan-kekurangan yang
ditemukan pada siklus I, sehingga permasalahan yang dihadapi pada siklus I dapat
dipecahkan pada siklus II.
Tindakan yang dilakukan pada siklus II merupakan hasil refleksi dari siklus
I yang mana dalam tindakan pada siklus I adanya kekurangan-kekurangan yang
dialami oleh siswa telah mendapat perbaikan pada siklus II. Berdasarkan hasil
evaluasi pada siklus II, terlihat bahwa siswa yang memperoleh nilai tuntas
sebanyak 42 0rang. Hasil evaluasi tingkat ketuntasan penguasaan materi secara
klasikal sebesar 100%, dari hasil tersebut bahwa tingkat ketuntasan penguasaan
Page 11
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015
ISSN 2089-8460
10
materi secara klasikal telah mencapai target 85%, maka penelitian ini akan
dihentikan.
Setelah melaksanakan evaluasi pada pembelajaran siklus I, peneliti
mengkaji hambatan-hambatan yang ditemukan dalam proses pembelajaran siklus
I, dari hambatan-hambatan tersebut maka peneliti melaksanakan pembelajaran
siklus II.
Dalam proses pembelajaran siklus II diterapkan kembali model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Dalam penerapannya siswa dibagi menjadi 4
kelompok dasar yang terdiri dari 4-5 orang siswa secara hetrogen, kemudian pada
kelompok dasar siswa dibagikan materi yang berbeda, dan nantinya siswa yang
mendapat materi yang sama diperintahkan berkumpul untuk membahas materi
tersebut (sebagai kelompok ahli), setelah pembahasan pada kelompok ahli selesai
masing-masing siswa yang berada pada kelompok ahli kembali ke kelompok
dasar untuk berdiskusi bergiliran tentang pembahasan materi yang mereka
dapatkan pada kelompok ahli.
Untuk memperbaiki hambatan-hambatan pada proses pembelajaran siklus I,
maka dalam proses pembelajaran siklus II diberikan tindakan-tindakan atau
perbaikan sebagai berikut : (1) Guru menjelaskan kekurangan yang ditemukan
pada saat pembelajaran menulis Teks Beraksara Latin ke Aksara Bali berdasarkan
hasil evaluasi dari siklus I. (2) Guru melakukan pendekatan untuk memotivasi
siswa agar minat siswa dalam mempelajari menulis aksara Bali lebih tinggi. (3)
Guru memberikan penguatan kembali tentang materi pembelajaran yang telah
diberikan. (4) Guru menugaskan siswa agar lebih aktif dan cermat dalam
mempelajari materi pada kelompok ahli.
Setelah dilaksanakan proses pembelajaran siklus II yang menekankan pada
perbaikan hambatan-hambatan yang ditemukan pada proses pembelajaran siklus I,
maka diperoleh analisis data sebagai berikut : dari hasil analisis data dalam
proses pembelajaran siklus II siswa yang memperoleh nilai tuntas sebanyak 42
orang yaitu 100% dengan demikian sesuai dengan data di atas maka tingkat
ketuntasan secara klasikal dalam menulis Teks Beraksara Latin ke Aksara Bali
pada siklus II telah mencapai target ketuntasan.
Page 12
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015
ISSN 2089-8460
11
SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis penelitian pada bab pembahasan, maka dapat
disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat
meningkatkan kemampuan menulis Teks Beraksara Latin ke Aksara Bali pada
siswa kelas VIII2 SMP N 1 Kuta Selatan tahun pelajaran 2011/2012. Hal ini dapat
dibuktikan dari hasil analisis data sebagai berikut :
1. Dalam analisis siklus I siswa yang mampu mencapai nilai sesuai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) hanya sebanyak 24 orang, terkait dengan
kreteria ketuntasan minimal belajar siswa secara klasikal pada siklus I
sebesar 57,14%, jadi pada penelitian siklus I dikatakan belum mencapai
tingkat ketuntasan, karena kreteria ketuntasan minimal (KKM) yang sesuai
dengan ketuntasan indikator yang ada pada SMP N 1 Kuta Selatan dalam
menulis Teks Beraksara Latin ke Aksara Bali dengan tingkat ketuntasan
sebesar 77 dan ketuntasan belajar secara klasikal 85%, maka dari hasil
analisis siklus I perlu dilaksanakan proses pembelajaran siklus II dengan
menekankan pada perbaikan dan hambatan-hambatan yang ditemukan pada
siklus I.
2. Setelah dilaksanakan proses pembelajaran siklus II diperoleh analisis data
sebagai brikut : dalam analisis data pada proses pembelajaran siklus II
persentase ketuntasan nilai siswa yang mencapai tuntas dalam KKM adalah
sebanyak 42 orang atau sebesar 100%. Berdasarkan analisis data siklus II
pembelajaran dikatakan tuntas kerena telah mencapai kriteria ketuntasan
minimal (KKM) yang sesuai dengan ketuntasan indikator yang ada pada
SMP N 1 Kuta dalam menulis Teks Beraksara Latin ke Aksara Bali dengan
tingkat ketuntasan sebesar 77 dan ketuntasan belajar 85% secara klasikal.
3. Dari hasil analisis data siklus I dan siklus II mengalami peningkatan
persentase kreteria ketuntasan minimal belajar siswa secara klasikal pada
materi menulis Teks Beraksara Latin ke Aksara Bali sebesar 42,86%. Jadi
dalam penelitian ini yang nantinya dapat dijadikan rekomendasi adalah
tingkat ketuntasan belajar siswa dalam menulis Teks Beraksara Latin ke
Page 13
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015
ISSN 2089-8460
12
Aksara Bali pada siswa kelas VIII2 SMP N 1 Kuta Selatan tahun pelajaran
2011/2012.
2. Saran
Dari simpulan di atas dapat diajukan saran-saran sebagai berikut :
1. Penulis menyarankan pada guru bahasa Bali dalam meningkatkan
hasil belajar menulis Teks Beraksara Latin ke Aksara Bali pada
siswa kelas VIII SMP agar merencanakan program pembelajaran
dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, sehingga dapat
meningkatkan ketuntasan belajar siswa serta meningkatkan
profesional guru bidang studi.
2. Penulis menyarankan pada guru-guru khususnya guru pendidikan
bahasa Bali agar lebih banyak mendalami model pembelajaran agar
pembelajaran lebih menarik dan mampu meningkatkan mutu dan
hasil belajar siswa
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. Suharjono dan Supardi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta : PT Bumi Aksara.
Arinuko, Suharsimi.2002. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Bagus, I Gusti Ngurah. 1980. Aksara Dalam Kebudayaan Bali;Suatu Kajian
Antropologi. Denpasar : Universitas Udayana.
Dwiloka, Bambang dan Rati Riana. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta :
PT Rineka Cipta.
Efendi, Anwar. 2008. Bahasa dan Sastra Dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta
: Tiara Wacana.
Indrawati. 2009. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan,
(Online), http://www.p4tkipa.org/data/pakem.pdf, diakses 05 Januari
2010).
Isjoni, H. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Iskandar. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Cipayung : Gaung Persada.
Page 14
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015
ISSN 2089-8460
13
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta : PT. Gramedia.
Kunandar. 2009. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Madra, I Nangah. 2004. Pedoman Pasang Aksara Bali. Denpasar : Dinas
Kebudayaan Propinsi Bali.
Simpen, I Wayan. 2004. Pasang Aksara Bali. Denpasar : Upasa Sastra
Sulipan. 2007. Penelitian Tindakan Kelas, (Online), (http://www.google.co.id/#hl
=id&source=hp&q=sulipan&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp=2
bf758bdede0f79 /, diakses 05 Januari 2010)
Trianto. 2009. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta :
Kencana Prenada Media Group.
Zakaria, Masduki. 2007. E-Learning Sebagai Model Pembelajaran Mandiri
Dengan Pendekatan Kooperatif Tipe Jigsaw Dalam Rangka
Meningkatkan Daya Saing Lulusan Perguruan Tinggi, (Online),
http://eprints.uny.ac.id/236/1/Laporan_HB_herman_2007.pdf, diakses
05 Januari 2010)
Page 15
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
14
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION ) UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYALIN WACANA
BERHURUF LATIN KE AKSARA BALI PADA SISWA
KELAS X AK3 SMK NEGERI I GIANYAR
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
oleh
Ni Putu Nirawati, NIM 2010.II.2.0114
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah
Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Bali
Abstrak
Menulis aksara Bali merupakan salah satu keterampilan dalam bentuk
sastra yang berfungsi untuk melestarikan tradisi dan budaya Bali. Sejalan dengan
itu, bahasa Bali ditetapkan oleh pemerintah sebagai pelajaran wajib dalam
kurikulum muatan lokal. Berdasarkan fakta yang terjadi, kemampuan siswa Kelas
X AK3 dalam menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali masih dianggap
kurang, karena belum memenuhi KKM sekolah.
Tujuan umum penelitian ini adalah membina, mengembangkan dan
menambah khasanah ilmu pengetahuan serta menikmati manfaat karya-karya
sastra Bali. Sedangkan tujuan khususnya untuk mengetahui apakah penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan siswa
menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali dan untuk mengetahui respon
siswa dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Adapun teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1)
pengertian model pembelajaran, (2) model pembelajaran kooperatif, (3) model
pembelajaran kooperatif tipe STAD, (4) pengertian menulis, (5) pengertian
menyalin, (6) pengertian wacana, (7) sejarah aksara Bali, (8) jenis-jenis aksara
Bali, (9) pangangge aksara Bali, (10) gantungan miwah gempelan, (11) pasang
aksara Bali dan (12) tanda baca (ceciren papaosan).
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X AK3 SMK Negeri 1 Gianyar,
yang terdiri dari 40 orang siswa. Data dikumpulkan dengan metode tes dan
metode observasi. Metode analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif.
Hasil penelitian ini menunjukkan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dapat meningkatkan kemampuan menyalin wacana berhuruf Latin ke
aksara Bali pada siswa kelas X AK3 SMK Negeri 1 Gianyar, tahun pelajaran
2013/2014. Terbukti dari nilai rata-rata siswa pada refleksi awal 69,8 meningkat
menjadi 76,93 pada siklus I dan meningkat menjadi 83,09 pada siklus II.
Sedangkan respon siswa juga baik, dibuktikan dengan nilai rata-rata pada siklus I
adalah 88,5 kemudian meningkat menjadi 90,78 pada siklus II.
Kata kunci: model pembelajaran kooperatif tipe STAD, menulis Bali
Page 16
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
15
Abstract
Balinese script writing is one skill in literary form which serves to
preserve the tradition and culture of Bali. Correspondingly, the Balinese
language defined by the government as a compulsory subject in the local
curriculum. Based on the facts that occurred, the ability of students in Class X
AK3 copy lettered discourse Latin script to Bali is still considered to be less,
because the students are not get the minimum standars point.
The general objective of this research is to foster, develop and add to their
repertoire of knowledge and enjoy the benefits of literary works Bali. While the
particular purpose to determine whether the application of STAD cooperative
learning model can enhance students 'ability to copy lettered discourse Latin
script to Bali and to determine students' responses to the implementation of STAD
cooperative learning model.
The theories used in this study are (1) the definition of learning model, (2)
cooperative learning, (3) STAD cooperative learning model, (4) definition of
writing, (5) the sense of copying, (6) the notion of discourse , (7) the Balinese
script history, (8) the types of Balinese script, (9) pangangge Balinese script, (10)
gantungan and gempelan, (11) pairs of Balinese script and (12) punctuation
(ceciren papaosan).
The subjects were students of Class X AK3 SMK Negeri 1 Gianyar, which
consists of 40 students. Data collected by the test method and the method of
observation. Data analysis methods used are descriptive statistics.
The results of this study indicate STAD cooperative learning model can
improve the discourse copy lettered Latin script to Bali in class X AK3 SMK
Negeri 1 Gianyar, school year 2013/2014. Evident from the average value of 69,8
students in the early reflections increased to 76,93 in the first cycle and increased
to 83,09 in the second cycle. While the student response is also good, as
evidenced by the average value of the first cycle is 88,5 then increased to 90,78 in
the second cycle.
Keywords: STAD cooperative learning model, writes Bali
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bahasa Bali merupakan salah satu bahasa daerah yang masih berkembang
di wilayah provinsi Bali. Bahasa Bali merupakan bahasa ibu, yang mempunyai
fungsi utama untuk mengekspresikan ide yang terkait dengan budaya Bali, juga
sekaligus menjadi identitas manusia Bali. Berbagai upaya telah dilakukan
pemerintah untuk melestarikan bahasa Bali di antaranya dengan mengadakan
perlombaan-perlombaan yang terkait dengan bahasa Bali seperti: lomba masatua
Bali, lomba menulis aksara Bali, lomba puisi Bali, dan lain sebagainya.
Page 17
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
16
Penerapan dan pelaksanaan pembelajaran bahasa Bali di Kelas X sudah
berpedoman pada kurikulum baru, yaitu kurikulum 2013. Dalam melakukan
pembelajaran bahasa Bali banyak kendala yang dihadapi, seperti pengaruh asing
yang menyebabkan pengajaran bahasa Bali di sekolah menjadi sangat sulit.
Berdasarkan hasil wawancara awal yang penulis lakukan terhadap siswa, banyak
siswa mengatakan bahwa bahasa Bali merupakan mata pelajaran yang sulit dan
membosankan, terutamanya dalam hal aksara Bali yang banyak memiliki uger-
uger atau aturan. Jika dilihat dari sudut pandang guru pengajar bahasa Bali dalam
melakukan pengajaran tentang aksara Bali, cenderung menggunakan strategi
pembelajaran yang berpusat pada guru, sehingga sangat sulit mengontrol sejauh
mana siswa telah memahami materi yang diajarkan.
Berdasarkan hasil observasi awal yang telah peneliti lakukan terhadap nilai
ulangan harian siswa, juga membuktikan bahwa dari 40 orang siswa ternyata
hanya 55% siswa yang tuntas memenuhi KKM sekolah yakni 75. Sedangkan 45%
lainnya belum memenuhi nilai KKM yang ditetapkan sekolah. Dari rendahnya
nilai rata-rata siswa dan mengingat pentingnya mutu pembelajaran terutama pada
mata pelajaran bahasa Bali serta untuk mengatasi permasalahan dan kesenjangan
terhadap kesulitan pemahaman materi yang disampaikan, penulis mencoba
menawarkan sebuah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams
Achievement Division) untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali.
2. Landasan Teori
Agar mendapat landasan yang kuat dalam suatu penelitian sangat
diperlukan suatu teori. Adapun teori yang dipakai sebagai penjelasan wawasan
dan kerangka berpikir untuk mengarahkan seluruh penelitian ini, yang berkenaan
dengan: (1) pengertian model pembelajaran, (2) model pembelajaran kooperatif,
(3) model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement
Division), (4) pengertian menulis, (5) pengertian menyalin, (6) pengertian wacana,
(7) sejarah aksara bali, (8) jenis-jenis aksara bali, (9) pangangge aksara bali, (10)
Page 18
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
17
gantungan miwah gempelan, (11) pasang aksara bali dan (12) tanda baca (ceciren
papaosan).
3. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah membina, mengembangkan dan
menambah khasanah ilmu pengetahuan, serta menikmati manfaat karya-karya
sastra Bali untuk mengembangkan kepribadian, wawasan kehidupan.
Sedangkan secara khusus bertujuan mengetahui efektivitas penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD, mengetahui respon siswa Kelas X
AK3 SMK Negeri 1 Gianyar tahun pelajaran.
METODE
1. Desain Penelitian
Menurut Arikunto (2012: 16-19), Penelitian Tindakan Kelas (PTK) akan
dilaksanakan beberapa siklus (N Siklus) yang terdiri atas empat tahap, yaitu: (1)
tahap perencanaan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap pengamatan, dan (4) tahap
refleksi.
Pada tahap perencanaan peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa,
kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Tahap ke-
2 adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi
rancangan, yaitu mengenakan tindakan di kelas. Tahap ke-3, yaitu kegiatan
pengamatan yang dilakukan oleh pengamat. Sebetulnya sedikit kurang tepat kalau
pengamatan ini dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan karena seharusnya
pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Dan tahap ke-4
merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan.
2. Setting, Subjek dan Objek Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SMK Negeri 1 Gianyar, yang
berlokasi di Jalan Mulawarman, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar,
Provinsi Bali. Subjek penelitian ini adalah siswa Kelas X AK3 SMK Negeri 1
Gianyar yang berjumlah 40 orang, terdiri dari 9 orang laki-laki dan 31 orang
Page 19
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
18
perempuan. Sedangkan objek penelitian ini adalah kemampuan menyalin wacana
berhuruf Latin ke aksara Bali yang dihasilkan oleh siswa Kelas X AK3 SMK
Negeri 1 Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014.
3. Metode Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2012: 308), metode atau teknik pengumpulan data
merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari
penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data,
maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode tes dan metode observasi.
Tes dapat juga diartikan sebagai alat pengukur yang mempunyai standar
objek sehingga dapat digunakan secara meluas, serta betul-betul dapat digunakan
untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu
(Analisis dan Turbian dalam Ismawati, 2011: 90). Adapun langkah-langkah yang
akan ditempuh dalam pengumpulan data dengan menggunakan metode tes adalah
sebagai berikut: (1) penentuan jenis tes, (2) penyusunan tes, (3) penyekoran hasil
tes, dan (4) pelaksanaan tes.
Metode kedua yaitu metode observasi. Menurut Sutrisno Hadi dalam
Sugiyono (2012: 203), observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu
proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikhologis. Dalam
penelitian ini metode observasi digunakan untuk mengamati segala aktivitas di
kelas. Metode ini digunakan untuk pengumpulan data mengenai respon siswa
terhadap penerapan model pembelajaraan kooperatif tipe STAD (Student Teams
Achievement Division) dalam pembelajaran menyalin wacana berhuruf Latin ke
aksara Bali. Aspek-aspek yang dinilai dalam penilaian respon siswa yaitu: (1)
perhatian siswa, keaktifan siswa, dan (3) keberanian siswa.
4. Metode Analisis Data
Sugiyono (2012: 207), mengemukakan bahwa analisis data merupakan
kegiatan setelah data dari responden dan sumber data lain terkumpul. Dalam
penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif.
Page 20
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
19
Menurut Sugiyono (2012: 207-208), statistik deskriptif adalah statistik yang
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
Adapun langkah-langkah menganalisis kemampuan dan respon siswa
dalam menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali pada penelitian ini antara
lain: (1) mengubah skor mentah menjadi skor standar, (2) menentukan kriteria
predikat kemampuan siswa, (3) mengelompokkan kemampuan siswa, dan (4)
mencari skor rata-rata.
1) Mengubah Skor Mentah Menjadi Skor Standar
Dalam mengubah skor mentah menjadi skor standar, langkah-langkah
yang harus dilalui adalah: (1) menentukan skor maksimal ideal (SMI) dan (2)
membuat pedoman konversi.
a. Menentukan Skor Maksimal Ideal (SMI)
Skor Maksimal Ideal adalah jumlah skor tertinggi yang diperoleh
berdasarkan pedoman penilaian. Nurkancana dan Sunartana (1990: 92),
menyatakan bahwa skor maksimal ideal (SMI) adalah skor yang mungkin
dicapai apabila semua item dapat dijawab dengan benar. Skor maksimal
ini dicari dengan menghitung jumlah item yang diberikan serta bobot dari
masing-masing item. Dalam penelitian ini jumlah SMI yang mungkin
diperoleh siswa adalah 208.
Skor yang diperoleh siswa dihitung dengan rumus: S = Σ R x Wt
Keterangan:
S = skor
R = jumlah jawaban yang benar
Wt = Weight/bobot
(Nurkancana dan Sunartana, 1990: 83)
b. Membuat Pedoman Konversi
Hasil tes berupa skor mentah selanjutnya dikonversikan menjadi
skor standar dengan menggunakan norma absolute skala seratus. Skala
Page 21
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
20
seratus disebut juga skala presentil. Untuk mengkonversikan skor mentah
menjadi skor standar dengan norma absolute skala seratus, maka
dipergunakan rumus sebagai berikut.
P = x 100
Keterangan:
P = Presentil
X = Skor yang dicapai
SMI = Skor Maksimal Ideal
(Nurkancana dan Sunartana, 1990: 99)
2) Menentukan Kriteria Predikat Kemampuan Siswa
Untuk menentukan tingkat kemampuan siswa dan mengetahui respon
siswa dalam pembelajaran menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali,
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams
Achievement Division) dalam pembelajaran, digunakan kriteria predikat
kemampuan siswa sebagai berikut.
Tabel Kriteria Predikat Kemampuan Menyalin Wacana Berhuruf Latin ke Aksara
Bali dan Respon Siswa Kelas X AK3 SMKN 1 Gianyar Tahun Pelajaran
2013/2014
No. Skor Standar Kategori/Predikat
1. 86-100 A = Baik sekali
2. 71-85 B = Baik
3. 56-70 C = Cukup
4. 41-55 D = Kurang
5. < 40 E = Sangat kurang
Page 22
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
21
(Dikutip dari buku raport siswa SMKN 1 Gianyar, Kabupaten Gianyar).
3) Mengelompokkan Kemampuan Siswa
Setelah skor standar dan predikat kemampuan siswa ditentukan,
selanjutnya kemampuan siswa dikelompokkan berdasarkan jumlah dan
persentasenya. Misalkan, berapa orang atau berapa persen siswa yang
memperoleh nilai 90 (baik sekali), berapa orang atau berapa persen siswa yang
memperoleh nilai 85 (baik) dan seterusnya.
4) Mencari Skor Rata-Rata
Untuk memperoleh skor rata-rata kemampuan menyalin wacana berhuruf
Latin ke aksara Bali secara klasikal dapat dicari dengan rumus berikut.
Mean = N
fx
Keterangan:
M = Mean (nilai rata-rata)
fx = Jumlah nilai
N = Jumlah subjek penelitian
(Arikunto, 2012: 301)
HASIL
Hasil penelitian tindakan kelas ini telah disesuaikan dengan tahap-tahap
dan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil pelaksanaan rencana
tindakan tersebut, peneliti memperoleh data yang diperlukan untuk mengevaluasi
hasil penelitian tindakan kelas ini. Data yang diperoleh berupa data hasil observasi
terhadap kegiatan siswa selama pelaksanaan pembelajaran menyalin wacana
berhuruf Latin ke aksara Bali dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD (Student Teams Achievement Division). Data observasi ini juga
merupakan pedoman langsung dalam menentukan penilaian respon siswa terhadap
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan
kemampuan menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali.
Page 23
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
22
Uraian mengenai hasil penelitian ini mencakup hal pokok yang akan
dikemukakan dalam hasil penelitian ini yaitu: (1) hasil refleksi awal, (2) hasil
penelitian siklus I, (3) refleksi siklus I, (4) hasil penelitian siklus II, (5) refleksi
siklus II. Bila dijabarkan dalam bentuk tabel, akan tampak perbandingan sebagai
berikut.
Tabel Perbandingan Nilai Refleksi Awal, Nilai Siklus I dan Nilai Siklus II
Kemampuan Menyalin Wacana Berhuruf Latin ke Aksara Bali pada Siswa
Kelas X AK3 SMK Negeri 1 Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014
No Nama Siswa
Nilai
Refleksi
Awal
Nilai
Siklus I
Nilai
Siklus II Kategori Ket
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Pande Ny. Adi P. 76 76,92 79,17 Meningkat Tuntas
2. I Km. Agus Ari M. 47 75,48 77,78 Meningkat Tuntas
3. I Putu Aditya Putra 42 70,19 75,00 Meningkat Tuntas
4. Ni Wy. Bella Parika D. 80 84,13 93,06 Meningkat Tuntas
5. I Nyoman Dirgayusa 42 50,00 76,39 Meningkat Tuntas
6. Ni Putu Evayanti 80 78,37 87,5 Meningkat Tuntas
7. Putu Eka Gunawan 62 58,17 75,00 Meningkat Tuntas
8. Ni Wy. Ika Risma S. 81 86,54 94,44 Meningkat Tuntas
9. Sang Komp. Indra Putra 62 61,54 79,16 Meningkat Tuntas
10. Ni Wy. Juni Ayu P. 90 92,31 95,83 Meningkat Tuntas
11. Ni Wayan Juniari 79 79,32 94,44 Meningkat Tuntas
12. Pande Putu Kresna D. 87 94,71 97,22 Meningkat Tuntas
13. Ni Pt. Linda Yuliantari 67 75,00 77,78 Meningkat Tuntas
14. Ni Putu Larasati 70 75,96 76,39 Meningkat Tuntas
15. Ni Putu Mia Sukmayani 82 87,98 88,89 Meningkat Tuntas
16. Ni Wayan Miastri 85 88,94 98,61 Meningkat Tuntas
17. Ni Made Nopiari 67 89,90 90,28 Meningkat Tuntas
Page 24
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
23
No Nama Siswa
Nilai
Refleksi
Awal
Nilai
Siklus I
Nilai
Siklus II Kategori Ket
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
18. Ni Wayan Poni Dalia 78 87,50 94,44 Meningkat Tuntas
19. Ni Wayan Puspayanti 52 66,83 75,00 Meningkat Tuntas
20. Ni Pt. Riska Pratiwi P. 84 86,54 91,66 Meningkat Tuntas
21. Putu Riska Diviana 83 84,13 84,72 Meningkat Tuntas
22. Riski Nur Udayani 75 78,37 80,56 Meningkat Tuntas
23. Ni Made Sintya Ari 77 80,77 86,11 Meningkat Tuntas
24. Ni Md. Susanti D. 57 66,35 79,17 Meningkat Tuntas
25. Ni Wayan Sriningsih 62 75,96 76,39 Meningkat Tuntas
26. Ni Wayan Suci Verani 57 75,96 76,39 Meningkat Tuntas
27. Ni Wy. Sri Ayudhia Y. 76 76,92 88,89 Meningkat Tuntas
28. Pande Kd. Sukmawati 77 86,06 93,06 Meningkat Tuntas
29. Putu Satria Kesuma 81 84,62 90,28 Meningkat Tuntas
30. Sri Mirna Dewi 57 77,88 79,17 Meningkat Tuntas
31. Ni Komang Trisnayanti 75 75,48 79.17 Meningkat Tuntas
32. Ni Luhde Umi Kaze I. 77 79,81 83,33 Meningkat Tuntas
33. Vera Rosa Wati Dewi 42 54,81 76,39 Meningkat Tuntas
34. Ni Luh Pt. Febri P. 87 96,15 95,83 Menurun Tuntas
35. Ni Putu Swandewi 68 91,35 83,33 Menurun Tuntas
36. Kadek Wirya Suantara 77 75,00 75,00 Tetap Tuntas
37. Sang Ayu Md. Putri W. 47 75,00 75,00 Tetap Tuntas
38. I Pt .Deva Darma Yuda 75 59,61 69,44 Meningkat Blm Tuntas
39. S. A. Md. Yuliana D. 67 52,88 62,50 Meningkat Blm Tuntas
40. Ni Putu Gita Anggraeni 62 63,94 70,83 Meningkat Blm Tuntas
Jumlah 2792 3077,38 3323,60
Rata-rata 69,8 76,93 83,09
Page 25
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
24
Sedangkan hasil observasi respon siswa terhadap penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran menyalin wacana
berhuruf Latin ke Aksara Bali pada siklus I dan II, dapat digambarkan dalam tabel
berikut ini.
Tabel Perbandingan Hasil Observasi Respon Siswa Kelas X AK3 SMK Negeri 1
Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014 pada Siklus I dan Siklus II
No. Nama Siswa Nilai
Siklus I
Nilai
Siklus II Kategori
(1) (2) (3) (4) (5)
1. I Komang Agus Ari Mahendra 75 83 Meningkat
2. I Putu Deva Darma Yuda 58 75 Meningkat
3. Putu Eka Gunawan 67 75 Meningkat
4. Sang Kompyang Indra Putra 58 75 Meningkat
5. Ni Wayan Puspayanti 75 83 Meningkat
6. Ni Wyn. Sri Ayudhia Yohana 75 83 Meningkat
7. Putu Riska Diviana 75 83 Meningkat
8. Sri Mirna Dewi 75 83 Meningkat
9. Ni Komang Trisnayanti 75 83 Meningkat
10. Pande Nyoman Adi Putra 100 100 Tetap
11. I Putu Aditya Putra 83 83 Tetap
12. Ni Wayan Bella Parika Dewi 100 100 Tetap
13. I Nyoman Dirgayusa 83 83 Tetap
14. Ni Putu Evayanti 83 83 Tetap
15. Ni Luh Putu Febri Purnami 100 100 Tetap
16. Ni Putu Gita Anggraeni 100 100 Tetap
17. Ni Wayan Ika Risma Sitangsu 100 100 Tetap
18. Ni Wayan Juni Ayu Puspitawati 100 100 Tetap
19. Ni Wayan Juniari 100 100 Tetap
20. Pande Putu Kresna Dewi 100 100 Tetap
Page 26
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
25
No. Nama Siswa Nilai
Siklus I
Nilai
Siklus II Kategori
(1) (2) (3) (4) (5)
21. Ni Pt. Linda Yuliantari 92 92 Tetap
22. Ni Putu Larasati 100 100 Tetap
23. Ni Putu Mia Sukmayani 100 100 Tetap
24. Ni Wayan Miastri 100 100 Tetap
25. Ni Made Nopiari 100 100 Tetap
26. Ni Wayan Poni Dalia 100 100 Tetap
27. Sang Ayu Made Putri Wulandari 100 100 Tetap
28. Ni Putu Riska Pratiwi Putri 100 100 Tetap
29. Riski Nur Udayani 83 83 Tetap
30. Ni Made Sintya Ari 92 92 Tetap
31. Ni Made Susanti Dewantari 92 92 Tetap
32. Ni Putu Swandewi 100 100 Tetap
33. Ni Wayan Sriningsih 100 100 Tetap
34. Ni Wayan Suci Verani 100 100 Tetap
35. Pande Kadek Sukmawati 100 100 Tetap
36. Putu Satria Kesuma 92 92 Tetap
37. Ni Luhde Umi Kaze Indriani 83 83 Tetap
38. Vera Rosa Wati Dewi 75 75 Tetap
39. Kadek Wirya Suantara 75 75 Tetap
40. Sang Ayu Made Yuliana Dewi 75 75 Tetap
Jumlah 3541 3631
Rata-rata 88,5 90,78
Untuk memperoleh gambaran secara komprehensif mengenai proses dan
hasil kemampuan menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali dengan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams
Page 27
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
26
Achievement Division) siswa Kelas X AK3 SMK Negeri 1 Gianyar tahun
pelajaran 2013/2014 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Grafik Kemampuan Menyalin Wacana Berhuruf Latin ke
Aksara Bali dan Respon Siswa Kelas X AK3 SMK Negeri 1
Gianyar
70
75
80
85
90
95
Siklus I Siklus II
Rat
a-ra
ta N
ilai
Kemampuan
Respon
Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Kemampuan Menyalin Wacana Berhuruf
Latin ke Aksara Bali dan Respon Siswa Kelas X AK3 SMK Negeri
1 Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014
BAHASAN
Pembahasan hasil penelitian ini akan difokuskan pada temuan-temuan
penting yang dapat meningkatkan kemampuan menyalin wacana berhuruf Latin
ke aksara Bali pada siswa Kelas X AK3 SMK Negeri 1 Gianyar Tahun Pelajaran
2013/2014. Temuan-temuan yang dimaksud yaitu: (1) penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dapat
meningkatkan kemampuan siswa Kelas X AK3 SMK Negeri 1 Gianyar dalam
menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali, (2) respon baik yang diberikan
siswa Kelas X AK3 SMK Negeri 1 Gianyar terhadap pembelajaran menyalin
wacana berhuruf Latin ke aksara Bali dengan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division).
Page 28
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
27
SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Berdasarkan penyajian dan pembahasan hasil penelitian, dapatlah
ditarik simpulan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student Teams Achievement Division) dapat meningkatkan kemampuan
menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali siswa Kelas X AK3 SMK Negeri
1 Gianyar. Terbukti dari nilai rata-rata siswa pada refleksi awal 69,8 meningkat
menjadi 76,93 pada siklus I dan meningkat menjadi 83,09 pada siklus II.
Persentase ketuntasan siswa pada siklus I sebesar 75% dan pada siklus II
meningkat menjadi 92,5%. Sedangkan respon siswa juga baik, dibuktikan dengan
nilai rata-rata pada siklus I adalah 88,5 kemudian meningkat menjadi 90,78 pada
siklus II. Terkait persentase respon siswa, pada siklus I 92,5% dari jumlah siswa
memberikan respon baik dan pada siklus II meningkat menjadi 100%.
2. Saran-saran
Sebagai tindak lanjut atas simpulan yang telah dikemukakan di atas,
berikut ini disampaikan beberapa saran yaitu:
1. Guru pengajar Bahasa Bali SMK Negeri 1 Gianyar hendaknya menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dalam upaya meningkatkan
kemampuan menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali siswa di sekolah.
2. Siswa disarankan untuk sering membaca materi-materi, khususnya menyalin
wacana berhuruf Latin ke aksara Bali.
3. Sekolah hendaknya menyediakan buku-buku yang berkaitan dengan pasang
pageh aksara Bali untuk menambah referensi siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi dkk. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Page 29
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
28
Ismawati, Esti. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra. Surakarta:
Yuma Pustaka.
Nala, Ngurah. 2006. Aksara Bali dalam Usada. Surabaya: Paramita.
Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara.
Nurkancana, Wayan dan PPN Sunartana. 1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya:
Usaha Nasional.
Rusman. 2013. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Bandung: Rajawali Pers.
Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.
Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suwija, I Nyoman. 2012. Ngiring Nulis Bali. Malang: Wineka Media.
Suwija, I Nyoman. 2012. Wacana Basa Bali. Malang: Wineka Media.
Page 30
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
29
K O M P E T E N S I L I N G U I S T I K B I D A N G S I N T A K S I S
PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 2 BATUBULAN
KECAMATAN SUKAWATI KABUPATEN GIANYAR
T AH U N PEL AJ A RA N 2 01 3 / 20 14
oleh
Kukuh Andreas, NIM 2010.II.1.0084
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah
Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Abstrak
Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional memiliki
salah satu fungsi yaitu sebagai bahasa resmi dan dipakai sebagai bahasa pengantar
di lembaga-lembaga pendidikan. Dalam interaksi belajar mengajar di sekolah
siswa dituntut menguasi bahasa Indonesia dengan baik. Akan tetapi, siswa kelas
III masih belum menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Oleh karena
itu, perlu ada upaya untuk mendorong percepatan penguasaan bahasa Indonesia.
Berkaitan dengan hal tersebut, yang menjadi pokok permasalahan adalah
(1) berapa rerata panjang ujaran siswa kelas III SD Negeri 2 Batubulan ? (2) jenis
kalimat apa saja yang digunakan siswa kelas III SD Negeri 2 Batubulan? (3)
bagaimakah struktur kalimat yang digunakan siswa kelas III SD Negeri 2
Batubulan?
Teori yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah (1) teori
pembelajaran bahasa dan (2) sintaksis. Penelitian ini hanya meneliti sebagian dari
populasi yang mewakili secara keseluruhan. Dengan demikian penelitian ini
disebut penelitian sampel. Ada pun sampel yang diteliti adalah 9 orang. Metode
pendekatan subjek yang digunakan adalah metode empiris. Teknik pengumpulan
data menggunakan teknik rekaman dan dokumentasi. Setelah data terkumpul,
selanjutnya data diolah dengan metode diskriptif kualitatif.
Sesuai dengan analisis data, diperoleh data sebagai berikut: panjang rerata
ujaran siswa adalah 3,91 yaitu mencerminkan perkembangan bahasa anak ke arah
kompetensi lengkap. Kalimat siswa didominasi kalimat tunggal (97,92%) dan
kalimat majemuk hanya 2,08%. Kalimat siswa terdiri dari kalimat sempurna
(81,31%) dan kalimat tidak sempurna (18,69%). Dalam kalimat tidak sempurna
siswa SD kelas III terdapat kalimat ellips dan kalimat telegrafis. Modus kalimat
siswa didominasi dengan kalimat berita (91,35%) diikuti kalimat tanya (5,54%)
dan kalimat perintah (3,11%). Struktur atau pola kalimat siswa SD Kelas III
didominasi dengan pola utama (92, 39%) sedangkan pola inversi hanya 7,61%.
Berdasarkan hasil peneletian tersebut, peneliti memberikan beberapa saran
yang dapat dikemukan. Salah satunya,guru diharapkan dapat meningkatkan
pengajaran bahasa dengan merancang bahan ajar yang sesuai dengan kompetensi
linguistik yang di miliki siswa khususnya bidang sintaksis.
Kata kunci: kompetensi, linguistik, sintaksis
Page 31
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
30
Abstract Indonesian in his capacity as the national language has function that is the
official language and is used as a language of instruction in educational
institutions. In learning and teaching interaction in schools, students are required
to master Indonesian well. However, Grade 3 is still not mastered Indonesian
properly. Therefore, there needs to be an effort to accelerate the mastery of
Indonesian.
Related to it, which are central problem is (1) how the average length of
speech 3rd grade students elementary schools 2 Batubulan? (2) What type of
sentence used third-grade students of SD Negeri 2 Batubulan? (3) how is the
sentence structure used third-grade students of SD Negeri 2 Batubulan?
Theory which is used as reference in this research is (1) theories of
language learning and (2) syntactic. This study only for researching a portion of
the population as a whole represents. This study thus called the study sample.
There was the sample studied was 9 people. Subject approach used is an
empirical method. Data collection techniques using recording techniques and
documentation. After the data is collected, the data is processed by qualitative
descriptive method.
According to the data analysis, the data obtained as follows: mean length
of utterance students is 3.91 which reflects the child's language development
towards full competence. Students sentence is dominated by single sentence
(97.92%) and complex sentences is only 2.08%. The sentence consists of the
sentence perfect (81.31%) and imperfect sentence (18.69%). In imperfect sentence
third grade of elementary school students get elliptical sentence and telegraphic
sentence. The mode students of sentence is dominated by affirmative sentence
(91.35%) followed by interrogative sentence (5.54%) and commond (3.11%). the
sentence structure or pattern of Class III elementary students dominated with the
main pattern (92, 39%), while only 7.61% inversion pattern.
Based on these results, researcher gave some advice that can be used. One
of them, the teacher is expected to improve the teaching of language by designing
instructional materials that’s appropriate with the linguistic competence of the
students have particularly syntax field.
Keywords: competence, linguistic, syntax
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bahasa Indonesia merupakan materi penting yang diajarkan di Sekolah
Dasar, karena bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat
penting bagi kehidupan sehari-hari. Penanaman bahasa Indonesia sejak dini dapat
memberikan pelatihan dan pendidikan tentang bahasa Indonesia sejak akank
masih kecil. Pelaksanaan pendidikan bahasa Indonesia pada anak dapat dilakukan
Page 32
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
31
melalui pendidikan informal, formal, maupun nonformal. Dengan mempelajari
bahasa Indonesia diharapkan sswa dapat menggunakan bahasa Indonesia secara
baik dan benar, sehingga siswa dapat menghayati bahasa Indonesia dan dapat
menggunakan bahasa sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa.
Sekolah dasar adalah sebagai wadah untuk mengembangkan kemampuan
siswa dalam berbahasa sesuai fungsi bahasa tersebut, terutama sebagai alat
komunikasi. Dalam dunia pendidikan kegagalan menguasai bahasa Indonesia
berakibat kegagalan pula dalam menguasai setiap ilmu pengetahuan, karena
interaksi belajar mengajar di Sekolah Dasar adalah menggunakan bahasa
Indonesia. Sedangkan siswa di Sekolah Dasar belum paham menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk
mendorong percepatan penguasaan bahasa Indonesia. Salah satu cara
mempercepat penguasaan bahasa Indonesia adalah memilih materi ajar sesuai
dengan kompetensi linguistik siswa.
Guru dalam membuat pilihan materi harus sesuai dengan kompentesi
linguistik, hal ini menjadi sangat penting karena apabila kompetensi yang dimiliki
sudah diketahui, maka guru bisa membuat bahan ajar sesuai dengan
perkembangan kompetensi linguistik anak. Namun, sampai saat ini kompentensi
linguistik Sekolah Dasar kelas I, II, dan III belum dipetakan dengan baik,
sehingga guru tidak bisa membuat materi atau bahan ajar yang sesuai dengan
perkembangan anak.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia perlu adanya penguasaan sintaksis
untuk memahami kalimat yang disampaikan. Mulai dari penguasaan ujaran, jenis
kalimat, struktur atau pola kalimat yang cenderung memungkinkan siswa dapat
memahami apa yang disampaikan oleh pengajar. Penguasaan sintaksis yang
cukup akan memperlancar siswa dalam berkomunikasi dan untuk memahami
buku-buku pelajaran. Rendahnya penguasaan sintaksis yang dialami oleh siswa
dalam bahasa Indonesia dipengaruhi beberapa faktor yaitu (1) seperti terbiasanya
menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari, (2) rendahnya kemauan
siswa dalam membaca, dan (3) keterbatasan media dalam pengajaran sintaksis.
Page 33
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
32
Jadi penelitian ini sangat penting dilakukkan agar dapat mengungkapkan
kompetensi linguistik khususnya bidang sintaksis yang dimiliki oleh siswa kelas
III Sekolah Dasar. Kemudian diupayakan untuk mempercepat penguasaan bahasa
Indonesia siswa kelas III Sekolah Dasar, sehingga diharapkan guru dapat
merancang bahan ajar yang tepat dan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki
anak kelas III Sekolah Dasar.
Berdasarkan masalah di atas, maka penulis ingin mengetahui lebih jauh
mengenai kompetensi linguistik bidang sintaksis pada siswa kelas III SD Negeri 2
Batubulan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar tahun pelajaran 2013/2014.
2. Landasan Teori
Landasan teori merupakan teori-teori yang dijadikan landasan alat untuk
menjawab permasalahan yang diajukan, sehingga jawaban yang dihasilkan
merupakan jawaban yang bersifat teoritis dan sistematis. Oleh karena itu, landasan
teori harus dipahami dalam suatu penulisan karya ilmiah. Berdasarkan hal
tersebut, maka diuraikan beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.
Teori-teori tersebut meliputi teori pembelajaran bahasa dan teori sintaksis.
2.1 Teori Pembelajaran Bahasa
2.1.1 Hakikat Pemerolehan Bahasa
Menurut Chaer (2009:167) pemerolehan bahasa adalah proses yang
berlangsung di dalam otak seseorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa
pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa disini dibedakan dari
pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang
terjadi pada waktu seseorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua, setelah dia
memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan
bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.
2.1.2 Prinsip-prinsip Belajar Bahasa
Arnawa (2008:124) menyatakan pengajaran bahasa bertujuan agar
pembelajar memiliki keterampilan menggunakan bahasa yang dipelajari, baik
keterampilan berbahasa pasif maupun keterampilan berbahasa secara aktif.
Page 34
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
33
Terampil berbahasa tidak dapat dimaknai sekedar mampu menggunakan bahasa.
Terampil berbahasa mempersyaratkan penuturnya untuk dapat menggunakan
bahasa secara taat asas dan sesuai dengan tuntutan situasi. Konsep ini secara
umum dikenal dengan kemampuan berbahasa secara baik dan benar.
Keterampilan berbahasa, sesungguhnya dapat dimiliki seseorang melalui dua cara,
yakni pemerolehan bahasa dan pengajaran bahasa.
2.1.3 Proses Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa pada Bidang Sintaksis
Dalam bidang sintaksis, anak mulai berbahasa dengan mengucapkan satu
kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak, sebenarnya adalah kalimat penuh,
tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya
mengambil satu kata dari seluruh kalimat (Dardjowidjojo, 2010 : 246).
Sekitar umur 2;0 anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata (UDK).
Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu
terpisah (Dardjowidjojo, 2010 : 248). Dengan adanya dua kata dalam UDK maka
orang dewasa lebih bisa menerka apa yang dimaksud oleh anak karena cakupan
makna menjadi lebih terbatas, dengan kata lain UDK sintaksisnya lebih kompleks
(karena adanya dua kata) tetapi semantiknya makin lebih jelas. Meskipun
demikian, makna UDK yang dimaksud anak masih tetap harus diterka sesuai
dengan konteksnya.
Perkembangan pemerolehan sintaksis meningkat pesat pada waktu anak
menjalani usia 2 tahun, yang mencapai puncaknya pada akhir usia 3 tahun. Tahap
perkembangan sintaksis secara singkat terbagi dalam:
1. Masa pra-lingual, sampai usia 1 tahun
2. Kalimat satu kata, 1-1,5 tahun
3. Kalimat rangkaian kata, 1,5-2 tahun
4. Konstruksi sederhana dan kompleks, 3 tahun.
Lewat usia 3 tahun anak mulai menanyakan hal-hal yang abstrak dengan kata
tanya “mengapa”, ”kapan”. Pemakaian kalimat kompleks dimulai setelah anak
menguasai kalimat empat kata sekitar usia 4 tahun.
Page 35
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
34
2.1.4 Teori Sintaksis
2.1.4.1 Pengertian Sintaksis
Menurut Arnawa (2008:75) sintaksis adalah cabang linguistik yang
menelaah tentang struktur (sistem) kalimat. Sintaksis dipandang sebagai kajian
struktur intern kalimat. Artinya satuan terbesar yang ditelaah dalam sintaksis
adalah kalimat. Dalam hal ini satuan yang mengandung pengertian lengkap sering
disebut kalimat. Jadi ditegaskan sekali lagi, sintaksis adalah cabang linguistik
yang mengkaji sruktur kalimat.
Menurut Arifin dan Junaiyah (2008:1) sintaksis adalah cabang linguistik
yang membicarakan hubungan antarkata dalam tuturan (speech). Menurut Ba’dulu
dan Herman (2010:44) sintaksis adalah telaah tentang hubungan kata-kata atau
satuan-satuan sintaksis yang lebih besar dalam kalimat.
Dari pendapat ketiga ahli di atas, dapat disimpulkan sintaksis adalah telaah
tentang struktur kalimat. Sintaksis sering juga disebut sebagai ilmu tata kalimat.
Ilmu yang lebih memfokuskan kajiannya pada kata, klausa dan kajian yang
berkaitan dengan jenis-jenis kalimat.
2.1.4.2 Fungsi Sintaksis
Manurut Chaer (2009 : 20-27) Yang dimaksud dengan fungsi sintaksis
adalah (atau kita sebut fungsi saja) adalah semacam “kotak-kotak” atau “tempat-
tempat” dalam struktur sintaksis yang kedalamannya akan diisikan kategori
tertentu. Kotak-kotak itu bernama subjek (S), predikat (P), objek (O), komplemen
(Kom), dan keterangan (Ket). Secara umum “kotak-kotak” fungsi dapat
dibagankan sebagai berikut, meskipun di dalam praktik berbahasa urutannya bisa
tidak sama.
2.1.4.3 Pengertian Kalimat
Menurut Arifin dan Junaiyah (2008:54) kalimat adalah satuan bahasa yang
secara relative berdiri sendiri, mempunyai intonasi final (kalimat lisan), dan
secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa. Dapat dikatakan bahwa kalimat
membicarakan hubungan antara klausa dan klausa yang lain.Menurut Ramlan
Page 36
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
35
dalam Ba’dulu dan Herman (2010:48) kalimat adalah satuan gramatikal yang
dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai oleh nada akhir turun atau naik.
Menurut Chaer (2009:44) kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari
konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapai dengan konjungsi bila
diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.Dengan mengacu pada pendapat
para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah kesatuan bahasa atau
ujaran yang berupa kata atau kumpulan kata disertai intonasi yang menunjukkan
bahwa kesatuan itu sudah lengkap. Setiap kalimat mewakili satu gagasan utama.
2.1.4.4 Kalimat Berita
Menurut Chaer (2009:46) kalimat berita adalah kalimat yang berisi
pernyataan belaka. Menurut Arifin dan Junaiyah (2008:71) kalimat berita dipakai
jika penutur ingin menyatakan sesuatu dengan lengkapketika ia ingin
menyampaikan informasi kepada lawan bicaranya. Menurut Suhardi (2013:77)
kalimat berita adalah kalimat yang di dalamnya berisi berita atau sesuatu
informasi kepada orang lain.
2.1.4.5 Kalimat Perintah
Menurut Chaer (2009:46) kalimat perintah adalah kalimat yang berisi
perintah, dan perlu diberi reaksi berupa tindakan. Menurut Arifin dan Junaiyah
(2008:71) kalimat perintah dipakai jika penutur ingin menyuruh atau melarang
orang melakukan (berbuat) sesuatu. Menurut Suhardi (2013:77) kalimat perintah
adalah kalimat yang di dalamnya berisi perintah dari seseorang kepada orang lain
agar melakukan sesuatu (pekerjaan) sesuai apa yang diperintahkan.
2.1.4.6 Kalimat Tanya
Menurut Suhardi (2013:78) kalimat tanya adalah kalimat yang meminta
orang lain untukmenjawab sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.
2.1.4.7 Kalimat Inversi
Suparman (1985 : 84) menjelaskan struktur kalimat tunggal dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) struktur utama (normal) dan 2) struktur inversi
Page 37
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
36
(variasi). Struktur inversi masih dibedakan menjadi dua, yaitu struktur inversi
total dan struktur inversi parsial.
2.1.4.8 Kalimat Majemuk
Menurut Ba’dulu dan Herman (2010:51) kalimat majemuk adalah kalimat
turunan yang terbentuk dari dua atau lebih klausa bebas yang dihubungkan
dengan sebuah konektor dan dengan pola intonasi akhir tertentu.
Berdasarkan bentuk klausa yang membangunnya, kalimat majemuk dapat
dikelompokkan menjadi empat, yaitu kalimat majemuk setara, kalimat majemuk
bertingkat, kalimat majemuk campuran, dan kalimat majemuk rapatan.
2.2 Wawasan Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dipaparkan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus yang dipaparkan sebagai berikut. Tujuan umum penelitian ini
adalah untuk memberikan informasi kepada guru dalam mengajar dengan
menggunakan pola/struktur kalimat yang mudah dipahami oleh siswa Sekolah
Dasar. Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui panjang
rerata ujaran siswa, jenis kalimat apa saja yang digunakan siswa, dan pola/struktur
kalimat apa saja yang sering digunakan oleh siswa kelas III SD Negeri 2
Batubulan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar tahun pelajaran 2013/2014.
3 METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non PTK. Penerapan rancangan
penelitian ini dimaksudkan untuk mendiskripsikan kondisi objektif kompetensi
linguistik anak-anak SD kelas III, khususnya bidang sintaksis sehingga diperoleh
landasan objektif untuk merancang bahan ajar untuk pengembangan kemampuan
berbahasa Indonesia sesuai dengan tingkat perkembangannya.
3.2 Sumber Data
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Batubulan, Gianyar. Dengan
jumlah populasi 99 siswa kelas III. Subjek dalam penelitian ini menggunakan
Page 38
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
37
quota sampling, yang diartikan sebagai suatu proses pengambilan sampel dengan
menentukan terlebih dahulu jumlah sampel yang hendak diambil. Subjek-subjek
populasi ditetapkan kriterianya untuk menetapkan kriteria sampel (Narbuko dan
Achmadi, 2013:116). Quota sampling penelitian ini adalah 9 siswa kelas III SD
Negeri 2 Batubulan, Gianyar yang dibagi menjadi 3 kelompok, setiap kelompok
terdiri dari 3 siswa.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah
metode rekaman dengan menggunakan metode SLC “simak libat cakap”
(Sudaryanto, 1993:133) dan metode dokumentasi, yaitu membandingkan dengan
buku teks siswa kelas III.
3.4 Analisis Data
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah mengolah data atau
menganalisis data. Penelitian ini menggunakan penelitian diskriptif kualitatif.
Langkah-langkah yang digunakan dalam mengolah data adalah (1) elisitasi dan
transkrips, (2) menghitung rerata panjang ujaran dengan cara ambil sampel
sebanyak 100 ujaran hitung jumlah morfemnya dan bagilah jumlah morfem
dengan jumlah ujaran (Dardjowodjojo, 2010:241), (3) menghitung jenis kalimat,
(4) menghitung struktur kalimat, (5) membandingkan dengan buku teks, (6)
mengambil simpulan, (7) pembahasan.
4 HASIL
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui
hasilnya sebagai berikut:
1. Panjang rerata ujaran siswa SD kelas III yaitu 3,91 yang mencerminkan
perkembangan bahasa anak ke arah kompentensi linguistik lengkap.
2. Jenis kalimat siswa SD kelas III adalah:
a. Kalimat siswa didominasi kalimat tunggal (97,92%) dan kalimat
majemuk hanya 2,08%.
Page 39
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
38
b. Kalimat siswa terdiri dari kalimat sempurna (81,31%) dan kalimat
tidak sempurna (18,69%). Dalam kalimat tidak sempurna siswa SD
kelas III terdapat kalimat ellips dan kalimat telegrafis.
c. Modus kalimat siswa didominasi dengan kalimat berita (91,35%)
diikuti kalimat tanya (5,54%) dan kalimat perintah (3,11%).
3. Struktur atau pola kalimat siswa SD Kelas III didominasi dengan pola
utama (92,39%) sedangkan pola inversi hanya 7,61%.
4. Hasil perbandingan dengan buku teks siswa menunjukkan terdapat kalimat
dengan pola tunggal dan kalimat dengan pola majemuk. Namun kehadiran
kalimat dengan pola majemuk dalam buku teks siswa perlu mendapat
perhatian. Buku teks siswa terindentifikasi sudah menggunakan kalimat
majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, bahkan kalimat majemuk
campuran, sedangkan kompentensi siswa SD kelas III didominasi dengan
kalimat tunggal dan baru mengenal kalimat majemuk, salah satunya
kalimat majemuk rapatan. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat
ketidakterbacaan sangat tinggi karena kompetensi linguistik anak belum
mencapai ke arah struktur kalimat yang lebih komplek. Hal ini menjadi
faktor yang menghambat siswa untuk memahami bahan ajar yang telah
disampaikan.
5 BAHASAN
Berdasarkan hasil data dan analisis yang dilakukan, diketahui rerata
panjang ujaran siswa SD kelas III adalah 3,91. Angka tersebut sesudah dikonversi,
berada pada tahap V yaitu perkembangan bahasa ke arah kompetensi linguistik
lengkap. Hal itu ditunjukkan dengan penggunaan kata tugas dan kata hubung
secara benar, penggunaan kalimat majemuk yaitu kalimat majemuk rapatan, dan
penggunaan kalimat tanya dan perintah.
Kalimat siswa SD Kelas III didominasi kalimat tunggal. Fakta ini memberi
gambaran siswa SD kelas III masih minim dalam menghubungkan antara satu
kalimat dengan kalimat lain dalam satu konsep, anak-anak masih terpaku dalam
Page 40
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
39
satu gagasan satu kalimat. Ada kendala dalam piranti kohesi bahasa siswa, dan
siswa masih memiliki kendala dalam pembentukan struktur sintaksis yang sama.
Jenis kalimat siswa berdasarkan kelengkapan fungsi sintaksis, yaitu dalam
kalimat tidak sempurna terdapat kalimat ellips dan kalimat telegrafis. Penggunaan
piranti kohesi ellipsis merupakan petanda perkembangan gramatika anak
selangkah sudah maju. Sedangkan perkembangan kognitif siswa SD kelas III
masih belum bisa menerapkan prinsip ekonomis bahasa yang membentuk kalimat
ellips. Dengan demikian, siswa SD kelas III masih belum memiliki kompetensi
sintaksis ellips yang mumpuni.
Produksi kata tanya siswa SD kelas III didominasi dengan kata tanya
dimana, kemana, siapa, dan apa. Seluruh kata tanya tersebut menunjuk ke arah
kongkret, kebendaan atau material. Sedangkan, kata tanya yang bersifat inmaterial
atau abstrak seperti mengapa, kenapa, tidak digunakan oleh siswa SD Kelas III.
Pernyataan itu sejalan dengan keterbatasan perkembangan kognitif anak yang
cenderung ke arah material sehingga belum banyak mengungkapkan hal-hal yang
bersifat psikis atau menganalisis sesuatu.
Struktur atau pola kalimat siswa SD Kelas III didominasi dengan pola
utama. Hal ini menunjukan bahwa alur penguasaan kaidah sintaksis bahasa
Indonesia diawali dari struktur dengan pola utama, yaitu memposisikan fungsi (S)
subjek di awal kalimat. Fakta ini menunjukkan anak-anak lebih awal
menyebutkan sesuatu kemudian diikuti pemberian keterangan. Hal ini sejalan
dengan perkembangan kognitif siswa yaitu siswa lebih dominan menyebutkan
hal-hal yang kongkret.
6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan uraian yang telah disajikan dapat dipaparkan simpulan
sebagai berikut.
1. Panjang rerata ujaran siswa SD kelas III yaitu 3,91 yang mencerminkan
perkembangan bahasa anak ke arah kompentensi linguistik lengkap.
2. Jenis kalimat siswa SD kelas III adalah:
Page 41
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
40
a. Kalimat siswa didominasi kalimat tunggal (97,92%) dan kalimat majemuk
hanya 2,08%.
b. Kalimat siswa terdiri dari kalimat sempurna (81,31%) dan kalimat tidak
sempurna (18,69%). Dalam kalimat tidak sempurna siswa SD kelas III
terdapat kalimat ellips dan kalimat telegrafis.
c. Modus kalimat siswa didominasi dengan kalimat berita (91,35%) diikuti
kalimat tanya (5,54%) dan kalimat perintah (3,11%).
3. Struktur atau pola kalimat siswa SD Kelas III didominasi dengan pola utama
(92,39%) sedangkan pola inversi hanya 7,61%.
6.2 Saran-saran
Sesuai dengan simpulan yang telah dikemukan, peneliti dapat memberikan
beberapa saran. Ada pun saran-saran sebagai berikut.
1. Guru diharapkan dapat meningkatkan pengajaran bahasa dengan merancang
bahan ajar yang sesuai dengan kompetensi linguistik yang di miliki siswa
khususnya bidang sintaksis.
2. Penyusun bahan ajar perlu mempertimbangkan apa yang akan disajikan dalam
buku teks siswa, serta materi yang disajikan di dalam buku diharapkan sesuai
dengan tingkat kemampuan linguistik siswa SD kelas III.
DAFTAR RUJUKAN
Arifin, Zaenal dan Junaiyah. 2008. Sintaksis. Jakarta: PT. Grasindo.
Arnawa, Nengah. 2008. Wawasan Linguistik dan Pengajaran Bahasa. Denpasar:
Putri Praptama.
Ba’dulu, Abdul Muisdan Herman. 2010. Morfosintaksis. Jakarta: RinekaCipta.
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: kajian teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Page 42
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
41
Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta:
Rinekacipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2010. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa
Manusia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Herusantoso, Suparman. 1985. Sintaksis I. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan.
Universitas Udayana.
Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.
Narbuko, Cholid dan H. Abu Achmadi. 2013. Metodologi Penelitian. Jakarta:
Bumi Aksara.
Pusat Bahasa. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi
Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar
Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistis. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Suhardi. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Sintaksis Bahasa Indonesia. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Psikolinguistik. Bandung : Penerbit Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Sintaksis. Bandung : Penerbit Angkasa.
Page 43
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
42
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE PARTISIPATIF
DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
MENARIKAN TARI GADUNG KASTURI PADA
KEGIATAN EKSTRAKURIKULER TARI
SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 MENGWI
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Oleh
K. Ratna Kumala Prapita Devi, NIM 2010.II.4.0001
Program Studi Seni Drama, Tari dan Musik
Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Seni
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar menarikan
tari Gadung Kasturi, serta respon atas penerapan model pembelajaran tipe
partisipatif pada siswa kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi dalam kegiatan
ekstrakurikuler tari tahun pelajaran 2013/2014.
Penelitian ini dirancang dalam dua siklus, pada setiap siklus terdiri atas
empat kegiatan pokok, yaitu : perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
Dalam observasi yang peneliti lakukan, menemukan beberapa masalah yang
terjadi pada siswa seperti : prestasi belajar menarikan tari Gadung Kasturi masih
sangat kurang dan hasil dari evaluasi sebelumnya menunjukkan dibawah
ketuntasan KKM yaitu 75, serta metode pembelajaran masih menerapkan metode
demonstrasi. Maka dari itu, peneliti mengajukan penerapan model pembelajaran
tipe partisipatif dalam kegiatan ekstrakurikuler tari agar nilai yang dicapai siswa
memenuhi KKM. Subyek penelitian adalah siswa kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi
pada kegiatan ekstrakurikuler tari tahun pelajaran 2013/2014, sebanyak 48 orang.
Tehnik pengumpulan data menggunakan metode observasi, tes tindakan, metode
wawancara dan dokumentasi.
Dalam penelitian tindakan kelas ini, analisis data yang dipergunakan
adalah metode analisis deskriftif-kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan,
sebelum penerapan model pembelajaran tipe partisipatif nilai rata-rata 73,25
ketuntasan klasikal 29,16%, setelah penerapan model pembelajaran partisipatif
nilai rata-rata pada siklus I menjadi 75,77 dengan ketuntasan klsikal 64,58% dan
nilai pada siklus II menjadi 78,60 menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Hasil observasi untuk mengetahui respon siswa pada siklus I adalah 55,08 dan
pada siklus II adalah 78,33. Berdasarkan hasil yang diperoleh jelas menunjukkan
bahwa penerapan model pembelajaran tipe partisipatif dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi menarikan tari Gadung
Kasturi pada kegiatan ekstrakurikuler tari.
Kata-kata kunci : Pembelajaran tipe partisipatif, prestasi belajar menarikan
tari Gadung Kasturi
Page 44
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
43
Abstract
This study aims to improve learning achievement Gadung Kasturi dance,
as well as the response to the application of participatory learning model of type
IX grade students of SMP Negeri 3 Mengwi in the extracurricular activities of the
school year 2013/2014.
This study was designed in two cycles, each cycle consisting of the four
main activities, namely: planning, implementation, observation, and reflection. In
observation that researchers do, found several problems that occur in students
such as: Gadung Kasturi learning achievement is still lacking and the results of
previous evaluations showed that KKM completeness under 75, as well as
learning methods still apply the method of demonstration. Therefore, the
researchers propose the application of a participatory learning model type dance
in extracurricular activities that meet students' grades achieved KKM. Subjects
were students of class IX SMP Negeri 3 Mengwi on dance extracurricular
activities 2013/2014 school year, as many as 48 people. the data collected using
the method of observation, the test measures, and documentation.
In this classroom action research, data analysis method used is
descriptive analysis - quantitative. The results showed, before the application of
participatory learning model type average value 29.16% 73.25 classical
completeness, after the application of a participatory learning model of the
average value of the first cycle to 75.77 with classical completeness 64.58% and
the value of the cycle II to 78.60 showed a significant increase. The results of
observation to study the response of the students in the first cycle was 55.08 and
the second cycle was 78.33. Based on the results obtained clearly demonstrate
that the application of participatory learning model types can improve student
achievement of grade IX SMP Negeri 3 Mengwi dance GadungKasturi in
extracurricular activities.
Key words: type of participatory learning, learning achievement danced
the GadungKasturi dance.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Secara umum pendidikan adalah suatu kegiatan yang berupaya untuk
mengembangkan potensi diri, kreativitas dan bakat peserta didik baik dalam
bentuk pendidikan formal maupun non formal. Kegiatan Ekstrakurikuler
merupakan salah satu pendidikan non formal yang dapat mendukung bakat dan
kreativitas dari masing-masing siswa. Dalam ekstrakurikuler tari siswa diajarkan
mempraktekkan langsung tarian-tarian yang diajarkan dalam masing-masing
sekolah. Disini siswa dituntut untuk dapat mengembangkan bakat-bakat mereka
Page 45
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
44
dalam menari, mengembangkan kreativitas mereka dan mampu bekerja sama
dengan temannya dalam proses kegiatan ekstrakurikuler tersebut.
Berdasarkan hasil observasi dengan guru pengajar ekstrakurikuler tari
SMP Negeri 3 Mengwi, diketahui bahwa rata-rata siswa yang memilih
ekstrakurikuler tari (48 orang) ini kemampuannya standar yaitu 65, dimana
standar nilai minimal yang harus dicapai adalah 75. Ini dikarenakan model
pembelajaran yang diterapkan masih dalam model standar yaitu model
demonstrasi.
Sehubungan dengan masalah diatas, maka disarankan kepada guru
pengajar untuk menerapkan Model Pembelajaran Tipe Partisipatif. Model
Pembelajaran Tipe Partisipatif yaitu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam
proses kegiatan pembelajaran secara optimal. Pembelajaran ini menitikberatkan
pada keterlibatan siswa pada kegiatan pembelajaran (child center/student center)
bukan pada dominasi guru dalam penyampaian materi pelajaran (teacher center).
Jadi pembelajaran akan lebih bermakna bila siswa diberikan kesempatan untuk
berpartisipasi dalam berbagai aktivitas pembelajaran, sementara guru berperan
sebagai fasilitator dan mediator sehingga siswa mampu berperan dan
berpartisipasi aktif dalam mengaktualisasiakan kemampuannya didalam dan diluar
kelas (Rusman, 2010: 323).
Berdasarkan fenomena diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat
permasalahan tersebut dan dijadikan sebagai sebuah penelitian dalam bentuk
Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Tipe
Partisipatif Dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Menarikan Tari Gadung
Kasturi Pada Kegiatan Ekstarkurikuler Tari Siswa Kelas IX SMP Negeri 3
Mengwi, Tahun Pelajaran 2013/2014”.
2. Landasan Teori
Beberapa teori yang menjadi landasan dalam memecahkan permasalahan
dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut :
(1) Pengertian tari Gadung Kasturi, (2) Ragam gerak, pola lantai,
iringan tari, kostum dan tata rias tari Gadung Kasturi, (3) Pengajaran
Page 46
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
45
ekstrakurikuler, (4) Pengertian prestasi, (5) Pengertian model
pembelajaran partisipatif, (6) Aspek-aspek dalam menarikan tari
Gadung Kasturi terhadap penerapan Model Pembelajaran Tipe
Partisipatif.
3. Wawasan Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menerapkan model
pembelajaran yang tepat dalam kegiatan ekstrakurikuler tari untuk
meningkatkan prestasi siswa dalam kegiatan tersebut.
1.3.2 Tujuan Khusus
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, adapun tujuan khusus dalam
penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui prestasi belajar menarikan tari Gadung Kasturi
pada kegiatan ekstrakurikuler tari siswa kelas IX SMP Negeri 3
Mengwi tahun pelajaran 2013/2014 dengan penerapan model
pembelajaran Tipe Partisipatif?
2. Untuk mengetahui respon yang terjadi pada kegiatan ekstrakurikuler
siswa kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014
terhadap penerapan Model Pembelajaran Tipe Partisipatif.
METODE
1. Metode Observasi
Dalam penelitian ini jenis observasi yang dipergunakan yaitu jenis
Observasi Sistematik (Structured Observation) yaitu observasi yang sudah
ditentukan terlebih dahulu kerangkanya. Kerangka itu memuat faktor-faktor yang
akan diobservasi menurut kategorinya (Usman, 2004 : 56). Dalam penelitian ini,
untuk memperoleh prestasi belajar siswa yang meliputi afektif, kognitif dan
psikomotor. Pemberian skor dilakukan dengan menggunakan skala 5 dengan
SMI= 20.
Page 47
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
46
2. Metode Tes
Menurut Gunartha (2009 : 4), tes merupakan sejenis alat ukur untuk
memperoleh gambaran kuantitatif tentang prilaku seseorang, membatasi
pengertian tes sebagai alat ukur atau prosedur yang sistematik untuk mengukur
suatu prilaku. Pada kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan tes
tindakan yaitu suatu tes yang bentuk jawabannya berupa prilaku (dalam praktek
menarikan tari Gadung Kasturi). Adapun aspek-aspek penilaian yang
dipergunakan pada tes tindakan yang dilakukan antara lain sebagai berikut :
Tabel Variabel atau Aspek Penilaian Tes Tindakan Prestasi
Belajar Menarikan Tari Gadung Kasturi Siswa Kelas IX
SMP Negeri 3 Mengwi Tahun Pelajaran 2013/2014
No Aspek Penilaian Skor Penilaian
1 Pokok teknik tari 1 – 5
2 Kecepatan 1 – 5
3 Ketepatan 1 – 5
4 Sinkronisasi 1 – 5
Jumlah / SMI 4 – 20
3. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang
tertulis. Metode dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat
data yang didapat yaitu angka-angka dan foto.
4. Analisa Data Deskriptif
4.1.1 Skor Maksimal Ideal
Dalam penelitian ini, skor maksimal ideal diperoleh dari empat aspek
penilaian terhadap prestasi belajar menarikan tari Gadung Kasturi yang meliputu
unsur pokok teknik tari, kecepatan, ketepatan dan sinkronisasi masing-masing
Page 48
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
47
unsur memiliki bobot nilai yakni pokok teknik tari (25), kecepatan (25), ketepatan
(25) dan sinkronisasi (25) jadi skor maksimal ideal pada penelitian ini adalah 100.
4.1.2 Membuat Pedoman Konversi
Pedoman konversi yang digunakan dalam mengubah skor mentah menjadi
skor standar dengan norma absolut. Untuk mengkonversikan skor mentah menjadi
skor standar dengan norma absolut skala seratus (persentil) digunakan rumus
sebagai berikut :
X
P = x 100
SMI
Keterangan :
P = Persentil
X = Skor yang dicapai
SMI = Skor maksimal ideal
4.1.3 Membuat Kriteria Predikat
Tabel Kriteria Predikat Prestasi Belajar Menarikan Tari Gadung Kasturi
Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi Tahun Pelajaran 2013/
2014
Skor Standar Kategori / Predikat
86 - 100 Baik Sekali
70 – 85 Baik
56 – 69 Cukup
41 – 55 Kurang
0 - 40 Kurang Sekali
Sumber : Buku dari rapot siswa SMP
Page 49
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
48
4.1.4 Analisis Respon Siswa
Data respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran tipe partisipatif
dalam upaya meningkatkan prestasi belajar menarikan tari Gadung Kasturi
dianalisis menggunakan SMI = 25.
1 – 2 = Kurang
3 – 4 = Cukup
5 = Baik
Rumus skor standar :
X
P = x 100
SMI
4.1.5 Mencari Skor Rata-rata
Untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran tipe partisipatif
dapat meningkatkan prestasi belajar menarikan tari Gadung Kasturi dalam
kegiatan ekstrakurikuler tari siswa kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi maka, dapat
dilihat dengan cara membandingkan antar siklus dengan mencari nilai rata-rata
siklus I dan siklus berikutnya. Data tentang peningkatan prestasi belajar
menarikan tari Gadung Kasturi, dapat diketahui melalui rumus nilai rata-rata
sebagai berikut :
∑fx
M =
N
Keterangan :
M = Mean (Nilai rata-rata)
∑fx = Jumlah Standar
N = Jumlah Individu (Nurkancana dan Sunartana, 1992 : 174)
Page 50
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
49
HASIL PENELITIAN
Refleksi Siklus I
Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus I masih terdapat kelemahan
dan kendala-kendala yang terjadi terhadap peningkatan prestasi belajar menarikan
tari gadung Kasturi, hal ini dapat diketahui dari tingkat persentase siswa sebagai
berikut : dari jumlah siswa kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi yaitu 48 orang siswa
yang mengikuti ekstrakurikuler tari, menarikan tari Gadung Kasturi dengan
penerapan model pembelajaran tipe partisipatif, pada siklus ini hasil yang
diperoleh adalah 31 orang siswa mendapatkan nilai dengan predikat baik (B)
dengan presentase 64,58% dan 17 orang siswa mendapatkan predikat cukup (C)
dengan presentase 35,41%. Pada siklus I terdapat peningkatan dari observasi awal
73,25 menjadi 75,25 dengan predikat baik.
Refleksi Siklus II
Berdasarkan hasil observasi dan hasil tes tindakan tentang prestasi belajar
menarikan tari Gadung Kasturi siswa kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi pada
kegiatan ekstrakurikuler tari tahun pelajaran 2013/2014 telah terjadi peningkatan
yang sangat signifikan karena siklus II semua siswa telah mencapai nilai yang
telah ditentukan atau semua siswa telah tuntas. Hal ini dapat dibuktikan dengan
skor rata-rata yang diperoleh pada siklus I sebesar 75,25 kemudian pada siklus II
meningkat dengan skor rata-rata 78,60.
BAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian siklus I dan siklus II dapat diketahui
persentase peningkatan prestasi belajar menarikan tari Gadung Kasturi siswa kelas
IX SMP Negeri 3 Mengwi pada kegiatan ekstrakurikuler tari tahun pelajaran
2013/2014 sebagai berikut :
Page 51
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
50
1. Pada observasi awal, siswa yang termasuk tuntas hanya 29% dan yang
lainnya tidak tuntas karena nilai yang diperoleh masih berada dalam
kategori cukup dan dibawah KKM 75.
2. Pada siklus I, siswa termasuk belum tuntas sebesar 35,41%. Siswa
yang dinyatakan tidak tuntas berada pada kategori cukup. Pada siklus
ini tidak ada siswa yang termasuk dalam kategori kurang dan
ketuntasan yang dicapai pada siklus I sebesar 64,58% dan hal ini
menunjukkan bahwa pada siklus I ini telah terjadi peningkatan.
3. Pada siklus II terjadi peningkatan yang cukup signifikan karena sudah
tidak ada lagi siswa yang termasuk tidak tuntas. Semua siswa bisa
mencapai nilai standar ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan 75.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerapan model
pembelajaran tipe partisipatif dapat meningkatkan prestasi belajar
menarikan tari Gadung Kasturi pada kegiatan ekstrakurikuler tari siswa
kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014.
4. Secara individual pada observasi siklus I siswa yang memperoleh
predikat baik sebanyak 14 orang sebesar 29,16% dan predikat cukup
34 orang sebesar 70,83%. Pada siklus II siswa yang mendapat predikat
baik 46 orang sebesar 95,83% dan cukup 2 orang sebesar 4,16%.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian seperti yang sudah diuraikan pada bab IV
maka dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran tipe
partisipatif dalam upaya meningkatkan prestasi belajar menarikan tari Gadung
kasturi pada kegiatan ekstrakurikuler tari siswa kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi
tahun pelajaran 2013/2014 dapat meningkat. Dalam hasil tes tindakan, prestasi
belajar menarikan tari Gadung Kasturi siswa kelas IX pada kegiatan
ekstrakurikuler tari tahun pelajaran 2013/2014 yaitu nilai rata-rata yang diperoleh
Page 52
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
51
73,28 sedangkan setelah menerapkan model pembelajaran tipe partisipatif terjadi
peningkatan pada siklus I dengan nilai rata-rata yang diperoleh 75,25 dan siklus II
niali rata-rata yang diperoleh adalah 78,60 dan seluruh siswa kelas IX pada
kegiatan ekstrakurikuler tari sudah dapat dinyatakan tuntas.
Tidak hanya itu, dari observasi yang dilakukan dari awal, siklus I dan
siklus II ada suatu peningkatan dalam tiga aspek yaitu afektif, kognitif dan
psikomotor siswa serta adanya suatu perubahan sikap, merespon positif atas
penerapan model pembelajaran tipe partisipatif dan hasil prestasi belajar
menarikan tari Gadung Kasturi meningkat.
Saran
1. Siswa yang telah dinyatakan tuntas disarankan agar berusaha belajar lebih
giat lagi, mempertahankan nilainya bahkan lebih mengasah diri agar
prestasi yang sudah dicapai lebih meningkat.
2. Kepada para guru yang mengajar praktek tari, khususnya pada kegiatan
ekstrakurikuler tari di sekolah diharapkan untuk menggunakan model
pembelajaran lain selain model demonstrasi seperti salah satunya model
pembelajaran tipe partisipatif yaitu model pembelajaran yang melibatkan
siswa secara optimal, menitikberatkan siswa dalam berpartisipasi atau
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dimana guru berperan
sebagai fasilitator dan mediator agar siswa lebih aktif dan berani
mengungkapkan pendapatnya.
3. Bagi sekolah agar tetap memperhatikan dan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dewasa ini serta mensosialisasikan tentang
penelitian tindakan kelas (PTK) kepada guru pengajar sehingga mampu
meningkatkan mutu pendidikan terutama dalam bidang seni tari Bali.
Page 53
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
52
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suhardjono, Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi
Aksara
Arikunto, Suharsimi dkk. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Bawa, Pande Wayan. 2012. Materi Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas. IKIP
PGRI BALI. Denpasar
Cerita, I Nyoman dan Padmini, Tjok Istri Putra. 2009. Buku Ajar Analisis Tari
dan Gerak. Denpasar : Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar
Cokrohamijoyo. 1986. Pengetahuan Tari dan Bebebrapa Masalah Tari. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Dibia, I Wayan. 2012. Ilen-ilen Seni Pertunjukan Bali. Denpasar: Bali Mangsi
Djayus, I Nyoman. 1980. Teori Tari Bali. Denpasar: Sumber Mas Bali
Gunartha, I Wayan. 2009. Materi Kuliah Evaluasi Pembelajaran. IKIP PGRI
BALI. Denpasar
Nurkancana, Wayan dan Sunartana. 1992. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya:
Usaha Nasional
Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Bandung : Grafindo Persada
Suharso. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: Widya Karya
Supardjan. 1982. Pengantar Pengetahuan Tari. Jakarta: Departemen Pendidikan
Kebudayaan
Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady. 2004. Metodologi Penelitian
Sosial. Jakarta : Bumi Aksara
Page 54
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
53
PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL TALKSHOW “KICK ANDY”
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK PADA SISWA
KELAS XI IPA 1 SMA PGRI 4 DENPASAR
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Oleh
Komang Wahyu Hanggara, NIM.2010.II.I.0014
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah
Bidang ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Abstrak
Permasalahan yang dibahas atau menjadi pusat perhatian dalam penelitian
ini adalah apakah penggunaan media audio visual talkshow ”Kick Andy” dapat
meningkatkan kemampuan menyimak siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4
Denpasar tahun ajaran 2013/2014? dan bagaimanakah respon siswa kelas XI IPA
1 SMA PGRI 4 Denpasar tahun ajaran 2013/2014 terhadap penggunaan media
audio visual talkshow”Kick Andy” dalam meningkatkan kemampuan menyimak?.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah media audio visual
talkshow “Kick Andy” dapat meningkatkan kemampuan menyimak siswa kelas
XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar tahun ajaran 2013/2014 dan untuk mengetahui
respon siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar tahun ajaran 2013/2014
terhadap penggunaan media audio visual talkshow”Kick Andy” dalam
meningkatkan kemampuan menyimak.
Berdasakan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa penggunaan
media audio visual talkshow “Kick Andy” dapat meningkatkan kemampuan
menyimak dan respon siswa pada siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar
tahun pelajaran 2013/2014. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perolehan nilai
rata-rata pada refleksi awal sebesar 57,37, pada siklus I memperoleh nilai rata-rata
73,94, dan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 83,29 dengan kategori
baik. Di samping itu, hasil observasi respon siswa pada siklus I memperoleh rata-
rata 62,19 dengan kategori cukup tinggi dan pada siklus II meningkat menjadi
84,78 dengan kategori tinggi.
Kata kunci: media audio visual, menyimak
Abstract
The problems discussed or be the center of attention in this study is
whether the use of audio-visual media talk show "Kick Andy" can improve the
listening skills of students of class XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar academic
year 2013/2014? and how the response of students of class XI IPA 1 SMA PGRI 4
Denpasar academic year 2013/2014 on the use of audio-visual media talk show
"Kick Andy" in improving listening skills ?. The purpose of this study was to
Page 55
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
54
determine whether the audio-visual media talk show "Kick Andy" can improve the
listening skills of students of class XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar academic
year 2013/2014 and to study the response of the students of class XI IPA 1 SMA
PGRI 4 Denpasar academic year 2013 / 2014 on the use of audio-visual media
talk show "Kick Andy" in improving listening skills.
Based on the results of data analysis it can be concluded that the use of
audio-visual media talk show "Kick Andy" can enhance students' ability to listen
and respond to the students of class XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar academic
year 2013/2014. This can be seen from the results of the acquisition of the
average value of 57.37 at the beginning of reflection, in the first cycle to obtain an
average value of 73.94, and the second cycle increased to 83.29 with both
categories. In addition, the observation of student responses in cycle I gained an
average of 62.19 with a high enough category and the second cycle increased to
84.78 with the high category. In connection with the above results, the authors
suggest that studies teachers use audio-visual media in an effort to increase the
ability to listen and respond.
Keywords: audio-visual media, listening
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Keterampilan menyimak merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang
tercantum dalam kurikulum. Selama ini guru sering menggunakan media cetak
dan audio dalam melatih siswa menyimak. Penggunaan media ini tampaknya
belum mampu meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam menyimak.
Peneliti berkolaborasi dengan guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas XI
IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar menawarkan solusi untuk menggunakan media
audio visual Talkshow “Kick Andy” untuk melatih siswa menyimak. Media audio
visual talkshow ”Kick Andy” dipilih, karena media ini banyak mengangkat kisah-
kisah inspiratif perjalanan hidup seseorang. Selain itu talkshow ”Kick Andy”
dapat juga menggugah hati penyimaknya untuk menolong seseorang ataupun juga
dapat memberikan rasa simpati, sehingga penulis dapat berasumsi bahwa dengan
media audiovisual ini dapat melatih dan meningkatkan kemampuan siswa dalam
menyimak isi dari infomasi yang terdapat dalam talkshow ”Kick Andy” tersebut.
Penelitian ini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan memberikan solusi
Page 56
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
55
dalam upaya memperbaiki serta meningkatkan keterampiln berbahasa khususnya
menyimak serta meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Indonesia.
Permasalahan yang dibahas atau menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini
adalah apakah penggunaan media audio visual talkshow ”Kick Andy” dapat
meningkatkan kemampuan menyimak siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4
Denpasar tahun ajaran 2013/2014? dan bagaimanakah respon siswa kelas XI IPA
1 SMA PGRI 4 Denpasar tahun ajaran 2013/2014 terhadap penggunaan media
audio visual talkshow”Kick Andy” dalam meningkatkan kemampuan menyimak?.
2. Landasan Teori
Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) teori media,
dan (2) teori menyimak.
2.1 Teori Media
Dalam teori media ini akan dibahas beberapa hal yaitu: (1) pengertian
media, (2) pengertian media audio visual, dan (3) talkshow “Kick Andy”
2.1.1 Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harafiah berarti
tengah, perantara, atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara
atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Batasan lain telah
pula dikemukakan oleh para ahli yang sebagian diantaranya akan diberikan
berikut ini. AECT (Association of Education and Communication Technologi,
1977) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang
digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi (Arsyad, 2009:3)
Menurut Sadiman dkk, (2009:6) kata media berasal dari bahasa latin dan
merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harafiah berarti perantara
atau pengantar. Medoe adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke
penerima pesan.
Media adalah sarana perantara dalam proses pembelajaran sehingga
terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima (Daryanto, 2010:4)
Page 57
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
56
Jadi dapat disimpulkan bahwa media merupakan suatu alat penyampaian
pesan dari seseorang dengan menggunakan perantara atau pengantar.
2.1.2 Pengertian Media Audio Visual
Media audio visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur
gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi
kedua jenis media auditif (mendengar) dan visual (melihat). Media audio visual
merupakan sebuah alat bantu audio visual yang berarti bahan atau alat yang
dipergunakan dalam situasi belajar untuk membantu tulisan dan kata yang
diucapkan dalam menularkan pengetahuan, sikap, dan ide.
2.1.3 Talkshow “Kick Andy”
“Kick Andy” adalah sebuah tayangan yang memadukan pola news
konvensional dengan kreativitas pada On air Presentation, mengangkat isu-isu
aktual yang berkaitan langsung dengan kehidupan publik dan diletakan pada
bentuk acara televisi bernama Talkshow. Acara Talkshow “Kick Andy” dibawakan
secara apik oleh Andy F. Noya yang menyajikan topik-topik sosial, kesehatan,
pendidikan, budaya dan masalah kemasyarakatan lainnya. “Kick Andy” dirancang
untuk memberikan inspirasi bagi penonton, misalnya mereka yang cacat tidak
merasa terbatas dengan cacatnya, tidak merasa hidupnya hancur. Sebaliknya
mereka justru berprestasi, sehingga memotivasi penonton untuk memiliki
semangat hidup dan daya juang yang tinggi.
Kekuatan Talkshow “Kick Andy” adalah pada tema dan content (isi),
karena program ini mengasah kepekaan sosial dan selalu menyampaikan pesan
wacana kemanusiaan yang bersifat universal melalui narasumber yang kemudian
memberikan pernyataan-pernyataan bersifat motivasi positif untuk pemirsa
(Hafzah Ayu. Blogspot. com 2011).
Peneliti mengaitkan talkshow “Kick Andy” dengan kemampuan menyimak
adalah karena acara ini berisi banyak sekali pesan-pesan moral didalamnya
Page 58
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
57
sehingga dapat memberikan semangat untuk berkarya dan berbuat hal positif
untuk diri sendiri, dan lingkungan sekitar. Dan secara langsung dapat terjadi
proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian
untuk memperoleh informasi menangkap isi dari talkshow “Kick Andy”.
3. Wawasan Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah media audio visual
talkshow “Kick Andy” dapat meningkatkan kemampuan menyimak siswa kelas
XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar tahun ajaran 2013/2014 dan untuk mengetahui
respon siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar tahun ajaran 2013/2014
terhadap penggunaan media audio visual talkshow”Kick Andy” dalam
meningkatkan kemampuan menyimak.
METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini diawali dengan melakukan refleksi awal yang dilakukan tannpa
menggunakan media audio visual. Berdasarkan refleksi awal diperoleh informasi
bahwa siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar dalam menyimak isi
informasi masih sangat rendah. Peneliti mencoba mengadakan siklus I dengan
menggunakan media audio visual yang diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan menyimak isi informasi.
Perencanaan penelitian ini diawali dengan menyusunrencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), membuat media pembelajaran, instrument, dan menyusun
alat evaluasi pembelajaran. Tahap berikutnya adalah pelaksanaan tindakan yang
dimana dilaksanaakan berdasarkan langkah-langkah dalam RPP. Tahap observasi
dilakukan saat pembelajaran berlangsung dengan menggunaakan instrument yang
telah disediakan. Tahap refleksi dilakukan saat akhir pembelajaran, yang
bertujuan untuk memperoleh umpan balik di dalam menentukan tindakan
selanjutnya. Hasil dari refleksi siklus I ditindak lanjuti jika 75% siswa nelum
mencapai nilai KKM, dan diakhiri jika 75% siswa sudah mencapai nilai KKM.
Page 59
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
58
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4
Denpasar tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumalah 51 orang, yang terdiri atas
11 orang laki-laki dan 40 orang perempuan.
Data yang dihimpun adalah data berupa penilaian hasil tes menyimak isi
talkshow “Kick Andy” dan data hasil observasi terhadap respon siswa dalam
pembelajaran.
3. Bagaimana Data Dikumpulkan
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik penilaian
hasil tes siswa sebagai data kuantitatif dan data kualitatif diperoleh dari hasil tes
observasi.
Tes yang dijadikan instrumen adalah tes tulis dalam bentuk tugas, dengan
menyuruh siswa untuk menyimak talkshow “Kick Andy” kemudian siswa
menjawab pertanyaan mengenai isi jalannya talkshow. Tes ini bertujuan untuk
mengetahui peningkatan keterampilan menyimak talkshow “Kick Andy” dengan
menggunakan media audio visual.
Adapun instrument yang dilakukan untuk mengumpulkan data kuantitatif atau
instrument observasi sebagai berikut.
NO
Nama Siswa
Indikator
SM
SS
Ket. A B C D E
Total Skor
Rata-rata
Page 60
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
59
Keterangan Indikator:
A = Minat Siswa
B = Keseriusan Siswa Mendengarkan Materi Pelajaran
C = Aktif Bertanya dengan Teman
D = Aktif Bertanya dan Mengemukakan Pendapat dengan Guru
E = Kedisiplinan Murid dalam Mengikuti Pelajaran
Keterangan Skor
Sangat baik : skor 5 Kurang baik : skor 2
Baik : skor 4 Sangat kurang baik : skor 1
Cukup baik : skor 3
4. Bagaimana Data Dianalisis
Adapun metode yang akan digunakan untuk mengolah data dalam penelitian ini
adalah metode statistik deskriptif. Sesuai dengan metode yang digunakan dalam
mengolah data penelitian ini, maka ditempuh langkah-langkah sebagai berikut.
a. Mengubah skor mentah menjadi skor standar, yaitu dengan cara:
1. Menentukan skor maksimal ideal (SMI)
2. Membuat pedoman konversi
b. Mencari skor rata-rata
c. Menentukan kriteria predikat
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Untuk refleksi awal nilai rata-rata siswa sebesar 53,37. Pada siklus I hasil
siswa yakni, 26 orang siswa atau 51% siswa memperoleh predikat baik, 23 orang
siswa atau 45% siswa memperoleh predikat cukup, dan 3 orang siswa atau 6%
siswa memperoleh predikat kurang, sehingga diperoleh skor rata-rata siklus I
adalah 73,98%.
Hasil tes siklus II menunjukan adanya peningkatan dilihat dari hasil
kemampuan menyimak melalui media audio visual talkshow ”Kick Andy” pada
kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar yaitu, 9 orang siswa atau 18% siswa
Page 61
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
60
memperoleh predikat baik sekali, 39 orang siswa atau 76% siswa memperoleh
predikat baik, dan 3 orang siswa atau 6% memperoleh predikat cukup, sehingga
memperoleh skor rata-rata siklus II adalah 83,39.
Berdasarkan hasil observasi siklus I dapat digambarkan hahwa hasil
respon siswa terhadap penggunaan media audio visual talkshow “Kick Andy”
dalam meningkatkan kemampuan menyimak siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4
Denpasar dapat diketahui yaitu 4 orang siswa atau 8% siswa memperoleh predikat
tinggi, 42 orang siswa atau 82% memperoleh predikat sedang, dan 5 orang siswa
atau 10% memperoleh predikat rendah. Skor tertinggi adalah 20 dan skor terendah
adalah 13 sehingga memperoleh skor rata-rata 62,19 yang termasuk ke dalam
katagori sedang.
Hasil observasi siswa pada siklus II menunjukan ada peningkatan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan siklus I. Hasil respon siswa terhadap
penggunaan media audio visual talkshow “Kick Andy” dalam meningkatkan
kemampuan menyimak pada siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar yaitu,
23 orang siswa atau 45% memperoleh skor predikat sangat tinggi, 26 orang siswa
atau 51% siswa memperoleh skor predikat tinggi, dan 2 orang siswa atau 4%
siswa memperoleh predikat sedang. Skor tertinggi adalah 24 dan skor terendah
adalah 17 sehingga memperoleh skor rata-rata 84,78.
SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang diperoleh di kelas XI IPA 1
SMA PGRI 4 Denpasar tahun pelajaran 2013/2014 tentang penggunaan media
audio visual talkshow “Kick Andy” untuk meningkatkan kemampuan menyimak
dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Penggunaan media audiovisual talkshow “Kick Andy” dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar
Page 62
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
61
dalam menyimak isi informasi. Hal ini dapat dilihat dari adanya
peningkatan hasil tes siswa dari sebelum melakukan tindakan hingga
pelaksanaan siklus II. Hasil rata-rata yang diperoleh siswa pada refleksi
awal sebesar 58,33, pada siklus I meningkat menjadi 73,98 dan pada siklus
II meningkat menjadi 83,39. Secara klasikal hasil belajar meningkat 51%
pada siklus I dan kemudian meningkat lagi menjadi 94% pada siklus II.
2. Respon siswa terhadap pembelajaran menyimak isi informasi melalui
penggunaan media audio visual talkshow “Kick Andy” yang diterapkan
guru bidang studi pada siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar
mengalami peningkatan skor rata-rata yaitu dari siklus I sebesar 62,03
dengan kategori cukup tinggi dan pada siklus II meningkat menjadi 84,78
dengan kategori tinggi
2. Saran
Berdasarkan simpulan di atas dianjurkan beberapa saran sebagai tindak lanjut
dari penelitian yang telah dilakukan guna meningkatkan pembelajaran bahasa
Indonesia kedepannya sebagai berikut.
1. Bagi siswa penggunaan media audio visual talkshow “Kick Andy” dapat
digunakan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan
menyimak dan memotivasi siswa dalam belajar.
2. Guru bidang studi bahasa Indonesia, diharapkan dapat memanfaatkan
media audio visual talkshow “Kick Andy” sebagai slah satu cara didalam
kegiatan belajar mengajar dan dilaksanakan lebih kreatif dan inovatif agar
hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.
3. Peneliti lain juga dapat melakukan penelitian sejenis berkaitan dengan
pengguaan media audio visual talkhow “Kick Andy” dalam pembelajaran
menyimak isi informasi di sekolah lain. Diharapkan juga peneliti lain
dapat melakukan penelitian selanjutnya dalam berbagai variasi untuk
mengembangkan penelitian ini dan diharapkan mendapat hasil yang lebih
baik.
Page 63
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
62
DAFTAR RUJUKAN
Arsyad, Azhar. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Daryanto. 2011. Media Pembelajaran. Bandung: Sarana Tutorial Nurani Sejahtera.
Merdhana, I Nyoman. 1984. Dasar-Dasar Menyimak Efektif. Singaraja: UNUD.
Narbuko dan Achmadi. 2012. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Nurkencana dan Sunartana. 1992. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha
Nasional.
Paizaluddin dan Ermalinda. 2013. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research) Panduan Teoritis dan Praktis. Bandung: Alfabeta.
Sadiman, dkk. 2009. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pers.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi, Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sulatra, dkk. 2013. Dinamika Bahasa Media. Denpasar: Udayana University
Press.
Tarigan, Henry Guntur. 1983. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Page 64
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
63
KEMAMPUAN MEMBUAT SENI KRIYA LOGAM DUA DIMENSI
MENGGUNAKAN BAHAN PLAT KUNINGAN DENGAN TEKNIK UKIR
OLEH SISWA KELAS XII SMAN 1 GUNUNGSARI
KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Oleh:
Moh. Nanang Kosim, Nim. 2011.II.3.0017
Program Studi Pendidikan Seni Rupa
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
Abstrak
Kabupaten Lombok Barat merupakan pusat daerah pariwisata di Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Sebagai penunjang kemajuan pariwisata, diperlukan seni
kerajinan yang dapat dijadikan sebagai produk andalan yaitu seni kriya logam plat
kuningan. Seni kriya logam plat kuningan sangat menarik untuk diangkat sebagai
bahan penelitian, mengingat kerajinan ini sangat jarang ditemukan di daerah
Lombok yang benar-benar hasil kerajinan lokal. Barang kriya logam plat
kuningan yang selama ini beredar di Lombok kebanyakan berasal dari Pulau
Jawa. Oleh sebab itu, kerajinan kriya logam plat kuningan ini sangat memiliki arti
dalam penelitian ini untuk menunjang perkembangan kerajinan di Pulau Lombok.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan
yaitu: bagaimanakah kemampuan membuat seni kriya logam dua dimensi
menggunakan bahan plat kuningan dengan teknik ukir oleh siswa kelas XII
SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2013/2014?.
Dalam penelitian ini metode penentuan subjek menggunakan penelitian
sampel dan yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas XII SMAN 1
Gunungsari Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah
67 sampel siswa. Metode pendekatan subjek menggunakan metode empiris.
Metode pengumpulan data menggunakan metode tes tindakan dan metode
pengolahan datanya adalah analisis statistik deskriptif.
Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan dapat ditarik
kesimpulan bahwa kemampuan membuat seni kriya logam dua dimensi
menggunakan bahan plat kuningan dengan teknik ukir oleh siswa kelas XII
SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2013/2014
memperoleh nilai rata-rata 78 dan berpredikat baik.
Kata kunci: seni kriya logam, dua dimensi
Abstract
West Lombok is the center of tourism in West Nusa Tenggara Province. As
a support to the advancement of tourism, craft needed which can serve as a
flagsship product that is a brass plate metal craft art. Craft art metal plate is very
interesting to be appointed as a research material, considering this craft is very
rarely found in the area of Lombok truly local handicrafts. Items metal craft brass
plate that had been circulating in Lombok mostly from Java. Therefore, craft
Page 65
64
metal craft brass plate is very meaningful in this research to support the
development of the craft on the island of Lombok.
Based on this background, the problem can be formulated as follows: how
is ability to create two-dimensional metal craft art using materials with a brass
plate carving techniques by class XII students of SMAN 1 Gunungsari West
Lombok academic year 2013/2014 ?.
In this study, subjects using the method of determination of the sample and
the research that is the subject of research is a class XII student of SMAN 1
Gunungsari West Lombok academic year 2013/2014, amounting to 67 samples of
students. Method approaches the subject using empirical methods. Methods of
data collection using the test method measures and data processing methods are
descriptive statiscal analysis.
Based on the research and data analysis that has been done can be
concluded that the ability to create two-dimensional metal craft art using
materials with a brass plate carving techniques by class XII students of SMAN 1
Gunungsari West Lombok academic year 2013/2014 obtain the average value of
78 and predicated good.
Keywords: metal craft art, two-dimensional
PENDAHULUAN
Perkembangan budaya lokal suatu daerah dipengaruhi oleh perkembangan
masyarakat yang ada di daerah tersebut. Budaya lokal tidak terlepas dari pengaruh
seni rupa. Seni memiliki fungsi yang dapat dirasakan secara langsung maupun
tidak langsung bagi manusia. Fungsi yang secara langsung dapat dirasakan adalah
sebagai media untuk berekspresi diri, berkomunikasi, bermain, dan menyalurkan
bakat yang dimiliki. Secara tidak langsung, manusia dapat memperoleh manfaat
pendidikan melalui pengembangan berbagai kemampuan dasarnya untuk belajar.
Seni rupa dapat dibagi menjadi dua yaitu seni rupa murni dan seni rupa
terapan. Seni rupa murni mengutamakan segi keindahan saja, sedangkan seni rupa
terapan mengutamakan fungsi dan keindahan dari benda kriya yang biasa disebut
seni kriya terapan. Misalnya dari sekian banyak seni kriya terapan yang ada di
Lombok, yakni perkembangan seni kriya terapan dengan bahan plat kuningan
masih kurang dijumpai di pasar-pasar seni, dibandingkan dengan barang kriya
terapan lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh minat para pengerajin yang belum secara
maksimal mengeksplorasi kerajinan ini.
Page 66
65
Seni kriya logam plat kuningan sangat menarik untuk diangkat sebagai
bahan penilitian, mengingat kerajinan ini sangat jarang ditemui di daerah Lombok
yang benar-benar hasil kerajinan lokal. Barang kriya logam yang selama ini
beredar di Lombok kebanyakan berasal dari Pulau Jawa. Oleh sebab itu, kerajinan
kriya logam plat kuningan sangat memiliki arti dalam penelitian ini untuk
menunjang perkembangan kerajinan di Pulau Lombok.
Melihat permasalahan di atas, tenaga pendidik pelajaran seni budaya yang
mengajar pada SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat mencoba untuk
memperkenalkan kerajinan plat kuningan dengan teknik ukir kepada peserta didik
yang duduk dikelas XII. Hal ini dilakukan agar kerajinan bahan plat kuningan
dapat berkembang dan meningkatkan keterampilan bagi siswa karena mereka
akan menjadi tulang punggung untuk meningkatkan perekonomian masyarakat
sekitar. Mengingat letak geografis SMAN 1 Gunungsari yang dekat dengan
daerah pariwisata pantai Senggigi.
Manfaat yang dapat diperoleh siswa setelah mempelajari seni kriya dua
dimensi menggunakan bahan logam plat kuningan adalah dapat mengembangkan
bakat dan kreativitasnya dalam berkarya dan menciptakan peluang usaha untuk
memajukan perekonomian masyarakat sekitar.
Dengan berbagai keunggulan serta potensi yang dimiliki oleh SMAN 1
Gunungsari Kabupaten Lombok Barat diharapkan menghasilkan alumni yang
menguasai ilmu pengetahun dan teknologi serta memiliki bekal keterampilan yang
dapat diterapkan di masyarakat. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui kemampuan siswa SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat
dalam membuat seni kriya terapan menggunakan bahan plat kuningan dengan
tenik ukir. Penelitian difokuskan pada siswa kelas XII. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui kemampuan siswa dalam membuat seni kriya logam dua dimensi
menggunakan bahan plat kuningan dengan teknik ukir.
Pemilihan kemampuan siswa dalam membuat seni kriya terapan
menggunakan bahan plat kuningan sebagai obyek penelitian adalah selain seni
kriya dua dimensi dengan bahan plat kuningan diajarkan pada kelas XII juga
disebabkan para siswa ini akan menjadi tulang punggung yang akan meneruskan
Page 67
66
perkembangan budaya ke depan khususnya kerajinan logam plat kuningan yang
belum banyak diekplorasi oleh perajin lokal. Dengan adanya penelitian ini akan
mampu meningkatkan pertumbuhan barang kerajinan logam plat kuningan di
Pulau Lombok dan ketersediaan bahan baku plat yang semakin mudah didapatkan
untuk menunjang perkembangannya. Seni kriya logam dua dimensi plat kuningan
merupakan kerajinan yang memerlukan kesabaran dan ketelitian yang tinggi
dalam proses pembuatannya untuk menghasilkan barang kerajinan logam plat
kuningan yang dapat bersaing dengan daerah lainnya
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kemampuan
membuat seni kriya logam dua dimensi menggunakan bahan plat kuningan
dengan teknik ukir oleh siswa kelas XII SMAN 1 Gunungsari Kabupaten
Lombok Barat tahun pelajaran 2013/2014 ?
Adapun landasan teori yang digunakan sebagai penjelasan wawasan
berfikir untuk mengarahkan seluruh penelitian ini yaitu: 1) pengertian seni kriya ,
2) unsur-unsur seni kriya dua dimensi, 3) sejarah singkat seni ukir Indonesia, 4)
sejarah seni kriya tembaga, kuningan dan aluminium di Indonesia, 5) langkah
dalam pembuatan seni kriya dua dimensi menggunakan bahan logam plat
kuningan.
METODE
Metode penentuan subjek yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
penelitian sampel. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.
Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan
hasil penelitian sampel (Arikunto, 2010:174). Subjek penelitian adalah siswa
kelas XII SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran
2013/2014 sebanyak 67 siswa. Metode pendekatan subjek penelitian yang
digunakan adalah metode empiris yaitu metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek alamiah (Riduwan, 2011:51).
Metode pengumpulan data menggunakan metode tes tindakan. Tes adalah
serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur
keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh
Page 68
67
individu atau kelompok (Arikunto, 2010:193). Metode pengolahan data
menggunakan analisis statistik deskriptif yaitu dengan mendeskripsikan fakta-
fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya yang diikuti dengan
interprestasi secara rasional. Analisis statistik deskriptif hanya dipergunakan
untuk menyajikan dan menganalisis data agar lebih bermakna dan komunikatif
yang disertai perhitungan sederhana yang bersifat memperjelas keadaan atau
karakteristik data yang bersangkutan.
HASIL
Hasil penelitian tentang kemampuan membuat seni kriya logam dua
dimensi menggunakan bahan plat kuningan dengan teknik ukir oleh siswa kelas
XII SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2013/2014
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1 : Data Skor Kemampuan Membuat Seni Kriya Logam Dua Dimensi
Menggunakan Bahan Plat Kuningan dengan Teknik Ukir Oleh Siswa
Kelas XII SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Tahun
Pelajaran 2013/2014
No
Nama Sampel
Kelas Kriteria Penilaian
Jumlah A B C D E
1 Ade Andriyan XII IPA.1 15 16 16 16 15 78
2 Baiq Septina Hardianti XII IPA.1 18 16 20 18 18 90
3 Dita Almina Fuady XII IPA.1 16 16 15 14 14 75
4 Husniatun Iza XII IPA.1 15 15 14 16 15 75
5 Lalu M. Ibnul Ghifari XII IPA.1 13 14 15 15 14 71
6 M. Mahbubirrahman XII IPA.1 15 14 14 14 14 71
7 Musirin XII IPA.1 13 13 14 15 15 70
8 Siti Nurazizah XII IPA.1 15 15 15 15 15 75
9 Arif Rahman Hakim XII IPA.2 14 15 14 15 14 72
10 Ulyani Hidayah XII IPA.2 14 15 13 14 14 70
11 Baiq Hariani XII IPA.2 14 15 13 13 15 70
12 Sri Wahyuni Ningsih XII IPA.2 15 15 15 15 14 74
13 Devi Arista XII IPA.2 13 13 15 16 14 71
14 Ridho Hastawan XII IPA.2 15 15 15 15 15 75
15 Eva Hidayati XII IPA.2 15 15 15 14 14 73
16 Nita Sopiana XII IPA.2 16 16 16 16 18 82
17 Adi Rivanto XII IPA.3 17 16 18 17 17 85
18 Yulia Putri Mantika XII IPA.3 14 15 16 15 15 75
19 Ayu Ningsih XII IPA.3 18 15 18 16 15 82
20 Sumiati XII IPA.3 16 15 18 16 15 80
21 Baiq Jayanti Putri XII IPA.3 12 13 15 15 15 70
Page 69
68
22 Ro’yatul Isnaeni XII IPA.3 14 15 15 15 15 74
23 Dini Ulfiyati XII IPA.3 15 15 15 15 15 75
24 Rijalul Huda XII IPA.3 17 16 18 16 16 83
25 Aziz Rohman XII IPA.4 13 14 15 15 14 71
26 Zulharman XII IPA.4 17 16 17 17 13 80
27 Desak Kadek Yuli A. XII IPA.4 17 17 16 18 17 85
28 Toni Hermansyah XII IPA.4 15 15 15 15 15 75
29 Dewa Nyoman Budiana XII IPA.4 15 15 15 16 14 75
30 Sabarudin XII IPA.4 16 15 16 15 16 78
31 I Ketut Mantra XII IPA.4 14 14 15 15 15 73
32 Ni Nyoman Wiwin S. XII IPA.4 16 15 15 16 16 78
33 Achmad Nanda P. XII IPS.1 15 15 16 15 14 75
34 Zara Hirly Parrani XII IPS.1 18 16 18 17 17 86
35 Andi Riawan XII IPS.1 17 16 18 17 17 85
36 Tery Selem Oktavari XII IPS.1 16 16 16 16 15 79
37 Baiq Yayuk Saputri XII IPS.1 16 16 16 16 17 81
38 Rudiman XII IPS.1 15 15 15 15 14 74
39 Ilhamudin XII IPS.1 16 16 16 16 15 79
40 Rismayani XII IPS.1 18 18 18 18 18 90
41 Indra Kurniawan XII IPS.1 15 16 15 15 16 77
42 Reza Bahtiar XII IPS.1 16 14 15 15 15 75
43 Abdul Aziz XII IPS.2 15 15 15 15 15 75
44 Yuliana Irmawanti XII IPS.2 15 15 16 16 16 78
45 Arie Kusuma Hadi XII IPS.2 16 16 17 17 17 80
46 Wasiah XII IPS.2 15 15 15 16 16 78
47 Dian Malaya Putra XII IPS.2 16 16 15 16 17 80
48 Siti Mahani XII IPS.2 15 16 15 17 18 81
49 Fitriani XII IPS.2 15 15 16 17 17 80
50 Riza umami XII IPS.2 16 15 15 18 16 80
51 Hasnawati XII IPS.2 14 15 14 15 15 73
52 Paice Imas Nurjanah XII IPS.2 15 17 15 17 16 80
53 Ahmad Junaidi XII IPS.3 17 16 16 16 17 82
54 Siti Mardiana XII IPS.3 17 16 17 17 18 85
55 Asri Irawan XII IPS.3 15 17 15 17 16 80
56 Sabda Karamul Huda XII IPS.3 15 16 15 16 16 78
57 Bayu Arryan XII IPS.3 15 17 15 17 16 80
58 Rohil Yati XII IPS.3 17 16 17 17 18 85
59 Erwin Hidayat XII IPS.3 17 16 17 17 18 85
60 Ririn Sutami XII IPS.3 17 16 16 16 17 82
61 Husni Thamrin XII IPS.3 15 14 14 15 15 73
62 Atmamudin Yasin XII Bahasa 14 14 14 15 15 72
63 Siti Suhadah XII Bahasa 15 14 14 15 15 73
64 Ela Kartika XII Bahasa 15 15 15 15 15 75
65 Rizanum Ilham XII Bahasa 15 15 15 15 15 75
66 Harnianti XII Bahasa 16 16 16 17 17 82
67 Muhammad Zul Aidiy XII Bahasa 16 15 16 16 17 80
Jumlah
1032
1025
1044
1058
1047
5204
Page 70
69
Keterangan :
A = Bentuk
B = Proporsi
C = Komposisi,
D = Keseimbangan
E = Kerapian Karya
Langkah selanjutnya adalah mengubah skor mentah menjadi skor standar
yang dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2 : Skor Kemampuan dan Predikat Membuat Seni Kriya Logam Dua
Dimensi Menggunakan Bahan Plat Kuningan dengan Teknik Ukir
Oleh Siswa Kelas XII SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat
Tahun Pelajaran 2013/2014
No
Nama Sampel
L/P
Kelas
Skor
Mentah
Skor
Standar
Predikat
1 Ade Andriyan L XII IPA.1 78 78 Baik
2 Baiq Septina Hardianti P XII IPA.1 90 90 Baik Sekali
3 Dita Almina Fuady P XII IPA.1 75 75 Baik
4 Husniatun Iza P XII IPA.1 75 75 Baik
5 Lalu M. Ibnul Ghifari L XII IPA.1 71 71 Baik
6 M. Mahbubirrahman L XII IPA.1 71 71 Baik
7 Musirin P XII IPA.1 70 70 Cukup
8 Siti Nurazizah P XII IPA.1 75 75 Baik
9 Arif Rahman Hakim L XII IPA.2 72 72 Baik
10 Ulyani Hidayah P XII IPA.2 70 70 Cukup
11 Baiq Hariani P XII IPA.2 70 70 Cukup
12 Sri Wahyuni Ningsih P XII IPA.2 74 74 Baik
13 Devi Arista P XII IPA.2 71 71 Baik
14 Ridho Hastawan L XII IPA.2 75 75 Baik
15 Eva Hidayati P XII IPA.2 73 73 Baik
16 Nita Sopiana P XII IPA.2 82 82 Baik
17 Adi Rivanto L XII IPA.3 85 85 Baik
18 Yulia Putri Mantika P XII IPA.3 75 75 Baik
19 Ayu Ningsih P XII IPA.3 82 82 Baik
20 Sumiati P XII IPA.3 80 80 Baik
21 Baiq Jayanti Putri P XII IPA.3 70 70 Cukup
22 Ro’yatul Isnaeni P XII IPA.3 74 74 Baik
23 Dini Ulfiyati P XII IPA.3 75 75 Baik
24 Rijalul Huda L XII IPA.3 83 83 Baik
25 Aziz Rohman L XII IPA.4 71 71 Baik
Page 71
70
26 Zulharman L XII IPA.4 80 80 Baik
27 Desak Kadek Yuli A. P XII IPA.4 85 85 Baik
28 Toni Hermansyah L XII IPA.4 75 75 Baik
29 Dewa Nyoman Budiana L XII IPA.4 75 75 Baik
30 Sabarudin L XII IPA.4 78 78 Baik
31 I Ketut Mantra L XII IPA.4 73 73 Baik
32 Ni Nyoman Wiwin S. P XII IPA.4 78 78 Baik
33 Achmad Nanda Pratama L XII IPS.1 75 75 Baik
34 Zara Hirly Parrani P XII IPS.1 86 86 Baik Sekali
35 Andi Riawan L XII IPS.1 85 85 Baik
36 Tery Selem Oktavari P XII IPS.1 79 79 Baik
37 Baiq Yayuk Saputri P XII IPS.1 81 81 Baik
38 Rudiman L XII IPS.1 74 74 Baik
39 Ilhamudin L XII IPS.1 79 79 Baik
40 Rismayani P XII IPS.1 90 90 Baik Sekali
41 Indra Kurniawan L XII IPS.1 77 77 Baik
42 Reza Bahtiar L XII IPS.1 75 75 Baik
43 Abdul Aziz L XII IPS.2 75 75 Baik
44 Yuliana Irmawanti P XII IPS.2 78 78 Baik
45 Arie Kusuma Hadi L XII IPS.2 80 80 Baik
46 Wasiah P XII IPS.2 78 78 Baik
47 Dian Malaya Putra L XII IPS.2 80 80 Baik
48 Siti Mahani P XII IPS.2 81 81 Baik
49 Fitriani P XII IPS.2 80 80 Baik
50 Riza umami P XII IPS.2 80 80 Baik
51 Hasnawati P XII IPS.2 73 73 Baik
52 Paice Imas Nurjanah P XII IPS.2 80 80 Baik
53 Ahmad Junaidi L XII IPS.3 82 82 Baik
54 Siti Mardiana P XII IPS.3 85 85 Baik
55 Asri Irawan L XII IPS.3 80 80 Baik
56 Sabda Karamul Huda L XII IPS.3 78 78 Baik
57 Bayu Arryan L XII IPS.3 80 80 Baik
58 Rohil Yati P XII IPS.3 85 85 Baik
59 Erwin Hidayat L XII IPS.3 85 85 Baik
60 Ririn Sutami P XII IPS.3 82 82 Baik
61 Husni Thamrin L XII IPS.3 73 73 Baik
62 Atmamudin Yasin L XII Bahasa 72 72 Baik
63 Siti Suhadah P XII Bahasa 73 73 Baik
64 Ela Kartika P XII Bahasa 75 75 Baik
65 Rizanum Ilham L XII Bahasa 75 75 Baik
66 Harnianti P XII Bahasa 82 82 Baik
67 Muhammad Zul Aidiy L XII Bahasa 80 80 Baik
Jumlah 5204 Xi = 5204
Page 72
71
Skor rata-rata yang diperoleh siswa dalam penelitian kemampuan membuat
seni kriya logam dua dimensi menggunakan bahan plat kuningan dengan teknik
ukir oleh siswa kelas XII SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat tahun
pelajaran 2013/2014 adalah:
Diketahui :
∑xi = 5204
N = 67
Me = ….?
Jadi, Me = 5204
67
= 77,67
= 78
BAHASAN
Sesuai dengan pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan mengenai
kemampuan membuat seni kriya logam dua dimensi menggunakan bahan plat
kuningan dengan teknik ukir oleh siswa kelas XII SMAN 1 Gunungsari
Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2013/2014 memiliki kemampuan
penerapan kriya logam dua dimensi berpredikat baik. Hal ini dapat dilihat dari
skor rata-rata yang diperoleh siswa sebesar 78 dimana dalam kriteria predikat skor
78 dikategorikan baik.
Data hasil tes tindakan kemampuan membuat kriya logam dua dimensi
menggunakan bahan plat kuningan dengan teknik ukir oleh siswa kelas XII
SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2013/2014
diketahui 3 siswa atau 4,48 % memperoleh skor 86 – 100 berpredikat baik sekali,
60 siswa atau 89,55 % memperoleh skor 71 – 85 berpredikat baik, 4 siswa atau
5,97 % memperoleh skor 56 – 70 berpredikat cukup.
Page 73
72
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
kemampuan membuat seni kriya logam dua dimensi menggunakan bahan plat
kuningan dengan teknik ukir oleh siswa kelas XII SMAN 1 Gunungsari
Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2013/2014 berpredikat baik. Hal
tersebut terbukti dengan presentase sebagai berikut:
a) Siswa yang memperoleh rentangan skor 86 – 100 sebanyak 3 siswa
dengan presentase 4,48 % berpredikat baik sekali.
b) Siswa yang memperoleh rentangan skor 71 – 85 sebanyak 60 siswa
dengan presentase 89,55 % berpredikat baik.
c) Siswa yang memperoleh rentangan skor 56 – 70 sebanyak 4 siswa
dengan presentase 5,97 % berpredikat cukup.
Saran – saran
Dari simpulan hasil penelitian di atas, dapat diajukan beberapa saran-saran
untuk terus meningkatkan kualitas hasil karya dalam proses belajar mengajar
sebagai bahan tindak lanjut sebagai berikut:
1. Siswa kelas XII SMAN 1 Gunungsari harus banyak melakukan
latihan dalam membuat karya seni kriya logam dua dimensi
menggunakan bahan plat kuningan untuk menghasilkan karya yang
lebih baik.
2. Siswa kelas XII SMAN 1 Gunungsari harus banyak melakukan
latihan dan penguasaan pembuatan bentuk, proporsi, komposisi,
keseimbangan, dan kerapian karya yang baik agar menghasilkan
kerajinan plat kuningan yang bermutu tinggi dan dapat menjadi
produk andalan sehingga dapat mendukung industri pariwisata di
Lombok Barat.
3. Buku-buku penunjang tentang seni kriya terapan harus ditingkatkan
pengadaannya untuk menunjang proses kegiatan belajar mengajar di
sekolah.
Page 74
73
4. Peranan guru dalam membimbing sangat penting untuk
mengembangkan kemampuan dan bakat siswa secara maksimal.
5. Dengan adanya pelajaran seni kriya logam dua dimensi di SMA
Negeri 1 Gunungsari dapat menggali bakat dan potensi siswa dalam
mengembangkan produk lokal yang dapat bersaing dengan daerah
lainnya.
Demikianlah saran-saran yang dapat penulis sampaikan, semoga hasil
penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswa dan guru bidang studi seni budaya serta
pengembangan kurikulum dalam proses belajar mengajar di sekolah.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi.(2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
cetakan Ke-14, Jakarta: Rineka Cipta
Bahari, Nooryan. (2008). Kritik Seni Wacana, Apresiasi dan Kreasi, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Djelantik, A.A.M.,(2008). Estetika Sebuah Pengantar. Cetakan ke-8. Jakarta :
Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI)
Gunarta, I Wayan. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Denpasar : Fakultas
Pendidikan Bahasa Dan Seni, Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
(IKIP) PGRI Bali
Kurikulum SMAN 1 Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat
Riduwan, (2011). Belajar Mudah penelitian Untuk Guru – Karyawan dan
Peneliti Pemula. Cetakan ke-7.Bandung: CV. Alfabeta
Sachari, Agus, (2007). Seni Rupa & Desain untuk SMA kelas X, XI, Jakarta :
Penerbit Erlangga
Sukandarrumidi, (2012). Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti
Pemula, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Suryahadi, A. Agung, (2008). Seni Rupa SMK Jilid 1, Menjadi Sensitif, Kreatif,
Apresiatif dan Produktif, Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
Page 75
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
74
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN TERHADAP ANGGAH-
UNGGUHING LENGKARA BASA BALI PADA SISWA KELAS XI TB1
SMK PARIWISATA WERDHI SILAKUMARA SILAKARANG, GIANYAR
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
oleh
Ni Putu Yulia Eka Rupini, NIM 2010.II.2.0047
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah
Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Bali
Abstrak
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas yang bertujuan
untuk (1) meningkatkan pemahaman siswa terhadap anggah-ungguhing lengkara
basa Bali dengan model pembelajaran berbasis masalah dan (2) meningkatkan
respon siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Penelitian dilakukan
dalam dua siklus yang terdiri dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap
observasi, dan tahap refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI TB1
SMK Pariwisata Werdhi Silakumara Silakarang, Gianyar tahun pelajaran
2013/2014 yang berjumlah 36 orang. Objek penelitian adalah meningkatkan
pemahaman siswa terhadap anggah-ungguhing lengkara basa Bali. Data
dikumpulkan dengan metode tes, observasi, dan kuesioner, kemudian diolah
menggunakan metode ststistik deskriptif. Temuan penelitian adalah pemahaman
siswa kelas XI TB1 SMK Pariwisata Werdhi Silakumara, Gianyar tahun pelajaran
2013/2014 terhadap anggah-ungguhing lengkara basa Bali dan respon siswa
mengalami peningkatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) rata-rata
hasil belajar pada observasi awal sebesar 70,69 dengan ketuntasan belajar hanya
13,88%. Pada siklus I meningkat menjadi 72,58 dengan ketuntasan belajar
44,44%. Pada siklus II hasil belajar mengalami peningkatan menjadi 85,81 dengan
ketuntasan belajar 91,67%. (2) Respon siswa selama proses pembelajaran
berlangsung meningkat dari 31,50 dengan kategori cukup positif pada siklus I
menjadi 42,27 dengan kategori sangat positif pada siklus II.
Kata kunci: pembelajaran berbasis masalah, anggah-ungguhing lengkara
Abstract
This research is classroom action research (CAR) that purpose to (1)
increase the student’s understanding about anggah-ungguhing lengkara basa Bali
using problem based learning model and (2) increase the student’s responses
during the learning process. This research carried in two cycles that consist of
planning phase, implementation phase, observation and evaluation phase, and
reflection phase. The subject were students XI TB1 SMK Pariwisata Werdhi
Page 76
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
75
Silakumara Silakarang, Gianyar of School Year 2013/2014. The object
was increase the the student’s understanding about anggah-ungguhing lengkara
basa Bali using problem based learning model. The results collected by testing
method, observation method, and questionnaire method, then will processed by
descriptive statistics method. The findings of this research are the student’s
understanding about anggah-ungguhing lengkara basa Bali was increase and the
responses during the learning process was increase too. The results show that (1)
the class average score in first observation around 70,69 with classical
exhaustiveness just 13,88%. In the first cycle increase to 72,58 with classical
exhaustiveness 44,44%. In the second cycle increase again to 85,81 with classical
exhaustiveness 91,67%. (2) The response during learning process increase from
31,50 with quite positive category in first cycle to 42,27 with extremely positive
category in the second cycle.
Keywords: problem based learning, anggah-ungguhing lengkara
PENDAHULUAN
Pengajaran bahasa Bali di sekolah bertujuan mengembangkan
pembendaharaan bahasa Bali siswa berdasarkan pembendaharaan bahasa Bali
yang dimiliki, baik jumlah kata, kalimat, maupun wacana serta mempersiapkan
siswa untuk melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa Bali yang
alamiah. Pengajaran bahasa Bali di sekolah menengah kejuruan (SMK) meliputi
empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, menulis, dan
mendengarkan. Keempat keterampilan tersebut didukung pula oleh aspek-aspek
kebahasaan yang mencakup aspek fonologi, morfologi (kata), sintasksis (kalimat),
dan wacana. Dalam silabus kelas XI yang digunakan di SMK Pariwisata Werdhi
Silakumara Silakarang, Gianyar aspek kebahasaan yang diajarkan adalah sintaksis
(kalimat) yakni anggah-ungguhing lengkara basa Bali.
Sebagai salah satu bahasa daerah yang patut dilestarikan sekaligus sebagai
bahasa ibu, pemahaman dan penguasaan bahasa Bali sangat penting. Terlebih
dalam masyarakat Bali terdapat stratatifikasi sosial yang berbeda dan memiliki
tingkatan tertentu sehingga mengharuskan seseorang untuk berbicara hormat dan
sopan (masor singgih) dengan lawan bicara dalam situasi tertentu. Kebiasaan
berbahasa Bali pada umumnya berawal dari lingkungan keluarga, tetapi
keberadaan pulau Bali sebagai pulau pariwisata seolah menggeser mindset orang
tua agar lebih mengedepankan pendidikan bahasa asing bagi anak daripada bahasa
Page 77
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
76
Bali atau bahasa ibu. Pengetahuan orang tua dalam sebuah keluarga terhadap
bahasa Bali cenderung hanya setengah-setengah sehingga tampak semacam
kekakuan ketika orang tua menggunakan bahasa Bali. Melihat permasalahan ini,
satu-satunya harapan untuk membuat anak belajar bahasa Bali adalah di sekolah.
Namun, kenyataan di sekolah pun menunjukkan siswa hanya menerima
pengetahuan begitu saja dari guru dan kurang mampu mengaplikasikan
pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan observasi awal
yang dilakukan di SMK Pariwisata Werdhi Silakumara, ditemukan adanya
beberapa masalah yang dihadapi guru dalam mengajar bahasa Bali khususnya
materi anggah-ungguhing lengkara, yakni siswa belum memahami materi
anggah-ungguhing lengkara basa Bali. Hal ini terbukti dari skor rata-rata yang
diperoleh siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) ≥75, yaitu
rata-rata kelas hanya mencapai 70,69 dan ketuntasan belajar klasikal hanya 5
orang siswa yang tuntas dari 36 siswa atau hanya mencapai 13,88%. Selain dalam
hasil belajar, respon yang ditunjukkan siswa pun tergolong kurang positif.
Setelah digali lebih dalam melalui wawancara dengan siswa, teridentifikasi
beberapa faktor yang menyebabkan hasil belajar tidak maksimal dan respon yang
kurang positif. (1) Guru mengajar cenderung lebih banyak menggunakan metode
konvensional yakni hanya ceramah tanpa berinovasi menggunakan metode
mengajar lain. (2) Guru tidak pernah mengkhususkan materi yang diajarkan
sehingga siswa tidak mengetahui secara rinci materi yang harus dipelajari. (3)
Dalam proses pembelajaran guru lebih aktif daripada siswa.
Untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi anggah-
ungguhing lengkara basa Bali dapat dilakukan dengan perbaikan pelaksanaan
pembelajaran di kelas. Guru perlu memilih model mengajar yang inovatif serta
sesuai dengan kompetensi yang akan dibentuk. Salah satu model pembelajaran
yang dapat digunakan oleh guru adalah model pembelajaran berbasis masalah
(PBM). Model pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa untuk berpikir
kritis, terbuka, dan berani mengungkapkan ide-ide, berusaha mencari pemecahan
masalah menggunakan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki sehingga
pengetahuan tersebut bermakna dan membekas lebih lama untuk siswa.
Page 78
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
77
Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut: (1) Apakah model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan
pemahaman terhadap anggah-ungguhing lengkara basa Bali pada siswa kelas XI
TB1 SMK Pariwisata Werdhi Silakumara Silakarang, Gianyar tahun pelajaran
2013/2014? (2) Apakah penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat
meningkatkan respon siswa kelas XI TB1 SMK Pariwisata Werdhi Silakumara
Silakarang, Gianyar tahun pelajaran 2013/2014 dalam mengikuti pelajaran
anggah-ungguhing lengkara basa Bali?
Sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan
kondisi kemasyarakatan (dipelajari oleh ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi)
(Fishman dalam Chaer dan Agustina, 2010: 5). Pusat kaijan dalam sosiolinguistik
adalah hubungan antarbahasa dengan penggunaanya dalam masyarakat. Ikatan
antara bahasa dan kelas sosial dalam masyarakat Bali disebut sor singgih basa,
unda usuk basa, atau istilah yang digunakan saat ini adalah anggah-ungguhing
basa. Anggah-ungguhing basa mencerminkan pelapisan masyarakat penutur
bahasa Bali yang terdiri dari pelapisan masyarakat tradisional dan pelapisan
masyarakat modern. Anggah-ungguhing basa berarti aturan tentang tingkat-
tingkat berbahasa sehingga menyebabkan penutur harus mengetahui terlebih
dahulu kedudukan atau tingkat sosial lawan bicaranya. Dalam anggah-ungguhing
basa, terdapat anggah-ungguhing kruna, anggah-ungguhing lengkara, dan
anggah-ungguhing basa. Anggah-ungguhing lengkara dibedakan menjadi (1)
lengkara alus singgih, (2) lengkara alus sor, (3) lengkara alus mider, (4) lengkara
alus madia, (5) lengkara andap, dan (6) lengkara kasar (Gautama, 2006: 76).
Arends (dalam Trianto, 2010: 92) mengatakan problem based learning
atau pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di
mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk
menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan
berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri. Pada
dasarnya model pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi
yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri
tentang dunia sosial dan sekitarnya.
Page 79
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
78
Sanjaya (2012: 216) mengatakan bahwa masalah dalam pembelajaran
berbasis masalah bersifat terbuka, artinya jawaban dari masalah tersebut belum
pasti. Setiap siswa, bahkan guru dapat mengembangkan kemungkinan jawaban
sehingga siswa mendapat kesempatan untuk bereksplorasi mengumpulkan dan
menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Hakikat masalah dalam pembelajaran berbasis masalah adalah gap atau
kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan atau antara
kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Sintaks model pembelajaran
berbasis masalah adalah mengorientasikan siswa pada masalah, mengorganisasi
siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan kelompok, mendiskusikan
pemecahan masalah, dan analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.
METODE PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam satu siklus atau lebih,
maksudnya apabila dalam satu siklus belum tercapai hasil yang diharapkan maka
dapat dilanjutkan pada siklus berikutnya hingga indikator keberhasilan tercapai.
Setiap siklus dalam penelitian tindakan kelas terdiri dari empat tahap yakni tahap
perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan pengumpulan data, serta
refleksi. Penelitian ini dilakukan di SMK Pariwisata Werdhi Silakumara yang
terletak di Jalan Raya Silakarang, Desa Singapadu Kaler, Kecamatan Sukawati,
Kabupaten Gianyar, Bali. Waktu penelitian adalah pada semester genap tahun
pelajaran 2013/2014 pada jam pelajaran efektif untuk mata pelajaran bahasa Bali.
Pada penelitian ini diterapkan model pembelajaran berbasis masalah untuk
meningkatkan pemahaman siswa terhadap anggah-ungguhing lengkara basa Bali
dan berkolaborasi pula dengan guru bidang studi bahasa Bali. Pengumpulan data
dilakukan menggunakan metode tes untuk hasil belajar dan metode observasi serta
kuesioner untuk respon siswa. Data tersebut kemudian diolah menggunakan
statistik deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan
cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya, tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum
atau generalisasi (Sugiyono, 2010: 276).
Page 80
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
79
Data yang dianalisis adalah data hasil belajar siswa dan data respon siswa.
Dalam menganalisis hasil belajar dilakukan beberapa langkah yaitu mengubah
skor mentah menjadi skor standar, membuat pedoman konversi, menentukan
kriteria predikat, mengelompokkan predikat kemampuan siswa, dan mencari skor
rata-rata. Untuk mengubah skor mentah menjadi skor standar digunakan norma
absolute skala seratus (persentil) dengan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
P = persentil
X = skor yang dicapai
SMI = skor maksimal ideal
(Nurkancana dan Sunartana dalam Gunartha, 2010: 74)
Untuk mencari skor rata-rata digunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
Me = Mean (rata-rata)
∑xi = Jumlah nilai X ke-i sampai n
N = Jumlah individu
(Purwanto, 1992: 89)
Analisis respon siswa digunakan skala likert dengan rentang skor 1—5.
Skor observasi digabungkan dengan skor kuesioner kemudian dicari skor
maksimal ideal, skor minimal ideal, standar deviasi ideal, dan mean ideal.
Hasilnya kemudian dikonversikan ke pedoman konversi yang telah ditentukan
sehingga diperoleh kategori respon yang ditunjukkan siswa.
Rumus untuk mencari standar deviasi ideal adalah sebagai berikut.
Sdi = (skor maksimal ideal – skor minimal ideal)
Rumus untuk mencari mean ideal adalah sebagai berikut.
Mi = (skor maksimal ideal + skor minimal ideal)
Page 81
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
80
Tabel konversi skor respon adalah sebagai berikut.
Kriteria Penggolongan
Mi + 1,5 Sdi ≤ P
Mi + 0,5 Sdi ≤ P < Mi + 1,5 Sdi
Mi – 0,5 Sdi ≤ P < Mi + 0,5 Sdi
Mi – 1,5 Sdi ≤ P < Mi – 0,5 Sdi
P < Mi – 1,5 Sdi
Sangat Positif
Positif
Cukup Positif
Kurang Positif
Sangat Kurang Positif
(Nurkancana dan Sunartana, 1992:103)
Keterangan:
Mi = Mean ideal
Sdi = Standar deviasi ideal
P = Skor respon yang diperoleh siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Berdasarkan hasil tes yang diperoleh, terlihat jika hasil tes pemahaman
anggah-ungguhing lengkara basa Bali pada siklus II lebih baik daripada siklus I.
Terlihat dari perbandingan nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus I dan siklus II
seperti pada tabel di bawah ini.
Perbandingan Hasil Tes pada Siklus I dan Siklus II
No. Nama Siswa
Siklus
I
Siklus
II
Perubahan
Skor Ket.
(1) (2) (4) (5) (6) (7)
1. Abriyasa, I Ketut 72 78 6 Meningkat
2. Agus Mulyawan, Gede 67 95 28 Meningkat
3. Agustina, I Nyoman 67 73 6 Meningkat
4. Ariawan, I Gede 67 80 13 Meningkat
5. Aristana, I Komang 67 87 20 Meningkat
6. Ayu Dewi, Ni Komang 70 85 15 Meningkat
7. Bayu, I Komang 75 80 5 Meningkat
Page 82
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
81
No. Nama Siswa
Siklus
I
Siklus
II
Perubahan
Skor Ket.
(1) (2) (4) (5) (6) (7)
8. Budi Antara Putra, I Kd 67 70 3 Meningkat
9. Budiarta, I Gusti Ngurah 72 95 23 Meningkat
10. Denny Ariawan, I Wayan 72 85 13 Meningkat
11. Desy Kaniarti, Ni Putu 77 95 18 Meningkat
12. Devi Lestari, Ni Luh 72 80 8 Meningkat
13. Devi Wahyuni, Ni Wayan 75 95 20 Meningkat
14. Eka Puspita Dewi, Ni Pt. 75 93 18 Meningkat
15. Intan Purnama Sari, Kd. 75 85 10 Meningkat
16. Karsiani, Ni Nengah 75 83 8 Meningkat
17. Lisa Arini, Ni Kadek 77 90 13 Meningkat
18. Monika Agustini, Ni Putu 72 83 11 Meningkat
19. Novi Kartini, Ni Kadek 83 83 0 Tetap
20. Otti Hartawan, I Gede 75 75 0 Tetap
21. Putri Adnyani, A.A. 75 92 17 Meningkat
22. Putriani, Ni Kadek 72 88 16 Meningkat
23. Setiawati, Ni Kadek 72 80 8 Meningkat
24 Soniastuti, Ni Kadek 72 88 16 Meningkat
25. Sriartini, Ni Made 80 82 2 Meningkat
26. Sudika, I Made 70 90 20 Meningkat
27. Suprendi, I Wayan 53 73 20 Meningkat
28. Surya Asmara, P. I.B Md. 72 85 13 Meningkat
29. Susi Wahyuni, Ni Wayan 75 93 18 Meningkat
30. Swastika, I Gede 77 90 13 Meningkat
31. Tutik Nilawati, Ni Wayan 72 95 23 Meningkat
32. Vivit Anggraeni, Ni Kd. 77 88 11 Meningkat
33. Widana, I Wayan 67 78 11 Meningkat
34. Wiriyanti, Ni Putu 80 90 10 Meningkat
35. Yudiartini, Ni Kadek 75 95 20 Meningkat
Page 83
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
82
No. Nama Siswa
Siklus
I
Siklus
II
Perubahan
Skor Ket.
(1) (2) (4) (5) (6) (7)
36. Yuni Wulandari, A.A 72 92 20 Meningkat
Jumlah 2613 3089 476 Meningkat
Rata-rata 72,58 85,81 13,23 Meningkat
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh data siswa kelas XI TB1 SMK
Pariwisat Werdhi Silakumara Silakarang, Gianyar tahun pelajaran 2013/2014
sebagai berikut.
1. Terlihat adanya peningkatan skor rata-rata siswa dari siklus I ke siklus II
sebesar 13,23. Skor rata-rata pada siklus I hanya sebesar 72,58, dan meningkat
menjadi 85,81 pada siklus II.
2. Peningkatan nilai dari siklus I ke siklus II terjadi pada 34 orang siswa atau
94,44%, sedangkan 2 orang siswa atau 5,56% mendapat nilai tetap seperti
siklus I.
3. Presentase keberhasilan pemahaman anggah-ungguhing lengkara basa Bali
dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah secara klasikal
mengalami peningkatan sebesar 47,23%, di mana ketuntasan klasikal pada
siklus I hanya 44,44% dan meningkat menjadi 91,67% pada siklus II.
PEMBAHASAN
Hasil tes dari siklus I ke siklus II menunjukkan adanya peningkatan nilai
rata-rata pemahaman siswa terhadap anggah-ungguhing lengkara basa Bali. Hasil
tes pada siklus I menunjukkan bahwa jumlah siswa yang mengikuti tes
pemahaman siklus I adalah 36 orang dan diperoleh hasil yaitu, (1) skor rata-rata
siswa adalah 72,58, skor terendah yang diperoleh siswa adalah 53 dan skor
tertinggi adalah 83. (2) Ketuntasan belajar klasikal hanya dicapai oleh 16 orang
siswa (44,44%) dengan kategori baik, 19 orang (52,78%) berada pada kategori
cukup baik, dan 1 orang (2,78%) berada pada kategori kurang. (3) Respon yang
diberikan siswa berada pada kategori cukup positif dengan rata-rata 31,50 dan
hanya 9 orang siswa (25%) yang memberikan respon positif.
Page 84
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
83
Tes pada siklus II diikuti oleh 36 orang siswa dengan hasil yaitu, (1) skor
rata-rata siswa adalah 85,81, skor terendah yang diperoleh siswa adalah 70 dan
skor tertinggi adalah 95. (2) Ketuntasan belajar klasikal dicapai oleh 33 orang
siswa (91,67%) dengan rincian 14 orang (38,89%) berada pada kategori sangat
baik, 19 orang (52,78%) berada pada kategori baik, dan 3 orang (8,33%) berada
pada kategori baik. (3) Respon yang diberikan siswa berada pada kategori sangat
positif dengan rata-rata 42,47.
Perbandingan hasil penelitian dari prasiklus, siklus I, dan siklus II
disajikan pada tabel di bawah ini.
Perbandingan Hasil Penelitian Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II
No. Kriteria Prasiklus Siklus I Siklus II
1 Rata-Rata 70,69 72,58 85,81
2 Ketuntasan Klasikal 13,88% 44,44% 91,67%
3 Respon Siswa Rendah 31,50
(Cukup Positif)
42,47
(Sangat Positif)
Secara umum penelitian ini dikategorikan berhasil serta kedua hipotesis
yang diajukan pada bab II dapat diterima. Kedua hipotesis yang diterima tersebut
adalah sebagai berikut.
1. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan
pemahaman terhadap anggah-ungguhing lengkara basa Bali pada siswa kelas
XI TB1 SMK Pariwisata Werdhi Silakumara Silakarang, Gianyar tahun
pelajaran 2013/2014.
2. Respon yang diberikan siswa kelas XI TB1 SMK Pariwisata Werdhi
Silakumara Silakarang, Gianyar tahun pelajaran 2013/2014 meningkat setelah
diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah dan berada pada kategori
sangat positif dengan skor rata-rata 42,47.
Page 85
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
84
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan, dapat
ditarik simpulan sebagai berikut.
1. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan
pemahaman siswa kelas XI TB1 SMK Pariwisata Werdhi Silakumara
Silakarang, Gianyar tahun pelajaran 2013/2014 terhadap anggah-ungguhing
lengkara basa Bali. Hal ini terbukti dari hasil tes yang disebarkan, terlihat
adanya peningkatan nilai rata-rata sebesar 1,89 dari prasiklus ke siklus I dan
sebesar 13,23 dari siklus I ke siklus II. Pada prasiklus nilai rata-rata siswa
adalah 70,69 meningkat menjadi 72,58 pada siklus I, dan 85,81 pada siklus II.
Nilai rata-rata yang dicapai siswa pada siklus II telah memenuhi kriteria
ketuntasan minimal (KKM ≥75) dengan kategori baik. Ketuntasan belajar
secara klasikal pun telah sesuai dengan indikator keberhasilan yang ditentukan
yakni ≥ 85%. Pada prasiklus ketuntasan belajar klasikal hanya sebesar 13,88%,
meningkat menjadi 44,44% pada siklus I, dan pada siklus II ketuntasan klasikal
mencapai 91,67%.
2. Respon yang diberikan oleh siswa kelas XI TB1 SMK Pariwisata Werdhi
Silakumara Silakarang, Gianyar tahun pelajaran 2013/2014 terhadap penerapan
model pembelajaran berbasis masalah dalam materi anggah-ungguhing
lengkara basa Bali adalah sebesar 42,47 dan tergolong sangat positif. Respon
ini meningkat sebesar 10,97 dari siklus I yang hanya mencapai 31,50 dan
tergolong cukup positif.
Adapun saran yang dapat disampaikan terkait penelitian yang telah
dilaksanakan antara lain sebagai berikut.
1. Bagi siswa yang memperoleh nilai tinggi diharapkan agar tetap
mempertahankan bahkan meningkatkan prestasinya dan untuk siswa yang
memperoleh nilai rendah agar lebih giat dalam belajar untuk mendapatkan hasil
yang maksimal.
2. Bagi guru mata pelajaran bahasa Bali agar model pembelajaran berbasis
masalah dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk diterapkan guna mengatasi
permasalahan dalam pembelajaran, meningkatkan kemampuan berpikir kritis
Page 86
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
85
terutama ketika menghadapi permasalahan terkait materi yang dipelajari, rasa
tanggung jawab, serta mengasah kemampuan berkomunikasi siswa.
3. Bagi pihak sekolah, hendaknya model pembelajaran berbasis masalah
dijadikan bahan pertimbangan untuk diterapkan pada pelajaran lain serta
memfasilitasi instrument pendukung yang diperlukan guna mengatasi
permasalahan dalam pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta
Gautama, Wayan Budha. 2006. Tata Sukerta Basa Bali. Denpasar: Kayu Mas
Agung.
Gunartha, I Wayan. 2009. “Diktat Kuliah Evaluasi Hasil Belajar”. Denpasar:
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan
Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Bali.
Nurkancana, Wayan dan PPN. Sunartana. 1992. Evaluasi Hasil Belajar.
Surabaya: Usaha Nasional.
Purwanto, M. Ngalim. 1992. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sanjaya, H. Wina. 2012. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,
Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana
Page 87
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
86
PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL DALAM UPAYA
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MENARIKAN TARI BELIBIS
PADA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER SISWA KELAS VIII SMP
NEGERI 1 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Oleh
Ni Kadek Bintariani Pratiwi, NIM 2010.II.4.0023
Program Studi Seni Drama Tari dan Musik
Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Seni
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam
menarikan tari Belibis, serta respon siswa atas penggunaan media audio visual pada
siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri tahun pelajaran 2013/2014.
Penelitian tindakan kelas ini dirancang dalam dua siklus, pada setiap siklus
terdiri atas empat kegiatan pokok, yaitu : perencanaan, pelaksanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi. Dalam observasi peneliti menemukan beberapa masalah yang
terjadi pada siswa seperti : rendahnya pengetahuan siswa tentang penguasan ragam-
ragam gerak tari Bali yang meliputi ( Agem, tandang, tangkis dan tangkep) dan hasil
dari evaluasi sebelumnya menunjukan dibawah KKM yaitu 70, serta penerapan
metode pembeljaran yang masih menerapkan metode demonstrasi. Subjek penelitian
adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 kediri tahun pelajaran 2013/2014, sebanyak 35
orang. Tehnik pengumpulan data menggunakan metode observasi, metode tes
tindakan, metode wawancara dan dokumentasi.
Dalam penelitian tindakan kelas ini, analisis data yang dipergunakan adalah
metode analisis deskriptif-kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan, sebelum
penggunaan media audio visual nilai rata – rata 66,14 ketuntasan siswa mencapai
31,4% setelah menerapkan menggunakan media audio visual nilai rata-rata siswa
menjadi 68,08 dengan ketuntasan mencapai 54,2% pada siklus I dan pada siklus II
nilai rata-rata siswa yaitu 74,97 menunjukan peningkatan yang signifikan. Hasil
observasi untuk mengetahui respon siswa untuk siklus I adalah predikat baik 8,57%
dan cukup sebesar 91,42% dan siklus II sebesar 94,28% dengan predikat baik,5,71%
predikat yang cukup karena belum memenuhi KKM. Berdasarkan hasil yang
diperoleh jelas menunjukan bahwa penggunaan media audio visual dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa menarikan tari Belibis pada kegiatan
ekstrakurikuler siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri. Oleh karena itu, penulis
menyarankan kepada guru pengajar praktek tari di SMP Negeri 1 Kediri agar
menggunakan media audio visual ini sesuai dengan hasil yang ditemukan dalam
penelitian ini.
Kata-kata kunci : Media audio visual, Prestasi Belajar menarikan tari Belibis
Page 88
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
87
Abstract
The observation to porpuse for improve parcitipatory learning student in
dancing Belibis dance, also response student at to use media audio visual class VII
SMPN 1 Kediri study year 2013/2014.
The observation in action class to design on two cycle, the every cycle to
consist four activities that is : to design, to action, to observation and reflecition. In
this observation the researcher find some problem came from the student such as :
the lower rank of knowledge of student about kinds balinese dance including (Agem,
tandang, tangkis and tangkep) and to became evaluation before beside the value
KKM 70. Also application method learning still using method demonsration.
Observation subject is student class VIII SMPN 1Kediri year study 2013/2014, much
many thirty five people. Colecting item to use method observation, method test,
method information an documentation.
On the observation class, analisis intem in use is deskriptif-kuantitatif. The
observation is before to use media audio visual the value average is 65,42 finishing
student at 31,4% after to use media audio visual the value average is 70,14 with
finishing at 54,2% the cycle one and cycle two the value average student is 75,28 the
increasing of signifikan.the observation to knowledge response student to cycle one is
good prediksion 8,57% and enough is 91, 42% and the cycle two is 94,28% with good
prediksion 5,71% prediksion enough not yet full KKM. To increasing clear is to use
media audio visual can to improve participatory learning student class of SMPN 1
Kediri. Because of that, the writer recomend to the dancing teacher at SMPN 1
Kediri to use this media audio visual as product finding on observation this is.
Keywords: Media audio visual , The participatory learning dancing Belibis dance
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Seni tari Bali merupakan sebagian besar dari warisan budaya hindu dengan
menyatukan gerak-gerak yang bersifat sakral dan bersifat teatrikal yang artinya seni
pertunjukan yang bersifat menghibur. Di dalamnya juga berbaur ekspresi budaya
individual dan aspek kehidupan ritual dari masyarakat setempat. Selain itu, tari Bali
yang mengalami perkembangan budaya di zaman modern ini juga merespon berbagai
pergeseran nilai spiritual, sosial, dan kultural di kalangan masyarakat Hindu-Bali (
Dibia, 2012 : 7).
Sesuai dengan pengertian seni tari di atas, maka lembaga – lembaga formal
sekolah memegang peranan penting dalam mengoptimalkan perkembangan siswa dan
Page 89
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
88
mengembangkan nilai – nilai kebudayaan seni tari yang ada di sekolah. Tidak hanya
bidang prestasi akademik saja yang mampu ditonjolkan di sekolah, akan tetapi di
bidang non akademik siswa juga mampu menonjolkan prestasinya melalui minat,
bakat, keterampilan dan keahlian yang siswa miliki. Prestasi belajar merupakan suatu
tingkat keberhasilan seseorang dalam melakukan suatu kegiatan tertentu. Untuk
mencapai suatu tingkat keberhasilan dalam pembelajaran, harus didukung oleh sikap
dari siswa itu sendiri seperti keahlian, keaktifan, motivasi dan kreativitas yang
dimiliki siswa. Akan tetapi kenyataan sekarang ini ada beberapa siswa yang belum
mencapai prestasi belajar dengan baik, karena adanya hambatan yang dirasakan oleh
siswa meliputi; a) rendahnya pengetahuan siswa tentang penguasaan ragam – ragam
gerak tari Bali meliputi (Agem, tandang, tangkis dan tangkep), b) penguasaan tentang
pengertian sejarah tentang seni tari yang dipelajari, c) kecenderungan guru mengajar
ekstra tari dengan menerapkan metode demonstrasi. Menurut wawancara yang
peneliti lakukan dengan Ni Wayan Suarni, selaku guru pengajar ekstrakurikuler tari
di SMP Negeri 1 Kediri, menyatakan bahwa hasil belajar beberapa siswa yang
diperoleh dalam meningkatkan prestasi belajar tari belibis masih tergolong rendah
yaitu 60 sedangkan kriteria ketuntasan minimal pada kegiatan ekstrakurikuler ialah
70.
Dalam proses pembelajaran pada sekolah menengah pertama ( SMP ), media
pembelajaran merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap keberhasilan
siswa dalam sistem pembelajaran. Selain itu media pembelajaran juga memiliki
keunggulan – keunggulan yakni: (1) siswa lebih mampu menangkap suatu objek atau
peristiwa – peristiwa tertentu. (2) mampu memanipulasi keadaan, peristiwa atau
objek tertentu. (3) Menambah gairah dan motivasi belajar siswa. (4) Media
pembelajaran juga memiliki nilai yang praktis (pertama, media dapat mengatasi
keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa, dan yang kedua, media dapat
mengatasi batas ruang kelas). Selain keempat manfaat dari penggunaan audio visual,
keunggulan yang lain ialah siswa menjadi lebih tertarik dengan melihat secara
langsung gambar video, gerakan tari dan kostum busana yang dipakai penari sehingga
Page 90
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
89
siswa lebih memiliki pengetahuan dalam menari tari belibis. Kemudian gambar video
bisa ditayangkan secara berulang- ulang misalnya dibagian pepeson sehingga siswa
lebih mengerti dan paham dengan gerakan tari yang disampaikan.
Oleh sebab itu, maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini dan
dijadikan sebagai sebuah penelitian dalam bentuk penelitian tindakan kelas dengan
judul “Penggunaan Media Audio Visual Dalam Upaya Untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Menarikan Tari Belibis Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Siswa Kelas VIII
SMP Negeri 1 Kediri Tahun Pelajaran 2013/2014”. Adapun rumusan masalah
berdasarkan latar belakang di atas sebagai berikut.
1. Apakah penggunaan media audio visual dapat meningkatkan prestasi belajar
menarikan tari Belibis pada kegiatan Ekstrakurikuler tari siswa kelas VIII
SMP Negeri 1 Kediri tahun pelajaran 2013/2014 ?
2. Bagaimanakah respon siswa yang terjadi pada kegiatan ekstrakurikuler tari
siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri tahun pelajaran 2013/2014 terhadap
penggunaan media audio visual ?
2. LANDASAN TEORI
2.2 Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang secara harfiah dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar.
Menurut lesle J. Briggs (1979) menyatakan media adalah “alat untuk memberi
perangsang bagi peserta didik supaya terjadi proses belajar”. Menurut Rossi dan
Breidle (1966), mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan
bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku,
koran dan majalah. Namun demikian media bukan hanya berupa alat atau bahan saja
akan tetapi, hal-hal yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan.
Gerlach dan Ely (1980) media itu meliputi orang, bahan, peralatan atau kegiatan
yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Jadi dalam pengertian ini media bukan hanya alat perantara
Page 91
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
90
seperti tv, radio, slide, bahkan cetakan, akan tetapi meliputi orang atau manusia
sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar,
karyawisata, simulasi dan lain sebagainya. Yang bisa dikondisikan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan. Serta mengubah sikap siswa atau untuk menambah
keterampilan ( Wina sanjaya, 2008 : 204).
2.2 Pengertian Media Audio Visual
Media audio visual adalah suatu jenis media yang selain mengandung unsur
suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman video,
berbagai ukuran film, slide suara dan lain sebagainya. Kemampuan media ini
dianggap lebih baik dan lebih menarik sebab mengandung kedua unsur jenis media
yang audio dan visual. Dilihat dari kemampuan jangkuannya, media audio visual ini
mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu seperti film slide, film,
video dan lain sebagainya ( wina sanjaya, 2008 : 211).
2.3 Sejarah Tari Belibis
Dalam buku ilen-ilen seni pertunjukan Bali dikemukakan bahwa tari Belibis
adalah tari kreasi yang menggambarkan kehidupan sekelompok burung belibis yang
dengan riangnya menikmati keindahan alam. Seketika sekelompok burung itu
dikejutkan oleh munculnya seekor burung belibis jadi-jadian yang merupakan
penjelmaan dari Prabu Angling Darma setelah terkena kutukan dari istrinya yang
sakti (dalam cerita tantri). (Dibia, 2012 : 61)
3. Wawasan Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum adalah untuk meningkatkan mutu pengajaran seni budaya
tentang tari Belibis.
2. Penelitian yang mengangkat tentang tari Belibis sebagai salah satu hasil
budaya Bali dan tidak hilang oleh kemajuan zaman modern seperti saat ini.
Page 92
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
91
3. Tujuan Khusus adalah Untuk mengetahui penggunaan media audio visual
dalam kegiatan ekstrakurikuler tari dapat meningkatkan prestasi belajar
menarikan tari Belibis siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri tahun pelajaran
2013/2014
4. Untuk mengetahui respon siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri tahun
pelajaran 2013/2014 terhadap penggunaan media audio visual dalam kegiatan
Ekstrakurikuler tari.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Tes
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tindakan. Tes tindakan
merupakan sejenis alat ukur untuk memperoleh gambaran kuantitatif tentang perilaku
seseorang, membatasi pengertian tes sebagai alat ukur atau prosedur yang
sistematikuntuk mengukur suatu prilaku.
Tabel Aspek Penilaian Tes Tes Tindakan Prestasi Belajar Menarikan Tari Belibis
Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri Tahun Pelajaran 2013/2014
Aspek yang dinilai Rentang nilai Skor
Agem 1 - 5 5
Tandang 1 - 5 5
Tangkis 1 - 5 5
Tangkep 1 - 5 5
Jumlah SMI 20
3.2 Metode Observasi dan Wawancara
Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala –
gejala yang diteliti. Observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data apabila :
Page 93
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
92
sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat secara sistematis, dan dapat
dikontrol kendalanya (reliabilitasnya) dan kesahihannya (validitasnya) (Usman dan
Akbar, 2004 : 54). Wawancara adalah tehnik pengumpulan data yang digunakan
peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan
berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan kepada si
peneliti, wawancara ini dapat dipakai untuk melengkapi data yang diperoleh melalui
observasi (Mardalis, 2009:64).
3.3. Analisa Data Deskrptif
3.3.1 Skor Maksimal Ideal
Pemerolehan skor makasimal ideal pada penelitian ini, diperoleh dari empat
aspek penilaian terhadap prestasi belajar menari tari Belibis yang meliputi
unsur agem, tandang, tangkis dan tangkep. Masing-masing unsur memiliki
bobot nilai.
3.3.2 Membuat Pedoman Konversi
Pedoman konversi yang digunakan dalam dalam mengubah skor mentah
menjadi skor standar dengan norma absolut. Untuk mengkorvesikan skor
mentah menjadi skor standar dengan absolut sekala seratus digunakan rumus
sebagai berikut :
X
P = x 100
SMI
Keterangan :
P = Persentil
X = Skor yang dicapai
SMI= Skor Maksimal Ideal
Page 94
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
93
3.3.3 Membuat Kriteria Predikat
Tabel Kriteria Predikat Prestasi Belajar Menarikan Tari Belibis Siswa Kelas VIII
SMP Negeri 1 Kediri Tahun Pelajaran 2013/2014
Skor Standar
Kategori / Predikat
86 – 100 Baik Sekali
70 – 85 Baik
56 – 69 Cukup
41 – 55 Kurang
0 – 40 Kurang Sekali
Sumber : buku dari rapot siswa SMP
3.3.4 Analisis Hasil Respon Siswa
Untuk menganalisis hasil observasi siswa dalam menarikan tari Belibis
dengan menggunakan media audio visual maka digunakan format respon
siswa yang telah dirancang sebelumnya. Untuk mengubah skor mentah
menjadi skor standar digunakan rumus seperti :
X
P = x 100
SMI
Tabel 3.7 Kategori Respon Siswa
Skor Standar
Kategori / Predikat
86 – 100 Baik Sekali
70 – 85 Baik
56 – 69 Cukup
41 – 55 Kurang
0 – 40 Kurang Sekali
Sumber : buku dari rapot siswa SMP
Page 95
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
94
3.3.5 Mencari Skor rata-rata
Untuk Mengetahui nilai rata – rata Prestasi Belajar Tari Belibis oleh Siswa
Kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri pada kegiatan Ekstrakurikuler, dapat diketahui
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
M = Σ fx
N
Keterangan :
M = Mean ( Nilai rata – rata )
Σfx = Jumlah Standar
N = Jumlah individu ( Nurkancana dan Sunartana, 1992 : 174 )
4. HASIL PENELITIAN
4.1 Refleksi Siklus I
Setelah dilakukan analisis hasil observasi dan hasil tes tindakan, selanjutnya
dilakukan refleksi. Beberapa faktor penghambat keberhasilan siswa dalam usaha
peningkatan prestasi belajar menarikan tari Belibis. Adapun faktor – faktor yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
1) Dalam praktik menari tari Belibis, sebagian besar siswa mengalami kesulitan
dalam melakukan ragam gerak tari Belibis
2) Pemahaman dan penghayatan siswa dalam mengekspresikan tari Belibis
masih belum maksimal
3) Kepekaan dan kosentrasi siswa terhadap irama dan alunan musik gamelan
belum berkembang dengan baik.
4.2 Refleksi Siklus II
Proses pembelajaran dengan pokok bahasan tentang penggunaan media audio
visual dalam upaya meningkatkan prestasi belajar menarikan tari Belibis pada
Page 96
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
95
kegiatan ekstrakurikuler siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri tahun pelajaran
2013/2014 lebih baik dibandingkan dengan proses pembelajaran siklus I. Hal ini
terbukti dari hasil yang telah dicapai pada siklus II, dari hasil evaluasi siswa kelas
VIII SMP Negeri 1 Kediri telah mengalami peningkatan yang cukup baik dengan
perbandingan hasil prestasi belajar siswa menarikan tari Belibis antara siklus I dan
siklus II.
Pada siklus I , presentase ketuntasan siswa mencapai 54,2%. Karena sebagian
besar siswa belum memahami dengan baik ragam gerak serta tehnik tari pada tari
Belibis, sehingga perlu diadakan siklus lanjutran. Setelah diadakan siklus II
presentase ketuntasan siswa mengalami peningkatan yang sangat baik yaitu 100%
siswa sudah memenuhi standar nilai KKM.
Berdasrkan data yang diperoleh terhadap prestasi belajar menarikan tari
Belibis dengan menggunakan media audio visual pada siswa kelas VIII SMP Negeri
1 Kediri diketahui terjadi peningkatan. Keberhasilan peningkatan ini disebabkan
karena sikap dan tingkah laku siswa saat menyaksikan video tari Belibis sangat
sungguh-sungguh, begitu pula dari keaktifan siswa dalam menjawab pertanyaan serta
diskusi kelompok yang dilakukan siswa mampu menciptakan suasana dalam praktik
menari menjadi lebih aktif dan kondusif. Hal – hal lain yang menyebabkan terjadinya
peningkatan adalah : (1) Melalui audio visual tayangan video dapat ditayangkan
secara pelan-pelan dan diulang berulang-ulang jika diperlukan. (2) Guru
menampilkan beberapa pose atau agem beserta istilah ragam gerak tari Belibis
melalui audio visual. (3) Guru memberikan contoh teknik-teknik gerak tari Belibis
dan memberikan perhatian penuh terhadap siswa yang kurang paham.
5. Simpulan dan Saran-saran
5.1 Simpulan
1) Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas kepada siswa kelas terhadap
siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri Tahun pelajaran 2013/2014, tentang
peningkatan prestasi belajar menarikan tari Belibis dengan menggunakan
Page 97
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
96
media audio visual dapat meningkatkan prestasi belajar menarikan tari
Belibis pada kegiatan ekstrakurikuler siswa kelas VIII SMP Negeri 1
Kediri Tahun Pelajaran 2013/2014 terbukti mengalami peningkatan. Hal
ini dapat dilihat dari hasil observasi awal siswa yaitu dengan skor rata-rata
65, 42 setelah digunakan media pembelajaran audio visual, pada siklus I
terjadi peningkatan prestasi belajar siswa, dengan nilai rata-rata sebesar
70,14. Dan pada siklus II lebih meningkat, dengan nilai rata-rata siswa
sebesar 75,28. Selain itu dilihat dari keberhasilan siswa dengan jumlah
populasi 35 orang yang menjadi subyek penelitian, (35) orang siswa
(100%) dinyatakan tuntas, yaitu memenuhi nilai KKM.
2) Respon siswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler untuk prestasi
menarikan tari Belibis pada penggunaan media audio visual mengalami
peningkatan. Terbukti dari hasil tingkat respon siswa siklus I dengan nilai
rata-rata 56,57 yang tergolong masih rendah. Kemudian pada siklus II skor
rata-rata meningkat menjad 77,02 dengan katagori baik. Berdasarkan hasil
observasi siswa dari 35 siswa ini diperoleh data, yaitu 33 siswa dinyatakan
memiliki respon yang baik dalam praktik menari tari Belibis sedangkan 2
siswa dinyatakan belum tuntas dengan menggunakan media audio visual.
5.2 Saran-saran
1) Siswa yang dinyatakan tuntas disarankan agar selalu berusaha belajar
lebih giat lagi mempertahankan nilainya bahkan lebih bisa mengasah
dirinya agar prestasi yang sudah dicapai lebih meningkat dengan nilai
bagus
2) Kepada guru seni budaya disarankan agar dapat mengembangkan media
audio visual ini sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang aktif
dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk lebioh tertarik
dalam mempelajari seni budaya
Page 98
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
97
3) Setelah diperoleh hasil penelitian bahwa penggunaan media audio visual
memberikan hasil yang positif untuk meningkatkan prestasi belajar
menarikan tari Belibis. Apabila suatu saat penggunaan media audio visual
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suhardjono, Supardi. 2006 . Penelitian Tindakan Kelas . Jakarta : Bumi
Aksara
Azhar, Arsyad. 2010 . Media Pembelajaran . Jakarta : Raja Grafindo Persada
Bawa, Pande Wayan . 2012 . Materi Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas. IKIP
PGRI BALI. Denpasar
Cerita, I Nyoman dan Padmini, Tjok Istri Putra . 2009 . Buku Ajar Analisis Tari dan
Gerak . Denpasar : Fakultas Pertunjukan ISI Denpasar
Dibia, I wayan . 2012 . Ilen – Ilen Seni Pertunjukan Bali . Denpasar : Bali Mangsi
Djaus, I Nyoman . 1980 . Teori Tari Bali . Denpasar : Sumber Mas Bali
Gunartha, I wayan . 2010 . Materi Kuliah Evaluasi Pembelajaran. IKIP PGR BALI.
Denpasar
Mardalis. 2009 . Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal . Jakarta : Bumi
Aksara
Nurkancana, Wayan dan Sunartana . 1992 . Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya : Usaha
Nasional
Soedarsono. 1972 . Djawa dan Bali Dua Pusat Perkembangan Drama Tari
Tradicional di Indonesia . Jogjakarta : Gajah Mada University Press
Usman, Husiani dan Akbar, Setiady Purnomo . 2004 . Metodelogi Penelitian Sosial.
Jakarta : Bumi Aksara
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran . Jakarata :
Kencana Pernada Media Group
Page 99
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
98
WACANA PENGUCILAN SOSIAL DALAM CERPEN
“KUBUR WAYAN TANGGU” KARYA GDE ARYANTHA SOETHAMA
I Made Sujaya
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah,
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Bali
[email protected]
Abstrak
Artikel ini mengungkap wacana pengucilan sosial dalam cerpen “Kubur
Wayan Tanggu” (KWT) karya Gde Aryantha Soethama. Permasalahan yang dibahas
dalam artikel ini, yakni konstruksi wacana sanksi adat kasepekang atau pengucilan
sosial yang ditampilkan dalam cerpen KWT, hubungannya dengan wacana
pengucilan sosial dalam masyarakat adat Bali, serta pandangan pengarang mengenai
wacana pengucilan sosial tersebut. Dengan metode analisis wacana kritis model van
Fairclough terungkap bahwa cerpen KWT merupakan wacana fiksi yang kohesif dan
koherensif. Dari segi praktik kewacanaan, KWT merupakan cerpen yang kuat dan
utuh. Secara praktik sosial, cerpen ini merepresentasikan hegemoni adat Bali yang
membuat banyak pihak tidak berdaya. Resistensi terhadap sanksi adat kasepekang
melalui cara yang tidak terduga, menunjukkan pengenaan sanksi ini memunculkan
masalah baru. Cerpen KWT mencerminkan realitas empiris mengenai wacana publik
tentang pro dan kontra seputar pemberlakuan sanksi adat kasepekang.
Kata kunci: wacana, pengucilan sosial, analisis wacana kritis
Abstract
This article conveys the discourse of social exclusion in a short story entitled
"Kubur Wayan Tanggu" (K-W-T) written by Gde Aryantha Soethama. The problems
discussed in the article are the discourse construction of a customary sanction called
"Kasepekang" or social exclusion featured in the short story, its relation with the
discourse of social exclusion in the island's customary society, and the writer's view
on the customary sanction. Through van Fairclough's method of critical discourse
analysis, it is revealed that KWT is a cohesive and coherent fiction discourse. In
terms of discourse practices, it is a strong and whole short story. In social practices,
the short story represents the hegemony of the custom of Bali that makes a lot of
people feel helpless. The resistance against "kasepekang" customary sanction
Page 100
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
99
through an unexpected way shows that imposing the sanction brings new problems.
The short story reflects the empirical reality about the public discourse on the
controversy surrounding the implementation of "kasepekang" customary sanction.
Keywords: discourse, social exclusion, critical discourse analysis
1. Pendahuluan
Karya sastra merupakan salah satu jenis wacana, yaitu golongan wacana fiksi.
Wacana fiksi adalah wacana yang bentuk dan isinya berorientasi pada imajinasi.
Bahasanya menganut aliran konotatif, analogis, dan multiinterpretable (Mulyana,
2005: 54). Wacana fiksi dapat dipilah menjadi tiga jenis yakni wacana prosa, wacana
puisi dan wacana drama.
Cerita pendek (cerpen) termasuk ke dalam wacana prosa. Cerpen merupakan
salah satu jenis karya sastra yang saat ini berkembang pesat dalam dunia sastra
Indonesia. Setiap hari Minggu, hampir semua media massa di Indonesia memuat
cerpen. Oleh karena itu, Mahayana (2006: 51) memproklamasikan hari Minggu
sebagai sebagai Hari Cerpen Indonesia.
Seperti halnya karya sastra prosa lainnya, cerpen juga merupakan sebuah
dunia dalam kata (Nurgiyantoro, 2005: 272). Pengarang membangun satu dunia
tersendiri dalam cerpen untuk menyampaikan pesannya bagi pembaca. Pengarang
memanfaatkan unsur-unsur pembangun sastra untuk menyampaikan pesan-pesannya.
Oleh karena itulah, karya sastra sering dianggap sebagai bentuk komunikasi yang
tidak langsung atau dengan cara yang berbeda. Dengan latar belakang pemikiran
itulah, cerpen layak untuk dikaji dengan pendekatan analisis wacana karena cerpen
juga menampilkan sebuah wacana.
Cerpen yang dipilih sebagai objek kajian dalam artikel ini, yakni cerpen
karya Gde Aryantha Soethama yang berjudul “Kubur Wayan Tanggu” (KWT). Gde
Aryantha Soethama merupakan salah satu pengarang Bali yang cukup menonjol
dalam dunia sastra Indonesia modern selain Panji Tisna, Putu Wijaya, Putu Oka
Sukanta dan Oka Rusmini. Karya-karya pengarang kelahiran Klungkung, Bali, 15
Page 101
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
100
Juli 1955 ini yang umumnya berupa cerpen ini banyak dimuat dalam berbagai media
massa lokal dan nasional serta terkumpul dalam sejumlah buku antologi cerpen
bersama atau pun kumpulan cerpen tunggal.
Nama Gde Aryantha Soethama semakin diperhitungkan di dunia sastra
Indonesia modern setelah dua cerpennya terpilih sebagai cerpen pilihan Kompas pada
tahun 1993 dan 1994. Pada tahun 2006, buku kumpulan cerpennya, Mandi Api
terpilih sebagai pemenang Khatulistiwa Award yang merupakan penghargaan
bergengsi bidang sastra. Cerpen KWT turut dimuat dalam buku Mandi Api.
Cerpen “Kubur Wayan Tanggu” dipilih karena cerpen ini menampilkan
wacana konflik adat Bali, terutama berkaitan dengan sanksi adat kasepekang atau
pengucilan sosial. Wacana pengucilan sosial sejak tahun 1960-an hingga kini masih
mewarnai diskusi sosial di kalangan masyarakat Bali. Hal ini disebabkan oleh kasus-
kasus pengucilan sosial terus bermunculan, meskipun telah muncul banyak
keprihatinan dan imbauan agar sanksi adat pengucilan sosial yang diikuti dengan
larangan mengubur mayat di kuburan desa itu diluruskan sudah sering disampaikan.
Pengarang sebagai bagian dari kelompok intelektual di Bali turut merespons
wacana mengenai sanksi adat pengucilan sosial itu melalui karyanya. Cerpen-cerpen
karya Gde Aryantha Soethama memang cukup banyak mengangkat tema mengenai
konflik adat Bali termasuk konflik kasta dan konflik antara modernitas dan tradisi.
Artikel ini mengungkap bagaimana wacana pengucilan sosial yang
ditampilkan dalam cerpen KWT. Selain itu, dilihat juga sejauh mana kesesuaian
wacana pengucilan sosial dalam cerpen KWT dengan wacana pengucilan sosial
dalam masyarakat adat Bali. Terakhir, analisis difokuskan untuk mengetahui
bagaimana pandangan pengarang mengenai wacana pengucilan sosial tersebut
2. Pendekatan dan Landasan Teori
Analisis wacana dalam cerpen KWT ini menggunakan pendekatan analisis
wacana kritis yakni model tiga dimensi Fairclough. Menurut Fairclough, setiap
penggunaan bahasa merupakan peristiwa komunikatif yang terdiri atas tiga dimensi,
Page 102
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
101
yakni teks (tuturan, pencitraan visual atau gabungan ketiganya), praktik kewacanaan
yang melibatkan pemroduksian dan pengonsumsiam teks, dan praktik sosial
(Jorgensen dan Phillips, 2007: 128).
Model tiga dimensi Fairclough merupakan kerangka analisis yang digunakan
untuk penelitian empiris tentang komunikasi dan masyarakat. Ketiga dimensi itu
hendaknya dicakup dalam analisis wacana khusus peristiwa komunikatif. Analisis
tersebut dipusatkan pada (1) ciri-ciri linguistik teks tersebut (teks), (2) proses yang
berhubungan dengan pemroduksian dan pengonsumsian teks itu (praktik
kewacanaan) dan (3) praktik sosial yang lebih luas yang mencakup peristiwa
komunikatif (praktik sosial).
Gambar Model Tiga Dimensi Fairclough untuk Analisis Wacana Kritis
Tujuan umum model tiga dimensi itu adalah memberikan kerangka analitis
bagi analisis wacana. Model ini didasarkan pada dan menggunakan prinsip yang
berbunyi bahwa teks tidak pernah bisa dipahami atau dianalisis secara terpisah –
Pengonsumsian teks
PRAKTIK SOSIAL
Pemroduksian teks
PRAKTIK
KEWACANAAN
TEXT
Page 103
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
102
hanya bisa dipahami dalam kaitannya dengan jaring-jaring teks lain dan hubungannya
dengan konteks sosial (Jorgensen dan Phillips, 2007: 130).
3. Analisis Wacana Kritis Cerpen KWT
3.1. Analisis Aspek Kebahasaan
Analisis teks difokuskan pada aspek kebahasaan cerpen KWT. Pengungkapan
aspek kebahasaan menjadi penting untuk mengetahui keutuhan wacana cerpen KWT.
Menurut Mulyana (2005: 25-26) wacana yang utuh adalah wacana yang
lengkap, yaitu mengandung aspek-aspek terpadu dan menyatu. Aspek-aspek yang
dimaksud, antara lain, adalah kohesi, koherensi, topik wacana, aspek leksikal, aspek
gramatikal, aspek fonologis, dan aspek semantis.
Beberapa aspek pengutuh wacana tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua
unsur, yakni unsur kohesi dan unsur koherensi (Mulyana, 2005: 26). Kohesi lebih
mengacu kepada kepada struktur lahir, sedangkan koherensi kepada struktur batin.
Kohesi mengakibatkan kita mengetahui bahwa kalimat-kalimat tertentu merupakan
suatu wacana, bukan kumpulan kalimat sembarangan. Koherensi mengakibatkan kita
mengerti maksud pengarang/pembicara secara jelas. Wacana yang kohesif adalah
wacana yang koherensif karena wacana yang dibentuk dengan keterhubungan secara
eksplisit (struktur lahir) akan terbentuk juga keterhubungan implisit (batin).
Oleh karena itulah, analisis aspek kebahasaan lebih difokuskan pada unsur
kekohesifan wacana. Unsur kohesi wacana meliputi aspek gramatikal dan leksikal.
Aspek gramatikal dalam sebuah wacana berkaitan dengan aspek bentuk sebagai
struktur lahir bahasa. Pemarkah aspek gramatikal terdiri atas empat macam, yaitu
pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), pelesapan (elipsis), dan perangkaian
(konjungsi). Aspek leksikal yaitu hubungan antarunsur dalam wacana secara
semantis. Kohesi leksikal meliputi pengulangan (repetisi), padan kata (sinonimi),
hubungan atas-bawah (hiponimi), lawan kata (antonomi). (Saddhono, 2005: 88-89).
Pengacuan dan referensi yang berupa persona, demonstrativa dan komparatif
dalam cerpen KWT dapat dilihat pada data-data berikut ini.
Page 104
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
103
(1) Luh Sasih bersimpuh memeluk kaki Pedanda Pemogan. Isak tangisnya
membuat pucuk-pucuk cempaka di halaman Gria Pedungan petang itu
menggigil
(2) “Tak ada lagi tempat karena semua orang mengucilkan hamba. Kini
tinggal Ratu Peranda yang bisa menyelamatkan dan memberi tempat pada
badan dan jiwa hamba. Selamatkanlah hamba, Ratu Peranda…”
(3) “Engkau harus tabah, Luh. Yang kau hadapi adalah masalah adat, bukan
kepincangan agama. Karena itu sebagai pendeta saya tak punya kuasa
memutuskan nasibmu.”
(4) Wayan semakin terkucil, namun ia mulai mengukur dirinya sebagai sosok
seorang manusia.
Pengacuan atau referensi terdapat pada data (1) yaitu pronomina persona
ketiga tunggal, tangisnya dan data (4) dirinya. Pada data (2) ditemukan pronomina
persona pertama tunggal hamba (Luh Sasih). Pada data (2) juga terdapat pronomina
persona ketiga tunggal Ratu Peranda sebagai kata sapaan hormat untuk Pedanda
Pemogan. Pada data (3) terdapat kata engkau dan kau yang merupakan pengacuan
persona kedua tunggal. Ditemukan juga pengacuan persona pertama tunggal saya
pada data (3). Selain itu dapat dilihat juga adanya pengacuan persona kedua tunggal
lekat kanan nasibmu. Pengacuan pronomina persona ketiga. Ditemukan juga
pengacuan pronomina persona tunggal bebas, ia pada data (4) dan pengacuan
pronomina persona ketiga, dirinya.
Pengacuan pada data (1) yakni kata hamba dan Ratu Peranda menunjukkan
adanya relasi bertingkat dalam komunikasi yang terjadi antara Luh Sasih dan Pedanda
Pemogan. Kata hamba mengesankan posisi pembicara lebih rendah secara struktur
sosial dibandingkan lawan bicaranya. Idiom Ratu Peranda dalam bahasa Bali sebagai
kata sapaan hormat untuk tokoh pendeta. Dalam struktur sosial masyarakat Bali,
pendeta menempati strata tertinggi sebagai golongan Brahmana.
Pengacuan, selain ditandai oleh pronomina persona, juga ditandai dengan kata
yang lain seperti terlihat pada kata itu data (1). Kata itu pada data (1) mengacu
kepada waktu petang saat terjadinya peristiwa. Hal ini menunjukkan pengacuan tidak
Page 105
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
104
saja terdapat pada persona tetapi juga pada penunjukan atau demonstrativa.
Pengacuan demonstrativa juga ditemukan pada data-data berikut ini.
(4) Dalam situasi buruk semacam itulah muncul masalah tanah yang sebagian
digarap Wayan.
(5) Seluas sepuluh are tanah tegalannya yang berdampingan dengan lima are
tanah milik desa digugat sebagai semuanya milik desa. Selama ini gugatan itu
tak pernah muncul karena tanah itu nilainya kecil, Cuma sebatas tanah
garapan.
(6) Wayan pun tenang-tenang memetik hasil puluhan pohon kelapa di sana.
(7) Tapi, tahun depan pemerintah daerah akan membangun pasar seni
berseberangan dengan tegalan Wayan. Tanah itu oleh kepala desa akan
dibangun kios-kios yang akan dikontrakkan. Hasilnya akan memperkaya kas
desa.
(8) Derit gesekan batang pohon bambu di belakang rumah kian jelas
terdengar, seperti jeritan orang-orang kepiluan.
(9) Tapi rekan-rekannya suka mengolok-olok alis selebat itu seperti alis kera.
Pengacuan demonstrativa ditemukan pada data (2) selama ini yang mengacu
pada waktu yang lampau hingga waktu kini dan di sana yang mengacu kepada tanah
tegalan milik Wayan Tanggu. Pada data (8) dan (9) juga ditemukan pengacuan
komparatif seperti.
Aspek gramatikal yang lain adalah elipsis atau pelesapan. Elipsis adalah salah
satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan unsur atau konstituen tertentu
yang telah disebutkan (Saddhono, 2005: 91). Elipsis dapat dilihat pada data-data
berikut.
(11) Bukan hanya engkau kera, aku juga.
Elipsis pada data (11) adalah unsur kata kera. Pelesapan ini demi
pertimbangan kepraktisan, efektivitas kalimat, ekonomi bahasa atau efesiensi dan
mencapai aspek keterpaduan wacana.
Aspek gramatikal berikutnya yakni konjungsi. Konjungsi merupakan salah
satu kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu
dengan yang lain (Saddhono, 2005: 91). Ada banyak bentuk-bentuk konjungsi dan
dapat dilihat pada data-data berikut.
Page 106
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
105
(12) Ratu Peranda bahkan bisa mengutuk mereka karena telah
memperlakukan hamba senista ini.
(13) Kalau saya lebih baik miskin, tapi tidak mandul.
(14) Menjelang sore ia menyeret kakinya ke Griya Pedungan, memohon
pembelaan dan perlindungan Pedanda Pemogan, pendeta yang dianggapnya
sangat adil dan sarat wibawa.
Konjungsi yang terdapat pada data (12) sampai dengan data (14) adalah sebab
akibat, pertentangan dan kesejajaran. Konjungsi yang lain masih cukup banyak
terdapat dalam cerpen KWT.
Selain aspek kohesi gramatikal, mesti dilihat juga aspek kohesi leksikal.
Adapun kohesi leksikal yang ditemukan dalam cerpen KWT di antaranya repetisi
seperti terlihat pada data berikut ini.
(15) Ia sangat tersinggung. Ia mengucilkan diri. Ia benci keramaian.
Data (15) menunjukkan adanya repetisi anaphora, yaitu repetisi kata atau frasa
pertama pada setiap baris atau kalimat berikutnya. Repetisi itu bagaimana tokoh
Wayan Tanggu (ia) mengalami kondisi ketertekanan psikologis yang cukup hebat.
Wayan Tanggu digambarkan mengalami ketersinggungan atas sikap warga desa
terhadap dirinya. Ketersinggungan ini semakin memburuk hingga memunculkan
sikap mengucilkan diri serta membenci keramaian.
Kohesi leksikal lain yang ditemukan dalam cerpen KWT yakni hiponomi.
Hiponimi adalah kata-kata yang maknanya merupakan bagian dari makna kata yang
lain. Kata yang mencakupi beberapa kata yang berhiponimi itu disebut hipernim atau
superordinat (Saddhono, 2005: 94). Kohesi leksikal hipernim atau subordinat
ditemukan pada data (10) suami istri.
Selain kohesi leksikal hiponomi, ditemukan juga kohesi leksikal sinonimi atau
persamaan kata serta antonimi atau oposisi kata. Kohesi leksikal sinonimi dan
antonimi dapat dilihat pada berikut ini.
(16) Saya tak keberatan menyerahkannya pada desa. Sayangnya mereka tidak
meminta, tapi menuntut. Mereka hendak merampasnya.
Page 107
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
106
Kata meminta dan menuntut pada data (16) bersinonim atau memiliki makna
yang sama. Kohesi leksikal antonimi ditemukan pada data (10), suami istri yang
menunjukkan oposisi hubungan.
3.2. Analisis Praktik Kewacanaan
Analisis praktik kewacanaan dilakukan dengan cara menjelaskan struktur
naratif cerpen KWT yang meliputi tema cerita, alur, konflik, latar, penokohan, serta
sudut penceritaan. Pemaparan unsur-unsur cerpen KWT itu dilakukan dalam konteks
hubungan antarunsur, bukan pemaparan secara otonom pada masing-masing unsur.
Hal ini dikarenakan struktur karya sastra bersifat utuh, saling berhubungan dan
fungsional antarunsur.
Menyimak cerpen KWT, dari bagian awal hingga akhir cerita, tampak jelas
tema yang diangkat adalah tentang konflik adat Bali. Konflik terjadi antara keluarga
Wayan Tanggu dengan masyarakat desa adat di tempatnya tinggal. Tema konflik adat
Bali ini dipertegas oleh gambaran latar tempat dalam cerpen ini yakni kehidupan adat
masyarakat Bali, di sebuah desa bernama Pedungan pada waktu desa itu mengalami
penetrasi perkembangan kepariwisataan. Latar adat Bali tidak saja digambarkan
melalui gambaran eksplisit lokasi cerita dan ungkapan serta idiom-idiom bahasa Bali,
tetapi juga dari perjalanan konflik cerita.
Dalam empat dekade terakhir, dari tahun 1960-an sampai dengan tahun 2000-
an, karya sastra sastrawan Bali didominasi dua tema utama, yaitu masalah adat dan
dampak pariwisata (Darma Putra, 2008: 100). Masalah adat, misalnya, muncul dalam
tema konflik kasta dan pengucilan sosial (kasepekang). Masalah pariwisata muncul
dalam tema protes terhadap komersialisasi seni budaya, eksploitasi sumber daya alam
Bali, dan marginalisasi seniman atau masyarakat dalam pertumbuhan industri
pariwisata. Sepanjang data yang dapat dilacak, tema sanksi adat pengucilan sosial
(kasepekang) awalnya diangkat Putu Wijaya dalam novel Tiba-tiba Malam (1977).
Page 108
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
107
Novel ini berkisah tentang tokoh Subali yang dikenai sanksi adat pengucilan karena
dia tidak pernah mau lagi terlibat dalam kegiatan-kegiatan di desa adat.
Konflik sesungguhnya dalam cerpen KWT berlangsung dalam waktu yang
cukup panjang, lebih dari lima tahun. Berawal dari sikap tertutup Wayan Tanggu, tak
mau bergaul dengan warga desa karena merasa terganggu dengan pertanyaan-
pertanyaan mengenai dirinya yang tak kunjung dikaruniai momongan. Jarak sosial ini
semakin melebar tatkala tanah milik Wayan Tanggu hendak dimanfaatkan desa untuk
membangun pasar seni. Sikap Wayan Tanggu inilah yang berujung pada
pemecatannya sebagai warga desa. Wayan Tanggu dikucilkan. Ketika meninggal,
jenazahnya dilarang dikubur di kuburan desa.
Cerita baru dimulai tatkala konflik sudah berada di puncaknya, yakni desa
melarang jenazah Wayan Tanggu dikubur di kuburan desa. Istri Wayan Tanggu, Luh
Sasih mendatangi Pedanda Pemogan, seorang pendeta agama Hindu yang disegani
dan berwibawa di desanya, untuk memohon bantuan mengatasi masalahnya. Akan
tetapi, Pedanda Pemogan menolak karena menganggap masalah yang dihadapi Luh
Sasih bukanlah masalah agama.
“Engkau harus tabah, Luh. Yang kau hadapi adalah masalah adat, bukan
kepincangan agama. Karena itu sebagai pendeta saya tak punya kuasa
memutuskan nasibmu.”
Dari sinilah kemudian cerita menggunakan alur sorot balik. Luh Sasih
diceritakan teringat kembali dengan perjalanan konflik adat yang dialami suaminya
dan dirinya. Oleh karena itulah, cerita menjadi terasa sangat padat. Akan tetapi, hal
ini tidak bisa dihindari karena cerpen memang menghendaki sebuah cerita yang
singkat. Cerpen bisa mengangkat satu konflik pendek atau satu konflik panjang
dengan penekanan pada bagian tertentu dari konflik tersebut.
Dengan memulai cerita dari puncak konflik yakni kepedihan Luh Sasih atas
“hukuman” yang mesti ditanggung jenazah suaminya, cerita menjadi sangat dramatis.
Pengarang berhasil menghadirkan suspensi yang kuat dalam cerpen KWT. Bahkan,
akhir cerita sangat mengejutkan, tidak terduga sama sekali: Luh Sasih memilih
Page 109
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
108
mengubur jenazah suaminya di dalam rumahnya sendiri dengan mengambil inspirasi
dari perilaku hidup kera di hutan Sangeh yang mau menguburkan rekannya sendiri
yang mati.
Sasih terus menggali kubur suaminya. Keringat menetes dari dagunya yang
lancip. Ia yakin menjelang pagi kubur itu akan rampung. Ada kebanggaan
perlahan-lahan menjalari seluruh aliran darahnya karena akhirnya ia bisa
mengubur jazad suaminya dengan tangannya sendiri. Ia bersumpah akan tidur
setiap malam di kamar itu. “Engkau akan selalu kutemani. Engkau tak boleh
menanggung derita sendiri. Bukan hanya engkau kera, aku juga,” gumamnya
berkali-kali sambil terus menggali dengan kepuasan tiada tara.
Kekuatan pada konflik cerita ini didukung oleh kuatnya unsur penokohan.
Kendati pun cerita yang disajikan cukup pendek, pengarang berhasil menggambarkan
tokoh-tokoh dengan karakter yang beragam serta perkembangan watak yang
konsisten. Tokoh Wayan Tanggu digambarkan berwatak konsisten, teguh pada
pendirian serta berani menentang sesuatu yang dianggapnya melenceng meskipun
risiko atas sikapnya itu sangat berat. Untuk memperkuat karakter konsisten tokoh
Wayan Tanggu, ditampilkan tokoh kepala desa yang iri hati dan memiliki nafsu
menguasai yang cukup besar.
Akan tetapi, pengarang juga menampilkan karakter tidak berdaya seperti Luh
Sasih, Pedanda Pemogan seperti sebagian warga desa. Meski begitu, di bagian akhir,
tokoh Luh Sasih digambarkan memiliki keberanian yang luar biasa untuk melawan
adat dengan caranya sendiri. Munculnya keberanian tokoh Luh Sasih ini merupakan
puncak dari ketidakberdayaannya, sesuatu yang kerap terjadi pada orang-orang yang
hampir putus asa.
Yang menarik dicermati adalah pemunculan tokoh Pedanda Pemogan.
Meskipun dalam cerita, sang tokoh seolah tidak begitu berperanan dalam
menyelesaikan konflik adat yang dialami Luh Sasih, tetapi kemunculannya dalam
konteks cerita justru sangat penting artinya. Kemunculan tokoh Pedanda Pemogan
merupakan upaya pengarang untuk menunjukkan betapa kuatnya kekuasaan adat itu
sehingga seorang pendeta yang disucikan dan dihormati pun tidak berdaya. Kehadiran
Page 110
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
109
tokoh Pedanda Pemogan fungsional dalam cerita karena membuat konflik menjadi
semakin dramatis.
Pemunculan tokoh agama (pedanda) dalam cerpen “Kubur Wayan Tanggu”
juga mencerminkan pandangan kritis seorang Gde Aryantha dalam praktik adat dan
agama orang Bali. Tokoh Pedanda Pemogan digambarkan sebagai tokoh yang “sangat
adil dan sarat wibawa”. Akan tetapi, untuk masalah adat yang dihadapi Luh Sasih,
Pedanda Pemogan menolak untuk membantu menyelesaikan. Pedanda Pemogan
beralasan bahwa masalah yang dihadapi Luh Sasih bukanlah masalah agama, tetapi
masalah adat. Gambaran watak dan sikap Pedanda Pemogan ini merupakan kritik
pengarang terhadap sikap para tokoh agama (pedanda) di Bali yang cenderung
memilih tidak bersikap atas persoalan adat yang dihadapi masyarakat Bali dengan
alasan hal itu bukanlah merupakan persoalan agama sehingga bukan merupakan
bagian dari otoritasnya.
3.3. Analisis Praktik Sosial
Kasepekang atau pengucilan sosial merupakan salah satu jenis sanksi adat
Bali. Kasepekang termasuk jenis sanksi adat yang paling berat selain kanorayang
makrama (dipecat sebagai krama desa atau warga desa) (Windia dan Sudantra, 2006:
147).
Sanksi kasepekang biasanya dijatuhkan kepada seorang atau beberapa orang
warga yang dianggap membangkang secara terus-menerus terhadap pasikian
pasubayan (kesepakatan bersama) yang dituangkan dalam bentuk awig-awig
(peraturan) desa adat. Menurut Windia dan Sudantra (2006: 147), warga yang terkena
sanksi kasepekang tidak mendapatkan pelayanan adat hingga orang bersangkutan
menyadari kesalahan dan mau memperbaiki dirinya dan kembali dalam kebersamaan
dengan masyarakat.
Sanksi adat kasepekang menjadi paling ditakuti karena seringkali disertai
dengan larangan mengubur mayat di setra (kuburan) milik desa. Hal inilah yang
sering menimbulkan konflik di desa adat. Pro dan kontra terhadap pengenaan sanksi
Page 111
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
110
adat kasepekang pun menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat Bali.
Sebagian kalangan mendukung agar sanksi adat kasepekang tetap dipertahankan,
sebagian lagi meminta agar sanksi adat itu dihapuskan karena dinilai melanggar hak
asasi manusia (HAM) dan sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman1.
Pro dan kontra juga tampak dalam wacana yang dibangun para sastrawan Bali
dalam karya-karyanya. Pada novel Tiba-tiba Malam karya Putu Wijaya, tokoh utama
cerita yang dikenai sanksi adat kasepekang diarahkan untuk berdamai dengan warga
desa sehingga sanksi adat tersebut bisa dicabut. Ini dapat dimaknai sebagai persepsi
pengarang yang lebih menghendaki adanya rekonsiliasi antara warga yang terkena
sanksi adat kasepekang dengan warga desa. Dengan begitu harmoni di desa adat tetap
terjaga.
Sebaliknya dalam cerpen KWT karya Gde Aryantha Soethama, tokoh utama
cerita memilih jalan melawan sanksi adat kasepekang itu dengan cara yang sangat
mengejutkan yakni mengubur jenazah sang suami di kamarnya sendiri. Ini
menunjukkan pengarang memiliki sudut pandang berbeda dalam menyikapi sanksi
adat kasepekang.
Bagi Gde Aryantha Soethama, sanksi adat pengucilan sosial yang berbuntut
pada larangan untuk mengubur mayat sangat tidak manusiawi, bertentangan dengan
nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan, Gde Aryantha dengan nada satire membandingkan
larangan mengubur mayat itu dengan kehidupan kera yang mau mengubur mayat
rekannya sendiri.
Ia beberapa kali mendengar cerita orang-orang sekampung, kalau kera yang
mati di hutan wisata Sangeh tak dibiarkan tergeletak begitu saja, tapi dikubur
oleh teman-temannya sesama kera.
Gde Aryantha juga menunjukkan betapa pengenaan sanksi adat kasepekang
bagi seorang warga tidak bebas nilai. Dalam cerpen KWT diceritakan sanksi adat
kasepekang yang dijatuhkan kepada tokoh Wayan Tanggu justru karena penolakan
1 Perdebatan mengenai sanksi adat kasepekang pernah ditulis secara mendalam di majalah Sarad No.
26, Mei 2002 serta DenPost edisi Minggu, 21September 2008, halaman 6.
Page 112
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
111
Wayan Tanggu terhadap keputusan desa untuk menggunakan tanahnya sebagai pasar
seni. Walaupun tokoh Wayan Tanggu juga diceritakan menjaga jarak pergaulan
dengan warga desa karena terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai
keturunan, pada kenyataannya motif pengenaan sanksi adat kasepekang lebih dipicu
oleh ambisi kepala desa untuk menguasai lahan milik Wayan Tanggu.
4. Penutup
Cerpen KWT merupakan sebuah wacana yang kohesif dan koherensif. Hal itu
ditunjukkan dengan dimilikinya semua aspek kohesi gramatikal dan leksikal. Kohesi
gramatikal terdiri atas pengacuan, penyulihan, pelesapan dan perangkai, sedangkan
kohesi leksikal terdiri atas repetisi, sinonimi, hiponimi, dan antonimi.
Dari segi praktik kewacanaan, cerpen KWT yang kuat secara struktural. Tema
sanksi adat kasepekang (pengucilan sosial) dengan latar kehidupan adat masyarakat
Bali didukung oleh penokohan dan pengaluran yang fungsional. Cerpen KWT
menggambarkan sanksi kasepekang tidak bebas nilai karena dilandasi sikap iri hati
tokoh kepala desa terhadap tokoh Wayan Tanggu. Sanksi adat pengucilan sosial
juga digambarkan membuat banyak pihak tidak berdaya, seperti sebagian warga desa
yang merasa kasihan dengan nasib Luh Sasih, termasuk tokoh pendeta yang disegani
dan berwibawa. Hal itu mengesankan bahwa kekuasaan adat memang sangat kuat
sehingga membuat banyak pihak menjadi tidak berdaya.
Wacana pengucilan sosial dalam cerpen KWT ini memiliki kesesuaian dengan
realitas empiris pada kehidupan adat masyarakat Bali. Sanksi adat kasepekang atau
pengucilan sosial yang diikuti larangan mengubur mayat memang menjadi suatu
fenomena yang jamak di tengah-tengah masyarakat Bali. Dengan menampilkan solusi
yang mengejutkan yakni mengubur jenazah di rumah sendiri, pengarang seperti ingin
mengingatkan bahwa sanksi adat yang kaku hanya akan melahirkan masalah baru,
bukan menyelesaikan masalah.
Page 113
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
112
DAFTAR RUJUKAN
Darma Putra, Nyoman. 2008. Bali dalam Kuasa Politik. Denpasar: Arti Foundation.
DenPost. 2008. “Kasepekang: Dihapuskan Saja atau Disesuaikan?”, Minggu 21
September 2008, halaman 6.
Jogersen, Marianne W. dan Louise J. Phillips. 2007. Analisis Wacana Teori &
Metode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mahayana, Maman S. 2006. Bermain-main dengan Cerpen Apresiasi dan Kritik
Cerpen Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis
Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Saddhono, Kundharu. 2005. “Analisis Wacana Peran Jender dalam Cerpen ‘Ibu’
Karya Budi Maryono” dalam Teori dan Praktik Analisis Wacana (ed. Dr.
Sumarlan, M.S.). Surakarta: Pustaka Cakra.
Sarad. 2002. “Kasepekang Konflik Buntu Adat Bali”, Edisi No. 26, Mei 2002.
Soethama, Gde Aryantha. 2006. Mandi Api. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Wijaya, Putu. 2005. Tiba-tiba Malam. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Windia, Wayan P. dan Ketut Sudantra. 2006. Pengantar Hukum Adat Bali. Denpasar:
Lembaga Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Windia, Wayan P. 2008. “Pelaksanaan Sanksi Adat Kasepekang di Desa Pakraman”
(Makalah dalam Semiloka tentang Sanksi Adat Kasepekang yang
diselenggarakan Bali Shanti LPM Unud, 19 September 2008 di Laboratorium
Bahasa, Kampus Unud, Jalan PB Sudirman, Denpasar).
Page 114
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
113
KOMPETENSI LINGUISTIK BIDANG LEKSIKON
PADA SISWA KELAS I SEKOLAH DASAR NOMOR 1 SADING
KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
oleh
Yuliana Wulandari, NIM: 2010.II.1.0002
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah
Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Abstrak
Sebagian besar siswa kelas I masih kurang pemahamannya dalam
berbahasa Indonesia. Hal ini terlihat pada lemahnya pemahaman siswa terhadap
ilmu pengetahuan. Maka dari itu, pemberian pemahaman bahasa Indonesia perlu
ditingkatkan dengan melihat penguasaan kosakata siswanya. Adapun masalah
yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) berapakah jumlah kosakata yang
dikuasai siswa kelas I SD No. 1 Sading?, (2) kelas kata apa sajakah yang
digunakan oleh siswa kelas I SD No. 1 Sading?, (3) bagaimana persentase
frekuensi penggunaan kelas kata siswa kelas I SD No. 1 Sading?.
Tujuan penelitian ini,yakni: mengetahui jumlah kosakata siswa kelas I,
kelas kata yang digunakan siswa kelas I, dan persentase frekuensi penggunaan
kelas katanya. Teori yang digunakan pada penelitian ini, yaitu: (1) teori belajar
bahasa, (2) teori kosakata, dan (3) kelas kata. Metode dalam penelitian ini, yaitu:
(1) metode penentuan subjek penelitian menggunakan sampel, (2) metode
pendekatan subjek penelitian, yakni metode empiris, (3) metode pengumpulan
data, yakni metode wawancara dengan teknik rekaman, (4) metode pengolahan
data menggunakan metode analisis deskriptif. Berdasarkan hasil pengolahan
datanya, dapat disimpulkan sebagai berikut: jumlah kosakata yang dikuasai siswa
sebanyak 448 kosakata, kelas kata yang digunakan meliputi nomina, verba,
adjektiva, numeralia, konjungsi, preposisi, dan adverbia, persentase frekuensi
penggunaan kelas katanya meliputi nomina (43,97%), verba (23,88%), adjektiva
(12,59%), numeralia (8,48%), konjungsi (0,67%), preposisi (0,67%), dan
adverbia (9,38%).
Adapun saran yang dapat disampaikan adalah produksi kosakata siswa
sudah baik, namun masih perlu ditingkatkan kembali, guru diharapkan
menggunakan bahasa Indonesia bukan bahasa daerah dalam setiap pembelajaran
di kelas, guru harus lebih selektif dalam pemilihan kata yang digunakan dalam
pembelajaran.
Kata kunci: kompetensi linguistik siswa, leksikon
Page 115
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
114
Abstract
Most of the students class I still lacking understanding in Indonesia
language. This can be seen on a weak understanding of students of science. Cause
of this, granting Indonesia language needs to be improved understanding by
looking at the mastery of the vocabulary of their students. As for the issues that
will be examined in this study are: (1) how many student-controlled vocabulary
class I SD No.1 Sading?, (2) what are some of the classes used by the grade I SD
No.1 Sading?, (3) how the percentage frequency of use of the word class of grade
I SD No.1 Sading?.
The purpose of this study, namely: knowing the amount of vocabulary
grade I, grade word used grade I, and the percentage of frequency of use of class
he said. The theory used in this study, namely: (1) language learning theory, (2)
the theory of vocabulary, and (3) a class of words. Methods in this study, namely:
(1) the method of determining the subject of research using a sample, (2) the
method of approach of the subject, i.e., the empirical method, (3) data collection
method, i.e. the method of recording techniques, interview with (4) data
processing method using a descriptive analysis method. Based on the results of
the processing of his data, can be summed up as follows: the number of student-
controlled vocabulary as much as 448 class vocabulary, words used include
nouns, verbs, adjectives, prepositions, conjunction, numeralia, and adverbs of
frequency of use, the percentage of the class he said include nouns (43,97
percent), verbs (23.88%), the adjectival (12,59%) numeralia (8,48), conjunction
(0.67 percent), prepositions (0.67%), and adverbs (9.38%) is.
As for suggestions that can be delivered are the production vocabulary
students are already good, but still needs to be improved again, teachers are
expected to use the language of Indonesia is not a regional language in any
learning in the classroom, teachers should be more selective in the choice of
words used in the study.
Keywords: linguistic competence of students, lexicon
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Anak cenderung menggunakan bahasa ibu atau bahasa daerahnya, baik
dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolahnya. Tidak heran jika
seorang anak lebih mudah berkomunikasi dengan menggunakan bahasa ibunya
dibandingkan dengan menggunakan bahasa pengantar yaitu bahasa Indonesia. Hal
Page 116
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
115
ini berdampak pada kompetensi linguistik anak tersebut, di mana kompetensi
linguistik kosakata anak cenderung dipengaruhi oleh bahasa daerah anak, dengan
demikian produksi kosakata anak dalam bahasa Indonesia lebih sedikit dari pada
produksi kosakata anak dalam bahasa daerahnya. Sebagian besar pengetahuan
kosakata bahasa Indonesia anak masih berkembang pada vocabulary (kamus),
karena anak masih menggunakan bahasa pertamanya atau bahasa daerah sebagai
sumber bahasa. Dengan demikian kualitas kosakata bahasa Indonesia anak
semakin rendah.
Menurut Tarigan (1984: 2), kenaikan kelas para siswa di sekolah
ditentukan oleh kualitas berbahasa mereka. Selain itu, kenaikan kelas juga
menentukan jaminan akan peningkatan kuantitas dan kualitas kosakata bahasa
Indonesia mereka dalam menerima ilmu pengetahuan. Hasil berupa nilai rapor
yang dimiliki siswa merupakan cerminan kuantitas dan kualitas dari kosakata
siswa. Dengan kata lain tinggi rendahnya nilai rapor merupakan baik buruknya
penguasaan kosakata bahasa Indonesia anak. Untuk saat ini kompetensi linguistik
siswa belum dipetakan secara baik. Hal ini dilihat dari masih seringnya guru
menggunakan kosakata bahasa Indonesia yang tidak sepenuhnya dikuasai oleh
siswa tersebut. Kenyataan ini tentu merupakan suatu masalah yang harus segera
dicermati, sebab jika tidak, tentu hal itu akan berdampak pada rendahnya
pengetahuan yang dimiliki anak tersebut. Faktor inilah yang menyebabkan
perlunya kita mengukur seberapa banyak penguasaan atau kompetensi kosakata
yang diproduksi oleh anak, sehingga nantinya guru-guru dapat menyesuaikan
ujaran kosakatanya dengan kosakata yang dimiliki oleh anak tersebut.
Itulah pentingnya kita melakukan penelitian ini sehingga kita bisa
mengungkapkan atau mengetahui kompetensi linguistik anak terutama oleh Siswa
Kelas I Sekolah Dasar Nomor 1 Sading, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung
Tahun Pelajaran 2013/2014.
Page 117
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
116
2. Landasan Teori
Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: (1) teori belajar
bahasa, yang meliputi (a) pemerolehan bahasa; (b) teori-teori pemerolehan
bahasa; (c) proses pemerolehan bahasa; (d) pemerolehan bahasa pada bidang
leksikon, (2) teori kosakata, dan (3) kelas kata.
1. Teori Belajar Bahasa
Teori belajar bahasa merupakan sebuah teori mengenai bagaimana seseorang
atau manusia dalam mempelajari sebuah bahasa, baik itu secara lisan maupun
tulisan, dari yang tidak bisa menjadi bisa dalam berbahasa atau berkomunikasi.
a. Pemerolehan Bahasa
Menurut Dardjowidjojo (2010: 225) istilah “pemerolehan dipakai untuk
padanan istilah Inggris acquisition, yakni, proses penguasaan bahasa
yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu anak belajar bahasa
ibunya”. Pemerolehan bahasa atau akuisisi adalah proses yang
berlangsung di dalam otak anak-anak ketika anak memperoleh bahasa
pertamanya atau bahasa ibunya (Chaer, 2009: 167).
b. Teori-teori Pemerolehan Bahasa
Darmowijono dan Suparwa (2009: 49–55), mengatakan dalam
perkembangan psikolinguistik bahasa anak, terdapat dua aliran yang
bertolak belakang dan dijadikan teori dasar tentang pemerolehan bahasa
pada anak. Teori tersebut adalah “Teori Behavioristik hanya mengambil
kelakuan yang dapat diamati sebagai titik tolak untuk deskripsi dan
penjelasannya. Sementara, teori mentalistik mengambil struktur dan
cara kerja kesadaran sebagai dasarnya”.
c. Proses Pemerolehan Bahasa
Menurut Dardjowidjojo (2010: 243–244), banyak ahli berpandangan
bahwa anak-anak di mana pun berada memperoleh bahasa ibunya
Page 118
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
117
dengan menggunakan strategi pemerolehan bahasa yang sama. Di
dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga bahasa yang
sepeti apa dan wujudnya bagaimana ditentukan oleh input atau masukan
dari orang sekitarnya.
d. Pemeolehan Bahasa pada Bidang Leksikon
Menurut Dardjowidjojo (2010: 257), sebelum anak dapat mengucapkan
kata apapun itu, anak akan menggunakan tangisan, dan gerak tubuh
baik tangan, kaki, mata, mulut dan sebagainya (gesture). Berikut
beberapa bentuk pemerolehan bahasa pada bidang leksikon, yakni:
macam kata yang dikuasai, cara menentukan makna, dan cara anak
menguasai makna.
2. Teori Kosakata
Menurut Chaer (2007: 6–7), kosakata adalah semua kata yang ada dalam
bahasa Indonesia seperti yang didaftarkan di dalam kamus-kamus bahasa
Indonesia. Berapa banyak kata yang terdapat di dalam bahasa Indonesia tidak
dapat disebutkan jumlahnya, sebab kata-kata itu merupakan bagian dari sistem
bahasa yang rentan terhadap perubahan dan perkembangan sosial dan budaya di
lingkungan masyarakat.
3. Kelas Kata
Menurut Rahardi (2009: 56–65), ada beberapa kelas kata yang digunakan
untuk menentukan kata-kata dalam bahasa Indonesia. Berikut beberapa kelas kata
yang umum digunakan, antara lain: verba, nomina, adjektiva, numeralia,
konjungsi, preposisi, dan adverbia.
Page 119
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
118
3. Wawasan Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini ada dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada
masyarakat terutama terhadap guru untuk merancang bahan ajar agar sesuai
dengan kompetensi linguistik siswa, terutama penguasaan kosakata bahasa
Indonesia siswa sekolah dasar. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jumlah kosakata yang dikuasai siswa, kosakata apa saja yang
digunakan siswa, dan persentase frekuensi penggunaan kelas katanya.
METODE PENELITIAN
2. Sumber Data
Penelitian ini diadakan di SD No. 1 Sading, Kecamatan Mengwi, Kabupaten
Badung. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas I SD No. 1 Sading,
Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Tahun Pelajaran 2013/2014. Jumlah
populasi siswa kelas I, yakni 45 siswa dan sampel yang digunakan berjumlah 9
orang siswa dari dua kelas, yang terdiri dari 2 laki-laki dan 7 orang perempuan.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan metode atau teknik yang digunakan
untuk mengumpulkan data yang hendak diteliti. Pengumpulan datanya sangat
tergantung dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini metode
pengumpulan data yang digunakan yakni metode wawancara dengan teknik
rekaman SLC (Simak Libat Cakap) di mana peneliti terlibat langsung dalam
pembicaraan yang terekam dari subjek penelitian.
2.1 Analisis Data
Page 120
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
119
Setalah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah mengolah data atau
menganalisis data tersebut. Berikut langkah-langkah dalam mengolah atau
menganalisis data penelitian.
2.1.1 Elisitasi dan Transkripsi Data
Elisitasi berfungsi untuk memperoleh data dari siswa yang menjadi subjek
penelitian dengan merekam ujaran siswa tersebut, kemudian ujaran yang terekam
ditranskripsikan. Kegiatan mentranskripsi ini berguna untuk menyalin seluruh
ujaran yang terekam dalam bentuk tulisan agar dapat diteliti lebih lanjut.
2.1.2 Menggolongkan Kelas Kata
Menggolongkan kelas kata dimaksudkan untuk memisahkan setiap kata
sesuai dengan kelas katanya. Hal ini dilakukan agar mempermudah peneliti dalam
menjumlahkan keseluruhan kosakata yang telah diujarkan oleh siswa.
2.1.3 Menghitung Persentase Frekuensi Penggunaan
Penghitungan persentase frekuensi dimaksudkan untuk melihat persentase
frekuensi penggunaan kelas kata yang diujarkan siswa. Adapun rumus yang
digunakan untuk menentukan persentase frekuensi penggunaan kelas kata, sebagai
berikut:
Persentase =Jumlah yang dicari persentase
Jumlah Keseluruhanx 100%
Sumber: rumushitung.com (dalam Muharam: 2013).
2.1.5 Membandingkan dengan Buku Teks
Membandingkan buku teks dimaksudkan agar peneliti dapat melihat
perbandingan kosakata siswa dengan kosakata yang digunakan oleh buku teks,
apakah sudah sesuai dengan kompetensi linguistik siswa atau belum.
Page 121
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
120
2.1.6 Menarik Kesimpulan
Penarikan kesimpulan di sini dimaksudkan agar memberikan informasi yang
akurat mengenai seberapa besar kompetensi linguistik siswa, terutama penguasaan
kosakata bahasa Indonesianya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis datanya, didapat jumlah kosakata yang dikuasai
siswa beserta penggolongan kelas kata dan persentase frekuensi penggunaan kelas
katanya. Berikut merupakan tabel penggolongan kelas kata, persentase
penggunaan, dan jumlah keseluruhan kosakata siswa.
Tabel Klasifikasi Kelas Kata dan Persentase
No. Kelas Kata Jumlah Kata Persentase
1 Nomina 197 43,97%
2 Verba 107 23,88%
3 Adjektiva 58 12,59%
4 Numeralia 38 8,48%
5 Konjungsi 3 0,67%
6 Preposisi 3 0,67%
7 Adverbia 42 9,38%
Jumlah Keseluruhan 448 kosakata 100%
Berdasarkan tabel di atas, hasil penelitian ini menunjukkan besarnya jumlah
kelas kata nomina yang digunakan oleh siswa kelas I SD No. 1 Sading, yaitu 197
kata dan verba 107 kata. Sebagian besar siswa lebih dominan menggunakan kelas
kata nomina dan verba, hal ini disebabkan dalam struktur semantik selalu ada
nomina dan verba dalam memahami setiap kalimat dan ketika anak berbicara,
maka dasar pemikirannya berstruktur pada struktur semantik, yaitu nomina +
verba. Selain itu, kata-kata tersebut paling sering dijumpai di lingkungannya,
Page 122
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
121
dengan kata lain siswa kelas I lebih dapat menyerap kata-kata yang konkrit atau
berwujud seperti apa yang dilihat dan diamati setiap harinya. Produksi kata yang
anak hasilkan akan berkembang dengan seiringnya waktu, ditambah dengan
pengalamannya selama belajar di bangku sekolah. Selanjutnya, hasil dari
perbandingan dengan buku teks, bahwasanya siswa sudah mampu menguasai
kosakata berdasarkan ketujuh kelas kata yang paparkan dalam tabel diatas.
SIMPULAN DAN SARAN-SARAN
1 Simpulan
1) Jumlah kosakata yang dikuasai oleh siswa kelas I SD No. 1 Sading, yakni
448 kata.
2) Kelas kata yang digunakan oleh siswa kelas I SD No. 1 Sading meliputi
kelas kata nomina, verba, adjektiva, numeralia, konjungsi, preposisi, dan
adverbia.
3) Persentase frekuensi penggunaan kelas kata siswa kelas I SD No. 1
Sading, dapat dirinci sebagai berikut: (1) nomina 197 kata dengan
persentase 43,97%, (2) verba 107 kata dengan persentase 23,88%, (3)
adjektiva 58 dengan persentase 12,59%, (4) numeralia 38 kata dengan
persentase 8,48%, (5) konjungsi 3 kata dengan persentase 0,67%, (6)
preposisi 3 dengan persentase 0,67%, (7) adverbia 42 kata dengan
persentase 9,38%.
2 Saran-saran
1) Secara umum jumlah produksi kosakata siswa kelas I SD No. 1 Sading
sudah baik, namun hal ini masih perlu ditingkatkan kembali agar nantinya
produksi kosakata siswa lebih beragam.
2) Dalam kegiatan belajar mengajar sebaiknya guru lebih mengurangi
intensistas penggunaan bahasa daerah dalam memberikan materi
Page 123
Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014
ISSN 2089-8460
122
pembelajaran di kelas agar siswa tidak terbiasa menggunakan bahasa
daerah dan harus terbiasa menggunakan bahasa Indonesia, baik dalam
pembelajaran di kelas maupun di luar kelas.
3) Guru juga lebih selektif dalam mengujarkan kata-kata karena siswa kelas I
SD No. 1 Sading belum sepenuhnya menguasai kata atau bahasa serapan
asing yang terdapat dalam buku teks.
4) Perlu adanya upaya peningkatan produksi kosakata siswa dengan cara
mengajak siswa untuk belajar sambil bermain, saling berdiskusi mengenai
pembelajaran bersama temannya dengan menggunakan bahasa Indonesia
bukan bahasa daerahnya.
DAFTAR RUJUKAN
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2007. Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa
Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Dharmowijono, Widjajanti W. dan I Nyoman Suparwa. 2009. Psikolinguistik
Teori Kemampuan Berbahasa dan Pemerolehan Bahasa Anak. Denpasar:
Udayana University Press.
Djajasudarma, Fatimah. 2010. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian
dan Kajian. Bandung: PT Refika Aditama.
Jaruki, Muhammad. 2012. Bahasa Kita Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Muharam, Asep. 2013. Cara Menghitung Persentase. Tersedia di kick-
asep.blogspot.com/2013/07/cara-menghitung-persentase.html?m=1. Dikutip
pada tanggal 23 Juli 2013.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa.